Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Selasa, 20 Mei 2014

Terjemahan Bebas Serat Kaca Wirangi Mengurai Rahsa dan Budi


Filsafat Jawa : Mengurai rahasia warna, Rahasia Cahaya serta Membuka Tabir Kosong dan Isi, Serta mengurai Ilmu Rasa dan Budi, sebagai modal dasar untuk belajar Ilmu Jawa Tingkat Tinggi atau belajar Ilmu Hakikat tingkat tinggi untuk pemula.



TERJEMAHAN  BEBAS & NASKAH ASLI “SERAT “KACA WIRANGI”
MENGURAI RAHSA DAN BUDI
Dongeng Burung Perkutut dan Burung Derkuku Mengurai Ilmu Kasampurnan
(Kisah Burung Perkutut dan Burung Derkuku – Mengurai Ilmu Maha Sempurna)
Edit Penerjemah : Pujo Prayitno

1. TERJEMAHAN BEBAS
2. NASKAH ASLI DAN TERJEMAHAN BEBAS TIAP PARAGRAF.

1. TERJEMAHAN BEBAS
Ada burung Perkutut dan burung Derkuku yang sedang bertengger di pohon Mandira, burung perkutut kemudian bercerita seperti di bawah ini :
Ada negara yag terkenal, dengan Keindahan tamannya ada seratus jenis bunga yang ditanam di Taman sarinya, Dan diberi pagar keliling yang terbuat dari emas, yang dihias kolam air, yang ditebari batu Cendhani, dan dikelilingi patung perunggu, dan diberi hiasan lainnya yang terbuat dari emas dan intan berlian.
Dekat dari tempat duduk sang putri, ditebar batu mulia bermacam warna. Tiap pagi banyak kupunya, putih, merah, kuning, ungu, hijau, biru dan hitam beterbangan kesana kemari sehingga menambah keindahan taman sarinya.
Semua kupu bergemberia  berterbangan di taman. Kemudian mereka saling mengunggulkan keindahan sayapnya. Selanjutnya kupu putih berkata kepada kupu lainnya seperti ini :
Lihatlah warna sayapku putih bersih, tidak seperti sayap kalian, terlihat kotor  belepotan, warnanya tidak serasi dan jelek, sesungguhnya tidak ada warna yang bagus yang melebihi warna putih, karena putih itu warna yang suci dan jujur, dan warna putih lah sebagai dasar semua warna. Orang menulis, orang melukis, dan orang membathik, semuanya memakai dasar putih, oleh sebab itu, kertas dan kain mori dibuat warna putih, dan juga banyak orang yang suka memakai baju  serba putih, makanya, Allah menciptakan kapas berwarna putih. Batu kapur dicipta putih, sehingga rumah juga baik yang bercar putih, dan juga hati manusia itu baik yang putih, yaitu suci. Kata putih selalu menjadi pembicaraan, dipergugnakan untuk menggambarkan sesuatu yang suci atau bersih. Oleh karenanya warna yang baik itu  putih, sehingga kupu yang paling bagus sendiri adalah yang berwarna putih.
Kupu merah menjawabnya, sebagai berikut “ :
Sesungguhnya penerapan yang baik dari warna putih itu adalah digunakan sesuai kegunaannnya. Karena hiasan yang dipergunakan untuk menghias taman ini, jika semuanya putih dan putih kau sebut suci namun putih itu adalah pucat, tidak ada pancaran keindahan. Sesunguhnya mengapa banyak kupu yang datang ke sini itu karena dipikat dengan madu, yang diperlukan untuk menghias taman, sehingga yang di sebut kupu yang indah adalah kupu yang bisa menyebabkan menjadi indahnya taman. Oleh karena sayapmu  tidak menyebabkan keindahan apa-apa, tetap dirimu adalah kupu yang jelek. Jika kau ingin mengetahui warna yang menimbulkan keindahan, lihatlah warna yang tidak pucat, sedangkan warna yang tidak pucat, adalah warna yang menyala atau memancarkan cahaya. Tidak usah jauh-jauh. Lihatlah bunga yang ada di taman ini saja. Kamu akan melihat sendiri, yang paling unggul warnanya adalah yang berwarna merah. Coba perhatikan bunga jengger itu, warna merahnya terang dan menyala-nyala, demikian juga bunga mawar, bunga wora-waribang, bunga sepatu, unggul warnanya karena berwarna merah. Cahayanya  manusia yang semangat juga yang memancarkan warna merah yang menyala. Hasil bathik yang bagus juga yang berwarna merah menyala. Selain itu juga mawarna merah itu baik jika dipandang mata. Walau pun  merah sama-sama warna, namun warna merah adalah yang paling wibawa dan paling mudah terlihat, sehingga warna merah itu banyak yang suka, bahkan anak kecilpun lebih menyukai mainan yang warnanya merah, itu yang akan dipilih terlebih dahulu. Sehingga kesimpulannya. Kupu yang bersayap merah adalah kupu yang paling indah
Kupu kuning, setelah mendengar pembicaraan kupu putih dan merah menjawab demikian : Putih dibanding merah memang gagah yang merah, namun merah dibanding kuning, lebih indah kuning, contohnya, emas lebih indah dibanding tembaga atau perak. Hiasan yang terlalu banyak warna merah membosankan, namun tidak ada hiasan yang banyak warna prada (kuning emas) yang tidak pantas, justru semakin indah. Lihatlah Cat di wayang, seumpama wayang satu kotak di beri warna prada justru semakin bagus. Seandainya hanya warna merah, jelas akan jelek, sebab merah itu adalah warna kesukaan anak kecil, sedangkan orang tua tidak menginginkannya. Sedangkan warna kuning adalah warna kesukaan bangsawan. Lihatlah kereta Kecana, Payung Tunggul Naga, Pasemen bara-bara, bordiran, gamelan, semuanya indah warnanya, karena berwarna kuning. Demikian juga hiasan yang bagus, yang bersinar di toko-toko dan di dalam rumah orang kaya, berupa : Paidon (tempat membuang ludah orang makan sirih), Pateyan, temnpat kapur sirih, pigora gambar, pigora kaca, lampu gantung ( jenis lampu jaman dahulu) dan lain sebagainya, semuanya berwarna kuning. Manusia yang bagus rupanya adalah yang berkulit kuning, bukan orang yang berkulit merah. Yang tidak berkulit kuning ketika tampil dalam pertunjukan, maka kemudian berupaya mencari akal, hal itu karena ingin kulitnya berwarna kuning. Memang benar lah warna kuning adalah warna yang menyenangkan. Singkatnya demikian : Warna putih pucat, warna merah gagah, namun tidak indah, justru membosankan. Sedangkan yang tidak pucat serta tidak membosankan  justru semakin berwibawa , adalah warna kuning. Apakah tidak demikian ?
Kupu ungu menyambung, warna kuning itu masih membosankan, ketahuilah semuanya, sama-sama tentang warna, warna yang paling indah, paling wibawa, dan tidak membosankan itu adalah warna ungu. Buktinya, Babut yang berwarna merah itu jelek, babut kuning jelek, babut ijo kurang baik, namun babut ungu, sangatlah indah dan menyenangkan, terlebih lagi jika diimbangi perlengkapan rumah yang diberi warna ungu, seperti meja, kursi, bangku, yang mengkilat peliturnya. Seandainya diberi warna merah atau kuning menurutku kurang indah. Bunga jengger, terlihat menyala disebabkan ungu, demikian juga bunga Ragaina. Baju ungu indahnya bukan main. Meskipun ungu tidak terpilih, mengapa orang membatik kain mencari Soga, padahal  sangat mudah untuk membuat  warna merah atau membuatnya kuning. Apakah sebabnya? Itu disebabkan warna merah dan kuning hanya digunakan untuk pertunjukan atau untuk kesombongan,  tidak baik, itu  tidak seperti warna ungu yang apa adanya. Di mana pun saja barang yang apa adanya  dan mengandung ketenangan itu tidak membosankan, sehingga warna ungu banyak yang memilihnya, untuk digunakan setiap harinya. Sebagai contohnya Soga. Ingatlah bahwa yang menyombongkan diri itu tidak akan lama, dn hanya dipergunakan kadang-kadang saja, dan hanya sementara, kecuali yang apa adanya  itu yang dipilih, untuk didpergunakan setiap harinya, buktinya adalah Soga. Warna merah dan kuning sebagai ibarat kenakalan. Namun warna ungu itu tenang dan berwibawa, artinya tidak mencolok untuk hiasan.
Kupu hijau secara tiba-tiba berkata. Katanya : Kalian semua diam lah dahulu. Kalian semua tidak mengerti atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa dalam mencipta rumput dan dedaunan dicipta berwarna hijau. Hal itu pikirkanlah apa sebabnya. Cobalah kalian pikir : Seandainya semua dedaunan berwarna putih, barangkali akan banyak mata yang buta. Seandainya yang baik adalah ungu, tentulah semua tumbuhan akan dicipta berwarna ungu. Seandainya yang baik warna kuning, tentulah dicipta dengan warna kuning. Seandainya yang baik merah,  tentulah dicipta merah. Hal itu ketahuilah, mengapa rumput dan dedaunan dicipta hijau, sebab warna hijau adalah yang paling baik serta yang paling tidak membosankan. Buktinya tidak ada manusia yang bosan kepada warna hijau. Di kebun, di tegal, di sawah-sawah, semuanya hijau, namun demikian di halaman rumah para petinggi ditanami  pohon Sadhang, pakis, pandhan, wregu, sirih dan lain sebagainya, banyak menempel di tembok, hingga lebat bagaikan hutan, itu sebagai bukti masih kurang puasnya memandang warna hijau, namun saya pun tidak menyalahkan, memang jika tumah banyak warna hijaunya yang berada di tembok atau di tangga rumah itu terkesan sejuk. Sehingga hal itu kadang mengingatkan kalian, sehingga kalian tidak akan mau mengunggulkan warna selain warna hijau. Serangga  yang bernama Samber lilin itu unggul warnanya dibanding  sesama warna serangga. Warna yang menonjol  itu karena warna hijau, warna merah dan kuningnya hanya sedikit.  Seandainya terlalu banyak warna merah atau kuningnya pasti tidak indah. Sebaliknya jika banyak warna hijau-nya, justru semakin indah. Burung merak paling indah warnanya dibanding sesama burung, warna apakah yang terbanyak ? juga wara hijau, warna merah dan ungu hanya sekedarnya. Seandainya warna hijau hanya sedikit, pastilah jelek. Oleh karena hal demikian maka, ternyata kupu yang paling cantik adalah kupu yang bersayap hijau.
Kemudian kupu biru berkata seperti ini : Yang disampaikan kupu hijau tersebut sudahlah benar, namun masih kurang tepat. Sebab masih ada makhluk Tuhan yang melebihi warna hijau, tidak membosankan selamanya dan lebih banyak keberadaannya, yaitu biru.  Sebagai buktinya, Udara, langit, gunung, laut, semua dicipta berwarna biru. Lihatlah ! Yang indah itu hanya hijau dan biru. Banyak orang yang senang refresing di tempat yang serba indah, sedangkan tempat yang indah tersebut, menjadi indah disebabkan oleh hijau dan biru. Tidak ada satu manusia pun yang bosan memandang tempat yang indah dan asri, yaitu yang terlihat langitnya biru, gunung warna biru, dan tumbuhan yang kelihatan hijau dan biru. Sayap serangga samber lilin  warna hijaunya tercampur warna biru, justru banyak birunya dibanding warna hijau. Sayap burung merak pun mengarah ke biru. Seluruh warna biru di dunia ini jika dibanding dengan warna hijau, banyak birunya. Sebab, hijau itu hanyalah berada di darat, namun warna biru  itu berada di darat juga di laut, juga berada di angkasa. Di angkasa tidak ada tempat  yang tidak berwarna biru, hingga pada warna gunung yang terlihat dari kejauhan. Jika seseorang sedang naik perahu di tengah samudra, maka yang nampak  bagaikan arah utara, selatan timur dan barat semuanya berwarna biru, sehingga seluruh dunia bagaikan menjadi berwarna biru semua.  Hal yang demikian sebagi bukti jika biru itu adalah warna yang paling indah, sehingga atas kehendak Yang Maha Kuasa mencipta warna biru diperbanyak dibanding lainnya.
Kupu hitam berkata demikian, wahai kalian semua, tenangkanlah dahulu dirimu, apakah ada warna yang jumlahnya melebihi hitam, dan juga tidak ada warna yang kelebihannya melebihi hitam. Penjelasannya demikian, tidak ada warna yang jumlahnya melebihi hitam, sebab jika di waktu malam, seluruh dunia berwarna hitam, tidak usah disebutkan di angkasa, di daratan, di lautan, cukup disebutkan tidak ada tempat  yang tidak hitam, kemudian bandingkan banyak mana dengan biru. Sehingga saya sebut , tidak ada yang paling unggul seperti hitam, sebab semua warna jika telah dikalahkan oleh hitam tidak ada yang bisa menghalangi. Walau pun bumi langit yang kedatangan kegelapan yang berwarna hitam, dunia bagaikan teggelam di kehampaan yang hitam pekat. Sehingga saya sebut  tidak ada yang paling kuasa seperti hitam, hal demikian sehingga manusia berwibawa itu yang berbaju hitam, celana hitam, sepatu hitam. Banyak yang gagah tidak seperti hitam, banyak yang wibawa tidak seperti hitam, bahkan rambut dan kumis yang tampan adalah yang hitam. Gambar dan tulisan yang terang dan jelas juga yang hitam. Karena berwibawa, sehingga awet  serta terpakai setiap harinya, seperti yang dikatakan kupu ungu sebelumnya. Yang ungu itu soga-nya juga benar, namun hitam tidak kalah, yaitu dasarnya.
Burung perkutut melanjutkan pembicaraannya : Isi ceritanya, sebagai berikut :
Yang disebut baik dan buruk itu sesungguhnya hanya sebatas anggapan rasa hati. Apa pun yang sedang disenangi oleh hati, itu lah yang nampak benar. Sedangkan salahnya tertutupi. Manusia yang berwatak mudah menginginkan sesuatu, terhadap segala yang disenanginya, hal itu lah yang dianggapnya paling benar sendiri.
Ada sebuah ibarat, bahwa manusia yang sedang menyukai sesuatu, maka tidak  kekurangan dalam sanjungannya, sedangkan orang yang sedang benci  tidak kekurangan dalam mencelanya, manusia itu sangat mencintai dirinya sendiri, sehingga tidak ada manusia yang bosan menyanjung dirinya sendiri.
ooOoo
BAB. II
BATU MULIA MENGURAI SINAR WARNANYA
Ada permata putih, cahayanya putih bersinar terang, bernama permata Manik Maya, tergeletak dekat dengan tempat duduk sang Putri, berkata kepada kupu-kupu, katanya : “Wahai kupu, sesungguhnya semua warna kalian itu indah, yang putih, yang merah, yang kuning, yang ungu, yang hijau, yang biru, dan juga yang hitam, tidak ada satu pun yang tidak indah, kekukarangannya hanyalah tidak mengnadung cahaya, seandainya bisa bercahaya, betapa indahnya, sebab, warna itu bisa terlihat  karena kekuatan cahaya, walaupun merah, hijau, biru, jika tidak bersinar  itu hampa. Walau pun warna putih atau pun merah, jika bersinar maka menjadi indah. Coba perhatikan ujud diriku ini, tidak lain hanyalah putih, warna putih itu tidak berbinar dan tidak mencolok, namun karena mengandung cahaya, sehingga putihku indah bercahaya, itulah diriku yang disebut  Permata Manik Maya. Tidak hanya permata saja, walau pun manusia yang tampan rupawan, dihias busana, jika tidak ada cahayanya, tidak ada daya tariknya, dan tidak ada pancaran wibawanya, akhirnya pun tidak menjadi perhatian dan tidak dipercaya, sehingga tidak dipilih dan suatu jabatan, karena hanya mengandalkan ketampanan rupa  dan kebaikan hati; serta kebahagiaan hidupnya. Karena tidak berusaha mencari keluhuran Pramana. Walau pun manusia yang buruk rupa serta kurus badannya, jika luhur budi-nya, juru hati, akan menjadi pusat perhatian dan dihormati, sehingga banyak yang hormat dan mencintainya, karena terlihat dari pancaran wibawanya yang tinggi, mengagumkan, itu disebabkan cahaya budi dari dirinya yang bening.
Ditempat itu ada batu mulia merah, di dekat tempat duduk, disebut juga batu mulia Geni Maya, mempertontonkan cahayanya yang merah menyala bagaikan bara api.
Ada lagi batu mulia kuning, memperlihatkan keindahannya, yaitu cahaya kuning bersinar, yang bernama berlian Mirah Delima.
Ada lagi batu mulia ungu, memperlihatkan cahaya ungu yanganik Puspa Raga
Adalagi batu mulia hijau, memperlihatkan cahayanya yang hijau berpendar, yang disebut berlian Tinjo Maya.
Adalagi batu mulia biru, memperlihatkan cahayanya yang biru, disebut berlian Manik Nila Pakaja.
Adalagi batu mulia hitam, memperlihatkan ahaya hitam pekat, disebut Mustikaning Bumi.
Kesemuanya indah cahayanya, dan tidak ada yang mengecewakan, sehingga menyebabkan semua kupu-kupu menjadi malu, yang disebab karena lebih indah berlian daripada kupu, sebab kupu hanya memiliki warna saja, tidak memiliki cahaya, sedangkan berlian memiliki warna dan mengandung cahaya.
Wahai saudara, cerita tersebut mengandung makna sebagai berikut :
Mengecewakan sekali jika manusia hanya mengejar kesenangan, hak milik, hobby, kenikmatan, kebahagiaan hidup, kewibawaan, keluhuran derajat dan lains ebagainya. Tidak mencari atas terang dan ketenangan jiwa, yaitu Menghidupkan Budi.
Warna putih, merah, kuning, ungu, hijau dan sejenisnya itu semua sebagai ibarat : Rahsa, artinya menjadi ibarat perwatakan manusia, sedangkan cahaya sebagai ibarat terangnya Budi manusia.
ooOoo
Penjelasannya demikian :
Cahaya dan warna yang diuraikan pada cerita di atas, sesungguhnya hanya sebagai ibarat saja.
Cahaya dan warna adalah milik Dzat Yang Maha Wujud, yang diberikan kepada manusia.
Wujud Cahaya manusia itu adalah : Budi. Sebab budi itu berupa penerang yang memancar dari kegaiban. Menerangi semua Nyawa sejak awal sampai dengan akhirnya.
Sedangkan wujud warna, adalah : Rahsa (dayanya disebut : Nafsu), sebab rahsa itu daya pengaruhnya menyebabkan sifat dari cahaya yang bermacam-macam : Putih, Merah, Kuning, Hijau dan sebagainya.
Ujud Rahsa adalah nyawa. Daya pengaruhnya menyebabkan manusia sering merasa : gembira, sedih, senang, benci, jahil, irihati, sombong, heran, kecewa, takut, khawatir, dan sebagainya.
Singkatnya saja, menyebabkan tiap manusia memiliki watak sendiri-sendiri, baik atau buruk (Dalam Bahasa Jawa disebut Perasaan atau hati).
Pengaruh rahsa yang menyebar bernama nafsu, itu bisa diibaratkan asap, sebab nafsu itu daya pengaruhnya adalah menyebabkan kegelapan atau mengotori cahaya.
Padamnya  nafsu atau rahsa : Jika hanya berkumpul dalam rasa (Rasul) bersifat bukan putih, bukan merah, bukan hijau, dan sebagainya, artinya : bukan bahagia, bukan subukan keinginan, bukan sah, Hanya : Tenteram/Ketenangan (lebih jelasnya jika telah membaca bagian belakang.
BAB. III
BERLIAN MENGURAI CAHAYA
Burung Perkutut melanjutkan dalam bercerita :
Ketika itu ada berlian, yang berkata kepaa semua batu mulia : “wahai semua mirah, sekarang kalian sudah memahami bahwa terlihatnya rupa karena adanya cahaya, artinya :warna merah hijau itu tidak ada gunanya jika tidak ada cahaya, sebab jika tanpa cahaya maka tidak akan bersinar. Meskipun tanpa warna jika terkena cahaya tidak akan bisa hilang, sebab cahaya itu menyinarinya, sehingga akan bisa dilihat. Sudah nyata bahwa cahaya itu adalah nyawa dari rupa. Buktinya, si Manikmaya, hanya berwarna putih, oleh karena bersinar, sehingga banyak dicari oleh manusia serta dihargainya.Terlebih lagi si Geniyara, Mirah Delima dan sebagainya, karena memiliki warna dan bersinar.
Dan sekarang selain yang sudah dibicarakan seperti tersebut itu tadi, saya akan bertanya kepada semua mirah untuk dipertimbangkan. Pertanyaanku seperti ini : Pilih yang mana, memiliki warna dan bercahaya sedang dibanding dengan tidak memiliki warna, dan hanya cahayasaja, akan tetapi cahayanya melebihi cahaya dari semua yang warna? Apa lebih memilih memiliki warna yang bersinar sedang, apa memilih tanpa warna namun memiliki cahaya tinggi?
Semua mirah tidak ada yang bisa menjawabnya. Kemudian berlian melanjutkan kata-katanya “Jika saya, memilih tidak berwarna, hal demikian kadang justru mengandung cahaya yang lebih. Sehingga saya tidak begitu memikirkan tentang warna, saya hanya mengejar cahaya. Sebab, walau tanpa warna, jika mengandung cahaya tinggi, Cahaya tinggi itu bisa membentuk warna dengan berbagai macam warna yang disebabkan karena kejernihannya. Lihat lah diriku ini, saya ini tidak mempunyai warna seperti halnya mirah, tidak merah, tidak kuning, bukan hijau, bukan biru, bukan hitam, tiak putih. Namun karena nyala cahayaku melebihi semua jenis mirah, walau pun tan warna , namun bisa menjadi merah, juga bisa menjadi kuning, bisa hijau, dan sebagainya. Jika saya sedang berwarna merah, tidak kalah dengan geniyara, jika sedang berwarna kuning, tidak kalah dengan mirah delima, Jika sedang berwarna ungu, tidak kalah dengan pusparaga, pun selanjutnya tidak akan kalah dibanding semua mirah. Sehingga, bagaikan memuat atas semua jenis mirah. Apakah sebabnya saya bsia seperti itu, hal itu disebab karena tak berwarna, namun unggul dalam cahaya.
Seandainya ketinggian sinarku, namun masih mengandung warna, hal itu juga tidak akan bisa mengandung semua warna. Walau pun tanpa warna, jika tidak tinggi cahayaku, juga tidak bisa memuat semua warna. Sehingga jelaslah, rupa yang paling indah adalah : Yang tidak berwarna namun tinggi cahayanya. Sebab hal itu adalah yang hidup dan yang mengandung semua warna.
Cerita yang tersebut di atas, mengandung maksud, sebagai berikut :
Agar manusia bisa memuat, tidak cukup hanya menggunakan budi dan kesaaran. Namun harus : Tidak memiliki watak. Tidak memiliki watak artinya : Tidak mengandalkan atas watak hatinya, seperti Suka terhadap yang itu, benci terhadap yang ini, suka terhadsap kesenangan, mengeluh jika susah, Suka pada keindahan, benci segala keburukan. Ringkasnya : Memiliki kesengan di dalam hati yang tidak bisa dirubah, serta mempunyai suatu yang dibencinya.
Cahaya itu, sebagai ibarat dari : BUDI, Warna, ibarat dari : RAHSA, Berlian itu ibarat : Sangat terang Budinya, namun tidak sombong diri, bisa mengendalikan keinginan, tidak pilih kasih atau memilih manfaatnya. Tandanya bagi orang yang sudah bsia demikian : Wibawa cahayanya, Sikapnya tidak terlihat jahat, cahayanya tajam, serta serba sederhana.
Manusia yang bersifat seperti, bisa dipilih menjadi yang di tuakan, bisa memahami atas perwatakan manusia yang berbeda-beda, karena sudah tidak memiliki watak sendiri.
Permata, walaupun bercahaya bagaikan api, jika masih punya warna, tidak akan bisa mengandung semua warna, karena cahayanya dipaksa oleh warnanya. Berbeda dengan berlian, adalah cahayanya lah yang menguasai warna.
BAB. IV
KACA BENGGALA DAN  RAHASIANYA
Burung Perkutut melanjutkan kisahnya :
Semua Mirah merasa kalah, ketika dibandingkan dengan berlian. Terlebih lagi semua kupu-kupu. Akhirnya sepakat, akan mengangkat Raja atas berlian, sebab belian lah yang paling unggul dalam rupa.
Ketika berlian akan diangkat sebagai raja, kemudian berkata : Atas kesepakatan kalian semua yang ingin mengangkat raja diriku, karena aku paling unggul cahayanya serta tanpa warna. Keunggulan cahayaku yang menghidupkan rupaku. Warna itu bukan milikku sehingga aku memuat semua warna. Hal  itu memang benar, namun diriku ini sebenarnya belum sempurna, masih ada lagi ujud selain diriku yang lebih unggul cahayanya melebihi diriku. Serta mampu bisa memuat segala warna dengan sempurna melebihi diriku. Itulah yang kalian angkat jadi raja, sebab cahayanya berlipat seribu dibanding cahayaku, jika memancar akan menyamai matahari, tetapi aku hanya berkelip saja. Sedangkan dalam memuat warna ternyata seribu kali dibanding aku. Aku hanya megandung warna, namun yang akan aku katakan kepada kalian adalah mengandung warna dan sekalian rupanya. Maksudnya, bukan hanya bisa berwarna merah, hijau, juga bisa bermacam warna bagaikan kupu, bagaikan mirah, bagaikan berlian, bagaikan batu, bagaikan kuda, bagaikan manusia, bagaikan matahari, singkatnya bisa menyerupai semua ujud yang ada di dunia ini, karena bisa berujud bagaikan dunia yang tergelar nampak bumi langit beserta segala isinya.
Jika sedang seperti matahari, sama sekali tidak berbeda dengan matahari, hingga tidak ada manusia yang bisa mengungkapkan seperti apa rupa yang sebenarnya. Yang seperti itu dikarenakan dua sebab saja.
PERTAMA : Disebab sangat tinggi cahayanya.
KEDUA : Karena tidak memiliki warna sama sekali.
Apkah kalian sudah mengetahui ujud yang demikian itu ?
Itulah yang disebut : KACA BENGGALA BESAR.
Semua batu mulia dan kupu-kupu keheranan, serta ingin mengetahi seperti apa rupa dari KACA BENGGALA.
Ada sebuah batu yang ingin digambarkan seperti apa rupa dari Kaca Benggala, kemudian bertanya kepada berlian : Wujud Kaca Benggala itu seperti apa. Apakah memang seperti rupa segala wujud yang ada, apakah berbeda dibanding dengan segala perwujudan. Jika tidak sama dan tidak berbeda seperti segala perwujudan, apakah bisa disebut jernih bagaikan air..?
Berlian menjawab, jika dikira seperti rupa segala yang wujud itu juga benar, namun belum tepat. Mengapa bisa dikatakan  demikian karena Kaca Benggala itu memang bisa bagaikan batu, bisa bagaikan kupu, bisa bagaikan berlian dan sebagainya. Sedangkan  jika dikatakan belum tepat, karena kalimat tersebut, karena berbeda dengan segala yang wujud. Perbedaannya adalah : Batu itu keruh, namun Kaca Benggala tidak keruh. Baju itu menonjol serta jelek, namun Kaca Benggala tidak pernah disebut menonjol dan jelek. Mirah Delima kuning serta kecil, namun Kaca Benggala itu tidak kuning dan tidak kecil. Arang itu hitam, Kaca Benggala itu tidak hitam. Singkatnya jika segala perwujudan dibedakan dengan Kaca Benggala, semuanya akan berbeda jika dibanding dengan Kaca Benggala. Oleh karena itu, bisa disebut berbeda dengan segala perwujudan. Namun pun tidak boleh diputuskan demikian, sebab di depan telah dijelaskan : Bagaikan wujud  segala perwujudan. Itu hanya bisa disebut dengan sebutan : BENING, jika disebut demikian barangkali baru benar. Namun demikian juga belum tepat, sebab bening itu lebih tepatnya untuk menyebut air di dalam gelas. Air itu memang bening, namun beingnya air itu bening yang kosong, jauh berbeda dengan kebeningan Kaca Benggala : Bening yang mengandung wujud, sebab cahayanya bercampur dengan Rahsa, rasa itulah yang tanpa warna, namun tidak kosong. Sang Cahaya menjadi Cahayanya Rasa, Sang Rasa menjadi tempat bagi Cahaya.
Sehingga disebut tanpa warna tanpa rupa, sebab seandainya dicari pun warna dan wujudnya, tidak akan bisa ditemukan.
Yang demikian kadang disebut sebagai : Kosong namun ada. (Kosong tapi isi). Atau : Tidak buruk atau pun baik, namun mengandung kejelekan dan keindahan. Entah lah apa namanya wujud yang seperti itu.
Sebaiknya, marilah kita buktikan :
Semua batu mulia, kupu dan juga batu, semuanya berumpul di tempat tinggal Kaca Benggala Besar.
Yang pertama datang batu. Batu mengatakan kepada Keca Benggala Besar, kedatangan saya ingin mengangkat engkau menjadi raja karena engkau paling unggul dalam warna sedunia, namun ijinkanlah saya untuk melihat wajah dirimu terlebih dahulu.
Keca Benggala Besar menjawab : Baiklah, datanglah ke sini, wujudku adalah seperti wujud dirimu.
Ketika batu sampai di hadapan Keca Benggala Besar, sangat terheran-heran, karena wujud Keca Benggala Besar persis sama dengan dirinya. Tidak perbedaannya sdikit pun dengan dirinya, kemudian batu pamit pulang.
Tidak lama kemudian kupu juga memandang wajah Keca Benggala Besar bergantian. Semua terheran-heran, sebab wajah Keca Benggala Besar hanya mirip seperti kupu saja, demikian juga batu mulia, melihat wajah Keca Benggala Besar juga sama seperti batu mulia. Ketika batu dan arang melihatnya juga sama seperti mereka.
Kemudian kesemua kembali ketempat semula.
Kupu saling mengatakan, seperti berikut : Menurut berita Keca Benggala Besar itu sangat indah rupa, ternyata hanya seperti kupu-kupu saja, tidak memiliki cahaya seperti mirah, bahkan lebih indah mirahnya. Apalagi jiga dibandingkan dengan berliyan, jauh lebih inndah berliannya, karena Keca Benggala Besar tidak memiliki cahaya, sehingga tidak bisa berkedip-kedip.
Batu dan arang berkata seperti berikut : Rupa Keca Benggala Besar keruh dan hitam seperti rupa ku, oleh karena wujudku jelek, akan tetapi Keca Benggala Besar persisi seperti aku, menurutku Keca Benggala Besar itu jelek.
Kemudian berliyan memberi nasihat kepada Kupu, Batu, arang : Ketahuilah oleh kalian semua, bahwa Keca Benggala Besar walau pun sangat unggul rupa, namun tidak mau memamerkan wajahnya, tidak mau membandingkan dirinya dengan diri yang lain, seperti kupu ketika saling mengunggulkan diri, yang kesemuanya mengunggulkan dirinya sendiri dan membanggakan diri sendiri. Sudah biasa, bagi yang belum sempurna, maka saling membanding diri. Namun bagi sudah sempurna tidak akan melakukan hal demikian.
Kupu putih memamerkan putihnya, yang merah membanggakan merahnya, mirah hijau pamer hijaunya, berliyan juga memamerkan kerlip cahayanya, demikina juga batu juga memamerkan, yang pamer kejelaknnya. Baik dan buruk jika dipamerkan, itu sama saja disebut pamer, Itu semua dikarenakan belum sempurna dalam hal rupa. Kebanyakan tidak akan mau disebut jelek, meminta disebut baik, namun Keca Benggala Besar tidak minta disebut baik dan juga tidak meminta disebut jelek seperti batu dan arang. Keca Benggala Besar bersida disebut apa seja tergantung yang menyebutnya. Mau disebut jelek seperti batu dan arang, namun disebut berkelip seperti berliyan tidak menolak, bahkan jika ada perlunya mau disebut seperti matahari. Namun jangan lah salah terima, mengapa mau disebut jelek, bukan dikarenakan permintaannya atau atas harapannya, dan juga bersedia disebut baik itu bukan karena pamer atau menginginkan pujian. Namun kesediannya karena ikhlas mengandung segala rupa. Dan sekarang batu serta arang telah melihat sendiri, nampak hitam wajah Keca Benggala Besar, itu dikarenakan sangat jernihnya. Terlihat hitam seperti arang bukan karena di itu hitam, itu disebabkan karena kejernihannya yang tidak terbayangkan, sehingga arang dan batu tidak bisa membayangkan. Silahkan dipikir, seandainya keruh maka akan keruh saja, tidak akan bisa memuat rupa.
Kupu, arang dan batu, setelah mendengar penjelasan berlian maka merasa atas kesahannya, sehingga percaya bahwa keruh yang terlihat di dalam Kaca Benggala Besar itu adalah keruhnya diri sendiri, bukan keruh dari Kaca Benggala Besar, sesungguhnya justru karena atas kejernihan Kaca Benggala Besar, sebab Kaca Benggala Besar bisa juga terlihat berkelip seperti berlian, bisa hijau seperti berlian hijau yang disebut juga Tinjo Maya.
Saudara, kesiah tersebut bisa sebagai ibarat :
Keadaan Kaca Benggala Besar itu sebagai ibarat watak manusia yang sudah sempurna, yaitu manusia yang sudah tidak terbawa oleh keinginan diri (tidak terpengaruh oleh wujud diri yang sempurna). Manusia yang seperti itu, telah lupa pada dirinya sendiri, artinya : Sama sekali tidak berniat mempertontonkan diri, atas kebesaran dirinya. Sombong, suka pamer, membanggakan diri, bid’ah dan sejenisnya, sudah hilang dari dirinya. Hal itu dikarenakan Budi dalam dirinya sudah sangat terang, serta telah padam hawa nafsunya, sehingga keadaan dirinya sudah tidak diperhatikannya, itu yang bisa menjadikan mampu memuat segala watak, yang pada akhirnya, hidupnya hanya mengharapkan keselamatan dunia, serta selalu bertindak menyenangkan hati sesamanya.
Manusia yang seperti itu ikhlas jika disebut derajat rendah, namun juga tidak menolak jika disebut luhur, serta ikhlasnya tidak dipamerkan. Tidak memiliki rasa memihak dalam hati, sehingga tidak membela yang sana atau pun yang sini, tidak menyukai hal yang baik dan benar dengan jalan membenci kepada hal yang buruk dan salah. Atau pun tidak menyukai hak yang jahat dan salah dengan jalan membenci kepada yang baik dan benar.
Manusia itu walau pun sudah mulia, jika masih tinggi diri, atau mempunyai kebanggan dalam hatinya serta masih ada rasa benci, itu pun belum sempurna, karena cahaya dirinya masih terpengaruh napsu diri, maksudnya : masih dikuasai oleh wataknya sendiri (rahsa-nya sendiri).
Ada juga manusia yang tidak meminta disebut baik, namun meminta disebut jahat, orang yang demikian itu juga masih mempertontonkan kebaikan wataknya, jadi masih terbawa keinginan diri, oleh karena seperti itu, seandainya dikira baik, tentulah akan mengeluh.
Ada juga manusia yang menerima saja disebut apa saja terserah yang menyebutnya, disebut baik atau jahat pun diterimanya. Namun masu disebut seperti itu di pamerkan. Manusia yang seperti itu juga belum bersih, karena masih memiliki keinginan atau harapan kepada sanjungan. Oleh karena hal itu, seandainya disebut : Tidak mengingkan, tentulah masih mengeluhkannya.
BAB. V
Burung Perkutut melanjutkan ceritanya :
Ketika itu, ada lembaran besi berbentuk empat persegi panjang, berwarna hitam, dan belum pernah melihat wujud Kaca Benggala, mendengar keterangan berlian tentang Kaca benggala yang memuat segala rupa. Oleh karena memuat segala yang jelek dan baik, sehingga ditetapkan sebagai yang paling sempurna dalam rupa. Setelah lembaran besi mendengar apa yang disampaikan berlian yang seperti itu, muncullah pemikiran lembaran besi, sebagai berikut : Oleh karena yang disebut rupa yang sempurna adalah yang bisa jelek dan bisa baik. Seperti kaca benggala yang bisa keruh bagaikan batu dan hitam bagaikan arang, dan tidak hanyak baik saja. Jika demikian segala ujud yang hanya bisa baik saja, dan tidak bisa baik dan buruk, itu belum sempurna kebaikannya. Bagaikan berlian, memang benar bisa berkedip-kedip, dan memancarkan cahaya aneka rupa, namun karena tidak bisa menjadi jelek seperti batu, dan tidak bisa hitam seperti arang, juga belum disebut sempurna seperti kesempurnaan kaca benggala, karena yang bisa diperbuat hanya satu macam yaitu baik saja. Biasanya, walau bagi manusia juga demikian, barang siapa yang hanya menyukai yang baik saja, dan menolak keburukan, tidak akan bisa sempurna, karena hanya menyukai kebaikan saja, sedangkan yang disebut sempurna adalah 
Ah, sekarang saya megerti artinya, yang disebut sempurna adalah lengkap, ada baiknya dan ada jeleknya. Oleh karena saya diperbolehkan mencari kesempurnaan, sehingga saya harus mencari agar bisa menguasai buruk dan baik, tidak hanya baiknya saja.
Cara yang kulakukan untuk menyempurnakan ujudku, sebagai berikut : Sebagian badanku saya gosok hingga bercahaya, barangkali bisa seperti berlian. Sebagian lagi saya gosok menggunakan mirah, sebagian lagi saya gosok menggunakan arang, itu sebagai bagian dari jeleknya, karena jangan sampai hanya baiknya saja. Sebagian lagi saya gosok menggunakan batu apung agar menjadi keruh, sebab yang disebut sempurna itu tidak menolak yang keruh, yang bening dan yang keruh keduanya diterimanya. Nanti jika sudah lengkap apa yang ku lakukan dalam membuat rupa yang menempel di badanku, tidak bisa tidak, saya baru bisa mirip dengan Kaca Benggala.
Berlian mengetahui, bahwa lembaran besi sombong, sehingga diberi nasihat, sebagai berikut : Wahai lembaran besi, kamu ingin menggapai kesempurnaan itu hakmu, hanya saja  jalannya harus benar dan sampai salah. Ketahuilah, walau pun kesempurnaan itu menguasai yang buruk dan yang baik, akan tetapi jalan menuju kesempurnaan itu bukan kebaikan yang dicampur dengan keburukan, itu harus dengan kebaikan saja, janganlah kau gosok lagi menggunakan arang, teruskan saja menggosoknya dengan tekun, jangan ragu-ragu, hanya satuju wujud saja cita-citamu, yaitu : Mengkilap, tidak usah dicari yang merah, hijau, hitam, dan sejenisnya. Dan janganlah kau berusaha agar mirip seperti batu, kupu, kuda dan lain sebagainya.
Jika itu kau lakukan dengan tekun dalam menggosoknya, pastiliha dirimu akan sangat mengkilap, semakin mengkilap semakin bercahaya, yang pada akhirnya akan bisa digunakan untuk bercermin, jika sudah seperti cermin, dan hitamnya telah hilang, tentulah akan bisa seperti kupu, bisa seperti mirah, bisa seperti batu, dan bisa bercahaya seperti matahari.
Bahwa tingginya cahayamu, itu tergantung kepada mengkilapnya dirimu, sedangkan engkau bisa menguasai warna, itu tergantung terhapusnya watak dirimu yang hitam. Dan lagi, kau jangan salah terima, kata menguasai keburukan itu tidak berarti memiliki sifat buruk. Memiliki sifat buruk itu bersifat buruk. Menguasai keburukan itu sebenarnya tidak memiliki sifat buruk, bagaikan Kaca Benggala yang terpisah dengan hitam.
Cerita tersebut, sebagai ibarat :
Yang bisa memuta kebaikan dan keburukan itu hanyalah manusia yang sempurna, adalah manusia yang terang serta telah berpisah dengan keburukan. Jika belum sempurna atau belum berpisah dengan keburukan, tentulah tidak akan bisa, dan mudah terpeleset. Sehingga yang wajib dilakukan oleh orang yang berusaha menggapai kesempurnaan harus hanya mengingat perbuatan baiksaja. Tidak boleh menyeleweng untuk mengingat perbuatan buruk, Walau pun baik dan buruk adalah milik Tuhan. Walau pun kasampurnan itu mengandung keburukan dan kebaikan, namun jalan menujunya hanya lewat kebaikan saja. Tidak bisa dicampur dengan perbuatan keburukan.
Burung Derkuku lama berfikir, kemudian berkata : Perkutut, yang menyebabkan kupu lebih bagus dibanding batu karena kupu memiliki keunggulan warna melebihi batu. Hal itu memang benar. Dari hal itu, saya mendapatkan pedoman, bahka bagusnya rupa itu tergantung dari warna, semakin indah warnanya, Semakin bagus, Semakin berkurang warnanya, semakin buruk. Setelah saya menemukan pedoman demikian, kemudian saya berfikir, bahwa yang menyebabkan mirah lebih indah dibanding kupu. Sebabnya adalah : Mirah itu bersinar, sedangkan kupu tidak. Yang seperti itu yang menyebabkan saya mendapatkan pedoman lagi : Keindahan rupa itu tidak hanya bergantung kepada warna saja, tergantung juga karena sinarnya. Singkatnya : Keindahan itu tergantung atas dua hal : Warna dan sinar. Oleh karena sudah jelas bahwa keindahan rupa tergantung dari ketinggian sinarnya dan keindahan warnanya, dan mengapa berlian lebih bagus dibanding mirah, sedangkan berlian itu tidak memiliki warna. Sedangkan di depan sudah ditetapkan bahwa yang menyebabkan indah itu adalah sinar dan warna, tiba-tiba berlian lebih indah dibanding mirah, sedangkan berlian tanpa warna, hal itu bagaimana penjelasannya ? Apakah pedomannya yang salah ?
Jawaban burung Perkutut : Wahai Saudara, pedomanmu bahwa yang menetapkan keindahan itu tergantung dari sinar dan warna itu tidak salah. Justru yang menyebabkan berlian lebih indah dibanding mirah, itu memperkuat kebenaran pedomanmu. Apakah engkau lupa, sehingga berlian lebih indah dibanding mirah, sebab berlian kaya warna, yaitu bisa berubah menjadi merah, kuning, hijau, biru, ungu dan sebagainya. Oleh karena pedoman indahan tergantung dari sinar dan warna, sedangkan berlian unggul sinarnya dan banyak warnanya, sehingga sudah tentu berlian itu lebih indah daripada mirah.
Yang menyebabkan cahaya yang tidak berwarna ditetapkan lebih indah dibandingkan dengan cahaya yang mengandung warna, sebab yang bisa mengeluarkan warna yang berbeda-beda itu, tidak lain hanya cahaya yang Kosong (tidak berwwarna, kosong tapi isi) hal iru sebagai ibarat bahwa manusia yang hatinya kosong (tanpa nafsu) artinya suci, rela hati, puas, ikhlas hati, maka daya hidupnya yang menghidupi nafsu akan berubah menjadi menghidupi Budi, sehingga budi pekertinya menjadi bening dan bercahaya, sehingga nampak cahayanya yang mengagumkan, berwibawa, cerah. Sehingga manusia yang hatinya telah kosong adalah lebih sempurna dibanding yang hatinya berisi Rahsa. Sebab Budi pekerti yang bisa memuat watak yang bermacam-macam, tidak lain adalah budi pekerti yang kosong (bersih). Manusia yang sudah di tingkat itu pun masih bisa marah, berkeinginan, menyenangi, mengasihi, membenci dan sebagainya. Namun bukan berasal dari wataknya (Ajakan rahsa) namun hanya pada waktu yang tepat saja jika memang ada keperluan yang mendesak hanya digunakan sebagai alat. Jika telah cukup keperluannya maka kemudian dihilangkannnya, dan tindakannya itu atas bimbingan dan ajakan Budi, karena sudah berada dalam kekuasaan budi, hal tiu tidak ada bedanya dengan berlian yang bisa bersinar merah, hijau, kuning, biru, dan bisa juga menghilangkan warnanya masuk ke dalam cahayanya. Berlian itulah sebagai ibarat manusia yang telah bisa menguasai Pancaindranya, bukan yang dikuasai oleh tuntutan ke lima indranya.
BAB. VI
Burung Derkuku berkata :
Memang! Dirimu benar. Oleh karena demikian, terbukti wujud yang sempurna keindahannya adalah yang cahayanya terang, merata , sangat jernih, dan juga yang tidak berwarna sama sekali. Seandainya saya mencari wujud yang seperti itu, memang tidak ada lagi selan hanya Keca Benggala Besar. Sebab lebar permukaanya yang bercahaya berlipat beratus kali dibandingkan dengan permukaan berlian, sehingga mirip matahari, Berlian hanya seperti bintang saja. Seandainya boleh mengumpamakan ada sebuah berlian sebesar gajah yang rata permukaannya, menurut ku baru mirip dengan kaca benggala, bahkan mungkin bisa mengungguli kaca benggala.
Mengkilatnya permukaan berlian jika dibandingkan dengan kaca benggala, msih mengkilat kaca benggala, sebab mengkatnya kaca benggala itu paling tinggi. Sehingga tidak bisa di ungguli lagi, tanda buktinya adalah terlihat kosong dan hampa. Hal yang demikian, wahai Burung Perkutut, apa yang menyebabkan tidak ana seorang manusisapun yang menyebut bahwa kaca benggala lebih indah dibanding dengan permata? Tidak ada manusia yang bisa menyamai rupa kaca benggala dan juga wujud yang lainnya, tidak ada manusia yang mengatakan cahaya dari kaca benggala melebihi permata? Semua manusia hanya menyanjung kepada cahaya Emas, intan, berlian, mutiara dan sebagainya, padahal semua itu sama sekali tidak sebanding  jika dibandingkan dengan cahaya kaca benggala, apalagi hal bisa mengandung suma warna dan rupa. Di alam dunia ini  menurut perkiraanku tidak ada wujud yang bisa seperti itu selain kaca benggala.
Jawaban dari burung Perkutut : Wahai saudara, memang yang saya inginkan sesungguhnya adalah pertanyaanmu yang seperti itu, semoga pertanyaanmu itu bisa membuka wawasan dan pemahamanmu : Pedoman untuk menyebut sesuatu yang sempurna adalah yang sudah tidak bisa dibandingkan lagi, sudah tidak menyebut baik dan buruknya keadaan, sehingga yang tidak memahaminya mengira itu hampa, sesungghnya yang hampa itu yang memuat segala keadaan dari semua diri, dan juga yang memuat yang menganggapnya hampa. (Artinya : Gaib : Kosong namun yang memuat segala yang ada).
Itulah ketetapan Kaca benggala yang tidak mempertontonkan keindahan ujudnya dan kebeningan cahayanya, sehingga arang dan batu percaya bahwa rupa dari kaca benggala hanya hitam seperti arang dan keruh bagaikan batu.
Itu sebagai contoh sebutan bagi kesempurnaan, yang telah lupa pada diri (Tidak terpengaruh ujud yang mumkin) aliyas hanya berpedoman pada pribadi yang Maha Tunggal yang tanpa warna tanpa rupa, namun memuat segala warna dan rupa, yang memuat segala sifat, yang tidak berarah, yang tidak bertempat, akan tetapi berdiri di pusat arah, dan di pusat segala tempat.
Manusia yang telah berada di tingkat paling sempurna, tidak akan memperlihatkan kadaan dirinya, dibanding dengan diri yang lain. Keadaan semua diri, dirasa sebagai sifat pribadinya. Oleh karena baik buruk dirinya tilah dipendam, sehingga hanya memperlihatkan diri yang lain, dianggap sama dengan dirinya, semua dirasa sebagai sifat pribadinya. Dalam memandang dan menilai segala sesuatu pastilah benar dan tidak menggunakan rahsa. Apa yang disebut benar, yaitu : Tetap sebagamana kenyataannya. Apa arti tidak mempergunakan rahsa, yaitu : Tidak menyukai tidak membenci terhadap yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
Keterangan :
Alam beserta isinya itu, sesungguhnya bukan Yang nyata adanya, hanya bayang-bayang saja. Sedangkan yang menjadi penyebab adanya bayangan dari Yang nyata adanya karena adanya Cermin, yang bernama : PRAMANA, yang dipinjamkan oleh Tuhan kepada manusia.
Sebab dari Pramana diumpamakan sebagai cermin (Miratul Khaja-i = Kaca Wirangi), karena berasal dari Cahaya dan Rasa yang berguna untuk menonton sifat dari Yang nyata adanya ( Tipuan dan kenyataan dari bayang-bayang adalah tergantung dari cermin).
Jika cahayanya terang yang tidak tercampur asap, maka sifat Yang nyata adanya terlihat jelas. Dan jika terhalang asap yang tebal, maka akan terlihat samar bahkan gelap.
Cahaya yang tercampur cahaya merah, kuning, hijau dan sebagainya belum bisa digunakan untuk meihat Yang Nayat Adanya, karena masih menipu.
Contoh dari cahaya yang tercampur warna ( Budi tertutup oleh rahsa) seumpama seseorang menyanjung atau mencela, walau benar adanya, tetap belum bisa disebut : Yang sebenarnya, karena masih terhalang  suka dan benci (memuji manisnya gula, beda dengan menyebut rasa manisnya gula).
Semua yang disebut menyanjung, sesungguhnya belum yang sebenarnya, karena terangnya budi tertipu silaunya rahsa.
Demikian juga orang yang berkata atau merasakan yang buruk atau salah, walau pun sesuai dengan kenyataannya, bila terdorong rasa hati suka atau benci, itu bukan yang sebenarnya, karena masih memiliki nama : Mencela.
Terlihatnya rahsa yang sedang dipergunakan oleh manusisa, itu terlihat, yaitu : Yang disebut sikap. Untuk lebih jelasnya masalah ini akan diuraikan di belakang.
BAB. VII
Burung Derkuku berkata kepada Burung Perkutut, sebagai berikut :
Saya akan bertanya empat hal, jawablah dengan jelas, agar terang pemahamanku.
1. Jelaskanlah bahwa sesuatu yang mengandung sinar dan warna engkau umpakan sebagai sifat manusia, karena manusia memuat sinar dan warna milik Dzat Yang Sejati, hal itu tunjukan padaku, mana wujud yang disebut sinar, mana wujud yang disebut warna?
2. Yang kau umpamakan sebagai sinar kau sebut Budi, yang kau umpamakan warna yaitu : Rahsa. Hal itu aku tunjukanlah. Yang disebut budi itu yang mana, dan yang disebut rahsa itu yang mana?
3. Bagaimana caranya agar manusia bis terang cahayanya, serta hilang asapnya? Bagaimana caranya menghilangkan asap dan juga warna merah, hitam, dan sebagainya ?
4. Yang disebut Pramana yang kau gambarkan cermin itu yang mana wujudnya, dan yang bercermin itu yang mana wujudnya?
Burung Perkutut menjelaskan, sebagai berikut :
1. BAB RAHSA
Wahai saudara, mata manusia yang masih kasar tidak akan bisa melihat wujud dari rahsa, namun setiap harinya manusia itu merasakan daya kekuatannya, artinya sebagai berikut :
Manusia itu kadang merasa : Pansa, dingin, sakit, nikmat, pedih, pegal, bosan, risih dan lain sebagainya, itu adalah daya dari Rahsa.
Rasa panas itu ada dua, panasnya badan dan panasnya hati (Panas badan bisa diobati dengan disiram air, namun panasnya hati obatnya bukan disiram air).
Hati lebih halus dibanding badan. Seolah-olah badan atau raga itu menyatu menjadi satu, menjadi satu, namun sesungguhnya beda alam, beda jaman. Demikian juga : Dingin, sakit, nikmat, pedih, bosan, capek dan sebagainya. Masing-masing jenis ada yang untuk badan ada yang untuk hati.
Ada juga rasa hati yang tidak sama namanya dengan rasa badan, seperti : Senang, susah, suka, heran, menyesal, terheran-heran, malu, kasmaran, gugup, takut, kawatir dan sebagainya, itu semua hanya untuk hati. Tumbuh dan terasa berasal dari dalam dada (Coba kau rasakan saudaraku).
Yang untuk badan dan yang untuk hati sebagaimana tersebut di atas agar lebih ringkas, menurut pendapatku, hanya saya sebut : Rahsa saja.
Rahsa itu sebenarnya berupa getaran (gerakan) kadang juga bisa diam (bersatu – menjadi satu). Jika bersatu atau diam, akan kembali kepada RASA. RASA itu selalu diam, sebagai tempat RAHSA, Jika Rasa diam maka Rahsa bergetar atau menyebar. Demikian juga setiat RAHSA pasti beserta RASA. Sehingga RASA bisa diumpamakan sebagai badan, sedangkan RAHSA sebagai tangannya. Rasa diumpamakan BATANG, RAHSA diumpamakan sebagai cabang-cabangnya (Batang dan cabangnya menjadi satu nama : POHON, Batang tidak pernah bergerak, hanya sering dikira bergerak, karena terbawa oleh gerak dari cabangnya ketika tertiup angin. Contoh, kata : Gelap budinya, jahat hatinya, itu sebenarnya yang gelap adalah angan-angannya, yang jahat adalah nafsunya ( salah namun telah menjadi biasa; Seharunya : Budi tidak pernah gelap, hati tidak pernah jahat).
2. BAB BUDI
Budi itu penerang yang menerangi daya ingat amnusia, artinya : Cahaya Budi menyinari ruh manusia, selanjutnya menjadi penerang bertingkat, berada di angan-angan (pikir). Terangnya pikiran bisa diumpamakan terangnya rembulan, terangnya budi sebagai mataharinya ( Cahaya bulan sesungguhnya adalah cahaya matahari).
Mata manusia tidak bisa melihat wujud dari Budi, namun manusia merasakan dayanya, yaitu : Terangnya.
Sedangkan yang sudah di tingkat waskita akan bisa melihat cahaya budi yang berada di orang lain, yaitu : Yang terlihat menyala tanpa bayangan, sebagai tanda bahwa seseorang memiliki budi yang terang.
Manusia yang terang budinya, serta tenang (rahsanya telah mengendap) jika diperhatikan bagaikan berlian, manusia yang terang budinya namun masih tebal rahsa-nya, terlihat bagaikan mirah. Manusia yang gelap pikirannya serta tebal nafsunya, cahayanya buram, hanya terlihat warnanya saja. Itu yang saya ibaratakan sebagai sayap kupu.
Sedangkan perbedaan rahsa dan budi adalah  Rahsa itu untuk merasakan enak dan tidak enak (mengalami dan merasakan nikmat), namun budi itu hanya INGAT, Waskita, Pranawa, mengerti. Budi tidak ikut baagisa, sedih, senang, benci, dan sebagainya. Hanya menunjukan kebenaran.
BAB. VIII
Setelah burung perkutut selesai bicara, burung Derkuku berpikir-pikir, namun sebenarnya belum begitu bisa menerima apa yang telah disampaikan oleh burung Perkutut. Burung Perkutut memahaminya, sehingga kemudian berkata lagi, seperti uraian berikut :
Wahai Saudara, semua orang bsia merasakan perbedaan angan-anagan dan Rahsa, hanya saja tidak bisa menyatakan, bagaimana bedanya. Juga tidak mengerti bahwa dirinya itu sesungguhnya bisa merasakan. Jangankan orang tua, walau anak kecil yang sangat bodoh pun bisa merasakan bedanya.
Penyebab tidak bisa menjlaskan dan tidak bisa mengetahui bahwa dirinya bisa merasakan, sebab alat untuk menyatakan serta untuk mengetahui itu adalah : Angan-anagn (Pikiran), sedangkan angan-angan itu tidak terang.
Makanya, anak yang sangat bodoh, bisa merasakan perbedaannya karena semua manusia baik yang bodoh atau yang pintar, semua ketempatan rasa, rasa itu sangatlah halus.
Untuk membedakan Budi dan Rahsa itu bagaikan membedakan Sinar dan warna. Saudaraku, tentulah bisa membedakan : Sinar dan warna. Iya kan..?? Yangdisebut sinar itu penerang (Cahaya matahari, artinya : terangnya matahari). Kembali yang beranama warna bukan penerang. Warna adalah yang diterangi sinar. Artinya seperti ini, yang bernama merah, hijau, kuning dan sebagainya itu bisa terlihat bila merah, hijau, kuning itu jika disanari cahaya. (Jika tidak ada cahaya tentulah tidak terlihat hijau, merah, walaupun ada warnanya).
Demikian juga sinar, tidak bisa merah, hijau, atau kuning jika tidak didampingi warna. (Jika tidak ada warna kan, tidak ada merah, hijau, walau pun ada sinar). Dua yang telah menjadi satu menyatu, tidak bisa dipisah. Namun walau pun tidak bisa dipisah, Kamu kan tau sendiri, bahwa sinar itu bukan warna, dan warna itu bukan sinar, keduanya tidak bisa disamakan, justru perbedaannya sangatlah besar.
Tentang perbedaan sinar dan warna, dan juga tentang tidak bisa dipisahkannya, itu sama persis dengan pebedaannya Budan dengan Rahsa. Juga tentang tidak bisa dipisahnya. (Sehingga perbedaan budi dan Rahsa sama persis dengan perbedaan Sinar dan warna, sebab budi itu penerang, penerang hidup). Rahsa itu warna (Warana)-nya hidup.
Rinciannya begini : Budi itu Yang ingat, Yang Paham terhadap kebenaran dan kesalahan, Yang menerangi seluruh nyawa, tanpa warna, hanya terang, yang kebeningannya tidak terkira.
Sedangkan yang bernama RAHSA itu Yang merasakan enak dan nikmat serta yang merasakan susah atau tidak enak.
Manusia bisanya mengerti yang bernama Senang susah dan sebagainya karena memiliki Budi, (jika tidak ada budi tidak akan mengerti apa-apa, walau pun ada rahsa). Sedangkan yang dipahami : Rasa senang susah, menyukai, benci, sakit, nikmat dan sebagainya, itu daya dari rahsa (Jika tidak ada rahsa tidak akan senang susah, sakit nyaman dan sebagainya, walau pun ada Budi). Nyawa dua jenis telah menjadi satu bercampur, tidak bisa dipisah. Namun walau tidak bisa dipisah masih bisa di rinci, tidak tepat jika budi disamakan dengan rahsa. Perbedaannya sangatlah besar).
ooOoo
Burung Derkuku masih kebingungan. Dalam batinnya belum bisa mengerti yang mana yang bernama Rahsa, sehingga burung Perkutut kemudian menjelaskan lagi, sebagai berikut : Saya terangkan sekali lagi dengan pelan, Saudaraku, rasakanlah dengan tenang.
Seumpama orang duduk, kemudian teringat sesuatu perkara. Karena disebabkan teringat itu tadi, hatinya kemudian merasa senang atau susah. Walau pun penyebab senang atau susah berasal dari ingatan, namun alat yang dipergunakan untuk senang atau susah itu bukan alat yang digunakan untuk mengingat. Saudaraku, sebab yang digunakan untuk mengingat bernama BUDI, Yang dipergunakan untuk senang atau susah bernama RAHSA. Budi dan rahsa saling hidup sendiri-sendiri (Juga memiliki alam sendiri-sendiri). Sebagai buktinya, bahwa budi dan rahsa hidup sendiri-sendiri, sebab ada juga manusia yang teringat sesuatu itu tidak senang, ada juga orang ketika teringat sesuatu kemudian susah. Ada yang dari ngatan menimbulkan keinginan. Ada dari ingatan menyebabkan merana, ada dari ingatan yang menyebabkan marah. Ada yang dari ingatan meyebabkan sedih dan sebagainya. Ada lagi, dari ingatan yang tidak menyebabkan apa-apa.
Ada juga seseorang ketika melihat sesuatu kemudian timbul rasa : Senang, ingin memiliki, ingin, pegal, marah, kecewa dan sebagainya. Namun ada juga orang lain yang melihat sesuatu yang sama yang dilihat oleh orang pertama tidak menyebabkan rasa apa-apa, sebab hatinya tenah tenang, tidak mudah terpengaruh keinginan dan rasa ingin memiliki.
Barangkali sekarang engkau bisa membayangkan sendiri bahwa manusia itu untuk bisa membedakan budi dan rahsa, dengan jalan membanding-bandingkan, tidak hanya dicari, yang mana yang untuk mengingat dan yang mana yang digunakan senang susah. Jika dengan sikap seperti itu, sama saja seperti orang yang ingin memisah sinar dan warna yang telah bercampur menjadi satu. Umpamanya : Ada nyala api yang hijau cahayanya, akan dipisah yang mana sinarnya, yang mana warnanaya, apakah bisa? Untuk bisa membedakan sinar dan warna tentulah dengan jalan membandingkan sinar hijau dengan sinar yang bukan hijau, contohnya : dibandingkan dengan sinar merah, kemudian dibandingkan lagi dengan sinar kuning, kemudian dibandingkan lagi sinar biru, dan seterusnya, sampai berhasil bisa mengetahui dengan jelas tentang yang bernama warna. Setelah paham warna, kemudian sinar yang berwarna tersebut dibandingkan dengan sinar yang tidak memiliki warna. Seperti, sinar merah atau hijau dibandingkan dengan sinar matahari, sinar jamrut dan mirah dibandingkan dengan dengan berlian. Jika telah demikian, itulah baru bisa jelas perbedaan antara sinar dan warna. Setelah begitu kemudian sinar terang dibandingkan dengan sinar yang tidak terang, seperti : matahari dibandingkan dengan bulan, kemudian dibandingkan lagi dengan kegelapan.
Saudaraku, dalam berusaha memahami kehalusan rasa, itu dengan jalan harus dengan tekun dan rajin mengingat-ingat dan membanding-bandingkan rasa, tidak hanya berpikir  dan bertanya mana yag disebut  sesuatu, mana yang bernama sesuatu, yang bersiskap menganggap sebagai suatu benda  yang terpisah. Jika tidak rajin memperhatikan serta malas membanding-bandingkan, tentulah selalu dalam kegelapan. Dan juga yang terpenting adalah merasakan bukan berpikir. Jika rasa itu dipikir, justru semakin mendapatkan kegelapan. Sebab tidak merasa telah tertipu oleh getaran pikiran. Oleh sebab itu pesanku : Jika engkau mencari tentang kehalusan, ketika ahendak membedakan dan mendalami rasa, janganlah sekali-kali  kau pikir seperti sikap orang berpikir tentang pikiran, sebab semakin dipikir semakin buntu dan semakin gelap. Justri bagi  orang yang sedang gelap pikirannya atau sedang bingung, agar hilang gelap dan kebingungannya, dengan jalan menenangkan rahsa-nya, mengendalikan kerak angan-angannya, dan juga mengatur jalan pernapasannya. Untuk bisa melakukan hal demikian , wahai saudaraku, jika orang itu membiasakan mengatur pernapasannya dengan dilandasi selalu ingat kepada Sang Pemberi Hidup (rutin serta tetap dalam menyembahnya).
ooOoo
BAB. IX
Burung Derkuku barulah bsia menerima sedikit penjelasan burung Perkutut, sehingga kemudian berhenti dalam memikirkannya, karena telah mengerti bahwa perkara Rasa jika dipikir, semakin dipikir, semakin tidak bisa ketemu.
Kemudian Burung Perkutut berkata kepada Burung Derkuku : Pertanyaanmu yang ketiga, agar manusia bisa terang budinya dan hilang asapnya, menurut pendapatku, begini :
PERTAMA : Selalu mengendalikan jangan sampai rahsa itu menyebar atau terlalu besar nyalanya. Artinya, jika sedang senang jangan keterlaluan, jika sedang susah pun janganberlebihan. Jika menyukai sesuatu perkara janganlah berlebihan, dan jika membenci sesuatu juga janganlah berlebihan. Demikian juga jika menyesal, tergiur, menginginkan, terperanjat, takut, kawatir, kecewa, sangat ingin, merana dan sebagainya, semua yang bernama getaran rahsa, harus diusahakan jangan sampai berlebihan.
Jika sudah terbiasa bersikap yang demikian, kemudian kurangilah nyalanya, yaitu jika senang, susah, cinta, benci dan sebagainya, hanyalah sekedarnya saja, lebih baiknya setengahnya saja. Jika telah bisa dan banyak padamnya, pastilah budi menjadi terang, oleh karena tidak tertutup asap dan warna. Untuk bisa melakukan hal itu dengan dua cara : 1. Perbuatan, 2. Pengabdian, singkatnya, manusia itu janganlah bosan berupaya dalam perbuatan, dan berguru cara sikap mengabdi kepada Tuhan.
KEDUA :  Tekun serta terus menerus mencari pedoman hidup, jika telah mendapat pegangan, patuhilah. Segala yang dilakukan jangan sampai menyimpang petunjuk Budi, maksudnya : Jangan menyimpang dari kebenaran, dan jangan bandel, harus dipertimbangkan dengan kebeningan budi. Sedangkan beningnya budi bisa ditemukan ketika rahsa sedang tenang, angan-angan sedang tenang. Jika rahsa banyak tenangnya, serta angan-angan telah diam, maka budi akan menjadi bening.
KETIGA : mengabdi kepada yang memberi hidup, itu harus dengan cara berguru kepada manusia yang telah yakin terhadap rasanya ilmu ( jangan hanya karena pinter, banyak bicara, atau oran gahli). Ketahuilah saudaraku, bahwa pedoman tatanan menyembah yang dijalankan setiap hari, itu tidak boleh kau pikir sendiri, harus kau gurukan. Ibadah yang tidak pernah terputus itu jadi penggosok jiwa, agar semakin lama semakin hilang kotorannya, yatu : Yang saya umpamakan memoles lembaran besi. 1) Semakin hilang kotorannya  semakin mengkilat. Kekuatan pengabdian menyatukan angan-angan serta mengumpulkan rahsa kembali kepada : RASA. Manusia yang ikhlas beribadah tentulah semakin lama semakin jernih, dikarenakan semakin tenang angan-angannya, semakin menyatu rasa-nya.
KEEMPAT : Ketika di waktu sepi, seperti : waktu tengah malam, atau bangun pagi, menjalankan penyatuan, menjernihkan angan-angan, serta memadamkan semua nafsu, dengan jalan mengendalikan (Agar berhenti dengan sendirinya), menyatukan jalannya pernapasan dengan sabar, itu yang bernama Samadi – Tafkur. Tujuan samadi tidak lain mencegat jalannya angan-angan (pikir), rahsa dan juga nafsu, usahkanlah untuk dikumpulkan menjadi satu di Budi dan Rasa, Tariklah dalam tekad, ikatlah di pernapasan. Jika budi sudah tidak terhalang oleh getaran angan-angan, serta rasa telah menguasai getaran rahsa, hanya tinggal terangnya budi yang akrab dengan rasa, itu yang disebut PRAMANA. Artinya : Terbukti paham pada kehalusan.
Keadaan manusia yang sudah demikian dianggap sebagai cermin yang jernih, milik dari Yang Nyata Adanya. Bayangannya : Tersebar di alam. Agar bisa demikian, jika tiap hari rasa telah banyak padamnya, angan-angan banyak diamnya, dan juga mencintai kepada Yang Memberi Hidup, dari lahirnya sampai dengan kedalaman batin. Jika diwaktu siang, terlalu banyak gangguan dan menyebar, sedangkan pada malam hari untuk menjalankan samadi, pastilah gelap, dan mudah goyah, atau ketiduran.
ooOoo
BAB. X
Burung Perkutut menalnjutkan keterangannya : Saudaraku, mengulang jalan pencarian tentang kehalusan itu yang penting, tekun menganalisa dan membanding-bandingkan rasa, contohnya : merasakan perbedaan rahsa dan rasa, perbedaan tunjolan yang tercampur dan tonjolan yang murni ( diteliti dengan teliti, dirasakan hingga mendalam), perbedaan pikiran dan ide, perbedaan pikir dan budi dan sebagainya.
Untuk yang harus diperhatikan, dan dibanding-bandignkan itu semua, yang terpenting : Yaitu kondisi batinnya sendiri, juga mengambil tauladan batin orang lain, yang terlihat sinar dan warnanya dalam tata kelahiran, itu sebagai contoh. Setelah berhasil memperhatikan yang menjadi penyebab dan yang menyebabkan padam, akhirnya bisa mengendalikan tumbuhnya yang jahat, karena telah rajin memperhatikan kebiasaannya dan telah paham rahasianya, sehingga bisa berhasil menguasai rasa yang mulia semakin tajam, daya pikirnya juga semakin peka. Manusia yang demikian itu, akan bisa merawat hidupnya, karena telah bisa mengendalikan keinginannya, bisa memilih yang baik, tepat dalam mencari yang benar dan menuju pada keselamatan.
Karena sesungguhnya keinginan manusisa itu ada yang tumbuh dari kekuatan nafsu yang jahat, ada yang tumbuh dari kekuatan nafsu yang baik, ada yang tumbuh dari rasa. Selain itu ada yang mengikuti petunjuk budi, ada yang mengikuti petunjuk angan-angan yang sedang gelap, terseret daya kekuatan ruh kegelapan ( Ruh hewani), ada lagi perbuatan yang dikarenakan pengaruh dari kekuatan ruh saja (Meninggalkan angan-angan). Itu semua harus dirasakan, serta harus diteliti. Angan-angan itu sebagai raja dari Lima Indra, itu yang bertugas membedakan baik buruk benar salah.
Keingina yang baik itu ajakan nafsu mutmainah, demikian juga semua nafsu tidak diberi kemampuan memahami kebenaran, sebab, kebenaran itu menjadi tugasnya budi, untuk itu angan-angan harus cerdas atas petunjuk budi, karena budi itu bertugas sebagai penunjuk kebenaran. Keinginan yang baik serta berdasar pada kebenaran itu juga belum tentu baik atau tidak harus dijalankan, maka dari itu harus hati-hati atas sasmita rasa, karena pekerjaan rasa itu menuntun kepada keselamatan dan keberhasilan, selalu merasa yang harus dijalankan. Selalu memberi petunjuk kepada yang wajib dan wilayahnya.
Siapa pun yang bisa menemukan nafsu mutmainah, budi dan rasa, yang ada di dirinya, Insya Allah, apapun yang dilakukan akan banyak baiknya, banyak benarnya, tersedia keselamatannya.
Cara seseorang menelaah dan merasakan tumbuhnya nafsu yang baik, bisikan rasa dan juga petunjuk budi, itu dengan jalan saling menggosok antar sahabat yang satu dalam pencarian, saling menuntun, serta saling bergandengan.
Ketahuilah, Manusia untuk bisa membanding-bandingkan dan mersakan, sebagai jalannya adalah dituntun dan saran dari orang lain. Seperti ini aturannya : Seumpama adan orang yang duduk bersama di tempat yang sepi dan nyaman, dan hatinya ketika itu sudah bersih semua, kemudian berupaya untuk ketenangan, maka saling tarik menarik dayanya, saling tolong menolong. Jika ada yang mendapatkan tanda dari Yang Gaib (Tumbuh dari : Rasa), ditularkan kepada temannya, kemudian bersama-sama dihayati, di kaji menggunakan rasa di kala itu. Perbuatan yang demikian jika rutin dijalankan, tidak sedikit manfaatnya, yang akhirnya lama kelamaan akan mendapatkan Mustika pencerahan.
ooOoo
BAB. XI
Burung Derkuku diam sejenak, kemudian bertanya lagi seperti ini : Perkutut, masih ada satu masalah yang belum begitu paham dalam pikiranku, yaitu tentang perbedaan yang kau ibaratkan belian dengan kaca benggala. Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut : Segala warna dari segala ujud sebagai ibarat Rahsa manusia, sinar segala ujud menjadi ibarat budi, itu saya sudah sedikit bisa merakannya, selanjutnya : Rupa yang jelas warnanya kurang sinarnya itu menjadi ibarat Rahsa yang sinarnya hanya sekedarnya. Rupa yang warna dan sinarnya sama, menjadi ibarat terangnya budi yang masih dikuasai rahsa. Rupa yang tinggi sinarnya tanpa warna, menjadi ibarat budi terang serta tidak memiliki watak (Tidak dikuasai rahsa). Hal demikian, oleh karena berlian dan kaca benggala kedua-duanya unggul dalam sinar dan sama-sama tidak memiliki warna, yang manakah yang menjadi sebab perbedaannya?
Jawaban burung Perkutut : O, Saudaraku kau belum jelas pehamannya tentang masalah itu, hal itu tidak mengherankan. Sebab, satu perkara itu memang tidak mudah. Lebih baiknya saya terangkan sekali lagi. Perhatikanlah!
Saudaraku, Bahwa batin manusia yang saya ibaratkan berlian, yaitu yang jernih serta bisa menguasai dan mengendalikan pancaindra. Ketika bisa menggendalikan pancaindra seperti halnya berlian ketika berwarna merah, biru, hijau, kuning dan sebagainya. Ketika bisa mengendalikan pancaindra adalah ketika berlian bisa menguasai pancaindra itu ketika bisa menghilangkan warnanya, yang ada tinggal jernihnya tanpa warna. Sedangkan perbedaan dengan yang saya ibaratkan kaca benggala itu begini : Yang saya ibaratkan berlian itu masih terpengaruh dirinya, sedangkan yang saya ibaratkan kaca benggala itu yang sudah lupa kepada dirinya, hal itu apakah engkau sudah bisa menerima kata-kata terpengaruh kepada dirinya ?
Terpengaruh diri itu maksudnya : Masih memliki rasa yang mengajak mengakui atas ujud mumkin, artinya adalah : Merasa bahwa dirinya itu berujud jirim, yang memiliki perbandingan, yang memiliki sebutan jelek dan baik.
Kata mumkin artinya : adanya hanyalah wenang (bisa ada bisa tidak), dan adanya ada masanya, jadi, itu bukan yang nyata adanya. Sesungguhnya mumkin itu hanya bayangan saja, yang nampak di dalam cermin Dzat Yang Wajib Adanya.
Sedangkan yang saya ibaratkan kaca benggala itu, yang sudah menguasai rasa sudah tidak merasa sebagai aku (tidak mengakui) kepada ujud mumkin. Yang di akui dan diyakini adalah Yang Tanpa Warna, Yang Tanpa Rupa, Yang Menguasai jirim, Yang Tidak jelek, yang tidak bagus, Yang Kekal, Yang Nyata Adanya, Yang Tanpa Masa, Yang tidak Berawal, Yang tidak ada Akhirnya, itu adalah Yang Nyata Adanya, itulah yang sebenar-benarnya ADA.
Segala yang berujud jirim ( Jirim adalah Kata Arab, semua yang bsia diukur dengan ukuran kibik itu Jirim. Semua jirim menempati tempat secukupnya). Atau yang memiliki berat, atau sesuatu ( yaitu yang bagus atau jelek), semua itu bukan Yang Nyata Adanya. Artinya : Kata bukan Yang Nyata Adanya : Yang tidak nyata ketika adanya.
Segala yang ada , sesungguhnya hanyalah gambar (bayangan = Wayang), yang terlihat di dlam cermin gaib, adanya hanya wenang, bisa ada bisa tidak, serta adanya hanya sementara waktu, bisa kembali tidak ada lagi.
Sedangkan yang disebut tidak mengakui ujud mumkin (diri) itu rasa di puncak keluhuran. Rasa yang dipergunakan untuk membedakan dua jenis warna tersebut, itu adalah sehalus-halusnya rasa.
Yang diibaratkan berlian itu, adalah rasa yang bisa memuat segala watak, namun belum memuat ujud mumkin yang ada pembandingnya, sehinga masih merasa mempunyai pembanding, sehingga masih merasa memiliki perbandingan, merasa masih menjadi isi alam. (Tempat yang bisa memuat perwatakan itu ibaratnya : Berlian bisa memerah. Membiru seperti warna mirah yang berbeda-beda. Sedangkan ketika merasa memiliki pembanding, sepeti berlian ketika membedakan rupa dirinya dengan rupa mirah, kupu, arang dan batu).
O, Saudaraku, jika hanya mengatakan seperti yang ku katakan itu sangat mudah. Demikian juga  mencari yang bsia menerangkan, mencari untuk bisa mengerti, mencari untuk bisa menjalankan keyakinan, dan juga orang mencari hakikat : semua bisa dianggap mudah, sedang bagi manusia yang mencari untuk bisa menguasai rasa, sangatlah tidak gampang. Saya ini hanyalah sekedar menyatakan pendapat saja mempergunakan pedoman akal. Yang saya bisa hanya sebatas mengucapkan saja. Kenyataan diriku bisa diumpamakan sayap kupu yang paling buruk atau rupa batu, kotoranku  masih seperti lembaran besi, sama sekali belum bisa seperti mirah yang paling jelek, apalagi seperti berlian.
ooOoo
Tentang ujud kaca benggala besar sebagai ibarat Sifat Dzat yang tidak ada bandingannya.
Kaca Benggal tidak ada bandingannya, artinya : Tidak pernah dibandingkan dengan barang lain, sebab kaca benggala tidak memiliki rupa, tidak memiliki warna, tidak bagus melebihi berlian atau mirah, serta tidak hitam melebihi arang, tidak keruh seperti batu, tidak bersinar seperti mirah, tidak berkelip seperti berlian, jadi, hampa tidak ada apa-apanya, tidak ada bentuknya, tidak ada rupanya, tidak ada warnanya, tidak ada cahayanya, tidak berbentuk.
Wahai Saudara, barang kali ada seseorang manusia yang salah sehingga tidak percaya terhadap Sang Penguasa Alam. Sehingga keberadaan dirinya dan adanya yang tergelar semuanya, dianggap bergantung kepada yang kosong. Yang demikian itu umpamakanlah menganggap kosong terhadap warna ujud dari kaca benggala, sehingga kaca benggala disamakan dengan : Kekosongan yang hampa. Apakah itu benar ?
Wahai saudara, di lain waktu marilah kita bertemu lagi di tempat bertengger yang nyaman, untuk mermusyawarah dengan tenang, membahas tentang sikap membandingkan dan merasakan. Sekarang marilah beristirahat di sarang.
Kedua burung kemudian terbang, pulang menuju sarangnya masing-masing.

BAB. I.
KUPU-KUPU MENGURAI WARNA
  
Ada burung Perkutut dan burung Derkuku yang sedang bertengger di pohon Mandira, burung perkutut kemudian bercerita seperti di bawah ini :
Ada negara yag terkenal, dengan Keindahan tamannya ada seratus jenis bunga yang ditanam di Taman sarinya, Dan diberi pagar keliling yang terbuat dari emas, yang dihias kolam air, yang ditebari batu Cendhani, dan dikelilingi patung perunggu, dan diberi hiasan lainnya yang terbuat dari emas dan intan berlian.
Dekat dari tempat duduk sang putri, ditebar batu mulia bermacam warna. Tiap pagi banyak kupunya, putih, merah, kuning, ungu, hijau, biru dan hitam beterbangan kesana kemari sehingga menambah keindahan taman sarinya.
Semua kupu bergemberia  berterbangan di taman. Kemudian mereka saling mengunggulkan keindahan sayapnya. Selanjutnya kupu putih berkata kepada kupu lainnya seperti ini :
Lihatlah warna sayapku putih bersih, tidak seperti sayap kalian, terlihat kotor  belepotan, warnanya tidak serasi dan jelek, sesungguhnya tidak ada warna yang bagus yang melebihi warna putih, karena putih itu warna yang suci dan jujur, dan warna putih lah sebagai dasar semua warna. Orang menulis, orang melukis, dan orang membathik, semuanya memakai dasar putih, oleh sebab itu, kertas dan kain mori dibuat warna putih, dan juga banyak orang yang suka memakai baju  serba putih, makanya, Allah menciptakan kapas berwarna putih. Batu kapur dicipta putih, sehingga rumah juga baik yang bercar putih, dan juga hati manusia itu baik yang putih, yaitu suci. Kata putih selalu menjadi pembicaraan, dipergugnakan untuk menggambarkan sesuatu yang suci atau bersih. Oleh karenanya warna yang baik itu  putih, sehingga kupu yang paling bagus sendiri adalah yang berwarna putih.
Kupu merah menjawabnya, sebagai berikut “ :
Sesungguhnya penerapan yang baik dari warna putih itu adalah digunakan sesuai kegunaannnya. Karena hiasan yang dipergunakan untuk menghias taman ini, jika semuanya putih dan putih kau sebut suci namun putih itu adalah pucat, tidak ada pancaran keindahan. Sesunguhnya mengapa banyak kupu yang datang ke sini itu karena dipikat dengan madu, yang diperlukan untuk menghias taman, sehingga yang di sebut kupu yang indah adalah kupu yang bisa menyebabkan menjadi indahnya taman. Oleh karena sayapmu  tidak menyebabkan keindahan apa-apa, tetap dirimu adalah kupu yang jelek. Jika kau ingin mengetahui warna yang menimbulkan keindahan, lihatlah warna yang tidak pucat, sedangkan warna yang tidak pucat, adalah warna yang menyala atau memancarkan cahaya. Tidak usah jauh-jauh. Lihatlah bunga yang ada di taman ini saja. Kamu akan melihat sendiri, yang paling unggul warnanya adalah yang berwarna merah. Coba perhatikan bunga jengger itu, warna merahnya terang dan menyala-nyala, demikian juga bunga mawar, bunga wora-waribang, bunga sepatu, unggul warnanya karena berwarna merah. Cahayanya  manusia yang semangat juga yang memancarkan warna merah yang menyala. Hasil bathik yang bagus juga yang berwarna merah menyala. Selain itu juga mawarna merah itu baik jika dipandang mata. Walau pun  merah sama-sama warna, namun warna merah adalah yang paling wibawa dan paling mudah terlihat, sehingga warna merah itu banyak yang suka, bahkan anak kecilpun lebih menyukai mainan yang warnanya merah, itu yang akan dipilih terlebih dahulu. Sehingga kesimpulannya. Kupu yang bersayap merah adalah kupu yang paling indah
Kupu kuning, setelah mendengar pembicaraan kupu putih dan merah menjawab demikian : Putih dibanding merah memang gagah yang merah, namun merah dibanding kuning, lebih indah kuning, contohnya, emas lebih indah dibanding tembaga atau perak. Hiasan yang terlalu banyak warna merah membosankan, namun tidak ada hiasan yang banyak warna prada (kuning emas) yang tidak pantas, justru semakin indah. Lihatlah Cat di wayang, seumpama wayang satu kotak di beri warna prada justru semakin bagus. Seandainya hanya warna merah, jelas akan jelek, sebab merah itu adalah warna kesukaan anak kecil, sedangkan orang tua tidak menginginkannya. Sedangkan warna kuning adalah warna kesukaan bangsawan. Lihatlah kereta Kecana, Payung Tunggul Naga, Pasemen bara-bara, bordiran, gamelan, semuanya indah warnanya, karena berwarna kuning. Demikian juga hiasan yang bagus, yang bersinar di toko-toko dan di dalam rumah orang kaya, berupa : Paidon (tempat membuang ludah orang makan sirih), Pateyan, temnpat kapur sirih, pigora gambar, pigora kaca, lampu gantung ( jenis lampu jaman dahulu) dan lain sebagainya, semuanya berwarna kuning. Manusia yang bagus rupanya adalah yang berkulit kuning, bukan orang yang berkulit merah. Yang tidak berkulit kuning ketika tampil dalam pertunjukan, maka kemudian berupaya mencari akal, hal itu karena ingin kulitnya berwarna kuning. Memang benar lah warna kuning adalah warna yang menyenangkan. Singkatnya demikian : Warna putih pucat, warna merah gagah, namun tidak indah, justru membosankan. Sedangkan yang tidak pucat serta tidak membosankan  justru semakin berwibawa , adalah warna kuning. Apakah tidak demikian ?
Kupu ungu menyambung, warna kuning itu masih membosankan, ketahuilah semuanya, sama-sama tentang warna, warna yang paling indah, paling wibawa, dan tidak membosankan itu adalah warna ungu. Buktinya, Babut yang berwarna merah itu jelek, babut kuning jelek, babut ijo kurang baik, namun babut ungu, sangatlah indah dan menyenangkan, terlebih lagi jika diimbangi perlengkapan rumah yang diberi warna ungu, seperti meja, kursi, bangku, yang mengkilat peliturnya. Seandainya diberi warna merah atau kuning menurutku kurang indah. Bunga jengger, terlihat menyala disebabkan ungu, demikian juga bunga Ragaina. Baju ungu indahnya bukan main. Meskipun ungu tidak terpilih, mengapa orang membatik kain mencari Soga, padahal  sangat mudah untuk membuat  warna merah atau membuatnya kuning. Apakah sebabnya? Itu disebabkan warna merah dan kuning hanya digunakan untuk pertunjukan atau untuk kesombongan,  tidak baik, itu  tidak seperti warna ungu yang apa adanya. Di mana pun saja barang yang apa adanya  dan mengandung ketenangan itu tidak membosankan, sehingga warna ungu banyak yang memilihnya, untuk digunakan setiap harinya. Sebagai contohnya Soga. Ingatlah bahwa yang menyombongkan diri itu tidak akan lama, dn hanya dipergunakan kadang-kadang saja, dan hanya sementara, kecuali yang apa adanya  itu yang dipilih, untuk didpergunakan setiap harinya, buktinya adalah Soga. Warna merah dan kuning sebagai ibarat kenakalan. Namun warna ungu itu tenang dan berwibawa, artinya tidak mencolok untuk hiasan.
Kupu hijau secara tiba-tiba berkata. Katanya : Kalian semua diam lah dahulu. Kalian semua tidak mengerti atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa dalam mencipta rumput dan dedaunan dicipta berwarna hijau. Hal itu pikirkanlah apa sebabnya. Cobalah kalian pikir : Seandainya semua dedaunan berwarna putih, barangkali akan banyak mata yang buta. Seandainya yang baik adalah ungu, tentulah semua tumbuhan akan dicipta berwarna ungu. Seandainya yang baik warna kuning, tentulah dicipta dengan warna kuning. Seandainya yang baik merah,  tentulah dicipta merah. Hal itu ketahuilah, mengapa rumput dan dedaunan dicipta hijau, sebab warna hijau adalah yang paling baik serta yang paling tidak membosankan. Buktinya tidak ada manusia yang bosan kepada warna hijau. Di kebun, di tegal, di sawah-sawah, semuanya hijau, namun demikian di halaman rumah para petinggi ditanami  pohon Sadhang, pakis, pandhan, wregu, sirih dan lain sebagainya, banyak menempel di tembok, hingga lebat bagaikan hutan, itu sebagai bukti masih kurang puasnya memandang warna hijau, namun saya pun tidak menyalahkan, memang jika tumah banyak warna hijaunya yang berada di tembok atau di tangga rumah itu terkesan sejuk. Sehingga hal itu kadang mengingatkan kalian, sehingga kalian tidak akan mau mengunggulkan warna selain warna hijau. Serangga  yang bernama Samber lilin itu unggul warnanya dibanding  sesama warna serangga. Warna yang menonjol  itu karena warna hijau, warna merah dan kuningnya hanya sedikit.  Seandainya terlalu banyak warna merah atau kuningnya pasti tidak indah. Sebaliknya jika banyak warna hijau-nya, justru semakin indah. Burung merak paling indah warnanya dibanding sesama burung, warna apakah yang terbanyak ? juga wara hijau, warna merah dan ungu hanya sekedarnya. Seandainya warna hijau hanya sedikit, pastilah jelek. Oleh karena hal demikian maka, ternyata kupu yang paling cantik adalah kupu yang bersayap hijau.

Kemudian kupu biru berkata seperti ini : Yang disampaikan kupu hijau tersebut sudahlah benar, namun masih kurang tepat. Sebab masih ada makhluk Tuhan yang melebihi warna hijau, tidak membosankan selamanya dan lebih banyak keberadaannya, yaitu biru.  Sebagai buktinya, Udara, langit, gunung, laut, semua dicipta berwarna biru. Lihatlah ! Yang indah itu hanya hijau dan biru. Banyak orang yang senang refresing di tempat yang serba indah, sedangkan tempat yang indah tersebut, menjadi indah disebabkan oleh hijau dan biru. Tidak ada satu manusia pun yang bosan memandang tempat yang indah dan asri, yaitu yang terlihat langitnya biru, gunung warna biru, dan tumbuhan yang kelihatan hijau dan biru. Sayap serangga samber lilin  warna hijaunya tercampur warna biru, justru banyak birunya dibanding warna hijau. Sayap burung merak pun mengarah ke biru. Seluruh warna biru di dunia ini jika dibanding dengan warna hijau, banyak birunya. Sebab, hijau itu hanyalah berada di darat, namun warna biru  itu berada di darat juga di laut, juga berada di angkasa. Di angkasa tidak ada tempat  yang tidak berwarna biru, hingga pada warna gunung yang terlihat dari kejauhan. Jika seseorang sedang naik perahu di tengah samudra, maka yang nampak  bagaikan arah utara, selatan timur dan barat semuanya berwarna biru, sehingga seluruh dunia bagaikan menjadi berwarna biru semua.  Hal yang demikian sebagi bukti jika biru itu adalah warna yang paling indah, sehingga atas kehendak Yang Maha Kuasa mencipta warna biru diperbanyak dibanding lainnya.
Kupu hitam berkata demikian, wahai kalian semua, tenangkanlah dahulu dirimu, apakah ada warna yang jumlahnya melebihi hitam, dan juga tidak ada warna yang kelebihannya melebihi hitam. Penjelasannya demikian, tidak ada warna yang jumlahnya melebihi hitam, sebab jika di waktu malam, seluruh dunia berwarna hitam, tidak usah disebutkan di angkasa, di daratan, di lautan, cukup disebutkan tidak ada tempat  yang tidak hitam, kemudian bandingkan banyak mana dengan biru. Sehingga saya sebut , tidak ada yang paling unggul seperti hitam, sebab semua warna jika telah dikalahkan oleh hitam tidak ada yang bisa menghalangi. Walau pun bumi langit yang kedatangan kegelapan yang berwarna hitam, dunia bagaikan teggelam di kehampaan yang hitam pekat. Sehingga saya sebut  tidak ada yang paling kuasa seperti hitam, hal demikian sehingga manusia berwibawa itu yang berbaju hitam, celana hitam, sepatu hitam. Banyak yang gagah tidak seperti hitam, banyak yang wibawa tidak seperti hitam, bahkan rambut dan kumis yang tampan adalah yang hitam. Gambar dan tulisan yang terang dan jelas juga yang hitam. Karena berwibawa, sehingga awet  serta terpakai setiap harinya, seperti yang dikatakan kupu ungu sebelumnya. Yang ungu itu soga-nya juga benar, namun hitam tidak kalah, yaitu dasarnya.
Burung perkutut melanjutkan pembicaraannya : Isi ceritanya, sebagai berikut :
Yang disebut baik dan buruk itu sesungguhnya hanya sebatas anggapan rasa hati. Apa pun yang sedang disenangi oleh hati, itu lah yang nampak benar. Sedangkan salahnya tertutupi. Manusia yang berwatak mudah menginginkan sesuatu, terhadap segala yang disenanginya, hal itu lah yang dianggapnya paling benar sendiri.
Ada sebuah ibarat, bahwa manusia yang sedang menyukai sesuatu, maka tidak  kekurangan dalam sanjungannya, sedangkan orang yang sedang benci  tidak kekurangan dalam mencelanya, manusia itu sangat mencintai dirinya sendiri, sehingga tidak ada manusia yang bosan menyanjung dirinya sendiri.
ooOoo
BAB. II
BATU MULIA MENGURAI SINAR WARNANYA
Ada permata putih, cahayanya putih bersinar terang, bernama permata Manik Maya, tergeletak dekat dengan tempat duduk sang Putri, berkata kepada kupu-kupu, katanya : “Wahai kupu, sesungguhnya semua warna kalian itu indah, yang putih, yang merah, yang kuning, yang ungu, yang hijau, yang biru, dan juga yang hitam, tidak ada satu pun yang tidak indah, kekukarangannya hanyalah tidak mengnadung cahaya, seandainya bisa bercahaya, betapa indahnya, sebab, warna itu bisa terlihat  karena kekuatan cahaya, walaupun merah, hijau, biru, jika tidak bersinar  itu hampa. Walau pun warna putih atau pun merah, jika bersinar maka menjadi indah. Coba perhatikan ujud diriku ini, tidak lain hanyalah putih, warna putih itu tidak berbinar dan tidak mencolok, namun karena mengandung cahaya, sehingga putihku indah bercahaya, itulah diriku yang disebut  Permata Manik Maya. Tidak hanya permata saja, walau pun manusia yang tampan rupawan, dihias busana, jika tidak ada cahayanya, tidak ada daya tariknya, dan tidak ada pancaran wibawanya, akhirnya pun tidak menjadi perhatian dan tidak dipercaya, sehingga tidak dipilih dan suatu jabatan, karena hanya mengandalkan ketampanan rupa  dan kebaikan hati; serta kebahagiaan hidupnya. Karena tidak berusaha mencari keluhuran Pramana. Walau pun manusia yang buruk rupa serta kurus badannya, jika luhur budi-nya, juru hati, akan menjadi pusat perhatian dan dihormati, sehingga banyak yang hormat dan mencintainya, karena terlihat dari pancaran wibawanya yang tinggi, mengagumkan, itu disebabkan cahaya budi dari dirinya yang bening.
Ditempat itu ada batu mulia merah, di dekat tempat duduk, disebut juga batu mulia Geni Maya, mempertontonkan cahayanya yang merah menyala bagaikan bara api.
Ada lagi batu mulia kuning, memperlihatkan keindahannya, yaitu cahaya kuning bersinar, yang bernama berlian Mirah Delima.
Ada lagi batu mulia ungu, memperlihatkan cahaya ungu yanganik Puspa Raga
Adalagi batu mulia hijau, memperlihatkan cahayanya yang hijau berpendar, yang disebut berlian Tinjo Maya.
Adalagi batu mulia biru, memperlihatkan cahayanya yang biru, disebut berlian Manik Nila Pakaja.
Adalagi batu mulia hitam, memperlihatkan ahaya hitam pekat, disebut Mustikaning Bumi.
Kesemuanya indah cahayanya, dan tidak ada yang mengecewakan, sehingga menyebabkan semua kupu-kupu menjadi malu, yang disebab karena lebih indah berlian daripada kupu, sebab kupu hanya memiliki warna saja, tidak memiliki cahaya, sedangkan berlian memiliki warna dan mengandung cahaya.
Wahai saudara, cerita tersebut mengandung makna sebagai berikut :
Mengecewakan sekali jika manusia hanya mengejar kesenangan, hak milik, hobby, kenikmatan, kebahagiaan hidup, kewibawaan, keluhuran derajat dan lains ebagainya. Tidak mencari atas terang dan ketenangan jiwa, yaitu Menghidupkan Budi.
Warna putih, merah, kuning, ungu, hijau dan sejenisnya itu semua sebagai ibarat : Rahsa, artinya menjadi ibarat perwatakan manusia, sedangkan cahaya sebagai ibarat terangnya Budi manusia.
ooOoo
Penjelasannya demikian :
Cahaya dan warna yang diuraikan pada cerita di atas, sesungguhnya hanya sebagai ibarat saja.
Cahaya dan warna adalah milik Dzat Yang Maha Wujud, yang diberikan kepada manusia.
Wujud Cahaya manusia itu adalah : Budi. Sebab budi itu berupa penerang yang memancar dari kegaiban. Menerangi semua Nyawa sejak awal sampai dengan akhirnya.
Sedangkan wujud warna, adalah : Rahsa (dayanya disebut : Nafsu), sebab rahsa itu daya pengaruhnya menyebabkan sifat dari cahaya yang bermacam-macam : Putih, Merah, Kuning, Hijau dan sebagainya.
Ujud Rahsa adalah nyawa. Daya pengaruhnya menyebabkan manusia sering merasa : gembira, sedih, senang, benci, jahil, irihati, sombong, heran, kecewa, takut, khawatir, dan sebagainya.
Singkatnya saja, menyebabkan tiap manusia memiliki watak sendiri-sendiri, baik atau buruk (Dalam Bahasa Jawa disebut Perasaan atau hati).
Pengaruh rahsa yang menyebar bernama nafsu, itu bisa diibaratkan asap, sebab nafsu itu daya pengaruhnya adalah menyebabkan kegelapan atau mengotori cahaya.
Padamnya  nafsu atau rahsa : Jika hanya berkumpul dalam rasa (Rasul) bersifat bukan putih, bukan merah, bukan hijau, dan sebagainya, artinya : bukan bahagia, bukan subukan keinginan, bukan sah, Hanya : Tenteram/Ketenangan (lebih jelasnya jika telah membaca bagian belakang.
BAB. III
BERLIAN MENGURAI CAHAYA
Burung Perkutut melanjutkan dalam bercerita :
Ketika itu ada berlian, yang berkata kepaa semua batu mulia : “wahai semua mirah, sekarang kalian sudah memahami bahwa terlihatnya rupa karena adanya cahaya, artinya :warna merah hijau itu tidak ada gunanya jika tidak ada cahaya, sebab jika tanpa cahaya maka tidak akan bersinar. Meskipun tanpa warna jika terkena cahaya tidak akan bisa hilang, sebab cahaya itu menyinarinya, sehingga akan bisa dilihat. Sudah nyata bahwa cahaya itu adalah nyawa dari rupa. Buktinya, si Manikmaya, hanya berwarna putih, oleh karena bersinar, sehingga banyak dicari oleh manusia serta dihargainya.Terlebih lagi si Geniyara, Mirah Delima dan sebagainya, karena memiliki warna dan bersinar.
Dan sekarang selain yang sudah dibicarakan seperti tersebut itu tadi, saya akan bertanya kepada semua mirah untuk dipertimbangkan. Pertanyaanku seperti ini : Pilih yang mana, memiliki warna dan bercahaya sedang dibanding dengan tidak memiliki warna, dan hanya cahayasaja, akan tetapi cahayanya melebihi cahaya dari semua yang warna? Apa lebih memilih memiliki warna yang bersinar sedang, apa memilih tanpa warna namun memiliki cahaya tinggi?
Semua mirah tidak ada yang bisa menjawabnya. Kemudian berlian melanjutkan kata-katanya “Jika saya, memilih tidak berwarna, hal demikian kadang justru mengandung cahaya yang lebih. Sehingga saya tidak begitu memikirkan tentang warna, saya hanya mengejar cahaya. Sebab, walau tanpa warna, jika mengandung cahaya tinggi, Cahaya tinggi itu bisa membentuk warna dengan berbagai macam warna yang disebabkan karena kejernihannya. Lihat lah diriku ini, saya ini tidak mempunyai warna seperti halnya mirah, tidak merah, tidak kuning, bukan hijau, bukan biru, bukan hitam, tiak putih. Namun karena nyala cahayaku melebihi semua jenis mirah, walau pun tan warna , namun bisa menjadi merah, juga bisa menjadi kuning, bisa hijau, dan sebagainya. Jika saya sedang berwarna merah, tidak kalah dengan geniyara, jika sedang berwarna kuning, tidak kalah dengan mirah delima, Jika sedang berwarna ungu, tidak kalah dengan pusparaga, pun selanjutnya tidak akan kalah dibanding semua mirah. Sehingga, bagaikan memuat atas semua jenis mirah. Apakah sebabnya saya bsia seperti itu, hal itu disebab karena tak berwarna, namun unggul dalam cahaya.
Seandainya ketinggian sinarku, namun masih mengandung warna, hal itu juga tidak akan bisa mengandung semua warna. Walau pun tanpa warna, jika tidak tinggi cahayaku, juga tidak bisa memuat semua warna. Sehingga jelaslah, rupa yang paling indah adalah : Yang tidak berwarna namun tinggi cahayanya. Sebab hal itu adalah yang hidup dan yang mengandung semua warna.
Cerita yang tersebut di atas, mengandung maksud, sebagai berikut :
Agar manusia bisa memuat, tidak cukup hanya menggunakan budi dan kesaaran. Namun harus : Tidak memiliki watak. Tidak memiliki watak artinya : Tidak mengandalkan atas watak hatinya, seperti Suka terhadap yang itu, benci terhadap yang ini, suka terhadsap kesenangan, mengeluh jika susah, Suka pada keindahan, benci segala keburukan. Ringkasnya : Memiliki kesengan di dalam hati yang tidak bisa dirubah, serta mempunyai suatu yang dibencinya.
Cahaya itu, sebagai ibarat dari : BUDI, Warna, ibarat dari : RAHSA, Berlian itu ibarat : Sangat terang Budinya, namun tidak sombong diri, bisa mengendalikan keinginan, tidak pilih kasih atau memilih manfaatnya. Tandanya bagi orang yang sudah bsia demikian : Wibawa cahayanya, Sikapnya tidak terlihat jahat, cahayanya tajam, serta serba sederhana.
Manusia yang bersifat seperti, bisa dipilih menjadi yang di tuakan, bisa memahami atas perwatakan manusia yang berbeda-beda, karena sudah tidak memiliki watak sendiri.
Permata, walaupun bercahaya bagaikan api, jika masih punya warna, tidak akan bisa mengandung semua warna, karena cahayanya dipaksa oleh warnanya. Berbeda dengan berlian, adalah cahayanya lah yang menguasai warna.
BAB. IV KACA BENGGALA RAHASIANYA
Burung Perkutut melanjutkan kisahnya :
Semua Mirah merasa kalah, ketika dibandingkan dengan berlian. Terlebih lagi semua kupu-kupu. Akhirnya sepakat, akan mengangkat Raja atas berlian, sebab belian lah yang paling unggul dalam rupa.
Ketika berlian akan diangkat sebagai raja, kemudan berkata : Atas kalian semua yang ingin mengangkat raja diriku, karena aku paling unggul cahayanya serta tanpa warna. Keunggulan cahayaku yang menghidupkan rupaku. Warna itu bukan milikku sehingga aku memuat semua warna. Hal  itu memang benar, namun diriku ini sebenarnya belum sempurna, masih ada lagi ujud selain diriku yang lebih unggul cahayanya melebihi diriku. Serta mampu bisa memuat segala warna dengan sempurna melebihi diriku. Itulah yang kalian angkat jadi raja, sebab cahayanya berlipat seribu dibanding cahayaku, jika memancar akan menyamai matahari, tetapi aku hanya berkelip saja. Sedangkan dalam memuat warna ternyata seribu kali dibanding aku. Aku hanya megandung warna, namun yang akan aku katakan kepada kalian adalah mengandung warna dan sekalian rupanya. Maksudnya, bukan hanya bisa berwarna merah, hijau, juga bisa bermacam warna bagaikan kupu, bagaikan mirah, bagaikan berlian, bagaikan batu, bagaikan kuda, bagaikan manusia, bagaikan matahari, singkatnya bisa menyerupai semua ujud yang ada di dunia ini, karena bisa berujud bagaikan dunia yang tergelar nampak bumi langit beserta segala isinya.
Jika sedang seperti matahari, sama sekali tidak berbeda dengan matahari, hingga tidak ada manusia yang bisa mengungkapkan seperti apa rupa yang sebenarnya. Yang seperti itu dikarenakan dua sebab saja.
PERTAMA : Disebab sangat tinggi cahayanya.
KEDUA : Karena tidak memiliki warna sama sekali.
Apkah kalian sudah mengetahui ujud yang demikian itu ?
Itulah yang disebut : KACA BENGGALA BESAR.
Semua batu mulia dan kupu-kupu keheranan, serta ingin mengetahi seperti apa rupa dari KACA BENGGALA.
Ada sebuah batu yang ingin digambarkan seperti apa rupa dari Kaca Benggala, kemudian bertanya kepada berlian : Wujud Kaca Benggala itu seperti apa. Apakah memang seperti rupa segala wujud yang ada, apakah berbeda dibanding dengan segala perwujudan. Jika tidak sama dan tidak berbeda seperti segala perwujudan, apakah bisa disebut jernih bagaikan air..?
Berlian menjawab, jika dikira seperti rupa segala yang wujud itu juga benar, namun belum tepat. Mengapa bisa dikatakan  demikian karena Kaca Benggala itu memang bisa bagaikan batu, bisa bagaikan kupu, bisa bagaikan berlian dan sebagainya. Sedangkan  jika dikatakan belum tepat, karena kalimat tersebut, karena berbeda dengan segala yang wujud. Perbedaannya adalah : Batu itu keruh, namun Kaca Benggala tidak keruh. Baju itu menonjol serta jelek, namun Kaca Benggala tidak pernah disebut menonjol dan jelek. Mirah Delima kuning serta kecil, namun Kaca Benggala itu tidak kuning dan tidak kecil. Arang itu hitam, Kaca Benggala itu tidak hitam. Singkatnya jika segala perwujudan dibedakan dengan Kaca Benggala, semuanya akan berbeda jika dibanding dengan Kaca Benggala. Oleh karena itu, bisa disebut berbeda dengan segala perwujudan. Namun pun tidak boleh diputuskan demikian, sebab di depan telah dijelaskan : Bagaikan wujud  segala perwujudan. Itu hanya bisa disebut dengan sebutan : BENING, jika disebut demikian barangkali baru benar. Namun demikian juga belum tepat, sebab bening itu lebih tepatnya untuk menyebut air di dalam gelas. Air itu memang bening, namun beingnya air itu bening yang kosong, jauh berbeda dengan kebeningan Kaca Benggala : Bening yang mengandung wujud, sebab cahayanya bercampur dengan Rahsa, rasa itulah yang tanpa warna, namun tidak kosong. Sang Cahaya menjadi Cahayanya Rasa, Sang Rasa menjadi tempat bagi Cahaya.
Sehingga disebut tanpa warna tanpa rupa, sebab seandainya dicari pun warna dan wujudnya, tidak akan bisa ditemukan.
Yang demikian kadang disebut sebagai : Kosong namun ada. (Kosong tapi isi). Atau : Tidak buruk atau pun baik, namun mengandung kejelekan dan keindahan. Entah lah apa namanya wujud yang seperti itu.
Sebaiknya, marilah kita buktikan :
Semua batu mulia, kupu dan juga batu, semuanya berumpul di tempat tinggal Kaca Benggala Besar.
Yang pertama datang batu. Batu mengatakan kepada Keca Benggala Besar, kedatangan saya ingin mengangkat engkau menjadi raja karena engkau paling unggul dalam warna sedunia, namun ijinkanlah saya untuk melihat wajah dirimu terlebih dahulu.
Keca Benggala Besar menjawab : Baiklah, datanglah ke sini, wujudku adalah seperti wujud dirimu.
Ketika batu sampai di hadapan Keca Benggala Besar, sangat terheran-heran, karena wujud Keca Benggala Besar persis sama dengan dirinya. Tidak perbedaannya sdikit pun dengan dirinya, kemudian batu pamit pulang.
Tidak lama kemudian kupu juga memandang wajah Keca Benggala Besar bergantian. Semua terheran-heran, sebab wajah Keca Benggala Besar hanya mirip seperti kupu saja, demikian juga batu mulia, melihat wajah Keca Benggala Besar juga sama seperti batu mulia. Ketika batu dan arang melihatnya juga sama seperti mereka.
Kemudian kesemua kembali ketempat semula.
Kupu saling mengatakan, seperti berikut : Menurut berita Keca Benggala Besar itu sangat indah rupa, ternyata hanya seperti kupu-kupu saja, tidak memiliki cahaya seperti mirah, bahkan lebih indah mirahnya. Apalagi jiga dibandingkan dengan berliyan, jauh lebih inndah berliannya, karena Keca Benggala Besar tidak memiliki cahaya, sehingga tidak bisa berkedip-kedip.
Batu dan arang berkata seperti berikut : Rupa Keca Benggala Besar keruh dan hitam seperti rupa ku, oleh karena wujudku jelek, akan tetapi Keca Benggala Besar persisi seperti aku, menurutku Keca Benggala Besar itu jelek.
Kemudian berliyan memberi nasihat kepada Kupu, Batu, arang : Ketahuilah oleh kalian semua, bahwa Keca Benggala Besar walau pun sangat unggul rupa, namun tidak mau memamerkan wajahnya, tidak mau membandingkan dirinya dengan diri yang lain, seperti kupu ketika saling mengunggulkan diri, yang kesemuanya mengunggulkan dirinya sendiri dan membanggakan diri sendiri. Sudah biasa, bagi yang belum sempurna, maka saling membanding diri. Namun bagi sudah sempurna tidak akan melakukan hal demikian.
Kupu putih memamerkan putihnya, yang merah membanggakan merahnya, mirah hijau pamer hijaunya, berliyan juga memamerkan kerlip cahayanya, demikina juga batu juga memamerkan, yang pamer kejelaknnya. Baik dan buruk jika dipamerkan, itu sama saja disebut pamer, Itu semua dikarenakan belum sempurna dalam hal rupa. Kebanyakan tidak akan mau disebut jelek, meminta disebut baik, namun Keca Benggala Besar tidak minta disebut baik dan juga tidak meminta disebut jelek seperti batu dan arang. Keca Benggala Besar bersida disebut apa seja tergantung yang menyebutnya. Mau disebut jelek seperti batu dan arang, namun disebut berkelip seperti berliyan tidak menolak, bahkan jika ada perlunya mau disebut seperti matahari. Namun jangan lah salah terima, mengapa mau disebut jelek, bukan dikarenakan permintaannya atau atas harapannya, dan juga bersedia disebut baik itu bukan karena pamer atau menginginkan pujian. Namun kesediannya karena ikhlas mengandung segala rupa. Dan sekarang batu serta arang telah melihat sendiri, nampak hitam wajah Keca Benggala Besar, itu dikarenakan sangat jernihnya. Terlihat hitam seperti arang bukan karena di itu hitam, itu disebabkan karena kejernihannya yang tidak terbayangkan, sehingga arang dan batu tidak bisa membayangkan. Silahkan dipikir, seandainya keruh maka akan keruh saja, tidak akan bisa memuat rupa.
Kupu, arang dan batu, setelah mendengar penjelasan berlian maka merasa atas kesahannya, sehingga percaya bahwa keruh yang terlihat di dalam Kaca Benggala Besar itu adalah keruhnya diri sendiri, bukan keruh dari Kaca Benggala Besar, sesungguhnya justru karena atas kejernihan Kaca Benggala Besar, sebab Kaca Benggala Besar bisa juga terlihat berkelip seperti berlian, bisa hijau seperti berlian hijau yang disebut juga Tinjo Maya.
Saudara, kesiah tersebut bisa sebagai ibarat :
Keadaan Kaca Benggala Besar itu sebagai ibarat watak manusia yang sudah sempurna, yaitu manusia yang sudah tidak terbawa oleh keinginan diri (tidak terpengaruh oleh wujud diri yang sempurna). Manusia yang seperti itu, telah lupa pada dirinya sendiri, artinya : Sama sekali tidak berniat mempertontonkan diri, atas kebesaran dirinya. Sombong, suka pamer, membanggakan diri, bid’ah dan sejenisnya, sudah hilang dari dirinya. Hal itu dikarenakan Budi dalam dirinya sudah sangat terang, serta telah padam hawa nafsunya, sehingga keadaan dirinya sudah tidak diperhatikannya, itu yang bisa menjadikan mampu memuat segala watak, yang pada akhirnya, hidupnya hanya mengharapkan keselamatan dunia, serta selalu bertindak menyenangkan hati sesamanya.
Manusia yang seperti itu ikhlas jika disebut derajat rendah, namun juga tidak menolak jika disebut luhur, serta ikhlasnya tidak dipamerkan. Tidak memiliki rasa memihak dalam hati, sehingga tidak membela yang sana atau pun yang sini, tidak menyukai hal yang baik dan benar dengan jalan membenci kepada hal yang buruk dan salah. Atau pun tidak menyukai hak yang jahat dan salah dengan jalan membenci kepada yang baik dan benar.
Manusia itu walau pun sudah mulia, jika masih tinggi diri, atau mempunyai kebanggan dalam hatinya serta masih ada rasa benci, itu pun belum sempurna, karena cahaya dirinya masih terpengaruh napsu diri, maksudnya : masih dikuasai oleh wataknya sendiri (rahsa-nya sendiri).
Ada juga manusia yang tidak meminta disebut baik, namun meminta disebut jahat, orang yang demikian itu juga masih mempertontonkan kebaikan wataknya, jadi masih terbawa keinginan diri, oleh karena seperti itu, seandainya dikira baik, tentulah akan mengeluh.
Ada juga manusia yang menerima saja disebut apa saja terserah yang menyebutnya, disebut baik atau jahat pun diterimanya. Namun masu disebut seperti itu di pamerkan. Manusia yang seperti itu juga belum bersih, karena masih memiliki keinginan atau harapan kepada sanjungan. Oleh karena hal itu, seandainya disebut : Tidak mengingkan, tentulah masih mengeluhkannya.
BAB. V
Burung Perkutut melanjutkan ceritanya :
Ketika itu, ada lembaran besi berbentuk empat persegi panjang, berwarna hitam, dan belum pernah melihat wujud Kaca Benggala, mendengar keterangan berlian tentang Kaca benggala yang memuat segala rupa. Oleh karena memuat segala yang jelek dan baik, sehingga ditetapkan sebagai yang paling sempurna dalam rupa. Setelah lembaran besi mendengar apa yang disampaikan berlian yang seperti itu, muncullah pemikiran lembaran besi, sebagai berikut : Oleh karena yang disebut rupa yang sempurna adalah yang bisa jelek dan bisa baik. Seperti kaca benggala yang bisa keruh bagaikan batu dan hitam bagaikan arang, dan tidak hanyak baik saja. Jika demikian segala ujud yang hanya bisa baik saja, dan tidak bisa baik dan buruk, itu belum sempurna kebaikannya. Bagaikan berlian, memang benar bisa berkedip-kedip, dan memancarkan cahaya aneka rupa, namun karena tidak bisa menjadi jelek seperti batu, dan tidak bisa hitam seperti arang, juga belum disebut sempurna seperti kesempurnaan kaca benggala, karena yang bisa diperbuat hanya satu macam yaitu baik saja. Biasanya, walau bagi manusia juga demikian, barang siapa yang hanya menyukai yang baik saja, dan menolak keburukan, tidak akan bisa sempurna, karena hanya menyukai kebaikan saja, sedangkan yang disebut sempurna adalah 
Ah, sekarang saya megerti artinya, yang disebut sempurna adalah lengkap, ada baiknya dan ada jeleknya. Oleh karena saya diperbolehkan mencari kesempurnaan, sehingga saya harus mencari agar bisa menguasai buruk dan baik, tidak hanya baiknya saja.
Cara yang kulakukan untuk menyempurnakan ujudku, sebagai berikut : Sebagian badanku saya gosok hingga bercahaya, barangkali bisa seperti berlian. Sebagian lagi saya gosok menggunakan mirah, sebagian lagi saya gosok menggunakan arang, itu sebagai bagian dari jeleknya, karena jangan sampai hanya baiknya saja. Sebagian lagi saya gosok menggunakan batu apung agar menjadi keruh, sebab yang disebut sempurna itu tidak menolak yang keruh, yang bening dan yang keruh keduanya diterimanya. Nanti jika sudah lengkap apa yang ku lakukan dalam membuat rupa yang menempel di badanku, tidak bisa tidak, saya baru bisa mirip dengan Kaca Benggala.
Berlian mengetahui, bahwa lembaran besi sombong, sehingga diberi nasihat, sebagai berikut : Wahai lembaran besi, kamu ingin menggapai kesempurnaan itu hakmu, hanya saja  jalannya harus benar dan sampai salah. Ketahuilah, walau pun kesempurnaan itu menguasai yang buruk dan yang baik, akan tetapi jalan menuju kesempurnaan itu bukan kebaikan yang dicampur dengan keburukan, itu harus dengan kebaikan saja, janganlah kau gosok lagi menggunakan arang, teruskan saja menggosoknya dengan tekun, jangan ragu-ragu, hanya satuju wujud saja cita-citamu, yaitu : Mengkilap, tidak usah dicari yang merah, hijau, hitam, dan sejenisnya. Dan janganlah kau berusaha agar mirip seperti batu, kupu, kuda dan lain sebagainya.
Jika itu kau lakukan dengan tekun dalam menggosoknya, pastiliha dirimu akan sangat mengkilap, semakin mengkilap semakin bercahaya, yang pada akhirnya akan bisa digunakan untuk bercermin, jika sudah seperti cermin, dan hitamnya telah hilang, tentulah akan bisa seperti kupu, bisa seperti mirah, bisa seperti batu, dan bisa bercahaya seperti matahari.
Bahwa tingginya cahayamu, itu tergantung kepada mengkilapnya dirimu, sedangkan engkau bisa menguasai warna, itu tergantung terhapusnya watak dirimu yang hitam. Dan lagi, kau jangan salah terima, kata menguasai keburukan itu tidak berarti memiliki sifat buruk. Memiliki sifat buruk itu bersifat buruk. Menguasai keburukan itu sebenarnya tidak memiliki sifat buruk, bagaikan Kaca Benggala yang terpisah dengan hitam.
Cerita tersebut, sebagai ibarat :
Yang bisa memuta kebaikan dan keburukan itu hanyalah manusia yang sempurna, adalah manusia yang terang serta telah berpisah dengan keburukan. Jika belum sempurna atau belum berpisah dengan keburukan, tentulah tidak akan bisa, dan mudah terpeleset. Sehingga yang wajib dilakukan oleh orang yang berusaha menggapai kesempurnaan harus hanya mengingat perbuatan baiksaja. Tidak boleh menyeleweng untuk mengingat perbuatan buruk, Walau pun baik dan buruk adalah milik Tuhan. Walau pun kasampurnan itu mengandung keburukan dan kebaikan, namun jalan menujunya hanya lewat kebaikan saja. Tidak bisa dicampur dengan perbuatan keburukan.
Burung Derkuku lama berfikir, kemudian berkata : Perkutut, yang menyebabkan kupu lebih bagus dibanding batu karena kupu memiliki keunggulan warna melebihi batu. Hal itu memang benar. Dari hal itu, saya mendapatkan pedoman, bahka bagusnya rupa itu tergantung dari warna, semakin indah warnanya, Semakin bagus, Semakin berkurang warnanya, semakin buruk. Setelah saya menemukan pedoman demikian, kemudian saya berfikir, bahwa yang menyebabkan mirah lebih indah dibanding kupu. Sebabnya adalah : Mirah itu bersinar, sedangkan kupu tidak. Yang seperti itu yang menyebabkan saya mendapatkan pedoman lagi : Keindahan rupa itu tidak hanya bergantung kepada warna saja, tergantung juga karena sinarnya. Singkatnya : Keindahan itu tergantung atas dua hal : Warna dan sinar. Oleh karena sudah jelas bahwa keindahan rupa tergantung dari ketinggian sinarnya dan keindahan warnanya, dan mengapa berlian lebih bagus dibanding mirah, sedangkan berlian itu tidak memiliki warna. Sedangkan di depan sudah ditetapkan bahwa yang menyebabkan indah itu adalah sinar dan warna, tiba-tiba berlian lebih indah dibanding mirah, sedangkan berlian tanpa warna, hal itu bagaimana penjelasannya ? Apakah pedomannya yang salah ?
Jawaban burung Perkutut : Wahai Saudara, pedomanmu bahwa yang menetapkan keindahan itu tergantung dari sinar dan warna itu tidak salah. Justru yang menyebabkan berlian lebih indah dibanding mirah, itu memperkuat kebenaran pedomanmu. Apakah engkau lupa, sehingga berlian lebih indah dibanding mirah, sebab berlian kaya warna, yaitu bisa berubah menjadi merah, kuning, hijau, biru, ungu dan sebagainya. Oleh karena pedoman indahan tergantung dari sinar dan warna, sedangkan berlian unggul sinarnya dan banyak warnanya, sehingga sudah tentu berlian itu lebih indah daripada mirah.
Yang menyebabkan cahaya yang tidak berwarna ditetapkan lebih indah dibandingkan dengan cahaya yang mengandung warna, sebab yang bisa mengeluarkan warna yang berbeda-beda itu, tidak lain hanya cahaya yang Kosong (tidak berwwarna, kosong tapi isi) hal iru sebagai ibarat bahwa manusia yang hatinya kosong (tanpa nafsu) artinya suci, rela hati, puas, ikhlas hati, maka daya hidupnya yang menghidupi nafsu akan berubah menjadi menghidupi Budi, sehingga budi pekertinya menjadi bening dan bercahaya, sehingga nampak cahayanya yang mengagumkan, berwibawa, cerah. Sehingga manusia yang hatinya telah kosong adalah lebih sempurna dibanding yang hatinya berisi Rahsa. Sebab Budi pekerti yang bisa memuat watak yang bermacam-macam, tidak lain adalah budi pekerti yang kosong (bersih). Manusia yang sudah di tingkat itu pun masih bisa marah, berkeinginan, menyenangi, mengasihi, membenci dan sebagainya. Namun bukan berasal dari wataknya (Ajakan rahsa) namun hanya pada waktu yang tepat saja jika memang ada keperluan yang mendesak hanya digunakan sebagai alat. Jika telah cukup keperluannya maka kemudian dihilangkannnya, dan tindakannya itu atas bimbingan dan ajakan Budi, karena sudah berada dalam kekuasaan budi, hal tiu tidak ada bedanya dengan berlian yang bisa bersinar merah, hijau, kuning, biru, dan bisa juga menghilangkan warnanya masuk ke dalam cahayanya. Berlian itulah sebagai ibarat manusia yang telah bisa menguasai Pancaindranya, bukan yang dikuasai oleh tuntutan ke lima indranya.
BAB. VI
Burung Derkuku berkata :
Memang! Dirimu benar. Oleh karena demikian, terbukti wujud yang sempurna keindahannya adalah yang cahayanya terang, merata , sangat jernih, dan juga yang tidak berwarna sama sekali. Seandainya saya mencari wujud yang seperti itu, memang tidak ada lagi selan hanya Keca Benggala Besar. Sebab lebar permukaanya yang bercahaya berlipat beratus kali dibandingkan dengan permukaan berlian, sehingga mirip matahari, Berlian hanya seperti bintang saja. Seandainya boleh mengumpamakan ada sebuah berlian sebesar gajah yang rata permukaannya, menurut ku baru mirip dengan kaca benggala, bahkan mungkin bisa mengungguli kaca benggala.
Mengkilatnya permukaan berlian jika dibandingkan dengan kaca benggala, msih mengkilat kaca benggala, sebab mengkatnya kaca benggala itu paling tinggi. Sehingga tidak bisa di ungguli lagi, tanda buktinya adalah terlihat kosong dan hampa. Hal yang demikian, wahai Burung Perkutut, apa yang menyebabkan tidak ana seorang manusisapun yang menyebut bahwa kaca benggala lebih indah dibanding dengan permata? Tidak ada manusia yang bisa menyamai rupa kaca benggala dan juga wujud yang lainnya, tidak ada manusia yang mengatakan cahaya dari kaca benggala melebihi permata? Semua manusia hanya menyanjung kepada cahaya Emas, intan, berlian, mutiara dan sebagainya, padahal semua itu sama sekali tidak sebanding  jika dibandingkan dengan cahaya kaca benggala, apalagi hal bisa mengandung suma warna dan rupa. Di alam dunia ini  menurut perkiraanku tidak ada wujud yang bisa seperti itu selain kaca benggala.
Jawaban dari burung Perkutut : Wahai saudara, memang yang saya inginkan sesungguhnya adalah pertanyaanmu yang seperti itu, semoga pertanyaanmu itu bisa membuka wawasan dan pemahamanmu : Pedoman untuk menyebut sesuatu yang sempurna adalah yang sudah tidak bisa dibandingkan lagi, sudah tidak menyebut baik dan buruknya keadaan, sehingga yang tidak memahaminya mengira itu hampa, sesungghnya yang hampa itu yang memuat segala keadaan dari semua diri, dan juga yang memuat yang menganggapnya hampa. (Artinya : Gaib : Kosong namun yang memuat segala yang ada).
Itulah ketetapan Kaca benggala yang tidak mempertontonkan keindahan ujudnya dan kebeningan cahayanya, sehingga arang dan batu percaya bahwa rupa dari kaca benggala hanya hitam seperti arang dan keruh bagaikan batu.
Itu sebagai contoh sebutan bagi kesempurnaan, yang telah lupa pada diri (Tidak terpengaruh ujud yang mumkin) aliyas hanya berpedoman pada pribadi yang Maha Tunggal yang tanpa warna tanpa rupa, namun memuat segala warna dan rupa, yang memuat segala sifat, yang tidak berarah, yang tidak bertempat, akan tetapi berdiri di pusat arah, dan di pusat segala tempat.
Manusia yang telah berada di tingkat paling sempurna, tidak akan memperlihatkan kadaan dirinya, dibanding dengan diri yang lain. Keadaan semua diri, dirasa sebagai sifat pribadinya. Oleh karena baik buruk dirinya tilah dipendam, sehingga hanya memperlihatkan diri yang lain, dianggap sama dengan dirinya, semua dirasa sebagai sifat pribadinya. Dalam memandang dan menilai segala sesuatu pastilah benar dan tidak menggunakan rahsa. Apa yang disebut benar, yaitu : Tetap sebagamana kenyataannya. Apa arti tidak mempergunakan rahsa, yaitu : Tidak menyukai tidak membenci terhadap yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
Keterangan :
Alam beserta isinya itu, sesungguhnya bukan Yang nyata adanya, hanya bayang-bayang saja. Sedangkan yang menjadi penyebab adanya bayangan dari Yang nyata adanya karena adanya Cermin, yang bernama : PRAMANA, yang dipinjamkan oleh Tuhan kepada manusia.
Sebab dari Pramana diumpamakan sebagai cermin (Miratul Khaja-i = Kaca Wirangi), karena berasal dari Cahaya dan Rasa yang berguna untuk menonton sifat dari Yang nyata adanya ( Tipuan dan kenyataan dari bayang-bayang adalah tergantung dari cermin).
Jika cahayanya terang yang tidak tercampur asap, maka sifat Yang nyata adanya terlihat jelas. Dan jika terhalang asap yang tebal, maka akan terlihat samar bahkan gelap.
Cahaya yang tercampur cahaya merah, kuning, hijau dan sebagainya belum bisa digunakan untuk meihat Yang Nayat Adanya, karena masih menipu.
Contoh dari cahaya yang tercampur warna ( Budi tertutup oleh rahsa) seumpama seseorang menyanjung atau mencela, walau benar adanya, tetap belum bisa disebut : Yang sebenarnya, karena masih terhalang  suka dan benci (memuji manisnya gula, beda dengan menyebut rasa manisnya gula).
Semua yang disebut menyanjung, sesungguhnya belum yang sebenarnya, karena terangnya budi tertipu silaunya rahsa.
Demikian juga orang yang berkata atau merasakan yang buruk atau salah, walau pun sesuai dengan kenyataannya, bila terdorong rasa hati suka atau benci, itu bukan yang sebenarnya, karena masih memiliki nama : Mencela.
Terlihatnya rahsa yang sedang dipergunakan oleh manusisa, itu terlihat, yaitu : Yang disebut sikap. Untuk lebih jelasnya masalah ini akan diuraikan di belakang.
BAB. VII
Burung Derkuku berkata kepada Burung Perkutut, sebagai berikut :
Saya akan bertanya empat hal, jawablah dengan jelas, agar terang pemahamanku.
1. Jelaskanlah bahwa sesuatu yang mengandung sinar dan warna engkau umpakan sebagai sifat manusia, karena manusia memuat sinar dan warna milik Dzat Yang Sejati, hal itu tunjukan padaku, mana wujud yang disebut sinar, mana wujud yang disebut warna?
2. Yang kau umpamakan sebagai sinar kau sebut Budi, yang kau umpamakan warna yaitu : Rahsa. Hal itu aku tunjukanlah. Yang disebut budi itu yang mana, dan yang disebut rahsa itu yang mana?
3. Bagaimana caranya agar manusia bis terang cahayanya, serta hilang asapnya? Bagaimana caranya menghilangkan asap dan juga warna merah, hitam, dan sebagainya ?
4. Yang disebut Pramana yang kau gambarkan cermin itu yang mana wujudnya, dan yang bercermin itu yang mana wujudnya?
Burung Perkutut menjelaskan, sebagai berikut :
1. BAB RAHSA
Wahai saudara, mata manusia yang masih kasar tidak akan bisa melihat wujud dari rahsa, namun setiap harinya manusia itu merasakan daya kekuatannya, artinya sebagai berikut :
Manusia itu kadang merasa : Pansa, dingin, sakit, nikmat, pedih, pegal, bosan, risih dan lain sebagainya, itu adalah daya dari Rahsa.
Rasa panas itu ada dua, panasnya badan dan panasnya hati (Panas badan bisa diobati dengan disiram air, namun panasnya hati obatnya bukan disiram air).
Hati lebih halus dibanding badan. Seolah-olah badan atau raga itu menyatu menjadi satu, menjadi satu, namun sesungguhnya beda alam, beda jaman. Demikian juga : Dingin, sakit, nikmat, pedih, bosan, capek dan sebagainya. Masing-masing jenis ada yang untuk badan ada yang untuk hati.
Ada juga rasa hati yang tidak sama namanya dengan rasa badan, seperti : Senang, susah, suka, heran, menyesal, terheran-heran, malu, kasmaran, gugup, takut, kawatir dan sebagainya, itu semua hanya untuk hati. Tumbuh dan terasa berasal dari dalam dada (Coba kau rasakan saudaraku).
Yang untuk badan dan yang untuk hati sebagaimana tersebut di atas agar lebih ringkas, menurut pendapatku, hanya saya sebut : Rahsa saja.
Rahsa itu sebenarnya berupa getaran (gerakan) kadang juga bisa diam (bersatu – menjadi satu). Jika bersatu atau diam, akan kembali kepada RASA. RASA itu selalu diam, sebagai tempat RAHSA, Jika Rasa diam maka Rahsa bergetar atau menyebar. Demikian juga setiat RAHSA pasti beserta RASA. Sehingga RASA bisa diumpamakan sebagai badan, sedangkan RAHSA sebagai tangannya. Rasa diumpamakan BATANG, RAHSA diumpamakan sebagai cabang-cabangnya (Batang dan cabangnya menjadi satu nama : POHON, Batang tidak pernah bergerak, hanya sering dikira bergerak, karena terbawa oleh gerak dari cabangnya ketika tertiup angin. Contoh, kata : Gelap budinya, jahat hatinya, itu sebenarnya yang gelap adalah angan-angannya, yang jahat adalah nafsunya ( salah namun telah menjadi biasa; Seharunya : Budi tidak pernah gelap, hati tidak pernah jahat).
2. BAB BUDI
Budi itu penerang yang menerangi daya ingat amnusia, artinya : Cahaya Budi menyinari ruh manusia, selanjutnya menjadi penerang bertingkat, berada di angan-angan (pikir). Terangnya pikiran bisa diumpamakan terangnya rembulan, terangnya budi sebagai mataharinya ( Cahaya bulan sesungguhnya adalah cahaya matahari).
Mata manusia tidak bisa melihat wujud dari Budi, namun manusia merasakan dayanya, yaitu : Terangnya.
Sedangkan yang sudah di tingkat waskita akan bisa melihat cahaya budi yang berada di orang lain, yaitu : Yang terlihat menyala tanpa bayangan, sebagai tanda bahwa seseorang memiliki budi yang terang.
Manusia yang terang budinya, serta tenang (rahsanya telah mengendap) jika diperhatikan bagaikan berlian, manusia yang terang budinya namun masih tebal rahsa-nya, terlihat bagaikan mirah. Manusia yang gelap pikirannya serta tebal nafsunya, cahayanya buram, hanya terlihat warnanya saja. Itu yang saya ibaratakan sebagai sayap kupu.
Sedangkan perbedaan rahsa dan budi adalah  Rahsa itu untuk merasakan enak dan tidak enak (mengalami dan merasakan nikmat), namun budi itu hanya INGAT, Waskita, Pranawa, mengerti. Budi tidak ikut baagisa, sedih, senang, benci, dan sebagainya. Hanya menunjukan kebenaran.
BAB. VIII
Setelah burung perkutut selesai bicara, burung Derkuku berpikir-pikir, namun sebenarnya belum begitu bisa menerima apa yang telah disampaikan oleh burung Perkutut. Burung Perkutut memahaminya, sehingga kemudian berkata lagi, seperti uraian berikut :
Wahai Saudara, semua orang bsia merasakan perbedaan angan-anagan dan Rahsa, hanya saja tidak bisa menyatakan, bagaimana bedanya. Juga tidak mengerti bahwa dirinya itu sesungguhnya bisa merasakan. Jangankan orang tua, walau anak kecil yang sangat bodoh pun bisa merasakan bedanya.
Penyebab tidak bisa menjlaskan dan tidak bisa mengetahui bahwa dirinya bisa merasakan, sebab alat untuk menyatakan serta untuk mengetahui itu adalah : Angan-anagn (Pikiran), sedangkan angan-angan itu tidak terang.
Makanya, anak yang sangat bodoh, bisa merasakan perbedaannya karena semua manusia baik yang bodoh atau yang pintar, semua ketempatan rasa, rasa itu sangatlah halus.
Untuk membedakan Budi dan Rahsa itu bagaikan membedakan Sinar dan warna. Saudaraku, tentulah bisa membedakan : Sinar dan warna. Iya kan..?? Yangdisebut sinar itu penerang (Cahaya matahari, artinya : terangnya matahari). Kembali yang beranama warna bukan penerang. Warna adalah yang diterangi sinar. Artinya seperti ini, yang bernama merah, hijau, kuning dan sebagainya itu bisa terlihat bila merah, hijau, kuning itu jika disanari cahaya. (Jika tidak ada cahaya tentulah tidak terlihat hijau, merah, walaupun ada warnanya).
Demikian juga sinar, tidak bisa merah, hijau, atau kuning jika tidak didampingi warna. (Jika tidak ada warna kan, tidak ada merah, hijau, walau pun ada sinar). Dua yang telah menjadi satu menyatu, tidak bisa dipisah. Namun walau pun tidak bisa dipisah, Kamu kan tau sendiri, bahwa sinar itu bukan warna, dan warna itu bukan sinar, keduanya tidak bisa disamakan, justru perbedaannya sangatlah besar.
Tentang perbedaan sinar dan warna, dan juga tentang tidak bisa dipisahkannya, itu sama persis dengan pebedaannya Budan dengan Rahsa. Juga tentang tidak bisa dipisahnya. (Sehingga perbedaan budi dan Rahsa sama persis dengan perbedaan Sinar dan warna, sebab budi itu penerang, penerang hidup). Rahsa itu warna (Warana)-nya hidup.
Rinciannya begini : Budi itu Yang ingat, Yang Paham terhadap kebenaran dan kesalahan, Yang menerangi seluruh nyawa, tanpa warna, hanya terang, yang kebeningannya tidak terkira.
Sedangkan yang bernama RAHSA itu Yang merasakan enak dan nikmat serta yang merasakan susah atau tidak enak.
Manusia bisanya mengerti yang bernama Senang susah dan sebagainya karena memiliki Budi, (jika tidak ada budi tidak akan mengerti apa-apa, walau pun ada rahsa). Sedangkan yang dipahami : Rasa senang susah, menyukai, benci, sakit, nikmat dan sebagainya, itu daya dari rahsa (Jika tidak ada rahsa tidak akan senang susah, sakit nyaman dan sebagainya, walau pun ada Budi). Nyawa dua jenis telah menjadi satu bercampur, tidak bisa dipisah. Namun walau tidak bisa dipisah masih bisa di rinci, tidak tepat jika budi disamakan dengan rahsa. Perbedaannya sangatlah besar).
ooOoo
Burung Derkuku masih kebingungan. Dalam batinnya belum bisa mengerti yang mana yang bernama Rahsa, sehingga burung Perkutut kemudian menjelaskan lagi, sebagai berikut : Saya terangkan sekali lagi dengan pelan, Saudaraku, rasakanlah dengan tenang.
Seumpama orang duduk, kemudian teringat sesuatu perkara. Karena disebabkan teringat itu tadi, hatinya kemudian merasa senang atau susah. Walau pun penyebab senang atau susah berasal dari ingatan, namun alat yang dipergunakan untuk senang atau susah itu bukan alat yang digunakan untuk mengingat. Saudaraku, sebab yang digunakan untuk mengingat bernama BUDI, Yang dipergunakan untuk senang atau susah bernama RAHSA. Budi dan rahsa saling hidup sendiri-sendiri (Juga memiliki alam sendiri-sendiri). Sebagai buktinya, bahwa budi dan rahsa hidup sendiri-sendiri, sebab ada juga manusia yang teringat sesuatu itu tidak senang, ada juga orang ketika teringat sesuatu kemudian susah. Ada yang dari ngatan menimbulkan keinginan. Ada dari ingatan menyebabkan merana, ada dari ingatan yang menyebabkan marah. Ada yang dari ingatan meyebabkan sedih dan sebagainya. Ada lagi, dari ingatan yang tidak menyebabkan apa-apa.
Ada juga seseorang ketika melihat sesuatu kemudian timbul rasa : Senang, ingin memiliki, ingin, pegal, marah, kecewa dan sebagainya. Namun ada juga orang lain yang melihat sesuatu yang sama yang dilihat oleh orang pertama tidak menyebabkan rasa apa-apa, sebab hatinya tenah tenang, tidak mudah terpengaruh keinginan dan rasa ingin memiliki.
Barangkali sekarang engkau bisa membayangkan sendiri bahwa manusia itu untuk bisa membedakan budi dan rahsa, dengan jalan membanding-bandingkan, tidak hanya dicari, yang mana yang untuk mengingat dan yang mana yang digunakan senang susah. Jika dengan sikap seperti itu, sama saja seperti orang yang ingin memisah sinar dan warna yang telah bercampur menjadi satu. Umpamanya : Ada nyala api yang hijau cahayanya, akan dipisah yang mana sinarnya, yang mana warnanaya, apakah bisa? Untuk bisa membedakan sinar dan warna tentulah dengan jalan membandingkan sinar hijau dengan sinar yang bukan hijau, contohnya : dibandingkan dengan sinar merah, kemudian dibandingkan lagi dengan sinar kuning, kemudian dibandingkan lagi sinar biru, dan seterusnya, sampai berhasil bisa mengetahui dengan jelas tentang yang bernama warna. Setelah paham warna, kemudian sinar yang berwarna tersebut dibandingkan dengan sinar yang tidak memiliki warna. Seperti, sinar merah atau hijau dibandingkan dengan sinar matahari, sinar jamrut dan mirah dibandingkan dengan dengan berlian. Jika telah demikian, itulah baru bisa jelas perbedaan antara sinar dan warna. Setelah begitu kemudian sinar terang dibandingkan dengan sinar yang tidak terang, seperti : matahari dibandingkan dengan bulan, kemudian dibandingkan lagi dengan kegelapan.
Saudaraku, dalam berusaha memahami kehalusan rasa, itu dengan jalan harus dengan tekun dan rajin mengingat-ingat dan membanding-bandingkan rasa, tidak hanya berpikir  dan bertanya mana yag disebut  sesuatu, mana yang bernama sesuatu, yang bersiskap menganggap sebagai suatu benda  yang terpisah. Jika tidak rajin memperhatikan serta malas membanding-bandingkan, tentulah selalu dalam kegelapan. Dan juga yang terpenting adalah merasakan bukan berpikir. Jika rasa itu dipikir, justru semakin mendapatkan kegelapan. Sebab tidak merasa telah tertipu oleh getaran pikiran. Oleh sebab itu pesanku : Jika engkau mencari tentang kehalusan, ketika ahendak membedakan dan mendalami rasa, janganlah sekali-kali  kau pikir seperti sikap orang berpikir tentang pikiran, sebab semakin dipikir semakin buntu dan semakin gelap. Justri bagi  orang yang sedang gelap pikirannya atau sedang bingung, agar hilang gelap dan kebingungannya, dengan jalan menenangkan rahsa-nya, mengendalikan kerak angan-angannya, dan juga mengatur jalan pernapasannya. Untuk bisa melakukan hal demikian , wahai saudaraku, jika orang itu membiasakan mengatur pernapasannya dengan dilandasi selalu ingat kepada Sang Pemberi Hidup (rutin serta tetap dalam menyembahnya).
ooOoo
BAB. IX
Burung Derkuku barulah bsia menerima sedikit penjelasan burung Perkutut, sehingga kemudian berhenti dalam memikirkannya, karena telah mengerti bahwa perkara Rasa jika dipikir, semakin dipikir, semakin tidak bisa ketemu.
Kemudian Burung Perkutut berkata kepada Burung Derkuku : Pertanyaanmu yang ketiga, agar manusia bisa terang budinya dan hilang asapnya, menurut pendapatku, begini :
PERTAMA : Selalu mengendalikan jangan sampai rahsa itu menyebar atau terlalu besar nyalanya. Artinya, jika sedang senang jangan keterlaluan, jika sedang susah pun janganberlebihan. Jika menyukai sesuatu perkara janganlah berlebihan, dan jika membenci sesuatu juga janganlah berlebihan. Demikian juga jika menyesal, tergiur, menginginkan, terperanjat, takut, kawatir, kecewa, sangat ingin, merana dan sebagainya, semua yang bernama getaran rahsa, harus diusahakan jangan sampai berlebihan.
Jika sudah terbiasa bersikap yang demikian, kemudian kurangilah nyalanya, yaitu jika senang, susah, cinta, benci dan sebagainya, hanyalah sekedarnya saja, lebih baiknya setengahnya saja. Jika telah bisa dan banyak padamnya, pastilah budi menjadi terang, oleh karena tidak tertutup asap dan warna. Untuk bisa melakukan hal itu dengan dua cara : 1. Perbuatan, 2. Pengabdian, singkatnya, manusia itu janganlah bosan berupaya dalam perbuatan, dan berguru cara sikap mengabdi kepada Tuhan.
KEDUA :  Tekun serta terus menerus mencari pedoman hidup, jika telah mendapat pegangan, patuhilah. Segala yang dilakukan jangan sampai menyimpang petunjuk Budi, maksudnya : Jangan menyimpang dari kebenaran, dan jangan bandel, harus dipertimbangkan dengan kebeningan budi. Sedangkan beningnya budi bisa ditemukan ketika rahsa sedang tenang, angan-angan sedang tenang. Jika rahsa banyak tenangnya, serta angan-angan telah diam, maka budi akan menjadi bening.
KETIGA : mengabdi kepada yang memberi hidup, itu harus dengan cara berguru kepada manusia yang telah yakin terhadap rasanya ilmu ( jangan hanya karena pinter, banyak bicara, atau oran gahli). Ketahuilah saudaraku, bahwa pedoman tatanan menyembah yang dijalankan setiap hari, itu tidak boleh kau pikir sendiri, harus kau gurukan. Ibadah yang tidak pernah terputus itu jadi penggosok jiwa, agar semakin lama semakin hilang kotorannya, yatu : Yang saya umpamakan memoles lembaran besi. 1) Semakin hilang kotorannya  semakin mengkilat. Kekuatan pengabdian menyatukan angan-angan serta mengumpulkan rahsa kembali kepada : RASA. Manusia yang ikhlas beribadah tentulah semakin lama semakin jernih, dikarenakan semakin tenang angan-angannya, semakin menyatu rasa-nya.
KEEMPAT : Ketika di waktu sepi, seperti : waktu tengah malam, atau bangun pagi, menjalankan penyatuan, menjernihkan angan-angan, serta memadamkan semua nafsu, dengan jalan mengendalikan (Agar berhenti dengan sendirinya), menyatukan jalannya pernapasan dengan sabar, itu yang bernama Samadi – Tafkur. Tujuan samadi tidak lain mencegat jalannya angan-angan (pikir), rahsa dan juga nafsu, usahkanlah untuk dikumpulkan menjadi satu di Budi dan Rasa, Tariklah dalam tekad, ikatlah di pernapasan. Jika budi sudah tidak terhalang oleh getaran angan-angan, serta rasa telah menguasai getaran rahsa, hanya tinggal terangnya budi yang akrab dengan rasa, itu yang disebut PRAMANA. Artinya : Terbukti paham pada kehalusan.
Keadaan manusia yang sudah demikian dianggap sebagai cermin yang jernih, milik dari Yang Nyata Adanya. Bayangannya : Tersebar di alam. Agar bisa demikian, jika tiap hari rasa telah banyak padamnya, angan-angan banyak diamnya, dan juga mencintai kepada Yang Memberi Hidup, dari lahirnya sampai dengan kedalaman batin. Jika diwaktu siang, terlalu banyak gangguan dan menyebar, sedangkan pada malam hari untuk menjalankan samadi, pastilah gelap, dan mudah goyah, atau ketiduran.
ooOoo
BAB. X
Burung Perkutut menalnjutkan keterangannya : Saudaraku, mengulang jalan pencarian tentang kehalusan itu yang penting, tekun menganalisa dan membanding-bandingkan rasa, contohnya : merasakan perbedaan rahsa dan rasa, perbedaan tunjolan yang tercampur dan tonjolan yang murni ( diteliti dengan teliti, dirasakan hingga mendalam), perbedaan pikiran dan ide, perbedaan pikir dan budi dan sebagainya.
Untuk yang harus diperhatikan, dan dibanding-bandignkan itu semua, yang terpenting : Yaitu kondisi batinnya sendiri, juga mengambil tauladan batin orang lain, yang terlihat sinar dan warnanya dalam tata kelahiran, itu sebagai contoh. Setelah berhasil memperhatikan yang menjadi penyebab dan yang menyebabkan padam, akhirnya bisa mengendalikan tumbuhnya yang jahat, karena telah rajin memperhatikan kebiasaannya dan telah paham rahasianya, sehingga bisa berhasil menguasai rasa yang mulia semakin tajam, daya pikirnya juga semakin peka. Manusia yang demikian itu, akan bisa merawat hidupnya, karena telah bisa mengendalikan keinginannya, bisa memilih yang baik, tepat dalam mencari yang benar dan menuju pada keselamatan.
Karena sesungguhnya keinginan manusisa itu ada yang tumbuh dari kekuatan nafsu yang jahat, ada yang tumbuh dari kekuatan nafsu yang baik, ada yang tumbuh dari rasa. Selain itu ada yang mengikuti petunjuk budi, ada yang mengikuti petunjuk angan-angan yang sedang gelap, terseret daya kekuatan ruh kegelapan ( Ruh hewani), ada lagi perbuatan yang dikarenakan pengaruh dari kekuatan ruh saja (Meninggalkan angan-angan). Itu semua harus dirasakan, serta harus diteliti. Angan-angan itu sebagai raja dari Lima Indra, itu yang bertugas membedakan baik buruk benar salah.
Keingina yang baik itu ajakan nafsu mutmainah, demikian juga semua nafsu tidak diberi kemampuan memahami kebenaran, sebab, kebenaran itu menjadi tugasnya budi, untuk itu angan-angan harus cerdas atas petunjuk budi, karena budi itu bertugas sebagai penunjuk kebenaran. Keinginan yang baik serta berdasar pada kebenaran itu juga belum tentu baik atau tidak harus dijalankan, maka dari itu harus hati-hati atas sasmita rasa, karena pekerjaan rasa itu menuntun kepada keselamatan dan keberhasilan, selalu merasa yang harus dijalankan. Selalu memberi petunjuk kepada yang wajib dan wilayahnya.
Siapa pun yang bisa menemukan nafsu mutmainah, budi dan rasa, yang ada di dirinya, Insya Allah, apapun yang dilakukan akan banyak baiknya, banyak benarnya, tersedia keselamatannya.
Cara seseorang menelaah dan merasakan tumbuhnya nafsu yang baik, bisikan rasa dan juga petunjuk budi, itu dengan jalan saling menggosok antar sahabat yang satu dalam pencarian, saling menuntun, serta saling bergandengan.
Ketahuilah, Manusia untuk bisa membanding-bandingkan dan mersakan, sebagai jalannya adalah dituntun dan saran dari orang lain. Seperti ini aturannya : Seumpama adan orang yang duduk bersama di tempat yang sepi dan nyaman, dan hatinya ketika itu sudah bersih semua, kemudian berupaya untuk ketenangan, maka saling tarik menarik dayanya, saling tolong menolong. Jika ada yang mendapatkan tanda dari Yang Gaib (Tumbuh dari : Rasa), ditularkan kepada temannya, kemudian bersama-sama dihayati, di kaji menggunakan rasa di kala itu. Perbuatan yang demikian jika rutin dijalankan, tidak sedikit manfaatnya, yang akhirnya lama kelamaan akan mendapatkan Mustika pencerahan.
ooOoo
BAB. XI
Burung Derkuku diam sejenak, kemudian bertanya lagi seperti ini : Perkutut, masih ada satu masalah yang belum begitu paham dalam pikiranku, yaitu tentang perbedaan yang kau ibaratkan belian dengan kaca benggala. Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut : Segala warna dari segala ujud sebagai ibarat Rahsa manusia, sinar segala ujud menjadi ibarat budi, itu saya sudah sedikit bisa merakannya, selanjutnya : Rupa yang jelas warnanya kurang sinarnya itu menjadi ibarat Rahsa yang sinarnya hanya sekedarnya. Rupa yang warna dan sinarnya sama, menjadi ibarat terangnya budi yang masih dikuasai rahsa. Rupa yang tinggi sinarnya tanpa warna, menjadi ibarat budi terang serta tidak memiliki watak (Tidak dikuasai rahsa). Hal demikian, oleh karena berlian dan kaca benggala kedua-duanya unggul dalam sinar dan sama-sama tidak memiliki warna, yang manakah yang menjadi sebab perbedaannya?
Jawaban burung Perkutut : O, Saudaraku kau belum jelas pehamannya tentang masalah itu, hal itu tidak mengherankan. Sebab, satu perkara itu memang tidak mudah. Lebih baiknya saya terangkan sekali lagi. Perhatikanlah!
Saudaraku, Bahwa batin manusia yang saya ibaratkan berlian, yaitu yang jernih serta bisa menguasai dan mengendalikan pancaindra. Ketika bisa menggendalikan pancaindra seperti halnya berlian ketika berwarna merah, biru, hijau, kuning dan sebagainya. Ketika bisa mengendalikan pancaindra adalah ketika berlian bisa menguasai pancaindra itu ketika bisa menghilangkan warnanya, yang ada tinggal jernihnya tanpa warna. Sedangkan perbedaan dengan yang saya ibaratkan kaca benggala itu begini : Yang saya ibaratkan berlian itu masih terpengaruh dirinya, sedangkan yang saya ibaratkan kaca benggala itu yang sudah lupa kepada dirinya, hal itu apakah engkau sudah bisa menerima kata-kata terpengaruh kepada dirinya ?
Terpengaruh diri itu maksudnya : Masih memliki rasa yang mengajak mengakui atas ujud mumkin, artinya adalah : Merasa bahwa dirinya itu berujud jirim, yang memiliki perbandingan, yang memiliki sebutan jelek dan baik.
Kata mumkin artinya : adanya hanyalah wenang (bisa ada bisa tidak), dan adanya ada masanya, jadi, itu bukan yang nyata adanya. Sesungguhnya mumkin itu hanya bayangan saja, yang nampak di dalam cermin Dzat Yang Wajib Adanya.
Sedangkan yang saya ibaratkan kaca benggala itu, yang sudah menguasai rasa sudah tidak merasa sebagai aku (tidak mengakui) kepada ujud mumkin. Yang di akui dan diyakini adalah Yang Tanpa Warna, Yang Tanpa Rupa, Yang Menguasai jirim, Yang Tidak jelek, yang tidak bagus, Yang Kekal, Yang Nyata Adanya, Yang Tanpa Masa, Yang tidak Berawal, Yang tidak ada Akhirnya, itu adalah Yang Nyata Adanya, itulah yang sebenar-benarnya ADA.
Segala yang berujud jirim ( Jirim adalah Kata Arab, semua yang bsia diukur dengan ukuran kibik itu Jirim. Semua jirim menempati tempat secukupnya). Atau yang memiliki berat, atau sesuatu ( yaitu yang bagus atau jelek), semua itu bukan Yang Nyata Adanya. Artinya : Kata bukan Yang Nyata Adanya : Yang tidak nyata ketika adanya.
Segala yang ada , sesungguhnya hanyalah gambar (bayangan = Wayang), yang terlihat di dlam cermin gaib, adanya hanya wenang, bisa ada bisa tidak, serta adanya hanya sementara waktu, bisa kembali tidak ada lagi.
Sedangkan yang disebut tidak mengakui ujud mumkin (diri) itu rasa di puncak keluhuran. Rasa yang dipergunakan untuk membedakan dua jenis warna tersebut, itu adalah sehalus-halusnya rasa.
Yang diibaratkan berlian itu, adalah rasa yang bisa memuat segala watak, namun belum memuat ujud mumkin yang ada pembandingnya, sehinga masih merasa mempunyai pembanding, sehingga masih merasa memiliki perbandingan, merasa masih menjadi isi alam. (Tempat yang bisa memuat perwatakan itu ibaratnya : Berlian bisa memerah. Membiru seperti warna mirah yang berbeda-beda. Sedangkan ketika merasa memiliki pembanding, sepeti berlian ketika membedakan rupa dirinya dengan rupa mirah, kupu, arang dan batu).
O, Saudaraku, jika hanya mengatakan seperti yang ku katakan itu sangat mudah. Demikian juga  mencari yang bsia menerangkan, mencari untuk bisa mengerti, mencari untuk bisa menjalankan keyakinan, dan juga orang mencari hakikat : semua bisa dianggap mudah, sedang bagi manusia yang mencari untuk bisa menguasai rasa, sangatlah tidak gampang. Saya ini hanyalah sekedar menyatakan pendapat saja mempergunakan pedoman akal. Yang saya bisa hanya sebatas mengucapkan saja. Kenyataan diriku bisa diumpamakan sayap kupu yang paling buruk atau rupa batu, kotoranku  masih seperti lembaran besi, sama sekali belum bisa seperti mirah yang paling jelek, apalagi seperti berlian.
ooOoo
Tentang ujud kaca benggala besar sebagai ibarat Sifat Dzat yang tidak ada bandingannya.
Kaca Benggal tidak ada bandingannya, artinya : Tidak pernah dibandingkan dengan barang lain, sebab kaca benggala tidak memiliki rupa, tidak memiliki warna, tidak bagus melebihi berlian atau mirah, serta tidak hitam melebihi arang, tidak keruh seperti batu, tidak bersinar seperti mirah, tidak berkelip seperti berlian, jadi, hampa tidak ada apa-apanya, tidak ada bentuknya, tidak ada rupanya, tidak ada warnanya, tidak ada cahayanya, tidak berbentuk.
Wahai Saudara, barang kali ada seseorang manusia yang salah sehingga tidak percaya terhadap Sang Penguasa Alam. Sehingga keberadaan dirinya dan adanya yang tergelar semuanya, dianggap bergantung kepada yang kosong. Yang demikian itu umpamakanlah menganggap kosong terhadap warna ujud dari kaca benggala, sehingga kaca benggala disamakan dengan : Kekosongan yang hampa. Apakah itu benar ?
Wahai saudara, di lain waktu marilah kita bertemu lagi di tempat bertengger yang nyaman, untuk mermusyawarah dengan tenang, membahas tentang sikap membandingkan dan merasakan. Sekarang marilah beristirahat di sarang.
Kedua burung kemudian terbang, pulang menuju sarangnya masing-masing.

2.

NASKAH ASLI
TERJEMAHAN
BAB. I
BAB. I.
KUPU-KUPU MENGURAI WARNA
Wonten peksi perkutut kaliyan derkuku mencok ing wit mandira, peksi perkutut ndongeng kados ing ngandhap punika :
Ada burung Perkutut dan burung Derkuku yang sedang bertengger di pohon Mandira, burung perkutut kemudian bercerita seperti di bawah ini :
Ana nagara, misuwur endahing patamanane, kekembangan kang tinandur ing keputren luwih satus warna, kapageran pacak suji emas, karengga ing beji, sinasrah ing watu cendhani, kinepung ing reca prunggu lan rerenggan liyane sarwa emas tinaretes ing sesotya.
Ada negara yag terkenal, dengan Keindahan tamannya ada seratus jenis bunga yang ditanam di Taman sarinya, Dan diberi pagar keliling yang terbuat dari emas, yang dihias kolam air, yang ditebari batu Cendhani, dan dikelilingi patung perunggu, dan diberi hiasan lainnya yang terbuat dari emas dan intan berlian.
Cedhak lan palenggahane sang putri, kasebaran sesotya warna-warna. Yen wayah esuk akeh kupune putih, abang, kuning, wungu, ijo, biru, lan ireng, padha miber pating saliwer golek maduning kembang, ndadekake wuwuhing asrine patamanan.
Dekat dari tempat duduk sang putri, ditebar batu mulia bermacam warna. Tiap pagi banyak kupunya, putih, merah, kuning, ungu, hijau, biru dan hitam beterbangan kesana kemari sehingga menambah keindahan taman sarinya.
Sakehing kupu padha bungah-bungah lelangen ing patamanan. Ana ing kono padha ungkul-ungkulan bagusing elar, Wasana kupu kang putih celathu marang kupu liyane mangkene :
Semua kupu bergemberia  berterbangan di taman. Kemudian mereka saling mengunggulkan keindahan sayapnya. Selanjutnya kupu putih berkata kepada kupu lainnya seperti ini :
Delengen elarku putih resik, ora koyo elarmu katon reged pating celoneh, pating belentong sarta njuwarehi, sajatine ora ana warna kang becik ngungkuli putih, marga putih iku warna kang suci sarta bares, iya putih iku dhasare warna kabeh. Wong nulis, wong nggambar lan wong mbathik, kabeh dhasare putih, awit saka iku dluwang lan mori digawe putih, lan maneh akeh wong dhemen manganggo sarwa putih, mulane Gusti Allah nitahake kapas putih. Gamping tinitah putih, sababe omah uga becik kang putih, dalah atine manungsa becik kang putih, yaiku suci. Tembung putih sok digawe kembang lambe, dienggo ngupamakake barang kang suci utawa resik. Sarehne warna kang utama iku putih, mulane kupu kang bagus dhewe iya iku kang warna putih.
Lihatlah warna sayapku putih bersih, tidak seperti sayap kalian, terlihat kotor  belepotan, warnanya tidak serasi dan jelek, sesungguhnya tidak ada warna yang bagus yang melebihi warna putih, karena putih itu warna yang suci dan jujur, dan warna putih lah sebagai dasar semua warna. Orang menulis, orang melukis, dan orang membathik, semuanya memakai dasar putih, oleh sebab itu, kertas dan kain mori dibuat warna putih, dan juga banyak orang yang suka memakai baju  serba putih, makanya, Allah menciptakan kapas berwarna putih. Batu kapur dicipta putih, sehingga rumah juga baik yang bercar putih, dan juga hati manusia itu baik yang putih, yaitu suci. Kata putih selalu menjadi pembicaraan, dipergugnakan untuk menggambarkan sesuatu yang suci atau bersih. Oleh karenanya warna yang baik itu  putih, sehingga kupu yang paling bagus sendiri adalah yang berwarna putih.
Kupu kang abang mangsuli mangkene :
Kupu merah menjawabnya, sebagai berikut “ :
Mungguh becike putih iku mawa-mawa kanggone. Ing atase rerenggan putih iku dudu kebagusan luwih-luwih rerenggan kang dienggo ngrenggani patamanan iki, warna putih kok arani suci iku dadi pucet, ora duwe guwaya. Mungguh anane kupu-kupu padha teka ing kene satemene dipikat nganggo madu, perlune dienggo rerenggan patamanan, mulane kang aran kupu bagus iya kang bisa muwuhi bagusing patamanan. Sarehne elarmu ora muwuhi kebagusan apa-apa tetep kowe iku kupu kang ala. Manawa kowe arep sumurup warna kang muwuhi kebagusan ndelenga warna kang ora pucet, dene warna kang ora pucet mangkono warna kang mbrengangang utawa menger-menger. Ora susah adoh-adoh. Delengen kembang-kembang ing petamanan iki bae, koe banjur sumurup dhewe, endi kang moncol ing rupa yaiku kang abang. Mara waspadakna kembang jengger kae, abange menges tur menger-menger, mangkono uga kembang mawar, wora-wari bang, sepatu, padha pinunjul ing rupa sebab abang. Guwayaning wong kang bregas iya kang abang mbrengangang. Babaran kang bagus iya kang abang sumringah. Kajaba iku warna abang becik marang mripat. Lakar abang iku padha-padha warna gagah dewe lan moncol dhewe, mulane disenengi ing akeh, dalasan bocah cilik dhemen dolanan kang warnane abang, kang adhakan dipilih dhisik. Dadi keterangane : kupu kang abang kang bagus dhewe.
Sesungguhnya penerapan yang baik dari warna putih itu adalah digunakan sesuai kegunaannnya. Karena hiasan yang dipergunakan untuk menghias taman ini, jika semuanya putih dan putih kau sebut suci namun putih itu adalah pucat, tidak ada pancaran keindahan. Sesunguhnya mengapa banyak kupu yang datang ke sini itu karena dipikat dengan madu, yang diperlukan untuk menghias taman, sehingga yang di sebut kupu yang indah adalah kupu yang bisa menyebabkan menjadi indahnya taman. Oleh karena sayapmu  tidak menyebabkan keindahan apa-apa, tetap dirimu adalah kupu yang jelek. Jika kau ingin mengetahui warna yang menimbulkan keindahan, lihatlah warna yang tidak pucat, sedangkan warna yang tidak pucat, adalah warna yang menyala atau memancarkan cahaya. Tidak usah jauh-jauh. Lihatlah bunga yang ada di taman ini saja. Kamu akan melihat sendiri, yang paling unggul warnanya adalah yang berwarna merah. Coba perhatikan bunga jengger itu, warna merahnya terang dan menyala-nyala, demikian juga bunga mawar, bunga wora-waribang, bunga sepatu, unggul warnanya karena berwarna merah. Cahayanya  manusia yang semangat juga yang memancarkan warna merah yang menyala. Hasil bathik yang bagus juga yang berwarna merah menyala. Selain itu juga mawarna merah itu baik jika dipandang mata. Walau pun  merah sama-sama warna, namun warna merah adalah yang paling wibawa dan paling mudah terlihat, sehingga warna merah itu banyak yang suka, bahkan anak kecilpun lebih menyukai mainan yang warnanya merah, itu yang akan dipilih terlebih dahulu. Sehingga kesimpulannya. Kupu yang bersayap merah adalah kupu yang paling indah
Kupu kuning ngrungu celathune kupu putih lan abang nyauri mangkene : putih katimbang abang nyata yen bregas abange, nanging abang katimbang kuning adi kuninge, tandhane emas luwih endah tinimbang tembaga utawa perak. Rerenggan kang kakehan abang njuwarehi, nanging ora ana rerenggan kaduk prada kang njuwarehi, malah sangsaya adi. Elinga pulasing wayang, upama wayang sakothak kaduk prada sangsaya bagus. Upama kaduk abang, genah yen ala, awit abang iku dhemenaning bocah cilik, wong tuwa ora arep. Balik warna kuning, kalengananing wong luhur. Elinga kreta kencana, payung gilap, pasmen bara-bara, bludiran, gamelan, kabeh adi rupane, jalaran warnane kuning, mangkono uga barang rerenggan kang bagus, kang pating pancorong ana ing toko-toko lan ing omahe wong sugih, kayata : paidon, pateyan, wadhah kinang, wengku gambar, wengku pangilon, lampu bron- broman lan liya-liyane, kabeh kuning. Manungsa kang becik rupane iya kang kulit kuning, dudu wong kang abang. Kang kekulitane ora kuning, mangka bakal kanggo tontonan banjur ngaya aya golek atal, iya saking dene kepengin duwe awak kuning. Mula yen kuning pancen nyenengake. Cekake mangkene : warna putih pucet, warna abang gagah, nanging ora adi, dadi njuwarehi. Dene kang ora pucet sarta ora njuwarehi malah mriyayeni yaiku kuning. Apa ora mangkono?
Kupu kuning, setelah mendengar pembicaraan kupu putih dan merah menjawab demikian : Putih dibanding merah memang gagah yang merah, namun merah dibanding kuning, lebih indah kuning, contohnya, emas lebih indah dibanding tembaga atau perak. Hiasan yang terlalu banyak warna merah membosankan, namun tidak ada hiasan yang banyak warna prada (kuning emas) yang tidak pantas, justru semakin indah. Lihatlah Cat di wayang, seumpama wayang satu kotak di beri warna prada justru semakin bagus. Seandainya hanya warna merah, jelas akan jelek, sebab merah itu adalah warna kesukaan anak kecil, sedangkan orang tua tidak menginginkannya. Sedangkan warna kuning adalah warna kesukaan bangsawan. Lihatlah kereta Kecana, Payung Tunggul Naga, Pasemen bara-bara, bordiran, gamelan, semuanya indah warnanya, karena berwarna kuning. Demikian juga hiasan yang bagus, yang bersinar di toko-toko dan di dalam rumah orang kaya, berupa : Paidon (tempat membuang ludah orang makan sirih), Pateyan, temnpat kapur sirih, pigora gambar, pigora kaca, lampu gantung ( jenis lampu jaman dahulu) dan lain sebagainya, semuanya berwarna kuning. Manusia yang bagus rupanya adalah yang berkulit kuning, bukan orang yang berkulit merah. Yang tidak berkulit kuning ketika tampil dalam pertunjukan, maka kemudian berupaya mencari akal, hal itu karena ingin kulitnya berwarna kuning. Memang benar lah warna kuning adalah warna yang menyenangkan. Singkatnya demikian : Warna putih pucat, warna merah gagah, namun tidak indah, justru membosankan. Sedangkan yang tidak pucat serta tidak membosankan  justru semakin berwibawa , adalah warna kuning. Apakah tidak demikian ?
Kupu wungu sumambung, warna kuning iku isih njuwarehi, wruhanmu kabeh, padha-padha warna kang mungguh dhewe, ngengreng dhewe lan ora njuwarehi dhewe iya iku wungu. Tandhane, babut babut abang ala, babut kuning ala, babut ijo kurang becik, nanging yen babut wungu, banget enggone semuwa lang ngengreng, luwih-luwih yen rinengga praboting omah kang pinulas sarwa wungu yaiku meja, kursi, bangku kang padha menges-menges pliture. Upama pulase abang utawa kuning tak kira kurang becik. Kembang jengger, katone menges-menges sebab wungu, mangkono uga kembang ragaina. Klambi wungu ngengrenge ora jamak. Upama wungu iku ora piniliha, sabab apa wong mbabar jarit pada golek soga, mangka ora kurang kang kena digawe ngebang utawa nguningi. Apa ta sababe? Sababe yaiku warna abang lan kuning iku gunane mung kanggo tontonan utawa sesongaran, ora prasaja lan semu kaya wungu. Ing ngendi-endiya barang kang prasaja lan semuwa ora tau mboseni, mulane padha pinilala, prelune dienggo saben dina. Tuladhane kang adhakan yaiku soga. Padha elinga kang sosongaran mesthi ora lana, kanggone mung kala-kala , tur mung sawetara, kajaba kang pasaja lah iku kang lana, kanggo ing saben dina, seksine soga. Warna abang kuning candrane ladak, nanging yen wungu jinem nganggo guwaya, yaiku dadi sababe pasaja tur semuwa, tegese ora ladak nganggo ngengreng
Kupu ungu menyambung, warna kuning itu masih membosankan, ketahuilah semuanya, sama-sama tentang warna, warna yang paling indah, paling wibawa, dan tidak membosankan itu adalah warna ungu. Buktinya, Babut yang berwarna merah itu jelek, babut kuning jelek, babut ijo kurang baik, namun babut ungu, sangatlah indah dan menyenangkan, terlebih lagi jika diimbangi perlengkapan rumah yang diberi warna ungu, seperti meja, kursi, bangku, yang mengkilat peliturnya. Seandainya diberi warna merah atau kuning menurutku kurang indah. Bunga jengger, terlihat menyala disebabkan ungu, demikian juga bunga Ragaina. Baju ungu indahnya bukan main. Meskipun ungu tidak terpilih, mengapa orang membatik kain mencari Soga, padahal  sangat mudah untuk membuat  warna merah atau membuatnya kuning. Apakah sebabnya? Itu disebabkan warna merah dan kuning hanya digunakan untuk pertunjukan atau untuk kesombongan,  tidak baik, itu  tidak seperti warna ungu yang apa adanya. Di mana pun saja barang yang apa adanya  dan mengandung ketenangan itu tidak membosankan, sehingga warna ungu banyak yang memilihnya, untuk digunakan setiap harinya. Sebagai contohnya Soga. Ingatlah bahwa yang menyombongkan diri itu tidak akan lama, dn hanya dipergunakan kadang-kadang saja, dan hanya sementara, kecuali yang apa adanya  itu yang dipilih, untuk didpergunakan setiap harinya, buktinya adalah Soga. Warna merah dan kuning sebagai ibarat kenakalan. Namun warna ungu itu tenang dan berwibawa, artinya tidak mencolok untuk hiasan.
Kupu ijo cumlonong celathu. Tembunge : Padha menenga dhisik. Kowe kabeh ora sumurup marang karsane kang Maha Kawasa enggone nitahake suket lan gegodhongan ginawe ijo. Iku becik pinikiren sebabe. Mara timbangen : upama sarupane gegodhongan kabeh putih, mbok manawa akeh mripat lamur. Upama becika wungu, temah sarupane tetuwuhan tinakdirake wungu. Upama becika kuning, mesthi tinakdir kuning. Upama becika abang, mesthi tinitah abang. Kang iku padha sumurupa, mulane suket lan gegodhongan tinakdir ijo, sabab warna ijo iku kang becik dhewe sarta ora mboseni dhewe. Sanyatane ora ana manungsa bosen marang warna ijo. Ing pakebonan, ing tegal, ing sawah-sawah, kabeh sarwa ijo, ewa semono ing sajrone omahe para tuwan ditanduri sadhang, pakis, pandhan, wregu, suruh lan liya-liyane, pating tremplek ana ing tembok, kongsi ketel kaya alas, pratandha saking kurang warege anggone nyawang wawarnan ijo, nanging aku ora maido, dhasar yen omah akeh ijone ana ing tembok utawa ing undhak-undhakan marakake singer. Sok uga kowe padha eling, prakara iku, mesthi ora gelem ngunggul-unggulake warna saliyane ijo. Samber lilen iku pinunjul rupa ing padha-padha gegremetan. Ules kang pinunjul mau kang kaduk iya ijo, abang kuninge mung sethithik. Upama kaduk abang utawa kuning mesthi ala. Balik kaduk ijo banget baguse. Manuk merak iya pinunjul ing rupa pada manuk, warna apa kang kaduk, iya ijo, abang wungune mung sawetara. Upama ijone mung sethithik mesthine ala. Rehne mangkono tetela kupu kang bagus dhewe iku kupu ijo.
Kupu hijau secara tiba-tiba berkata. Katanya : Kalian semua diam lah dahulu. Kalian semua tidak mengerti atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa dalam mencipta rumput dan dedaunan dicipta berwarna hijau. Hal itu pikirkanlah apa sebabnya. Cobalah kalian pikir : Seandainya semua dedaunan berwarna putih, barangkali akan banyak mata yang buta. Seandainya yang baik adalah ungu, tentulah semua tumbuhan akan dicipta berwarna ungu. Seandainya yang baik warna kuning, tentulah dicipta dengan warna kuning. Seandainya yang baik merah,  tentulah dicipta merah. Hal itu ketahuilah, mengapa rumput dan dedaunan dicipta hijau, sebab warna hijau adalah yang paling baik serta yang paling tidak membosankan. Buktinya tidak ada manusia yang bosan kepada warna hijau. Di kebun, di tegal, di sawah-sawah, semuanya hijau, namun demikian di halaman rumah para petinggi ditanami  pohon Sadhang, pakis, pandhan, wregu, sirih dan lain sebagainya, banyak menempel di tembok, hingga lebat bagaikan hutan, itu sebagai bukti masih kurang puasnya memandang warna hijau, namun saya pun tidak menyalahkan, memang jika tumah banyak warna hijaunya yang berada di tembok atau di tangga rumah itu terkesan sejuk. Sehingga hal itu kadang mengingatkan kalian, sehingga kalian tidak akan mau mengunggulkan warna selain warna hijau. Serangga  yang bernama Samber lilin itu unggul warnanya dibanding  sesama warna serangga. Warna yang menonjol  itu karena warna hijau, warna merah dan kuningnya hanya sedikit.  Seandainya terlalu banyak warna merah atau kuningnya pasti tidak indah. Sebaliknya jika banyak warna hijau-nya, justru semakin indah. Burung merak paling indah warnanya dibanding sesama burung, warna apakah yang terbanyak ? juga wara hijau, warna merah dan ungu hanya sekedarnya. Seandainya warna hijau hanya sedikit, pastilah jelek. Oleh karena hal demikian maka, ternyata kupu yang paling cantik adalah kupu yang bersayap hijau.

Nuli kupu biru celathu mangkene : ujaring kupu ijo mau wis bener, nanging kurang pratitis. Awit isih ana maneh titahing Pangeran kang ngungkuli ijo, ora mboseni salawase lan luwih akeh anane, yaiku biru. Tandhane, udhara, langit, gunung, banyu segara, padha tinitah biru. Delengen kang bagus pancen mung ijo lan biru. Akeh wong seneng ngenggar-enggar marang papan kang sarwa asri, dene papan kang asri mau mulane asri sabab ijo lan biru. Ora ana wong siji-sijiya kang bosen ngeleng papan kang terang sumilak lan asri, yaiku kang katon langit biru, gununge biru lan tetuwuhane kang katon ijo lan biru. Laring samberlilen ijone kaworan biru, malah akeh birune katimbang ijone. Lar merak iya kaduk biru. Kehing warna biru kang ana ing alam ndonya yen ketimbang lan kehing warna ijo akeh birune babar pisan. Awit ijo iku mung dumunung ing dharatan, nanging yen biru iya ing dharatan iya ing lautan, iya ing awang-uwung. Ing awang-uwung ora ana enggon salenging enggon kang ora kisen biru, sumrambahe marang gunung-gunung kang katon saka kadohan. Yen wong nunggang kapal ing satengahing segara, kang katon prasasat lor kidul wetan kulon biru kabeh, kaya-kaya jagade dadi biru kabeh. Kang mangkono mau dadi tandha yen biru iku warna kang becik dhewe, katitik saka karsane Kang Maha Kuwasa anggone nitahake warna biru dikehi tinimbang liyane.
Kemudian kupu biru berkata seperti ini : Yang disampaikan kupu hijau tersebut sudahlah benar, namun masih kurang tepat. Sebab masih ada makhluk Tuhan yang melebihi warna hijau, tidak membosankan selamanya dan lebih banyak keberadaannya, yaitu biru.  Sebagai buktinya, Udara, langit, gunung, laut, semua dicipta berwarna biru. Lihatlah ! Yang indah itu hanya hijau dan biru. Banyak orang yang senang refresing di tempat yang serba indah, sedangkan tempat yang indah tersebut, menjadi indah disebabkan oleh hijau dan biru. Tidak ada satu manusia pun yang bosan memandang tempat yang indah dan asri, yaitu yang terlihat langitnya biru, gunung warna biru, dan tumbuhan yang kelihatan hijau dan biru. Sayap serangga samber lilin  warna hijaunya tercampur warna biru, justru banyak birunya dibanding warna hijau. Sayap burung merak pun mengarah ke biru. Seluruh warna biru di dunia ini jika dibanding dengan warna hijau, banyak birunya. Sebab, hijau itu hanyalah berada di darat, namun warna biru  itu berada di darat juga di laut, juga berada di angkasa. Di angkasa tidak ada tempat  yang tidak berwarna biru, hingga pada warna gunung yang terlihat dari kejauhan. Jika seseorang sedang naik perahu di tengah samudra, maka yang nampak  bagaikan arah utara, selatan timur dan barat semuanya berwarna biru, sehingga seluruh dunia bagaikan menjadi berwarna biru semua.  Hal yang demikian sebagi bukti jika biru itu adalah warna yang paling indah, sehingga atas kehendak Yang Maha Kuasa mencipta warna biru diperbanyak dibanding lainnya.
Kupu ireng celathu mangkene, heh kisanak padha sarehna dhisik, mangsa anaa warna kang akehe ngungkuli ireng, tur ora ana warna kang pasajene kaya ireng. Mangkene wijangane, ora ana warna kang kehe ngungkuli ireng sabab yen ing wayah bengi alam donya ireng kabeh, ora susah diarani ing awang-uwung, ing dharatan, ing lautan, cukup diarani ora ana enggon kang ora ireng, banjur timbangen akeh endi karo biru. Mulane dak arani ora ana kang menangan kaya ireng, awit sakehing wawarnan yen wis kapracondhang dening ireng ora ana kang kawawa nanggulangi. Sanajan bumi-langit yen katekan pepeteng kang warnane ireng, jagad kaya kinelem ing awang-uwung kang ireng meles. Mulane dak arani ora ana pasaja kaya ireng, sabab mangkono wong kang pasaja lan semuwa iku aklambli ireng, celana ireng, sepatu ireng. Akeh gagah mangsa kaya ireng, akeh pasaja kaya ireng, dalah rambut lan brengos kang bregas iya kang ireng. Gambar-gambar lan tulisan kang pasaja tur cetha iya kang ireng. Sarehne pasaja, mulane uga lana sarta kanggo ing saben dina, kaya ujare kupu wungu mau. Kang wungu sogane iya bener, nanging ireng ora kalah, yaiku wedelane.

Kupu hitam berkata demikian, wahai kalian semua, tenangkanlah dahulu dirimu, apakah ada warna yang jumlahnya melebihi hitam, dan juga tidak ada warna yang kelebihannya melebihi hitam. Penjelasannya demikian, tidak ada warna yang jumlahnya melebihi hitam, sebab jika di waktu malam, seluruh dunia berwarna hitam, tidak usah disebutkan di angkasa, di daratan, di lautan, cukup disebutkan tidak ada tempat  yang tidak hitam, kemudian bandingkan banyak mana dengan biru. Sehingga saya sebut , tidak ada yang paling unggul seperti hitam, sebab semua warna jika telah dikalahkan oleh hitam tidak ada yang bisa menghalangi. Walau pun bumi langit yang kedatangan kegelapan yang berwarna hitam, dunia bagaikan teggelam di kehampaan yang hitam pekat. Sehingga saya sebut  tidak ada yang paling kuasa seperti hitam, hal demikian sehingga manusia berwibawa itu yang berbaju hitam, celana hitam, sepatu hitam. Banyak yang gagah tidak seperti hitam, banyak yang wibawa tidak seperti hitam, bahkan rambut dan kumis yang tampan adalah yang hitam. Gambar dan tulisan yang terang dan jelas juga yang hitam. Karena berwibawa, sehingga awet  serta terpakai setiap harinya, seperti yang dikatakan kupu ungu sebelumnya. Yang ungu itu soga-nya juga benar, namun hitam tidak kalah, yaitu dasarnya.
Perkutut nglajengaken wicantenipun : Dongeng iku surasane mangkene :
Burung perkutut melanjutkan pembicaraannya : Isi ceritanya, sebagai berikut :
Kang aran ala lan becik iku sajatine mung gumantung ana ing panganggeping ati. Apa kang lagi disenengi si ati, iku kang katon becik. Alane kalimput. Wong kang watak korupan, sadhengaha kang lagi disenengi dhene panyanane iku kang bagus dhewe.
Yang disebut baik dan buruk itu sesungguhnya hanya sebatas anggapan rasa hati. Apa pun yang sedang disenangi oleh hati, itu lah yang nampak benar. Sedangkan salahnya tertutupi. Manusia yang berwatak mudah menginginkan sesuatu, terhadap segala yang disenanginya, hal itu lah yang dianggapnya paling benar sendiri.
Ana paribasan, wong dhemen ora kurang pangalembana, wong gething ora kurang pamada. Sarehne wis kinodrat dening Pangeran, manungsa padha dhemen marang awake, mulane ora ana manungsa kang jeleh ngalem awake
ooOoo.
Ada sebuah ibarat, bahwa manusia yang sedang menyukai sesuatu, maka tidak  kekurangan dalam sanjungannya, sedangkan orang yang sedang benci  tidak kekurangan dalam mencelanya, manusia itu sangat mencintai dirinya sendiri, sehingga tidak ada manusia yang bosan menyanjung dirinya sendiri.
ooOoo

BAB. II
BAB. II
BATU MULIA MENGURAI SINAR WARNANYA
Ana sesotya putih, cahyane putih wenes maya-maya, jenenge sosotya manik maya, gumlethak cedhak lan palenggahanipun sang putri, calathu marang kupu-kupu, tembunge: he kupu, satemene ulesmu kabeh bagus, kang putih, kang abang, kang kuning, kang wungu, kang ijo, kang biru, apadene kang ireng, ora ana kang ora bagus, kuciwane mung ora mawa cahya, upama padha mawa cahya, iba bagusmu, awit katoning warna saka dening cahya, sanajan abanga, ijoa, birua, yen tanpa cahya iya cebleh. Sanajan putiha utawa abanga, yen mawa cahya dadi wenes. Mara waspadakna wujudku iki, ora liya mung putih, warna putih iku ora mbrengangang lan ora menger-menger, nanging rehne mawa cahya, dadi putihku wenes maya-maya, iya aku iki kang karan sesotya manik maya. Ora mung sesotya bae, sanajan manungsa bagus rupane, karengga ing busana, yen tanpa cahya, ora ana kekuwunge, lan ora nduwe prabawa, wekasan ora kineringan lan ora pinarcaya, dadi ora pinilala kanggo ing karya, jer ngegungake marang kebagusaning rupa kabungahaning ati, lan kamukten. Ora marsudi marang luhuring pramana. Sanajan manungsa ala rupane sarta kuru, manawa luhur budine, tumemen atine, kineringan lan pinilala, akeh wong wedi asih, jalaran katon ana ing cahyane kang wingit, lungit, ngengreng, yaiku soroting budine kang wening.
Ada permata putih, cahayanya putih bersinar terang, bernama permata Manik Maya, tergeletak dekat dengan tempat duduk sang Putri, berkata kepada kupu-kupu, katanya : “Wahai kupu, sesungguhnya semua warna kalian itu indah, yang putih, yang merah, yang kuning, yang ungu, yang hijau, yang biru, dan juga yang hitam, tidak ada satu pun yang tidak indah, kekukarangannya hanyalah tidak mengnadung cahaya, seandainya bisa bercahaya, betapa indahnya, sebab, warna itu bisa terlihat  karena kekuatan cahaya, walaupun merah, hijau, biru, jika tidak bersinar  itu hampa. Walau pun warna putih atau pun merah, jika bersinar maka menjadi indah. Coba perhatikan ujud diriku ini, tidak lain hanyalah putih, warna putih itu tidak berbinar dan tidak mencolok, namun karena mengandung cahaya, sehingga putihku indah bercahaya, itulah diriku yang disebut  Permata Manik Maya. Tidak hanya permata saja, walau pun manusia yang tampan rupawan, dihias busana, jika tidak ada cahayanya, tidak ada daya tariknya, dan tidak ada pancaran wibawanya, akhirnya pun tidak menjadi perhatian dan tidak dipercaya, sehingga tidak dipilih dan suatu jabatan, karena hanya mengandalkan ketampanan rupa  dan kebaikan hati; serta kebahagiaan hidupnya. Karena tidak berusaha mencari keluhuran Pramana. Walau pun manusia yang buruk rupa serta kurus badannya, jika luhur budi-nya, juru hati, akan menjadi pusat perhatian dan dihormati, sehingga banyak yang hormat dan mencintainya, karena terlihat dari pancaran wibawanya yang tinggi, mengagumkan, itu disebabkan cahaya budi dari dirinya yang bening.
Ing kono ana sesotya abang, uga cedhak lan palenggahan, arane sosotya geni maya, mamerake cahyane kang abang abra mara kata kaya geni mawa.
Ditempat itu ada batu mulia merah, di dekat tempat duduk, disebut juga batu mulia Geni Maya, mempertontonkan cahayanya yang merah menyala bagaikan bara api.
Ana maneh sesotya kuning, mamerake kaendahane, yaiku cahyane kang kuning sumunar, arane sosotya mirah delima.
Ada lagi batu mulia kuning, memperlihatkan keindahannya, yaitu cahaya kuning bersinar, yang bernama berlian Mirah Delima.
Ana maneh sesotya wungu, nuduhake cahyane kang wungu mengsem arane sesotya manik puspa raga.
Ada lagi batu mulia ungu, memperlihatkan cahaya ungu yanganik Puspa Raga
Ana maneh sesotya ijo, mamerake cahyane kang ijo ngenguwung, arane sesotya tinjo maya.
Adalagi batu mulia hijau, memperlihatkan cahayanya yang hijau berpendar, yang disebut berlian Tinjo Maya.
Ana maneh sesotya biru, mamerake cahyane kang biru muyek, arane sesotya manik nila pakaja.
Adalagi batu mulia biru, memperlihatkan cahayanya yang biru, disebut berlian Manik Nila Pakaja.
Ana maneh sesotya kang ireng, mamerake endahing cahyane kang ireng meles meleng-meleng, yaiku kang aran musthikaning bumi.
Adalagi batu mulia hitam, memperlihatkan ahaya hitam pekat, disebut Mustikaning Bumi.
Kabeh padha endah ing rupa, ora ana kang kuciwa, kongsi sakehing kupu padha kucem. Mungguh sababe luwih endah sosotyane katimbang kupune, awit kupu mung duwe warna thok, ora duwe cahya, balik sesotya duwe warna nganggo kasinungan cahya.
Kesemuanya indah cahayanya, dan tidak ada yang mengecewakan, sehingga menyebabkan semua kupu-kupu menjadi malu, yang disebab karena lebih indah berlian daripada kupu, sebab kupu hanya memiliki warna saja, tidak memiliki cahaya, sedangkan berlian memiliki warna dan mengandung cahaya.
Ki sanak, dongeng iku surasane mangkene :
Wahai saudara, cerita tersebut mengandung makna sebagai berikut :
Kuciwa banget manungsa yen mung ngudi marang kabungahan, kamelikan, pakareman, kanikmatan, kamukten, kawibawan, luhuring piyangkuh sapanunggalane. Ora nganggo nggayuh marang padhang utawa kaweningan, yaiku ulah budi.
Mengecewakan sekali jika manusia hanya mengejar kesenangan, hak milik, hobby, kenikmatan, kebahagiaan hidup, kewibawaan, keluhuran derajat dan lains ebagainya. Tidak mencari atas terang dan ketenangan jiwa, yaitu Menghidupkan Budi.
Warna putih, abang, kuning, wungu, ijo sapanunggalane iku dadi ibarat : rahsa, lire dadi ibarat wewatekaning manungsa, dene cahya ibarat padhanging budi.

ooOoo
Warna putih, merah, kuning, ungu, hijau dan sejenisnya itu semua sebagai ibarat : Rahsa, artinya menjadi ibarat perwatakan manusia, sedangkan cahaya sebagai ibarat terangnya Budi manusia.
ooOoo
Katrangane mangkene :
Cahya lan warna kang kasebut ing dongeng iki sajatine mung kanggo ngibaratake :
Penjelasannya demikian :
Cahaya dan warna yang diuraikan pada cerita di atas, sesungguhnya hanya sebagai ibarat saja.
cahya lan warna kagunganing dhat kang wujud, kang gumadhuh (kaparingake) ana ing manungsa.
Cahaya dan warna adalah milik Dzat Yang Maha Wujud, yang diberikan kepada manusia.
Wujude cahya iku : budi. Awit budhi iku wujud pepadhang kang sumorot saka gaib, madhangi (nyoroti) kabeh nyawa saka wiwitan nganti pungkasan.
Wujud Cahaya manusia itu adalah : Budi. Sebab budi itu berupa penerang yang memancar dari kegaiban. Menerangi semua Nyawa sejak awal sampai dengan akhirnya.
Dene wujuding warna, yaiku : rahsa (hawane karan : nafsu), awit rahsa iku dayane mahanani sifating cahya warna-warna : putih, abang, kuning, ijo lan sapanunggalane.
Sedangkan wujud warna, adalah : Rahsa (dayanya disebut : Nafsu), sebab rahsa itu daya pengaruhnya menyebabkan sifat dari cahaya yang bermacam-macam : Putih, Merah, Kuning, Hijau dan sebagainya.
Rahsa iku ya wujud nyawa. Hawane marakake manungsa asring duwe rasa : bungah, susah, dhemen, gething, jahil drengki, kumingsun, gumun, getun, wedi, uwas, sumelang, welas asih, loma lan sapanunggalane.
Ujud Rahsa adalah nyawa. Daya pengaruhnya menyebabkan manusia sering merasa : gembira, sedih, senang, benci, jahil, irihati, sombong, heran, kecewa, takut, khawatir, dan sebagainya.
Cekake marakake manungsa duwe wewatekan dhewe-dhewe, ala utawa becik (ing basa Jawa lumrahe mung karan : pangrasa utawa ati).
Singkatnya saja, menyebabkan tiap manusia memiliki watak sendiri-sendiri, baik atau buruk (Dalam Bahasa Jawa disebut Perasaan atau hati).
Hawaning rahsa kang sumebar jenenge nafsu, iku kena kaumpamakake kukus awit nafsu iku dayane metengi utawa gawe butheking cahya.
Pengaruh rahsa yang menyebar bernama nafsu, itu bisa diibaratkan asap, sebab nafsu itu daya pengaruhnya adalah menyebabkan kegelapan atau mengotori cahaya.
Sireping nafsu utawa rahsa : manawa mligi nglumpuk ana ing Rasa (Rasul) sipate ora putih, ora abang, ora ijo, lan sapanunggalane, lire : ora bungah, susah, kepengin, dhemen, gething, lara, lan sapiturute, mung : tentrem (terange maneh manawa wis maca ing mburi.
Padamnya  nafsu atau rahsa : Jika hanya berkumpul dalam rasa (Rasul) bersifat bukan putih, bukan merah, bukan hijau, dan sebagainya, artinya : bukan bahagia, bukan subukan keinginan, bukan sah, Hanya : Tenteram/Ketenangan (lebih jelasnya jika telah membaca bagian belakang.
BAB. III
BAB. III
BERLIAN MENGURAI CAHAYA
Peksi perkutut nglajengaken anggening ndongeng :
Burung Perkutut melanjutkan dalam bercerita :
Nalika samana ana barleyan, celathu marang sakehing sosotya : “Heh sakehing mirah, ing samnggko kowe wis padha sumurup yen moncoling rupa saka dayaning cahya, tegese : warna abang ijo tanpa gawe yen ora kanthi cahya, awit yen tanpa cahya kucem, Sanajan tanpa warna yen sinung cahya ora bisa kasilep, awit cahya iku sumorot, tumama ing pandulu. Tetela cahya iku nyawaning rupa. Tandhane si manikmaya, warnane mung putih, ewa dene rehne mawa cahya, padha diupaya ing manungsa sarta diajeni. Luwih-luwih si-Geniyara, mirah delima sapanunggalane, dhasar duwe warna nganggo kasinungan cahya.
Ketika itu ada berlian, yang berkata kepaa semua batu mulia : “wahai semua mirah, sekarang kalian sudah memahami bahwa terlihatnya rupa karena adanya cahaya, artinya :warna merah hijau itu tidak ada gunanya jika tidak ada cahaya, sebab jika tanpa cahaya maka tidak akan bersinar. Meskipun tanpa warna jika terkena cahaya tidak akan bisa hilang, sebab cahaya itu menyinarinya, sehingga akan bisa dilihat. Sudah nyata bahwa cahaya itu adalah nyawa dari rupa. Buktinya, si Manikmaya, hanya berwarna putih, oleh karena bersinar, sehingga banyak dicari oleh manusia serta dihargainya.Terlebih lagi si Geniyara, Mirah Delima dan sebagainya, karena memiliki warna dan bersinar.
Lah ing saiki kajaba saka kang rinembug iku mau, aku arep takon marang sakehing mirah padha timbangen. Pitakonku mangkene : pilih endi duwe warna kanthi cahya sedheng katimbang ora duwe warna, mung cahya thok, nanging cahyane ngungkuli sakehing kang duwe warna? Apa milih duwe warna kanthi cahya sedheng, apa milih tanpa warna nanging mawa cahya linuwih?
Dan sekarang selain yang sudah dibicarakan seperti tersebut itu tadi, saya akan bertanya kepada semua mirah untuk dipertimbangkan. Pertanyaanku seperti ini : Pilih yang mana, memiliki warna dan bercahaya sedang dibanding dengan tidak memiliki warna, dan hanya cahayasaja, akan tetapi cahayanya melebihi cahaya dari semua yang warna? Apa lebih memilih memiliki warna yang bersinar sedang, apa memilih tanpa warna namun memiliki cahaya tinggi?
Sakehing mirah durung ana kang bisa mangsuli. Barleyan celathu maneh, yen aku milih tanpa warna, sok uga kasinungan cahya linuwih. Mulane aku ora pati mikir marang warna, mung mburu cahya. Awit sanajan tanpa warna yen kasinungan cahya linuwih, cahya kang linuwih iku bisa mujudake warna kang manca warna dening beninge. Mara aku delengen, aku iki rak ora duwe warna kaya mirah, ora abang, ora kuning, ora ijo, ora biru, ora ireng, ora putih, nanging sarehne urubing cahyaku ngungkuli sakehing mirah, . sanadyan ta tanpa warna iya bisa abang, iya bisa kuning, bisa ijo sapiturute. Yen aku pinuju abang ora kalah karo geniyara, yen aku pinuju kuning ora kalah karo mirah delima, yen aku pinuju wungu, ora kalah karo pusparaga sabanjure ora kalah karo sakehing mirah. Dadi prasasat ngemot marang sawarnaning mirah. Apa sababe aku bisa mangkono sabab ora liya tanpa warna, pinunjul ing cahya.
Semua mirah tidak ada yang bisa menjawabnya. Kemudian berlian melanjutkan kata-katanya “Jika saya, memilih tidak berwarna, hal demikian kadang justru mengandung cahaya yang lebih. Sehingga saya tidak begitu memikirkan tentang warna, saya hanya mengejar cahaya. Sebab, walau tanpa warna, jika mengandung cahaya tinggi, Cahaya tinggi itu bisa membentuk warna dengan berbagai macam warna yang disebabkan karena kejernihannya. Lihat lah diriku ini, saya ini tidak mempunyai warna seperti halnya mirah, tidak merah, tidak kuning, bukan hijau, bukan biru, bukan hitam, tiak putih. Namun karena nyala cahayaku melebihi semua jenis mirah, walau pun tan warna , namun bisa menjadi merah, juga bisa menjadi kuning, bisa hijau, dan sebagainya. Jika saya sedang berwarna merah, tidak kalah dengan geniyara, jika sedang berwarna kuning, tidak kalah dengan mirah delima, Jika sedang berwarna ungu, tidak kalah dengan pusparaga, pun selanjutnya tidak akan kalah dibanding semua mirah. Sehingga, bagaikan memuat atas semua jenis mirah. Apakah sebabnya saya bsia seperti itu, hal itu disebab karena tak berwarna, namun unggul dalam cahaya.
Upama cahyaku linuwih nanging isih kanggonan warnam uga ora bisa mengku marang sakehing warna. Sanajan tanpa warna yen ora linuwih cahyaku iya ora bisa ngemot sakehing warna. Dadi katerangane rupa kang becik dhewe, yaiku : kang tanpa warna sarta pinunjul ing cahya. Awit iku kang urip sarta mengku marang sakehing warna.
Seandainya ketinggian sinarku, namun masih mengandung warna, hal itu juga tidak akan bisa mengandung semua warna. Walau pun tanpa warna, jika tidak tinggi cahayaku, juga tidak bisa memuat semua warna. Sehingga jelaslah, rupa yang paling indah adalah : Yang tidak berwarna namun tinggi cahayanya. Sebab hal itu adalah yang hidup dan yang mengandung semua warna.
Dongeng iku surasane mangkene :
Cerita yang tersebut di atas, mengandung maksud, sebagai berikut :
Manungsa iku bisane momot, durung cukup yen mung lepas ing budi lan elingan. Nanging kudu : ora duwe watak. Ora duwe watak, lire : ora ngukuhi marang wewatekan atine, kayata: dhemen marang iku, gething marang iki, dhemen marang bungah, ngresula yen susah, dhemen marang becik, gething marang ala. Ringkese : Duwe pakareman sajroning ati kang ora kena diowahi, sarta duwe gegethingan.
.
Agar manusia bisa memuat, tidak cukup hanya menggunakan budi dan kesaaran. Namun harus : Tidak memiliki watak. Tidak memiliki watak artinya : Tidak mengandalkan atas watak hatinya, seperti Suka terhadap yang itu, benci terhadap yang ini, suka terhadsap kesenangan, mengeluh jika susah, Suka pada keindahan, benci segala keburukan. Ringkasnya : Memiliki kesengan di dalam hati yang tidak bisa dirubah, serta mempunyai suatu yang dibencinya.
Cahya iku, ibarate : budi. Warna, ibarat : rahsa. Barleyan iku, ibarat : luwih padhang budine, nanging ora kumingsun, bisa ngeluk kekarepane, ora pilih kasih utawa bau kapine. Titikane wong kang mangkono : wingit cahyane. Ora galak ulat, cahya mung tajem, sarta sarwa prasaja
Cahaya itu, sebagai ibarat dari : BUDI, Warna, ibarat dari : RAHSA, Berlian itu ibarat : Sangat terang Budinya, namun tidak sombong diri, bisa mengendalikan keinginan, tidak pilih kasih atau memilih manfaatnya. Tandanya bagi orang yang sudah bsia demikian : Wibawa cahayanya, Sikapnya tidak terlihat jahat, cahayanya tajam, serta serba sederhana.
Manungsa kang mangkono, kena pinilih dadi tetuwa, bisa momot marang wateke wong kang beda-beda, dening ora duwe watak dhewe.
Manusia yang bersifat seperti, bisa dipilih menjadi yang di tuakan, bisa memahami atas perwatakan manusia yang berbeda-beda, karena sudah tidak memiliki watak sendiri.
Sosotya sanajan mencoronga kaya geni, yan isih duwe warna dhewe, ora bisa mengku marang sakabehing warna, marga cahyane kereh marang warnane, beda lan barleyan, cahyane kang ngereh marang warnane.
Permata, walaupun bercahaya bagaikan api, jika masih punya warna, tidak akan bisa mengandung semua warna, karena cahayanya dipaksa oleh warnanya. Berbeda dengan berlian, adalah cahayanya lah yang menguasai warna.
BAB. IV
BAB. IV KACA BENGGALA RAHASIANYA
Peksi perkutut nglajengaken Anggenipun  ndongeng :
Burung Perkutut melanjutkan kisahnya :
Sakehing mirah padha rumasa asor bareng katandhing lan barleyan. Luwih-luwih kupu. Wasana padha sayuk ing rembug, arep ngratu marang barleyan, awit barleyan kang pinunjul ing rupa.
Semua Mirah merasa kalah, ketika dibandingkan dengan berlian. Terlebih lagi semua kupu-kupu. Akhirnya sepakat, akan mengangkat Raja atas berlian, sebab belian lah yang paling unggul dalam rupa.
Barleyan bareng arep dijunjung dadi ratu paratela mangkene : olehmu padha arep njunjung ratu marang aku sabab aku pinunjul ing cahya sarta tanpa warna. Pinunjuling cahyaku ndadekake uriping rupaku. Ora duweku warna kang marakake ngemot sakehing warna. Iku dhasar bener, nanging aku ini sabenere durung sampurna, isih ana maneh wujud saliyane aku kang pinunjul ing cahyane ngungkuli aku, sarta enggone bisa ngemot marang warna sampurnane ngungkuli aku. Iku bae padha dijunjung dadi ratu, awit cahyane tikel ping sewu tinimbang cahyaku, yen mencorong padha karo srengenge, balik aku mung kelip-kelip. Dene enggone ngemot warna, cethane tikel sewu tinimbang aku, aku mung mengku warna nanging kang bakal dak kandhakake marang kowe, mengku warna dalah rupane pisan. Lire ora mung bisa abang ijo, uga bisa manca warna kaya kupu, kaya mirah, kaya barleyan, kaya watu, kaya jaran, kaya uwong, kaya srengenge, cekake bisa kaya sarupane kawujudan ing alam ndonya, dhasar bisa maujud kaya jagad gumelar katon bumi langit saisen-isene.
Ketika berlian akan diangkat sebagai raja, kemudan berkata : Atas kalian semua yang ingin mengangkat raja diriku, karena aku paling unggul cahayanya serta tanpa warna. Keunggulan cahayaku yang menghidupkan rupaku. Warna itu bukan milikku sehingga aku memuat semua warna. Hal  itu memang benar, namun diriku ini sebenarnya belum sempurna, masih ada lagi ujud selain diriku yang lebih unggul cahayanya melebihi diriku. Serta mampu bisa memuat segala warna dengan sempurna melebihi diriku. Itulah yang kalian angkat jadi raja, sebab cahayanya berlipat seribu dibanding cahayaku, jika memancar akan menyamai matahari, tetapi aku hanya berkelip saja. Sedangkan dalam memuat warna ternyata seribu kali dibanding aku. Aku hanya megandung warna, namun yang akan aku katakan kepada kalian adalah mengandung warna dan sekalian rupanya. Maksudnya, bukan hanya bisa berwarna merah, hijau, juga bisa bermacam warna bagaikan kupu, bagaikan mirah, bagaikan berlian, bagaikan batu, bagaikan kuda, bagaikan manusia, bagaikan matahari, singkatnya bisa menyerupai semua ujud yang ada di dunia ini, karena bisa berujud bagaikan dunia yang tergelar nampak bumi langit beserta segala isinya.
Yen wis kaya srengenge, babar pisan ora beda lan srengenge, kongsi ora ana manungsa kang bisa nembungake kapriye rupane kang sabenere. Kang mangkono mau jalarane iya mung rong prakara thok.
Jika sedang seperti matahari, sama sekali tidak berbeda dengan matahari, hingga tidak ada manusia yang bisa mengungkapkan seperti apa rupa yang sebenarnya. Yang seperti itu dikarenakan dua sebab saja.
Sepisan : saka bangeting pinunjuling cahyane.
PERTAMA : Disebab sangat tinggi cahayanya.
Pindho : saking ora duwe warna babar pisan.
KEDUA : Karena tidak memiliki warna sama sekali.
Apa kowe wis weruh jenenge wujud kang kaya mangkono mau ?
Apkah kalian sudah mengetahui ujud yang demikian itu ?
Yaiku kang aran : Kaca benggala gedhe.
Itulah yang disebut : KACA BENGGALA BESAR.
Sakehing sosotya lan kupu padha gawok. Sarta banjur kepengin sumurup kaya apa rupane kaca benggala.
Semua batu mulia dan kupu-kupu keheranan, serta ingin mengetahi seperti apa rupa dari KACA BENGGALA.
Ana watu kang kepengin bisa nembungake kapriye rupane kaca benggala, takon marang barleyan tembunge : wujude kaca benggala iku kaya apa. Apa pancen kaya sarupane kawujudan, apa beda karo sarupaning kawujudan. Yen ora padha lan ora beda karo sakehing kawujudan apa kena diarani bening kaya banyu?
Ada sebuah batu yang ingin digambarkan seperti apa rupa dari Kaca Benggala, kemudian bertanya kepada berlian : Wujud Kaca Benggala itu seperti apa. Apakah memang seperti rupa segala wujud yang ada, apakah berbeda dibanding dengan segala perwujudan. Jika tidak sama dan tidak berbeda seperti segala perwujudan, apakah bisa disebut jernih bagaikan air..?
Barleyan mangsuli, yen diaranana kaya sarupane kawujudan iya bener, nanging ora pratitis. Mula bener disebut mangkono awit kaca benggala iku pancen bisa kaya watu, bisa kaya kupu, bisa kaya barleyan lan sapirturute. Dene ora pratitise tembung mangkono, awit kena diarani beda uga karo sarupane kawujudan. Bedane mangkene : watu iku buthek, nanging kaca benggala ora buthek. Watu mrongkol sarta ala, nanging kaca benggala ora tahu diarani mrongkol sarta ala. Mirah dlima kuning sarta cilik, nanging kaca benggala ora kuning sarta ora cilik. Areng iku ireng, kaca benggala ora ireng. Cekake yen sakehing rurupan dibedakake karo kaca benggala, kabeh iya beda karo kaca benggala. Rehne mangkono, kaya-kaya kena disebut beda karo sarupane kawujudan. Ewa denen ora kena dikukumi mangkono, awit ing ngarep diarani : kaya sarupaning kawujudan. Kajaba yen disebut : bening, lah iku, bok menawa bener, parandene meksa ora pratitis, awit bening mono benere kaya banyu kang ana ing gelas. Banyu iya bener bening, nanging banyu iku bening suwung, beda lan beninge kaca benggala : bening kang mengku rurupan, sabab cahyane geguletan karo rasa, iya rasa iku kang tanpa warna, nanging ora suwung. Si cahya dadi cahyane rasa, si rasa dadi wadhahing cahaya.
Berlian menjawab, jika dikira seperti rupa segala yang wujud itu juga benar, namun belum tepat. Mengapa bisa dikatakan  demikian karena Kaca Benggala itu memang bisa bagaikan batu, bisa bagaikan kupu, bisa bagaikan berlian dan sebagainya. Sedangkan  jika dikatakan belum tepat, karena kalimat tersebut, karena berbeda dengan segala yang wujud. Perbedaannya adalah : Batu itu keruh, namun Kaca Benggala tidak keruh. Baju itu menonjol serta jelek, namun Kaca Benggala tidak pernah disebut menonjol dan jelek. Mirah Delima kuning serta kecil, namun Kaca Benggala itu tidak kuning dan tidak kecil. Arang itu hitam, Kaca Benggala itu tidak hitam. Singkatnya jika segala perwujudan dibedakan dengan Kaca Benggala, semuanya akan berbeda jika dibanding dengan Kaca Benggala. Oleh karena itu, bisa disebut berbeda dengan segala perwujudan. Namun pun tidak boleh diputuskan demikian, sebab di depan telah dijelaskan : Bagaikan wujud  segala perwujudan. Itu hanya bisa disebut dengan sebutan : BENING, jika disebut demikian barangkali baru benar. Namun demikian juga belum tepat, sebab bening itu lebih tepatnya untuk menyebut air di dalam gelas. Air itu memang bening, namun beingnya air itu bening yang kosong, jauh berbeda dengan kebeningan Kaca Benggala : Bening yang mengandung wujud, sebab cahayanya bercampur dengan Rahsa, rasa itulah yang tanpa warna, namun tidak kosong. Sang Cahaya menjadi Cahayanya Rasa, Sang Rasa menjadi tempat bagi Cahaya.
Mulane karanan tanpa warna tanpa rupa, awit upama digoleki warna rupane, sanajan diubresa, ora ketemu ketemu.
Sehingga disebut tanpa warna tanpa rupa, sebab seandainya dicari pun warna dan wujudnya, tidak akan bisa ditemukan.
Kang mangkono iku sok katembungake : suwung amengku ana. Utawa : ora ala ora bagus, nanging mengku ala lan bagus. Iya embuh jenenge rupa kang mangkono iku.
Yang demikian kadang disebut sebagai : Kosong namun ada. (Kosong tapi isi). Atau : Tidak buruk atau pun baik, namun mengandung kejelekan dan keindahan. Entah lah apa namanya wujud yang seperti itu.
Prayogane ayo padha dinyatakake.
Sakehing sosotya kupu apa dene watu, banjur padha mara menyang panggonane kaca benggala gedhe.
Sebaiknya, marilah kita buktikan :
Semua batu mulia, kupu dan juga batu, semuanya berumpul di tempat tinggal Kaca Benggala Besar.
Kang seba dhisik watu. Tembunge watu marang kaca benggala : he sang kaca benggala ageng, sowan kulo badhe ngratu ing tuwan, awit tuwan ingkang pinunjul ing warni sajagad. Nanging kalilana kulo ningali sarira tuwan rumiyin.
Yang pertama datang batu. Batu mengatakan kepada Keca Benggala Besar, kedatangan saya ingin mengangkat engkau menjadi raja karena engkau paling unggul dalam warna sedunia, namun ijinkanlah saya untuk melihat wajah dirimu terlebih dahulu.
Kaca benggala mangsuli : iya becik mreneya ndeleng rupaku. Rupaku kaya rupamu.
Keca Benggala Besar menjawab : Baiklah, datanglah ke sini, wujudku adalah seperti wujud dirimu.
Watu bareng teka ing ngarepe kaca benggala banget ngungune dene rupane kaca benggala jibles watu. Ora ana bedane sathithik-thithika karo watu, nuli pamit mundur.
Ketika batu sampai di hadapan Keca Benggala Besar, sangat terheran-heran, karena wujud Keca Benggala Besar persis sama dengan dirinya. Tidak perbedaannya sdikit pun dengan dirinya, kemudian batu pamit pulang.
Ora suwe kupu padha ndeleng rupane kaca benggala genti-genti. Kabeh padha ngungun awit rupane kaca benggala mung kaya kupu bae, mangkono uga sosotya, weruh rupane kaca benggala kaya sosotya. Watu lan areng ndeleng kaca benggala katone iya kaya watu lan areng.
Tidak lama kemudian kupu juga memandang wajah Keca Benggala Besar bergantian. Semua terheran-heran, sebab wajah Keca Benggala Besar hanya mirip seperti kupu saja, demikian juga batu mulia, melihat wajah Keca Benggala Besar juga sama seperti batu mulia. Ketika batu dan arang melihatnya juga sama seperti mereka.
Anuli kabeh padha bali ing panggonane maune.
Kemudian kesemua kembali ketempat semula.
Kupu-kupu padha rerasan mangkene : wartane kaca benggala iku pinunjul ing rupa, jebul nyatane mung kaya kupu bae, ora duwe cahya kaya mirah, isih becik mirahe. Luwih-luwih yen katandhing karo barleyan, bagus barleyane pisan-pisan, awit kaca benggala ora duwe cahya, ora bisa kelip-kelip.
Kupu saling mengatakan, seperti berikut : Menurut berita Keca Benggala Besar itu sangat indah rupa, ternyata hanya seperti kupu-kupu saja, tidak memiliki cahaya seperti mirah, bahkan lebih indah mirahnya. Apalagi jiga dibandingkan dengan berliyan, jauh lebih inndah berliannya, karena Keca Benggala Besar tidak memiliki cahaya, sehingga tidak bisa berkedip-kedip.
Watu lan areng calathu mangkene : kaca benggala rupane buthek lan ireng kaya rupaku. Sarehne rupaku elek mangka kaca benggala ceples kaya aku, dadi kaca benggala ya elek.
Batu dan arang berkata seperti berikut : Rupa Keca Benggala Besar keruh dan hitam seperti rupa ku, oleh karena wujudku jelek, akan tetapi Keca Benggala Besar persisi seperti aku, menurutku Keca Benggala Besar itu jelek.
Barleyan mituturi marang kupu, areng lan watu : kowe padha sumurupa ki sanak, kaca benggala iku sanadyan pinunjul ing rupa, ora gelem mamerake rupane, ora gelem nandhing awake karo awake liyan, kaya si kupu enggone ungkul-ungkulan, padha golek ketrangan dhewe-dhewe kanggon ngalem awake. Wus jamake, sadengah kang durung sampurna karepe padha papandhingan dhiri, nanging kang sampurna ora mangkono.
Kemudian berliyan memberi nasihat kepada Kupu, Batu, arang : Ketahuilah oleh kalian semua, bahwa Keca Benggala Besar walau pun sangat unggul rupa, namun tidak mau memamerkan wajahnya, tidak mau membandingkan dirinya dengan diri yang lain, seperti kupu ketika saling mengunggulkan diri, yang kesemuanya mengunggulkan dirinya sendiri dan membanggakan diri sendiri. Sudah biasa, bagi yang belum sempurna, maka saling membanding diri. Namun bagi sudah sempurna tidak akan melakukan hal demikian.
Si kupu putih mamerake putihe, kang abang nyandra abange, mirah ijo mamerake ijone, barleyan iya mamerake kelipe, dalasan watu iya pamer, yaiku mamerake eleke. Ala becik yen dipamerake, iya jeneng pamer. Iku kabeh jalaran durung sampurna ing rupa. Kang akeh emoh diarani ala, njaluk diarani becik, nanging kaca benggala ora njaluk diarani becik, lan uga ora duwe panjaluk diaranana ala kaya watu lan areng. Kaca benggala gelem diarani sakarepe kang ngarani. Gelem diarani ala kaya watu lan areng, nanging diarani kelip-kelip kaya barleyan iya ora nampik, malah yen ana perlune gelem diarani kaya srengenge. Nanging aja padha keliru tampa, mungguh geleme diarani ala, ora jalaran saka panjaluke utawa saka pangarep-arepe, sarta geleme diarani bagus ora jalaran saka pamere utawa doyan marang pangalembana. Dadi geleme mau jalaran saka legawa lan mengku marang sakehing rupa. Lah saiki watu lan areng padha sumurup dhewe, yen katone buthek kang ana ing kaca benggala iku ora jalaran saka buthekin kaa benggala, satemene saking bangeting beninge. Katone ireng kaya areng iya ora sabab saka irenge, malah saking beninge kang ora kinira-kira, kongsi areng lan watu ora duwe pangira. Pikiren ta upama butheka temah mung buthek thok-thok, ora bisa mengku rerupan.
Kupu putih memamerkan putihnya, yang merah membanggakan merahnya, mirah hijau pamer hijaunya, berliyan juga memamerkan kerlip cahayanya, demikina juga batu juga memamerkan, yang pamer kejelaknnya. Baik dan buruk jika dipamerkan, itu sama saja disebut pamer, Itu semua dikarenakan belum sempurna dalam hal rupa. Kebanyakan tidak akan mau disebut jelek, meminta disebut baik, namun Keca Benggala Besar tidak minta disebut baik dan juga tidak meminta disebut jelek seperti batu dan arang. Keca Benggala Besar bersida disebut apa seja tergantung yang menyebutnya. Mau disebut jelek seperti batu dan arang, namun disebut berkelip seperti berliyan tidak menolak, bahkan jika ada perlunya mau disebut seperti matahari. Namun jangan lah salah terima, mengapa mau disebut jelek, bukan dikarenakan permintaannya atau atas harapannya, dan juga bersedia disebut baik itu bukan karena pamer atau menginginkan pujian. Namun kesediannya karena ikhlas mengandung segala rupa. Dan sekarang batu serta arang telah melihat sendiri, nampak hitam wajah Keca Benggala Besar, itu dikarenakan sangat jernihnya. Terlihat hitam seperti arang bukan karena di itu hitam, itu disebabkan karena kejernihannya yang tidak terbayangkan, sehingga arang dan batu tidak bisa membayangkan. Silahkan dipikir, seandainya keruh maka akan keruh saja, tidak akan bisa memuat rupa.
Kupu, areng lan watu bareng ngrungu pratelaning barleyan padha rumangsa kejlomprong, wekasan percaya yen buthek kang katon ing kaca benggala iku butheke dhewe, dudu butheking kaca benggala, satemene malah saking beninging kaca benggala, awit kaca benggala uga bisa katon pating kerlip kaya barleyan, bisa ijo kaya tinjo maya.
Kupu, arang dan batu, setelah mendengar penjelasan berlian maka merasa atas kesahannya, sehingga percaya bahwa keruh yang terlihat di dalam Kaca Benggala Besar itu adalah keruhnya diri sendiri, bukan keruh dari Kaca Benggala Besar, sesungguhnya justru karena atas kejernihan Kaca Benggala Besar, sebab Kaca Benggala Besar bisa juga terlihat berkelip seperti berlian, bisa hijau seperti berlian hijau yang disebut juga Tinjo Maya.
Ki sanak dongeng iku dadi pralampita :
Kahananing kaca benggala iku ibarat wataking manungsa kang wis sampurna, yaiku manungsa kang wis ora korup marang dhiri (ora korup marang wujude kang mukmin). Manungsa kang mangkono : lali marang dhiri, tegese : ora pisan duwe niyat ngatonake dhiri, gedhene papandhingan dhiri. Ujub, riya, sumengah, takabur, bidngah, sapanunggalane wis ora duwe. Mungguh sababe mangkono mau awit budine keliwat padhange, sarta sirep napsune, kahananing dhiri ora rinasak-rasakake, ndadekake bisane amot marang sawarnaning wewatekan, wasana uripe mung ngangkah kaslametaning akeh, sarta tansah gawe kepenaking atine sapadha-padha.
Saudara, kesiah tersebut bisa sebagai ibarat :
Keadaan Kaca Benggala Besar itu sebagai ibarat watak manusia yang sudah sempurna, yaitu manusia yang sudah tidak terbawa oleh keinginan diri (tidak terpengaruh oleh wujud diri yang sempurna). Manusia yang seperti itu, telah lupa pada dirinya sendiri, artinya : Sama sekali tidak berniat mempertontonkan diri, atas kebesaran dirinya. Sombong, suka pamer, membanggakan diri, bid’ah dan sejenisnya, sudah hilang dari dirinya. Hal itu dikarenakan Budi dalam dirinya sudah sangat terang, serta telah padam hawa nafsunya, sehingga keadaan dirinya sudah tidak diperhatikannya, itu yang bisa menjadikan mampu memuat segala watak, yang pada akhirnya, hidupnya hanya mengharapkan keselamatan dunia, serta selalu bertindak menyenangkan hati sesamanya.
Wong kang mangkono suka rila diarani asor, ewadene ora nampik diarani luhur, sarta sukarilane ora dipamerake. Ora duwe pakareman sajroning atine, satemah ora ilon-ilonen, ora dhemen marang kang becik lan kang bener kanthi gething marang kang ala lan luput. Ora dhemen marang kang ala lan luput, kanthi gething marang kang becik lan bener.
Manusia yang seperti itu ikhlas jika disebut derajat rendah, namun juga tidak menolak jika disebut luhur, serta ikhlasnya tidak dipamerkan. Tidak memiliki rasa memihak dalam hati, sehingga tidak membela yang sana atau pun yang sini, tidak menyukai hal yang baik dan benar dengan jalan membenci kepada hal yang buruk dan salah. Atau pun tidak menyukai hak yang jahat dan salah dengan jalan membenci kepada yang baik dan benar.
Manungsa sanajan pinunjula, yen isih dhemen papandhingan dhiri, utawa duwe pakareman sajrone ati sarta duwe gegethingan, iya durung sampurna, cahyane isih kaereh ing nepsune, lire : isih teluk marang watake dhewe (rahsane).
Manusia itu walau pun sudah mulia, jika masih tinggi diri, atau mempunyai kebanggan dalam hatinya serta masih ada rasa benci, itu pun belum sempurna, karena cahaya dirinya masih terpengaruh napsu diri, maksudnya : masih dikuasai oleh wataknya sendiri (rahsa-nya sendiri).
Ana sawenehing manungsa ora njaluk diarani becik, nanging njaluk diarani ala, wong mangkono uga isih dumunung wong ngatonake becike watake, dadi isih korup marang dhiri, rehne mangkono, upama diarani becik, kang mesthi ngresula.

Ada juga manusia yang tidak meminta disebut baik, namun meminta disebut jahat, orang yang demikian itu juga masih mempertontonkan kebaikan wataknya, jadi masih terbawa keinginan diri, oleh karena seperti itu, seandainya dikira baik, tentulah akan mengeluh.
Ana manungsa gelem diarani sakarepe kang ngarani, diarani becik utawa ala gelem. Nanging geleme mau dipamerake. Wong mangkono uga durung resik, isih duwe panjaluk utawa pangarep kang bangsa pangalembana. Rehning mangkono, upama diarani : ora gelem, kang mesthi ngresula.
Ada juga manusia yang menerima saja disebut apa saja terserah yang menyebutnya, disebut baik atau jahat pun diterimanya. Namun masu disebut seperti itu di pamerkan. Manusia yang seperti itu juga belum bersih, karena masih memiliki keinginan atau harapan kepada sanjungan. Oleh karena hal itu, seandainya disebut : Tidak mengingkan, tentulah masih mengeluhkannya.
BAB. V
BAB. V
Peksi Perkutut nglajengaken dongengipun :
Burung Perkutut melanjutkan ceritanya :
Ing nalika samana ana blebekan wesi, wangune pesagi, warnane ireng, durung tau sumurup rupane kaca benggala, ngrungu ujare barleyan prakara kaca banggala ngemot sakehing rupa. Jalaran saka momote marang ala lan becik, banjur katetepake sampurna ing rupa. Bareng wesi blebekan ngrungu ujaring barleyan mangkono, pamikire wesi blebekan mangkene : Sok Mangkono kang aran rupa sampurna iku kang bisa ala lan bisa becik. Kaya kaca benggala anggone bisa buthek kaya watu lan ireng kaya areng, ora mung becik thok. Yen mangkono, sadhengah wujud kang bisane mung becik, ora bisa becik karo ala, iya durung sampurna becike. Kaya umpamane barleyan. Iya bener bisa kelip-kelip lan mawa cahya manca warna, nanging sarehne ora bisa ala kaya watu, lan ora bisa ireng kaya areng, iya durung sampurna kaya kaca benggala, jer kabisane mung saprakara, mung becik thok. Layake sanajan tumrap manungsa iya mangkono, sing sapa mung dhemen marang becik, nampik marang ala, ora bakal bisa sampurna, awit mung dhemen marang becike bae, mangka kang jeneng sampurna mangkono mengku  marang becik karo ala, dhasar anane becik marga ana ala. Sarehne padha prelune, dadi kudu diudi kabeh, cewet yen mung salah siji.
Ketika itu, ada lembaran besi berbentuk empat persegi panjang, berwarna hitam, dan belum pernah melihat wujud Kaca Benggala, mendengar keterangan berlian tentang Kaca benggala yang memuat segala rupa. Oleh karena memuat segala yang jelek dan baik, sehingga ditetapkan sebagai yang paling sempurna dalam rupa. Setelah lembaran besi mendengar apa yang disampaikan berlian yang seperti itu, muncullah pemikiran lembaran besi, sebagai berikut : Oleh karena yang disebut rupa yang sempurna adalah yang bisa jelek dan bisa baik. Seperti kaca benggala yang bisa keruh bagaikan batu dan hitam bagaikan arang, dan tidak hanyak baik saja. Jika demikian segala ujud yang hanya bisa baik saja, dan tidak bisa baik dan buruk, itu belum sempurna kebaikannya. Bagaikan berlian, memang benar bisa berkedip-kedip, dan memancarkan cahaya aneka rupa, namun karena tidak bisa menjadi jelek seperti batu, dan tidak bisa hitam seperti arang, juga belum disebut sempurna seperti kesempurnaan kaca benggala, karena yang bisa diperbuat hanya satu macam yaitu baik saja. Biasanya, walau bagi manusia juga demikian, barang siapa yang hanya menyukai yang baik saja, dan menolak keburukan, tidak akan bisa sempurna, karena hanya menyukai kebaikan saja, sedangkan yang disebut sempurna adalah  
Ah, saiki aku sumurup wewatone, kang aran sampurna iku pepak, ana becike lan ana alane. Sarehning aku diwenangake nggayuh kasampurnan, dadi aku kudu nggayuh bisaku ngemot ala lan becik, aja mung becik bae.
Ah, sekarang saya megerti artinya, yang disebut sempurna adalah lengkap, ada baiknya dan ada jeleknya. Oleh karena saya diperbolehkan mencari kesempurnaan, sehingga saya harus mencari agar bisa menguasai buruk dan baik, tidak hanya baiknya saja.
Enggonku arep nyampurnakake rupaku mangkene : Awakku sak perangan dak gosok kang gilap, sukur bisa kaya berleyan. Kang sak perangan dak gosok nganggo mirah, saperangane maneh dak gosok nganggo areng, iku kang minangka alane, aja kongsi becik thok. Saperangan maneh dak gosok nagnggo mirah, saperangane maneh dak gosok nganggo watu kambang supaya buthek, awit kang aran sampurna iku ora nampik marang buthek, beninga butheka arep. Mengko yen wis pepak enggonku golek wewarnan tumempel ing awakku, ora kena ora aku mesthi kaya kaca benggala.
Cara yang kulakukan untuk menyempurnakan ujudku, sebagai berikut : Sebagian badanku saya gosok hingga bercahaya, barangkali bisa seperti berlian. Sebagian lagi saya gosok menggunakan mirah, sebagian lagi saya gosok menggunakan arang, itu sebagai bagian dari jeleknya, karena jangan sampai hanya baiknya saja. Sebagian lagi saya gosok menggunakan batu apung agar menjadi keruh, sebab yang disebut sempurna itu tidak menolak yang keruh, yang bening dan yang keruh keduanya diterimanya. Nanti jika sudah lengkap apa yang ku lakukan dalam membuat rupa yang menempel di badanku, tidak bisa tidak, saya baru bisa mirip dengan Kaca Benggala.
Berleyan weruh yen wesi blebekan kupur, mulane dipituturi mangkene : O wesi blebekan, kowe nggayuh kasampurnan wis dadi wewenangnmu, mung dalane bae dibener aja kongsi kliru. Wruhanamu, sanadyan kasampurnan iku mengku ala lan becik, nanging dalan kang marang kasampurnan iku dudu becik diwori ala,  kudu becik thok. Tegese, aja pisan-pisan katrocoban ati ala. Dadi yen awakmu kok gosok murih mencorong, aja banjur kok gosok maneh karo areng, banjurna bae panggosokmu, sing tlaten, aja kemba-kemba, mung rupa sawiji kang kudu kok udi, yaiku : Gilap, ora susah ngudi marang abang, ijo, ireng, sapanunggalane. Lan Ora susah ngudi bisamu kaya watu, kupu, jaran lan liya-liyane.
Berlian mengetahui, bahwa lembaran besi sombong, sehingga diberi nasihat, sebagai berikut : Wahai lembaran besi, kamu ingin menggapai kesempurnaan itu hakmu, hanya saja  jalannya harus benar dan sampai salah. Ketahuilah, walau pun kesempurnaan itu menguasai yang buruk dan yang baik, akan tetapi jalan menuju kesempurnaan itu bukan kebaikan yang dicampur dengan keburukan, itu harus dengan kebaikan saja, janganlah kau gosok lagi menggunakan arang, teruskan saja menggosoknya dengan tekun, jangan ragu-ragu, hanya satuju wujud saja cita-citamu, yaitu : Mengkilap, tidak usah dicari yang merah, hijau, hitam, dan sejenisnya. Dan janganlah kau berusaha agar mirip seperti batu, kupu, kuda dan lain sebagainya.
Kang iku manawa lestari panggosokmu, mesthi awakmu saya banget gilape, sangsaya gilap sangsaya gilar-gilar, wasanane kena digawe ngilo, dene yen wis kaya pengilon, sarta irengmu wis ilang, tartamtu bisa kaya kupu, bisa kaya mirah, bisa kaya watu lan bisa mencorong kaya srengenge.
Jika itu kau lakukan dengan tekun dalam menggosoknya, pastiliha dirimu akan sangat mengkilap, semakin mengkilap semakin bercahaya, yang pada akhirnya akan bisa digunakan untuk bercermin, jika sudah seperti cermin, dan hitamnya telah hilang, tentulah akan bisa seperti kupu, bisa seperti mirah, bisa seperti batu, dan bisa bercahaya seperti matahari.
Mungguh bangeting mencorongmu, gumantung marang bangeting gilapmu, dene  bisamu mengku marang warna, gumantung sirnane watakmu kang ireng. Lan maneh, kowe aja keliru tampa, tembung mengku ala iku ora ateges duwe ala. Duwe ala mengkono ketempelan ala, nanging yeng mengku ala, ora ketempelan ala. Mengku ala, satemene kalis karo ala, kaya Kaca Benggala enggone kalis karo ireng.
Bahwa tingginya cahayamu, itu tergantung kepada mengkilapnya dirimu, sedangkan engkau bisa menguasai warna, itu tergantung terhapusnya watak dirimu yang hitam. Dan lagi, kau jangan salah terima, kata menguasai keburukan itu tidak berarti memiliki sifat buruk. Memiliki sifat buruk itu bersifat buruk. Menguasai keburukan itu sebenarnya tidak memiliki sifat buruk, bagaikan Kaca Benggala yang terpisah dengan hitam.
Donegeng iku dadi pasemon :
Kang bisa momot marang ala lan becik iku, sejatine mung wong kang sampurna, yaiku wong kang padhang sarta wis kalis karo ala. Yen durung sampurna utawa durung kalis karo ala, wis mesti ora bisa, gampang keplesede, mulane wajibe wong nggayuh kasampurnan mung kudu eling panggawe becik, ora kena nyleweng eling panggawe ala, aja dumeh ala becik kagunganing Pangeran. Sanajan kasampurnan iku mengku ala lan becik, nanging dalane mung becik thok-thok, ora kena diwori ala.
ooOOoo
Cerita tersebut, sebagai ibarat :
Yang bisa memuta kebaikan dan keburukan itu hanyalah manusia yang sempurna, adalah manusia yang terang serta telah berpisah dengan keburukan. Jika belum sempurna atau belum berpisah dengan keburukan, tentulah tidak akan bisa, dan mudah terpeleset. Sehingga yang wajib dilakukan oleh orang yang berusaha menggapai kesempurnaan harus hanya mengingat perbuatan baiksaja. Tidak boleh menyeleweng untuk mengingat perbuatan buruk, Walau pun baik dan buruk adalah milik Tuhan. Walau pun kasampurnan itu mengandung keburukan dan kebaikan, namun jalan menujunya hanya lewat kebaikan saja. Tidak bisa dicampur dengan perbuatan keburukan.
Peksi Derkuku manah-manah, wasana wicanten : Perkutut, sababe kupu luwih bagus ketimbang watu jalaran kupu duwe warna kang pinunjul ngluwihi watu, iku dhasar nyata. Jalaran saka iku aku nemu wewaton, yen kebagusaning rupa iku gumantung ing warna, sangsaya pinunjul warnane. Sangsaya bagus. Sangsaya kurang warnane, sangsaya ala. Sawise aku nemu wewaton mangkono, banjur mikir kang dadi sebabe mirah luwih bagus katimbang kupu. Sebabe yaiku : Mirah kasinungan cahya, balik kupu ora. Kang mangkono iku marakake aku oleh wewaton maneh : kabagusaning rupa iku ora mung gumantung ing warnane bae, uga gumantung ing cahya. Cekake : kebagusan iku gumantung ing rong prakara : Warna lan Cahya. Sarehne wis tetela wewatone yen kabagusaning rupa gumantung ing pinunjuling cahya lan endahing warna, lan sababe apa barleyan teka dadi luwih bagus tinimbang mirah, dupeh barleyan ora duwe warna. Wong ing ngarep wis katetepake yen kang marakake bagus iku cahya karo warna, teka barleyan dadi luwih bagus katimbang mirah dupeh barleyan tanpa warna iku kepriye ? Apa wewatone kang luput ?
Burung Derkuku lama berfikir, kemudian berkata : Perkutut, yang menyebabkan kupu lebih bagus dibanding batu karena kupu memiliki keunggulan warna melebihi batu. Hal itu memang benar. Dari hal itu, saya mendapatkan pedoman, bahka bagusnya rupa itu tergantung dari warna, semakin indah warnanya, Semakin bagus, Semakin berkurang warnanya, semakin buruk. Setelah saya menemukan pedoman demikian, kemudian saya berfikir, bahwa yang menyebabkan mirah lebih indah dibanding kupu. Sebabnya adalah : Mirah itu bersinar, sedangkan kupu tidak. Yang seperti itu yang menyebabkan saya mendapatkan pedoman lagi : Keindahan rupa itu tidak hanya bergantung kepada warna saja, tergantung juga karena sinarnya. Singkatnya : Keindahan itu tergantung atas dua hal : Warna dan sinar. Oleh karena sudah jelas bahwa keindahan rupa tergantung dari ketinggian sinarnya dan keindahan warnanya, dan mengapa berlian lebih bagus dibanding mirah, sedangkan berlian itu tidak memiliki warna. Sedangkan di depan sudah ditetapkan bahwa yang menyebabkan indah itu adalah sinar dan warna, tiba-tiba berlian lebih indah dibanding mirah, sedangkan berlian tanpa warna, hal itu bagaimana penjelasannya ? Apakah pedomannya yang salah ?
Wangsulaning perkutut : Ki sanak, wewatonmu netepake kebagusan gumantung ing cahya lan warna iku ora luput. Malah prakara kang nyebabake barleyan luwih bagus saka mirah iku netepake benere wewatonmu. Apa Ki sanak lali, mulane barleyan luwih bagus saka mirah, awit barleyan sugih warna, yaiku enggone bisa malih abang, kuning, ijo, biru, wungu sapiturute. Sarehen wewatone kebagusan gumantung ing cahya lan warna, mangka barleyan pinunjul ing cahyane lan akeh warnane, dadi ora kena ora baraleyan luwih bagus tinimbang mirah. Mungguh sababe cahya kang tanpa warna ketetepake bagus ngungkuli cahya kang mawa warna, awit kang bisa ngemot wewarnan kang beda-beda iku ora ana maneh kajaba mung cahya kang kothong (tanpa warna) yaiku ibarat manungsa kang atine kothong (tanpa nafsu), tegese : suci, rila, lega, legawa. Dayaning urip kang nguripi nafsu malih nguripi budi, budine dadi padang wening, katon cahyane wingit, singit, ngengreng. Mulane wong kang atine kothong katetepake luwih sampurna katimbang kang isi rahsa. Awit bebuden kang bisa amot wewatekan warna-warna iku, ora ana maneh kajaba mung bebuden kang kothong (resik). Wong mangkono iku uga bisa napsu kapenging, dhemen, welas, gething, sapanunggalane. Nanging ora marga saka watake (pangajaking rahsa) jalaran saka digawe ing kala mangsa yen ana perlune kang banget, kanggo piranti. Yen wis cukup perlune kasirnakake, kabeh miturut pituduh lan pakartine budi, jer kabeh kawengku lan kaereh ing budi, ora beda karo barleyan bisa abang, ijo, kuning lan biru, sarta bisa nyirnakake warnane, awit warnane kawengku lan kaereh ing cahyane. Iya barleyan iku ibarat manungsa kang wis bisa ngereh marang pancadriya, dening ora kalah karo pancandriya.
ooOOoo
Jawaban burung Perkutut : Wahai Saudara, pedomanmu bahwa yang menetapkan keindahan itu tergantung dari sinar dan warna itu tidak salah. Justru yang menyebabkan berlian lebih indah dibanding mirah, itu memperkuat kebenaran pedomanmu. Apakah engkau lupa, sehingga berlian lebih indah dibanding mirah, sebab berlian kaya warna, yaitu bisa berubah menjadi merah, kuning, hijau, biru, ungu dan sebagainya. Oleh karena pedoman indahan tergantung dari sinar dan warna, sedangkan berlian unggul sinarnya dan banyak warnanya, sehingga sudah tentu berlian itu lebih indah daripada mirah.
Yang menyebabkan cahaya yang tidak berwarna ditetapkan lebih indah dibandingkan dengan cahaya yang mengandung warna, sebab yang bisa mengeluarkan warna yang berbeda-beda itu, tidak lain hanya cahaya yang Kosong (tidak berwwarna, kosong tapi isi) hal iru sebagai ibarat bahwa manusia yang hatinya kosong (tanpa nafsu) artinya suci, rela hati, puas, ikhlas hati, maka daya hidupnya yang menghidupi nafsu akan berubah menjadi menghidupi Budi, sehingga budi pekertinya menjadi bening dan bercahaya, sehingga nampak cahayanya yang mengagumkan, berwibawa, cerah. Sehingga manusia yang hatinya telah kosong adalah lebih sempurna dibanding yang hatinya berisi Rahsa. Sebab Budi pekerti yang bisa memuat watak yang bermacam-macam, tidak lain adalah budi pekerti yang kosong (bersih). Manusia yang sudah di tingkat itu pun masih bisa marah, berkeinginan, menyenangi, mengasihi, membenci dan sebagainya. Namun bukan berasal dari wataknya (Ajakan rahsa) namun hanya pada waktu yang tepat saja jika memang ada keperluan yang mendesak hanya digunakan sebagai alat. Jika telah cukup keperluannya maka kemudian dihilangkannnya, dan tindakannya itu atas bimbingan dan ajakan Budi, karena sudah berada dalam kekuasaan budi, hal tiu tidak ada bedanya dengan berlian yang bisa bersinar merah, hijau, kuning, biru, dan bisa juga menghilangkan warnanya masuk ke dalam cahayanya. Berlian itulah sebagai ibarat manusia yang telah bisa menguasai Pancaindranya, bukan yang dikuasai oleh tuntutan ke lima indranya.
BAB. VI
BAB. VI
Wicantenipu Derkuku :
Iya, bener kowe. Rehne mangkono, tetela wujud kang sampurna baguse iya kang cahyane nelahi, nartani, banget beninge, sarta kang tanpa warna babar pisan. Manawa aku ngupaya wujud kang kaya mengkono, iya dhasar ora ana maneh kajaba mung Kaca Benggala Gedhe. Awit ambaning raene kang mawa cahya tikel pirang-pirang atus katimbang lan raene barleyan, kongsi bisa kaya srengenge, barliyan mung kaya lintang. Manawa aku ngupamakake ana barleyan kang gedhene sagajah kang raene rata , dak kira rupane banjur kaya kaca benggala, ora-orane bakal ngungkuli kaca benggala.
Burung Derkuku berkata :
Memang! Dirimu benar. Oleh karena demikian, terbukti wujud yang sempurna keindahannya adalah yang cahayanya terang, merata , sangat jernih, dan juga yang tidak berwarna sama sekali. Seandainya saya mencari wujud yang seperti itu, memang tidak ada lagi selan hanya Keca Benggala Besar. Sebab lebar permukaanya yang bercahaya berlipat beratus kali dibandingkan dengan permukaan berlian, sehingga mirip matahari, Berlian hanya seperti bintang saja. Seandainya boleh mengumpamakan ada sebuah berlian sebesar gajah yang rata permukaannya, menurut ku baru mirip dengan kaca benggala, bahkan mungkin bisa mengungguli kaca benggala.
Gilaping raene barleyan manawa ketandhing kaca benggala, isih gilap kaca benggala, awit gilaping kaca benggala wis katog, ora kena diundhaki maneh, tandha yektine bisa katon suwung babar pisan. Kang iku, perkutut, apa mulane dene ora ana manungsa kang ngarani kaca benggala luwih endah tinimbang sesotya? Ora ana manungsa kang nadhingi rupane kaca benggala lan wujud liyane, ora ana manungsa kang ngucapake cahyaning kaca benggala ngungkuli sesotya? Kabeh manungsa teka mung padha ngelem marang cahyaning emas, inten, barleyan, mutiara lan sapanunggalane, mangka kabeh iku durung paja-paja yen katandhingan lan cahyaning kaca benggala, apa maneh bab bisane mengku marang sakehing warna rupa. Ing alam ndonya tak duga ora ana wujud kang bisa mangkono liyane kaca benggala.
Mengkilatnya permukaan berlian jika dibandingkan dengan kaca benggala, msih mengkilat kaca benggala, sebab mengkatnya kaca benggala itu paling tinggi. Sehingga tidak bisa di ungguli lagi, tanda buktinya adalah terlihat kosong dan hampa. Hal yang demikian, wahai Burung Perkutut, apa yang menyebabkan tidak ana seorang manusisapun yang menyebut bahwa kaca benggala lebih indah dibanding dengan permata? Tidak ada manusia yang bisa menyamai rupa kaca benggala dan juga wujud yang lainnya, tidak ada manusia yang mengatakan cahaya dari kaca benggala melebihi permata? Semua manusia hanya menyanjung kepada cahaya Emas, intan, berlian, mutiara dan sebagainya, padahal semua itu sama sekali tidak sebanding  jika dibandingkan dengan cahaya kaca benggala, apalagi hal bisa mengandung suma warna dan rupa. Di alam dunia ini  menurut perkiraanku tidak ada wujud yang bisa seperti itu selain kaca benggala.
Wangsulanipun perkutut : Ki sanak, dhasar kang tak karepake satemene iya pitakonmu kang mangkono iku, ora liwat muga ndadekna panggraita lan pisurupmu : Pathokane kang aran sampurna iku ora njaluk tetandhingan, ora nuduhake ala beciking kahanan, nganti kang ora dhenger ngira yen suwung, sajatine si suwung kang mengku marang kahanane sakeh dhiri, iya kang mengku marang kang nganggep suwung. (Liripun : Gaib : suwung mengku sadaya kawontenan ingkang gumelar).
Jawaban dari burung Perkutut : Wahai saudara, memang yang saya inginkan sesungguhnya adalah pertanyaanmu yang seperti itu, semoga pertanyaanmu itu bisa membuka wawasan dan pemahamanmu : Pedoman untuk menyebut sesuatu yang sempurna adalah yang sudah tidak bisa dibandingkan lagi, sudah tidak menyebut baik dan buruknya keadaan, sehingga yang tidak memahaminya mengira itu hampa, sesungghnya yang hampa itu yang memuat segala keadaan dari semua diri, dan juga yang memuat yang menganggapnya hampa. (Artinya : Gaib : Kosong namun yang memuat segala yang ada).
Tetepe kaca benggala enggone ora mitongtonake endahing rupane lan beninging cahyane, kongsi areng lan watu padha pracaya yen rupane kaca benggala mung ireng kaya areng lan buthek kaya watu.
Itulah ketetapan Kaca benggala yang tidak mempertontonkan keindahan ujudnya dan kebeningan cahayanya, sehingga arang dan batu percaya bahwa rupa dari kaca benggala hanya hitam seperti arang dan keruh bagaikan batu.
Iku dadi pepindhaning kang wis sampurna, lali marang dhiri (ora korup marang wujude kang mumkin) aliya mung ngengkoki pribadi kang tunggal kang tanpa warna tanpa rupa, nanging sakehing warna lan rupa, iya sipate, iya kang ora arah, ora enggon, nanging jumeneng ing tengahing arah, sakehing enggon kaenggonan.
Itu sebagai contoh sebutan bagi kesempurnaan, yang telah lupa pada diri (Tidak terpengaruh ujud yang mumkin) aliyas hanya berpedoman pada pribadi yang Maha Tunggal yang tanpa warna tanpa rupa, namun memuat segala warna dan rupa, yang memuat segala sifat, yang tidak berarah, yang tidak bertempat, akan tetapi berdiri di pusat arah, dan di pusat segala tempat.
Manungsa kang sampurna ora ngatonake kaananing dhirine, katandhing lan kaananing dhiri liyane. Kahananing sakehing dhiri kabeh, rinasa sipating pribadine. Rehne ala lan beciking dhirine pinendhem, dadi mung ngatonake kahananing dhiri liya, kaanggep padha lan dhirine, kabeh rinasa sipate pribadi. Enggone nyurupi kahananing sawiji-wiji mau bener sarta ora kanthi rahsa. Apa tegese bener, yaiku : Tetep karo nyatane. Apa tegese ora kanthi rahsa, yaiku : Ora dhemen ora gething marang ala becik, bener luput.
ooOOoo
Manusia yang telah berada di tingkat paling sempurna, tidak akan memperlihatkan kadaan dirinya, dibanding dengan diri yang lain. Keadaan semua diri, dirasa sebagai sifat pribadinya. Oleh karena baik buruk dirinya tilah dipendam, sehingga hanya memperlihatkan diri yang lain, dianggap sama dengan dirinya, semua dirasa sebagai sifat pribadinya. Dalam memandang dan menilai segala sesuatu pastilah benar dan tidak menggunakan rahsa. Apa yang disebut benar, yaitu : Tetap sebagamana kenyataannya. Apa arti tidak mempergunakan rahsa, yaitu : Tidak menyukai tidak membenci terhadap yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
Katrangan :
Gumelaring alam saisine kabeh, iku sajatine dudu kahanan jati, mung ayang-ayangane bae. Dene sababe Kahanan Jati katon ayang-ayangane, awit kagungan pangilon, wujude yaiku : PRAMANA, kang gumadhuh manungsa.

Keterangan :
Alam beserta isinya itu, sesungguhnya bukan Yang nyata adanya, hanya bayang-bayang saja. Sedangkan yang menjadi penyebab adanya bayangan dari Yang nyata adanya karena adanya Cermin, yang bernama : PRAMANA, yang dipinjamkan oleh Tuhan kepada manusia.
Mula pramana kaumpamakake pangilon (Miratul Khaja-i = Kaca Wirangi), awit kadadeyan CAHYA dan RASA kang gunane kanggo nonton sipating kahanan jati (goroh temening ayang-ayangan gumantung ing pengilon).
Sebab dari Pramana diumpamakan sebagai cermin (Miratul Khaja-i = Kaca Wirangi), karena berasal dari Cahaya dan Rasa yang berguna untuk menonton sifat dari Yang nyata adanya ( Tipuan dan kenyataan dari bayang-bayang adalah tergantung dari cermin).
Manawa cahya iku mligi ora kaworan kukus, sipating kahanan jati katon cetha. Manawa kukus katon bureng, remeng-remeng utawa peteng.
Jika cahayanya terang yang tidak tercampur asap, maka sifat Yang nyata adanya terlihat jelas. Dan jika terhalang asap yang tebal, maka akan terlihat samar bahkan gelap.
Cahya kang kaworan cahya abang, kuning, ijo lan sapanunggalane durung kena kanggo nonton sipat kang sejati, marga isih goroh.
Cahaya yang tercampur cahaya merah, kuning, hijau dan sebagainya belum bisa digunakan untuk meihat Yang Nayat Adanya, karena masih menipu.
Tuladhane cahya kaworan warna (budi kalimput ing rahsa), umpamane wong ngalem sarta nacad, sanajan cocog karo nyatane, meksa durung kena kaaranan : Sabenere, marga kalimput ing dhemen utawa ewa (wong ngalem legine gula, beda karo ngarani legine gula).
Contoh dari cahaya yang tercampur warna ( Budi tertutup oleh rahsa) seumpama seseorang menyanjung atau mencela, walau benar adanya, tetap belum bisa disebut : Yang sebenarnya, karena masih terhalang  suka dan benci (memuji manisnya gula, beda dengan menyebut rasa manisnya gula).
Kabeh kang jenengn ngalem, lumrahe ora karan sabenere, awit padhanging budi kalimput ing sulaking rahsa.
Semua yang disebut menyanjung, sesungguhnya belum yang sebenarnya, karena terangnya budi tertipu silaunya rahsa.
Mangkono uga wong pratela utawa ngrasakake kang ala utawa luput, sanajan cocog karo nyatane, manawa kalimput ing ati ewa utawa gething, durung kena sabenere, awit isih jeneng : Nacad.
Demikian juga orang yang berkata atau merasakan yang buruk atau salah, walau pun sesuai dengan kenyataannya, bila terdorong rasa hati suka atau benci, itu bukan yang sebenarnya, karena masih memiliki nama : Mencela.
Sulaking rahsa kang gumadhuh ing manugsa, uga katon, yaiku : kang diarani ulat (pasemon). Terange prakara iki kababar ing mburi.
ooOOoo
Terlihatnya rahsa yang sedang dipergunakan oleh manusisa, itu terlihat, yaitu : Yang disebut sikap. Untuk lebih jelasnya masalah ini akan diuraikan di belakang.
BAB. VII
BAB. VII
Peksi derkuku wicanten dhateng perkutut makaten :
Pitakonku patang bab wangsulana kang tetela, supaya gamblang sesurupanku.

Burung Derkuku berkata kepada Burung Perkutut, sebagai berikut :
Saya akan bertanya empat hal, jawablah dengan jelas, agar terang pemahamanku.
1. Mulane barang kang mawa cahya lan warna kok upama kekake manungsa, sebab manungsa kasinungan cahya lan warna, kagungane Dat Kang Sejati, iku aku tuduhana, endi wujude kang aran cahya, endi wujude kang jeneng warna?
1. Jelaskanlah bahwa sesuatu yang mengandung sinar dan warna engkau umpakan sebagai sifat manusia, karena manusia memuat sinar dan warna milik Dzat Yang Sejati, hal itu tunjukan padaku, mana wujud yang disebut sinar, mana wujud yang disebut warna?
2. Kang kok upamakake cahya iku budi, kang kok upamakake warna yaiku : rahsa. Iku aku tuduhna, kang aran budi iku kang endi, kang aran rahsa iku endi?
2. Yang kau umpamakan sebagai sinar kau sebut Budi, yang kau umpamakan warna yaitu : Rahsa. Hal itu aku tunjukanlah. Yang disebut budi itu yang mana, dan yang disebut rahsa itu yang mana?
3. Kepriye manungsa bisane padhang cahyane sarta sirna kukuse? Kepriye patrape nyirnakake kukus apa dene warna abang, ireng, sapanunggalane?
3. Bagaimana caranya agar manusia bis terang cahayanya, serta hilang asapnya? Bagaimana caranya menghilangkan asap dan juga warna merah, hitam, dan sebagainya ?
4. Kang aran Pramana kang kok upamakake kaca iku endi wujude, lan kang ngilo endi wujude?
4. Yang disebut Pramana yang kau gambarkan cermin itu yang mana wujudnya, dan yang bercermin itu yang mana wujudnya?
Peksi perkutut mratelakake makaten :
Burung Perkutut menjelaskan, sebagai berikut :
1. BAB RAHSA
1. BAB RAHSA
Ki sanak, mripating manungsa kang isih kasar ora weruh marang wujuding rahsa, nanging manungsa saben dina tansah ngrasakake dayane, lire mangkene :
Wahai saudara, mata manusia yang masih kasar tidak akan bisa melihat wujud dari rahsa, namun setiap harinya manusia itu merasakan daya kekuatannya, artinya sebagai berikut :
Manungsa iku sok krasa : Panas, adhem, lara, kepenak, perih, keju, jeleh, risi, pegel, ewuh, ngeres, seneb, kaku lega, kaget, sapanunggalane. Iku kabeh dayaning rahsa.
Manusia itu kadang merasa : Pansa, dingin, sakit, nikmat, pedih, pegal, bosan, risih dan lain sebagainya, itu adalah daya dari Rahsa.
Panas iku ana warna loro, panasing badan wadhag lan panasing ati. (Panase badan tambane disiram banyu, nanging panasing ati tambane dudu disiram banyu).
Rasa panas itu ada dua, panasnya badan dan panasnya hati (Panas badan bisa diobati dengan disiram air, namun panasnya hati obatnya bukan disiram air).
Ati luwih alus saka badan. Kaya-kaya badan wadhag lan ati iku awor dadi siji, nunggal sakenggon, nanging satemene seje alame, seje jamane. Mangkono uga : Adhem, lara, kepenak, perih, keju, jeleh, risi, pegel, ewuh, ngeres, seneb, kaku, lega, kaget lan sapiturute. Siji lan sijine ana kang tumrap badan ana kang tumrap ati.
Hati lebih halus dibanding badan. Seolah-olah badan atau raga itu menyatu menjadi satu, menjadi satu, namun sesungguhnya beda alam, beda jaman. Demikian juga : Dingin, sakit, nikmat, pedih, bosan, capek dan sebagainya. Masing-masing jenis ada yang untuk badan ada yang untuk hati.
Uga ana rasa ati kang ora nunggal jeneng lan rasa badan, kayata : Bungah, susah, dhemen, gumun, getun, ngungun, isin, sengsem, jiji, jinja, gugup, wedi, gila, sumelang, moyar, giris, sedhih, ngenes, dengki, kumingsun, , epeh, murka, welas, melik, kepencut, serik, murina, masgul, cuwa, gela, bingar, bombong, seneng, keranta, trenyuh, lan sapanunggalane, iku kabeh mung tumrap ati. Mungguh tuwuh lan kresane saka jeroning dhadha. (Coba rasakna ki sanak).
Ada juga rasa hati yang tidak sama namanya dengan rasa badan, seperti : Senang, susah, suka, heran, menyesal, terheran-heran, malu, kasmaran, gugup, takut, kawatir dan sebagainya, itu semua hanya untuk hati. Tumbuh dan terasa berasal dari dalam dada (Coba kau rasakan saudaraku).
Kang tumrap badan dalah kang tumrap ati mau murih ringkese karepku mung tak arani : Rahsa bae.
Yang untuk badan dan yang untuk hati sebagaimana tersebut di atas agar lebih ringkas, menurut pendapatku, hanya saya sebut : Rahsa saja.
Rahsa iku sejatine wujud geter (obah-obahan) terkadang uga bisa meneng ( ngumpul mligi). Manawa mligi utawa meneng, mulih pulih marang rasa. Rasa iku kang tansah meneng, yaiku wadahing Rahsa, yen rasa meneng, balik rahsa kedher utawa sumebar,. Semono uga saben rahsa mesthi wis kanthi rasa. Dadi rasa kena kaumpamakake badane, rahsa minangka tangane. Rasa upama deleg, Rahsa minangka pang-pange (Deleg dalah pang-pange kagarba jeneng : wit. Deleg ora tau obah, mung kerep diarani obah, kagawa saka obahe pang-pange manawa katerak angin. Kayata, tembung : peteng budine, ala atine, iku sejatine kang peteng angen-angene, kang ala napsune, (salah kaprah, Awit benere : Budi ora nate peteng, ati ora tau ala).
Rahsa itu sebenarnya berupa getaran (gerakan) kadang juga bisa diam (bersatu – menjadi satu). Jika bersatu atau diam, akan kembali kepada RASA. RASA itu selalu diam, sebagai tempat RAHSA, Jika Rasa diam maka Rahsa bergetar atau menyebar. Demikian juga setiat RAHSA pasti beserta RASA. Sehingga RASA bisa diumpamakan sebagai badan, sedangkan RAHSA sebagai tangannya. Rasa diumpamakan BATANG, RAHSA diumpamakan sebagai cabang-cabangnya (Batang dan cabangnya menjadi satu nama : POHON, Batang tidak pernah bergerak, hanya sering dikira bergerak, karena terbawa oleh gerak dari cabangnya ketika tertiup angin. Contoh, kata : Gelap budinya, jahat hatinya, itu sebenarnya yang gelap adalah angan-angannya, yang jahat adalah nafsunya ( salah namun telah menjadi biasa; Seharunya : Budi tidak pernah gelap, hati tidak pernah jahat).
2. BAB BUDI
2. BAB BUDI
Budi iku wujud pepadhang kang madhangi engetaning manungsa, tegese : Soroting Budi nyoroti rohing manungsa, banjur mujudake pepaddhang tundhan, dumunung ing angen-angen (pikir). Padhanging pikir kena kaumpamakake padhanging rembulan, padhanging budi kang minangka srengenge (Cahyaning rembulan satemene iku cahyane srengenge).
Budi itu penerang yang menerangi daya ingat amnusia, artinya : Cahaya Budi menyinari ruh manusia, selanjutnya menjadi penerang bertingkat, berada di angan-angan (pikir). Terangnya pikiran bisa diumpamakan terangnya rembulan, terangnya budi sebagai mataharinya ( Cahaya bulan sesungguhnya adalah cahaya matahari).
Mripating manungsa ora weruh marang wujuding budi, nanging manungsa ngrasakake dayane, yaiku : Padhange.
Mata manusia tidak bisa melihat wujud dari Budi, namun manusia merasakan dayanya, yaitu : Terangnya.
Ewa dene wong kang waspada uga weruh marang sorote budi kang dumunung ing wong liyane, yaiku : Kang katon gumilang tanpa wayangan, kang mratandhani wong mau terang budine.
Sedangkan yang sudah di tingkat waskita akan bisa melihat cahaya budi yang berada di orang lain, yaitu : Yang terlihat menyala tanpa bayangan, sebagai tanda bahwa seseorang memiliki budi yang terang.
Wong kang wening budine, sarta anteng (lerem rahsane) yen di pramanakake kaya barleyan, wong kang padhang budine nanging isih kandel rahsane, katon kaya mirah. Wong kang peteng engetane sarta kandel napsune, cahyane kucem, mung katon warnane bae, iku kang dak ibaratake elaring kupu.
Manusia yang terang budinya, serta tenang (rahsanya telah mengendap) jika diperhatikan bagaikan berlian, manusia yang terang budinya namun masih tebal rahsa-nya, terlihat bagaikan mirah. Manusia yang gelap pikirannya serta tebal nafsunya, cahayanya buram, hanya terlihat warnanya saja. Itu yang saya ibaratakan sebagai sayap kupu.
Dene bedane rahsa karo budi iku yen rahsa kanggo ngrasakake enak lan ora enak (nandhang lan ngrasakake nikmat), nanging yen budi mung eling, waskita, pranawa, mangerti. Budi ora melu bungah susah, dhemen gething sapanunggalane. Mung tuduh marang bener.
ooOOoo
Sedangkan perbedaan rahsa dan budi adalah  Rahsa itu untuk merasakan enak dan tidak enak (mengalami dan merasakan nikmat), namun budi itu hanya INGAT, Waskita, Pranawa, mengerti. Budi tidak ikut baagisa, sedih, senang, benci, dan sebagainya. Hanya menunjukan kebenaran.
BAB. VIII
BAB. VIII
Sakendeling wicantenipun perkutut, derkuku manah-manah, nanging semunipun dereng patos nampi dhateng ingkang kaginem ing perkutut. Perkutut boten kasamaran, pramila lajeng apratela malih kados ing ngandhap punika.
Setelah burung perkutut selesai bicara, burung Derkuku berpikir-pikir, namun sebenarnya belum begitu bisa menerima apa yang telah disampaikan oleh burung Perkutut. Burung Perkutut memahaminya, sehingga kemudian berkata lagi, seperti uraian berikut :
Ki sanak, kabeh wong padha bisa ngrasakake bedaning angen-angen lan rahsa, mung abe ora bisa mratelakake, kepriye bedane. Uga ora sumurup yen dheweke iku satemene bisa ngrasakake. Aja sing wong tuwa, sanajan bocah kang bodho banget uga bisa ngrasakake bedane.
Wahai Saudara, semua orang bsia merasakan perbedaan angan-anagan dan Rahsa, hanya saja tidak bisa menyatakan, bagaimana bedanya. Juga tidak mengerti bahwa dirinya itu sesungguhnya bisa merasakan. Jangankan orang tua, walau anak kecil yang sangat bodoh pun bisa merasakan bedanya.
Pramila mboten saged mratelakake sarta mboten sumerep bilih piyambakipun saged ngraosaken, awit pirantos ingkang kangge mratelakaken sarta kangge sumerep punika : Angen-angen (pikir), dene angen-angen punika mboten padhang.
Pramila lare ingkang bodho sanget, saged ngraosaken bedanipun awit sadaya manungsa, bodho pintera, sami kadunungan raos, raos punika sakalangkung alus.
Penyebab tidak bisa menjlaskan dan tidak bisa mengetahui bahwa dirinya bisa merasakan, sebab alat untuk menyatakan serta untuk mengetahui itu adalah : Angan-anagn (Pikiran), sedangkan angan-angan itu tidak terang.
Makanya, anak yang sangat bodoh, bisa merasakan perbedaannya karena semua manusia baik yang bodoh atau yang pintar, semua ketempatan rasa, rasa itu sangatlah halus.
Wong mbedakake budi karo rahsa iku padhane wong mbedakake cahya karo warna. Ki sanak mesthi bisa mbedakake : Cahya karo warna. Rak iya ta ? Kang jeneng cahya iku pepadhang (cahya srengenge, tegese : Padhange srengenge). Bali kag jeneng warna dudu pepadhang. Warna iku kang dipadhangi cahya. Lire mangkene, kang aran abang ijo, kuning sapanunggalane iku bisane katon yen abang, iji, kuning yen dipadhangi dening cahya. (Yen ora ana cahya rak ora ana katon ijo, abang, sanajan ta ana warnane). Mangkono uga cahya, ora bisa abang, ijo utawa kuning yen ora kanthi warna. (Yen ora ana warna rak ora ana abang, ijo sanajan ana cahya). Barang loro wis dadi siji guguletan, ora kena dipisah. Nanging sanajan ora kena dipisah, Ki sanak rak ya sumurup dhewe yen cahya iku dudu warna, warna dudu cahya, ora kena dipadhakake, malah bedane luwih dening gedhe.
Untuk membedakan Budi dan Rahsa itu bagaikan membedakan Sinar dan warna. Saudaraku, tentulah bisa membedakan : Sinar dan warna. Iya kan..?? Yangdisebut sinar itu penerang (Cahaya matahari, artinya : terangnya matahari). Kembali yang beranama warna bukan penerang. Warna adalah yang diterangi sinar. Artinya seperti ini, yang bernama merah, hijau, kuning dan sebagainya itu bisa terlihat bila merah, hijau, kuning itu jika disanari cahaya. (Jika tidak ada cahaya tentulah tidak terlihat hijau, merah, walaupun ada warnanya).
Demikian juga sinar, tidak bisa merah, hijau, atau kuning jika tidak didampingi warna. (Jika tidak ada warna kan, tidak ada merah, hijau, walau pun ada sinar). Dua yang telah menjadi satu menyatu, tidak bisa dipisah. Namun walau pun tidak bisa dipisah, Kamu kan tau sendiri, bahwa sinar itu bukan warna, dan warna itu bukan sinar, keduanya tidak bisa disamakan, justru perbedaannya sangatlah besar.
Bab bedhaning cahya karo warna apa dene bab ora kenane dipisah, iku jibles bab bedane budi karo rahsa. Uga bab ora kenane dipisah. (Mulane bedaning budi karo rahsa nyamleng padha karo bedaning cahya lan warna, awit budi iku iya pepadhang, pepadhanging urip). Rahsa iku warna (Warana)-ning urip.
Tentang perbedaan sinar dan warna, dan juga tentang tidak bisa dipisahkannya, itu sama persis dengan pebedaannya Budan dengan Rahsa. Juga tentang tidak bisa dipisahnya. (Sehingga perbedaan budi dan Rahsa sama persis dengan perbedaan Sinar dan warna, sebab budi itu penerang, penerang hidup). Rahsa itu warna (Warana)-nya hidup.
Wijange mangkene : Budi iku kang dadi tukang eling, tukang sumurup marang bener lan luput, tukang madhangi sakehing nyawa, tanpa warna, mung padhang wening ora kira-kira.
Rinciannya begini : Budi itu Yang ingat, Yang Paham terhadap kebenaran dan kesalahan, Yang menerangi seluruh nyawa, tanpa warna, hanya terang, yang kebeningannya tidak terkira.
Dene kang aran Rahsa iku tukang ngrasakake enak lan kapenak sarta nandhang susah utawa ora kepenak.
Sedangkan yang bernama RAHSA itu Yang merasakan enak dan nikmat serta yang merasakan susah atau tidak enak.
Manungsa bisane sumurup marang kang aran bungah susah sapanunggalane sabab kadunungan budi, (yen ora ana budi rak ora sumurup apa-apa sanajan ana rahsa). Dene kang disumurupi : rasa bungah susah, dhemen gething, lara kepenak, sapanunggalane, iku dayaning rahsa (yen ora ana rahsa rak ora bungah susah, lara kepenak sapanunggalane, sanajan ana-a budi). Nyawa rong warna wis dadi siji geguletan, ora kena dipisah. Ananging sanajan ora kena dipisah meksa kena disilah-silahake, ora kena yen budi dipadhakake karo rahsa. Bedane luwih dening gedhe.
OoOOoo
Manusia bisanya mengerti yang bernama Senang susah dan sebagainya karena memiliki Budi, (jika tidak ada budi tidak akan mengerti apa-apa, walau pun ada rahsa). Sedangkan yang dipahami : Rasa senang susah, menyukai, benci, sakit, nikmat dan sebagainya, itu daya dari rahsa (Jika tidak ada rahsa tidak akan senang susah, sakit nyaman dan sebagainya, walau pun ada Budi). Nyawa dua jenis telah menjadi satu bercampur, tidak bisa dipisah. Namun walau tidak bisa dipisah masih bisa di rinci, tidak tepat jika budi disamakan dengan rahsa. Perbedaannya sangatlah besar).
ooOoo
Peksi Derkuku taksih ewed. Ing batos dereng saged ndumuk ingkang pundi ingkan nama rahsa, pramila peksi perkutut lajeng wicanten malih makaten : Tak pratelakake sapisan engkas kang alon, Ki Sanak, rasakena kang sareh.
Burung Derkuku masih kebingungan. Dalam batinnya belum bisa mengerti yang mana yang bernama Rahsa, sehingga burung Perkutut kemudian menjelaskan lagi, sebagai berikut : Saya terangkan sekali lagi dengan pelan, Saudaraku, rasakanlah dengan tenang.
Upama wong lungguh, nuli kelingan sawijining prakara. Jalaran saka kelingan iku mau, atine banjur krasa bungah utawa susah. Sanajan jalaraning bungah utawa susah saka enggone kelingan, nanging piranti kang dienggo bungah utawa susah iku dudu piranti kang kanggo kelingan. Ki sanak, awit kang dienggo kelingan jenenge Budi, kang dienggo bungah utawa susah jenenge rahsa. Budi lan Rahsa padha urip dhewe-dhewe (Uga padha duwe alam dhewe-dhewe). Tandha yektine yen budi lan rahsa padha urip dhewe-dhewe, awit ana uga uwong kelingan kang ora bungah, ana wong kang kelingan banjur susah. Ana kelingan marakake kepengin. Ana kelingan marakake karanta, ana kelingan kang marakake nepsu. Ana kelingan marakake ngeres lan sapanunggalane. Ana maneh, kelingan kang ora marakake apa-apa.
Seumpama orang duduk, kemudian teringat sesuatu perkara. Karena disebabkan teringat itu tadi, hatinya kemudian merasa senang atau susah. Walau pun penyebab senang atau susah berasal dari ingatan, namun alat yang dipergunakan untuk senang atau susah itu bukan alat yang digunakan untuk mengingat. Saudaraku, sebab yang digunakan untuk mengingat bernama BUDI, Yang dipergunakan untuk senang atau susah bernama RAHSA. Budi dan rahsa saling hidup sendiri-sendiri (Juga memiliki alam sendiri-sendiri). Sebagai buktinya, bahwa budi dan rahsa hidup sendiri-sendiri, sebab ada juga manusia yang teringat sesuatu itu tidak senang, ada juga orang ketika teringat sesuatu kemudian susah. Ada yang dari ngatan menimbulkan keinginan. Ada dari ingatan menyebabkan merana, ada dari ingatan yang menyebabkan marah. Ada yang dari ingatan meyebabkan sedih dan sebagainya. Ada lagi, dari ingatan yang tidak menyebabkan apa-apa.
Sawenehing wong yen sumurup sawijining wujud banjur thukul rasane : Dhemen, melik, kepengin, pegel, nepsu, gela lan sapanunggalane. Ananging ana uga wong liyane sumurup wujud kang dideleng wong kang dhisik mau ora marakake apa-apa, awit atine wis akeh sirepe, ora getapan utawa gimiran.
Ada juga seseorang ketika melihat sesuatu kemudian timbul rasa : Senang, ingin memiliki, ingin, pegal, marah, kecewa dan sebagainya. Namun ada juga orang lain yang melihat sesuatu yang sama yang dilihat oleh orang pertama tidak menyebabkan rasa apa-apa, sebab hatinya tenah tenang, tidak mudah terpengaruh keinginan dan rasa ingin memiliki.
Mbok manawa ki sanak saiki banjur bisa nggrahita dhewe yen manungsa iku bisane nyilah-nyilahake budi lan rahsa, sarana katandhing-tandhing, ora mung digoleki, kang endi kang dienggo eling lan kang endi kang dienggo bungah susah. Yen mangkono patrape, temahane kaya wong arep misah cahya lan warna kang wis awor dadi siji. Umpamane : Ana geni murub kang cahyane ijo, arep dipisah-pisah kang endi cahyane, kang endi warnane, apa bisa? Bisane mbedakake cahya lan warna mesthi kudu nandhing cahya ijo karo cahya kang ora ijo, kayata : ketandhing lan cahya abang, nuli katandhing maneh lan cahya kuning, nuli katandhing maneh karo cahya biru, sapiturute, kongsi bisa sumurup terang marang kang aran warna. Sawuse terang marang prakara warna, banjur cahya kang kanthi warna mau ketandhingake karo cahya kang ora kanthi warna. Kayata cahya abang utawa ijo ketandhing karo cahyaning srengenge, cahyaning jumerut lan mirah katanding lan barleyan. Yen wis mangkono, la iku lagi bisa terang marang bedaning cahya lan warna. Sawuse mangkono nuli cahya padhang katandhing karo cahya kang ora padhang, kayata : srengenge katandhing karo rembulan, banjur katandhing maneh kero pepeteng.
Barangkali sekarang engkau bisa membayangkan sendiri bahwa manusia itu untuk bisa membedakan budi dan rahsa, dengan jalan membanding-bandingkan, tidak hanya dicari, yang mana yang untuk mengingat dan yang mana yang digunakan senang susah. Jika dengan sikap seperti itu, sama saja seperti orang yang ingin memisah sinar dan warna yang telah bercampur menjadi satu. Umpamanya : Ada nyala api yang hijau cahayanya, akan dipisah yang mana sinarnya, yang mana warnanaya, apakah bisa? Untuk bisa membedakan sinar dan warna tentulah dengan jalan membandingkan sinar hijau dengan sinar yang bukan hijau, contohnya : dibandingkan dengan sinar merah, kemudian dibandingkan lagi dengan sinar kuning, kemudian dibandingkan lagi sinar biru, dan seterusnya, sampai berhasil bisa mengetahui dengan jelas tentang yang bernama warna. Setelah paham warna, kemudian sinar yang berwarna tersebut dibandingkan dengan sinar yang tidak memiliki warna. Seperti, sinar merah atau hijau dibandingkan dengan sinar matahari, sinar jamrut dan mirah dibandingkan dengan dengan berlian. Jika telah demikian, itulah baru bisa jelas perbedaan antara sinar dan warna. Setelah begitu kemudian sinar terang dibandingkan dengan sinar yang tidak terang, seperti : matahari dibandingkan dengan bulan, kemudian dibandingkan lagi dengan kegelapan.
Ki sanak, wong ngudi marang alusing rasa iku saranane mung kudu telaten neniteni lan nadhing-nandhing rasa, ora mung mikir lan nakokae endi kang aran anu, endi kang aran anu, kang patrape nganggep kaya barang kang pipisahan. Yen ora neniteni serta lumuh nandhing-nandhing, tertamtu tansah peteng. Lan manehe kang prelu ngrasakake, dudu mikir. Yen rasa dipikir, malah sangsaya oleh pepeteng. Marga ora karasa dening kelimput getering pikir. Marga saka iku wekasku : manawa Ki sanak ngudi marang kaalusan, samangsa arep mbedakake lan nggagapi rasa, aja pisan-pisan kok pikir kaya patrape wong mikir babagan pikiran, awit sangsaya kok pikir sangsaya buntu sangsaya peteng. Malah wong kang engetane lagi peteng utawa bingung murih ilang pepeteng lan bingunge, sarana iya ngleremake rahsa, ngrindhikake obahing angen-angen, apa dene nyarehake lakuning napas. Mungguh bisane nglakoni mangkono ki sanak yen wong iku ngulinakake sareh ing napas kanthi pangastuti marang kang paring urip (Mintir saha ajeg panembahipun).
ooOOoo
Saudaraku, dalam berusaha memahami kehalusan rasa, itu dengan jalan harus dengan tekun dan rajin mengingat-ingat dan membanding-bandingkan rasa, tidak hanya berpikir  dan bertanya mana yag disebut  sesuatu, mana yang bernama sesuatu, yang bersiskap menganggap sebagai suatu benda  yang terpisah. Jika tidak rajin memperhatikan serta malas membanding-bandingkan, tentulah selalu dalam kegelapan. Dan juga yang terpenting adalah merasakan bukan berpikir. Jika rasa itu dipikir, justru semakin mendapatkan kegelapan. Sebab tidak merasa telah tertipu oleh getaran pikiran. Oleh sebab itu pesanku : Jika engkau mencari tentang kehalusan, ketika ahendak membedakan dan mendalami rasa, janganlah sekali-kali  kau pikir seperti sikap orang berpikir tentang pikiran, sebab semakin dipikir semakin buntu dan semakin gelap. Justri bagi  orang yang sedang gelap pikirannya atau sedang bingung, agar hilang gelap dan kebingungannya, dengan jalan menenangkan rahsa-nya, mengendalikan kerak angan-angannya, dan juga mengatur jalan pernapasannya. Untuk bisa melakukan hal demikian , wahai saudaraku, jika orang itu membiasakan mengatur pernapasannya dengan dilandasi selalu ingat kepada Sang Pemberi Hidup (rutin serta tetap dalam menyembahnya).
ooOoo
BAB. IX
BAB. IX
Peksi Derkuku wiwit saged nampi sawatawis ginemipun perkutut, sarta lajeng kendel anggenipun manah-manah, awit ngretos manawi prakawis raos dipun manah, sangsaya sanget anggenipun manah, sangsaya mboten saged pinanggih.
Burung Derkuku barulah bsia menerima sedikit penjelasan burung Perkutut, sehingga kemudian berhenti dalam memikirkannya, karena telah mengerti bahwa perkara Rasa jika dipikir, semakin dipikir, semakin tidak bisa ketemu.
Nunten perkutut wicanten datheng Derkuku : Pitakonmu kang kaping telu, bisane manungsa padhang budine lan sirna kukuse, saka panemuku mangkene :
Kemudian Burung Perkutut berkata kepada Burung Derkuku : Pertanyaanmu yang ketiga, agar manusia bisa terang budinya dan hilang asapnya, menurut pendapatku, begini :
SEPISAN : Tansah ngarah-ngaraha aja kongsi rahsa banget sumebare utawa kegedhen urube. Lire, yen bungah aja banget-banget, yen susah aja banget-banget. Yen dhemen marang sabarang prakara aja banget-banget, yen gething menyang sabarang prakara iya aja banget-banget. Mangkono uga yen getun, sengsem, kepengin, gugup, wedi, sumelang, murina, masgul, cuwa, adreng, keranta-ranta, sapanunggalane kabeh kang aran obahing rahsa, kudu kaarah-arah aja kongsi banget.
PERTAMA : Selalu mengendalikan jangan sampai rahsa itu menyebar atau terlalu besar nyalanya. Artinya, jika sedang senang jangan keterlaluan, jika sedang susah pun janganberlebihan. Jika menyukai sesuatu perkara janganlah berlebihan, dan jika membenci sesuatu juga janganlah berlebihan. Demikian juga jika menyesal, tergiur, menginginkan, terperanjat, takut, kawatir, kecewa, sangat ingin, merana dan sebagainya, semua yang bernama getaran rahsa, harus diusahakan jangan sampai berlebihan.
Manawa wis kulina bisa ngarah-arah mangkono, banjur sudanen maneh urube, yaiku yen bungah, susah, dhemen, gething sapanunggalane, ngemungna sawetara bae, sabisa-bisa ngaraha madyane. Manawa wis bisa akeh sirepe, mesthi budi dadi padhang dening ora kalimput ing kukus lan warna. Mungguh bisane nglakoni mangkono saranane rong prakara : 1. Pakarti, 2. Pangastuti. Cekake, wong iku aja bosen-bosen ngupaya marang pakarti, lan nggeguru patrape wong mangastuti.
Jika sudah terbiasa bersikap yang demikian, kemudian kurangilah nyalanya, yaitu jika senang, susah, cinta, benci dan sebagainya, hanyalah sekedarnya saja, lebih baiknya setengahnya saja. Jika telah bisa dan banyak padamnya, pastilah budi menjadi terang, oleh karena tidak tertutup asap dan warna. Untuk bisa melakukan hal itu dengan dua cara : 1. Perbuatan, 2. Pengabdian, singkatnya, manusia itu janganlah bosan berupaya dalam perbuatan, dan berguru cara sikap mengabdi kepada Tuhan.
KAPINDO : Telaten sarta lestari ngudi marang ugering dumadi, yen wis oleh wewatone banjur diturut. Sabarang kang linakonan aja kongsi nyimpang saka pituduhing budi, tegese : aja nyimpang saka ing bener, sarta aja tambuh, kudu katimbang kelawan beninging budi. Dene, beninging budi tinemu kalane rahsa panuju lerem, angen-angen panuju anteng. Manawa rahsa akeh lereme, sarta angen-angen akeh antenge, budi akeh beninge.
KEDUA :  Tekun serta terus menerus mencari pedoman hidup, jika telah mendapat pegangan, patuhilah. Segala yang dilakukan jangan sampai menyimpang petunjuk Budi, maksudnya : Jangan menyimpang dari kebenaran, dan jangan bandel, harus dipertimbangkan dengan kebeningan budi. Sedangkan beningnya budi bisa ditemukan ketika rahsa sedang tenang, angan-angan sedang tenang. Jika rahsa banyak tenangnya, serta angan-angan telah diam, maka budi akan menjadi bening.
KAPING TELU : Mangasturi marang kang paring urip, iku patrape kudu digurokake marang manungsa kang wis yakin barang rasaning kawruh (ora dinumeh wong pinter, wong micara, utawa wong baud). Kawuningana Ki Sanak, ana abon-abone panembah kang kanggo saben dina, ora kena kok pikir dhewe, kudu kok gurokake. Panembah kang tanpa pedhot iku dadi panggosoking jiwa, murih saya lawas saya ilang bolote, yaku : Kang tak umpamakake nggosok wesi blebekan. 1). Sangsaya ilang bolote sangsaya gilar-gilar. Dayaning pangastuti nggolongake angen-angen sarta ngumpulake rahsa mulih marang : Rasa. Manungsa kang tulus ing pangastuti tartamtu saya lawas saya bening, marga saya anteng angen-angene, saya mligi rasane.
KETIGA : mengabdi kepada yang memberi hidup, itu harus dengan cara berguru kepada manusia yang telah yakin terhadap rasanya ilmu ( jangan hanya karena pinter, banyak bicara, atau oran gahli). Ketahuilah saudaraku, bahwa pedoman tatanan menyembah yang dijalankan setiap hari, itu tidak boleh kau pikir sendiri, harus kau gurukan. Ibadah yang tidak pernah terputus itu jadi penggosok jiwa, agar semakin lama semakin hilang kotorannya, yatu : Yang saya umpamakan memoles lembaran besi. 1) Semakin hilang kotorannya  semakin mengkilat. Kekuatan pengabdian menyatukan angan-angan serta mengumpulkan rahsa kembali kepada : RASA. Manusia yang ikhlas beribadah tentulah semakin lama semakin jernih, dikarenakan semakin tenang angan-angannya, semakin menyatu rasa-nya.
KANG KAPING PAPAT : Ing kala mangsa yen pinuju sepi, kayata : ing tengah wengi utawa bangun esuk, ngetrapake panunggal, mbeningake angen-angen, sarta nyirep sakabehing napsu, sarana ngirih-irih, (murih meneng karepe dhewe), nyawijikake lakuning angin sarana sareh, iku arane semadi. Kareping semadi ora liya ngendheg lakuning angen-angen (pikir), rahsa apa dene napsu, kaangkah ngumpul mligi ana ing Budi lan Rasa, kagendheng ing tekad, kacancang ing napas. Manawa budi wis ora kalingan ing obahing angen-angen, sarta rasa wis ora kalimput kedhering rasa, mung kari padhanging budi kang reraketan lan rasa, iku arane Pramana. Tegese : tetela weruh ing kaalusan. Kahananing manungsa kang mangkono kaanggep pangilon kang bening, kagunganing kahanan jati. Ayang-ayangane : Gumelar ing alam. Bisane mangkono yen saben dina rasa akeh sirepe, angen-angene akeh menenge, apa dene tresna marang kang paring urip, lahir tumekaning batin. Manawa ing nalika awan akeh sumebare, mangka bengi nglakoni semadi, mesthi peteng, gampang goyange, utawa keturone.
ooOOoo
KEEMPAT : Ketika di waktu sepi, seperti : waktu tengah malam, atau bangun pagi, menjalankan penyatuan, menjernihkan angan-angan, serta memadamkan semua nafsu, dengan jalan mengendalikan (Agar berhenti dengan sendirinya), menyatukan jalannya pernapasan dengan sabar, itu yang bernama Samadi – Tafkur. Tujuan samadi tidak lain mencegat jalannya angan-angan (pikir), rahsa dan juga nafsu, usahkanlah untuk dikumpulkan menjadi satu di Budi dan Rasa, Tariklah dalam tekad, ikatlah di pernapasan. Jika budi sudah tidak terhalang oleh getaran angan-angan, serta rasa telah menguasai getaran rahsa, hanya tinggal terangnya budi yang akrab dengan rasa, itu yang disebut PRAMANA. Artinya : Terbukti paham pada kehalusan.
Keadaan manusia yang sudah demikian dianggap sebagai cermin yang jernih, milik dari Yang Nyata Adanya. Bayangannya : Tersebar di alam. Agar bisa demikian, jika tiap hari rasa telah banyak padamnya, angan-angan banyak diamnya, dan juga mencintai kepada Yang Memberi Hidup, dari lahirnya sampai dengan kedalaman batin. Jika diwaktu siang, terlalu banyak gangguan dan menyebar, sedangkan pada malam hari untuk menjalankan samadi, pastilah gelap, dan mudah goyah, atau ketiduran.
ooOoo
BAB. X
BAB. X
Peksi perkutut nglajengaken wicantenipun : Ki sanak, mbaleni dalaning ngudi marang kaalusan iku kang prelu, tlaten niten-niteni lan nandhing-nandhing rasa. Kayata : ngrasakake bedaning rahsa lan rasa, bedaning prentul kang kamomoran, karu prentul kang murni, (katitenan kang titi, karasakake kang emat), bedane pikir lan gagasan, bedane pikir karo budi sapanunggalane.
Burung Perkutut menalnjutkan keterangannya : Saudaraku, mengulang jalan pencarian tentang kehalusan itu yang penting, tekun menganalisa dan membanding-bandingkan rasa, contohnya : merasakan perbedaan rahsa dan rasa, perbedaan tunjolan yang tercampur dan tonjolan yang murni ( diteliti dengan teliti, dirasakan hingga mendalam), perbedaan pikiran dan ide, perbedaan pikir dan budi dan sebagainya.
Mungguh kang kudu dititeni lan katandhing-tandhing mau kang baku : kahananing batine dhewe, uga ngepek tuladan batining liyan, kang katon cahya lan warnane ana ing lair, iku minangka tuladha. Sawise bisa niteni lan nandhing-nandhing rasa, nuli niteni kang dadi sababing tuwuh lan sababing sirep, wasana bisa meper thukuing kang ala, dene wis niteni marang lageyane lan sumurup marang wewadine, sarta banjur bisa nggatyuh rasa kang mulya sangsaya mingis, pikire uga sangsaya pratitis. Wong kang mangkono iku, bisa rumeksa marang uripe, dening bisa ngereh marang karepe, bisa milih kang becik, patitis enggone ngupaya marang bener lan ngarah kang slamet.
Untuk yang harus diperhatikan, dan dibanding-bandignkan itu semua, yang terpenting : Yaitu kondisi batinnya sendiri, juga mengambil tauladan batin orang lain, yang terlihat sinar dan warnanya dalam tata kelahiran, itu sebagai contoh. Setelah berhasil memperhatikan yang menjadi penyebab dan yang menyebabkan padam, akhirnya bisa mengendalikan tumbuhnya yang jahat, karena telah rajin memperhatikan kebiasaannya dan telah paham rahasianya, sehingga bisa berhasil menguasai rasa yang mulia semakin tajam, daya pikirnya juga semakin peka. Manusia yang demikian itu, akan bisa merawat hidupnya, karena telah bisa mengendalikan keinginannya, bisa memilih yang baik, tepat dalam mencari yang benar dan menuju pada keselamatan.
Mungguh yektine kareping manungsa iku ana kang thukul saka dayaning napsu kang ala, ana kang thukul saka napsu kang becik, ana kang thukul saka rasa. Kajaba iku ana kang manut pitudhuhing budi, ana kang manut angen-angen kang lagi peteng, ketarik dayaning roh peteng (roh kewani), ana maneh panggawe kang tumindhak saka dayaning roh thok-thok (ninggal angen-angen). Iku kabeh kudu dirasakake, sarta katitenan. Angen-angen dadi ratuning pancandriya, iku kang kuwajiban mbedakake ala lan becik, bener lan luput.
Karena sesungguhnya keinginan manusisa itu ada yang tumbuh dari kekuatan nafsu yang jahat, ada yang tumbuh dari kekuatan nafsu yang baik, ada yang tumbuh dari rasa. Selain itu ada yang mengikuti petunjuk budi, ada yang mengikuti petunjuk angan-angan yang sedang gelap, terseret daya kekuatan ruh kegelapan ( Ruh hewani), ada lagi perbuatan yang dikarenakan pengaruh dari kekuatan ruh saja (Meninggalkan angan-angan). Itu semua harus dirasakan, serta harus diteliti. Angan-angan itu sebagai raja dari Lima Indra, itu yang bertugas membedakan baik buruk benar salah.
Karep kang becik iku pangajaking napsu mutmainah, samono uga kabeh napsu ora kabageyan sumurup marang bener, awit, bener iku dadi bageyaning budi, mulane angen-angen kudu awas marang pituduhing budi, rehning budi iku tukang nuduhake bener. Karep kang becik sarta kanthi wewaton kang bener mau iya durung mesthi rahayu utawa perlu linakonan, dadi kudu awas marang sasmitaning rasa, akarana rasa iku tukang nuntun marang slamet lan widada, tansah ngrasa marang kang perlu linakonan, tansah tuduh marang wajib lan wewengkone.
Keingina yang baik itu ajakan nafsu mutmainah, demikian juga semua nafsu tidak diberi kemampuan memahami kebenaran, sebab, kebenaran itu menjadi tugasnya budi, untuk itu angan-angan harus cerdas atas petunjuk budi, karena budi itu bertugas sebagai penunjuk kebenaran. Keinginan yang baik serta berdasar pada kebenaran itu juga belum tentu baik atau tidak harus dijalankan, maka dari itu harus hati-hati atas sasmita rasa, karena pekerjaan rasa itu menuntun kepada keselamatan dan keberhasilan, selalu merasa yang harus dijalankan. Selalu memberi petunjuk kepada yang wajib dan wilayahnya.
Sing sapa bisa nggoleki napsu mutmainah, budi lan rasa, kang dumunung ing garbane, Insya Allah apa kang linakonan akeh becike, kerep benere, cepak rahayune.
Siapa pun yang bisa menemukan nafsu mutmainah, budi dan rasa, yang ada di dirinya, Insya Allah, apapun yang dilakukan akan banyak baiknya, banyak benarnya, tersedia keselamatannya.
Empane wong neniteni lan ngrasakake thukuling napsu kang becik, sasmitaning rasa apa dene petuduhing budi, iku kudu sarana gegosokan, karo kanca kang nunggal pangudi, tuntun tinuntun, sarta gendeng ginendeng.
Cara seseorang menelaah dan merasakan tumbuhnya nafsu yang baik, bisikan rasa dan juga petunjuk budi, itu dengan jalan saling menggosok antar sahabat yang satu dalam pencarian, saling menuntun, serta saling bergandengan.
Kawuningana, manungsa iku bisane nandhing-nandhing lan ngrasakake, dalane ora liya panuntun lan pratikel saka ing liyan. Mangkene pranatane : Upama wong sawetara padha lelungguhan ing panggonan kang sepi lan kepenak, atine ing sawatara wis padha resik, banjur ngupaya kahenengan, satemah dayane tarik-tinarik, tulung-tinulung. Manawa ana kang oleh pletik saka ing gaib (thukul saka : rasa), katularake ing kancane, nuli padha diamedi, dikenyami nganggo rasane ing wektu iku. Pranatan kang mangkono manawa ajeg utawa pinter ora sethithik paedahe, wasana lawas-lawas oleh sesotyakencana.
ooOOoo
Ketahuilah, Manusia untuk bisa membanding-bandingkan dan mersakan, sebagai jalannya adalah dituntun dan saran dari orang lain. Seperti ini aturannya : Seumpama adan orang yang duduk bersama di tempat yang sepi dan nyaman, dan hatinya ketika itu sudah bersih semua, kemudian berupaya untuk ketenangan, maka saling tarik menarik dayanya, saling tolong menolong. Jika ada yang mendapatkan tanda dari Yang Gaib (Tumbuh dari : Rasa), ditularkan kepada temannya, kemudian bersama-sama dihayati, di kaji menggunakan rasa di kala itu. Perbuatan yang demikian jika rutin dijalankan, tidak sedikit manfaatnya, yang akhirnya lama kelamaan akan mendapatkan Mustika pencerahan.
ooOoo
BAB. XI
BAB. XI
Peksi Derkuku kendel ing sawatawis, wasana taken malih makaten : Perkutur, isih ana saprakara kang durung patiya terang pamikirku, yaiku bab bedane kang kok umpamakake barleyan karo kaca benggala. Terange mangkene : Warnaning kawujudan dadi ibarat rahsaning manungsa, cahyaning kawujudan dadi ibarat budi, iku aku wis rada bisa ngrasakake, banjure : rerupan kang kaduk warna kurang cahya dadi pepindhaning rahsa kang pepadhange mung sawatara. Rerupan kang warna lan cahyane padha kaduke, dadi pepindhan padhanging budi kang isih kereh marang rahsa. Rerupan kang kadung cahya tanpa warna, dadi pepindhaning budi padhang sarta ora duwe watak (ora kereh ing rahsa). Kang iku, sarehne berleyan lan kaca benggala karo-karone padha pinunjul ing cahyane lan padha ora duwene warna, lah kang endi kang dadi sababe beda ?
Burung Derkuku diam sejenak, kemudian bertanya lagi seperti ini : Perkutut, masih ada satu masalah yang belum begitu paham dalam pikiranku, yaitu tentang perbedaan yang kau ibaratkan belian dengan kaca benggala. Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut : Segala warna dari segala ujud sebagai ibarat Rahsa manusia, sinar segala ujud menjadi ibarat budi, itu saya sudah sedikit bisa merakannya, selanjutnya : Rupa yang jelas warnanya kurang sinarnya itu menjadi ibarat Rahsa yang sinarnya hanya sekedarnya. Rupa yang warna dan sinarnya sama, menjadi ibarat terangnya budi yang masih dikuasai rahsa. Rupa yang tinggi sinarnya tanpa warna, menjadi ibarat budi terang serta tidak memiliki watak (Tidak dikuasai rahsa). Hal demikian, oleh karena berlian dan kaca benggala kedua-duanya unggul dalam sinar dan sama-sama tidak memiliki warna, yang manakah yang menjadi sebab perbedaannya?
Wangsulaning perksi Perkutut : O, ki sanak durung tetela prakara iku ora nggumunake. Awit saprakara iku pancen ora gampang. Prayoga tak terangake sepisan engkas. Ematna :
Jawaban burung Perkutut : O, Saudaraku kau belum jelas pehamannya tentang masalah itu, hal itu tidak mengherankan. Sebab, satu perkara itu memang tidak mudah. Lebih baiknya saya terangkan sekali lagi. Perhatikanlah!
Ki sanak, mungguh kebatinaning manungsa kang tak sanepakake barleyan yaiku kang bening sarta bisa ngereh lan ngukud marang pancadriya. Enggone bisa ngereh marang pancandriya kaya dene barleyan  bisane ngabang, biru, ngijo, nguning lan sakpiturute. Enggone bisa ngukud marang pancandriya dene barleyan enggone bisa nyirnakake marang warnane, kari beninge tanpa warna. Ana dene bedane karo kang tak upamakake kaca benggala iku mangkene : Kang dak umpamakake barleyan iku isih korup marang dhiri, dene kang dak upamakake kaca benggala iku kang wis lali marang dhiri (sajrone tumama ing sopana), kang iku apa kisanak wis bisa nampa marang tegese tembung korup marang dhiri?
Saudaraku, Bahwa batin manusia yang saya ibaratkan berlian, yaitu yang jernih serta bisa menguasai dan mengendalikan pancaindra. Ketika bisa menggendalikan pancaindra seperti halnya berlian ketika berwarna merah, biru, hijau, kuning dan sebagainya. Ketika bisa mengendalikan pancaindra adalah ketika berlian bisa menguasai pancaindra itu ketika bisa menghilangkan warnanya, yang ada tinggal jernihnya tanpa warna. Sedangkan perbedaan dengan yang saya ibaratkan kaca benggala itu begini : Yang saya ibaratkan berlian itu masih terpengaruh dirinya, sedangkan yang saya ibaratkan kaca benggala itu yang sudah lupa kepada dirinya, hal itu apakah engkau sudah bisa menerima kata-kata terpengaruh kepada dirinya ?
Korup marang dhiri iku, tegese : Isih duwe rasa kang ngajak ngengkoki marang wujude mumkin, lire yaiku : ngrasa yen dheweke iku kang wujud jirim, kang duwe timbangan, kang duwe aran ala utawa bagus.
Terpengaruh diri itu maksudnya : Masih memliki rasa yang mengajak mengakui atas ujud mumkin, artinya adalah : Merasa bahwa dirinya itu berujud jirim, yang memiliki perbandingan, yang memiliki sebutan jelek dan baik.
Tembung mumkin, tegese : Anane mung wenang (kena ana kena ora), tur anane nganggo mangsa, dadi dudu kahanan jati. Sajatine mumkin iku mung ayang-ayangan, kang katon ana ing pangilon dat kang mesthi anane.
Kata mumkin artinya : adanya hanyalah wenang (bisa ada bisa tidak), dan adanya ada masanya, jadi, itu bukan yang nyata adanya. Sesungguhnya mumkin itu hanya bayangan saja, yang nampak di dalam cermin Dzat Yang Wajib Adanya.
Dene kang dak upamakake kaca benggala iku kang wis kasinungan rasa kang wis ora ndhaku (ora ngengkoki) marang wujud mumkin. Kang didhaku utawa di engkoki kang tanpa warna, tanpa rupa, kang nglimputi ing jirim, kang ora ala ora bagus, kang langgeng mesthi anane, kang tanpa mangsa, ora wiwitan ora wekasan, yaiku kahanan jati, ya iku kang ana sabener-benere.
Sedangkan yang saya ibaratkan kaca benggala itu, yang sudah menguasai rasa sudah tidak merasa sebagai aku (tidak mengakui) kepada ujud mumkin. Yang di akui dan diyakini adalah Yang Tanpa Warna, Yang Tanpa Rupa, Yang Menguasai jirim, Yang Tidak jelek, yang tidak bagus, Yang Kekal, Yang Nyata Adanya, Yang Tanpa Masa, Yang tidak Berawal, Yang tidak ada Akhirnya, itu adalah Yang Nyata Adanya, itulah yang sebenar-benarnya ADA.
Sarupane kang awujud jirim ( Jirim iku Tembung Arab, kabeh kang kena kaukur nganggo ukuran M3 iku Jirim. Kabeh Jirim ngesuk enggon sacukupe. Utawa kang duwe timbangan, utawa sawiji-wiji (yaiku kang bagus utawa ala), kabeh dudu kahanan jati. Tegese tembung dudu kahanan jati : kang ora temen ing anane.
Segala yang berujud jirim ( Jirim adalah Kata Arab, semua yang bsia diukur dengan ukuran kibik itu Jirim. Semua jirim menempati tempat secukupnya). Atau yang memiliki berat, atau sesuatu ( yaitu yang bagus atau jelek), semua itu bukan Yang Nyata Adanya. Artinya : Kata bukan Yang Nyata Adanya : Yang tidak nyata ketika adanya.
Sarupane kang gumelar sajatine mung gambar (wayangan), kang katon ing pangilon gaib, kabeh anane mung wenang, bisa ana bisa ora, sarta anane mung sawetara mangsa, bisa bali ora ana maneh.
Segala yang ada , sesungguhnya hanyalah gambar (bayangan = Wayang), yang terlihat di dlam cermin gaib, adanya hanya wenang, bisa ada bisa tidak, serta adanya hanya sementara waktu, bisa kembali tidak ada lagi.
Mungguh kang aran ora ndhaku marang wujud mumkin (dhiri) iku luhur-luhuring rasa. Rasa kang kaanggo mbedakake rasa rong warna mau iya alus-alusing rasa.
Sedangkan yang disebut tidak mengakui ujud mumkin (diri) itu rasa di puncak keluhuran. Rasa yang dipergunakan untuk membedakan dua jenis warna tersebut, itu adalah sehalus-halusnya rasa.
Kang dadi pepindhaning barleyan iku rasa kang bisa ngemot sawernaning wewatekan, nanging durung ngemot marang wujud mumkin kang tetimbangan, dadi iya isih ngrasa duwe tetimbangan, ngrasa dadi isen-isening alam. (Enggon bisa ngemot wewatekan iku pepindhane : barleyan bisa ngabang – biru kaya warnane mirah kang beda-beda. Dene enggone ngrasa duwe timbangan, kaya barleyan enggone mbedakake rupane karo rupaning mirah, kupu, areng lan watu).
Yang diibaratkan berlian itu, adalah rasa yang bisa memuat segala watak, namun belum memuat ujud mumkin yang ada pembandingnya, sehinga masih merasa mempunyai pembanding, sehingga masih merasa memiliki perbandingan, merasa masih menjadi isi alam. (Tempat yang bisa memuat perwatakan itu ibaratnya : Berlian bisa memerah. Membiru seperti warna mirah yang berbeda-beda. Sedangkan ketika merasa memiliki pembanding, sepeti berlian ketika membedakan rupa dirinya dengan rupa mirah, kupu, arang dan batu).
O ki sanak, yen mung prakara ngucap kaya aku iki sewu  gampang. Mangkono uga ngudi bisane nerangake, ngudi bisane mangerti, ngudi bisane ngetrapake panganggep, apa dene wong ngudi patraping nekadake : kabeh kena kaangep gampang, balik wong ngudi bisane nggayuh rasa, banget nggone ora gampang. Aku iki iya mung saderma nglairake panemu bae nganggo pathokaning akal. Kabisanku mung lagi bisa ngarani tho-thok, blakane kahananku isih kena kaumpamakake elaring kupu kang blawus utawa rupaning watu, bolotku isih kaya wesi blebekan, durung paja-paja bisa kaya mirah sing ala dhewe, apamaneh kaya barleyan.
ooOOoo
O, Saudaraku, jika hanya mengatakan seperti yang ku katakan itu sangat mudah. Demikian juga  mencari yang bsia menerangkan, mencari untuk bisa mengerti, mencari untuk bisa menjalankan keyakinan, dan juga orang mencari hakikat : semua bisa dianggap mudah, sedang bagi manusia yang mencari untuk bisa menguasai rasa, sangatlah tidak gampang. Saya ini hanyalah sekedar menyatakan pendapat saja mempergunakan pedoman akal. Yang saya bisa hanya sebatas mengucapkan saja. Kenyataan diriku bisa diumpamakan sayap kupu yang paling buruk atau rupa batu, kotoranku  masih seperti lembaran besi, sama sekali belum bisa seperti mirah yang paling jelek, apalagi seperti berlian.
ooOoo
Bab rupaning kaca benggala gedhe dadi ngibarat sipating Dat kang tanpa timbangan.
Tentang ujud kaca benggala besar sebagai ibarat Sifat Dzat yang tidak ada bandingannya.
Kaca Benggala ora duwe tetimbangan, lire : ora tau ketandhing karo rupaning barang liya, marga kaca benggala ora duwe rupa, ora duwe warna, ora bagus ngungkuli barleyan utawa mirah, sarta ora ireng ngungkuli areng, ora buthek kaya watu, ora mencorong kaya mirah, ora kelip-kelip kaya barleyan, dadi suwung wangwung ora ana apa-apane, ora kantha, ora rupa, ora warna ora cahya, ora wangun.
Kaca Benggal tidak ada bandingannya, artinya : Tidak pernah dibandingkan dengan barang lain, sebab kaca benggala tidak memiliki rupa, tidak memiliki warna, tidak bagus melebihi berlian atau mirah, serta tidak hitam melebihi arang, tidak keruh seperti batu, tidak bersinar seperti mirah, tidak berkelip seperti berlian, jadi, hampa tidak ada apa-apanya, tidak ada bentuknya, tidak ada rupanya, tidak ada warnanya, tidak ada cahayanya, tidak berbentuk.
Ki sanak, mbok manawa ana sawenehing manungsa kang kliru ora percaya marang anane kang murbeng alam. Dadi ananing dhirine lan anane gumelar kabeh, kaanggep gumandhul marang suwung. Kang mangkono iku upamakna nganggep suwung marang warna rupaning kaca benggala, satemah kaca benggala dipadhakake karo : Kothonging kang pancen suwung babar pisan. Apa iku bener?
Wahai Saudara, barang kali ada seseorang manusia yang salah sehingga tidak percaya terhadap Sang Penguasa Alam. Sehingga keberadaan dirinya dan adanya yang tergelar semuanya, dianggap bergantung kepada yang kosong. Yang demikian itu umpamakanlah menganggap kosong terhadap warna ujud dari kaca benggala, sehingga kaca benggala disamakan dengan : Kekosongan yang hampa. Apakah itu benar ?
Ki sanak, besuk liya dina padha tetemonan maneh ing pencokan kang kapenak, banjur saraseyan kang jenak bab patrape nandhing lan ngrasakake. Saiki ayo padha ngaso marang susuh.
Wahai saudara, di lain waktu marilah kita bertemu lagi di tempat bertengger yang nyaman, untuk mermusyawarah dengan tenang, membahas tentang sikap membandingkan dan merasakan. Sekarang marilah beristirahat di sarang.
Peksi kalih nunten miber, manthuk dhateng susuhipun piyambak-piyambak.
Kedua burung kemudian terbang, pulang menuju sarangnya masing-masing.


oooO=>TAMAT <== Oooo
Sepanjang, Sidoarjo, Jawa Timur, 20 Mei 2014.





a


























































2 komentar:

  1. Terimakasih Pak Pujo. Buku ini sangat menginspirasi saya. Sayangnya buku aslinya tidak bisa ditemukan di pasaran. Semoga banyak yang membaca terjemahan dari situs Bapak ini.

    BalasHapus
  2. Terima kasih pak... Dari telusuran sekilas hikmah yg ada dalam buku jni sangat dalam. Semoga dapat membantu pemahaman dlm perjalanan kedalam diri. 🙏

    BalasHapus