Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Selasa, 23 September 2014

Serat Madurasa Dalam Bahasa Indonesia Ajaran Budipekerti Jawa

"Godaan Terbesar dari niat untuk berbuat baik itu, adalah dari dirinya sendiri"
"Mengapa? Jawabnya tertuang di buku ini"
 “SERAT MADURASA DALAM BAHASA INDONESIA AJARAN BUDIPEKERTI JAWA”
Penerbit : Jajasan ‘Djojobojo” Surabaya, Cetakan ke III
Tahun : 1995.
Penerjemah : Pujo Prayitno
DATRA ISI
BAB.I. MANFAAT BELAJAR ILMU HAKIKAT
BAB.II. MENJELASKAN TENTANG TUMBUHNYA BUDI
BAB. III. MENJELASKAN TENTANG UMPAN DAN NYALANYA  DAYA
BAB IV. KEHENDAK, SIR, TEKAD SERTA HUBUNGANNYA
BAB. I.
1. MANFAAT BELAJAR ILMU HAKIKAT
Belajar Ilmu Hakikat itu jangan dianggap hanya berguna untuk besok saja, namun ketika masih hidup di dunia itu juga perlu, agar mendapatkan pedoman dan penerang dalam hatinya, yang akan mengarahkan kepada jalan kebenaran dan terang, untuk kerja apa saja.
Belajar illmu hakikat jika sungguh-sungguh dalam mempelajarinya, setidak-tidaknya bisa mendapatkan petunjuk dalam rasa, jauh dari kekeruhan hati.
Kekeruhan hati itu, seperti :
·           Mau menolong terbawa oleh pamrih agar mendapat sanjungan atau mengharapkan hasil.
·           Mengejar harta, lupa Iman.
·           Mencari benar, terbalik keliru mencari menang, dan sebagainya.
Manusia yang jauh dari sifat angkara, banyak tenangnya, enaknya, dan ketenteramannya. Raganya tidak cepat rusak yang dikarenakan terlalu banyak api (nafsu), dan tidak cepat rusak yagn ddikarenakan terseret kuda yang bernama Pancaindra.
Orang yang ingin menggapai Ilmu Hakikat, maka keinginan yang ada dalam dirinya selamahidupnya, selalu menyatu : TERTUJU KEPADA TEKAD.
Jarang terjadi perbantahan di dalam hatinya seperti bagi yagn suka berganti-kanti kehendak yang masing-masing kehendaknya bukan untuk satu tujuan (tunggal nada dasar-selaras). Mengalirnya Cipta tidak terlalu banyak berbelok, dan tidak bocor ke mana-mana, dan tidak bingung seperti air yang sering diobok-obok serta tidak tergenang.
Orang yang bersungguh-sungguh dalam pencariannya terhadap Ilmu Hakikat, apa pun yang dilakukannya sering benarnya, banyak baiknya, cepat selamatnya, jauh dari celaka, karena : Sudah dekat kepada yang mengajak selamat, yaitu yang tidak pernah salah.
Yang sebenarnya, kehendak manusia itu, ada yang tumbuh dari nafsu yang baik, ada yagn tumbuh dari nafsu yang jahat, ada yang tumbuh dari rasa.
Sehingga ada kehendak yang mengikuti petunjuk Budi, ada yang mengikuti petunjuk Angan-angan yang sedang gelap karena terbawa oleh daya dari roh hewani saja (meninggalkan angan-angan), itu semua oleh orang yang sedang mencari ilmu hakikat : Di rasakan, dihayati, dan diperhatikan.
Pesan : Angan-angan itu adalah Raja bagi Pancaindra, itu yang berkewajiban membedakan baik dan buruk benar dan salah.
KEHENDAK yang baik itu ajakan dari Nafsu Mutmainah, akan tetapi semua nafsu itu tidak mendapatkan bagian untuk mengetahui tentang BENAR, karena benar itu adalah urusannya BUDI (sang penunjuk kepada yang benar).
Kehendak yang baik yang berpedoman kepada yang benar itu : Juga belum tentu perlu untuk dilakukan  atau akan selamat, sehingga harus selalu waspada (prayitna) terhadap sasmita petunuknya RASA (yang bertugas menunjukkan kepada selamat) yang menuntun kepada kelancaran dan keselamatan serta perlunya di lakukan, serta menyadari aas kewajibannya.
Dan demikian juga, manusia untuk bisa mengetahui tentang : duduga (kira-kira), prayoga (sebaiknya) watara, kira-kira, riringa, subasita, awas ing semu, prayitna, weweka, eguh (cara), tangguh, dan sebagainya, Itu Juga atas tuntunan RASA.
Semakin dekat kepada RASA, semakin mahir kepada : deduga, prayoga, serta semakin sedikit kemungkinan meleset dalam melakukan perkiraan.
Ringkasnya, Deikian :
Bukan hanya akherat saja yang ada penasaran, di dunia juga banyak penasaran, halangan dan permasalahn, yang ada di hati manusia.
Maka dari itu perlu menggunakan pedoman dan obor penerang.
Ujud dari pedoman : RASA, ujud dari obor penerang : BUDI
Untuk bisa mengetahui petunjuk dari BUDI dan RASA, jika manusia belajar Ilmu Hakikat, karena belajar Ilmu itu watak dari BUDI dan RASA.
Tembang Macapat :
Dipun sami ambanting sarira. (Agar selalu membanting raga)
Cegah dhahar lan guling; (Mengurangi makan dan tidur)
Darapon sudaa. (Dan juga kurangilah)
Nafsu kang ngambra-ambra, (Nafsu yang merajalela)
Rerema ing tyasireki, (Tenangkan dalam hatimu)
Dadi sabarang karsanira lestari (Sehinga segala kehendakmu akan selamat).
2. MENIPU HATI SENDIRI DAN IYA
Yang menjadi cacat bagi orang hidup itu biasanya dikarenakan  menipu hatinya sendiri.
Karena senang kepada sandang dan harta, kemudian berpendapat, semikian :
“Kewajiban orang hidup itu tentunya berikhtiar mencari penghidupan, mengurusi kekayaannya, untuk merawat raganya, serta anak istrinya.
Mana ada orang yang menolak uang, mana ada orang yang menerima ada adanya.
Orang yang ditinglkan oleh harta pasti pikirannya menjadi bingung, yang bisa menumbuhkan pikiran jelek.
Pendapat yang demikian itu pada dasarnya memang benar, namun apa tidak ada bedanya menipu diri sendiri dengan yang sejatinya (Saksi, keterangan apa tidak ada?).
Walau pun hidup manusia mempunyai kewenangan, mengurusi keduniaan, namun orang yang mengharapkan dunia dengan yang menggantungkan harapannya kepada Allah itu, sangat terlihat perbedaannya.
1. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak tuma’ninah-nya, orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia terlalu ngaya.
2. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak sabarnya, orang yang menggantungkan harapannya kepada banyak nafsunya tentang harta.
3. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak ingatnya kepada perbuatan baik, dan omongan baik , orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia banyak lupanya, menolak perbuatan baik.
4. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak ihlasnya, menerima, dan syukurnya, orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia banyak mengeluhnya.
5. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak kasihnya kepada sesama, orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia banyak serakahnya dan keluhannya.
6. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak dingin hatinya dan enak, orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia banyak panas hatinya dan pikirannya.
7. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak kasih kepada sesama, orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia banyak bendi dan irihatinya serta syirik, Jikan senang dan asih karena ada pamrihnya.
8. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Memilih miskin dibanding rusak Imannya, orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia tidak memperdulikan Iman.
Demikianlah, dan seterusnya.
Intinya : Baik yang ingat dan sadar, satu dalam tekadnya (tidak bohong). BOHONG itu ada yang di dalam lahir dan ada yang di dalam batin. Bohong batin itu Menipu hati sendiri, berkudung anggapan diri. Itulah yang menipu hidupnya sendiri.
Semoga dalam hidup ini untuk bisa merasa : MALU dan Dipermalukan atas hidupnya sendiri, Aamiin!!

Jika sudah bisa membadakan berbagai macam rasa diri
Karena sering merasakan.
Dengan Memperhatikan itu disebut PRAYITNA. (Waspada)

Setelah bisa yang demikian itu, kemudian memisah-misahkan yang baik dan yang buruk.
Yang buruk tidak dipakai dengan jalan tidak didperhatikan atau dilupakan.
Sedangkan yang benar dihidup-hidupkan.
Jika sudah bisa yang demikian itu disebut : WEWEKA. (Menganalisa)

Setelah dipisah-pisah, yang baik dan yang benar di tata.
Diterapkan daya kekuatannya,
Jika sudah bisa merawat yang baik dan yang benar sesuai yang seharusnya, itu disebut WIRAGNYA.
(Ahli dalam kebenaran).
(Serat MADURASA).

3. JANGAN MELUPAKAN TUGAS /NIAT AWAL
Purwakanthi (Lagu Dolanan) = Lagu mainan anak kecil jaman dahulu :
E; Dhayohe tka (Ada tmu yagn datang).
E; Gelarna klasa (Segerlah gelarkan tikar).
E; Klasane bedhah (Ternyata tikarnya robek)
E; Tambalen Jadah (Segerlah ditambal dengan Jadah (Jenis makanan dari beras ketan).
E; Jadahe mambu (Ternyata jadah itu sudah basi)
E; Pakakna asu (Lalu, berikanlah kepada anjing)
E; Asune mati (Tiba-tiba anjing itu mati).
E; Buwangen Kali (Buanglah ke sungai)
E; Kaline banjir (Ternyata sungainya sedang banjir)
E; Buwangen pinggir (Buanglah ke tepi sungai saja).

Lagu anak-anak tersebut menjadi pengibaratan atas manusia yang lupa kepada “Jejer” (Kewajiban Awal). Orang yang sedang mempunyai kewajiban menemui tamunya, ketika melihat jadah yang basi, terus lupa kepada tamunya, yang dipikir, jadahnya. Ketika melihat anjing yang mati, ingatannya hanya kepada anjing, lupa kepada jadah).
Manusia yang hidupnya Kosong tanpa tekad, tentunya tidak mengerti atas kewajibannya, dalam hidupnya di dunia. Sehingga tidak mengerti makna dari yang dilakukannya untuk selama-lamanya.
Artinya : Setiap mengalami berganti-gantinya keinginan, tidak dengan mengingat kepada keinginan yang semula, ketumpukan keinginan baru dan kemudian ketumpukan lagi, bukan kelanjutan dari keinginan sebelumnya.........................
Sehingga agar bisalah mencari “Jejer”ing hidup di dunia (Tugasnya kewajiban hidup di dunia) dengan Tekad. Kemudian, segala yang dikehenadikan, tujukanlah kepada tekad itu. Karena, tekad itu tonggak dari kehendak. Itu, pegang teguhlah dengan sekautnya, jangan sampai kalah oleh kehendakmu, jangan terbawa oleh daya tariknya keduniaan (aja kagetan, gimiran, slewang-sleweng). Walau pun raga terbawa oleh ombak jaman, pangkal dari rasa dirimu kuatkanlah dan selalu ingat kepada “Jejer” tugas dan niat semula.
Sangat jarang oarng yang kuat menggunakan keyakinan dari dirinya sendiri.
Yang banyak itu mudah terperanjat, mudah heran, budah berganti-ganti, hanya terdorong mengikuti ombak jaman.
CERITA hidup manusia, dalam hidup di dunia ini, dan tempatnya lupa terhadap asal dan tujuannya, sungguh membuat heran, saya ibaratakan, sebagai berikut :
Yang sedang membaca Serat ini, saya umpamakan naik sedang Naik Kereta Api, akan pulang ke rumahnya (Seumpama : Ke Kadiun). Di dalam Kereta Api bersama-sama dengan sanak saudara yang menyayanginya, kemudian mendengar percakapan bermacam-macam.
Ada segolongan yang mengaka berbicara, seperti ini :
“Mas, Ayo turun di (,,,,) saja, bersama dengan kita semua, melihat pertunjukan wayang, Dalangnya berasal dari Keraton, apa lagi Kangmas ditunggu oleh para saudara lainnya ..................
Kemudian ada golongan yang mengajak, seperti ini :
“Pergi Purwareja saja Mas, akan banyak sekali keuntunganmu dalam hal Ilmu, karena bisa mengikuti pertemuan dengan para Ahli di bidang Ilmu batin, seperti yang kamu inginkan.”
Segolongan yang lain mengetakan, seperti ini :
“Sebaiknya turuns aja di Surakarta, melihat Sriwedari, ada pertunjukan Film, Wayang Orang, Gedung Musium yang berisi serba indah ......................”
Ada satu lagi yang mengatakan demikian :
“Dhimas, semuanya jangan kamu pikir, bisa menjadikan bingung, lebih baik ikutilah kata-kataku, turun di ....................... sedangkan perlunya adalah .......................... jangan minta keterangan dahulu, nanti saya bisiki sejatinya dari ...... sid................................”.
Kemudian ada lagi ........... ada lagi ... yang lebih menarik hati dan sebagainya.
Jika seumpama ada kejadian yang seperti itu, yang manakah yang diikuti?
Perkara mendengarkan dan menanggapi perkataan orang, sudah kewajiban untuk menegakkan tatakrama (kesopanan dalam pergaulan), namun jangan samapi lupa kepada “Jejer” niat semula atau kewajiban semula, yaitu Pulang menuju Madiun. Tidak boleh menyeleweng.
Mencari enak dan senag sementara ada di dalam Kereta Api, juga didperbolehkan, sepeerti halnya : Menata tempat duduknya, tempat bersandarnya, namuan jangan samapai keterusan Membuat tempat tidur di dalam Kereta Api.
Dalam mengikuti aturan per-Kereta Apian, karena sudah terlanjur berada di dalam Kereta Api’ dalam mencari enak dan senang SEKEDARNYA saja ketika ada di dalam Kereta Api, sebab menjadi penguat ketika berada di dalam Kereta Api, namun dalam Merasakan semua itu harus sekedarnya. Dalam hatinya hanya tetap akan pergi ke Madiun saja.
Mengikuti aturan Naik Kereta Api dan mencari kesenangan sekedarnya, itu jadikanlah sebagai contoh, dalam hidup di alam dunia ini, diperbolehkan mencari harta, kepandaian, pangkat, mencari enak dan kesenangan, megnurus anak istri, harus bergaul, mempunyai hajatan, menata rumah, berpakaian yagn pantas, bertamu, menyenangkan tamunya ........................ selamanya ketika masih di dunia (Berapa tahun, apakah lama?) yang sebentar lagi akan berganti alam, meninggalkan alam dunia. Bagaikan orang yang menaiki Kereta Api, meninggalkan Kereta Api.
Meninggalkan tempat duduk (yang kadang tempat ketika tertidur) ditinggal di Kereta Api.
Mengapa ketika di alam dunia terlalu berlebihan dalam mencintai kesenangan dunia? (Bagaikan senangnya orang yang bermimpi mendapatkan uang, ketika terbangun, dicari ke sana ke mari tangannya tetap kosong).
Orang yang lupa kepada Allah (terlalu kuat mencengkeram dunia) itu bagikan orang yang berada di dalam Kereta Api  yang lupa akan turun di mana?
Itu masih termasuk baik, masih ermasuk orang yang mau mencari ilmu, sedangkan bagi orang yang sama sekali tidak ingat kepada sukmanya, itu bagaikan orang yang naik Kereta Api  lupa jika nantinya harus turun,  selalu bersenang-senang dikiranya Kereta Api itu adalah rumahnya (alamnya). Orang-orang yang berada Kereta Api dikira keluarganya yang tinggal dalam satu rumah (karena lupa asal mulanya, tidak memikirkan bagaimana akhirnya). Memang benar orang-orang itu berkumpul dalam satu tempat, bagaikan keluarga dalam satu rumah, namun tujuannya (niat dalam hatinya) tidak sama, ada yang akan turun di Yogya, ada yang ke Solo, dan ada juga yang akan menuju keSemarang. Sehingga dalam berkumpulnya itu hanya sebentar saja, ketika berpisah tidak saling bertemu lagi (Sangat sulit untuk bisa bertemu lagi) seperti ketika ada di Kereta Api seperti itu, dan lengkap yang bertemu seperti itu. Setelah terpisah dalam waktu yang lama, kadang tidak ingin kepada Kereta Api lagi. Semakin tidak mungkin menginginkan bertemu di dalam Kereta Api yang lengkapnya seperti itu lagi. Sehingga hanya membayangkan Kereta Api saja yang keinginannya seperti itu lagi.
Manusia di dalam Kereta Api, masing-masing mempunyai tujuan, kaprayitnan dan weweka, jadikan ibarat atas orang yang berada di alam dunia, ya harus mempunyai tekad, kaprayitnan dan weweka, jangan sampai hanya memikirkan urusan dunia saja.
Dalam bersikap sekedarnya merasakan keadaan di dalam Kereta Api juga jadikan ibarat : Orang yang ada di alam dunia hanya sekedarnya saja dalam merasakan kehidupan dunia. Seperti : Orang memamerkan kegagahannya ketika ada di Kereta Api kepada teman-temannya yang hatinya dalam keadaan sekedarnya, itu sangat tidak bermanfaat, juga seperti seseorang yang berada di dunia membanggakan pangkat, kehormatan, sanjungan, kepada temannya yang benar bersama-sama dalam satu jaman, itu tidak bermanfaat apa-apa, setelah meninggal dunia.
Waktu yang hanya sekejap ketika berada di dalam Kereta Api, dan jauhnya keterpisahan, setelah meninggalkan Kereta Api, juga sebagai ibarat cepatnya hidup di alam dunia dan tidak saling tidak bertemu lagi setelah meningglkan dunia.
Orang yang lupa tempat turunnya dari sepur, itu ketika harus turun pasti salah, seperti : Turun sebelum sampai di Madiun.
Sesampainya di stasiun yang bukan Maddiun, berjalan mencari rumah dan harta miliknya, tidak akan mungkin bisa ditemukan.
Orang yang naik Kereta Api yang lupa bahwa akan turun, tidak hanya tersesat saja, ketika turun diserta terperanjat. Sedang senang-senangnya membuat tempat untuk tidur dan ketemuan dengan temannya, dipaksa turun oleh kondektur. Setelahnya turund ari Kereta Api, masih merasa sangat ingin mencari tempat duduk dan tempat tidurnya dan juga teman-temannya itu tadi (Kereta Api-nya sudah pergi jauh), tidak akan mungkin bisa ketemu, walau pun sekitarnya stasiun ditelusuri semuanya sambil mengeluarkan air mata.
Karena sudah lupa kepada niat semua dan tidak berhati-hati tentang belakangnya, tidak mungkin akan mencari rumahnya di Madiun.
Apa makna yang dilakukan di waktu itu dan bagaimana hasil akhirnya  terjadi yagn demikian : Tidak mengetahui dan tidak memikirkan, akan tetapi : Tidak ingin mengetahui dan tidak mencari jalan dari pikiran. Oleh karena tempat duduk dan teman-temannya sudah di cari dan ditangisi masih tetap tidak ditemukan, bagaimana lagi, akhirnya berkelana entah kemana arahnya. Saya gambarkan :: Kemudian melihat sekumpulan orang banyak dan beberapa golongan yang sedang ada acara rame-rame, kemudian didekatinya, nampak oarang yang sedang bersenang-senang, ada yagn judi, ada yang saling bercakap-cakap, saling mencari kesenangan sendiri-sendiri.
Yang baru datang dari Kereta Api, terbawa kepada salah satu orang yang sedang berkumpul, seperti : Ikut merasakan kesenangan orang yang mengocok kartu, melihat dari belakangnya (Tidak berniat pindah dari situ, karena terjerat oleh rasa senangnya melihat kartu dan mendengarkan suara dari orang yagn tertawa-tawa), bagaikan sedunia tidak ada kesenangan seperti itu. Tidak ada tempat yang membuat kerasan selain hanya di situ  (Sudah terlupa tempat duduk dan teman-temannya di Kereta, dan sudah lupa pnyebab mengapa ada di tempat itu, sehingga lupa asal dan tujuannya), lupa dari mana asal sebelumnya, tidak mengerti penyebab berada di alam itu (Tidak mengetahui dimana rumahnya, dikira itulah rumahnya, tidak berpikir, apakah iya ataukah bukan, tidak merasa bahwa sedang celaka, Itulah gambaran orang yang berada di dunia.
Wahai saudara yang sedang lupa, dengarkanlah Gendhing Eling-eling, elinga purwanira, lan bakal wusananira.
O, saudara yang menyiksa nyawanya, dengarkanlah sinden Eman-eman (Dhuh kusuma) asal manusia itu lebih dari luhur (Eman).

4. PEDOMAN SEDIKIT
KETHUILAH, bahwa di dalam badan manusia ada yang selalu ingat merasa kepada Asalmula (Jejer) yaitu : Inti dari rasa manusia, yang bernama :Rasul. Itu tertipu dan tertutup nafsu, yang berupa pancaindra.
Datangnya pancaindra (Angan-angan nafsu, kehendak) itu bersamaan ketika lahirnya mansuia. Itu yang mengajak sangat menyenangi dunia, mengajak lupa. Sedangkan kesucian, dilatih agar bisa diam. Menurut kepada inti rasa, itu pusat rasa dari rasa manusia semakin lama semakin terasa, ingatannya kepada manusia semakin terang, yagn akhirnya bisa ingat dan merasa kepada asal dan akhirnya, di situ manusia ketempatan rasa, enam warna :
HERAN (Ngungun) : Ternyata hanya remeh saja yang dikejar oleh manusia ini.
MENYAYANGKAN  (Getun) : Oleh tertipunya  manusia serta dihianati oleh yang dibelanya.
MENYESAL *Keduwung) : Karena merasa sangat lamanya dalam keadaan lupa, serta dalam menerjang larangan hidupnya sendiri, ketika sering durhaka kepada hidupnya, dan sebagainya.
MERANA (Nelangsa) : Karena terlalu lama dalam penderitaan di dalam kegelapan dan tempat yang asor.
SYUKUR : Karena telah Ingat kepada hidupnya, merasa bahwa dirinya itu sebenarnya  lebih dari yang luhur,  Kuasa dan kaya tanpa ada yang menandingi.
CINTA : Terhadap Dzat-nya sendiri, kepada hidupnya yang sebenarnya, yang menghidupi jiwa raga, iya AYAH IBU DARI NYAWAMYA YANG SEBENAR-BENARNYA, iya ADANYA DIRI YANG SEBENAR-BENARNYA DIRI.
Di situ merasakan Cinta yang tidak tergambarkan, rasa lain-lainnya hilang semua, terdesak oleh CINTA, dunia lapis tujuh penuh oleh CINTANYA.

Sehingga ingtlah kepada NIAT AWAL (Jejer).
Jalan menuju kepada Ingat :
1.                   Mengurangi berkembangnya hawa nafsu.
2.                   Tekun mencari tambahnya pengertian.
3.                   Melatih rasa CINTA.

5. PERBEDAAN  ANTARA TAMU DAN YANG PUNYA RUMAH
Rasa diri manusia itu bermacam-macam : sakit, enak senang, susah, senang, benci, manis, pahit, pegal, nyeri, asin, .............. jumlah tidak terbilang.
Itu semua rasa yang datang dan pergi, artinya : tidak tetap, dan tidak menetap.
Oleh karena datang dan pergi, bisa diumpamakan TAMU. Sehingga tiap diri manusia ketamuan di dalam hatinya dalam tiap waktunya (E. Dhayohe teka == E. Tmunya datang).
Oleh karena ada yang datang dan pergi, tentunya ada yang tetap di tempat, tetap adanya (yaitu yang punya rumah), yang sebagai saksi dan yang menyaksikan  segala jenis yang datang dan pergi itu tadi.
RASAKANLAH (renungkanlah)!!!! Perbedaan dari ya g tetap adanya dengan yang mendatanginya, ketika dalam keadaan terjaga atau pun tidur. Jika sudah agat bisa ditemukan atas yagn tetap adanya itu, peganglah yang erat. Jagalah dengan kuat, ikutilah, jangan sampai kehilangan jejaknya. Itulah yang wajib kamu anut saat ini dan besok hari. Karena, itulah yang menunjukkan kepada keselamatan yang perlu kamu lakukan, dan TIDAK PERNAH SALAH. Itulah yang pekerjaan selalu mengajak : Ingat kepada kebenaran, selamat, nikmat, bermanfaat di dunia dan akhirat.
Bagaimanakan caranya untuk mencarinya? Hal itu tidak mudah, karena harus telten dan tekun, dalam bahasa jawanya “ngruruh sankganing ririh”, dengan jalan rutin merasakan, membanding-bandingkan dan memperhatikannya, dengan sangat teliti, surti dan hati-hati.
Pedoman Kesentausaan Budi :
Yang di dapat dari memperhatikan dipergunakan sebagai pijakan untuk melanjutkan pencariannya, Jika sudah mendapatkan modal sebesar butir beras, dirawat agar meningkat menjadi sebessar biji kapuk randu (klentheng), kemudian dilanjutkan dirawat hingga menjadi sebesar butir jagung, dan seterusnya.
Lakunya : yang perlu dilakukan, adalah rutin mengendapkan air, yang menghidupi semua rahsa yang saling berseliweran dan saling berdesakan bagaikan ikan di siwakan aliran air (Intinya menenangkan hati).
Yang kadang sering mengendapnya, sehingga berbagai jenis keadaan di dalam kedalaman air terlihat terperinci dengan jelas. Semakin Jernih, semakin terlihat, sehingga ketika itu kemudian bisa membanding-bandingkan dan memperhatikan niteni, mana yang  bukan  mana yang iya.
Semakin tenang gerakan nafsu, semakin nampak jelas. Setelah nafu benar-benar tenang, yang tinggal bernama Pramana.
Manusia yang giat mencari Pramana-nya, walau pun belum sampai bisa menemukan, itu pun sudah memberikan kekuatan kepada kelakuannya yang sering benarnya, banyak ingat dan sadarnya, selalu siap selamatnya.

6. TIDAK ADA PENGHIBUR YANG DINGINNYA SEPERTI MENGHADAPKAN HATI KEPADA ALLAH 
Orang yang nafsunya sedangkan melewati jalan dari dari miskin menuju kaya, yang dirasa hanya masalah : Miskin dan kaya.
Senang dan puasnya jika bisa kaya, susah dan serakah jika tetap miskin.
Yang masih miskin berkata : O.... mengapa aku tidak kaya seperti Si itu, mempunyai rumah gdung yang penuh isi, tiap hari naik mobil, rekreasi beserta anak istrinya, pakaiannya serba indah, membawa uang banyak, padinya banyak tersimpan di lumbun padi, sawahnya berhektar-hektar, pekarangannya lebar, banyak tanaman buah-buahannya, menjadikannya terhormat di mana pun dia berada.....
Ah, apakah ada kebahagian yang tidak seperti orang kaya.
Saya umpamakan : Yang mengeluh dan iri itu tadi, sudah berhasil menjadi orang kaya, setelah berpakaian serba indah, kemudan ikut duduk di rumahnya pembesar, kumpulan dengan para pejabat, namun duduknya berasda di tempat yang berbeda, serta tidak begitu dihiraukan, karena berpangkat rendah dan juga aslinya. Sekarang, apakah yang nampak dalam nafsunya?
Jalan dari miskin menuju kaya, sudah ditinggalkan oleh hatinya, sudah tidak namapak di dalam angan-angannya lagi, yang ada hanya jalan dari derajat rendah menuju derata luhur, terlihat menyolok mata. Itulah yang menjadi gagasannya, tumbuhlah keluhannya : Ya Allah, percuma memakai kacing baju dari emas, tretep jalebrah, pendhok sinelud, sawitan babaran Sala, (itu sama kelengkapan pakaina Adat Jawa), sedangkan tempatku hanya di bawah berkumpul dengan Lurah dari Desa. Dan para Pejabat sikapnya tidak ada yang menghiraukan diriku, semuanya membelakangiku.
Saya ibaratkan yang sedang tidak enak hati itu, jalannya nafsu yang ada di dirinya berganti jalan. Yang dilewati sekarang adalah jalan dari derajat asor menuju derajat tinggi, artinya : Mencari keluruhan pangkat, setelah sampai di pangkat yang tinggi, jalannya terpotong oleh  jalan dari bodoh kepada pinter. Yang nampak hanya tentang bodoh dan pintar, perkara pangkat tinggi dan rendah sudah tidak terpikirkan lagi, karena ketika itu dianggap bodoh oleh para pemuda yang tinggi pendidikannya, di perguruan tinggi. Di kala itu justri diejek karena gila pangkat dan gila hormat. Sehingga sangatlah malunya, serta merasa betapa bodohnya ketika berkumpul dengan para ahli ilmu, tidak bisa ikut berbicara, karena serba tidak tau, sehingga mendapat malu karena hanya senang kepada pujian dan penghormatan saja.
Saya umpamakan lagi : Yang sedang malu berganti jalan lagi, mencari kepandaian. Setelah bisa pintar, kemudian mengeluh lagi karena malu, karena di cela : Tidak gagah, tidak pantas, tidak menyenangkan, tidak disayangi, atau dicela : Bersikap penuh ragu-ragu, kau, tidak rapih, tidak pantas, dan sebagainya.
Saya umpakana lagi : Orang itu mencari lagi hingga bisa : Tampan, pantas, menyenangkan orang lain dan sebagainya, Setelah semuanya tercapai, kemudian mengeluh lagi, karena di cela tentang yang itu, yang ini. Begitulah seterurusnya, sehingga seperti orang yang bingung, selalu berganti-ganti yang dinginkannya, terbawa karena tidak mempunyai : Tekad yang menyatu.
Jalan-jalan itut adi, saya umpamakan , ketika menerjang, berputar-putar hingga kembali ke asal semula, mengitari tanah yang luas.
Di tengah-tengah tanah tersebut, saya umpamakan : Ada sebuah rumah yang bernama : Ketenteraman, yaitu Rumah Hati  milik yang sedang kebingungan tadi itu, yang berjalan lewa sebelah pinggir (Jalan yang bermacam-macam, ibarat dari : Rasa diri manusia yang bermacam-macam, Rumah sebagai ibarat : Rasa jati, yaitu rasa ketenteraman diri).
Seandainya ketika berjalannya dilakukan menuju ke arah tengah, semakin lama semakin dekat kepada rumahnya. Tidak hanya melihat jalan yang menggodanya (Menghentikan watak yang selalu mengajak membandingkan kaya miskin, luhur asor, jelek baik, bodoh pintar dan sebagainya yang tujuannya hanya untuk mengunggulkan diri). Kemudian akan berganti menjadi tenang, tenteram menerima, hilangnya perbuatan selalu membandingkan diri yang ada di dalam hatinya,  menyatu kepada Pribadi yang tunggal.
Menepi lewat sebelah pinggir jalan yang dilewati itu, dalam tiap temepatnya ada jalan pintasnya yang mengarah menuju rumahnya, namun banyak duri dan semak belukar. Walau pun mengetahui rumahnya yang berada di tengah-tengah tempat yang luas, dan sanggup untuk menerobos duri dan semaknya, agar lebih cepat menuju rumahnya, namun sangat jarang yang  mampu, yang banyak itu tersesat, terjerumus, tidak bisa pulang, sehingga tuntunan para Nabi : Manusia dalam mencari kesempurnaan atau hakikat, tidak disarankan menerobos (Bertapa di gunung, atau berbuat seolah gila), dissarankan untuk lewat jalannya, namun harus :
1. Jangan sampai kejauhan.
2. Berjalannya diusahakan semakin ke tengah.
’3. Sering-seringlah melihat arah dari rumahnya.
I.          Jangan sampai kejauhan, artinya : Jangan berlebihan ketika mencari kekayaan, kepandaian, sanjungan, cukup :  seperlunya saja.
II.        Berjalannya  agar semakin ke tengah, artinya : Semakin mendekatlah ke rumahnya (bejalan sambil menuju ke tengah) sehinga ketika mencari kekayaan, pangkat, kepadanian dans ebagainya itu, disambi juga dengan mencari Ilmu Hakikat.
III.      Sering melihat arah rumahnya, artnya : Setiap hari menentukan waktu sendiri, untuk melupakan urusan dunia, untuk keperluan mengingat Tuhan. Seandainya pada waktu matahari tenggelam, menghadapkan hatinya kepada Allah. Sehinga jalan dari miskin menuju kaya, dasri derajat rendah kepada derajat luhur, dan sebagainya, yang letaknya ada di tata kelahiran, ditinggalkan sejenak. HATI membelakangi LAHIR, Menghadap ke arah BATIN (Menganggap menyatu hadnya di diri pribadi yang ada.
Hasilnya adalah tidak cepat lelah oleh cepatnya gerak dai Pancetika menghadap kepada Allah itu, tidak melihat jalan yang menyebabkan : Tergiur, terperanjat, iri, menggerutu dan sebagainya.
Yang terlihat oleh hati hanya jalan menuju ke ketenteraman (baru meleihat jalannya saja, sudah terasa dingin).
Dinginnya hati karena mengabdi kepada Tuhan, dibanding dengan mengabdi kepada dunia, perbandingannya adalah seperti ikut kepada kedua orang tuanya sendiri dibanding ikut orang lain.
Orang yang tebal keyakinan kepada Allah, dengan ijin-Nya  akan hilang rasa khawatirnya.
Orang yang cinta dan takut melanggar larangan Allah,  dengan ijin-Nya sandang pangan ikut sendiri.
Jauh dari kesengsaraan.
Dekat pada keselamatan.

7. WAKTU ISTIRAHAT (DIAM)
Kira-kira :
Jam 7                  8 sore.
Jam 4.30             5.30 pagi.
Jam 12                2 malam.
Perlunya I : Menenangkan urat yang halus-halus, agar diam getarannya.
Perlunya II : Mengeringkan angin, bagaikan nyala lilin yang terkena angin bergoyang ke sana kemari, ketika tidak ada angin, menjadi tenang., berjalannya angin tinggal dari bawah ke atas.
Perlunya III : Mengendapkan air, menempatkan cpta, dan ripta (ide), agar menempati tempatnya masing-masing serta terlihat perinciannya, pilihlah yang baik, bagaikan lidi sapu yang putus talinya kemudian ditata dan diberi tali, kemudina kekuatannya dijadikan satu. Kemudian memandang yang hanya satu, ikuti rasa yang hanya satu.
Angka III, itu sebaiknya di waktu pagi dan malam, jika waktu sore sebaiknya angka I dan II. Yang terpenting, laku seperti itu dilakukan rutin, dipakai sebagai amalan, dijadidkan : Cara, bagaikan orang mandi, menyisir rambut, menyapu, mencuci baju, yang rutin dilakukan setiap hari.
Sedangkan bagi yang mengajak keluar dari lingkungan ilju batin, biasanya adalah :
1.         Masalah kebutuhan (Uang, bekal makanan, hutang dan lain-lain).
2.         Keramaian (Kesehatan, punya hajat, bepergian).
3.         Soal pekerjaan (Dikantor, di pabrik dll).
4.         Karena kesusahan (sakit badan, mussibah kematian, musiha hidup lainnya).
5.         Karena kemarahan dan sebagainya.
Semua itu mengajak keluar darii wilayah ilmu batin.
Sehingga jika mempergunakan cara diam di dalam waktu yang sudah ditentukan, seperti yagn sudah tertulis di atas itu, semakin lama akan semakin jauh dan menjauh. Seumpama ketika dahulu sudah mendapakan bibit sedikit, tentunya dengan susah dalam pencariannya. Sehingga harus rutin.
Untuk bisa rutin, awalnya dengan jalan dipaksa, semakin lama semakin terbiasa hingga akhirnya berjalan dengan sendirinya.

8. BENAR DAN BAIK ITU TIDAK BISA DITEMUKAN DI DALAM KERUWETAN DAN DI DALAM  KEADAAN TERTUTUP
Ketika seorang raja menjatuhkan hukuman karena terdorong marah, itu tidak bakalan adil dalam menghukumnya.
Jika orang berbicara yang didorong marah, tidak akan tepat pembicaraannya.
Ketika seseorang membicarakan kebaikan orang lain karena tertarik dari rasa suka kepada orang itu, tidak akan bersih kata-katanya.
Jika seseorang membicarakan kejelekan orang lain terdorong benci, itu tidak adil pikirnya.
Pedoman di atas itu sebagai tanda bukti, jika seseorang ingin mengetahui yang benar dan baik dengan tepat, harus  menenangkan terlebih dahulu nafsunya yang sedang bergater keras, atau mengendapkan air yang sedang bergejolak serta sedang keruh.
Jika air sudah agak mengendap, atau nafsu sudah tenang, uacapan, pendapat dan perkiraanya baru bisa benar.
Jangan salah terima : Bahwa orang yang berdosa tidak boleh dihukum, atau orang tidak boleh marah, tidak boleh memuji ata mencela dan sebagainya.
Sudah semestinya orang yagn berdosa itu dihukum, orang baik diaktakan baik, sesuatu yang jelek dikatakan jelek, namun untuk bisa mengetahui yang sebenarnya jika tidak tertutup oleh memihak. Untuk bisa bertindak benar, hanya jika gerak pancaindra tidak digeser dari garis kebenaran oleh geraknya nafsu.
Oleh karena manusia itu baik yang tua atau yang muda, selalu mencari BENAR, sehingga BENAR yang hanya sati menjadi rebutan manusia se dunia. Sehingga tiap manusia itu semua, harus mengetahui kepada “JALANNYA BENAR”.
Jalannya adalah : menjernihkan air, atau menenangkan nafsu, agar supaya yang bertugas adalah yang menunjukkan kepada yang benar  yang berkuasa di dalam hatinya.
Petugas yang bertugas menunjukkan yang benar yang berada di dalam hati di antara setiap manusia, terlihat nyata, tidak tertutup oleh keruhnya air atau di sesatkan oleh Pancaindra.
Ada juga manusia yang sering menyanjung kepada Agama yang ini, mencela Agama yang itu, menganggap baik Nabi  yang ini, menyalahkan Nabi yang itu, membenarkan ilmu yang ini, menyalahkan ilmu yang itu, dan sebagainya.
Yang menyusun Buku ini, tidak membandingkan Agama, Nabi atau Ilmu. Dan juga tidak menyalahkan, tidak membenarkan  kepada yang membandingkan Agama, Nabi atau Ilmu, hanya menyampaikan pendapat, begini : Jika dalam membandingkan Agama, Nabi atau Ilmu itu semua, benar-benar ingin mencari yang benar dan yagn sebenarnya, jangan sampai tidak rutin menenangkan Pancaindranya. Dengan cara pada tiap waktu yang sudah ditentukan, agar yang bertugas menunjukan kepada yagn benar (BUDI dan RASA) tidak tertutup oleh kotoran yang tebal, yagn dikarenakan diobok-obok siang malam tanpa henti, serta berpuluh-puluh tahun.
Seumpama tidak berkenan membiasakan meneng (Diam) terlebih lagi tidak berkenan menenangkan yang tiga itu), padahal membandingkan Agama, Nabi atau Ilmu, itu tidak usah khawatir lagi jika tidak akan benar, karena tidak akan bisa mengarang lagi, yaitu hanya mengikuti gerak nafsu, seperti berjalannya kedaraan, bukan berasal dari petunjuk kehendak yang menaikinya.
Ada juga manusia yang memuji atau mencela, membenarkan atau menyalahkan terhadap Perkumpulan Theoisme, Ilmu seorang Kyai itu, Tuan anu, majikan itu, pendapatnya seseorang, pendapatnya sendiri, Buku anu, Kitab itu, perbuatan seseorang, kelakuan diri sendiri ...... dan lain sebagainya, kemudian menyimpulkan Yang itu benar, yang itu salah, yang ini benar, yang di sana salah, yang ini baik, yang itu buruk.
Yang membuat buku ini, tidak menyalahkan orang yang membandingkan, memuji atau mencela, hanya menyarankan saja dengan sangat. Karena tentang hal itu sangat membingungkannya, tidak boleh sekali pun menggampangkan/tergesa-gesa segera membenarkan pendapatnya sendiri, namun harus bijak, teliti, dan hati-hati, tekun menghayati ketika Pancaindra sedang tenang, yang karena rutin berusaha menenangkan pancaindranya.
Sedangkan yang digunakan menjadi saksinya bahwa tekun menempatkan rasa dan menenangkan pancaindranya, yaitu dalam menentukan waktu untuk berlatih diam, agar pancaindranya tidak berkembang selama hidupnya, karena selalu di jaga, dipegang kendalinya siang malam.
Setelah ingat, jangan hanya ingat saja,
Harus disertai Cinta,
Ingat itu tugas dari Budi.
Cinta itu tugas dari Rasa.
Cintanya dengan menggunakan Hati Sanubari.

9. MANFAAT MENGINGAT DAN CINTA KEPADA ALLAH DI SIANG DAN MALAM HARI
Orang yang ingatannya kepada Allah jika ketika dalam ekasaaan sakit atau ketika mengalami musibah saja, itu tangisan hatinya, tidak begitu diterima, karena jika bertindak demikian dalam mengingat-Nya, hal itu dikarenakan keterpaksaan saja. Seandainya tidak sedang sakit atau menderita, tentunya tidak mau mengingat-Nya.
Yang demikian itu, sebagai tanda, bahwa tidak memliki Cinta. Digambarkan : Ada seseorang, mau berbuat baik kepada yagn sedang membaca tulisan ini, hanya ketika ada keperluan saja, apakah yang sedang membaca tulisan ini cinta kepada orang yagn seeprti itu?
Segala yang tergelar ini menjadi ibarat : Siapa yang menyayangi akan disayangi, siapa yang memberi petunjuk akan ditunjukan, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Semua hal itu hanya mengembalikan atas segala perbuatan dirinya sendiri.
CINTA
Setelah Ingat, hanya sebatas ingat saja, harus disertai CINTA.
Ingat itu tugas dari Budi, Cinta itu tugas dari Rasa,. Cinta itu menggunakan Hatisanubari. Jika hanya menggunakan hati puat, belum benar-benar cinta, hanya cita palsu saja. Perhatiannya masih kepda kebutuhannya diri sendiri (Kebutuhan : Seseorang).
Bangkitkanlah pikiranmu, jangan bisan mencari untuk mengerti, agar memahami dan merasa, ALLAH itu siapa, dan bagaimana sebenarnya untuk dirimu dan perasaanmu.
Kadang juga paham beneran, merasa dengan sebenarnya, kemudian tumbuhlah Cinta, walau pun hanya seujung duri.
Sebagian orang membantah : Padahal belum pernah melihat-Nya, mengapa disuruh Cinta. Itu adalah perbuatan dari Pikiran yang meninggalkan Budi.
DATA YANG PALING BESAR
Yakin se yakin-yakinnya kepada ALLAH, itu sesuatu kekuatan yang tidak terukur oleh manusia, tentang besar dan manfaatnya.
NIKMAT YANG TER BESAR
Cinta kepada ALLAH, dan sayang kepada Sifat (Sesamanya), itu suatu Nikmat yang tidak ada bandingannya, jembatan kepada Samudra Rakhmat yang kekal.
Apa tandanya cinta yang menggunakan Sanubari :
BESAR RASA, KURANG MULUT (Kata, pembiacaraan).
BESAR INGAT, KURANG LUPA
TAKUT MENERJANG ATURAN LAIHIR BATIN
Sesuatu yang perlu di pahami :
Khawatir karena kurang makan, merasa khawatir oleh kesengsaraan penyebabnya adalah beasal dari tipis keyakinannya terhadap ALLAH, dan juga karena tidak memiliki CINTA kepada ALLAH, sama sekali, yang akhirnya  melakukan pelanggaran terhadap aturan Allah, dalam lahir dan batinnya.
Seseorang yang tebal keyakinannya kepda Allah, tanpa disangka-sangka sirnalah rasa khawatir dan gelisahnya. Seseroang yang Cinta diserta takut melanggar aturan Allah, tak disangka-sangka sandang pangan hadir sendiri, jauh kesengsaraanya, cepat keselamatannya,
Barangkali saja sekarang bisa mencari
Penyebab
Ada seseorang yagn rajin memuji dan berdzikir dan rajin menyebut Asma Allah pun dilakukan setiap hari, akan tetapi tetapi ketempatan rasa gelisah dan khawatir, serta sering mengalami kesengsaraan.
Seseorang  sakit dan kesusahan, memohon kepada Allah, namun tidak sembuh-sembuh sakitnya, dan hilang kesusahannya.
Seseorang lagi, memasrah diri kepada Allah, justru malah mengalami celaka, mengalah justri diinjak-injak.
Seseorang lagi, pandai, Ahli dan menguasai dalam segala keahlian, banyak akalnya bagaikan hewan Kancil, akan tetapi selalu menemukan masalah dan kecelakaan saja.
Hal itu bisa jiga diteliti dengan teliti, hal itu diketemukan rahasianya :
1. Sebab ucapananya hanya di luar saja.
2. Sebab, do’anya hanya ketika sakit dan kesusahakn saja.
3. Karena sering melanggar ketentuan Allah, dengan tidak merasa.
Keberuntungan dan celaka diri itu berasal dan perbuatannya sendiri, kalimat tersebut memang benar sekali, hanya saja manusianya yang tidak mudah bisa merasa atas dosa dan salahnya, karena kasar dan gelapnya.
Allah itu Adil, juga tidak pernah dusta, benar sebenar-benanrnya.

10. HALUS DAN KASANYA RASA PERASAAN MANUSIA
Perbedaan di antara manusia, berasal dari halus dan kasarnya rasa dan perasaannya, ada yang teramat halus, adan yang teramat kasar. Diumpamakan ujung jari dengan telapak tangan. Ujung jari bisa membedakan sentuhan-sentuhan kepda : Sutra, beludru, minya, tepung, kapas, kaca, kikir, kertas gosok. Akan tetapi telapan tangan tidak bisa. Ujugn jari mudah bisa merasakan, sedangkan telapan tangan sulit terasanya.
Manusia yang diibarkan sebagai ujung dari sebuah jari, mudah merasa dan memahami jika mendengar nasihat, serta bisa membeda-bedakan yang perlu dan yang tidak perlu, membandingkan yang halus dan yang kasar, memegang kuat kepada daya penalaran yang penting, memegang teguh terhadap yang kelihatan. Selalu mencari-cari dan menginti-intip nalar yang benar dan baik.
Namun yang bisa diumpamakan telapak tangan : tidak berguna, penggugah hati, peringatan, nasihat, perkataan, cerita, tauladan, pengibaratan dan sebagainya. Karena semua tidak ada yang terasa dalam rasanya, karena rasanya tertutup oleh rasa kasar (hawa nafsu) yang tebal seperti telapak kaki. Para sahabat yagn sudah mempunyai dasar sasa yang halus walau seadanya, sungguh sangat kuat dalam memegang makna yang tersebut di atas. Semoga mendapatkan keselamatan.
PRAYIT NA, WEWEKA, WIRAGNYA
Sesuatu yang perlu dilakukan terlebih dahulu bagi seseorang yang mencari Ilmu Hakikat, yaitu : Berlatih membedakan tumbuhan jiwa yang jelek dengan yang baik, memperhatikan yang benar dan yang salah, di dalam batinnya sendiri. Tekad tujuan : DIAM (barangsiapa yang ingin melihat gerakan, harus diam).
Jika sudah berhasil membedakan rasa yang bermacam-macam, karena rajin merasakan dan rajin memperhatikan, itu disebut PRAYITNA.
Setelahnya bisa yang demikian, kemudian yang jelek dan yang baik itu dipisah-pisahkan, yang jelek tidak dipakai, dan dijaga agar tidak tumbuh lagi, dengan jalan dilupa-lupakan, sedangkan yang baik (yagn benar) dipergunakan, dihidup-hidupi, Jika sudah bisa memisahkan hal itu semua, disebut WEWEKA.
Setelah terpisah-pisah, yagn baik dan benar itu tadi di tata dan dikumpulkan kemudian di rangkai, dipergunakalah daya kekuatannya menurut kegunaannya. Jika sudah bisa merawat atau mengerjakannya, hal yang baik dan yang benar sesuai tempatnya, disebut WRIRAGNYA.
Mansuai yang disebut sudah berada di tingkatan WIRAGNYA, sudah lepas dari pekerjaan membeda-bedakan kejelakan dan kebaikan, serta memisah-misahkan kejelekan dan kebaikan, yang ada di batin dirinya. Yang dikerjakannya hnya yang serba baik, sudah tidak bersentuhan dengan yang jelek. Itulah Derajat Para Nabi dan para Suci yang ada di alam Gaib.


BAB. II,
MENJELASKAN TENTANG TUMBUHNYA BUDI
Artinya :
Mendapatkan aja ran yang keluar dari hatinya sendiri, yaitu ajaran yang membuat puas dan menerima kenyataan di hati
1.
CERITA BAGI ORANG YANG SENANG BANYAK BICARA
Ada seseorang yang hobby banyak bicara dan sombong ketika berada di dalam perkumpulan, perasaan dalam dirinya mengatakan ; Orang lain banyak yang suka, karena gagah/berwibawa, dia tidak tidak tau bahwa di remehkan dan di cibir oleh orang banyak. Jika diingatkan, tidak menjadikan penerimaannya, malah salah terima. Pada suatu hari, orang tersebut sedang berada di suatu perkumpulan, kemudian melihat orang yang banyak bicara serta sombong, segala tingkah lakunya persisi seperti dirinya, disitu tumbuh kesadarannya sehingga tumbuh tidak enak hati dan benci kepada yang banyak bicara itu. Hatinya berkata : Ee.... ternyata oarng yang banyak bicara dan sombong itu sangat jelek, padahal AKU dulu juga demikian, sangat jelek seperti itu.
Temanku sepermainan itu sikap dan perasaannya saling mencibir, seperti ketika aky banyak bciara dahulu. Jika demikian Aku dahulu juga dicibir seperti ini, Aduhhhhh, hatika yang lupa, segeralah ingat : Aku tidak akan banyak kata lagi.
Maksud cerita : Nasihat dari buku, Guru, Nabi, Wali, dan lain sebagainya yang letaknya ada dalam kelahiran di luar diri : TIDAK ADA GUNANYA, jika tidak menyambung dengan rasa diri dari yang dinasehati. Karena yang bisa menasehati itu sebenarnya adalah Tumbuh di dalam batin tiap diri masing-masing.
Sehingga oleh karena pemahaman dan penerimaan hati itu berasa dari MERASAKAN DAN MEMPERHATIKAN, sehingga  orang hidup itu yang rutin MERASAKAN DAN MEMPERHATIKAN, tentu banyak untungnya, karena tiap siang dan malam selalu MENDAPAT NASIHAT YANG BERASAL DARI DIRINYA SENDIRI.
2.
CERITA BURUNG KECIL DAN KUCING
Ada seekor kucing yang terheran-heran melihat burung kecil, tiap-tiap punya anak, selalu dicuri oleh hewan lain. Sang Kucing bergumam, “Ah, besok lagi, jika aku beranak, anakku akan saya pindah-pindah tempatnya, agar supaya jika ada hewan yang akan mengganggu anakku, jangan sampai bisa mengamat-amati dan memperhatikan tempat anakku.
Prayitna dan Weweka (Baca Bab I No.10 bagian akhir). Sang kuccing karena mengamat-amati, yang menyebabkan keselamatan anak-ananknya.
Pada suatu hari sang burung kecil bertemu kucing, keluhannya :
Wahai kecing, nasehatilah aku, bagaimana agar bisa anakku selamat seperti anakkmu, Kucing menjelaskan bahwa anaknya sering dipindah-pindah tempatnya, agar hewan lainnya tidak bisa mengingat-ingat dan memperhatikan tempatnya.
Burung kecil kembali bertanya :  Berasal darimana kamu mempunyai akal yang seperti itu? Jawaban Kucing “ Itu disebabkan aku sering melihat anakmmu dicuri oleh burung gagak, karena tidak kamu pindah-pindah tempatnya.
Maksud dari isi cerita : Keadaan dan cerita yang tergelar semuanya ini Adalah Guru bagi yang sang ahli Memperhatikannya. Terkadang cerita hidup orang lain disa dipakai cermin oleh yang ahli memperhatikan, namun yang dijadikan cermin tidak mengetahui, karena tidak memperhatikan.
3.
Keterangan : SESUATU APAPUN JIKA TIDAK TERHALANG AKAN TERLIHAT NYATA
Untuk bisa memperoleh rasa dan pemikiran, berasal dari merasakan dan memperhatikan. Penyebab dari bisa merasakan dan memperhatikan itu tadi, karena tidak terpengaruh oleh gerakan-gerakan.
Seperti halnya : Ketika mendapat nasihat dari hatinya : bahwa mabuk itu ternyata jelek, itu disebabkan : Tumbuhkan kesadaran pikirannya yang disebabkan karena Diamnya yang hanya sebentar.
Karena ketika itu, hatinya tenang ketika memikirkan Kartu.
Itu sebagai tauladan, bahwa tumbuhnya kesadaran berfikir atau aktifnyarasa itu, karena diamnya atas gejolak-gejolak yang kasar.
Maka dari itu, orang hidup jika menginginkan banyak keuntungannya, harus banyak melakukan menenangkan Pancaindranya. Semakin banyak ketenangannya semakin banyak untungnya.
Semakin tinggi ketenangannya, semakin PRAMANA terhadap rasa yang terhalus.
Orang itu tidak usah berniat : Aku akan merasakan atau aku akan rajin memperhatikan. CUKUP HANYA “DIAM”.
Nantinya Rasa kesadaran berfikir, tumbuh ketika dalam DIAM, tidak menggunakan “AKAN”.
4.
ORANG BANDEL MALAS  MERASAKAN DAN MEMPERHATIKAN APA PUN, ITU BISANYA TUMBUH  RASA DAN KESADARAN BERFIKIRNYA  HARUS DIBENTURKAN OLEH KESUSAHAN, AGAR TERPAKSA DIAM GEJOLAK-GEJOLAK YANG KASAR
Contoh : Ayam yang berlari ke sana ke mari, karena ekornya tersangkut kantong plastik yang berbunyi kresak-kresek, yang dikira ada hewan lain yang mengejarnya. Tidak tahunya, hal itu karena tingkah dan kelakuannya sendiri, yang bergerak dan semakin berlari bunyinya semakin keras.
Apapu yang dialami oleh manusia juga berasal dari polah tingkahnya sendiri, akan tetapi tidak menyadarinya.
Dinasehati pun menggunakan Buku, Guru Wali dan Nabi, jika belum merasakan dan memperhatikan sendiri, tetap tidak percaya, selalu ragu, hal itu iya apa tidak? Dikarenakan belum mengalami bukti nyatanya.
Ayam yang lari ke sana ke mari itu tadi, akan yakin dan percaya jika sudah terbentur. Seumpamanya : Terbentuk dalam semak yang menyebabkan terpaksa diam, tidak bisa melanjutkan larinya. Di situlah tumbuh kesadarannya dan merasakan sendiri buktinya. Kantong plastik yang berada di ekornya kemudian dipatoki .
Maksud dari cerita :
Orang bandel itu kadang dibenturkan oleh Yang Maha Kuasa, agar terpaksa : DIAM, sehingga tidak bisa melanjutkan kelakuannya.
Ujud dari benturan, yaitu : Sakit, kesusahan atau kesengsaraan.
Oleh akrena itu, seseorang yang mendapatkan kesusahan janganlah mengeluh. Justru seharusnya bersyukur penuh prihatin, menyadari kesalahannya, yang kemudian bertobat dan mengentikannya.
Jika belum terbentur, agar berhati-hati mencari jalan untuk kesadaran berfikir serta tumbuhnya RASA dan BUDI, sebisa-bisa jangan sampau dibenturkan. Ibaratnya : Jangan berbedak setalh benjut.
5.
YANG BISA DIJADIKAN PEDOMAN YANG KUAT ITU
HASIL JERIH PAYAHNYA SENDIRI
Ada seseorang yang senang dan puas, karena mendapatkan ilmu yang hebat dari seirang Guru beasr. Ada juga seseoarng yang senang dan puas karena banyak sekali ilmunya, yang berasal dari berbagai jenis buku karangan Para Pujangga Besar, atau dari Kitab-kitab yang bermacam-macam Karangan Para Aulia yagn Luhur martabatnya.
BAHWA SEBENARNYA, yang pantas dijakikan pegangan (tidak bakalan meleset) itu hanya NASIHAT YANG DITEMUKAN DI DALAM BATINNYA SNEDIRI.
Nasihat yang berasal dari luar (Tata kelahiran) hanya sebagai syarat saja, artinya : Menjadi sarana untuk bisa memperhatikan dan merasakannnya, dengan jalan sering menenangkan Pancaindranya.
Sehingga jika tidak rutin mengurangi berkembangnya hawa nafsu dan merakan hinga paham kepada rasanya, seperti halnya seseorang yang merasakan asinnya garam, itu ilmu dan pengetahuannya, kebanyakan tidak ada gunanya, karena hanya berada dalam angan-angan saja. Artinya : Hanya baru bisa menyebutkan saja benar dan baik, senang serta memujinya, atau baru mengerti makna dari kata-kata.
Jangan menggampangkan mengaku paham terhasap rasa dari kalimat, jika tidak rajin menenangan rasa kasar.
Ringkasnya :
Berulang kali yang memberi manfaat itu hanya HASIL JERIH PAYAHNYA SENDIRI.
Rejeki yang didapat dari bekerja dengan penuh kesulitan, yang terasa nikmat dan manfaat kepada diri serta menjadikan berkah itu hanya yang berasal dari KERINGATNYA SENDIRI.
Adalagi orang yang mencari Ilmu hanya ingin mengambil intinya saja, tidak menyukai buku yang hanya berisi nasihat, yang disenangi hanya Buku yang berisi Tinggi-Tinggi dan besar-besar.
Ada juga : Karena sudah banyak Ilmunya, merasa sudah ahli, menolak Kitab Nasihat, sepertinya : Serat Wulang Reh, Wedatama, dibuang nasihatnya, dalam pikirannya : Ah... itu kan hanya untuk yang masih baru belajar, ilmu kan sudah tinggi.
Orang yang seperti itu sesungghnya sudah tersesat jauh, kadengandidasari oleh Riya (Angkuh, sombong).
KETERANGAN
Yang tertulis pada angka 1, 2, 3, 4, 5, tersebut di atas, itu semua, hanya memberi petunjuk, jika manusia bisa tumbuh budi (Mendapatkan ajaran hingga yakin, yang keluar dari batinnya sendiri, yang membuat puasnya hati yang sebenarnya) dengan jalan DIAM, dari gejolak yang kasar. Sedangkan jalan untuk bisa diam : Ada yang berasal dari niat, ada yang berasal dari terpkasa, ada yang disebabkan oleh kadang kala. Untuk penalaran selanjutnya, silahkah di nalar dan dipkirkan sendiri kelanjutannya.
Nyanyian Jawa :
Bener luput ala becik begja // cilaka mapan saking // ing badan priyaangga, dudu saking wong liya // pramila den ngati-ati // sakeh durgama // singgahana den eling.
BAB. III,
MENJELASKAN TENTANG UMPAN DAN NYALANYA  DAYA
A
Apa artinya Umpan ? Apa artinya : Nyala?
Api, Umpannya : diberi kayu kering, ditiupi, nyalanya yaitu semakin membesarnya api yang akan terlihat. Yang akibatnya menaikan Rasa Panas. Dayanya tangan, bagaimana umpannya ? Dibiasakan memegang, sering mengerjakan sesuatu, mengangkat barang berat dan sebagainya.
Mana nyalanya? Yaitu : Bertambahnya kekuatan, bertambahnya ketrampilan, dan meningkatkan rasa kuat dan rasa terampil.
Rasa jari, bagaimana umpannya? Dilatih merasan dan memperhatikan berbeda-bedanya yang disentuhnya dari berbagai macam benda, contohnya : Sutra, bulu, kertas gosok, es, air, jarum dan lain-lainya.
Mana nyalanya ? Iya pekanya terhadap berbeda-bedanya sentuhan  terhadap barang (Orang buta pada umunya lebih peka daya sentuhnya dibanding yang masih bsia melihat), itu semua hasil yang di dapat  seringnya merakan dan memperhatikan dengan bersatunya kekuatan yang menyatu tertuju kepada rasa yang satu.
Isi kandungan cerita :
Bedarnya daya dari nyala (Hidup), nyala itu dari banyaknya umpan (terbaisa)sedang terbiasa di awali dari satu kali, dua kali, tiga kali, ddan seterusnya, semakin lama semakin tajam, menghasilkan Nyala.
B
MAKSUD ANAK DISEKOLAHKAN
Maksud anak disekolahkan : Maltih penglihatan, pendengaran, pengucapan, sentuhan, pikiran, dan rasa.
Umpannya untuk penglihatan : melihat dengan teliti, melukis, meneliti bentuk gambar dan tulisan, melihat tanan yang baik dan sebagainya.
Hasilnya : Tajam penglihatannya, yaitu nyalanya penglihatan, juta terasa tajamnya (Nyala artinya hidup).
Umpannya untuk pendengaran : Dibiasakan memperhatikan perintah guru, omongan teman-temannya dan omongannya sendiri.
Umpannya untuk pengucap : Berkata keras, jelas, perbedaan uacapan, perbedaan bunyi di lidah, tenggorokan, bibir, menjawab pertanyaan, menyampaikan pendapat dan sebagainya.
Umpan untuk tangan, menggambar, menulis, menyulam, mengukir. Hasilnya Ketrampilan.
Umpan untuk pikir yaitu : menggunakan secara luas dengan memutar tugas dari penglihatan, pendengaran, ucapan, perabaan dan sebagainya.
Jika hal ini kurang perhatiannya, bisa menumbuhkan masalah yagn tidak dirasa, yaitu :
I. Sering berkata mengikuti roh hewani, terpengaruh jeratan nafsu yang megajak untuk tergesa-gesa, gugup, sehingga meninggalkan daya pikirnya.
II. Sering tidak mengetahui kesalahan perkataannya sendiri, karena pendengarannya pada waktu berkata-kata, tidak sambung dengan pikirannya, Penyebabnya : ada yang dikarenakan terjerat nafsu, ada yang dikarenakan angan-angan, terbiasa berbuat tanpa sir (penghayatan).
III. Banyak anak-anak yang mudah lupa dan gampang bingung, gelap serta ruwet, itu tidak lain karena terbiasa menggagas jalannya pkiran tanpa di tata, tidak seperti air mengalir namun bagaikan air yang diobok-obok atau tergenang.
IV. Banyak anak yang banyak berbuat salah, akrena mudah gugup, terperanjat, khawatir, kecil hati, itu dikarenakan terbaisa menempatkan nafsu yang mengajak gugup, takut dan khawatir, dan tidak ada yang membelokannya agar berubahnya yang diterapkannya. Jika nafsu yang jahat kebanyakan tempat, dari besarnya kekuatannya akan menutup Sir (penghayatan).
V. Banyak anak yang sikapnya tidak bsia tenang, banyak tingkah, kurang perhatiannya, seperti, menaruh barang kurang tepat, Senang terdiam, ketika berjalan sering tersandung. Itu disebabkan terlalu banyak geraknya dari roh hewaninya, tidak ada yang menegurnya, terlanjur menjadi Roh Hewani kebanyakan umpan, kebesaran kekuatannya dari roh gelap, sehingga menggelapkan pikiran.
Hal di atas adalah umpan dari penempatan Pkiran yang pertama (menghayati pekerjaan dari Ucapan, Pendengaran, Penciuman, Penyentuh, perasa), yang yang kedua  : digunakan untuk mengingat-ingat serta merangkai (mencari pikiran), seperti : Mengira-ngira, menghitung-hitung, menghapal, menjawab pertanyaan, mencari cara dan sebagainya.
Umpan penempatan rasa : membedakan kelakuan baik dan buruk, dengan menggunakan sarana dongeng cerita, diajari mengasihi hewan, menghormati orang tua, guru, dan seeiapa saja yang pantas untuk dihargai. Disarankan merasakan tindakan yang pantas dan yang tidak pantas, dituntun mengetahui sikap santun, sopan santun, penuh pertimbangan, yang sebaiknya, yagn harus dihindari (reringa), mengetahui tentang rasa bisa menerima, dan sebagainya.
Jika diringkas, maksud dari Sekolah itu adalah : Menghidup-hidupkan rasa yang baik (tentang halus dan terang),  mematikan rasa yang tidak baik (yang kasar dan gelap).
Jiwa yang masih lemah, seperti jiwa anak-anak, belum memliki kehati-hatian, belum terlalu bisa membedakan baik dan buruk, yang berada di dalam dirinya, sehingga harus WEWEKA (Baca bab sebelumnya) :
GURU :yang berada di luar diri Murid, agar bisa menempatkan dirinya untuk berada di dalam diri Murid; artinya : harus masuk ke dalam hati murid, dimintai tolong oleh jiwa yagn ada di diri Murid, tentang hal “PRAYITNA dan WEWEKA, dan juga penuntunnya Pikir serta menyarankan penempatan hal yang baik, dan melarangan yang jelek.
Sehingga guru itu adalah DUKUN yang berkewajiban menyenbuhkan Jiwa, harus meneliti dan memeriksa apa penyakitnya, apa penyembuhnya, dan bagaimana sikap dan cara menyembuhkannya.
Seorang Guru untuk bisa bersikap demikian itu, jika guru PRAYITNA sendiri serta WEWEKA sendiri, sehingga bisa diam gejolak-gejolak yang kasar agar bisa merasakan dan memperhatikan ingatan-ingatan. (Niteni).
Guru Sekolah, Guru Ilmu Kebenaran batin, Guru Ilmu Hakikat, Guru yang ada di alam Gaib, kewajibannya tidak ada yang beda, semuanya memberi pertolongan tentang hal : PRAYITNA dan WEWEKA, kemudan Kemudian menuntunnya dan memberikan Caranya atau saran-saran. Semua Utusan Tuhan, diharapkan untuk memperindah Sifat Allah, yaitu sifatnya diri pribadi.
C
SIAPA MEMBUANG YANG JELEK, MENEMUKAN YANG BAIK;
SIAPA MENCARI YANG BAIK, PERGILAH KEJELEKANNYA
Pepohonan yang ranting bagian bawahnya di pangkas, yang atas akan menjadi rimbun. Pohon Tembakau, teh, yang dikurangi daun dan rantingnya, yang tertinggal menjadi berkembang. Pohon yang kurus yang disebabkan oleh benalu, jika sudah dihilangkan benalunya, menjadi gemuk. Anak yang kurus karena cacingan, jika sudah dihilangkan cacingnya, kembali segarlah badannya.
Semua itu adalah Daya Hidup yang semula menghidupi yang jelek, kemudian pindah menghidupi yang Baik. Kekuatan dan hidupnya tidak berkurang, hanya pindah, terpusat, berkumpul kepada yang baik, bagaikan mengalirnya air, jika kebocorannya di tutup, lairannya menjadi satu hingga menjadi deras.
Demikian mengalirnya air Hidup, jika gejolak-gejolak yang kasar (rendahan) dipangkas, gejolak-gejolak rasa yang halus (luhur) semakin meningkat daya kekuatannya. Contohnya : Jika nafsu yang jahat dikurangi dayanya, nafsu yang baik akan menjadi besar daya kekuatannya. Jika terus dilanjutkan dalam menguranginya dari bawah, semakin lama sifat manusia itu semakin halus dan luhur, semakin besar dayanya, hinga bisa mencapai Rasa Mulia (Rasa Tinggi), yang bernama RASA SANGKALPA, puncak terpuncak Gaib, yaitu : Sempurna.
Budi dan Rasa bisa diumpamakan Pohon (Bagi sebuah Jiwa yang belum setingkat Nabi). Roh Hewani (Nafsu) dianggap sebagai Benalu bagi cabang yang ada di bawah, Atau Cacing perut yang jadi penyakit.
Keterangan di atas itu maksdunya : Kata membuang yang jelek menemukan yang baik. Sedangkan mencari yang baik akan hilanglah kejelekannya, sebagai berikut :
Barangsiapa yang banyak mengedepankan rasa yang baik, walau pun tidak mempunyai  hasrat untuk membuang sifat jeleknya, namun yang jelek akan pergi dengan sendirinya, karena selagi yang baik yang dipergunakan daya kekuatannya, daya hidup akan selalu mengaliri yang baik, menguatkan yang baik. Yang jelek tidak mempunyai daya mengeluarkan daya kekuatannya, terbawa arus oleh aliran daya yang baik. Aliran air hidup, kekuatannya memihak kepada yang baik, yang jelek kekurangan air, dan kekurangan tempat. Jika terus selalu kekurangan kekuatannya, lama-kelamaan akan mati, yang ada hanya tinggal kekuatan daya yang halus dan luhur, yang bekerja tanpa ada gangguan. Itulah kondisi manusia yang sudah Ahli WIRAGYA, Ujud adanya  adalah : Semua para Rasulullah.
D
MAKSUD DARI ORANG DIAM
Tidak kurang orang yang salah paham kepada yang dimaksud dari orang Diam. Sepertinya : Bertanya kepada hatinya sendiri, begini :
“Orang diam itu apakah seperti batu?”
“Orang yang membuang pikiran dan gagasan itu apakah agar bodoh seperti kerbau?”
“Orang yang membuang keinginan, irihati atau kesenangan itu, apa agar supaya seperti mesin atau burung yang berada di dalam sangkar?”
“Orang yang berusaha untuk tidak mempunyai nafsu, sakit hati dan malu itu, apa agar supaya seperti orang gila, yang seolah tidak memiliki perasaan?”
Tidak kurang orang yang menolak dengan keras untuk belajar Ilmu Hakikat, khawatir jika mirip seperti : Batu, kerbau, peralatan mesin atau seperti orang gila.
Walau pun orang yagn sudah mengikuti mencari Ilmu, banyak juga yang salah pengertiannya tentang maksud dari orang Diam. Itulah yang menyebabkan sebagian orang yang mencari Ilmu Hakikat justri menjadi gelap atau bingung sehingga tersesat ilmu dan tindakannya.
Orang yang membiasakan Diam itu yang dilatih adalah Tenangnya gejolak-gejolak yagn kasar, yagn rendah. Gejolak-gejolak yang halus justru diterapkan sesuai yang seharusnya, jangan sampai yang kasar berlebihan tempatnya, dan yang halus kekurangan tempatnya, seperti tingka dari ahli dunia, yang selama hidupnya belum pernah mencicipi rasa dari rasa halus yang tersembunyi di dalam dirinya, yang tertutup oleh rasa yang kasar, yang dikira sudah halus, sudah luhur, sudah benar sekali. Seseorang yang membiasakan Diam itu sebenarnya tidak mengharapkan untuk diam. Dalam usahanya yang penuh semanagta menenangkan yagn kasasar (yang asor), itu dikarenakan akan membuka tempat  bagi yang halus dan yang luhur, yang mendekati rasa dari sang pemberi hidup, yang tindakannya menuju kepada kehendak Sang Penguasa Dunia, yang berusaha menggapai kemuliaan jiwa untuk menjadi luhur dan mulia, yagn daya kekuatannya memberi berkah kepada jiwa-jiwa yang lain yang masih rendah, yang manfaatnya melebihi dari yang hanya mencari keduniaan saja.
Oleh karena hal itu sangat halus, tentunya :
A. Tidak tirlihat mata.
B. Tidak mudah dipikir, tidak bisa diarasa menggunakan rasa bagi yang ahli dunia, hingga bagi ahli dunia perbuatan itu dikiranya :
1. Tidak memberi manfaat kepada sesamanya.
2. Sangat bodoh.
3. Tidak mempunyai perasaan.
Bagi ahli dunia, walau pun tidak mau disebut tidak menjalankan rasa yang baik dan halus, berhati-hati mencari yang benar dan yang perlu, namun belum bisa merasa dalam hal :
1. Berlebihan perkiraannya, kurang keyakinannya.
2. Terlanjur kasar, belum mengetahui yagn lebih halus, lebih mulia atau yang bermanfaat.
3. Banyak ruwetnya kurang keselamatannnya (berada di hati).
4. Sering berlebihan, ibarat sebuah lokomotif itu kurang rem dan sering salah jalur (maka dari itu ahli pikir dan ahli rasa seharusnya bekerja bersama-sama, saling tolong menolong bertukar kebaikan).
E.
DIAM DALAM SAMADI (MEMATIKAN RAGA)
Gasing yagn tergeletak, ibaratnya mati, Gasing yang berputar, namun masih bergoyang, ibaranya : Hidup yang terlalu banyak tingkahnya. Gasing yang berputar kencang hingga terlihat tenang, berdiri seperti tiang, itu ibaratnya : DIAM.
Seperti itulah, Diam yang dicari oleh para ahli, yaitu diam diamnya hidup,  bukan diamnya mati.
Orang bersamadhi atau mematikan raga, awalnya menenangkan gejolak-gejolak yang kasar-kasar, sekalian mengeringkan angin, membuat tangnya air, semakin terdiamnya rasa yang kasar-kasar, semakin terlihat yang rasa yang halus-halus. Semakin tenang semakin terasa lebih yang lebih halus lagi. Jika bisa melanjutkan, Pancaindra akan tenang se tenang-tenangnya, Air Hidup dari manusia tergumpul menyatu berada di Rasul dan Budi. Itu ibaratkan : Cahaya matahari yang lebarnya hanya selebar kaca pembesar, jika dikumpulkan di tengah hingga menjadi satu titik api, cahayanya menjadi mirip dengan Matahari, daya panasnya mampu untuk menggosongkan sebuah kayu kering.
Ringkasnya, bahwa orang diam itu : Bermaksud mengumpulkan semua kekuatan. Jika sudah terkumpul, besar sekali dayanya, kemudian digunakan sesuai apa kehedak dari sang pemilik kekuatan itu sendiri. Bagi yang kurang ghati-hati, terkumpulnya kekuatan, dialirkan kepada rasa yang masih termasuk rendah, seperti : Memohon atau memuja seperti ini : yang menyimpang dari tekad kepada Allah, bagi yagn sudah ahli, dupusatkan  dan diarahkan ke Rasa Tinggi, yaitu Sang Kalpa, yatu rasa Cinta kepada Dzat, cinta kepada Sifat, itu adalah Rasa yagn tertinggi, sama sama soal Rasa yang berada di manusia. Setelah sirnanya yang itu, disebut Maha Kalpa atau Nirwana.
Oleh karena adanya berasal dari musnahnya rasa diri manusia, hilang sama sekali, sehinga mudahnya kata : SIRNA atau Wungwang (HAMPA). Ada seseorang yang salah, oleh karena sudah tidak terasa apa-apa (Sirna), dikira sama dengan batu.
Daya hidup manusia dikala sedang menghidupi Pancaindra, dikatakan hidup di dalam segara Maya (Samudra Maya) gambarannya bagaikan ikan yang hidup di air. Jika manusia sudah bisa memegang erat (menguasai) Rasa yang ada di dalam Sanubarinya (Tidak terhalang oleh rasa yang di luar Sanubari), itulah manusia yang bisa diumpamakan sudah mendapat pedoman, keluar dari segara maya (Samudra Maya).
Rasa yang ada di sanubari, diumpamakan tali yang ada di dalam samudra, menjadi pegangan manusia yang diumpamakan sebagai ikannya, jika kuat dalam berpegangan (Tidak terlepas karena terdorong oleh gelombang atau tidak menyeleweng), manusia itu akan di angkat dari samudra itu menuju daratan, kemudian bisa melihat terangnya hawa (Jaman yang lebih mulia yang tidak terbayangkan).
F.
UJUD DARI  KEKUATAN HALUS YANG TERLIHAT DI TATA LAHIR
Orang yang dikatakan berotot kawat bertulang besi, otot dan tulangnya mendapatkan sanjungan, namun jika diteliti, yang mempunyai kekuatan  itu bukan otot dan tulangnya, buktinya, jika sudah di kafani tidak bisa bebruat apa-apa. Terbukti yang kuat itu yang halus, yang tidak terlihat mata. Otot dan tulang hanya mampu mengangkat benda saja, sedangkan yang halus kuat mengangkat otot dan tulang yang didberi beban barang yagn diangkat.
Ke-halus-an yang mengangkat otot dan tulang itu sama-sama halus, kasar sendiri. Ada yang lebih halus lagi, kekuatannya juga melebihi. Yang melebihi halusnya juga masih ada yang mengungguli lagi, kekuatannya juga  lebih unggul lagi. Seterusnya selalu ada yang mengungguli lagi, Semakin halus semakin kuat. DAN SEMAKIN TEPAT ARAHNYA, yang terakhir itu : Yang tidak bisa dibayangkan, dikatakan dengan kata Gaib, kekuatannya tanpa batas. Kekuatan dari yang halus itu bernama : KAWASA.
Manusia yang memperbanyak menggunakan rasa yang halus, juga banyak halusnya, banyak kekuatannya yang tidak terlihat mata, akhirnya : Puja, Puji dan ucapannya diirngi oleh kekuatan, semuanya.
Contoh kekuatan hati yang penuh rasa yakin :
Ada seorang Pendheta Hindu, bertemu orang yang sedang sakit, mengeluh minta diobati. Pandhita memberi nasihat : Percayalah bahwa akan sembuh, katakanlah : Aku sembuh, aku sembuh, tiap hari, akakn tetapi harus terus di hati, serta dengan penuh keyakinan. Kamu akan benar-benar sembuh. Pandhita melnajutkan perjalannya. Yang sakit sangat meyakini nasihat sang Pandhita, serta menjalan seluruh perintahnya, itulah yang mendikannya dia sembuh (Serat Rama Krisna). Hal itu menjadi tanda bukti, bahwa memang ada kekuatan yang sangat hebat yang ada di diri manusia, bisa menyembuhkan sakit, hingga berubah menjadi sehat. Daya kekuatan keyakinan hati (tebal keyakinannya) kadang-kala melebihi obat dari dokter.
Keyakinan orang sakit seperti di atas belum seberapa jika dibanding kekuatan dari Yakin kepada Allah, karena keyakinan kepada Allah (Hingga meerasuk ke dalam sanubari) itu kekuatan yang teramat halus, lebih menghentak serta kuat menghujam. Orang yang besar keyakinannya kepada Allah, bagaikan melebihi yang menggunakan beteng Baja berlapis tujuh. Rasa sedih, sengsara, sakit, lapar, miskin, celaka dan sebagainya : Tidak akan mampu menghalangi kekutan yang bersumber dari Rasa Yakin kepada Allah, karena keyakinannya hanya tertuju kepada Allah (yang ada di sanubarinya), yang paling besar sendiri kekuatannya. Sedangkan besarnya daya itu tadi tidak lain berasal dari banyaknya penerapannya, yaitu : Terbiasa diam di waktu yang sudah ditentukan, mematikan kekuatan dari gejolak-gejolak kasar, menggunakan Rasa yang ada di pusat sanubari.
Orang yang akan putus nyawanya itu sakit, orang yang mengalami sakit sudah menyebutkannya, akan tetapi bisa berkurang  bahkan terkadang hilang oleh rasa Keyakinannya serta Cintanya. Sehingga ketahuilah :
Orang yagn terbiasa mengumpulkan kekuatan rasa dirinya, dialirkan terpusat ditujukan kepada Keyakinan dan Cinta, yang bertampat di sanubari, air hidupnya akan mengalir dan tertumpah kepada Allah Yang Maha Hidup, bagaikan alira sungai yang tertumpah masuk ke dalam samudra, menyatu menjadi satu, hingga akhirnya tidak akan bisa dibedakan. Jika yang demikian itu yang dijadikan kebiasaan oleh para penempuh Hakikat hingga akhir hidupnya.
Bagi yang sedang mengalami kesussahan dan kesengsaraan, selain jangan sampai tipis keyakinannya kepada Allah, perlu mengetahui : Bahwa; Kesusahan atau kesengsaraan yang disampaikan kepada yang Maha Gaib hingga sampai ke inti rasa : Sangat besar sekali manfaatnya. Sehingga, tidak baik baik mengeluh dikarenakan kesusahan dan kesengsaraan, walau yang bagaimana pun, karena : Jiwa yang berbadan kasar untuk bisa kembali menjadi yang Gaib lagi, jalannya adalah berupa Kesengsaraan, dari kesengsararan itulah yang menghantarkan untuk bisa keluar dari Jiwa yang kasar dan gelap menuju kepada Ke-Halus-an dan yang terang (Sahabat, yang sama sekali belum bisa memahami atas uraian yang sedikit ini, menurut yang menulis buku ini hanya PERCAYA saja, besok hari akan ada masanya merasa sendiri dan sangat yakin).
YANG  BERLAWANAN
Orang yang mengandalkan makanan, tentunya merasa khawatir serta tidak kuat jika kehilangan daging atau makanan yang enak. Karena mempercayai kepada tidak kuatnya, tantunya akan terjadi menjadi tidak kuat. Dikarenakan  dari tipis keyakinannya kepada Allah, tentu saja akan kekukarangan Daya hidup, karena dari rasa khawatirnya, maka akan menjadi dan tewasnya.  Seumpama takut mati karena tidak makan daging, bisa saja mati gara-gara tidak makan daging. Orang yang kuat keyakinannya bisa hidup hanya dengan minum air saja, kadang juga dari sedikit demi sedikit dan selalu mengarah-ngarah sikapnya dalam membiasakannya, ada yang bisa hidup hanya dengan minum air saja, kekuatan badan kasar yang lemah dan lelah tergantikan oleh kekuatan badan halus yang lebih luas wilayahnya.
Seseorang yang percaya bahwa dirinya bisa mencari dan mendapatkan ilmu hakikat, dengan dasar bersandar kepada Allah yang paling dipercaya di dalam sanubarinya, Insya Allah akan bisa tercapai, sedangkan bagi orang yang tidak percaya kepada dirinya sendiri, atau dirinya di diangggap sial sendiri, dirinya sendiri itu sial sungguhan, dikarenakan terbawa oleh keyakinannya sendiri atau tingkah pikirannya sendiri.
G
TANDA-TANDA BAGI YANG PERCAYA KEPADA ALLAH
Seseorang berkata : AKU TIDAK PERCAYA jika ada hantu, namun ketika berjalan sendirian di tempat yang seram, berdiri bulu kudugnya, kemudian berkata : Tidak ada apa-apa tidak ada hantu, dengan tujuan untuk menghibur dari rasa ketakutannya, terkadang jika dibilang mempercayainya, pun menolaknya. Orang yang seperti itu belum bisa memperhatikan, bahwa tumbuhnya rasa takut itu dari rasa percaya, dan belum bisa merasakan (menghayati) perbedaan dari rasa PERCAYA dan RASA RAGU, sehingga rasa ragu dikiranya rasa percaya. Hal itu sama saja denegan seseorang yang berkata : “Aku tidak marah. Yang dibilangi tidak pecaya, karena marah dan tidaknya, terlihat pada sikapnya, semu dan lagak lagunya, hal itu pun belum bisa membedakan  RASA MARAH dengan RASA TIDAK MARAH.
Tentang percaya kepada Allah jangan sampai salah dengan ragu-ragu. Jangan menggampangkan mengaku percaya, dan tidak usah ditunjuk-tunjukkan tentang keyakinannya kepada Allah, agar tidak seperti yang bergiri bulu kuduknya ketikan menunjukkan bahwa tidak percayanya kepada hantu. Segala sesuatu yang keluar dari lisan , itu tidak berasal dari sanubari.
Saksi atas percaya kepada Allah itu : Malu kepada Allah jika mempunya hasrat jahat dalam hati, malu kepada Allah karena tidak membalas Cinta Allah yang di anugrahkannya kepada dirinya, contohnya : Tuntunan dan cara Allah dalam mengangkat diri  dari jiwa rendah kepada luhur, yang tidak dirasa oleh manusia (Walau pun berupa kesengsaraan, atau pun bukan). Cara membalasnyanya adalah :
1. Ingat dan Cinta.
2. Menolong kepada sesama Jiwa yang masih rendah (Tujuannya hanya kepada yang satu).
Dalam berbuat kebajikan sama sekali bukan bertujuan agar di ketahui oleh orang lain, dan juga selalu beruat kebajikan dengan cara diam-diam.
H
TARIK MENARIKNYA DAYA
 Orang yang diajak bicara tentang rasa masam dari asam, atau melihat orang yang mengunyah asam, bayangan yang tergambar dalam hati dari rasa masam, muncul dan mendatanginya, bagaikan besi yang ditarik oleh besi berani, bangkit bagaikan orang tidur dibangunkan, rasa yang lain-lainnya tergeser menyingkir bagaikan orang banyak yang didesak dari belakang. Rasa yang biasa dipergunakan untuk merasakan rasa asam itu berada di paling depan, menghalangi rasa yang lainnya.
Jika seseorang diajak membicarakan sessuatu yang dahulunya sangat disenanginya, atau sesuatu hal yang menjadikan rasa senang, maka rasa senang akan muncul, bangkit kekuatannya, kemudian menutupi rasa yang lainnya.
Jika seseorang diajak membicarakan kebutuhan seseorang yang dahulunya dibenci, ketika itu seketika rasa bencinya muncul paling depan, bagaikan api di dalam abu yang dikipasi, akan muncul menyala lagi.
Jika seseorang diajak membicarakan kebaikan seseorang, atau diberi penjelasan untuk bisa senang dan menjadi baik itu berasal dari pertolongan orang banyak, maka rasa senang dan sayang kepada orang kemudian bergerak pada posisi terdepan, sikapnya menjadi terlihat manis dan ramah.
Jika seseorang diajak membicarakan tentang rasa ilmu, atau tentang Allah, rasa halus dan luhur muncul paling depan, mendesak rasa yang lain-lainnya.
Begitulah seterusnya, akhirnya : rasa yang tidak pernah dipergunakan semakin lama semakin kurus kerempeng, yang akhirnya menjadi mati. Rasa yang sering di tarik ke depan, sering terbangun, sering tajamnya, semakin lama semakin besar dayanya. Oleh karena itu, watak dan sifat manusisa itu mengikuti kebiasaan hidupnya, orang yang terbiasa menggunakan rasa seperti ini, wataknya begini, sikap dan tingkah lakunya seperti ini, menjadikan sering mempergunakan rasa yang mengajak seperti ini.
Seseorang bertempat tinggal di tempat yang ditempati orang baik, dan berkumpul dengan orang baik, maka tiap hari akan di terik kepada hal yang baik, hawa dari lingkungan itu juga baik.
Maksud dari keterangan : Sangat diperlukan bagi orang yang mencari ilmu Hakikat untuk selalu berkumpul, kemudian bermusyawarah, yang berguna untuk menarik keluar rasa yang halus yang bersembunyi di dalam. Ketika rasa halus sudah berada di depan, menggeser rasa kasar sehingga menjadi berkurang kekuatannya. Jika yang halus sudah bergerak, maka orang yang mengadakan sarasehan tidak terasa capek, mengantuk dan lapar, karena capek mengantuk dan lapar itu tumbuh dari rasa kasar (Rahsa), di karenakan ketika sedang sarasehan yang berada di depan yang bekerja adalah yang halus (yang tidak mempunyai sifat lelah, kantuk, dan lapar). Sehingga yang kasar kehilangan daya kekuatannya, sehingga terkalahkan , tidak mempunyai kesanggupan lagi mengeluarkan wataknya.
Di depan sudah dijelaskan, bahwa yang besar kekuatannya itu adalah manusia yang sudah banyak halusnya, sehingga yang bisa menarik rasa halus yang tipis yang terhalang oleh rasa kasar yang tebal : Itulah manusia yang sudah besar kekuatan rasa halusnya; ceutsan hatinya bisa menatik kehendak orang lain, kata-katanya bisa menyentuk rasa yang sebagai penyebab menjadi terasa. Merasa, menelaah. Para nabi dalam menarik rasa dari orang berjuta-juta yang tertutup rasanya, itu bagaikan Lokomotif yang menggeret gerbong yang sangat banyak, karena dari besarnya kekuatannya, sakti perkataannya. Orang yang ahli ilmu spiritisme untuk bisa menarik dan memerintah jiwa orang glain, tidak lain karena memperbanyak menggunakan rasa yang halus. Yang bisa di tarik itu tentunya jiwa yang terlalu banyak kasarnya, hingga sedikit sekli kekuatan jiwanya.
Golongan badan halus yagn rendah (Dhemit dsb) tidak bisa mengganggu manuisa yang besar kekuatan kehalusannya, berulangkali hanya oang yang kosong hatinya hingga bisa di goda oleh makhluk halus rendahan (dhemit).
Oleh karena manusia yang mempunyai kekuatan besar bisa membantu kepada yang sedikit kekuatannya, maka dari itu yang sedikit kekuatannya perlu sekali mendekati, atau bergaul, seperti halnya : Makmum, mencari berkah, mohon doa, memegang nasihatnya dan sebagainya. Silaturahmi setelh lebaran tujuannya adalah :
1. Mencari daya penarik kepada orang tua.
2. Menarik rasa Cinta, yang dayanya juga kepada kehalusan, yang tujuannya hanya kepada Allah.
3. Belajar mengolah Raga, bellajar mengosongkan hati (lebih baik di bandignkan hanya berkirim surat atau uang).
Selain itu, orang yang sedang mencari ilmu juga sangat perlu mengakan kumpulan, yang tujuannya mengumpulkan kekuatan dari orang banyak, dijadikan satu. Terkumpulnya daya dari orang banyak yang satu tujuan : Merupakan kekuatan besar, bisa mempengaruhi jiwa-jiwa yang lain. Laku dan perbuatan yang demikian itu baik teramat baik, terlebih lagi jika yang dikumpulkan itu sudah memeliki kehalusan yang banyak, terkumpulnya akan menumbuhkan suasana indah di dalam gaib, menjadi hiasan di dalam Kerajaan Allah, kekuatannya bisa membuka daya pengaruh dunia yang mengepung di kanan kirinya.
Sangat penting sekali di jaman sekarang orang untuk menyambung silaturahmi. Serta kerukunan menjalanlankan hal itu, karena daya kekuatan dunia sekarang ini sangat besar sekali, penuh daya angkara murka, sehingga menyebabkan manusia menjadi kesulitan untuk bisa lepas dari pengaruhnya, bagaikan sulitnya jika ingin keluar dari lumpur hisap.
I
BADAN TUA BADAN MUDA DAN UMUR PANJANG
Ketika manusia amasih muda, raganya banyak sehatnya, besar kekuatannya, semakin tua semakin banyak rasa yang tidak enak. Jika sudah tua sekali, ssakitnya semakin parah dan selalu berganti-ganti, hingga tidak kuat lagi untuk menguat-nguatkannya, sudah tidak mempan untuk disembuhkan, itu sebagai tanda waktunya ....................................
Pemikina 2 macam di bawah ini, manakah yang benar?
Yang satu : Oleh karena sudah semesti badan yang sudah tua banyak penyakitnya dan sudah tidak bisa ditolak lagi, bagaimana lagi, tidak lain yah harus menerima, menyerah saja, meski di obati pun, hanya menghabisskan biasa banyak, mana mungkin sembuh, biarlah dibiarkan saja, tidak kuat ya sudah. Jika sudah tidak kuat, tentunya akan mati sendiri.
Yang ke dua : Oleh karena manusia diboleh berikhtiar, orang sakit itu harus di obatkan, sebisa mungkin, walau pun tidak sembuh, itu bisa mengurangi. Barangkali aja bisa sembuh. Walau pun pada akhirnya pasti mati, namun jika hidupnya lama, akan bisa menerima bayaran agak lama lagi, bisa agak lama merasakan makanan enak, bisa lama ikut bersenang-senang, bisa menonton ramainya dunia agak lama. Barangkali aja.... bisa menikah lagi dengan wanita cantik, agar supaya bisa merasasakan KENIKMATAN DUNIA agk lama.
Menurut yang menulis buku ini, pikiran dua macam di atas, keduanya ada benarnya, dan keduanya pun ada salahnya.
Jika badan sakit kemudian nekat, karena sudah semestinya sakit, itu merupakan kehinaan yang sia-sia. Akan tetapi jika dalam mengobati  karena mempunyai pengharapan untuk bisa mengharapkan kenikmatan yang lama, dan ingin mendapatkan uang dan sebagainya, orang yang seperti itu akan didatangi oleh kesengsaraan hati dan kebingungan pikirannya yang tidak bisa di tolak, dan lagi  rasa sengsaranya sangat hebat, karena orang yang seperti itu Selamahi dupnya hanya menggunakan harapannya hanya kepada kenikmatan dunia saja dan menempatkan sangat cintanya hanya kepada dunia. Semakin banyak umurnya, semakin kuat pengharapannya kepada kenikmatan, semakain cintanya kepada dunia. Pada akhirnya semakin lama semakin tidak tercapai yang menjadi pengaharapannya justru akan semakin tumbuh membesar pengharapannya. Sumpama umurnya di tambah sedikit lagi, untuk bisa merasakan kenikmatan dunia, setelah diturui juga meinta di tambah sedikit lagi karena masih ingin menikmati kesenangan dunia sedikit lagi, akan selalu begitu dan tidak akan ada putu-putusnya. Justru akan semakin besar pengharapannya, serta semakin kuat keinginannya serta semakin naik minta tambahnya.
Ketahuilah : Sakit yang sangat sakit itu tidak seperti orang yang besar keinginannya, tidak keturutan, kaget teramat kaget itu, tidak seperti orang orang yang saling jatuh cinta di putus secara tiba-tiba. Hal ini bisa diumpamakan : Seorang desa yang sedanga  melaksanakan hajatan menikahkan anaknya, yang basok akan menerima tamu dan sumbangan, tiba-tiba keetika pergi ke kota kena tipu oelh Werek Deli, kemudian di tahan di Deli, tidak bisa berkirim surat, tidak bertemua dengan saudaranya satu pun juga, dan selamanya tidak bisa pulang.
Memang seharusnya seseorang itu mencari kesehatan badannya dan panjangnya umur, namun jangan lupa kepada tugas diri hidup di dunia. Sehingga, kesehatan badannya itu gunakanlah untuk meningkatkan perbuatan tentang jalan menju Allah, untuk dipergunakan untuk menjalankan kewajiban yang harus dikerjakannya, yang tumbuh dari Rasulnya. Umur panjang itu yang benar adalah digunakan untuk  menyelaraskan Rasa Halus dan untuk digunakan sebagai  menguasai dan mengurangi kekuatan dari Daya kasar (Nafsu Amarah, luwamah dan Supiyah), dan juga mengurangi daya kekuatan dari roh hewani. Jika demikian, semakin lama hidupnya semakin besar kekuatan halusnya, semakin sedikit kekuatan kasarnya. Semakin terang jalan menuju Allah, semakin kuat penglihatannya, semakin ada jarak dengan urusan dunia, dan juga semakin berkurang kekuatan yang mengajk sakit, kantuk dan lapar. Sehingga : Panjangnya umur dan sehatnya badan itu sangat bermanfaat. Orang yang seperti itu, semakan lama hidup semakain banyak untungnya, yaitu keuntungan memperoleh daya halus. Manusia yagn sudah bisa merasakan manfaat dari daya halus, sangat tekun mencari semakin bertambahnya rasa halusnya, menghemat waktu, merasa rugi jika banyak waktu yang terbuang yang tidak dipergunakan mencari daya, karena dalam setiap waktu bisa dipergunakan menambahkan kekuatan daya halus. Semakin paham terhadap manfaat daya halus, dan karena pandainya mempergunakan waktu, seolah-oleh mempunyai semboyan : WAKTU ITU DAYA.
Selain banyak keuntungan mendapatkan daya halus, (yang menjadi penyebab berkuasa di alam ke-halus-an), orang yang bisa mempergunakan waktu itu merasakan nikmat dan senang karena tercapai apa yang menjadi cita-citanya. Tekad : Menghindari urusan dunia itulah yang menjadikannya puas karena tercapai yang menjadi cita-citanya.
Selain mendapat keuntungan berupa daya halus, dan tercapai cita-citanya, kesengsaraan badan kasar ketika berumur tua, juga banyak berkurang. Karena : Daya kasar yang kerjanya mengajak sakit sudah tipis, sudah tergeser oleh kekuatan yang mengajak diam. Bahwa ituah yang sebenarnya yang menyebbakan sakitnya badan tua, yang biasanya disebebkan terlalu besarnya nafsu luamah, contohnya : terlalu banyak makan dan minum, kotor dan berlebihan baik jumlah atau jenis yang di makan, apalagi jika mdat atau mabuk. Sahwat dan terlalu banyak tidur juga termasuk daya nafsu luamah.
Sehingga ringkasnya : Memang benar jika badan sakit itu diusahakan untuk sembuh, namun sanagt keliru sehatnya badan dipergunakan  menuruti kesenangan. Benar sekali oarng mencari umur yang panjang, namun sangat salah umur yang panjang dipergunakan untuk menuruti rasa yang rendah.
BADAN MUDA
Sayang sekali badan yang kuat dan segar dipergunakan untuk malas-malasan, malas mempergunakan pikiran dan kekuatan untuk bekerja dan mencari kepandaian, namun keliru jika niatnya bekerja hanya dikarenakan ingin merasakan nikmat dunia. Sangat salah jika mencari kepintaran dan keahlian hanya  bertujuan untuk mendapatkn pujain. Seharunya itu bekerja dengan giat yang bertujuan untuk menjalankan kewajiban hidupmya, mengikuti petunuk yang berasal dari hati sanubari (Mematuhi kehendak yang memberi hdup) yaitu memperbaiki sifat sesasmanya, sekalian merawat raganya jika sudah berumur tua, bukan mengharapkan untuk bisa merasakan kesenangan dan enak saja, justru dalam bekerja  sekalian menghilangkan rasa yang kasar-kasar, yang mengajak kepada enak dan kesenangan saja.
Sehingga, harapan-harapan yang baik itu seperti ini :
1. Agar supaya dalam saya mengendapkan air tidak banyak gangguannya, aku harus bekerja untuk bekal di alam dunia (Penggoda manusia di dunia itu jika tidak punya harta dunia).
2. Agar supaya tercapai keinginanku dalam mencari untukbisa mengerti dan kepandaian, aku harus mempunyai uang untuk biaya.
3. Hidupku di dunia walau banyak hartanya atau tabungannya yang baik itu harus tetap bekerja. (Harta yang banyak atau tabungan itu berupa rasa yang halus).
4. Aku butuh dikatakan Baik oleh orang di dunia, namun dikatakan baik itu perlu sebagai tanda bahwa aku sudah benar-benar baik, perlu yang sebenarnya itu :NYATANYA bukan terkenalnya, sehingga yang saya harp-harapkan bukan yang menyanjung, justru dalam ketika dikatakan “Baik”  dengan menghindari kata jelek itu sekalian menghilangkan rasa yang mengharap-harap untuk dikatakan baik, dan rasa senang karena dikatakan baik dan juga membuang rasa kecewa ketika dikatakan jelek.
Ringkasnya demikian : Yang masih kuat badannya dan terang pikirannya harus giat mencari jalan terang, semangat mencari daya halus, senyampang masih luas kalangannya, senyampang lebar bulannya, jangan tergesa-gesa mengumpulkan kekuatan menyetujuai semua ingatan, waktunya sudah sempit, seadaninya di awali dari kalimat : menolak (sudah terlanjut mempunyai keyakinan tinggi) akan tetapi mengambil intinya saja : Tidak boleh, serta sudah terlanjut besar nafsunya, terus, bagaimana?
Senang, enak, dan merasa enak hanya sekedarnya saja untuk penguat dalam bekerja, yang tertuju kepada Tekad.
KETERANGAN
Uraian yang ditandai huruf A-B-C-D-E-F-G-H dan I, sembilan jenis itu yang dimaksudkan hanya satu, menjelaskan bahwa manusia itu selama hidupnya di siang dan malam, ketika terjaga atau tidur, bekerja atau menganggur, tiap jam dan menit, tidak pernah terputus mempergunakan DAYA, ada yang mempergunakan daya halus , ada yang mempergunakan daya kasar, ada yagn terbiasa menggunakan daya Rasa Mulia, yang urut dengan dayanya sanubarinya, hanya yang terbiasa hanya kepada penggunaan Rasa Madya saja. Ada yang terbiasa menggunakan rasa nistha, yaitu rasa kasar dan asor, yang arahanya menuju kegelapan dan kesialan. Sehingga : Selama hidupnya manusia itu memergunakan Daya hidupnya untuk menghidupi tanamannya (Bijinya), sedangkan sebagai tandanya bisa diumpamakan ada yang berupa tanaman padi, jarak, glagah, teh, lateng dan lains ebagainya. Rasa yang bermacam-macam yang ada di diri manusia  -- baik yang Jahat atau yang luhur ... masing-masing bisa dijadikan bibit jika dihidup-hidupi (dibiasakan digunakan) akan tumbuh subur menjadi besar. Yang mana yang bear dayanya :  berkuasa menghidupi  (Membungkus, atau menggeser, atau menutupi) terhadap yang lainnya yang lebih kurus. Sedangkan rasa yang beraneka ragam  jelek dan baik ... berujud roh yang mempunyai alam sendiri-sendiri.
Terbukti dari masalah itu bahwa manusia itu bisa menjadi luhur yang lebih dari luhur, bisa rendah lebih dari yang rendah, bisa mulia dan kuasa lebih dari mulia dan kuasa, bisa tidak punya apa-apa dan sial yang lebih dari kesialan, Ringkasnya : Jika menjadi baik itu tidak seperti manusia, jika menjadi kasar itu tidak seperti manusia. Jelasnya : Manusia itu bisa menjadi Tuhan bisa menjadi Iblis; bisa menjadi Dewa bisa menjadi makhluk halus yang terjahat, bisa menjadi Gandarwa (raksasa) bisa menjadi Mustika dunia, bisa menjadi kotoran dunia, bisa bertempat di dunia yang lebih dari mulia. Yang terang benderang, nikmat, manfaat dan rahmat yang tidak bisa terbayangkan, bisa pula bertempat di kegelapan, yang sangat sengsara tersia-siakan yang tak terkira.
Oleh karena itu, wahai sahabat, berhati-hatilah dalam menggunakan rasa, jangan samapi terbiasa menggunakan rasa yang rendahan.
ooOOoo
Dari Huruf A hingga I, menjelaskan bahwa orang yang belajar berfikir baik, samadhi atau tafakur, percaya kepada Allah, makmum kepda orang yang besar daya kehalusannya ....... semeua bertujuan memunculkan daya yang baik (menghidup-hidupi daya yang baik) serta berusaha mematikan bibit yang jelek. Menerapkan yang baik akan membuat  kurangnya daya kekuatan yang jelek. Berkurangnya kekuatan yang jelek : menjadi hiduplah yang baik (Huruf C). Mengingat-ingat dan membicarakan ilmu yang menuju Allah, membangkitkan rasa yang baik (Huruf H).
Manusia hidup menjaga kesehatan badannya dan berusaha memanjangkan umurnya ; tujuannya untuk menumbuhkan bibit yang baik. Jika kesehatan badan dan panjangnya umur dibiasakan untuk ditempati rasa yang rendahan : Sangat salahnya, serta sangat disayangkan, kasihan sekali jiwanya (Huruf I).
Nyanayain Jawa Macapat :
Angkara gung (Nafsu angkara).
Neg angga anggung gumulung (Di raga besar menggulung)
Gogolonganira ((Pengaruh) golongan itu)
Tri loka lekeri kongsi (mempengaruhi tiga alam kemampuan pengaruhnya)
Yen den umbar ambabar dadi rubeda (Jika dibiarkan berkembang menjadi pengganggu).

Beda lamun (berbada bagi yang)
Kang wus sengsem reh ngasamun (Yang sudah menyenangi mengekang diri di keheningan)
Semune ngaksama (Sikapnya penuh kesabaran dan ampunan)
Sasamane bangsa sisip (Kepada sesamanya yang berbuat salah)
Sarwa sareh saking mardi martotama (Bertindak tenang karena selalu bersikap yang utama).
BAB. IV
KEHENDAK, SIR,TEKAD SERTA HUBUNGANNYA
Berkumpulnnya Kehendak itu ditarik oleh SIR.
Mengalirnya “Sir” ditarik oleh TEKAD
Catatan :
Keinginan berasal dari daya           Nafsu
Kehendak berasal dari                  Sir
Tekad berasal dari                        Rasa (Rasul)
Penerang nafsu adalah                 Manas rendah (roh hewani)
Penerang SIR adalah                    Pikiran (Roh khani)
Penerang Rasa adalah                  Budi (roh ilafi)
Tekad diumpamakan                    Batang (deleg).
SIR diumpamakan                        Cabang
Keinginan diumpamakan               Ranting
Sifat diumpamakan                       Ranting terkecil.
Jika seseorang tidak memiliki pekerjaan. Terkadang terasa sekejap dalam hatinya ingin seperti ini, namun tidak begitu mantap, kemudian sekejap ingin begitu, juga tidak mantap tidak menyatu, hal itu apakah sebabnya. Penyebabnya adalah Bagian dari keinginan (gejolak-gejolak) saling bertentangan, sebagian mengajak begini, bagian yang lain tidak menghendaki, kemudian ada bagian yang lainnya lagi mengajak begini lagi, bagian yang lainnya jiga tidak mau diajak, tidak menyetujuinya.
Gejolak-gejolak perselisihan atau tidak menyetujui pada umumnya disebut : Keinginan yang tidak menyatu atau yang tidak mempunyai kemantapan.
Perselisihan gejolak-gejolak itu membuat keruhnya aiar, bagaikan air yang selalu diobok-obok, sehingga berkembangnya gejolak-gejolak yang sangat banyak, yang sebelumnya tidak bergerak, kemudian menutupi RASA, menghalang-halangi terangnya budi. Semakin lama dalam perselisihannya, semakin membuat gelapnya pikiran, dan semakin banyak pula tumbuhnya cetusan-cetusan hati.
Jika sudah ada SIR yang kuat, serta kemudian mengerjakan sesuatu pekerjaan, di situlah baru menyatu, gejolak-gejolak menyetujui, saling berjalan menuju satu tujuan, karena semuanya berjalan mengikuti petunjuk SIR. Sehingga bagaikan air yang mengalir, tidak seperti yagn diobok-obok.
Selama masih belum sampai kepada sesuatu yagn di SIR (selama belum tercapai yang diinginkannya) gejolak-gejolak masih mendukung menyatu saling mengikuti berjalannya SIR, jika sudah tercapai yang diinginkannya, itulah baru berhenti, ketika itu gejolak-gejolak yang merupakan keinginan, sering berselisih lagi, sebagian mengajak begini, mengajak begitu, mengajak demikian, bisa diumpamakan : Hewan berbagai jenis yang diikat menjadi satu, tidak bisah terpisah namun berselisih saling mendiamkan yang lainnya, watak dari satu dengan yanglainnya sangat bertentangan, serta memiliki kekuatan sendiri-sendiri. Agar bisa menjadi kesepakatan lagi jika ada SIR lagi, yang diikuti oleh gejolak-gejolak. Nantinya jika sudah terlaksana lagi yang di SIR, akan bingung lagi, karena gejolak-gejolak berselisih lagi. Seperti itulah dan berulang kali : selalu berselisih, berkumpul, berselisih, berkumpul dan seterusnya.
Penyebab dari berselisih itu jika sudar tercapai keinginannya, berkumpul jika belum tercapai ( Hal itu jika dirasakan, tentunya aneh sekali, sedangkan terpainya yang di SIR itu hanya puas sebentar saja, kemudian muncul perselisahan lagi, serta bingung lagi, karena susah keturutan. Lebih baik ketika masih berjalan, (belum tercapai keinginannya), tidak ada perselisihan atau kebingungan, hati menjadi enak, pikiran terang).
Cobalah, pertanyaan di bawah ini pikirkanlah, bagaimanakah jawabannya :
1. Oleh karena tiap sir datang menimbulkan rasa bingung jika belum tercapai – jika ditanyakan : Apakah lebih memilih kedatangan sir-nya saja, agar tidak terjadi perselisihan atau kebingungan?
2. Oleh karena tiap berjalannya pancaindra menjadikan berhentinya perselisihan, bisanya rukun tiap panca indra berjalan, pertanyaannya : Apakah memilih berjalan terus tanpa berhenti selama-lamanya ? (Tidak mau berhenti, bisa menimbulkan perselisihan).
3. Bagaimana seharusnya berjalannya panca indra agar selamanya selalu rukun, tidak sering terjadi perselisihan, untuk bisa seperti air yang tetap alirannya?
4. Bagaimanakan agar bisa pancaindra berhenti atau beristirahat dengan tenang tenteram, tanpa diganggu oleh perselisihan (Apakah memang harus tetap terjadi hal demikian, tidak bisajika demikian)?
Sesungguhnya penyebab dari kehendak yang kadang tidak berkumpul, tidak lain karena kehilangan SIR-nya, karena sir itulah yang menjadi penuntun keinginan,sedangkan yang menjadi penyebab kadang-kadang ditinggalkan oleh Siryaitu : Kadangkala karena berganti-ganti sir yang tidak satu tujuan (maksud), diumpamakan : Hewan yang bermacam-macam jenisnya yang terikat menjadi satu itu, yang menuntunnya selalu berganti-ganti, itu menyebabkan sering terhenti, terhenti tiap berganti yang menuntunnya (berganti sir). Selama waktu berhenti, hewan yang bermacam-macam jenis tidak terurus, tingkahnya tak beraturan, serta tidak satu tujuan, karena sir itu tidak sama wataknya (Tidak sama yang di sir), itu yang menyebabkan berbelok-beloknya dari hewan-hewan yang dituntunnya. Bisa diumpamakan : Pasukan yang pemimpinnya berganti-ganti sereta berwatak sendiri-sendiri. Sedangkan yang menjadi penyebab sir tidak setuju, yaitu : Sir yang bermacam-macma tersebut  TIDAK DIPERINTAH OLEH TEKAD. Jika manusia memiliki tekad, pasti mempunyai cita-cita kepada Kesempurnaan. Sedangkan bagi manusia yang mempunyai cita-cita tidak bisa tidak  Semua Sir-nya berjalan patuh kepada Tekad-nya, karena tekad itulah Penuntun dari semua sir. Sehingga ringkasnya : itu semu : Dikarenakan hidupnya kosong tanpa tekad, sehingga tidak mempunyai cita-cita, sehingga sirnya semaunya sendiri, mempergunakan wataknya sendiri-sendiri, dikarenakan tidak ada yang menuntunnya itu tadi, sehingga menjadikan berganti-gantinya yang di tuju, (Berganti-ganti keinginan yagn tidak satu tujuan). Setiap bergantinya yang di tuju, ada waktu berselisih bagi panca indradan sakitnya gejolak-gejolak yagn kasar.
Seorang yang mempunyai cita cita tentang hakikat, yang sungguh-sungguh dalam berusaha, keinginannya selamanya menyatu, bagaikan air yang mengalir dari sumber air yang akan tumpah di muara, tidak seperti air yang diobok-obok ke kiri dan ke kanan, ke timur kemudian ke barat, dan tidak seperti aiar yang banyak kebocorannya yang memancar ke mana-mana (yang sering hanya mencoba-coba saja) juga tidak seperti air yang tergenang (bodoh).
 Jika dirasakan berkali-kali pun memang sangat keliru seseorang yang tidak mempunyai keinginan tentang asal dan tujuan diri itu. Bagaimanakah mengatakannya sedangkan yang dijalaninya pun tidak diketahui maksudnya, sehingga berjalannya hanya asal berjalan saja. Sesampainya di tempat yagn dituju, tiba-tiba baru mencari-cari yang manakah yang sebaiknya akan di tuju, sehingga : Dari mana dan mau ke mana, sama sekali tidak pernaha dirasakannya. Barangsiapa yang bisa merasakan dengan rasa, maka akan terasa dan merasa bahwa cerita  hidup manusia di dunia (dunia maya) bagaikan orang bermimpi dan mengigau.
Seseorang yang mencari Hakikat, yang menyebabkan tekadnya menyatu, karena semua Sir-nya terbawa oleh Tekad, serta semua keinginannya patuh kepada sir-nya. Sehingga semua keinginanya tertuju kepada tekadnya. Sedangkan tekadnya itu Menyatu tanpa terputus, tentulah jalannya pancaindranya setalalu tetap, tidak selalu terganggu oleh gejolak-gejolak.
Selain dikarenakan tetap menyatunya, sewaktu-waktu jika panca indra diajak berhenti atau pun beristirahat (Pagi, sore, atau malam), gejolak-gejolak tidak banyak polah, karena hewan yang bermacam-macam jenis itu sudah terlatih untuk tidak mengggunakan wataknya sendiri, karena sudah dibiasakan mengikuti watak dari yang menuntunnya, sehingga ketika yang menuntun diam, juga mudah diperintah diam, walau pun tidak bisa betul-betul diam, namun dibanding banyak perselesihannya, lebih banyak urutnya. Dibanding banyak geraknya. Lebih banyak diamnya. Bahkan jika sudah sangat patuh, kadang kala DIAM sama sekali. Apalagi jika sudah beristirahat di dalam rumah (alam ketenangan) yang menuntun sudah tidak memerlukan kendali dan cambuk, tinggalah merasakan RASA DIRINYA SENDIRI.
Maksud dari uraian adalah : Mencari rumah yang sebenarnya, melalui jalan yang benar, meniru jejak tinggalan manusia dahulu yang sudah bisa, Naikilah panca Indra, agar bisalah memaksa, arahkan agar patuh, agar bisa diperintah, serta jika sedang beristirahat tidak banyak tingkah.
B
CONTOH : KEINGINAN YANG MENGIKUTI SIR
Membasuh anggota badan, duduk, mengambil piring, mengambil sendok, mengambil nasi, mengambil lauk dan seterusnya, masing-masing itu semua ujud dari keinginan kecil (dibahasan menjadi keinginan), dari masing-masingnya menuju yang satu, yaitu makan.
Mengambil tempat tembakau, mengeluarkan tembakau, menggunting klobot, membuka pisau kecil, menaburkan kemenyan, melinting rokok, mengambil korek api, menyalakannya, menyalakan rokok, dan sebagainya, yang kesemuanya itu menuju yang satu yaitu : Merokok beserta rangkaiannya.
C
CONTOH : SIR YANG BERMACAM-MACAM TERTUJU PADA TEKAD YANG SATU
1. Makan untuk menguatkan badan (bukan untuk enaknya saja) Guna dari kekuatan badan untuk mencari Ilmu tentang jalan yang menju pada terang. Untuk menjalani kewajiban hidup, mencari penghasilan sebagai sarana untuk melaksanakan tekadnya (berhati-hatilah jangan sampai membohongi batin).
2. Memearhi dan menghukum orang yang salah, agar tidak mengulangi kesalahannya, dan berubah menjadi baik, itu memperindah sifat Allah, termasuk kerja wilayah tekad (Telitilah, jangan sampai bohong).
3. Bertani, berdagang, dengan tujuan untuk keselamatan dan menolong (bukan untuk membanggakan kekayaannya, atau untuk bersenang-senang), menjaga keselamatan dan untuk modal menolong, itu termasuk kerja wilayah tekad (Telitilah, jangan sampai bohong).
4. Berbuat baik bukan bertujuan mencari sanjungan, mencari kepandaian yang diniatkan bukan untuk biar dikatakan orang sebagai orang pintar, mencari penghasilan yang niatnya bukan menceri kesenangan, berpakaian yang pantas bukan berniat yang bukan-bukan, itu semua SIR yang menuju kepada TEKAD>

Tiap sir muncul, sebaiknya di rasa lebih dahulu, apakah maksudndya, menuju kepada tekad ataukah tidak. Jika tidak, jangan diteruskan, itu sebagai tanda bahwa bersebelahan. Jika menuju kepada Tekad, lakukanlah dengan penuh pertimbangan, agar tidak meleber, aau menyimpang dari TEKAD>
D
CONTOH : KEINGINAN YANG MENYIMPANG DARI SIR, KARENA TERAWA NAFSU RENDAH YANG TEKADNYA DATANG TIBA TIBA
Seseorang yang disuruh makan namun menolaknya, yang diingi hanya ingin makan lauk. Setelah merasakan terlalu asin, mengambil nasi sedikit, makin terasa enak, kemudian ditambah sedikit nasi lagi. Bercampurnya rasa lauk, nasi dan sayuran menarik yang lainnya lagi, yang akhirnya menjadi makan.
SIR-nya yang semula hanya akan makan lauk saja, menjadi mengambil nasi  karena ditarik oleh daya yang berasal dari rasa asin, sehingga rasa asin itu yang menarik nasi. Setelah bercampurnya rasa asin dan rasa nasi menimbulkan RASA BARU, kemudian menumbuhkan rasa baru, mengambil sayur. Bercampurnya tiga rasa tumbuhlah rasa baru lagi, yang menimbulkan keinginan baru, dan selanjutnya.
Maksud dari penjelasan : Munculnya rasa yang kecil-kecil, yang menyimpang dari SIR itu terbawa oleh rasa yang datangnya tiba-tiba (TAMU), itu adalah gerak dari : NAFSU.
Keinginan yang kecil-kecil itu di bawah kekuasaan SIR, sedangkan SIR itu di bawah kekuasaan TEKAD (Rasa). Hal yang demikian itu adalah kondisi manusia yang sudah bisa mengendalikan Pancaindranya, yaitu manusia yang sudah bisa mempergunakan watak dari Rasa dan Budi. SIR dan kehendak itu hanya sebagai alat saja.
Sedangkan bagi manusia yang belum bisa mengendalikan Pancaindra-nya, tidak bisa menggunakan Watak dari Rasa dan Budi. Karena masih terlalu besarnya kekuatan nafsu dan roh Hewaninya. Kekurangan daya kekuatan Rasa dan Budi, sehingga menimbulkan sir yang bermacam-macam yang tidak sesuai dengan tujuan, tidak tertuju kepada tekad, yang disebut menyeleweng. Selian dari sir-sir yang tidak sesuai dengan tekad, keinginannya juga tidak sesuai dengan Tekad, akhirnya berkembang dan menyebar. Orang yang sering menyeleweng dan keinginannya menyebar disebut Pepeka (banyak tingkah), sebagai ibatnya adalah menaiki kuda yang kalah oleh kudanya, terbawa oleh kehendak kuda, yang menaikinya kuwalahan, salah kejadian perjalanannya tidak mengarah kepada tujuan yang dikehendakinya. Menerjang tidak karuan tujuannya. Penyebabyang demikian karena yang dinaiki tidak di ajar, sehingga hanya banyak diberi makan, namun kurang kuat kendalinya.
Sesiapa yang berusaha mengendalikan Pancaindranya, perlu membiasakan : JANGAN meneyeleweng dan BERKEMBANG. Karena hal itu adalah bunga dari kesesatan, dengan cara harus sering membaisakan menggunakan Rasa yang halus, mengurang-ngurangi rasa yang kasar.
Penyebab keinginan yang sedikit menjadi tidak karuan atau menjalar ke mana-mana (di beri sedikit minta tambah yang banyak) tidak lain karena tergiur oleh rasa yang datang tiba-tiba, yang mengajak menyimpang dari SIR.
E
CONTOH : SIR YANG BERMACAM-MACAM YANG TINDAKANNYA TANPA TEKAD
Mencari senang dengan cara demikian : Nanti atau besok, jika sudah bosan, mencari kesenangan lagi, berganti niat lagi begini : dan begitu dan seterusnya. Sehingga : selama hidupnya hanya mencari kesenangan saja, jika sudah mendapatkan kesenangan, kemudian susah lagi, karena sir-nya hanya mencari kesenangan saja. Ciptanya : Yang dicari oleh orang hidup itu apa, selain kesenangan, senyampang masih hidup lebih baik bersenang-senang dan enak-enakan, besok jika sudah meninggal dunia mana mungkin bisa senang lagi.
Contoh lainnya : Mencari kepandaian, kepintaran, ketrampilan, kekuatan, kegagahan, kesenangan, kesaktian, kedigdayaan, kanuragan dan sebagainya, yang SIR- tujuannya untuk berbangga diri, untuk bisa mengalahkan sesamanya, dipergunakan mendukung harapannya untuk merasakan keduniaan.
Contoh yang lainnya : Menghapalkan berbagai cerita, ilmu-ilmu dan bunyi dalil kitab, yang sir tujuannya agar disebut sebagai orang yang berilmu.
F
CONTOH : SIR YANG MENYIMPANG DARI TEKAD
1. Orang yang mencari ilmu hakikat, makan enak, hanya sebatas untuk penguat badan saja, sambil merasakan enak, atau : Makan untuk kenikmatan, dengan alasan hanya untuk penguat badan.
2. Orang yang mempunyai keinginan kepada hakikat pergi menonton, dengan anaknya, karena terpaksa mengasuh anak menangis yang mengajak nonton. Padahal aslinya dirinya sendiri pun suka, atau memang ingin menonton, dengan alasan terpaksa menuruti keinginan anak yang menangis mengajak nonton (dengan alasan menjalankan kewajiban hidup mengasuh anak).
3. Orang yang mencari kesempurnaan berjudi, tayuban, keramaian, ikut bersenang-senang, dengan alasan sekedar menjalan syariat, yang aslinya ingin enak-enakan, dengan alasan menjalankan kewajiban bermasyarakat, padahal sesungguhnya menuruti ajakan Ma 5.
4. Orang yang mencari hakikat  melakukan perbuatan baik, keperluaannya adalah menjalankan kewajiban, sambil mencari yang baik untuk menyenangkan hati.
5. Orang yang mencari hakikat mengadakan sarasehan, untuk saling pengaruh-mempengaruhi dan saling menggosok, sambil mecari biar dianggap dan didpercaya bahwa sudah suci  dan biar dianggap bisa.
6. Orang pencari hakikat,  bergunjing kejelakan orang lain, atau : menyanjung kebaikan orang lain, ketika menggunjing terdorong rasa benci, namun tidak mau jika dikatakan mencela, minta dikatakan membenarkannya, walau pun cocok dengan keadaan sebenarnya, katanya adalah untuk contoh.
Ringkasnya : Menipu batin atau tidak menyatu tekadnya, itu semua adalah Sir yang bertentangan dengn tekad.
G
CONTOH : KEINGINAN YANG BERJALAN TANPA SIR
Melihat pensil tergeletak, diambil kemudian digunakan mencoret-coret. Setelah pensil diletakkan kemudian bernyanyi sendiri, setelahnya kemudian mengambil batu untuk melempar burung, kemudian mengambil gangsing untuk dimainkannya, serta memanggil teman-temannya untuk diajak bermaian gasing, tiba-tiba mendengar suara musik. Berganti lagi ingin melihatnya, kemudian masuk ke dalam rumah dan melihat makanan, kemudian makan, tidak lama kemudian melihat cicak, kemudian mencari karet gelang  untuk menembak cicak........ dan seterusnsya.
Contoh lainnya : Orang kaya yang pergi ke sebuah negara yang besar, melihat barang yang beraneka warna dan serba indah, yang dibelinya bermacam-macam, karena semua disenanginya, serta mempunyai rencana bahwa besok akan membeli atau membuat barang seperti yang dilihatnya, Setelah kembali pulang ke rumah, sangat menyesal karena membeli barang yang bermacam-macam namun tidak berguna sama sekali, sedangkan rencana ingin membuat barang itu tidak ada yagn dijalankannya satu pun, orang lain yang memperhatikannya, namun yang diperhatikan tidak merasa.
Sudah jelas, yang tersebut di atas itu, yaitu bahwa :
1. Ada keinginan yang mengikuti sir.
2. Ada keinginan yang menyimpang dari sir.
3. Ada keinginan yang berjalan tanpa sir.
4. Ada sir yang mengikuti tekad.
5. Ada sir yang menyimpang dari tekad.
6. Ada sir yang bertindak tanpa tekad.
H.
KEADAAN ORANG YANG BERKATA-KATA
Seseorang yang sudah agak Pramana (mulai paham), bisa menilai orang lain yang berkata, sebagai berikut :
1. Ada kata yang berasal  dari : Rasa, selalu berjalan mengikuti rasa.
2. Ada kata yang berasal  dari : Rasa, namun kemudian dibelokkan oleh Sir.
3. Ada kata yang berasal  dari : Sir meninggalkan rasa.
4. Ada kata yang berasal  dari : Sir yang dibelokkan oleh nafsu.
5. Ada kata yang berasal  dari : hanya dari nafsu saja, meninggalkan sir.
6. Ada kata yang berasal  dari : Roh jasmani saja tanpa tujuan dan tidak merasa.
Seseorang yang belum berkata-kata, terkadang sudah ada sir yang akan disampaikannya, namun di tengah-tengah sedang berbicara digoda oleh keinginan yang kecil-kecil yang datang saling berebutan, dikarenakan ketika sedang berbicara kedatangan rasa baru (cetusan yang bermacam-macam yang datang tiba-tiba), setiap satu cetusan menumbuhkan satu keinginan kecil. Cetusan  rasa yang baru datang, tidak berbedan dengan rasa bercampurnya nasi dan lauk, rasa bersatunya lak, nasi dan sayur. Serangan angin yang yang tidak teratur ketika berbicara, kekuatan dayanya juga menggerakan air, mempercepat gerakan gejolak-gejolak, serta membangunkan gejolak-gejolak yang sebelumnya tidak bergerak.
1.         Contoh yang lebih jelas, kedaan orang yang sedang berbicara yang terbawa oleh rasa baru, yaitu orang yang duduk-duduk, yang perlunya untuk bercakap-cakap saja, seperti : melihat burung membicarakan burung, menarik ingatan kepada senapan, kemudian membicarakan senapan, kemudian teringat sedang menembak di hutan yang menyenangkan sekali, kemudian membicarakan hutan, kemudian teringat ketika makan terasa sangat enak ketika di hutan, kemudian membicarakan makanan. Lama-kelamaan kemudian bersambung membicarakan makanan yang ada di Toko Cream Surabaya, kemudian membicarakan kota Surabaya, kemudian pelabuhan, sehingga menjadi berkembang. Terjadinya hal demikian memang sengaja akan mengikuti Cetusan-cetusan saja ( hanya mencari kesenangan saja). Contoh yang lainnya :
2.         Orang yang sedang lapar yang dibicarakan adalah makanan.
3.         Seseorang yang sedang menyenangi sesuatu, berulang kali membicarakan sesuatu itu.
4.         Orang yang sedang sakit hati, yang dibicarakannya adalah kejelekan orang lain atau kejelekan jaman dan keadaan.
5.         Orang yang sedang senang, yang dibicarakan adalah bermacam-macam kesenangan.
6.         Orang yang mendapatkan kesusahan, yang dibicarakan kesusahan dirinya itu.
7.         Ada juga seseorang yang baru saja membaca buku yang menceritakan keutamaan orang beribadah kepada Allah, keluar kesanggupannya akan beribadah, mengurangi angkara murkanya, serta sanggup menjalankan kurang gmakan kurang tidur. Namun ketika perutnya lapar, kemudian membicarakan makanan. Ketika hatinya dongkol, membicarakan seseorang yang dibencinya.
8.         Seseorang yang hatinya sedang sangat menginginkan utuk bisa terhadap sesuatu, sangat bersemangat serta banyak kesanggupannya, tidak lama kemudian bosan, akhirnya meninggalkannya, kesanggupannya tidak ada yang dijalankannya.
9.         Ada lagi seseorang yang banyak mempunyai kesanggupan ketika sedang menganggur, kesanggupan yang bermacam-macam, seperti : Besok hari akan begini,nanti akan begitu, namun di lain hari lupa terhadap kesanggupannya. Orang lain yang memperhatikannya tidak melupakannya.
10.     Ada seseorng yang senang berkata yang bermacam-macam, akan tetapi kata-katanya sendiri dibantah sendiri, kemudian mengeluarkan pendapatnya yang lain lagi, seperti ini, juga kemudian dibantah sendiri, tidak diyakininya sendiri.
11.     Ada seseorang yang berkata-kaa, karena teramat senangnya, sering mengulang-ulang kata-katanya, hingga yang mendengarkannya bosan.
12.     Ada juga seseorang yagn berkata-kata namun berubah-ubah, tidak bisa dipegang, seperti : Jika sedang marah menjelek-jelekan, ketika sedagn menyukainya menyanjungnya, jika sedang ceria memebenrakannya, jika sedang susah menyalahkannya.
13.     Dan lains sebagainya, semua hal yang seperti itu, itulah keadaan orang yang berkata-kata karena hanya mengikuti nafsu, meninggalkan sir, ucapanya berasal dari roh hewani, meninggalkan rohkhani. Bagikan orang yang meniki kuda menurut sama kudanya, karena kalah oleh kudanya.
Manusia yang berusaha mengendalikan Pancaindranya, berusaha sebisa mungkin jangan melakukan hal yang seperti itu. Semua perkataanya harus mempunyai maksud, ketika sedang berbicara jangan melupakan rasa yang ada di dalam hati, serta sangat perlu untuk merakan rasa dari Sir dan pikir, jangan sampai salah karena dorongan nafsu dan roh hewani, agar supaya : Dalam berbicara kata-katanya selalu dijaga oleh Sir dan Pikir, lebih baik lagi jika bisa tidak meninggalkan penerapan Rasa dan Budi.
Diumpamakan : Terompet, baik bunyinya jika di suarakan oleh Tukang terompet. Seumpama Terompet dibuat mainan anak kecil, atau satu terompet dijadikan rebutan serta berganti-ganti yang membunyikannya, sedangkan semuanya tidak ada yang bisa tentang musik, tentulah bunyinya tidak karuan.
I
CONTOH : ANAK YANG BERKATA YANG TIDAK DIKALAHKAN OLEH GODAAN DARI MANAS ASOR
Anak yang berkata sebagai berikut : TANGGAL pertama hari Jum’at Kliwon, itu asal tidak didtumpangi oleh cetusan, bisa melanjutkan : Tanggal dua Sabtu Legi. Setelah berkata demikian, jika selalu ingat apa yang dikatakannya dengan angka dua, serta ingat bahwa baru saja mengatakan Sabtu Legi, serta tidak tergoda oleh ajakan nafsu tergessa-gesa, tentu akan bisa mengatakan : Tanggal tiga Ahad Paing, jika selalu ingat apa yang dikatakannya, serta tidak tergesa-gesa, akan bisa melanjutkan : Taggal empat Senin Pon, selanjutnya asal selalu ingat kepada apa yang baru saja dikatakannya, serta tidak terganggu oleh datangnya cetusan yang menutupi igatan dan mengajak tergesa-gesa, tentunya bisa menyelesaikan hingga : Tanggal tiga puluh Sabtu Wage : tanpa terselip. Untuk bisa melakukan itu, syaratnya : SAREH (tenang) dan KONSENTRASI.
Ada anak yang lain yang jika bekata-kata, sering salah atau terselip, namun tidak mengetahui kesalahannya atau tidak merasa bahwa kata-katanya salah. Penyebabnya tidak lain : Kekuatan tokhani (pikir) belum cukup untuk mengingat-ingat yang agak banyak, Sirnya belum mempunyai kekuatan yang cukup untuk menguasai NAFSU, karena kekuatan nafsu rendahnya masih terlalu besar dan juga manas asornya. Hal itu menyebbkan : Mulutnya sering bekerja yang mengikuti Nafsu, jarang bekerja mengikuti sir, berakibat jarang memperoleh penerang dari Pikiran, sering disinari oleh manas asor yang remang-remang.
Ada lagi seorang murid dituntun untuk berkata yang benar, pendengarannya kurang teliti, karena tergesa-gesa untuk menirukannya, pada akhirnya apa yang dikatakannya menjadi salah.Yang menununtunya terpakasa mengajari lagi, yang dijari lagi-lagi tergesa-gesa, sehingga mendangarnya tidak jelas lagi, sehingga kata-katanya menjadi salah lagi, dan selanjutnya : Jika terus tergesa-gesa dalam mendengarkannya, sehingga tidak jelas dalam mendengarkan, maka perkatannya pun menjadi salah, ingatannya pun tetap gelap, apakah sebabnya? Dalam ketergesa-gesaan, kekuatan pikiran yang tersambung dengan pendengaran hanya tinggal separuh, yang separuhnya lagi tersambung dengan manas asor dan nafsu yang mengejak kepada ketergesa-gesaan.
Obatnya tidak ada lagi hanya dipaksa untuk sabar (menunggu) dari sekali, kemudian ke dua, kemudian keetiga, dan seterusnya. Awalnya kesulitan (ingin segera saja dan sering lupa) namun lama-kelamaan akan berkuranglah sifat tergesa-gesanya dan berkurang pula sifat pelupanya, menyatu dengan sabar dan tenangnya serta menyatu dengan pikiran yang terang, sehingga menjadi tepat mendengarnya.
Itulah ujuda dari : PENUNTUN dan CARA..
Bukan hanya untuk orng berkata-kata saja, dan juga bukan hanya untuk anak-anak saja, yang harus tenang sesuai penutun dan Cara, untuk bisa tenang, bagi orang yang mencari ilmu hakikat pun juga harus tenang, dan untuk bsia tenang harus dibiasakan sesuai cara bagi orang yang sudah bisa.
J
BALAPAN CETUSAN HATI
Si A yang menyenangi perkara INI, sehingga si A sangat senang mmebicarakan tentang INI, Si B sangat mengerti tentang perkara ITU, sehingga si B sangat senang membicarakan hal ITU, si C baru saja baru saja belajar atau baru saja mengetahui tentang Yang ITU, sehingga watak si C, sangat terdorong untuk mengetahui masalah Yang ITU. Tidak puas jika tidak mengatakannya.
Sedangkan si D senang kepada INI, serta suka pada ITU, juga senang kepada Yang ITU. Oleh karena INI, itu, Yang ITU senang semua, sehingga si D senang membicarakan INI, ITU dan Yang ITU. Yang demikian itu bisa menyebabkan Ada balapan Cetusan Hati di dalam hati si D. Ketika si D berkata, walau Sir yang semula hanya akan menjelaskan tentang INI, namun di tengah-tengah berbicara digoda oleh cetusan-cetusan hati yang kuat, cetusan yang satu mengajak untuk mengatakan yang INI, kemudian ada cetusan yang mengajak untuk mengatakan ITU. Yang menyebabkan INI ingin segera disampaikan karena benar dan baik, Sedangkan penyebab ITU ingin segera disampaikan, karena di rasa perlu dan berguna. Sedangkan Yang ITU ingin juga disampaikannya, karena indah dan menyenangkan.
Tentunya ketiganya adalah benar, namun karena nafsu yang saling berebutan, serta yang satu dan yang lainnya minta di dahulukan, menjadi bercampurlah sessuatu yang ingin diaktakannya, kadang kala sedang berada di tengah-tengah menata uturan sesuaut yang kan dijelaskannya, ada cetusan yang mendorong minta di dahulukan, kemudian datang lagi cetusan yang datang tergesa-gesa tanpa persiapan sebelumnya, yang juga menyelanya.
Godaan dari cetusan menyebabkan perkataan yang bermacam-macam yang jumlahnya banyak. Terkadang semuanya baik dan benar, namun saling bertumpukan, terlalu banyak membelok dan modelnya, barangkali itulah yang dinamakan Mengada-ada karena meluasnya pembicaraan. Terbawa karena tidak bisanya memusatkan menuju hanya pada satu persoalan. Perkataan yang demikian itu, sebaiknya digunakan dikala duduk santai saja, karena di situlah tempatnya orang mencari kesenangan dan keramaian saja, jika digunakan untuk membicarakan sesuatu yang penting, yang di SIR dari rumah, tidak baik menggunakan cara yang demikian. Terlebih lagi tindak pantas jika SIR yang dibawa dari rumah tadi, bertujuan kepada TEKAD atau yang tumbuh dari rasa.
Orang yang membuat karangan buku, jika ketika mengarang ada balan Cetusan hati di dalam hatinya, sangat mudah dilihat dari berbelok-beloknya uraiannya, ditengah-tengah menceritakan tentang INI disusul yang mengajak menceritakan yang itu, karena dirasanya baik, benar dan berguna. Ketika baru saja berbelok, ada cetusan hati lainnya yang mengajak-ajak. Yang seperti itu menyebabkan karangannya tidak mempunyai bentuk yang semestinya, terlalu banyak bagian yang sebenarnya bukan bagiannya. Yang membaca menjadi bingung dalam mencerna Maksud, karena tergoda oleh campuran yang tidak sesuai dengan pangkalnya.
Sehingga sebaiknya orang yang mengarang buku, yang pertama adalah bertanya kepada hatinya sendiri “Sirnya akan menjelaskan apa” serta APA maksudnya. Setelah dijawab sendiri (Jangan gampang menjawabnya) kemudian memilih dan memilah hal yang penting-penting yang akan diuraikannya, Yang tidak sesuai dengan tujuannya dibuang saja, jangan sampai ada yang tertinggal, walau pun benar dan baik, karena ada sendiri tempatnya. Sedangkan yang perlu-perlu di cari lagi yang teliti. Setelah ditemukannya inti masalahnya yang memang diperlukan, kemudian ditata dengan urutan yang seharusnya, menurut tempatnya sendiri-sendiri, tidak berbeda seperti orang yang menggubah lagu, atau mecik bumbu untuk membumbui sesuatu masakan.
Sehingga ada orang pinter, cerdas dan banyak ilmunya, namun tidak bisa membuat buah karangan yagn baik,s erta tidak bisa menyampaikan suatu amsalah dengan urut, tidak lain karena disebabkan Ada Balapan di dalam hatinya.
Penjelasan di atas itu bukan masalah yang tidak perlu dipikir dan dirasakan oleh para sahabat yang berusaha mengendalikan Pancaindra. Serta bukan perkara yagn tidak menjadi penghalang perjalanan kepada Hakikat.
K
TUJUAN, TINDAKAN, HASIL
Orang bertani di sawah, tujuannya mendapatkan padi, tindakannya : mencangkul, menggaru dan sebagainya, hasilnya : memperoleh padi.
Orang minum : tujuannya menghilangkan dahaga, tindakannya : menelan air, hasilnya : hilang hausnya.
Orang pergi ke Jakarta : Tujuannya sampai di Jakarta : Tindakannya : Naik Kereta api, hasilnya sampai di Jakarta.
Orang menulis, orang duduk, orang berdiri, orang berkata-kata, orang mengedipkan mata, orang menganggukkan kepala, orang membuka mulu ...... semua pasti ada TUJUANNYA, MELAKUKANNYA, dan HASILNYA. Ringkasnya : Tidak ada perbuatan yang tanpa tujuan, tanpa dilakukan dan tanpa menghasilkan, walau hanya satu ucap kata, satu langkah kaki, sekejap lirikan mata.
Maksud yang dibicarakan : Manusia yagn tidak meninggalkan Sir dan Pikir tidak melupakan TUJUAN, TINDAKAN dan hasilnya. Perbuatan dan pekerjaan yagn dikerjakannya, walau pun pekerjaan yang sekecil apa pun, apalagi bagi manusia yagn tidak meninggalkan RASA dan BUDI.
APAKAH SEBABNYA?
Membiasakan selalu ingat pada tujuan,  itu memperbesar penerapan SIR dan PIKIR. Untuk pekerjaan yang tertuju pada tekad. INGAT kepada tujuan dengan memperhatikan hasilnya itu akan membesarkan RASA dan BUDI.
SEHINGGA
Membiasakan INGAT kepada tujuan, cara melakukan dan hasilnya itu, adalah jalan kepada : Teliti, selamat, dan berhati-hati, mengetahui arah tujuan, cara mencapainya, kira-kira, dugaan, yang sebaiknya dilakukan, akal, kuat dan sebagainya. Arah tujuannya : Mengetahui tanda petunjuk dari rasanya.
Sedangkan untuk bisa yang demikian jika ; Semua Keinginannya mengikuti Sir-nya, dan Semua Sir-nya mengikuti tekadnya.
L
TUJUAN BENAR, SALAH MELAKUKANNYA
1. Orang mencuri : Tujuannya : memiliki sesuatu barang, agar dirinya tidak kerepotan, menyenangkan hati, agar hidupnya selamat. Cara melakukannya : Membuka rumah orang di kala malam. Hasilnya : Dikajar, di tangkap, dipukuli, dipenjara, terkadang dibunuh seketika. Apakah sebabnya? Salah melakukannya, tujuannya sudah baik, yaitu : MERAWAT HIDUPNYA, asalnya : Karena cinta kepada jiwa raganya. Namun cara melakukannya yang benar itu bukan mencuri di rumah orang.
2. Orang berjudi, Tujuannya : menyenangkan hati, agar memperoleh uang. Melakukannya : Bermain kartu, hasilnya : Kehilangan uang, mengantuk, sakit, hatinya mendongkol, terajdang bertengkar dengan teman. Apakah sebabnya? Cara melakukannya yang salah. Mencari uang dan mencari kesenangan itu benar dan baik, namun cara melakukannya bukan dengan jalan demikian.
3. Orang yang malas bekerja, Tujuannya : Enak badannya, menyenangkan hati. Melakukannya : Memperbanyak menganggur, sering ketiduran, terbengong-bengong, banyak tidur, bangun siang, hasilnya, sakitnya badan, sumpek hatinya, tidak enak makan, ide jelek. Apakah sebabnya ? Salah melakukannya. Mencari senang dan nikmat itu memang baik, namun cara melakukannya bukan dengan menganggur.
4. Orang murka dan serakah, itu tujuannya : Untuk menyenangkan diri, memuaskan diri, cara melakukannya : Mememnuhi keinginannya, minta yang paling banyak, Hasilnya : Merasa kurang, merasa ingin menguasai semuanya, apakah sebabnya ? Karena serakah dan ingin serba terbanyak itu di dahulukan, tetntunya semakin tajam, semakin nyala, semakin besar kekuatannya, hasi akhirnya semakin tidak pernah merasa puas. Orang yang mencari  kesenangan dan kepuasan itu memang seharusnya, memang itulah yang dicari oleh manusia sedunia, serta yagn dicari oleh para yang mempunyai ilmu lebih, namun tindakan yang benar itu justru harus belajar ; Ikhlas dan Rela, agar supaya : Serakahnya (yang mengajak kepada rasa tidak puas) semakin berkurang, digantikan oleh Rasa Rela dan Ikhlas menerima (Yang mengajak kepada rasa puas dan senang).
5. Orang yang malas beribadah kepada Allah, menolak mencari ilmu hakikat, itu tujuannya : Jangan sedih, jangan prihatin, jangan sumpek, agar selalu senang, agar terhibur, agar terang hatinya. Tindakannya : Tidak mau mengingat Allah, Tidak mau mendengarkan tentagn akhirat, menjauhi orang yang menasehati kepada kebaikan, menjauhi orang yang selalu mengingatkan kesalahannya, berkumpul dengan yang bersenang-senang, barangkali beruntung bsia bertemu orang yang mau  memujinya dan mendukung kesenangannya. Hasilnya : Hatinya menjadi gelap, sumpek, tidak memiliki ketenteraman, semakin lama semakin tidak karuan, aliran ciptanya berbelok-belok serta bocor ke mana-mana, semakin tua semakin sengsara di badan dan hatinya, dan semakin gelap pikirannya, (Namun tidak mengetahui penyebab yang demikian karena tidak mematuhi watak kodrat. Karena tidak bisa mengerti dan merasa. Bahwa keluhannya, ribet dan sumpeg itu  adalah dari perbuatannya sendiri, dikiranya dari orang lain dan dari kepastian Allah), jika orang yang mencari senang, terhibur dan terangnya hati, laku yang benar itu harus menyenangi  musyawarah tentang kebaikan, selalu Ingat Tuhan, disalukan sesring mungkin dan rutin.
6. Orang yang menceritakan kepandaian dan kebaikan diri, tujuannya : Agar supaya disenangi, karena banyak kepandaiannya dan kebaikannya, hasilnya : Dicibir, diberi senyum cibiran, di bicarakan orang bahwa hanya bicara bohon belaka.
7. Orang membicarakan kejelkan orang lain, Tujuannya : Yang diajak bicara agar ikut membenci seperti dirinya, karena telah mengetahui kejelekannya, hasilnya : yang mengatakkan justru dibenci orang, serta kelihatan cacat dirinya karena suka membciarakan kejelekan orang lain.
8. Orang angkuh atau membanggakan diri, Tujuannya : Agar dirinya disenangi orang, karena mengetahui keluhuran dan terhormatnya, hasilnya : Dibenci, dikatakan sebagai orang yang gia hormat.
9. Orang yang suka menasehati yang terlalu banyak namun tidak punya kira-kira, tujuannya : Agar yang ddinasehati menjadi senang dan mengerti atas nasehatnya, hasilnya : yang diberi nasihat bosan, tidak senang.
10. Orang usil, orang menyeret, orang memegang, orang mencela, orang suka pamer, orang punya hajat, dan sebagainya, jika di teliti, semua tujuannya adalah BENAR, yang salah adalah Cara Melakukannya, sehingga menghasil yang berlawanan dengan tujuan. Bagiakan orang yang mencari arah UTARA justru  menuju ke SELATAN.
Maksud dari uraian : Janagan mengira mudah untuk mencapai tujuannya, jika tidak hati hati dan saadar diri, teliti dan hati-hati terhadap ARAH TUJUAN dan CARA MELAKUKANNYA, jika salah tidak akan bisa tercapai.
Sumber dari salah dan tidak tercapainya, karena kurang hati-hati terhadap jalannya KEINGINAN SRI, ROH HEWANI, PIKIR BUDI DAN RASA, terlebih lagi bagi orang yang mencari Hakikat, jika mempunyai banyak keinginan yang menyimpang dari tekad, tidak mungkin bsia berhasil.
TENTANG KATA DAN UCAPAN
Perkataan yang baik, belum tentu benar.
Perkataan yang benar, belum tentu baik.
Yang benar dan baik, belum tentu perlu.
Yang benar, baik, serta perlu, belum tentu BERMANFAAT.
APAKAH SEBABNYA ?
Guru yang memberi ajaran kepada murid, pembesar kepada bawahannya, Presiden perkumpulan kepada warganya, Mandor kepada kulinya, orang tua kepada anaknya, tuan kepada pembantunya, orang yang berkata kepada lawan bicaranya, dan sebagainya, itu sering terjadi TIDAK ADA HASILNYA.
Jika dicari sebabnya, jika ingin adil, janga hanya melihat salah satunya saja.
Penyebabnya adalah : Yang berkata hanya ingat kepada katanya sendiri saja, kurang memperhatikan kepada YANG MENERIMA PERKATAANNYA. Yang  baisa dilakukan seseorang yang berkta-kata hanya ingat kepada katanya sendiri, hanya memikirkan pikirannya sendiri, hanya mengikuti cetusan hatinya sendiri saja (Ringkasnya : menyenangi hatinya sendiri saja), maksudnya, sebagai berikut :
Oleh karena perkataannya dianggap baik, dikiranya yang menerima pasti menyukainya.
Olehkarena perkatannya dirasanya sudah jelas, dikiranya yang menerimanya pasti mengerti.
Oleh karana perkataanya di rasanya perlu, dikiranya yang menerimanya pasti merasa manfaatnya.
Oleh karena bermacam-macam perkataanya, dikiranya yang menerima pasti penuhnya.
Oleh karena perkataannya  banyak yang mengiyakannya, dikiranya yang mengiyakannya mesti memahaminya.
Perkiraannya itu, ternyata banyak salahnya, dan dikiran banyak benarnya.
Mengiri pikiran dengan Ilmu, tidak ada bedanya dengan mengisi suatu tempat menggunakan barang cair, maksudnya :
1. Haru memperhatikan menghadap kemana wadahnya..
2. Harus mengetahui lebar dari mulut wadahnya
3. Harus meneliri seberapa besar perut dari wadah itu.
Memperhatikan menghadapnya wadah (menghadapnya hati), yaitu : melihat, memperhatikan apa tidak, serius mendengarkan apa tidak, menerima atua menolak, benar-benar menyenanginya atau hanya menyenangkan hati saja, itu semua terlihat di mimik wajah, sikap, tingkah dan kelakuannya. Jika sudah terlihat menolaknya, kemudian tetap diteruskan, itu sama melakukan tindakan yang sia-sia, hingga hilang tak berbekas, mubadzir, tidak menghasilkan apa-apa.
Meneliti seberapa lebar mulutnya wadah itu : Mengira-ngira seberapakah cukupnya, seberapa muatnya daya nalarnya, Itu akan terlihat di waktu yang lain, menelitinya itu dengan sabar.
Jika seseorang yang berkata-kata tidak ingat dasar yang tida itu, bisa dikatakan orang yang mengisi wadah hanya sebatas mengisi saja, tidak melihat wadahnya, hanya ingin mengisikan saja, sehingga hanya senang Menumpahkan saja, hingga tidak mengetahui HASILNYA pekerjaan yagn dilakukannya, serta meneliti dan memeriksa, apakah tujuannya?
Orang yang berkata-kata dan tidak melupakan tiga hal tersebut, itu bagaikan bisa memasuki hatinya orang lain serta bisa menebak isi hati, meneliti apakah hasilnya atas pekerjaan yang dijalankannya. Disebut juga teliti kepada tujuan dan cara mencapainya.
N
PEKERJAAN YANG KURANG TUJUAN ATAU TANPA TUJUAN
Orang yang ingat atau sadar : Kehendaknya mengikuti SIR, sir-nya mengikuti tekad.
Orang lupa : Kehendaknya tidak mengikuti sir, sehingga tanpa tuju atau maksud, hanya karena ditarik oleh gerak nafsu (rasa yagn datang tiba-tiba) tindakannya tidan mendapatkan penerang dari Pikiran (hanya berdasarkan nafsu rendah atau roh hewani),
Orang yang setengah ingat : Kehendaknya menyimpang dari Sir, sir-nya menyimpang dari tekad.
Perbuatan-perbuatan yang tertulis di bawah ini, tidak ada yagn tidak ada tujuannya, namun seringkali bertindak tanpa tujuan (Kurang hati-hati kepada tujuan dan cera mencapainya), tidak lain perlu diingat, jika suatu saat melakukan tindakan pekerjaan di bawah ini, pikirkan apa tujuannya da apakah hasilnya.
1. Menyalahkan orang yang sedang dalam kesalahan (Pikirkan, apakah perlunya)?
2. Mengakui hasil karya orang yang sedang dalam kebenaran : Ini baik, Aku yang menyebabkannya, AKU yang berkata pertama kalinya, aku yang yang mengajarinya (Tujuan dan hasilnya : Apakah memang benar)?
3. Menggerutu sendirian (Apakah hasilnya)?
4. Menghayalkan jika saja menang undian, mendapatkan keberuntunganatu yang lainnya (Apakah hasilnya)?
5. Memuji apa yang sedang sangat disenanginya, mencela kepada apa yang sedang dibencinya. (Apa pamrihnya, akan menjadi seperti apa)?
6. Mengatakan kepada orang lain tentang orang lain yang sedang mendapt malu, sedang celaka, kemudian memamerkan keadaan dirinya (Apakah hasilnya)?
7. Jika lapar membicarakan makanan, jika kenyang membicarakan syahwat, jika merasa seperti ini membicarakan hal ini, jika merasa yang itu, membicarakan yang itu, (Apakah perlunya)?
8. Mencela pekerjaan yang sudah terlanjur, yang sudah tidak bisa diulangi lagi. (Apakah perlunya)?
9. mencela barang yagn sedang disenangi oleh pemiliknya. Mengatakan mahal kepada barang yang baru saja dibeli dan disenangi (Apakah tujuannya)?
10. Mencela jelek dan memuji baik, tidak berniat diambil hikmahnya. (Apakah manfaatnya)?
11. Berkata-kata yang dibuat-buat, menyindir, untuk menunjukkan ketidak setujuannya, atau karena sangat menyenanginya. Apakah  dan bagaimanakah jadinya?
12. Membuat lelocon dicampur dengan yang tidak sopan, atau berteriak-teriak (Apakah manfaatnya)?
13. Sikap yang kurang pantas, tindakan yang tidak perlu, kata-kata yang tak bermakna (Apakah manfaatnya)?
14. Berkata keras kepada lawan bicaranya yang jaraknya hanya 6 atau 7 langkah (Apakah perlunya)?
15. Bertelepon dengan menganggukkan kepala, menggelengkan kepala, menggerakkan tangan atau ketika ada di dalam gelap.
16. Membantah dengan seketika ketika dicela atau disalahkan oleh temannya (Apakah perlunya membantah)?
17. Sering menekuk jari-jari, menggit bibir, menggelengkan leher hingga berbunyi, memukul-mukul meja seperti musik dengan jari-jari, membuat tanda tangan di sembarang tempat dan sebagainya (Apakah perlunya)?
18. Sering mengulang-ulang perkataan, seperti : Ketika menjelaskan apa-apa, banyak menggunakan kata : Amat, Terang, Pasti, sesungguhnya, atau sering menggunakan kata : ANU, Ooooo, dan sebagainya (Apakah perlunya)?
Dan sebagainya yang mirip dengan 18 macam tersebut di atas.
ooOOoo
Perbuatan yang telah disebutkan di atas, ada yang menggunakan TUJU (tujuan), ada yang setengah menggunakan Tujuan, ada yang sama sekali tidak menggunakan tujuan. Yang tidak bertujuan sama sekali itu tidak mempergunakan Pikiran dan Budi.
Orang yang terbiasa meninggalkan Ingat (INGATAN) dan Pikir (PIKIRAN), sangat kuat nafsunya dan Roh Hewaninya, sehingga menyebabkan semakin berkembangnya keduanya itu, dan mengakibatkan seringkali berbuat kesalahan, sehingga kasar Perasaannya dan Gelap pikirannya.
Barang siapa yang berpedoman pada kata-kata : Teliti, memilah dan memilih, Hati-hati, atas tujuan dan cara melakukannya, ingat ada kata-kata : Menjadi besar karena dari kecil, aliran air yang kecil menjadi besar. Asal kesalahan karena tidak memperhatikan hal yang kecil. Timbulnya kesengsaraan karena menggampangkan.
Barang siapa ingin bersih, jangan berbuat jorok, barang siapa ingin baik jangan gegabah, dan Barang siapa ingin bisa harus tekun.
Sedangkan penutup dari yang tertulis di atas hanyalah : Untuk bisa menghentikan gejolak-gejolak yang kasar.
O
APAKAH ADA YANG SELAMA HIDUPNYA MELAKUKAN PEKERJAAN YAG TANPA TUJU, HANYA MENGIKUTI RASA BADAN KASAR
Jawaban pertanyaan tersebut itu : Tentu saja ada, seperti : Jangkrik yang mengerik semalam suntuk, tiap malamnya. Tokek yang bersuara sendirian di dalam lubang persembunyiannya. Burung bangau terbang sendirian sambil bersuara Ngak-ngak sepnjang jalan. Sulung yang mendatangi yang terang, dan sebgainya. Demikian juga tingkah laku seseorang yang gila akalnya.
Maksud tulisan : Barangsiapa melakukan pekerjaan tanpa merasa kepada tujuan dan hasilnya sama sekali, itu mirip perbuatan Hewan yang kurang akalnya.
DI DALAM GELAP ADA TERANG
Banyak perbuatan yang tumbuh dari keahlian dan kebijaksanaan, serta memberi pelajaran kepada manusia, yang dilakukan oleh hewan. Yang melakukan perbuatannya tanpa mengetahui sama sekali kepada nalar dan pemikiran, seperti halnya : Ulat yang berganti bentuk menjadi kepompong, Lebah yang membuat rumah dan mengumpulkan madu, merakit rumahnya, lubangnya persegi enam. Burung derkuku  membuka ekornya ketika akan bertengger, ayam babon mengerami telurnya, memotiki dan menyapih anaknya, dans ebagainya. Semua itu yang mengerjakan perbuatannya sama sekali tidak mengetahui tujuannya, bagaikan berjalannya mesin atau perahu ketika melewati lautan.
Inti uraian : Barangsiapa melakukan pekerjaan tidak merasa kepada tujuannya serta hasilnya, sedangkan pekerjaan tersebut tumbuh dari kebijaksanaan, itu menyambungnya rasa yang melakukan pekerjaan dengan rasa yang Maha Kuasa : Bagaikan menyambungnya mesin dengan hati sang Masinis (Bagaikan barang mati yang tidak mengetaui Yang Maha Hidup, Yang menguasainya, atau bagaikan kegelapan yagn sama sekali tidak mengetahui terang yang menguasainya).
Manusia dalam mencari ilmu hakikat itu yang diharapkan agar semakin meningkat  halusnya rasa dan terangnya rasa, semakin dekat kepada RASA yang MENGUASAI RASA. Dalam segala gerak pikiran dan hati serta perbuatan sebagai Masinis dari seluruh Rasa.
KETERANGAN
Uraian tentang  : TEKAD, SIR, serta  KEHENDAK, dan juga hubungannya tiga jenis itu (Molai A sampai dengan P), jika diringkas, maksudnya adalah : Menyelaraskan semua day yang ada di dalam raga manusia, dijadikan : Keselarasan yang tunggal (Persatuan yang satu : Harmoni).
Manusia itu perlu mengetahi terhadap satu demi satu rasa di dalam dirinya, serta jangan ragu-ragu terhadap gerakan rasa perasaannya, Ini yang merupakan kenyataan hati, hingga menjadi kehendak yang beraneka macam di setiap siang dan malam, tiap hari dan selama hidupnya.
Manusia haru mengetahui jelas terhadap Perlunya dari masing-masing kehendaknya, yang kemudian diusahan untuk menjadi urutan yang seharusnya atau rasanya. Bagaimana menata dan mengelompokannya agar tidak dibahasakan : Hari ini dan kemarin beda yang kehendakinya (sama rata ngebyah uyah).
Manusia itu sebaiknya mengetahui terhadap ARTI dari yang dilakukannya setiap harinya dan selama hidupnya, tujukanlah kepada TEKAD YNG SATU, yang masuk akal, tetap serta langgeng selama hidupnya.
Bagaimanakah cara menata kehendak, agar urut, menyatu, sehingga menjai kehendak yang bulat.
Bagaimana mengurusi rasa perasaan, agar : Gumolong, Gumulung, yang akhirnya Gumeleng. Satu kelompok, deras, berkumpul.
HANTU
Yang membuat buku ini selamahidupnya belum pernah melihat ujud hantu. Hanya mendengar saja perkataan orang, katanya ada yang ujudnya menyerupai barongan (bentuk hewan kaki empat dalam permainan kuda lumping), ada yang seperti ujud orang yang sangat jelek sekali, ada yang berkepala hewan berbadan manusia, ada yang hanya kepala saja, bdan saja dan usu saja, ada yang berujud mayat terbungkus kain mori, ada yang berujud mayat yang wajahnya sangat menyeramkan, ada juga yang di wajahnya banyak menempel mata, telinga, hdiung dan mulut, saling hidup sendiri-sendiri membuka menutup, dan lain sebagainya.
Sebagian orang ada yang menatakan bahwa hantu itu berasal dari orang yang meninggal dunia, sebagai tandanya, yang banyak itu berada di kuburan, sertasegolongan yang suka menggunakan Medium menyatakan : Ada hantu yang mengaku berasal dari manusia.
Yang membuat buku ini tidak bisa menetapkan perkataan orang yang seperti itu, karena belum pernah membuktikannya sendiri. Dan juga tidak berani menyebut pasti tidak benarnya. Singkatnya entah benar entah tidak. Tidak begitu saya pikir. (Ingin bertemu dengan hantu : juga tidak). Hanya memberi saran saja : Yang sudah terlanjur mendengar kabar yang demikian jangan menyesal, hanya saja mantapkanlah keyakinannya kepada Allah, dibiasakan menggunaan rasa yang halus, mematikan rasa yang kasar-kasar, karena apa : Jika memang benar, serta benar berasal dari manusia yang telah meninggal dunia, itu perkiraan tidak jauh dengan berasal dari Yitma Gejolak-gejolak yang kasar, yang sangat jeleknya, seperti : Yang menyebabkan jahil dan usil, durjana. Khiyanat, musibat dan sebagainya. Nafsu yagn rendah itu bagaikan asap dari lampu minyak, NUR = Cahaya lampu, Budi : Terangnya Lampu. Lamu yang asapnya gelap bagi ibarat manusia adalah yang terlalu banyak nafsu kasarnya. Jika nyalanya telah mati, asapnya tinggal gelap dan berkumpul, itu ibarat dari hantu.  Oleh karena itu, sangat perlu sekali manusia itu mengurangi asap yang menggelpkan Nur-nya. Semakin sedikit asapnya, semakin terang. Seumpama lampu, jika diberi pelindung api, akan hilang asapnya, tenang nyalanya, teetap aliran anginnya, menjadi terang cahayanya.
OBAT KUAT PEMBERIA TUHAN YANG BERADA DI DALAM HATI,
YAITU – HARAPAN DAN SENANGNYA HATI
Yang dicari oleh semua orang hdup itu adalah :SENANG. Untuk bisa senang adalah tercapai yang menjadi harapannya.
Tanda hidup itu gerak dan mempunyai rasa. Tanda dari gerak dan mempunyai rasa itu adalah mempunyai KEHENDAK, Harapan-harapan, dan Senang. Sehingga jika seseorang tidak mempunyai kehendak apa-apa, kehabisan harapan-harapannya serta tidak mempunyai kesenangan sama sekali, itu apakah bedanya dengan batang pohon yang sudah ditebang atau benda mati. Lebih baik orang gunung bergaul dengan Lutung (kera).
Ucapan seperti tersebut di atas itu bsia sangat benar dan bisa sangat salah.
Benarnya adalah jika tidak salah memahaminya dan penggunaannya.
Salahnya adalah jika salah memahaminya dan salah penggunaanya.
Sehingga keterangan di atas, bisa digunakan untuk menyesatkan orang yang belum PRAYITNA dan WEWEKA, namun bisa dijadikan pedoman yang kuat oleh yang PRAYITNA dan WEWEKA.
Menyesatkan bagi yang rasa hatinya masih aksar, harapan-harapan dan kesengan itu kemudian hanya diterima dengan menggunakan rasa kasar atau rasa rendah (Rahsa, Nafsu, Hewani), sedangkan baiknya adalah bagi yang sudah halus rasanya, pengharapannya dan kesenangannya, yang di terima oleh rasa halus-nya.
Rasa senang dan pengharapan yagn dirasakan oleh rasa halus itu sama sekali tidak sama jika dirasakan menggunakan rasa kasar.
Sehingga : Walau pun satu rangkaian kata YANG DIPAKAI MENYEBUTKAN namun beda rasanya dari YANG DISEBUTKAN.
Bagi manusia yang masih kasar, makanya di harap untuk mengurangi atau menghilangkan harapan-harapannya dan rasa senangnya, itu yang didmaksud sebenarnya adalah : Harapan-harapan dan kesenangan YANG DILAKUKAN menggunakana rasa kasar, dengan harapan : Setelah rasa asor berkurang kemudian tummbuhlah rasa yang luhur. Namun ..... karena sifat setiap orang itu tidak sama, sehingga sebagian ada yang salah : Dikiranya bahwa manusi disuruh susah dan prihatin saja. Tidak diperbolehkan  mempunyai kesenangan dan pengharapan apa-apa. Tentunya, apakah harus diam seperti arca? Berputar baik seperti telur? Oleh karena  tidak menyambung dengan nalarnya, kemudian menumbuhkan celaan seperti : Ahhhh untuk apa orang hidup itu untuk bersusah-susah, sedangkan padi di tanam saja jadi? Serta Yang Maha Kuasa memeberikan Kemurahannya yagn bermacam-macam : Matahari, bulan, hujan, cocok tanam, bunga-bunga, makanan enak, keadaan yang serba indah. Semuanya disediakan untuk manusia. Manusia debri perabot lengkap, agar bisa menjalankan kehendaknya dan harapan-harapannya, dan juga merasakan senang. Apalah gunanya orang bodoh disuruh pintar, orang malas disuruh giat, orang susah disuruh senang, hutan didbuat desa dan kota serta anegara, semua itu kehendak Tuhan, Tiba-tiba ingin menjadi tonggak, serta hatinya dibuat susah, hal bagaimana?
Begitulah seseorang yang belum terbuka nalarnya.
Ada lagi manusia yang masih kasar rasa nya, sangat menyenangi mencari ilmu hakikat, namun dalam pencariaannya itu karena ingin seperti yang sudah berhasil dalam usahanya ( Yang sudah berada di tingkat hakikat dan keheningan). Oleh karena yang ditirunya juga mengajari bahwa : Jangan mempunyai harapan-harapan dan kesenangan, akhirnya memaksa gejolak-gejolak semunya : Tidak bisa tidak hanrus tidak memiliki pengharapan dan ksenangan.
Oleh karena maasalah itu tidak selaras dengang ejolak-gejolak, sehingga menjadikan pertentangan batin dan kerusakan dalam setiap harinya, yang berada di hatinya, sehingga menimbulkan keruhnya hati, dan kebingungan dalam pikirannya.
Perjalannya Pancaindranya bagaikan air yang memutar yagn selalu diobok-obok, artinya, selalu tidak masuk akal apa yang harus dijalankannya dalam setiapharinya. Tidakanny penuh keraguan serta gejolak-gejolak nya selalu bertengkar. Sebian besar berniat untuk memberontak kepada rajanya (Angan-angananya) yang tidak tahu hukum. Oleh karena itu, tidak kurang orang yang mencari Hakikat malah menjadi gila, bingung, atau linglung. (Semakin giat dalam pencarian, semakin bingung, sumpeg, banyak pikiran dan ide-ide gila).
Kejadian yang demikian tidak mengherankan, karena : Sesuatu yang seharusnya di rasa menggunakan rasa halus, yang kemudian dirasa menggunakan rasa kasar, itu sama saja bekerja yagn seharusnya dikerjakan oleh orang tua, kemudian dikerjakan oleh anak kecil, atau seperti halnya balok yagn seharusnya diangkat di angkat oleh sepasukan prajurit harus diangkat oleh satu orang wanita.
Orang yang menyalahkan seperti diatas, jika mengetahui orang yang menari ilmu menjadi bingung dan gila ; mendapatkan jalan yang digunakan memecah kayu keropos menemukan lobang.
Orang yang mencari ilmu menjadikannya sumpek, bingung atau gila itu untuk bsia sembuhnya itu jika mengehentikan semangatnya mencari ilmu itu. Semangin hilang semangat mencari ilmunya semakin sembuh bingung dan sumpegnya, karena semakin terhibur mendapatkan penyembuh berupa kesenangan dunia (Jika yang sakit ksar : penyembuhnya juga sesuatu yang kasar), pada akhirnya : Kapok, tidak akan mencari ilmu hakikat lagi. ( Untuk sembuh dari kapok itu jika telah memperoleh penuntun yang mencarikan jalan atau mejelaskan caranya), menjelaskan dengan semestinya.
Ada lagi orang yang mencari ilmu, banyak sirnya yang menyimpang dari tekad (menipu batinnya sendiri) ketika melihat temannya sumpeg dan bingung karena  terlalu giat kemudian memberikan nasihat seperti Kera buntung buntutnya amengajak atemannya agat menirukan dirinya  yang buntung itu, seperti ini > Ooo, orang mencari ilmumengapa semangat sekali. Lebih baiknya itu sekedarnya saja, seperti aku ini, tirulah diriku, Pancaindra jangan di keras terlalu keras, penting juga sewaktu-waktu dilepaskan. Tirulah diriku ini, dalam memikirkan ilmu sert mengekang nafsu hanya sekedarnya saja. Karena segala hal jika terlalu dipaksakan, itu tidak baik (Nasihat yang demikian itu, dalam menerima harus PRAYITNA dan WEWEKA), Jika kurang PRAYITNA, akan terbawa  pendapat orang yang berkudung pedoman, benar yang dikatakan namun salah pengetrapannya, sering melakukan hal sembarangan, banyak keinginannya dan sir yang menyimpang dari tekad.
Memang tidak salah, jika ada yang mengatakan bahwa mencari Ilmu Hakikat itu berbahaya dan sangat sulit.
Tepatnya pengharapan dan senang itu itu, pedomannya demikian : Manusia yang masih besar rasa yang kasarnya, tidak usah memaksakan diri membuang pengharapannya dan kesenangannya, harus membelokkan pengharapannya dan kesenangannya, seperti :
Yang sbeelumnya menyenangi perbuatan yang tidak baik, dibelokkan senang mencari ilmu, membaca buku yang baik atau merangkai-merangkai kebaikan.
Yang sebelumnya menyukai makan enak, dibelokkan, senang  menguranginya.
Yang sebelumnya menyeenangi urusan keduniaan, dibelokkan, senang menyapih hatinya dengan urusan dunia.
Yang sebelumnya suka menuruti segala keinginannya dibelokkan ; senang mengurangi kesenangannya.
Yang semula menyenangi dunia dan dirinya, dibelokkan menyenangi Allah atau Pribadinya (Hidupnya).
Dan seterusnsya.
Jika jalannya sudah belok, yang diharap-harapkannya tentunya hanya adalah hasil dari yang diusahakannya, kesenangannya menjadi berubah yaitu ketika memperoleh tumbuhnya kebaikannya. Sipakah yang bsia mengatakan jika senang yang demikian itu, kalah dengan senangnya orang kaya, dan orang terhormat? Saya yakin tidaka da bedanya soal rasa senangnya, hanya saja demikian :
Senang kepada Ilmu batin, arahnya kepada ketenteraman, namun jika senang kepada kesenanagan ddunia  adalah menuju kepada serakah.
Senang kepada ilmu batin itu mendapatkan pencerahan, menyenangi kesenangan dunia itu mendapatkan kegelapan.
Senang kepada ilmu batin itu tetap aliran ciptanya, menyenangi kesenangan dunia itu membelokkan cipta.
Menyenangni ilmu bati itu, seumpama rasa badan yang sedang sehat, menyenangni keduniaan itu, seumpama rasa badan yang gatal kemudian digaruk.
Jika alairan ciptanya sudah menyatu tertuju kepada Allah, maka harapan-harapan dan kesenangan-kesenangan semakin halus rasanya, semakin hari semakin halus, hingga berganti  sifat. Ketika dikatakan SIRNA itu dikarenakan sudah berganti sifat dan sudah berganti rasa. Namun sesungguhnya tidak musnah, hanya pindah (beda rasa namun masih di tingkat yang sama), gerak dan getarannya  juga semakin tenang. Semakin tenangny itu bisa diumpamakan aliran air sungai, semakin mendekati muara itu semakin pelan.
Ringkasnya demikian : Kehendak, harapan, keinginan dan juga kesenanagan, tidak usah dibuang-buang. Bagian manusia itu hanya MEMILIH dan MENJALANKAN PILIHAN, nantinya yang kasar akan hilang dengan sendirinya.
KESENANGAN YANG BESARNYA MELEBIHI GUNUNG HIMALAYA, SERTA TINGGINYA MELEBIHI LANGIT
Pengharapan itu, datangnya dari mana ?
Yang disebut rasa senang itu yang bagaimana?
Orang yang menyenangi menanam tanaman, selalu mendapatkan kesenangan yang rasanya tidak mudah untuk dibayangkan dan tidak bisa disepelekan. Karena tidak harus setelah memetik buahnya, terkadang baru melihat berseminya daun saja hatinya sudah merasa senang. Orang yang menebar benih, mendengar suara petir yang disusul hujan, suka dan bersyukurnya kepada Allah tidak terbayangkan.
Orang yang bekerja yang suka tetap menjalankan kewajibannya (terlebih lagi yang perhatiannya hanya kepada Allah) itu merupakan kesenangan yang sangat besar sekali, seperti : polisi ketika mencari keterangan, anggapannya sama dengan sedang mencari Ilmu untuk dijadikan eksamen, melesetnya akan mengangkat derajat, juga puas karena meningkat keahliannya atau sukur bila membuat ketentraman negara. Setiap mendapat petunjuk dalam mencari keterangan, hilanglah rasa capeknya dan semakin tambah semangatnya.
Oleh karena rasa senang itu adalah berasal dari Pengharapan yang terpenuhi, sehinggi tiap orang pasti punya kesenngan, yang rasanya tidak bisa dirasakan oleh yang lain. Walau pun terlihat besar sekali perbedaanya, namun gai yang merasakan belum tentu beda.
Orang bermain panah, orang berjudi, orang mengail, orang menjala ikan, oarng memelihara burung, orang mengarang buku, orang menggambar, dan sebagainya, semunya mempunyai TUJUAN yang di cari, oleh akrena mempunyai pengharapan, yang menjadikan senangnya adalah ketika pengharapannya terpenuhi. Oleh karena ketika pengharapan dalam tiap saar memperoleh tambahan, sehinga dalam tiap jalannya akan memeproleh kesenangannya sendiri-sendiri.
Maksud dari uraian : Orang yang mencari ilmu hakikat, tidak usah mudah kaget, mudah goyah, rasa ingin atau iri terhadap keberuntungan orang lain atau kesenangan orang lain, walau pun kelihatannya lebih dari senang dan lebih beruntung. Karena : Rasa senang itu, di mana-mana pun, tidak lain HANYA BERASAL DARI PENGHARAPAN YANG Terlaksana. Oleh akrena pengharapan yagn terkabul itu jumlahnya tidak terbilang, shingga terserah sekehendak yang akan memilihnya, dan juga tiak usah kuatir tidak akan mendapatkan. Sehingga jika ada orang yang hidup yang sirnya hanya mencari kesenangan saja, akan tetapi tidak mendapatkannya, itu berasal dari perbuatannya sendiri, dan jelas orang yagn melanggar aturan, karena malas mencari yang seharusnya bsia mendpatkan, tergesas-gesa mencari yang tidak mendapatkan. Malas mencari yang mudah, justru memilih mencari yang sulit, apalagi jika orang mencari senang memilih yang buruk, yang membuat melarat atau yang membuat kerugian orang lain, itulah orang yang bingung. Apakah sebabnya : Padahal kesenangan yang baik itu tidak pernah kurang, yagn bermanfaat pun tidak kurang serta yang menguntungkan tan terhitung jumlahnya, mengapa mencari yang jelek, yang membuat miskin dan yang membuat kerugian bagi orang lain, walau pun berbeda bagaimanapun, namun soal Rasa ::: Sama saja.
Nyanyai Macapat Jawa : Pucung :
Ngelmu iku (Ilmu itu)
Kalakone kathi laku (Untuk menapainya itu dengan dilakukan).
Lekase lawan khas (Untuk lebih cepatnya itu harus tepat).
Tegese khas nyantosani (artinya kas itu menjadikan kuat).
Setya budya pangekese dur angkara (Setia kepada Budi itu penghanur angkara murka).

Oleh karena orang yang mecari ilmu hakikat itu yang dicari adalah tentang kesucian, kejernihan (bukan orang yagn mencari kesenangan seperti orang yang menonton tayuban, main, beramai-ramai, memandang pemandangan, mendapatkan harta, makan enak dan sebagainya, justru mencari keterpisahan dengan sesenangan yang seperti itu), sehingga bagi orang yang sedang lupa, jika SENANG ITU adalah pengharapan yang tercapai, yang kemudian mengira : Orang yang menari ilmu dikiranya tidak mempunyai rasa senang sedikitpun, dan selalu susah karena mengekang hawa nafsunya, namun juga ingat bahwa senang itu adalah rasa pengharapan yang tercapai, tidak mengira yang demikian, karena tidak ada bedanya sama sekali dengan yang bersenang-senang dan yang enak, karena semuanya mempunyai tujuan dan pengharapan serta sama-sama tercapainya, perbedaannya barangkali seperti ini :
Yang senang kepada kebahagiaan itu tidak pernah puas, yang senang ilmu itu memiliki rasa puas.
Yang senang kepada kebahagiaan tidak bisa tenteram, yang senang kepada ilmu semakin lama semakin tenteram.
Yang senang kepada kebahagiaan akan mengalami kerusakan, yang senang kepada ilmu itu semakin dekat kepada keselamatan.
Yang senang kepada kebahagiaan banyak susahnya, yang senang kepada ilmu itu sedikit kesusahannya.
Yang senang kepada kebahagiaan sirnya tidak tetap, yang senang kepada ilmu itu sirnya tetap.
Yang senang kepada kebahagiaan selalu bingung, yang senang kepada ilmu itu semakin Pramana.
Oleh karena rasa senang itu sama (perbedaanya hanya membuat melarat dan bermanfaat), makanya yang mencari ilmu tidak perlu tergiur, iri, menginginkan, menggerutu atau kecil hati.
ooOOoo
Orang yagn mencari ilmu selalu melakukan yang tersebut di bawah ini :
1. Mencari keterangan, tanda-tanda dan urusan, ketika mendapatkan kesenangan sepanjang gjalan bagaikan Polisi yagn mencari keterangan.
2. Merawat tanaman (daya, rasa) ketika mendapat kesenangan sepanjang jalan baaikan petani merawat tanaman. Hal itu belum sampai mendapatkan buahnya (Watak).
3. Melatih hewan tunggangan, memperhatikan watak dari hewan itu (Pancaindra). Ketika mendapatkan kesenangan sepanjang jalan bagaikan Panegar merawat kudanya atau bagaikan tukan komedi mengajari gajah, beruang, dans ebagainya. Atau bagaikan guru yang mengajar anak- didiknya.
4. Menabung untuk bekal dan sebagai alat (daya Gaib), Ketika mendapt senang bagaikan orang yagn menabung uang  di Bank, ketika menemukan alat (Pedoman) dipergunakan sebagai pijakan, bagaikan ahli ukir mendapatkan tatah, bot, jangka dans ebagainya.
5. Memisah dan menggabungkan, bagaikan ahli kimia. Ketika mendapatkan rasa dan atau daya baru dalam melakukan pemisahan dan mencampir, rasa yagn baru itu diperhalus lagi dan dicampur lagi, sehingga menemukan emas yang lebih indah, juga sebagai alat lagi, dan selanjutnya. Itu merupakan kesenangan yang samak sekali tidak bisa diukur oleh yang tidak pernah mengalaminya sendiri (Saya katakan baru itu, baru bagi yang sedang mencari sedang mencari, namun sebenarnya sudah ada namun tersembunyi. Sang pencari hanya membangkitkan saja atau memnampilkan ke muka).
6. Mengumpulkan, menata, dan merangkai pikiran diselaraskan dengan rasa, menjadi bentuk yagn bermacam-macam, tidak ada bedanya dengan orang yang menganyam untuk dirangkai menjadi rangkaian bunga dan alat yang bermacam-macam yang indah-indah.
7. Mencampur rasa yagn bermacam-macam, ditata, di urut sesuai urutannya, diselaraskan dengan rasanya, menjadi rasa yang indah, caranya bagaikan koki yagn memasak berbagai macam masakan yang lezat-lezat. Itulah kesenangan orang yang mengarang atau menggubah. Bagikan : Model bentuk wayang yang beraneka macam keindahannya. Diseuaikan dengan cerita nya, musik gendingnya, pathetnya, seuluknya, ada-adanannya, ungah-ungguhnya, bahasanya, diarangkai menajdi satu TERTUJU kepada satu rasa atau satu maksud, Tidak ada bedanya dengan gubahan atau rangkaian bunga yang terbuat dari bemacam-macam bungayang diselingi dedaunan, kemudian debntuk seperti INI, di hubungkan dengan Gubahan yang seperti ini, menjadikan bentuk yang lebih indah, manis serta bersinar.
Orang yagn mencari ilmu dalam membuat Gubahan RASA yang indah-indah, di keraton Allah, tidak ada bedanya rasa senangnya dengan para putri yang merangkai bunga untuk menghias rumahnya. Bedanya hanya kasar dan halus, terlihat mata dengan tidak. Rasa yang tersimpan di dalam buku Kidung Nyanyian karangan Para Pujangga dan juga yang berada di candi-candi, wayang, gamelan musik jawa, pakem dan lainnya, semua itu merupakan Gubahan atau rangkaian-rangkaian yang sangat indahnya. Rasa yang digubah ada ujud di kehalusan, menjadi hiasan di alam gaib, yang tidak terbayangkan keindahannya.
8. Orang yang mencari ilmu yang selalu rajin merasakan dan memperhatikan, selalu mendapat petunjuk dari hatinya sendiri. Rasa senangnya bagaikan anak sekolah, Rasa dan Budinya sebagai Guru, Seluruh isi alam ini yang diajarkannya, seluruh yang tergelar sebagai pedoman ajaran. Yang akhirnya : Burung, Lebah, bunga, bintang, bulan, rumput, daun, batu dan lain sebagainya, semuanya memberikan nasihat kepada yang ahli ibarat, sepertinya semua yang ada saling berbicara sendiri-sendiri, serta perkataannya bagaikan nada irama musik yang sangat merdu dan indahnya.
9. Orang yang mencari ilmu hakikat yagn hobby beruat baik kepada sesamanya (dumadi), tumbuhnya niat adalah dari SIR yang luhur, ketika tumbuh sirnya, sir yang luhur itu semakin besar dayanya, berkembang semakin Tajam, Semakin bertambhanya sir yang luhur bagaikan orang yang mendapatkan tambahan barang berupa emas kencana. Sir yang luhur (kencana) menarik yang lebih luhur lagi, itu seumpama orang yang mendapatkan Kecana kemudian mendapatkan inten, sehingga mempunyai dua permata kencana yang berada di gaib, yaitu yang berada di hatinya sendiri. Siapakah yang memiliki : Tidak mungkin akan dimiliki oleh orang lain, juga bersifat sendiri, yang akhirnya menjadi rasa senang yang besar bagaikan orang yang berbuat baik pada anaknya sendiri atau bagaikan orang yang memerahkan kukunya sendiri  dengan pacar (Apakah sebabnya orang mempunyai anggapan yang demikian), penyebabnya adalah : Hilang sakitnya, hilang nafsunya yang mengajak dengki, benci, kiyanat, musibat, yang tertinggal hanya rasa yang mengajak kepada Cinta dan sayang, yang dayanya menimbulkan ketenteraman, kenikmatan dan kemanfaatan.
10. Orang yang mencari ilmu juga mempunyai kesenangan bagaikan orang yang mengadu jago, mengadu jangkrik, bermain kartu, dan sebagainya, karena tiap hari selalu menjagokan perang antara gejolak-gejolak yang baik melawan yang jahat. Jika yang jahat kalah oleh yang baik, kepuasannya bagaikan botoh jago yang menang beradu jago., bagaikan orang berjudi yang menang kartunya, kemudian mendapatkan balasan berupa daya halus bagaikan orang berjudi meringkasi uang judinya.
11. Orang yang mencari ilmu hakikat, juga mempunyai kesenangan bagaikan raja yang memimpin perang untuk mengalahkan negara lain. Jika pasukans etan kalah oleh pasukan pembela Tuhan, maka sebua pasukan setan akan menyerah, menurut, hilang sifat setannya, dan berubah menjadi teman yang mendukungnya, sehingga ketenteraman terjaga.
12. Orang yang mencri ilmu juga punya hobby atau rasa puas bagaikan rasa dari orang hilang kelilip matanya, sakit perutnya, sembuh dari sakit badannya, yaitu dalam berusaha menjauhkan dari segalal kesenangan dunia yang menghalangi atau membebani. Tiap bisa membuang satu hobby (Tidak ketagihan lagi), rasanya bagaikan terlepas dari ikatan borgol.
13. Orang yang mencari ilmu itu bisa mengerti dengan jelas, bahwa jika beruat kebajikan itu besar sekali manfaatnya bagi yang menjalankannya, bisa diumpamakan kehilangan seribu mendapatkan seratus juta, menanam satu buah kelapa akan memetik banyak buah kelapa, hingga beberapa tahun. Itu bagi manusia yang bisa merasa : Baru bisa mengerti saja pun merasa senang bagaikan mendapatkan untung yang gbesar, karena jarang manusisa yang bsia mengerti terhadap manfaat pemahaman seperti itu. Yang banyak itu hanya mengambang saja hanya dipergunakan menghias bibir saja, tidk bisa yakin hingga ke dalam hati. Apalagi pemahaman tentang rasa CINTA kepada DZAT jembatan samudra rakhmat. Manusia yang sudah bisa menghargai yang seperti itu, itu merasa menemukan anugerah yang sangat besar, bahagia dan rasa syukurnya melebihi yang menemukan emas.

Setelah mengetahui dengan jelas, kemudian mempunyai NIAT berbuat KEBAJIKAN, mempunyai niat mencacri jalan agar bisa tumbuh CINTANYA KEPADA DZAT, itu pun : Baru punya niat saja  sebenarnya sudah merupakan anugerah yang besar,s erta jika dirasakan akan membuat bahagia di hati. Jarang manusia menadapat anugerah Berupa NIYAT (Idam-idaman, cita-cita yang seperti itu) Niya tau cita-cita itu bibit, jika dirawat bisa menjadi besar berkembang kemudain akan berbuah.
Niyat kepada perbuatan utama itu biasanya banyak godaannya, yang berada di hatinya sendiri, seperti : Ada gejolak-gejolak yang kasar atau rendah yang membantah, sungkan, kemudian ada pikiran gelap yang membantahnya. Bagi manusia yang kurang waspada, akan terbawa arus oleh gejolak-gejolak kasar, sehingga gagalah niatnya (Sungkat, merasa berat, atau membantah itu adalah kerja dari manas rendah) Namun bagi yagn waspada : Akan mengerti bahwa rasa berat  untuk berbuat kebajikan itu, berasal dari daya gejolak-gejolak yang kasar. Pikiran yang membantah ditarik oleh sungkan itu berasal dari kerjanya roh Hewani. Oleh karena ternyata bahwa itu adalah pengganggu, sehingga perlulah yang mengganggu itu dimusuhi,d an dikalahkan. Jika daya yang asor itu sangat kuat yang dilawan sedikit demi sedikit, dicari caranya yang bermacam-macam agar yang rendah itu semakain lemah, sehingga bisa dikalahkan seluruhnya. Yang demikian itu, karena jarang sekali yang bisa  merasa bahwa itu adalah COBAAN HATI, sehingga manusia yang mengetahi dan merasa yang seperti itu, itu sebenarnya mendapat anugerah besar dari TUHAN. Demikina juga ketik berniat untuk mengalahkan  gejolak-gejolak  yang kasar dan dalam mencari akal tanpa berhenti. Itu adalah anugerah yang sangat besar, serta jika di rasa kemudian menumbuhkan RASA SYUKUR KEPADA PEMBERI HIDUP. Senangnya belum tentu kalah dengan menang Undian berhadiah, hanya bedanya adalah GERAK dengan DIAM, telihat mata dengan tidak. Itu saja.
Setelah menemukan cara atau jalan untuk bisa mengalahkan gejolak-gejolak yang rendah, kemudian dilakukan (Membiasakan menjalankan sesuatu perbuatan yang dayanya menarik gejolak-gejolak yang baik (Menggesar yang jelek). Jika berhasil ada sebagian gejolak-gejolak yang jahat yang dikalahkannya (Tidak menggoda lagi) itu bagi yang memiliki cita-cita berhasilah cita-citanya, serta jika dirasa menjadi senang dan puas. Setelah bisa mengelahkan gejolak-gejolak yang jahat, kemudian merasa mendapatkan tambahan daya halus dan terang. Perkara ini bisa diumpamakan oarng yang sedang menyaring : Mulai terlihat yang murni, itu menjadikan tambah semangat dalam pencariannya.
Tidak lama kemudian ada gejolak-gejolak yang kalah kemudian tumbuh lagi yang baik, juga akan menimbulkan rasa senang lagi. Begitulah seterusnya : selalu mendapatkan kemenangan selama-lamanya. Semakin dekat dengan di tuju semakin senang, karena semakin kaya pertumbuhan daya halusnya yang bermaccam-macam, semua menjadi alat atau bekal untuk melanjutkan  perjalanannya, dan mejadi alat untuk mengalahkan yang jelek. Akhirnya semakin lama semakin sangat senangnya, hanya saja rasanya beda dengan yang menjalankannya menggunakan gejolak-gejolak yang kasar, karena senangnya semakin diam dan tenteram, sehingga semakin tidak terlihat senangnya, karena semakin hilang hidupnya nafsu, tinggallah CAHAYA RASA DAN BUDINYA, yaitu : PRAMANABYA.


TAMAT
Kota Sepanjang, Kab,Sidoarjo Jawa Timur.
Senin, 29 September 2014