Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Rabu, 04 April 2018

Filosof dan Filsafat ibn-Bajjah




PARA FILOSOF MUSLIM”
“IBN  BAJJAH”
Penyunting : Ilyas Hasan
Penerbit : Mizan
Tahun : Cetakan ke VII 1994
Penyadur : Pujo Prayitno

DAFTAR ISI
IBNU  BAJJAH
A. PARA  PENDAHULUNYA
B. TOKOH-TOKOH SEJAMANNYA
C. KARYA-KARYANYA
D. FILSAFATNYA
                                                         E. MATERI DAN BENTUK             
F. PSIKOLOGI
G. AKAL DAN PENGETAHUAN
H. TUHAN SUMBER PENGETAHUAN
I. FILSAFAT POLITIK
J. ETIKA
K. TASAWUF

A. IBN  BAJJAH

Abu Bakr Muhammad ibn Yahya al-Sha’igh, yang dikenal sebaga ibn Bajjah atau Avempace (meninggal tahun 533 H/1138 M), berasal dari keluarga al-Tujib. Karenanya ia juga dikenal sebagai al-Tujibi. Ibn Bajjah lahir di Saragossa menjelang akhir abad ke. 5H/11 M, dan besar di sana. Kami tidak mendapatkan petunjuk mengenai kehidupan masa mudanya, pun kami tidak bisa mengira-ngira siapa saja guru-gurunya yang membimbingnya menyelesaikan pelajarannya. Tapi cukuplah kalau dikatakan bahwa dia merampungkan jenjang akademisnya di Saragossa, sebab ketika dia pergi ke Granada dia telah menjadi seorang sarjana bahasa dan sastra Arab yang ulung serta menguasai dua belas macam ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan adanya peristiwa yang terjadi di Masjid Granada sebagaimana dicatat oleh al-Suyuti : “Suatu hari ibn Bajjah memasuki masjid (jami’ah) Granada. Dia melihat seorang ahli tatabahasa sedang memberikan pelajaran tatabahasa kepda para murid yang duduk mengelilinginya. Melihat seorang asing begitu dekat dengan mereka, para murid-murid itu menyapa ibn Bajjah dengan sedikit mengejek “Apa yang diajarkan oleh ahli hukum itu? Ilmu apa yang dia kuasai dan bagaimana pandangannya?” “Coba lihat, sahut ibn Bajjah, “Aku membawa uang dua belas ribu dinar di bawah ketiakku.” Sambil berkata begitu dia memperlihatkan dua belas butiran mutiara yang sangat indah, yang masing-masing berharga seribu dinar. “Dan,’ lanjut ibn Bajjag, ‘aku telah mengumpulkan pengalaman dalam dua belas ilmu pengetahuan, terutama dalam ilmu ‘Arabiyyah yang sedang kalian bahas ini. Aku rasa kalian termasuk dalam kelompok ini.’ Dia kemudian menyebutkan aliran mereka. Para murid muda itu mengutarakan keheranan mereka dan memohon maaf kepadanya.”
Para ahli sejarah sama memandangnya sebagai orang yang berpengetahuan luas dan mahir dalam berbagai ilmu. Fath ibn Khaqan, yang telah menuduhn ibn Bajjah sebagai ahli bid’ah dan menegcamnya dengan pedas dalam karyanya Qala’id al-‘Iqyan, pun mengakui keluasan pengetahuannya dan tidak meragukan keamat pintarannya. Karena menguasai sastra, tatabahasa dan filsafat kuno, oleh tokoh-tokoh sejamannya dia telah disejajarkan dengan al-Syaikh al-Rais ibn Sina.
Lantaran ketenarannya yang makin menanjak, abuk Bakr Sahrawi, Gubernur Saragosa, mengangkatnya sebagai pejabat tinggi dalam pemerintahannya. Tapi ketika Saragosa jatuh ke tangan Alfonso I, Raja Arogan, pada tahun 512 H/1118 M, ibn Bajjah sudah meninggalkan kota itu dan tiba di Seville lewat Valencia, tinggal di sana dan menjadi Tabib. Kemudian dia pergi ke Granada, di sana terjadi peristiwa di atas. Lalu dia pergi ke Afrika barat laut.
Setibanya di Syatibah, ibn Bajjah dipenjarakan oleh Amir Abu Ishaq Ibrahim ibn Yusuf ibn Tasyifin, sangat boleh jadi karena dituduh sebagai ahli bid’ah. Tapi menurut Renan, dia dibebaskan, barangkali atas anjuran muridnya sendiri, bapak filosof Spanyol termasyhur Ibn Rusyd.
Kemudian, setibanya di Fez, ibn Bajjah memasuki istana Gubernur abu Bakr Yahya ibn Yusuf ibn Tasyifin, dan menjadi pejabat tinggi berkat kemampuan dan pengetahuannya yang langka. Dia memegang jabatan tinggi itu selama dua pulun tahun.
Ini adalah masa yang penuh   kesulitan dan kekacauan dalam sejarah Spanyol dan Afrika barat laut. Para Gubernur kota dan daerah menyatakan kemerdekaan mereka. Pelanggaran hukum dan kekacauan melanda seluruh negeri. Mereka yang bermusuhan saling menuduh sebagai beruat bid’ah demi meraih keunggulan dan simpati rakyat. Musuh-musuh ibn Bajjah sudah mencapnya sebagai ahli bid’ah dan beberapa kali berusaha membunuhnya. Tapi semua usaha mereka ternyata gagal. Tapi ibn Zuhr, seorang dokter termsyhur pada masa itu, behasil membunuhnya dengan racun pada bulan Ramadhan tahun 533 H/1138 M di Fez, tempat dia dikubur di sampung ibn al-Arabi muda.

A. PARA  PENDAHULUNYA

Tidak ada keraguan lagi bahwa fislafat memasuki Spanyhol sesudah abag ke 3 H/ ke 9 M. Sebagian salinan naskah kuno Rasa’il Ikhwan al-Shafa yang terdapat di Eropa dianggap berasal dari Maslamah ibn Ahmad al-Majriti, Maslamah adalah seorang ahli matematika besar Spanhyol. Dia termasyhur selama masa pemerintahan Hakam II dan meninggal pada tahun 598 H/110 M. Di antara para pengikutnya, ibn Shafa, Zahwari, Karmani dan abu Muslim Umar ibn Ahmad ibn Khaldun al-Hardhrami terkenal karena ilmu matematika mereka. Karmani dan ibn Khaldun juga dikenal sebagai filosof. Ibn Khaldu, berasal dari Seville dan meninggal pada tahun 449 H/1054 M. Karmani, yang nama lengkapnya abu al-Hakam Amr ibn  Abd al-Rahman ibn Ahmad ibn Ali, berasal dari Cordova, berkelana ke negeri-negeri Timur dan belajar ilmu pengobatan dan ilmu hitung di Harran. Sekembalinya ke Spanyol dia menetap di Saragossa. Menurut pernyataan Qadhi Sa’id dan Maqqari, dia merupakan orang pertama ayng membawa naskah Rasa’il Ikhwan al-Shafa ke Spanyol. Karmani meninggal di Saragossa pada tahun 450 H/ 1063 M.
Tapi sebenarnya filsafat telah memasuki Spanyol jauh sebelum Rasa’il Ikhwan al-Shafa diperkenalkan di negeri itu. Muhammad ibn Abdun al-Jabali pergi ke Timur pada tahun 347 H/ 952 M. Belajar logika bersama abu Sulaim Muhammad ibn Thahir ibn Bahran al-Sijidtani, dan kembali ke Spanyol pada tahun 360 H/ 965 M. Begitu juga Ahmad dan Umar, dua orang putra Yunus al-Baraani, memasuki Bhagdad pada tahun 339 H/ 935 M, mempelajari berbagai ilmu bersama Tsabit ibn Sinan ibn Tsabit ibn Qurrah, dan setelah beberapa lama, kembali ke Spanyol pada tahun 351 H/ 956 M. Dari sini jelas bahwa filsafat berasal dari Timur dan di bawa ke Barat dan bahwa pada abad ke 4  H/ ke 10 M, para pelajar dari Spanyol mempelajari matematika, hadis tafsir dan fiqh di samping logika dan ilmu-ilmu filsfat di Baghdad, Basrah, Damaskus dan Mesir. Tapi sejak akhir abad ke 4 H/ ke 10 M, ketika fisafat dan logika di kutuk di Spanyol dan para penganjur ilmu-ilmu ini dihukum mati, orang awam tidak lagi menyukai  ilmu-ilmu ini sampai abad ke 5 H / ke 11 M dan 12 M. Inilah sebabnya ibn Bajjah, ibn Tufail dan ibn Rusyd harus menghadapi hukuman mati, penjara dan kutukan. Hanya sedikit sekali orang pada masa itu yang berani berurusan dengan ilmu-ilmu rasional.
Di antara pendahulu ibn Bajjah, ibn Hazm pantas diberi perhatian khusus. Ibn Hazm berada di tempat yang sangat tinggi dalam teolog dan ilmu-ilmu keagamaan lainnya. Karyanya Kitab al-Fashl fi al-Milal Wan-Nihal adalah unik, yang di dalamnya dia menulis pernytaan-pernyataan kebenaran dan doktrin-doktrin Kristenm Yahudi dan yang lain-lainnya tanpa menyatakan prasangka apa pun. Tapi dalam bidang filsafat dia tidak pernah disebut-sebut oleh sarjana Spanyol mana pun dan yang lain berkata bahwa ibn Hazm adalah seorang ahli hadis, ilmu hukum dan polemik. Dia menulis banyak buku mengenai logika dan fislafat yang di dalamnya terdapat banyak kesalahan.
,
B.  TOKOH-TOKOH  SEJAMANNYA

Untuk mengemukakan para ahli pikir yagn sejaman dengan ibn Bajjah, kami hanya mendapatkan sumber keterangan yang kuat dari muridnya sendiri, ibn Imam, dan lewat dia kami memperoleh bahan-bahan mengani tulisan-tulisannya. Al-Wazir abu al-Hasan Ali ibn Abd al-Azis ibn al-Imam, seorang murid setia ibn Bajjah, meletarikan tulisan-tulisan tokoh itu dalam suatu antalogi (bunga rampai), yang di situ dia memberikan kata pendahuluannya, keamantsengan ibn Bajjah dengan muridnya ini, seorang pejabat tinggi, tampak jelas sekali dari mukadimah surat-suratnya yang ditujukannya kepadanya, yang kini terdapat pada bungai rampai tersehut yang disimpan di Bodleian Library, Oxford. Dalam kata pendahuluan bunga rampai itu, ibn Imam mengatakan : ........................ buku-buku filsafat banyak beredar di kota-kota di Spanyol pada masa pemerintahan al_Hakam II (350 H/ 961 M – 366 H / 976 M, yang telah mendatangkan karua-karya langka yang digubah di Timur dan membuat penjelasan-penjelasan karya – karya itu. Dia (ibn Bajjah) membuat catatan-catatan sendiri atas buku-buku kuno ini serta yang lain-lainnya, dan meneliti karya-karya tersebut. Caranya tidak diketahui oleh peneliti mana pun sebelum dia (ibn Bajjah). Dan tidak ada sesuatu pun, kecuali kesalahan dan perubahan, dicatat olehnya menyangkut ilmu-ilmu kuno. Sejumlah kesalahan, misalnya, dibuat oleh ibn Hazm, yang merupakan salah seorang peneliti paling masyhur pada jamannya, sementara sebagian besar mereka bahkan tidak berusaha mencatat pemikiran-pemikiran mereka. Ibn Bajjah lebih unggul dari ibn Hazm  dalam hal meneliti, dan lebih tajam dalam hal membuat perbedaan-perbedaan. Cara-cara penelitian dalam ilmu-ilmu itu hanya diketahui oleh sarjana ini (ibn Bajjah) dan Malik ibn Wuhaib dari Sevile, keduanya hidup sejaman. Tapi tidak ada sesuatu pun yang dicatat oleh Malik kecuali sebuah risalah pendek mengenai prinsip-prinsip logika. Kemudian dia tidak lagi meneliti ilmu-ilmu ini dan membicarakan ilmu-ilmu tersebut secara terbuka, dikarenakan oleh usaha-usahanya untuk membahas ilmu-ilmu filsafat dan menguasai subyek-subyek ilmiah. Dia berpaling kepada ilmu-ilmu keagamaan dan menjadi salah seorang tokoh dalam biang itu; tapi cahaya ilmu filsafat tidak menyinari benaknya, pun dia tidak  mencatat  sesuatu dalam bidang itu bagi penerusnya sepeninggalnya. Sedangkan mengenai abu Bakr (Semoga Allah mengasihinya), keunggulan wataknya mendorongnya untuk tidak berhenti meneliti, menrik kesimpulan dan membaca semuanya, yang meninggalkan kesan nyata dalam benaknya, pada berbagai kesempatan ketika keadaan sedang berubah-ubah dan jamannya.”
Kata-kata ibn al-Imam secara jelas sekali memperlihatkan penghargaannya keapda Malik yang hidup sejaman dengan ibn Bajjah, dan pendahulu-pendahulunya seperti ibn Hazm. Pujian ibn al-Imam terhadap gurunya ternyata sama dengan pujian sejumlah ahli sejarah terhadap orang yang sama. Ibn Tufail, pengarang termasyhur roman filosofis terkemuka, Hayy ibn Yaqzan dan seorang tokoh lebih muda yagn hidup sejamannya dengan ibn Bajjah, menyebut ibn Bajjah secara khusus dalam karya romannya yang abadi itu dan melukiskannya sebagai berikut : “tapi tak seorang pun dari mereka yang memiliki pikiran yang lebih tajam, pandangan yang lebih akurat atau wawasan yang lebih luas selaibn abu Bakr ibn al-Sha’igh.”
Tokoh lain yang hidup sejaman dengan ibn Bajjah adalah al-Amir al-Muqtadir ibn Hud, yang memerintah Saragossa (438 H/1046 M – 474 H/1081 M). Dia disebut oleh al-Syaqandi, yang menujukan kata-katanya kepada orang-orang Afrika, sebagai berikut : “Apakah kalian memiliki seorang raja yang ahli dalam bidang matematika dan filsafat seperti al-Muqtadir ibn Hud, penguasa Saragossa?” Putranya al-Mu’tamin (meninggal tahun 474 H/1085 M) adalah seoerang pendukung ilmu-ilmu rasional.

C. KARYA-KARYANYA

Di bawah ni kami berikan daftar karya-karya ibn Bajjah :
1. The Bodleian MS, Arabic Pocoke, No. 206, berisi 222 (folio. Ditulis pada bulan Rabi’ul Tsani 547 H/1152 M di  Qus. MS. Ini kekurangan risalah-risalah mengenai ilmu pengobatan, dan Risalah al-Wada’.
2. The Berlin MS. No. 5060 (lihat Ahlwardt : Catalogue), hilang pada masa perang dunia II.
3. The Wscurila MS. No. 612. Hanya berisi risalah-risalah yagn ditulis oleh ibn Bajjah sebagai penjelasan atas risalah-risalah al-Farabi dalam amsalah logika. Karya itu ditulis pada tahun 667 H/1307 M. Di Seville.
4. The Khediviah MS. Akhlaq No. 290. Telah diterbitkan oleh Dr. Omar Farrukh dalam bukunya Ibn Bajjah wal-Falsafah al-Maghribiyyah. Sebagai perbandignan dapat dikatakan bahwa buku itu merupakan ringkasan dari Tadbir al-Mutawahhid – dalam arti bahwa buku itu membuang sebagian besar teks aslinya, tapi tetap mempertahankan kata-kata pengarangnya sendiri.
5. Brockelmann menyatakan bahwa The Berlin Library memiliki sebuah syair pujian karya ibn Bajjah berjudul  Tardiyyah.
6. karya-karya yang disunting oleh Asin Palacios dengan terjemahan bahasa Spanyol dan catatan-catatan yang diperlukan : (i) Kitab al-Nabat; al-Andalus, jilid V, 1940; (ii) Risalah Ittisal al-‘Aql bi al-Insan, al-Andalus, jilid VII, 1942; )iii) Risalah al-Wada; al-Andalus, jilid VIII, 1943; (iv) Tadbir al-Mutawahhid berjudul Wl  Regimen Del Solitario, 1946.
7. karya-karya yang disunting oleh Dr. M. Shaghir Hasan al-Ma’sumi : (i) Kitab al-Nafs dengan catatan dan pendahuluan dalam bahasa Arab, Majallah al-Majma al ‘Ilm al-‘Arabi, Damaskus, 1958; (ii) Risalah al-Ghayyah al-Insaniyyah berjudul Ibn Bajjah on Human End,d engan terjemahan bahasa Ingris, Journal of Asiatic Society of Pakistan, jilid II, 1957.

D.  FILSAFATNYA

Ibn Bajjah ahli baik dala teori maupun praktek ilmu-ilmu matematika, terutama astronomi dan musik, mahir dalam ilmu pengobatan dan tekun dalam studi-studi spekulatif seperti logika, fislafat alam dan metafisika. Dalam pandangan de Boer, dian benar-benar sesuai dengan al-Farabi dalam tulisan-tulisannya mengenai logika dans ecara umum setuju dengannya bahkan dengan doktrin-doktrin fisika dan metafisikanya. Mari kita telaah sejauh mana kebenaran pernyataan ini dengan petunjuk tulisan-tulisan ibn Bajjah yang sampai kepada kita.
Ibn Bajjah, tak pelak lagi, menyandarkan filsfat dan logikanya pada karya-karya al-Farabi, tapi jelas bahwa dia telah memberikan sejumlah besar tambahan dalam karya-karya itu. Dan lagi, dia telah menggunakan metode penelitian filsafat yang benar-benar lain. Tidak seperti al-Farabi, dia berusaha dengan segala masalah hanya berdasarkan nalar semata. Dia mengagumi filsfat Aristoteles, yang di atasnya dia membangun sistemnya sendiri. Tapi, dia berkata, untuk memahami metode apekulatif Aristoteles adalah penting untuk memahami lebih dulu filsfat secara benar. Itulah sebabnya ibn Bajjah menulis uraian-uraian sendiri atas karya-karya Aristoteles. Uraian-uraian ini merupakan bukti yang jelas bahwa dia mempelajari teks-teks karya Aristoteles dengan sangat teliti. Seperti juga dalam filsafat, Aristoteles, ibn Bajjah mendasarkan metafisika dan psikologinya pada fisika, dan itulah sebabnya mengapa tulisan-tulisannya penuh dengan wacana-wacana megnenai fisika.

E.  MATERI  DAN  BENTUK

De Boer menulisn : “Ibn Bajjah memulai dengan satu asumsi bahwa materi itu tidak bisa bereksistensi tanpa adanya bentuk, sedangkan bentuk bisa bereksistensi dengan sendirinya, tanpa harus ada materi.” Tapi pernyataan ini salah. Menurut ibn Bajjah materi dapat bereksistensi tanpa harus ada bentuk. Dia berargumen jika materi berbentuk, maka ia akan terbagi menjadi “materi” dan “bentuk” dan begitu seterusnya, ad infinitum. Ibn Bajjah,menyatakan bahwa “Bentuk Pertama” merupakan suatu bentuk abstrak yang bereksistensi dalam materi yang dikatakan sebagai tidak mempunyai bentuk.
Aristoteles membuat definisi materi sebagai sesuatu yang menerima bentuk dan yang dalam satu hal bersifat universal. Materinya dalam hal ini berada dari materi Plato yang meskipun dia setuju dengan definisi di atas, berpendapat bahwa bentuk itu sendiri nyata dan tidak membutuhkan sesuatu pun untuk bisa aberinteraksi. Tujuan Aristoteles bukan hanya untuk menyatakan bahwa materi dan btu itu saling bergantung, tetapi juga untuk membedakan antara bentuk khusus sebuah spesies dan bentuk khusus spesies lain. Bentuk sebuah tanaman itu  berbeda, misalnya, dengan bentuk seekor binatang, dan bentuk sehuah benda mati berbeda dengan bentuk sebuah tanaman, dan seterusnya.
Dalam tulisan-tulisan ibn Bajjah, kata bentuk dipakai untuk mencakup berbagai arti : jiwa, sosok, kekuatan, makna, konsep. Menurut pendapatnya, bentuk suatu tubuh memiliki tiga tingkatan : (1) bentuk jiwa umum atau bentuk intelektual, (2) bentuk kejiwaan khusus, dan (3) bentuk fisik.
Dia membagi bentuk kejiwaan sebagai berikut :
1. Bentuk-bentuk tubuh sirkular, hanya memiliki hubungan sirkular dengan amteri, sehingga bentuk-bentuk itu dapat membuat kejelasan materi dan menjadi sempurna.
2. Kejelasan materi yang bereksistensi dalam materi.
3. Bentuk-bentuk yang bereksistensi dalam indera-indera berada di antara bentuk-bentuk kejiwaan dan kejelasan materi.
Bentuk-bentuk itu dapa berkaitan dengan aktif oleh ibn Bajjah dinamakan bentuk-bentuk kejiwaan umum, dan bentuk-bentuk yang berkaitan dengan akal sehat  dinamakan bentuk-bentuk kejiwaan khusus. Pembedaan ini dilakukan karena bentuk-bentuk kejiwaan umum hanya memiliki satu hubungan dan hubungan itu ialah dengan yang menerima, sedangkan bentuk-bentuk kejiwaan khusus memiliki dua hubungan – hubungan khusus dengan yang berakal sehat dan hubungan umum dengan yang terasa. Seorang manusia, msialnya, ingat akan bentuk Taj Mahal : bentuk ini tidak berbeda dari bentuk nyata Taj Mahal kalau benda itu berada di depan mata – bentuk ini selain memiliki hubungan khusus seperti yang tersebut di atas, juga hubungan dengan wujud umum yang terasa, sebab banyak orang melihat Taj Mahal.

F. PSIKOLOGI

Ibn Bajjah, seperti juga Aristoteles, mendasarkan psikologinya pada fisik. Dia memulai pembahasannya mengenai jiwa dengan definisi dan menyatakan bahwa tubuh, baik yang alamiah maupun yang tidak alamiah, tersusund ari materi dan bentuk; bentuk merupakan perolehan permanen atau kenyataan tubuh. Kenyataan itu bermacam-macam : ia memiliki segala  yang bereksistensi yang melaksanakan fungsi mereka tanpa harus di gerakkan, atau segala yang bergerak atau aktif bila mereka diaktifkan. Tubuh jenis kedua ini terdiri atas penggerak dan yang di gerakkan, sedangkan tubuh yang tidak alamiah memiliki penggerak luar. Nah, bentuk yang membuat nyata sebuah tubuh alamiah disebut jiwa. Karena itu, jiwa dianggap sebagai penyata pertama dalam tubuh alamiah dan teratur, yang bersifat nutritif, sensitif dan imajinatif.
Para filosof kuno sebelum Aristoteles  telah membatasi studi mereka hanya pada jiwa manusia dan menganggap studi mengenai jiwa binatang sebagai bagian dari ilmu alam. Jiwa merupakan suatu istilah yang mengandung banyak arti, sebab jiwa tidak ebrsifat homogen. Jika jiwa homogen maka fungsi-fungsinya pasti homogen pula. Nayatanya, fungsi-fungsinya bersifata heterogen : nutritif, sensitif, imajinatif atau rasional.
Karena setiap makhluk yang fana harus melaksanakan suatu fungsi khusus demi kedudukannya di alam raya ini, maka yang nutrisi itu mempunyai dua tujuan, yaitu pertumbuhan dan reproduksi. Unsur ini tidak hanya menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk menjaga tubuh, melainkan juga menyediakan suatu kelebihan bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Tapi setelah pertumbuhan itu tercapai, kelebihan itu digunakan untuk reproduksi di dalam tubuh-tubuh itu yang bersifat reproduktif.
Unsur reproduksi itu berbeda dari unsur nutritif yang bertindak berdasarkan makanan dan membuatnya menjadi suatu bagian dari tubuh.  Unsur ini adalah :Akal Aktual” yang mengubah suatu spesies potensial menjadi tubuh suatu spesies aktual. Tubuh-tubuh itu yang tidak reproduktif bergantung ekpada pertumbuhan spontan untuk melestarikan spesies mereka. Unsur reproduktif merupakan akhir unsur pertumbuhan dan musnah hanya pada usia lanjut setelah semuanya lenyap dan yang tinggal hanyalah unsur nutritif.
Persepsi inderawi bisa bersifat aktual atau potensial. Yang bersifat potensial hanya dapat menjadi aktual kalau ia diubah oleh sesuatu yang lain. Oleh karena itu ia memerlukan suatu penggerak untuk mengubahnya. Penggerak itu adalah yang merasa, sedang yang digerakkan adalah organ rasa.
Yang merasa atau kejadian-kaejaidan alamiah ada dua macam : tubuh-tubuh alamiah yang khusus atau tubuh-tubuh alamiah dan tidak alamiah yang umum; dan, lagi-lagi, keduanya bisa menjadi penggerak atau yang diegarakkan. Mereka selalu digerakkan ke arah spesies-spesies, karena suatu penggerak hanya menggerakkan mereka sepanjang meraka itu spesies-spesie khudud, dan bukan karena mereka memiliki materi. Setiap tubuh yang berasa itu merupakan gabungan dan hasil suatu percampuran unsur-unsur yang berbeda. Percampuran ini dihasilkan oleh panas yang merupakan pembawaan sejak lahir danmeningkatkan, misalnya, kondensasi dan penjernihan bau, rasa dan warna. Tapi di samping taraf material ini, timbul juga taraf-taraf lain seperti reproduksi dan generasi spontan yang disebabkan oleh akal atau penggerak lain.
Begitu proses percampuran dimulai, bentuk mulai diterima. Gerak dan penerimaan bentuk terjadi secara serentak; dan kalau ruh telah mencapai kesempurnaan, maka penerimaan bentuk itu pun terlengkapi, dan karena itu materi dan bentuk menjadi suatu kesatuan. Kalau bentuk itu dipisahkan dari materi, ia tetap ada tapi terpisah dari materi, dan ia ada sebagaimana terabstraksi dari materi, tapi tidak sama dengan ketika ia berada dalam materi – dan ini mungkin hanya kalau ia ada dalam pikiran dalam bentuk ujud gagasan. Oleh karena itu, perasaan itu tidak kekal. Tapi bagaimana sebuah bentuk terpisah dapat bersifat tidak kekal, padahal sifat-sifat tidak kekal itu hanya pada materi? Jawabannya adalah begitini : Istilah “materi” digunakan untuk unsur “psikis” dan unsur “badaniah” secara samar-samar, dan itu berarti kepeniramaan bentuk, yang leat itu sebuah tubuh yang memiliki unsur pekekaan menjadi berasa. Oleh karena itu, unsur persepsi rasa itu merupakan suatu kapasitas pada organ rasa yang menjadi siatu bentuk benda yang tercerap.
Tapi sebuah pertanyaan lain timbul : jika persepsi merupakan suatu bentuk materi, bagaimana materi itu sesungguhnya bisa bereksistensi padahal dia tidak berbentuk? Jawabannya sebagai berikut : “Bahwa pengertia ada  dalam sub-strata dan identik dengannya itu jelas; kalau tidak maka ‘pengertian’ tentu tidak bersifat khusus. Tapi tidak begini jika bentuk tidak dapat bereksistensi tanpa materi, sebab ‘pengertian’ merupakan penerimaan bentuk-bentuk yang dapat dimengerti saja, dan itu disebut materi per pre us, sedangkan ‘materi yang dapat dimngerti’ itu disebut per posterius.”
Persepsi psikis ada dua macam : sensasi dan imajinasi. Sebagaimana diaktakan sebelumnya, sesnasi itu bersifat mendahului imajinasi, yang untuk ia mensuplai materi itu. Pendeknya, sesnasi merupakan suatu kaapsitas tubuh yang diaktifkan oleh yang terasa. Karena gerak itu banyak jumlahnya, maka sensasi pun banyak jumlahnya; dan karena yang terasa itu bisa bersifat umum atau khusus, maka sensasi pun bisa bersifat umum atau khusus.
Panca indera itu  -  penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan perabaan – merupakan lima unsur dari suatu indera tunggal, yaitu akal sehat. Akal sehat memainkan peranan materi, yang melaluinya bentuk-bentuk segala sesuatu menjadi jelas. Melalui akal sehatlah manusia menilai dan membedakan keadaan-keadaan berlainan dari yang dapat dimengerti, dan kemudian menyadari bahwa setiap bagian dari sebuah apel, misalnya, mengandung rasa, bau, warna, kelezatan atau kedinginan. Sebab unsur ini melestarikan kesan-kesan dari yang dapat dirasa, yang memungkinkan indera-indera  itu memahami yang dapat dirasa itu. Akal sehat merupakan realisasi penuh tubuh secara keseluruhan dan karenanya disebut sebagai ruh (soul). Unsur ini juga mensuplkai amteri untuk unsur imajinasi.
Karena dianggap sebagai realisasi penuh pertama tubuh imajinatif yang terorganisasi, maka unsur imajinatif ini didahului oleh sensasi yang mensuplai materi kepadanya. Karerna itu sensasi dan imajinasi telah dianggap sebagai dua jenis persepsi ruh (soul). Tapi perbedaan antara keduanya sangat jelas sepanjang sensasi bersifat khusus  dan imajinasi bersifat umum. Unsur imajinatif berpuncak pada unsur penalaran, yang melaluinya orang bisa mengungkapkan dirinya kepada orang lain dan sekaligus  mencapai serta membagi pengetahuan.
Ruh (soul) yang berhasrat itu terdiri atas tiga unsur : (1) Hasrat Imajinatif, yang lewat hasrat tersebut anak keturunan dibesarkan, individu-individu di bawa ke tampat-tempat tinggal mereka dan memiliki rasa sayang, cinta dan semacamnya. (2) hasrat menengah, yang lewat hasrat tersebut timbul nafsu akan makanan, perumahan dan ilmu. (3) Hasrat berbicara. Yang lewat hasrat itu timbul pengajaran dan, tidak seperti kedua hasrta sebelumnya, merupakan hasrat khusus yang dimiliki manusia.
Jiwa (soul) berhasrat itu dapat diterapkan pada ketiga unsur per Prieus et per posterius. Setiap binatang  memiliki hasrat menengah yang membuatnya cenderung mencari makan. Sebagian binatang tidak memiliki keminginan imajinatif. Keinginan hasrat menengah itu pada dasarnya mendahului hasrta imajinatif. Satu hal jelas bahwa setiap manusia memiliki dua unsur – yang berhasrat yang rasional – dan keduanya mendahului yang lain-lainnya.
Ruh yang berhasrat itu menghendaki suatu obyek yang kekal. Kehendak ini disebut kesenangan, dan tiadanya kehendak merupakan kejemuan, kesakitan dan semacamnya. Kehendak bukan merupakan suatu yang hanya dimiliki oleh manusia. Siapa pun yang melakukan sesuatu atas dasar kehendak dianggap telah bertindak atas dasar kebinatangan. Jelaslah, kalau orang berbuat sesuatu dengan cara begitu, berarti dia melakukannya bukan atas gagasan-gagasan. Dia mencapai kekekalan hanya bila ia memiliki gagasan-gagasan itu.
Meski tak kekal, namun ruh (soul) yang berhasrta itu memiliki keinginan kuat untuk kekal. Ia hanya memnhyukai bentuk imajiner menengah dan bentuk imajiner. Ini adalah bentuk-bentuk yang hanya disenangi oleh ruh (soul) yang berhasrta itu. Tapi karena bentuk itu banyak jumlahnya, maka ruh (soul) yang berhasrta itu tidak langsung berusaha mencapainya. Tapi, ruh (soul) yang berhasrat itu mencari layanan alam, dan menderita kesakitan dan malas kalau alam tidak bekerjasama dengannya. Kare alama itu tidak sederhana, maka ia tidak selalu berada dalam satu keadaan. Karena alamlah, seekor binatang butuh istirahat dan karena ruh yang berhasrat, ia merasa tidak puas kalau istirahat itu diperpanjang waktunya.
Tapi kedua bentuk ini (yaitu bentuk imajiner menengah dan bentuk imajiner) bersifat tidak kekal. Maka ruh (soul) yang berhasrat itu tidak mencapai kekekalan melainkan sesuatu yang menggambarkan kekekalan itu, dan apa yang menggambarkannya tidak sulit untuk dinilai, sebab individuj-individu sebagai individu-individu beranggapan bahwa mereka mencapai kekekalan lewat kesempurnaan dan kesempurnaan lewat pencapaian kekuasaan dan kebebasan. Maka timbullah kekuasaan dan kebebasan para penguasa lalim yang memerintah di banyak negeri di dunia ini. Kekuasaan mereka yang tak terbatas, kekayaan mereka yang melimpah ruah dan tindakan-tindakan mereka yang tidak terkendali, bagaimana pun juga, tidak mendatangkan keuntungan bagi mereka, sebab sebagian besar di antara mereka mati kelaparan dan merasa sangat menyesal karena kehilangan milik mereka. Mereka tercekam rasa lelah dan sedih dalam berurusan dengan ruh (soul) yang berhasrat. Dalam hati mereka, tetap hidup kenangan masa lalu mereka dan mereka merasa menyesal serta sedih. Kalau hal ini menimpa para penguasa lalim itu, lalu bagaimana nasib orang-orang yang derajatnya lebih rendah? Sama saja, keinginan ruh (soul) berhasrat mereka yaitu mengumpulkan apa yang mestinya tdiak mereka kumpulkan dan meraih apa yang mestinya tidak mereka raih. Binatang yang tidak memiliki nalar, tidak menderita kesedihan semacam ini, sebab ruh (soul) berhasrat mereka tidak berambisi dan mereka tidak memiliki kenangan akan tingkah mereka di masa sebelumnmya. Maka hanya menderita kesedihan alamiah, seperti usia lanjut, yang merupakan nasib yang mesti diterima oleh setiap organisme alam.
Unsur imajinatif manusia merupakan unsur yang melaluinya manusia menerima ksesan-kesan dari benda-benda yang terasa dan menempatkan kesan-kesan itu di dalam imajinasinya setelah kesan-kesan itu hilang. Fungsi unsur imajinatif ini berlangsung di kala jaga dan tidur. Unsur ini juga mengkomposisi bentuk-bentuk obyek-obyek imajinasi yang tak pernah terasa sebelumnya. Kadang-kadang unsur ini membayangkan dan mengomposisi yang bukan tunggal tetapi yang keseluruhan.
Pada taraf  akhir imajinasi, muncullah akal, dan unsur rasional pun  mulai berfungsi; dan kita dapati pada diri kita sendiri sesuatu yang membedakan kita dan binatang lain yang hanya mencari makanan dan memiliki organ-organ rasa. Orang mendapati pada dirinya sendiri, misalnya, beberapa obyek pengetahuan (konsepsi-konsepsi) yang berisi pembedaan antara yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat dan yang mudharat. Dia juga mendapati pada dirinya sendiri hal-hal yang dianggapnya sungguh sejati, hal-hal yang hanya bersifat terkaan, dan hal-hal yang salah. Obyek-obyek yang dikenal ini yang ada di dalam jiwa (soul) disebut logos. Logos dalam contoh pertama berkaitan dengan unsur rasional yang potensial, yang fungsinya menerima obyek-obyek pengetahuan. Hal ini terjadi karena pada tahap-tahap permulaan, manusia tidak memiliki itu dan hanya pada tahap-tahap berikutnya dia menerima. Istilah “Logos” berlaku pada obyek-obyek pengetahuan yang secara potensial dapat diterima, dan yang benar-benar bereksistensi dan diungkapkan lewat kata-pkata. Obyek-obyek pengetahuan ini (konsep-konsep), yang bereksistensi dalam potensialitas dan menjadi aktual dalam rasionalitas, kalau dikaitkan dengan obyek-obyek yang mereka maksudkan, membentuk pengetahuan mereka karena obyek-obyek pengetahuan itu dikenal lewat dan diakui oleh mereka. Kalau obyek-obyek itu dipandang sebagaimana yang tercerap oleh unsur imajinatif dan diterapkan pada isi yang berasal dari mereka maka mereka disebut yang dapat dimengerti; tapi kalau obyek-obyek itu seperti yang dicerap oleh unsur rasional yang menyempurnakan mereka, dan membawa dari potensialitas kepada aktualitas, maka mereka disebut pikiran atau akal. Ada beberapa tingkat pengetahuan, yang pertama adalah pengetahuan mengenai obyek tertentu. Ini terutama maujud melalui pencapaian pengertian yang tertentu itu di dalam unsur imajinatif, secara umum saja, yaitu ia tidak dapat dibayangkan secara khusus. Pun kualitas apapun dari obyek itu tak dapat dilukiskan. Tapi ia dibedakan lewat cara umum tanpa mengetahui apa pun dari kualitas-kualitasnya. Inilah pengetahuan paling lemah suatu obyek dan cermin imajinasi seekor binatang. Juga, kalau keadaan yang tertentu itu bisa diterima dalam unsur imajinatif, maka manusia mencapai yang tertentu ini dengan karakteristik-karakteristik terincinya, yang membantu mengenalinya sebagai sama pada waktu-waktu yang berbeda. Dia mengenali Zaid, misalnya, sebagai orang yang tinggi, jujur dan lembut serta memandang semua pelukisan ini dalam imajinasinya seolah-olah pelukisan itu berkaitan dengan satu individu. Tapi ada orang yang beranggapan bahwa kadang kata-kata menjadi musykil, sebab kata-kata itu mengungkapkan   kemajemukan padahal ada hanya satu : misalnya, yang tertentu yang dilukiskan oleh kata-kata “tinggi”, “jujur”,d an seterusnya, tak lebih dari satu orang. Bagaimanapun, inila cara yang digunakan manusia untuk mengetahi individu-individu tertentu. Karena kualitas-kualitas tersebut, yang melalui hal-hal itu individu-individu tertentu dikenal, sebagaimana dilukiskan di atas, merupakan kejadian-kejadian yang menyangkut individu-individu yang berbeda, maka tidak ada kesamaan antara dua individu mana pun. Ketinggian tubuh Zaid, misalnya, tidak akan benar-benar sama dengan ketinggain tubuh Bakr.
Bila obyek-obyek imajinasi diperoleh dalam unsur-unsur imajinatif, maka unsur rasional melihat obyek-obyek itu melalui wawasannya, dan memahami makna-maknanya yang universal ini, unsur rasional membayangkan dan mengenali sifat semua obyek yang terbayangkan. Dan bila kata-kata yang menunjukkan makna-makna universal itu disebutkan, maka unsur rasional mengenali mereka, menempatkan mereka di hadapan pikiran, dan memahami mereka. Semua ini terjadi lebih dari sekali.
1. Unsur rasional menempatkan makna-makna universal di hadapan pikiran, dan memahami mereka sebagai yang benar dari individu-individu yang terbayangkan yang ditandai oleh makna-makna tersebut. Lewat wawasannya, unsur rasional melihat makna-makna universalpada individu-individu itu. Dengan begini, unsur ini mengenali makna-makna universal satu sama lain sebagaimana dilukiskan di atas.
2. menurut suaut metode lain, unsur rasional mengenali sepenuhnya makna-makna universal ini, tapi bila unsur itu melihat makna-makna tersebut lewat wawasannya dan menyajikan mereka sedemikian rupa kapda ruh (soul), maka ia melihat mereka melalui wawasannya dalam unsur imajinatif yang juga bertindak berdasarkan  mereka, dan membuat mereka sama dengan makna-makna unicersal serta menanamkan kepada mereka bentuk-bentuk yang lazim bagi lebih dari satu individu, tapi bukan bagi semua individu yang bagi mereka makna itu berlaku. Pematung menggambarkan bentuk seekor kuda di atas sebuah papan, tapi penggambaran ini tidak sempurna, sebab ia menggambarkan bentuk seekor kuda yang mendapatkan makanan dan meringkik. Tapi semua yang digambarkan itu tidak berlaku bagi setiap kuda, baik yang sudah dewasa, masih muda maupun yang masih bahyi. Imajinasinya hanya berlaku bagi kuda-kuda yang memiliki ukuran atau usia tertentu yang digambarkan oleh unsur imajinatif itu.
Begitu unsur rasional mengenali makna-makna universal, dan menyajikannya kepada pikiran untuk dipandang secara lebih teliti lewat wawasannya, pikiran itu akan meneliti mereka lewat imaji yang digambarkan oleh unsur imajinatif. Unsur rasional itu menentukan apakah imaji itu sempurna atau tidak, bisa atau tidak. Tanpa kesulitan, ia memikirkan makna-makna yang dapat dimengerti. Dengan cara ini makna-kmakna universal itu dicerap oleh para pelukis dan hampir semua ilmuwan. Bila seorang seniman, misalnya, berpikir tentang cara membuat sesuatu, dia menyodorkan imaji yang tertentu kepada unsur imajinatifnya, dan mempersiapkan rancangan pembuatannya. Begitu pula, bila seorang ilmuwan meneliti sesuatu obyek pengetahuan guna mengetahui sifat-sifatnya dan melukis obyek itu, maka dia menyodorkan imaji obyek tersebut kepada unsur imajinatifnya.
Ada metode yang melalui keduanya unsur imajinatif melayani unsur rasional dengan menyodorkan kepada unsur rasional itu gambaran-gambaran sebuah obyek, baik gambaran-gambaran obyek individu itu sendiri maupun gambaran-gambaran imajinya, yang mewakili makna universal, seperti yang disebutkan di atas. Unsur rasional menanamkan gambran-gambaran universal kepada obyek-obyek imanjinasi. Siapapun yang membuat unusr rasional bertindak atas dasar obyek-obyek yang diperolah dalam unsur imajinatif, akan mendapati pengukuhan tentang apa yang telah disebutkan dan akan melihat, lewat unsur rasionalnya, karena Tuhan yang melimpahi unsur ini. Ini seperti seseorang yang melihat, dengan unsur penglihatannya, sinar matahari lewat sinar matahari.
Jalan untuk mencerap apa-apa yang bisa dicerap dan aktifitas unsur rasional yang aktual ialah rahmat, seperti sinar matahari yang melalui sinar itu orang menyadari dan melihat ciptaan Tuhan dengan sangat jelas, sehingga dia menjadi orang yang beriman kepada-Nya, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Akhirat, dan mengingat Tuhan di kala duduk, berdiri dan berbaring. Setiap pemikiran dapat diperoleh lewat rahmat ini, yang tidak lain adalah hubungan manusia dengan akal aktif.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa ibn Bajjah memulai dengan melukiskan ‘Psikologi Aristoteles’ dan mengakhiri dengan mencapai kedudukan ibn Sina dan al-Ghazali, yang nama-nama mereka disebut-sebutnya dengan penuh hormat dan takzim

G. AKAL DAN PENGETAHUAN

Menurut ibn Bajjah, akal merupakan bagian terpenting manusia. Ia berpendapat bahwa pengetahuan yang benar dapat diperoleh lewat akal yang merupakan satu-satunya sarana yang melaluinya kita mampu mencapai kemakmuran dan membangun kepribadian. Sesuatu telah dikatakan mengenai sumber akal dan cara kerjanya. Kutipan-kutipan ini akan menjelaskan masalah itu :
“Perlu bagi orang melihat dengan wawasannya sendiri isi unsur imajinatifnya, sebagaimana dia melihat obyek-obyek dengan matanya dan dapat membedakan sepenuhnya obnyek-obyek itu. Dia yakin dapat memahami bahwa obyek-obyek itu berkali-kali terkesankan pada unsur imajinatif. Banyak obyek yang dapat dibayangkan memiliki satu atau lebih dari satu individu di dalam unsur imajinatifnya. Maka juga memiliki hal-hal yang menyangkut individu-individu itu, yaitu ukuran, warna, pengetahuan, kesehatan, penyakit, gerakan, waktu, ruang dan kategori-kategori lain. Dengan menyadari semua ini, manusia lewat wawasannya melihat bahwa unsur rasional itu  menelaah obyek-obyek imajinasi dan mencerap sifat-sifat umum  mereka, yaitu perbedaan yang membedakan mereka dari obyek-obyek rasa, yaitu perbedaan yang atas dasar itu mereka dipandang sebagai individu-individu dan dikenali sebagai obyek-obyek yang dapat dipahami. Orang juga harus menyadari bahwa semua perbedaan ini dilihat oleh unsur rasional lewat rahmat Tuhan yang melimpahi mereka, sebagaimana obyek-obyek pandangan tampak oleh pikiran yang dapat mencerap lewat cahaya matahari yang menimpa mereka, yang tanpa cahaya itu mereka tetap tak terlihat. Melalui rahmat itu pula keseluruhannya terkenali lewat bagian-bagiannya dan ditentukan sebagai lebih besar dari bagian-bagian itu. Dan lagi, bilangan-bilangan yang dianggap sebagai angka dinyatakan oleh rahmat ini sebagai berbeda dan banyak bila penyelidikan akan ciptaan Tuhan  -- makhluk-makhluk langit dan bumi, malam dan siang, para rasul, wahyu, impian-impian dan apa yang dicuapkan oleh lidah peramal – diulang-ulang sehingga  manusia mencerap hal-hal itu lewat unsur imajinatif, dan unsur rasional melihat eksistensi obyek-obyek yang tercerap oleh pikiran atau pin inderawi lewat wawasannya yang murni, sederhana dan kahs. Pandangannya menjadi luas dan ia ingin mengetahui sebab-sebab adanya makhluk-makhluk itu yang menjadi bisa dipahami. Unsur rasional tidak mengenal obyek-obyek pengetahuan secara memadai kecuali bila ia mengenal mereka lewat empat sebab  -  bentuk, materi agen dan tujuan. Adalah perlu mengetahu semua sebab ini yang menyangkut obyek-obyek yang tak dapat tidak memiliki mereka. Manusia pada dasarnya cenderung menyelidiki dan mengenal semua ini. Pencariannya mencakup keempat sebabobyek-obyek persepsi- rasa. Ini jelas sekali pada obyek-obyek seni dan obyek-obyek alam. Dia lebih tertarik untuk mengetahui sebab-sebab obyek-obyek yang dapat dipahami, sebab penyelidikan ini dianggap suci, tinggi dan bermangfaat. Akhirnya, lewat penyelidikan akan sebab-sebablah manusia mencapai keimanan kepada Tuhan, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan akhirat.”
“Lihatlah.” Kata ibn Bajjah, “Keajaiban-keajaiban yang ada di antara akal dan unsur imajinasi lewat ruh-mu (soul) yant ajam. Engkau dapat melihat dengan pasti bahwa akal mendapatkan obyek-obyek pengetahuan yang disebut hal-hal yang dapat dicerapd ari unsur imajinatif, dan memberikan sejumlah obyek pengetahuan lain kepada unsur imajinatif. Ambillah sebagai misal, ideal-ideal moral dan artistik, atau obyek-obyek pengetahuan yang merupakan kejadian-kejadian yang bisa terjadi dan mewujud di dalam unsur imajinatif sebelum kejaidna-kejaidna tersebut terjadi, atau kejadian-kejadian yang belum terjadi tapi telah masuk ke dalam unsur imajinatif bukan lewat organ-organ rasa  melainkan lewat akal, seperti dalam hal impian-impian yang benar. Hal yang paling mencengankan pada unsur imajinatif ialah keterhubungannya dengan wahyu dan ramalan. Maka jelaslah dalam hal ini bahwa apa yang diberikan oleh akal kepada imajinasi manusia bukanlah berasal dari akal itu sendiri, melainkan timbul dalam imajinasi lewat suatu agen yang telah dikenal sebelumnya,d an mampu menciptakannya. Tuhanlah yang , lewat kehendak-Nya, menyebabkan penggerak lingkungan-lingkungan aktif beraksi atas dasar lingkungan-lingkungan pasif. Misalnya, bila Dia bermaksud mewujudkan apa yang akan terjadi di alam nyata ini, pertama-tama Dia memberitahu malaikat dan lewat mereka pengetahuan ini disampaikan kepada akal manusia. Pengetahuan ini sampai kepada manusia sesuai dengan kemampuannya untuk menerima pengetahuan itu. Ini terbukti apda hamba-hamba saleh Tuhan yang telah ditunjuki-Nya jalan yang benar dan yang setia kepada-Nya, terutama para rasul yang kepada mereka Dia mewujudkan peristiwa-peristiwa menakjubkan yang akan terjadi di alam raya ini lewat malaikat-malaikat-Nya, baik ketika mereka sedang jaga maupun tidur.
“Tuhan SWT memanifestasikan pengetahuan dan perbuatan kepada makhluk-makhluk-Nya yang ada. Setiap makhluk menerima ini semua dari-Nya sesuai dengan tingkat kesempurnaan eksistensi masing-masing : akal menerima dari-Nya pengetahuan sesuai dengan kedudukannya, dan lingkungan menerima dari-Nya sosok-sosok dan bentuk-bentuk fisik sesuai dengan tingkat dan kedudukan mereka. Setiap benda angkasa memiliki akal dan ruh (soul) yang lewat keduanya ia melakukan tindakan-tindakan tertentu yang bisa dicerap lewat imajinasi, seperti imajinasi pemindahan dari suatu tempat imajiner yang terus ada. Dikarenakan oleh pemindahan khusus yang dapat dicerap inilah, muncullah tindakan-tindakan tertentu yang dapat dicerap oleh benda-benda yang mewujud dan lenyap. Hal ini paling nyata pada matahari dan bulan di antara benda-benda angkasa lain. Lewat akallah manusia mengenal ilmu-ilmu dan disingkapkan kepadanya oleh Tuhan, hal-hal yang dapat dipahami, peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi pada saat sekarang dan masa mendatang, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu. Inilah pengetahuan tentang yang gaib yang diberikan Tuhan kepada hamba-hamba pilihan-Nya lewat malaikat-malaikat-Nya.
Selanjutnya ibn Bajjah memaparkan sifat pengetahuan manusia dan tingkat-tingkatnya, dia berkata : “Pengetahuan manusia berarti bahwa dia melihat yang bereksistensi dan eksistensi sempurna mereka dalam akalnya lewat wawasan ruh (soul)nyua, yang merupakan rahmat dari Tuhan. Rahmat Tuhan ini berbeda-beda, pada masing-masing manusia, wawasan yang paling hebat adalah dimiliki oleh para Nabi yang paling mengenal-Nya beserta makhluk-makhluk-Nya, dan mencerap pengetahuan suci itu dalam ruh (Soul) mereka sendiri lewat wawasan sempurna mereka tanpa mempelajarinya dan tanpa berusaha mempelajarinya. Pengetahuan yang paling tinggi yaitu pengetahuan mengenai Tuhan sendiri dan malaikat-malaikat-Nya, lalu pengetahuan mengenai kejadian-kejadian apa yang telah terjadi atau akan terjadi di alam raya ini – pengetahuan yang diperoleh lewat wawasan hati mereka, tanpa menggunakan mata mereka. Di bawah derajat para nabi ialah derajat para wali Tuhan yang memiliki sifat paling baik, yang lewat sifat itu mereka mendapatkan dari para nabi sesuatu yang membuat mereka mampu mencapai pengetahuan mengenai Tuhan dan pengetahuan mengenai malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya. Hari Kiamat dan rahmat yang paling tinggi, yang terus-menerus mereka saksikan dengan wawasan mereka, sesuai dengan tingkat rahmat Tuhan yang mereka terima. Orang-orang saleh ini juga menerima sedikit pengetahuan mengenai yang gaib dalam impian-impian mereka. Wali-wali Tuhan itu meliputi Para Sahabat Nabi. Setelah mereka ialah sejumlah orang yang dikaruniai oleh Tuhan wawasan yang lewat wawasan itu mereka menyadari sepenuhnya realitas segala sesuatu, sampai tahap demi tahap mereka meraih pengetahuan mengenai Tuhan, malaikat-malaikat-Nya rasul-rasul-Nya da Hari Kiamat. Mereka sadar lewat wawasan mereka bahwa mereka telah memperoleh kesempurnaan atau rahmat  paling tinggi yang lestari tanpa rusak, mulia tanpa aib, dan kaya tanpa takut akan jatuh miskin. Orang-orang seperti ini, termasuk Aristoteles, sangat sedikit jumlahnya.”
Ibnu Bajjah percaya kepada kemajemukan akal dan mengacu pada akal pertama dan akal kedua. Ia berpendapat, akal manusia paling jauh adalah akal pertama. Labih jauh dia menjelaskan tingkat-tingkat akal dengan mengatakan bahwa sebagian akal secara langsung berasal dari akal pertama, sebagian lain berasal dari akal-akal lain, hubungan antara yang diperoleh dan tempat asal akal yang diperoleh itu sama dengan hubungan cahaya matahari yang ada di dalam rumah dengan cahaya matahari yang ada di halaman rumah.
Pengetahuan tentangn  sifat segala yang ada yang dimiliki oleh akal. Ada dua jenis : (1) yang dapat dipahami tapi tidak dapat ditemukan, dan (2) yang dapat dipahami dan dapat ditemukan. Akal itu sendiri ada dua jenis pula : (1) akal teoritis, yang lewat akal itu manusia memahami segala yang tidak dapat dimunculkannya, dan (2) akal praktis, yang lewat akal itu dia mengangankan benda-benda tiruan yang dapat dia temukan. Kesempurnaan akal praktis ada dalam pemahaman manusia akan obyek-obyek tiruan dan memaujudkan obyek-obyek tersebut sesuai dengan kehendaknya sendiri. Semua ini ditemukan lewat organ-organ tubuh manusia, baik dengan gerak organ-organ itu yang pada gilirannya menggerakkan beberapa instrumen luar. Hal ini terjadi bila obyek-obyek tiruan itu disempurnakan oleh kemauan manusia.
Organ-organ manusia bergerak dengan sendirinya, tapi bila sebuah obyek tiruan dibuat, maka organ-organ itu digerakkan oleh kemauan pertama-tama di dalam pikiran, lantas obyek itu dihasilkan di luar pikiran sesuai dengan imaji yang terbentuk di dalam pikiran itu sebelum organ-organ itu mewujudkannya, imaji ini merupakan suatu bayangan di dalam indera imajinatif ruh (soul) dan bersifat umum. Imaji ini lenyap dari ruh (soul) yang memperoleh imaji lain, dan proses ini pun berlangsung terus. Lkapanpun orang berkeinginan membuat satu obyek tertentu, maka dia membentk suatu imaji di dalam unsur imajinatif. Lalu dia dapat melihat lewat wawasannya bahwa sebuah unsur lain ruh (soul) mengabstraksikan imaji ini di dalam unsur imajinatif dan mengalihkannya dari satu keadaan ke keadaan lain sampai eksistensinya sempurna di dalam ruh (soul), lalu dia menggerakan organ-organ itu untuk memaujudkan obyek itu. Unsur ini, yang memahami dan mengabstraksikan dalam imajinasi disebut akan praktis. Bila dalam unsur imajinatif akal praktis itu pertama-tama mengabstraksikan imaji obyek tiruan itu sesuai dengan suatu bentuk dan ukuran tertentu, maka unsur yang bergerak itu menggerakkan organ-organ untuk menemjukan obyek tersebut. Oleh karena itu, akal merupakan pembuat pertama obyek dan bukan organ-organ yang digerakkan oleh ruh (soul), bukan pula unsur yang menggerakkan organ-organ itu, jelaslah bahwa daya organ-organ bukanlah yang pertama ditemukan melainkan dimaujudkan oleh unsur akal yang menyebabkannya maujud dalam imajinasi, dan baru kemudian organ-organ tersebut menyebabkan terbuatnya obyek-obyek itu melalui kemauan.
Unsur imajinatif mengupayakan bantuan persepsi-rasa pada saat menemukan obyek itu untuk menyodorkannya kepada unsur yang telah menggerakkan organ-organ tersebut,d an untuk memampukan akal membandingkan dan melihat apakah obyek yang terbayangkan itu milik persepsi-rasa atau unsur imajinatif.
Akal memiliki dua fungsi : (1) memberikan imaji obyek yang akan diciptakan kepada unsur imajinasi,d an (2) memiliki obyek yang dibuat di luar ruh (soul) dengan menggerakkan organ-organ tubuh.
Menurut ibn Bajjah, akal manusia setapak demi setapak mendekati akal pertama dengan : (1) meraih pengetahuan yang didasarkan pada bukti, yang dalam hal itu akal paling tinggi direalisasikan sebagai bentuk; dan (2) memperoleh pengetahuan tanpa mempelajarinya atau berusaha meraihnya. Metode kedua ini adalah metode orang-orang Sufi, khususnya Metode al-Ghazali, metode ini memapukan orang memperoleh pengetahuan tentang Tuhan.
Dari sini jelaslah bahwa meskipun ibn Bajjah telah menekankan metode spekulatif, namun dia tidak mengecam metode mistis, sebagaimana beberapa orang Eropa berusaha membuat kita percaya.

H.  TUHAN,  SUMBER  PENGETAHUAN

Mengenai rahmat Tuhan, yang lewat rahmat tersebut unsur rasional mengenali perbedaan-pernbedaan, seorang manusia melebihi manusia lainnya, dan hal itu sesuai dengan kapasitas yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya. Tapi kedua rahmat ini merupakan pembawaan sejak lahir, bukan diupayakan. Kapasitas dan rahmat yang mesti diupayakan bukanlah pembawaan sejak lahir, dan keduanya diperoleh dengan melakukan apa-apa yang dapat sesuai dengan kehendak Tuhan, di bawah bimbingan para Nabi. Oleh karena itu, manusia harus menyambut seruan Nabi Suci dan melaksanakan apa yang diperintahkannya. Dengan begitu dia dapat melihat lewat wawasan hatinya sifat setiap makhluk, asal mulanya dan ketentuan akhirnya. Dengan begitu pula, dia dapat mengetahui bahwa Tuhan merupakan suatu kemaujudan – mesti dengan sendirinya, tunggal, tidak bersekutu dan pencipta segalanya; bahwa segala selain Dia ada yang menyamai dan berasal dari esensi sempurna-Nya; bahwa pengetahuan diri-Nya meliputi pengetahuan-Nya tentang semua obyek; dan bahwa pengetahuan-Nya tentang semua obyek itu merupakan sebab mewujudnya obyek-obyek tersebut.
Untuk mencapai kedekatan dengan Tuhan, ibn Bajjah menasehati kita untuk melakukan tiga hal : (1) membuat lidah kita selalu mengingat Tuhan dan memuliakan-Nya, (2) membuat organ-organ tubuh kita bertindak sesuai dengan wawasan hati, dan (3) menghindari segala yang membuat kita lalai mengingat Tuhan atau membuat hati kita berpaling dari-Nya. Ini semua mesti dilaksanakan terus-menerus sepanjang hidup.

I. FILSAFAT  POLITIK

Ibn Bajjah menulis sejumlah risalah kecil mengenai pemerintahan Dewan Negara dan pemerintahan Negara-Kota, tapi buku yang sekarang masih bisa dibaca hanyalah Tadbir al-Mutawahhid (Razim Satu Orang). Sebagaimana dijelaskan dalam buku ini, ibn Bajjah sangat menyetujui teori politik al-Farabi. Misalnya. Dia menerima pendapat al-Farabi yang membagi Negara menjadi negara sempurna dan yang tidak sempurna. Dia juga setuju dengan al-Farabi yang beranggapan bahwa individu yang berbeda dari sebuah bangsa memiliki watak yang berbeda pula – sebagian dari mereka lebih suka memerintah dan sebagian yang lain lebih seuka diperintah. Tapi ibn Bajjah memberikan tambahan kepada sistem al-Farabi ketika dia mendesakkan pendapatnya bahwa manusia yang memerintah secara sendiria itu (mutawahhid atai filosof yang berpikiran tajam) harus selalu berada lebih tinggi dari orang-orang lain pada kesempatan-kesempatan tertentu. Meskipun menghindari oranga lain itu sendiri tidak diinginkan, namun hal itu diperlukan untuk mencapai kesempurnaan. Dia juga menasehati agar filosof menemui masyarakatnya hanya pada beberapa kesempatan tertentu dalam waktu sebentar saja, dan dia harus pindah ke negara-negara tempat dia dapat memperoleh pengetahuan; perpindahan itu harus dilakukan di bawah hukum-hukum ilmu politik.
Dalam risalah al-Wada’ ibn Bajjah memberikan dua fungsi alternatif Negara : (1) untuk menilai perbuatan rakyat guna membimbing mereka mencapai tujuan yang mereka inginkan. Fungsi ini paling baik dilaksanakan di dalam Negara ideal oleh seorang penguasa yang berdaulat. (2) Fungsi alternatif ini yaitu merancang cara-cara mencapai tujuan-tujuan tertentu, persis sebagaimana seorang penunggang, sebagai latihan pendahuluan, mengendalikan tali kekang demi menjadi penunggang yang mahir. Ini merupakan fungsi pelaksana-pelaksana Negara-negara yang tidak ideal. Dalam hal penguasa disebut  rais (pemimpin). Sang pemimpin menerapkan di Negara itu suatu sistem tradisional untuk menentukan seluruh tindakan rakyat.
Dalam sistem al-Farabi dan ibn Bajjah, kosntitusi harus disusun oleh Kepala Negara, yang telah disamakan oleh al-Farabi dengan seorang Nabi atau Imam. Ibn Bajjah tidak menyebutkanidentitas ini secara terperinci, tetapi secara tidak langsung dia setuju dengan pendapat al-Farabi ketika dia menyatakan bahwa manusia takkan mencapai kesempurnaan kecuali lewat yang dibawa oleh para rasul dari Tuhan Yang Mahatinggi (yaitu Hukum Tuhan atau Syari’ah). Mereka yang mengikuti petunjuk Tuhan takkan sesat.” Oleh karena itu, adalah terlalu lancang bila mengatakan bahwa “Dia (ibn Bajjah) mengabaikan relevansi politis Hukum Tuhan (Syari’ah) dan nilai edukatifnya bagi manusia sebagai warga negara.”

J. ETIKA

Ibn Bajjah membagi tindakan menjadi tindakan hewani dan manusiawi. Yang pertama dikarenakan oleh kebutuhan-kebutuhan alamiah, bersifat hewani sekaligus manusiawi. Makan, misalnya, bersifat hewani sepanjang hal itu dilakukan demi memenuhi kebutuhan dan keinginan, juga bersifat manusiawi sepanjang hal itu dilakukan untuk menjaga kekuatan dan kehidupan demi meraih karunia-karunia spiritual.
Ibn Bajjah membawa perhatian kita kepada unsur-unsur manusiawi yang aktig, sebab manusia terlalu tinggi untuk dikualifikasikan dengan unsur-unsur pasif yang bersifat material atau hewani. Unsur manusia untuk mempelajari merupakan unsur pasif, begitu pula dalam arti yang berbeda. Unsur aktif berkeinginan mencapai kesempurnaan saja, sesudah itu ia berhenti sebagaimana dalam cara yang digunakan untuk menyelesaikan suatu urusan dagang. Tapi pengulangan cara itu dilaksanakan hanya lewat pendapat dan ruh (soul) yang berhasrat. Apa yang dilaksanakan karena ruh (soul) yang mengandung hasrat merupakan tindakan yang dilakukan oleh pendapat merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang lain. Ruh (soul) yang mengandung hasrat menginginkan suatu obyek yang bersifat kekal, keinginan itu disebut kesenangan, dan ketiadaannya disebut  kejemuan dan kesakaitan.  Siapa pun yang bertindak dengan cara ini dianggap sebgai telah melakukan tindakan hewani. Dan mereka yang bertindak  melalui pendapat atau pikirannya bertindak secara manusiawi. Pendapat menggerakkan orang ke arah yang secara esensial kekal, atau ke arah yang kekal karena hal itu berlimpah-limpah. Jika tindakan bersifat kekal dikarenakan kelimpahan, maka tujuan akan menggantikan tindakan permulaan. Pengupayaan tujuan ini terjadi karena kecenderungan semata, yang dalam hal itu ia merupakan suatu tindakan hewani, atau karena pendapat yang bertujuan mencapai kesempurnaannya. Tujuan itu beragam sesuai dengan sifat individu-individu; beberapa orang; misanya, lahir untuk menjadi pembuat sepatu,d an yang lain untuk menguasai ketrampilan lain. Tujuan-tujuan saling melayani,d an mereka semua menuju ke tujuan akhir yang sama – yaitu tujuan utama. Manusia utama tentu saja adalah yang mempersiapkan dirinya untuk mencapai tujuan utama itu, dan mereka yang tidak siap untuk itu tentu saja tunduk. Oleh karena itu sebagian orang tentu saja patuh dan diperintah oleh yang lain, dan sebagian memiliki wewenang alamiah dan memerintah yang lain.
Pendapat secara esensial kadang-kadang benar. Hal ini terjadi bila ia menginignkan yang kekal. Kadang-kadang ia secara kebetulan benar dan bukan secara esensial. Pendapat-pendapat orang pandai, misalnya, adalah benar tentang obyek-obyek yang telah mereka bangun; tapi tidak benar dalam diri mereka sendiri. Pendapat-pendapat ini secara relatif benar, tapi secara universal tidak benar. Tanaman colocynth bermanfaat bagi orang yang berdarah dingin, tapi tidak untuk semua orang. Di pihak lain, roti dan daging bermanfaat secara alamiah dan secara universal. Pendapat yang secara relatif dan umum benar adalah benar secara mutlak. Tapi kadang-kadang apa yang secara relatif benar, tidak benar secara umum, dan karena itu ia benar dalam satu segi dan salah dalam segi lain.
Untuk menyatakan apakah sesuatu tindakan itu bersifat hewani atau manusiawi, perlulah memiliki spekulasi di samping kemauan. Dengan memperhatikan sifat kemauan dan spekulasi ibn Bajjah membagi kebajikan menjadi dua jenis, kebajikan formal dan spekulatif. Kebajikan formal merupakan pembawaan sejak lahir tanpa pengaruh kemauan atau spekulasi, seperti kejujuran seekor anjing, sebab mustahil bagi seekor anjing untuk tidak jujur. Kebajikan ini tidak bernilai pada manusia. Kebajikan spekulatif didasarkan pada s untuk memenuhi keinginan alamiah disebut tindakan ketuhanan bukan manusiawi, sebab hal ini jarang terdapat pada manusia. Yang baik, menurut ibn Bajjah, meru[akan eksistensi, dan yang jahat merupakan ketiadaan. Dengan kata lain, yang jahat, baginya, benar-benar tidak jahat.

K. TASAWUF

Renan berpendapat benar bahwa ibn Bajjah memiliki kecenderungan kepada tasawuf, tapi tentu salah ketika dia menganggap bahwa ibn Bajjah menyerang al-Ghazali karena dia menandaskan intuisi dan tasawuf. Sesungguhnya ibn Bajjah  mengagumi al-Ghazali dan menyatakan bahwa metode al-Ghazali memampukan orang memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, dan bahwa metode itu didasarkan pada ajaran-ajaran Nabi Suci. Sang Sufi menerima cahaya di dalam hatinya. Cahaya di dalam hatinya ini merupakan suatu spekulasi, yang lewast spekulasi itu hati melihat hal-hal yang dapat dipahami seperti orang melihat obyek yang tertimpa sinar matahari lewat penglihatan mata; dan lewat pemahaman hal-hal yang dapat dipahami ini dia melihat semua yang , melalui implikasi mendahului mereka atau menggantikan mereka.
Ibn Bajjah menjunjung tinggi para Wali Allah (Auliya ‘Allah) dan menempatkan mereka di bawah para Nabi. Menurutnya, sebagian orang dikuasai oleh keinginan jasmaniah belaka – mereka berada di tingkat paling bawah – dan sebagian lagi dikuasai oleh spiritualitas – kelompok ini sangat langka, dan termasuk dalam kelompok ini Uwais al-Qarni dan Ibrahim ibn Adham.
Terhadap Tuhan dan ketentuan-Nya, ibn Bajjah hampir menyatakan dirinya sebagai seorang fatalis. Dalam satu risalahnya, dia menyatakan bahwa seandainya kita berpaling kepada ketetapan Tuhan dan kekuasaan-Nya maka kita benar-benar memperoleh kedamaian dan kebahagiaan. Segala yang ada berada dalam pengetahuan-Nya dan hanya Dia yang mampu mendatangkan kebaikan kepada mereka. Karena Dia mengetahui segala sesuatu secara esensial, maka Dia memberikan perintah-perintah kepada suatu perantara untuk menemukan suatu bentuk seperti yang ada dalam pengetahuan-Nya dan kepada penerima bentuk-bentuk untuk menerima bentuk itu. Inilah yang terjadi pada semua yang ada , bahkanb pada materi yang fana serta akal manusia. Untuk menunjang pandangannya bahwa Tuhan adalah Pencipta Utama segala tindakan, ibn Bajjah mengacu pada pandangan al-Ghazali yang dikatakannya pada bagian akhir dari karyanya Misykat al-Anwar, bahwa Prinisp Pertama itu menciptakan agen-agen dan obyek-obyek tindakan; dan dia selanjutnya mengambil penun jang lain untuk pandangannya ini dari pengamatan al-Farabi dalam ‘Ujun al-Masa’il, bahwa semuanya berkaitan dengan Prinsip Pertama sebab Yang Pertama itu merupakan pencipta mereka. Ibn Bajjah juga menyatakan bahwa Aristoteles mengatakan dalam bukunya Physics bahwa Agen Pertama adalah agen sebenarnya, dan agen yang dekat tidak bertindak kecuali lewat yang pertama. Yang pertama membuat aksi yang dekat dan obyek tindakan. Yang dekat itu dikenal sebagai agen oleh sebagian besar orang hanya dalam masalah-masalah material. Raja yang adil, misalnya, pantas menerima sebutan adil, meskipun dia jauh tingkatannya dari dia yang ada di bawahnya dalam rangkaian agen itu. Siapa pun yang menganggap bahwa suatu tindakan berasal dari agen yang dekat sama saja dengan seekor anjing yang menggit sebuah batu yang membenturnya. Tapi penganggapan bahwa tindakan itu berasal dari agen yang dekat adealah mustahil dalam masalah-masalah yang tidak bersangkut-paut dengan materi-materi fisik. Akal yang aktif yang mengelilingi benda-benda angkasa itu merupakan agen dekat dari hal-hal yang tak kekal. Tapi Dia yang menciptakan akal yang aktif dan benda-benda angkasa itulah agen kekal yang sejati.
Tuhan menyebabkan keberadsaan suatu benda berlanjut tanpa akhir setelah ketakberadaan fisiknya. Bila suatu yang ada mencapai kesempurnaan, maka dia tidak ada lagi dalam zaman tetapi ada selamanya dalam keterus-menerusan masa (dhar). Ibn Bajjah di sini mengingatkan kita akan salah satu sabda Nabi Suci “Jangan menyalahgunakan Dahr karena dahr itu Allah.” Dengan penafsiran begitu, perkataan itu mengandung makna bahwa akal manuisa itu kekal. Untuk menunjang penafsiran kata dahr ini, ibn Bajjah menyebutkan para pendahulunya seperti al-Farabi dan al-Ghazali.
**********************************************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar