Sedangkan
kalimat yang diterjemahkan lima ratus tahun dalam ramalan Sabda Palon,
dalam bahasa jawanya berbunyi Jangkep Gangsalatus
tahun; Wit ing dinten puniko,
LUMPUR PORONG DAN SASTRA JAWA
Oleh : Pujo Prayitno/Pen Sanjaya
Para
Pujangga jawa pada jaman dahulu sebetulnya sudah memberi tanda bahwa
akan terjadi bencana besar di Pulau Jawa yang termuat dalam Jangka Jaya Baya dan Sabda Palon Naya Genggong
yang oleh masyarakat jawa sangat dikenal dengan istilah Sabda Palon
Naya Genggong Nagih Janji atau akan bangkitnya Sabda Palon Naya Genggong
dalam kurun waktu lima ratus tahun sejak dari runtuhnya kerajaan
Majapahit. Sebetulnya kalimat lima ratus tahun yang termuat dalam
Jangka Jaya Baya Sabda Palon bisa bermakna lain, mengingat para Pujangga
Jawa dalam menyusun kalimat, maknanya banyak yang disamarkan. Sedangkan
kalimat yang diterjemahkan lima ratus tahun dalam ramalan Sabda Palon,
dalam bahasa jawanya berbunyi Jangkep Gangsalatus
tahun; Wit ing dinten puniko, dimana dalam kalimat tersebut yang
dalam ilmu bahasa jawa ada istilah sandi asma yang di dalam kalimatnya
bisa terselip huruf yang bisa menunjukan suatu hal atau suatu nama. Dari
kalimat tersebut di atas terselip kata Janggala dimana Jenggala adalah
bekas kerajaan yang pernah berada di Wilayah Kabupaten Sidoarjo.
Sedangkan bangkitnya Sabda Palon akan ditandai dengan adanya bencana
besar yang bakal terjadi dipulau jawa termasuk di Wilayah Sidoarjo.
Sedangkan
dalam kisah Sunan Kalijaga atau Raden Sahit dalam tugasnya untuk
mengislamkan Raja braiwijaya setelah Majapahit runtuh yang pada saat itu
Raja Brawijaya sedang berada di daerah timur pulau jawa dalam rangka
akan menyusun kekuatan ke daerah Bali untuk menyerang kerajaan Demak
maka sebelum hal itu terjadi Sunan Kalijaga atau Syech Melaya (Sehingga
daerah Gilimanuk sekarang bernama Kecamatan Melaya) berusaha menghalangi
bahkan berhasil mengislamkan Raja Brawijaya dan demi untuk lebih
meyakinkan Raja maka Sunan Kalijaga merubah air biasa menjadi wangi
sehingga yang dahulu daerah tersebut bernama Blambangan berubah menjadi
bernama Banyuwangi yang ternyata air yang berbau wangi tersebut setelah
4 hari berubah menjadi berbau bacin sehingga Raja Brawijaya mengatakan
yang termuat di dalam Serat Darma Gandul yang dalam bahasa jawanya
berbunyi “Sarak Rosul kanggo ing tanah jawa; Mung patangatus Rong
tahun; Patang kraton dji jawa”; dimana didalam susunan kalimat tersebut
terselip kata Parong yang dalam bahasa jawa terbaca Porong dengan
Lumpur panas yang berbau tidak sedap saat ini, dikarenakan air yang
berbau wangi berubah menjadi berbau bacin dan banger. Lumpur panas
Porong pada akhirnya menjadi bencana terbesar di Indonesia dibanding
dengan bencana yang lain, pelan tapi pasti.
Sedangkan dalam Jangka Jaya Baya Sabda Gaib (Jangka Jaya Baya Banyak jenisnya) terselip kalimat Sarta ing Madura Nagri, Meh Gathuk lan Surabaya, Sakbibaripun tumuli, Wiwit dahuru lonlonan, saya lami saya ndadi.
Dari
uraian tersebut di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa apabila Madura
hampir menyambung dengan Surabaya dengan akan dibangunnya jembatan
Suramadu, maka akan banyak terjadi bencana di Pulau jawa serta apabila
di Jenggala alias Sidoarjo tepatnya di Porong sudah mulai mengeluarkan
Lumpur panas dan air yang berbau bacin maka mulai saat itulah Sabda
Palon Naya Genggong Nagih janji dan akan menyebarkan Agama Budi di tanah
jawa yang bagi orang kejawen hal tersebut bermakna akan bangkitnya Para
Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Makam Sabda Palon
bernama Makam Taralaya yang berasal dari kata Sastra Laya – Sastra =
Ilmu, Laya = Mati yang bermakna matinya ilmu jawa). Sedangkan bagi
sebagian kalangan Islam hal tersebut sebagai tanda akan bangkit dan
berkembangnya Agama Islam Toriqot di tanah jawa, mengingat perjalanan
Kesultanan mulai dari Mekah ke arah timur berdasarkan garis bujur
terakhir berada di Jogjakarta sedangkan yang ke arah barat dan terakhir
di Pulau Silsilia dekat Itali semuanya hancur, ini juga berarti bahwa
kebangkitan Islam akan dirintis kembali dari tanah jawa (Makam Taralaya
adalah petilasan para penyebar Agama Islam yang berada di Trowulan = Sastro wulan
= Ilmu Wanita atau juga ilmu damar jagad). Dan kesimpulan terakhir
bahwa Lumpur panas di Porong ternyata sudah terbaca oleh kekuatan batin
para pujangga jawa jaman dahulu sehingga dengan demikian akan sulit atau
tidak bisa dihentikan dengan teknologi ataupun supranatural karena
sudah masuk dalam jangka yang tertulis, kecuali berhenti sendiri.
Sebetulnya
bencana alam yang terjadi selama ini selain sudah termuat dalam
ramalan, kebetulan juga para penyelenggara negara di Indonesia dan
sebagian besar rakyat Indonesia saat ini sudah menyalahi sumpah dan
janjinya sendiri, sehingga Tuhan Yang Maha Esa secara langsung dengan
kasih sayangNya memperingatkan Bangsa Indonesia walau dalam bentuk
bencana. Kesalahan Bangsa Indonesia yang terbesar adalah mengaku setia
pada Pancasila dan UUD 1945, tapi dalam pelaksanaannya Pancasila hanya
sebagai slogan yang terlupakan. Padahal Pancasila adalah Dasar Negara
dan apabila pondasi bangsa sudah dilupakan, maka apa yang akan terjadi
terhadap bangunan yang berada di atasnya. Kesalahan yang kedua dengan
adanya Sumpah Pemuda, akan tetapi dalam pelaksanaan system
pemerintahannya menggunakan system Otonomi Daerah yang seolah-olah tidak
ada persatuan lagi yang ada hanya rasa kedaerahan saja. Sehingga
walaupun Bangsa Indonesia sudah melaksanakan Do’a lintas Agama dan
Ruwatan massal yang selama ini telah dilaksanakan seolah tiada berarti.
Bagaimana mungkin hal tersebut bisa berhasil jika kesalahan yang sama
tetap dijalankan, sama saja dengan mengejek Tuhan, dan bahkan mungkin
Tuhan akan terus mengingatkan dengan cara adanya bencana yang lebih
besar lagi sampai Bangsa Indonesia kembali pada sumpah dan janjinya
sendiri dijalankan kembali (Idiologi Negara dijalankan kembali atau
diganti total dengan segala resikonya). Hal tersebut sebetulnya sudah
pernah disampaikan kepada penyelenggara Pemerintahan di Jakarta mulai
dari Presiden, Mahkamah Agung, MPR dan DPR oleh Para Penghayat
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang tergabung dalam organisasi
BKOK, bekersjasama dengan Javanologi, Yayasan Hondodento, Organisasi
Marhaens Jawa Timur sebelum terjadinya banyak bencana, akan tetapi tidak
pernah ditanggapi. Karena para penyelenggara Negara di Indonesia lebih
mengikuti pendapat para Sarjana dari lulusan pendidikan formal dalam dan
luar negeri, dan telah melupakan nasihat para Sesepuh, Pinisepuh dan
Para Filosof bangsanya sendiri dimana mereka sudah sangat matang dalam
hal olah batin dan sangat ahli dalam menggali akar budaya bangsa demi
menjaga ketentraman dunia. Bangsa Indonesia saat ini benar-benar telah
kehilangan jati dirinya sendiri. Entah apa yang akan terjadi
selanjutnya…… Apakah kita akan bertanya pada rumput yang bergoyang
……………………. Atau kembali pada Dia Yang tiada Tuhan selain Dia.
Sedangkan potongan Ramalan Jaya Baya, Sabda Palon dan Darma Gandul, sebagai berikut :
(Kalimat yg berhubungan dg Agama adalah kalimat Sastra yang bisa bermakna banyak)
CUPLIKAN JANGKA JAYA BAYA SABDA GAIB
Yang meramalkan bencana di tanah jawa berbentuk tembang macapat.
KINANTHI. (Salah satu jenis tembang Macapat)
Dene
wontene dahuru, Saksampune hardi merapi, Gung kobar saking dahara,
Sigar tengahira kadi, Lepen mili Toya lahar, Ngidul ngetan njog
pasisir.
Myang amblese glacap gunung, Sarta ing Madura Nagri, Meh Gathuk lan Surabaya, Sakbibaripun tumuli, Wiwit dahuru lonlonan, saya lami saya ndadi.
CUPLIKAN RAMALAN SABDA PALON NAYA GENGGONG
Sabda
Palon Naya Genggong bisa bermakna Ucapan pasemon yang bersifat langgeng
yang berlaku di tanah jawa dan bisa bermakna Kyai Semar.
SINOM (Salah satu jenis tembang Macapat)
Sabda
palon matur sugal; Yen kawula mboten arsi; Ngrasuka Agama Islam; Wit
kula puniko yekti; Ratuning Dang Hyang Jawi; Momong maring anak
putu; Sagung kang para nata’ Kang jumeneng tanah jawi; Wus pinasthi
sayekti kula pisahan. (Yg dimaksud Agama Islam adalah System
pemerintahan yg menggunakan dasar Agama Islam dimana sebelumnya
menggunakan system Agama Hindu).
Klawan
paduka sang nata; Wangsul maring sunyo ruri; Mung kula matur
petungna; Ing benjang sak pungkur mami; Yen wus prapto kang wanci; Jangkep Gangsalatus
tahun; Wit ing dinten puniko, Kulo gantos kang Agami; Gama Budha
kulo sebar tanah jawi. (Yang dimaksud Agama Budha/Budi di sini adalah
Agama yang tidak hanya berdasarkan hukum dalam Kitab tetapi juga
menggunakan dasar Rasa – atau Agama yang dalam pelaksanaannya lebih
halus ). Ajisaka Ha Na Ca Ra Ka Mukalis, Wong jawa kudu njawani, agomone
budi pekerti sopan bicara, santun bahasa Budha aji, Hindu Aji, Kristen
Aji, Konghuchu aji, Islam aji.
Janggala adalah nama kerajaan yang berpusat di Sidoarjo.
CUPLIKAN SERAT DARMA GANDUL
PANGKUR (salah satu jenis tembang Macapat)
Kang
toya arum punika; Pan ginanda gandane benger bacin; Aor inggih
raosipun; Ponang toya binucal; Sri narendra alon pangandikanipun; Heh
tah Sahid (Nama lain Sunan Kalijaga) wruhanira nagri; Prabalingga
benjing;
Kelangan prabawaneng angga; Sarak Rosul kanggo ing tanah jawa; Mung patangatus Rong
tahun; Patang kraton dji jawa; Dungkap kraton lilima Agama santun;
Agama kawruh kang kanggo; Pratanda gandaning warih. (Yang dimaksud
Agama kawruh dan Sarak Rosul adalah suatu system Kerajaan yang berdasar
agama Islam setelah empat kerajaan berubah menjadi system Republik
dengan dasar Pancasila dari hasil olah budhi/Budha para pelopor Bangsa
hasil dari olah kawruh ).
|
Parong dalam bahasa jawa dibaca Porong
Sepanjang-Sidoarjo-Jatim, 19 September 2006
PEN SANJAYA
HP.085 648 .........