Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Senin, 27 Mei 2019

Perang Khaibar - Kitab Sirah Rasulullah

SIRAH  RASULULLAH
Perjalanan Hidup Manusia Mulia
Syekh Mahmud Al-Mishri
Bab : PERANG KHAIBAR
Penerjemah : Kamaluddin Lc., Ahmad Suryana Lc., H. Imam Firdaus Lc., dan Nunuk Mas’ulah Lc.
Penerbit : Tiga Serangkai
Anggota IKAPI
Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Al-Mishri, Syekh Mahmud
Sirah Rasulullah – Perjalanan Hidup Manusia Mulia/Syekh Mahmud al-Mishri
Cetakan : I – Solo
Tinta Medina 2014

Khaibar adalah salah satu markas dan pusat konsentrasi kaum Yahudi yang bergabung untuk memerangi Islam dan kaum muslimin. Khaibar sendiri aalah sebuah kota besar yang memiliki benteng-benteng dan ladang-ladang yang baik dan berjarak 60 atau 80 mil di utara Kota Madinah.

Sebab  Perang

Setelah Rasulullah merasa aman dari gangguan satud ari tiga partai gabungan, yaitu kaum Quraisy, berkat Perjanjian Hudaibiyah yang diadakan beliau dengan mereka, beliau ingin menuntut balas terhadap dua parti sisanya, yaitu partai Yahudi dan Kabilah-kabilah Najed. Beliau ingin mewujudkan keamanan dan kedamaian di wilayah Madinah dan sekitarnya. Hal ini beliau tempuh agar kaum muslimin terbebeas dari peperangan berdarah yang sekian lama berlangsung secara terus menerus mengiringi perjuangan  dakwah ke jalan Allah. Tatkala Khaibar telah menjadi pusat konspirasi dan persiapan militer musuh, Rasulullah dan kaum muslimin memandang perlu untuk menuntaskannya terlebih dahulu.
Kita masih ingat bahwa Perang al-Ahzab (Perang Khandaq) yang pernah terjadi dalang dan penyulutnya adalah orang-orang Khaibar. Mereka yang mendorong Bani Quraizhah untuk berkhianat. Kemudian, mereka juga menjalin komunikasi dengan orang-orang munafik, kaum Ghathafan dan orang-orang Arab Badui, yang membentuk partai ke tiga dalam Perang al-Ahzab itu. Di saat yang bersamaan, mereka juga telah siap untuk melancarkan peperangan. Dengan tindakan mereka itu, kaum mujslimin mendapatkan cobaan dan ujian terus menerus. Bahkan, orang-orang Khaibar juga pernah berencana ingin melakukan pembunuhan terhadap Nabi saw.
Menanggapi hal tersebut, kaum muslimin terpaksa mengirim beberapa misi ke tempat mereka untuk menghabisi para pemimpin  pelaku konspirasi tersebut, seperti Salam bin al-Haqiq dan Asir b in Zaram. Akan tetapi tugas dan kewajiban kaum muslimin untuk melumpuhkan orang-orang Yahudi itu ternyata lebih besar dan lebih berat. Mereka terhambat untuk melancarkan rencana tersebut karena  masih ada kekuatan dan musuh lain yang lebih besar dan lebih keras, yaitu kaum Quraisy yang masih terus merongrong kaum muslimin. Ketika kaum Quraisy telah masuk ke dalam Perjanjian Hudaibiyah dan pertikaian mereka dengan kaum mujslimin  mereda, situasi dan kondisi dianggap cukup kondusif untuk kaum muslimin. Hal itu memungkinkan mereka mengejar para penjahat tersebut. oleh karena itu, makin dekatlah hari pembalasan yang dinanti-nanti itu.

Waktu Perang

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang waktu terjadinya Perang Khaibar tersebut. mereka terbagi ke dalam dua pendapat.
Pertama, pendapat Ibnu Ishaq (di dalam Kitab al-Maghazi) dan Musa bin Uqbah. Keduanya berpadangan bahwa perang tersebut terjadi pada bulan Muharam tahun ketujuh Hijriah. Ibnu Qayyim berkata, “Jumhur Ulama berpendapat bahwa Perang Khaibar terjadi pada tahun ketujuh Hidriah. Pendapat itu juga didukung oleh al-Hafiz Ibnu Hajar di dalam al-Fath.”
Pendapat itu juga dikuatkan oleh catatan Ibnu Ishaq di dalam al-maghazi. Ia berkata, “Az-Suhri mengabarkan kepada kami dari Urwah, dari Marwan bin Hakam dan al-Musawwar bin Makhramah bahwa keduanya bertutur Rasulullah saw pulang dari Hudaibiyah. Kemudian turunlah surah al-Fath di antara Makkah dan Madinah. Di dalamnya Allah SWT berjanji akan menyerahkan Khaibar kepada beliau, yaitu dalam firman-Nya, “Allah menjanjikan kepadamu harta rampasan perang yang banyak yang dapat kamu ambil, maka Dia segerakan (harta rampasan perang) ini untukmu dan Dia menahan tangan  manusia dari (membinasakan)mu (agar kamu mensyukuri-Nya), dan agar menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjukkan kamu ke jalan yang lurus.” (QS al-Fath (48) : 20). Maksudnya adalah Khaibar.
Rasulullah saw tiba di Madinah pada bulan Dzulhijah. Kemudian, beliau menetap di sana selama beberapa waktu, baru berangkat lagi ke Khaibar pada bulan Huharram.
Hal itu didukung oleh hadits riwayat Salamah bin al-Akwa’ bahwa Perang Khaibar terjadi tiga hari setelah Perang Dzu Qarad, sebagaimana yang tertuang dalam nash hadits berikut, “...... maka aku pun berhasil mengalahkannya (dalam lomba lari) ke Madinah. Demi Allah, kami baru menetap (di Madinah) tiga malam, lalu kami berangkat lagi bersama Rasulullah ke Khaibar.”
Kedua, pendapat Malik yang menyatakan bahwa Perang Khaibar terjadi pada tahun keenam Hijriah. Pendapatnya tersebut didukung oleh Ibnu Hazm.
Al-Hafiz Ibnu Hajar berkatga dalam al-Fath, “Pendapat ini sebenarnya masih saling berdekatan. Akan tetapi, pendapat yang paling kuat adalah yang diaktakan oleh Ibnu Ishaq. Kedua pendapat itu bisa dikombinasikan. Dengan demikian, maka yang berpendapat bahwa Perang Khaibar terjadi pada tahun keenam Hijriah, karena didasari keyakinannya bahwa awal tahun Hijriah yang hakiki adalah bulan Rabi’ul Awal.

Allah Menjanjikan Harta Rampasan Perang yang Berlimpah

Para Mufassir berkata, “Sebenarnya Khaibar adalah janji yang dikatakan Allah di dalam firman-Nya, “Allah menjanjikan kepadamu harta rampasan perang yang banyak yang dapat akmu ambil, maka Dia segerakan (harta rampasan perang) ini untukmu.” (QS al-Fath (48) : 20). Allah menyegerakan janji-Nya itu dengan dibuatnya Perjanjian Hudaibiyah. Sementar harta rampasan perang yang banyak dimaksudkannya adalah Khaibar.”
Diriwayatkan dari Urwah, dan Marwan bin Hakam dan Musawwar bin Mkahramah. Keduanya mengabarkan kepada Urwah dengan berkata, “Setelah Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah saw berangkat pulang ke Madinah. Kemudian turunlah kepada beliau Surat al-Fath di daerah antara Makkah dan Madinah. Di dalamnya Allah berjanji akan memberi beliau Khaibar, yaitu dalam firman-Nya, “Allah menjanjikan kepadamu harta rampasan perang yang banyak yang dapat kamu ambil, maka Dia segerakan (harta rampasan perang) ini untukmu.” (QS al-Fath (48) : 20), yaitu Khaibar. Rasulullah saw tiba di Madinah pada bulan Dzulhijjah. Lalu, beliau menetap di sana sampai kemudian, berangkat lagi menuju Khaibar pada bulan Muharram. Di tengah jalan Rasulullah saw singgiah di daerah Raji’, yaitu sebuah lembah antara Khaibar dan Ghathafan. Beliau khawatir orang-orang Ghathafan akan membantu orang-orang Khaibar. Rasulullah pun menetap di sana, keesokan harinya beliau segera berangkat ke Khaibar.
Ketika Perang Hudaibiyah, orang-orang munafik dan yang lemah imannya enggan ikut serta bersama Rasulullah. Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya untuk segera mengambil sikap melalui firman-Nya : “Apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan, orang-orang Badui yang tertinggal itu akan berkata, “Biarkanlah kami mengikuti kamu.” Mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah, “Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami. Demikianlah yang telah ditetapkan Allah sejak semula.” Maka mereka akan berkata, “Sebenarnya kamu dengkai kepada kami.” Padahal mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali. (QS al-Fath (48) : 15).
Ketika Rasulullah saw berangkat ke Khaibar, beliau  emngumumkan agar mereka yang ikut hanyalah yang ingin berjihad. Benar saja, yang ikut berangkat adalah para pengikut bai’at di bawah pohon (Bai’at Ridwan) yang berjumlah 1.400 orang.
Rasulullah kemudian, mengangkat Suba’ bin Urfuthah al-Ghathafani untuk menjabat sementara di Madinah. Ketika itu, Abu Hurairah baru tiba di Madinah untuk memeluk Agama Islam. Ia menemui Suba’ bin Urfuthah pada waktu Shalat Subuh. Abu Hurairah mendengar Suba’ membaca Kaf – Ha – Ya – Ain – Shad pada raka’at pertama dan Wailul lil-muthafifin pada raka’at kedua. Abu Hurairah pun bergumam, “Celakalah si fulan. Ia punya dua timbangan. Jika meminta ditimbangkan untuknya, ia akan meminta timbangan yang benar. Sedangkan jika ia menimbang, ia akan menguranginya.”
Selesai shalat, Abu Hurairah mendatangi Suba’ bin Urfuthah. Setelah itu Suba’ pun membekalinya untuk berangkat menyusul Rasulullah. Akhirnya, Abu Hurairah sampai ke tempat Rasulullah dan ia berbicara dengan kaum muslim. Mereka pun kemudian, menyertakan Abu Hurairah dalam pasukan dan memberinya jatah bagian harta rampasan perang.

Pimpinan Kaum Munafik Membocorkan Berita Kedatangan Rasulullah saw. Ke Khaibar

Orang-orang munafik selalu bekerja untuk kepentingan orang-orang Yahudi. Seorang pimpinan kaum munafik, Abdullah bin Ubay, telah mengirimkan seorang utusan kepada penduduk Yahudi Khaibar untuk memberitakan bahwa Muhammad telah berangkat menuju daerah mereka. Oleh karena itu, penduduk Yahudi Khaibar diminta waspada. Ia berpesan kepada mereka, “Kalian jangan takut, jumlah kalian lebih banyak dan perbekalan kalian juga banyak, sedangkan pengikut Muhammad hanya segolongan kecil, mereka hanya memiliki sedikit persenjataan.”
Ketika penduduk Khaibar mengetahui berita tersebut, mereka langsung mengutus Kinanah bin Abi al-Haqiq dan haudzah bin Qais ke Ghathafan untuk meminta bala bantuan. Perlu diketahui bahwa penduduk Ghathafan adalah sekutu Yahudi Khaibar dan sering mendukung mereka untuk mengalahkan kaum muslimin. Mereka mengiming-imingi penduduk Ghathafan dengan separuh hasil buah-buahan Khaibar jika berhasil mengalahkan kaum muslimin.

Strategi yang Diberkahi

Sebelum berangkat, kaum muslimin tak lupa melancarkan siasat untuk memcah-belah gabungan pasukan Yahudi dan Ghathafan yang akan menyambut mereka. Kaum muslimin membuat rencana seolah mereka ingin menyerang ghathafan dan hampir mengepung mereka.
Ibnu Ishaq berkata, “Aku mendengar kabar bahwa kaum Ghathafan ketika mendengar Rasulullah saw akan menyerang Khaibar, mereka segera menghimpun kekuatan dan bersiap untuk mendukung kaum Yahudi Khaibar. Tatkala baru berangkat sampai satu marhalah, mereka mendengar bahwa harta dan keluarga mereka terancam diserang  kaum muslimin. Mereka segera pulang kembali ke daerahnya dan memilih berdiam menjaga harta dan keluarganya. Walhasil, mereka membiarkan Rasulullah saw menyerang Khaibar.
Demikianlah, akhirnya strategi tersebut berhasil mengisolasi kaum Yahudi Khaibar dari sekutu-sekutu musyrik mereka. Kemudian, Rasulullah saw memanggil dua orang penunjuk jalan. Salah seorang di antara keduanya bernama Husail. Beliau memintanya mencarikan jalan terbaik untuk memasuki Khaibar dari arah utara atau dari arah Syam. Dengan begitu, kaum muslimin akan menghalangi penduduk Khaibar untuk lari ke Syam, juga menghalangai mereka lari ke daerah Ghathafan.
Salah seorang penunjuk jalan itu berkata, “Wahai Rasulullah, akan kutunjukkan kepadamu jalan terbaik.” Ia lalu tiba di persimpangan jalan empat arah. Kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, semua jalan ini bisa mencapai tujuan kita.” Rasulullah pun menyuruhnya untuk menyebutkan nama-nama jalan tersebut satu persatu. Ia berkata, “Nama salah satunya adalah Hazan.” Nabi saw menolak menempuh jalur itu.
“Nama yang lainnya adalah Syasyy,” kata penunjuk jalan. Nabi saw juga menolak menempuh jalan tersebut.
Ia berkata lagi, “Nama yang lain adalah Hathib.” Rasulullah juga menolak melalui jalur itu. Kemudian Husail berkata, “Tinggal yang tersisa satu jalan lagi.” Umar bertanya, “Apa nama jalan itu?” Ia menjawab, “Marhab.” Nabi saw pun memilih menempuh jalan tersebut.

Amir bin al-Akwa’ Memimpin Pasukan Kaum Muslimin

Diriwayatkan dari Salamah al-Akwa’, “Kami berangkat bersama Rasulullah saw menuju Khaibar. Kami berjalan di malam hari. Seseorang berkata kepada Amir, “Wahai Amir, kami ingin mendengar dendang syairmu.” Amir adalah seorang penyair handal. Ia lalu mendendangkan syairnya dengan berkata,
“Ya Allah, jika bukan karena Allah, niscaya kami tidak akan mendapat hidayah.
Kami juga tidak akan membayar sedekah dan tidak shalat.
Ampunilah dosa kami sebagai tebusan untukMu selama kami bertakwa
Kekukuhan langkah kami saat kami bertemu dengan musuh.
Ya Allah, turunkan ketenangan pada kami
Jika kami dihina, kami akan abaikan
Dengan suara lantang, kami akan menantang
Hingga musuh lari tunggang langgang
Rasulullah saw lantas bertanya, “Siapa yang mendengkan syair itu?” Mereka menjawab, “Amir bin al-Akwa’”. Beliau lalu bersabda, “Semoga Allah merahmatinya.”
Seseorang berkata, “Tentu, wahai Rasulullah! Katakan bahwa kalimat itu untuk kami juga, wahai Rasulullah.”alamah bin al-Aka’ ra. Yang diriwayatkn oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya disebutkan :
“,,,, Salamah bertutur, “ .... aku lalu berhasil mengalahkannya (dalam lomba lari) ke Madinah. Demi Allah, kami baru saja tinggal tiga malam di Madinah, tetapi kami segera berangkat lagi bersama Rasulullah ke Khaibar. Kemudian pamanku, Amir, melantunkan syair untuk kaum muslimin :
“Demi Allah, Jika bukan karena Allah, niscaya kami tidak akan mendapat hidayah.
Kami juga tidak akan membayar sedekah dan tidak shalat.
Dan kami, amat membutuhkan karunia-Mu.
Dan kukuhkan langkah kami saat kami bertemu dengan musuh.
Ya Allah, turunkan ketenangan kepada kami
Rasulullah saw lantas bertanya, “Siapa itu?” Amir menjawab, “Aku Amir.” Kemudian beliau bersabda, “Semoga Allah mengampunimu.” Salamah berkata, “Rasulullah tidak pernah memohonkan ampunan untuk seseorang secara khusus, kecuali orang itu pasti akan gugur di medan perang. Umar pun berseru, “Ucapkan kata-kata itu kepada kami, wahai Rasulullah!”
Di dalam hadits Dahral-Aslami dikisahkan bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda dalam perjalanannya ke Khaibar kepada Amir bin al-Akwa’ paman Salamah bin Amr bin al-Akwa’. Nama asli al-Akwa’ sendiri adalah Sinan. Sabda beliau kepada Amir, “Turunlah wahai Ibnu al-Akwa’ dendangkan untuk kami syairmu.” Amir pun turun. Ia lantas mendendangkan syairnya :
Kami juga tidak akan membayar sedekah dan tidak shalat
Dan kami, jika ada satu kaum yang bertindak zalim terhadap kami
Atau menghendaki fitnah, kami tidak akan memedulikannya
Ya Allah, turunkan ketenangan kepada kami
Dan kukuhkan langkah kami saat kami bertemu dengan musuh.
Thabari menambahkan dalam riwayatnya, “Rasulullah saw bersabda, “Semoga Allah merahmatimu.” Lalu, Umar berseru, “Sepatutnya wahai Rasulullah. Katakan kepada kami kalimat serupa!” Akhirnya, Amir pun gugur sebagai syahid pada Perang Khaibar itu.

Kalian Berdoa Kepada Tuhan Yang Maha Mendengar dan Mahadekat

Diriwayatkan dari Bau Musa al-Asy’ari r.a., Ia berkata, “Ketika Rasulullah saw berangkat menuju Khaibar, orang-orang mulai mendekati sebuah Lembah. Mereka mengangkat suaranya dengan bertakbir. Lantas, Rasulullahs aw berkata, “Rendahkan suara kalian. Sesungguhnya kalian tidak ebrdoa kepada Tuhan yang tuli dan gaib. Sesungguhnya kalian berdoa kepada Tuhan Yang Maha Mendengar dan Mahadekat. Dia selalu bersama kalian!.” Ketika itu aku berada di belakang beliau. Beliau mendengarku mengucapkan, “La haula wala quwwata illa billahi.” Kemudian beliau bersabda kepadaku, “Wahai Abdullah bin Qaisy.”
“Labbaik, wahai Rasulullah,” jawabku.
Beliau lalu bersabda, “Maukah kamu kuberitahu satu kalimat yang merupakan simpanan surga?” Aku menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau lantas bersabda, “La haula wala quwwata illa billahi.”

Makanan Kaum Muslimin dalam Perjalanan ke Khaibar

Dari Suwaid bin Nu’man r.a, ia berangkat bersama Rasulullah pada tahun peristiwa Khaibar. Ia bertutur, “Ketika kami berada di Shahba,’ yaitu dataran rendah Khaibar, Rasulullah sase melaksanakan shalat Ashar, lalu meminta dibawakan perbekalan. Beliau dibawakan sawiq (bubur gandum). Beliau lantas menyuruh agar mempersiapkannya. Beliau makan, dan kami pun ikut makan. Setelah itu beliau bersiap melaksanakan shalat Maghrib. Beliau berkumur dan kami mengikutinya. Kemudian, beliau melaksanakan shalat dan tidak berwudhu lagi!.”

Tentara Islam Bergerak Menuju Benteng-Benteng Khaibar

Kaum muslimin menginap di dekat Khaibar di malam terakhir sebelum pertempuran dimulai. Pada malam itu, kaum Yahudi tidak mengendus kedatangan kaum muslimin.
Diriwayatkan dari Anas r.a., ia menceritakan bahwa Rasulullah saw mendatangi Khaibar pada malam hari. Kebiasaan beliau jika mendatangi suatu kaum di malam hari, beliau akan mendekati mereka di pagi harinya. Keesokan harinya, ketika pagi menjelang, seperti biasa para penduduk melaksanakan aktivitasnya sehari-hari di ladang. Ketika mereka melihat Rasulullah dan pasukannya, mereka kaget bukan kepalang dan berteriak, “Muhammad dan pasukannya! Muhammad dan pasukannya!” Mereka lari dan masuk ke bentengnya untuk berlindung di sana. Nabi saw berkata, “Allah Mahabesar, jika kami masuk ke halaman suatu kaum di malam hari maka pagi harinya mereka akan menjadi buruk!”
Diriwayatkan dari Abu Thalhah r.a. Ia berkata, “Aku dibonceng oleh Rasulullah. Beliau membiarkan  orang-orang Khaibar sampai menjelang waktu sahur. Para peternak unta mulai berangkat ke tempat gembalaan mereka. Para pemilik ladang berangkat ke ladangnya. Saat itu Rasulullah saw menyerang mereka. Beliau berseru, “Jika kami masuk ke halaman satu kaum di malam hari maka pagi harinya mereka akan menjadi buruk.”
Kelihatanyya kaum Yahudi yang pertama kali mengira  bahwa rombongan kaum muslimin mengarah ke Ghathafan. Mereka tidak memerdulikannya sama sekali sehingga  mereka terus menjalankan aktivitasnya sehari-hari di ladang-ladang mereka. Ternyata mereka dikejutkan oleh kedatangan  kaum muslimin menuju ke arahnya. Akibatnya mereka panik dan segera berlari menuju benteng-bentengnya. Mereka berseru, “Demi hari Kamis, itu Muhammad.”

Selesaikan Urusan di Antara Mereka dengan Musyawarah

Sebagai pusat komandonya, Nabi saw memilih sebuah tempat. Di tempat itu beliau didatangi oleh Hubab bin al-Mundzir. Ia berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apakah tempat yang engkau pilih ini ditentukan oleh Allah atau sekedar pendapatmu dalam peperangan?” Beliau menjawab, “Ini sekedar pendapat pribadi.” Hubab berkata lagi, “Wahai Rasulullah, tempat ini begitu dengan dengan benteng Naththat  dan semua pasukan tempur Khaibar ada di sana. Mereka bisa melongok keadaan kita, sedangkan kita tidak bisa mendeteksi keadaan mereka. Panah-panah mereka bisa menjangkau tempat kita, sedangkan panah-panah kita tidak bisa menjangkau tempat mereka. Kita juga tidak akan merasa aman di malam harinya. Lagipula tempat ini adalah tempat yang dipenuhi tumbuhan kurma dan tanah terbuka. Alangkah lebih baiknya jika engkau memilih lagi tempat yang jauh dari resiko-resiko tersebut sebagai tempat peristirahatan.” Nabi saw lantas  menjawab, “Pendapatmulah yang kuterima.” Kemudian, Nabi saw memerintahkan untuk pindah tempat dari tempat itu.
Ketika sudah mendekati Khaibar, Rasulullah saw berseru kepada pasukannya, “Berhenti.” Pasukan pun berhenti.
Kemudian, beliau memanjatkan doa, “Ya Allah, Tuhan langit dan yang dipayunginya. Tuhan bumi dan yang di atasnya. Tuhan para setan dan kesesatannya. Tuhan angin dan embusannya, kami menghadap dari-Mu kebaikan negeri ini, kebaikan penduduknya, dan kebaikan yang ada di dalamnya. Kami berlindung kepada-Mu dari keburukan negeri ini, keburukan penduduknya, dan semua yang ada di dalamnya.” Kemudian, beliau berseru, “Majulah dengan Nama Allah.!”.

Nama-Nama Benteng Khaibar

Khaibar terbagi ke dalam dua wilayah besar. Satu wilayahnya memiliki lima benteng, yaitu benteng Na’im, Sha’ab bin Mu’adzm, Qal’at, Ubay, dan Nizar. Tiga benteng pertama terletak di daerah bernama Naththat. Adapun dua benteng terakhir terletak di wilayah bernama asy-Syaq.
Adapun wilayah kedua Khaibar disebut dengan Kutaibah. Di dalamnya terdapat tiga benteng, yaitu benteng al-Qumush (bentehng milik Abu al-Haqiq dari Bani an-Nadhir), benteng al-Wathih, dan benteng as-Salalim.
Selain delapan benteng tersebut, Khaibar masih memiliki banyak benteng lainnya. Akan tetapi, mayoritas kecil-kecil dan tidak terlalu kuat seperti kedelapan benteng tersebut.
Pertempuran pahit dan sengit terjadi di wilayah pertamaKhaibar. Adapun wilayah kedua Khaibar dengan tiga benteng dan pasukannya yang ada di dalamnya terbebas dari pertempuran.

Pemegang Panji dan Pembuka Benteng Benteng Khaibar

Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda pada hari Khaibar, “Besok akan aku serahkan panji ini kepada seorang laki-laki yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya serta dicintai Alalh dan Rasul-Nya. Allah akan menganugerahi kaum muslimin kemenangan di tangannya.”
Malam itu orang-orang bertanya-tanya siapa gerangan yang akan diserahi panji tersebut. ketika pagi menjelang, mereka segera berkumpul  di dekat Rasulullah. Mereka ebrharap mendapat kehormatan dapat memegang panji beliau. Rasulullah lalu memanggil Ali. Beliau bersabda, “Mana Ali bin Abi Thalib?” Para sahabt lainnya memberi tahu beliau bahwa Ali sedang sakit mata. Kemudian, Rasulullah berkata, “Bawa Ali kemari!” Ali pun dibawa menghadap Rasulullah. Setelah itu beliau meniup mata Ali dan mengoleskan sedikit air liurnya di mata itu. Walhasil, sakit mata yang diderita Ali pun sembuh. Setelah itu Ali diserahi panji Rasulullah.
Kemudian, Ali berkata, “Wahai Rasulullah, apakah aku harus memerangi mereka sampai mereka menjadi seperti kita?” Rasulullah saw bersabda, “Laksanakan dengan hati-hati sampai kamu masuk ke pekarangan mereka. Kemudian, serulah mereka ke dalam Islam dan beri tahukan kewajiban-kewajiban mereka sebagai hak Allah atas mereka. Demi Allah, jika kamu berhasil memberi petunjuk kepada seorang dari mereka, tu lebih baik dari unta merah sekalipun.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. Bersabda pada hari Khaibar, “Besok akan kau serahkan panji ini kepada seorang laki-laki yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya serta dicintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan menganugerahi kaum muslimin kemenangan di tangannya.”
Umar lantas berkata, “Aku tidak pernah berharap kepemimpinan, kecuali di hari itu. Maka kau pun berharap cemas ingin dipanggil untuk mendapatkannya.”
Abu Hurairah melanjutkan, “Tetapi Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan menyerahkan panji itu kepadanya. Beliau bersabda kepadanya, “Berjalanlah dan jangan menoleh ke belakang sampai Allah memberikan kemenangan di tanganmu.” Ali kemudian, berjalan sedikit. Tiba-tiba ia berhenti dan tanpa menoleh ia berseru, “Wahai Rasulullah, untuk tujuan apa aku memerangi manusia?” Beliau bersabda, “Perangilah mereka sampai mereka  bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka telah melakukannya, haram bagimu darah dan harta mereka, kecuali dengan jalan yang benar. Dan pembalasan atas mereka semuanya ada di tangan Allah.” (HR Muslim dan Ahmad).
Beliau mengucapkan pesan mulianya itu agar orang-orang yagn tidak terlalu antusias dengan harta rampasan perang langsung yagn dijanjikan Allah. Jika kaum Yahudi kalah, harta mereka amat berlimpah. Akan tetapi, ganjaran untuk pasukan muslim jika mereka mendapat hidayah dan masuk Islam itu lebih besar lagi.
Bukhari meriwayatkan dar Salamah bahwa Ali r.a. tidak ahdir di hadapan Rasulullah pada Perang Khaibar. Ia mengalami sakit mata. Ali bergumam, “Mengapa aku harus tertinggal?” Ali pun keluar. Ia segera menyongsong Rasulullah saw di sore hari sebelum kemenangan esoknya. Rasulullah saw bersabda, “Besok, akan aku serahkan panji ini kepada seorang laki-laki yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya serta dicintai Allah dan Rasul-Nya. allah akan menganugerahi kaum muslimin kemenangan di tangannya.”
Tiba=tiba Ali datang di sekitar kami. Kami tidak mengahrapkannya datang. Orang-orang berseru, “Ini Ali.” Rasulullah pun menyerahkan panji itu kepadanya dan Allah pun memberi kaum muslimin kemenangan di tangannya.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah saw mengambil panji, lalu beliau mengibarkannya. Kemudian, beliau bersabda, “Siapa yang akan memegangnya?”
Datanglah seseorang dan berkata, “Aku”. Kemudian, beliau menjawab, “Menyingkir!” Datang lagi yang lain, ‘Aku.” Rasulullah bersabda kepadanya, “Menyingkir!” Kemudian, Nabib saw bersabda, “Demi Dzat yagn memuliakan jiwa Muhammad, aku akan memberikannya kepada seseorang yang tidak akan lari dari pertempuran. Dan itu adalah kamu, wahai Ali.” Ali segera bangkit sampai Allah menaklukkan Khaibar dan Fadak. Ali pun pulang membawa kurma Ajwa dan dendeng dagingnya.

Ali Membunuh Marhab, Raja Kaum Yahudi

Benteng pertama di antara delapan benteng Khaibar yagn diserang kaum muslimin adalah Benteng Na’im. Benteng itu merupakan front pertahanan pertama kaum Yahudi karena letaknya yang strategis. Benteng itu milik Marhab, seorang jagoan yahudi yagn dianggap laing kuat.
Ali berangkat bersama kaum muslimin menuju benteng nitu. Ia menyeru kaum Yahudi agar masuk Islam. Akan tetapi, mereka menolaknya, bahkan menantang kaum muslimin. Di antara mereka ada Marhab. Ketika Marhab keluar ke medan pertempuran, ia menantang duel kaum muslimin.
Diriwayatkan dari Salamah bin al-Akwa’ r.a. Ia berkata, “ .... Ketika kami tiba di Khaibar, Marhab, raja mereka, keluar membawa pedangnya. Ia melantunkan syair :
Khaibar tahu bahwa aku adalah Marhab
Pemegang senjata dan jagoan yang teruji
Jika eprang datang, ia akan bergolak.
Kemudian, pamanku, Amir, menantangnyan berduel seraya berseru “
Khaibar tahu bahwa aku adalah Amir
Pemegang senjata dan jagoan petualang
Keduanya lantas beradu serangan. Sabetan peadng Marhab mengenai tameng Amir. Amir pun berusaha menyabetkan pedangnya ke arah Marhab. Namun naas, pedang itu berbalik arah ke tubuhnya sendiri. Pedang itu akhirnya mengenai lututnya, ia pun gugur seketika.
Salamah mengatakan bahwa ia keluar dan mendengar beberapa sahabat Rasulullah saw ada yang berkata, “Amir telah membunuh dirinya sendiri.” Ia segera mendatangi Nabi saw sambil menangis. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, Amir telah membunuh dirinya sendiri.” Rasulullah lantas bertanya, “Siapa yang mengatakan demikian?” Ia menjawab, “Beberapa orang sahabatmu, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Yang mengucapkan demikian bohong! Bahkan Amir mendapatkan dua ganjaran sekaligus.”
Salamah r.a. juga menuturkan bahwa setelah itu Rasulullah saw mengutusnya menemui Ali. Ketika itu Ali sedang menderita sakit mata. Rasulullah bersabda, “Akan kuberikan panji ini kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya atau dicintai Allah dan Rasul-Nya.” Salamah lalu mendatangi Ali. Ia papah Ali menuju Rasulullah karena saat itu Ali menderita sakit mata. Rasulullah saw pun melumuri mata ali dengan air liurnya dan seketika mata itu sembuh. Kemudian, beliau memberi Ali panji tersebut. Setelah itu Marhab keluar dan berseru :
Khaibar tahu bahwa aku adalah Marhab
Pemegang senjata jagoan yang teruji
Jika perang tiba dan aku datang, ia akan bergejolak.
Ali kemudian berseru :
Akulah orang yang dijuluki inuku sebagai singa
Seperti singa hutan yang buruk rupa
Akan kuhadapi mereka dengan geram dan ganas
Kemudian, Ali menyerang kepala Marhab dan ia berhasil membunuhnya. Kemenangan pun berhasil diraihnya.
Marhab adalah salah seorang jagoan dan pahlawan Yahudi. Di pedangnya tertulis kalimat, “Ini adalah pedang Marhab, siapa yang merasakan tebasannya niscaya ia binasa.”
Ali menyerangnya sampai pedangnya menembus gigi gerahamnya. Sebelumnya Ali telah membunuh saudara Marhab, yaitu al-Harits. Ali juga ebrduel dengan salah seorang pemimpin Yahudi yang bernama Amir setelah Zubair berduel dengan Yasir. Ali berhasil membunuhnya di depan benteng. Saat Amir muncul, Rasulullah saw bersabda tentangnya, “Kalian melihat tingginya lioma hasta.” Amir adalah orang yang berpostur tubuh tinggi dan besar. Ketika ia menantang kaum muslimin berduel, ia menghunuskan pedangnya dan menggunakan dua baju besi. Ia juga bertopengkan besi seraya berseru, “Siapa yang mau maju untuk berduel denganku?.”
Orang-orang enggan berduel dengannya. Ali lalu maju dan segera menyerangnya beberapa kali tebasan. Namun, tebasan pedang Ali tidak berpengaruh apa-apa pada tubuhnya. Sampai ketika Ali menebas kedua kakinya, robohlah Amir. Kemudian, Ali mengunjaknya dan merampas pedangnya.
Allah SWT pun memberikan kemenangan dengan penaklukkan benteng Na’im yang merupakan benteng terkuat Khaibar tersebut. Sungguh, peristiwa itu merupakan sejarah cemerlang yang tidak pernah kita lupakan selama hayat dikandung badan.

Penaklukan Benteng Sha’ab bin Amir

Dari segi pertahanan dan kekuatannya, benteng Sha’ab adalah benteng kedua Khaibar setelah benteng Na’im. Kaum muslimin menyerang benteng tersebut di bawah komando Hubab bin al-Mundzir. Mereka mengepung benteng itus elama tiga hari. Pada hari ketiga, Rasulullah saw pun berdoa secara khusus agar benteng itu terbuka.
Ketika Nabi saw memerintahkan kaum muslimin untuk menyerang benteng itu setelah doa beliau. Bani Aslam menjadi keluarga yang berada di barisan pertama pasukan penyerang. Pertarungan dan duel pun terjadi di depan benteng. Kemudian pada hari itu juga benteng berhasil dibuka sebelum matahari terbenam. Di dalam bentehng itu, kaum muslimin menemukan beberapa buah ketapel besar dan kendaraan tank.
Karena mereka sangat kelaparan, beberapa orang dari pasukan kaum muslimin terpaksa menyembelih keledai. Mereka lalu menyalakan tungku dan memasang panci di atasnya. Ketika Rasulullah saw megetahui hal itu, beliau segera melarang memakan daging keledai ternak (jinak).

Penyerangan terhadap Benteng Zubair

Setelah penaklukan Benteng Na’im dan Sha’ab, kaum Yahudi berpindah tempat dari seluruh benteng wilayah Naththat menuju Benteng Zubair. Benteng itu cukup kuat karena berada di puncak bukit sehingga sulit dijangkau kuda atau pun manusia. Rasulullah saw pun memutuskan untuk mengepung benteng itu selama tiga hari.
Suatu ketika seorang Yahudi mendatangi Nabi saw, mereka tidak akan peduli karena mereka memiliki persediaan air dan sumur yang cukup. Mereka akan keluar di malam hari dan minum dari sumur itu, kemudian kembali pulang ke bentengnya sehingga mereka bisa berlindunhg darimu. Sekiranya kamu putus aliran air untuk mereka, niscaya mereka akan melawanmu.”
Akhirnya, Nabib saw memutus alairan air dari mereka. Merekan pun terpaksa harus keluar bertempur habis=-habisan. Dalam pertempuran itu, beberapa kaum muslimin terbunuh, sedangkan sekitar sepuluh orang Yahudi yang terluka. Akhirnya, Rasulullah saw berhasil membuka benteng tersebut.

Pembukaan Benteng Ubay

Setelah pembukaan Benteng Zubair, kaum Yahudi mengungsi ke Benteng Ubay dan berlindung di sana. Kaum muslimin pun kembali mengepung benteng tersebut. dua orang, jagoan yahudi keluar untuk menantang berduel. Keduanya kembali dibunuh oleh kaum muslimin. Yang berhasil membunuh jagoan kedua yahudi itu adalah pahlawan terkenal Abu Dujjanah Sammak bin Kharasyah al-Anshari, pemilik tutup kepala merah. Setelah membunuh orang itu, Abu Dujjanah segera membobol Benteng Ubay yang diikuti oleh pasukan muslimin. Terjadilah pertempuran hebat selama satu jam di dalam benteng. Kaum Yahudi pun lari dari benteng itu dan berpindah ke Benteng an-Nizar, benteng terakhir Yahudi di bagian pertama wilayah Khaibar.

Penaklukan Benteng an-Nizar

Benteng tersebut merupakan benteng terkuat di wilayah pertama Khaibar. Kaum Yahudi hampir yakin bahwa kaum muslimin tidak akan bsia membobol pertahanan benteng tersebut meski mereka mengerahkan segenap tenaganya. Oleh karena itu, di tempat itulah mereka berlindung membawa serta para wanita dan anak-anaknya.
Kaum muslimin melakukan pengepungan lebih gencar lagi terhadap benteng itu. Mereka menekan para penghuninya dengan tekanan yang lebih kencang. Benteng itu terletak di atas puncak bukit yang tinggi sehingga kaum muslimin tidak menemukan cara untuk membobolnya. Adapun orang-orang Yahudi, tidak berani keluar dari benteng untuk bertarung melawan pasukan muslimin. Meskipun demikian, mereka melawan kaum muslimin dengan sengit, yaitu dengan bermacam-macam serangan panah dan bebatuan dari atas benteng.
Ketika Benteng an-Nizar sulit ditembus, Nabi saw memerintahkan kaum muslimin untuk memasang ketapel besar. Akhirnya, kaum muslimin melempari benteng itu dengan batu besar sehingga menyebabkan tembok benteng bobol dan mereka segera memasukinya. Di dalam benteng terjadilah pertempuran sengit. Akibatnya, kaum Yahudi mengalami kekalahan telak karena mereka tidak menemukan jalan kabur secara rahasia. Bahkan, mereka hanya bisa lari meninggalkan seluruh anak dan istrinya.
Setelah pembukaan benteng yang kuat itu, usailah penaklukan wilayah pertama Khaibar, yaitu wilayah Naththat dan asy-Syaqiq. Sebenarnya di wilayah tersebut masih banyak benteng-benteng kecil. Namun, dengan hanyan ditaklukannya benteng kuat tersebut, merekan pun mengosongkan semua benteng kecil dan memilih untuk kabur ke daerah lain dari Khaibar.

Penaklukan Wilayah Kedua Khaibar

Ketika wilayah Naththat dan asy-Syaq sduah takluk, Rasulullah pun beralih ke penduduk Kutaibah, Wathith, dan Salalim, sebagai Benteng Abi al-Haqiq dari Bani an-Nadhir. Wilayah itu didatangi oleh orang-orang Yahudi yagn kalah di Naththat dan asy-Syaq. Di sana mereka berlindung dengan kuat.
Ketika Rasulullah saw mendatangi Kutaibah, beliau langsung mengepungnya dengan gencar. Pengepungan berlasung selama 14 hari. Sementara itu, kaum Yahudi tidak mau keluar dari benteng mereka sampai Rasulullah berniat untuk melempari mereka dengan ketapel besar. Ketika yakin akan binasa, mereka pun akhirnya mekminta berdamai dengan Rasulullah.

Nabi saw Mengobati Salamah bin al-Akwa’

Dari Yazid bin Abu Ubaid r.a. ia bertutur, “Aku melihat bekas luka di kaki al-Akwa’. Aku lalu bertanya keapdanya, “Wahai Abu Muslim, bekas apa itu?” Ia menjawab, “Ini bekas serangan di hari Khaibar. Ketika itu roang-orang berseru, “Salamah terluka!” Aku lalu mendatangi Nabi saw kemudian, Nabi saw meniup lukaku itu tiga kali tiupan. Sampai saat ini, aku tidak pernah mengeluh sedikit pun akibat luka itu.” (HR Bukhari).

Jika Engkau Membenarkan Allah, Dia Pasti Membenarkanmu

Diriwiyatkan dari Syiddad bin al-Had r.a. bahwa seorang Arab Badui datang kepada Nabi saw. Ia lalu beriman dan mengikuti beliau. Kemudian, ia berkata, “Aku akan berhijrah bersamamu.” Nabi saw, pun berwasiat kepada para sahabatnya agar memperlakukannya dengan baik. Ketika masa Perang Khaibar dan Hunain, Nabi saw mendapatkan banyak tawanan wanita. Beliau lalu membagi tawanan perang itu kepada Arab Badui tersebut. beliau juuga memberi sahabat-sahabatnya yang lain seperti apa yang didapat orang itu. Ia adalah pengembala unta para sahabat. Ketika orang itu datang, mereka memberinya unta-unta itu. Ia lalu bertanya, “Apa ini?” Para sahabat menjawab, “Ini adalah bagian yang diberikan Nabi saw untukmu.” Ia lalu mengambilnya dan membawanya ke hadapan Nabi saw.
Ia lalu bertanya kepada Nabi saw, “Apa ini?” Nabi saw menjawab, “Ini bagianmu.” Ia lalu berkata, “Aku mengikutimu bgukan karena ini, tetapi aku mengikutimu agar aku dipanah di bagian ini (ia memberi isyarat ke arah lehernya) sehingga aku mati dan masuk surga.” Nabi saw lantas bersabda, “Jika kamu mempercayai Allah, Dia akan membenarkanmu.”
Beberapa waktu kemudian, kaum muslimin bertempur melawan musuh. Orang itu dibawa menghadap Nabi saw dalam keadaan terluka di bagian leher yang ia tunjuk sendiri sebelumnya. Nabi saw lantas bertanya, “Apakah ia orang yang pernah datang keapdaku?” Para sahabat menjawab, “Ya.” Nabi saw lantas bersabda, “Ia telah memercayai Allah dan Dia pun telah membenarkannya.” Kemudian, Nabi saw mengafani orang itu dengan jubah beliau dan menyalati jenazahnya. Di antara doa beliau di dalam shalatnya adalah, “Ya Allah, ini adalah hamba-Mu yang turut berhijrah di jalan-Mu, ia terbunuh syahid dan aku sebagai saksinya.” (HR Nasa’i).

Orang Itu Termasuk Ahli Neraka

Dari Sahal bin Sa’ad r.a. ia bertutur, Rasulullah bertemu dengan kaum musyrikin sehingga semuanya bertempur. Ketika Rasulullah saw masuk ke dalam tendanya, orang-orang pun  masuk ke dalam tenda mereka masing-masing. Di tengah sahabt Rasulullah saw ada seorang lelaki yagn selalu sigap membunuh setiap musuh dan orang asing. Orang-orang lalu berkomentar, “Hari ini, tidak ada seorang pun dari kita yang mendapat pahala sebesar yang didapat si fulan.” Rasulullah saw lantas bersabda, “Tahukah kalian, ia justru termasuk ahli neraka!” Seseorang lalu bertanya, “Kalau begitu, besok akan kutemani ia untuk melihat apa yang dilakukannya.”
Orang itu lalu pergi bersama si Fulan yagn dimaksud. Setiap ia berhenti, orang itu ikut berhenti. Jika ia melangkah cepat, mata-mata itu pun melangkah cepat. Kemudian, si fulan terluka parah. Ia lalu mempercepat kematiannya sendiri. Diletakkannya gagang pedangnya ke tanah, sedangkan mata pedang itu diarahkan ke dadanya. Kemudian, ia menjatuhkan diri di atas pedang itu hingga ia membunuh dirinya sendiri. Orang yang menjadi mata-mata itu pun segera menemui Nabi saw seraya berseru, “Aku bersaksi bahwa engkau benar-benar Rasulullah.”
Beliau lantas bertanya, “Mengapa?” Ia menjawab, “Orang yang engkau sebutkan sebagai ahli neraka itu benar-benar ahli neraka.” Orang-orang pun ramai membicarakannya. Aku lalu berkata, “Kalau begitu, aku akan mencari orang itu untuk kalian.”
Aku lalu keluar untuk mengikutinya dan kudapati ia terluka parah. Lalu ia menyegerakan kematiannya sendiri. Ia menaruh gagang pedangnya di atas tanah dan matanya diarahkan ke dadanya. Setelah itu ia menjatuhkan dirinya di atas pedang itu hingga tewas.
Rasulullah saw lantas bersabda, “Ada orang yang melakukan pekerjaan ahli surga di mata manusia, padahal sesungguhnya ia ahli neraka. Sebaliknya, ada orang yang melakukan pekerjaan ahli neraka di mata orang-orang, padahal sesungguhnya ia adalah ahli surga.” (HR Bukhari).
Ada juga riwayat dengan makna yang sama dari Abu Hurairah r.a. Di dalamnya diterangkan bahwa perang yang dimaksudkan adalah Perang Khaibar. Kebetulan Perang Khaibar adalah perang pertama yang diikuti oleh Abu Hurairah r.a. bersama Rasulullah saw.

Kisah Abdullah bin Mugaffal dan Sekantong Lemak

Di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, diriwayatkan dari Abdullah bin Mugaffal r.a. Ia berkata, “Aku berhasil mendapatkan satu kantong lemak di hari Khaibar. Aku pun mengambilnya seraya bergumam, “Hari ini tidak akan kuberikan lemak ini kepada seorang pun.” Aku lalu menoleh ke belakang, tiba-tiba Rasulullah saw sedang tersenyum kepadaku.”
Di dalam lafal Bukhari dan Muslim disebutkan, “.... kepada kami dilemparkan sekantong kulit berisi makanan dan lemak di hari Khaibar. Aku lalu melompat untuk mengambilnya. Setelah itu aku menoleh ke belakang, ternyata di belakangku ada Rasulullah. Aku malu kepada beliau.”

Sahabat Kalian Ini Melakukan Ghulul (Mengambil Harta Rampasan sebelum dibagikan) di Jalan Allah

Diriwayatkan dari Zaid bin Khalid al-Jauhani r.a. bahwa seorang laki-laki sahabat Nabi saw gugur di hari Khaibar. Orang-orang mengabarkannya kepada Rasulullah saw. Maka beliau bersabda, “Shalatilah jenazah sahabat kalian itu.” Tetapi wajah orang-orang berubah seketika mendengar sabda beliau itu. Rasulullah saw bersabda. “Teman kalian ini telah melakukan ghulul (mengambil harta rampasan perang sebelum dibagikan) di jalan Allah.” Kami lalu memeriksa perbekalannya. Benar saja, di dalamnya kami dapati satu perhiasan Yahudi yang tidak senilai dua dirham.” (HR Abu Dawud).

Berakhirnya Penaklukan Khaibar

Putra Abu al-Haqiq mengirimi Rasulullah saw sebuah surat yagn isinya “Aku akan turun dan ingin berbicara denganmu.” Rasulullah saw menjawab, “Baiklah!.”
Putra Abu al-Haqiq pun turun dan berunding dengan Nabib saw. Ia meminta damai dengan beliau dan tidak menumpahkan darah di benteng-bentengnya serta membiarkan keluarganya tetap bersama mereka. Mereka menyatakan siap keluar dari Khaibar dan seluruh tanahnya serta sia membiarkan Rasulullah dan kaum muslimin mengambil harta dan tanah mereka, baik yang kuning maupun yang hijaunya. Rasulullah saw lantas bersabda, “Kalau begitu Allah dan Rasul-Nya terbebas dari kalian jika kalian menyembunyikan sesuatu dariku.” Akhirnya, Rasulullah saw menerima tawaran damai itu.
Setelah perundaingan damai itu, semua benteng Khaibar diserahkan kepada kaum muslimin. Khaibar telah ditaklukkan.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah saw memerangi penduduk Khaibar sehingga mendesak mereka masuk ke benteng-bentengnya. Lalu, beliau berhasil mendapatkan tanahnya, kebun kurma, dan ladang-ladangnya. Orang-orang Khaibar berdamai dengan Rasulullah dengan syarat mereka meninggalkan tanah, kebun kurma, dan ladangnya. Sementara mereka tetap mendapatkan apa yang mereka bawa di atas unta mereka dan harus keluar dari sana.
Rasulullah saw mensyaratkan mereka agar tidak menyembunyikan suatu apa pun dari beliau. Jika mereka melakukannya, mereka tidak lagi aman dan tidak berhak mendapat perlindungannya. Namun, mereka telah menyembunyikan sebuah kotak yang di dalamnya terdapat harta dan perhiasan milik Huyay bin Akhtab yang telah dibawanya sendiri ke Khaibar ketika ia diusir dari Nadhir. Rasulullah saw lantas bertanya kepada paman Hayay, Sa’yah, “Apa yang terjadi pada kotak Huyay bin Akhtab yang dibawanya dari nadhir?” Sa’yah menajwab, “Isinya telah habis untuk bermacam biaya dan peperangan.” Rasulullah saw bersabda, “Perang baru saja terjadi, sedangkan harta itu lebih banyak.”
Rasulullah saw lalu menyerahkan Sa’yah kepada Zubair. Tak ayal Zubair langsung menyiksanya. Sebelumnya Hujay telah menginjakkan kakinya di puing-puiing reruntuhan. Akhirnya, Sa’yah berkata, “Aku melihat Hujay berkeliling di antara puing-puing ini.” Orang-orang segera mencari kotak itu di sana. Mereka mendapati kotak harta di antara reruntuhan dan puing tersebut.
Akhirnya, Rasulullah membunuh kedua putra Abu al-Haqiq itu, yang salah satunya adalah suami dari Shafiyah binti Hujay bin Akthtab. Kemudian, Rasulullah saw menawan seluruh istri dan anak-anak mereka, lalu membagikan seluruh hartanya karena mereka telah melanggar kesepakatan. Rasulullah ingin mengusir mrereka dari tanah tersebut, tetapi mereka berseru, “Wahai Muhammad, biarkan kami yang menggarap tanah ini.” Kebertulan Rasulullah saw para sahabatnya tidak memiliki budak yang cukup untuk menggarapnya dan mereka jgua tidak bisa mengawasi penggarapannya secara terus-menerus. Akhirnya, Rasulullah saw tetap memberi penduduk Khaibar sebagian dari setiap aldang kurma dan sawah, sedangkan separuhnya lagi milik Rasulullah saw.
Setiap tahun Abdullah bin Rawahah mendatangi mereka untuk menaksir penghasilannya dan memberi mereka sebagiannya. Kemudian, mereka mengadukan kepada Rasulullah perihakl sikap Abdullah yang begitu ketat dalam menaksir hasilnya. Mereka punn ingin menyogok Abdullah. Abdullah menjawab, “Wahai musuh-musuh Allah, apa kalian ingin memberiku makanan yang haram?” Demi Allah, aku telah datang kepada kalian dari tempat orang yang paling kucintai. Sedangkan kalian adalah manusia yang paling kubenci dari sebangsa kalian sendiri dari kera dan babi. Namun, kebencianku kepada kalian dan kecintaanku kepada Rasulullah tidak membuatku untuk tidak bisa bersikap adil terhadap kalian.” Mereka pun berseru, “Dengan sikap seperti inilah bumi dan langit menjadi tegak berdiri.”
Setiap tahun Rasulullah saw memberi setiap istrinya 80 wasaq kurma dan 20 wasaq gandum.
Di amsa kekhilafahan Umar bin Khtahthab r.a. orang-orang Yahudi itu mencurangi kaum muslimin. Mereka juga pernah melemparkan Ibnu Umar dari atap rumah sehingga kedua tangannya patah. Umar bin Khaththab berkata, “Siapa yang memiliki bagian di tanah Khaibar, hendaknya ia hadir agar kami bisa membagikannya lagi di antar mereka.” Umar pun membagikannya lagi kepada mereka. Pemimpin mereka berkata, “Jangan kamu usir kami dari sana, biarkan kami tetap di sana, sebagaimana yagn diakui Rasulullah dan Abu Bakar terhadap kami.”
Umar lantas berkata kepada pemimpinnya itu, “Apakah kamu lihat sabda Rasulullah yang berbunyi, “Apa yang terjadi padamu jika kendaraanmu menari-nari denganmu untuk berkeliling di Syam hari demi hari.” Telah hilang dariku?” Akhirnya, Umar membagikannya kepada orang-orang yagn turut hadir dalam Perang Khaibar, yaitu mereka yang juga ikut dalam Perjanajian Hudaibiyah. (HR Abu Dawud).
 Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah berkata :
Pada Perang Khaibar, Rasulullah hanya membunuh dua orang putra Abu al-Haqiqi kaerna mereka melanggar kesepakatan damainya dengan beliau. Rasulullah saw telah mensyaratkan mereka agar tidak menyembunyikan sesuatu. Jika mereka melanggar, tanggung jawab Allah dan Rasulul-Nya terbebas dari mereka. Akan tetapi, mereka melanggarnya dengan menyembunyikan sesuatu dari beliau. Akhirnya, Rasulullah saw bertanya kepada mereka, “Di mana aharta yang kalian bawa keluar dari Madinah saat kami usir kalian dahulu?” Sambil bersumpah mereka menjawab, “Semuanya telah hilang,” Namun kemudian, sepupu Kinanah mengakui saat Rasulullah menyerahkannya kepada Zubair untuk disiksa. Setelah itu Rasulullah saw menyerahkankan Kinanah  kepada Muhammad bin Musalamah, iapun membunuhnya. Disebutkan bahwa Kinanah dahulu pernah membunuh adik Muhammad bin Musalamah, yaitu Mahmud bun Msualamah.”

Nabi saw. Menikahi Shafiyah binti Huyay bin Akhtab

Shafiyah bin Huyay  termasuk salah seorang wanita Khaibar yang ditawan. Awalnya ia didapatkan oleh seorang sahabat, tetapi Rasulullah saw memintanya lagi. Kemudian, beliau membebaskannya, lalu menikahinya. Mahar yang diberikan beliau kepadanya adalah kebebasan dari perbudakan.
Anas bin Malik r.a. bertutur. Kami tiba di Khaibar. Setelah Allah membukakan seluruh bentengnya untuk Rasulullah, kepada beliau diceritakan tentang  kecantikan Shafiyah bin Huyay bin Akhtab. Kebetulan suaminya sduah terbunuh. Rasulullah pun memilihnya sebagai tawanan untuk dirinya. Beliau lalu menikahinya. Setelah itu beliau berangkat bersamanya hingga tiba di Shahba’. Di sana beliau mulai berumah tangga dengannya. Setelah itu beliau membuat makanan sup di dalam panci kecil. Lalu, beliau bersabda kepadanya, “Panggil semua orang di sekitarmu!” Itulah hidangan walimah beliau dengan Shafiyah. Kemudian, kami kembali pulang ke Madinah. Kulihat Nabi saw menutupi Shafiyah dengan jubah di belakang beliau, beliau berdiri di samping untanya dan menekuk kedua lututnya. Sementara Shafiyah menginjakkan kakinya di atas lutut beliau untuk naik ke atas unta. (HR Bukhari).
Hadits itu diriwayatkan secara lebih rinci dengan lafal lain yang juga dari Anas r.a. Isinya :
Anas r.a. bertutur : Semua tawanan perang dikumpulkan di Khaibar. Dahiyah datang menemui Rasulullah seraya berakta, “Wahai Rasulullah, berikan aku seorang tawanan wanita, “Rasulullah menjawab, “Ambillah seorang tawanan wanita.” Ia pun mengambil Shafiyah binti Huyay. Kemudian, seorang lelaki datang dan berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, engkau telah memberi Dahiyah budak bernama Shafiyah binti Huyay, pemuka suku Quraizhah dan Nadhir. Shaifyah layak untukmu.” Kemudian, Rasulullah bersabda, “Kalau begitu, suruh orang-orang membawa Shafiyah kemari.”
Shafiyah pun dibawa menghadap beliau. Ketika melihat Shafiyah, Rasulullah saw bersabda kepada Dahiyah, “Ambillah budak lain selain Shafiyah.” Anas bertutur, “Akhirnya, Rasulullah membebaskan Shafiyah, lalu menikahinya.”
Shafiyah lebih memilih Rasulullah daripada keluarga dan kaumnya. Lalu, ia memeluk agama Islam denan baik. Ketika Nabi saw mengambilnya dari Dahiyah dengan tebusan, beliau langsung menyerahkannya kepada Ummu Sulaim agar dipersiapkan dan didandani. Walimah beliau dengan Shafiyah dimeriahkan dengan hidangan berupa Samnah (lemak), aqath (susu kering), dan kurma.
Diriwayatkan dari Anas ra.a., ia berkata, “Kami (aku dan Abu Thalhah) pun berangkat bersama Rasulullah, sementara Shafiyah dibonceng Rasulullah. Tiba-tiba unta Rasulullah tersandung dan tersungkur. Abu Thalhah segera melompat dari untanya. Ia mendekati beliau dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apa engkau mengalami sesuatu?” Beliau menjawab, “Tidak apa-apa. Bantulah wanita itu!” Abu Thalhah pun melepas bajunya. Ia segera menuju Shafiyah  ia segera mengikatkan baju itu ke Shafiyah. Kemudian, Shafiyah bangkit dan Abu Thalhah segera mengikatnya di unta Rasulullah. Shafiyah naik kembali ke atas unta dan Rasulullah juga ikut naik.” (HR Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan pula dari Anas r.a. ia berkata, “Rasulullah saw menetap di wilayah antara Khaibar dan Madinah selama tiga malam. Selama itu beliau menikahi Shafiyah. Aku lalu mengundang kaum muslimin menghadiri walimahnya. Di dalam walimah itu tidak ada roti maupun daging. Rasulullah menyuruh Bilal agar membentangkan nampan. Di aatsnya lalu ditaruh kurma, awath, dan lemak. Kemudian, kaum muslimin berseru, “Apakah Shafiyah akan menjadin salah seorang Ummu Mukminin atau budak beliau?” Mereka menjawab, “Jika beliau menutupinya, berati ia menjadi Ummu Mukminin. Sebaliknya, jika beliau tidak menutupinya, ia hanya akan menjadi budak wanita beliau.” Setelah itu beliau pun berangkat lagi dan membonceng Shafiyah di belakang beliau sambil menutupinya.” (HR Bukhari).

Mahar Untuk Shafiyah

Diriwayatkan dari Nasa r.a. ia berkata, “Rasulullah saw menawan Shafiyah lalu beliau membebaskan dan menikahinya.” Tsabit lalu berkata kepada Anas, “Apa mahar yang diberikan Rasulullah saw kepadanya?” Anas menjawab, “Pembebasannya, itulah mahar beliau untuknya.” (IHR Bukhari).

Penyayang dan Pengasih Terhadap Kaum Muslimin

Sungguh indah untuk diamati bersama sifat-sifat mulia kekasih kita, Nabi Muhammad saw. Beliau sangat penyayang dan rendah hati. Beliau berbicara dengan orang-orang di sekitarnya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Beliau juga sering memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mengungkapkan isi hatinya, kemudian, beliau akan berbicara dengannya dengan segenap cinta. Hal itu beliau lakukan untuk menghilangkan kerancuan dan menampakkan kebenaran. Itulah yang terjadi pada ibunda kita, Shafiyah binti Huyay r.a.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. ia bertutur. Di mata Shafiyah terdapat warna kehijauan. Nabi saw lantas menanyakan hal itu kepadanya. Beliau bersabda, “Mengapa wajahmu berwarna kehijauan?” Shafiyah menjawab, “Aku bermimpi melihat bulan menghilang dari tempatnya dan kutemukan bulan itu jatuh di kamarku. Aku ceritakan mimpiku itu kepada suamiku, Ibnu Abi Hqiq. Ia lantas marah dan menamparku seraya berkata, “Kamu mengharapkan Raja Madinah itu?”.
Shafiyah menuturkan, “Ketika itu, tidak ada yang lebih kubenci selain Rasulullah. Beliau telah membuniuh bapakku dan suamiku. Namun, beliau terus meminta maaf kepadaku seraya bersabda, “Wahai Shafiyahy, bapakmu itu telah menggerakkan semua orang untuk memusuhiku, ia telah melakukan ini dan itu sampai semua rasa benci itu hilang dari diriku.”
Komentar atas sikap mulia Rasulullah tersebut, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini.
“Sungguh telahd atang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (Ia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. at- Taubah (9) : 128).

Di Rumah Kenabian

Shafiyah pulang bersama sang kekasih, Rasulullah saw setelah melangsungkan pernikahannya di tengah perjalanan menuju Madinah al-Munawwarah. Ia benar-benar berada di puncak kebahagiaan karena tidak pernah terpikir olehnya akan menjadi wanita muslimah, apalagi ia sekarang malah menjadi salah seorang dari Ummul Mukminin, Ibunda kaum mukminin.
Sungguh, hal itu merupakan saat-saat indah yang tidak bisa dilukiskan dengan akta-kata atau goresan pena.
Seorang pembawa berita datang ke Madinah untuk memberitahukan kedatangan Rasulullah saw. Oleh karena itu, seluruh penduduk Madinah keluar menyambut Rasulullah saw sepulang beliau dari peperangan. Wajah kaum lakki-laki tampak ceria, anak-anak diselimuti kebahagiaan, hati-hati mereka diliputi kebahagiaan.
Adapun orang-orang munafik berada dalam kegamangan dan kerisauan yang menakutkan. Mereka menampakkan apa yagn tidak ada di dalam hatinya. Tenggorokan mereka sesak dengan berita kemenangan Rasulullah saw. Allah pun membongkar kebusukan mereka. Allah jadikan kalimat orang-orang kafir di bawah, sementara kalimat Allah tetap yang paling atas.

Seorang Wanita Yahudi Menghidangkan Kambing Beracun untuk Nabi saw.

Setelah Rasulullah merasa aman dan tenang dengan penaklukkan Khaibar, seorang bernama Zainab binti al-Harits, istri Salam bin Masykam, seorang yahudi, menghadiahi Rasulullah hidangan kambing yang telah dibubuhinya racun.
 Diriwayatkan dari Anas r.a. ia bertutur : Seorang wanita Yahudi mendatangi Nabisaw dengan membawa hidangan kambing yang sudah dibubuhi racun. Rasulullah saw pun memakan hidangan itu. Kemudian, wanita itu dibawa menghadap beliau. Beliau lantas menanyakan kepadanya. Wanita itu menjawab, “Aku ingin membunuhmu.” Rasulullah saw menjawab, “Kamu tidak akan sanggup melakukannya.” Orang-orang berseru, “Apa engkau tidak membunuhnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tidak.” Anas bertutur, “Aku masih melihat bekas racun itu ditenggorokan Rasulullah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata, “Ketika Khaibar sudah ditaklukkan, Rasulullah saw diberi hadiah hidangan kambing yang sudah dibubuhi racun. Lalu, Rasulullah saw bersabda, “Kumpulkan semua orang yahudi di sini.” Mereka pun dikumpulkan di hadapan beliau. Rasulullah lantas bersabda kepada mereka, “Aku ingin bertanya kepada kalian, apakah kalian bisa jujur terhadapku?” Mereka menjawab, “Ya, wahai Abu al-Qasim.” Rasulullah saw lantas bertanya, “Siapa moyang kalian?” Mereka menjawab, “Moyang kami adalah fulan.” Rasulullah lantas menjawab, “Kalian dusta, tetapi moyang kalian adalah fulan.” Mereka berseru, “Engkau benar dan engkau baik!.”
Nabi saw bersabda lagi, “Apakah kalian akan jujur kepadaku jika kutanya kalian tentang sesautu lagi?” Mereka menjawab, “Ya, wahai Abu al-Qasim! Sebab, jika kami berbohong kepadamu, engkau sudah mengetahuinya sebagaimana engkau mengetahui moyang kami.” Rasulullah bertanya lagi, “Siapa yang akan menjadi penghuni neraka.” Mereka menjawab, “Kami di sana hanya sebentar saja. kemudian, kalian yang ada di sana menggantikan kami.”
Rasulullah saw lantas menjawab, “Abadilah kalian di dalamnya! Demi Allah, selamanya kami tidak akan menggantikan kalian di sana.”
Kemudian Rasulullah bersabda kepada mereka, “Apakah kalian akan jujur jika kutanya sesuatu?” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Apakah kalian meracuni kambing ini.” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bertanya lagi, “Mengapa kalian melakukan hal itu?” Mereka menjawab, “Kami ingin memastikan apakah engkau bohong sehingga kami bisa tenang darimu. Namun, jika engkau seorang Nabi, maka kambing itu tidak akan berbahaya apa-apa terhadapmu.” (HR Bukhari dan Abu Dawud).
Di dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan bahwa yang memberi hadiah hidangan kambing itu adalah seorang wanita bernama Zainab binti al-Harits, Istri Salam bin Masykam. Wanita itu pernah bertanya bagian tubuh kambing mana yang paling disukai Nabi saw. Kemudian, ada yang memberitahunya, yaitu bagian lengan kambing. Wanita itu pun membubuhi lebih banyak racun di bagian itu. Setelah itu, ia membubuhi selurh tubuh kambing terebut dan membawanya kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Nabi saw hanya mencicipinnya sedikit dan racun itu tidak membunuh beliau. Adapun Basyar bin al-Barra’ bin Ma’rur, ia memakannya dan langsung meninggal dunia. Nabi saw lantas bersabda, “Tulang kambing ini memberitahuku bahwa ia telah diracuni.” Kemudian, beliau memanggil wanita itu dan ia pun mengakui perbuatannya.

Apakah Nabi saw. Membunuh Wanita itu?

Al-Qadhi ‘Iyadh berkata, “Banyak riwayat yang berbeda tentang hal tersebut. Para ulama juga berbeda pendapat tentang apakah Nabi saw membunuh wanita itu atau tidak? Di dalam riwayat Muslim disebutkan : Orang-orang bertanya, “Mengapa kita tidak memebunuhnya?” Rasulullah saw menjawab, “Tidak.” Demikian pula dalam riwayat Abu Hurairah dan Jabir r.a.
Diriwayatkan dari Jabir melalui jalur Abu Salamah r.a. bahwa wanita itu dibunuh. Di dalam riwayat Ibnu Ababs disebutkan bahwa Rasulullah saw menyerahkan wanita itu kepada wali dan kerabat Basyir bin al-Barra’ bin Ma’rur yang meninggal karena memakan racunnya. Akhirnya, kerabat Basyarlah yang membunuhnya secara Qishash.
As-Suhaili berkata, “Disebutkan bahwa wanita itu diampuni Rasulullah. Al-Qadhi berkata, “Riwayat-riwayat itu bsia digabungkan dan dikompromikan. Intinya adalah bahwa Rasulullah saw tidak langsung membunuh wanita itu saat beliau tahu telah diracun. Kepada beliau dikatakan, “Bunuhlah wanita itu.” Namun, beliau menjawab, “Tidak.” Ketika Basyar bin al-Barra’ bin Ma’rur meninggal dunia akibat memakan racun itu, beliau langsung menyerahkan wanita itu kepadea kerabat Basyar. Merekalah yang membunuhnya secara Qishash. Pendapat yang menytakan bahwa Nabi saw tidak langsung membunuh wanita itu benar. Pendapat yang menyatakan bahwa wanita itu akhirnya dibunuh secara qishash juga benar, wallahu a’lam.”

Racun Berpengaruh Besar di Tubuh Nabi saw.

Disebutkan bahwa hidangan tersebut termsuk salah satu sebab Nabi saw menderita sakit yang mengakibatkan beliau wafat.
Diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa ia berkata, “Ketika sakit menjelang wafatnya, Rasulullah saw bersabda kepadaku, “Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit bekas hidangan racun yang kumakan di Khaibar, ini saatnya urat aortaku terputus akibat racun itu.” (HR Bukhari).

Pembagian Harta Rampasan Perang

Imam Ibnu Qayyim berakta, “Rasulullah saw memecah ahrta rampasan Perang Khaibar ke dalam 36 bagian besar. Kemudian, setiap bagian itu dipecah lagi menjadi 100 bagian kecil. Dengan demikian, semuanya menjadi 3.600 bagian. Separuhnya untuk Rasulullah dan kaum muslimin, yaitu sebanyak 1.800 bagian. Rasulullah mendapatkan satu bagian seperti kaum muslimin lainnya. Sedangkan sebagian lagi, yaitu 1.800 bagiannya, diperuntukan bagi dana bencana dan setiap kebutuhan kaum muslimin.” (HR Abu Dawud).
Al-baihaqi berkata, “Hal itu karena Khaibar sebagiannya, ditaklukkan dengan paksa dan sebagiannya lagi dengan damai.”
Imam Ibnu Qayyim berkata, “Hal itulah yang menjadikan dasar pendapat Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa tanah yang dibuka secara paksa harus dibagikan, sebagaimana harta rampasan perang lainnya. Ketika Rasulullah tidak mendapati Khaibar ditaklukkan seluruhnya secara paksa, beliau membagi Khaibar menjadi dua bagian. Kemudian, beliau bersabda, “Ini adalah daerah yang dibuka dengan cara damai.”
Orang yang mengamati sejarah dan peperangan Rasulullah dengan cermat akan mendapati bahwa sebenarnya Khaibar itu ditaklukkan dengan paksa. Rasulullah saw menguasai tanah Khaibar seluruhnya dengan pedang. Sekiranya ada tanah Khaibar yang dibuka secara damai, tentu Rasulullah saw tidak akan mengusir kaum Yahudi dari sana. Sebab, tatkala Rasulullah ingin mengusir mereka dari sana, mereka berseru, “Kami lebih mengenal tanah itu daripada kalian, biarkan kami menggarapnya dan untuk kalian sebagian hasilnya.” Itulah yang membuktikan bahwa Khaibar ditaklukkan secara paksa.
Pendapat yang benar dan tidak diragukan adalah bahwa khaibar dibuka secara paksa. Bagi seorang Imam boleh memilih dalam hal tanah yang dibuka secara paksa ini, apakah ia membagikan semuanya dan mewakafkan semuanya atau membagikan sebagiannya dan mewakafkan sebagiannya lagi? Rasulullah saw sendiri telah melakukan tiga macam tindakan itu. Beliau membagikan tanah Quraizhah dan nadhir. Namun, beliau tidak membagikan tanah Makkah. Beliau juga membagikan sebagian Khaibar dan mewakafkan sebagaiannya lagi.
Beliau juga memberikan harta rampasan perang 3 jatah untuk seorang pasukan penunggang kuda dan 1 jatah untuk pasukan pejalan kaki. Semuanya berjumlah 1.400 orang. Di antara mereka ada 200 penunggang kuda. Itulah pendapat yang paling benar dan tidak diragukan lagi.

Tata Cara Pembagian Harta Rampasan Perang

Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Pada hari Khaibar, Rasulullah saw memberi pasukan penunggang kuda 2 jatah dan bagi pasukan pejalan kaki 1 jatah.” Kemudian, Nafi’ menafsirkannya dengan berkata, “Jika seseorang memiliki kuda, ia mendapatkan 3 jatah. Jika tidak memiliki kuda, berarti ia mendapat 1 jatah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Basyir bin Abi Hatsmah r.a., ia berkata, “Rasulullah saw membagi Khaibar ke dalam dua bagian, separuhnya untuk biaya bencana dan kebutuhan kaum muslim, separuhnya lagi untuk kaum muslim. Beliau membagikan jatah kaum muslim itu ke dalam 18 bagian besar. “ (HR Abu Dawud).

Bagian untuk Kerabat Rasulullah saw.

Diriwayatkan dari Jabir bin Muth’im r.a., ia dengan Utsman bin Affan menemuji Nabi saw ingin mempertanyakan bagian seperlima yang beliau peruntukan untuk Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, engkau memberi bagian kepada saudara-saudara kami, yakni Bani Muthalib, dan tidak memberi kami apa-apoa. Sedangkan kekerabatan kami dan kekerabatan mereka denganmu sama.” Nabi saw bersabda, “Bani Hasyim dan Bani Muthalib itu satu.” Jabir r.a. lantas bertutur, “Nabi saw tidak memberi bagian kepada Bani Abd Syam dan Bani Naufal dari seperlima itu, sebagaimana yang beliau berikan kepada Bani Hasyim dan Bani Muthalib.”
Jabir juga bertutur, “Abu Bakar membagikan seperlima itu seperti yang dilakukan Rasulullah. Akan tetapi, ia tidak memberikan kerabat Rasulullah sebagaimana yang pernah diberikan beliau dahulu. Umar bin Khaththab memberi mereka dari seperlima itu, demikian pula Utsman yang menjadi Khalifah saudaranya.” (HR Bukhari).

Seorang Budak Hanya Diberi Sedikit Harta Rampasan Perang dan Tidak Diberi Jatah Khusus

Diriwayatkan dari Umair, bekas budak Abu al-Lahm, ia berkata, “Aku turut dalam Perang Khaibar bersama para tuanku. Mereka berbicara kepada Rasulullah saw tentang  jatahku. Belau pun menuruhku untuk mengambil sedikit harta rampasan perang itu. Aku akhirnya mengambil sebilah pedang. Ketika aku mengambilnya, orang-orang berseru bahwa aku hanyalah seorang budak. Akhirnya, Rasulullah menyuruhku mengambil perabotan rumah tangga saja.” (HR Abu Dawud).

Nabi saw. Memberi Kaum Wanita Jatah Harta Rampsan Perang dan Memberi Jatah Khusus dari Buah-Buahan.

Dari Tsabit al-Harits al-Anshari r.a. Ia berkata, “Rasulullah saw memberi Sahlah binti Ashim bin Adi jatah harta rampasan perang pada hari Khaibar, juga kepada putrinya yang beru dilahirkan.” (HR. Thabrani).
Dari Zainab binti Abi Mu’awiyah ats-Tsaqfiyah r.a. ia menyatakan bahwa pada hari Khaibar Nabi saw memberinya 50 wasaq kurmadan 20 wasaq gandum di Madinah.” (HR Thabrani).

Kisah Abu Hurairah dengan Ibban bin Sa’id bin Ash dalam Pembagian Harta Rampsan Perang

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. ia menceritakan bahwa Rasulullah saw mengutus Ibban dalam sebuah pasukan dari Madinah menuju Najed. Kemudian, Ibban dan para sahabatnya mendatangi Nabi saw di Khaibar setelah beliau berhasil menaklukkannya. Ketika itu bungkusan di atas kuda mereka hanyalah rumput.
Abu Hurairah r.a. melanjutkan : “Aku lalu berkata, kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, jangan engkau bagikan kepada mereka.” Ibban langsung berkata, “Dengan tindakanmu itu, wahai orang nomad, kamu menghindari kepala kambing.” Nabi saw lantas bersabda, “Wahai Ibban, duduklah.” Nabi saw tidak memberinya bagian.” (HR Bukhari).
Sebuah riwayat Bukhari dari Ibnu Umar tentang banyaknya harta rampasan Perang Khaibar tersebut. Ibnu Umar berkata, “Kami tidak pernah merasa kenyang sampai saat kami telah menaklukkan Khaibar.”
Diriwayatkan juga dari Aisyah r.a. ia ebrkata, “Ketika Khaibar ditakkulkkan, kami berseru, “Sekarang kita bisa kenyang memakan kurma.” (HR. Bukhari).
Ketika Rasulullah saw pulang ke Madinah, kaum Muhajirin mengembalikan semua kebun kurma pemberian kaum Anshar dahulu. Itu mereka lakukan setela mereka memiliki harta dan kebun kurma di Khaibar.

Kaum Muhajirin Mengembalikan Pemberian Orang Anshar

Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. Ia berkata, “Ketika kaum Muhajirin berhijrah dari Makkah ke Madinah, mereka datang tanpa membawa apa-apa, sementara orang-orang Anshar adalah para pemilik tanah dan rumah. Akhirnya, orang-orang Anshar rela ebrbagi bersama kaum Muhajirin, dengan syarat mereka memberikan separuh hasil harta mereka setiap tahun setelah dipotong biaya dan tenaga.”
Ibunda Anas bin Malik atau dikenal dengan Ummu Sulaim, yang juga ibu dari Abdullah bin Abi Thalhah, saudara tiri Anas, pernah juga menghadiahkan sebuah pohon kurma kepada Rasulullah. Beliu pun membalas pemberiannya dengan menghadiahinya salah seorang budak beliau, yaitu Ummu Aiman, ibunda dari Usamah bin Zaid.
Ibnu Syihab berkata, “Anas bin Malik memberitahuku bahwa ketika Rasulullah saw selesai menaklukkan Khaibar dan telah kembali ke Madinah, roang-orang Muhajirin mengembalikan kebun-jebun kurma kepada kaum Anshar yang dahulu pernah memberikannya kepada mereka. Akhirnya, Rasulullah pun mengembalikan pohon kurma pemberian Ibu Anas, Ummu Sulaim. Kemudian Rasulullah memberi ibunya seorang budak bernama Ummu Aiman sebagai ganti dari kebun kurma itu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah saw. Mengangkat Seorang Anshar sebagai Pejabat di Khaibar

Dari Abu Said dan Abu Hurairah r.a. keduanya berkata, “Nabi saw mengutus seorang saudara Bani Adi dari kalangan Anshar menuju Khaibar untuk menjadi Gubernur di sana.” (HR Bukhari).

Kedatangan Ja’far bin Abi Thalib dan Orang-Orang Asy’ari

Pada perang Khaibar datanglah sepupu Rasulullah saw yaitu Ja’far bin Abi Thalib dan para sahabatnya dari Habasyah. Ia ebrsama orang-orang Asy’ari yang terdiri atas Abdullah bin Qais (Abu Musa) dan para sahabtnya. Di antara yang datang itu terdapat pula Asma’ binti Umais.
Abu Musa r.a. bertutur : “Kami mendengar berita keberangkatan Rasulullah saw ketika kami berada di Yaman. Kamis egera berangkat bersama dua orang saudaraku. Salah satunya bernama Abu Ruham dan yang lain Abu Burdah,s edangkan aku adalah orang yang paling muda di antara mereka. Kami berangkat bersama sekitar 50 orang. Kami menaiki sebuah perahu yang membawa kami ke daratan Habasyah, kerajaan Raja Najasyi. Di sana kami bertemu dengan Ja’far dan para sahabatnya. Ja’far berkata, “Rasulullahs aw mengutus dan menuruh kami untuk menetap di sini, maka tinggallah kalian bersama kami.” Kami pun menetap di sana bersama rombongannya sampai kemudian, kami pulang ke Madinah. Lalu, kami bertemu dengan Rasulullah saw, setelah beliau menaklukkan Khaibar. Kemudian, beliau memberi kami jatah dari harta rampasan perangnya. Beliau tidak memberi jatah kepad aorang yang tidak ikut Perang Khaibar sedikit pun, kecuali untuk anggota kami, Ja’far dn para sahabatnya. Beliau memberi mereka jatah masing-masing. Namun, orang-orang berseru kepada kami, “Kami mengungguli kalian dan mendahului kalian dalam berhijrah.”
Kemudian, Asma’ binti Umais datang menemui Hafshah. Uamr lantas  menemuinya. Umar bertanya kepada Asma;, “Siapa kamu>” Ia menjawab, “”Asma’.” Umar lalu berkata, “Kami mengungguli kalian dalam berhijrah. Kami lebih berhak untuk dekat dengan Rasulullah dariapda kalian.” Mendengar  ucapan itu Asma’ pun marah. Asma’ berseru. “Tidak wahai Umar. Demi Allah, kalian memang bersama Rasulullah. Beliau memberi makan yang lapar di antara kalian dan memberi nasihat yang bodoh di antara kalian. Sedangkan kami di negeri yang jauh dan tidak kami sukai. Itu semua kami lakukan di jalan Allah dan Rasul-Nya. demi Allah, kami tidak akan dan minum sampai aku bertemu dengan Rasulullah! Di Pengasihan kami menderita dan ketakutan. Aku akan mengadukan ini kepada Rasulullah saw. Demi Allah, aku tidak bohong, tidak pula menyimpang, dan tidak menambahkan apa-apa.
Ketika Nabi saw datang, Asma’ berkata, ‘Wahai Rasulullah, Umar berkata ini dan itu tentang kami.” Rasulullah pun bertanya kepada Asma’, “Apa yang kamu katakan kepadanya?” Asma” menjawab, “Ini dan itu.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Tidak, ia tidak lebih berhak dari kalian untuk dekat kepadaku. Ia dan teman-temannya hanya mengalami satu kali Hijrah, sedangkan kalian, para penumpang perahu, kalian menjalani dua kali hijrah.”
Abu Musa dan para penumpang perahu itu menemui Asma’ berduyun-duyun untuk meminta hadits dan sabda Rasulullah saw tersebut. tidak ada di ddunia ini yang lebih membuat mereka bahagia dan bangga daripada sabda Rasulullah saw tentang mereka.” (HR Bukhari).
Ketika Ja’far mendatangi Nabi saw, beliau segera menyambutnya dan mencium keningnya. Kemudian, beliau segera menyambutnya dan mencium keningnya. Kemudian, beliau bersabda, “Demi allah, aku tidak tahu dengan apa aku bahagia; apakah dengan Penaklukkan Khaibar atukah dengan  kedatangan Ja’far.” (HR Hakim).

Kisah al-Hajjaj bin ‘Allath dengan Penduduk Makkah

Dari anas bin Malik r.a. ia ebrkata, “Ketika Rasulullah saw telah menaklukkan Khaibar, al-Hajjaj bin ‘Allath berkata, “Wahai Rasulullah, aku memiliki harta di Makkah dan di sana aku punya keluarga. Aku ingin membawa mereka  kemari. Aku mohon izin kepada engkau dan mengizinkanku untuk menguvapkan apa saja kepada penduduk Makkah.” Rasulullah saw pun mengizinkannya untuk pergi ke sana dan mengucapkan apa saja kepada penduduk Makkah.
Kemudian, al-Hajjaj mendatangi istrinya saat tiba di Makkah. Ia ebrkata kepada istrinya, “Kumpulkan semua hartamu, aku ingin membeli semua harta rampasan perang Muhammad dan sahabatnya. Mereka telah mengizinkannya. Harta mereka kini telah dirampas.” Berita itu akhirnya tersiar di Makkah. Kaum muslimin pun kaget, sementara itu kaum musyrikin amat bahagia. Kemudian, berita itu terdengar di telinga Abbas r.a., ia pun shock dan tidak bisa berdiri.”
Mu’ammar berkata, “Utsman al-Jazari meriwayatkan kepada kami, dari Muqassim, ia berkata, “Abbas lalu mengambil anaknya yang mirip dengan Rasulullah bernama Qatsman, ia berbaring dan menaruh anak itu di dadanya seraya bersenandung :
Cintaku Qatsam, cintaku Qatsam
Mirip dengan orang yang berhidung mancung
Nabi dan Rasul Tuhan Pemilik kenikmatan
Meski orang-orang membencinya.”
Tsabit meriwayatkan dari Anas r.a. ia ebrkata, “Kemudian, Abbas mengirimkan seorang budaknya menemui al-Hajjaj, Abbas berkata kepada la-Hajjaj, Celaka kamu, berita apa yagn kamu bawa itu? Apa yang kamu katakan? Ketahuilah bahwa apa yang dijanjikan Allah itu lebih baik dari berita yang kamu bawa itu.”
Kemudian, al-Hajjaj bin ‘Allath berkata kepada budak Abbas. “Bacakan suratku kepada Abu al-Fadhl dan sampaikan salamku untuknya. Katakan padanya agar ia menyendiri di salah satu rumahnya. Akan kudatangi ia dan kusampaikan berita yang membuatnya bahagia.”
Si budak pun mendatangi Abbas. Ketika tiba di pintu rumahnya, budak itu berseru, “Berita gembira, wahai Abu al- Fadhl.” Abbas pun melonjak kegirangan sampai ia mencium kening budak itu. Kemudian, si hudak memberitahukan apa yang disampaikan al-Hajjaj. Setelah itu budak tersebut dibiarkan pergi.
Kemudian, al-Hajjaj datang, ia memberitahu Abbas, bahwa Rasulullah saw telah berhasil menaklukkan Khaibar dan mengambil semua hartanya, pembagian harta sesuai ketetapan Allah pun telah dilaksanakan. Rasulullah juga telah memiliki Shafiyah binti Huyay untuk dirinya sendiri dan memberinya pilihan antara  dibebaskan dan menjadi istri beliau atau kembali kepada keluarganya. Shafiyah memilih dimerdekakan dan menjadi istri beliau. Al-Hajjaj berkata, “Aku datang ke Makkah ini sebenarnya ingin mengumpulkan semua harta milikku untuk kubawa. Aku lalu meminta izin  kepada Rasulullah dan beliau pun mengizinkanku untuk mengucapkan apa saja kepada penduduk Makkah. Oleh karena itu, bantulah aku, rahasiakan hal ini selama tiga malam. Setelah itu, lakukan apa yang menurutmu baik!:
Akhirnya istri al-Hajjaj mengumpulkan semua perhaisan dan barang miliknya, lalu menyerahkannya kepada al-Hajjaj. Kemudian al-Hajjaj pun bersiap untuk berangkat membawanya.
Setelah tiga malam, Abbas mendatangi istri al-Hajjaj, ia lalu bertanya kepadanya, “Apa yang didlakukan suamimu?” Wanita itu memberitahuinya bahwa al-Hajjaj telah pergi di hari tertentu.
Wanita itu lalu berkata, “Allah tidak akan mengecewakanmu, wahai Abu al-Fadhl. Berita yang kamu dengar itu juga telah membuat kami kesulitan.” Abbas lalu berkata, “Ya Allah tidak akan mengecewakanku. Dengan Puji Allah, tidak ada yang terjadi, kecuali apa yang kami sukai. Allah telah menaklukkan Khaibar untuk Rasulullahd an harta rampasannya telah dibagi-bagikan sesuai ketetapan Allah. Rasulullah saw telah memilih Shafiyah binti Huyay untuk dirinya sendiri. Sekarang, jika kamu membutuhkan suamimu, kejarlah ia!”
Wanita itu lalu berkata, “Kupikir kamu adalah orang yang tulus, demi Allah.” Abbas berkata, “Aku ini tulus, sekarang tergantung apa maumu.”
Kemudian, Abbas berangkat dari situ dan pergi ke tempat berkumpul orang-orang Quraisy. Jika Abbas melewati mereka, kaum Quarisy selalu berkata, “Semoga yang kamu alami selalu baik, wahai Abu al-Fadhl.” Abbas berkata kepada mereka, “Aku baik-baik saja, alhamdulillah. Al-Hajjaj bin ‘Allath telah memberitahuku bahwa Allah telah menaklukkan Khaibar di tangan Rasulullah, hartanya pun telah dibagikan, dan Rasulullah telah memilih Shafiyah untuk dirinya sendiri. Al-Hajjaj memintaku untuk menyembunyikan berita ini selama tiga hari. Ia datang kemari untuk mengambil hartanya dan semua hak miliknya di sini. Sekarang ia pun sudah berangkat lagi!”
Setelah itu, Allah pun memindahkan kesedihan yang sebelumnya melanda kaum muslimin kepada kaum musyrikin. Kaum muslimin yang sebelumnya sedih itu mendatangi Abbas. Kemudian, Abbas memberi tahu mereka berita itu hingga mereka pun amat bahagia. Akhirnya, Allah menimpakan kesedihan kepada kaum musyrikin. (HR Ahmad.).

Hukum-Hukum Fiqh dari Peristiwa Perang Khaibar

Imam Ibnu Qayyim mengatakan tentang “Pasal tentang Hukum-Hukum Fiqh yang terkandung dalam Perang Khaibar.” Di antara hukum-hukum fiqh yang bisa disarikan dari peristiwa Perang Khaibar adalah :
1. Boleh memerangi orang-orang kafir di bulan-bulan Haram. Tak ada perdebatan di antara ulama tentang bolehnya memerangi musuh di bulan haram, yaitu jika musuh yang terlebih dahulu menyerang kita. Adapun yang menjadi perdebatan adalah jika kita yang memulai perang. Ulama Jumhur berpendapat boleh. Mereka beralasan bahwa haramnya perang di bulan-bulan haram itu telah di-nasakh (dihapus). Ini adalah mazhab empat imam.
2. pembagian harta rampasan perang terdiri atas : 3 jarah untuk pasukan penunggang kuda dan 1 jatah untuk pejalan kaki.
3. Dibolehkan bagi seorang pasukan muslim jika menemukan makanan untuk memakannya langsung tanpa harus membagikannya menjadi lima bagian. Itu sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin al-Mugaffal ketika menemukan sekantung lemak pada hari Khaibar. Ia mengambilnya sendiri dengan sepengetahuan Nabi saw.
4. Jika balabantuan datang setelah perang usai, pasukan bantuan itu tidak berhak mendapatkan jatah harta rampasan perang, kecuali jika pasukan inti merelakannya. Nabi saw, berbicara kepada para sahabatnya tentang para penumpang perahu saat mereka tiba di Khaibar, yaitu Ja’far dan para sahabatnya agar mereka mendapatkan jatah. Para sahabat pun merelakannya.
5. Bolehnya praktek muzara’ah, yaitu berbagi hasil bumi antara penanam dan pemiliknya, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw terhadap para penduduk Khaibar. Itu termasuk bab musyarakah (korporasi) dan kebaikan dari Mudharabah (Investasi).
6. Rasulullah saw mengembalikan tanah untuk mereka garap dengan biaya dari mereka sendiri. Beliau tidak memberi mereka benihnya sama sekali. Itu menunjukkan bahwa beliau adalah tidak mensyaratkan bahwa benih harus dari pemilik tanah.
7. Jika ahludzimah (non muslim yang berdamai) melanggar salah satu syarat yang ditetapkan atas mereka maka jaminan untuk mereka tidak lagi berlaku, artinya harta dan darah mereka menjadi halal. Rasulullah saw telah membuat perjanjian damai dengan penduduk Khaibar dengan syarat agar mereka tidak menyembunyikan sedikit pun hartanya dari beliau. Jika mereka melanggar maka darah dan harta mereka menjadi halal. Ketika mereka tidak melaksanakan syarat itu, Rasulullah pun menghalalkan dan hartanya.
8. Binatang yang tidak bisa dimakan dagingnya tidak bisa disucikan dengan disemeblih, tidak pula kulitnya, begitu juga dagingnya,d an sembelihannya itu dianggap sama dengan bangkainya. Penyembeliha n yang syar’i itu hanya berlaku pada binatang yang dagingnya halal di makan.
9. Seseorang yang mengambil sedikit dari harta rampasan perang sebelum dibagikan, ia tidak berhak memilikinya meski harta it sudah menjadi haknya. Ia hanya berhak memiliki harta rampasan setelah dilakukan pembagian resmi. Oleh karena itu, Rasulullah saw bersabda tentang pemilik serban yang diambilnya sebelum dibagikan, “Serban itu akan menjadi api baginya.” Beliau juga bersabda kepada orang yang mengambil sepasang sanda yang diambilnya dari harta rampsan perang, “Sandal itu terbuat dari api neraka baginya.” (HR Bukhari dan Muslim).
10. Boleh mengusir ahludzimmah (non muslim yang beradami) dari negeri Islam jika mereka tidak lagi dibutuhkan. Sebagaimana Nabi saw bersabda, “Kami mengakui kalian selama Allah tetap mengakui kalian.” Sepeninggal Rasulullah saw, Umar pernah mengusir mereka. Itu adalah pendapat kuat yang perlu dilakukan jika seorang imam ada maslahat dari pengusiran tersebut.
11. Seseorang boleh membebaskan budak perempuannya, lalu menikahinya. Pembebasan itu menjadi mahar baginya tanpa seizinnya tanpa perlu saksid an wali, kecuali dirinya sendiri, serta tidak memerlukan lafal “nikah” atai ‘dinikahkan’, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw terhadap Shafiyah. Di sini beliau juga tidak menyatakan atau mengisyaratkan bahwa praktik itu khusus berlaku bagi dirinya. Qiyas yagn benar menyatakan bahwa hal itu dibolehkan. Sebab, seseorang yang menjadi pemilik budak berhak menggaulinya dan mendapatkan pelayanannya. Dengan demikian, juga berhak mengugurkan hak kepemilikiannya terhadpa budaknya itu, tetapi tetap menjaga haknya dalam menggauli dan mendapatkan manfaat atau pelayanannya.
12. Boleh menerima hadiah dari seorang kafir.

Al-Jaza ini juga menulis tentang halt ersebut dengan Judul Nata ij wa ‘ibar (Hikmah dan intisari) :
1.  Bolehnya melantunkan syair dan mendendangkan nasyid yang terbebas dari keburukan dan kekejian.
2. Bukti tentang tanda-tanda kenabian dan mukjizat Nabi Muhammad saw yaitu saat beliau memprediksi kematian Amir bin al-Akwa’ sebelum ia terjun ke medan tempur dan gugur sebgai syahid.
3. Keterangan tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib dan kemenangan yang diraihnya berupa kecintaan Allah dan Rasul-Nya kepadanya.
4. Keterangan tentang janji Allah tentang harta rampasan Perang Khaibar. Sebab, Allah telah menjanjikan bahwa kaum muslimin akan segera mendapatkannya. Allah pun mewujudkan janji-Nya itu. Hanya kepada-Nya segala pujian dan keutamaan.

Muhammad Sa’id Raadhan berkata, “Di dalam perang itu terdapat dua peristiwa, masing-masing ditetapkan berdasarkan hadits shahih dan dianggap sebgai peristiwa luar biasa yang dengannya Allah mengutkan kenabian Muhammad saw.
1. Rasulullah mengusapkan air liurnya ke mata Ali yang ketika itu mengalami sakit sehingga sakit mata yang diderita Ali itu seketika sembuh seakan tidak pernah mengalami sakit.
2. Apa yang dibritakan Allah SWT tentang hidangan kambing yang dibubuhi racun saat Rasulullah saw ingin memakannya. Juga tentang qadha Allah yang menetapkan bahwa yang harus memakan kambing itu adalah Basyar bin al-Bara’ sebelum Rasulullah mengungkap bahwa kambing itu telah dibubuhi racun. Itulah ketetapan qadha Allah untuknya. Mungkin itu adalah bukti lain tentang kekhususan yang diberikan Allah kepada Nabi-Nya, berupa penjagaan dan perlindungan-Nya dari tangan-tangan jahat manusia. Hal itus esuai dengan janji Allah dalam firman-Nya “Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanah-Nya. dan Allah memelihara engkau dari (ganguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (QS. al-Ma’idah (5) : 67).

Penaklukkan Fadak

Setibanya Rasulullah saw di Khaibar, beliau mengirim Muhaishah bin Mas-ud ke kaum Yahudi Fadak untuk mengajak mereka memeluk Islam. Akan tetapi, kaum Yahudi Fadak malah menangguh-nangguhkan. Setelah Allah menaklukkan Khaibar, ketakutan pun menghantui mereka. Akhirnya, mereka mengirim surat kepada Rasulullah untuk berdamai dan mereka rela menyerahkan separoh Fadak kepada beliau, sebagaimana yang dilakukan penduduk Khaibar dengan Rasulullah. Rasulullah saw pun menerima tawaran mereka. Fadak pun menjadi milik Rasulullah saw sendiri karena kaum muslimin tidak ikut serta dalam penaklukannya.

Perjalanan Nabi saw ke Wadil Qura

Dari Khaibar, Rasulullah saw bergerak terus ke Wadil Qura. Di sana terdapat sekumpulan orang Yahudi. Turut bergabung pula dengan mereka sekelompok orang Arab Badui. Ketika pasukan beliau singgah di sana, orang-orang Yahudi segera melempari mereka dengan anak panah. Ketika itu kaum muslimin tidak dalam kondisi siap siaga. Mid’am, seorang budak milik Rasulullah, terbunuh. Orang-orang lalu berseru, “Selamat menikmati surga untuknya.”. lalu, Nabi saw bersabda, “Tidak, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, serban yang didapatnya dari harta rampasan Perang Khaibar telah diambilnya tanpa proses pembagian yang sah. Serban itu akan menyalakan api yang membakar dirinya.” Ketika orang-orang mendengar hal itu,d atanglah seseorang kepada Nabi saw membawa sepasang sandal, Nabi saw bersabda, “Itu adalah sandal dari api neraka baginya.”
Setelah itu Rasulullah saw menyiapkan para sahabtnya untuk bertempur. Beliau membuat barisan, lalu menyerahkan benderanya kepada Sa’ad bin Ubadah. Beliau juga menyerahkan panji kepada Hubab bin al-Mundzir, satu panji kepada Sahal bin Hunaif, dan satu panji lagi kepada Ibbad bin Basyar. Kemudian, beliau menyeru kaum Yahudi itu untuk masuk Islam. Beliau memberi tahu jika mereka sudai masuk Islam, berarti mereka telah melindungi harta dan darahnya sendiri. Adapun pahala untuk mereka Allah yang memberikannya.
Akhirnya, seorang dari mereka menantang untuk berduel. Majulah Zubair bin Awwam untuk melawannya. Ia berhasil membunuh Yahudi itu. Kemudian maju lagi Yahudi lainnya, kali ini yang melawannya adalah Ali bin Abi Thalib. Ali pun berhasil membunuhnya.
Walhasil sebelas orang Yahudi tewas pada waktu itu. Setiap seorang dari mereka terbunuh, Rasulullah kembali menyeru mereka untuk masuk Islam. Pada hari itu shalat dilaksanakan. Rasulullah melaksanakan shalat bersama sahabatnya. Beliau bangkit lagi dan menyeru mereka kembali untuk masuk Islam. Akhirnya beliau pun memerangi mereka hingga petang hari. Malam terus larut hingga subuh, matahari belum naik setinggi tongkat, mereka pun meynyerah. Nabi saw berhasil menaklukan Wadil Qurqa dengan paksa. Allah memberi beliau harta rampasan perang dari daerah itu. Kaum muslimin berhasil mendapatkan perkakas dan banyak harta benda. Rasulullah menetap di Wadir Qurqa selama 4 hari. Di sana beliau membagi-bagikan harta rampasan perang kepada para sahabatnya. Beliau membiarkan tanah dan kebun kurma tetap di tangan orang-orang Yahudi untuk mereka gaarap dan beliau mempekerjakan mereka.

Yahudi Taima Menyerah

Ketika penduduk Yahudi Taima mendengar berita Khaibar telah menyerah, disusul Fadak dan Wadur Qurqa, mereka akhirnya tidak menyatakan perlawananya terhadap kaum muslimin. Bahkan, mereka mengirim utusannya untuk menawarkan perdamaian dengan Rasulullah. Beliau pun menerima tawaran mereka dan segera mengurusi harta bendanya. Kemudian, beliau menulis surat untuk mereka.
Ini adalah surat Muhammad Rasulullah kepada Bani Adi. Sesungguhnya mereka memiliki dzimmah (jaminan perlindungan). Mereka wajib membayar upeti dan mereka tidak akan diusir atau dimusuhi. Malam terlalu panjang dan siang terlalu berat. Khalid bin Sa’id pun membalas surat beliau.

Laksanakan Shalat Untuk Mengingat Aku

Dari Abu Hurairah r.a. ia ebrtutur : Saat berangkat dari Khaibar, Rasulullah saw berangkat di malam hari. Ketika Rasulullah saw terserang kantuk, beliau pun mengiunap di sebuah tempat. Beliau berpesan kepada Bilal, “Jagalah kami malam ini.” Kemudian Bilal pun melaksanakan shalat di malam itu, sementara Rasulullah dan para sahabatnya tertidur pulas. Menjelang fajar, Bilal bersandar di kendaraannya menunggu waktu subuh. Tiba-tiba ia terserang kantuk hingga tertidur pulas. Akhirnya, Rasulullah saw pun tidak sempat bangun subuh, demikian pula Bilal, dan tidak pula seorang pun sahabat beliau yang bangun hingga matahari terbit menyengat mereka.
Rasulullah saw adalah orang yagn pertama bangun ketika itu. Saat bangun, beliau terperanjat kaget seraya berseru, “Wahai Bilal?” Bilal menjawab, “Demi bapak dan ibuku, wahai Rasulullah, aku terserang kantuk sebagaimana yang engkau alami.” Beliau lalu berseru, “Singkirkan tunggangan-tunggangan itu.” Mereka lalu menyingkirkan tunggangan-tunggangannya. Setelah itu Rasulullah saw berwudhu. Beliau lalu menyuruh Bilal agar mengumandangkan iqamah. Kemudian, beliau mengimami mereka shalat. Seusai shalat beliau bersabda, “Siapa yang lupa melaksanakan shalat, hendaknya ia melaksanakannya saat ingat karena Allah SWT berfirman :
“.... laksanakan shalat untuk mengingat Aku.” (QS Thaha (20) : 14).
Ada sebuah riwayat yang menyatakan bahwa kisah itut erjadi pada saat mereka pulang dari Hudaibiyah. Ada pula riwayat yang menyatakan bahwa kisah itu terjadi pada saat mereka pulang dari Perang Tabuk.

PENGIRIMAN PASUKAN SETELAH PERANG KHAIBAR

Setibanya Rasulullah di Madinah membawa kemenangan dari Khaibar di akhir bulan Rabi’ul Tsani, beliau menetap di sana hingga bulan Syawwal. Sepanjang waktu itu, beliau mengirimkan sejumlah pasukan untuk berdakwah, membasmi kejahatan, dan menghancurkan tangan-tangan zalim. Adapun pasukan yang dikirim Rasulullah saw adalah sebagai berikut :

Pasukan Abu Bakar ash-Shiddiq

Rasulullah mengutus Abu Bakar dan pasukannya, di antaranya adalah Salamah bin al-Akwa’ ke Najed, negeri tempat Bani Fazarah tinggal. Pasukan itu memerangi mereka dan berhasil menawan banyak musuh. Di antara tawanan itu terdapat seorang budak yagn sangat cantik. Budak itu diminta Rasulullah dari Salamah untuk menjadi tebusan bagi kaum muslimin yang ditawan di Makkah.
Diriwayatkan dari Salamah bin al-Akwa’ r.a.  ia berkata, “Kami memerangi Fazarah yang dipimpin oleh Abu Bakar. Rasulullah saw mengangkatnya menjadi pemimpin kami. Ketika jarak antara kami dan sumber air tinggal satu jam, Abu Bakar memerintahkan kami untuk mendirikan tenda dan kami menginap di sana pada penghujung malam. Kemudian, pertempuran pun dilancarkan. Akbibatnya, kaum Bai Fazarah banyak yang terbunuh dan tertawan. Aku melihat sekumpulan manusia, di antara mereka da kaum wanita dan anak-anak. Aku takut mereka mendahuluiku lari ke atas gunung. Aku pun emnghujani mereka dengan anak panah untuk menghalangi mereka lari ke pegunungan. Ketika mereka melihat hujan anak panah, mereka pun berhenti. Aku kemudina datang dan menggiring mereka. Di antara mereka ada seorang wanita dan bani Fazarah yang ditutupi tidakr dari kulit. Ia membawa seorang anak perempuan yang cantik jelita. Aku menggiring mereka hingga menemui Abu Bakar. Abu Bakar lantas meminta anak perempuan itu dariku. Kami pun tiba di Madinah dan aku tidak membuka sedikit pun pakaian wanita itu. Rasulullah saw menemuiku di pasar. Kemudian, beliau bersabda, “Wahai Salamah, berikan keapdaku wanita itu.” Aku lalu berkata, “Wahai Rasulullah, ia membuatku tertarik dan aku tidak membuka sedikit pun pakaiannya.” Kemudian, Rasulullah menemuiku esoknya di pasar. Beliau bersabda lagi, “Wahai Salamah, berikan keapdaku wanita itu, demi Allah.” Aku lalu berkata, “Sekarang wanita itu menjadi milikmu, wahai Rasulullah. Aku tidak pernah membuka sedikit pun bajunya.” Rasulullah lalu mengirimkan wanita itu ke penduduk Makkah. Beliau menggunakan wanita itu untuk menebus kaum muslimin yang ditawan di Makkah.” (HR Muslim).

Pasukan Umar bin Khaththab

Rasulullah mengutus Umar bersama tiga puluh orang  laki-laki ke Negeri Hawazin. Pemandu jalan mereka ketika itu adalah seorang laki-laki dari Bani Hilal. Mereka berjalan malam hari dan bersembunyi di siang hari. Ketika kabar kedatangan Umar sampai ke telinga orang-orang Hawazin, mereka pun kabur.
Tatkala pasukan Umar datang ke Hawazin, mereka tidak menemukan seorang pun di sana. Akhirnya, mereka kembali ke Madinah.

Pasukan Basyir bin Sa’ad al-Anshari

Rasulullah mengutus Basyir bersama tiga puluh orang pasukan ke Bani Murrah did arah Fadak. Akan tetapi, mereka mendapatkan perlawanan yang sengit dari penduduk Fadak. Mayoritas anggota pasukan Basyir banyak yang terbunuh, hanya tinggal Basyir sendirian melakukan perlawanan mati-matian hingga malam menyelimuti. Ia tetap bersembunyi di Fadak, di rumah seorang Yahudi penduduk Fadak. Setelah itu ia berhasil kembali ke Madinah dengan selamat. Tidak ada daya dan upaya melainkan milik Allah semata.

Pasukan Ghalib bin Abdullah al-Laitsi ke Huruqat

Suatu hari, Usamah mendapatkan pelajaran berharga sepanjang hidupnya dari Rasulullah. Pelajaran itulah yang terus diresapi Usamah hingga saat ia ditinggal Rasulullah saw dan sampai ia meninggal dunia di masa kekhalifahan Mu’awiyah.
Dua tahun sebelum Rasulullah saw wafat, beliau mengutusnya menjadi pemimpin sebuah pasukan untuk menyerang kaum musyrikin yang mengganggu Islam dan kaum muslimin.
Itulah kepemimpinan pertama yang diemban Usamah dalam hidupnya. Dalam tuganya, Usamah banyak meraih kemenangan dan kesuksesan. Berita tentang kemenangannya pun didengar Rasulullah saw hingga beliau senang dan bahagia.
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid bin Haritsah r.a. ia berkata, “Rasulullah saw mengirim kami dalam sebuah pasukan. Pagi hari kami tiba di Huruqat, daerah Juhainah. Aku berhasil menangkap seorang laki-laki. Lalu, ia mengucapkan kalimat la ilaha Ilallah. Namun, aku tetap menusuknya hingga tewas. Peristiwa itu membuatku tidak tenang. Aku lalu menceritakannya kepada Nabi saw, lalu beliau bersabda, “Apakah orang itu sudah mengucap la ilaha ilallah dan kamu tetap membunuhnya?” Aku menjawab, “Ya, wahai Rasulullah. Sebab, ia mengucapkannya karena takut senjata.” Rasulullah saw lantas bersabda, “Apakah kamu sudah membuka isi hatinya untuk mengetahui apakah ia tulus mengucapkan atau tidak?” Beliau terus mengucapkan sabdanya itu, sampai aku merasa andai saat itu aku belum masuk Islam.
Usamah juga bertutur : Sa’ad bin Abi Waqqash berkomentar tentangku, ia berkata, “Demi Allah, aku tidak akan membunuh seorang muslim sampai ia dibunuh oleh Dzul Bathin (atau orang yang menganggap dirinya mengetahui isi batin seseorang)” Maksudnya adalah Usamah.
Seseorang lalu berkata, “Bukankah Allah pernah berfirman, ‘Dan perangilah mereka itu sampai tidaka da lagi fitnah dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan (QS al-Anfal 8 : 39).’ Sa’ad lalu berkata, “Kami berperang agar tidak ada lagi fitnah.” Sedangkan kamu dan para sahabatmu berperang agar terjadi fitnah.” (HR Bukhari).
Dalam riwayat lain, Usamah menceritakan bagaimana ia sampai membunuh orang itu. Ketika itu ia bersama seorang Anshar. Usamah bertutur, “Rasulullah saw mengirim kami ke Huruqat di Juhainah. Pagi hari kami tiba di tempat mereka. Kami segera menyerangnya. Seorang laki-laki dari penduduk Huruqat mencoba kabur. Aku dan seorang Anshar mengejarnya. Setelah berhasil menangkapnya, orang itu mengucapkan la ilaha ilallah.
Orang Anshar tidak mau membunuhnya, tetapi aku justru menusuknya dengan tombak hingga ia tewas seketika. Ketika kami kembali ke Madinah, berita itu pun telah sampai kepada Rasulullah saw. Kemudian, beliau berkata kepadaku, “Wahai Usamah, apakah kamu membunuh orang setelah ia mengucapkan la ilaha ilallah?” Aku menjawab, “Ia mengucapkannya untuk berlindung agar tidak dibunuh.” Rasulullah mengulangi sabdanya itu sampai tiga kali hingga aku berharap andai aku belum masuk Islam sebelum hari itu!
Peristiwa itu bisa dilihat melalui firman Allah SWT yang berbunyi “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah (cari keterangan) dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “Kamu bukan seorang yang beriman” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia, padahal di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah memberikan nikmat-Nya keapdamu, maka telitilah. Sungguh Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS an-Nisa’ 4 :94).
Ayat tersebut menunjukkan pada kasus yang sama dengan peristiwa yang dialami Usamah.
Dalam satu riwayat Usamah berkata, “Demi Dzat yang mengutus Muhammad dengan kebenaran, beliau terus mengulang-ulang sabdanya itu sampai aku merasa bahwa semua hal sesudah keislaman itu tidak terjadi. Aku berharap andai aku masuk Islam baru saat itu. Aku juga berharap andai aku tidak membunuhnya. Aku lalu berkata, “Beri aku waktu wahai Rasulullah. Aku akan berjanji kepada Allah untuk tidak membunuh seseorang yang sudah mengucapkan la ilaha ilallah selamanya.” Kemudian, beliau bersabda, “Katakan ‘sesudahku’ wahai Usamah.” Aku lalu berkata, “Ya, ‘sesudahmu’ wahai Rasulullah.”
Pelajaran tersebut benar-benar diresapi Usamah. Ketika terjadi fitnah antara Ali dan Mu’awiyah, Usamah pun memilih menghindar dari perseteruan itu. Ia lalu berkata, “Aku tidak akan membunuh seseorang yang ,mengucapkan la ilaha ilallah.”

Pasukan Ghalib bin Abdullah al-Laitsi ke Daerah Bani al-Muluh di Kadid

Diriwayatkan dari Jundub bin Mukaits al-Juhani r.a. ia berkata, Rasulullah saw mengutus Ghalib bin Abdullah al-Laitsi al-Kalbi menuju Bani al-Muluh did aerah Qadid. Beliau menyuruhnya agar menyerang mereka. Ia pun berangkat dan aku ikut dalam pasukannya itu. Kami terus berangkat hingga tiba di daerah Qadid. Di sana kami bertemu dengan al-Harits bin Malik. Ia adalah putra al-Barsha al-Laitsi. Kami lalu menangkapnya dan ia berkata, “Aku datang ingin memeluk Islam.” Ghalib bin Abdullah lalu berkata kepadanya, “Jika kamu benar-benar ingin masuk Islam, ikatan ini tidak akan membahayakanmu dalam sehari semalam. Namun, jika sebaliknya, kami akan terus mengikatmu dengan keran.” Ghalib pun mengikatnya. Setelah itu, ia menyuruh seroang laki-laki hitam anggota pasukan kami untuk menjaganya. Ia berpesan kepada laki-;laki itu, “Tetaplah bersamanya dan jaga ia sampai kamid atang lagi. Jika ia melawan, penggallah kepalanya.”
Kemudian kami berangkat hingga tiba di tengah wilayah Qadid. Kami singgah di sana petang hari setelah Ashar. Aku diutus para sahabatku untuk menjadi mata-mata. Aku lalu menaiki sebuah dataran tinggi agar bisa mengintai siapa yang datang. Aku bertelungkup di sana. Ketika itu hari sduah maghrib, seorang dari mereka ada yang keluar. Ia melihat ke sana ke mari. Ia melihatku sedang tengkurap di dataran tinggi itu. Ia lalu berkata kepada istrinya. “Demi Allah, kulihat di aats dataran tinggi itu sosok hitam yang tadi siang aku belum melihatnya. Coba periksa, jangan sampai anjing-anjing mencuri sebagian bejana susumu!”
Wanita itu pun memeriksanya. Ia berkata, “Demi Allah, tidak ada satu pun bejanaku yang hilang.” Orang itu lalu berkata kepada istrinya. “Ambillah busur dan dua anak panahku dari tempatnya.” Wanita itu lalu menyerahkan busur dan panahnya kepada suaminya. Laki-laki itu kemudian membidikku dengan panahnya. Anak panahnya hanya mengenai sisi tubuhku. Aku lalu mencabutnya dan kutaruh anak panah itu. Aku tidak bergerak. Kemudian ia memanahku lagi, anak panahnya hanya mengenai pundakku. Aku lalu mencabutnya dan kutaruh anak panah itu dan tak bergerak sedikit pun. Ia lalu berkata kepada istrinya, “Demi Allah, panahku telah mengenainya. Jika ia seekor binatang, tentu akan bergerak. Besok pagi carilah anak panahku di sana dan ambillah ia. Jangan sampai ia terkena anjing.”
Kami pun terus menunggu sampai mereka menghilang. Setelah mereka selesai memerah susu ternaknya dan semuanya telah hening serta gelap malam menyelimuti, kami segera menyerang mereka. Kami membunuh orang-orang dan kami giring semua ternak mereka. Kami pun segera kembali pulang. Seorang dari kaum itu berteriak minta tolong. Kami segera berlari hingga  kami bertemu dengan al-Harits bin Barsha dan teman kami yang menjaganya itu. Kami segera membawanya. Kami mendengar teriakan orang-orang. Mereka terus mengejar kami. Hingga saat di antara kami dan mereka ada lembah, tiba-tibda datanglah banjir bandang yag menghalangi kami dari mereka, padahal sebelumnya kami tidak melihat hujan  atau apapun. Masing-masing dari mereka tidak bisa menjangkau kami. Mereka hanya bisa memandang kami dan tidak bisa maju. Kami segera terus menggiring ternak mereka hingga kami tambatkan mereka di sebuah bukit. Kami pun menjaganya sampai mereka tida bisa merampas apa yang sudah ada di tangan kami.” (HR Ahmad).
Imam Ibnu Qayyim berakta, “Ada yagn berkata bahwa sebenarnya pasukan itu adalah pasukan yang sama dengan sebelumnya, wallahu a’lam.”

Pengiriman Pasukan ke Idham dan Kisah Muhallim bin Jatsamah

Dari Abdullah bin Abi Hudrud r.a. ia berakta, “Rasulullah saw mengirim kami dalam pasukan ke wilayah Idham. Aku pun berangkat bersama beberapa orang muslim, di antaranya Abu Qatadah al-Harits bin Rabi’ dan Muhallim bin Jatsamah bin Qais. Kami berangkat hingga sampai di daerah Idham, tiba-tiba Amir bin al-Adhbat al-Asyja’i berpapasan dengan kami di atas untanya yang membawa beberapa barangnya dan satu bejana susu. Ia lalu mengucapkan salam Islam kepada kami, lalu kami tangkap ia. Namun kemudian, Muhallim bin Jatsamah menariknya dari kami. Ia lalu membunuhnya. Ia merampas unta dan barang –barangnya. Ketika kami menemuji Rasulullah, kami pun menceritakannya kepada beliau. Akhiarnya, turun ayat Al-Qur’an tentang peristiwa yang kami alami itu : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu perfi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah (carilah keterangan) dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan ‘salam’ kepadamu, “Kamu bukan seorang yang beriman,” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia, padahal di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah memberikan nikmat-Nya kepadamu, maka telitilah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS an-Nisa 4 : 94).

Pasukan Basyir bin Sa’ad al-Anshari

Rasulullah mengutus Bsyir bin Sa’ad al-Anshari bersama tiga ratus orang pasukan ke Yaman. Negeri Ghathafan. Pasukan itu diutus karena kaum musyrikin telah berkumpul di sana untuk menyerang Madinah. Mereka dipimpin oleh Uyainah bin Hashan dan berangkat untuk menyusul pasukan Basyir pada malam hari dan beristirahat di siang hari.
Ketika kedua pasukan bertemu, merek alari tunggang-langgang. Walhasil Basyir dan para sahabatnya banyak mendapat harta rampasan perang dan berhasil menawan dua orang laki-laki dari mereka. Keduanya dibawa menghadap Rasulullah. Akhirnya, mereka masuk Islam dengan baik.

Pasukan Abdullah bin Rawahah

Rasulullah mendengar kabar bahwa Yasir bin Razam, seorang Yahudi, bergabung bersama kaum Ghathafan untuk memerangi Rasulullah saw. Akhirnya, Rasulullah mengutus Abdullah bin Rawahah dengan tiga puluh orang penunggang kuda, di antaranya adalah Abdullah bin Anis. Mereka mendatangi Yasir di Khaibar dan berkata kepadanya, “Rasulullah mengutus kami kepadamu, beliau ingin mengangkatmu menjadi pemerintah di Khaibar.” Yasir pun akhirnya berangkat bersama tiga puluh orang lainnya menuju Khaibar, masing-masing membonceng seorang mukmin di belakangnya. Ketika mereka sampai di Qarqarah Niyar, kira-kira enam mil dari Khaibar, Yahudi itu menyesal. Ia bergegas mencabut peadng dengan tangannya untuk membunuh Abdullah bin Anis. Akan tetapi, Abdullah sigap, ia menggeser untanya untuk melindunginya. Kemudian, Abdullah menerobos ke tengah pasukan Yasir. Setelah mendekati Yasir ia berhasil emnyerang Yasir dan memotong kakinya. Yasir berusaha melawan, ia juga berhasil memukul wajah Abdullah bin Ruwahah hingga terluka. Kaum muslimin marah dan mereka akhirnya membunuh Yasir dan orang-orang Yahudi yang menyertainya. Sementara itu, tidak seorang pun dari kaum muslimin yang terbunuh.
Setelah itu, mereka kembali pulang menghadap Rasulullah. Beliau mengoleskan air liurnya di wajah Abdullah yang terluka. Luka itu pun sembuh serta sama sekali tidak mengeluarkan nanah dan tidak menimbulkan rasa sakit sampai Abdullah wafat.

Pasukan Abdullah bin Hudzafah

Rasulullah mengutus Abdullah bin Hudzafah menjadi pemimpin pasukannya. Beliau memerintahkan seluruh anggota pasukannya untuk menaati Abdullah dan mendengar ucapannya.
Pasukan itu lalu berangkat. Di tengah jalan mereka mampir di sebuah rumah. Setiap kali Abdullah meminta anggota pasukannya satu hal, mereka menolaknya hingga membuat Abdullah marah. Di sini Abdullah langsung berteriak, “Kumpulkan kayu bakar!” Mereka pun mengumpulkan kayu bakar. Kemudian, Abdullah berkata lagi, “Bakarlah kayu itu!” Mereka lantas membakarnya. Setelah itu Abdullah berkata, “Bukankah Rasulullah menyuruh kalian untuk menaatiku?” Mereka menjawab, “Ya.” Kemudian, Abdullah berkata lagi, “Masuklah ke dalam api itu!” Mereka saling memandang satu sama lain seraya berkata, “Kami menemui Rasulullah karena kami takut api neraka!”
Saat itulah, amarah Abdullah mereka. Api pun akhirnya padam. Ketika mereka kembali menemui Rasulullah, mereka menceritakan peristiwa itu kepada beliau. Kemudian, beliau bersabda, “Jika mereka msuk ke api itu, nsicaya mereka tidak akan keluar lagi darinya. Ketahuilah, bahwa ketaatan itu hanya dalam kebaikan!”.
Itulah sosok Abdullah bin Hadzafah sebagaimaan disebutkan dalam riwayat ini. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. ia bertutur : Rasulullah saw mengutus Alqamah bin Mujazziz dalam sebuah pasukan, aku termasuk anggotanya. Ketika tiba di tengah jalan, segolonga orang memohon izin darinya dan ia pu  mengizinkannya. Rasulullah mengangkat Abdullah bin Hadzafah bin Qais as-Sahmi sebagai pemimpinnya. Aku juga termasuk ke dalam pasukan itu. Di tengah jalan Abdullah menyalakan api untuk membuat sesuatu rencana. Menurut Abdullah itu adalah permainan. Abdullah berseru, “Bukankah kalian harus mendengar dan menaatiku?” Mereka menjawab, “Ya.” Abdullah lantas berkata, “Jika kalian kusuruh melakukan sesuatu, siapkah kalian melaksanakannya?” Mereka menjawab, “Ya.” Abdullah lau berkata, “aku menyuruh kalian untuk melompat ke dalam api ini.” Orang-orang bangkit untuk melaksanakannya. Ketika Abdullah mengira bahwa mereka akan menyeruak masuk ke dalam api, ia langsung berseru, “Tahan! Aku hanya ingin berguarau bersama kalian.” Ketika kami tiba di Madinah, kami menceritakan hal itu keapda Nabi saw. Beliau pun menjawab, “Siapa pemimpin yang menyruh kalian untuk beruat maksiat kepada Allah, jangan kalian taati!.” (HR Ibnu Majah).

Perang Dzaturriqa’

Seusai mematahkan dua sayap kuat dari gabungan partai yang memerangi Rasulullah, beliau berpikir untuk segera mematahkan partai yang ketiga yaitu partai yang terdiri atas Arab Abdui yang berkeliaran di sekitar Najed. Mereka selalu melakukan kejahatan dan merampas harta banyak orang.
Orang-orang Arab Badui sulit di tangkap dan ditaklukkan karena mereka hidup nomaden, berpindah-pindah tempat dan tidak tinggal did alam benteng atau tempat berlindung, bahkan lebih sulit dari penduduk Makkah atai Khaibar. Oleh karena itu, langkah yang paling tepat terhadap mereka adalah memberi mereka pelajaran dan menakut-nakutinya. Akhirnya, kaum muslimin pun melancarkan misi ini terhadap mereka.
Orang-orang Arab Badui lebih sering berkumpul untuk melakukan serangan-serangan ke tepian Kota Makkah. Oleh karena itu, Rasulullah saw memutuskan membuat misi pelajaran yang dikenal dengan Perang Dzaturriqa’. Perang ini adalah perang melawan Bani Muharib dan Bani Tsa’labah dari Ghatafan. Dalam perang itu pula Rasulullah saw melaksanakan shalat Khauf.
Inti dari kisah perang ini, seperti yang diceritakan oleh para ahli sejarah bahwa Rasulullah saw mendengar Bani Muharib dan Bani Tsa’labah dari Ghatafan telah bergabung bersama dan sepakat untuk memerangi beliau. Akhirnya, beliau berangkat bersama 400 atau 700 orang pasukan dan mengangkat Abu Bdzar al-Ghifari atau Utsman bin Affan sebagai pejabat sementara di Madinah. Rombongan beliau bergerak menuju tempat mereka yang ketika itu tengah berada di Najed. Belkiau mampir di Nakhl, sebuah tempat yang termasuk daerah Najed di Tanah Ghatafan.
Setelah mereka mendengar kedatangan Rasulullah saw, mereka berpencar dan lari ke puncak bukit sehingga peperangan itu tidak sampai terjadi. Meski tidak terjapi perang, Rasulullah saw mengimami para sahabatnya shalat Khauf. Ketika itu musim panas hingga mereka tak sanggup menahan panasnya bumi akibat sengatan matahari. Mereka membalut kaki mereka dengan kain. Oleh karena itu, perang tersebut disebut dengan Perang Dzaturriqa’.

Kapan Perang Dzaturriqa’ Terjadi?

Imam Bukhari berkata, “Perang Dzaturriqa’ terjadi setelah Perang Khaibar.” Hal itu dikuatkan oleh Ibnu Katsir dalam Kitab Sirah-nya, Ibnu Hajar dalam al-Fath, dan Ibnu Qayyim dalam Zad al-Ma’ad.
Akan tetapi, Muhammad bin Ishaq dan beberapa ahli sejarah menaytakan bahwa perang itu terjadi pada bulan Jumadil Ula, yaitu dua bulan setelah Perang Bani an-Nadhir, tepatnya apda tahun keempat Hijriah.
Menurut hemat penulis, riwayat yagn ada dalam hadits shahih itu lebih benar dan lebih utama. Sebab, ada pula ucapan-ucapan sahabt yang mendukung dan menguatkannya. Seperti ucapan Abu Hurairah r.a. berikut : “Aku shalat bersama Rasulullah saw shalat Khauf pada Perang Najed.” Abu Hurairah sendiri menyongsong Nabi saw untuk memeluk Islam pada saat Perang Khaibar.
Pendapat itu juga didukung oleh ucapan Ibnu Umar r.a. bahwa ia berkata, “Aku ikut perang bersama Rasulullah saw sebelum peristiwa Perang Najed.” Ia lalu menyebutkan tentang shalat khauf Nabi saw baru memberi izin kepada Abdullah bin Umar untuk berperang pada tahun Perang Khandaq.
Pendapat itu juga didukung oleh ucapan Abu Musa al-Asy’ari yang telah disebutkan, yakni tentang sebab prang itu dinamakan dengan Perang Najed. Ia juga memberitahukan bahwa ia telah mengikutinya. Kebetulah Abu Musa baru tiba bersama Ja’far dari hijrahnyake Habasyah pada Perang Khaibar.
Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari r.a. ia berkata, “Kami berangkat bersama Rasulullah saw dalam sebuah peperangan. Ketika itu kami berjumlah sembilan orang. Kami hanya membawa seekor unta yang kami tunggangi secara bergantian. Telapak kami melempuh dan kedua kaki juga robek hingga kukunya berjatuhan karena kepanasan. Lalu, kami balut telapak kaki kami dengan kain. Oleh karena itu, perang tersebut dinamakan dengan Perang Dzaturriqa’. Kami membaluk kaki kami dengan kain.”
Abu Musa meriwayatkan hadits itu, tetapi ia tidak suka menceritakannya. Ia lalu berkata, “Aku tidak layak menyebutkannya.” Sebab ia tidak suka perbuatannya diceritakan. (HR Bukhari).

Aku Datang keapda Kalian dari Tempat Manusia Terbaik

Ada banyak percobaan pembunuhan terhadap Nabi saw. Namun, Allah selalu menjaga dan melindungi beliau.
Diriwayatkan dari Jabir r.a. ia berkata, “Kami datang bersama Rasulullah saw hingga ketika kami tiba di Dzaturriqa’, kami berteduh di bawah sebuah pohon yang rindang. Kami serahkan tempat itu untuk beliau berteduh. Nabi saw pun beristirahat di bawah pohon itu dan menggantungkan peadngnya di salah satu cabangnya. Tiba-tiba Ghaurats, seorang musyrik, datang dengan mengendap-endap dan mendekati beliau. Ia kemudian mengambil pedang Rasulullah dan menghunusnya seraya berkata, “Siapa sekarang yang akan melindungimu dari diriku, wahai Muhammad?” Kemudian, Rasulullah bersabda, “Allah”. Orang itu langsung jatuh lemas dan pedang yagn ditangannya pun ikut terjatuh. Pedang itu kemudian diambil Rasululklah, lalu beliau berkata, “Siapa sekarang yang akan melindungimu dari diriku?” Dengan gemetar Ghaurats menjawab, “Tak seorang pun.” Kemudian, Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah kamu mau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah?” Ia menjawab, “Tidak, tetapi aku berjanji tidak akan memerangimu lagi dan tidak akan mendukung kaum yang memerangimu.” Akhirnya, Rasulullah saw melepaskannya. Setelah itu, ia kembali kepada kaumnya, ia menceritakan peristiwa itu kepada mereka seraya berseru, “Aku datang kepada kalian dari tempat manusia terbaik.” Walhasil setelah perisitwa ini, banyak dari kaumnya yang masuk Islam.

Peristiwa yagn Sulit Dilukiskan Kata-Kata

Seorang sahabt ada yang mengalami suatu peristiwa yagn tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Sekiranya seluruh sastrawan dan para penyair berkumpul, bniscaya mereka akan kesulitan menuliskan kebesaran sikap yang jarang sekali terjadi di sepanjang sejarah manusia.
Dari Jabir Abdullah al-Anshari r.a. ia bertutur, Kami berangkat bersama Rasulullah pada Perang Dzaturriqa’ dari arah Nakhal. Seorang wanita, istri seorang musyrik, kami tangkap. Ketika Rasulullah pulang, suami wanita itu pulang ke rumahnya. Setelah diberitahu peristiwa penangkapan istrinya, ia bersumpah tidak akan berhenti sampai menumpahkan darah seluruh sahabat Muhammad. Ia lalu mengikuti jejak Rasulullah dan menejar beliau. Rasulullah kemudian singgah di satu tempat di jalan antara dua bukit. Beliau bersabda, “Siapa yang akan menjaga kami malam ini?” Kemudian, beliau mengangkat seorang Muhajirin bernama Ammar bin Yasir dan seorang Anshar bernama Ubad bin Basyar sebagai penjaga dan pengawas. Rasulullah menyuruh keduanya untuk menjaga mulut jalan. Ketika keduanya berangkat ke mulut jalan, Ubad berkata kepada Ammar, “Pilih siapa yang terlebih dahulu menjaga, aku atau kamu?” Ammar berakta, “Biarlah kamu terlebih dahulu yang berjaga.” Ubad bin Basyar mulai melaksanakan tugas tersebut. sambil berjaga, ia shalat dan membaca Surah al-Kahfi. Tiba-tiba salah seorang mata-mata pasukan musuh datang. Ia lalu membidik Ubad dengan panahnya hingga mengenai anggota badannya. Ubad lalu mencabut panah itu sambil terus melanjutkan shalat dan bacaannya. Kemudian, orang itu kembali memanah Ubad. Lagi-lagi panah itu mengenai tubuhnya. Ubad lalu mencabutnya dan tetap meneruskan bacaannya. Setelah itu musuh membidiknya untuk yang ketiga kalinya. Kemudian Ammar bin Yasir yang tengah tidur terbangun, ia melihat darah mengucur derasdari tubuh Ubaddan memberitahukan hal itu kepada temannya. Lalu, ia bertanya, “Mengapa kamu tidan membangunkanku?” Ubad menjawab, “Aku tadi tengah membaca satu surah, aku tidak mau menghentikannya sebelum selesai. Namun, ia terus memanahku, aku pun rukuk dan membangunkamu. Demi Allah, jika bukan karena aku harus melaksanakan perintah Rasulullah untuk berjaga, aku lebih memilih diriku ini tercabik-cabik panah itu sebelum aku merampungkan bacaanku.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Pengaruh dari Perang Dzaturriqa’

Perang Dzaturriqa’ berpengaruh besar dalam menanamkan rasa takut di hati orang-orang Arab Badui yang keras itu. Jika kita perhatikan rincian peristiwa-peristiwa pengiriman berbagai pasukan setelah perang itu, kita dapati bahwa kabilah-kabilah Ghatafan tidak lagi berani untujk bertindak sombong di hadapan kaum muslimin. Bahkan, mereka cenderung melemah sedikit demi sedikit, lalu menyerah, masuk Islam. Terlebih lagi kita lihat beberapa kabilah dari Arab Badui itu ada yang telah turur serta bersama kaum muslimin dalam Penaklukkan Makkah, mengikuti Perang Hunain, dan mengambil harta rampasannya. Para ahli sedekah pun tak segan mengirimkan sedekahnya kepada mereka sepulangnya mereka dari Perang Penaklukkan Makkah. Dengan demikian, rampunglah upaya melumpuhkan tiga sayap gabungan dalam partai besar musuh Islam sehingga wilayah diselimuti kedamaian dan keamanan. Sejak saat itu, kaum muslimin telah mampu menutupi setiap celah dan kelemahan yang ada di sebagian wilayah beberapa kabilah itu dengan muda. Bahkan, setelah perang itu, dimulailah langkah-langkah pendahuluan untuk menaklukkan wilayah-wilayah dan kerajaan-kerajaan besar lainnya karena keadaan di dalam negeri Islam telah berkembang pesat bagi kepentingan kaum muslimin dan Islam.

Kisah Unta Jabir bin Abdullah r.a.

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a. ia berkata, “Kami berangkat bersama Rasulullah saw dalam sebuah peperangan. Tiba-tiba untaku melemah dan membuatku agak terlambat dari barisan. Rasulullah saw lantas mendatangiku. Beliau berkata kepadaku,”Wahai Jabir, ada apa denganmu?” Aku menjawab, “Untaku telah melemah hingga aku tertinggal pasukan.” Beliau lalu turun dan memukul unta itu dengan tongkat. Setelah itu beliau bersabda kepadaku, “Naiklah.” Aku pun naik, seketika unta itu bangkit dan berjalan dengan cepat, bahkan mendahului unta Rasulullah. Beliau lalu bersabda kepadaku, “Apakah kamu sudah menikah, wahai Jabir?” Aku menjawab, “Ya.” Beliau bertanya lagi, “Dengan perawan atau janda?” Aku menjawab, “Dengan janda.” Nabi saw lantas bersabda, “Mengapa kamu tidak menikahi perawan sehingga kamu bsia bersendau gurau bersamanya?” Aku lalu menjawab, “Aku memiliki banyak saudara perempuan. Aku ingin menikahi seorang wanita yang bisa menghimpun mereka, menyisir rambut mereka,d an mengurusi semua kebutuhan mereka.”
Rasulullah lantas bertanya kepadaku, “Apakah kamu mau menjual untamu, wahai Jabir?” Aku menjawab, “Ya.” Beliau membelinya seharga beberapa awqiayh.
Rasulullah pun tiba di Madinah. Aku tiba di sana waktu subuh. Aku segera mendatangi masjid dan kulihat beliau sedang  berada di pintu masjid. Beliau lalu bersabda kepadaku, “Sekarang kamu telah datang.” Aku lalu menjawab, “Ya.” Beliau lalu bersabda, “Tinggalkan untamu dan masuklah, shalatlah dua raka’at.” Aku kemudian, masuk dan melaksanakan shalat dua raka’at. Setelah itu, aku kembali menemui beliau. Rasulullah lantas menyuruh Bilal untuk menakar beberapa awqiyah. Bilal lalu menimbangya untukku. Ia benar-benar tepat dalam menimbang. Setelah itu aku mengambil uangnya dan pergi dari situ. Ketika aku pergi Rasulullah bersabda, “Panggilkan Jabir.” Aku pun dipanggil beliau kembali, kemudian, aku bergumam, “sekarang beliau akan mengembalikan unta itu keapdaku, padahal tidak ada yang lebih kubenci dari unta itu.” Beliau bersabda kepadaku, “Ambillah unta itu, dan ambil pula uang penjualannya.: (HR Bukhari dan Muslim).