Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Selasa, 20 Agustus 2013

Nasehat-Nasehat Sang Sufi AL-MUHASIBI "AN-NASHA'IH"

“Mulanya Islam itu asing dan akan kembali asing seperti semula, maka beruntunglah orang yang asing


NASIHAT-NASIHAT “SANG SUFI” – “An-nasha’ih”
ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN ASAD “AL-MUHASIBI”
Penyadur : Pujo Prayitno
Penerbit : Pustaka Hidayah Anggota (IKAPI)
Jl. Rereng Adumanis 31, Sukaluyu Bandung 40123
Cetakan I; Jumada al-Ula 1421 H/Agustus 2000

KATA   -   PENGANTAR

Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiimi
Kepada-Nya kita memohon pertolongan


Segala puji bagi Allah, Yang Awal sebelum segala sesuatu, dan yang Menciptakan segala sesuatu. Segala Puji Bagi Allah yang Akhir sesudah segala sesuatu, dan yang Mewarisi segala sesuatu. Segala Puji bagi Allah Yang Tampak bagi segala sesuatu, dan Yang memelihara segala sesuatu. Segala Puji Bagi Allah Yang Tersembunyi di balik Segala sesuatu, dan Yang meliputi dari belakang segala sesuatu. Semoga Allah melimpahkann Shalawat kepada Musthafa, sebagai Penutup Para Nabi, juga kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Berkata Asy-Syeikh al-Imaam al-Aalim az-Zaahid al-Wara’, Al- Haarits bin Asad al-Muhaasibi, ra. Sebagai petuah kepada saudara-saudaranya sesama Mukmin sekaligus sebagai pembinaan moral bagi para Murid, yakni orang-orang yang berharap kepada Allah SWT: “Telah sampai kepada kami bahwa umat ini akan terpecah menjadi lebih daru tuju puluh golongan, salah satu di antaranya ialah kelompok yang selamat.” Hanya Allah saja yang mengeteahui seluruhnya. Setiap saat dalam umurku, aku senantiasa memikirkan perpecahan di antara umat. Aku mencari metode yang jelas dan jalan yang terarah. Aku menuntut ilmu serta amal, dan mencari dalil utuk jalan ke akhirat dengan bimbingan para Ulama. Aku telah banyak memahami tentang Firman Allah “Azza wa Jalla melalui takwil para Fuqahaa. Aku merenungkan keadaan umat , dan memikirkan mazhab-mazhab serta aliran-aliran mereka, sehingga aku pun memahami hal semikian sesuai dengan kemampuanku. Aku berpendapat ternyata perselisihan di antara mereka merupakan samudra yang amat dalam, tiada sedikit jumlah orang yang tenggelam di dalamnya, hanya sebagian kecil saja yang selamat. Lalu aku juga melihat setiap kelompok di antara mereka, selalu merasa yakin tentang keselamatan orang yang mau mengikuti mereka, dan kelompok yang celaka itu adalah yang tidak sejalan dengan mereka.

Aku melihat, bahwa manusia ada beberapa macam. Di antara mereka ada yang mengetahui perkara akhirat, namun utuk menemukan  manusia seperti ini cukup sulit, karena keberadaannya  memang langka. Lalu di antara mereka ada yang bodoh. Tentu saja menjauhinya merupakan keuntungan. Dan di antara mereka ada yang berlagak seperti ulama, tetapi ia dimabukan olah dunia dan lebih memprioritaskannya. Kemudian, ada lagi penyandang ilmu yang berhubungan dengan Agama, namun dengan ilmunya, ia  mencari penghargaan dan kedudukan, dan Agamanya ia manfaatkan untuk meraih kehormatan dunia. Ada pula yang menyandang ilmu, tetapi ia tidak mengetahui tekwil mengenai apa yang di sandangnya itu. Lalu di antara mereka pula, ada yang berlagak sebagai Zahid, tetapi ia mengkomersialkan kebaikan yang justru tidak pernah mencukupinya. Di antara mereka ada yang dianggap memiliki akkal dan kecerdasan tapi ia kehilangan sikapa Wara’ dan ketaqwaan. Di antara mereka ada yang saling mencintai sehingga mereka bersatu berdasarkan hawa nafsu, dengan dunia mereka saling menukar, dan kepada jabatannya mereka mencari. Selanjutnya, di antara mereka ada yang merupakan setan dalam rupa manusia; terhadap akhirat mereka menghalangi, kepada dunia mereka berlomba-lomba memperebutkannya, Mereka bersegera dalam mengumpulkan dunia dan gemar memperbanyaknya.

Lantas, aku pun menyelidiki dan menimbang-nimbang diriku di antara meraka, maka sempitlah dadaku, sehingga aku pun bertekad untuk mencari bimbingan dari orang-ornag yang mendapat petunjuk demi mencari kebenaran dan petunjuk.

Aku mencoba mencari tuntunan melalui ilmuku. Aku berfikir; dan lama menimbang-nimbang, sehingga akhirnya jelaslah bagiku di dalam Kitabullah, di dalam Sunnah Nabi-Nya, dan di dalam Ijma’ umat bahwa mengikuti hawa nafsu itu membutakan hati dari petunjuk, menyesatkannya dari kebenaran serta memperpanjang keberadaannya dalam kebutaan.

Maka mulailah aku mengikis keinginan rendah dari hatiku, lalu berhenti dari perselisihan umat, kembali mencari kelompok yag selamat dalam keadaan penuh kewaspadaan terhadap keinginan nafsu yang rendah dan dari kelompok yang celaka; berhati-hati dari sikap terburu-buru menerima sesuatu sebelum mendapatkan penjelasan. Dan aku pun mencari jalan keselamatan untuk kebahagiaan diriku.

Jalan keselamatan. Kemudian aku menemukan melalui Ijma” umat dalam Kitabullah yang diturunkan, bahwa cara menempuh jalan keselamatan adalah dengan Taqwa kepada Allah SWT. Mellaksanakan segala yang fardhu, bersikap Wara” baik terhadap yang halal, yang haram, maupun terhadap seluruh hukum; dan bersikap ikhlas kepada Allah SWT dalam menaati-Nya serta meneladani Rasul Nya saw. Maka aku pun mempelajari yang fardhu dan yang sunnah itu dari para ulama yang mendalami hadis, dan di sini aku juga menemukan kesepakatan dan perbedaan. Hanya saja mereka umunya bersepakat bahwa ilmu tentang segala yang  fardhu dan sunnah itu berada di tangan para ulama yang mengenal Allah serta perintah-Nya, yang memahami tentang Allah dengan keridhaan-Nya, yang bersikap Wara” dari segala yang dilarang-Nya, yang meneladani jejak Rasulullah saw, dan lebih mengutamakan akhirat daripada dunia. Mereka inilah yang berpegang pada perintah Allah SWT. Dan Sunnah para Rasul-Nya. Lalu aku mencari mereka di tengah-tengah umat dan menyusuri jejak mereka demi menimba ilmu dari mereka. Namun aku menemukan bahwa jumlah mereka amat sedikit di antara yang sedikit, bahkan ilmu mereka pun mulai terkiskis. Kondisinya persis sebagaimana yang telah digambarkan oleh Rasulullah swat. Melalui sabda beliau : “Mulanya Islam itu asing dan akan kembali asing seperti semula, maka beruntunglah orang yang asing.” Mereka adalah kaum yang menyendiri dengan Agama meraka, sehingga amat besarlah bencana yang menimpaku karena kehilangan petunjuk jalan yang suci. Padahal aku khawatir kalau tiba-tiba kematian menjemputku sedang aku masih dalam keadaan bimbang pada usiaku akbiat perpecahan di antara umat.

Lantas aku memutuskan untuk mencari salah seorang di antara mereka, yang tidak ada jalan lagi buatku kecuali harus menemukannya. Aku tidak mau lengah dalam kewaspadaan, tidak pula dalam nasihat. Akhirnya Yang Maha Pengasih terhadap hamba-hambanya menakdirkan aku untuk berjumpa dengan sekelompok kaum yang memiliki tanda-tanda ketakwaan, panji-panji ke Wara’ an dan lebih mengutamakan akhirat daripada dunia pada diri mereka. Aku mendapatkan arahan dan wejangan mereka sesua dengan perilaku para Imam yang mendapat petunjuk. Mereka sepakat menasihati umat, tidak memberikan peluang kepada seseorang untuk berbuat maksiat, tidak pula membuat orang frustasi dari Rahmat-Nya. Mereka senantiasa rela dengan kesabaran dalam susah dan senang; rela dengan takdir dan bersyukur atas segala nikmat. Mereka mengajak hamba-hamba mencintai Allah dengan mengingatkan mereka tentang Pertolongan dan Kebaikan-Nya serta menganjurkan mereka untuk kembali Ke pada-Nya. Mereka memahami benar tentang Ke Agungan Allah dan ke Maha Kuasa an-Nya. Mengerti tentang Kitab dan Sunnah-Nya, mendalam ilmu Agama-Nya, serta mengerti akan apa yang  disukai dan dibenci. Mereka menjaga diri dari bid’ah dan hawa nafsu, meninggalkan langkah yang terlalu jauh dan sikap ekstrim. Mereka membenci perdebatan dan pertengkaran. Mereka menghindari umpatan, aniaya dan riya. Mereka melawan hawa nafsunya, melakukan instropeksi terhadap diri mereka, mengendalikan tubuh mereka, dan bersikap hati-hati dalam hal makanan, pakaian dan semua kondisi mereka.  Mereka menjauhi subhat, dan meninggalkan syahwat. Mereka puas dengan kecukupan dalam makanan, bersedikit dalam hal yang mubah, zuhud terhadap yang halal, khawatir terhadap hisab, takut terhadap hari yang di janjikan, sibuk dengan Tuhan mereka, dan mencela diri mereka dengan tidak melibatkan orang lain. Setiap orang di antara mereka mempunyai urusan yang cukup merepotkan mereka. Mereka adalah orang yang mengerti tentang perkiraan akhirat dan situasi di hari kiamat, mengetahui tentang keberlimpahan pahala dan kepedihan siksa. Itulah yang membuat mereka senantiasa sedih dan gelisah, dan itu pula yang melupakan mereka dari urusan dunia serta kenikmatannya.

Mereka telah menyebutkan beberapa moralitas agama dan menetapkan beberapa batasan wara” yang membuat dada orang sepertiku menjadi sempit. Sehingga tampaklah kepadaku keutamaan mereka dan jelaslah bagiku kesetiaan mereka, dan aku pun yakin bahwa merekalah yang benar-benar beramal untuk jalan akhirat dan meneladani Rasulullah saw. Akhirnya aku menjadi tertarik kepada madzab mereka demi mencari manfaat dari mereka, menerima etika mereka dan ingin mengikuti mereka. Maka Allah SWT. Pun membukakan untuk ku suatu ilmu yang telah jelas di hadapan ku akan bukti-buktinya. Dia Anugerah-Nya telah menerangiku dan akupun berharap keselamatan bagi mereka yang mendekatinya atau bergabung dengannya. Aku meyakini pertolongan bagi orang-orang yang  mengamalkannya dan melihat kejanggalan pada orang yang menyalahinya. Aku melihat karat bertumpuk menutupi hati orang yang tidak mau mengerti dan mengingkarinya. Dan aku melihat hujah yang besar bagi orang yang memahaminya. Akhirnya aku berpendapat bahwa bergabug serta mengamalkan hukum-hukum-Nya adalah wajib untuk ku. Aku yaknini itu di dalam hati, aku berniat dengan nurani dan aku jadikan ia dasar untuk agama ku agar aku bangun di atasnya amal perbuatan dan menguasai keadaan.

Aku memohon kepada Allah “Azza wa jlla” semoga mengaruniakan kepada ku kesyukuran terhaap nikmat yang telah Dia berikan kepada ku. Semoga Allah SWT memberiku kekuatan untuk melaksanakan hukum-hukum Nya yang telah aku kenal, seiring dengan pengenalanku akan keteledoran terhadap hal demikian, karena aku sadar bahwa aku tidak mempu mencapai kesyukuran yang sempurna selama-lamanya.

NAsIHAT KE – 1
Kebahagiaan Hamba Tergantung pada Bobot Ketakwaannya Kepada Allah SWT.

Sahabat ku, mereka yang sering aku sebut sebagai penyandang keutamaan dan ketakwaan telah lama terkibur di bawah lapisan tanah, dan di antara akhlak mereka yang sedikit tersisa di permukaan bumi pun tersembunyi, nyaris tidak dikenal. Kini aku akan menguraikan kepada kalian sebgaina di antara ilmu yang telah dititipkan Allah SWT, kepada aku melalui tulisan ini. Aku mendapati para juru nasihat--- semoga Rhmat serta Ridha Allah atas mereka--- bersepakan bahwa kebahagiaan hamba di dunia dan di akhirat tergantung pada nilai ketakwaannya kepada Allah SWT. Dan ingatlah bahwa bukti utama ketakwaan ialah bersikap Wara” ( ialah sikap yang menghindari perbuatan dosa, dan menahan diri dari subhat dan maksiat), terhadap larangan-larangan Allah SWT, melaksanakan hudud-Nya (Hukum-Nya); dan mensucikan hati dari segala yang tidak disukai-Nya. Lalu aku juga mendapati mereka bersepakat bahwa perusak agama adalah mereka yang lancang terhadap Allah SWT. Dan ketahuilah bahwa ciri kelancangan itu adalah meninggalkan sikap wara” melampaui hudud- Allah SWT, serta getol melakukan maksiat kepada-Nya. Semoga Allah melindungi kita semua dari hal demikian.

NAsIHAT KE – 2
Sesuatu Yang Tidak Bisa Dicapai Seluruhnya Jangan Sampai Ditinggalkan Seluruhnya

Kawanku, aku merenungkan kodisi kita pada masa sekarang. Lama aku berfikir, lalu aku mendapatkan bahwa masa sekarang adalah masa-masa amat kompleks. Syariat-syariat keimanan telah berganti, pakain-pakaian ke Islaman telah terlepas, ajaran-ajran agama telah berubah, dinding-dinding hukum telah runtuh, serta kebenaran pu telah menjadi hilang sehinga penghuninya terancam binasa, kebatilah merajalela serta pengikutnya hari demi hari kian bertambah. Aku juga menemukan segala bentuk fitnah semakin saling tumpang tindih  sehingga membuat bingung orang yang berakal, hawa nafsu kian dominan, dan musuhpun makin leluasa. Jiwa-jiwa dengan kegandrungannya terhadap seklurisme tersandera oleh nafsu syahwat yang bergelantungan; keinginan rendahnya ia perturutkan, dan dunia lebih ia priorotaskan daripada akhirat. Kemudian, dengan kegemarannya terhadap kedudukan dan kemegahan, ia sangat berambisi. Pemikirannya terhalang oleh riya” sehingga butalah ia akan akhirat.

Nurani dan kondisi pada masa kita memang jauh  berbeda dengan nurani serta keadaan para salaf pendahulu kita. Telah sampai kepada kita bahwa sebagian sahabat berkata : “Seandainya salah seorang pendahulu kita yang salih dibangkitkan kembali dari kuburnya, lalu melihat pembaca-pembaca Al Qur’an, tentu tidak mau berbicara dengan mereka, dan akan berkata kepada semua orang, “mereka itu tidak beriman kepada hari perhitungan”.” Hanya kepada Allah saja aku mengeluhkan keadaan yang menimpa kita, berupa perubahan, pergantian dan pertentangan dengan “akhbar”(1) (akhbar adalah bentuk jamak dari khabar, yaitu berita-berita baik yang bersumber dari Al Qur’an maupun hadis.)

Tentang hal ini, telah sampai kepada kita Sabda Rasulullah saw. Yang mengatakan, ’Akan datang pada umat ini suatu masa ketika orang yang berpegang pada agamanya pada hari itu bagaikan menggenggam bara api”, (2) (Hadis diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi. Juga Sabda Beliau yang berbunyi : “Orang yang tetap berpegang pada Sunnah pada saat terjadi kerusakan moralitas manusia, akan mendapat pahala seratus orang syahid.” (3) Hadis ini dikeluarkan oleh Al Bazzar, sedang Thabrani meriwayatkannya dengan lafal “Khamsina Syahida”. Hingga manakala aku menyadari bahwa bahaya benar-benar telah mengancam batas-batas agama, segala macam bentuk fitnah telah mengepung kita, sedang hawa nafsu di lingkungan kita benar-benar dipuja dan diperturutkan, aku pun sangat mengkhawatirkan bahwa agama akan tercabut secara keseluruhan. Sebab telah sampai kepada kita, hanya Allah yang lebih tahu, bahwa “Akan terjadi seseorang tercabut keimanannya sedang ia tidak menyadarinya”, Dan ada kalanya seseorang keluar dari rumahnya bersama agamanya, namun ketika pulang ia tidak lagi membawa serta agamanya sedikit pun. (4) (Hadis ini dikeluarkan oleh Ibn Abi’Ashim dalam bab tentang Zuhud dengan redaksi sedikit berbeda.

Prihatin terhadap hal demikian, aku berpandangan, sangat urgen bagi kita untuk berpedoan kepada satu di antara dua hal, yaitu : Bla kita tidak termasuk di antara orang-orang yang melaksanakan perintah Allah secara keseluruhan (utuh), tidak seharusnya kita mengabaikan apa-apa yang diperintahkan Allah kepada kita, sehingga kita akan menjadi binasa selama-lamanya. Ingat, mawas dirilah kepada Allah SWT.

Sahabatku, janganlah kalian menarik dirimu dari kebajikan seluruhnya, janganlah pula menganggap ringan perintah Allah seluruhnya, serta janganlah bersikap terang-terangan terhadap Allah dengan perilaku yang bertolak belakang dengan kehendak-Nya. Berpeganglah, meski sedikit saja di antara yang banyak, pada apa yang diwajibkan kepada kalian sekalipun ada alasan untuk meninggalkan sedikit di antara Perintah-Nya, tapi lakukanlah itu untuk menutupi kekurangan. Memang sebagian kejahatan lebih ringan bobotnya daripada yang lain, dan sedikit saja yang dipertahankan jauh lebih baik daripada hilang secara keseluruhan. Karena, telah sampai kepada kita bahwa Rasul saw. Berkata kepada para sahabat-nya : “Akan datang setelah kalian suatu golongan, jika mereka berpegang pada sepersepuluh dari apa yang diberikan kepada kalian, mereka selamat.” (5). Hadis ini gharib, diriwayatkan oleh Tirmidzi.  Ingat dan renungilah apa yang telah au katakan kepada kalian. Di sini aku hanya meringkas yang penting untuk disamppaikan, dan aku takut kepada kebinasaan bila menyia-nyiakannya. Aku berharap ampunan dari Yang Maha Mulia melalui Kemurahan-Nya.

NAsIHAT KE - 3
Pangkal Bencana adalah Cinta Dunia

Sahabatku, aku mendapatkan bahwa yang menjadi pangkal setiap yang bertentangan dengan akhirat, dan yang menjadi sasaran empuk dari tipu daya setan untuk merusak umat dan menyia-nyiakan batas-batas hukum agama, aku temukan hal itu terletak pada kecinntaan terhadap dunia, kehormatan, serta kedudukannya. Ia merupakan pangkal bencana dan muara dari setiap kesalahan. Lalu, bermula dari sinilah para hamba mengabaikan hak-hak Allah dan menelantarkan humkum-hukum-Nya, berupa perintah Shalat, puasa, zakat serta seluruh kewajiban lainnya. Akibat cinta pada harta dan kemegahan, mereka berlumur dengan hal-hal yang haram dan dosa, dan merekapun menganggap remeh sebagian besar perintah Allah dan larangan-Nya. Oleh karena itu, mereka berani terang-terangan di hadapan Allah dalam melakukan penyimpangan, berani terus-menerus melakukan perbuatan dosa besar, serta berani berbuat aniaya terhadap diri sendiri, sedang mereka tidak merasakan. Padahal, sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatkan mereka akan ftnah dunia. Telah sampai kepada kita bahwa Rasululullah saw. Bersabda : “Akan datang kepada kalian sepeninggalku, sebuah dunia yang bakal menelan iman kamu, sebagaiana api menghanguskan kayu bakar”, Dalam hadis lain Rasulullah saw. Mengatakan : “Senantiasa Tuhan ku berpaling dari dunia, dan dari orang yang diperdaya serta merasa tenang kepadanya, sejak dunia itu diciptakan smpai hari kiamat.” Dan “Celakalah orang-orang yang memperbanyak harta kecuali orang yang berkata dengannya tentang hamba-hamba Allah demikian dan demikian dari arah kiri dan kanannya, tapi mereka itu hanya sedikit.”

                    Telah sampai kepada kita bahwa Allah SWT. Mewahyukan kepada Musa as. : “Wahai Musa, jangan sekali-kali engkau cenderung kepada cinta dunia, agar engkau tidak datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa yang sangat menyulitkanmu.”  Juga telah sampai kepada kita bahwa Isa as. Berkata : “ Wahai pengikutku! Kekayaan itu memang kesenangan di dunia, tetapi kecelakaan di akhirat. Benar, bahwa orang-orang kaya merupakan tempat orang-orang mengambil muka di dunia, tetapi mereka akan diinjak-injak dengan kaki mereka di akhirat, dari depan dan dari punggung. Maka dengan kebenaran aku berkata kepada kalian : “Orang-orang kaya itu tidak akan memasuki alam kerajaan langit.”  Salah seorang salaf berkata : “Aku jatuh dari atas gedung lalu tulangku patah, itu lebih aku sukai daripada bergaul dengan orang kaya.”  Ia juga mengatakan, Kekayaan di dunia merupakan kemuliaan, tetapi di akhirat merupakan kehinaan, dan orang kaya akan monyong mulutnya dan akan mengalir air liurnya” Rasul saw. Pernah ditanya oleh seseorang : “Siapa di antara umat Mu yang jahat? Beilau saw. Menjawab : “Orang-orang kaya.”

Celakalah engkau wahai pemuja dunia! Tidakkah pernah sampai kepadamu berita tentang Musa as. Yang melewati seseorang yang sedang menangis dan ketia ia pulang orang itu masih menangis juga, beliau lantas berujar : “Ya Tuha, seorang hamba Mu menangis karena takut kepada Mu,”  Tuhan berkata : “Wahai Putra Imran, andai orang itu meninggalkan otaknya bersama air matanya lalu memohon seraya mengangkat kedua tangannya sampai keduanya berjatuhan niscaya tidak Aku ampuni dia, karena dia mencintai dunia.” Firman AllahSWT. Dalam Surat Hud ayat 15 – 16 yang tafsirnya : “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang mereka telah kerjakan.” Demikianlah keadaan orang yang mencintai dunia, semoga Allah SWT. Melindungi kita sekalian dari kecintaan kepadanya.

Sahabatku! Ketahuilah, bahwa baik dan rusaknya umat tergantung pada baik dan rusaknya ulamanya. Dan di antara ulama itu ada yang menjadi rahmat bagi umat, sehingga berbahagialah bagi siapa yang mengikuti mereka. Namun di antara mereka ada pula yang menjadi fitnah bagi umat sehingga celakalah orang yang akrab dengan mereka. Seorang yang berilmu, bila ia beramal berdasarkan ridha dari Allah SWT. Lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, tentu mereka itulah yang berhak menjadi Khalifah (wakil) pra Rasul as.; menjadi juru nasihat bagi hamba-hamba dan juru penerang ke jalan Allah SWT. Mereka adalah teman-teman para Nabi di atas mimbar cahaya dalam perhiasan dan berpakaian, mereka dimuliakan dan digembirakan, lalu terhadap semua keluarga, baik yang terdekat maupun yang terjauh, mereka berikan syafaat, karena ketika dibangkitkan, semua makhluk masing-msing menjadi sibuk. Maka merekalah yang menjadi rahmat Allah atas umat serta berkah-Nya atas mereka. Mereka menyeru kepada jalan kemenangan sehinga menjadi berbahagialah orang yang menyambut seruan mereka, dan memperoleh kemenangan orang meneladani mereka, dan tentu saja bbagi mereka pula pahala yang sepurna plus pahala orang yang mengikuti ajakan mereka. Terdapat beberapa riwayat yang melukiskan keadaan mereka, salah satu diantaranya ialah ucapan salah seorang tokoh tentang tafisr ayat berikut : Siapakah yang lebih baik perkatannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang salih dan berkata : “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang bererah diri” (Fushshilat : 33), Ia berkata : Ini adalah kekasih Allah, wali-Nya, hasil seleksi-Nya dan pilihan-Nya. Orang ini adalah yang paling dicintai Allah di antara penghuni bumi. Ia menyambut seruan Allah dan mengajak orang untuk menyambut seruan itu. Dan ia beramal salih dalam menyambut seruan itu seraya berkata : “Aku termasuk orang-orang muslim”.

Inilah khalifah Allah, wahai kaum! Dan ulama semacam inilah yang patut kau teladani dan kau ikuti jejaknya, mudah-mudahan engkau endapatkan kebahagiaan serta kemenangan. Hanya saja sebagian yang  lain di antara mereka masih relah terhadap dunia sebagai ganti dari akhirat. Mereka lebih mengutamakan dunia di sisi Allah mereka sangat gemar mengumpulkannya, serta berambisi untuk memperoleh kedudukan padanya. Ulama semacam ini lah yang senang diikuti oleh sebagian besar manusia sehingga banyak sekali di kalangan umat yang mendapat fitnah atas umat.

Mereka meninggalkan nasihat kepada manusia agar mereka tidak dijelek-jelekkan di tengah-tengah masyarakat. Celakalah mereka! Bagaimana mereka akan mendapatkan kebaikan di bawah ancaman dari Allah Azza wa Jalla kepada mereka? Di samping itu mereka telah menjual ilmu dengan harga yang murah. Sungguh, mereka itu merugi, dan alangkah jeleknya apa yang mereka perdagangkan itu, karena selain harus memikul dosa sendiri, ia juga harus menanggung dosa orang-orang yang mengikuti mereka, sehingga semuanya binasa dan menyebabkan binasa. Mereka itulah wakil setan, kaki tangan iblis, semoga Allah tidak memperbanyak orang seperti mereka di kalangan umat manusia. Sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatkan tentang fitnah yang ditimbulkan oleh ulama yang lebih mempriorotaskan dunia. Telah sampai kepada kita bahwa beliau saw. Bersabda : “Para fuqaha (ulama) itu pengemban amanat para Rasul selama mereka tidak menceburkan diri ke dalam urusan dunia, dan apabila mereka berbuat demikian, ragukanlah keberagamaan mereka”.

Beliau saw. Juga bersabda : Senantiasa umat ini berada di bawah tangan Allah dan di bawah lindungan-Nya selama para pembaca Al Qur’an tidak manut kepada para pejabatnya, selama orang-orang pilihan tidak memberikan restu kepada orang-orang jahatnya, dan selama orang-orang baik tidak mengisitimewakan orang-orang bejatnya. Tetapi, bila mereka melakukan itu, niscaya Allah akan mengangkat tangan-Nya dan menguasakan atas mereka orang-orang yang kejam yang bakal menindas mereka dengan seburuk-buruk siksaan.”

Beliau bersabda lagi : “Tidak terjadi kiamat sampai orang-orang terpercaya berkhianat dan para pembaca Al Qur’an menjadi fasik, mereka dihantam badai fitnah dan diliputi kegelapan sehingga mereka menjadi bingung seperti bingungnya orang-orang Yahudi di dalam gulita.” Ada yang bertanya kepada Rasulullah saw. : “Wahai Rasul! Manusia manakah yang paling buruk? Beliau saw. Menjawab : “Ya Allah, berilah ampunan, seburuk-buruk umatku ialah ulama yang buruk.” Akan datang kepada manusia suatu masa dimana masjid-masjid ramai tetapi kosong dari petunjuk. Hal demikian terjadi karena ternyata ulama mereka adalah seburuk buruk orang yang dinaungi oleh langit.”  Juga telah sampai pula kepada kita bahwa Allah SWT mewahyukan kepada Daud a. : Janganlah engkau musyawarahkan urusan mu dengan orang alim yang dimabukan oleh cinta kepada dunia, karena ia akan menjatuhkanmu dengan kemabukannya dari jalan kecintaan. Mereka itu adalah perampok-perampok atas hamba-hamba yang menginginkan-Ku.” Seorang ahli ilmua berkata : “Orang yang ditambah oleh Allah ilmunya tapi bertambah pula cintanya kepada dunia, niscaya tidak bertambah dekat jaraknya kepada Allah kecuali kian menjauh.

Sebagian ahli ilmu menyebutkan tentang pergaulan dengan para ulama. Ia berkata : “Jika engkau mau, di dalam pergaulan dengan sebagian mereka terdapat fitnah, yaitu bila di antara mereka terperdaya oleh dunia, menggemarinya dan berambisi untuk mendapatkannya. Di dalam bergaul dengan mereka terdapat fitnah yang bakal menambah kebodohan orang yang bodoh, meningkatkan kebejatan orang yang bejat, serta merusak hari orang yang beriman.” Kemudian ia berkata lagi : Ulama yang buruk itu duduk-duduk di tengah jalan menuju akhirat, dan mereka menghalang-halangi hamba-hamba dari perjalanan menuju Allah SWT. Lalu ahli ilmu itu pun menangis.

Telah sampai kepada kita bahwa Isa as. Berkata : “Ulama yang buruk berpuasa dan melaksanakan shalat, tetapi tidak mengerjakan apa yang dianjurkan kepada mereka. Mereka belajr tetapi tidak mengamalkannya. Amat jelek apa yang mereka putuskan, mereka bertobat hanya melalui kata-kata serta angan-angan, dan mereka berbuat pun dengan hawa nafsu. Kamu tiak membutuhkan mereka untuk membersihkan kotoran dari kulit dan hatimu. Dengan kebenaran aku berkata kepada kamu : “Jangan menjadi seperti ampas yang disaring di mana hikmah mengalir dari mulut-mulut kamu tapi masih tersisa kedengkian di dalam dada kamu.

Wahai pemuja dunia! Bagaimana bisa mendapatkan akhirat orang yang tidak pernah padam api syahwatnya terhadap dunia?  Tidak pernah putus keinginan dirinya? Dengan sebenarnya aku berkata : Hatimu menangis karena perbuatanmu, kalian menaruh dunia di bawah lidah dan meletakkan ilmu di bawah telapak kaki. Dengan sebenarnya aku mengatakan, kalian telah merusak akhirat kalian. Ternyata kebaikan dunia lebih kau sukai daripada kebaikan akhirat, maka siapa yang lebih merugi dari pada kamu jika kamu mengetahui! Celakalah kalian! Sampai kapan kalian tetap menghalangi orang-orang berjalan menuju cahaya, dan sampai kapan kalian berdiam di peukiman orang-orang yang bingung seakan-akan kalian menyerukan kepada penghuni dunia agar membiarkan dunia ini untuk kalian. Celakalah kalian! Apa gunanya untuk sebuah rumah yang gelap jikalau lampu penerang diletakan di atasnya, sedang di dalamnya sepi dan gelap? Maka, demikian pula, tidak berguna cahaya ilmu yang berada di mulut-mulut kalian, sedangkan di dalam diri kalian terasa kosong, gelap dan hampa. Wahai pemuja dunia! Tidak maukah kalian menjadi ulama yang mengamalkan ilmunya, menjadi hamba yang bertakwa, dan menjadi orang merdeka yang dimuliakan. Hampir-hampir dunia mencabut kamu dari akar-akarmu lalu ditutupkan kepada muka-mukamu, kemudian kamu ditelungkupkan dan kesalahan-kesalahan mu ditarik dari ubun-ubun kemudian kamu didorong dari belakang untuk diserahkan kepada Sang Raja di Hari Pembalasan dalam keadaan telanjang dan sendiri-sendiri. Lalu Raja itu memberhentikan kamu dan mendirikan kamu dalam keadaan terbuka aurat. Dan akhirnya kamu diberi balasan atas buruknya seluruh perbuatan kamu.

Sahabatku! Mereka adalah ulama-ulama jahat alias setan-setan dalam rupa manusia; mereka menjadi fitnah bagi masyarakat; mereka sangat menggemari harta benda dunia serta kedudukannya; mereka lebih mengutamakannya daripada akhirat; dan mereka pun merendahkan agama terhadap dunia. Selagi di dunia mereka sudah tercela, sedangkan di akhirat kelek, mereka merugi; atau Tuhan Maha Mulia akan memberikan ampunan melalui Kemurahan-Nya.

Aku melihat orang yang celaka, yang merugi, yang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, bahwa kesenangannya bercampur dengan hal-hal yang menyusahkan dirinya. Mulai dari bermacam-macam bentuk kegelisahan dan kemaksiatan sampai dengan kepada kerusakan dan kebinasaan di akhir perjalanan hidupnya. Kegembiraan yang dulu pernah dimilikinya kembali menjauhinya, tidak lagi tersisa untuk dirinya bagian dari dunianya. Dan ia pun tidak bisa diselamatkan oleh agamanya, bahkan ia memperoleh kerugian ganda di dunia dan akhirat akibat kegandrungannya kepada dunia sedang ia tidak pernah mengetahui apa yang telah ditentukan untuk dirinya, dan itulah bentuk kerugian yang nyata! Alangkah buruknya musibah itu, dan alangkah besarnya bencananya! Karena itulah mawas dirilah kepada Allah.

Sahabatku! Janganlah kamu diperdaya oleh setan dan wakil-wakilnya di antara manusia hanya karena alasan yang lemah di sisi Allah SWT. Sesungguhnya mereka itu rakus terhadap dunia lalu mencari-cari alasan untuk diri mereka.

Mereka menduga bahwa sahabat-sahabat Rasul saw. Juga memiliki harta yang banyak sehingga orang-orang terperdaya itu berlindug di balik kisah mereka tentang para sahabat supaya orang lain mentolerir usaha mereka dalam menumpuk harta. Padahal setan telah menimpakan bala atas mereka, sedang mereka tidak menyadadri!
Celakalah dirimu wahai orang-orang yang telah terkena fitnah! Sesungguhnya dalihmu mengatasnamakan harta Abdurahman bin ‘Auf itu merupakan jebakan setan yang bertutur melalui lidahmu agar dirimu celaka! Sebab, ketika engkau menyangka bahwa sahabat-sahabat pilihan itu menghendaki harta untuk kemewahan, kemuliaan dan perhiasan, sungguh engkau telah berbagi ghibah kepada mereka serta berani mengkaitkan mereka dengan perkara yang besar. Juga ketika engkau mengira bahwa mengumpulkan harta yang halal itu lebih baik dan lebih utama daripada meninggalkannya, sungguh dirimu telah melecehkan Nabi Muhammad saw. Dan para Rasul. Engkau anggap mereka itu sedikit kemauan serta bersikap zuhud terhadap kebaikan yang engkau gandrungi beserta teman-teman mu. Engkau hubungkan mereka dengan kebodohan karena tidak meu mengumpulkan harta seperti yang engkau lakukan.
Demikian pula ketika engkau mengira bahwa mengumpulkan harta yang halal itu lebih baik daripada meninggalkannya, berarti engkau menganggap Rasulullah saw. Tidak memberikan nasihat kepada umatnya karena telah melarang mereka dari mengumpulkan harta, padahal ia tau bahwa hal itu baik untuk mereka. Sungguh engkau telah menipu mereka dengan prasangka itu, pada saat Beliau melarang mereka mengumpulkan harta. Demi Tuhan langit, engkau telah mendustakan Rasulullah saw. Padahal sesungguhnya, bagi umatnya, beliau adalah juru nasihat; beliau prihatin atas nasib mereka.

Baiklah, ketika engkau mengira bahwa mengumpulkan harta halal itu adalah lebih baik dan lebih utama daripada meninggalkannya, sesungguhnya engkau telah menganggap bahwa Allah SWT. Tidak memperhatikan hamba-hamba-Nya, karena telah melarang mereka mengumpulkan harta padahal dia tau bahwa mengumpulkan harta halal itu lebih baik daripada meninggalkannya. Sungguh engkau mengira bahwa Allah SWT. Tidak mengetahui bahwa keutamaan dan kebaikan ini terletak pada mengumpulkan harta karena telah melarang memperbanyaknya. Seakan-akan dirimu lebih mengetahui tempat-tempat kebaikan dan keutaaan darupada Tuhanmu. Maha Suci Tuhan dari kebodohanmu itu!.

Wahai orang yang terfitnah! Sesungguhnya dirimu dijerumuskan oleh setan ketika ia memperindah dalihmu dengan harta sahabat. Celakalah dirimu! Tidak ada gunanya bagimu beralasan dengan harta “Abdurrahman ra. Itu, karena beliau sendiri menginginkan pada hari kiamat agar dia diberi bagian dari dunia sekedar untuk kebutuhan makanan hariannya saja. Rasulullah saw. Berssabda : Tidak seorang pun di antara manusia pada hari kiamat kelak, yang kaya dan miskin, melainkan ia menginginkan supaya diberi bagian dari dunia sekedar untuk makanan harian saja.”  

Telah sampai kepdaku bahwa ketika ‘Abdurrahman meninggal dunia, beberapa sahabat Rasul berkata : “Kami mengkhawatirkan ‘Abdurrhman pada harta yang ditinggalkannya.” Ka’ab berkata : “Subhanallah! Apa yang kalian takutkan terhadap ‘Abduurahman? Dia berusaha dengan cara baik dan menafkahkannya juga dengan baik.” Lalu hal itu terdengar oleh Abu Dzarr, dan ia pun keluar dala keadaan marah untuk menemui Ka’ab. Di tengah jalan ia melewati tulang rahang binatang, maka tulang itu pun diambilnya dan ia melanjutkan usaha mencari Ka’ab.

Ada yang membisiki Ka’ab bahwa ‘Abu Dzarr mencarinya. Maka larilah Ka’ab ke tempat ‘Utsman bin Affan, untuk mencari perlindungan dan menceritakan kepadanya tentang apa yang telah terjadi. Abu Dzarr pun terus mencarinya hingga sampai juga ke rumah Utsman Bin Affan. Tak kala Abu Dzarr masuk ke dalam rumah, berdirilah Ka’ab berlindung di balik Utsman bin Affan karena ketakutan. Lalu Abu Dzarr berkata kepadanya : “Wahai putera yahudi! Engkau kira tidak akan terjadi apa-apa dengan harta yang ditinggalkan “Aburrahman!

Suatu hari Rasulullah saw. Keluar dari Masjid Madinah menuju Uhud dan aku bersamanya, beliau berkata : “Wahai Abu Dzarr.” Aku menjawab : “Labaika ya Rasulullah. Orang yang banyak harta adalah orang yang paling miskin di akhirat kelak kecuali orang yang berkata demikian dan demikian dari arah kanan dan kiri, depan dan belakangnya, tapi mereka itu hanya sedikit.” Kemudian beliau berkata : “Wahai Abudzarr!” Aku menjawab : “Ya, ya Rasulullah.” Beliau melanjutkan : “Tidaklah menyenangkan bagiku andai aku memiliki emas sebessar gunung Uhud, yang aku nafkahkan di jalan Allah, lalu aku mati sedangkan pada saat aku mati itu aku masih menyimpan dua qirath.” Kemudian beliau menyambung lagi : “ Wahai Abu Dzarr! Engkau mau yang lebih banyak sedangkan aku mau yang lebih sedikit.” Rasulullah saw. Menginginkan ini sedangkan dirimu, wahai putera Yahudi, bilang tidak apa dengan harta ‘Abdurrahman. Engkau telah berdusta dan berdusta pula orang yang mengucapkan ucapan seperti ini.” Tidak hilang rasa takut Ka’ab sampai Abu Dzarr pergi.

Telah sampai kepada kami cerita tentang Abdurrahman bin ‘Auf, ketika ia kedatangan rombongan kafilah membawa barang-barang miliknya dari Yaman, sehingga seisi kota Madinah pun menjadi gempar. A’isyah ra. Bertanya : “Apa yang terjadi? Lalu dikatakan kepadanya bahwa rombongan kafilah ‘Abdurrahman telah tiba di Madinah. Spontan ia mengucapkan : “Benarlah Allah dan Rasul-Nya.” Hal ini sampai kepada ‘Abdurrahman, lalu ia pun bergegas mendatangi A’isyah dan bertanya kepadanya. A’isyah menjawab : “ Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda : “Aku melihat surga dan aku melihat orang-orang miskin dari golongan Muhajirin. Orang-orang Muslim pun memasuki dengan bergegas namun aku tidak melihat seorangpun di antara orang-orang kaya yang memasukinya kecuali dengan cara merangkak. Mendengar itu, ‘Abdurrahman lantas berujar : “ Aku menjadikan Allah sebagai saksi bahwa sluruh kafilah ini berikut barang-barangnya untuk jalan Allah, sedangkan seluruh budak-budaknya merdeka, semoga aku memasukinya bersama mereka dengan bergegas.”

Telah sampai kepada kami bahwa  Rasulullah saw. Pernah berkata kepada ‘Abdurrahman bin Auf, “Adapun dirimu adalah orang pertama masuk surga diantara orang-orang kaya dari umat ku, dan hampir saja engkau tidak memasukinya kecuali dengan cara merangkak.

Celakalah dirimu wahai orang yang terperdaya! Apakah alasanmu tentang harta, padahal ‘Abdurrahman bin ‘Auf dengan keutamaannya, ketakwaannya, perbuatan makrufnya, pengeluarannya di jalan Allah, perssahabatannya dengan Rasulullah saw. Dan berita gembiranya bahwa ia akan masuk surga, tetapi ia harus bertahan lebih dahulu di padang mahsyar, di tengah situasi yang sangat mencekam, hanya gara-gara harta yang ia peroleh secara halal demi untuk menjaga kesucian dirinya; untuk erbuatan makrufnya, untuk nafkahnya yang tidak pernah berlebih-lebihan, untuk pengeluarannya di jalan Allah secara sukarela. Hanya karena ini terpaksa ia tidak bisa bergegas menuju surga bersama orang-orang miskin dari golongan Muhajirin. Kelak ia hanya bisa beringsut-ingsut jauh di belakang mereka. Nah, bagaimmana menurut dugaanmu terhadap orang-orang semacam kita yang senantiasa timbul tenggelam di dalam danau fitnah dunia?

Amat mengherankan terhadap dirimu wahai orang yang terperdaya! Sementara anda yang bergumul dalam kubangan syubhat dan haram, yang bersemangat dalam memungut kotoran-kotoran manusia. Yang tidak memperdulikan apa yang didapatkan dala, usaha anda, yang bergelimang dalam kesyubhatan, perhiasan dan kemegahan, yang terperangkap dalam tipu daya dunia, masih saja sempat berdalih dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auff dan hartanya, sesungguhnya sahabt juga dulunya berbuat demikian. Seolah-olah anda menganggap orang-orang salaf tersebut beserta tindakannya menjadi syubhat pula! Celakalah dirimu, karena anggapan demikian termasuk analogi iblis juga termasuk di antara fatwa-fatwanya yang ia bisikan kepada pengikut-pengikutnya.

Berikut aku akan membeberkan kepada dirimu tentang keadaanmu yang sebenarnya dan keadaan para salaf dahulu, agar engkau menyadari keburukanmu sekaligus akan mengerti tentang keutamaan para sahabat dengan harta benda mereka, yang diinginkan untuk menjaga kesucian dan dieluarkan pada jalan Allah. Mereka berusaha dengan cara yang halal, memakan yang baik, mengeluarkan secara ekonomis, memprioritaskan keuramaan, tidak pernah menahan hak orang lain darinya, dan tidak bersifat kikir dengannya. Mereka berlaku dermawan dengan sebagian besar harta tersebut, bahkan di antara mereka ada yang mendermakan seluruhnya. Terlebih lagi dalam keadaan sulit, justru lebih mereka utamakan daripada diri mereka sendiri, Nah, apakah demikian pula sikapmu? Demi Allah, sungguh dirimu sangat jauh dari menyerupai mereka.

Sahabat-sahabat pilihan tersebut lebih menyukai hidup dalam kemiskinan. Mereka aman dari rasa takut miskin; dengan Allah dan ketentuan-Nya mereka bersuka cita; terhadap bala ...mereka menerima; dalam kelapangan mereka bersyukur; dalam kesusahan mereka bersabar; dalam senang mereka memuja; kepada Allah mereka tawadhu; terhadap kedudukan dan kemegahan mereka bersikap wara’. Mereka tidak mencari dunia kecuali hanya bagian yang diperbolehkan untuk mereka, dan merekapun merasa puas dengan berkecukupan (sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari)Mereka mengharapkan dunia namun mereka rela menjadikannya sebagai pinjaman. Mereka memutuskan perkaranya sekaligus. Mereka bersabar terhadap hal-hal yang tidak menyenangkan darinya, mereka menelan pahitnya, dan berlaku zuhud terhadap kenikmatan dan kesenangannya. Maka, Demi Allah, apakah demikian sikapmu?

Telah ssampai kepda kami bahwa bila dunia menghampiri mereka, mereka berduka seraya meratap, “Ini merupakan sebuah dosa yang disegerakan pembalasannya.” Namun bila kemiskinan yang mendera mereka, mereka mengucapkan : “Selamat datang simbul orang-orang saleh.”

Juga telah sampai pula kepada kami, bahwa di antara mereka jika memasuki pagi hari dan mendapat makanan di dalam keluarganya, ia lantas menjadi sedih dan murung. Namun jika tidak mendapatkan apa-apa ia malah senang dan gembira. Padahal kebanyakan orang tidak demikian. Bila mereka tidak mendapatkan sesuatu untuk keluarganya, mereka bersedih. Sebaliknya, bila ada justru bergembira, dan engkau tidak demikian. Ia menjawab : “Bila aku memasuki pagi hari sedang di keluargaku tidak memiliki apa-apa, aku gembira karena dengan demikian aku memiliki kesempatan untuk menjadikan Muhammad saw. Sebagai teladan. Tetapi apabila memasuki pagi, aku mendapatkan sesuatu untuk keluarga, aku besedih, karena hari itu aku tidak memperoleh kesempatan untuk menjadikan beliau sebagai teladan.

Berikut ini, telah sampai pula kepada kami, bahwa bilamana berada dalam kemakmuran, mereka merasa prihatin dan meratap, “Apa yang terjadi dengan kami di dunia ini? Dan apa yang dimaui dengannya? Seolah-olah ketika itu mereka berada dalam suasana ketakutan.
Sebaliknya, bila berada dalam keadaan serba kekurangan, mereka malah merasa senang dan berkata, “ Sekarang Tuhan kami telah membuat perjanjian kepada kami.” Kemudian di antara sebagian mereka ada pula yang berkata : “Hari yang menyenangkan hatiku,” Seorang sahabat berkata : “Hari yang menyenangkan untuk ku adalah ketika ada yang bilang bahwa tidak ada apa-apa di rumah, tidak ada dinar, tidak ada dirham, juga tidak ada makanan, sebab bila Allah SWt. Menyukai seorang hamba, ia akan mengujinya, “ Demikian keadaan dan sikap orang-orang terdahulu, padahal sesungguhnya keutamaan mereka jauh dari sekedar yang telah kusebutkan tadi. Maka, Demi Allah, demikiankah keadaanmu? Demi Allah, sungguh sangat jauh kemiripanmu dengan mereka!
Lalu, sekarang aku akan membuka kedokmu wahai orang yang terperdaya! Sungguh keadaanmu sangat bertolak belakang dengan keadaan mereka, orang-orang salaf. Hal demikian terjadi karena engkau sering melampaui batas ketika kaya, berlaku sombong ketika lapang, bersuka ria di kala senang, lupa bersyukur terhadap nikmmat,frustasi di kala susah, benci bila ditimpa bala, dan tidak bisa menerima ketentuan Tuhan. Engkau membenti kefakiran dan menghindar dari kemiskinan, padahal keadann tersebut merupakan kebanggaan orang-orang Muslim, sedangkan dirimu malah menjauhinya.
Engkau sengaja menumpuk harta karena takut miskin. Padahal perbuatan demikian, cerminan dari buruk sangkamu kepada Allah dan kurang yakinmu kepada jaminan-Nya. Kiranya cukuplah sikapmu itu sebagai dosa, terlebih lagi bila engkau menumpuk harta itu untuk kesenangan, kemewahan, keinginan dan kenikmatan dunia. Rasulullah saw. Bersabda : “Seburuk-buruk umatku, mereka yang diberi makan dengan kemewahan, lalu tubuh mereka tumbuh darinya.
Seorang ahli ilmu berkata : “Akan datang pada hari kiamat kelak sekelompok orang yang menuntut kebaikan untuk mereka, lalu dikatakan kepada mereka : “Kamu telah menghabiskan rezkimu dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya .” (QS. Al-Ahqaf :20). Ternyata dirimu berada dalam kelalaian.
Engkau telah dicegah untuk menadapatkan kenikmatan akhirat lantaran kenikmatan dunia, maka alangkah besar  penyesalan dan kecelakaan itu! Benar, barangkali engkau mengumpulkan harta demi kemegahan, kebanggaan dan perhiasan di dunia, padahal telah sampai kepada kami bahwa siapa yang mencari dunia untuk bermegahan dan berbangga dengannya, kelak ia akan berjumpa dengan Allah, dan Allah dalam keadaan marah kepadanya, sedangkan engkau tidak merasa terancam dengna kemarahan Allah yang bakal menimpamu ketika menginginkan  kemegahan dan kemewahan itu.
OK. Barangkali menetap di dunia ini lebih engkau sukai daripada berpindah ke haribaan Allah Azza wa Jalla, dan engkau tidak suka untuk bertemu dengan Allah, padahal Allah lebih tidak suka untuk bertemu dengan mu. Engkau tetap berada dalam kelalaian, bahkan barangkali engkau akan meratapi kehilangan kesempatan mu untuk meraih mata benda di dunia itu \.
Rasulullah saw. Bersabada : “Siapa yang menyesali dunia yang luput darinya, ia mendekati api neraka sejauh seribu tahun perjalanan.” Nah, engkau sangat menyesali sesuatu yang luput darimu  tanpa merasa terancam dengan kedekatanmu kepada siksaan Allah SWT. Benar, barangkali engkau kadang-kadang harus keluar dari agama mu demi untuk memenuhi keinginan duniawimu, lalu engkau bersuka cita terhadap dunia yang menghampirimu dan hatimu pun senang kepadanya.
Dalam  sebuah hadis, Rasulullah saw. Bersabda : Siapa yang menyukai dunia dan itu menyenangkannya, hilanglah rasa takut akan akhirat dari hatinya.” Salah seorang Ulama mengatakan : “Engkau akan diperhitungkan lantaran kesedihanmu, juga akan diperhitungkan lantaran kegembiraan mu terhadap dunia tat kala engkau mampu meraihnya.”
Siapa yang menyukai dunia, dan hal itu menyenangkannya, tercabutlah kekhawatiran terhadap hari akhirat dari hatinya. Egnkau bersukaria terhadap duniamu, sementara kau lepaskan kekhawatiran terhadap Allah. Baik, barangkali kepandaianmu pada dunia lebih berlipat daripada perhatianmu pada urusan akhirat; barangkali musibah yang menimpamu karena maksiat lebih ringan menurutmu daripada musibah berkurangnya dunia. Baik, barangkali kekhawatiran terhadap kehilangan harta barangkali lebih belipat daripada kekhawatiranmu terhadap dosa. Barangkali engkau mengeluarkan untuk orang lain sesuatu yang engkau kumpulkan dari kotoran yang tercemar demi kedudukan dan kemuliaan dunia; Barangkali engkau rela orang-orang lain menerima murka Allah agar berbuat baik kepadamu, menghargai dan memuliakanmu. Celakalah dirimu! Seakan-akan penghinaan Allah terhadapmu pada kari kiamat tidak berarti bagimu dibanding penghinaan manusia terhadapmu di dunia. Barangkali engkau menyembunyikan keburukanmu di mata manusia dan engkau tidak merasa terancam dengan pengetahuan Allah terhadap hal itu, seakan-akan tercemarnya namamu di sisi Allah tidak berarti bagimu daripada tercemarnya namamu di mata manusia; seakan-akan makhluk lebih tinggi nilainya di matamu daripada Khaliq. Maha Suci Allah dari kebodohanmu.
Celakalah dirimu! Masih ada sisa-sisa keburukan lainnya yang belum pernah disandang oleh dirimu dan bagaimana engkau akan berkata di hadapan orang-orang yang berakal. Padahal aib itu ada pada dirimu, dan dirimu berlumur dengan  kotoran namun masih ingin berdalih dengan harta orang-orang yang suci. \
Amatlah jauh kemiripanmu dengan orang-orang salih terdahulu! Demi Allah sesungguhnya telah sampai kepadaku bahwa mereka dalam hal yang di halalkan, lebih zuhud daripada kamu dalam hal yang di haramkan. Sesuatu yang tidak apa-apa menurutmu, merupakan bencana bagi mereka. Kesalahan kecil mereka pandang lebih besar daripada kamu dalam memandang dosa besar. Sebaik-baik dan sehalal-halal harta menurtmu adalah bagaikan yang subhat di antara harta mereka. Engkau prihatin terhadap kejahatan sebagaimana mereka prihatin terhadap kebaikan mereka karena khawatir tidak diterima. Puasamu bagaikan berbukanya mereka, kesungguhanmu dalam beribadah bagaikan masa reses dan waktu tidur mereka, bahkan seluruh kebaikanmu setara dengan satu dari kebaikan mereka.
Salah seorang sahabat berkata : “Keuntungan para shiddiqin (Orang-orang yang benar dan jujur) adalah sesuatu yang luput dari dunia mereka, sedangkan kebutuhan mereka adalah sesuatu yang dijauhkan dari mereka, sedangkan kebutuhan mereka adalah adalah sesuatu yang dijauhkan dari mereka di antara dunia. Maka siapa yang tidak demikian keadaannya, tidaklah ia bersama mereka di dunia, apalagi di akhirat.” Subhanallah! Berapa jauh perbedaan antara dua golongan tersebut! Golongan bersama sahabt pilihan yang  mencari ke dudukan di sisi Allah dan golongan bersama kalian dalam kelompok orang-orang yang rendah. Semoga Allah Yang Maha Mulia memberikan ampunan dengan Karunia-Nya.
Apabila engkau mengira bahwa dirimu meneladani para sahabat dalam menumpuk harta untuk menjaga kesucian dan mengeluarkannya di jalan Allah, coba renungkanlah terlebih dahulu urusanmu itu! Celakalah dirimu, masih bisakah kita Ataukah engkau mengira bahwa engkau berhati-hati dalam mencari yang halal sebagaimana yang mereka lakukan? Padahal telah sampai ke padaku bahwa di antara sahabt ada yang mengatakan, “Kami meninggalkan tujuh puluh pintu dari yang halal karena khawatir akan jatuh kepada salah satu pintu yang haram”. Saudara ku! Adakah kewaspaadaan seperti ini dalam dirimu? Tidak, demi Tuhan Ka’bah, aku tidak mengira ada hal demikian pada dirimmu? Oleh karena itu, yakinah bahwa mengumpulkan harta dengan tujuan untuk berbuat baik adalah jebakan setan yang akan menggiringmu. Lantaran kebaikan itu, kepada usaha syubhat yang berbaur padanya antara yang batil dan yang haram.”
Wahai orang-orang yang terperdaya, tidakkah engkau mengetahi bahwa kekhawatiranmu akan tercebur ke dalam syubhat lebih utama dan lebih mulia nilainya di sisi Allah daripada berusaha dalam syubhat dan mengeluarkannya di jalan Allah dan di jalan kebaikan.
Aku mendengar seorang ahli ilmu berkata :  “Engkau meninggalkan satu dirham karena khawatir bahwa hal itu tidak halal, lebih baik bagimmu daripada engkau bersedekah dengan seribu dinar dari barang yang syubhat, yaitu yang tidak engkau ketahui apakah barang tersebut bagimu halal atau tidak.”
Kemudian, jika engkau mengira bahwa dirimu adalah paling bertakwa dan paling Wara’ untuk terjerumus ke dalam syubhat, dan engkau mengumpulkan harta halal berdasarkan dugaanmu untuk dikeluarkan di jalan Allah, celakalah dirimu bia menduga demikian sehingga merasa tidak akan diajukan untuk perhitungan (hisab). Karena sesungghnya para sahabat pilihan sangat takut terhadap pertanyaan ketika hisab.
Telah sampai kepada kami bahwa di antara mereka ada yang berkata : “Tidaklah menggemberikan ku kalau aku mendapatkan hasil dari usahaku setiap hari sebanyak seribu dinar dari barang yang halal, lalu aku nafkahkan dalam ketaatan kepada Allah dan usaha tersebut tidak menghalangiku melakukan shlata jamaah!.” Orang-orang berkata, kenapa demikian, mudah-mudahan Allah mengaisihimu? Ia menjawab : “Karena au tidak besa lepas dari suaru maqam pada hari kiamat, sehingga Allah SWT. Bertanya : “Hambaku, darimana usahamu ini dan di mana engkau nafkahkan?” Mereka itu orang-orang yang bertakwa yang berada dalam meliu Islami yang utuh, sedangkan barang yang halal tersedia buat mereka, tapi mereka meninggalkan harta karena malu akan di hisab, sebab khawatir bahwa kebaikan harta mereka tidak bisa menutupi keburukannya. Adapun dirimu saat ini berada di tengah-tengah sampah umat, dan barang yang halal di masamu sangat langka, dan engkau memperebutkan kotoran-kotoran, lalu engkau mengira bahwa dirimu mengumpulkan harta yang halal! Celakalah dirimu! Di mana barang yang halal itu sehingga engkau bisa mengumpulkannya?
Walaupun harta yang halal tersedia di hadapanmu, namun apakah engkau tidak takut hatimu akan berubah ketika telah menjadi kaya? Karena, telah sampai kepada kami, bahwa di antara sahabt ada yang mendapatkan harta warisan yang halal, lalu ia meniggalkannya sebab khawatir itu akan merusak hatinya. Maka apakah engkau berkeyakinan bahwa hatimu lebih terpelihara daripada hati para sahabat sehingga engkau tidak menyimpang sedikitpun dari kebenaran dalam urusan dan keadaanmu. Maka jika engkau menduga demikian, sesungguhnya engkau telah berbaik sangka terhadap nafsumu yang selalu menyruh kepada keburukan. Celakah dirimu! Aku di sini hanya sekedar memberi nasihat.
Au berpandangan, alangkah baiknya jika engkau merasa puas dengan berkecukupan dalam kebutuhan se hari-hari dan engkau tidak mengumpulkan harta demi perbuatan baik sehingga engkau tidak perlu diajukan pada hari hisab. Sebab telah sampai kepada kami, bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Siapa yang diseldiki secara mendalam ketika hisab, ia akan disiksa.” Tertulis dalam Kitab Ihya, sebuah hadis yang berbunyi : “Seorang laki-laki dihadapkan pada kiamat, ia yang telah mengumpulkan harta dengan cara yang haram dan mengeluarkannya pada jalan yang haram pula, maka dikatakan , ‘Bahwa ia ke neraka. ‘Kemudian dihadapkan pula seorang laki-laki yang mengumpulkan harta secara halal tapi ia memngeluarkannya pada hal yang haram, maka dikatakan, ‘ Bahwa ia ke neraka, ‘Berikutnya dihadapkan pula seorang laki-laki yang telah berusaha secara halal dan mengeluarkannya pada jalan yang halal, maka dikatakan kepadanya ‘Berhenti dulu! Barangkali lantaran mencari harta itu engkau melalikan sesuatu yang telah Aku wajibkan kepadamu, pada shalat umpamanya, engkau tidak melaksanakannya tepat waktu, atau sedikit engkau anggap remeh pada ruku, sujud dan wudhunya.
Laki-laki itu menjawab > “Tidak, ya Tuhan, aku berusaha dengan baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, juga tidak melengahkan sedikit pun di antara apa yang Engkau wajibkan kepadaku. ‘Kemudian dikatakan lagi kepadanya, ‘Barangkali engkau pernah menyoombongkan diri dengan kendaraan atau dengan pakaianmu, atau apapun yang engkau merasa bangga dengannya, ‘Ia menjawab : “Ya Tuhan ku, aku berusaha secara baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, tidak melakukan apa yang Engkau wajibkan kepadaku, juga tidak menyombongkan diri atau merasa bangga dengannya, ‘Lalu dikatakan lagi kepadanya, ‘Barangkali engkau pernah menahan hak orang lain yang telah Aku suruh dirimu untuk memberikan kepadanya baik dari kerabatmu, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang musafir, ‘Ia menjawab : “Tidak, ya Tuhanku, aku telah berusaha secara baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, tidak melalaikan sedikitpun di antara apa yang telah Engkau wajibkan kepadaku, tidak menyombongkan diri dan tidak pula merasa bangga serta tidak menahan hak orang lain yang telah engkau perintahkan kepadaku untuk memberikan kepadanya, ‘Lalu orang-orang tadi di datangkan dan berdebat dengannya. Mereka berkata, ‘YA Tuhanku, Engkau telah memberinya, menjadikannya kaya, menempatkannya di tengah-tengah kami dan menyuruhnya untuk memberi kami. ‘Maka jika orang ini benar-benar memberikan hak mereka, tidak melalaikan kewajibannya, tidak sombong dan berbangga, akan dikatakan kepadanya, Tunggu dulu! Sekarang hadirkan kesyukkuranmu terhadap satu nikmat yang telah aku karuniakan kepasamu, baik dari makanan, minuman, tegukan atau kelezatan. ‘Dan laki-laki itu terus ssaja ditanyai..” Nah, celakalah dirimu, siapa yang berani untuk diajukan dalam sidang pengadilan seperti ini, dihujani pertanyaan bertubi-tubi kecuali orang yang tertipu dan terperdaya sepertimu!.
Celakalah diirmu! Interogasi seperti tadi diajukan kepada seseorang yang selalu konsisten dalam mencari yang halal, yang selalu menunaikan  hak-hak dengan hartanya, dan senantiasa melaksanakan kewajiban sesuai dengan batasan-batasannya, namun dia harus dihisab dengan hisab seperti itu. Lantas bagaimana menurutmu orang-orang seperti kita yang senantiasa timbul tenggelam dalam fitnah dunia; dalam lumpurnya; dalam syubhat dan perhiasannya. Celakalah engkau, karena interogasi semacam inilah maka orang-orang bertakwa enggan berurusan dengan dunia. Mereka merasa cukup dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, berusaha mengerjakan kebajikan yang lain tanpa perlu susah payah mencari harta.
Maka hendaknya dirimu menjadikan orang-orang pilihan tersebut sebagai teladan. Tetapi jika dirimu merasa enggan untuk melakukan hal demikian dan tetap mengira bahwa engkau sudah berada pada batas optimal dalam wara’ dan takwa, bahwa tidak mencari harta kecualli dari barang yang halal dengan dugaanmu bahwa hal itu untuk menjaga kesucian dan untuk pengeluaran di jalan Allah, engkau yakin bahwa sedikit pun engkau tidak menegeluarkan harta halal kecuali dengan benar, juga hatimu sedikitpun tidak berubah dari hal-hal yang disukai oleh Allah SWT. Dan tidak membenci-Nya, baik secara rahasia maupun terang-terangan, bahkan selalu merasa takut, dan jika memang demikian adanya dirimu, tetapi engkau pasti tidaklah demikian, namun bagaimanapun keadaanyya yang penting engkau harus bersikap rela terhadap berkecukupan dan berusaha menghindari pemilik harta bila mereka ingin melibatkanmu. Lalu berusaha bergabung dengan rombongan pertama, yaitu rombongan Muhammad saw. Tanpa perlu ada kekhawatiran bakal tertahan untuk diperhitungkan. Tentulah mencari selamat atau celaka.
Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Berssabda : “Para fakir miskin dari golongan Muhajirin lebih dahulu masuk surga daripada orang-orang kaya di antara mereka, selama lima puluh ribu tahun.” Beliau juga mengatakan : “Adapun pemilik harta, mereka bakal menemui kesulitan berupa penahanan, dan akan mengalami haus sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah”. Hadis lain berbunyi : “Orang-orang miskin dari kaum yang beriman memasuki surga sebelum orang-orang kaya, mereka bersenang-senang dan memakan makanan, sedang yang lain masih merangkak dengan lutut mereka, maka Allah SWT. Berkata : “Di sana ada orang-orang yang aku kehendaki sebelum kamu, kalian adalah pemimmpin dan pejabat, maka, tunjukanlah kepada Ku apa saja yang telah kalian perbuat dengan sesuatu yang telah Aku berikan kepada kalian.” Salah seorang ahli imu berkata : “Tidaklah menggembirakanku walau aku memiliki Humran Ni’am (kiasan untuk kenimkmatan yang besar), sedang aku tidak bisa bergabung dengan rombongan pertama bersasma Muhammad saw. Dan kelompoknya.
Wahai kaum yang mengkhawatirkan hisab! Raihlah kesempatan bersama orang-orang yang ringan beban hisab-nya dalam rombongan orang-orang Muslim, serta takutlah bila terlambat dan terpisah dengan rombonan Rasulullah saw. Sebagaimana takutnya orang-orang yang bertakwa.
Diceritakan bahwa seorang sahabat merasa haus lalu ia minta minum, maka didatangkanlah kepadanya segelas air dan madu. Ketika ia mengambil air itu dan meneguknya, ia pun terseduh kemudian menangis dan menangis. Lalu ia berusaha mengusap air mata dari wajahnya dan hendak berbicara, tapi ia kembali menangis. Ketika tangisannya kian menjadi-jadi seorang bertanya kepadanya, apakah tangisan itu lantaran iar tadi? Ia menjawab : “Benar! Tat kala suatu hari aku duduk bersama Rasulullah saw. Dan tidak ada orang lain bersama beliau ketika itu selain diriku, beliau memertahankan dirinya dan berseru : “Menyingkirlah dariku” Aku bertanya kepadanya : “Demi dirimu, maka siapakah gerangan yang engkau ajak bicara? Beliau menjawab : “Itulah dunia yang tampil di depanku dengan corak dan keindahannya, yang berkata kepadaku : Wahai Muhammad, raihlah aku! Maka aku katakan kepadanya : “Menyingkirlah dariku!” Lalu ia berkata lagi :”Jika engkau selamat dariku, wahai Muhammad, sesungguhnya tidak akan selamat dariku orang-orang sesudahmu.
Wahai kaum, orang-orang pilihan itu menangis kecuali takut bila terputus hubungan dengan Rasulullah saw. Hanya lantaran meminum air yang halal, maka celakalah dirimu yang bergelimang dengan kenikmatan dan syahwat yang sulit untuk dikatakan terbebas dari usaha haram dan syubhat, padahal engkau tidak merasa khawatir akan terputus hubungan dengan Rasul saw. Alangkah bodohnya kebodohan mu itu!
Sungguh malang nian nasibmu, bila engkau tercecer dari rombongan Muhammad saw. Pada hari kiamat. Pasti engkau akan menyaksikan suatu peristiwa dahsyat yang membuat malaikat dan nabi-nabi bergidik melihatnya.
Bila engkau lengah dari mengejar rombongan itu, pasti engkau akkan mengalami masa yang panjang untuk menyusulnya. Bila engkau menghendaki harta yang berlimpah pasti engkau akan mengalami sulitnya hisab. Bia engkau tiidak merasa puas dengan yang sedikit pasti engkau mengalami masa penantian rintihan dan ratapan yang amat panjang. Bila engkau rela dengan keadaan orang-orang yang tertinggal, pasti engkau akan terputus hubungan dengan golongan kanan, dengan Rasul Tuhan Semesta Alam, dan engkau akan sangat terlambat untuk menikmati karunia orang-orang yang diberi kenikmatan,\. Dan bila engkau bersebarangan dengan sikap orang-orang yang bertakwa, pasti engkau akan bersama orang-orang yang tertahan dalam situasi yang mencekam di Hari Pembalasan.
Celakalah dirimu, renungkanlah apa yang engkau dengar! Maka jika engkau mengira bahwa dirimu juga seperti orang-orang salaf pilihan, merasa puas dengan sekedar bisa makan sehari-hari, bersikap zuhud terhadap yang halal, menafkahkan harta benda lebih engkau utamakan daripada diri sendiri, tidak khawatir akan kemiskinan, tidak menumpuk harta untuk hari esok, tidak menyukai harta berlimpah dan dan kekayaan, rela dalam kefakiran, gembira dengan yang sedikit dan kemiskinan, senang dengan kerendahan dan kesederhanaan, benci kedudukan dan ketinggian, engkau merasa kuat dalam urusanmu, dan tidak berubah dari petunjuk, sesungguhnya engkau telah melakukan hisab terhadap dirimu di dunia. Engkau telah menjalankan semua urusanmu sesuai dengan yang telah disetujui oleh keridhaan ALLAH SWT. Engkau tidak akan ditahan untuk diinterogasi dan tidak akan di hisab, dan orang sepertimu termasuk di antara orang-orang yang takwa.
Hanya saja engkau masih berpikiran bahwa engkau mengumpulkan harta yang halal untuk pengeluaran di jalan Allah. Maka, celaka dirimu, wahai orang yang terperdaya! Renungkanlah! Permasalahanmu dan perbaikilah pandanganmu! Tidakkah engau mengetahui bahwa menghindari kesibukan dengan harta serta mengosongkan hati untuk berzikir, mengingat menyebut, berpikir dan merenung tentu lebih selamat untuk agama, lebih memudahkan untuk hisab, lebih meringankan pertanyaan ketika diinterogasi, lebih merasa aman dalam menghadapi dahsyatnya peristiwa kiamat, lebih memperbanyak pahala dan lebih meninggikan nilaimmu di sisi Allah SWT, dalam keadaan berlipat-lipat.
Salah seorang sahabt berkata : “Andaikan seseorang di dalam sakunya memiliki sejulah uang dinar yang diinfakannya, sedang yang lain berzikir kepada Allah SWT. Niscaya yang berzikir itu lebih utama.”
Diceritakan bahwa salah seorang ulama ditanya tentang orang yang mencari harta untuk dikeluarkan dalam kebajikan, ia menjawab : “Meninggalkannya justru lebih baik.” Seorang Tabi’in pilihan ditanya tentang dua orang, salah seorang di antaranya mencari harta yang halal dan ia mendapatkannya, lalu dengannya ia menghubungkan tali silaturrahmi dan diperuntukannya untuk dirinya, sedangkan yang lain menjauh tidak mau mencarinya dan tidak mau menerimanya, maka yang mana di antara mereka yang lebih utama? “Demi Allah, jauh sekali antara keduanya, yang menghindar lebih utama, perbedaannya sama dengan antara timur dan barat,” Jawabnya.
Lebih baik bagimu untuk menyerahkan dunia kepada orang yang mengejarnya. Sedangkan bagimu sekarang adalah menjauhi kesibukan dengan harta supaya lebih menyegarkan untuk tubuhmu, mengurangi kecapaianmu, menyenangkan untuk hidupmu, memuaskan hatimu, mengurangi kegundahan dan kegelisahanmu. Maka atas dasar apa engkau mengumpulkan harta kalau meninggalkannya dapat membuatmu lebih utama daripada orang yang mengejarnya untuk tujuan kebajikan.
Benar, kesibukanmu dengan mengingat Allah lebih utama untuk mu daripada mengeluarkan harta di jalan-Nya, sehingga berkumpulah pada dirimu kesenangan dunia serta keselamatan serta keutamaan di akhirat.
Baiklah, seandainya mengumpulkan harta untuk kebajikan itu lebih utama daripada menjauhinya, pastilah kami didahului oleh Nabi Muhammad saw. Terhadap keutamaan dan kebaikan yang kamu kira terdapat dalam pencarian harta itu. Akan tetapi, Rasulullah saw. Mengetahui betul bahwa ridha Allah SWT. Terletak pada sikap menghindari dunia, maka dari itu jauhilah oleh mu.
Diceritakan dari Rasulullah saw. Bahwa beliau bersabda : “Aku didatangi oleh Jibril as. Yang membawa kunci perbendaharaan bumi. Maka demi dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, aku tidak mengulurkan tangan kepadanya.” Dalam hal ini, seorang sahabt berkomentar, andaikata beliau mengeahui bahwa di situ ada kebaikan, pastilah beliau saw. Mengulurkan tangannya.
OK, andaikata dalam pengumpulan harta itu terdapat keutamaan yang besar, pastilah demi keutamaan akhlak engkau harus meneladani Nabi Muhammad saw. Karena dengannyalah Allah memberinya petunjuk, sekaligus kau harus pula menerima pilihan beliau saw. Untuk dirinya, yaitu menghindari dunia. Rasulullah saw. Bersabda : “Apalah bagiku dan bagi dunia, tidaklah aku dan dunia ini melainkan seperti seorang musafir yang menunggangi kendaraannya lalu berteduh di bawah sebatang pohon kemudian ia berangkat lagi meninggalkannya.”
Dalam sebuah doanya beliau saw. Berkata : “Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkan aku bersama orang-orang miskin, janganlah engkau campurkan aku bersama orang-orang kaya.” Dan dalam doanya yang lain beliau saw. Berkata :”Ya Allah, jadikanlah rezeki keluarga Muhammad sekedar memenuhi kebutuhan.”
Celakalah dirimu! Apakah kalian mengira bahwa Muhammad saw, itu bodoh sehingga memilih alternatif ini untuk dirinya? Tidak!!! Demi dzat yang telah memuliakannya dengan risalah, tidaklah beliau memilih suatu alternatif ini untu dirinya, melainkan pada perkara yang lebih utama dan lebih tinggi nilainya. Maka, ridhailah untuk dirimu sesuatu yang diridhai oleh Nabi Muhammad sw. Jadikanlah Nabimu itu sebagai teladan, dan berjalanlah di bawah panji-panjinya untuk mencapai surga dengan segera.
Saudaraku, renungkanlah apa yang kau dengar sarta yakinlah bahwa kebahagiaan dan kemenangan terdapat dalam tindakan menghindari dunia. Sesungguhnya telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Sesungguhnya pemuka orang beriman di surga adalah orang yang apabila ia makan siang, ia tidak bisa makan malam, apabila ia mencari utang, ia tidak mendapatkan uang; ia tidak memiliki kelebihan pakaian kecuali yang menutupi tubuhnya, dan ia tidak mampu untu mencari sesuatu yang memperkayanya. Ia memasuki sore dalam keadaan demikian dan memasuki pagi juga dalam keadaan demikian, ia selalu ridha kepada Tuhan-nya. Mereka itulah orang-orang yang telah ddiberi nikmat oleh Allah dan golongan para nabi, shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang salih. Maka alangkah baiknya mereka sebagai teman-teman (QS. An-Nisa : 69).
Saudaraku, renungkanlah apa yang engkau dengar dan yakinlah bahwa keburukan itu terkumpul dalam perbuatan memperbanyak harta benda dunia.
Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Berkata kepada Bilal ra. : “Jika engkau mampu berjumpa dengan Allah dalam keadaan miskin, bukan dalam keadaan kaya maka lakukanlah.” Bilal berkata : “Bagaimana dengan diriku wahai Rasulullah?” Beliau berkata : “Apa yang dirizkikan kepadamu jangan disembunyikan dan apa yang diujikan atasmu jangan ditolak.” Bilal berkata lagi : “Bagaimana dengan diriku terhadap hal demikian ya Rasulullah?” Beliau berkata : “Atau engkau mau ke neraka?”.
Celakalah dirimu! Jika engkau memahami apa yang engkau dengar, maka tiada lagi alasan bagimu untuk mengumpulkan harta lebih dari sekedar kebutuhan sehingga dapat engkau jadikan dalih di hadapan Allah. Sungguh, demi Allah, jadikanlah itu kesibukan! Sampai kapan engkau masih tetap menumpuk-numpuk harta setelah adanya penjelasan ini. Sesungguhnya telah ditolak pengakuanmu bahwa engkau menumpuk harta untuk tujuan berderma dan kebaikan. Pasti engkau lakukan itu karena takut kemiskinan, juga engkau lakukan demi kenikmatan, perhiasan, kemewahan, bermegahan, keududukan, riya, kesombongan, penghargaan, sanjungan dan kemuliaan, lalu engkau mengira bahwa usaha itu demi kebajikan. Sungguh maang nasibmu! Hati-hatilah terhadap Allah SWT. Dan malulah dengan pengakuanmu wahai orang yang terpeerdaya, karena sesungguhnya dirimu terjebak dalam fitnah dengan mencintai dunia. Jadikanlah dirimu mengakui bahwa keutamaan, kebaikan, dan ridha terhadap sekedar kebutuhan sehari-hari adalah dalam menghindari kelebihan. Jadikanlah dirimu ketika mengumpulkan harta itu merasa tertipu lalu mau mengakui kejahatanmu serta takut kepada hisab. Maka hal demikian itu lebih selamat untukmu dan lebih dekat kepada maaf daripada mencari-cari alasan untuk menumpuk-numpuk harta.
Saudaraku! Renungkanllah apa yang engkau dengar, dan perhatikanlah diri sendiri melalui akal sehatmu. Sesungguhnya keberuntungan untuk mu terdapat dalam menghindari dunia, dan Allah tidak memerlukanmu, tetapi dirimulah yang sangat butuh kepada Allah SWT.
Saudaraku! Ketahuilah bahwa pada masa sahabat r.a .. harta yang halal banyak tersedia, namun mereka adalah orang yang paling wara dan paling zuhud terhadap yang diperbolehkan untuk mereka. Sedangkan pada masa kita sekarang, yang halal sudah langka, maka bagaimana dengan kita untuk mendapatkan walau sekedar memenuhi kebutuhan dan menutupi hajat? Adapun perbuatan dari menumpuk-numpuk harta pada zaman kita sekarang, mudah-mudahan Allah SWT. Melindungi kita dari hal yang demikian. Maka, mana ketakwaan kita seperti takwanya para sahabat, seperti wara’, zuhud, dan kewaspadaan mereka? Mana nurani kita seumpama nurani dan kebaikan niat mereka? Kita telah dijangkiti, demi Tuhan Langit, oleh berbagai macam penyakit jiwa serta nafsu rendahnya, padahal dalam waktu dekat akan tiba waktu menghadap. Maka, alangkah bahagianya orang yang ringan bebannya ketika mereka mendahului; alangkah geisahnya orang yang berat bebannya keetika harus tertahan; dan alangkah senangnya orang-orang yang bertakwa pada hari dikumpulkan! Sedangkan duka cita yang panjang bagi orang yang bermewah-mewah dan mencampur adukan. Aku telah meberikan nasihat kepada kalian jika mau menerimanya, tapi sayang yang mau menerima nasihat ini hanya sedikit. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita sekalian untuk setiap kebaikan melalui Rahmat-Nya.

NAsIHAT KE - 4
Hendaklah Engkau Bersikap qana’ah dan tawadhu’

Sahabatku! Berikut aku akan menyinggung sebuah bab yang cukup efektif untuk menutup pintu fitnah dunia serta tipu dayanya, sekaligus akan mampu membukakan pintu akhirat dan keberkahannnya, dan aku dapatkan hal itu pada sikap qana’ah dan tawadhu’, karena keduanya merupakan lawan dari kemewahan dan kesombongan. Ini karena bila seorang hamba rela terhadap sikap merendahnya di dunia, maka otomatis secara langsug ia telah membuang sifat sombong dari hatinya. Tidak ada lagi ambisi untuk mengejar keududkan dan kehormatan pada dirinya sehingga selamatlah ia dari fitnah dunia beserta huru haranya. Lalu dia cukup bergembira dengan sikap tawadhunya di dunia dan mendapat kemuliaan di sisi Allah swt. Demikian pula keadaanya bila si hamba merasa puas dengan kebersahajaannya, tidak rakus untuk menumpuk harta seperti rakusnya seekor anjing terhadap bangkai, ia merasa lapang dada di dunia, sedikit dosa dalam agamanya; mau menerima rizki yang sedikit; dan Allah pun ridha kepadanya dengan sedikit amalnya. Jadi, dengan sikap qana’ah itu ia menyegarakan ketenangan hati di dunia serta kebahagiaan dengan rahmat Allah di akhira.
Sahabatku! Ingat, hendaklah engkau melakukan mawas diri kepada Allah SWT. Sahabatku, merasa puaslah terhadap rizki yang mencukupi kebutuhan dan memenuhinya; tinggalkanlah mencari kelebihan harta, yaitu pada sesuatu yang sesungguhnya tiada keperluan bagimu. Sebab, telah sampai kepada kami bahwa kelebihan harta di sisi Allah SWT adalah kotoran. Padda hari kiamat kelak akan didatangkan dunia itu lalu dikatakan : “Pisahkanlah dari harta itu bagian yang di tujukan untuk Allah, lalu lemparkanlah semua sisanya ke neraka.”
Juga telah sampai kepada kami : “Dunia itu terkutuk dan terkutuk pula isinya keculai zikir kepada Allah SWT serta semua sarana yang digunakan untuk berzikir kepada Allah.” Rasulullah saw. Bersabda : “Biarkanlah dunia ini untuk pemujanya, karena orang yang mencari dunia di luar kebutuhannnya akan dijemput kematiannya sedang ia tidak merasa.” Seorang sahabat juga mengatakan : “Seburuk-buruk manusia ialah yang mengejar dunia di luar kebutuhannya. Wahai kaum, siapa yang tidak puas dengan sekedar memenuhi kebutuhannya, maka bagaimana bisa ia dijamin termasuk dalam golongan hadis ini?
Telah sampai kepada kami Rasulullah saw. Bersabda : “Seandainya anak manusia memiliki dua lembah dari emas, niscaya ia akan minta satu lembah tambahan, dan tidak ada yang dapat memenuhi perut anak Adam itu kecuali tanah. Semoga Allah swt. Menerima taubat orang yang bertobat.” Salah seorang sahabt berkata, ‘Celakalah bagi setiap penumpuk harta yang selalu membuka mulut seperti orang gila, yang hanya dapat melihat apa yang ada pada orang lain tapi lupa terhadap apa yang ada pada dirinya. Celakalah untuknya ketika mengalami siksa pada saat yang sangat lama, sampai-sampai bila memungkinkan malampun dijadikan siang. Ingatlah, siapa yang tidak merasa puas terhadap sekedar kebutuhannya, maka bagaimana bisa ia dijamin termasuk golongan hadis ini?
Ibnu Mas’ud r.a. beserta beberapa orang jamaah mengeluhkan tentang hak kepada Rasulullah saw, lalu jawab beliau saw : “Bersabar dan bergembiralah kamu, karena saatnya sudah dekat, bahkan seakan-akan telah tiba.”
Dalam hadis yang lain Rasulullah saw. Bersabda : Akan datang sesudahku suatu golongan yang memakan makanan yang lezat-lezat dengan aneka warnanya; menikahi wanita-wanita cantik dengan berbagai macam tipenya; memakai pakaian bagus-bagus dengan berbagai macam modenya; dan mengendarai kendaraan mewah dengan berbagai macam mereknya. Mereka mempunyai perut yang tidak pernah merasa kenyang dengan yang sedikit dan memiliki nafsu bahkan terhadap yang banyak pun tidak pernah merasa puas. Mereka menekuni dunia saat pagi dan sore hari, mereka menjadikannya sebagai tuhan di samping Tuhan mereka, menjadikannya rabb di samping rabb mereka, hanya kepada urusan dunia itu target mereka dan kepada hawa nafsu mereka mengikuti. Maka suatu tekad .... dari Muhammad sw. Bagi yang mengalami zaman itu yang bakal datang setelah pengganti kamu, hendaklah tidak memberi salam kepada mereka, tidak mengunjungi yang sakit di antara mereka, tidak mengiri jenazah mereka, dan tidak perlu hormat kepada pemuka mereka. Siapa yang tetap melakukan itu, sesungguhnya ia ikut ambil bagian dalam menghancurkan Islam. (Hadis ini dieluarkan oelh AL Bazzar, namun salah seorang sanad-nya di dha’if-kan oleh Jumhur). Ingatlah, siapa yang tidak pernah merasa cukup dengan sekedar kebutuhannya, bagaimana ia merasa aman dari orang-orang yang termasuk dalam firman Allah SWT, berikut : “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu) dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahu.” (QS. At-Takatsur 1-4). Maka, bagaimmana orang yang tidak pernah puas itu merasa aman dari ancaman Allah SWT ini. Ia pasti bakal binasa. Semoga Allah SWT melindungi kita dari menyenangi kemegahan, memberikan kepada kita semua sikap qana’ah dan tawadhu’. Wahai kaumku, keuntungan itu, demi Allah, terletak dalam keridhaan terhadap kesederhanaan, bukan terhadap kemegahan. Keuntungan itu, demi Allah, terletak pada kerendahan dalam berzikir, bukan dalam kedudukan dan jabatan. Keuntungan itu, Demi Allah, pada kerendahan diri, bukan dalam keangkuhan. Aku telah memberikan nasihat kepada kalian jika kalian mau menerima, tetapi yang menerima itu sedikit. Mudah-mudahan Allah memberi taufik kepada kita semua untuk setiap kebaikan dengan Rahmat-Nya.

NAsIHAT KE – 5
Carilah Makananmu di Antara Yang Halal

Sahabatku! Apabila Allah SWT. Telah memberikan kepada kalian sifat Qana’ah dan tawadhu’, bersyukurlah kepada-Nya sebanyak-banyaknya, dan tetap mawas dirilah kepada-Nya dalam hal makanan yang dengannya kamu merasa puas itu. Kemudian, selalu berusahalah mencari yang terhalal dan terbaik selama kalian mampu menemukan jalannya. Hal demikian supaya lebih memudahkan untuk hisab kalian, dan supaya menyempurnakan untukmu kebaikan akhirat melalui baiknya usaha tersebut, sebagaimana engkau bersegera dengan sikap qana’ah kepada ketenangan hati di dunia.
Ketahuilah, tidak diragukan lagi, sesungguhnya barang yang halal itu sudah lama menjadi langka, dan kita selalu berada dalam syubhat yang di situ bercampur baur antara yang haram dan yang batil! Terlebih lagi terhadap syubhat yangsamar! Tetapi, hal itu sudah lumrah dan sering kita kerjakan, sehingga kita sadar kapan orang seperti kita mempu menjadi wara’? Atau kapan amal perbuatan kita menjadi jernih, sedangkan diri kita selalu penuh dengan syahwat, dan senantiasa memakai perhiasan yang syubhat?
Telah sampai kepada kami bahwa di antara ahli ilmu ada yang mengatakan : “Pada hari kiamat kelak Allah akan membangkitkan sekelompok orang dari kuburan mereka, yang menyebarkan bau yang lebih menyengat daripada bau bangkai, yaitu mereka yang berfoya-foya dengan kelebihan harta yang didapatkan dari yang syubhat.” Ahli ilmu ini berkomentar, “Demi Allah, di antara mereka adalah aku.”
Saudaraku, seorang alim yang selalu takut semacam ini, masih demikian cara memandang jiwanya dan keprihatinannya terhadap barang-barang syubhat! Maka, bandingkanlah olehmu, bagaimana menurut pandanganmu, orang-orang seperti kita yang timbul tenggelam dalam kubangan dunia, syahwat, syubhat bahkan lebih kotor dari pada itu? Karena itu, ingat! Mawas dirilah kepada Allah dan bersikap wara’-lah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sesungguhnya, tegaknya Agama adalah dengan sikap WARA’. Telah sampai kepadaku bahwa ibadah itu ada tujuh puluh bagian, yang paling utama di antaranya ialah berusaha mendapatkan yang halal. Deceritakan bahwa orang mencari makanan dari barang yang halal bagaikan orang berperang di jalan Allah SWT.
Ketahuilah, sesungguhnya banyak beribadah tapi dibarengi dengan makanan yang kotor, tidak ada jaminan bahwa ibadah tersebut tidak menjadi sia-sia. Seorang sahabat mengatakan, ”Apabila baik usaha seseorangdalam mencari nafkah, akan bersihlah perbuatan, kemudian akan dikembalikan lagi sehingga dapat diketahui (hasilnya.” Lalu diceritakan oleh salah seorang tokoh, bahwa setan berkata “ “Hanya satu bagian yang aku inginkan dari anak manusia, kemudian setelah itu aku biarkan antara dia dan antara apa yang ia kehendaki dalam berbuat ibadah, yaitu aku jadikan usahanya dari jalan yang tidak halal. Maka jika ia beristri, ia lakukan dengan cara yang haram, jika ia berbuka puasa, ia berbuka di atas yang haram, dan jika ia menunaikan ibadah haji, ini pun ia lakukan atas dasar hal yang haram.”
Oleh karena itu, saudara-saudaraku, berhati-hatilah dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan. Takutlah kepada Allah terhadap hal yang haram agar kamu tidak mendekatinya, dan waspadalah terhadap unsur syubhat. Sesungguhnya di kalangan salaf ash-shalih dahulu, di antara mereka ada yang sampai menginggalkan tujuh puluh pintu halal karena khawatir akan memasuki satu di antara pintu-pintu yang haram. Oleh karena itu, waspadalah terhadap syubhat, baik yang diyakini paling halal, paling ringan, paling sedikit, dan paling aman, Sebab, telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Yang halal itu nyata dan yang haram pun nyata, sedang di antara keduanya adalah syubhat yang tidak ddisadari oleh sebagian besar orang; apakah termasuk yang halal atau termasuk haram.” Rasulullah saw. Juga bersabda : “Siapa yang berani bermain api dalam syubhat, hampir saja ia jatuh ke dalam lingkaran haram.”
Sahabatku! Berpindah-pindahlah dalam berusaha mencari nafkah dari satu kondisi kepada kondisi yang lain, dari satu profesi kepada profesi yang lain yang lebih menjamin keselamatan; dari satu usaha kepada usaha yang lain yang lebih cocok agar kamu benar-benar mengerjakan ketakwaan dan betul-betul mencari yang halal. Waspadalah dalam usahamu terhadap berbagai jenis riba karena riba itu ada sekitar tujuh puluh bagian, bahkan lebih. Hindarilah perbuatan khianat, keji, curang, bohong, sumpah palsu dan sanjungan. Dan hati-hatilah untuk dirimu, sesungguhnya indikator taqwa terdapat dalam sikap wara’, dan dengan wara’ itulah akan dikenali orang-orang yang bertakwa. Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Orang yang menipu seorang Muslim bukan termasuk golongan kami.” (Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Sabdanya lagi : “Celaka dan celakalah orang yang menghalalkan hal yang haram dan syubhat dengan syahwat.” Saudara-saudaraku, berhati-hatilah terhadap Allah, karena merasa ridha dengan yang sedikit dan mendapatkan kemenangan yang besar lebih utama daripada harta yang melimpah yang disertai dengan hisab yang sangat teliti dan siksa yang pedih.

NAsIHAT KE - 6
Hemat dalam Mengelola Rizki dan Menghindari Berfoya-foya

Ikhwanku, aku berwasiat kepada kalian semua agar berlaku hemat dalam memanfaatkan rizki, karena sikap demikian termasuk kebaikan agama. Dan hindarilah sikap berfoya-foya pada waktu kaya karena sesungguhnya Allah tidak menyukai sikap berlebih-lebihan dalam segala hal. Allah mencela orang-orang yang berlebih-lebihan dan memuji orang yang tidak berlebih-lebihan dan juga tidak pelit.
Salah seorang Tabiin berkata : Cukuplah sikap seperti ini termasuk berfoya-foya, yaitu seorang yang makan menuruti seleranya, dan berpakaian menuruti seleranya. Seorang tokoh yang lain berkata : Akan datang pada hari kiamat segolongan orang yang sedang mencari-cari kebaikan yang pernah mereka kerjakan, lalu dikatakan kepada mereka : “Kamu telah menghabiskan rizkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya.” (QS. Al-Ahqof – 20). Maka dari itu jadilah kamu sekalian hemat dalam sikapmu tanpa pelit dan berlebih-lebihan.

NAsIHAT KE - 7
Hindarilah Sifat Kikir

Sahabatku! Aku mewanti-wanti kalian, sesungguhnya kekikiran terhadap ALLAH swt. Akan menghalangi kebaikan dunia dan akhirat, dan seorang yang bakhil tidak akan berdekatan dengan Allah di rumah-Nya. Telah sampai kepada kami suatu ucapan, bahwa orang yang bakhil akan jauh dari Allah, jauh dari Rasul-Nya saw. Dan jauh dari surga, namun dekat ke neraka!.
Ingatlah, alangkah besar kejahatan seseorang yang telah diberi karunia oleh Allah dalam bentuk harta yang banyak tetapi ia mengeluarkannya sedikit dan ia terlalu kikir terhadapnya. Semoga Allah melindungi kita dan kalian semua dari sifat kikir.

NAsIHAT KE - 8
Hindarilah Bergaul Dengan Orang-orang Jahat

Sahabatku! Aku mengingatkan kalian dalam berbaur dengan semua orang, karena semua pelanggaran dan dosa terdapat dalam pembauran dan pergaulan dengan mereka, sedang mereka tidak menyadari. Hanya saja, yang mempu mendeteksi hal semacam ini terbatas pada orang yang sudah menjadi wara’ dan muhasabah, sedang kita bukanlah termasuk orang  yang dijamin selamat dalam agamanya apabila setan manusia dan setan jin sudah berkumpul.
Kita sama seperti mereka, saling membisik satu sama lain tentang ungkapan yang indah sebagai tipuan. Ingat, kalian boleh bergaul dengan manusia hanya dengan dua tipe; salah satunya ialah yang dapat membantu keadaan dirimu agar tidak hanyut dalam keduniaan. Namun, jika Allah menghimpun pertolongan terhadap agama dan dunia pada diri seseorang, maka peganglah kepadanya dan hindarilah orang lain karena semua orang akan menjadi bencana dalam agamamu kecuali si penolong dalam kebajikan tadi.
Ingatlah! Sesungguhnya keselamatan paling utama adalah menghindari semua orang, karena dapat memberikan pahala yang banyak, bahkan lebih besar daripada apa yang kamu kira.
Disebutkan bahwa ibadah itu ada sepuluh bagian, salah satunya terdapat dalam sikap pendam, sedang sisanya yang sembilan terdapat dalam menjauhi manusia. Aku memberi nasihat kepada kalian jika mau menerima---- tetapi yang mau menerima biasanya sedikit.... bahwa sabar dalam kesendirian memang pedih, namun merupakan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk setiap kebaikan dengan rahmat-Nya. Berpisahlah dengan manusia dengan hati serta perbuatan, dan sambungkan komunikasi dengan mereka melalui salam dan kewajiban memenuhi hak sesama Muslim.

NAsIHAT KE - 9
Rela Kepada Ketentuan Allah

Sahabatku! Apapun yang datang kepadamu yang bersumber dari Allah SWT. Dan Rasul-Nya saw. Bila berupa kemudahan, maka ambilah. Telah sampai kepada kami bahwa, “Sesungguhnya Allah SWT menyukai kemudahan-Nya dilaksanakan sebagaimana Dia menyukai yang sulit dari-Nya dikerjakan. Gemarilah sesuatu yang dibolehkan untuk mau dari setiap kemudahan yang sedikit. Karena, telah sampai keppada kami bahwa Rasulullah saw. Sangat menyukai kemudahan yang sedikit dari beberapa perkara.
Janganlah kamu berpaling dari afiat dalam segala hal, dan janganlah kamu menantang bahaya karena kita bukanlah termasuk ahlinya. Jika kamu sedikit diuji dengan hal yang tidak kamu sukai dan dengan musibah, saat itu bermujahadahlah terhadap diri kamu untuk bersabar dalam penderitaan, karena hal demikian adalah termasuk perhatian Allah kepada hamba-Nya. Dan janganlah sampai kamu mengeluh serta tidak mau menerima ketentuan-ya.
Telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT berkata : “Siapa yang tidak mau menerima ketentuan-Ku dan tidak bersabar terhadap bala’Ku, maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku.” Juga firman-Nya : “Siapa rela terhadap ketentuan, keputusan dan takdir Ku, maka untuknya adalah keridhaan apabila ia berjumpa dengan Ku, maka baginya adalah kebencian apabila ia bertemu dengan Ku.”
Kiranya, cukuplah keadaan demikian sebagai suatu bencana yang menimpa diri seorang hamba, saat pandangan Allah SWT. Menjadi buruk kepadanya. Maka janganlah kamu bersedih dengan pendangan Allah seperti itu kepadamu.
Sahabatku! Kesenangan terletak pada musibah di dunia, karena hal itu merupakan simpanan bagi mereka yang mampu bersabar, dan sekaligus menghapuskan kesalahan-kesalahan.
Seorang tokoh berkata : “Orang yang tidak bergembira terhadap musibah yang menimpanya karena peristiwa itu diharapkan dapat menghapuskan kesalahan, malaikat akan berkata : ‘Kami telah berusaha mengobatinya tapi ia tidak juga sembuh.” Celakalah kalian! Siapa yang lebih berhak dengan ketenangan dari musibah dunia daripada orang yang meyakini pilihan Allah untuk dirinya, ia menahannya sedikit dan akan bahagia selamanya. Siapa yang lebih berhak dari ketenangan dari suatu yang tidak di sukainya daripada orang yang diperhatikan oleh Allah, lalu Allah menutupi dengan musibah itu keburukannya, serta memberinya pahala atas hal itu dengan suatu pahala tanpa ada hisab, kemudian Dia menjadikannya bahagia selama-lamanya. Semoga Allah menjadikan kita berbahagia dengan ridha-Nya terhadap kita. Aamiin.. Aamiin ya Rabbal ‘Alaminn.

 NAsIHAT KE - 10
Tipu Daya Setan

Saudara-saudaraku! Ketahuilah bahwa setan itu lama bersedih menghadapi ketaatan. Ia memiliki berbagai tipu daya dan ia pun tidak pernah kendur dalam usahanya untuk membatalkan ketaatan itu. Ia membisikan kepada jiwa kegemaran pada pujian, sanjungan, kekaguman, dan kesombongan, juga pada pengakuan akan ketinggian derajat serta mengikuti hawa nafsu. Maka, apabila Allah SWT memberikan karunia kepada kalian dengan kebajikan, berhati-hatilah terhadap setan serta bermawasdirilah kepada Allah dari sikap mengatasnamakan agama demi kehormatan di dunia. Juga berhati-hatilah dari sikap mencari pujian dan sanjungan atas nama agama. Maka sudah pastilah sikap semacam itu akan menjadi penyebab terhapusnya perbuatan-perbuatan hamba!
Apabila engkau diuji dengan pujian dan pengakuan dari orang lain, maka janganlah kamu berbangga dengan hal itu karena ia akan menimbulkan kerusakan bagi agama. Kemudian apabila ada kesenangan meresap ke dalam hati lantaran pujian, janganlah hal itu diteruskan, tetapi tolaklah ia dengan ilmu tentang bahaya sok suci dalam agama. Juga tolaklah ia dengan ketidaksukaan pada pujian, lalu berlindunglah kepada Allah dari buruknya akibat sok suci itu. Sebab, apa yang dapat menjamin, bila kamu termasuk orang yang tidak diperhatikan oleh Allah pada hari kiamat, dan tidak disucikan oleh-Nya sehingga bagi mereka siksaan yang amat pedih?
Telah sampai kepada kami bahwa orang yang paling berat siksaannya pada hari kiamat ialah orang yang kelihatan oleh orang lain bahwa ia memiliki kebaikan padahal tidak. Barangkali orang yang senang terhadap pujian akan termasuk orang yang paling berat siksaanya di hari kiamat sedang ia tidak menyadari. Ber Muraqabah-lah kepada Allah dan ber-mujahadah-lah terhadap dirimu untuk meniadakan kesenangan tatkala engkau dicoba dengan pujian sampai engkau ditepati pada hari kiamat dan ditentukan untuk kamu suatu kepastian di sisi Allah SWT. Yaitu mendapatkan kesenangan selama-lamanya di rumah kemuliaan atau bakal mengalami duka cita yang lama dalam azab yang amat pedih. Semoga Allah melindungi kita semua dengan rahmat-Nya.

NAsIHAT KE - 11
Hindarilah Rasa Bangga Dengan Amal Perbuatan

Sahabtku! Takutlah terhadap sikap bangga dengan amal perbuatanmu, yaitu sikap merasa telah berbuat banyak untuk Tuhanmu, karena engkau akan dibenci oleh Allah lantaran bersikap demikian. Ketahuilah bahwa amal perbuatanmu itu tidak sebanding dengan kewajiban bersyukur atas satu nikmat ssaja di antara nikmat-nikmat Allah, bahkan satu nikmat saja dapat menghabiskan seluruh perbuatanmu. Padahal nikmat itu banyak sekali, dan engkau dituntut untuk mensyukurinya. Nah, bagaimana pendapatmu tentang hal ini? Seluruh amal kebajikan merupakan nikmat  dari Allah kepadamu yang selalu diperbarui, karenanya, kapan kamu sempat mensyukurinya? Jika engkau bersyukur, sesungguhnya engkau ditnut untuk mensyukuri terhasdap nikmat yang selalu bertambah itu. Lagi pula, seandainya bukan karena Ilham-Nya kepadamu untuk bersyukur, tentu engkau tidak mau bersyukur dan tidak mengarah ke sana selama-lamanya.
Seandainya engkau mengetahui keagungan Allah, kebessaran dan ketinggian-Nya, yang Dia memang berhak untuk itu, tentu engkau merasa malu untuk menyebut amal perbuatanmu. Jika engkau mengetahui kemurahan Allah SWT. Serta kenikmatan-Nya, tentu engkau akan menganggap tidak berarti perbuatan selurh makhluk dibandingkan satu nikmat saja, serta akan merasa khawatir terhadap nikmat lainnya yang akan dituntut kesyukurannya. Oleh karena itu bagaimana engkau berani menganggap telah berbuat banyak dalam hal amal yang penuh dengan cacat? Dan  bagaimana merasa bangga dengan perbuatan sendiri yang merupakan karunia dari Allah SWT?Bahkan berasal dari-Nya jua seluruh karunia dalam agama, yang sangat banyak untuk dibilang dan dihitung, tiada yang mampu mengetahuinya selain Pemberinya. Wahai orang yang lalai dalam bersyukur, sebaiknya dirimu bersikap malu bila menyebut-nyebut amal perbuatanmu. Wahai orang yang lengah terhadap hak-hak Allah, hendaknya dirimu merasa takut dan khawatir karena telah menyia-nyiakan banyak sekali di antara perkara-perkara dari Tuhanmu SWT!
Sesungguhnya orang yang berakal dan berilmu, ketika menghadapi kelalaian itu ia merasa gelisah dan amat sibuk menolak perasaan bangga dengan amal perbuatannya. Ingat, mohonlah bantuan untuk melenyapkan kebanggan itu dengan merendahkan nilai amal perbuatanmu. Ingatlah! Pertolongan Allah terhadapmu, dan minta tolonglah dengan ilmu terhadap Allah SWT. Juga mintalah bantuan dengan rasa takut akan kehilangan nikmatmu ketika mengabaikan kesyukuran.

NAsIHAT KE - 12
Memohon Pertolongan Allah Untuk Melenyapkan Kesombongan Hati

Sahabtku! Aku mewanti-wantimu terhadap kesombongan. Takutlah kepada Allah dari menghina salah seorang di antara umat atau mengingkari kebenaran apabila ada yang mengucapkannya kepadamu, karena AllahSWT. Tidak menyukai hal demikian dan akan menghinakan orang-orang sombong. Dan bagaimana engkau bisa menghina seorang Muslim sedangkan engkau tidak mengetahui kesudahannya dan kesudahanmu sendiri, juga tidak mengetahui rumah yang mana di antara surga dan neraka tempat engkau kembali. Maka jika engkau menasihati dirimu, sesungguhnya dirimu itu lebih berhak untuk mendapatkan penghinaan. Bukankah engkau lebih mengetahui tentang keburukan-keburukan jiwamu dan kekejian jiwamu daripada orang lain? Maka jika engkau mengira bahwa dirimu mampu mengetahui rahasia orang lain seperti halnya rahasiamu, sesungguhnya engkau telah mengaku-aku perkara yang amat besar, karena sesungguhnya engkau tidak mengetahui rahasia orang lain seperti halnya rahasiamu kecuali dengan merendahkan dirimu dan tidak menganggapnya suci.
Sesungguhnya terlarang bagimu untuk menganggap utama dirimu, juga terlarang untuk menganggapnya suci. Sebab, siapa tahu, barangkali engkau pada hari kiamat kelak berada di bawah telapak kaki orang-orang yang telah engkau remehkan di dunia. Renungkanlah apa yang engkau dengar, kemudian mintalah bantuan kepada Allah untuk melenyapkan kesombongan dari hatimu. Semoga Allah melindungi kita dari hal demikian.

NAsIHAT KE - 13
Menyelidiki Rahasia Jiwa dan Apa yang Tersembunyi di Dalam Dada

Sahabtku! Selidikilah rahasia-rahasia jiwa dan apa-apa yang tersembunyi di dalam dada, lalu sucikanlah dari rasa dendam, iri hati, dengki, senang atas kesusahan orang lain, buruk sangka, permusuhan dan kebencian. Sesungguhnya telah sampai kepada kami, “Bahwa dendam dan dengki itu menggerogoti kebajikan,” Dan , “Orang yang tidak menyukai dan membenci untuk Kaum Muslimin seperti apa yang disukai dan dibenci untuk dirinya, bukanlah termasuk di antara mereka.” Perhatikan dan selidikilah rahasia-rahasia itu setiap saat, sebab siapa tahu di antara kalian ada yang selalu getol dengan perbuatan maksiat tanpa disadarinya. Lihatlah, apakah ada di hatimu kecintaan kepada dunia, kegembiraan untuk menerimanya, dan bersenang-senang dengan syahwatnya. Adakah seringkali engkau merasakan manisnya pujian dan sanjungan? Apakah engkau lari dari cacian serta sangat berat untuk menerimanya? Adakah engkau tidak menyukai sesuatu yang bertolak belakanng dengan kemauan nafsumu, menerima dengan senang sesuatu yang cocok dengan seleramu? Apakah dirimu berlaku sia-sia dalam meandang makhluk tanpa mengambil pelajaran? Apakah dirimu berlaku sia-sia terhadap banyak omongan atau berdiam diri sambil berfikir tentang hal selain hari dijanjikan? Apakah seringkali engkau memiliki rasa takut akan kemiskinan? Adakah dirimu membenci sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Untukmu?
Semua hal demikian itu dan seumpamanya termasuk di antara dosa-dosa hati, sedangkan kalian mengabaikannya. Bahkan aku juga menduga bahwa para pembaca kalian membiasakan hal tersebut, sedang mereka tidak menyadarinya. Ingat, berjuanglah untuk beralih dari moral tercela. Dan janganlah hal itu diremehkan. Sesungguhnya telah sampai kepada kami bahwa . “Siapa yang menganggap remeh suatu dosa, sesungguhnya ia menganggap remeh akan ancaman Allah ‘Azza wa Jalla.”
Saudara-saudaraku! Berhati-hatilah terhadap Allah Yang Maha Mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi, bahwa engkau sering melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh-Nya SWT. Kebiasaan bukanlah sesuatu hal yang kecil.
Salah seorang sahabat berkata, “Terus-terusan berbuat dosa adalah kufur dan maksiat, dan apa saja yang sering dilakukan oleh seseorang berarti termasuk dosa besar.” Sesungguhnya pelaku dosa besar yang dibarengi dengan tobat lebih dekat posisinya kepada maaf daripada orang getol dalam melakukan dosa-dosa kecil.
Telah sampai kepada kita bahwa Allah SWT berfiran : “Aku tidak menerima kesalahan orang yang sering melakukan dosa-dosa kecil di dunia dan akhirat, karena tidak ada sesuatu yang lebih besar di sisi-Ku daripada terus menerus melakukan dosa.” Ketahuilah, penyebab besarnya kemarahan Allah SWT, kepada orang yang sering melakukan dosa-dosa kecil adalah karena minimnya rasa kepeduliannya terhadap penumpukan dosa serta anggapan remehnya terhadap kebencian Tuhan Yang Maha Perkasa. Semoga Allah memberikan perlindungan kepada kita. Dan ingat, hindarilah keseringan melakukan dosa kecil karena hal demikian merupakan perkara yang amat besar. Mudah-mudahan kita semua diarahkan oleh-Nya ke jalan orang-orang pilihan.

NAsIHAT KE - 14
Hati-hati terhadap Perselisihan di Kalangan Umat

Sahabatku! Seluruh bidang ilmu, ibadah, dan semua yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah baik. Hanya saja aku lebih menganjurkan kalian supaya mengenal semua fardhu yang memberi penekanan pada hati beserta seluruh anggota tubuh, mengenal tentang wara’ dalam berusaha, tentang kondisi lahir dan batin, tentang amal yang dibarengi dengan niat yang baik dan tentang keikhlasan karena Allah dalam berbuat. Janganlah mengabaikan sedikitpun di antara beberapa hal tersebut. Sesungguhnya, telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT. Berfirman : “Tidak selamat dari-Ku hamba-Ku kecuali dengan melaksanakan apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.” Ingat, bersegeralah dalam menunaikan segala yang fardhu. Tidak disukai oleh Allah SWT. Orang yang mengabaikannya; sebaliknya, akan beruntunglah hamba-hamba yang melaksanakannya.
Aku mengingatkanmu dalam memandang dan membahas tentang perbedaan umat. Bukankah telah sampai kepadamu tentang tragedi yang menimpa mereka karena perselisihan dan perpecahan tersebut, juga tentang peristiwi yang menimpa mereka karena mengikuti kemauan nafsu yang menyesatkan dan karena melanggar larangan, sebagaimana yang pernah ditimbulkan oleh kelompok Qadariyah, Murji’ah, Rafidhah, Jahmiyah dan Hururiyah, mereka saling memerangi, saling memusuhi dan saling membenci. Bahkan mereka saling bersaksi tentang kekafiran dan kesesatan sampai pada tindakan menghalalkan darah kelompok yang tidak sejalan dengan mereka, padahal sebelumnya mereka bersaudara dalam urusan Allah dan saling bersepakat. Tetapi ketika mereka diuji dengan kemampuan untuk membahas dan memperdalam (ilmu pengetahuan dan agama), akhirnya mereka terpecah menjadi beberapa golongan. Masing-masing golongan di antara mereka berargumentasi dengan ayat-ayat Mutasyabihat dan dengan atsar  (Jejak Rasul dan pendapat sahabat) yang sejalan dengan keinginan mereka sehingga mereka tersesat dan menyesatkan banyak orang.
Diceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. Memegang jenggot Umar ra. Dan berkata : Wahai Umar! Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” ‘Umar pun jadi penasaran dan bertanya : “ Demi bapak dan ibuku, wahai Rasulullah, atas apa engkau ucapkan kalimat itu? Rasulullah saw. Menjawab : “ Baru saja Jibril mendatangiku dan berkata ‘Wahai Muhammad Inna lillahi wa inna ilaihu raji’un, sesungguhnya umatmu sesudahmu akan difitnah dengan hal yang sedikit bukan dengan hal yang banyak. ‘Aku tanyakan : “Wahai Jibril fitnah kesesatan atau fitnah kekafiran? Ia menjawab : “Dua-duanya akan terjadi.’ Aku katakan : Bagaimana mereka tersesat dan bagaimana bisa menjadi kafir, sedangkan aku telah meninggalkan bagi mereka kitab Allah.’ Jibril menyambung : ‘Dengan kitab Allah mereka tersesat, karena masing-masing golongan akan menakwilkannya sesuai dengan keinginan mereka, maka dengan begitulah mereka menjadi sesat.”
Ingat, sadarilah pengawasan Allah, hindarilah mendalami dan menyelidiki tentang hal yang mereka selisihkan, karena perkara ini bagaikan samudra yang dalam, yang di dalamnya telah banyak orang-orang tenggelam. Dari bidang teologi, misalnya telah muncul bberapa aliran sehingga membuat orang yang berakal dan berilmu pun menjadi bingung. Maka bagaimana pula dengan orang seperti kita yang memiliki kekurangan baik akal maupun ilmu pengetahuan? Kalau begitu, berpegan sajalah pada apa-apa yang telah disepakati dan tidak diperdebatkan, terutama dalam Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat, kepada Kitab, Pra Rasul dengan Hudu-Nya, dengan segla yang fardhu, dengan syariat agama-Nya, dan dengan apa yang telah menjadi kesepakatan para salaf, karena di sanalah terletak tuntunan dan kebenaran.
Telah sampai kepada kita bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Tidak akan bersepakat umatku dalam kesesatan.” Yaitu perkataannya yang berisi kebenaran bahwa umatnya tidak bersepakat dalam kesesatan, merupakan ucapan yang benar adanya tanpa tanpa diragukan, hanya saja setanlah yang menimpakan bencana atas mereka dengan terjadinya perselisiha. Ingat, hindarilah mendalami permasalahan yang  mereka perselisihkan, sesungguhnya untukmu dalam hal yang mereka sepakati di antara batasan-batasan agama sudah merupakan kesibukan yang cukup menyita perhatian, terutama dalam masalah yang belum diketahui ilmunya.
Wahb bin Munabbih berkata : “Dulu di Masjdi al-Haram terdapat sekelompok orang yang berkata tentang Al-Jabr dan al-qadar lalu aku katakan : “Aku telah membaca tujuh puluh dua buku yang  diturunkan dari langit, aku juga bergabung dengan orang-orang yang luas ilmu pengetahuannya dan aku mengetahui banyak hal yang belum diketahi oleh orang lain. Maka aku mendapati bahwa orang yang paling banyak berbicara dalam masalah ini ternyata yang paling bodoh di antara mereka tentangnya. Dan juga aku mendapati bahwa orang paling banyak berdiam diri terhadapnya justru yang paling dalam ilmunya dalam masalah ini. Aku mendapati bahwa orang yang memandang masalah ini seperti orang yang memandang sinar matahari, semakin lama ia memandang kepadanya akan semakin  bertambah kebingungannya dalam masalah tersebut.”
Ali bin Abi Thalib ra. Berkata : Hindarilah berbantah-bantahan dalam masalah agama, karena pekerjaan itu hanya akan menyibukan hati serta akan menyemaikan bibit-bibit kemunafikan di sana.” Seorang tokoh berwasiat kepada saudara-saudaranya : Bismillahirrahmanirrahim! Ketahuilah bahwa keinginan-keinginan hawa nafu semacam ini telah mewabah di kalangan masyarakat. Dan jalan keluar dari masalah ini hendaklah kamu selalu berpegan teguh pada apa yang mereka sepakati serta hendaklah kamu bersepakat ketika mereka berselisih, karena orang yang baik dan orang yang jahat semuanya bersepakat bahwa Allah adalah hak, Rasulullah saw. Adalah hak, Al Qur’an dan para Rasul adalah hak, Kitab dan Malaikat adalah Hak, kebangkitan surga dan neraka adalah hak, tidak terdapat perselisihan di antara mereka. Bahwa shalat yang lima waktu beserta wudhunya, mandi dari janabah, puasa Bulan Ramadhan, zakat, haji, berbakti kepada orang tua, menunaikan amanah, mencegah kejahatan, serta menyadarkan orang lain, adalah wajib atas setiap Muslim, dan apa yang dikatakan oleh Allah SWT adalah hak : Diharamakan atas kamu (mengawini) ibu-ibu kamu, anak-anak kamu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan ... (Qs. An-Nisa’ 23 sampai akhir ayat). Bahwa menikahi mereka adalah haram. Juga khanrs (minuman keras), mencuri, bezina, berlaku curang, menipu, khianat, bohong, dan sejenisnya adalah haram. Bahwa dalam masalah ini tidak ada perbedaan antara kelompok yang baik dan yang jahat, demikian pula antara Ahlussunnah dan Ahlu bid’ah, mereka semua bersepakat, tiada perselisihan di antara mereka. Maka siapa yang bersikap seperti ini dan mengamalkan apa yang ada padanya niscaya tidak akan membuatnya binasa apa-apa yang belum ia ketahui di balik semua hal di atas, Insya Allahu ta’ala.
Oleh karena itu, peganglah ini dan jangan melampaui batas! Kemudian, jika ada yang bertanya kepada kalian tentang hal ini, katakan saja bahwa kami beriman kepada Al Qur’an beserta isinya, semuanya berasal dari Tuhan kami, lalu diamlah, jangan diteruskan lagi jawabannya, apalagi bila sampai berbuat lebih jauh.
Tetapi jika engkau beralasan bahwa kami melakukan itu karena kami suka untuk mengetahui yang benar dari yang salah dalam masalah yang mereka perselisihkan, lalu engkaupun menyelam lebih jauh, menyeelediki dan mendalami, niscaya tindakan seperti itu tidak dijamin akan selamat dari fitnah kecuali bila dikehendaki oleh Allah SWT. Maka terimalah nasihat ini, jangan engkau melampaui batas dan jangan terlalu jauh melangkah  dalam masalah tersebut. Karena pada setiap fardhu dalam maslah ini terdapat syariat-syariat, batasan-batasan dan sunnah-sunnah, maka pergunakanlah itu.
Pelajarilah ia supaya dengan itu menjadi sempurna shalatmu, menjadi baik pula dengannya usaha-usahamu, dan engkau pun tidak jatuh kepada riya’. Sibukanlah dirimu untuk mempelajari kewajiban-kewajiban dalam agama mu, serta sibukanlah dirimu dalam mempelajari batasan-batasan agama, dan itulah yang terbaik untukmu. Sebab, apabila engkau telah mendalami ilmu, tentu engkau tidak bisa lepas dari kesalahan orang yang tidak sepaham dengan ilmu yang ada padamu, sehingga engkau melihat permasalahan demi permasalahan tanpa memperdulikan etika, padahal kalian tidak pernah disuruh untuk hal itu.
Adapun jika kalian sengaja melihat kepada perselisihan tersebut tanpa didasari ilmu yang mendalam, tanpa bergaul dengan para ulama serta berdialog dengan mereka, tentu tidak ada jaminan bagimu untuk tidak diuji dengan sesuatu yang segera menyusup ke hati berupa fitnah. Dikatakan, tidak ada kesesatan kecuali dibalikya ada perhiasan. Setelah itu, barangkali engkau akan meninggalkan kebenaran lalu hatimu pun akan enggan untuk menerima kebenaran itu sesudahnya.
Ketahuilah, ciri-ciri orang yang memperhatikan sunnah itu yaitu waspada terhadap langkah yang terlalu jauh ke dalam bid’ah, karena kesadarannya tentang kehalusan kalimat, kerumitannya dan pendalamannya tentang hal ini. Maka tidak usah heran bahwa orang yang paling takut terhadap perdebatan adalah orang yang paling banyak ilmunya, paling tajam pemikirannya, dan paling banyak pemahamannya. Sebaliknya, orang yang berani terjun dalam perdebatan adalah orang yang paling sedikit ilmunya, paling lemah pemikirannya, dan paling rendah pemahamannya.
Oleh karena itu, waspada dan waspadalah, sesungguhnya kalian telah diperingatkan. Telah dikatakan kepada kami, hendaklah kalian berpegang pada agama orang-orang lemah, agama orang-orang badwi dan agama anak-anak (Yakni dalam hal tunduk dan membenarkan). Kemudian terimalah nasihat supaya jangan sampai engkau termasuk orang-orang yang dikatakan dalam ayat berikut : “ tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat. “ (QS. Al A’raf,79).
Ingat! Hati-hatilah kepada Allah, Saudara-saudaraku, terimalah nasihat orang yang prihatin terhadap nasibmu karena setan tidak pernah lalai dalam usahanya menghalangimu dari jalan kebenaran. Ia selalu menjadikanmu suka untuk menggapai kemenangan dalam perselesihan umat, dengan alasan demi mengenal kebenaran berdasarkan praduganya serta demi memilih yang benar, seolah-olah ia sebagai nasihat bagimu. Akan tetapi, sesungguhnya setan itu, melalui hawa nafsu dan fitnah akan membawamu kepada bencana dan melalaikanmu dari mengingat hari kebangkitan.  Duhai, kesibukan hati yang bukan untuk pendekatan bahkan sebaliknya untuk menjauhakn dari Tuhan mu, Ingat, janganlah engkau menolak bencana dengan cara mengikuti hawa nafsu, semoga Allah melindungi kita semua dari hal demikian. Aamiin.

NAsIHAT KE - 15
Memelihara  Anggota  Tubuh  dan Hati

Saudaraku! Aku berpesan kepada kalian tentang suatu pekerti, yang merupakan kumpulan seluruh kebaikan, yaitu aku berwasiat tentang pemeliharaan seluruh anggota tubuh serta hati, dan senantiasa kukuh menjaga di segala kondisi. Janganlah memulai sessuatu dengan tindakan, juga dengan perkataan, serta jangan pula menyembunyikannya kecuali melalui pertimbangan dan perencanaan. Jika sesuatu itu terpuji di sisi Allah SWT. Bersegeralah melakukannya; sebaliknya, jika tercela, maka jauhilah. Adapuns esuatu yang masih samar menurutmu, serahkanlah kepada orang yang ahli di bidangnya, dan berhentilah sampai di sini dulu sampai Allah memberikan ilmu dan penjelasannya.
Rasulullah saw. Bersabda : “Manusia yang paling di cintai oleh Allah ialah orang yang tidak mengungkapkan perkataan, perbuatan tangan, kaki, tindakan, tidak juga niat kecuali setelah petimbangan dan perencanaan. Maka, jika di sana terdapat ridha Allah, ia lakukan, dan jika tidak, maka ia tahan.” Ingat! Contohlah orang yang cendekia dan intelek, juga pelaku wara’ dan takwa. Berperilakuklah dengan etika mereka, engkau akan mendapatkan dengannya kemuliaan di hari ditegakkan hisab. Semoga Allah memberi kita taufik untuk setiap kebaikan melalui Rahmya-Nya.

NAsIHAT KE - 16
Malapetaka Dalam Mengabaikan Hak-Hak Allah

Saudaraku! Sungguh hal demikian merupakan jalan menuju Allah, maka berpeganglah pada hal-hal yang akan aku lukiskan kepada kalian berikut ini.
Yakinilah ia di dalam hatimu, dasari atasnya amal perbuatanmu dan curahkanlah segala kemampuan untuk melaksanakanya! Sebab, Aku melihat bahwa jiwa yang selalu memerintah telah mengambil keputusan untuk mengabaikan perintah Allah SWT. Maka lakukanlah hati-hatilah terhadap Allah (takut kepada-Nya); Jangan meremehkan-Nya, karena hal itu akan menghapuskan agamamu dan akan menjadi bencana atasmu, sedangkan kamu tidak menyadari. Bukanlah termasuk orang yang sadar orang yang mengabaikan apa yang pernah ia dengar. Terlebih lagi bahwa hak-hak Allah SWT itu jauh lebih banyak dan lebih besar dari semua itu. Maka, jika kamu menampakan kelemahan dalan melaksanakannya, tentu kelemahan itu tidak lebih kurang daripada kesedihan yang mendalam dan lama, karena musibah (bencana) itu pada dasarnya terletak pada pengabaian akan hak-hak Allah.
Tetapi, aku justru mendengar bahwa kesedihan kalian terhadap bencana dunia bahkan lebih besar daripada kesedihan karena ditimpa musibah di dalam agama, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Kedatangan malapetaka memang saling susul menyusul dan sebagainya lebih dahsyat daripada yang lain, tetapi pasti akan nampak akibatnya pada saatnya esok. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita seua untuk setiap kebaikan dengan Rahmat-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar doa, di tangan-Nya terletak seluruh kebaikan dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Wassalam.
Setelah si hamba Allah tersebut selesai dari ucapannya. Semoga Rahmat dan Ridha Allah untuknya, menghadaplah orang-orang yang senang kepadanya, lalu mereka berkata kepadanya : “Wahai saudara yang besar perhatiannya kepada Saudara-saudara yang lain, sungguh Anda tidak jemu memberi nasihat dan tidak lalai dalam memberikan pandangan. Apa-apa yang telah anda sampaikan kepada kami semua benar adanya, tidak bisa dielakan hujah pun cukup akurat dan sinar petunjuk telah jelas, maka wajib atas kami untuk mengamalkannya. Allah-lah Sang Penolong dalam perkara ini, dan Dia-lah Sang Pemberi Taufik. Semoga Allah Yang Maha Pemberi Karunia memberikan kepada Anda seutama-utama balasan orang-orang yang beramal karena-Nya. Kami memperhatikan Anda telah melukiskan kepada kami tentang kelompok orang yang memiliki impian yang benar, akal yang sempurna, akhlak yang mulia, amal perbuatan yang saleh, perkenalan terhadap kenikmatan, kesungguhan dalam bersyukur dan usaha maksimal dalam mencapai derajat kejujuran. Dan Anda telah menjadikan kami suka kepada perbuatan-perbuatan mereka. Anda telah melukiskan kepada kami tentang segolongan orang yang menjalankan kebajikan, sama rata di antara mereka meskipun di Sisi Allah sebagian lebih tinggi daripada yang lain dan sebagian lebih berat timbangannya daripada yang lain.
Lalu Anda juga mensifati golongan lain yang menyandang kebodohan yang besar, kelakuan yang buruk, rahasia-rahasia yang keji serta kufur terhadap nikmat. Maka engkau cegah kami dari mengikuti aliran-aliran mereka. Kemudian Anda melukiskan jiwa-jiwa yang mabuk dengan bunga-bunga dunia dan Anda peringatkan kami supaya tidak menjadi seumpama mereka. Anda telah menjelaskan kepada kami tipuan setan dan Anda takuti kami dengannya. Anda beritakan tentang bisikan jiwa yang sering terlintas dalam diri kami, sungguh kami tela mendapatkan kebenaran tentang gambaran mu akan bencana-bencana atas kami.
Memang kami melihat kerusakan-kerusakan di tengah-tengah kami bercampur aduk dengan ulah kami. Kami juga merasakan ddiri kami sasarannya adalah dominasi hawa nafsu dan kecerdikan musuh yang sejak dini telah menyesatkan kami, selalu memotivasi kami untuk melakukan semua yang tercela, dan ia memperindah hal itu dengan pengelabuan yang amat halus, kemudian ia cegah kami dari segala perbuatan terpuji dan ia campuri dengan tipu daya yang tersembunyi. Maka jika Anda setuju, wahai juru nasihat bagi saudara-saudaranya, agar Anda memberikan batasan untuk kemi ciri-ciri etika agama yang terpuji sehingga dapat kami pergunakan untuk menerapkan akhlak yang mulia di tengah-tengah kami; agar Anda lukiskan kepada kami tentang keadaan orang-orang yang paling bersyukur di antara makhluk, dan juga keadaan orang-oang yang paling kufur, dan keadaan orang-orang penyandang ke wara’-an serta kejujuran.
Namun jangan lupa agar Anda gambarkan kepada kami kejahatan pelaku riya dan ujub. Semoga Allah berkenan melenyapkan kebodohan dari kami, melapangkan dengan mengenali hal-hal tadi di dada-dada kami, melunakan hati kami, sehingga kami berjuang dengan melawan musuh demi membela agama kami, sekaligus mampu berseberangan dengan hawa nafsu kami setelah mengetahuinya. Mudah-mudahan Allah menyembuhkan dengannya sebagian penyakit jiwa kami bersama yang terdahulu dari yang diberlakukan Allah melalui lidah Anda untuk kami.”
Mendengar hal ini berkatalah hamba Allah Rahimahullah : Saudara-saudaraku, kalian memliku hak yang mesti (dipenuhi) tapi, yang wajib bagi kalian lebih banyak lagi daripada sekedar itu. Maka, keinginan kalian dan usaha peningkatan diri kalian dalam mengenal kecintaan Rabb --- melalui permintaan tadi--- sungguh kalian telah menanyakan tentang ilmu yang tersembunyi di dalam dada dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali ulama yang mengenal Allah SWT. Sebab, telah sampai kepada kami, bahwa Rasulullah saw. Berssabda : “Apabila mereka pergi dengannya; tidak ada yang tidak mengetahuinya kecuali orang yang terperdaya terhadap Allah, maka janganlah kamu menghina seseorang yang diberi ilmu oleh Allah. Sesungguhnya Allah tidak menghinanya sebab Dia telah memberikan ilmu itu kepadanya.”
Ingat, aku menyampaikan kepada kalian sebagian apa yang telah Allah bukakan untuk kita. Hanya kepada Allah aku memohon petunjuk dan kepadanya aku memohon bimbingan.

NAsIHAT KE - 17
Rahasia Perbedaan Para Pelaku Kebajikan dan Antara Keutamaan Mereka serta Beberapa Substansi Tatakrama

Saudara-saudara ku, ketahuilah bahwa pendapat itu banyak sekali dan bidang ilmu pengetahuan itu tidak terbatas, namun sebaik-baik pendapat ialah yag ditujukan untuk keridhaan Allah dan seutama-utama ilmu ialah yang diamalkan kerana Allah SWT. Maka perhatikan apa yang  kammu tanyakan dengan telinga  yang sigap, dengan fikiran yang  sadar serta dengan hati yang penuh perhatian. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk itu.
Adapun pertanyaan kalian tentang keadaan orang-orang yang melakukan kebajikan dalam jumlah yang sama, namun, nilai kebajikan sebagian mereka di sisi Allah lebih tinggi daripada yang lain dan timbangan amal perbuatannya lebih berat daripada yang lain, sungguh kalian telah membahas ilmu yang besar dan karakteristik yang sangat beragam. Ketahuilah, perbedaan di antara hamba-hamba itu jauh sekali. Berikut akan kugambarkan sebagian di antara keadaan mereka, seraya berharap karunia dan bimbingan dari Allah SWT. Sebagian di antara mereka bisa menjadi lebih unggul daripada yang lain karena ilmu, kebaikan niat, kejujuran lidah dan kebenaran sikap wara’. Sebab, setiap amal perbuatan ada batasan-batasan, dan bagi pelakunya ada persyaratan-persyaratan yang harus di penuhi.
Seorang hamba, bila ia tidak mengetahui batasan amal perbuatan dan etika dalam beragama, tentu perbuatannya tidak mengarah untuk mencari keridhaan Allah SWT, dan tidak pula untuk memenuhi kebenaran dalam amalnya, juga tidak dalam niatnya. Kemudian pula keadaan bila ia tidak mengenali penyakit-penyakit jiwa dan tipu daya setan, tentu ia tidak berhati-hati dalam perbuatannya, dan juga tidak mengetahui betul cara untuk memelihara diri dari musuh-musuh agamanya, padahal nafsu dan musuhnya selalu memperindah urusan dunia di depan matanya daripada urusan akhirat. Kedua-duanya selalu menjadikan dia tertarik pada hal-hal yang sesuai dengan keinginan rendah jiwanya; kepada hal yang dibuat indah di mata manusia tetapi menyebabkan aib baginya di mata Tuhan SWT, sedangkan hamba tersebut senantiasa tunduk kepada keduanya. Hal demikian terjadi padanya karena pandangannya telah tertutup sehingga tidak mampu lagi mengenali tipu daya ke dua musuhnya itu. Akhirnya ia pun berbuat kebajikan dengan ilmu yang serba minim serta pemikiran yang lemah. Kadang kala ia memang tidak tahu dan kadang tidak mengenal; ada kalanya malah merugikannya dan kadang ia tidak mendapatkan apa-apa.
Tipe orang semacam ini, meskipun banyak melakukan amalan sunnah, namun ia hanya mendapatkan bobot timbangan yang ringan, jauh lebih rendah derajatnya daripada orang-orang yang berpengatahuan. Sedangkan yang lan, ia diberi akal dan pengetahuan sehingga serasilah keadaannya. Ia melawan hawa nafsunya, berjuang melawan musuhnya, meletakan sesuatu berdasarkan ilmu pada tempatnya, memberlakukan segala perkatra secara proposiona, dan mencari keradhaan Allah melalui perbuatan terpuji. Ia menahan diri dari hal-hal yang masih samar dalam pandangannya, mencari ilmu untuk diamalkan, memlihih kebajikan dengan  niat utama dan kemauan yang tinggi lagi sangat serasi dengan kecintaan Allah SWT. Ia menjadikan niat yang paling benar sebagai dasar, dan di atasnya ia membangun amalan kebajikan. Ia jaga dirinya dari riya dan ia rahasiakan kehidupannya di mata orang lain. Tipe orang semacam ini, meskipun sedikit amalan sunnahnya, merupakan yang terberat dan tertinggi nilainya, sehingga amal perbuatannya yang sedikit itu akhirnya menjadi banyak juga.
Berikut aku akan menggambarkan suatu karunia dari Allah sekaligus sebagai substansi dari pekerti, kebaikan hati dan pencaian akan keridhaan Allah. Oleh karena itu, maka yakinilah ia di dalam rahasia-rahasia hati, dan jadikanlah ia pondasi, lalu dirikan di atasnya perbuatan kebajikan, karena di sanalah terletak keteguhan serta keutamaan yang agung.
Namun lantaran ini pula akan diambil tindakan atas seseorang untuk setiap penyimpangan yang sumbernya dari dalam dada. Dan karunia tersebut adalah seperti yang terungkap melalui beberapa riwayat berikut ini.
Di antaranya, telah sampai kepada kami bahwa, salah seorang yang memilikiilmu berkata : “Telah keluar dari bawah ‘Arsy lembaran-lembaran putih dan itu adalah niat-niat.” Seorang ahli ilmu lainnya berkata : Pelajarilah niat karena ia lebih penting daripada perbuatan.” Dikatakan : Niat orang beriman lebih baik daripada amalnya, dan bagi setiap orang sesuai dengan apa yang ia niatkan.”(Al Bukhari)
Dalam Firman Allah SWT yang berbunyi : “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing ( QS. Al-Isra’ : 84), Ahli tafsir berkata : “Para malaikat naik dengan membawa amal seorang hamba di antara hamba-hamba Allah dan mereka menganggapnya sedikit. Mereka menghinanya sedemikian rupa hingga perjalanan merek berakhir bersamanya pada suatu tempat sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Lalu Allah SWT mewahyukan kepada mereka : “Kalaian adalah penjaga atas amalan hamba-Ku, sedang Aku mengawasi apa yang ada di dalam dirinya, maka lipatgandakanlah untuknya dan catatlah pada “Illiyyin (kitab yang tertulis).
Seorang tokoh berkata : “Allah SWT akan memberikan kepada hamba berdasarkan niat sessuatu yang tidak diberikan berdasarkan perbuatan.” Benar, karena niat itu bersih tidak riya’, sedangkan perbuatan sering dicemari oleh riya’.”

NAsIHAT KE - 18
Mennggemari Ilmu Yang Wajib Dipelajari

Apabila orang-orang suka kepada ilmu pengetahuan, jadikanlah kegemaranmu kepada ilmu yang diwajibkan kepada hamba. Karen, telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Berssabda : “Wahai kaum, utamakanlah niat dalam mempelajari batas-batas kewajiban, dalam mengenal yang halal dan haram, mengenal wara’ serta keikhlasan, karena Allah dalam berbuat.” Carilah ilmu yang demikian dengan kesungguhanmu, sebab orang jahil terhadap batasan agama akan buta dari jalan petunjuk, berubah-ubah dalam sikap anti kebenaran dan silih berganti dalam berbagai macam kerusakan.
Rasulullah saw. Bersabda : “Seandainya orang yang bodoh melebihi para mujahid dalam beribadah, tentu yang rusak lebih banyak daripada yang benar.” Ingat, manakala engkau tidak mengerti tentang batasan-batasan agama, pasti engkau merugi, tetapi manakala engkau mengetahui tentang apa yang wajib atas mu, lalu kau amalkan, pasti engkau akan berbahagia. Inilah perbedaan keutamaan antara dua orang. Salah satu di antaranya mempelajari berbagai bidang ilmu pengetahuan, tetapi sebenarnya tidak ada kebutuhan untuknya apa yang dipelajarinya itu, dan ia pu tidak akan ditindak di hari kiamat bila meniggalkannya, tetapi tetap akan ditanya tentang ilmunya, tentang susah payahnya dalam mencarinya, dan apa yang ia keendaki dalam menuntutnya? Sebab, bisa jadi tujuannya benar-benar untuk mendekatka diri kepada Allah dan boleh jadi pula karena tertarik oleh nilai dunia dan kemauannya. Adapun yang lain, orang yang mencari ilmu tentang batasan-batasan kewajiban, yang jika diabaikan akan menyebabkan murka Allah. Begitu seterusnya, hingga apabila benar-benar telah merasa mantap dengan ilmu tentang yang fardhu tersebut, carilah bidang ilmu yang lebih sesuai dengan kecintaan Allah SWT, dan yang lebih besar manfaatnya dalam agama. Semoga Allah memberikan kepada kita sekalian taufik untuk setiap kebaikan melalui Rahmat-Nya.

NAsIHAT KE - 19
Jadikanlah Kegemaranmu untuk Mencari Ilmu

Saudaraku! Apabila orang lain berusaha mencari berbagai jenis kebajikan, saingailah mereka dalam usaha tersebut, dan jadikanlah bagian tersebut dari keinginan itu untuk mencari ilmu, karena Wali-wali Allah ialah orang-orang yang merenung, berfikir, mempertimbangkan dan mengambil pelajaran. Maka, dengan akallah mereka menjadi suka, takut, zuhud, beralih kepada petunjuk serta meningkat dalam derajat.
Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Berkata kepada Ali ra. “Wahai Ali! Apabila orang lain berusaha mengerjakan berbagai macam kebajikan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan mereka, hendaklah engkau berusaha mencari berbagai macam ilmu, niscaya engkau akan melebihi mereka dalam keakraban, kedekatan serta derajat di dunia dan akhirat.” Dalam hadis yang lain Rasulullah saw. Bersabda : “Allah tidak menerima shalat seorang hamba, tidak pula puasanya, hajinya, umrahnya, sedekahnya serta jihadnya, juga tidak sesuatu yang lain di antara macam-macam kebajikannya, bila ia tidak berakal.”
Telah sampa pula kepda kami bahwa ketika Allah SWT menciptakan akal, Allah berkata kepadanya : “Duduk!” lalu ia duduk. “Berdiri!” Lalu ia pun berdiri. “Membelakangi!” ia membelakangi. “Menghadap!” ia pun menghadap. “Lihat!” ia melihat. “Bicara!” ia berbicara. “Diam!” ia pun diam. “Dengar!” ia mendengarkan. Dan “Pahami!” ia pun memahami. Maka Allah berfirman : “Demi kemulian-Ku, ketinggian, keagungan, kebesaran dan kekuasaan-Ku atas ciptaan-Ku. Aku tidak menciptakan sesuatu makhluk yang lebih mulia di sisi Ku, yang lebih Aku cintai dan lebih utama pada suatu kedudukan, dari pada mu. Karena melalui mu Aku di kenal, dengan mu Aku disembah dan dipuji. Lantaranmu Aku mengambil tindakan, melalui mu aku memberi, karena mu Aku menjatuhkan sangsi, untuk mu pahala dan atas mu siksaan.”
Sungguh, Allah SWT, telah mengistimewakan akal dengan kemuliaan, memberinya pekara yang agung dan menjadikan orang-orang  yang berakal memiliki ketingian derajat serta yang paling terhormat di dunia dna akhirat.
Salah seorang sahabt berkata : “Bertambahnya akalku setiap hari  seukuran atom, lebih aku sukai daripada mematahkan pedang di jalan Allah dengan jiwaku, hartaku, serta pemberianku atas dasar kemurahan kepada berbagai macam kebajikan dan sedekah.” Maka, siapa di antara kalian yang menginginkan ilmu da berusaha mencari jalan untuk mendapatkannya, ingatlah, bahwa yang paling utama yang harus di ambil faedah dari akal itu adalah menggunakannya untuk taat kepada Allah dengan menjalankan kewajiban yang difardhukan kepadamu, dan menghindari larangan yang diharamkan atasmu.  Maka, jika itu telah engkau lakukan, berarti engkau telah mengambil bagian dari akalmu. Lantaran inilah sebuah riwayat berbunyi : “Orang yang berakal ialah... yang taat kepada Allah dan tidak ada akal untuk orang yang berbuat maksiat kepada-Nya.”
Apabila engkau menghendaki ketinggian dalam tingkatan akal, dan engkau suka kepada tambahan manfaat dari Allah SWT, jadikanlah dirimu berlainan dengan orang lain dalam berbuat. Karena manusia mendurhakai Allah justru dengan apa-apa yang telah dikaruniakan kepada mereka, berupa kesehatan anggota tubuh, serta rizki yang silih berganti, dan lain sebagainya di antara kenikmatan lahir; sehingga dengan itu mereka menjadi kuat, kemudian melakukan maksiat kepada Allah SWT.
Saudaraku! Malulah dirimu bila mendurhakai Allah dengan mempergunakan nikmat-Nya. Sebaliknya, jadikanlah dirimu oarng yang mulia dan bersyukur, dan gunakan kenikmatan yang ada di tanganmu untuk kesenangan yang gmerupakan tanda syukur atas kepercayaan-Nya kepada mu. Maka, demi Tuhan manusia, jika engkau beristiqomah dan mau menggunakan nikmat Allah untuk mencari keridhaan-Nya, niscaya engkau akan meningkat dalam derajat akal kepada kemurnian iman, kemurnian agama dan kebenaran pengenalan akan ke Agungan Allah, kebesaran-Nya, ketinggian-Nya, dan ke Mahakuasaan-Nya SWT. Niscaya engkau akan meningkat kepada kejujuran sifat malu kepada Allah SWT, sangat takut kepada Nya dan suka kepada keridhaan-Nya. Niscaya engkau meningkat dalam kesabaran atas bala’ dari Allah, berserah diri kepada urusan-Nya, ridha terhadap ketentuan-Nya, serta senang terhadap perhatian dan pilihan-Nya untuk mu. Niscaya engkau akan meningkat dalam kebenaran sikap takzim kepada-Nya, sikap meninggikan-Nya, percaya kepada-Nya, perhatian kepada-Nya, berpegang pada-Nya, akrab dengan-Nya, cinta kepada-Nya, serta rindu kepada-Nya, sesuai dengan pemahamanmu terhadap keagungan-Nya dan kemahakuasaan-Nya SWT. Itulah derajat yang tertinggi \, sekaligus lebih berat bobotnya daripada amal ibadah para mujtahid.
Demikianlah perbedaan keutamaan antara dua orang. Yang satu mengerjakan kebajikan namun ia memiliki sedikit ilmu tentang manfaat akal. Sedangkan yang lain adalah mencari kesenagan-kesenangan Tuhan melalui akalnya, dan ia pun meyakini di dalam hati akan kesesuaian sikapnya dengan Allah dalam hal yang dicintai dan dibenci, sehingga naiklah ia melalui tingkatan demi tingkatan. Semoga Allah mengaruniai kita sekalian ilmu yang bermanfaat serta akal yang cerdas. Aamiin.

NAsIHAT KE - 20
Berusaha keraslah untuk menyenangi Apa-apa yang Disukai oleh Allah SWT.

Saudara-saudaraku!Apabila engkau melihat orang lain tidak senang kepada hal-hal yang disukai oleh Allah SWT dan membenci sesuatu yang bermanfaat buat mereka di akhirat, ingat, hati-hatilah kepada Allah. Jadilah engkau berseberangan dengan mereka dan berjuang melawan kiwamu untuk menyenangi hal-hal yang disukai oleh Allah SWT. Kadang kala ada suatu golongan yang mengaku senang kepada apa-apa yang disukai oleh Allah, padahal sebenarnya mereka tidaklah demikian. Sebenarnya mereka tidak menyukai banyak hak yang disukai oleh Allah dan membenci banyak hal yang bermanfaat bagi mereka. Karena itu, renungkanlah permasalahan kalian! Kemudian, bagaimana menurutmu tentang seorang terpelajar yang ditakdirkan oleh Allah SWT memiliki seorang teman yang juga berilmu dan suka memberi nasihat untuk menuntunnya menuju kecintaan Allah SWT, membantu membeberkan aib dirinya serta tidak lupa pula mengarahkannya kepada tata cara berobat dari seluruh aibnya tersebut, agar ia beralih dari kesesatan kepada tuntunan, sedangkan hal demikian termasuk di antara kecintaan Allah? Seorang yang bodoh merasa keberatan apabila diberitahu aib dirinya, atau bila ada orang yang mengetahui keburukannya, sehingga ia merasa tersinggung terhadap orang yang suka membimbingnya, padahal ia tidak sadar bahwa dirinya telah membenci orang yang ditakdirkan Allah untuk menuntunnya. Berteman dengan juru nasihat yang mau merupakan rahmat bagi seseorang. Oleh karena itu, kenapa harus merasa berat untuk menerimanya dan kenapa harus merasa jengkel terhadap bimbingan yang diberikan kepadanya. Demikian pula halnya bila ada seseorang yang simpati kepadanya, itu juga merupakan rahmat dari Tuhan kepada hamba=Nya. Sehingga, ia akan menghindarkan darinya fitnah kedudukan, yaitu perasaan memiliki status sosial terhormat serta perasaan memiliki pengikut setia dari kalangan masyarakat. Maka, juru nasihat itulah yang berperan menyelamatkannya dari fitnah tersebut, dengan membuat dirinya menjadi tidak terkenal sehingga bila ia tidak ada, tidak ada yang perlu mencarinya, sebaliknya, bila ia ada juga tidak ada yang gmengenalinya. Hal demikian adalah lebih selamat untuk agamanya, dan merupakan salah satu di antara karunia Allah SWT. Kepadanya.
Telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT berfirman : “Hamba-Ku! Aku tidak menyembunyikan sebutanmu di dunia sebagai perhatian dari Ku kepada mu.”
Padahal orang yang terperdaya bersedih terhadap rendahnya nilai dirinya di kalangan masyarakat. Ia berduka karena tidak terkenal dan merasa benci lantaran perhatian dan pilihan Allah untuk dirinya itu, padahal ia tidak mengetahui hal demikian dari dirinya.
Demikian juga seseorang yang diperhatikan oleh Allah dengan dipalingkan darinya fitnah harta agar tidak melampaui batas dan tidak menjadi sibuk dengan dunianya dan lupa pada perkara-perkara akhirat. Allah Yang Maha Pengasih menjadikannya sedikit harta, lapang dada, selamat dalam agamanya, jarang berbaur, ringan bebannya, sebentar tertahannya, sedikit hisab nya, sedikit yang ditanyakan kepadanya, segera menyeberang di atas shirath, dan semua itu merupakan bentuk kasih sayang Allah kepadanya.
Allah SWT berfirman : “Hamba-Ku berduka karena Aku memalingkan dunia darinya, padahal yang demikian justru yang paling dekat kepada-Ku dan sesuatu yang lebih Aku sukai.”Hamba yang berduka lantaran dunia dipalingkan darinya seakan-akan ia tidak menyukai kecintaan Allah SWT kepadanya sedangkan ia tidak merasakan. Tetapi ia selalu merasa pesimis dengan sedikit harta dan menganggap perbuatan Allah kepadanya sebagai pertanda buruk, padahal ia tidak memahami apa sebenarnya yang terjadi dengan dirinya.”
Orang seperti ini banyak jumlahnya, ia dicintai oleh Allah SWT dan dicintai oleh orang-orang yang mencintai-Nya, sedang dirinya benci kepada semua itu. Semoga Allah melindungi kita semua dari perilaku demikian.

NAsIHAT KE - 21
Berseberanganlah dengan Orang-orang yang Gemar pada Sesuatu yang Menyebabkan Allah Benci

Saudara-saudaraku! Apabila engkau melihat orang-orang menggemari perbuatan yang menyebabkan Allah benci, meski di antara mereka terdapat sekelompok orang yang mengira bahwa mereka hanya benci kepada hal-hal yang akan merusak agama,padahal sebenarnya tidak, karena sesungguhnya mereka itu menyukai hal-hal yang menyebabkan Allah marah dan mereka bergembira dengan sesuatu yang merusak agama, maka jadilah engkau orang yang berseberangan dengan mereka. Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang terbuai dalam pujian, sanjungan, dan kedudukan di dunia, padahal Allah tidak menyukai hal demikian dan juga tidak menyukai oarng yang menyukainya?
Orang yang bodoh pasti mendambakan sesuatu yang tidak disukai oleh Allah SWT, berupa sanjungan dan sikap berlebih-lebihan, seakan-akan ia senang terhadap kebencian Allah kepadanya, sedang ia tidak merasakan. Semoga Allah melindungi kita dari hal demikian. Demikian pula keadaannya dengan seseorang yang tergila-gila terhadap harta, kemegahan dan perhiasan di dunia, padahal Allah SWT membenci hal demikian dan membenci orang yang menyukainya.
Telah sampai kepada kami bahwa Alah SWT berfirman : “ Hamba-Ku bergembiralah bahwa aku melapangkan baginya di dunia, padahal yang demikian adalah sesuatu yang membuatnya lebih jauh dari-Ku dan lebih tidak Aku sukai.” Seorang haba selalu  mendambakan sesuatu yang dibenci oleh Allah seakan-akan ia menyukai kebencian Allah kepadanya, sementara ia tidak menyadarinya. Contoh seperti ini banyak : Ia dibenci oleh Allah SWT dan dibenci oleh orang-orang yang mencintai Allah SWT. Sementara hamba tersebut tetap tergila-gila kepada hal demikian.
Itulah perbedaan di antara dua tipe hamba. Salah satunya senang akan perhatian Allah kepadanya, menyukaia apa yang disukai-Nya dan membenci apa yang dibenci oleh Nya SWT. Yang lainnya membenci banyak hal yang disukai oleh Allah SWT; sebaliknya ia menyenangi hal-hal yang justru dibenci oleh Allah SWT. Ia tertarik kepada hal-hal yang bakal merusak agamanya dan membenci hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya di akhirat. Ia bersedih terhadap perlakuan Allah kepadanya, padahal ia tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya. Cukuplah hal demikian sebagai musibah yang menimpa seorang hamba ketika sore dan pagi hari, yaitu berupa kelakuannya yang membenci apa yang  sesungguhnya dibenci oleh Allah SWT dan ia pun terus-terusan berbuat demikian sepanjang umurnya.
Celakalah dirimu, sesungghuhnya hal demikian merupakan puncak sikapmu yang menentang Allah SWT sekaligus merupakan puncak permusuhanmu terhadap diri sendiri jika engkau memahami.
Saudara-saudaraku! Bermawas dirilah kepada Allah SWT. Janganlah engkau hanya bersandar pada ibadah tetapi tetap tekun menggemari hal-hal yang tidak disukai oleh Allah SWT, berusaha keraslah untuk menyalahi kemauan rendah jiwa, juga berusaha keraslah untuk bersesuaian dengan Allah SWT dalam segala sesuatu yang disukai dan tidak disukai oleh-Nya, karena usaha demikian adalah wajib dan pahalanya pun jelas sekali; sebaliknya bahaya menyia-nyiakannya tidak kalah besar pula. Maka cukuplah kiranya sebagai dosa bahwa Allah menyukai suatu perkara tetapi engkau malah membencinya; Bahwa Dia tidak menyukai sesautu, justru engkau menyukainya, yaitu suatu bentuk perselisihan antara makhluk dan khaliq-nya. Padahal Allah SWT Maha Mengetahui isi hati hamba-Nya. Mahasuci Allah, alangkah bijaknya Dia terhadap hamba yang mampu mengenali hal demikian melalui nuraninya. Duhai fitnah yang menimpa kebanyakan orang, suatu persitiwa yang dapat saksikan dengan mata kepala kita, dan hanya sedikit yang selamat. Semoga Allah SWT melindungi kita sekalian sebagaimana Dia melindungi para kekasih-Nya. Amin ya rabbal Alamin.

NAsIHAT KE - 22
Khusuk dalam Shalat

Saudara-saudaraku! Jika orang lain hanya menghadirkan jasad mereka ketika melaksanakan shalat dan hanya berlaku khusyuk dengan anggota tubuh, sedang hati mereka lalai dari Tuhan-nya, ingat! Hati-hatilah kepada Allah; hadirkanlah hatimu bersama jasadmu dan berdirilah menghadap Allah SWT bagaikan seorang hamba yang sedang berdiri di hadapan majikannya, yang diliputi oleh suana khusyuk, segan, tenang, serta penuh takzim.
Seringkali sebagian kami menghormati sebagian yang lain, dan berbicara lemah lembut kepada mereka dengan tutur kata penuh hormat dan malu atau berharapharap atau merasa cemas. Kalau begitu, wahai manusia, bukankah Allah SWT lebih utama untuk dihadapi dengan penuh rasa tkazim dan malu? Atau, apakah memang kalian bodoh terhadap karunia Allah atas hamba-hamba-Nya? Kalau begitu, kenapa engkau tidak mengagungkan Yang Maha Perkasa dengan keagungan yang jauh lebih besar daripada semua makhluk? Lalu, tidak kurang pentingnya daripada itu pula, yaitu engkau harus menyimak penuh perhatian terhadap Kalam Allah SWT sebagaimana engkau memperhatikan pembicaraan orang yang kau hormati. Hal demikian agar Tuhan tidak menjadi lebih rendah di matamu daripada makhluk-Nya, Maha Suci Allah dari hal demikian. Ingat, berhati-hatilah kepada Allah SWT.
Kemudian daripada itu, wahai saudara-saudaraku! Kenalilah kedudukan Dzat yang kau hadapi itu! Diriwayatkan dari salah seorang tokoh ilmu pengetahuan tentang firman Allah yang berbunyi : “Berdirilah karena Allah (dlaam shalatmu) dengan khusyuk (QS. Al-Baqarah : 238), Ia berkomentar : “Qunut” dalam ayat tersebut khusyuk di kala rukuk dan sujud, menahan pandangan, serta merendahkan diri karena takut kepada Allah SWT.”
Para Ulama, apabila mereka berdiri untuk melakukan shalat, mereka merasa segan untuk menoleh, atau melakukan kesia-siaan dengan apapun, atau berbicara kepada diri sendiri tentang sesuatu di antara urusan dunia, keccuali bila lupa.
Salah seorang ahli ilmu berkata : “Shalat dua rakaat yang dilakukan dengan ringan (sebentar) dan diniatkan untuk berfikir, lebih baik daripada sjalat malam dengan hati dalam keadaan lalai.” Yang lain berkata : Sesungguhnya sekelompook orang yang menunaikan shalat yang sama tetapi mereka memiliki keutamaan yang berbeda bagaikan perbedaan antara langit dan bumi. Salah seorang diantara mereka shalat dengan khusyuk serta menghadap kepada Allah SWT, sedangkan yang lain lalai.” Telah sampai kepada kami sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa, jika seseorang berdiri untuk menunaikan shalat dan mengucapkan Allahu Akbar setan mendatanginya dan berkata kepadanya : Ingatlah ini, ingatlah itu. Ia menyebutkan keperluan-keperluannya, menfitnahnya, serta membisikan kesibukannya. Lalu Malaikat berkata kepadanya : Pusatkan perhatian terhadap shalatmu. Malaikat itu memanggil melalui telinga kanan dan setan menyerunya melalui telinga kiri, sedang hatinya berada di antara dua seruan itu. Maka jika ia taat kepada Malaikat, malaikat itu akan memukul setan dengan sayapnya dan mengusirnya. Namun jika ia taat kepada setan. Malikat berkata : Celaka! Celaka! Seandainya engkau menuruti kataku, tentu tidaklah engkau berdiri untuk melaksanakan shalat melainkan Allah mengampunimu untuk setiap dosa.” Kemudian telah sampai pula kepada kami cerita lain yang menyebutkan bahwa hamba tidak mendapatkan sesuatu dari shalatnya kecuali apa yang ia pahami darinya.
Di antara salah seorang khalifah ada yang berkata : “Apabila salah seorang di antaramu berada dalam shalat, hendaklah ia menjadikan shalat itu sebagai tujuannya serta memusatkan perhatian kepadanya, dan janganlah kalian seperti kuda yang dikepalanya terdapat keranjang kosong yang diangkat dn diturunkannya padahal tidak ada apa-apa di dalamnya.” Ingat, jadilah engkau takut terhadap sikap menganggap ringan urusan Allah supaya engkau tidak keluar dari setiap shalat dalam keadaan sia-sia. Semoga Allah melindungi kita semua dari kerugian semacam itu.
Nah inilah perbedaan di antara dua orang, salah satunya bila ia mendirikan shalat, jasad bersama hatinya lali dari Allah SWT, sedang yang lain, hatinya hadir bersama jasadnya dalam keadaan takut kepada Allah SWT. Ingat, berhati-hatilah kepada Allah SWT.
Saudaraku! Berusaha keraslah untuk menghadirkan hatimu dalam shalat dan janganlah kamu terperdaya oleh wakil-wakil setan. Sebab, mereka hanya menghadirkan jasad-jasad mereka tatkala shalat namun hati mereka terbuai oleh geemerlapnya dunia serta angan-angannya, lalu mereka mencari-ceri alasan utuk diri mereka. Mereka menduga bahwa para sahabat pilihan pun pernah lengah dalam shalat mereka, dengan tujuan untuk memperoleh pembenaran atas kelalaian mereka dari mengingat Allah SWT, sekalipun dalam hal ini mereka harus mengumpat orang-orang pilihan.
Ketahuilah wahai kaum! Sesungguhnya para sahabat itu, apabila mereka dicoba dengan kelalaian, mereka menganggap besar masalah itu, mereka khawatir terhadapnya dan tidak rela dengan kenyataan seperti itu yang menimmpa diri mereka.
Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Mencela orang-orang yang lalai dalam shalatnya, maka peringatan inilah yang sangat menakutkan mereka sehingga berusaha untuk menutupi kelalaian itu dengan kembali kepada ingatan semula. Mereka berjuang keras menghadirkan hati, memahami tentang Allah SWT, merasa takut kepada-Nya, serta tidak pernah mencari-cari alasan untuk menutupi kesalahan tersebut seperti yang kamu lakukan dengan berdalih atas kelaian mereka.
Kemudain, apakah kamu juga mengira-ngira kelalaian sahabt dan pikiran yang terlintas dalam shalat mereka sama dengan kelalaian dan pikiran yang terlintas dalam pikiranmu yang selalu membayangkan kesibukan berbisnis, berdebat, berangan-angan dan berandai-andai itu? Dan jika memang kalian berprasangka demikian terhadap mereka, sungguh kalian telah berburuk sangka kepada mereka dan ini berarti kalian melecehkan dengan diri kalian. Apalagi jika kalian mengira bahwa kelalaianmu dalam shalat tidak seberapa bila dibandingkan dengan kelalaian pra sahabat. Sungguh kalian telah menganggap baik diri sendiri dan mengangkatnya kepada tingkatan para wali, maka alangkah buruknya godaan jiwa terhadap kalian itu! Tidakkah pernah sampai kepada kalian bahwa di antara tabi’in ada yang berkata : “Kami mendapatkan bisikan ketika shalat.” Kemudian yang lainnya menimpali : “Aku juga mendapatkan itu.” Lalu ada yang bertanya : “Apa yang anda dapatkan itu?” Ia menjawab : Aku mendapatkan bisikan yang mengingatkan surga dan neraka! Sedang aku se akan-akan berdiri di hadapan Tuhanku.” Yang lain berkata  : “Kami mendapatkan bisikan yang mengingatkan dunia dan kebutuhannya.” Lantas yang pertama mnimpali : “Anddai aku jatuh dari langit ke bumi, hal ini lebih aku sukai daripada Allah mengetahui bisikan-bisikan tadi dari hatiku.” Nah, demikianlah keadaan orang-orang pilihan tersebut.
Wahai kaum penempuh jalan kebenaran, renungkanlah apa yang telah diperbuat oleh setan untuk mencelakakanmu ketika ia berusaha untuk menjadikan hatimu lalai dari mengingat Allah SWT, dalam shalat, lalu dia memperindah untukmu bentuk dalih dengan mengatasnamakan kelalaian orang-orang suci. Celakalah engkau, seandainya engkau kembali menghina diri sendiri tatkala lalai itu, kemudian mengakui keburukan dan kesalahan pribadi, tentu hal demikian untuk kalian akan lebih dekat kepada ampunan daripada mencari-cari alasan dengan menyebut-nyebut kelengahan orang-orang lain yang lebih suci. Kenapa engkau tidak menganggap besar kesalahanmu saja sebagaimana para sahabat menganggap berat kelalaian mereka.
Telah sampai kepada kami bahwa slah seorang sahabat melaksanakan shalat di kebun kormanya. Maka ia pun disibukan oleh pikiran tentang kebunya itu sehingga ia lupa dalam shalat, latas ia pun menganggap besar hal itu dan meratap : Aku telah terkena fitnah dalam hartaku.” Kemudian ia menyedekahkan buah kormanya itu di jalan Allah hingga nilainya mencapai lima puluh ribu dirham. Nah, siapa di antara kalian yang pernah mengaanggap besar kelalaiannya dalam shalat dan bersedekah untuk menutupinya dengan setumpuk harta? Ah, kau! Tidakkah kalian merasa malu dengan pembadingan kalian itu sehingga berani berkata : “Kalian menyerupakan mereka dengan diri kalian! Wahai kaum, alangkah buruknya qiyas itu dan alangkah mentahnya alasanmu itu?
Tidakkah lebih baik bila kalian mau meneladani kehusukan umat-umat pilihan itu dan mencoba mereka dalam mengagungkan urusan Allah SWT. Telah sampai kepada kami bahwa sebagian mereka, ketika shalat, bagaikan pakaian yang tergeletak, di antara mereka ada yang laksana kayu kering, ada yang selalu merasa gentar dan berubah warna karena berdiri di hadapan Allah SWT, ada lagi yang tidak bisa mengenal orang yang di sebelah kiri maupun kanannya, dan ada pula apabila ia berdiri untuk shalat seolah-olah ia tonggak kayu yang menacap saking khusyuknya.
Ada sebuah cerita tentang ‘Ali bin Abi Thalib ra. Bahwa apabila ia berwudhu terlihat perubahan warna di mukanya menjadi pucat. Lalu ditanyakan kepadanya : “Wahai Amir al Mu’minin, kami perhatikan bila engkau berwudhu berubahlah keadaanmu?” Ia menjawab : “Aku sadar dihadapan siapa aku akan berdiri menghadap?” Demikian juga halnya dengan seorang tabi’in, apabila ia hendak shalat berubahlah roman mukanya, dan ia berkata : “Tidakkah kalian tahu di hadapan siapa aku berdiri?” Kepada siapa aku bermunajat?” Nah, siapa di anatara kalian, karena Allah, bisa mengalami haibah (Ketakjuban dan ketakutan dengan penuh takzim) seperti ini? Kemudian pernah pula sampai kepada kami bahwa di antara sikap mereka dalam mengagungkan perkara Allah itu, yaitu apabila ia tidak sempat mengikuti takbir pertama dalam shalat berjamaah, ia berkabung selama tiga hari karena mengganggap besar urusan itu. Demi Allah, demikiankah dengan dirimu?
Para pembaca budiman! Jika anda tidak sempat mendapatkan takbir pertama dalam shalat berjamaah atau jika anda melewatkan kesempatan untuk berbuat baik, sungguh, adakah anda mau berkabung? Justru sebaliknya, jika diantara kalian ditimpa musibah pada hartanya, maka itulah yang dianggap musibah besar di mata kalian sehingga kalian saling menghibur dengan musibah dunia itu. Kalian meminta pertolongan karenanya, kalian menjadi terhadap takdir dari Allah, dan mengeluh kepada sesama manusia tentang perbuatan Allah SWT! Tetapi lain halnya, jika kalian terlewatkan kesempatan untuk beramal baik dan terjerumus kepada perbuatan dosa, malah tidak pernah terlihat kalian saling menghibur ssatu sama lain, seakan-akan peristiwa itu bukanlah musibah menurut kalian. Kalau begitu, sangat jauh bahkan alangkah jauhnya kalian dari kemiripan dengan orang-orang salaf pilihan tadi! Celakalah kalian, karena telah meninggalkan sikap meneladani keutamaan orang-orang yang takwa, tetapi berdalih dengan kesalahan sepele mereka, seakan-akan kesalahan dan kelalaian kalian sama dengan kesalahan dan kelalaian mereka. Sungguh kalian telah berbohong, wahai orang-orang lalai. Ingat, hati-hatilah kepada Allah, tinggalkan sikap mencari-cari alasan dan dalih yang sangat lemah; berjuang keraslah untuk menhadirkan hati di kala shalat, memahami tentang Allah SWT, dan menjunjung tinggi urusan-Nya agar kau tidak keluar dari shalatmu dalam keadaan sia-sia. Semoga Allah menjadikan kita sekalian di antara orang-orang yang beramal salih yang selalu mersakan haibah terhadap-Nya. Amin.

NAsIHAT KE - 23
Puasa dari Hal-hal Yang Diharamkan oleh Allah SWT

Sahabatku! Jika orang lain berpuasa dengan menahan diri dari makanan dan minuman, ingat, jagalah puasamu agar jangan sampai berbuka dengan barang haram, dan waspadalah terhasdap dampak-dampak yang bakal merusak puasamu. Sebab, telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Orang yang berpuasa ialah orang yang meniggalkan omong kosong, menggunjing, adu domba, dusta, kebodohan dan kekejian; yang memelihara, berjaga-jaga dan menahan pandangan. Maka siapa yang tidak melakukan itu, sesungguhnya ALLAH SWT berfirman : Tidak ada artinya ia meninggalkan makanan dan minuman.” Inilah perbedaan keutamaan antara dua orang, yang satu menjaga anggota tubuhnya dalam puasa, berhati-hati terhadap makanan berbukanya, serta mengawasi seluruh keadaannya. Tentu saja, orang yang satu ini akan mendapatkan amal perbuatan yang lebih berat bobotnya daripada orang yang hanya meninggalkan makan serta minum dikala berpuasa, namun dalam berpuasa ia tidak bersikap wara’ terhadap efek-efek buruk. Sebab, barangkali saja dia mengkonsumsi warna-warni syahwat yang bercampur dengan hal-hal haram di kala berbukanya. Rasulullah saw. Bersabda : “Andaikan engkau shalat sampai engkau menjadi bongkok dan berpuasa sampai seperti tali senar, tidaklah diterima darimu hal demikian kecuali dengan wara’ yang tulus.” Berhati-hatilah terhadap Allah, dan jagalah batas-batas agama dengan ketulusan sikap wara’. Semoga Allah memberikan kepada kita taufik untuk setiap kebaikan dengan Rahmat-Nya.

NAsIHAT KE - 24
Memperbanyak Nawafil untuk melengkapi fardhu
Nawafil = amalan-amalan sunnah

Saudara-saudaraku! Apabila orang lain melaksanakan amalan sunnah dengan berpuasa dan shalat demi untuk mencari pahala, ingat, utamakanlah niatmu dalam memperbanyak shalat sunnah demi untuk menyempurnakan shalat fardhu, karena banyak cacatnya. Sebab, cita-cita orang yang berakal dalam seluruh amalan kebajikannya dan amalan sunnahnya adalah untuk menyempurnakan yag fardhu.
Telah sampai kepada kami, sesungguhnya di atas Jahannam terdapat beberapa jembatan. Pada jembatan pertama si hamba akan ditanya, maka jika imannya bebas dari nifaq, riya, keraguan dan ujub, ia akan selamat. Tetapi, jika tidak, pasti ia akan terlempar ke neraka. Lalu pada jembatan kedua ia akan ditanya tentang wudhu, mandi jinabah, tentang shalat dan puasa, maka jika ia telah menjalankannya dengan sempurna, ia akan selamat dan kalu tidak, ia akan terlempar ke neraka. Kemudian, pada jembatan ketiga akan ditanya pula tentang zakat, haji, dan umrah. Maka jika ia telah melaksanakannya dengan sempurna, selamatlah ia. Kalau tidak, akan terlemparlah ia ke neraka.  Semoga Allah SWT melindungi kita sekalian dari api neraka.
Di antara sahabat ada yang berkata : “Pertama-tama yang bakal diperhitungkan dari si hamba pada hari kiamat ialah Shalat wajib, maka jika ia sempurnakan shalatnya, ia akan selamat. Jika tidak. Akan dikatakan kepadanya ‘Lihat! Apakah ia memiliki amaan sunnah? Maka jika ia mempunyianya, akan disempurnakan kewajibannya dengan yang sunnah itu, tetapi jika kewajibannya tidak sempurna sedang ia tidak memiliki amalan yang sunnah, maka akan ditarik ujung rambut dan ujung kakinya, lalu dilemparkan ke neraka.” Semoga Allah melindungi kita sekalian dari hal demikian.
Telah sampai kepada kami bahwa Allah STW berfirman : Tidak selamat dari-Ku hamba Ku kecuali dengan melaksanakan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.” Saudara-saudaraku, kini aku yakin bahwa aku dituntut untuk melaksanakan kewajiban yang belum sempurna, bahkan tidak pula mendekati kesempurnaan, padahal aku juga menemukan kekurangan dalam amalan sunnahku lebih berlipat lagi. Maka, sempitlah dadaku sehingga aku khawatir bahwa kewajiban yang tidak pernah sempurna itu menjadi sia-sia, lalu ditambah pula dengan amalan sunnah yang ternyata lebih tidak berguna. Nah, bagaimana akan menjadi baik, pakaian compang-camping yang ditambal dengan tambalan yang buruk. Maka akupun yakin tentang amalan yang jauh dari kesempurnaan dan aku pun khawatir bahwa diriku akan terlempar bersama orang-orang yang terlempar. Sehingga akhirnya terpaksa aku berusaha keras untuk menunaikan segala kewajiban dengan sesempurna mungkin, namun tetap sangat butuh kepada amalan sunnah untuk menutupi kekurangan dalam batasan-batasannya. Di sampiing itu, akupun sangat memerlukan perbuatan-perbuatan kebajikan untuk menutupi keburukan-keburukan ku, dan hal itu cukup membuatku sibuk dari tujuan mencari pahala melalui amalan sunnah. Sungguh aku telah banyak sekali mengabaikan batasan-batasan kewajiban. Maka, renungkanlah urusan kalian, dan jika apa-apa yang telah menimpaku berupa kelalaian telah menimpa kalian pula meski hanya sebagiannya, perbanyaklah amalan sunnah untuk menyempurnakan kewajiban tersebut! Sebab, telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT tidak menerima amalan sunnah sebelum kewajiban (yang fardhu) dilaksanakan. Dan telah sampai kepada kami pula bahwa kekurangan dalam kewajiban bakal ditutupi bilangannya dengan amalan-amalan sunnah bila amalan sunnah itu memadai. Demikian pula dengan kekurangan yang terdapat pada zakat, dapat ditutupi dengan sedekah bila memang sedekah itu memadai, dan seperti inilah seterusnya seluruh amalan kebajikan yang lainnya.
Dapun orang-orang berakal yang selalu menjungjung tinggi hukum-hukum Allah, maka jika ia sangat gemar melaksanakan amalan sunnah, biasanya yang dominan dalam hati dan niatnya adalah melaksanakan kewajiban terhadap Allah, kemudian ia sempurnakan kekurangannya dengan amal kebajikan yang banyak tersebut. Tidak hanya memperrbanyak, namun sudah seharusnya bahwa tujuan dan niatnya adalah untuk menyempurnakan hak-hak Allah SWT dengan rasa prihatin terhadap kekurangannya. Itulah akal yang paling utama, niat yang paling baik, dan amalan yang paling tinggi nilainya serta paling berat bobotnya. Rasulullah saw. Telah mensifati orang-orang seperti itu melalui sabdanya :  “Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang beramal itu, mereka adalah Ulama Allah, yang memahami Allah dan mengerti tetang-Nya serta menjalankan kewajiban mereka terhadapt-Nya.” Sampai kepada ucapan Beliau : “Merekalah orang-orang pilihan Allah di antara makhluk-Nya.” Inilah pperbedaan keutamaan antara dua orang, yang satu, tujuan dan niatnya adalah untuk menyempurnakan amal perbuatan demi Junjungannya, tidak peduli akan diberi pahala atau tidak untuk hal demikian. Sedang yang lain bagaikan orang upahan jahat yang hanya menuntut upah, padahal sebenarnya ia hanya merusak pekerjaan-pekerjaan orang yang mengupahnya. Tentu saja orang seperti ini sebenarnya lebih pantas untuk mendapatkan ssangsi dari upah, karena amemang selamanya ia hanya meminta upah pada sesuatu yang dapat mendatangkan sangsi. Seorang tokoh Ilmu Pengetahuan berkata : “Sekelompok orang merasa telah telah mengerjakan perbuatan-perbuatan taat yang banyak, tetapi ketika berada di hadapan Allah, mereka mencari-cari pahala dari perbuatan mereka dahulu, namun mereka malah menemukan bahwa ternyata Allah SWT telah membuat perhitungan dengan mereka sampai kepada hal kecil seberat atom. Sehingga nampaklah bagi mereka dari Allah SWT apa yang tidak mereka kira sebelumnya.”
Oleh karena itu, Wahai saudara-saudaraku, jadikanlah tujuan utamamu dalam memperbanyak amalan sunnah hanya untuk menutupi kekurangan pada amal perbuatan yang wajib. Karena itulah niat yang paling utama, tujuan yang paling mulia dan paling cocok dengan kecintaan Allah SWT. Dari titik inilah sebagian orang dapat mengungguli sebagian yang lain dan mereka saling melebihi dalam keutamaan. Semoga Allah memberikan Taufik kepada kita sekalian untuk setiap kebaikan melalui rahmat-Nya. Aamiin.

NAsIHAT KE – 25
Memperbanyak Kebajikan untuk Menghapus Keburukan

Saudara-saudaraku! Apabila semua orang beramal untuk menggapai status yang lebih tinggi, janganlah engkau bodoh terhadap urusanmu dan utamakanlah niat dalam memperbanyak kebajikan untuk emnghapuskan kejahatan sebagai rasa takut terhadap akibatnya. Seorang tokoh ilmu pengetahuan berkata : “Orang yang paling berakal di antara manusia ialah yang takut terhadap dosa-dosanya meskipun sedikit.” Salah seorang sahabat berkata : “Engkau memohon surga, amat jauhlah itu! Ia mengatakan ini karena amat khawatir terhadap akibat dosa-dosanya. Sahabat yang lain berkata : “Aku lebih suka sampai keluar mataku, bila Allah tidak mengampuniku walau hanya satu dosa saja.”
Itulah perbedaan keutamaan antara dua orang, yang satu merasa takut dan sungguh-sungguh untuk mendapatkan ridha Allah, sehingga keinginannya hanyalah untuk keselamatan. Sedangkan yang lain menginginkan martabat dan keududukan. Sungguh ia telah mengabaikan kewajiban dan berhak mendapatkan sangsi. Ingat, jadikanlah niat dalam mengerjakan kebaikan adalah untuk menghapuskan kesalahan-kesalahan, karena hal demikian lebih utama dan lebih mulia. Semoga Allah memberikan kepada kita sekalian amal perbuatan yang bermanfaat.

NAsIHAT KE - 26
Bersikap Wara’ terhadap Larangan-larangan Allah SWT.

Saudaraku! Apabila orang lain berbuat kebajikan, namun dalam hal ini mereka timbul tenggelam dalam perbuatan dosa dan sering mencapuradukan antara amal salih dengan perbuatan yang buruk, seraya berangan-angan bahwa kejahatan-kejahatan tersebut akan terhapus dengan kebaikan, ingat, hati-hatilah terhadap Allah SWT, Ikhwanku, bersucilah dari kesalahan dengan melakukan Inabah (kembali dari dosa-dosa menuju taat) serta menyessali diri karena telah melakukannya. Sebab, inabah itu lebih jelas pengaruhnya dalam menggapai ridha Allah. Lebih suci untukmu, dan lebih manjur dalam menghapuskan dosa-dosa daripada kebaikan yang tercemar dengan keburukan.
Telah sampai kepada kami bahwa seorang tokoh berkata : Dua orang laki-laki berjumpa di surga, yang satu lebih banyak menjalankan pusa dan shalat dalam keadaan senantiasa istiqamah dan melakukan inabah kepada Allah SWT.” Orang-orang berkata : “Bagaimana itu bisa terjadi? Ia menjawab : “Karena dia adalah yang paling wara’ di antara keduanya terhadap larangan-larangan Allah.” Inilah perbedaan keutamaan antara dua orang laki-laki tersebut.
Kemudian ada lgi tokoh yang lain berkata : “Barangsiapa yang ingin menjadi tekun dan sungguh-sungguh, hendaknya berusaha keras menahan diri dari dosa-dosa.” Wahai kaum, dekatkanlah diri mu kepada Allah SWT dengan takwa dan dengan menjauhi hal-hal yang haram adalah lebih beruntung di sisi Allah dan lebih tinggi nilainya daripada orang-orang yang beribadah sedangkan mereka masih mencampuradukan (antara mal salih dan dosa). Sekalipun mereka mengerjakan amal-amal salih, tetatpi tidak disertai maraqabah kepada Nya. Oleh karena itu, jadikanlah keinginan terbesarmu menjadi wara’ terhadap larangan-larangan Allah SWT dan meninggalkan perselisihan tentang larangan-larangan Allah SWT dan meninggalkan perselisihan tentangnya, kareena orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara mu, dan Allah pun hanya menerima amal perbuatan orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah menjadikan kita semua seperti demikian.

NAsIHAT KE - 27
Merahasiakan Doa

Saudaraku! Apabila orang lain terang-terangan dalam berdoa, rahasiakanlah doamu di antara dirimu dan Tuhan-mu, karena hal itu lebih jelas pengaruhnya dan lebih cocok dengan kecintaan Allah SWT, serta dapat lebih banyak menjaring pahala. Telah sampai kepada kami bahwa doa yang dilakukan secara rahasia melebihi doa yang dilakukan secara terang-terangan sebanyak tujuh puluh kali lipat. Di antara para tokoh berkata : “Orang-orang Islam dahulu sungguh-sungguh dalam berdoa, tetapi tidak terdengar dari mereka suara. Dan jika ada suara, itupun hanya bisikan antara mereka dan Tuhan mereka.” Hal demikian karena Allah SWT telah menceritakan tentang keadaan seorang hamba salih yang diridhai-Nya ucapannya. Allah SWT berfirman : “Yaitu tatkala  (Zakaria) menyeru Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam, 3). Itulah perbedaan keutamaan antara dua orang, yang satu terang-terangan dalam berdoa, padahal cara ini sangat rentan terhadap fitnah terutama bila dilakukan di tengah-tengah orang banyak, dan ia pun ridha kepda pahala yang sedikit. Sedang yang lain, berdoa secara sembunyi-sembunyi dan khidmat. Sebab doa orang-orang yang khusuk serta penuh kerendahan hati ialah doa yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan khidmat. Semoga Allah menjadikan kita sekalian di antara orang-orang yang tkut. Aamiin.
NAsIHAT KE - 28
Menghadirkan Hati bersama Lidah

Sahabatku! Apabila orang lain berdoa kepada Tuhan mereka hanya dengan lidah seraya menengadahkan tangan sedang hati mereka lalai, ingat, hadirkanlah dirimu bersama lidah, karena cara itu lebih jelas pengaruhnya dalam menggapai ridha Alalh. Di antara para sahabat ada yang berkata : Sesungguhnya Allah SWT tidak memperkenankan doa seorang hamba yang dilaukan dengan hati yang lalai.” Yang lain berkata : Sesungguhnya Allah tidak mendengarkan doa dari orang yang lalai.” Sementara seorang lagi berkata : Allah SWT tidak mendengar dari orang yang berdoa, kecuali orang yang berdoa dengan mulut dan hati. “Wahai kaum, mendekatlah kepada Allah; janganlah kalian menghalangi dirimu dari terkabulnya doa dengan kelalaian hati bersama lidah, sesungguhnya Yang Maha Mulia telah menjanjikan akan mengabulkan doa orang yang dalam kesulitan bila ia berdoa kepada-Nya. Inilah perbedaan keutamaan di antara dua oran, yang satu beroda dengan lidahnya sementara hatinya lalai dari Allah dan lengah. Sedangkan yang lain melakukannya dengan penuh khidmat, dengan hati dan lidahnya. Semoga Allah menjadikan kita sekalian di antara orang-orang yang takut. Aamiin.

NAsIHAT KE - 29
Menghadirkan Hati bersama Lidah

Saudaraku! Apabila orang lain membaca Kitab Allah karena keutamaan pahalanya, ingat, tatkala membacanya, hendaklah engkau bermaksud merenungi dan menghayati perumpamaan-perumpamaan, keajaiban-keajaibannya, janjinya, ancamannya, perintahnya, larangannya, halalnya, haramnya, serta berbuat dalam batasan-batasannya dan fardhu-fardhunya. Sebab, hal demikian lebih jelas pengaruhnya dalam meraih keridhaan Allah SWT. Diceritakan tentang Firman-Nya yang berbunyi : Orang-orang yang telah Kami berikan Kitab Kitab kepadanya, (kemudian) mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, (maka) mereka itulah (yang) beriman kepadanya. Dan siapa saja yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.] (Al Baqarah : 121) Ahli tafsir berkata : “ Yaitu mereka yag mengamalkan isinya, dan yang beriman kepadanya.”
Di antara para sahabat ada yang berkata : “ Setiap kali ayat dari Kitabullah datang menghadap, ia menanyakan kepada ku tentang yang wajib-wajibnya, bersaksi terhadapku tentang perintahnya bahwa aku belum memenuhinya, juga bersaksi terhadapku tentang perintahnya bahwa aku belum memeuhinya, juga bersaksi terhadapku tentang larangannya bahwa aku tidak mengindahkannya, dan ku berlindung kepada Allah dari hati yang tidak khusyuk.”
Saudara-saudara, sesungguhnya telah sampai pula kepadaku beberapa hadis Rasul saw. Dan bila memang benar haids-hadis itu bersumber dari beliau saw, tentu hal itu merupakan ancaman bagi keberadaan orang-orang seperti kita. Rasulullah saw. Bersabda : “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, Malaikat Zabaniyah lebih cepat menghampiri orang-orang fasik, di antara penghapal Alquran daripada penyembah berhala, sehingga mereka dilemparkan bersama-sama ke dalam neraka jahanam. Dan mereka pun berteriak-teriak kepada Allah : “Ya Tuhan kami, atas dasar apa kami dilemparkan ke dalam neraka bersama orang-orang yang dulunya memakan rizki Mu dan menyembah selain Mu, padahal kami telah membaca Kitab-Mu di dunia? Allah SWT, berkata : “Benarlah apa-apa yang dikatakan oleh hamba-hamba Ku yang jahat itu, tetapi kalian tidak menghalalkan yang halal, tidak mengharamkan yang haram, tidak menghayati keajaibannya, dan tidak mengamalkan hukumnya, karena orang-orang yang mengetahui tidaklah sama dengan orang yang tidak mengetahui, maka kini rasakanlah siksaan lantaran apa-apa yang dulu kamu kerjakan.”
Rasulullah saw. Juga mengatakan : “Ketahuilah! Ada kalanya seseorang membolak-blik mushhaf siang dan malam hingga menaruhnya kembali, sedang ayat-ayatnya melaknatinya. Tidak melewati satu ayat, melainkan ayat itu mengutuknya, juga tidak melalui satu huruf kecuali huruf itu melaknatnya.” Ada yang bertanya : “Mengapa bisa demikian, wahai Rasul? Rasul menjawab. “Ia melewati ayat ini : Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim (Hud.18), sedangkan dirinya termasuk zalim sehingga ayat itu mengatakan, ‘Dusta, engkau sendiri adalah zalim sehingga auay itu mengatakan “ Dusta” engkau sendiri adalah zalim. Lalu ketika ia melewati ayat yang lain, yang terdapat perintah untuk menjauhi khamar dan judi, maka ayat itu pun berkata : “Ia berdusta lagi. Semoga Allah mengutuknya, tidaklah ia menjauhi khamar dan judi.’ Juga ketika ia melewati ayat ini : : Mengerjakan haji adalah kewajiban menusia terhadap Allah, yaitu (bagi) bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah (Alu Imran, 97), maka ayat ini pun mengatakan, ‘Ia berdusta lagi, semoga Allah mengutuknya, sebenarnya ia telah sanggup untuk melaksanakan haji tapi ia tidak melakukannya.’ Demikian, sehingga tidak satupun ayat yang ia lalui di mana tingkahnya bertentangan dengan isi ayat tersebut melainkan ayat-ayat itu akan mengutuknya.”
Seorang tokoh berkata : “Siapa yang takut kepada Allah, sesungguhnya ia telah mengingat-Nya, sekalipun sedikit puasa, shalt dan bacaan Alqurannya; sebaliknya, siapa yang durhaka kepada Allah sesungguhnya ia tidak mengingat-Nya, sekalipun banyak puasa, shalat dan bacaan Alqurannya.”
Wahai kaum pencari kebenran! Apa-apa yang telah engkau kerjakan di antara hukum-hukum Alquran, sesungguhnya engkau telah mencapai raihan pahala yang banyak serta kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT. Namun, jika kau abaikan hukum-hukum-Nya dan engkau membacanya hanya demi pahala, aku khawatir akan luput darimu pahala itu lantaran hukum-hukum yang terabaikan itu. Betapa banyak orang yang membaca Alquran sedangkan Alquran itu melepas tanggung jawab terhadapnya esok, sehingga ia pun kelak akan terjerumus bersama-sama orang lain sesudah ia membacanya. Semoga Allah melindungi kita sekalian dari hal demikian. Inilah perbedaan keutamaan antara dua orang yang satu membaca Kitab Allah karena keunggulan pahalanya, padadahal barangkali ia mengabaikan sebagian besar hukum-hukumnya, sehingga ia pun sama seperti orang yang tidak membacanya. Sedang yang lain mengamalkan hukum-hukum Alquran, sekalipun ia seorang non Arab, maka ia termasuk orang membaca Alquran secara konprehensif. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mengamalkan hukum-hukum Alquran. Amin ya Rabbal –Alamin.

NAsIHAT KE - 30
Bersuci Dari Setap Yang Haram Sebelum Terlanjur Melangkah ke Arahnya

Saudaraku-saudaraku! Apabila orang lain mengeluarkan harta benda mereka di jalan Allah dan di jalan kebaikan serta menghabiskannya dalam menuntut ilmu pengetahuan, pahamilah! Bagaimana engkau bisa mengeluarkan harta itu, padahal di antara harta tersebut ada yang halal, baik, lagi nyata, juga ada yang haram lagi nyata, sedang di antara keduanya adalah syubhat, dan hanya Allah-lah yang lebih mengetahui tentang keadaan kita. Adapun terhadap harta yang haram, bersegaralah engkau untuk melepaskan diri dari antrian orang-orang yang berlomba-lomba mendapatkannya dan larilah kepada Allah dengan segenap kemampuan sebagaimana larinya seorang pecundang dari kobaran api, dan memang itu yang dituntut. Rasulullah saw. Bersabda : “Siapa yang mencari dan mendapatkan harta haram, tidak diterima oleh Allah darinya sedekahnya, usahanya memerdekakan budak, juga tidak diterima hajinya, umrahnya dan peperangannya; sebaliknya, akan ditetapkan untuknya sebesar nilai harta itu sebagai dosa, sedang yang tersisa sampai ia meninggal adalah menjadi bekal baginya untuk menuju neraka.” Semoga Allah memberikan perlindungan kepada kita sekalian dari hal demikian.
Wahai sekalian manusia, bersihkan dirimu dari kotoran hartamu sebelum tiba ajalmu, karena orang yang tetap bergelut dengan harta haram sangat rentan terhadap kehancuran dan kemalangan, sedang ia tidak menyadari. Kadan-kadang orang-orang bodoh itu mengira bahwa bila mereka telah mengeluarkan harta haram itu di jalan Allah, berarti mereka telah berlaku benar dalam pengeluaran, dan merekapun melupakan asal usul hartanya kemudian setelah itu akan melanggar lagi perintah Allah. Celakalah mereka, belum sapaikah kepada mereka bahwa Rasulullah saw. Bersabda : Seandainya pemilik harta haram mati syahid di jalan Allah sebanyak tujuh puluh kali, tidak ada baginya syahadah kecuali dengan tobat, padahal tobat di atas barang haram di tolak.” Wahai kaum, jangan engkau bodoh seperti kebodohan mereka, mintalah maaf dari kejahatanmu terutama dari keberanianmu terhadap Allah dalam menerima sesuatu yang haram. Takutlah engkau terhadap Allah dalam menerima sesuatu yang haram. Takutlah engkau terhadap akibatnya, dan pujilah Allah bila Dia mengilhamkan kepadamu untuk lari darinya dan menyelamatkanmu sebelum terlanjur mengambilnya, sebab, seandainya bukan karena Allah, tentu akibatnya akan sangat buruk. Itulah perbedaan keutamaan antara dua orang, yang satu menginginkan pahala dari pengeluaran harta haramnya, padahal justru ia bakal mendapatkan balasan (sangsi), Dan yang lain berusaha mensucikan diri dari semua jenis yang haram, dan ia pn merasa dicekam oleh ketakutan. Ingat, bersegeralah untuk bersuci dari seluruh yang haram sebelum tiba saatnya menghadap Allah SWT.

NAsIHAT KE - 31
Bukan Termasuk Ihsan Mengeluaarkan Harta Yang Berasal Dari Usaha atau Barang Yang Syubhat

Saudaraku-saudaraku! Apabila orang lain mengeluarkan harta yang berasal dari usaha dan barang yang Syubhat di jalan kebaikan sebagai bentuk kresit yang disalurkan kepada Allah SWT, ingat, dalam pengeluaran harta yang syubhat itu hendaklah engkau menginginkan supaya menjadi bersih dari campur baur dalam usahamu sehingga diharapkan harta yang tersisa menjadi sedikit lebih baik. Dan takutlah engkau terhadap akibatnya sebelum datangnya hari perhitungan.
Telah sampai kepada kami bahwa seorang ahli ilmu berkata : Pada hari kiamat kelak, Allah akan membangkitkan dari kuburannya sekelompok orang yang menebar bau lebih busuk daripada bangkai. Mereka itulah orang-orang yang bersenang-senang di dunia dengan kelebihan harta yang berasal dari syubhat. Tokoh lain berkata : “Iblis adalah makhluk yang paling mengenali seluk beluk harta yang halal dan yang haram, oleh karena itu ia mampu menghiasi yang haram untuk para pencarinya, dan menyelipkan untuk pencari yang halal hal-hal yang syubhat. Rarusulullah saw. Bersabda : Barang siapa yang memelihara barang syubhat, hampir saja ia jatuh kepada yang haram.”
Kadang kala sebagian orang mengira bahwa bila sudah mengeluarkan harta dari hal hal yang syubhat di jalan Allah, mereka beranggapan bahwa dirinya telah berlaku benar dalam pengeluaran seraya melupakan tindakan tutup mata mereka ketika mendapatkan harta yang campur aduk tersebut. Ingat, janganlah kamu berlagak tidak tahu! Mintalah maaf kepada Allah dari timbul tenggelamnya kalian di dalam danau syubhat. Kemudian jadilah engkau takut kalau-kalau Allah tidak menerima apa yang telah engkau keluarkan itu lantaran terdapat unsur campur baur di dalamnya, sebab AllahSWT, adaah baik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik.
Seorang sahabt berkata : “Apabila usaha mencari nafkah itu baik, akan bersihlah amal perbuatan, kelak akan dikembalikan sehingga dapat diketahui.” Lalu seorang berilmu berkata : ‘Jika saja engkau meninggalkan satu dirham karena takut tidak termasuk yang halal, itu lebih baik daripada bersedekah dengan seribu dinar dari hal yang syubhat, yang tidak jelas apakah termasuk halal atau haram.

Tat kala Allah SWT menuntut kebaikan darimu, maka saat itu merupakan saat-saat yang paling menegangkan bagimu, dan pada saat itu pula engkau mengetahui bahwa meninggalkan kelebihan harta justru lebih selamat untuk dirimu daripada mengeluarkan harta yang gbercampur dan syubhat. Sebentar lagi akan tiba waktu menghadap, wahai orang-orang yang ringan bebannya, dan duka cita yang panjang bagi orang-orang yang gemar bermegah-megahan. Oleh karena itu, bersyukurlah engkau kepada Allah atas ilham-Nya kepadamu untuk mau mengeluarkan harta dan memelihara diri dari kekikiran. Karena kalau saja bukan karena Dia, tentu masalahnya akan lebih gawat lagi dan bencana yang bakal mengancam pun pasti lebih dahsyat lagi, dan memang hak-Nya lah segala karunia. Inilah perbedaan keutamaan di anara dua orang. Salah satunya menjadi gelisah lantaran kesyubhatan yang di dapatkannya, dan berupaya keras untuk menghindarinya seraya merasa takut kalau tidak akan diterima darinya. Keinginannya ialah terbebas dari kesyubhatan yang bercampur dengan kekejian dan keburukan dalam berusaha. Sebab, siapa tahu bahwa dirinya termasuk di antara orang-orang yang dibangkitkan dan kuburnya dalam keadaan mengeluarkan bau lebih busuk daripada bangkai, sedangkan mereka tidak menyadari. Semoga Allah melindungi kita dari bencana itu.

NAsIHAT KE - 32
Keinginan Memenuhi Kewajiban Ketika Mengeluarkan Harta Serta Sebagai Tanda Syukur Kepada Allah SWT.

Saudaraku-saudaraku! Apabila orang lain mengeluarkan harta yang halal di jalan kebaikan dengan dugaan bahwa hal demikian akan melipatgandakan pahala, ingat, berkehendaklah engkau dalam harta yang keu keluarkan itu untuk memenuhi kewajiban terhadap Allah dan terhadap sesama makhluk. Juga, keluarkanlah hartamu sebagai tanda syukur terhadap nikmat, tanda takut dari sikap kikir terhadap Allah SWT, serta tanda khawatir terhadap pertanyaan ketika terjadi hisab’. Oleh karena itu, keluarkanlah harta kalian demi untuk membebaskan diri, karena, telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT telah menurunakn wahyu kepada salah seorang Nabi-Nya : “Sesungguhnya perumpaam sedekah itu seperti seseorang yang membunuh orang lain, maka akeluarga korban menuntut untuk membunuhnya. Si pelaku berkata : “Aku akan menebus diriku, hingga ia pun membayar tebusannya sedikit demi sedikit sampai ia mampu membebaskan dirinya dari pembunuhan.”
Wahai kaum yang menginginkan keselamatan! Demi Allah, demikian dengan kalian, dan siapa orang telah membunuh dirinya dengan dosa-dosa. Oleh karenanya, keluarkanlah harta yang halal demi untuk menebus diri kalian sebelum hal itu tidak diterima dari kalian. Aku berpendapat, siapa yang mengeluarkan harta dengan keyakinannya untuk mengharapkan pahala kebaikannya lebih besar daripada rasa takutnya, maka ia justru tidak memperoleh pahala apa-apa. Sebab, barangkali saja hanya sedikit sekali kekuatannya terhadap pertanyaan-pertanyaan dari Allah yang ditujukan kepadanya tentang keterlibatannya dalam harta yang halal berdasarkan prasangkanya. Padahal hal demikian adalah tipu daya serta kebodohan yang besar. Maka dari itu, jadilah kalian di antara orang-orang yang memiliki pandangan.
Saudaraku! Sebagaimana engkau berharap agar kebaikanmu diterima, demikian pula hendaknya engkau khawatir akan tidak diterimanya kebaikanmu itu. Sesungguhnya Allah SWT berfirman : Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa (Al MA’idah, 27) Di antara tokoh berilmu berkata : “Persetan dengan dunia, yang halal darinya bakal di hisab sedangkan yang haram darinya mendapatkan sangsi.” Rasulullah saw. Bersabda : “Barang siapa yang diseleldiki secara mendalam di kala hisab’ pasti ia akan disiksa.”
Sesungguhnya Allah SWT memuji orang-orang yang takut : Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka (Al Mu’minun, 60) Ahli tafsir berkata : “Yaitu orang-orang yang berpuasa, orang-orang shalat, orang-orang yang bersedekah, dan orang-orang yang takut bakal tidak diterima hal tadi dari meraka.” Saudara-saudara, contohlah orang-orang bertakwa tersebut dalam kekhawatiran terhadap amal perbuatanmu, Sesungguhnya diantara sahabat pilihan dahulu, ada yang berangan-angan supaya diterima darinya satu kebajikan saja, karena kekhawatirannya bila tidak akan diterima darinya, karena Allah berkata : “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa (Al MA’idah, 27).
Saudara-saudara! Bersyukurlah kepada Allah SWT karena Dia telah mengilhamimu untuk mengeluarkan harta dan telah menjagamu dari kekikiran. Minta maaflah dari usahamu yang menurut perkiraanmu halal. Alangkah bahagianya orang-orang yang diringankan bebannya sehingga lebih cepat berlalu, dan alangkah sengsaranya orang-orang yang berat bebannya sehingga tertahan. Demikianlah perbedaan keutamaan antara dua orang. Yang satu mencari pahala dalam pengeluarannya melalui harta yang halal sesuai dengan dugaannya, namun ia melupakan pertanyaan yang bakal diajukan Allah kepadanya. Padahal, bila Allah WT memberlakukan hisab terhadapnya, tentu akan menyulitkan dirinya. Sementara yang lain mengeluarkan harta sepeti itu juga, hanya saja ia dibebani oleh ketakutan terhadap dialog dengan Tuhan ketika hisab, sehingga cita-citanya selalu ingin lepas dari kewajiban yang harus dipenuhinya pada harta yang halal, seraya berharap maaf dan ampunan dari Allah SWT, karena memang Allah telah memberikan beberapa kewajiban pada harta yang halal. Adapun harta yang haram, maka tidak ada jalan baginya selain lari kepada Yang Maha Pengasih, serta melepaskan diri dari semuanya dan membiarkannya untuk pemburunya.
Saudara-saudaraku! Renungkanlah apa yang telah engkau dengar. Ketahuilah bahwa amal perbuatan hamba di sisi Tuhan bertingkat-tingkat. Oleh sebab itu, nilai dan kedudukan mereka di sisi-Nya lebih tinggi yang satu daripada yang lain, sesuai dengan pemahaman mereka tentang Allah Mereka mengetahui bagaimana berbuat untuk-Nya. Sebab kebanyakan orang berbuat kebaikan hanya untuk mengharapkan pahala, dan kalau tidak ada pahalanya tentu mereka merasa berat untuk melaksanakan kebaikan tersebut. Wahai kaum, perbanyaklah amalan sunnah untuk menyempurnakan yang wajib, sebab telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT berfirman : “Aku tidak memperhatikan hak seorang hamba sebelum hamba tersebut memperhatikan hak-Ku. Juga, dari salah seorang tokoh ilmu pengetahuan disebutkan : Sesungguhnya tidak akan sampai kepada hati seorang hamba ruh Allah, sedang dari sisi hamba tersebut Allah mempunyai hak yang belum dipenuhi olehnya.” Ingat, utamakanlah niat dalam memenuhi seluruh hak Allah dalam segala urusan, janganlah engkau menyibukkan hati dengan hakmu pada-Nya, dan contohlah orang-orang yang disebutkan oleh Rasulullah saw. Melalui sabdanya, berikut : Ingatlah, sesungguhnya oang-orang yang berilmu adalah orang yang mengerti tentang Allah dan fuqaha’ adalah pilihan Allah di antara makhluk-Nya.” Pahamilah penanaman moral oleh Rasulullah saw. Tersebut. Bilama engkau telah menyempurnakan kewajiban dengan amalan sunnah dan mencoba menghilangkan kejahatan dengan amalan sunnah dan mencoba menghilangkan kejahatan dengan amalan sunnah dan mencoba menghilangkan kejahatan dengan kebaikan, kemudianengkau mempunyai amalan yang melebihi pemenuhan terhadap hak-hak Allah, sesungghnya yang demikian merupakan simpanan untukmu di sisi Tuhan SWT dan sebagai penyempurna terhadap apa-apa yang ada di sisi-Nya jika dalam memenuhi hak-hak-Nya engkau masih memiliki kekurangan. Alangkah celakanya orang yang lalai pada hari ditegakkan hisab’ ! Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita semua. Amin ya Rabbal ‘alamin.

NAsIHAT KE - 33
Memanfaatkan Ilmu Serta Mensyukuri Nikmat

Saudara-saudaraku! Apabila orang lain bersyukur kepada Tuhan mereka hanya dengan lidah saja, sedangkan mereka tetap mengabaikan batasan-batasan nikmat, dan teledor terhadap tata cara syukur yang sebenarnya, ingat, bahwa hal demikian itu tercela. Berhati-hatilah kepada Allah dan pergunakanlah setipa kenikmatan untuk bersyukur sesuai dengan keadaannya, sebab bersyukur adalah wajib bagi hamba pada setiap kenikmatan. Bersyukurlah kepada Allah terhadap apa-apa yang telah Dia karuniakan  kepada kalian, termasuk lidah, dengan banyak membaca Alquran dan berzikir. Namun, apabila engkau agak ceroboh dalam hal ini, paling tidak janganlah sampai engkau pegunakan lidah tersebut untuk menyelami berbagai jenis perbuatan dosa seperti perbuatan orang yang penah aku lihat. Dalam kaitan ini, Rasulullah ssaw. Bersabda : “Tidakaj ucapan lain bagi kita selain ‘Ah kamu! Dan ‘celaka kamu!.” Apakah manusia akan ditelungkupkan di neraka hanya karena mengumpat orang lain dengan lisannya?”.
Bersyukurlah kepada Allah SWT atas nikmat penglihatan yang dikaruniakan-Nya kepadamu untuk memandang kepada kebenaran sebagai rasa syukur atasnya. Maka jika engkau melakukan sebaliknya, maka takutlah kepada Allah bila engkau menggunakan penglihatan itu untuk memandang hal-hal yang haram, sehingga engkau menjadi durhaka kepada Allah dengan kenikmatan-Nya, seperti perbuatan orang yang pernah aku lihat. Karena, telah sampai kepada kami bahwa siapa yang tidak menahan pandangannya dari hal-hal yang haram, akan dipakaikan celak pada kedua belah matanya dari api jahanam. Ingat, bersyukurlah kepada Allah atas nikmat pendengaran yang telah Dia beikan untuk mendengarkan Alquran, zikir serta nasihat yang baik. Namun, jika hal itu kau abaikan, paling tidak malulah engkau kepada Allah bila kau gunakan pendengaran tersebut untuk hal-hal yang memanjakan hawa nafsu dan untuk omongan-omongan yang batil seperti perbuatan orang yang perrnah aku saksikan. Bersyukurlah kepada Allah atas nikmat tangan yang dibentangkan-Nya untuk menggapai kebaikan. Dan jika engkau mengabaikan hal itu, hendaklah engkau malu menggunakan tanganmu untuk berbuat zalim dan aniaya seperti perbuatan orang yang pernah aku lihat.
Telah sampai kepada kami bahwa zalim di dunia adalah kegelapan di akhirat, dan merupakan rentetan kemalangan. Diriwayatkan bahwa Nabi Dawud as. Melihat suatu tempat antara bumi dan langit, iapun berkata : Wahai Tuhan ku, apa ini? Tuhan berfirman : “Itu kutukan-Ku yang yang Aku masukkan ke dalamnya rumah setiap orang yang berbuat zalim.” Ingat. Takutlah dari hal demikian! Bersyukurlah kepada Allah terhadap nikmat kaki untuk melangkah menuju ketaatan. Namun, jika engkau mengabaikan hal itu, takutlah kepada Allah bila engkau melangkah dengan kaki itu menuju perbuatan dosa seperti orang yang pernah aku lihat. Karena, sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : “Pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dulu mereka kerjakan (An Nur : 24). Maka, bagaimana dengan dirimu dalam keadaan terborgol di kaki dan terbelenggu di leher. Ingat, takutlah kepada hal itu. Bersyukurlah kepada Allah atas nikmat makanan yang telah diberikan-Nya kepada kalian, dan takutlah bila engkau menjadi kuat lantaran makanan itu untuk melakukan sesuatu yang tidak diseukai oleh Yang Maha Pemberi Rizki. Sebab Allah SWT telah berfirman : “Hamba-Ku, berkat nikmat-Ku engkau menjadi kuat untuk berbuat durhaka kepada-Ku.” Sehingga. Layaklah kiranya bila Allah SWT menyiksanya di neraka.
Wahai kaum! Janganlah engkau mendurhakai Allah dengan menggunakan nikmat-Nya, dan bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat pakaian yang diberikan-Nya kepada mu supaya ia menjadi lusuh dalam keridhoan Si Pemberi nikmat. Namun, jika engkau mengabaikan hal itu, malulah bila engkau menjadikan pakaian itu lusuh dalam hal-hal yang tidak disukai Si Pemberi pakaian, sehingga tidak ada jaminan keamanan untuk mu bahwa tidak akan dipakaikan kepadamu gamis dari aspal dan lempengan api neraka di hari kiamat. Ingat, takutlah engkau kepada hal demikian, dan bersyukurlah kepada Allah terhadap segala karunia yang telah kau terima dari-Nya, supaya kau habiskan pada jalan yang Maha Pemberi karunia. Namun, jika engkau kikir terhadap karunia itu, hendaklah engkau malu kepada Allah bila kau habiskan karunia-Nya pada tempat yang tidak disukai-Nya sehingga engkau mendurhakai Allah SWT dengan nikmat_nya, seperti perbuatan orang yang pernah aku lihat. Telah sampai kepada kami, apabila seorang hamba diberi rizki oleh Allah berupa harta yang halal tetapi ia keluarkan pada jalan yang haram, maka Allah SWT akan berkata : Bawalah ke neraka!” sehingga ia akan tinggal di neraka sesuai dengan kehendak Allah.
Kemudian bersyukurlah engkau kepada Allah SWT atas apa-apa yang telah Dia karuniakan kepadamu berupa keimanan kepada-Nya dengan berusaha keras untuk mencapai ridha-Nya serta meningkatkan usaha dalam mencari kesukaan-Nya sebagai tanda syukur untuk mengharggai karunia-Nya yang telah diberikan kepadamu. Namun, jika engkau tidak kuasa untuk mencapai ridha-Nya, takutlah engkau kepada Allah bila sampai mengabaikan batasan-batasan keimanan, karena tidak ada jaminan bagimu untuk tidak tercabut imanmu karena sikap menganggap entheng batasan-batasannya. Dan bersyukurlah engkau kepada Allah atas nikmat ilmu yang telah Dia karuniakan kepadamu sehingga engkau dapat mencapai keridhaan-Nya. Kerjakanlah keutamaan-keutamaan yang dianjurkan kepadamu di antara kecintaan Allah SWT itu. Namun, jika engkau tidak kuasa berbuat demikian, hendaklah engkau takut kepada Allah bila sampai meninggalkan apa yang diwajibkan kepadamu.
Telah sampai kepada kami bahwa di antara orang yang sangat keras siksaannya di hari kiamat ialah orang berilmu yang dijaidkan oleh Allah tidak bermanfaat dengan ilmunya.” Kemudian, janganlah lupa pula bersyukuur kepada Allah SWT atas nikmat akal yang dikaruniakan-Nya kepadamu untuk berfikir, merenung, meyakini kebaikan niat, dan mengambil pelajaran. Namun, bila engkau mengabaikan hal demikian, hendaklah engkau berhati-hati terhadap Allah dan takut akan niat yang buruk, menyimpan keburukan, menyimpan iri, dengki, permusuhan, serta sifat-sifat buruk lainnya. Jangan lupa bersyukur kepada-Nya atas nikmat akal yang telah Dia karuniakan kepadamu tersebut supaya engkau mengagungkan-Nya, meninggikan-Nya, memuliakan-Nya, merasa malu kepada-Nya, merasa takut kepada-Nya, merasa segan kepada-Nya, serta menaati-Nya sesuai dengan pemahamanmu terhadap keagungan, kebesaran, dan kemahakuasaan-Nya SWT. Namun, bila tidak ssanggup melakukan itu, hendaklah engkau takut kepada Allah SWT bila engkau sampai menjadi seperti orang-orang yang tidak mempu mengagungkan-Nya, dan menaati-Nya, bahkan engkau menganggap enteng beberapa perkara-Nya. Takutlah engkau wahai kaum, bila kembali kepada kebidihan serta engkau mengetahui dan mengerti sehingga akal dan ilmu tersebut kembali kepadamu dengan membawa bencana. Dan ingat, bahwa ini semua dan seumpamanya termasuk di antara keutamaan ilmu, akal, niat serta kehendak. Dan ini pulalah perbedaan diantara keutamaan ilmu, akal, niat serta kehendak. Dan ini pulalah perbedaan di antara hamba-hamba. Kadang kala terdapat dua orang yang sama dalam ketaatan dan ke wara’an, sedangkan salah satunya lebih kuat pemahamannya dan lebih keras usahanya untuk mencapai kecintaan Allah dan lebih jelas dalam mencapai ridha-Nya. Semoga Allah memberikan kepada kita sekalian kemampuan untuk mengelola nikmat dan mensyukurinya, sesungguhnya Da Maha Pemurah lagi Maha Mulia. Amin ya Rabbal ‘alamin.

NAsIHAT KE - 34
Perilaku Para Ulama

Saudara-saudaraku! Apabila engkau melihat kebanyakan orang senang memamerkan ilmunya, perilaku mereka saling melecehkan satu sama lain, hati mereka saling bertentangan, dan jiwa mereka saling berbeda, hendaklah engkau merahasiakan urusanmu dengan berbagai cara, serta jadikanlah dirimu tidak suka terhadap popularitas dan perdebatan, senang akan ketidak tenaran, menyukai tindakan mengasingkan diri dan menyendiri; di tengah masyarakat merasa terasing; dan senang kepada kesunyian dan sikap diam. Tidak ada seorang pun yang mempunyai kesalahan melainkan Allah akan meminta pertanggungjawabannya tentang apa yang dikehendaki dengan kesalahn itu. Oleh karena itu, wahai saudara-saudara, janganlah kalian coba-coba mengajukan diri untuk dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT, terutama dalam hal yang engkau tidak memiliki kepentingan terhadapnya.
Saudara-saudaraku! Bilamana engkau terpaksa menampakan sedikit ilmumu, hendaklah engkau lakukan itu karena Allah semata dan berdiskusilah seperlunya untuk memberikan penjelasan kepaa para murid, karena jika tidak, dikhawatirkan termasuk katagori menyembunyikan ilmu.
Sebenarnya, saling bertanya itu sering terjadi juga pada masa orang-orang terdahulu, tetapi setiap orang di antara mereka hanya menghendaki jawaban seperlunya dari yang lain. Bahkan di antara mereka terdapat orang yang sangat luas ilmu pengetahuannya, banyak memahami bermagai masalah, sementara tetangganya sendiri tidak mengetahui kemampuannya. Di antara sahabt ada yang bekata : “Aku memperhatikan tiga ratus orang badui, tidak seorang pun di antara mereka kecuali menginginkan jawaban secukupnya dari mufti.”
Jika di antara kalian  ada yang menonjolkan urusannya dan menampakkan ilmunya kemudian ia mendapat tanggapan negatif serta dianggap bodoh dan salah, maka, dalam kondisi seperti ini tidak ada jaminan bahwa tidak akan timbul kesombongan, kemarahan dan dendam pada dirinya. Dan kalaupun pendapatnya ditanggapi positif, tetapi masih tidak ada jaminan untuk tidak timbul fitnah, sikap berlagak dan bangga pada dirinya. Apabila ia mengeluarkan pendapat tanpa didasari ilmu pengetahuan, maka lebih tidak ada jaminan bahwa ia tidak terjerumus pada kekeliruan. Demikian pula bila ia memaksakan diri berpendapat, padahal Allah SWT tidak menyukai tindakan tersebut. Oleh karena itu, dapatkanlah keselamatan bersama sikap diam dan tidak terkenal. Kemudian, bagaimana bila engkau sudah terlanjur tersohor, disegani dan dihormati, pendapat dan pemikiranmu diperhatikan dan didengar, masyarakat bersikap ridha atas keridhaanmu dan akan marah dengan kemarahanmu, maka dalam kondisi demikian barangkali engkau secara tidak sadar terlibat kebencian kepada orang-orang yang tidak sependapat denganmu, atau terlalu berlebih-lebihan dalam bersikap loyal kepada orang-orang yang sependapat denganmu, padahal Yang Maha Mengetahui segala yang gaib selalu memantau setiap perubahan isi hatimmu. Maka, alangkah besarnya fitnah yang menimpa seorang hamba kecuali orang yang dilindungi oleh Allah SWT! Inilah perbedaan keutamaan antara dua orang, salah satunya senang menonjolkan ilmunya dan menyediakan diri untuk bermacam-macam fitnah sehingga kadangkala ia selamat, kadang kala pula ia celaka! Sementara yang lain menyembunyikan keadaannya sehingga ia selamat berkat karunia dan perlindungan Allah SWT.
Sesungguhnya pada perilaku para pendahulu kita yang salih terdapat teladan yang patut ditiru karena mereka senang terhadap ketidakpopuleran dan lebih mengutamakan menutupi jati diri mereka dari pandangan orang lain. Padahal mereka adalah pemimpin. Maka, bagaimana dengan orang-orang yang serba kekurangan sedangkan ilmu mereka terkungkung dalam perhiasan dan kebanggaan. Saudara-saudaraku! Hendaklah kalian berusaha untuk tiak menonjolkan diri dan tidak ingin menjadi populer karena orang-orang yang gemar menonjolkan ilmunya itu banyak jumlahnya. Nah, sekarang siapa yang suka terhadap pahala dan siapa pula yang suka menyediakan diri terhadap siksa.?

NAsIHAT KE - 35
Amal Perbuatan Yang Baik

Saudaraku! Apabila orang lain senang menonjolkan amal kebajikan mereka agar mereka diteladani, hendaklah engkau merahasiakan perbuatanmu dengan berbagai cara, karena fitnah itu besar adanya dan perjuangan di dalamnya cukup keras. Sebenarnya kita ini bukanlah pribadi yang layak untuk diteladani dan memang tidak cocok untuk itu, karena yang demikian adalah milik para khalifah yang mendapat petunjuk dan pemuka-pemuka umat Islam. Mereka hanya menampakan sedikit dari amal perbuatan mereka yang banyak untuk memberikan pendidikan moral terhadap umat dan membimbing mereka. Oleh akrena itu, janganlah engkau coba-coba mempopulerkan diri karena sesungguhnya setan, dalam setiap usaha seseorang yang menonjolkan ilmu dan pendapatnya, mempunyai beberapa perangkap yang ia pergunakan untuk menjebak banyak orang, dengan cara memperindah di mata mereka usaha tersebut agar mereka ditiru oleh orang lain. Maka orang-orang pun senang menampakkan ilmu dan kebajikannya karena antusias terhadap pahala dari orang-orang yang mengikuti jejak mereka, padahal mereka tidak sadar terhadap apa yang telah menimpa mereka berupa jebakan-jebakan setan sehingga mereka pun ditimpa oleh berbagai macam bencana sedang mereka tidak merasakan.
Wahai kaum yang takut akan fitnah, orang yang mewariskan ilmu seraya bersikap mawas diri, yang khawatir dari musuhnya, dan yang bersikap wara’ dalam segala keadaannya, belum tentu bisa selamat dari tipu daya setan. Maka, bagaimana nasibnya dengan orang yang terperdaya ketika ia senang mengumumkan dan memamerkan amal perbuatannya. Ingat, janganlah engkau mengajukan diri terhadap fitnah dan bencana. Maka jika engkau merasa tidak dibutuhkan dan tidak perlu diikuti, hendaklah kalian menyembunyikan urusanmu dengan berbagai cara. Sesungguhnya telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT akan memberikan naungan di bawah ‘asyi-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, kepada seseorang yang bersedekah dengan tangan kananna sedangkan tangan kirinya hampir saja tidak mengetahuinya. Seorang tokoh berkata : “Kami mendapati sekelompok orang, dimana tidak ada di atas bumi ini suatu perbuatan terbuka yang tidak mampu mereka kerjakan dalam kerahasiaannya selamanya. Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Manakala Allah menciptakan bumi dan dibentangkan untuk penghuninya, lalu menciptakan gunung dan Dia jadikan sebagai pasak bagi bumi, para malaikat berkata : ‘Allah tidak menciptakan suatu ciptaan yang lebih sulit daripada gunung,. Maka Allah pun menciptakan besi untuk memotong gunung, lalu menciptakan api untuk melelehkan besi, kemudian memerintahkan air untuk memadamkan api, lantas memerintahkan angin untuk menumpahkan air. Sehingga para malaikat pun berselisih pendapat dan berkata : ‘Kita bertanya kepada Rabb ‘Azza wa Jalla : Wahai Rabb, alangkah sulitnya apa yang telah Engkau ciptakan di antara ciptaan-Mu. ‘ Rabb berfirman : “Aku tidak menciptakan suatu ciptaan yang lebih sulit daripada anak manusia ketika ia bersedekah dengan tangan kanannya dan ia sembunyikan dari tangan kirinya; maka inilah yang tersulit di antara yang Aku ciptakan.” Juga telah sampai kepada kami bahwa perbuatan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi melebihi perbuatan yang dilakukan secara terang-terangan sebanyak tujuh puluh kali lipat. Inilah perbedaan keutamaan di antara dua orang, salah satunya senang menampakkan apa-apa yang ada pada dirinya karena berambisi terhadap pahala pdahal ia telah diperdaya oleh setan dan diajukannya kepada siksaan. Sedangkan yang lain sangat merendahkan dirinya dan menganggap dirinya bukanlah pribadi yang patut untuk ditiru dan diteladani. Maka, waspadalah.

NAsIHAT KE - 36
Doyan Terhadap Pujian, Bencana Bagi Yang Memuji dan Dipuji

Saudara-saudaraku! Apabila orang lain senang terhadap sanjungan dan jiwa mereka menjadi puas karenanya, ingat, takutlah kepada Allah bila dirimu juga sukan akan hal itu, dan hendaklah engkau takut pula akan bahaya darinya. Memang, di dalam pujian tersimpan rasa manis yang akan cepat meresap ke dalam hati, sedangkan tempat-tempatnya di dalam jiwa memang telah ada. Oleh karena itu, tidak ada yang selamat darinya kecuali sedikit. Memang pada mulanya seseorang di antaramu tidak mengerjakan kebajikan karena Allah SWT, tetapi ketika pada dirinya mulai nampak keutamaan, dan ia disanjung dan hormati serta dikagumi, nah, ketika itulah setan datang menysupkan rasa manisnya pujian ke dalam hatinya, suatu rasa manis yang cocok dengan selera nafsunya, maka saat itu menjadi puaslah jiwanya. Wahai pemuja sanjungan, pujian, kekaguman dan kehormatan! Sesungguhnya engkau telah dijerumuskan sedangkan dirimu suka akan hal itu, padahal hal tersebut termasuk kotoran jiwa sedangkan engkau berada dalam keadaan lalai.
Berikut akan ku kemukakan kepadamu sebuah contoh bagi orang yang senang dengan pujian. Perumpamaannya ialah seperti seorang yang diejejk dan dikatakan kepadanya : “Sesungguhnya kotoran yang keluar dari perutmu memiliki bau harum seperti parfum.” Sebenarnya orang yang terperdaya itu tahu bahwa keadaannya tidak seperti apa yang dikatakan, dan Allah SWT mengetahui tentang kebusukan kotoran yang ada di dalam perut, tetapi karena kebodohannya ia rela saja menerima hinaan dan ejekan tersebut meski ia menyadari bahwa sesungguhnya apa yang dikatakan kepadanya tidak benar sama sekali, karena tidak ada yang keluar dari perutnya keccuali kotoran dan kebusukan. Meskipun demikian, ia pun menyenanginya dan tetap menganggap hal itu adalah pujian. Nah, demikian pula keadaannya dengan orang yang tercemar dengan dosa-dosa, bahka ia lebih kotor dan lebih bau daripada kotoran itu sendiri, dan ia lebih cocok untuk menerima hinaan di dunia dan akhirat. Sesungguhnya ia rela dengan pujian tersebut karena kebodohannya. Semoga sudah seharusnya ia menerima murka Allah SWT. Maka siapa yang lebih merugi daripadanya jika ia mengetahuinya.
Saudara-saudaraku! Apabila engkau diuji dengan sanjungan dan pujian, berjuang keraslah engkau untuk meniadakannya dari hati dengan membencinya serta merasa takut akan akibatnya. Rasulullah saw. Mengkhawatirkanmu terhadap pujian itu dan melarang untuk saling memuji, karena Beliau saw. Tahu bahwa pujian itu banyak mudaratnya. Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah SWT jika senang terhadap pujian yang dilontarkan kepadamu, dan janganlah engkau terperdaya oleh setan beserta para wakilnya yang terdiri dari golongan manusia. Sebab, mereka berprasangka bahwa apabila mereka betul-betul menginginkan keridhaan Allah melalui amal kebajikan, tentu amal perbuatan mereka tidak akan mampu dirusak oleh kesenangan dan kesukaan terhadap pujian, karena hal semacam ini termasuk qiyas iblis, sedang pendapat-pendapatnya merupakan fitnah bagi para wakilnya. Celakalah bagi yang memuji dan dipuji, mengapa mereka tidak mengetahui petunjuk sehingga mereka tidak menyukai celaan, padahal sesungguhnya itu tidak membahayakan diri mereka. Jusutru mereka akan diberi ganjaran pahala karenanya; dan sebaliknya, justru kegemaran terhadap sikap saling memuji di antara mereka sangat bertentangan dengan waisat-wasiat Rasul saw.  Sungguh mereka adalah orang-orang yang bodoh secara nyata. Celakalah dirimu wahai orang yang terperdaya. Tidakkah engkau ketahui bahwa seorang tokoh ilmu pengetahuan berkata : “Siapa yang suka terhadap pujian sesungguhnya setan dengan tenang dapat masuk ke dalam perutnya.” Engkau telah dicela oleh tokoh ini lantaran kesenanganmu terhadap pujian. Sesungguhnya engkau layak untuk mendapatkan murka lantaran kesenangan dan kerelaanmu terhadap pujian dan sanjungan dari orang lain. Engkau mengetahui kebajikan tetapi tidak mengamalkannya. Seorang tokoh ilmu lainnya berkata : Apabila ada yang mengatakan kepadamu bahwa orang yang paling baik dalah dirimu, padahal --- demi Allah ... sebenarnya dirimu adalah yang paling buruk bila ternyata pujian lebih kau sukai daripada celaan.
Perhatikanlah wahai orang yang terperdaya! Apakah engkau mendapati dirimu senang serta merasa puas dengan pujian dan sanjungan, apakah engkau mengakrabi orang yang memujimu bila ia keliru dalam memujimu; dan apakah engkau tidak menyukai celaan bila ternyata celaan benar adanya? Apakah engkau akan marah kepada orang yang mencela jika ia memang benar? Maka jika engkau memang demikian, tentu engkau adalah seburuk-buruk orang. Sekalipun memperbanyak ibadah, namun dirimu tetap termasuk di antara orang-orang yang senang terhadap pujian dan sanjungan, bahkan lebih buruk daripada orang yang suka kepada pujian dan sanjungan, bahkan lebih buruk daripada orang yang suka kepada pujian tetapi ia mengakui kejahatan dan dosa-dosanya, karena ia lebih bisa diharapkan untuk mengemban amanat dan lebih dekat kepada maaf daripada dirimu. Sebab, engkau telah mengira bahwa kerelaanmu dan kesenganmu terhadap sanjungan tidak akan mencelakakanmu! Sesungguhnya telah sampai kepada kami sebuah hadis, yang belum aku ketahui betul tentang kesahihan sanadnya, tetapi jika hadis itu sahih, tentu merupakan ancaman kemalangan bagimu, yaitu bahwa seseorang telah memuji orang lain dengan kebaikan di hadapan Rasulullah saw. Dan Rsul saw. Menegurnya : Andaikan temanmu ada di sini, dan ia menerima dengan senang apa yang telah engkau ucapkan, lalu dia mati dalam keadaan seperti itu, ia akan masuk neraka.” Wahai orang yang terperdaya, inilah balasan bagi orang yang menutupi perbuatan kebajikannya dengan keridhaan terhadap pengakuan dari orang lain. Celakalah dirimu! Sesungguhnya banyak di antara para sahabat terdahulu yang menghendaki Allah dalam amal kebajikan seperti yang engkau kehendaki menurut prasangkamu. Padahal! Maha Sempurna Allah, jauh sekali bila engkau akan seperti mereka atau mereka akan serupa dengan mu, karena mereka memang tepat untuk mendapatkan pujian dan sanjungan. Namun Rasulullah saw. Masih mengkhawatirkan mereka dari bahaya pujian dan melarang mereka darinya sekalipun mereka memiliki keutamaan dan ketakwaan. Beliau saw. Berkata kepada orang yang memuji : Celaka dirimu! Engkau telah memotong punggungnya, andaikan ia mendengarkanmu tentu ia tidak akan memperoleh kemenangan sampai hari kiamat.” Dan beliau juga berkata kepada yang lain : Janganlah kalian saling memuji, lemparlah mukanya dengan tanah.” Ingat, Rasulullah saw. Mengatakan ini karena khawatir terhadap orang yang disanjung, bahwa ia akan senang terhadap sanjungan dan rela dengannya, sehingga akan berbahaya bagi agamnya dan barangkali ia tidak akan memperoleh kemengan selamanya. Maka Rasul saw. Pun memperingatkan mereka terhadap fitnah pujian sebelum fitnah itu menimpa diri mereka. Sedangkan dirimu, bila dipuji engkau senang dan rela menerimanya karena menduga bahwa hal itu tidak membahayakanmu, maka celakalah dirimu! Alangkah bodohnya dirimu terhadap bahaya yang diketahui oleh Rasulullah saw. Di balik pujian!
Perhatikanlah keadaan para sahabat ra. Sesungguhnya mereka lebih tahu tentang Allah SWT dan lebih takut kepada-Nya daripada mu, serta lebih ikhlas dalam perbuatan mereka, sedangkan bersama itu mereka takut terhadap pujian dan membencinya, bahkan mereka marah terhadap orang yang memuji karena takut terhadap fitnah dalam pujian itu. Sedangkan dirimu berani mengira bahwa sikap menerimamu terhadap pujian tidak akan membahayakan, seakan-akan engkau memiliki kejujuran dan keikhlasan yang lebih kuat daripada orang-orang terdahulu dan seakan-akan dirimu lebih mampu untuk menolak fitnah daripada mereka. Engkau dusta wahai orang-orang yang terperdaya!
Telah sampai kepada kami bahwa beberapa orang sahabat ra. Tidak menyukai pujian dan akan marah kepada orang yang memuji. Salah seorang khalifah ditanya oleh seseorang tentang sesuatu lalu orang itu berkata kepadanya : “Engkau, wahai Amirul Mu’minin, lebih baik daripadaku dan lebih mengetahui.” Mendengar itu sang khalifah pun menjadi marah dan berkata : “Aku tidak menyuruhmu untuk memberikan pengakuan kepadaku.” Dikatakan kepada salah seorang sahabat : “Manusia akan senantiasa baik selama Allah mengekalkan dirimu.” Lantas sahabat tersebut menjadi marah karena ucapan orang yang memujinya, dan ia berkata : “Sungguh aku mengiramu seorang peramal dan apa yang membuatmu tahu bahwa ia akan menutup pintunya dari keluarganya dalam kebaikan.” Juga telah sampai kepada kami bahwa seseorang telah memuji salah seorang salaf, lantas yang dipuji pun menjadi marah dan berkata : “Ya Allah, hamba-Mu ini telah mendekatkan diri kepada ku dengan kebencian-Mu, maka aku pun menjadikan-Mu sebagai saksi atas kebencciannya.”
Nah, ternyata orang-orang pilihan tersebut sangat tidak menyukai pujian dan mereka marah terhadap orang yang memuji karena takut terhadap bahanya, sedangkan engkau suka dengan pujian karena tidak membahayakanmu. Alangkah jauhnya kemiripanmu dengan mereka! Para sahabat membenci pujian sedangkau engkau senag kepadanya! Mereka marah kepada yang memuji yang jujur dalam pujiannya sedangkan engkau suka terhadap orang yang memuji yang dusta serta berlebihan dalam pujiannya ke padamu! Mereka menerima dengan senang akan celaan padahal mereka adalah orang yang paling suci dari celaan, sedangkan engkau marah dan menjauhi celaan padahal engkau lebih layak untuk mendapatkannya daripada orang lain! Mereka menyayangi orang yang menghina mereka dan memaffkannya, sedangkna dirimu menjadi dendam terhadapnya! Dan ini semua termasuk kekotoran jiwa bagi orang-orang yang banyak beribadah, sementar engkau dalam kelalaian, dan engkau telah diperdaya sedang engkau tidak merasa!.
Wahai orang yang terperdaya! Adakah engkau melihat dirimu sangat menginginkan, dan bekerja dengan ikhlas untuk meraih pahala dari Allah SWT, lalu setelah itu engkau ambil bagianmu dalam kegembiraan terhadap pujian, sanjungan dan penghargaan di dunia agar dirimu sekaligus mendapat pahala yan cepat dan yang lambat. Kalau begitu sungguh buruk apa yang ditawarkan oleh nafsumu itu. Dan janganlah engkau coba-coba menyeret kami kepada fitnah, wahai orang yang terfitnah! Ketahuilah, urusan mana yang lebih cocok untuk agama kami.  Kami khawatir dan bersikap hati-hati terhadap apa yang telah diperingatkan oleh Rasulullah saw. Berupa bahaya pujian; Kami berjuang keras untuk meniadakan kegembiraan di hati kami terhadapnya bila kami diuji; serta memohon ampunan kepada Allah darinya; atau kami harus berpegan kepada pendapatmu bahwa sikap senang dan menerima pujian itu tidak berbahaya, sehingga kami pun mau mengakui ucapan orang yang terperdaya, rela kepada pujiandan merasa puas terhadap keridhaanmu dan kesenanganmu kepadanya, lalu bersama dengan itu engkau juga mengira bahwa diri mu termasuk orang yang ikhlas, padahal barangkali saja justru dirimu mendapatkan tempat yang buruk di sisi Allah tanpa ada pengakuan dan sanjungan. Ingatlah apa yang aku katakan kepadamu, karena aku ini memberikan nasihat kepadamu; Hendaklah dirimu membenci sanjungan serta takut terhadap fitnah yang ada padanya. Sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatmu darinya. Bila engkau merasa manisnya pujian dan senang kepadanya, berusaha keraslah untuk meniadakan hal demikia dari dalam dirimu, lalu beristighfarlah kepada Allah dari kesenanganmu terhadap pujian, bagaikan orang yang bertobat dari dosa-dosa. Kemudian jadikanlah dirimu setelah mujahadah dan bertobat itu merasa takut bahwa engkau tidak murni dalam bertobat, serta tidak bersungguh-sungguh dalam bermujahadah. Karena, engkau belum mampu untuk sampai kepada kebencian terhadap segala bentuk pujian dan penghargaan, juga belum sampai kepada sikap mampu memarahi orang yang memuji sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabt ra. Terdahulu. Setelah itu, jadilah engkau mengetahui tentang keburukanmu bila engkau suka kepada pujian, merasa takut akan siksaan bila engkau rela kepadanya; dan sekali lagi merasa khawatir kalau-kalau dirimu di sisi Allah SWT termasuk orang-orang yang menyenangi hal tersebut. Sesungguhnya pengetahuanmu tentang hal tersebut lebih berguna bagimu daripada ibadah dalam kebodohan tentang apa-apa yang telah kami paparkan.
 Wahai orang yang suka beribadah! Kenapa engkau senang kepada dunia, padahal dunia merupakan penjara bagi orang beriman, karena ia tidak bergembira karenanya, tidak mendapatkan kenikmatan padanya, dan tidak merasa kenikmatan padanya, dan tidak merasa ketentraman dengannya. Sesungguhnya dunia itu tempat ujian dan fitnah, tempat duka cita dan kegelisahan. Berkata Adam as. “ Kami memohon kepada Allah SWT keturunan, tetapi Iblis telah menyandera kami dengan kesalahan, maka tidak seharusnya kami bersuka ria, dan memang tidak seharusnya selain menangis dan merasa sedih.
 Saudara-saudara, memang buruk sakli citranya bagi orang yang berakal sehat untuk merasa gembira terhadap perhiasan dan aksesoris dunia, maka bagai mana pantas untuk dipuji yang batil dan terperdaya? Oleh karena itu, pahamilah apa yang aku katakan kepadamu wahai orang suka beribadah tapi senang dengan pujian. Karena, walaupun engkau telah melaksanakan ibadah sampai burung-burung menjadi jinak kepadamu, binatang-binatang buas, binatang-binatang melata, dan seluruh penghuni bumi juga disanjung oleh malaikat, senang bertetangga denganmu dan menyanjung amal perbuatanmu, mereka menunjukan sikap mereka kepadamu, dan engkaupun kagum terhadap kebaikan dirimu. Nah, apakah engkau sempat berfikir untuk dirimu atau untuk orang lain agar berpegang dengan hal itu, atau engkau menjadi terlena dengan pujian makhluk sebelum datang masanya engkau menghadap Allah SWT? Sebab, pada saat itu akan jelaslah bagimu bagaimana akhir dari perjalananmu, dan engkau pun akan tahu keridhaan Allah SWT atau malah kebencian-Nya terhadapmu, sehingga akhirnya pun barangkali dirimu bakal menikmati kenikmatan abadi, atau malah akan mengalami siksaan yang amat pedih!.
Saudaraku! Berhati-hatilah kepada Allah SWT, jangan sampai engkau terbuai oleh sanjungan! Berapa banyak hal yang di anggap adil menurut manusia tidaklah adil di mata Allah SWT dan tidak disukai-Nya. Berapa banyak orang yang getol beribadah ternyata bakal menjadi bahan bakar api neraka, dan ibadahnya menjadi sia-sia belaka karena mereka telah terperdaya oleh Iblis. Berapa banyak orang yang di kala pagi beriman tetapi di sore hari ia menjadi kafir dan di cabut imannya, sedangkan dirinya tidak merasa!.
Orang berakal yang takut akan tercabut imannya selalu merasa tidak aman dan merasa tikda bergembira terhadap pujian batil dan tipuan! Bahkan andaikan sampai turun kepadamu wahyu bahwa dirimu mendapatkan pujian di sisi Pemilik Arsy, hendaklah bertambah rasa takut dan khawatirmu, renungkanlah urusanmu!
Katakanlah dengan jujur! Dengan apa dirimu menjadi terpuji di kalangan penghuni langit, padahal dirimu tidak berhak untuk itu? Maka jika engkau beranggapan bahwa hal tersebut kau dapatkan karena diriu sendiri dan memang karena usahamu sendiri, berarti engkau telah mengaku-ngaku perkara yang amat besar, dan engkau telah lupa akan kemurahan nikmat Allah SWT terhadapmu. Sebab, seandainya bukan karena nikmat-Nya, pastilah dirimu tidak akan terpuji dan mendapatkan petunjuk.
Saudaraku! Karunia Allah kepadamu lebih besar lagi! Usaha keras untuk bersyukur darimu adalah mesti. Takut dan khawatir akan kehilangan nikmat tersebut memang sudah sepantasnya dan seharusnya. Bukankah para malaikat dan para nabi pun sangat khawatir akan hal itu! Mereka berrkata : Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami ( Alu Imran, 8). Nah, bagaimana dengan dirimu, bukankah engkau orang yang sering teledor dalam menjalankan kewajiban, padahal dirimu akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat dan akan dituntut. Tentu saja kesedihan lebih layak untukmu daripada kegembiraan, apalagi gembira karena sanjungan palsu dan penuh tipuan!.
Saudaraku! Renungkanlah apa yang aku katakan kepadamu; Siapa lagi yang menjadikanmu mendapatkan sanjungan dan pujian kalau bukan Dia yang telah menghiasimu dengan tindakan yang elok, dan yang menjadikanmu seuka pada hal-hal yang terpuji. Siapa yang bermurah kepadamu dengan pertolongan yang nyata, pemberian yang banyak, kenikmatan yang meyakinkan, serta karunia yang terpuji dan jelas? Nah, apakah yang memberikan hal tersebut lebih pantas untuk mendapat pujian, sanjungan dan kesyukuran, ataukah dirimu sendiri yang menjadikanmu berhak untuk itu? Celaka dirimu, siapa yang lebih berhak untuk mendapatkan pujian, sanjungan dan kesyukuran selain Dia yang bermurah kepadamu sehingga engkau harus bersaksi tentang Wahdaniyah-Nya. Dia yang telah menjadikanmu sibuk dengan ketaatan, menjagamu dari kemaksiatan, memalingkan dirimu dari kesenangan semu serta tipu daya musuhmu, yang melindungimu dari keinginan jiwa yang rendah, yang menutupi keburukanmu dan menampakan keindahan, serta menjadikan dirimu dengan mnutupinya terhormat dan tersanjung di kalangan masyarakat. Saudaraku, apakah Sang Pemberi akan hal-hal tersebut kepadamu lebih pantas untuk mendapatkan pujian dan kesyukuran, ataukah dirimu yang dijadikan berhak mendapatkan keistimewaan tapi suka menyuruh kepada keburukan, menghalangi dari kebaikan, memotivasi dalam kemaksiatan, yang melapaui batas dalam kesesatan, yang kufur dan sombong dalam kemewahan, yang putus asa dalam kesusahan, yang melupakan bagusnya karunia, dan yang mengabaikan kesyukuran atas segala nikmat, nah, jadi siapa yang  lebih berhak untuk mendapatkan pujian? Da, bagaimana mungkin orang yang begini sifatnya berhak mendapatkan pujian?
Saudaraku! Hati-hatilah terhadap Allah SWT! Berbuat maksimallah dakam kesyukuran, dan takutlah terhadap kehilangan kenikmatan dan tercabutnya keimnanan. Janganlah engkau mengira bahwa dirimu berhak mendapatkan pujian sehingga Allah akan membinasakanmu, menghilangkan kenikmatan darimu, dan merobek tirai darimu sehingga tersibaklah keburukanmu pada seluruh makhluk. Betapa besar musibah yang akan menimpamu bila engkau menukar pujian Raja yang Maha tinggi dengan sikap rela terhadap pujian hamba-hamba yang rendah; bila engkau lebih mengutamakan kedudukan di dunia paripada derajat yang lebih tinggi; dan bila engkau turun dari kedudukan tinggi di sisi Allah kepada kedudukanyang paling rendah.
Celakalah dirimu! Pikirkanlah apa yang telah diperbuat oleh setan untuk memperdayamu. IA menghendaki engkau menerima sanjungan hamba agar engkau tidak menjadi tersanjung dan ter puji di Sisi Allah SWT. Celaka dirimu, sebaik-baik umat adalah apabila ia dicoba dengan pujian, ia menjadi benci dan merasa di sulitkan. Apabila ia mendapat hal tersebut di dalam dirinya, ia memohon ampunan kepada Allah dan memohon perlindungan kepada-Nya dari keburukan apa yang diujikan kepadanya, serta melarang orang yang memuji untuk kembali memujinya. Bahkan mereka sampai melapor kepada Rasulullah saw. Tentang apa yang mereka alami dan beliau saw. Pun menyuruh mereka beristighfar dan berlindung dari keburukannya. Orang-orang yang memiliki keutamaan dan ketakwaanlah yang berhak mendapatkan pujian di langit dan bumi. Mereka tidak suka mendapatkan penghargaan, pujian dan sanjungan di dunia, dan membencinya karena takut terhadap bahaayanya. Padahal banyak orang yang terperdaya sangat senang pada pujian dan rela dengannya seolah-olah mereka pantas untuk menerimanya, padahal mereka adalah sejauh-jauh manusia dari kepantasan. Orang-orang bodoh itu pasti akan dikembalikan kepada Tuhan lalu akan diperlihatkan kepada mereka dosa-dosa dan keburukan mereka sehingga mereka akan dibalas sesuai dengan perbuatan mereka, atau akan mendapatkan ampunan dari Yang Maha Pemurah dan karunia-Nya. Ikutilah jejak umat pilihan, janganlah engkau menerima pujian, jangan menyediakan diri untuk menerima kebencian, dan berusaha kersaslah untuk membenci apa yang dicobakan kepaamu berupa manisnya pujian dengan menghindarinya seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang mendapat petunjuk. Itulah perbedaan keutamaan antara dua orang ! Salah satunya membenci pujian padahal ia berhak untuk menerimanya, sedangkan yang lain menyukai pujian padahal ia tidak pantas untuk menerimanya. Semoga Allah memberi perlindungan kepada kita sekalian dari keburukannya.  Amiin.

NAsIHAT KE - 37
Hal Yang Tersembunyi di Dalam Jiwa Tidak ada yang Mengetahuinya Selain Allah SWT

Saudaraku! Apabila oarng lain merasa tersinggung karena hinaan, mereka menghindarinya, bahkan mendendam kepada orang yang menghina, ingat, hati-hatilah terhadap Allah SWT. Berusahalah melawan nafsumu untuk bisa menerima hinaan itu, karena di situ terdapat kebebasan dn=an kejujuran, isnya Allah. Selidikilah jiwamu ketika mendapatkan hinaan, sebab ia memiliki rasa tidak suka dan rasa pahit yang cepat meresap ke dalam hati, di antaranya ialah adanya perasaan tersinggung yang dirasakan jiwa, yang tidak selamat darinya kecuali segelintir orang saja!
Saudaraku! Bila engkau diuji dengan ketidak sukaan pada celaan, berusahalah melawan nafsumu dengan cara bersabar, ridha dan menghilangkan marah, karena lari dari celaan orang, akan diiringi oleh kebencian dan oleh dendam kesumat terhadap orang yang mencela dan menghina. Bahkan lari dari hinaan itu akan menyeret kepada sikap angkuh, semoga Allah meberikan perlindungan kepada kita semua dari hal demikian.
Orang yang lari dari hinaan hanyalah orang yang merasa besar, padahal ia tidak merasa sadar akan kebusukan diri sendiri, dan mengira bahwa ia tidak pantas menerima apa yang dihinakan kepadanya. Berikut aku akan mengungkapkan perumpamaan bagi bagi orang seperti itu, yaitu seperti seorang pembersih WC yang terkena kotoran, lalu ada yang menegurnya : Hai polan! Engkau terkena kotoran, bersihkan dulu dirimu.” Tetapi ia tersinggung dengan teguran itu, dan bersikap angkuh bahkan marah-marah kepada orang yang menegurnya. Maka demi Allah, orang yang berlumuran dengan dosa-dosa itu lebih kotor daripada kotoran itu sendiri, dan keadaannya lebih buruk daripada tukang pembersih WC tadi. Apalah artinya perasan tersinggungnya, sedangkan ia memang lebih berhak untuk mendapatkan hinaan, baik  secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan di dunia dan akhirat! Inilah keadaan yang paling merugikan jika mereka menyadari. Alangkah tidak pantasnya ia merasa besar pada dirinya kalau ia menjadi hina di sisi Tuhan-nya.
Saudaraku! Apabila engkau diuji dengan mendapatkan kehinaan lalu jiwamu merasa jijik terhadapnya, hendaklah engkau tidak buru-buru marah kepada orang yang menghinamu, tetapi kembalikan kepada diri sendiri dengan cara merenung dan berpikir. Pahamilah ucapanku kepadamu. Tidakkah engkau tahu bahwa orang yang menghinamu itu tidak lepas dari tiga golongan. Adakalanya orang yang menghinamu itu sebagai penasihat bagimu, karena rasa keprihatinanya melihat keadaanmu. Nah, orang seperti ini merupakan karunia terbesar buatmu, yang wajib engkau dengarkan nasihatnya. Maka, alasan apa yang mmembuatmu merasa tersinggung dengan nasihat orang yang memperihatinkan keadaanmu? Bepa besar bencana yang menimpamu bila engkau marah-marah kepada orang yang memberikan nasihat kepadamu.
Golongan kedua ialah orang yang bukan penasihatmu, tetapi ia menghinamu karena hal-hal yang ia kenal dan ketahui darimu sehingga membeberkannya untuk menjelek-jelekanmu. Perbuatannya memang dapat merusak agamanya, namun dirimu tetap harus menerima kebenaran jika apa yang dikemukakannya benar adanya. Tiggalkan kemarahanmu kepadanya dan bersegeralah melakukan inabah dari aib-aibmu sebelum dibongkar pada hari kiamat sebagaimana engkau telah kehilangan muka di dunia. Sebab, bila engkau memperhatikan keadaanmu, tentu kesibukan terhadap diri sendiri tersebut akan melupakan kemarahanmu kepada orang yang menghinamu. Tapi bila dirimu merasa enggan untuk menerima kebenaran karena keangkuhanmu, berarti dirimu ditimpa bencana dengan menolak kebenaran dari Tuhan lantaran sikap sombongmu itu, dan tetunya dirimu berada di jurang kemurkaan Yang Maha Perkasa SWT. Semoga Allah melindungi kita sekalian dari hal demikian.
Sedangkan yang ketiga ialah tipe orang yang bersikap berani kepada Allah dengan kebohongan yang dibuat-buatnya, serta kepalsuan yang diumbarnya untuk menjelek-jelekkan dirimu. Tentu orang semacam ini akan menerima akibat perbuatannya terhadap dirinya sendiri. Adapun aniaya yang engkau derita akibat ulahnya, juga kepalsuan yang ditebarkannya tentangmu, maka akan menjadi tebusan terhadap kesalahan dan keteledoranmu, atau engkau akan mendapatkan pahala yang besar.
Kawanku! Raihlah manfaat dari hinaan dan celaan! Sebab, telah sampai kepada kami bahwa seorang tokoh berkata : Kebaikan yang engkau dapatkan dari musuhmu justru lebih besar daripada kebaikan yang engkau dapatkan dari temanmu, karena teman itu mendoakanmu, adakalanya doanya diterima adakalanya tidak, sedangkan musuh menyakiti dan mengumpat-umpatmu. Itu menjadi kebaikan yang dibayarnya kepadamu berupa maaf yang murni, kaena ketidakreaannya kepadamu sampai-sampai ia mengatakan, Ya Allah, binasakanlah. Sedangkan engkau megatakan , Ya, Allah perbaikilah, kembalikanlah, dan berilah tobat kepadanya. Maka lantaran itulah ditulis kebaikan untukmu. Inilah beberapa manfaat yang dapat engkau raih dari musuhmu, dan di hari kiamat kelak engkau akan mendapatkan limpahan kebaikan yang engkau tuntut darinya. Jadi, orang yang menghina dan hinaannya ternyata lebih berguna bagimu daripada orang yang memuji serta pujiannya. “Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (Az-Zumar, 9).
Saudaraku! Segeralah memberi maaf kepada orang yang melecehkan dan mencaci-makimu tatkala engkau sendiri sesungguhnya amat butuh kepada maaf dari Allah SWT. Jauhilah sikap dendam terhadap orang yang menghinamu, karena tidaklah kesalahannya terhadapmu lebih besar daripada kesalahan di antara dirimu dan Tuhanmu. Dan jika engkau menuntut orang yang menghinamu dan menghukumnya, sesungguhnya dirimu juga belum tentu aman bahwa Allah SWT tidak akan menuntut dan menghukummu. Kalau sudah demikian, tentu saja dirimu lebih buruk keadaannya di antara dua orang. Dan kalau memang benar dirimu bersih malaikat dari dosa-dosa atau setingkat para Rasul daam hubungan mereka dengan Tuhan, pastilah engkau harus mengikuti kecintaan Allah SWT; karena Dia mengharuskan maaf, dan memuji orang yang menahan marah serta memaffkan orang lain. Nah, bagaimana dengan dirimu, padahal di dalam dirimu terdapat keburukan yang Allah SWT Maha Mengetahuinya?
Janganlah sampai engkau terperdaya oleh setan, dengan megnira bahwa dirimu teraniaya sehingga engkau terpaksa harus berssandar pada amarah, enggan untuk menerima hinaan, bersikap angkuh, serta mendendam kepada orang yang melakukannya. Jika engkau memang merasa bebas dari apa-apa yang dituduhkan kepadamu, sesungguhnya engkau memiliki keburukan lain yang ditutupi Allah dari pengetahuanmu. Hendaklah engkau tidak memandang diri sendiri suci dari dosa dan kesalahan, dan janganlah melakukan pembelaan terhadap diri sendiri dengan pembelaan jahiliyah, sehingga Allah membiarkan dan merendahkanmu karena memang engkau pantas menerimanya. Sehingga keburukanmu, busuknya kekejianmu, hitamnya corengan di mukamu akan menjadi sesuatu yang menyibukkanmu dari perhatian kepada orang yang mencelamu.
Renungkanlah apa yang engkau dengar wahai orang yang dirinya merasa besar. Ketahuilah bahwa Allah SWT mengetahui orang yang berakal, bagaimana ia mampu mengambil pelajaran dari pujian dan hinaan bila dicoba dengan hal tersebut. Dia mengetahui bahwa pujian dan sanjungan tiak layak untuk diterima oleh orang seperti kita karena memang kita tidak berhak untuk mendapatkan penghargaan apapun. Allah SWT juga mengetahui di dalam diri kita terdapat banyak keburukan. Oleh karena itu, hinaan tentu lebih pantas untuk kita terima daripada penghargaan dalam bentuk pujian, sanjungan dan sebagainya. Nah, orang yang berakal sangat membenci penghargaan daripada penghinaan, karena tahu tentang daya rusaknya terhadap agama, dan ia tahu bahwa Allah tidak suka kepada orang yang menyukainya. Orang berakal, apabila ia dicoba dengan mendapatkan penghinaan, ia yakin bahwa keburukan yang ada pada diri kita sebenarnya jauh lebih besar daripada sekedar hinaan dan celaan itu. Oleh sebab itu, melakukan inabah dari semua keburukan kita lebih utama daripada sikap cepat merasa tersinggung atas omongan orang yang melecehkan kita.
Seorang juru nasihat yang membimbing kita serta mengetahui cacat pada diri kita seharusnya mendapatkan kecintaan dan ucapan terima kasih dari kita. Adapun orang terperdaya yang dirinya merasa besar, ia tidak mendapatkan pelajaran dari pujian juga tidak dari caci makian. Engkau lihat dia merasa puas dengannya, ia menyukai hal yang merusak agamanya dan merasa tersinggung oleh penghinaan seakan-akan ia tidak pantas untuk menerimanya. Ia membenci juru nasihat yang memberitahukan kepadanya akan aibnya padahal yang memuji dan yang mencaci sama-sama berbahayanya dalam agama bagi orang yang mencari pujian sedang ia tidak merasakan. Inilah perbedaan keutamaan antara dua orang. Salah satunya merasa tersinggung mendengar penghinaan padahal dialah orang yang paling pantas untuk menerimanya, sedangkan yang lain rela menerima celaan padahal ia adalah orang yang paling bersih darinya.
Saudaraku, bila engkau memahami apa yang telah aku utarakan kepadamu dan menyadarinya, hendaklah engkau menjaga diri, mengambil pelajaran dari keburukan, memandang kepada keadaannya, dan melakukan inabah kepada Tuhanu dari keburukan-keburukanmu. Hendaklah engkau memiliki kesibukan yang membuatmu melupakan kemarahan terhadap orang lain. Berhati-hatilah kepada Allah dan berhati-hatilah terhadap akibat dendam kesumat dan kemarahan terhadap orang yang menghina, berdoalah dengan kerendahan hati kepada Allah SWT dalam keabadian perlindungan serta kesempurnaan nikmat-Nya. Pasti engkau akan selalu dalam kebaikan selama engkau berada dalam lindungan Allah SWT, menyadari pertolongan-Nya, beramal untuk bersyukur kepada-Nya, mengakui kejahatan dan kekurangan, tunduk kepada kebenaran serta bersikap tawadhu kepada Allah. Sebab, hal demikian sangat jelas akan mengantarkanmu kepada keridhaan Allah dan akan menyampaikanmu kepada tindakt sanjungan dan pujian Allah SWT, dari malaikat-Nya pada hari kiamat dan dari golongan wali-awali-Nya.
Berikut aku akan menyebutkan kepadamu tentang beberapa sifat yang terkandung dalam pujian dan celaan yang termasuk di antara rahasia-rahasia jiwa para ahli ibadah menurut prasangka mereka. Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita dengan mengenalinya. Yaitu bahwa di antara ahli ibadah tersebut terdapat orang yang beramal dengan bermacam-macam kebajikan karena Allah, ia tidak menghendaki yang lain selain Allah, dan tidak menyukai pujian dari manusia. Apabila ia di coba dengan pujian, segera ia menepis kesukaannya kepada pujian tersebut dari hatinya. Dan semua itu adalah bagus. Di situ terdpat bukti keikhlasan, hanya saja yang aku khawatirkan terhadap ahli ibadah ini adalah perangkap-perangkap yang termasuk rahasia jiwa yang sungguh sangat sulit bagi orang seperti aku untuk melepaskan diri darinya. Hal demikian karena aku menduga bahwa ahli ibadah tadi. Bila dipuji dan disanjung, ia tidak menemukan kebencian pada dirinya sebagaimana ia bersedih dalam penghinaan, serta tidak pula menyikapi orang yang memujinya dengan kemarahan sebagaimana ia lakukan terhadap orang yang mencelanya. Barangkali, baginya, bergaul dengan orang yang suka mencela, dan berbicara dengannya walau satu kali saja. Barangkali saja ia mau menanggung beban orang yang memuji dan memenuhi kebutuhannya dengan sikap ceria, namun sebaliknya, baranggkali ia tidak berusaha demikian terhadap orang yang mencelanya dan tidak bermurah kepadanya.
Barangkali memutuskan hubungan dengan orang yang mencelanya lebih gampang baginya daripada meninggalkan oang yang memujinya. Barangkali juga dosa besar yang dilakukan oleh orang yang memujinya ia rasakan lebih ringan di hatinya daripada dosa kecil yang dilakukan oleh oarng yang mencelanya, bahkan mungkin yang terakhir ini malah lebih besar, menurut dia, daripada dosa besar yang dilakukan oleh orang yang suka memujinya.
Ketahuilah bahwa ini semua dan seumpamanya termasuk di antara hal-hal yang tersembunyi du dalam jiwa. Sedangkan ahli ibadah tersebut berada dalam keadaan lalai dari kekeliruan karena meremehkanya. Tidakkah pernah sampai kepadamu bahwa seseorang belum menjadi sempurna hakikat keimanannya hingga orang yang mencela dan memujinya sama-sama kedudukannya di depan matanya. Nah. Barngkali si ahli ibadah tadi tidak pernah menyamaratakan antara orang yang mencela dan memuji dalam kebajikan dan penghormatan kepada keduanya serta tidak pula menyamaratakan keduanya dalam perasaan marah. Dan kalau begitu adanya, maka si tukang ibadah tadi masih memiliki nilai minus dalam hakikat kejujuran sedang ia tidak merasakan. Bilama mana perlu, engkau boleh bertanya kepada si ahli ibadah tadi tentang dirinya dan hendaklah ia menjawabnya dengan benar. Apakah ia merasakan dalam pujian dan penghargaan seperti ia merasakan kebencian dalam penghinaan? Apakah ia rela menerima penghinaan seperti kerelaannya menerima pujian? Apakah ia menyikapi orang yang mencelanya sama seperti menyikapi orang yang memujinya? Dan apakah rasa ringan di hatinya terhadap orang yang mencela sama seperti perasaan terhadap orang memujinya? Maka jika ia menduga bahwa orang yang mencela dan memuji kedua-duanya sama kedudukannya, demikian pula dengan pujian dan celaan yang diterimanya. Maka, jika dapat dibuktikan di dalam diri si ahli ibadah tadi akan kebenaran pengakuannya, tentu dialah pemimpin di zaman kalian jika memang benar keadaannya demikian.
Selanjutnya, Allahlah yang akan meminta pertanggungjawabannya dalam pengakuannyatadi. Mudah-mudahan ia mau menarik pengakuannya ketika menyadari bahwa dirinya bakal diminta petanggungjawaban. Tetapi, seandainya ahli ibadah tadi mengakui bahwa pujian dan celaan tidak sama menurutnya, niscaya kejujurannya itulah yang terbaik baginya, juga bagi kita. Dan pengakuan yang tulus lebih selamat baginya, juga bagi kita, karena ternyata orang yang memuji dan yang mencela tidak pernah sama menurutnya. Semoga Allah memberikan taufik kepda kita sekalian dalam kejujuran pada semua situasi.
Sahabatku! Berikut aku akan menyebutkan kepadamu tentang keadaan orang yang jujur ketika mendapatkan pujian dan hinaan serta celaan, semoga Allah memberikan manfaat kepada kita dalam mengenalnya. Yaitu bahwa akhlak orang yang jujur dan keridhaannya terhadap hinaan dan celaan dapat menjadi kebaikan untuk dirinya dariapda keridhaannya terhadap pujian, karena pujian itu membahayakan dan tidak berguna. Kemudian, dinatara akhlak orang yang jujur adalah bersikap lembut kepada si pencela, menyayanginya serta banyak mendoakannya demi menghapuskan dendam dari hatinya, bahkan lebih mengutamakannya dalam memenuhi kebutuhannya. Nah, apakah engkau dapat menduga bahwa ahli ibadah tadi mampu berbuat demikian? Kethuilah bahwa hal demikian lebih utama untuk disukai oleh ahli ibadah karena akan bermanfaat baginya di akhirat dan akan menambah kebaikannya, terlebuh lagi hal itu tidak akan mengurangi rizki seseorang, bahkan akan menambah manfaat baginya di akhirat dan akan menambah kebaikannya. Tetapi aku mengira bahwa ahli ibadah tadi akan berkata : “Tidak ada kebutuhan untukku dalam celaan dan pujiannya.” Kalau begitu sikapnya, dimana kejujurannya? Apa alasanmu tentang ketidaksukaanmu pada hinaan yang justru beguna untukmu di akhirat, seandainya dirimu benar-benar sedang mencari kebaikan. Inilah suatu kebaikan yag engkau dapatkan tanpa usaha, tanpa rasa lelah dan capek. Tetapi jika engkau menduga bahwa dirimu marah terhadap orang yang mencela dan menghinamu itu, karena kedurhakannya kepada Allah, ia berani melecehkanmu sehingga engkau tidak melihat orang yang lebih banyak dosanya dan lebih besar kesalahannya daripada orang yang mencela dan menghinamu itu. Nah, kalau begitu, kenapa engkau tidak memarahi dirimu sendiri ketika engkau mencela hamba-hamba Allah yang lain? Ingat, itulah yang dimaksudkan dengan hal-hal yang tersembunyi di dalam jiwa, sedang engkau dalam keadaan lalai.
Etahuilah bahwa hal yang semestinya lebih utama untuk dibenci dan tidak disukai oleh ahli ibadah ialah kecenderungan dirinya kepada pujian dan orang yang memujinya karena lebih berbahaya terhadap ibadahnya, apalagi bila pujian itu tidak bisa menambah manfaat bagi dunianya, tidak pula pernah menambah rizki sedikitpun, bahkan ia berbahaya terhadap agama. Nah, apa alasan ahli ibadah tersebut bila ia tidak membenci pujian? Padahal telah sampai kepada kita bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Pangkal dari sikap tawadhu ialah bahwa dirimu tidak suka dihubungkan dengan kebajikan dan ketakwaan.”
Celakalah dirimu wahai ahli ibadah! Sebenarnya orang yang suka memuji lebih pantas untuk engkau tinggalkan daripada orang yang mencelamu, karena celaan mengandugn kebaikan; sedangkan orang yang memujimu justru mendorongmu kepada fitnah dan menyebabkan ibadahmu menjadi rusak. Bahkan Rasulullah saw. Sendiri pernah melarang hal demikian, melalui sabdanya : “Celakalah dirimu, engkau telah memotong punggungnya, seandainya ia ... yakni orang yang dipuji.... mendengarkanmu, tentu ia tidak memperoleh kemenangan sampai hari kiamat.”
Ucaan Rasul saw. Tersebut adalah kebenaran karena Beliau merasa prihatin terhadapmu dan ibadahmu, sedang orang yang suka memujimu tidak mengindahkan larangan Rasulullah saw. Terhadap sikap suka memuji tersebut. Ia tidak memperdulikanmu sekalipun dirimu bakal tidak mendapatkan kemenangan selama-lamanya. Nah, orang semacam inilah yang pantas untuk ditinggalkan karena ia telah mendurhakai Rasulullah saw, sedang engkau sendiri, kenapa tidak mengindahkan bencana yang bakal menimpamu. Karena engkau tidak merasa gelisah dan tidak membenci orang yang memujimu wahai ahli ibadah, bahwa pujiannya akan menghapuskan ibadahmu, bahkan barangkali engkau tidak akan mendapatkan kemenangan bersama pujian itu selamanya. Kenapa engkau tidak mengindahkan hal demikian? Juga kenapa peringatan Rasulullah saw. Tidak membuatmu gentar dann tidak bersedih karena pujian? Kalau begitu, dimana kejujuranmu?
Celakalah dirimu, tidakkah pernah sampai kepadamu bahwa Ka’ab ra. Pernah berkata : Kalian tidak akan mendapatkan kemuliaan di akhirat sampai kau anggap rendah dirimu dan perbuatanmu, juga sampai kalian tidak menyukai pujian serta tidak memperdulikan celaan.”
Wahai orang yang terperdaya! Cukuplah sebagai kebodohan bila engkau marah kepada orang yang menghinamu, pdahal di balik hinaannya kepadamu itu justru ada kebaikan, sebaliknya, engkau suka kepada orang yang suka memuji padahal ia mengantarkanmu kepada kebinasaan. Engkau bersikap angkuh dari hinaan padahal dirimu memang pantas menerimanya, sedangkan celaan itu justru berguna bagimu di akhirat tetapi dirimu tidak menyukainya. Engkau menyenangi sanjungan padahal tidak pantas menerimanya, bahkan ia berbahaya terhadap agamamu sedang dirimu tidak merasa pernah bersedih. Kalau begitu, dimana kejujuranmu? Celakalah dirimu bila ketikdaksukaanmu terhadap celaan karena engkau merasa bersih dari keburukan, dan bahwa kegemaranmu terhadap pujian karena dirimu merasa berhak untuk mendapatkannya. Maka ketika itu engkau memang pantas untuk menjadi bahan tertawaan orang lain seperti objek ejekan mereka, dan dirimu pasti mendapatkan kebencian dari Tuhan.
Wahai orang yang banyak beribadah, renungkanlah apa yang telah aku sebutkan kepadamu menyangkut hal-hal yang tersembunyi di dala jiwa, apakah engkau mendapati sedikit di antaranya pada dirimu atau engkau merasa bahwa dirimu bersih dari semuanya? Atau justru sebaliknya, dirimu tempat berkumpul semuanya? Kemudian renungkanlah pula apa yang telah kami sebutkan kepadamu di antara akhlak orang yang jujur ketika mendapatkan pujian dan celaan, adakah sedikit di antaranya pada dirimu? Ataukah dirimu telah menyempurnakan semuanya? Wahai orang yang banyak beribadah, sesungguhnya dirimu termasuk orang yang miskin di akhir zaman dan termasuk sisa-sisa umat. Oleh karena itu, aku tidak yakin engkau akan memu meninggalkan orang yang memujimu. Sebaliknya, aku juga tidak yakin engkau sanggup berbuat baik kepada orang yang menghina dan mencelamu pada masamu sekarang. Hanya Allahlah yang memberrikan karunia kepada orang yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya apa yang telah kami sebutkan tadi, yakni sebagian dari akhlak orang yang jujur, sangat jauh dari orang-orang seperti kita. Maka, hendaklah dirimu, wahai orang yang banyak beribadah, tidak merasa takjub terhadap pengharagaan apapun kepadamu, serta tidak merasa senang terhadap pujian dengan kebatilan. Hendaklah urat lehermu tidak mengembung karena marah terhadap cercaan, dan hendaklah engkau tidak mendendam kepada orang yang mencercamu hingga melampiaskannya dan memuaskan dadamu. Maka, jika engkau mampu mengendalikan dirimu dari hal-hal demikian tadi, sungguh engkaulah seorang imam pada masamu dan menjadi satu-satunya yang pernah ada pada zamanmu. Wahai orang yang banyak beribadah, ketahuilah, jika engkau pada mulanya benar-benar hanya menghendaki Allah SWT, sedangkan dirimu masih sangat jauh dari kejujuran pada setiap keadaan, maka jauh sekali dari itu! Dan, alangkah jauhnya dirimu dari orang-orang yang jujur! Oleh karena itu, wahai saudaraku, berjuanglah melawan nafsumu dalam membenci pujian dan menerima celaan. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, kepada-Nya lah kami memohon perlindungan, maaf, ampunan, serta kemenangan. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Mahamulia.
Saudara-saudaraku! Melalui etika-etika seperti inilah hendaknya kalian mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena hal demikian lebih jelas dalam menggapai ridha-Nya daripada ibadah yang dilakukan dala  keadaan tidak mengetahui tentang perkara-perkara yang telah disebutkan tadi.
Saudaraku! Sesungguhnya manusia, terhadap pujian dan celaan, ada beberapa macam tipe. Di antara mereka ada yang menginginkan pujian dan ia pun beramal kebajikan karena suka kepadanya. Maka tipe ini adalah yang celaka, kecuali bila Allah SWT mau menerima tobatnya. Dan di antara mereka ada pula yang tidak menghendaki pujian. Tetapi bila ia diuji dengan pujian, segera rasa senang menyusup ke dalam relung hatinya sehingga ia pun berusaha untuk menghilangkannya. Tipe ini berada pada jalan mujahadah. Sesekali ia jatuh, sesekali ia berdiri namun diharapkan ia mendapatkan kebaikan, dan tipe ini berada dalam bahaya. Lalu di antara mereka ada pula yang apabila diuji dengan pujian, ia tidak merasa gembira dengannya karena tahu akan bahayanya, hanya saja ia tidak menyimpan kebencian di dalam dirinya. Yang tidak menemukan kegelisahan terhadap pujian tersebut. Tipe ini berada dalam kebaikan insya Allah, dan selebihnya ia perlu mengikatkan keikhlasannya. Kemudian tipe lainnya adalah apabila ia dicoba dengan pujian, hal itu akan menyessakkan dadanya dan ia pun membencinya di dalam dirinya, hanya saja ia tidak mampu marah terhadap orang yang memujinya. Tipe ini berada dalam kebaikan, hanya diharapkan untuknya semoga ia sampai kepada kejujuran. Sedangkan tipe berikutnya ialah apabila ia diuji dengan pujian, ia marah terhadap hal tersebut, juga marah kepada orang yang memuji. Dan tipe inilah, dalam bab tentag pujian berada dalam jalan petunjuk. Hanya tinggallah baginya bagaimana ia bersikap dalam bab tentang celaan.
Ingat, bahwasanya manusia, ketika mendapatkan hinaan dan celaan, ada beberapa tipe pula. Di antara mereka, apabila dicela, ia marah terhadap orang-orang yang mencelanya dan mendendamnya, lalu mencari jalan untuk melampiaskan dendam tersebut, maka, tipe orang yang angkuh seperti ini adalah celaka, kecuali bila Allah mau menerima tobatnya. Dan di antara mereka, apabila dicoba dengan celaan, ia merasa sebal kepada orang yang mencelanya karena ingin menampakan sikap wara’ –nya yang didasarkan atas perhiasan dan riya’, serta mencari-cari aasan untuk menolak apa yang dikatakan tentang dirinya, sedangkan api celaan menyala-nyala di dadanya sehingga ia pun berniat untuk menjelekkan orang yang mencelanya itu dan menginginkan kecelakaannya. Tipe ini tidak berbeda dengan yang pertama, hanya saja bobot celakanya di bawah yang pertama. Lalu di antara mereka ada lagi yang bila diuji dengan celaan, ia merasa tersinggung dengannya hanya saja ia telan pahitnya karena takut akan dihina lebih banyak lagi, namun kebencian terhadap orang yang mencela tetap bersemayam di hatinya. Kemudian di antara mereka ada pula, apabila dicoba dengan celaan, ia tidak menyukainya dan  marah karenanya. Tetapi ia berusaha untuk bersabar menghadapinya karena menginginkan pahala. Dan dia juga tidak mendendam kepada orang yang mencelanya, hanya saja hatinya merasa berat menghadapi orang yang mencelanya itu. Tipe ini berada pada jalan mujahadah; ia sering jatuh namun kemudian berdiri tegak kembali. Kemudian di antara mereka ada lagi yang apabila diuji dengan celaan, segera kebencian menyusup ke dalam hatinya, namun ia segera kembali dan terjaga lalu menyadari bahwa ia memang pantas untuk menerimanya. Hanya saja keadaan orang yang mencela di hatinya tidak sama dengan keadaan orang yang tidak mencelanya. Tipe ini berada dalam kebaikan, dan yang tersisa pada dirinya ialah bagaimana bisa mencapai kejujuran. Lalu berikutnya, tipe orang yang bila diuji dengan celaan, ia tidak memebencinya tetapi bersikap tawadhu dan mengakuinya, ia juga memperlakukan orang yang mencelanya sama dengan orang yang tidak mencelanya. Orang seperti ini berada di tengah-tengah perjalanan dan diharapkan ia bisa sampai ke terminal kejujuran. Terakhir, di antara mereka ada yang berkata di dalam hatinya tentang kebenaran, bahkan ia kembali membenci diri, dan apabila ia diuji dengan celaan, ia rela menerimanya seraya menyadari bahwa ia memang pantas menerimanya, bahkan sekalipun lebih dari itu. Sedangkan apa-apa yang dipalingkan darinya, ia mengetahui bahwa itu merupakan tirai Allah SWT. Celaan bagi orang seperti ini adalah keuntungan, karena dengan celaan itu ternyata dirinya menjadi orang paling tawadhu, paling merasa hina, dan lebih selamat untuk agamanya, sehingga jadilah celaan itu kebaikan baginya tanpa perlu usaha dan susah payah. Namun tipe ini hanya ada satu pada masanya.
Sementara itu, seluruh tipe di atas, baik keetika berhadapan dengan pujian ataupun celaan, selalu berpindah-pindah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, setiap saat dan hari serta setiap bulan dan tahun. Lalu yang berpindah-pindah tersebut ada yang melangkah maju dan ada pula yang justru berbalik mundur. Maka selidikilah tipe-tipe tersebut, di mana gerangan engkau demi berupaya melakukan mujahadah terhadap dirimu. Karena, telah sampai kepada kami bahwa riya’ itu ada tujuh puluh pintu lebih. Diriwayatkan bahwa Riya’ lebih tersembunyi daripada semut yang merayap di atas batu. Akalku tidak bisa membayangkan tentang merayapnya semut, maka bagaimana dengan sesuatu yang lebih halus daripada itu. Kiranya apa yang telah kami sebutkan tadi cukup memadai bagi orang yang beramal. Nah, bagaimana keadaan orang yang banyak beribadah di antaramu, bisakah ia menjalankan sebagiannya? Dan bagaimana pula dengan semua yang kami sebutkan tadi? Semoga Allah memberikan karunia kepada kita sekalian dengan kejujuran dalam semua keadaan.

NAsIHAT KE - 38
Menyelidiki Hati dan Menyibak Kedurhakaannya

Saudara-saudaraku! Apabila orang lain mampu menahan diri dari dosa-dosa yang dilakukan anggota tubuh yang lahir, hendaklah engkau merendahkan pandangan, bersikap diam dari ghibah, menahan diri dari aniaya, menjauhkan diri dari dosa-dosa, dan membebasskan diri dari menggunakan dan mengkonsumsi barang haram dan jadikalah dirimu orang yang paling utama meninggalkan hal-hal tersebut. Setelah itu, selidikilah dosa-dosa hatimukarena ia merupakan penyebab kecelakaan yang paling menentukan. Rasulullah saw. Bersabda : “Di dalam tubuh anak manusia terdapat segumpal daging. Bila rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya; ketahuilah, ia adalah hati.” Selanjutnya Beliau saw. Berssabda pula : “Siapa yang memperbaiki urusan “dalam”-nya, niscaya Allah akan memperbaiki urusan “luar”-nya, siapa yang memperbaiki batinnya, Allah akan memperbaiki lahirnya.” Seorang tokoh berkata : “Rahasia-rahasia yang tersembunyi dari padangan manusia di sisi Allah nampak jelas, maka carilah penawarnya, dan tidak ada penawarnya kecuali engkau bertobat dan berlaku adil.” Sulaiman as. Berkata : Barangsiapa yang rusak bagian dalam tubuhnya, akan rusak pula bagian luar tubuhnya.”
Ingat, renungkanlah, betapa besarnya kedurhakaan hati. Di antaranya ialah : Keragu-ragguan, syirik, kemunafikan dan kufur. Dan di antaranya lagi ialah salah paham terhadap Allah SWT, merasa aman dari azab Allah, serta putus asa dari rakhmat-Nya. Juga termasuk dosa hati itu ialah : Meremehkan dosa-dosa, menunda innabah, tidak merasa terancam dengan bertumpuknya dosa, terus menerus melakukan maksiat, juga congkak dan riya’. Kemudian, di antaranya lagi ialah : ‘ujub’ nafiq, senang kemegahan, cinta perhiasan, dan bangga di dunia. Lalu, diantaranya pula ialah merasa gengsi, sombong,angkuh, takut miskin, dan lari dari perbuatan halal yang diridhai dan dicintai oleh Allah, sedang si hamba menjauhinya. Kemudian, di antara maksiat hati adalah akrab denga orang-orang kaya dan merendahkan diri kepada mereka, tetapi menjauhi orang-orang miskin serta lari dari mereka. Di antara dosa hati yang lain adalah melanggar janji, khianat, dan tidak setia. Kemudian dosa yang lainnya ialah iri, dengki, dendam, gembira atas kesusahan orang, permusuhan, kebencian, buruk sangka, mencari kesalahan orang, menyimpan keburukan, dan menantang bencana. Di anatarnya juga ialah menuruti hawa nafsu dan menyalahi kebenaran, senang dengan hawa nafsu, cinta dan benci karenanya. Juga termasuk dosa hati ialah sikap sikap kasar, memutuskan silaturahmi, keras hati dan sedikit rasa kasih sayang. Yang lain ialah panjang angan-angan, ambisi, serakah, tamak, dan thiyarah (Menganggap sesuatu sebagai alamat buruk atau pembawa sial). Kemudian yang temasuk dosa hati ialah sikap berlebih-lebihan terhadap harta dan menyambut gembira terhadap duia. Yang termasuk dosa hati lainya ialah mengaanggap sedikit rizki yang diterma dan melecehkan kenikmatan. Kemudian dosa yang lain ialah mengaanggap besar dunia dan bersedih atas yang luput darinya. Lalu di antara dosa yang lain ialah merasa menyesal terhadap luputnya keinginan dan sikap serakah dalam memuaskan keinginan rendahnya. Juga, di antara dosa-dosa hati ialah menganggap remeh pengetahuan Allah SWT terhadap keburukannya dan sedikit rasa malunya terhadap pengetahuan Allah tentang keburukan tersebut. Telah sampai kepada kami bahwa Ibnu Abbas r.a, telah berkata : Wahai oarng yang berdosa! Janganlah engkau merasa aman karena tidak beriman dan janganlah merasa aman dari kegetolan berbuat dosa, karena sedikit rasa malu terhadap yang di kanan dan yang di kiri... yakni malaikat.... ketika engkau berlumur dosa adalah lebih buruk daripada dosa itu sendiri bila engkau mengetahui dan mengerjakannya. Dan keterkejutanmu terhadap angin yang berhembus dan menghempaskan pintumu sedang engkau berlumur dosa; ketidaktakutan hatimu kepada pandangan Allah kepadamu justru lebih buruk daripada dosa itu sendiri bila engkau mengerjakannya.” Maka, renungkanlah ungkapan ini wahai orang yang terperdaya. Sesungghnya engkau mengira bahwa dirimu, ketika melakukan dosa, merasa malu kepada manusia, tetapi aku melihat dirimu tidak merasa malu terhadap malaikat pencatat. Engkau menyembunyikan dosa dari padangan makhluk, namun kau aku lihat engkau tidak merasa terancam dengan pandangan Rabbul alamin. Engkau menginginkan, berdasarkan dugaanmu, pahala orang-rang yang jujur berdampingan dengan para Rasul. Tidak malukah dirimu? Celakalah engkau! Alangkah besar kebodohan itu! Sebab, engkau tidak merasa malu terhadap malaikat Allah, juga tidak perduli terhadap pandangan Yang Mahaperkasa kepadamu. Wahai kaum, renungkanlah apa yang telah aku kemukakan kepadamu berupa maksiat-maksiat hati, lalu selidikilah yang tersembunyi di antara dosa-dosanya, keinginan maksiatnya, keburukan perasaannya, dan kehalusan hasrat rendahnya.
Saudara-saudaraku, berusahakeraslah untuk meniadakan hal-hal yang bertentangan dengan keridhoan Allah dari dalam hati kamu. Apa yang dihindarkan darimu, maka pujilah Allah atasnya dan apa yang diujikan kepadamu bersegeralah melakukan inabah dan perpindahan, kemudian rendahkan dirimu kepada Allah SWT untuk memohon perlindungan dan maaf dari-Nya, Karena Allah SWT mengetahui yang rahasia maupun yang lahir darimu, mengetahui apa yang kau kemukakan dan apa yang kau sembunyikan; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang ada di dalam dada.
Saudara-saudaraku! Bila kau selamat dari dosa-dosa hati, berarti engkau selamat dari azab Allah SWT. Namun bila engkau terus menerus berada dalam kekejian hati, maka alangkah sedikitnya perhatian anggota tubuhmu kepada kebaikan? Inilah perbedaan antara dua orang, yang satu bersikap wara’ terhadap maksiat yag ia ketahui, tetapi mungkin saja ia tidak menyadari akan dosa hati, yang juga meliputi dosa besar yang bisa saja ia kerjakan tanpa ia sadari. Sedangkan yang lain mengenali akan keinginan rendah nafsunya, menyelidiki kondisi hatinya, menjauhi hatinya kebencian Allah dalam perkara yang lahir dan perkara yang batin. Tentu saja yang terakhir ini lebih berbobot ketimbang yang pertama. Semoga Allah SWT memberikan taufik kepada kita dalam kebaikan. Amin ya Rabbal alamin.

NAsIHAT KE - 39
Berlomba-lomba Mengerjakan Kebajikan dan Mendekatkan Diri Kepada Allah Melalui Ketaatan Hati

Saudaraku! Apabila orang lain mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menjalankan berbagi macam kebajikan yang lahir seperti Haji, Jihad, Puasa, Shalat, Sedekah, Zakat, Membaca Alquran, dan lain sebagainya, hendaklah engkau bersaing dengan mereka dalam melaksanakan amalan-amalan tersebut, namun jadikanlah keinginan terbesar untuk melakukan ketaatan hati yang tidak dapat diketahui oleh manusia, tidak juga oleh malaikat, dan memang tidak ada yang mampu mengetahuinya selain Yang Maha Tahu terhadap segala yang gaib. Sedikit perbuatan kebajikan yang dilakukan dengan cara ini adalah besar sekali nilainya. Rasulullah saw. Bersabda : Zikir yang tidak dapat ditulis oleh pencatat amalan melebihi zikir yang dapat dicatat olehnya sebanya tujuh puluh kali lipat.” Ingat, ber taqarrub-lah kepada Allah dengan ketaatan hati karena di sana dapat di kenal Keagungan Allah SWT, Kebesaran-Nya, Ketinggian-Nya, dan Kemahakuasaan-Nya SWT. Ingat! Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan sesuatu yang dicintai-Nya dan demi-Nya. Ber-taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan sangat mencintai-Nya, mencintai dan membenci karena-Nya. Ber-Taqarrub-lah kepada Allah dengan mengenal Karunia-Nya yang indah, nikmat-Nya yang lahir dan batin, perbuatan-Nya yang bagus serta pemberian-Nya yang terus menerus sesering keburukan yang muncul dari diri kita.
Ingat, ber-taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan perasaan takut akan kehilangan nikmat, serta sangat malu terhadap keteledoran dalam bersyukur. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan perasaan takut dari azab Allah serta rasa prihatin terhadap keimananmu. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan sangat takut kepada-Nya, dengan pengharapan yang sesunggunya kepada-Nya, ketentraman dalam mengingat-Nya, bermunajat kepada-Nya, kerinduan kepada-Nya, serta keinginan untuk berada di sisi-Nya. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan keyakinan, tawakal kepada-Nya, percaya kepada-Nya, pasrah kepada-Nya, akrab dengan-Nya, dan memutuskan diri dari segala sesuatu untuk-Nya.
Ingat, ber-Taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan kerendahan dan kelembutan, tawadhu, khusyuk, dan khudhu^. Ber-taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan sikap santun, tabah, menahan amarah, dan menelan kepahitan. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan kelapangan dada dan menghendaki kebaikan bagi umat serta tidak menyukai keburukan bagi mereka. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan sikap welas asih, kasih sayang, dan memelihara perasaan terhadap orang-orang Islam. Ingat, ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan sikap dermawan, pemurah, dengan kemuliaan, ihsan, dan kejujuran serta menepati janji. Ber-taqarrub-lah engkau kepada Allah dengan perasaan kaya di dalam jiwa. Qana’ah, menerima apa adanya, rela terhadap harta sekedar kebutuhan dan kebersahajaan. Ingat, ber-taqarrub-lah engkau kepada Allah dengan peneguhan, penelitian, perlahan-lahan dan petimbangan. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan menganggap banyak curahan nikmat-Nya kepadamu, meremehkan kebajikan dan menghinakan dirimu, merasa besar dalam kedurhakaanmu, dan berduka cita terhadap keteledoranmu dalam menjalankan perintah Tuhan. Bertaqarrub-lah engkau dengan merenungkan Kitab-Nya, merahasiakan di kala melaksanakan hudu-nya, dan bersikap ikhlas dalam mengerjakan amal perbuatan karena-Nya. Ber-taqarrub-lah dengkau dengan berjuang melawan setan untuk agamamu, melawan hawa nafsu dalam hatimu, menyelidiki keadaan jiwamu, bertakqa dalam segala hal serta menyesali segala yang terlewatkan, Ingat, sukalah engkau terhadap akhlak yang mulia dan ber-taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan menunaikan amanat kepada orang yang menghinatimu, berlaku baik kepada orang yang berbuat jahat kepadamu dan tidak mementingkan diri sendiri sekalipun engkau sangat memerlukannya. Be-taqarrub-lah kepada Allah dengan mengutamakan kerendahan daripada ketinggian, mengutamakan kesulitan kepada Allah atas kemudahan dan mengutamakan kemiskinan atas kekayaan. Maka, dimanakah posisimu terhasdap hal demikian? Kemudian, ber-taqarrub-lah engkau kepada Allah SWT dengan sikap senang kepada musibah dunia, dan senang kepada perhatian Allah serta ujian-Nya ketika ia mengujimu. Ber-taqarrublah engkau kepada Allah dengan mengingat kematian, hari kebangkitan, lamanya menanti dalam waktu yang panjang, mengingat apa yang bakal di jawab ketika di tanya, mengingat ketika menghadap serta ketika menyeberang di atas jembatan (Shirath).
Sahabatku! Senanglah engkau terhadap apa yang aku kemukakan kepadamu di antara amal perbuatan hati dan ketaatannya, karena yang mampu mengenalnya hanya sedikit sedang yang menjalankannya sengat langka. Bukankah telah datang kepada kita berita-berita dari Allah SWT dan Rasulullah saw. Tentang keutamaan amal hati. Allah SWT berfirman : “Tidaklah aku memandang kepada ucapanmu, juga tidak kepada amal perbuatanmu, tetapi aku memandang kepada niat dan hatimu.” Maka, hati yang niatnya  sesuai dengan kecintaan-Ku, niscaya Aku jadikan isinya Tasbih, Tahlil , dan taqdis.” Sesungguhnya ketatan anggota tubuh bersama hati adalah pengabaian akan ketaatan anggota tubuh. Maka janganlah engkau sia-siakan bagianmu di antara amal perbuatan hati, karena di sana terdapat keteguhan dan keutamaan yang besar.
Wahai kaum yang menghendaki kebaikan! Terhadap apa-apa yang telah diberikan oleh Allah kepadamu, syukurilah! Dan terhadap segala yang engkau teledor mengerjakannya, bersedihlah! Demikianlah perbedaan keutamaan antara dua orang. Yang satu memperbanyak amal perbuatan lahir, tetapi barangkali ia cacat dalam perbuatan batinnya. Sedang yang lain juga memperbanyak berbagai macam kebajikan, tapi tidak lupa ia meyakini bencana dan keburukan batinnya sambil mencari kesenangan Allah SWT. Maka yang terakhir ini lebih berbobot daripada temannya yang pertama, dan lebih tinggi nilainya di sisi Allah SWT. Demikianlah keutamaan ilmu, akal serta keutamaan niat dan kehendak yang dapat membedakan di antara amal ibadah. Kadang kala antara dua orang mempunyai kesamaan di dalam wara’, akal dan kebajikan, tetapi yang satu lebih tajam akalnya daripada yang lain dan ia lebih berehasarat terhadap kesukaan Allah, dan lebih jelas dalam menggapai ridha-Nya. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan kepada kita sekalian ilmu yang berguna dan akal yang tajam, sesungguhnya Dia Maha Pemurah, Mahamulia, Maha Pengasih dan Penyayang.

NAsIHAT KE - 40
Bencana-bencana Ilmu

Saudara-saudaraku! Kaliab bertanya tentang keadaan orang-orang yang menampakan ilmu pengetahuan dan kebajikan mereka, tetapi mereka juga senang dengan ketidakpopuleran : Apa yang mereka kehendaki dengan rahasia itu? Ikhwanku, kalian bertanya tentang keinginan yang bertolak belakang, kemauan yang berbeda-beda, dan pemahaman yang tidak sama. Berikut akan aku kemukakan sebagian dari keadaan mereka seraya berharap karunia dan bimbingan Allah SWT. Yaitu bahwa di antara mereka ada yang memperlihatkan ilmu dan amalnya dengan tujuan untuk mendapatkan kehormatan di dunia. Semoga Allah melindungi kita sekalian dari hal demikian. Di antara mereka ada yang lemah pemikirannya, tidak mengikuti arah dan tujuan dari ilmunya, sedikit pengetahuannya tentang penyakit-penyakit jiwa dan sedikit pula pengenalannya terhadap perangkap-perangkap setan. Ia menampakan sebagaian besar ilmu dan amalnya karena menginginkan pahala dalam membimbing orang lain, sehingga tidak sedikit di antara orang seperti ini yang tenggelam dalam fitnah dan kebodohan lalu terjerumus dalam perangkap setan sedang ia tidak menyadari. Kemudian, diantara mereka ada pula yang berlagak pintar di dalam dirinya, mengaku memiliki ilmu dan kecerdasan untuk menghadapi perangkap-perangkap setan sehingga ia terang-terangan menonjolkan sebagian besar ilmu dan amal kebajikannya supaya ia ditiru oleh orang lain, dengan harapan agar dia juga mendapatkan pahala orang yang mengikutinya. Maka, untuk itu ia mempersiapkan dirinya secara optimal dan menghabiskan waktu siang dan malamnya, ia pompa semangatnya sedang ddirinya sangat senang terhadap hal tersebut. Lalu nafsunyapun tidak tinggal diam, untuk memberinya angan-angan bahwa apa yang dilakukannya termasuk yang tertinggi nilainya di sisi Allah, dan ia akan diberi pehala atas usaha dan kegembiraannya lantaran orang-orang mau berkumpul di sekitarnya untuk mendapatkan manfaat yang diberrikan Allah kepada mereka melalui perantaraan dirinya berdasarkan prasangka dari dalam hatinya. Ia yakin bahwa ia bertindak demikian sesuai dengan kapasitas keilmuannya, dan dia pun sanggup mengendalikan dirinya menurut perkiraannya. Ia melihat keutamaan hanyalah dengan memperlihatkan apa yang terbaik di antara ucapan dan perbuatannya. Ia mengangankan kebulatan niat pada urusannya dan mencoba untuk mencegah fitnah dari dirinya, dan ia pun berupaya untuk meniadakan bencana yang mungkin timbul dari ilmunya seraya berharap kejujuran dan keikhlasan dalam segala keadaannya.
Namun, apa-pun yang ia angan-angankan jangan-jangan orang semacam inilah yang dimaksudkan oleh setan melalui ucapannya, berikut : “Siapa yang menyangka bahwa ia dengan ilmunya dapat mencegah dirinya dariku, maka dengan kebodohannya ia telah masuk perangkapku.” Tentu saja presikat bodoh lebih cocok untuk orang yang bertipe semacam ini bila ia mengaku sudah merasa mumpuni dalam ilmunya, merasa kuat pada akal dan perbuatannya, serta berlagak pintar melalui perkataan dan perbuatannya. Padahal tujuannya adalah untuk mengukuhkan eksistensi dirinya di tengah masyarakat dan untuk mencari pembenaran bagi tindakannya supaya ia menjadi tenar dan terkenal. Itulah angan-angannya, sementara ia tidak menyadairnya.
Atau, boleh jadi nasib orang yang bertipe semacam ini akan sama dengan nasib orang-orang terperdaya pada zaman dahulu. Sebagaimana telah sampai kepada kami bahwa salah seorang filsuf telah membaca tigaratus enam puluh buku, namun Allah SWT menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi pada zaman itu : Katakan kepadanya : Sesungguhnya dirimu telah memenuhi bumi dengan kemunafikan, dan Allah tidak menerima sedikitpun dari kemunafikanmu itu.” Mungkin saja ia mengalami kecapian dan kelelahan untuk menampakkan ilmunya, sedangkan upayanya untuk menarik perhatian orang kepadanya tidak mendapatkan hasil yang setimpal dan juga tidak memberikan pengaruh baik kepanya. Atau barangkali ia terlalu sibuk dengan urusan itu sehingga melupakan hal-hal penting yang semestinya wajib ia tunaikan untuk orang lain. Padahal, bersamaan dengan itu, dirinya tidak menguasai betul retorika berbicara, namun ia mengira bahwa itulah hikmah yang mengalir melalui lidahnya. Nah, jangan-jangan hal demikian Cuma pembenaran dari dirinya terhadap tindakan dan ucapannya, sedang ia tidak menyadari! Atau mungkin ia merasa yakin benar tanpa ragu bahwa orang orang yang menerimanya itu karena mereka suka kepada ilmunya, ridha kepadanya karena kejujuran, keikhlasan dan kehebatan ilmunya. Dan ia pun menduga, seandainya bukan karena itu, tentu mereka tidak mau menerima apa-apa darinya, padahal sesungguhnya dia telah dijerumuskan oleh setan, sedang dirinya tidak merasakan! Atau, barangkali pula ia hanya mau menghormati orang yang mau membenarkan tindakannya, dan hanya mau berbuat baik kepada orang yang memuji urusannya, tetapi sebaliknya justru menarik diri dari orang yang berseberangan paham dengannya, bersikap kasar kepada orang yang mengambil faedah darri orang lain selain dirinya; mendurhakai orang yang tidak sejalan dengan keinginan nafsunya; dan merasa tersinggung dengan orang yang menolak kata-katanya dengan sikap penuh  keangkuhan dan kemarahan demi membela dirinya, padahal ia telah terperdaya sedang ia tidak menyadari!.
Kemudian dari itu, di kalangan teman-temannya, barangkali ia tidak memandang sama dalam menghargai mereka. Ia lebih mengutamakan sebagian di antara  merreka daripada sebagian yang lain. Barangkali hanya yang bersikap lebih baik kepadanya, yang lebih cocok dengan keinginan hawa nafsunya, yang lebih mengagumi dan lebih menganggap indah kesibukannya di antara mereka, itulah mungkin yang patut di hormati dan dihargai menurut penilaiannya. Sikap semacam inilah yang termasuk di antara hal terenbunyi di balik jiwa, padahal orang berilmu dalam kelalaian terhadapnya sedang ia tidak merasakan! Atau barangkali ia telah menghabiskan umurnya atau sebagian dari umurnya dalam kepalsuan, demi untuk mendapatkan imbalan dari orang lain, padahal ia terperdaya sedang ia tidak menyadari! Atau barangkali ia terlanjur jauh dalam omongannya, sehingga banyak orang yang mengingkari dan mencela perbuatannya, sebanyak orang gyang mendukung perbuatannya dan mau berbaik sangka kepadanya sebagaimana ia berbaik sangka kepada dirinya, di samping masih banyak pula yang tidak mengetahui tentang dirinya sebagaimana ia tidak mengetahui tentang penyakit-penyakit jiwanya. Lebih celaka lagi, ternyata ia tidak menyadari tentang berbeda-bedanya tanggapan orang kepadanya, ia hanya tahu dan sangat takjub kepada orang-orang yang mau menerima dan mendengarkannya. Padahal itulah bencana ilmu, sedang ia tidak merasakan! Dan orang yang berjiwa seperti ini, bila ia sudah berhasil mencapai cita-citanya kepda kebenaran dan kepopuleran, biasanya akan mudah menganggap remeh sesuatu yang tidak berhubungan dengannya, menganggap bodoh orang yang tidak memahami ilmunya dan melecehkan orang yang tidak mau seperti dirinya, padahal orang-orang yang berjiwa demikian tidak mengetahui bahwa mereka terperdaya, namun mereka tidak menyadari! Ingat, sesungguhnya setan selalu menganggap tidak berarti keberhasilan yang telah ia lakukan dalam meneipu manusia, sehingga ia senantiasa memperbarui perangkap-perangkapnya yang mematikan.
Selanjutnya, barangkali ia mendatangi orang besar dan terpandang di antara mereka sebagai juru nasihat baginya, sehingga terlintas di dalam hatinya, ucapan : “Engkau telah diberi bagian dari ilmu dan al hamdu lillah engkau telah mengambil bagian itu, lalu kenapa engkau sedih terhadap ketenaran, takut terseret kepada fitnah dan takut beramal dengan ilmu. Celakalah dirinya, sesungguhnya ia telah ditipu dan di dorong kepada kebinasaan sedang ia tidak menyadari! Ketika itu setiap orang memisahkan diri dari pemuka-pemuka mereka pada kelompok yang mereka ikuti sejak dirinya belum bisa apa-apa, dan ia memisahkan diri karena merasa telah meraik cukup ilmu dan ibadah, padahal ia tidak mengetahui bahwa sesungguhnya ia telah diperdaya. Sebab, tatkala itu, setanlah yang berperan besar memperselisihkan di antara keinginan mereka, memisahkan kekompakan meraka, memecahbelah persatuan mereka, dan menjadikan meraka berkelompok-kelompok. Setan menghiasi setiap kelompok pada urusannya, dan memebnarkan di mata mereka keadaan kelompok lain sehingga jadilah mereka saling menyesatkan, saling menunjukan kesalahan, dan saling mengemukakan argumentasi di antara mereka sebagaimana layaknya orang yang memberi nasihat. Akhirnya, terjebaklah mereka semua dalam tipu muslihat sedang mereka tidak menyadari! Atau barangkali suatu kelompok akan menonjolkan apa yang ada di dalam jiwa mereka, mencari-cari kesalahan, membongkar aib, bersuka ria dengan ghibah, mengumbar ucapan palsu, serta saling melempar tuduhan. Sebagian dari mereka menuduh sebagian lain dalam pekara besar, bahkan sampai kepada saling menganggap kafir dan sesat. Itulah di antara bencana ilmu, semoga Allah SWT melindungi kita sekalian dari musibah yang menimpa mereka.
Saudara sekalian! Seandainya tiap-tiap golongan di antara mereka menyibukan diri, membawa dan menempatkan diri mereka pada tempat-tempat yang membuat mereka bisa mengambil faedah dari orang lain, dan benar-benar menuntut ilmu dari para ahlinya, tentu mereka berhak untuk mendapatkan pahala. Tetapi celakalah mereka, karena setan telah berhasil menyeret mereka ke lembah kebencian. Setan telah menipu mereka dengan umpan-umpan kebaikan, dan telah berhasil menjebak mereka di jantung kejahatan. Sesungguhnya setan benar-benar telah menjatuhkan mereka dengan tipu dayanya pada dasar jurang yang dalam. Setan telah mengumpulkan mereka pada sebuah kapal yang terombang-ambing oleh ombak, sedang mereka tidak menyadari perangkap setan itu serta buta terhadap penyakit-penyakit jiwa, kecuali orang yang diberi perlindungan oleh Allah SWT. Demi Tuhan, seandainya mereka dibangunkan dari lelap kelalaian, diingatkan akan buaian hawa nafsu, apalagi bila mereka mengenal tentang penyakit-penyakit hati serta keinginan-keinginan tersembunyi, lalu merenungi keadaan mereka dan menasehati diri mereka, tentu mereka akan menyadari bahwa ketidakbenaran dan menyembunyian kebajikan adalah perbuatan paling utama dan paling dekat kepada Allah SWT. Dan merekapun akan mendapatkan jiwa-jiwa mereka merasa sesak karena telah terbongkar kejahatannya, telah terlanjur menganggap bagus apa yang nampak di anatara amal kebajikannya, telah terlanjur manjauhi perbuatan yang murni, telah terlanjur membenci sebagian besar di antara hak-hak Tuhan-nya, telah terlanjur menganggap rendah sikap wara’ dalam semua keadaan, telah terlanjur memaksa akal mereka bergumul dengan kotoran syahwat, dan yang lebih parah lagi, karena telah terlanjur menagguhkan inabah dari keburukan rahasianya. Mereka merasa bahwa kini mereka telah terjebak dalam lingkaran penyakit-penyakit jiwa di mana ilmu mereka tidak mampu mendeteksinya, namun mereka belum juga tersadar dari buaian hawa nafsu untuk mengetahui betapa butuhnya mereka kepada inabah dari perbuatan yang mereka anggap baik, lalu mencari pahala untuk diri mereka. Kalau begitu, barangkali siksaan lebih layak untuk mereka terima.
Ingatlah apa yang telah aku sebutkan untuk kalian di antara penyakit-penyakit jiwa dan perangkap-peangkap setan, karena di antara perkataan dan pebuatan yang tersembunyi pada diri kita terdapat hawa nafsu serta keinginan rendahnya. Oleh karena itu, terimalaha nasihat orang yang prihatin terhadap nasibmu, dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oelh Yang Maha Mentahui, Allah-lah yang menjadi saksi atas apa-apa yang engkau kerjakan. Semoga Allah SWT memberikan taufik kepada kita sekalian untuk setiap kebaikan melalui tuntunan Muhammad saw, keluarga dan sahabat-sahabatnya. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

NAsIHAT KE - 41
Mengikhlaskan ketaatan

Sahabat-sahabtku! Kalian bertanya-tanya tentang orang yang ketidaktenaran dan suka menyembunyikan amal kebajikannya, mereka itulah ulul albab (orang-orang berakal) yang telah diberi oleh Allah SWT faedah dari perbendaharaan ilmu-Nya. Karena hal yang paling dominan pada niat, tekad hati, kehendak dan cita-citaa mereka adalah agar tidak ada yang mengetahui selain Allah SWT tentang sesuatu yang terpuji dalam urusan mereka. Apa yang mereka sembunyikan dilakukan berdasarkan petunjuk, dan apa yang mereka kemukakan dilakukan dengan kebenaran. Dan dalam hal ini, mereka itu bermacam-macam; di antara mereka ada yang sengaja menyembunyikan amal perbuatannya karena takut terhadap tipu daya musuh yang bakal menjerumuskannya kepada finah, menghapuskan amal pebuatan dan menggagalkan segala daya upaya oarng-orang yang beramal. Seandainya orang berilmu yang selalu berjaga-jaga ini menemukan cara lain untuk menyembunyikan amal perbuatannya dari dirinya dan musuhnya, tentu akan ia lakukan itu karena takut terhadap musuh-musuh agamanya serta merasa lemah dalam berusaha menghadapi dirinya sendiri dan musuhnya tersebut, sehingga ia tidak akan mendapatkan keselamatan. Kemudian di anatara mereka ada yang sengaja menyembunyikan amal perbuatannya karena lebih mengutamakan ketidaktenaran dan sangat menyukai keutamaan pahala kerahasiaan, di ssamping untuk mencari keselamatan diri, maka ia rahasiakan segala keadaannya dengan segenap kemampuan. Orang seperti ini, apabila urusannya mulai diketahui orang di suatu tempat, ia akan lari dengan agamanya ke temepat lain yang tidak dikenal oang selagi ia masih bisa menemukan cara untuk melakukannya. Kadang kala, karena sesuatu dan lain hal, ia terpaksa menampakan sebagian pendapatnya demi sesuatu kebutuhan orang lain. Tetapi hal itu pun hanya ia tampakkan seperlunya, sekedar memenuhi kebutuhan untuk menganbil dan memberi manfaat, seraya memohon dengan segenap kerendahan hati kepada Allah SWT agar dia diberi keselamatan dari fitnah yang terkandung pada sesuatu yang telah nampak darinya itu, seperti yang dilakukan oleh mereka yang menyukai ketidaktenaran, sehingga iapun akan mendapatkan dua kali lipat pahala; Pahala kecintaan kepda ketidaktenaran dan pahala kerahasiaan. Demikian jalan keselamatan dari fitnah melalui perlindungan dan dukungan dari Allah SWT.
Kemudian, di antara mereka ada pula yang memelihara substansi faedah, dengan meluruskan perbuatannya, membersihkan keadaannya, menghindari dosa-dosa dan kesia-siaan, membebaskan diri dari keburukan, mensucikan diri dari kekotoran, menhana anggota tubuh dari semua larangan dan akibat-akibatnya, menolak yang haram dan syubhat, menjauhi umpatan, meminimalkan keinginan, mencukupkan kebutuhan ala kadarnya, dan membukakan tutup dari hatinya degan renungan dan i’tibar, sehingga jelaslah baginya ganjarannya di dunia dan akhirat, baik yang berupa kebahagiaan maupun penderitaan. Ia pun kian bersungguh-sungguh dalam berlari, tidak menyisakan dan tidak pula ciut dalam mencari apa yang ia harapkan. Ia disibukan oleh hal tersebut sehingga tidak peduli dengan kenikmatan dunia, karenanya ia rela menaggung lelah dan karenanya pula ia kuat menelan pahit. Ia berjuang di jalan Allah melawan musuhnya sehingga tidak sekejap pun berpaling ke arah kemaksiatan yang didketahuinya, juga tidak ingin tetap sedetik pun pada kekeliruan yang dikenalnya. IA ber istighfar dari setiap kemaksiatan yang belum diketahuinya, tidak terhadap keteledoran jiwanya dalam menggapai keridhaan Allah, dan tidak pula mengabaikan dirinya sendiri sehingga ia menjadi lalai kepada Tuhannya. Ia meningkatkan diri dengan ilmunya, dan beramal di bawah ancaman dengan hati yang yakin kepada ancaman Allah SWT, seraya berlari dari segala yang dibenci oleh Allah, dalam keadaan khusyuk , khawatir dan takut terhadap siksaan dan azab-Nya. Ia juga beramal di atas janji-Nya dengan hati yang yakin kepada pahala dari Allah SWT, dalam keadaan senang, ikhlas, sungguh-sungguh dan bulat. Ia beramal dibawah jaminan Allah untuk menanggung rizki dengan hati yang yakin pada ketetapan janji-Nya seraya berserah diri, percaya sepenuhnya serta berpegang teguh kepada-Nya. Terhadap apa yang diujikan kepadanya dari berbagai hal yang tidak menyenangkannya. Ia hadapi dengan sabar, ridha serta dengan pengenalan tentang betapa baiknya perhatian dan pilihan Allah SWT untuk dirinya. Terhadap silih bergantinya kenikmatan yang diterimanya, ia hadapi dengan pengetahuan tentang betapa besarnya nikmat tersebut, serta betapa tidak berartinya syukur yang ia jalankan; ia tidak menganggap rendah sessuatu karena ingin mendapatkan cinta dari Tuhannya dan tidak pula mengganggap cukup apa-apa yang ia kerjakan untuk Tuhannya.
Kemudian, untuk kecintaan Allah, ia hadapi dengan sikap zuhud di dunia dan ia utamakan cinta tersebut daripada dirinya dalam keadaan senang terhadap musibah, gembira kepada hal-hal tidak disukai, terjaga dari kelalaian, perkataannya adalah zikir, diamnya adalah pikir, pandangannya adalah pelajaran, ia mengenal hal yang disukai dan yang dibenci, mengetahui keutamaan tidak populer, menyembunyikan amal perbuatan, dan menegetahui kebutuhan hamba-hamba yang lain kepada batas-batas agama sehinga ia berusaha memenuhi kebutuhan mereka secukupnya karena takut terhadap perbuatan menyembunyikan ilmu dari orang yang berhak mengetahuinya, seraya bersikap hati-hati dalam membimbing mereka bila mereka memintanya; namun ia bersikap sabar dan penuh perhatian apabila ia diperingatkan oleh orang lain. Sebab, telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT telah mewahyukan kepada Nabi Dawud a.s. “ Apabila menjadi baik melalui tanganmu salah seorang diantara hamba-hamba-Ku, Aku tulis engkau termasuk seorang jahid (orang yg diuji). Siapa yang aku tulis namanya sebagai jahid pasti tidak ada rasa keterasingan dan kekurangan pada dirinya. Dan kalau saja engkau mengembalikan kepada-Ku seorang hamba yang lari dari Ku, itu lebih Aku sukai daripada engkau menjumpai-Ku dengan membawa ibadah tujuh puluh orang yang benar dan tulus.” Maka, berbahagialah orang yang yakin dalam membimbing oang-orang lain kepada Tuhan mereka, ia bekerja dengan hati-hati karena Allah atas dirinya, memberi nasihat karena Allah kepada makhluk-Nya, dan ia menjalankan perintah Allah di tengah hamba-hamba-Nya. Ia beramal dengan ilmu yang berguna serta dengan sikap wara’ yang tulus. Ia bersabar di tengah mereka terhadap tindakan menyakitkan, menahan serta membalas marah mereka dengan cara yang terbaik, manis muka, ramah tamah, ringan tangan, pemurah dan dermawan, penuh akrab dan bersahabat, rendah hati, lemah lembut dalam bergaul dengan mereka, halus dalam mengingatkan, dan tidak jemu-jemu emgningatkan mereka tentang pertolongan Sang Maha Pemurah; tentang keabadian kekasih-Nya; tentang silih bergantinya kenikmatan yang dibalas dengan sedikit syukur dari hamba-hamba-Nya. Ia mengingtakan mereka dengan sikap santun Tuhan, tetapi juga memperingatkan mereka tentang datangnya kemurkaan-Nya. Mewanti-wanti mereka tentang kebencian Allah dan balasan-Nya. Menganjurkan mereka supaya menampakkan kecintaan kepada Allah SWT melalui apa-apa yang dicintai-Nya. Karena Allah ia mencintai mereka, dan karena Allah pula ia benci dan marah kepada mereka. Ia bekerja dalam keridhaan Allah untuk hamba-hamba-Nya serta tidak pernah meninggalkan perintah Allah kepada dirinya dan pada semua keadaan. Dia mengenal Rabb-nya dan mengikuti jejak Nabi Muhammad, saw. Karena biliaulah tempat panutan. Ia bersikap lurus dalam urusannya dan diberi taufik dalam hal yang dirahasiakan dan dipublikasikannya, baik dalam perbuatan maupun ucapannya. Sungguh, terdapat beberapa atsar yang mengungkapkan tentang kriteria orang seperti ini.
Telah sampai kepada kami bahwa sebagian pembaca Alquran memahami ayat berikut : “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, beramal salih dan berkata : “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang berserah diri.” (Fushshilat, 33). Inilah kekasih Allah, pilihan-Nya, hasil seleksi-Nya,dan inilah orang yang paling dicintai Allah SWT di antara penghuni bumi, dikabulkan doanya di dunia. Ia mengajak orang lain kepada Allah SWT melalui aktifitas dakwah dan beramal salih untuk memenuhi seruan-Nya, seraya berkata : “Sesungguhnya aku termasuk di antara oarng-orang Islam.” Dan itulah khalifah Allah.
Saudaraku! Inilah sifat para rasul dan para khalifah yang mendapat petunjuk. Atribut demikian tidak cocok untuk kita dan juga tidak untuk orang yang sama dengan kita, maka janganlah sampai nekgau tidak mengetahui permasalahanmu. Ingatlah apa yang kau ketahui tentang keburukan dirimu dan waspadalah terhadap kelalaian yang telah memperdayakanmu. Maka, jika Tuha  mau mengambil tindakan, tentu engkaulah orang yang lebih utama untuk dikutuk daripada diteladani. Terimalah nasihat orang yang prihatin terhadap nasibmu, rahasiakanlah urusanmu dengan berbagai usaha serta senangilah ketidakpopuleranmu. Sesungguhnya orang-orang salih dahulu senantiasa memperihatinkan keselamatan, padahal mereka adalah orang-orang pilihan yang hidup pada zaman pilihan pula, sedangkan kalian termasuk di antara sisa-sisa umat di tengah-tengah hiruk pikuk dunia. Seandainya orang-orang pilihan tersebut sempat menjumpai zaman kalian sekarang, pastilah mereka orang yang paling kencang larinya dan lebih jauh melangkahnya. Di antara orang-orang yang memiliki ilmu ada yang berkata : “Seandainya salah seorang salih dari orang-orang yang terdahulu dibangkitkan dari kuburnya lalu ia melihat kepada pembaca-pembaca Alquran di antaramu, niscaya ia tidak mau berbicara dengannya dan tentu ia akan berkata kepada semua orang bahwa mereka tidaklah beriman kepada hari hisab.” Sedang tokoh lain berkata : “Tidak ada kebaikan pada zikir jika diumumkan”, Wahai kaum, senangilah ketidakpopuleran dan jangan merasa optimis dengan keselamatan. Semoga Allah mengaruniai kita dengan keselamatan dalam segala hal. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Sepanjang, 29 Agustus 2013.