“WEDARAN WIRID JILID I DALAM BAHASA INDONESIA”
Diterjemahkan dari : SERAT WEDARAN WIRID
JILID I
Penerbit : Jajasan ‘Djojobojo” Surabaya,
Cetakan ke II
Tahun : 1962.
Penerjemah : Pujo Prayitno
BAB. I
DZAT ALLAH YANG WAJIB ADANYA
Barang siapa yang mendapat
petujunjuk, maka sesungguhnya itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barang
siapa yang sesat sesungguhnya juga untuk dirinya sendiri. Dan tidakklah memikul
beban seseorang atas beban orang lain, dan Kami (Allah) tidak akan mengazab
sebelum Kami (Allah) mengutus seorang Rasul. (Qs. Al Isra’ : 15)
Perintah di atas adalah
merupakan petunjuk bagi tiap diri manusia, bahwa manusia itu harus mengetaui
Tugas dan Kewajibannya tentang hidupnya masing-masing. Artinya : Hidup kita ini
sudah berada di jalan yang benar atau kah belum?
Keterangan : Segala petunjuk
dari orang lain bagi tiap-tiap diri manusia belum tentu benar, karena tiap
manusia itu berhak MENOLAK dan MENCELA, dan kealahan tindakan manusia yang
seperti itu, walau pun kelihatannya orang tersebut banyak ilmunya, Di dalam
surat Al-Isra’ Ayat 15 telah memberikan peringatan kepada manusia yang
mauksudndya : ILMU YANG KITA YAKINI DAN KITA JALANKAN TENTANG BENAR DAN
SALAHNYA YANG BISA MENGERTI ADALAH DIRINYA SENDIRI.
Dalam tindakannya sehari-hari,
bagi tiap manusia adalah bebas memlih antara yang BENAR dan yang SALAH.
Sehingga jika mau menggunakan kebebasan memilih tersebut tentu akan merasa
tenang. Dan jika ada salahnya itu bisa disebabkan karena kurang bisa
mempertimbangkannya, sebagai contohnya, seumpama seseorang sudah mengarah
kepada yang BENAR, namun ketika sampai tujuuan justru SALAH yang didapat, hal
itu jika kita mau merobahnya pasti akan kembali kepada yang BENAR. Namun,
menurut Ilmu yang sebenarnya, penerapannya tidaklah demikian. SALAH DI DUNIA
tentu akan SALAH HINGGA DI AKHIRATNYA. Sehinga sesuai perintah yang terdapat di
dalam Surat Al-Isra’ Ayat 15, tersebut di atas, Walau pun Tuhan sudah memberi
jalan melalui Kitab-Nya yang disampaikan
oleh Para Rasul yang berupa AGAMA, namun kita masih harus TELITI dan WASPADA,
oleh karena Kitab-Kitab Suci adalah memberikan Petunjuk-petunjuk tentang jalan
Kebenaran, sehingga kita harus mempunyai pikiran yang BENAR. Sehingga jika ada
yang MEMBANTAH atau pun MENCELA tentang kebenarannya, yang membantah dan yang
mencela justru orang yang tidak benar atau orang yang SALAH.
Menurut pendapat umum,
seseorang yang sama sekali tidak memeluk salah satu Agama, biasanya mempunyai keyakinan : MAKAN AKU CARI
SENDIRI, orang lain tau apa ........Asal aku tidak mengganggu orang lain, yah
sudahlah....!”
Menurut ukuran dunia, keyakinan
yang demikian itu ada benarnya, namun jika dihayati dengan perasaan batin,
tentunya akan menimbulkan pertanyaan “ Apakah Tanggaung jawab hidupnya di dunia?
Nantinya setelah meninggal dunia, apakah bisa sempurna? Apakah percaya kepada
Tuhan dan kepada yang Gaib? Apakah hanya mengakui, bahwa hidupnya lahir ke
dunia ini hanya sebatas dilahirkan oleh manusia saja?
Bila mengakui bahwa terlahir
dari kandungan seorang Ibu, tentunya akan bisa menelusuri lebih jauh lagi,
bahwa seorang Ibu pun dahulunya juga ada yang melahirkannya, demikian
seterusnya. Oleh karena hanya mengakui dan mempercayai bahwa hanya terlahir
dari orang saja, sehingga ada yang meyakini (Keyakinan) yang mengatakan bahwa : “Manusia itu ada sendiri (Jumeneng
Pribadi) sebelum adanya Allah, Malaikat dan sebagainya .......” yang
selanjutnya ada yang meyakini dengan mengatakan : “Bahwa manusia itu berasal
dari ADAM (Kosong)” (1)
Walau pun orangbiasa, jika mau
berpikir yang dalam, tentunya di dalam
batinnya akan timbul pertanyaan : “Dan yang membuat manusia itu siapa, sehingga
bisa melahirkan manusia? Pertanyaan yagn demikian itu “Kaku” dan jika plesetkan
bisa dijawab asal-asalan, padahal sampai sekarang ini belum ada berita yang
menyatakan bahwa ada orang yang bisa menciptakan lalat atau Jangkrik. Meskipun
demikian mengenai masalah ini tetap masih ada pendapat-pendapat antara yang
satu dengan yang lainnya saling bertentangan.
Oleh karena masih ada pendapat
yang berlawanan itu tadi, sehingga orang itu mudah mudah sekali terpengaruh
“Keyakinan yang tidak ada dasarnya” (Gugon Tuhon)” yang sulit untuk dinyatakan,
karena sejak jaman dahulu, kita bisa menyebutkan bahwa Tuhan itu ada, karena
berasal dari cerita para sesepuh orang- tua-tua saja........
Perkembangan pikiran manusia
itu semakin lama semakin berkembang, hal itu bisa terlihat dari dengan adanya
pendapat yang meyakini bahwa Allah itu, MENYATUNYA DARI SEMUA YANG TERGELAR,
SEHINGGA pendapat yang demikian bisa meyakini tentang adanya : Atom,Bintang,
Udara, daya panas, hawa, bumi, air dan sebagainya Sedangkan yang menjadikan persoalan adalah :
Karena hidup kita ini berada di alam yang moderen (Jaman atom), serta
kenyataannya sampai dengan sekarang ini belum ada manusia yang sudah bisa
mengetahui Wujud dari ALLAH, sehingga kesimpulannya : Bahwa menyatunya Zat-zat
tersebut (Atom, air dan sebagainya) yang
dianggap sebagai ALLAH. Namun pendapat yang demikian itu hanya menjadi
keyakinan beberapa orang saja, tidak semuanya. Sedangkan dalam dalam meyakini
hl tersebut barangkali disebabkan karena terlalu cerdasnya dan akalnya yang
berkembang, namun sampai sat ini para Sarjana yang mempunyai pendapat yang
demikian, tetap belum bisa mengetahui RAHASIA HIDUP, artinya : Belum bisa
memberikan jawaban yang tepat dari pertanyaan : DARIMANAKAH ASAL HIDUP ITU?
Oleh karena tidak mendapatkan
jawaban sehingga buntulah pikirannya, kemudian tumbuhlah pemikiran yang
lainnya, bahwa yagn disebut Allah itu adalah hanya : KEBUNTUAN PIKIRAN
(bingung, tidak bsia dipikirkan), bukan dikarenakan oleh ke“Bodoh” annya, namun dikarenakan oleh
TIDAK BISA menjawab pertanyaan tersebut.
Berdasarkan bukti menurut Ilmu Alam, bahwa semua benda adalah terbentuk dari bersatunya “Atom” minus
dan “Atom” Plus. Sedangkan berasal dari mana “Atom” tersebut dan siapakah yang
menciptakannya, hal itu tidak bsia diketahui sehingga pikirannya menjadi
“BUNTU” TERDIAM sehingga menjadi “TERHERAN_HERAN”. Sehingga akhirnya disingkat
saja bahwa “TUHAN ITU SAMA DENGAN MENYATUNYA DAYA”.
Pendapat yang demikian itu
barangkali timbul karena adanya keyakinan dalam memahami bahwa adanya daya yang
seling pengaruh-mempengaruhi, tarik menarik, atau tolak menolak, yang
menimbulkan terbentuknya alam yang tergelar ini, sehingga bisa bergerak,
berputar, panas, berotasi dengan sendirinya dan sebagainya. Sebenarnya, hal
yang demikian itu sudah ada sebelum berkembangnya Agama dan tetap adanya.
Sedangkan manusia itu, ketika terlahir ke dunia hanya tinggal mengetahui saja,
hal yang demikian itu.
Sarjana dari Yunani yaitu
Heraclitus dan Thales yang hidup kira-kira 2.500 tahun yang lalu, bertanya
kepada dirinya sendiri, sebagai berikut : “BERASAL DARIMANAKAH BENDA 9MATERI)
INI?
Untuk mendasari uraian tentang
Dzat Tuhan Yang Wajib Adanya, pertenyaan tersebut di atas perlu dijawab terlebih dahulu adalah menggunakan dasar
hukum dasar Atom stelsel (Tata Atom)
atau Ilmu Alam (Physica moderen) dengan harapan agar tidak menimbulkan
kefanatikan dan yang sebenarnya justru akan semakin meyakinkan tentang Dzat TUHAN YANG WAJIB ADANYA, karena
semua uraian yang dilandasi dengan Ilmu Pengetahuan itu mudah diterima oleh
akal pikiran.
Contoh yang mudah sehingga ada uraian yang menyampaikan bahwa :
MANUSIA ITU BERASAL DARI ADAM YAITU KOSONG YANG MENGADA DENGAN SENDIRINYA
SEBELUM TUHAN DAN MALAIKAT ITU ADA.
Uraian yang demikian itu, jika
di sampaikan kepada orang desa yang kurang wawasannya akan diterima dengan
kepuasan hati, dan sudah dianggap ilmu tinggi. Sehingga jika ada yang bertanya
tentang asal mulanya, mengapa hanya dari “KOSONG bisa menjadikan adanya
manusia, pastilah tidak akan bisa menjawabnya, artinya uraian yang bisa serta
menjelaskan dengan jalas tentang hal itu tidak akan ada. Akan tetapi uraian
seperti tersebut di atas yang hingga sekarang masih tetap membingungkan itu, akan diuraikan sebagaimana berikut :
Heraclitus dan Thales, dalam
berusaha untuk membuktikan adanya TUHAN, God, Thao, dengan cara mencari
asal-usul benda hingga menghabiskan pikirannya, tetap tidak bisa menemukan jawabnya.
Sehingga kemudian akhirnya berpendapat bahwa , asal mula segala benda adalah dari AIR. Pada abad 19 pendapat yang
demikian kemudian diadakan penyelidikan
oleh para Sarjana-sarjana Charles Darwin, Raerbach dan Karl Marx, agar
menjadi lebih menguatkannya.
Menurut Ilmu Alam atau Ilmu
Kimia, AIR itu terbentuk dari dari dua zat, yaitu bahwa air itu mengandung zat
air (Hydrogenium = water stof) dan Zat pembakar (Oxygenium = barndstof) dengan
perbandingan 1 Hydrogenium (H) bercampur dengan 2 Oxygenium (O) yang bentuknya
adalah berupa Atom-atom. Sehingga 1 atom H dan 2 atom O, atau disingkat menjadi
H2O, bentuk nyatanya adalah berupa AIR.
Sarjana Democritus yang hidup
sekitar 460 tahun sebelum Nabi Isa, juga mempunyai pendapat, bahwa semua zat
yang cir, gas, padar dan sebagainya, menjadi ada adalah berasal dari
bercampurnya benda-benda yang sangat kecil, yang sudah tidak bisa diurai lagi. Penpadat yang demikian itu
kemudian di betulkan oleh sarjana Aristoteles, dan kemudian Sarjana Dalton
menambahi, bahwa benda itu berasal
bagian-bagian yang sangat kecil seklai yang tidak bisa dilihat dan tidak bisa dipecah-pecah, namun bisa
terperinci sendiri-sendiri (2)
Oleh karena bisa terperinci sendiri-sendiri, sehingga bisa membentuk sesuatu
yagn bernama MOLEKUL, contohnya “Alkohol”, adalah terbentuk dari bercampurnya
1 atom zat bakar, 2 atom zat Arang (koolzuur) dan 6 atom zat air, dan
sebagainya.
Kemudian para sarjana tersebut berusaha
untuk bisa mengetahui apakah atom itu
yang sebenarnya, dan apakah benar bahwa atom itu sudah tidak bisa terbagi lagi?
Pencarian yang demikian kemudian bisa didtemukan oleh Sarjana Thomson pada tahun 1895, dengan dipraktekkan
menggunakan Sinar yang disebut sinar “X), dan di dunia kedokteran disebut
dengan sinar “Ronsgen”. Caranya adalah dengan cara Sinar “X” disinarkan kepada
atom, yang menyebabkan atom tersebut kemudian pecah menjadi sesuatu yang sangat
kecil sekali, yang berasal dari pecahan-pecahan yang terjadi dengan sendirinya,
yang disebut “ Oer-atom” (Asal mula atom), yang setelah diteliti ternyata
mempunyai daya listrik yang bersifat Negatif, yang kemudian diberi nama
ELEKTRON. Sedangkan Oer Atom tersebut, sampai saat ini masih belum bisa diketahui tentang besar
kecilnya, walau pun menggunakan mikroskop, yang bisa membesarkan beribu kali
lipat. Sampai sekarang, elektron itu belum bisa diketahui, apakah daya yang
berada di dalamnya apakah merupakan daya alam, atau kah daya mekanis, walau pun
diuji dengan mempergunakan alat yang bagaimana pun bentuk alatnya.
Menurut penyelidikan para
sarjana tersebut, dari pecahnya zat-zat tersebut menimbulkan daya Radio Aktif
yang tidak bisa dihalang-halangi dengan menggunakan alat apa pun, dan daya
Radio aktif tersebut masih memiliki daya
yang lain lagi, tiga macam, yaitu :
1. Daya Penetrasi (Suatu daya
yang bisa masuk kepada apa pun).
2. Daya Elektro-magnit, dan
3. Yang lebih berat dari
Elektron, yang mengandung Daya.
Sedangkan terjadi proses dari
zat-zat yang bisa melepaskan elektron itu tadi, sudah ditetapkan berjalan
dengan sendirinya sesuai sifatnya, padahal semua yang tergelar di dunia ini
gerak atau proses berjalannya tentulah karena ada SEBAB, seperti halnya
Matahari, Bumi, buln dan sebagainya, yang seling tarik menarik atau tolak
menolak. Hasil penelitian Sarjana luar negeri sudah membuktikan bahwa segala
sesuatu yang bisa terlihat mata semuanya mempunyai daya MAGNIT (Listrik), yang
pengaruhnya akan menimbulkan gerak yang tetap yang berasal dari daya proses
kelistrikan antara Negatif dan Positif. Hanya saja, atom beserta intinya dalam
prosesnya tidak saling berbenturan, oleh karena itu, sehingga membuat heran
para sarjana.
Pada tahun 1932, sarjana
Rutherford dan Chalwich kedunya menemukan zat yang bernama NEUTRON, yaitu Zat
yang tidak mengandung daya listrik. Sedangkan Rutherford menemukan zat yang
disebut PROTON, yang masanya (Orang Jawa menyebutnya Yoni) 1836 kali lipat
dibanding dengan masa dari Elektron. Penjelasan mengenai Atom disingkat hinga
sampai di sini saja. Sedangkan yang Pokok yang perlu dipahami bahwa zat-zat
tersebut mempunyai MASSA (Yoni) yang tetap, namun dari itu semua ada yang
mempunyai TENAGA (Energie) yang berbeda dengang zat-zatnya.
Pada tahun 1931, sarjana Pauli
dan Fermi bisa menemukan daya Neutrino dan penemuannya itu disemmpurnakan lagi
pada tahun 1955. Oleh karena dya Neutrino itu bukan Zat, sehingga sampai
sekarang belum bisa dibutikan ujudnya, namun tentang dayanya sudah sudah
diketahui, yang berdasarkan keterangan sarjana Prof. Dr. Camov, sangat besar
sekali. Dikatakan bahwa Neutrino itu, yang bisa menembus semua yang ada di alam
ini dan baru bisa berhenti ketika daya tembusnya terhalang oleh Timah yang
ketebalannya 30 juta kilometer. Penjelasan yang demikian itu mengandung makna,
bahwa kekuatan Neutrino itu memang tidak ada yang bisa menandinginya.
Jika diukur menggunakan
keliling bumi yang hanya 40.000 kilometer itu baru sebanding, karena Neution
itu baru bertemu dengan ANTI NEUTRINO yang ditemukan di Bumi seketika akan
HANCUR, menimbulkan daya yang ajaib itu daya penerik semua makhluk yang ada,
sehingga tidak bisa terpental (Terlontar) walau pun bumi ini berbentuk bulan
dan selalu berputar ini. Walau pun seperti itu, daya tersebut bisa bisa
digambarkan seperti ELIM, yang melekatkan semua makhluk di permukaan bumi.
Sedagnkan daya yang ditimbulkan oleh reaksi Neutrino dan sejenisnya disebut
DAYA PELONTAR MADYA yang tetap selamanya. TETAP ADANYA. Dan jika daya tersebut
berhenti, pastilah akan menimbulkan kejadian yang sangat mengerikan, Air
samudra akan menyembur, dan semua yang ada di permukaan bumi akan terlontar
tidak karuan arahnya, karena disebabkan oleh daya Lontar dari berputarnya dunia
ini. Hal yang demikian itu jika diddhayati akan bisa mempertebal keyakinan
bahwa TUHAN ITU ADA, yang MAHA MENGETAHUI, karena, baru meneliti, menelusuri
adanya Neutrino saja, sudah buntu pikirannya. Apalagi jika ingin mengetahui
UJUD TUHAN!!!!.
Apa yang telah disampaikan di
atas, itu baru yang bisa diketahui saja, balum lagi yang masih rahasia, karena
Rahasia Misteri Dunia itu jumlahnya tidak terhitung. Sedangkan pendapat yang
demikian, jika TUHAN ITU ADALAH DAYA TERSEBUT, hal itu jika di kejar lagi
dengan menggunakan dasar pikiran yang bening, dengan pertanyaan : SIAPAKAH
SEBENARNYA YANG MEMBUAT ATOM_ATOM ITU? Dan SIAPAKAH YANG MENYEBABKAN
DAYA_DAYANYA?
Dengan menggunakan ilmu yang
dinamakan SSPECTRAAL ANALYSE (Ilmu untuk menelusuri daya kekuatan bebatuan yang
ada di bumi dan di luar bumi), sehingga para sarja mempunyai keyakinan , bahwa
semua BENDA, itu terbentuk dari PERCAMPURAN ATOM atau Zat-zat itu tadi, dan
menurut pendapat yang lainnya lagi adalah berasal dari BINTANG-BINTANG atau
planet-planet. Sebagai contoh saja, BESI, bahan pembentuknya berasal dari
MATAHARI, karena Matahari mengandung Zat Helium (Zat Besi). MANGAAN atau
CALCIUM, berasal dari Bintag SERIUS. Untuk bisa mengetahui hal yang demikian
karena menggunakan alat (4)
Yang dipergunakan untuk meneliti keadaan CAHAYA-CAHAYA, yang berasal dari
bintang-bintang tersebut. Dengan menggunakan keahlian yang demikian itu,
semestinya harus mengagungkan ASMA TUHAN, dan tidak terus diam dan hanya
mengatakan bahwa ALLAH itu adalah seluruh sumber daya dari daya yang sudah
tersebut itu.
Dan jika dihayati lebih dalam
lagi, seluruh manusia itu bisanya “MENGAKU” saja, karena begitu terlahir ke alam dunia itu,
semuanya telah tersedia. Seumpama ada seseorang yang bertanya kepada Bayi yang
baru lahir sekitar 3 jam “MENGAPA KAMU MENANGIS TERUS, SIAPAKAH YANG TELAH
MENINGGALKANMU? Bayi tersebut tentunya tidak akan bisa menjawabnya, dan lebih
mudahnya lagi, seumpama bertanya kepada anak yang baru berumur 1 tahun :
“SIAPAKAH YANG MELAHIRKAN KAMU? Jika tidak akan bisa menjawabnya dengan tepat.
Sedangkan yang senang dan bisa
menjawabnya adalah orang “JAWA” yaitu orang yang sudah memahami tentang
keadaan. Yang melahirkan adalah “Ibunya” dan ketika terlahir hanyalah sendirian
saja” Dan jika hal ini dibalik, “UNTUK BISA MENGETAHUI BAHWA YANG MELAHIRKAN
ITU ADALAH IBUNYA, itu dikarenakan diberi cerita oleh YANG MELAHIRKAN, sehingga
untuk bisa mengerti itu SETELAH BISA BERBICARA DAN SUDAH “JAWA” (bisa
memahami)”. Dan sesungguhnya “BAHWA MANUSIA TERLAHIR KE DUNIA INI itu TIDAK
MENGETAHUI APA-APA. Singga sesungguhnya, manusia itu sama sekali tidak
mempunyai HAK untuk mengatakan bahwa TUHAN ITU TIDAK ADA (6) Jika dihayati lebih
dalam lagi bahwa sebenarnya manusia itu
semula TIDAK MENGERTI APA-APA, setelah tua renta itu pun akan kembali TIDAK
MENGERTI APA-APA, dan ketika sampai ajalnya pun TIDAK MENGERTI APA-APA lagi (7) karena sebenarnya yang
disebut MENGERTI itu adanya adalah di antara LAHIR dan MATI.
Ketika manusia lahir ke dunia
ini itu, semua keadaan sudah tergelar,
semua sudah ada, makanan pun tinggal mencari saja, tidak usah bersusah payah
menciptakan makanan terlebih dahulu. Kemudian SIAPAKAH yang sudah
menyiapkannya, atas semuanya itu ? Untuk menjawab pertanyaan “SIAPAKAH” itulah
yang menyebabkan adanya sebutan tentang TUHAN atau ALLAH, yang maksudnya adalah
Yang Disembah, yang tidak terlihat (7) Namun kenyataannya “ADA”. Sedangkan para sarjana itu, tidak
bisa memberikan jawaban atas pertanyaan “DARI MANAKAH ASALNYA” semua yang
tergelar di alam dunia ini, walau pun dalam kenyataanya sudah bisa menemukan
Atom dan sebagainya, akan tetapi tetap masih tergagap-gagap “SIAPAKAH YANG
MEMBUATNYA”?
Dalam hal para sarjana bisa
menemukan semua yang teramat halus yang sudah dijelaskan sebelumnya karena
hanya MELEWATI saja, namun sebenarnya di dalam hatinya masih “KEBINGUNGAN”
sehingga menyerah kepada SIAPAKAH SEBENARNYA YANG MENCIPTAKAN SEMUA ITU.
Keyakinan yang jujur dan tumbuh
di dalam hati dari orang-orang pintar dan orang yang mengerti, mengatakan bahwa
manusia itu sebenarnya hanya tinggal “MENEMUKAN” saja. Oleh karena manusia itu
mempunyai dasar lebih sempurna dibanding mahluk lainnya, sehingga manusia
memiliki pengertian sehingga bisa berfikir, bisa berusaha, sehingga menumbuh
pertentangan memperebutkan “BENAR”. Segolongan manusia menyebutkan bahwa yang
bernama TUHAN itu adalah DAYA seperti yang sudah disebutkan di atas, sedangkan
golongan yang lainnya mempunyai keyakinan
bahwa yang menciptakan DAYA itulah yang disebut TUHAN, namun DZAT atau
pun rupa-Nya TIDAK KELIHATAN. Persilangan pendapat yang demikian itu memang
sudah ada sejak jaman dahulu kala, menjadi rame, sama-sama mengukuhi
keyakinannya masing-masing. Untuk menanggulangi hal yang demikian, sehingga
Tuhan kemudian mengutus Hamba-Nya.... yang diberi tugas untuk memberikan
PENERANG kepada yang saling berselisih itu. Untuk menunjukkan mana yang BENAR
dan mana yang SALAH. Sedangkan Hamba-Nya yang di utus itu disebut dengan
julukan NABI, artinya BERDERAJAT RASUL, yang masing-masing adalah SAMA
keyakinannya, yaitu sama-sama MENGAKUI dan MENGAJARKAN kepada siapa saja yang
intinya BAHWA ALLAH ITU ADA (ANA).
Oleh karena di jaman itu,
pikiran manusia itu belum berkembang dan belum berpikiran maju seperti sekarang
ini, sehingga smua ajaran para NABI tersebut juga hanya diterima apa adanya,
dan sedemikian itu berlangsung hingga turun ke anak cucunya meyakini atau
menyebut bahwa Adanya Tuhan itu berdasar dari “KATANYA” ayah dan ibunya, tanpa
dimaknai bahwa siapakah yang disebut ALLAH itu, apakah DZAT apakah SIFAT atau
kah DAYA. Oleh karena tetap masih ada yang kebingungan, sehingga memunculkan
keyakinan, bahwa ALLAH itu hanya kumpulan dari BUMI, MATAHARI, HAWA dan AIR (4
anasir pokok), namun juga ada yang menyebut bahwa 4 anasir itu hanya SIFAT-Nya
saja (8). Demikian
seterusnya hingga sampai penelaran sekaran ini, adanya hanya menerima pendapat
yang “SEPERTI ITU’ saja.
Oleh karena itu, sehingga
sangat cocok dengan Firman ALLAH seperti yang tersebut di dalam AL-Quran Surat
Al-Isra’ ayat 15 seperti yang sudah disebut kan sebelumnya, Semua keyakinan itu
BENAR dan SALAHNYA hanya berada di diri manusia masing-masing, orang lain TIDAK
BISA IKUT-IKUT.
BAB. II
SIFAT DUA PULUH
Oleh karena manusia itu dicipta
dengan derajat luhur dan memiliki kelengkapan hidup yang lengkap, baik yang
Halus maupun yang kasar, dan juga kelengkapan indranya dan sabagianya, shingga
para Ulama Besar pada jalan dahulu berpendapat bahwa Asma ALLAH itu sebenarnya
hanya SEBUTAN (menyebutkan adanya Dzat yang bisa menciptakan), yang sebagaian
besar dalam penyebutannya dihubungkan dengan Sifat—sifat yang ada dalam diri
manusia itu sendiri (“)
yang berbeda dengan meahluk yang lainnya, seperti belatung, cacing, hewan
melata, walau pun gajah sekalipun kelengkapannya tidak lengkap seperti yang ada
pada manusia. Akan tetapi kehidupan mahluk-mahluk selain manusia itu hanya
sesuai dengan Kodratnya masing-masing, maksudnya, bisa berjalan, bisa merasakan
sakit, bisa melihat, namun tidak bisa mempergunakan AKAL dan PIKIRANNYA yang
artinya bahwa, HIDUPNYA KURANG SEMPURNA.
Mendasari hal yang demikian,
sehingga manusia yang ahli mempunyai pendapat bahw Tuhan itu mempunyai sifat
yang sempurna serta tidak bisa berubah-ubah, yang artinya BAHWA TUHAN ITU TIDAK
KEKURANGAN SIFAT-SIFAT SEPERTI YANG TERGELAR, ini, karena semua yang ada baik yang halus maupun yang kasar itu semua
adalah TUHAN-lah yang menciptakan (“) Walau pun para Ulama sudah sedemikian pendapatnya, namun tetap
TIDAK BISA BERTEMU dengan ALLAH (“) Sihingga dalam bahasa WIRID Tuhan itu disebut dengan
sebutan LAYU KAYAFU yang YANG TIDAK
TERBAYANGKAN, dikarenakan bahwa para Ulama juga sama-sama Kebingungan, yang
pada akhirnya bisa menyebut dengan sebutan TUHAN YANG MAHA AGUNG yang bisa
menciptakan SEMUA YANG TERGELAR.
Turunnya Kitab-Kitab Sucii yang
dibawa oleh para Nabi menyebutkan Asma
Tuhan, serta para Nabi itu tujuannya hanya satu yaitu : “MENG-ESAKAN TUHAN,
yang pengertiaannya : MENGUASAI SEMUA YANG TERGELAR”.
Sekarang menguraikan tentang
SIFAT DUA PULUH, sebabai berikut :
Bismillahirrahmaanirrahiimi.
(Atas ASMA ALLAH) (Sebagai dasar pokok untuk segala hal itu diawali dengan NAMA
TUHAN. Bukan dengan yang lainnya,
Penerjemah). Terlebih dahulu dinukil dari serat WIRID HIDAYAT JATI,
sebuah Serat peninggalan R. Ng. Ranggawarsita
(Seorang Pujangga Tanah Jawa. Pen).
Sebelum adanya segalal sesuatu,
yang pertama ada adalah ALLAH, yang berada di dalam NUKAT GAIB, yang bergelar
KUN, yaitu DZAT yang sebenarnya. Nukat itu artinya BIJI. Gaib itu artinya
Rahasia, sehingga NUKAT GAIB adalah BIJI yang RAHASIA, yang disebut NUR
MUHAMMAD, yaitu CAHAYA yang sangat BERCAHAYA tanpa ada bayangan, yang disebut
juga SEIFAT SEJATI, ----- KUN kemudian FAYAKUN.
KUN artinya Perkataan ALLAH,
sekali berkata untuk selama-lamanya, yaitu Asma sejati yang sebenarnya. FAYAKUN
arti JADI, tergelar selamanya, yaitu AF”AL yang sejati, yang sebenarnya. (Nama
sebagai dasar, Kun sebagai dasar, kunci dasar pembuka rahasia bagi yang
mempercayainya, itu berlaku kekal selamanya. Pen).
Semua itu BIJI, dari asal mula
dari segala yang ada yang disebut ANASIR SEJATI. Sehingga ALLAH itu MENGUSASAI
atau memiliki (“)
yaitu menjadi empat ANASIR, yaitu DZAT, SIFAT, ASMA, dan AF”AL.
Jika salah dalam memahaminya,
maka penjelasan di atas yang mengatakan “berada di Nukat Gaib” tentu akan
menimbulkan pengertian bahwa Allah itu bertempat pada TEMPAT. Siapapun juga
pasti akan membayang-bayangkan, bahwa Allah itu ada Rupa-Nya. Hal seperti itu
sangatlah SALAH, karena dasar dari “LAYU KAYAFU (Yang tidak terbayangkan) (6) itu (“) : bermakna : Tidak
bakalan ada yang bisa menyamai-Nya. Penjelasannya : Semua yang tergelar ini
adalah CIPTAANNYA, yang “baru dan terlihat” itulah yang bisa di temukan.
Almarhum Kyai Agus Salim,
pernah mengatakan bahwa dasar dari Agama Islam itu terlebih dahulu harus PAHAM
kepada ASMA ALLAH (Sebagi pijakan untuk mendalami yang selanjutnya. Pen). Yang
selanjutnya bahwa : Segala yang tergelar ini MOKAL jika tidak ada yang
MEMBUATNYA, karena sang PEMBUAT itu WAJIB ada-Nya, yang di dalam dalil disebut
: MOKAL dan WAJIB. Oleh karena itu sesungguhnya manusia hanya tinggal MENEMUKAN
dan keadaanya adalah TETAP (tidak berubah).
Kata MILIK atau JADI (“) itu dalam bahasa
WIRID, tidak terpisah, maksudnya : SAMA, karena bersumber dari TUHAN. Wirid
Hidayata Jati yang tersebut di atas, yang akan dijelaskan hanya 4 Anasir saja,
karena bab yang lainnya akan ditemukan di bacaan belakang-belakang. Penjelasan
tentang 4 anasir itu menurut yang dikatakan dalam ajaran Agama, sebagaimana
berikut :
1). DZAT
adalah Dzat Tuhan yang tidak terlihat (9), namun menguasai semua yang tergelar dan yang
MEMBUAT segala yang bisa ditemukan oleh mahluk. Sedangkan sebagai bukti dari
kata-kata Tidak bisa terbayangkan, penjelasannya akan bisa ditemukan di
belakang (I) (a). Bila ada sebuah keyakinan yang menceritakan bahwa ada orang
yang bisa bertemu berhadap-hadapan dengan ALLAH itu karena lupa kepada pedoman
LAYU KAYAFU.
2). SIFAT,
itu maksudnya dalah sebutan setelah adanya DZAT, artinya : Dari kekuasaan Dzat
Tuhan, yaitu Dzat yang bisa Mencipta apa saja. Yang kemudian mempunyai SIFAT,
atau Sifat itu adalah semua yang tergelar ini.
Jika penjelasannya didbalik,
maka DZAT yang menciptakan segala yang tergelar, itu mempunyai SIFAT. Contoh :
Bulat itu, buka ditujukan kepada bendanya, namun kepada BENTUKNYA, sehingga
barang dan bentuk itulah yang disebut SIFAT, artinya, kasar, halus, terlihat
mata atau gaib sekali pun jika masih bisa dibayangkan tentu mempunyai sifat.
Untuk lebih mudahnya : Sifat itu aalah keadaan yang bisa dirasakan dengan cara
dilihat atau disentuh, contohnya : Empuk, keras dan sebagainya. Semua itu
sebagai dasar untuk dijadikan pedoman.
Sedangkan Sifat Tuhan itu,
berjuta-juta jenisnya seperti yang termuat di dalam Kitab Al-Qur’an yang menyebutkan
Ke-Mahakuasaan-Nya (Perbuatan-Nya, Keagungan-Nya, Kekuasaan-Nya dan
sebagainya). Sekedar contoh saja : Bisa menidurkan, bisa membangunkan, bisa
menumbuhkan biji dan sebagainya.
Oleh karena sifat-sifat yang
demikian itu juga terdapat pada manusia, sehingga para Ulama jaman dahulu
sepakat bahwa Sifat Dzat yang Wajib adanya itu juga berada (menguasai) manusia
yang jumlahnya 20 dan 20 + 1 = 41. Untuk lebih jelasnya : Tuhan itu mempunyai
sifat Wajib 20 (yang tidak bisa berubah), dan 20 lagi yang Mokal dan ditambah
1, yaitu sifat WENANG.
Jika dipikir dengan jernih,
sifat 20 itu juga berada pada manusia, sehingga disebut sempurna, karena hanya
manusia yang bisa menyebutkan bahwa Tuhan mempunyai sifat 20. Hal itu
dikarenakan bahwa manusia itu terpengaruh oleh sifat 20 itu, contohnya :
melihat, mendengar, hidup (“)
dan sebagainya. Seperti yang terdapat di dalam Sifat Tuhan itu sendiri, seperti
yang tersebut di bawah ini :
Sifat Wajib
|
Tulisan Arab
|
Maksud
|
Sifat
|
Wujud - 1
|
ﻭﺟﻮﺩ
|
Ada
|
Nafsiah
|
Qidam -2
|
ﻗﺪﻡ
|
Terdahulu
|
Salbiah
|
Baqa -3
|
ﺑﻘﺎﺀ
|
Kekal
|
Salbiah
|
Mukhalafatuhu lilhawadis -4
|
ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ
ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ
|
Berbeda dengan
makhluk-Nya
|
Salbiah
|
Qiyamuhu binafsih – 5
|
ﻗﻴﺎﻣﻪ
ﺑﻨﻔﺴﻪ
|
Berdiri sendiri
|
Salbiah
|
Wahdaniyat – 6
|
ﻭﺣﺪﺍﻧﻴﺔ
|
Esa (satu)
|
Salbiah
|
Qudrat – 7
|
ﻗﺪﺭﺓ
|
Kuasa
|
Ma'ani
|
Iradat – 8
|
ﺇﺭﺍﺩﺓ
|
Berkehendak
(berkemauan)
|
Ma'ani
|
Ilmu – 9
|
ﻋﻠﻢ
|
Mengetahui
|
Ma'ani
|
Hayat – 10
|
ﺣﻴﺎﺓ
|
Hidup
|
Ma'ani
|
Sam'un – 11
|
ﺳﻤﻊ
|
Mendengar
|
Ma'ani
|
Basar – 12
|
ﺑﺼﺮ
|
Melihat
|
Ma'ani
|
Kalam – 13
|
ﻛﻼ
ﻡ
|
Berbicara
|
Ma'ani
|
Kaunuhu qaadiran – 14
|
ﻛﻮﻧﻪ
ﻗﺎﺩﺭﺍ
|
Keadaan-Nya yang
berkuasa
|
Ma'nawiyah
|
Kaunuhu muriidan - 15
|
ﻛﻮﻧﻪ
ﻣﺮﻳﺪﺍ
|
Keadaan-Nya yang
berkehendak menentukan
|
Ma'nawiyah
|
Kaunuhu 'aliman – 16
|
ﻛﻮﻧﻪ
ﻋﺎﻟﻤﺎ
|
Keadaan-Nya yang
mengetahui
|
Ma'nawiyah
|
Kaunuhu hayyan – 17
|
ﻛﻮﻧﻪ
ﺣﻴﺎ
|
Keadaan-Nya yang
hidup
|
Ma'nawiyah
|
Kaunuhu sami'an – 18
|
ﻛﻮﻧﻪ
ﺳﻤﻴﻌﺎ
|
Keadaan-Nya yang
mendengar
|
Ma'nawiyah
|
Kaunuhu bashiiran – 19
|
ﻛﻮﻧﻪ
ﺑﺼﻴﺭﺍ
|
Keadaan-Nya yang
melihat
|
Ma'nawiyah
|
Kaunuhu mutakalliman – 20
|
ﻛﻮﻧﻪ
ﻣﺘﻜﻠﻤﺎ
|
Keadaan-Nya yang
berbicara
|
Ma'nawiyah
|
Sedangkan sifat-sifat yang
lainnya untuk Memuji Tuhan adalah sangat banyak ragamnya, tergantung dari
bahasanya masing-masing. Bagi orang Jawa, sifat memuji di antaranya : Gusti
Ingakang Maha Wicaksana (Tuhan Yang Maha Bijaksana), Ingakang Maha Agung (Yang
Maha Agung), Ingkang Maha Asil (Yang Maha Adil) dan sebagainya.
Menurut yang diuraikan di dalam
Usulluddin, 20 sifat itu diringkas lagi menjadi 4 (lihatlah sifat angak 1
hingga 20 di atas), yaitu :
1.
Sifat
angka 1 disebut NAFSIYAH, yang yang digunakan sebagai BADAN.
2.
Sifat
angka 1 hingga 6, disebut SALBIYAH, yaitu yang YANG MENIADAKAN (adalah
berlawanan dengan sifat pada angka 1 hingga 20), sehingga tidak menumbuhkan
sifat MOKAL, sehingga Kekal penggunaanya.
3.
Sifat
angka 7 hingga 13 disebut MA”ANI, artinya yang MENEMPATI, sifat Nafsisyah yang sudah disebut di depan karena
terpengaruh oleh sifat-sifat angka 7 hingga 13. Jika disamakan dengan perbuatan
badan manusia itu bisa betepuk tangan, karena dalam kenyataanya bisa berbicara,
mendengar, berpikir dan sebagainya.
4.
Sifat
angka 14 hingga 20, disebut MAKNAWIYAH, yaitu yang ketempatan sifat MA’ANI,
Keterangan : Sifat-sifat yang bisa melakukan (Kuasa, Memiliki, Berkehendak,
Memiliki Ilmu dan sebagainya), itu terdapat pada sifat nomor 7 hingga 13,
itulah yang berada juga, di badan manusia sehingga sehingga bisa bergerak dan
berfikir dan sebagainya. Sedangkan yang pada sifat nomor 14 hingga 20, Untuk
lebih jelasnya : Dzat Tuhan bisa menciptakan SEKEHENDAKNYA yang ada pada ADANYA
(Ujud) manusia dan sebagainya, yaitu yang disebut NAFSIYAH. Sedangkan perbuatan
manusia itu disebabkan karena ketempatan sifat-sifat dua puluh. Sehingga gerak
dari sifat MA”ANI itu, bagi manusia dikarenakan mengisi sifat-sifat nomor 14
hingga 20. Tanda buktinya : Sifat Kuasa (Qudrat)adalah bersifat tetap, yaitu
tetap berkuasa.
Bagi manusia, bisa kuasa itu
hanya karena AKIBAT dari pengaaruh
kekuasaan Yang Maha Kuasa (ALLAH). Contohnya : Salah satu sifat dari Dzat,
umpamanya nomor 18 (Sami’an = mendengar) itu ada di Telinga. Sehingga ketika
Telinga bisa mendengar karena mengandung sifat SAMA”. Sedangkan untuk menjadi
sifat MAKNAWIYAH karena ketempatan sifat MA”ANI. Untuk jelasnya : Berfungsinya
sifat mendengar itu kemudian digunakan untuk mendengarkan itu setetelah bersifat Ujud (Ada dan
terlihat), yaitu yang berbentuk Telinga yang diiliki oleh manusia.
Qur’an di dalam keseluruhannya
tidak menerangkan yang demikian, yang diterangkan hanya Sifatnya saja.
Sedangkan di dalam Serat Primbon Wirid Hidayat Jati, disebutkan demikian
“Jangan menjadikan ragu di dalam pikiran, Allah itu ketika mendengar
“Mempergunakan” telinga manusia>”
Hal itu, jika sampai salah
dalam memahaminya, bisa mengakibatkan lupa dan sembarangan, dikira bahwa Allah
berada di dalam manusia. Yang sebenarnya, bahwa manusisa itu hanya menggunakan
Hakikat dari sifat-sifat Allah. Walai pun tidak bertempat di Telinga Tuhan itu
TETAP bisa MENDENGAR, karena hanay DIA yang MEMILIKI semua sifat tersebut.
Sehingga MEMBACA HIDAYAT JATI, itu haru menggunakapan PENALARAN , karena Buku
itu merupakan Induk yang harus di jabarkan maknanya. Hidayat itu tidak salah,
hanya yang membacanya lah yang harus menelaahnya. Jika membaca sifat-sifat
seperti di atas, dengan berulang-ulang, akan bisa mendapatkan rasa tenteram dan
terang, karena pengaruhnya bisa merasa terbuka mata hatinya, seperti perintah
Tuhan di dalam Qur’an XIII (Al-Ra’du) ayat 28, sebagai berikut : Orang-orang yang beriman itu senang
hatinya karena selalu ingat kepada Tuhan. Ketahuilah, bahwa oleh karena selalu
ingat kepada Tuhan itu, manusia akan mendapatkan senang di hatinya.” (2a) Penjelasan bisa
ditemukan di bab Adanya Jim dan Syaithan.
Di dalam semua Wirid-wirid,
sifat 20 itu kemudian diulas lagi, dengan uraian-uraian, sebagai berikut :
A.
Sifat
nomor 1 disebut sifat Jalal, artinya Maha Agung. Sedangkan yang Agung itu
adalah Dzat-Nya yang mengusai (3a) segala yang ada.
B.
Sifat
Nomor 2,3,4,5, : Disebut sifat Jamal, artinya Maha Indah, yang Indah itu adalah
Sifat-Nya, karena tida ada sesuatu pun yang menyamainya, bukan laki-laki, bukan
perempuan, bukan banci, tidak beranak, tidak berayah atau Lamyulad wa lam yalid
(Tidak bisa terbayangkan, Tidak Terlihat).
C.
Sifat
nomor 11.12.13, dan sifat dan nomor 18,19, disebut SIFAT KAMAL, artinya : MAHA
SEMPURNA. Yang Maha Sempurna itu Af’al-nya (Perbuatannya, yaitu menggelar
segala keadaan tanpa ada cacatnya, karena tidak ada ciptaan yang tidak
mengherankan).
D.
Sifat
nomor 6,7,8,9,10, dan nomor 14,15,16,17, disebut sifat KAHAR, artinya : MAHA
KUASa. Yang Maha kuasa itu Asma-Nya, karena menguasai segala keadaan tanpa
pilih kasih. Apappun itu, pasti ,patuh
kepada keadaan sebutannya dengan Pengertiannya, walau pun itu Jim dan
lain-lainnya. Oleh karena maka ALLAH itu disebut SUCI, Hidup. Benar dan
sebagainya. Sehingga, siapa saja yang masih Hidup tentu akan bisa menyebut ASMA
TUHAN dengan caranya masing-masing.
3). ASMA, itu
adalah sebutan yang berasal dari manusia. Artinya : Manusia dalam menyebut
kepada Dzat Yang Wajib adanya, karena manusia itu mempunyai wewenang
Menolak/Memilih tentang Benar dan Salah, maksudnya : Menyebut Tuhan itu karena
terbawa dalam menyebutan badannya sendiri, karena badannya lah yang
kadang-kadang menyebutkan yang seperti itu, dan juga bahwa manusia itu
mempunyai pilihan : Penguasa yang tertinggi itulah yang bernama ALLAH. Manusia
dalam menafsirinya : Penguasa/Yang disembah yang tidak TERLIHAT. Oleh karena
pada hakikatnya memneri pengaruh kepada manusia, maka sebutan-Nya juga
bermacam-macam, sesudai dengan pemahamannya masing-masing.
Penjelasannya : Sebutan bagi
tiap diri manusia menyebutkan bahwa ALLAH itu ada. Hidayat Jati menerangkan,
bawa Asma itu adalah Sebutan, menyebutkan PRIBADINYA. Sedangkan yang disebut
PRIBADI adalah ujud manusia yang sempurna serta TERPENGARUH oleh DZAT Tuhan
itu.
Untuk lebih mudahnya : Ada
kata-kata Allah-ku, Allah-mu, Allah-nya dan sebagainya, itu sebenarnya hanya
MENGAKU (mengkaui bahwa ada Dzat), saja, sehingga terserah diri masing-masing
dalam menyebutkannya.
Tuhan itu, menguasai seluruh
yang tergelar atau semua Sifat, dalam Dalil diterangkan :
Qur’an XXV ayat 54 (As-Syura) :
“Ketahuilah, jika meraka
ragu-ragu untuk mengetahui Ingsun, dan ketahuilah, bahwa Allah itu mempengaruhi
segalanya (Apa saja).”
Oleh karena Dzat-nya
mempengaruhi semua yang tergelar ini, sehingga menimbulkan pengaruh pula kepada
manusia sehingga manusia mengakui bahwa DIA itu menguasai, artinya : Tidak di
luar tidak di dalam, contohnya Daun Sirih : Mulai dari akar hingga batang,
semua daunnya dan bunganya, rasa dan baunya sama. Yang demikian itu, Sebagai
gambaran bila Dzat Tuhan itu, bisa disebut RASA dari SIRIH. Yang terpengeruh
itu (Sirih) tentunya akan kesulitan untuk menyentuh atau menunjuk, sehinga
dkatakan dengan sebutan “Tidak di luar tidak di dalam).
4). AF”AL : Artinya
: Perbuatan, yaitu Perbuatan ALLAH (Lihat nomor 3 di dalam kurung). Anasir yang
nomor 4, perbuatannya memang demikian.
Oleh karena berbuat, sehingga
semua ciptaan yang berupa apa pun (Atom, zat-zat, Gaib-gaib, syetan, Malaikat
dan juga manusia pun), semuanya terpengaruh oleh Dzat-Nya. Sehingga seluruh
yang tergelar ini tidak akan mengalami berubahan dan akan tetap selamanya atas
sifat (sekali lagi sifat. Pen). Perbuatannya. Namun perbuatan Dzat yang Wajib
adanya itu, bersifat TERTIB, TERATUR, dan TENTERAM, ADIL< SUCI< Tidak
pilih kasih. Artinya “ BENAR, tidak bisa berubah dari Maha Kuasanya.
Jika ingin membuktikan sesuai
ukuran tiap harinya, contohnya : Ada seseorang yang membuat mainan dari logam,
diberi pir, alat pemutar, minyak bahan bakar dan Coda. Dalam memainkannya
dengan cara diputar, kemudian bisa berjalan,
Bergerak dan berjalannya itulah sesungguhnya gerak perbuatan dari yang
membuatnya, karena untuk bisa membuat agar bisa berjalan “Barang-barang”
tersebut memang sudah dirancang atau memang pintar. Kepandaian yang di ujudkan
itu tadi,Hakikatnya adalah sama dengan zat nya. Oleh karena Tuhan Itu Maha
CERDAS, dan sebagainya yang sangat banyaknya, sehingga apa pun yang
dikehendaki-Nya pasti terwujud, sehingga tentunya juga pasti berbuat.
Contoh yang lagi atas tanda
saksi Perbuatan DZAT Yang Wajib Adanya, adalah : Sejak jaman dahulu hingga
sekarang ini, yang lama waktunya ber-milyard tahun. Bumi, Matahari, Rembulan,
Bintang, Hawa, Air, Panas dan sebagainya, itu semua tetap sama perbuatannya dan
tanpa mengalami perubahan, karena semuanya terpengaruh Daya tolak-menolak, tarik menarik, memberi
dan menerima, dan tetap berputar hingga menimbulkan adanya Hukum-hukum alam
yang tertib, seperti : Siang, malam, pagi sore, jam, waktu, panas dan dingin
dan lain sebagainya. Manusia tidak bakalan bisa mengukur seberasa besar
Kekuasaan DZAT itu.
Oleh karena sangat Tertib dan
teraturnya itu tadi, kemudian tumbuh arah kepada SATU, tidak ada perselisihan;
untuk manusia dalam tiap harinya bagaikan telah saling bahu-membahau, bantu
membantu bertukar kebutuhan. Contohnya, sebagai berikut :
a.
Di
sebuah hutan ada rumah lebah madu. Madu itu adalah kesukaan dari kupu-kupu dan
lebah.
b.
Oleh
karena madu itu bisa digunakan untuk obat, sehingga manusia juga
membutuhkannya. Oleh karena membutuhkannya sehingga mencarinya di hutan.
c.
Hutan
yang banyak tumbuh bunganya itu, menjadi sumber perebutan oleh manusia, dan
juga oleh kupu-kupu dan lebah yang menghisap madu.
d.
Atas
keadilan DZAT, yang Wajin adanya (ALLAH), agar kupu-kupu itu tetap lestari dari
ulah manusia dan lebah, bulunya diciptakan sejenis (sesuai) dengan rupa bunga.
Sehingga lebah dan manusia tidak bisa membedakan mana kupu mana bunga, karena
warna sayap kupu sesuai dengan warna bunga.
Lama-lama. Manusia mengumpulkan
rumah lebah, dengan cara dibuatkan Glodog nama dari rumah lebah buatan manusia
yang terbuat dari kayu. Sedangkan dalam mencari kayu untuk dibuat glodog tentu
menggunakan alat kampak yang terbuat dari besi. Sedangkan besi itu diambil dari
pabrik besi yang kadang dari luar negeri. Sebelum sampai ke Tanah Jawa naik
kapal terlebih dahulu yang dibuat oleh banyak orang.
Ketika proses pembuatan kapak
itu, ada juga yang sakit, yang kemudian pergi ke dokter. Dokter itu berasal
dari Sekolah terlebih dahulu.
Sekolah itu yang membuat adalah
Pemerintah, begitulah seterusnya, bahwa kebutuhan hidup itu tidak meleset dari
KEBUTUHAN dari orang sesuai kebutuhannya masing-masing. Sehingga sebagai
manusia hidup itu pasti karena SEBAB yang SATU, yaitu HAKIKAT dati DZAT, yang
Maha Menguasai. Jika dihayati dengan sungguh-sungguh, Tata ketenteraman perbuatan
DZAT Tuhan itu, tertata dan tertuju kepada yang SATU, yang bisa sebagai sumber
kehidupan yang BENAR dan SELMAT.
Sekarang, apakah buktinya bahwa
manusia itu “ketempatan” oleh DZAT-nya? Kata ketempatan itu, jika kurang
memahaminya, kadang-kala bisa menimbulkan salah dalam memahaminya, dikiranya
bahwa manusia itu SAMA dengan ALLAH. Di depan telah dijelskan, bahwa ALLAH adalah
mempunyai sifat WAJIB 20. Sifat Mokal 20 dan sifat Wenang 1, Sehingga manusia
tidak ketempatan sifat Wenang, karena sifat wenang itu sebenarnya : Yang berisat Wenang itu adalah
yang berwenang untuk menciptakan apa saja dan tidak menciptakan apa saja.
Sedangkan sifat 20 itu, bagi
manusia, perinciannya adalah sebagai berikut :
1. Wujud :
(ADA), maksudnya adalah : Hakikat dari DZAT Yang Tidak Terbayangkan itu,
setelah menciptakan tanda bukti, yang berupa yang tergelar ini (Bintang, Bumi,
Matahari, Rembulan dan juga seluruh mahluk lainnya), yang sebagai tanda saksi
bagi manusia yang dicipta paling sempurna, agar tidak ada keraguan lagi dalam
menyebtunya, bahwa DZAT yang tidak terlihat itu Wajib Adanya.
Penjelasannya, sebagai berikut
: Orang bisa mengatakan ADA (Wujud) itu karena DICIPTAKAN, yaitu yang berupa
badan kasar, yang hanya tinggal Memakai saja. Sehingga Kitab Usuluddin
menyebutkan bahwa Nomor 1 itu tadi, adalah untuk badan (Boddy-nya). Oleh karena
ada Badan itulah, sehingga manusia bisa bergerak dan berpikir dan sebagainya.
Dan sebaliknya : “Tidak ada” yaitu “Mati”, itu adalah sudah tidak bisa
menyebutkan apa-apa lagi.
2. Qidam
(Pertama dan tidak ada yang mendahului-Nya), maksudnya adalah : Bahwa
Sifat-sifat Tuhan, tidak bisa terkalahkan dan tidak ada yang mendahului
ada-Nya. Artinya : Jika ada sifat yang “mendahului” itu sudah jelas bukan Tuhan.
Karena jika Tuhan itu ada yang mendahului , keberasaanya sama saja dengan :
Alaah itu ada lebih dari satu, Akibatnya : Allah Nomor 1, Allah Nomor 2, tentu
akan terjadi perebutan Penguasa yaitu saling berebut posisi dalam kewenangannya
(Saling bersaing- berebut keunggulan), yang akibatnya maka Dunia ini akan
saling berbenturan atau manusia akan membantah akan adanya Tuhan.
Sifat “Qadim” itu menjadi
Penguat Keyakinan, bahwa Allah itu hanya SATU, tidak lebih.
3. Baqa,
(Kekal), artinya, tidak akan pernah berubah. Tergelarnya alam dunia yang
berasal dari kehendaknya itu, tetap berujud yang disebut Langgeng. Sedangkan
bila hilang atau tidak ada, itu bisa saja bahwa manusianya-lah yang tidak
menemukannya, Ada nama pasti ada barangnya. Kecuali Asma Allah yang tidak bisa
dan tidak boleh di samakan. Artinya : Sifat Kekal itu untuk bisa disebutkan,
karena menusia itu ketempatan hidup yang bisa bergerak-gerak. Sedangkan kata
yang kadang digunakan “Tidak Kekal” umpamanya, itu yang mengatakan hanyalah
manusia yang masih hidup.
Ukuran Tuhan yang bisa
dirasakan, Kekal itu adalah sifat Allah sendiri, yang nomor 1 hingga nomor 20
tidak akan berubah. Disebut nama dari sifat “PENGUAT”.
Bukti untuk ukuran manusia itu
adalah : Lidah itu tiak akan bisa merasakan sepet atau manis yang ada di buah
Sawo, jika tidak memakannya untuk merasakannya. Sehingga rasa manis/sepet itu
untuk bisa diketahui karena dirasakan, namun karena rasa manis/sepet yang ada di
dalam busah sawo itu bersifat langgeng, walau pun tidak dimakan juga “Tetap”
adanya. Sehingga inti-inti dari langeng kekal itu berada pada manusia
hidup yang bergerak-gerak itu. Kekal bagi
buah sawo karena TETAP ketempatan Manis dan seet. Penjelasannya : Batas Kekal
itu ada i “HIDUP” yang berada pada sebelum “MATI”. Sehinga adanya manis, sakit,
senang, dingin, nikmat, sedih, dan sebagainya, itu yang mendapati adalah “MANUSIA
HIDUP”. Jika demikian, berkali-kali yang ketempatan Kekal bagi ukuran dunia itu
adalah manusia hidup. Walau pun manusianya sudah mati “Sifat langgeng” itu
tetap akan disebut oleh para tetangganya yang belum meninggal dunia.
4. Muhalafah liil Khawaditsi :
Berbeda dengan makhluk, artinya : Sifat-sifat Tuhan itu tidak bisa ditandingi
oleh apa pun juga, karena kenyataannya semua yang ada adalah Ciptaan-Nya.
Ukuran bagi manusia kata “Berbeda dengan makhluk” itu sebenarnya : Tiap
masing-masing makhluk sudah “Menggunakan” ujudnya. Contohnya : manusia yang
terlahir menjadi hal yang baru yang bisa terkena perubahan (2a) naun karena bernama
manusia di dunia manapun keadaanya tetap sama, mempunyai kaki, mata, telinga
dan sebagainya.
Sedang kata “berbeda dengan
makhluk yang baru itu : Bahwa manusia itu pasti berbeda dengan yang bernama
SAPI, walau pun sama-sama hidup.
Sapi itu, di manapun juga sama
ujudnya :
a. 10 ribu manusia, sifatnya
sama.
b. 10 ribu manusia sifatnya
sama
Allah itu, ketika menciptakan
makhluk antara satu dengan lainnya pasti beda. Sehingga kata “BEDA” ada pada “Kehendak
Tuhan”. Atau Sifat dari Allah itu sendiri! Segala jenis makhluk yang jumlahnya
berjuta-juta dari golongan manusia,
hewan melata, hewan terbang, tumbuhan dan sebagainya. MAHA Pintar-Nya TUHAN,
terbukti ketika bisa menciptakan masing-masing jenis makhluk pasti beda dengan
yang baru dilahirkan. Itu dikarena ketika bisa membedakan itu. Sehingga Maha
Tahunya Tuhan itu menurut KEHENDAKNYA, disebut “Berbeda dengan yang baru”, maksudnya “
Menciptakan sapi, sudah selesai, kemudian ada lagi yang keluar (tercipta)
berupa bunga, kayu, batu, lalat, katak dan sebagainya.
Sehingga di dunia penuh dengan
makhuk yang mengherankan, karena antara satu dengan yang lainnya semuanya berbeda.
Maksudnya : Lalat, Lebah, bunga, pepohonan, manusia dan sebagainya itu,
semuanya adalah sesuatu yang baru yang “beda” dengan makhluk yang datang
kemudian, yang menyusulnya. Semua itu menjadi SAKSI bahwa TUHAN itu ketika
menciptakan makhluk menurut sekehendaknya.
5. Qiyamu bi nafsihi :
(Berdiri sendiri – Bangun dengan Kehendaknya Sendiri). Kta-kata itu, dlam
setiap harinya bisa dilihat buktinya. Contohnya : Terlelap tidur, bangun
sendiri, hal ini bisa terjadi pada setiap makhluk. Untuk ukuran yang bisa
dijadikan bukti lagi yaitu bab BIJI, yang bisa tumbuh sendiri tidak dengan
jalan ditarik sedikit demi sedikit.
Sehigga bergeraknya semua yang
bsia bergerak adalah karena ketempatan sifat Qiyamu bi nafsihi itu tadi. Contoh
lainnya : Atom, Neutron, Positron, elektron dan sebagainya, semuanya itu bisa
bergerak (3) tidak
karena sebab apa-apa, kanya akerana “Ketempatan” sifat “Bangun dengan sendiri”.
Artinya : bergeraknya denganc ara otomatis.
Di dalam ilmu kehehatan dan
ilmu tumbuhan dijelaskan, bahwa Plasma Darah adalah selalu tetap berjalan
dengan sendirinya, karena mendapatkan daya dari adanya panas? Namun bila
plasma-plasma itu masih bisa terbagi-bagi lagi hingga menjadi bagian yang kecil-kecil,
walau pun tidak terkena panas atau menempel di bandan, tetap masih bisa
bergerak sendiri. Hal ini sudah diakui
oleh para Sarjana dan menyebutnya dengan sebutan bahwa Plasma itu Hidup.
Contoh lagi yang jarang
diketahui, yaitu “Air Mani” jika dilihat menggunakan Mikroskop super, maka akan
bisa dilihat bahwa bisa bergerak maju dalam tiap jamnyasejauh 6 mm. Sehingga
pokok penjelasan : Sifat Qiyamu bi nafsihi adalah salah satu sifat Allah yang
menguasai seluruh makhluknya yang bergerak.
6. Wahdaniyat : (Esa,
Hanya Satu) kata hanya satu itu mudah diterima, karena semua yang hanya satu
bukan dua atau tiga atau lebih. Dalam hal pemahaman, hanya satu itu untuk
meyakinkan keyakinan kepada adanya Tuhan.
Menurut ukuran bagi manusia
yang hanya satu itu Pokok akhir dari Dzat, dikarenakan oleh sebab bahwa hidup
itu berasal dari Dzat yang hanya satu, sehingga segala tujuan menjadi benar,
artinya : Mematuhi perintah Tuhan itu sebenarnya adalah menuju kepada yang
hanya satu. Intinya : Hanya satu (Satu) menunjukan kepada dzat manusia
sempurna, yang berasal dari Dzat yang hanya satu, sehingga bukan berasal dari
dzat yang lain-lainnya kecuali hanya berasal dari Dzat yang mempunyaim sifat 20
iut tadi. Keterangannya : Sifat-sifat yang menjadi milik manusia itu : Hanya
satu. Atau kata Hanya satu itu sebagai penguat bagi adanya sifat yang lainnya.
Karena sifat 20 itu sebenarnya terikat menjadi satu namun gerkanya saja yang
sendiri-sendiri. Sehingga sifat Nomor 2 hingga nomor 6 di atas, disebut “SIFAT
YANG TIDAK ADA MOKALNYA” (perlawanannya = Salbiyah.
7. Qudrat
(Kuasa). Keterangannya : Kodrat atau kuasa itu, contoh sebagai berikut : Orang
yang duduk di bangku tiba-tiba berkeinginan untuk bangkit, seketika langsung
berdiri,. Dalam melakukan tindakan langsung berdiri itu, karena manusia
mempunyai sifat kuasa memerintah dirinya sendir. Kuasa untuk ukuran yang lain,
umpamanya : AIR kuasanya mengalir ke bawah dan bisa rata (sama rata). Kekuasaan
manusia itu bisa memerintah, menolak, memilih dan sebagainya. Sehingga kuasa
(kodrat) itu, bsia terlihat pada yang terjadi di alam yang tergelar (Matahari
panas, angin dingin dan sejuk, batu keras, atoon plus/minus bisa menjadi
listrik dan sebagainya) Dari sifat Kuasa itulah yang bisa memunculkan
hukum-hukum alam yang teratur, tidak bisa berlawanan dan berbenturan.
Kodrat
itu sudah diberikan kepada manusia, sehingga tinggal mempergunakan saja
(Manusia diberi kekuasan bisa). Oleh karena pengaruh kodrat itu sangat luasnya, sehingga bagi kelengkapan-kelengkapan
di dalam diri manusia itu bisa disebut “Kinodrat” sudah dikodratkan demikian.
Seumpamanya mata, kodratnya terbuka, mulut kodratnya berbicara, telinga
kodratnya mendengarkan dan sebagainya. Oleh karena manusia itu sudah ketempatan
Kuasa (kodrat) yang bermacam-macam yang mempunyai tugas sendiri-sendiri,
sehingga jika tidak bisa mempergunakan kodrat itu tadi, maka disebut tidak
sempurna.
Sedangkan
kodrat (kausa) bagi Tuhan : Yang diciptakan semuanya, terbukti semuanya
mengherankan. Tertata serta mempunyai perbuatan sendiri-sendiri.
8. Iradat
(Berkehendak). Segala tindakan manusia hidup pasti didahului dengan kehendak
(Keinignan). Sehingga kehendak itu yang menguasai segala tindakan. Sedangkan
sifat Iradat bagi manusia hidup yang mokal itu : DIAM (tidak bertindak
apa-apa).
Bagi
Tuhan, Iradat (Kuasa)-nya tidak bisa kita ukur. Contohnya : Ada makhluk aneh
(menyimpang dari yang umum) itu karena sudah di kehendak-Nya (Iradatnya Tuhan)
ada manusia yang berkepala dua, karena sduah dikehendaki-Nya, dan sebagainya.
9. Ilmu (Pengetahuan). Manusia itu bias memiliki
pengertian karena ada Sifat Allah yang Nomor 9 di atas. Manusia bisa membaca,
karena amengerti dan terbuka pikirannya, yang pada mulanya telah berusaha agar
bisa menulis dan membaca. Yang akhirnya bisa mempunyai pengertian pada
pengetahuan dan ilmu.
Untuk
mendapatkan ilmu baru bsia terlaksana jika sudah terbuka penghalangnya yang
bernama Hijab.
Inti
uraian : Manusia itu seenarnya sudah diberi sangu ilmu oleh Tuhan, yaitu sifat
nomor 9 di atas. Yang menyebabkan Bodoh itu karena belum terbuka atau masih
tertutup oleh Khijab, sehingga benarlah petunjuk Tuhan di dalam Al-Qur’an
Surat4 ayat 126 (An-Nisa’) “Semua yang ada di langit dan di bumiitu milik
Tuhan, sedangkan ilmu menguasai satu demi satu).
Walau
pun demikian, manusia yang tidak tau apa-apa bukan dikarenakan bodoh, namun
hanya karena belum terbuka hijab penghalangnya.
Terbukanya hati bagi manusia di jaman dahulu menjadikan derajat Wali, Sarjana,
Pujangga, yang terbukanya hati menuju kepada Ilmu Tuhan yang sebenarnya.
Sedangkan pengetahuan yang lainnya hanya sebagai syarat hidup di kalangan
masyarkat. Sebenarnya, tiap manusia bisa berusaha agar bisa mencapainya.
10. Hayat
(Hidup). Yang didsebut hidup itu adalah semua makhluk yang bisa bergerak-gerak,
karena ketempatan sifat Nomor 10, yang tersebut di depan. Sedangkan sifat mokal
dari Hidup adalah : Mati.
Sifat
hidup bagi manusia adalah lebih sempurna dibanding makhluk yang lainnya. Tontoh
yang berhubungan dengan hidup itu tidak sulit, asal memahami : Apa saya yang
mengandung ssifat nomor 10 itu, walau pun sifat gaib, nyata, kasar atau pun
halus, pasti hidup, walau pun geraknya pelan atau tidak terlihat. Umpamanya :
Baksil itu, jika dilihat dengan mata biasa, tidak akan bisa terlihat dan
bergerak-gerak, namun jika menggunakan mikroskop maka akan terlihat jelas dan
bergerak-gerak. Itu sebagai bukti dari Dzat yang Wajib Adanya. Karena sifat
hidup itu ternyata menguasai seluruh alam raya ini, di mana pun berasa Dzat
yang hidup itu tetap bergerak. Intinya “Hidup” itu bukan Tuhan, namun hanya
salah satu sifatnya saja, dan pengaruhnya
sebenarnya menguasai semua yang bisa terlihat dan juga yang gaib.
Tentang hal ini ada sebuah contoh, yaitu yang berada di dalam tanah seperti
halnya Gundik indukan rayap.
Gundik
yang tugasnya hanya bertelur saja, itu bertempat dan terbungkus tanah dengan
rapat, tidak mendapatkan hawa. Namun begitu tetap bisa hidup itu bukti nyata,
bahwa Dzat Tuhan yang mempunyai sifat 20 itu menguasai seluruh tempat dan
keadaan.
Sehingga
sifat Hidup itu sebenarnya aktipiteit (Daya gerak) yang dimiliki oleh semua
makhluk. Sedangkan Hidup yang sempurna itu berada pada manusia, sehingga
manusia itulah yang bersifat paling sempurna, sehingga bisa meneliti sifat
Tuhan.
a.
Pepohonan itu juga Hidup namun tidak ketempatan sifat yang lengkap sejumlah 20.
b.
Semua hewan dan yang lainnya juga Hidup, namun hanya mempunyai sebagian dari sifat Tuhn yang berjumlah 20, itu.
11. Sama’ (Mendengar) : Mendengar atau mendengarkan
itu dilakukan dengan menggunakan Telinga. Sifat Mokalnya itu adalah Tuli. Di
dalam Wirid Hidayat Jati dijelaskan sebagai berikut (Dalam buku aslinya halaman
12 baris ke dua dari atas) .... Dzat Tuhan Maha Suci itu dalam melihat
menggunakan mata kita, dalam mendengar menggunakan telinga kita (telinga)
................
Sifat
nomor 11 itu, salah satu Sisat Allah, karena walau pun manusia mempunyai
telingan yang besar jika teraliri Sifat
Nomor 11, sama saja hanya sebuah telinga mainan.
Singkatnya
: Sifat Sama itu tadi, walau pun tidak menggunakan telinga. Geraknya TETAP
MENDENGAR, karena yang memiliki hanya Tuhan itu sendiri, manusia itu hanya
sebatas mempergunakan saja.
Dan
untuk selanjutnya, Hidayat jati menerangkan demikian : Sehingga diibartkan
lebih TUA Dat manusia dibanding Sifat Tuhan ($) maknanya adalah : Sebelum ada
Dzat, sifat tidak akan diketahui atau tidak ada. Oleh akrena Dzat Tuhan itu
berada pada manusia dan manusia itu dicipta Luhur, sehingga hanya manusia
sendiri yang yang ketempatan sifat 20 secra lengkap.
Sehingga
keterangan yang termuat di dalam Hidayat Jati seperti yang tersebut itu, Benar,
karena Sifat ALLAH yang berada di selain manusia sama dengan Muda, karena tidak
lengkap. Sifat yang berada di dalam diri manusia itu bersifat TUA, karena
lengkap 20.
12. Bashar – Maha Mengetahui.
Mengetahui,
bagi manusia hidup dan juga bagi hewan-hewan sekali pun, kerjanya melebih mata,
namun itu bukan berarti , bahwa ALLAH itu untuk bisa melihat menggunakan mata
manusia atau hewan.
Jika
Allah melihat menggunakan mata kita, kenapa diri ini tidak mengetahui sesuatu
yang belum terjadi? Karena Tuhan itu mengetahui sesuatu yang belum terjadi dan
sebagainya, Sehingga walau pun pertanyaan tersebut salah dalam memahaminya
namun benar. Karena bagi pemahaman umum, kata mengetahui itu, tentulah mata
yang melakukannya. Oleh karen yang melakukan pekerjaan kadang melihat itulah,
sehingga disebut sifat Bashar. Walau pun mata yang lebar sekali pun jika tidak
teraliri sifat dari Allah yang bernama Bashar itu, tentulah tidak bisa
digunakan untuk melihat. (Buta). Sehingga Buta itu sifat mokal dari mengetahui.
Bagaimanakah
ukuran bagi Allah tentang sifat BASHAR itu?
Keterangannya : Cara melihat bagi Tuhan itu tidak perlu menggunakan penglihatan, karena Sifat Melihat memang
sudah mempunyai gerak yang demikian. Contoh : Manusia yang tidur itu matanya
tidak bisa melihat apa-apa. Akan tetapi mengapa bisa mengetahui keadaan-keadaan
yang kadang belum pernah diketahuinya, yaitu ketika bermmimpi. Sehingga Dzat
yang mempunyai sifat melihat (Bashar) itu sebenarnya bergerak sendiri.
Dzat
yang bisa mengetahui itu, juga ada pada setiap manusia, namun aktif dan
tidaknya tergantung dari yang menggunakannya dan geraknya tidak membutuhkan
tuntunan atau pun belajar, karena banyak orang atau anak-anak sekalipun bisa
mengetahui apa-apa, yang dirinya belum pernah mengetahuinya. Hal itu bisa
terjadi bagi manusia yang derajat sempurna, sedangkan manusia biasa bisanya
hanya dengan cara tiak sengaja, yaitu bergerak menurut kehendak Yang Maha Kuasa di dalam Dzat Bashar
itu, dikarenakan juga Dzat Bashar itu salah satu bagian dari Sifat-sjfat Allah,
sehingga kemudian disebut Yang Maha Mengetahui.
13. Qalam = Berkata
Sabda
Allah itu memang sesuai SIFATNYA, sifat manusia itu bisa berbicara, sifat
burung bisa berkicau, dan sebagainya, dan sifat-sifat yang tergelar ini adalah
sifat baru dari Kehendak Tuhan. Atau Sifat dari Allah itu sendiri! Contohnya :
Perkataan atau Sabda Allah itu pada jalan dahulu yang menyamapaikannya adalah
Para Nabi, Wali dan juga Rasul-Rasul Allah, yang isinya pasti menuju kepada
kebenaran, seperti isi dari Al-Qur’an itu. YANG BERSABDA ITU ALLAH, YANG
DIGUNAKAN BERBICARA ITU NABI MUHAMMAD saw.
Untuk
ukuran manusia, sifat moklanya adalah BISU, Sabda Tuhan itu menuju kepada
kebenaran, contohnya : Dalam pergaulan manusia itu kadang terjadi perselisihan,
itu disebabkan apa? Kemudian ada manusia yang bisa memberikan ajaran agar
menjadi lurus.
Manusia
yagn seperti itulah yang bisa meluruskan perselisihan dalam pergaulan, atau
juga, manusia yang seperti itu yag ketempatan hakikat dari Perkataan Allah,
yang intinya memberi kebenaran, cocok dengan :
a.
Nomor 2, tentang sifat Qidam (Awal tidak ada yang mengawali).
B,
Nomor 4, tentang sifat Muhalafah Lil Khawaditsi (Berbeda dengan yang baru).
Perkataan
yang benar itu tidak ada yang mendahui, artinya : tidak “saling mempengaruhi”
atau tidak ada lawan katanya, Contoh : Al-Quran itu seluruh isinya tidak ada
yang berlawanan. Tentang perintah yang berada pada sifat manusisa, Wali dn
Mukmin yang sudah sempurna, yang disapaikan hanya perintah Allah, perkataan
yang pasti benarnya dan juga bagi masing-masing manusia itu tidak sama. Hal
yang demikian itu, bisa di teliti ketika sedang menerima WAHYU.
Sedangkan
sifat sabda Tuhan yang berbeda dengan
yang baru itu terdapat apda manusia itu sendiri, artinya Perkataan manusia itu berbeda dengan
perkataan makhluk selain manusia.
Makhluk-makhluk
yang ketempatan sifat Berbicara itu, bukan hanya yang berbicara itu saja, namun
semua ciptaan yang bisa bersuara, karena sebenarnya teraliri oleh sifat Qalam
itu tadi.
14. Qadiran = Yang Kuasa
Kata
kuasa itu, bagi ukuran manusia, apabila sudah ketempatan sifat Qudrat (Kuasa).
Oleh karena ketempatan sifat itu tadi, mannusai akan bisa mempergunakan
kuasanya. Contoh : Kodrat mata itu jika tidur akan terpejam, jika bangun maka
terbuka. Namun karena manusia ketempatan kuasa memerintah mata malupun terjaga,
matanya itu bisa dipejamkan. Hal itu adalah karena kekuasaan manusia.
Kekuasan
manusia kepada segala kelengkapan badannya itu sebenarnya tidak tetap (Tidak
konstan) akan tetapi berubah-ubah, karena manusia itu sebenarnya tidak bisa
memaksa kodrat mata. Walau pun bisa membuka mata ketika tidak sedang mengantuk,
sebenarnya tidak kuat terus-teerusan, rasanya pedas. Sebaliknhya, terus-terusan
terpejam ketika tidak mengantuk, juga tidak kuat. Sudah teramat jelas, bahwa
oleh karena sifat Tuhan yang bernama Qadiran itu, maka manusia bisa memaksa
gerak kelengkapan dirinya, asal tidak berlawanan dengan Kekuasaannya
(Kodratnya).
Penjelasan
: Sifat Qadiran itu adalah gerak yang menyebabkan manusai bisa bisa
memaksa kelengkapan-kelapan dirinya,
namun kelengkapan yang ada pada dirinya yang sudah tercetak (tetap, sesuai dan
konstan) itu tidak akan bisa. Sehingga yang bisa dipaksa itu adalah
kelengkapan-kelengkapan yang berfungsi
oleh kodratnya. Sedangkan ketika manusia bisa memaksa itu, karena ketempelan
sifat Qadiran. Sedangkan yang lebih tinggi derajatnya yaitu sifat Qudrat,
karena sifat qudrat itu adalah yang menempati,
sedangkan sifat Qadiran itu yang ketempatan.
15. Muridan, Yang Berkehendak).
Sifat ini juga berada pada
manusia, artinya, setelah manusia ketempatan sifat Iradat, manusia kemudian
disebut mempunyai gerak sifat Iradat itu tadi.
Oleh karena ketempatan sifat
itu, kemudian disebut Yang mempunyai. Artinya setelah ketempatan sifat Iradat
yang kerjanya (Activitetnya) Kehendak, kemudian manusia berpangkat Yang
mempunyai kehendak.
Contoh : Yang bisa menulis
karena ketempata bisa menulis. Sehingga kata Menulis itu sifat dari Yang
mempunyai sedangkan kata Tulisan adalah perbuatan dari Sifat.
Bagi ukuran manusia, sifat
Muridan itu terbukti dalam Rasa, kehendak atau cetusan hati, Karena dari
cetusan-cetusan itu tadi, sebenarnya manusia itu ketempatan sifat Iradat
Kehendak. Sehingga manusia bisa berkata-kata karena ketempatan sifat Kehendak
(Iradat). Sifat Iradat itu kedudukannya menjadi perbuatan dari Sifat, sebgai
penyebutannya dari Yang Ketempatan
(Manusia).
Keterangan di atas, sepertinya
sudah membuka uraian sifat selanjutnya, yaitu sifat nomor 16,17,18,19 dan 20.
Penjelasan terakhir :
Sifat-sifat nomor 1 hingga 20
itu semua, sebenarnya hanya salah satu sifat dari Allah sendiri, dan manusia
harus berterima kasih dan bersyukur kepada Tuhan karena tercipta mempunyai
sifat-sifat Tuhan yang lengkap. Sedangkan sifat dari Allah sendiri, yaitu sifat
20 dan 1 Wenang atau Tuhan itu yang mempunyai sifat wajib 20, sifat mokal 20
sifat Wenang 1.
Menurut para ahli, sifat yang
berada pada manusia itu disebut INGSUN (Bahasa Sanskerta = PURUSHA, bahas
Belanda IK-HEID, bahasa Arab = Rabbi, bahasa Jawa Pangeranku bahasa indonesia =
Tuhanku, Bahasa Ingris My God).
BAB. III
BERMACAM-MACAM PEDOMAN TENTANG ADANYA ALLAH
Allah dimana pun saja tidak terpisah dengan dirimu,
dan mengetahui semua perbuatanmu.
Dan Allah mengetahui keadaan isi hatimu
(Qs. XXVII, ayat 4 dan 6 / Al Hadid).
A. Sarjana di masa lalu
Anaxagoras, dari Clazomene (Ynanui) seorang ahli Ilmu Pasti, diaktan kafir
karena tidak mempercayai dengan adanya Dewa-Dwa. Ilmunya disebut :Atomistik. Sarjana inilah yang menjelaskan
bahwa : ROH itu tidak ada batasnya, dan merupakan Kebulatan perbuatan dan
Ketertibannya (tata).
Selanjutnya berusaha agar
ROH-roh itu menyatu dengan Hakikat Ketuhanan (Ke-Allah-an). Keyakinanya : ROH
itu yang MAHA KUASA, MAHA MENGETAHUI dan lain sebagainya.
B. Sarjana lainnya yang semasa
dengan Anaxagoras yaitu ANAXIMANDER dari Milete, seorang Filsuf di IONIA,
pemikirannya hanya tertuju keapda hakekat alam raya (benda).
Keyakinannya : Asalmula
benda-benda itu dari DZAT tanpa awal dan akhir, serta tidak bisa dipikirkan.
DZAT itu oleh Sarjana tersebut disebut APEIRON. Artinya Kekal.
Menurut keyakinannya, semua
benda itu akan kembali kepada Apeiron. Tentang Jiwa (rOH) diyakininya bahwa
Roh-roh itu bagaikan Hawa atau Angin.
C. Sarjana Ibnu Arabi,
Al-Hallaj dan Syeckh Siti Jenar, sama-sama meyakini, bahwa manusia itu bersasal
dari Hakekat Cahaya Tuhan Yang Maha Agung. Artinya : Pemelihara Dzat. Sedangkan
paham ini dalam Bahasa Arab disebut “Wahdatul Wujud, yang berkeyakinan bahwa Allah
dan Ciptaan itu adalah satu, bahasa
Wirid yang sudah umum dikatakan Chaliq dan Makhluq itu menyatu.
Sedangkan makna kiasnya adalah :
Dzat Tuhan itu menguasai segala
yang ujud, tidak di luar tidak di dalam, tidak bertempat tidak pada jaman,
bukan laki-laki bukan perempuan, tidak beranak, tidak berayah, namun menguasai
(Lihatlah yang termuat di dalam Al Qur’an XVII. 4, 6).
Makna yang terkadung di dalam
Ayat tersebut : Kepada siapa saja yang ada di dunia tidak pilih kasih (barang
baru yang terlihat) semuanya pasti mendapatkan kelimpahannya. Hal itu sebagai
penguat pendapat kepada paham yang
mengatakan bahwa Allah itu pilih kasih dan ada makhluknya yang lebih
diperhatikan.
Oleh karena banyaknya
pendapat-pendapat yang bermacam-macam, sehingga ada golongan yang meyakini
bahwa untuk bisa bertemunya antara Allah dengan manusia itu, dengan jalan
perjuangan dengan laku yang bermacam-macam. Sebelum adanya Aturan Agama ada
aturan yang menetapkan bisa bertemu dengan Allah dengan cara menyembah kepada
sesuatu barang sebagai sarana. Paham itu dinamakan Animisme (Dari bahasa latin
Anima (roh, nyawa) yang mengira dengan meyakini, bahwa manusia itu mempunyai
roh yang akan hidup terus setelah kematiannya. Oleh karena hidup itu hakikat
dari Dzat Tuhan, serta hakikat Dzat llah itu, menguasai sehingga cara
pertemuannya dengan cara menyembah kepada Kayu atau benda yang dibentuk untuk
sarana membayangkan (Arca). Paham tersebut bisa juga berasal dari percaya
kepada adanya Dzat yang Wajib Adanya, namun tanpa keterangan. Sehingga dalam
bertindak yang demikian itu hanya karena yakin dan Cinta.
Sedangkan paham yang tidak
terang namun di dalam batin bisa membayang-bayangkan bahwa Tuhan itu ada serta berujud, yaitu Antropomorphisme. Berujud
di sini bermakna gambaran-gambaran yang berasal dari angan-angan, sehinga
kemudian ada golongan yang meyakini bahwa Allah itu bisa menjelma kepada
manusia, dan manusia itu diangka sebagai Allah.
Kitab Suci Injil, Taurat pada
awal kejadian L :27 kl. Menyebutkan :
1. Allah kemudian menciptkan
manusia sesuai citranya dalam menciptakan yang dicontoh citranya Allah, yang diciptakan menjadi
laki-laki dan perempuan.
2. Tidak ada orang yang
menghadap kepada Snag Rama, jika tidak keluar dari Aku, jika kaliam mengerti
tentang Aku pasti juga akan mengerti
kepada Rama-ku.
Orang yang sudah melihat Aku,
sudah melihat Sang Rama, apakah kamu tidak percaya bahwa Aku ada di Sang Rama,
dan Sang Rama ada di Aku? . Ini tercantum di Surat Id 14,19,10.
Kata Citra yang tersebut di
dalam ayat tersebut di atas maksudnya adalah sinar rupa bayangan, itu bermakna kata rupa yang
dibayangkan yang di dalam bahasa Wiri disebut Hakikat. Sudah semestinya, bahwa
Manusia itu berasal dari Hakikat Tuhan.
Menurut Trilogie Kristen, Tuhan
itu bersifat sang Rama, Sang Putra, dan Ruhul Kudus (Roh suci), Sebutan RAMA
kurang lebih bermakna Dzat yang wajib adanya (Allah) atau yang disembah yang
paling tinggi. Sedangkan Sang Putra, hakikatnya Cahaya Tuhan (1) atau yagn disebut
Citra, yaitu yang bersifat sebagai makhluk dan yang ketempatan sifat 20 itu.
Roh Kudus itu roh suci yang menempati sifat manusia.
Oleh karena manusia itu
bersifat lebih, sehingga semua manusia itu Mempunyai Ruhul Kudus. Ruhul Kudus
itu bisa disebut Ingsun atau Aku, tergantung kecerdasan Rasio akal dan
pikirannya manusia itu sendiri.
Dilama dalam Surat Id : 14,9,
10 ($) tersebut di
depan, disebutkan : Orang yang sudah melihat Aku, sudah melihat Sang Rama! Jika
Aku diganti dengan Ingsun, sama dengan Hakikat (Citra) yang ketempatan SIFAT
Tuhan yang berjumlah 20 itu.
Keterangan : Manusia yang sudah
mengerti dan paham itu MENGETAHUI
AKU-nya, sama dengan Mengetahui TUHAN. Sehigga bahsa kiasnya, kata mengetahui
itu bukan mengathui menggunakan penglihatan, namun mengetahui dengan pemahaman
(Yakin) kepada dirinya sendiri (AKU), karena Aku itu mengndung Hakikat Allah.
($) Di
sini akan dipertegas bahwa AKU itu berada di Sang RAMA, karena sang Rama berada
di dalam AKU, di putar balik pun sama saja. Namun jika dipikir, sangat jelas
bahwa Aku (Citra hakikatullah) itu dari Tuhan juga berada (Menguasai) di dalam
AKU. Jika dibalik : Tuhan berada di dalam Aku, Aku berada di dalam Tuhan. Kata
berada di sini bermakna menguasai, tidak bisa dipisah, sehingga pada intinya :
SATU (ESA) dalam bahasa Wirid disebut : Lamayalid wa lam Yulad,
Wahdatulwujud : itu berasal
dari Bahasa Arab, jika dirinci menjadi :
a. Wahda berasal dari kata
Wahdat, artinya SATU atau Tunggal.
b. Wujud artinya : Ada.
Sehingga Wahdatulwujud itu
bermakna KEADAAN SATU (3a)
yaitu : Yang menciptakan dan yang diciptakan atau dalam bahasa Wirid Khaliq dan
makhluk. Intinya kurang lebih sumpama Khaliq tidak ada, Makhluk pun tidak akan
ada. Dan sebaliknya jika Makhluk tidak ada, Khaliq pun tidak ada yang
menyebutkannya. Namun sebutan oleh makhluk-makhluk juga sesuai dengan jaman dan
tempatnya. Artinya : walau pun tidak ada manusia sperti sekarang ini, yang akan
menyebutnya juga makhluknya yang selain manusia.
Di dalam penjabatan faham
Wahdatulwujud, sebenarnya banyak para Ulama yang kurang cocok terhadap pendapat
yang demikian, bisa juga membantahnya atas paham tersebut, dikiranya Keadaan
menyatu itu berarti bagiannya.
Para ahli tapa, sufi, filsuf,
perguruna-perguruan ilmu batin banyak yang pendapatnya bertentangan, yang satu
meyakini bahwa Makhluk dan yang menciptakan
(Khaliq dan makhluk) itu adalah dua. Artinya : Allah dianggap bertempat
sendiri (berteempat pada suatu tempat) dan makhluk-makhluk juga ada di
tempatnya. Sendiri. Didalam ilmu Jawa, menurut Serat-serat Wirid dan
babad-babad, ada seorang Wali yang juga mempunyai paham wahdatulwujud yang
bernama Syekh Sitijenar (Syekh Lemahbang).
Di tanah jawa pada jaman dahulu
ada 9 Wali yang hidup pada Jaman Kerajaan Demak. Para Wali tersebut menurut
Serat Bababd sangat membenci Syekh Sitijenar. Karena tidak setuju kepada
pahamnya. Sehingga Syekh Sitijenar dibunuh yang selanjutnya paham ajarannnya
yang asli hingga sekarang tidak diketahui.
Pada tahun 858 M. Di Tanah
Persia aa seorang Pujangga yang bernama Al-Hallaj, yang sudah terkenal di dunia
Barat dan Timur, sesuai dengan karangan-karangannya yang sudah diterjemahkan ke
dalam bahasa yagn bermacam-macam. Pahamnya meyakini kepada paham Wahdatulwujud
(Tuhan Esa) dan dia pun juga dihukum mati oleh Pemerintah pada jamannya. Karena
kuatir jika paham tersebut akan bisa membahayakan dalam pergaulan umum.
Sehingga bernasib sama dengan Syekh Sitijenar di Tanah Jawa.
Paham Eahdatul Wujud, juga
dinamakan Keadaan Tunggal itu (jangan sampai terbalik – satu keadaan)menurut
paham dari Filsuf Plato, Aristoteles, Al Hallaj, Sitijenar dan juga di dalam
uraian di buku ini, mengandung pengertian bahwa manusia itu sebenarnya Yang
memuat Dzat Tuhan.
Keterangannya : Seandainya
manusia dan makhluk lainnya diibaratkan jambangan yang beibu-ribu yang penuh
dengan air yang jernih, dan Allah sebagai Matahari yang hanya satu, yang
bertempat di Langit. Semua jambangan tersebut akan menjai bayangan dari
matahari itu. Jika diteliti di dalam jambangan tersebut memang terlihat
bayangannya seperti yagn ada di langit, padahal sesungguhnya bahwa Matahati di
langit itu hanya satu.
Seandainya matahri itu sebagai
kias dari Sang Rama, bagi Agama Kristen serta Sang Putra itu sebagai cahaya
Matahari, kias bagi Roh Kudus berada di dlam jambanganyang berjajar ujud (Ada)
dn sudah pada tingkatan sempurna atau lengkap, maka akan memuat hakikat Dzat
yang tidak terlihat, namun mempunyai sifat yang bsia Mengausai..
Menguasai berarti ujud yang
bisa bergerak, kasar dan halus, yang ketempatan oleh Dzat Tuhan. Oleh karena
Dzat itu lengkap sehingga Maha Kuasanya juga esuai dengan yang ketempatan
(Keadaannya masing-masing).
Ada juga paham yang meyakini
bahwa Khaliq dan makhluk itu ada dua.
Penjelasannya adalah sebagai
berikut : Jika Makhluk itu dilihat dari Al-Chaliq hakikat penglihatans ama
dengan keadaa tunggal itu tadi. Jika berpangkal dari makhluk : Hakikatnya akan
menjadi dua, yaitu : 1. Makhluk 2. Tuhan.
Salah dan benarnya paham yang
demikian akan diurai dalam uraian selanjutnya (6a). Di bawah, ada Nyanyian Jawa dinukil dari
“Suluk Sujinah” sebagai perbandingan untuk uraian selanjutnya :
Pucung : (1) Ingkang Iku //
Yayi ing pitutur ingsun // Suksma ingkang nyata // Iya sariranta pasti // raga sukma darat aranira.
Artinya : Olah karena itu
(dengarkanlah) // Adikku atas nasihatku // tentang Suksma yang sebenarnya //
Itulah dirimu, percayalah /// Raga dan sukma darat itulah sebutannya.
(2) Duh ri ningsung //
Panggalih yen wus katemu // Ilang kalekira // Makhluk sirna adadi // Ingaranan
yayi sira Bathara.
Artinya : Wahai adindaku //
Jika pemahaman sudah ditemukan // Hilanglah hakikat dirimu // hilanglah makhluk
dan berubah // dengan disebut sebagai Dewa.
(3) Wenang liru // Diri marang
Maha Luhur // Punika sampurna // Ingaran manungsa jati // Sang Retna yu asanget
panuwunira.
Artinya : Berhak berganti //
Diri menjadi Yang Maha Luhur // Itulah yang disebut sempurna // Disebut sebagai
manusia sejati // Sang Dewi yang antik sangat berterima kasih.
Gambuh : (4) Layuitu bindabun
// Ing tegese datan ana iku // Papadane dosane kang wruh ing yekti // Tegese
ing dosa agung // lamun samar sakehing enggon.
Artinya : Layuitu bindadbun ///
yang artinya tidak ada // ukuran besarnya dosa bagi yang sudah paham yang
sebenarnya // artinya makna dari dosa besar // jika masih belum memahami segala
tempat.
(5) Yayi sira den wruh //
tegese paesan wahyeku // lan paesan jatmika tegese yayi // jasat paesan wahyeku
// Paesan jatmika eroh.
Artinya : Wahai adidnaku kau
harus mengetahui // maksud dari hiasan wajah // dan hiasan jiwa beserta
maknanya // Jasad itu itulah hiasan wajah // hiasan jiwa itulah ruh.
(6) Jika marengi kadulu // iya
akadyo sapocapanipun // Kaca loro siji kang aningali // Anggane bareng kadulu
// Nugraha ingkang angilo.
Artinya : Jika didperkenankan
bisa melihatnya // bagaikan dalam satu kata // dua cermin satu yang melihat //
Jika bisa melihat raga dengan cara seperti itu // itu anugerah besar bagi yang
bercermin.
(7) Pan anane Hyang Agung //
Nyata anane Rasulolahu / Rasulolah ayatane sira punika / Pan Allah kalawan
Rasul // Tan pisah tunggal saenggon.
Artinya : Sedangkan adanya
Tuhan Yang Maha Agung // dan Adanya Rasulullah // Rasulullah itu ujud dirimu //
Dan Allah beserta Rasaul-Nya // tidak terpisah namun menyatu dalam tempat.
Dandanggula : (8) Waspadakna
anane Yang Widdhi // panunggale rasa-rasanira // saobah saosiske // eneng lan
eningipun // yen wus eneng ananing yekti // yektine datan liya // mungguhing
Hyang Agung // Pamore ing karsanira // ambawani solah tingkahira iki ..
kalimpud limpuding tyas.
Artinya : Perhatikanlah tentang
Tuhan // sesungguh bukan yang lain // Tentang Tuhan Yang Maha Agung //
Keberadaannya ada di rasa dirimu // yang menguasai segala tingkah laku mu //
Tertutup oleh kekotoran hati.
(9) Dununge ana kang nganani // tangi turu lungguh lumampah // iku
ta nugraha lire // sorotnya pada murub // urube pada madangi // kang padang iku
nyata // anglimputi sajroning rupa kang awas // iyeku mangka ibarat kang yekti
// isbate aneng sira.
Artinya : Adanya ada yang
mengadakan // Terjaga tidur duduk dan berjalan // itulah ujud dari anugerah-Nya
// sinar nya bercahaya // cahayanya menerangi // yang terang itu lah yang nyata
// di dalam keseluruhan rupa bagi yang mau memperhatikan // Itulah ibarat yang
sebenarnya // Adanya ada pada dirimu.
(10) Ingkang Eyang angandika
aris // ingsun tuduh ing patakyanira // Pangeran iku nyatane wus ana ing
sireku // aja mamang deya angencebi //
nanging samono uga // nganggo kudu-kudu // nasabi tamengsubira // pan kawula
kudu angilingi // papaning sesimpenan.
Artinya : Sang Kakek tenang
berkata // Aku memberi petunjuk kepada mu // Tuhan itu sebenarnya sudah ada di
dirimu // Jangan ragu dalam meyakininya // namun walau pun demikian // pakailah
akal pikiran dan perenungan // pahami hinga paham yang sebenarnya // dan hamba
haruslah ingat // tempat yang rahasia.
(11) Ingkang wayah alon
turireki // kadospundi sabdaning Jeng Eyang // teka amindo ing gawe // ngengkoki nyatanipun // palajenge mboten
ngakeni // dene mawi warana // kang Eyang nabda rum // wus mangkono patrapira
// kudu nganggo empan papan // angarani ghaib bangsa punika.
Artinya : Sang cucu pelan
berkata // Apakah maksud dari penjelasan Kakek // mengapa dua kali kerja //
Mengkaui kenyataannya // yang akhirnya dibantah sendiri // dan mengapa
menggunakan ibarat // Sang Kakek pelan berkata // Harus demikian cara
penyampaiannya // Harus melihat tepat dan keadaan // Untuk menjelaskan tentang
Yang Gaib itu.
ooOOoo
Qur’an XXVII ayat 43, 44 (Surat
An-Najm) :
“Sesungguhnya hanya Dia yang
menyebabkan tertawa dan menangiskan, serta Dia yang mematikan dan yang
menghidupkan”.
Jika yang menyebabkan tertawa
dan menangis itu Allah, itu maksudnya oleh karena manusia telah ketempatan
kodrat / iradat dan juga sifat 20 itu,
tentulah yang menempati itu yang kadang mengajak menangis dan tertawa.
Sehingga pendapat yang sesuai
dengan Ayat Suci serta petikan Nyanyian di atas, sebenarnya Tuhan atau Dzat
dari Tuhan itu menguasai diri ini (Wahdadtulwujud).
Sehingga disebut menyatu,
karena :
1. Dzat yang tidak ada, tidak
kelihatan Layukayafu nukad gaib, samar-samar atau tidak ada manusia yang bsia
melihatnya, bisa berkuasa dan menguasai. Bisa membuat menangis, menidurkan,
mematikan, membangunkan dan sebagainya.
2. Keterangan nomor 1 tersebut,
tidak akan membingungkan lagi karena
dari Hakikatnya dzat yagn 20 itu. Namun umat manusia tidak mempunyai hak
untuk menyebut sama dengan Tuhan, karena walau pun ketempatan Dzat-Nya, yang
sebenarnya bahwa manusia itu tidak ketempatan Hak.
Dan dikarenakan oleh hal
tersebut di atas, kemudian ada pendapat bahwa Allah dan Makhluk itu dua, atau
ada pendapat yang lain lagi yaitu bahwa Allah dan Makhluk itu adalah menyatu
(Esa).
Yang meyakini menyatu
(Wahdatulwujud) itu muncul karena keyakinan kepada adanya Hakikat yang bekuasa
seperti manusia namun hanya menurut saja.
Dzat-Nya sama, perbuatannya
sama, hakikatnya sama, oleh karena semuanya sama itu, sehingga yang berkuasa
dengan yang dikuasai kemudian dianggap satu atau menyatu dalam satu Dzat, contohnya
sebagai berikut :
Tanah itu bisa berubah jenis
menjadi apa saja, Dzat dari tanah
tersebut juga sama perbuatannyadengan tanahnya, namun tanah itu
kesulitan ketika akan menyebutkan dirinya sendiri, bagaikan pertanyaan yang
menanyakan “Berasal dari Apa asal-usulku?
Seperti itulah penjabaran paham
Wahdatulwujud, asal dari Dzat dan satu Dzat itu yang merubah bentuk menjadi apa
saja (8).
ooOOoo
Uraian Wirid tentang Sifat 20
itu, memang sangat sulit, karena yang dijabarkan itu tentang ALLAH (Ketuhanan),
sehingga sudah semestinya bahwa para Leluhur di jaman dahulu menganggap sangat
amat berbahaya karena menyadari bila sampai salah dalam pemahamannya akan bisa
membahayakan bagi hidupnya sendiri dan kehidupan masyarakat umum.
Almarhum Mahatma Ghandi (dari
India) sangat memuji kepada pribadi Nabi Muhammad saw. Hal demikian bisa karena
sama keyakinannya yaitu bertuhan kepada Allah Yang Satu. Padalah jika dilihat
dari Keyakinan Mahatma Gandhi itu adalah seorang Pujangga Buddha, sedangkan
Nabi Muhammad saw. itu adalah Penyebar Agama Islam. Hal itu jika dipikir bisa
juga Pemahaman Ghandi kepada Tuhan yang Satu, namun beda nama sedangkan
keyakinannya sama.
Pujangga Islam yang
bernama Syekh M. Abduh, pernah berdialog
dengan Pujangga Kristen yang bernama Graaf Leo Tolstoy. Dialog tersebut tidak
berbeda dengan penilaian Mahatma Ghandi kepada Nabi Muhammad saw. serta menurut
buku-buku karya Moch. Abduh dan Tolstoy itu sama-sama menggunakan dasar
Agamanya masing-masing. Dengan adanya dialog tersebut karena kesamaan keyakinan dan pedoman yaitu
keyakinan kepada yang bernama
Monotheisme, artinya meyakini bahwa Tuhan itu Hanya Satu, Utuh, Yang
satu, wahdatulwujud, Esa.
Atas dasar contoh-contoh
tersebut, sehingga semakin jelaslah bahwa Kitab-Kitab Tuhan itu walau pun
berbeda-beda namanya namun inti ajarannya sama, yaitu : Menjelaskan bahwa
“Allah” itu Satu (Monotheisme).
Perbedaan penjelasan yang bsia
ditemukan di dalam Kitab-kitab tersebut :
a. Agama Islam : Tuhan yang
bersifat 20.
b. Agama Kristen : Tuhan itu
Trimurti.
c. Agama Buddha : Tuhan itu
Trimurti.
Semua itu hanya sebagai
pedoman, artinya untuk menjelasakan sebagai jalan untuk memberikan pemahaman.
Sedangkan menjadi pendapat yang
berbeda-beda itu, bisa karena dari para penganut-penganutnya yang sudah berutun
temurun. Tuhan mengutus para Nabi-nabi itu, walaupun meyakini bahwa Allah itu
Satu dan Esa, namun sampai sekarang masih ada perbedaan pendapat tentang pendapat-pendapat tentang Allah.
Terjadi demikian karena :
I. Ajaran Nabi Musa sebagai
contohnya : Jumlah ajarannya semua ada 10 bagian, dan pada jaman itu masyarakat
itu belum seperti sekarang ini dalam kemajuan berfikirnya. Hingga diturunkan
kepada keturunannya tetap meyakini kepada ajaran Nabi Musa yang sedemikiian
itu, dan hingga sekarang “Menolak” kepada paham yang lainnya karena dalam
batinnya sangat meyakini bahwa : Ajaran Nabi Musa itu adalah yang paling benar.
II. Ajaran Nabi Isa as. Itu
juga menjadi ukuran kemajuan cara berfikir masyarakat pada jaman itu, sampai
kepada anak keturunannya hingga sekarang, masih tetap diyakini.
III. Ajaran Nabi Muhammad saw.
itu pun demikian juga, dan justru membenarkan atas ajaran-ajran para Nabi yang
lebih awal, walau pun berbeda-beda tempat an kemajuan berpikirnya,
ajaran-ajaran tersebut tetap mengajarkan bahwa Allah itu SATU dan Esa.
Mengingat penjelasan yang 3
tersebut di atas, bisa di analisa bahwa dalam menurukan Kitab-Kitab yang
melalui para Nabi itu, Tuhan mengukur keadaan masyarakat pada jaman
masing-masing.
Sedangkan Al-Qur’an itu, adalah
Kitab Allah yang paling terakhir, sehingga isinya sangat lengkap, tentang
Politik, Ekonomi, pergaulan, pernikahan, hukum perang dan sebagainya. Sedangkan
yang erpenting “Qur’an” itu MELENGKAPI sifat ALLAH.
Sekarang ada pertanyaan
demikian : Jika memang benar bahwa semua Agama itu atas kehendak Allah, mengapa
hingga sekarang tidak ada penyatuan Agama? Jawaban atas pertanyaan tersebut,
Benar atai Tidaknya tercantum di dalam Al-Qur’an XVII : 67 surat Al-Haji, yang
maknanya sebagai berikut :
“Bagi tiap bangsa aku membuat
Agama-nya. Mereka saling mengamalkan perintah Agamanya. Jangan kalian
bertengkar atas egala urusan, dan pujilah Tuhan-mu. Sesungguhnya kamu akan
bertempat di jalan yang lurus (benar).
Penjelasan Ayat tersebut, sebagai berikut :
Agama aatau Aturan yang dikehendaki oleh Tuhan itu, apda intinya adalah benar.
Artinya, Agam itu hanya memerintahkan untuk diikuti. Walau pun lebih tua atau
lebih tebal Kitab-nya semua isi perintah-perintah tersebut yang penganutnya
manausia pada jaman 10.000 tahun yang lalu dan ternyata TATAP kebenarnnya.
Sedangkan yang membenarkan adalah manusia yang sudah memiliki cara berpikir
maju. Di dalam hatinya pasti mengatakan : BENAR, terhasap keyakinan manusia di
masa lalu. Oleh karena hal itu BENAR, walau pun di teliti di jaaman sekarng
sekali pun, masih Teteap kebenarannya, dan yang membenarkan itu adalah manusia
di jaman sekarang ini. Sehingga Tuhan memberikan petunjuk dengan menegaskan :
Semua urusan Agama itu jangan dibuat sebagai Perselisihan yang besar, sebab
yang terpenting bahwa Agama-agama iut (Agama apa pun juga) Perintahnya hanya
satu yaitu : SEMBAHLAH TUHANMU WAHAI MANUSIA .......................... ALLAH
ITU ADA. Jika diteliti, bahwa Agama Buddha, Kristen, Islam, Mazusie, Shinta,
Hindu, Tao, dan lain sebagainya, itu sama bagaikan sungai , ada yang alirannya
besar, deras dan keras, ada yang panjang dan berliku dan mengalir dengan pelan;
dan kesemeuanya itu menuju yang satu yaitu : SAMUDRA. Kemudian ada pertanyaan :
Apakah agama-agama tersebut tidak bisa BERSATU, dalam satu tata caranya (8a)?
Yang mempunyai inisiatif untuk
menyatukan Agama-Agama itu adalah seorang Sarjana Sufi dari Persia yang sangat
terkenal yaitu Al-Hallaj (Lihat Bab II.c). Sebelum Sarjana tersebut meninggal
dunia, beliau mempunyai satu Cita-Cita, yaitu : “Aturan Allah, dengan Allah”
Jikacita-cita ini terlaksana, tentunya akan membuat Rukun berbagai bangsa.
ooOOoo
Bab II.a itu adalah pendapat
dari seorang sarjana Anaxagoras tentang hakikat Roh. Hal itu jika ditelaah
dalah menyimpang dengan cita-cita sarjana itu, karena disebut Roh dalah
Hakekat dari Allah sendiri, artinya :
Baik yang berujud benda atau hawa, atau ujud yang lainnya, sampai dengan
sekarang belum ada seorang pun yang bisa menyatakannya. Sedangkan jika ada
orang yang bercerita bisa melihat Roh, sebenarnya hanya akan menyesatkan saja,
karena Allah memerintahkan sebagai berikut (Qs. XV 84 Surat Isra’) :
Katakanlah, Roh itu urusan Tuhan, yang kamu ketahui hanyalah sedikit.”
Kata sedikit itu bukan bermkna “ujudnya” namun hanya
sedikit mengerti. Buktinya : Manusia bisa mengertu bahwa Hidup itu berasal dari
Hidup, itulah yang bisa hidup itu?
Walau pun di jaman ini, pikiran
manusia sudah maju, namun mengenai ha; “Yang satu” ini, belum ada Nabi Wali,
Mukmin, Sarjana, Profesor, Dokter dan lain sebagainya, yagn sudah berhasil bisa
‘Memegang Roh”, walau pun hanya roh dari semut. Itulah yang disebut Kegaiban
Allah.
Di dunia moderen ini, oleh
karena kebingungan tentang Allah (5) *6) (7), kemudian ada paham Atheisme,
maksudnya adalah Membantah adanya Tuhan.
Menurut paham tersebut, Allah
itu tidak ada, keyakinan tentang Allah itu hanya ciptaan manusisa : Anggapannya
: Tentang ke-Tuhanan itu tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk mencari hukum
sebab akibat. Francis Bacon, menjelaskan bahwa pada jaman Puncak Ilmu, jaman
ketenteraman dan jaman kemakmuran, semakin banyak orang yang tidak percaya
kepada Allah. Akan tetapi mengapa, ketika melarat, tersia-siakan, kelaparan,
hingga banyak yang kena penyakit kelaparan ................... kemudian manusia
berusaha mencari pegangan, percaya kepada Allah?
Baco Van Feruame, mengatakan
demikian : Sebenarnya, orang-orang atheis itu adalah orang-orang yang berhati
palsu, tidak jujur (9.a).”
Sebagai penutup uraian tentang
keyakinan yang bermacam-macam tentang Ketuhanan ini, di sini perlu ditambahkan
uraoan-uraian tentang keyakinan dan ajaran dari Sang Sidharta, yaitu Sri
Bhuddha Gautama, sebagai berikut : Menurut kisah babad, Ke-Bhuddha-an itu bukan Agama, namun sebuah
pendapat yang dikeluarkan yang kemudian disebut Agama. Namun yang sebenarnya
Ka-Bhuddha-an itu adalah AGAMA dari Tuhan, kaerna yang menyebarkan seorang ahli
tapa, dan perintah-perintah dari Tuhan digelar melebihi sang Tapa Sri Bhuddha
Gautama tersebut. Di manakah perbedaannya dengan : Nabi Muhammad saw. menyepi
di Gua Hira di tanah Arab. Sang Sidharta Gautama menyepi di bawah Pohon Bodhi
dan kedua-duanya sama-sama mendapatkan Kitab.
Inti Ajaran Bhuddha yang pokok
adalah : MELEPASKAN DIRI DARI IKATAN SAMSARA, DENGAN menggunakan kekuatan
badannya sendiri (1b), dan bila Maha Bhuddha yang kadang memberi hidayah taufik
atau berkah yang maksudnya juga “Pusat Azas Abadi” atau Pusat dari segala yang ada (Tergelar).
Ajaran tersebut ternyata
menjadi KEBUTUHAN bagi manusia, karena mengakui bahwa SAMSARA itu adalah Pusat
Nafsu (3b).
Nafsu itu harus disingkirkan,
dengan jalan harus menjalankan konsentrasi, Meditasi, yang disebut DHIYANA atau
SAMADHI (4b), karena menurut keyakinannya : Menuju kepada Budi dan Keyakinan
hidup itu, harus bersamaan dengan melalui Tata Tertib KESUSILAAN. Setelah bisa
mengekang hawa nafsu, baru bisa menerima Ajaran, jika Budi (kesadaran diri) pribadi
itu : Tidak ada.
Sehingga hidupnya bejalan
sendiri, sendirian (individualiteit) itu SALAH, yang sebenarnya adalah Merasa
HIDUP menyatu, Berdiri tidak sendi-sendiri (Universalisme) (Bandingkan dengan
AF”AL dari Dzat Tuhan).
Selanjutnya, bila sudah bisa
menyatu dengan Dzat dari ASA ABADI, sudah tidak terikat dengan KARMA (akibat
dari kelakuan-kelakuan yang tidak berubah; karena dari perbuatannya sendiri
(5b), yang menyebabkan adanya Samsara (penderitaan). Sedangkan tujuan yang
sebenarnya adalah menuju ke NIRWANA (Kahayangan, keadaan yang tidak
terbayangkan).
Bhuddhisme (Ajaran Buddha) itu
tidak mengakui adanya suksma atau Roh (Jiwa) Pribadi, manusi itu hanya
merupakan perkumpulan dari Anasir-anasir, yang selalu bergerak, berubah-ubah,
tidak kekal, karena dari Karmanya sendiri, serta dari Karma orang lain.
Susunan kalimatnya, kurang
lebih sebagai berikut :
1. Aku merasuk keapda ajaran Bhuddha.
2. Saya menjalankan Dharma.
3. Aku menjalankan Sangha.
Artinya :
a. Darma itu Undang-Undang
Tarekat di dalam Ajaran Bhuddha.
b. Jalan untuk menempuh
pembebasan dengan cara Samadhi, dengan bekal : Bicara benar, Cita-cita yang
lurus, Tindakan lurus, Hidup sederhana dan lurus dan sebagainya, Intinya
BERKELAKUAN BAIK, benar dan Suci.
ooOOoo
Keyakinan Hindu (Hinduisme)
yang disebut TRIMURTI atau ujud seutuhnya dari Sifat Allah itu, jika demikian :
1. BRAHMA : Sebuah daya (Sifat) yang bisa membuat yang tergelar di sebut MAKHLUK (Wewenag), 2.
WHISNU : Sifat Tuhan sifat Penggerak (Qyamu binafsihi), segala yang gtergelar.
3. SHYIWA : Sifat yang bsia memusnahkan, menghilangkan merusak semua yang
tergelar. Itu jika dihayati dengan sifat Tuhan yaitu IRADAT dan KODRAT, sudah
ada pada diri manusia, bisa ditemukan
dalam keadaan 1. LAHIR HIDUP. 2. HIDUP
BERMASYARAKAT, 3. KEMATIANNYA, sehingga TRIMURTI, tersebut di atas, adalah
sebagai tanda bukti, bahwa kekuasaan Dzat yang Wajib Adanya itu diterapkan pada
ukuran Manusia, hewan, tumbuhan, baksil, jim dan sebaginya, itu tidak kekal dan
selalu mengalami perubahan. Akan tetapi Dzat yang menguasainya adalah tetap
KEKAL (Agar lebih jelas lihatlah sifat Nomor 3, Baqa).
Ajaran Bhuddha, tentang “Menyatu”
kepada asas Abadi (Allah) itu, jika dococokkan dengan Ajarana Agama Islam
sangat sesuai tidak bertolak belakang dan tidak kurang. Yang demikian : Dalam
Bahasa Arab ada kata-kata TAUKHID (Ketuhanan, Theologi), yang artinya : Ilmu
Ketuhanan, Ke-Allah-an, penjabarannya, sebagai berikut :
Kata Taukhid itu kata Kerja,
yang berasal dari kata bilangan “Wahid” (Satu), kemudian menjadi At-Taukhid,
maksudnya : Ilmu tentang Tauhid. Yang maksudnya menyatukan, menyatu, menjadi
satu.
Akan tetapi menurut tata bahasa
bisa bermakna dua, yang sama benarnya :
a. Menurut Ilmu Syari’at, kata
menyatukan (menyatu) maknanya : Meyakini bukan dua, hanya satu. Sedangkan
At-Taukhid : Ilmu yang meyakini dan juga ajaran tentang Ketuhanan, Ilmu tentang
menafsiri Sifat-sifat Allah yang menyatu dan lengkap.
b. Menurut Bahasa Wirid, kata
Menyatu itu, Menyatu pada yang Satu (Universalisme, Bhuddha), menghilangkan
rasa aku mengaku lebih dari satu (merasa sendirian itu harus hilang). Sehingga
At-Takhid artinya menjadi : Ilmu untuk menyatu, Menyatu kepada Dzat yang Wajib
Adanya (Allah), Atau sebuah Ilmu yang menerangkan tentang CARA-CARA untuk
Menyatu, yaitu tata cara menghilangkan rasa Aku SENDIRI (Individualisme) agar
menjadi Rasa AKU MENYATU (Universal Bhuddha).
Sedangkan yang terpenting itu,
ilmu yang menguraikan “Cara dan saran-saran” mensuikan Dzat Yang Maha Agung,
dengan jalan bukti nyata (Menjalanakan, melakukan) Yang untuk membuktikannya
adalah RASA “Menyatu” atau menjadi satu antara Hamba dan Tuhan (Khaliq dan
Makhluq). Yang bukan hanya dalam pengertian saja (Olah Pikir), namun haru
membuktikan dengan perjuangan, umpamanya sebagai berikut : Saya benar-benar
yakin tentang TUHAN, yang tidak pernah terpisah dengan manusia” Harus
dibuktikan dengan cara BERJUANG atau Menjalankan Ilmu-Nya. Di Dunia Jawa dan
Hindu perjuangan seperti adalah hal lumrah dan hal biasa. Dengan cara ; Berguru
dan sebagainya, yang intinya mejalankan langkah Yogha. Dhyana, Samadhi,
Tafakkur Meditasi, dan juga konsentrasi (6b). Pedomannya dalah menuju kepada
Tuhan, karena Tuhan itu yang disebut YANG TIDAK TERBAYANGKAN, sehingga untuk
membuktikannya adalah denggan menggunakan CARA,
atau di akal, seperti apakah Bukti nyatanya dari Dzat Yang tidak
Terbayangkan itu tadi. Hal yang demikian disebut ilmu pemahaman (THARIKAT), itu
pun masih harus :
$ Berguru terlebih dahulu,
diwejang (Bhaiat), membaca buku-buku tentang Ilmu Hakikat dan sebagainya,
dengan maksud pemahaman yang masih menggunakan Pikiran dan Akal, yang
pengaruhnya disebut sebagai Ahli Kitab, Sehingga hali Kitab itu juga disebut
Tarikat, walau pun pandai yang bagaimana pun masih termasuk golongan “BISA
BICARA SAJA’ atau hanya tebal ilmunya, karena jika disuruh membuktikan maka
tidak akan bisa. Namun Tarekat itu haru dijalani sendiri sebelum sampai kepaa
Ma;rifat. Karena tingkatan Tarekat itu salah satu cara untuk mempunyai banyak
Ilmu, mencari ketajaman akal/pikir serta batin, gunanya adalah ketika sudah
sampai ke tingkat Ma’rifat, maka tidak bisa TERTIPU.
Hidup yang selalu bergerak ini
sebenarnya masih dikuasi oleh gerak pikiran, pendengaran, penciuman, masih
dikendalikan oleh kekuatan RAGA, Sedangkan dalam bahasa WIRID, rasa menyatu,
menjadi satu itu tidak akan mempergunakan alat/kelengkapan-kelengkapan Raga
yang ada ini, namun harus bisa menghilangkan atau tidak mempergunakan alat raga
tersebut, dari gerak dan pengarhnya. Karena untuk bisa mengetahui yang Tidak
Bisa Terbayangkan sebenarnya TIDAK mempergunakan alat.
Jika nantinya sudahn bisa
mengendalikan atau menghilangkan RASA AKU SENDIRI-SENDIRI sehingga menjadi AKU
DALAM PENYATUAN (menyatu) sebenarnya baru masuk pada PINTU awalnya saja, yang
harus dilalui itu masih sangat teramat sangat jauhnya, karena masih
mempergunakan rasa SENDIRI atau RASA AKU DALAM PENYATUAN itu tadi, dan masih
biasa TERASA (merasa). Puncak dari yang bisa diusahakan itu harus meleweti dan
melebihi TINGKATAN MA”RIFAT.
BAB. IV
DALIL, KHAIDTS, IJMAK, KIYAS
Pada umumnya di setiap desa,
kota dan negara, pencari ilmu, walau pun berbeda Agamanya, yang dituju pertama
kali adalah tentang MATI YANG SEMPURNA. Maksudnya, barangkali sangat
menghendaki untuk bisa merasakan mati, merakan bagaimanakah rasanya mati itu.
Di dalam bahasa Wirid, hidup yang bsia menyebutkan “ HIDUP HANYA SEKALI” itu
sebenarnya “Bekalnya hanyalah Ilmu” dan ilmu tentang Allah itu disebut ILMU
YANG NYATA (nyata, tidak menipu, bisa dibuktikan).
Sedangkan di dalam Bahsa Arab
disebut Ilmu Haq, yang artinya Ilmu Yang Nyata, menjadi kata yang biasa
dikatakan sebagai “YANG NYATA” (Kasunyatan). Di Pedesaan masing-masing sisiwa
di dalam perguruan disebut demikian, terikat dengan janji (sumpah kepada guru).
Bisa juga sumpah itu sama dengan Untuk menakuti, contohnya : Jika kamu langgar,
maka perutmu akan meledak.
Hal itu bagi orang-orang yang
sama sekali belum sampai ke tingkat Tariqat, baik buruknya terdapat dalam
tindakannya. Walau pun pintar atau bodoh, namun karena sedang sebagai murid
jika dalam menjalankannya terdorong rasa takut, maka masyarakat menjadi
tenteram. Murid yang berasal dari perguruan dengan murid yang berasal dari
sekolah biasanya tidak ada saling kecocokan, dan sering berselisih tentang
keyakinan (ilmu yang diyakini), yang menyebabkan terjadinya perpecahan,
perselisihan berebut kebenaran tentang masalah ilmu yang belum tentu
kebenarannya.
Uraian di atas itu untuk
membentengi, jangan sampai permasalahn tentang BATIN di desa menjadi
“berlarut-larut”, padahal sebagian besar karena tertutup oleh FANATIK, artinya
: Hanya meyakini dan sangat percaya dan patuh kepada gurunya, yang sebenarnya
bisa menjadi melenceng dari tujuan semeula, yaitu menuhankan selain Tuhan yang
sebenarnya! Sehingga sebaiknya harus hanya patuh kepada Tuhan serta bermohon
agar mendapat anugerah untuk bisa memahami Al-Qur’an (memahami perintah Tuhan),
sesuai yang tercantum di dalam QS. XV;72 :
“Waman kanafihadzihi a’ma
fahuwa fi’l akhirati a’ma wa adlallu sabilan.” (Siapa saja yang buta di dunia
ini, di akherat juga akan buta tdiak mengetahui jalan).
Tentang petunjuk tersebut
kemudian muncul pertanyaan sebagai berikut : APAKAH sudah benar ajaran dari
guru tersebut? (lihatlah ayat Isra’ 15 di depan), Dan siapakah yang bertanggung
jawab di dunia dan di akhirat jika ilmunya itu salah?
Untuk bisa terbukanya ahati itu
juga dengan jalan bermsayarakat, bertanya-tanya , namun sebenarnya yang
terpenting yaitu akal/pikiran harus digunakan. Sija sering digunakan, nantinya
uraian di buku ini dan seterusnya, akan bisa menjadi tertular salah satu dari
Sifat Allah sendiri. Bekalnya adalah menjalankan dengan hati yang suci yang
juga akan dijelaskan dengan penuh keterbukaan.
Sekarang mengenai tentang
berguru ilmu. Yang penting itu memang soal siapa yang akan dijadikan GURU itu haru
teliti dalam memilihnya, karena banyak orang yang mengaku-aku, seperti yang
diingatlan dalam Serat Wulangreh, sebagai berikut Nyanyain Jawa Dhandhanggula :
Lamun sira amaguru ngelimi (1) Amiliha sujanma kang nyata (2) Ingkang becik
martabate (3) sarta kang wruh ing hukum (4) Kang ngibadah lan kang wirangi (5)
sukur oleh wong tapa (6) ingkang wus amungkul (7) Tan melik pawehing liyan (8) Iku pantes sira guranana
kaki (9) Saratane kawruhana.
Artinya : Jika engkau berguru
wahai anakku (1) Pilihlah manusia yang Nyata (2) yang baik derajatnya (3) serta
yang paham hukum (4) Yang beribadah dan War’i (sudah meninggalkan urusan
keduniawian) (5) sangat beruntuk jika menemukan pertapa (6) yang sudah terpisah
dengan urusan dunia (7) Tidak menginginkan pemberian orang lain (8) Itu pantas
kau jadikan guru wahai anakku (9) Syarat-syaratnya harus kau ketahui.
Nasihat yang termuat di dalam
Serat Wulangreh tersebut, maksudnya, sebagai berikut :
1. SUJANMA KANG NYATA : Itu
artinya : Manusia yang nyata itu bukan golongan orang yang kurang sospan, tidak
punya papan tempat tinggal, suka memamerkan ilmu, suka bohong, pada intinya
yang pantas dijadikan guru itu yang bisa dipegang kata-katanya.
2. INGKANAG BECIK MARTABATE :
Artinya : Yang baik derajatnya, yaitu yang baik budi pekertinya.
3. KANG WRUH ING HUKUM :
Aartinya yangmengetahui Hukum itu, manusia yang benar-benar paham tentang hukum
Agama serta hukum-hukum yang lainnya, yaitu manusia yang ahli dalam aturan bermasyarakat
dan bernegara.
4. KANG NGIBADAH LAN KANG
QIRANGI : Artinya : yaitu manusia yang benar-benar menjalankan aturan Agamanya,
baik Islam, Kristen, Hindu, Bhuddha, dan sebagainya, Sedangkn Wirangi maknanya
suci sudah meninggalkan urusan dunia dan suka berprihatin.
5. WONG TAPA : Aartinya :
manusia yang sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya.
6. KANG WUS AMUNGKUL : Artinya
: Yang benar-benar sudah terlepas dari urusan dunia.
7. TAN MELIK PAWEHING LIYAN :
Artinya : Orang yang sudah tidak mengharapkan pemberian orang lain, baik harta
benda atau pun pujian, sanjungan dan penghormatan.
8. PANTAS GURONONO KAKI :
Artinya : Itu yang pantas dijadikan guru.
9. SARTANE KAWRUHANA : Artinya
: Itu sebuah pesan bagi murid, harus tebal bekalnya. Walau pun tidak pandai,
namun mengerti Olah rasa, karena sebagai murid itu harus merasa malu jika tidak
memberi. Sekedar conotoh : Oleh karena Guru tidak pernah meminta, maka berdiam
diri. Itu salah, jika manusia yang bisa menempatkan rasa, pasti malu jika tidak
memberi sekedarnya kepada guru. Atau yang lain itu syarat sebagai murid harus
dipahami terlebih dahulu.
Manusia itu sering salah dalam
menilai rupa. Ketika menilai Guru yang masih muda dan dari keturunan orang
biasa. Manusia yang sudah dibuka mata hatinya itu tidak perduli muda atau tua.
Banyak juga manusia yang sudah tua namun hampa, maksudnya : “Kosong”. Namun di naman sekarang banyak
kalangan muda yang mendirikan Perguruan. Penjelasannya : Tuhan ketika membuka
mata hati manusia itu menurut yang dikehendaki-Nya, seperti yang termuat di
dalam Al-Qur’an : XII. 22 Surat Yusuf : “Setelah Yusuf dewasa (30 tahun),
Mendapat anugerah Hikmat dan Ilmu, seperti itu balasan-Ku kepada manusia yang
patuh.”
Kata dewasa (Akhir Baligh),
menurut aturan-aturan, adalah bagi siapa saja yang sudah dewasa. Hatinya pun
juga dewasa. Buktinya, sebagai berikut : Sang Sidharta, adalah seorang
Pangeran, kaya dan pandai, Putra Raja di kaki Gunung Himalaya (Kapilavastu).
Raja Shudadhana. Ketika lahirnya ditinggal oleh Ibunya. Ketika mencaai usia 29
tahun kemudian bertapa brata memohon kepada Yang Maha Benar. Setelah hatinya
terbuka, kemudian menjadi Buddha, serta ajarannya hingga sekarang masih sangat
tinggi dan BENAR.
Dan juga, tentang Kenabian
Yesus, putra Maryam, siapa pun akan heran, ada bayi yang berumur 3 hari sudah
bisa berbicara, dan sebagai Nabi Utusan Tuhan. Ingat!!! Baru berumur tiga hari,
belum 30 tahun, sehingga masih dibawah umur yang masih muda.
Yang terakahir Nabi Muhammad
saw. Beliau adalah seorang anak penggembala kambing, yang ikut kepada Pamannya,
Ketina Nabi berumur 30 tahun, karena terdorong oleh keinginannya sendiri
kemudian menyepi bertapa di Gua Hira, mengendelakikan segala keinginannya
...... mencari Dzat yang sebenarnya (Allah), kemudian menjadi Nabi, hingga
menjadi panutan bagi penganut Agama Islam. Nyataah, bahwa Tuhan ketika membuka
hati para ahli olah Rasa dan Jiwa ketika masih berumur Muda.
Setelah bisa memilah-milah
“yang baik dan yang buruk” terhadap seorang Guru, juga harus diteliti lagi,
Ilmunya, menggunakan dasar dalil atau tidak. Maksud dari Dalil adalah :
Pedoman, jika tanpa dalil kadang mengajarkan Klenik, ilmu yang di akal agar
menjadi cocok (otak-atik gathuk), itu yang harus dihindari.
Sedangkan syarat menjadi Guru
Ilmu Hakikat, itu selain yang tersebut di atas, juga harus berlandaskan pedoman
4 hal, yaitu :
1. Dalil dari Kitab Suci Tuhan
yang bernama Al-Qur’anul Karim. Yang hingga sekarang adalah Kitab yang terjaga
kebenarannya dan hanya Kitab Qur’an yang tidak mengalami perubahan. Maksudnya
sebagai berikut : Qur’an itu menggunakan Bahasa Arab, ada 6666 ayat, dan sduah
dierjemahkan ke berbagai bahasa di dunia. Siapa saja yang ingin mengubah
isinya, pasti akan ketahuan, karena yang asli yang berbahasa Arab itu masih
utuh dan terjaga.
2. Hadits, itulah adalah Ucapan
perintah dan tindakan Nabi Muhammad yang benar dan suci. Yang berisi ajaran
yang bermacam-macam, sebagai pembuka segala ilmu yang tidak terdapat di dalam
Al-Qur’an. Haits yang suci ini, oleh penganut Agama Islam disebut Hadits Syahih
Buchori atau Muslim. Sehingga hadits yang selian itu kurang kekuatannya.
Semikian juga Al-Wur’an, juga harus di nalar terlebih dahulu Jus dan Ayatnya.
3. Ijmak itu adalah kesepakatan
para Ulama Besar, yang hidup di jaman Nabi atau pendapat para Sahabat yang
empat yang dynamis, karena belum terpengaruh Mahzab (pendapat-pendapat
seseorang yang bisa berubah).
Sehingga Ijmak itu, adalah
pendapat yang ketika itu sudah disepakati oleh para Ulama(lebih dari 4 atau
lima).
4. Qiyas, itu adalah pendapat
yang berdasarkan akal dan pikiran, artinya suatu ajaran yang tidak terdapat di
dalam Al-Qur’an dan Hadits, namun hanya menurut pemahaman Akal dan pikiran
saja. Adanya uraian-uraian yang terdapat di dalam ilmu tersebut harus di-kiyas
menggunakan akal. Apakah akal bisa menerima atau tidak. Jika bisa, maka akan
mempertbal Iman, jika tidak, berarti masih ragu-ragu, dan semua yang masih
ragu-ragu itu tidak mengenakkan hati (kharam, dosa, atau bathil).
Siapa saja boleh saja mencari
Ilmu Hakikat, dan dalam pencarian tersebut sebenarnya tidak sulit, asal
didlandasi tekad yang kuat. Jika tekad dan keyakinannya kurang besar, maka niat
di dalam hati yang menginginkan Ilmu Ketuhanan tentu tidak akan bisa
terlaksana.
Mendirikan perguruan Ilmu
Hakikat itu bagi orang tua atau muda sebenarnya bukan pekerjaan yang
sembarangan, karena para calon murid di jaman sekarang ini pikirannya sudah
maju, dan akalnya sudah berkembang dan tidak akan menerima hanya mendengarkan
saja. Apa pun yang sekiranya kurang jelas dan sulit diterima akal pasti akan
ditanyakan. Sebagai contoh, sebagaimana ajaran di bawah ini :
Sebenarnya tidak ada apa-apa,
yang awal itu ADAM (1), Adam itu bermakna kosong, dan manusia itu berasal dari
Adam itu tadi. Sehingga manusia itu kemudian Ada dengan pribadi sebelum adanya
Allah, Malaekat dan sebagainya. Mengapa seperti itu, karena adanya Allah itu
karena adanya manusia, dan manusia yang mebuat sebutan. Itulah yang wajib
disimpan sekuatnya bagaikan menyimpan nyawanya sendiri, karena sesungguhnya
Hamba dan Tuhan itu, lebih dahulu hamba.... Hamba dan Tuhan itu, sebenarnya
adalah Menyatu, artinya : Tidak ada Tuhan jika tidak ada hamba terlebih dahulu.
Artinya SATU, tidak terpisah, sehingga dimana pun juga Tuhan itu ada di dirimu,
jika tidak ada dirimu tentu tidak ada Tuhan.............
Ajaran yang dicontohkan di atas
sebenrnya masih kurang jelas bagi Sang Murid. Sehingga sering menumbuhkan
pertanyaan yang kadang justru menimbulkan kemrahan-kemrahn para Guru, karena
para Guru sendiri pun juga tidak menjangkau menggelar ajaran yang di dapat dan
diterima “Apa adanya” saja. Sedangkan kemrahan-kemarahan pra Guru itu
menandakan bahwa kurang pemahamannya (tidak pintar, belum menguasai terhadap
ilmunya), juga memperlihatkan kefanatikannya. Jika ada perguruan Ilmu Hakikat
yang demikian itu, sesungguhnya sama saja memperbesar asal-mula kesesatan
didalam kehidupan masyarakat umum.
Uraian ajaran seperti yang
tersebut di atas yang bisa diterima oleh akal dan pikiran itu adalah sebagai
berikut :
Termuat di dalam Al-Qur’an,
Adam itu aalah seorang Nabi, manusia yang sudah dikehendaki oleh Tuhan,
mempunyai sifat-sifat 4 macam, yaitu :
1. Sidiq, artinya : Jujur,
sifat mokalnya adalah : Kidzib artinya menipu.
2. Amanah, artinya : Bisa di percaya, sifat mokalnya adalah : Khiayant artinya :
mengingkari.
3. Tabligh, artinya : menyampaikan
perintah Tuhan, sifat mokalnya adalah : Kitam, artinya mengurangi atau merobah.
4. Fathanah, artinya : Pintar
Bijaksana, sifat mokalnya adalah : Bodoh.
Sedang sifat Wenangnya itu
satu, yaitu yang disebut “Ara; Bashari, artinya : Halngan yang tidak membuat
cacat dari status Rasulnya.
Seperti itulah sifat-sofat
seorang Nabi yang dikehendaki oleh
Allah. Perbedaanya dengan orang baisa, bahwa manusia biasa itu kebanyakan hanya
mempergunakan sifat-sifat mokalnya saja.
Oleh karena ADAM itu seorang
Nabi, yaitu sebagai manusia yang berderajat sempurna, yang sudah ketempatan
sifat 4 macam tersebut di atas, makna “KOSONG” itu adalah makna dari kata
‘Adam” Jika menggunakan kata yang lain bisa dijelaskan, sebagai berikut : “Adam
itu manusia yang namanya bermakna “Kosong”. (Makna dari namanya).
Di dalam Kitab Qur’an VII 98,
Surat Al-n”aam disebutkan sebagai berikut : “Dia yang menciptakan dirimu
sendiri-sendiri (yaitu adan dan segolongannya), kemudian dirimu berada di dalam
Rahim untuk sementara waktu dan disimpan di dalam Tulang Sulbi ayahmu”.
Sebenarnya ayat ini kami terangkan kepada orang-orang yang mau memahami.”
Kata sendiri-sendiri di atas,
mengandung maksud Raga-raga ini, ujud
raga manusia. Sehingga Adam di sini mempunyai arti : Ujud manusia yang semula
berasal dari Gua Garba. Hanya saja di dalam Al-Qur’an disebut Nabi yang pertama
sendiri, Makhuk yang mulia yang ada di Surga.
Jika dikembalikan kepada ajaran
Guru yang disampaikan di depan, Adam yang dikiaskan Kosong dan menjadi
asal-usul manusia itu tidak salah jika dikupas dengan makna MANUSIA, karena
manusia Sindirian seperti jika msih bernama manusia sejak awalnya itu adalah
berasal dari manusia, sehingga jika ada makan kias bahwa manusia itu berasal
dari Kosong itu sama saja tidak masuk akal, karena semua manusia adalah : pasti
berasal dari seorang Ibu, yang dikandungnya dalam kandungannya. Barangkali saja
Adam itu juga berasal adari manusia.
Sedangkan makna kias atas kata
Kosong itu, menurut uraian dalam bahasa Wirid, sebagai berikut :
Semua yang tergelar ini, adalah
berasal dari Hakikat Dzat Yang Wajib Adanya, serta DIA yang membuatnya, yang
disebut : Allah, Tuhan, God atau Thao dan sebagainya, yang artinya : Yang Wajib
disembah yang tidak terlihat.
Makna kata tidak terlihat itu
bukan berarti “TIDAK DA”, Namun pasti ada-Nya, hanya saja tidak terlihat. Oleh
karena tidak terlihat itu, sehingga kemudian dikiaskan : “KOSONG”, yang
selanjutnya digunakan untuk mengkiaskan kata : “ADAM”. Walau pun Kosong dan
hampa, namun kenyataan-Nya bisa membuat apa saja, bisa menciptakan semua yang
tergelar ini. Sehingga yang berasal dari Dzat yang dikiaskan “Kosong” itu,
bukan hanya untuk manusia saja, namun untuk semua yang tergelar ini, justru
juga Malaikat-malaikat, syaitan-syaitan, bumi, langit dan sebagainya, semua berasal
dari Hakikat Hampa itu tadi. Sedangkan bagi manusia, bukti bahwa dari kosong :
“Ketika terlahir itu, tidak mengerti apa-apa.”
Kata lahir dan tidak mengerti
apa-apa itu, adalah alam BAYI ketika keluar dari kandungan, dalam keadaan
“Entah”, apakah laki-laki apakah
perempuan, apakah banci, apakah di Rumah Sakit, atau kah di hutan ...... tidak
tau (*). Di situlah keadaan terkuasai oleh rasa “Tidak mengerti apa-apa” sama
dengan keadaan “HAMPA”. Namun mengapa, oleh karena hampa itu tadi, manusia ada
dengan sendirinya? Apakah tidak mau mengakui bahwa sudah pernah mengalami HAMPA
itu, hanya menurut saja terhadap aturan Kodrat/iradat? Apakah tidak mau
mengakui bahwa “HAMPA” itu hanya karena kurangnya keterangan atau memang karena
BODOH?
Kata ADAM itu tadi, sekarang
ada keyakinan 2 macam :
1. Meyakini : Bahwa ADAM itu
adalah Nama NABI (Rasulullah) serta menurut Agama Islam tersebut di dalam
Al-Qur’an, Adam itu Nabi yang diusir dari Surga, bersama dengan istrinya HAWA.
Kata Adam itu asli berasal dari Bahasa Ibrani, yang bermakna “Manusia
Laki-laki”. Di dalam Qur’an tidak dijelaskan bahwa Hawa itu berasal dari Iga
milik Adam. Pendapat demikian, Seutuhnya meyakini bahwa “Adam itu adalah
manusia yang bergerak-gerak lahir” seperti manusia pada umumnya.
2. Meyakini : Bahwa Adam adalah
HAMPA, artinya manusia ada dengan sendirinya sebeluma danya Allah, malaikat dan
sebagainya ... itu “TIDAK BENAR”.
Yang benar : Hampa itu
sebenarnya adalah keadaan Dzat Yang Wajib Adanya, tidak kelihatan namun ADA.
Artinya “ada”, tidak bisa dibayangkan, karena Dia itu Layukhayafu, sama dengan
“Kosong”, serta bisa mencipta segala yang tergelar ini, kerana wewenangnya
menciptakan. Kata KOSONG itu adalah bagi manusia itu sendiri ketika diutus
hidup di dunia.
Sebenarnya memberi pahamanan
tentang uraian ini menjadi mudah jika sudah mempunyai pegangan, artinya,
mengerti sedikit-sedikit. Dan ketika menerima ajaran dan uraian-uraian ini di
dalam batinnya harus mencocok-cocokkan dengan yang sudah pernah didengarnya
atau yang sudah menjadi keyakinannya. Dan semakin jelas jika kemudian
dibanding-bandingkan dengan keyakinan-keyakina yang lain.
Oleh karena Ilmu (keyakinan)
ini tidak berdiri sendiri, namun berasal dari luar, sehingga bagi perguruan
Ilmu Hakikat, lebih baik jika bila para muridnya didbei kelonggaran melanjutkan
pertanyaan-pertanyaan dan jangan diikat keras-keras oleh aturan yang akan
mencegah para murid untuk membandingkan ilmu yang didapat dengan ilmu milik
orang lain. Mengapa demikian, karena Ilmu Ketuhanan itu, untuk bisa dipahami
juga harus lantaran manusia dan af’al-nya menuju kepada yang satu, yaitu BENAR.
Di dunia “JAWA” ada kata-kata
‘Kawruh” (Ilmu umum) dan “NGELIMU” (Ilmu hakikat), yang sepertinya hampir sama.
Kata “Ilmu” dalam Bahasa Arab, dalam bahasa Indonesianya adalah “Ilmu” dalam
bahasa Jawanya adalah “Kawruh”, yang dalam kesehariannya berubah menjadi
“Ngelmu” dalam bahasa Jawa dosok menjadi : Angele yen durung ketemu (Sulit jika
belum ditemukan), “Cengel-cengel yen wus ketemu” justru “Setengah mati sulitnya
ketika sudah ditemukan”.
Menurut Prof. Mr. Dr. Hazairin
: Kawruh (ilmu) itu tingkatannya hanya
sekedar weruh (melihat), Si A, weruh (melihat) computer, artinya si A, walau
pun orang di pojok gunung, oleh akrena pernah melihat Computer ketika dahulu
pergi ke kota, kemudian bercerita kepada temannya. Walau pun melihat, si A
tetap tidak mengerti kegunaan atau guna dari Computer itu tadi, karena belum
pernah mempelajarinya. Sehingga hanya sebatas penglihatan mata, namun masih
“BUTA” dalam pengertiannya.
Sekarang seumpama si A yang
melihat Computer, bisa menggunakannya, menservisnya, dan bisa membuatnya (Walau
pun hanya menggunakan dan merangkai programnya saja) karena sebelumnya memang
si A pernah kuliah di Jurusan tehnik dan informatika Computer, sehingga si A
memang benar-benar paham rahasia Computer. Oleh karena si A memang benar-benar
mengerti sehingga bukan menipu, dan bisa membuktikan kepadnaiannya. Ilmu si A
tersebut bukan hanya sekedar mengetahui saja, namun diamalkan dengan
membuktikannya, dan mempraktekannya dan sebagainya, yang artinya mempunyai
ilmunya. Itulah perbedaan Kawruh (melihat) dengan Ilmu.
Didalam uraian Wirid ada
kata-kata : Barang siapa mengerti yang dimaksud dari Sastrajendra Hayuningrat,
jika raksasa maka ketika matinya akan berkumpul dengan manusia utama, jika
manusia akan berkumpul dengan Dewa, Dan benar-benra paham kepada terangnya Yang
Nyata adanya (Ilmu Ketuhanan).
BAB. V
TINGKATAN ILMU
Kata Tingkatan itu artinya
Tangga. Sedangkan Menyembah yang sebenarnya atau menyembah dengan jalan 4
tingkatan, itu adalah suatu bab yang beda keadaan tingkatannya, yaitu :
1. Syari’at, 2. Thariqat, 3.
Hakekat, 4. Ma’rifat
Keterangannya, sebagai berikut
:
1. Syari’at :
.Artinya aturan yang sudah
ditetukan, artinya : keadaan yang harus diikuti.
Sehingga ahli syari’at itu
adalah patuh kepada yang disampaikan, itu merupakan keyakinan Gugon Tuhon
(kepatuhan tanpa nalar), mengamalkannya mengikuti hukum-hukum tentang Halal dan
Haram, yang di yakininya dengan sangat kuatnya, karena hanya hukum itu itulah
yang membedakan antara Halal dan Haram. Dalam aturan tata kelahiran contohnya :
Shalat, Zakat, fitrah, pusa, dan Naik
Haji jika mampu, yang kesemuanya itu dijalankan karena hanya ikut-ikutan saja
terbawa oleh yang dilakukan orang banyak. Pengaruhnya menjadi ikut
menjalankannya, ikut-ikutan menyembah kepada Allah menurut aturan tata
cara Agama-nya masing-masing. Walau pun
demikian, yang seperti itu adan disebut Wajibulyaqin. Sebagai gambaran, di
bawah ini :
Bung Karno itu orang yang
berasal dari Gebang (Blitar) sekarang menjadi Prsiden Republik Indonesia
(Ketika buku ini dibuat, saat itu Bung Karno adalah Presidennya), Untuk bisa
mengetahui hal itu, karena dari berita (perkataan) orang banyak. Sehingga jika kabar itu salah,
Kepercayaanya juga akan ikut salah. Sehingga, cara yang demikian, banyak
mendekati kepada sesat. (Dari 73 barisan hanya 1 yang benar, tambahan
penerjemah).
Jika diteliti dengan dengan
pendapat yang jernih, Tingkatan Syari’at seperti itu, dalam keadaan setiap
harinya, merupakan salah satu tingkatan untuk menanamkan Rasa DISIPLIN,
bertindak dengan apa adanya, patuh pada hukum yang ada. Namun tentang hal itu, Prof.
Dr. Oesman Dekan di Markas Besar Angkatn Darat, mengatakan sebagai berikut :
“Menjalankan Rukun Islam itu, yang pertama : Menanam rasa disiplin di dalam
Jiwa dan Raga, melatih kesucian Raga agar memiliki tekad baja, penuh rasa belas
kasih kepada sesamanya, rela dan ikhlas, memberi dan berdana dan sebagainya.
Sedangkan yang ke dua : Mempertebal keluhuran Budi pekerti, karena yagn di
alami dan diketahui bahwa aku bangun pagi-pagi sekali, namun tidak menjalankan
shalat, dalam perasaannya merasa malu jika sampai ada yang menyebutnya bukan
orang Muslim....... dan sebagainya.
2. Thariqat :
Itu adalah tingkatan yang sudah
menginjak kepada wilayah batin, untu menjangkaunya harus dengan cara melakukan
Pengekangan kehendak diri (Tapabrata), membangkitkan budi (mesu budi). Sehingga
Thariqat itu adalah tingkatan perbuatan yang berdasarkan pemahaman (mengolah
hati).
Sehingga para ahli Thariqat itu
adalah manusia yang menggunakan akal pikirannya, dalam pemahamannya menggunakan
Buku, Wirid-wiri, berguru, bertanya, sarasehan, yang tentunya akan membuat
semakin pahamdibanding dengan sebelumnya. Pada dasarnya Thariqat itu
menggunakan akal pikiran dan pemahaman hati untuk membuka tanda saksi atas
Tuhan sendiri, seumpamanya : Paham bahwa bakteri itu hidup, dikarenakan ketempatan
“apa”. Hal itu semakin meningkatkan ketebalan keyakinanny.
Pada jaman dahulu ketika para
Ahli Kitab masih termasuk golongan Thariqat, artinya paham benar-benar paham.
Paham bahwa Bung Karno itu
menjadi Preiden karena sudah pernah lewat di depan Istana Merdeka serta pernah
mendengar Pidatonya. Sehingga arah dari Rumah Istana Bung Karno sudah paham,
hanya saja belum pernah bertemu langsung dengan Bung Karno (Catatan : Buku ini
dibuat di kala Bung Karno masih menjabata Presiden RI).
Tingkatan Thariqat ini , walau
sudah mengerti, namun sebenarnya tidak meninggalkan Syari’at dari Agamanya,
karena Thariqat itu hanya satu tingkat diatasnya saja. Pada tingkatan ini para
pengikut, menjalankan ajaran Guru, seperti contohnya : Melakukan pengekangan
diri bertapa, dengan tujuan hanya untuk meniru dari Sifat Tuhan saja, yaitu
kesuciannya, keadilannya dan sebagainya. Dengan jalan itulah sebagai saran
untuk bisa terbukanya ilmu di dalam dirinya sendiri “Hampir mendekati untuk
diterima” karena semua itu tergantung dari tindakan (praktek).
Ahli Thariqat itu memilah-milah
dan memilih-milih, mana yang disebut “Benar/Salah” yang disebabkan oleh orang
lain atau oleh dirinya sendiri , sehingga tumbuhlah (tertuar sifat ) penuh
cinta, kasih, mudah iba kepada sesama ciptaan, yang besar sekali pengaruhnya
itu aalah “Paham” atas segala perbuatannya sendiri, tidak sampai harus di
tuntuk-tunjukan.
Yang demikian akan tembus untuk
bisa terbuka pintu hatinya, apakah sebabnya “Hamba” harus mencintai sesama
ciptaan dan mencintaiTuhan, yang kemudian itu sebagai awal untuk menghilangkan
hawa nafsu.
Menurut uraian Wirid di dalam
Thariqat adalah PERJALANAN HATI, oleh karena hati ketempatan kehendak yang
kecepatan bergantinya bagaikan kilat, sehingga Thariqat itu, selain memerangi
Keterikatan yang berupa harapan dan keinginan, juga memerangi dorongan dari
dalam batin.
3. Hakekat.
Termuat di dlam Wirid Hidayat
Jati, Hakekat itu Menjalankan Ibadah Yang Sebenarnya dengan cara tidak merasa.
Perbuatan dari “AKU SENDIRI” sudah dilepaskan dan berganti menjadi perbuatan “AKU SEUTUHNYA”
(Universal), disebut juga “Tidak merasa adanya Aku”.
Hakekat yang demikian adalah
merupakan Iman dari para Mukmin Khos, para ahli ilmu tingkat tinggi dan disebut
dengan nama Iman Haqqul Yaqien, artinya “NYATA” Sebagai gamabarannya, adalah
sebagai berikut :
Percaya bahwa Bung Karno
menjadi Presiden itu, karena sudah pernah masuk ke dalama Rumah Istananya,
namun belum bertemu dengan dirinya secara berhadapan langsung.
Pada intinya, Hakekat itu
adalah Ibadah yang sudah diterima, karena yang sangat dicintai ternyata sudah
pernah bertemu (Bung Karno) walau pun belum pernah berjabat tangan. Di
Tingkatan ini maka akan terbukalah Hijab penghalang antara sang Hamba dengan
Tuhan-nya. Sangat cocok dengan sebuah Hadits “Sesiapa yang benar-benar mengenal
diri pribadinya, benar-benar mengenal Tuhan-nya.”
Oleh akrena Hakekat itu adalah
Ibadah Jiwa (Roh), serta keadaan diri sudah tertutup oleh rasa TIDAK MERASA,
sehingga para ahli SULUQ, Ahli SUFI, ahli TAPA, mempunyai pedoman sebagai
berikut : “AKU INI TIDAK ADA, YANG ADA ITU YANG MENGADAKAN>”
Keyakinan atau pedoman yang
demikian itu, membuktikan bahwa sudah berhasil menemukan (menyatakan)
kesempurnaan Hakekat serta sudah berhasil Mengekang JASMANI dengan ROHANINYA
sendiri, kata lainnya : Sifat dan Hakekat Dzat sudah menyatu. Pada Tingkatan
ini, sebutan sakit, panas, dingin, pusing, mules, MATI dan sebagainya, itu
tidak ada. Hal yang demikianlah, yang barangkali yang disebut : “MENYATU
(WAHDATUL WUJUD).
Di dalam Serat Suluk
disebutkan, sebagai berikut : “........ Yang disebut Iman, yang mengausai diri,
HAKEKATNYA yaitu SEJATINYA KARSA”. Di dalam tingkatan ini sebenarnya adalah
Tingkatan Jiwa yang pasrah, berserah diri atas KEHENDAK TUHAN, karena sudah
bisa menguasai rasa “TIDAK IKUT MEMILIKI”. Keyakinan yang demikian sama dengan
: YANG MENYEBUT DAN YANG DISEBUT ITU SATU, seperti : Tembikar menyebut dirinya
tanah, dan tanah menyebut dirinya Tembikar!” Yang dijalankan setiap harinya,
bagi orang yang sudah di tingkat yang demikian, segala gerak dirinya dan segala
kehendaknya selaras dengan kehendak DZAT.!!!!!
Jangan sampai salah paham, hal
itu bukan menyerah begitu saja kepada TAKDIR. Yang dimaksud selaras dengan
kehendak DZAT itu, adalah : GERAK DARI SIFAT DZAT”!!!!!.
4. Ma’rifat.
Di Tingkatan ini adalah Iman
bagi para Arifin yang disebut Isbatul Yaqin, artinya sudah “Menetap” sudah sempurna, sebagai
gambarannya, adalah sebagai berikut : Jika sudah pernah menghadap kepada Bung
Karno, serta pernah bersalaman dan juga duduk bersama dan saling bertutur kata.
Penjelasannya : Bahwa bila
siudah Ma’rifat : (c). Semua Ilmu, Pengetahuan, rasa, amal, Ibadat, Filsfat,
mantik, keindahan dsan sebagainya, sudah menyatu menjadi satu, sudah bisa
menyebutkan sebab dan musababnya. Termuat di dalam Wirid Hidayat Jati, sebagai
berikut : “Dzikir Dzatullah” artinya : Dzikir dari Rahsa, di dalam alam Lahut
(Alam cahaya, Pen), disebut sebagai Dzikir Ma’rifat, sempurnanya itu sudah ada
rasa apa pun juga (5) (“) (4b), (6b).
Tataran tingkatan yang ditata
seperti di atas, sebenarnya adalah yang disebut “Tataran atau Tingkata Islam
(c), Sedangkan kata ISLAM itu seharusnya bukan nama dari sebuah Agama, hal itu
karena salah kaprah, salah yang sudah menjadi kebenaran umum. Karena nama dari
Agama-agama itu banyak yang mengambil dari nama yang menyebarkannya, contohnya
: Agama Bhuddha, oleh karena yang menyiarkan adalah Sang Bhuddha, sehingga
Agamanya disebut Agama Bhuddha. Agama Kristen juga mengambil dari Namanya dari
yang menyiarkannya. Sehingga seandainya Agama Islam itu disebut dengan Agama
Muhammad, tentunya bukan menjadi masalah, karena yang menyiarkan adalah yang
mempunyai nama MUHAMMAD. ISLAM itu kata Sebutan, tidak ada bedanya dengan kata
sebutan Utara, Selatan, luhur dan sebagainya. Barang atau bentuknya tetap tidak
bisa dibayangkan, namun bisa di rasakan. Sehingga ISLAM itu “TANDA-TANDA”
kepada IKTIKAD (keyakinan) yang Luhur yang artinya adalah SUCI @.
Kata suci itu tanda bagi yang
lahir dan yang batin, yang kasar dan halus, yang tidak bisa berubah. Kata Suci
(ISLAM) itu “tidak ada apa-apa” : @ entah kotor terkena tinta atau bersih bagai
kertas, entah gelap seperti malam, ataukan terang seperti siang ....... Tetap
TIDAK BISA DIBAYANGKAN @Itulah ebabnya sehingga kata ISLAM di maknai kiyas
“SUCI”, sedangkan yang sebenarnya “BERSERAH DIRI KEPADA ALLAH”. Kata Berserah
diri itu bukan kata sembarang kata, karena yang bisa menggunakan adalah derajat
Nabi, Wali, Auwliya, Pandita, Guru Sempurna. Sebagai buktinya di dalam kehiduan
sehari-hari walau hanya sebutan saja, seperti di dalam wirid di atas yaitu :
“TDIAK ADA APA_APA”. Jika ditelusuri, kata “Tidak ada apa-apa” itu, yaitu
dihari pertama dilahirkan ke dunia. Yaitu lahir kedunia dengan keadaan ENTAH
tidak mengerti apa-apa.
Sehingga dalam bahasa
sehari-hari yang kita gunakan dari kata Islam itu, berasal dari Bahasa Arab,
yang artinya “Berserah diri Suci (Sepi, hampa, tidak ada apa-apa), sehingga sudah
terpisah dengan rasa memiliki dan harapan keinginan. Dalil Tuhan di dalam
Al-Qur’an : Al-Baqarah ayat 131, sebagai berikut :
Idz Qalalahu Rabbuhu aslim qala
aslamtu lirabbil alamien .................!!! Maksudnya sebagai berikut :
“Ketika Tuhan memerintahkan : “Kalian Islam @ (Berserah diri) @ Kepada Tuhan,
jawabnya : Hamaba beserah diri @ kepada Tuhan Seluruh Alam.”
Sehingga yang disebut ISLAM itu
adalah, jika sudah menjalankan 4 tingkatan itu tadi, mulai dari Tingkat
Syari;at, hinggu lulus di Tingkatan MA”RI. FAT. Lebih tepatnya yang disebut
Islam Suci kepada Dzat Yang Wajib, itu dengan menggunakan dasar pedoman
LAYUKHAYAFU (Yang tidak terbayangkan), artinya bila kita akan berserah diri ke
Pangkuan Tuhan, bekalnya adalah pakaian yang bernama “YANG TIDAK TERBAYANGKAN”
@ atau diri ini mesuk ke dalam @LAYUKHAYAFU. Penjelasannya, sebagai berikut :
Menghadap kepada Presidenitu
jika Tentara haru menggunakan pakaian lengkap kedinaasan, Unifor, tanda-tanda
pangkat, seigap tegap dan sebagainya, baru bisa di terima. Menyembah Allah itu
pun bukan saja “Menggunakan Agama” saja, namun harus disempurnakan dengan
MENYATU, Berserah diri, Islam, tidak merasa apa-apa, itulah yang disebut
TINGKATAN MA”RIFAT.
Sehingga disebut ISLAM itu,
jika sudah bisa membuang rasa “AKU tunggal” yaitu yang berarti sudah diterima
“AT-Tauchid”nya. Oleh karena manusia biasa itu “membutuhkan makan” sehingga di
dalam berlajar Ma’rifat harus ketika masih hidup dalam kehidupan ini!!!!!!.
Sedangka jika tidak bisa lulus, itu soal lain.
Rahasianya adalah sebagai
berikut : Siapa pun yang ketika hidup di dunia belum bisa ISLAM “Berserah diri”
Memutus ikatan pengaruh dunia, At-Taukhid (menyatu), itu ketika matinya di
saata sakaratil maut akan mengalamami kejaidian-kejadian yang menakutkan, akan
mengalamani “Apa-apa_ di dalam kubur. Namun sebaliknya, apabila bisa mmenyatu
ISLAM, suci, berserah diri, hal itu jika akan meninggal dunia (Sakaratil maut) Insya Allah akan bisa terus
ke hadapan Allah, kembali pulang kepada asalnya @ yang disebut INNA LILLAHI WA
INNA ILLAIHI RAJI”UN @. Dalam cara Agama Buddha, disebut memasuki alam NIRWANA
@ (1b, 3b, 4b),/ (2c).
Manusia yang sudah berasa di
Tingkat Ma’rifat, disebut ARIFIN, artinya : Muslim. Barang siapa yang mempunyai
keinginan bisa di tingkat Ma’rifat, sebagai contohnya, seperti dalam dalil
berikut ini :
Pesan Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’kub
kepada anak cucunya : “Ya Banyiyy inna Allaha ashtafa addina fala tamutunna
illa wa antum muslimuna”. Artinya : Wahai anak keturunanku, Allah sudah
memilihkan Agama bagi kalian semua, maka dari itu kamu jangan “MATI” sebelum menjadi Muslim (Islam). @ (Al.
Baqarah Ayat 132 (3c).
Sudah sangat jelas bahwa yang
paling ditakuti itu, adalah ketika memasuki alam Kematian, yang penjelasannnya
seperti tersebut di atas : “Siapa yang ketika hidupnya sudah Islam, sama saja
sudah menghadap di hadapan Tuhan>’”.
(Lihat pada penjelasan pengalaman Mati).
Oleh karena kata Islam itu ,
pakaian dari Ma’rifat, itu diceritakan walau pun bahwa pengalaman MELEWATI
jalan yang tidak bisa terbayangkan itu hanya sekali, itu sama saja sudah Islam.
Ada yang sudah terbaisa, ada yang satu bulan sekali, ada yang bisa setahun
sekali, ada yang sekali seumur dalam seumur hidupnya, tergantung dari yang
menjalankannya.
Menurut dalil di atas, para
Leluhur sudah mempunyai kata Islam dan Agamanya adalah Agama petunjuknya adalah
Suci. Sehingga tujuan Islam (Suci) itu sebenarnya sudah di cari oleh
manusia-manusia sebelum Nabi Muhammad, sehingga Nabi Ya’kub, Ibrahim, Musa, Isa
as. Nabi Muhammad, itu satu keyakinan.
Almarhum Kyai Agus Salim, dalam
memaknai Islam itu, sebagai berikut :
“Islam itu Bahasa Arab, berasal
dari kata Salima yang bermakna Keadaan Selamat dan Stausa, tidak cacat, tidak
kekurangan dan tidak kerusakan. Kata itu kemudian menjadi kata dasar Aslama
yang maksudnya merawat dengan Selamat dan Sentausa dan mengandung makna
MENSUCIKAN dari segala cela, kekurangan. Yang pertama terhadap diri pribadi,
yang kedua kepada sesama manusia, dan selanjutanya kepada seluruh alam beserta
semua makhluk yang ada di dalamnya.
Selain itu, kata Islam juga
bermakna : Berserah diri, yaitu memasrahkan diri kepada Tuhan seutuhnya @.
Sehingga kata Islam aslama itu adalah sumber dari kata Islam. Kata Islam itu
sebenarnya sudah mengandung Seluruh makna yang tersimpan di dalam kata
dasarnya.
Dari penjelasan di atas itu
tadi, sehingga Islam itu bukan sebuah
nama sebutan-sebutan seperti halnya Hindu, Buddha, Kristen, Yahudi dan
sebagainya, namun sebuah kata yang makananya Tegas, dan agar dipahami sesuai
dengan maknanya.
Agama Islam itu Tuntunan
perintah dan petunjuk untuk menyelamatkan diri sendiri, Manusia, Dunia dari
adanya cela dan kekurangan, serta berserah diri kepada Allah swt.
Maka seharunya adalah
menyelaraskan perbuatan, bicara, tingkah laku, perkataan dan sebagainya, untuk
menjaga keselamatan yang tersebut itu tadi.
Yang dismpaikan oleh Kyai Agus
Salim seperti yang tersebut di atas, jika diteliti dengan serius, akan bisa
ditemukan perbedaan antara keyakinan atas masing-masing Agama, yang secara
ringkasnya : Semua Agama yang ada jika dibanding dengan Agama Islam itu tidak
satu Tekad. Itu semakin jelas di dalam keyakinan, bahwa Buddha, Kristen, dans
ebagainya adalah hanya sebuah sebutan saja, yaitu nama sebuah Agama.
Padahal yang sebenarnya
berdasar Surat Isra’ ayat 15 tersebut di atas, semua itu hanya satu sebutan
(Sebutan-sebutan saja) Sebutan, nama tida ada bedanya dengan sebutan yang
bermacam-macam kepada Tuhan (Ada yang menyebutnya God, Thao, Gusti, Allah dan
sebagainya). Singkatnya kata-kata sebutan itu yang membuat atau memberi nama
adalah manusia itu sendiri.
Menurut Bahasa Wirid, kata
Islam adalah sebutan dari sebuah keyakinan, bukan kata sebutan pada umumnya,
akan tetapi merupakan Ibarat yang mengandung makna : Semua orang, tidak
memandang apa pun Agamanya asal saja bisa menyatu dengan Dzat Yang Maha Agung,
tentulah bernama Islam (Ma’rifat) @ (Hati-hatilah memahami ini, jangan dianggap
mudah. Pen). Sedangkan ada kata-kata : Buddha, Kristen, Islam, Islam ejati dan
sebagainya, hal itu sebenarnya hanya untuk tanda saja, yang digunakan oleh
manusia yang memeluknya, namun tekad keyakinan tujuannya yang sama, yaitu
mencari BENAR dan MENCARI ALLAH.
Kata Ma’rifat itu berasal dari
Bahasa Arab : Arafa, artinya : Melihat, namun bukan penglihatahn mata dan
pikiran (pengertian). Kata melihat seperti itu, arahnya bisa kepada Ilmu.
Sedangkan Ma’rifat itu adalah di bidang MEMAHAMI, bagi Wirid adalah MEMAHAMI
TUHAN yagn tidak menggunakan Mata dan Pikiran.
Memahami Tuhan itu, menurut
Wirid intinya adalah : Siapa saja bisa berada di tingkat Ma’rifat, namun apa
yang akan dima’rifati, jika tinga mengerti tentang Ke-Allah-an? Karena Ma’rifat
itu bukan yang diyakini “SUDAH PINTAR BERSAMADI (Yogha) saja, namun juga harus
diserta THAAT (Mematuhi Perintah dengan YAQIN), kepada Agamanya. Seumpama
ketaatan para ahli Syari’at itu hanya terbawa karena takut kepada larangan
Agama-nya, jika sudah Shalat, Puasa, Zakat Fitrah, Syahadat dan Pergi Haji, itu
sudah cukup, dan sudah merasa sebagai ORANG ISLAM. Namun bagi Ma’rifat, selain
mematuhi aturan Agama, juga disertai pengekangan untuk bisa mencapai Cita-cita
bahwa benar-benar akan Menyatakan Allah.
Manusia yang melakukan oleh
batin, jika dinaikan menjadi Ma’rifat itu, tanda-tandannya tidak mudah
diketahui, karena manusia-manusia seperti itu di dalam batinnya sudah
ketempatan salah satu sifat Allah, umpamanya adalah sifat Asihnya yang pada
umumnya akan berwatak penuh Cinta dan sayang kepada sesama.
Kata Cinta itu adalah Cinta
sesuai dengan Sifat Tuhan, sehingga merupakan Cinta yang menyeluruh, tidak
pilih-pilih. Buktinya adalah : Para Nabi, Wali, Mukmin, itu semua penuh rasa Cinta,
tidak ditujukan kepada AKU SATU (yaitu : Aku Universal). Namun, walau pun
demikian, mereka itu masih semangat berperang jika memang harus perang, dan
membunuh musuh jika harus membunuhnya. Seperti itulah KEUNIKAN bagi manusia
yang sudah mengerti.
Perang atau membunuh musuh itu
semestinya berlawanan dengan pemahaman masyarakat, Akan tetapi bagi para yang
sudah Paham terhadap rahasia Hidup dan rahasia dunia, hal seperti itu tidak
mengherankan, Justru bahkan menjadi KEWAJIBAN. Mengapa demikian, karena dalam menjalankan
perang dan membunuh itu hanya terdorong oleh rasa CINTA dan rasa SUCI. Daripada
keterusan menjadi Pengrusak dunia, maka lebih baik dimusnahkan. Sehingga bagi
para yang sudah mengerti, kemudian bertindak yang demikian itu karena menjaga
terhadap cita-cita MENJAGA KETENTERAMAN DUNIA, artinya : Menyelamatkan Dunia
beserta seluruh isinya dari segala perusak yang bertindak sesat. Seperti itu
lah KEUNIKAN MA”RIFAT.
BAB. VI
RAHASIA KALIMAT SYAHADAT DAN HA-NA-CA-RA-KA
Rahasia Ma’rifat itu terdapat
pada kalimat : “Kehendaknya, adalah kehendak Allah, Tindakannya adalah tindakan
Allah, Sabdanya adalah Sabda Allah. Di dalam kenyataan, maksudnya adalah
sebagai berikut : Apa pun yang dikehendaki, sebelum terucap, pasti kesampaian,
Contohnya sebagai berikut :
Seseorang yang akan pergi ke
Yogyakarta, di dalam hatinya membatin, E.... Seandainya ada kendaraan!”
Kemudian ada sepeda motor yagn tersesast, minta pertolongan untuk untuk
mengantarnyakannya sampai ke Yogyakarta, akhirnya orang tersebut bisa pergi
naik motor hingga sampai ke Yogyakarta dengan gratis.
Kejadian yang seperti itu, jika
dikira (dibahasakan), karena atas Pertolongan Tuhan, agak sedikit ada
kemiripannya, karena hidup orang tersebut sudah Menyatu, artinya sudah menjadi
satu dan dalam penyatuannya sudah tidak merasa, sehingga hanya sesuai dengan
Kehendak Dzat saja. Ringkasnya : Dzat itu tidak menginginkan kesulitan.
Di depan sudah dijelaskan,
bahwa Hakikat Dzat itu, adalah SIFAT, AF”AL serta NAMANYA. Artinya : Ya SIFAT
ya INGSUN, Menyatu, Shingga tidak mengherankan jika ada kejadian seperti pada
contoh di atas, dalam segala gerak dan cetusan hatinya sudah berada pada
KEKUASAAN DZAT, yaitu WENANG, wenang mempercepat dan menyesatkan Motor dan
sebagainya. Karena sebenarnya manusia itu adalah UTUSAN DZAT, SIFATnya DZAT.
Oleh karena sebagai Utusan,
sehingga bisa ketempatan Sifat KUASA-Nya, berupa : Wajib Menyembah dan
menghormati Dzat yagn bisa bertindaka apa saja, dengan Sifat WENANGNYA. Itulah
bukti bahwa makhluk itu UTUSAN DZAT yang Wajib Ada-Nya.
Di bawah ini sekedar Wirid
tentang makna Kalimah Syahadat yang sudah cocok dengan Kebudayaan Jawa, akan
diurakan sebagai pijakan.
Sabda Rasulullah kepada sahabat
Muadz : Ma min ahadin yashaduan la
Illaha Ilallahu wa anna Muhammaddan Sarulullahi sidqan min qalbihi illa
ahramahu allahu alla annari!” (maksudnya kurang lebih sebagai berikut :
“Seseoarng yang menucapkan kalimah Syahadah hingga terus ke dalam hatinya maka
oleh Tuhan akan dihindarkan dari siksa neraka!”
aa. Rahasia Wirid dari
Syahadat, sebagai berikut :
Asyhadu Alla ilaha illallah wa
asyhadu anna Muhammadar rasulullah (Saya bersaksi, sesungguhnya tidak ada Tuhan
kecuali Allah, dan saya bersaksi, sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah.
bb. Rahasia Wirid dari HA NA CA
RA KA, sebagai berikut :
“Hana caraka; Data sawala;
Padha jayanya; Maga bathanga: (Ada utusan, dua jenis; berebut dan bertanding;
sama-sama kuatnya; keduanya mati bersama, sama-sama menjadi mayat).
Yang akan diuraikan terlebih
dahulu adalah Kalimat Syahadat seperti di atas (aa), kemudian akan diteruskan
menjelaskan bab HANACARAKA (bb).
aa. KALIMAT SYAHADAT
Di dunia masyarakat Jawa, jika
ada acara Sunatan, pernikahan dan sebagainya, pada umumnya membaca Kalimat
Syahadat, karena walau pun bukan Bahasa Jawa, namun sudah merasuk menjadi
budaya Jawa sejak jaman para Wali di jaman dahulu. Sedangkan Kalimat Syahadat
itu, yang menggunakan adalah para pemeluk Agama Islam sebelum memahami dan
mengerti atas semua Rukun dan Ajaran
Agama Islam. Sehingga Cara beribadah kepada Allah itu, dengan syarat harus
benar-benar mengerti dan memahami makna dari Kalimat Syahadat itu tadi. Sehingga
pada jaman Wali, Kalimat Syahadat itu digunakan untuk mengawali dan membuka
ajaran kepada siapa saja tanpa pilih kasih.
Walau pun berbahasa Arab,
Kalimat Syahadat atau kesaksian Dzat Yang Maha Segalanya dan Muhammad itu
utusan-Nya, yang intinya sudah menguasai dunia yang tergelar ini. Bagi orang
Jawa, bahasa Arab itu hanya meminjam, yang di bisa di bahasakan ke dalam Bahasa
Jawa yang mengandung maksud dyang sama. Karena hal itu bahwa kata-kata tersebut
merupakan tanda.
Di dalam kalimat tersebut ada kata
Muhammad, yang mempunyai makna tersendiri. Muhammda di dalam kalimat
tersebutmerupakan sebuah kata sebutan, berasal dari bagian. Sebenarnya, Nabi
Muhammad mempunyai empak pokok nama, juga sama jenisnya, berasal dari kata
HAMDUN (Pujian atau sanjungan), atau kata Hamda (Memuji). Selengkapnya,
asma-asma itu seperti di bawah ini :
1.
Hamid
= artinya yang di puji.
2.
Mahmud
= artinya yang mendapatkan pujian.
3.
Ahmad
= artinya Yang lebih terpuji.
4.
Muhammad
= artinya yang mendapatkan Pujian.
Di dalam Kaliamt Syahadat, kata Muhammad tidak
bisa diganti menggunakan kata lainnya, walau pun ada. Namun makna yang
terkandung itu ada dua, yaitu : MAKNA tersirat dan MAKNA tersurat, Di dalam
ajaran Wirid kata itu disebut NUR MUHAMMAD ( Cahaya Yang Terpuji).
Kata MUHAMMAD itu, maksudnya adalah : Sifat yang
mengandung PUJIAN. Sekarang perlu di uraikan SIAPA dan APA yang memiliki pujian
itu. Keterangannya, sebagai berikut :
Di dalam kalimat disebutkan : Muhammad Rasulullah
(Muhammad Utusan Allah). Siapakah yang menjadi Utusan Allah, Apakah Muhammad
Putra Sayidina Abdullah di Makkah (Arab), Ataukah Muhammad (Nur Muhammad) yang
bermakna Cahaya yang terpuji?. Penjelasannya, lihatlah pada uraian tentang
Citra (Hakekatullah), dan perincian Manusia Hidup.
oYang sebenarnya, yang disebut yang terpuji
(ketempatan Pujian) itu adalah sifat dari Manusia Hidup, karena keluhuran dan
serba sempurna yaitu mempunyai sifat 20. Sehingga dengan demikian, para Nabi,
Wali. ‘Ulama dan manusia sekarang ini, sama-sama mempunya sifat Muhammad.
Sedangkan penjelasan tentang kata UTUSAN (Rasul),
sebagai berikut :
Setelah manusia hidup ini bersifat Muhammad,
kemudian menjadi utusan, yaitu Utusan Allah. Sedangkan Allah itu, bisa menjadi
Allah-ku; Allah-mu; Allah Kita dan Allah dari seluruh yang tergelar ini. Sehingga
yang disebut Utusan itu, yaitu utusan dari Allah-nya diri masing-masing. Yang
akhirnya kemudian menuju kepada pengakuan mempunyai Allah (Aku mengakui
mempunyai Allah).
Yang bernama utusan itu bersifat HIDUP, jika sudah
meninggal dunia tidak bisa menjadi Utusan lagi, karena manusia mati itu sudah
tidak mempunyai Allah (yang bersifat Allah-ku), karena sifat-sifat Dzat yang
terkadung di dirinya sudah hilang musnah (Lihat penjelasan tentang sifat 20). Di
dalam Kitan Injil Mutheus 22 (31.32.33) disebutkan, sebagai berikut :
“apa belum pernah membaca perintah Allah kepadamu
: Ingsun (Allah) ini, Allah-nya Abraham, Iskak dan Yakub. Allah itu bukan
Allah-nya orang mati, akan tetapi Allah-nya manusia hidup”.
Yang menjai pemikiran sekarang, walau pun itu
berifat Muhamad dan juga bersifat Rasulullah, mengapa ada yang menjadi utusan
nafsu? Utusan Syetan, perewangan, demit, dan utusan yang murka? Itu bisa
terjadi pada manusia yang belum paham yang sebenarnya, atau hanya sekedar
mengerti saja, sehingga hanya sampai pada
tingkatan Tarekat. Sedangkan jika benar-benar ingin mengamalkan serta
membuktikan dalam menjadi UTUSAN DZAT, itu harus sampai pada tingkat Ma’rifat
(Islam). Yaitu manusia yang sudah benar-benar ber Taukhid, menjadi satu,
selaras dengan kehendak DZAT. Sehingga juga disebut Berbadan Bathara, artinya
sudah menjadi AVATARA (Utusan), pada jaman dahulu disebut NABI, Wali. Di jaman
sekarang cukup disebut MA’RIFAT.
Dalam pemahaman yang salah, oleh sebagian yang
berpedoman Wirid atau ajaran, Muhammad itu dikiaskan, sebagai berikut :
“Sesungguhnya Muhammad itu sifat diriku, Rasul iru Rasa diriku!”. Kata Rasul
itu bermakna utusan, berasal dari Bahasa Arab, sedangkan kata Rasa (Rahsa) itu
berasal dari Bahasa Sanskrit, sehingga tidak selaras. Walau pun Muhammad itu, benar
sifat diri, namun penambahan “Rasul itu
rasa diri” itu justru menjadi keliru.
Oleh karena sudah yakin bahwa Muhammad itu Sifat
Hidup yang lengkap dan juga sebagai Utusan, mengapa bagian-bagian dari sifat
itu di ubah-ubah? Sifat Muhammad itu sudah lengkap, ada sifat dua puluhnya, ada
rasajatinya, ada rasanya, dan budi dayanya, ada akal/pikir dan sebagainya,
tiba-tibah di ubah ke tampat lain? Jika saja i dalam batin, Rasa yaitu rasa
diri, itu diibaratkan sebagai Allah itu hanya mempunyai nama saja, dan mempersamakan
dengan segala rupa di kanan kirinya, itu adalah keyakinan yang harus
dihindari.!!!
Uraian tersebut juga termuat di dalam
Wridi Hidayat Jati, sehingga pengarang Hidayat Jati itu juga memetik
dari ajaran Sasahidan para Wali, sedangkan yang menjadi patokan bagi orang di
jaman sekarang itu ssalah? Tidak!!!! Namun kesemuanya itu harus berdasar kepada
Hukum Qiyas (Analisa), penjelasannya sebagai berikut :
Muhammad =
Rasul
Rasul =
Sifat Muhammad
Sifat Muhammad =
Sifat dari Dzat
Sifatnya Dzat =
Merata kepada sifat seluruh yang tergelar dan yang hidup (Kayu, batu, manusia
dan sebagainya).
Sifat dari Dzat =
Hakekatnya Dzat.
Hakekat dari Dzat =
Ujud yang sempurna.
Wujud sempurna =
Manusia hidup.
Manusia hidup =
Mempunyai sifat Dzat 20, dan sebagainya.
Manusia itu jika dicubit akan merasa sakit.
Sehingga yang bisa merasa itu adalah manusia hidup yang juga sebagai utusan.
Sehingga... bukan salah satu sifat itu ................ yang disebut : UTUSAN,
RASA DIRI, SIFAT DIRI dan sebagainya .......!!! Namun itu semua Milik dari Dzat
Wajibulyakin (ALLAH).
Sehingga jika ditelusuri .... di otak atik di atas
sama dengan kiyas dari Asa Wahdatulwujud. Artinya L Khaliq dan makhluq itu
“SATU” (Lihat dan pahami uraian tentang Dzat, Sifat, Asma dan Af’al di depan).
ooOOOoo
Sekarang berganti membicarakan tentang CARAKAN
(Huruf JAWA) yang hingga sekarang masih menjai perdebatan para ahli sejarah dan
belum ada yang mempunyai pendapat yang bisa dijadidkan patokan. Contohnya,
tentang Ajisaka itu aalah siapa dan apa?
Apakah makna “CARAKAN” ) huruf Jawa ) itu? Walau
pun jumlah hurufnya hanya 20, namun kenyataannya bisa menguasai seluruh ukuran
dari kata-kata bahasa Jawa dan kata-kata bahasa asing.
Oleh karena uraian ini berhubungan dengan Kalimat
Syahadat, sehingga jumlah 20 itu bisa diselaraskan dengan jumlah SIFAT 20.
Sedangkan makna kalimat Carakan itu, seperti berikut ini :
I.
Aa. Wirid
mengajarkan : Saya bersaksi, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Allah,
dan saya bersaksi bahwa Muhammad itu Utusan Allah”
II. Bb. Carakan, berbunyi : Ada utusan berjumlah dua
........ dan selanjutnya. Lihat uraian di depan.
Uraian saya tentang adanya dua utusan (II. Bb),
itu sebenarnya : Adalah ujud manusia hidup yang berujud laki-laki dan wanita
yang sama-sama menjadi Utusan dari Dzat-nya diri sendiri, agar hidup
berkeluarga. Laki-laki dan perempuan itu bukan hanya berujud manusia saja,
namun juga semua makhluk ini ada Pria dan wanitanya, semua saling berpasangan
dan sama-sama menjadi sifat yang menjadi saksi dari Dzat.
Oleh karena itu, sehingga tidak ada barang yang
TIDAK ADA, artinya, keberadaan Dzat itu kekal adanya (4 c).
Makna tersiratnya, sebagai berikut : Utusan yang
jumlahnya dua itu, sama-sama Jaya-nya, artinya menguasai semua makhluk lainnya.
Siapa saja yang menguasai semua makhluk,
sehingga kalah keadaannya (hakekatnya)?? Tidak lain adalah manusia hidup yang
di beri keluhuran sempurna dari sifat-sifat kekurangan, lengkap dari seluruh
sifat 20), yang saling mempengaruhi. Disebut juga sama-sama kuatnya
(Padhajayanya), artinya, wlau pun laki-laki/wanita, yang keduanya adalah
sama-sama makhluk yang luhur dan lengkap.
CARAKAN itu juga menjelaskan : Campyuh (Mati
bersama) sehingga menjadi bangkai (Bathang). Kata Bathang (bangkai) itu,
menurut tata lahir sama dengan Jasad bangkai yang berbau bacin. Apakah sebabnya
sehingga menjadi bangkai?? Baru saja berkelahi, saling tertusuk sehingga mati
tanpa bisa dipisahkan. Namun kata Bathang (bangkai) itu sebenarnya mengandung
makna ibarat yang rahasia. Lebih jelasnya : Seketika mati bersama-sama seolah
menjadi bangkai, artinya tersungkur
bagaikan bangkai, atau sesuatu yang mati, dalam keadaan lupa. Hal ini jika di
buka menurut Rahasia Sasahidan, menjadi demikian :
Laki-laki/perempuan itu sama-sama menjadi Sumber
dari kelangsungan berkembangnya kelangsungan hidup keturunannya. Berkembangnya
itu tidak ada putus-putusnya (selamanya). Untuk kelangsungan berkembangnya
itu harus oleh kedua-duanya (Pria
wanita), menyatu menjadi satu sesuai iradat/kodratnya (bersenggama), sehingga
mengakibatkan rasa kenikmatan (Rasa Mulia), mengakibatkan rasa badan menjadi
lemas dan menjadi hilang ingatan (lupa sejenak). Dalam keadaan yang demikian
itu yang kemudian dikatan atau disamakan
bagaikan bangkai, yang mati bersama-sama.
Keadaan yang demikian itu tidak lama, hanya
sekejap saja, sehingga sebenarnya : Kata mati bersama-sama bagaikan mayat itu
tidak terus-terusan, karena jika kata mati itu tadi dikiaskan mati yang sebenarnya, akibatnya
sama dengan bukan menjadi utusan.
Oleh karena bertugas sebagai Utusan yang harus
tetap adanya, sehingga kata mati itu
tidak terdapat pada kaliamt CARAKAN. Karena jika mati itu adalah keadaan yang sebenarnya,
tentulah tidak akan ada MAKHLUK.
Orang Jawa
itu dalam setiap harinya mengucapkan kalimat-kalimat yang terdapat di dalam CARAKAN
(sebagai buktinya, seandainya mengatakan : Kowe
harep hana apa (Kamu akan ada apa) itu pasti ada salah satu atau lebih
dari CARAKAN itu. Keterangannya : ada huruf HA NA KA PA RA WA-nya), itu juga
berarti bahwa orang Jawa dalam tiap harinya selalu ingat kepada pedoman rahasia HA NA CA RA KA, itu
terjadi bersamaan ketika sedang berfikir, atau sedang bertengkar, atau pun yang
lain-lainnya lagi, tetap terbawa jumlah CARAKAN 20 itu.
Di dalam Bahasa Arab, kalimat itu mengandung
“KEUTUHAN” utusan menjadi sifat Muhammad, Carakan itu merupakan ujud dari
Utusan yang bersifat Muhammad!! Jika sifat Muhammad itu kelengkapan alat yang
mengandung hakekat sifat 20). CARAKAN (Huruf Jawa) yang menguraikan adanya
Utusan-utusan itu tadi, mengandung sifat 20), yaitu jumlah huruf semuanya.
Sekarang timbul pertanyaan : Lebih dahulu mana
“ADANYA UTUSAN dan SEBAGAI UTUSAN” atau
kata ibarat lainnya “Lebih dahulu mana antara Telur dan Ayam?” Jawabannya :
“Entahlah, tidak tau”, karena sudah ada di sini dan hidup bersama dengan makhluk-makhluk
yang lainnya (5). Ringkasnya : Siapa saja yang bernama makhluk, tidak akan bisa
menjawab pertanyaan tersebut.
Perlambang yang rahasia yang terdapat di dalam
Carakan (huruf Jawa) itu tidak akan hilang, namun tetap laki-laki /wanita
selali menyebut adanya jumlah 20, yaitu jumlah Sifat dari ALLAH sendiri.
Adanya sebutan Muhammad itu hakekat dari Dzat,
yang mencarinya adalah manusia yang sudah memiliki ilmu atau manusia yang
mengerti atas rahasianya. Maksudya adalah apa pun saja yang bisa dipikirkan dan
disebut yang kasar dan yang halus dan sebagainya, dan juga apa saja yang
diuraikan di dalam Kitab-Kitab Suci, itu MASIH BISA DICARI, BISA DIRASAKAN,
DIPELAJARI, DI PERINCI, DIMAKNAI, karena semua Kitab Suci itu adalah untuk
manusia hidup. Maknanya; Ibaratnya, Rahasianya, Sasahidan, Rahasia isi
Kitab-Kitab Suci untuk bisa memahaminya itu jika berilmu, sudah menguasai
ilmunya.
Kembali kepada tentang Kalimat dan Carakan. Semua
itu, jika bukan manusia yang banyak ilmunya tidak akan bisa memaknainya.
Kalimat Syahat itu merupakan Rukun Agama Islam itu
sebenarnya adalah kalimat yang tidak kekal, oleh karena kebiasaan manusia bahwa
ketika menyebut Kalimat Syahadat itu, ketika ada keperluan bagi dirinya
sendiri, seperti halnya ketika Sunat, pernikahan dan sebagainya. Intinya :
Jarang yang diucapkan bersamaan dengan Carakan yang diucapkan tiap menit, tiap
detik, selalu terbawa selama hidupnya, sehingga ketika menjadi UTUSAN alias
sedang sebagai Sifat Muhammad, atau sedang sebagai Penanam, penangkar, yang
bertugas untuk mengadakan, yang bertugas mewujudkan ADANYA utusan-utusan, itu
adalah kekal, serta yang terpenting adalah harus di sadari.
1.
Kalimat
Syhadat dalam Rukun Islam itu, kesaksian adanya Dzat. Walau pun tidak
dipanggil, diucapkan, dibicarakan, dirasakan dan sebagainya. Dzat tetap adanya,
tidak berubah dan berganti. Itulah kejelasannya. Serta, sifat-sifat Muhammad
itu : Tetap ADANYA dan pasti berujud, namun bila masih hidup dan bergerak-gerak
ini. Sehingga yang mengucapkan dan yang menyaksikan itu adalah MANUSIA HIDUP.
2.
CARAKAN
(huruf Jawa) itu adalah lambang rahasia, artinya : Yang melambangkan “Yang
selalu menyebutkan” Adanya Muhammad, Adanya Wujud, adanya sifat 20, keberadaan
dari kekekalan Dzat (selalu berkembang biak). Serta setiap harinya, selalu kita
alami, kita terapkan, dan selalu dikerjakan.
Yang dimaksud dari : Tidak ada kematian (Karena
..... masih bisa menyebutnya) dan berkembang biak. Keduanya yang disebutkan di
atas itu saling pengaruh mempengaruhi, menyatu dalam keterpisahan, penyatuan,
Wahdatul Wujud, ESA, yang maksudnya adalah BUKAN DUA, namun penyatuan.
Rahasia-rahasia yang terdapat di dalam CARAKAN
itu, di dalam sebuah buku karangan seeorang Pujangga di Mangkunegaran,
dijelaskan sebagai berikut :
Hananira sejatine wahananing Hyang (Adanya dirimu
sebenarnya tanda adanya Dzat).
Nadyan ora kasat mata pasti ana (Walau tak
terlihat mata pasti ada-Nya).
Careming Hyang yekti tan ceta winaca (Keberadaan
Dzat tentu tidak jelas terbaca).
Rasakena rakete lan angganira (Rasakan
kedekatannya dengan dirimu).
Kawruhana jwa kongsi kurang weweka (Pahamilah
jangan sampai kurang akal).
Dadi sasar yen sira nora waspada (Menjadi tersesat jika kamu
tidak waspada).
Tamatna prabaning Hyang sung sasmita (Perhatikan Pengaruh
Kekuasaan Tuhan memberi Tanda).
Sasmitane kang kongsi bisa kerasa (Tanda adanya
hingga benar-benar bisa terasa).
Waspadakna wewadi kang sira gawa (Perhatikanlah
rahasia yang kamu bawa => yaitu Sifat Rasul + Muhammad).
Lalekna yen sira tumekeng lalis (5) (Lupakanlah
jika kamu sampai ajalmu).
Pati sasar tan wun manggya papa (Salah dalam
kematian pada akhirnya menemukan kesengssaraan).
Dasar beda lan kang wus lalis ing goda (Sangat
jauh berbeda bagi yang sudah tidak bisa tergoda).
Jangkane mung jenak jenjeming Jiwarja (
Tercapainya hanya pada ketenangan Jiwa).
Jitnana liyep luyuting pralaya (Menjadi ahlilah
dalam menghadapi kematian )
Nyata sonya nyenyet labeting kadonyan (Yang
sebenarnya sepi hampa dari pengaruh dunia)
Madyeng ngalam parantunan (Hinga sampai alam
penantian)
Gayuhane danaliyan mung sarwa arga (Yang di
harapkan tidak adal lain serba longgar).
Bali murba Misesa ing Njaba Njero (Kembali
pengaruh mempengaruhi luar dalamnya).=> Wahdatul Wujud, Esa, Sawiji).
Tukulane widardya tebah nista (Tumbuh kembali
dalam keselamatan jauh dari nista).
Ngarah-ngarah ing reh mardi-Mardiningrat (Berusaha
mengarah kepada keselamatan .. dalam kebahagiaan Tuhan).
BAB. VII
NUR MUHAMMAD
Ada sebuah keyakinan yang
meng-Kias kan Nur Muhammad, kurang lebihnya sebagai berikut : “Muhammad iku
Cahyaningsun, Aku Adam, Aku Muhammad, Aku Allah.” (Muhammad itu Cahaya diriku,
Aku Adam, Aku Muhammad, Aku Allah), kemudian dimaknai sebagai berikut :
Cahyaningsun manggen ing mripat
(Cahaya diriku bertempat di mata).
Aku Adam, maksudnya adalah :
Asal manusia itu dari kosong.
Aku Muhammad, maksudnya adalah
: Asal dari seluruh yang ada itu dari Nur Muhammad.
Akhirnya “Aku Allah”.
Yang kemudian, pedoman tersebut
meyakini : Ananingsun punika ananing ambegan, dan sebagainya (Aanya diriku itu
adanya nafas, dan sebagainya).
Pedoman dan keyakinan tersebut
di atas itu, jika di telusuri dengan tenang akan ditemukan kurangnya
kebenarannya, sebab jika Nur Muhammad diyakini bertempat di mata, itu tidak
sesuai dengan kenyataannya. Oleh akrena bahwa mata itu tidak akan bisa
mengetahui jika tidak mengandung Sifat Tuhan. : Bashar (Maha melihat).
Sedangkan sifat Bashar itu , hanya salah satu sifat dari Tuhan, sedang menurut
uraian di atas, sifat Muhammad itu mengandung sifat-sifat lengkap 20, sehingga
mokal dan tidak mungkin jika sifat yang
lengkap itu berkumpul dan bertempat hanya di mata.
Menurut Hidayat Jati
Ranggawarsita, Nur Muhammad itu makna sesungguhnya sebagai berikut : Nukad
Gaib, itu terperinci dua bagian :
1. Nukad artinya Biji (Biji segala ciptaan).
2. Gaib artinya Rahasia (Tidak bisa diangankan,
tidak bisa terbayangkan, TIDAK TERLIHAT. Nukat Gaib (Biji Rahasia) yang disebut
NUR MUHAMMAD.
Jika dihayati, penjelasan
selanjutnya di dalan Hidayat Jati, bahwa NUR MUHAMMAD itu adalah CAHAYA TERANG
TANPA BAYANGAN. Kata terang itu bermakna Menerangi. Siapa dan apa pun juga yang
terkena cahaya terangnya tanpa membeda-bedakannya pasti terkena cahayanya.
Jelaslah jika demikian maka Nur Muhammad itu Terang atau cahaya terang yang ada
menyeluruh : pada Segala wujud yang tergelar ini. Oleh karena tanpa menimbulkan bayangan,
sehingga tentunya bukan terang yang seperti
terangnya cahaya lampu, dan tentunya di unia ini tidak ada. Ada yang
mengatakan dengan sebutan “Terang tanpa menimbulkan bayangan”. Siapa dan apa
pun saja yang menghalanginya, tentu akan tertembus, sehingga sinarnya tidak
akan pernah terputus yang disebabkan oleh penghalang yang berupabarang atau
makhluk, penjelasan maksudnya adalah : Tanpa batas (menguasai).
Makna yang demikian bisa di
dihubungkan dengan makna sifat dari Dzat Yang Wajib yang merata terhadap
seluruh yang tergelar ini. Ringkasnya, Tentang Nur Muhammad (Cahaya Terpuji)
itu adalah sama dengan Hakikat-Nya Dzat Yang Maha Kuasa, sama dengan AKU TIDAK
TAU : Namun saling mempengaruhi (5a).
Kata Nur Muhammad itu, menurut
ajaran Agama yang bisa menemukan adalah Seorang Pujangga yang bernama
Al-Hallaj. Dia meyakini bahwa adanya seluruh yang tergelar ini berasal dari
HAKEKAT MUHAMMAD, dalam bahasa Wirid sama dengan NUR MUHAMMAD (Cahaya Terpuji).
Beliau juga mengulas Asma dari Nabi Muhammad saw. dengan 2 uraian, sebagai
berikut :
1. Muhammad berkedudukan sebagai Sifat juga sebagai
Nabi Muhammad sendiri.
2. Muhammad sebagai seluruh Ilmu Agama, Falsafah dan
sebagainya.
Artinya : Pusat seluruh Ilmu.
Sehingga sifat Muhammad itu sama dengan kedudukan Rasul Utusan dari Dzat yang
menggelarkan Ilmu yang murni, uci (tidak
terampur apa pun).
Pemaknaan Nomor 1, sama dengan
Muhammad yang bersifat Manusia Hidup. Yang Nomor 2, adalah Muhammad
berkedudukan sebagai Sifat JIWA MANUSIA, yang berkedudukan sebagai Penuntun
Agung (Nabi, Wali, Ma’rifat dan sebagainya), yang sudah terlepas dari pengaruh
godaan nafsu, rasa memiliki, pamrih dan sebagainya (Hijab, penghalang). Pada
intinya : Berujud manusia atau sifat wujud itu bisa mati, sakit, hilang, rusak
dan sebagainya, yaitu sifat-sifat yang menjadi MOKAL (karena bisa rusak).
Sedangkan Sifat Qadimd ari
Muhammad itu (Cahaya Terpuji) tetap menguasai seluruh alam yang tergelar ini,
yang sama dengan TERANG TANPA BAYANGAN.
Di dalam Al-Qur’an XX, 52 Surat
Al-Qasas menyebutkan “Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al
Kitab sebelum Al Qur’an, mereka beriman (pula) dengan Al Qur;an itu.” Yang di
dalam Tasir Machmud Yunus menjelaskan : “Sebagian orang-orang yang telah kami
beri Kitab sebelum Nabi Muhammad lahir (yaitu Yahudi dan Nasrani ) ada yang beriman kepada Nabi Muhammad.
Menurut Pujangga Al Hallaj, Nur
Muhammad itu sumber dari segala yang ada di alam ini beserta seluruh isinya,
sehingga seluruh makhluk ini hanya bagiannya saja, oleh karena hanya merupakan
bagiannya saja dari Nur Muhammad, sehinga Dzat, Sifat, Asma, dan Af’al itu
disebut KEADAAN TUNGGAL, atau dalam Bahasa Arab disebut : Wahdatulwujud.
Keyakinan Al-Hallaj itu,
kemudian dilanjutkan oleh Pujangga yang hidup sesudahnya yaitu Ibnu “Araby
(1102 M) di tanah Andalusia yang keyakinannya sama. Menerangkan bahwa Nabi
Adam, para Nabi-nabi utusan Tuhan, seluruh makhluk dan sebagainya, yang ada ini
semuanya berasal dari bagian Nur Muhammad (Hakekatul Muhammad). Oleh karena Nur
Muhammad itu sama dengan Hakekat Allah,
sehingga atas keyakinan yang tersebut di ata itu disebut “Keadaan Tungga”
(Menyatu – satu kesatuan). Bisa juga bahwa keyakinan tersebut yang tersebar di Tanah Jawa pada abad 15 dan
16.
Akibat dari salah dalam
memahaminya, atas orang yang kurang mendapatkan pengajaran, sehingga berani
merubah keyakianan tersebut, hanya berhenti pada sebatas pemahaman diri sendiri
saja dan kadang juga digunakan dalam sarasehan ketika ada perkumpulan. Penjelasannya
: Pemahamannya hanya berhenti pada kata-kata saja!!! Rasa menyatu itu, jika
tidak dengan jalan dilakukan dan dirasakan sendiri tidak akan bisa
membuktikannya, karena hal itu sama saja dengan membuktikan sendiri jalan
kepada Yang Tidak Terbayangkan (5). Sedangkan meraksan hal itu,bisa terlaksana
harus menggunakan cara, dalam Bahasa Arabnya disebut : Tauwhid. Akibat dari
bergesarnya penjelasan itu, yang kemudian mengakibatkan tumbuhnya golongan yang
menuduh bahwa Faham Wahdatulwujud itu Kufur, Kafir, menyekutukan Tuhan.
Sehingga bagi yang meyakini bahwa Khaliq
dan Makhluk itu adalah dua, di dalam batinnya menentang kepada paham
Wahdatulwujud tersebut, karena makhluk itu sesuatu yang terlihat nyata, akan
tetapi Khaliq itu adalah Dzat yang tak
bisa terbayangkan, makudnya adalah hakekat dari Dzat yang tergelar
ini atau makhluk itu, tidak sama dengan Allah!!!. Sedangkan yang bisa
dilakukan manusia itu adalah, hanya sebatas berhubungan.
Akan tetapi bagi yang memiliki
keyakinan seperti yang diyakini oleh Al-Hallaj, Ibnu “Araby dan Siti Jenar atau
Paham Wahdatulwujud, di dalam hatinya serta dalam amalnya (tindakannya) sudah
bisa membuktikan dan menyatakan sendiri tentang Dzat, Sifat, Asma dan Af’al itu
adalah SATU. Hal itu bukan hanya sebatas mengerti saja.
ooOOoo
Uraian tentang empat Anasir
yang sudah diuraikan sebelumnya itu,
maksudnya adalah sebagai berikut : Bagi para pemeluk Agama Kristen menyebutkan
bahwa Allah itu berputra, Sang Putra tersebut sama dengan Citra, bayangan dari
Dzat (yang diibaratkan sebagai Matahari yang cahayanya mempengaruhi Jamban).
Jika hal itu yang diyakini, maka sama dengan Nur Muhammad, tidak ada bedanya.
Penjelasannya sebagai berikut :
Allah sama dengan Sang Rama
(Sanskrit : Iswara).
Hakekatullah sama dengan Nur
Muhammad.
Nur Muhammad sama dengan Citra
(Bayangan).
Citra atau Hakekatullah sama
dengan Sang Putra.
Sang Putra sama dengan Ingsun
(Diri) (Sanskrit => Purusa).
Jika di uraikan, Nur Muhammad
itu, pusat sumber segala yang ada yaitu yang berujud Sifat Hidup diri kita ini,
keyakinan tersebut sama dengan yang disebut dengan AKU () Putra Allah. Makna
Putra itu bukan ANAK pada umumnya, namun terjadi karena Bayangan yang
diterima yang berasal dari Hakekatullah.
Sehingga ujud manusia itu sama dengan DRAGER, yang memuat yang dimuat oleh
Putra (Citra, Bayangan Nur Muhammad).
Oleh karena Sang Rama atau
Allah itu Tidak bisa Terbayangkan, sehingga bayangannya pun juga tidak bisa
terbayangkan. Sehingga disebut Ingsun (diri), Nur Muhammad, Hakekatullah, Citra
Sang Putra dan sebagainya. Hal itu juga tidak bisa terbayangkan itu berada di
diri manusia yang bersifat lengkap (Muhammad), dengan jalan menggunakan alat
yang menempel di dalam badannya, bisa membuktikan yang tidakbisa terbayangkan
tersebut di atas. Di dalam keyakinan Agama Buddha disebut Nirwana alam yang
kekal.
Oleh karena kesemuanya itu
hanya sebatas tanda atau sebutan saja, sehingga bagi salah dalam memahaminya
kemudian akan terbawa kepada perasaan merasa berkuasa menyebut, hingga bergeser
kepada perasaan memiliki sifat kuasa. Hal itu adalah salah, karena makna yang
sebenarnya adalah sebagai berikut : :
Walau pun kita sebagai yang memuat, maksudnya adalah hanya terpengaruh atau
dipengaruhi oleh Hakekat-Nya.
Hakekat yang sebenarnya adalah
tidak bisa berbuat apa-apa, jika hanya terpengaruh oleh sifat kekuarangannya.
Namun, bagi manusia, ternyata segala perbuatannya sama dengan Yang memiliki
Hakekat.
Oleh karena Sang Pemilik
Hakekat itu hanya satu saja, seperti yang digambarkan sebagai Matahari di
langit bagi jamban yang terisi air, sehingga sang Hakekat tetap tidak bisa
terpengaruh kewenangannya! Karena yang Yang Maha Wenang Hanya SATU.
Hal ini mudah untuk dipahami,
yaitu : Seandainya Hakekatullah (Muhammad) Citra Sang Putra, itu berkemampuan
mempunyai Kekuasan seperti Yang Maha
Wenang, tentulah akan ada makhluk yang akan bisa menciptakan makhluk. Sehingga,
Dzat Yang Tidak terbayangkan itu Maha Wenang, artinya Wenang menguasai
segalanya, Apakah mengurangi atau pun melengkapi, atau juga menggerakkan dan
sebagainya, semuanya itu hanya sebatas kewenangannya, walau pun hidup atau pun
mati pun demikian.
Untuk penjelasan selanjutnya,
sebagai berikut : Jika berdasar bahwa Nur Muhammad itu ternyata Hakekat dari
Dzat, serta Dzat itu lengkap dan tidak
terkena perubahan, atau Wajib Adanya, jika demikian suatu keyakinan yang
meyakini bahwa Muhammad itu adalah Cahaya diri yang bertempat di mata, tidak
bisa diterima kebenarannya.
Sebagai penutup uraian tentang
Nur Muhammad ini, perlu untuk sebagai
pengingat, Oleh karena Sifat Muhammad dan Sifat Rasul serta mempunyai
kewenangan menyebut Rasul, tentang hal ini sebaiknya dijalankan ( diamalkan dan
dipraktekkan). Karena sifat Rasul itu adalah Hakekatullah yang tanpa sarana
(perbuatan dari sifat Tuhan yang berjumlah 20 tanpa penghalang).
Ibaratnya adalah : Manusia dan
apapun kehendaknya; kehendak Allah; dan apapun perkataannya adalah Ucapan
Allah, segala tindakannya adalah tindakan Allah dan sebagainya, itu sudah
berderajat Nabi, Wali, Mukmin Khas (Ma’rifat), yang telah dibuka oleh Allah,
tindakannya tidak diakuinya, artinya : Teramat tinggi sikap pasrahnya sehingga
tidak MERASA apa-apa.
Meskipun demikian, sebagai
tandanya, siapapun saja yang berani mengaku bisa, pinter, kaya ilmu, perkasa,
merasa sebagai kekasih Allah dan sebagainya, yang sangat mengagumkan; hal itu
bukan nama sebagai Utusan Tuhan, namun sebagai Utusan nafsu dan Syaitan,
seperti termuat di dalam Al-Qur’an XXX 29, surat Alinfathar : (Tafsir Qur’an) :
Janganlah kamu memiliki keinginan (harapan) selain Allah, karena Allah juga memiliki keinginan
(pengharapan) juga.
Makna singkatnya : Sudah sangat
jelas, seandainya sudah bisa menyatu (larut) dengan Dzat bernama Suci, kaarena kesucianya lah yang kita lakukan,
seperti yang terkandung pada Ayat di atas; Apa pun kehendakmu adalah kehendak
Allah, artinya .. ALLAH dan aku diri itu satu, baik kehendaknya, juga
perkataannya. Sehingga di dalam Hidayat Jati menjelaskan, bahwa perkataan Allah
itu melalui mulut, mendengar mempergunakan pendengaran dan sebagainya, dan yang
berwenang sebagai jalan sarananya atau
yang menjadi perantara dari Tuhan, yaitu yang sudah mencapai derajat Ma’rifat.
BAB. VIII
JALAN MENCARI
YANG NYATA ADANYA
Keterangan tentang Tata cara
(melakukan, mengamaalkan) tentang Ilmu Ketuhanan itu tidak panjang dan tidak
rumit, karena Ilmu Ketuhanan (Yang Nyata Adanya) itu harus diolah di dalam
batin. Tidak harus bisa meneliti perbuatan, maksdunya, tindakan yang keluar
dari batin itu apakah sudah sesuai dengan Tata kelahiran ataukah belum.
Seseorang itu tidak harus
secara terus menerus melakukan olah batin, yang akibatnya akan mengabaikan
perbuatan dan kebutuhan raganya. Hal itu justru berakibat melemahkan raga, dan
jika raga menjadi lemah, maka jiwanya juga akan menjadi lemah.
Melakukan tindakan mencari Yang
Nyata adanya itu banyak ragamnya, dan caranya pun berbeda-beda. Sehingga para
pencarilah yang harus menelaah sendiri. Laku tindakan yang mana yang sesuai
dengan dirinya dan baik.
Dalam dunia Islam (yang juga
sudah ada di dunia Jawa) ada kata : Zakat, yang bermakna memberikan dana.
Tindakan demikian itu sebenarnya melatih kepada rasa ikhlas, dan dengan jalan
demikian saja seseorang masih belum bisa disebut Alim. Melatih agar memiliki
watak Ikhlas yang pada akhirnya : Tidak merasa ikut memiliki dan tidak ikut
membuatnya.
Walau pun berderma itu suatu
tindakan yang utama, meski demikian tindak seperti itu bukan karena
keterpaksaan, atau dengan mengandung pengharapan agar di belakang harinya bisa
mendapatkan balasan dari orang lain (menerima zakat), serta juga tidak harus dengan
pamer agar terlihat dalam membela ke Islaman-nya. Lebih tepatnya tindakannya
itu harus disesuaikan dengan keadaan dirinya sendiri. Artinya, jika kebutuhan
dirinya sendiri belum tercukupi, melakukan derma itu pada akhirnya tidak bisa
terlaksana dengan keikhlasan hati, karena walau pun sedikit, bisa dikatakan
terpaksa, atau hanya terdorong ingin mendapatkan sanjungan, sedangkan keadaan
yang sebenarnya, masih belum terpenuhi seluruhnya. Jika ddirenungkan dengan
tenang, tindakan yang demikian itu bisa
disamakan dengan bunuh diri.
Sedangkan cara berderma yang
benar itu adalah dengan cara meneliti keadaan diri pribadi terlebih dahulu, apakah
kebutuhan hidupnya sudah cukup ataukah belum. Sedangkan jika sudah dirasa cukup
(dan jika justru sudah lebih) barulah tindakan berderma itu dilaksanakan dengan
keikhlasan hati yang sebenarnya. Menurut keyakinan Agama, hasilnya disebut
Halal. Sedangkan ujud dari yang bisa didermakan itu tidak hanya harta saja,
sedangkan tenaga, pikiran dan lainnya juga bisa dipergunakan untuk menjalankan
derma, namun juga harus memperhitungkan kepada siapa dan juga tempatnya.
Untuk tindakan di dalam batin,
menjalankan pencarian kepada Yang Nyata Aadanya itu, harus dilakukan dengan
kejururan, bisa bisa dengan jalan menipu dirinya sendiri. Contohnya sebagai
berikut : Ketika baru datang dan masih kepanasan, tiba-tiba ditanayi, apakah
sudah makan ataukah belum (yang kenyataannya memang belum makan). Jika di dalam
batinnya jujur, jawabannya juga harus
dengan jawaban “belum:” Namun biasanya seseorang itu mempunyai watak
malu-malu, sehingga ketika ditawari makan, walau pun perut lapar, jawabannya
tetap menjawab “Sudah”. Tindakan yang demikian itu yang bernama di dalam lahir dan batinnya
tidak sesuai, sudah menipu dirinya sendiri, yang akibatnya adalah menyiksa
raga.
Akan tetapi, dalam keadaan
lapar yang bagaimana pun, dan demi mengikuti kejujuran batin, walau pun
demikian juga tidak boleh di sembarang tempat mengucapkan meminta makan, karena
tindakan yang demikian itu sebagai tanda bukti bahwa keyakinan kepada raganya
sendiri sudah berkurang, kata kasarnya bisa disamakan dengan pengemis. Sehingga
walau pun demikian, ketika dalam keadaan
merasakan lapar yang teramat sangat, sebisanya harus berusaha sendiri, bagaimana
caranya agar bisa tercukupi kebutuhannya itu.
Sedangkan tindakan
“meminta-minta” itu, bagi diri pribadi bisa dikatakan sebagai tindakan yang
nista, dan bagi yang dimintai itu bisa dikataan telah meremehkan, karena
pastilah berkeyakinan bahwa seseorang yang dimintai itu pasti akan memberinya.
Selain meremehkan, tindakan meminta itu sama saja telah memerintah dan memaksa
kepada orang lain, yang akhirnya bisa mengakibatkan merugikan. Seumpama meminta
hanya sebatas meminta rokok, walau pun hanya sebatang, namun walau pun
terlaksana itu akdang kala membuat tidak enaknya hati bagi yang dimintai,
karena bagi yang memiliki rokok , sebenarnya masih membutuhkan untuk dirinya
sendiri.
Maka dari itu, tindakan batin
yang utama adalah “Luar dalam”, namun demikian harud didasari dengan
membiasakan mengekang hawa nafsu, dan juga dengan menggunakan rasa Cinta dan
menyamakan rasa dengan rasa diri (tepa salira) kepada sesama makhluk yang
berujud apa saja, Artinya Cinta tanpa menyiksa (meremehkan, memaksa, merugikan
dan sebagainya), artinya menyamakan rasa dengan rasa diri, jika dirinya sendiri
di cubit merasa sakit, maka janganlah mencubit orang lain. Laku dan tindakan
yang demikian itu, menurut Ajaran Agama disebut menjalankan Mujahadah dan
Riyadlah, sedangkan bagi ahli Syariat, bermakna bertindak berdasar Hukum Agama
yang diyakininya dengan tidak mengharapkan apa-apa.
ooOOoo
Yang membuat rusaknya hidup
itu, terbagi dua bagian, yang sebagian adalah yang membuat rusaknya Batin, dan sebagian lainnya adalah yang membuat
rusaknya Raga (lahir). Yang membuat rusaknya batin itu, ada 5 yaitu :
1.
Mengumbar
Hawa Nafsu.
2.
Menuruti
kehendak diri.
3.
Menyebarkan
angkara murka.
4.
Menggunakan
watak pembohong dan mengingkari janji.
5.
Menuruti
tindakan fitnah dan suka menyiksa.
Sedangkan yang membuat rusaknya
raga itu juga berjumlah 5, yaitu :
1.
Melakukan
kecerobohan. (Carobo)
2.
Melakuan
tindakan Nista.(lampah nista)
3.
Bertingkah
sewenang-wenang.(Degsura)
4.
Malas,
malu. (kesed, sungkanan)
5.
Malas
menderita dan melakukan ibadah. (Lumuh nestapa puja brata)
Oeh karena kesemuanya itu merupakan penghalang dalam setiap waktu, bagi
para pecari harus mencari cara,
bagaimana agar bisa terhindar dari penghalang-penghalang tersebut. Maka baru
bsia berhasil lulus dan selamat dalam hidupnya. Apalagi bila ditambah dengan
tapa dalam hidup beserta zakatnya sekalian.
Enurut Serat Hidayat Jati, petunjuknya adalah sebagai berikut :
1.
BADAN RAGA : Dengan cara
bertapa mengekang Raga Zakat-nya rutin menjalankan kebajikan. Maksud mengekang
raga : Dalam kehiidupan bermasyarakat selalu menjalan kebaikan, sopan dan
mengikutin aturan. Dalam setiap tingkah
laku harus selalu diselaraskan dengan waktu dan tempatnya. Ringkasnya adalah
bisa menyenangkan sesamanya.
2.
HATI/BUDI : Ujud tapanya
adalah Ikhlas menerima dan bentuik zakatnya adalah hampa dari pikiran buruk, tidak
berfikir yang bertujuan pada tindakan tidak baik. Sedangkan yang perbuatan hati atau Budi itu bermakna : Yang menjadi
sumber dari segala tindakan, karena segala yang dikerjakan manusia itu, walau
pun hanya seucap kata, pastilah bersumber dari hati terlebih dahulu. Sehingga
tepat dengan sebutan bahwa Hati itu adalah Guru dari Sikap lahiriah.
Sedangkan bisa diamati, atas
baik dan buruknya bisa dilihat dari sikap, tingkah-laku, dan ucapannya. Bagi
para pencari kebenaran, yang disebut Budi yang baik itu, adalah budi yang
mengajak pada segala tindakan yang tertuju pada kebaikan, juga selalu berusaha
menambah pengetahuan dan sebagainya, umpamanya mengingat-ingat dan menghayati
sifat 20, hasilnya, batin akan mendapat pengaruh dari sifat 20 tersebut, dan lain sebagainya,
dengan harapan semakin lama akan menjadi kebiasaan, terbiasa mencari kebaikan.
Ujud bertapanya adalah :
Menerima, ini bukan berarti menerima apa adanya, namun yang terpenting itu
tidak kecewa terhadap sesuatu yang sudah terlanjur. Tujuan menerima seperti itu
bermakna tidak memaksakan segala sesuatu, tidak akan bertindak sekiranya badan
dan pikiran tidak sanggup menjalankannya. Umpamanya saja adalah sebagai berikut
: Berusaha mencari penghasilan akan tetapi mendapatkan hanay sedikit saja, hal
demikian tidak berarti menyerah begitu saja, harus berusaha lebih giat lagi
agar mendapatkan hasil yang lebih banyak lagi, namun dengan syarat ingat kepada
kekuatan badan dan pikirannya, tidak
memaksakan dir dan tergesa-gesa untuk mendapatkan hasil yang berlebih dari yang
seharusnya, namun dengan sarana pengurbanan keadaan raga dan jiwanya. Bagi para
olah batin bisa dimaknai , berserah mengalah kepada godaan pikiran, itu juga
disebut bisa melawan tuntutan dari pikiran. Untuk bsia melakukan itu, adalah
dengan jalan berlatih sedikit demi sedikit, lama-kelamaan akan menjadi terbiasa
dan menjadi kebiasaan.
3.
NAPSU (Nafsu) : Beratapanya
adalah Ikhlas, Zakatnya adalah sabar ketika mendapat cobaan dan pemaaf terhadap
kesalahan..
Berjiwa ikhlas itu adalah
salah satu jalan untuk melawan nafsu yang sangat banyak jenisnya. Ikhlas
memberikan yang dicintai itu membuang sifat kikir.
Sabar ketika mendapat coba :
Cobaan dan celaka itu tidak diketahui kapan datangnya, umpamnya : terluka oleh
benda tajam, hal itu bagaimana bisa sabar sedangkan kecelakaan-nya sudah
terjadi? Ukuran sabar atas coba dan derita itu tidak bisa ditemukan, asalkan
saja berhati-hati dalam melakukan segala hal. Hal itu sebagai pedoman atas
segala hal. Oleh karena coba dan celaka
itu tidak bisa diketahui asalnya, maka sifat sabarnya itu haru selalu
dijalankan untuk menghindari coba dan celaka. Artinya tidak akan melakukan
pembalasan, tidak menjadi gampang menyerah, tidak takut gara-gara coba dan
celaka.
Manusia yang lemah jiwanya,
biasanya, apa saja yang akan dilakukan yang dipikir terlebih dahulu adalah
celakanya atau ruginya terlebih dahulu, yang akhirnya justru tidak mau
melakukannya. Yang dimaksud sabar itu, bukan takut terhadap masalah, tidak
ragu-ragu terhadap malapetaka, tidak mundur karena cobaan, akan tetapi selalu
berhati-hati. Dan orang yang percaya kepada kekeuatan sendiri itu biasanya yang
lebih sering berhasil dari apa yang dicita-citakannya.
Oleh karena segala tindakan
itu didorong oleh anfsu, (Nafsu ingin mendapatkan pujian dari orang lain, nasfu
ingin mendapatkan yang terbanayk, nafsu ingin yang paling unggul dsb), maka
bertapanya adalah :Ikhals, jika belum bisa mendapatkan apa yang dihasratkannya,
dalam melakukan tindakan tersebut/ Karena, seandainya tidak Ikhlas (terus membebani
pikirannya) biasanya menumbuhkan rasa murka, dan rasa tidak pernah puas. Untuk
cara menghilangkannya dengan cara seperti yang sudah diurakan tersebut di atas.
Dalam hatinya harus mempunyai tekad “Ikhlas” walau pun belum bisa seketika.
Pada intinya : Ikhlas memotong berkembangnya nafsu dan keinginan diri, pamrih
pujian dsb. Langkah-langkah yang demikian itu akan menumbuhkan kesantausaan
Budi. Artinya tidak mudah terpengaruh. Krena sudah bisa memikirkan baik
buruknya. Dan kesentausaannya itu tidak gampang terseret oleh hasrat yang
berasal dari luar dan dari dalam diri.
Pada akhirnya, kata MEMAAFKAN
ATAS SEGALA KESALAHAN, lebih jealsnya dalah tindakan dari luar diri, yang
berakibat pada diri sendiri. Contoh : Sepeda Anda dipinjam tetangga yang
akhirnya tetangga itu mengalami kecelakaan di jalan hingga sepeda Anda menjadi
rusak. Ruksanya sepeda itu dikarenakan
kecelakaan yang tidak disangka-sangka itu, masih bisa di servis. Akan tetapi,
siapakah sebenarnya yang salah? Dan siapakah yang harus memberi maaf? Menurul
penalaran, yang salah adalah tentangga yang menaiki sepeda itu. Namun.. menurut
hukum batin, seumpama sepeda itu tidak dipinjam, tentu tidak akan mendapat
kecelakaan. Sehingga, yang kurang “Waspada” adalah keduanya. Sehingga,
maafkanlah atas kesalahan orang lain yang mengenai diri sendiri, karena belum
tentu tentangga itu, benar-benar salah. Dan hasil dari memafkan kesalahan orang
lain itu, maka diri ini akan disebut sebagai manusia berbudi luhur.
Seumpama ada anak yang memukul
anak itu bagaimana? Apakah harus di balas dengan pukulan juga? Olehkarena hal
ini berhubungan dengan “membangkitkan nafsu” sehingga sikap memafkan adalah
yang utama, kemudian urusan itu serahkan kepada yang berwajib, karena ada
pengadilan yang berhak mengurusinya. Sedangkan jika dibalas dengan pukulan, itu
maka kedua-duanya sama-sama bersalah. Karena tidak menempati watak berbudi
luhur.
4 . NYAWA, Bentuk tapanya :
Jujur Yang Sebenarnya (temen) Zakatnya adalah : Tidak usil dan tidak senang
menyiksa. Bagi manusia pencari Yang Nyata Adanya, Nyawa itu adalah kata yang
sulit untuk dipahami, karenya Nyawa itu dalah tanda hidup. Semu mahluk Tuhan
itu, yang bersifat hidup, pasti mendapat pengaruh dari Nyawa.
Kata “Jujur yang sebenarnya”
(Temen) di sini, adalah yang berhubungan dengan kejiwaan (tentang Sukma),
artinya akan bisa terlepas dari rasa senang dan menyenangkan jika gerak
batin JUJUR yang sebenarnya jujur dan
tidak menipu kepada diri sendiri. Contohnya : Dalam hatinya ingin melihat
pertunjukan wayang, namun tiba-tiba ada tamu datang. Pada umunya kemudian akan
menyambut tamu tersebut , akan tetapi bagi pencari Jujur yang sebenarnya
(Temen) dan tidak menipu dirinya sendiri, akan memaksa diri untuk berangkat
walau pun tidak seketika itu juga. Penempatan rasa nya akan menemui tamu terlebih
dahhulu, setelah cukup kemudian tetap berangkat untuk melihat pertunjukan
wayang. Mengapa demikian? Karena jika berangkat menonton pertunjukan wayang,
yang pertama itu bernama tidak menipu diri, kedua hati menjadi tenang karena
terpenuhi keinginannya/ Berlatih tentang Jujur yang sebenarnya (temen) itu
adalah perbuatan yang sangat berat. Karena cetusan hati itu tiap detik berubah,
yang pada akhirnya kebanyak bertentangan dengan cetusan hati sebelumnya. Dan
cara jujur kepada diri sendiri itu jika dilihat dari hal batin, hanya dengan
cara bertindak yang sesuai dengan keinginan hatinya sendiri. Contohnya : Ketika
pada suatu waktu seseorang sedang berhadapan dengan temannya, suara hatinya
berkata : “Orang ini pasti akan minta uang!”
tidak slah, bahwa temannya itu benar-benar meminta uang.
Kejadian seperti itu, yang
dijadikan patokan oleh para ahli Hakekat, maka Hakekat itu adalah termasuk
sikap “Bertapa bagi Nyawa”. Artinya, merasa tidak ikut memiliki (Hidupnya
berasal dari Yang Satu). Jika mengolah cetusan hati yang seperti itu terus
dilatih hingga menjadi kebiasaan, maka lama kelamaan akan bisa mendapat
anugerah bisa mengerti sesuatu yang belum terjadi. Hasrat dan cetusan hatinya
pasti tepat, karena “RAGA” dan “JIWA” sudah bergerak satu tujuan. Yang akhirnya,
jiwa akan bisa mengendalikan basan kasar raga ini.
Contoh yang lainnya lagi,
sebagai berikut : Waktu sore hari ketika waktunya untuk bersantai sambil minum
kopi, akan tetapi gula dan bubuk kopinya habis, dan kebetulan pada saat itu
sedang tidak memiliki uang. Kemudian berkata : “Ah... Yang mempunyai keinginan
kan lidah dan perut, jika memang bisa saya suruh, tentunya akan bisa datang
dengan sendirinya.” Tiba-tiba, tidak begitu lama ada tamu yang datang, sambil
membawa buah tangan gula dan bubuk kopi, yang menyebabkan terpenuhinya
keinginan untuk minum kopi. Tindakan yang didlakukan berdasarkan “Jujur yang
sebenarnya” (Temen), jujur di luar, jujur di dalam, hasilnya dalah : Raga dan
Jiwa, sama-sama terpenuhi kebutuhannya. Biasanya Ketika kebutuhan muncul, yang
dibutuhkan itu “ADA”. Hal demikian disebakan oleh apa? Tidk lain adalah hasrat
cetusan hati itu muncul disebabkan dari Suci bersih (Jujur pada awalnya,
benar-benar terjadi). Hal itu sebenarnya adalah atas ijin dan kehendak Tuhan
yang terkadung di dalam Ayat QS.XXX.29. A-Infithar, yang tafsirnya sebagai
berikut : Susungguhnya apa yang kamu hasratkan, itu menjadi Kehendak Tuhan
Seluruh Alam ini).
Sekarang memaknai Zakatnya
Nyawa (Amal, tindakan, dan perbuatan), yaitu Tidak usil dan tidak berbuat yang
menyiksa. Hal itu bagi yang salah dalam memahaminya kemudian mengira-ngira
dengan perbuatan, kejam, membunuh, memukul dan sebagainya.
Karena pemahaman umum itu
bahwa barangsiapa yang bertindak kejam pasti jelek (akan dihukum). Bagi Hukum
dunia batin, seharusnya harus ditelaah terlebih dahulu, Apakah sebabnya,
sehingga melakukan tindakan memukul, itusekedar contohnya. Gerak hati yang
diumbar itu pasti mempengaruhi hingga mengenai tindakan lahir atas dari yang
dihassratkannya itu, dan jika hasrat hatinya buruk, maka tindakannya pun buruk.
Dan sebagainya.
Kalimat jangan usil dan suka
menyiksa itu, maksudnya adalah JANGAN MENYIA-NYIAKAN HATIMU SENDIRI. Mengulangi
contoh di atas. Yang menyebabkan hingga berbuat memukul itu, karena karena
disalahkan oleh orang lain karena bertindak salah. Sedangkan yang menyebabkan
bertindak salah itu disebabkan Hatinya yang buruk.
Pada umunya, sebelum melakukan
apa saja itu, tentunya hasrat hati sudah mengajaknya terlebih dahulu. Bagi
pencari Yang Nyata Adanya, bahwa yang mengajak dari dalam itulah yang
dihilangkannya. Cara melakukannya dinamakan Zakat (mengamalkan ilmunya) yang
intinya : Tidak menyiksa hatinya sendiri, tidak mengusili hatinya sendiri, Usil
urusan hati itu adalah TIDAK BOLEH BErPIKIr BURUK.
Oleh karena hal itu adalah
cara bertapa bagi para Ahli Hakekat, maka disebut “Belajar Sunyi” tidak ada
apa-apa, yang artinya adalah Ikhlas. Insya Allah akan mendapatkan sebuah daya
kekuatan (energie) yang belum pernah diketahuinya.
5. RAHSA :Nama tapanya adalah
bertindak yang Utama (UTAMA) Zakatnya adalah Diam dan bersedih hati. Itu
sebenarnya adalah cara bertapa bagi para AHLI Ma’rifat, sedangkan cara
menjalankannya itu jika sudah mempraktekkan yang Nomor 1 hingga Nomor 4 di
atas. Hal itu hanya sebatas yang bisa diuraikan oleh kalimat yang sebenarnya yang
bisa memahami adalah yang sudah berada di tingkat Ma’rifat.
Uraiannya : Penuh keutaman itu
adalah selalu dalam kebenaran, bisa dipercaya dan bisa menjadi contoh atas apa
yang dikatakannya, karena senang memberi nasihat dan penerang bagi masyarakat.
Sehingga, penuh keutamaan yang sebenarnya itu adalah DIRI , karena sudah berada
di tingkat Ma’rifat, dan apa pun yang dikatakannya adalah selaras dengan
perintah Allah, dan aka pun yang menjadi kehendaknya adalah selaras dengan
Kehendak Allah, karena sifat Yang Paling Utama adalah Sifat milik Allah dan
tidak memilih-milih tempat. Siapa yang isa mendapatkan Yang sangat Luhur dan sangat Utama itu asalkan bersedia
melaksanakan Aturan Zakat dan Tapa
seperti yagn sudah dijelaskan pada Nomor 1 hingga Nomor 4 di atas. Apakah yang
menyebabkan sehingga ketempatan sifat
Keluhuran, keagungan, menjadi panutan, sifat kasihnya dan sebagainya, dari
Sifat Tuhan? Karena sudah terlepas dari hijab, penutup, penghalang, yang
ditemukan pada angka 1 hingga 4 di atas, sehingga apa pun yang diminta pasti
terjadi, dan yang dikehendakinya pasti ada. Mengapa demikian, karena Ki
Rangaawarsita itu sudah ketempatan sifat seperti yang terkadung di dalam Al
Qur’an surat Al-Infithar 29 tersebut di atas.
Bisa mengetahui yang belum
terjadi, kekayaan, kesaktian dan sebagainya, itu semua sumbernya adalah hanya
dengan Bertapa. Artinya bertapa untuk itu (Mengurangi, menghilangkan) yang
dijelaskan di nomor 1 hingga 4 di atas.
Karena Maha Kuasanya DZAT, itu
bukan hanya yang berada di dalam diri saja, sehingga sebagai sarana berlatih
harus bisa mengalahkan serta bisa memerintah indra yang ada di luar, yaitu :
1. MATA, bentuk tapanya adalah mengurangi tidur,
zakatnya adalah menghindari melihat sesuatu yang bisa menumbuhkan rasa ingin
memiliki dan yang bisa membangkitkan nafsu. Disebut dengan Tapa membutakan
mata.
2. TELINGA : bentuk tapanya
adalah mengendalikan nafsu amarah, zakatnya adalah mencegah untuk mendengar
suara yang buruk, pertengkaran, canda yang tidak ada gunanya dan sebagainya,
disebut Tapa menulikan telinga.
3. HIDUNG, bentuk tapanya
Mnecegah ingin tahu, jakatnya tidak mau mencari-cari kekuarangan orang lain.
Kata ingin tahu itu sama dengan mencari-cari. Yang kadang mengakibatkan dibenci
oleh teman-temannya. Hidung adalah alat untuk memilih, walau pun mata tidak
melihat barangnya, jika hidung bsia menciumnya, kadang-kadang akan bisa tahu tentang
brangnya.
Hidung juga bisa menjadi jalan
menuju celaka. Artinya, jika kurang berhati-hati, bisa menumbuhkan
kemarahan,karena godaan dari hidung, umpamanya, ketika mencium bau bangkaidan
sebagainya. Hal itu bila tidak bisa mengendalikan, maka mulut akan berkata,
maka dari itu, dimana-mana tempat sebaiknya menjauhi bau dari sesuatu yang
berbau tidak baik.
Seseorang yang suka sembarangan,
pada umumnya, ketika makan apapun, ketika mengambil apapun, maka akan di cium,
namun ketika yang dicium itu RACUN, mencium yang demikian itu akan bisa
menyebabkan kematiannya.
Akantetapi, bagi sang pencari,
itu tidak suka ikut-ikut menjadi urusan orang lain yang bukan urusannya. Dan
jika dimintai pendapat, maka akan
memberi saran dengan cara tidak menambahi banyak bicara. Apalagi menambahi
kejelekan orang lain, hasilnya adlah usil, dan di dalam hatinya ingin yang
paling unggul an sebagainya. Karena di dalam hatinya merasa bahwa semua
kata-katanya pasti dipercaya. Bagi pencari kebenaran, menuduh orang lain itu
adalah larangan besar, yang bisa mengakibatkan kesombongan dan belum tentu
kebenarannya.
4 MULUT, bentuk tapanya adalah
mengurangi makan, zakatnya tidak suka membicarakan kejelekan orang lain.
Penjabarannya : Yang lebih jelas dan nyata lihatlah tentang bab puasa. Tentang
membicarakan keburukan orang lain sepertinya sudah diuraikan pada bab di atas.
5 . KEMALUAN, bentuk tapanya alah mencegah syahwat,
zakatnya adalah tidak berlaku zina, selingkuh, menyeleweng. Hal itu memang
sangat berbahaya, karena selain bisa menyebabkan rusaknya raga, adan sebab yang
lainnya lagi, yang akan diuraikan pada bab Puasa, Samadi, Yoga dan sebagainya.
Itulah sebagai jalan untuk membuat penghalang (Antara Hamba dan Tuhannya).
Tindakan yang salah namun
menjadi kebiasaan, kemudian diarahkan hanya tindakan batin saja, itu bisanaya
akan tidak memiliki ilmu dan pengetahuan tentang keadaan di kanan kirinya.
Sedangkan yang harus dijalankan adalah sekedarny, berpakaian, makan, berjalan
seperti sebelum menjalankan Bertapa brata. Uraian tersebut semuanya titik
pangkalnya ada di penjelasan nomor 1 hingga nomor 4 di depan, karena walau pun
di luar sudah bisa menjelaskannya akan tetapi bila di dalam hati belum sesuai,
sama saja dengan tidak ada gunanya. Karena Batin itu adalah Guru lahir.
IX. SEMBAHYANG DAN SAMADHI
Qur’an, VII, 29 – Al-A’araf,
yang kandungan tafsirnya sebagai berikut :
(1). Sembahlah Dia, dengan cara
mengikhlaskan Agama kepada Dia (Allah), seperti ketika Tuhan menciptakan
dirimu, demikian juga ketika kamu
menghadapnya (Kembali ke asalmulanya kepada DIA).
Qur’an, VII, 143, Al-A’raf
(Permohonan Nabi Musa as.), yang kandungan tafsirnya sebagai berikut :
(2) Wahai Engkau, tunjukanlah
Dzat Paduka kepada hamba, ijinkanlah
hamba melihat Engkau. Tuhan berkata : “tidak akan kaut dirimu melihat Ingsun
(Allah ..... akantetapi lihatlah gunung ini, bila dia tetap berada di
tempatnya, barulah kamu bisa melihat Ingsun”.
Sebelum Ayat di atas diuraikan,
terlebih dahulu menjelaskan tentang Tingkatan Syari’at, dan Tariqat, dan itulah
yang penting sebagai bekal bersamadhi (Menjlankan Tapa) Uraiannya akan dimuai dari ilmu lahir, yaitu
yang penting bagi keselamatan.
Puasa : Di jaman dulu, pusa itu
pada umumnya hanya mengikuti “pendapat umum” hanya ikut-ikutan saja. Sehingga
disebut dengan sebutan : Puasa Syari’at, dikarenakan hanya ikut-ikutan saja,
sehingga masih banyak yang tidak memahami kegunaannya.
Dijelaskan di dalam Hadits
Buchari, yang kira-kira maknanya sebagai berikut : Orang-orang yang menjalan
puasa itu (Perutnya lapar) bersih pikirannya (Budinya) serta suci hatinya.
Sedangkan Tuhan bersabda, yang penafsirannya sebagai berikut : Wahai
orang-orang yang beriman, berpuasalah, seperti yang sudah dijalankan oleh
orang-orang sebelum kamu, semoga kamu menjadi takut ) Makna sebenrnya di QS. Al
Baqarah 183..
Mengapa orang yang menjalankan
pusa itu kadang-kadang terasa malas, lemas dan mudah mengantuk?
Mengapa, Perintah di dalam Al-
Qur’an, tentang puasa justru ditujukan hanya kepada orang yang beriman?
Dan apakah sebabnya puasa itu,
sudah sejak jaman dahulu bisa menyebabkan kesucian?
Sebenarnya puasa itu sudah ada
sejak jaman dahulu kala sebelum Nabi Isa lahir untuk menyebarkan Agama, Dan di
dalam Kitan Injil dan Kitab-Kitab yang lainnya menerangkan tentang Puasa.
Setelah akal (4) dan jaman
semakin maju, para ahli kemudian mengadakan penyelidikan tentang apakah
sebabnya Tuhan memerintahkan kepada ummat manusia untuk berpuasa, karena tidak
mungkin jika hal itu tidak ada guna dan manfaatnya.
Menurut Ilmu Kesehatan ( Buku
dari Prof. Dr. A.Ramali) penjelasannya sebagai berikut : Hewan-hewan dan mahluk
yang hidupnya mengunyah makanan, terlebih lagi manusia yang makan dengan cara
dikunyah di mulut, kemudian di telan dan masuk ke dalam perut sehingga kenyang.
Sari-sari makanan tersebut
menjadi kebutuhan pokok manusia, seperti Zat-zat lemak, hidrat arang, air, garam, putih telur dan
sebagainya, serta berbagai macam vitamin yang terkadung di dalam daging,
sayur-sayuran, biji-bijan dan
buah-buahan dan sebagainya. Semua makanan yang belum busuk itu bermanfaat,
sedangkan yang sudah busuk, maka vitaminnya sudah hilang.
Selama dikunyah, makanan
tersebut bercampur dengan air liur yang keluar dari tiga saluran di dalam mulut
dan dari saluran “kelenjar air liur” yang menyebabkan makanan-makanan tersebut
menjadi halus, hingga sifat zatnya ada yang berubah menjadi zat gula atau sakar
atau Maltose.
Makanan tersebut kemudian
ditelan dan masuk ke dalam lambung. Kemudian makanan tersebut bercampur dengan kelenjar-kelenjar
kecil yang beribu-ribu banyaknya.
Lambung itu bisa mengeluarkan kelenjar untuk menghancurkan makanan
tersebut. Sedangkan yang berasal dari zat-zat telur dan yang sudah berubah
sifatnya itu sangat mudah dihancurkan oleh kelenjar lambung. Dan zat telur yang
sudah berubah sifat disebut pepton.
Makanan yang sudah menjadi
sangat halus kemudian masuk ke dalam usu halus. Di pintu usus tersebut ada 2
saluran, 1. Saluran empedu dan 2. Saluran pankreas (kelenjar ludah perut yang
berasal dari di antara ginjal. Keduanya bersama-sama mengaliri usus. Empedu itu
berasal dari bagian hati yang berguna untuk menghancurkan zat-zat lemak yang
juga dibantu oleh pankreas hingga menjadi sangat lembut. Pankreas melanjutkan melebur
zat-zat telur hingga berubah sifatnya yang disebut jamud amino.
Zat hidrat arang dan lemak yang
dihancurkan oleh Pankreas sehingga menjadi sari-sari yang mudah diserap oleh
usus halus. Setelah makanan tersebut sudah berubah menjadi sari-sari kemudian
ada yang bekerja untuk merubahnya menjadai bahan darah (Darah dan daging).
Lapisan usus halus menyerap
sari-sari makanan yang sudah bereaksi dengan cairan limpa (getah being),
sehingga semua zat sakar terhisap semuanya masuk ke dalam pipa-pipa darah yang
kemudian berjalan mengikuti aliran darah di bawah ke hati kemudian menyebar ke
seluruh badan. Dan yang tertinggal di dalam usus adalah air dan sisa-sisa getah
beniing (lenidr) sisa-sisa dari zat penghancur.
Otak juga membutuhkan darah
untuk membasahinya, yang mengalir dari urat-urat dan otot-otot yang sangat
banyak di tulang tengkorak. Sedangkan selama perut dan pembuluh-pembuluh
memproses makanan, maka otak akan kekurangan darah untuk membasahinya, sehingga
membuat lambat jika digunakan untuk berpikir.
Dikarenakan oleh hal tersebut,
para sesepuh di jaman dahulu mengatakan “Jika perut kenyang, pikiran semakin
cepat”. Oleh karena ketika menjalankan Puasa itu, pada waktu siang hari, dan
pikiran itu banyak bekerja di waktu siang hari, maka uraian dia atas itu, telah
membuktikan atas dasar penelitian para ahli/.
Keterangannya, sebagai berikut
: Walau pun tidak sedang menjalankan puasa,hanya kerana lapar, maka perut pun
beristirahat. Olehkarena perut beristirahat maka tidak begitu banyak
membutuhkan darah melebihi ukuran yang seharusnya. Darah yang tidak dibutuhkan
itu, kemudian mengalir menuju kepala, untuk membasahi otak. Perbuatan membasahi
otak itu berlangsung tiap hari, sehingga otak selalu dalam keadaan basah.
Singga untuk berfikir itu menjadi ringan dan mudah. Sehinnga tidak mudah lupa
terhadap sesuatu, yang harus diingat-ingatnya, sehingga dikatakan otaknya
“SEHAT”.
Menjalan tapa itulah yang
dilakukan oleh para Pencari di tingkartakan Thariqat (menjalankannya atas
perintah Guru Thariqat). Yang kebanyakan dengan cara mengurani makan, seperti
Tapa Mutih (Hanya makan nasi putih tanpa lauk), Ngrowot (Tidak makan nasi hanya
makan buah dan sayur), Tindakan yang emikian itu, jika menurut Ilmu kesehatan
disebut sudah mengurungai kebutuhan badan, karena sari-sari makanan yang
dibutuhkannya terbengkelai dan tidak terurus.
Sedangkan tujuan dari tindakan
mengurangi tersebut, tidak menghindari jenis sesuatu makanan, hanya mengurangi
skikapnya saja, seperti yang sudah dijelaskan bahwa “Makanlah jika memeang
sudah terasa lapar” Mengurangi makan itu, di jalan sekarang sama dengan tidak
makan sembarangan, karena sesuatu yang sembarangan dengan cara apa saja
dimakannya, itu akan menumbuhkan watak tidak bisa menerima apa adanya.
Maksudnya adalah, sebagai
berikut : Oleh karena badan itu adalah gedung Folder penympan Ilmu dan bisa
untuk menyimpan Ilmu mengetahui sebelum terjadi, pandai, menjadi orang suci,
Wali, dan sebagainya, syaratnya adalah jika Raga dan pikirannya sehat. Jika
badan tidak sehat, maka akan menjadi sakit, sehingga tidak bisa menjadi pintar,
dan justru akan menjadi tempat kesusahan. Hal itu sebaiknya.
1, Jangan serakah dalam hal makan.
2, Nakan dan minum sekedarnya,
tidak usah mengurangi jenis dari makanan.
3, Bekerja sewajarnya, tidak
mengurangi apa yang seharusnya, dan batinnya selalu bekerja memikirkan hal-hal
yang suci meniru kesucian Yang Maha Suci.
4, Menjalankan perintah Agama
menurut keyakinannya masing-masing, tidak perlu menghindarinya, karena hal itu
akan bertentangan dengan Perintah Tuhan, yang biasa dibahasan dengan kata Dosa,
dan yang terkanl adalah disebut Kafir, kofar dan kufur.
Uraian di atas itu bisa
ditemukan di dalam Agama Hindu, Buddha, dan di dalam Agama Buddha dibagi atas :
1, Hinayana : Yaitu jalan
pencarian yang dekat dan cepat jalnnya, dengan cara mengekang diri, tidak umum
dalam melakukan mengurangi makanan, “Brata yoga” tidak menikah, bertapa dengan
cara dikubur, menyepi dan sebagainya, yang tujuan akhirnya adalah untuk mencari
jalan ke Nirwana. Jalan yang ditempuh untuk menuju Tuhan dengan cara pemaksaan
terhadap diri.
2, Mahayana : Yaitu jalan
pencarian dengan cara sewajarnya, panjang dan tidak terlalu banyak larangan,
dalam menempuhnya adalah menjalankan Dharma hidupnya sendiri yang harus
dilakukan setiap hari dan dijalankan dengan penuh ketenangan dan kesabaran
tanpa tergesa-gesa, yang maksudnya adalah : Wamalu pun yang ahrus ditempuhnya
itu sangat jauh, diusahakan dalam perjalanannya jangan sampai merasa terbebani,
sehingga dilakukan dengan menyesuaikan kemampuan diri. Sebutan Mahayana dan
Hinayana itu adalah nama Madzab pedoman dalam pencarian sesuai dengan perintah
guru masng-masing.
Yang dimaksud Samadhi adalah
sama dengan penjelasan-penjelasan bertapa dan puasa,l Oleh karena uraian dalam
Wirid di sini dengan bertujuan untuk dijalankan selama hidupnya, sehingga
penjelasan-penjelasan di sini disesuaikan dengan perkembangan AKAL/PIKIRAN
(Berdasarkan Qiyas).
Samadhi, sebenarnya adalah cara
beribahada batin yang sering dilakukan oleh ahli Ma’rifat untuk “At tauchid”
(Tingkatan penyatuan).
Samadhi yang kadang-kadang
dilakukan oleh sebagai orang Jawa, itu ada yang meniru cara yang ada di kisah
wayang purwa. Meniru cara-cara di dunia wayang, seperi samadhi yang dilakukan
oleh para Baghawan, Pandhita, dan juga oleh para satria, seperti yang dilakukan
oleh : Cipta Henign. Parasara dan sebagainya, yang caranya dengan :MENUTUP
BABAHAN HAWA SANGA” (menutup lobang sembilan).
Dan semua kisah di dalam wayang
dianggapnya sudah benar, tidak di nalar bahwa wayang itu hanya memberi petunjuk
cara beribadah batin ibadah yang sebenar-benarnya ibadah.. Seseorng yang baru
mengenal hingga masih sangat menyenangi
dan baru mengenal Ilmu batin, maka semuanya diterima apa adanya saja.
Menutup lobang sembilan (2
mata, 2 telinga, 2 hidung, mulut, kemaluan dan dzubur), itu yang sebenarnya
adalah bukan menutup, namun yang sebenarnya adalah mengendalikan gerak
fungsinya. Dan sesuai Ajaran Agama Islam, cara yang demikian itu sangat
membahayakan bagi kesehatan. Karena cara yang demikian itu , sebenarnya adalah
melanggar larang Tuhan dan dilakukan dengan memaksa Kodrat/Iradat yang berasal
dari Dzat. Walau pun tidak berakibat apa-apa bagi yang melakukan menutup lobang
sembilan itu, tapi cara yang demikian sebaiknya dihindari. Karena jika cara itu
tidak dirubah, maka akan bisa mengurangi kekuatan kodrat dirinya sendiri, dan
bisa menjadikan lemahnya jiwa dan sebagainya. Dan yang sangat berbahaya sekali
adalah : Rusaknya fungsi dari Pancaindra.
Cara yang demikian itu sudah
meresap sejak jaman dahulu hingga sekarang. Dan resiko yang bisa terjadi bagi
Guru ilmu batin dan para muridnya, menurut penelitian Ilmu Jiwa kebanyak akan
terserang penyakit NEUROTIS, sakit urat syaraf, yang dalam kebiasaan
sehari-harinya, orang tersebut ketika berbicara adalah asal bicara, sering
memamerkan kesaktiannya, sombong, mengaku banyak ilmu, tidak mempan senjata,
bercerita yang tidak masuk akal, dan senang menghina keyakinan orang lain dan
sebagainya, dan kadang bisa memiliki pikiran yang mudah sekali bingung. Jika
mengahdapi masalah, maka akan mengumbar nafsunya yang dikiranya itu adalah
berasal dari Wahyu.
Untuk menghilangkan penyakit
yang demikian itu mudah, apalagi bagi seorang pencari Yang Nyata Adanya, yaitu
dengan cara :
1, Ketika sedang memikirkan
yang berat-berat, kemudian kepalanya terasa pusing itu harus berhenti dan harus
bisa membagi waktu, jangan hanya menuruti hasrat hati saja.
2, Seinrg-seringlah bangun
pagi, kemudain jalan-jalan pagi, karena hal itu akan menyegarkan badan dan
menghilangkan rasa tidak enak badan.
Sedangkan contoh-contoh yang
bertentangan dengan kodrat yaitu :
Hidung untuk mencium, telinga untuk mendengar, lidah untuk mengecap makanan,
pernapasan untuk bernapas, akan tetapi di suruh berhenti dengan cara dipaksa,
walau pun hanya kadang-kasang saja. Yang selanjutnya melakukan sikap melipat
tangan badan tegak, melipat tangan dengan kaki satu, meniru cara-cara yang
dilakukan oleh Bagawan-begawan di dalam kisah wayang, dan ada juga yang
melakukannya dengan cara bertapa, merendam diri bertapa di aliran sungai, tidak
melakukan senggama dan sebagainya. Cara-cara yang demikian itu sama saja dengan
melanggar kodrat/iradat ketentuan Tuhan.
Oleh karena cara-cara itu juga
dipergunakan sebagai jalan mencari dan menyatu dengan Dzat Yang tidak bisa
terbayangkan, maka sebaiknya di telaah dan dinalar deengan dasar nyaman dan
mengenakan bagi jiwa dan raga dengan harapan agar dipilih mana yang baik dan
mana yang buruk.
Kata Samadhi, itu berasala dari
Bahasa Sansekerta, yang maknanya adalah Sahalat Ma’rifat, yang di dalam bahasa
arab dikatan “Khusuk” . Kata Yoga itu juga bersal dari Bahasa Sansekerta,
maknanya adalah Shalat Ma;rifat, dan yang menjalankannya disebut Yogi.
Yoga itu terbagi menjadi dua
bagian ( itu jika menurut uraian di bab VIII, pada bagian Hinayana dan
Mahayana) yang pada intinya sesuai dengan uraian berikut ini .
1.1.1, Hatta
Yoga : Adalah cara beryoga
yang dijalankan oleh manusisa baisa, bisa juga disebut sebagai tingkat Syariat
jika di Agama Islam.
Penjelasannnya : Anggota badan
luar dan dalam, itu semuanya aharus selaras. Agar supaya bisa menjaga diri atas
pengaruh daya-daya dari luar (Alam nyata) yang selalu bergerak tidak karuan
ini. Sehingga dalam melakukan Olah Raga-nya (Hatta Yoga) dengan cara melatih
agar otot-otot hingga sampai urat=urata syaraf yang halus-halus sekalipun harus
selaras, sehat, berfungsi normal. Demikian dalam mengolah pernapasannya,
dilakukan dengan cara cara semerinya saja dan tidak boleh dipaksa-paksa.
Demikian dalam sikap mengheningkan cipta (Berlatih membiasakan rasa
ketenangan), syarat utamanaya adalah harus dengan cara telaten tekun, rutin
agar tingkatan-tingkatan proses berjalan sesuai kemampuan masing-masing
pribadi. Tentu saja ada sikap dan
cara-cara sebagai pedoman yang pada intinya adalah untuk melatih disiplin, dan
menghialngkan rasa malas-malasan. Soal makanan, usahakan yang sederhana, dengan
diusahakan yang mengandung gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan badan.
1.2,1, Raja
Yoga : Cara beribadah batin
yang dilakukan oleh para Luhur, para yang sudah bisa mengerti sesuatu yang
belum terjadi, Pandita, Resi dan sebagainya. Bisa juga jika di dalam Agama
Islam sama dengan Shalat Ma’rifat, artinya : Yaitu Shalat yang tidak sama
dengan aturan dalam tingkat Syariat. Dijalankan di Langgar atau masjdi, bagi
tingkatan Ma’rifat itu sama saja.
Uraian : Ma’rifap atau atau
cara-cara Raja Yoga, adalah yang
betujuan hanya kepada YANG SATU. Sehingga sama dengan ilmu Menyatu dengan Tuhan
atau Taukhid, penyatuan). Maksudnya adalah, hanya bertujuan bahwa hidupnya
hingga akhirnya, untuk bisa kembali menyatu dengan ASAL-USULNYA, atau dalam
bahasa Wirid disebut kembali ke alam Kekekalan, yaitu “Alam yang tidak bisa
terbayangkan” . Sehingga yang dicarai dalam hidupnya adalah kesempurnaan dalam
hidup di dunia dan akhirat dan juga menuju Nirwana. Sempurnanya cita-cita
tersebut bahwa agar hidup di dunia ini agar selalu berada di lingkungan Surga,
selagi masih hidup bersama raga. TUJUAN
Raja Yoga : Ingin membuktikan alam yang akan dijalaninya (6). Raja Yoga itulah,
adalah ibadah yang tatacaranya sama dengan Shalat Ma’rifat yang dijalankan oleh
Ummat Muhammad saw. sekarang ini (yang dalam bahasa Arab disebut : Khusuk),
yang di kala Jaman Nabi adalah yang dilakukan oleh Empat sahabatnya.
Hasil apakah yang di dapat
dalam melakukan Raja Yoga itu? Di depan tentang fungsi perut dan otak sudah
dijelaskan. Demikian juga tentang tapa dan zakat untuk mata, hidung, mulut dan
farji. Sebelum menguraikan tentang manfaat dari samadhi, ada baiknya tentang
mengendalikan farji, diuraikan terlebih dahulu, yang intinya untuk menjawab ats
pertanyaan “Apakah sebabnya sehingga harus mengendalikan syahwat?”
Bagi manusia Farji adalah
sebuah anggota badan yang berguna untuk menebar biji, sehingga manusia bisa
berkembang biak di dunia. Akan tetapi bila dorongan nafsu sahwat diumbar, maka
akhirnya itu tidak baik bagi kesehatan, di antaranya :
2.2.1, Jika menuruti ddorongan
syahwat, ketika melakukan olah asmara, tentu akan kehilangan daya kekuatan
(dalam bahasa kesehatan dikatakan banyak kehilangan calory), yaitu zat-zat yang
dibutuhkan badan. Walau pun hilangnya itu tidak sia-sia dan hanay satu minggu
sekali, akan tetapi badan tetap menjadi lemas, apalagi jika dilakukan setiap
hari. Bahanya adalah walau sedikit demi sedikit, maka kekuatan badan akan
menurun, bisa-bisa menjado jompo, rudak dan di penglihatan bisa menjadi buram.
2.2.2, Bahaya yang lainnya,
bisa menembus susasana hati, itu bisa terlihat dari rasa mudah takut, tidak
mempunyai kepercayaan dirinya senddiri, mudah malu dan sebagainya.
Akan tetapi jika dilakukan
kadang-kadang saja dengan menyadari niat yang sebenarnya dari melakukan
senggama (menurunkan biji), maka menurut ilmu kesehatan, adalah : Air mani yang tidak keluar itu akan naikKe tulang
punggung kemudian naik ke tengkuk kemudian naik ke otak yang akhirnya akan
membantu gerak darah dalam bertugas membasahi saraf-saraf di dalam otak. Oleh
karena terbantu yang demikian maka kerja otak akan semakin lancar hingga
menjadi bertambah cerdas. Sedangkan peglihatan mata yang menjadi kabur itu
dikarenakan terlalu banyak mengeluarkan air mani tersebut.
A,
SAMADI MENUTUP LOBANG SEMBILAN
Sebelum menguraikan tentang
samadhi menutup lobang sembilan, ada baiknya bila Sholat untuk menyembah Tuhan
diuraikan terlebih dahulu. Shalat (Dalam Wirid dikatakan sebagai jalan
menyembah Tuhan Yang Sebenarnya) itu ada empat tingkatan, yaitu :
2.3.1, Shalat Syari’at : Yaitu
ibadah raga, bersucinya menggunakan sarana air, (Wudlu, mandi). Jika berhasil
akan mencapai Ma;rifat Syari;at, yaitu mengetahui Pancaindra yang lima macam,
yaitu gerak pancaindra untuk melihat tergelarnya alam dunia ini. Di situlah
maka Panca indra sebagai sarana untuk
sebagai saksi tentang adanya Tuhan.
2.3.2, Shalar Tariqat : Yaitu
ibadah hati, cara bersucinya dalah denegan mengendalikan hawa nafsu.
Keberhasilannya disebut dengan Ma;rifat Tariqat, yaitu pemahaman dari astra
jendra yang 3 macam, atau pemahaman tentang Tuhan. Hasil selanjutnya adalah
percaya dengan sebenarnya yang bukan hanya meniru-niru saja.
2.3.3, Shalat Hakekat : Yaitu
ibdah Roh (Suksma), bersucinya adalah selalu sadar dan selalu waspada, tenang
dan hening. Keberhasilannya adalah akan mencapai Tingkat Ma’rifat Hakekat,
yaitu penglihatan rasa jati. Tingkatan inilah yang sangat berbahaya, karena di
tingkatan ini akan menghasilkan terbukanya Hijab (penutup), sebagai penghantar
untuk bisa melepas sukma dari raga.
2.3.4, Shalat Ma’rifat : Ibadah
Sukma, bersucinya dengan cara penghilangkan hasrat-hasrat, jika berhasil akan
mencapai Ma’rifat yang sebenarnya atau MA”RIFATULLAH, penglihatannya sudah
tidak menggunakan alat, sudah bisa menyatu, bisa masuk ke dalam alam Yang Tidak
Bisa Dibayangkan. Itulah perincian ibadah yang sebenarya dengan
tingkatan-tingkatannya, sehingga bukan hanya Syariat saja, akan tetapi harus
sampai dinyatakan sendiri.
Manusia itu mempunyai
perlengkapan anggota kasar dan halus, dan yang halus hingga sangat halus, tidak
terlihat mata, dan selalu melekat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan, yaitu
anggota peraltan yang menyebabkan Pancaindra (Astendriya) bisa BERBUAT yang
disebut rasa (tali rasa) . Untuk bisa agar tali rasa itu bergerak “MENGAIRI”
astendriya karena dikuasai oleh RASA YANG SEBENARNYA, bahasa yang umum desebut
“RASA SADAR/INGAT” (Yang selalu sadar dan selalu ingat), adalah sebuat alat
yang tidak bisa DITIPU (7c). Perbuatannya selan SELALU INGAT juga MENYIMPAN
berbagai kejadian-kejadian yang tumbuh dari gerak hati atau raga.
Kadang juga dibahasakan bahwa ujud manusia itu
dikarenakan mendapat pengaruh dari Rasa Jati seperti tersebut di atas, yang
geraknya adah bergerak dengan SENDIRI karena tidak teraliri oleh rasa atau
darah. Kata Sendiri itu menurut Rasa yang sejati itu TANPA ADA BATAS, tanpa
penghalang-penghalang, tanpa ada yang bisa menutupnya, bisa mengetahui segala
sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh mata.
Sikap bersamadhi dengan cara
memaksa itu berakibat memutus Talirasa dari astrendiya bukan dengan cara
sedikit-demi sedikit atau terputus karena memang disengaja. Oleh karena
disengaja tersebut, maka rasajati (Rasa ingat) yang ada di dalam astendriya itu
daya kerjanya seperti disengaja agar berhenti (berhenti mendadak) keluar dari
tempatnya.
Oleh karena rasajati adala untuk
menyimpan dan untuk memahami semua yang ada di luar dan di dalam, maka apabila
terlepas dari talirasa maka akan bisa bergerak apabila dipaksa. Pengaruhnya itu
bagaikan menghayal atau bermimpi. Oleh karena informasi yang didapat karena
paksaaan, maka mimpinya pun juga paksaan.
Samadhi yang dengan cara dipaksa seperti
penjelasan di atas, akan menyebabkan berkurangnya ketepatan (sering meleset)
dalam mengiaskan keadaan-keadaan pada saat mengetahui atau melihata apa-apa
yang terlihat ketika Samadhi, dan bisa diamati bahwa Gambaran-gambaran (alam
yang terlihat sesuatu, bagai alam mimpi ketika baru saja tertidur), dikiranya
bisikan dari Allah, atau dari alam gaib seperti ketika menayuh sebuah keris.
Padahal sebenarnya, kesemuanyan yang terliaht itu adalah penglihatan rasa jati
terhadap bekas-bekas dari geraka Indra dan Astrendiya ketika masih di alam
sadar (Ingat).Karena bekas dari angan-angan, Pikiran, hasrat, keinginan dan
sebagainya. Itu semua bertempat di rasa jati. Hal itu bisa diibaratkan sebagai
“Film foto” yang masih berada di dalam Camera. Jika camera itu dibuka, pastilah
di dalam klise ada bekas gambar yang berasal dari luar.
Oleh karena diperoleh dengan
cara dipaksa, maka kesemuanya itu membawa pengaruh yang tidak begitu berguna,
seperti contoh di bawah ini :
3.1.1 : Suku saluku (kaki
lurus), kaki kiri ditumpangkan di kaki kanan kemudian menata keluar masuknya pernapasan
yang kadang disertai dengan melantunkan dzikir. Oleh karena itu masih
menggunakan cara memaksa sikap raga, sehingga rasa badan menjadi tidak nyaman.
Kaki yang saling tumpang tindih itu, jika berlangsung lama akan kesemutan. Dan
dikiranya bahwa dengan adanya rasa kesemutan itu, merasa jika usahanya telah
berhasil.
Padahal sesungguhnya itu
diakarenakan peredaran darah yang seharusnsya mengaliri seluruh kaki terhalang.
Namun di dalam perasaannya dikiranya telah mendapatkan siraman air yang
menyejukan, yang kadang juga justru tidak bisa merasakan apa-apa. Kemudian,
pikiran terbawa oleh rasa yang ada di kaki tersebut, sehingga pikiran memikir-mikir
tentang akan adanya akibat-akibat selanjutnya. Kemudian di dalam hatinya
menghubung-hubungkan dengan cerita-cerita tentang pengalaman samadhi yang
bersumber hanya dari katanya saja.
3.1.2 Mengatur keluar masuknya pernapasan : Kata
mengatur itu bermakna mengolah atau memerintah. Artinya, batin masih menata dan
memaksa kepada pernapasannya sendiri. Oleh karena batin masih dipergunakan
mengatur tersebut, itu bukan yang disebut bersamadhi, namun disebut oleh
pernapasan.
3.1.3 Dzikir (Merenung) : Sekarang sudah jelas,
bahwa pikiran yang seharusnya tenang, justru di perintah untuk bekerja untuk
memikirkan sesuatu, artinya berpikir (membatin) dan selalu diperintah agar
pikiiran tetap bekerja serta selalu
memerintahkan bibir untuk menggetarkan ucapan wirid.
Sikap yang sudah diuraikan di
atas, sama saja dengan membunuh fungsi dari Astendriya (delapan Indra - 5 indra lahir dan 3 indra batin), serta
mengekang Tali Rasa. Menurut Ajaran Agama Islam, cara atau sikap demikian adah
sebuah perbuatan yang harus dihindari, artinya yang harus dijauhi karena
BERBAHAYA.
B,
Samadhi Yang Berbahaya
Tujuan dari Samadhi (Yoga –
Shalat Khusuk) itu untuk melihat Ghaibnya Dunia, dengan menggunakan peralatan
diri sendiri (Kodrat/Iradatnya). Oleh karena Samadhi itu ada sikap dan caranya,
sehingga ketika menjalankannya pasti harus melewti pengalaman-pengalaman yang
belum pernah ddiketahuinya. Sebagin pedomannya, apabila masih mengetahui yang
di dunia ini ada, itu masih bukan yang disebut Ghaib, akan tetapi hanya
merupakan bekas PENGlihatan raSA jATI. Saja. Akan tetapi, jika mengetahui atau
melihat apa pun saja yang di dunia ini tidak ada, itu lah baru bisa dikatakan
telah melihat Ghaib. Akan tetapi Tujuan dari melakukan Samadhi itu, hanya untuk
menenangkan daya-daya dari Astendriya.
Jika Astendriya telah tenang,
maka yang bergerak akan digantikan oleh RASAJATI, atau rasa ingat. Di tingkatan
ini lah yang disebut BERTINDAK menegakkan ROH (Jiwa) yang masih hidup
menggunakan RASAJATI-nya sendiri. Sebenarnya, ketika amelakukan Samadhi itu mempunyai
tujuan. Maka dari itu, sikap dan caranya jangan sampai terganggu oleh perasaan
tidak nyaman, seperti yang dilakukan dengan cara paksaan seperti uraian di
depan. Yang benar dan tepat, itu harus bisa mengendalikan dan saling
mendukungantara Niat tujuan dan Cara melakukannya, cara menjalankannya harus
dengan rasa bebas, Miring, bersedakep, menjelujurkan kaki, duduk bagaikan sikap
wayang . dan sikap yang lain-lainnya, itu boleh-boleh saja, yang dibutuhkan itu
hanya agar menjadi kebiasaan, artinya merdeka bebas dalam melaksanaannya
sehingga sangat terbiasa dan menjadi ahli dalam sikap itu. Oleh karena sudah sangat terbiasa, maka akan
menjadi mudah dan semakinn luas kekuatan manfaatnya.
Yang terpenting itu adalah
dengan kekuatan tekad menenangkan gerak astendriya. Jika dalam melakukan
Samadhi itu tanpa niat (tekad) maka sama saja dengan BERANGKAT TIDUR. Walau pun
tidur itu sendiri adalah berhentinya gerak Astendriya, akan tetapi hal itu
adalah salah satu kerja yang berjalan dengan sendirinya. Dilakukan karena
disebabkan mengantuk, lelah dan sebagainya. Sehingga tidur itu adalah kodrat.
Sedangkan Samadhi adalah
tindakan yang dilakukan saat sadar yaitu menenangkan Astendriya dari getaran
hasratnya dan itu bukan tindakan yang mudah dan sulitnya teramat nyata, karena
bersamadhi itu akan MENEMPATKAN ROH DENGAN MENGGUNAKAN RASA JATI. Jika dalam
kisah Wayang bagikan sikap Kresna Gugah, karena Kresna Gugah itu adalah
menghidupkan Roh dengan menggunakan
sarana Rasa Jati. Untuk bersamadhi, berpusa itu sangat besar sekali gunanya.
Sedangkan pernapasan itu
tergantung dari kebiasaan saja. Dengan cara dikendalikan, dan bisa dengan cara
tertata dengan sendirinya dan itu lebih baik, karena batin tidak ikut-ikut
mengaturnya. Sedangkan pernapasan itu sudah Kinodrat.
Samadhi atau Yoga itu hanya
dilakukan oleh para ahli Ma’rifat (Arifin). Sedangkan semua ajaran-ajaran
samadhi itu hanya menerangkan tentang tata caranya saja. Uraian selanjutnya,
hanya memberikan uraian tentang cara yang baik serta tidak menggunakan cara
paksaan.
Shalat Ma’rifat (Samadhi) bagi
para ahli itu ada dua macamnya, yaitu : 1. Menenangkan cipta; 2. Mengosongkan
Cipta.
1). Menenangkan cipta : Itu
adalah pijakan untuk berlajar bersamadhi, belajar memusatkan cipta. Tindakan
yang emikian itu sangat sulit, karena dilakukan dengan cara tidak
mengingat-ingat apa saja tentang Keadaan di luar dan di dalam batin. Cara yang
biasa digunakan yaitu dengan memandang satu titik, itu hanya sebaga jalan untuk
masuk kepada Lupa terhadap segala sesuatu.
2). Mengosongkan Cipta, ini
semakin lebih suslit, karena cara ini adalah dengan cara menghilangkan semua
pengalaman-pengalaman Indra, yang sering membuat bayangan-bayangan suatu
keadaan, serta ketika melakukan itu sering-kali muncul berseliweran bekas dari
pikiran dan pemahaman, karena itu adalah merupakan pakain batin bagi manusia
hidup, karena hidup itu adalah terbungkus oleh rasa dan perasaan. Semua
keinginan diri, hasrat, perkataan dan sebagainya sedikit – demi sedikit harus
dihilangkan, bisa dengan cara membaca dzikir, tentang Tuhan. Oleh karena Tuhan
itu Tidak bisa dibayangkan, sehingga ketika melakukan dzikir juga harus bisa TIDAK KELIHATAN apa-apa.
Terlepas dari segala sikap dan menyelaraskan dengan “KEADAAN DZAT”
“LAYUCHAYAFU”.
Sedangkan cara selanjutnya
tentang Dzikir itu, umpamanya sebagai berikut : Dzikir itu dengan menggunakan
sarana mengucapkan lafal yang bermacam-macam sesuai keyakinannya masing-masing.
Sedangkan inti dari Dzikir itu adalah NAFI dan ISBAT, yaitu mengucapkan : La
ilaha ilallah dengan benar-benar memhamai maksudnya. La ilaha = Tidak ada Tuhan
atau menghapus ada-Nya, itulah Nafi-nya, Illa Allah itu Menetapkan tentang
Tuhan, bahwan Tuhan itu hanyalah ALLAH saja, artinya menetapkan tentang
ada-Nya, itulah Isbat. Lama dan tidaknya dzikir itu tergantung dari yang
menjalankannya, dan juga menggunakan hitungan atau pun tidak, itu semuanya
adalh baik.
Setelah mengucapkan lafal
tersebut dengan diulang-ulang, yang kemudian diteruskan mengucapkan lafal :
illallah – illallah. Untuk selanjutnya hanya mengucapkan musbitnya saja,
artinya hanya mengucapkan hanya Yang ditetapkannya saja yaitu : menyebut Allahu
– Allahu, kemudian menyebut singkatnya saja : Hu – hu hu – hu sekelammpuannya hingga lelah, dan
akan berhenti jika ketiduran. Dengan cara yang demikian, maka akan bisa
mendapatkan yang di cita-citakannya.
Cara mengamalkannya, tidak usah
terburu-buru, karena seseorang yang terburu-buru itu kadang-kadang justru mudah
bosan, karena tergesa-gesa ingin segera mengetahui. Untuk bsia berhasil atas
ajran-ajaran tersebut, tergantung yang menjalankannya dan tergantung kekuatan
jiwa/raga, seperti tersebut di atas, apakah hingga berbulan-bulan, apakah
tahunan apakah puluhan tahun. Sehingga, dalam menjalakan samadhi itu harus
dengan menjalankan dharma aturan tentang tatacara samadhi, tekun dan ikhlas.
Ketika akan melakukan dzikir,
harus dengan tekad tunggal, yaitu menyatakan isi dari ajaran Tauchid (berbadan
tunggal). Maksudnya darii Dzikir adalah memang mengingat-ingat tentahng lafal,
akan tetapi ingatannya itu hanya sebagai pijakan untuk menghilangkan
cetusan-cetusan hati dan munculnya ingatan-ingatan.
Oleh karena tujuan dari At
Tauhid itu hanya ingat dan mengingat yang satu saja yaitu hanya ingat Dzat atau
bertujuan membuka tabir Gaib-nya Tuhan, maka yang paling baik dalam berdzikir
itu, yaitu bisa menyebutkan Asma (nama) Tuhan yang mudah-mudah saja, dan nama
yang mana yang paling dipahami meskipun tidak menggunakan bahasa Arab. Sebutan
di atas itu hanya sekedar contoh saja.
Sehingga ketika itu dalam
hatinya hanya berniat untuk menyatukan tujuan hanya tertuju kepada Dzat Tuhan.
Yang intinya mengosongkan gambar-gambar dan rasa yang beraneka rupa, yang sudah
tertanam di dalam perasaan diri sebelumnya.
Ada juga kumpulan dan ilmu
batin yang menggunakan sikap dalam berdzikir dengan mengucapkan kata-kata Hurip
– hurup (Hidup itu nyala), dan sebagainya, hal itu jika dihayati memang benar
begitu dan mudah diucapkan. Sedangkan asal kata hurip hurup itu karena ada
ucapan yang mengatakan “Asal mula alam itu dari kosong, kehampaan, yang ada
hanyalah Hidup, yang kekuasaannya meleputi seluruhnya.” Sehingga ucaan itu
diambil dari kata Urip (Hidup), dalam pengucapannya dengan mengatur
pernapasan Hu (masuk) rip (keleuar).
Jika diteliti dengan sebenarnya atas dua kata tersebut bila mengambil dasar
Isbat, sama dengan isbat di dalam Bahasa Arab (wirid) . Di dalam ucapan Bahasa
Arab, kata isbatnya adalah “Hu Allah” sedang yang diucapkan hanya Hu. Sedangkan
di dalam bahasa Jawa itu juga Meng-Isbat-kan adanya hidup berkuasa itu.
Kemudian digabung dengan kata HU dan URIP. Kesemuanya itu tidak menajdi
masalah, dan merdeka saja. Yang terpenting adalah bertujuan MENYATU dengan
Dzatu Allah.
Sedangkan seseorang yang bernat
beribadah menyembah Tuhanitu, Ketika bangun, ketika tidur, ketika duduk dan
dalam keadaan apa pun juga harus tetap Ingat. Seperti yang dijelasskan dalam
tembang Macapat di bawah ini :
Sinom : Ing dalu kalawan siyang
// ngrasaa jisimireki // angrasa kalawan sukma // den enget sak jroning ati //
ajwa lali Hyang widddhi // ing siyang kalawan dalu // aja nyipta piyambak //
dingin mangke tan pribadi // donya ngakir pasti klawan Hyang Suksma.”
ARTINYA : Di siang dan malam
hari // rasakan di dalam ragamu // merasa dengan Tuhan // Selalu ingat di dalam
hati // jangan sampai lupa Tuhan // di siang dan malam hari // Jangan menyipta
pikiran sendiri // sejak dahulu hingga tak ada diri ini // ketika di dunia dan
akhirat selalu Bersama Tuhan.
Bagian Pertama TAMAT.
Sepanjang, 30 Maret 2015.. Dilanjutkan di bagian ke
II dalam Blog.