“Mulanya Islam itu
asing dan akan kembali asing seperti semula, maka beruntunglah orang yang asing
NASIHAT-NASIHAT
“SANG SUFI” – “An-nasha’ih”
ABU ABDILLAH
AL-HARITS BIN ASAD “AL-MUHASIBI”
Penyadur : Pujo Prayitno
Penerbit : Pustaka Hidayah Anggota
(IKAPI)
Jl. Rereng Adumanis 31, Sukaluyu
Bandung 40123
Cetakan I; Jumada al-Ula 1421 H/Agustus
2000
KATA -
PENGANTAR
Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiimi
Kepada-Nya kita memohon pertolongan
Segala puji bagi Allah, Yang
Awal sebelum segala sesuatu, dan yang Menciptakan segala sesuatu. Segala Puji
Bagi Allah yang Akhir sesudah segala sesuatu, dan yang Mewarisi segala sesuatu.
Segala Puji bagi Allah Yang Tampak bagi segala sesuatu, dan Yang memelihara
segala sesuatu. Segala Puji Bagi Allah Yang Tersembunyi di balik Segala
sesuatu, dan Yang meliputi dari belakang segala sesuatu. Semoga Allah
melimpahkann Shalawat kepada Musthafa, sebagai Penutup Para Nabi, juga kepada
keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Berkata Asy-Syeikh al-Imaam
al-Aalim az-Zaahid al-Wara’, Al- Haarits bin Asad al-Muhaasibi, ra. Sebagai
petuah kepada saudara-saudaranya sesama Mukmin sekaligus sebagai pembinaan
moral bagi para Murid, yakni orang-orang yang berharap kepada Allah SWT: “Telah sampai kepada kami bahwa umat ini akan terpecah
menjadi lebih daru tuju puluh golongan, salah satu di antaranya ialah kelompok
yang selamat.” Hanya Allah saja yang mengeteahui seluruhnya. Setiap saat
dalam umurku, aku senantiasa memikirkan perpecahan di antara umat. Aku mencari
metode yang jelas dan jalan yang terarah. Aku menuntut ilmu serta amal, dan
mencari dalil utuk jalan ke akhirat dengan bimbingan para Ulama. Aku telah
banyak memahami tentang Firman Allah “Azza wa Jalla melalui takwil para
Fuqahaa. Aku merenungkan keadaan umat , dan memikirkan mazhab-mazhab serta
aliran-aliran mereka, sehingga aku pun memahami hal semikian sesuai dengan
kemampuanku. Aku berpendapat ternyata perselisihan di antara mereka merupakan
samudra yang amat dalam, tiada sedikit jumlah orang yang tenggelam di dalamnya,
hanya sebagian kecil saja yang selamat. Lalu aku juga melihat setiap kelompok
di antara mereka, selalu merasa yakin tentang keselamatan orang yang mau
mengikuti mereka, dan kelompok yang celaka itu adalah yang tidak sejalan dengan
mereka.
Aku melihat, bahwa manusia ada
beberapa macam. Di antara mereka ada yang mengetahui perkara akhirat, namun
utuk menemukan manusia seperti ini cukup
sulit, karena keberadaannya memang
langka. Lalu di antara mereka ada yang bodoh. Tentu saja menjauhinya merupakan
keuntungan. Dan di antara mereka ada yang berlagak seperti ulama, tetapi ia
dimabukan olah dunia dan lebih memprioritaskannya. Kemudian, ada lagi
penyandang ilmu yang berhubungan dengan Agama, namun dengan ilmunya, ia mencari penghargaan dan kedudukan, dan
Agamanya ia manfaatkan untuk meraih kehormatan dunia. Ada pula yang menyandang
ilmu, tetapi ia tidak mengetahui tekwil mengenai apa yang di sandangnya itu.
Lalu di antara mereka pula, ada yang berlagak sebagai Zahid, tetapi ia
mengkomersialkan kebaikan yang justru tidak pernah mencukupinya. Di antara
mereka ada yang dianggap memiliki akkal dan kecerdasan tapi ia kehilangan
sikapa Wara’ dan ketaqwaan. Di antara mereka ada yang saling mencintai sehingga
mereka bersatu berdasarkan hawa nafsu, dengan dunia mereka saling menukar, dan
kepada jabatannya mereka mencari. Selanjutnya, di antara mereka ada yang
merupakan setan dalam rupa manusia; terhadap akhirat mereka menghalangi, kepada
dunia mereka berlomba-lomba memperebutkannya, Mereka bersegera dalam
mengumpulkan dunia dan gemar memperbanyaknya.
Lantas, aku pun menyelidiki
dan menimbang-nimbang diriku di antara meraka, maka sempitlah dadaku, sehingga
aku pun bertekad untuk mencari bimbingan dari orang-ornag yang mendapat
petunjuk demi mencari kebenaran dan petunjuk.
Aku mencoba mencari tuntunan
melalui ilmuku. Aku berfikir; dan lama menimbang-nimbang, sehingga akhirnya
jelaslah bagiku di dalam Kitabullah, di dalam Sunnah Nabi-Nya, dan di dalam
Ijma’ umat bahwa mengikuti hawa nafsu itu membutakan hati dari petunjuk,
menyesatkannya dari kebenaran serta memperpanjang keberadaannya dalam kebutaan.
Maka mulailah aku mengikis
keinginan rendah dari hatiku, lalu berhenti dari perselisihan umat, kembali
mencari kelompok yag selamat dalam keadaan penuh kewaspadaan terhadap keinginan
nafsu yang rendah dan dari kelompok yang celaka; berhati-hati dari sikap
terburu-buru menerima sesuatu sebelum mendapatkan penjelasan. Dan aku pun
mencari jalan keselamatan untuk kebahagiaan diriku.
Jalan keselamatan. Kemudian aku
menemukan melalui Ijma” umat dalam Kitabullah yang diturunkan, bahwa cara
menempuh jalan keselamatan adalah dengan Taqwa kepada Allah SWT. Mellaksanakan
segala yang fardhu, bersikap Wara” baik terhadap yang halal, yang haram, maupun
terhadap seluruh hukum; dan bersikap ikhlas kepada Allah SWT dalam menaati-Nya
serta meneladani Rasul Nya saw. Maka aku pun mempelajari yang fardhu dan yang
sunnah itu dari para ulama yang mendalami hadis, dan di sini aku juga menemukan
kesepakatan dan perbedaan. Hanya saja mereka umunya bersepakat bahwa ilmu
tentang segala yang fardhu dan sunnah
itu berada di tangan para ulama yang mengenal Allah serta perintah-Nya, yang
memahami tentang Allah dengan keridhaan-Nya, yang bersikap Wara” dari segala
yang dilarang-Nya, yang meneladani jejak Rasulullah saw, dan lebih mengutamakan
akhirat daripada dunia. Mereka inilah yang berpegang pada perintah Allah SWT.
Dan Sunnah para Rasul-Nya. Lalu aku mencari mereka di tengah-tengah umat dan
menyusuri jejak mereka demi menimba ilmu dari mereka. Namun aku menemukan bahwa
jumlah mereka amat sedikit di antara yang sedikit, bahkan ilmu mereka pun mulai
terkiskis. Kondisinya persis sebagaimana yang telah digambarkan oleh Rasulullah
swat. Melalui sabda beliau : “Mulanya Islam itu
asing dan akan kembali asing seperti semula, maka beruntunglah orang yang asing.”
Mereka adalah kaum yang menyendiri dengan Agama meraka, sehingga amat besarlah
bencana yang menimpaku karena kehilangan petunjuk jalan yang suci. Padahal aku
khawatir kalau tiba-tiba kematian menjemputku sedang aku masih dalam keadaan
bimbang pada usiaku akbiat perpecahan di antara umat.
Lantas aku memutuskan untuk
mencari salah seorang di antara mereka, yang tidak ada jalan lagi buatku
kecuali harus menemukannya. Aku tidak mau lengah dalam kewaspadaan, tidak pula
dalam nasihat. Akhirnya Yang Maha Pengasih terhadap hamba-hambanya menakdirkan
aku untuk berjumpa dengan sekelompok kaum yang memiliki tanda-tanda ketakwaan,
panji-panji ke Wara’ an dan lebih mengutamakan akhirat daripada dunia pada diri
mereka. Aku mendapatkan arahan dan wejangan mereka sesua dengan perilaku para
Imam yang mendapat petunjuk. Mereka sepakat menasihati umat, tidak memberikan
peluang kepada seseorang untuk berbuat maksiat, tidak pula membuat orang
frustasi dari Rahmat-Nya. Mereka senantiasa rela dengan kesabaran dalam susah
dan senang; rela dengan takdir dan bersyukur atas segala nikmat. Mereka
mengajak hamba-hamba mencintai Allah dengan mengingatkan mereka tentang
Pertolongan dan Kebaikan-Nya serta menganjurkan mereka untuk kembali Ke
pada-Nya. Mereka memahami benar tentang Ke Agungan Allah dan ke Maha Kuasa
an-Nya. Mengerti tentang Kitab dan Sunnah-Nya, mendalam ilmu Agama-Nya, serta
mengerti akan apa yang disukai dan
dibenci. Mereka menjaga diri dari bid’ah dan hawa nafsu, meninggalkan langkah
yang terlalu jauh dan sikap ekstrim. Mereka membenci perdebatan dan pertengkaran.
Mereka menghindari umpatan, aniaya dan riya. Mereka melawan hawa nafsunya,
melakukan instropeksi terhadap diri mereka, mengendalikan tubuh mereka, dan
bersikap hati-hati dalam hal makanan, pakaian dan semua kondisi mereka. Mereka menjauhi subhat, dan meninggalkan
syahwat. Mereka puas dengan kecukupan dalam makanan, bersedikit dalam hal yang
mubah, zuhud terhadap yang halal, khawatir terhadap hisab, takut terhadap hari
yang di janjikan, sibuk dengan Tuhan mereka, dan mencela diri mereka dengan
tidak melibatkan orang lain. Setiap orang di antara mereka mempunyai urusan
yang cukup merepotkan mereka. Mereka adalah orang yang mengerti tentang
perkiraan akhirat dan situasi di hari kiamat, mengetahui tentang keberlimpahan
pahala dan kepedihan siksa. Itulah yang membuat mereka senantiasa sedih dan
gelisah, dan itu pula yang melupakan mereka dari urusan dunia serta
kenikmatannya.
Mereka telah menyebutkan
beberapa moralitas agama dan menetapkan beberapa batasan wara” yang membuat
dada orang sepertiku menjadi sempit. Sehingga tampaklah kepadaku keutamaan
mereka dan jelaslah bagiku kesetiaan mereka, dan aku pun yakin bahwa merekalah
yang benar-benar beramal untuk jalan akhirat dan meneladani Rasulullah saw.
Akhirnya aku menjadi tertarik kepada madzab mereka demi mencari manfaat dari
mereka, menerima etika mereka dan ingin mengikuti mereka. Maka Allah SWT. Pun
membukakan untuk ku suatu ilmu yang telah jelas di hadapan ku akan
bukti-buktinya. Dia Anugerah-Nya telah menerangiku dan akupun berharap
keselamatan bagi mereka yang mendekatinya atau bergabung dengannya. Aku
meyakini pertolongan bagi orang-orang yang
mengamalkannya dan melihat kejanggalan pada orang yang menyalahinya. Aku
melihat karat bertumpuk menutupi hati orang yang tidak mau mengerti dan
mengingkarinya. Dan aku melihat hujah yang besar bagi orang yang memahaminya.
Akhirnya aku berpendapat bahwa bergabug serta mengamalkan hukum-hukum-Nya
adalah wajib untuk ku. Aku yaknini itu di dalam hati, aku berniat dengan nurani
dan aku jadikan ia dasar untuk agama ku agar aku bangun di atasnya amal perbuatan
dan menguasai keadaan.
Aku memohon kepada Allah “Azza
wa jlla” semoga mengaruniakan kepada ku kesyukuran terhaap nikmat yang telah
Dia berikan kepada ku. Semoga Allah SWT memberiku kekuatan untuk melaksanakan
hukum-hukum Nya yang telah aku kenal, seiring dengan pengenalanku akan
keteledoran terhadap hal demikian, karena aku sadar bahwa aku tidak mempu
mencapai kesyukuran yang sempurna selama-lamanya.
NAsIHAT KE – 1
Kebahagiaan Hamba Tergantung pada Bobot
Ketakwaannya Kepada Allah SWT.
Sahabat ku, mereka yang sering
aku sebut sebagai penyandang keutamaan dan ketakwaan telah lama terkibur di
bawah lapisan tanah, dan di antara akhlak mereka yang sedikit tersisa di
permukaan bumi pun tersembunyi, nyaris tidak dikenal. Kini aku akan menguraikan
kepada kalian sebgaina di antara ilmu yang telah dititipkan Allah SWT, kepada
aku melalui tulisan ini. Aku mendapati para juru nasihat--- semoga Rhmat serta
Ridha Allah atas mereka--- bersepakan bahwa kebahagiaan hamba di dunia dan di
akhirat tergantung pada nilai ketakwaannya kepada Allah SWT. Dan ingatlah bahwa
bukti utama ketakwaan ialah bersikap Wara” ( ialah sikap yang menghindari
perbuatan dosa, dan menahan diri dari subhat dan maksiat), terhadap
larangan-larangan Allah SWT, melaksanakan hudud-Nya (Hukum-Nya); dan mensucikan
hati dari segala yang tidak disukai-Nya. Lalu aku juga mendapati mereka
bersepakat bahwa perusak agama adalah mereka yang lancang terhadap Allah SWT.
Dan ketahuilah bahwa ciri kelancangan itu adalah meninggalkan sikap wara”
melampaui hudud- Allah SWT, serta getol melakukan maksiat kepada-Nya. Semoga
Allah melindungi kita semua dari hal demikian.
NAsIHAT KE – 2
Sesuatu Yang Tidak Bisa Dicapai
Seluruhnya Jangan Sampai Ditinggalkan Seluruhnya
Kawanku, aku merenungkan kodisi
kita pada masa sekarang. Lama aku berfikir, lalu aku mendapatkan bahwa masa
sekarang adalah masa-masa amat kompleks. Syariat-syariat keimanan telah
berganti, pakain-pakaian ke Islaman telah terlepas, ajaran-ajran agama telah
berubah, dinding-dinding hukum telah runtuh, serta kebenaran pu telah menjadi
hilang sehinga penghuninya terancam binasa, kebatilah merajalela serta pengikutnya
hari demi hari kian bertambah. Aku juga menemukan segala bentuk fitnah semakin
saling tumpang tindih sehingga membuat
bingung orang yang berakal, hawa nafsu kian dominan, dan musuhpun makin
leluasa. Jiwa-jiwa dengan kegandrungannya terhadap seklurisme tersandera oleh
nafsu syahwat yang bergelantungan; keinginan rendahnya ia perturutkan, dan
dunia lebih ia priorotaskan daripada akhirat. Kemudian, dengan kegemarannya
terhadap kedudukan dan kemegahan, ia sangat berambisi. Pemikirannya terhalang
oleh riya” sehingga butalah ia akan akhirat.
Nurani dan kondisi pada masa
kita memang jauh berbeda dengan nurani
serta keadaan para salaf pendahulu kita. Telah sampai kepada kita bahwa
sebagian sahabat berkata : “Seandainya salah seorang pendahulu kita yang salih
dibangkitkan kembali dari kuburnya, lalu melihat pembaca-pembaca Al Qur’an,
tentu tidak mau berbicara dengan mereka, dan akan berkata kepada semua orang,
“mereka itu tidak beriman kepada hari perhitungan”.” Hanya kepada Allah saja
aku mengeluhkan keadaan yang menimpa kita, berupa perubahan, pergantian dan
pertentangan dengan “akhbar”(1) (akhbar
adalah bentuk jamak dari khabar, yaitu berita-berita baik yang bersumber dari
Al Qur’an maupun hadis.)
Tentang hal ini, telah sampai
kepada kita Sabda Rasulullah saw. Yang mengatakan, ’Akan datang pada umat ini suatu masa ketika orang yang berpegang pada
agamanya pada hari itu bagaikan menggenggam bara api”, (2) (Hadis diriwayatkan
oleh Ahmad dan Tirmidzi. Juga Sabda Beliau yang berbunyi : “Orang yang tetap berpegang pada Sunnah pada
saat terjadi kerusakan moralitas manusia, akan mendapat pahala seratus orang
syahid.” (3) Hadis ini dikeluarkan oleh Al Bazzar, sedang Thabrani
meriwayatkannya dengan lafal “Khamsina Syahida”. Hingga manakala aku
menyadari bahwa bahaya benar-benar telah mengancam batas-batas agama, segala
macam bentuk fitnah telah mengepung kita, sedang hawa nafsu di lingkungan kita
benar-benar dipuja dan diperturutkan, aku pun sangat mengkhawatirkan bahwa
agama akan tercabut secara keseluruhan. Sebab telah sampai kepada kita, hanya
Allah yang lebih tahu, bahwa “Akan
terjadi seseorang tercabut keimanannya sedang ia tidak menyadarinya”, Dan
ada kalanya seseorang keluar dari rumahnya bersama agamanya, namun ketika
pulang ia tidak lagi membawa serta agamanya sedikit pun. (4) (Hadis ini dikeluarkan oleh Ibn Abi’Ashim
dalam bab tentang Zuhud dengan redaksi sedikit berbeda.
Prihatin terhadap hal
demikian, aku berpandangan, sangat urgen bagi kita untuk berpedoan kepada satu
di antara dua hal, yaitu : Bla kita tidak
termasuk di antara orang-orang yang melaksanakan perintah Allah secara
keseluruhan (utuh), tidak seharusnya kita mengabaikan apa-apa yang diperintahkan
Allah kepada kita, sehingga kita akan menjadi binasa selama-lamanya. Ingat,
mawas dirilah kepada Allah SWT.
Sahabatku, janganlah kalian
menarik dirimu dari kebajikan seluruhnya, janganlah pula menganggap ringan
perintah Allah seluruhnya, serta janganlah bersikap terang-terangan terhadap
Allah dengan perilaku yang bertolak belakang dengan kehendak-Nya. Berpeganglah,
meski sedikit saja di antara yang banyak, pada apa yang diwajibkan kepada
kalian sekalipun ada alasan untuk meninggalkan sedikit di antara Perintah-Nya,
tapi lakukanlah itu untuk menutupi kekurangan. Memang sebagian kejahatan lebih
ringan bobotnya daripada yang lain, dan sedikit saja yang dipertahankan jauh
lebih baik daripada hilang secara keseluruhan. Karena, telah sampai kepada kita
bahwa Rasul saw. Berkata kepada para sahabat-nya : “Akan datang setelah kalian suatu golongan, jika mereka berpegang pada
sepersepuluh dari apa yang diberikan kepada kalian, mereka selamat.” (5). Hadis
ini gharib, diriwayatkan oleh Tirmidzi. Ingat dan renungilah apa yang telah au katakan
kepada kalian. Di sini aku hanya meringkas yang penting untuk disamppaikan, dan
aku takut kepada kebinasaan bila menyia-nyiakannya. Aku berharap ampunan dari
Yang Maha Mulia melalui Kemurahan-Nya.
NAsIHAT KE - 3
Pangkal Bencana adalah Cinta Dunia
Sahabatku, aku mendapatkan
bahwa yang menjadi pangkal setiap yang bertentangan dengan akhirat, dan yang
menjadi sasaran empuk dari tipu daya setan untuk merusak umat dan
menyia-nyiakan batas-batas hukum agama, aku temukan hal itu terletak pada
kecinntaan terhadap dunia, kehormatan, serta kedudukannya. Ia merupakan pangkal
bencana dan muara dari setiap kesalahan. Lalu, bermula dari sinilah para hamba
mengabaikan hak-hak Allah dan menelantarkan humkum-hukum-Nya, berupa perintah
Shalat, puasa, zakat serta seluruh kewajiban lainnya. Akibat cinta pada harta
dan kemegahan, mereka berlumur dengan hal-hal yang haram dan dosa, dan
merekapun menganggap remeh sebagian besar perintah Allah dan larangan-Nya. Oleh
karena itu, mereka berani terang-terangan di hadapan Allah dalam melakukan
penyimpangan, berani terus-menerus melakukan perbuatan dosa besar, serta berani
berbuat aniaya terhadap diri sendiri, sedang mereka tidak merasakan. Padahal,
sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatkan mereka akan ftnah dunia.
Telah sampai kepada kita bahwa Rasululullah saw. Bersabda : “Akan datang kepada kalian sepeninggalku,
sebuah dunia yang bakal menelan iman kamu, sebagaiana api menghanguskan kayu
bakar”, Dalam hadis lain Rasulullah saw. Mengatakan : “Senantiasa Tuhan ku berpaling dari dunia, dan dari orang yang diperdaya
serta merasa tenang kepadanya, sejak dunia itu diciptakan smpai hari kiamat.” Dan
“Celakalah orang-orang yang memperbanyak
harta kecuali orang yang berkata dengannya tentang hamba-hamba Allah demikian
dan demikian dari arah kiri dan kanannya, tapi mereka itu hanya sedikit.”
Telah sampai
kepada kita bahwa Allah SWT. Mewahyukan kepada Musa as. : “Wahai Musa, jangan sekali-kali engkau cenderung kepada cinta dunia,
agar engkau tidak datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa yang sangat
menyulitkanmu.” Juga telah sampai
kepada kita bahwa Isa as. Berkata : “
Wahai pengikutku! Kekayaan itu memang kesenangan di dunia, tetapi kecelakaan di
akhirat. Benar, bahwa orang-orang kaya merupakan tempat orang-orang
mengambil muka di dunia, tetapi mereka akan diinjak-injak dengan kaki mereka di
akhirat, dari depan dan dari punggung. Maka dengan kebenaran aku berkata kepada
kalian : “Orang-orang kaya itu tidak akan
memasuki alam kerajaan langit.”
Salah seorang salaf berkata : “Aku
jatuh dari atas gedung lalu tulangku patah, itu lebih aku sukai daripada
bergaul dengan orang kaya.” Ia juga
mengatakan, Kekayaan di dunia merupakan
kemuliaan, tetapi di akhirat merupakan kehinaan, dan orang kaya akan monyong
mulutnya dan akan mengalir air liurnya” Rasul saw. Pernah ditanya oleh
seseorang : “Siapa di antara umat Mu yang
jahat? Beilau saw. Menjawab : “Orang-orang
kaya.”
Celakalah engkau wahai pemuja dunia! Tidakkah pernah sampai kepadamu berita
tentang Musa as. Yang melewati seseorang yang sedang menangis dan ketia ia
pulang orang itu masih menangis juga, beliau lantas berujar : “Ya Tuha, seorang hamba Mu menangis karena
takut kepada Mu,” Tuhan berkata : “Wahai Putra Imran, andai orang itu
meninggalkan otaknya bersama air matanya lalu memohon seraya mengangkat kedua
tangannya sampai keduanya berjatuhan niscaya tidak Aku ampuni dia, karena dia
mencintai dunia.” Firman AllahSWT. Dalam Surat Hud ayat 15 – 16 yang
tafsirnya : “Barang siapa yang
menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada
mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan di dunia itu tidak
akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh akhirat, kecuali
neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka usahakan di dunia dan
sia-sialah apa yang mereka telah kerjakan.” Demikianlah keadaan orang yang
mencintai dunia, semoga Allah SWT. Melindungi kita sekalian dari kecintaan
kepadanya.
Sahabatku! Ketahuilah, bahwa baik dan rusaknya umat tergantung pada baik dan
rusaknya ulamanya. Dan di antara ulama itu ada yang menjadi rahmat bagi umat,
sehingga berbahagialah bagi siapa yang mengikuti mereka. Namun di antara mereka
ada pula yang menjadi fitnah bagi umat sehingga celakalah orang yang akrab
dengan mereka. Seorang yang berilmu, bila ia beramal berdasarkan ridha dari
Allah SWT. Lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, tentu mereka itulah yang
berhak menjadi Khalifah (wakil) pra Rasul as.; menjadi juru nasihat bagi
hamba-hamba dan juru penerang ke jalan Allah SWT. Mereka adalah teman-teman
para Nabi di atas mimbar cahaya dalam perhiasan dan berpakaian, mereka
dimuliakan dan digembirakan, lalu terhadap semua keluarga, baik yang terdekat
maupun yang terjauh, mereka berikan syafaat, karena ketika dibangkitkan, semua makhluk
masing-msing menjadi sibuk. Maka merekalah yang menjadi rahmat Allah atas umat
serta berkah-Nya atas mereka. Mereka menyeru kepada jalan kemenangan sehinga
menjadi berbahagialah orang yang menyambut seruan mereka, dan memperoleh
kemenangan orang meneladani mereka, dan tentu saja bbagi mereka pula pahala
yang sepurna plus pahala orang yang mengikuti ajakan mereka. Terdapat beberapa
riwayat yang melukiskan keadaan mereka, salah satu diantaranya ialah ucapan
salah seorang tokoh tentang tafisr ayat berikut : Siapakah yang lebih baik perkatannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah, mengerjakan amal yang salih dan berkata : “Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang bererah diri” (Fushshilat : 33), Ia berkata : Ini adalah kekasih Allah, wali-Nya, hasil
seleksi-Nya dan pilihan-Nya. Orang ini adalah yang paling dicintai Allah di
antara penghuni bumi. Ia menyambut seruan Allah dan mengajak orang untuk
menyambut seruan itu. Dan ia beramal salih dalam menyambut seruan itu seraya
berkata : “Aku termasuk orang-orang
muslim”.
Inilah khalifah Allah, wahai kaum! Dan ulama semacam inilah yang patut kau
teladani dan kau ikuti jejaknya, mudah-mudahan engkau endapatkan kebahagiaan
serta kemenangan. Hanya saja sebagian yang
lain di antara mereka masih relah terhadap dunia sebagai ganti dari
akhirat. Mereka lebih mengutamakan dunia di sisi Allah mereka sangat gemar
mengumpulkannya, serta berambisi untuk memperoleh kedudukan padanya. Ulama
semacam ini lah yang senang diikuti oleh sebagian besar manusia sehingga banyak
sekali di kalangan umat yang mendapat fitnah atas umat.
Mereka meninggalkan nasihat kepada manusia agar mereka tidak
dijelek-jelekkan di tengah-tengah masyarakat. Celakalah mereka! Bagaimana
mereka akan mendapatkan kebaikan di bawah ancaman dari Allah Azza wa Jalla
kepada mereka? Di samping itu mereka telah menjual ilmu dengan harga yang
murah. Sungguh, mereka itu merugi, dan alangkah jeleknya apa yang mereka
perdagangkan itu, karena selain harus memikul dosa sendiri, ia juga harus
menanggung dosa orang-orang yang mengikuti mereka, sehingga semuanya binasa dan
menyebabkan binasa. Mereka itulah wakil setan, kaki tangan iblis, semoga Allah
tidak memperbanyak orang seperti mereka di kalangan umat manusia. Sesungguhnya
Rasulullah saw. Telah memperingatkan tentang fitnah yang ditimbulkan oleh ulama
yang lebih mempriorotaskan dunia. Telah sampai kepada kita bahwa beliau saw.
Bersabda : “Para fuqaha (ulama) itu
pengemban amanat para Rasul selama mereka tidak menceburkan diri ke dalam
urusan dunia, dan apabila mereka berbuat demikian, ragukanlah keberagamaan
mereka”.
Beliau saw. Juga bersabda : Senantiasa umat ini berada di bawah tangan
Allah dan di bawah lindungan-Nya selama para pembaca Al Qur’an tidak manut
kepada para pejabatnya, selama orang-orang pilihan tidak memberikan restu
kepada orang-orang jahatnya, dan selama orang-orang baik tidak mengisitimewakan
orang-orang bejatnya. Tetapi, bila mereka melakukan itu, niscaya Allah akan
mengangkat tangan-Nya dan menguasakan atas mereka orang-orang yang kejam yang bakal
menindas mereka dengan seburuk-buruk siksaan.”
Beliau bersabda lagi : “Tidak terjadi
kiamat sampai orang-orang terpercaya berkhianat dan para pembaca Al Qur’an
menjadi fasik, mereka dihantam badai fitnah dan diliputi kegelapan sehingga
mereka menjadi bingung seperti bingungnya orang-orang Yahudi di dalam gulita.” Ada
yang bertanya kepada Rasulullah saw. : “Wahai Rasul! Manusia manakah yang
paling buruk? Beliau saw. Menjawab : “Ya
Allah, berilah ampunan, seburuk-buruk umatku ialah ulama yang buruk.” Akan
datang kepada manusia suatu masa dimana masjid-masjid ramai tetapi kosong dari
petunjuk. Hal demikian terjadi karena ternyata ulama mereka adalah seburuk
buruk orang yang dinaungi oleh langit.” Juga telah sampai pula kepada kita bahwa Allah
SWT mewahyukan kepada Daud a. : Janganlah engkau musyawarahkan urusan mu dengan
orang alim yang dimabukan oleh cinta kepada dunia, karena ia akan menjatuhkanmu
dengan kemabukannya dari jalan kecintaan. Mereka itu adalah perampok-perampok
atas hamba-hamba yang menginginkan-Ku.” Seorang ahli ilmua berkata : “Orang yang ditambah oleh Allah ilmunya tapi
bertambah pula cintanya kepada dunia, niscaya tidak bertambah dekat jaraknya
kepada Allah kecuali kian menjauh.
Sebagian ahli ilmu menyebutkan tentang pergaulan dengan para ulama. Ia
berkata : “Jika engkau mau, di dalam
pergaulan dengan sebagian mereka terdapat fitnah, yaitu bila di antara mereka
terperdaya oleh dunia, menggemarinya dan berambisi untuk mendapatkannya. Di dalam bergaul dengan mereka terdapat
fitnah yang bakal menambah kebodohan orang yang bodoh, meningkatkan kebejatan
orang yang bejat, serta merusak hari orang yang beriman.” Kemudian ia
berkata lagi : Ulama yang buruk itu
duduk-duduk di tengah jalan menuju akhirat, dan mereka menghalang-halangi
hamba-hamba dari perjalanan menuju Allah SWT. Lalu ahli ilmu itu pun
menangis.
Telah sampai kepada kita bahwa Isa as. Berkata : “Ulama yang buruk berpuasa dan melaksanakan shalat, tetapi tidak
mengerjakan apa yang dianjurkan kepada mereka. Mereka belajr tetapi tidak mengamalkannya.
Amat jelek apa yang mereka putuskan, mereka bertobat hanya melalui kata-kata
serta angan-angan, dan mereka berbuat pun dengan hawa nafsu. Kamu tiak
membutuhkan mereka untuk membersihkan kotoran dari kulit dan hatimu. Dengan
kebenaran aku berkata kepada kamu : “Jangan menjadi seperti ampas yang disaring
di mana hikmah mengalir dari mulut-mulut kamu tapi masih tersisa kedengkian di
dalam dada kamu.
Wahai pemuja dunia! Bagaimana bisa mendapatkan akhirat orang yang tidak
pernah padam api syahwatnya terhadap dunia?
Tidak pernah putus keinginan dirinya? Dengan sebenarnya aku berkata :
Hatimu menangis karena perbuatanmu, kalian menaruh dunia di bawah lidah dan
meletakkan ilmu di bawah telapak kaki. Dengan sebenarnya aku mengatakan, kalian
telah merusak akhirat kalian. Ternyata kebaikan dunia lebih kau sukai daripada
kebaikan akhirat, maka siapa yang lebih merugi dari pada kamu jika kamu
mengetahui! Celakalah kalian! Sampai kapan kalian tetap menghalangi orang-orang
berjalan menuju cahaya, dan sampai kapan kalian berdiam di peukiman orang-orang
yang bingung seakan-akan kalian menyerukan kepada penghuni dunia agar
membiarkan dunia ini untuk kalian. Celakalah kalian! Apa gunanya untuk sebuah
rumah yang gelap jikalau lampu penerang diletakan di atasnya, sedang di
dalamnya sepi dan gelap? Maka, demikian pula, tidak berguna cahaya ilmu yang
berada di mulut-mulut kalian, sedangkan di dalam diri kalian terasa kosong,
gelap dan hampa. Wahai pemuja dunia! Tidak maukah kalian menjadi ulama yang
mengamalkan ilmunya, menjadi hamba yang bertakwa, dan menjadi orang merdeka
yang dimuliakan. Hampir-hampir dunia mencabut kamu dari akar-akarmu lalu
ditutupkan kepada muka-mukamu, kemudian kamu ditelungkupkan dan
kesalahan-kesalahan mu ditarik dari ubun-ubun kemudian kamu didorong dari
belakang untuk diserahkan kepada Sang Raja di Hari Pembalasan dalam keadaan
telanjang dan sendiri-sendiri. Lalu Raja itu memberhentikan kamu dan mendirikan
kamu dalam keadaan terbuka aurat. Dan akhirnya kamu diberi balasan atas
buruknya seluruh perbuatan kamu.
Sahabatku! Mereka adalah ulama-ulama jahat alias setan-setan dalam rupa
manusia; mereka menjadi fitnah bagi masyarakat; mereka sangat menggemari harta
benda dunia serta kedudukannya; mereka lebih mengutamakannya daripada akhirat;
dan mereka pun merendahkan agama terhadap dunia. Selagi di dunia mereka sudah
tercela, sedangkan di akhirat kelek, mereka merugi; atau Tuhan Maha Mulia akan
memberikan ampunan melalui Kemurahan-Nya.
Aku melihat orang yang celaka, yang merugi, yang lebih mengutamakan dunia
daripada akhirat, bahwa kesenangannya bercampur dengan hal-hal yang menyusahkan
dirinya. Mulai dari bermacam-macam bentuk kegelisahan dan kemaksiatan sampai
dengan kepada kerusakan dan kebinasaan di akhir perjalanan hidupnya.
Kegembiraan yang dulu pernah dimilikinya kembali menjauhinya, tidak lagi
tersisa untuk dirinya bagian dari dunianya. Dan ia pun tidak bisa diselamatkan
oleh agamanya, bahkan ia memperoleh kerugian ganda di dunia dan akhirat akibat
kegandrungannya kepada dunia sedang ia tidak pernah mengetahui apa yang telah
ditentukan untuk dirinya, dan itulah bentuk kerugian yang nyata! Alangkah
buruknya musibah itu, dan alangkah besarnya bencananya! Karena itulah mawas
dirilah kepada Allah.
Sahabatku! Janganlah kamu diperdaya oleh setan dan wakil-wakilnya di antara
manusia hanya karena alasan yang lemah di sisi Allah SWT. Sesungguhnya mereka
itu rakus terhadap dunia lalu mencari-cari alasan untuk diri mereka.
Mereka menduga bahwa sahabat-sahabat Rasul saw. Juga memiliki harta yang
banyak sehingga orang-orang terperdaya itu berlindug di balik kisah mereka
tentang para sahabat supaya orang lain mentolerir usaha mereka dalam menumpuk
harta. Padahal setan telah menimpakan bala atas mereka, sedang mereka tidak
menyadadri!
Celakalah dirimu wahai orang-orang yang telah terkena fitnah! Sesungguhnya
dalihmu mengatasnamakan harta Abdurahman bin ‘Auf itu merupakan jebakan setan
yang bertutur melalui lidahmu agar dirimu celaka! Sebab, ketika engkau
menyangka bahwa sahabat-sahabat pilihan itu menghendaki harta untuk kemewahan,
kemuliaan dan perhiasan, sungguh engkau telah berbagi ghibah kepada mereka
serta berani mengkaitkan mereka dengan perkara yang besar. Juga ketika engkau
mengira bahwa mengumpulkan harta yang halal itu lebih baik dan lebih utama daripada
meninggalkannya, sungguh dirimu telah melecehkan Nabi Muhammad saw. Dan para
Rasul. Engkau anggap mereka itu sedikit kemauan serta bersikap zuhud terhadap
kebaikan yang engkau gandrungi beserta teman-teman mu. Engkau hubungkan mereka
dengan kebodohan karena tidak meu mengumpulkan harta seperti yang engkau
lakukan.
Demikian pula ketika engkau mengira bahwa mengumpulkan harta yang halal itu
lebih baik daripada meninggalkannya, berarti engkau menganggap Rasulullah saw.
Tidak memberikan nasihat kepada umatnya karena telah melarang mereka dari
mengumpulkan harta, padahal ia tau bahwa hal itu baik untuk mereka. Sungguh
engkau telah menipu mereka dengan prasangka itu, pada saat Beliau melarang
mereka mengumpulkan harta. Demi Tuhan langit, engkau telah mendustakan
Rasulullah saw. Padahal sesungguhnya, bagi umatnya, beliau adalah juru nasihat;
beliau prihatin atas nasib mereka.
Baiklah, ketika engkau mengira bahwa mengumpulkan harta halal itu adalah
lebih baik dan lebih utama daripada meninggalkannya, sesungguhnya engkau telah
menganggap bahwa Allah SWT. Tidak memperhatikan hamba-hamba-Nya, karena telah
melarang mereka mengumpulkan harta padahal dia tau bahwa mengumpulkan harta
halal itu lebih baik daripada meninggalkannya. Sungguh engkau mengira bahwa
Allah SWT. Tidak mengetahui bahwa keutamaan dan kebaikan ini terletak pada
mengumpulkan harta karena telah melarang memperbanyaknya. Seakan-akan dirimu
lebih mengetahui tempat-tempat kebaikan dan keutaaan darupada Tuhanmu. Maha
Suci Tuhan dari kebodohanmu itu!.
Wahai orang yang terfitnah! Sesungguhnya dirimu dijerumuskan oleh setan
ketika ia memperindah dalihmu dengan harta sahabat. Celakalah dirimu! Tidak ada
gunanya bagimu beralasan dengan harta “Abdurrahman ra. Itu, karena beliau
sendiri menginginkan pada hari kiamat agar dia diberi bagian dari dunia sekedar
untuk kebutuhan makanan hariannya saja. Rasulullah saw. Berssabda : Tidak seorang pun di antara manusia pada
hari kiamat kelak, yang kaya dan miskin, melainkan ia menginginkan supaya
diberi bagian dari dunia sekedar untuk makanan harian saja.”
Telah sampai kepdaku bahwa ketika ‘Abdurrahman meninggal dunia, beberapa
sahabat Rasul berkata : “Kami mengkhawatirkan ‘Abdurrhman pada harta yang
ditinggalkannya.” Ka’ab berkata : “Subhanallah! Apa yang kalian takutkan
terhadap ‘Abduurahman? Dia berusaha dengan cara baik dan menafkahkannya juga
dengan baik.” Lalu hal itu terdengar oleh Abu Dzarr, dan ia pun keluar dala
keadaan marah untuk menemui Ka’ab. Di tengah jalan ia melewati tulang rahang
binatang, maka tulang itu pun diambilnya dan ia melanjutkan usaha mencari
Ka’ab.
Ada yang membisiki Ka’ab bahwa ‘Abu Dzarr mencarinya. Maka larilah Ka’ab ke
tempat ‘Utsman bin Affan, untuk mencari perlindungan dan menceritakan kepadanya
tentang apa yang telah terjadi. Abu Dzarr pun terus mencarinya hingga sampai
juga ke rumah Utsman Bin Affan. Tak kala Abu Dzarr masuk ke dalam rumah,
berdirilah Ka’ab berlindung di balik Utsman bin Affan karena ketakutan. Lalu
Abu Dzarr berkata kepadanya : “Wahai putera yahudi! Engkau kira tidak akan
terjadi apa-apa dengan harta yang ditinggalkan “Aburrahman!
Suatu hari Rasulullah saw. Keluar dari Masjid Madinah menuju Uhud dan aku
bersamanya, beliau berkata : “Wahai Abu Dzarr.” Aku menjawab : “Labaika ya
Rasulullah. Orang yang banyak harta adalah orang yang paling miskin di akhirat
kelak kecuali orang yang berkata demikian dan demikian dari arah kanan dan
kiri, depan dan belakangnya, tapi mereka itu hanya sedikit.” Kemudian beliau
berkata : “Wahai Abudzarr!” Aku menjawab : “Ya, ya Rasulullah.” Beliau
melanjutkan : “Tidaklah menyenangkan bagiku andai aku memiliki emas sebessar
gunung Uhud, yang aku nafkahkan di jalan Allah, lalu aku mati sedangkan pada
saat aku mati itu aku masih menyimpan dua qirath.” Kemudian beliau menyambung
lagi : “ Wahai Abu Dzarr! Engkau mau yang lebih banyak sedangkan aku mau yang
lebih sedikit.” Rasulullah saw. Menginginkan ini sedangkan dirimu, wahai putera
Yahudi, bilang tidak apa dengan harta ‘Abdurrahman. Engkau telah berdusta dan
berdusta pula orang yang mengucapkan ucapan seperti ini.” Tidak hilang rasa
takut Ka’ab sampai Abu Dzarr pergi.
Telah sampai kepada kami cerita tentang Abdurrahman bin ‘Auf, ketika ia
kedatangan rombongan kafilah membawa barang-barang miliknya dari Yaman,
sehingga seisi kota Madinah pun menjadi gempar. A’isyah ra. Bertanya : “Apa
yang terjadi? Lalu dikatakan kepadanya bahwa rombongan kafilah ‘Abdurrahman
telah tiba di Madinah. Spontan ia mengucapkan : “Benarlah Allah dan Rasul-Nya.”
Hal ini sampai kepada ‘Abdurrahman, lalu ia pun bergegas mendatangi A’isyah dan
bertanya kepadanya. A’isyah menjawab : “ Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda
: “Aku melihat surga dan aku melihat orang-orang miskin dari golongan
Muhajirin. Orang-orang Muslim pun memasuki dengan bergegas namun aku tidak
melihat seorangpun di antara orang-orang kaya yang memasukinya kecuali dengan
cara merangkak. Mendengar itu, ‘Abdurrahman lantas berujar : “ Aku menjadikan
Allah sebagai saksi bahwa sluruh kafilah ini berikut barang-barangnya untuk
jalan Allah, sedangkan seluruh budak-budaknya merdeka, semoga aku memasukinya
bersama mereka dengan bergegas.”
Telah sampai kepada kami bahwa
Rasulullah saw. Pernah berkata kepada ‘Abdurrahman bin Auf, “Adapun
dirimu adalah orang pertama masuk surga diantara orang-orang kaya dari umat ku,
dan hampir saja engkau tidak memasukinya kecuali dengan cara merangkak.
Celakalah dirimu wahai orang yang terperdaya! Apakah alasanmu tentang
harta, padahal ‘Abdurrahman bin ‘Auf dengan keutamaannya, ketakwaannya,
perbuatan makrufnya, pengeluarannya di jalan Allah, perssahabatannya dengan
Rasulullah saw. Dan berita gembiranya bahwa ia akan masuk surga, tetapi ia
harus bertahan lebih dahulu di padang mahsyar, di tengah situasi yang sangat
mencekam, hanya gara-gara harta yang ia peroleh secara halal demi untuk menjaga
kesucian dirinya; untuk erbuatan makrufnya, untuk nafkahnya yang tidak pernah
berlebih-lebihan, untuk pengeluarannya di jalan Allah secara sukarela. Hanya
karena ini terpaksa ia tidak bisa bergegas menuju surga bersama orang-orang
miskin dari golongan Muhajirin. Kelak ia hanya bisa beringsut-ingsut jauh di
belakang mereka. Nah, bagaimmana menurut dugaanmu terhadap orang-orang semacam
kita yang senantiasa timbul tenggelam di dalam danau fitnah dunia?
Amat mengherankan terhadap dirimu wahai orang yang terperdaya! Sementara
anda yang bergumul dalam kubangan syubhat dan haram, yang bersemangat dalam
memungut kotoran-kotoran manusia. Yang tidak memperdulikan apa yang didapatkan
dala, usaha anda, yang bergelimang dalam kesyubhatan, perhiasan dan kemegahan,
yang terperangkap dalam tipu daya dunia, masih saja sempat berdalih dengan
‘Abdurrahman bin ‘Auff dan hartanya, sesungguhnya sahabt juga dulunya berbuat
demikian. Seolah-olah anda menganggap orang-orang salaf tersebut beserta
tindakannya menjadi syubhat pula! Celakalah dirimu, karena anggapan demikian
termasuk analogi iblis juga termasuk di antara fatwa-fatwanya yang ia bisikan
kepada pengikut-pengikutnya.
Berikut aku akan membeberkan kepada dirimu tentang keadaanmu yang
sebenarnya dan keadaan para salaf dahulu, agar engkau menyadari keburukanmu
sekaligus akan mengerti tentang keutamaan para sahabat dengan harta benda
mereka, yang diinginkan untuk menjaga kesucian dan dieluarkan pada jalan Allah.
Mereka berusaha dengan cara yang halal, memakan yang baik, mengeluarkan secara
ekonomis, memprioritaskan keuramaan, tidak pernah menahan hak orang lain
darinya, dan tidak bersifat kikir dengannya. Mereka berlaku dermawan dengan
sebagian besar harta tersebut, bahkan di antara mereka ada yang mendermakan
seluruhnya. Terlebih lagi dalam keadaan sulit, justru lebih mereka utamakan
daripada diri mereka sendiri, Nah, apakah demikian pula sikapmu? Demi Allah,
sungguh dirimu sangat jauh dari menyerupai mereka.
Sahabat-sahabat pilihan tersebut lebih menyukai hidup dalam
kemiskinan. Mereka aman dari rasa takut miskin; dengan Allah dan ketentuan-Nya
mereka bersuka cita; terhadap bala ...mereka menerima; dalam kelapangan mereka
bersyukur; dalam kesusahan mereka bersabar; dalam senang mereka memuja; kepada
Allah mereka tawadhu; terhadap kedudukan dan kemegahan mereka bersikap wara’.
Mereka tidak mencari dunia kecuali hanya bagian yang diperbolehkan untuk
mereka, dan merekapun merasa puas dengan berkecukupan (sekedar untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari)Mereka mengharapkan dunia namun mereka rela menjadikannya
sebagai pinjaman. Mereka memutuskan perkaranya sekaligus. Mereka bersabar
terhadap hal-hal yang tidak menyenangkan darinya, mereka menelan pahitnya, dan
berlaku zuhud terhadap kenikmatan dan kesenangannya. Maka, Demi Allah, apakah
demikian sikapmu?
Telah ssampai kepda kami bahwa bila dunia menghampiri mereka, mereka
berduka seraya meratap, “Ini merupakan sebuah dosa yang disegerakan
pembalasannya.” Namun bila kemiskinan yang mendera mereka, mereka mengucapkan :
“Selamat datang simbul orang-orang saleh.”
Juga telah sampai pula kepada kami, bahwa di antara mereka jika memasuki
pagi hari dan mendapat makanan di dalam keluarganya, ia lantas menjadi sedih
dan murung. Namun jika tidak mendapatkan apa-apa ia malah senang dan gembira.
Padahal kebanyakan orang tidak demikian. Bila mereka tidak mendapatkan sesuatu
untuk keluarganya, mereka bersedih. Sebaliknya, bila ada justru bergembira, dan
engkau tidak demikian. Ia menjawab : “Bila aku memasuki pagi hari sedang di
keluargaku tidak memiliki apa-apa, aku gembira karena dengan demikian aku
memiliki kesempatan untuk menjadikan Muhammad saw. Sebagai teladan. Tetapi
apabila memasuki pagi, aku mendapatkan sesuatu untuk keluarga, aku besedih,
karena hari itu aku tidak memperoleh kesempatan untuk menjadikan beliau sebagai
teladan.
Berikut ini, telah sampai pula kepada kami, bahwa bilamana berada dalam
kemakmuran, mereka merasa prihatin dan meratap, “Apa yang terjadi dengan kami
di dunia ini? Dan apa yang dimaui dengannya? Seolah-olah ketika itu mereka
berada dalam suasana ketakutan.
Sebaliknya, bila berada dalam keadaan serba kekurangan, mereka malah merasa
senang dan berkata, “ Sekarang Tuhan kami telah membuat perjanjian kepada
kami.” Kemudian di antara sebagian mereka ada pula yang berkata : “Hari yang
menyenangkan hatiku,” Seorang sahabat berkata : “Hari yang menyenangkan untuk
ku adalah ketika ada yang bilang bahwa tidak ada apa-apa di rumah, tidak ada
dinar, tidak ada dirham, juga tidak ada makanan, sebab bila Allah SWt. Menyukai
seorang hamba, ia akan mengujinya, “ Demikian keadaan dan sikap orang-orang
terdahulu, padahal sesungguhnya keutamaan mereka jauh dari sekedar yang telah
kusebutkan tadi. Maka, Demi Allah, demikiankah keadaanmu? Demi Allah, sungguh
sangat jauh kemiripanmu dengan mereka!
Lalu, sekarang aku akan membuka kedokmu wahai
orang yang terperdaya! Sungguh keadaanmu sangat bertolak belakang dengan
keadaan mereka, orang-orang salaf. Hal demikian terjadi karena engkau sering
melampaui batas ketika kaya, berlaku sombong ketika lapang, bersuka ria di kala
senang, lupa bersyukur terhadap nikmmat,frustasi di kala susah, benci bila
ditimpa bala, dan tidak bisa menerima ketentuan Tuhan. Engkau membenti
kefakiran dan menghindar dari kemiskinan, padahal keadann tersebut merupakan kebanggaan
orang-orang Muslim, sedangkan dirimu malah menjauhinya.
Engkau sengaja menumpuk harta karena takut miskin. Padahal perbuatan
demikian, cerminan dari buruk sangkamu kepada Allah dan kurang yakinmu kepada
jaminan-Nya. Kiranya cukuplah sikapmu itu sebagai dosa, terlebih lagi bila
engkau menumpuk harta itu untuk kesenangan, kemewahan, keinginan dan kenikmatan
dunia. Rasulullah saw. Bersabda : “Seburuk-buruk
umatku, mereka yang diberi makan dengan kemewahan, lalu tubuh mereka tumbuh
darinya.
Seorang ahli ilmu berkata : “Akan datang pada hari kiamat kelak sekelompok
orang yang menuntut kebaikan untuk mereka, lalu dikatakan kepada mereka : “Kamu
telah menghabiskan rezkimu dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah
bersenang-senang dengannya .” (QS. Al-Ahqaf :20). Ternyata dirimu berada dalam
kelalaian.
Engkau telah dicegah untuk menadapatkan kenikmatan akhirat lantaran
kenikmatan dunia, maka alangkah besar
penyesalan dan kecelakaan itu! Benar, barangkali engkau mengumpulkan
harta demi kemegahan, kebanggaan dan perhiasan di dunia, padahal telah sampai
kepada kami bahwa siapa yang mencari dunia untuk bermegahan dan berbangga
dengannya, kelak ia akan berjumpa dengan Allah, dan Allah dalam keadaan marah
kepadanya, sedangkan engkau tidak merasa terancam dengna kemarahan Allah yang
bakal menimpamu ketika menginginkan
kemegahan dan kemewahan itu.
OK. Barangkali menetap di dunia ini lebih engkau sukai daripada berpindah
ke haribaan Allah Azza wa Jalla, dan engkau tidak suka untuk bertemu dengan
Allah, padahal Allah lebih tidak suka untuk bertemu dengan mu. Engkau tetap
berada dalam kelalaian, bahkan barangkali engkau akan meratapi kehilangan
kesempatan mu untuk meraih mata benda di dunia itu \.
Rasulullah saw. Bersabada : “Siapa yang
menyesali dunia yang luput darinya, ia mendekati api neraka sejauh seribu tahun
perjalanan.” Nah, engkau sangat menyesali sesuatu yang luput darimu tanpa merasa terancam dengan kedekatanmu
kepada siksaan Allah SWT. Benar, barangkali engkau kadang-kadang harus keluar
dari agama mu demi untuk memenuhi keinginan duniawimu, lalu engkau bersuka cita
terhadap dunia yang menghampirimu dan hatimu pun senang kepadanya.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw.
Bersabda : Siapa yang menyukai dunia dan itu
menyenangkannya, hilanglah rasa takut akan akhirat dari hatinya.” Salah
seorang Ulama mengatakan : “Engkau akan
diperhitungkan lantaran kesedihanmu, juga akan diperhitungkan lantaran
kegembiraan mu terhadap dunia tat kala engkau mampu meraihnya.”
Siapa yang menyukai dunia, dan
hal itu menyenangkannya, tercabutlah kekhawatiran terhadap hari akhirat dari
hatinya. Egnkau bersukaria terhadap duniamu, sementara kau lepaskan
kekhawatiran terhadap Allah. Baik, barangkali kepandaianmu pada dunia lebih
berlipat daripada perhatianmu pada urusan akhirat; barangkali musibah yang
menimpamu karena maksiat lebih ringan menurutmu daripada musibah berkurangnya
dunia. Baik, barangkali kekhawatiran terhadap kehilangan harta barangkali lebih
belipat daripada kekhawatiranmu terhadap dosa. Barangkali engkau mengeluarkan
untuk orang lain sesuatu yang engkau kumpulkan dari kotoran yang tercemar demi
kedudukan dan kemuliaan dunia; Barangkali engkau rela orang-orang lain menerima
murka Allah agar berbuat baik kepadamu, menghargai dan memuliakanmu. Celakalah
dirimu! Seakan-akan penghinaan Allah terhadapmu pada kari kiamat tidak berarti
bagimu dibanding penghinaan manusia terhadapmu di dunia. Barangkali engkau
menyembunyikan keburukanmu di mata manusia dan engkau tidak merasa terancam
dengan pengetahuan Allah terhadap hal itu, seakan-akan tercemarnya namamu di
sisi Allah tidak berarti bagimu daripada tercemarnya namamu di mata manusia;
seakan-akan makhluk lebih tinggi nilainya di matamu daripada Khaliq. Maha Suci
Allah dari kebodohanmu.
Celakalah dirimu! Masih ada
sisa-sisa keburukan lainnya yang belum pernah disandang oleh dirimu dan
bagaimana engkau akan berkata di hadapan orang-orang yang berakal. Padahal aib
itu ada pada dirimu, dan dirimu berlumur dengan
kotoran namun masih ingin berdalih dengan harta orang-orang yang suci. \
Amatlah jauh kemiripanmu
dengan orang-orang salih terdahulu! Demi Allah sesungguhnya telah sampai
kepadaku bahwa mereka dalam hal yang di halalkan, lebih zuhud daripada kamu
dalam hal yang di haramkan. Sesuatu yang tidak apa-apa menurutmu, merupakan bencana
bagi mereka. Kesalahan kecil mereka pandang lebih besar daripada kamu dalam
memandang dosa besar. Sebaik-baik dan sehalal-halal harta menurtmu adalah
bagaikan yang subhat di antara harta mereka. Engkau prihatin terhadap kejahatan
sebagaimana mereka prihatin terhadap kebaikan mereka karena khawatir tidak
diterima. Puasamu bagaikan berbukanya mereka, kesungguhanmu dalam beribadah
bagaikan masa reses dan waktu tidur mereka, bahkan seluruh kebaikanmu setara
dengan satu dari kebaikan mereka.
Salah seorang sahabat berkata
: “Keuntungan para shiddiqin (Orang-orang yang
benar dan jujur) adalah sesuatu yang luput dari dunia mereka, sedangkan
kebutuhan mereka adalah sesuatu yang dijauhkan dari mereka, sedangkan kebutuhan
mereka adalah adalah sesuatu yang dijauhkan dari mereka di antara dunia. Maka
siapa yang tidak demikian keadaannya, tidaklah ia bersama mereka di dunia,
apalagi di akhirat.” Subhanallah! Berapa jauh perbedaan antara dua
golongan tersebut! Golongan bersama sahabt pilihan yang mencari ke dudukan di sisi Allah dan golongan
bersama kalian dalam kelompok orang-orang yang rendah. Semoga Allah Yang Maha
Mulia memberikan ampunan dengan Karunia-Nya.
Apabila engkau mengira bahwa
dirimu meneladani para sahabat dalam menumpuk harta untuk menjaga kesucian dan
mengeluarkannya di jalan Allah, coba renungkanlah terlebih dahulu urusanmu itu!
Celakalah dirimu, masih bisakah kita Ataukah engkau mengira bahwa engkau
berhati-hati dalam mencari yang halal sebagaimana yang mereka lakukan? Padahal
telah sampai ke padaku bahwa di antara sahabt ada yang mengatakan, “Kami meninggalkan tujuh puluh pintu dari yang halal
karena khawatir akan jatuh kepada salah satu pintu yang haram”. Saudara
ku! Adakah kewaspaadaan seperti ini dalam dirimu? Tidak, demi Tuhan Ka’bah, aku
tidak mengira ada hal demikian pada dirimmu? Oleh karena itu, yakinah bahwa
mengumpulkan harta dengan tujuan untuk berbuat baik adalah jebakan setan yang
akan menggiringmu. Lantaran kebaikan itu, kepada usaha syubhat yang berbaur
padanya antara yang batil dan yang haram.”
Wahai orang-orang yang
terperdaya, tidakkah engkau mengetahi bahwa kekhawatiranmu akan tercebur ke
dalam syubhat lebih utama dan lebih mulia nilainya di sisi Allah daripada
berusaha dalam syubhat dan mengeluarkannya di jalan Allah dan di jalan kebaikan.
Aku mendengar seorang ahli
ilmu berkata : “Engkau
meninggalkan satu dirham karena khawatir bahwa hal itu tidak halal, lebih baik
bagimmu daripada engkau bersedekah dengan seribu dinar dari barang yang
syubhat, yaitu yang tidak engkau ketahui apakah barang tersebut bagimu halal
atau tidak.”
Kemudian, jika engkau mengira
bahwa dirimu adalah paling bertakwa dan paling Wara’ untuk terjerumus ke dalam
syubhat, dan engkau mengumpulkan harta halal berdasarkan dugaanmu untuk
dikeluarkan di jalan Allah, celakalah dirimu bia menduga demikian sehingga
merasa tidak akan diajukan untuk perhitungan (hisab). Karena sesungghnya para
sahabat pilihan sangat takut terhadap pertanyaan ketika hisab.
Telah sampai kepada kami bahwa
di antara mereka ada yang berkata : “Tidaklah
menggemberikan ku kalau aku mendapatkan hasil dari usahaku setiap hari sebanyak
seribu dinar dari barang yang halal, lalu aku nafkahkan dalam ketaatan kepada
Allah dan usaha tersebut tidak menghalangiku melakukan shlata jamaah!.” Orang-orang
berkata, kenapa demikian, mudah-mudahan Allah mengaisihimu? Ia menjawab : “Karena au tidak besa lepas dari suaru maqam pada hari
kiamat, sehingga Allah SWT. Bertanya : “Hambaku, darimana usahamu ini dan di
mana engkau nafkahkan?” Mereka itu orang-orang yang bertakwa yang berada
dalam meliu Islami yang utuh, sedangkan barang yang halal tersedia buat mereka,
tapi mereka meninggalkan harta karena malu akan di hisab, sebab khawatir bahwa
kebaikan harta mereka tidak bisa menutupi keburukannya. Adapun dirimu saat ini
berada di tengah-tengah sampah umat, dan barang yang halal di masamu sangat
langka, dan engkau memperebutkan kotoran-kotoran, lalu engkau mengira bahwa
dirimu mengumpulkan harta yang halal! Celakalah dirimu! Di mana barang yang
halal itu sehingga engkau bisa mengumpulkannya?
Walaupun harta yang halal
tersedia di hadapanmu, namun apakah engkau tidak takut hatimu akan berubah
ketika telah menjadi kaya? Karena, telah sampai kepada kami, bahwa di antara
sahabt ada yang mendapatkan harta warisan yang halal, lalu ia meniggalkannya
sebab khawatir itu akan merusak hatinya. Maka apakah engkau berkeyakinan bahwa
hatimu lebih terpelihara daripada hati para sahabat sehingga engkau tidak
menyimpang sedikitpun dari kebenaran dalam urusan dan keadaanmu. Maka jika
engkau menduga demikian, sesungguhnya engkau telah berbaik sangka terhadap
nafsumu yang selalu menyruh kepada keburukan. Celakah dirimu! Aku di sini hanya
sekedar memberi nasihat.
Au berpandangan, alangkah
baiknya jika engkau merasa puas dengan berkecukupan dalam kebutuhan se
hari-hari dan engkau tidak mengumpulkan harta demi perbuatan baik sehingga
engkau tidak perlu diajukan pada hari hisab. Sebab telah sampai kepada kami,
bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Siapa yang
diseldiki secara mendalam ketika hisab, ia akan disiksa.” Tertulis dalam
Kitab Ihya, sebuah hadis yang berbunyi : “Seorang laki-laki dihadapkan pada
kiamat, ia yang telah mengumpulkan harta dengan cara yang haram dan
mengeluarkannya pada jalan yang haram pula, maka dikatakan , ‘Bahwa ia ke
neraka. ‘Kemudian dihadapkan pula seorang laki-laki yang mengumpulkan harta
secara halal tapi ia memngeluarkannya pada hal yang haram, maka dikatakan, ‘
Bahwa ia ke neraka, ‘Berikutnya dihadapkan pula seorang laki-laki yang telah
berusaha secara halal dan mengeluarkannya pada jalan yang halal, maka dikatakan
kepadanya ‘Berhenti dulu! Barangkali lantaran mencari harta itu engkau
melalikan sesuatu yang telah Aku wajibkan kepadamu, pada shalat umpamanya,
engkau tidak melaksanakannya tepat waktu, atau sedikit engkau anggap remeh pada
ruku, sujud dan wudhunya.
Laki-laki itu menjawab >
“Tidak, ya Tuhan, aku berusaha dengan baik dari yang halal dan mengeluarkannya
secara halal, juga tidak melengahkan sedikit pun di antara apa yang Engkau
wajibkan kepadaku. ‘Kemudian dikatakan lagi kepadanya, ‘Barangkali engkau
pernah menyoombongkan diri dengan kendaraan atau dengan pakaianmu, atau apapun
yang engkau merasa bangga dengannya, ‘Ia menjawab : “Ya Tuhan ku, aku berusaha
secara baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, tidak melakukan
apa yang Engkau wajibkan kepadaku, juga tidak menyombongkan diri atau merasa
bangga dengannya, ‘Lalu dikatakan lagi kepadanya, ‘Barangkali engkau pernah
menahan hak orang lain yang telah Aku suruh dirimu untuk memberikan kepadanya
baik dari kerabatmu, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang
musafir, ‘Ia menjawab : “Tidak, ya Tuhanku, aku telah berusaha secara baik dari
yang halal dan mengeluarkannya secara halal, tidak melalaikan sedikitpun di
antara apa yang telah Engkau wajibkan kepadaku, tidak menyombongkan diri dan
tidak pula merasa bangga serta tidak menahan hak orang lain yang telah engkau
perintahkan kepadaku untuk memberikan kepadanya, ‘Lalu orang-orang tadi di
datangkan dan berdebat dengannya. Mereka berkata, ‘YA Tuhanku, Engkau telah
memberinya, menjadikannya kaya, menempatkannya di tengah-tengah kami dan
menyuruhnya untuk memberi kami. ‘Maka jika orang ini benar-benar memberikan hak
mereka, tidak melalaikan kewajibannya, tidak sombong dan berbangga, akan
dikatakan kepadanya, Tunggu dulu! Sekarang hadirkan kesyukkuranmu terhadap satu
nikmat yang telah aku karuniakan kepasamu, baik dari makanan, minuman, tegukan
atau kelezatan. ‘Dan laki-laki itu terus ssaja ditanyai..” Nah, celakalah
dirimu, siapa yang berani untuk diajukan dalam sidang pengadilan seperti ini,
dihujani pertanyaan bertubi-tubi kecuali orang yang tertipu dan terperdaya
sepertimu!.
Celakalah diirmu! Interogasi
seperti tadi diajukan kepada seseorang yang selalu konsisten dalam mencari yang
halal, yang selalu menunaikan hak-hak
dengan hartanya, dan senantiasa melaksanakan kewajiban sesuai dengan
batasan-batasannya, namun dia harus dihisab dengan hisab seperti itu. Lantas
bagaimana menurutmu orang-orang seperti kita yang senantiasa timbul tenggelam
dalam fitnah dunia; dalam lumpurnya; dalam syubhat dan perhiasannya. Celakalah
engkau, karena interogasi semacam inilah maka orang-orang bertakwa enggan
berurusan dengan dunia. Mereka merasa cukup dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, berusaha mengerjakan kebajikan yang lain tanpa perlu susah payah
mencari harta.
Maka hendaknya dirimu
menjadikan orang-orang pilihan tersebut sebagai teladan. Tetapi jika dirimu
merasa enggan untuk melakukan hal demikian dan tetap mengira bahwa engkau sudah
berada pada batas optimal dalam wara’ dan takwa, bahwa tidak mencari harta
kecualli dari barang yang halal dengan dugaanmu bahwa hal itu untuk menjaga
kesucian dan untuk pengeluaran di jalan Allah, engkau yakin bahwa sedikit pun
engkau tidak menegeluarkan harta halal kecuali dengan benar, juga hatimu
sedikitpun tidak berubah dari hal-hal yang disukai oleh Allah SWT. Dan tidak
membenci-Nya, baik secara rahasia maupun terang-terangan, bahkan selalu merasa
takut, dan jika memang demikian adanya dirimu, tetapi engkau pasti tidaklah
demikian, namun bagaimanapun keadaanyya yang penting engkau harus bersikap rela
terhadap berkecukupan dan berusaha menghindari pemilik harta bila mereka ingin
melibatkanmu. Lalu berusaha bergabung dengan rombongan pertama, yaitu rombongan
Muhammad saw. Tanpa perlu ada kekhawatiran bakal tertahan untuk diperhitungkan.
Tentulah mencari selamat atau celaka.
Telah sampai kepada kami bahwa
Rasulullah saw. Berssabda : “Para fakir miskin dari
golongan Muhajirin lebih dahulu masuk surga daripada orang-orang kaya di antara
mereka, selama lima puluh ribu tahun.” Beliau juga mengatakan : “Adapun pemilik harta, mereka bakal menemui kesulitan
berupa penahanan, dan akan mengalami haus sesuai dengan apa yang dikehendaki
oleh Allah”. Hadis lain berbunyi : “Orang-orang miskin dari kaum yang beriman
memasuki surga sebelum orang-orang kaya, mereka bersenang-senang dan memakan
makanan, sedang yang lain masih merangkak dengan lutut mereka, maka Allah SWT.
Berkata : “Di sana ada orang-orang yang aku kehendaki sebelum kamu, kalian adalah
pemimmpin dan pejabat, maka, tunjukanlah kepada Ku apa saja yang telah kalian
perbuat dengan sesuatu yang telah Aku berikan kepada kalian.” Salah
seorang ahli imu berkata : “Tidaklah
menggembirakanku walau aku memiliki Humran Ni’am (kiasan untuk kenimkmatan yang
besar), sedang aku tidak bisa bergabung dengan rombongan pertama bersasma Muhammad saw. Dan kelompoknya.
Wahai kaum yang
mengkhawatirkan hisab! Raihlah kesempatan bersama orang-orang yang ringan beban
hisab-nya dalam rombongan orang-orang Muslim, serta takutlah bila terlambat dan
terpisah dengan rombonan Rasulullah saw.
Sebagaimana takutnya orang-orang yang bertakwa.
Diceritakan bahwa seorang
sahabat merasa haus lalu ia minta minum, maka didatangkanlah kepadanya segelas
air dan madu. Ketika ia mengambil air itu dan meneguknya, ia pun terseduh
kemudian menangis dan menangis. Lalu ia berusaha mengusap air mata dari
wajahnya dan hendak berbicara, tapi ia kembali menangis. Ketika tangisannya
kian menjadi-jadi seorang bertanya kepadanya, apakah tangisan itu lantaran iar
tadi? Ia menjawab : “Benar! Tat kala suatu hari aku duduk bersama Rasulullah
saw. Dan tidak ada orang lain bersama beliau ketika itu selain diriku, beliau
memertahankan dirinya dan berseru : “Menyingkirlah
dariku” Aku bertanya kepadanya : “Demi dirimu, maka siapakah gerangan
yang engkau ajak bicara? Beliau menjawab : “Itulah
dunia yang tampil di depanku dengan corak dan keindahannya, yang berkata
kepadaku : Wahai Muhammad, raihlah aku! Maka aku katakan kepadanya :
“Menyingkirlah dariku!” Lalu ia berkata lagi :”Jika
engkau selamat dariku, wahai Muhammad, sesungguhnya tidak akan selamat dariku orang-orang
sesudahmu.
Wahai kaum, orang-orang
pilihan itu menangis kecuali takut bila terputus hubungan dengan Rasulullah
saw. Hanya lantaran meminum air yang halal, maka celakalah dirimu yang
bergelimang dengan kenikmatan dan syahwat yang sulit untuk dikatakan terbebas
dari usaha haram dan syubhat, padahal engkau tidak merasa khawatir akan
terputus hubungan dengan Rasul saw. Alangkah bodohnya kebodohan mu itu!
Sungguh malang nian nasibmu,
bila engkau tercecer dari rombongan Muhammad saw. Pada hari kiamat. Pasti
engkau akan menyaksikan suatu peristiwa dahsyat yang membuat malaikat dan
nabi-nabi bergidik melihatnya.
Bila engkau lengah dari
mengejar rombongan itu, pasti engkau akkan mengalami masa yang panjang untuk
menyusulnya. Bila engkau menghendaki harta yang berlimpah pasti engkau akan
mengalami sulitnya hisab. Bia engkau tiidak merasa puas dengan yang sedikit
pasti engkau mengalami masa penantian rintihan dan ratapan yang amat panjang.
Bila engkau rela dengan keadaan orang-orang yang tertinggal, pasti engkau akan
terputus hubungan dengan golongan kanan, dengan Rasul Tuhan Semesta Alam, dan
engkau akan sangat terlambat untuk menikmati karunia orang-orang yang diberi
kenikmatan,\. Dan bila engkau bersebarangan dengan sikap orang-orang yang
bertakwa, pasti engkau akan bersama orang-orang yang tertahan dalam situasi
yang mencekam di Hari Pembalasan.
Celakalah dirimu, renungkanlah
apa yang engkau dengar! Maka jika engkau mengira bahwa dirimu juga seperti
orang-orang salaf pilihan, merasa puas dengan sekedar bisa makan sehari-hari,
bersikap zuhud terhadap yang halal, menafkahkan harta benda lebih engkau
utamakan daripada diri sendiri, tidak khawatir akan kemiskinan, tidak menumpuk
harta untuk hari esok, tidak menyukai harta berlimpah dan dan kekayaan, rela
dalam kefakiran, gembira dengan yang sedikit dan kemiskinan, senang dengan
kerendahan dan kesederhanaan, benci kedudukan dan ketinggian, engkau merasa
kuat dalam urusanmu, dan tidak berubah dari petunjuk, sesungguhnya engkau telah
melakukan hisab terhadap dirimu di dunia. Engkau telah menjalankan semua
urusanmu sesuai dengan yang telah disetujui oleh keridhaan ALLAH SWT. Engkau
tidak akan ditahan untuk diinterogasi dan tidak akan di hisab, dan orang
sepertimu termasuk di antara orang-orang yang takwa.
Hanya saja engkau masih
berpikiran bahwa engkau mengumpulkan harta yang halal untuk pengeluaran di
jalan Allah. Maka, celaka dirimu, wahai orang yang terperdaya! Renungkanlah!
Permasalahanmu dan perbaikilah pandanganmu! Tidakkah engau mengetahui bahwa
menghindari kesibukan dengan harta serta mengosongkan hati untuk berzikir,
mengingat menyebut, berpikir dan merenung tentu lebih selamat untuk agama,
lebih memudahkan untuk hisab, lebih meringankan pertanyaan ketika diinterogasi,
lebih merasa aman dalam menghadapi dahsyatnya peristiwa kiamat, lebih
memperbanyak pahala dan lebih meninggikan nilaimmu di sisi Allah SWT, dalam
keadaan berlipat-lipat.
Salah seorang sahabt berkata :
“Andaikan seseorang di dalam sakunya memiliki sejulah uang dinar yang
diinfakannya, sedang yang lain berzikir kepada Allah SWT. Niscaya yang berzikir
itu lebih utama.”
Diceritakan bahwa salah
seorang ulama ditanya tentang orang yang mencari harta untuk dikeluarkan dalam
kebajikan, ia menjawab : “Meninggalkannya justru lebih baik.” Seorang Tabi’in
pilihan ditanya tentang dua orang, salah seorang di antaranya mencari harta
yang halal dan ia mendapatkannya, lalu dengannya ia menghubungkan tali silaturrahmi
dan diperuntukannya untuk dirinya, sedangkan yang lain menjauh tidak mau
mencarinya dan tidak mau menerimanya, maka yang mana di antara mereka yang
lebih utama? “Demi Allah, jauh sekali antara keduanya, yang menghindar lebih
utama, perbedaannya sama dengan antara timur dan barat,” Jawabnya.
Lebih baik bagimu untuk
menyerahkan dunia kepada orang yang mengejarnya. Sedangkan bagimu sekarang
adalah menjauhi kesibukan dengan harta supaya lebih menyegarkan untuk tubuhmu,
mengurangi kecapaianmu, menyenangkan untuk hidupmu, memuaskan hatimu,
mengurangi kegundahan dan kegelisahanmu. Maka atas dasar apa engkau
mengumpulkan harta kalau meninggalkannya dapat membuatmu lebih utama daripada
orang yang mengejarnya untuk tujuan kebajikan.
Benar, kesibukanmu dengan mengingat
Allah lebih utama untuk mu daripada mengeluarkan harta di jalan-Nya, sehingga
berkumpulah pada dirimu kesenangan dunia serta keselamatan serta keutamaan di
akhirat.
Baiklah, seandainya
mengumpulkan harta untuk kebajikan itu lebih utama daripada menjauhinya,
pastilah kami didahului oleh Nabi Muhammad saw. Terhadap keutamaan dan kebaikan
yang kamu kira terdapat dalam pencarian harta itu. Akan tetapi, Rasulullah saw.
Mengetahui betul bahwa ridha Allah SWT. Terletak pada sikap menghindari dunia,
maka dari itu jauhilah oleh mu.
Diceritakan dari Rasulullah
saw. Bahwa beliau bersabda : “Aku didatangi oleh
Jibril as. Yang membawa kunci perbendaharaan bumi. Maka demi dzat yang jiwa
Muhammad di tangan-Nya, aku tidak mengulurkan tangan kepadanya.” Dalam
hal ini, seorang sahabt berkomentar, andaikata beliau mengeahui bahwa di situ
ada kebaikan, pastilah beliau saw. Mengulurkan tangannya.
OK, andaikata dalam
pengumpulan harta itu terdapat keutamaan yang besar, pastilah demi keutamaan
akhlak engkau harus meneladani Nabi Muhammad saw. Karena dengannyalah Allah
memberinya petunjuk, sekaligus kau harus pula menerima pilihan beliau saw.
Untuk dirinya, yaitu menghindari dunia. Rasulullah saw. Bersabda : “Apalah bagiku dan bagi dunia, tidaklah aku dan dunia ini
melainkan seperti seorang musafir yang menunggangi kendaraannya lalu berteduh
di bawah sebatang pohon kemudian ia berangkat lagi meninggalkannya.”
Dalam sebuah doanya beliau
saw. Berkata : “Ya Allah hidupkanlah aku dalam
keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkan aku bersama
orang-orang miskin, janganlah engkau campurkan aku bersama orang-orang kaya.” Dan
dalam doanya yang lain beliau saw. Berkata :”Ya
Allah, jadikanlah rezeki keluarga Muhammad sekedar memenuhi kebutuhan.”
Celakalah dirimu! Apakah
kalian mengira bahwa Muhammad saw, itu bodoh sehingga memilih alternatif ini
untuk dirinya? Tidak!!! Demi dzat yang telah memuliakannya dengan risalah,
tidaklah beliau memilih suatu alternatif ini untu dirinya, melainkan pada
perkara yang lebih utama dan lebih tinggi nilainya. Maka, ridhailah untuk
dirimu sesuatu yang diridhai oleh Nabi Muhammad sw. Jadikanlah Nabimu itu
sebagai teladan, dan berjalanlah di bawah panji-panjinya untuk mencapai surga
dengan segera.
Saudaraku,
renungkanlah apa yang kau dengar sarta yakinlah bahwa kebahagiaan dan
kemenangan terdapat dalam tindakan menghindari dunia. Sesungguhnya telah sampai kepada kami bahwa
Rasulullah saw. Bersabda : “Sesungguhnya pemuka
orang beriman di surga adalah orang yang apabila ia makan siang, ia tidak bisa
makan malam, apabila ia mencari utang, ia tidak mendapatkan uang; ia tidak
memiliki kelebihan pakaian kecuali yang menutupi tubuhnya, dan ia tidak mampu
untu mencari sesuatu yang memperkayanya. Ia memasuki sore dalam keadaan
demikian dan memasuki pagi juga dalam keadaan demikian, ia selalu ridha kepada
Tuhan-nya. Mereka itulah orang-orang yang telah ddiberi nikmat oleh Allah dan
golongan para nabi, shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang salih. Maka
alangkah baiknya mereka sebagai teman-teman (QS. An-Nisa : 69).
Saudaraku, renungkanlah apa
yang engkau dengar dan yakinlah bahwa keburukan itu terkumpul dalam perbuatan
memperbanyak harta benda dunia.
Telah sampai kepada kami bahwa
Rasulullah saw. Berkata kepada Bilal ra. : “Jika
engkau mampu berjumpa dengan Allah dalam keadaan miskin, bukan dalam keadaan
kaya maka lakukanlah.” Bilal berkata : “Bagaimana dengan diriku wahai
Rasulullah?” Beliau berkata : “Apa yang dirizkikan kepadamu jangan
disembunyikan dan apa yang diujikan atasmu jangan ditolak.” Bilal berkata lagi
: “Bagaimana dengan diriku terhadap hal demikian ya Rasulullah?” Beliau berkata
: “Atau engkau mau ke neraka?”.
Celakalah dirimu! Jika engkau
memahami apa yang engkau dengar, maka tiada lagi alasan bagimu untuk
mengumpulkan harta lebih dari sekedar kebutuhan sehingga dapat engkau jadikan
dalih di hadapan Allah. Sungguh, demi Allah, jadikanlah itu kesibukan! Sampai
kapan engkau masih tetap menumpuk-numpuk harta setelah adanya penjelasan ini.
Sesungguhnya telah ditolak pengakuanmu bahwa engkau menumpuk harta untuk tujuan
berderma dan kebaikan. Pasti engkau lakukan itu karena takut kemiskinan, juga
engkau lakukan demi kenikmatan, perhiasan, kemewahan, bermegahan, keududukan,
riya, kesombongan, penghargaan, sanjungan dan kemuliaan, lalu engkau mengira
bahwa usaha itu demi kebajikan. Sungguh maang nasibmu! Hati-hatilah terhadap
Allah SWT. Dan malulah dengan pengakuanmu wahai orang yang terpeerdaya, karena
sesungguhnya dirimu terjebak dalam fitnah dengan mencintai dunia. Jadikanlah
dirimu mengakui bahwa keutamaan, kebaikan, dan ridha terhadap sekedar kebutuhan
sehari-hari adalah dalam menghindari kelebihan. Jadikanlah dirimu ketika
mengumpulkan harta itu merasa tertipu lalu mau mengakui kejahatanmu serta takut
kepada hisab. Maka hal demikian itu lebih selamat untukmu dan lebih dekat
kepada maaf daripada mencari-cari alasan untuk menumpuk-numpuk harta.
Saudaraku! Renungkanllah apa
yang engkau dengar, dan perhatikanlah diri sendiri melalui akal sehatmu.
Sesungguhnya keberuntungan untuk mu terdapat dalam menghindari dunia, dan Allah
tidak memerlukanmu, tetapi dirimulah yang sangat butuh kepada Allah SWT.
Saudaraku! Ketahuilah bahwa
pada masa sahabat r.a .. harta yang halal banyak tersedia, namun mereka adalah
orang yang paling wara dan paling zuhud terhadap yang diperbolehkan untuk
mereka. Sedangkan pada masa kita sekarang, yang halal sudah langka, maka
bagaimana dengan kita untuk mendapatkan walau sekedar memenuhi kebutuhan dan
menutupi hajat? Adapun perbuatan dari menumpuk-numpuk harta pada zaman kita sekarang,
mudah-mudahan Allah SWT. Melindungi kita dari hal yang demikian. Maka, mana
ketakwaan kita seperti takwanya para sahabat, seperti wara’, zuhud, dan
kewaspadaan mereka? Mana nurani kita seumpama nurani dan kebaikan niat mereka?
Kita telah dijangkiti, demi Tuhan Langit, oleh berbagai macam penyakit jiwa
serta nafsu rendahnya, padahal dalam waktu dekat akan tiba waktu menghadap.
Maka, alangkah bahagianya orang yang ringan bebannya ketika mereka mendahului;
alangkah geisahnya orang yang berat bebannya keetika harus tertahan; dan
alangkah senangnya orang-orang yang bertakwa pada hari dikumpulkan! Sedangkan
duka cita yang panjang bagi orang yang bermewah-mewah dan mencampur adukan. Aku
telah meberikan nasihat kepada kalian jika mau menerimanya, tapi sayang yang
mau menerima nasihat ini hanya sedikit. Semoga Allah memberikan taufik kepada
kita sekalian untuk setiap kebaikan melalui Rahmat-Nya.
NAsIHAT
KE - 4
Hendaklah Engkau Bersikap qana’ah dan tawadhu’
Sahabatku! Berikut aku akan
menyinggung sebuah bab yang cukup efektif untuk menutup pintu fitnah dunia
serta tipu dayanya, sekaligus akan mampu membukakan pintu akhirat dan
keberkahannnya, dan aku dapatkan hal itu pada sikap qana’ah dan tawadhu’, karena keduanya merupakan lawan dari kemewahan dan
kesombongan. Ini karena bila seorang hamba rela terhadap sikap merendahnya di
dunia, maka otomatis secara langsug ia telah membuang sifat sombong dari
hatinya. Tidak ada lagi ambisi untuk mengejar keududkan dan kehormatan pada
dirinya sehingga selamatlah ia dari fitnah dunia beserta huru haranya. Lalu dia
cukup bergembira dengan sikap tawadhunya di dunia dan mendapat kemuliaan di
sisi Allah swt. Demikian pula keadaanya bila si hamba merasa puas dengan
kebersahajaannya, tidak rakus untuk menumpuk harta seperti rakusnya seekor
anjing terhadap bangkai, ia merasa lapang dada di dunia, sedikit dosa dalam
agamanya; mau menerima rizki yang sedikit; dan Allah pun ridha kepadanya dengan
sedikit amalnya. Jadi, dengan sikap qana’ah itu ia menyegarakan ketenangan hati
di dunia serta kebahagiaan dengan rahmat Allah di akhira.
Sahabatku! Ingat, hendaklah
engkau melakukan mawas diri kepada Allah SWT. Sahabatku, merasa puaslah
terhadap rizki yang mencukupi kebutuhan dan memenuhinya; tinggalkanlah mencari
kelebihan harta, yaitu pada sesuatu yang sesungguhnya tiada keperluan bagimu.
Sebab, telah sampai kepada kami bahwa kelebihan harta di sisi Allah SWT adalah
kotoran. Padda hari kiamat kelak akan didatangkan dunia itu lalu dikatakan : “Pisahkanlah dari harta itu bagian yang di tujukan untuk
Allah, lalu lemparkanlah semua sisanya ke neraka.”
Juga telah sampai kepada kami
: “Dunia itu terkutuk dan terkutuk pula isinya
keculai zikir kepada Allah SWT serta semua sarana yang digunakan untuk berzikir
kepada Allah.” Rasulullah saw. Bersabda : “Biarkanlah
dunia ini untuk pemujanya, karena orang yang mencari dunia di luar
kebutuhannnya akan dijemput kematiannya sedang ia tidak merasa.” Seorang
sahabat juga mengatakan : “Seburuk-buruk manusia
ialah yang mengejar dunia di luar kebutuhannya. Wahai kaum, siapa yang
tidak puas dengan sekedar memenuhi kebutuhannya, maka bagaimana bisa ia dijamin
termasuk dalam golongan hadis ini?
Telah sampai kepada kami
Rasulullah saw. Bersabda : “Seandainya anak manusia
memiliki dua lembah dari emas, niscaya ia akan minta satu lembah tambahan, dan
tidak ada yang dapat memenuhi perut anak Adam itu kecuali tanah. Semoga Allah
swt. Menerima taubat orang yang bertobat.” Salah seorang sahabt berkata,
‘Celakalah bagi setiap penumpuk harta yang selalu membuka mulut seperti orang
gila, yang hanya dapat melihat apa yang ada pada orang lain tapi lupa terhadap
apa yang ada pada dirinya. Celakalah untuknya ketika mengalami siksa pada saat
yang sangat lama, sampai-sampai bila memungkinkan malampun dijadikan siang.
Ingatlah, siapa yang tidak merasa puas terhadap sekedar kebutuhannya, maka
bagaimana bisa ia dijamin termasuk golongan hadis ini?
Ibnu Mas’ud r.a. beserta
beberapa orang jamaah mengeluhkan tentang hak kepada Rasulullah saw, lalu jawab
beliau saw : “Bersabar dan bergembiralah kamu,
karena saatnya sudah dekat, bahkan seakan-akan telah tiba.”
Dalam hadis yang lain
Rasulullah saw. Bersabda : Akan datang sesudahku
suatu golongan yang memakan makanan yang lezat-lezat dengan aneka warnanya;
menikahi wanita-wanita cantik dengan berbagai macam tipenya; memakai pakaian
bagus-bagus dengan berbagai macam modenya; dan mengendarai kendaraan mewah
dengan berbagai macam mereknya. Mereka mempunyai perut yang tidak pernah merasa
kenyang dengan yang sedikit dan memiliki nafsu bahkan terhadap yang banyak pun
tidak pernah merasa puas. Mereka menekuni dunia saat pagi dan sore hari, mereka
menjadikannya sebagai tuhan di samping Tuhan mereka, menjadikannya rabb di
samping rabb mereka, hanya kepada urusan dunia itu target mereka dan kepada
hawa nafsu mereka mengikuti. Maka suatu tekad .... dari Muhammad sw.
Bagi yang mengalami zaman itu yang bakal datang setelah pengganti kamu,
hendaklah tidak memberi salam kepada mereka, tidak mengunjungi yang sakit di
antara mereka, tidak mengiri jenazah mereka, dan tidak perlu hormat kepada
pemuka mereka. Siapa yang tetap melakukan itu, sesungguhnya ia ikut ambil
bagian dalam menghancurkan Islam. (Hadis
ini dieluarkan oelh AL Bazzar, namun salah seorang sanad-nya di dha’if-kan oleh
Jumhur). Ingatlah, siapa yang tidak pernah merasa cukup dengan sekedar
kebutuhannya, bagaimana ia merasa aman dari orang-orang yang termasuk dalam
firman Allah SWT, berikut : “Bermegah-megahan telah
melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu! Kelak kamu
akan mengetahui (akibat perbuatan itu) dan janganlah begitu, kelak kamu akan
mengetahu.” (QS. At-Takatsur 1-4). Maka, bagaimmana orang yang tidak
pernah puas itu merasa aman dari ancaman Allah SWT ini. Ia pasti bakal binasa.
Semoga Allah SWT melindungi kita dari menyenangi kemegahan, memberikan kepada
kita semua sikap qana’ah dan tawadhu’. Wahai kaumku, keuntungan itu, demi
Allah, terletak dalam keridhaan terhadap kesederhanaan, bukan terhadap
kemegahan. Keuntungan itu, demi Allah, terletak
pada kerendahan dalam berzikir, bukan dalam kedudukan dan jabatan.
Keuntungan itu, Demi Allah, pada kerendahan diri, bukan dalam keangkuhan. Aku
telah memberikan nasihat kepada kalian jika kalian mau menerima, tetapi yang
menerima itu sedikit. Mudah-mudahan Allah memberi taufik kepada kita semua
untuk setiap kebaikan dengan Rahmat-Nya.
NAsIHAT KE – 5
Carilah Makananmu di Antara Yang Halal
Sahabatku! Apabila Allah SWT. Telah memberikan kepada kalian sifat Qana’ah
dan tawadhu’, bersyukurlah kepada-Nya sebanyak-banyaknya, dan tetap mawas
dirilah kepada-Nya dalam hal makanan yang dengannya kamu merasa puas itu.
Kemudian, selalu berusahalah mencari yang terhalal dan terbaik selama kalian
mampu menemukan jalannya. Hal demikian supaya lebih memudahkan untuk hisab
kalian, dan supaya menyempurnakan untukmu kebaikan akhirat melalui baiknya
usaha tersebut, sebagaimana engkau bersegera dengan sikap qana’ah kepada
ketenangan hati di dunia.
Ketahuilah, tidak diragukan lagi, sesungguhnya barang yang halal itu sudah
lama menjadi langka, dan kita selalu berada dalam syubhat yang di situ
bercampur baur antara yang haram dan yang batil! Terlebih lagi terhadap syubhat
yangsamar! Tetapi, hal itu sudah lumrah dan sering kita kerjakan, sehingga kita
sadar kapan orang seperti kita mempu menjadi wara’? Atau kapan amal perbuatan
kita menjadi jernih, sedangkan diri kita selalu penuh dengan syahwat, dan
senantiasa memakai perhiasan yang syubhat?
Telah sampai kepada kami bahwa di antara ahli ilmu ada yang mengatakan : “Pada hari kiamat kelak Allah akan membangkitkan
sekelompok orang dari kuburan mereka, yang menyebarkan bau yang lebih menyengat
daripada bau bangkai, yaitu mereka yang berfoya-foya dengan kelebihan harta
yang didapatkan dari yang syubhat.” Ahli ilmu ini berkomentar, “Demi Allah, di antara mereka adalah aku.”
Saudaraku, seorang alim yang selalu takut semacam ini, masih demikian cara
memandang jiwanya dan keprihatinannya terhadap barang-barang syubhat! Maka,
bandingkanlah olehmu, bagaimana menurut pandanganmu, orang-orang seperti kita
yang timbul tenggelam dalam kubangan dunia, syahwat, syubhat bahkan lebih kotor
dari pada itu? Karena itu, ingat! Mawas dirilah kepada Allah dan bersikap
wara’-lah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sesungguhnya, tegaknya Agama adalah dengan sikap WARA’.
Telah sampai kepadaku bahwa ibadah itu ada tujuh puluh bagian, yang paling
utama di antaranya ialah berusaha mendapatkan yang halal. Deceritakan bahwa
orang mencari makanan dari barang yang halal bagaikan orang berperang di jalan
Allah SWT.
Ketahuilah, sesungguhnya banyak beribadah tapi dibarengi dengan makanan
yang kotor, tidak ada jaminan bahwa ibadah tersebut tidak menjadi sia-sia.
Seorang sahabat mengatakan, ”Apabila baik usaha
seseorangdalam mencari nafkah, akan bersihlah perbuatan, kemudian akan
dikembalikan lagi sehingga dapat diketahui (hasilnya.” Lalu diceritakan
oleh salah seorang tokoh, bahwa setan berkata “ “Hanya
satu bagian yang aku inginkan dari anak manusia, kemudian setelah itu aku
biarkan antara dia dan antara apa yang ia kehendaki dalam berbuat ibadah, yaitu
aku jadikan usahanya dari jalan yang tidak halal. Maka jika ia beristri, ia
lakukan dengan cara yang haram, jika ia berbuka puasa, ia berbuka di atas yang
haram, dan jika ia menunaikan ibadah haji, ini pun ia lakukan atas dasar hal
yang haram.”
Oleh karena itu, saudara-saudaraku, berhati-hatilah dalam mencari nafkah
untuk memenuhi kebutuhan. Takutlah kepada Allah terhadap hal yang haram agar
kamu tidak mendekatinya, dan waspadalah terhadap unsur syubhat. Sesungguhnya di
kalangan salaf ash-shalih dahulu, di antara mereka ada yang sampai
menginggalkan tujuh puluh pintu halal karena khawatir akan memasuki satu di
antara pintu-pintu yang haram. Oleh karena itu, waspadalah terhadap syubhat,
baik yang diyakini paling halal, paling ringan, paling sedikit, dan paling
aman, Sebab, telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Yang halal itu nyata dan yang haram pun nyata, sedang di
antara keduanya adalah syubhat yang tidak ddisadari oleh sebagian besar orang;
apakah termasuk yang halal atau termasuk haram.” Rasulullah saw. Juga
bersabda : “Siapa yang berani bermain api dalam
syubhat, hampir saja ia jatuh ke dalam lingkaran haram.”
Sahabatku! Berpindah-pindahlah dalam berusaha mencari nafkah dari satu
kondisi kepada kondisi yang lain, dari satu profesi kepada profesi yang lain
yang lebih menjamin keselamatan; dari satu usaha kepada usaha yang lain yang
lebih cocok agar kamu benar-benar mengerjakan ketakwaan dan betul-betul mencari
yang halal. Waspadalah dalam usahamu terhadap
berbagai jenis riba karena riba itu ada sekitar tujuh puluh bagian, bahkan
lebih. Hindarilah perbuatan khianat, keji, curang, bohong, sumpah palsu dan
sanjungan. Dan hati-hatilah untuk dirimu, sesungguhnya indikator taqwa terdapat
dalam sikap wara’, dan dengan wara’ itulah akan dikenali orang-orang yang
bertakwa. Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Orang yang menipu seorang Muslim bukan termasuk golongan
kami.” (Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Sabdanya lagi : “Celaka dan celakalah orang
yang menghalalkan hal yang haram dan syubhat dengan syahwat.” Saudara-saudaraku,
berhati-hatilah terhadap Allah, karena merasa ridha dengan yang sedikit dan
mendapatkan kemenangan yang besar lebih utama daripada harta yang melimpah yang
disertai dengan hisab yang sangat teliti dan siksa yang pedih.
NAsIHAT KE - 6
Hemat dalam Mengelola Rizki dan
Menghindari Berfoya-foya
Ikhwanku, aku berwasiat kepada kalian semua agar berlaku hemat dalam
memanfaatkan rizki, karena sikap demikian termasuk kebaikan agama. Dan
hindarilah sikap berfoya-foya pada waktu kaya karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai sikap berlebih-lebihan dalam segala hal. Allah mencela orang-orang
yang berlebih-lebihan dan memuji orang yang tidak berlebih-lebihan dan juga
tidak pelit.
Salah seorang Tabiin berkata : Cukuplah sikap
seperti ini termasuk berfoya-foya, yaitu seorang yang makan menuruti seleranya,
dan berpakaian menuruti seleranya. Seorang tokoh yang lain berkata : Akan datang pada hari kiamat segolongan orang yang sedang
mencari-cari kebaikan yang pernah mereka kerjakan, lalu dikatakan kepada mereka
: “Kamu telah menghabiskan rizkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja)
dan kamu telah bersenang-senang dengannya.” (QS. Al-Ahqof – 20). Maka
dari itu jadilah kamu sekalian hemat dalam sikapmu tanpa pelit dan
berlebih-lebihan.
NAsIHAT
KE - 7
Hindarilah Sifat Kikir
Sahabatku! Aku mewanti-wanti kalian, sesungguhnya kekikiran terhadap ALLAH
swt. Akan menghalangi kebaikan dunia dan akhirat, dan seorang yang bakhil tidak
akan berdekatan dengan Allah di rumah-Nya. Telah sampai kepada kami suatu
ucapan, bahwa orang yang bakhil akan jauh dari Allah, jauh dari Rasul-Nya saw.
Dan jauh dari surga, namun dekat ke neraka!.
Ingatlah, alangkah besar kejahatan seseorang yang telah diberi karunia oleh
Allah dalam bentuk harta yang banyak tetapi ia mengeluarkannya sedikit dan ia
terlalu kikir terhadapnya. Semoga Allah melindungi kita dan kalian semua dari
sifat kikir.
NAsIHAT KE - 8
Hindarilah Bergaul Dengan Orang-orang
Jahat
Sahabatku! Aku mengingatkan kalian dalam berbaur dengan semua orang, karena
semua pelanggaran dan dosa terdapat dalam pembauran dan pergaulan dengan
mereka, sedang mereka tidak menyadari. Hanya saja, yang mempu mendeteksi hal
semacam ini terbatas pada orang yang sudah menjadi wara’ dan muhasabah, sedang
kita bukanlah termasuk orang yang
dijamin selamat dalam agamanya apabila setan manusia dan setan jin sudah
berkumpul.
Kita sama seperti mereka, saling membisik satu sama lain tentang ungkapan
yang indah sebagai tipuan. Ingat, kalian boleh bergaul dengan manusia hanya
dengan dua tipe; salah satunya ialah yang dapat membantu keadaan dirimu agar
tidak hanyut dalam keduniaan. Namun, jika Allah menghimpun pertolongan terhadap
agama dan dunia pada diri seseorang, maka peganglah kepadanya dan hindarilah orang
lain karena semua orang akan menjadi bencana dalam agamamu kecuali si penolong
dalam kebajikan tadi.
Ingatlah! Sesungguhnya keselamatan paling utama adalah menghindari semua
orang, karena dapat memberikan pahala yang banyak, bahkan lebih besar daripada
apa yang kamu kira.
Disebutkan bahwa ibadah itu ada sepuluh bagian, salah satunya terdapat
dalam sikap pendam, sedang sisanya yang sembilan terdapat dalam menjauhi
manusia. Aku memberi nasihat kepada kalian jika mau menerima---- tetapi yang
mau menerima biasanya sedikit.... bahwa sabar dalam kesendirian memang pedih,
namun merupakan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada orang yang Dia
kehendaki. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk setiap
kebaikan dengan rahmat-Nya. Berpisahlah dengan manusia
dengan hati serta perbuatan, dan sambungkan komunikasi dengan mereka melalui
salam dan kewajiban memenuhi hak sesama Muslim.
NAsIHAT KE - 9
Rela Kepada Ketentuan Allah
Sahabatku! Apapun yang datang kepadamu yang bersumber dari Allah SWT. Dan
Rasul-Nya saw. Bila berupa kemudahan, maka ambilah. Telah sampai kepada kami
bahwa, “Sesungguhnya Allah SWT menyukai
kemudahan-Nya dilaksanakan sebagaimana Dia menyukai yang sulit dari-Nya
dikerjakan. Gemarilah sesuatu yang dibolehkan untuk mau dari setiap kemudahan
yang sedikit. Karena, telah sampai keppada kami bahwa Rasulullah saw. Sangat
menyukai kemudahan yang sedikit dari beberapa perkara.
Janganlah kamu berpaling dari afiat dalam segala hal, dan janganlah kamu
menantang bahaya karena kita bukanlah termasuk ahlinya. Jika kamu sedikit diuji
dengan hal yang tidak kamu sukai dan dengan musibah, saat itu bermujahadahlah
terhadap diri kamu untuk bersabar dalam penderitaan, karena hal demikian adalah
termasuk perhatian Allah kepada hamba-Nya. Dan janganlah sampai kamu mengeluh
serta tidak mau menerima ketentuan-ya.
Telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT berkata : “Siapa
yang tidak mau menerima ketentuan-Ku dan tidak bersabar terhadap bala’Ku, maka
hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku.” Juga firman-Nya : “Siapa rela terhadap ketentuan, keputusan dan takdir Ku,
maka untuknya adalah keridhaan apabila ia berjumpa dengan Ku, maka baginya
adalah kebencian apabila ia bertemu dengan Ku.”
Kiranya, cukuplah keadaan demikian sebagai suatu bencana yang menimpa diri
seorang hamba, saat pandangan Allah SWT. Menjadi buruk kepadanya. Maka
janganlah kamu bersedih dengan pendangan Allah seperti itu kepadamu.
Sahabatku! Kesenangan terletak pada musibah di dunia, karena hal itu
merupakan simpanan bagi mereka yang mampu bersabar, dan sekaligus menghapuskan
kesalahan-kesalahan.
Seorang tokoh berkata : “Orang yang tidak
bergembira terhadap musibah yang menimpanya karena peristiwa itu diharapkan
dapat menghapuskan kesalahan, malaikat akan berkata : ‘Kami telah berusaha
mengobatinya tapi ia tidak juga sembuh.” Celakalah kalian! Siapa yang
lebih berhak dengan ketenangan dari musibah dunia daripada orang yang meyakini
pilihan Allah untuk dirinya, ia menahannya sedikit dan akan bahagia selamanya.
Siapa yang lebih berhak dari ketenangan dari suatu yang tidak di sukainya
daripada orang yang diperhatikan oleh Allah, lalu Allah menutupi dengan musibah
itu keburukannya, serta memberinya pahala atas hal itu dengan suatu pahala
tanpa ada hisab, kemudian Dia menjadikannya bahagia selama-lamanya. Semoga
Allah menjadikan kita berbahagia dengan ridha-Nya terhadap kita. Aamiin..
Aamiin ya Rabbal ‘Alaminn.
NAsIHAT KE - 10
Tipu Daya Setan
Saudara-saudaraku! Ketahuilah bahwa setan itu lama bersedih menghadapi
ketaatan. Ia memiliki berbagai tipu daya dan ia pun tidak pernah kendur dalam
usahanya untuk membatalkan ketaatan itu. Ia
membisikan kepada jiwa kegemaran pada pujian, sanjungan, kekaguman, dan
kesombongan, juga pada pengakuan akan ketinggian derajat serta mengikuti hawa
nafsu. Maka, apabila Allah SWT memberikan karunia kepada kalian dengan
kebajikan, berhati-hatilah terhadap setan serta bermawasdirilah kepada Allah
dari sikap mengatasnamakan agama demi kehormatan di dunia. Juga berhati-hatilah
dari sikap mencari pujian dan sanjungan atas nama agama. Maka sudah pastilah
sikap semacam itu akan menjadi penyebab terhapusnya perbuatan-perbuatan hamba!
Apabila engkau diuji dengan pujian dan pengakuan dari orang lain, maka
janganlah kamu berbangga dengan hal itu karena ia akan menimbulkan kerusakan
bagi agama. Kemudian apabila ada kesenangan meresap ke dalam hati lantaran
pujian, janganlah hal itu diteruskan, tetapi tolaklah ia dengan ilmu tentang
bahaya sok suci dalam agama. Juga tolaklah ia dengan ketidaksukaan pada pujian,
lalu berlindunglah kepada Allah dari buruknya akibat sok suci itu. Sebab, apa
yang dapat menjamin, bila kamu termasuk orang yang tidak diperhatikan oleh
Allah pada hari kiamat, dan tidak disucikan oleh-Nya sehingga bagi mereka
siksaan yang amat pedih?
Telah sampai kepada kami bahwa orang yang paling berat
siksaannya pada hari kiamat ialah orang yang kelihatan oleh orang lain bahwa ia
memiliki kebaikan padahal tidak. Barangkali
orang yang senang terhadap pujian akan termasuk orang yang paling berat
siksaanya di hari kiamat sedang ia tidak menyadari. Ber Muraqabah-lah kepada
Allah dan ber-mujahadah-lah terhadap dirimu untuk meniadakan kesenangan tatkala
engkau dicoba dengan pujian sampai engkau ditepati pada hari kiamat dan
ditentukan untuk kamu suatu kepastian di sisi Allah SWT. Yaitu mendapatkan
kesenangan selama-lamanya di rumah kemuliaan atau bakal mengalami duka cita
yang lama dalam azab yang amat pedih. Semoga Allah melindungi kita semua dengan
rahmat-Nya.
NAsIHAT KE - 11
Hindarilah Rasa Bangga Dengan Amal
Perbuatan
Sahabtku! Takutlah terhadap sikap bangga dengan amal perbuatanmu, yaitu
sikap merasa telah berbuat banyak untuk Tuhanmu, karena engkau akan dibenci
oleh Allah lantaran bersikap demikian. Ketahuilah bahwa amal perbuatanmu itu
tidak sebanding dengan kewajiban bersyukur atas satu nikmat ssaja di antara
nikmat-nikmat Allah, bahkan satu nikmat saja dapat menghabiskan seluruh
perbuatanmu. Padahal nikmat itu banyak sekali, dan engkau dituntut untuk
mensyukurinya. Nah, bagaimana pendapatmu tentang hal ini? Seluruh amal
kebajikan merupakan nikmat dari Allah
kepadamu yang selalu diperbarui, karenanya, kapan kamu sempat mensyukurinya?
Jika engkau bersyukur, sesungguhnya engkau ditnut untuk mensyukuri terhasdap
nikmat yang selalu bertambah itu. Lagi pula, seandainya bukan karena Ilham-Nya
kepadamu untuk bersyukur, tentu engkau tidak mau bersyukur dan tidak mengarah
ke sana selama-lamanya.
Seandainya engkau mengetahui keagungan Allah, kebessaran dan
ketinggian-Nya, yang Dia memang berhak untuk itu, tentu engkau merasa malu
untuk menyebut amal perbuatanmu. Jika engkau mengetahui kemurahan Allah SWT.
Serta kenikmatan-Nya, tentu engkau akan menganggap tidak berarti perbuatan
selurh makhluk dibandingkan satu nikmat saja, serta akan merasa khawatir
terhadap nikmat lainnya yang akan dituntut kesyukurannya. Oleh karena itu
bagaimana engkau berani menganggap telah berbuat banyak dalam hal amal yang
penuh dengan cacat? Dan bagaimana merasa
bangga dengan perbuatan sendiri yang merupakan karunia dari Allah SWT?Bahkan
berasal dari-Nya jua seluruh karunia dalam agama, yang sangat banyak untuk
dibilang dan dihitung, tiada yang mampu mengetahuinya selain Pemberinya. Wahai
orang yang lalai dalam bersyukur, sebaiknya dirimu bersikap malu bila
menyebut-nyebut amal perbuatanmu. Wahai orang yang lengah terhadap hak-hak
Allah, hendaknya dirimu merasa takut dan khawatir karena telah menyia-nyiakan
banyak sekali di antara perkara-perkara dari Tuhanmu SWT!
Sesungguhnya orang yang berakal dan berilmu, ketika menghadapi kelalaian
itu ia merasa gelisah dan amat sibuk menolak perasaan bangga dengan amal
perbuatannya. Ingat, mohonlah bantuan untuk melenyapkan kebanggan itu dengan
merendahkan nilai amal perbuatanmu. Ingatlah! Pertolongan Allah terhadapmu, dan
minta tolonglah dengan ilmu terhadap Allah SWT. Juga mintalah bantuan dengan
rasa takut akan kehilangan nikmatmu ketika mengabaikan kesyukuran.
NAsIHAT KE - 12
Memohon Pertolongan Allah Untuk
Melenyapkan Kesombongan Hati
Sahabtku! Aku mewanti-wantimu terhadap kesombongan. Takutlah kepada Allah
dari menghina salah seorang di antara umat atau mengingkari kebenaran apabila
ada yang mengucapkannya kepadamu, karena AllahSWT. Tidak menyukai hal demikian
dan akan menghinakan orang-orang sombong. Dan bagaimana engkau bisa menghina
seorang Muslim sedangkan engkau tidak mengetahui kesudahannya dan kesudahanmu
sendiri, juga tidak mengetahui rumah yang mana di antara surga dan neraka
tempat engkau kembali. Maka jika engkau menasihati dirimu, sesungguhnya dirimu
itu lebih berhak untuk mendapatkan penghinaan. Bukankah engkau lebih mengetahui
tentang keburukan-keburukan jiwamu dan kekejian jiwamu daripada orang lain?
Maka jika engkau mengira bahwa dirimu mampu mengetahui rahasia orang lain
seperti halnya rahasiamu, sesungguhnya engkau telah mengaku-aku perkara yang
amat besar, karena sesungguhnya engkau tidak mengetahui rahasia orang lain
seperti halnya rahasiamu kecuali dengan merendahkan dirimu dan tidak
menganggapnya suci.
Sesungguhnya terlarang bagimu untuk menganggap utama dirimu, juga terlarang
untuk menganggapnya suci. Sebab, siapa tahu, barangkali engkau pada hari kiamat
kelak berada di bawah telapak kaki orang-orang yang telah engkau remehkan di
dunia. Renungkanlah apa yang engkau dengar, kemudian mintalah bantuan kepada
Allah untuk melenyapkan kesombongan dari hatimu. Semoga Allah melindungi kita
dari hal demikian.
NAsIHAT KE - 13
Menyelidiki Rahasia Jiwa dan Apa yang
Tersembunyi di Dalam Dada
Sahabtku! Selidikilah rahasia-rahasia jiwa dan
apa-apa yang tersembunyi di dalam dada, lalu sucikanlah dari rasa dendam, iri
hati, dengki, senang atas kesusahan orang lain, buruk sangka, permusuhan dan
kebencian. Sesungguhnya telah sampai kepada kami, “Bahwa dendam dan dengki itu menggerogoti kebajikan,” Dan
, “Orang yang tidak menyukai dan membenci untuk Kaum
Muslimin seperti apa yang disukai dan dibenci untuk dirinya, bukanlah termasuk
di antara mereka.” Perhatikan dan selidikilah rahasia-rahasia itu setiap
saat, sebab siapa tahu di antara kalian ada yang selalu getol dengan perbuatan
maksiat tanpa disadarinya. Lihatlah, apakah ada di hatimu kecintaan kepada
dunia, kegembiraan untuk menerimanya, dan bersenang-senang dengan syahwatnya.
Adakah seringkali engkau merasakan manisnya pujian dan sanjungan? Apakah engkau
lari dari cacian serta sangat berat untuk menerimanya? Adakah engkau tidak
menyukai sesuatu yang bertolak belakanng dengan kemauan nafsumu, menerima
dengan senang sesuatu yang cocok dengan seleramu? Apakah dirimu berlaku sia-sia
dalam meandang makhluk tanpa mengambil pelajaran? Apakah dirimu berlaku sia-sia
terhadap banyak omongan atau berdiam diri sambil berfikir tentang hal selain
hari dijanjikan? Apakah seringkali engkau memiliki rasa takut akan kemiskinan?
Adakah dirimu membenci sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Untukmu?
Semua hal demikian itu dan seumpamanya termasuk di antara dosa-dosa hati,
sedangkan kalian mengabaikannya. Bahkan aku juga menduga bahwa para pembaca
kalian membiasakan hal tersebut, sedang mereka tidak menyadarinya. Ingat,
berjuanglah untuk beralih dari moral tercela. Dan janganlah hal itu diremehkan.
Sesungguhnya telah sampai kepada kami bahwa . “Siapa
yang menganggap remeh suatu dosa, sesungguhnya ia menganggap remeh akan ancaman
Allah ‘Azza wa Jalla.”
Saudara-saudaraku! Berhati-hatilah terhadap Allah Yang Maha Mengetahui
rahasia dan yang lebih tersembunyi, bahwa engkau sering melakukan sesuatu yang
tidak disukai oleh-Nya SWT. Kebiasaan bukanlah sesuatu hal yang kecil.
Salah seorang sahabat berkata, “Terus-terusan
berbuat dosa adalah kufur dan maksiat, dan apa saja yang sering dilakukan oleh
seseorang berarti termasuk dosa besar.” Sesungguhnya pelaku dosa besar
yang dibarengi dengan tobat lebih dekat posisinya kepada maaf daripada orang
getol dalam melakukan dosa-dosa kecil.
Telah sampai kepada kita bahwa Allah SWT berfiran : “Aku tidak menerima kesalahan orang yang sering melakukan dosa-dosa
kecil di dunia dan akhirat, karena tidak ada sesuatu yang lebih besar di
sisi-Ku daripada terus menerus melakukan dosa.” Ketahuilah, penyebab
besarnya kemarahan Allah SWT, kepada orang yang sering melakukan dosa-dosa
kecil adalah karena minimnya rasa kepeduliannya terhadap penumpukan dosa serta
anggapan remehnya terhadap kebencian Tuhan Yang Maha Perkasa. Semoga Allah
memberikan perlindungan kepada kita. Dan ingat, hindarilah keseringan melakukan
dosa kecil karena hal demikian merupakan perkara yang amat besar. Mudah-mudahan
kita semua diarahkan oleh-Nya ke jalan orang-orang pilihan.
NAsIHAT KE - 14
Hati-hati terhadap Perselisihan di
Kalangan Umat
Sahabatku! Seluruh bidang ilmu, ibadah, dan semua yang dapat mendekatkan
diri kepada Allah SWT adalah baik. Hanya saja aku lebih menganjurkan kalian
supaya mengenal semua fardhu yang memberi penekanan pada hati beserta seluruh
anggota tubuh, mengenal tentang wara’
dalam berusaha, tentang kondisi lahir dan batin, tentang amal yang dibarengi
dengan niat yang baik dan tentang keikhlasan karena Allah dalam berbuat.
Janganlah mengabaikan sedikitpun di antara beberapa hal tersebut. Sesungguhnya,
telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT. Berfirman : “Tidak
selamat dari-Ku hamba-Ku kecuali dengan melaksanakan apa-apa yang telah Aku
wajibkan kepadanya.” Ingat, bersegeralah dalam menunaikan segala yang
fardhu. Tidak disukai oleh Allah SWT. Orang yang mengabaikannya; sebaliknya,
akan beruntunglah hamba-hamba yang melaksanakannya.
Aku mengingatkanmu dalam memandang dan membahas tentang
perbedaan umat. Bukankah telah sampai kepadamu tentang tragedi yang menimpa
mereka karena perselisihan dan perpecahan tersebut, juga tentang peristiwi yang
menimpa mereka karena mengikuti kemauan nafsu yang menyesatkan dan karena
melanggar larangan, sebagaimana yang pernah ditimbulkan oleh kelompok
Qadariyah, Murji’ah, Rafidhah, Jahmiyah dan Hururiyah, mereka saling memerangi,
saling memusuhi dan saling membenci. Bahkan mereka saling bersaksi tentang kekafiran
dan kesesatan sampai pada tindakan menghalalkan darah kelompok yang tidak
sejalan dengan mereka, padahal sebelumnya mereka bersaudara dalam urusan Allah
dan saling bersepakat. Tetapi ketika mereka diuji dengan kemampuan untuk
membahas dan memperdalam (ilmu pengetahuan dan agama), akhirnya mereka terpecah
menjadi beberapa golongan. Masing-masing golongan di antara mereka
berargumentasi dengan ayat-ayat Mutasyabihat dan dengan atsar (Jejak Rasul dan pendapat sahabat) yang
sejalan dengan keinginan mereka sehingga mereka tersesat dan menyesatkan banyak
orang.
Diceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. Memegang
jenggot Umar ra. Dan berkata : Wahai Umar! Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”
‘Umar pun jadi penasaran dan bertanya : “ Demi bapak dan ibuku, wahai
Rasulullah, atas apa engkau ucapkan kalimat itu? Rasulullah saw. Menjawab : “
Baru saja Jibril mendatangiku dan berkata ‘Wahai Muhammad Inna lillahi wa inna
ilaihu raji’un, sesungguhnya umatmu sesudahmu akan difitnah dengan hal yang
sedikit bukan dengan hal yang banyak. ‘Aku tanyakan : “Wahai Jibril fitnah
kesesatan atau fitnah kekafiran? Ia menjawab : “Dua-duanya akan terjadi.’ Aku
katakan : Bagaimana mereka tersesat dan bagaimana bisa menjadi kafir, sedangkan
aku telah meninggalkan bagi mereka kitab Allah.’ Jibril menyambung : ‘Dengan
kitab Allah mereka tersesat, karena masing-masing golongan akan menakwilkannya
sesuai dengan keinginan mereka, maka dengan begitulah mereka menjadi sesat.”
Ingat, sadarilah pengawasan Allah, hindarilah mendalami dan menyelidiki
tentang hal yang mereka selisihkan, karena perkara ini bagaikan samudra yang
dalam, yang di dalamnya telah banyak orang-orang tenggelam. Dari bidang
teologi, misalnya telah muncul bberapa aliran sehingga membuat orang yang
berakal dan berilmu pun menjadi bingung. Maka bagaimana pula dengan orang
seperti kita yang memiliki kekurangan baik akal maupun ilmu pengetahuan? Kalau
begitu, berpegan sajalah pada apa-apa yang telah disepakati dan tidak
diperdebatkan, terutama dalam Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat, kepada
Kitab, Pra Rasul dengan Hudu-Nya, dengan segla yang fardhu, dengan syariat
agama-Nya, dan dengan apa yang telah menjadi kesepakatan para salaf, karena di
sanalah terletak tuntunan dan kebenaran.
Telah sampai kepada kita bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Tidak akan bersepakat umatku dalam kesesatan.” Yaitu
perkataannya yang berisi kebenaran bahwa umatnya tidak bersepakat dalam
kesesatan, merupakan ucapan yang benar adanya tanpa tanpa diragukan, hanya saja
setanlah yang menimpakan bencana atas mereka dengan terjadinya perselisiha.
Ingat, hindarilah mendalami permasalahan yang
mereka perselisihkan, sesungguhnya untukmu dalam hal yang mereka
sepakati di antara batasan-batasan agama sudah merupakan kesibukan yang cukup
menyita perhatian, terutama dalam masalah yang belum diketahui ilmunya.
Wahb bin Munabbih berkata : “Dulu di Masjdi
al-Haram terdapat sekelompok orang yang berkata tentang Al-Jabr dan al-qadar
lalu aku katakan : “Aku telah membaca tujuh puluh dua buku yang diturunkan dari langit, aku juga bergabung
dengan orang-orang yang luas ilmu pengetahuannya dan aku mengetahui banyak hal
yang belum diketahi oleh orang lain. Maka aku mendapati bahwa orang yang paling
banyak berbicara dalam masalah ini ternyata yang paling bodoh di antara mereka
tentangnya. Dan juga aku mendapati bahwa orang paling banyak berdiam
diri terhadapnya justru yang paling dalam ilmunya dalam masalah ini. Aku
mendapati bahwa orang yang memandang masalah ini seperti orang yang memandang
sinar matahari, semakin lama ia memandang kepadanya akan semakin bertambah kebingungannya dalam masalah
tersebut.”
Ali bin Abi Thalib ra. Berkata : Hindarilah
berbantah-bantahan dalam masalah agama, karena pekerjaan itu hanya akan
menyibukan hati serta akan menyemaikan bibit-bibit kemunafikan di sana.” Seorang
tokoh berwasiat kepada saudara-saudaranya : Bismillahirrahmanirrahim!
Ketahuilah bahwa keinginan-keinginan hawa nafu semacam ini telah mewabah di
kalangan masyarakat. Dan jalan keluar dari masalah ini hendaklah kamu selalu berpegan
teguh pada apa yang mereka sepakati serta hendaklah kamu bersepakat ketika
mereka berselisih, karena orang yang baik dan orang yang jahat semuanya
bersepakat bahwa Allah adalah hak, Rasulullah saw. Adalah hak, Al Qur’an dan
para Rasul adalah hak, Kitab dan Malaikat adalah Hak, kebangkitan surga dan
neraka adalah hak, tidak terdapat perselisihan di antara mereka. Bahwa shalat
yang lima waktu beserta wudhunya, mandi dari janabah, puasa Bulan Ramadhan,
zakat, haji, berbakti kepada orang tua, menunaikan amanah, mencegah kejahatan,
serta menyadarkan orang lain, adalah wajib atas setiap Muslim, dan apa yang
dikatakan oleh Allah SWT adalah hak : Diharamakan atas kamu (mengawini) ibu-ibu
kamu, anak-anak kamu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan ... (Qs.
An-Nisa’ 23 sampai akhir ayat). Bahwa menikahi mereka adalah haram. Juga
khanrs (minuman keras), mencuri, bezina, berlaku curang, menipu, khianat,
bohong, dan sejenisnya adalah haram. Bahwa dalam masalah ini tidak ada
perbedaan antara kelompok yang baik dan yang jahat, demikian pula antara
Ahlussunnah dan Ahlu bid’ah, mereka semua bersepakat, tiada perselisihan di
antara mereka. Maka siapa yang bersikap seperti ini dan mengamalkan apa yang
ada padanya niscaya tidak akan membuatnya binasa apa-apa yang belum ia ketahui
di balik semua hal di atas, Insya Allahu ta’ala.
Oleh karena itu, peganglah ini dan jangan melampaui batas! Kemudian, jika
ada yang bertanya kepada kalian tentang hal ini, katakan saja bahwa kami
beriman kepada Al Qur’an beserta isinya, semuanya berasal dari Tuhan kami, lalu
diamlah, jangan diteruskan lagi jawabannya, apalagi bila sampai berbuat lebih
jauh.
Tetapi jika engkau beralasan bahwa kami melakukan itu karena kami suka
untuk mengetahui yang benar dari yang salah dalam masalah yang mereka
perselisihkan, lalu engkaupun menyelam lebih jauh, menyeelediki dan mendalami,
niscaya tindakan seperti itu tidak dijamin akan selamat dari fitnah kecuali
bila dikehendaki oleh Allah SWT. Maka terimalah nasihat ini, jangan engkau melampaui
batas dan jangan terlalu jauh melangkah dalam masalah tersebut. Karena pada setiap
fardhu dalam maslah ini terdapat syariat-syariat, batasan-batasan dan
sunnah-sunnah, maka pergunakanlah itu.
Pelajarilah ia supaya dengan itu menjadi sempurna shalatmu, menjadi baik
pula dengannya usaha-usahamu, dan engkau pun tidak jatuh kepada riya’.
Sibukanlah dirimu untuk mempelajari kewajiban-kewajiban dalam agama mu, serta
sibukanlah dirimu dalam mempelajari batasan-batasan agama, dan itulah yang
terbaik untukmu. Sebab, apabila engkau telah mendalami ilmu, tentu engkau tidak
bisa lepas dari kesalahan orang yang tidak sepaham dengan ilmu yang ada padamu,
sehingga engkau melihat permasalahan demi permasalahan tanpa memperdulikan
etika, padahal kalian tidak pernah disuruh untuk hal itu.
Adapun jika kalian sengaja melihat kepada perselisihan tersebut tanpa
didasari ilmu yang mendalam, tanpa bergaul dengan para ulama serta berdialog
dengan mereka, tentu tidak ada jaminan bagimu untuk tidak diuji dengan sesuatu
yang segera menyusup ke hati berupa fitnah. Dikatakan,
tidak ada kesesatan kecuali dibalikya ada perhiasan. Setelah itu,
barangkali engkau akan meninggalkan kebenaran lalu hatimu pun akan enggan untuk
menerima kebenaran itu sesudahnya.
Ketahuilah, ciri-ciri orang yang memperhatikan sunnah itu yaitu waspada
terhadap langkah yang terlalu jauh ke dalam bid’ah, karena kesadarannya tentang
kehalusan kalimat, kerumitannya dan pendalamannya tentang hal ini. Maka tidak usah heran bahwa orang yang paling takut
terhadap perdebatan adalah orang yang paling banyak ilmunya, paling tajam
pemikirannya, dan paling banyak pemahamannya. Sebaliknya, orang yang berani
terjun dalam perdebatan adalah orang yang paling sedikit ilmunya, paling lemah
pemikirannya, dan paling rendah pemahamannya.
Oleh karena itu, waspada dan waspadalah, sesungguhnya kalian telah
diperingatkan. Telah dikatakan kepada kami,
hendaklah kalian berpegang pada agama orang-orang lemah, agama orang-orang
badwi dan agama anak-anak (Yakni dalam hal tunduk dan membenarkan).
Kemudian terimalah nasihat supaya jangan sampai engkau termasuk orang-orang
yang dikatakan dalam ayat berikut : “ tetapi
kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat. “ (QS. Al A’raf,79).
Ingat! Hati-hatilah kepada Allah, Saudara-saudaraku,
terimalah nasihat orang yang prihatin terhadap nasibmu karena setan tidak
pernah lalai dalam usahanya menghalangimu dari jalan kebenaran. Ia selalu
menjadikanmu suka untuk menggapai kemenangan dalam perselesihan umat, dengan
alasan demi mengenal kebenaran berdasarkan praduganya serta demi memilih yang
benar, seolah-olah ia sebagai nasihat bagimu. Akan tetapi, sesungguhnya setan
itu, melalui hawa nafsu dan fitnah akan membawamu kepada bencana dan
melalaikanmu dari mengingat hari kebangkitan. Duhai, kesibukan hati yang bukan untuk
pendekatan bahkan sebaliknya untuk menjauhakn dari Tuhan mu, Ingat,
janganlah engkau menolak bencana dengan cara mengikuti hawa nafsu, semoga Allah
melindungi kita semua dari hal demikian. Aamiin.
NAsIHAT KE - 15
Memelihara Anggota
Tubuh dan Hati
Saudaraku! Aku berpesan kepada kalian tentang suatu pekerti, yang merupakan
kumpulan seluruh kebaikan, yaitu aku berwasiat tentang pemeliharaan seluruh
anggota tubuh serta hati, dan senantiasa kukuh menjaga di segala kondisi.
Janganlah memulai sessuatu dengan tindakan, juga dengan perkataan, serta jangan
pula menyembunyikannya kecuali melalui pertimbangan dan perencanaan. Jika
sesuatu itu terpuji di sisi Allah SWT. Bersegeralah melakukannya; sebaliknya,
jika tercela, maka jauhilah. Adapuns esuatu yang masih samar menurutmu,
serahkanlah kepada orang yang ahli di bidangnya, dan berhentilah sampai di sini
dulu sampai Allah memberikan ilmu dan penjelasannya.
Rasulullah saw. Bersabda : “Manusia yang paling
di cintai oleh Allah ialah orang yang tidak mengungkapkan perkataan, perbuatan
tangan, kaki, tindakan, tidak juga niat kecuali setelah petimbangan dan
perencanaan. Maka, jika di sana terdapat ridha Allah, ia lakukan, dan jika
tidak, maka ia tahan.” Ingat! Contohlah orang yang cendekia dan intelek,
juga pelaku wara’ dan takwa. Berperilakuklah dengan etika mereka, engkau akan
mendapatkan dengannya kemuliaan di hari ditegakkan hisab. Semoga Allah memberi
kita taufik untuk setiap kebaikan melalui Rahmya-Nya.
NAsIHAT KE - 16
Malapetaka Dalam Mengabaikan Hak-Hak Allah
Saudaraku! Sungguh hal demikian merupakan jalan menuju Allah, maka
berpeganglah pada hal-hal yang akan aku lukiskan kepada kalian berikut ini.
Yakinilah ia di dalam hatimu, dasari atasnya amal perbuatanmu dan
curahkanlah segala kemampuan untuk melaksanakanya! Sebab, Aku melihat bahwa
jiwa yang selalu memerintah telah mengambil keputusan untuk mengabaikan
perintah Allah SWT. Maka lakukanlah hati-hatilah terhadap Allah (takut
kepada-Nya); Jangan meremehkan-Nya, karena hal itu akan menghapuskan agamamu dan
akan menjadi bencana atasmu, sedangkan kamu tidak menyadari. Bukanlah termasuk
orang yang sadar orang yang mengabaikan apa yang pernah ia dengar. Terlebih
lagi bahwa hak-hak Allah SWT itu jauh lebih banyak dan lebih besar dari semua
itu. Maka, jika kamu menampakan kelemahan dalan melaksanakannya, tentu
kelemahan itu tidak lebih kurang daripada kesedihan yang mendalam dan lama,
karena musibah (bencana) itu pada dasarnya terletak
pada pengabaian akan hak-hak Allah.
Tetapi, aku justru mendengar bahwa kesedihan kalian terhadap bencana dunia
bahkan lebih besar daripada kesedihan karena ditimpa musibah di dalam agama,
inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Kedatangan malapetaka memang saling susul
menyusul dan sebagainya lebih dahsyat daripada yang lain, tetapi pasti akan
nampak akibatnya pada saatnya esok. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita
seua untuk setiap kebaikan dengan Rahmat-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar
doa, di tangan-Nya terletak seluruh kebaikan dan Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu. Wassalam.
Setelah si hamba Allah tersebut selesai dari ucapannya. Semoga Rahmat dan
Ridha Allah untuknya, menghadaplah orang-orang yang senang kepadanya, lalu
mereka berkata kepadanya : “Wahai saudara yang
besar perhatiannya kepada Saudara-saudara yang lain, sungguh Anda tidak jemu
memberi nasihat dan tidak lalai dalam memberikan pandangan. Apa-apa yang
telah anda sampaikan kepada kami semua benar adanya, tidak bisa dielakan hujah
pun cukup akurat dan sinar petunjuk telah jelas, maka wajib atas kami untuk
mengamalkannya. Allah-lah Sang Penolong dalam perkara ini, dan Dia-lah Sang
Pemberi Taufik. Semoga Allah Yang Maha Pemberi Karunia memberikan kepada Anda
seutama-utama balasan orang-orang yang beramal karena-Nya. Kami memperhatikan
Anda telah melukiskan kepada kami tentang kelompok orang yang memiliki impian
yang benar, akal yang sempurna, akhlak yang mulia, amal perbuatan yang saleh,
perkenalan terhadap kenikmatan, kesungguhan dalam bersyukur dan usaha maksimal
dalam mencapai derajat kejujuran. Dan Anda telah menjadikan kami suka kepada
perbuatan-perbuatan mereka. Anda telah melukiskan kepada kami tentang
segolongan orang yang menjalankan kebajikan, sama rata di antara mereka
meskipun di Sisi Allah sebagian lebih tinggi daripada yang lain dan sebagian
lebih berat timbangannya daripada yang lain.
Lalu Anda juga mensifati golongan lain yang menyandang kebodohan yang
besar, kelakuan yang buruk, rahasia-rahasia yang keji serta kufur terhadap
nikmat. Maka engkau cegah kami dari mengikuti aliran-aliran mereka. Kemudian
Anda melukiskan jiwa-jiwa yang mabuk dengan bunga-bunga dunia dan Anda
peringatkan kami supaya tidak menjadi seumpama mereka. Anda telah menjelaskan
kepada kami tipuan setan dan Anda takuti kami dengannya. Anda beritakan tentang
bisikan jiwa yang sering terlintas dalam diri kami, sungguh kami tela
mendapatkan kebenaran tentang gambaran mu akan bencana-bencana atas kami.
Memang kami melihat kerusakan-kerusakan di tengah-tengah kami bercampur
aduk dengan ulah kami. Kami juga merasakan ddiri kami sasarannya adalah
dominasi hawa nafsu dan kecerdikan musuh yang sejak dini telah menyesatkan
kami, selalu memotivasi kami untuk melakukan semua yang tercela, dan ia
memperindah hal itu dengan pengelabuan yang amat halus, kemudian ia cegah kami
dari segala perbuatan terpuji dan ia campuri dengan tipu daya yang tersembunyi.
Maka jika Anda setuju, wahai juru nasihat bagi saudara-saudaranya, agar Anda
memberikan batasan untuk kemi ciri-ciri etika agama yang terpuji sehingga dapat
kami pergunakan untuk menerapkan akhlak yang mulia di tengah-tengah kami; agar
Anda lukiskan kepada kami tentang keadaan orang-orang yang paling bersyukur di
antara makhluk, dan juga keadaan orang-oang yang paling kufur, dan keadaan
orang-orang penyandang ke wara’-an serta kejujuran.
Namun jangan lupa agar Anda gambarkan kepada kami kejahatan pelaku riya dan
ujub. Semoga Allah berkenan melenyapkan kebodohan dari kami, melapangkan dengan
mengenali hal-hal tadi di dada-dada kami, melunakan hati kami, sehingga kami
berjuang dengan melawan musuh demi membela agama kami, sekaligus mampu
berseberangan dengan hawa nafsu kami setelah mengetahuinya. Mudah-mudahan Allah
menyembuhkan dengannya sebagian penyakit jiwa kami bersama yang terdahulu dari
yang diberlakukan Allah melalui lidah Anda untuk kami.”
Mendengar hal ini berkatalah hamba Allah Rahimahullah : Saudara-saudaraku,
kalian memliku hak yang mesti (dipenuhi) tapi, yang wajib bagi kalian lebih
banyak lagi daripada sekedar itu. Maka, keinginan kalian dan usaha peningkatan
diri kalian dalam mengenal kecintaan Rabb --- melalui permintaan tadi---
sungguh kalian telah menanyakan tentang ilmu yang tersembunyi di dalam dada dan
tidak ada yang mengetahuinya kecuali ulama yang mengenal Allah SWT. Sebab,
telah sampai kepada kami, bahwa Rasulullah saw. Berssabda : “Apabila mereka pergi dengannya; tidak ada yang tidak
mengetahuinya kecuali orang yang terperdaya terhadap Allah, maka janganlah kamu
menghina seseorang yang diberi ilmu oleh Allah. Sesungguhnya Allah tidak
menghinanya sebab Dia telah memberikan ilmu itu kepadanya.”
Ingat, aku menyampaikan kepada kalian sebagian apa yang telah Allah bukakan
untuk kita. Hanya kepada Allah aku memohon petunjuk dan kepadanya aku memohon
bimbingan.
NAsIHAT KE - 17
Rahasia Perbedaan Para Pelaku Kebajikan
dan Antara Keutamaan Mereka serta Beberapa Substansi Tatakrama
Saudara-saudara ku, ketahuilah bahwa pendapat itu banyak sekali dan bidang
ilmu pengetahuan itu tidak terbatas, namun sebaik-baik pendapat ialah yag
ditujukan untuk keridhaan Allah dan seutama-utama ilmu ialah yang diamalkan
kerana Allah SWT. Maka perhatikan apa yang
kammu tanyakan dengan telinga
yang sigap, dengan fikiran yang
sadar serta dengan hati yang penuh perhatian. Semoga Allah memberikan
taufik kepada kita untuk itu.
Adapun pertanyaan kalian tentang keadaan orang-orang yang melakukan
kebajikan dalam jumlah yang sama, namun, nilai kebajikan sebagian mereka di
sisi Allah lebih tinggi daripada yang lain dan timbangan amal perbuatannya
lebih berat daripada yang lain, sungguh kalian telah membahas ilmu yang besar
dan karakteristik yang sangat beragam. Ketahuilah, perbedaan di antara
hamba-hamba itu jauh sekali. Berikut akan kugambarkan sebagian di antara
keadaan mereka, seraya berharap karunia dan bimbingan dari Allah SWT. Sebagian
di antara mereka bisa menjadi lebih unggul daripada yang lain karena ilmu,
kebaikan niat, kejujuran lidah dan kebenaran sikap wara’. Sebab, setiap amal
perbuatan ada batasan-batasan, dan bagi pelakunya ada persyaratan-persyaratan
yang harus di penuhi.
Seorang hamba, bila ia tidak mengetahui batasan amal perbuatan dan etika
dalam beragama, tentu perbuatannya tidak mengarah untuk mencari keridhaan Allah
SWT, dan tidak pula untuk memenuhi kebenaran dalam amalnya, juga tidak dalam
niatnya. Kemudian pula keadaan bila ia tidak mengenali penyakit-penyakit jiwa
dan tipu daya setan, tentu ia tidak berhati-hati dalam perbuatannya, dan juga
tidak mengetahui betul cara untuk memelihara diri dari musuh-musuh agamanya,
padahal nafsu dan musuhnya selalu memperindah urusan dunia di depan matanya daripada
urusan akhirat. Kedua-duanya selalu menjadikan dia tertarik pada hal-hal yang
sesuai dengan keinginan rendah jiwanya; kepada hal yang dibuat indah di mata
manusia tetapi menyebabkan aib baginya di mata Tuhan SWT, sedangkan hamba
tersebut senantiasa tunduk kepada keduanya. Hal demikian terjadi padanya karena
pandangannya telah tertutup sehingga tidak mampu lagi mengenali tipu daya ke
dua musuhnya itu. Akhirnya ia pun berbuat kebajikan dengan ilmu yang serba
minim serta pemikiran yang lemah. Kadang kala ia memang tidak tahu dan kadang
tidak mengenal; ada kalanya malah merugikannya dan kadang ia tidak mendapatkan
apa-apa.
Tipe orang semacam ini, meskipun banyak melakukan amalan sunnah, namun ia
hanya mendapatkan bobot timbangan yang ringan, jauh lebih rendah derajatnya
daripada orang-orang yang berpengatahuan. Sedangkan yang lan, ia diberi akal
dan pengetahuan sehingga serasilah keadaannya. Ia melawan hawa nafsunya,
berjuang melawan musuhnya, meletakan sesuatu berdasarkan ilmu pada tempatnya,
memberlakukan segala perkatra secara proposiona, dan mencari keradhaan Allah
melalui perbuatan terpuji. Ia menahan diri dari hal-hal yang masih samar dalam
pandangannya, mencari ilmu untuk diamalkan, memlihih kebajikan dengan niat utama dan kemauan yang tinggi lagi sangat
serasi dengan kecintaan Allah SWT. Ia menjadikan niat yang paling benar sebagai
dasar, dan di atasnya ia membangun amalan kebajikan. Ia jaga dirinya dari riya
dan ia rahasiakan kehidupannya di mata orang lain. Tipe orang semacam ini,
meskipun sedikit amalan sunnahnya, merupakan yang terberat dan tertinggi
nilainya, sehingga amal perbuatannya yang sedikit itu akhirnya menjadi banyak
juga.
Berikut aku akan menggambarkan suatu karunia dari Allah sekaligus sebagai
substansi dari pekerti, kebaikan hati dan pencaian akan keridhaan Allah. Oleh
karena itu, maka yakinilah ia di dalam rahasia-rahasia hati, dan jadikanlah ia
pondasi, lalu dirikan di atasnya perbuatan kebajikan, karena di sanalah
terletak keteguhan serta keutamaan yang agung.
Namun lantaran ini pula akan diambil tindakan atas seseorang untuk setiap
penyimpangan yang sumbernya dari dalam dada. Dan karunia tersebut adalah
seperti yang terungkap melalui beberapa riwayat berikut ini.
Di antaranya, telah sampai kepada kami bahwa, salah seorang yang memilikiilmu
berkata : “Telah keluar dari bawah ‘Arsy
lembaran-lembaran putih dan itu adalah niat-niat.” Seorang ahli ilmu
lainnya berkata : Pelajarilah niat karena ia lebih
penting daripada perbuatan.” Dikatakan : “Niat orang beriman lebih baik daripada amalnya, dan bagi
setiap orang sesuai dengan apa yang ia niatkan.”(Al Bukhari)
Dalam Firman Allah SWT yang berbunyi : “Tiap-tiap
orang berbuat menurut keadaannya masing-masing ( QS. Al-Isra’ : 84), Ahli
tafsir berkata : “Para malaikat naik dengan membawa
amal seorang hamba di antara hamba-hamba Allah dan mereka menganggapnya
sedikit. Mereka menghinanya sedemikian rupa hingga perjalanan merek berakhir
bersamanya pada suatu tempat sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Lalu Allah SWT mewahyukan kepada mereka : “Kalaian adalah penjaga atas amalan
hamba-Ku, sedang Aku mengawasi apa yang ada di dalam dirinya, maka
lipatgandakanlah untuknya dan catatlah pada “Illiyyin (kitab yang tertulis).
Seorang tokoh berkata : “Allah SWT akan
memberikan kepada hamba berdasarkan niat sessuatu yang tidak diberikan
berdasarkan perbuatan.” Benar, karena niat itu bersih tidak riya’,
sedangkan perbuatan sering dicemari oleh riya’.”
NAsIHAT KE - 18
Mennggemari Ilmu Yang Wajib Dipelajari
Apabila orang-orang suka
kepada ilmu pengetahuan, jadikanlah kegemaranmu kepada ilmu yang diwajibkan
kepada hamba. Karen, telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Berssabda :
“Wahai kaum, utamakanlah niat dalam mempelajari
batas-batas kewajiban, dalam mengenal yang halal dan haram, mengenal wara’
serta keikhlasan, karena Allah dalam berbuat.” Carilah ilmu yang
demikian dengan kesungguhanmu, sebab orang jahil terhadap batasan agama akan
buta dari jalan petunjuk, berubah-ubah dalam sikap anti kebenaran dan silih
berganti dalam berbagai macam kerusakan.
Rasulullah saw. Bersabda : “Seandainya orang yang bodoh melebihi para mujahid dalam
beribadah, tentu yang rusak lebih banyak daripada yang benar.” Ingat,
manakala engkau tidak mengerti tentang batasan-batasan agama, pasti engkau
merugi, tetapi manakala engkau mengetahui tentang apa yang wajib atas mu, lalu
kau amalkan, pasti engkau akan berbahagia. Inilah perbedaan keutamaan antara
dua orang. Salah satu di antaranya mempelajari berbagai bidang ilmu
pengetahuan, tetapi sebenarnya tidak ada kebutuhan untuknya apa yang
dipelajarinya itu, dan ia pu tidak akan ditindak di hari kiamat bila
meniggalkannya, tetapi tetap akan ditanya tentang ilmunya, tentang susah
payahnya dalam mencarinya, dan apa yang ia keendaki dalam menuntutnya? Sebab,
bisa jadi tujuannya benar-benar untuk mendekatka diri kepada Allah dan boleh
jadi pula karena tertarik oleh nilai dunia dan kemauannya. Adapun yang lain,
orang yang mencari ilmu tentang batasan-batasan kewajiban, yang jika diabaikan
akan menyebabkan murka Allah. Begitu seterusnya, hingga apabila benar-benar
telah merasa mantap dengan ilmu tentang yang fardhu tersebut, carilah bidang
ilmu yang lebih sesuai dengan kecintaan Allah SWT, dan yang lebih besar
manfaatnya dalam agama. Semoga Allah memberikan kepada kita sekalian taufik
untuk setiap kebaikan melalui Rahmat-Nya.
NAsIHAT KE - 19
Jadikanlah Kegemaranmu untuk Mencari
Ilmu
Saudaraku! Apabila orang lain
berusaha mencari berbagai jenis kebajikan, saingailah mereka dalam usaha
tersebut, dan jadikanlah bagian tersebut dari keinginan itu untuk mencari ilmu,
karena Wali-wali Allah ialah orang-orang yang merenung, berfikir,
mempertimbangkan dan mengambil pelajaran. Maka, dengan akallah mereka menjadi
suka, takut, zuhud, beralih kepada petunjuk serta meningkat dalam derajat.
Telah sampai kepada kami bahwa
Rasulullah saw. Berkata kepada Ali ra. “Wahai Ali!
Apabila orang lain berusaha mengerjakan berbagai macam kebajikan untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan mereka, hendaklah engkau berusaha mencari
berbagai macam ilmu, niscaya engkau akan melebihi mereka dalam keakraban,
kedekatan serta derajat di dunia dan akhirat.” Dalam hadis yang lain
Rasulullah saw. Bersabda : “Allah tidak menerima
shalat seorang hamba, tidak pula puasanya, hajinya, umrahnya, sedekahnya serta
jihadnya, juga tidak sesuatu yang lain di antara macam-macam kebajikannya, bila
ia tidak berakal.”
Telah sampa pula kepda kami
bahwa ketika Allah SWT menciptakan akal, Allah berkata kepadanya : “Duduk!” lalu ia duduk. “Berdiri!” Lalu ia pun berdiri. “Membelakangi!”
ia membelakangi. “Menghadap!” ia pun menghadap. “Lihat!” ia melihat. “Bicara!”
ia berbicara. “Diam!” ia pun diam. “Dengar!” ia mendengarkan. Dan “Pahami!” ia
pun memahami. Maka Allah berfirman : “Demi kemulian-Ku, ketinggian, keagungan,
kebesaran dan kekuasaan-Ku atas ciptaan-Ku. Aku tidak menciptakan sesuatu
makhluk yang lebih mulia di sisi Ku, yang lebih Aku cintai dan lebih utama pada
suatu kedudukan, dari pada mu. Karena melalui mu Aku di kenal, dengan mu Aku
disembah dan dipuji. Lantaranmu Aku mengambil tindakan, melalui mu aku memberi,
karena mu Aku menjatuhkan sangsi, untuk mu pahala dan atas mu siksaan.”
Sungguh, Allah SWT, telah mengistimewakan akal dengan kemuliaan, memberinya
pekara yang agung dan menjadikan orang-orang
yang berakal memiliki ketingian derajat serta yang paling terhormat di
dunia dna akhirat.
Salah seorang sahabt berkata : “Bertambahnya
akalku setiap hari seukuran atom, lebih
aku sukai daripada mematahkan pedang di jalan Allah dengan jiwaku, hartaku,
serta pemberianku atas dasar kemurahan kepada berbagai macam kebajikan dan
sedekah.” Maka, siapa di antara kalian yang menginginkan ilmu da
berusaha mencari jalan untuk mendapatkannya, ingatlah, bahwa yang paling utama
yang harus di ambil faedah dari akal itu adalah menggunakannya untuk taat kepada
Allah dengan menjalankan kewajiban yang difardhukan kepadamu, dan menghindari
larangan yang diharamkan atasmu. Maka,
jika itu telah engkau lakukan, berarti engkau telah mengambil bagian dari
akalmu. Lantaran inilah sebuah riwayat berbunyi : “Orang
yang berakal ialah... yang taat kepada Allah dan tidak ada akal untuk orang
yang berbuat maksiat kepada-Nya.”
Apabila engkau menghendaki ketinggian dalam tingkatan akal, dan engkau suka
kepada tambahan manfaat dari Allah SWT, jadikanlah dirimu berlainan dengan
orang lain dalam berbuat. Karena manusia mendurhakai Allah justru dengan
apa-apa yang telah dikaruniakan kepada mereka, berupa kesehatan anggota tubuh,
serta rizki yang silih berganti, dan lain sebagainya di antara kenikmatan
lahir; sehingga dengan itu mereka menjadi kuat, kemudian melakukan maksiat
kepada Allah SWT.
Saudaraku! Malulah dirimu bila mendurhakai Allah dengan mempergunakan
nikmat-Nya. Sebaliknya, jadikanlah dirimu oarng yang mulia dan bersyukur, dan
gunakan kenikmatan yang ada di tanganmu untuk kesenangan yang gmerupakan tanda
syukur atas kepercayaan-Nya kepada mu. Maka, demi Tuhan manusia, jika engkau
beristiqomah dan mau menggunakan nikmat Allah untuk mencari keridhaan-Nya,
niscaya engkau akan meningkat dalam derajat akal kepada kemurnian iman,
kemurnian agama dan kebenaran pengenalan akan ke Agungan Allah, kebesaran-Nya,
ketinggian-Nya, dan ke Mahakuasaan-Nya SWT. Niscaya engkau akan meningkat
kepada kejujuran sifat malu kepada Allah SWT, sangat takut kepada Nya dan suka
kepada keridhaan-Nya. Niscaya engkau meningkat dalam kesabaran atas bala’ dari
Allah, berserah diri kepada urusan-Nya, ridha terhadap ketentuan-Nya, serta
senang terhadap perhatian dan pilihan-Nya untuk mu. Niscaya engkau akan
meningkat dalam kebenaran sikap takzim kepada-Nya, sikap meninggikan-Nya,
percaya kepada-Nya, perhatian kepada-Nya, berpegang pada-Nya, akrab dengan-Nya,
cinta kepada-Nya, serta rindu kepada-Nya, sesuai dengan pemahamanmu terhadap
keagungan-Nya dan kemahakuasaan-Nya SWT. Itulah derajat yang tertinggi \, sekaligus
lebih berat bobotnya daripada amal ibadah para mujtahid.
Demikianlah perbedaan keutamaan antara dua orang. Yang satu mengerjakan
kebajikan namun ia memiliki sedikit ilmu tentang manfaat akal. Sedangkan yang
lain adalah mencari kesenagan-kesenangan Tuhan melalui akalnya, dan ia pun
meyakini di dalam hati akan kesesuaian sikapnya dengan Allah dalam hal yang
dicintai dan dibenci, sehingga naiklah ia melalui tingkatan demi tingkatan.
Semoga Allah mengaruniai kita sekalian ilmu yang bermanfaat serta akal yang
cerdas. Aamiin.
NAsIHAT KE - 20
Berusaha keraslah untuk menyenangi
Apa-apa yang Disukai oleh Allah SWT.
Saudara-saudaraku!Apabila engkau melihat orang lain tidak senang kepada
hal-hal yang disukai oleh Allah SWT dan membenci sesuatu yang bermanfaat buat
mereka di akhirat, ingat, hati-hatilah kepada Allah. Jadilah engkau
berseberangan dengan mereka dan berjuang melawan kiwamu untuk menyenangi
hal-hal yang disukai oleh Allah SWT. Kadang kala ada suatu golongan yang
mengaku senang kepada apa-apa yang disukai oleh Allah, padahal sebenarnya
mereka tidaklah demikian. Sebenarnya mereka tidak menyukai banyak hak yang
disukai oleh Allah dan membenci banyak hal yang bermanfaat bagi mereka. Karena
itu, renungkanlah permasalahan kalian! Kemudian, bagaimana menurutmu tentang
seorang terpelajar yang ditakdirkan oleh Allah SWT memiliki seorang teman yang
juga berilmu dan suka memberi nasihat untuk menuntunnya menuju kecintaan Allah
SWT, membantu membeberkan aib dirinya serta tidak lupa pula mengarahkannya
kepada tata cara berobat dari seluruh aibnya tersebut, agar ia beralih dari
kesesatan kepada tuntunan, sedangkan hal demikian termasuk di antara kecintaan
Allah? Seorang yang bodoh merasa keberatan apabila diberitahu aib dirinya, atau
bila ada orang yang mengetahui keburukannya, sehingga ia merasa tersinggung
terhadap orang yang suka membimbingnya, padahal ia tidak sadar bahwa dirinya
telah membenci orang yang ditakdirkan Allah untuk menuntunnya. Berteman dengan
juru nasihat yang mau merupakan rahmat bagi seseorang. Oleh karena itu, kenapa
harus merasa berat untuk menerimanya dan kenapa harus merasa jengkel terhadap
bimbingan yang diberikan kepadanya. Demikian pula halnya bila ada seseorang
yang simpati kepadanya, itu juga merupakan rahmat dari Tuhan kepada hamba=Nya.
Sehingga, ia akan menghindarkan darinya fitnah kedudukan, yaitu perasaan
memiliki status sosial terhormat serta perasaan memiliki pengikut setia dari
kalangan masyarakat. Maka, juru nasihat itulah yang berperan menyelamatkannya
dari fitnah tersebut, dengan membuat dirinya menjadi tidak terkenal sehingga
bila ia tidak ada, tidak ada yang perlu mencarinya, sebaliknya, bila ia ada
juga tidak ada yang gmengenalinya. Hal demikian adalah lebih selamat untuk
agamanya, dan merupakan salah satu di antara karunia Allah SWT. Kepadanya.
Telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT berfirman : “Hamba-Ku! Aku tidak menyembunyikan sebutanmu di dunia
sebagai perhatian dari Ku kepada mu.”
Padahal orang yang terperdaya bersedih terhadap rendahnya nilai dirinya di
kalangan masyarakat. Ia berduka karena tidak terkenal dan merasa benci lantaran
perhatian dan pilihan Allah untuk dirinya itu, padahal ia tidak mengetahui hal
demikian dari dirinya.
Demikian juga seseorang yang diperhatikan oleh Allah dengan dipalingkan
darinya fitnah harta agar tidak melampaui batas dan tidak menjadi sibuk dengan
dunianya dan lupa pada perkara-perkara akhirat. Allah Yang Maha Pengasih
menjadikannya sedikit harta, lapang dada, selamat dalam agamanya, jarang
berbaur, ringan bebannya, sebentar tertahannya, sedikit hisab nya, sedikit yang
ditanyakan kepadanya, segera menyeberang di atas shirath, dan semua itu
merupakan bentuk kasih sayang Allah kepadanya.
Allah SWT berfirman : “Hamba-Ku berduka karena Aku
memalingkan dunia darinya, padahal yang demikian justru yang paling dekat
kepada-Ku dan sesuatu yang lebih Aku sukai.”Hamba yang berduka lantaran dunia
dipalingkan darinya seakan-akan ia tidak menyukai kecintaan Allah SWT kepadanya
sedangkan ia tidak merasakan. Tetapi ia selalu merasa pesimis dengan sedikit
harta dan menganggap perbuatan Allah kepadanya sebagai pertanda buruk, padahal
ia tidak memahami apa sebenarnya yang terjadi dengan dirinya.”
Orang seperti ini banyak jumlahnya, ia dicintai oleh Allah SWT dan dicintai
oleh orang-orang yang mencintai-Nya, sedang dirinya benci kepada semua itu.
Semoga Allah melindungi kita semua dari perilaku demikian.
NAsIHAT KE - 21
Berseberanganlah dengan Orang-orang
yang Gemar pada Sesuatu yang Menyebabkan Allah Benci
Saudara-saudaraku! Apabila engkau melihat orang-orang menggemari perbuatan
yang menyebabkan Allah benci, meski di antara mereka terdapat sekelompok orang
yang mengira bahwa mereka hanya benci kepada hal-hal yang akan merusak
agama,padahal sebenarnya tidak, karena sesungguhnya mereka itu menyukai hal-hal
yang menyebabkan Allah marah dan mereka bergembira dengan sesuatu yang merusak
agama, maka jadilah engkau orang yang berseberangan dengan mereka. Bagaimana
pendapatmu tentang seseorang yang terbuai dalam pujian, sanjungan, dan
kedudukan di dunia, padahal Allah tidak menyukai hal demikian dan juga tidak
menyukai oarng yang menyukainya?
Orang yang bodoh pasti mendambakan sesuatu yang tidak disukai oleh Allah
SWT, berupa sanjungan dan sikap berlebih-lebihan, seakan-akan ia senang
terhadap kebencian Allah kepadanya, sedang ia tidak merasakan. Semoga Allah
melindungi kita dari hal demikian. Demikian pula keadaannya dengan seseorang
yang tergila-gila terhadap harta, kemegahan dan perhiasan di dunia, padahal
Allah SWT membenci hal demikian dan membenci orang yang menyukainya.
Telah sampai kepada kami bahwa Alah SWT berfirman : “ Hamba-Ku bergembiralah bahwa aku melapangkan baginya di dunia,
padahal yang demikian adalah sesuatu yang membuatnya lebih jauh dari-Ku dan
lebih tidak Aku sukai.” Seorang haba selalu mendambakan sesuatu yang dibenci oleh Allah
seakan-akan ia menyukai kebencian Allah kepadanya, sementara ia tidak
menyadarinya. Contoh seperti ini banyak : Ia dibenci oleh Allah SWT dan dibenci
oleh orang-orang yang mencintai Allah SWT. Sementara hamba tersebut tetap
tergila-gila kepada hal demikian.
Itulah perbedaan di antara dua tipe hamba. Salah satunya senang akan
perhatian Allah kepadanya, menyukaia apa yang disukai-Nya dan membenci apa yang
dibenci oleh Nya SWT. Yang lainnya membenci banyak hal yang disukai oleh Allah
SWT; sebaliknya ia menyenangi hal-hal yang justru dibenci oleh Allah SWT. Ia
tertarik kepada hal-hal yang bakal merusak agamanya dan membenci hal-hal yang
bermanfaat bagi dirinya di akhirat. Ia bersedih terhadap perlakuan Allah
kepadanya, padahal ia tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi dengan
dirinya. Cukuplah hal demikian sebagai musibah yang menimpa seorang hamba
ketika sore dan pagi hari, yaitu berupa kelakuannya yang membenci apa yang sesungguhnya dibenci oleh Allah SWT dan ia
pun terus-terusan berbuat demikian sepanjang umurnya.
Celakalah dirimu, sesungghuhnya hal demikian merupakan puncak sikapmu yang
menentang Allah SWT sekaligus merupakan puncak permusuhanmu terhadap diri
sendiri jika engkau memahami.
Saudara-saudaraku! Bermawas dirilah kepada Allah SWT. Janganlah engkau
hanya bersandar pada ibadah tetapi tetap tekun menggemari hal-hal yang tidak
disukai oleh Allah SWT, berusaha keraslah untuk menyalahi kemauan rendah jiwa,
juga berusaha keraslah untuk bersesuaian dengan Allah SWT dalam segala sesuatu
yang disukai dan tidak disukai oleh-Nya, karena usaha demikian adalah wajib dan
pahalanya pun jelas sekali; sebaliknya bahaya menyia-nyiakannya tidak kalah
besar pula. Maka cukuplah kiranya sebagai dosa bahwa Allah menyukai suatu perkara
tetapi engkau malah membencinya; Bahwa Dia tidak menyukai sesautu, justru
engkau menyukainya, yaitu suatu bentuk perselisihan antara makhluk dan
khaliq-nya. Padahal Allah SWT Maha Mengetahui isi hati hamba-Nya. Mahasuci
Allah, alangkah bijaknya Dia terhadap hamba yang mampu mengenali hal demikian
melalui nuraninya. Duhai fitnah yang menimpa kebanyakan orang, suatu persitiwa
yang dapat saksikan dengan mata kepala kita, dan hanya sedikit yang selamat.
Semoga Allah SWT melindungi kita sekalian sebagaimana Dia melindungi para
kekasih-Nya. Amin ya rabbal Alamin.
NAsIHAT KE - 22
Khusuk dalam Shalat
Saudara-saudaraku! Jika orang lain hanya menghadirkan jasad mereka ketika
melaksanakan shalat dan hanya berlaku khusyuk dengan anggota tubuh, sedang hati
mereka lalai dari Tuhan-nya, ingat! Hati-hatilah kepada Allah; hadirkanlah
hatimu bersama jasadmu dan berdirilah menghadap Allah SWT bagaikan seorang
hamba yang sedang berdiri di hadapan majikannya, yang diliputi oleh suana
khusyuk, segan, tenang, serta penuh takzim.
Seringkali sebagian kami menghormati sebagian yang lain, dan berbicara
lemah lembut kepada mereka dengan tutur kata penuh hormat dan malu atau
berharapharap atau merasa cemas. Kalau begitu, wahai manusia, bukankah Allah
SWT lebih utama untuk dihadapi dengan penuh rasa tkazim dan malu? Atau, apakah
memang kalian bodoh terhadap karunia Allah atas hamba-hamba-Nya? Kalau begitu,
kenapa engkau tidak mengagungkan Yang Maha Perkasa dengan keagungan yang jauh
lebih besar daripada semua makhluk? Lalu, tidak kurang pentingnya daripada itu
pula, yaitu engkau harus menyimak penuh perhatian terhadap Kalam Allah SWT
sebagaimana engkau memperhatikan pembicaraan orang yang kau hormati. Hal
demikian agar Tuhan tidak menjadi lebih rendah di matamu daripada makhluk-Nya,
Maha Suci Allah dari hal demikian. Ingat, berhati-hatilah kepada Allah SWT.
Kemudian daripada itu, wahai saudara-saudaraku! Kenalilah kedudukan Dzat
yang kau hadapi itu! Diriwayatkan dari salah seorang tokoh ilmu pengetahuan
tentang firman Allah yang berbunyi : “Berdirilah
karena Allah (dlaam shalatmu) dengan khusyuk (QS. Al-Baqarah : 238), Ia
berkomentar : “Qunut” dalam ayat tersebut khusyuk di kala rukuk dan sujud,
menahan pandangan, serta merendahkan diri karena takut kepada Allah SWT.”
Para Ulama, apabila mereka berdiri untuk melakukan shalat, mereka merasa
segan untuk menoleh, atau melakukan kesia-siaan dengan apapun, atau berbicara
kepada diri sendiri tentang sesuatu di antara urusan dunia, keccuali bila lupa.
Salah seorang ahli ilmu berkata : “Shalat dua
rakaat yang dilakukan dengan ringan (sebentar) dan diniatkan untuk berfikir,
lebih baik daripada sjalat malam dengan hati dalam keadaan lalai.” Yang
lain berkata : Sesungguhnya sekelompook orang yang
menunaikan shalat yang sama tetapi mereka memiliki keutamaan yang berbeda
bagaikan perbedaan antara langit dan bumi. Salah seorang diantara mereka shalat
dengan khusyuk serta menghadap kepada Allah SWT, sedangkan yang lain lalai.” Telah
sampai kepada kami sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa, jika seseorang
berdiri untuk menunaikan shalat dan mengucapkan Allahu Akbar setan mendatanginya dan berkata kepadanya : Ingatlah ini, ingatlah itu. Ia menyebutkan
keperluan-keperluannya, menfitnahnya, serta membisikan kesibukannya. Lalu
Malaikat berkata kepadanya : Pusatkan perhatian
terhadap shalatmu. Malaikat itu memanggil melalui telinga kanan dan
setan menyerunya melalui telinga kiri, sedang hatinya berada di antara dua
seruan itu. Maka jika ia taat kepada Malaikat, malaikat itu akan memukul setan
dengan sayapnya dan mengusirnya. Namun jika ia taat kepada setan. Malikat
berkata : Celaka! Celaka! Seandainya engkau
menuruti kataku, tentu tidaklah engkau berdiri untuk melaksanakan shalat
melainkan Allah mengampunimu untuk setiap dosa.” Kemudian telah sampai
pula kepada kami cerita lain yang menyebutkan bahwa hamba tidak mendapatkan
sesuatu dari shalatnya kecuali apa yang ia pahami darinya.
Di antara salah seorang khalifah ada yang berkata : “Apabila salah seorang di antaramu berada dalam shalat, hendaklah ia
menjadikan shalat itu sebagai tujuannya serta memusatkan perhatian kepadanya,
dan janganlah kalian seperti kuda yang dikepalanya terdapat keranjang kosong
yang diangkat dn diturunkannya padahal tidak ada apa-apa di dalamnya.” Ingat,
jadilah engkau takut terhadap sikap menganggap ringan urusan Allah supaya
engkau tidak keluar dari setiap shalat dalam keadaan sia-sia. Semoga Allah
melindungi kita semua dari kerugian semacam itu.
Nah inilah perbedaan di antara dua orang, salah satunya bila ia mendirikan
shalat, jasad bersama hatinya lali dari Allah SWT, sedang yang lain, hatinya
hadir bersama jasadnya dalam keadaan takut kepada Allah SWT. Ingat,
berhati-hatilah kepada Allah SWT.
Saudaraku! Berusaha keraslah untuk menghadirkan hatimu
dalam shalat dan janganlah kamu terperdaya oleh wakil-wakil setan. Sebab,
mereka hanya menghadirkan jasad-jasad mereka tatkala shalat namun hati mereka
terbuai oleh geemerlapnya dunia serta angan-angannya, lalu mereka mencari-ceri
alasan utuk diri mereka. Mereka menduga bahwa para sahabat pilihan pun pernah
lengah dalam shalat mereka, dengan tujuan untuk memperoleh pembenaran atas
kelalaian mereka dari mengingat Allah SWT, sekalipun dalam hal ini mereka harus
mengumpat orang-orang pilihan.
Ketahuilah wahai kaum! Sesungguhnya para sahabat itu, apabila
mereka dicoba dengan kelalaian, mereka menganggap besar masalah itu, mereka
khawatir terhadapnya dan tidak rela dengan kenyataan seperti itu yang menimmpa
diri mereka.
Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Mencela
orang-orang yang lalai dalam shalatnya, maka peringatan inilah yang sangat
menakutkan mereka sehingga berusaha untuk menutupi kelalaian itu dengan kembali
kepada ingatan semula. Mereka berjuang keras menghadirkan hati, memahami
tentang Allah SWT, merasa takut kepada-Nya, serta tidak pernah mencari-cari
alasan untuk menutupi kesalahan tersebut seperti yang kamu lakukan dengan
berdalih atas kelaian mereka.
Kemudain, apakah kamu juga mengira-ngira kelalaian sahabt
dan pikiran yang terlintas dalam shalat mereka sama dengan kelalaian dan
pikiran yang terlintas dalam pikiranmu yang selalu membayangkan kesibukan
berbisnis, berdebat, berangan-angan dan berandai-andai itu? Dan jika memang
kalian berprasangka demikian terhadap mereka, sungguh kalian telah berburuk
sangka kepada mereka dan ini berarti kalian melecehkan dengan diri kalian.
Apalagi jika kalian mengira bahwa kelalaianmu dalam shalat tidak seberapa bila
dibandingkan dengan kelalaian pra sahabat. Sungguh kalian telah menganggap baik
diri sendiri dan mengangkatnya kepada tingkatan para wali, maka alangkah
buruknya godaan jiwa terhadap kalian itu! Tidakkah pernah sampai kepada kalian
bahwa di antara tabi’in ada yang berkata : “Kami mendapatkan bisikan ketika shalat.” Kemudian yang lainnya menimpali : “Aku juga mendapatkan itu.” Lalu ada yang bertanya
: “Apa yang anda dapatkan itu?” Ia menjawab
: Aku mendapatkan bisikan yang mengingatkan surga
dan neraka! Sedang aku se akan-akan berdiri di hadapan Tuhanku.” Yang
lain berkata : “Kami
mendapatkan bisikan yang mengingatkan dunia dan kebutuhannya.” Lantas
yang pertama mnimpali : “Anddai aku jatuh dari
langit ke bumi, hal ini lebih aku sukai daripada Allah mengetahui
bisikan-bisikan tadi dari hatiku.” Nah, demikianlah keadaan orang-orang
pilihan tersebut.
Wahai kaum penempuh jalan kebenaran, renungkanlah apa yang telah diperbuat
oleh setan untuk mencelakakanmu ketika ia berusaha untuk menjadikan hatimu
lalai dari mengingat Allah SWT, dalam shalat, lalu dia memperindah untukmu
bentuk dalih dengan mengatasnamakan kelalaian orang-orang suci. Celakalah
engkau, seandainya engkau kembali menghina diri sendiri tatkala lalai itu,
kemudian mengakui keburukan dan kesalahan pribadi, tentu hal demikian untuk
kalian akan lebih dekat kepada ampunan daripada mencari-cari alasan dengan
menyebut-nyebut kelengahan orang-orang lain yang lebih suci. Kenapa engkau
tidak menganggap besar kesalahanmu saja sebagaimana para sahabat menganggap
berat kelalaian mereka.
Telah sampai kepada kami bahwa slah seorang sahabat melaksanakan shalat di
kebun kormanya. Maka ia pun disibukan oleh pikiran tentang kebunya itu sehingga
ia lupa dalam shalat, latas ia pun menganggap besar hal itu dan meratap : Aku telah terkena fitnah dalam hartaku.” Kemudian
ia menyedekahkan buah kormanya itu di jalan Allah hingga nilainya mencapai lima
puluh ribu dirham. Nah, siapa di antara kalian yang pernah mengaanggap besar
kelalaiannya dalam shalat dan bersedekah untuk menutupinya dengan setumpuk
harta? Ah, kau! Tidakkah kalian merasa malu dengan pembadingan kalian itu
sehingga berani berkata : “Kalian menyerupakan mereka dengan diri kalian! Wahai
kaum, alangkah buruknya qiyas itu dan alangkah mentahnya alasanmu itu?
Tidakkah lebih baik bila kalian mau meneladani kehusukan umat-umat pilihan
itu dan mencoba mereka dalam mengagungkan urusan Allah SWT. Telah sampai kepada
kami bahwa sebagian mereka, ketika shalat, bagaikan pakaian yang tergeletak, di
antara mereka ada yang laksana kayu kering, ada yang selalu merasa gentar dan
berubah warna karena berdiri di hadapan Allah SWT, ada lagi yang tidak bisa mengenal
orang yang di sebelah kiri maupun kanannya, dan ada pula apabila ia berdiri
untuk shalat seolah-olah ia tonggak kayu yang menacap saking khusyuknya.
Ada sebuah cerita tentang ‘Ali bin Abi Thalib ra. Bahwa apabila ia berwudhu
terlihat perubahan warna di mukanya menjadi pucat. Lalu ditanyakan kepadanya :
“Wahai Amir al Mu’minin, kami perhatikan bila engkau berwudhu berubahlah
keadaanmu?” Ia menjawab : “Aku sadar dihadapan siapa aku akan berdiri
menghadap?” Demikian juga halnya dengan seorang tabi’in, apabila ia hendak
shalat berubahlah roman mukanya, dan ia berkata : “Tidakkah kalian tahu di
hadapan siapa aku berdiri?” Kepada siapa aku bermunajat?” Nah, siapa di anatara
kalian, karena Allah, bisa mengalami haibah (Ketakjuban dan ketakutan dengan
penuh takzim) seperti ini? Kemudian pernah pula sampai kepada kami bahwa di
antara sikap mereka dalam mengagungkan perkara Allah itu, yaitu apabila ia
tidak sempat mengikuti takbir pertama dalam shalat berjamaah, ia berkabung
selama tiga hari karena mengganggap besar urusan itu. Demi Allah, demikiankah
dengan dirimu?
Para pembaca budiman! Jika anda tidak sempat mendapatkan takbir pertama
dalam shalat berjamaah atau jika anda melewatkan kesempatan untuk berbuat baik,
sungguh, adakah anda mau berkabung? Justru sebaliknya, jika diantara kalian
ditimpa musibah pada hartanya, maka itulah yang dianggap musibah besar di mata
kalian sehingga kalian saling menghibur dengan musibah dunia itu. Kalian
meminta pertolongan karenanya, kalian menjadi terhadap takdir dari Allah, dan
mengeluh kepada sesama manusia tentang perbuatan Allah SWT! Tetapi lain halnya,
jika kalian terlewatkan kesempatan untuk beramal baik dan terjerumus kepada
perbuatan dosa, malah tidak pernah terlihat kalian saling menghibur ssatu sama
lain, seakan-akan peristiwa itu bukanlah musibah menurut kalian. Kalau begitu,
sangat jauh bahkan alangkah jauhnya kalian dari kemiripan dengan orang-orang
salaf pilihan tadi! Celakalah kalian, karena telah meninggalkan sikap
meneladani keutamaan orang-orang yang takwa, tetapi berdalih dengan kesalahan
sepele mereka, seakan-akan kesalahan dan kelalaian kalian sama dengan kesalahan
dan kelalaian mereka. Sungguh kalian telah berbohong, wahai orang-orang lalai.
Ingat, hati-hatilah kepada Allah, tinggalkan sikap mencari-cari alasan dan
dalih yang sangat lemah; berjuang keraslah untuk menhadirkan hati di kala
shalat, memahami tentang Allah SWT, dan menjunjung tinggi urusan-Nya agar kau
tidak keluar dari shalatmu dalam keadaan sia-sia. Semoga Allah menjadikan kita
sekalian di antara orang-orang yang beramal salih yang selalu mersakan haibah
terhadap-Nya. Amin.
NAsIHAT KE - 23
Puasa dari Hal-hal Yang Diharamkan oleh
Allah SWT
Sahabatku! Jika orang lain berpuasa dengan menahan diri dari makanan dan
minuman, ingat, jagalah puasamu agar jangan sampai berbuka dengan barang haram,
dan waspadalah terhasdap dampak-dampak yang bakal merusak puasamu. Sebab, telah
sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Orang
yang berpuasa ialah orang yang meniggalkan omong kosong, menggunjing, adu
domba, dusta, kebodohan dan kekejian; yang memelihara, berjaga-jaga dan menahan
pandangan. Maka siapa yang tidak melakukan itu, sesungguhnya ALLAH SWT
berfirman : Tidak ada artinya ia meninggalkan makanan dan minuman.” Inilah
perbedaan keutamaan antara dua orang, yang satu menjaga anggota tubuhnya dalam
puasa, berhati-hati terhadap makanan berbukanya, serta mengawasi seluruh
keadaannya. Tentu saja, orang yang satu ini akan mendapatkan amal perbuatan
yang lebih berat bobotnya daripada orang yang hanya meninggalkan makan serta
minum dikala berpuasa, namun dalam berpuasa ia tidak bersikap wara’ terhadap
efek-efek buruk. Sebab, barangkali saja dia mengkonsumsi warna-warni syahwat
yang bercampur dengan hal-hal haram di kala berbukanya. Rasulullah saw.
Bersabda : “Andaikan engkau shalat sampai engkau
menjadi bongkok dan berpuasa sampai seperti tali senar, tidaklah diterima
darimu hal demikian kecuali dengan wara’ yang tulus.” Berhati-hatilah
terhadap Allah, dan jagalah batas-batas agama dengan ketulusan sikap wara’.
Semoga Allah memberikan kepada kita taufik untuk setiap kebaikan dengan Rahmat-Nya.
NAsIHAT KE - 24
Memperbanyak Nawafil untuk melengkapi
fardhu
Nawafil = amalan-amalan sunnah
Saudara-saudaraku! Apabila orang lain melaksanakan amalan sunnah dengan berpuasa
dan shalat demi untuk mencari pahala, ingat, utamakanlah niatmu dalam
memperbanyak shalat sunnah demi untuk menyempurnakan shalat fardhu, karena
banyak cacatnya. Sebab, cita-cita orang yang berakal dalam seluruh amalan
kebajikannya dan amalan sunnahnya adalah untuk menyempurnakan yag fardhu.
Telah sampai kepada kami, sesungguhnya di atas Jahannam
terdapat beberapa jembatan. Pada jembatan pertama si hamba akan ditanya, maka
jika imannya bebas dari nifaq, riya, keraguan dan ujub, ia akan selamat. Tetapi,
jika tidak, pasti ia akan terlempar ke neraka. Lalu pada jembatan kedua ia akan
ditanya tentang wudhu, mandi jinabah, tentang shalat dan puasa, maka jika ia
telah menjalankannya dengan sempurna, ia akan selamat dan kalu tidak, ia akan
terlempar ke neraka. Kemudian, pada jembatan ketiga akan ditanya pula tentang
zakat, haji, dan umrah. Maka jika ia telah melaksanakannya dengan sempurna,
selamatlah ia. Kalau tidak, akan terlemparlah ia ke neraka. Semoga
Allah SWT melindungi kita sekalian dari api neraka.
Di antara sahabat ada yang berkata : “Pertama-tama
yang bakal diperhitungkan dari si hamba pada
hari kiamat ialah Shalat wajib, maka jika ia sempurnakan shalatnya, ia akan
selamat. Jika tidak. Akan dikatakan kepadanya ‘Lihat! Apakah ia memiliki amaan
sunnah? Maka jika ia mempunyianya, akan disempurnakan kewajibannya dengan yang
sunnah itu, tetapi jika kewajibannya tidak sempurna sedang ia tidak memiliki
amalan yang sunnah, maka akan ditarik ujung rambut dan ujung kakinya, lalu
dilemparkan ke neraka.” Semoga Allah melindungi kita sekalian dari hal
demikian.
Telah sampai kepada kami bahwa Allah STW berfirman : Tidak selamat dari-Ku hamba Ku kecuali dengan
melaksanakan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.” Saudara-saudaraku,
kini aku yakin bahwa aku dituntut untuk melaksanakan kewajiban yang belum
sempurna, bahkan tidak pula mendekati kesempurnaan, padahal aku juga menemukan
kekurangan dalam amalan sunnahku lebih berlipat lagi. Maka, sempitlah dadaku
sehingga aku khawatir bahwa kewajiban yang tidak pernah sempurna itu menjadi
sia-sia, lalu ditambah pula dengan amalan sunnah yang ternyata lebih tidak
berguna. Nah, bagaimana akan menjadi baik, pakaian compang-camping yang
ditambal dengan tambalan yang buruk. Maka akupun yakin tentang amalan yang jauh
dari kesempurnaan dan aku pun khawatir bahwa diriku akan terlempar bersama
orang-orang yang terlempar. Sehingga akhirnya terpaksa aku berusaha keras untuk
menunaikan segala kewajiban dengan sesempurna mungkin, namun tetap sangat butuh
kepada amalan sunnah untuk menutupi kekurangan dalam batasan-batasannya. Di
sampiing itu, akupun sangat memerlukan perbuatan-perbuatan kebajikan untuk
menutupi keburukan-keburukan ku, dan hal itu cukup membuatku sibuk dari tujuan
mencari pahala melalui amalan sunnah. Sungguh aku telah banyak sekali
mengabaikan batasan-batasan kewajiban. Maka, renungkanlah urusan kalian, dan
jika apa-apa yang telah menimpaku berupa kelalaian telah menimpa kalian pula
meski hanya sebagiannya, perbanyaklah amalan sunnah untuk menyempurnakan
kewajiban tersebut! Sebab, telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT tidak
menerima amalan sunnah sebelum kewajiban (yang fardhu) dilaksanakan. Dan telah
sampai kepada kami pula bahwa kekurangan dalam kewajiban bakal ditutupi
bilangannya dengan amalan-amalan sunnah bila amalan sunnah itu memadai.
Demikian pula dengan kekurangan yang terdapat pada zakat, dapat ditutupi dengan
sedekah bila memang sedekah itu memadai, dan seperti inilah seterusnya seluruh
amalan kebajikan yang lainnya.
Dapun orang-orang berakal yang selalu menjungjung tinggi
hukum-hukum Allah, maka jika ia sangat gemar melaksanakan amalan sunnah,
biasanya yang dominan dalam hati dan niatnya adalah melaksanakan kewajiban
terhadap Allah, kemudian ia sempurnakan kekurangannya dengan amal kebajikan
yang banyak tersebut. Tidak hanya memperrbanyak,
namun sudah seharusnya bahwa tujuan dan niatnya adalah untuk menyempurnakan
hak-hak Allah SWT dengan rasa prihatin terhadap kekurangannya. Itulah akal yang
paling utama, niat yang paling baik, dan amalan yang paling tinggi nilainya
serta paling berat bobotnya. Rasulullah saw. Telah mensifati orang-orang
seperti itu melalui sabdanya : “Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang
beramal itu, mereka adalah Ulama Allah, yang memahami Allah dan mengerti
tetang-Nya serta menjalankan kewajiban mereka terhadapt-Nya.” Sampai kepada
ucapan Beliau : “Merekalah orang-orang pilihan Allah di antara makhluk-Nya.”
Inilah pperbedaan keutamaan antara dua orang, yang satu, tujuan dan niatnya
adalah untuk menyempurnakan amal perbuatan demi Junjungannya, tidak peduli akan
diberi pahala atau tidak untuk hal demikian. Sedang yang lain bagaikan orang
upahan jahat yang hanya menuntut upah, padahal sebenarnya ia hanya merusak
pekerjaan-pekerjaan orang yang mengupahnya. Tentu saja orang seperti ini sebenarnya
lebih pantas untuk mendapatkan ssangsi dari upah, karena amemang selamanya ia
hanya meminta upah pada sesuatu yang dapat mendatangkan sangsi. Seorang tokoh
Ilmu Pengetahuan berkata : “Sekelompok orang merasa telah telah mengerjakan
perbuatan-perbuatan taat yang banyak, tetapi ketika berada di hadapan Allah,
mereka mencari-cari pahala dari perbuatan mereka dahulu, namun mereka malah
menemukan bahwa ternyata Allah SWT telah membuat perhitungan dengan mereka
sampai kepada hal kecil seberat atom. Sehingga nampaklah bagi mereka dari Allah
SWT apa yang tidak mereka kira sebelumnya.”
Oleh karena itu, Wahai saudara-saudaraku, jadikanlah tujuan utamamu dalam
memperbanyak amalan sunnah hanya untuk menutupi kekurangan pada amal perbuatan
yang wajib. Karena itulah niat yang paling utama, tujuan yang paling mulia dan
paling cocok dengan kecintaan Allah SWT. Dari titik inilah sebagian orang dapat
mengungguli sebagian yang lain dan mereka saling melebihi dalam keutamaan.
Semoga Allah memberikan Taufik kepada kita sekalian untuk setiap kebaikan
melalui rahmat-Nya. Aamiin.
NAsIHAT KE – 25
Memperbanyak Kebajikan untuk Menghapus
Keburukan
Saudara-saudaraku! Apabila semua orang beramal untuk menggapai status yang
lebih tinggi, janganlah engkau bodoh terhadap urusanmu dan utamakanlah niat
dalam memperbanyak kebajikan untuk emnghapuskan kejahatan sebagai rasa takut
terhadap akibatnya. Seorang tokoh ilmu pengetahuan berkata : “Orang yang paling berakal di antara manusia ialah yang takut
terhadap dosa-dosanya meskipun sedikit.” Salah seorang sahabat berkata :
“Engkau memohon surga, amat jauhlah itu! Ia
mengatakan ini karena amat khawatir terhadap akibat dosa-dosanya. Sahabat yang
lain berkata : “Aku lebih suka sampai keluar
mataku, bila Allah tidak mengampuniku walau hanya satu dosa saja.”
Itulah perbedaan keutamaan antara dua orang, yang satu merasa takut dan
sungguh-sungguh untuk mendapatkan ridha Allah, sehingga keinginannya hanyalah
untuk keselamatan. Sedangkan yang lain menginginkan martabat dan keududukan.
Sungguh ia telah mengabaikan kewajiban dan berhak mendapatkan sangsi. Ingat,
jadikanlah niat dalam mengerjakan kebaikan adalah untuk menghapuskan
kesalahan-kesalahan, karena hal demikian lebih utama dan lebih mulia. Semoga
Allah memberikan kepada kita sekalian amal perbuatan yang bermanfaat.
NAsIHAT KE - 26
Bersikap Wara’ terhadap
Larangan-larangan Allah SWT.
Saudaraku! Apabila orang lain berbuat kebajikan, namun dalam hal ini mereka
timbul tenggelam dalam perbuatan dosa dan sering mencapuradukan antara amal
salih dengan perbuatan yang buruk, seraya berangan-angan bahwa
kejahatan-kejahatan tersebut akan terhapus dengan kebaikan, ingat, hati-hatilah
terhadap Allah SWT, Ikhwanku, bersucilah dari kesalahan dengan melakukan Inabah
(kembali dari dosa-dosa menuju taat) serta menyessali diri karena telah
melakukannya. Sebab, inabah itu lebih jelas pengaruhnya dalam menggapai ridha
Allah. Lebih suci untukmu, dan lebih manjur dalam menghapuskan dosa-dosa
daripada kebaikan yang tercemar dengan keburukan.
Telah sampai
kepada kami bahwa seorang tokoh berkata : Dua orang laki-laki berjumpa di
surga, yang satu lebih banyak menjalankan pusa dan shalat dalam keadaan
senantiasa istiqamah dan melakukan inabah kepada Allah SWT.” Orang-orang
berkata : “Bagaimana itu bisa terjadi? Ia menjawab
: “Karena dia adalah yang paling wara’ di antara keduanya terhadap
larangan-larangan Allah.” Inilah perbedaan keutamaan antara dua orang
laki-laki tersebut.
Kemudian ada lgi tokoh yang lain berkata : “Barangsiapa
yang ingin menjadi tekun dan sungguh-sungguh, hendaknya berusaha keras menahan
diri dari dosa-dosa.” Wahai kaum, dekatkanlah diri mu kepada Allah SWT
dengan takwa dan dengan menjauhi hal-hal yang haram adalah lebih beruntung di
sisi Allah dan lebih tinggi nilainya daripada orang-orang yang beribadah sedangkan
mereka masih mencampuradukan (antara mal salih dan dosa). Sekalipun mereka
mengerjakan amal-amal salih, tetatpi tidak disertai maraqabah kepada Nya. Oleh
karena itu, jadikanlah keinginan terbesarmu menjadi wara’ terhadap
larangan-larangan Allah SWT dan meninggalkan perselisihan tentang
larangan-larangan Allah SWT dan meninggalkan perselisihan tentangnya, kareena
orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara mu, dan Allah pun hanya menerima amal perbuatan orang-orang yang bertakwa.
Semoga Allah menjadikan kita semua seperti demikian.
NAsIHAT KE - 27
Merahasiakan Doa
Saudaraku! Apabila orang lain terang-terangan dalam berdoa, rahasiakanlah
doamu di antara dirimu dan Tuhan-mu, karena hal itu lebih jelas pengaruhnya dan
lebih cocok dengan kecintaan Allah SWT, serta dapat lebih banyak menjaring
pahala. Telah sampai kepada kami bahwa doa yang
dilakukan secara rahasia melebihi doa yang dilakukan secara terang-terangan
sebanyak tujuh puluh kali lipat. Di antara para tokoh berkata : “Orang-orang Islam dahulu sungguh-sungguh dalam berdoa,
tetapi tidak terdengar dari mereka suara. Dan jika ada suara, itupun hanya
bisikan antara mereka dan Tuhan mereka.” Hal demikian karena Allah SWT
telah menceritakan tentang keadaan seorang hamba salih yang diridhai-Nya
ucapannya. Allah SWT berfirman : “Yaitu
tatkala (Zakaria) menyeru Tuhannya
dengan suara yang lembut. (Maryam, 3). Itulah perbedaan keutamaan antara
dua orang, yang satu terang-terangan dalam berdoa, padahal cara ini sangat rentan
terhadap fitnah terutama bila dilakukan di tengah-tengah orang banyak, dan ia
pun ridha kepda pahala yang sedikit. Sedang yang lain, berdoa secara
sembunyi-sembunyi dan khidmat. Sebab doa orang-orang yang khusuk serta penuh
kerendahan hati ialah doa yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan khidmat.
Semoga Allah menjadikan kita sekalian di antara orang-orang yang tkut. Aamiin.
NAsIHAT KE - 28
Menghadirkan Hati bersama Lidah
Sahabatku! Apabila orang lain berdoa kepada Tuhan mereka hanya dengan lidah
seraya menengadahkan tangan sedang hati mereka lalai, ingat, hadirkanlah dirimu
bersama lidah, karena cara itu lebih jelas pengaruhnya dalam menggapai ridha
Alalh. Di antara para sahabat ada yang berkata : Sesungguhnya
Allah SWT tidak memperkenankan doa seorang hamba yang dilaukan dengan hati yang
lalai.” Yang lain berkata : Sesungguhnya
Allah tidak mendengarkan doa dari orang yang lalai.” Sementara seorang
lagi berkata : Allah SWT tidak mendengar dari orang
yang berdoa, kecuali orang yang berdoa dengan mulut dan hati. “Wahai
kaum, mendekatlah kepada Allah; janganlah kalian menghalangi dirimu dari
terkabulnya doa dengan kelalaian hati bersama lidah, sesungguhnya Yang Maha
Mulia telah menjanjikan akan mengabulkan doa orang yang dalam kesulitan bila ia
berdoa kepada-Nya. Inilah perbedaan keutamaan di antara dua oran, yang satu
beroda dengan lidahnya sementara hatinya lalai dari Allah dan lengah. Sedangkan
yang lain melakukannya dengan penuh khidmat, dengan hati dan lidahnya. Semoga
Allah menjadikan kita sekalian di antara orang-orang yang takut. Aamiin.
NAsIHAT KE - 29
Menghadirkan Hati bersama Lidah
Saudaraku! Apabila orang lain membaca Kitab Allah karena keutamaan
pahalanya, ingat, tatkala membacanya, hendaklah engkau bermaksud merenungi dan
menghayati perumpamaan-perumpamaan, keajaiban-keajaibannya, janjinya,
ancamannya, perintahnya, larangannya, halalnya, haramnya, serta berbuat dalam
batasan-batasannya dan fardhu-fardhunya. Sebab, hal demikian lebih jelas
pengaruhnya dalam meraih keridhaan Allah SWT. Diceritakan tentang Firman-Nya
yang berbunyi : Orang-orang yang telah Kami berikan
Kitab Kitab kepadanya, (kemudian) mereka membacanya dengan bacaan yang
sebenarnya, (maka) mereka itulah (yang) beriman kepadanya. Dan siapa saja yang
ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.] (Al Baqarah : 121) Ahli
tafsir berkata : “ Yaitu mereka yag mengamalkan isinya, dan yang beriman
kepadanya.”
Di antara para sahabat ada yang berkata : “ Setiap kali
ayat dari Kitabullah datang menghadap, ia menanyakan kepada ku tentang yang
wajib-wajibnya, bersaksi terhadapku tentang perintahnya bahwa aku belum
memenuhinya, juga bersaksi terhadapku tentang perintahnya bahwa aku belum
memeuhinya, juga bersaksi terhadapku tentang larangannya bahwa aku tidak
mengindahkannya, dan ku berlindung kepada Allah dari hati yang tidak khusyuk.”
Saudara-saudara, sesungguhnya telah sampai pula kepadaku
beberapa hadis Rasul saw. Dan bila memang benar haids-hadis itu bersumber dari
beliau saw, tentu hal itu merupakan ancaman bagi keberadaan orang-orang seperti
kita. Rasulullah saw. Bersabda : “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, Malaikat
Zabaniyah lebih cepat menghampiri orang-orang fasik, di antara penghapal
Alquran daripada penyembah berhala, sehingga mereka dilemparkan bersama-sama ke
dalam neraka jahanam. Dan mereka pun berteriak-teriak kepada Allah : “Ya Tuhan
kami, atas dasar apa kami dilemparkan ke dalam neraka bersama orang-orang yang
dulunya memakan rizki Mu dan menyembah selain Mu, padahal kami telah membaca
Kitab-Mu di dunia? Allah SWT, berkata : “Benarlah apa-apa yang dikatakan oleh
hamba-hamba Ku yang jahat itu, tetapi kalian tidak menghalalkan yang halal,
tidak mengharamkan yang haram, tidak menghayati keajaibannya, dan tidak
mengamalkan hukumnya, karena orang-orang yang mengetahui tidaklah sama dengan
orang yang tidak mengetahui, maka kini rasakanlah siksaan lantaran apa-apa yang
dulu kamu kerjakan.”
Rasulullah saw. Juga mengatakan : “Ketahuilah! Ada
kalanya seseorang membolak-blik mushhaf siang dan malam hingga menaruhnya kembali,
sedang ayat-ayatnya melaknatinya. Tidak melewati satu ayat, melainkan ayat itu
mengutuknya, juga tidak melalui satu huruf kecuali huruf itu melaknatnya.” Ada yang bertanya : “Mengapa bisa
demikian, wahai Rasul? Rasul menjawab. “Ia melewati ayat ini : Ingatlah,
kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim (Hud.18), sedangkan
dirinya termasuk zalim sehingga ayat itu mengatakan, ‘Dusta, engkau sendiri
adalah zalim sehingga auay itu mengatakan “ Dusta” engkau sendiri adalah zalim.
Lalu ketika ia melewati ayat yang lain, yang terdapat perintah untuk menjauhi
khamar dan judi, maka ayat itu pun berkata : “Ia berdusta lagi. Semoga Allah
mengutuknya, tidaklah ia menjauhi khamar dan judi.’ Juga ketika ia melewati
ayat ini : : Mengerjakan haji adalah kewajiban
menusia terhadap Allah, yaitu (bagi) bagi orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah (Alu Imran, 97), maka ayat ini pun mengatakan, ‘Ia
berdusta lagi, semoga Allah mengutuknya, sebenarnya ia telah sanggup
untuk melaksanakan haji tapi ia tidak melakukannya.’ Demikian, sehingga tidak
satupun ayat yang ia lalui di mana tingkahnya bertentangan dengan isi ayat
tersebut melainkan ayat-ayat itu akan mengutuknya.”
Seorang tokoh berkata : “Siapa
yang takut kepada Allah, sesungguhnya ia telah mengingat-Nya, sekalipun sedikit
puasa, shalt dan bacaan Alqurannya; sebaliknya, siapa yang durhaka kepada Allah
sesungguhnya ia tidak mengingat-Nya, sekalipun banyak puasa, shalat dan bacaan
Alqurannya.”
Wahai kaum pencari kebenran! Apa-apa yang telah engkau kerjakan
di antara hukum-hukum Alquran, sesungguhnya engkau telah mencapai raihan pahala
yang banyak serta kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT. Namun, jika kau
abaikan hukum-hukum-Nya dan engkau membacanya hanya demi pahala, aku khawatir
akan luput darimu pahala itu lantaran hukum-hukum yang terabaikan itu. Betapa
banyak orang yang membaca Alquran sedangkan Alquran itu melepas tanggung jawab
terhadapnya esok, sehingga ia pun kelak akan terjerumus bersama-sama orang lain
sesudah ia membacanya. Semoga Allah melindungi kita sekalian dari hal demikian.
Inilah perbedaan keutamaan antara dua orang yang satu membaca Kitab Allah
karena keunggulan pahalanya, padadahal barangkali ia mengabaikan sebagian besar
hukum-hukumnya, sehingga ia pun sama seperti orang yang tidak membacanya.
Sedang yang lain mengamalkan hukum-hukum Alquran, sekalipun ia seorang non
Arab, maka ia termasuk orang membaca Alquran secara konprehensif. Semoga Allah
menjadikan kita termasuk orang-orang yang mengamalkan hukum-hukum Alquran. Amin
ya Rabbal –Alamin.
NAsIHAT KE - 30
Bersuci Dari Setap Yang Haram Sebelum
Terlanjur Melangkah ke Arahnya
Saudaraku-saudaraku! Apabila orang lain mengeluarkan harta benda mereka di
jalan Allah dan di jalan kebaikan serta menghabiskannya dalam menuntut ilmu
pengetahuan, pahamilah! Bagaimana engkau bisa mengeluarkan harta itu, padahal
di antara harta tersebut ada yang halal, baik, lagi nyata, juga ada yang haram
lagi nyata, sedang di antara keduanya adalah syubhat, dan hanya Allah-lah yang
lebih mengetahui tentang keadaan kita. Adapun terhadap harta yang haram,
bersegaralah engkau untuk melepaskan diri dari antrian orang-orang yang
berlomba-lomba mendapatkannya dan larilah kepada Allah dengan segenap kemampuan
sebagaimana larinya seorang pecundang dari kobaran api, dan memang itu yang
dituntut. Rasulullah saw. Bersabda : “Siapa yang
mencari dan mendapatkan harta haram, tidak diterima oleh Allah darinya
sedekahnya, usahanya memerdekakan budak, juga tidak diterima hajinya, umrahnya
dan peperangannya; sebaliknya, akan ditetapkan untuknya sebesar nilai harta itu
sebagai dosa, sedang yang tersisa sampai ia meninggal adalah menjadi bekal
baginya untuk menuju neraka.” Semoga Allah memberikan perlindungan kepada kita
sekalian dari hal demikian.
Wahai sekalian manusia, bersihkan dirimu dari kotoran hartamu sebelum tiba
ajalmu, karena orang yang tetap bergelut dengan harta haram sangat rentan
terhadap kehancuran dan kemalangan, sedang ia tidak menyadari. Kadan-kadang
orang-orang bodoh itu mengira bahwa bila mereka telah mengeluarkan harta haram
itu di jalan Allah, berarti mereka telah berlaku benar dalam pengeluaran, dan
merekapun melupakan asal usul hartanya kemudian setelah itu akan melanggar lagi
perintah Allah. Celakalah mereka, belum sapaikah kepada mereka bahwa Rasulullah
saw. Bersabda : Seandainya pemilik harta haram mati
syahid di jalan Allah sebanyak tujuh puluh kali, tidak ada baginya syahadah
kecuali dengan tobat, padahal tobat di atas barang haram di tolak.” Wahai
kaum, jangan engkau bodoh seperti kebodohan mereka, mintalah maaf dari
kejahatanmu terutama dari keberanianmu terhadap Allah dalam menerima sesuatu
yang haram. Takutlah engkau terhadap Allah dalam menerima sesuatu yang haram.
Takutlah engkau terhadap akibatnya, dan pujilah Allah bila Dia mengilhamkan
kepadamu untuk lari darinya dan menyelamatkanmu sebelum terlanjur mengambilnya,
sebab, seandainya bukan karena Allah, tentu akibatnya akan sangat buruk. Itulah
perbedaan keutamaan antara dua orang, yang satu menginginkan pahala dari
pengeluaran harta haramnya, padahal justru ia bakal mendapatkan balasan
(sangsi), Dan yang lain berusaha mensucikan diri dari semua jenis yang haram,
dan ia pn merasa dicekam oleh ketakutan. Ingat, bersegeralah untuk bersuci dari
seluruh yang haram sebelum tiba saatnya menghadap Allah SWT.
NAsIHAT KE - 31
Bukan Termasuk Ihsan Mengeluaarkan
Harta Yang Berasal Dari Usaha atau Barang Yang Syubhat
Saudaraku-saudaraku! Apabila orang lain mengeluarkan harta yang berasal
dari usaha dan barang yang Syubhat di jalan kebaikan sebagai bentuk kresit yang
disalurkan kepada Allah SWT, ingat, dalam pengeluaran harta yang syubhat itu
hendaklah engkau menginginkan supaya menjadi bersih dari campur baur dalam
usahamu sehingga diharapkan harta yang tersisa menjadi sedikit lebih baik. Dan
takutlah engkau terhadap akibatnya sebelum datangnya hari perhitungan.
Telah sampai kepada kami bahwa seorang ahli ilmu berkata : Pada hari kiamat kelak, Allah akan membangkitkan dari
kuburannya sekelompok orang yang menebar bau lebih busuk daripada bangkai.
Mereka itulah orang-orang yang bersenang-senang di dunia dengan kelebihan harta
yang berasal dari syubhat. Tokoh lain berkata : “Iblis adalah makhluk yang
paling mengenali seluk beluk harta yang halal dan yang haram, oleh karena itu
ia mampu menghiasi yang haram untuk para pencarinya, dan menyelipkan untuk
pencari yang halal hal-hal yang syubhat. Rarusulullah saw. Bersabda : Barang
siapa yang memelihara barang syubhat, hampir saja ia jatuh kepada yang haram.”
Kadang kala sebagian orang mengira bahwa bila sudah mengeluarkan harta dari
hal hal yang syubhat di jalan Allah, mereka beranggapan bahwa dirinya telah
berlaku benar dalam pengeluaran seraya melupakan tindakan tutup mata mereka
ketika mendapatkan harta yang campur aduk tersebut. Ingat, janganlah kamu
berlagak tidak tahu! Mintalah maaf kepada Allah dari timbul tenggelamnya kalian
di dalam danau syubhat. Kemudian jadilah engkau takut kalau-kalau Allah tidak
menerima apa yang telah engkau keluarkan itu lantaran terdapat unsur campur
baur di dalamnya, sebab AllahSWT, adaah baik dan tidak menerima kecuali yang
baik-baik.
Seorang sahabt berkata : “Apabila usaha mencari
nafkah itu baik, akan bersihlah amal perbuatan, kelak akan dikembalikan
sehingga dapat diketahui.” Lalu seorang berilmu berkata : ‘Jika saja engkau meninggalkan satu dirham karena takut
tidak termasuk yang halal, itu lebih baik daripada bersedekah dengan seribu
dinar dari hal yang syubhat, yang tidak jelas apakah termasuk halal atau haram.
Tat kala Allah SWT menuntut kebaikan darimu, maka saat itu merupakan saat-saat
yang paling menegangkan bagimu, dan pada saat itu pula engkau mengetahui bahwa
meninggalkan kelebihan harta justru lebih selamat untuk dirimu daripada
mengeluarkan harta yang gbercampur dan syubhat. Sebentar lagi akan tiba waktu
menghadap, wahai orang-orang yang ringan bebannya, dan duka cita yang panjang
bagi orang-orang yang gemar bermegah-megahan. Oleh karena itu, bersyukurlah
engkau kepada Allah atas ilham-Nya kepadamu untuk mau mengeluarkan harta dan
memelihara diri dari kekikiran. Karena kalau saja bukan karena Dia, tentu masalahnya
akan lebih gawat lagi dan bencana yang bakal mengancam pun pasti lebih dahsyat
lagi, dan memang hak-Nya lah segala karunia. Inilah perbedaan keutamaan di
anara dua orang. Salah satunya menjadi gelisah lantaran kesyubhatan yang di
dapatkannya, dan berupaya keras untuk menghindarinya seraya merasa takut kalau
tidak akan diterima darinya. Keinginannya ialah terbebas dari kesyubhatan yang
bercampur dengan kekejian dan keburukan dalam berusaha. Sebab, siapa tahu bahwa
dirinya termasuk di antara orang-orang yang dibangkitkan dan kuburnya dalam
keadaan mengeluarkan bau lebih busuk daripada bangkai, sedangkan mereka tidak
menyadari. Semoga Allah melindungi kita dari bencana itu.
NAsIHAT KE - 32
Keinginan Memenuhi Kewajiban Ketika
Mengeluarkan Harta Serta Sebagai Tanda Syukur Kepada Allah SWT.
Saudaraku-saudaraku! Apabila orang lain mengeluarkan harta yang halal di
jalan kebaikan dengan dugaan bahwa hal demikian akan melipatgandakan pahala,
ingat, berkehendaklah engkau dalam harta yang keu keluarkan itu untuk memenuhi
kewajiban terhadap Allah dan terhadap sesama makhluk. Juga, keluarkanlah
hartamu sebagai tanda syukur terhadap nikmat, tanda takut dari sikap kikir
terhadap Allah SWT, serta tanda khawatir terhadap pertanyaan ketika terjadi
hisab’. Oleh karena itu, keluarkanlah harta kalian demi untuk membebaskan diri,
karena, telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT telah menurunakn wahyu kepada
salah seorang Nabi-Nya : “Sesungguhnya perumpaam
sedekah itu seperti seseorang yang membunuh orang lain, maka akeluarga korban
menuntut untuk membunuhnya. Si pelaku berkata : “Aku akan menebus diriku,
hingga ia pun membayar tebusannya sedikit demi sedikit sampai ia mampu
membebaskan dirinya dari pembunuhan.”
Wahai kaum yang menginginkan keselamatan! Demi Allah, demikian dengan
kalian, dan siapa orang telah membunuh dirinya dengan dosa-dosa. Oleh
karenanya, keluarkanlah harta yang halal demi untuk menebus diri kalian sebelum
hal itu tidak diterima dari kalian. Aku berpendapat, siapa yang mengeluarkan
harta dengan keyakinannya untuk mengharapkan pahala kebaikannya lebih besar
daripada rasa takutnya, maka ia justru tidak memperoleh pahala apa-apa. Sebab,
barangkali saja hanya sedikit sekali kekuatannya terhadap pertanyaan-pertanyaan
dari Allah yang ditujukan kepadanya tentang keterlibatannya dalam harta yang
halal berdasarkan prasangkanya. Padahal hal demikian adalah tipu daya serta
kebodohan yang besar. Maka dari itu, jadilah kalian di antara orang-orang yang
memiliki pandangan.
Saudaraku! Sebagaimana engkau berharap agar kebaikanmu diterima, demikian
pula hendaknya engkau khawatir akan tidak diterimanya kebaikanmu itu.
Sesungguhnya Allah SWT berfirman : Sesungguhnya
Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa (Al MA’idah, 27) Di
antara tokoh berilmu berkata : “Persetan dengan
dunia, yang halal darinya bakal di hisab sedangkan yang haram darinya
mendapatkan sangsi.” Rasulullah saw. Bersabda : “Barang
siapa yang diseleldiki secara mendalam di kala hisab’ pasti ia akan disiksa.”
Sesungguhnya Allah SWT memuji orang-orang yang takut : Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka
berikan dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka
akan kembali kepada Tuhan mereka (Al Mu’minun, 60) Ahli tafsir berkata :
“Yaitu orang-orang yang berpuasa, orang-orang
shalat, orang-orang yang bersedekah, dan orang-orang yang takut bakal tidak
diterima hal tadi dari meraka.” Saudara-saudara, contohlah orang-orang
bertakwa tersebut dalam kekhawatiran terhadap amal perbuatanmu, Sesungguhnya
diantara sahabat pilihan dahulu, ada yang berangan-angan supaya diterima
darinya satu kebajikan saja, karena kekhawatirannya bila tidak akan diterima
darinya, karena Allah berkata : “Sesungguhnya Allah
hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa (Al MA’idah, 27).
Saudara-saudara! Bersyukurlah kepada Allah SWT karena Dia telah
mengilhamimu untuk mengeluarkan harta dan telah menjagamu dari kekikiran. Minta
maaflah dari usahamu yang menurut perkiraanmu halal. Alangkah bahagianya
orang-orang yang diringankan bebannya sehingga lebih cepat berlalu, dan
alangkah sengsaranya orang-orang yang berat bebannya sehingga tertahan.
Demikianlah perbedaan keutamaan antara dua orang. Yang satu mencari pahala
dalam pengeluarannya melalui harta yang halal sesuai dengan dugaannya, namun ia
melupakan pertanyaan yang bakal diajukan Allah kepadanya. Padahal, bila Allah WT memberlakukan hisab terhadapnya, tentu akan
menyulitkan dirinya. Sementara yang lain mengeluarkan harta sepeti itu
juga, hanya saja ia dibebani oleh ketakutan terhadap dialog dengan Tuhan ketika
hisab, sehingga cita-citanya selalu ingin lepas dari kewajiban yang harus
dipenuhinya pada harta yang halal, seraya berharap maaf dan ampunan dari Allah
SWT, karena memang Allah telah memberikan beberapa kewajiban pada harta yang
halal. Adapun harta yang haram, maka tidak ada jalan baginya selain lari kepada
Yang Maha Pengasih, serta melepaskan diri dari semuanya dan membiarkannya untuk
pemburunya.
Saudara-saudaraku! Renungkanlah apa yang telah engkau dengar. Ketahuilah
bahwa amal perbuatan hamba di sisi Tuhan bertingkat-tingkat. Oleh sebab itu,
nilai dan kedudukan mereka di sisi-Nya lebih tinggi yang satu daripada yang
lain, sesuai dengan pemahaman mereka tentang Allah Mereka mengetahui bagaimana
berbuat untuk-Nya. Sebab kebanyakan orang berbuat kebaikan hanya untuk
mengharapkan pahala, dan kalau tidak ada pahalanya tentu mereka merasa berat
untuk melaksanakan kebaikan tersebut. Wahai kaum, perbanyaklah amalan sunnah
untuk menyempurnakan yang wajib, sebab telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT
berfirman : “Aku tidak memperhatikan hak seorang
hamba sebelum hamba tersebut memperhatikan hak-Ku. Juga, dari salah
seorang tokoh ilmu pengetahuan disebutkan : Sesungguhnya
tidak akan sampai kepada hati seorang hamba ruh Allah, sedang dari sisi hamba
tersebut Allah mempunyai hak yang belum dipenuhi olehnya.” Ingat,
utamakanlah niat dalam memenuhi seluruh hak Allah dalam segala urusan,
janganlah engkau menyibukkan hati dengan hakmu pada-Nya, dan contohlah
orang-orang yang disebutkan oleh Rasulullah saw. Melalui sabdanya, berikut : Ingatlah, sesungguhnya oang-orang yang berilmu adalah
orang yang mengerti tentang Allah dan fuqaha’ adalah pilihan Allah di antara
makhluk-Nya.” Pahamilah penanaman moral oleh Rasulullah saw. Tersebut. Bilama
engkau telah menyempurnakan kewajiban dengan amalan sunnah dan mencoba
menghilangkan kejahatan dengan amalan sunnah dan mencoba menghilangkan
kejahatan dengan amalan sunnah dan mencoba menghilangkan kejahatan dengan
kebaikan, kemudianengkau mempunyai amalan yang melebihi pemenuhan terhadap
hak-hak Allah, sesungghnya yang demikian merupakan simpanan untukmu di sisi
Tuhan SWT dan sebagai penyempurna terhadap apa-apa yang ada di sisi-Nya jika
dalam memenuhi hak-hak-Nya engkau masih memiliki kekurangan. Alangkah celakanya
orang yang lalai pada hari ditegakkan hisab’ ! Semoga Allah memberikan
kemudahan kepada kita semua. Amin ya Rabbal ‘alamin.
NAsIHAT KE - 33
Memanfaatkan Ilmu Serta Mensyukuri
Nikmat
Saudara-saudaraku! Apabila orang lain bersyukur kepada Tuhan mereka hanya
dengan lidah saja, sedangkan mereka tetap mengabaikan batasan-batasan nikmat,
dan teledor terhadap tata cara syukur yang sebenarnya, ingat, bahwa hal
demikian itu tercela. Berhati-hatilah kepada Allah dan pergunakanlah setipa
kenikmatan untuk bersyukur sesuai dengan keadaannya, sebab bersyukur adalah
wajib bagi hamba pada setiap kenikmatan. Bersyukurlah kepada Allah terhadap
apa-apa yang telah Dia karuniakan kepada
kalian, termasuk lidah, dengan banyak membaca Alquran dan berzikir. Namun,
apabila engkau agak ceroboh dalam hal ini, paling tidak janganlah sampai engkau
pegunakan lidah tersebut untuk menyelami berbagai jenis perbuatan dosa seperti
perbuatan orang yang penah aku lihat. Dalam kaitan ini, Rasulullah ssaw.
Bersabda : “Tidakaj ucapan lain bagi kita selain
‘Ah kamu! Dan ‘celaka kamu!.” Apakah manusia akan ditelungkupkan di neraka
hanya karena mengumpat orang lain dengan lisannya?”.
Bersyukurlah kepada Allah SWT atas nikmat penglihatan yang dikaruniakan-Nya
kepadamu untuk memandang kepada kebenaran sebagai rasa syukur atasnya. Maka
jika engkau melakukan sebaliknya, maka takutlah kepada Allah bila engkau
menggunakan penglihatan itu untuk memandang hal-hal yang haram, sehingga engkau
menjadi durhaka kepada Allah dengan kenikmatan-Nya, seperti perbuatan orang
yang pernah aku lihat. Karena, telah sampai kepada kami bahwa siapa yang tidak
menahan pandangannya dari hal-hal yang haram, akan dipakaikan celak pada kedua
belah matanya dari api jahanam. Ingat, bersyukurlah kepada Allah atas nikmat
pendengaran yang telah Dia beikan untuk mendengarkan Alquran, zikir serta
nasihat yang baik. Namun, jika hal itu kau abaikan, paling tidak malulah engkau
kepada Allah bila kau gunakan pendengaran tersebut untuk hal-hal yang
memanjakan hawa nafsu dan untuk omongan-omongan yang batil seperti perbuatan
orang yang perrnah aku saksikan. Bersyukurlah kepada Allah atas nikmat tangan
yang dibentangkan-Nya untuk menggapai kebaikan. Dan jika engkau mengabaikan hal
itu, hendaklah engkau malu menggunakan tanganmu untuk berbuat zalim dan aniaya
seperti perbuatan orang yang pernah aku lihat.
Telah sampai kepada kami bahwa zalim di dunia adalah kegelapan di akhirat,
dan merupakan rentetan kemalangan. Diriwayatkan bahwa Nabi Dawud as. Melihat
suatu tempat antara bumi dan langit, iapun berkata : Wahai
Tuhan ku, apa ini? Tuhan berfirman : “Itu kutukan-Ku yang yang Aku masukkan ke
dalamnya rumah setiap orang yang berbuat zalim.” Ingat. Takutlah dari
hal demikian! Bersyukurlah kepada Allah terhadap nikmat kaki untuk melangkah
menuju ketaatan. Namun, jika engkau mengabaikan hal itu, takutlah kepada Allah
bila engkau melangkah dengan kaki itu menuju perbuatan dosa seperti orang yang
pernah aku lihat. Karena, sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : “Pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka
menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dulu mereka kerjakan (An Nur : 24).
Maka, bagaimana dengan dirimu dalam keadaan terborgol di kaki dan
terbelenggu di leher. Ingat, takutlah kepada hal itu. Bersyukurlah kepada Allah
atas nikmat makanan yang telah diberikan-Nya kepada kalian, dan takutlah bila
engkau menjadi kuat lantaran makanan itu untuk melakukan sesuatu yang tidak
diseukai oleh Yang Maha Pemberi Rizki. Sebab Allah SWT telah berfirman : “Hamba-Ku, berkat nikmat-Ku engkau menjadi kuat untuk
berbuat durhaka kepada-Ku.” Sehingga. Layaklah kiranya bila Allah SWT
menyiksanya di neraka.
Wahai kaum! Janganlah engkau mendurhakai Allah dengan menggunakan
nikmat-Nya, dan bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat pakaian yang diberikan-Nya
kepada mu supaya ia menjadi lusuh dalam keridhoan Si Pemberi nikmat. Namun,
jika engkau mengabaikan hal itu, malulah bila engkau menjadikan pakaian itu
lusuh dalam hal-hal yang tidak disukai Si Pemberi pakaian, sehingga tidak ada
jaminan keamanan untuk mu bahwa tidak akan dipakaikan kepadamu gamis dari aspal
dan lempengan api neraka di hari kiamat. Ingat, takutlah engkau kepada hal
demikian, dan bersyukurlah kepada Allah terhadap segala karunia yang telah kau
terima dari-Nya, supaya kau habiskan pada jalan yang Maha Pemberi karunia.
Namun, jika engkau kikir terhadap karunia itu, hendaklah engkau malu kepada
Allah bila kau habiskan karunia-Nya pada tempat yang tidak disukai-Nya sehingga
engkau mendurhakai Allah SWT dengan nikmat_nya, seperti perbuatan orang yang
pernah aku lihat. Telah sampai kepada kami, apabila seorang hamba diberi rizki
oleh Allah berupa harta yang halal tetapi ia keluarkan pada jalan yang haram,
maka Allah SWT akan berkata : Bawalah ke neraka!” sehingga
ia akan tinggal di neraka sesuai dengan kehendak Allah.
Kemudian bersyukurlah engkau kepada Allah SWT atas apa-apa yang telah Dia
karuniakan kepadamu berupa keimanan kepada-Nya dengan berusaha keras untuk
mencapai ridha-Nya serta meningkatkan usaha dalam mencari kesukaan-Nya sebagai
tanda syukur untuk mengharggai karunia-Nya yang telah diberikan kepadamu.
Namun, jika engkau tidak kuasa untuk mencapai ridha-Nya, takutlah engkau kepada
Allah bila sampai mengabaikan batasan-batasan keimanan, karena tidak ada
jaminan bagimu untuk tidak tercabut imanmu karena sikap menganggap entheng
batasan-batasannya. Dan bersyukurlah engkau kepada Allah atas nikmat ilmu yang
telah Dia karuniakan kepadamu sehingga engkau dapat mencapai keridhaan-Nya.
Kerjakanlah keutamaan-keutamaan yang dianjurkan kepadamu di antara kecintaan
Allah SWT itu. Namun, jika engkau tidak kuasa berbuat demikian, hendaklah
engkau takut kepada Allah bila sampai meninggalkan apa yang diwajibkan
kepadamu.
Telah sampai kepada kami bahwa di antara orang yang sangat keras siksaannya
di hari kiamat ialah orang berilmu yang dijaidkan oleh Allah tidak bermanfaat
dengan ilmunya.” Kemudian, janganlah lupa pula bersyukuur kepada Allah SWT atas
nikmat akal yang dikaruniakan-Nya kepadamu untuk berfikir, merenung, meyakini
kebaikan niat, dan mengambil pelajaran. Namun, bila engkau mengabaikan hal
demikian, hendaklah engkau berhati-hati terhadap Allah dan takut akan niat yang
buruk, menyimpan keburukan, menyimpan iri, dengki, permusuhan, serta
sifat-sifat buruk lainnya. Jangan lupa bersyukur kepada-Nya atas nikmat akal
yang telah Dia karuniakan kepadamu tersebut supaya engkau mengagungkan-Nya,
meninggikan-Nya, memuliakan-Nya, merasa malu kepada-Nya, merasa takut
kepada-Nya, merasa segan kepada-Nya, serta menaati-Nya sesuai dengan
pemahamanmu terhadap keagungan, kebesaran, dan kemahakuasaan-Nya SWT. Namun,
bila tidak ssanggup melakukan itu, hendaklah engkau takut kepada Allah SWT bila
engkau sampai menjadi seperti orang-orang yang tidak mempu mengagungkan-Nya,
dan menaati-Nya, bahkan engkau menganggap enteng beberapa perkara-Nya. Takutlah
engkau wahai kaum, bila kembali kepada kebidihan serta engkau mengetahui dan
mengerti sehingga akal dan ilmu tersebut kembali kepadamu dengan membawa
bencana. Dan ingat, bahwa ini semua dan seumpamanya termasuk di antara
keutamaan ilmu, akal, niat serta kehendak. Dan ini pulalah perbedaan diantara
keutamaan ilmu, akal, niat serta kehendak. Dan ini pulalah perbedaan di antara
hamba-hamba. Kadang kala terdapat dua orang yang sama dalam ketaatan dan ke
wara’an, sedangkan salah satunya lebih kuat pemahamannya dan lebih keras
usahanya untuk mencapai kecintaan Allah dan lebih jelas dalam mencapai
ridha-Nya. Semoga Allah memberikan kepada kita sekalian kemampuan untuk
mengelola nikmat dan mensyukurinya, sesungguhnya Da Maha Pemurah lagi Maha
Mulia. Amin ya Rabbal ‘alamin.
NAsIHAT KE - 34
Perilaku Para Ulama
Saudara-saudaraku! Apabila engkau melihat kebanyakan orang senang
memamerkan ilmunya, perilaku mereka saling melecehkan satu sama lain, hati
mereka saling bertentangan, dan jiwa mereka saling berbeda, hendaklah engkau
merahasiakan urusanmu dengan berbagai cara, serta jadikanlah dirimu tidak suka
terhadap popularitas dan perdebatan, senang akan ketidak tenaran, menyukai
tindakan mengasingkan diri dan menyendiri; di tengah masyarakat merasa
terasing; dan senang kepada kesunyian dan sikap diam. Tidak ada seorang pun
yang mempunyai kesalahan melainkan Allah akan meminta pertanggungjawabannya
tentang apa yang dikehendaki dengan kesalahn itu. Oleh karena itu, wahai
saudara-saudara, janganlah kalian coba-coba mengajukan diri untuk dimintai
pertanggungjawaban oleh Allah SWT, terutama dalam hal yang engkau tidak
memiliki kepentingan terhadapnya.
Saudara-saudaraku! Bilamana engkau terpaksa menampakan sedikit ilmumu,
hendaklah engkau lakukan itu karena Allah semata dan berdiskusilah seperlunya
untuk memberikan penjelasan kepaa para murid, karena jika tidak, dikhawatirkan
termasuk katagori menyembunyikan ilmu.
Sebenarnya, saling bertanya itu sering terjadi juga pada masa orang-orang
terdahulu, tetapi setiap orang di antara mereka hanya menghendaki jawaban
seperlunya dari yang lain. Bahkan di antara mereka terdapat orang yang sangat
luas ilmu pengetahuannya, banyak memahami bermagai masalah, sementara
tetangganya sendiri tidak mengetahui kemampuannya. Di antara sahabt ada yang
bekata : “Aku memperhatikan tiga ratus orang badui,
tidak seorang pun di antara mereka kecuali menginginkan jawaban secukupnya dari
mufti.”
Jika di antara kalian ada yang
menonjolkan urusannya dan menampakkan ilmunya kemudian ia mendapat tanggapan
negatif serta dianggap bodoh dan salah, maka, dalam kondisi seperti ini tidak
ada jaminan bahwa tidak akan timbul kesombongan, kemarahan dan dendam pada
dirinya. Dan kalaupun pendapatnya ditanggapi positif, tetapi masih tidak ada
jaminan untuk tidak timbul fitnah, sikap berlagak dan bangga pada dirinya.
Apabila ia mengeluarkan pendapat tanpa didasari ilmu pengetahuan, maka lebih
tidak ada jaminan bahwa ia tidak terjerumus pada kekeliruan. Demikian pula bila
ia memaksakan diri berpendapat, padahal Allah SWT tidak menyukai tindakan
tersebut. Oleh karena itu, dapatkanlah keselamatan bersama sikap diam dan tidak
terkenal. Kemudian, bagaimana bila engkau sudah terlanjur tersohor, disegani
dan dihormati, pendapat dan pemikiranmu diperhatikan dan didengar, masyarakat
bersikap ridha atas keridhaanmu dan akan marah dengan kemarahanmu, maka dalam
kondisi demikian barangkali engkau secara tidak sadar terlibat kebencian kepada
orang-orang yang tidak sependapat denganmu, atau terlalu berlebih-lebihan dalam
bersikap loyal kepada orang-orang yang sependapat denganmu, padahal Yang Maha
Mengetahui segala yang gaib selalu memantau setiap perubahan isi hatimmu. Maka,
alangkah besarnya fitnah yang menimpa seorang hamba kecuali orang yang dilindungi
oleh Allah SWT! Inilah perbedaan keutamaan antara dua orang, salah satunya
senang menonjolkan ilmunya dan menyediakan diri untuk bermacam-macam fitnah
sehingga kadangkala ia selamat, kadang kala pula ia celaka! Sementara yang lain
menyembunyikan keadaannya sehingga ia selamat berkat karunia dan perlindungan
Allah SWT.
Sesungguhnya pada perilaku para pendahulu kita yang salih terdapat teladan
yang patut ditiru karena mereka senang terhadap ketidakpopuleran dan lebih
mengutamakan menutupi jati diri mereka dari pandangan orang lain. Padahal
mereka adalah pemimpin. Maka, bagaimana dengan orang-orang yang serba
kekurangan sedangkan ilmu mereka terkungkung dalam perhiasan dan kebanggaan.
Saudara-saudaraku! Hendaklah kalian berusaha untuk tiak menonjolkan diri dan
tidak ingin menjadi populer karena orang-orang yang gemar menonjolkan ilmunya
itu banyak jumlahnya. Nah, sekarang siapa yang suka terhadap pahala dan siapa
pula yang suka menyediakan diri terhadap siksa.?
NAsIHAT KE - 35
Amal Perbuatan Yang Baik
Saudaraku! Apabila orang lain senang menonjolkan amal kebajikan mereka agar
mereka diteladani, hendaklah engkau merahasiakan perbuatanmu dengan berbagai
cara, karena fitnah itu besar adanya dan perjuangan di dalamnya cukup keras.
Sebenarnya kita ini bukanlah pribadi yang layak untuk diteladani dan memang
tidak cocok untuk itu, karena yang demikian adalah milik para khalifah yang
mendapat petunjuk dan pemuka-pemuka umat Islam. Mereka hanya menampakan sedikit
dari amal perbuatan mereka yang banyak untuk memberikan pendidikan moral
terhadap umat dan membimbing mereka. Oleh akrena itu, janganlah engkau
coba-coba mempopulerkan diri karena sesungguhnya setan, dalam setiap usaha
seseorang yang menonjolkan ilmu dan pendapatnya, mempunyai beberapa perangkap
yang ia pergunakan untuk menjebak banyak orang, dengan cara memperindah di mata
mereka usaha tersebut agar mereka ditiru oleh orang lain. Maka orang-orang pun
senang menampakkan ilmu dan kebajikannya karena antusias terhadap pahala dari
orang-orang yang mengikuti jejak mereka, padahal mereka tidak sadar terhadap
apa yang telah menimpa mereka berupa jebakan-jebakan setan sehingga mereka pun
ditimpa oleh berbagai macam bencana sedang mereka tidak merasakan.
Wahai kaum yang takut akan fitnah, orang yang mewariskan ilmu seraya
bersikap mawas diri, yang khawatir dari musuhnya, dan yang bersikap wara’ dalam
segala keadaannya, belum tentu bisa selamat dari tipu daya setan. Maka,
bagaimana nasibnya dengan orang yang terperdaya ketika ia senang mengumumkan
dan memamerkan amal perbuatannya. Ingat, janganlah engkau mengajukan diri
terhadap fitnah dan bencana. Maka jika engkau merasa tidak dibutuhkan dan tidak
perlu diikuti, hendaklah kalian menyembunyikan urusanmu dengan berbagai cara.
Sesungguhnya telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT akan memberikan naungan
di bawah ‘asyi-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya,
kepada seseorang yang bersedekah dengan tangan kananna sedangkan tangan kirinya
hampir saja tidak mengetahuinya. Seorang tokoh berkata : “Kami mendapati
sekelompok orang, dimana tidak ada di atas bumi ini suatu perbuatan terbuka
yang tidak mampu mereka kerjakan dalam kerahasiaannya selamanya. Telah sampai
kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Manakala
Allah menciptakan bumi dan dibentangkan untuk penghuninya, lalu menciptakan
gunung dan Dia jadikan sebagai pasak bagi bumi, para malaikat berkata : ‘Allah
tidak menciptakan suatu ciptaan yang lebih sulit daripada gunung,. Maka Allah
pun menciptakan besi untuk memotong gunung, lalu menciptakan api untuk
melelehkan besi, kemudian memerintahkan air untuk memadamkan api, lantas
memerintahkan angin untuk menumpahkan air. Sehingga para malaikat pun
berselisih pendapat dan berkata : ‘Kita bertanya kepada Rabb ‘Azza wa Jalla :
Wahai Rabb, alangkah sulitnya apa yang telah Engkau ciptakan di antara
ciptaan-Mu. ‘ Rabb berfirman : “Aku tidak menciptakan suatu ciptaan yang lebih
sulit daripada anak manusia ketika ia bersedekah dengan tangan kanannya dan ia
sembunyikan dari tangan kirinya; maka inilah yang tersulit di antara yang Aku
ciptakan.” Juga telah sampai kepada kami bahwa perbuatan yang dilakukan
secara sembunyi-sembunyi melebihi perbuatan yang dilakukan secara
terang-terangan sebanyak tujuh puluh kali lipat. Inilah perbedaan keutamaan di
antara dua orang, salah satunya senang menampakkan apa-apa yang ada pada
dirinya karena berambisi terhadap pahala pdahal ia telah diperdaya oleh setan
dan diajukannya kepada siksaan. Sedangkan yang lain sangat merendahkan dirinya
dan menganggap dirinya bukanlah pribadi yang patut untuk ditiru dan diteladani.
Maka, waspadalah.
NAsIHAT KE - 36
Doyan Terhadap Pujian, Bencana Bagi
Yang Memuji dan Dipuji
Saudara-saudaraku! Apabila orang lain senang terhadap sanjungan dan jiwa
mereka menjadi puas karenanya, ingat, takutlah kepada Allah bila dirimu juga
sukan akan hal itu, dan hendaklah engkau takut pula akan bahaya darinya.
Memang, di dalam pujian tersimpan rasa manis yang akan cepat meresap ke dalam
hati, sedangkan tempat-tempatnya di dalam jiwa memang telah ada. Oleh karena itu,
tidak ada yang selamat darinya kecuali sedikit. Memang pada mulanya seseorang
di antaramu tidak mengerjakan kebajikan karena Allah SWT, tetapi ketika pada
dirinya mulai nampak keutamaan, dan ia disanjung dan hormati serta dikagumi,
nah, ketika itulah setan datang menysupkan rasa manisnya pujian ke dalam
hatinya, suatu rasa manis yang cocok dengan selera nafsunya, maka saat itu
menjadi puaslah jiwanya. Wahai pemuja sanjungan, pujian, kekaguman dan
kehormatan! Sesungguhnya engkau telah dijerumuskan sedangkan dirimu suka akan
hal itu, padahal hal tersebut termasuk kotoran jiwa sedangkan engkau berada
dalam keadaan lalai.
Berikut akan ku kemukakan kepadamu sebuah contoh bagi orang yang senang
dengan pujian. Perumpamaannya ialah seperti seorang yang diejejk dan dikatakan
kepadanya : “Sesungguhnya kotoran yang keluar dari
perutmu memiliki bau harum seperti parfum.” Sebenarnya orang yang
terperdaya itu tahu bahwa keadaannya tidak seperti apa yang dikatakan, dan
Allah SWT mengetahui tentang kebusukan kotoran yang ada di dalam perut, tetapi
karena kebodohannya ia rela saja menerima hinaan dan ejekan tersebut meski ia
menyadari bahwa sesungguhnya apa yang dikatakan kepadanya tidak benar sama
sekali, karena tidak ada yang keluar dari perutnya keccuali kotoran dan kebusukan.
Meskipun demikian, ia pun menyenanginya dan tetap menganggap hal itu adalah
pujian. Nah, demikian pula keadaannya dengan orang yang tercemar dengan
dosa-dosa, bahka ia lebih kotor dan lebih bau daripada kotoran itu sendiri, dan
ia lebih cocok untuk menerima hinaan di dunia dan akhirat. Sesungguhnya ia rela
dengan pujian tersebut karena kebodohannya. Semoga sudah seharusnya ia menerima
murka Allah SWT. Maka siapa yang lebih merugi daripadanya jika ia
mengetahuinya.
Saudara-saudaraku! Apabila engkau diuji dengan sanjungan dan pujian, berjuang keraslah engkau
untuk meniadakannya dari hati dengan membencinya serta merasa takut akan
akibatnya. Rasulullah saw. Mengkhawatirkanmu terhadap pujian itu dan melarang
untuk saling memuji, karena Beliau saw. Tahu bahwa pujian itu banyak
mudaratnya. Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah SWT jika senang terhadap
pujian yang dilontarkan kepadamu, dan janganlah engkau terperdaya oleh setan
beserta para wakilnya yang terdiri dari golongan manusia. Sebab, mereka
berprasangka bahwa apabila mereka betul-betul menginginkan keridhaan Allah
melalui amal kebajikan, tentu amal perbuatan mereka tidak akan mampu dirusak
oleh kesenangan dan kesukaan terhadap pujian, karena hal semacam ini termasuk
qiyas iblis, sedang pendapat-pendapatnya merupakan fitnah bagi para wakilnya.
Celakalah bagi yang memuji dan dipuji, mengapa mereka tidak mengetahui petunjuk
sehingga mereka tidak menyukai celaan, padahal sesungguhnya itu tidak
membahayakan diri mereka. Jusutru mereka akan diberi ganjaran pahala karenanya;
dan sebaliknya, justru kegemaran terhadap sikap saling memuji di antara mereka
sangat bertentangan dengan waisat-wasiat Rasul saw. Sungguh mereka adalah orang-orang yang bodoh
secara nyata. Celakalah dirimu wahai orang yang terperdaya. Tidakkah engkau
ketahui bahwa seorang tokoh ilmu pengetahuan berkata : “Siapa
yang suka terhadap pujian sesungguhnya setan dengan tenang dapat masuk ke dalam
perutnya.” Engkau telah dicela oleh tokoh ini lantaran kesenanganmu
terhadap pujian. Sesungguhnya engkau layak untuk mendapatkan murka lantaran
kesenangan dan kerelaanmu terhadap pujian dan sanjungan dari orang lain. Engkau
mengetahui kebajikan tetapi tidak mengamalkannya. Seorang tokoh ilmu lainnya
berkata : Apabila ada yang mengatakan kepadamu
bahwa orang yang paling baik dalah dirimu, padahal --- demi Allah ...
sebenarnya dirimu adalah yang paling buruk bila ternyata pujian lebih kau sukai
daripada celaan.
Perhatikanlah wahai orang yang terperdaya! Apakah engkau mendapati dirimu
senang serta merasa puas dengan pujian dan sanjungan, apakah engkau mengakrabi
orang yang memujimu bila ia keliru dalam memujimu; dan apakah engkau tidak
menyukai celaan bila ternyata celaan benar adanya? Apakah engkau akan marah
kepada orang yang mencela jika ia memang benar? Maka jika engkau memang
demikian, tentu engkau adalah seburuk-buruk orang. Sekalipun memperbanyak
ibadah, namun dirimu tetap termasuk di antara orang-orang yang senang terhadap
pujian dan sanjungan, bahkan lebih buruk daripada orang yang suka kepada pujian
dan sanjungan, bahkan lebih buruk daripada orang yang suka kepada pujian tetapi
ia mengakui kejahatan dan dosa-dosanya, karena ia lebih bisa diharapkan untuk
mengemban amanat dan lebih dekat kepada maaf daripada dirimu. Sebab, engkau
telah mengira bahwa kerelaanmu dan kesenganmu terhadap sanjungan tidak akan
mencelakakanmu! Sesungguhnya telah sampai kepada kami sebuah hadis, yang belum
aku ketahui betul tentang kesahihan sanadnya, tetapi jika hadis itu sahih,
tentu merupakan ancaman kemalangan bagimu, yaitu bahwa seseorang telah memuji
orang lain dengan kebaikan di hadapan Rasulullah saw. Dan Rsul saw. Menegurnya
: Andaikan temanmu ada di sini, dan ia menerima
dengan senang apa yang telah engkau ucapkan, lalu dia mati dalam keadaan
seperti itu, ia akan masuk neraka.” Wahai orang yang terperdaya, inilah
balasan bagi orang yang menutupi perbuatan kebajikannya dengan keridhaan
terhadap pengakuan dari orang lain. Celakalah dirimu! Sesungguhnya banyak di
antara para sahabat terdahulu yang menghendaki Allah dalam amal kebajikan
seperti yang engkau kehendaki menurut prasangkamu. Padahal! Maha Sempurna
Allah, jauh sekali bila engkau akan seperti mereka atau mereka akan serupa
dengan mu, karena mereka memang tepat untuk mendapatkan pujian dan sanjungan.
Namun Rasulullah saw. Masih mengkhawatirkan mereka dari bahaya pujian dan
melarang mereka darinya sekalipun mereka memiliki keutamaan dan ketakwaan.
Beliau saw. Berkata kepada orang yang memuji : Celaka
dirimu! Engkau telah memotong punggungnya, andaikan ia mendengarkanmu tentu ia
tidak akan memperoleh kemenangan sampai hari kiamat.” Dan beliau juga
berkata kepada yang lain : Janganlah kalian saling
memuji, lemparlah mukanya dengan tanah.” Ingat, Rasulullah saw.
Mengatakan ini karena khawatir terhadap orang yang disanjung, bahwa ia akan
senang terhadap sanjungan dan rela dengannya, sehingga akan berbahaya bagi
agamnya dan barangkali ia tidak akan memperoleh kemengan selamanya. Maka Rasul
saw. Pun memperingatkan mereka terhadap fitnah pujian sebelum fitnah itu
menimpa diri mereka. Sedangkan dirimu, bila dipuji engkau senang dan rela
menerimanya karena menduga bahwa hal itu tidak membahayakanmu, maka celakalah
dirimu! Alangkah bodohnya dirimu terhadap bahaya yang diketahui oleh Rasulullah
saw. Di balik pujian!
Perhatikanlah keadaan para sahabat ra. Sesungguhnya mereka lebih tahu tentang Allah SWT
dan lebih takut kepada-Nya daripada mu, serta lebih ikhlas dalam perbuatan
mereka, sedangkan bersama itu mereka takut terhadap pujian dan membencinya,
bahkan mereka marah terhadap orang yang memuji karena takut terhadap fitnah
dalam pujian itu. Sedangkan dirimu berani mengira bahwa sikap menerimamu
terhadap pujian tidak akan membahayakan, seakan-akan engkau memiliki kejujuran
dan keikhlasan yang lebih kuat daripada orang-orang terdahulu dan seakan-akan
dirimu lebih mampu untuk menolak fitnah daripada mereka. Engkau dusta wahai
orang-orang yang terperdaya!
Telah sampai kepada kami bahwa beberapa orang sahabat ra. Tidak menyukai
pujian dan akan marah kepada orang yang memuji. Salah seorang khalifah ditanya
oleh seseorang tentang sesuatu lalu orang itu berkata kepadanya : “Engkau, wahai Amirul Mu’minin, lebih baik daripadaku dan
lebih mengetahui.” Mendengar itu sang khalifah pun menjadi marah dan berkata :
“Aku tidak menyuruhmu untuk memberikan pengakuan kepadaku.” Dikatakan
kepada salah seorang sahabat : “Manusia akan
senantiasa baik selama Allah mengekalkan dirimu.” Lantas sahabat
tersebut menjadi marah karena ucapan orang yang memujinya, dan ia berkata : “Sungguh aku mengiramu seorang peramal dan apa yang
membuatmu tahu bahwa ia akan menutup pintunya dari keluarganya dalam kebaikan.”
Juga telah sampai kepada kami bahwa seseorang telah memuji salah seorang
salaf, lantas yang dipuji pun menjadi marah dan berkata : “Ya Allah, hamba-Mu ini telah mendekatkan diri kepada ku
dengan kebencian-Mu, maka aku pun menjadikan-Mu sebagai saksi atas
kebencciannya.”
Nah, ternyata orang-orang pilihan tersebut sangat tidak menyukai pujian dan
mereka marah terhadap orang yang memuji karena takut terhadap bahanya,
sedangkan engkau suka dengan pujian karena tidak membahayakanmu. Alangkah
jauhnya kemiripanmu dengan mereka! Para sahabat membenci pujian sedangkau
engkau senag kepadanya! Mereka marah kepada yang memuji yang jujur dalam
pujiannya sedangkan engkau suka terhadap orang yang memuji yang dusta serta
berlebihan dalam pujiannya ke padamu! Mereka menerima dengan senang akan celaan
padahal mereka adalah orang yang paling suci dari celaan, sedangkan engkau
marah dan menjauhi celaan padahal engkau lebih layak untuk mendapatkannya
daripada orang lain! Mereka menyayangi orang yang menghina mereka dan
memaffkannya, sedangkna dirimu menjadi dendam terhadapnya! Dan ini semua
termasuk kekotoran jiwa bagi orang-orang yang banyak beribadah, sementar engkau
dalam kelalaian, dan engkau telah diperdaya sedang engkau tidak merasa!.
Wahai orang yang terperdaya! Adakah engkau melihat dirimu
sangat menginginkan, dan bekerja dengan ikhlas untuk meraih pahala dari Allah
SWT, lalu setelah itu engkau ambil bagianmu dalam kegembiraan terhadap pujian,
sanjungan dan penghargaan di dunia agar dirimu sekaligus mendapat pahala yan
cepat dan yang lambat. Kalau begitu sungguh buruk apa
yang ditawarkan oleh nafsumu itu. Dan janganlah engkau coba-coba menyeret kami
kepada fitnah, wahai orang yang terfitnah! Ketahuilah, urusan mana yang lebih
cocok untuk agama kami. Kami khawatir
dan bersikap hati-hati terhadap apa yang telah diperingatkan oleh Rasulullah
saw. Berupa bahaya pujian; Kami berjuang keras untuk meniadakan kegembiraan di
hati kami terhadapnya bila kami diuji; serta memohon ampunan kepada Allah
darinya; atau kami harus berpegan kepada pendapatmu bahwa sikap senang dan
menerima pujian itu tidak berbahaya, sehingga kami pun mau mengakui ucapan
orang yang terperdaya, rela kepada pujiandan merasa puas terhadap keridhaanmu
dan kesenanganmu kepadanya, lalu bersama dengan itu engkau juga mengira bahwa
diri mu termasuk orang yang ikhlas, padahal barangkali saja justru dirimu
mendapatkan tempat yang buruk di sisi Allah tanpa ada pengakuan dan sanjungan.
Ingatlah apa yang aku katakan kepadamu, karena aku ini memberikan nasihat
kepadamu; Hendaklah dirimu membenci sanjungan serta takut terhadap fitnah yang
ada padanya. Sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatmu darinya. Bila
engkau merasa manisnya pujian dan senang kepadanya, berusaha keraslah untuk
meniadakan hal demikia dari dalam dirimu, lalu beristighfarlah kepada Allah
dari kesenanganmu terhadap pujian, bagaikan orang yang bertobat dari dosa-dosa.
Kemudian jadikanlah dirimu setelah mujahadah dan bertobat itu merasa takut
bahwa engkau tidak murni dalam bertobat, serta tidak bersungguh-sungguh dalam
bermujahadah. Karena, engkau belum mampu untuk sampai kepada kebencian terhadap
segala bentuk pujian dan penghargaan, juga belum sampai kepada sikap mampu
memarahi orang yang memuji sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabt ra.
Terdahulu. Setelah itu, jadilah engkau mengetahui tentang keburukanmu bila
engkau suka kepada pujian, merasa takut akan siksaan bila engkau rela
kepadanya; dan sekali lagi merasa khawatir kalau-kalau dirimu di sisi Allah SWT
termasuk orang-orang yang menyenangi hal tersebut. Sesungguhnya pengetahuanmu
tentang hal tersebut lebih berguna bagimu daripada ibadah dalam kebodohan
tentang apa-apa yang telah kami paparkan.
Wahai orang yang
suka beribadah! Kenapa engkau senang kepada dunia, padahal dunia merupakan
penjara bagi orang beriman, karena ia tidak bergembira karenanya, tidak
mendapatkan kenikmatan padanya, dan tidak merasa kenikmatan padanya, dan tidak
merasa ketentraman dengannya. Sesungguhnya dunia itu tempat ujian dan fitnah,
tempat duka cita dan kegelisahan. Berkata Adam as. “ Kami memohon kepada Allah
SWT keturunan, tetapi Iblis telah menyandera kami dengan kesalahan, maka tidak
seharusnya kami bersuka ria, dan memang tidak seharusnya selain menangis dan
merasa sedih.
Saudara-saudara,
memang buruk sakli citranya bagi orang yang berakal sehat untuk merasa gembira
terhadap perhiasan dan aksesoris dunia, maka bagai mana pantas untuk dipuji
yang batil dan terperdaya? Oleh karena itu, pahamilah apa yang aku katakan
kepadamu wahai orang suka beribadah tapi senang dengan pujian. Karena, walaupun
engkau telah melaksanakan ibadah sampai burung-burung menjadi jinak kepadamu,
binatang-binatang buas, binatang-binatang melata, dan seluruh penghuni bumi juga disanjung oleh malaikat, senang bertetangga
denganmu dan menyanjung amal perbuatanmu, mereka menunjukan sikap mereka
kepadamu, dan engkaupun kagum terhadap kebaikan dirimu. Nah, apakah engkau
sempat berfikir untuk dirimu atau untuk orang lain agar berpegang dengan hal
itu, atau engkau menjadi terlena dengan pujian makhluk sebelum datang masanya
engkau menghadap Allah SWT? Sebab, pada saat itu akan jelaslah bagimu bagaimana
akhir dari perjalananmu, dan engkau pun akan tahu keridhaan Allah SWT atau
malah kebencian-Nya terhadapmu, sehingga akhirnya pun barangkali dirimu bakal
menikmati kenikmatan abadi, atau malah akan mengalami siksaan yang amat pedih!.
Saudaraku! Berhati-hatilah kepada Allah SWT, jangan sampai engkau terbuai
oleh sanjungan! Berapa banyak hal yang di anggap adil menurut manusia tidaklah
adil di mata Allah SWT dan tidak disukai-Nya. Berapa banyak orang yang getol
beribadah ternyata bakal menjadi bahan bakar api neraka, dan ibadahnya menjadi
sia-sia belaka karena mereka telah terperdaya oleh Iblis. Berapa banyak orang
yang di kala pagi beriman tetapi di sore hari ia menjadi kafir dan di cabut
imannya, sedangkan dirinya tidak merasa!.
Orang berakal yang takut akan tercabut imannya selalu
merasa tidak aman dan merasa tikda bergembira terhadap pujian batil dan tipuan!
Bahkan andaikan sampai turun kepadamu wahyu bahwa dirimu mendapatkan pujian di sisi Pemilik Arsy, hendaklah bertambah
rasa takut dan khawatirmu, renungkanlah urusanmu!
Katakanlah dengan jujur! Dengan apa dirimu menjadi terpuji di kalangan
penghuni langit, padahal dirimu tidak berhak untuk itu? Maka jika engkau
beranggapan bahwa hal tersebut kau dapatkan karena diriu sendiri dan memang
karena usahamu sendiri, berarti engkau telah mengaku-ngaku perkara yang amat besar,
dan engkau telah lupa akan kemurahan nikmat Allah SWT terhadapmu. Sebab,
seandainya bukan karena nikmat-Nya, pastilah dirimu tidak akan terpuji dan
mendapatkan petunjuk.
Saudaraku! Karunia Allah kepadamu lebih besar lagi! Usaha keras untuk
bersyukur darimu adalah mesti. Takut dan khawatir akan kehilangan nikmat
tersebut memang sudah sepantasnya dan seharusnya. Bukankah para malaikat dan
para nabi pun sangat khawatir akan hal itu! Mereka berrkata : Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong
kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami ( Alu Imran, 8). Nah,
bagaimana dengan dirimu, bukankah engkau orang yang sering teledor dalam
menjalankan kewajiban, padahal dirimu akan dimintai pertanggungjawaban pada
hari kiamat dan akan dituntut. Tentu saja kesedihan lebih layak untukmu
daripada kegembiraan, apalagi gembira karena sanjungan palsu dan penuh tipuan!.
Saudaraku! Renungkanlah apa
yang aku katakan kepadamu; Siapa lagi yang menjadikanmu mendapatkan sanjungan
dan pujian kalau bukan Dia yang telah menghiasimu dengan tindakan yang elok,
dan yang menjadikanmu seuka pada hal-hal yang terpuji. Siapa yang bermurah
kepadamu dengan pertolongan yang nyata, pemberian yang banyak, kenikmatan yang
meyakinkan, serta karunia yang terpuji dan jelas? Nah, apakah yang memberikan
hal tersebut lebih pantas untuk mendapat pujian, sanjungan dan kesyukuran,
ataukah dirimu sendiri yang menjadikanmu berhak untuk itu? Celaka dirimu, siapa
yang lebih berhak untuk mendapatkan pujian, sanjungan dan kesyukuran selain Dia
yang bermurah kepadamu sehingga engkau harus bersaksi tentang Wahdaniyah-Nya.
Dia yang telah menjadikanmu sibuk dengan ketaatan, menjagamu dari kemaksiatan,
memalingkan dirimu dari kesenangan semu serta tipu daya musuhmu, yang
melindungimu dari keinginan jiwa yang rendah, yang menutupi keburukanmu dan
menampakan keindahan, serta menjadikan dirimu dengan mnutupinya terhormat dan
tersanjung di kalangan masyarakat. Saudaraku, apakah Sang Pemberi akan hal-hal
tersebut kepadamu lebih pantas untuk mendapatkan pujian dan kesyukuran, ataukah
dirimu yang dijadikan berhak mendapatkan keistimewaan tapi suka menyuruh kepada
keburukan, menghalangi dari kebaikan, memotivasi dalam kemaksiatan, yang
melapaui batas dalam kesesatan, yang kufur dan sombong dalam kemewahan, yang
putus asa dalam kesusahan, yang melupakan bagusnya karunia, dan yang
mengabaikan kesyukuran atas segala nikmat, nah, jadi siapa yang lebih berhak untuk mendapatkan pujian? Da,
bagaimana mungkin orang yang begini sifatnya berhak mendapatkan pujian?
Saudaraku! Hati-hatilah terhadap Allah SWT! Berbuat maksimallah dakam kesyukuran, dan takutlah terhadap
kehilangan kenikmatan dan tercabutnya keimnanan. Janganlah engkau mengira bahwa
dirimu berhak mendapatkan pujian sehingga Allah akan membinasakanmu,
menghilangkan kenikmatan darimu, dan merobek tirai darimu sehingga tersibaklah
keburukanmu pada seluruh makhluk. Betapa besar musibah yang akan menimpamu bila
engkau menukar pujian Raja yang Maha tinggi dengan sikap rela terhadap pujian
hamba-hamba yang rendah; bila engkau lebih mengutamakan kedudukan di dunia
paripada derajat yang lebih tinggi; dan bila engkau turun dari kedudukan tinggi
di sisi Allah kepada kedudukanyang paling rendah.
Celakalah dirimu! Pikirkanlah apa yang telah diperbuat oleh setan untuk memperdayamu. IA
menghendaki engkau menerima sanjungan hamba agar engkau tidak menjadi
tersanjung dan ter puji di Sisi Allah SWT. Celaka dirimu, sebaik-baik umat
adalah apabila ia dicoba dengan pujian, ia menjadi benci dan merasa di
sulitkan. Apabila ia mendapat hal tersebut di dalam dirinya, ia memohon ampunan
kepada Allah dan memohon perlindungan kepada-Nya dari keburukan apa yang
diujikan kepadanya, serta melarang orang yang memuji untuk kembali memujinya.
Bahkan mereka sampai melapor kepada Rasulullah saw. Tentang apa yang mereka
alami dan beliau saw. Pun menyuruh mereka beristighfar dan berlindung dari
keburukannya. Orang-orang yang memiliki keutamaan dan ketakwaanlah yang berhak
mendapatkan pujian di langit dan bumi. Mereka tidak suka mendapatkan penghargaan,
pujian dan sanjungan di dunia, dan membencinya karena takut terhadap
bahaayanya. Padahal banyak orang yang terperdaya sangat senang pada pujian dan
rela dengannya seolah-olah mereka pantas untuk menerimanya, padahal mereka
adalah sejauh-jauh manusia dari kepantasan. Orang-orang bodoh itu pasti akan
dikembalikan kepada Tuhan lalu akan diperlihatkan kepada mereka dosa-dosa dan
keburukan mereka sehingga mereka akan dibalas sesuai dengan perbuatan mereka,
atau akan mendapatkan ampunan dari Yang Maha Pemurah dan karunia-Nya. Ikutilah
jejak umat pilihan, janganlah engkau menerima pujian, jangan menyediakan diri
untuk menerima kebencian, dan berusaha kersaslah untuk membenci apa yang
dicobakan kepaamu berupa manisnya pujian dengan menghindarinya seperti yang
dilakukan oleh orang-orang yang mendapat petunjuk. Itulah perbedaan keutamaan
antara dua orang ! Salah satunya membenci pujian padahal ia berhak untuk
menerimanya, sedangkan yang lain menyukai pujian padahal ia tidak pantas untuk
menerimanya. Semoga Allah memberi perlindungan kepada kita sekalian dari
keburukannya. Amiin.
NAsIHAT KE - 37
Hal Yang Tersembunyi di Dalam Jiwa
Tidak ada yang Mengetahuinya Selain Allah SWT
Saudaraku! Apabila oarng lain merasa tersinggung karena hinaan, mereka
menghindarinya, bahkan mendendam kepada orang yang menghina, ingat,
hati-hatilah terhadap Allah SWT. Berusahalah melawan nafsumu untuk bisa
menerima hinaan itu, karena di situ terdapat kebebasan dn=an kejujuran, isnya
Allah. Selidikilah jiwamu ketika mendapatkan hinaan, sebab ia memiliki rasa
tidak suka dan rasa pahit yang cepat meresap ke dalam hati, di antaranya ialah
adanya perasaan tersinggung yang dirasakan jiwa, yang tidak selamat darinya
kecuali segelintir orang saja!
Saudaraku! Bila engkau diuji dengan ketidak sukaan pada celaan, berusahalah melawan nafsumu
dengan cara bersabar, ridha dan menghilangkan marah, karena lari dari celaan
orang, akan diiringi oleh kebencian dan oleh dendam kesumat terhadap orang yang
mencela dan menghina. Bahkan lari dari hinaan itu akan menyeret kepada sikap
angkuh, semoga Allah meberikan perlindungan kepada kita semua dari hal
demikian.
Orang yang lari dari hinaan hanyalah orang yang merasa
besar, padahal ia tidak merasa sadar akan kebusukan diri sendiri, dan mengira
bahwa ia tidak pantas menerima apa yang dihinakan kepadanya. Berikut aku akan mengungkapkan perumpamaan bagi
bagi orang seperti itu, yaitu seperti seorang pembersih WC yang terkena
kotoran, lalu ada yang menegurnya : Hai polan!
Engkau terkena kotoran, bersihkan dulu dirimu.” Tetapi ia tersinggung
dengan teguran itu, dan bersikap angkuh bahkan marah-marah kepada orang yang
menegurnya. Maka demi Allah, orang yang berlumuran dengan dosa-dosa itu lebih
kotor daripada kotoran itu sendiri, dan keadaannya lebih buruk daripada tukang
pembersih WC tadi. Apalah artinya perasan tersinggungnya, sedangkan ia memang
lebih berhak untuk mendapatkan hinaan, baik
secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan di dunia dan akhirat!
Inilah keadaan yang paling merugikan jika mereka menyadari. Alangkah tidak
pantasnya ia merasa besar pada dirinya kalau ia menjadi hina di sisi Tuhan-nya.
Saudaraku! Apabila engkau diuji dengan mendapatkan kehinaan lalu jiwamu
merasa jijik terhadapnya, hendaklah engkau tidak buru-buru marah kepada orang
yang menghinamu, tetapi kembalikan kepada diri sendiri dengan cara merenung dan
berpikir. Pahamilah ucapanku kepadamu. Tidakkah engkau tahu bahwa orang yang
menghinamu itu tidak lepas dari tiga golongan. Adakalanya orang yang menghinamu
itu sebagai penasihat bagimu, karena rasa keprihatinanya melihat keadaanmu.
Nah, orang seperti ini merupakan karunia terbesar buatmu, yang wajib engkau
dengarkan nasihatnya. Maka, alasan apa yang mmembuatmu merasa tersinggung
dengan nasihat orang yang memperihatinkan keadaanmu? Bepa besar bencana yang
menimpamu bila engkau marah-marah kepada orang yang memberikan nasihat
kepadamu.
Golongan kedua ialah orang yang bukan penasihatmu, tetapi ia menghinamu
karena hal-hal yang ia kenal dan ketahui darimu sehingga membeberkannya untuk
menjelek-jelekanmu. Perbuatannya memang dapat merusak agamanya, namun dirimu
tetap harus menerima kebenaran jika apa yang dikemukakannya benar adanya.
Tiggalkan kemarahanmu kepadanya dan bersegeralah melakukan inabah dari
aib-aibmu sebelum dibongkar pada hari kiamat sebagaimana engkau telah
kehilangan muka di dunia. Sebab, bila engkau memperhatikan keadaanmu, tentu
kesibukan terhadap diri sendiri tersebut akan melupakan kemarahanmu kepada
orang yang menghinamu. Tapi bila dirimu merasa enggan untuk menerima kebenaran
karena keangkuhanmu, berarti dirimu ditimpa bencana dengan menolak kebenaran
dari Tuhan lantaran sikap sombongmu itu, dan tetunya dirimu berada di jurang
kemurkaan Yang Maha Perkasa SWT. Semoga Allah melindungi kita sekalian dari hal
demikian.
Sedangkan yang ketiga ialah tipe orang yang bersikap berani kepada Allah
dengan kebohongan yang dibuat-buatnya, serta kepalsuan yang diumbarnya untuk
menjelek-jelekkan dirimu. Tentu orang semacam ini akan menerima akibat
perbuatannya terhadap dirinya sendiri. Adapun aniaya yang engkau derita akibat
ulahnya, juga kepalsuan yang ditebarkannya tentangmu, maka akan menjadi tebusan
terhadap kesalahan dan keteledoranmu, atau engkau akan mendapatkan pahala yang
besar.
Kawanku! Raihlah manfaat dari hinaan dan celaan! Sebab, telah sampai kepada
kami bahwa seorang tokoh berkata : Kebaikan yang
engkau dapatkan dari musuhmu justru lebih besar daripada kebaikan yang engkau
dapatkan dari temanmu, karena teman itu mendoakanmu, adakalanya doanya diterima
adakalanya tidak, sedangkan musuh menyakiti dan mengumpat-umpatmu. Itu menjadi
kebaikan yang dibayarnya kepadamu berupa maaf yang murni, kaena ketidakreaannya
kepadamu sampai-sampai ia mengatakan, Ya Allah, binasakanlah. Sedangkan engkau
megatakan , Ya, Allah perbaikilah, kembalikanlah, dan berilah tobat kepadanya. Maka
lantaran itulah ditulis kebaikan untukmu. Inilah beberapa manfaat yang dapat
engkau raih dari musuhmu, dan di hari kiamat kelak engkau akan mendapatkan
limpahan kebaikan yang engkau tuntut darinya. Jadi, orang yang menghina dan
hinaannya ternyata lebih berguna bagimu daripada orang yang memuji serta
pujiannya. “Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran (Az-Zumar, 9).
Saudaraku! Segeralah memberi maaf kepada orang yang melecehkan dan
mencaci-makimu tatkala engkau sendiri sesungguhnya amat butuh kepada maaf dari
Allah SWT. Jauhilah sikap dendam terhadap orang yang menghinamu, karena
tidaklah kesalahannya terhadapmu lebih besar daripada kesalahan di antara
dirimu dan Tuhanmu. Dan jika engkau menuntut orang yang menghinamu dan
menghukumnya, sesungguhnya dirimu juga belum tentu aman bahwa Allah SWT tidak
akan menuntut dan menghukummu. Kalau sudah demikian, tentu saja dirimu lebih
buruk keadaannya di antara dua orang. Dan kalau memang benar dirimu bersih malaikat
dari dosa-dosa atau setingkat para Rasul daam hubungan mereka dengan Tuhan,
pastilah engkau harus mengikuti kecintaan Allah SWT; karena Dia mengharuskan
maaf, dan memuji orang yang menahan marah serta memaffkan orang lain. Nah,
bagaimana dengan dirimu, padahal di dalam dirimu terdapat keburukan yang Allah
SWT Maha Mengetahuinya?
Janganlah sampai engkau terperdaya oleh setan, dengan megnira bahwa dirimu
teraniaya sehingga engkau terpaksa harus berssandar pada amarah, enggan untuk
menerima hinaan, bersikap angkuh, serta mendendam kepada orang yang
melakukannya. Jika engkau memang merasa bebas dari apa-apa yang dituduhkan
kepadamu, sesungguhnya engkau memiliki keburukan lain yang ditutupi Allah dari
pengetahuanmu. Hendaklah engkau tidak memandang diri sendiri suci dari dosa dan
kesalahan, dan janganlah melakukan pembelaan terhadap diri sendiri dengan
pembelaan jahiliyah, sehingga Allah membiarkan dan merendahkanmu karena memang
engkau pantas menerimanya. Sehingga keburukanmu, busuknya kekejianmu, hitamnya
corengan di mukamu akan menjadi sesuatu yang menyibukkanmu dari perhatian
kepada orang yang mencelamu.
Renungkanlah apa yang engkau dengar wahai orang yang dirinya merasa besar.
Ketahuilah bahwa Allah SWT mengetahui orang yang berakal, bagaimana ia mampu
mengambil pelajaran dari pujian dan hinaan bila dicoba dengan hal tersebut. Dia
mengetahui bahwa pujian dan sanjungan tiak layak untuk diterima oleh orang
seperti kita karena memang kita tidak berhak untuk mendapatkan penghargaan
apapun. Allah SWT juga mengetahui di dalam diri kita terdapat banyak keburukan.
Oleh karena itu, hinaan tentu lebih pantas untuk kita terima daripada
penghargaan dalam bentuk pujian, sanjungan dan sebagainya. Nah, orang yang
berakal sangat membenci penghargaan daripada penghinaan, karena tahu tentang
daya rusaknya terhadap agama, dan ia tahu bahwa Allah tidak suka kepada orang
yang menyukainya. Orang berakal, apabila ia dicoba dengan mendapatkan
penghinaan, ia yakin bahwa keburukan yang ada pada diri kita sebenarnya jauh
lebih besar daripada sekedar hinaan dan celaan itu. Oleh sebab itu, melakukan
inabah dari semua keburukan kita lebih utama daripada sikap cepat merasa
tersinggung atas omongan orang yang melecehkan kita.
Seorang juru nasihat yang membimbing kita serta mengetahui cacat pada diri
kita seharusnya mendapatkan kecintaan dan ucapan terima kasih dari kita. Adapun
orang terperdaya yang dirinya merasa besar, ia tidak mendapatkan pelajaran dari
pujian juga tidak dari caci makian. Engkau lihat dia merasa puas dengannya, ia menyukai
hal yang merusak agamanya dan merasa tersinggung oleh penghinaan seakan-akan ia
tidak pantas untuk menerimanya. Ia membenci juru nasihat yang memberitahukan
kepadanya akan aibnya padahal yang memuji dan yang mencaci sama-sama
berbahayanya dalam agama bagi orang yang mencari pujian sedang ia tidak
merasakan. Inilah perbedaan keutamaan antara dua orang. Salah satunya merasa
tersinggung mendengar penghinaan padahal dialah orang yang paling pantas untuk
menerimanya, sedangkan yang lain rela menerima celaan padahal ia adalah orang
yang paling bersih darinya.
Saudaraku, bila engkau memahami apa yang telah aku utarakan kepadamu dan
menyadarinya, hendaklah engkau menjaga diri, mengambil pelajaran dari
keburukan, memandang kepada keadaannya, dan melakukan inabah kepada Tuhanu dari
keburukan-keburukanmu. Hendaklah engkau memiliki kesibukan yang membuatmu
melupakan kemarahan terhadap orang lain. Berhati-hatilah kepada Allah dan
berhati-hatilah terhadap akibat dendam kesumat dan kemarahan terhadap orang
yang menghina, berdoalah dengan kerendahan hati kepada Allah SWT dalam
keabadian perlindungan serta kesempurnaan nikmat-Nya. Pasti engkau akan selalu
dalam kebaikan selama engkau berada dalam lindungan Allah SWT, menyadari
pertolongan-Nya, beramal untuk bersyukur kepada-Nya, mengakui kejahatan dan
kekurangan, tunduk kepada kebenaran serta bersikap tawadhu kepada Allah. Sebab,
hal demikian sangat jelas akan mengantarkanmu kepada keridhaan Allah dan akan
menyampaikanmu kepada tindakt sanjungan dan pujian Allah SWT, dari malaikat-Nya
pada hari kiamat dan dari golongan wali-awali-Nya.
Berikut aku akan menyebutkan kepadamu tentang beberapa sifat yang terkandung dalam pujian
dan celaan yang termasuk di antara rahasia-rahasia jiwa para ahli ibadah
menurut prasangka mereka. Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita dengan
mengenalinya. Yaitu bahwa di antara ahli ibadah tersebut terdapat orang yang
beramal dengan bermacam-macam kebajikan karena Allah, ia tidak menghendaki yang
lain selain Allah, dan tidak menyukai pujian dari manusia. Apabila ia di coba
dengan pujian, segera ia menepis kesukaannya kepada pujian tersebut dari
hatinya. Dan semua itu adalah bagus. Di situ terdpat bukti keikhlasan, hanya
saja yang aku khawatirkan terhadap ahli ibadah ini adalah perangkap-perangkap
yang termasuk rahasia jiwa yang sungguh sangat sulit bagi orang seperti aku
untuk melepaskan diri darinya. Hal demikian karena aku menduga bahwa ahli
ibadah tadi. Bila dipuji dan disanjung, ia tidak menemukan kebencian pada
dirinya sebagaimana ia bersedih dalam penghinaan, serta tidak pula menyikapi
orang yang memujinya dengan kemarahan sebagaimana ia lakukan terhadap orang
yang mencelanya. Barangkali, baginya, bergaul dengan orang yang suka mencela,
dan berbicara dengannya walau satu kali saja. Barangkali saja ia mau menanggung
beban orang yang memuji dan memenuhi kebutuhannya dengan sikap ceria, namun
sebaliknya, baranggkali ia tidak berusaha demikian terhadap orang yang
mencelanya dan tidak bermurah kepadanya.
Barangkali memutuskan hubungan dengan orang yang mencelanya lebih gampang
baginya daripada meninggalkan oang yang memujinya. Barangkali juga dosa besar
yang dilakukan oleh orang yang memujinya ia rasakan lebih ringan di hatinya
daripada dosa kecil yang dilakukan oleh oarng yang mencelanya, bahkan mungkin
yang terakhir ini malah lebih besar, menurut dia, daripada dosa besar yang
dilakukan oleh orang yang suka memujinya.
Ketahuilah bahwa ini semua dan seumpamanya termasuk di antara hal-hal yang
tersembunyi du dalam jiwa. Sedangkan ahli ibadah tersebut berada dalam keadaan
lalai dari kekeliruan karena meremehkanya. Tidakkah pernah sampai kepadamu
bahwa seseorang belum menjadi sempurna hakikat keimanannya hingga orang yang
mencela dan memujinya sama-sama kedudukannya di depan matanya. Nah. Barngkali si
ahli ibadah tadi tidak pernah menyamaratakan antara orang yang mencela dan
memuji dalam kebajikan dan penghormatan kepada keduanya serta tidak pula
menyamaratakan keduanya dalam perasaan marah. Dan kalau begitu adanya, maka si
tukang ibadah tadi masih memiliki nilai minus dalam hakikat kejujuran sedang ia
tidak merasakan. Bilama mana perlu, engkau boleh bertanya kepada si ahli ibadah
tadi tentang dirinya dan hendaklah ia menjawabnya dengan benar. Apakah ia
merasakan dalam pujian dan penghargaan seperti ia merasakan kebencian dalam
penghinaan? Apakah ia rela menerima penghinaan seperti kerelaannya menerima
pujian? Apakah ia menyikapi orang yang mencelanya sama seperti menyikapi orang
yang memujinya? Dan apakah rasa ringan di hatinya terhadap orang yang mencela
sama seperti perasaan terhadap orang memujinya? Maka jika ia menduga bahwa
orang yang mencela dan memuji kedua-duanya sama kedudukannya, demikian pula
dengan pujian dan celaan yang diterimanya. Maka, jika dapat dibuktikan di dalam
diri si ahli ibadah tadi akan kebenaran pengakuannya, tentu dialah pemimpin di
zaman kalian jika memang benar keadaannya demikian.
Selanjutnya, Allahlah yang akan meminta pertanggungjawabannya dalam
pengakuannyatadi. Mudah-mudahan ia mau menarik pengakuannya ketika menyadari bahwa
dirinya bakal diminta petanggungjawaban. Tetapi, seandainya ahli ibadah tadi
mengakui bahwa pujian dan celaan tidak sama menurutnya, niscaya kejujurannya
itulah yang terbaik baginya, juga bagi kita. Dan pengakuan yang tulus lebih
selamat baginya, juga bagi kita, karena ternyata orang yang memuji dan yang
mencela tidak pernah sama menurutnya. Semoga Allah memberikan taufik kepda kita
sekalian dalam kejujuran pada semua situasi.
Sahabatku! Berikut aku akan menyebutkan kepadamu tentang
keadaan orang yang jujur ketika mendapatkan pujian dan hinaan serta celaan,
semoga Allah memberikan manfaat kepada kita dalam mengenalnya. Yaitu bahwa akhlak orang yang jujur dan keridhaannya
terhadap hinaan dan celaan dapat menjadi kebaikan untuk dirinya dariapda
keridhaannya terhadap pujian, karena pujian itu membahayakan dan tidak berguna.
Kemudian, dinatara akhlak orang yang jujur adalah bersikap lembut kepada si
pencela, menyayanginya serta banyak mendoakannya demi menghapuskan dendam dari
hatinya, bahkan lebih mengutamakannya dalam memenuhi kebutuhannya. Nah, apakah
engkau dapat menduga bahwa ahli ibadah tadi mampu berbuat demikian? Kethuilah
bahwa hal demikian lebih utama untuk disukai oleh ahli ibadah karena akan
bermanfaat baginya di akhirat dan akan menambah kebaikannya, terlebuh lagi hal
itu tidak akan mengurangi rizki seseorang, bahkan akan menambah manfaat baginya
di akhirat dan akan menambah kebaikannya. Tetapi aku mengira bahwa ahli ibadah
tadi akan berkata : “Tidak ada kebutuhan untukku dalam celaan dan pujiannya.”
Kalau begitu sikapnya, dimana kejujurannya? Apa alasanmu tentang
ketidaksukaanmu pada hinaan yang justru beguna untukmu di akhirat, seandainya
dirimu benar-benar sedang mencari kebaikan. Inilah suatu kebaikan yag engkau
dapatkan tanpa usaha, tanpa rasa lelah dan capek. Tetapi jika engkau menduga
bahwa dirimu marah terhadap orang yang mencela dan menghinamu itu, karena
kedurhakannya kepada Allah, ia berani melecehkanmu sehingga engkau tidak
melihat orang yang lebih banyak dosanya dan lebih besar kesalahannya daripada
orang yang mencela dan menghinamu itu. Nah, kalau begitu, kenapa engkau tidak
memarahi dirimu sendiri ketika engkau mencela hamba-hamba Allah yang lain?
Ingat, itulah yang dimaksudkan dengan hal-hal yang tersembunyi di dalam jiwa,
sedang engkau dalam keadaan lalai.
Etahuilah bahwa hal yang semestinya lebih utama untuk dibenci dan tidak disukai oleh ahli
ibadah ialah kecenderungan dirinya kepada pujian dan orang yang memujinya
karena lebih berbahaya terhadap ibadahnya, apalagi bila pujian itu tidak bisa
menambah manfaat bagi dunianya, tidak pula pernah menambah rizki sedikitpun,
bahkan ia berbahaya terhadap agama. Nah, apa alasan ahli ibadah tersebut bila
ia tidak membenci pujian? Padahal telah sampai kepada kita bahwa Rasulullah
saw. Bersabda : “Pangkal dari sikap tawadhu ialah
bahwa dirimu tidak suka dihubungkan dengan kebajikan dan ketakwaan.”
Celakalah dirimu wahai ahli ibadah! Sebenarnya orang yang suka memuji lebih
pantas untuk engkau tinggalkan daripada orang yang mencelamu, karena celaan mengandugn
kebaikan; sedangkan orang yang memujimu justru mendorongmu kepada fitnah dan
menyebabkan ibadahmu menjadi rusak. Bahkan Rasulullah saw. Sendiri pernah
melarang hal demikian, melalui sabdanya : “Celakalah
dirimu, engkau telah memotong punggungnya, seandainya ia ... yakni orang yang
dipuji.... mendengarkanmu, tentu ia tidak memperoleh kemenangan sampai hari
kiamat.”
Ucaan Rasul saw. Tersebut adalah kebenaran karena Beliau merasa prihatin
terhadapmu dan ibadahmu, sedang orang yang suka memujimu tidak mengindahkan
larangan Rasulullah saw. Terhadap sikap suka memuji tersebut. Ia tidak
memperdulikanmu sekalipun dirimu bakal tidak mendapatkan kemenangan
selama-lamanya. Nah, orang semacam inilah yang pantas untuk ditinggalkan karena
ia telah mendurhakai Rasulullah saw, sedang engkau sendiri, kenapa tidak
mengindahkan bencana yang bakal menimpamu. Karena engkau tidak merasa gelisah
dan tidak membenci orang yang memujimu wahai ahli ibadah, bahwa pujiannya akan
menghapuskan ibadahmu, bahkan barangkali engkau tidak akan mendapatkan
kemenangan bersama pujian itu selamanya. Kenapa engkau tidak mengindahkan hal
demikian? Juga kenapa peringatan Rasulullah saw. Tidak membuatmu gentar dann
tidak bersedih karena pujian? Kalau begitu, dimana kejujuranmu?
Celakalah dirimu, tidakkah pernah sampai kepadamu bahwa
Ka’ab ra. Pernah berkata : Kalian tidak akan mendapatkan kemuliaan di akhirat
sampai kau anggap rendah dirimu dan perbuatanmu, juga sampai kalian tidak
menyukai pujian serta tidak memperdulikan celaan.”
Wahai orang yang terperdaya! Cukuplah sebagai kebodohan bila engkau marah
kepada orang yang menghinamu, pdahal di balik hinaannya kepadamu itu justru ada
kebaikan, sebaliknya, engkau suka kepada orang yang suka memuji padahal ia
mengantarkanmu kepada kebinasaan. Engkau bersikap angkuh dari hinaan padahal
dirimu memang pantas menerimanya, sedangkan celaan itu justru berguna bagimu di
akhirat tetapi dirimu tidak menyukainya. Engkau menyenangi sanjungan padahal
tidak pantas menerimanya, bahkan ia berbahaya terhadap agamamu sedang dirimu
tidak merasa pernah bersedih. Kalau begitu, dimana kejujuranmu? Celakalah
dirimu bila ketikdaksukaanmu terhadap celaan karena engkau merasa bersih dari
keburukan, dan bahwa kegemaranmu terhadap pujian karena dirimu merasa berhak
untuk mendapatkannya. Maka ketika itu engkau memang pantas untuk menjadi bahan
tertawaan orang lain seperti objek ejekan mereka, dan dirimu pasti mendapatkan
kebencian dari Tuhan.
Wahai orang yang banyak beribadah, renungkanlah apa yang telah aku sebutkan
kepadamu menyangkut hal-hal yang tersembunyi di dala jiwa, apakah engkau
mendapati sedikit di antaranya pada dirimu atau engkau merasa bahwa dirimu
bersih dari semuanya? Atau justru sebaliknya, dirimu tempat berkumpul semuanya?
Kemudian renungkanlah pula apa yang telah kami sebutkan kepadamu di antara
akhlak orang yang jujur ketika mendapatkan pujian dan celaan, adakah sedikit di
antaranya pada dirimu? Ataukah dirimu telah menyempurnakan semuanya? Wahai
orang yang banyak beribadah, sesungguhnya dirimu termasuk orang yang miskin di
akhir zaman dan termasuk sisa-sisa umat. Oleh karena itu, aku tidak yakin
engkau akan memu meninggalkan orang yang memujimu. Sebaliknya, aku juga tidak
yakin engkau sanggup berbuat baik kepada orang yang menghina dan mencelamu pada
masamu sekarang. Hanya Allahlah yang memberrikan karunia kepada orang yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya apa yang telah kami
sebutkan tadi, yakni sebagian dari akhlak orang yang jujur, sangat jauh dari
orang-orang seperti kita. Maka, hendaklah dirimu, wahai orang yang banyak
beribadah, tidak merasa takjub terhadap pengharagaan apapun kepadamu, serta
tidak merasa senang terhadap pujian dengan kebatilan. Hendaklah urat lehermu
tidak mengembung karena marah terhadap cercaan, dan hendaklah engkau tidak
mendendam kepada orang yang mencercamu hingga melampiaskannya dan memuaskan
dadamu. Maka, jika engkau mampu mengendalikan dirimu dari hal-hal demikian
tadi, sungguh engkaulah seorang imam pada masamu dan menjadi satu-satunya yang
pernah ada pada zamanmu. Wahai orang yang banyak beribadah, ketahuilah, jika
engkau pada mulanya benar-benar hanya menghendaki Allah SWT, sedangkan dirimu
masih sangat jauh dari kejujuran pada setiap keadaan, maka jauh sekali dari
itu! Dan, alangkah jauhnya dirimu dari orang-orang yang jujur! Oleh karena itu,
wahai saudaraku, berjuanglah melawan nafsumu dalam membenci pujian dan menerima
celaan. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, kepada-Nya lah kami memohon
perlindungan, maaf, ampunan, serta kemenangan. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah
lagi Mahamulia.
Saudara-saudaraku! Melalui etika-etika seperti inilah hendaknya kalian
mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena hal demikian lebih jelas dalam
menggapai ridha-Nya daripada ibadah yang dilakukan dala keadaan tidak mengetahui tentang
perkara-perkara yang telah disebutkan tadi.
Saudaraku! Sesungguhnya manusia, terhadap pujian dan celaan, ada beberapa
macam tipe. Di antara mereka ada yang menginginkan pujian dan ia pun beramal
kebajikan karena suka kepadanya. Maka tipe ini adalah yang celaka, kecuali bila
Allah SWT mau menerima tobatnya. Dan di antara mereka ada pula yang tidak
menghendaki pujian. Tetapi bila ia diuji dengan pujian, segera rasa senang
menyusup ke dalam relung hatinya sehingga ia pun berusaha untuk
menghilangkannya. Tipe ini berada pada jalan mujahadah. Sesekali ia jatuh,
sesekali ia berdiri namun diharapkan ia mendapatkan kebaikan, dan tipe ini
berada dalam bahaya. Lalu di antara mereka ada pula yang apabila diuji dengan
pujian, ia tidak merasa gembira dengannya karena tahu akan bahayanya, hanya
saja ia tidak menyimpan kebencian di dalam dirinya. Yang tidak menemukan
kegelisahan terhadap pujian tersebut. Tipe ini berada dalam kebaikan insya
Allah, dan selebihnya ia perlu mengikatkan keikhlasannya. Kemudian tipe lainnya
adalah apabila ia dicoba dengan pujian, hal itu akan menyessakkan dadanya dan
ia pun membencinya di dalam dirinya, hanya saja ia tidak mampu marah terhadap
orang yang memujinya. Tipe ini berada dalam kebaikan, hanya diharapkan untuknya
semoga ia sampai kepada kejujuran. Sedangkan tipe berikutnya ialah apabila ia
diuji dengan pujian, ia marah terhadap hal tersebut, juga marah kepada orang yang
memuji. Dan tipe inilah, dalam bab tentag pujian berada dalam jalan petunjuk.
Hanya tinggallah baginya bagaimana ia bersikap dalam bab tentang celaan.
Ingat, bahwasanya manusia, ketika mendapatkan hinaan dan celaan, ada
beberapa tipe pula. Di antara mereka, apabila dicela, ia marah terhadap
orang-orang yang mencelanya dan mendendamnya, lalu mencari jalan untuk melampiaskan
dendam tersebut, maka, tipe orang yang angkuh seperti ini adalah celaka,
kecuali bila Allah mau menerima tobatnya. Dan di antara mereka, apabila dicoba
dengan celaan, ia merasa sebal kepada orang yang mencelanya karena ingin
menampakan sikap wara’ –nya yang didasarkan atas perhiasan dan riya’, serta
mencari-cari aasan untuk menolak apa yang dikatakan tentang dirinya, sedangkan
api celaan menyala-nyala di dadanya sehingga ia pun berniat untuk menjelekkan
orang yang mencelanya itu dan menginginkan kecelakaannya. Tipe ini tidak
berbeda dengan yang pertama, hanya saja bobot celakanya di bawah yang pertama.
Lalu di antara mereka ada lagi yang bila diuji dengan celaan, ia merasa
tersinggung dengannya hanya saja ia telan pahitnya karena takut akan dihina lebih
banyak lagi, namun kebencian terhadap orang yang mencela tetap bersemayam di
hatinya. Kemudian di antara mereka ada pula, apabila dicoba dengan celaan, ia
tidak menyukainya dan marah karenanya.
Tetapi ia berusaha untuk bersabar menghadapinya karena menginginkan pahala. Dan
dia juga tidak mendendam kepada orang yang mencelanya, hanya saja hatinya
merasa berat menghadapi orang yang mencelanya itu. Tipe ini berada pada jalan
mujahadah; ia sering jatuh namun kemudian berdiri tegak kembali. Kemudian di
antara mereka ada lagi yang apabila diuji dengan celaan, segera kebencian
menyusup ke dalam hatinya, namun ia segera kembali dan terjaga lalu menyadari bahwa
ia memang pantas untuk menerimanya. Hanya saja keadaan orang yang mencela di
hatinya tidak sama dengan keadaan orang yang tidak mencelanya. Tipe ini berada
dalam kebaikan, dan yang tersisa pada dirinya ialah bagaimana bisa mencapai
kejujuran. Lalu berikutnya, tipe orang yang bila diuji dengan celaan, ia tidak
memebencinya tetapi bersikap tawadhu dan mengakuinya, ia juga memperlakukan
orang yang mencelanya sama dengan orang yang tidak mencelanya. Orang seperti
ini berada di tengah-tengah perjalanan dan diharapkan ia bisa sampai ke
terminal kejujuran. Terakhir, di antara mereka ada yang berkata di dalam hatinya
tentang kebenaran, bahkan ia kembali membenci diri, dan apabila ia diuji dengan
celaan, ia rela menerimanya seraya menyadari bahwa ia memang pantas
menerimanya, bahkan sekalipun lebih dari itu. Sedangkan apa-apa yang
dipalingkan darinya, ia mengetahui bahwa itu merupakan tirai Allah SWT. Celaan
bagi orang seperti ini adalah keuntungan, karena dengan celaan itu ternyata
dirinya menjadi orang paling tawadhu, paling merasa hina, dan lebih selamat
untuk agamanya, sehingga jadilah celaan itu kebaikan baginya tanpa perlu usaha
dan susah payah. Namun tipe ini hanya ada satu pada masanya.
Sementara itu, seluruh tipe di atas, baik keetika berhadapan dengan pujian
ataupun celaan, selalu berpindah-pindah dari satu keadaan kepada keadaan yang
lain, setiap saat dan hari serta setiap bulan dan tahun. Lalu yang
berpindah-pindah tersebut ada yang melangkah maju dan ada pula yang justru
berbalik mundur. Maka selidikilah tipe-tipe tersebut, di mana gerangan engkau
demi berupaya melakukan mujahadah terhadap dirimu. Karena, telah sampai kepada
kami bahwa riya’ itu ada tujuh puluh pintu lebih. Diriwayatkan
bahwa Riya’ lebih tersembunyi daripada semut yang merayap di atas batu.
Akalku tidak bisa membayangkan tentang merayapnya semut, maka bagaimana dengan
sesuatu yang lebih halus daripada itu. Kiranya apa yang telah kami sebutkan
tadi cukup memadai bagi orang yang beramal. Nah, bagaimana keadaan orang yang
banyak beribadah di antaramu, bisakah ia menjalankan sebagiannya? Dan bagaimana
pula dengan semua yang kami sebutkan tadi? Semoga Allah memberikan karunia
kepada kita sekalian dengan kejujuran dalam semua keadaan.
NAsIHAT KE - 38
Menyelidiki Hati dan Menyibak
Kedurhakaannya
Saudara-saudaraku! Apabila orang lain mampu menahan diri dari dosa-dosa
yang dilakukan anggota tubuh yang lahir, hendaklah engkau merendahkan
pandangan, bersikap diam dari ghibah, menahan diri dari aniaya, menjauhkan diri
dari dosa-dosa, dan membebasskan diri dari menggunakan dan mengkonsumsi barang
haram dan jadikalah dirimu orang yang paling utama meninggalkan hal-hal
tersebut. Setelah itu, selidikilah dosa-dosa hatimukarena ia merupakan penyebab
kecelakaan yang paling menentukan. Rasulullah saw. Bersabda : “Di dalam tubuh anak manusia terdapat segumpal daging.
Bila rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya; ketahuilah, ia adalah hati.” Selanjutnya
Beliau saw. Berssabda pula : “Siapa yang
memperbaiki urusan “dalam”-nya, niscaya Allah akan memperbaiki urusan
“luar”-nya, siapa yang memperbaiki batinnya, Allah akan memperbaiki lahirnya.” Seorang
tokoh berkata : “Rahasia-rahasia yang tersembunyi
dari padangan manusia di sisi Allah nampak jelas, maka carilah penawarnya, dan
tidak ada penawarnya kecuali engkau bertobat dan berlaku adil.” Sulaiman as.
Berkata : Barangsiapa yang rusak bagian dalam tubuhnya, akan rusak pula bagian
luar tubuhnya.”
Ingat, renungkanlah, betapa besarnya kedurhakaan hati. Di antaranya ialah :
Keragu-ragguan, syirik, kemunafikan dan kufur. Dan
di antaranya lagi ialah salah paham terhadap Allah SWT, merasa aman dari azab
Allah, serta putus asa dari rakhmat-Nya. Juga termasuk dosa hati itu ialah :
Meremehkan dosa-dosa, menunda innabah, tidak merasa terancam dengan
bertumpuknya dosa, terus menerus melakukan maksiat, juga congkak dan riya’.
Kemudian, di antaranya lagi ialah : ‘ujub’ nafiq, senang kemegahan, cinta
perhiasan, dan bangga di dunia. Lalu, diantaranya pula ialah merasa gengsi,
sombong,angkuh, takut miskin, dan lari dari perbuatan halal yang diridhai dan
dicintai oleh Allah, sedang si hamba menjauhinya. Kemudian, di antara maksiat
hati adalah akrab denga orang-orang kaya dan merendahkan diri kepada mereka,
tetapi menjauhi orang-orang miskin serta lari dari mereka. Di antara dosa hati
yang lain adalah melanggar janji, khianat, dan tidak setia. Kemudian dosa yang
lainnya ialah iri, dengki, dendam, gembira atas kesusahan orang, permusuhan,
kebencian, buruk sangka, mencari kesalahan orang, menyimpan keburukan, dan
menantang bencana. Di anatarnya juga ialah menuruti hawa nafsu dan menyalahi
kebenaran, senang dengan hawa nafsu, cinta dan benci karenanya. Juga termasuk
dosa hati ialah sikap sikap kasar, memutuskan silaturahmi, keras hati dan
sedikit rasa kasih sayang. Yang lain ialah panjang angan-angan, ambisi,
serakah, tamak, dan thiyarah (Menganggap sesuatu sebagai alamat buruk atau
pembawa sial). Kemudian yang temasuk dosa hati ialah sikap berlebih-lebihan
terhadap harta dan menyambut gembira terhadap duia. Yang termasuk dosa hati
lainya ialah mengaanggap sedikit rizki yang diterma dan melecehkan kenikmatan.
Kemudian dosa yang lain ialah mengaanggap besar dunia dan bersedih atas yang
luput darinya. Lalu di antara dosa yang lain ialah merasa menyesal terhadap
luputnya keinginan dan sikap serakah dalam memuaskan keinginan rendahnya. Juga,
di antara dosa-dosa hati ialah menganggap remeh pengetahuan Allah SWT terhadap
keburukannya dan sedikit rasa malunya terhadap pengetahuan Allah tentang
keburukan tersebut. Telah sampai kepada kami bahwa Ibnu Abbas r.a, telah
berkata : Wahai oarng yang berdosa! Janganlah engkau merasa aman karena tidak
beriman dan janganlah merasa aman dari kegetolan berbuat dosa, karena sedikit
rasa malu terhadap yang di kanan dan yang di kiri... yakni malaikat.... ketika
engkau berlumur dosa adalah lebih buruk daripada dosa itu sendiri bila engkau
mengetahui dan mengerjakannya. Dan keterkejutanmu terhadap angin yang berhembus
dan menghempaskan pintumu sedang engkau berlumur dosa; ketidaktakutan hatimu
kepada pandangan Allah kepadamu justru lebih buruk daripada dosa itu sendiri
bila engkau mengerjakannya.” Maka, renungkanlah ungkapan ini wahai orang
yang terperdaya. Sesungghnya engkau mengira bahwa dirimu, ketika melakukan
dosa, merasa malu kepada manusia, tetapi aku melihat dirimu tidak merasa malu
terhadap malaikat pencatat. Engkau menyembunyikan dosa dari padangan makhluk,
namun kau aku lihat engkau tidak merasa terancam dengan pandangan Rabbul
alamin. Engkau menginginkan, berdasarkan dugaanmu, pahala orang-rang yang jujur
berdampingan dengan para Rasul. Tidak malukah dirimu? Celakalah engkau!
Alangkah besar kebodohan itu! Sebab, engkau tidak merasa malu terhadap malaikat
Allah, juga tidak perduli terhadap pandangan Yang Mahaperkasa kepadamu. Wahai
kaum, renungkanlah apa yang telah aku kemukakan kepadamu berupa maksiat-maksiat
hati, lalu selidikilah yang tersembunyi di antara dosa-dosanya, keinginan
maksiatnya, keburukan perasaannya, dan kehalusan hasrat rendahnya.
Saudara-saudaraku, berusahakeraslah untuk meniadakan
hal-hal yang bertentangan dengan keridhoan Allah dari dalam hati kamu. Apa yang dihindarkan darimu, maka pujilah Allah atasnya
dan apa yang diujikan kepadamu bersegeralah melakukan inabah dan perpindahan,
kemudian rendahkan dirimu kepada Allah SWT untuk memohon perlindungan dan maaf
dari-Nya, Karena Allah SWT mengetahui yang rahasia maupun yang lahir darimu,
mengetahui apa yang kau kemukakan dan apa yang kau sembunyikan; sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa-apa yang ada di dalam dada.
Saudara-saudaraku! Bila kau selamat dari dosa-dosa hati, berarti engkau
selamat dari azab Allah SWT. Namun bila engkau terus menerus berada dalam
kekejian hati, maka alangkah sedikitnya perhatian anggota tubuhmu kepada
kebaikan? Inilah perbedaan antara dua orang, yang satu bersikap wara’ terhadap
maksiat yag ia ketahui, tetapi mungkin saja ia tidak menyadari akan dosa hati,
yang juga meliputi dosa besar yang bisa saja ia kerjakan tanpa ia sadari.
Sedangkan yang lain mengenali akan keinginan rendah nafsunya, menyelidiki
kondisi hatinya, menjauhi hatinya kebencian Allah dalam perkara yang lahir dan
perkara yang batin. Tentu saja yang terakhir ini lebih berbobot ketimbang yang
pertama. Semoga Allah SWT memberikan taufik kepada kita dalam kebaikan. Amin ya
Rabbal alamin.
NAsIHAT KE - 39
Berlomba-lomba Mengerjakan Kebajikan
dan Mendekatkan Diri Kepada Allah Melalui Ketaatan Hati
Saudaraku! Apabila orang lain mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan
menjalankan berbagi macam kebajikan yang lahir seperti Haji, Jihad, Puasa,
Shalat, Sedekah, Zakat, Membaca Alquran, dan lain sebagainya, hendaklah engkau
bersaing dengan mereka dalam melaksanakan amalan-amalan tersebut, namun
jadikanlah keinginan terbesar untuk melakukan ketaatan hati yang tidak dapat
diketahui oleh manusia, tidak juga oleh malaikat, dan memang tidak ada yang
mampu mengetahuinya selain Yang Maha Tahu terhadap segala yang gaib. Sedikit
perbuatan kebajikan yang dilakukan dengan cara ini adalah besar sekali
nilainya. Rasulullah saw. Bersabda : Zikir yang
tidak dapat ditulis oleh pencatat amalan melebihi zikir yang dapat dicatat
olehnya sebanya tujuh puluh kali lipat.” Ingat, ber taqarrub-lah kepada Allah
dengan ketaatan hati karena di sana dapat di kenal Keagungan Allah SWT,
Kebesaran-Nya, Ketinggian-Nya, dan Kemahakuasaan-Nya SWT. Ingat!
Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan sesuatu yang dicintai-Nya dan demi-Nya.
Ber-taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan sangat mencintai-Nya, mencintai dan
membenci karena-Nya. Ber-Taqarrub-lah kepada Allah dengan mengenal Karunia-Nya
yang indah, nikmat-Nya yang lahir dan batin, perbuatan-Nya yang bagus serta
pemberian-Nya yang terus menerus sesering keburukan yang muncul dari diri kita.
Ingat, ber-taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan perasaan
takut akan kehilangan nikmat, serta sangat malu terhadap keteledoran dalam
bersyukur. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan perasaan takut dari azab Allah
serta rasa prihatin terhadap keimananmu. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan
sangat takut kepada-Nya, dengan pengharapan yang sesunggunya kepada-Nya,
ketentraman dalam mengingat-Nya, bermunajat kepada-Nya, kerinduan kepada-Nya,
serta keinginan untuk berada di sisi-Nya. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan
keyakinan, tawakal kepada-Nya, percaya kepada-Nya, pasrah kepada-Nya, akrab
dengan-Nya, dan memutuskan diri dari segala sesuatu untuk-Nya.
Ingat, ber-Taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan
kerendahan dan kelembutan, tawadhu, khusyuk, dan khudhu^. Ber-taqarrub-lah
kepada Allah SWT dengan sikap santun, tabah, menahan amarah, dan menelan
kepahitan. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan kelapangan dada dan menghendaki
kebaikan bagi umat serta tidak menyukai keburukan bagi mereka. Ber-taqarrub-lah
kepada Allah dengan sikap welas asih, kasih sayang, dan memelihara perasaan
terhadap orang-orang Islam. Ingat, ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan sikap
dermawan, pemurah, dengan kemuliaan, ihsan, dan kejujuran serta menepati janji.
Ber-taqarrub-lah engkau kepada Allah dengan perasaan kaya di dalam jiwa.
Qana’ah, menerima apa adanya, rela terhadap harta sekedar kebutuhan dan
kebersahajaan. Ingat, ber-taqarrub-lah engkau kepada Allah dengan peneguhan,
penelitian, perlahan-lahan dan petimbangan. Ber-taqarrub-lah kepada Allah
dengan menganggap banyak curahan nikmat-Nya kepadamu, meremehkan kebajikan dan
menghinakan dirimu, merasa besar dalam kedurhakaanmu, dan berduka cita terhadap
keteledoranmu dalam menjalankan perintah Tuhan. Bertaqarrub-lah engkau dengan
merenungkan Kitab-Nya, merahasiakan di kala melaksanakan hudu-nya, dan bersikap
ikhlas dalam mengerjakan amal perbuatan karena-Nya. Ber-taqarrub-lah dengkau
dengan berjuang melawan setan untuk agamamu, melawan hawa nafsu dalam hatimu,
menyelidiki keadaan jiwamu, bertakqa dalam segala hal serta menyesali segala
yang terlewatkan, Ingat, sukalah engkau terhadap akhlak yang mulia dan
ber-taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan menunaikan amanat kepada orang yang
menghinatimu, berlaku baik kepada orang yang berbuat jahat kepadamu dan tidak
mementingkan diri sendiri sekalipun engkau sangat memerlukannya.
Be-taqarrub-lah kepada Allah dengan mengutamakan kerendahan daripada
ketinggian, mengutamakan kesulitan kepada Allah atas kemudahan dan mengutamakan
kemiskinan atas kekayaan. Maka, dimanakah posisimu terhasdap hal demikian?
Kemudian, ber-taqarrub-lah engkau kepada Allah SWT dengan sikap senang kepada
musibah dunia, dan senang kepada perhatian Allah serta ujian-Nya ketika ia
mengujimu. Ber-taqarrublah engkau kepada Allah dengan mengingat kematian, hari
kebangkitan, lamanya menanti dalam waktu yang panjang, mengingat apa yang bakal
di jawab ketika di tanya, mengingat ketika menghadap serta ketika menyeberang
di atas jembatan (Shirath).
Sahabatku! Senanglah engkau terhadap apa yang aku kemukakan kepadamu di
antara amal perbuatan hati dan ketaatannya, karena yang mampu mengenalnya hanya
sedikit sedang yang menjalankannya sengat langka. Bukankah telah datang kepada
kita berita-berita dari Allah SWT dan Rasulullah saw. Tentang keutamaan amal
hati. Allah SWT berfirman : “Tidaklah aku memandang
kepada ucapanmu, juga tidak kepada amal perbuatanmu, tetapi aku memandang
kepada niat dan hatimu.” Maka, hati yang niatnya sesuai dengan kecintaan-Ku, niscaya Aku
jadikan isinya Tasbih, Tahlil , dan taqdis.” Sesungguhnya ketatan
anggota tubuh bersama hati adalah pengabaian akan ketaatan anggota tubuh. Maka
janganlah engkau sia-siakan bagianmu di antara amal perbuatan hati, karena di
sana terdapat keteguhan dan keutamaan yang besar.
Wahai kaum yang menghendaki kebaikan! Terhadap apa-apa yang telah diberikan
oleh Allah kepadamu, syukurilah! Dan terhadap segala yang engkau teledor
mengerjakannya, bersedihlah! Demikianlah perbedaan keutamaan antara dua orang.
Yang satu memperbanyak amal perbuatan lahir, tetapi barangkali ia cacat dalam
perbuatan batinnya. Sedang yang lain juga memperbanyak berbagai macam
kebajikan, tapi tidak lupa ia meyakini bencana dan keburukan batinnya sambil
mencari kesenangan Allah SWT. Maka yang terakhir ini lebih berbobot daripada
temannya yang pertama, dan lebih tinggi nilainya di sisi Allah SWT. Demikianlah
keutamaan ilmu, akal serta keutamaan niat dan kehendak yang dapat membedakan di
antara amal ibadah. Kadang kala antara dua orang mempunyai kesamaan di dalam
wara’, akal dan kebajikan, tetapi yang satu lebih tajam akalnya daripada yang
lain dan ia lebih berehasarat terhadap kesukaan Allah, dan lebih jelas dalam
menggapai ridha-Nya. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan kepada kita sekalian
ilmu yang berguna dan akal yang tajam, sesungguhnya Dia Maha Pemurah,
Mahamulia, Maha Pengasih dan Penyayang.
NAsIHAT KE - 40
Bencana-bencana Ilmu
Saudara-saudaraku! Kaliab bertanya tentang keadaan orang-orang yang
menampakan ilmu pengetahuan dan kebajikan mereka, tetapi mereka juga senang
dengan ketidakpopuleran : Apa yang mereka kehendaki dengan rahasia itu?
Ikhwanku, kalian bertanya tentang keinginan yang bertolak belakang, kemauan
yang berbeda-beda, dan pemahaman yang tidak sama. Berikut akan aku kemukakan
sebagian dari keadaan mereka seraya berharap karunia dan bimbingan Allah SWT.
Yaitu bahwa di antara mereka ada yang memperlihatkan ilmu dan amalnya dengan
tujuan untuk mendapatkan kehormatan di dunia. Semoga Allah melindungi kita
sekalian dari hal demikian. Di antara mereka ada yang lemah pemikirannya, tidak
mengikuti arah dan tujuan dari ilmunya, sedikit pengetahuannya tentang
penyakit-penyakit jiwa dan sedikit pula pengenalannya terhadap
perangkap-perangkap setan. Ia menampakan sebagaian besar ilmu dan amalnya karena
menginginkan pahala dalam membimbing orang lain, sehingga tidak sedikit di
antara orang seperti ini yang tenggelam dalam fitnah dan kebodohan lalu
terjerumus dalam perangkap setan sedang ia tidak menyadari. Kemudian, diantara
mereka ada pula yang berlagak pintar di dalam dirinya, mengaku memiliki ilmu
dan kecerdasan untuk menghadapi perangkap-perangkap setan sehingga ia
terang-terangan menonjolkan sebagian besar ilmu dan amal kebajikannya supaya ia
ditiru oleh orang lain, dengan harapan agar dia juga mendapatkan pahala orang
yang mengikutinya. Maka, untuk itu ia mempersiapkan dirinya secara optimal dan
menghabiskan waktu siang dan malamnya, ia pompa semangatnya sedang ddirinya
sangat senang terhadap hal tersebut. Lalu nafsunyapun tidak tinggal diam, untuk
memberinya angan-angan bahwa apa yang dilakukannya termasuk yang tertinggi
nilainya di sisi Allah, dan ia akan diberi pehala atas usaha dan kegembiraannya
lantaran orang-orang mau berkumpul di sekitarnya untuk mendapatkan manfaat yang
diberrikan Allah kepada mereka melalui perantaraan dirinya berdasarkan
prasangka dari dalam hatinya. Ia yakin bahwa ia bertindak demikian sesuai
dengan kapasitas keilmuannya, dan dia pun sanggup mengendalikan dirinya menurut
perkiraannya. Ia melihat keutamaan hanyalah dengan memperlihatkan apa yang
terbaik di antara ucapan dan perbuatannya. Ia mengangankan kebulatan niat pada
urusannya dan mencoba untuk mencegah fitnah dari dirinya, dan ia pun berupaya
untuk meniadakan bencana yang mungkin timbul dari ilmunya seraya berharap kejujuran
dan keikhlasan dalam segala keadaannya.
Namun, apa-pun yang ia angan-angankan jangan-jangan orang semacam inilah
yang dimaksudkan oleh setan melalui ucapannya, berikut : “Siapa yang menyangka bahwa ia dengan ilmunya dapat
mencegah dirinya dariku, maka dengan kebodohannya ia telah masuk perangkapku.” Tentu
saja presikat bodoh lebih cocok untuk orang yang bertipe semacam ini bila ia
mengaku sudah merasa mumpuni dalam ilmunya, merasa kuat pada akal dan
perbuatannya, serta berlagak pintar melalui perkataan dan perbuatannya. Padahal
tujuannya adalah untuk mengukuhkan eksistensi dirinya di tengah masyarakat dan
untuk mencari pembenaran bagi tindakannya supaya ia menjadi tenar dan terkenal.
Itulah angan-angannya, sementara ia tidak menyadairnya.
Atau, boleh jadi nasib orang yang bertipe semacam ini akan sama dengan
nasib orang-orang terperdaya pada zaman dahulu. Sebagaimana telah sampai kepada
kami bahwa salah seorang filsuf telah membaca tigaratus enam puluh buku, namun
Allah SWT menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi pada zaman itu : Katakan kepadanya : Sesungguhnya dirimu telah memenuhi
bumi dengan kemunafikan, dan Allah tidak menerima sedikitpun dari kemunafikanmu
itu.” Mungkin saja ia mengalami kecapian dan kelelahan untuk menampakkan
ilmunya, sedangkan upayanya untuk menarik perhatian orang kepadanya tidak
mendapatkan hasil yang setimpal dan juga tidak memberikan pengaruh baik
kepanya. Atau barangkali ia terlalu sibuk dengan urusan itu sehingga melupakan
hal-hal penting yang semestinya wajib ia tunaikan untuk orang lain. Padahal,
bersamaan dengan itu, dirinya tidak menguasai betul retorika berbicara, namun
ia mengira bahwa itulah hikmah yang mengalir melalui lidahnya. Nah,
jangan-jangan hal demikian Cuma pembenaran dari dirinya terhadap tindakan dan ucapannya,
sedang ia tidak menyadari! Atau mungkin ia merasa yakin benar tanpa ragu bahwa
orang orang yang menerimanya itu karena mereka suka kepada ilmunya, ridha
kepadanya karena kejujuran, keikhlasan dan kehebatan ilmunya. Dan ia pun
menduga, seandainya bukan karena itu, tentu mereka tidak mau menerima apa-apa
darinya, padahal sesungguhnya dia telah dijerumuskan oleh setan, sedang dirinya
tidak merasakan! Atau, barangkali pula ia hanya mau menghormati orang yang mau
membenarkan tindakannya, dan hanya mau berbuat baik kepada orang yang memuji
urusannya, tetapi sebaliknya justru menarik diri dari orang yang berseberangan
paham dengannya, bersikap kasar kepada orang yang mengambil faedah darri orang
lain selain dirinya; mendurhakai orang yang tidak sejalan dengan keinginan
nafsunya; dan merasa tersinggung dengan orang yang menolak kata-katanya dengan
sikap penuh keangkuhan dan kemarahan
demi membela dirinya, padahal ia telah terperdaya sedang ia tidak menyadari!.
Kemudian dari itu, di kalangan teman-temannya, barangkali ia tidak memandang sama dalam
menghargai mereka. Ia lebih mengutamakan sebagian di antara merreka daripada sebagian yang lain.
Barangkali hanya yang bersikap lebih baik kepadanya, yang lebih cocok dengan
keinginan hawa nafsunya, yang lebih mengagumi dan lebih menganggap indah
kesibukannya di antara mereka, itulah mungkin yang patut di hormati dan
dihargai menurut penilaiannya. Sikap semacam inilah yang termasuk di antara hal
terenbunyi di balik jiwa, padahal orang berilmu dalam kelalaian terhadapnya
sedang ia tidak merasakan! Atau barangkali ia telah menghabiskan umurnya atau
sebagian dari umurnya dalam kepalsuan, demi untuk mendapatkan imbalan dari
orang lain, padahal ia terperdaya sedang ia tidak menyadari! Atau barangkali ia
terlanjur jauh dalam omongannya, sehingga banyak orang yang mengingkari dan
mencela perbuatannya, sebanyak orang gyang mendukung perbuatannya dan mau
berbaik sangka kepadanya sebagaimana ia berbaik sangka kepada dirinya, di
samping masih banyak pula yang tidak mengetahui tentang dirinya sebagaimana ia
tidak mengetahui tentang penyakit-penyakit jiwanya. Lebih celaka lagi, ternyata
ia tidak menyadari tentang berbeda-bedanya tanggapan orang kepadanya, ia hanya
tahu dan sangat takjub kepada orang-orang yang mau menerima dan mendengarkannya.
Padahal itulah bencana ilmu, sedang ia tidak merasakan! Dan orang yang berjiwa
seperti ini, bila ia sudah berhasil mencapai cita-citanya kepda kebenaran dan
kepopuleran, biasanya akan mudah menganggap remeh sesuatu yang tidak
berhubungan dengannya, menganggap bodoh orang yang tidak memahami ilmunya dan
melecehkan orang yang tidak mau seperti dirinya, padahal orang-orang yang
berjiwa demikian tidak mengetahui bahwa mereka terperdaya, namun mereka tidak
menyadari! Ingat, sesungguhnya setan selalu menganggap tidak berarti
keberhasilan yang telah ia lakukan dalam meneipu manusia, sehingga ia
senantiasa memperbarui perangkap-perangkapnya yang mematikan.
Selanjutnya, barangkali ia mendatangi orang besar dan
terpandang di antara mereka sebagai juru nasihat baginya, sehingga terlintas di
dalam hatinya, ucapan : “Engkau telah diberi bagian dari ilmu dan al hamdu
lillah engkau telah mengambil bagian itu, lalu kenapa engkau sedih terhadap
ketenaran, takut terseret kepada fitnah dan takut beramal dengan ilmu. Celakalah dirinya, sesungguhnya ia telah ditipu dan
di dorong kepada kebinasaan sedang ia tidak menyadari! Ketika itu setiap orang
memisahkan diri dari pemuka-pemuka mereka pada kelompok yang mereka ikuti sejak
dirinya belum bisa apa-apa, dan ia memisahkan diri karena merasa telah meraik
cukup ilmu dan ibadah, padahal ia tidak mengetahui bahwa sesungguhnya ia telah
diperdaya. Sebab, tatkala itu, setanlah yang berperan besar memperselisihkan di
antara keinginan mereka, memisahkan kekompakan meraka, memecahbelah persatuan
mereka, dan menjadikan meraka berkelompok-kelompok. Setan menghiasi setiap
kelompok pada urusannya, dan memebnarkan di mata mereka keadaan kelompok lain
sehingga jadilah mereka saling menyesatkan, saling menunjukan kesalahan, dan
saling mengemukakan argumentasi di antara mereka sebagaimana layaknya orang
yang memberi nasihat. Akhirnya, terjebaklah mereka semua dalam tipu muslihat
sedang mereka tidak menyadari! Atau barangkali suatu kelompok akan menonjolkan
apa yang ada di dalam jiwa mereka, mencari-cari kesalahan, membongkar aib,
bersuka ria dengan ghibah, mengumbar ucapan palsu, serta saling melempar
tuduhan. Sebagian dari mereka menuduh sebagian lain dalam pekara besar, bahkan
sampai kepada saling menganggap kafir dan sesat. Itulah di antara bencana ilmu,
semoga Allah SWT melindungi kita sekalian dari musibah yang menimpa mereka.
Saudara sekalian! Seandainya tiap-tiap golongan di antara
mereka menyibukan diri, membawa dan menempatkan diri mereka pada tempat-tempat yang membuat mereka bisa mengambil faedah
dari orang lain, dan benar-benar menuntut ilmu dari para ahlinya, tentu mereka
berhak untuk mendapatkan pahala. Tetapi celakalah mereka, karena setan telah
berhasil menyeret mereka ke lembah kebencian. Setan telah menipu mereka dengan
umpan-umpan kebaikan, dan telah berhasil menjebak mereka di jantung kejahatan.
Sesungguhnya setan benar-benar telah menjatuhkan mereka dengan tipu dayanya
pada dasar jurang yang dalam. Setan telah mengumpulkan mereka pada sebuah kapal
yang terombang-ambing oleh ombak, sedang mereka tidak menyadari perangkap setan
itu serta buta terhadap penyakit-penyakit jiwa, kecuali orang yang diberi
perlindungan oleh Allah SWT. Demi Tuhan, seandainya mereka dibangunkan dari
lelap kelalaian, diingatkan akan buaian hawa nafsu, apalagi bila mereka
mengenal tentang penyakit-penyakit hati serta keinginan-keinginan tersembunyi,
lalu merenungi keadaan mereka dan menasehati diri mereka, tentu mereka akan
menyadari bahwa ketidakbenaran dan menyembunyian kebajikan adalah perbuatan paling
utama dan paling dekat kepada Allah SWT. Dan merekapun akan mendapatkan
jiwa-jiwa mereka merasa sesak karena telah terbongkar kejahatannya, telah
terlanjur menganggap bagus apa yang nampak di anatara amal kebajikannya, telah
terlanjur manjauhi perbuatan yang murni, telah terlanjur membenci sebagian
besar di antara hak-hak Tuhan-nya, telah terlanjur menganggap rendah sikap
wara’ dalam semua keadaan, telah terlanjur memaksa akal mereka bergumul dengan
kotoran syahwat, dan yang lebih parah lagi, karena telah terlanjur menagguhkan
inabah dari keburukan rahasianya. Mereka merasa bahwa kini mereka telah
terjebak dalam lingkaran penyakit-penyakit jiwa di mana ilmu mereka tidak mampu
mendeteksinya, namun mereka belum juga tersadar dari buaian hawa nafsu untuk mengetahui
betapa butuhnya mereka kepada inabah dari perbuatan yang mereka anggap baik,
lalu mencari pahala untuk diri mereka. Kalau begitu, barangkali siksaan lebih
layak untuk mereka terima.
Ingatlah apa yang telah aku sebutkan untuk kalian di antara penyakit-penyakit
jiwa dan perangkap-peangkap setan, karena di antara perkataan dan pebuatan yang
tersembunyi pada diri kita terdapat hawa nafsu serta keinginan rendahnya. Oleh
karena itu, terimalaha nasihat orang yang prihatin terhadap nasibmu, dan tidak
ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oelh
Yang Maha Mentahui, Allah-lah yang menjadi saksi atas apa-apa yang engkau
kerjakan. Semoga Allah SWT memberikan taufik kepada kita sekalian untuk setiap
kebaikan melalui tuntunan Muhammad saw, keluarga dan sahabat-sahabatnya. Amin
Ya Rabbal ‘alamin.
NAsIHAT KE - 41
Mengikhlaskan ketaatan
Sahabat-sahabtku! Kalian bertanya-tanya tentang orang yang ketidaktenaran
dan suka menyembunyikan amal kebajikannya, mereka itulah ulul albab (orang-orang
berakal) yang telah diberi oleh Allah SWT faedah dari perbendaharaan ilmu-Nya.
Karena hal yang paling dominan pada niat, tekad hati, kehendak dan cita-citaa
mereka adalah agar tidak ada yang mengetahui selain Allah SWT tentang sesuatu
yang terpuji dalam urusan mereka. Apa yang mereka sembunyikan dilakukan
berdasarkan petunjuk, dan apa yang mereka kemukakan dilakukan dengan kebenaran.
Dan dalam hal ini, mereka itu bermacam-macam; di antara mereka ada yang sengaja
menyembunyikan amal perbuatannya karena takut terhadap tipu daya musuh yang
bakal menjerumuskannya kepada finah, menghapuskan amal pebuatan dan
menggagalkan segala daya upaya oarng-orang yang beramal. Seandainya orang
berilmu yang selalu berjaga-jaga ini menemukan cara lain untuk menyembunyikan
amal perbuatannya dari dirinya dan musuhnya, tentu akan ia lakukan itu karena
takut terhadap musuh-musuh agamanya serta merasa lemah dalam berusaha
menghadapi dirinya sendiri dan musuhnya tersebut, sehingga ia tidak akan
mendapatkan keselamatan. Kemudian di anatara mereka ada yang sengaja
menyembunyikan amal perbuatannya karena lebih mengutamakan ketidaktenaran dan
sangat menyukai keutamaan pahala kerahasiaan, di ssamping untuk mencari
keselamatan diri, maka ia rahasiakan segala keadaannya dengan segenap kemampuan.
Orang seperti ini, apabila urusannya mulai diketahui orang di suatu tempat, ia
akan lari dengan agamanya ke temepat lain yang tidak dikenal oang selagi ia
masih bisa menemukan cara untuk melakukannya. Kadang kala, karena sesuatu dan
lain hal, ia terpaksa menampakan sebagian pendapatnya demi sesuatu kebutuhan
orang lain. Tetapi hal itu pun hanya ia tampakkan seperlunya, sekedar memenuhi
kebutuhan untuk menganbil dan memberi manfaat, seraya memohon dengan segenap
kerendahan hati kepada Allah SWT agar dia diberi keselamatan dari fitnah yang
terkandung pada sesuatu yang telah nampak darinya itu, seperti yang dilakukan
oleh mereka yang menyukai ketidaktenaran, sehingga iapun akan mendapatkan dua
kali lipat pahala; Pahala kecintaan kepda ketidaktenaran dan pahala
kerahasiaan. Demikian jalan keselamatan dari fitnah melalui perlindungan dan
dukungan dari Allah SWT.
Kemudian, di antara mereka ada pula yang memelihara substansi faedah, dengan meluruskan perbuatannya,
membersihkan keadaannya, menghindari dosa-dosa dan kesia-siaan, membebaskan
diri dari keburukan, mensucikan diri dari kekotoran, menhana anggota tubuh dari
semua larangan dan akibat-akibatnya, menolak yang haram dan syubhat, menjauhi
umpatan, meminimalkan keinginan, mencukupkan kebutuhan ala kadarnya, dan
membukakan tutup dari hatinya degan renungan dan i’tibar, sehingga jelaslah
baginya ganjarannya di dunia dan akhirat, baik yang berupa kebahagiaan maupun
penderitaan. Ia pun kian bersungguh-sungguh dalam berlari, tidak menyisakan dan
tidak pula ciut dalam mencari apa yang ia harapkan. Ia disibukan oleh hal
tersebut sehingga tidak peduli dengan kenikmatan dunia, karenanya ia rela
menaggung lelah dan karenanya pula ia kuat menelan pahit. Ia berjuang di jalan
Allah melawan musuhnya sehingga tidak sekejap pun berpaling ke arah kemaksiatan
yang didketahuinya, juga tidak ingin tetap sedetik pun pada kekeliruan yang
dikenalnya. IA ber istighfar dari setiap kemaksiatan yang belum diketahuinya,
tidak terhadap keteledoran jiwanya dalam menggapai keridhaan Allah, dan tidak
pula mengabaikan dirinya sendiri sehingga ia menjadi lalai kepada Tuhannya. Ia
meningkatkan diri dengan ilmunya, dan beramal di bawah ancaman dengan hati yang
yakin kepada ancaman Allah SWT, seraya berlari dari segala yang dibenci oleh
Allah, dalam keadaan khusyuk , khawatir dan takut terhadap siksaan dan
azab-Nya. Ia juga beramal di atas janji-Nya dengan hati yang yakin kepada
pahala dari Allah SWT, dalam keadaan senang, ikhlas, sungguh-sungguh dan bulat.
Ia beramal dibawah jaminan Allah untuk menanggung rizki dengan hati yang yakin pada
ketetapan janji-Nya seraya berserah diri, percaya sepenuhnya serta berpegang
teguh kepada-Nya. Terhadap apa yang diujikan kepadanya dari berbagai hal yang
tidak menyenangkannya. Ia hadapi dengan sabar, ridha serta dengan pengenalan
tentang betapa baiknya perhatian dan pilihan Allah SWT untuk dirinya. Terhadap
silih bergantinya kenikmatan yang diterimanya, ia hadapi dengan pengetahuan
tentang betapa besarnya nikmat tersebut, serta betapa tidak berartinya syukur
yang ia jalankan; ia tidak menganggap rendah sessuatu karena ingin mendapatkan
cinta dari Tuhannya dan tidak pula mengganggap cukup apa-apa yang ia kerjakan
untuk Tuhannya.
Kemudian, untuk kecintaan Allah, ia hadapi dengan sikap zuhud di dunia dan
ia utamakan cinta tersebut daripada dirinya dalam
keadaan senang terhadap musibah, gembira kepada hal-hal tidak disukai, terjaga
dari kelalaian, perkataannya adalah zikir, diamnya adalah pikir, pandangannya
adalah pelajaran, ia mengenal hal yang disukai dan yang dibenci, mengetahui
keutamaan tidak populer, menyembunyikan amal perbuatan, dan menegetahui
kebutuhan hamba-hamba yang lain kepada batas-batas agama sehinga ia berusaha
memenuhi kebutuhan mereka secukupnya karena takut terhadap perbuatan
menyembunyikan ilmu dari orang yang berhak mengetahuinya, seraya bersikap
hati-hati dalam membimbing mereka bila mereka memintanya; namun ia bersikap sabar
dan penuh perhatian apabila ia diperingatkan oleh orang lain. Sebab, telah
sampai kepada kami bahwa Allah SWT telah mewahyukan kepada Nabi Dawud a.s. “ Apabila menjadi baik melalui tanganmu salah seorang
diantara hamba-hamba-Ku, Aku tulis engkau termasuk seorang jahid (orang yg
diuji). Siapa yang aku tulis namanya sebagai jahid pasti tidak ada rasa
keterasingan dan kekurangan pada dirinya. Dan kalau saja engkau mengembalikan
kepada-Ku seorang hamba yang lari dari Ku, itu lebih Aku sukai daripada engkau
menjumpai-Ku dengan membawa ibadah tujuh puluh orang yang benar dan tulus.” Maka,
berbahagialah orang yang yakin dalam membimbing oang-orang lain kepada Tuhan
mereka, ia bekerja dengan hati-hati karena Allah atas dirinya, memberi nasihat karena
Allah kepada makhluk-Nya, dan ia menjalankan perintah Allah di tengah
hamba-hamba-Nya. Ia beramal dengan ilmu yang berguna serta dengan sikap wara’
yang tulus. Ia bersabar di tengah mereka terhadap tindakan menyakitkan, menahan
serta membalas marah mereka dengan cara yang terbaik, manis muka, ramah tamah,
ringan tangan, pemurah dan dermawan, penuh akrab dan bersahabat, rendah hati,
lemah lembut dalam bergaul dengan mereka, halus dalam mengingatkan, dan tidak
jemu-jemu emgningatkan mereka tentang pertolongan Sang Maha Pemurah; tentang
keabadian kekasih-Nya; tentang silih bergantinya kenikmatan yang dibalas dengan
sedikit syukur dari hamba-hamba-Nya. Ia mengingtakan mereka dengan sikap santun
Tuhan, tetapi juga memperingatkan mereka tentang datangnya kemurkaan-Nya.
Mewanti-wanti mereka tentang kebencian Allah dan balasan-Nya. Menganjurkan
mereka supaya menampakkan kecintaan kepada Allah SWT melalui apa-apa yang
dicintai-Nya. Karena Allah ia mencintai mereka, dan karena Allah pula ia benci
dan marah kepada mereka. Ia bekerja dalam keridhaan Allah untuk hamba-hamba-Nya
serta tidak pernah meninggalkan perintah Allah kepada dirinya dan pada semua
keadaan. Dia mengenal Rabb-nya dan mengikuti jejak Nabi Muhammad, saw. Karena
biliaulah tempat panutan. Ia bersikap lurus dalam urusannya dan diberi taufik
dalam hal yang dirahasiakan dan dipublikasikannya, baik dalam perbuatan maupun
ucapannya. Sungguh, terdapat beberapa atsar yang mengungkapkan tentang kriteria
orang seperti ini.
Telah sampai kepada kami bahwa sebagian pembaca Alquran memahami ayat
berikut : “Siapakah yang lebih baik perkataannya
daripada orang yang menyeru kepada Allah, beramal salih dan berkata :
“Sesungguhnya aku termasuk orang-orang berserah diri.” (Fushshilat, 33).
Inilah kekasih Allah, pilihan-Nya, hasil seleksi-Nya,dan inilah orang yang
paling dicintai Allah SWT di antara penghuni bumi, dikabulkan doanya di dunia.
Ia mengajak orang lain kepada Allah SWT melalui aktifitas dakwah dan beramal
salih untuk memenuhi seruan-Nya, seraya berkata : “Sesungguhnya
aku termasuk di antara oarng-orang Islam.” Dan itulah khalifah Allah.
Saudaraku! Inilah sifat para rasul dan para khalifah yang mendapat petunjuk. Atribut
demikian tidak cocok untuk kita dan juga tidak untuk orang yang sama dengan
kita, maka janganlah sampai nekgau tidak mengetahui permasalahanmu. Ingatlah
apa yang kau ketahui tentang keburukan dirimu dan waspadalah terhadap kelalaian
yang telah memperdayakanmu. Maka, jika Tuha
mau mengambil tindakan, tentu engkaulah orang yang lebih utama untuk
dikutuk daripada diteladani. Terimalah nasihat orang yang prihatin terhadap
nasibmu, rahasiakanlah urusanmu dengan berbagai usaha serta senangilah
ketidakpopuleranmu. Sesungguhnya orang-orang salih dahulu senantiasa
memperihatinkan keselamatan, padahal mereka adalah orang-orang pilihan yang
hidup pada zaman pilihan pula, sedangkan kalian termasuk di antara sisa-sisa
umat di tengah-tengah hiruk pikuk dunia. Seandainya orang-orang pilihan
tersebut sempat menjumpai zaman kalian sekarang, pastilah mereka orang yang
paling kencang larinya dan lebih jauh melangkahnya. Di antara orang-orang yang
memiliki ilmu ada yang berkata : “Seandainya salah
seorang salih dari orang-orang yang terdahulu dibangkitkan dari kuburnya lalu
ia melihat kepada pembaca-pembaca Alquran di antaramu, niscaya ia tidak mau
berbicara dengannya dan tentu ia akan berkata kepada semua orang bahwa mereka
tidaklah beriman kepada hari hisab.” Sedang tokoh lain berkata : “Tidak ada kebaikan pada zikir jika diumumkan”, Wahai
kaum, senangilah ketidakpopuleran dan jangan merasa optimis dengan keselamatan.
Semoga Allah mengaruniai kita dengan keselamatan dalam segala hal. Amin ya
Rabbal ‘alamin.
Sepanjang, 29 Agustus 2013.
izinkan saya untuk mengcopy terimakasih...
BalasHapusizin share buat belajar dan mengamalkan
BalasHapusIzin copas Admin, saya sertakan sumbernya dari website ini, Terimakasih semoga jadi jariah buat antum semua.
BalasHapus