SERAT WEWADINING
RASA
Penerbit : Yayasan UP. DJOJOBOJO – Surabaya
Tahun : 1985.
(Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesai)
Penerjemah : Pujo Prayitno
DAFTAR -
ISI
BAB. I. ADANYA
SURGA DAN NERAKA
BAB.II. TIDAK
ENAKNYA KESALAHAN ATAU SIKSA DARI DOSA
BAB. III.
SAKITNYA KESALAHAN DAN ENAKNYA KEBENARAN
BAB. IV. MERASA
BAB. V. RASA
SEJATI
BAB. VI.
SENTAUSA, TEGAR, TERTUJU
BAB. VII.
MENYATUNYA BUDI DAN ANGAN-ANGAN
BAB. VIII.
TUNTUNAN MERASAKAN ATAS MAKNA MENYAMBUNG DAN MENYATU
BAB. IX. DAYA
YANG SATU
BAB. X.
KETERANGAN YANG DISEBUT SAHIR DAN KABIR
BAB. XI. SALING
MEMPENGARUHI ATAU SALING BERTUKAR : SAHIR KABIR DENGAN SAHIR KABIR : BAGI ALAM
SATU DENGAN YANG LAINNYA
BAB. XII. TEMPAT –
UMPAN – TEMBUS (EMPAN – PAKAN – MEMPAN.
BAB. XIII.
TENTANG CERMIN DAN BAYANGAN
BAB. XIV. JELAS
SEJELAS-JELASNYA YANG DISEBUT DIRI
BAB XV. ARTI DARI
LAHIR DAN BATIN
BAB. XVI.
PESAN
Penerjemah
: Pujo Prayitno
1.
Setiap setelah selesai dibaca, simpanlah, jangan ditaruh
sembarangan.
2.
Jangan dibaca oleh sembarang orang, hanya untuk yang
benar-benar pencari ilmu tentang batin.
3.
Bagi yang sudah mebacanya, walaupun paham dan senang,
jangan untuk bahan perbincangan dengan dengan sembarang orang.
oooOOOooo
.Siapapun yang mau menjalankan pesan pesan tersebut di
atas, termasuk disebut mejaga atau menghormati dirinya sendiri.
Penerjemah
: Pujo Prayitno
SARAN
DARI YANG MEMBUAT buku INI
Penerjemah
: Pujo Prayitno
1.
Pertamanya bacalah sekedarnya sampai tamat.
2.
Ulangi dari awal dengan pelan dan tenang.
3.
Jika sudah tamat ke dua kalinya. Simpanlah. Dalam membaca
yang ketiga dan seterusnya : tidak harus urut.
oooOOOooo
Pada awalnya tidak terang isinya
Namun jika sering disimpan dan dibaca dengan teliti dan
terus-menerus belajar
Semakin lama, semakin meningkat kejelasannya
Ditandai Sandi Tahun : Kawruh Raras Basuking Tyas
Penerjemah
: Pujo Prayitno
BAB.
I
ADANYA
SURGA DAN NERAKA
Merasakan atau ingat, terhadap
kebaikan Tuhan, itu disebut, mengetahui cara bersyukur.
Merasakan atau mengingat-ingat
terhadap kebaikan sesama makhluk hidup, itu disebut mengetahui cara berterima
kasih.
Mengetahui cara bersyukur, itu
berarti, menyampaikan rasa berterima kasih kepada Tuhan.
Mengetahui selalu mendapat
kebaikan dari sesamanya, itu berarti merasa telah menerima kebaikan dari
sesamanya.
Mengetahui cara bersyukur itu,
adalah lawan dari mengeluh, resa, khawatir, merasa kurang beruntung dan
sebagainya.
Mengetahui cara berterima kasih
dan selalu bersyukur itu sering salah dalam penerapannya, karena keduanya itu
adalah bermakna MERASA TELAH MENERIMA KEBAIKAN.
Mengeluh, resa, khawatir, merasa
kurang beruntung, itu mengandung makna merasa TIDAK ADIL atas Takdir Tuhan yang
menimpa dirinya.
Muak, tidak enak hati atau marah
itu berarti, menganggap tidak adil atas perbuatan orang lain terhadap dirinya.
Tanda-tanda orang yang sudah
dewasa, MANUSIA SEJATI, itu PERTAMA : Jika selalu merasa bersyukur, jarang
mengeluh, KEDUA : Jika selalu merasakan atas kebaikan orang lain dan jarang
marah-marah.
Ciri-ciri orang yang belum dewasa
MANUSIA YANG SEJATI, itu, PERTAMA : Jika sering berkeluh kesah, jarang bisa
memaknai rasa bersyukur. KEDUA, Jika selalu mengingat-ingat kejelekan orang
lain. Dan jarang ingat kepada kebaikan orang lain.
Senang menghitung-hitung kebaikan
Tuhan itu mempengaruhi banyak bersyukur dan, jarang mengeluh.
Senang menghitung-hitung kebaikan orang lain, itu mempunyai daya
menyebabkan suka berterimakasih kepada sesamanya, dan jarang susah di dalam
perasaannya.
Seseorang yang membiasakan diri
bersyukur dan berterimakasih itu mempercepat kedewasaan dari sifat manusianya
yang sejati.
Seseorang yang membiasakan
berkeluh kesan dan marah-marah memperlambat kedewasaan dari sifat manusianya
yang sejati.
Seseorang yang merasakan
bersyukur dan menerima kenyataan dirinya akan mendapatkan ketenangan hati,
ketenteraman hati dan terang daya berpikirnya.
Orang yang merasakan atas rasa
syukurnya dan rasa berterima kasih itu di dalam hatinya ketempatan biji yang
dayanya menumbuhkan dingin dan terang. Biji tersebut yang menarik menuju ke dalam
surga.
Seseorang yang selalu merasa
berkeluh kesah dan selalu marah maka di dalam hatinya akan ditumbuhi biji yang
dayanya berhawa panas dan gelap. Biji tersebut itu yang menarik adanya Neraka.
Surga dan neraka itu, sebenarnya
adalah RASA PERASAAN bukan TEMPATNYA.
Surga itu bersal dari RASA yang
sejuk dan terang (Rasa enak), Neraka itu berasal dari RASA yang panas dan kegelapan (Rasa tidak enak).
Seseorang yang selalu tenang
hatinya itu, akan selalu digiring ke Surga.
Seseorang yang hatinya selalu panas dan gelap, selalu
digiring ke neraka.
Rasa sejuk dan terang, dan rasa
panas dan gelap itu disebut : Alam Sahir, sedangkan Surga – Neraka itu :
disebut alam Kabir.
Sehingga, alam Kabir itu,
bermakna : Kelanjutan dari rasa dan perasaan.
KEBERADAAN alam Kabir : berasal
dari ADANYA alam Sahir, akan tetapi keberadaannya bersamaan.
Hilangnya alam Kabir, karena
hilangnya alam Sahir. Akan teapi terjadi hilangnya itu, bersamaan.
Semua manusia itu, bisa membuat
Surga dan bisa membuat Neraka.
Surga buatan itu, yang bisa
merasakannya hanya bagi yang membuatnya
itu sendiri. Sedangkan orang lain yang tidak ikut membuatnya : Tidak akan bisa
ikut merasakannya.
Neraka buatan itu, yang bisa
merasakannya hanya bag yang membuatnya itu sendiri, Yang tidak ikut membuatnya,
tidak bisa ikut merasakannya.
Manusia yang sedang mengalami
alam surga : Tidak percaya bahwa neraka itu ada. Hanya surga yang dikiranya yang
ada. Karena perasaan bagi yang sedang berada di surga, dimana-mana pun
tempatnya, adalah surga semua. Di seluruh dunia walau di cari pun tidak akan
bisa ditemukan yang bernama neraka. Tidak ada tempat walau sebesar lubang jarum
yang ada nerakanya. Singkat kata : Angkasa raya yang luasnya tidak berbatas :
Semuanya berisi kesenangan yang menerangi hati. Semua isi dunia tidak ada yang
tidak menyenangkan hati, dan tidak ada yang tidak membuat terangnya hati. Semua
yang terlihat semuanya menyenangkan dan menerangi hati.
Manusia yang sedang mengalami
alam neraka, tidak akan percaya bahwa surga itu ada. Hanya neraka saja yang
dikiranya ada. Karena didalam perasaanya bagi yang sedang berada di neraka :
Dimana pun saja, neraka semua. Walau pun dicari di seluruh dunia, tidak ada
yang bernama surga. Singkat kata : Angkasa raya yang luasnya tidak berbatas :
Semuanya berisi rasa panas, kebingungan, gelisah dan membuat gelap pikirannya..
Semua isi dunia tidak ada yang tidak membuat panas dan kesusahan hati,. Semua
yang terlihat membuat kesusahan dan memanaskan serta membuat gelap perasaan.
Seseorang yang sedang merasakan
surga; mengapa mengira bahwa neraka itu tidak ada : itu bagaikan manusia yang
masih di alam dunia. .Ketika tidak mempercayai bahwa surga dan neraka itu
memang ada. Dikiranya hanya alam dunia ini saja yang ada. Karena di seluruh
dunia yang tanpa batasa, walau pun dicari : tidak ada tempat selebar lobang
jarum yang ada surga dan nerakanya. Yang ada hanya keduniaan saja.
Seseorang yang sedang merasakan
neraka, mengapa tidak mempercayai bahwa surga itu ada : itu tidak berbeda
dengan manusia yang masih berada di alam dunia : Ketika tidak percaya bahwa
alam halus itu ada. Karena, walau pun dicari di seluruh dunia tidak akan bisa
ditermukan yang bernama Alam Kehalusan.
Jika ada yang bertanya : “Apakah
surga dan neraka itu ADA atau TIDAK?”, itu sebaiknya kepada yang bertanya
diminta terlebih dahulu untuk berpikir tentang arti kata ADA dan TIDAK ADA, itu ada artinya
atau tidak ada artinya.
Jika sudah mengerti arti kata ADA
dan kata TIDAK ADA, barulah akan bisa mengerti, bahwa surga itu memang benar
adanya bagi orang yang mengalaminya. TIDAK ADA : bagi yang tidak mengalami.
Neraka itu ADA bagi yang mengalami. TIDAK ADA : bagi yang tidak mengalami.
Di bawah ini, jadikanlah sebagai
contoh :
Suara itu, ada atau kah tidak?
Bagi yang memiliki pendengaran menyebutnya : ADA, Bagi yang tidak memiliki
pendengaran : Menyatakan TIDAK ADA.
Suasana terang, segala rupa dan
warna, itu ADA apa TIDAK ADA?. Bagi yang memiliki penglihatan menyebutnya ADA.
Bagi yang tidak memiliki penglihatan : Menyebutnya TIDAK ADA.
Surga itu, ADA
ataukah TIDAK? Yang memiliki perasaan terang dan dingin, (Enak) menyebutnya
ADA. Yang tidak memiliki perasaan terang dan dingin, menyebutnya : TIDAK ADA.
Neraka itu, ADA ataukah TIDAK?
Yang memiliki perasaan Gelap dan rasa skit (tidak enak): Menyebutnya ADA. Yang
tidak memiliki, Menyebutnya TIDAK ADA.
Dunia ini, ada apa tidak, Yang
memiliki ingatan dan memiliki rasa perasaan : Menyebutnya ADA. Yang tidak memiliki
daya ingat dan tida memiliki rasa perasaan mengatakan TIDAK ADA.
Tuhan itu ADA apa TIDAK? Yang
memiliki budi dan rasa : menyebutkan ADA, yang tidak memiliki BUDI dan RASA :
Mengatakan TIDAK ADA.
Contoh lainnya :
Buah pare itu enak ataukah tidak? Yang senang
memakannya, mengatakan enak. Yang tidak mau memakannya mengatakan tidak enak.
Si naya baik atau buruk? Yang
menyenanginya mengatakan baik. Yang membencinya mengatakan buruk.
Begitulah seterusnya.
ooOOoo
SERAT WULANG REH : WIRANGRONG
1
Den samya
marsudeng budi, // wiweka dipunwaspaos, // aja dumeh dumeh bisa muwus, // yen tan pantes ugi, // sanadyan mung sakecap, // yen tan pantes prenahira.
Berusahalah memperbaiki
budi pekerti // pertimbangan harus di dahulukan // jangan hnnya karena bisa
berbicara // jika hal itu tidak pantas // walau hanya sepatah kata // jika
tidak tepat penempatannya.
2
Kudu
golek mangsa ugi, // panggonan lamun
miraos, // lawan aja age sira muwus, // dununge den kesthi, // aja age kawedal, // yen durung pantes rowangnya.
Harus mencari waktu yang
tepat itu seharusnya // tempatnya juga harus diperhitungkan jika ingin bicara
// penempatannya harus tepat // jangan segera diucapkan // jika belum pantas
siapa teman bicaranya.
3
Rowang
sapocapan ugi, // kang pantes ngajak
calathon, // aja sok metua wong calathu,
// ana pantes ugi, // rinungu mring wong kathah, // ana satengah micara.
Teman bertutur kata //
yang pantas diajak membicarakan sesuatu // jangan sembarang bicara // ada yang
tidak pantas juga // jika didengar oleh orang banyak // ketika sedang
berbciara.
4
Tan
pantes akeh ngawruhi, // mulane lamun
miraos, // dipun ngarah-arah ywa
kabanjur, // yen sampun kawijil, // tan kena tinututan, // mulane dipun prayitna.
Tidak pantas jika banyak
yang mendengarnya // sehingga jika ingin bicara // dipertimbangkan terlebih
dahulu jangan sampai sembarang bicara // jika ucapan telah keluar // tidak bisa
ditarik kembali // maka dari itu berhati-hatilah dalam berbicara.
BAB. II
TIDAK ENAK KARENA SALAH ATAU
SIKSAAN DOSA
Merasa salah atau merasa kotor
itu mengarahkan kepada menelaah keadilan kodrat.
Menelaah atas keadilan kodrat itu
mengarahkan kepada menelaah kesalahan diri sendiri, yang disebut merasa.
Jika bertemu dengan sesuatu yang
tidak mengenakkan hati, ingatlah bahwa itu : Bagian luar, tidak menjadi sesuatu
bagi : yang di dalam. Sedangkan intinya : Walau pun ada gunung meletus dan
perang bharata Yudha sekali pun, itu bagian luar saja.
Jika menemui sesuatu yang tidak
mengenakkan hati, ingatlah, bahwa yang tidak mengenakan itu sebenarnya adalah
PERBUATAN DARI HATI ITU SENDIRI, bukan dari “ YANG ADA DI LUAR HATI. Jika
mempunyai dasar batin yang benar dan bersih yang sebenarnya, tidak mungkin
tidak merasa enak. Sedangkan bersih itu, ada yang bersih bagi : Urusan luar,
ada yang bersih urusan dalam.
Jika menemukan sesuatu yagn tidak
mengenakan hati, ingatlah bahwa adanya siksaan itu karena dosa, Artinya :
Menjadi adanya tidak enak itu berasal
dari kesalahan. Tidak mungkin jika bukan karena dosa, atau : tidak mungkin
tumbuhnya tidak enak itu disebabkan karena benar dan bersih. Tidak usah terlalu
jauh menelusuri dosa yang sudah lama terjadi. Dosa yangs ekarang ini saja yang
sudah jelas (ketika sedang mengalami tidak enak saja). Bentuk dosanya adalah :
Mengapa harus merasakan yang membuat tidak enaknya hati, padahal itu sudah
jelas membawa masuk kepada tidak enak, mengapa tidak menghindar saja. Apakah
itu bukan kesalahan? Karena kesalahan, apakah tidak menerima siksaannya?
Kesimpulannya : Yang memerintah untuk menjalani yang membuat tidak enaknya hati
itu tadi.
Jika menemukan sesuatu yang tidak
mengenakan rasa hati, sudahlah, jangan bertanya lagi, tentu karena berasal dari
gerak hatinya sendiri yang menyebabkan menjadi susah, (salah dalam perbuatan),
menyimpang dari benar yang sebenarnya, yaitu benarnya bagian dalam, bukan benar
bagi bagian luar. Tanda bahwa itu salah : Terbukti menjadi ujud yang tidak
mengenakan hati itu tadi.
Jika menemukan sesuatu yang tidak
mengenakan hati, dan tidak bisa menyimpulkan seperti penjelasan di atas itu,
karena memang benar-benar sulit. Ingatlah : Apakah “TIDAK BISA” itu bukan suatu
kesalahan? Apakah “Tidak bisa” atau “yang sulit” itu akan dijadikan pedoman
untuk menghindar dari kesalahannya itu?. Tidak mengetahui bahwa “Tidak bisa”
dan “Sulit” itu sudah termasuk merupakan kesalahan? Artinya : Itulah adalah
wilayahnya salah, atau anak keturunannya kesalahan. Sehingga yang diingat :
hanya karena “BELUM TAHU” saja atas kesalahannya. Sedangkan “Tidak tahu: itu
adalah anak cucu dari kesalahan juga.
Jika bersjumpa lagi dengan
sesuatu yang tidak mengenakan hati. Jangan hanya mengetahui saja : Yang ada di
luar hati. Ketahui juga : yang ada di dalam hati, yaitu di dalam hatinya
sendiri (Jangan mengingat-ingat YANG DIRASA-RASAKAN, Ingatlah YANG DIGUNAKAN
untuk merasakannya).
Jika menemukan sesuatu yang tidak
mengenakan hati, bertanyalah kepada pikirannya sendiri, apakah TIDAK ENAK itu
bermanfaat? Jika bermanfaat, seharusnyalah giat dalam menjalaninya. Jika sudah
mengerti : bahwa tidak ada gunanya, namun jika diterjang, itu salah siapa?
Menurut ilmu luar saja, sudah bertanya sebagai berikut : Yang bermanfaat itu
IKHTIARNYA atau KECEWANYA?
Jika menemukan sesutu yang tidak
mengenakan hati. Jika belum bisa ditemukan atas kesalahan sebagai penyebabnya,
itu berarti masih salah dalam mencarikesalahannya. Tanda salahnya : Karena
belum bisa menemukannya itu tadi.
Jika menemukan sesuatu yang tidak
mengenakan hati, namun ternyata karena atas kesalahan orang lain diluar hati
dan sudah disepakati oleh orang banyak bahwa seharusnya atau sebenarnya memang
tidak enak (karena sudah menjadi pemahaman umum) ingatlah saja bahwa itu
menjadi sebutan “benar”, belum menjadi benar yang sebenarnya.
Yang di maksud dari buku ini :
BENAR YANG SEBENARNYA, bukan hanya BENAR saja. Benar itu hanya untuk urusan
luar. Sedangkan “Benar yang sebenarnya” itu untuk urusan dalam. Jika hanya
menerima yang biasa saja, tidak usah membicarakan urusan dalam (batin) Karena
hal itu akan dihindari oleh yang mencari : Benar yang sebenarnya yang sulit
teramat sulit untuk menempuhnya.
Jika menemukan sesuatu yang tidak
mengenakan hati, cobalah bertanya kepada Budi-nya sendiri APAKAH RASA JATI IKUT
MERASA TIDAK ENAK, KARENA SUDAH BENAR, PADA UMUMNYA DAN KESEPAKATAN MANUSIA
SEDUNIA. Tentu tidak. Karena rasa jati belum tentu menganggap baik atas yang
sudah dianggap baik oleh rahsa.
Jika menemukan sesuatu yang tidak
mengenakan hati, ingatlah kepada kata-kata : “CINTA itu bisa membutakan”. Rasa
tidak enak itu karena “Terbelenggu cinta kepada dirinya sendiri”. Itu, yang
membutakan hati. Butanya hati : Lupa bahwa diri sendiri itu bukan benar yang
sebenarnya atas keadaan yang tertuju atas rasa Cinta dari yang memenuhi dunia.
Jika menemukan sesuatu yang tidak
mengenakan hati, TANYAILAH DIRIMU SENDIRI : Wahai..... pencari, tunjukan
kemampuanmu, karena sekarang aku sedang mengalami yang tidak enak. Apalah gunanya
aku mencari ilmu batin, jika rasa senangku hanya jika : Mendapatkan apa yang
pada umumnya menyenangkan atau : Susah jika menemukan yang menyusahkan. Jika
hanya pada umumnya hanya seperti itu saja. Tidak ada gunanya mencari ilmu
batin.
BAB. III
SAKITNYA KESALAHAN DAN ENAKNYA
KEBENARAN
BAB. III
SAKITNYA KESALAHAN DAN ENAKNYA
KEBENARAN
Sakitnya kesalahan bernama : Yang
harus dialami (panandang).
Enaknya kebenaran disebut :
PAHALA
Benar dan salahnya dan juga enak
dan tidak enaknya (sakit), disebut KARMA yang bermakna “Perbuatan” (Panggawe)
dan Buahnya Perbuatan.
Yang dimaksud merasa salah :
Mengerti dan mengakui kebenaran pengadilan kodrat.
Sikap hati tentang merasa dan
mengakui kebenaran pengadilan, disebut : Bisa menerima, yang dalam Bahasa Arab
disebut dengan “Ikhlas”. Itu bagi hati atas pengadilan Kodrat. Yang dalam
bahasa Melayu : Sikap hati terhadap keadilan Kodrat.
Rela itu menghilangkan anggapan :
SIKSA. Atas apa yang dialaminya, menetapkan KEPERLUAN.
Dan Ikhlas itu yang menghilangkan
akibat yang dirasakan oleh “hati”, karena sikap hati SELARAS dengan berjalannya
Pengadilan.
Mencari “Kebenaran” menghasilkan
: Penerang dan kesantausaan, yaitu kelepasan dan merdeka.
Seseorang yang selalu menggerutu,
resah, mengeluh, iri hati dan sebagainya, itu berasal dari : Tidak selarasnya
sikap hati dengan adanya pengadilan.
Semua itu mengandung rasa :
GUGATAN kepada berjalannya kodrat, yang dirasa tidak adil.
Contoh lainnya : Timbulnya
mengeluh, marah, nafsu, sakit hati, menyangkal, mangkel, sakit hati, masgul,
benci, kecewa, panas dan sebagainya, itu sudah termasuk cucu dari “kesalahan”.
Walau pun tidak bermakna MENGGUGAT kepada pengadilan, akan tetapi salah karena “tidak
mengetahui atas kesalahan hati” ketika itu. Kemudian : Walau pun hanya : Iba,
tersentuh hatinya, getun, takut, gila, terperanjat dan sejenisnya, oleh karena
itu termasuk “Ribuan jenis kesakitan” padahal “sakit: itu akibat dari
kesalahan, sehingga ternyata adalah berasal dari kesalahan, yang tidak
diketahui asal mulanya..
BAB. IV
M E R A S A
“Merasa” itu pintu masuk menuju :
BENAR YANG SEBENARNYA.
Maksud dari “Merasa” : Mengetahui
kesalahan atau cela dari diri sendiri.
Kesalahan atau tercela, itu tentu
terjerumus, JIKA TIDAK DIBENARKAN atau DIROBAH.
Membetulkan atau merobah itu
tidak bisa terlaksana, jika tidak didasari NIAT.
Tidak akan ada Niat : sebelum
merasa.
Sepi dari rasa merasa : Gagal dan
tidak akan berhasil.
Mengetahui kesalahan atau cela
diri, untuk bisa menjadi jelas hanya dengan cara TEKUN dan TELITI.
Sehingga “Niat” untuk mengetahui
kesalahan diri itu, dengan tekun dan teliti, itu modal nomor satu, bagi orang
yang mencari ilmu yang nyata.
Semakin tekun dan telaten,
semakin cukup modalnya, dan sebaliknya : Semakin kurang merasa diri,
mengakibatkan kurang tekun.
Berusaha membesarkan “merasa”,
dan juga tekun dan telaten mencari kesalahan diri, sebaiknya harus diusahakan,
agar supaya JANGAN SAMPAI KURANG CUKUP.
Jika manusia berniat dengan
sungguh-sungguh mencari ilmu yang nyata, itu dalam perbuatannya selalu tetap
dalam keadaan : WASPADA dan TEPAT memperhatikan KEHENDAK DIRI dalam setiap
harinya. Jangan menoleh ketika MENGAWASI HASRAT DIRI, Jangan berubah dalam
memperhatikan tumbuhnya “Niat”.
DALAM MENGENDALIKAN HASRAT DAN Konsentrasi dalam
NIAT, itu yang disebut tekun, telaten membetulkan kesalahannya atau merubah
cela dirinya.
Mengendalikan dan konsentrasi
itu, singkat katanya : Menjalankan kewajiban menyembah yang dilakukan dalam
siang dan malam harinya.
Semakin ajeg dalam berusaha,
semakin hilang lah penutup dan kotorannya.
Semakin berkurang kesalahannya,
semakin mendekat kepada Anugerah (Sifat Ketuhanan).
Mata yang tertutup kotoran mata,
melihat : Dunia ini gelap penuh penghalang bagaikan kabut tebal.
Tidak melihatnya mata atas
terangnya matahari itu, karena tertutup kotoran yang bernama kotoran mata.
Jika saja pikiran percaya begitu
saja kepada penglihatan mata , itu
merupakan kesalahan yang rangkap, yaitu : yang pertama, dalam menetapkan bahwa
duni ini, itu gelap penuh dengan kabut. Kedua, karena tidak mengetahui bahwa matanya
tertutup kotoran mata.
Pikiran yang percaya begitu saja
kepada mata yang menipu demikian itu,
menjadi gambaran bagi manusia yang tidak bisa merasa.
Dalam MENETAPKAN gelap atas
dunia, itu sama maknanya dengan dalam menetapkan TIDAK ADA KOTORAN di matanya.
Ketepan dua macam yang salah itu tadi, MENGHILANGKAN NIAT untuk membersihkan
kotoran. Sehingga, modal nomor satu bagi seseorang yang mencari terangnya
mata yang tertutup kotoran mata itu :
MENGAKUI ADANYA KOTORAN MATA YANG BERADA DI MATA, serta berniat MEMBERSIHKAN
KOTORAN MATA-NYA.
Penciuman, pendengaran, rasa
lidah dan rasa badan itu, itu juga sering menipu seperti penglihatan, ketika
ketempatan kotoran atau ketika sakit.
Yang seperti itu, jika PIKIRANNYA
TERBAWA, merupakan KESALAHAN YANG RANGKAP bagi pikiran.
Penjelasan di atas itu sebagai
contoh : SUKMA ketika terbawa arus oleh
Pancaindra (Angan-angan dan rahsa).
Sukma sebagai ibarat : Pikrian.
Mata sebagai ibarat : Angan-angan, rahsa. Hawa nafsu diibaratkan sebagai kotoran
mata.
Kotoran atau karena sakitnya
pancaindra menyebabkan TIDAK BISA MELIHAT kepada YANG NYATA, seperti
penglihatan ketika ditak melihat kepada terangnya cahaya matahari.
Yang seperti itu jika saja, sukma
hanya percaya apa adanya saja (Terbawa arus) kepada angan-angan dan rahsanya,
yang menyebabkan kebodohannya menjadi rangkap dua, yaitu : yang pertama, ketika
tidak melihat (tidak percaya) kepada Yang Nyata Adanaya, Yang kedua, ketika
tidak bisa melihat (tidak mengakui) terhadap kotoran atau sakit yang bertempat di angan-angan dan rahsanya. Yang
pada akhirnya menetapkan bahwa terangnya Yang Nyata itu menjadi TIDAK ADA serta
dirinya merasa TIDAK KOTOR.
Mengakui atau mengetahui kotoran
dari angan-angan dan rahsa itu tadi, agar bisa MENJADI TERANG, jika dengan cara
ketekunan dan teliti di dalam ketenangan (bersih). Semakin tekun dan semakin
teliti, semakin terang atas kesalahan dari angan-angan, dan juga cacatnya
rahsa. Semakin jelas dan semakin berhati-hati ketika konsentrasi melihat Yang
Nyata, semakin berkurang kesalahan karena kotoran, menjadi semakin terang dan
jelas penglihatan rahsanya.
Mata yang selamanya tidak bisa
melihat kepada terangnya cahaya matahari, disebut “buta”, dan mata yang bisa
melihat disebut “Melihat”.
Melihat itu keberuntungan, buta
itu sial.
Makna melihat Yang Nyata itu
HILANG KESALAHAN DAN SAKITNYA PANCAINDRA, karena telah hilang kotorannya menjadikan
semakin terangnya melihat Yang Nyata.
Makna buta kepada Yang Nyata itu,
selamanya tidak bisa melihat kepada Yang Nyata, karena pancaindranya sakit atau
penuh kotoran (hawa nafsu) sehingga tidak bisa melihat.
Yang demikian itu jika
dirasa-rasakan, ternyata : Buta kepada Yang Nyata itu bisa dikatakan Buta yang
sangat buta, artinya : Lebih buta dibanding kebutaan mata sejak lahir. Karena :
Buta kepada matahari itu hanya sebentar,
dan hanya remeh saja. Sedangkan buta kepada Yang Nyata, itu sangat lama sekali,
dan untuk urusan penting yang teramat sangat penting.
Manusia yang MENGAKUI terhadap
adanya Yang Nyata, serta tidak bisa melihatnya diakuinya DIKARENAKAN KOTORAN
DAN SAKITNYA ANGAN-ANGAN DAN RAHSANYA, manusia yang seperti itu sudah termasuk
ribuan dari yang bisa merasa.
Dari daya kekuatan merasa itu
tadi, maka akan bisa menumbuhkan niat untuk mencari kesalahan atau kotorannya.
Sedangkan KETEKUNANNYA dan
TELITINYA itu, tergantung dari KEPATUHANNYA, yaitu : KUATNYA NIAT.
NYANYIAN MACAPAT : KINANTHI
Mangka kang aran laku // lakune ngelmu sejati // tan
dahwen pati openan // tan panasten nota jail // tan njurungi ing kaardan //
amung eneng mamrih ening. (Wedhatama Winardi)
Sedangkan yang disebut
menjalankan // menjalankan ilmu sejati // tidak usil // tidak mudah terbakar
hatinya dan tidak jahil // tidak menuruti hawa nafsu // hanya tenteram agar
menjadi hening (tenang) .
BAB. V
RASA SEJATI
Yang manakah : Ujud dari yang
disebut Rasa Jati itu?
Ujudnya : tidak bisa dilihat
menggunakan mata biasa.
Jika bisa dilihat, jika
menggunakan penglihatan gaib.
Jika untuk yang masih kasar,
hanya bisa dirasakan saja.
Artinya : Selalu memperhatikan
perbedaan antara Rasa dengan yang bernama Rahsa.
Sedangkan ciri tanda yang disebut
dengan Rasa Jati, adalah :
Yang mengajak Ikhlas
Yang mengajak Menerima kenyataan
dirinya
Yang mengajak Ingat kepada Tuhan
Yang mengajak ketenangan
ketenteraman
Yang mengajak Hening
Yang mengajak untuk menyayangi
sesamanya
Yang mengajak untuk mempercaya
tentang hal batin
Yang mengajak untuk bersyukur
kepada Tuhan
Yang mengajak tahan dalam
kesendirian
Yang mengajak agar tidak
tergesa-gesa
Yang mengajak senang, tidak susah
Yang mengajak agar tidak merasa
kuatir
Yang mengajak untuk tidak mudah
bosan
Yang mengajak untuk tidak sungkan
Yang percaya dengan kepercayaan
yang tebal kepada hal batin.
Yang diringkas menjadi : YANG
MENGAJAK KESEJUKAN DAN BERSERAH DIRI.
Akan tetapi, semua itu jangan
dikira sudah murni (intisari rasa) karena itu baru ujungnya saja. Masih
tercampur dengan kehalusan “Rahsa” (Mutmainah yang halus).
Walau pun demikian – sesiapa yang
sudah bisa menggapai ujung dari “Rasa Sejati”, walau pun hanya ujungnya saja,
dan masih tercampur rahsa – itu pun sudah ketempatan yang bernama ketenteraman,
Kejernihan, keikhlasan, kesabaran dan sebagainya. Sudah menandakan bahwa sudah
halus rahsanya.
Seseorang yang dalam pencariannya
sudah bisa sedemikian itu, disebut sudah tajam, artinya : Mulai menemukan Rasa
Sejatinya.
Seseorang yang sudah tajam Rasa
Sejatinya, bisa tekun dalam ibadahnya dengan tidak merasa lelah atau bosan.
Apakah sebabnya? Sebabnya adalah
: Yang berjalan itu bukan hanya angan-angan dan rahsa saja; akan tetapi
menggunakan pengaruh dari gerak Rasa Sejatinya. Sehingga keteika dalam
ketukunannya itu : Rasa Sejati serta angan-angan dan Rahsa : Bergerak aktif
semua.
Di situ Rasa Sejati memberi daya
kepada keikhlasan, ketenteraman, ketenangan, tahan senddirian, tidak bosan, dan
sebagainya. Angan-angan selalu mengingatkan kepada ibadahnya, sedangkan
rahsanya, merasakan atas berjalannya angin.
Sedangkan bagi seseorang yang
belum memiliki ketajaman, baru sampai kepada angan-angan dan rahsa saja.
Sehingga cepat merasa bosan, lelah dan curiga.
Bagaimanakah caranya agar bisa
tajam?
Tidak ada lagi selain “Tekun”,
membiasakan mengerjakan ibadah serta menegakkan aturan kesusilaan.
Setelah memiliki ketajaman, jika
dilakukan terus-menerus dalam pencariannya, semakin lama semakin halus atas
rahsanya, sehingga bisa selaras (gathuk) dengan Rasa Sejatinya, di situ barulah
mulai bisa menghilang batu di dalam Sukmanya, artinya barulah bisa mengitip
kepada wilayah Yang Nyata.
Nyanyian : KINANTHI :
Pangasahe sepi samun // aywa esah ing salami //
samangsa wis kawistara // lalandhepe mingis-mingis // pasah wukir reksamuka //
kekes srabedaning budi (Wedhatama Winardi).
Dipertajam di tempat sepi dan
hening // jangan terputus selamanya // jika telah terlihat // ketajamannya
sangat tajam // bisa menghancurkan Gunung Reksamuka // penghancur penghalang budi.
BAB. VI
SENTAUSA TEGAR TERTUJU
Rasa sejati : Adalah rasa milik
manusia sejati.
Untuk agar menjadi ringkas,
disebutkan “RASA” saja.
Rasa Sejati atau RASA itu,
sebutan bagi wujud yang sangat termat halus.
Manusia sejati dengan RASA, tidak
perlu untuk dibedakan, Manusia sejati itu ya RASA.
Ada juga yang menyebutnya dengan
sebutan RASUL, yang dimaksud adalah RASA itu tadi.
Manusia sejatin atau RASA itu,
tidak memiliki lelah, mengantuk dan lapar. Oleh karena yang demikian itu,
seseorang yang sudah memiliki ketajaman Rasa Sejatinya : Pada umumnya tidak
memiliki kelelahan, mengantuk dan lapar, jika sedang bekerja di wilayah Batin.
Sebab apakah sehingga orang
seperti itu ketika mengerjakan tentang Ilmu seolah tidak memiliki rasa lelah,
mengantuk dan lapar? Penyebabnya adalah : Gerak rasanya menjadi penuntun Rahsa.
Rasa mendapatkan daya kekuatan dari
Rasa. Sehingga sang “Rasa” banyak beruntungnya karena patuh kepada Rasa,
sehingga Rahsa tidak membuatnya alelah, mengantuk dan lapar.
Manusia Sejati atau Rasa : Tidak
memiliki watak senang atau susah, yang dayanya menembus Rahsa, sehingga daya kekuatan rahsa menjadi
berkurang, dalam mencari kesenangan atau mendapatkan kesusahan.
Berkurangnya Senang dan susah itu
: menumbuhkan selalu ingat dan dalam ketenteraman.
Dan benar juga jika disebut :
Tebalnya Ingat dan ketnteraman, menjadikan berkuranganya kesenangan atau
kesedihan.
Halusnya senang menyatu dengan
ingat : disebut bahagia.
Halusnya susah menyatu dengan
ingat : disebut Prihatin.
Halusnya bahagia dan prihatin,
bisa menyatu menjadi satu, disebut : Berada di Ingat dan teneteram.
Manusia sejati atau RASA : tidak
memiliki watak senang atau benci kepada segala urusan keduniaan. Oleh karena
yang demikian itu, sehingga seseorang yang
sudah tajam Rasa sejatinya, pada umumnya jika senang kepada sesuatu :
Tidak berlebihan. Demikian juga jika benci kepada sesuatu, tidak berlebihan
pula. Justru bagi manusia yang sudah dewasa atas Manusia Sejatinya, hampir
tidak memiliki senang atau benci kepada segala sesuatu tentang keduniaan.
Apakah sebabnya? Penyebabnya
adalah : Rasa yang bergerak menjadi panutan rahsa. Daya dari RASA : menembus
rahsa yang sudah tajam dayanya, sehingga rahsa tidak mempunyai daya kekuatan
untuk mengaktifkan RASA SENANG dan RASA
BENCI terhadap segala urusan.
Tipisnya rasa senang dan rasa
benci itu : menumbuhnya tetap selalu ingat dan tenteram.
Dan benar juga disebut : Tebalnya
ingat dan tenteram membuat tipisnya kesenangan dan kebencian.
Kehalusan rasa senang menyatu
dengan Ingat, disebut CINTA atau kasih sayang, Sedangkan kasih sayang ditujukan
kepada Rasa Sejati milik semua manusia, tidak pilih-pilih.
Kehalusan kebencian menyatu
dengan ingat : disebut memprihatinkan bagi cela orang lain. Di situ tumbuh
hasrat : Menolong agar menghilangkan celanya, berdasar kasih sayang.
Manusia sejati atau Rasa; tidak
memiliki watak membanggakan diri atau kecil hati.
Membanggakan diri : sama saja
mengaku serba bisa, mengaku pintar, bertindak merasa berkuasa dan sebagainya,
diringkas : Membesarkan diri karena merasa beruntung dan kuasa.
Kecil hati sama saja dengan :
merasa tidak memiliki kekuatan, rendah diri, karena merasa diri rendah, sial,
bodoh, celaka dan sebagainya. Diringkas : Merendahkan diri merasa selalu
celaka.
Rasa jati tidak ketempata dua
rasa yang berlawanan itu tadi, oleh karena itu seseorang yang sudah tajam Rasa
Sejatinya, tidak ketempatan rasa membanggakan diri dan tidak ketempatan rasa
merendahkan diri. Tidak sombong dan tidak kecil hati.
Apakah sebabnya? Karena : Tidak
lain karena kekuatan daya Rasa sejatinya, yang tidak memiliki watak yang
demikian. Daya rahsanya menjadi tipis yang selalu mengajak merasa berkuasa dan
yang merasa selalu sial. Sehingga tidak merasa panas oleh tingginya
angan-angan, dan tidak dingin oleh tidak bersemangat atau kebeuntuan
angan-angan.
Semakin berkurangnya merasa
beruntung dan merasa sial : Menumbuhkan rasa ingat dan tenteram.
Benar juga disebut dengan : Ingat
yang tebal dan tenteram mempengeruhi tipisnya watak merasa besar diri dan merasa sial.
Halusnya mengaku serba bisa,
mengaku pintar, mengaku berkuasa dan sebagainya itu, menyatu dengan Ingat,
disebut : Percaya kepada diri sendir (Percaya diri).
Halusnya merasa selalu sial dan
merasa rendah, menyatu dengan Ingat, disebut : Berharap hanya kepada Tuhan
(Nalangsa marang Pengeran), menyatu dengan ingat, disebut : Berdiri pribadi dan
kesucian.
Begitu seterusnya.
Ringkasannyan : Seseorang yang
manusia sejatinya sudah dewasa, memiliki watak sentausa, tegar atau ketenangan,
jika diterjang oleh besarnya ombak rahsa.
Yang disebut yang harus dialami
(panandang) itu, bukan hanya berbagai jenis sakit, kesusahan, benci, marah,
miskin, itu saja. Walau pun gemuk, senang, suka, kaya, enak hidupnya, juga
disebut godaan (panandang), karena bisa menutup angan-angan menuju Tuhan dan
ketenteraman.
NYANYIAN GAMBUH
Sembah raga puniku // pakartani wong amangang laku //
susucine asrana saking warih // kang wus lumrah limang wektu // wantu wataking
wawaton.
Ibadah raga itu // Perbuatan
orang untuk menjalankannya // bersuci menggunakan air // pada umumnya dilakukan
lima waktu // menggunakan dasar aturan yang ada.
BAB. VII
MENYATUNYA BUDI DAN ANGAN-ANGAN
a. Menyatunya Rasa dan Budi
Ketika seseorang sedang diam, dan
diamnya hingga sampai kepada : Ketenangan yang sebenarnya, di situ, bisa
merasakan : Rasa, yang bukan perasaan
dan bukan rasa badan. Itulah yang disebut Rasa Jati.
Rasa Jati itu, adalah KEHALUSAN
perasaan hati menyatu dengan KEHALUSAN perasaan badan, menyatu menjadi satu,
bertemu di dalam Keheningan.
Ketika seseorang sedang diam, dan
diamnya hingga sampai kepada : Ketenangan yang sebenarnya, di situ bisa Ingat,
yang ingatnya itu bukan ingatan angan-angan, yaitu ingatnya Budi.
Budi itu sumber dari Ingat kepada
Yang Nyata. Ingat yang tidak terputus.
Rasa itu untuk merasakan
Kenyataan, Rasanya tanpa terputus.
Rasa Jati dan Ingat itu : menyatu
menjadi satu di ketenangan.
Ya INGAT Ya RASA, itu sama saja.
Maknanya, sebagai berikut :
Yang Ingat itu : Rasanya.
Yang merasa itu : Ingatnya.
Penjelasan di atas itu, bermakna
menyatunya Budi dan Rasa.
Oleh karena itu, Rasa Jati jangan
dikira sama dengan senang, susah, suka, benci, pengharapan, menolak, sakit,
kemudahan, manis, asin dan sebagainya.
Ingatnya Budi itu bukan ingat
kepada pekerjaan atau ingat kepada kebutuhan, ingat kepada anaknya dan
sebagainya. Itu hanya ingatan dari angan-angan.
Saya sebut INGAT KEPADA SESUATU.
Rasa jati itu yang memberi daya
kepada ketenteraman yang kekal dan Ingat kepada yang kekal..
Orang yang mengolah tentang batin
itu tahan sendirian di tempat kesepian. Mengapa begitu? Karena selama sendirian
itu ada yang dirasakan di dalam hatinya, yang menarik kepada ketenteraman.
Yaotu ketika merasakan ingatan dari Rasa Jati atau ketika merasakan rasa dari
ingat.
Rahsa yang sudah halus
diendapkan. Semakin lama semakin terasa atas daya dari Rasa yang Sejati itut
adi, dayanya amenembus Rahsa yang halus. Pada akhirnya menjadikan kepuasan dan
ketenteraman di dalam hati.
Endapannya atau tenangnya itu,
berarti hilangannya gagasan, dan tenangnya rahsa, atau : berkumpulnya
angan-angan.
Hilangnya gagasan atau puasnya
rahsa itu, menumbuhkan tahan sendirian di tempat yang sepi.
Sehingga, yang menyebabkan
seseorang tidak tahan sendirian di tempat yang sepi itu karena tumbuhnya
gagasan, karena rahsanya belum mengendap (nafsunya bergelora), atau karena
gerak dari angan-angan.
b. Menyatunya Angan-angan dan Budi
Jika sudah bisa merasakan
INGATnya RASA ataua RASA INGAT, di situ bisa merasakan PENGLIHATAN BUDI dan
RASA, dengan : TIDURNYA badan, artinya : Badan tertidur, seperti tidurnya orang
yang tidur pulas sekali, akan tetapi Budi dan Rasanya : Terjaga. Sedangkan
angan-angannya : Ikut terjaga, akan tetapi tidak BERANGAN-ANGAN.
Seperti apakah maknanya :
Angan-angan terjaga, akantetapi tidak berangan-angan? Penjelasannya adalah :
Ikut ingat, yang ingat kesadarannya menyatu dengan ingatnya Budi, oleh karena
sudah menjadi satu (selaras) dengan Budi.
Karena ikut INGAT itulah, maka disebut
TIDAK TIDUR, karena tidur itu artinya : Lupa, tidak ingat. Sedangkan disebut
TIDAK BERANGAN-ANGAN itu : Karena tidak ingat segala kejadian, tidak
berubah-ubah seperti cari atas orang yang berangan-angan.
Daya ingat dari angan-angan itu
jika berkumpul, menjadi terang dan jernih, berkumpulnya bagaikan sinar matahari
menjadi selebar Suryakantha (Kaca pembesar) yang dikumpulkan menggunakan
suryakantha.
Angan-angan yang menjadi halus
serta memberi umpan kepada budi itu, diumpamakan : ana pangkalnya yang bisa
menyambung dengan ujung Budi (akantetapi jangan dibayangkan seperti ujud suatu
benda. Kesemuanya itu hanya RASANYA SAJA).
Arti makna menyambung itu :
Selaras namun hanya sebagian.
Jika sudah demikian, angan-angan
sudah diakui MENJADI SATU dengan Budi. Budi Diakui menjadi satu badan oleh
angan-angan. Olehkarena demikian itu, ilmu pengetahuan milik Budi diakui oleh
angan-angan. Ilmu pengetahuan milik angan-angan diakui juga oleh Budi.
Kesemuanya itu bermakna :
Angan-angan ikut memiliki pengetahuan tentang Yang Nyata. Bidu ikut memiliki
ilmu pengetahuan tentang urusan keduniaan, karena sudah sama-sama dalam satu
badan.
Hal itu disebut : Saling betatap
muka antara Tuhan dan Hamba. Yang disebut Ilmu pengetahuan itu, hasil dari
mengetahui. Angan-angan menyimpan Ilmu pengetahuan tentang tata kelahiran
(keduniaan). Budi dan Rasa menyimpan ilmu pengetahuan tentang batin
(Kenyataan).
Ibadanya CIPTA,
itu intinya : Cipta diri selalu mencipta perbuatan yang utama,
berisi selalu ingat kepada Tuhan Yanga Maha Esa, arah pusatnya cipta satu
kiblat kearah Singgasana tempat duduk milik Allah, di pusat hidup, yaitu inti
dari sanubari.
Ibadahnya KALBU, itu ibadahnya Hati yang selalu disucikan dengan cara membangun watak
utama. Tujuan hati bebakti dan cinta kepada Tuhan, Setianya tertanam di hati,
siang atau malam, ketika bepergian atau sedang di rumah, tetap ingat kepada
Tuhan. Tidak ada sesuatu hal yang membuat goncangnya ahati, karena yang ddituju
hanya patuh atas perintah Tuhan, dengan dituntun dan peenerang dari Sang Guru
Sejati.
Ibadahnya RASA, itu sang Rasa
selalu terasa menyembah kepada Allah. Karena cara Cinta dan berbakti dan
kasmaran mengabdi kepada Tuhan semakin menjadi-jadi, sehingga rasa perasaannya
selalu terasa mendekat kepada hadapan Tuhan.
Ibaratnya adalah seperti rasa
perasaan seseorang yang terpisah dengan kekasih hatinya yang sangat
dicintainya, walau pun terpisah jauh, akan tetapi tidak ada di rasa perasannya
seperti sang kekasihnya berada di hadapannya, yang tergantung di pusat jantung
dan terbayang-bayang di pojok mata.
BAB. VIII
MENUNTUK MERASAKAN KEPADA MAKNA
MENYAMBUNG DAN MENYATU
Di atas sudah diuraikan tentang terpisah
dan menyambungnya antara angan-angan dengan Budi, juga tentang terpisah dan
menyambungnya rahsa dengan Rahsa. Dan juga menjelaskan menyatunya Budi dan
Rasa.
Olehkarena Budi dan Rasa sudah
bercampur menjadi satu, yang kemudian di buku ini ada kata Budi, yang
kadang-kadang bermakna : Sudah dengan rasa. Demikian juga jika ada kata Rasa,
terkadang dimaknai sudah sama dengan Budi.
Budi dan rasa, kedunya bisa
ringkas lagi menjadi : Kajaten (Yang Sejati).
Sekarang akan menguraikan tentang
penjelasan yang disebut dengan Menyambung (Gathuk), agar bisa merasakan.
Dengan menggunakan contoh,
sebagai berikut : Orang yang membaca buku dengan makan, jika ketika membaca
sangat berkonsentrasi memperhatikan isi dari pada buku itu, pasti tidak
merasakan rasa dari makanan yang sedang dimakan. Terkadang setelah selesai
makan, jika ditanya tentang rasanya : tidak bisa menjelaskannya. Bisa terjadi
yang demikian itu, karena angan-angan tidak menyambung dengan rasa lidah.
Angan-angannya tidak menyaksikan atas kerja dari rasa lidah, karena sedang
tertuju kepada buku, yang akhirnya akan terjadi jarak antara angan-angan dengan
rasa lidah.
Sedangkan jika angan-angan sedang
tertuju kepada rasa dari makanan, maka anga-angan tersambung dengan rasa di
lidah. Jika demikian, rasa di lidah menjadi satu dengan angan-angan. Gerak rasa
di lidah dipahami oleh angan-angan. Yang pada akhirnya hasil dari kerja rasa di
lidah itu akan diakui oleh angan-angan. Artinya : Angan-angan memiliki
pengetahuan yang berasal dari lidah, sehingga setelah selesai makan,
angan-angan menyimpan pengetahuan dari lidah.
Seseorang yang jarinya sedang
meraba sesuatu benda sambil dirasakan, seperti : Meraba beludru, otot atau
detak jantung, walau pun orang itu sedang menghadap ke jalan dengan membuka
matanya, akan tetapi tidak mengetahui suasana yang ada di jalan. Hal itu
terjadi karena angan-angan tidak tersambung dengan penglihatan, karena sedang
menyambung dengan perasaan jari. Sehingga pada waktu itu, angan-angan tidak
memiliki pengetahuan yang berasal dari penglihatan, hanya mendapatkan
pengetahuan dari perasaan di jari.
Penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa di lidah dan rasa seluruh badan, kesemuanya jika sedang aktif
namun tidak disaksikan oleh angan-angan, (tidak tersambung denegan angan-angan)
Artinya : Angan-angan tidak mendapatkan pengetahuan yang berasal dari lima
indra tersebut.
Seseorang yang sedang bermimpi
yang angan-angannya tidak tersambung dengan sifat ingatan kehewanan(Hewani, roh
jasmani) itu setelah terbangun dari tidurnya : lupa semua atas mimpinya itu.
Bagaikan : Bermimpi yang belum sampai terbangun kemudian tertidur lagi, walau
pun semalam suntuk bermimpi terus-menerus, akan tetapi pada pagi harinya semua
mimpinya terlupakan. Terjadi hal yang demikian, karena daya dari roh hewani
(ingatan kehewanan) tidak tersambung dengan angan-angan, artinya : Perbuatan
yang dilakukan oleh ingatan kehewanan tidak disaksikan oleh angan-angan.
Sehingga : angan-angan tidak mengakui atas hasil dari sifat kehewanan, selama
terpisah dengan angan-angannya. Sedangkan jika kehewanan terhubung dengan
angan-angan, contohnya : Ketika sedang bermimpi tiba-tiba terbangun, maka
setelah terbangun dari tidurnya : Angan-angan kemudian terhubung menjadi satu
badan (Pangkal dari kehewanan terhubung dengan ujung anga-angan).
Bukan hanya tidur saja, walau pun
sedang terjaga, jika kehewanan bekerja aktif namun meninggalkan angan-angan,
pastilah angan-angan tidak mengakuinya. Contohnya : Kerja dari anggota dan
ucapan yang disebut “Bendana atau
saradan” (berjalan denga sendirinya), itu adalah aktif dengan sendirinya tanpa
ada niatan dan tidak terasa. Sehingga tidak diakui (tidak dirasakan) oleh
angan-angan.
Tidak kurang, orang yang bermimpi
atau mengigau dalam keadaan terjaga, hal itu disebabkan sifat kehewanan sedang
aktif, yang tidak dikendalikan oleh angan-angan.
Seseorangn yang TIDAK merasakan
rasa bersyukur dan rasa ikhlas menerima, pada waktu itu, anga-angannya tidak
TERHUBUNG dengan Mutmainah karena sedang terhubung dengan aamarah dan supiyah.
Sebaliknya : Yang sedang merasakan rasa bersyukur dan rasa ikhlas menerima,
angan-angannya mendapat pengetahuan yang berasal dari Mutmainah.
Seseorang yang mementingkan
bersyukur, angan-angan akrab dan sepakat dengan rasa yang bersifat neraka,
banyak pengetahuannya tentang sifat neraka.
Angan-angan itu bisa tersambung
dengan keduniaan, bisa terhubung dengan sifat surga, bisa tersambung dengan
Kajaten (Yang Sejati).
Seseorang yang angan-angannya
tidak terhubung dengan Yang Sejati (Budi Rasa), tentunya tidak memiliki
pengetahuan tentang Yang Nyata.
Yang hanya terhubung dengan Yang
Sejati, maka ilmunya adalah di WILAYAH yang Sejati.
Yang sudah menyatu dengan Yang
Sejati, itulah MALIGINING (hanya ada) Yang Sejati.
Tidur, itu artinya : Angan-angan
tidak aktif (tidak bekerja) Terjaga itu
artinya : Angan-angan bekerja (mengetahui).
Tidur lupa, itu artinya :
Angan-angan tidak terhubung denga sesuatu, tidak terhubung dengan Yang Sejati
dan dengan keduniaan. Sehingga tentunya tidak mengetahui segala sesuatu.
Tidur ingat, itu artinya :
Angan-angan tersambung dengan Yang Sejati, tidak tersambung dengan keduniaan.
Terjaga lupa, itu artinya :
Angan-angan tidak terhubung dengan Yang Sejati, hanya terhubung dengan
keduniaan.
Terjaga ingat, itu artinya :
Angan-angan terhubung dengan Yang Sejati dan juga dengan keduniaan.
Barangsiapa yang sida bisa
terjaga dan Ingat, tentu bisa tidur dan ingat, karena angan-angannya sudah bisa
terhubung ke sana kemari, dan mendapatkan ilmu Yang Nyata dan pengetahuan
tentang keduniaan.
Rasajati, Budi atau Manusia
Sejati, itu selalu kaya pengetahuan tentang batin yang tidak terputus, selalu
merasa tentang batas besarnya, serta selalu ingat dan sadar tanpa terputus,
selalu merasa tentang Gaibnya rasa. Sayangnya kadang itu terbungkus di diri
manusia, yang angan-angannya belum bisa terhubung dengan Yang Sejati, karena
RAHSANYA masih kasar dan angan-angannya masuh terlalu mudah berubah-ubah.
Bagian dari Pancaindranya belum ada yang halus, yang bisa selaras dengan
Wilayah Yang Sejati.
Jika angan-angannya terbiasa
dipertajam dan juga Rahsa-nya sering di endapkan, tentulah semakin lama semakin
selaras dengan Yang Sejati, angan-angan semakin selaras dengan Budi, Rahsa
semakin selaras dengan Rasa.
Jika Pancaindra (Angan-angan dan
Rahsa) Sudah ada bagiannya yang halus, atau sudah selaras dengan Yang Sejati,
di situlah angan-angan dan rahsa menyatu atau berkumpul dengan Budi.
Oleh karena angan-angan sudah
bisa menyatu dengan Budi, sedangkan budi itu memiliki Yang Sejati, sehingga
angan-angan juga memiliki ilmu Yang Sejati. Sehingga walau pun dipergunakan
tidur atau jaga, angan-angan membawa pengetahuan tentang Yang Sejati. Seseorang
yang sudah sedemikian itu disebut orang yang Berpengetahuan, yang dimaksud
adalah mengetahui Yang Sejati, yang dalam kata di dalam Bahasa arab disebut
dengan “Ma’rifat”.
Orang yang tidur dan lupa : itu
sahir dan Kabir-nya sirna, dan angan-angannya tidak memiliki pengetahuan
tentang Yang Sejati, karena tidak tersambung dengan Budi.
Orang tidur dan ingat, itu sahir
kabirnya hilang, akantetapi mempunyai pengetahuan tentang Yang Sejati, karena
angan-angannya terhubung dengan Yang Sejati.
Orang meninggal dunia dan lupa,
iru sahir kabirnya tidak hilang, namun sahir dan kabirnya itu berganti dengan
yang lebih halus lagi bahan-bahannya.
Orang meninggal dunia dan Ingat,
itu sahir kabirnya dirna menjadi Yang Nyata, serta kemudian menguasai segala
sahir dan kabir.
Orang meninggal dunia dan
mengalami surga, itu sahir kabirnya tidak musnah, namun menjadi lebih urut dan
selaras dibanding dengan sifat raga.
Orang meninggal dunia yang
mengalami neraka itu, sahir kabirnya tidak hilang, namun bahan-bahannya lebih
halus dibanding sifat raganya, akan tetapi tidak urut dan tidak selaras.
(Penjelasan selanjutnya tentang
Sahir dan Kabir, diuraikan di bab. 10).
NYANYIAN KINANTHI
Dene awas tegesipun// weruh warananing urip // miwah
wisesaning tunggal // kang atunggil rina wengi // kang mukitan ing sakarsa //
gumelar ngalam sakalir.
Sedangkan makna awas (tajam mata batinnya) // adalah mengetahui segala
tipuan hidup // serta kekuasaan Yang Maha Tunggal // Yang menyatu di siang dan
malam hari // yang Mukhid dalam segala kehendaknya // hingga tergelarlah
seluruh alam.
Asywa sembrana ing kalbu // wawasen wuwus sireki //
ing kono yekti karasa // dudu ucape pribadi // marma den sembadeng sedya // wewesen
praptaning uwis. (Wedhatama Winardi)
Jangan semaunya tentang cetusan
kalbu // telaah dan pikir terlebih dauhulu atas semua ucapanmu // maka akan
terasa // bahwa bukan ucapan yang berasal dari diri sendiri // Teguhlah dalam
segala daya upaya // bertahanlah hingga sampai pada akhirnya.
BAB. IX
DAYA YANG SATU
Jika gambang (salah satu jenis
bagian alat musik jawa) wilahan gulu, dibunyikan, Gender (salah satu jenis
bagian alat musik jawa) yang berada di dekatnya : Wilahan gulu ikut dibunyikan,
sehingga berbunyi menggema. Wilahan yang lainnya yang bukan gulu : tidak ikut
berbunyi, karena tidak selaras. Jika yang dibunyikan wilahan enam, maka wilahan
gender yang enam yang berbunyi, karena dalam satu laras nada.
Musik di radio yang sama laras
nadanya, walau terpisah jauh, jika yang satu dibunyikan, yang lain ikut
berbunyi, contohnya : di Negara Ingris menghidupkan musidk di radio,
orang-orang di negara Darwis atau Jerman terkadang ikut berdansa, karena alat
musiknya ikut berbunyi (Pemancar radionya sama).
Dewa di Suralaya bisa memberikan
sasmita kepada manusia di Arcapada, jika manusia yang diberi sasmita itu rasa
perasaanya bisa selaras terhubung (satu laras nadanya), dengan Dewa yang
memberi sasmita.
Seseorang yang berada di
Surakarta, bisa menggerakan hati orang yang berada di Surabaya, jika sudah sama
halusnya dan nada laras hatinya sama.
Manusia sejati (Rasa) bisa
memberi sasmita kepada Pancaindra (orangngya), jika Pancaindra yang masuk di
alam yang Sejati itu “ sudah banyak bagiannya yang halus, yaitu jika pangkal
angan-angan dan rahsa sudah selaras nadanya dengan ujung Rasa.
Sehingga ternyata : Getaran yang
menyatu dalam satu laras berwatak mempunyai daya yang sama, bisa saling
pengaruh mempengaruhi, atau saling memberi tahu, tidak terhalang jarak jauhnya.
Daya penglihatan : mengatahui
terangnya cahaya matahari dan bentuk rupa yang bermacam-macam, yang memancarkan
sinar, yang merah, hijau dan sebagainya.
Penglihatan menetapkan bahwa
terangnya cahaya matahari dan segala betuk rupa itu : ada. Akantetapi tidak
akan menganggap kepada adanya suara (meniadakan bahwa suara itu ada).
Pendengaran menetapkan bahwa
suara itu ada (mengiyakan terhadap adanya suara). Akantetapi tidak menganggap
kepada adanya cahaya dan warna.
Kapankah penglihatan bisa
mengetahui suara? Itu sama sekali tidak bisa diharapkan. Karena, pasti tidak
akan terjadi untuk selama-lamanya, karena tidak ada suara yang berada di alam
penglihatan. Sejak ADA hingga SIRNA : Penglihatan itu akan tetap menjadi
penglihatan saja, sedangkan – selagi masih menjadi penglihatan : Sudah
ditetapkan (di nas) tidak akan bisa melihat suara.
Kapankah pendengaran bisa
mendengar segala bentuk rupa? Itu sama sekali tidak bisa diharapkan, karena
pasti tidak akan bisa terjadi untuk selama-lamanya, karena tidak ada segala bentuk
rupa yang berada di tempat alam
pendengaran. Sejak ADA hingga SIRNA : pendengaran itu akan tetap menjadi
pendengaran saja. Sedangkan – selama masih menjadi pendengaran, di tetapkan (di
nas) tidak mengetahui segala bentuk rupa.
Penglihatan dan pendengaran
disebut tidak dalam satu alam, bukan satu daya.
Penciuman, itu beda lagi daya
atau alamnya. Di alam penciuman ada lagi keadaan yang tidak bisa berada di alam
penglihatan dan juga di alam pendengaran, itulah yang disebut bebauan.
Contohnya : wangi, menyengat, bau busuk dan sebagainya. Penglihatan dan
pendengaran sama-sama menetapkan bahwa, wangi, menyengat, bau busuk itu tidak
ada. Penciuman menetapkan bahwa wangi, menyengat, bau busuk itu, pasti adanya,
akantetapi merah, hijau : tidak ada, demikian juga gemerincing dan suara
ledakan itu tidak ada.
Singkat kata : tiga indra itu,
saling menyalahkan, saling bantah. Hanya bisa menetapkan atas keyakinannya
sendiri-sendiri.
Rasa di lidah itu, bagaimana? Di
atas itu semua, dibantah adanya oleh rasa di lidah. Rasa di lidah menetapkan
bahwa di dunia ini yang ada itu hanya : manis, pahit, gurih dan sebagainya.
Tidak ada bentuk rupa, tidak ada suara, tidak ada bebauan. Karena di dunia rasa
lidah itu : dicari pun, tidak akan bisa ditemukan dengan yang bernama merah,
hijau, gemerincing, suara ledakan, wangi, bau busuk.
Bagaimanakah rasa badan? Semua
yang di atas itu di bantah keberadannya oleh rasa badan. Dan yang didtetapkan
adanya hanya : Kasar, halus, dingin, panas, gatal, geli dan sebagainya. Sama
sekali tidak mengetahui tentang yang disebut Merah, hijau, serta pancaran
cahaya yang berkelap-kelip. Tidak mengetahui maksud dari yang disebut wangi,
bau menyengat, bau busuk, dan sama sekali tidak mengetahui rasa pahit manis.
Piranti alat yang lima itu, saya
sebut lawan dari pancaindra, karena kegunaanya untuk membantah (melawan) daya
dari pancaindra.
Lima alat itu di rajai (dikuasai)
oleh angan-angan.
Angan-angan itu lebih halus
dibandingkan dengan lima alat itu tadi, sehingga bisa memuat dan menguasai
kepada pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh oleh lima alat itu. Walau pun
lima macam alat itu saling membantah dan saling menyalahkan antara yang satu
dengan lainnya, akan tetapi, angan-angan mengakui kepada keyakinan
masing-masing alat itu, tidak ada yang di tiadakan. Mengapa demikian? Karena
angan-angan itu lebih halus.
Sedangkan yang lebih halus itu
bisa memuat kepada yang kasar.
Semua hal yang kasar : memiliki
watak sempit, hanya mengakui atas keyakinannya sendiri saja, menyalahkan
keyakinan yang lain, serta hasrtanya itu : mengajak berpisah.
Segala yang ghalus, berwatak
luas, menguasai dan memuat, bisa menyatu masuk menyelaraskan diri kepada
keyakinan orang lain yang lebih kasar, serta berwatak : Mengjak menyatu, tidak
mengajak untuk berpisah. Seperti itulah watak dari Kodrat.
Olehkarena anga-angan itu
menguasai dan memuat semua ilmu yang berasal dari lima alat pancaindra yang
sudah disebutkan di atas, sehingga angan-angan menyimpan pengetahuan yang
banyak dari karena menghimpun yang diperoleh oleh lima alat pancaindra.
Apakah anga-angan itu sudah
termat sangat halus? BELUM!!!!
Yang lebih halus dibanding
angan-angan yaitu : BUDI atau Rasa Jati
(Manusia Sejati).
Manusia Sejati bisa memuat serta
bisa menghimpun pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari alam angan-angan dan
alam rahsa.
Pengalaman milik angan-angan dan
rahsa, ada yang disebut Surga, Alam para Dewa, Ka-Endran, dunia peri, jin, dan
sebagainya. Walau pun dari amsing-masing jenis itu saling menyalahkan, hanya
meyakini keyakinannya sendiri saja, akan tetapi semua diakui kebenarannya oleh
Manusia Sejati. Bahkan Manusia Sejati justru memperoleh pengetahuan yang tanpa
batas banyaknya dan besarnya, dihimpun dari pengalaman di alam yang berbagai
macam. Hasil menghimpun itu menjadi sarana untuk mengapai kesempurnaan atau
Penyatuan.
Penglihatan si A walau pun dekat
dengan pendengarannya sendiri, akantetapi tidak saling memberi tahu dengan
pendengarannya sendiri, tidak saling memberi tahu dengan si A itu sendiri, itu
disebut : Tidak berada di alam yang sama.
Penglihatan si A, walau pun jauh
dengan penglihatan si B, akantetapi saling memberi tahu dengan penglihatan si
B, itu yang disebut berada di alam yang sama. Demikian juga pendengaran si B
satu alam dengan pendengaran si A dan si C.
Saling memberi tahu itu bermakna
: saling menyaksikan tentang keadaan yang dialami.
Penglihatan si A, B, C dan D –
saling menyaksikan bersama bahwa suara itu ada.
Demikian dan seterusnya, dan
kesemuanya itu disaksikan oleh angan-angan. Pada akhirnya manusia kemudian
menyaksikan bahwa dunia ini ada.
Surga diakui keberadaannya oleh
makhluk yang memiliki rasa tentang surga (Mutmainah dan angan-angan yang
benar). Makhluk yang mengalaminya saling saksi menyaksikan dan berani
bersumpah, mengenai keberadaannya. Neraka diakui keberadaannya oleh makhluk
yang ketempatan rasa tentang setan (Amarah dan angan-angan yang gelap). Alam
Jin diakui oleh makhluk yang tebal rasa imannya (Supiyah dan angan-angan yang
kurang terang). Alam dunia diakui oleh makhluk yang memiliki rasa tentang raga
(rasa jasmani). Alam penasaran atau alam makhluk halus, diakui oleh makhluk
yang ketempatan roh kehewanan, (Angan-angan yang terlalu sangat gelap),
Manuisa sejati lebih halus
dibanding angan-angan dan rahsa yang sudah tersebut itu semua, sehingga bisa
memuat semua pengetahuan-pengetahuan yang dialami oleh makhluk yang bermacam
jenisnya yang berada di alam yang berbeda-beda tersebut di atas, dengan tujuan
agar supaya bisa mengalami pengalaman yang bermacam-macam itu, tersimpan di
dalam badan yang kekal.
Sangat besar manfaatnya memiliki
banyak pengetahuan yang bersumber dari pengalaman yang bermacam-macam, karena
dayanya meluhurkan derajat Manusia Sejati, hingga bisa menggapai kepada
Penyatuan.
Orang tidur dan jaga, orang hidup
dan mati, walau pun ORANGNYA tidak mengakui terhadap alam-alam itu, akan tetapi
MANUSIANYA YANG SEJATI : Mengakui serta selalu mendapatkan pengetahuan dari
karena berulang-ulang terlahir kembali serta mengalami pengalaman yang
bermacam-macam, baik yang halus dan yang kasar, yang luhur dan yang rendah,
yang terang dan yagn gelap, yang mulia dan yang sengsara.
Pengetahuan-pengetahuan itu semua
belum dikabarkan-luaskan kepada orangnya (Pancaindranya yang merasuki dirinya)
itu bukan karena sungkan, hanya karena pancaindranya (orangnya) belum bisa menerima
kabar, karena masih tersesat.
Jika pancaindra semakin halus,
karena tekun dan rutin mencari pengetahuan tentang batin, itu semakin lama
semakin bisa menerima kabar berita dari sedikit, di dalam batinnya sendiri.
Semakin halus maka semakin terang dalam menerima kabar berita dirinya dari
batin sendiri. Semakin halus semakin jelas dalam menerima kabar berita.
Yang disebut kabar itu, tumvuhnya
Budi (Rasa) di dalam sanubarinya.
Mengerti itu : Daya kodrat
manuisa”, yaitu : Mengerti karena berfikir (pikiran), mengerti karena terasa
(merasakan, merenungkan),
MENGERTI, bisa juga karena “Daya
Gaib milik Tuhan” (Terbuka).
BAB. X
PENJELASAN YANG DISEBUT SAHIR DAN
KABIR
A. Penglihatan itu memiliki rasa.
Rasa dari penglihatan itu, bernama Melihat.
Hasil dari melihat bernama :
Pengetahuan, pengetahuan penglihatan
disebut : Segala rupa, contohnya : warna merah, cahaya yang terang dan
gelap, rupa dari manusia, hewan dan sebagainya.
Penglihatan itu mengira bahwa
segala rupa (segala bentuk) itu berada
di luar penglihatan. Tidak mengira (lupa) bahwa itu hanyalah rasa milik
penglihatan. Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut :
Karena berasal dari rasa milik
penglihatan (melihat) di situlah penglihatan kemudian menganggap, bahwa di luar
mata itu ada sesuatu. Sedangkan yang saya sebut sesuatu itu : yaitu segala rupa
itu tadi (ingatlah orang yang bercermin, penglihatan mengira ada bentuk rupa di
belakang cermin, karena terasa getaran cahayanya).
Ujud rupa atau warna itu KABIR
bagi alam penglihatan. Sedangkan
penglihatan itu SAHIR, bagi alam segala rupa.
B. Pendengaran itu memiliki rasa.
Rasa dari pendengaran bernama : Mendengar.
Hasil yang diperoleh dari
mendengar, bernama pengetahuan, yaitu : Yang di dengar, Ujudnya : Suara.
Contohnya : Gemerincing, berdentum, berdesir dan sebagainya.
Bagi pendengaran mengira bahwa
suara itu berada di luar pendengaran, tidak mengira (lupa) bahwa itu adalah
rasa dari pendengaran. Lebih jelasnya, sebagai
berikut :
Dikarenakan rasa milik dari
pendengaran (mendengar), di situ pendengaran kemudian menganggap, bahwa itu di
luar telinga bahwa ada sesuatu. Yang saya sebut sesuatu itu, yaitu yang disebut
suara. (Ingatlah : Kuping mendengar suara gaduh ketika kuping ditutup rapat,
sehingga mengira ada suara yang mendenging di luar telinga. Itu dikarenakan
rasa.
Suara itu KABIR bagi alam
pendengaran. Pendengaran itu SAHIR bagi alam mili suara.
C. Penciuman itu memilki rasa.
Rasa milik penciuman itu, bernama Mencium.
Hasil yang diperoleh dari mencium
disebut juga Pengetahuan, yaitu : bau=bauan, contohnya : Wangi, menyengat, bau
busuk dan sebagainya.
Sang penciuman mengira, bahwa
bau-bauan itu berada di luar penciuman. Tidak mengira (lupa) bahwa bau-bauan
itu hara sebuah rasa bagi penciuman. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut :
Disebabkan karena rasa dari
penciuman, di situ penciuman kemudian mempunyai anggapan bahwa di luar hidung
itu ada sesuatu. Yang saya sebut sesuatu itu yaitu yang bernama bau-bauan yang
diluar hidung dikiranya malah hilang.
Bau-bauan itu Kabir, bagi alam
penciuman. Penciuman itu Sahir bagi alam bau-bauan.
D. Manis, asin dan sejenisnya :
dianggap berada di luar lidah, oleh perasa lidah. Artinya : Yang didtetapkan
manis itu adalah gulanya. Yang ditetapkan asin itu garamnya. Ilat itu sendiri
tidak mengira (lupa) yang menyebabkan adanya rasa manis atau asin itu adalah
rasa di lidah itu sendiri. Ingatlah bahwa bagi orang sakit itu, nasi rirasanya
pahit, ikan dikiranya tidak enak.
Yang manis-manis dan yang
asin-asin itu KABIR bagi perasa lidah. Sedangkan Perasa lidah itu SAHIR bagi
yang manis-manis atau yagn asin-asin.
E. Panas dingin, halus kasar dan
sejenisnya : dianggap di luar badan. Yang ditetapkan panas adalah api. Yang
ditetapkan dingin itu airnya. Sedangkan adanya rasa yang bernama panas atau
dingin itu bersumber dari gerak rasa di badan. Apinya dan aairnya sebenarnya
adalah ujud getaran. Getaran itu bisa dibuat panas atau tidak (ingatlah orang
sakit, semua yang di luar badan dikiranya tidak meng-enakan badan).
Semua yang tersebut di atas :
dipikir – seperti pikiran di huruf E.
Panas dingin dan sejenisnya itu
KABIR bagi rasa badan. Rasa badan itu SAHIR bagi alam milik panas dingin.
F. Oleh karne penglihatan
memiliki pengetahuan yang disebut : rupa/bentuk, pendengaran memiliki
pengetahuan yang disebut “Suara”, penciuman mempunyai pengetahuan yang disebut,
bau-bauan, rasa lidah memiliki pengetahuan yang disebut, manis asin, rasa badan
mempunyai pengetahuan yang disebut : Panas dingin, dari berkemupulnya semua itu
... di situ diri kemudian mempunyai anggapan, bahwa di luar rasa diri ada
sesuatu.
Sedangkan yang saya sebut sesuatu
di luar diri itu : yaitu yang disebut JAGAD (DUNIA), cuntohnya : Alam dunia
ini.
Dunia ini itu KABIR bagi RASA
DIRI, sedangkan RASA DIRI itu sahir bagi Dunia ini.
Yang saya sebut rasa diri iru
rasa yang satu yang terbentuknya berasal
dari bercampurnya seluru rasa perasaan, disingkat : Rasa Pancaindra dianggap
SATU.
Semua orang memiliki pengetahuan tentang ADANYA dan Keadaan dunia itu, karena
adanya rasa diri, bukan rasa diri dari pengetahuan tentang adanya dunia.
Akantetapi terjadinya itu bersamaan.
Hilangnya pengetahuan tentang
adanya dunia, berasal dari hilangnya rasa diri. Akantetapi dalam hilangnya itu
bersamaan.
Tambahan penjelasannya adalah,
sebagai berikut :
Diri itu memiliki rasa, Rasa diri
itu disebut : Melihat. Hasil dari melihat disebut : Pengetahuan.
Pengetahuan diri, contohnya :
Rupa yang bermacam-macam, bau-bauan yang bermacam-macam ditambah rasa sentuhan
kulit ditambah rasa senang dan susah dan sebagainya ditambah rasa angan-angan
yang disebut pikiran (Contoh : mengetahui = mengerti) bahwa jika 3 kali 4 itu
ada duabelas dan sebagainya samadengan Itu semua diringkas dengan sebutan
Pengetahuan diri (Pengetahuan dalam tata lahir).
Sang diri mengira bahwa yang
tersebut itu semua BERADA DI LUAR RASA diri. Tidak mengira (lupa) bahwa itu
semua hanya RASA DIRI. Lebih jelasnya lagi : Oleh karena rasa diri (mengetahui, mengerti, merasa), di
situ diri kemudian mempunyai anggapan, jika di luar diri : Ada sesuatu. Sedangkan yang
saya sebut sesuatu itu : Dunia yang tergelar.
G. Halusnya nafsu Mutmainah,
tertembus terangnya angan-angan, itu merupakan rasa. Rasanya itu juga disebut :
Memahami.
Hasil dari pengetahuan juga disebut
: Pengetahuan. Pengetahuan dari mutmainah menyatu dengan pengetahuan dari
ingatan yang terang, yaitu yang disebut : Rasa tentang surga, contohnya :
Tergelarnya surga yangg menyenangkan, menenteramkan, indah dilihat dan dirasa,
membuat puas dan dingin serta merasa bebas. Manusia di surga, penuh kasih dan
menyenangkan...... dan sebagainya.
Sedangkan pengetahuan angan-angan
yang terang, yaitu : Suasana di surga yang selalu dalam keadaan terang, semua
serba jelas, tidak ada yang membingungkan pikiran, selaras serta urut dengan
jalannya penalaran (pikiran). Yang seperti itu juga karena berasal dari daya
rasa diri yang senang, tenteram, manis, penuh kasih sayang, puas, tenang,
merdeka dan juga rasa dari ingatan yang terang, bening, menembus, mengetahui
yang belum terjadi. Kesemuanya yang dilihatnya, yang dipikirkan dan yang
dirasakan : Terlihat indah, cantik, bersih, manis, menyenangkan, menenangkan
hati, menenteramkan. Karena juga berasal dari RASA MUTMAINAH ITU SENDIRI.
Sehingga yang menarik, yang
indah, manis, yang menyenangkan dan sebagainya itu, MUTMAINAH! Bekal yang
menjadi rasa yang demikian itu getarannya sama dengan getaran luar, yang dayan
kekuatannya membangkitkan rasa yang demikian itu.
Semua yang diingatnya di suasan
surga, membuat terangnya ingatan, itu juga karena ingatan diri sendiri yang
memang sudah terang. Apa pun yang dilihatnya terlihat jelas, tanpa penghalang,
itu dikarenakan berasal dari penglihatan sendiri yang karena dasar waspada.
Demikian itu seterusnya (semoga
direnungkan dipkir dengan jernih dan ditelaah dengan rasa yang dalam).
Jiwa-jiwa yang memilik rasa yang
sama selaras (satu alam) juga sama-sama saling memberitahukan, saling
menyaksikan atas adanya suasana yang dialami, juga berani bersumpah mengakui
tentang keberadaannya.
Jiwa-jiwa yang satu rasa tentang
surga, berwatak saling mengasihi, saling mencintai karena sama-sama terlihat
menyenangkan hati dan sama-sama menarik hati, dan juga berbudi lurus,
jujur-jujur dan terlihat iba hati, tidak ada wajah cemberut atau yang
menyebalkan, tidak ada tingkah laku yang kasar, tidak ada rasa membekas jelek,
menyusahkan dan mengawatirkan, saling percaya mempercayai hingga terus ke dalam
hati sanubari, seperti saudara kandung sendiri yang saling mencintai (anak
kecil yang manis, menyenangkan hati dan menarik hati, itu sehingga memiliki
sifat yang demikian itu karena, karena masih banyak bekas watak-watk yang
berasal dari surga, belum banyak terkontaminasi dari nafsu supiyah, amarah dan
aluamah).
Karena halus dan kasarnya
mutmainah dan angan-angan masing-masing orang : tidak sama, sehingga yang
disbut surga itu tidak ada tingkatannya.
Yang disebut surga tingkatan
bawah (kasar) yaitu : rasa diri yang mutmainahnya masih terampur dengan supiyah
sebagian.
Surga itu Kabir bagi alam milik
rasa diri yang halus. Sedangkan rasa diri yang halus itu Sahir bagi alam milik
surga.
Rasa tentang surga mengira bahwa
surga itu berada di luar rasa perasaan, terlupa bahwa keberadaan tentang surga
itu tergantung kepada gerak dari angan-angan dan rahsanya.
Itu maknanya adalah sebagai
berikut : Yang ditetapkan menyenangkan, indah, membuat tenang dan sebagainya
itu, keadaan di luar rasa perasaan. Tidak ingat bahwa keberadaan suasana yang
demikian itu tergantung kepada rasa perasaan dirinya sendiri. Sedangkan yang
berada di luar rasa perasaan itu sebenarnya getaran yang hidup (Daya hidup)
yang kekuatannya bisa menggugah semua rasa perasaan. Harap berhenti sebentar
dalam membacanya, untuk merenungkan dan memikirkannya.
Ilmu Pengetahuan Exakta (nyata) dan Ilmu Abstrak
(tanpa ujud), keduaya disebut pengetahuan, akrena berasal dari “bergeraknya
tahu”.
Oleh karena keadaan yang tersebut
di atas itu : tidak mudah untuk dipahami dan diterima oleh semua orang,
barangkali saja pembaca buku ini bertanya seperti ini : APAKAH ITU TADI MENIPU
(TIDAK NYATA) ?? MENGAPA DISEBUT HANYA TERGANTUNG DARI RASA PERASAAN SAJA.
Penjelsannya adalah sebagai
berikut :
Bagi YANG NYATA : memang benar
menipu, karena bukan yang nyata (bukan yang sejati), oleh karena itu, memang
benar bahwa tentang surga dan seluruh alam di luar Ketuhanan disebut bukan yang
sejati, karena bukan keadaan yang sejati (Bukan sejatinya keadaan), mengapa
disebut bukan yang nyata itu artinya : bukan keadaan yang LEBIH DARI NYATA.
Akantetapi, walau pun demikian,
tenangkan dulu dalam berpikir, jangan menggampangkan dulu, sebaiknya
dipikir-pikir kembali, seperti berikut :
Apakah pembaca buku itu membantah
kepada adanya segala rupa, bebauan, suara dan sebagainya, karena hanya
tergantung di rasa perasaan saja? Tentunya tidak demikian, bukan?
Selanjutnya : Apakah pembaca buku
ini membohongi kepada adanya dunia, karena hanya tergantung pada rasa perasaan?
Tentunya tidak juga. Karena banyak yang menyaksikan bahwa alam dunia itu memang
benar-benar adanya, dan berani bersumpah.
Yang ini, setelah ddirasakan
kemudian dipikir lagi, seperti berikut :
Selah saya (yang membaca)
menetapkan tentang adanya dunia (karena memang nyata), apakah kemudian
menetapkan bahwa dunia itu keadaan yang sejati (Yang nyata danya)? Tentunya
tidak!!
Setelah di pikir-pikir lagi dan
dirasa-rasakan lagi, kemudian ditimbang-timbang, seperti ini : Maka dari itu,
oleh akrena dunia, yang ternyata bentuknya demikian ini, aku tidak bisa
menganggap tidak ada atas keberadaannya, apalagi tentang SURGA YANG LEBIH NYATA
DIBANDING DUNIA, serta yang lebih halus dan luhur dibanding alam dunia, jika
bisa menganggap tidak ada (menganggap keadaan yang bukan sebenarnya). Tentunya
sangat tidak masuk akal jika bisa menganggap keadaan yang tidak nyata.
Ditimbang saja tentang yang ada
terlebih dahulu, contohnya : tentang rupa, yang tidak berada di penglihatan,
atau tentang suara yang tidak berada di telinga, dan sebagainya. Baru tentang
yang demikian itu saja, sudah sangat rumit untuk memahaminya, bagaimana lagi
agar bisa menganggap tidak ada tentang adanya alam luhur yang lebih nyata
dibanding dunia yang jika dipikir hanya ada di rasa perasaan saja. Tentunya
sangat tidak mungkin, benarkah demikian?
Oleh karena itu, ringkasnya
uraian adalah sebagai berikut : angan-angan dan rahsa memang tidak berbohong
tentang adanya alam yang beraneka ragam yang dialaminya. Akantetapi YANG SEJATI
tidak menganggap keadaan Yang Nyata (yang sejati) kepada semua itu.
Lebih jelasnya lagi,s ebagai
berikut : Angan-angan dan rahsa diri sendiri, tidak dianggap keadaan Yang
Sejati oleh Yang Nyata, karena angan-angan dan rahsa itu tadi sesuatu yang baru
bagi Yang Sejati, karena semua itu suatu ujud yang tadinya tidak ada, kemudian
ada, yang kemudian tidak ada lagi.
Sedangkan yang disebut Kenyataan
atau yang Sejati itu : Tidak pernah ada, serta : Tidak akan tidak ada.
Pedomannya : Segala sesuatu yang adanya didahului tidak ada, serta ada batas
akhirnya : Tidak ada, itu bukan keadaan Yang Sejati bagi Yang Nyata, akantetapi
: Benar adanya bagi pancaindra 1). Bisa diringkas : Kenyataan akana tetapi
bukan : YANG NYATA ADANYA.
Mengapa mahluk tidak bisa
menganggap tidak ada atas adanya pengalaman yang dialami : Dibahasakan dikuasai
di bawah kekuasaan Kodrat.
----------------------------
1)
Ada orang yang mencari ilmu batin, oleh karena sudah
mengerti bahwa alam dunia itu bukan Yang Sejati, serta menetapkan bahwa atas
keberadaannya di dunia itu hanya mimpi saja, yang kemudian menolak kepada
keduniaan, mengikuti yang dilakukan oleh Pandhita yang termuat di dalam dongeng
cerita di jaman dulu. Akantetapi ketika lapar, maka kemudian makan. Yang
dimakan itu nasi sungguhan, tidak dianggap tidak ada keberadaannya. Pun di
tambah dengan lauknya, dan lauknya itu lauk sungguhan, bukan lauk impian. Hal
seperti jadikanlah sebagai tanda bahwa makhluk itu tidak bisa menganggap tidak
ada kepada adanya alam, walau pun alam itu bohongan bagi Yang Nyata. Yang bisa
menyatakan kepada bohong itu, hanya Yang Nyata saja.
Melanjutkan tentang Sahir dan
Kabir.
H. Nafsu fupiyah yang dipengaruhi angan-angan, itu juga menuumbuhkan rasa
(pengetahuan_ manakah ujud rasanya (ilmunya), itu juga tentang surga, akan
tetapi bagi yang kurang dalam ketenteraman dan kurang ingatnya dibanding surga
milik mutmainah yang sudah dijelaskan di atas.
Walau pun idah melebihi kesenagan
raga (dunia) akanteapi masih kurang ingat kepada Yang Sejati, karena masih
tertutup oleh kesenangan dan keinginan. Daya dari angan-angan yang bercampur
dengan supiyah, mengakibatkan menjadi kurang terang.
Surga milik mutmainah dan
angan-angan yang halus, yang tersebut di atas, saya sebut : Surga yang luhur,
sedangkan surga milik supiyah saya sebut surga tengah-tengah.
Sifat rasa surga madya
(tengah-tengah) itu kurang tenteram dan kurang ingat, karena masih kekurangan
rasa bakti (yang menyebabkan menjadi
kurang suci, kurang jujur, kurang bisa menerima, terkotori oleh daya rasa milik
dan hasar diri). Sedangkan, karena sifat rasa surga yang seperti itu, juga
masih ada yang tercampur dengan
mutmainah, sehingga pada bagian yang luhur dari surga madya itu, juga banyak
kemiripannya dengan surga yang luhur (sifat mutmainah). Dan juga bisa
tersambung (saling pengaruh mempengaruhi) dengan surga yang luhur itu tadi.
Sedangkan yang dibagian bawah (artinya : bagidan rasa terasa) menyambung dengan
rasa perasaan jin peri, menyebabkan bisa tersambung dengan dunia Jin Peri.
Di bagian di bawahnya lagi (yang
dipengaruhi oleh perasaan rendah) tersambung dengan surga di tingkat rendah,
yaitu surga penasaran, surganya makhluk halus yang kasar (demit, brekasakan)
karena tercampur dengan rasa milik setan (Amarah).
Surga tingkat supiyah (surga
tengah) ada yang menuebutnya astraalgebled, itu di bagian yang luhur,
tersambung dengan kahyangan milik Bathara Endra, yang kemudian disebut Endraloka).
Jika mutmainahnya hanya
sekedarnya saja (hampir hanya dari angan-angan luhur) menjadi rasa bersifat
Dewa, yaitu rasa yang hanya mengandlkan bijaksana, waskitha dan kewaspadaan
(kedewaan) yang tersambung dengan kahyangan Bathara Guru, sehingga disebut
Guruloka.
Sebenarnya hal itu, hampir sama
dengan Surga luhur yang sidah tersebut di atas, serta mudah untuk bisa saling
menyambung, dan justru sering menyatu saling isi mengisi (rasanya), apalagi
dengan alam milik Endra (endraloka).
Mengapa alam luhur itu mudah
untuk bisa menyatu dan saling isi mengisi, karena semakin luhur semakin halus
dan bisa menyesuaikan diri karena dari bahan yang pantas (stef-e).
Surga luhur itu, terbentuk dari
menyatunya mutmainah yang dipengaruhi oleh keluhuran angan-angan, itu adalah
surga milik manusia yang mengagungkan
RASA BAKTI kepada Tuhan, bersar rasa syukurnya, besar rasa kasih
sayangnya kepada sesamanya, itu pun bagian dari yang luhur, menyambung dengan
alam para Malaikat (pembantu kodrat Rasulullah).
Rasa dari sifat surga luhur bisa
dibahasakan : Pangkalnya tersambung dengan Rasa Yang Sejati.
Sedangkan jenis dari sifat Surga
yang luhur itu bermacam-macam, yang sudah tersebut itu semua : yaitu mudah
untuk bisa menyambung ( saring
memberitahukan) kadang juga ditempati oleh Mutmainah. Yang mutmainahnya tipis,
hanya bisa tersambung dengan surga madya
(surga milik jin peri). Sedangkan yang mutmainahnya terlalu tipis, hanya
tersambung dengan surga milik penasaran, yang mutmainahnya sangat tertutup.
Tidak hanya bisa tersambung
dengan alam kehalusan saja, bahkan juga bisa tersambung dengan dunia raga (alam
dunia ini), yang seperti itu juga bagian dari rasa perasaan yang selaras dalam
satu laras yang sama. Bahkan Yang Nyata bisa tersambung juga dengan sifat raga,
dan kadang juga dengan angan-angan dan Rahsa yang sangat halusnya sehingga ada
bagian yang bisa berhubungan dengan Yang Sejati.
I. Kelanjutan tentagn SAHIR dan KABIR yang lain lagi.
Napsu amarah dipengaruhi oleh
angan-angan kegelapan, itu juga merupakan rasa atau pengetahuan. Pengetahuan
milik amarah yaitu : Yng diketahui adalah rasa dari kebencian, marah, dengki,
jahil, panas hati, sakit hati, susah, bingung, masgul, dendam, tidak enak hati,
mengeluh dan sebagainya. Diringkas : Yang menimbulkan tidak enak, atau SAKIT, itu
semua juga bernama pengetahuan, akan tetapi pengetahuan tentang keburukan dunia
atau keburukan sesamanya. Yaitu rasa perasaan iblis (setan).
Sedangkan rasa milik setan itu,
rasa sakit yang tidak ada henti-hentinya, yang dialami hati. Tidak capek karena
selalu ingin marah dan [anas, karena semua isi dunia menurut rasanya adalah
tidak mengenakan hati, membuat kesengsaraan hatinya, semua menurut perasaanya
adalah menjalankan perbuatan buruk, dikiranya menyiksa kepada dirinya, itu
terbawa karena kesalahan rasanya (salah yang dirasa atau salah rasanya).
Tidak hanya dikiranya menganiaya
dirinya saja. Bahkan dikiranya saling berbuat jahat, saling mendengki antara
satu dengan lainnya. Sehingga dikiranya bahwa itu adalah cara hidupnya, bahwa
di dunia itu semuanya seperti itu. Makhuk di seluruh dunia dikiranya dalam
kesusahan, kebingungan, sakit, daling membenci dan celaka semua. Menurut
perasaannya angkasa yang tidak ada batasnya : walau dia mencarinya, tidak ada
tempat selebar lubang semut yang tidak berisi kesakitan, celaka dan kesusahan.
Angan-angannya teramat sangat gelapnya, artinya : Dalam kesesatan yang nyata
atas pikiran dan daya nalarnya. Gerak ingatannya selalu berselisih dengan
ketetapan kodrat, yang dasar-dasarnya sama sekali tidak diketahuinya. Sama sekali
tidak mengetahui tentang yang disebut aturan kodrat. Keadaan dunua yang
demikian itu, dikiranya berada di luar dirinya, (di luar amarah dan angan-angan
yang gelap). Tidak mengira (lupa) bahwa yang demikian itu berasal dari rasa di
dalam dirinya sendiri yang salah dan tersessat. (berlawanan dengan rasa
ke-Tuhan-an).
Dunia yang menurut perasaannya
menyakiti dirinya dan membingungkannya itu, disebut neraka. Neraka itu kabir
bagi nafsu amarah. Sedangkan rasa amarah itu Sahir bagi neraka.
Rasa yang bersofat neraka itu ada
tingkatannya, karena ada yang dipengaruhi oleh supiyah dan rasa kejasmanian
(luamah). Dan yang banyak itu tercampuri supiyah : tersambung dengan dunia Jin
peri yang bersifat kasar. Dan yang banyak itu berkumpul dengan kejasmanian (roh
jasmani) terhubung dengan keduniaan, iitu yang kadang disebut dengan sebutan :
Dhemit atau brekasakan, yang selalu berbuat kejahilan dan berbuat kejahatan.
Dunia penasaran (dunia milik
brekasakan) itu juga ada sifat surganya, akan tetapi lebih menipu dibanding surga
madya. Bisa dibahasakan Surga yang menjerumuskan atau sulapan.
Surga madya lebih nyata dibanding
surga penasaran.
Surga luhur lebih dari nyata
dibanding surga madya.
Sedangkan Yang Sejati yang nyata
benar-benar nyata disebut Kenyataan yang sebenarnya.
Orang yang mengaji ilmu tipuan
(ilmu sulap) itu hasilnya menuntuk kepada rasa perasaan dirinya sendiri kepada
dunia penasaran. Sehingga terjadi yang demikian karena itu berarti belajar
menyambungkan rasa dengan angan-angan sendiri dengan rasa yang menjerumuskan.
Orang hidup itu sangat perlu
mengendalikan rasa dan cara-cara usaha, agar tidak tersesat (terjerumus).
KETERANGAN
Kata tersesast, berarti : salah
jalan.
Tersesat bagi urusan batin,
bermakna : berjalannya angan-angan yang salah ketika mencari watak budi.
Kata terjerumus, artinya :
rasanya salah berjalan, membuat kesalahan, bertindak gelap kepada rasa dirinya
sendiri. Karena tidak merasa salah, tidak merasa korupsi, tidak merasa salah,
tidak merasa gelap, bahkan meyakini (menganggap benar) kepada rasa dirinya yang
salah itu tadi.
Kata : salah, bermakna
angan-angannya mengikari wataknya budi.
Kata : butuk, bermakna angan-angan tidak cocok dengan watak budi.
Kata : benar, bermakna
angan-angan cocok deengan watak budi.
Kata : baik, bermakna : rahsa
cocok dengan watak rasa.
Yang disebut : Budi itu, Tukang
memberi petunjuk tentang kebenaran.
Yang disebut Rasa itu : Tukang
memberi petunjuk kepada kebaikan.
Kata : hobby, artinya : Rahsa
mebeelakangi Rasa.
Kata : kerem, tetap di tempat),
artinya : angan-angan membelakangi Budi/
Kata : terbawa (korup), artinya :
mengingkari Yang Sejati, mengakui yang bukan.
Terang : artinya bisa melihat
(bisa mengetahui).
Gelap, artinya : Tidak bisa
melihat (tidak bisa mengetahui).
Angan-angan, mempunyai kewajiba :
untuk mencari watak budi.
Budi, mempunyai kewajiban :
Petunjuk bagi angan-angan.
Rahsa, mempunyai kewajiban :
mencari watak rasa.
Berfikir, itu : gerak perbuatan
angan-angan mencari watak budi.
Merasakan, itu gerak perbuatan
rahsa mencari watak Rasa.
Yang disebut Cahaya itu, Badan
dari penerang ( yang memberi penerangan).
Yang disebut Budi itu, Rasanya
penerang (rasa terang).
Yang disebut Rasa itu : Dasarnya
Budi.
Yang disebut Budi itu : Rasa yang
sudah terang, (Cahaya terangnya rasa).
Kata HIDUP,
artinya :
1. Bisa berbuat, lawan katanya :
mati.
2. Yang bisa berbuat, lawan
katanya : kematian.
Kata INGAT,
artinya :
1. Mengetahui kepada keberadaan
dirinya, lawan katanya : Lupa tidak ingat
2. Yang mengetahui atas
keberadaan dirinya, lawan katanya : Lupa (bukan ingat).
INGAT KEPADA HIDUPNYA, artinya :
1. Mengetahui kepada adanya yang
penggerak menggerakkannya
2. Mengatahui penyebab bisa
berbuat.
LUPA KEPADA
HIDUPNYA, artinya :
1. Tidak mengetahui atas adanya
yang menggerakan (sehingga diri bisa berbuat).
2. Tidak mengetahui bahwa bisa
berbuat.
MENCARI ILMU YANG NYATA, artinya,
berusaha untuk bisa melihat/mengetahui bahwa ada yang menggerakannya (sang
penggerak).
ILMU YANG NYATA, artinya : Hasil
yang diperoleh oleh Pengetahuan keadaan yang lebih dari nyata.
ILMU, artinya : Pedoman untuk
mencari, langkah-langkah dalam pencarian.
ILMU RASA, artinya : DASAR pedoman untuk mencari Yang Nyata (Kasunyatan).
Semua yang bernama Ilmu itu
adalah bumbu untuk angan-angan.
Kata Rasa, yang tulisannya
menggunakan (R), artinya : Ujud yang halus dan Rasa atas ujud itu.
Kata rasa (yang ditulis
menggunakan huruf kecil semua), maksudnya : Hanya rasa dari ujud saja, bukan
bermakna Ujudnya (raganya ujud), yang maksudnya : untuk emua ujud, dan juga
rasa dari ujud yang halus, dan pula rasa ujud dyang kasar.
Kata Rahsa, artinya : Wujud halus
beserta rasanya juga, akan tetapi yang lebih kasar dibanding rasa.
Melanjutkan tentang Sahir dan
Kabir :
J. Rasa yang dimiliki oleh raga, itu juga mempunyai pengetahuan sendiri, yaitu :
Bisa bisa mengetahui kepada rasa manis dan pahit.
Mengetahui bau-bauan.
Mengetahui rasa sentuhan kulit
dengan benda nyata, mendengar suara dari getaran terlinga.
Melihat cahaya terang matahari,
dari getaran suasana.
Mengetahui rasa enak dan tidak
enak, bagi raga dan sebagainya.
Itu semua saya sebut : Rasa
jasmani, yang itulah yang menyebabkan diri mempunyai anggapan, bahwa alam dunia
ini ada.
Jiwa-jia yang mengalami rasa
kejasmanian, dalam menyaksikan bahwa dunia memang ada, itu tidak lain
menggunakan rasa kejasmanian, seandainya tidak memiliki rasa kejasmanian, tentu
menganggap tidak ada atas adanya dunia (karena kekurangan alat untuk
dipergunakan menyaksikan atas adanya).
Rasa kejasmanian itu pun ada
surganya dan nerakanya, contohnya : rasa badan ketika enak dan mengenakan
(Surga), sedang terasa di neraka itu ketika sakit menderita.
Dunia itu Kabir bagi alam rasa
kejasmanian.
Sedangkan kejasmanian itu SAHIR
bagi alam dunia.
NYANYIAN KINANTHI :
Sirnakna semanging kalbu // den waspada ing pangeksi
// yeku dalaning kasidan// sinuba saka sethithik // Pmotahing nafsu hawa //
linalantih mamrih titih. (Wedhatama Winardi).
ARTINYA : Hilangkan keragu-raguan kalbu // Waspadalah
dalam mencari // Itullah jalan kembali ke asal diri // kendalikan dari sedikit
demi sedikit // Atas godaan nafsu hawa // tekun berlatihlah agar menjadi ahli
BAB. XI
KUASA MENGUASAI ATAU SALING
BERTUKAR : SAHIR KABIR DENGAN SAHIR KABIR : ANTARA ALAM YANG SATU DENGAN YANG
SATUNYA.
A. BAB SAHIR
Jika pembaca buku unu sudah
mengerti DENGAN TERANG serta bisa merasakan DENGAN SEMPURNA, atas maksud dari
semua uraian yang tersebut di atas, tentu bisa. Memahami uraian di bawah ini :
1. TENTANG HIDUP DI ALAM DUNIA
(10).
Kalimat manusia hidup di alam
dunia, itu artinya : Rasa diri yang sedang dikuasai oleh rasa kejasmanian,
karena rasa kejasmanian yang sedang menjadi bagian dari rasa diri YANG PALING
TEBAL. Oleh karena paling tebal, kemudian menutup (menukar), atas rasa tentang
surga dan rasa tentang neraka.
Olehkarena rasa surga tertutup
oleh rasa kejasmian, sehingga rasa KABIR dari surga ( yaitu dunia bagi yang
bernama surga) hilang ujudnya. Yang ada tinggal : RASANYA saja. Hilangnya dunia
tentang surga itu, karena disebkan tertutup oleh ujud dari alam dunia nyata
ini. Yang demikian itu, maka kemudian angan-angan mengira : Alam dunia yang
luas ya tanpa bats hanya berisi dunia saja, itu bisa idumpamakan halaman buku
yang dibalik, tertutup oleh halaman lainnya, tentu saja halaman yang ditutup
itu tertutup oleh halaman yang menutupinya. Walau pun demikian, meski kabir-Nya
tertutupi, akan tetapi SAHIR-nya (rasanya) masih tetap dirasakan juga.
Contohnya : Ketika manusia di alam dunia itu sedang merasakan : SENANG,
TNTERAM, TENANG, KASIH SAYANG, CINTA, BAKTI, SUKA, SYUKUR, IKHLAS, MENERIMA APA
ADANYA..... dan sebagainya, itu semua adalah rasa tentang SURGA, bukan rasa
kejasmanian. Hanya saja, tentu tidak tebal seperti ketika mengalami Kabir-Nya
tentng surga. Sehingga rasa surga did alam dunia : tipis, karena sebagian besar
dari rasa kejasmanian yang tebal itu tadi. Terjadi yagn demikian karena Sahir-Nya
kejasmanian bergeser kepada Kabir-Nya. Makna
dari Sahir bergeser kepada Kabir, itu, contohnya : Segala rupa dianggap
berada di luar penglihatan, suara dianggap berada diluar pendengaran, asin
dianggapnya berada di garamnya.
____________________
(1) Di sini, arti hdup itu : PERBUATAN bukan YANG BERBUAT.
Yang bisa berfikir itu dianggap otaknya, yang
bisa melihat itu dianggap mata kasarnya. Rasa diri miliknya dianggap badannya
yang berujud raga .... dan sebagainya, yang artinya : BADAN KASAR DIANGGAP BISA
BERPIKIR DAN MERASAKAN SERTA MEMLIKI PENGETAHUAN (Menganggap tidak ada atas
ujud yang halus), yang demikian itu saya sebut : SAHIR-nya dibalik oleh
Kabirnya.
Di atas menjelaskan tentang sara
sifat surga luhur kadang-kadang muncul di alam dunia.
TENTANG RASA YANG BERSIFAT NERAKA
YANG KADANG MUNCUL DI ALAM DUNIA
Oleh karena rasa yang bersifat
Neraka dikuasai oleh rasa kejasmanian, sehingga Kar dari sifat neraka (dunia
yang sedang disebut sebagai neraka) hilang ujudnya, hanya tinggal RASANYA saja.
Setelah hilangnya dunia neraka itu tadi karena, membuka halamam buku yang
lainnya, sehingga tertutup oleh Alam dunia.
Walau pun dicari di angkasa yang
luasnya tanpa batas, tidak akan bisa bertemu dengan yang disebut neraka, semuma
alam dunia itu bisa diibaratkan sebuah halaman buku yang ada gambarnya neraka :
tertutup, karena membuka halaman yang penuh gambar dunia. Walau pun Kabir-nya
tertutupi, akan tetapi SAHIR-nya (RASANYA) kadang masih dirasakan, yaitu ketika
manusianya sedang marah-marah, benci, bermusuhan, jahil, dengki, mudah
terpancing, mangkel, menyiksa, melakukan tidak durjana, mengeluh, susah,
bingung, kuatir, kebingungan dan sebagainya. Rasa yang demikian itu adalah
wilayah rasa bagi Neraka, bukan kejasmanian. Hanya saja, bagi alam dunia tentu
tidak pernah berhenti seperti jika : menglaami Kabir-nya sifat Neraka. Sehingga
rasa yang bersifat neraka yang ada di dunia : tipis, karena sebagian, yang
besar adalah berasal dari rasa dirinya : dipergunakan merasakan rasa
kejasmanian yang tebal itu. Saling mempengaruhi karena sahir itu apda umumnya
terbawa kepada Kabir.
TENTANG RASA SURGA MADYA, YANG
KADANG MUNCUL DI DUNIA
Penyebab rasa surga madya
tertutup oleh rasa jasmani, Kabir dari surga madya ( yaitu yang disebut surga
yang mengenakan, surga milik jin peri dan surga keindran) hilang ujudnya, hanya
tinggal rsanya saja, itu karena tertutup halaman baru, akantetapi walau pun
tertutup halaman buku baru atas Kabir-nya, akantetapi rasanya (sahir-nya) tidak
ikut hilang, kadang masih dirasakan, yaitu : ketika mansuia di dunia sedang
merasa senang, terbayang-bayang, senang hatinya, tergiur, merasakan indahnya
lagu, memandang sesuatu yang indah dan bagus, tergiur menonton pertunjukan,
ketika sedang berjoged, merasakan ilmu yang baik dan sebagainya, yang disebut
merasakan atas rasa keindahan, rasa yang demikian itu bukan rasa jasmani,
akantetapi rasa surga madya. Sejenis rasanya jin peri. Seandainya : menuju ke
rasa Kaendran, yang kemudian menyambung dengan rasa para dewa. Yang lebih halus
lagi menyambung dengan sura luhur. Akantetapi bagi orang di dunia ini, hanya
merasakan dari bagian yang kecil atas surga itu atau hanya ujungnya saja, dan
bahkan sudah berubah rasanya, karena terlalu banyak campurannya.
TENTANG RASA SURGA RENDAH YANG
TERKADANG MUNCUL DI ALAM DUNIA
Rasa dari surga rendah yang
kadang-kadang muncul di jasmani, yaitu : rasa senang yang tidak diiringi ingat,
rasa murka, memaksakan diri, keinginan dan kemilikan barang-barang keduniaan,
senang karena melakukan perjudian, senang karena naik kendaraan ugal-ugalan,
bercanda dan bersendaugurau dengan orang lain, kebingungan, berkata rusuh,
menipu, mencuri dan sejenisnya, Singkatnya kebahagiaan atau kesenangan yang
bersifat rendah dan remeh, dan juga yang berhubungan dengan perbuatan kasiat,
dilakukannya dengan meninggalkan penalaran. Olehkarena itu termasuk ribuan
kesenanagan dan kepuasan, walau pun tanpa aturan, itu juga termasuk rasa surga
juga, akantetapi surga yang menjerumuskan. Kabir dari surga penjerumus tetap
lebih indah dibanding dunia. Karena, sumbernya lebih halus dibanding dunia yang
nyata ini.
Rasa surga rendah ini, olehkarena
terjadinya berasal dari nafsu yang kasar, sehingga mudah untuk bisa menyambung
dengan rasa neraka. Artinya, yaitu : Nafsu supiyah yang kasar mudah menyatu
dengan nafsu amarah. Dikarenakan yang demikian itu, makhluk yang sedang
mengalami surga penasaran, memiliki watak yang tercampur dengan watanya setan,
yaitu : Tega berbuat dan suka berbuat yang merugikan kepada sesamanya.
1. TENTANG JASMANI YANG HALUS DAN
BAHANNYA
Pembaca buku ini jangan mengira,
bahwa segala macam bahan yang tersebut di atas BATASNYA JELAS antara satu
dengan lainnya, yang kemudian dibayang-bayangkan berlapis atau bertingkat.
Antara jenis syang satu dengan
lainnya, pasti ada penghubungnya yang berujud yang mencampur antara jenis yang
satu dengan yang lainnya.
Yang untuk mencampurnya berupa
bahan yang lain lagi, yang keadaannya hamir mirip dengan keduanya.
Badan kasar dengan badan milik
nafsu luamah, ada jarak antaranya, saya sebut JASMANI YANG HALUS MENDEKATI KEDUNIAAN.
Badan kasar dengan badan milik
nafsu supiyah, ada jarak antaranya, saya sebut JASMANI HALUS MENDEKATI ALAM
JIN,
Badan kasar dengan badan milik
nafsu mutmainnah, ada jarak antaranya, saya sebut JASMANI HALUS MENDEKAT KEPADA
SUKMA.
Yang disebut RAHSA, di buku ini,
yaitu raga bagi nafsu empat macam yang sudah disebutkan di atas beserta dengan
RASANYA sekalian.
Yang disebutkan dengan nama
ANGAN-ANGAN, yaitu : Cahayanaya BUDI yagn sudah beredar di seluruh badan.
Sebenarnya, seluruh badan itu ada RASANYA. Padahal RASA itu mendapat sinar dari
penerang, di situ rasa badan kemudian MERASAKAN atas CAHAYANYA.
RASA sara milik terang yang
dirasakan oleh badan disebut : Angan-angan. Olehkarena itu, kemudian ada
sebutan angan-angan gelap, angan-angan terang, angan-angan teramat sangat
terang (angan-angan luhur).
Gelap dan tearng itu,
sesungguhnya tergantung dari DASAR yang menerima cahaya.
Yang disebut angan-angan SUMBER,
yaitu : Cinar yang jatuh di JASMANI HALUS atau NAFSU KASAR.
Akantetapi jangan dikira bahwa
angan-angan itu tanpa bahan. Semua yang disebut badan halus pasti ada bahannya.
Bahnnya, orang Jawa menyebutnya :
Ujudnya; Orang Arab menyebutnya : Jisimnya; Orang Belanda menyebutnya Staf
(Ujud, artinya : ADA).
Bahan, (Ujudnya, Jisim, atau
Staf) itu, bagi Yang Sejati : hanya GETARAN. Getar itu bagaikan daya kekuasaan
dari Yang SEJATI. Penguasa itu berbuat menggunakan Kebijaksanaan.
Ujud disebut SIRNA, itu bagi Yang
Nyata, adalah hanya GETARANNYA saja yang berhenti. Sehingga yang hilang itu ;
Getarannya (bergetarnya).
Untuk memudahkan dalam
penalarannya, seperti berikut : Penguasa itu, dibayangkan seperti :
Electricitet, daya pengaruhnya menghasilkan DAYA PENARIK di besi berani,
menumbuhkan PENERANGAN di lampu listrik, menimbulkan API di alat masak,
menimbulkan BUNYI di kilat di hawa, Menimbulkan kekuatan di mesin-mesin dan
lains ebagainya. Akantetapi tidak ada yang melihat atau mengetahui ujud dari
Elektrik itu, hanya amelihat dayanya atau getarannya saja.
Diri yang dikuasai oleh JASMANI
HALUS MENDEKAT KEDUNIAAN itu, itu timbul karena tebalnya nafsu luamah (Nafsu
makan, tidur dan syahwat). Gelap pikirannya, karena yang memberi penerang :
angan-angan yang sudah menyebar. Diri yang dikuasai oleh luamah seperti itu,
lama berhentinya di alam kegelapan, bahkan terkadang masih tercampur dengan
keduniaan, karena butuh makanan. Nama alamnya ada yang menyebutnya Dunia
kegelapan.
Diri yang dikuasai JASMANI HALUS
YANG MENDEKATI SIFAT SETAN, berasal dari tebalnya luamah dan amarah
(mengandalkan luamah dan amarah), ingatannya remang-remang. Diri yang dikuasai
oleh amarah seperti itu keberadaanya lama terhenti di dunia kesakitan dan
panas. Bahkan terkadang ketika bergaul dengan orang di dunia hanya berbuat
kejahatan saja, jahil, panas hati. Naman alamnya disebut : Neraka atau Hel.
Diri yang terkuasai oleh JASMANI
YANG MENDEKATI SIFAT JIN, terjadinya karena disebabkan oleh tebalnya nafsu
luamah dan supiyah (menuruti luamah dan kesenangan yang bermacam-macam).
Ingatannya termasuk terang. Diri yang dikuasai oleh teebalnya supiah yang
seperti itu, itu akan terheti lama di Dunia tingkat tenagh-tengah, bahkan
terkadang menyatu dengan manusia di dunia, menyenangi dunia Jin atau peri,
namun sebenarnya masih tetap manusianya yang merasakan kesenangan bersama
dengan manusia di dunia, bahwakan banyak yang memiliki watak baik, dan berwatak
menolong dan mencari ilmu Yang Nyata, menjalan Agama dan sebagainya. Nama
alamnya disebut Rohiyah, yaitu alan surga bagian tengah yang bawah. Jika
menjadi tipis atas nafsu luamahnya maka akan lebih cepat masuk ke bagian luhur.
Diri yang terkuasai oleh JASMANI
YANG HALUS MENDEKATI SIFAT SUKMA, karena disebabkan nasu luamahnya masih tebal
ditambah nafsu mutmainah (mementingkan luamah namun sifatnya yang halus) akan
bisa lama dalam menikmati surga luhur bagian bawah. Terkadang masih berkumpul
dengan manusia di dunia, untuk memberi pertolongan, mengurusai manusia,
membantu kodrat. Nama alamnya disebut bersifat Dewa, akantetapi masih bagian
bawah. Jika luamahnya tidak tebal, akan cepat naik ke bagian yang luhur.
KETERANGAN
Yang disebut sifat Dewa, itu
tepatnya kata-kata, alam milik angan-angan luhur, yaitu surganya angan-angan,
bukan alam mutmainnah (surga ketenteraman), akantetapu SEOLAH-OLAH SUDAH TIDAK
ADA PERBEDAANNYA dengan sifat Dewa, yang dengan surga yang luhur saling isi
mengisi, saling membutuhkan, artinya adalah sebagai berikut : Rasa ketentaraman
mengarahkan kepada angan-angan luhur, angan-angan luhur membutuhkan rasa
ketenteraman milik mutmainnah, sehingga saling membutuhkan, karena segala
sessuatu tidak ada yang bisa berdiri sendiri, jika tidak dengan yang lainnya,
artinya : yang satu tidak bisa berdiri sendiri jika tidak dengan yang satunya
lagi (1). Jika dua jenis itu sudah menyatu, barulah sempurna adanya, juga seudh
demikian maka barulah ada DIRI.
Diri, artinya : Detak atau
detakan, hasil dari detak (berdiri) yang berdetak, rangkaian dari adonan.
Surga bagian tengah bagian atas,
menyambungnya dengan sifat Dewa, dikarenakan oleh angan-angan luhur. Sedangkan
yang mendapinginya adalah surga ketenteraman, dikarenakan kehalusan rasa.
Sehingga ternyata, badan halus
itu, semakin halus semakin mudah untuk bisa menyatu (saling memberi tahu)
karena semakin mendekat kepada Yang Nyata.
Mendekati Yang Nyata itu artinya
mendekati penyatuan.
Mendekati Yang Nyata itu artinya
mendekat kepada yang sebenarnya atas semua KEADAAN, yaitu yang DMASUKI OLEH
SEMUA AKEADAAN.
(2). MAKNA DARI NAIK KE SURGA
Kalimat BERADA DI SURGA, itu kata
BERADA DI, itu sebenarnya tidak bermakana menempati. Kalimat NAIK KE SURGA itu
sebutannya adalah NAIK, bukan barmakna mendatangi tempat yang berada di atasnya. Kalimat TURUN KE DUNIA, turunya itu tidak bermakna berasal dari tempat
yang tinggi menuju ke tempat yang berada di bawahnya.
Berada di surga itu bermakna yang
sebenarnya adalah : Diri yang sedang dikuasai rasa yang bersifat Surga (rasa
sejuk dan terang), karena rasa SURGA itu
sangat tebal sekali, menguasai atas rasa yang bersifat jasmani.
Rasa yang bersifat Jasmani
terkuasai oleh rasa surga, itu artinya : Rasa yang bersifat jasmani itu juga
masih dirasakannya akan KEHALUSANNYA, tetapi hanya Dirasakan saja MENJADI
PELENGKAP, atau WILAYAHNYA saja, tidak dirasa sebagai BADAN RASA YANG
SEBENARNYA (DASARNYA). Yang dirasa sebagai INTI BADAN, yaitu Rasa dingin/sejuk
dan terang (dinginnya hati, terangnya pikiran).
Lebih jelasnya lagi tentang ghal
itu, adalah sebagai berikut :
Umpamakan bagi orang yang
menggunakan kacamata berwarna merah, semua yang dilihatnya terlihat merah
semua, warna merah sebagai DASAR DARI PENGLIHATANNYA, itu umpamakan sebagai dasar
dari rasa Surga. Walau pun dasarnya adalah MERAH, akan tetapi tidak bermakna
ketika melihat daun terlihat merah saja, masih ada hijaunya, akan tetapi
hijaunya menjadi kemerahan. Benda yang putih menjadi putih kemerahan. Yang
kuning menjadi kuning kemerahan. Begitu seterusnya, karena dasar penglihatannya
: MERAH. Rasa dasar selalu menjadi rasa diri tanpa terputus, akan teapi rasa
yang lain-lainnya, hanya kadang-kadang saja, terasa, seperti merah bagi orang
yang sedang menggunakan kacamata yang kacanya aberwarna merah : Tidak pernah
terputus atas pengaruhnya, akantetapi : hijau, putih, kuning, biru, ungu, hanya
kadang-kadang saja, dan pasti tercampur dengan warna merah.
Contoh lainnya :
Seseorang yang sedang merasakan
rasa enak dari makanan atau minuman itu, sebenarnya yang menjadi dasarnya
adalah : SIFAT DARI RASA LIDAH, Bukan perbuatan Penciuman, penglihatan,
pendengaran dan sebagainya. Akantetapi semakin sempurna atas rasa enaknya jika bercampur dengan : Gerak dari Sifat
PENCIUMAN, dalam sekilas saja. Contohnya : Bersamaan dengan merasakan BAU yang
harum atau sedap. Semakin sempurna rasa enaknya, jika bercampur dengan Sifat
PENGLIHATAN, yang melihat bagus atas tempat
makanannya atau menariknya rupa makanan itu/ Dan semakin bertambah lagi
jika abercampur dan sifat Pendengaran yang mendengar sura gigi yang menyuarakan
decak (suara kerupuk ketika di gigit) .... Rasa Surga (dingin, terang)
umpamakan sebagai RASA LIDAH, Rasa yang lainnya, contohnya : Rasa jasmani, Rasa
bersifat Dewa, Bersifat Jin dan lain-lainnya, umpamakan sebagai rasa
penglihatan, epnciuman, pendengaran, pengecapan.
Rasa Surga, Rasa sifat Dewa, Jin,
Neraka ... semeeuanya diaku oleh rasa jasmani, artinya : Dianggap sebagai
KELENGKAPAN rasa keduniaan, oleh MANUSIA DI DUNIA.
Rasa bersifat Jin, bersifat Dewa,
bersifat Jasmani ;;; semua itu diaku oleh rasa Surga, artinya : dianggap
sebagai perlengkapan Rasa Surga oleh ORANG SURGA.
Rasa Surga, neraka, jasmani, itu
semua diaku oleh rasa bersifat Jin, artinya : dianggap sebagai perlengkapan
rasa bersifat Jin, oleh ORANG JIN.
Rasa bersifat Jin, bersifat
Jasmani, bersifat Dewa yang sedikit, .... semuanya itu diaku oleh rasa bersifat
Neraka, artinya : dianggap sebagai PERLENGKAPAN dari rasa NERAKA oleh ORANG
NERAKA.
Semua rasa yang sudah disebutkan
di atas itu semua DIKUASAI oleh YANG SEJATI.
DIAKU dan DIKUASAI, tidak sama,
perbedaannya akan dijelaskan di belakang.
KETERANGAN :
Rasa dari Surga yang luhur tidak
ketempatan rasa bersifat Neraka sedikit pun. Rasa Neraka tidak memiliki rasa
Surga luhur sedikit pu.
b. TENTANG KABIR
Yang sudah tersebut di atas itu,
baru menjelaskan tentang SAHIR, sekarang menguraikan tentang KABIR.
Dikarenakan rasa jasmani
terkuasai oleh rasa surga, akhirnya Kabir dari Jasmani (dunia ini) hilang
ujudnya. Tinggal hanya HALUSNYA RASA (Sahirnya) saja. Hilangnya raga dunia itu
dikarenakan Tertutup oleh Raga Surga. Angkasa raya yang tidak ada batasnya,
hanya berisi surga, tidak ada sifat keduniaannya. Akantetapi ........ sahir dan
kabirnya surga itu halus (bening) sehingga bisa umpamakan halaman sebuah buku
yang menyerupai kaca jendela. Kebeningannya (terangnya) atas sinarnya itu, menyebabkan TIDAK
MENYALAHKAN atas adanya RAGA DUNIA ini. Artinya : Raga dunia kadang kala
terlihat bsia dilihat dari Raga Surga, ketika ada butuhnya, terlihat sebagai
warna yang terang.
Untuk mempermudah penalarannya,
sebagai berikut : Bayangkan orang yang sedang bercermin menggunakan kaca
jendela, berdiri di luar jendela, orang itu akan melihat bayangan dirinya
beserta bayangan semua keadaan di belakangnya, contohnya : Halaman, pepohonan,
sawah, gunung. Akantetapi orang tersebut itu juga melihat suasana di dalam
rumah, contohnya : tempat tidur, meja, kursi, dan sebagainya, yang terlihat
bercampur menjadi satu dengan halaman,
pepohonan, sawah, gunung. Itu : Jika orang itu memperhatikan keadaan di dalam
rumah saja, pasi bayang-bayang dari suasana di luar rumah, HILANG. Jika hanya
memperhatikan bayangan-bayangan yang berada di luar rumah saja, tentu keadaan
di dalam rumah hilang (tidak terlihat). Suasana di dalam rumah, umpamakan
sebagai : KEADAAN YANG SEBENARNYA di surga, sedangkan bayangan-bayangan di
cermin jendela umpamakan sebagai Raga Dunia, bagi yang dipahami dan penglihatan
Orang Surga.
Oleh karena masing-masing orang
Surga itu, pemahaman dan PENGLIHATANNYA tidak sama, sehingga ada yang sangat
jelas, ada yang hanya bercahaya dalam memandang Dunia Kasar, bahkan ada juga
yagn sama-sakli tidak bisa melihatnya, dikarenakan kurang jernih penglihatan
rasanya (Pramana), yaitu, yang sedang mengalami tingkat Surga bagian bawah
(Kasar).
Walau pun Kabir dari dunia itu
hanya terlihat bagaikan bayang-bayang saja di cermin yang tidak mengandung
rasa, atau tertutup oleh halaman buku ... akantetapi Sahir-nya (rasa
kejasmaniahan) dirasakan juga atas KEHALUSAN JASMANINYA, itu artinya adalah
sebagai berikut : Rasa dingin itu tidak seperti dinginnya rasa hati bagi orang
dunia, namun sambil dirasakan bagaikan dingin badannya bagi orang dunia, itu
halusnya, tidak kasar seperti rasa jasmani kasarnya.
Rasa Enak itu
juga bukan hanya rasa enaknya hati, juka rasa enaknya RASA JASMANI HALUS yang
tersambung dengan rasa hati. Rasa terang itu juga tidak hanya Terangnya Ingatan
saja, namun sambil menjadi terangnya penglihatan mata yang selalu waspada.
Terangnya Pikiran yang sambil juga menjadi penerang bagi penglihatan yang
demikian itu, disebut PRAMANA.
Ringkasnya : Rasa Surga tidak
kehilangan rasa jasmani. Alam Surga tidak kehilangan Alam Dunia. Akantetapi
rasa jasmani dan alam dunia itu tidak memberi hidu/meghidupi (tidak memempengaruhi), justru terbawa dan
dikuasai oleh Kabir Sahir dari Surga.
Sehingga, di alam Surga itu,
Sahir dan Kabirnya tidak terpengaruh oleh Sahir dan Kabir milik dari jasmani,
justri mempengaruhi Sahir dan Kabir dari Jasmani. Akan tetapi, walau pun surga
itu sendiri, sahir dan kabirnya kadang-kadang terpengaruh oleh Kabirnya.
Hanya diri yang sudah bisa
tersambung dengan Yang Sejati, yang Sahirnya tidak terpengaruh oleh Kabirnya.
Bagi diri yang sudah tersasmbung dengan Yang Sajti, semua Kabir itu tidak
mempengaruhinya, justru dipengaruhi dan menuju kepada Yang Sejati.
KETERANGAN
Diri yang sudah mengalami Surga
Tingkat Tinggi, oleh karena tidak ketempatan yang bersifat Neraka, tidak bisa
memandang atas Kabirnya Neraka.
Untuk bisa melihatnya, Jika
kemudian mempergunakan alat yang kasat (dibahasanak turun menjadi) contohnya :
Merasakan bibit nafsu fupiyah atau nafsu jasmani ($).
Olehkarena semua jenis bibit itu,
BATASNYA TIDAK JELAS antara yang satu dengan lainnya, sehingga antara sifat
mutmainah dan sifat Dewa, sifat Jin dan Sifat Jasmani : Pasti ada bibit yang
menjadi penyebabnya, yang berupa sifat Mutmainah dengan yang lainnya. Saling
bercampur itulah yang membentuk rasa diri yang berbeda sifatnya, namun banyak
kemiripannya serta mudah untuk saling pengaruh mempengaruhinya. Dan juga
sama-sama ada Kabirnya, yang masing-masing jenisnya mudah untuk saling
berhubungan. Oleh karena itu, badan halus yang bersifat luhur-luhur itu
bermacam-macam namanya, akan tetapi jika soal ini diuraikan di buku ini, maka
buku ini menjadi luas sekali uraiannya.
($). “Turun” itu, ada yang memang
dihasratkan adan yang kerena paksaan.
3. TENTANG ARTI DARI MASUK KE
DALAM NERAKA.
Masuk ke dalam Neraka, artinya :
Diri ini dikuasai oleh rasa yang bersifat Neraka (Panas dan sakit, rasa tidak
enak). Karena : Rasa yang bersifat neraka yang sedang menjadi bagian terbesar
dalam dirinya. Rasa Surga, Rasa bersifat Dewa, Rasa Jasmani dan Rasa bersifat
Jin, tertutup oleh rasa yang bersifat Neraka.
Itu artinya : Rasa Jasmani dan
lain-lainnya itu masih dirasakan, akan tetapi dirasakan sebagai pelengkap saja.
Apalagi tentang rasa surga yang amat sedikit sekali, maka akan jauh tetutup,
hingga sifatnya menjadi hilang. Rasa yang ada hanya : Rasa HATI yang sakit dan
panas (Rasa tidak enak).
Masalah ini, itu bisa juga diibaratkan
dasar penglihatan yang menggunakan warna dasar MERAH, ketika melihat segala
sesuatu yang bermacam-macam. Warna Merah sebagai ibarat dari rasa Neraka.
Sedangkan warna yang lainlainnya : Yang berupa rasa bersifat Jin, bersifat
Jasmani, bersifat Dewa dan Rasa bersifat Surga : Diibaratkan dengan warna
PUTIH, jika dilihat menggunakan kacamata, yang kacanya berwarna merah, tentu
sifat putihnya akan menjadi hilang.
Bisa juga diibaratkan RASA LIDAH
dicampur dengan RASA PENGLIHATAN, Pendengaran, penciuman dan sebagainya.
Lebih jelasnya lagi, sebagai
berikut : Rasa tidak enak itu, RASA YANG SEBENARNYA : Sakitnya hati, artinya :
Susah, panas, bingung, marah, kuatir, pegal, gemis, benci dan sebagainya,
karena tidak putus-putusnya dalam menempatinya. MENDAPAT PENYEBAB DARI yang
menyebabkan tumbuhnya rasa yang demikian itu, di dalam hatinya. Akan tetapi
jangan dikira hanya khusus rasa HATI seperti rasa milik perorangan saja, tetapi
juga rasakan juga rasa sakit seperti sakitnya BADAN manusia sedunia. Itu rasa
sakit bagi RASA JASMANI HALUS YANG MENDEKATI RASA NERAKA, yang sudah tersebut
di atas. Rasa dari Jasmani halus yang sedang sakit itu, rasa sakit itu menjadi
perlengkapan sakitnya hati, saling berhubungan menyatu menjadi satu. Keadaanya
tidak berbeda dengan manusia di dunia, jika hatinya sedang panas, maka raganya
ikut sakit. Namun bagi urusan keduniaan, rasa itu belum seberapa daya
kekuatannya seperti daya amarah ketika menggandeng rasa jasmani, Sedangkan bagi
rasa Neraka itu, rasa amarahnya yang menguasai atas rasa jasmani. Rasa surga
tingkat bawah (keinginan kepada yang remeh-remeh atau kesenangan yang remeh
cepat ingatnya) itu hanya menyela sementara atas rasa tidak enak (sakit),
artinya : Senangnya hanya sebentar saja, kemudian cepat merasa tidak enak lagi
bercampur dengan rasa marah dan keluh-kesah yang lama waktunya. Dan ketika
senang yang hanya sebentar, segera tercampur dengan rasa sakit. Kadang-kadang
mempunyai kehendak yang sangat kuat dan segera ingin sekali terpenuhinya. Namun
karena keinginannya yang sakat kuat dan sangat ingin sekali segera terpenuhi,
hingga terasa panas dan tidak enak hati,
serta karena meninggalkan pemikiran, sehingga apa yang sangat diinginkannya itu
tidak bisa tercapai, mengakibatkan kecewa yang sangat, yang terasanya dalam waktu
yang lama.... dan selalu begitu selama-lamanya dalam mengalami hal yang seperti
itu yaitu mengalami rasa neraka atau “HEL”. Tidak pernah bisa menghentikan atas gerak hatinya agar bisa
MERENUNGKAN ATAS YANG MEMBUAT TIDAK ENAKNYA HATI itu. Merasa ingin selalu
marah-marah, merasa tidak sabaran karena tumbuhnya gagasan yang jahat,
menganggap buruk apa yang sedang dialami dan kepada sesamanya. Mengangkap tidak
adil atas takdir yang menimpa dirinya itu, sehingga menumbuhkan rasa kuatir,
gelisah atau menimbulkan rasa bingung, tidak tahu apa yang harus dikerjakan,
dikarenakan menguatirkan tentang kejadian yang sebenarnya tidak perlu untuk
dikuatirkan. Sehingga mengakibatkan dalam selama-lamanya mengalami rasa Neraka,
dan selama hidupnya selalu mencari-cari
untuk dijadikan kesudahan hidupnya dan mencari-cari semua yang
dibencinya, mencari-cari sesuatu untuk dikuatiri, mencari-cari sessuatu untuk
membaut hatinya panas, untuk disakiti hatinya ($).
-----------------------------------------------
($). Sedangkan yang mencari seperti itu, tidak merasa
bahwa sedang mencari hal yang seperti itu.
Demikian itu terjadi
selama-lamanya, tidak puas jika tidak mencari, dan setiap mencarinya itu selalu
mendapatkan, tidak pernah tidak mendapatkan, karena : Semua yang dikerjakan atau
yang dilihatnya : mebuat kecewa, susah, marah dan membuat bingung. Rasa
bersifat Dewa yang sedikit (angan-angan yang gelap) yang berada di dalam rasa
neraka, juga dirasanya hanya MELENGKAPI SAJA atas rasa nerakanya, artinya : Apa
yang didengarnya dan yang dipikirnya, hanya menimbulkan kecewa, susah, marah
dan sakit hati. Apa-apa yang dingat oleh angan-angannya, hanya menumbuhkan
gagasan yang buruk, yang menyebabkan tumbuhnya rasa benci, singkatnya : Selalu
dirundung kesusahan, sakit, panas hati, kesedihan, kebingungan ... yang tidak
ada putusnya (lebih baik TIDAK TERINGAT atau TIDAK MELIHAT, dibanding TERINGAT
serta MELIHAT, karena TERINGAT dang melihat mengetahuinya itu yang didapatnya
hanya membangkitkan Rasa Sakit dan Rasa Panas), yang semuanya itu dikiranya
berasal dari luar rasa dirinya sendiri, sama sekali tidak merasa bahwa semua
itu sebenarnya berasal dari DIRINYA SENDIRI. Mengapa demikian? Karena getaran
rasa amarah itu sangat sulit sekali dihentikan, selalu ingin aktif, yang
perbuatannya menjadikan rasa sakit dan pana (rasa tidak enak).
Untuk apakah rasa sakit dan rasa
panas (rasa tidak enak) itu dicari?
Apakah yang
menyebabkan enak itu? Itu, bukan karena sakit (tidak enak) yang menyebabkan
tidak enak, hanya karena memiliki watak yang tidak cocok dengan Rasa enak. Bukan karena rasa panas itu terasa enak, hanya karena tidak cocok dengan
yang dingin-dingin. Cocog-nya dengan : yang panas-panas. Bukan karena rasa
benci itu menyegarkan. Hanya karena tidak bisa menghentikan rasa tergesa-gesa
ingin segera membenci sesuatu yang ada di dekatnya. Bukan karena rasa kuatir
dan susah itu memuaskan, hanya disebabkan tidak mau dinginkan oleh susah dan
kuatir. Itu semua karena tidak sesuai wataknya.
Selain dari itu, mempergunakan
INGAT KEPADA KEPERLUANYA. Jangankan di alam Neraka, jika orangnya ingat kepada
keperluannya, walau berada di alam mana saja, banyak sekali perbuatan yang
tidak disertai Rasa INGAT kepada keperluannya. Hanya sifat Surga dan Sifat
Dewa DI TINGKAT YANG TINGGI yang selalu
ingat kepada perlunya dari sebuah perbuatan yang dijalankannya, karena
menyambung dengan Yang Sejati (Yang selalu mengingatkan).
Orang yang dineraka itu, tidak
hanya mengira dirinya sendiri saja yang mengalamai kesakitan, menurut
perkiraannya, semua orang di dunia ini mengalmi kesakitan dan kepanasan
semuanya, serta menusia di seluruh dunia saling membenci dan saling berkhianat.
Selain memiliki anggapan yang demikian, memiliki juga anggapan bahma semua
manusia se dunia dibencinya juga, karena
dikiranya semua sifatnya adalah jahat semua, dengki dan usil.
Manusia yagn sedang di Neraka,
sama sekali tidak mengetahui bahwa surga itu ada, sama sekali tidak mengetahui
bahwa orang yang baik hatinya itu ada. Hal yang demikian itu, umpamakan :
Pendengar itu sama sekali tidak tahu bahwa bentuk rupa itu ada. Penglihatan itu
sama sekali tidk mengetahui bahwa rupa dan suara itua da. Itu sama juga dengan
manusia yang ada di dunia yang sama sekali menganggap bahwa surga dan neraka
itu ada, dan sama sekali tidak mengira bahwa Dunia Halus itu ada, yang
mengguasai dunia seluruhnya. Semakin kuat tidak mengertinya bahwa ujud dunia
ini bisa musnah, tertutup oleh dunia kehalusan.
Semoga manusia yang hidup di
dunai bisa memikirkan hal yang demikian, agar supaya memiliki RASA PERASAAN dan
CARA MENDAPATKANNYA. Yang akhirnya akan menunjukan ke arah pemikiran yang
benar.
Oleh karena masing-masing jenis
Bahan (Jenis) itu BATASNYA TIDAK JELAS ANTARA yang satu dengan yang lainnya,
sehingga Rasa yang bersifat Neraka dan Rasa Jasmani, dan juga Rasa tentagn
Surga, itu ada sesuatu benih sebagai yang
penarik (yang menghubungkan), yang berupa bercampurnya Rasa Neraka
dengan rasa lainnya. Hasil dari bercampurnya itu membentuk suatu diri yang
sifatnya berbeda-beda, namun banyak kemiripannya serta mudah dalam saling menyatu (larut).
Oleh karena itu, badan halus yang rendah-rendah itu, bermacam-macam pula
namanya, contohnya : Dhemit, hantu, panasphati, wewe, cepet, lampor, thethekan,
bajag angkrik, nyai blorong, keblek, janggitan, ilu-ilu ... masih banyak jenis yang lainnya. Semuanya itu
ketemepatan Rasa yang bersifat Neraka (Ketempatan rasa jahil, dengki, panas
hati, suka berbuat kejahatan).
Yang mendekati sifat keduniaan,
wataknya bercampur dengan manusi di dunia, karena rasa milik tentang makanan
yang berupa sari-sari makanan, Yang dekat dengan Rasa bersifat Jin, yang berupa
jin tingkat rendah, itu yang suka berbuat jahat. Yang mendekati sifat Dewa,
berupa Gandarwo yang luhur atau golongan Dewa tingkat rendah.
KETERANGAN
Ada setan yang benar-benar setan,
ada yang hanya sifatnya saja, setan yang sebanarnya adalah sama dengan manusia
di dunia ini. Ada Jin yang benar-benar Jin. Ada yang hanya sifatnya saja
(Manusia bersifat jin yang berbadan halus).
Yang disebut setan yang
benar-benar setan itu yang BENTUK BADANNYA yang berujud biji dari nafsu amarah
yang asli. Yang disebut Jin yang sebenarnya itu, yang bentuk badannya berujud
biji dari nafsu supiyah yang asli.
Yang hanya bersifat saja, tidak
merasa sebagai setan dan jin, adalah yang mengaku ya manusia itu sendiri.
Apalagi manusia yang bersifat jin yang menjauhi neraka serta mendekat kepada
urusan keduniaan, sama sekali tidak merasa sebagai jin atau peri, karena segala
tindakannya tidak ada bedanya dengan manusia pada umumnya. Bahkan justru orang
yang bersifat Jin tingkat tinggi, merasa lebih luhur dan lebih mulia dibanding
dengan manusia pada umumnya, karena memiliki kelebihan, kesaktian dan tembus
pandang.
Semua yang hanya memiliki sifat
saja, ada berasal dari manusia, yang masih tertahan. (1).
--------------------------------------------
(1) Belum sampai pada kahir
cerita hidupnya.
Uraian di atas itu menjelaskan
tentang penalaran atau sebab-sebab manusia bisa mengalami Keduniaan, Sifat
Surga dan sifat Neraka.
Yang mengalami sifat Jin, itu
dikarenakan ketempatan biji nafsu supiyah yang sangat tebal (nafsu supiyahnya
sangat tebal). Yang menjadi bersifat Dewa, karena ketempatan biji angan-angan
luhur yang sangat tebal (Angan-angan luhurnya sangat tebal), kemudian menepati
wilayah Bijaksana, Tembus pandang hal yang gaib (Waskitha) dan kewaspadaan
serta kesaktian.
Manusia yang mengalami dunia jin,
itu tidak ada perbedaannya dengan manusia pada umumnya, Baik bentuknya,
pikirannya, perwatakannya, kesenangannya dan lain sebagainya. Persis seperti
manusia pada umumnya, serta keadaannya bagi masing-masing bangsa itu sesuai
dengan bangsa manusia pada umumnya sesuai tempat tinggalnya. Kesemuanya tidak
merasa sedang berada di alam yang
bersifat Jin, apalagi jika disebut sama saja dengan jin.
Sedangkan yang mengalami bersifat
Dewa dan perbedaanya dengan yang mengalami di alam Jin itu hanya karena lebih
luhur, karena lebih terang pemikirannya.
Golongan yang bersifat Dewa itu,
kebanyakan penjaga atas keselamatan manusia di dunia, karena merasa menjadi
yang luhur dan menjadi panutan. Apalagi jika Dewa yang bersifat Luhur serta
tebal sekali sifat Mu’mainnahnya. Jangankan yang mengalami alam Dewa, walau pun
yang mengalami alam Jin, banyak yang berbudi baik, menjaga ketentraman manusia
dan sesamanya, karena merasa lebih tinggi dan menjadi panutan.
Akantetapi ..... oleh karena
saling pengaruh-mempengaruhi sehingga ada yang berlebihan sifat mutmainnahnya
dan ada yang berlebihan dalam sifat Nerakanya (tidak berbeda dengan manusia
pada umumnya), meskipun menjadi Dewa atau pun menjadi Jin, itu ada yang
bersifat luhur ada yang bersifat rendahan.
Dewa yang
bersifat luhur yang sebenarnya itu, adalah Dewa yang sebenarnya, digambarkan
dalam Wayang yang disebut Bathara Guru. Yang tersambung dengan Sifat Budi itu
adalah : Yang di dalam Wayang digambarkan
yang bernama Bathara Narada. Yang sudah menyatu dengan Yang Nyata,
digambarkan : Sang Hyang Wenang atau Sang Hyang Tunggal. Yang sifat
mutmainnahnya tebal serta tersambung dengan rasa sejati, digambarkan : Bathara
Wisnu. Yang terambung dengan Sifat Surga tingkat tengah-tengah : Bathari
Durga (Sebagai pemimpin makhluk halus di
pasetran ganda mayit). Yang tersambung dengan sifat Luwamah, digambarkan :
Bathara Kala (2) ... dan sebagainya.
LIMA RASA
Nomor 1 :
Di alam dunia : Dasarnya rasa :
RASA DARI JASMANI. Sedangkan rasa yang lain-lainnya yang empat, (Sifat Dewa,
Sifat Mutmainah, sifat Jin, dan sifat neraka), itu juga muncul di dunia serta
menjadi perlengkapan rasa dari Jasmani, akan tetapi TIDAK DIANGGAP UJUD ADANYA
oleh manusia pada umumnya. Yang dianggap hanyalah ujud badannya : Bahan-bahan
yang membentuk jasmani.
Nomor 2 :
Di surga, rasa dasrnya : RASA
HATI, dingin, terang. Rasa yang lain-lainnya yang empat itu, muncul juga ketika
di surga dan menjadi perlengkapan rasa dari surga, namun TIDAK DIANGGAP UJUD ADANYA
oleh orang surga. Yang dianggap ada ujudnya : Biji Mutmainah.
Nomor 3 :
Di neraka, rasa dasarnya : RASA
HATI, sakit dan panas. Rasa yang lain-lainnya yang empat muncul juga di neraka,
serta menjadi perlengkapan rasa tentang neraka, namun TTIDAK DIANGGAP ADANYA
oleh orang neraka. Yang dianggap ada ujudnya : Biji Amarah.
Nomor 4 :
Di dunia Jin, rasa dasarnya :
RASA INGATAN, Rasa yang lain-lainnya yang empat, itu pun muncul juga di dunia
Jin, serta menjadi perlengkapan rasa wilayah Jin, namun TIDAK DIANGGAP ADANYA
oleh orang Jin. Yang dianggap ada : Biji Supiyah.
Nomor 5 :
Dunia Dewa, rasa dasarnya : RASA
INGATAN, Rasa yang lain-lainnya yang empat muncul juga di Wilayah Dewa, serta
menjadi perlengkapan rasa yang bersifat Dewa, namun TIDAK DIANGGAP ADANYA oleh
orang di wilayah Dewa. Yang dianggap ada : Biji dari Angan-angan. (1).
Lima macam rasa di atas, saya
sebut PANCAINDRIYA, yang artinya : Lima rasa, dan untuk selanjutnya di buku ini,
akan ada kata “Pancaindriya”, yang maksudnya : Lima rasa yang sudah diuraikan
di atas, serta pembangkitnya.
----------------------------------------------
(1). Pembangkit yang
bermacam-macam yang sudah diuraikan di atas, bagi Yang Sejati : Bukan ujud,
hanya getaran (Daya kekuatan Yang Sejati) yang bisa mewujudkan pembangkit (stof
= anasir).
TENTANG ALAM YANG TIGA
Alam di wilayah RASA JASMANI
(yang halus dan yang kasar : disebut : Dunia, Janaloka atau Arde.
Alam di wilayah RASA HATI yang
tiga (Yang halus dan yang kasar), disebut : Rohiyah, Endraloka, atau Astral.
Alam di Wilayah ANGAN-ANGAN atau
Rasa INGAT (yang halus dan yang kasar) disebut : Huluhiyah, Guruloka atau
Dewacan.
Terbagi menjadi tiga seperti tersebut
di atas itu tujuannya adalah agar menjadi ringkas.
Tiga warna tersebut di atas : I.
Alam milik Jasmani, II. Alam milik Hati, III. Alam milik INGATAN, disebut
TRILOKA.
Yang di dalam Bahasa Arab, tiga
alam tersebut bernama : Baital Makmur, Baitalmukharam, Baital Mukhadas.
Tiga bekal di atas itu,
dipergunakan oleh pembaca dan yang menulis buku ini.
Oleh karena itu, yang membaca dan
yang menulis buku ini, jika mencarinya dengan cara bersungguh-sungguh, bisa
masuk menyatu ke mana saja.
KETERANGAN YANG DISEBUT BEKAL/BIJI
Yang disebut YANG SEJATI, yaitu :
YANG bisa berbuat. Yaitu Zat yang mesti adanya, tidak berawal tidak ada akhirnya,
yang di dalam Bahasa Arab disebut :DAT.
Untuk Bisa berbuat : PERBUATANNYA
disebut : Sifat.
Agar VISA BERBUAT, disebut :
Sifat Maknawiyah.
BERBUAT disebut : Sifat Ma’ani.
PERBUATANNYA disebut : Af’al.
BISA BERBUAT disebut : HIDUP.
BERBUATANNYA, artinya :
MENGADAKAN atau MEWUJUDKAN
PERBUATANNYA artinya : ADANYA
atau UJUDNYA
Manakah ADANYA atau UJUDNYA? Yang
diwujudkan atas Perbuatannya itu, yaitu SEMUA BEKAL/BIJI yang halus dan yang
kasar.
Yang disebut PERWUJUDAN, yaitu
ketika sedang menggerakkan Ujud itu. Artinya : ADANYA semua yang berujud, itu
hanya waktu ketika Yang Maha Kuasa
sedang memfungsikan Ujud itu.
Hilangnya sifat perbuatan :
Setelah berhentinya sifat perbuatan, artinya : Hilangnya perwujudan : Setelah
berhenti berbuat.
Hilangnya wujud artinya hilangnya
Bekal/Biji, yaitu : ketika perbuatan itu berhenti.
Berbuat, itu juga bermakna
menyebabkan Getaran (triling).
Perbuatannya : artinya
getarannya.
Perbuatannya : itu juga bermakna
detaknya, bermakna juga : Bekal, Bahan/Biji.
Berubah-ubahnya keadaan RASA,
bermakna juga berubah-ubahnya keadaanyya Bekal, bahan/biji, bermakna
berganti-gantinya cara getarannya.
PENGINGAT : Penalran yang seperti
itu, untuk bisa diterimanya, dengan cara dirasakan dengan penudiawalih
kesabaran, tenang dengan kebeningan.
NYANYIAN GAMBUH
Samengko ingsun
tutur // sembah catur supaya lumuntur // dhihin raga, cipta, jiwa, rasa kaki //
ing kono lamon ketemu // tandha nugrahaning Manon (Wedhatama Winardi).
ARTINYA : Sekarang
ku beri nasihat // empat cara ibadah agar rutin dijalankan // diawali ibadah
raga, cipta, Jiwa, rasa // jika hal itu bisa sampai berhasil // itu semata-mata
Anugerah Tuhan.
BAB. XII
SIFAT – PERBUATAN – HASIL (EMPAN – PAKAN – MEMPAN
a. Orang
yang menyalakan api, itu artinya : Orang itu sedang mengaktifkan sifat api. Sifat aktif dari api itu, disebut
: menyala atau membara. Sehingga orang tersebut yang membuat agar api menjadi
menyala atau membara.
Agar supaya api itu menjadi
aktif, maka memerlukan Umpan. Umpannya adalah : Kayu kering atau minyak, gas.
Kayu kering, minyak atau gas itu menjadi SARANA bagi api agar bisa aktif.
Kayu yang masih basah jika
dijadikan umpan api maka, TIDAK BERFUNGSI. Artinya : TIDAK BISA MENJADI AKTIF,
karena menggunakan sarana kayu yang masih basah. Kayu yang kering jika menjadi
umpan api maka akan berfungsi, artinya
aktifnya Api terlaksana karena dengan didberi sarana melalui kayu
kering.
SEHINGGA :
Sifat, artinya Aktifnya (Empan).
Umpan (Pakan) artinya : Sarana
agar menjadi aktif.
Aktif (mempan), artinya : Aktif
dengan menggunakan sarana .
b. Orang yang mengaktifkan
(menggunakan) penglihata, artinya : Orang itu MENGAKTIFKAN penglihatan. Yang
dilakukan oleh penglihatan disebut : melihat. Sehingga orang itu mengaktifkan
(berbuat) agar penglihatannya melihat (melihat sesuatu).
Penglihatan itu, agar menjadi
aktif, dengan sarana umpan. Umpannya adalah : bentuk rupa. Contohnya : bentuk
rupa bunga itu yang menjadi sarana agar penglihatan menjadi aktif.
Sesuatu benda yang berada di
tempat gelap, diibararkan, penglihatan tidak bisa difungsikan (TIDAK mempan).
Artinya : Penglihatan tidak bisa berhasil untuk menjadi aktif dengan
menggunakan sarana berupa benda yang berada di tempat gelap. Sesuatu benda di
tempat yng terang diumpankan kepada penglihatan, penglihatan menjadi berfungsi
aktif (mempan), artinya : Penglihatan berhasil menjadi aktif dengan lantran
sesuatu benda yang berada di tempat yang terang.
SEHINGGA :
Sifat dari penglihatan (Empan) :
artinya : Mengaktifkan penglihatan.
Umpan untuk penglihatan, artinya
: Segala bentuk rupa yang bisa dilihat,
Fungsi penglihatan : artinya :
Mengaktifkan penglihatan dengan sarana bentuk rupa di tempat yang terang.
c. Murid yang mengaktifkan
pikiran, artinya : Murid itu, mengaktifkan pikirannya.
Yang dilakukan pikiran disebut :
berfikir. Sehingga murid itu berbuat
mengaktifkan pikirannya agar menjadi aktif.
Agar supaya pikiran sang murid
menjadi aktif, itu harus menggunakan sarana berupa UMPAN, Umpannya adalah :
Segala sesuatu yang dipikir, contohnya : Hitungan, bergitung itu sebagai sarana
untuk mengaktifkan pikiran.
Hitungan yang sulit, (contohnya :
Aljabar yang diajarkan kepada anak kecil), itu tidak akan bisa dipahaminya.
Artinya : Tidak akan bisa mengaktifkan pikiran dengan umpan Aljabar, karena
tidak selaras dengan daya kemampuan pikiran anak-anak. Hitungan yang selaras
dengan daya pikir yang menghitungnya, itu jika diterapkan, maka akan berhasil
(mempan), artinya : Berhasil mengaktifkan pikiran anak-anak itu harus dengan
sarana berupa hitungan yang sepadan dengan daya pikirnya.
d. Orang yang mengaktifkan perasa
lidahnya, artinya, orang itu MENGAKTIFKAN rasa lidah. Perbuatan dari rasa
lidah, disebut : Merasakan segala makanan. Sehingga orang itu BERBUAT agar agar
rasa lidah aktif merasakan sesuatu.
Agar rasa lidah itu menjadi
aktif, itu harus menggunakan sarana umpan. Umpannya, makanan, contohnya :
Pisang itu bisa menjadi sarana menjadi aktifnya rasa di lidah. (Pisang itu Cuma
umpan, bukan rasa yang sebenarnya, rasa sebenarnya adalah milik lidah bukan
milik pisang).
Makanan yang tidak dinginkan,
ketika dijadikan umpan : Tidak mau memakannya. Tidak makan itu artinya : Tidak
mempan, atau tidak bisa mengaktifkan rasa lidah. Sehingga tidak berhasil
mengaktifkannya jika menggunakan sarana yang di hasratkannya. Pisang Pisang
yang dijadikan umpan : mau memakannya, artinya : Mempan atau berhasil
mengaktifkan dengan menggunakan sarana pisang.
e. Seseorang yang mengaktifkan
Nafsu Mutmainnah, artinya : Orang tersebut mengaktifkan nafsu Mutmainnahnya.
Perbuatan nafsu mutmainnah itu, merasakan kebaikan Tuhan atau kebaikan
makhluk-Nya. (Merasa senang dan syukur atau bisa berterima kasih). Sehingga
orang tersebut mengaktifkan agar supaya nafsu mutmainnah bisa selalu merasa
bersyukur kepada Tuhannya, atau memiliki rasa berterima kasih kepada sesama
makhluk-Nya.
Agar supaya Mutmainnah itu
menjadi aktif, itu juga menggunakan sarana umpan. Umpannya : Ilmu tetang Maha
Murah dan Maha Pengasih milik Tuhan atau kebaikan sesama makhluk-Nya.
Ilmu Maha Murah, Maha Pengasih
serta kebaikan sesamanya itu, yang menajdi sarana untuk mengaktifkan nafsu
mutmainnah. Sehingga nafsu Mutmainnah aktif merasakan ke-Agungan Tuhan. Atau
melakukan perbuatan yang selaras dengan rasa syukurnya.
Berprasangka buruk atau menyalahkan Tuhan dan berprasangka serta
menyalahkan sessamanya, jika dijadikan umpan kepada nafsu mutmainnah, itu tidak
akan mempan (tidak mau memakannya). Artinya : Nafsu mutmainnah tidak akan
berhasil menjadi aktif jida diberi umpan dengan prasangka buruk. Namun jika
diberi umpan dengan prasangka yang baik maka akan mempan (akan aktif) mau
memakannya.
f. Orang yang mengaktifkan nafsu
amarah, artinya : orang tersebut mengaktifkan nafsu amarah. Aktifnya amarah
adalah berprasangka buruk kepada Tuhan dan makhluk-Nya, bentuknya adalah :
Mengeluh, membenci, marah, panas hati. Sehingga menyebabkan agar Amarahnya
merasakan pemikiran yang salah.
Agar amarah itu menjadi aktif,
dengan menggunakan umpan. Umpannya adalah : Perbuatan buruk dan sesat
(perbuatan yang bersumber dari setan yang berada di dalam diri manusia).
Perbuatan syaithan (perbuatan yang bertentangan dengan sifat Ketuhanan itu yang
menjadi lantaran atas aktifnya amarah.
Perbuatan baik dan benar (Selaras
dengan rasa dan budi) diumpankan kepada amarah, tidak akan bereaksi (tidak
berpengaruh). Artinya : Tidak akan bisa mengaktifkan amarah agar berfungsi jika
di beri umpan dengan perbuatan yang selaras dengan Rasa dan Budi. Akan tetapi
jika amarah diberi umpan yang selaras dengan watak setan : maka akan aktif.
g. Seseorang yang mengktifkan
nafsu sufiyah, artinya : orang tersebut membuat bekerja atas nafsu sufiahnya.
Sifat sufiyah yang luhur, senang merasakan keindahan alam yang luhur. Sufiyah
yang bersifat rendah, senang kepada keindahan alam yang rendah. Sehingga orang
tersebut membuat nafsu sufiyah menyenangi keindahan alam (keindahan yang luhur
atau yang rendah).
Agar supaya supiyah yang bersifat
luhur menjadi aktif, itu dengan menggunakan sayarat umpan. Umpannya : Keindahan
yang luhur. Agar Sufiyah yang rendah menjadi aktif, Umpannya : Keindahan yang
bersifat rendah. Keindahan di tingkat rendah, menjadi sarana untuk mengaktifkan
Sufiyah rendah.
Supiyah luhur diberi umpan
keindahan rendah : kurang berfungsi.
Supiyah rendah diberi umpan
keindahan luhur : kurang bereaksi.
Supiyah luhur diberi umpan yang
untuk umpan bagi amarah : kurang bereaksi.
Supiyah rendah diberi umpan untuk
umpan amarah : bereaksi dan berfungsi.
Supiyah luhur diberi umpan untuk
umpan Mutmainah : bereaksi.
Supiyah rendah diberi umpan untuk
umpan amarah : bereaksi.
Mutmainah diberi umpan untuk
umpan supiyah luhur : bereaksi.
Mutmainah diberi umpan untuk
umpan supiyah rendah : kurang bereaksi.
Mutmainah diberi umpan yang untuk
umpan amarah : tidak bereaksi.
Sehingga Supiyah yang bersifat
luhur itu selaras dengan Mutmainah, itu artinya : Seseorang yang merasakan
keindahan yang luhur itu mengaktifkan Mutmainah. Demikian juga sebaliknya :
Merasakan berbakti itu mengaktifkan rasa keindahan yang luhur. Ringkasnya :
RASA KEINDAHAN YANG LUHUR itu saling
tarik menarik dengan RASA BAKTI (Rasa keindahan itu saling tarik menarik dengan
kehalusan Budi).
Sebaliknya : Merasakan sesuatu
yang buruk, itu mengaktifkan amarah (kecewa, marah-marah) itu adalah perbuatan
supuyah di tingkat rendah.
Oleh karena supiyah bersifat
rendah kurang berfungsi untuk menjadi umpan Mutmainah, dan menjadi berfungsi
jika menjadi umpan untuk amarah.
RASA : diberi umpan Rahsa yang
halus, itu berfungsi. Jika diberi rahsa yang kurang halus maka kurang bisa
aktif. Jika di beri umpan rahsa rendah maka tidak akan berfungsi.
TUJUAN SAMADI
Tujuan Samadi itu mengumpankan
rahsa halus diumpankan kepada RASA, atau mengumpankan angan-angan halus
diumpankan kepada Budi.
Yang juga disebut mengumpankan
RASA kepada rahsa yang halus, atau BUDI diumpankan kepada angan-angan halus.
Atau dengan kata lain,
menyelaraskan PANCAINDRA yang halus kepada WILAYAH YANG SEJATI (KAJATEN).
Agar supaya wilayah Kajaten bisa
mengaktifkan atas kehalusan kehalusan Pancaindra, atau kehalusan Pancaindra
meangkifkan wilayah Yang Sejati, ... masing-massing kedunya saling
mengaktifkan.
Jika rahsa belum tenang dan
angan-angan belum bening, walau pun diaktifkan berulang-ulang tidak akan bisa
aktif. Akantetpi jika terus dilakukan dengan tekun dalam berusaha
mengaktifkannya, maka semakin lama akan semakin mendakti kepada aktifnya.
MENJAGA AGAR TETAP HIDUP
Hidup, artinya :AKTIF atau bisa
AKTIF.
Aktif, artinya : mempergunaan
dayanya.
Menjaga agar tetap hidup, artinya
: berusaha agar aktifnya tetap lestari, bisa berbuat (aktif) seperti :
a. Merawat pohon jeruk, pohon itu
dijaga agar tetap hidup, yaitu agar tetap bisa aktif (tumbuh bersemi, semakin besar,
berbuag ...) dengan cara di beri umpan. Umpannnya berupa Zat cairan tanah dan
zat yang terkandung di dalam udara serta pancaran cahaya matahari. Tanda bahwa
umpannya berfungsi dalam mengaktifkannya : Berhadil hidup dengan lantaran zat
di dalam tanah, zat di udara dan cahaya sehingga menyuburkan hidupnya : yaitu
menumbuhkan akar, daun batang dan buah.
b. Menghidupkan kekuatan tangan,
artinya : Berusaha agar tangan bisa tetap lestari bisa mengangkat, bisa
memegang, dan sebagainya. Umpannya : Barang sesuatu yang yang dikerjakannya
atau sesuatu yang diangkatnya. Contohnya : barbel pemberat. Berhasilnya :
Berhasil aktif mengangkat barbel berulang-ulang. Tumbuh suburnya : Besar
kekuatan tangannya, hingga bisa kuat, artinya : Kuat untuk mengangkat sesuatu beban
yang berat-berat.
c. Menghidupkan pikiran :
Berusaha agar pikiran bisa terus aktif berfikir, serta semakin tajam daya
kekuatannya. Umpannya : Segala sesuatu yang perlu dipikir. Contohnya :
Pelajaran suatu ajaran. Keberhasilannya : Bisa memikirkan ajaran yang
bermacam-macam. Tumbuh suburnya : Semakin besar kekuatannya, kemudian dikatakan
pintar, artinya : Bisa memikirkan sesuatu yang rumit-rumit.
d. Menghidupkan nafsu mutmainah,
berusaha agar nafsu mutmainah tetap dalam keadaan merasakan rasa syukur kepada
Tuhan, dan merasakan atas kebaikan semua makhluk-Nya. Umpannya : Ilmu
(penalaran) tentang hal yang luhur, kebijaksanaan, Maha asih dan maha murah-Nya
Tuhan, dan juga ilmu tentang kabaikan manusia (makhluk sosial/ saling
membutuhkan), serta kebaikan semua makhluk-Nya. Tanda keberhasilannya : Yaitu
terlaksana bisa merasakan yang sudah tersebut di atas. Tumbuh suburnya : Besar
kekuatannya, artinya : Kuat ketika tertimpa musibah yang tidak enak (tidak akan
mengeluh), contohnya : Walau dalam keadaan sakit dan kesusahan, tidak akan
mundur kekuatan tekadnya kepada hal yang bersifat keutamaan. Kuat tetap
bersyukur ketika dalam keadaan derita. Kuat tetap menyayangi ketika mendapatkan
perbuatan buruk dari sesamanya. Itu semua berarti sudah halus dan sudah tinggi
budinya, besar kesabarannya, kuat tawakalnya, karena didasari cinta kasih
kepada sesama makhluk-Nya. Dan sebaliknya : Orang yang marah ketika menerima
kejahatan dan berkeluh kesah ketika mengalami derita hidup, itu dikarenkn nafsu
mutmainahnya masih lemah, masih kalah oleh nafsu amarah.
Cobaan dari tuhan atau kejahatan
dari makhluk-Nya, itu bagi Mutmainah, itu bisa diumpamakan sebagai barbel bagi
tangan manusia yang bisa menumbuhkan kekuatan bagi tangan manusia, atau : Suatu
ajaran yang sulit bagi pikiran atas sang pencari kepintaran. Tanda
kelehamahannya itu : belum kuat. Tandanya kuat itu : Tetap lestari berfungsi
(lestari kekuatan hidupnya) walau pun mendapat beban yang sangat berat.
Mutmainah yang hidup itu, tetap aktif
merasakan rasa ikhlas, puas, menerima tanpa keluhan, tenteram, tenang, selalu
bersyukur dan selalu cinta kasih, berbakti, tidak akan pernah terputus dan
selalu dirakannya di dalam setiap waktunya itu disebut Mutmainahnya sudah
benar-benar hidup yang berarti MUTMAINAHNYA SUDAH BENAR-BENAR AKTIF. Sedangkan
aktifnya mutmainah itu, tidak pernah terputu dalam merasakan rasa yang demikian
itu.
Subur itu, artinya : Besar
dayanya, atau kuat daya aktifnya. Dan amarahnya telah terkalahkan hingga hilang
sama sekali.
Mutmainah yang demikian itu, yang
sebenarnya sudah mendapat pengaruh dari daya RASA JATI.
Sehingga, menjaga tetap hidup
itu, maksudnya adalah sama saja dengan Olah Raga. Semua bertujuan untuk
meningkatkan potensi daya kekuatannya. Semua yang memiliki daya, jika rutin
digunakan, maka akan semakin meningkat daya kekuatannya. Sedangkan menjadi
penghalngnya atau yang dianggap sebagai musuhnya itu, sebenarnya hanya menjadi
sarana agar semakin tumbuh menjadi besar ketika kekuatannya digunakan, tidak
ada bedanya dengan barbel bagi tangan bagi pencari kekuatan tangan, atau suatu
PEkerJAAn yang sulit bagi pikiran yang berusaha mencari kepintaran. Daya
kekuatan Amarah, Supiyah dan Aluamah, anggaplah menjadi perantara agar
MUTMAINAH, Angan-angan luhur serta BUDI dan RASA : Agar daya kekuatannya tumbuh
menjadi lebih besar. Umpan yang lebih besar itu sangat perlu untuk kemajuan
Jiwa. Yang bernama Cobaan dati Tuhan, itu adalah Suatu tantangan bagi Jiwa
untuk menjadi Jiwa yang semakin dewasa. Tujuannya adalah agar jiwa itu, tumbuh
sifat bijaksananya, karena mengetahui dan merasakan PENGALAMAN RASA yang
beraneka macamnya. Meskipun godaan yang dan syaithan sekali pun, janganlah
dianggap musuh, anggalah menjadi alat atau perantara untuk tumbuhnya sifat
bijaksana. Yang sedang membaca buku ini, akan bisa mengerti dengan sendirinya mengapa
Tuhan Yang Maha Esa Menciptkan Syathan, tidak lain adalah untuk kebutuhan
manusia, itu sipat dari Tuhan.
Melanjutkan tentang Olah Raga
Jiwa :
e. Tujuan Samadi itu bukan :
Menganggur, bukan seperti orang yang akan tidur. Sebenarnya adalah Olah Raga
bagi Budi dan Rasa.
Di dalam bersamadi adalah
mengaktifkan daya dari INGAT + RASA. Ingat kepada yang sudah diuraikan di bab V
: Tentang Rasa Yang sejati (RASA JATI).
Rasakanlah seperti yang sudah diuraikan
di bab : 7 tentang menyatunya Budi dan Rasa.
Merasakan yang sudah diuraikan di
bab 9, itu adalah Olah Raga bagi Rasa dan Budi.
Sedangkan yang dijadikan
barbelnya, atau pekerjaan yang sulit, yaitu daya dari angan-angan rendah,
Supiyah, Luamah dan Amarah.
Jika manusia sudah bisa
mengalahkan 4 hal tersebut (Angan-angan rendah, Supiyah, Luamah dan Amarah),
tentulah akan semakin tumbuh berkembang menjadi besar atas daya milik Sukmanya,
karena sanggup menyelesaikan sesuatu yang sulit rumit, tidak rata, sangat
berbahaya dan sangat rumitnya.
TENTANG CERMIN DAN BAYANGANNYA
Ingsun, itulah yang keadaan yang
sebenarnya ada (Yang Sejati).
Sebenarnya sudah tidak ada
keadaan lagi, hanya INGSUN yang sebenarnya ada.
Yang sebenarnya ada, Yang Sejati
itu memiliki sifat.
Sifat dari Yang Sejati, jika
digelar di uraikan, tidak akan ada batas jenisnya dan tidak ada bilangannya.
Uraian tentang sifat-Nya, itu
disebut juga Bayang-bayangan-Nya.
Yang manakah
Bayangan-bayangan-Nya?
Yang manakah Cermin-Nya?
Yang bernama bayangan-bayangan
itu adalah semua tentang Sahir Kabir.
Sedangkan cermin-Nya, adalah :
Hanya Tuhan sendirilah yang Maha Tahu.
Walau pun Rohn Suci, di dunia
halus yang lebih dari yang luhur, JIKA SAHIR itu masih TERPENGARUH oleh
KABIRNYA, jika belum benar-benar paham atas Cermin Yang Sejati.
Ujud dari Cermin Yang Sejati :
Kosong, Hampa, tidak ada apa-apa.
Sehingga pantas jika disebut :
TIDAK ADA oleh semua makhluk-Nya. Tidak berbeda dengan TIDAK ADANYA segala
bentuk rupa : Bagi Cermin yang jernih. Sehingga, yang tidak ada itu adalah :
RUPANYA. Akan tetapi CERMIN itu sendiri : ADA.
CERMIN yang sejati itu : SATU,
namun tidak ada batas bilangann dan jenisnya.
Satu yang tidak batas jumlahnya
itu dikira : TIDAK ADA, bagi kehidupan, di kehidupan, yang Sahirnya terbawa oleh
Kabir-nya. Makna dari TIDAK ADA itu : Bukan tentang Ujudnya atau tentang
rasanya. Karena : CERMIN itu sesungguhnya adalah : SATU-SATUNYA DAYA.
Satu-satunya Daya (Daya Tunggal)
itu adalah : SELARASNYA GETARAN KODRAT YANG SELARAS (4).
Daya yang satu itulah yang
menyatakan adanya Rasa dan Ujud (Sahir dan Kabir).
($) Getaran Kodrat : Cara bergerak
aktif dari Kodrat.
Segala yang satu golongan daya,
itu adalah sama rasanya, sama ilmunya,
yang kemudian disebut berada dalam satu alam yang sama. Contohnya : Penglihatan
dengan penglihatan, itu satu daya dan berada di alam yang sama. Dikuasai oleh
daya yang satu : SEJENIS (selaras), sehingga masing-masing penglihatan itu satu
dalam rasa dan satu penegtahuannya dengan sesama sifat penglihatan. Tidak satu
rasa dan ilmunya dengan Pendengaran atau penciuman. Sehingga yang sama-sama
bersifat penglihatan : adalah berada dalam satu alam. Sedangkan penglihatan
dengan pendengaran itu : tidak berada dalam satu alam.
BERBAGAI MACAM pengalaman, itu
tergantung dari berbagai jenis Daya yang satu (Berbagai macam cara aktifnya
Kodrat).
Pengalaman yang dialami oleh
manusia di dunia, itu berbeda dengan pengalaman milik Jin. Berbeda dengan
pengalaman iblis. Berbeda dengan pengalaman para Dewa dan sebagainya. Hal itu
dikarenakan perbedaan dari dari masing-masing daya tunggal itu tadi.
Daya tunggal- daya tunggal yang
tidak ada batas jumlahnya itu dikuasai oleh Keadaan Yang Sejati, yang
menguasainya bagaikan buku yang mengandung banyak lembar halaman.
Sangat tepat dalam memilih kata “KACA”
(Cermin) : Yang bermakna untuk bercermin. Dan tepat sekali pilihan kata “Rasa”
bagi rasa dari cermin, karena sebagai ibarat dari RASA : bagi cermin Yang
Sejati. Demikian juga cahaya dari cermin rasa : Bagi Cermin Yang Sejati.
Demikian juga cahaya dari cermin sebagai ibarat dari Cahaya RASA ($).
Barangkali saja pembaca buku ini
belum bisa paham (belum bisa mengerti) atas uraian di atas, di bawah ini bisa digunakan sebagai petunjuk agar bisa
merasakan pemahaman tentang yang sebenarnya dari bayangan-bayangan.
($), Sudah sangat jelas bahwa
semua yang tergelar ini, menjadi contoh dan ibarat bagi yang sudah bisa
memahaminya. Dan juga menjadi saksi atas penciptanya, dan juga sebagai sarana
dalam segala usaha manusia, dan juga sebagai penjelas bagi segala bentuk usaha.
CONTOH-CONTOH
I. Jika Yang
sejati bercermin menggunakan alam katak, Maka Yang Sejati di situ terlihat
merupakan ujud : Diri Katak, yaitu : Ingatan di rasa perasaannya adalah badan
dan diri katak.
Rasa ingat atau perasaan sebagai katak itu : SAHIR bagi alam katak.
Sedangkan KABIRnya : yaitu berupa aliran air, tanah, rumput, air, hawa,
terangnya matahari serta, raga katak itu sendiri.
Oleh karena SAHIR diri sang katak tertutup oleh alam KABIRnya, sedangkan
KABIR itu adalah Ujud di alam dunia bagi raga, sehingga Ingsun yang menempati
Yang Sejati, terlihat di alam katak, merupakan ujud dari raga katak. SATU,
yaitu badan yang dikira memiliki rasa ingat
dan rasa perasaan walau pun sebenarnya BUKAN RAGA MILIKNYA yang
menyebabkan adanya rasa ingatan dan bisa
merasakan.
HITUNGAN : SATU, yang bagi raga katak yang memiliki rasa ingat dan rasa perasaan itu . Bayang-bayang dari
KESATUAN TUHAN.
Pengetahuan katak (ketika mengerti dan melihat suasana di sekitarnya dan
dalam merasakan rasa dari suasana yang bisa dirasakannya oleh katak), itu
adalah bayang-bayang dari ILMU Tuhan.
Tingkah-laku, dan suara katak, menjadi bayangan dari “Perbuatan Tuhan”.
Sehingga : Yang menjadi ermin dari Yang Sejati, yang digunakan
bercermin Sahir dan Kabir dari katak
itu, Cermin bohongan, karena yang sebenarnya dari Yang Sejati itu, tidak
seperti itu.
Cermin yang demikian itu, gelap dan merubah bentuk dari bayangannya
dibandingkan dengan kenyataan dari keadaan yang sedang bercermin. Bisa
diibaratkan : Orang yang bercermin menggunakan botol hitam, maka bentuk
wajahnya akan meliuk-liuk. Selain gelap (tidak jelas) pun tidak sama dengan
kenyataannya.
Sehingga yang bernama bayang-bayang itu tadi : Adalah Rasa ingat dan rasa
perasaan milik Katak, serta pengetahuannya tentang dunia.
Rupa dunia yang diketahuinya yang menggunakan rasa ingatnya dan juga dengan
rasa perasan katak itu : Itu sudah terbasuk bayang-bayang yang terlihat di
dalam cermin yang sejenis, yang disebut alam milik katak.
Rasa ingat dan rasa perasaan milik katak (yang dipergunakan untuk
mengetahui adanya dunia dan adanya dirinya sendiri) itu adalah SAHIR milik alam
katak. Sedangkan keadaan dunia (Yang dilihat menggunakan rasa ingat dan rasa
perasaan) itu : Alam KABIR bagi alam dunia katak.
Sahir dan Kabir dari alam Katak itu, keduanya adalah merupakan bayangan
dari alam Yang Sejati, yang terlihat di dalam cermin tipuan dan gelap, yaitu
cermin yang disebut alam dunia katak, disebut juga Martabat alam katak, yaitu
daya tunggal daya yang sejenis (selaras) yang menjadikan adanya alam Sahir dan
Alam Kabir dunia katak.
YANG BERCERMIN : YANG SEJATI
Yang digunakan untuk bercermin :
Daya tunggal yang satu jenis, yang disebut alam dunia katak atau martabat
Katak.
Sedangkan bayangannya adalah rasa
perasaan milik katak dan juga pengetahuan katak tentang dunia yang tergelar
ini.
Letak dari Sahir milik katak
berada di BATIN dari KABIRNYA. Cermin Yang sejati tempatnya adalah BATIN dari
SAHIR milik katak. Yang Sejati yang bercermin, bertempat : Di Batin dari Cermin yang sejati. ($).
($) Keterangan dari kata LAHIR
dan BATIN, diterangkan di bab. 15.****
II. Jika Yang Sejati bercermin
menggunakan alam manusia (seluruh manusia di dunia), maka Yang Sejati akan
berwujud : DIRI dari manusia seluruh dunia, yaitu : RASA INGAT dan RASA
PERASAAN badan bagi manusia se dunia.
Rasa ingat dan rasa perasaan
manusia di seluruh dunia itu SAHIR bagi alam manusia. Sedangkan KABIR-nya,
yaitu : Berupa Bumi langit beserta
seluruh isinya, terhitung juga ujud diri manusianya.
Maka dari itu, keadaan yang
demikian itu disebut BAYANG-BAYANG DARI YANG SEJATI, karena keadaan yang
demikian itu DIKIRA MERUPAKAN KEADAAN YANG BENAR ADANYA oleh seluruh manusia di
dunia.
Oleh karena manusia di seluruh
dunia, sahirnya larut kepada Kabirnya, padahal Kabirnya itu Perwujudan di dunia
yang nyata ini. Sehingga : INGSUN yang menempati Yang Sejati, terlihat di alam
manusia berupa wujud RAGA dari manusia se dunia itu :SATU, yaitu dirinya yang
dikiranya yang memiliki Rasa Ingat dan rasa perasaan (Walau pun sebenarnya
bukan karena raga yang bisa menyebabkan bisa memiliki rasa ingat dan bisa
merasakannya).
Seluruh manusia di dunia punya
anggapan, bahwa dirinya itu Cuma hanya SATU, seperti orang yang bernama “Suta”
(Sendiri) itu bahwa di dunia hanya ada satu saja.
Dhiri yang disebut dengan kata
“AKU” oleh “Suta”, di dunia Cuma ada satu saja, itu adalah bayangan dari
INGSUN.
Bahwa sebenarnya rasa dari
bilangan SATU bagi suatu Diri : Itu adalah bayangan dari Kesastuan Yang Sejati
(Ingsun).
Ilmu Pengetahuan milik ‘Suta” (Artinya
: Perolehan dari karena mengerti, melihat dan merasakan perlawanan dengan isi
dunia) itu adalah bayang-bayang ILMU MILIK TUHAN atau Pengetahuan Tuhan.
Gerak aktif dari Pancaindra si
Suta : Itu menjadai bayang-bayang dari Daya Hidup Tuhan (Daya hidup di diri
manusia jika dibandingkan dengan Maha Hidup-Nya Tuhan, itu bagaikan : Hidupnya
arloji dibanding daya hidup manusia.
Semua gerak tingkah laku dan
semua ucapan manusia di seluruh dunia : Itu menjadi bayangan dari PERBUATAN
TUHAN (Af’al, Perbuatan Tuhan itu, yaitu mengadakan semua daya tunggal atau
getaran kodrat, yang akhirnya berupa ujud semua yang SAHIR dan yang KABIR).
Sehingga : Cermin Yang sejati,
yang bentuk bayangannnya adalah ujud
berupa Sahir dan Kabir dari si Suta itu, Cerin tipuan, karena Yang
Sebenarnya tidak-lah begitu adanya. Cermin yang demikian itu, gelap dan bentuk
bayang-bayang di dalamnya adalah tidak sama dengan kenyataan yang sebenarnya.
Akantetapi cermin seperti itu lebih jelas dibanding dengan cermin yang isi
bayangannya berupa sahir dan kabir milik katak. Yang demikian itu bisa
diumpamakan orang yang bercermin di permukaan botol yang tidak terlalu gelap
dan tidak terlalu banyak lekukannya.
Sehingga yang disebut
bayang-bayang itu adalah Rasa Ingat dan juga rasa perasaan milik si Suta, serta
pengetahuan si Suta tentang dunia ini.
Pengetahuan (hasil dari
mengetahuai) atas segala isi dunia ini dan ilmu yang melekat di dirinya : Itu
juga sudah termasuk bayangan-bayangan .... Bayangan-bayangan di dalam cermin
yang sejenis ... cermin yang sejenis yang disebut alam manusia tersebut,
intinya : Untuk dipergunakan Mengetahui + Yang Mengetahui + Pengetahuannya
(Semua Sahir dan Kabirnya) bayangan-bayangan di dalam cermin yang sejenis, dan
disebut juga cermin yang di sebut Alam Manusia, yaitu martabat manusia, dan
juga daya tunggal yang sejenis (selaras) yang membentuk menjadi adanya alam
Sahir dan Kabir milik si Suta itu tadi.
YANG BERCERMIN : YANG SEJATI
Yang dipergunakan untuk bercermin : Daya tunggal sejenis (selaras) yang
ddisebut alam manusia atau martabat manusia. Bayangan-bayangannya, yaitu :
Ingatan milik si Suta, rasa dan perasaan si Suta, yang diketahui oleh si suta
tentang isi dunia : Sahir dan Kabir si Suta.
Si Suta merasa ADA, menyaksikan atau menyatakan bahwa dirinya itu ADA dan
benar-benar ada. Bukti tandanya : Memiliki ingatan dan rasa perasaan yang
dipergunakan untuk mengetahui dan merasakan tentang adanya dunia ini, kemudian
berkata : AKU ADA.
Yang disebut AKU oleh si Suta itu DIRI, Satu (Untuk lebih jelasnya tentang
yang disebut Diri, dijelaskan di Bab.14, yaitu bahwa diri itu bayang-bayang
dari Yang Sejati : INGSUN PRIBADI).
Artinya : ADA, menurut pribadi dari diri si SUTA, yang berarti ujud bentuk
itu tadi adalah bayang-bayang dari ADANYA Yang Sejati.
Sehingga bayang-bayang dari ADA : itu UJUDNYA atau ADANYA, akan tetapi ADA
yang sebenanrya itu artinya : YANG BISA MENJADIKAN ADANYA SEMUA YANG ADA, atau
: YANG MENGUASAI Yang BERUJUD dan yang
TIDAK BERUJUD. Sehingga Yang Sejati : itu tanpa ada yang mengawali adanya,
tanpa ada akhir atas adanya.
Sedangkan adanya DIRI : itu ada awal dan ada akhirnya. Akan tetapi ...
tidak ada diri yang mengetahui asal mula adanya. Tidak ada diri yang
menyaksikan SEBELUM ADANYA dan SETELAH TIDAK ADANYA. Untuk bisa memiliki rasa
diri itu, setelah diri itu, ADA atau setelah jadi. Semua yang diketahui dan
dirasakannya oleh si SUTA itu tadi : adalah bagi ingatan dan rasa perasaan si
SUTA ; SERBA BARU SEMUA.
Seluruh dunia ini adanya adalah yang terakhir : bagi rasa ingat dan rasa
perasaan milik si SUTA. Ayah dan Ibunya pun lebih terakhir atas adanya, itu
hanya KABAR dari mendapatkan berita saja. Bagi rasa ingat dan rasa perasaan si
SUTA sendiri : Tidak benar-benar nyata bahwa dirinya itu terakhir, tidak
menyaksikan, tidak mengalami, karena berasa di dalam ingatannya (Rasa
ingatnya). Oleh karena itu, diri si SUTA : Dalam perasaannya adalah paling awal
sendiri dibanding semua pengetahuan yang diberikannya menggunakan rasa
ingatnya.
RASA PALING AWAL itu tadi itu pun menjadi bayang-bayang Kekekalan Tuhan (Paling
awal tanpa ada yang mengawali bagi Yang Sejati).
Diri dari si Suta ada akhirnya, sehingga tidak kekal. Akan tetapi selama
waktu diri itu mengaa, tidak merasakan apa yang disebut akhirnya, hanya melihat
KABIRNYA bahwa orang meninggal dunia itu ada. Sedangkan masalah melihat orang
yang meninggal dunia, itu bukan kenyataan bagi rasa di dalam dirinya (Itulah
sebagai penyebab bagi manusia di dunia yang memiliki bayangan dan pikiran
tentang mati. Memang benar sering sekali melihat orang yang meninggal dunia,
akan tetapi tidak masuk ke dalam rasa perasaan (tidak masuk menjadi pengalaman,
selama diri itu masih mengada).
Dalam tidak merasakan tentang akhirnya itu juga merupakan bayang-bayang
dari sifat kekekalan Tuhan.
Masa yang dipergunakan oleh si Suta disebut : SEKARANG (dipergunakan
artinya adalah di rasakannya).
Sehingga yang bernama WAKTU itu juga menjadi bayang-bayang saat sekarang
YANG MENGANDUNG SEGALA HAL YANG BERGUHUBUNGAN DENGAN WAKTU, yang di dalam
Bahasa Arab disebut : kanjanmahfiyan.
Tidak ada diri yang bisa merasakan masa Lalunya atau masa yang akan
datangnya. Yang dirasakannya tidak lain hanyalah saat SEKARANG. Artinya ketika
seseorang teringat cerita hidupnya di masa lalu, dalam mengingatnya adalah saat
sekarang ini, demikian juga tentang masa yang akan datang, itu juga di pikir
saat sekarang ini. Sehingga rasa yang dahulu dan rasa yang akan datang
sebenarnya semuanya tidak ada. Yang ada itu adalah RASA SEKARANG INI. Rasa yang
dirasakan sekarang ini lah adalah bayang-bayang SAAT SEKARANG YANG DIMILKI
TUHAN, yang mengandung Seluruh dan segala masa.
Ketika si Suta menyebutkan yang sedang ditempatinya sekarang ini : DI SINI.
Yang bermakna itulah tempatnya, bayang-bayang dari di sini, itu bermakna
yang mengandung semua arah dan tempat. Yang di dalam bahasa Arab disebut “
Ngaras – kursi.
Tidak ada diri yang bisa merasakan tentang keadaannya. Yang dirasakannya
tidak lain adalah SAAT INInya, itu adalah gerak pikiran dan gagasan keadaan
yang disebut ADA DI SANA, maka pemikiran dan gagasannya pasti ADA DI SINI,
Itulah rasa DI SINI bagi suatu tempat itu adalah bayang-bayang Di SINI bagi
Tuhan, yang mengandung semua dan segala tempat.
SAHIT milik si Suta, tempatnya berada DI BATININ DARI KABIR milik si Suta.
Cermin dari Yang Sejati, tepatnya adalah : Batin dari Sahir milik si Suta.
Yang Sejati yang bercermin, tempatnya adalah : BATIN dari CERMIN.
III. Ketika Yang Sajati sedang bercermin menggunakan ALAM RASA SYURGA, di
situ nampak oleh Yang sejati itu adalah diri dari orang ssyurga, yaitu :
Terangnya rasa ingatannya Plus rasa dingin dan senang plus ujud dari badan
halusnya, yang itu adalah berasal dari biji dari Mutmainnah (hilangkanlah rasa
yang lima yang sduah tersebut di bab 11).
Ingatan dan rasa perasaan dari orang syurga itu adalah SAHIR : bagi alam
milik orang syurga. Sedangkan KABIRNYA : Adalah wujud dari syurga, dihitung
juga tentang ujud diririnya sendiri juga.
Sehingga disebut : BAYANG-BAYANG DARI KEADAAN YAGN SEJATI. Karena keadaan
yang demikian itu dikira SEBAGAI KEADAAN YANG BENAR-BENAR NYATA ADANYA, oleh
orang syurga.
Hal-hal lain yang menjelaskan ADANYA dan KEADAANYA : Tidak perlu diuraikan
lagi, cukup mengggunakan contoh atas
pengalaman seluruh manusia di dunia yang tersebut itu tadi.
Bayang-bayang dari keadaan yang sejati yang nampak di Tingkatan Dewa,
Tingkatan Jin, Syaithan dan lain-lainnya, itu juga cukup menggunakan contoh
satu saja yang tersebut di atas Bab Tingkatan-tingaktan atas terangnya, tipuan
dan yang sebenarnya dan juga rasanya ... perkiraanku yang sedang membaca buku
ini tentu bisa menelaahnya sendiri.
IV. JIKA KAHANAN YANG SEJATI bercermin menggunakan Golongan tumbuh-tumbuhan
atau batu, maka Yang sejati nampak di situ terlihat : GELAP, tidak terlihat
apa-apa, tidak terasa apa-apa. Artinya tidak bisa mengingat apa-apa, hal itu
bisa diumpamakan orang yang bercermin menggunakan papan kayu yang hitam pekat,
maka ketika dicari rupa milik yang sedang bercermin ; tidak ada apa-apa.
Tumbuh-tumbuhan, saya sebut : TIDAK MEILIKI RASA DIRI, Tidak mengerti bahwa
dirinya itu ada. Tidak mengetahui bahwa dunia ini ada. Tidak mengetahui bahwa
Tuhan itu ada. Selain tidak mengetahui bahwa semua yang tersebut itu ada. Dia
juga tidak mengerti bahwa dia ITU ADA, serta tidak mengetahui bahwa di itu
tidak memiliki Tuhan atau tidak ingat tentang Tuhan.
Pepohonan serta batu itu bisa diumpamakan : Menetapkan bahwa dunia ini, itu
TIDAK ADA, Tuhan TIDAK ADA. Satu pun suasana
itu tidak ada, Tidak ada suasana. Sama sekali tidak menyaksikan tentang
keberadaan semua yang ada. Taman bunga yang indah, menyenangkan, dan berbau
harum, yang di sanjung oleh manusia serta dijadikan pemandangan oleh para luhur
dan di taruh di atas meja marmer, itu
pun sama sekali tidak mengerti bahwa semua itu ada. Tidak merasa bahwa ada yang
menyenanginya dan disanjungnya. Sama saja dengan wayang, contohnya : Janaka,
dijadikan tontonan serta dipandang oleh orang banyak, akan tetapi yagn
dijadikan tontonan itu tidak mengerti bahwa dia itu ada. Tidak ketempatan rasa
senang dan susah, sakit dan sehat. Namun tetap dalam keadaan gelap gulita dan
tidak mengerti apa-apa, Tidak merasakan segala kejadian dan keadaan, serta
tidak merasa atas adanya nikmat dan manfaat.
V. KETIKA YANG SEJATI bercermin MENGGUNAKAN Praman Sejati (Sifat
maknawiyah), Yang Sejati akan melihat dengan terang tentang keutuhan sifat yang
nyata dan senyata-nyatanya tentang Tuhan yang sebenarnya ($).
($). Kodrat, Iradat dan sebagainya (yang tersebut di atas), disebut sifat
Ma’ani, yaitu yang berujud Jirim. Sedangkan : Kadiran Muridan dan sebagainya :
Dsiebut sifat maknawiyah, menyatu dengan DZAT (Golongan yang masuk apda dimensi
ke IV, yang dijabarkan dalam Serat Jatimurti.
BAB I.
KEJELASAN DARI YANG DISEBUT DIRI
a. TENTANG WUJUD BARU : Yitu
wujud jelmaan, atau wujud campuran.
Cat kuning dicampur dengan cat
biru, menjadi cat warna hijau. Yang sebelumnya tidak ada cat hijau. Yang ada :
Cat kuning dan cat biru, dan ketika warna kuning dan biru dicampur,
terbentuklah warna hijau.
Warna hijau itulah wujud baru,
yaitu wujud jelmaan, atau wujud campuran. Sedangkan warna Biru dan Kuning itu
Wujud asal.
Contoh lainnya : Sebelumnya tidak
ada wujud yang bernama kuningan. Setelah tembaga di campur dengan timah sari,
maka jadilah logam kuningan. Dan kuningan itu aalah wujud baru yang sebelumnya
tidak ada.
Emas dan tembaga ketika dicampur,
menjadi suasa. Suwasa itu wujud baru.
Gandum dicampur gula, telur,
susu, garam, diolah dan menjadi roti. Maka Roti itu adalah bentuk baru, satu
bentuk yang berasal dari gabungan adonan yagn bermacam-macam.
Seseorang yang tidak mengetahui
asal usul sesuatu, yang hanya tiba-tiba
bisa mengetahui warna hijau, pastilah mengira bahwa warna hijau itu bukan warna
baru. Demikian juga halnya, kuningan dan suasa, roti, kembang gula, minyak dan
sebagainya, semuanya dikiranya ujud asli, yang artinya seolah-olah memang sudah
ada sejak sebelumnya, tentang yang disebut warna hijau, kuningan, suasa, roti
dan sebagainya.
Bahkan semakin tidak mengira,
jika dijelaskan bahwa : Mangga, kayu, daging, tulang, tanah itu adalah ujud
baru, yang artinya berasal dari campuran. Yang menyebabkan tidak bisa mengira,
karena tidak mengetahui asal muasalnya, tiba-tiba sudah menjadi kayu, daging,
tulang, karena sudah ada sejak dahulu-dahulunya.
Huruf “a b c d e .....” itu semua
adalah kumpulan garis melengkung dan lurus yagn digabung-gabungkan. Itu juga
merupakan campuran.
Yang disebut gending (musik
Jawa), seperti halnya : Pangkur, itu adalah berkumpulnya suara musik yang
bermacam-macam, yang digabungkan dengan suatu bentuk (diselaraskan) sehingga
menjadi satu alras (harmoni) yang kemudian diberi nama : Pangkur.
Wayang yagn bernama Janaka itu
adalah gabungan dari bentuk yang kecil-kecil yang ditata, diselaraskan hingga
menjadi satu bentuk yang diberi nama : Janaka.
Rasa dari Roti, itu adalah
kumpulan beberapa rasa dari rasa : Gurih, manis, asin dsb, digabungkan,
diselaraskan dengan menggunakan takaran menurut ukurannya, hingga menimbulkan
satu rasa, rasa baru yang datang, muncul seolah-olah datang dari langit, yang
disebut : Roti.
Rasa buah mangga pun demikian
juga, adalah terdiri dari campuran berbagai rasa, hingga menjadi satu rasa
yaitu rasa mangga, yang pada awalnya tidak ada yang bernama : Mang + ga.
Setelah adonan yang berasal dari berbagai macam yang didtakar (oleh kodrat)
diaduk, kemudian muncul ujud baru SATU, seolah tiba-tiba ada dari langit,
dengan sebutan : Mangga, kemudian di rasakan hingga rasanya menjadi pantas
disebut dengan sebutan mangga, karena menetapkan sifat mangganya.
Yang disebut daging, tulang,
kayu, tanah ... masing-masing dari itu pun berasal dari kumpulan yang bermacam-macam,
digabung dengan cara di takar oleh Maha Kuasa dan Ilmu milik Tuhan. Kesemuanya
itu yang masing-masingnya disebut harmoni, campuran, dan juga jelmaan.
Kumpulan dari harmoni yang
kecil-kecil menjadi harmoni yang besar. Harmoni yang besar-besar, digabungkan
terus hingga tidak terkira ujud besarnya.
Harmoni yang bersifat satu, yang
menetapkan harmoni yang teramat besar, itu disebut dengan kata “Allah”.
Segala bentuk yang sudah berujud,
walau pun itu adalah bentuk baru, kita ini tidak mengira bahwa itu adalah
barang baru, yang terbentuk dari gabungan. Apalagi segala sesuatu yang berujud
SATU RASA, yang sudah memiliki nama, walau pun RASA BARU, atau gabungan rasa,
karena sudah menjadi satu bentuk dan juga sudah memiliki nama ... hal itu
menjadikan kita ini lupa kepada hakekat dari yang baru, serta sumber dasar
pembentuknya.
Semakin tidak mengira jika kita
memikirkan tentang rasa yang disebut RA – SA – NING – WONG.
Yang disebut, MANUSIA atau RASA di diri MANUSIA, itu adalahr rasa
baru, jelmaan atau gabungan, namun dirasa SATU, hal itu tidak berbeda dengan
gabungan beragai macam suara yang merupakan ujud dari Nyanyian Pangkur.
Yang disebut rasa milik manusia,
seperti rasa milik si Suta, itu adalah gabungan dari rasa Luamah, Amarah,
Sufiyah, Mutmainnah, angan-angan, dan sebagainya, yang masing-masing jenisnya
di takar oleh kodrat, di bentuk hingga menjadi harmoni rasa, yang kemudian
diberi nama : RASA MILIK SI SUTA atau RASA HATI MILIK SI SUTA atau WATAK MILIK
SI SUTA.
Yang bisa merasakan hati milik si
SUTA itu, adalah si Suta sendiri, Namun, yang manakah yang bernama si Suta itu,
itu hanyalah sebutan saja. Yang memiliki nama si Suta, itu adalah bentuk baru,
yang seolah-olah muncul tanpa sebab, akan tetapi : Si Suta merasa (Mengira
mempergunakan rasa miliknya), bahwa dia itu sejak dahulunya sudah pernah
menjadi si Suta, Ketika mengatakan kata : AKU, maka yagn disebut AKU : Rasa
sebagai si Suta, yang datangnya adalah baru.
Oleh karena tiap rasa itu ada
biji awalnya (ujud dari yang mewujudkan rasa itu, tentulah sudah pastu ujud
yang berbentuk : itua dalah gabungan ujud asli yang beraneka ragam).
Yang disebut : Rasa milik manusia
itu, adalah gabungan rasa milik Hewan + Rasa milik tumbuh-tumbuhan + Rasa milik
jin + rasa milik syaithan + rasa milik Dewa + rasa milik bersifat Ketuhanan,
dan sebagainya. Yang masing-masing jenisnya sudah terukur. Sedangkan
takarannya, itu bagi tiap-tiap manusia : Tidak sama, ada yang condong bersifat
hewan, ada yagn condong sifat Jin, ada yagn condong ke arah syeithan, ada yang
condong kepada sukmanya.
Yang condong ke mana, itulah yang
dijadikan kebiasaan atas perbuatannya (di hidup-hidupi), terbiasa diaktifkan
dayanya.
Oleh karena sudah nyata, bahwa
masing-masing adonan itu BISA MENJADI BIBIT, sehingga sudah nyata bahwa setiap
bakal adonan itu memiliki watak ingin terus aktif, semuanya meminta HIDUP,
minta tetap adanya, minta umpan makanan, dan minta tempat.
Bentuk dari kumpulan rangkaian,
yagn merumpana wujud masing-masing manusia, itu lah yang disebut DIRI.
Sehingga disebut DIRI, karena
terbentuk dari beragai unsur. Beberpa unsur itu setelah menjadi bentuk baru
(Berdiri), kemudian disebut DIRI, yang artinya adalah diberdirikan, yang
mengandung maksud bahwa memang bentuk baru (ujud baru), yang sebelumnya tidak
ada.
DIRI, juga bermakna Sendiri
(berdiri sendiri). Sehingga disebut berdiri sendiri, karerna berdiri dengan
sendirinya. Sehingga disebtu sendiri (berdiri sendiri) karena bermakna bentukan
rasa batu, karena merasa memisahkan diri dari RASA TUNGGAL (memisahkan diri
dari rasa KETUHANAN). Terpisah karena merasa beridi dengan sendirinya, mengaku
sebagai keadaan yang sejati, mengaku ADA dengan sendirinya, mengaku MENGERTI
dengan sendirinya, mengaku sebagai Yang Sejati, mengaku Hidup dengan sendirinya
– yang selanjutnya mengajak lupa kepada keadaan segala yagn ada, mengajak tidak
merasa terhadap keberadaan dirinya yang sebenarnya adalah baru dan terdiri dari
gabungan, serta meminta bertanding dengan diri yang lainnya. Mengapa terjadi
hal demikian?, karena tahunya sudah jadi wujud, tiba-tiba sudah berwujud rasa
satu, tidak ada pilah-pilah bagian-bagian yang berasal dari adonan.
Oleh kerana diri merasa ada
dengan sendirinya (terpisah dengan Rasa Tunggal) sehingga memiliki anggapan
(keyakinan) bahwa dirinya itu bukan SESUATU YANG BARU, hanya BERITANYA saja,
baru, namun ingan dan rasa di dalam dirinya : Tidak bisa menemukan rasa bahwa
sebenarnya adalah BARU, tidak menemukan kenyataan bahwa dirinya itu baru. Yang
demikian itu, menimbulkan rasa ingin minta dianggap luhur, ingin dicintai atau
disenangi oleh diri yang lainnya. Rasa yang demikian itu disebut : Ego Diri atau watak diri.
Yang dimaksud dari kata : Bangga
diri, bagi pengetahuan tentang kebatinan, disebut TERTIPU OLEH DIRINYA SENDIRI.
Oleh karena anggapan yang
demikian itu adalah salah (bukan anggapan yang nyata, bukan anggapan yang
sebenarnya) sehingga hal yang demikian itu disebut Cuma anggapan saja, artinya
: Anggapan palsu, atau bayang-bayang anggapan, bukan anggapan yang sejati.
Rasa yang salah yang demikian
itu, menumbuhkan cacat yang sangat
banyak jenisnya, seperti : Sombong, pamer, takabur, merasa serba bisa, mersa
besar, merasa mampu, merasa pintar dan sebagainya. Itu semua bersumber dari
Rasa diri (rasa merasa berdiri dengan sendirinya, rasa memisahkan diri).
Cabang-cabang dari anggapan yang
salah itu, contohnya : Pemalu, mudah sakit hati, mudah menyerah, masgul,
memiliki rasa sirik, iri, mudah marah, dengki dan sebagainya yang jumlahnya
sangat banyak. Kesemuanya itu sumber pusatnya ada di RASA DIRI (RASA TERPISAH,
RASA BERDIRI SENDIRI).
RASA DIRI ITU, MUSRIK YANG PALING
PERTAMA.
Untuk mengurangi watak anggapan
diri, dengan cara mencari pengetahuan yang terang atas status bahwa sebenarnya
adalah baru dan berasal dari kumpulan. Yang ke dua : Menghidupkan dan
mengaktifkan rasa Mutmainnah yang mengajak berbakti kepada Tuhan dan kasih
sayang kepada sesamanya.
Ketika rasa diri sudah tipis,
maka semaking mengarah untuk bisa merasakan rasa tunggal, yaitu rasa Manusia
Sejati, atau rasa KETUHANAN.
b. MUNCULNYA WUJUD BARU :
MENJADIKAN LUPA ATAS WUJUD ASLI.
Kata MENJADIKAN LUPA, itu artinya
: Dirasa TIDAK ADA (Tidak di rasa bahwa ada).
Seumpama bagaikan : Biru yang
dicampur dengan kuning, setelah menjadi warna hijau, maka biru dan kuning
musnah tanpa bekas, hilang musnah dari penglihatan, tergantikan dengan
munculnya warna hijau.
Tepung, Gula, susu, garam, telur
dan lain-lainnya, setelah diaduk dan menjadi roti, maka bahan-bahannya hilang
dari ingatan, hilang musnah tanpa bekas, tergantikan dengan wujud yang Cuma
saja yang bernama : Roti, munculnya roti bagaikan tanpa sebab, tiba-tiba saja
ada.
Oleh karena semua adonan sudah
hilang dari ingatan, sehingga akhirnya rasa mula dari adonan yang berasal dari
berbagai macam rasa itu (manis, asin, gurih .. ) dirasa menjadi milik roti.
Sehingga rotilah yang mendapat sebutan : Manis, gurih, asin, dan sebagainya.
Sehingga manusia kemudian mengatakan : Roti itu manis, Roti itu asin, roti itu
gurih. Hal yang demikian itu bermakna tidak ingat lagi terhadap telur, gula,
garam, susu dan sebagainya.
Ketika seorang anak memakan
makanan, banyak yang merasakan rasa enak dan mengetahui namanya, akan tetapi
tidak mengetahui asal mula untuk membuatnya.
Yang sama halnya dengan : Rasa
dari buah-buahan, seperti : Kelapa, mangga, kacang .... hal itu bagi manusia
yang memakannya, pengetahuan soal rasanya, seperti itu juga : Kelapa itu gurih,
kelapa itu agak manis, kelapa itu tidak asin, kacang itu gurih, kacang itu agak
manis, kacang itu agak asin. Bercampurnya adonan yang membentuk kacang itu,
sama sekali tidak terpikirkan, sudah cukup asalkan mengingat kacang, hal itu
juga tidak boleh disalahkan, karena mengetahui terhadap yang disebut kacang
itu, sejak kecil. Bahkan kacangnya sudah ada sebelum yang memakan kacang itu
terlahir.
Uraian di atas itu tepat sekali
untuk ibarat bagi ujud yang baru, yang disebut MANUSIA.
Coba direnungkan, Apakah manusia
itu?
Jika di teliti, itu akan sama
sengan “roti” itu tadi.
Bercampurnya adonan yagn kasar
dan halus yang bermacam-macam, dicampur rata, sehingga muncul ujud baru yang
bernama “MANUSIA. Setelah manusia sudah terbentuk dan mampu berdiri sendiri,
asal mula bahan adonan hilang tanpa bekas dari ingatan kita.
Daya dari adonan yang berasal
dari berbagai macam : menimbulkan rasa yang bermacam-macam. Namun rasa yang
bermacam-macam itu di aku oleh ujud yang baru, yang bernama manusia itu tadi.
Sang manusia, walau pun datangnya adalah baru,
aka tetapi mengakui menjadi miliknya
atas rasa yang bermacam-macam itu tadi, yang berada di dalam raganya. Seumpama
manusia yang bernama “Wirya”, itu yang manakah? : Yang bernama “Wirya” itu
tidak ada, hanya ciptaan atau rasa ingat saja. Sedangkan ditetapkan memiliki
rasa yang bermcam-macam, seperti disebutkan bahwa “Wirya” itu pntar, “Wirya”
itu kuat.
Ingatan manusia menjadi lupa
kepada adanya asalmula adonannya itu, selain disebabkan tertutup rasa ingatan manusia,
alagi penyebabnya, yaitu : Manusia di dunia itu, Halusnya tertipu oleh badan
kasarnya.
Pada umumnya manusia itu tidak
mengira bahwa ada ujud yang bermacam-macam. Tidak mengetahui bahwa ada yang
sebgai tukang merasa susah. Ada yang menjadi tukang pembenci atau pemarah, ada
yang tukan pengasih dan penyayang, ada yang menjadi tukang gampang ingat, dan
sebagainya, itu semua pada umumnya tidak dipahami.
Rasa ingatan, rasa hati, rasa
jasmani – tidak disadari, bahwa ada ujudnya. Dikiranya berasal dari manusia
yang bernama “Wirya” saja. Namun ketika ditanyakan Mana “Wirya” itu, tidak bisa
menunjukkannya, dan juga oleh karena tertipu oleh badan kasarnya, ada yang
mencoba menyentuh badan seluruhnya.
Selain bahwa “Wirya” itu
dikiranya adalah badan kasarnya, semua rasa yang bermacam-macam itu pun
dikiranya berasal dari raganya. Contohnya : Bisa berfikir dikiranya berasal
dari daya otaknya. Bisa melihat dikiranya berasal dari daya matanya yang
menipu. Bisa mendengar dikira berasal dari daya telinga yang berupa daging.
Namun ketika sudah dibungkus kain kafan, mata dan semua alatnya masih utuh,
namun tidak bisa apa-apa. Kemudian mengira-ngira bahwa “Wirya” bukan raganya.
Adonan yang berujud halus itu,
semuanya hidup dan saling ingin beraktifitas, masing-masing jenis saling
berebut daya : Menonjolkan diri ingin menjadi yang terdepan dari kedudukan
rasa. Contohnya : “Wirya” sedang senang hatinya, hal itu adonan yang berfungsi
tukang bungah : Mucnul. Adonan yang menjadi lawan dai rasa senag : tertutup,
Jika mutmainnah sedang muncul ke depan. “Wirya” hatinya sedang baik. Contohnya
: Cinta kepada sesamamnya, sabar memberi pertolongan. Jika Amarah yang sedang
aktif, itu pun “Wirya” yang disebut hatinya jahat. Sehingga berganti-gantinya
rasa atau watak seseorang itu, sama sekali tidak diingat berasal dari muncul
dan tenggelamnya adonan-adonan yang halus. Yang masuk dalam ingatan adalah
manusianya, contohnya : “Wirya” kemarin itu, baik, sekarang “Wirya” jahat. Tadi
itu “Wirya” amrah-marah, sekarang sudah tenang kembali dan sedang tertawa-tawa.
c. PERBEDAAN ANTARA RASA DIRI
DENGAN RASA PRIBADI.
Urian di bawah ini untuk bahan
renungan.
RASA PRIBADI itu adalah Rasa
Tunggal.
Setiap ada rasa Diri itu, tentu
disertai rasa Pribadi. Akan tetapi RASA PRIBADI belum tentu bersama dengan RASA
DIRI. Artinya : Rasa diri “Wirya” membutuhkan rasa Pribadinya yang tunggal.
Namun rasa Pribadi yang tunggal itu, tidak membutuhkan rasa diri milik “Wirya”.
Rasa diri itu “negatief vorm”,
artinya : “adanya butuh ditetapkan oleh yang lain, seperti untuk menjadi sebuah
wayang butuh tukang sungging wayang. Untuk menjadi tulisan membutuhkan ORANG
YANG MENULIS. Namun Penyungging tidak butuh wayang, dan manusia itu tidak butuh
tulisan.
Ketika seseorang mengatakan kata
AKU, itu bermakna bahwa yang dituju oleh rasa milik manusia itu : RASA PRIBADI
YAGN TUNGGAL.
Akan tetapi akrena rasa pribadi
tertutup oleh rasa diri, seperti manusia tertutup tulisannya, hingga pada
akhirnya hanya diri yang DIRASA ADANYA. Sama saja hilangnya manusia tergantikan
munculnya tulisan.
Di depan sudah disampaikan :
TIPISNYA RASA DIRI mengarahkan kepada untuk bisa merasasakan RASA TUNGGAL, itu
dibahasakan TIPISNYA RASA DIRI : agar dihayati seteliti mungkin, seperti apakah
maksudnya???
Nyanyian jawa : KINANTHI
Mangka kanthining tumuwuh // salami
mung awas eling // eling lukitaning alam
// dadi wiryaning dumadi // supadi nir ing sangsaya // yeku pangreksaning urip.
ARTINYA : Sedangkan yang menyertai hidup // selamanya
adalah waspada dan sadar diri // ingat atas rahasia indahnya alam // menjadi penjaga segala yang ada //
agar terhindar dari kesengsaraan // itu adalah penjaga kehidupan.
Marmen den taberi kulup //
angulah lantiping ati // rina wengi den anedya // pandak panduking pambudi //
bengkas kahardaning driya // supadya dadya utami.
ARTINYA : Maka dari itu tekunlah wahai anakku //
melatih ketajaman hati // siang malam
jadikanlah itu sebagai tujuan // tujuan dalam segala daya upaya // untuk bisa
mengalahkan gerak pikiran // agar menjadi utama.
BAB XV
ARTI LAHIR DAN BATIN
Orang tua atau pun anak-anak
sering bertanya begini : GUSTI ALLAH BERTEMPAT DI MANA? Seseorang yang bertanya
demikian sudah seharusnya, tidak boleh disalahkan, karena pertanyaan itu tumbuh
dari rasa ingin tahu.
Yang menyebabkan tidak salah
adalah : SEBAB DARI BERTANYA,. Namun ISI DARI PERTANYAANNYA itu salah.
Jika pertanyaannya sudah salah,
walau pun dipikir bagaimana pun juga, maka jawabannya akan ikit salah juga,
karena biasanya, bahwa jaban itu adalah sesuai dengan pertanyaannya. Sehingga
jika ada seseorang yang bertanya demikian itu : Hanya harus diterangkan saja,
karena belum mengerti,
Di manakah letak kesalahannya ? :
Allah dikiranya bertempat tinggal, Allah itu tidak membutuhkan tempat tinggal,
justru ditempati oleh semua yang memiliki tempat.
Kosong dan hmpa yang luasnya
tanpa batas beserta semua isinya, bertempat di manakah sebenarnya ? ....
bertempat di Allah. Apakah memaksa untuk dipertanyakan lagi? Allah bertempat di
mana? Sedangkan meneyebutkan tempat kosong dan hampa saja tidak bisa, apalagi
disuruh menyebutkan tempat-Nya Allah.
Yang kosong dan hampa yang
besarnya tidak terbatas, itu saja tidak usah ditanyakan bertempat di mana,
karena : Itu bahkan menjadi tempat bagi
semua teempat serta dari semua tujuan. Kesemuanya berada di dalam kosong dan
hampa yang tidak terbatas aats luasnya. Sebegitu besarnya pun kosong dan hampa
itu masih tergantung kepada Allah. Sedangkan bahwa CARA BERTEMPATNYA yang
kosong dan hampa itu ada di Allah, hal itu bisa diumpamakan CARA BERTEMPATNYA
halaman buku yang ada di dalam buku (halaman lembaran kertas bertempat di dalam
kertas).
Pikirkanlah bahwa : Satu buku itu
terdapat banyak halaman, itu lebih mudah untuk sebagai contoh gambaran : Allah
dalam menguasai alam kehalusan yang sangat banyaknya yang masing-masing alam
itu berujud kosong dan hampa yang besarnya tidak terbatas beserta semua isinya.
Sama saja dengan keadaan : satu buku mengandung banyak halaman-halamannya yang
berisi tulisan dan gambar-gambar.
Cara “DZAT” dalam menguasai
seluruh alam itu juga sama saja seperti cara milik buku dalam mengandung banyak
halaman-halaman buku.
Halaman-halaman buku itu banyak
laisan-lapisannya, yang kesemuanya berada di dalam buku, demikian juga halnya
denegan alam ini, pun tidak hanya dunia ini saja. Sangat lah banyak jenis nya
alam itu, seperti yang sudah diuraikan di depan.
Coba direnungkan : Jika demikian
halnya, apakah masih tetap memaksa bertanya : Allah bertempat di mana?
Coba byanagkan alam tulisan,
sebagai berikut : (menggambarkan tentang huruf jawa yang mirip dengan tulisan
Arab beserta rangkaian pelengkapnya) Pelengkap yang bernama “Wulon” (dalam
huruf Jawa), berasda DI ATAS HURUF, Sukon berada di bawah huruf, sandangan
Cecek berada di dalam penggalan huruf. Pepet berada di luar cecek, hal itu
selanjutnya bisa-bisanya menjadi sebuah pertanyaan ? Apakah buku itu beradsa di
atas huruf, apakah berada di tengah-tengah huruf, apakah berada di bawah huruf?
Singkatnya : Jika manusia bisa
menyebutkan tempatnya BUKU atau YANG MEMBACA BUKU, terletak pada kata DI
MANANYA sandangan wulon atau taling, apaah itu bisa menyebutkan tempat-Nya
Allah pada kata DIMANA di dalam segala ujudnya alam.
Alam tulsian itu tentu beda lebih
dari beda : Jika dibandingkan dengan Alam manusia yang membaca buku atau buku
itu sendiri. Di manakah perbedaannya? Di alam tulisan tidak ada kiblat arah di
luar halaman. Yang disebut bawah atas serta kanan kiri, dan juga luar dalam
bagi sebuah halaman buku, itu bukan atas bukunya atau atas yang sedang membaca
buku.
Alam tulisan itu alam halaman
(lebih tipis, bahkan sama sekali tanpa ketebalan). Sedangkan alam milik buku
atau manusianya : berbentuk kubik.
Alam buku itu sama dengan alam
yang membaca buku, memiliki arah yang bernama atas bawah, luar dalam, akan
tetapi berbeda dengan yang disebut atas bawah milik huruf. Lua dalam milik alam
manusia, berbdea dengan lua dalam alam tulisan. Hal itu pikirkanlah.
Setelah bisa memahami hal di
atas, kemudian pikirkankanlah uraian di bawah ini:
Sandangan Wulon sudah jelas
berada DIA ATAS HURUF, sandangan pepet berada DI LUAR CECAK, cecak berada di
dalam pepetan .... Kemudian ada pertanyaan sebagai berikut : PEMBACA BUKU,
berada di sebelah mana dari yang di bacanya? Namun jangan menggunakan kata DI
LUARNYA, agar tidak dikira seperti letak pepetan bagi cecak. Bagi huruf itu
tidak bisa ditemukan dengan arti makna DI ATAS, yang tidak seperti letaknya
wulon. Selamanya tidak akan bisa ditemukan arti dari DI LUAR, yang tidak
seperti tempatnya pepetan bagi cecak. (Hal ini bsia di pahami bagi yang paham
rangkaian huruf jawa).
Manusia sering membahasakan
tempatnya Yang Sejati menggunakan kalimat DI DALAM BADAN. Hal yang demikian
itu, sama halnya : Seseorang yang sedang membaca buku disebut berada di dalam
pepetan, bagaikan tempatnya cecak di dalam pepetan.
Hal yang demikian itu, manusia
aperlu belajar merasakan tentang makna kata : LAHIR dan BATIN hingga
benar-benar paham atas maknanya, jika sudah benar-benar mengerti akhirnya (bisa
merasakan) tentu akan bisa menerima dan
paham di dalam rasa milinya. Jika di jelaskan yang sebagai berikut : TUHAN ITU
BERTEMPAT DI DALAM BATIN DI BADANMU. DI DALAM BATIN SEMUA PERWUJUDAN, DI DALAM
BATIN ALAM, DI DALAM BATIN SAHIR MU, DI DALAM BATIN BUDI RASAMU.
Jika sudah bisa memahami atas
yang disebut DI DALAM BATINNYA itu, bayangkanlah : Letak tepatnya mata yang
milik yang sedang membaca buku, walau pun disebutkan DI DALAM BATIN huruf yagn
di bacanya, tujuannya : Jangan di kira berada DI LUAR HURUF atau DI ATAS HURUF,
karena jika dimaknai DI LUARNYA atau DI
ATASNY, janga-jangan dikira seperti tempatnya wulon atau pepetan.
Yang Sejati dikatakan DI DALAM
BADAN, itu boleh-boleh saja, ala jangan
dimaknai seperti letak organ dalam di dalam daging atau daging atas kulit.
Harap di rasakan yang disebut DI
DALAM BATINNYA itu. Nantinya kita akan bisa merasakan arah tempatnya Tuhan
kita.
Tempat Tuhan kita : Di lama inti
batin, yaitu di pusat batin segala batin.
Mulai dari : Pusat hingga sampai
di dalam batin, semua dikuasai oleh Asma Allah. Yaitu Asma Yang Agung.
Raga kita menyebutkan Pusat Batin
kita, menggunakan Asma ILLOLLAH (TUHAN).
T A M A T
Sebaiknya,
bacalah juga buku “
1.
Kacawirangi
2. Jatimurti
3. Madurasa
Catatan :
Ketiga buku itu sudah diterjemahkan di blog ini.