"Godaan Terbesar dari niat untuk berbuat baik itu, adalah dari dirinya sendiri"
"Mengapa? Jawabnya tertuang di buku ini"
“SERAT MADURASA DALAM BAHASA INDONESIA AJARAN
BUDIPEKERTI JAWA”
Penerbit : Jajasan ‘Djojobojo” Surabaya,
Cetakan ke III
Tahun : 1995.
Penerjemah : Pujo Prayitno
DATRA
ISI
BAB.I.
MANFAAT BELAJAR ILMU HAKIKAT
BAB.II.
MENJELASKAN TENTANG TUMBUHNYA BUDI
BAB. III. MENJELASKAN TENTANG UMPAN DAN NYALANYA DAYA
BAB
IV. KEHENDAK, SIR, TEKAD SERTA HUBUNGANNYA
1. MANFAAT BELAJAR ILMU HAKIKAT
Belajar
Ilmu Hakikat itu jangan dianggap hanya berguna untuk besok saja, namun ketika
masih hidup di dunia itu juga perlu, agar mendapatkan pedoman dan penerang
dalam hatinya, yang akan mengarahkan kepada jalan kebenaran dan terang, untuk
kerja apa saja.
Belajar
illmu hakikat jika sungguh-sungguh dalam mempelajarinya, setidak-tidaknya
bisa mendapatkan petunjuk dalam rasa, jauh dari kekeruhan hati.
Kekeruhan
hati itu, seperti :
·
Mau menolong terbawa oleh
pamrih agar mendapat sanjungan atau mengharapkan hasil.
·
Mengejar harta, lupa Iman.
·
Mencari benar, terbalik keliru
mencari menang, dan sebagainya.
Manusia
yang jauh dari sifat angkara, banyak tenangnya, enaknya, dan ketenteramannya.
Raganya tidak cepat rusak yang dikarenakan terlalu banyak api (nafsu), dan tidak
cepat rusak yagn ddikarenakan terseret kuda yang bernama Pancaindra.
Orang
yang ingin menggapai Ilmu Hakikat, maka keinginan yang ada dalam dirinya
selamahidupnya, selalu menyatu : TERTUJU KEPADA TEKAD.
Jarang
terjadi perbantahan di dalam hatinya seperti bagi yagn suka berganti-kanti kehendak
yang masing-masing kehendaknya bukan untuk satu tujuan (tunggal nada dasar-selaras).
Mengalirnya Cipta tidak terlalu banyak berbelok, dan tidak bocor ke
mana-mana, dan tidak bingung seperti air yang sering diobok-obok serta tidak
tergenang.
Orang
yang bersungguh-sungguh dalam pencariannya terhadap Ilmu Hakikat, apa pun yang
dilakukannya sering benarnya, banyak baiknya, cepat selamatnya, jauh dari
celaka, karena : Sudah dekat kepada yang mengajak selamat, yaitu yang tidak
pernah salah.
Yang
sebenarnya, kehendak
manusia itu, ada yang tumbuh dari
nafsu yang baik, ada yagn tumbuh dari nafsu yang jahat, ada yang tumbuh dari
rasa.
Sehingga
ada kehendak yang mengikuti petunjuk Budi, ada yang mengikuti petunjuk Angan-angan
yang sedang gelap karena terbawa oleh daya dari roh hewani saja
(meninggalkan angan-angan), itu semua oleh orang yang sedang mencari ilmu
hakikat : Di rasakan, dihayati, dan diperhatikan.
Pesan : Angan-angan itu adalah Raja bagi Pancaindra, itu yang berkewajiban
membedakan baik dan buruk benar dan salah.
KEHENDAK
yang baik itu ajakan dari Nafsu Mutmainah, akan tetapi semua nafsu itu tidak
mendapatkan bagian untuk mengetahui tentang BENAR, karena benar itu adalah
urusannya BUDI (sang penunjuk kepada yang benar).
Kehendak
yang baik yang berpedoman kepada yang benar itu : Juga belum tentu perlu
untuk dilakukan atau akan
selamat, sehingga harus selalu waspada (prayitna) terhadap sasmita
petunuknya RASA (yang bertugas menunjukkan kepada selamat) yang menuntun kepada
kelancaran dan keselamatan serta perlunya di lakukan, serta menyadari aas
kewajibannya.
Dan
demikian juga, manusia untuk bisa mengetahui tentang : duduga (kira-kira),
prayoga (sebaiknya) watara, kira-kira, riringa, subasita, awas ing semu,
prayitna, weweka, eguh (cara), tangguh, dan sebagainya, Itu Juga atas
tuntunan RASA.
Semakin
dekat kepada RASA, semakin mahir kepada : deduga, prayoga, serta semakin
sedikit kemungkinan meleset dalam melakukan perkiraan.
Ringkasnya, Deikian :
Bukan
hanya akherat saja yang ada penasaran, di dunia juga banyak penasaran, halangan
dan permasalahn, yang ada di hati manusia.
Maka
dari itu perlu menggunakan pedoman dan obor penerang.
Ujud
dari pedoman : RASA, ujud dari obor penerang : BUDI
Untuk
bisa mengetahui petunjuk dari BUDI dan RASA, jika manusia belajar Ilmu Hakikat,
karena belajar Ilmu itu watak dari BUDI dan RASA.
Tembang
Macapat :
Dipun
sami ambanting sarira. (Agar selalu membanting raga)
Cegah
dhahar lan guling; (Mengurangi makan dan tidur)
Darapon
sudaa. (Dan juga kurangilah)
Nafsu
kang ngambra-ambra, (Nafsu yang merajalela)
Rerema
ing tyasireki, (Tenangkan dalam hatimu)
Dadi
sabarang karsanira lestari (Sehinga segala kehendakmu akan selamat).
2.
MENIPU HATI SENDIRI DAN IYA
Yang menjadi cacat bagi orang hidup itu biasanya dikarenakan menipu hatinya sendiri.
Karena senang kepada sandang dan harta, kemudian berpendapat, semikian :
“Kewajiban orang hidup itu tentunya berikhtiar mencari penghidupan,
mengurusi kekayaannya, untuk merawat raganya, serta anak istrinya.
Mana ada orang yang menolak uang, mana ada orang yang menerima ada
adanya.
Orang yang ditinglkan oleh harta pasti pikirannya menjadi bingung, yang
bisa menumbuhkan pikiran jelek.
Pendapat yang demikian itu pada dasarnya memang benar, namun apa tidak
ada bedanya menipu diri sendiri dengan yang sejatinya (Saksi, keterangan apa
tidak ada?).
Walau pun hidup manusia mempunyai kewenangan, mengurusi keduniaan, namun
orang yang mengharapkan dunia dengan yang menggantungkan harapannya kepada
Allah itu, sangat terlihat perbedaannya.
1. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak
tuma’ninah-nya, orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia terlalu
ngaya.
2. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak sabarnya,
orang yang menggantungkan harapannya kepada banyak nafsunya tentang harta.
3. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak ingatnya
kepada perbuatan baik, dan omongan baik , orang yang menggantungkan harapannya
kepada dunia banyak lupanya, menolak perbuatan baik.
4. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak ihlasnya,
menerima, dan syukurnya, orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia
banyak mengeluhnya.
5. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak kasihnya
kepada sesama, orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia banyak
serakahnya dan keluhannya.
6. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak dingin
hatinya dan enak, orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia banyak panas
hatinya dan pikirannya.
7. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak kasih kepada
sesama, orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia banyak bendi dan
irihatinya serta syirik, Jikan senang dan asih karena ada pamrihnya.
8. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Memilih miskin
dibanding rusak Imannya, orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia
tidak memperdulikan Iman.
Demikianlah, dan seterusnya.
Intinya : Baik yang ingat dan sadar, satu dalam tekadnya (tidak bohong). BOHONG itu
ada yang di dalam lahir dan ada yang di dalam batin. Bohong batin itu Menipu
hati sendiri, berkudung anggapan diri. Itulah yang menipu hidupnya sendiri.
Semoga dalam hidup ini untuk bisa merasa : MALU dan Dipermalukan atas
hidupnya sendiri, Aamiin!!
Jika sudah bisa membadakan berbagai macam rasa diri
Karena sering merasakan.
Dengan Memperhatikan itu disebut PRAYITNA. (Waspada)
Setelah bisa yang demikian itu, kemudian memisah-misahkan yang baik dan
yang buruk.
Yang buruk tidak dipakai dengan jalan tidak didperhatikan atau dilupakan.
Sedangkan yang benar dihidup-hidupkan.
Jika sudah bisa yang demikian itu disebut : WEWEKA. (Menganalisa)
Setelah dipisah-pisah, yang baik dan yang benar di tata.
Diterapkan daya kekuatannya,
Jika sudah bisa merawat yang baik dan yang benar sesuai yang seharusnya,
itu disebut WIRAGNYA.
(Ahli dalam kebenaran).
(Serat MADURASA).
3.
JANGAN MELUPAKAN TUGAS /NIAT AWAL
Purwakanthi
(Lagu Dolanan) = Lagu mainan anak kecil jaman dahulu :
E; Dhayohe tka (Ada tmu yagn datang).
E; Gelarna klasa (Segerlah gelarkan tikar).
E; Klasane bedhah (Ternyata tikarnya robek)
E; Tambalen Jadah (Segerlah ditambal dengan Jadah (Jenis makanan dari
beras ketan).
E; Jadahe mambu (Ternyata jadah itu sudah basi)
E; Pakakna asu (Lalu, berikanlah kepada anjing)
E; Asune mati (Tiba-tiba anjing itu mati).
E; Buwangen Kali (Buanglah ke sungai)
E; Kaline banjir (Ternyata sungainya sedang banjir)
E; Buwangen pinggir (Buanglah ke tepi sungai saja).
Lagu anak-anak tersebut menjadi pengibaratan atas manusia yang lupa
kepada “Jejer” (Kewajiban Awal). Orang yang sedang mempunyai kewajiban menemui
tamunya, ketika melihat jadah yang basi, terus lupa kepada tamunya, yang
dipikir, jadahnya. Ketika melihat anjing yang mati, ingatannya hanya kepada
anjing, lupa kepada jadah).
Manusia yang hidupnya Kosong tanpa tekad, tentunya tidak mengerti atas
kewajibannya, dalam hidupnya di dunia. Sehingga tidak mengerti makna dari yang
dilakukannya untuk selama-lamanya.
Artinya : Setiap mengalami berganti-gantinya keinginan, tidak dengan
mengingat kepada keinginan yang semula, ketumpukan keinginan baru dan kemudian
ketumpukan lagi, bukan kelanjutan dari keinginan
sebelumnya.........................
Sehingga agar bisalah mencari “Jejer”ing hidup di dunia (Tugasnya
kewajiban hidup di dunia) dengan Tekad. Kemudian, segala yang dikehenadikan,
tujukanlah kepada tekad itu. Karena, tekad itu tonggak dari kehendak.
Itu, pegang teguhlah dengan sekautnya, jangan sampai kalah oleh kehendakmu,
jangan terbawa oleh daya tariknya keduniaan (aja kagetan, gimiran,
slewang-sleweng). Walau pun raga terbawa oleh ombak jaman, pangkal dari rasa
dirimu kuatkanlah dan selalu ingat kepada “Jejer” tugas dan niat semula.
Sangat jarang oarng yang kuat menggunakan keyakinan dari dirinya sendiri.
Yang banyak itu mudah terperanjat, mudah heran, budah berganti-ganti,
hanya terdorong mengikuti ombak jaman.
CERITA hidup manusia, dalam hidup di dunia ini, dan tempatnya lupa terhadap
asal dan tujuannya, sungguh membuat heran, saya ibaratakan, sebagai berikut :
Yang sedang membaca Serat ini, saya umpamakan naik sedang Naik Kereta
Api, akan pulang ke rumahnya (Seumpama : Ke Kadiun). Di dalam Kereta Api
bersama-sama dengan sanak saudara yang menyayanginya, kemudian mendengar
percakapan bermacam-macam.
Ada segolongan yang mengaka berbicara, seperti ini :
“Mas, Ayo turun di (,,,,) saja, bersama dengan kita semua, melihat
pertunjukan wayang, Dalangnya berasal dari Keraton, apa lagi Kangmas ditunggu
oleh para saudara lainnya ..................
Kemudian ada golongan yang mengajak, seperti ini :
“Pergi Purwareja saja Mas, akan banyak sekali keuntunganmu dalam hal
Ilmu, karena bisa mengikuti pertemuan dengan para Ahli di bidang Ilmu batin,
seperti yang kamu inginkan.”
Segolongan yang lain mengetakan, seperti ini :
“Sebaiknya turuns aja di Surakarta, melihat Sriwedari, ada pertunjukan
Film, Wayang Orang, Gedung Musium yang berisi serba indah
......................”
Ada satu lagi yang mengatakan demikian :
“Dhimas, semuanya jangan kamu pikir, bisa menjadikan bingung, lebih baik
ikutilah kata-kataku, turun di ....................... sedangkan perlunya
adalah .......................... jangan minta keterangan dahulu, nanti saya
bisiki sejatinya dari ...... sid................................”.
Kemudian ada lagi ........... ada lagi ... yang lebih menarik hati dan
sebagainya.
Jika seumpama ada kejadian yang seperti itu, yang manakah yang diikuti?
Perkara mendengarkan dan menanggapi perkataan orang, sudah kewajiban
untuk menegakkan tatakrama (kesopanan dalam pergaulan), namun jangan samapi
lupa kepada “Jejer” niat semula atau kewajiban semula, yaitu Pulang menuju
Madiun. Tidak boleh menyeleweng.
Mencari enak dan senag sementara ada di dalam Kereta Api, juga
didperbolehkan, sepeerti halnya : Menata tempat duduknya, tempat bersandarnya,
namuan jangan samapai keterusan Membuat tempat tidur di dalam Kereta Api.
Dalam mengikuti aturan per-Kereta Apian, karena sudah terlanjur berada di
dalam Kereta Api’ dalam mencari enak dan senang SEKEDARNYA saja ketika ada di
dalam Kereta Api, sebab menjadi penguat ketika berada di dalam Kereta Api,
namun dalam Merasakan semua itu harus sekedarnya. Dalam hatinya hanya
tetap akan pergi ke Madiun saja.
Mengikuti aturan Naik Kereta Api dan mencari kesenangan sekedarnya, itu
jadikanlah sebagai contoh, dalam hidup di alam dunia ini, diperbolehkan mencari
harta, kepandaian, pangkat, mencari enak dan kesenangan, megnurus anak istri,
harus bergaul, mempunyai hajatan, menata rumah, berpakaian yagn pantas,
bertamu, menyenangkan tamunya ........................ selamanya ketika masih
di dunia (Berapa tahun, apakah lama?) yang sebentar lagi akan berganti alam,
meninggalkan alam dunia. Bagaikan orang yang menaiki Kereta Api, meninggalkan
Kereta Api.
Meninggalkan tempat duduk (yang kadang tempat ketika tertidur) ditinggal
di Kereta Api.
Mengapa ketika di alam dunia terlalu berlebihan dalam mencintai
kesenangan dunia? (Bagaikan senangnya orang yang bermimpi mendapatkan uang,
ketika terbangun, dicari ke sana ke mari tangannya tetap kosong).
Orang yang lupa kepada Allah (terlalu kuat mencengkeram dunia) itu
bagikan orang yang berada di dalam Kereta Api
yang lupa akan turun di mana?
Itu masih termasuk baik, masih ermasuk orang yang mau mencari ilmu,
sedangkan bagi orang yang sama sekali tidak ingat kepada sukmanya, itu
bagaikan orang yang naik Kereta Api lupa
jika nantinya harus turun, selalu
bersenang-senang dikiranya Kereta Api itu adalah rumahnya (alamnya).
Orang-orang yang berada Kereta Api dikira keluarganya yang tinggal dalam satu
rumah (karena lupa asal mulanya, tidak memikirkan bagaimana akhirnya). Memang
benar orang-orang itu berkumpul dalam satu tempat, bagaikan keluarga dalam satu
rumah, namun tujuannya (niat dalam hatinya) tidak sama, ada yang akan turun di
Yogya, ada yang ke Solo, dan ada juga yang akan menuju keSemarang. Sehingga
dalam berkumpulnya itu hanya sebentar saja, ketika berpisah tidak saling
bertemu lagi (Sangat sulit untuk bisa bertemu lagi) seperti ketika ada di
Kereta Api seperti itu, dan lengkap yang bertemu seperti itu. Setelah terpisah
dalam waktu yang lama, kadang tidak ingin kepada Kereta Api lagi. Semakin tidak
mungkin menginginkan bertemu di dalam Kereta Api yang lengkapnya seperti itu
lagi. Sehingga hanya membayangkan Kereta Api saja yang keinginannya seperti itu
lagi.
Manusia di dalam Kereta Api, masing-masing mempunyai tujuan, kaprayitnan
dan weweka, jadikan ibarat atas orang yang berada di alam dunia, ya harus
mempunyai tekad, kaprayitnan dan weweka, jangan sampai hanya memikirkan
urusan dunia saja.
Dalam bersikap sekedarnya merasakan keadaan di dalam Kereta Api juga
jadikan ibarat : Orang yang ada di alam dunia hanya sekedarnya saja dalam
merasakan kehidupan dunia. Seperti : Orang memamerkan kegagahannya ketika ada
di Kereta Api kepada teman-temannya yang hatinya dalam keadaan sekedarnya, itu
sangat tidak bermanfaat, juga seperti seseorang yang berada di dunia
membanggakan pangkat, kehormatan, sanjungan, kepada temannya yang benar
bersama-sama dalam satu jaman, itu tidak bermanfaat apa-apa, setelah meninggal
dunia.
Waktu yang hanya sekejap ketika berada di dalam Kereta Api, dan jauhnya
keterpisahan, setelah meninggalkan Kereta Api, juga sebagai ibarat cepatnya
hidup di alam dunia dan tidak saling tidak bertemu lagi setelah meningglkan
dunia.
Orang yang lupa tempat turunnya dari sepur, itu ketika harus turun pasti
salah, seperti : Turun sebelum sampai di Madiun.
Sesampainya di stasiun yang bukan Maddiun, berjalan mencari rumah dan
harta miliknya, tidak akan mungkin bisa ditemukan.
Orang yang naik Kereta Api yang lupa bahwa akan turun, tidak hanya tersesat
saja, ketika turun diserta terperanjat. Sedang senang-senangnya membuat tempat
untuk tidur dan ketemuan dengan temannya, dipaksa turun oleh kondektur.
Setelahnya turund ari Kereta Api, masih merasa sangat ingin mencari tempat
duduk dan tempat tidurnya dan juga teman-temannya itu tadi (Kereta Api-nya
sudah pergi jauh), tidak akan mungkin bisa ketemu, walau pun sekitarnya stasiun
ditelusuri semuanya sambil mengeluarkan air mata.
Karena sudah lupa kepada niat semua dan tidak berhati-hati tentang
belakangnya, tidak mungkin akan mencari rumahnya di Madiun.
Apa makna yang dilakukan di waktu itu dan bagaimana hasil akhirnya terjadi yagn demikian : Tidak mengetahui dan
tidak memikirkan, akan tetapi : Tidak ingin mengetahui dan tidak mencari jalan
dari pikiran. Oleh karena tempat duduk dan teman-temannya sudah di cari dan
ditangisi masih tetap tidak ditemukan, bagaimana lagi, akhirnya berkelana entah
kemana arahnya. Saya gambarkan :: Kemudian melihat sekumpulan orang banyak dan
beberapa golongan yang sedang ada acara rame-rame, kemudian didekatinya, nampak
oarang yang sedang bersenang-senang, ada yagn judi, ada yang saling
bercakap-cakap, saling mencari kesenangan sendiri-sendiri.
Yang baru datang dari Kereta Api, terbawa kepada salah satu orang yang
sedang berkumpul, seperti : Ikut merasakan kesenangan orang yang mengocok
kartu, melihat dari belakangnya (Tidak berniat pindah dari situ, karena
terjerat oleh rasa senangnya melihat kartu dan mendengarkan suara dari orang
yagn tertawa-tawa), bagaikan sedunia tidak ada kesenangan seperti itu. Tidak
ada tempat yang membuat kerasan selain hanya di situ (Sudah terlupa tempat duduk dan
teman-temannya di Kereta, dan sudah lupa pnyebab mengapa ada di tempat
itu, sehingga lupa asal dan tujuannya), lupa dari mana asal sebelumnya, tidak
mengerti penyebab berada di alam itu (Tidak mengetahui dimana rumahnya, dikira
itulah rumahnya, tidak berpikir, apakah iya ataukah bukan, tidak merasa
bahwa sedang celaka, Itulah gambaran orang yang berada di dunia.
Wahai saudara yang sedang lupa, dengarkanlah Gendhing Eling-eling, elinga
purwanira, lan bakal wusananira.
O, saudara yang menyiksa nyawanya, dengarkanlah sinden Eman-eman (Dhuh
kusuma) asal manusia itu lebih dari luhur (Eman).
4. PEDOMAN
SEDIKIT
KETHUILAH, bahwa di dalam badan manusia ada yang selalu ingat merasa
kepada Asalmula (Jejer) yaitu : Inti dari rasa manusia, yang bernama :Rasul.
Itu tertipu dan tertutup nafsu, yang berupa pancaindra.
Datangnya pancaindra (Angan-angan nafsu, kehendak) itu bersamaan ketika
lahirnya mansuia. Itu yang mengajak sangat menyenangi dunia, mengajak lupa.
Sedangkan kesucian, dilatih agar bisa diam. Menurut kepada inti rasa, itu pusat
rasa dari rasa manusia semakin lama semakin terasa, ingatannya kepada manusia
semakin terang, yagn akhirnya bisa ingat dan merasa kepada asal dan akhirnya,
di situ manusia ketempatan rasa, enam warna :
HERAN (Ngungun) : Ternyata hanya remeh saja yang dikejar oleh manusia
ini.
MENYAYANGKAN (Getun) : Oleh
tertipunya manusia serta dihianati oleh
yang dibelanya.
MENYESAL *Keduwung) : Karena merasa sangat lamanya dalam keadaan lupa,
serta dalam menerjang larangan hidupnya sendiri, ketika sering durhaka kepada
hidupnya, dan sebagainya.
MERANA (Nelangsa) : Karena terlalu lama dalam penderitaan di dalam
kegelapan dan tempat yang asor.
SYUKUR : Karena telah Ingat kepada hidupnya, merasa bahwa dirinya
itu sebenarnya lebih dari yang luhur,
Kuasa dan kaya tanpa ada yang
menandingi.
CINTA : Terhadap Dzat-nya sendiri, kepada hidupnya yang sebenarnya, yang
menghidupi jiwa raga, iya AYAH IBU DARI NYAWAMYA YANG SEBENAR-BENARNYA, iya
ADANYA DIRI YANG SEBENAR-BENARNYA DIRI.
Di
situ merasakan Cinta yang tidak tergambarkan, rasa lain-lainnya hilang semua,
terdesak oleh CINTA, dunia lapis tujuh penuh oleh CINTANYA.
Sehingga
ingtlah kepada NIAT AWAL (Jejer).
Jalan
menuju kepada Ingat :
1.
Mengurangi berkembangnya hawa
nafsu.
2.
Tekun mencari tambahnya
pengertian.
3.
Melatih rasa CINTA.
5. PERBEDAAN ANTARA TAMU DAN YANG PUNYA RUMAH
Rasa diri manusia itu bermacam-macam : sakit, enak senang, susah, senang,
benci, manis, pahit, pegal, nyeri, asin, .............. jumlah tidak terbilang.
Itu semua rasa yang datang dan pergi, artinya : tidak tetap, dan tidak
menetap.
Oleh karena datang dan pergi, bisa diumpamakan TAMU. Sehingga tiap diri
manusia ketamuan di dalam hatinya dalam tiap waktunya (E. Dhayohe teka == E.
Tmunya datang).
Oleh karena ada yang datang dan pergi, tentunya ada yang tetap di tempat,
tetap adanya (yaitu yang punya rumah), yang sebagai saksi dan yang
menyaksikan segala jenis yang datang dan
pergi itu tadi.
RASAKANLAH
(renungkanlah)!!!! Perbedaan dari ya g tetap
adanya dengan yang mendatanginya, ketika dalam keadaan terjaga atau pun tidur.
Jika sudah agat bisa ditemukan atas yagn tetap adanya itu, peganglah yang erat.
Jagalah dengan kuat, ikutilah, jangan sampai kehilangan jejaknya. Itulah yang
wajib kamu anut saat ini dan besok hari. Karena, itulah yang menunjukkan kepada
keselamatan yang perlu kamu lakukan, dan TIDAK PERNAH SALAH. Itulah yang
pekerjaan selalu mengajak : Ingat kepada kebenaran, selamat, nikmat, bermanfaat
di dunia dan akhirat.
Bagaimanakan caranya untuk mencarinya? Hal itu tidak mudah, karena harus
telten dan tekun, dalam bahasa jawanya “ngruruh sankganing ririh”, dengan jalan
rutin merasakan, membanding-bandingkan dan memperhatikannya, dengan sangat
teliti, surti dan hati-hati.
Pedoman Kesentausaan
Budi :
Yang di dapat dari memperhatikan dipergunakan sebagai pijakan untuk
melanjutkan pencariannya, Jika sudah mendapatkan modal sebesar butir beras,
dirawat agar meningkat menjadi sebessar biji kapuk randu (klentheng), kemudian
dilanjutkan dirawat hingga menjadi sebesar butir jagung, dan seterusnya.
Lakunya : yang perlu dilakukan, adalah rutin mengendapkan air, yang
menghidupi semua rahsa yang saling berseliweran dan saling berdesakan bagaikan
ikan di siwakan aliran air (Intinya menenangkan hati).
Yang kadang sering mengendapnya, sehingga berbagai jenis keadaan di dalam
kedalaman air terlihat terperinci dengan jelas. Semakin Jernih, semakin
terlihat, sehingga ketika itu kemudian bisa membanding-bandingkan dan
memperhatikan niteni, mana yang bukan
mana yang iya.
Semakin tenang gerakan nafsu, semakin nampak jelas. Setelah nafu
benar-benar tenang, yang tinggal bernama Pramana.
Manusia
yang giat mencari Pramana-nya, walau pun
belum sampai bisa menemukan, itu pun sudah memberikan kekuatan kepada
kelakuannya yang sering benarnya, banyak ingat dan sadarnya, selalu siap
selamatnya.
6.
TIDAK ADA PENGHIBUR YANG DINGINNYA SEPERTI MENGHADAPKAN HATI KEPADA ALLAH
Orang yang nafsunya sedangkan melewati jalan dari dari miskin menuju
kaya, yang dirasa hanya masalah : Miskin dan kaya.
Senang dan puasnya jika bisa kaya, susah dan serakah jika tetap miskin.
Yang masih miskin berkata : O.... mengapa aku tidak kaya seperti Si itu,
mempunyai rumah gdung yang penuh isi, tiap hari naik mobil, rekreasi beserta
anak istrinya, pakaiannya serba indah, membawa uang banyak, padinya banyak
tersimpan di lumbun padi, sawahnya berhektar-hektar, pekarangannya lebar,
banyak tanaman buah-buahannya, menjadikannya terhormat di mana pun dia
berada.....
Ah, apakah ada kebahagian yang tidak seperti orang kaya.
Saya umpamakan : Yang mengeluh dan iri itu tadi, sudah berhasil menjadi
orang kaya, setelah berpakaian serba indah, kemudan ikut duduk di rumahnya
pembesar, kumpulan dengan para pejabat, namun duduknya berasda di tempat yang
berbeda, serta tidak begitu dihiraukan, karena berpangkat rendah dan juga
aslinya. Sekarang, apakah yang nampak dalam nafsunya?
Jalan dari miskin menuju kaya, sudah ditinggalkan oleh hatinya, sudah
tidak namapak di dalam angan-angannya lagi, yang ada hanya jalan dari derajat
rendah menuju derata luhur, terlihat menyolok mata. Itulah yang menjadi
gagasannya, tumbuhlah keluhannya : Ya Allah, percuma memakai kacing baju dari
emas, tretep jalebrah, pendhok sinelud, sawitan babaran Sala, (itu sama
kelengkapan pakaina Adat Jawa), sedangkan tempatku hanya di bawah berkumpul
dengan Lurah dari Desa. Dan para Pejabat sikapnya tidak ada yang menghiraukan
diriku, semuanya membelakangiku.
Saya ibaratkan yang sedang tidak enak hati itu, jalannya nafsu yang ada
di dirinya berganti jalan. Yang dilewati sekarang adalah jalan dari derajat
asor menuju derajat tinggi, artinya : Mencari keluruhan pangkat, setelah sampai
di pangkat yang tinggi, jalannya terpotong oleh
jalan dari bodoh kepada pinter. Yang nampak hanya tentang bodoh dan
pintar, perkara pangkat tinggi dan rendah sudah tidak terpikirkan lagi, karena
ketika itu dianggap bodoh oleh para pemuda yang tinggi pendidikannya, di
perguruan tinggi. Di kala itu justri diejek karena gila pangkat dan gila
hormat. Sehingga sangatlah malunya, serta merasa betapa bodohnya ketika
berkumpul dengan para ahli ilmu, tidak bisa ikut berbicara, karena serba tidak
tau, sehingga mendapat malu karena hanya senang kepada pujian dan penghormatan
saja.
Saya umpamakan lagi : Yang sedang malu berganti jalan lagi, mencari
kepandaian. Setelah bisa pintar, kemudian mengeluh lagi karena malu, karena di
cela : Tidak gagah, tidak pantas, tidak menyenangkan, tidak disayangi, atau
dicela : Bersikap penuh ragu-ragu, kau, tidak rapih, tidak pantas, dan
sebagainya.
Saya umpakana lagi : Orang itu mencari lagi hingga bisa : Tampan, pantas,
menyenangkan orang lain dan sebagainya, Setelah semuanya tercapai, kemudian
mengeluh lagi, karena di cela tentang yang itu, yang ini. Begitulah
seterurusnya, sehingga seperti orang yang bingung, selalu berganti-ganti yang
dinginkannya, terbawa karena tidak mempunyai : Tekad yang menyatu.
Jalan-jalan itut adi, saya umpamakan , ketika menerjang, berputar-putar
hingga kembali ke asal semula, mengitari tanah yang luas.
Di tengah-tengah tanah tersebut, saya umpamakan : Ada sebuah rumah yang
bernama : Ketenteraman, yaitu Rumah Hati milik yang sedang kebingungan tadi itu, yang
berjalan lewa sebelah pinggir (Jalan yang bermacam-macam, ibarat dari : Rasa
diri manusia yang bermacam-macam, Rumah sebagai ibarat : Rasa jati, yaitu rasa
ketenteraman diri).
Seandainya ketika berjalannya dilakukan menuju ke arah tengah, semakin
lama semakin dekat kepada rumahnya. Tidak hanya melihat jalan yang menggodanya
(Menghentikan watak yang selalu mengajak membandingkan kaya miskin, luhur asor,
jelek baik, bodoh pintar dan sebagainya yang tujuannya hanya untuk mengunggulkan
diri). Kemudian akan berganti menjadi tenang, tenteram menerima, hilangnya
perbuatan selalu membandingkan diri yang ada di dalam hatinya, menyatu kepada Pribadi yang tunggal.
Menepi lewat sebelah pinggir jalan yang dilewati itu, dalam tiap
temepatnya ada jalan pintasnya yang mengarah menuju rumahnya, namun banyak duri
dan semak belukar. Walau pun mengetahui rumahnya yang berada di tengah-tengah
tempat yang luas, dan sanggup untuk menerobos duri dan semaknya, agar lebih
cepat menuju rumahnya, namun sangat jarang yang mampu, yang banyak itu tersesat,
terjerumus, tidak bisa pulang, sehingga tuntunan para Nabi : Manusia dalam
mencari kesempurnaan atau hakikat, tidak disarankan menerobos (Bertapa di
gunung, atau berbuat seolah gila), dissarankan untuk lewat jalannya, namun
harus :
1. Jangan sampai kejauhan.
2. Berjalannya diusahakan semakin ke tengah.
’3. Sering-seringlah melihat arah dari rumahnya.
I.
Jangan sampai kejauhan, artinya
: Jangan berlebihan ketika mencari kekayaan, kepandaian, sanjungan, cukup : seperlunya saja.
II.
Berjalannya agar semakin ke tengah, artinya : Semakin
mendekatlah ke rumahnya (bejalan sambil menuju ke tengah) sehinga ketika
mencari kekayaan, pangkat, kepadanian dans ebagainya itu, disambi juga
dengan mencari Ilmu Hakikat.
III.
Sering melihat arah rumahnya,
artnya : Setiap hari menentukan waktu sendiri, untuk melupakan urusan dunia,
untuk keperluan mengingat Tuhan. Seandainya pada waktu matahari tenggelam,
menghadapkan hatinya kepada Allah. Sehinga jalan dari miskin menuju kaya, dasri
derajat rendah kepada derajat luhur, dan sebagainya, yang letaknya ada di tata
kelahiran, ditinggalkan sejenak. HATI membelakangi LAHIR, Menghadap ke arah
BATIN (Menganggap menyatu hadnya di diri pribadi yang ada.
Hasilnya adalah tidak cepat lelah oleh cepatnya gerak dai Pancetika
menghadap kepada Allah itu, tidak melihat jalan yang menyebabkan : Tergiur,
terperanjat, iri, menggerutu dan sebagainya.
Yang terlihat oleh hati hanya jalan menuju ke ketenteraman (baru meleihat
jalannya saja, sudah terasa dingin).
Dinginnya hati karena mengabdi kepada Tuhan, dibanding dengan mengabdi
kepada dunia, perbandingannya adalah seperti ikut kepada kedua orang tuanya
sendiri dibanding ikut orang lain.
Orang yang tebal keyakinan kepada Allah, dengan ijin-Nya akan hilang rasa khawatirnya.
Orang yang cinta dan takut melanggar larangan Allah, dengan ijin-Nya sandang pangan ikut sendiri.
Jauh dari kesengsaraan.
Dekat pada keselamatan.
7.
WAKTU ISTIRAHAT (DIAM)
Kira-kira :
Jam 7 8 sore.
Jam 4.30 5.30 pagi.
Jam 12 2 malam.
Perlunya I : Menenangkan urat yang halus-halus, agar diam getarannya.
Perlunya II : Mengeringkan angin, bagaikan nyala lilin yang terkena angin
bergoyang ke sana kemari, ketika tidak ada angin, menjadi tenang., berjalannya
angin tinggal dari bawah ke atas.
Perlunya III : Mengendapkan air, menempatkan cpta, dan ripta (ide), agar
menempati tempatnya masing-masing serta terlihat perinciannya, pilihlah yang
baik, bagaikan lidi sapu yang putus talinya kemudian ditata dan diberi tali,
kemudina kekuatannya dijadikan satu. Kemudian memandang yang hanya satu, ikuti
rasa yang hanya satu.
Angka III, itu sebaiknya di waktu pagi dan malam, jika waktu sore
sebaiknya angka I dan II. Yang terpenting, laku seperti itu dilakukan rutin,
dipakai sebagai amalan, dijadidkan : Cara, bagaikan orang mandi, menyisir
rambut, menyapu, mencuci baju, yang rutin dilakukan setiap hari.
Sedangkan bagi yang mengajak keluar dari lingkungan ilju batin, biasanya
adalah :
1.
Masalah kebutuhan (Uang, bekal
makanan, hutang dan lain-lain).
2.
Keramaian (Kesehatan, punya
hajat, bepergian).
3.
Soal pekerjaan (Dikantor, di
pabrik dll).
4.
Karena kesusahan (sakit badan,
mussibah kematian, musiha hidup lainnya).
5.
Karena kemarahan dan
sebagainya.
Semua itu mengajak keluar darii wilayah ilmu batin.
Sehingga jika mempergunakan cara diam di dalam waktu yang sudah
ditentukan, seperti yagn sudah tertulis di atas itu, semakin lama akan semakin
jauh dan menjauh. Seumpama ketika dahulu sudah mendapakan bibit sedikit,
tentunya dengan susah dalam pencariannya. Sehingga harus rutin.
Untuk bisa rutin, awalnya dengan jalan dipaksa, semakin lama semakin
terbiasa hingga akhirnya berjalan dengan sendirinya.
8.
BENAR DAN BAIK ITU TIDAK BISA DITEMUKAN DI DALAM KERUWETAN DAN DI DALAM KEADAAN TERTUTUP
Ketika seorang raja menjatuhkan hukuman karena terdorong marah, itu tidak
bakalan adil dalam menghukumnya.
Jika orang berbicara yang didorong marah, tidak akan tepat
pembicaraannya.
Ketika seseorang membicarakan kebaikan orang lain karena tertarik dari
rasa suka kepada orang itu, tidak akan bersih kata-katanya.
Jika seseorang membicarakan kejelekan orang lain terdorong benci, itu
tidak adil pikirnya.
Pedoman di atas itu sebagai tanda bukti, jika seseorang ingin mengetahui
yang benar dan baik dengan tepat, harus
menenangkan terlebih dahulu nafsunya yang sedang bergater keras, atau
mengendapkan air yang sedang bergejolak serta sedang keruh.
Jika air sudah agak mengendap, atau nafsu sudah tenang, uacapan, pendapat
dan perkiraanya baru bisa benar.
Jangan salah terima : Bahwa orang yang berdosa tidak boleh dihukum, atau
orang tidak boleh marah, tidak boleh memuji ata mencela dan sebagainya.
Sudah semestinya orang yagn berdosa itu dihukum, orang baik diaktakan
baik, sesuatu yang jelek dikatakan jelek, namun untuk bisa mengetahui yang
sebenarnya jika tidak tertutup oleh memihak. Untuk bisa bertindak benar, hanya
jika gerak pancaindra tidak digeser dari garis kebenaran oleh geraknya nafsu.
Oleh karena manusia itu baik yang tua atau yang muda, selalu mencari
BENAR, sehingga BENAR yang hanya sati menjadi rebutan manusia se dunia.
Sehingga tiap manusia itu semua, harus mengetahui kepada “JALANNYA BENAR”.
Jalannya adalah : menjernihkan air, atau menenangkan nafsu, agar supaya
yang bertugas adalah yang menunjukkan kepada yang benar yang berkuasa di dalam hatinya.
Petugas yang bertugas menunjukkan yang benar yang berada di dalam hati di
antara setiap manusia, terlihat nyata, tidak tertutup oleh keruhnya air atau di
sesatkan oleh Pancaindra.
Ada juga manusia yang sering menyanjung kepada Agama yang ini, mencela
Agama yang itu, menganggap baik Nabi
yang ini, menyalahkan Nabi yang itu, membenarkan ilmu yang ini,
menyalahkan ilmu yang itu, dan sebagainya.
Yang menyusun Buku ini, tidak membandingkan Agama, Nabi atau Ilmu. Dan
juga tidak menyalahkan, tidak membenarkan
kepada yang membandingkan Agama, Nabi atau Ilmu, hanya menyampaikan
pendapat, begini : Jika dalam membandingkan Agama, Nabi atau Ilmu itu semua,
benar-benar ingin mencari yang benar dan yagn sebenarnya, jangan sampai tidak
rutin menenangkan Pancaindranya. Dengan cara pada tiap waktu yang sudah
ditentukan, agar yang bertugas menunjukan kepada yagn benar (BUDI dan RASA)
tidak tertutup oleh kotoran yang tebal, yagn dikarenakan diobok-obok siang
malam tanpa henti, serta berpuluh-puluh tahun.
Seumpama tidak berkenan membiasakan meneng (Diam) terlebih lagi tidak
berkenan menenangkan yang tiga itu), padahal membandingkan Agama, Nabi atau
Ilmu, itu tidak usah khawatir lagi jika tidak akan benar, karena tidak akan
bisa mengarang lagi, yaitu hanya mengikuti gerak nafsu, seperti berjalannya
kedaraan, bukan berasal dari petunjuk kehendak yang menaikinya.
Ada juga manusia yang memuji atau mencela, membenarkan atau menyalahkan
terhadap Perkumpulan Theoisme, Ilmu seorang Kyai itu, Tuan anu, majikan itu,
pendapatnya seseorang, pendapatnya sendiri, Buku anu, Kitab itu, perbuatan
seseorang, kelakuan diri sendiri ...... dan lain sebagainya, kemudian
menyimpulkan Yang itu benar, yang itu salah, yang ini benar, yang di sana
salah, yang ini baik, yang itu buruk.
Yang membuat buku ini, tidak menyalahkan orang yang membandingkan, memuji
atau mencela, hanya menyarankan saja dengan sangat. Karena tentang hal itu
sangat membingungkannya, tidak boleh sekali pun menggampangkan/tergesa-gesa
segera membenarkan pendapatnya sendiri, namun harus bijak, teliti, dan
hati-hati, tekun menghayati ketika Pancaindra sedang tenang, yang karena rutin
berusaha menenangkan pancaindranya.
Sedangkan yang digunakan menjadi saksinya bahwa tekun menempatkan rasa
dan menenangkan pancaindranya, yaitu dalam menentukan waktu untuk berlatih
diam, agar pancaindranya tidak berkembang selama hidupnya, karena selalu di
jaga, dipegang kendalinya siang malam.
Setelah
ingat, jangan hanya ingat saja,
Harus
disertai Cinta,
Ingat itu
tugas dari Budi.
Cinta itu
tugas dari Rasa.
Cintanya
dengan menggunakan Hati Sanubari.
9.
MANFAAT MENGINGAT DAN CINTA KEPADA ALLAH DI SIANG DAN MALAM HARI
Orang yang ingatannya kepada Allah jika ketika dalam ekasaaan sakit atau
ketika mengalami musibah saja, itu tangisan hatinya, tidak begitu diterima,
karena jika bertindak demikian dalam mengingat-Nya, hal itu dikarenakan keterpaksaan
saja. Seandainya tidak sedang sakit atau menderita, tentunya tidak mau
mengingat-Nya.
Yang demikian itu, sebagai tanda, bahwa tidak memliki Cinta. Digambarkan
: Ada seseorang, mau berbuat baik kepada yagn sedang membaca tulisan ini, hanya
ketika ada keperluan saja, apakah yang sedang membaca tulisan ini cinta kepada
orang yagn seeprti itu?
Segala yang tergelar ini
menjadi ibarat : Siapa yang menyayangi akan disayangi, siapa yang memberi
petunjuk akan ditunjukan, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Semua
hal itu hanya mengembalikan atas segala perbuatan dirinya sendiri.
CINTA
Setelah Ingat, hanya sebatas ingat saja, harus disertai CINTA.
Ingat itu tugas dari Budi, Cinta itu tugas dari Rasa,. Cinta itu
menggunakan Hatisanubari. Jika hanya menggunakan hati puat, belum benar-benar
cinta, hanya cita palsu saja. Perhatiannya masih kepda kebutuhannya diri
sendiri (Kebutuhan : Seseorang).
Bangkitkanlah pikiranmu, jangan bisan mencari untuk mengerti, agar
memahami dan merasa, ALLAH itu siapa, dan bagaimana sebenarnya untuk dirimu dan
perasaanmu.
Kadang juga paham beneran, merasa dengan sebenarnya, kemudian tumbuhlah
Cinta, walau pun hanya seujung duri.
Sebagian orang membantah : Padahal belum pernah melihat-Nya, mengapa
disuruh Cinta. Itu adalah perbuatan dari Pikiran yang meninggalkan Budi.
DATA
YANG PALING BESAR
Yakin se yakin-yakinnya kepada ALLAH, itu sesuatu kekuatan yang tidak
terukur oleh manusia, tentang besar dan manfaatnya.
NIKMAT
YANG TER BESAR
Cinta kepada ALLAH, dan sayang kepada Sifat (Sesamanya), itu suatu Nikmat
yang tidak ada bandingannya, jembatan kepada Samudra Rakhmat yang kekal.
Apa tandanya cinta yang menggunakan Sanubari :
BESAR RASA, KURANG MULUT (Kata, pembiacaraan).
BESAR INGAT, KURANG LUPA
TAKUT MENERJANG ATURAN LAIHIR BATIN
Sesuatu yang perlu di pahami
:
Khawatir karena kurang makan, merasa khawatir oleh kesengsaraan
penyebabnya adalah beasal dari tipis keyakinannya terhadap ALLAH, dan juga
karena tidak memiliki CINTA kepada ALLAH, sama sekali, yang akhirnya melakukan pelanggaran terhadap aturan Allah,
dalam lahir dan batinnya.
Seseorang yang tebal keyakinannya kepda Allah, tanpa disangka-sangka
sirnalah rasa khawatir dan gelisahnya. Seseroang yang Cinta diserta takut
melanggar aturan Allah, tak disangka-sangka sandang pangan hadir sendiri, jauh
kesengsaraanya, cepat keselamatannya,
Barangkali
saja sekarang bisa mencari
Penyebab
Ada seseorang yagn rajin memuji dan berdzikir dan rajin menyebut Asma
Allah pun dilakukan setiap hari, akan tetapi tetapi ketempatan rasa gelisah dan
khawatir, serta sering mengalami kesengsaraan.
Seseorang sakit dan kesusahan,
memohon kepada Allah, namun tidak sembuh-sembuh sakitnya, dan hilang
kesusahannya.
Seseorang lagi, memasrah diri kepada Allah, justru malah mengalami
celaka, mengalah justri diinjak-injak.
Seseorang lagi, pandai, Ahli dan menguasai dalam segala keahlian, banyak
akalnya bagaikan hewan Kancil, akan tetapi selalu menemukan masalah dan
kecelakaan saja.
Hal itu bisa jiga diteliti dengan teliti, hal itu diketemukan rahasianya
:
1. Sebab ucapananya hanya di luar saja.
2. Sebab, do’anya hanya ketika sakit dan kesusahakn saja.
3. Karena sering melanggar ketentuan Allah, dengan tidak merasa.
Keberuntungan dan celaka diri itu berasal dan perbuatannya sendiri,
kalimat tersebut memang benar sekali, hanya saja manusianya yang tidak mudah
bisa merasa atas dosa dan salahnya, karena kasar dan gelapnya.
Allah itu
Adil, juga tidak pernah dusta, benar sebenar-benanrnya.
10.
HALUS DAN KASANYA RASA PERASAAN MANUSIA
Perbedaan di antara manusia, berasal dari halus dan kasarnya rasa dan
perasaannya, ada yang teramat halus, adan yang teramat kasar. Diumpamakan ujung
jari dengan telapak tangan. Ujung jari bisa membedakan sentuhan-sentuhan kepda
: Sutra, beludru, minya, tepung, kapas, kaca, kikir, kertas gosok. Akan tetapi
telapan tangan tidak bisa. Ujugn jari mudah bisa merasakan, sedangkan telapan
tangan sulit terasanya.
Manusia yang diibarkan sebagai ujung dari sebuah jari, mudah merasa dan
memahami jika mendengar nasihat, serta bisa membeda-bedakan yang perlu dan yang
tidak perlu, membandingkan yang halus dan yang kasar, memegang kuat kepada daya
penalaran yang penting, memegang teguh terhadap yang kelihatan. Selalu
mencari-cari dan menginti-intip nalar yang benar dan baik.
Namun yang bisa diumpamakan telapak tangan : tidak berguna, penggugah
hati, peringatan, nasihat, perkataan, cerita, tauladan, pengibaratan dan
sebagainya. Karena semua tidak ada yang terasa dalam rasanya, karena rasanya
tertutup oleh rasa kasar (hawa nafsu) yang tebal seperti telapak kaki. Para
sahabat yagn sudah mempunyai dasar sasa yang halus walau seadanya, sungguh
sangat kuat dalam memegang makna yang tersebut di atas. Semoga mendapatkan
keselamatan.
PRAYIT
NA, WEWEKA, WIRAGNYA
Sesuatu yang perlu dilakukan terlebih dahulu bagi seseorang yang mencari
Ilmu Hakikat, yaitu : Berlatih membedakan tumbuhan jiwa yang jelek dengan yang
baik, memperhatikan yang benar dan yang salah, di dalam batinnya sendiri. Tekad
tujuan : DIAM (barangsiapa yang ingin melihat gerakan, harus diam).
Jika sudah berhasil membedakan rasa yang bermacam-macam, karena rajin
merasakan dan rajin memperhatikan, itu disebut PRAYITNA.
Setelahnya bisa yang demikian, kemudian yang jelek dan yang baik itu
dipisah-pisahkan, yang jelek tidak dipakai, dan dijaga agar tidak tumbuh lagi,
dengan jalan dilupa-lupakan, sedangkan yang baik (yagn benar) dipergunakan,
dihidup-hidupi, Jika sudah bisa memisahkan hal itu semua, disebut WEWEKA.
Setelah terpisah-pisah, yagn baik dan benar itu tadi di tata dan
dikumpulkan kemudian di rangkai, dipergunakalah daya kekuatannya menurut
kegunaannya. Jika sudah bisa merawat atau mengerjakannya, hal yang baik dan
yang benar sesuai tempatnya, disebut WRIRAGNYA.
Mansuai yang disebut sudah berada di tingkatan WIRAGNYA, sudah lepas dari
pekerjaan membeda-bedakan kejelakan dan kebaikan, serta memisah-misahkan
kejelekan dan kebaikan, yang ada di batin dirinya. Yang dikerjakannya hnya yang
serba baik, sudah tidak bersentuhan dengan yang jelek. Itulah Derajat Para Nabi
dan para Suci yang ada di alam Gaib.
BAB.
II,
MENJELASKAN
TENTANG TUMBUHNYA BUDI
Artinya
:
Mendapatkan
aja ran yang keluar dari hatinya sendiri, yaitu ajaran yang membuat puas dan
menerima kenyataan di hati
1.
CERITA
BAGI ORANG YANG SENANG BANYAK BICARA
Ada
seseorang yang hobby banyak bicara dan sombong ketika berada di dalam perkumpulan,
perasaan dalam dirinya mengatakan ; Orang lain banyak yang suka, karena
gagah/berwibawa, dia tidak tidak tau bahwa di remehkan dan di cibir oleh orang
banyak. Jika diingatkan, tidak menjadikan penerimaannya, malah salah terima.
Pada suatu hari, orang tersebut sedang berada di suatu perkumpulan, kemudian
melihat orang yang banyak bicara serta sombong, segala tingkah lakunya persisi
seperti dirinya, disitu tumbuh kesadarannya sehingga tumbuh tidak enak hati dan
benci kepada yang banyak bicara itu. Hatinya berkata : Ee.... ternyata oarng
yang banyak bicara dan sombong itu sangat jelek, padahal AKU dulu juga
demikian, sangat jelek seperti itu.
Temanku
sepermainan itu sikap dan perasaannya saling mencibir, seperti ketika aky
banyak bciara dahulu. Jika demikian Aku dahulu juga dicibir seperti ini,
Aduhhhhh, hatika yang lupa, segeralah ingat : Aku tidak akan banyak kata lagi.
Maksud
cerita : Nasihat dari buku, Guru, Nabi, Wali, dan lain sebagainya yang letaknya
ada dalam kelahiran di luar diri : TIDAK ADA GUNANYA, jika tidak menyambung
dengan rasa diri dari yang dinasehati. Karena yang bisa menasehati itu
sebenarnya adalah Tumbuh di dalam batin tiap diri masing-masing.
Sehingga
oleh karena pemahaman dan penerimaan hati itu berasa dari MERASAKAN DAN
MEMPERHATIKAN, sehingga orang hidup itu
yang rutin MERASAKAN DAN MEMPERHATIKAN, tentu banyak untungnya, karena tiap
siang dan malam selalu MENDAPAT NASIHAT YANG BERASAL DARI DIRINYA SENDIRI.
2.
CERITA
BURUNG KECIL DAN KUCING
Ada
seekor kucing yang terheran-heran melihat burung kecil, tiap-tiap punya anak,
selalu dicuri oleh hewan lain. Sang Kucing bergumam, “Ah, besok lagi, jika aku
beranak, anakku akan saya pindah-pindah tempatnya, agar supaya jika ada hewan
yang akan mengganggu anakku, jangan sampai bisa mengamat-amati dan
memperhatikan tempat anakku.
Prayitna
dan Weweka (Baca Bab I No.10 bagian akhir). Sang kuccing karena mengamat-amati,
yang menyebabkan keselamatan anak-ananknya.
Pada
suatu hari sang burung kecil bertemu kucing, keluhannya :
Wahai
kecing, nasehatilah aku, bagaimana agar bisa anakku selamat seperti anakkmu,
Kucing menjelaskan bahwa anaknya sering dipindah-pindah tempatnya, agar hewan
lainnya tidak bisa mengingat-ingat dan memperhatikan tempatnya.
Burung
kecil kembali bertanya : Berasal
darimana kamu mempunyai akal yang seperti itu? Jawaban Kucing “ Itu disebabkan
aku sering melihat anakmmu dicuri oleh burung gagak, karena tidak kamu
pindah-pindah tempatnya.
Maksud
dari isi cerita : Keadaan dan cerita yang tergelar semuanya ini Adalah Guru bagi
yang sang ahli Memperhatikannya. Terkadang cerita hidup orang lain disa dipakai
cermin oleh yang ahli memperhatikan, namun yang dijadikan cermin tidak
mengetahui, karena tidak memperhatikan.
3.
Keterangan : SESUATU APAPUN JIKA TIDAK TERHALANG AKAN TERLIHAT NYATA
Untuk
bisa memperoleh rasa dan pemikiran, berasal dari merasakan dan memperhatikan.
Penyebab dari bisa merasakan dan memperhatikan itu tadi, karena tidak
terpengaruh oleh gerakan-gerakan.
Seperti
halnya : Ketika mendapat nasihat dari hatinya : bahwa mabuk itu ternyata jelek,
itu disebabkan : Tumbuhkan kesadaran pikirannya yang disebabkan karena Diamnya
yang hanya sebentar.
Karena
ketika itu, hatinya tenang ketika memikirkan Kartu.
Itu
sebagai tauladan, bahwa tumbuhnya kesadaran berfikir atau aktifnyarasa itu,
karena diamnya atas gejolak-gejolak yang kasar.
Maka
dari itu, orang hidup jika menginginkan banyak keuntungannya, harus banyak
melakukan menenangkan Pancaindranya. Semakin banyak ketenangannya semakin
banyak untungnya.
Semakin
tinggi ketenangannya, semakin PRAMANA terhadap rasa yang terhalus.
Orang
itu tidak usah berniat : Aku akan merasakan atau aku akan rajin memperhatikan.
CUKUP HANYA “DIAM”.
Nantinya
Rasa kesadaran berfikir, tumbuh ketika dalam DIAM, tidak menggunakan “AKAN”.
4.
ORANG
BANDEL MALAS MERASAKAN DAN MEMPERHATIKAN
APA PUN, ITU BISANYA TUMBUH RASA DAN
KESADARAN BERFIKIRNYA HARUS DIBENTURKAN
OLEH KESUSAHAN, AGAR TERPAKSA DIAM GEJOLAK-GEJOLAK YANG KASAR
Contoh
: Ayam yang berlari ke sana ke mari, karena ekornya tersangkut kantong plastik
yang berbunyi kresak-kresek, yang dikira ada hewan lain yang mengejarnya. Tidak
tahunya, hal itu karena tingkah dan kelakuannya sendiri, yang bergerak dan
semakin berlari bunyinya semakin keras.
Apapu
yang dialami oleh manusia juga berasal dari polah tingkahnya sendiri, akan
tetapi tidak menyadarinya.
Dinasehati pun menggunakan Buku, Guru Wali dan
Nabi, jika belum merasakan dan memperhatikan sendiri, tetap tidak percaya,
selalu ragu, hal itu iya apa tidak? Dikarenakan belum mengalami bukti nyatanya.
Ayam
yang lari ke sana ke mari itu tadi, akan yakin dan percaya jika sudah
terbentur. Seumpamanya : Terbentuk dalam semak yang menyebabkan terpaksa diam,
tidak bisa melanjutkan larinya. Di situlah tumbuh kesadarannya dan merasakan
sendiri buktinya. Kantong plastik yang berada di ekornya kemudian dipatoki .
Maksud
dari cerita :
Orang
bandel itu kadang dibenturkan oleh Yang Maha Kuasa, agar terpaksa : DIAM,
sehingga tidak bisa melanjutkan kelakuannya.
Ujud
dari benturan, yaitu : Sakit, kesusahan atau kesengsaraan.
Oleh
akrena itu, seseorang yang mendapatkan kesusahan janganlah mengeluh. Justru seharusnya
bersyukur penuh prihatin, menyadari kesalahannya, yang kemudian bertobat dan
mengentikannya.
Jika
belum terbentur, agar berhati-hati mencari jalan untuk kesadaran berfikir serta
tumbuhnya RASA dan BUDI, sebisa-bisa jangan sampau dibenturkan. Ibaratnya :
Jangan berbedak setalh benjut.
5.
YANG
BISA DIJADIKAN PEDOMAN YANG KUAT ITU
HASIL
JERIH PAYAHNYA SENDIRI
Ada
seseorang yang senang dan puas, karena mendapatkan ilmu yang hebat dari seirang
Guru beasr. Ada juga seseoarng yang senang dan puas karena banyak sekali
ilmunya, yang berasal dari berbagai jenis buku karangan Para Pujangga Besar,
atau dari Kitab-kitab yang bermacam-macam Karangan Para Aulia yagn Luhur
martabatnya.
BAHWA
SEBENARNYA, yang pantas dijakikan pegangan (tidak bakalan meleset) itu hanya
NASIHAT YANG DITEMUKAN DI DALAM BATINNYA SNEDIRI.
Nasihat
yang berasal dari luar (Tata kelahiran) hanya sebagai syarat saja, artinya :
Menjadi sarana untuk bisa memperhatikan dan merasakannnya, dengan jalan sering
menenangkan Pancaindranya.
Sehingga
jika tidak rutin mengurangi berkembangnya hawa nafsu dan merakan hinga paham
kepada rasanya, seperti halnya seseorang yang merasakan asinnya garam, itu ilmu
dan pengetahuannya, kebanyakan tidak ada gunanya, karena hanya berada dalam
angan-angan saja. Artinya : Hanya baru bisa menyebutkan saja benar dan baik,
senang serta memujinya, atau baru mengerti makna dari kata-kata.
Jangan
menggampangkan mengaku paham terhasap rasa dari kalimat, jika tidak rajin
menenangan rasa kasar.
Ringkasnya
:
Berulang
kali yang memberi manfaat itu hanya HASIL JERIH PAYAHNYA SENDIRI.
Rejeki
yang didapat dari bekerja dengan penuh kesulitan, yang terasa nikmat dan
manfaat kepada diri serta menjadikan berkah itu hanya yang berasal dari
KERINGATNYA SENDIRI.
Adalagi
orang yang mencari Ilmu hanya ingin mengambil intinya saja, tidak menyukai buku
yang hanya berisi nasihat, yang disenangi hanya Buku yang berisi Tinggi-Tinggi
dan besar-besar.
Ada
juga : Karena sudah banyak Ilmunya, merasa sudah ahli, menolak Kitab Nasihat,
sepertinya : Serat Wulang Reh, Wedatama, dibuang nasihatnya, dalam pikirannya :
Ah... itu kan hanya untuk yang masih baru belajar, ilmu kan sudah tinggi.
Orang
yang seperti itu sesungghnya sudah tersesat jauh, kadengandidasari oleh Riya
(Angkuh, sombong).
KETERANGAN
Yang
tertulis pada angka 1, 2, 3, 4, 5, tersebut di atas, itu semua, hanya memberi
petunjuk, jika manusia bisa tumbuh budi (Mendapatkan ajaran hingga yakin, yang
keluar dari batinnya sendiri, yang membuat puasnya hati yang sebenarnya) dengan
jalan DIAM, dari gejolak yang kasar. Sedangkan jalan untuk bisa diam : Ada yang
berasal dari niat, ada yang berasal dari terpkasa, ada yang disebabkan oleh
kadang kala. Untuk penalaran selanjutnya, silahkah di nalar dan dipkirkan
sendiri kelanjutannya.
Nyanyian
Jawa :
Bener
luput ala becik begja // cilaka mapan saking // ing badan priyaangga, dudu
saking wong liya // pramila den ngati-ati // sakeh durgama // singgahana den
eling.
BAB. III,
MENJELASKAN TENTANG UMPAN DAN NYALANYA DAYA
A
Apa artinya Umpan ? Apa artinya
: Nyala?
Api, Umpannya : diberi kayu
kering, ditiupi, nyalanya yaitu semakin membesarnya api yang akan terlihat.
Yang akibatnya menaikan Rasa Panas. Dayanya tangan, bagaimana umpannya ?
Dibiasakan memegang, sering mengerjakan sesuatu, mengangkat barang berat dan
sebagainya.
Mana nyalanya? Yaitu : Bertambahnya
kekuatan, bertambahnya ketrampilan, dan meningkatkan rasa kuat dan rasa
terampil.
Rasa jari, bagaimana umpannya?
Dilatih merasan dan memperhatikan berbeda-bedanya yang disentuhnya dari
berbagai macam benda, contohnya : Sutra, bulu, kertas gosok, es, air, jarum dan
lain-lainya.
Mana nyalanya ? Iya pekanya
terhadap berbeda-bedanya sentuhan
terhadap barang (Orang buta pada umunya lebih peka daya sentuhnya
dibanding yang masih bsia melihat), itu semua hasil yang di dapat seringnya merakan dan memperhatikan dengan
bersatunya kekuatan yang menyatu tertuju kepada rasa yang satu.
Isi kandungan cerita :
Bedarnya daya dari nyala
(Hidup), nyala itu dari banyaknya umpan (terbaisa)sedang terbiasa di awali dari
satu kali, dua kali, tiga kali, ddan seterusnya, semakin lama semakin tajam,
menghasilkan Nyala.
B
MAKSUD
ANAK DISEKOLAHKAN
Maksud anak disekolahkan :
Maltih penglihatan, pendengaran, pengucapan, sentuhan, pikiran, dan rasa.
Umpannya untuk penglihatan :
melihat dengan teliti, melukis, meneliti bentuk gambar dan tulisan, melihat
tanan yang baik dan sebagainya.
Hasilnya : Tajam
penglihatannya, yaitu nyalanya penglihatan, juta terasa tajamnya (Nyala artinya
hidup).
Umpannya untuk pendengaran :
Dibiasakan memperhatikan perintah guru, omongan teman-temannya dan omongannya
sendiri.
Umpannya untuk pengucap :
Berkata keras, jelas, perbedaan uacapan, perbedaan bunyi di lidah, tenggorokan,
bibir, menjawab pertanyaan, menyampaikan pendapat dan sebagainya.
Umpan untuk tangan, menggambar,
menulis, menyulam, mengukir. Hasilnya Ketrampilan.
Umpan untuk pikir yaitu :
menggunakan secara luas dengan memutar tugas dari penglihatan, pendengaran,
ucapan, perabaan dan sebagainya.
Jika hal ini kurang
perhatiannya, bisa menumbuhkan masalah yagn tidak dirasa, yaitu :
I. Sering berkata mengikuti roh
hewani, terpengaruh jeratan nafsu yang megajak untuk tergesa-gesa, gugup,
sehingga meninggalkan daya pikirnya.
II. Sering tidak mengetahui
kesalahan perkataannya sendiri, karena pendengarannya pada waktu berkata-kata,
tidak sambung dengan pikirannya, Penyebabnya : ada yang dikarenakan terjerat
nafsu, ada yang dikarenakan angan-angan, terbiasa berbuat tanpa sir
(penghayatan).
III. Banyak anak-anak yang
mudah lupa dan gampang bingung, gelap serta ruwet, itu tidak lain karena
terbiasa menggagas jalannya pkiran tanpa di tata, tidak seperti air mengalir
namun bagaikan air yang diobok-obok atau tergenang.
IV. Banyak anak yang banyak
berbuat salah, akrena mudah gugup, terperanjat, khawatir, kecil hati, itu
dikarenakan terbaisa menempatkan nafsu yang mengajak gugup, takut dan khawatir,
dan tidak ada yang membelokannya agar berubahnya yang diterapkannya. Jika nafsu
yang jahat kebanyakan tempat, dari besarnya kekuatannya akan menutup Sir
(penghayatan).
V. Banyak anak yang sikapnya
tidak bsia tenang, banyak tingkah, kurang perhatiannya, seperti, menaruh barang
kurang tepat, Senang terdiam, ketika berjalan sering tersandung. Itu disebabkan
terlalu banyak geraknya dari roh hewaninya, tidak ada yang menegurnya,
terlanjur menjadi Roh Hewani kebanyakan umpan, kebesaran kekuatannya dari roh
gelap, sehingga menggelapkan pikiran.
Hal di atas adalah umpan dari
penempatan Pkiran yang pertama (menghayati pekerjaan dari Ucapan, Pendengaran,
Penciuman, Penyentuh, perasa), yang yang kedua
: digunakan untuk mengingat-ingat serta merangkai (mencari pikiran),
seperti : Mengira-ngira, menghitung-hitung, menghapal, menjawab pertanyaan,
mencari cara dan sebagainya.
Umpan penempatan rasa :
membedakan kelakuan baik dan buruk, dengan menggunakan sarana dongeng cerita,
diajari mengasihi hewan, menghormati orang tua, guru, dan seeiapa saja yang
pantas untuk dihargai. Disarankan merasakan tindakan yang pantas dan yang tidak
pantas, dituntun mengetahui sikap santun, sopan santun, penuh pertimbangan,
yang sebaiknya, yagn harus dihindari (reringa), mengetahui tentang rasa bisa
menerima, dan sebagainya.
Jika diringkas, maksud dari
Sekolah itu adalah : Menghidup-hidupkan rasa yang baik (tentang halus dan
terang), mematikan rasa yang tidak baik
(yang kasar dan gelap).
Jiwa yang masih lemah, seperti
jiwa anak-anak, belum memliki kehati-hatian, belum terlalu bisa membedakan baik
dan buruk, yang berada di dalam dirinya, sehingga harus WEWEKA (Baca bab
sebelumnya) :
GURU :yang berada di luar diri Murid, agar bisa menempatkan dirinya untuk
berada di dalam diri Murid; artinya : harus masuk ke dalam hati murid, dimintai
tolong oleh jiwa yagn ada di diri Murid, tentang hal “PRAYITNA dan WEWEKA, dan
juga penuntunnya Pikir serta menyarankan penempatan hal yang baik, dan
melarangan yang jelek.
Sehingga
guru itu adalah DUKUN yang berkewajiban menyenbuhkan Jiwa, harus meneliti dan
memeriksa apa penyakitnya, apa penyembuhnya, dan bagaimana sikap dan cara
menyembuhkannya.
Seorang Guru untuk bisa
bersikap demikian itu, jika guru PRAYITNA sendiri serta WEWEKA sendiri,
sehingga bisa diam gejolak-gejolak yang kasar agar bisa merasakan dan
memperhatikan ingatan-ingatan. (Niteni).
Guru
Sekolah, Guru Ilmu Kebenaran batin, Guru Ilmu Hakikat, Guru yang ada di alam
Gaib, kewajibannya tidak ada yang beda, semuanya memberi pertolongan tentang
hal : PRAYITNA dan WEWEKA, kemudan Kemudian menuntunnya dan memberikan Caranya
atau saran-saran. Semua Utusan Tuhan, diharapkan untuk memperindah Sifat Allah,
yaitu sifatnya diri pribadi.
C
SIAPA MEMBUANG YANG JELEK, MENEMUKAN YANG BAIK;
SIAPA MENCARI YANG BAIK, PERGILAH KEJELEKANNYA
Pepohonan yang ranting bagian
bawahnya di pangkas, yang atas akan menjadi rimbun. Pohon Tembakau, teh, yang
dikurangi daun dan rantingnya, yang tertinggal menjadi berkembang. Pohon yang
kurus yang disebabkan oleh benalu, jika sudah dihilangkan benalunya, menjadi
gemuk. Anak yang kurus karena cacingan, jika sudah dihilangkan cacingnya,
kembali segarlah badannya.
Semua itu adalah Daya Hidup
yang semula menghidupi yang jelek, kemudian pindah menghidupi yang Baik.
Kekuatan dan hidupnya tidak berkurang, hanya pindah, terpusat, berkumpul kepada
yang baik, bagaikan mengalirnya air, jika kebocorannya di tutup, lairannya
menjadi satu hingga menjadi deras.
Demikian mengalirnya air Hidup,
jika gejolak-gejolak yang kasar (rendahan) dipangkas, gejolak-gejolak rasa yang
halus (luhur) semakin meningkat daya kekuatannya. Contohnya : Jika nafsu yang
jahat dikurangi dayanya, nafsu yang baik akan menjadi besar daya kekuatannya.
Jika terus dilanjutkan dalam menguranginya dari bawah, semakin lama sifat
manusia itu semakin halus dan luhur, semakin besar dayanya, hinga bisa mencapai
Rasa Mulia (Rasa Tinggi), yang bernama RASA SANGKALPA, puncak terpuncak Gaib,
yaitu : Sempurna.
Budi dan Rasa bisa diumpamakan
Pohon (Bagi sebuah Jiwa yang belum setingkat Nabi). Roh Hewani (Nafsu) dianggap
sebagai Benalu bagi cabang yang ada di bawah, Atau Cacing perut yang jadi
penyakit.
Keterangan di atas itu
maksdunya : Kata membuang yang jelek menemukan yang baik. Sedangkan mencari
yang baik akan hilanglah kejelekannya, sebagai berikut :
Barangsiapa yang banyak
mengedepankan rasa yang baik, walau pun tidak mempunyai hasrat untuk membuang sifat jeleknya, namun
yang jelek akan pergi dengan sendirinya, karena selagi yang baik yang
dipergunakan daya kekuatannya, daya hidup akan selalu mengaliri yang baik,
menguatkan yang baik. Yang jelek tidak mempunyai daya mengeluarkan daya
kekuatannya, terbawa arus oleh aliran daya yang baik. Aliran air hidup,
kekuatannya memihak kepada yang baik, yang jelek kekurangan air, dan kekurangan
tempat. Jika terus selalu kekurangan kekuatannya, lama-kelamaan akan mati, yang
ada hanya tinggal kekuatan daya yang halus dan luhur, yang bekerja tanpa ada
gangguan. Itulah kondisi manusia yang sudah Ahli WIRAGYA, Ujud adanya adalah : Semua para Rasulullah.
D
MAKSUD DARI ORANG DIAM
Tidak kurang orang yang salah
paham kepada yang dimaksud dari orang Diam. Sepertinya : Bertanya kepada
hatinya sendiri, begini :
“Orang diam itu apakah seperti
batu?”
“Orang yang membuang pikiran
dan gagasan itu apakah agar bodoh seperti kerbau?”
“Orang yang membuang keinginan,
irihati atau kesenangan itu, apa agar supaya seperti mesin atau burung yang
berada di dalam sangkar?”
“Orang yang berusaha untuk
tidak mempunyai nafsu, sakit hati dan malu itu, apa agar supaya seperti orang
gila, yang seolah tidak memiliki perasaan?”
Tidak kurang orang yang menolak
dengan keras untuk belajar Ilmu Hakikat, khawatir jika mirip seperti : Batu,
kerbau, peralatan mesin atau seperti orang gila.
Walau pun orang yagn sudah
mengikuti mencari Ilmu, banyak juga yang salah pengertiannya tentang maksud
dari orang Diam. Itulah yang menyebabkan sebagian orang yang mencari Ilmu
Hakikat justri menjadi gelap atau bingung sehingga tersesat ilmu dan
tindakannya.
Orang yang membiasakan Diam itu
yang dilatih adalah Tenangnya gejolak-gejolak yagn kasar, yagn rendah.
Gejolak-gejolak yang halus justru diterapkan sesuai yang seharusnya, jangan
sampai yang kasar berlebihan tempatnya, dan yang halus kekurangan tempatnya, seperti
tingka dari ahli dunia, yang selama hidupnya belum pernah mencicipi rasa dari
rasa halus yang tersembunyi di dalam dirinya, yang tertutup oleh rasa yang
kasar, yang dikira sudah halus, sudah luhur, sudah benar sekali. Seseorang yang
membiasakan Diam itu sebenarnya tidak mengharapkan untuk diam. Dalam usahanya
yang penuh semanagta menenangkan yagn kasasar (yang asor), itu dikarenakan akan
membuka tempat bagi yang halus dan yang
luhur, yang mendekati rasa dari sang pemberi hidup, yang tindakannya menuju
kepada kehendak Sang Penguasa Dunia, yang berusaha menggapai kemuliaan jiwa
untuk menjadi luhur dan mulia, yagn daya kekuatannya memberi berkah kepada
jiwa-jiwa yang lain yang masih rendah, yang manfaatnya melebihi dari yang hanya
mencari keduniaan saja.
Oleh karena hal itu sangat
halus, tentunya :
A. Tidak tirlihat mata.
B. Tidak mudah dipikir, tidak
bisa diarasa menggunakan rasa bagi yang ahli dunia, hingga bagi ahli dunia
perbuatan itu dikiranya :
1. Tidak memberi manfaat kepada
sesamanya.
2. Sangat bodoh.
3. Tidak mempunyai perasaan.
Bagi ahli dunia, walau pun
tidak mau disebut tidak menjalankan rasa yang baik dan halus, berhati-hati
mencari yang benar dan yang perlu, namun belum bisa merasa dalam hal :
1. Berlebihan perkiraannya,
kurang keyakinannya.
2. Terlanjur kasar, belum
mengetahui yagn lebih halus, lebih mulia atau yang bermanfaat.
3. Banyak ruwetnya kurang
keselamatannnya (berada di hati).
4. Sering berlebihan, ibarat
sebuah lokomotif itu kurang rem dan sering salah jalur (maka dari itu ahli
pikir dan ahli rasa seharusnya bekerja bersama-sama, saling tolong menolong
bertukar kebaikan).
E.
DIAM DALAM SAMADI (MEMATIKAN RAGA)
Gasing yagn tergeletak,
ibaratnya mati, Gasing yang berputar, namun masih bergoyang, ibaranya : Hidup
yang terlalu banyak tingkahnya. Gasing yang berputar kencang hingga terlihat
tenang, berdiri seperti tiang, itu ibaratnya : DIAM.
Seperti itulah, Diam yang
dicari oleh para ahli, yaitu diam diamnya hidup, bukan diamnya mati.
Orang bersamadhi atau mematikan
raga, awalnya menenangkan gejolak-gejolak yang kasar-kasar, sekalian
mengeringkan angin, membuat tangnya air, semakin terdiamnya rasa yang
kasar-kasar, semakin terlihat yang rasa yang halus-halus. Semakin tenang
semakin terasa lebih yang lebih halus lagi. Jika bisa melanjutkan, Pancaindra
akan tenang se tenang-tenangnya, Air Hidup dari manusia tergumpul menyatu
berada di Rasul dan Budi. Itu ibaratkan : Cahaya matahari yang lebarnya hanya
selebar kaca pembesar, jika dikumpulkan di tengah hingga menjadi satu titik
api, cahayanya menjadi mirip dengan Matahari, daya panasnya mampu untuk
menggosongkan sebuah kayu kering.
Ringkasnya, bahwa orang diam
itu : Bermaksud mengumpulkan semua kekuatan. Jika sudah terkumpul, besar sekali
dayanya, kemudian digunakan sesuai apa kehedak dari sang pemilik kekuatan itu
sendiri. Bagi yang kurang ghati-hati, terkumpulnya kekuatan, dialirkan kepada
rasa yang masih termasuk rendah, seperti : Memohon atau memuja seperti ini : yang
menyimpang dari tekad kepada Allah, bagi yagn sudah ahli, dupusatkan dan diarahkan ke Rasa Tinggi, yaitu Sang
Kalpa, yatu rasa Cinta kepada Dzat, cinta kepada Sifat, itu adalah Rasa yagn
tertinggi, sama sama soal Rasa yang berada di manusia. Setelah sirnanya yang
itu, disebut Maha Kalpa atau Nirwana.
Oleh karena adanya berasal dari
musnahnya rasa diri manusia, hilang sama sekali, sehinga mudahnya kata : SIRNA
atau Wungwang (HAMPA). Ada seseorang yang salah, oleh karena sudah tidak terasa
apa-apa (Sirna), dikira sama dengan batu.
Daya hidup manusia dikala
sedang menghidupi Pancaindra, dikatakan hidup di dalam segara Maya (Samudra
Maya) gambarannya bagaikan ikan yang hidup di air. Jika manusia sudah bisa
memegang erat (menguasai) Rasa yang ada di dalam Sanubarinya (Tidak terhalang
oleh rasa yang di luar Sanubari), itulah manusia yang bisa diumpamakan sudah
mendapat pedoman, keluar dari segara maya (Samudra Maya).
Rasa yang ada di sanubari,
diumpamakan tali yang ada di dalam samudra, menjadi pegangan manusia yang
diumpamakan sebagai ikannya, jika kuat dalam berpegangan (Tidak terlepas karena
terdorong oleh gelombang atau tidak menyeleweng), manusia itu akan di angkat
dari samudra itu menuju daratan, kemudian bisa melihat terangnya hawa (Jaman
yang lebih mulia yang tidak terbayangkan).
F.
UJUD DARI KEKUATAN HALUS YANG TERLIHAT DI TATA LAHIR
Orang yang dikatakan berotot
kawat bertulang besi, otot dan tulangnya mendapatkan sanjungan, namun jika
diteliti, yang mempunyai kekuatan itu
bukan otot dan tulangnya, buktinya, jika sudah di kafani tidak bisa bebruat
apa-apa. Terbukti yang kuat itu yang halus, yang tidak terlihat mata. Otot dan
tulang hanya mampu mengangkat benda saja, sedangkan yang halus kuat mengangkat
otot dan tulang yang didberi beban barang yagn diangkat.
Ke-halus-an yang mengangkat
otot dan tulang itu sama-sama halus, kasar sendiri. Ada yang lebih halus lagi,
kekuatannya juga melebihi. Yang melebihi halusnya juga masih ada yang
mengungguli lagi, kekuatannya juga lebih
unggul lagi. Seterusnya selalu ada yang mengungguli lagi, Semakin halus semakin
kuat. DAN SEMAKIN TEPAT ARAHNYA, yang terakhir itu : Yang tidak bisa
dibayangkan, dikatakan dengan kata Gaib, kekuatannya tanpa batas. Kekuatan dari
yang halus itu bernama : KAWASA.
Manusia yang memperbanyak
menggunakan rasa yang halus, juga banyak halusnya, banyak kekuatannya yang
tidak terlihat mata, akhirnya : Puja, Puji dan ucapannya diirngi oleh kekuatan,
semuanya.
Contoh kekuatan hati yang penuh
rasa yakin :
Ada seorang Pendheta Hindu,
bertemu orang yang sedang sakit, mengeluh minta diobati. Pandhita memberi
nasihat : Percayalah bahwa akan sembuh, katakanlah : Aku sembuh, aku sembuh,
tiap hari, akakn tetapi harus terus di hati, serta dengan penuh keyakinan. Kamu
akan benar-benar sembuh. Pandhita melnajutkan perjalannya. Yang sakit sangat
meyakini nasihat sang Pandhita, serta menjalan seluruh perintahnya, itulah yang
mendikannya dia sembuh (Serat Rama Krisna). Hal itu menjadi tanda bukti, bahwa
memang ada kekuatan yang sangat hebat yang ada di diri manusia, bisa
menyembuhkan sakit, hingga berubah menjadi sehat. Daya kekuatan keyakinan hati
(tebal keyakinannya) kadang-kala melebihi obat dari dokter.
Keyakinan orang sakit seperti
di atas belum seberapa jika dibanding kekuatan dari Yakin kepada Allah, karena
keyakinan kepada Allah (Hingga meerasuk ke dalam sanubari) itu kekuatan yang
teramat halus, lebih menghentak serta kuat menghujam. Orang yang besar
keyakinannya kepada Allah, bagaikan melebihi yang menggunakan beteng Baja
berlapis tujuh. Rasa sedih, sengsara, sakit, lapar, miskin, celaka dan
sebagainya : Tidak akan mampu menghalangi kekutan yang bersumber dari Rasa
Yakin kepada Allah, karena keyakinannya hanya tertuju kepada Allah (yang ada di
sanubarinya), yang paling besar sendiri kekuatannya. Sedangkan besarnya daya
itu tadi tidak lain berasal dari banyaknya penerapannya, yaitu : Terbiasa diam
di waktu yang sudah ditentukan, mematikan kekuatan dari gejolak-gejolak kasar,
menggunakan Rasa yang ada di pusat sanubari.
Orang yang akan putus nyawanya
itu sakit, orang yang mengalami sakit sudah menyebutkannya, akan tetapi bisa
berkurang bahkan terkadang hilang oleh
rasa Keyakinannya serta Cintanya. Sehingga ketahuilah :
Orang yagn terbiasa
mengumpulkan kekuatan rasa dirinya, dialirkan terpusat ditujukan kepada
Keyakinan dan Cinta, yang bertampat di sanubari, air hidupnya akan mengalir dan
tertumpah kepada Allah Yang Maha Hidup, bagaikan alira sungai yang tertumpah
masuk ke dalam samudra, menyatu menjadi satu, hingga akhirnya tidak akan bisa
dibedakan. Jika yang demikian itu yang dijadikan kebiasaan oleh para penempuh
Hakikat hingga akhir hidupnya.
Bagi yang sedang mengalami
kesussahan dan kesengsaraan, selain jangan sampai tipis keyakinannya kepada
Allah, perlu mengetahui : Bahwa; Kesusahan atau kesengsaraan yang disampaikan
kepada yang Maha Gaib hingga sampai ke inti rasa : Sangat besar sekali
manfaatnya. Sehingga, tidak baik baik mengeluh dikarenakan kesusahan dan
kesengsaraan, walau yang bagaimana pun, karena : Jiwa yang berbadan kasar untuk
bisa kembali menjadi yang Gaib lagi, jalannya adalah berupa Kesengsaraan, dari
kesengsararan itulah yang menghantarkan untuk bisa keluar dari Jiwa yang kasar
dan gelap menuju kepada Ke-Halus-an dan yang terang (Sahabat, yang sama sekali
belum bisa memahami atas uraian yang sedikit ini, menurut yang menulis buku ini
hanya PERCAYA saja, besok hari akan ada masanya merasa sendiri dan sangat
yakin).
YANG
BERLAWANAN
Orang yang mengandalkan
makanan, tentunya merasa khawatir serta tidak kuat jika kehilangan daging atau
makanan yang enak. Karena mempercayai kepada tidak kuatnya, tantunya akan
terjadi menjadi tidak kuat. Dikarenakan
dari tipis keyakinannya kepada Allah, tentu saja akan kekukarangan Daya
hidup, karena dari rasa khawatirnya, maka akan menjadi dan tewasnya. Seumpama takut mati karena tidak makan
daging, bisa saja mati gara-gara tidak makan daging. Orang yang kuat
keyakinannya bisa hidup hanya dengan minum air saja, kadang juga dari sedikit
demi sedikit dan selalu mengarah-ngarah sikapnya dalam membiasakannya, ada yang
bisa hidup hanya dengan minum air saja, kekuatan badan kasar yang lemah dan
lelah tergantikan oleh kekuatan badan halus yang lebih luas wilayahnya.
Seseorang yang percaya bahwa
dirinya bisa mencari dan mendapatkan ilmu hakikat, dengan dasar bersandar
kepada Allah yang paling dipercaya di dalam sanubarinya, Insya Allah akan bisa
tercapai, sedangkan bagi orang yang tidak percaya kepada dirinya sendiri, atau
dirinya di diangggap sial sendiri, dirinya sendiri itu sial sungguhan,
dikarenakan terbawa oleh keyakinannya sendiri atau tingkah pikirannya sendiri.
G
TANDA-TANDA BAGI YANG PERCAYA KEPADA ALLAH
Seseorang berkata : AKU TIDAK
PERCAYA jika ada hantu, namun ketika berjalan sendirian di tempat yang seram,
berdiri bulu kudugnya, kemudian berkata : Tidak ada apa-apa tidak ada hantu,
dengan tujuan untuk menghibur dari rasa ketakutannya, terkadang jika dibilang
mempercayainya, pun menolaknya. Orang yang seperti itu belum bisa
memperhatikan, bahwa tumbuhnya rasa takut itu dari rasa percaya, dan belum bisa
merasakan (menghayati) perbedaan dari rasa PERCAYA dan RASA RAGU, sehingga rasa
ragu dikiranya rasa percaya. Hal itu sama saja denegan seseorang yang berkata :
“Aku tidak marah. Yang dibilangi tidak pecaya, karena marah dan tidaknya,
terlihat pada sikapnya, semu dan lagak lagunya, hal itu pun belum bisa
membedakan RASA MARAH dengan RASA TIDAK
MARAH.
Tentang percaya kepada Allah
jangan sampai salah dengan ragu-ragu. Jangan menggampangkan mengaku percaya,
dan tidak usah ditunjuk-tunjukkan tentang keyakinannya kepada Allah, agar tidak
seperti yang bergiri bulu kuduknya ketikan menunjukkan bahwa tidak percayanya kepada
hantu. Segala sesuatu yang keluar dari lisan , itu tidak berasal dari sanubari.
Saksi atas percaya kepada Allah
itu : Malu kepada Allah jika mempunya hasrat jahat dalam hati, malu kepada
Allah karena tidak membalas Cinta Allah yang di anugrahkannya kepada dirinya,
contohnya : Tuntunan dan cara Allah dalam mengangkat diri dari jiwa rendah kepada luhur, yang tidak
dirasa oleh manusia (Walau pun berupa kesengsaraan, atau pun bukan). Cara
membalasnyanya adalah :
1. Ingat dan Cinta.
2. Menolong kepada sesama Jiwa
yang masih rendah (Tujuannya hanya kepada yang satu).
Dalam berbuat kebajikan sama
sekali bukan bertujuan agar di ketahui oleh orang lain, dan juga selalu beruat
kebajikan dengan cara diam-diam.
H
TARIK MENARIKNYA DAYA
Orang yang diajak bicara tentang rasa masam
dari asam, atau melihat orang yang mengunyah asam, bayangan yang tergambar
dalam hati dari rasa masam, muncul dan mendatanginya, bagaikan besi yang
ditarik oleh besi berani, bangkit bagaikan orang tidur dibangunkan, rasa yang
lain-lainnya tergeser menyingkir bagaikan orang banyak yang didesak dari
belakang. Rasa yang biasa dipergunakan untuk merasakan rasa asam itu berada di
paling depan, menghalangi rasa yang lainnya.
Jika seseorang diajak
membicarakan sessuatu yang dahulunya sangat disenanginya, atau sesuatu hal yang
menjadikan rasa senang, maka rasa senang akan muncul, bangkit kekuatannya,
kemudian menutupi rasa yang lainnya.
Jika seseorang diajak
membicarakan kebutuhan seseorang yang dahulunya dibenci, ketika itu seketika
rasa bencinya muncul paling depan, bagaikan api di dalam abu yang dikipasi,
akan muncul menyala lagi.
Jika seseorang diajak
membicarakan kebaikan seseorang, atau diberi penjelasan untuk bisa senang dan
menjadi baik itu berasal dari pertolongan orang banyak, maka rasa senang dan
sayang kepada orang kemudian bergerak pada posisi terdepan, sikapnya menjadi
terlihat manis dan ramah.
Jika seseorang diajak
membicarakan tentang rasa ilmu, atau tentang Allah, rasa halus dan luhur muncul
paling depan, mendesak rasa yang lain-lainnya.
Begitulah seterusnya, akhirnya
: rasa yang tidak pernah dipergunakan semakin lama semakin kurus kerempeng,
yang akhirnya menjadi mati. Rasa yang sering di tarik ke depan, sering
terbangun, sering tajamnya, semakin lama semakin besar dayanya. Oleh karena
itu, watak dan sifat manusisa itu mengikuti kebiasaan hidupnya, orang yang
terbiasa menggunakan rasa seperti ini, wataknya begini, sikap dan tingkah
lakunya seperti ini, menjadikan sering mempergunakan rasa yang mengajak seperti
ini.
Seseorang bertempat tinggal di
tempat yang ditempati orang baik, dan berkumpul dengan orang baik, maka tiap
hari akan di terik kepada hal yang baik, hawa dari lingkungan itu juga baik.
Maksud dari keterangan : Sangat
diperlukan bagi orang yang mencari ilmu Hakikat untuk selalu berkumpul,
kemudian bermusyawarah, yang berguna untuk menarik keluar rasa yang halus yang
bersembunyi di dalam. Ketika rasa halus sudah berada di depan, menggeser rasa
kasar sehingga menjadi berkurang kekuatannya. Jika yang halus sudah bergerak,
maka orang yang mengadakan sarasehan tidak terasa capek, mengantuk dan lapar,
karena capek mengantuk dan lapar itu tumbuh dari rasa kasar (Rahsa), di
karenakan ketika sedang sarasehan yang berada di depan yang bekerja adalah yang
halus (yang tidak mempunyai sifat lelah, kantuk, dan lapar). Sehingga yang
kasar kehilangan daya kekuatannya, sehingga terkalahkan , tidak mempunyai
kesanggupan lagi mengeluarkan wataknya.
Di depan sudah dijelaskan,
bahwa yang besar kekuatannya itu adalah manusia yang sudah banyak halusnya,
sehingga yang bisa menarik rasa halus yang tipis yang terhalang oleh rasa kasar
yang tebal : Itulah manusia yang sudah besar kekuatan rasa halusnya; ceutsan
hatinya bisa menatik kehendak orang lain, kata-katanya bisa menyentuk rasa yang
sebagai penyebab menjadi terasa. Merasa, menelaah. Para nabi dalam menarik rasa
dari orang berjuta-juta yang tertutup rasanya, itu bagaikan Lokomotif yang
menggeret gerbong yang sangat banyak, karena dari besarnya kekuatannya, sakti
perkataannya. Orang yang ahli ilmu spiritisme untuk bisa menarik dan memerintah
jiwa orang glain, tidak lain karena memperbanyak menggunakan rasa yang halus.
Yang bisa di tarik itu tentunya jiwa yang terlalu banyak kasarnya, hingga
sedikit sekli kekuatan jiwanya.
Golongan badan halus yagn
rendah (Dhemit dsb) tidak bisa mengganggu manuisa yang besar kekuatan
kehalusannya, berulangkali hanya oang yang kosong hatinya hingga bisa di goda
oleh makhluk halus rendahan (dhemit).
Oleh karena manusia yang
mempunyai kekuatan besar bisa membantu kepada yang sedikit kekuatannya, maka
dari itu yang sedikit kekuatannya perlu sekali mendekati, atau bergaul, seperti
halnya : Makmum, mencari berkah, mohon doa, memegang nasihatnya dan sebagainya.
Silaturahmi setelh lebaran tujuannya adalah :
1. Mencari daya penarik kepada
orang tua.
2. Menarik rasa Cinta, yang
dayanya juga kepada kehalusan, yang tujuannya hanya kepada Allah.
3. Belajar mengolah Raga, bellajar
mengosongkan hati (lebih baik di bandignkan hanya berkirim surat atau uang).
Selain itu, orang yang sedang
mencari ilmu juga sangat perlu mengakan kumpulan, yang tujuannya mengumpulkan
kekuatan dari orang banyak, dijadikan satu. Terkumpulnya daya dari orang banyak
yang satu tujuan : Merupakan kekuatan besar, bisa mempengaruhi jiwa-jiwa yang
lain. Laku dan perbuatan yang demikian itu baik teramat baik, terlebih lagi
jika yang dikumpulkan itu sudah memeliki kehalusan yang banyak, terkumpulnya
akan menumbuhkan suasana indah di dalam gaib, menjadi hiasan di dalam Kerajaan
Allah, kekuatannya bisa membuka daya pengaruh dunia yang mengepung di kanan
kirinya.
Sangat penting sekali di jaman
sekarang orang untuk menyambung silaturahmi. Serta kerukunan menjalanlankan hal
itu, karena daya kekuatan dunia sekarang ini sangat besar sekali, penuh daya
angkara murka, sehingga menyebabkan manusia menjadi kesulitan untuk bisa lepas
dari pengaruhnya, bagaikan sulitnya jika ingin keluar dari lumpur hisap.
I
BADAN TUA BADAN MUDA DAN UMUR PANJANG
Ketika manusia amasih muda,
raganya banyak sehatnya, besar kekuatannya, semakin tua semakin banyak rasa
yang tidak enak. Jika sudah tua sekali, ssakitnya semakin parah dan selalu
berganti-ganti, hingga tidak kuat lagi untuk menguat-nguatkannya, sudah tidak
mempan untuk disembuhkan, itu sebagai tanda waktunya
....................................
Pemikina 2 macam di bawah ini,
manakah yang benar?
Yang satu : Oleh karena sudah
semesti badan yang sudah tua banyak penyakitnya dan sudah tidak bisa ditolak
lagi, bagaimana lagi, tidak lain yah harus menerima, menyerah saja, meski di
obati pun, hanya menghabisskan biasa banyak, mana mungkin sembuh, biarlah
dibiarkan saja, tidak kuat ya sudah. Jika sudah tidak kuat, tentunya akan mati
sendiri.
Yang ke dua : Oleh karena
manusia diboleh berikhtiar, orang sakit itu harus di obatkan, sebisa mungkin,
walau pun tidak sembuh, itu bisa mengurangi. Barangkali aja bisa sembuh. Walau
pun pada akhirnya pasti mati, namun jika hidupnya lama, akan bisa menerima
bayaran agak lama lagi, bisa agak lama merasakan makanan enak, bisa lama ikut
bersenang-senang, bisa menonton ramainya dunia agak lama. Barangkali aja....
bisa menikah lagi dengan wanita cantik, agar supaya bisa merasasakan KENIKMATAN
DUNIA agk lama.
Menurut yang menulis buku ini,
pikiran dua macam di atas, keduanya ada benarnya, dan keduanya pun ada
salahnya.
Jika badan sakit kemudian
nekat, karena sudah semestinya sakit, itu merupakan kehinaan yang sia-sia. Akan
tetapi jika dalam mengobati karena
mempunyai pengharapan untuk bisa mengharapkan kenikmatan yang lama, dan ingin
mendapatkan uang dan sebagainya, orang yang seperti itu akan didatangi oleh
kesengsaraan hati dan kebingungan pikirannya yang tidak bisa di tolak, dan
lagi rasa sengsaranya sangat hebat,
karena orang yang seperti itu Selamahi dupnya hanya menggunakan harapannya
hanya kepada kenikmatan dunia saja dan menempatkan sangat cintanya hanya kepada
dunia. Semakin banyak umurnya, semakin kuat pengharapannya kepada kenikmatan,
semakain cintanya kepada dunia. Pada akhirnya semakin lama semakin tidak
tercapai yang menjadi pengaharapannya justru akan semakin tumbuh membesar
pengharapannya. Sumpama umurnya di tambah sedikit lagi, untuk bisa merasakan
kenikmatan dunia, setelah diturui juga meinta di tambah sedikit lagi karena
masih ingin menikmati kesenangan dunia sedikit lagi, akan selalu begitu dan
tidak akan ada putu-putusnya. Justru akan semakin besar pengharapannya, serta
semakin kuat keinginannya serta semakin naik minta tambahnya.
Ketahuilah :
Sakit yang sangat sakit itu tidak seperti orang yang besar keinginannya, tidak
keturutan, kaget teramat kaget itu, tidak seperti orang orang yang saling jatuh
cinta di putus secara tiba-tiba. Hal
ini bisa diumpamakan : Seorang desa yang sedanga melaksanakan hajatan menikahkan anaknya, yang
basok akan menerima tamu dan sumbangan, tiba-tiba keetika pergi ke kota kena
tipu oelh Werek Deli, kemudian di tahan di Deli, tidak bisa berkirim surat,
tidak bertemua dengan saudaranya satu pun juga, dan selamanya tidak bisa
pulang.
Memang seharusnya seseorang itu
mencari kesehatan badannya dan panjangnya umur, namun jangan lupa kepada tugas
diri hidup di dunia. Sehingga, kesehatan badannya itu gunakanlah untuk
meningkatkan perbuatan tentang jalan menju Allah, untuk dipergunakan untuk
menjalankan kewajiban yang harus dikerjakannya, yang tumbuh dari Rasulnya. Umur
panjang itu yang benar adalah digunakan untuk
menyelaraskan Rasa Halus dan untuk digunakan sebagai menguasai dan mengurangi kekuatan dari Daya
kasar (Nafsu Amarah, luwamah dan Supiyah), dan juga mengurangi daya kekuatan
dari roh hewani. Jika demikian, semakin lama hidupnya semakin besar kekuatan
halusnya, semakin sedikit kekuatan kasarnya. Semakin terang jalan menuju Allah,
semakin kuat penglihatannya, semakin ada jarak dengan urusan dunia, dan juga
semakin berkurang kekuatan yang mengajk sakit, kantuk dan lapar. Sehingga :
Panjangnya umur dan sehatnya badan itu sangat bermanfaat. Orang yang seperti
itu, semakan lama hidup semakain banyak untungnya, yaitu keuntungan memperoleh
daya halus. Manusia yagn sudah bisa merasakan manfaat dari daya halus, sangat
tekun mencari semakin bertambahnya rasa halusnya, menghemat waktu, merasa rugi
jika banyak waktu yang terbuang yang tidak dipergunakan mencari daya, karena
dalam setiap waktu bisa dipergunakan menambahkan kekuatan daya halus. Semakin
paham terhadap manfaat daya halus, dan karena pandainya mempergunakan waktu,
seolah-oleh mempunyai semboyan : WAKTU ITU DAYA.
Selain banyak keuntungan mendapatkan
daya halus, (yang menjadi penyebab berkuasa di alam ke-halus-an), orang yang
bisa mempergunakan waktu itu merasakan nikmat dan senang karena tercapai apa
yang menjadi cita-citanya. Tekad : Menghindari urusan dunia itulah yang menjadikannya
puas karena tercapai yang menjadi cita-citanya.
Selain mendapat keuntungan
berupa daya halus, dan tercapai cita-citanya, kesengsaraan badan kasar ketika
berumur tua, juga banyak berkurang. Karena : Daya kasar yang kerjanya mengajak
sakit sudah tipis, sudah tergeser oleh kekuatan yang mengajak diam. Bahwa ituah
yang sebenarnya yang menyebbakan sakitnya badan tua, yang biasanya disebebkan
terlalu besarnya nafsu luamah, contohnya : terlalu banyak makan dan minum,
kotor dan berlebihan baik jumlah atau jenis yang di makan, apalagi jika mdat
atau mabuk. Sahwat dan terlalu banyak tidur juga termasuk daya nafsu luamah.
Sehingga ringkasnya : Memang
benar jika badan sakit itu diusahakan untuk sembuh, namun sanagt keliru
sehatnya badan dipergunakan menuruti
kesenangan. Benar sekali oarng mencari umur yang panjang, namun sangat salah
umur yang panjang dipergunakan untuk menuruti rasa yang rendah.
BADAN MUDA
Sayang sekali badan yang kuat
dan segar dipergunakan untuk malas-malasan, malas mempergunakan pikiran dan
kekuatan untuk bekerja dan mencari kepandaian, namun keliru jika niatnya
bekerja hanya dikarenakan ingin merasakan nikmat dunia. Sangat salah jika
mencari kepintaran dan keahlian hanya
bertujuan untuk mendapatkn pujain. Seharunya itu bekerja dengan giat
yang bertujuan untuk menjalankan kewajiban hidupmya, mengikuti petunuk yang
berasal dari hati sanubari (Mematuhi kehendak yang memberi hdup) yaitu
memperbaiki sifat sesasmanya, sekalian merawat raganya jika sudah berumur tua,
bukan mengharapkan untuk bisa merasakan kesenangan dan enak saja, justru dalam
bekerja sekalian menghilangkan rasa yang
kasar-kasar, yang mengajak kepada enak dan kesenangan saja.
Sehingga, harapan-harapan yang
baik itu seperti ini :
1. Agar supaya dalam saya
mengendapkan air tidak banyak gangguannya, aku harus bekerja untuk bekal di
alam dunia (Penggoda manusia di dunia itu jika tidak punya harta dunia).
2. Agar supaya tercapai
keinginanku dalam mencari untukbisa mengerti dan kepandaian, aku harus
mempunyai uang untuk biaya.
3. Hidupku di dunia walau
banyak hartanya atau tabungannya yang baik itu harus tetap bekerja. (Harta yang
banyak atau tabungan itu berupa rasa yang halus).
4. Aku butuh dikatakan Baik
oleh orang di dunia, namun dikatakan baik itu perlu sebagai tanda bahwa aku
sudah benar-benar baik, perlu yang sebenarnya itu :NYATANYA bukan terkenalnya,
sehingga yang saya harp-harapkan bukan yang menyanjung, justru dalam ketika
dikatakan “Baik” dengan menghindari kata
jelek itu sekalian menghilangkan rasa yang mengharap-harap untuk dikatakan
baik, dan rasa senang karena dikatakan baik dan juga membuang rasa kecewa
ketika dikatakan jelek.
Ringkasnya demikian : Yang
masih kuat badannya dan terang pikirannya harus giat mencari jalan terang,
semangat mencari daya halus, senyampang masih luas kalangannya, senyampang
lebar bulannya, jangan tergesa-gesa mengumpulkan kekuatan menyetujuai semua
ingatan, waktunya sudah sempit, seadaninya di awali dari kalimat : menolak
(sudah terlanjut mempunyai keyakinan tinggi) akan tetapi mengambil intinya saja
: Tidak boleh, serta sudah terlanjut besar nafsunya, terus, bagaimana?
Senang, enak, dan merasa enak
hanya sekedarnya saja untuk penguat dalam bekerja, yang tertuju kepada Tekad.
KETERANGAN
Uraian yang ditandai huruf A-B-C-D-E-F-G-H
dan I, sembilan jenis itu yang dimaksudkan hanya satu, menjelaskan bahwa
manusia itu selama hidupnya di siang dan malam, ketika terjaga atau tidur,
bekerja atau menganggur, tiap jam dan menit, tidak pernah terputus
mempergunakan DAYA, ada yang mempergunakan daya halus , ada yang mempergunakan
daya kasar, ada yagn terbiasa menggunakan daya Rasa Mulia, yang urut dengan
dayanya sanubarinya, hanya yang terbiasa hanya kepada penggunaan Rasa Madya
saja. Ada yang terbiasa menggunakan rasa nistha, yaitu rasa kasar dan asor, yang
arahanya menuju kegelapan dan kesialan. Sehingga : Selama hidupnya manusia itu
memergunakan Daya hidupnya untuk menghidupi tanamannya (Bijinya), sedangkan
sebagai tandanya bisa diumpamakan ada yang berupa tanaman padi, jarak, glagah,
teh, lateng dan lains ebagainya. Rasa yang bermacam-macam yang ada di diri
manusia -- baik yang Jahat atau yang
luhur ... masing-masing bisa dijadikan bibit jika dihidup-hidupi (dibiasakan
digunakan) akan tumbuh subur menjadi besar. Yang mana yang bear dayanya : berkuasa menghidupi (Membungkus, atau menggeser, atau menutupi)
terhadap yang lainnya yang lebih kurus. Sedangkan rasa yang beraneka ragam jelek dan baik ... berujud roh yang mempunyai
alam sendiri-sendiri.
Terbukti dari masalah itu bahwa
manusia itu bisa menjadi luhur yang lebih dari luhur, bisa rendah lebih dari
yang rendah, bisa mulia dan kuasa lebih dari mulia dan kuasa, bisa tidak punya
apa-apa dan sial yang lebih dari kesialan, Ringkasnya : Jika menjadi baik itu
tidak seperti manusia, jika menjadi kasar itu tidak seperti manusia. Jelasnya :
Manusia itu bisa menjadi Tuhan bisa menjadi Iblis; bisa menjadi Dewa bisa
menjadi makhluk halus yang terjahat, bisa menjadi Gandarwa (raksasa) bisa
menjadi Mustika dunia, bisa menjadi kotoran dunia, bisa bertempat di dunia yang
lebih dari mulia. Yang terang benderang, nikmat, manfaat dan rahmat yang tidak
bisa terbayangkan, bisa pula bertempat di kegelapan, yang sangat sengsara
tersia-siakan yang tak terkira.
Oleh karena itu, wahai sahabat,
berhati-hatilah dalam menggunakan rasa, jangan samapi terbiasa menggunakan rasa
yang rendahan.
ooOOoo
Dari Huruf A hingga I,
menjelaskan bahwa orang yang belajar berfikir baik, samadhi atau tafakur,
percaya kepada Allah, makmum kepda orang yang besar daya kehalusannya .......
semeua bertujuan memunculkan daya yang baik (menghidup-hidupi daya yang baik)
serta berusaha mematikan bibit yang jelek. Menerapkan yang baik akan
membuat kurangnya daya kekuatan yang
jelek. Berkurangnya kekuatan yang jelek : menjadi hiduplah yang baik (Huruf C).
Mengingat-ingat dan membicarakan ilmu yang menuju Allah, membangkitkan rasa
yang baik (Huruf H).
Manusia hidup menjaga kesehatan
badannya dan berusaha memanjangkan umurnya ; tujuannya untuk menumbuhkan bibit
yang baik. Jika kesehatan badan dan panjangnya umur dibiasakan untuk ditempati
rasa yang rendahan : Sangat salahnya, serta sangat disayangkan, kasihan sekali
jiwanya (Huruf I).
Nyanayain Jawa Macapat :
Angkara gung (Nafsu angkara).
Neg angga anggung gumulung (Di
raga besar menggulung)
Gogolonganira ((Pengaruh)
golongan itu)
Tri loka lekeri kongsi
(mempengaruhi tiga alam kemampuan pengaruhnya)
Yen den umbar ambabar dadi
rubeda (Jika dibiarkan berkembang menjadi pengganggu).
Beda lamun (berbada bagi yang)
Kang wus sengsem reh ngasamun
(Yang sudah menyenangi mengekang diri di keheningan)
Semune ngaksama (Sikapnya penuh
kesabaran dan ampunan)
Sasamane bangsa sisip (Kepada
sesamanya yang berbuat salah)
Sarwa sareh saking mardi
martotama (Bertindak tenang karena selalu bersikap yang utama).
BAB.
IV
KEHENDAK,
SIR,TEKAD SERTA HUBUNGANNYA
Berkumpulnnya Kehendak itu ditarik oleh SIR.
Mengalirnya “Sir” ditarik oleh TEKAD
Catatan :
Keinginan berasal dari daya Nafsu
Kehendak berasal dari Sir
Tekad berasal dari Rasa
(Rasul)
Penerang nafsu adalah Manas
rendah (roh hewani)
Penerang SIR adalah Pikiran
(Roh khani)
Penerang Rasa adalah Budi
(roh ilafi)
Tekad diumpamakan Batang
(deleg).
SIR diumpamakan Cabang
Keinginan diumpamakan Ranting
Sifat diumpamakan Ranting
terkecil.
Jika seseorang tidak memiliki pekerjaan. Terkadang terasa sekejap dalam
hatinya ingin seperti ini, namun tidak begitu mantap, kemudian sekejap ingin
begitu, juga tidak mantap tidak menyatu, hal itu apakah sebabnya. Penyebabnya
adalah Bagian dari keinginan (gejolak-gejolak) saling bertentangan, sebagian
mengajak begini, bagian yang lain tidak menghendaki, kemudian ada bagian yang
lainnya lagi mengajak begini lagi, bagian yang lainnya jiga tidak mau diajak,
tidak menyetujuinya.
Gejolak-gejolak perselisihan atau tidak menyetujui pada umumnya disebut :
Keinginan yang tidak menyatu atau yang tidak mempunyai kemantapan.
Perselisihan gejolak-gejolak itu membuat keruhnya aiar, bagaikan air yang
selalu diobok-obok, sehingga berkembangnya gejolak-gejolak yang sangat banyak,
yang sebelumnya tidak bergerak, kemudian menutupi RASA, menghalang-halangi
terangnya budi. Semakin lama dalam perselisihannya, semakin membuat gelapnya
pikiran, dan semakin banyak pula tumbuhnya cetusan-cetusan hati.
Jika sudah ada SIR yang kuat, serta kemudian mengerjakan sesuatu
pekerjaan, di situlah baru menyatu, gejolak-gejolak menyetujui, saling berjalan
menuju satu tujuan, karena semuanya berjalan mengikuti petunjuk SIR. Sehingga
bagaikan air yang mengalir, tidak seperti yagn diobok-obok.
Selama masih belum sampai kepada sesuatu yagn di SIR (selama belum
tercapai yang diinginkannya) gejolak-gejolak masih mendukung menyatu saling
mengikuti berjalannya SIR, jika sudah tercapai yang diinginkannya, itulah baru
berhenti, ketika itu gejolak-gejolak yang merupakan keinginan, sering
berselisih lagi, sebagian mengajak begini, mengajak begitu, mengajak demikian,
bisa diumpamakan : Hewan berbagai jenis yang diikat menjadi satu, tidak bisah
terpisah namun berselisih saling mendiamkan yang lainnya, watak dari satu
dengan yanglainnya sangat bertentangan, serta memiliki kekuatan sendiri-sendiri.
Agar bisa menjadi kesepakatan lagi jika ada SIR lagi, yang diikuti oleh
gejolak-gejolak. Nantinya jika sudah terlaksana lagi yang di SIR, akan bingung
lagi, karena gejolak-gejolak berselisih lagi. Seperti itulah dan berulang kali
: selalu berselisih, berkumpul, berselisih, berkumpul dan seterusnya.
Penyebab dari berselisih itu jika sudar tercapai keinginannya, berkumpul
jika belum tercapai ( Hal itu jika dirasakan, tentunya aneh sekali, sedangkan
terpainya yang di SIR itu hanya puas sebentar saja, kemudian muncul
perselisahan lagi, serta bingung lagi, karena susah keturutan. Lebih baik
ketika masih berjalan, (belum tercapai keinginannya), tidak ada perselisihan
atau kebingungan, hati menjadi enak, pikiran terang).
Cobalah, pertanyaan di bawah ini pikirkanlah, bagaimanakah jawabannya :
1. Oleh karena tiap sir datang menimbulkan rasa bingung jika belum
tercapai – jika ditanyakan : Apakah lebih memilih kedatangan sir-nya saja, agar
tidak terjadi perselisihan atau kebingungan?
2. Oleh karena tiap berjalannya pancaindra menjadikan berhentinya
perselisihan, bisanya rukun tiap panca indra berjalan, pertanyaannya : Apakah
memilih berjalan terus tanpa berhenti selama-lamanya ? (Tidak mau berhenti,
bisa menimbulkan perselisihan).
3. Bagaimana seharusnya berjalannya panca indra agar selamanya selalu
rukun, tidak sering terjadi perselisihan, untuk bisa seperti air yang tetap
alirannya?
4. Bagaimanakan agar bisa pancaindra berhenti atau beristirahat dengan
tenang tenteram, tanpa diganggu oleh perselisihan (Apakah memang harus tetap
terjadi hal demikian, tidak bisajika demikian)?
Sesungguhnya penyebab dari kehendak yang kadang tidak berkumpul, tidak
lain karena kehilangan SIR-nya, karena sir itulah yang menjadi penuntun
keinginan,sedangkan yang menjadi penyebab kadang-kadang ditinggalkan oleh
Siryaitu : Kadangkala karena berganti-ganti sir yang tidak satu tujuan
(maksud), diumpamakan : Hewan yang bermacam-macam jenisnya yang terikat menjadi
satu itu, yang menuntunnya selalu berganti-ganti, itu menyebabkan sering terhenti,
terhenti tiap berganti yang menuntunnya (berganti sir). Selama waktu berhenti,
hewan yang bermacam-macam jenis tidak terurus, tingkahnya tak beraturan, serta
tidak satu tujuan, karena sir itu tidak sama wataknya (Tidak sama yang di sir),
itu yang menyebabkan berbelok-beloknya dari hewan-hewan yang dituntunnya. Bisa
diumpamakan : Pasukan yang pemimpinnya berganti-ganti sereta berwatak
sendiri-sendiri. Sedangkan yang menjadi penyebab sir tidak setuju, yaitu : Sir
yang bermacam-macma tersebut TIDAK
DIPERINTAH OLEH TEKAD. Jika manusia memiliki tekad, pasti mempunyai cita-cita
kepada Kesempurnaan. Sedangkan bagi manusia yang mempunyai cita-cita tidak bisa
tidak Semua Sir-nya berjalan patuh
kepada Tekad-nya, karena tekad itulah Penuntun dari semua sir. Sehingga
ringkasnya : itu semu : Dikarenakan hidupnya kosong tanpa tekad, sehingga tidak
mempunyai cita-cita, sehingga sirnya semaunya sendiri, mempergunakan wataknya
sendiri-sendiri, dikarenakan tidak ada yang menuntunnya itu tadi, sehingga
menjadikan berganti-gantinya yang di tuju, (Berganti-ganti keinginan yagn tidak
satu tujuan). Setiap bergantinya yang di tuju, ada waktu berselisih bagi panca
indradan sakitnya gejolak-gejolak yagn kasar.
Seorang yang mempunyai cita cita tentang hakikat, yang sungguh-sungguh
dalam berusaha, keinginannya selamanya menyatu, bagaikan air yang mengalir dari
sumber air yang akan tumpah di muara, tidak seperti air yang diobok-obok ke
kiri dan ke kanan, ke timur kemudian ke barat, dan tidak seperti aiar yang
banyak kebocorannya yang memancar ke mana-mana (yang sering hanya mencoba-coba
saja) juga tidak seperti air yang tergenang (bodoh).
Jika dirasakan berkali-kali pun
memang sangat keliru seseorang yang tidak mempunyai keinginan tentang asal dan
tujuan diri itu. Bagaimanakah mengatakannya sedangkan yang dijalaninya pun
tidak diketahui maksudnya, sehingga berjalannya hanya asal berjalan saja.
Sesampainya di tempat yagn dituju, tiba-tiba baru mencari-cari yang manakah
yang sebaiknya akan di tuju, sehingga : Dari mana dan mau ke mana, sama sekali
tidak pernaha dirasakannya. Barangsiapa yang bisa merasakan dengan rasa, maka
akan terasa dan merasa bahwa cerita
hidup manusia di dunia (dunia maya) bagaikan orang bermimpi dan
mengigau.
Seseorang yang mencari Hakikat, yang menyebabkan tekadnya menyatu, karena
semua Sir-nya terbawa oleh Tekad, serta semua keinginannya patuh kepada
sir-nya. Sehingga semua keinginanya tertuju kepada tekadnya. Sedangkan tekadnya
itu Menyatu tanpa terputus, tentulah jalannya pancaindranya setalalu tetap,
tidak selalu terganggu oleh gejolak-gejolak.
Selain dikarenakan tetap menyatunya, sewaktu-waktu jika panca indra
diajak berhenti atau pun beristirahat (Pagi, sore, atau malam), gejolak-gejolak
tidak banyak polah, karena hewan yang bermacam-macam jenis itu sudah terlatih
untuk tidak mengggunakan wataknya sendiri, karena sudah dibiasakan mengikuti
watak dari yang menuntunnya, sehingga ketika yang menuntun diam, juga mudah
diperintah diam, walau pun tidak bisa betul-betul diam, namun dibanding banyak
perselesihannya, lebih banyak urutnya. Dibanding banyak geraknya. Lebih banyak
diamnya. Bahkan jika sudah sangat patuh, kadang kala DIAM sama sekali. Apalagi
jika sudah beristirahat di dalam rumah (alam ketenangan) yang menuntun sudah
tidak memerlukan kendali dan cambuk, tinggalah merasakan RASA DIRINYA SENDIRI.
Maksud dari uraian adalah : Mencari rumah yang sebenarnya, melalui jalan
yang benar, meniru jejak tinggalan manusia dahulu yang sudah bisa, Naikilah
panca Indra, agar bisalah memaksa, arahkan agar patuh, agar bisa diperintah,
serta jika sedang beristirahat tidak banyak tingkah.
B
CONTOH
: KEINGINAN YANG MENGIKUTI SIR
Membasuh anggota badan, duduk, mengambil piring, mengambil sendok,
mengambil nasi, mengambil lauk dan seterusnya, masing-masing itu semua ujud
dari keinginan kecil (dibahasan menjadi keinginan), dari masing-masingnya
menuju yang satu, yaitu makan.
Mengambil tempat tembakau, mengeluarkan tembakau, menggunting klobot,
membuka pisau kecil, menaburkan kemenyan, melinting rokok, mengambil korek api,
menyalakannya, menyalakan rokok, dan sebagainya, yang kesemuanya itu menuju
yang satu yaitu : Merokok beserta rangkaiannya.
C
CONTOH
: SIR YANG BERMACAM-MACAM TERTUJU PADA TEKAD YANG SATU
1. Makan untuk menguatkan badan (bukan untuk enaknya saja) Guna dari
kekuatan badan untuk mencari Ilmu tentang jalan yang menju pada terang. Untuk
menjalani kewajiban hidup, mencari penghasilan sebagai sarana untuk
melaksanakan tekadnya (berhati-hatilah jangan sampai membohongi batin).
2. Memearhi dan menghukum orang yang salah, agar tidak mengulangi
kesalahannya, dan berubah menjadi baik, itu memperindah sifat Allah, termasuk
kerja wilayah tekad (Telitilah, jangan sampai bohong).
3. Bertani, berdagang, dengan tujuan untuk keselamatan dan menolong
(bukan untuk membanggakan kekayaannya, atau untuk bersenang-senang), menjaga
keselamatan dan untuk modal menolong, itu termasuk kerja wilayah tekad
(Telitilah, jangan sampai bohong).
4. Berbuat baik bukan bertujuan mencari sanjungan, mencari kepandaian
yang diniatkan bukan untuk biar dikatakan orang sebagai orang pintar, mencari
penghasilan yang niatnya bukan menceri kesenangan, berpakaian yang pantas bukan
berniat yang bukan-bukan, itu semua SIR yang menuju kepada TEKAD>
Tiap sir muncul, sebaiknya di rasa lebih dahulu, apakah maksudndya, menuju
kepada tekad ataukah tidak. Jika tidak, jangan diteruskan, itu sebagai tanda
bahwa bersebelahan. Jika menuju kepada Tekad, lakukanlah dengan penuh
pertimbangan, agar tidak meleber, aau menyimpang dari TEKAD>
D
CONTOH
: KEINGINAN YANG MENYIMPANG DARI SIR, KARENA TERAWA NAFSU RENDAH YANG TEKADNYA
DATANG TIBA TIBA
Seseorang yang disuruh makan namun menolaknya, yang diingi hanya ingin
makan lauk. Setelah merasakan terlalu asin, mengambil nasi sedikit, makin
terasa enak, kemudian ditambah sedikit nasi lagi. Bercampurnya rasa lauk, nasi
dan sayuran menarik yang lainnya lagi, yang akhirnya menjadi makan.
SIR-nya yang semula hanya akan makan lauk saja, menjadi mengambil
nasi karena ditarik oleh daya yang
berasal dari rasa asin, sehingga rasa asin itu yang menarik nasi. Setelah
bercampurnya rasa asin dan rasa nasi menimbulkan RASA BARU, kemudian
menumbuhkan rasa baru, mengambil sayur. Bercampurnya tiga rasa tumbuhlah rasa
baru lagi, yang menimbulkan keinginan baru, dan selanjutnya.
Maksud dari penjelasan : Munculnya rasa yang kecil-kecil, yang menyimpang
dari SIR itu terbawa oleh rasa yang datangnya tiba-tiba (TAMU), itu adalah
gerak dari : NAFSU.
Keinginan yang kecil-kecil itu di bawah kekuasaan SIR, sedangkan SIR itu
di bawah kekuasaan TEKAD (Rasa). Hal yang demikian itu adalah kondisi manusia
yang sudah bisa mengendalikan Pancaindranya, yaitu manusia yang sudah bisa mempergunakan
watak dari Rasa dan Budi. SIR dan kehendak itu hanya sebagai alat saja.
Sedangkan bagi manusia yang belum bisa mengendalikan Pancaindra-nya,
tidak bisa menggunakan Watak dari Rasa dan Budi. Karena masih terlalu besarnya
kekuatan nafsu dan roh Hewaninya. Kekurangan daya kekuatan Rasa dan Budi,
sehingga menimbulkan sir yang bermacam-macam yang tidak sesuai dengan tujuan,
tidak tertuju kepada tekad, yang disebut menyeleweng. Selian dari sir-sir yang
tidak sesuai dengan tekad, keinginannya juga tidak sesuai dengan Tekad,
akhirnya berkembang dan menyebar. Orang yang sering menyeleweng dan
keinginannya menyebar disebut Pepeka (banyak tingkah), sebagai ibatnya adalah
menaiki kuda yang kalah oleh kudanya, terbawa oleh kehendak kuda, yang
menaikinya kuwalahan, salah kejadian perjalanannya tidak mengarah kepada tujuan
yang dikehendakinya. Menerjang tidak karuan tujuannya. Penyebabyang demikian
karena yang dinaiki tidak di ajar, sehingga hanya banyak diberi makan, namun
kurang kuat kendalinya.
Sesiapa yang berusaha mengendalikan Pancaindranya, perlu membiasakan :
JANGAN meneyeleweng dan BERKEMBANG. Karena hal itu adalah bunga dari kesesatan,
dengan cara harus sering membaisakan menggunakan Rasa yang halus,
mengurang-ngurangi rasa yang kasar.
Penyebab keinginan yang sedikit menjadi tidak karuan atau menjalar ke
mana-mana (di beri sedikit minta tambah yang banyak) tidak lain karena tergiur
oleh rasa yang datang tiba-tiba, yang mengajak menyimpang dari SIR.
E
CONTOH
: SIR YANG BERMACAM-MACAM YANG TINDAKANNYA TANPA TEKAD
Mencari senang dengan cara demikian : Nanti atau besok, jika sudah bosan,
mencari kesenangan lagi, berganti niat lagi begini : dan begitu dan seterusnya.
Sehingga : selama hidupnya hanya mencari kesenangan saja, jika sudah
mendapatkan kesenangan, kemudian susah lagi, karena sir-nya hanya mencari
kesenangan saja. Ciptanya : Yang dicari oleh orang hidup itu apa, selain
kesenangan, senyampang masih hidup lebih baik bersenang-senang dan enak-enakan,
besok jika sudah meninggal dunia mana mungkin bisa senang lagi.
Contoh lainnya : Mencari kepandaian, kepintaran, ketrampilan, kekuatan,
kegagahan, kesenangan, kesaktian, kedigdayaan, kanuragan dan sebagainya, yang
SIR- tujuannya untuk berbangga diri, untuk bisa mengalahkan sesamanya,
dipergunakan mendukung harapannya untuk merasakan keduniaan.
Contoh yang lainnya : Menghapalkan berbagai cerita, ilmu-ilmu dan bunyi
dalil kitab, yang sir tujuannya agar disebut sebagai orang yang berilmu.
F
CONTOH
: SIR YANG MENYIMPANG DARI TEKAD
1. Orang yang mencari ilmu hakikat, makan enak, hanya sebatas untuk
penguat badan saja, sambil merasakan enak, atau : Makan untuk kenikmatan,
dengan alasan hanya untuk penguat badan.
2. Orang yang mempunyai keinginan kepada hakikat pergi menonton, dengan
anaknya, karena terpaksa mengasuh anak menangis yang mengajak nonton. Padahal
aslinya dirinya sendiri pun suka, atau memang ingin menonton, dengan alasan
terpaksa menuruti keinginan anak yang menangis mengajak nonton (dengan alasan
menjalankan kewajiban hidup mengasuh anak).
3. Orang yang mencari kesempurnaan berjudi, tayuban, keramaian, ikut
bersenang-senang, dengan alasan sekedar menjalan syariat, yang aslinya ingin
enak-enakan, dengan alasan menjalankan kewajiban bermasyarakat, padahal
sesungguhnya menuruti ajakan Ma 5.
4. Orang yang mencari hakikat
melakukan perbuatan baik, keperluaannya adalah menjalankan kewajiban,
sambil mencari yang baik untuk menyenangkan hati.
5. Orang yang mencari hakikat mengadakan sarasehan, untuk saling
pengaruh-mempengaruhi dan saling menggosok, sambil mecari biar dianggap dan
didpercaya bahwa sudah suci dan biar
dianggap bisa.
6. Orang pencari hakikat,
bergunjing kejelakan orang lain, atau : menyanjung kebaikan orang lain,
ketika menggunjing terdorong rasa benci, namun tidak mau jika dikatakan
mencela, minta dikatakan membenarkannya, walau pun cocok dengan keadaan
sebenarnya, katanya adalah untuk contoh.
Ringkasnya : Menipu batin atau tidak menyatu tekadnya, itu semua adalah
Sir yang bertentangan dengn tekad.
G
CONTOH
: KEINGINAN YANG BERJALAN TANPA SIR
Melihat pensil tergeletak, diambil kemudian digunakan mencoret-coret.
Setelah pensil diletakkan kemudian bernyanyi sendiri, setelahnya kemudian
mengambil batu untuk melempar burung, kemudian mengambil gangsing untuk
dimainkannya, serta memanggil teman-temannya untuk diajak bermaian gasing,
tiba-tiba mendengar suara musik. Berganti lagi ingin melihatnya, kemudian masuk
ke dalam rumah dan melihat makanan, kemudian makan, tidak lama kemudian melihat
cicak, kemudian mencari karet gelang
untuk menembak cicak........ dan seterusnsya.
Contoh lainnya : Orang kaya yang pergi ke sebuah negara yang besar,
melihat barang yang beraneka warna dan serba indah, yang dibelinya
bermacam-macam, karena semua disenanginya, serta mempunyai rencana bahwa besok
akan membeli atau membuat barang seperti yang dilihatnya, Setelah kembali
pulang ke rumah, sangat menyesal karena membeli barang yang bermacam-macam
namun tidak berguna sama sekali, sedangkan rencana ingin membuat barang itu
tidak ada yagn dijalankannya satu pun, orang lain yang memperhatikannya, namun
yang diperhatikan tidak merasa.
Sudah jelas, yang tersebut di atas itu, yaitu bahwa :
1. Ada keinginan yang mengikuti sir.
2. Ada keinginan yang menyimpang dari sir.
3. Ada keinginan yang berjalan tanpa sir.
4. Ada sir yang mengikuti tekad.
5. Ada sir yang menyimpang dari tekad.
6. Ada sir yang bertindak tanpa tekad.
H.
KEADAAN
ORANG YANG BERKATA-KATA
Seseorang yang sudah agak Pramana (mulai paham), bisa menilai orang lain
yang berkata, sebagai berikut :
1. Ada kata yang berasal dari :
Rasa, selalu berjalan mengikuti rasa.
2. Ada kata yang berasal dari :
Rasa, namun kemudian dibelokkan oleh Sir.
3. Ada kata yang berasal dari :
Sir meninggalkan rasa.
4. Ada kata yang berasal dari :
Sir yang dibelokkan oleh nafsu.
5. Ada kata yang berasal dari :
hanya dari nafsu saja, meninggalkan sir.
6. Ada kata yang berasal dari :
Roh jasmani saja tanpa tujuan dan tidak merasa.
Seseorang yang belum berkata-kata, terkadang sudah ada sir yang akan
disampaikannya, namun di tengah-tengah sedang berbicara digoda oleh keinginan
yang kecil-kecil yang datang saling berebutan, dikarenakan ketika sedang
berbicara kedatangan rasa baru (cetusan yang bermacam-macam yang datang
tiba-tiba), setiap satu cetusan menumbuhkan satu keinginan kecil. Cetusan rasa yang baru datang, tidak berbedan dengan
rasa bercampurnya nasi dan lauk, rasa bersatunya lak, nasi dan sayur. Serangan
angin yang yang tidak teratur ketika berbicara, kekuatan dayanya juga
menggerakan air, mempercepat gerakan gejolak-gejolak, serta membangunkan
gejolak-gejolak yang sebelumnya tidak bergerak.
1.
Contoh yang lebih jelas, kedaan
orang yang sedang berbicara yang terbawa oleh rasa baru, yaitu orang yang
duduk-duduk, yang perlunya untuk bercakap-cakap saja, seperti : melihat burung
membicarakan burung, menarik ingatan kepada senapan, kemudian membicarakan
senapan, kemudian teringat sedang menembak di hutan yang menyenangkan sekali,
kemudian membicarakan hutan, kemudian teringat ketika makan terasa sangat enak
ketika di hutan, kemudian membicarakan makanan. Lama-kelamaan kemudian
bersambung membicarakan makanan yang ada di Toko Cream Surabaya, kemudian
membicarakan kota Surabaya, kemudian pelabuhan, sehingga menjadi berkembang.
Terjadinya hal demikian memang sengaja akan mengikuti Cetusan-cetusan saja (
hanya mencari kesenangan saja). Contoh yang lainnya :
2.
Orang yang sedang lapar yang
dibicarakan adalah makanan.
3.
Seseorang yang sedang
menyenangi sesuatu, berulang kali membicarakan sesuatu itu.
4.
Orang yang sedang sakit hati,
yang dibicarakannya adalah kejelekan orang lain atau kejelekan jaman dan
keadaan.
5.
Orang yang sedang senang, yang
dibicarakan adalah bermacam-macam kesenangan.
6.
Orang yang mendapatkan
kesusahan, yang dibicarakan kesusahan dirinya itu.
7.
Ada juga seseorang yang baru
saja membaca buku yang menceritakan keutamaan orang beribadah kepada Allah,
keluar kesanggupannya akan beribadah, mengurangi angkara murkanya, serta
sanggup menjalankan kurang gmakan kurang tidur. Namun ketika perutnya lapar,
kemudian membicarakan makanan. Ketika hatinya dongkol, membicarakan seseorang
yang dibencinya.
8.
Seseorang yang hatinya sedang
sangat menginginkan utuk bisa terhadap sesuatu, sangat bersemangat serta banyak
kesanggupannya, tidak lama kemudian bosan, akhirnya meninggalkannya,
kesanggupannya tidak ada yang dijalankannya.
9.
Ada lagi seseorang yang banyak
mempunyai kesanggupan ketika sedang menganggur, kesanggupan yang
bermacam-macam, seperti : Besok hari akan begini,nanti akan begitu, namun di
lain hari lupa terhadap kesanggupannya. Orang lain yang memperhatikannya tidak
melupakannya.
10.
Ada seseorng yang senang
berkata yang bermacam-macam, akan tetapi kata-katanya sendiri dibantah sendiri,
kemudian mengeluarkan pendapatnya yang lain lagi, seperti ini, juga kemudian
dibantah sendiri, tidak diyakininya sendiri.
11.
Ada seseorang yang berkata-kaa,
karena teramat senangnya, sering mengulang-ulang kata-katanya, hingga yang
mendengarkannya bosan.
12.
Ada juga seseorang yagn berkata-kata
namun berubah-ubah, tidak bisa dipegang, seperti : Jika sedang marah
menjelek-jelekan, ketika sedagn menyukainya menyanjungnya, jika sedang ceria
memebenrakannya, jika sedang susah menyalahkannya.
13.
Dan lains sebagainya, semua hal
yang seperti itu, itulah keadaan orang yang berkata-kata karena hanya mengikuti
nafsu, meninggalkan sir, ucapanya berasal dari roh hewani, meninggalkan
rohkhani. Bagikan orang yang meniki kuda menurut sama kudanya, karena kalah
oleh kudanya.
Manusia yang berusaha mengendalikan Pancaindranya, berusaha sebisa
mungkin jangan melakukan hal yang seperti itu. Semua perkataanya harus
mempunyai maksud, ketika sedang berbicara jangan melupakan rasa yang ada di
dalam hati, serta sangat perlu untuk merakan rasa dari Sir dan pikir, jangan
sampai salah karena dorongan nafsu dan roh hewani, agar supaya : Dalam
berbicara kata-katanya selalu dijaga oleh Sir dan Pikir, lebih baik lagi jika
bisa tidak meninggalkan penerapan Rasa dan Budi.
Diumpamakan : Terompet, baik bunyinya jika di suarakan oleh Tukang
terompet. Seumpama Terompet dibuat mainan anak kecil, atau satu terompet
dijadikan rebutan serta berganti-ganti yang membunyikannya, sedangkan semuanya
tidak ada yang bisa tentang musik, tentulah bunyinya tidak karuan.
I
CONTOH
: ANAK YANG BERKATA YANG TIDAK DIKALAHKAN OLEH GODAAN DARI MANAS ASOR
Anak yang berkata sebagai berikut : TANGGAL pertama hari Jum’at Kliwon,
itu asal tidak didtumpangi oleh cetusan, bisa melanjutkan : Tanggal dua Sabtu
Legi. Setelah berkata demikian, jika selalu ingat apa yang dikatakannya dengan
angka dua, serta ingat bahwa baru saja mengatakan Sabtu Legi, serta tidak
tergoda oleh ajakan nafsu tergessa-gesa, tentu akan bisa mengatakan : Tanggal
tiga Ahad Paing, jika selalu ingat apa yang dikatakannya, serta tidak tergesa-gesa,
akan bisa melanjutkan : Taggal empat Senin Pon, selanjutnya asal selalu ingat
kepada apa yang baru saja dikatakannya, serta tidak terganggu oleh datangnya
cetusan yang menutupi igatan dan mengajak tergesa-gesa, tentunya bisa
menyelesaikan hingga : Tanggal tiga puluh Sabtu Wage : tanpa terselip. Untuk
bisa melakukan itu, syaratnya : SAREH (tenang) dan KONSENTRASI.
Ada anak yang lain yang jika bekata-kata, sering salah atau terselip,
namun tidak mengetahui kesalahannya atau tidak merasa bahwa kata-katanya salah.
Penyebabnya tidak lain : Kekuatan tokhani (pikir) belum cukup untuk
mengingat-ingat yang agak banyak, Sirnya belum mempunyai kekuatan yang cukup
untuk menguasai NAFSU, karena kekuatan nafsu rendahnya masih terlalu besar dan
juga manas asornya. Hal itu menyebbkan : Mulutnya sering bekerja yang mengikuti
Nafsu, jarang bekerja mengikuti sir, berakibat jarang memperoleh penerang dari
Pikiran, sering disinari oleh manas asor yang remang-remang.
Ada lagi seorang murid dituntun untuk berkata yang benar, pendengarannya
kurang teliti, karena tergesa-gesa untuk menirukannya, pada akhirnya apa yang
dikatakannya menjadi salah.Yang menununtunya terpakasa mengajari lagi, yang
dijari lagi-lagi tergesa-gesa, sehingga mendangarnya tidak jelas lagi, sehingga
kata-katanya menjadi salah lagi, dan selanjutnya : Jika terus tergesa-gesa
dalam mendengarkannya, sehingga tidak jelas dalam mendengarkan, maka
perkatannya pun menjadi salah, ingatannya pun tetap gelap, apakah sebabnya?
Dalam ketergesa-gesaan, kekuatan pikiran yang tersambung dengan pendengaran
hanya tinggal separuh, yang separuhnya lagi tersambung dengan manas asor dan
nafsu yang mengejak kepada ketergesa-gesaan.
Obatnya tidak ada lagi hanya dipaksa untuk sabar (menunggu) dari sekali,
kemudian ke dua, kemudian keetiga, dan seterusnya. Awalnya kesulitan (ingin
segera saja dan sering lupa) namun lama-kelamaan akan berkuranglah sifat
tergesa-gesanya dan berkurang pula sifat pelupanya, menyatu dengan sabar dan
tenangnya serta menyatu dengan pikiran yang terang, sehingga menjadi tepat
mendengarnya.
Itulah ujuda dari : PENUNTUN dan CARA..
Bukan hanya untuk orng berkata-kata saja, dan juga bukan hanya untuk
anak-anak saja, yang harus tenang sesuai penutun dan Cara, untuk bisa tenang,
bagi orang yang mencari ilmu hakikat pun juga harus tenang, dan untuk bsia
tenang harus dibiasakan sesuai cara bagi orang yang sudah bisa.
J
BALAPAN
CETUSAN HATI
Si A yang menyenangi perkara INI, sehingga si A sangat senang
mmebicarakan tentang INI, Si B sangat mengerti tentang perkara ITU, sehingga si
B sangat senang membicarakan hal ITU, si C baru saja baru saja belajar atau
baru saja mengetahui tentang Yang ITU, sehingga watak si C, sangat terdorong
untuk mengetahui masalah Yang ITU. Tidak puas jika tidak mengatakannya.
Sedangkan si D senang kepada INI, serta suka pada ITU, juga senang kepada
Yang ITU. Oleh karena INI, itu, Yang ITU senang semua, sehingga si D senang
membicarakan INI, ITU dan Yang ITU. Yang demikian itu bisa menyebabkan Ada
balapan Cetusan Hati di dalam hati si D. Ketika si D berkata, walau Sir yang
semula hanya akan menjelaskan tentang INI, namun di tengah-tengah berbicara
digoda oleh cetusan-cetusan hati yang kuat, cetusan yang satu mengajak untuk
mengatakan yang INI, kemudian ada cetusan yang mengajak untuk mengatakan ITU. Yang
menyebabkan INI ingin segera disampaikan karena benar dan baik, Sedangkan
penyebab ITU ingin segera disampaikan, karena di rasa perlu dan berguna.
Sedangkan Yang ITU ingin juga disampaikannya, karena indah dan menyenangkan.
Tentunya ketiganya adalah benar, namun karena nafsu yang saling
berebutan, serta yang satu dan yang lainnya minta di dahulukan, menjadi
bercampurlah sessuatu yang ingin diaktakannya, kadang kala sedang berada di
tengah-tengah menata uturan sesuaut yang kan dijelaskannya, ada cetusan yang
mendorong minta di dahulukan, kemudian datang lagi cetusan yang datang
tergesa-gesa tanpa persiapan sebelumnya, yang juga menyelanya.
Godaan dari cetusan menyebabkan perkataan yang bermacam-macam yang
jumlahnya banyak. Terkadang semuanya baik dan benar, namun saling bertumpukan,
terlalu banyak membelok dan modelnya, barangkali itulah yang dinamakan Mengada-ada
karena meluasnya pembicaraan. Terbawa karena tidak bisanya memusatkan menuju
hanya pada satu persoalan. Perkataan yang demikian itu, sebaiknya digunakan
dikala duduk santai saja, karena di situlah tempatnya orang mencari kesenangan
dan keramaian saja, jika digunakan untuk membicarakan sesuatu yang penting,
yang di SIR dari rumah, tidak baik menggunakan cara yang demikian. Terlebih
lagi tindak pantas jika SIR yang dibawa dari rumah tadi, bertujuan kepada TEKAD
atau yang tumbuh dari rasa.
Orang yang membuat karangan buku, jika ketika mengarang ada balan Cetusan
hati di dalam hatinya, sangat mudah dilihat dari berbelok-beloknya uraiannya,
ditengah-tengah menceritakan tentang INI disusul yang mengajak menceritakan
yang itu, karena dirasanya baik, benar dan berguna. Ketika baru saja berbelok,
ada cetusan hati lainnya yang mengajak-ajak. Yang seperti itu menyebabkan
karangannya tidak mempunyai bentuk yang semestinya, terlalu banyak bagian yang
sebenarnya bukan bagiannya. Yang membaca menjadi bingung dalam mencerna Maksud,
karena tergoda oleh campuran yang tidak sesuai dengan pangkalnya.
Sehingga sebaiknya orang yang mengarang buku, yang pertama adalah bertanya
kepada hatinya sendiri “Sirnya akan menjelaskan apa” serta APA maksudnya.
Setelah dijawab sendiri (Jangan gampang menjawabnya) kemudian memilih dan
memilah hal yang penting-penting yang akan diuraikannya, Yang tidak sesuai
dengan tujuannya dibuang saja, jangan sampai ada yang tertinggal, walau pun
benar dan baik, karena ada sendiri tempatnya. Sedangkan yang perlu-perlu di
cari lagi yang teliti. Setelah ditemukannya inti masalahnya yang memang
diperlukan, kemudian ditata dengan urutan yang seharusnya, menurut tempatnya
sendiri-sendiri, tidak berbeda seperti orang yang menggubah lagu, atau mecik
bumbu untuk membumbui sesuatu masakan.
Sehingga ada orang pinter, cerdas dan banyak ilmunya, namun tidak bisa
membuat buah karangan yagn baik,s erta tidak bisa menyampaikan suatu amsalah
dengan urut, tidak lain karena disebabkan Ada Balapan di dalam hatinya.
Penjelasan di atas itu bukan masalah yang tidak perlu dipikir dan
dirasakan oleh para sahabat yang berusaha mengendalikan Pancaindra. Serta bukan
perkara yagn tidak menjadi penghalang perjalanan kepada Hakikat.
K
TUJUAN,
TINDAKAN, HASIL
Orang bertani di sawah, tujuannya mendapatkan padi, tindakannya :
mencangkul, menggaru dan sebagainya, hasilnya : memperoleh padi.
Orang minum : tujuannya menghilangkan dahaga, tindakannya : menelan air,
hasilnya : hilang hausnya.
Orang pergi ke Jakarta : Tujuannya sampai di Jakarta : Tindakannya : Naik
Kereta api, hasilnya sampai di Jakarta.
Orang menulis, orang duduk, orang berdiri, orang berkata-kata, orang
mengedipkan mata, orang menganggukkan kepala, orang membuka mulu ...... semua
pasti ada TUJUANNYA, MELAKUKANNYA, dan HASILNYA. Ringkasnya : Tidak ada
perbuatan yang tanpa tujuan, tanpa dilakukan dan tanpa menghasilkan, walau
hanya satu ucap kata, satu langkah kaki, sekejap lirikan mata.
Maksud yang dibicarakan : Manusia yagn tidak meninggalkan Sir dan Pikir
tidak melupakan TUJUAN, TINDAKAN dan hasilnya. Perbuatan dan pekerjaan yagn
dikerjakannya, walau pun pekerjaan yang sekecil apa pun, apalagi bagi manusia
yagn tidak meninggalkan RASA dan BUDI.
APAKAH
SEBABNYA?
Membiasakan selalu ingat pada tujuan,
itu memperbesar penerapan SIR dan PIKIR. Untuk pekerjaan yang tertuju
pada tekad. INGAT kepada tujuan dengan memperhatikan hasilnya itu akan
membesarkan RASA dan BUDI.
SEHINGGA
Membiasakan INGAT kepada tujuan, cara melakukan dan hasilnya itu, adalah
jalan kepada : Teliti, selamat, dan berhati-hati, mengetahui arah tujuan, cara
mencapainya, kira-kira, dugaan, yang sebaiknya dilakukan, akal, kuat dan
sebagainya. Arah tujuannya : Mengetahui tanda petunjuk dari rasanya.
Sedangkan untuk bisa yang demikian jika ; Semua Keinginannya mengikuti
Sir-nya, dan Semua Sir-nya mengikuti tekadnya.
L
TUJUAN
BENAR, SALAH MELAKUKANNYA
1. Orang mencuri : Tujuannya : memiliki sesuatu barang, agar dirinya
tidak kerepotan, menyenangkan hati, agar hidupnya selamat. Cara melakukannya :
Membuka rumah orang di kala malam. Hasilnya : Dikajar, di tangkap, dipukuli,
dipenjara, terkadang dibunuh seketika. Apakah sebabnya? Salah melakukannya,
tujuannya sudah baik, yaitu : MERAWAT HIDUPNYA, asalnya : Karena cinta kepada
jiwa raganya. Namun cara melakukannya yang benar itu bukan mencuri di rumah
orang.
2. Orang berjudi, Tujuannya : menyenangkan hati, agar memperoleh uang.
Melakukannya : Bermain kartu, hasilnya : Kehilangan uang, mengantuk, sakit,
hatinya mendongkol, terajdang bertengkar dengan teman. Apakah sebabnya? Cara
melakukannya yang salah. Mencari uang dan mencari kesenangan itu benar dan
baik, namun cara melakukannya bukan dengan jalan demikian.
3. Orang yang malas bekerja, Tujuannya : Enak badannya, menyenangkan
hati. Melakukannya : Memperbanyak menganggur, sering ketiduran,
terbengong-bengong, banyak tidur, bangun siang, hasilnya, sakitnya badan,
sumpek hatinya, tidak enak makan, ide jelek. Apakah sebabnya ? Salah
melakukannya. Mencari senang dan nikmat itu memang baik, namun cara
melakukannya bukan dengan menganggur.
4. Orang murka dan serakah, itu tujuannya : Untuk menyenangkan diri,
memuaskan diri, cara melakukannya : Mememnuhi keinginannya, minta yang paling
banyak, Hasilnya : Merasa kurang, merasa ingin menguasai semuanya, apakah
sebabnya ? Karena serakah dan ingin serba terbanyak itu di dahulukan, tetntunya
semakin tajam, semakin nyala, semakin besar kekuatannya, hasi akhirnya semakin
tidak pernah merasa puas. Orang yang mencari
kesenangan dan kepuasan itu memang seharusnya, memang itulah yang dicari
oleh manusia sedunia, serta yagn dicari oleh para yang mempunyai ilmu lebih,
namun tindakan yang benar itu justru harus belajar ; Ikhlas dan Rela, agar
supaya : Serakahnya (yang mengajak kepada rasa tidak puas) semakin berkurang,
digantikan oleh Rasa Rela dan Ikhlas menerima (Yang mengajak kepada rasa puas
dan senang).
5. Orang yang malas beribadah kepada Allah, menolak mencari ilmu hakikat,
itu tujuannya : Jangan sedih, jangan prihatin, jangan sumpek, agar selalu
senang, agar terhibur, agar terang hatinya. Tindakannya : Tidak mau mengingat
Allah, Tidak mau mendengarkan tentagn akhirat, menjauhi orang yang menasehati
kepada kebaikan, menjauhi orang yang selalu mengingatkan kesalahannya,
berkumpul dengan yang bersenang-senang, barangkali beruntung bsia bertemu orang
yang mau memujinya dan mendukung
kesenangannya. Hasilnya : Hatinya menjadi gelap, sumpek, tidak memiliki ketenteraman,
semakin lama semakin tidak karuan, aliran ciptanya berbelok-belok serta bocor
ke mana-mana, semakin tua semakin sengsara di badan dan hatinya, dan semakin
gelap pikirannya, (Namun tidak mengetahui penyebab yang demikian karena tidak
mematuhi watak kodrat. Karena tidak bisa mengerti dan merasa. Bahwa keluhannya,
ribet dan sumpeg itu adalah dari
perbuatannya sendiri, dikiranya dari orang lain dan dari kepastian Allah), jika
orang yang mencari senang, terhibur dan terangnya hati, laku yang benar itu
harus menyenangi musyawarah tentang kebaikan,
selalu Ingat Tuhan, disalukan sesring mungkin dan rutin.
6. Orang yang menceritakan kepandaian dan kebaikan diri, tujuannya : Agar
supaya disenangi, karena banyak kepandaiannya dan kebaikannya, hasilnya :
Dicibir, diberi senyum cibiran, di bicarakan orang bahwa hanya bicara bohon
belaka.
7. Orang membicarakan kejelkan orang lain, Tujuannya : Yang diajak bicara
agar ikut membenci seperti dirinya, karena telah mengetahui kejelekannya,
hasilnya : yang mengatakkan justru dibenci orang, serta kelihatan cacat dirinya
karena suka membciarakan kejelekan orang lain.
8. Orang angkuh atau membanggakan diri, Tujuannya : Agar dirinya
disenangi orang, karena mengetahui keluhuran dan terhormatnya, hasilnya :
Dibenci, dikatakan sebagai orang yang gia hormat.
9. Orang yang suka menasehati yang terlalu banyak namun tidak punya
kira-kira, tujuannya : Agar yang ddinasehati menjadi senang dan mengerti atas
nasehatnya, hasilnya : yang diberi nasihat bosan, tidak senang.
10. Orang usil, orang menyeret, orang memegang, orang mencela, orang suka
pamer, orang punya hajat, dan sebagainya, jika di teliti, semua tujuannya
adalah BENAR, yang salah adalah Cara Melakukannya, sehingga menghasil yang
berlawanan dengan tujuan. Bagiakan orang yang mencari arah UTARA justru menuju ke SELATAN.
Maksud dari uraian : Janagan mengira mudah untuk mencapai tujuannya, jika
tidak hati hati dan saadar diri, teliti dan hati-hati terhadap ARAH TUJUAN dan
CARA MELAKUKANNYA, jika salah tidak akan bisa tercapai.
Sumber dari salah dan tidak tercapainya, karena kurang hati-hati terhadap
jalannya KEINGINAN SRI, ROH HEWANI, PIKIR BUDI DAN RASA, terlebih lagi bagi
orang yang mencari Hakikat, jika mempunyai banyak keinginan yang menyimpang
dari tekad, tidak mungkin bsia berhasil.
TENTANG
KATA DAN UCAPAN
Perkataan yang baik, belum tentu benar.
Perkataan yang benar, belum tentu baik.
Yang benar dan baik, belum tentu perlu.
Yang benar, baik, serta perlu, belum tentu BERMANFAAT.
APAKAH
SEBABNYA ?
Guru yang memberi ajaran kepada murid, pembesar kepada bawahannya, Presiden
perkumpulan kepada warganya, Mandor kepada kulinya, orang tua kepada anaknya,
tuan kepada pembantunya, orang yang berkata kepada lawan bicaranya, dan
sebagainya, itu sering terjadi TIDAK ADA HASILNYA.
Jika dicari sebabnya, jika ingin adil, janga hanya melihat salah satunya
saja.
Penyebabnya adalah : Yang berkata hanya ingat kepada katanya sendiri
saja, kurang memperhatikan kepada YANG MENERIMA PERKATAANNYA. Yang baisa dilakukan seseorang yang berkta-kata
hanya ingat kepada katanya sendiri, hanya memikirkan pikirannya sendiri, hanya
mengikuti cetusan hatinya sendiri saja (Ringkasnya : menyenangi hatinya sendiri
saja), maksudnya, sebagai berikut :
Oleh karena perkataannya dianggap baik, dikiranya yang menerima pasti
menyukainya.
Olehkarena perkatannya dirasanya sudah jelas, dikiranya yang menerimanya
pasti mengerti.
Oleh karana perkataanya di rasanya perlu, dikiranya yang menerimanya
pasti merasa manfaatnya.
Oleh karena bermacam-macam perkataanya, dikiranya yang menerima pasti
penuhnya.
Oleh karena perkataannya banyak
yang mengiyakannya, dikiranya yang mengiyakannya mesti memahaminya.
Perkiraannya itu, ternyata banyak salahnya, dan dikiran banyak benarnya.
Mengiri pikiran dengan Ilmu, tidak ada bedanya dengan mengisi suatu
tempat menggunakan barang cair, maksudnya :
1. Haru memperhatikan menghadap kemana wadahnya..
2. Harus mengetahui lebar dari mulut wadahnya
3. Harus meneliri seberapa besar perut dari wadah itu.
Memperhatikan menghadapnya wadah (menghadapnya hati), yaitu : melihat,
memperhatikan apa tidak, serius mendengarkan apa tidak, menerima atua menolak,
benar-benar menyenanginya atau hanya menyenangkan hati saja, itu semua terlihat
di mimik wajah, sikap, tingkah dan kelakuannya. Jika sudah terlihat menolaknya,
kemudian tetap diteruskan, itu sama melakukan tindakan yang sia-sia, hingga
hilang tak berbekas, mubadzir, tidak menghasilkan apa-apa.
Meneliti seberapa lebar mulutnya wadah itu : Mengira-ngira seberapakah
cukupnya, seberapa muatnya daya nalarnya, Itu akan terlihat di waktu yang lain,
menelitinya itu dengan sabar.
Jika seseorang yang berkata-kata tidak ingat dasar yang tida itu, bisa
dikatakan orang yang mengisi wadah hanya sebatas mengisi saja, tidak melihat
wadahnya, hanya ingin mengisikan saja, sehingga hanya senang Menumpahkan saja,
hingga tidak mengetahui HASILNYA pekerjaan yagn dilakukannya, serta meneliti
dan memeriksa, apakah tujuannya?
Orang yang berkata-kata dan tidak melupakan tiga hal tersebut, itu
bagaikan bisa memasuki hatinya orang lain serta bisa menebak isi hati, meneliti
apakah hasilnya atas pekerjaan yang dijalankannya. Disebut juga teliti kepada
tujuan dan cara mencapainya.
N
PEKERJAAN
YANG KURANG TUJUAN ATAU TANPA TUJUAN
Orang yang ingat atau sadar : Kehendaknya mengikuti SIR, sir-nya
mengikuti tekad.
Orang lupa : Kehendaknya tidak mengikuti sir, sehingga tanpa tuju atau
maksud, hanya karena ditarik oleh gerak nafsu (rasa yagn datang tiba-tiba)
tindakannya tidan mendapatkan penerang dari Pikiran (hanya berdasarkan nafsu
rendah atau roh hewani),
Orang yang setengah ingat : Kehendaknya menyimpang dari Sir, sir-nya
menyimpang dari tekad.
Perbuatan-perbuatan yang tertulis di bawah ini, tidak ada yagn tidak ada
tujuannya, namun seringkali bertindak tanpa tujuan (Kurang hati-hati kepada
tujuan dan cera mencapainya), tidak lain perlu diingat, jika suatu saat
melakukan tindakan pekerjaan di bawah ini, pikirkan apa tujuannya da apakah
hasilnya.
1. Menyalahkan orang yang sedang dalam kesalahan (Pikirkan, apakah
perlunya)?
2. Mengakui hasil karya orang yang sedang dalam kebenaran : Ini baik, Aku
yang menyebabkannya, AKU yang berkata pertama kalinya, aku yang yang
mengajarinya (Tujuan dan hasilnya : Apakah memang benar)?
3. Menggerutu sendirian (Apakah hasilnya)?
4. Menghayalkan jika saja menang undian, mendapatkan keberuntunganatu
yang lainnya (Apakah hasilnya)?
5. Memuji apa yang sedang sangat disenanginya, mencela kepada apa yang
sedang dibencinya. (Apa pamrihnya, akan menjadi seperti apa)?
6. Mengatakan kepada orang lain tentang orang lain yang sedang mendapt
malu, sedang celaka, kemudian memamerkan keadaan dirinya (Apakah hasilnya)?
7. Jika lapar membicarakan makanan, jika kenyang membicarakan syahwat,
jika merasa seperti ini membicarakan hal ini, jika merasa yang itu,
membicarakan yang itu, (Apakah perlunya)?
8. Mencela pekerjaan yang sudah terlanjur, yang sudah tidak bisa diulangi
lagi. (Apakah perlunya)?
9. mencela barang yagn sedang disenangi oleh pemiliknya. Mengatakan mahal
kepada barang yang baru saja dibeli dan disenangi (Apakah tujuannya)?
10. Mencela jelek dan memuji baik, tidak berniat diambil hikmahnya.
(Apakah manfaatnya)?
11. Berkata-kata yang dibuat-buat, menyindir, untuk menunjukkan ketidak
setujuannya, atau karena sangat menyenanginya. Apakah dan bagaimanakah jadinya?
12. Membuat lelocon dicampur dengan yang tidak sopan, atau
berteriak-teriak (Apakah manfaatnya)?
13. Sikap yang kurang pantas, tindakan yang tidak perlu, kata-kata yang
tak bermakna (Apakah manfaatnya)?
14. Berkata keras kepada lawan bicaranya yang jaraknya hanya 6 atau 7
langkah (Apakah perlunya)?
15. Bertelepon dengan menganggukkan kepala, menggelengkan kepala,
menggerakkan tangan atau ketika ada di dalam gelap.
16. Membantah dengan seketika ketika dicela atau disalahkan oleh temannya
(Apakah perlunya membantah)?
17. Sering menekuk jari-jari, menggit bibir, menggelengkan leher hingga
berbunyi, memukul-mukul meja seperti musik dengan jari-jari, membuat tanda
tangan di sembarang tempat dan sebagainya (Apakah perlunya)?
18. Sering mengulang-ulang perkataan, seperti : Ketika menjelaskan
apa-apa, banyak menggunakan kata : Amat, Terang, Pasti, sesungguhnya, atau
sering menggunakan kata : ANU, Ooooo, dan sebagainya (Apakah perlunya)?
Dan sebagainya yang mirip dengan 18 macam tersebut di atas.
ooOOoo
Perbuatan yang telah disebutkan di atas, ada yang menggunakan TUJU (tujuan),
ada yang setengah menggunakan Tujuan, ada yang sama sekali tidak menggunakan
tujuan. Yang tidak bertujuan sama sekali itu tidak mempergunakan Pikiran dan
Budi.
Orang yang terbiasa meninggalkan Ingat (INGATAN) dan Pikir (PIKIRAN),
sangat kuat nafsunya dan Roh Hewaninya, sehingga menyebabkan semakin
berkembangnya keduanya itu, dan mengakibatkan seringkali berbuat kesalahan,
sehingga kasar Perasaannya dan Gelap pikirannya.
Barang siapa yang berpedoman pada kata-kata : Teliti, memilah dan
memilih, Hati-hati, atas tujuan dan cara melakukannya, ingat ada kata-kata :
Menjadi besar karena dari kecil, aliran air yang kecil menjadi besar. Asal
kesalahan karena tidak memperhatikan hal yang kecil. Timbulnya kesengsaraan
karena menggampangkan.
Barang siapa ingin bersih, jangan berbuat jorok, barang siapa ingin baik
jangan gegabah, dan Barang siapa ingin bisa harus tekun.
Sedangkan penutup dari yang tertulis di atas hanyalah : Untuk bisa
menghentikan gejolak-gejolak yang kasar.
O
APAKAH
ADA YANG SELAMA HIDUPNYA MELAKUKAN PEKERJAAN YAG TANPA TUJU, HANYA MENGIKUTI
RASA BADAN KASAR
Jawaban pertanyaan tersebut itu : Tentu saja ada, seperti : Jangkrik yang
mengerik semalam suntuk, tiap malamnya. Tokek yang bersuara sendirian di dalam
lubang persembunyiannya. Burung bangau terbang sendirian sambil bersuara
Ngak-ngak sepnjang jalan. Sulung yang mendatangi yang terang, dan sebgainya.
Demikian juga tingkah laku seseorang yang gila akalnya.
Maksud tulisan : Barangsiapa melakukan pekerjaan tanpa merasa kepada
tujuan dan hasilnya sama sekali, itu mirip perbuatan Hewan yang kurang akalnya.
DI
DALAM GELAP ADA TERANG
Banyak perbuatan yang tumbuh dari keahlian dan kebijaksanaan, serta
memberi pelajaran kepada manusia, yang dilakukan oleh hewan. Yang melakukan
perbuatannya tanpa mengetahui sama sekali kepada nalar dan pemikiran, seperti
halnya : Ulat yang berganti bentuk menjadi kepompong, Lebah yang membuat rumah
dan mengumpulkan madu, merakit rumahnya, lubangnya persegi enam. Burung
derkuku membuka ekornya ketika akan
bertengger, ayam babon mengerami telurnya, memotiki dan menyapih anaknya, dans
ebagainya. Semua itu yang mengerjakan perbuatannya sama sekali tidak mengetahui
tujuannya, bagaikan berjalannya mesin atau perahu ketika melewati lautan.
Inti uraian : Barangsiapa melakukan pekerjaan tidak merasa kepada
tujuannya serta hasilnya, sedangkan pekerjaan tersebut tumbuh dari
kebijaksanaan, itu menyambungnya rasa yang melakukan pekerjaan dengan rasa yang
Maha Kuasa : Bagaikan menyambungnya mesin dengan hati sang Masinis (Bagaikan barang
mati yang tidak mengetaui Yang Maha Hidup, Yang menguasainya, atau bagaikan
kegelapan yagn sama sekali tidak mengetahui terang yang menguasainya).
Manusia dalam mencari ilmu hakikat itu yang diharapkan agar semakin
meningkat halusnya rasa dan terangnya
rasa, semakin dekat kepada RASA yang MENGUASAI RASA. Dalam segala gerak pikiran
dan hati serta perbuatan sebagai Masinis dari seluruh Rasa.
KETERANGAN
Uraian tentang : TEKAD, SIR,
serta KEHENDAK, dan juga hubungannya
tiga jenis itu (Molai A sampai dengan P), jika diringkas, maksudnya adalah :
Menyelaraskan semua day yang ada di dalam raga manusia, dijadikan : Keselarasan
yang tunggal (Persatuan yang satu : Harmoni).
Manusia itu perlu mengetahi terhadap satu demi satu rasa di dalam
dirinya, serta jangan ragu-ragu terhadap gerakan rasa perasaannya, Ini yang
merupakan kenyataan hati, hingga menjadi kehendak yang beraneka macam di setiap
siang dan malam, tiap hari dan selama hidupnya.
Manusia haru mengetahui jelas terhadap Perlunya dari masing-masing kehendaknya,
yang kemudian diusahan untuk menjadi urutan yang seharusnya atau rasanya.
Bagaimana menata dan mengelompokannya agar tidak dibahasakan : Hari ini dan
kemarin beda yang kehendakinya (sama rata ngebyah uyah).
Manusia itu sebaiknya mengetahui terhadap ARTI dari yang dilakukannya
setiap harinya dan selama hidupnya, tujukanlah kepada TEKAD YNG SATU, yang
masuk akal, tetap serta langgeng selama hidupnya.
Bagaimanakah cara menata kehendak, agar urut, menyatu, sehingga menjai
kehendak yang bulat.
Bagaimana mengurusi rasa perasaan, agar : Gumolong, Gumulung, yang
akhirnya Gumeleng. Satu kelompok, deras, berkumpul.
HANTU
Yang membuat buku ini selamahidupnya belum pernah melihat ujud hantu.
Hanya mendengar saja perkataan orang, katanya ada yang ujudnya menyerupai
barongan (bentuk hewan kaki empat dalam permainan kuda lumping), ada yang
seperti ujud orang yang sangat jelek sekali, ada yang berkepala hewan berbadan
manusia, ada yang hanya kepala saja, bdan saja dan usu saja, ada yang berujud
mayat terbungkus kain mori, ada yang berujud mayat yang wajahnya sangat
menyeramkan, ada juga yang di wajahnya banyak menempel mata, telinga, hdiung
dan mulut, saling hidup sendiri-sendiri membuka menutup, dan lain sebagainya.
Sebagian orang ada yang menatakan bahwa hantu itu berasal dari orang yang
meninggal dunia, sebagai tandanya, yang banyak itu berada di kuburan,
sertasegolongan yang suka menggunakan Medium menyatakan : Ada hantu yang
mengaku berasal dari manusia.
Yang membuat buku ini tidak bisa menetapkan perkataan orang yang seperti
itu, karena belum pernah membuktikannya sendiri. Dan juga tidak berani menyebut
pasti tidak benarnya. Singkatnya entah benar entah tidak. Tidak begitu saya
pikir. (Ingin bertemu dengan hantu : juga tidak). Hanya memberi saran saja :
Yang sudah terlanjur mendengar kabar yang demikian jangan menyesal, hanya saja
mantapkanlah keyakinannya kepada Allah, dibiasakan menggunaan rasa yang halus,
mematikan rasa yang kasar-kasar, karena apa : Jika memang benar, serta benar
berasal dari manusia yang telah meninggal dunia, itu perkiraan tidak jauh
dengan berasal dari Yitma Gejolak-gejolak yang kasar, yang sangat jeleknya,
seperti : Yang menyebabkan jahil dan usil, durjana. Khiyanat, musibat dan
sebagainya. Nafsu yagn rendah itu bagaikan asap dari lampu minyak, NUR = Cahaya
lampu, Budi : Terangnya Lampu. Lamu yang asapnya gelap bagi ibarat manusia
adalah yang terlalu banyak nafsu kasarnya. Jika nyalanya telah mati, asapnya
tinggal gelap dan berkumpul, itu ibarat dari hantu. Oleh karena itu, sangat perlu sekali manusia
itu mengurangi asap yang menggelpkan Nur-nya. Semakin sedikit asapnya, semakin
terang. Seumpama lampu, jika diberi pelindung api, akan hilang asapnya, tenang
nyalanya, teetap aliran anginnya, menjadi terang cahayanya.
OBAT
KUAT PEMBERIA TUHAN YANG BERADA DI DALAM HATI,
YAITU
– HARAPAN DAN SENANGNYA HATI
Yang dicari oleh semua orang hdup itu adalah :SENANG. Untuk bisa senang
adalah tercapai yang menjadi harapannya.
Tanda hidup itu gerak dan mempunyai rasa. Tanda dari gerak dan mempunyai
rasa itu adalah mempunyai KEHENDAK, Harapan-harapan, dan Senang. Sehingga jika
seseorang tidak mempunyai kehendak apa-apa, kehabisan harapan-harapannya serta
tidak mempunyai kesenangan sama sekali, itu apakah bedanya dengan batang pohon
yang sudah ditebang atau benda mati. Lebih baik orang gunung bergaul dengan
Lutung (kera).
Ucapan seperti tersebut di atas itu bsia sangat benar dan bisa sangat
salah.
Benarnya adalah jika tidak salah memahaminya dan penggunaannya.
Salahnya adalah jika salah memahaminya dan salah penggunaanya.
Sehingga keterangan di atas, bisa digunakan untuk menyesatkan orang yang
belum PRAYITNA dan WEWEKA, namun bisa dijadikan pedoman yang kuat oleh yang
PRAYITNA dan WEWEKA.
Menyesatkan bagi yang rasa hatinya masih aksar, harapan-harapan dan
kesengan itu kemudian hanya diterima dengan menggunakan rasa kasar atau rasa
rendah (Rahsa, Nafsu, Hewani), sedangkan baiknya adalah bagi yang sudah halus
rasanya, pengharapannya dan kesenangannya, yang di terima oleh rasa halus-nya.
Rasa senang dan pengharapan yagn dirasakan oleh rasa halus itu sama
sekali tidak sama jika dirasakan menggunakan rasa kasar.
Sehingga : Walau pun satu rangkaian kata YANG DIPAKAI MENYEBUTKAN namun
beda rasanya dari YANG DISEBUTKAN.
Bagi manusia yang masih kasar, makanya di harap untuk mengurangi atau
menghilangkan harapan-harapannya dan rasa senangnya, itu yang didmaksud
sebenarnya adalah : Harapan-harapan dan kesenangan YANG DILAKUKAN menggunakana
rasa kasar, dengan harapan : Setelah rasa asor berkurang kemudian tummbuhlah
rasa yang luhur. Namun ..... karena sifat setiap orang itu tidak sama, sehingga
sebagian ada yang salah : Dikiranya bahwa manusi disuruh susah dan prihatin
saja. Tidak diperbolehkan mempunyai
kesenangan dan pengharapan apa-apa. Tentunya, apakah harus diam seperti arca?
Berputar baik seperti telur? Oleh karena
tidak menyambung dengan nalarnya, kemudian menumbuhkan celaan seperti :
Ahhhh untuk apa orang hidup itu untuk bersusah-susah, sedangkan padi di tanam
saja jadi? Serta Yang Maha Kuasa memeberikan Kemurahannya yagn bermacam-macam :
Matahari, bulan, hujan, cocok tanam, bunga-bunga, makanan enak, keadaan yang
serba indah. Semuanya disediakan untuk manusia. Manusia debri perabot lengkap,
agar bisa menjalankan kehendaknya dan harapan-harapannya, dan juga merasakan senang.
Apalah gunanya orang bodoh disuruh pintar, orang malas disuruh giat, orang
susah disuruh senang, hutan didbuat desa dan kota serta anegara, semua itu
kehendak Tuhan, Tiba-tiba ingin menjadi tonggak, serta hatinya dibuat susah,
hal bagaimana?
Begitulah seseorang yang belum terbuka nalarnya.
Ada lagi manusia yang masih kasar rasa nya, sangat menyenangi mencari
ilmu hakikat, namun dalam pencariaannya itu karena ingin seperti yang sudah
berhasil dalam usahanya ( Yang sudah berada di tingkat hakikat dan keheningan).
Oleh karena yang ditirunya juga mengajari bahwa : Jangan mempunyai
harapan-harapan dan kesenangan, akhirnya memaksa gejolak-gejolak semunya :
Tidak bisa tidak hanrus tidak memiliki pengharapan dan ksenangan.
Oleh karena maasalah itu tidak selaras dengang ejolak-gejolak, sehingga
menjadikan pertentangan batin dan kerusakan dalam setiap harinya, yang berada
di hatinya, sehingga menimbulkan keruhnya hati, dan kebingungan dalam
pikirannya.
Perjalannya Pancaindranya bagaikan air yang memutar yagn selalu
diobok-obok, artinya, selalu tidak masuk akal apa yang harus dijalankannya
dalam setiapharinya. Tidakanny penuh keraguan serta gejolak-gejolak nya selalu
bertengkar. Sebian besar berniat untuk memberontak kepada rajanya
(Angan-angananya) yang tidak tahu hukum. Oleh karena itu, tidak kurang orang
yang mencari Hakikat malah menjadi gila, bingung, atau linglung. (Semakin giat
dalam pencarian, semakin bingung, sumpeg, banyak pikiran dan ide-ide gila).
Kejadian yang demikian tidak mengherankan, karena : Sesuatu yang
seharusnya di rasa menggunakan rasa halus, yang kemudian dirasa menggunakan
rasa kasar, itu sama saja bekerja yagn seharusnya dikerjakan oleh orang tua,
kemudian dikerjakan oleh anak kecil, atau seperti halnya balok yagn seharusnya
diangkat di angkat oleh sepasukan prajurit harus diangkat oleh satu orang
wanita.
Orang yang menyalahkan seperti diatas, jika mengetahui orang yang menari
ilmu menjadi bingung dan gila ; mendapatkan jalan yang digunakan memecah kayu
keropos menemukan lobang.
Orang yang mencari ilmu menjadikannya sumpek, bingung atau gila itu untuk
bsia sembuhnya itu jika mengehentikan semangatnya mencari ilmu itu. Semangin
hilang semangat mencari ilmunya semakin sembuh bingung dan sumpegnya, karena
semakin terhibur mendapatkan penyembuh berupa kesenangan dunia (Jika yang sakit
ksar : penyembuhnya juga sesuatu yang kasar), pada akhirnya : Kapok, tidak akan
mencari ilmu hakikat lagi. ( Untuk sembuh dari kapok itu jika telah memperoleh
penuntun yang mencarikan jalan atau mejelaskan caranya), menjelaskan dengan
semestinya.
Ada lagi orang yang mencari ilmu, banyak sirnya yang menyimpang dari
tekad (menipu batinnya sendiri) ketika melihat temannya sumpeg dan bingung
karena terlalu giat kemudian memberikan
nasihat seperti Kera buntung buntutnya amengajak atemannya agat menirukan
dirinya yang buntung itu, seperti ini
> Ooo, orang mencari ilmumengapa semangat sekali. Lebih baiknya itu
sekedarnya saja, seperti aku ini, tirulah diriku, Pancaindra jangan di keras
terlalu keras, penting juga sewaktu-waktu dilepaskan. Tirulah diriku ini, dalam
memikirkan ilmu sert mengekang nafsu hanya sekedarnya saja. Karena segala hal
jika terlalu dipaksakan, itu tidak baik (Nasihat yang demikian itu, dalam
menerima harus PRAYITNA dan WEWEKA), Jika kurang PRAYITNA, akan terbawa pendapat orang yang berkudung pedoman, benar
yang dikatakan namun salah pengetrapannya, sering melakukan hal sembarangan,
banyak keinginannya dan sir yang menyimpang dari tekad.
Memang tidak salah, jika ada yang mengatakan bahwa mencari Ilmu Hakikat
itu berbahaya dan sangat sulit.
Tepatnya pengharapan dan senang itu itu, pedomannya demikian : Manusia
yang masih besar rasa yang kasarnya, tidak usah memaksakan diri membuang
pengharapannya dan kesenangannya, harus membelokkan pengharapannya dan kesenangannya,
seperti :
Yang sbeelumnya menyenangi perbuatan yang tidak baik, dibelokkan senang
mencari ilmu, membaca buku yang baik atau merangkai-merangkai kebaikan.
Yang sebelumnya menyukai makan enak, dibelokkan, senang menguranginya.
Yang sebelumnya menyeenangi urusan keduniaan, dibelokkan, senang menyapih
hatinya dengan urusan dunia.
Yang sebelumnya suka menuruti segala keinginannya dibelokkan ; senang
mengurangi kesenangannya.
Yang semula menyenangi dunia dan dirinya, dibelokkan menyenangi Allah
atau Pribadinya (Hidupnya).
Dan seterusnsya.
Jika jalannya sudah belok, yang diharap-harapkannya tentunya hanya adalah
hasil dari yang diusahakannya, kesenangannya menjadi berubah yaitu ketika
memperoleh tumbuhnya kebaikannya. Sipakah yang bsia mengatakan jika senang yang
demikian itu, kalah dengan senangnya orang kaya, dan orang terhormat? Saya
yakin tidaka da bedanya soal rasa senangnya, hanya saja demikian :
Senang kepada Ilmu batin, arahnya kepada ketenteraman, namun jika senang
kepada kesenanagan ddunia adalah menuju
kepada serakah.
Senang kepada ilmu batin itu mendapatkan pencerahan, menyenangi
kesenangan dunia itu mendapatkan kegelapan.
Senang kepada ilmu batin itu tetap aliran ciptanya, menyenangi kesenangan
dunia itu membelokkan cipta.
Menyenangni ilmu bati itu, seumpama rasa badan yang sedang sehat,
menyenangni keduniaan itu, seumpama rasa badan yang gatal kemudian digaruk.
Jika alairan ciptanya sudah menyatu tertuju kepada Allah, maka
harapan-harapan dan kesenangan-kesenangan semakin halus rasanya, semakin hari
semakin halus, hingga berganti sifat.
Ketika dikatakan SIRNA itu dikarenakan sudah berganti sifat dan sudah berganti
rasa. Namun sesungguhnya tidak musnah, hanya pindah (beda rasa namun masih di
tingkat yang sama), gerak dan getarannya
juga semakin tenang. Semakin tenangny itu bisa diumpamakan aliran air
sungai, semakin mendekati muara itu semakin pelan.
Ringkasnya demikian : Kehendak, harapan, keinginan dan juga kesenanagan,
tidak usah dibuang-buang. Bagian manusia itu hanya MEMILIH dan MENJALANKAN
PILIHAN, nantinya yang kasar akan hilang dengan sendirinya.
KESENANGAN
YANG BESARNYA MELEBIHI GUNUNG HIMALAYA, SERTA TINGGINYA MELEBIHI LANGIT
Pengharapan itu, datangnya dari mana ?
Yang disebut rasa senang itu yang bagaimana?
Orang yang menyenangi menanam tanaman, selalu mendapatkan kesenangan yang
rasanya tidak mudah untuk dibayangkan dan tidak bisa disepelekan. Karena tidak
harus setelah memetik buahnya, terkadang baru melihat berseminya daun saja
hatinya sudah merasa senang. Orang yang menebar benih, mendengar suara petir
yang disusul hujan, suka dan bersyukurnya kepada Allah tidak terbayangkan.
Orang yang bekerja yang suka tetap menjalankan kewajibannya (terlebih
lagi yang perhatiannya hanya kepada Allah) itu merupakan kesenangan yang sangat
besar sekali, seperti : polisi ketika mencari keterangan, anggapannya sama
dengan sedang mencari Ilmu untuk dijadikan eksamen, melesetnya akan mengangkat
derajat, juga puas karena meningkat keahliannya atau sukur bila membuat
ketentraman negara. Setiap mendapat petunjuk dalam mencari keterangan,
hilanglah rasa capeknya dan semakin tambah semangatnya.
Oleh karena rasa senang itu adalah berasal dari Pengharapan yang
terpenuhi, sehinggi tiap orang pasti punya kesenngan, yang rasanya tidak bisa
dirasakan oleh yang lain. Walau pun terlihat besar sekali perbedaanya, namun
gai yang merasakan belum tentu beda.
Orang bermain panah, orang berjudi, orang mengail, orang menjala ikan,
oarng memelihara burung, orang mengarang buku, orang menggambar, dan
sebagainya, semunya mempunyai TUJUAN yang di cari, oleh akrena mempunyai
pengharapan, yang menjadikan senangnya adalah ketika pengharapannya terpenuhi.
Oleh karena ketika pengharapan dalam tiap saar memperoleh tambahan, sehinga
dalam tiap jalannya akan memeproleh kesenangannya sendiri-sendiri.
Maksud dari uraian : Orang yang mencari ilmu hakikat, tidak usah mudah
kaget, mudah goyah, rasa ingin atau iri terhadap keberuntungan orang lain atau
kesenangan orang lain, walau pun kelihatannya lebih dari senang dan lebih
beruntung. Karena : Rasa senang itu, di mana-mana pun, tidak lain HANYA BERASAL
DARI PENGHARAPAN YANG Terlaksana. Oleh akrena pengharapan yagn terkabul itu
jumlahnya tidak terbilang, shingga terserah sekehendak yang akan memilihnya,
dan juga tiak usah kuatir tidak akan mendapatkan. Sehingga jika ada orang yang
hidup yang sirnya hanya mencari kesenangan saja, akan tetapi tidak
mendapatkannya, itu berasal dari perbuatannya sendiri, dan jelas orang yagn
melanggar aturan, karena malas mencari yang seharusnya bsia mendpatkan, tergesas-gesa
mencari yang tidak mendapatkan. Malas mencari yang mudah, justru memilih
mencari yang sulit, apalagi jika orang mencari senang memilih yang buruk, yang
membuat melarat atau yang membuat kerugian orang lain, itulah orang yang
bingung. Apakah sebabnya : Padahal kesenangan yang baik itu tidak pernah
kurang, yagn bermanfaat pun tidak kurang serta yang menguntungkan tan terhitung
jumlahnya, mengapa mencari yang jelek, yang membuat miskin dan yang membuat
kerugian bagi orang lain, walau pun berbeda bagaimanapun, namun soal Rasa :::
Sama saja.
Nyanyai Macapat Jawa : Pucung :
Ngelmu iku (Ilmu itu)
Kalakone kathi laku (Untuk menapainya itu dengan dilakukan).
Lekase lawan khas (Untuk lebih cepatnya itu harus tepat).
Tegese khas nyantosani (artinya kas itu menjadikan kuat).
Setya budya pangekese dur angkara (Setia kepada Budi itu penghanur
angkara murka).
Oleh karena orang yang mecari ilmu hakikat itu yang dicari adalah tentang
kesucian, kejernihan (bukan orang yagn mencari kesenangan seperti orang yang
menonton tayuban, main, beramai-ramai, memandang pemandangan, mendapatkan
harta, makan enak dan sebagainya, justru mencari keterpisahan dengan sesenangan
yang seperti itu), sehingga bagi orang yang sedang lupa, jika SENANG ITU adalah
pengharapan yang tercapai, yang kemudian mengira : Orang yang menari ilmu
dikiranya tidak mempunyai rasa senang sedikitpun, dan selalu susah karena
mengekang hawa nafsunya, namun juga ingat bahwa senang itu adalah rasa
pengharapan yang tercapai, tidak mengira yang demikian, karena tidak ada
bedanya sama sekali dengan yang bersenang-senang dan yang enak, karena semuanya
mempunyai tujuan dan pengharapan serta sama-sama tercapainya, perbedaannya
barangkali seperti ini :
Yang senang kepada kebahagiaan itu tidak pernah puas, yang senang ilmu
itu memiliki rasa puas.
Yang senang kepada kebahagiaan tidak bisa tenteram, yang senang kepada
ilmu semakin lama semakin tenteram.
Yang senang kepada kebahagiaan akan mengalami kerusakan, yang senang
kepada ilmu itu semakin dekat kepada keselamatan.
Yang senang kepada kebahagiaan banyak susahnya, yang senang kepada ilmu
itu sedikit kesusahannya.
Yang senang kepada kebahagiaan sirnya tidak tetap, yang senang kepada
ilmu itu sirnya tetap.
Yang senang kepada kebahagiaan selalu bingung, yang senang kepada ilmu
itu semakin Pramana.
Oleh karena rasa senang itu sama (perbedaanya hanya membuat melarat dan
bermanfaat), makanya yang mencari ilmu tidak perlu tergiur, iri, menginginkan, menggerutu
atau kecil hati.
ooOOoo
Orang yagn mencari ilmu selalu melakukan yang tersebut di bawah ini :
1. Mencari keterangan, tanda-tanda dan urusan, ketika mendapatkan
kesenangan sepanjang gjalan bagaikan Polisi yagn mencari keterangan.
2. Merawat tanaman (daya,
rasa) ketika mendapat kesenangan sepanjang jalan baaikan petani merawat
tanaman. Hal itu belum sampai mendapatkan buahnya (Watak).
3. Melatih hewan tunggangan, memperhatikan watak dari hewan itu (Pancaindra). Ketika
mendapatkan kesenangan sepanjang jalan bagaikan Panegar merawat kudanya atau
bagaikan tukan komedi mengajari gajah, beruang, dans ebagainya. Atau bagaikan
guru yang mengajar anak- didiknya.
4. Menabung untuk bekal dan sebagai alat (daya Gaib), Ketika mendapt senang bagaikan orang
yagn menabung uang di Bank, ketika
menemukan alat (Pedoman)
dipergunakan sebagai pijakan, bagaikan ahli ukir mendapatkan tatah, bot, jangka
dans ebagainya.
5. Memisah dan menggabungkan, bagaikan ahli kimia. Ketika mendapatkan
rasa dan atau daya baru dalam melakukan pemisahan dan mencampir, rasa yagn baru
itu diperhalus lagi dan dicampur lagi, sehingga menemukan emas yang lebih
indah, juga sebagai alat lagi, dan selanjutnya. Itu merupakan kesenangan yang
samak sekali tidak bisa diukur oleh yang tidak pernah mengalaminya sendiri
(Saya katakan baru itu, baru bagi yang sedang mencari sedang mencari, namun
sebenarnya sudah ada namun tersembunyi. Sang pencari hanya membangkitkan saja
atau memnampilkan ke muka).
6. Mengumpulkan, menata, dan merangkai pikiran diselaraskan dengan rasa,
menjadi bentuk yagn bermacam-macam, tidak ada bedanya dengan orang yang
menganyam untuk dirangkai menjadi rangkaian bunga dan alat yang bermacam-macam
yang indah-indah.
7. Mencampur rasa yagn bermacam-macam, ditata, di urut sesuai urutannya,
diselaraskan dengan rasanya, menjadi rasa yang indah, caranya bagaikan koki yagn
memasak berbagai macam masakan yang lezat-lezat. Itulah kesenangan orang yang
mengarang atau menggubah. Bagikan : Model bentuk wayang yang beraneka macam
keindahannya. Diseuaikan dengan cerita nya, musik gendingnya, pathetnya,
seuluknya, ada-adanannya, ungah-ungguhnya, bahasanya, diarangkai menajdi satu
TERTUJU kepada satu rasa atau satu maksud, Tidak ada bedanya dengan gubahan
atau rangkaian bunga yang terbuat dari bemacam-macam bungayang diselingi
dedaunan, kemudian debntuk seperti INI, di hubungkan dengan Gubahan yang
seperti ini, menjadikan bentuk yang lebih indah, manis serta bersinar.
Orang yagn mencari ilmu dalam membuat Gubahan RASA yang indah-indah, di
keraton Allah, tidak ada bedanya rasa senangnya dengan para putri yang
merangkai bunga untuk menghias rumahnya. Bedanya hanya kasar dan halus,
terlihat mata dengan tidak. Rasa yang tersimpan di dalam buku Kidung Nyanyian
karangan Para Pujangga dan juga yang berada di candi-candi, wayang, gamelan
musik jawa, pakem dan lainnya, semua itu merupakan Gubahan atau
rangkaian-rangkaian yang sangat indahnya. Rasa yang digubah ada ujud di kehalusan,
menjadi hiasan di alam gaib, yang tidak terbayangkan keindahannya.
8.
Orang yang mencari ilmu yang selalu rajin merasakan dan memperhatikan, selalu
mendapat petunjuk dari hatinya sendiri. Rasa senangnya bagaikan anak sekolah,
Rasa dan Budinya sebagai Guru, Seluruh isi alam ini yang diajarkannya, seluruh
yang tergelar sebagai pedoman ajaran. Yang akhirnya : Burung, Lebah, bunga,
bintang, bulan, rumput, daun, batu dan lain sebagainya, semuanya memberikan
nasihat kepada yang ahli ibarat, sepertinya semua yang ada saling berbicara
sendiri-sendiri, serta perkataannya bagaikan nada irama musik yang sangat merdu
dan indahnya.
9. Orang yang mencari ilmu hakikat yagn hobby beruat baik kepada
sesamanya (dumadi), tumbuhnya niat adalah dari SIR yang luhur, ketika tumbuh
sirnya, sir yang luhur itu semakin besar dayanya, berkembang semakin Tajam,
Semakin bertambhanya sir yang luhur bagaikan orang yang mendapatkan tambahan
barang berupa emas kencana. Sir yang luhur (kencana) menarik yang lebih luhur
lagi, itu seumpama orang yang mendapatkan Kecana kemudian mendapatkan inten,
sehingga mempunyai dua permata kencana yang berada di gaib, yaitu yang berada
di hatinya sendiri. Siapakah yang memiliki : Tidak mungkin akan dimiliki oleh
orang lain, juga bersifat sendiri, yang akhirnya menjadi rasa senang yang besar
bagaikan orang yang berbuat baik pada anaknya sendiri atau bagaikan orang yang
memerahkan kukunya sendiri dengan pacar (Apakah
sebabnya orang mempunyai anggapan yang demikian), penyebabnya adalah : Hilang
sakitnya, hilang nafsunya yang mengajak dengki, benci, kiyanat, musibat, yang
tertinggal hanya rasa yang mengajak kepada Cinta dan sayang, yang dayanya
menimbulkan ketenteraman, kenikmatan dan kemanfaatan.
10. Orang yang mencari ilmu juga mempunyai kesenangan bagaikan orang yang
mengadu jago, mengadu jangkrik, bermain kartu, dan sebagainya, karena tiap hari
selalu menjagokan perang antara gejolak-gejolak yang baik melawan yang jahat.
Jika yang jahat kalah oleh yang baik, kepuasannya bagaikan botoh jago yang
menang beradu jago., bagaikan orang berjudi yang menang kartunya, kemudian
mendapatkan balasan berupa daya halus bagaikan orang berjudi meringkasi uang
judinya.
11. Orang yang mencari ilmu hakikat, juga mempunyai kesenangan bagaikan
raja yang memimpin perang untuk mengalahkan negara lain. Jika pasukans etan
kalah oleh pasukan pembela Tuhan, maka sebua pasukan setan akan menyerah,
menurut, hilang sifat setannya, dan berubah menjadi teman yang mendukungnya, sehingga
ketenteraman terjaga.
12. Orang yang mencri ilmu juga punya hobby atau rasa puas bagaikan rasa
dari orang hilang kelilip matanya, sakit perutnya, sembuh dari sakit badannya,
yaitu dalam berusaha menjauhkan dari segalal kesenangan dunia yang menghalangi
atau membebani. Tiap bisa membuang satu hobby (Tidak ketagihan lagi), rasanya
bagaikan terlepas dari ikatan borgol.
13. Orang yang mencari ilmu itu bisa mengerti dengan jelas, bahwa jika
beruat kebajikan itu besar sekali manfaatnya bagi yang menjalankannya, bisa
diumpamakan kehilangan seribu mendapatkan seratus juta, menanam satu buah
kelapa akan memetik banyak buah kelapa, hingga beberapa tahun. Itu bagi manusia
yang bisa merasa : Baru bisa mengerti saja pun merasa senang bagaikan
mendapatkan untung yang gbesar, karena jarang manusisa yang bsia mengerti
terhadap manfaat pemahaman seperti itu. Yang banyak itu hanya mengambang saja
hanya dipergunakan menghias bibir saja, tidk bisa yakin hingga ke dalam hati.
Apalagi pemahaman tentang rasa CINTA kepada DZAT jembatan samudra rakhmat.
Manusia yang sudah bisa menghargai yang seperti itu, itu merasa menemukan
anugerah yang sangat besar, bahagia dan rasa syukurnya melebihi yang menemukan
emas.
Setelah mengetahui dengan jelas, kemudian mempunyai NIAT berbuat KEBAJIKAN,
mempunyai niat mencacri jalan agar bisa tumbuh CINTANYA KEPADA DZAT, itu pun :
Baru punya niat saja sebenarnya sudah
merupakan anugerah yang besar,s erta jika dirasakan akan membuat bahagia di
hati. Jarang manusia menadapat anugerah Berupa NIYAT (Idam-idaman, cita-cita
yang seperti itu) Niya tau cita-cita itu bibit, jika dirawat bisa menjadi besar
berkembang kemudain akan berbuah.
Niyat kepada perbuatan utama itu biasanya banyak godaannya, yang berada di
hatinya sendiri, seperti : Ada gejolak-gejolak yang kasar atau rendah yang
membantah, sungkan, kemudian ada pikiran gelap yang membantahnya. Bagi manusia
yang kurang waspada, akan terbawa arus oleh gejolak-gejolak kasar, sehingga
gagalah niatnya (Sungkat, merasa berat, atau membantah itu adalah kerja dari
manas rendah) Namun bagi yagn waspada : Akan mengerti bahwa rasa berat untuk berbuat kebajikan itu, berasal dari
daya gejolak-gejolak yang kasar. Pikiran yang membantah ditarik oleh sungkan
itu berasal dari kerjanya roh Hewani. Oleh karena ternyata bahwa itu adalah
pengganggu, sehingga perlulah yang mengganggu itu dimusuhi,d an dikalahkan.
Jika daya yang asor itu sangat kuat yang dilawan sedikit demi sedikit, dicari
caranya yang bermacam-macam agar yang rendah itu semakain lemah, sehingga bisa
dikalahkan seluruhnya. Yang demikian itu, karena jarang sekali yang bisa merasa bahwa itu adalah COBAAN HATI, sehingga
manusia yang mengetahi dan merasa yang seperti itu, itu sebenarnya mendapat
anugerah besar dari TUHAN. Demikina juga ketik berniat untuk mengalahkan gejolak-gejolak yang kasar dan dalam mencari akal tanpa
berhenti. Itu adalah anugerah yang sangat besar, serta jika di rasa kemudian
menumbuhkan RASA SYUKUR KEPADA PEMBERI HIDUP. Senangnya belum tentu kalah
dengan menang Undian berhadiah, hanya bedanya adalah GERAK dengan DIAM, telihat
mata dengan tidak. Itu saja.
Setelah menemukan cara atau jalan untuk bisa mengalahkan gejolak-gejolak
yang rendah, kemudian dilakukan (Membiasakan menjalankan sesuatu perbuatan yang
dayanya menarik gejolak-gejolak yang baik (Menggesar yang jelek). Jika berhasil
ada sebagian gejolak-gejolak yang jahat yang dikalahkannya (Tidak menggoda
lagi) itu bagi yang memiliki cita-cita berhasilah cita-citanya, serta jika
dirasa menjadi senang dan puas. Setelah bisa mengelahkan gejolak-gejolak yang
jahat, kemudian merasa mendapatkan tambahan daya halus dan terang. Perkara ini
bisa diumpamakan oarng yang sedang menyaring : Mulai terlihat yang murni, itu
menjadikan tambah semangat dalam pencariannya.
Tidak lama kemudian ada gejolak-gejolak yang kalah kemudian tumbuh lagi
yang baik, juga akan menimbulkan rasa senang lagi. Begitulah seterusnya :
selalu mendapatkan kemenangan selama-lamanya. Semakin dekat dengan di tuju
semakin senang, karena semakin kaya pertumbuhan daya halusnya yang
bermaccam-macam, semua menjadi alat atau bekal untuk melanjutkan perjalanannya, dan mejadi alat untuk
mengalahkan yang jelek. Akhirnya semakin lama semakin sangat senangnya, hanya
saja rasanya beda dengan yang menjalankannya menggunakan gejolak-gejolak yang
kasar, karena senangnya semakin diam dan tenteram, sehingga semakin tidak
terlihat senangnya, karena semakin hilang hidupnya nafsu, tinggallah CAHAYA
RASA DAN BUDINYA, yaitu : PRAMANABYA.
TAMAT
Kota Sepanjang, Kab,Sidoarjo Jawa Timur.
Senin, 29 September 2014