“Tidurnya orang berilmu lebih utama daripada ibadah orang bodoh.” Orang berilmu yang dimaksud di sini adalah orang yang telah meraih pengetahuan sejati yang tak mengenal huruf maupun suara"
1. Wadhdhuhaa
2. Wallayli idzaa sajaa
3. Maa wadda'aka rabbuka wamaa qalaa
4. Walal-aakhiratu khayrul laka mina l-uulaa
5. Walasawfa yu'thiika rabbuka fatardaa
6. Alam yajidka yatiiman faaawaa
7. Wawajadaka daallan fahadaa
8. Wawajadaka 'aa-ilan fa-aghnaa
9. Fa-ammaa lyatiima falaa taqhar
10. Wa-ammaa ssaa-ila falaa tanhar
11. Wa-ammaa bini'mati rabbika fahaddits
Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
1. Demi waktu matahari sepenggalahan naik,”
2. dan demi malam apabila telah sunyi (gelap),”
3. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci” kepadamu.
4. Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan).”
5. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas.
6. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu ?”
7. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.”
8. “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.”
9. “Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.”
10. “Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.”
11. “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.”
SIRRUL ASRAR
(Hakikat Segala Rahasia Kehidupan)
Syekh Abdul Qadir al-Jailani
Penerbit : ZAMAN (jl. Kemang Timur Raya No. 16 – Jakarta)
Penyadur : Pujo Prayitno
PENDAHULUAN
Segala
puji bagi Allah, Tuhan Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang, pemilik dan
pencipta semua ilmu sejak azali. Semua eksistensi berasal dari eksistensi-Nya. Segala puji bagi Allah.
Dia telah menurunkan Al-Qur’an mulia yang hakikatnya meliputi pesannya, yaitu
untuk mengingatkan manusia kepada Allah. Ia diturunkan kepada Rasul yang
membimbing manusia di jalan kebenaran dengan agama yang paling kuat. Shalawat
dan salam disampaikan kepada Kekasih-Nya, Nabi Muhammad saw. yang tidak diajari
oleh manusia, tetapi oleh Allah. Dialah Rasul-Nya yang terakhir, penghubung
terakhir dalam mata rantai kenabian yang diutus ke dunia yang diliputi
kesesatan. Nabi Muhammad adalah rasul paling mulia di antara sekian banyak
Nabi-Nya. Kitab-kitab suci memuliakannya. Anak keturunannya adalah pembimbing
bagi para penari Tuhan, dan para sahabatnya adalah manusia pilihan dalam
kebaikan dan kedermawanan. Semoga Allah merahmati ruh mereka.
Sesungguhnya
karunia yang paling bernilai, yang paling agung, permata yang paling mahal, dan
harta yang paling menguntungkan adalah ilmu. Hanaya melalui hikmah kita dapat
mencapai keesaan Allah, Tuhan semesta alam. Hanya melalui hikmah kita dapat
memahami dan meneladani para rasul dan para nabi-Nya. Orang berilmu dan kaum
bijak adalah hambaa Allah yang suci yang telah dipilih Allah untuk menerima
pesan Ilahi. Dia jadikan mereka sebagai manusia pilihan dengan rahmat_Nya yang
dilimpahkan atas mereka. Mereka adalah pewari para nabi, yang dipilih oleh para
rasul-Nya untuk menjadi pemimpin manusia. Mereka terhubung kepada para Nabi-Nya
dengan pekerti yang mulia dan kecerdasan yang paling bijak. Allah memuji mereka
dala Al-Qur’an :
Kemudian kitab itu Kami
wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di
antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada
yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat
kebaikan dengan izin Allah. Itu adalah karunia yang amat besar. (Al-Fathir (35)
: 32).
Pemimpin
kita, Nabi Muhammad saw. memuji mereka dalam sabdanya : Orang yang berilmu adalah pewaris para
nabi. Para penghuni langit mencintai mereka, begitu pula para penghuni bumi,
bahkan ikan-ikan memuji mereka hingga hari kiamat.” Pada ayat yagn
lain, Allah SWT. memuji mereka dengan firman-Nya :
Sesungguhnya yang takut
kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah orang yang berilmu. (Fathir (35)
: 28).
Rasulullah
saw. bersabda : “Pada
hari kiamat, Allah akan menghimpun ummat manusia, lalu memisahkan orang yang
berilmu, dan berfirman kepada mereka, ‘Wahai orang yang berilmu, Kuberikan
ilmu-Ku karena aku mengenalmu. Aku tidak memberimu ilmu untuk menghukummu pada
hari ini. Masuklah ke dalam surga-Ku. Aku telah mengampunimu.”
Segala
puji bagi Allah, Tuhan alam semesta. Dia telah memberikan derajat yang tinggi
kepada hamba-hamba-Nya yang taat untuk melindungi mereka dari dosa dan
menyelamatkan mereka dari azab. Dia merahmati orang-orang berilmu dengan selalu
menyertai mereka.
Beberapa
orang murid memintaku untuk menyusun sebuah buku yang dapat memenuhi kebutuhan
mereka. Buku ringkas inilah yang aku susun untuk mereka. Semoga buku ini dapat
memuaskan dahaga mereka dan para pembaca lainnya. Buku ini kamu beri judul “Sirr al-asrar fi
ma yahtaju ilayhi al-abrar” (Rahasia Hakikat yang Dibutuhkan
Para Pencari Kebaikan). Di dalamnya kami jelaskan berbagai hakikat agama.
Setiap orang membutuhkan semeua itu.
Kami
membagi buku ini ke dalam 24 bab, karena ada 24 huruf dalam syahadat yang kita
ikrarkan : La ilaha illallah, Muhammad rasulullah (Tak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
adalah utusan Allah) dan ada 24 jam dalams ehari semalam. ()
ISI -
BUKU
Pendahuluan
Pada
Mulanya Adalah Cahaya
1.
Kembali ke Sumber Azali
2. Dari
Kesempurnaan Menuju Kehinaan
3. Jiwa
Bertakhta dalam Raga
4. Ilmu
dan Kesempurnaan Manusia
5.
Tobat, Langkah Pertama Menuju Kesempurnaan
6.
Sufi, Para Pejalan di Jalan Tuhan
7.
Mereka Senantiasa Ingat Tuhan
8.
Syarat Penyempurnaan Zikir
9.
Meraih Maqam Penyaksian
10.
Tabir Cahaya dan Kegelapan
11.
Kebahagiaan dan Penderitaan
12.
Kaun Darwis
13. Menyucikan
Jiwa
14.
Makna Ibadah
15.
Kasucian Manusia Sempurna
16.
Zakat dan Sedekah
17.
Puasa Lahir dan Batin
18.
Ibadah Haji ke tanah Suci
19.
Melihat Hakikat Ilahi
20.
Khalwat : Berduaan Dengan Allah
21.
Shalat dan Wirid
22.
Makna dan rahasia di Balik Mimpi
23.
Ragam Para Pejalan
24.
Penutup
PADA MULANYA ADALAH
CAHAYA
Semoga
Allah memberimu keberhasilan dalam melakukan segala tindakan yang diridai-Nya.
Pikirkanlah,
tanamkan dalam pikiran, dan pahamilah segala yang kukatakan.
Makhluk
pertama yang diciptakan Allah swt. dari Cahaya Ilahi Yang Mahaindah adalah
cahaya. Muhammad saw. Dalam sebuah hadis qudsi Dia meneyatakan :
“Telah Aku Ciptakan ruh
Muhammad dari cahaya zat-Ku (Wajh).”
Pemimpin
kita, Rasulullah saw. pun menyatakan dalam sabdanya :
“Pertama-tma Allah
menciptakan ruhku, yang diciptakan-Nya sebagai cahaya Ilahi.”
“Pertama-tama Allah
menciptakan Pena.”
“Allah pertama-tama
menciptakan akal.”
Ciptaan
pertama yang dimaksudkan dalam hadis-hadis itu adalah hakikat Muhammad, yang
dirahasiaskan. Seperti Tuhannya, Muhammad juga memiliki nama-nama yang indah.
Ia diberi nama Nur, Cahaya Ilahi, karena ia disucikan dari kegelapan yang
tersembunyi di balik sifat kuasa dan keagungan Allah. Allah Swt. berfirman
dalam Al-Qur’an :
Telah diturunkan
kepadamu dari Allah cahaya dan Kitab yang terang (al-Ma’idah (3) : 15).
Ia juga
disebut Akal Universal ‘aql al-kulli)
karena ia melihat dan memahami segala sesuatu. Ia disebut Pena 9al-Qalam),
karena ia menyebarkan hikmah dan ilmu, serta menorehkan ilmu ke hamparan alam
huruf.
Ruh
Muhammad adalah hakikat semeua wujud. Ia adalah awal dan hakiakt alam semesta.
Nabi saw. menyatakan hal ini dalam sabdanya, “Aku berasal dari Allah dan orang beriman
berasal dari diriku.” Allah
Swt. menciptakan semua ruh dari ruhnya di alam penciptaan pertama dengan
sebaik-baik bentuk. Muhamamd adalah nama semua manusisa di alam arwah (‘alam
al-arwah). Ia adalah sumber dan tempat kembali masing-masing dan segala
sesuatu. Empatribu tahun setelah penciptaan Nur Muhammad, Allah menciptakan
Arasy dari cahaya mata Muhammad. Dia menciptakan seluruh makhluk dari Arasy.
Kemudian
Dia mengutus ruh untuk turun kepada tingkatan penciptaan terendah, ke alam
dunia ini, ke alam materi, atau alam jasadi.
Kemudian Kami kembalikan
dia kepada (tingkatan) yang terendah. (al-Thin : 5).
Dia mengirim cahaya dari tempat penciptaannya, Alam Ketuhanan (‘alam
al-lahut), yakni alam manifestasi zat, keesaan, wujud mutlak Allah, ke alam
manifestasi nama-nama Allah, manifestasi sifat-sifat, alam akal kausal, alam
Ruh Universal. Di sana,
jiwa itu diberi pakaian jubah cahaya. Di sana pula jiwa itu diberi nama “jiwa
sultan”. Berpakaian cahaya, mereka turun ke alam malaikat. Di sana mereka
dipakaikan jubah terang para malaikat, lalu diberi nama “jiwa Ruhani”. Kemudian
Dia memerintahkan mereka untuk turun ke alam materi, alam air, alam api, tanah
dan eter, lalu mereka menjadi jiwa manusia. Dari alam inilah Dia
menciptakan raga :
Darinya Kami ciptakan
kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan, lalu darinya Kami bangkitkan kamu
sekalian untuk kedua kalinya. (Thaha (20) : 55).
Setelah
semua tahapan ini, Allah memerintahkan ruh untuk masuk ke dalam raga, dan atas
kehendak-Nya, ia memasukinya :
Maka apabila telah
Kusempurnakan kejadian dan Kutiupkan ke dalamnya ruh-Ku .... (Shad (38) : 72).
Seiring
bergulirnya waktu, ruh-ruh itu mulai terikat kepada daging serta melupakan asal
dan sumpah yang mereka ucapkan di alam arwah. Di sana, Allah bertanya kepada
mereka, “Apakah
Aku Tuhanmu?” dan mereka menjawab, “Ya!”. Mereka melupakan janji
dan sumber mereka; lupa jalan pulang mereka. Namun, Allah Maha Penyayang,
sumber segala pertolongan dan keselamatan bagi makhluk-Nya. Dia mengasihi
mereka sehingga diturunkan-Nya kitab-kitab suci dan para rasul untuk
mengingatkan mereka akan sumber azali mereka.
Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami (dan Kami perintahkan
kepadanya) : “Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang, dan
ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah ..... (Ibrahim (14) : 5).
Maksudnya,
“Ingatkanlah ruh-ruh itu akan amsa-masa ketika mereka masih menyatu dengan
Allah.”
Banyak
rasul yang telah diutus ke dunia ini, melaksanakan tugas mereka dan kemudian
wafat. Tujuannya adalah membawa pesan kepada ummat manusia dan meneyadarkan
mereka dari kelalaian. Ttetapi dari amsa ke masa, orang yang mengingat-Nya,
yang kembali kepada-Nya, yang ingin menyatu kepada sumber Ilahi mereka, dan
yang tiba pada sumber azali mereka, jumlahnya semakin sedikit.
Para
nabi datang dan pergi, dan pesan Ilahi terus disampaikan hingga datangnya
risalah Muhammad saw., rasul terakhir yang menyelamatkan manusia dari
kesesatan. Allah Swt. mengutusnya untuk membebaskan matahari dari kelalaian.
Tujuan-Nya adalah membangkitkan mereka dari kealpaan dan menyatukan mereka
dengan Keindahan Abadi, dengan zat Allah sebagaimana firman-Nya :
Katakanlah, “Inilah
jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yangg mengikutiku mengajakmu kepada Allah
dengan hujjah yang nyata.....” (Yusuf (12) : 108).
Rasulullah
yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah jalan Nabi Muhammad saw.
Rasulullah,
dengan maksud menunjukkan tujuan kita, bersabda : Sahabat-sahabatku laksana bintang di
langit. Siapa saja di antara mereka yang kamu ikuti, niscaya kamu akan
mendapati jalan yang benar.”
Pandangan
ini muncul dari mata jiwa, mata yang dapat membuka sanubari orang yang dekat
kepada Allah, yakni para kekasih Allah. Pandangan semacam ini takkan dilahirkan oleh semua
pengetahuan lahiriah. Hanya pengetahuan ruhani, yang berasal dan mengalir dari
kesadaran Ilahi saja yang dapat melahirkannya : yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari
sisi Kami. (al-Kahfi (18) : 65).
Untuk meraihnya, manusia harus mencari
orang yang memiliki pandangan batin, yang dibimbing oleh matahatinya. Guru yang
menanamkan ilmu seperti itu haruslah orang yang dekat kepada Allah dan mampu
mencapai Alam Tertinggi.
Wahai
manusia, bangunlah dan bertobatlah agar mendapatkan ilmu dari Tuhanmu. Berjuanglah!
Allah memerintahkanmu :
Dan bergeraklah kamu
kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yagn disediakan untuk
orang yang bertakawa. (Yaitu) Orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan yang menahan amarahnya, dan memaafkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang yang berbuat kebaikan. (Al-Imran (3) : 133 – 134).
Pilihlah
jalan itu dan bergabunglah dengan kafilah ruhani yang menempuh jalan kembali
kepada Allah. Sebentar lagi jalan itu akan ditutup, dan takkan kau dapati
seorang pun teman seperjalanan. Kita tidak ditutunkan ke dunia yang luas dan
rusak ini untuk bersanati; kita tidak diutus ke sini hanya untuk makan minum,
dan buang hajat. Nabi kita, Muhammad saw. selalu mengamatimu. Ia prihatin
melihat keadaanmu. Ia tahu apa yang akan terjadi saat ia bersabda, Rasa sakitku
disebabkan oleh ummatku di akhir zaman.”
Hanya ada dua hal yagn kita dapatkan,
yaitu yang nyata dan yang gaib; yang nyata berbentuk ajaran-ajaran agama atau
yang gaib dalam bentuk hikmah,
Allah Swt. memerintahkan kita
untuk menyelaraskan wujud lahiriah kita dengan ajaran agama dan menata wujud
batiniah kita dengan hikmah. Jika yang lahir dan yang batin telah menyatu, jika antara agama dan
hikmah telah berpadu, kita akan meraih tingkatan hakikat. Perjalanan itu seperti pohon
kebenaran yang menumbuhkan daun, lalu kuncup, dan kemudian bunga yang akhirnya
menjadi buah.
Dia membiarkan dua
lautan mengalir yagn kemudian keduanya bertemu. Antara keduanya ada batas yang
tidak dilampaui oleh masing-masing. (al-Rahman (55) : 20).
Dua
harus menjadi satu, Hakikat
takkan bisa diraih hanya melalui pengetahuan inderawi, yang berkaitan dengan
alam lahir. Tujuan akhir manusia, yaitu sumber azali, tidak dapat
dicapai dengan cara itu. Ibadah
sejati membutuhkan agama sekaligus pengetahuan. Allah Swt. berfirman :
Dan tidaklah Aku
ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku (al-Dzariyat (51) : 56).
Dengan
kata lain, “Mereka diciptakan
agar mengenal-Ku.” Bagaimana mungkin orang yang tidak mengenal Dia dapat
sungguh-sungguh memuji-Nya, memohon pertolongan, dan mengabdi kepada-Nya?
Ilmu
yang dibutuhkan untuk mengenal-Nya hanay dapat diraih dengan membuka tabir yang
menutupi cermin hati, dan membersihkannya hingga berkilau. Barulah kemudian
keindahan Ilahi yang selama ini tersembunyi akan memancar darinya.
Allah
Swt., dalam sebuah hadis qudi, berfirman, “Aku adalah ahrta tersembunyi. Aku ingin dikenal, karena
itulah Kuciptakan makhluk.” Jadi, manusia diciptakan oleh Allah agar
ia berusahha memperoleh pengetahuan dan mengenal Penciptanya.
Ilmu
Ilahi terbagi ke dalam dua tingkatan. Tingkatan pertama adalah mengenal
sifat-sifat dan manifestasi Allah. Tingkatan kedua adalah mengenal zat Allah.
Pada tingkatan pertama, manusia yang bersifat jasmani merasakan dunia ini
maupun akhirat. Namun,
ilmu yang menuntun kepada pengetahuan tentang zat Allah berada dalam ruh suci
yang memungkin manusia mengetahui rahasia-rahasia akhirat. Allah menegaskan hal
ini dalam firman-Nya :
.... dan Kami perkuat dia dengan ruh kudus .....
(al-Baqarah (2) : 87).
Orang yang mengenal zat Allah
memperoleh kekuatan ini melalui ruh suci yang telah dianugerahkan kepada
mereka.
Kedua
jenis pengetahuan ini diperoleh melalui dia macam ilmu, yaitu ilmu batin dan
ilmu lahir. Etiap orang membutuhkan keduanya untuk meraih kebaikan. Rasulullah
saw., menjelaskan bahwa : ilmu terbagi ke dalam
dua bagian, yaitu ilmu yang berada dalam lidah yang menjadi hujjah atas
keberadaan Allah, dan ilmu yang berada dalam hati. Ilmu inilah yang dibutuhkan
untuk mewujudkan harapan-harapan kita.
Manusia sangat membutuhkan ilmu agama untuk
mengetahui manifestasi lahir zat Allah yagn tercermin pada alam sifat-sifat dan
alam nama-nama. Setelah menguasainya, seseorang harus mendidik batinnya untuk
memahami berbagai rahasia sehingga ia dapat memasuki alam ilmu ilahi dan
mengenal hakikat. Pada tingkatan pertama, ia harus meninggalkan segala sesuatu
yang bertentangan dengan ajaran agama. Bahkan, kaum Sufi menganjurkan agar kita meninggalkan segala perilaku dan akhlak
yang salah. Caranya adalah melatih diri melaksanakan segala hal yang dibenci
hawa nafsu, serta melakukan segala hal yang menahan hasrat jasmani. Untuk
meraih semua tujuan ini, ia harus melatih dirinya secara sungguh-sungguh agar
hawa nafsunya benar-benar lumpuh; dak dapat melihat atau pun mendengar.
Lakukanlah semua itu semata-mata karena Allah dan demi kehadiran-Nya. Allah
berfirman :
Barang siapa berharap
akan bertemu dengan Tuhan, hendaklah ia beramal saleh dan tidak menyekutukan
Tuhannya dalam beribadah kepada-Nya. (Al-Kahfi (18) : 110).
Inilah
alam tertinggi, alam yang pertama diciptakan. Alam ini adalah sumber azali,
tanah air yang didambakan setiap manusia. Di alam itulah ruh suci --- ruh
manusia – diciptakan dalam bentuk yang terbaik.
Hakikat
itu telah ditanamkan pada inti hati sebagai amanat Allah yang diserahkan
kepadamu untuk kau jaga. Hakikat ini akan mewujud melalui pertobatan dan upaya
sungguh-sungguh mempelajari ilmu agama. Keindahannya akan memancar ke permukaan
ketika seseorang senantiasa mengingat Allah dan selalu membaca kalimat
penyaksian : La
ilaha ilalah. Pada mulanya, ia membaca kalimat tauhid itu dengan
lidanya, lalu hatinya menjadi hidup, dan akhirnya ia membacanya secara sirr
dalam hatinya.
Kaum
sifu menyebut berbagai tahapan
ruhani ini dengan sebutan “thifl – bayi”, karena bayi dilahirkan dalam
hati, lalu diasuh dan dibesarkan di sana. Hati. Layaknya seorang ibu,
melahirkan, menyusui, dan mengasuh anaknya. Ketika anak dunia diajari ilmu
duniawi, anak hati diajari ilmu ruhani. Sebagaimana seorang anak kecil
suci dari dosa, anak hati pun suci dari kealpaan, sifat keras kepala, dan
keraguan. Kesucian seorang anak sering kali tampak melalui keindahan fisik.
Sedangkan kesucian anak hati tampak dalam bentuk malaikat, yang mewujud di alam
mimpi. Manusia boleh mengharapkan surga sebagai balasan atas amal salehnya,
namun karunia surga ini hanya akan mewujud melalui upaya anak hati.
Berada dalam surga
kenikmatan ..... mereka dikelilingi
anak-anak muda yang tetap muda. (al-Waqi’ah (56) : 12 – 17).
Berkeliling di sekitar
mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara
yagn tersimpan. (al-Thur (53) : 24).
Itulah
anak-anak hati yang didambakan kaum sufi. Mereka disebut “anak-anak” karena
keindahan dan keucian mereka, yang terpantul pada alam lahiriah dalam wujud
manusia. Dari sisi kelembutan dan keluuannya, mereka adalah anak-anak hati,
namun dari sisi fisik, mereka adalah manusia yang mampu mengubah penampilan
karena ia terhubung kepada Sang Pencipta. Inilah gambaran sejati manusia.
Baginya, tak ada materi, dan dirinya pun bukan materi. Tak ada tabir atau pun
sekat antara wujud dirinya dan zat Allah.
Rasulullah
saw., menjelaskan keadaan ini dalam sabdanya, “Aku pernah ebrada bersama Allah. Ketika
itu, tak ada pemisah antara kami, baik malaikat terdekat maupun seorang nabi.” “Nabi yang tak dapat menyela antara
Nabi dan Allah adalah raga rasulullah saw., sendiri. Malaikat yang terdekat
kepada Allah adalah nur Muhammad, makhluk pertama. Dalam keadaan yang
didamba semua sufi itu, ia berada sangat dekat dengan Tuhannya sehingga baik
raga maupun jiwanya tak dapat memisahkan keduanya. Rasulullah saw., bersabda : “Allah memiliki
surga yang di dalamnya tidak terdapat
istana, tanah, sungai madu, dan susu; surga yang hanya dapat dilihat seseorang
saat bertemu dengan Allah.” Allah
menegaskan hal ini dalam firmannya :
Wajah-wajah (orang
beriman) apda hari itu berseri-seri. Kepada Tuhan merekalah mereka melihat.
(al-Qiyamah (75) : 22-23).
Rasulullah
saw. bersabda, “Pada
hari itu kau akan melihat Tuhanmu laksana melihat bulan purnama.” Kendati
demikian, keadaan ini, jika didekati oleh makhluk, bahkan malaikat sekalipun,
akan menghancurkannya menjadi debu. Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman. “Seandainya
Kubuka tabir sifat-Ku Yang Mahaperkasa meski sesaat, niscaya segalanya terbakar
musnah sejauh mata-Ku memandang.”
Malaikat
Jibril, yang menemani Nabi Muhammad saw. dalam mikrajnya ke langit ke tujuh,
mengatakan bahwa seandainya ia maju selangkah dari tempatnya saat itu, nisaya
ia akan hangus terbakar.
1.
KEMBALI KE SUMBER AZALI
Keberadaan
manusia dapat dilihat dari dua sudut pandang, jiwa dan raga, semua manusia
secara umum sama. Semua orang memiliki ciri-ciri yang khas manusia. Dari sisi
jiwa, yang tersembunyi dalam raga, setiap orang berbeda-beda. Karena itu,
diperlukan penjelasan yang lebih khusus.
Kaidah
umum menyatakan, setiap orang dapat kembali ke sumber azalinya dengan mengikuti
langkah-langkah tertentu. Dalil-dalil agama yang jelas dan tegas merupakan
petunjuk bagi siapa saja untuk perjalanan kembalinya. Dengan manapaki satu
tingkatan ke tingaktan lainnya, ia sebenarnya tengah mendaki jalan ruhani,
untuk mencapai alam ilmu – tingkatan tertinggi, Rasulullah saw. memuji
tingkatan ini dalam sabdanya : “Ada satu tingkatan yang di dalamnya semua dan segala
sesuatu dihimpun, yaitu makrifat --- ilmu.”
Untuk
mencpai tingkatan itu, pertama-tama orang harus meninggalkan keburukan dan
kemunafikan dalam amalnya sehingga orang lain dapat menjadi saksi atas dirinya.
Setelah itu, ia harus menetapkan tiga macam tujuan bagi dirinya sendiri. Ketiga
tujuan itu sebenarnya merupakan tiga macam surga. Tujuan pertama disebut Ma’wa
– surga yang menajdi tempat tinggal yang tenteram atau surga duniawi. Tujuan
kedua disebut Na’im – taman keridaan Allah bagi para makhluk-Nya. Yaitu surga
yang berada di alam malaikat. Tujuan ketiga disebut Firdaus – surga samawi,
yaitu surga yang dia alam ketunggalan akal sebab, tanah air jiwa, Nama-nama dan
Sifat-sifat Ilahi. Itulah tiga maam imbalan, yang merupakan keindahan Allah,
bagi manusia yang berusaha menempuh tingkatan-tingkatan ilmu ini, mengikuti
ajaran agama, menghilangkan kemajemukan dalam dirinya, serta memerangi hawa
nafsunya untuk mencapai persatuan dan kedekatan dengan Sang Penipta (thariqah).
Itulah imbalan atas perjuangannya meraih tingkatan makrifat, tingkatan yang
memungkinkannya mengenal Tuhan.
Rasulullah
saw., -- setelah mengatakan : Ada satu
tingkatan yang did alamnya semua dan sesgala sesuatu dihimpun dalam ilmu
Allah.” --- bersabda : “Dengannya
seseorang mengetahui kebenaran yang menghimpun dalam dirinya semua jalan dan
kebaikan. Ia harus mengamalkan kebenaran itu dan harus mengenal kesalahan serta
meninggalkannya. Selanjutnya Rasulullah bersabda : “Ya Allah,
tunjukkan kepada kami kebenaran dan bantulah kami untuk mengikutinya, dan
ajarkan kami tentang kesalahan lalu memudahkan kami untuk menjauhinya.”
Dalam hadis lain Rasullah bersabda, “Barangsiapa mengenal dirinya sendiri dan sungguh-sungguh
menetang nafsunya, niscaya akan mengenal Tuhannya dan mengikuti kehendak-Nya.”
Tujuan mulia itu mungkin saja
dicapai di dunia ini. Bagi orang yang telah mencapainya, tak ada bedanya antara
tidur dan jada, karena dalam tidur, jiwa dapat kesempatan untuk berjalan ke
rumah sejatinya yaitu alam ruh, lalu kembali ke alam jasad dalam keadaan yang
baru. Keadaan seperti ini kami sebut mimpi sejati. Layaknya mimpi,
kejadian yang dialami mungkin terpecah-pecah, tetapi mungkin juga bersifat
utuh, sebagaimana yang dialami Nabi Muhammad saw. dalam persitiwa mi’raj. Allah
menegaskan hal ini dalam firman-Nya :
Allah memegang jiwa
(orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu
tidurnya. Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya, dan Dia
lepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada hal itu
terdapat tanda-tanda kekusaaan Allah bagi kaum yang berpikir. (al-Zumar (39) :
42).
Keadaan
seperti ini dijelaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya : “Tidurnya
orang berilmu lebih utama daripada ibadah orang bodoh.” Orang berilmu yang dimaksud di sini
adalah orang yang telah meraih pengetahuan sejati yang tak mengenal huruf
maupun suara. Pengetahuan itu
diperoleh dengan terus-menerus membaca kalimah tauhid, dengan lidah dan
hatinya. Hatinya telah masuk ke dalam cahaya Ilahi melalui cahaya tauhid. Allah
Swt., berfirman dalam sebuah hadis qudsi :
Manusia adalah
rahasia-Ku dan Aku adalah rahasianya. Pengetahuan batin mengenai ilmu batin
(‘ilma al-bathin) adalah relung rahasia-Ku. Jika Ku masukkan pengetahuan ini ke
dalam hati hamba-Ku yang saleh, takkan ada yang dapat mengetahui keadaanya
kecuali Aku.
Dalam
hadis qudsi lainnya Dia berfirman :
Aku seperti sangkaan hamba-Ku. Jika ia mencari dan
mengingat-Ku, Aku bersamanya. Jika ia mengingat-Ku dalam hati, Aku mengingatnya
dalam diri-Ku. Jika ia mengingatku dan menyebut nama-Ku dalam kelompok, Aku akan
mengingatnya dan menyebutnya sebagai hamba-Ku
yang saleh dalam kelompok yang lebih baik.
Jadi, satu-satunya cara untuk mencapai
tujuan jalan ini adalah TAFAKUR, suatu laku yang jarang dijalankan kaum awam. Bahkan Rasulullah saw., bersabda, “Tafakur sesaat
lebih utama daripada ibadah setahun.” Atau : “Sesaat tafakur lebih utama daripada ibadah
seribu tahun.”
Nilai setiap amal terletak pada
hakikatnya. Sesaat
tafakur dalam hadis di atas tampaknya mengandung tiga nilai yang berbeda.
Orang
yang manafakuri suatu urusan dan berusaha menelusuri sebabnya, niscaya akan
menyadari bahwa setiap bagian urusan itu memiliki banyak cabang, dan bahwa
setiap penggalan peristiwa menjadi sebab bagi peristiwa-peristiwa lainnya.
Tafakur seperti inilah yang dianggap lebih utama daripada seribu tahun ibadah.
Sama
halnya, tafakur mengenai ma’rifat, yang disertai tekad kuat untuk mengenal
Allah Swt., dianggap lebih utama daripada seribu tahun ibadah. Sebab, tafakur
seperti itu adalah pengetahuan yang sejati.
Pengetahuan
sejati adalah maqam tauhid. Seorang pecinta sejati akan menyatu dengan
Kekasinya. Dari alam materi ini, ia terbang dengan sayap ruhani ke alam
karunia. Ia dianggap lebih mulia daripada orang yang beribadah karena ahli
ibadah berjalan kaki menuju surga, sedangkan ia terbang ke berbagai alam yang
dekat kepada Tuhannya.
Setiap pecinta memiliki
mata dalam hati mereka
Berkat cinta, mereka
melihat, saat orang lain buta
Mereka memiliki sayap, bukan
dari daging dan darah
Terbang menuju para
malaikat, mencari Tuan mereka
Para
pecinta itu terbang di alam batin. Merekalah orang yang berilmu. Mereka
dianugerahi gelar sebagai manusia sejati, para kekasih, dan orang yang sangat
dekat kepada Allah. Bayazid al-Bisthami, semoga Allah meridainya, berkata,
“Orang yang berilmu adalah kekasih Allah.” Sufi lain mengatakan bahwa mereka
dekat kepada Allah karena mereka adalah kekasih Allah.
Hanya
para pencitalah yang akan mengenal Sang Kekasih dengan sangat dekat. Mereka
menajdi sahabat dekat Allah. Hakiakt mereka adalah keindahan meskipun tampak
seperti orang kebanyakan. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman : “Sahabat-sahabat
dekat-Ku tersembunyi di bawah jubah-Ku. Tak ada yang mengenal mereka kecuali
Aku.” Jubah itu adalah tampilan mereka yang sederhana dan bersahaja.
Mereka tersembunyi bagaikan pengantin wanita yang ditabiri tirai pelaminan;
dapatkah kau melihat kecantikannya?
Yahya
ibn Muaz al-Razi, semoga Allah menyucikan ruhnya, berkata : “Para kekasih Allah
adalah minyak wangi bagi dunia ini. Namun hanya mukmin yang ikhlas yang dapat
mencium wangi mereka.” Kaum mukmin sejati itu mencium mereka, dan mengikuti
keharuman itu. Minyak wangi itu membangkitkan kerinduan kepada Tuhan dalam hati
mereka. Seluruh perilaku mereka semakin meneguhkan langkah, upaya, dan
kesungguhan mereka. Tingkatan kerinduan, kesungguhan, dan kecepatan langkah
mereka meningkat pesat sesuai dengan semakin cemerlangnya cahaya mereka dan
sejauh keberpalingan mereka dari dunia. Semakin jauh seseorang dari pakaian
dunia, semakin dekat ia kepada Sang Kekasih. Alih-alih merasa dingin dan
kesepian, ia rasakah kehangatan Sang Pencipta. Semakin dekat pula ia dengan
hakikat batin yang dicarinya. Kedekatan kpada hakikat bergantung kepada
kekuatan tekadnya untuk meninggalkan dunia. Semakin jauh dari dunia dan
kemajemukan, semakin dekat ia kepada hakikat yang tunggal.
Kekasih
Allah adalah orang yang berjalan menuju ketiadaan hingga ia menyaksikan
eksistensi hakikat. Ia telah menyerahkan seluruh dirinya sehingga ia tak lagi
memiliki pilihan. Tak ada lagi “Aku”, yang tersisa hanyalah eksistensi, Sang
Hakiki. Berbagai keajaiban yang ia tampilkan membuktikan ketinggain derajatnya.
Namun, semua mukjizat itu tak ada kaitannya dengan maqam ruhaninya. Pada maqam
seperti ini, tak ada pengungkapan rahasia, karena penyingkapan rahasia
ketuhanan dianggap sebagai kemaksiatan.
Dalam
kitab yang berjudul “Mirshad” dikatakan, “Karamah, atau kemampuan menampilkan
sesuatu yang luar biasa merupakan hijab yang membuat seseorang lengah akan
keadaan dirinya sendiri. Karena itu, saat-saat kemunculan karamah dianggap
seperti masa-masa haid pada kaum wanita. Para wali, yang merupakan kekasih
Allah, harus melewati sekurang-kurangnya seribu anak tangga. Di antara anak
tangga yang pertama adalah karamah. Jika dapat melewatinya, ia dapat mendaki
anak tangga lainnya. Jika tidak, langkahnya terhenti di sana.
2.
DARI KESEMPURNAAN MENUJU
KEHINAAN
Di alam
eksistensi yang pertama, Allah Swt., menciptakan ruh sebagai makhluk yang paling
sempurna. Lalu Dia berkehendak mengirimnya ke alam yang lebih rendah agar
mempelajari cara kembali kepada hakikat Yang Mahakuasa dan mendekat kepada-Nya.
Dia mengutusnya kepada tingkatan para rasul dan wali, para pecinta dan sahabat.
Pada mulanya, Allah mengirimnya ke alam akal sebab, alam keesaan, jiwa
universal, alam nama-nama dan sifat-sifat Tuhan, dan alam hakikat Muhammad.
Sebelum menempuh perjalanannya, ruh telah dibekali benih tauhid. Ketika
melewati alam ini, ia diberi pakaian cahaya Ilahi dan ddiberi nama jiwa Sultan.
Ketika melewwati alam malakut, ia diberinama “Jiwa aktiff”. Ketika turun ke
alam materi, ia diberi pakaian materi untuk menyempurnakan wujudndya. Ia
dibungkus dengan pakaian materi untuk menyelamatkan dunia, karena jika alam materi
berhubungan langsung dengan ruh succi, pasti ia hancur binasa. Di alam inilah
ia mengenal kehidupan – nyawa manusia.
Setelah
turun ke alam yang terendah ia ia harus berupaya meraih kedekatan kepada Allah
meski telah dibungkus daging dan tulang. Dengan menggunakan hati yang ada dalam
jasadnya, ruh harus menanam dan menumbuhkan pohon tauhid. (Akar pohon itu
tertancap kokoh; cabangnya memenuhi ruang rahmat, dan, di sana, dengan rida
Allah, lahirlah buah tauhid). Kemudian, dalam bumi hati, ruh menanam benih
agama dan bertekad menumbuhkan pohon agama. Agar menghasilkan buah tauhid,
setiap cabang pohon itu harus mendekatkan diri kepada Allah.
Allah
menciptakan jasad sebagai
rumah bagi jiwa, dan masing-masing
jiwa ini memiliki nama yang berbeda-beda. Dia telah menciptakan ruang yang serasi bagi jiwa di
dalam jasad. Dia tempatkan jiwa manusia, ryh kehidupan, antara daging dan
darah. Dia letakkan ruh di pusat hati. Di sanalah Allah menciptakan
ruang materi yang halus untuk menjaga rahasia hubungan antara Allah dan
hamba-Nya. Ruh-ruh ini berada pada berbagai bagian jasad, dengan tugas dan
urusan yang berbeda-beda. Masing-masing bagian, laksana orang yang berjual
beli, menghasilkan beragam keuntungan. Setiap upaya mereka selalu membawa
mereka kepada karunia dan rahmat Allah.
.... dan menafkahkan
sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka secara embunyi dan
terang-terangan. Mereka itu mengharapkan perdagangan yang tiada merugi. (Fathir
(35) : 29).
Setiap
orang harus mengetahui tugas dan tujuannya di dalam eksistensinya. Ia harus
memahami bahwa ia tidak dapat mengubah apa pun yang telah ditetapkan atas
dirinya. Kepada orang yang ingin mengubah takdirnya, yang terbelenggu oleh
dunia ini dan segala hasratnya, Allah bertanya :
Apakah dai tidak tahu
jika apa yang ada di dalam kubur dibakgitkan dan apa yang ada di dalam dada
diwujudkan? (al-Adiyat (100) : 9 – 10).
Dan tiap-tiap manusia
itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya seperti (tetapnya) kalung pada
lehernya (al-Isra’ (17) : 13).
3.
JIWA BERTAHATA DALAM
RAGA
Tempat
ruh manusia, nyawa kehdiupan, di dalam raga adalah dada. Tempat itu dihubungkan
dengan indera. Urusan yang dihadapinya adalah agama dan tugasnya adalah
mengikuti ajaran-ajaran Allah, yang bertujuan memelihara alam nyata agar tetap
selaras dan teratur. Setiap jiwa melaksanakan kewajiban yang ditetapkan oleh
Allah atas dirinya serta tidak mengaku-aku bahwa amal perbuatannya berasal dari
dirinya sendiri, sebab, ia tak terpisahkan dari Allah. Seluruh amal
perbuatannya dari Allah; tak ada pemisahan antara “Aku” dan Allah dalam amal
perbuatan dan ibadahnya :
Barang siapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, kerjakanlah amal shaleh dan janganlah
mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya. (al-Kahfi (18) :
110).
Allah
Maha Esa. Dia mencintai setiap yang Esa dan tunggal. Dia menghendaki agar semua
pengabdian dan amal shaleh, yang dipandang-Nya sebagai ibadah, hanya untuk-Nya.
Karena itu, jangan memperdulikan rasa suka atau benci orang lain terhadap
perbuatannya. Selain itu, jangan lakukan perbuatan dengan tujuan meraih sesuatu
yang bersifat duniawi. Semua amal harus dilakukan hanya demi dan untuk Allah.
Kemampuan luarbiasa,seperti melihat tanda-tanda keberadaan Allah – manifetasi
sift-sifat-Nya, keunggulan dalam kemajemukan, hakikat di balik penampakkan –
dan kedekatan kepada Sang Pencipta merupakan buah amal shaleh dan keikhlasan
ibadah. Tetapi, semua ini masih berkaitan dengan kehidupan ragawi, dari ujung
kaki hingga ke langit. Kemampuan
luar biasa lainnya, seperti berjalan di atas air, terbang di angkasa, menempuh
jarak yang jauh dalam waktu singkat, mendengar suara atau melihat dari jarak
yang sangat jauh, mengetahui pikiran orang lain, dan lain-lain, juga bersifat
duniawi. Seseorng boleh mengharapkan balasan ekbaikan di akhirat –
sitana surga, pelayan-pelayan belia, wanita yang selalu perawan sebagai isteri,
susu, madu, anggur, dan semua nikmat surga lainnya – atas amal shalehnya di
dunia. Namun, semua nikmat itu, hanayalah karunia surga tingkat terendah, yakni
surga duniawi.
“Jiwa aktif” bertempat di dalam hati. Ia bertugas untuk mengetahui jalan ruhani. Ia
terhubung dengan empat Asma’ul Husnah yang pertama. Seperti duabelas nama Allah lainyya,
keempat nama ini pun tanpa suara maupun huruf sehingga tak dapat dihafalkan.
Allah Swt. berfirman.
Dan katakanlah :
“Serulah Allah atau serulah al-Rahman. Dengan nama mana pun kau seru, Dia
memiliki nama-nama yang indah (al-Asma’ul Husna). (al-Isra (17) : 110).
Allah memiliki nama-nama
yang indah (al-Asma’ul Husna) maka serulah Dia dengannya. (al-A’raf (7) : 180).
Banyak
firman Allah yang merupakan pedoman utama bagi manusia untuk mengetahui
nama-nama Allah. Ini merupakan pengetahuan tentang wujud batin seseorang. Jika
ia dapat meraihnya, niscaya ia dapat meraih maqam ma’rifat, yakni ketika ia
mengetahui Nama Yang esa secara sempurna.
Nabi
Muhammad saw., bersabda : “Allah Swt., memiliki sembilan puluh sembilan nama.
Barangsiapa mengenalnya, ia akan masuk surga.”
Dalam
hadis yang lain ia bersabda : “Ilmu itu satu. Kemudian orang-orang yang berilmu membuatnya
menjadi seribu.” Ungkapan
ini menunjukkan bahwa hanya ada satu nama bagi zat yang tunggal, yang kemudian
terpantulkan menjadi seribu sifat dalam diri orang-orang yang menerimanya.
Pada dasarnya, dua belas nama Allah bersumber dari kalimat Syahadat : La
ilaha ilallah – tidak ada tuhan selain Allah. Keduabelas nama itu diwakili oleh
setiap huruf dari penggalan kalimat tauhid ini.
Allah
Swt. telah menetapkan satu nama pada etipa huruf dalam kalimat itu. Dan keempat
alam yang dilewati jiwa juga memiliki namanya masing-masing. Allah Swt.
mengukuhkan hati para pecinta dalam cinta-Nya. Dia berfirman :
Allah meneguhkan (iman)
orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh di kehidupan dunia dan
akhirat .... (Ibarhim (14) : 27).
Kemudian
Dia menganugerahkan mereka kedekatan kepada-Nya. Dia menanamkan pohon tauhid
dalam hati mereka. Akarnya menancap di lapis ketujuh bumi yang ktia pijak dan
cabangnya menjulang ke tujuh lapis langit hingga mencapai Arasy dan mungkin
lebih tinggi lagi. Allah Swt. berfirman :
Tidakkah kau perhatikan
bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang
baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. (Ibrahim (14) : 24).
“Jiwa
aktif” berada di dalam hati yang hidup. Pusat perhatiannya aalah alam malakut.
Ia dapat melihat surga alam ini. Para penghuninya, cahaya, dan semua malaikat
yang ada di sana. Percakapannya adalah percakapan batin, tanpa kata dan tanpa
suara. Pikirannya selalu terarah kepada hakikat makna rahasia. Temepat kembalinya
di akhirat adalah Jannah Na’im, surga yang berisi segala nikmat dari Allah.
Tempat
“Jiwa Sultn”, atau tempat ia menjalankan pemerintahannya, adalah pusat atau
inti hati. Tugasnya adalah mencapai ma’rifat, dan ia harus menangani
pengetahuan tentang semua bentuk ma’rifat, yang merupakan sarana pengabdian
kepada Allah. Rasulullah mengatakan bahwa : “Ilmu terbagi ke dalam dua bagian; bagian yang berada
pada lidah manusia, yang meneguhkan keberadaan Allah, dan bagian yang ada dalam
hati manusia. Ilmu itulah yang mutlak dibutuhkan untuk meraih tujuan manusia.” Buah ilmu yang sejati hanya bisa dicapai oleh
aktivitas hati. Rasulullah saw. bersabda : “Al-Qur’an memiliki makna lahir dan makna abatin.”
Allah mewahyukan Al-Qur’an
dalam sepuluh lapis makna. Lebih tinggi tingkatan maknanya, lebih besar
manfaatnya, karena lebih dekat kepada hakikat. Kedua belas nama Allah
adalah laksana duabelas mata air yang memancar dari batu yang dipukul oleh Nabi
Musa as. Dengan tongkatnya :
Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu
Kami berfirman, “Pukullah batu itu dengan tongkatmu.” Lalu memanarlah arinya
dua belas mata air. Sungguh setiap suku telah mengetahui tempat minumnya
(masing-masing) ..... (al-Baqarah (2) : 60).
Ilmu lahir laksana air hujan, yang
datang dan pergi, sedangkan ilmu batin laksana mata air yang tak pernah kering. Allah berfirman :
Dan suatu tanda
(kekuasaan Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan
Kami keluarkan darinya biji-bijian maka darinya mereka makan. (Yasin (36) :
33).
Allah
telah menciptakan sebutir benih di langit, yang kemudian menjadi kekuatan
hewani dalam diri manusia. Dia pun telah menciptakan benih di alam jiwa (‘alam
al-anfus), yang merupakan sumber tenaga, makanan bagi jiwa. Benih itu disirami
oleh mata air ilmu. Rasulullah saw. bersabda : “Jika seseorang jujur dan suci selama empat
puluh hari, niscaya sumber ilmu akan memancar dari hatinya menuju lidahnya.”
Jiwa
sultan akan merasakan takjub dan cinta setelha menyaksikan manifestasi
keindahan, karunia, dan kesempurnaan Allah :
Yang diajarkan kepadanya
oleh (Jibril) yang sangat kuat; yang memiliki akal yang cerdas. Dan (Jibril)
menampakkan diri dalam rupa yang asli, sedang ia berada di ufuk yang tinggi.
Kemudian ia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Jadilah ia dekat (kepada
Muhammad sejarak) dua busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu ia sampaikan
kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak
mendustakan apa yang telah dilihatnya. (al-Najm (52) : 5 – 11).
Dengan
ungkapan yang indah Rasulullah saw. menjelaskan keadaan ini, Mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya.” Mukmin pertama dalam hadis ini
adalah hati orang beriman yang sempurna, dan mukmin kedua, yang tercermin pada
hati orang yang beriman, adalah Allah Swt., karena Dia menamai Diri-Nya sendiri
sebagai “MUKMIN” :
Dialah Allah yang tiada tuhan selain Dia ..... yang
memberi kemanan (al-Mu’min) ..... (al-Hasyr (59) : 23).
Rumah
jiwa ultan di akhirat adalah firdaws – surga samawi.
Ruh
suci bertahta di pusat hati, yang juga menjadi tempat Dia menyimpan rahasia-Nya
(sirr). Dalam sebuah hadis qudsi Allah menjelaskan : “Manusia adadalah rahasia-Ku dan Aku adalah
rahasianya.” Ruh suci
berusaha meraih hakikat melalui tauhid. Ia membawa kemajemukan ke dalam
ketunggalan dengan terus-terusan melafalkan Yang Esa dalam bahasa rahasia Ilahi
– bukan bahasa lahir yang dapat didengar telinga.
Dan jika kau keraskan
ucapanmu, sesungguhnya Dia mengethui rahasia dan yang lebih tersembunyi (Thaha
(20) : 7).
Hanya
Allah yang mendengar bahasa ruh suci, dan hanya Dia yang mengetahui keadaannya.
Keunggulan
ruh suci adalah dapat melihat makhluk yang pertama diciptakan – keindahan
Allah. Ia memiliki rahasia penglihatan. Baginya, melihat dan mendengar adalah satu.
Baginya, tak ada perbedaan dalam segala yang dilihatnya. Baginya, kekuatan dan
murka Allah menyatu dengan sifat keindahan, karunia, dan kasih-sayang-Nya.
Ketika
manusias menemukan tujuannya, rumahnya, seperti ketika menemukan akal sebab,
pikiran yang dulu mengendalikannya tunduk kepada titahnya : hatinya berlabuh
dalam keterpesonaan, lidahnya menjadi kelu. Ia tak memiliki daya untuk
menyampaikan kabar tentang semua keadaan ini, karena tak ada sesuatu pun yang
menyamai Allah.
Jika
penjelasan ini didengar oleh orang-orang yang mengetahui, biarkan mereka
memahami lebih dahulu tingkatan pengetahuan mereka; biarkan mereka mencurahkan
segenap perhatian kepada realitas sejati segala sesuatu yang mereka ketahui
sebelum berusaha melihat ke ufuk yang lebih jauh, dan sebelum berupaya mencapai
tingakatan baru. Dengan begitu, mereka dapat meraih tingaktan pengetahuan
mengenai karunia Ilahi. Alih-alih mengingkari penjelasan yang telah kami
sampaikan, mudah-mudahan mereka berusaha mencari pengetahuan untuk meraih ketunggalan,
keesaan. Itulah langkah penting yang harus mereka tempuh.
4.
ILMU DAN KESEMPURNAAN
MANUSIA
Ilmu
lahir yang swabukti terbagi ke ddalam duabelas bagian, bagitu pun ilmu batin.
Semua bagian ilmu ini dianugerahkan kepada orang dan hamba Allah yang sangat
istimewa seduai dengan potensi dan kemampuan mereka.
Aku
sendiri membagi ilmu itu ke dalam empat bagian. Bagian pertama berkaitan dengan kewajiban dan aturan agama
mengenai segala sesuatu dan segala perbuatan di dunia ini. Bagian kedua berkaitan
dengan makna batin
dan sebab di balik semua ajaran ini. Bagian ini disebut tasawuf – pengetahuan konseptual mengenai
segala sesuatu yang bersifat zhanni (tidak pasti). Bagian ketiga adalah falsafah, yang mengkaji
rahasia hakikat ruhani. Bagian
keempat membahas hakikat
batin ilmu ini,
yakni ilmu mengenai kebenaran. Manusia sempurna harus mempelajari dan
mengetahui semua ilmu ini dan mencari jalan untuk meraihnya.
Rasulullah saw. bersabda : Agama adalah pohon, tasawuf adalah cabangnya. Falsafah
adalah daunnya, kebenaran adalah buahnya. Dan semua itu terkandung dalam
Al-Qur’an, dengan tafsir, uraian, dan takwilnya.
Dalam
kitab al-Majma, kata tafsir – penjelasan, dan ta’wil – tafsir dengan analogi
didefinisikan sebagai berikut : “Tafsir Al-Qur’an merupakan penjelasan untuk
memeberikan pemahaman kepada kaum awam, sedangkan takwil adalah uraian terhadap
makna batin melalui ilham yang diterima seorang mukmin sejati. Takwil hanya
diperuntukkan bagi hamba Allah yang istimewa, yang berpendirian teguh, setia
kepada cita-cita ruhani, dan menguasai ilmu untuk memilih antaran yang sahih
dan yang batil. Layaknya pohon kurma yang akarnya menghujam ke bumi, kaki
mereka berdiri kokoh di alam materi ini; dan bagian pohon kurma yang rantingnya
menjulang ke angkasa, hati dan pikiran mereka pun menjulang meraih ilmu
samawi.” Berkat rahmat Allah, keteguhan yang tanpa keraguan bertahta di pusat
hati mereka. Tingkat keteguhan ini sejajar dengan paruh kedua kalimat : La
ilaha ilallah – ilallah, “Kecuali Allah”, yang menegaskan keesaan.
Dialah
yang menurunkan al-kitab kepadamu. Di antara isinya ada ayat-ayat yang
muhkamat, itulah pokok-pokok al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat.
Orang yang hatinya condong kepada kesesatan mengikuti sebagian ayat-ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya, padahal tidak
ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang yang mendalam ilmunya
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, “semuanya dari sisi Tuhan kami”.
Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) kecuali orang yang berakal. (Ali
‘imran (3) : 7).
Seorang
musafir menjelaskan ayat ini bahwa : “Seandainya pintu ayat ini dibuka, semua
pintu rahasia alam batin juga akan terbuka”
Hamba
sejati wajib melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ia juga wajib melawan nafsu
dan syahwatnya. Nafsu melawan agama dengan memunculkan khayalan yang
bertentangan dengan kenyataan. Pada tataran tasawuf, nafsu yang liik membujuk manusia
untuk menerima dan mengikuti sebab-sebab dan konsep yang seolah-olah benar,
mengikuti pesan kenabian dan ucapan para wali yang tidak sahih, serta mengikuti para guru atau pemikiran
yang sesat. Pada tataran falsafah, nafsu selalu berupaya mendorong
manusia untuk mengaku-aku sebagai wali atau bahkan Tuhan – dosa tersebut karena
menjadi sekutu bagi Allah.
Terangkanlah
kepadaku tentang orang yang menjadikan nafsunya sebagai tuhannya ....
(al-Furqan (25) : 43).
Berbeda
dengan ketiga tingkatan ilmu yang pertama, nafsu maupun setan tidak akan sampai
pada tataran kebenaran, atau hakikat – bahkan para malaikat pun tak dapat
menyentuhnya. Siapa pun, kecuali Allah, yang mendekati akwasan itu akan hancur
menjadi debu, sebagaimana dikatakan oleh Jibril a.s. kepada Nabi Muhammad
ketika ia tiba di tepi kawasan itu, “Jika aku melangkah satu langkah lagi, aku akan hancur
menjadi debu.”
Hamba
sejati Allah terlindungi dari
setan dan perlawanan hawa nafsunya karena ia memiliki perisai keikhlasan dan
kesucian.
Iblis
menjawab, “Demi kekuasan-Mu, akan kusesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu
yang ikhlas.” (Shad (38) : 82 – 83).
Manusia takkan bisa mencapai hakikat kecuali
dengan menyucikan dirinya, karena sifat-sifat duniawi tidak akan
meninggalkannya hingga ia mearih hakikat. Itulah kebenaran dan kebaikan sejati.
Ketika ia mencapai ilmu tentang hakikat Allah, semua kebodohannya sirna. Tingkatan ini takkan bisa dicapai
melalui pembelajaran. Hanya Allah yang dapat mengajarkannya, tanpa
perantara. Dialah satu-satunya guru yang memberikan suatu pengetahuan seperti yang
diberikan kepada Khidir. Orang yang dianugerahi pengetahuan ini akan meraih
tingkatan ma’rifat sehingga ia mengenal Tuhannya dan menyembah-Nya.
Ia
akan dapat melihat ruh suci dan kekasih Allah, yakni Nabi Muhammad saw., yang
akan berbincang dengannya mengenai segala sesuatu, dari awal hingga akhir.
Semua nabi dan orang suci akan memberinya kabar gembira mengenai janji
persatuan dengan Sang Kekasih. Allah menguraikan keadaan ini dalam ayat
Al-Qur’an :
Dan siapa
saja yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan
orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin,
syuhada, dan orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
(an-Nisa’ (4) : 69).
Orang
yang tak dapat menemukan ilmu ini dalam dirinya tidak akan menjadi orang bijak
meskipun membaca jutaan buku. Hasil yang dapat diharapkan dari pencapaian ilmu
lahir tentang berbagai hal yang bersifat pasti adalah surga : semua yang akan
dilihatnya di sana adalah manifestasi sifat-sifat Allah dalam membentuk cahaya.
Sesempurna apa pun pengetahuan mengenai hal-hal yang nyata dan abstrak takkan
bisa membentuknya memasuki kawasan suci, yang dekat kepada Allah. Seseorang
harus terbang menuju ke sana. Agar bisa terbang, ia butuh dua sayap. Hamba
sejati Allah adalah orang yang terbang ke sana dengan sayap ilmu dan ilmu
batin, tak pernah berhenti di tengah jalan, dan tak pernah terhambat. Dalam
sebuah hadis qudsi, Allah berfirman :
“Hamba-Ku,
jika kau ingin berada di dekat-Ku, jangan menaruh perhatian terhadap dunia ini,
atau alam malakut, atau bahkan alam yang lebih tingi tempat kau menerima
sifat-sifat ketuhanan-Ku.”
Alam
materi ini adalah godaan atau setan bagi orang yang berilmu. Alam malakut
adalah godaan bagi kaum bijak, dan alam sifat-sifat Ilahi adalah godaan bagi
ahli hakikat. Siapa saja yang merasa puas pada salah satunya, ia tertolak dari
karunia Allah yang akan membuatnya lebih dekat kepada-Nya. Jika seseorang
terperdaya oleh semua godaan ini, ia akan ebrhenti, tak bisa meneruskan
langkah, dan tak kuasa bergerak ke tempat yang lebih tinggi lagi. Meskipun
bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, ia takkan pernah bisa
mencapainya. Ia terhalang; ia hanya memiliki sebelah sayap.
Namun,
para ahli hakiakt menerima karunia itu dari Allah; anugerah yang tak dilihat mata,
tak didengar telinga, atau tak terlintas dalam hati. Itulah surga kedekatan;
anugerah keintiman. Di sana tak ada istana yang terbuat dari permata, juga tak
ada pelayan-pelayan yang antik belia. Setiap orang harus mengetahui bagiannya
dan tak menghendaki apa yang bukan haknya. Hadrah Al ra. Berkata : “Semoga Allah
menunjukkan rahmat-Nya kepada orang yang mengetahui bagiannya, yang sadar untuk
tetap berada di batas-batasnya, yang mengendalikan lisannya, dan yang tidak
menghabiskan usianya dalam kesia-siaan.”
Orang yang mengetahui harus menyadari bahwa
anak ruh yang dilahirkan di dalam hatinya merupakan hakiakt sejati kemanusiaan.
Ia harus mendidik anak hati ini dengan ajaran tauhid dan melatihnya agar
senantiasa mengingat keesaan, menjauhkan diri dari alam materi dan kemajemukan
ini, serta mencari alam ruhani, alam rahasia, yang hanya ditempati oleh zat
Allah. Pada hakikatnya, tak ada tempat lain selain tempat itu; temepat yang tak
memiliki awal maupun akhir. Sang anak hati mencapai kawasan tak terbatas itu
seraya melihat segala sesuatu yang tak pernah dilihat siapa pun, yang tak
terkatakan lisan siapa pun, dan yang tak pernah diceritakan siapa pun. Tempat
itu adalah tanah air orang yang telah menampakkan diri mereka sendiri dan
merasakan kebersatuan dengan Tuhan; mereka melihat segala sesuatu dengan mata
Tuhan, mata keesaan. Ketika melihat keindahan dan karunia Tuhan, wujud mereka yang
fana tak lagi bersisa. Seseorang yang menatap matahari takkan bisa melihat
sesuatu yang lain. Jika keindahan dan karunia Allah mengejawantah, masiha dakah
diri? Tentu tak ada.
Nabi
Isa a.s. bersabda : “Manusia harus dilahirkan dua kali untuk menapai alam
malakut, bagaikan burung yang dilahirkan dua kali.” Kelahiran yang kedua adalah kelahiran makna
dari perbuatan, kelahiran jiwa dari daging. Kemungkinan itu ada dalam diri
manusia. Itulah rahasia manusia. Ia lahir dari persekutuan ilmu agama dengan
kesadaran akan hakikat, sebagaimana semua anak lahir karena perpaduan dua jenis
air.
Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari setets mani yang bercampur; Kami hendak
mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu, Kami jadikan dia
mendengar dan melihat. (al-Insan (76) : 2).
Ketika makna mengejawantah dalam wujud, ia
dapat melewati bagia yang dangkal menuju samudera penciptaan dan menyelam di
kedalaman perintah Allah. Dibandingkan alam ruhani, seluruh alam materi ini
hanyalah seperti setetes air di samudera. Hanya jika semua ini dapat dipahami,
kekuatan ruhani dan cahaya rahasia sifat Ilahi, hakikat sejati, akan memancar
ke dunia nirkata dan nirswara.
5.
TOBAT, LANGKAH PERTAMA
MENUJU KESEMPURNAAN
Kami telah menjelaskan beberapa maqam
dan ahwal ruhani. Ketahuilah, semua maqam ini pada hakikatnya dicapai melalui
tobat. Cara tobat hanya dapat diketahui dari orang yang mengetahui caranya dan
ia sendiri benar-benar telah bertobat. Tobat yang sungguh-sungguh dan ikhlas
merupakan langkah pertama di jalan ruhani.
Ketika orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan
(yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada
rasul-Nya, dan kepada orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat
takwa (tobat). Dan mereka berhak atas kalimat takwa itu, dan patut memilikinya.
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (al-Fath (48) : 26).
Maqam takwa memiliki makna yang sama
dengan la ilaha illallah: tak ada tuhan, tak ada sesuatu – selain Allah. Sebab,
orang yang mengetahui hal ini akan takut kehilangan Dia, kehilangan rahmat,
cinta, dan kasih sayang-Nya; ia takut dan malu melakukan maksiat dan takut akan
azab-Nya. Jika seseorang belum emncapai tingkatan ini, ia harus mencari orang yang
benar-benar telah dianugerahi oleh Allah rasa takut kepada-Nya.
Sumber yang melahirkan kata-kata ini
harus disucikan dan dibersihkan dari segala sesuatu selain Allah. Orang yang
menerimanya harus mampu membedakan antara kata-kata orang yang berhati suci dan
kata-kata orang awam. Ia juga haru memahami bagaimana kata itu diucapkan, karena
kata-kata yang terdengar sama mungkin saja memiliki arti yang jauh berbeda.
Mustahil kata yang munul dari sumber yang suci akan bermakna sama dengan
kata-kata yang muncul dari sumber lainnya.
Hati hanya akan hidup jika ia menerima
benih tauhid dari hati yang hidup, karena benih semacam ini merupakan benih
yang sehat dan hidup. Tak ada sesuatu pun yang dapat tumbuh dari benih yang
kering dan mati. Kalimat la ilaha illallah disebutkan sebanyak dua kali dalam
al-Qur’an.
Sesungguhnya dahulu apabila dikatakan kepada mereka : La ilaha
illallah – Tiada tuhan selain Allah, mereka menyombongkan diri, dan berkata,
“Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami?
(al-Shaffat (37) : 35 – 36).
Inilah tingkatan kaum awam. Bagi
mereka, wujud lahir – termasuk eksistensi lahiriah mereka –adalah tuhan.
Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah dan
mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan
perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.
(Muhammad (47) : 19).
Firman Allah ini menjadi petunjuk bagi
kaum mukmin sejati yang takut kepada Allah.
Hadhrah
Ali r.a. meminta Rasulullah saw. untuk mengajarinya jalan keselamatan yang
paling mudah, paling bermakna, dan paling tepat. Rasulullah saw. menunggu
Jibril a.s. membawa jawaban dari Allah Swt. Akhirnya ia datang dan mengajari
Rasulullah saw. untuk mengucapkan : “La ilaha – Tidak ada Tuhan” seraya
memalingkan wajahnya ke kanan, dan mengucapkan “Illallah – kecuali Allah”
seraya memalingkan wajahnya ke kiri, ke hatinya yang suci. Ia mengulanginya
tiga kali. Rasulullah saw. sendiri mengulanginya kepada Hadhrah Ali r.a., yang
kemudian mengajarkan kalimat tauhid ini kepada para sahabatnya. Hadhrah Ali
adalah orang pertama yang memintanya dan diajari oleh Rasulullah.
Sutu hari, sepulang dari perang besar,
Rasulullah ssaw. Bersabda keapda para pengikutnya, “Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad
yang lebih besar,” yaitu jihad melawan nafsu dan syahwat. Itulah makna
kalimat tauhid. Dalam hadis lainnya Rasulullah bersabda : “Musuh terbesar kalian berada di bawah
tulang rusuk kalian.”
Cint Ilahi takkan hidup memenuhi hatimu
kecuali jika sang musuh, yaitu nafsu, telah binasa dan meninggalkanmu.
Agar cinta Ilahi dapat menempati
hatimu, pertama-tama kau harus menyucikan dirimu dari hawa nafsu yang menyuruh
seluruh wujudmu kepada kejahatan. Setelah itu kau akan memiliki kesadaran
meskipun tidak sepenuhnya bersih dari dosa. Kau akan memiliki rasa bersalah.
Namun, perasaan itu tidak cukup. Kau harus melewati tangga itu menuju maqam
penyingkapan hakikat, baik hakikat kebaikan maupun keburukan. Setelah itu, kau
akan berhenti melakukan maksiat untuk hanya melakukan kebaikan. Dengan
demikian, kau telah menyucikan dirimu. Untuk melawan nafsu, perangilah lebih
dahulu nafsu hewanimu – sifat rakus, tidur yang berkelebihan, kelalaian – dan
perangilah sifat hewan buas dalam dirimu : sifat buruk, amarah, keras, dan
kejam.lalu, jauhkanlah dirimu dari kebiasaan jahat hawa nafsu : bersifat
angkuh, sombong, iri, dendam, tamak, dan semua penyakit lahir maupun batin.
Dengan menempuh langkah-langkah itu berarti kau telah melakukan pertobatan yang
sebenarnya dan telah menyucikan dirimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertobat dan menyukai
orang yang menyucikan diri. (al-Baqarah
(2) : 222).
Dalam ayat ini disebutkan “tawwab”
orang yang benar-benar bertobat), bukan
“ta’ib (orang yang bertobat). Sebab, begitu banyak orang yang bertobat namun tobat mereka tidak diterima. Seberapa sering pun mereka bertobat, mereka tidaklah sungguh-sungguh bertobat, dan tobat mereka tidak diterima. Penegasan ini mengacu kepada perilaku banyak orang ayng sekedar mengungkapkan penyesalan tanpa menyadari kesalahan mereka, dan tiak memiliki tekad yang kuat untuk tidak melakukan dosa lagi, atau bahkan ia tetap saja tenggelam dalam lumpur dosa. Itulah tobat kaum awam, tobat lahiriah, yang sama sekali tak berpengaruh pada penyebab dosa. Mereka laksana orang yang ingin menghilangkan rumput dengan memotongnya, bukan mencabut akarnya. Cara itu hanya semakin menyuburkan rumput. Orang yang bertobat seraya menyadari kesalahannya dan penyebabnya adalah seperti orang yang mencabut rumput itu hingga ke akar-akarnya. Alat yang digunakan untuk mencabut rumput itu adalah ajaran ruhani yang diterimanya dan guru sejati. Seseorang harus membersihkan tanah sebelum menanami ladang.
“ta’ib (orang yang bertobat). Sebab, begitu banyak orang yang bertobat namun tobat mereka tidak diterima. Seberapa sering pun mereka bertobat, mereka tidaklah sungguh-sungguh bertobat, dan tobat mereka tidak diterima. Penegasan ini mengacu kepada perilaku banyak orang ayng sekedar mengungkapkan penyesalan tanpa menyadari kesalahan mereka, dan tiak memiliki tekad yang kuat untuk tidak melakukan dosa lagi, atau bahkan ia tetap saja tenggelam dalam lumpur dosa. Itulah tobat kaum awam, tobat lahiriah, yang sama sekali tak berpengaruh pada penyebab dosa. Mereka laksana orang yang ingin menghilangkan rumput dengan memotongnya, bukan mencabut akarnya. Cara itu hanya semakin menyuburkan rumput. Orang yang bertobat seraya menyadari kesalahannya dan penyebabnya adalah seperti orang yang mencabut rumput itu hingga ke akar-akarnya. Alat yang digunakan untuk mencabut rumput itu adalah ajaran ruhani yang diterimanya dan guru sejati. Seseorang harus membersihkan tanah sebelum menanami ladang.
Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk mansuia supaya
mereka berpikir. (al-Hasyr (59) : 21).
Kecuali orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal
saleh, kejahatan mereka akan diganti oleh Allah dengan kebaikan. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-Furqan (25) : 70).
Ketahuilah, salah satu tanda
diterimanya tobat adalah ketika seseorang tidak lagi melakukan dosa yang sama
sepanjang hidupnya.
Tobat terbagi ke dalam dua macam,
yaitu tobat orang awam dan tobat mukmin yang ikhlas. Orang awam berharap
meninggalkan kejahatan menuju ketaatan dengan cara mengingat Allah sertaa
berusaha keras meninggalkan hawa nafsu dan menaklukkan hasrat. Ia harus melawan
nafsu yang selalu memberontak terhadap ajaran-ajaran Allah. Itulah tobat kaum
awam, yang mungkin dapat menyelamatkannya dari neraka dan memasukkannya ke
surga.
Tobat orang mukmin yang ikhlas, hamba
sejati Allah, jauh berbeda. Mereka telah emncapai maqam ma’rifat, yang jauh
lebih mulia dariapda keadaan terbaik seorang awam. Sebenarnya, tak ada lagi
anak tangga yang bisa mereka naiki, karena mereka telah mencapai kedekatan
kepada Allah. Mereka telah meninggalkan kesenangan duniawi dan tengah merasakan
kelezatan alam ruhani – nikmat kedekatan dan kintiman dengan Allah, kenikmatan
menatap zat-Nya dengan mata kebahagiaan.
Pemahaman kaum awam bersifat duniawi.
Kesenangan mereka terletak pada kenikmatan lahiriah. Sekalipun manusia – secara
lahiriah – dan semesta lahiriah pada hakikatnya merupakan realitas semu yang menyesatkan,
kenikmatan itu merupakan kenikmatan terbaik yang dapat mereka rasakan. Ini
sesuai dengan ujaran yang menyatakan bahwa “Keberadaanmu adalah dosa besar, begitu besarnya sehingga
dosa-dosa lain menjadi kecil.” Orang bijak sering mengatakan bahwa
amal baik seseorang yang tidak mencapai tingkat kedekatan kepada Allah tidaklah
lebih baik daripada kesalahan orang yang dekat kepada-Nya. Karena itu,
Rasulullah saw. penuntuk kita dan orang yang suci dari dosa, mengajari kita
cara memohon ampunan atas dosa-dosa tersembunyi yang selama ini kita
anggap sebagai amal saleh. Bahkan ia
sendiri memohon ampunan sebanyak seratus kali dalam sehari. Allah Swt.
memerintahkan Rasulullah untuk memohon ampunan atas dosa-dosamu dan untuk
orang-orang yang beriman, laki-laki maupun perempuan. (Muhammad (47) : 19). Ia
adalah nabi yang menjadi tauladan bagi kita dalam pertobatan. Ia mengajari kita
untuk memohon kepada Allah agar Dia menghapuskan hawa nafsu, keegoan, dan semua
sifat buruk kita. Inilah tobat sejati.
Menyesal berarti meninggal segala
sesuatu kecuali zat Allah, dan ingin kembali kepada-Nya, kembali kepada tanah
air kedekatan kepada-Nya, serta melihat wajah-Nya. Rasulullah saw. menjelaskan
penyesalan semacam itu melalui sabdanya, “Ada hamba sejati Allah yang jasad mereka di sini namun
hati mereka berada tepat di bawah Arasy Allah.” Hati mereka berada
di langit kesembilan, di bawah Arasy. Itulah tingkatan terbaik yang dapat
diapai seorang hamba, karena di dunia yang hina ini mustahil seseorang hamba,
karena di dunia yang hina ini mustahil seseorang dapat melihat zat-Nya. Di
dunia ini, yang dapat dilihat hanyalah manifestasi seifat-sifat ketuhanan-Nya,
yang didpantulkan pada cermin suci hati yang ikhlas. Ini sesuai dengan ucapan
Sayidina Umar r.a., “Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku.” Hati yang
suci merupakan cermin tempat keindahan, karunia, dan kesempurnaan Allah
dipantulkan. Keadaan ini kadang-kadang uuga disebut “Wahyu”, yakni penyampaian
sifat-sifat Tuhan.
Untuk mencapai tingatan itu, serta
untuk membersihkan dan menerangi hati, dibutuhkan seorang guru yang telah
matang, yang terlah mencapai maqam
penyatuan dengan Allah, dan dimuliakan oleh semua orang, di masa lalu
maupun sekarang. Ia telah mencapai maqam kedekatan kepada Allah dan telah
diutus kembali oleh Allah ke dunia ini untuk menyempurnakan orang-orang yang
berhak namun masih belum berhasil.
Untuk menjalankan tugas suci ini para
wali Allah itu harus mengikuti jalan Rasulullah saw., dan menladaninya meskipun
tugas mereka berbeda dengan tuags para Nabi a.s. jika para nabi diutus untuk
menyelamatkan kaum awam sekaligus kaum mukmin yang ikhlas, para wali diutus
hanya kepada sekelompok orang, bukan kepada semua orang. Jika para nabi diberi
kebebasan untuh dalam mengemban tugas, para wali harus mengikuti jalan dan
teladan Nabi saw.
Bahkan, jika ada seorang guru yang
mengaku telah diberi kebebasan dan menganggap dirinya sama dengan seorang nabi,
berarti ia kafir. Sabda Rasulullah saw. bahwa para sahabatnya yang saleh
laksana para nabi di kalangan Bani Israil harus dipahami secara berbeda.
Ketahuilah, para nabi yang datang setelah Nabi Musa a.s. semuanya mengikuti
ajaran agama Nabi Musa a.s., tidak membawa ajaran baru. Mereka mengikuti hukum
yang sama. Begitu pula para saleh di kalangan ummat Muhammad saw. Mereka
bertugas untuk mengajari manusia untuk bersikap ikhlas dan mengikuti ajaran
Rasulullah saw. Meskipun dengan cara dan ketentuan yang mungkin baru dan
berbeda. Hukum yang diajarkan mesti mengacu pada hukum Rasulullah saw. seraya
menjadi teladan bagi murid-murid mereka dalam amal saleh dan kebaikan. Mereka
mendorong murid-murid mereka untuk mengamalkan ajaran agama serta menunjukkan
kebahagiaan dan keindahannya. Tugas utama mereka adalah membimbing para
pengikut mereka untuk menyucikan hati, yang merupakan tempat untuk membangun
monumen ilmu.
Dalam menjalankan tugas tersebut,
mereka meneladani murid-murid Rasulullah saw. yang disebut Ahlu Shufah, yang
tela meninggalkan kesenangan duniawi demi keridaan dan kedekatan kepada Allah
dan rasul-Nya. Mereka menyampaikan kabar persis seperi yang mereka terima
langsung dari mulut Rasulullah saw. Saking dekatnya kepada Rasulullah saw., mereka
mencapai tingkatan ruhani yang tinggi sehingga dapat berbincang mengenai
rahasia Mi’raj Nabi saw., bahkan sebelum beliau mengungkapkan rahasia ini
kepada para sahabatnya.
Kedekatan mereka kepada Rasulullah
serupa dengan kedekatan Rasulullah kepada Allah Swt.; mereka memegang teguh dan
memelihara amanat berupa ilmu Allah yang dianugerahkan kepada mereka. Mereka
adalah pengemban sebagian tugas kenabian, dan batin mereka aman sentosa di
bawah perlindungan langsung Rasulullah saw.
Tidak semua orang berilmu dapat
mencapai tingkatan itu. Orang yang telah mencapainya lebih dekat kepada
Rasulullah saw. daripada kepada anak-anak dan istri mereka sendiri. Mereka
menjadi anak-anak ruhani Rasulullah saw. Mereka adalah pewaris sejati
Rasulullah saw. putra sejati mewwarisi hakikat dan rahasia ayahnya, baik dalam
wujud lahir maupun wujud batinnya. Rasulullah saw. menyebutkan rahasia ini
sebagai : “....
ilmu khusus laksana harta tersembunyi yang hanya dapat ditemukan oleh orang
yang mengenal zat Allah. Tetapi, ketika rahasia itu diungkapkan, orang yang
sadar dan ikhlas tak ada yang mengingkarinya.”
Ilmu
itu diberikan kepada Rasulullah saw. pada malam Isra Mi’raj. Rahasia itu
tersembunyi pada dirinya di balik 30 tabir. Ia tidak membukanya kecuali kepada
para murid yang paling dekat kepadanya. Islam akan kokoh hingga hari kiamat
berkat keberkahan dan rahmat rahasia ini.
Seseorang dapat mencapai rahasia
tersebut dengan pengetahuan batin mengenai apa yang tersembunyi. Berbagai amcam
ilmu lainnya, begitu pula seni dan ketrampilan duniawi hanyalah bungkus bagi
ilmu batin itu. Meski demikian, orang yang menguasai ilmu-ilmu “bungkus” itu
boleh berharap bahwa suatu hari ia akan mendapatkan isinya. Sebagian mereka
hanya mengetahui apa yang wajib dimiliki manusia dan sebagian lainnya hanya
mengetahui apa yang dapat menyelamatkannya dari kesesatan. Kendati demikian,
ada juga di antara mereka yang menyeru manusia kepada Allah dengan nasihat yang
baik. Dari kelompok terakhir itu ada
yang mengikuti jalan Nabi Muhammad saw. dan dibimbing memasuki pintu
ilmu, yaitu Hadhrah Ali r.a. – pintu bagi orang-orang yang diundang oleh Allah
Swt.
Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantulah mereka dengan
cara yang baik (al-Nahl (16) : 125).
Ada kesamaan antara ucapan dan maksud
bati mereka. Perbedaan hanya terjadi
pada hal-hal kecil dan cara pengungkapannya.
Sebenarnya, ada tiga makna yang dapat
ditarik dari ayat tersebut, yang juga merupakan tiga cara pencapaian ilmu ---
yang diamalkan secara berbeda, namun semuanya menyatu dalam hadis Rasulullah
saw. Ilmu dibagi ke dalam tiga bagian, sebab tak seorang pun yang dapat
mengemban, apalagi mengamalkan seluruh isi ilmu itu. Bagian pertama terkandung pada penggalan
ayat : Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah. Bagian ini berhubungan dengan ma’rifat,
hakikat, dan awal segala sesuatu. Pemiliknya haru, mengikuti teladan Rasulullah
saw. mengamalkan ilmunya. Bagian ini hanya diberikan kepada orang, yang jujur
dan berani, pejuang ruhani yang akan membela kedudukannya dan berjihad menjaga
ilmu itu. Rasulullah saw. menjelaskan kelompok ini dalam sabdanya : “Usaha sungguh-sungguh yang dilakukan orang yang jujur
dapat mengguncangkan gunung.” Kata “gunung” dalam hadis itu berarti beratnya hati
sebagian orang. Doa mereka akan dikabulkan. Apa pun yang mereka inginkan, akan
terjadi; jika mereka menghendaki musnahnya sesuatu, ia akan musnah.
Dia memberikan hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Dan barang siapa dikaruniani hikmah maka dia telah dikaruniai kebaikan yang
banyak. (al-Baqarah (2) : 269).
Bagian
kedua adalah ilmu lahir yang disebutkan
dalam Al-Qur’an sebagai “dahwah yang baik”. Inilah bungkus ma’rifat. Orang yang
menguasainya menyerukan kebaikan, mengajarkan amal baik, dan menjauhkan manusia
dari segala larangan Allah. Orang yang berilmu akan menyeru denegan baik dan
santun, sedangkan orang bodoh mengajar dengan kasar dan amarah.
Bagian
ketiga berkaitan dengan penataan urusan
duniawi manusia. Itulah kulit ilmu agama, yakni bungkus ma’rifat. Bagian ini
diperuntukan bagi orang-orang yang mengatur manusia : keadilan manusia atas
manusisa serta pemerintahan manusia atas manusia. Bagian akhir ayat itu
menjelaskan tegas mereka .... dan bantulah mereka dengan cara yang baik. Orang
yang termasuk kelompok ini merupakan manifestasi sifat Allah al-Qahhar, Yang
Maha Perkasa. Tugas mereka adalah memelihara ketertiban di tenag manusia sesuai
dengan Hukum Allah. Ilmu bagian ketiga ini melindungi n ilmu lahir, seperti
bungkus melindungi kulit. Ilmu lahir, yang merupakan kulit, melindungi isinya,
yaitu ilmu batin – hakikat ilmu dan benih sumber kehidupan.
Rasulullah
saw. memberi nasihat, “Sering-seringlah menyertai orang bijak dan taatilah
pemimpinmu yang adil. Allah Swt. menghidupkan hati yang mati dengan ilmu sebagaimana
Dia menghidupkan tanah yang mati dengan tumbuham melalui hujan yang
diturunkan-Nya.” Ia juga bersabda : Ilmu adalah harta yang hilang bagi orang
beriman. Ia akan mengambilnya di mana saja ia temukan.”
Bahkan, kata-kata kaum awam turun dari
Lauh Mahfuzh, Kitab Takdir
yang meliputi semua kejadian sejak permulaan hingga akhir. Lauh itu dijaga di
alam akal kausal. Namun, kata diuapkan sesuai dengan derajat seseorang.
Kata-kata orang yang telah mencapai tingkatan hakikat bersumber langsung dari
alam tinggi itu, alam kedekatan dengan Allah, tanpa perantara.
Ketahuilah, semua kehendak kembali
kepada sumbernya. Hati, sang hakikat, harus dibangkitkan, dihidupkan, untuk
menemukan jalan kembali kepada sumber Ilahinya. Ia harus mendengarkan seruan.
Setiap orang harus menemukan seseorang yang menyampaikan seruan itu kepadanya.
Dialah guru sejati. Ini merupakan fardu ain, kewajiban individual, sesuai
dengan sabda Rasulullah saw., menuntut ilmu wajib atas setiap muslim, laki-laki maupun
perempuan.” Ilmu itu adalah tingkatan ilmu yang tertinggi, makrifat,
yang akan membawa seseorang menuju sumbernya, yaitu hakikat. Ilmu lainnya hanya
diperlakukan sesuai dengan kegunaanya. Misalnya, untuk kepentingan nafsu,
manusia memerlukan ilmu duniawi. Allah meridai orang yang meninggalkan hasrat
duniawi, akrena semua kenikmatan dunia merupakan perintang dalam perjalanan
seseorang menuju Allah.
Katakanlah, “Aku tidak meminta sesuatu pun kepadamu atas
seruanku kecuali kasih sayang dalam keluarganya.” (al-Syura’ (42) : 23).
6.
SUFI, PARA PEJALAN DI
JALAN TUHAN
Istilah shufi berasal dari kata Arab “Shaf” yang berarti
suci. Kaum sufi diberi gelar ini karena alam batin mereka disucikan dan
diterangi oleh cahay ilmu, tauhid, dan keesaan. Dalam pengertian lain, mereka
disebut sufi karena secara ruhani mereka dekat dengan para sahabat Rasulullah yang
disebut “Ahlu Shufah”, yang berbaju kasar terbuat dari bulu domba. Bahkan,
mereka sendiri mungkin selalu mengenakan pakaian kasa dan murah yang terbuat
dari bulu domba (shuf) dan banyak pula dari mereka yang selalu mengenakan
pakaian usang penuh tambalan.
Seperti penampilan lahir mereka yang miskin dan hina, bagitu pun kehidupan
duniawi mereka. Mereka sangat bersahaja dalam makan, minum, dan kesenangan
dunia lainnya. Dalam kitab berjudul al-majma diaktakan, “Kaum sufi adalah
mereka yang bersikap sederhana dalam pakaian dan pandangan hidup”. Mungkin saja
mereka tampak tertarik oleh kehidupan dunia. Namun, pengetahuan mereka
diwujudkan dalam perilaku yang sopan dan santun sehingga orang-orang lain
tertarik kepada mereka. Sesungguhnya mereka merupakan teladan bagi manusia.
Mereka mengikuti ajaran-ajaran Allah. Dalam pandangan Tuhan, mereka berada di
garis terdepan manusia; dalam pandangan para salik, terlepas dari penampilan
lahiriah, mereka adalah orang-orang yang menawan hati. Mereka memiliki ciri
yang sangat khas, karena mereka telah mencapai tingkatan tauhid yang
sesungguhnya.
Dalam bahasa Arab, kata tashawwuf, terdiri atas empat
huruf t, sh, w dan f. Huruf pertama, t, adalah singkatan dari tawbah, tobat.
Inilah langkah pertama yang harus ditempuh di jalan ruhani, yang meliputi
langkah lahir dan langkah batin. Langkah lahir ditempuh dengan perkataan,
perbuatan, dan perasaan. Secara lahiriah, orang yang bertobat haru memelihara
hidupnya dari dosa dan maksiat serta condong kepada ketaatan; ia harus
membebaskan diri dari penyimpangan dan kekafiran, seraya mencari keridaan dan
keselarasan. Langkah batin tobat ditempuh oleh hati. Langkah ini ditempuh
dengan menyucikan hati dari segala noda dan salah. Langkah ini bersumber dari
perlawanan terhadap hasrat duniawi dan keteguhan dalam kesucian. Tobat --- yang
merupakan kesadaran atas dosa dan kemestian meninggalkannya, juga merupakan
kesadaran atas kebaikan dan tekad untuk mengamalkannya – akan membawa seseorang
kepada tingkatan kedua.
Tingkatan kedua adalah keadaan tenang dan bahagia, shafa.
Tingaktan ini pun meliputi dua langkah, yakni langkah menuju kesuian hati, dan
langkah menuju inti hakikat.
Ketenteraman
datang dari hati yang bebas dari kecemasan. Kecemasan disebabkan oleh
kesenangan kepada dunia – makanan, minuman, tidur, dan cengkerama. Semua ini
seperti daya tarik bumi, menurunkan eter hati. Tentu saja, membebaskan diri
dari tarikan duniawi merupakan langkah yang sangat berat dan melelahkan. Perjuangan
ini menjadi semakin berat karena ada ikatan lain yang membelenggu eter hati ke
bumi, termasuk hasrat, kekayaan, juga cinta istri dan anak-anak.
Cara membebaskan dan mensucikan hati adalah mengingat
Allah. Apda awalnya, zikir dilakukan secara lisan dengan menyebut nama-Nya
berulang-ulang, melafalkannya dengan keras sehingga kau dan orang lain
mendengar dan mengingat-Nya. Ketika ingatan kepada-Nya telah menetap, zikir
berlangsung dalam hati dan menjadi bagian abtin; yang tertinggal hanya
keheningan. Allah berfirman :
Sesungguhnya
orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetar hati
mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman
mereka (karenanya). (al-Anfal (8) : 2).
Gemetar berarti kagum, takut, dan cinta kepada Allah.
Dengan berzikir dan menyebut nama Allah, hati terjaga dari kelalaian,
dibersihkan, dan diterangi. Dengan begitu, bentuk dan rupa rahasia alam gaib
akan terpantul apdanya. Rasulullah saw., bersabda : “Para ulama secara lahir mengunjungi dan
memeriksa segala sesuatu dengan pikiran mereka, sedangkan kaum bijak secara
batin sibuk membersihkan dan menerangi hati mereka.”
Inti hati akan meraih kententaraman jika telah disucikan
dari segala sesuatu dan dipersiapkan untuk hanya menerima zat Allah, yang akan
emmasukinya jika ia telah dihiasi oleh cinta Ilahi. Inti hati dapat dibersihkan
dengan zikir batin dan terus-menerus melafalkan kalimat tauhid “la ilaha
illallah” dengan lidah hakikat. Ketika hati dan intinya berada dalam keadaan
tenteram dan bahagia maka tingaktan kedua, yang disimbolkan oleh huruf (sh)
menjadi sempurna.
Huruf ketiga w, adalah singkatan dari wilayah, yakni
tingkatan kewalian para pencinta dan kekasih Allah. Tingaktan ini bergantung
apda kesucian batin. Dalam kitab suci Al-Qur’an disebutkan bahwa para wali
Allah itut idak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati; dan bahwa bagi mereka
berita gembira di kehidupan dunia dan (di kehidupan) akhirat .... (Yunus (10) :
62) dan 64).
Orang yang telah emnapai maqam kewalian sepenuhnya
menintai dan terhubung kepada Allah. Buah keadaan ini adalah eprilaku yang
sopan dan kepribadian yang hangat. Inilah karunia Ilahi yang dianugerahkan
kepadanya. Rasulullah saw. bersabda : “Perhatikanlah akhlak Allah dan berperilakulah sesuai
dengannya.” Pada tingaktan
ini, seseorang telah menghapuskan sifat-sifat duniawinya yang fana dan menyatu
dengan sifat-sifat Ilahi. Dalam hadis qudsi, Allah berfirman :
Jika Aku mencintai hamba-Ku, Aku menjadi
amtanya, telinganya, lidahnya, tangannya, dan kakinya. Dia melihat melalui Aku,
dan mendengar melalui Aku, dia berbicara melalui Aku, tangannya menjadi
tangan-Ku, dan dia berjalan bersama Aku.
Sucikan hatimu dari segala sesuatu dan
ingatlah hanya kepada Allah, sebab :
Katakanlah
olehmu (Hai Muhammad), telah datang kebenaran dan telah binasa kebatilan.
Sesungguhnya kebatilan itu binasa. (al-Isra’ (17) : 81).
Ketika kebenearan datang dan kebatilan binasa, tingkatan
wilayah menjadi sempurna.
Huruf keempat, f, merupakan singkatan dari kata Fana,
penidadaan diri. Diri yang batil dan keakuan luruh musnah ketika sifat-sifat
Ilahi memasuki jiwa seseorang. Keakuan digantikan oleh keesaan.
Pada hakiaktnya, kebenaran akan selalu ada; tak pernah
hilang atau pun surut. Permusuhan yang dimaksudkan di sini adalah hawa seorang
mukmin menyadari dan menyatu dengan zat yang telah menciptakannya. Ketika
ebrada bersama-Nya, ia menerima keridaan-Nya : wujud manusia yang fana
menemukan eksistensinya dengan menyadari hakikat yang kekal : Segala sesuatu
musnah kecuali zat-Nya .... (al-Qashash (28) : 88).
Hakikat-Nya dikenal melalui keridaan-Nya. Jika kau
melakukan sesuatu akrena Dia dan diridai-Nya, berati kau telah mendekati
hakikat-Nya, zat-Nya. Setelah itu, semuanya musnah kecuali Yang Esa; Dia menyatu
dengan orang yang diridai-Nya. Amal saleh adalah ibu yang melahirkan hakiakt,
yaitu jiwa sejati yang kembali. Allah berfirman Kepada-Nya naik perkataan yang baik dan
amal yang saleh dinaikkannya. (Fathir (35) : 10). Jika seseornag
berbuat akrena segala sesuatu selain Allah, berarti ia telah menyekutukan
Allah. Sebab, ia telah emnempatkan seseoarng atau yang lainnya di tempat Allah.
Menyekutukan Dia adalah dosa tak terampuni dan lambat laun akan membinasakan
dirinya. Namun, jika diri dan keakuan sirna, ia akan mencapai tingakat
kebersatuan dengan Allah, yang dicapai di alam kedekatan kepada-Nya; alam yang
dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya :
Sesungguhnya
orang yang bertaqwa itu ..... ditempat yang disenangi, di sisi Tuhan Yang
Mahakuasa. (al-Qamar (54) : 54 – 55).
Alam itu adalah alam hakikat sejati; hakikat
segala hakikat; tempat keesaan dan ketunggalan. Itulah alam yang disediakan
untuk para nabi, orang yang dicintai Allah, dan para kekasih-Nya. Allah bersama
orang-orang yang benar. Ketika eksistensi ciptaan menyatu dengan eksistensi yang
kekal, eksistensi keduanya menjadi tak terpisahkan. Ketika seseorang telah
melepaskan dirinya dari semua ikatan duniawi untuk berada bersama Allah,
niscaya ia akan menerima kesucian yang kekal, yang tak pernah ternodai, dan menjadi
salah seorang penghuni surga, mereka kekal di dalamnya (al_A’raf (7) : 42). Mereka
adalah orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh. (al-A’raf (7) : 42). Namun,
Kami tidak memikulkan kewajiban kepada seseorang elainkan sesuai dengan akdar
kesanggupannya. (Al-A’raf (7) : 42). Untuk bisa mencapai tingkat
penyatuan seperti itu, dibutuhkan kesabaran dan ketabahan, karena Allah bersama orang-orang yang sabar
(al-Anfal (8) : 66).
7.
MEREKA SENANTIASA INGAT
TUHAN
Allah
Swt. akan menunjukkan jalan kepada orang yang berusaha mengingat-Nya. Dalam
sebuah ayat Dia berfirman : “Berzikirlah (menyebut) Allah sebagaimana ditunjukkan-Nya
kepadamu .....” (al-Baqarah (20 : 198). Jadi, zikir kepada Allah
akan membawamu kepada tingkatan kesadaran dan keimanan tertentu dan bahwa kau
hanya dapat berzikir sesuai dengan kemampuanmu. Rasulullah saw. bersabda : “Kalimat terbaik adalah kalimat yagn kubaca
dan dibaca oleh para nabi sebelumku. Itulah kalimat La ilaha illallah.”
Ada
beberapa tingkatan zikir dara pelafalannya pun berbeda-beda. Ada zikir yagn
dilafalkan dengan keras, ada juga yagn dilafalkan secara batin, dalam
keheningan dan bersumber dari pusat hati. Pada mulanya, seseorang harus
mengucapkan lafal-lafal zikir. Kemudian, setahap demi satahap, zikir menyebar ke seluruh bagian
wujud seseorang – turun ke hati lalu naik ke jiwa; setelah itu, ia akan
mencapai alam hakikat; lalu menuju yagn tersembunyi, dan akhirnya mencapai
rahasia yagn paling dalam. Kualitas, tingkatan, dan capaian yagn diraih
seseorang dalam zikir bergantung semata-mata pada karunia Allah yang
menunjukinya jalan.
Zikir lisan menunjukkan bahwa hati
tidak melupakan Allah, sedangkan zikir batin merupakan gerak perasaan. Zikir hati melibatkan perasaan dan kesadaran akan adanya
kekuatan dan keindahan Allah dalam dirinya. Adapun zikir jiwa adalah bersinarnya,
cahaya Ilahi yang berumber dari kekuatan dan keindahan Allah. Zikir alam hakikat adalah
kenikmatan ruhani yang bersumber dari pengungkapan hakikat Ilahi. Zikir alam rahasia akan membawa seseorang kepada tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Mahakuasa
(al-Qamar (54) : 55. Zikir tingkatan terakhir yang disebut khafi al-akhfa – rahasia yang
paling sunyi – akan mengantarkan seseorang kepada keadaan fana dan kebersatuan
dengan hakikat. Pada hakikatnya, hanya Allah yagn mengetahui keadaan orang yang
telah memasuki alam yang berisi semua ilmu itu, yang merupakan ujung segala
sesuatu. Sesungguhnya
Dia mengetahui rahasia dan yagn lebih
tersembunyi. (Thaha (20) : 7).
Ketika
seseorang melewati berbagai tingkatan akhir ini, suatu tingkatan ruh, bagaikan
jiwa yagn berbeda, dilahirkan dalam ketunggalan. Jiwa itu lebih suci dan lebih
halus daripada semua jiwa lain. Itulah anak hati, anak hakikat. Ketika masih
dalam bentuk benih, ia menggugah dan menarik menusia untuk mencari dan
menemukan hakikat; setelah dilahirkan, ia memaksa manusia untuk mencari Zat
Allah Swt.
(Dialah) Yang Mahatinggi
derajat-Nya, yang memiliki Arasy, yang mengutus Jibril dengan (membawa)
perintah-Nya kepada siapa yagn
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. )al-Mu’min (40) : 15).
Jiwa
ini berasal dari alam Yang Mahakuasa dan ditempatkan di semesta alam lahir,
tempat manifestasi sifat-sifat Sang pencipta pada makhluk merskipun ia sendiri
merupakan bagian dari alam hakikat. Ia hanya memperhatikan Zat Allah.
Rasulullah saw. menjelaskan, Dunia ini diharamkan
bagi orang yang menghendaki akhirat. Akhirat diharamkan bagi orang yang
menghendaki dunia. Dan keduanya haram bagi orang yang menghendaki Allah.”
Jiwa ini adalah anak hakikat. Ia berada dalam diri orang yang mencari,
menemukan, dan berada bersama Tuhannya.
Apapun yang kau lakukan, diri jasmanimu harus
mengikuti jalan yang lurus, yaitu dengan cara memelihara dan mengikuti ajaran
agama, ia harus terus-terusan ingat dan berzikir menyebut nama Allah, seara
lahir maupun batin. Zikir wajib hukumnya bagi orang yang melihat hakikat,
sebaagimana diperintahkan oleh Allah :
Ingatlah (dengan
menyebut nama) Allah sambil berdiri, atau duduk atau dalam keadaan berbaring.
(al-Nisa’ (4) : 103).
.... (yaitu) orang yang
mengingat Allah sambil bediri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring dan
mereka merenungkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau.....”
(al-‘Imran (3) : 191).
8.
SYARAT PENYEMPURNA
ZIKIR
Salah satu syarat zikir adalah wudlu,
kesucian dan kebersihan badan maupun jiwa. Langkah pertama dalam zikir adalah
melafalkan kalimat zikir – kalimat tauhid atau sifat-sifat Allah – dengan suara
yang keras. Ketika melafalkan kalimat zikir, berusahalah untuk memusatkan
pikiran ssehingga hati mendengar zikir yagn dilafalkan dan diterangi cahayanya.
Zikir akan menghidupkan hati – tidak hanya di dunia ini, tetapi juga kelak di
akhirat. Allah Swt. menjelaskan bahwa mereka tidak akan lagi merasakan kematian, kecuali
kematian yang pertama.... (al-Dukhan (51) : 50).
Rasulullah saw. menjelaskan derajat
mukmin yagn mencapai hakikat melalui zikir, dalam sabdanya, “Orang yang
beriman tidaklah mati. Mereka hanya melewati kehidupan yang fana menuju
kehidupan yang kekal.” Mereka tetap melakukan apa yagn mereka
lakukan di dunia ini. Rasulullah saw. bersabda : “Para nabi dan orang yang dekat kepada
Allah tetap beribadah di kubur mereka, seperti di rumah mereka saat di dunia.”
Ibadah yang dimaksudkan di sini adalah shalat batin kepada Allah, bukan shalat
seperti yagn dilakukan di dunia, yang meliputi gerakan berdiri, rukuk, sujud,
dan sebagainya. Shalat batin
merupakan salah satu kualitas penting yang menjadi ciri mukmin sejati.
Ilmu tersebut tidak dapat diupayakan, tetapi diberikan oleh Allah kepada
siapa saja yagn dikehendaki-Nya. Setelah naik ke tingkat itu, orang yang
mendapatkannya didekatkan kepada hakiakt Allah. Keadaan itu hanya dapat diraih
apabila hatinya hidup dan seluruh perhatiannya terpusat kepada zikir, serta memiliki
tekad untuk menerima hakikat. Rasulullah saw. bersabda : “Mataku tidur, tetapi tiak hatiku. Ia
selalu terjaga.”
Rasulullah saw. menjelaskan nilai
penting tekad dalam perjuangan meraih ilmu dan hakikat : “Jika seseorang ingin belajar dan berusaha
meraih keinginannya, tetapi ia wafat sebelum mencapai tujuannya maka Allah akan
menugaskan dua malaikat sebagai guru yang akan mengajarinya ma’rifat hingga
hari kiamat. Ia akan dibangkitkan sebagai orang berilmu yang telah mencapai
hakiakt.” Kedua malaikat itu
mencerminkan ruh Rasulullah serta cahaya cinta dan kewalian yang menghubungkan
manusia dengan Allah. Pentingnya tekad dan niat diuraikan secara lebih jelas
oleh Rasulullah saw. “Banyak orang yang ingin mencari ilmu, tetapi mereka
wafat dalam keadaan bodoh. Namun, mereka akan dibangkitkan dari kubur di hari
kiamat sebagai orang berilmu; dan banyak orang berilmu yagn dibangkitkan di
hari kiamat dalam keadaan hampa, karena kehilangan segala sesuatu dan
benar-benar bodoh.” Orang yang menyombongkan ilmu mereka, dan yang
mencari ilmu untuk mendapatkan kekayaan duniawi serta perbuatan dosa, mesti
diperingatkan :
Telah kau habiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawi
(saja)dan kau telah bersenang-senang dengannya; pada hari ini kamu dibalas
dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka
bumi tanpa hak dan karena kamu telahf
asik. (al-Ahqaf (46) : 20).
Rasulullah sawb versabda : Sesungguhnya
setiap amal bergantung kepada niat.”
Tekad dan niat seorang mukmin di sisi Allah lebih berharga daripada
amalnya. Niat seorang kafir lebih buruk daripada keburukan amalnya. Bagi Allah,
niat baik seorang mukmin lebih baik daripada amal saleh seorang kafir. Niat
adalah landasan amal. Rasulullah bersabda : “Kebaikan adalah mendirikan amal yang baik atas landasan
yang baik, dan dosa adalah amal yang dilandasi niat buruk.” Barang siapa
mengehndaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan
abrang siapa menghendaki keuntungan di dunia ini Kami berikan kepadanya
sebagian keuntungan dunia dan tidak ada baginya sedikit pun bagian di akhirat.
(al-Syura (42) : 20).
9.
MERAIH MAQAM PENYAKSIAN
Melihat
Allah mengandung dua pengertian : Pertama melihat langsung manifestasi
sifat-sifat Allah Yang Mahaindah di akhirat. Kedua, melihat manifestasi
sifat-sifat Ilahi di dunia ini yagn tercermin pada hati yagn suci. Pada kasus
ini, penglihatan itu menjadi manifestasi cahaya yagn memancar dari Keindahan
Mutlak Allah dan dilihat oleh amta hati.
Mengenai
realitas yang dilihat mata hati, Allah menjelaskan bahwa hati tidaklah emndustakan apa yagn
dilihatnya. (al Najm (53) : 11).
Ihwal
melihat manifestasi Ilahi melalui perantara, Rasulullah saw. bersabiapa saja
yang telah sampai pada maqam penyaksian manifestasi sifat-sifat Allah di dunia
ini niscaya akan melihat Zat Allah di hari kiamat tanpa bentuk atau rupa.
Hakiakt
ini telah diddtegaskan oleh banyak kekasih dan para pecinta. Hadhrah Umar r.a.
berkata “Hatiku
melihat Tuhanku dengan cahay Tuhanku.” Hadhrah Ali r.a. berkata : “Tidaklah aku
berdoa kepada Allah kecuali aku melihat-Nya.” Mereka berdua tentu
melihat cahaya terang manifestasi sifat-sifat Ilahi. Jika seseorang melihat
cahaya matahari yang menyelinap melalui jendela dan berkata, “Aku melihat
matahari.” Ucapannya itu benar.
Allah
memberikan gambaran paling indah mengenai manifestasi sifat-sifat-Nya :
Allah (pemberi) cahaya
(kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang
tak tembus, yagn didalamnya ada pelita besar. Pelita itu dalam kaca (dan) kaca
itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan
dengan minyak dari pohon yang banyak
berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak
pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walau pun tidak
disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki. (al-Nur (24) : 35).
Lubang
yang dimaksud pada ayat itu adalah hati orang beriman. Pelita yang menerangi
lubang hati adalah inti hati, sedangkan cahaya yang menyinarinya adalah hakikat
Ilahi, jiwa sultan. Kaca berfungsi untuk memantulkan, bukan menahan. Ia
melindungi dan memancarkan cahaya. Karena itulah ia diperumpamakan sebagai
bintang. Sumber cahaya adalah pohon Ilahi. Pohon itu adalah maqam keesaan yang
membentangkan cabang-cabang dan akar. Dari pohon itu lahir prinsip-prinsip
keimanan, yang berhubungan tanpa perantara apa pun dalam bahasa yagn suci.
Melalui bahasa suci inilah Rasulullah
saw. menerima wahyu Al-Qur’an. Pada hakikatnya, malaikat Jibril menyampaikan
pesan Ilahi hanya setelah pesan itu diterima oleh Nabi Muhammad. Penyampaian
wahyu oleh Jibril adalah demi kepentingan kita agar kita dapat mendengarnya
dalam bahasa manusia.
Proses pewahyuan ini pun menunjukkan siapa
orang yang munafik atau kafir. Mereka punya alasan untuk mengingkari wahyu
Al-Qur’an karena mereka tidak beriman kepada para malaikat.
Dalil bahwa Al-Qur’an diwahyukan
langsung kepada Rasulullah saw. terdapat dalam Al-Qur’an sendiri :
“Dan sesungguhnya kami benar-benar diberi Al-Qur’an dari
sisi (Allah) Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (al-Naml (27) : 6).
Karena
Rasulullah saw. telah menerima wahyu sebelum Jibril membawanya, maka setiap
kali Jibril menyampaikan ayat-ayat suci, Rasulullah lebih dahulu telah memahami
dan membacanya. Inilah makna fiman Allah :
Dan janganlah kamu
tergesa-gesa memabca Al-Qur’an sebelum disampaikan pewahyuannya kepadamu .....
(Thaha (20) : 114).
Ini
ditegaskan oleh fakta bahwa ketika Jibril mendampingi Nabi saw. pada malam
Mi’raj, ia tak dapat mencapai langit ke tujuh. Jibril mengatakan, “Jika aku maju
selangkah lagi, niscaya aku hancur menjadi debu.” Di sanalah ia membiarkan Rasulullah saw.
meneruskan Mi’rajnya sendirian.
Allah
menyatakan bahwa pohon zaitun – pohon tauhid – yang diberkahi itu tidak di
Timur maupun di Barat. Dengan kata lain, ia tidka berawal maupun berakhir, dan
cahaya yang dipancarkannya tidak akan pernah terbit ata tenggelam. Ia azali
sejak dahulu dan kekal hingga akhir masa. Zat maupun sifat-sifat Allah adalah kekal, karena
sifat-sifat-Nya adalah cahaya yang memnacar dari zat-Nya. Manifestasi zat
maupun sifat-Nya berganutng kepada zat-Nya.
Ibadah
sejati hanya dapat dilakukan jika tabir yang menutupi hati telah diangkat
sehingga cahaya kekal itu, dapat meneranginya. Hanya setelah itulah jiwa akan
melihat melalui pelita ruhani.
Alam
semesta ini dicicptakan dengan tujuan agar manusia dapat menemukan
Perbendaharaan Tersembunyi, yang difirmankan oleh Allah dalam hadis qudsi : “Aku adalah
perbendaharaan tersembunyi.” Jadi, Dia ingin dikenal di alam amteri
ini melalui sifat-sifat-Nya yang mengejawantah pada ciptaan-Nya. Namun, hanya
diakhiratlah manusia dapat meliaht zat-Nya. Di sana, melihat Allah akan
berlangsung tanpa tabir, seperti yang dikehendaki-Nya, dan yang dapat
melihat-Nya hanyalah mata sang anak hati.
Wajah-wajah (orang
mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhanlah mereka melihat.
(al-Qiyamah) (75) : 22 – 23).
Rasulullah saw. bersabda : “Aku pernah
meleihat Tuhanku dalam rupapemuda yang tampan.” Mungkin inilah manifestasi sang anak hati.
Cara itu berada dalam cermin. Ia membuat yang tidak tampak menjadi tampak.
Allah Swt. Mahasuci dari segalabentuk penggambaran, pencintraan, atau perupaan.
Cinta adalah gambar di
cermin, bukan cermin itu sendiri maupun orang yang melihat ke cermin.
Camkan dan pahamilah, sebab itu merupakan esensi alam hakikat.
Tetapi
semua itu hanya terjadi di alam sifat-sifat. Di alam zat, semua perantara
hilang, terbakar sirna. Di alam zat, yang ada adalah tidak ada, tetapi zat
dirasakan adanya tanpa ada yang lain. Rasulullah saw. menjelaskan hal ini
dengan ungkapan yang indah : “Aku kenal Tuhanku melalui Tuhanku,” di dalam
cahaya-Nya dengan cahaya-Nya! Hakikat manusia adalah hakikat cahaya itu
sendiri. Allah Swt. berfirman : “Manusia adalah
hakikat-Ku dan Aku adalah hakikatnya.”
Kedudukan Nabi Muhammad saw. yang cahayanya
merupakan makhluk yang pertama diciptakan Allah, dijelaskan oleh sabdanya : “Aku dari Allah
dan orang beriman dariku>’ .Allah berfirman dalam hadis qudsi : “Telah
kuciptakan cahaya Muhammad dari cahaya Ku sendiri.” Arti cahaya Allah di sini adalah zat Ilahi-Nya
yang manifes dalam sifat kasih sayang-Nya. Pengertian ini dnyatakan dalam
sebuah hadis qudsi : “Kasih sayang Ku mendahului murka-Ku.” Rasulullah
saw. adalah cahaya hakikat, sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah : “Tidaklah Aku
mengutusmu melainkan untuk (menjadi) rahmat atas seluruh alam.” (al-Anbiya’
(21) : 107). Dan “Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami,
menjelaskan banyak isi al-Kitab yang kamu sembunyikan dan banyak (pula yang)
dilahirkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah .....”
(al-Ma’idah (5) : 15).
Keutamaan
Rasulullah saw. semakin jelas ketika Allah berfirman kepadanya : “Sekiranya bukan
karena engkau, takkan Kuciptakan makhluk.” .
10.
TABIR CAHAYA
DAN KEGELAPAN
Allah
berfirman : “siapa
yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta.”
(al-Isra’ (17) : 72). Buta yang dimaksudkan bukanlah buta mata,
melainkan buta hati sehingga seseorang tidak bisa melihat cahaya akhirat. Allah
Swt. berfirman : “......
sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang di
dalam dada.” (al-Hajj (22) : 46). Satu-satunya penyebab kebutaan
hati adalah kelalaian, lupa akan kewajiban, tujuan, dan janjinya kepada Allah
ketika ia hidup di dunia. Penyebab kelalaian adalah kebodohan terhadap hukum
dan perintah Tuhan. Kebodohan itu disebabkan oleh kegelapan yang menghalanginya
dari dunia luar dan membelenggu batinnya. Di antara sifat yang menggelapkan
hati adalah keangkuhan, kesombongan, iri, khianat, dendam, dusta, suka
menggunjing, mengumpat, dan berbagai sifat buruk lainnya. Sifat-sifat inilah
yang akan menjungkirkan manusia dari makhluk yang paling mulia menjadi makhluk
yang paling hina.
Sifat-sifat
buruk ini dapat dihilangkan dengan menyucikan dan menerangi hati. Penyucian
dilakukan dengan mencari dan mengamalkan ilmu, disertai tekad dan usaha yang
kuat. Selain itu, ia harus memerangi nafsu di dalam maupun di luar diri dengan
menjauhi realitas yang serbaneka untuk menyatu dengan tauhid. Jika perjuangan
ini dilakukan tanpa henti, niscaya hati menjadi hidup diterangi cahaya tauhid.
Dan jika hati telah diterangi cahaya tauhid, ia akan melihat hakikat
sifat-sifat Allah di sekitar dan di dalam dirinya.
Barulah
setelah itu kau akan mengingat tanah air sejati tempat asalmu. Kau akan
diliputi kerinduan untuk kembali ke sana, dan ketika saatnya tiba, dengan
pertolongan Allah Swt. ruh suci dalam dirimu akan menyatu dengan-Nya.
Ketika
kegelapan sirna, cahaya datang menggantikannya sehingga orang yang memiliki
mata hati akan mampu melihat hakikat. Ia memahami segala yang dilihatnya dengan
cahaya nama-nama dan sifat Ilahi. Ia akan diliputi cahaya, dan akhirnya menjadi
cahaya. Kendati demikian, cahaya masih menjadi tabir yang menutupi cahaya zat
Ilahi hingga cahaya itu seirna dan yang tersisa hanya cahaya zat Ilahi.
Hati memiliki dua mata, yang kcil dan yang
besar. Dengan mata hati yang kecil manusia dapat melihat manifestasi
sifat-sifat dan nama-nama Allah. Ia akan melihatnya sepanjang perkembangan
ruhani manusia. Mata yang lebih besar hanya dapat melihat melalui cahaya tauhid
dna keesaan. Mata itu akan melihat jika seseorang telah mencapai wilayah
kedekatan kepada Allah. Ia akan melihat di alam tertinggi manifestasi zat
Allah, keesaan yang mutlak.
Semua tingkatan ruhani yang tinggi ini dapat
dicapai dalam kehidupan di dunia ini jika kau telah menyucikan dirimu dari
sifat-sifat duniawi, termasuk sifat mementingkan diri sendiri dan hawa nafsu.
Keberhasilanmu menaiki jenjang-jenjang ruhani itu bergantung pada sebesar apa
usahamu untuk menjauhkan diri dari sifat duniawi dan dari nafsumu.
Pencapaian tujuan yang kau dambakan itu
tidaklah seperti datangnya sesuatu atau seseorang di suatu tempat. Pencapaian
itu pun tidak seperti peralihan dari tidak tahu menjadi tahu; tidak seperti
akal yang berhasil memahami suatu obyek pemikiran, tidak pula seperti khayalan
yang menyatu dengan harapan. Tujuan itu tercaai ketika kau hampa dari segala
sesuatu kecuali zat Allah.
Pencapain ini merupakan proses yang terus-terusan menjadi. Tak ada jarak, tak
ada kedekatan maupun kejauhan, tak ada pencapaian, tak ada ukuran, tak ada
arah, dan tak ada dimensi.
Dia
Mahabesar, segala puji bagi-Nya. Dia Maha Penyayang. Dia terlihat pada apa yang
disembunyikan-Nya darimu. Dia memanifestasikan diri-Nya ketika Dia letakkan
tabir antara diri-Nya dan dirimu. Pengenalan kepada-Nya tersembunyi dalam
kerahasiaan-Nya.
Siapa saja di antara kalian yagn dapat
mencapai cahaya yang dilukiskan dalam buku ini di kehidupan dunia,
pertimbangkanlah catatan amalmu. Dengan cahaya itu kau dapat melihat segala
sesuat yagn telah kau kerjakan. Karena itu, perhitungkan dan pertimbangkanlah.
Kelak, di hari kiamat, kau harus membaca catatan amalmu di hadapan Tuhan. Itu
merupakan titik akhir. Setelah itu, tak ada ada lagi peluang untuk menimbang
amalmu. Jika kau menimbangnya di sini, kau masih punya waktu, kau termasuk ke
dalam golongan orang yang selamat.
Jika tidak, penderitaan dan bencana akan menjadi nasibmu di dunia ini dan di
akhirat kelak. Kehidupan ini akan berakhir. Di depan kita telah menunggu azab
kubur, kiamat, dan timbangan amal. Kita juga akan menghadapi jembatan ujian,
yang lebih tipis dariapda rambut dan lebih tajan daripada pedang. Di ujung
jembatan itu ada surga, di bawahnya ada neraka beserta segala bentuk
penderitaannya yagn abadi. Itulah realitas yang harus dihadapi manusia ketika
kehidupan yang fana ini berakhir.
11.
KEBAHAGIAAN DAN
PENDERITAAN
Ketahuilah,
manusia terbagi ke dalam dua golonga : pertama, mereka yang tenteram, senang,
dan bahagia, yang ebramal shaleh karena taat kepada Allah; kedua, mereka yang
ketakutan, ragu dan menderita karena bermaksiat kepada Allah. Manusia memiliki
potensi untuk taat atau bermaksiat. Jika keikhlasan, ketulusan, dan kebaikan
mendominasi seseorang, niscaya kenagkuhannya berubah menjadi kelembutan, dan
sisi buruk ditaklukkan oleh sisi baiknya.
Sebaliknya, jika hawa nafsu mendominasi maka kemaksiatan akan mengalahkan
kesucian dan ketaatan sehingga ia gemar bermasiat. Jika kedua sifat yang saling
bertentangan ini sama kuat, ia boleh berharap bahwa kebaikan akan memang,
seperti yang dijanjikan oleh Allah : “Barang siapa membawa amal yang baik, baginya (pahala)
sepuluh kali lipat amalnya.... (al-An’am (8) : 160). Dan jika ia
menghendaki, Dia akan melipatgandakan karunia-Nya.
Namun,
jika antara kebaikan dan dosa seimbang, seseorang harus melewati ujian yang
berat di hari kiamat. Berbeda halnya dengan orang yang mampu mengalahkan hawa
nafsunya, sebab ia tidak akan dihadang ujian;
tak ada perhitungan atas dirinya.
Ia akan masuk surga tanpa melalui kengerian hari kiamat :
“Dan adapun orang yang
berat timbangan (kebikan)nya, maka ia berada dalam kehidupan yang memuaskan,
(al-Qari’ah (101) : 6 – 7).
Orang
yang timbangan dosanya lebih berat daripada amal baiknya, niscaya akan
menghadapi azab yang setimpal. Lalu ia akan dilemparkan ke dalam kobaran api
neraka dan, jika ia memiliki iman, ia akan masuk surga.
Pertentangan
antara ketaatan dan kemaksiatan adalah pertentangan antara kebaikan dan
kejahatan. Keduanya ada dalam diri manusia meskipun kadaan keduanya
berubah-ubah. Kebaikan dapat berubah menjadi kejahatan dan kejahatan dapat
menjadi kebaikan. Rasulullah saw. bersabda : “Orang yang kebaikannya mengalahkan
kejahatannya, akan mendapatkan keselamatan, ketenteraman, dan kebahagiaan,
sedangkan orang yang kejahatannya lebih banyak daripada kebaikannya, ia akan
berbuat maksiat dan menjadi orang yang jahat; orang yang mengakui kesalahannya,
bertobat, dan mengubah jalan hidupnya, niscaya kemaksiatannya aakn diubah
menjadi ketaatan dan ibadah.”
Ketahuilah,
Allah telah menetapkan bahwa kebaikan dan kejahatan, kebahagiaan mukmin yang
taat, dan penderitaan para pelaku maksiat merupakan keadaan bawaan manusia.
Rasulullah saw. bersabda : “Orang yang
beruntung menjadi orang baik telah ditetapkan menjadi orang yang baik ketika ia
masih di dalam rahim ibunya, dan orang yang jahat telah ditakdirkan menjadi
jahat sejak ia berada dalam rahim ibunya.” Itulah keadaannya, dan tak seorang pun yang
berhak membahas persoalan ini. Ketetapan Allah bukanlah obyek pemikiran yang
harus dibahas. Orang yang tergoda untuk membahasnya akan terjerumus ke dalam
kemurtadan dan kekafiran.
Selain itu, tak seorang pun boleh
mempergunakan takdir sebagai dalih untuk meninggalkan usaha, kerja keras, dan
amal baik. Kau tak boleh berkata : “Jika aku memang ditakdirkan menjadi orang baik, tak
perlu aku bersusah payahberbuat kebaikan. Toh aku telah dirahmati.”
Atau : “Jika
aku ditakdirkan menjadi orang jahat, apagunanya berbuat baik? Pandangan seperti itu jelas-jelas sesat. Tak
patut kau berkata “Jika keadaanku telah ditetapkan di masa lalu, apa untung
ruginya aku berharap pada perbuatanku ini?” perbedaan sikap mengenai takdir ini
tergambar pada perbedaan antara Adam a.s., manusia dan nabi pertama, dan Iblis.
Iblis menisbatkan kemaksiatannya kepada takdir. Ia menjadi kafir sehingga
terusir dari rahmat dan hadirat Allah. Sebaliknya, Adam a.s. mengakui kesalahan
ddirinya, dan sebagai bentuk tanggung jawabnya, ia memohon ampunan, menerima
rahmat Allah, dan akhirnya mendapat keselamatan.
Setiap muslim dan mukmin haram
mempertanyakan atau menjadikan takdir sebagai dalih. Tindakan itu hanya akan melahirkan
keragu-raguan, atau lebih jauh lagi, kekafiran. Setiap mukmin wajib percaya kebijaksanaan Allah. Segala
kejadian yang disaksikan manusia dalam dirinya dan di dunia ini tentu ada
sebabnya. Namun, karena didasarkan atas kebijaksanaan Ilahi, sebab itu tak
mungkin dipahami logika manusia. Jika kau menghadapi kekafiran, kemunafika,
kemusyrikan dan ragam kejahatan lainnya di dunia ini, jangan sampai semua itu
mengguncangkan imanmu. Ketahuilah Allah Swt. dengan kebijaksanaan-Nya yang
mutlak telah menentukan segala sesuatunya. Dia-lah yang menciptakan apa yang
tampak sebagai keburukan untuk mengungkapkan kekuasaan-Nya yang takt erbatas.
Mungkin sebagian orang melihat manifestasi tersebut kejam dan buruk. Namun, ada
rahasisa besar di balik semua ini yang hanya dapat diketahui oleh Rasulullah
saw.
“Alkisah, seorang alim
berdoa kepada Tuhannya, “Wahai Yang Maha Esa, semuanya telah Kau takdirkan.
Nasibku berada dalam genggama-Mu. Kehendakku ada di tangan-Mu, ilmu yang Kau
berikan kepadaku adalah ciptaan-Mu.”
Tiba-tiba, muncul satu
jawaban tanpa suara dan tanpa kata, dari dalam dirinya sendiri : “Hai hamba-Ku,
semua yang kau lakukan adalah milik Yang Maha Esa yang tiada sekutu bagi-Nya,
bukan milik hamba.”
Alim itu berkata lagi :
“Tuhanku, aku telah menganiaya diriku sendiri. Aku telah dibuat salah dan
berdosa.”
Setelah pengakuan itu,
ia mendengar lagi suara dari dalam dirinya : “Aku melimpahkan rahmat-Ku atas
dirimu. Semua kesalahan dirimu tlah Kuhapuskan. Kau telah Ku ampuni.”
Setiap
mukmin harus menyadari dan bersyukur bahwa semua kebaikan mereka bukanlah dari
mereka, melainkan hanya melalui mereka. Keberhasilan berasal dari Sang
Pencipta. Jika bersalah, ketahuilah bahwa kesalahand an dosa berasal dari diri
mereka, agar mreeka bertobat. Kejahatan bersumber dari hasrat sesat nafsu
mereka. Jika kau memahami ini dan mengikutinya, kau termasuk golongan orang
yang disebut oleh Allah sebagai :
Orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendir, ingat kepada Allah, lalu
memohon ampun atas dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa
selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu sedang mereka
mengetahui. Sesungguhnya balasan bagi mereka adalah ampunan dari Tuhan mereka
dan surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di
dalamnya.... (al-Imran (3) : 135 – 136).
Setiap
mumin mesti meyakini bahwa penyebab semua kesalahannya adalah dirinya sendiri.
Keyakinan ini akan menyelamatkan dirinya. Itu jauh lebih baik daripada
menisbatkan kesalahannya kepada Yang Mahasuci lagi Mahakuasa, Yang Maha Esa
Sang Pencipta semesta.
Rasulullah
saw. bersabda : “Apakah
seorang akan menjadi baik atau jahat sudah diketahui ketika ia berada dalamr
ahim ibunya.” Makna “rahim ibu” dalam hadis itu adalah empat unsur
sumber semua kekuatan daya material. Dua diantaranya adalah tanah dan air, yang
berfungsi menumbuhkan iman dan ilmu, menghidupkan, dan mewujud dalam hati
sebagai sikap rendah hati, karena tanah bersifat rendah. Lawan keduanya adalah api dan eter, yang
bersifat membakar, merusak, dan membinasakan. Allah telah menjadikan empat
unsur yang berlawanan ini dalam sebuah wujud. Bagaimana air dan api dapat
berdampingan? Bagaimana cahaya dan kegelapan sama-sama berada dalam awan?
“Dialah Tuhan yang
memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia
mengadakan awan dan mendung.
Dan guruh itu bertasbih
memuji Allah. (Begitu pun) Para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah
melepaskan halilintar lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki.
(al-Ra’d (13) : 12 – 13).
Suatu
hari, seseorang bertanya kepada Syekh Yahya ibn Muaz al-Razi, “Bagaimana kau mengenal Allah?”
“Dengan menyatukan hal-hal yang berlawanan.”
SEGALA HAL, yang berlawanan berkaitan dengan,
bahkan menjadi syarat untuk memahami, sifat-sifat Allah. Manusia merupakan
cermin yagn memantulkan kebenaran Ilahi. Dalam wujudnya, manusia meliputi
seluruh semesta. Karena itulah ia disebut penyatu yang majemuk – makrokosmos.
Allah telah menciptakannya dengan tangan-Nya sendiri, tangan kasih sayang-Nya,
dan tangan kekuatan serta amarah-Nya. Karena itu, manusia merupakan cermin yang
menampilkan baik sisi yang kasar dan keras maupun sisi yang halus dan indah.
Semua
nama Ilahi diejawantahkan dalam diri manusia, sedangkan semua makhluk lainnya
hanya bersisi tunggal. Allah menciptakan iblis dan keturunannya dari sifat
amarah-Nya. Dia menciptakan malaikat dari sifat rahmat-Nya. Seifat kewalian dan
ketekunan beribadah ada pada para malaikat, sedangkan iblis dan para
pengikutnya, yang diciptakan Allah dari sifat amarah-Nya, memiliki sifat zalim.
Karena itulah iblis bersikap sombong dan enggan ketika diperintahkan Allah
untuk bersujud kepada Adam.
Karena
manusia memiliki sifat yang mulia sekaligus tercela, dan karena Allah telah
memilih para rasul dan wali-Nya dari kalangan manusia, maka para utusan-Nya pun
tidak terlepas dari kesalahan. Sebagai penerima risalah, para nabi terpelihara
dari dosa-dosa besar. Namun, mereka tidak luput dari dosa-dosa kecil. Berbeda
dengan para nabi, para wali tidak suci dari dosa. Namun, jika mereka telah
mencapai kesempurnaan dalam pendekatan diri kepada Allah, maka mereka akan
terpelihara dari dosa.
Syaqiq
al-Balkhi, semoga Allah menyucikan ruhnya, berkata : “Ada lima tanda kesalehan : sifat yang baik
dan hati yagn lembut, sering menangis karena taubat, kesederhanaan dan
mengabaikan dunia, tidak serakah, dan memiliki kesadaran diri. Tanda seorang
pendosa pun ada lima : berhati keras, memiliki mata yagn tidak pernah menangis,
cinta dunia dan segala urusan duniawi, serakah, dan tidak memiliki kesadaran
atau rasa malu.”
Rasulullah
saw. menisbatkan empat sifat kepada orang yagn saleh, yaitu : “dapat dipercaya
dan menjaga serta menunaikan amanat yagn disampaiakan kepadanya; selalu
menepati janji; jujur dan tak pernah berdusta, tidak kasar; dan tidak melukai hati orang lain.”
Rasulullah juga menyebutkan empat ciri pendosa, yaitu : “khianat, tak dapat dipercaya, dan tidak
menunaikan amanat. Ia tidak menepati janji; ia suka berdusta; ketika berbicara
ia suka menyerang dan mengutuk sehingga ia sering melukai hati orang lain.”
Di samping itu, orang yang berdosa enggan memaafkan kesalahan orang lain.
Inilah tanda orang yang tidak beriman, karena memaafkan merupakan ciri utama
seorang mukmin. Allah Swt. memerintahkan Rasulullah ssaw. “Jadilah pemaaf, suruhlah orang mengerjakan
yang makruf, serta berpalinglah dari orang yagn bodoh.” (al-A’raf (7) : 199).
Perintah
‘jadilah pemaaf” tidak hanya ebrlaku atas Rasulullah saw. Perintah itu berlaku
atas setiap orang yang beriman kepada Nabi Muhammad saw. Jika seorang raja
menitahkan kepada Gubernur untuk melakukan sesuatu, maka perintah itu pun
berlaku atas masyarakat yang ada di wilayah pimpnan sang gubernur, meskipun
raja itu mengatakan hanya kepada dirinya.
Ungkapan
“Jadilah Pemaaf” sama saja dengan ucapan “Biasakanlah memaafkan dan jadikan
pemaaf sebagai sifatmu, bagian dirimu sendiri.” Rasulullah juga bersabda. “Siapa saja yang
bersifat pemaaf, ia akan menerima salah satu nama Allah, yakni Yang Maha
Pengampun.” Allah berjanji ..... “Maka
barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, pahalanya atas (tanggungan) Allah ....
(al-Syura (42) : 40).
Ketahuilah,
kebaikan dapat berubah menjadi kemaksiatan, dan kemaksiatan menjadi kebaikan tidak
dengan sendirinya, tetapi karena usaha dan perbuatan manusia. Rasulullah saw.
bersabda. : “Semua
anak dilahirkan dengan muslim. Orangutanyalah yang menjadikannya Yahudi,
Nasrani, atau Majusi.” Setiap manusia mempunyai potensi untuk
menjadi orang baik atau jahat. Karena itu, kita tak dapat menghakimi seseorang
atau sesuatu sepenuhnya baik atau sepenuhnya jahat. Pandangan yang benar adalah
bahwa jika kebaikan seseorang lebih banyak daripada keburukannya, berarti ia
orang baik, dan jika keburukannya lebih banyak daripada akebaikannya, berarti
ia orang jahat.
Dan
tidak berarti bahwa seseorang akan masuk surga tanpa melakukan amal baik
sedikit pun, atau bahwa ia diamsukkan ke neraka tanpa melakukan kejahatan
sedikit juga. Pandangan seperti itu bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
Allah telah menjanjikan surga kepada hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh,
dan Dia mengancam pelaku maksiat, tidak beriman,dan menyekutukan Allah dengan
azab neraka. Allah berfirman.
“Barangsiapa mengerjakan
amal saleh, maka itu untuk dirinya sendiri, dan barang siapa mengerjakan
kejahatan, itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu
dikembalikan. (al-Jatsiyah (45) : 15).
Pada hari ini tiap-tiap
jiwa diberi balasan atas perbuatannya. Tidak ada yagn dirugikan pada hari ini.
Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya (al-Mu’min (40) : 17).
Dan bahwa seorang
manusia tidak memperoleh selain apa yang diusahakannya. (al-Najm (53) : 39).
Dan kebaikan apa saja
yang kamu usahakan bagi dirimu tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi
Allah (al-Baqarah (2) : 110).
12.
KAUM DARWIS
Ada segolongan orang yagn disebut
sufi. Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian istilah sufi. Sebagian
berpendapat bahwa mereka disebut sufi karena mereka biasanya mengenakan pakaian
kasar terbuat dari wol, yang dalam bahasa Arab disebut Shuf – bulu domba.
Sebagian lainnya mengatakan bahwa mereka disebut sufi karena emreka terbebas
dari kecemasan duniawi serta hidup dengan tenang dan tenteram – shafa. Ada pula
orang yang berpandangan bahwa mereka disebut sufi karena hati mereka telah suci
(shafi) dan segala sesuatu selain Allah. Dan kelompok terakhir menyatakan bahwa
mereka disebut sufi karena dekat kepada Allah dan akan berada di abrisan
pertama (shaf) di hadapan Allah pada hari kiamat.
Berkaitan dengan perjalanan manusia
dalam kehidupannya di dunia dan akhirat, dikenal ada empat alam. Pertama, alam materi, yang
meliputi tanah, air, api, dan eter. Kedua, alam ruh, yagn terdiri atas para malaikat, jin, mimpi, dan
kematian, termasuk juga di dalamnya balasan dari Allah – berupa delapan surga
dan tujuh neraka. Ketiga,
Alam Tinggi, yagn meliputi nama-nama indah dari sifat-sifat Allah, dan Lauh
Mahfuzh yagn menghimpun semua ketetapan Allah. Keempat, alam zat Allah. Alam yagn keempat ini tak
dapat dilukiskan karena di sana tak ada kata, nama, sifat, atau pun keserupaan.
Hanya Allah yagn mengetahuinya.
Juga ada empat jenis ilmu. Pertama, ilmu tenetang
ajaran-ajaran Allah, yang berkaitan dengan aspek-aspek lahir kehidupan duniawi.
Kedua, ilmu sawawuf,
ilmu batin yang menyangkut sebab akibat. Ketiga, ilmu ruh untuk meraih ma’rifat, keempat, ilmu hakikat.
Jiwa juga terbagi ke dalam empat
bagian, yaitu jiwa material, jiwa tercerahkan, jiwa sultan, dan jiwa Ilahi.
Penampakkan, atau manifestasi Sang
Khaliq, juga terbagi ke dalam empat bagian. Pertama, manifestasi dalam bentuk, rupa dan warna,
yang terlihat dalam segala bentuk ciptaan Allah. Kedua, manifestasi yagn terdapat dalam perbuatan
dan berbagai peristiwa yagn terjadi di dunia. Ketiga, manifestasi dalam sifat-sifat, ciri, dan
karakter segala sesuatu. Keempat,
manifestasi zat Allah.
Intelek
atau kecerdasan juga terbagi ke dalam empat bagian, yaitu kecerdasan yang berkaitan
dengan urusan duniawi; kecerdasan yagn menelaah dan memikir akhirat; kecerdasan
jiwa, ilmu ruhani; dan yagn terakhir Akal kausal yang utuh.
Kita telah mengkaji empat macam pokok
bahasan, yang meliputi empat bentuk manifestasi dan macam intelek. Sebagian
orang berada pada tingkatan pertama ilmu, ruh, manifestasi, dan intelek. Mereka
merupakan penghuni surga pertama yang disebut “surga yang aman”, atau surga duniawi. Orang yang
berada pada tingkatan kedua ilmu, ruh, manifestasi dan intelek berada di surga
yang lebih tinggi, yaitu surga rahmat Allah atas makhluk-Nya, yaitu surga alam malakut. Orang
yagn telah mencapai tingkatan ketiga ilmu, ruh, manifestasi, dan intelek berada
di surga ketiga, surga samawi,
surga nama-nama dan sifat-sifat Ilahi di alam ketuggalan.
Orang hanya mencari dan mengharapkan
pahala Allah, bahkan meski mereka sudah berada di surga, tidak akan melihat
hakikat sejati dalam diri mereka sendiri dan dalam segala sesuatu yang berada
di sekitar mereka.’
Orang berilmu yang telah mencapai
tingkatan hakikat sejati tak lagi membutuhkan apa-apa selain Allah. Kelompok
ini melampaui tiga kelompok pertama dan mereka akan meraih tujuan mereka, yaitu
alam hakiakt sejati yagn paling dekat kepada Allah. Mereka hidup hanya demi zat
Allah.
Kelompok terakhir ini berpegang kepada
perintah Allah : “Berlindunglah
kepada Allah.” Dan mengikuti sabda Rasulullah saw. : “Dunia dan
akhirat diharamkan bagi orang yang mencari Allah.” Maksudnya, orang yang mendamba
dan mencari hanya zat Allah sama sekali tidak mengharapkan balasan duniawi
maupun ukhrawi. Mereka berpikir “Dunia – juga akhirat – adalah makhluk dan kami
juga makhluk. Kami dan dunia sama-sama membutuhkan Sang Pencipta, Sang Pemilik.
Bagaimana mungkin kami
membutuhkan kepada sesuatu yang juga memiliki kebutuhan? Adakah jalan
lain bagi makhluk kecuali mendambakan Sang Pencipta?
Allah berfirman dalam sebua hadis
qudsi : “Cinta-Ku
dan keberadaan-Ku sesuai dengan cinta mereka kepada-Ku.”
Rasulullah saw. bersabda : “Keadaanku
adalah kefakiran dan kemiskinanku adalah kebanggaanku.” Kebutuhan
dan cinta kepada Allah menajdi dasar pencarian para sufi sejati. Kemiskinan,
yagn menjadi kebanggan Rasulullah saw. bukanlah kemiskinan harta duniawi,
melainkan keengganan terhadap segala seuatu selain Allah. Kemiskinan yang
dimaksudkan adalah meninggalkan semua harta – bukan hanya harta duniawi,
melainkan juga harta yang telah dijanjikan di akhirat. Jadi, hanya Tuhan, Sang
Pencipta, yang mereka butuhkan.
Keadaan ruhani inilah yang mengantarkan manusia pada maqam fana,
ketiadaan dalam zat Allah. Orang yang telah mencapai maqam ini kosong dari
segala kebutuhan dan hatinya kosong dari segala sesuatu selain Allah. Hati
seperti inilah yang dimaksud dalam firman Allah : “Bumi dan langit tak dapat menampung Ku.
Hanya hati hamba-Ku yang beriman yang dapat menampung-Ku.”
Hamba-Nya yang beriman adalah orang
yagn menjauhkan hatinya dari segala sesuatu selain Yang Esa. Ketika hati telah
disucikan, Allah akan melapangkannya sehingga dapat menampung-Nya. Hadhrah
Bayazid al-Bisthami, semoga Allah mensucikan ruhnya, menjelaskan keadaan hati
seperti itu dengan mengatakan : “Jika segala yagn berada di dalam dan di sekeliling Arasy
Allah – yang merupakan ciptaan Allah yang terbesar – diletakkan di salah satu
sudut hati orang sempurna, niscaya ia tidak akan merasakan beratnya semua itu.”
Itulah hati para kekasih Allah.
Cintailah dan dekatilah mereka, karena para pecinta sejati akan menyertai yang
dicintainya di hari kiamat. Jika kau mencintai mereka, kau akan selalu
mendekati dan bersahabat dengan mereka, mendengarkan nasihat, pandangan, dan
segala ucapan mereka, serta merasakan kerinduan mereka kepada Allah Swt.
Allah berfirman dalam hadis qudsi
: “Aku merasakan kerinduan hamba-Ku yang beriman, saleh,
dan ikhlas kepada-Ku, dan Aku pun merindukan mereka.”
Penampilan para kekasih Allah ini
berbeda dengan manusia lainnya, begitu pun perbuatan mereka. Pada mulanya,
ketika masih menjadi murid dan baru menapaki jalan tarekat, amal baik dan amal
buruk mereka masih seimbang. Semakin mereka maju menapaki jalan ruhani, kebaikan
mereka meningkat pesat. Kebaikan yang muncul melalui diri mereka bukan hanya
karena merka mengikuti ajaran dan agama Allah, melainkan karena dalam perbuatan
mereka terdapat keindahan dan kemilau cahaya makna. Mereka seakan-akan
mengenakan pakaian cahaya berwarna, yang kemilaunya memancar sesuai dengan
tingkatan ruhani mereka.
Setelah berhasil menaklukkan nafsu
mereka – berkat kalimat la ilaha illallah -
dan mencapai tingkatan yang dapat membedakan antara kebenaran dan
kesesatan; ketika mereka mencela keburukan dalam diri mereka dan mendambakan
kebaikan, maka mereka akan memancarkan cahaya biru langit.
Ketika mereka telah mencampakkan semua
hasrat dan keinginan melalui berkah a-Haqq, Yang Mahabenar, dan ketika mereka
telah menundukkan kehendak mereka kepada kehendak Allah dan meridai segala yang
berasal dari-Nya, cahay mereka berubah menjadi putih jernih.
Itulah paparan mengenai kembara ruhani
kaum darwis dari awal perjalanan mereka hingga tingkatan menengah. Mereka yang
telah mencapai tingkatan ini tidak lagi memiliki bentuk, rupa, maupun warna.
Mereka seolah-olah cahaya
matahari – nirwarna. Sementara darwis yang telah mencapai tingkatan
tinggi tak lagi menjadi wujud apa pun untuk memantulkan cahaya atau warna. Jika diibaratkan benda, warnanya
tentulah hitam, yang menyerap semua cahaya.
Wujud nirwarna dan nirrupa ini
tertabiri bagi orang-orang yang memandangnya. Wujudnya menghijabi cahaya
ilmunya. Layaknya malam yang menabiri cahaya matahari. Allah berfirman bahwa
Dia-lah yang :
“menjadikan malam sebagai perhatian dan siang untuk mencari
penghidupan. (al-Naba’ (78) : 10 – 11).
Ayat yang menjelaskan tanda-tanda
orang yang telah mencapai hakikat pikiran dan ilmu. Orang yang di dunia ini
telah dekat kepada kebenaran merasa seakan-akan terpenjara di ruang yang gelap.
Hidup meraka dijalani dalam penderitaan dan kesengsaraan.
Mereka merasakan derita dan himpitan
yang berat di dunia yang sangat gelap. Nabi saw. bersabda : “Dunia ini
adalah penajra bagi kaum beriman..” berdasarkan hadis ini, bisa kita
urutkan bahwa kelompok pertama yang merasakan beratnya penderitaan adalah para
Nabi, kemudian orang yang paling dekat kepada Allah, dan kelompk berikutnya
adalah orang-orang yang sedang berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Tingkat penderitaan mereka sesuai dengan kesungguhan
mereka menapaki jalan menuju Allah. Semakin jauh langkah mereka, semakin berat
penderitaannya. Karena
itu, layaklah bagi seorang darwis untuk
mengenakan pakaian hitam dan surban hitam di kepalanya, karena ia tengah
bersiap-siap merasakan derita di jalan ruhani.
Pakaian hitam layak dikenakan oleh
orang-orang yang meratapi ilangnya kemanusiaan dan kehidupan mereka. Banyak
orang yang meluputkan karunia besar ini. Mereka adalah manusia kebanyakan yang
menyadari dan mampu melihat kebenaran, namun mengabaikan kehidupan yang kekal
abadi. Karena mengabaikan cinta Ilahi yang menyeru dalam diri mereka, dan
memisahkan diri dari ruh suci, mereka kehilangan kesempatan untuk kembali ke
sumber mereka. Mungkin mereka tidak mengetahui bahwa sesungguhnya mereka akan
mersakan penderitan yang sangat besar. Seandainya menyadari bahwa mereka telah
kehilangan semua berkah akhirat dan kehidupan yang kekal, mereka tentu akan
mengenakan pakaian duka cita. Seorang janda yang ditinggal mati suaminya
berduka selama empat bulan sepuluh hari. Jika masa duka cita karena kehilangan sesuatu
dari dunia ini selamaitu, maka duka cita orang yang telah kehilangan kehidupan
yang kekal tentu lebih lama dan lebih kekal.
Rasulullah saw. bersabda : “Orang yang
baik selalu dihadang bahaya besar.” Ungkapan ini sangat tepat
dialamatkan kepada orang yang harus berjalan dengan sangat hati-hati. Namun,
itulah keadaan kaum darwis yang telah meninggalkan keberadaan mereka dan
mencapai maqam fana. Dunia telah ditinggalkannya dan ia sepenuhnya hanya
membutuhkan Allah. Karena itulah ia memancarkan cahaya yagn sangat indah melampaui
seluruh ummat manusia.
Rasulullah saw. bersabda : “Kemiskinan
adalah wajah hitam di dunia dan di akhirat.” Maksudnya, orang yang
sengaja memilih kemiskinan duniawi, seakan-akan telah menghilang bagi dunia
ini, karena ia tidak memantulkan warna duniawi apa pun dan hanya menyerap
cahaya hakikat Ilahi. Warna gelap wajahnya laksana titik indah yang semakin
lama semakin indah.
Orang yang mulai melihat hakikat tak
lagi butuh melihat yang lain. Mereka tidak lagi merindukan segala sesuatu yang
lain. Baginya, Allah menjadi satu-satunya kekasih, satu-satunya yagn ada.
Itulah keadaan mereka di dunia maupun di akhirat. Itulah satu-satunya tujuan
mereka. Ketika itulah mereka menjadi manusia, dan Allah telah menciptakan
manusia agar dia mengenal-Nya, agar dia mencapai zat-Nya.
Setiap orang harus berupaya mengetahui
tujuan penciptaannya. Itulah kewajiban di dunia dan di akhirat. Dengan begitu,
ia tidak akan menghabiskan umurnya di dunia ini secara sisa-sia. Ia tidak akan
menyesal selama-lamanya di akhirat, ketika orang lain tenggelam dalam kerinduan
yang terlambat mereka sadari, setelah mereka sangat jauh dari Yang Mahabenar.
13.
MENYUCIKAN JIWA
Penyucian
adalah pembersihan diri. Ada dua macam kesucian, yaitu kesucian lahir yagn
diperoleh dengan jalan penyucian yang diperintahkan agama, seperti wudlu dan
mandi,s erta kesucian batin yagn diperoleh memalui kesadaran dan pertobatan
atas segala kotoran dan dosa. Kesucian lahir akant erwujud bila kita
sungguh-sungguh bertobat. Penyucian batin membutuhkan bimbingan rhani dari
seorang guru.
Menurut
hukum dan ajaran agama, seseorang menjadi kotor dan batal wudlunya jika materi
tertentu seperti kotoran, air kencing, muntah, kentut, darah, sperma, dan
sebagainya, keluar dari tubuhnya. Ia harus berwudlu kembali. Jika yang keluar
adalah sperma dand arah haid, ia wajib mandi. Apda kasus yang lain, bagian
tubuh tertentu –s eperti tangan, siku, wajah, dan kaki – harus suci. Rasulullah
saw. bersabda :
“Setiap kali seseorang membarukan wudlunya, Allah memperbarui imannya sehingga
cahaya imannya kembali cerah dan bertambah terang.” Dalam hadis yang
lain ia bersabda : “Wudlu adalah cahaya di atas cahaya.”
Sebagaimana
kesucian lahir, kesucian batin pun dapat hilang – mungkin lebih sering –
disebabkan oleh akhlak yang buruk, perilaku yang hina, sertan tindakan dan
sikap yang membahayakan, seperti angkuh, sombong, berdusta, menggunjing,
memfitnah, iri hati, dan amarah. Tindakan yang dilakukan indera, baik yang
disengaja maupun tidak, dapat merusak jiwa : mulut yang makan makanan haram. Bibir
yang berdusta dan mengumpat, telinga yangmendengarkan gunjingan atau fitnah,
tangan yang melaukai, atau kaki yang mengikuti kezaliman. Zina, yang termasuk
perbuatan dosa , tidak hanya dilakukan di atas tempat tidur, karena, seperti
sabda Rasulullah saw. “Mata juga dapat berzina.”
Ketika
kesucian batin dirusak dan wudlu ruhani batal, maka wudlunya harus diperbarui
melalui pertobatan yang sungguh-sungguh; sepenuhnya menyesali kesalahan
disertai tangisan (air
mata untuk membersihkan kotoran jiwa). Dan tekad untuk tidak pernah
mengulangi kesalahan tersebut. Ia juga harus memiliki niat yang kuat untuk
meninggalkan semua kesalahan dan memohon ampunan kepada Allah, disertai doa
semoga Dia mencegahnya dari melakukan dosa semacam itu lagi.
Shalat
berarti bersimpuh di hadapan Tuhan. Berwudlu, yakni berada dalam keadaan suci,
merupakan syarat shalat. Seorang
alim mengetahui bahwa kesucian lahir tidaklah memadai, karena Allah melihat jauh ke dalam lubuk hati
seseorang. Karena itu, kita harus menyucikan hati dengan tobat. Hanya
dengan cara itulah shalat dapat diterima. Allah berfirman :
“Inilah yang dijanjikan
kepadamu – (yaitu) kepada setiap hamba yang kembali (kepada Allah) lagi
memelihara (semua peraturan-Nya) (Qaf (50) : 32).
Kesucian tubuh setelah wudlu atau mandi besar dibatasi oleh waktu, karena
tidur dapat membatalkan wudlu. Setiap saat selama hidup di dunia ini, kita
harus menjaga kebersihan jasmani siang dan malam. Kesucian batin dan penyucian
diri yang tak terindera tidak dibatasi oleh waktu. Bahkan, kesucian ruhani
bersifat kekal tidak hanya di dunia yang fana ini, tetapi juga untuk kehidupan
di akhirat.
14.
MAKNA IBADAH
Lima
kali dalam sehari, di waktu-waktu yang telah ditentukan, setiap muslim yang
telah akil balig dan mampu, wajib mendirikan shalat, sesuai dengan perintah
Allah : “Peliharalah
shalat-shalat (mu) dan (peliharalah) sshalat yagn tengah-tengah (wustha). (al-Baqarah
(2) : 238). Ibadah lahir
dalam shalat mencakup berdiri, membaca ayat Al-Qur’an, rukuk, sujud, berlutut,
dan mengucapkan doa-doa tertentu dengan suara yang agak keras. Semua aktivivtas
yang melibatkan anggota tubuh ini, termasuk semua bacaan yang dilafalkan,
merupakan ibadah lahir. Semua itu tercakup dalam perintah Allah yang pertama : “Peliharalah
shalat-shalat(mu)” yang disampaikan dalam bentuk jamak.
Perintah yang kedua : “dan (periharalah) shalat yang
tengah-tengah (wustha)”,
mengacu kepada shalat hati,
karena hati berada di tengah-tengah – di pusat wujud. Tujuan ibadah ini adalah
mendapatkan ketenteraman hati. Hati berada di tengah-tengah, antara kanan dan
kiri, antara depan dan belakang, antara atas dan bawah, antara kebaikan dan
maksiat. Hati adalah pusat, titik keseimbangan, bagian tengah. Rasulullah saw.
bersabda : “Hati
anak Adam berada di antara dua jari Yang Maha Penyayang. Dia membalikannya ke
mana saja Dia kehendaki.” Kedua jari Allah itu adalah sifat kekerasan
azab-Nya dan kelembutan karunia-Nya.
Ibadah yang sejati adalah ibadah hati. Jika hati seseorang lalai terhadap ibadah
sejati ini, tentu ibadah lahirnya rusak. Jika ini terjadi, ia tidak akan meraih
ketenteraman lahir yagn didambakannya dari shalat lahir. Karena itulah
Rasulullah saw. bersabda : “Ibadah hanya mungkin dilakukan dengan hati yang
khusyuk.”
Shalat
adalah doa makhluk kepada Khalik, pertemuan hamba dengan Tuhan; pertemuan yang
berlangsung dalam hati. Jika hati tertutup, lalai dan mati, ibadahnya menjadi
kehilangan arti. Tak ada kebaikan shalat semacam itu. Sebab, hati merupakan
inti lahir, tempat bergantung segala sesuatu
yang lainnya. Rasulullah saw. bersabda : “Ada segumpal daging dalam tubuh manusia.
Jika ia baik, baik pula seluruh dirinya. Jika ia rusak, rusaklah seluruh
dirinya. Ketahuilah segumpal daging itu adalah hati.”
Shalat
yagn diwajibkan oleh agama harus dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan.
Dalam sehari semalam, ada lima waktu. Shalat yagn paling utama dilakukan di
masjid secara berjamaah, seraya menghadap kiblat, disertai hati yang ikhlas
tanpa hasrat dipuji atau memamerkan diri.
Berbeda dengan ibadah lahir, ibadah
batin tak mengenal waktu dan tanpa akhir. Ibadah batin dapat dilakukan
sepanjang umur, di dunia dan di akhirat. Masjidnya adalah hati. Berjamaah dalam
ibadah batin dilakukan dengan menghimpun semua kekuatan batin untuk bersama-sama
mengingat dan melafalkan nama-nama Allah dalam bahasa alam batin. Imamnya
adalah tekad yang kuat. Arah kiblatnya adalah Allah Yang Maha Esa – yang ada di
mana-mana – beserta segala sifat dan keindahan-Nya yang kekal.
Hati yang sejati adalah hati yang dapat
menunaikan shalat semacam itu. Hati seperti ini tak pernah tidur apalagi mati.
Ia selalu dalam keadaan beribadah. Orang yang memiliki hati seperti ini, baik
ia sedang tidur maupun terjaga, senantisa dalam keadaan beribadah. Seumur
hidupnya ia menjalankan ibadah batin, yang tanpa suara, tanpa gerakan, termsuk
rukuk, sujud atau duduk. Shalat batin seperti ini dipimpin dan diimami langsung
oleh Rasulullah saw. Ia beribadah seraya mengatakan kepada Allah Swt : “Hanya kepada-Mu
kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” (al-Fatihah (1) :
4). Ayat
ini menggambarkan tingkatan manusia
sempurna, yang telah emlampaui maqam fana, atau sirna dari segala yang bersifat
material, menuju tingkatan keesaan.
Mengenai
maqam ini, Rasulullah saw. bersabda : “Para Nabi dan orang yang dicintai Allah melanjutkan
ibadah mereka di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di rumah mereka saat
masih hidup di dunia.” Dengan kata lain, hati yang terus hidup
melanjutkan ibadah dan shalatnya kepada Allah Swt. bahkan setelah kematian
raganya.
Shalat
menjadi sempurna ketika ibadah lahir dan ibadah batin telah menyatu. Itulah
ibadah yang sempurna, yang akan dibalas dengan balasan yang sangat agung. Dari
sisi rhani, ibadah ini akan mengantarkan manusia ke alam kedekatan dengan
Allah. Dari sisi lahir, ia mengantarkan manusia ke tingkat kemungkinan yang
tertinggi. Di alam lahir ia tampail sebagai hamba yang taat kepada Allah. Di
alam batin, ia menjadi orang berilmu yang telah mencapai ma’rifat kepada Allah.
Jika ibadah lahir tidak menyatu dengan ibadah batin maka segala bentuk
ibadahnya menjadi cacat. Balasan yang didapatnya hanyalah kenaikan derajat.
Ibadah itu takkan mengatarkan manusia ke alam ketuhanan.
15.
KESUCIAN MANUSIA SEMPURNA
Penyucian
jiwa dilakukan untuk mencapai sifat-sifat Ilahi dan menggapai alam zat. Untuk
mencapainya, dibutuhkan pendidikn yang akan membimbing manusia dalam proses
pembersihan cermin hati dari citra hewani dan manusiawi dengan menyebutkan
nama-nama Ilahi. Karenanya, zikir merupakan kunci pembuka mata hati. Hanya jika
mata itu terbuka, seseorang dapat melihat sifat-sifat Allah Swt. Selanjutnya ia
dapat melihat pantulan rahmat, karunia, keindahan, dan kebaikan Ilahi pada mata
hati yang telah disucikan. Rasulullah saw. bersabda : “Mukmin adalah cermin bagi mukmin yang
glain.” Ia juga bersabda : “Orang yang berilmu membuat citra-citra, sedangkan orang
yang bijak membersihkan cermin hati tempat kebenaran dipantulkan.”
Keetika mata hati telah disucikan dengan terus-menerus berzikir menyebut nama
Allah, ia akan meraih ilmu mengenai sifat-sifat Ilahi. Penyaksian ini hanya
mungkin terjadi di dalam cermin hati.
Penycian
yagn bertujuan untuk mencapai zat Ilahi dilakukan dengant erus-menerus
mengingat dan menyebutkan kalimat syahadat – persaksian. Dalam kalimat tersebut
ada tiga nama Yang Esa, yakni tiga terakhir dari dua belas nama Ilahi, yaitu :
LA
ILAHA ILLALLAH – Tidak ada tuhan selain Allah.
ALLAH –
Nama yang layak bagi Tuhan.
HU –
Allah yang bertrandsenden.
HAQQ –
Yang Mahabenar.
HAYY –
Yang Mahahidup.
QAYYUM
– Yang Mahamandiri.
QAHHAR
– yang Maha Menaklukkan.
FATTAH
– Yang Maha Membuka.
WAHID –
Yang Maha Esa.
SHAMAD
– Yang Maha Memenuhi segala kebutuhan.
Semua nama ini harus dilafalkan bukan hanya
oleh lisan, melainkan juga oleh hati. Hanya setelah itulah mata hati akan
melihat cahaya hakikat. Ketika cahaya suci zat Ilahi telah tampak, semua sifat
jasmani menghilang dan segala sesuatu sirna. Inilah maqam fana – sirnanya
segala sesuatu. Tampilan cahaya Ilahi menyirnakan semua cahaya lainnya.
“Segala sesuatu akan
binasa kecuali Dia. (al-Qashash (28) : 88).
“Allah menghidupkan apa
yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia akehendaki), dan di sisi-Nyalah
Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh). (al-Ra’d (13) : 39).
Ketika
semuanya sirna, yagn ada secara kekal adalah ruh suci. Ia melihat dengan cahaya
Allah. Ia melihat-Nya, Dia melihatnya. Ia meleihat melalui-Nya, ia melihat di
dalam zat-Nya; ia melihat untuk-Nya. Tak ada citra, tak ada keserupaan dalam
melihat-Nya, “Tak
ada yang menyerupai-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (al-Sura (42)
: 11).
Setelah
fana, yang ada hanyalah cahaya yang murni mutlak. Tak ada apa pun yagn dapat
diketahui. Itulah maqam fana. Tak ada lagi pikiran untuk menyampaikan berita
apa pun. Rasulullah saw. menjelaskan keadaan ini dengan sabdanya : “Suatu ketika
aku pernah berada sangat dekat dengan Allah sehingga tak seorang pun, baik
malaikat, rasul atau nabi, yang menjadi penghalang antara kami.”
Itulah maqam kesendirian, ketika seseorang telah mengucilkan dirinya dari
segala sesuatu kecuali Allah. Itulah maqam kebersatuan, seperti yang Allah
perintahkan dalam sebuah hadis qudsi : “Menyendirilah dari semua dan temukanlah kebersatuan.”
Kesendirian
itu dimulai dengan sirnanya segala yang duniawi. Setelah itu, kau akan
memperoleh sifat-sifat Ilahi. Tulah makna sabda Rasulullah saw. : “Hiasi dirimu
dengan sifat Allah.”
“Sucikanlah dirimu,
benamkanlah dirimu dalam sifat-sifat Allah.”
16.
ZAKAT DAN SEDEKAH
Sebagaimana shalat, zakat pun terdiri
ata dua macam, yaitu zakat lahir dan zakat batin atau zakat ruhani. Zakat lahir
ditunaikan sesuai dengan ketentuan syariat, yaitu mengeluarkan sebagian harta
yang diperoleh secara halal. Setelah menetapkan jumlah tertentu untuk kebutuhan
keluarga, sebagian dari kelebihan harta itu didistribusikan kepada kaum fakir.
Berbeda dengan zakat lahir, zakat batin diambil dari apa-apa yang diperoleh
seseorang dari harta ukhrawi, untuk kemudian didistribusikan kepada orang-orang
yang membutuhkannya, yaitu mereka yang miskin ruhani.
Zakat adalah bersedekah atau berderma
kepada orang miskin, sesuai dengan perintah Allah :
“sesungguhnya sedekah (zakat) itu adalah bagi orang fakir dan
miskin ... (al-Tawbah (9) : 60).
Segala sesuatu yang diberikan sebagai
zakat akan melalui tangan Allah sebelum sampai kepada orang miskin. Karena itu,
tujuan zakat tidak semata-mata untuk membantu kaum fakir, karena Allah Maha
Memenuhi semua kebutuhan, termsuk kebutuhan kaum fakir. Tujuan sejati zakat adalah
agar niat orang yang berzakat diterima oleh Allah.
Orang
yang dekat kepada Allah akan memberikan pahala ruhani atas amal saleh mereka
kepada orang-orang yang berdosa.
Allah Swt. memperlihatkan kasih-sayang-Nya dan mengampuni orang yang berdosa
sesuai dengan shalat, pujian, puasa, zakat, dan ibadah haji para hamba-Nya yang
berniat memasrahkan pahala mereka.
Dengan kasih-sayang-Nya, Allah menutupi dan menyembunyikan dosa para pelaku
maksiat sebagai imbalan bagi ibadah para hamba-Nya yang saleh.
Itullah bentuk kedermawan para mukmin
sejati. Mereka tak pernah mementingkan diri sendiri; mereka tidak pernah
mengharapkan pujian maupun ketenaran, apalagi sebutan sebagai orang yang baik;
bahkan mereka tidak mengharapkan pahala di akhirat bagi kesalehan dan ketaatan
mereka. Sebab. Para penempuh jalan ruhani itu telah kehilangan segalanya,
bahkan keberadaan mereka sendiri. Mereka menjadi sangat dermawan karena mereka
sama sekali tidak membutuhkan dan tidak memiliki apa-apa. Allah mencintai para
dermawan yang telah menghabiskan seluruh harta duniawinya. Rasulullah saw.
bersabda : “Orang
yang telah menghabiskan semua miliknya dan tidak berharap memiliki apa-apa aka
berada dalam perlindungan Allah di dunia ini dan di akhirat kelak.”
Tokoh sufi wanita pertama, Rabi’ah al-Adawiyah
r.a. pernah berdoa dan memohon kepada Allah : “Ya Allah, berikan semua bagianku di dudnia
ini kepada orang-orang kafir. Jika aku memiliki bagian tertentu di akhirat,
berikanlah kepada orang beriman dari hamba-hamba-Mu. Yang kudambakan di dunia
hanyalah kerinduan kepadsa-Mu, dan yang kudambakan di akhirat hanyalah berada
bersama-Mu. Sebab, baik manusisa maupun yang diterima tangannya dalam sekejap
akan menjadi kepunyaan Pemilik keduanya.”
“Barangsiapa membawa amal yang baik, baginya (pahala) sepuluh
kali lipat amalnya ... (al-An’am (8) : 160).
Zakat juga akan memberikan faedah lain
bagi yang mengeluarkannya. Ia akan menyucikan harta dan sekaligus dirinya.
Tujuan ruhani dari zakat telah diapai jika seseorang berhasil menyucikan
dirinya dari sifat-sifat mementingkan diri sendiri.
Perpisahan dengan sbagian kecil dari
sesuatu yang dianggap sebagai milik sendiri akan dibalas dengan pahala yang
besar di akhirat. Allah Swt. berjanji :
Siapa saja yang meu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik
maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan ia akan
memperoleh pahala yang banyak. (al-Hadid (57) : 11).
Sesungguhnya telah beruntung orang yang menyucikan (jiwa)nya.
(al-Syams (91) : 9).
Zakat, atau sedekah, “pinjaman yang
baik”, adalah amal saleh, yaitu ketika kau memberikan sebagian dari apa yang
telah kau peroleh, baik yang bersifat jasmani maupun ruhani. Berikanlah ia,
karena Allah, kepada para hmaba Allah. Meskipun begitu banyak pahala yang
dijanjikan, berikanlah tanpa pamrih. Bersedekahlah disertai kepedulian dan
cinta kasih, bukan dengan sikap pamer atau mengharapkan pamrih, sikap yang
membuat si penerima merasa wajib berterima kasih atau berutang budi. Allah
berfirman :
Hai orang beriman, janganlah menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebti-nyebut dan menyakiti (perasaan si penerima) .... (al-Baqarah (2) :
264).
Janganlah meminta atau mengharapkan
imbalan duniawi atas amal baikmu. Beramallah karena Allah.
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna)
sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saaja yang kamu
nafkahkan, sesungguhnya Alalah mengetahuinya. (al-‘Imaran (3) : 92).
17.
PUASA LAHIR
DAN BATIN
Puasa yang diwajibkan agama adalah
menjauhkan diri dari makan, minum, hubungan seks dari terbit fajar hingga
tenggelam matahari. Itu puasa lahir. Puasa batin adalah menjaga semua indera
dan pikiran dari segala yagn diharamkan. Dengan kata lain, puasa batin adalah
meninggalkan ketidakselarasan, baik lahir maupun batin. Sedikit saja niat buruk
hinggap di hatimu, puasamu rusak. Jika puasa lahir dibatasi oleh waktu, puasa
batin dijaani selama-lamanya, selama hidup di dunia hingga kehidupan di
akhirat. Itulah puasa sejati.
Rasulullah saw. bersabda : Banyak orang
yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan dahaga.”
Ada orang yang berbuka dari
puasanya ketika tenggelam matahari, dan ada pula orang yang masih dalam keadaan
berpuasa meskipun mereka telah makan. Golongan kedua adalah mereka yagn
senantiasa menjaga indera dan pikiran dari kejahatan serta menjaga tangan dan
lidah dari menyakiti orang lain. Bagi mereka Allah berjanji dalam sebuah hadis
qudsi : Puasa
adalah untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya.” Mengenai kedua
jenis puasa tersebut, Rasulullah saw. bersabda : Bagi orang yang berpuasa ada dua
kegembiraan. Satu kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan lainnya ketika ia
melihat.”
Kalangan ahli ilmu lahir mengatakan
bahwa kegembiraan pertama orang yang berpuasa adalah ketika mereka makan
setelah seharian berpuasa, dan arti kegembiraan “ketika melihat” adalah ketika
orang yang berpuasa melihat hilal (bulan sabit) yang menandai akhir puasa dan
datangnya hari raya. Sementara orang yang memahami makna batin mengatakan bahwa
makna kegembiraan saat berbuka adalah kegembiraan orang yang berpuasa ketika ia
masuk surga dan merasakan kenikmatannya, dan makna kegembiraan melihat adalah
ketika orang yang beriman melihat hakikat Allah dengan mata hatinya.
Puasa paling baik adalah puasa hakikat, yaitu mencegah hati dari
menyembah selain Allah. Caranya adalah dengan membutakan mata hati dari segala
yang ada, bahkan di alam hakikat di luar dunia ini sehingga yang tersisa
hanyalah cinta kepada Allah. Sebab, meski Allah telah menciptakan segala
sesuatu untuk manusia, Dia menciptakan manusia untuk diri-Nya sendiri. Dia
berfirman : Manusia
adalah hakikat-Ku dan Aku adalah hakikatnya.” Hakiakt itu adalah
cahaya dari cahaya Ilahi. Ia merupakan pusat hati, yang diciptakan dari materi
terhalus. Ia adalah jiwa yang mengetahui semua rahasia hakikat; ia adalah
hubungan hakiki antara makhluk dan Penciptanya. Hakikat itu tidak emncintai dan
tidak membutuhkan apa pun selain Allah.
Tak ada yang pantas diharapkan, tak
ada tujuan lain, dan tak ada kekasih di dunia ini dan di akhirat, kecuali
Allah. Puasa ruhani batal jika cinta kepada selain Allah, meski sebesar atom
memasuki hatinya. Jika itu terjadi, kita harus memulainya lagi, membangkitkan
tekad dan niat untuk kembali kepada cinta-Nya di dunia ini dan di akhirat.
Sebab, Allah berfirman : “Puasa adalah untuk-Ku, dan Akulah yang akan
membalasnya.”
18.
IBADAH HAJI
KE TANAH SUCI
Menurut
syariat, ibadah haji adalah ziarah ke Batullah di kota suci Makkah. Ada
beberapa rukun yang harus dilaksanakan dalam ibadah haji; mengenakan pakaian
ihram – dua potong kain putih tak berjahit yang mencerminkan pencampakkan
segala belenggu duniawi; tiba di Makkah dalam keadaan suci (berwudlu); tawaf
tujuh putaran mengelilingi Ka’bah – tanda ketundukan yang utuh; sa’i tujuh
balikan antara Shafa dan Marwah; beranjak menuju padang Arafah untuk
melaksanakan wukuf hingga terbenamnya matahari, bermalam di Muzdalifah;
menyembelih hewan korban di Mina; sekali lagi tawaf tujuh putaran mengelilingi
Ka’bah; minum ari Zam-zam; dan mendirikan shalat sunnat dua rakaat di dekat
makam Nabi Ibrahim a.s. Ketika semua ini telah ditunaikan, sempurnalah ibadah
haji dan mendapatkan pahalanya. Jika salah satu rukun ibadah haji tidak
ditunaikan, pahalanya pun menjadi batal. Allah Swt. berfirman :
“Barang siapa
memasukinya (Baitullah), amanlah ia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
kepada Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah. (Al-Imran (3) : 96).
Barangsiapa
menunaikan ibadah haji, niscaya ia aman dari api neraka. Itulah pahalanya.
Ibadah haji batin mensyaratkan persiapan yang matang
dan bekal perjalanan yang memadai. Syarat pertama adalah menemukan seorang pembimbing, mursyid, atau
guru, yang dicintai dan dihormatinya, yang dipercayai ddan didpatuhinya. Dialah
yang akan membekalinya dan menjamin kebutuhannya.
Kemudian,
sebelum berhaji ruhani, seseorang harus mempersiapan hatinya dengan senantiasa
membaca kalimat : LA ilaha Ilallah, seraya terus ingat kepada Allah. Cara itu
akan membangkitkan dan menghidupkan hati yang telah terjaga. Ingatan kepada
Allah itu harus terus di jaga hingga seluruh wujud batin disucikan dari segala
sesuatu selain Dia.
Setelah
penyucian batin, ia harus membaca nama-nama sifat Allah untuk menyalakan cahaya
keindahan dan karunia Allah. Dalam pancaran cahaya itulah ia dapat berharap
melihat Ka’bah hakiki. Allah memerintahkan nabi-Nya, Ibrahim dan Ismail untuk
menjalankan penyucian ini :
“Janganlah mempersekutukan
sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku itu bagi orang-orang yagn tawaf.
(al-Hajj (22) : 26).
Ka’bah
yang berdiri di kota suci Makkah senantiasa suci bagi orang-orang yang
beribadah. Namun, bagaimanakah kita menjaga kesucian Ka’bah ruhani yang padanya
kita melihat Hakikat?!
Setelah
semua persiapan ini, ia harus membenamkan dirinya dalam cahaya ruh suci, seraya
mengubah bentuk jasmaninya menjadi hakikat batin, dan melaksanakan tawaf
mengitari Ka’bah hati dengan membaca nama kedua Allah – ALLAH – nama yang layak
bagi Tuhan. Ia berjalan memutar, karena jalan hakikat tidaklah lurus, tetapi melingkar. Titik akhirnya
adalah titik awalnya.
Kemudian
bergerak menuju Rafah ruhani, tempat zikir batin, tempat seseorang berharap
dapat mengetahui rahasia. : “Tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Esa dan
tidak ada sekutu bagi-Nya.” Di sana ia berdiri seraya membaca nama-Nya yang
ketiga, HU – tidak sendirian namun bersama-Nya, sebab Allah berfirman : “Dan Dia
bersamamu di mana pun engkau berada.” (a; Hadid (57) : 4). Lalu
membaca nama-Nya yang keempat – HAQQ, Yang Maha Benar, nama cahaya zat Allah –
dan setelah itu nama-Nya yang kelima HAYY, Yang Maha Hidup yang menjadi sumber
segala kehidupan. Setelah itu ia menggabungkan nama-Nya Yang Maha Hidup dengann
nama-Nya yagn keenam – QAYYUM, Yang Mahamandiri, yang kepada-Nya semua wujud
membutuhkan. Ini akan membawnya ke Muzdalifah ruhani.
Kemudian
ia dibawa ke Mina rahasisa ssuci, hakikat. Di sana ia membaca nama-Nya yang ke
tujuh – QAHHAR – Yang Maha Menaklukkan. Dengan kekuatan nama itu, diri dan
keakuan dikorbankan. Tab ir kekufuran dimusnahkan dan pintu kehampaan sirna.
Mengenai
tabir yang memisahkan makhluk dari Sang Khalik, Rasulullah saw. bersabda : “Iman dan kufur
berada pada sebuah tempta di bawah Arasy. Keduanya merupakan tabir yang memisahkan Tuhan dari pandangan para
hamba-Nya; yang satu hitam dan yang lainnya putih.”
Kemudian
kepala ruh suci tertutup oleh sifat-sifat jasmani.
Dengan
membaca nama-Nya kedelapan, WAHHAB – Yang Maha Memeberi, tanpa batas, tanpa
syarat – ia memasuki kawasan suci Hakikat. Di sana ia membaca nama-Nya yang
kesembilan – FATTAH, Yang Maha Membuka segala yang tertutup.
Kemudian
ia memasuki tempat kekhusyukan, berdiam di sama dalam penyendirian di hadapan
Allah, did alam kedekatan kepada-Nya, dan jauh dari segala sesuatu yang lain
seraya membaca nama-Nya yang kesepuluh, WAHID – Allah Maha Esa yang tidak ada
sekutu bagi-Nya, dan tak ada yang menyerupia-Nya. Di sana ia mulai meliaht
sifat-sifat-Nya, SHAMAD, Yang Memenuhi Segala Kebutuhan. Ia melihat awal
perbendaharaan tak terbatas ini. Itulah penglihatan tanpa bentuk maupun rupa,
yang menyerupai ketiadaan.
Dimulailah
tawaf yagn terakhir seraya membaca enam nama-Nya yang terakhir ditambah
nama-Nya yang kesebelas, AHAD – Yang Maha Tunggal, Yang Maha EsA. KEMUDIAN IA
MINUM DARI TANGAN KEDEKATAN Allah : “Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih.
(al-Insan (76) : 21). Gelas tempat air minumnya adalah nama-Nya yang
keduabelas, SHAMAD – Yang Maha Memenuhi segala kebutuhan.
Setelah
meminum dari mata air ini, ia akan melihat semuat abir terangkat dari wajah
yang kekal. Ia menatapnya dengan cahaya yang munul darinya. Di alam hakikat
itu, tak ada keserupaan, baik bentuk maupun rupa. Alam itu tak terlukiskan dan
tak dapat dibayangkan; alam itu tak pernah dilihat mata, tak pernah didengar
telinga, dan tak pernah terlintas dalam hati manusia. Firman Allah terdengar
tanpa suara dan tak dapat dilihat seperti kata yagn dituliskan. Kebahagiaan
yang belum pernah dirasakan manusia adalah kebahagiaan melihat hakikat Allag
Swt. dan mendengar firman-Nya.
Tuntas
menjalankan ibadah haji ini, semua dosa menjadi kebaikan; segala yang tadinya
diharamkan menjadi halal, dan semua ini terdapat di dalam ketunggalan yang
telah dicapai, ketunggalan yang kekal abadi. Allah berfirman :
“Kecuali orang yang
bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh, maka kejahatan mereka diganti
oleh Allah dengan kebaikan. (al-Furqan (25) : 70).
Ia akan
dibebaskan dari semua perbuatan yagn berasal dari dirinya sendiri dan
dilepaskan dari semua rasa takut atau sedih. Allah berfirman :
“Ingatlah, sesungguhnya
wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati (Yunus (10) : 62).
Usai
menjalankan manasik haji, tawaf wada dialksanakan dengan membaca semua nama
Allah. Setelah itu, ia dapat pulang ke tanah airnya – tanah suci tempat Allah
menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik dan paling indah. Dalam
perjalanan pulang, ia membaca nama-Nya yang keempat belas, SHAMAD, Yang Maha
Memenuhi Kebutuhan, perbendaharaan yang memenuhi semua kebutuhan makhluk.
Itulah alam kedekatan kepada Allah; tempat tinggal bagi orang yang menunaikan
ibadah haji ruhani. Ke sanalah ia kembali.
Hanya
sampai di situlah yang dapat dijelaskan sesuai dengan kemampuan lidah dan
pikiran. Lebih dari ini, tak ada kabar yang bisa dituturkan, karena yang
terjadi di luar itu tidak dapat dipahami, tak terbayangkan, dan tak dapat
dijelaskan. Rasulullah saw. bersabda : “Ada ilmu yang
tetap tak terjamah, seperti kekayaan yang terpendam. Tak seorang pun dapat
mengetahuinya dan tak seorang pun dapat menemukannya kecuali mereka yang telah dikarnuniai
Ma’rifat.” Ketika kabar mengenai ilmu hakiki ini tersiar luas, orang
yang jujur tidak sedikit pun mengingkarinya.
Ahli
ilmu lahir memungut dari permukaan, sedangkan para arif meneguknya dari
kedalaman samudra. Ilmu seorang arif merupakan rahasia hakiki Allah Swt. Tak
seorang pun mengetahui apa yang diketahui-Nya selain Dia. Allah berfirman :
Dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi
Allah seluas langit dan bumi dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya.
(Al-Baqarah (2) : 255).
Orang gberuntung yang dikaruniai ilmu-Nya
adalah para nabi dan kekasih-Nya yang senantiasa berjuang mendekatkan diri
kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia
mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. (Thaha (20) : 7).
Allah, tidak ada Tuhan
selain Dia. Dia memiliki nama-nama yang indah. (Thaha (20) : 8).
Allah
Maha Mengetahui.
19.
MELIHAT HAKIKAT
ILAHI
Begitu banyak ayat Al-Qur’an, hadis
Nabi saw., begitu pula ucapan para wali mengenai maqam ini. Di antaranya Allah berfirman
:
Gemetar karenanya tubuh orang yang takut kepada Tuhan mereka,
kemudian enjadi tenang tubuh dan hati (mereka) ketika mengingat Allah. Itulah
petunjuk Allah; dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.
(al-Zumar (39) : 23).
Maka apakah orang yang dibukakan Allah batinnya untuk (menerima)
agama Islam lalu ia amendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang
membatu hatinya)? Kecelakaan besarlah bagi orang yang membatu hatinya untuk
mengingat Allah. (al-Zumar (39) : 22).
Rasulullah saw. bersabda : “Ilham Ilahi
yang memutuskan seseorang dari dunia dan membawanya kepada perenungan
sifat-sifat Allah, dengan memperlihatkan kepadanya tanda-tanda keesaan Allah,
merupakan karunia yang lebih utama dibanding dunia dan akhirat.” Karenanya, orang yang tidak pernah merassakan
pengalaman bersama Allah serta tidak merasakan manifestasi ma’rifat dan hakikat
berarti tidak pernah merasakan kehidupan.
Hadhrah al-Junaid r.a. pernah berkata
: “Ketika
pengalaman bersama Allah membawa kepada perwujudan Ilahi dalam diri seeorang,
berarti ia telah merasakan kbahagiaan tertinggi atau kesedihan terdalam.”
Pengalaman bersama Allah terbagi ke
dalam dua macam, yaitu kenikmatan (ekstase) jasmani dan kenikmatan (ekstase)
ruhani. Kenikmatan jasmsani dilahirkan oleh ego, yang tidak memberikan kepuasan
ruhani sedikit pun. Kenikmatan itu berada di bawah pengaruh indera.
Keberadaannya sering-kali menipu, dalam rupa atau bentuk tertentu agar orang
lain melihat atau mendengarnya. Kenikmatan jenis ini sama sekali tidak
bernailai, karena berpamrih dan diharapkan : orang yang merasakannya mengira
bahwa ia sendirilah yang melahirkan kenikmatan itu. Kenikmatan semacam ini tak
perlu diperhatikan.
Sebaliknya, kenikmatan ruhani
merupakan maqam yang jauh berbeda. Kenikmatan ini muncul karena aliran energi
ruhani. Biasanya, pengaruh luar – seperti syair atau ayat Al-Qur’an yang
dibacakan dengan indah dan merdu, atau daya magnetis majelis zikir kaum sufi –
dapat mengalirkan energi ruhani tertentu. Arus energi ruhani itu mucnul kare di
saat itu tak ada lagi penolakan tubuh terhadap wujud, kehendak serta kemampuan
akal untuk memilih dan memutuskan dikalahkan. Ketika daya tubuh dan akal lemah,
kenikmatan yang muncul adalah kenikmatan ruhani. Pengalaman seperti ini akan
memberikan manfaat yang besar bagi para salik .. Allah Swt. berfirman :
...karena itu, sampaikanlah berita gembira kepada hamba-hamba Ku
yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaik di antaranya. Mereka
itulah orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang yang
punya akal. (al-Zumar (39) : 17-18).
Nyanyian merdu burung-burung, juda desah napas
para pencinta termasuk sebab lahir yang menggerakkan energi ruhani. Dalam
keadaan seperti ini, keliaran dan kejahatan nafsu tersisihkan, iblis hanya bisa
bekerja di dalam gelap perbuatan nafsu dan sama sekali tidak bisa mencapai alam
rahmat Ilahi. Di alam rahmat Ilahi, kejahatan luruh seperti luruhnya garam
dalam air. Kejahatan itu sirna persis ketika seseorang membaca “La ilaha
illallah al-‘Aliyy a;’Azhim” – Tak ada tuhan selain Allah Yang Maha Tinggi lagi
Mahaagung.” Mengenai pengaruh kenikmatan ruhani, Rasulullah saw. bersabda : “Ayat Al-Qur’an,
syair cinta yang indah dan memikat,d an suara kerinduan akan menerangi wajah jiwa.”
Kenikmatan sejati adalah kebertautan
cahaya dengan cahaya, ketika jiwa manusia bertemu dengan cahaya Ilahi.
Yang baik untuk yang baik. (al-Nur (24) : 26).
Tidak ada cahaya dan penecerahan pada
kenikmatan yang diakibatkan oleh hawa nafsu dan setan. Keduanya hanya akan
menimbulkan kekafiran, keragaman, pengingkaran,d an kesesatan. Kegelapan
melahirkan kegelapan. Itulah pekerjaan hawa nafsu.
Yang buruk untuk yang buruk. (al-Nur (24) : 26).
Manifestasi kenikmatan juga terbagi ke
dalam dua bagian, yaitu manifestasi kenikmatan lahir yagn tunduk kepada hasrat
kemanusiaan, dan manifestasi ruhani yang berada di luar jangkauan akal dan
pilihan manusia. Pada jenis yang pertama, tanda-tanda kenikmatan mungkin
terlihat dengan jelas. Misalnya, seseorang merasakan kenikmatan ini akan
bergetar dan atau berdesah meski tak ada rasa sakit pada tubuh.’sedangkan pada
jenis yang kedua, mungkin terlihat ada perubahan pada tubuh seseorang, namun
perubahan ini tidak disengaja; perubahan itu didorong oleh keadaan batinnya.
Manifestsi jenis yang kedua ini semata-mata disebabkan oleh daya ruhani yang
tak mampu dicegah oleh seseorang. Dalam keadaan ini, jiwa menundukkan raga.
Mungkin ia tampak gemetar hebat seperti diladna demam; seseorang tidak mungkin
menahan untuk tidak bergetar karena ia tak punya daya untuk mengatasi
manifestasi lahir ini. Kekuatan arus energi ruhani akan mengalahkan kehendak
akal dan raga. Itulah kenikmatan sejati dan bersifat ruhaniah.
Kenikmatan ruhani semacam ini, yang
dihasilkan berkat kedekatan kepada Allah dalam ibadah seorang hamba, merupakan
media untuk menarik dan memikat hati mereka agar semakin dekat kepada-Nya.
Inilah makanan para pecinta Allah, yang memberi mereka kekuatan untuk menempuh
perjalanan berat menemukan hakikat. Dalam pengertian inilah Rasulullah saw.
berssabda :
“Ibadah khusyuk para pecinta Allah dan gemetarnya tubuh mereka
adalah ibadah wajib bagi sebagian orang dan sunat bagi sebagian yang lain,
bahkan kemurtadan bagi sebagian orang lainnya; wajib bagi orang sempurna, sunat
bagi para pecinta, dan kemurtadan bagi orang yang lalai.”
“orang yang tidak menyukai para pecinta Allah, syair yang
disenandungkan pujangga, musim semi beserta warna dan keharuman bunganya,
begitu juga kemerduan suara seruling adalah orang yang sakit.”
Orang lalai yang tidak mungkin
merasakan kenikmatan ruhani dan orang yang tidak menyukai keindahan adalah
roang sakit yagn takkan menemukan obat bagi penyakitnya. Mereka lebih rnedah
daripada burung dan binatang buas serta lebih hina daripada keledai, karena
hewan-hewan itu masih bisa merasakan kesenangan pada waktu-waktu tertentu.
Ketika Nabi Dawud a.s. bernyanyi, semua burung berkumpul di dekatnya untuk
mendengarkan kemerduan suaranya. Rasulullah saw. bersabda : “Orang yang
tidak pernah merasa khusyuk berarti tidak memiliki rasa agamanya.”
Ada sepuluh tingkatan kekhusyukan.
Sebagian di antaranya tampak dengan tanda-tanda yang jelas; sebagiannya lagi
tersembunyi dan tak dapat ditemukan oleh orang lain, misalnya zikir batin
kepada Allah, atau membaca Al-Qur’an di dalam hati. Tetesan air mata karena
penyesalan yang mendalam, rasa takut kepada azab Allah, rasa rindu dan sedih,
rasa malu karena lalai; pucatnya wajah seseorang atau rona ketakjuban karena
keindahan yang muncul di dalam dan di sekitar dirinya; begitu juga terbakarnya
seseorang dalam kerinduan kepada Allah, dan berbagai keadaan lainnya yang tak
terlukiskan kata-kata, merupakan tanda-tanda kekusyukan.
20.
KHALWAT : BERDUAAN
DENGAN ALLAH
Khalwat harus meliputi pengasingan
lahir dan pengasingan batin. Pengasingan lahir dilakukan dengan cara
mengasingkan diri dari dunia, memencilkan diri di tempat yang jauh dari
manusia, sehingga orang lain di duni terbebas dari sifat dan eksistensi dirinya
yang buruk. Pengasingan itu dilakukan agar sumber eksistensinya yang buruk,
ego,d an hawa nafsunya yang liar terpisahkan dari makanan sehari-harinya.
Tindakan itu juga dilakukan untuk mendidik nafsunya dan meningkatkan
pertumbuhan ruhaninya.
Jika hendak mengasingkan diri,
ikhlaskanlah niatmu. Karena dari satu sisi, pengasingan diri serupa dengan
keadaan di dalam kubur, engkau mati dan hanya mengharapkan rida Allah, seraya
menjauhkan hati dari segala kotoran. Dengan begitu, hatimu akan meraih tingkat
kesucian hakiki. Dalam kerangka inilah Rasululah saw. bersabda : “Muslim adalah
yang muslim lainnya selamat dan aman dari tangan dan lidahnya.”
Seorang mukmin akan mengunci lidahnya
dari kata-kata yang tak berguna, akrena Rasulullah saw. bersabda : “Keselamatan seseorang
bergantung pada lidahnya. Kesengsaraan dan bencananya juga disebabkan
lidahnya.” Ia menutup matanya dari yang haram agar tatapannya tidak
jatuh atas milik orang lain. Ia menutup telinganya dari mendengar dusta dan
keburukan, serta membelenggu kakinya dari perbuatan dosa.
Rasulullah saw. menegaskan bahwa
setiap anggota tubuh kita dapat melakukan dosa : “Mata dapat berzina. Ketika salah satu
indera atau salah satu anggota tubuhmu berdosa, satu kahluk yang hitam dan
buruk muncul darinya di hari kiamat dan ia akan menjadi saksi atas dosa yang
diperbuatnya. Kemudian ia akan dilemparkan ke dalam api neraka.”
Allah memuji roang yang menjaga
dirinya dari maksiat. Itulah bentuk penyesalan yang sesungguhnya dan tobat yang
diterima. Allah berfirman :
Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan
menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya surgalah tempat
tinggalnya (al-Nazi’at (79) : 40-41).
Siapa saja yang takut dan ingin bertobat
kepada Tuhan – dengan tidak berbuat buruk kepada dirinya dan kepada kaum mikmin
lainnya – maka dalam pengasingannya itu ia akan berubah menjadi layaknya pemuda
yang tampan. Ia akan menjadi pelayan bagi para penghuni surga.
Pengasingan diri merupakan upaya untuk
melawan musuh berupa dosa dan kesalahannya sendiri. Dalam kesendirian,
seseorang meraih kesucian diri. Allah berfirman :
Maka barang siapa berharap bertemu dengan Tuhannya, hendaklah ia
beramal saleh dan tidak menyekutukan Tuhannya dalam beribadah kepada-Nya.
(al-Kahfi (18) : 110).
Itu baru penyucian lahir. Penyucian
batin dilakukan dengan berupaya agar hati dan pikiran kosong dari segala
sesuatu yang bersifat duniawi, dari keburukan dan hawa nafsu, seraya
meninggalkan makan, minum, harta, keluarga, istri, anak-anak, perhatian, dan
bahkan cinta terhadap semua.
Dalam sekesndirian itu, tidak ada lagi
pemikiran, pendengaran, maupun penglihatan kepada yang lain. Rasulullah saw.
bersabda : “Ketenaran
dan segala yang dibawanya adalah bencana. Menjauhkan diri dari ketenaran dan
pengakuan orang lain adalah kenikmatan.” Orang yang berniat
menyendiri secara batin harus menutup hatinya dari keangkuhan, kesombongan,
dendam, kezaliman, amarah, iri hati, ketidaksabaran, firnah, dan sebagainya.
Jika salah satu sifat dan perasaan semacam itu masuk ke dalam diri seseorang
saat ia menyendiri, maka hatinya akan rusak. Ia tersingkir dari posisi
mengasingkan diri, dan penyendiriannya menjadi sia-sia. Sekali saja kotoran
memasuki hati, kesuciannya akan hilang dan semua kebaikan akan terhenti. Allah
berfirman :
Apa yang kamu lakukan itu, itulah yang sihir. Sesungguhnya Allah
akan menampakkan ketidakbenarannya. (Yunus (10) : 81).
Bisa jadi perbuatan seseorang tampak baik di
mata orang lain. Namun jika hatinya dimasuki sifat-sifat buruk, ia dianggap
sebagai pembuat kesesatan yang menipu dirinya sendiri dan orang lain.
Rasulullah saw. bersabda :
“Keangkuhan dan kesombongan merusak iman. Fitnah dan umpatan
adalah dosa yang lebih buruk daripada zina.”
“Layaknya api yang membakar kayu, dendam membakar semua
kebaikan.”
“Siasat licik itu tengah tidur, terlaknatlah orang yang
membangunkannya.”
“Orang yang kikir tidak akan pernah masuk surga, meski ia
habiskan seluruh umurnya dalam shalat.”
“Kemunafikan adalah syirik yang tersembunyi.”
“Surga akan menolak orang yang menolak orang lain.”
Masih banyak lagi sikap dan perilaku
buruk yang dicela oleh Rasulullah saw. Apa yang telah disebutkan di atas
kiranya cukup menunjukkan kepada kita bahwa kehidupan dunia membutuhkan
kewaspadaan dan kehati-hatian sehingga kita harus benar-benar mengerahkan
seluruh perhatian ketika kita berjalan did atasnya. Tujuan pertama tasawuf
adalah penyucian hati. Tindakan pertama yagn wajib dilakukan di jalan ini
adalah menolak nafsu dan hasrat rendahnya. Kewaspadaan yang dilahirkan dari
penyendirian, kekhusyukan, perenungan, dan zikir akan mengendalikan nafsu
seseorang. Selain itu, Allah Swt. akan mencerahkan hatinya.
Dalam penyendirian, tidak ada sesuatu
pun yang ddilakukan secara terpaksa. Semuanya dilakukan dengan cinta,
keikhlasan, dan keimanan sejati. Jalan yang diikutinya bukanlah jalannya
sendiri, melainkan jalan para sahabat Nabi, para tabiin, dan orang-orang yang
diberik petunjuk.
Jika seorang mukmin mengikuti jalan
tobat dengan cara ini disertai niat untui membersihkan hatinya, Allah Swt. akan
menyelamatkannya dari segala bahaya dan kejahatan. Penampilannya menjadi enak
dipandang. Kesucian akan mewarnai pikiran dan perasannya, baik yang diungkapkan
maupun yang disimpan. Segala tindakannya dilakukan dengan pertimbangan, sebab
ia berada di hadapan Allah. “Allah mendengar orang yang memuji-Nya.”
Dengan demikian, Allah selalu memperhatikan dirinya. Allah menerima doa,
kerinduan, dan pujian serta memberinya segala yang dikehendaki-Nya. Allah
berfirman :
Barangsiapa menghendaki kemuliaan maka bagi Allah semua kemuliaan.
Kepada-Nya naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yagn saleh dinaikannya.
(Fathir (35) : 10).
Kesucian melindungi lidahnya, sehingga ia
tidak mengungkapkan kata-kata yang tidak berguna. Lidah adalah alat yang indah
untuk memuji Tuhan, untuk melafalkan nama-nama-Nya yang indah, dan untuk
menegaskan Keesaan-Nya. Allah memperingatkan kita agar tidak mengatakan
kata-kata yang tidak berguna.
Sungguh beruntunglah orang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk
dalam shalatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tiada berguna. (al-Mu’minun (23) : 1-3).
Allah Swt. melimpahkan rahmat, kasih
sayang dan karunia-Nya kepada orang yang belajar dan beramal dengan niat yang
baik. Dia menunjukkan jalan menuju kedekatan kepada-Nya dengan menaikkan derajatnya. Dia mencintainya; Dia
mengampuni dosa-dosanya.
Ketika derajat seseorang dinaikkan ke
tingkatan itu, hatinya menjadi seluas samudra. Keadaan samudra itu tidak akan
berubah karena kekejaman dan kezaliman yang didlakukan manusia akepadanya.
Rasulullah saw. bersabda : “Jadilah seperti
samudra yang penampakkan tidak berubah, tetapi di dalamnya kau tenggelamkan
pasukan gelap hawa nafsumu.” Pasukan nafsu ditenggelamkan seperti
Fir’aun dan tentaranya yang ditenggelamkan di Laut Merah. Di atas samudra,
biduk agama berlayar dengan aman; ia lintasi samudra luas itu. Ruh si
penyendiri itu menyelami kedalamannya untuk menemukan mutiara hakikat, menuju
hamparan mutiara ilmu, dan permata karunia, lalu kembali untuk menyebarkannya.
Allah berfirman : “Dari keduanya keluar mutiara dan permata.” (al-Rahman (55) : 22).
Hati seluas samudra itu hanya bisa
dimiliki jika keadaan lahirmu sama dengan keadaan batinmu. Apa yang tersimpan
dalam hatimu sama dengan yang terungkap oleh lisan dan perbuatanmu. Jika
keadaan ini tercapai. Takkan ada kemajemukan, perpecahan, ata kekacauan dalam
samudra hati. Ia takkan diserang badai kesessatan. Orang yang mencapai
tingkatan ini berada dalam tingkatan tobat sejati; ia akan memiliki banyak ilmu
yang bermanfaat. Semua perbuatannya berguna bagi orang lain; hatinya tak pernah
condong kpada kejahatan. Jika ia salah atau lupa; ia diampuni, karena ia
mengingat jika lupa dan bertobat jika berdosa. Ia dekat kepada Tuhannya dan
juga kepada dirinya sendiri.
21.
SHALAT DAN
WIRID
Siapa saja yagn telah memilih untuk
menjauhkan diri dari dunia dan mendekatkan diri kepada Allah harus mengetahui
shalat dan wirid yagns esuai. Shalat harus dilaskanakan dalam keadaan suci,
lebih baik lagi dalam keadaan berpuasa. Tempat yang lazim dipergunakan untuk
menyendiri adalah di dalam atau dekat mihrab, agar tidak tertinggal untuk
mengikuti shalat berjamaah. Usai shalat berjamaah, yagn tersisa aalah
kesendirian dan kesunyian tanpa kata-kata. Jika kau telah memutuskan untuk
berkhalwat, berusahalah untuk memahami dan memperhatikan prinsip, dasar , serta
syarat-syarat shalat berjamaah.
Setiap tengah malam, bangunlah untuk
shalar tahajud – yang berarti bangun dari tidur. Tahajud adalah kebangkitan
setelah kematian. Ketika seseorang bangun untuk tahajud, ia akan memiliki hati
dan pikiran yang jernih. Agar kekhusyukanmu tidak rusak, jangan terlibat dalam
berbagai kegiatan yagn lazim seperti makan dan minum.
Segera setelah bangun tidur, dengan
kesadaran akan hari kebangkitan, bacalah :
اَلْحَمْدُ ِللهِ
الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَمَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
Al hamdu lillah al ladzi ahyana ba’da
ma amatama wa ilayhi al-nusyur.
Segala puji bagi Allah yang telah
menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nya kami akan dibangkitkan.
Kemudian bacalah sepuluh ayat terakhir
surat Al-‘Imran :
الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (١٩١
191. (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau,
Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
رَبَّنَا
إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ
أَنْصَارٍ (١٩٢
192. Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya
Barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, Maka sungguh telah Engkau
hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.
رَبَّنَا
إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ
فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا
وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ (١٩٣
193. Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami
mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu
kepada Tuhanmu", Maka Kamipun beriman. Ya Tuhan Kami, ampunilah bagi Kami
dosa-dosa Kami dan hapuskanlah dari Kami kesalahan-kesalahan Kami, dan
wafatkanlah Kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.
رَبَّنَا
وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
إِنَّكَ لا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ (١٩٤
194. Ya Tuhan Kami, berilah Kami apa
yang telah Engkau janjikan kepada Kami dengan perantaraan Rasul-rasul Engkau.
dan janganlah Engkau hinakan Kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak
menyalahi janji."
فَاسْتَجَابَ
لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ
أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ
دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لأكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ
سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ
ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ (١٩٥
195. Maka Tuhan mereka memperkenankan
permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan
amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan,
(karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain[259]. Maka
orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti
pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan
kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah
pada sisi-Nya pahala yang baik."
[259] Maksudnya sebagaimana laki-laki
berasal dari laki-laki dan perempuan, Maka demikian pula halnya perempuan
berasal dari laki-laki dan perempuan. Kedua-duanya sama-sama manusia, tak ada
kelebihan yang satu dari yang lain tentang penilaian iman dan amalnya.
لا
يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلادِ (١٩٦
196. janganlah sekali-kali kamu
terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak[260] di dalam negeri.
[260] Yakni: kelancaran dan kemajuan
dalam perdagangan dan perusahaan mereka.
مَتَاعٌ
قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ (١٩٧
197. itu hanyalah kesenangan
sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu
adalah tempat yang seburuk-buruknya.
لَكِنِ
الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا نُزُلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ
لِلأبْرَارِ (١٩٨
198. akan tetapi orang-orang yang
bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal
(anugerah)[261] dari sisi Allah. dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik
bagi orang-orang yang berbakti[262].
[261] Yakni: tempat tinggal beserta
perlengkapan-perlengkapannya seperti makanan, minuman dan lain-lain.
[262] Maksudnya ialah penghargaan dari
Allah disamping tempat tinggal beserta perlengkapan-perlengkapannya itu, adalah
lebih baik daripada kesenangan duniawi yang dinikmati orang-orang kafir itu.
وَإِنَّ
مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ
وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ لا يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ
ثَمَنًا قَلِيلا أُولَئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ إِنَّ اللَّهَ
سَرِيعُ الْحِسَابِ (١٩٩
199. dan Sesungguhnya diantara ahli
kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada
kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah
dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. mereka
memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah Amat cepat
perhitungan-Nya.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٢٠٠
200. Hai orang-orang yang beriman,
bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di
perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.
Setelah itu berwudlu dan berdoalah :
‘Mahasuci Allah – segala puji bagi-Mu. Hanya kepada-Mu kami berdoa. Aku memohon
ampunan-Mu atas dosa-dosaku. Ampunilah dosa-dosaku, ampunilah seluruh diriku.
Terimalah tobatku. Engkau Maha Penyayang, Engkau Maha Pengampun. Ya Allah,
masukkanlah aku ke golongan orang yang menginsafi kesalahan mereka dan
masukkanlah aku ke golongan hamba-Mu yang suci, yagn bersabar, yagn bersyukur,
yang mengingat-Mu dan yang memuji-Mu siang dan malam.”
Lalu, seraya menengadahkan wajah ke
langit, katakanlah :
Asyhadu allaa ilaaha illallaahu wahdahu laa
syariikalah, wa asyhadu anna
muhammadan ‘abduhu wa rosuuluhu
muhammadan ‘abduhu wa rosuuluhu
Aku bersaksi
bahwa tidak ada tuhan selain Allah, Yang Esa, tak bersekutu, dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Lalu ketika menghadap kiblat,
ucapkanlah
Aku berlindung kepada kasih sayang-Mu
dari azab-Mu. Aku berlindung kepada keridaan dan cinta-Mu dari murka-Mu. Aku
berlindung kepada-Mu dari-Mu. Aku tidak mengenal-Mu seperti Engkau mengenal
diri-Mu sendiri. Aku tidak dapat memuji-Mu sepenuhnya. Aku adalah hamba-Mu dan
anak hamba-Mu. Dahiku, yang padanya Engkau tuliskan nasibku, berada di
tangan-Mu. Takdir-Mu berlaku atas diriku. Apa pun yang Engkau tetapkan atas
diriku pantas untukku. Kubentangkan kedua tanganku di hadapan-Mu, seraya
kuungkapkan semua dosaku. Tak ada tuhan selain Engkau; Engkau Maha Pengasih dan
aku adalah orang yang zalim. Aku adalah pelaku maksiat. Aku telah menganiaya
diriku sendiri. Karena aku adalah hamba-Mu. Ampunilah dosa-dosaku yang besar.
Engkau adalah Tuhanku dan hanya Engkau yang dapat memberikan ampunan.
Lalu, ketika menghadap kiblat,
ucapkanlah
Allah Mahabesar, Segala puji bagi-Nya.
Aku mengingat dan menyucikan-Nya siang dan malam.
Kemudian membaca masing-masing sepuluh
kali :
Mahasuci Allah.
Segala puji dan syukur bagi Allah.
Tidak ada tuhan selain Allah.
Kemudian dirikanlah shalat dua belas
rakaat, dengan mengucapkan salams etiap dua rakaat, akrena Rasulullah saw.
bersabda : “Shalat malam dilaksanakan dua rakaat, dua rakaat.”
Allah Swt. memuji orang-orang yang
melaksanakan shalat di tengah malam.
Dan pada sebagian malam, shalat tahajudlah kamu sebagai ibadah
tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yagn terpuji (al-Isra’
(17) : 79).
Lambung mereka jauh dari tempat tidur, sedang mereka berdoa
kepada Tuhannya dengant akut dan harap, dan mereka memaafkan sebagian rezeki
yang Kami berikan kepada mereka. Seorang pun tidak mengetahui apa yagn
disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan
pandangan sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (al-Sajdah (32)
: 16-17).
Di ujung malam, bangunlah untuk shalat
witir tiga rakaat sebagai penutup rangkaian shalat pada hari itu. Pada rakaat
ketiga, setelah membaca surah al-Fatihah :
الرَّحِيمِ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Bismillahirrahmanirrahim"
Alhamdulillahi rabbil alamin,
Arrahmaanirrahiim
Maaliki yaumiddiin,
Iyyaka nabudu waiyyaaka nastaiin,
Ihdinashirratal mustaqim,
shiratalladzina an’amta alaihim ghairil maghduubi alaihim waladhaalin,
Alhamdulillahi rabbil alamin,
Arrahmaanirrahiim
Maaliki yaumiddiin,
Iyyaka nabudu waiyyaaka nastaiin,
Ihdinashirratal mustaqim,
shiratalladzina an’amta alaihim ghairil maghduubi alaihim waladhaalin,
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang".
"Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam".
"Maha Pemurah lagi Maha Penyayang".
"Yang menguasai di Hari Pembalasan".
"Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan".
"Tunjukilah kami jalan yang lurus",
"(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat".
"Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam".
"Maha Pemurah lagi Maha Penyayang".
"Yang menguasai di Hari Pembalasan".
"Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan".
"Tunjukilah kami jalan yang lurus",
"(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat".
Dan satu surah dari Al-Qur’an,
angkatlah seperti di awal shalat seraya mengucapkan : Allahu akbar – Allah
Mahabesar, lalu bacalah doa qunut :
ALLAHUMMA INNA NASTA'INUKA WA
NASTAGHFIRUKA WA NUMINU BIKA WA NATAWAKKALU 'ALALAYKA WA NUTHNI
'ALAYKA'L-KHAYRA KULLAH
NASHKURUKA WA LA NAKFURUKA WA NAKHNA'U
LAKA WA NAKHLA'U WA NATRUKU MAN YAKFURUK
ALLAHUMMA IYYAKA NA'BUDU WA LAKA
NUSALLI WA NASJUD WA ILAYKA NAS'A WA NAHFIDH
NARJU RAHMATAKA WA NAKHAFU 'ADHABAKA'L-JIDD
INNA 'ADHABAKA BI'L-KUFFARI MULHIQ
Ya Allah, kami meohon pertolongan-Mu,
dan kami memohon ampunan serta petunjuk-Mu. Kami beriman kepada-Mu, kami
berpaling kepada-Mu, kami berserah diri kepada-Mu, dan kami memuji-Mu atas
semeua kebaikan. Kami bersyukur kepada-Mu dan kami tidak ingkar kepada-Mu. Kami
mencela dan menjauhkan diri dari orang-orang yang berbuat maksiat kepada-Mu. Ya
Allah, kepada-Mu kami mengabdi, kepada-Mu kami berdoa dan sujud, kepada-Mu kami
memohon pertolongan. Kami memohon kasih-sayang-Mu, dan takut akan azab-Mu.
Sesungguhnya azab-Mu akan menimpa orang-orang yang tidak beriman kepada-Mu.
Setelah matahari terbit, dirikanlah
dua rakaat shalat isyraq, shalat terbitnya cahaya, yakni shalat memohon
perlindungan dan keselamatan dari kejahatan. Pada rakaat pertama, setelah
membaca al-Fatihah, bacalah surat al-Falaq :
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
1.
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ
2.
مِن شَرِّ مَا خَلَقَ
3.
وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
4.
وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
5.
وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
Katakanlah
: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan
makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari
kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari
kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.” (al- Falaq (113) : 1-5).
Pada rakaat kedua, setelah membaca
al-Fatihah, bacalah surah al-Nas :
1.qul a'uudzu birabbinnaas
2.maliki nnaas
3.ilaahi nnaas
4.min syarri lwaswaasi lkhannaas
5.alladzii yuwaswisu fii shuduuri nnaas
6.mina ljinnati wannaas
2.maliki nnaas
3.ilaahi nnaas
4.min syarri lwaswaasi lkhannaas
5.alladzii yuwaswisu fii shuduuri nnaas
6.mina ljinnati wannaas
1. Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang
memelihara dan menguasai) manusia.
2. raja manusia.
3. sembahan manusia.
4. dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6. dari (golongan) jin dan manusia. (al-Nas (114) : 1 – 6).
2. raja manusia.
3. sembahan manusia.
4. dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6. dari (golongan) jin dan manusia. (al-Nas (114) : 1 – 6).
Seraya memperiapkan diri untuk
menghadapi hari itu, dirikanlah dua rakaat istikharah, shalat memohon petunjuk
Allah untuk mencapai keputusan yang benar pada hari itu. Pada setiap rakaat,
setelah membaca surat al-Fatihah, bacalah Ayat Kursi.
اللّٰـهُ
لَآ إِلٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُۥ سِنَةٌ وَلَا
نَوْمٌ ۚ لَّهُۥ مَا فِى
السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْأَرْضِ ۗ مَن ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذْنِهِۦ ۚ يَعْلَمُ
مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَىْءٍ مِّنْ عِلْمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا
شَآءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَـُٔودُهُۥ حِفْظُهُمَا ۚ
وَهُوَ الْعَلِىُّ الْعَظِيمُ
السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْأَرْضِ ۗ مَن ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذْنِهِۦ ۚ يَعْلَمُ
مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَىْءٍ مِّنْ عِلْمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا
شَآءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَـُٔودُهُۥ حِفْظُهُمَا ۚ
وَهُوَ الْعَلِىُّ الْعَظِيمُ
Allaahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyuum, laa ta-khudzuhuu
sinatuw walaa nauum, lahuu maa fissamaawaati wamaa fil ardhi, man dzalladzii
yasyfa'u 'indahuu illaa bi idznih, ya'lamu maa baina aydiihim wamaa khalfahum,
walaa yuhiithuuna bisyai-inm min 'ilmihii ilaa bimaa syaa, wasi'a kursiyyuhus
samaawaati wal ardhi, walaa ya-uuduhuu hifzhuhumaa, wahuwal 'aliyyul azhiim
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup
kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak
tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi
syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan
mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi.
Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi
Maha Besar. (al-Baqarah (2) : 255).
Kemudian bacalah surah al-Ikhlas
sebanyak sepuluh kali :
1).Qul huwa allaahu ahadun,
2).allaahu shamadu,
3).lam yalid walam yuuladu,
4).walam yakun lahu kufuwan ahadun.
2).allaahu shamadu,
3).lam yalid walam yuuladu,
4).walam yakun lahu kufuwan ahadun.
1). Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa
2). Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
3). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan
4). Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia
2). Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
3). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan
4). Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia
Di pagi hari, dirikanlah enam rakaat
shalat duha dengan hati yang tenang dan khusyuk. Setelah membaca al-Fatihah,
bacalah surah al-Syams dan al-Dhuha :
1.
Wasysyamsi wadhuhaahaa
2. walqamari idzaa tsalaahaa
3. wannahaari idzaa jallaahaa
4. wallayli idzaa yaghsyaahaa
5. wassamaa-i wamaa banaahaa
6. wal-ardhi wamaa thahaahaa
7. wanafsin(w) wamaa sawwaahaa
8. fa-alhamahaa fujuurahaa wataqwaahaa
9. qad aflaha man zakkaahaa
10.waqad khaaba man dassaahaa
11.Kadzdzabat tsamuudu bithaghwaahaa
12.idzi in ba'atsa asyqaahaa
13.faqaala lahum rasuulullaahi naaqatallaahi wasuqyaahaa
14.Fakadzdzabuuhu fa'aqaruuhaa fadamdama 'alayhim rabbuhum bidzanbihim fasawwaahaa
15.walaa yakhaafu 'uqbaahaa
1. Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
2. dan bulan apabila mengiringinya,
3. dan siang apabila menampakkannya,
4. dan malam apabila menutupinya ,
5. dan langit serta pembinaannya,
6. dan bumi serta penghamparannya,
7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
8. maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,
9. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
10. dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
11. (Kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui batas,
12. ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka,
13. lalu Rasul Allah (Shaleh) berkata kepada mereka: ("Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya".
14. Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyama-ratakan mereka (dengan tanah),
15. dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu.
2. walqamari idzaa tsalaahaa
3. wannahaari idzaa jallaahaa
4. wallayli idzaa yaghsyaahaa
5. wassamaa-i wamaa banaahaa
6. wal-ardhi wamaa thahaahaa
7. wanafsin(w) wamaa sawwaahaa
8. fa-alhamahaa fujuurahaa wataqwaahaa
9. qad aflaha man zakkaahaa
10.waqad khaaba man dassaahaa
11.Kadzdzabat tsamuudu bithaghwaahaa
12.idzi in ba'atsa asyqaahaa
13.faqaala lahum rasuulullaahi naaqatallaahi wasuqyaahaa
14.Fakadzdzabuuhu fa'aqaruuhaa fadamdama 'alayhim rabbuhum bidzanbihim fasawwaahaa
15.walaa yakhaafu 'uqbaahaa
1. Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
2. dan bulan apabila mengiringinya,
3. dan siang apabila menampakkannya,
4. dan malam apabila menutupinya ,
5. dan langit serta pembinaannya,
6. dan bumi serta penghamparannya,
7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
8. maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,
9. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
10. dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
11. (Kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui batas,
12. ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka,
13. lalu Rasul Allah (Shaleh) berkata kepada mereka: ("Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya".
14. Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyama-ratakan mereka (dengan tanah),
15. dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu.
(al-Syam (91 : 1-13).
1. Wadhdhuhaa
2. Wallayli idzaa sajaa
3. Maa wadda'aka rabbuka wamaa qalaa
4. Walal-aakhiratu khayrul laka mina l-uulaa
5. Walasawfa yu'thiika rabbuka fatardaa
6. Alam yajidka yatiiman faaawaa
7. Wawajadaka daallan fahadaa
8. Wawajadaka 'aa-ilan fa-aghnaa
9. Fa-ammaa lyatiima falaa taqhar
10. Wa-ammaa ssaa-ila falaa tanhar
11. Wa-ammaa bini'mati rabbika fahaddits
Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
1. Demi waktu matahari sepenggalahan naik,”
2. dan demi malam apabila telah sunyi (gelap),”
3. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci” kepadamu.
4. Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan).”
5. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas.
6. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu ?”
7. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.”
8. “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.”
9. “Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.”
10. “Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.”
11. “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.”
Usai shalat duha, dirikanlah dua
rakaat shalat kaffarah, yakni shalat menghapuskan dosa yagn disengaja maupun
tidak disengaja. Disengaja atau pun tidak, dosa tetaplah dosa, yang menjadi
penyebab azab. Dosa semacam ini mungkin terjadi bahkan ketika kita menyendiri,
misalnya, dosa ketika membuang hajat. Rasulullah saw. bersabda : “Berhati-hatilah
terhadap dosa, bahkan ketika kau kencing, agar tak ada setetes pun yang
mengenaimu. Sebab, itu akan mendatangkan azab kubur.” Pada setiap
rakaat, setelah surah al-Fatihah, bacalah surah al-Kawtsar sebanyak tujuh kali.
1.Innaa a'thaynaaka al kautsar
2.Fashalli lirabbika wanhar
3.Inna syaani'aka huwa al abtar
1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu sebuah
sungai di surga.
2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah
.
3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah
yang terputus.
Shalat lainnya, meski hanya empat
rakaat,harus dilaksanakan pada hari pertama penyendirian. Inilah shalat tasbih.
Jika kau bermazhab Syafi’i, ucapkan salam setiap dua rakaat. (Ketentuan ini
berlaku jika shalat dilakukan di siang hari. Jika di malam hari, baik mazhab
Hanafi maupun Syafi’i, shalat tasbih dilakukan dua rakaat dua rakaat).
Rasulullah saw. menjelaskan shalat ini
kepada pamannya, Ibn. Abbas :
“Wahai Abbas, pamanku,perhatikanlah, Aku akan memberimu hadiah.
Perhatikanlah, akan kusampaikan kepadamu sesuatu yang baik. Perhatikanlah, Aku
akan memberimu kehidupan dan harapan baru. Perhatikanlah, Aku akan memberimu
sesuatu yang sepuluh kali lipat lebih besar dari harta yang termahal. Jika kau
mengerjakan apa yang kukatakan, Allah akan mengampuni dosa-dosamu – yagn
terdahulu mapun yang terkemudian, yang lama, yang baru, kecil maupun besar,
yang disengaja maupun tidak, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun yang
terang-terangan.
Dirikanlah shalat empat rakaat. Paada setiap rakaat, setelah
al-Fatihah, bacalah surah lain dari Al-Qur’an. Ketika berdiri, bacalah sebanyak
lima belas kali : Subhanallah, al-hamdulillah, la ilaha illallah wallahu akbar,
wa la hawla wa la quwwata illa billahi al—aliyyi al-azhim—“ Maha suci Allah,
segala puji bagi Allah, tak ada tuhan selain Allah, Allah Mahabesar. Tak ada
daya dan upaya, kecuali dengan (kekuatan) Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.
Ketika rukuk, dengan
tangan di atas lutut, bacalah zikir itu sebanyak limabelas kali. Ketika
iktidal, bacalah sebanyak lima belas kali. Di saat sujud, bacalah sebanyak lima
belas kali. Kemudian duduk lagi seraya membaca zikir itu sebganyak lima belas
kali, lalu berdirilah untuk rakaat kedua. Lakukan hal yang sama hingga akhir
shalat.
Jika bisa, kerjakan shalat ini setiap hari. Jika tidak bisa,
kerjakan setiap Jum’at. Jika tidak bisa, kerjakan setiap bulan. Jika tidak
bisa, kerjakan setahun sekali, jika tidak bisa, kerjakan sekurang-kurangnya
sekali dalam seumur hidup.”
Jadi, dalam empat rakaat, zikir itu
dibaca sebanyak 300 kali. Rasulullah saw. menganjurkan shalat ini kepada
pamannya, Ibn. Abbas r.a. Tentu saja, orang gyang tengah menyepi dianjurkan
juga untuk mengerjakannya.
Selain itu, orang yang berkhalwat harus
membaca sekurang-kurangnya duaratus ayat Al-Qur’an setiap hari.
Ia pun harus terus berzikir dan
membaca Asmaul Husna, baik dengan suara keras maupun dalam hati sesuai dengan
keadaan batin. Zikir dalam hati dapat dilakukan jika hati telah meraih kembali
kesadaran dan kehidupannya. Bahasa zikir dalam hati adalah kata rahasia yang
tersembunyi.
Setiap roang mengingat Allah dan
memabca nama-nama-Nya sesuai dengan kemampuannya masing-masing, dan sesuai
dengan maqam ruhaninya. Di setiap maqam, zikir itu memiliki nama, sifat, dan
cara yang berbeda-beda. Setiap orang, pada maqamnya masing-masing, akan
mengetahui mana yang paling cocok untuk dirinya.
Selain shalat dan zikir yang telah
disebutkan di atas, orang yang berkhalwat juga harus membaca surah al-Ikhlas sebanyak
seratus kali setiap hari; seratus kala shalawat kepada Nabi Muhammad saw.,
yaitu : “Allahumma
shalli’ala Sayyidina Muhammad wa’ala ali Muhammad wa shahbihi wa sallim – Ya
Allah limpahkan rahmat-Mu atas pimpinan kami Muhammad dan atas keluarga Muhammad
serta para sahabat dan selamatkanlah.” Dan seratus kali doa berikut ini :
Astaghfirullah al-‘azhim alladzi la illaha illa huwa al-hayy
al-wayyum, mimma qaddamtu wa ma akhkhartu wa ma a’lantu wa ma asrartu w ma
asraftu wa ma anta a’lamu bihi minni. Anta almuqaddamu wa anta al-mu’akhkharu
wa anta ‘ala kulli syay’in qadir.
Aku mohon ampunan kepada Allah Yang Mahahidup, Mahamandiri, dan
Mahaagung – tidak ada tuhan kecuali Dia. Aku memohon ampunan dari setiap dosa
di masa lalu dan masa mendatang, dosa yang kulakukan secara terang-terangan
atau tersembunyi dan umurku yang telah kuhabiskan dalam dosa. Engkau lebih
mengetahui dari diriku. Engkau yagn terdahulu dan yang terkemudian, dan Engkau
Mahakuasa atas segala sesuatu.
Jika masiha da waktu, pergunakanlah untuk
membaca sebagian ayat Al-Qur’an dan ibadah atau shalat lainnya.
22.
MAKNA DAN
RAHASIA DI BALIK MIMPI
Mimpi yang muncul antara awal tidur
dan lelapnya tidur adalah mimpi yang benar dan bermakna. Mimpi semacam ini
sering disertai ilham dan petunjuk. Itulah mimpi yang menjadi citra pada mata
hati. Dalil mengenai kebenaran mimpi terdapat pada firman Allah :
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada rasul-Nya tentang
kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan
memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman. (al-Fath (48) : 27).
Dan Rasulullah saw. benar-benar
memasuki Masjidil Haram di Makkah, yang ketika itu dikuasai musuh-musuhnya,
setahun setelah mimpi ini. Contoh lainnya adalah mimpi Nabi Yusuf a.s. :
(Ingatlah) Ketika Yusuf berkata kepada ayahnya : “Duh ayahku, aku
bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud
kepadaku.” (Yusuf (12) : 4).
Rasulullah saw. bersabda, “Tak ada nabi
lain yang akan datan sesudahku, tetapi mungkin ada jenis wahyu yang lain. Orang
beriman akan melihat ilham ini dalam mimpi mereka, atau ilham itu diperlihatkan
kepada mereka dalam mimpi mereka.” Allah menegaskan hal ini :
Bagi mereka berita gembira dalam kehidupan di dunia dan akhirat.
(Yunus (10) : 64).
Mimpi datang dari Allah, namun
kdang-kadang berasal dari iblis yang terkutuk. Rasulullah saw. bersabda : “Orang yang
melihatku dalam mimpinya, berarti ia memang melihat aku, karerna setan tidak
dapat menyerupakan aku.” Setan juga tidak dapat meniru rupa orang
yang mengikuti agama, jalan, ilmu, kebenaran, dan cahaya Nabi Muhammad saw.
Para ulama menafsirkan sabda Rasulullah saw. ini dengan mengatakan bahwa setan
bukan hanya tidak mampu menyerupai Rasulullah saw. melainkan juga tidak dapat
berpura-pura untuk menjadi siapa saja atau apa saja yang memiliki sifat pengasih
dan pemurah, atau penyayang, rahmat, dan iman. Sesungguhnya semua nabi dan
wali, para malaikat, Ka’bah, matahari, bulan, awan putih, dan Al-Qur’an berada
di luar jangkauan setansehigga ia tidak dapat menyerupainya. Ini karena setan
merupakan manifestasi amarah, azab, dan kesedihan. Ia hanya dapat menampilkan
kesesatan dan keraguan. Jika seseorang memiliki dalam dirinya manifestasi
“Pembimbing Tertinggi kepada Kebenaran”, sifat “Makhluk Yang Menyesatkan” tak
mungkin dapat mewujud dalam dirinya. Sifat-sifat yang berlawanan, layaknya air
dan api, takkan bisa saling mengisi satu sama lain. Amarah tak dapat
menggantikan kasih sayang, sebagaimana api tak mungkin tampak sebagai air.
Keduanya saling menolak dan saling menjauh, karena keduanya memiliki tempat yang
berbeda. Karena itu, Allah membedakan
kebenaran dan kesesatan.
Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang
batil (al-Ra’d (13) : 17).
Di sisi lain, setan dapat berpura-pura menjadi Allah dan menggoda
manusia untuk menyesatkan mereka. Ini dapat dilakukan hanya atas seijin Allah.
Allah memiliki banyak sifat yang seakan-akan saling bertentangan satu sama
lain. Misalnya, sifat keperkasaan dan murka-Nya tampak bertentangan dengan
sifat keindahan dan kebaikan-Nya. Iblis yang terkutuk hanya dapat berpura-pura
memiliki sifat murka dan keperkasaan karena ia merupakan obyek murka Allah.
Allah juga memiliki sifat Pembimbing Tertinggi dan sekaligus Yang Menyesatkan.
Iblis tidak dapat tampak dengan sifat Ilahi yang padanya terdpat jejak
petunjuk.
Jika setan berpura-pura menampilkan
salah satu sifat Allah, ia melakukan atas izin Allah untuk menyesatkan orang
beriman dari kebaikan menuju keburukan, dan dari kebenaran menuju kebatilan.
Sebenarnya, setan tak punya kekuatan untuk menggelincirkan seorang mukmin,
namun ia akan memungutnya jika si mukmin membuangnya. Allah memerintahkan
nabi-Nya :
Katakanlah
: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang yagn mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk
orang yang musyrik.” (Yusuf (12) : 108).
Dalam ayat ini, “orang yang
mengikutiku” adalah manusia sempurna, para guru ruhani yang akan datang setelah
Rasulullah saw. Ilmu dan pandangan batin mereka mendekatkan diri kepada Allah.
Mereka disebut : “Pemimpin yang dapat memberi
petunjuk.” (al-Kahfi (18) : 17).
Ada dua macam mimpi, subyektif dan
obyektif, dan masing-masingnya dibagi ke dalam dua bagian.
Jenis pertama mimpi subyektif adalah
pantulan suatu maqam ruhani yang tinggi dan buah dari kebaikan. Di alam mimpi
ia muncul dalam berbagai citra, seperti matahari, bulan, bintang, pasir putih
bermandikan cahaya, taman surga, istana, ruh indah dalam bentuk malaikat, dan
sebagainya. Inilah sifat-sifat hati yang suci. Jenis kedua mimpi menampilkan
citra yang berhubungan dengan keadaan orang yang terbebas dari kecemasan dan
yang mulai mengenal dirinya sendiri serta telah mendapatkan ketenangan batin.
Citra-citra ini berupa kenikmatan yang akan ditemukannya di surga – makanan
surgawi, keharuman, suara surga, dan lain-lain.
Citra lainnya berupa hewan atau burung
yang paling indah di dunia ini. Hewan-hewan yang dilihatnya dalam mimpi itu
sesungguhnya berasal dari surga. Misalnya, unta adalah hewan surga. Kuda diutus
sebagai hewan beban untuk membawa ksatria suci dalam perang melawan kaum kafir
di luar dan did alam dirinya. Keledai diutus kepada Nabi Adam a.s. untuk
membajak lahan dan menanam gandum. Anak domba berasal dari madu surga, unta
diciptakan dari cahaya surga, kuda dari kemangi manis surga, dan keledai dari
safron surga.
Bagal mewakili tingaktan lebih rnedah
dari orang yang telah mendapatkan ketenangan batin. Jika ia bermimpi tentang
seekor bagal, itu menunjukkan kelalaian dan kemalasannya dalam beribadah karena
hasrat dan nafsu menghalanginya. Itu juga menunjukkan kegagalan usaha
ruhaninya. Karena itu, ia harus bertobat dan mengerjakan amal yang baik agar ia
berhasil.
Keledai diciptakan dari batu surga dan
diciptakan untuk mengabdi kepada Nabi Adam a.s. dan keturunannya. Keledai
adalah lambang nafsu dan kebutuhan ragawi, serta hasrta dan sifat pementingan
diri sendiri. Nafsu adalah hewan yang ditunggangi jiwa. Jika seseorang menajdi
budak nafsu, ia bagaikan manusia yang memikul keledai di atas pundaknya.
Sebaliknya, seorang manusia sejati akan menunggangi keledai nafsunya. Jadi,
keledai mencerminkan alat yang dengannya ia menangani urusan akhirat di dunia.
Mimpi berbicara kepada seorang pemuda
yang berwajah polos dan murni, menunjukkan bahwa manifestasi Illahi tengah
berada dalam diri seseorang, karena orang yang telah mencapai manifestasi
Ilahi, kelak di surga akan tampil dengan paras yang menawan. Rasulullah saw.
menyebutnya sebagai makhluk yang semampai dengan bola mata hitam yang indah.
Rasulullah saw. bersabda : “Karena Allah Mahasuci dan segala paras dan rupa, haids
Nabi ini ditafsirkan sebagai manifestasi sifat-sifat indah Allah
yang terpantul pada cermin jiwa yang suci. Penampakkan jasmani, yakni tubuh,
mencerminkan ilmu Ilahi yang mendidik dan membentuk kita. Citra ini juga
menggambarkan hubungan antara hamba dan Tuhannya. Hadhrah Ali r.a. berkata :
“Seandainya aku tidak dibentuk oleh Tuhanku, tetu aku tidak akan pernah
mengenal-Nya.”
Peningkatan keadaan ruhani hanya bisa
dicapai melalui pengajaran dan pendisiplinan
yagn dipandu oleh seorang guru yang tekun.Guru ini adalah nabi dari
orang-orang yang dekapt kepada Allah yang mewariskan ilmu mereka. Hanya melalui
ajaran merekalah hati dan wujud batin mendapatkan cahaya yagn menerangi jalan.
Dia menemukan jiwa yang mendapat petunjuk itu melalui mereka. Allah berfirman :
(Dialah) Yang Mahatinggi derajat-Nya, Yang mempunyai Arasy, Yang
mengutus Jibril dengan (membawa) peritnah-Nya kepada siapa yagn dikehendaki-Nya
di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari
pertemuan (hari kiamat). (al-Mu’min (40) : 15).
Demi keselamatan hati, temukanlah guru yang
akan membimbingmu dalam perjalanan ruhani kepada Allah.
Iman al-Ghazali, semoga Allah
menyucikan ruhnya, berkata : “Mungkin saja Allah muncul dalam mimpi seseorang
dalam bentuk citra yang indah. Citra itu merupakan simbol yang muncul sesuai
dengan maqam ruhani seseorang. Namun, yang terlihat dalam mimpi itu bukanlah
zat Allah, karena Allah Mahasuci dari paras, rupa dan bentuk. Samahanya,
Rasulullah saw. tidak mungkin muncul dalam mimpi seseorang dengan sosoknya yang
asli, kecuali apda orang yang menjadi pewaris ma’rifat, ilmu, dan amal beliau
dan yang meneladaninya dengan sungguh-sungguh. Pada sebagian orang lainnya,
Rasulullah terlihat dalam citra tertentu yangs esuai dengan potensi dan keadaan
ruhani mereka. Tetapi, mereka tidak benar-benar melihat beliau.”
Dalam ulasan Shahih Muslim, ada
pernyataan yang berbunyi : “Mungkin saja seseorang bermimpi melihat Allah yang
muncul sebagai cahaya atau dalam rupa manusia.” Dia memanifestasikan diri-Nya
dalam berntuk sifat-sifat-Nya. Kepada Nabi Muasa a.s. Dia tampak sebagai api
apda sebuah pohon yang terbakar. Itulah manifestasi Kalam Ilahi yang terdengr
oleh Nabi Musa a.s. sebgai Belukar Terbakar, yang berfirman : “Hai Musa, apa
yang ada di tangan kananmu itu?” (Thaha (20) : 15).
Pada hakikatnya, yang tampak kepada
Nabi Musa sebagai api adalah cahaya Ilahi. Musa a.s. meilhatnya sebagai api
sesuai dengan tingkatan dan kehendaknya, karena ketika itu ia membutuhkan api.
Bagi manusia, tingkatan wujud yang terendah adalah tumbuhan, pohon, dan
tingkatan hewani. Adakah keajaiban pada seseorang yang telah menyucikan ruhnya
dari berbagai wujud yang lebih rendah dan menjadi manusia sempurna kemudian ia
melihat hakikat Ilahi yang berejawantah sebagai belukar terbakar? Bagi manusia
sempurna lainnya, Allah mengejawantahkan firman-Nya sebagai kata-kata yang
keluar dari lisan mereka sendiri. Hadhrah Bayazid al-Bisthami, semoga Allah
menyucikan ruhnya, yang tengah berada pada maqam semacam itu pernah berkata :
“Hakikatku adalah hakikat Yang Mahasuci.” Dan juga, “Betapa mulianya aku.”
Begitu pun yang diucapkan oleh Hadhrah al-Junaid al-Baghdadi r.a. “Tak ada yang
lain di dalam jubahku kecuali Allah.” Ada banyak rahasia besar dalam maqam
ruhani seperti ini yang dicapai oleh manusia-manusia sempurna. Terlalu sulit
untuk dipahami dan terlalu panjang untuk dijelaskan di sini. Semua itu hanya
dialami oleh mereka yang mengabdikan hidup mereka untuk mencapai hikmah Ilahi.
Tingkatan ruhani semacam itu, ketika
seseorang mengalami manifestasi Ilahi dan berhubungan dengan ruh Rasulullah
saw., dapat diraih melalui pengajaran, pendidikan, dan bimbingan dari Guru
Sejati. Seorang salik yang telah memasuki jalan ruhani tidak mungkin
berhubungan dengan Allah Swt. dan Rasulullah saw., tanpa perantara.
Pertama-tama ia harus dilatih dan dididik oleh guru yang dekat kepada Allah dan
rasul-Nya. Sebab, seorang Guru Sejati memiliki hubungan ruhani yang dekat
kepada Allah dan Rasulullah. Jika Rasulullah saw., masih hidup, kita dapat
mengambil ilmu langsung darinya, tanpa perantara. Setelah wafat, Rasulullah tak
lagi berada di alam dunia, tetapi di alam ruhani. Karena itu, kita tidak dapat
berhubungan langsung dengan beliau. Seperti itu pulalah keadaan para guru
sejati. Ketika mereka wafat, orang tak dapat lagi belajar dari mereka.
Jika kau cerdas, kau akan segera
memahaminya. Jika tidak, berjuanglah untuk memahaminya. Renungkanlah semua yang
telah kukatakan agar kau dapat menaklukkan kegelapan nafsu dengan cahaya ilmu.
Kau membutuhkan cahaya untuk melihat dan memahami; kau tidak dapat melihat di
dalam kegelapan. Cahaya hanya akan menerangi tempat-tempat yang telah tertata
dan telah dibersihkan, tempat-tempat yang mulia. Pemula tidak dapat mengatur
dirinya sendiri dan karena itu ia membutuhkan seorang guru.
Seorang guru ruhani haruslah memiliki
hubungan dengan Rasulullah saw., dan mewarisi sifat-sifat Nabi saw., dan selalu
dibimbing untuk menjadi manusia sempurna. Ketika mengajar pun ia akan menerima
bimbingan dan petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, ia menjadi
media yang menjaga dan mewarisi jalan ruhani. Selebihnya adalah rahasia. Hanya
orang tertentu yang dapat mengetahuinya.
.... Padahal kekuatan itu hanya bagi Allah, bagi Rasul-Nya, dan
bagi orang mukmin. (al-Munafiqun (62) : 8).
Tahapan ruhani yang sangat agung ini
adalah rahasia.
Pendidikan ruhani bukanlah urusan yang
mudah. Jiwa jasmani berada
di dalam tubuh dan dididik dengannya. Jiwa ruhani berada dalam hati. Jiwa
sultan berada di pusat hati. Sedangkan jiwa atau ruh suci menetap di ruang hakikat. Hakikat
adalah alat yang menyampaikan kebenaran kepada orang yang beriman. Ia adalah
penafsir, yang menerjemahkan kebenran kepada si pencari, sebab rahasia itu
milik Allah, dekat kepada-Nya, dan menjadi bukti keberadaan-Nya.
Ada pula mimpi yang merepresentasikan
sifat buruk. Mimpi semacam itu menunjukkan sifat nafsu yang liar atau wujud
kemaksiatan seseorang yang tak dapat dihentikan.
Bahkan dalam keadaan yang lebih baik,
yakni ketika ia diingatkan oleh Allah akan dosa dan kesalahannya, ia masih saja
bermimpi tentang binatang buas, singa, macan, serigala, beruang, anjing, babi
hutan, dan binatang liar yang lebih kecil lainnya – rubah, kelinci, kucing,
ular, kalajengking, dan hewan pemangsa atau berbissa yang berbahaya.
Berikut ini sdikit ulasan tentang
pelbagai citra yang muncul dalam mimpi. Macan melambangkan keangkuhan dan
pementingan diri sendiri hingga tingkat keangkuhan kepada Allah Swt.
Sesungguhnya orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan
menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakaan bagi mereka
pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke
lubang jarum. (al- A’raf (7) : 40).
Azab serupa juga akan menimpa orang
yang sombong terhadap sesama manusia.
Singa melambangkan pemujaan dan pendewaan
diri. Beruang mencerminkan amarah, kekerasan dan kezaliman terhadap orang lain.
Serigala mencerminkan sifat rakus tanpa mempertimbangkan kehalalan atau
keharaman, kebersihan atau kenajisan. Anjing merupakan lambang cinta dunia dengan segala bahaya
dan sifat buruknya. Babi adalah lambang iri hati, ambisi, dendam, dan ketamakan.
Rubah adalah lambang dusta, curang dan licik dalam urusan-urusan duniawi.
Kelinci melambangkan sifat yang sama, hanya saja semua itu dilakukan tanpa
sengaja dan tidak diniati. Mimpi tentang macan tutul melambangkan usaha yang
tak kenal lelah dan irasional, juga hasrat untuk menjadi terkenal. Kucing
adalah lambang kekikiran dan suka ameniru. Ulat mencerminkan dusta, gunjingan,
tuduhan tanpa alasan, dan kezaliman lewat ucapan. Kalajengking menunjukkan
kebiasaan mencela, mengejek, dan membantah orang lain. Suara kerbau
mencerminkan bahasa kasar yang melukai hati orang lain.
Jika seseorang mimpi berkelahi dengan
salah satu binatang buas itu namunt ak dapat mengalahkannya, berarti ia haru
memperkuat usaha, ibadah, dan zikirnya hingga ia dapat mengalahkan binatang
itu. Orang yang bermimpi membunuh binatang buas itu, berarti ia telah berhenti
melakukan dosa atau melukai orang lain. Allah berfirman :
Dia menghapuskan kejahatan mereka dan menyembuhkan hati mereka.
(Muhammad (47) : 2).
Jika seseorang bermimpi, bahwa hewan
itu berubah menjadi manusia, itu menanadakan bahwa kesalahannya yang terdahulu
telah diubah menjadi kebaikan dan bahwa tobatnya diterima, karena tanda sejati
diterimanya tobat adalah ketika ia tak mampu mengulangi perbuatan serupa.
.... Kecuali orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal
saleh; kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (al- Furqan (25) : 70).
Jika kau diselamatkan dari kesalahan
dan kejahatan, waspadalah, dan jangan merasa aman, karena hasrat dan hawa nafsu
akan memperoleh kembali kekuatannya meski hanya dipicu oleh kemaksiatan atau
kejahatan yang enteng. Ketenteraman jiwa dapat sirna tiba-tiba. Perintah Allah
kepada hamba-hamba-Nya untuk menjauhkan diri dari segala yang diharamkan
merupakan peringatan agar mereka senantiasa waspada.
Nafsu yang memerintahkan kepada
kejahatan kadang-kadang muncul dalam mimpi berupa seorang kafir; jiwa yang
mencela dirinya sendiri mungkin muncul dalam rupa seorang Yahudi, dan jiwa yang
terilhami kadang-kadang muncul dalam rupa seorang Nasrani.
23.
RAGAM PARA
PEJALAN
Para pengikut tarekat terbagi ke dalam
dua abagian. Kelopok petama adalah kaum Suni. Mereka mengikuti ajaran Al-Qur’an
dan sunnah Rasulullah saw. yang berupa ucapan, tindakan, dan perilaku
Rasulullah. Seluruh perbuatan, ucapan, perasaan, pemikiran, dan perilaku mereka
mengikuti makna batin agama. Mereka tidak hanya mengikuti, tetapi juga memahami
ajaran-ajaran tersebut. Mereka beramal dan menjalani kehidupan sesuai dengan
ajaran agama. Mereka benar-benar merasakan, mengamalkan, dan menikmatinya,
karena mereka tidak menganggapnya sebagai beban kewajiban. Jalan inilah yang
mereka tempuh. Itulah tarekat mereka, kelompok perssaudaraan para kekasih
Allah. Sebagian mereka telah dijanjikan surga tanpa hisab di hari kiamat, dan
sebagian lainnya akan merasakan kengerian hari kiamat, untuk kemudian masuk
surga. Namun, sebagian lainnya harus terlebih dahulu merasakan azab neraka
untuk membersihkan dosa-dosa mereka sebe,um akhirnya masuk surga. Tidak ada di
antara mereka yang akan dihukum kekal di dalam neraka. Karena hukuman kekal di
neraka hanya bagi kaum kafir dan munafik.
Kelompok kedua adalah orang-orang
murtad. Rasulullah saw., telah memperingatkan kita, “Kamu sekalian, seperti halnya Bani Israil
sebelummu, juga ummat Isa ibn Maryam, akan terpecah belah. Sebagaimana mereka,
kalian juga akan menciptakan kesessatan dan kemurtadan. Pada waktunya, dalam
kemurtadan, penentangan, dan dosa, kalian akan menjadi seperti mereka dan
melakukan perbuatan yang sama. Jika mereka memasuki lubang hewan berbisa,
kalian juga akan memasukinya. Ketahuilah, Bani Israil terpecah ke dalam 71
golongan. Mereka semua sesast kecuali satu golongan. Kaum Nasrani terpecah ke
dalam 72 golongan; mereka juga semuanya sesat kecuali satu golongan. Aku takut
ummatku akan terpecah ke dalam 73 golongan. Penyebabnya karena mereka mengubah
kebaikan menjadi keburukan dan menghalalkan yang haram sesuai dengan keputusan
dan demi keuntungan atas hasrat mereka sendiri. Kecuali satu golongan, semua
golongan itu adalah penghuni neraka; hanya satu golongan yang akan selamat.”
Ketika ditanya siapakah golongan yang selamat itu, Rasulullah menjawab : Orang yagn mengikuti
keyakinan dan perbuatanku maupun para sahabatku.”
Berikut ini beberapa tarekat murtad
yang mengaku sufi :
Kaum
Hululiyah, yaitu para penganut paham inkarnasi, yagn
menyatakan bahwa halal hukumnya memandang paras yang menawan, baik laki-laki
maupun perempuan, baik istri, susami, anak, atau pun saudara orang lain. Mereka
juga bercampur baur dan menari bersama. Tentu saja perilaku dan pandangan
mereka bertentangan dengan ajaran dan hukum Islam yang mementingkan kemuliaan
dan kehormatan.
Kaum
Haliyyah ini bernyanyi,
menari, berteriak, dan bertepuk-tangan agar dirasuki ruh. Mereka meyakini bahwa
syekh mereka telah meraih tingkatan ruhani tertinggi sehingga berada di luar
jangkauan hukum agama. Tentu saja perilaku mereka itu sama sekali jauh dengan
perilaku para kekasih Allah yang sangat memperhatikan dan memuliakan hukum
agama.
Kaum Awla’iyyah, yang mengaku dekat kepada Allah dan
meyakini bahwa jika seorang hamba mendekatkan diri kepada Allah, ia ia terlepas
dari semua bentuk kewajiban. Bahkan, mereka mengaku sebagai waliy, sahabat
Allah, dan orang yang dekat kepada-Nya sehingga akedudukan mereka lebih luhur
daripada seorang nabi. Menurut mereka, Rasulullah ddiberi ilmu melalui Jibril
a.s., sedangkan seorang wali mendapatkannya langsung dari Allah. Mereka ini
benar-benar telah melakukan dosa besar karena berkeyakinan seperti itu. Mereka
telah menjerumuskan diri sendiri ke dalam kemurtadan dan kekafiran.
Kaum Syamuraniyah, yang menyatakan bahwa kata itu
kekal, dan orang yang mengucapkan kata yagn kekal itu tidak terkait oleh
kewajiban agama; mereka tak kenal hukum halal haram. Dalam beribadah, mereka
mempergunakan alat musik. Mereka tidak memisahkan kaum pria dari kaum wanita,
karena bagi mereka, tak ada perbedaan antara keduanya. Ketahuilah, mereka
hanyalah sekumpulan kafir yang sesat.
Kaum Hubbiyah, yang mengatakan bahwa manusia yagn
telah mencapai maqam cinta (hubb) terbebas dari semua kewajiban agama. Salah
satu bentuk kesessatan mereka adalah bahwa mereka tidak menutup aurat.
Kaum Hurriyah yagn sebagaimana kaum Haliyyah,
berteriak, bernyanyi, dan bertepuk tangan untuk mencapai keadaan ekstatik.
Dalam keadaan tidak sadar itu mereka mengaku telah bersenggama dengan para
bidadari; ketika sadar kembali, mereka pun mandi besar. Mereka disesastkan oleh
dusta mereka sendiri.
Kaum Ibahiyyah, yang menolak menganjurkan kebaikan
dan enggan melarang kejahatan. Sebaliknya, mereka menghalalkan segala yang
haram. Di antaranya, mereka berkeyakinan bahwa semua perempuan halal bagi kaum
pria.
Kaum al-Mutakasiliyah, atau orang-orang yang malas (kasl).
Sebagai mata pencaharian, mereka mengemis dari pintu ke pintu. Menurut mereka,
itulah cara yang baik untuk meninggalkan keduniaan. Padahal, perilaku itu
menggambarkan sifat dasar mereka yang malas.
Kaum Mutajahiliyah, yang berpura-pura bodoh dan sengaja
mengenakan pakaian mewah meniru perilaku kaum kafir, padahal Allah berfirman : “Janganlah kamu
condong kepada orang-orang kafir ...” (Hud (11) : 113). Rasulullah
saw., bersabda : “Barangsiapa
sengaja menyerupai suatu kaum, ia termasuk ke dalamnya.”
Kaum Wafiqiyah, yang menyatakan bahwa hanya Allah
yang mampu mengenal Allah. Karena itu, mereka enggan mencari jalan kebenaran.
Mereka membiarkan digiring kebodohan mereka sendiri ke jurang kebinasaan.
Kaum Ilhamiyah, yang mengandalkan ilham, mengabaikan
ilmu, melarang belajar, dan menyatakan bahwa Al-Qur’an merupakan tabir bagi
mereka dan bahwa renungan puitis adalah Al-Qur’an mereka. Mereka meninggalkan
Al-Qur’an dan shalat. Merek hanya mengajarkan syair kepada anak-anak mereka.
Para
pemimpin dan guru Suni mengatakan bahwa para sahabat, berkat sabda dan
keberadaan Nabi saw., mencapai maqam kenikmatan ruhani yang tinggi. Seiring
dengan perjalanan waktu, maqam ruhani ini terpecah-pecah. Jalan menuju
pencapaian ruhani ini diwariskan kepada para penempuh jalan Ilahi menuju
kebenaran, yang kemudian terbagi ke dalam berbagai cabang. Karena terpecah ke
dalam begitu banyak kelompok, ilmu dan energi ruhani itu semakin menipis dan
terurai. Pada banyak kasus, yang tersissa hanyalah penampilan lahiriah seorang
guru ruhani yang tanpa isi sedikit pun. Bahkan, cangkang yang tanpa isi itu
masih terpecah lagi dan condong kepada kesesatan. Sebagian mereka menjadi kaum
Qalandari – pengemis pengembara. Sebagian lainnya menjadi Haidhari, yang
berpura-pura menjadi pahlawan. Ada pula yang menamakan ddiri sebagai kaum
Adhami dan mengaku menjadi pengikut Ibrahim ibn Adham yang meninggalkan
kerajaan dunia. Masih banyak lagi kelompok sesat lainnya yang tampak sebagai
orang yang alim dan bijak.
Di
zaman kira sekarang, semakin jarang orang yang mengikuti jalan kebenaran sesuai
dengan hukum agama. Kebenaran para pengikut sejati jalan ini ditegaskan oleh
dua saksi, yaitu saksi lahir, yang menunjukkan bahwa kehidupan sehari-harinya
sesuai dengan hukum agama; dan saksi
batin, yaitu bahwa ia meneladani dan mengikuti pembimbing utama –
Rasulullah saw. Tak ada yagn patut diteladani selain Rasulullah saw., yang
merupakan sarana, jembatan, dan pada saat bersamaan menjadi pencari sekaligus
pula kebenaran yang dicari para pejalan
di jalan Allah. Satu-satunya perantara bagi manusia untuk mencapai Allah adalah
ruh suci Rasulullah. Itulah jalan yang harus diikuti setiap mukmin untuk
memelihara kelangsungan hukum agama dalam kehidupannya. Tentu saja, para
pencari kebenaran yang mengikuti jalan Nabi saw. akan mendapatkan berkah dari
warisan spiritual yagn diwariskan oleh Rasulullah saw. Sekali lagi, setan tidak
akan bisa menyerupai Rasulullah saw.
Waspadalah,
wahai para penempuh jalan menuju kebenaran! Ketahuilah, orang buta tidak dapat
membimbing orang yang buta. Pertajamlah pandanganmu sehingga dapat membedakan
bagian terkecil kebaikan dari bagian terkecil kejahatan.
24.
P E N U T U P
Wahai
para penempuh jalan menuju kebenaran, kau harus memiliki kecerdasan, pemahaman,
dan pandangan batin.
Allah telah meniptakan
hamba-hamba yang cerdas.
Mereka bergerak
meninggalkan dunia, tempat derita.
Bergegas menuju samudra;
ombak satu-satunya cobaan.
Amal saleh dijadikan
bahtera umtuk melayari amukan ombak.
Wahai
para pejalan, arahkan kemudimu dengan kokoh ke tujuan terakhir. Tambatkan tali
niatmu dengan kuat. Sebelum berlayar, jangan lupakan bekal dan persiapkan.
Ketika mempersiapkan diri, waspadalah! Jangan sampai tertipu oleh indahnya
penampilan, dan jangan bebani dirimu terlalu berat. Dalam perjalanan, jangan
jadikan tempat persinggahan sebagai pelabuhan terakhir.
Wahai
para pejalan, ketahuilah bahwa perbuatan adalah milik Yang Esa, Sang Pencipta.
Manusia tidak bertanggung jawab secara mutlak: di tangannya, amal perbuatan
mungkin saja muncul secata majazi. Allah berfirman :
.... Tiadalah yang
merasa aman dari azab Allah kecuali orang yang merugi. (al-A’raf (7) : 99).
Itulah
prinsip jalan ruhani, jalan menuju kebenaran : campakkan semua beban dan
serahkanlah dirimu kepada Allah; jangan biarkan banyaknya persinggahan
menghambat perjalananmu. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman :
“Hai Muhammad, sampaikan
kabar gembira kepada orang-orang yang berdosa bahwa Aku Maha Pengampun. Dan,
katakanlah kepada orang-orang yang benar-benar menjadi milik-Ku dan ikhlas
merindukan-Ku bahwa Aku Maha Pencemburu.”
Memang,
banyak persinggahan dan keajaiban yang akan ditemukan oleh orang-orang yang
dekat kepada Allah. Karenanya, mereka pun tidak aman dari ketentuan Allah dan
dari ujian yang terus menerus menggoda mereka untuk berbuat dosa. Bahkan,
kadang-kadang mereka meraih capaian ruhani tertentu ketika beruat dosa sehingga
mengira bahwa keadaan itu murni sebagai hasil upaya mereka dan bahwa keajaiban
itu milik mereka sendiri. Hanya para nabi dengan mukzizat mereka yang terbebas
dari ujian semacam itu. Karena itulah ada yang mengatakan bahwa rasa takut
kehilangan iman pada napas terakhir menjadi satu-satunya pelindung yang akan
memberikan iman pada detik-detik terakhir itu.
Hadhrah
Hasan al-Bashri, semoga Allah menyucikan ruhnya, pernah mengatakan bahwa orang
yang dekat kepada Allah mencapai keberhasilan melalui rasa takut mereka kepada
Allah. Rasa takut menyisihkan harapan, karena mereka tahu bahayanya terperdaya
oleh watak kemanusiaan. Perdaya itu akan menggelincirkan seseorang dari jalan
kebenaran tanpa disadarinya. Ia juga mengatakan bahwa orang yang sehat takut sakit sehingga harapannya
akan kesehatan berkurang, sedangkan orang yang sakit tak lagi takut kepada
penyakit sehingga harapan untuk sehat pun bertambah kuat.
Rasulullah
saw. bersabda : “Jika
rasa takut dan harap seorang mukmin ditimbang, niscaya keduanya berimbang.”
Berkat rahmat Allah. Pada helaan nafas terakhir kita, Allah memperbesar harapan
melebihi rasa takut sesuai dengan sabda Rasulullah saw. : “Semua umatku akan menghembuskan napas
terakhirnya dengan kepercayaan dan harapan terhadap rahmat Allah.”
Sebab, Allah berjanji : Kasih sayang-Ku melebihi segala sesuatu .... (al-A’raf
(7) : 156). Dan dalam sebuah
hadis qudsi Dia berfirman : “Rahmat-Ku melampaui murka-Ku.”
Ketahuilah, Allah Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Cukuplah itu sebagai pegangan. Kendati demikian, seorang pejalan
menuju kebenaran harus takut dan menjauhi murka Allah. Karena itu, ia wajib
menyerahkan kepada-Nya segala miliknya, begitu juga keberadaannya. Ia harus
meletakkan semua itu di bawah kaki-Nya dan berlindung kepada-Nya di dalam
diri-Nya.
Wahai
para pencari, berlututlah di depan Tuhanmu. Tanggalkan ruhmu dari jasadmu. Akui
dan bertobatlah atas semua dosamu di masa lalu dan berdiamlah di depan pintu
rahmat-Nya tanpa membawa apa-apa, kecuali cita-cita yang utuh. Jika kau lakukan
semua ini, niscaya kau akan mendapatkan curahan kasih sayang-Nya. Rahmat-Nya,
cahaya-Nya, dan cinta-Nya. Selain itu, semua dosa dan nodamu akan luruh,
meleleh dari dirimu. Sebab, Dia Maha Pemurah, Maha Pengasih, Maha Penayyang.
Mahakekal, dan Mahakuasa.
Kami
memohon, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, keluarga, para
sahabat, dan para pengikutnya. Segala puji bagi Allah. Kita semua bergerak
berduyun-duyun menuju ke haribaan-Nya.
Sepanjang, 31 Januari
2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar