Sebuah buku untuk memantapkan iman orang-orang yang haus mencari petunjuk
dan cahaya.
(kaifa araa allah)
BAGAIMANA AKU
MELIHAT ALLAH
Judul : Bagaimana Aku Melihat Allah
Terjemahan : oleh Ahmadie
Thaha
Penerbit : PT. Al
Ikhlas – Surabaya – 1982
Penyadur :
Pujo Prayitno
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucap syukur alhamdulillah, kami telah dapat menyelesaikan usaha kami dalam menterjemahkan
buku karya Abdulwadud Syalabi yang berjudul asli : “KAIFA ARAA ALLAH”, yang
kemudian kami beri judul “ Bagaimana Aku Melihat Allah?”.
Sebuah
pertanyaan yang sering menggelitik kita dalam diam, ketika duduk sendirian
memandang alam, ketika mendiskusikan membicarakan tentang Tuhan : Bagaimana Aku
Melihat Allah?
Abdulwadud
Syalabi, penulis yang cukup mempunyai nama terkenal di Mesir, menjawab
pertanyaan tersebut melalui contoh-contoh pengalaman nyata dari para penulis,
para ahli, para filosof yang terombang-ambing dalam pemikiran tentang Allah,
menggembara dalam alam keragu-raguan, mencari hakikat dan bergelimang dalam
dunia pemikiran dan ilmu pengetahuan.
Dan
akhirnya, Bagaimana Aku Melihat Allah? Charles Staimits meramalkan bahwa kelak
para ilmuawan akan percaya kepada Allah dan sama-sama shalat, Max Blank,
Abraham Lincoln, Francis Bicon, Dale Carnegie Williem James, Eisenhowe, Mark
Clark, Jack Dembisy, Eduard Etshson, semuanya percaya kepada Allah setelah
melalui percobaan-percobaan ilmiah mencari hakikat. Begitulah pula Anis Manshur
dan Mustafa Mahmoud ilmuawan, seniman, filosof dan penuliis populer, yang
sama-sama bertobat kembali kepada Allah, setelah sebelumnya menggembara dalam
alam keragu-raguan menuju alam keimanan. Kemudian juga seorang laki-laki tua
yang berjalan ke pasar-pasar, ke seluruh pelosok kota, bertanya kepada semua
orang; Di manakah Allah, aku hendak melihatnya? Tak ada jawaban. Akhirnya dia
gila! Dan dahulu, beratus-atus tahun berselang< Nabi Musa juga mencari
Allah, di mana Dia? Aku hendak melihatnya? Dia Nabi, oleh karena itu Allah
menjawabnya langsung : “Kamu sekali-kali tidak sanggup untuk melihat Ku!”. Dia
pingsan, tapi Dia juga taubat.
Membaca
buku ini, tidak hanya dapat menambah keimanan kepada Allah, akan tetapi ia
mengajak kita untuk sadar kembali taubat kepada Nya. Mencari Allah memang tidak
segampang mencari ikan di laut, karenanya buku ini mendapat sambutan yang
meriah di Mesir. Taggapan-tanggapan dan resensi-resensi bermunculan di
surat-surat kabar dari majalah yang terbit di Timur Tengah.
Tentunya
terjemahan ini tidak seindah buku aslinya. Dengan penuh kesadaran kami
senantiasa membuka dada untuk menerima kritikan dan tegur sapa dari para ahli.
Kepada penerbit, kami sampaikan terima kasih, semoga usaha kita dicatat oleh
Allah sebagai ama shaleh di Sisi-Nya. Aamiin..
TMI Prenduan,
Maret 1982
Penterjemah
MOTTO
Dengan Nama Allah Yang Pengasih – Penyayang
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah
dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya
pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan
dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.
(Qs. Az-Zumar : 67).
DAFTAR - ISI
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
PENCARI HAKEKAT
HAKEKAT DAN PRADUGA
SUARA AKAL
PANDANGAN KE
ATAS
NERAKA
ATHEISME
Daerah iman
PERCOBAAN
DAN PENGAKUAN
MENGAPA
AKU MUSLIM
DAN
AKHIRNYA.... BAGAIMANA AKU
MELIHAT ALLAH
PENDAHULUAN
Segala
Puuji bagi Allah, Shalawat dan salam kami panjatkan untuk Rasulullah,
Pilihan-Nya.
Pergumulan
antara iman dan kufur terjadi lama sejak azali manusia diturunkan di permukaan
planet kita ini. Pergumulan yang hanya terjadi akibat ketidakadilan
pertimbangan akal manusia. Pergumulan yang akan terus berlangsung jika mata
hati manusia berkelip-kelip redup.
“Dan mereka berkata : Kehidupan ini tidak lain hanyalah
kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang
membinasakan kita selain masa. Dan mereka sekali-kali tidak mempunyai
pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja”. (QS. 45
: 24).
Logika mereka
sendiri yang menjadikan mereka tergelincir jauh dari lingkungan Iman pada jaman
yang penuh pakai rasio-rasioan ini. Mereka lari dari pancaran hikmah dan akal.
Berenang diri dalam kegilaan zuhud, ingkar dan keragu-ragguan, putus asa atas
rahmat Allah yang terhampar di seluruh semesta raya dan daratan bumi.
Maka
pergumulan ini bakan baru – seperti saya katakan – bukan kemarin. Yang baru
adalah cara dan metode yang dipakai di dalam dialog, diskusi dan cara memuaskan
hati. Sebuah dialog dan diskusi yang tidak berdiri pada dasar yang jelas dan
tidak berangkat dari dalil atau argumen yang paten.
Sesungguhnya
di balik semesta wujud materi ini, ada suatu kehendak yang mengaturnya, ada
suatu kadar ketentuan yang menggerakkannya, ada undang-undang yang mendamaikannya,
hidup dalam dunia kosmos penuh harmoni.
Undang-undang
itu mengikat erat partikel semesta wujud, mengatur keseluruhan geraknya,
sehingga masing-masing berjalan harmoni tak terjadi tabrakan, kemacetan atau
pusingan yang membahayakan. Semuanya gerberak teratur secara terus menerus
hingga titik waktu yang dikehendaki Allah.
Begitulah,
semesta wujud ini tunduk patuh kepada kehendak pengaturnya, menurut kadar
ketentuan yang menggerakkannya, bergerak menurut undang-undang yang
menyatukannya dalam gerak harmoni, Tak akan pernah terjadi – sekali saja –
semesta wujud menyimpang dari kehendak dan menyalahi undang-undang itu.
Apabila
fitrah manusia kembali seperti semula, mampu mengambil arti dari pemandangan
semesta raya ini, sedikit pun tak akan ada celah tanpa iman pada diri di dalam
mempercayai adanya Pencipta Yang Maha Agung. Dia... tidak akan lari dari
hakekat yang memancar dalam hatinya. Dia – sedikit pun – tidak akan meragukan
kekuasaan Allah yang nampak dalam ciptaan-Nya, seperti dikatakan oleh salah seorang
ilmuawan “Mata semut yang kecil itu, cukuplah untuk membuka mata seorang yang
ingkar!
Dan buku
ini hanyalah ajakan iman kepada Allah, Cuma hujjah dan argumen yang berdasar
kepada berbagai sumber dari otak para ilmuawan, pengetahuan dan kehidupan.
Sebuah
buku untuk menyajikan hati yang masih diliputi keragu-raguan, yang berjalan
dalam angan dan hayal; hati yang mencari kebenaran.
Sebuah
buku untuk memantapkan iman orang-orang yang haus mencari petunjuk dan cahaya.
ABDULWADUD SYALABI.
PENCARI HAKEKAT
Kelak akan datang suatu masa, menusia menyadari bahwa
materi tidak akan mendatangkan kebahagiaan satu-satunya, tak banyak
mendatangkan guna bagi manusia. Pada masa itu, penemuan-penemuan ilmiah
berkembang cepat, yang membawa ilmuawan percaya kepada Allah dan sama-sama
Shalat. (Charles Staimitz).
Planet
tempat kita hidup ini, siapa yang sudah pernah menyingkap rahasianya? Siapa
yang pernah memasuki guanya?
Dunia lari
dengan cepatnya, tapi ke mana? Tak seorangpun mengetahuinya, seperti dikatakan
Einstein : “Apa-apa yang kita saksikan di planet bumi ini, meyakinkan kita
bahwa sebenarnya lari menuju lembah yang amat dalam”. Dan mengapa? Sebab,
unsur-unsur keimanan - seperti
dinyatakan oleh filsuf ini – mulai melekat pada diri kita dan melebur di dalamnya.
Sebab – tambahnya lagi – banyak para ilmuawan yang melancarkan usaha mengadu
domba antara Agama dan ilmu pengetahuan.
Apa
sungguh masalahnya sudah gawat begini?
Mari kita
baca lebih dahulu tulisan Dr. Dietrait tentang hasil riset yang membahas
tentang pendapat filsuf di atas dalam suatu simposium ilmiah yang dihadiri oleh
290 ilmmuawan yang masing-masing mempunyai keahlian sendiri-sendiri – dari
astronmi, kimia, matematika dan kedokteran.
Pertanyaan
pertama yang diajukan para ilmuawan itu, ialah : Apakah anda percaya kepada
adanya Allah pencipta semesta ini? Jawab mereka :
242 ilmuawan benar-benar percaya kepada Allah.
28 ilmuawan belum mendapat kepastian
keyakinan yang dianut.
20 ilmuawan
belum punya perhatian dan tidak memikirkan masalah aqidah keyakinan agama.
Di tahun
berikutnya simposium ini diadakan lagi dalam skup lebih luas dan di iklankan di
surat-kabar News AD Word untuk bisa diikuti oleh masyarakat umum. Tema dari
simposium ini ialah tentang iman kepada Allah, tentang Allah itu sendiri, dan
bagaimana cara membayangkan dan cara melihat Nya. Selanjutnya surat kabar itu
menyebarkan angket kepada seluruh pembacanya di Inggris, khususnya kepada para
pemuda, ahli-ahli pikir dan para ilmuawan, dan masalahnya masih menyangkut
Allah, iman ke pada-Nya, dan bagaimana cara membayangkan dan cara melihat
Allah. Hasil dari simposium dan angket itu, menunjukan bahwa kebanyakan peserta
simposium dan para penjawab angket percaya kepada Allah Pencipta. Dan yang
merupakan masalah pelik bagi mereka ialah tentang cara membayangkan Allah, cara
melihat Allah dan cara bagaimana menyembah Allah dengan sebaik-baiknya di atas
bumi planet kita ini.
Di samping
hasil yang diperoleh surat kabar itu, kebanyakan para ilmuawan menyatakan
dengan lantang bahwa materialisme sedikit pun tak membawa arti apa-apa, ia
berdiri dengan kaki lemah, sebagai bangunan yang di dirikan di atas
keragu-raguan belaka.
Camyel
Flamirion, berkata :
“Kita
berpikir, tapi apa pikiran itu? Tak seorang pun bisa menjawab pertanyaan itu
secara pasti. Kita berjalan, tapi apa sebenarnya berjalan itu? Tak seorangpun
bisa menjawab pertanyaan tersebut secara pasti. Kamauan saya adalah kekuatan
immateriil, begitu pula ciri khas kepribadianku. Karenanya, jika saya hendak
menggeakan tangan saya, saya jadi berpikir bahwa kemauan itulah yang
menggerakan materi saya. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Dan apa pula yang
menjembatani antara kekuatan-kekuatan akal dalam memproduksi suatu hasil yang
berbentuk materi? Juga tak ada yang bisa menjawab pertanyaan ini. Bahkan katakan
padaku : Bagaimana syaraf mata memindahkan gambar sesuatu ke pusat akal?
Katakan padaku : Bagaimana akal mengetahui pemindahan ini, bagaimana mengenal
gambar itu? Dan bagaimana pula bentuk pemikiran? Di aman letaknya? Dan apapula
ciri kerja akal itu? Katakan, katakan padaku wahai orang-orang yang kufur .....
Tapi cukup. Cukup soal-soal di atas saja. Saya bisa bertanya kepada kalian
sepuluh tahun. Dan tak akan bisa kepala-kepala kalian yang botak itu menjawab
pertanyaan-pertanyaan saya itu, yang paling kalian anggap remeh pun. Tak akan
kuasa kalian menjawabnya!!
Dr.
Inayatullah Al-Masyriqi – Ilmuwan India, bercerita :
“Saya
mengajar di Cambridge. Suat hari hujan turun dengan derasnya. Ketika itu ada
keperluan dari saya ke luar rumah. Tiba-tiba saya melihat astronom terkenal Sir
James Janes, berjalan menuju gereja mengepit Injil dan payung. Saya
mendekatinya dan mengucapkan salam. Tapi dia tidak menjawab. Saya ucapkan salam
sekali lagi, lalu ia bertanya : Sada apa? Saya inging menanya dua masalah
kepada tuan – jawab saya – yang pertama, mengapa payung tidak tuan pergunakan
meskipun hujan turun? Sir James senyum dan langsung membuka payungnya.
Sedangkan soal kedua, mengapa tuan pergi ke gereja padahal tuan ilmuwan besar
dan termasyhur di seluruh dunia?
Sampai
pertanyaan ini, Sir James berdiam diri sejenak, lalu berkata : Kita ketemu sore
hari, mari kita bicarakan bersama masalah itu dengan serius.
Sore saya
ke rumahnya. Sampai di sana, langsung dia menanyakan kembali soal yang saya
ajukan pagi hari itu. Dan tanpa menunggu jawaban, dia mulai bicara tentang
semesta raya, tentang dunia, dan tentang tata surya, dengan segala aturannya
yang begitu teliti dan sangat menajubkan. Tentang planet-planet di angkasa,
aturannya yang mengherankan. Tentang bintang-bintang yang letaknya jauh dan tak
terbayangkan banyaknya. Tentang Thufan (syunami), tentang galaxy dan sinarnya
yang tak pernah redup. Kata-katanya menarik dan mantap. Dia berbicara terus dan
saya melihatnya meskipun ia tidak melihat saya. Tanpa saya duga dan mungkin
tanpa dia sadari, beberapa kali air matanya menetes ke celananya, dan tiba-tiba
kedua tangannya gemetar. Dia nampak ketakutan membayangkan kebesaran Allah.
Lalu dia berhenti bicara. Selang beberapa menit dia dia mulai bicara lagi : “Begitulah, kalau saya ingat akan kebesaran Allah,
seluruh persendian tubuh saya gemetar merasa betapa Agung Allah. Setiap saya
bersujud di Hadapan Nya, tak penah lupa saya selalu mengucapkan “Maha Besar
Engkau Wahai Tuhanku!”. Ketika itulah saya merasakan betapa kebahagiaan
meliputi seluruh bagian tubuh”.
Menyadari
diriku dalam kebisuan, saya angkat bicara : “Apa yang tuan katakan benar-benar
menakjubkan. Sudilah tuan mendengarkan Ayat Suci Al Qur’an”? “Silahkan, kami
akan mendengarkannya dengan senang hati”. Jawab Sir James. Dengan nada mantap
saya baca ayat 27 dan 28 dari Surat Faathir. Yang tafsirnya, sebagai berikut :
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan
dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam
jenisnya. Dan di anatara gunung- gunung itu ada garis-garis putih dan merah
yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang
melata dan binatang-binatang ternak. Ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Faathir : 27 – 28).
Begitu
saya selesai membacanya, Sir James berseru lantang : “Apa yang saudara
katakan?”.
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
Ulama” Ayat yang benar-benar menakjubkan! Siapa yang menggambarkan hal ini kepada
Muhammad? Apa benar ayat ini dari Al-Qur’an? Jika memang benar demikian,
tulislah, buktikan kepadaku bahwa Al Qur’an benar-benar Wahyu dari Allah. Saya
tahu Muhammad itu tak tau tulis baca, Dia seorang Ummi. Ya! Pasti Allah yang
telah memberi tahu semua ini kepada Muhammad, tidak mungkin dia bisa menyingkap
rahasia alam ini dengan sendirinya. Sungguh mengherankan! Aneh sekali!.
Dan ketika
ilmuwan Eiffel selesai membangun menaranya yang begitu menakjubkan di jantung
kota Paris, seorang ilmuwan Inggris Edison datang dan menulis :
“dari Edison untuk Eiffel, yang mengagumi
dan menghormati para insinyur, dan di atas mereka adalah insinyur Paling Agung,
yaitu Allah”
Lain lagi
seorang biolog, sewaktu dia melihat segala sesuatu yang berhubungan dengan
bidang ilmu pengetahuan yang dia dalami, satu ucapan saja yang keluar dari
lidahnya : “Sesungguhnya
mata kupu-kupu dan kedua sayapnya, cukuplah untuk membuka mata seorang yang
kafir dan ingkar”.
Kemudian
ahli ilmu alam, dia memperhatikan keajaiban-keajaiban yang ada pada alam
semesta raya, suatu keyakinan muncul dari dalam dirinya, bahwa akal manusia
lemah dan terbatas. Kelemahan itu begitu nampak atas ketidakmampuannya untuk
menafsirkan rahasia-rahasia kecil dari alam, kata-katanya yang keluar kemudian
: “Coba kau
terangkan padaku tentang pasir saja, niscaya aku terangkan padamu tentang Allah
Pencipta pasir itu!”.
Fober,
seorang ilmuwan besar, menulis dalam catatan hariannya :
“Sesungguhnya akal manusia tak akan pernah
selesai dengan tuntas meneliti alam ini. Dan setiap saya berfikir, saya rasakan
benar bahwa akal itu Cuma mampu bersembunyi di belakang rahasia alam. Saya tahu bahwa ketika orang membaca catatan ini akan
merasa sinis dan ejekan itu tidaklah berarti apa-apa bagiku, besar atau kecil.
Tuan bisa saja mengelupas kulitku ini dari tubuh, tetapi tuan-tuan tidak akan dapat
mengelupas emanku kepada Allah dari akalku, Astaghfirullah, Ampunan-Mu wahai
Tuhan ku, sebab sesungguhny akau tidak hanya beriman kepada Allah, akan tetapi
aku telah menyaksikan Nya.”
Guru Ahmad
Abdul Ghafur pernah berkata :
“Saya
kenal Tolstoy tiga puluh tahun yang lalu. Saya telah banyak membaca romannya
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, saya jadi terheran-heran ketika saya
baca kisah-kisahnya yang berhubungan dengan kesustraan Mongolia. Singkat
ceritanya bisa saya sebutkan di sini :
Ada seorang raja yang adil dan kasih ssayang kepada
rakyatnya. Dia tidak mempunyai putera, seorangpun. Akan tetapi hal itu bukan
soal penting baginya, sebab cintanya kepada rakyatnya telah melebihi cintanya
untuk keluarganya. Karena itu dia merupakan orang yang begitu dicintai
rakyatnya, menjadi orang besar dalam kerajaan.
Pada suatu hari dia dapat digoda oleh syetan yang
merayunya untuk tidak keburu percaya kepada Allah sebelum dia melihat-Nya.
Bujukan itu begitu saja dia terima dan memerintahkan kepada pembesar kerajaan
untuk berpikir dan berusaha memperlihatkan Allah kepadanya dengan memberi
kesempatan tiga hari untuk mereka usahakan.
Tiga hari kemudian, para pemikir dan pembesar kerajaan
sudah sama-sama berkumpul di pendopo. Mereka semuanya sudah siap untuk mati.
Salah seorang di antara mereka, seorang rakyat kecil, angkat tangan dan bicara
: “Wahai yang mulia tuan Raja, hamba sanggup untuk memperlihatkan Allah kepada
tuan Raja, jika ada perkenan dari tuan Raja yang mulia.” Ya, katakan; perintah
Raja. Rakyaitu lalu memohon kepada Raja untuk mengangkat mukanya melihat Allah.
Dikatakannya bahwa Allah itu ada di matahari, “Jika tuan hendak melihat Allah,
maka hamba mohon tuan bisa melihat kepada matahari itu.” Raja mengangkat
mukanya, tapi tiba-tiba menutup matanya dengan kedua tangannya.
“Jika tuan Raja yang mulia tidak dapat menatap matahari,
padahal ia adalah makhluk-Nya yang bukan paling besar, lalu bagaimana tuan Raja
akan dapat melihat Allah dengan kedua mata tuan yang lemah itu.”
Raja merasa kalah. Dia kelihatan bingung mendapat
sorak-sorai dari para hadirin. Angkat muka berusaha menguasai diri. Namun
tiba-tiba rakyat kecil itu menanyakan kepadanya tentang siapa nama anaknya.
Kini sang Raja merasa mendapat kesempatan untuk menang kembali setelah kalah,
lalu bicara : “Rakyat bodoh! Bagaimana kau menanyakan nama yang tak ada itu?”
Tua benar, wahai Raja. Apakah akal tuan menerima, manusia
memberi nama Pencipta mereka dengan nama Allah padahal Dia tidak mempunyai
wujud? Jadi mustahil bagi tuan memberi nama kepada anak tuan yang belum tuan
punya, lalu bagaimana dengan berjuta-juta manusia memberi nama Allah kepada
hal-hal tidak mempunyai wujud atau bentuk?” Tepuk tangan para hadirin semakin
riuh. Raja kelihatan semakin marah, dan bertanya kepadanya : “Siapa yang ada
sebelum Allah?”
“Apakah tuan mengetahui angka-angka?”, tanya rakyat kecil
itu. Ketika Raja menjawabnya, rakyat itu memohon kepadanya untuk menghitung.
Dan Raja pun mulai menghitung : Satu.......
dua..... tiga .... dan seterusnya.
“Lalu hitung wahai tuanku, sebelum satu”.
Raja marah, “Kurang ajar kau ini, apa ada angka sebelum satu?”.
“Demikian pula Allah, Dia satu dan tidak ada siapa-siapa
sebelum-Nya!” “Ya, apa kerja Allah sekarang?”, Raja tak mau kalah. “Jawabannya
akan kami ajukan, tapi syaratnya lebih dahulu kita saling bergantian pakaian.
Tuan memakai baju saya, dan saya akan memakai baju tuan, saya akan
menjawabnya.”
Keduanya bergantian pakaian. Rakyat kecil itu kini raja
sendiri, dan berdiri dengan sombongnya sambil berkata : “Kerja Allah ialah
meninggikan derajat orang yang Dia kehendaki dan berkehendak untuk menurunkan
derajat orang yang Dia kehendaki. Nah inilah aku sekarang, seorang rakyat yang
miskin telah menjadi Raja, beberapa menit sebelum ini andalah Raja, tapi kini
telah menjadi rakyat kecil yang miskin. Memuliakan, Menghinakan, Mengekalkan
dan Membinasakan adalah pekerjaan Allah”.
oooooOOOOOOOoooooo
Imam Abu
Hanifah, pernah pula bersecita :
“Ada seorang ilmuawan besar dari kalangan bangsawan
Romawi, tapi kafir. Ulama-ulama Islam membiarkannya saja, kecuali seorang, yaitu
Hammad guru Abu Hanifah, oleh karena itu dia segan bila bertemu dengannya. Pada
hari ke dua, manusia berkumpul di Masjid Jami”. Orang kafir itu naik mimbar dan
mau mengadakan tukar pikiran dengan siapa saja, dia hendak menyerang
ulama-ulama Islam. Di antara saf-saf masjid, bangun seorang laki-laki muda, Abu
Hanifah, dan ketika sudah berada dekat di depan mimbar, dia berkata : “Inilah
saya, hendak tukar pikiran dengan tuan.”
Mata Abu Hanifah berusaha untuk menguasai suasana, namun
dia tetap merendahkan diri karena mudanya. Namun dia pun angkat bicara :
“Katakan pendapat tuan!”
Ilmuwan kafir itu heran akan keberanian Abu Hanifah, lalu
bertanya : “Masuk akalkan jika dikatakan bahwa ada pertama yang tidak ada
apa-apanya sebelumnya?”
“Benar. Tahukan tuan hitungan?”, tanya Abu Hanifah.
“Ya.”
“Apa itu sebelum angka satu?”
“Ia adalah pertama, dan paling pertama. Tak ada angka
lain sebelum angka satu,” Jawab orang kufur itu.
“Demikian pulalah Allah SWT.”
“Di mana Dia sekarang? Sesuatu yang ada mesti ada
tempatnya,” tanya ilmuwan.
“Tahukan tuan bagaimana bentuk susu?”
“Ya!”
“Adakah di dalam susu itu keju?”
“Ya!”
“Di mana, di sebelah mana tempatnya keju itu sekarang?”,
tanya Abu Hanifah.
“Tak ada tempatnya yang khusus. Keju itu menyatu meliputi
dan bercampur dengan susu!”, jawab ilmuwan.
“Begitu pulalah Allah, tidak bertempat dan tidak
ditempatkan.”
“Ke arah manakah Allah sekarang menghadap? Sebab segla
sesuatu pasti punya arah?”, tanya orang kafir itu.
“Jika tuan menyalakan lampu, ke arah manakah sinar lampu
itu menghadap?”, tanya Abu Hanifah.
“Sinarnya menghadap ke semua arah.”
“Begitu pulalah Allah Pencipta langit dan bumi.”
“Ya! Apa yang sedang Allah kerjakan sekarang?”
“Tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas
mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab
pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari atas mimbar dan daya akan
menjawabnya dari tempat tuan, “ Pinta Abu Hanifah.
Ilmuwan kafir itu pun turun dari mimbarnya, dan Abu
Hanifah naik di atas, “Baiklah sekarang saya akan jawab pertanyaan tuan. Tuan
bertanya apa pekerjaan Allah sekarang?”, ilmuwan itu mengangguk, “Pekerjaan-Nya
sekarang, ialah bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang kafir
seperti tuan, Dia akan segera menurunkannya seperti sekarang, sedangkan apabila
ada seorang mukmin di lantai, dengan segera pula Dia akan mengangkatnya ke atas
mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap waktu.” Para hadirin puas dan begitu
pula orang kafir itu.
ooooOOOOOOooooo
Seorang
ilmuwan pernah ditanya dalil tentang adanya Allah, maka dia berkata : “Allah.”
Dia
ditanya lagi : “Apa itu akal?”
Ilmuwan
itu menjawab : “Seseorang yang lemah akal hanya akan mampu memberi dalil dan
bukti-bukti kepada orang lemah lainnya.”
Jika manusia jaman sekarang mengetahui hakikat dirinya, mengetahui
keterbatasan akalnya, pastilah tak akan pernah ada suara-suara yang mengajak
kepada kemungkaran. Manusia akan hidup tenang, tenteram dan penuh kebahagiaan
hati.
Beberapa
tahun saya telah belajar filsafat di Fakultas Ushuluddin di Universitas Al Azhar,
sebuah fakultas yang bertujuan memusatkan pikiran terhadap tiang-tiang keimanan
dan keyakinan yang mantap di dalam jiwa. Di fakultas ini, filsafat merupakan
bidang studi yang paling diprioritaskan dalam kurikulum. Filsafat dengan segala
jurusannya, termasuk filsafat ke Tuhan-an.
Saya telah
baca itu filsafat Socrates, Aristoteles dan Plato? Apa artinya itu semua?
Apapula koak-koak Nistzche, Descartes dan Immanuel Kant itu?
Saya
sering ragu-ragu dengan perkataan, ungkapan, dan filsafat mereka. Dan selama
ini masih saya simpan dalam hati. Sebab Allah SWT. Di atas segala macam
pengungkapan dan segala macam filsafat. Dan akal manusia meskipun sudah begitu
hebat, adalah akal yang terbatas berada di dunianya yang terbatas pula, ia akan
ngelantur tak karuan, akan tersesat. Sehingga yang keluar dan yang dihasilkan
olehnya hanyalah kesesatan dan ketergelinciran.
Ya Allah
!!!!!!
Selamatkanlah
kami dari pengaruh mereka, lepaskanlah kami dari belenggu kesesatan...... Kitab
Al Qur’an ini tiada lain adalah Kitab Suci yang diturunkan untuk memberikan
bukti-bukti akan Wujud-Mu, yaaaa Allah...
Maka .....
kapankah Engkau pernah menghilang hingga
Engkau membutuhkan bukti untuk menunjukan Wujud-Mu?
Dan
kapanpula engkau pernah menjauh hingga membutuhkan petunjuk untuk mencari
jejak-jejak Mu?
Jika
pikiran tertuju dan terpusatkan kepada langit dimana tersebar berjuta-juta
bintang di malam hari, Jika pandangan tertuju kepada kejauhan alam yang gelap
malam hari, dan jika jiwa ini begitu tunduk patuh kepada Mu melihat Kebesaran
Mu yang nampak pada ketenangan malam ini, Engkau selalu hadir di celah-celah
bintang-gemintang itu, di celah-celah lobang hitam yang begitu menakjubkan,
Suara Mu terdengar datang dari daerah-daerah yang tenang itu. Ketika itulah
saya menyaksikan alam nampak tersenyum manis. Kesunyian berubah menjadi
suara-suara merdu. Jiwa yang tenteram ini pun bernyanyi.
Anta................................ Anta... Allah!!!!!!!!!!!!
Engkau....................
... Engkau lah Allah!!!!!!!!!!!!!!!!
Sungguh
mengherankan, mengapa manusia masih durhaka dan mengingkari adanya Tuhan,
padahal segala sesuatu yang ada di dunia ini menunjukan adanya Tuhan Yang Maha
Esa.
Namun
bagaimana dengan buku ini ?????
Dunia
Islam sekarang mendapat tekanan dari segala arah. Tekanan-tekanan yang
bertujuan meneggelamkan akar-akar akidah Islam, tekanan-tekanan yang
dilancarkan dengan berbagai caranya yang kotor, melalui tulisan dan lisan. Maka
adalah suatu penghianatan. Ya!!!! Penghianatan yang paling besar apabila para
penulis yang dapat mengungkapkan pikiran-pikirannya, para diplomat yang pandai
berbicara, dan orang-orang yang beriman tinggal diam tak hendak bicara,
berpangku tangan tak ada reaksi apa-apa melihat tekanan-tekanan itu.
Dan
apabila logika jaman ini adalah ilmu pengetahuan. Dan percobaan-percobaan
merupakan dalil bukti dalam hukum, maka saya pun, dalam tulisan ini,
mempergunakan metode tersebut. Suatu hasil dari percobaan-percobaan yang
dilakukan oleh para ahli pencipta kebenaran dan hakekat.
Sedangkan
ilhad, pengingkaran, seperti dikatakan ilmuwan Crisy Morison; adalah salah satu
bentuk dari egoisme, dimana manusia duduk di atas kursi Allah. Peradaban ini
akan hancur bila tanpa didasari oleh akidah dan Agama. Undang-Undang dan segala
macam peraturan yang ada di dunia ini, akan hancur dan kacau balau;
keseimbangan; penguasaan jiwa dan berpegang teguh terhadap nilai-nilai akan
terhapus. Maka kelak sudah dapat dibayangkan; Kejahatan akan merajalela di atas
permukaan bumi. Urgensi kita sekarang ialah berusaha menguatkan hubunan kita kepada
Allah..................
Dan
seperti dikatakan oleh Rinen :
“Suatu
kemungkinan, segala yang ada ini hancur, merupakan kemungkinan, peradaban, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan hilang dari permukaan bumi, namun tetap kekal abadi,
sebagai hujjah yang berbicara akan kebatilan teori-teori materialisme.
ooooOOOOOOooooo
HAKEKAT DAN PRADUGA
Bahwasanya
agama dan ilmu pengetahuan alam semesta berjuang untuk melenyapkan
keragu-raguan, pengingkaran dan khurafat. Suara yang terdengar menyatu dalam
peperangan ini adalah : “Kepada Allah” selamanya.
Max Blank.
Filosof
Jerman Immanuel Kant, berkata :
“Berikan
padaku zat materi, akan saya ajarkan kalian bagaimana alam ini diciptakan
daripadanya”.
Suara
Hegel, lain lagi :
“Saya bisa
membuat manusia kalau cukup bagi saya airnya, zat-zat kimiawi dan cukup waktu.”
Suara
Nietzche, lebih lantang lagi :
“Mula-mula
aku ajarkan kepadamu jadilah manusia agung. Dosa yang terbesar adalah dosa
melawan Tuhan; tetapi Tuhan telah mati sekarang dan bersama Dia matilah pula
pendosa-pendosa itu!”
Mengapa
terjadi pengingkaran-pengingkaran dan bahkan memusuhi Tuhan seperti ini? Sebab,
mereka berpendapat – demikian pandangan mereka – bahwa alam materi asalnya
memang materi sejak awal mulanya hingga akhirnya kelak. Setiap gerak alam dan
gejala-gejalanya hanyalah pekerjaan materi yang buta belaka. Setiap sesuatu
yang dinyatakan orang bahwa di belakakngnya terdapat kekuatan hebat dan
tersembunyi, telah salah menurut pandangan mereka. Sebab, di sana telah
diketemukan adanya kekuatan yang bekerja menurut kepentingan bendanya. Kalau
pelangi adalah pantulan sinar matahari yang jatuh kepada air hujan, maka secara
keseluruhan batillah pendapat yangmengatakan bahwa pelangi merupakan salah satu
bukti akan kebesaran Allah yang ada di langit.
Lain lagi
kata Heksly : “Kalau kejadian-kejadian merupakan hasil dari sebab akibat
(Kausalitas) alami, jilas ia bukanlah hasil dari sebab akibat yang tidak alami.
Atau dengan ungkapan yang lebih jelas, kejadian-kejadian itu bukanlah hasil
ciptaan Tuhan pencipta semesta raya dan alam.”
Di mana
letak kelemahan dan kesalahan dari perkataan dan pendapat ini? Ilmuwan Muslim
Wahiduddin Khan menjawab : “Kita dapat mengenal kelemahan dan kesalahan
pendapat mereka dengan contoh-contoh di bawah ini :
Ketika
seseorang melihat kereta api berjalan di atas rel, terbetik di benaknya suatu
pertanyaan : Bagaimana roda-roda yang berat itu kok bisa lari? Tak berapa
kemudian dia akan sampai kepada pemikiran tentang alat-alat dan mesin-mesin
kereta. Dia lalu berpendapat alat-alat dan mesin-mesin itulah yang menggerakan roda yang berat itu. Adakah
setelah itu dia dibenarkan jika berpendapat bahwa alat-alat kereta itu sendiri
yang menggerakan kereta? Perkaranya tidaklah semudah itu, sebab kita tidak
boleh melupakan bahwa di sana terdapat masinis yang menyetir mesin, kemudian
insinyur yang menciptakan mesin-mesin itu. Maka pada hakekatnya tak ada wujud
bagi kereta itu, dan tidaklah mungkin terjadi gerakan dan perputaran pada
roda-rodanya tanpa kerja insinyur dan masinis. Mesin-mesin yang ada di dalam
kereta itu bukan akhir dari cerita sebuah kereta api, akan tetapi hakekat yang
paling akhir adalah akal yang telah mengadakan mesin-mesin itu, kemudian
menggerakannya menurut rencana yang telah dipersiapkan.
Benarlah
apa yang dikatakan oleh seorang ahli biologi : Nature does not explain, she is
in need or explanation (Alam tidak dapat ditafsirkan, dan bahkan alam itu
sendiri yang membutuhkan penafsiran). Kami katakan benar karena alam hanyalah
sebuah hakekat di antara hakekat-hakekat semesta raya. Dan alam itu sendiri bukan
merupakan penafsiran dari semesta raya itu : Agar lebih jelas, marilah kita
mengambil contoh yang lain :
Anak ayam
(Chick), pada hari-hari pertamanya hidup di dalam kulit telur yang kuat. Ia
akan keluar setelah kulit telur itu pecah. Dahulu kala orang mengatakan bahwa Allah lah yang telah
mengeluarkan anak ayam itu. Namun sekarang – setelah kita melihatnya melaui
peneropong – nampak bahwa setelah berumur dau puluh satu hari dalam eraman
induknya, anak ayam itu mengeluarkan tanduk kecil pada paruhnya yang
dipergunakan untuk memecahkan telur, untuk kemudian kaluar darinya. Tanduk ini
hilang setelah beberapa hari sejak dia keluar dari kulit telur.
Menurut
orang-orang yang ingkar, kenyaan ini dipergunakan mereka sebagai dalil untuk
membatalkan pendapat lama yang mengatakan bahwa Allah lah yang mengeluarkan
telur itu, dan mengeluarkan anak ayam dari dalamnya. Dan kita memang tidak
menyalahkan bahwa teori dua puluh satu hari lama telur dieram dan anak ayam
bisa keluar. Kenyataan ini memang bisa menipu diri kita apabila kita lupa
kepada penyebab hakiki. Persoalannya sekarang berubah, bukan tentang bagaimana
telur itu pecah, akan tetapi bagaimana tanduk kecil itu keluar? Penyebab yang
hakiki akan nampak bagi kita apabila kita dapat membahas sebab-musabab
munculnya tanduk itu. Sebab musabab yang sudah begitu jelas dan kita ketahui
dengan sempurna, yaitu bahwa anak ayam itu membutuhkan tanduk itu untuk bisa keluar dari dalam
telur. Kita tidak mengetahui secara mendetail bagaimana proses keluarnya tanduk
itu. Pembicaraan ini hanyalah merupakan kenyataan visual bagi suatu peristiwa
dalam lingkup yang lebih luas, namun ia bukanlah merupakan penafsiran dari
peristiwa itu.
Penemuan
yang dinyatakan oleh penentang agama sebagai ganti bagi Tuhan, dapat
memungkinkan bagi kita untuk menafsirkannya dengan mudah; Ia adalah pola kerja
alam. Namun kita dapat juga mengatakan dengan lebih kuat lagi:
Allah SWT.
Melaksanakan kehendak-Nya atas semesta raya ini melalui aturan-aturan yang
sebagian kecil di antaranya dapat disingkap rahasianya oleh ilmu pengetahuan
modern. Untuk lebih mudah memahaminya baiklah kami sebutkan salah satu contoh
dari penyingkapan rahasia alam itu.
Pemuka-pemuka
Agama meyakini bahwa Allah lah yang mengadakan pasang surut di lautan. Kemudian
datang ilmuwan-ilmuwan baru dan menyatakan kepada kita :
Bahwa
pasang surut air itu mempunyai dua sebab. Penyebab yang pertama ialah adanya
gaya gravitasi pada bulan dan matahari terhadap bumi, dan penyebab yang ke dua
adalah letak geografis bagi setiap daratan atapun lautan bumi.
Kita dapat
menerima penemuan ilmiah ini dengan senang hati. Kita tidak dapat menolaknya
sebab tak ada hal-hal yang dapat berpengaruh terhadap kebenaran akidah kita,
Kita menerima pendapat bahwa terjadinya pasang surut adalah akibat dari gaya
tarik bulan dan matahari terhadap bumi dan bergantung kepada letak geografis
bumi. Namun apa itu gaya tarik-menarik atau gravitasi? Dan apapula letak
geografis bumi? Kedua-duanya adalah ciptaan Allah. Allah SWT. Telah mempergunakan
kehendak Nya. Seandainya Dia tidak mempergunakan cara-cara dan sebab akibat
yang teratur dan tersusun rapi ini di dalam melaksanakan kehendak Nya, akan
terjadilah kekacauan di seluruh alam semesta raya. Allah SWT. Tetap merupakan
penyebab pertama dan penyebab yang hakiki dari adanya thufan lautan (Dari Kitab
Addin Wal “Ilmu); bukan materi atau karena kebetulan buta belaka.
Bumi
adalah bola yang bergelantung di angkasa. Dan ia sendiri berputra pada
porosnya. Karena itu terciptalah siang dan malam. Keduanya bergantian.
Di
sampingmengadakan evolusi, ia pun mengadakan revolusi. Ia berputar pula
mengelilingi matahari satu kali setahun. Karena itulah terciptalah sistem
musim. Yang karenanya terbentuk keharmonisan hidup karena adanya perbedaan
tumbuh-tumbuhan dan makanan yang berbuah pada musimnya.
Dan bumi
sendiri diselubungi oleh lapisan gas yang terdiri dari berbagai macam gas yang
cocok untuk kehidupan. Atmosfir ini cukup tebal lebih dari 500 mil ke atas.
Gas-gas itu begitu padat sehingga meteor-meteor yang beterbangan di angkasa
tidak sampai jatuh ke bumi, dimana cepatnya meluncur sekitar tigapuluh mil
sedetiknya.
Dan
lapisan udara yang melingkupi bumi berguna untuk menjaga derajat panas yang
dibutuhkan oleh kehidupan di atas bumi. Udara juga menaikan lengas udara yang
ada di atas lautan sehingga terkumpul di kejauhan angkasa, menyatu dan
terjadilah hujan yang berguna untuk menghidupkan tumbuh-tumbuhan di atas bumi.
Air itu
sendiri mempunyai empat ciri khas yang berguna untuk menjaga kehidupan di dalam
lautan, danau dan sungai, khususnya sewaktu dingin benar-benar menyengat. Dalam
air terkandung bermacam-macam zat, ia menghisap oksigen banyak-banyak ketika
temperatur rendah dan ketebalan lengas udara mencapai empat persen derajat yang
sebenarnya. Sedangkan es lebih tipis lengasnya daripada air biasa. Oleh karena
itu es-es yang tercipta karena mendinginya air di danau atau di sungai-sungai
naik ke atas permukaan air, sebab ringan nisbinya. Hal ini memungkinkan makhluk
yang hidup di daerah-daerah dingin dapat melanjutkan hidupnya di dalam air.
Sedangkan apabila air membeku, keluar dari kebekuan itu (es) panas yang cukup
besar, yang membantu menjaga kehidupan makluk-makhluk yang hidup di dalam laut.
Dan tanah
yang kering, merupakan daerah yang tetap bagi kebanyakan makhluk hidup yang ada
di atas bumi. Tanah mengandung banyak unsur yang diisap oleh tumbuh-tumbuhan,
yang diolah menjadi berbagai macam bentuk, rasa dan warna makanan.
Tak
seberapa dalam dari permukaan bumi, banyak terdapat tambang-tambang yang amat berguna
untuk lencarnya kehidupan dalam dunia perpabrikan dan seni. Banyak orang yang
menganggap remeh karena kecilnya besar bumi dibandingkan kekosongan yang tak
berbatas di sekelilingnya.
Kalau
orang mengetahui bahwa andaikata bumi ini kecil seperti bulan, atau garis
tengahnya menjadi seperempat dari garis tengahnya yang asli, kedua lapisan
udara dan gas di atas yang meliputi bumi tidak akan dapat menjaganya.
Temperatur permukaan bumi akan menjadi berkali lipat dari temperatur yang ada
sekarang, sehingga panasnya akan benar-benar mematikan.
Dan
sebaliknya, apabila garis tengah bumi berkali-kali lipat dari garis tengahnya
yang asli. Gaya gravitasinya terhadap benda-benda yang ada di permukaannya akan
berkali-kali lipat dari gravitasi yang ada sekarang. Bersama itu ketinggian
atmosfirmya akan lebih rendah, sehingga bertambahlah tekanan udara yang ada
di angkasa, dari satu kilogram menjadi
dua kilogram di setiap satu centimeter segi empat tempat di atas bumi. Hal ini akan
sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan yang ada di atas bumi.
Daerah-Daerah dingin akan lebih banyak lagi dari yang ada sekarang. Dan
Daerah-daerah yang cocok untuk ditempati akan lebih sempit. Karena itu manusia
akan tidak tenang hidupnya, dari satu tempat ke tempat yang lain yang lebih
panas. Perjalanan komunikasi akan lebih ramai, akan tetapi ketentraman jiwa
tidak dapat terjamin.
Kalau
benar bumi ini sama seperti matahari umpamanya, gravitasinya terhadap
benda-benda yang ada di atasnya akan bertambah berkali-kali lipat seratus lima
puluh kali. Lapisan atmosfir berkurang menjadi empat mil saja. Dan penguapan
air pun mustahil akan terjadi, tekanan udara akan lebih tinggi, dan
diperhitungkan sekitar seratus limapuluh kilogram di setiap tempat seluas sati
centimeter persegi. Binatang yang pertama kalinya lima kilo akan bertambah
berkali-kali lipat. Sedangkan manusia akan bertambah kecil seperti bajing. Dan
dalam keadaan yang seperti ini, mustahilah manusia bisa berpikir dengan baik.
Atau kalau
bumi menjauh dari matahari, maka temperatur udara bertambah kecil. Perputaran
bumi mengelilingi matahari akan lebih lama. Berarti musiam panas akan lebih
panjang, benda-benda yang terdapat di permukaan bumi kana mengeras karena panas
terus menerus.
Atau kalau
jarak antara bumi dengan matahari separuh lebih dekat dari biasanya, maka panas
yang sampai ke bumi akan empat kali lipat dari biasanya. Perputaran bumi
mengelilingi matahari akan elbih cepat, sehingga masing-masing musim memendek
setengah kali waktu musim aslinya, dan kehidupan di atas bumi pun akan tidak
teratur dan bahkan tidak memungkinkan.
Kalau
kehidupan tidak tercipta dengan penuh aturan, perencanaan dan berdasar kepada
kehendak Yang Maha Tinggi, jadi bagaimana ia terjadi?
Orang-orang
atheis berkata : Kejadiannya kerana kebetulan saja. Kebetulan yang mencipta.
Kebetulan yang mengadakan. Kebetulan yang mendatangi kita dan lalu membawa kita
kepada ketidakadaan dan kematian. Dan baiklah kita pelajari kembali hukum
kebetulan yang mereka katakan itu.
Kita ambil
saja conth yang hidup. Atau ambil sajalah sebuah kantong yang berisikan seratus
potong batu marmer kecil. Sembilan puluh sembilan di antaranya berwarna hitam,
dan yang satu berwarna putih. Kemudian sekarang, gerak-gerakan kantong itu.
Bolak-balikan. Maka waktu untuk menarik batu yang berwarna putih itu adalah
seper seratus (satu persen) dari waktu untuk menarik keseluruhan. Kembalikan
lagi batu itu ke tempat asalnya. Goncang-goncangkan lagi. Maka waktu menarik
batu putih itu tetap satu persennya waktu dari penarikan keseluruhan batu, padahal
waktu untuk menarik batu berwarna putih dua kali berurutan sama seperti satu
perseribu, atau sama dengan satu dibanding seribu.
Sekarang
coba ketiga kalinya, maka waktu untuk menarik batu putih itu tiga kali
berturut-turut sama dengan satu dibanding satu juta. Lalu coba sekali lagi....
coba lagi..... maka angka-angka itu akan menjadi angka-angka astronomis.
Masih
ingin contoh yang lain :
Ambil
sepuluh uang tembaga yang masing-masingnya sama. Lalu tulis di sana angka-angka
dari satu hingga sepuluh. Letakkan uang itu i saku anda, dan gerakan. Sekarang
berusahanlah untuk menarik uang-uang itu dari saku anda menurut urutan nomornya
dari satu hingga sepuluh. Maka yang akan terjadi ialah bahwa penarikan uang
tembaga nomor satu ialah berbanding 1 hingga 10, dan penarikan nomor satu dan
nomor dua secara bergiliran ialah berbanding stu hingga seratus. Dan waktu
untuk menarik uang bernomor 1, 2, dan 3 secara berurutan berbanding 1 hingga
1000. Waktu untuk menarik uang 1 – 2 – 3 – 4 secra berurutan berbanding 1
hingaa 10.000. Demikianlah seterusnya hingga waktu penarikan uang-uang logam
habis keseluruhannya, dari 1 hingga 10, dan akan berbanding 1 – 10 juta.
Pikirkan
dan perhatikan ......!!!!
Adakah
anda percaya kalau ada orang bercerita bahwa ada seorang laki-laki buta yang
memegang sepuluh buah jarum di tangannya, lalu satu di antaranya dia pegang
dengan tangan kiri, kemudian dia melemparkannya ke udara, dan melemparkan
jarum-jarum sisanya ke udara pula. Yang terjadi? Jarum-jarum itu saling
berkaitan. Ujung jarum yang satu masuk kepada lubang yang lain. Begitu
seluruhnya hingga masing-msing merupakan mata rantai yang tak terpisahkan.
Adakah anda mempercayainya????
Mustafa
Mahmoud berkata :
“Tidak
akan habis contoh-contoh yang bisa di ambil dari ilmu tumbuh-tumbuhan. Ilmu
binatang, ilmu kedokteran dan ilmu falak. Dan orang yang berpendapat seluruh
semesta raya yang begitu teratur dan saling berkaitan merupakan hasil dari
kebetulan saja adanya, adalah pendapat yang rancu dan tak beralasan. Pendapat
itu seperti kita katakan bahwa ketika terjadi ledakan di sebuah percetakan,
maka huruf-huruf yang ada di sana bergerak sendiri membentuk sebuah kamus yang
menerangkan tentang sebab-sebab dari terjadinya ledakan itu. Sebuah pendapat
yang gila!
Ahli kimia
yang sombong dan pongah mengatakan bahwa dengan udara, air, tanah dan
situasi-situasi terciptanya manusia yang pertama dia akan dapat menciptakan
manusia, sebenarnya sudah mengatakan bahwa sayalah yang menciptakan manusia.
Sebab,
andaikan saja kita dapat memeberikan kepadanya apa-apa yang dia butuhkan itu,
yang kesemuanya hanya ada sebelum alam semesta raya ini diciptakan, lalu dia
benar-benar dapat menciptakan manusia, dia tidak akan mengatakan bahwa manusia
itu tercipta secara kebetulan. Pasti dia akan mengatakan : Yang menciptakan
manusia ialah saya!!!!!
Adakah
kita masih juga akan mengatakan bahwa semesta raya ini tercipta secara
kebetulan??? Pendapat yang tidak masuh akal!!
Hingga
sekarang kita masih menyaksikan burung-burugn dan ikan-ikan berhijrah
bermil-mil dari tempatnya semula, mencari tempat yang cocok, yang lebih baik
dan lebih aman dengan melalui hutan rimba, pulau dan padang luas. Apakah hal
ini terjadi secara kebetulan? Kebetulan macam apa jika kita saksikan bahwa anak
ayam dapat memecahkkan sendiri telurnya ketika dia berada dalam titik paling
lemah untuk keluar, mengapa ada tanduknya????
Kebetulan
macam apa kalau kita masih menyaksikan penyembah-penyembah matahari berpendapat
bahwa hidupnya bergantung kepada matahari, sehingga dia menyembahnya?? Kebetulan
yang menciptakan akar-akar pepohonan yang terdapat di padang-padang pasir, yang
melayang-layang di udara mencari tempat yang cocok bagi dirinya, mencari air
dan tanah yang baik??
Lalu lebah
yang berkumpul teratur, yang membangn rumahnya indah sekali, kemudian pandai
ilmu kimia sehingga dapat mengubah sari buah-buahan mendai madu dan lilin.
Adakah ia secara kebetulan???
Firman
Allah, yang tafsirnya,,, sebagai berikut :
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah
mereka yang menciptakan diri mereka? Ataukah mereka sendiri yang telah
menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (perkataan
mereka) (QS. Ath Thur : 35 : 36).
SUARA AKAL
Engkau
menjadi orang yang berakal adalah sessuatu yang indah. Namun orang yang
benar-benar berakal adalah orang yang disetir oleh akalnya menuju kepada
hakekat, yang hidup tanpa adanya hakekat sia-sia, gila dan tak berarti.
(Hakim).
Sokrates
berkata kepada Aristo :
“Aristodim,
apakah ada menurut pendapat saudara orang-orang yang menakjubkan kepandaian dan
kebaikan perbuatannya???
“Ya, ada,”
Jawab Aristo.
“Bisakah
saudara menyebut nama-nama mereka??”
“Bisa!
Dalam bidang puisi, idola saya adalah Homere, tentang keberanianya yang paling
saya kagumi adalah Miltiade, sedangkan orang yang pandai ratap tangis yang
paling mengesankan bagi saya adalah Sapocles.”
Cobalah
bandingkan dengan teliti den cermat, mana di anatara kedua tipe manusia ini yang paling menarik bagimu? Orang-orang
yang melakukan gambar-gambar yang tanpa merasakannya dan tanpa gerak ataukah
orang-orang yang menciptakan makhluk-makhluk hidup yang bisa hidup dengan
pengetahuan?”, Socrates bertanya lagi.
“Demi
Tuhan, menurut pandangan saya yang paling cermat dan adil, yang paling menarik
adalah orang-orang yang menciptakan makhluk-makhluk hidup yang bisa hidup
dengan pengetahuan.... Jika makhluk-makhluk itu bukan merupakan hasil dari
hikmah, kesengajan karena adanya kehendak.”
“Kalau
saya tampakkan kepada saudara beberapa hasil karya yang berbeda-beda, yang
satunya gunanya tak nampak, satunya lagi manfaatnya jelas, dan satunya lagi
hikmahnya dalam dunia tak bisa disangkal lagi. Maka di antara ketiga ciptaan
itu yang paling saudara anggap sebagi hasil dari ketidaksengajaan dan
persetujuan, atau mana yang paling saudara anggap hasil dari akal pikiran dan
hikmah?”, Socrates bertanya.
“Pikiran
kita mengatakan bahwa ciptaan yang mempunyai hikmah yang jelas di dunia ini,
yang mempunyai manfaat yang jelas dalam aturan dunia, adalah hasil dari kerja
akal dan hikmah,” Jawab Aristo.
“Adakah
saudara melihat adanya arti dari kenyataan bahwa yang menciptakan manusia atau
lainnya, telah memberikan anggota tubuh dengan manfaat tertentu, faedah yang
sudah jelas kepada manusia. Dia juga memberikan bagian-bagian terkecil dari
anggota tubuh dan berbagai macam alat hidup, sehingga dia bisa merasakan dan
mencium dengan alatnya, diberinya mata agar dia dapat menikmati keindahan, dia
diberi kuping supaya bisa mendengar suara-suara yang sangat penting bagi
hidupnya.
Apa guna
harum-haruman kalau kita mempunyai hidung untuk menciumnya? Bisakah kita makan,
minum dan bersenang-senang menikmatinya tanpa lidah di mulut? Bukankah
merupakan tanda-tanda pemikiran tadbir dan hikmah bahwassanya mata yang lemah
dapat menjadikan kita bersenang-senang menikmati pemandangan alam, kemudian
bisa terbuka dan tertutup sendiri pada waktunya? Diberi alis untuk mencegah
keringat yang bergerak-gerak sendiri ke kanan dan ke kiri? Kita diberipula
kuping dengan bentuknya yang indah dan kita pun mendengar suara-suara persis
seperti suara yang keluar dari sumbernya? Bukankah semua ini merupakan
kesengajaan, perencanaan, tadbir dan hikmah? Lalu mengapa saudara masih
ragu-ragu antara ketidaksengajaan dan kesengajaan, antara kebetulan saja dan
hikmah?”
“Tidak,
demi Tuhan, sekecil-kecil pandangan kepada makhluk hidup yang ada di dunia ini
telah menunjukan kepada kita bahwa di sana ada Dzat yang Maha Mengetahui dan
Maha Penyayang, yang menciptakan dengan seadil-adilnya,” Jawab Aristo.
“Tambahan
lagi adanya kecenderungan dasar pada manusia untuk bermegah-megahan, perasaan
kasih sayang yang tertancap di hati setiap Ibu untuk memberi makan bayinya,
membesarkannya, dan menjadikannya sebagai satu keluarga meskipun sudah tua,
kemudian juga adanya instink cinta hidup dan takut mati yang tertanam pada diri
anak-anak kecil. Semuanya itu menunjukan kenyataan bahwa ada Dzat yang
mengaturnya secara terencana dan disengaja,” Socrates menambahkan.
Tak dapat
diragukan lagi bahwa semuanya ini merupakan penciptaan Tuhan Yang Bijaksana,
yang menjadikan bumi dan dipersiapkan untuk kehidupan binatang,” Aristo
mengomentari setuju.
“Apakah
setelah ini engkau tetap mengatakan bahwa engkaulah satu-satunya yang bisa
menikmati hikmah dan ilmu pengetahuan, dan tak ada ahli pikir ataupun ahli
hikmah selain engkau sendirian di dunia ini? Adakah Saudara mengira bahwa
saudaralah yang telah mendatangkan hikmah dan pengetahuan ke dunia ini, dimana
sebelum saudara datang kedua hikmah dan pengetahuan itu belum ada? Padahal
saudara masih meragukan adanya hikmah dan pengaturan terhadap alam ini?
“Saya
tidak membenarkannya. Kepada Tuhan pun saya belum percaya seperti yang saudara
percaya, karena saya belum melihatnya mencipta, sebagaimana pak tani menggarap
sawah,” jawab Aristo.
“Saudara masih menyadari bahwa ssaudara tidak
dapat melihat ruh yang merupakan penggerak tubuh saudara. Oleh sebab itu dapat
dikatakan bahwa berdasarkan analogi tersebut saudara mungkin mengatakan bahwa
pekerjaan-pekerjaan yang saudara lakukan bersumber dari diri saudara sendiri
dengan tanpa saudara sadari, tanpa hikmah dan pengaturan, akan tetapi secara
kebetulan.”
“Suruh
saja Tuhan untuk memberitahukan pada saya apa yang harus saya lakukan dan apa
yang mesti saya biarkan, seperti saudara katakan bahwa Tuhan-tuhan itu
mengirimkan kabar tentang pekerjaan saudara,” Aristo tak puas.
Socrates
lalu menjawabnya lantang : “Masihkah saudara ingat ketika tuhan-tuhan berbicara
dengan penduduk Athena dengan cara meminta dan mengangkat janji? Adakah saudara
mengira bahwa mereka tidak berbicara dalam pertemuan itu kepada saudarra?
Adakah saudara mengira bahwa ketika mereka menampakan kehendak-kehendak mereka
yang tersembunyi melalui mukjizat dan tanda-tanda kepada penduduk Yunani dan
manusia di dunia seluruhnya – saudara sendiri satu-satunya yang telah
melupakannya, saudara sudah tidak ingat lagi, saudara telah benar-benar
melupakannya? Adakah saudara mengira bahwa tuhan-tuhan itu telah meletakkan
akidah dan kepercayaan adanya penentuan nasib baik buruk di hati setiap
manusia, dan tidak memberinya kekuatan yang memungkinkan dia melakukannya? Atau
saudara mengira makhluk yang bernama manuisa telah tertipu sepanjang masa dan
hingga sekarang belum menyadari bahwa mereka tertipu? Tidakkah saudara saksikan
bahwa institusi kemanusiaan yang paling lama, kerajaan-kerajaan yang berdiri,
dan bangsa-bangsa besar, kebanyakan dari mereka semua sangat menggantungkan
diri mereka kepada takwa dan ketaatan? Ketahuilah saudara, bahwa roh saudara
mempunyai kekuasan penuh terhadap tubuh saudara. Ia mengatur dan
menggerakkannya sekehendaknya, maka demikian pulalah hikmah yang melingkupi
seluruh semesta raya ini, mempunyai gerak dan kehendak yang menentukan.
Benarkah gol akhir pandangan saudara bisa sampai kepada sejumlah fase-fase,
padahal pandangan Tuhan tidak dapat disebutkan oleh manusia dengan hanya satu
kata? Adakah saudara membayangkan bahwa roh saudara bisa bekerja di satu waktu
pekerjaan yang bisa sekaligus dicapai di sini, di Mesir dan di Sicilia, padahal
ahunya Tuhan tidak mencakup segala sesuatu dalam satu waktu?” (Allahu Wal
Insaan, Abdul Karim Al Khatib).
Psikolog
Andro Cotway, berkata : (Dr. Demardesh Sarhan; Allah Yatajalla Fi Ashril il
ilmi (Terjemahan).
Adakah
tuhan itu? Ya, saya percaya bahwa Tuhan itu ada seperti saya mempercayai adanya
sesuatu yang bisa saya pegang, dan seperti pula saya mempercayai adanya diri
saya sendiri.
Sesungguhnya
keyakinan adanya Allah adalah satu-satunya pola pemikiran yang paling lengkap
yang menjadikan dunia ini mempunyai arti. Dan kepercayaan inilah yang
menjadikan eksistensi manusia mempunyai arti lebih daripada sebagai sesosok
tubuh yang terdiri dari materi dan energi. Percaya kepada adanya Allah adalah
sumber bagi terbentuknya pola pemikiran manusia sekitar cinta, yang dirinya
tercipta dasar dari persaudaraan antara manusia, karena mereka bersatu dalam
hal cinta dan taat kepada Allah. Percaya kepada adanya Allah adalah sumber dari
perasaan kita akan adanya hak dan kewajiban, sebab kita tidak akan pernah
merasa sama sekali menurut pandangan cinta, keadilan dan kasih sayang yang
mutlak. Percaya kepda Allah adalah benteng yang menjaga kita dari serangan
berbagai macam kejahatan. Karena itulah, setelah itu, ia merupakan dasar paling
kuat tempat berdirinya perasaan keimanan, dan karena itu pulalah nilai-nilai
spiritual tetap ada, dimana adanya nilai-nilai itu dianggap tak berarti
dibanding adanya Allah, SWT.
Tak ada
seorang pun yang akan bisa memberikan argumentasi untuk menyalahkan pemeikiran
yag mengatakan bahwa “Allah ada.” Dan tak akan ada seorang pun yang akan bisa
memberikan argumen untuk membenarkan pendapat yang mengatakan bahwa “Allah
tidak ada.” Orang dapat saja mengingkari akan adanya Allah, akan tetapi dia
tidak akan dapat memberikan dalil yang kuat atas keingkarannya.
Orang
boleh saja ragu-ragu akan adanya sesuatu, akan tetapi hendaklah dia dasarkan
keragu-raguannya itu kepada dasar pemikiran yang kuat. Dan selama saya hidup,
belum pernah saya baca ataupun mendengar suatu dalil logis yang menyatakan
bahwa Allah itu tidak ada. Selebihnya saya Cuma mendengar dan banyak membaca
dalil-dalil dan bukti-bukti yang menunjukan bahwa Allah itu ada. Saya
benar-benar merasakan manisnya keimanan yang melekat di hati kaum mukminin. Dan
sayapun sudah banyak merasakan pula pahitnya orang-orang yang ingkar.
Bukti yang
dinyatakan oleh orang-orang yang ingkar untuk menetapkan adanya Allah, sama
seperti dalil yang diminta seakan-akan Allah berbentuk ssama seperti manusia
atau merupakan zat materi. Jika seandainya Allah berbentuk sebagai wujud
materi, saya yakin tak akan ada orang meragukan eksistensi Nya. Namun Allah
membiarkan kita berpikir memergunakan akal pikiran, untuk menimmbang-nimbang
antara iman dan tidak. Akal dibebaskan memilih antara mempercayai-Nya atau
tidak.
Manusia
bisa ingkar akan adanya Allah, akalnya menentukan dan berhak menerimma hasil
atau balasan dari keingkarannya. Sebagian besar atheis, atau orang yang tidak
mempercayai akan adanya Allah, berpendapat bahwa Allah seakan-akan tidak ada
bedanya dengan manusia, bisa dilihat dan diajak bicara berdua-dua-an. Mereka
berkata : “Saya akan percaya adanya Allah apabila saya disembuhkan dari penyakit, atau bila hujan diturunkan,
jika maksud saya tercapai, banjir berhenti dan seterusnya. Sebagian lagi ada
yang mengatakan : Kalau ada Tuhan yang adil, gigiku tak akan sakit begini.
Dengan perkataan llain : Saya akan percaya kepada Allah apabila dunia atau
kendalinya dibangun menurut kehendakku yang berdasar kepada egoisme, dibangun
menurut kepentinganku!
Tak ada halangan untuk sampai kepada Allah, akan tetapi dibutuhkan
pemikiran yang lurus dan benar. Untuk itu seseorang harus membebaskan akalnya
dari sifat ego dan dengki, serta segala hal yang bisa membengkokkan diri dari
pemikiran yang bersih. Sehingga dengan mudah dia akan sampai kepada pemikiran
tentang Allah dan cinta kepada-Nya. Oleh karena itu pertama kali pemikiran
harus ditujukan kepada usaha untuk memberantas segala kejahatan dan kelaliman
yang sering dibicarakan oleh orang-orang yang masih meragukan akan adanya
Allah. Hikmah dari penciptaan, ialah hendaknya akal dipergunakan untuk dengan
gigih berusaha menghilangkan kejahatan-kejahatan itu, sehingga hukum dan aturan
serta pengaturan Allah di permukaan bumi sama seperti pengaturannya terhaap
benda-benda angkasa yang begitu teratur dan tidak pernah tabrakan.
Keyakinan
saya terhadap adanya Allah yang menciptakan segala sesuatu, yang berada di
dalam semesta raya dan berada di luarnya, yang mengatur saya dan mengatur
pembaca, pertama kali karena saya mempergunakan akal. Kemudian sesudah itu
berdasar kepercayaan keimanan, harapan dan cinta, kalau saya tidak pernah
mempergunakan akal. Manusia tidaklah baik menyombongkan diri dengan akalnya,
akan tetapi hendaknya dia mempergunakan dengan sebaik-baiknya. Keimanan yang
tidak dimulai dari suatu pemikiran dari akal, adalah iman yang lemah. Keimanan
semacam ini akan merupakan pusat dari berbagai macam serangan yang melumpuhkan.
Percaya
kepada Allah hendaknya berdasar kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip hasil
pemikiran. Dan di atasnya kelak akan berdiri keimanan akan masa depan kemajuan
materiil. Hal itulah yang merupakan sebab saya sendiri dan anda meyakini bahwa
matahari pasti terbit pagi hari, meyakini bahwa saya akan masih tetap hidup
besok dan bekerja sebagaimana mestinya. Kalau pemikiran adalah jalan untuk
sampai kepada kemajuan materiil, maka mengapa pemikiran tidak dipergunakan pula
sebagai cara untuk sampai kepada kemajuan spiritual dan ketinggian moral? Oleh
karena masing-masing dari kita hendaknya mempunyai suatu keberanian untuk
enunjang kemampuannya didalam mengutarakan sebab-sebab yang menjadikannya
percaya kepada salah satu agama. Hendaklah mulai mengukur sejauh mana
kepercayaannya terhadap kebenaran agama anutannya, mulai mengukur keikhlasannya
atas pekerjaan yang dilakukan.
Dan
meskipun orang telah menyatakan diri percaya kepada adanya Allah berdasar suatu
penyerahan diri secara bulat-bulat, hendaklah penyerahan itu berdiri di atas
dasar pengetahuan –pengetahuan, pengalaman, dan pemikiran di atas. Penyerahan
atas apa pun tidak akan terlaksana dengan ikhlas tanpa didasari kepada
pengetahuan dan pemikiran.
Kalau saya
katakan bahwa Allah ada, dan ada Nya itu merupakan hal yang jelas dan biasa,
itu berarti bahwa kita tidak bisa menerima obyek pembicaraan ini dengan methode
ilmiah dan methode formal disebabkan kurangnya pengetahuan kita, atau karena belum
ada pengatura pemikiran kita di sekitar obyek pembicaraan, atau karena tidak
adanya persiapan untuk mengadakan dialog, atau karena da sebab-sebab lain.
Selama
hidup saya, belum pernah menemukan orang yang ketika menganalisa obyek ini bisa
menerangkan mengapa dia percaya, atau mengapa dia harus percaya akan adanya
Allah. Sebab besar sebab-seba itu mengarah kepada kenyataan bahwa dunia dan
alam semesta ini harus ada penciptanya. Semesta raya ini harus ada pengaturnya,
sebab tak ada alat di dunia ini tanpa ada yang mebuatnya. Hal ini merupakan
hakekat dasar yang diketahui oelh setiap manusia yang berakal.
Max Blank,
seorang ilmuwan biologi, yang membuka jalan kepada diketemukannya atom,
mengatakan :
“Bahwa
sanya agama dan ilmu pengetahuan alam sama berjuang untuk melenyapkan
keragu-raguan, pengingkaran dan khurafat. Suara yang terdengar menyatu dalam
peperangan ini adalah : “Kepada Allah!”, selamanya.”
PANDANGAN KE ATAS
Sungguh aku heran melihat
orang yang sanggup melihat semesta raya dan menyaksikan kebesaran dan kehebatan
ciptaan, kemudian dia setelah itu tidak juga percaya kepada Allah.
Abraham Lincoln.
Syeikh Al
Hakim bekata kepada muridnya yang bingung dan sesat :
“Kemarilah
wahai muridku yang bingung dan sesat, mariilah kita melihat kepada apa-apa yang
ada di semesta raya dengan segala isinya yang tak pernah berbenturan,
planet-planet yang bergelantungan tanpa tiang. Dan marilah kita melihat
bintang-bintang yang berjuta-juta banyaknya itu, seperti yang telah
diperintahkan oleh Allah dengan mempergunakan ilmu pengetahuan.”
Sesungguhnya
keluasan ilmu pengetahuan yang telah dicapai oleh manusia hingga sekarang ini,
tidaklah seberapa banyak dibanding ilmu Allah. Engkau tahu wahai muridku, bahwa
sanya cahaya menempuh jarak 186 ribu mil atau kira-kira 30 ribu km setiap
detik. Berarti setiap menit ia menempuh jarak 11 juta atau 160 mil, sedangkan
setahuannya ia menempuh jarak 6000 milyard mil. Dan biasanya jarak ini disebut
dengan istilah “Tahun Cahaya,” supaya dengan mudah manusia dapat menentukan
jarak-jarak antar planet yang begitu besar ini, Maka apabila dikatakan kepada
kita bahwa sati planet berjarak satu tahun cahaya dari planet kita di bumi, itu
berarti dan bisa dipahami bahwa jauh planet itu dari planet kita aalah
6.000.000.000 (6.109)mil.
Dan bulan,
muridku, adalah benda angkasa paling dekat dari bumi. Cahaya sampai ke bumi
kita dalam waktu dua detik, karena itu jaraknya dari planet kita hanya sekitar
24.000 mil. Adapun matahari sinarnya sampai kepada kita dalam waktu 8 menit,
karena itu jauhnya dari bumu sekitar 93 jutamil.
Tahukan
engkau wahai muridku yang bingung berapakah jauh bintang terdekat dari kita
setelah matahari? Bintang terdekat dari planet kita adalah empat tahun cahaya.
Itu berarti jauhnya dari planet kita 23 juta mil.”
“Benar-benar
hebat hal itu, guru!”
“Ini masih
dekat dibanding Altair yang jauhnya dari planet kita mencapai 14 tahun cahaya,
kemudian Vega, jauhnya dari bumi kita 30 tahun cahaya, sedangkan Arcturut,
jauhnya dari planet kita sekitar 50 tahun cahaya, atau 294 juta juta mil.
“Benar-benar
hebat guru!”
“Ini masih
remeh muridku, dibanting bintang-bintang lain yang jauhnya mencapai sekitar
seribu tahun cahaya. Kita tahu bahwa di belakang galaxi kita ada nebula, yaitu
di antara nebula Andromeda yang jaraknya dari bumi sekitar satu juta ribu tahun
cahaya. Adakah bukti-bukti ini sudah cukup bagimu muridku untuk membenarkan
ayat suci, yang tafsirnya sebagai berikut :
“Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan
(kami) dan sesungguhnya kami benar-benar berkuasa.” (QS. Adz-Dzaariyaat : 47).
“Terus
ceritakan kepada nanda guru, tentang keajaiban dunia ini, terus guru, nanda
senang sekali mendengarkannya,” Pemuda itu tidak puas.
“Ambil
buku “Ilmu Falak”mu, lalu baca dan hayati, niscaya imanmu akan bertambah kuat
dan kau akan bertambah tunduk khusu’. Dan sekarang, apa yang mesti aku
ceritakan kepadamu, apa harus saya ceritakan tentang besar bintang-bintang,
atau besar matahari-matahari yang begitu menakjubkan? Atau harus aku ceritakan
tentang cahaya yang menarik pandangan? Apa kataku barusan, menarik pandangan?
Ya, baiklah, akan saya ceritakan padamu tentang matahari kita. Ketahuilah
muridku, bahwa di sana di kejauhan tempat, ada bintang gemintang yang lebih
terang cahayanya dibanding matahari kita, juga lebih besar. Dan bagaimana
dengan matahari kita?Tahukah engkau muridku? Menurut para ahli bahwa besar
cahaya matahari kita, kira-kira 3.000 juta juta kali sinar lilin. Lalu apa yang
meski kau katakan muridku, bila aku sebutkan bintang Sirius yang 26 kali lebih
besar dibanding sinar matahari kita? Kemudian di sana ada bintang-bintang lain
yang cahayanya seratus kali cahaya matahari kita. Apa yang akan kau katakan
wahai murid ku jika saya sebutkan semua keajaiban dunia, dan engkau mengetahui
bahwa ilmu pengetahuan moderen telah menyingkap rahasia-rahasia alam, antara
lain menemukan bintang yang cahayanya 500 ribu matahari kita?”
“Maha
Benar, Maha Suci Engkau Ya Allah. Bagaimana benda-benda sebesar dan seberat ini
bisa melayang-layang di angkasa equilibrium yang menakjubkan?”.
“Muridku,
Al Qur’an telah menjawab pertanyaan yang kau katakan barusan, sesuai ayat yang
tafsirnya, sebagai berikut :
“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi
supaya jangan lenyap (karena jatuh). (QS. Faathir : 41).
Dan
muridku, ilmu pengetahuan telah mengatakan bahwa penahanan itu adalah hakekat
adanya gravitasi yang bekas-bekas dan gejala-gejala dapat dtangkap oleh mereka,
dengan begitu mereka dapat mengetahuinya fase-fasenya, namun mereka belum
mengungkapkan rahasia-rahasia kedalamannya. Mereka mengetahui undang-undang,
teori-teori dan methode-methodenya, namun mereka belum bisa memasuki gua-guanya
yang misterius penuh tanda tanya. Mereka
benar-benar sudah hebat. Apa yang mereka katakan benar adanya. Gravitasi benar,
hitungannya benar dan seimbang, dan semuanya itu adalah ciptaan Allah. Kajilah
Ayat, yang tafsirnya, sebagai berikut :
“Dan mereka tidak mengangungkan Allah dengan
pengagungan yang semestinya, padahal seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari
kiamat dan langit di gulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Tinggi Dia dari apa
yang mereka persekutukan. (QS. Az Zummar :67).
NERAKA ATHEISME
Atheisme
adalah egoisme dan lemah. Sebab sejak pertama sebelum melalkukan sesuatu, sudah
lari dari tanggung jawab yang diharuskan oleh keimanan, akal dan hikmah. Orang
paling tidak berbahagia di dunia ini adalah manusia yang tidak mengetahui
rahasia kehidupan, rahasia alam dan hikmah pencipta terhadap ciptaan-Nya.
Jamaluddin Al Afghani.
Al Ustadz
Muhammad Al Afghani Ghazali berkata :
Saya
bertemu dengan pemuda-pemuda atheis belakangan ini – dan sangat disayangkan
bahwa mereka yang masih muda-muda itu – tersebar di segala tempat di atas bumi
bagaikan binatang-binatang kecil yang berbahaya bagi tanah tak bertuan.
Sedangkan dari mereka saya ajak bicara dengan harapan dapat memperoleh gambaran
tentang diri mereka. Akhirnya saya dapat mengetahui bahwa pendapat mereka
tentang Tuhan sama dengan pikiran anak yang kehilangan ayahnya, sama dengan
anak ayam yang kehilangan induk yang tidak pernah dikenalnya.
Sebagian
bessar dari mereka berpikir tentang Tuhan secara taklid buta dan kebodohan yang
acuh. Mereka mengira bahwa antara keimanan dan ilmu bertentangan. Agama
benar-benar mengganggu kemajuan peradaban manusia.
Mereka
melihat dirinya – meskipun belum belajar lama tentang ilmu materi – sebagai
orang yang benar-benar mengetahui tentang materi. Sehingga ilmuwan-ilmuwan yang
telah menemukan materi, dan atom memperoleh tempat di hati mereka. Mereka lalu
menciptakan teori-teori tentang hidup dan menciptakannya sebagaimana yang telah
dikatakan orang kepadanya, bukan sebagaimana kenyataannya. Karena itulah mereka
yang jelas tak berpengetahuan apa-apa, mengeluarkan teori-teori yang tanpa
dasar argumen yang kuat, karena sedikitnya pengetahuan yang mereka miliki,
karena taklid buta semata.
Pernah
saya lihat ssalah seorang di anatara mereka pada suatu hari, menyaksikan planet
dan bintang-bintang yang ada di angkasa dengan mempergunakan teropong. Namun
satu haripun dia belum pernah memasuki laboratorium kimia atau benar-benar
membidangkan dirinya secara tekun mengadakan percobaan-percobaan besar mengenai
alam. Karena kebodohannya itulah dia telah menjadi seorang atheis. Dia menjadi
ilmuwan yang hanya percaya kepada materi.
Dapat
dimasuan pula ke dalam golongan mereka para pelajar yang hanya mengetahui
sebagian saja dari pengetahuan, yang tidak berusaha untuk melengkapi
pengetahuannya yang sempit. Sehingga ketika mereka mengeluarkan hukum-hukum,
pernyataan-pernyataan dan teori-teori, terbatas berdasar kepada pengetahuan
yang dimiliki saja. Kita dapat membayangkan bagaimana vonis dari suatu
pengadilan, apabila para hakim Cuma berdasar kepada pengetahuannya yang sempit
tentang hukum. Maka demikianlah apa yang telah dilakukan oleh kaum atheis.
Mereka memproklamirkan pengingkarannya setelah mereka mengadakan studi-studi,
percobaan-percobaan, yang hanya berdasar kepada pengetahuan mereka yang
terbatas.
Pnegingkaran
bentuk yang terakhir ini, lebih kuat dibanding pengingkaran yang pertama.
Sebab, dia lebih dalam menceburkan diri dalam kesombongan dan taklid.
Francis
Bicon berkata : “Orang yang kurang mendalami benar tentang filsafat, akan
terbawa terbang kepada atheisme. Namun sebaliknya orang yang benar-benar
mendalami tentang filsafat, dia akan kembali kepada Agama.”
Dale
Carnegi : Saya masih ingat benar hari-hari manusia hanya membicarakan soal
pertengkaran antara agama dan pengetahuan. Namun pertentangan itu berahir
sendiri dan tak pernah terulang kembali.”
Atheisme
adalah kelemahan dan kehancuran nilai-nilai dan kehidupan. Maukah anda lebih mendalam
mengetahui pendapat ini? Baiklah kita baca tulisan Al Ustadz Muhammad Zaki
Abdul Qadir mengenai cerita seorang atheis.
“Selamanya
saya hidup dalam ketakutan, Kurang percaya kepada manusia dan segala sesuatu
yang ada di sekitarku. Aku takut kepada diriku sendiri. Kekayaan tidak sanggup
memberiku ketenangan, kedudukan, kesehatan, kelelakian, wanita, cinta, dan
bahkan bertualang, semuanya tidak memberiku ketenangan. Segalanya tak berarti
bagiku, meskipun aku sudah mencoba segala-galanya, berusaha memperoleh
ketenangan.
Aku benci
kepada diriku, takut pada diriku. Tidakkah kau lihat bayang-bayang di
sekitarku? Tidak kah anda lihat ketakutan membuka mulutnya menganga hendak
menelanku? Mengapa semuanya ini terjadi? Apa sebabnya? Kesedihan? Tak ada
kesedihan padaku. Kesedihan paling besar padaku adalah dunia ini. Harta ada,
kehormatan dan kedudukan ada, kesehatan, perempuan dan keindahan, dan ......
semuanya ada dan tak kekurangan. Semuanya sudah aku miliki? Tapi mengapa saya
takut? Mengapa harus Takut?
Kepada
Allah? Tidak. Allah tak ada dan tak pernah ku kenal. Jadi aku takut kepada
siapa? Kepada masyarakat? Tapi aku benci kepada mereka, jijik dan tak berharga
bagiku. Jadi darimana datangnya ketakutan itu? Dari bayang-bayang kematian?
Mungkin, tapi aku tak perduli itu. Dan aku tidak merasa bahwa aku takut
kepadanya. Bagiku kematian hanyalah fenomena hidup. Jadi,,, darimana ketakutan
itu datang?
Mungkin
aku takut sebab tidak ada yang harus aku takuti. Mungkin aku takut karena
segalanya sudah aku miliki. Kalau aku tidak mempunyai harta, pasti aku telah
mencarinya. Kalau aku tidak mempunyai kedudukan, aku harus berusaha untuk
memperolehnya. Namun semuanya sudah ada padaku : Harta, Wanita, dan segala
sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia digampangkan aku memperolehnya. Tak ada
yang merepotkan, semuanya mudah aku peroleh. Hidupku luas dan lapang....
Sedihkan aku? Tak ada yang perlu aku sedihkan. Jadi haruskah aku takut karena
aku tidak mendapatkan apa yang haraus aku takuti? Aku harus takut kepada
sesuatu yang abstrak yang tidak aku ketahui?
Aku hina,
rendah dan tak berarti dalam kehidupan ini karena aku telah mencapai puncak
dari kehidupan. Bagiku sekarang, kehidupan adalah musuh. Semua yang ada di
dunia adalah miliku. Namun saya merasa bahwa semuanya telah benci padaku,
terasa menghina diriku. Berada di muka mataku bagaikan hantu. Sekarang beru aku
mengetahui mengapa aku takut? Takut kepada siapa? Apa yang aku takuti? Tidak
lain bahwa aku telah takut kepada kehidupan itu sendiri.”
Al Ustadz
Abdul Karim Khatib, berkata :
“Seorang
atheis benar-benar sedih, sebab dia sama sekali lepas dari perasaan sentimen,
hanya terdiri dari angan-angan dan harapan, hidupnya dia lalui penuh dengan
kekeringan, kemudian dia pun pulang ke dunia yang abadi. Karena itulah dia
benci terhadapa segala sesuatu yang berhubungan dengan nama “Tuhan”.
Kalau
Tuhan itu memang pencipta, mengapa Dia menciptakannya? Mengapa Dia
melemparkannya ke dunia atau tempat yang kotor ini? Demikianlah Sarter
memberinya nama. Dan mengapa pula Dia selalu memberi kesedihan-kesedihan, dan
musibah-musibah kepada manusia sejak dia lahir hingga matinya? Lalu mengapa ia
harus mati dan dipendam di dalam tanah yang diinjak-injak manusia? Demikianlah
seorang atheis memandang Tuhan sebagai
yang telah berdosa atas terciptanya dunia ini. Karena itu, bagaimana dia bisa
mencintainya? Padahal keimanan adalah cinta, mengagungkan dan mensucikan Allah?
Ketika
manusia membeku dalam materi. Lupa atau melupakan eksistensi roh yang ada di
dalam dirinya, ketika itulah dia akan melihat dunia sebagai sesuatu yang sempit
dan petang. Yang nampak di matanya hanyalah gambaran-gambaran yang menyedihkan
sehingga timbul di dalam dirinya perasaan-perassaan tidak tenang, takut dan
sedih. Maka kegoncangan jiwanya akan terus bertambah, kebaikan nampak sebagai
kejahatan. Dan kejahatan akan muncul kejahatan-kejahatan yang lain. Kehidupan
baginya adalah sengsara, siksa dan derita.
Bagi
mereka, Tuhanlah penyebab dari segala derita, sengsara dan siksa itu. Maka
antara dirinya dengan Tuhan harus terputus sama sekali, agar bisa hidup
tenteram. Dan untuk lebih menampakan keterputusan hubunan itu, dia
memproklamirkan perang terhadap Tuhan. Lalu menyatakan bahwa Tuhan kini telah
terbunuh.
Apakah
anda sudi membaca jika kami sebutkan contoh peperangan mereka terhadap Tuhan?
Tak
apa..... Allah Maha Suci dari ucapan semacam ini. Maka baiklah kita baca ucapan
filosof Ameerika James Thomson :
“Siapa
yang paling menderita di tempat yang menyedihkan ini?
“Saya!”
Perkataan
yang jujur. Dia benar-benar sedih, dan hidupnya penuh kesengsaraan. Dunianya
penuh dengan derita dan air mata. Tapi bagaimana terusan ceritanya..?
“Namun
lebih baik saya berada dalam keadaan seperti ini, daripada menjadi orang yang
mengadakan dan menciptakan makhluk-makhluk atas kehendak dan kemampuan-Nya.”
Filosof
gila ini tidak titik begitu saja. Akan tetapi terus menggonggong bagaikan
anjing lapar.
“Wahai
pencipta kesalahan, dan dosa.
Saya
berjanji : Bahwa segala sesuatu yang ada ini tidaklah ada dan berkembang karena
kekuasaan-Mu.
Tidak pula
setiap pemuka agama telah menguatkan dasar kebesaran-Mu.
Tidaklah
salah kalau saya katakan bahwa kesalahana paling besar dan dosa yang tidak tercampurkan ialah
adanya manusia semacam ini di dunia?
Anda bisa
memberi tanggapan leluasa menurut kehendak anda terhadap perkataan ini. Boleh
anda katakan filsafat, boleh anda katakan ilmu, atau katakan ia merupakan sautu
kutukan. Pada pokoknya begitulah pendapat orang-orang atheis dengan segala
macam bentuk aliran, di mana pun mereka berada di permukaan bumi.
Alangkah
kecil manusia. Apabila mengetahui batas dirinya, niscaya dia tidak akan sampai
sejauh ini menyatakan perang terhadap Tuhan! Namun dia sombong, pongah dan
congkak. Karena itulah dia harus hancur. Hilang. Lenyap. Dan Ingkar.....!!!!!!.
Daerah iman
Menakjubkan
ihwal seorang mukmin itu. Seluruh ihwalnya membawa kepada kebaikan bagi
dirinya. Jika dia memperoleh kebahagiaan, dia bersyukur. Dan syukurnya itu
merupakan kebaikan bagi dirinya. Dan apabila dia mendapat kemalangan, dia
bersabar, dan sabarnya ini membawa kebaikan bagi dirinya.
Nabi Muhammad, Rasulullah.
Dale
Cernegie, berkata :
“Saya
pernah bertemu dengan Henry Ford sebelum dia wafat. Padanya saya melihat
tanda-tanda ketabahan menghadapi kehidupan. Masih nampak pada wajahnya betapa
besar usahanya yang telah dia keluarkan di dalam mendirikan sebuah asosiasi
dagang terbesar di dunia. Namun keheranan bukan pada ketabahannya di dalam
menghadapi kehidupan itu, akan tetapi keheranan saya justru pada sikapnya yang
tenang seakan tak pernah tersiksa oleh penderitaan, meskipun umurnya ketika itu
telah mencapai tujuh puluh delapan tahun. Ketika saya tanyakan kepadanya apakah
tuan tidak pernah mengalami penderitaan dan kegoncangan jiwa? Dia menjawab :
Tidak, Saya benar-benar meyakini bahwa Allah SWT Maha Kuasa untuk mengatur
segala urusan. Dia tidak butuh nasihat dari saya, oleh karena itu saya menerima
kehendak-Nya untuk memperlakukan diri saya sebagaimana adanya. Jadi mengapa
saya harus tidak tenang dan bahkan harus goncang jiwa?”
Dia
berkata pula : Saya tahu beberapa orang melihat agama sebagaimana dia melihat
kepada wanita, anak-anak atau adviseer. Mereka sombong dan dengan pongah
mengatakan apa gunanya berpayah-payah memikirkan sesuatu yang tak ada sumber
pemikiran yang jelas? Apa gunanya memikirkan tentang Tuhan yang tidak ada
gunanya?
Namun tak
dapat dipungkiri bahwa mereka pun merasa heran ketika mereka tahu bahwa
sebagian besar orang-orang terkenal tunduk sujud kepada Allah, meminta ampun
dan pertolongan-Nya setiap hari.
Jack
Dambsy, Petinju bertangan emas, tidak bangun dari sujudnya sebelum selesai
membaca Shalawat, tidak turun ke dalam ring sebelum mengucapkan basmalah, tidak
makan sebelum membaca hamdalah bersyukur kepada Allah yang telah memberinya
makanan. Dan selama bertinju atau sebelum naik ring, mulutnya komat-kamit
membaca do’a-do’a dan Shalawat.
Edward
Ethson, Direktur Utama General Motors Assembly dan bekas menteri luar negeri
Amerika Serikat, tidak putus-putusnya Sholat dan membesarkan Allah, meminta
kebaikan bagi dirinya siang dan malam.
Dan ketika
Eisenhower terbang ke Eropa dengan maksud memimpin pasukan perangnya yang
terakhir, satu hal yang tidak dia lupakan untuk dia jadikan Teman : “Kitab
Suci”.
Jendral
Mark Clark berkata kepada saya bahwa tidak putus-putusya dia membaca Kitab Suci
setiap hari selama masa perang. Dia bersujud dan memohon pertolongan kepda
Allah.
Para tokoh
tersebut di atas telah menyadari bahwa mereka tidaklah hidup sendirian di
dunia. Mereka meminta kepada Allah agar selalu mendampinginya dalam segala
tindakan dan gerak gerik salam hidup. Karena itulah Islam mensyariatkan
Shaalat.
Fitrah
manusia ialah takut kepada Allah ketika mengalami tekanan dari
kesewenang-wenangan hidup, sebab mereka yakin bahwa Allah lah yang dapat
melepaskan mereka dari segala macam tekanan.
Dale
Carnegi bertanya : Mengapa kepercayaan kepada Allah dan bergantung diri
kepada-Nya dapat menghilangkan perasaan takut berganti kepada perasaan aman,
damai dan tenteram?
William James menjawab gelombang laut yang maha besar tak mampu menggerakan
air yang dalam. Begitu pula Iman. Bila dangkal, permukaanya gampang disambar
gelombang dan terombang-ambingkan. Namun apabila Imannya terhujam dalam,
gelombang macam apa pun tak akan mampu menggoyahkannya. Orang yang benar-benar
beragama, kebal terhadap segala macam cobaan dan tekanan. Hidupnya seimbang
sehingga mampu menghadapi hari-harinya dengan tenang.
Mengapa
kita tidak berusaha menatapkan diri kepada Allah sewaktu kita merasa mendapat
tekanan? Mengapa kita tidak mengikat erat diri kita dengan Kekuatan Yang Maha
Besar, yang menguasai alam ini?
Alexes
Karl, sarjana kenamaan pengarang buku “Man is Unknown” (Manusia makhluk tidak
dikenal), mengatakan :
Sebagai
dokter, sering saya melihat banyak pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan
obat. Ketika dokter angkat tangan, banyak pasien lari kepada agama. Dia
bersembahyang dengan khusu’, dan ternyata sembuh dari sakitnya. Di sini nampak
seakan-akan sembahyang seperti radium sumber sinar, sebagai ibu yang melahirkan
semangat. Ketika sembahyang, kita mengikat erat hubungan kita dengan Kekuatan
Paling Besar, yang menguasai alam semesta. Kita memohon kepada-Nya, kita
berdo’a meminta ampunan dan kesembuhan dari penyakit. Dan bahkan bagi saya,
tunduk sujud itu sendiri, sudah cukup untuk menambah semangat dan kekuatan
kita. Tak akan kita temukan seorangpun yang bersujud dan lari dari sujudnya.
Dia akan lebih khusyu’ bersujud untuk waktu-waktu sesudahnya.
Kedokteran
moderen pada jaman ini telah maju mencapai puncaknya. Para dokter sama berkata
bahwa : Ilmu pengetahuan sudah bisa menyebuhkan segala macam penyakit kecuali
mati dan tua. Namun penyakit semakin beragam dan cepat tersebar luas. Di
antaranya penyakit syaraf akibat terjadinya tekanan-tekanan yang dialami oleh
manusia dan masyarakat.
Ilmu pengetahuan moderen telah mampu mengisi kebutuhan-kebutuhan materiil
ke dalam tubuh manusia, namun gagal memompakan makanan spiritual. Perasaan,
harapan dan kehendak tetap lapar. Dia tetap tumbuh sebagai manusia. Bertambah
tinggi dan bertambah gemuk, namun dari segi lain, jiwanya kosong melompong.
Tekanan-tekanan jiwa serasa menghimpit hidupnya.
Sensus di
Amerika menyatakan bahwa 80% penyakit yang di alamai penduduk, adalah penyakit
yang berasal dari syaraf. Ilmu jiwa moderen
mengatakan bahwa : Akar-akar paling penting dari penyakit syaraf ialah : Hasud,
dengki, kejahatan, takut, putus asa, ragu-ragu, bising dan keramian.
Penyakit-penyakit ini berhubungan langsung dengan kehidupan yang kering oleh
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Percaya
kepada Allah, menancapkan keyakinan yang kuat dalam diri manusia, sehingga dia
mampu menghadapi berbagai rintangan. Dia berjuang di jalan Allah, dengan
harapan memperoleh balasan lebih dari perjuangannya. Matanya tertutup menatap
kehidupan duniawi.
Percaya
kepada Allah memberikan peluang bagi manusia untuk bergerak penuh spirit.
Penggerak mana merupakan dasar dari semua akhlak yang luhur, sebagai sumber
dari kemantapan akidah, seperti dikatakan oleh Sir William Oselir : “Ia adalah
kekuatan penggerak yang Maha Besar, tak tertimbang denan timbangan macam apap
pun, dan tak dapat diuji-coba dalam laboratorium mana pun”.
Akidah adalah rahasia kesehatan jiwa. Dan manusianya... tenteram karenanya.
Manusia macam apapun yang jiwanya kosong tak berisikan akidah, akan selalu
berada dalam kesengsaraan dan tak putus-putusnya menderita tekanan-tekanan.
Para ahli
telah berusaha untuk memperoleh obat dari penyakit kejiwaan ini, namun gagal.
Karena itu mereka berusaha mencari jalan keluar yang lain, yang lebih
menggemparkan sehingga nampak sebagai tokoh di dunia!!!
Seorang
ilmuwan pernah teriak : “Para ilmuwan psychotherapy telah berusaha sekuat
tenaga untuk membuka rahasia-rahasia kunci penyakit itu, namun rahasia itu akan
tetap menutup pintu kesehatan.”
Masyarakat
baru berjalan dalam satu waktu menuju dua titik tujuan sekaligus. Dia berusaha
mencapai kelengkapan materi, ketika itu pula – karena dia melupakan agama –
telah mencipta kehidupan sebagai neraka. Materi
memberi anda obat yang hanya terasa di mulut, dalam jiwa terasa sebagai racun.
Dr. Pool
Ernest Odolf, bercerita tentang dirinya :
“Selama
saya belajar di Fakultas Kedokteran, sering saya menemukan perubahanperubahan
yang terjadi pada jaringan tubuh yang sudah pernah terkena penyakit atau luka.
Dalam percobaan dan penelitian yang saya lakukan, pergeseran-pergeseran
jaringan tubuh itu semakin jelas terlihat dalam mikroskop, yang menjadikan luka
membengkak yang bahkan bernanah, tapi karenay apula luka itu sembuh. Dan ketika
saya menjadi dokter persis setelah tamat kuliah, saya merasa benar-benar sudah
siap untuk terjun menjadi dokter profesional. Dan benar, dengan segala
kemampuan yang saya miliki, saya bekerja dengan mempergunakan alat-alat medis
modern. Namun saya tiba-tiba mengalami shok, entah apa sebabnya. Di sini saya
merasa bahwa ssaya telah melupakan sesuatu dalam profesi saya. Saya telah
melupakan : ALLAH!!!!
Saya sadar
dan sejak itulah saya aktif kemmbali mengingat Allah. Saya bekerja kembali.
Di rumah
sakit, ada seorang pasien dan saya bertugas untuk menanganinya. Dia sudah tua,
umurnya sudah tujuh puluhan tahun. Paha bagian atas keseleo. Dan setelah saya
periksa lebih lanjut melalui sinar, nampak bahwa jaringan-jaringan tubuhnya
mengembang cepat. Namun tiba-tiba mengempis dan kaki itu cepat sembuh. Saya
ucapkan selamat kepadanya atas kesembuhan yang begitu cepat. Para dokter
mengatakan kepada saya, agar orang tua itu dipersilahkan pulang, sebab dia
sudah dapat berjalan sendiri tanpa penyangga.
Saya masih
ingat bahwa hari itu Minggu. Dan tanpa saya duga puterinya datang menjenguk.
Langsung saja saya katakan kepadanya : “Ibu sudah benar-benar sehat sekarang.
Besok saudara bisa menjemputnya pulang ke rumah.” Tanpa memperhatikan saya,
langsung saja sang putri menghadap ibunya dan mengatakan kepadanya : “Setelah
melalui musyawarah dengan suami, kami tidak bisa mebawa ibu pulang ke rumah, lebih baik sekarang ibu tinggal di
karantina saja.”
Setelah
beberapa jam kemudian, saya
berjalan-jalan di seputra kasur orang tua itu. Saya periksa dia, dan ternyata
darahnya terpompa deras. Belum duapuluh empat jam kemudian, pasien itu mati,
bukan karena luka di pahanya, akan tetapi karena hatinya hancur.
Saya sudah
benar-benar berusaha untuk menyelamatkan nyawanya, membawanya ke berbagai rumah
sakit yang lebih lengkap, namun tak membawa kebaikan baginya. Lukanya sudah
benar-benar membaik, tulangnya begitu pula, namun saya tidak menemukan obat
untuk penyembuhan hatinya yang hancur. Obat-obat yanng ada saya berikan
padanya, namun ia tidak bisa juga bangun dari tidurnya. Pahanya sudah kuat,
namun ia tidak kuat untuk hidup, sebab unsur terpenting dari hidupnya bukan
terletak pada obat auat vitamin, akan tetapi “Harapan.” Harapan untuk hidup
lebih baik. Ketika harapannya tipis untuk hidup,
kesehatan pun pergi bersamanya.”
Contoh ini
memberi gambaran bagi kita tentang ketidak beresan pikiran ilmuwan. Sementara
dia hendak menciptakan ketentraman hidup, bersama itu berusaha untuk
mendatangkan akidah dan perasaan beragama di hati manusia. Dia lupa bahwa roh
adalah unsur manusia yang asli.
Di antara
hasil dari usaha ini ialah bahwa kedokteran telah dapat memperbaiki tulang yang
pecah. Namun ekosongan manusia dari akidah, menyebabkannya mati meskipun
tubuhnya sehat.
Tubuh yang dibungkus oleh pakaian yang mahal, tetap membutuhkan ketenangan,
ketentraman dan kebahagiaan yang hakiki. Rumah besar yang didiami manusia yang hatinya tak
karuan, dan kota-kota budaya yang didiami oleh orang-orang yang jahat,
perusahaan-perusahaan besar yang ditempati oleh para penghianat, kesemuanya itu
tidak akan memberikan kehidupan yang baik kepada setiap manusia. Kemajuan
materiil tidak akan mendatangkan kebahagiaan yang hakiki di hati pemiliknya,
apabila nikmat iman kepada Allah tak menjadi perhatian.
Penyakit-penyakit
kejiwaan, merupakan kenyataan yang telah diakui oleh para ilmuwan psikologi.
Ilmuwan psikologi terkenal “Profesor Yang” menulis hasil percobaan; sebagai
berikut :
“Banyak
manusia yang datang dari berbagai negara meminta advis kepada saya tiga puluh
tahunan terakhir ini tentang penyakit kejiwaan yang mereka derita. Problema
satu-satunya bagi para pasien yang berumur sekitar 35 tahun ke atas ialah
masalah akidah. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa penyakit mereka tiaa
lain karena disebabkan oleh kekeringan perasaan keagamaan. Tak akan seorangpun
di antara mereka yang sembuh dari penyakitnya, kecuali dia mengembalikan
pikirannya terhadap masalah agama.”
R.V.C.
Bodley, bekata :
“Pada
tahun 1918 saya meninggalkan sebuah dunia yang telah saya kenal sepanjang hidup
saya dan pergi ke daerah Afrika bagian barat daya. Di sana saya hidup bersama
bangsa Arab selama tujuh tahun. Karena itu saya menguasai benar bahasa badwi.
Saya hidup persis seperti mereka, memakai pakaian mereka, makan dari hasil
tanaman mereka, menggembala kambing, tidur di kemah persis seperti kehidupan mereka.”
Di sana saya mendalami agama Islam, sehingga saya dapat menulis buku
tentang Nabi Muhammad berjudul : “The Massage” (Ar-Rasul). Selama tujuh tahun
hidup bersama Islam itulah saya benar-benar merasakan kedamaian, tentram, dan
rela menerima hidup apa adanya.
Saya
belajar dari bangsa Arab bagaimana saya menguasai kegelisahan. Mereka adalah
orang-orang Islam yang percaya kepada Qadla dan Qadar. Mereka tidak bekerja
tergesa-gesa, mereka tidak diburu atau dikejar-kejar oleh keadaan. Mereka
percaya bahwa apa yang telah ditentukan akan terjadi. Masing-masing bekerja
menurut ketentuan Allah semata. Hal ini bukan berarti mereka berpangku tangan
menghadapi kenyataan musibah. Tidak!!!!
Baiklah
saya memberi contoh konkrit yang pernah terjadi atas diri mereka.
Pada suatu
hari terjadi angin kencang menerbangkan pasir melintasi Laut Putih bagian
tengah dan menjatuhkannya di lembah Ron di Perancis. Angin itu sangat panas dan
kering. Saya benar-benar merasakan panas udara ketika itu sudah akan membawa
saya kepada maut. Namun orang-orang Arab tetap yakin bahwa mereka masih akan
bisa hidup. Kata-kata yang keluar dari mulut mereka : “Hal ini sudah merupakan
ketentuan yang tertulis.”
Begitu
angin pasat habis, merekapun mulai bekerja kembali sebagaimana biasanya. Sebagian
dari mereka ada yang menyembelih kambing kecil. Sebagian dari mereka langusng
saja menghalau binatang ternaknya ke padang luas di mana terdapat genangan air
di bagian selatan daerah itu. Mereka melakukan semuanya ini dengan tenang,
diam-diam seakan tak pernah terjadi apa-apa. Pemimpin suku yang sudah tua
berkata : “Kita tidak kehilangan apa-apa. Kita emua makhluk Tuhan, kehilangan
sedikit itu biasa. Namun kita harus bersyukur, sebab kita masih mempunyai
banyak binatang ternak. Empat puluh persen binatang ternak masih hidup. Kita
harus memulai kembali, bekerja seperti biasa.
Kejadian
lain yang begitu mengesankan adalah ketika kami naik mobil melintasi padang
pasir yang luas. Tiba-tiba salah satu bannya meletus. Dan Sopir lupa membawa
ban serep. Saya mulai marah, berbagai perasaan timbul dalam hati saya. “Apa
yang mesti kita lakukan sekarang?”, tanya saya kepada salah seorang Arab.
Mereka lalu mengingatkan saya, bahwa marah itu tak ada artinya, bahkan membawa
manusia kepada kebodohan. Kami disuruh naik kembali oleh sopir. Dan mobilpun
berjalan pelan dengan tiga roda. Saya menjadi geli mengingatnya. Namun, tak
seberapa jauh kami berjalan, mobil tiba-tiba macet, bensin habis. Namun saya
lihat orang-orang Arab yang sama-sama naik mobil itu, tenang-tenang saja. Tak
ada yang marah seperti yang saya dapati di kota kelahiran saya. Mereka pun lalu
berjalan. Berjalan kaki meninggalkan mobil itu....... ‘Sambil
Bernyanyi!!!!!....
Tujuh
tahun hidup di padang pasir, telah memberikan pelajaran banyak tentang
kehidupan dan bagaimana harus hidup. Penduduknya lepas dari segala macam
penyakit kejiwaan, yang merupakan penyakit lumrah di derita oleh orang-orang
Amerika dan orang-orang Eropa. Mereka tidak lain adalah korban dari kota, yang
menjadikan “serba cepat” sebagai dasar dari kehidupan kota................
Sama
sekali saya merasa terlepas dari kekacauan. Saya hidup di padang pasir, dan
bahkan seperti hidup di dalam syurga Allah, menemukan ketenangan, kepuasan dan
rela menerima pemberian Tuha. Kebanyakan manusia jijik kepada jabariah yang
diyakini oleh orang-orang Arab. Mereka sama sekali tidak mempercayai qadla dan
qadar.
Namun
siapa yang tahu?orang-orang Arab benar-benar menderita suatu penyakit. Namun
yang jelas, kalau saya ingat kembali kepada masa lalu, berbagai macam kejadian
dan peristiwa menimpa mereka. Tapi tidak menjadi pemikiran yang memusingkan.
Mereka menamakan kejadian-kejadian itu dengan “qadar”. “qadla Allah,” atau
“qismah.” Dan anda boleh memberinya nama apa saja se kehendak anda.
Singkatnya,
setelah tujuh tahun saya hidup di padang pasir, kemudian meninggal-kannya,
orang-orang Arab masih tetap yakin se yakin-yakinnya akan adanya qadla Allah.
Sayapun kecipratan. Segala persitiwa dan kejadian, saya terima dengan tenang
dan penuh pemikiran. Keyakinan akan adanya qadla dan qadar yang saya terima
dari orang-orang Arab telah banyak menyembuhkan dan bahkan menjaga diri saya
dari penyakit-penyakit syaraf, lebih dari faedah adanya obat-obat penenang.
Keimanan
adalah sumber kebahagiaan. Dan barang siapa percaya kepada Allah, Dia akan
memberi petunjuk dalam hatinya. Barangsiapa beriman kepada Allah, berarti dia
telah dibei petunjuk ke jalan yang lurus.
PERCOBAAN DAN PENGAKUAN
Setiap
anak Adam bersalah. Dan sebik-baik orang yang bersalah ialah orang-orang yang
bertaubat. (Nabi Muhammad; Rasulullah).
Di tahun
lima puluhan dari abad ini, Kairo dihujani berbagai aliran filsafat dan pola
pemikiran. Perang Dunia ke Dua telah meninggalkan bekas-bekasnya pada akal dan
perasaan yang nampak hingga sekarang tercermin dari surat kabar dan majalah
yang membawa semboyan-semboyan aneh. Kairo benar-benar mempunyai arti dalam
pola pemikiran saya. Pertentangan pendapat dan aliran tak dapat dielakan. Islam
masih mempunyai suara yang kuat dan bendera yang tinggi. Partai-partai Politik
cukup berperan menantang serangan-serangan pola pemikiran yang bengkok. Di
antara para pemuda yang bejat moralnya, masih juga bermunculan
golongan-golongan yang membawa bendera dan maju ke depan meneriakan nilai-nilai
dan akhlak yang luhur.
Pemikir-pemikir
yag baru yang hadir sejak Perang Dunia Ke dua, yang telah terseret kepada
pemikiran Barat, memandang Agama sebagai penghalang terbesar bagi kemjuan dan
kebudayaan. Golongan ini terutama ditunggangi oleh pemikir-pemikir Yahudi yang
mengaku diri sebagai penganut komunisme. Seorang tokoh pemimpin pergerakan ini,
ialah Miyuner Henry Criyl. Dia Yahudi dan merupakan pemimpin Partai Komunis
paling pertama di Timur Tengah. Dua buku yang membicarakan pergerakan ini ialah
“Allahu Wal Insaan” (Allah dan Manusia) karangan Dr. Mustofa Mahmud, sedangkan
buku kedua berjudul : “Al Wujudiah”
(Eksistensialisme) karangan Ust. Anis Manshur. Ketika itu kedua buku ini masih
belum di kenal orang, dan sayapun belum.
Pada malam
Agustus yang panas di tahun 1951, saya bertemu dengan sekumpulan Mahasiswa yang
terdiri dari mahasiswa-mahasiswa Universitas Ibrahim dan Universitas Fuad yang
terletak di pinggir sungai Nil. Kedua universitas ini masih belum diberi nama
Ain Syam atau Universitas Kairo, seperti sekarang. Salah seorang mahasiswa dari
Fakultas Farmasi bertanya kepada saya :
“Apakah
saudara sudah baca buku “Allah Wal Insaan?”.
“Belum.
Kitabnya pun belum tahu saya, apalagi penulisnya, dan apalagi isinya......,”
Jawab saya.
Mahasiwa
itu kemudian berbicara panjang lebar tentang isi kedua buku tersebut. Saya
begitu heran, yahhh Cuma heran, kalau rekan saya itu mengatakan bahwa buku itu
penuh berisi pemikiran yang benar-benar bertujuan hendak merusak agama. Dan
ketika itu saya kurang tertarik kepada buku macam begitu. Saya kurang senang
membaca buku-buku filsafat atau sufistik.
Saya masih
duduk di tingkat satu. Kesenangan saya ialah membaca buku-buku studi Islam atau
Kesusastraan. Sedangkan mengenai masalah elektron, atom, hukum relativitas,
ruang angkasa, dan tehnologi, kurang saya gandrungi. Dan bahkan terus terang
saya akui bahwa untuk mempelajari masalah-masalah ilmiah macam di atas terasa
belum ada minat. Hari-haripun berlalu dan saya lupa kepada buku itu. Saya
disibukan terus oleh masalah kuliah dan aktivitas-aktivitas kemahasiswaan yang
lain. Saya Cuma tahu bahwa filsafat belum mempunyai arti apa-apa bagi diri
saya.
Pada suatu
hari, salah seorang temen sekuliah datang menemui saya mebawa buku “Al
Wujudiah” yang berisikan filsafat komunistis materialistis. Penulisnya Anis
Manshur dosen pembantu di Fakultas Adab Jamiah Ibrahim yang terletak di Desa Syibra
berhadapan dengan Fakultas Ushuluddin. Esok harinya kami sudah sepakat untuk
mendatangi Anis Manshur. Namun mujur, Jamiah ditutup akibat suasana politik
yang memburuk. Libur pun jadi panjang, kami sudah lupa pada buku itu.
Bertahun-tahun
sudah berlalu. Kami sudah terjun ke dalam masyarakat dengan baju baru penuh
pemikiran dan percobaan. Pengalaman-pengalaman hidup telah memperkaya dan
mendewasakan diri saya, hingga tahun 1971.
Ketika itu
saya tinggal di Bairut. Di Daarusy Syuruuq, penerbit buku ini. Saya bertemu
dengan seorang guru Muhammad. Kemudian menunjukan kepada saya seorang laki-laki
yang sudah tua. Dahinya seakan menampakan ketekunannya. Kemudian kerut-kerut
keningnya menunjukan bahwa dia banyak berpikir. Kedua matanya bersinar penuh
wibawa. Tak banyak memperhatikan apa yang kami bicarakan. Guru Muhammad tertawa
ketika bertanya kepada saya :
“Saudara
belum kenal doktor ini?
‘Belum,”
Jawab saya.
“Dia
adalah Dr. Mustafa Mahmoud.” Dan sayapun teringat kembali kepada buku “Allah
Wal Insaan”, yang dahulu pernah saya ketahui ketika saya masih kuliah.
Dia
meberitahukan kepada saya bahwa Dr. Mahmoud sekarang sudah menerbitkan bukunya
yang baru, berjudul : “Al Qur’an.” Dan sayapun sudah pernah membacanya sebelum
pertemuan itu berlangsung. Ada sebagian tafsirnya yang tidak saya setujui,
namun tidak prinsipil. Banyak ahli ayng mengkritik buku itu, namun percobaan yang telah dilakukan Dr. Mamoud
sudah merupakan kebanggaan, dan sebaiknya kita menerimanya, sepanjang kesalahan
itu tidak menyangkut hal-hal yang mendasar.
Bukan
maksud saya hendak mengoreksi bukunya di sini. Namun saya ingin mengatakan
bahwa Dr. Mustafa Mahmoud sudah kembali kepada jalan yang benar. Dia kembali
kepada jalan Allah dengan menulis buku-buku-nya yang terkenal : “Allah:,
“Al’Qur’an”, “Ath Thariiq Ilaa Mekkah” (jalan menuju Mekah), dan buku Rihlatii
Minasy Syakki Ilal Ii-maan” (Perjalananku dari Keragu-raguan Menuju Iman).
Setiap manusia hendaknya menyadari betapa penting percobaan itu.
Sedangkan
Ust. Anis Manshur, sayapun pernah bertemu dengan belalu secara kebetulan. Kami
pun sudah dapat berbincang-bincang
masalah keimanan dengan puas.
Ceritanya bermula sewaktu saya naik haji. Ketika itu
saya sedang berada di hotel “Jedda Plass.” Di koredor ruang terima tamu saya
lihat seorang laki-laki duduk bersama laki-laki lain yang berpakaian ihram.
Wajahnya bersinar dan senyumnya manis, tutur bahasanya lunak dan menarik. Saya
belum mengenalnya secara pribadi. Namun setelah saya perhatikan bahwa di antara
mereka ada Mustafa Syurdi Pimpinan Redaksi Surat Kabar Al Ittihad, saya semakin
yakin bahwa dialah Anis Mansyur yang saya kenal sebagai wartawan yang bersama
Mustafa Syurdi bekerja di satu asosiasi di Kairo. Namun keinginan untuk
bertatap muka dengannya tak jadi saya lakukan katika itu. Dan kami baru
berkenalan secara langsung ketika kami makan bersama.
“Bukankah
ini Ust. Anis Mansgur?”, tanya saya kepaa Mustafa yang audah saya kenal
sebelumnya.
“Ya!”, dan
tangan kami pun saling bersalaman, meskipun sebelumnya kami sudah bersalaman.
“Bagaimana
dia sekarang?”
Baiklah
Ust. Anis berterus terang mengakui percobaan-percobaan yang telah dilakukannya.
Saya memilih Dr. Mamud dan Ust. Anis Manshur dalam tulisan ini, karena kedua-duanya
orang terkenal dan sama-sama penulis besar. Yang tulisan-tulisannya banyak
dibaca oleh orang.
Bagaimana
cerita Ust. Anis?
“Apa yang
terjadi pada saya dua puluh tahun yang lalu? Banyak dan banyak yang telah saya
lakukan. Namun ke mana saya mengarah dan berkiblat? Kepada semua arah. Saya tak
berbeda seperti laba-laba yang mempunyai mata dua belas. Saya berjalan di
belakang mata saya, ke kanan dan ke kiri, ke atas dan ke bawah. Dan dari atas
saya melihat ke bawah.
Saya
merasakan seakan-akan saya membangun rumah di atas angin atau di bawah tanah.
Rumah itu menjaga diri saya dari segala ketakutan, padahal manusia pencipta
dari ketakutannya. Setiap manusia adalah syetan dirinya. Namun ketika itu pula
saya haus, tak ada air, tak ada udara dan tak ada cahaya.
Seakan-akan
saya masuk ke leher botol dan keluar lagi untuk masuk ke leher botol yang lebih
besar. Keluar lagi untuk memasuki lubang botol yang lebih besar dan lebih luas.
Di seputar saya adalah kaca-kaca buram, tetapi saya masih bisa melihat ke laur
dengan aman. Namun ketika saya mendekati kaca atau dinding leher botol, kaca
itu berubah menjadi sesuatu yang gelap, sebab saya bernafas dekat dari kaca.
Dan sayalah yang telah memburamkan jalan pengetahuan yang nampak di depan mata
saya. Saya menyadarinya.
Dan bahkan
lebih dari itu, saya melihat segala sesuatu yang ada di sekelilingku, akan
tetapi aku tidak mengetahui kadar yang hakiki dari benda-benda dan manusia.
Saya tidak mengetahui timbangan yang pasti dari setiap nilai. Mengapa? Karena
saya memakai banyak kacamata dengan berbagai warna dan bermacam bentuk.
Sebagian di antaranya membuat saya melihat dunia nampak kecil, dan sebagian
lagi membuat dunia nampak besar dan dekap seperti teleskop, dan sebagian lagi
seperti mikroskop, membuat hakl-hal yang kecil nampak besar, besar sekali.
Namun seperti apa besar yang hakiki dari dunia ini? Bagaimna nilainya ?
Apagunanya saya menulis? Kemudian apa faedah manusia mempelajari metafisika?
Dan kalau sudah tahu, apa nilai pengetahuan? Dapatkan manusia menjadi pemikir
dan filosof yang benar?
Ahli
hikmah Yunani Deogene, pernah ditanya oleh seseorang “Menurut tuan, mana tinggi
derajat orang ahli hikmah atau orang yang kaya?”.
“Ahli
Hkmah!.”
“Tapi
bagaimana tuan menafsirkan ketergantungan para ahli hikmah kepada orang-orang
kaya, dan kita jarang melihat orang-orang kaya bergantung diri kepada ahli-ahli hikmah?”
“Sesungguhnya
ahli-ahli hikmah mengetahui nilai kekayaan, sedangkan orang-orang kaya tidak
mengetahui nilai suatu hikmah. Seorang ahli hikmah yang miskin, dapat hidup
telanjang dan tidur bersama anjing. Namun meskipun begitu dia sudah merasa
bahagia.”
Kepalaku
berpikir mengarah ke segala penjuru, seakan-akan ayam angin yang mengarah ke
segala penjuru dan tidak mempunyai ufuk, arah, kiblat, dan tujuan. Semua jalan baginya
sama.
Bagi saya
seluruh filsafat dan agama sama. Saya tak punya tujuan, tak punya harapan
apa-apa. Saya terus bingung dan bingung. Manusia bagaikan tak ada. Saya
bagaikan telanjang tak berbaju, Cuma pikiran dengan hati pecah. Berpikir dan
berpikir terus. Sehingga saya tidak bisa membedakan antara satu pendapat dengan
pendapat yang lain. Kenikmatan dunia sama sekali tak ada. Perbedaan arna sudah
lenyap.
Tiba-tiba
saya saya sudah tidak beragama. Singkatnya tak pernah memikirkan tentang agama.
Saya tidak tau bagaimana ... mungkin karena saya payah. Atau mungkin sudah
pindah ke lain agama. Tak jelas. Terasa saya semakin menderita, seakan-akan
saya habis minum, sembuh dari mabuk. Banting sana banting sini, Dan yang saya
rasakan kini adalah rasa sakit dan rasa nyeri di seluruh persendian tubuhu.
Segala benda yang ada sekitar saya harus punya penyanggah, kepalanya, di
belakang, di muka, dada, punggung dan mata. Sedangkan kedua mata itu bersandar
kepada kacamata, saya sendiri bersandar kepada karpet, berpindah tanpa gerak,
sebab karpet sihir itu telah membawa saya. Dan tiba-tiba saja kacamata, tongkat
dan penyanggah hilang. Karpet itu pun entah ke mana perginya..... Indera saya
hampir saja hilang. Saya hampir gila.....
Terbayang
di depan mata bayang-bayang masa lalu dan masa depan yang menakutkan. Manusia
tidak bisa berjaan di atas garis yang lurus. Ingatan datang dan pergi, seperti
gelombang di laut dan angin sepoi di darat. Saya melihat diri se akan
Prometheus. Burung garuda memakan hati saya. Saya melihat diri saya termakan.
Begitu menakutkan. Dan saya bersyukur sebab saya tidak melihat apa-apa... tidak
merasakan apa-apa...
Saya takut
dengan pemikiran semacam ini. Karena itu belum pernah saya berkata lantang
memproklamirkan pikiran-pikiran saya. Saya takut kalau Allah menarik indera
yang saya meiliki. Saya menjadi ingat akan kisah orang yang diculik burung
ruwak-ruwak bangkai dalam cerita Alfu Lailah Wa Lailah ... mengangkatnya
tinggi-tinggi, dan ketika telah mengangkasa, tiba-tiba dia menjatuhkannya.....
Manusia
tidak bisa mengukur langit dengan span yang panjangnya Cuma 22 cm. Begitupula
akal yang hanya sebesar span, tidak akan bisa digunakan untuk memikirkan
tentang Allah. Kita tidak mempunyai umur. Namun kemanusiaan dalam umurnya yang
berjuta-juta tahun itulah yang berpengetahuan. Kita tidak lain hanyalah
beberapa detik dari umur akal, atau berusha untuk memahami berjuta-juta
manusia, berjuta-juta tahun. Di setiap keadaan, ayat yang berbunyi “ Dan Aku
hanya memberikan pengetahuan yang sedikit kepada kalian,” akan selalu cocok dan
nyata benarnya.
Kemarin,
hari ini, esok dan lusa, terus berjuta-juta ahun yang akan datang. Umpamanya :
Apa yag bisa anda berikan kepada anak kecil mengenai teori relativitet..... Apa
yang bisa anda katakan kepada anak bayi dalam kandungan tentang sinar laser...
Bagaimana saudara katakan dan bagaimana cara anda memuaskannya hingga mengerti
apa itu sinar laser... Anda tidak bisa melakukan sebab bayi tidak mengerti
pembicaraan anda.... Dan kitapun sekarang sedang berada dalam kekanakan akal
manusia.
Ketika
saya hendak bunuh diri sekali lagi, saya menulis wasiat. Saya akan minta ijin
kepada isteri saya, tentang satu saja : Berilah kesempatan dan ijinkan saya
mati di bawah buku-buku saya. Hormatilah saya dengan cara membakar buku-buku
itu bersama diri saya. Buku-buku itu tak memberi manfaat apa-apa kepada diri
saya. Dan setelah diri saya terbakar bersama buku-buku, saya telah menjadi
pembakar dan yang terbakar. Buku-buku saya menjadi pembakar dan lemak saya
menjadi minyaknya. Saya akan menjadi seperti kata penyair Kamil Syanawi :
“Ia
membakar saya, seperti
Saya
membakarnya,
Ia dari
saya dan saya
Darinya
bersama menjadi sate.
Tak
putus-putusnya terjadi diskusi hanya antara saya dengan orang-orang besar. Saya
bosan untuk mempergunakan senjata akal dalam berdiskusi. Saya bosan
mempermain-mainkan pikiran dan bersilat lidah. Anda mendapatkan saya sebagai
salah satu burung terbang yang berubah menjadi binatang yang Cuma bisa jalan di
atas bumi..... Saya berubah dari merpati yang terbang menjadi ayam yang
berjalan di atas tanah..... Terbayang seakan rumah saya terbuat dari kertas
kotchin : Angka dan gambar... namun rumah itu bukan rumah yang baik, yang dapat
menjaga saya, memberi saya hidup aman. Sedangkan isteri saya lebih kuat punya
keimanan. Perasaanya lebih peka menghadapi kenyataan-kenyataan yang terjadi.
Pengetahuan agamanya yang sedikit sudah cukup baginya. Tapi dia memilih
keimanan, sebab dia memilih agama.... Atau memilih agama dan melengkapi dengan
keimanan... Apakah ini mungkin? Sangat memungkinkan bagi kebanayakn orang?
Siapa yang
menyuruhnya? Tidak ada, bukan saya dan bukan siapa-siapa. Saya tidak tau
darimana kejernihan jiwa dan perasaan keagamaan itu datang? Dia dalam
kenyataannya memang bergantung kepada budinya. Apa yang dia rasakan langsung
dia hubungkan dengan Allah. Eksistensi-Nya yang abadi selalu bersamanya dan
untuknya. Bagaimana hal itu bisa terjadi pada istri saya? Tidak tahu! Akan
tetapi dia meyakininya, senang menerimanya. Perdebatan saya terus dan terus
berlangsung.... Saya tak henti-hentinya bingung.
Dan
tiba-tiba, seluruh isi jiwa dan akal saya payah, atau mungkin bersinar secara
tiba-tiba... Saya melihat apa yang belum pernah saya lihat. Mendengar apa yang
belum pernah saya dengar, sesuatu yang lembut, menarik, bercahaya dan
menggairahkan muncul dalam diri saya. Terbuka...... terkuak...penuh dengan
sesuatu... dan muncul dari diriku sesuatu. Dan saya tidak tau apa sesuatu itu
dan bagaimana pula saya harus memberinya nama. Namun ia berada di sana..... atau
di sini.... Dan saya mulai membaca Al Qur’an, membaca lebih sering. Saya
kembali membaca hadits... Dan tiba-tiba menggemberikan, seakan-akan ssaya
membuka dan menguak dosa. Saya baca buku “Abqariyatu Muhammad” karangan Akkad, membaca “Muhammad” karangan
Taufiq Wal Hakim, membaca “ Ala Haamisyis Siirah” karangan Thaha Husein..
Siiratu Ibni Hisyam, dan buku-buku lain yang ditulis oleh kaum orientalis. Saya
tidak mengatakan bahwa membaca buku-buku itu karena saya sadar, Cuma saya harus
membaca, itu saja. Namun saya dapat mengerti apa yang belum saya pahami. Saya
mulai merasa bahwa saya benar-benar bodoh ... Hati saya mulai terbuka kepada
Islam, agama paling sederhana, paling dalam pengertiannya mengenai manusia dan
hubunan-hubungan sosial... syariatnya lengkap, tak pernah terjadi penyelewengan
ataupun pemalsuan... semuanya tetap seperti empat belas abad yang lalu......
Namun saya
belum punya keinginan untuk mengatakan hal kepada siapa saja. Akan tetapi
bagaimana kalau saya katakan? Tak ada jawaban. Apakah kalau saya sudah
menemukan jawaban akan saya tulis? Ya, siapa yang akan melarang saya?
Berpuluh-puluh tahun saya menulis. Generasi-generasi bermunculan di belakang
saya..... beribu-ribu. Mereka saya bawa, saya ajak ke pada satu tujuan,
Ilsam... Dan agama bukanlah satu-atunya yang saya pentingkan, saya telah
mendalami macam agama dalam waktu yang lama. Saya benar-benar mengetahui agama.
Kalau saya mengerti akan keadilan, akan saya tulis. Kalau saya memeperoleh
petunjuk, sayapun akan memberi petunjuk. Dan jika saya beriman, saya akan
mengajak orang kepada banyak hal, dalam masa muda yang hangat, logika orang
dewasa dan takhassus seorang filosof... Saya hendak bekerja lebih banyak untuk
agama.
Pada suat
hari timbul kehendak saya untuk melaksanakan umrah. Tanpa banyak pemikiran,
sayapun menancap niat. Tapi bagaimana saya akan melaksanakannya? Lalu apa
tindak lanjut sesudahnya? Apa yang akan dikatakan orang kepada saya? Dan siapa
yang akan berkata? Tapi apa pula yang menahan saya? Mengapa saya harus takut
dan khawatir?
Di kapal
udara, bersama para penumpang, bersama suara-suara yang saling menyapa, saya
merasakan seakan-akan saya berada di masjid di angkasa. Suara-suara manusia
bersahutan : Labbaik Allahumma Labbaik. Innal Hamda Wan Nikmata Laka Wal Mulka.
Laa Syariikalaka labbaik. Pertama terasa hangat, semakin panas, seperti
listrik, hingar dan gempa. Saya tidak mendengar suara mesin dan tidak pula
ingat tentang waktu. Dan tiba-tiba di waktu fajar kapal turun mendarat di
lapangan udara Jeddah. Dan saya tidak bertanya-tanya kepada diri saya mengapa
saya tidak berpakaian? Seakan-akan pertanyaan itu iseng belaka tak ada artinya.
Kami tidak pernah bertanya kepada diri mengapa tiak memakai piama di dalam
rumah, dan pantalon di luar rumah, telanjang di hadapan para dokter tanpa bertanya
mengapa harus telanjang? Pakaian-pakaian itu mempunyai arti yang banyak. Dan
kita sekarang lepas segala-galanya. Kami berada di hadapan Allah dengan
telanjang... lepas dari pakaian, nafsu jahat dan rasa takut... Kami semuanya
sama. Baru bajuya atau tidak... Hanya ketaatan dan kepatuhan....
Saya
merasa seakan-akan seperti kapal ruang angkasa, yang baterai-baterainya dikena
sinar matahari sehingga berisi penuh. Ia menyala. Saya telah mencuci diri dari
banyak hal. Kesalahan-kesalahan saya telah terhapuskan. Jiwanya kotor sudah
bersih benar....... Darah lama telah terkuras diganti dengan darah baru.....
yang berputar di seluruh nadi.... Seakan-akan saya baru lahir. Atau lahir dari
sesuatu yang lain. Atau dari makhluk lain ... Saya kembali menjadi bayi di
Ka’bah pengetahuan kemanusiaan... menjadi janin dalam perut agama.... saya
butuh tali pusar tempat saya makan,...
Seakan-akan
sopir yang menyetir kehidupan saya telah mabuk, dan kini diganti oleh sopir
baru.... tangannya lebih cekatan... kakinya lebih kokoh, sedangkan jalan yang
terhampar di hadapannya jelas dan lapang.... tujuan semakin dekat....
Seakan-akan saya bukan saya....
Saya tidak
tahu bagaimana saya mengungkapkan aya yang saya ketahui dan apa yang akan saya
ketahui,\ Saya tidak yakin kalau saya akan bisa mengungkapkannya. Saya masih
muda dalam arti keagamaan, muda dengan jiwa saya yang rela.....
Saya ingat
seniman besar Gogan ketika dia menulis dalam buku harian pribadinya. Ketika dia
lari menuju syurga-syurga Lautan India...
‘Saya
ingin mencintai tapi saya tidak bisa ...
Tapi saya yakin akan bisa..... saya akan bisa untuk bercinta....
Lain Anis
Mansyur, lain pula Dr. Mustafa Mahmoud yang bercerita tentang dirinya,
mengungkapkan hasil percobaan dan pengakuannya :
Pernah di
masa yang silam – aku tidak ingat lagi dengan pasti kapan waktunya, mungkin
ketika aku meningkat umur 13 dan 14, mula-mula emmasuki masa pancaroba – au
bertanya-tanya dengan seenaknya :
Tuan-tuan
menyaakan bahwa Allah-lah yang menciptakan alam ini, karena apa saja ada pasti
ada yang menciptakannya. Tuan-tuan anggap itulah yang benar, lalu tuan-tuan
mempunyai. Kalau begitu siapa pula yang menciptakan? Apakah Dia muncul dengan
sendiri Nya? Kalau dia muncul dengan sendiri-Nya – ini dapat diterima akal
menurut tuan-tuan.... kenapa tidak benar pula bahwa alamini juga muncul dengan
sendirinya, tanpa pencipta? Selesai persoalan!!...
Aku
lontarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Orang lain pun memandangku dengan
muka masam, menghujatku dengan makian dan serangan yang bertubi-tubi. Sementara
orang yang berhati lembut, berdo’a semoga aku mendapat hidayah. Yang fanatik
berlepas tangan. Para pengacau intim denganku. Kami pun terseret ke dalam suatu
debat yang tidak berkesudahan.
Di waktu
itu telah kabur dari pandanganku, Hakekat Pertama” Sikap dan tingkah lakuku
dalam berdebat di dorong oleh rasa gagah, punya otak yang ccemerlang, dan rasa
kagum dengan kepintaran bersilat lidah, memutar balikan persoalan dan argumen.
Aku memang punya keistimewaan dalam hal ini, bukan didorong oleh keingian
mencari kebenaran.
Aku tiak
mau lagi menyembah Allah karena telah tenggelam dalam menyembah diri sendiri.
Au kagum dengan berkas cahaya pemikiran yang mulai bersinar, diiringi dengan
perkembangan cara menanggapi yang telah leihai semenjak kecil.
Inilah
sifat dan gejala jiwaku yang makin hari makin mantap di balik layar sandiwara
perdebatan tersebut.
Dasar-dasar
logika pun telah kabur dalam pandangan sekalipun aku sedang menjelajahi masalah
logika. Tidak sadar lagi bahwa aku telah bertentangan dengan diri sendiri
ketika aku mengakui khalik itu “Pencipta,” lalu bertanya pula siapa yang
menciptakan Khalik itu. Dengan begini aku mendudukan Khalik sebagai makhluk”
(Yang diciptakan) pada waktu yang sama aku menamakan “Khalik” ini terang logika
sofistik.
Kemudian
membicarakan “Prima Causa” dari segala sesuatu berarti mengakui causa tersebut
sebagai “Wajibul Wujud” dengan sendirinya tanpa butuh kepada yang lain untuk
dapat berwujud. Tetapi kalau satu causa masih butuh kepada causa yang lain
berarti masih menganggap causa tersebut sebagai satu rangkaian causa biasa,
bukan “Causa Prima”.
Inilah
tiinjauan masalah-masalah filsafat yang menyebabkan Aristoteles mempercayai
adanya “Causa Prima” (Sebab awwal. Wajibul Wujud, Al Muharrik Al Awwal) dari
segala wujud ini. Ketika itu tinjauan seperti ini belum tergambar terang
benderang di otaku. Au belum lagi mengetahui siapa Aristoteles, dan apa betul
aturan-aturan dasar berlogika dan berdebat.
Hal ini
membutuhkan waktu tiga puluh tahun tenggelam dalam tumpukan buku-buku, ribuan
malam bersemedi, merenung, berdiskusi dengan diri sendiri, mengoreksi pendapat,
mengoreksi lagi yang telah dikoreksi, membalikan pemikiran dari segala segi,
untuk dapat melintasi jalan yang penuh onak dan duri dari masalah Allah dan
manusia sampai teka-teki hidup, teka-teki mati dan tulisan-tulisanku sekarang
ini yang bervariasi keyakinan.
Masalah
ini tidaklah begitu mudah, karena aku tidak mudah pula mendapatkannya. Jika
dulu aku mau mendengar suara “fitrah” dan menggembirakan diri dituntut oleh
“baddahah” (axioma), tentu diriku tidak akan terlalu letih berdebat, dan tentu
fitrah akan menuntutku mempercayai Allah. Tapi aku hidup di suatu jaman yang
segala sesuatu rumit dan ruwet, suara batin telah begitu sayu ibarat bisikan
yang tak kunjung kedengaran, tapi suara otak cukup lantang hingga telah jadi
hiruk pikuk. Akal tidak dapat disalahkan dengan keterlaluanya, karena dia telah
memandang dirinya berhasil berdiri di atas puncak piramid puncak kesuksesan
yang megah, yang telah memandang dirinya sebagai yang telah menganugrahi
manusia dengan industri, listrik, roket, pesawat terbang dan kapal selam, telah
memandang dirinya berhasil menjelajah daratan, udara dan laut, sehingga dia
menganggap dirinyalah yang sanggup berbuat segala, dapat menerjunkan dirinya ke
mana saja, dan menjadikan dirinya sebagai yang menentukan, yang dapat dan tak
dapat diketahui. oooOOOooo
Waktu
masih kecil aku asyik membenamkan diri dalam perpustakaan di Tanta, menelaah
buku-buku karya Syalabi Syamil dan Salamah Musa dimana aku dapat kenal dengan
teori Freud dan Darwin.
Aku
pelajari juga ilmu kimia, alam dan biologi, dengan tekun sekali. Di rumah aku
persiapkan laboratorium kecil yang diperlengkapi dengan gas oksid karbon dan
oksid –sulfur. Aku lakukan eksperimen pembasmian serangga dengan khloor dan
penganalisaan katak.
Ketika itu
semboyan yang populer di pelosok dunia adalah “ilmu” “Ilmu pengetahuan” dan
tidak lain kecuali ilmu pengetahuan.
Pandangan
obyektif adalah metode yang diakui. Kita harus menolak hal-hal yang bersifat
gaib. Jangan lagi meniup-niup asap kemenyan dan mengulang-ulang khurafat
lama!!!
Siapa yang
memberi kita tank dan pesawat terbang dan membebaskan kita dari agama dan
peribadatan???? Berita kemajuan ilmu pengetahuan Barat kita dengar menakjubkan
dan menyilaukan pandangan. Kita dapat memperoleh segala sesuatu dari Barat.
Buku-buku, obat-obatan, pakaian, lokomotif, mobil sampai makanan kaleng,
pensil, jarum, peniti bahkan sistem pengajaran, bentuk tulisan sastra, roman,
pementasan, cerita pendek dan jurnalistik.
Di bawah
naungan dan kejeniusan Barat-lah kita sulam cita-cita dan norma hidup. Di bawah
naungan Pasteur, Marconi, Christope Colombus dan Magelan.
Barat
adalah lambang kemajuan!! Arab (Timur)
lambang keterbelakangan, kelemahan, dan kehancuran di bawah telapak kaki
penjajah!!
Wajarlah
kalau kita beranggapan bahwasanya yang datang dari baratadalah nur dan
kebenaran.... jalan menuju kekuatan dan kebebaan.
Aku
melanjutkan studi di fakultas Kedoteran untuk dapat belajar langsung dengan
bahsa inggris, belajar anatomi dari literatur-literatur berbahasa Ingris, dan
berbicara dengan guru besar dengan bahasa Ingris, ini mungkin disebabkan karena
Ingris lah yang menguasai dunia, di samping sebab wajar dan yuridis lainnya
yaitu karena ilmu kedokteran modern adalah produk barat. Adapun perkembangan
permulaan ilmu ini di kalangan bangsa Arab pada zaman Ibnu Sina barulah
berbentuk dasar-dasar yang tidak dapat memenuhi tntutan zaman sekarang.
Para ahli
Barat mengenal ilmu ini dari mana Ibnu Sina dan ahli-ahli bangsa Arab lainnya
berhenti melanjutkan penyelidikan mereka. Lalu ahli-ahli Barat melanjutkan
penjelajahannya dengan fasilitas madern, laboratorium dan jutaan Pound yang
telah di sediakan untuk pembahasan di riset, sehingga mereka dapat melebihi
taraf yang telah dicapai oleh bangsa Arab, Persia dan lain-lain sebelumnya.
Mereka bangunlah singgasana ilmu kedokteran, psikologi, anatomi dan pathologi
modern. Sehingga mereka menjadi standar dalam ilmu-ilmu ini.
Aku
pelajari buku-buku kedokteran, lalu dapat mengerti bahwa apa yang dinamakan
“Pandangan Ilmiah” sebenarnya ialah tidak boleh mengambil sesuatu kesimulan apa
pun tanpa penyelidikan nyata dan bukti-bukti kongkrit.
Ilmu
bertitik tolak dari yang daat dirasakan, diihat dan diraba. Ilmu sebenarnya
adalah yang dapat dirasakan dan merupakan usaha menghimpun bukti-bukti nyata
dan menganmbil kesimpulan. Apa-apa yang tidak dapat diketahui dengan pancaindra
dianggap tidak ada. Yang gaib tidak mempunyai tempat dalam pendidikan ilmiah.
Dengan
logika ilmiah materialis ini mulailah aku mengembara di alam akidah. Sekalipun
pengembangan ini dimulai dari alam dunia materiil dan bertitik tolak dari hal-hal yang dapat
dijangkau dengan pancaindra dan tidak mengakui hal-hal gaib, tapi aku tidak
dapat mengingkari dan manjauhkan diri dari “kekuatan Ilahiyah”.
Ilmu yang
telah memperkenalkan kepadaku bentuk alam yang sangat cermat dan tepat. Segala
sesuatu, dari daun, kayu, sayap kupu-kupu, sampai butiran pasir mempunyai
keharmonisan, aturan dan keindahan.
Alam ini
sebenarnya dibangun dengan tehnik yang istimewa dan aturan teliti. Segala
sesuatu bergerak dengan perhitungan... mulai dari atom yang terkecil sampai
falak yang maha besar, matahari dengan satelitnya, galaxi yang punya lebih dari
seribu juta matahari, dan petala langit yang maha luas yang menurut ahli ilmu
falak mempunyai lebih dari seribu juta
galaxi. Semua wujud yang tidak berkesudahan ini.... dari elektro terkecil
sampai benda-benda langit yang maha besar ... tampak tak ubahnya seperti
gubahan musik dengan not-not yang telah tersusun indah, tiap gerakan punya
aturan, atau seperti sesosok tubuh yang sempurna yang dihidupi dengan roh.
Ilmulah
yang menuntunku ke suatu jalan di mana aku dapat membayangkan adanya Allah
dengan metode materialis.
Dalam
taraf ini aku tanggapi Allah itu sebagai suatu “tenaga batin” yang mengatur
alam--- yang terdiri dari makhluk hidup, benda-benda mati, bumi dan langit...
dengan aturan yang sangat indah. Dia adalah “Muvement” harakah yang telah
ditemukan oleh ilmu pengetahuan di dalam atom, protoplasma, dan planet-planet.
Dia adalah “kehidupan pencipta batin” di segala sesuatu, atau menurut istilah
pendeta Thomas adalah “proses murni” yang senantiasa berubah dalam mirkop
menjadi manusia dan berubah terus menerus tanpa akhir.
Eksistensi
ini menurut tanggapanku ketika itu tidak punya batas dan kesudahan karena wujud
tidak dibatasi kecuali oleh “Adam” (Non being) dan Adam itu adalah tiada. Maka
haruslah---- menurut logika--- wujud ini tidak terbatas tanpa berkesudahan.
Terang suatu kesalahan kalau kita
kemukakan pertanyaan : Siapa yang menjadikan alam ini, karena pertanyaan ini
berakibat bahwa alam ini pada mulanya tidak ada lalu diadakan----- dan berarti
menerima bahwa Adam itu juga bersifat ada. Tidak mungkin demikian! Adam itu
tidak ada dalam waktu atau tempat dan harus dikeluarkan dari pembicaraan. Tidak
benar kalau dikatakan dia ada.
Dengan
demikian wujud menurutku Qadim, abadi, azali berlangsung terus menerus
sepanjang masa yang tidak berkesudahan.
Jadilah
Allah menurut pandanganku ini “segala sesuatu”. Kita manusia adalah peraga-Nya.
Allah adalah wujud ini sendiri yang tidak ada Adam sebelumnya. Dia adalah wujud
materialis yang berlangsung abadi, azali tanpa permulaan dan kesudahan.
Dengan
demikian aku telah terjerumus ke dalam suatu teori yang mencukupkan wujud
materialis saja dan menganggap bahwa Allah adalah wujud semesta ini. Tidak
perlu membayangkan adanya yang Gaib dan mencari yang tidak dapat dilihat. Aku
telah terjerumus ke dalam pemikiran pantheisme (Wahdatul wujud), filsafat Spenoza
dan pemikiran Brekson tentang tenaga pencipta batin, yang kesemuanya adalah
filsafat yang dimulai dari bumi, dari pancaindra, dan tidak mengakui yang gaib.
Pantheisme
Hindu maju lebih jauh lagi, sampai membantah adanya dualisme antara makhluk
dengan Khalik. Semua makhluk adalah pemunculan Khalik. Dalam kitab Upanishat
ada do’a-do’a yang menerangkan hal ini dalam bait-bait syair bahwa Tuhan Brahma
yang berada dalam hati seorang alim berbisik :
Jika si
pembunuh mengira dialah yang membunuh..
Si terbunuh
dialah yang terbunuh..
Kedua
tidak tahu rahasia-Ku.
Aku ada
yang mati,
Sayap yang
terbang.
Akulah
untuk orang yang ragu tentang wujud Ku.
Segala
sesuatu, bahkan ragu-ragu itu sendiri,
Akulah
yang ada sendirian.
Akulah
segalanya.
Maka Tuhan
tak ubahnya seperti cat putih.... cahaya putih.... satu, sederhana tetapi
mengandung tujuh berkas warna.
Beberapa
tahun lamanya hidup dibawah kegelapan awan India, Marijuana Sufisme ini, ... melatih diri dengan mengikuti yoga dan
mempelajarinya langsung dari buku-buku asli guru-guru India. Paham reinkarnasi
menguasai jalan pemikiranku yang tertuang dalam novel-novelku seperti
“Laba-laba” dan “Keluar dari peti Mati”.
Kemudian
aku tenggelam lagi dalam perasaan tiak puas. Hati sanubariku mengakui bahwa
ketuhanan seperti itu banyak campur aduknya.
Sekali
lagi “Ilmu pengetahuan” tampil sebagai penunjuk jalan, penyelamat, dan
penasehat diriku. Persemedianku dalam alam ilmu pengetahuan bersama unsur-unsur
makhluk hidup di bawah lensa mikroskop membisikan “sesuatu yang lain.”
Pantheisme Hindu hanya merupakan pengungkapan puitis yang sofis, bukan
pengungkapan suatu kebenaran. Hakekat yang lebih kuat yang diungkapkan oleh
ilmu ialah bahwa “Kesatuan” hanya ada pada unsur bahan baku, penyusunan, dan
pengaturan mula-mula dari segala yang tercipta ini. Segala makhluk baik
tumbuh-tumbuhan binatang maupun manusia diciptakan dari persenyawaan unsur
karbon, hidrogen dan oksigen--- karena semuanya dapat menjadi batubara kalau
terbakar. Maka apa saja jenis makhluk hidup lahir daru satu sel da
pergandaannya.
Sekali
lagi kita dapat belajar dari ilmu falak, kimia dan atom bahwa zat atom itu
pun---begitu juga unsur-unsur lain--- berasal dari godokan satu unsur yaitu
unsur hidrogen dalam tungku planet raksasa. Dalam tungku planet-planet tersebut
hidrogen berubah menjadi helium, karbon, silisium, kopal, besi dan lain-lain
yang dijumpai dalam daftar unsur-unsur kimia melalui proses peleburan dan
penyusunan kembali dengan panas dan tekanan yang tinggi.
Dengan
demikian segala sesuatu yang ada ini dapat dikembalikan ke bahan baku tunggal
tersebut, kepada sehelai benang halus... yang dipintal menjadi alam yang
berbagai macam dan bentuk ini. Beda antara satu jenis dengan jenis yang lain,
satu makhluk dengan makhluk lain, hanyalah dalam cara, jumlah, perbandingan dan
pembentukan .... tetapi unsur asal tetap satu. Inilah rahasia adanya rasa
seketurunan, berkerabat dan beripar bisan, adanya hubungan rasa kasih antara
manusia dan hewan, antara binatang dengan yang memeliharanya, antara hidung
pencium dengan bunga yang semerbak. Inilah rahasia adanya keharmonisan. Semua
wujud ini, anggota satu keluarga dari satu bapak.
Dengan
demikian tidak dapatlah dibenarkan kalau dikatakan Tuhan itu adalah wujud bahwa
Khalik itu adalah makhluk. Ini hanya semata kekeliruan sofisme.
Hal ini
takubahnya seperti seorang kritikus yang memasuki suatu pameran lukisan. Dia
menyaksikan keseragaman seni sastra semua lukisan--- dilukis dengan alat yang
sama dengan kumpulan warna yang sama, dan lebih-lebih lagi cara pelukis yang
sama. Wajarlah kalau dalam pemikiran si kritikus timbul suatu kesimpulan bahwa
pelukis semua lukisan-lukisan tersebut adalah seorang saja, umpamanya Picasso,
atau Shagal, atau Mogelyani.
Maka
kesatuan antara segala wujud ini menunjukan penciptanya tunggal, tetapi tidak
berarti bahwa segala wujud ini penciptanya sendiri. Si kritikus tidak akan
mengatakan bahwa lukisan-lukisan tadi adalah si pelukis sendiri.
Maka
pantheisme Hindu adalah Khurafat sofisme, sebagai pelega hati yang tidak dapat
dibenarkan oleh ilmu dan pikiran.
Pandangan
ilmiah yang selalu mengobservasi keadaan makhluk , kesauan cara, aturan dan
unsur asal yang kesemuanya menunjukan bahwa penciptanya adalah tunggal, tidak
berserikat dengan apa pun dan tidak mengijinkan suatu apa pun untuk mengatur
alam ini kecuali Dia sendiri.
Pandangan
ilmiah yang juga mengatakan bahwa pencipta itu merupakan akal yag menyeluruh
dan mencakup yang mengilhami makhluk. Menunjukinya dalam pengembangan evolusi
dan membekalinya dengan senjata dan alat-alat untuk mempertahankan kehidupan,
Dialah yang menciptakan sayap untuk biji pepohonan padang pasir untuk dapat
terbang melintasi padang pasir yang tandus mencari air dan tempat yang
memungkinkannya tumbuh. Dia memperlengkapi telur nyamuk dengan dua kantorng
pelampung langsung ketika keluar supaya dapat terapung. Tdak mungkin nyamuk itu
dapat memahami hukum arcimides dan membuat sendiri kantong-kantong tersebut,
Hanya “akal” yang menyeluruh dan mencakuplah yang telah menciptakannya. Dia lah
yang telah membekali makhluk dengan kebutuhan hidupnya. Dialah Yang Maha
Pencipta, yang jauh lebih tinggi dari segala makhlukNya, yang mengetahui
apa-apa yang tidak kita ketahui dan melihat apa-apa yang tidak dapat kita
lihat.
Dia Satu,
Tunggal, Berkuasa, Maha Mengetahui, Maha Meliputi, Maha Mendengar, Maha Melihat
dan Maha Ahli, Dia-lah Yang Maha Tinggi, menciptakan segala sifat dan tidak
dapat dicakup oleh sifat.
Hubungan
antara Khalik dengan makhluk tetap ada. Dialah yang lebih dekat kepada
makhlukNya dari darah makhluk itu sendiri. Dia lah Yang Maha Pencipta yang
telah menciptakan gubahan wujud yang amat indah ini. Dia-lah Yang Maha Adil
yang menyusun Undang-UndangNya dengan cermat, teliti dan tidak pernah salah.
Beginilah
Ilmu Pengetahuan telah menyuguhkan kepadaku sesuatu pengertian yang sempurna
tentang Allah. ##@@##@@#@@@
Pendapat
yang mengatakan bahwa wujud ini azali beralasan bahwa Adam (non being) itu
tidak ada, sedangkan wujud itu ada. Ini hanya silat lidah yang tidak beralasan,
kecuali kepintaran bermain kata saja.
“Adam” itu
sebenarnya bukanlah tidak ada. Adanya dalam gambaran pemikiran menolak bahwa
kita tidak ada. “Adam” paling-paling hanya merupakan bantahan terhadap apa-apa
yang tidak kita ketahui, bukan bantahan mutlak yang berarti “Tidak ada”.
Pendapat tentang “Adam” yang mutlak hanya merupakan “fardhiyah” (Suppotional,
andaikata) saja, seperti Fardhiyah “nol” matematik. Janganlah dicampuradukan
antara “andaikata” dengan menyatakan, dan jangan pula menganggap kenyataan
dengan seenaknya bahwa “Adam” itu tidak ada, dan menganggap kata-kata itu
persoalan wujudiah, serta dengan dasar ini kita kemukakan huum-hukum lain
tentang alam nyata. Ini terang adalah paradoks dan sofistik belaka.
Seperti
itu juga kata-kata bahwa “wujud” itu ada. Di sini kita jumpai pengacaubalau yang
sama, karena “wujud” adalah pengungkapan pikiran, sedangkan “Maujud” (yang ada)
adalah kenyataan materialis.
Kata-kata
“wujud” dan “Adam” hanyalah ungkapan pikiran seperti “Nol” dan “Yang tidak
terbatas,” tidak boleh kita campur adukan dengan menyatakan yang dapat disentuh
dan diketeahui dengan pancaindra.
####
Oleh sebab
itu alam ini tidaklah azali, tapi ada permulaannya. “Hukum kedua tentang
dinamika panas” (Second Law of Thermo Dynamics) dalam kamus ilmu pengetahuan
membuktikan hal ini lagi. Hukum tersebut
menetapkan bahwa panas pindah dari yang lebih panas kepada yang kurang, dari
panas yang lebih tinggi kepada panas yang lebih rendah, hingga panas keduanya
seimbang. Di sini terhentilah pertukaran panas tersebut. Kalau alam ini abadi
dan azali tanpa permulaan dan kesudahan tentu perpindahan panas dapat berhenti
pada keabadian yang sangat lama itu, dan selanjutnya berhentilah segala bentuk
kehidupan, akan dinginlah bintang-bintang sampai sama dengan suhu daerah dan
kekosongan sekelilingnya. Berhentilah segala sesuatu. Maka hukum ini menjadi
dalil alam ini punya permulaan dan kesudahan.
Kiamat
kecil yang kita saksikan di sekeliling kita dengan matinya manusia, lenyapnya
peradaban-peradaban, matinya hewan, tumbuh-tumbuhan, berlakunya detik, abad,
dan masa adalah isyarat untuk kita bahwa kiamat besar akan datang, yang alam
ini tidak dapat tidak berakhir dengan kiamat tersebut.
Ilmu yang
benar tidak akan bertentangan dengan agama, malah membuktikan dan menguatkan
kebenaran agama. Kalau kita sampai menganggap ilmu yang membuat akal kita
ragu-ragu, tandanya akal itu telah bermegah sendiri, melewati batas daya
pikirnya – lebih-lebih lagi apabila terjadi pertempuran sengit disuatu masa di
mana akal danggap segala sesuatu, manusia dikepung oleh hasil-hasil yang
perkasa, pesawat terbang, roket, dan satelit buatan membising setiap saat. Saya
materi............. sayalah segala sesuatu..!!!!
MENGAPA AKU MUSLIM
Saya
memang bukan seorang muslim. Namun saya mengakui bahwa Islamlah satu-satunya
sagama, yang manusia menemukan dirinya, jiwa, roh, harapan-harapan, dan masa
depannyadi sana.
Gustav Lopon.
Pada
pertengahan pertama dari abad ke 20 ini, kira-kira tiga puluh tahunan yang
lalu, Perkumpulan-perkumpulan Al Azhar menerbitkan Majalah Akademis yang mereka
namai “Nurul Islam” (Cahaya Islam). Redaksi majalah ini terdiri dari
pemikir-pemikir yang telah mendalami bidang-bidang kebudayaan Islam dan Ilmu
Fiqih serta Tasyri”. Majalah ini sangat laris dan hampir tak ada satu desa pun
di Mesir yang tidak dimasuki majalah ini.
Pada waktu
itu saya masih kecil dan duduk di madrasah desa saya. Sering saya melihat
majalah itu dipegang oleh mahasiswa-mahasiswa, dan guru-guru saya. Dan saya
masih ingat benar, bahwa pada suatu hari ayah datang dari perjalanannya membawa
oleh-oleh majalah yang kemudian beliau leetakan di atas meja, untuk beliau baca
pada waktu-waktu senggang.
Aku pegang
satu di antara sekian majalah yang tergeletak di atas meja dan aku pun
membacanya. Sebuah judul yang menarik adalah cerita tentang seorang ilmuwan besar
yang mendalami bidang bakteri. Ia telah berkunjung ke Mesir untuk menyekolahkan
anaknya dan dia sendiri memperoleh pekerjaan dalam bidang tersebut.
Pada suatu
hari dia membaca buku hadits yang berhubungan dengan masalah kesehatan.
Tiba-tiba dia tidak percaya ketika membaca kadits Nabi :
“Jika seekor anjing menjilat perkakas rumah salah seorang
di antara kalian, maka cucilah alat (tempat) itu tujuh kali, satu kali di
antara yang tujuh itu dicampur dengan tanah.”
Sejenak
dia berdiam menatap hadits itu. Dalam dirinya mulai timbul
pertanyaan-pertanyaan yang menggoda : Perintah mencucui tujuh kali itu memang
harus dilakukan, dan merupakan kewajiban, namun mengapa Nabi masih menyuruh
membasuh tempat itu satu kalinya dengan tanah? Tidakkah dengan memakai air saja
sudah cukup?
Pertanyaan
itu begitu menggoda. Tanpa menunggu waktu lagi, segera dia mengambil sebuah
perkakas rumah dan membiarkannya dijilati anjing. Dia lalu menccucuinya dengan
air tujuh kali. Meneliti dengan meneropongnya di bawah mikroskop, dan yang
terlihat : Berjuta-juta bakteri masih melekat di tempat itu. Berarti mencucui
dengan air tidaklah cukup untuk menghilangkan bakteri atau kuman-kuman penyakit
anjing yang melekat di tempat iru.
Sekarang
dia mencoba sekali lagi, mencucui tempat iru dengan debu, Dan setelah diteliti,
ternyata, kuman-kuamn telah hilang seluruhnya.
Pertanyaan
yang timbul di benaknya sekarang : Siapa yang meberitahukan hal ini kepada
Muhammad? Padahal penemuan rahasia bakteri baru diketemukan oleh Pasteur (1822
– 1895). Bukankah jauh sekali jarak antara Muhammad dengan Pasteur? Berarti
penemuan Pasteur hanyalah mengulang penemuan lama. Di mana Muhammad telah
mengetahui bahwa bakteri atau kuman penyakit itu ada pada anjing dan dapat
dihilangkan hanya dengan mempergunakan debu dan dibasuh dengan air enam kali.
Siapa yang memberitahukan hakekat ilmiah ini kepada Muhammad? Tidak lain,
Dialah Allah!!! Allah yag benar-benar menunjuk Muhammad sebagai utusan-Nya.
Akhirnya ilmuwan itu masuk Islam bersama puterinya yang ikut di Kairo itu.
Dalam
salah satu memorinya, Dr, Abdul Aziz Izam berkata tentang dirinya :
“Ketika
saya berjalan-jalan di Tokyo, saya sempat berkenalan dengan pengusaha kecil
yang mempunyai pabrik besi. Ketika saya berjalan menuju pabrik memenuhi
undangannya, saya berjalan melalui halaman luas yang di kanan kiri jalan menuju
pabrik itu terdapat Istana Kaisar, yang halamannya sangat luas. Jalan menuju
istana itu sangat mulus dan di kanan kirinya terdapat kolam yang memanjang.
Kemudian di belakang kolam itu nampak Istana Kaisar. Beberapa orang laki-laki
dan wanita yang mengenakan pakaian resmi kimono berdiri di depan Istana.
Saya
berdiri memandang mereka. Namun para wanita menggendong puteranya di punggung
dengan diikat memakai kain panjang. Kesemuanya datang ke istana untuk
melaksanakan suatu acara kekaisaran. Lalu nampak sebagian dari para wanita itu
bertepuk tangan sambil bernyanyi, sedangkan laki-lakinya memukul gendang dengan
teratur mengiringi lagu yang dinyanyikan wanita-wanita itu. Mereka berdoa
dengan bahasa yang tidak saya mengerti, mungkin do’a selamat atau do’a lainnya?
Di jepang
masih terdapat suatu kepercayaan bahwa Kaisar adalah “Bapak Jepang”, dan
mayoritas dari penduduknya memeluk agama Budha. Oleh karena itu hal-hal yang
tidak logis masih juga dipercaya oleh orang-orang modern Jepang.
Di
pertengahan jalan pulang, rekan kenalanku itu membawa saya ke suatu tempat yang
aneh, aneh bagiku. Yaitu tempat pembakaran manusia. Di tempat itu, kata teman
saya, tubuh orang-orang Jepang yang mati di bakar.
Pembakaran,
dilaksanakan dalam suasana yang menakutkan. Rekan saya mengatakan bahwa panas
pembakaran lebih dari seribu derajat celcius. Mayat itu yang tinggal hanya
debunya, yang kemudian dimabil dan disimpan di dalam sebuah poci Cina untuk
dijadidkan kenang-kenangan. Ya! Kenang-kenangan! Sebab, memang----- yang
tinggal dari tubuh manusia hanyalah semacam materi pupuk, yang terdiri dari
fosfat, karbon dan nitrat, setelah tubuh itu dikubur berkalang tanah, atau
diambil debunya setelah di bakar. Maka debu itu tak berbeda dengan pupuk yang
dijual di toko-toko, yang dipergunakan orang untuk menyuburkan tanaman. Keadaan
macam ini adalah memang karena adanya (Eksistensi) manusia serta usahanya yang
begiru besar untuk menempuh hidup ini. Adakah tubuh itu merupakan baju yang akan
dilepas kelak untuk kemudian memakai baju lain, atau apa?
Suatu hal
yang tidak saya suga, dan mungkin suasana memang harus begitu, teman saya
bertanya: Apakah engkau yakin bahwa orang yang yang mati itu akan dibangunkan
dan aka dihidupkan kembali?
Saya
katakan kepad: Ya. Dan adakah akhir hayat ini harus siap-siap tanpa ada apaapa
sesudahya, menjadi pupuk bagi tumbuh tumbuhan seperti pupuk yang dijual orang
di pasar-pasar? Al Qur’an telah menjawab pertanyaan tersebut :
“Adakah kalian mengira bahwa Kami menjadikan kalian
(manusia) dengan sia-sia? Dan bahwa kepada Kami-lah kalian semua akan
dikembalikan....
Rekan saya
tersebut terbahak-bahak panjang. Tiba-tiba berhenti, mungkin dia sadar bahwa
saya bukan orang Jepang, lalu berkata : Maaf saudara. Tapi saya tidak setuju
kalau dikatakan bahwa tubuh manusia yang sudah mati akan dibangunkan kebali,
apalagi jassad-jasad mereka berubah menjadi debu semacam pupuk. Diisap oleh
akar tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan dimanakan oleh binatang. Dan binatang
dimanakan oleh manusia. Suatu siklus yang benar-benar membedakan dan memberi
jarak antara manusia yang masih hidup dengan manusia yang sudah mati. Namun
jarak itu merupakan siklus, shingga mustahillah terjadinya pemisahan antara
keduanya. Demikian pula kembangkitan kembali, merupakan hal yang mustahil
terjadi.
“Pendapat
tuan, tidak berbeda dengan pendapat orang-orang sebelum Muhammad. Mereka tidak
mempercayai kalau Muhammad berpendapat bahwa manusia kelak akan dibangunkan
kembali dari kuburnya.
Apakah ia menjanjikan kepada kami sekalian, bahwa bila
kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang-tulang, kamu sesungguhnya
akan dikeluarkan (dari kuburmu). (QS. Al Mukminun : 35).
Saya
katakan kepadanya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini gampang terjadi
bagi Allah, tidak seperti yan kita bayangkan.
Baiklah,
selessai perjalanan kita mengelilingi Jepang, akan saya terangkan dengan jelas
sehingga persoalan tentang kebangkitan kembali itu tidak kabur dan tuan puas.
“Tak lama,
kami selesai mengadakan kunjungan ke pabrik itu. Dan sebelumnya saya telah
menyaksikan pula sebuah pabrik besi yang terletak di Pulau Kyosyu sebelah
selatan Jepang. Pabrik itu bernama pabrik Yawata yang mengelola besi dan baja.
Ia merupakan pabrik baja terbesar di Jepang dan bahkan di kawasan Timur jauh.
Dan untuk sampai ke Pulau itu, telah dibangun terowongan bawah tanah, sehingga
ketika kami mengunjunginya, kami telah melewati jalan itu.
Setelah
kunjungan ini, saya pulang ke hotel “Tokyo”, model Barat dengan salon-salon
lus, Ada satu salon di sebut dengan salon emas, dan satunya lagi salon perak,
karena warna karpet yang dibentangkan di lantai. Dan ketika kami memasukinya,
di sana sedang dilaksanakan suatu upacara atau pertemuan agama Kristen, dan di
setiap meja ada sebuah Injil.
Ketika itulah
saya ingat kembali kepada masalah kebangkitan kembali manusia setelah matinya.
Saya terangkan kepadanya :
Sebenarnya
kita ahli-ahli kimia kini kurang memperhatikan gejala-gejala materi, dibanding
perhatian kita terhadap susunan dan bentuknya. Sebenarnya kita harus mengetahu
unsur-unsur yang di kandung oleh materi dan banyak atom yang dikandung oleh
setiap unsur (partikel), serta bagaimana cara hubunan antara satu atom dengan
atom lainnya.
“Tidaklah
cukup bagi kita, umpama hanya mengetahui bahwa air adalah benda cair tak
berwarna, tak berbau dan tidak mendidih di bawah 100 derajat. Akan tetapi
seharusnya bagi kita mengetahui bahwa air itu terdiri dari dua unsur, uaitu
oksegen dan hidrogen. Dan banyak atom-atom yang pertama satu, sedangkan banyak
atom-atom unsur kedua, dua. Kamudian atom oksigen yang Cuma satu itu saling
berhubungan dengan kedua atom hidrogen. “Proyek Atomis” inilah yang perlu
diperhatikan oleh seorang ahli kimia, semisal “Proyek bangunan” bagi seorang
arsitektur. Dan proyek itulah yang menerangkan sereta menetukan jumlah atom
yang dikandung oleh sebuah materi dan bagaimana terjadinya hubunan antara atom
yang satu dengan atom lainnya.
Unsur-unsur
tersebar luas di segala tempat. Unsur-unsur itulah yang menempatkan diri di
dalam atom-atom. Sedangkan atom-atom itu sendiri tidak pernah berganti ataupun
berubah. Ia telah tercipta dalam azali dan demikianlah selamanya, berada dalam
bentuknya yang azali.
Materi
apapun di dunia ini, sebenarnya atom-atom yag bersatu. Dan apabila diurai akan
menjadi atom-atom yang terpisah. Atom itu kekal, tidak pernah habis dan tidak
pula menjadi baru kembali (hadits). Dunia ini seluruhnya terdiri dari beberapa
atom yang terbatas banyaknya. Umpamanya tida atom yang berbeda-beda dan
bermacam-macam, darinya tersusun sebuah dunia yang tidak terhitung berapa
banyak materinya. Sedangkan materi-materi itu sendiri bisa dikatakan sebagai
bentuk yang bermacam-macam dari bentuk-bentuk atom yang banyaknya terbatas.
Untuk
lebih jelasnya bisa dibuat perbandingan: Atom-atom dibanding atau bagi tubuh,
sama seperti sebuah batu bagi sebuah rumah. Maka dari satu bentuk batu sudah
bisa dibentuk berbaai macam rumah menurut planing sang arsitek.
Proyek
atau Planing Atomis menurut pandangan seorang ahli kimia, sangat penting untuk
membangun sautu tubuh tertentu. Sebab setiap materi mempunyai susunan atom
tertentu. Untuk lebih jelasnya bisa saya katakan, bahwa materi asan nitrat
(Nitrium Acid) umpama, terdiri dari oksigen dan nitrogen serta hidrogen. Asam
nitrat ini bisa diperoleh dari garam chili yang ditambang di daerah-daerah
selatan Amerika, dan bisa pula diperoleh dengan jalan mengkonfirmasi azote atau
nitrogen udara. Hal ini berarti bahwa sumber atom bukanlah hal yang penting,
akan tetapi proyek atau planning atomisnya yang perlu diperhatikan dengan
teliti.
Jadi pada
dasarnya ialah mengetahui planing atau proyek (susunan) atomis Asan Nitrat.
Sedangkan sumber asam itu, entah dari garam chili atau dari udara, sama saja
sebab tidak mengubah bentuk dan susunan Atom Asam tersebut. Gampangnya bisa
dikatakan demikian : Anak-anak biasanya senang bermain-main dengan
mempergunakan kayu berbentuk empat persegi sama kalki (kubus). Mereka akan
mampu membangun rumah-rumah dengan berbagai macam bentuknya sesuai dengan
kehendak mereka.
Seorang
anak bisa membuat rumah-rumahan karena ada planing (rencana atau gambar). Dan
meskipun rumah-rumahannya itu dirusak berpuluh-puluh kali, dia akan tetap bisa
embangun rumah-rumahannya persis seperti bangunan pertama, apabila ada rencana
atau maket rumah. Maka atom-atom itu laksana potongan-potongan kayu berbentuk
gabus itu yang tetap tak berubah. Dan yang berubah adalah bentuk, planing ,
gambaran dan rusaknya banunan. Sdangkan gabus itu tetap tidak pernah hilang ataupun
hancur. Maka demikian pulalah tubuh manusia, meskipun dia sudah menjadi tanah,
akan tetapi atom-atomnya tetap ada dan tidak pernah hancur seperti hancurnya
tubuh.
Temanku
itu mulai beguman sendiri mengulangi kata-katanya semula. Dia tetap tidak
setuju kalau saya katakan bahwa jasad manusia kelak akan dihidupkan kembali,
“Ada yang kita upakan!”, katanya.
“Ap itu? “
Tanya saya.
“Tubuh
tidak bergerak tanpa adanya roh. Maka apakah roh itu, dan apa pua rahasia yang
terdapat dalam biji tanaman, dan apa pula hubungan antara keduanya?”
“apaah
saudara meliaht tanah yang juga terdiri dari bangkai binatang dan tulang-tulang
manusia yang hanur?” tanya saya, “Kalau kita menanam satu biji tanaman di
atasnya, kemudian kita sirami dengan air, kita pupuk, maka beberapa lama, kita
akan melihat bahwa biji itu tumbuh, ada yang kebawah menjadi akar dan ada yang
ke atas menjadi batang. Masing-masing saling menguatkan. Dan lama kelamaan
batang terus berkembang dan tumbuh, bertambah ranting, bertambah daun dan
kemudian berbuah. Dan satu buah kurma kelak akan menjadi berpuluh-puluh buah
yang lain. Tumbuh lagi menjadi kurma baru. Seua kurma yang ada di dunia ini
asalah adalah Cuma sebuah biji, yang kemudian bertambah dab bertambah menjadi
kurma-kurma yang lain. Maka darimanakah pertambahan itu? Bagaimana dari biji
yang kecil menjadi yang besar yang terdiri dari biji-biji yang lain? Tiak dapat
diragukan lagi bahwa tanah itulah bersama udara dan iklimnya yang merupakan
sumber dari pertumbuhan itu!
Hal ini
berarti materi tnah yang matii berubah menurut kita menjadi jasad yang hidup,
berkembang, tidur, beranak, bernafas, makan dan berbuah. Maka siapakah orang
yang mengubah sifat alami sesuatu benda dengan cara-cara yang dapat kita
saksikan dengan mata telanjang ini?
Tumbuh-tumbuhan
bisa mengambil makanan secara langsung dari tanah dan tanah itu sendiri baginya
berubah menjadi jasad yang hidup, maka manusia tidak mampu melakukan pekerjaan
seperti tumbuh-tumbuhan itu. Ia lemah dan tidak mampu untuk mengambil
makanannya sendiri langsung dari tanah, sebab ia makhluk parasit yang menggantungkan
hidupnya kepada makhluk-makhluk lain, baik itu binatang ataupun
tumbuh-tumbuhan, yang kedua-duanya dijadikan manusia sebagai makanannya. Dan
manusia sendiri berasal dari tnah yang zat-zatnya dikirimkepada tumbuh-tumbuhan
dan binatang, kemudian dimakan oleh manusia. Tanah mati yang keras berubah
menjadi makanan, dan dimakan oleh manusia hidup berakal, mendengar dan melihat.
Dan
apabila manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan mati, semuanya akan kembali
kepada asalnya ayitu tanah, atau yang disebut dalam ilmu kimia sebagai materi
abiologis yang terdiri dari garam, fosfat, nitratm karbonat, hidrogen dan
nitrogen, yaitu materi-materi yang dikandung oleh tanah.
Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan
(demikian pulalah) kamu akan kembali pada-Nya. (QS. Al A’raf : 29).
Dari benda
yang mati ini, keluar baebagai macam bentuk dan warna tumbuh-tumbuhan, binatang
serta bibit-bibit tanaman, yang ditanam di atas tanah, disiram dengan air dan
tumbuhlah tumbuh-tumbuhan dengan segala macam bentuk dan warnanya menurut
bibitnya. Bibit kacang tidak akan mengeluarkan sawi, bibit semangka tidak akan
mengeluarkan mangga dan biji terong tidak akan mengeluarkan cabe.....
Maka
siapakah yang mengajarkannya agar memilih dengan sangat teliti atom-atomnya yang
cocok bagi dirinya, kemudian darinya muncul warna-warna yang berbeda; merah,
biru, hijau, ungu, kuning.... kemudian keluar darinya buah-buahan haru,
pesing... dan darinya pula keluar berbagai macam rasa; manis; pahit; masam?
Sungguh
suatu keajaiban bahwa semuanya itu bisa terjadi tanpa kita sadari di sana
terdapat bukti-bukti akan kemampuan, kekuasaan, ketelitian, dan akal yang
terjadi dari suatu sumber.....
Dan
apabila kita melihat bibit binatang; akan lahir darinya binatang yang tak
berbeda dengan bibit semula. Dari bibit kerbau yang bertanduk, akan keluar
darinya kerbau yang bertanduk, Bibit burugn berwarna kuning, akan melahirkan
burung berwarna kuning. Burung ggagakk berwarna hitam menakutkan, akan
menurunkan burung gagak hitam menakutkan!!
Maka siapakah
yang mengatur setiap bibit sehingga mempunyai ciri-ciri khas tersendiri?
Siapakah yang menciptakan semuanya ini dengan bentuk-bentuknya yang indah,
bulunya yang menrik, suaranya yang merdu, dan masing-masing anggota tubuhnya
saling berhubungan erat sehingga tidak terjadi kesalahan di dalam menjalankan
masing-masing anggota tubuh?
Semuanya
ini tidak lain untuk menunjukan atas kekuasaan, hikmah, dan akal yang muncul
dari stu sumber atau bibit? Dialah......Dialah yang kita sebut dengan Al
Khalik, Pencipta Semesta Raya ini!!!
Temanku
mendengarkannya saja tidak bicara memberi tanggapan. Saya khawatir dia sudah
bosan mendengarkan pembicaraan saya. Maka cepat-cepat saya minta ijin kepadanya
untuk beristirahat.
Keesokan
harinya pintu di ketok orang. Dan tanpa saya duga temen saya itu datang,
“Semoga ada kabar baik,” kata saya dalam hati.
“Saya
datang membawa kabar besar,” katanya dengan nada gembira.
“Apa
itu?”, tanya saya.
“Saya kini
sudah masuk Islam”!!..”.
Saya
pejamka mata sejenak. Dalam hati saya berulang-ulang menyebut dan membacakan
ayat:
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan
memberikan petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya (untuk memeluk
agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya
Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke
langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.
(QS. Al An’aam : 125).
DAN AKHIRNYA....
BAGAIMANA
AKU MELIHAT ALLAH
Tuna-tuan
bisa saja mengelupas kulitku dari tubuh, tapi tuan-tuan tidak akan dapat
mengelupas Imanku kepada Allah dari akalku...... Ampunan-Mu wahai Tuhan ku,
sebab sesungguhnya aku tidak hanya beriman kepada Allah, akan tetapi aku telah
menyaksikan-Nya......
Fober...
Dalam
suatu pertemuan atau perjumpaan antara Al Ustadz Ahmad Hasan Al Baquri dengan
seorang agen Surat Kabar Pravda Sovyet, Agen Surat Kabar Itu bertanya kepada
Ustadz :
“Si
manakah Allah berada?”
Syeikh Al
Baquri menjawab : “Allah itu tidak bertempat.”
“Bagaimana
manusia bisa mempercayai sesuatu yang tidak mempunyai tempat dan tidak bisa
diterima oleh Indera. Ia tidak bisa dilihat, tidak bisa didengar, tidak bisa
dicium baunya, tidak bisa dipegang dan tidak bisa dirasakan dengan lidah?”,
orang Sovyet itu membantah.
“Jawaban
terhadap pertanyaan tuan butuh kepada satu pertanyaan yang akan saya ajukan.”
“Silahkan!”,
kata orang itu.
“Apakah
tuan mempercayai adadanya gravitasi antara planet yang satu dengan planet yang
lain?”, tanya Al Baquri.
“Ya,
sebuah teori alami yang harus ada, sebab jika tidak, dunia dengan segala
isinya, langit dan bumi akan berjalan tak karuan,” jawab orang kafir itu.
“Tuan
mempercayai adanya hukum gravitasi dengan sepenuhnya, padahal tuan tidak
melihat gravitasi itu, merasakan dengan lidah juga tidak, mencium baunya atau
memegangnya juga tidak. Jadi bagaimana tuan bisa benar-benar meyakini adanya?”
Sesungguhnya
jawabanku terhadap pertanyaan tuan, sama dengan jawaban tuan terhaap pertanyaan
saya, maka mengapa tuan percaya kepada yang satu ini dan ingkar kepada lainnya?
Al Ustadz
Taufiq Hakim, berkata dalam salah satu cerita tulisannya :
“Dahulu
kala ada seorang laki-laki, baik budi bahasanya, bersih hatinya. Dia dikaruniai
seorang anak laki-laki yang sangat cerdas dan pandai berbicara. Pada suatu hari
mereka duduk berdua, berbincang-bincang seakan-akan mereka saling berteman tak
ada umur yang membedakan. Mereka saling berpengertian di dalam bertukar pikiran
mengenai hakekat alam.
Hari itu
dia melihat kepada anaknya dan berkata : Terima kasihku kepada Allah sangat besar
anaku, dan engkau --- bagiku --- merupakan nikmat dari-Nya yang dilimpahkan
padau.”
“Ayah
selalu saja berbicara tentang Allah. Ayah cobalah perlihatkan padaku seperti
apa Allah itu?”, anak itu minta keterangan.
“Apa yang
kau katakan barusan?!” Sang ayah tiba-tiba kebingungan. Dia kini memikirkan
bagaimana seharusnya dia menjawab pertanyaan seperti ini. Diam sejenak, lalu
berkata kepada anaknya :
“Kau mau
saya memperlihatkan Allah kepadamu?”\”Ya ayah, aku ingin melihat Allah.”
“Bagaimana
saya bisa memperlihatkan apa yang belum pernah saya lihat, anak ku?!”
“Mengapa
ayah, mengapa ayah belum pernah melihat-Nya?”
“Sebab
selama ini saya belum pernah memikirkan-Nya.”
“Lalu
bagaimana kalau ayah mencarikan-Nya untuk saya lihat nanti bila sudah
diketemukan?”, anak itu mendesak.
“Ya,
anakku, saya akan pergi mencari-Nya.”
“Laki-laki
itu bangun dari tempat duduknya. Keluar ruah dan berkeliling ke sluruh pelosok
kota menanyakan perihal pertanyaan yang diajukan sang anak kepadanya. Namun
sia-sia, dan bahkan orang-orang sama memperolok-olokannya. Mereka tidak
mempunyai waktu untuk memikirkan tentang Allah, mereka sibuk dengan urusan
dunia.
Laki-laki
itu kemudian pergi mendatangi pemuka-pemuka Aama. Tapi tak seorang pun di
antara mereka yang sanggup menjawab pertanyaan : Di mana Allah berada? Dia
keluar dari tumah mereka dengan perasaan putus asa. Berjalan menelusuri
jalan-jalan kota menundukan kepala tentang Allah, sambil bertanya-tanya dirinya
sendiri : Haruskan aku kembali pulang ke rumah dengan tangan hampa dan bahkan
dengan perasaan putus asa..??...
Akhirnya
dia bertemu dengan seorang yeikh yang kemudian menyarankan kepadanya untuk
pergi ke ujung kota, “Di sna ada seorang pertapa tua yang akan sanggup menjawab
pertanyaan yang diajukan kepadanya. Mungkin di sana saudara bisa menanyakan apa
saja yang saudara inginkan.”
Ketika itu
pula laki-laki itu langsung berjalan menuju ke ujung kota, menemui sang
pertapa.
“Saya
menemui bapak dengan harapan dapat memperoleh apa yang saya inginkan tanpa
sia-sia, kata laki-laki itu.”
“Sang
petapa mengangkat mukanya, lalu berkata dengan nada dalam dan merdu : “Katakan
apa yang kau hajatkan.”
“Pertapa
yang baik hati, saya ingin sekali bapak memperlihatkan Allah kepadaku.”
Pertapan
tua itu berpikir sejenak sambil memegang kumisnya yang uban : “Apakah engkau
mengerti apa yang kau katakan?”, tanya sang pertapa.
“Ya, saya
ingin bapak memperlihatkan Allah kepada saya.”
“Hai
laki-laki...!!! Allah tidaklah dapat dilihat dengan alat penglihatan kita,
tidak pula dapat di ketahui dengan indera kita. Adakah engkau dapat menembus
laut dengan hanya mempergunakan telunjuk yang Cuma bisa dipergunakan untuk
menembus air di dalam gelas?!, suara pertapa itu mantap dan jelas.
“Jadi
bagaimana saya akan bisa melihat-Nya?”
“Engkau
dapat melihat-Nya apabila Dia telah membuka rohmu.”
“Bagaimana
caranya supaya Dia membuka rohku?”
“Dia hanya
akan membuka rohmu apabila engkau benar-benar mencinta-Nya.”
Laki-laki
itu lalu bersujud dan mengambil tangan sang pertapa. Lalu berkata : “Wahai
pertapa yang shaleh dan baik hati. Tolong mintakan kepada Allah agar Dia
memberiku sebagian dari kecintaan-Nya.”
“Tunduk
patuhlah, wahai laki-laki. Lalu minta paling sedikitnya yang sedikit!”, kata
sang pertapa sambil menarik tangannaya pelan-pelan.
“Saya
minta sebanyak satu dirham dari kecintaan-Nya.”
“Ooooo,
itu terlalu rakus. Satu dirham itu banyak, banyak sekali!!”
“Ya,
seperempat dirham saja.”
“Rendahkan
dirimu, rendahkanlah!”
“Sebesar
biji sawi dari kecintaan-Nya.”
“Itu masih
banyak.”
“Ya
setengah biji sawi sajalah.”
“Silahkan,
mungkin bisa.”
Seorang
pertapa mengangkat kedua tangannya ke langit dan berkata : “Ya Allah, berilah
dia setengah biji sawi dari kecintaan-Mu!! Berilah ya Allah..............
Laki-laki
itu bangun dari tempat duduknya dan pergi. Berhari-hari sudah dia keluar rumah.
Keluarga laki-laki mendatangi sang pertapa dan mengatakan kepadanya bahwa
laki-laki itu belum juga pulang ke rumah. Dia bersembunyi dan tak seorangpun
mengetahuinya.
Sang
pertapa itu bangun dari tempat duduknya. Dengan gelisah mereka bersama-sama
mencari laki-laki yang ingin melihat Allah itu. Lalu mereka bertemu dengan
beberapa orang penduduk kota mengatakan bahwa laki-laki itu kini sudah gila dan
pergi ke sebuah gunung. Merekapun bersama-sama mendatangi gunung. Dan tiba-tiba
terlihat seorang laki-laki sedang berdiri di atas sebuah batu besar. Mereka
mendekatinya. Dan benar, dia adalah laki-laki yang sedang mencari Allah, yang
sedang menatap langit. Mereka menyapanya dengan salam. Tapi dia tidak
menjawabnya. Sang pertapa maju ke depan dan berkata :
“Lihatlah
padaku. Aku adalah pertapa yang kau datangi kemarin.”
Laki-laki
itu tidak juga bergerak. Dan anaknya yang kemarin bertanya kepadanya tentang
Allah maju dengan hati ragu penuh kekhawatiran : Ayah..... Tidakkah ayah kenal
aku?” Usahanya gagal. Laki-laki itu tetap tidak bergerak. Kemudian semua
keluarganya berusaha agar laki-laki itu sadar kembali. Namun laki-laki itu
tetap memandang ke angkasa sambil berkata :
“Jangan
ganggu! Bagaimana orang yang telah mempunyai kecintaan Allah yang bersemayam di
hatinya dapat mendengar pembicaraan manusia?! Demi Allah, seandainya kalian
memotong tubuhnya dengan gergaji, niscaya dia tidak akan merasakan bahwa
dirinya di potong-potong oleh manusia!”
Anaknya
lalu berteriak : “Dosanya karena aku!! Akulah yang meminta kepadanya untuk
memperlihatkan Allah padaku!!”
Sang
pertapa menoleh kepadanya, seakan-akan dia berbicara kepada dirinya sendiri:
“Adakah
engkau lihat? Tidakkah engkau sasikan bahwa setengah besar biji sawi dari
kecintaan dan cahaya Allah cukup untuk menghancurkan susunan tubuh dan akal
pikiran kita.”
Maha Suci
Allah dengan segala Firman-Nya :
“Dan tatkala Musa datang untuk (Munajat dengan kami) pada
waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman langsung kepadanya,
berkata Musa : “Ya Tuhanku, nampakanlah (Diri Engkau) kepadaku agar aku melihat
pada Engkau.” Tuhan berfirman : “Kamu sekali-kali tidak sanggup untuk
melihatKu, tetapi melihatlah ke bukit (sebagai sediakala), niscaya kamu dapat
melihatKu. Tat kala Tuhannya nampak bagi gunung itu kejadian itu menjadikan
gunung itu hancur luluh dan usa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar
kembali, dia berkata : “Maha Sci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku
orang yang pertama-tama beriman.”.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ad- Demerdesy
Sarahan, Dr. Allahu Yatajalla Fiil Ilmi.
Abbas
Akkad, Allah.
Abd. Karim
Khatib, Dr. Allahu Wal Insaan.
Mustafa
Mahmoud, Dr. Rihlatti Minasy Syakki Ilal Iimaan.
Wahiduddin
Khan, Al Islaam Yatahadda.
Wahiduddin
Khan, Ad Diin Fi Muwaajahatil ‘Ilmi.
Muhammad
Al Ghazali, Jddid Hayaataka.
Sayyid
Sabiq, Al Aqaaid Al Islamiyah.
Mahmoud
Shaleh Al Falaki, Al Ilmu Yad’u Ilal Iimaan.
Badul
Mun’im Az Ziyadi, Da’il Qalaq Wabda’ Bil Hayat.
Abbas
Jisr, Qissatul Iimaan.
Badul Aziz
Izam, Dr. Fil Islaam Wal Ilmu.
Sepanjang
– Sidoarjo, 12 Juli 2013.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusijin copas ustadz......
BalasHapus