Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Senin, 15 Juli 2013

RAHASIA ILMU DI BALIK SEBILAH KERIS



RAHASIA ILMU DI BALIK SEBILAH KERIS


KERIS = PUSAKA DI TANAH JAWA
Apakah sebabnya sebuah keris (pusaka di pulau Jawa) sangatlah di dihormati dalam kehidupan budaya Jawa, bahkan kadang sangatlah berlebihan sehingga penghormatannya hampir menyamai dalam menghormati ke dua orang tuanya sendiri.

Pandangan demikian memang sulit untuk dimengerti, sebab dalam kenyataanya timbulnya penghormatan yang sedemikian timbul dari Rasa atau dari keyakinan hati, sehingga walaupun di larang bagaimanapun, tidak bakalan di turut.

Ketika tanpa sengaja, saya mendapatkan catatan dari Kadilangu Demak. Peninggalan Pangeran Widjil ke II. Pujangga dari Keraton Kartasura yang terakhir, yang isinya menggambarkan kedudukan Keris dalam budaya Jawa, serta mengapa sebilah keris sangat dihormati melebihi senjata yang lainnya.

Sebilah keris itu bagi manusia selain sebagai senjata, juga menjadi gambaran tentang hidup, sebagai perlambang Kawula Gusti” (Manusia dan Tuhan); dua yang satu atau satu yang dua. Sehingga kemudian di anggap sebagai pedoman suci, yang maksudnya apabila melihat sebuah keris, akan teringat “Diri Pribadi”, yang selanjutnya ingat kepada “ Yang Memberi Hidup”.

Apakah yang demikian bisa disebut tahayul ataupun tidak, itu terserah kepada yang menilainya, sedangkan mengurai makna keilmuan dari sebilah keris, sebagai berikut :

Yang namanya Keris sebetulnya adalah dua buah benda yang menjadi satu, Warangka (Bajunya keris) dan Bilah keris itu sendiri. Bisa diketahui bahwa itu dua, apabila keris itu telah di keluarkan dari warangkanya atau sarungnya, sehingga terpisahlah antara warangka dan bilah kerisnya. Sesungguhnya sifat manusia itu juga demikian, yang disebut manusia adalah menyatu nya Kawula dengan Gusti.

Selain itu, keris  tidak diketahui pangkal dan ujungnya. Seandainya  yang dianggap ujungnya adalah bilahnya keris, itu termasuk aneh, sebab apakah ada yang disebut ujung ada di bawah sedangkan pangkalnya berada di atas? Apa bila dipandang secara umum yang disebut ujungnya keris adalah Ukirannya atau warangka dari keris tersebut. Namun anehnya bilah keris yang tersimpan di dalam sarungnya adalah pangkal dari bilah keris terebut. Aneh yang kedua adalah apabila pesi atau yang menancap di pangkal keris  yang disebut ujung, terus yang runcing dari sebilah keris itu bagaian apanya keris? Keris = Pusaka Jawa

Sehingga keris bisa juga disebut tanpa ujung dan tanpa pangkal, atau juga tanpa permulaan juga tanpa akhir. Yang demikian menjadi lambang dari hidup manusia, berasal dari tiada dan akhirnya pun menjadi tiada.. yang tetap ada adalah Tuhan Yang Maha Esa. Adanya manusia adalah karena ada yang mengadakan. Sehingga bila yang mengadakan tidak ada, maka tidak akan ada.

Yang demikian sebagai lambang, bahwa yang namanya Manusia adalah Pamoring atau menyatunya Kuwala dengan Gusti (Tuhan), lebih jelasnya : Apabila hanya ada Kawula saja tidak akan jadi manusia, dan apabila hanya ada Gusti (Tuhan) saja juga bukan manusia. Asal manusia dari tiada dan akan kembali kepada tiada. Atau yang menyebut-nyebut Gusti (Tuhan) itu adalah manusia, apabila tidak ada manusia, tidak akan ada yang menyebut Gusti (Tuhan).

Yang berada di dalam Pangkal sebilah keris disebut PESI, atau Peksi (Burung). Itu juga sebagai lambang. Pesi atau Peksi tidak berada di tanah, akan tetapi berada di angkasa, artinya : Keberadaan nya berada di tempat yang kosong, namun walau demikian “Ada” dan lagi tiada bertepi. Sama juga dengan kata-kata “Adoh tanpa wangenan” “Jauh tiada bisa dijangkau”. Sebaliknya “kosong” itu dekat, sangat dekat dengan tubuh jazad makhluk hidup, namun “Tanpa sengolan” “Tiada bersentuhan”. Itu sama dengan sebutan “Celak tanpa senggolan” “Dekat tiada bersentuhan”.

Sehingga bila disatukan menjadi :Adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa senggolan” Jauh tiada terjangkau, dekat tidak bersentuhan”, adalah suatu kalimat yang umum dalam kehidupan budaya Jawa, yang dipergunakan untuk menyebutkan sifat Tuhan.

Pesi (Peksi) sebilah keris menancap di Ganja (pangkal keris). Sehingga Pangkal keris bisa disebut pangkal dari keris, akan tetapi kenyataannya tidak demikian, sebab pangkal keris sebetulnya ujung dari keris yang terpenggal. Yang demikian adalah sebagai lambang dari Sifat Tuhan, yang keberadaan nya Kekal, tanpa awal juga tanpa akhir.

Selain itu, sifat Ganja (pangkal) dengan keris adalah sebagai lambang dari jazad manusia dengan Tuhan, Kawula (manusia) dengan Tuhan, yang mengawali dengan yang mengakhiri, serta lambang dari “selalu saling mangasihi, tiada pernah berpisah”.

Bentuk dari pangkal keris mirip dengan kepala hewan Cicak, Cicak dalam bahasa jawa berarti “titik”. Segala ujud dari dunia ini adalah dari berkumpulnya titik  yang sangat banyak. Yang demikian sebagai petunjuk, segala ujud di alam dunia ini berasal dari cetusan Tuhan.

Selain daripada itu, segala yang ada di dunia ini berasal dari menyatunya titik yang awal dan akhirnya dari satu titik. Yang demikian sebagai petunjuk, segala ujud dari dunia ini awal dan akhirnya berada dalam penguasaan Tuhan.

Cicak – titik – dalam bahasa kawi “Murti”, yang berarti halus. Ini mengandung arti : Bahwa Tuhan itu memenuhi Jagad Raya – seluruh dunia ini, menjadi Kasar (agal), namun juga Halus. Agal serta halusnya tiada bandingannya.

Di bawah Ganja (pangkal keris) namanya sor-soran. Ini mengandung arti bawah “Yang bawah yang diperintah” . Dari bentuk keris bahwa yang pangkal mengalahkan yang ujung. Sebalikya yang ujung mengalahkan yang pangkal. Yang demikian mengandung maksud Hidup manusia = Kawula Gusti “ Bahwa Tuhan menuruti segala kemauan manusia, sebab Tuhan bersifat Maha Murah dan Maha Asih. Sebaliknya seharunyalah manusia harus patuh dan menjalankan perintah Tuhan, yaitu segala tindakan yang mengarah kepada keselamatan hidup. Apabila tidak demikian, maka akan bertindak tanpa arah, menuruti hawa nafsu, yang akibatnya... akan tahu sendiri.

Ketajaman sebilah keris terletak di ujung keris, pada umumnya disebut “Lungiding dhuwung” (Wibawanya keris), Yang demikian bisa sebagai petunjuk bahwa segala yang ada di dunia ini penuh dengan rasa serba rahasia (lungid), sehingga manusia yang rasa perasaannya kurang cukup, tidak akan bisa memahami “Apa yang menjadi kehendak Tuhan”, sehingga selalu salah langkah tidak menurut aturan hidup.

Di bawah Ganja (pangkal keris) bernama Gandhik yang berbentuk bulat halus, Kata bulat bermakna .............golong... menyatu. Ini mengandung peringatan bahwa manusia haruslah selalu ingat, bahwa dalam hidupnya ada yang memberi hidup, sehingga harus selalu waspada, agar segala tindak tanduk, tingkah laku, dan pikirannya menyatu dengan yang memberi hidup.

Di bawah Ganja, sebelah belakang disebut wedidang, yang bermakna paha. Sedangkan di bawah ganja bagian tengah diantara gandhik dengan wedidang mempunyai nama “Kintelan” atau “Kedhokan. Paha (pupu) Kintelan atau kedhokan serta gandhik, itu adalah lambang dari rahasia manusia atau kemaluan manusia, laki-laki ataupun perempuan yang harus di jaga  kesuciannya, sebab itu yang akan menjadi sarana untuk keturunan manusia. Jika tidak demikian, bukan hanya dirinya sendiri yang mengalami cobaan, keturunannya pun akan menanggung akibatnya.

Ada keris yang wedidang-nya dibentuk (greneng) seperti duri pandan, namun sebetulnya jika diamati bentuk (greneng) tersebut adalah merupakan huruf Jawa “Dha” bejajar dua. Sehingga berbunyi “dada” . Itu juga sebagai lambang bahwa di dalam dada tiap manusia berisi rahasia kehidupan. Ini menjadi peringatan, bahwa segala tingkah laku, tutur kata, lebih-lebih yang menyangkut rahasia (yang menyangkut kemaluan) harus dipikir sungguh-sungguh. Sebab apabila kurang hati-hati, bagaikan memasuki daerah yang penuh onak dan duri.

Di sebelah depan dari Gandik sebuah keris, sering dilengkapi hiasan “Elung”, yang bernama “Kembang kacang” (bunga kacang). Yang bermakna biji hidup. Ini lebih memperjelas yang menjadi rahasia yang terkandung di gandhik, wedidang, kintelan atau kedhokan, yang telah tersebut di atas.

Di bawah “kembang kacang” ada bagian yang disebut “Lambe gajah” (bibir gajah), di antara lambe gajah dan lengkungan kembang kacang, ada dua hiasan yang modelnya mirip duri, umumnya disebut Ron (daun), itu adalah sebagai lambang dua alis yang bertemu. Ini semakin memperjelas keterangan di atas, turunnya biji hidup.

Di bawah ganja, sebelah belakang gandik, di depan kintelan, ada bagian yang menjorok ke dalam, namanya Blumbangan (sungai kecil) atau sumberan, ini sebagai lambang tempat menyimpan air atau sumber air kehidupan. Sehingga memperjelas keterangan di atas.

Tajamnya keris dimulai dari gandhik sampai di bawahnya ganja sebelah belakang (wedidang). Ini sebagai lambang : Di dalam kehidupan, segala ucapan, tingkah laku perbuatan harus disatukan dengan rasa perasaan yang tajam. Lebih-lebih yang berhubungan dengan keturunan, sebab apabila kurang hati-hati tidak hanya berhenti di dirinya sendiri, bahkan sampai ke anak turun.

Keindahan sebuah keris, terpengaruh oleh indah atau tidaknya pamor, namun keindahan pamor tidak mempengaruhi kewibawaan sebuah keris. Ini sebagai lambang keselamatan hidup dalam tata kehidupan tidak cukup hanya tata lahirnya saja atau pamornya saja. Sebab walau penampilannya bisa membuat orang lain kagum, namun apabila hatinya rusak akan di remehkan orang. 

Itulah makna tersirat dari sebilah keris, yang bisa kami simpulkan.

Nuwun...

Sepanjang, Sidoarjo 14 Juli 2013




1 komentar:

  1. MATUR SUWUN KANG PUJO, INGKANG SAMPUN KERSO NGLUMEBERAKEN WOS BABAKAN KERIS DUMATENG SEDOYO SANAK KADANG ....

    BalasHapus