Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Sabtu, 09 Agustus 2014

Ghenghis Khan Sang Penakluk Dunia dari Mongol Jilid : I.

Seseorang yang dianggap terhormat oleh satu kelompok orang, bisa saja dipandang sebagai musuh bebuyutan oleh kelompok lain
“GENGHIS KHAN : BADAI DI TENGAH PADANG Buku II”
“BAGIAN PERTAMA”
Oleh : Sam Djang
Penterjemah : Reni Indardini
Penerbit : Penerbit Bentang (PT. Bentang Pustaka
Tahun : 2011.
Di distribusikan oleh : Mizan Media Utama
Penyadur : Pujo Prayitno

DAFTAR  -  ISI
1.            Jamuka terpilih sebagai Guru Khan
2.            Pertempuran di Koyiten
3.            Jebe, anak buah Baru Temujin
4.            Akhir Riwayat
5.            Temujin Bertemu Yesui
6.            Musuh Baru Temujin : Altan dan Quchar
7.            Wang-Khan Menolak Pinangan Temujin
8.            Jamuka Balas Melawan
9.            Saran Munglik
10.         Nadai di Kishlik. Dua Gembala Domba
11.         Jurchedai dan Quyilda, Dua Kesatria
12.         Pesan Temujin Untuk Wang-Khan
13.         Orang-Orang Baljuntu
14.         Kejatuhan Kaum Kerait
15.         Akhir Riwayat Wang-Khan
16.         Kibarkan Panji-Panji Hitam
17.         Perang Dengan Kaum Naiman
18.         Qulan, Perempuan Penuh Pesona
19.         Akhir Riwayat Jamuka
20.         Lahirnya Imperium Mongol
21.         Konsolidasi Imperium
22.         Siasat Kelam Tab Tenggri
23.         Takluknya Kaum Uighur
24.         Tentara Yang Tak Terkalahkan
25.         Perpecahan Dengan Chin
PRAKATA
Sejarah manusia dapat diselewengkan. Penyimpangan sejarah, baik sengaja mau pun tidak sengaja, pernah terjadi pada masa lalu, masa kini, dan barangkali akan terjadi selama-lamanya pada masa mendatang. Alasan tepatnya beraneka ragam, tetapi satu penjelasan penting untuk hal ini adalah karena orang cenderung berusaha memahami sejarah dari sudut pandang sendiri. Seseorang yang dianggap terhormat oleh satu kelompok orang, bisa saja dipandang sebagai musuh bebuyutan oleh kelompok lain; Tokoh sejarah yang teramat berpengaruh bagi sebagian orang bisa saja dianggap tak berarti oleh yang lain. Seseorang yang diidentifikasi sebgai pahlawan pada masa tertentu, bisa saja dinilai berbeda pada masa selanjutnya. Begitu kita menerima bahwa memang benar pelestarian diri dan keogoisan merupakan bagian dasar dari fitrah manusia, akan kita sadari betapa sulit menrima fakta historis yang dapat merusak pemahaman kita akan diri sendiri, masyarkat, dan budaya kita. Sulit juga membuat penilaian yang adil terhadap fakta sejarah yang tidak kita saksikan dengan mata kepala kita sendiri.
Pada suatu tahun, di periode 1990-an, saya berkesempatan melihat pamern Genghis Khan di Musium Sejarah Nasional di Los Angeles. Dalam pameran tersebut saya berkesempatan melihat relik sejarah, barang peninggalan, foto, dan arsip yang berkaitan dengan Genghis Khan. Kala mengmati Artefak dan informasi historis tersebut, saya terilhami untuk menjadi penulis. Seketika sesudah menjalani pengalaman itu, saya mulai meneliti Genghis Khan secara menyeluruh. Untuk merampungkan penelitian mengenai riwayat dan garis keturunannya, saya butuh delapan tahun. Dalam periode penelitian tersebut, saya bepergian berkali-kali ke Mongolia, Rusia, Cin, dan negara-negara terkait. Penelitian saya di negara-negara itu mengarahkan saya untuk membaca ratusan artikel, buku terkait, dan mewawancarai banyak orang di Mongolia, termasuk cendekiawan serta dosen. Setelah emncurahkan semua waktu dan upaya tersebut, saya akhirnya berkesimpulan sama seperti sejarawan Amerika, Owen Lattimore. Bertahun-tahun lalu dia telah menyatakan bahwa, “Penakluk terhebat dalam sejarah adalah Genghis Khan.”
Menurut saya, riwayat Genghis Khan telah diselewengkan, diremehkan, serta dikecilkan artinya dengan banyak cara. Dalam sebagian tuduhan tak berdasar, dia dinyatakan sebagai “Sang Pemusnah”, “Penghancur peradaban”, atau “Biang Perang”. Siapa saja yang meninjau riwayat Genghis Khan secara seksama, niscaya akan menemukan bahwa tak satu pun paparan tersebut akurat. Bagaimana mungkin pria ini dinilai secara negatif oleh banyak orang? Salah satu penjelasan adalah karena sebagaian besar riwayatnya yang tercatat ditulis oleh musuh-musuhnya. Di banyak bagian dunia, menyebut namanya sekali pun masih dianggap tabu karena berbagai alasan palsu. Ketika kita bandingkan semua penakluk hebat berikut imperium mereka pada masa lalu, Genghis Khan dam Imperium Mongolnya sungguh menonjol> Dia merupakan salah seorang Kaisar yang paling agung dan tak ada bangsa lain, kecuali Imperium Mongolnya, yang berpengaruh sedemikian besar di dunia. Dia lah satu-satunya pemenang sejati yang berhasil pada akhirnya.
Ukuran wilayah yang dia taklukkan sepanjang masa hidupnya 2,2 kali lebih besar daripada wilayah  Taklukan Alexander Agung; 6,7 kali lebih besar daripada wilayah taklukan Napoleon Bonaparte; dan 4 kali lebih besar daripada Kekaisaran Romawi. Selain itu Imperium Mongol, yang belakangan terus diperluas oleh penerusnya, merupakan Imperium terbesar dalam sejarah hingga 35.624.550 kilometer persegi (Luas wilayah taklukan potensial adalah 37.538.315 kilometer persegi), sedangkan Imperium Britani pada abad ke 19 menempati posisi kedua dari segi ukuran, dengan luas 33.122.532 kilometer persegi.
Kerajaan Alexander Agung dicabik-cabik oleh para panglimanya setelah kematiannya, Napoleon diasingkan ke Pulau St. Helena setelah kalah dalam pertempuran di Waterloo, dan kejayaan Hitler tidak bertahan lebih dari tiga tahun. Imperium Mongol terus tumbuh sesudah amsa kekuasaan Genghis Khan karena kuatnya imperium yang dia bangun.
Kehebatan Imperium Mongol direpresentasikan oleh keberhasilan mereka membuka perdagangan antara Timur dan Barat. Barang-barang paling berarti dan paling berpengaruh dalam peradaban manusia misalnya kertas, bubuk mesiu, dan kompas dialihkan dari Timur ke Barat. Konsep-konsep penting yang ditransfer dari Barat ke Timur, antaralaina dalah angka Arab, konsep matematika, astronomi, serta teknik manufaktur kaca. Kunjugnan Marco Polo ke Kota Dadu (Beijing) yang menandai titik balik dalam sejarah Barat, dilangsungkan apda masa Kubilai Khan, masa keemasan imperium Mongol. Biar  bagaimana pun, palayaran Christopher Colombus yang memperkenalkan eksistensi Benua Amerika kepada orang –orang Eropa, berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan perjalanan Marco Polo.
Sebelum Imperium Mongol lahir, sangatlah tidak aman bepergian daari Semenanjung Italia ke Kota Dadu (Beijing) di Cina dalam kelompok kecil. Sebagaimana yang acap kali dilakukan oleh Marco Polo, ayah dan pamannya.
Buku ini ditulis dalam bentuk Novel sejarah. Akan tetapi, sembilan puluh persen isinya berdasarkan kisah nyata yang masuk akal. Satu-satunya elemen fiktif adalah pada bagian yang tidak diceritakan sejarah, terutama daam amsa awal kehidupan Genghis Khan. Saya tulus berharap semoga para pembaca buku ini tidak menilai atau mengukur Genghis Khan berdasarkan standar modern kita. Jika demikian, dia bisa saja semakin salah dipahami. Terima kasih banyak karena sudah membaca.
1. JEMUKA TERPILIH SEBAGAI GURU KHAN
Iklim Politik di Dataran Mognolia sederhana saja. Jika salah satu suku atau kelompok menjadi semakin besar dan luar biasa kuat, semua kelompok lain akan bergabung untuk melawan dan akhirnya memecah belah mereka. Semua suku dan klan di Dataran Mongolia sudah pernha bersekutu sebagai kawan dan, pada saat lain, berhadap-hadapan sebagai musuh. Suku-suku- tersebut senantiasa menata ualng komposisi mereka. Banyak motif yang mendasari hal  ini, tetapi yang utama karena kepala suku yang picik, atau pemimpin masing-masing suku serta klan, tidak menghendaki persatuan di Dataran Moongolia. Mereka menikmati kemandirian mereka. Yang paling mereka takutkan adalah munculnya seseorang yang kuat, yang mungkin saja menaklukkan mereka semua.
Jika mereka membangun hubungan persahabatan, hubungan tersebut hanya akan bertahan selama menguntungkan bagi kedua belah pihak. Jika pandangan politik mereka menjadi antagonistik, putus pulalah persahabatan meraka pada saat bersamaan. Hal ini diterima secara luas sebagai sesuatu yan wajar dan lumrah. Oleh karena itu lah, konflik di antara mereka tidak pernah usai dan jelas takkan berkesduahan, kecuali seseorang berkuasa tak terkira mengambil alih dan mendirikan peresekutuan atau koalisi besar dan memilih khan para khan, tetapi kekuasaannya terbatas pada persekutuan atau koalisi tersebut bisa runtuh dalam semalam laksana istana pasir.
Jemuka, dari kaum Jadarat, buknlah satu-satunya yang meresahkan meunculnya kekuatan gabungan Temujin dan Wang-Khan, yang menghancurkan setengah kaum Tartar, menaklukan klan Jurkin, dam meluluh lantakan kaum Taichut yang hebat serta  serta Buyiruk sang kepala suku Naiman. Pencapai Temujin – kemenangan beruntun dan pertempuran destruktif, yang tidak pernah mereka saksikan sebelumnya – menyebabkan kehebohan di sepenjuru dataran rendah tersebut.
Mereka berkumpull di sekitar Jamuka sambil berkata, “Jamuka-lah satu-satunya yang bisa mmengekang Temujin.”\Wajar saja semua orang berpaling kepada Jamuka, yang diyakini sebagai ahli strategi terhebat pada generasinya, dan satu-satuya yang pernah mengalahkan Temujin sert menjerumusksannya ke dalam derita tak terperi.
Beberapa waktu berselang, Jamuka mengizinkan Achu Bagatur dan Qodun Orchang dari kaum Taichut menemuinya. Mereka memohon agar diterima. Keduanya mendatangi Jamukka, hanya disertai segelintir prajurit. Ketika mendengar bahwa Temujin telah meluluhlantakkan kaumTaichut, Jamuka amat menyesal karena tidak mengejar pria itu sampai ke ujung dalan Baljut.
Sambil memandangi kedua pria yang berlutut dan memohon agar diterima, Jamuka merenungkan apakah dia akan menerima mereka ata memenggal kepada mereka dan mengirimnya kepada Temujin dalam rangka rekonsilidasi. Jamuka mengenal  baik Temujin, sama seperti Temujin mengenal Jamuka. Tujuan akhir mereka adalah mempersatukan dataran Mongolia. Kecuali salah satu dari merekamelepaskan cita-citanya, perselisihan mereka takkan terelakkan. Mereka  mungkin takkan bisa hdip bersama di bawah satu langit. Sesudah mencapai kesimpulan ini, Jamukamemutuskan untuk menerima Achu Bagatur dan Qodun Orchang. Dia tahu mereka adalah pendekar yang luar  baisa.
“Mulai sat ini, lakukan yang terbaik untuk mencari dan mengumpulkan orang-orang Taichut yang terpencar-pencar beserta mantan kaum bawahan mereka.”
Belakangan, Achu dan Qodun Orchang mengumpulkan sekitar empat ribu orang Taichut dan orang-orang yang menyertai mereka seeblumnya. Jamukka memasukkan mereka ke pasukan regulernya.
Jamuka amemutuskan untuk mengenyahkan Tmujin sebelum terlambat. Langkah pertamanya adalah mengumpulkan emua kekuatan atau kelompok anti-Temujin dan membuat persekutuan baru. Manuver tersebut merupakan bagian dari rencana awalnya. Baik Temujin maupun Jamuka menyadari bahwa mereka membutuhkan kekuatan untuk bersatu, tetapi mereka masing-masing berbeda pendapat mengenai sumber kekuatan ini. Menurut Temujin, kekuatan tersebut terutama   bersumber dari para karachu, rakyat jelata Mongol. Yang merupakan mayoritas warga dan orang bebas, meskipun mereka tidak diperkenankan turut serta dalam pengambilan keputusan.
Di sisi lain, Jamuka meyakini bahwa sumber kekuatan berasal dari kelompok elite dan para aristokrat. Dia acap kali berkata, “Para karachu ibarat ternak. Kuda dipakai untuk kendaraan dan domba dimanfaatkan woolnya. Mereka bisa dibentuk sesuka kita. Mereka sudah puas jikalau hanya idberi daging dan wanita. Mreka tidak menginginkan apa-apa lagi dan merka semata-mata ingin dipimpin seseorang. Mereka bukan pembuat sejarah. Bergitulah kehendak Tuhan..”
Pertama-tama jamuamengirim kurir kesemua kepala suku dan pemimpin kelompok yang kemungkinan besar bergabung dengannya dan persekutuannya. Mereka, yaitu Baqu Chorogi dari kaum Qadagin, Chigidai dari kaum Saljiud, Qajiun Beki dari kaum Dorben, Jalin Buka dari kaum Tartar Alchi, Tuge Maka dari kaum Ikires, Chanak dan Chakaan dari kaum Merkid. Quduka Beki dari kaum Oyorad, orang-orang Naiman, dan bahkan kaum Onggirad, yang merupakan suku asal istri Temujin.
Setelah mereima kurur Jamuka, orang-orag Onggirad berangkat dengn nada tinggi. Kepaal suku Olqunuud, subklan kaum Onggirad, yang juga amerupakan mertua Temujin, Dey Sechen, dan putranya Alchi, menentang persekutuan dengan Jamuka.
Namun, mayoritas kepala klan lain takut akan kekuatan Jamuka. Ala Qus, pembuat keputusan akhir di antara orang-orang Onggirad, berkomentar setelah mendengarkan semua opini yang dipaparkan.
“Temujin takkan pernah mengalahkan Jamuka. Di masa lalu, dia sudah sekali dikalahkan oleh Jamuka. Kita sebaiknya tidak menyinggung  Jamuka, yang akan menjadi pria terkuat di dataran ini. Sebaliknya kita pilih  jalan yang lebih aman.
Kaum Onggirad memutuskan untuk bergabung dengan Jamuka dan memberitahukannya.
# <> Musim semi berikutnya, semua kepala suku dan pemimpin kelompok yang bersedia ikut serta dalam rencana Jamuka berkumpul bersama pasukan masing-masing di tepi Kali Hijau Ake Nuke, sebuah cabang dari Sungai Ergune, yang terletak di kawasan timur laut Dataran Mongolia. Ini adalah pertemuan terbesar  yang pernah disaksikan di Dataran Mongolia. Pada padang di dekat Kali Hijau Ake Nuke, telah di dirikan tenda militer yangtak terhitunjumlahnya, dan terdapat pula kerumunan besar prajurit dan kuda. Jamukaduduk beserta perwakilan semua suku dan kelompok dalam tenda besar yang telah didirikan sebagai markas besar sementara, di dekat kali kecil yang mengalir dari lembah di gunung berhutan pinus lebat dekat sana. Ini merupakan rapat umum pertama persekutuan tersebut, yang dihadiri hampir semua suku dan kelompok, sebuah pertemuan yang sudah di impi-impikan oleh Jamuka.
Setelah menginformasi kehadiran semua perwakilan, yang totalnya kira-kira dua ratus orang, Jamuka berdiri dan mulai berbicara.
“Kuucapkan selamat datang kepada kalian semua, sebagai salah sastu partisipan. Terima kasih banyak atas kedatngan kalian. Kita berada di sini dengan satu pikiran dan satu hati. Kini, kita tengah menalami dan menghadapi kehancuran. Tatanan stabil negeri ini dan koeksistensi damai kita telah terusik  dan terancam akibat munculnnya pengacau baru. Mereka telah menunjukkan kepada kita, betapa ekstrimnya sifat destruktif dan kebrutalan mereka. Hal semacam itu tak pernah kita alami sebelumnya. Mereka yang dimaksud adalah kekuatan gabungan Wang Khan dan Temujin. Kita harus menghentikan mereka. Kita harus smelindungi diri, juga tradisi kita. Ada banyak saksi mata di sini yan telah melihat dan mengalami hal tersebut. Mari kita luangkan waktu untuk mendengar pengalaman mereka.”
Setelah Jamuka, Jalin Bukadari kaum Tartar berdiri dan berbicara. “Toghrul dan Temujin menyerang saudara-saudaraku. Berdasarkan adar istiadat kita, kaum nomaden tabu hukumnya membawa-bawa kekuatan asing. Mereka telah melanggar hukum tersebut. Mreka membunuh Megujin yang sudah seperti saudara kandungku. Sebagai imbalannya, Toghrul dengan senang hati menerima gelar Wang,  yang diberikan oleh orang-orang Juchid. Aku tidak sudai menyebutnya Wang Khan. Mereka berkhianat terhadap seluruh kaum nomaden.”
Setelah jalin buka berkomentar, kali ini Achu Bagatur dari Kaum Taichut bangkit dan berbicara, “Kekejaman dan kejahatan Temujin sungguh tak terkatakan. Diamenghabisi kaumku, orang-orang Taichut. Dia bahkan membunuh anak lak-laki berusia enam dan tujuh tahun. Memang benar bahwa di antara sesama kita terdapat konflik tak berkesudahan, tetapi kita tak pernah menyaksikan genosida seperti ini sebelumnya. Kitaharus menyingkirkan mereka.”
Setelah Achu berkomentar, Jamuka berdiri sambil menyunggingkan senyum puas di wajahnya da berkata, “Menurutku paparan tadi sudah cukup. Kita tidak punya waktu seharian untuk membicarakan kejahatan mereka. Sekarang kita harus membicarakan agenda terpenting hari ini. Kita berkumpul di sini dengan ide muluk. Kita membutuhakn pemimpin, layaknya kita memerlukan matahari di langit atau kepala keluarga di setiap rumah tangga. Kupersilahkan kalian untuk secara jujur merekomendasikan siap pun yang menurut kalian paling tepat untuk tugas tersebut.”
Saat Jamuka duduk setelah mengakhiri kata-kata tersebut, Qodun Orchang, yang telah menjadi salah satu antek Jamuka, berdiri dan berujar, “Kurekomendasikan Jamuka Sechen sebagai pemimpin kita, yang kupercaya merupakan ahi strategi terbaik pada genersi kita dan pelindung tradisi kit.”
Semuanya direncanakan, diselenggarakan, dan diatur oleh Jamuka, jadi tidak ada lagi orang lain yang dapat direkomendasikan. Mereka memilih Jamuka sebagai pemimpin mereka dengan suara bulat. Jamuka berdiri lagi sambil menyunggingkan senyum lebar di wajahnya.
“Terima kasih banyak karena sudah memilihku. Aku tahu betapapentingnya posisi ini. Aku akan berbuat yang terbaik. Tugas pertama yang harus kita laksanakan adalah menghnacncurkan kekuatan Wang Khan – Temujin, sesegera mungkin. Akan kita susun rencana terperinci dalam waktu beberapa hari kedepan.”
Keesokan paginya, saat fajar, mereka semua berkumpul di cekungan sungai berbentuk segi tiga, berupa sebuah pulau yang dibentuk oleh dua sungai, Ergune dan Ken, pada titik pertemuannya. Selagi berada di sana, mereka menyelenggarakan upacara pelantikan Jamuka sebagai pemimpin. Mereka memberinya gelar “Guru Khan” yang berati Khan dari para Khan. Pada saat itu, terkabullah cita-cita yang sudah di dambakan Jamuka seumur hidup.
Altar seremonial diletakkan di ujung utara cekungan sungai segitiga itu dan, di bawahnya semua kepala Suku serta pemimpin kelompok, beserta prajurit pilihan yang memegangi panji-panji mereka, berbaris teratur. Quduka Beki, kepala suku Oyirad sekaligus seorang dukun, menjadi pemimpin upacara. Setelah berdoa kepada langit dan bumi, Quduka Beki memberkati Jamuka. Seekor kuda jantan putih dan seekor betina putih di tuntun ke depan altar oleh sejumlah pembawa kapak dan penjagal. Para pembawa kapak dan penjagal memotong kepala kedua kuda itu, sesuai dengan perintah Quduka Beki. Jamuka dan semua Kepala suku serta pemimpin kelompok lantas bersumpah setia kepada langit dan bumi :
Wahai Dewa-Dewa Langit dan bumi.
Dengarkanlah sumpah setia kami
Jika kami melanggar sumpah
Sehingga membahayakan persekutuan ini
Biarkanlah kami menderita dan berdarah
Layaknya hewan-hewan ini.
Jamuka, kini bergelar Guru Khan, mulai mengambil langkah guna menyerang Wang-Khan dan Temujin.
2. PERTEMPURAN  DI KOYITEN
Temujin menempatkan diri di dataran rendah di bawah gunung Kurelku, yang merupakan markasnya. Pada suatu siang seorang pria berkuda ke Ordu Temujin laksana angin. Para prajurit Temujin yang bertugas jaga amelihat  pria berkuda yang tengah mendekat itu. Sambil menunggangi kuda mereka, dipersenjatai tombak dan pedang sabit, para prajurit berangkat untuk menghentikan pria tersebut.
Si orang asing mulai berteriak, sementara kudanya terus berlari, “Pesan urgen untuk Temujin Khan.”
Pria itu, yang berhenti di hadapan para prajurit jaga, bersimbah keringat dan berlumur debu. Dia sepertinya berasal dari tempat yang jauh. Sebenarnya, dia sudah melajukan kudanya sejauh kira-kira delapan ratus kilometer. Manusia serta kuda sama-sama terengah-engah dan kudanya bergerak-gerak terus, seolah-olah tidak bisa diam karena bergairah.
Si orang asing terus berteriak, kehabisan nafas, “Aku Qoridai dari kaum Gorolas, Bawa aku ke hdadapan Temujin Khan.
Para Prajurit jaga membawanya ke tenda Khan, mengawalnya di depan dan dibelakang. Saat menerima laporan tersebut, Temujin mempersilahkan pria itu masuk. Qoridai pun menghaturkan laporannya di depan Temujin.
“Jamuka telah terpilih sebagai Guru Khan. Jamuka dan pasukan sekutunya sudah memulai mars untuk menyerang Anda.”
Qoridai adalah orang Temujin, seorang mata-mata dalam suku Gorolas. Temujin saar sepenuhnya akan arti penting spionase dan pengumpulan informasi, dan dia memnafaatkan hal tersebut semaksimal mungkin. Kaum Gorolas adalah sekutu Jamuka. Masyarakat adalah entitas yang rumit dan terjalin berkelindan dengan banya elemen yang berlainan. Oleh sebab itu, ada saja orang yang tidak senang dengan masyarakatnya sendiri, sekalipun masyarakat tersebut hampir sempurna. Mata-mata Temujin ditempatkan dalam hampir semua suku di Dataran Mongolia.
“Dalam amsyarakat feodal yang ekstrem, sekeping informasi bisa menyelamtkan nya satu orang dan seisi suku.”
Temujin acap kali mengucapkan hal ini.
Temujin tahu benar akan pergerakan Jamuka, berkat jaringan mata-matanya. Temujin mempersilahkan Qoridai duduk dan memerintahkan pelayannya di dekat sana agar membawakan secangkir susu segar.
Temujin bertanya, “Sebesar apa apsukannya dan dari mana mereka datang?”
Sambil menyesap susu, Qoridai menjawab pelan, “Saya tidak tahu jumlah persisinya. Menurut perkiraan saya, jumlahnya kurang lebih 50.000. Mereka bergerak ke sisi utara Danau Quelen.
Temujin mengangguk. Temujin memerintahkan pelayannya agar memeberi Qoridai makanan dan minuman, air untuk membasuh tubuh, serta tempat menginap.
Dia berkata kepada Qoriadi, “Hari ini, istirahatlah yang cukup. Setelah operasi militer ini, kau akan jadi pria berjasa nomor satu.”
Teemujin tidak pernah setengah-setengah dalam mengejar musuhnya sampai ke ujung dunia dan mencerabutnya. Analog dengan hal itu, dia juga tidak pernah setengah-setengah dalam memberikan imbalan bagi seseorang yang dianggap berjasa besar.
ooOOoo
Bunyi sangkakala besar, mengabarkan situasi mendesak yang akan datang, berkumandang di Ordu Temujin.
Pada saat bersamaan, Temujin mengutus pembawa pesan ke ordu Wang-Khan di Hutan Hitam, Saat menerima pesan urgen Temujin, Wang-khan memobilisasi pasukannya secepatnya dan bergabung dengan Temujin. Temujin mendiskusikan taktik dan strategi dengan Wang-Khan sambil menelaah peta.
Wang-Khan bertanya kepada Temujin dengan raut muka khawatir, “Cara apa yang terbaik untuk mengalahkan mereka?”
Temujin menjawabnya seperti ini :
“Dua poin kunci dalam operasi ini adalah waktu dan perbekalan. Kita harus mengulur-ulur waktu. Taktik mengulur-ulur waktu pasti berhasil dalam operasi ini.”
Temujin menjelaskan sambil menunjuk peta, “Pasukan aliansi Jamuka bergerak dari sungai Ergune. Mereka berupa pasukan gabungan yang berasa dari berbagai macam daerah. Banyak di antara mereka yang jauh dari kampung halamannya. Perbekalan akan jadi titik terlemah atau masalah terbesar mereka. Kita harus menunda pertempuran penentuan sampai persediaan makanan mereka menipis. Lokasi terbaik untuk taktik mengulur watku adalah di sini.”
Sambil mengucapkan ini, Temujin menunjuk ke tiga lahan tinggi yang terletak kira-kira 130 km di sebelah barat – barat laut Danau Quelen. Ketiganya, yaitu Gunung Chiqurqu, Gunung  Chekcher, dan bukit Enegen.
“Mereka akan melintasi tiga lahan tinggi ini. Kita harus mengugasai ketiganya sebelum mereka melintas. Jika tidak, akan sulit.”
Wang-Khan mengangguk. Temujin mengutus Altan, Quchar, dan pamannya Daritai, amsing-masing dengan 2.000 prajurit berkuda, sebagai pasukan baris depan, untuk merebut ketiga lahan tinggi tersebut. Wang-Khan juga mengirim pasukan baris depannya, yang dipimpin Nilka Sanggum, Jagambu, dan Bilge Beki, untuk menyokong pasukan Temujin.
Temujin menjelaskan kepada pasukan baris depannya, dengan nada luar dan tinggi, betapa pentingnya misi mereka.
“Poin kunci untuk kemenangan dalam operasi ini adalah ketiga lahan tinggi tersebut. Kemenangan bergantung pada siapakah yang lebih dulu merebut ketiga lahan tinggi itu. Jangan lupakan kata-kataku! Bergegaslah ke tempat itu dengan kecepatan maksimum. Kuasai ketiganya sebelum mereka! Ketika kalian bertemu musuh, cobalah untuk tidak bertarung melawan mereka sampai pasukan utama kita tiba.”
Baris depan Temujin sukse mengabil alih ketiga lahan tinggi itu. Mereka berderap dengan kecepatan penuh tanpa berhenti barang satu kali pun dan tiba di sana sebelum baris depan Jamuka. Beberapa saat kemudian, bars depan Wang-Khan  sampai dan mereka pun berusaha menemukan tempat berkemah. Pada saat ini, bunyi peringatan berupa tiupan sangkakala terdengar dan para prajurit  yang diposisikan di puncak Gunung Chiqurqu. Altan, Quchar. Jagambu, dan Nilka Senggum membahas cara untuk menangani situasi tersebut.
Jagambu berkata, “Temujin Khan mengatakan bahwa kita tidka boleh bertempur sampai pasukan utama tiba.”
Mereka lantas membiarkan para prajurit berteriak kepada musuh.
“Sesudah hampir gelap! Mari bertempur besok!”
Musuh yang mendekat adalah baris depan Jamuka, yang dikomandani oleh empat orang, yaitu Achu, Qodun Orchang, dan putra Toktoa Beki, Qutu serta Quduka Beki. Mereka terkejut karena tidak menduga-duga pasukan Wang-Khan dan Temujin akan ada di sana. Mereka juga memutuskan untuk menunggu sampai pasukan utama Jamuka tiba. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa ini adalah moment penentuan dalam pertempuran yang akan menentukan siapakah yang terkuat di Fataran Mongolia.
Temujin girang saat mendengar kabar tersebut ketika dia sampai larut malam itu bersma Wang-Khan dan pasukan utamanya. Di sisi lain, Jamuka patah arang. Dia tak pernah menduga bahwa pasukan Tamujin dan Wang-Khan akan bergerak secepat itu.
Selama kira-kira sebulan sejak saat itu, pertempuran sengit terus berlanjut di lahan tinggi tersebut. Siapa pun yang menguasai lahan tinggi memperoleh keuntungan luar biasa atas pihak yang berada di bawah kaki mereka, sebab mereka dapat melihat setiap pergerakan musuh di bawah. Sebaliknya, pihak di bawah tidak bisa melihat apa yang terjadi di atas bukit. Panah yang ditembakkan dari lahan tinggi lebih deskruktif daripada panah yang ditembakkan dari dataran rendah ke atas bukit tinggi.
Pasukan aliansi Jamuka beranggotakan sekitar 50.000 orang, sedangkan Temujin dan Wang-Khan berjumah kira-kira 40.000. Jumlah makanan yang dikonsumsi ke 50.000 anak buah Jamuka sangatlah banyak. Kaum Nomaden baisanya bergerak bersama anggota keluarga dan ternak mereka ketika pergi berperang.
Namun, ada juga pengecualian, misalnya saat mereka harus bergerak cepat, atau ketika pergerakan besar-besaran berpotensi menimbulkan resiko keamanan yang tidak perlu. Pasukan Temujin dan Wang-Khan tidak kesulitan mengatur jalur distribusi perbekalan mereka, berbeda halnya dengan kaum Oyirad dan Kerkid di apsukan aliansi. Kampung halaman mereka terletak di utara dan selatan Danau Baikal, yang letaknya terlalu jauh dari medan tempur. Selain itu, terlalu banyak pegunungan tinggi terjal di antara akedua tempat tersebut. Maka dari itu, mustahil mendapatkan perbekalan tambahan.
Disharmoni mulai melanda mereka. Keluhan terbesar berasal dari orang-orang Oyirad dan Merkid. Mereka sama sekali tidak senang dengan rencana awal mengenai suplai makanan. Yang membuat keadaan semakin buruk, suku-suku lain yang punya cukup makanan menolak berbagi dengan mereka. Jamuka mengeluarkan perbekalan makanan darurat, tetapi itu ada batasnya.
Quduka Beki, kepala suku Oyirad, mengusulkan jada. Jada, artinya semacam sihir untuk mendatangkan hujan, angin ribut, atau badai yang menguntung mereka di medan tempur, dipanggil lewat mantra atau dengan cara menata batu-batu yang dipercaya amemiliki kekuatan magis. Quduka Beki adalah seorang dukun. Samuka, Quduka Beki melakukan hal yang ingin diperbuatnya.
Karena tidak ada yang terjadi, dia berpaling kepada pasukannya dan berteriak, “Langit tidak memihak pasukan aliansi! Kita kembali saja!”
Lantaran murka, Jamuka menghunus pedangnya untuk memenggal kepala Quduka Beki. Pada saat ini, Jalin Buka, yang berdiri di sebelah Jamuka, memegangi tangannya dan menghentikannya, “Jangan! Jika kita berkelahi sendiri di sini, kita semua akan mati!”.
Waktunya tepat bagi Temujin. Setelah melihat ketidak harmonisan mereka, Temujin meluncurkan serangan besar-besaran.
Pasukan aliansi, yang dilanda disharmoni antar suku dan tidak jelas alur komandonya, hancur binasa. Pretempuran tejadi di Koyiten, di dekat Gunung Chiqurqu. Mayat prajurit aliansi bertebaran di padang luas. Para kepala suku yang kalah, beserta prajurit mereka yang tersisa, berpencar ke segala arah. Itulah akhir dari masa kekuasaan Jamuka yang pendek dan momone ketika impiannya hancur berantakan. Saat itu 1201 M, Tahun Ayam.
3. JEBE, ANAK BUAH BARU TEMUJIN
 Para prajuri dari kelompok aliansi yang takluk berlarian ke kampung halaman masing-masing, dipimpin oleh kepala suku atau pemimpin mereka. Wang-Khan mengejar Jamuka. Setelah kehilangan lebih dari setengah pasukannya, Jamuka menyusuri Sungai Ergune untuk mencoba melarikan diri. Saat para prajurit Wang-Khan semakin dekat, Jamuka dan prajuritnya kabur ke hutan di gunung dekat sana. Ke 25.000 prajurit Wang-Khan mengepung gunung itu. Setelah melawan selama lima hari, Jamuka akhirnya tunduk, turun gunung dan menyerahkan diri.
Sementara itu, Temujin melacak jejak kedua orang Taichut, Achu Bagatur dan Qodun Orchang. Mereka menempuh rute sepanjang sungai Onon. Akhirnya pasukan Temujin berhasil menyusul mereka dan mendaratkan pukulan terakhir. Kepala Achu dipenggal oleh pedang sabit Bogorchu dan pinggal Qodun Orchang ditombak oleh Mukali. Prajurit Temujin lantas memenggal Qodun Orchang yang terjatuh. Dengan cara inilah, sisa-sisa kaum Taichut dibinasakan. Mayat orang-orang Taichut terhampar di bantaran sungai Onon dan pada padang di dekat sana. Ribuan gagak, terpikat oleh bau darah manusia, menutupi langit sembari menghasilkan suara yang memekakan. Saat itu sudah petang dan senja hampir tiba.
Pagi-pagi sekali keesokan harinya, Temujin membariskan para serdadunya. Mereka telah mendirikan perkemahan tidak jauh dari medan tempur. Temujin sedang menginspeksi pasukan, yang dibariskan secara teratur dengan panji-panji di depan mereka. Kasar, Bogorchu, dan Jelme mengikutinya. Matahari terbit memancarkan cahaya paginya yang kuat ke sekujur tubuh mereka. Pada saat ini, tiba-tiba saja, bunyi panah yang berdesing tertangkap oleh gendang telinga Temujin. Secara reflek, dia pun menundukkan kepala. Berikutnya, disertai bunyi berdebum, sebuah anak panah tertancap dalam-dalam di sebelah kiri tengah leher kduanya. Setelah diserang, kudanya mendompak, meringkik, kemudia  jatuh ke samping. Temujin ikut jatuh bersama kudanya. Hal tersebut menimbulkan kegemparan di antara para prajuritnya.
Kasar, Bogorchum dan Jelme, yang ikut serta dalam inspeksi, turun dari kuda mereka dan menutupi Temujin dengan tubuh mereka untuk melindunginya, Kalau-kalau terjadi serangan kedua.
Beberapa lama kemudian, Bogorchu dan Jelme membantu Temujin bangun dan bertanya, “Tuan, apa Anda baik-baik saja?”
Temujin menjawab sambil mengebuti dirinya, “Kurasa aku baik-baik saja.”
Kasar dan beberapa lusin prajurit berkuda melesat ke hutan pinus di bukit dekat sana. Dari tempat itulah, anak panah berasal.
Temujin berteriak kepada mereka, “Aku menginginkan dia hidup-hidup!”
Kuda Temujin terus meringkik karena kesakitan, dan lukanya terus mengucurkan darah. Anehnya, hewan itu tidak bisa menggerakkan kaki belakangnya sama sekali, atau pun bagian tubuhnya yang lain.
Kuda itu bernama Qula, dan ia adalah kuda tunggangan yang bagus. Badannya diselimuti bulu mulus keemasan yang berkilau, sedangkan moncongnya putih dan surai serta ekornya hitam legam. Qula luar biasa cepat dan gigih. Jarak dan kecapatan yang bisa ditempuhnya dua kali lipat dibandingkan dengan kuda lain. Ia adalah kuda yang paling disayang Temujin. Dengannya pulalah, Temujin menghabiskan paling banyak waktu di medan tempur.
Temujin memanggil dokter hewan militer spesialis kuda. Qaraldai, dokter hewan militer sekaligus pembiak kuda, memeriksa luka dan menggelengkan kepala.
“Tuan, kabar buruk! Lehernya patah. Ia tak bisa menggerakkan anggota badannya di bawah leher.”
Temujin memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam. Dia bertumpu pada satu lutut dan berkata sambil mengelus kepada si kuda, “Terima kasih banyak Qula. Kau sudah banyak membantuku.”
Binatang itu terus menjerit kesakitan. Sambil berdiri eplan-pelan, Temujin berkata kepada anak buahnya dengan ekspresi sedih, “Bebaskan dia dari rasa sakit.”
Pada saat ini, si tersangka penembak gelap, dengan tangan terikat di belakang punggung diseret ke hadapan Temujin oleh Kasar dan ara Prajuritnya. Temujin memperhatikannya baik-baik. Meskipun tubuhnya tinggi, dia kelihatannya masih muda, kira-kira empatbelas atau lima belas tahun.
Temujin berkata kepada Kasar, “Akan kutanyai dia sendiri. Bawa di ke hadapanku.”
Temujin menanyai pemuda itu di bawah awning, yaitu tenda terbuka yang semua sisinya digulung ke atas,. Temujin memandang pemuda itu lekat-lekat selagi dia berlutut dengan kedua tangan terikat di belakangnya.
“apa alasannya membunuhku, sementara semua rekanmu sesama prajurit sudah meninggal di medan tempur layaknya lelaki sejati?”
Si penembak gelap mengangkat kepala dan menjawab dengan suara jernih, sambil menatap lurus ke arah Temujin, “Aku ingin menuntaskan misiku!”
Temuji menanyai pemuda itu sambil memandang matanya, “Apa misimu?”
Dia menjawab tanpa keraguan, “Membunuh Temujin Khan.”
Para sta di sekitar kursi Temujin nampaknya frustasi dan terusik oleh jawaban lugas si pemuda. Mereka slaing pandang, Pemuda itu sepertinya tak kenal takut, walau pun dia akan kehilangan kepalanya beberapa saat lagi.
Temujin mengamatinya abeberapa lama, kemudian menanyainya dengan suara pelan dan lembut, “Berapa usiamu?”
“Empat belas.”
“Tidakkah kau takut akan kematian?”
Si Pemuda menjawab dengan suara jernih, :Aku takut pada kematian, sama seperti orang lain. Namun, ada sesuatu yang lebih ku takuti daripada kematian.”pa yajikanku dibunuh oleh prajurit Temujin. Jadi, menurutku membunuh Temujin adalah tanggun jawabku.”
Lagi-lagi terjadi kegemparan di antara staf Temujin. Temujin bertanya dengan suara lembut, “Siapa majikanmu?”
“Majikanku Todogen Girte.”
“Apa kau orang Taichu?”
“Bukan, orang tuaku kaum Besut.”
Kaum besut adalah orang-orang bawahan kaum Taichut. Dahulu, kaum Taichut mengalahkan orang-orang Besut dan memperbudak mereka. Anggota suku yang diperbudak kemudian mengurus ternak majikan mereka dan menyingsingkan lengan baju untuk melakukan pekerjaan rumah tangga serta semua pekerjaan kotor dan kasar lainya. Selain itu, pada masa perang, kaum yang diperbudak harus bertarung untuk mereka sebagai bagian dari pasukan mereka. Pada saat itu, di Dataran Mongolia, para budak merupakan kelompok orang terendah dalam struktur sosial. Para budak tersebut tidak memiliki kebebasan.
Temujin menanyainya sambil menatap tepat ke matanya, “Apa kau tahu  bahwa orang tuamu adalah budak kaum Taichut?”
Si pemuda menjawab sambil menghindari pandangan mata Temujin. “Aku tahu tapi, Todogen Girte adalah majikanku.”
Temujin terkesan akan kesetiaannya. Kesetian adalah sifat terpenting yang dipertimbangkan Temujin ketika dia mengevaluasi anak buahnya. Temujin berbisik kepadanya, “Di antara kami tidak ada budak. Kenapa kau tidak bergabung dengan kami?”
Si pemuda berpikir-pikir sebentar dan menjawab, “Maaf. Aku tidak siap untuk itu. Aku tidak siap menerima majikan baru.”
Temujin berdiri dan mendadak berkata, “Kau akan dipenggal. Apa ada hal lain yang ingin kau katakan?”
Si pemuda menjawab dengan tekad bulat sambil menatap tepat ke arah Temujin, :”Kau bisa mengambil nyawa ku, tapi tidak pikiranku.”
Temujin mengeluarkan tawa terkekeh-kekeh nyaring. Swsaar kemudian, Temujin menanyai pemuda itu, sambil menunjukkan ekspresi serius, “Siapa namamu?”
“Jirkodai.”
Temujin memerintahkan anak buahnya agar membebaskan pemuda tiu serta memberinya seekor kuda, makanan untuk tiga hari, dan sekantong susu domba. Temujin berkata kepadanya saat perpisahan. “Pergilah! Kau sekarang bebas! Kesetiaanmu pada majikanmu patut dihargai dan dipuji. Carilah majikan baru dan janganlah berubah pikiran.”
Temujin memperhatikannya menghilang ke cakrawala yang jauh.
Tiga hari kemudian, si pemuda kembali. Saat Bogorchu melaporkan kembalinya si pemuda, Temujin memperbolehkannya masuk.
“Kenapa kau kembali?”
Pemuda menjawab sembari berlutut dan menundukkan kepala. “Saya di sini untuk menyerahkan pikiran dan raga saya kepada Anda.”
Temujin senang. Seorang berpikiran lurus senantiasa mengundang orang lain yang juga berpikiran lurus. Temujin pun menerimanya, “Mulai saat ini, namamu Jebe. Kau membutuhkan nama baru karena kau telah terlahir kembali.”
“Jebe”  berarti mata panah dalam bahasa Mongol. Irasat dan mata tajam Temujin membuatnya tak pernah keliru dalam mengevaluasi dan menilai anak buahnya. Belakangan, Jebe mengepalai 10, lalu 100, dan akhirnya 10.000 anak buah, sebab dalam pasukan dan masyarakat pimpinan  Temujin, hanya kemampuan dan kompetensilah yang diperhitungkan. Pada akhirnya, dia menjadi salah seorang pemimpin, beserta Subedai, dalam penaklukan Rusia.
4. AKHIR RIWAYAT KAUM TARTAR
Sememnjak awal masa, kaum Tartar sepertinya telah menguasai kawasan Timur Dataran Mongolia. Pada satu saat, mereka adalah suku terkuat dan terkaya di dataran tersebut. Populasi mereka berjumlah kira-kira 350.000 hinggal 400.000 orang, atau 70.000 keluarga. Kampung halaman mereka berlokasi di sekitar Danau Kulen dan Danau Buyr, yang terletak di antara Gunung Khingan dan Sungai Kerulen. Terdapat sumber daya alam berlimpah berupa perak di area mereka sehingga mereka membuat segalanya, perkakas, perangkat dapur, dan bahkan buaian bayi, dari perak. Mereka sudah dikenal oleh dunia luar sejak abad ke delapan, al hasil “Tartar” menjadi nama yang mewakili semua orang di dataran rendah tersebut dan bahkan orang-orang Asia Tengah juga. Mereka adalah singan kuat bagi orang-orang Mongol dan sudah lama bersaing demi kendali atas wilayah tersebut. Perselisihan di antara mereka telah memburuk secara kian dramatis sejak orang-orang Tartar menangkap Ambakai, Khan kedua bangsa Mongol primirif, karena kesepakatan rahasia dengan orang-orang Juchid dari Kekaisaran Chin, dan menyerahkan sag khan kepada orang-orang Juchid. Mereka kuta, kaya, dan berpembawaan agresif, tetapi karena mereka terpecah belah ke dalam banyak klana kecil dan kurang harmonis di antara sesama mereka sendiri, kekuatan mereka jadi melemah.
Temujin telah berjaya. Sekarang, dia menutuskan bergerak ke tahap berikutnya dalam rencananya untuk mempersatukan Dataran Mongolia, yaitu mengenyahkan kaum Tartar. Temujin tahu bahwa selama mereka masih ada, pergerakkannya takkan mudah. Bertahun-tahun lalu, Temujin telah mengurangi sebagian kekuatan mereka dengan cara membunuh Megujin Seultu, bersama Wang-Khan dan Wanyen  Xiang dari Chin, Tapi kekuatan inti mereka masih kokoh. Temujin tahu hal tersebut akan menjadi pekerjaan berat. Dia juga tahu dirinya memerlukan persiapan menyeluruh. Setelah kembali dari Koyiten. Temujin menghabiskan musim dingin dengan cara beruru di seputar Pegunungan Kurelku. Ketika musim semi tiba, Temujin mulai beraksi. Emujin memperkirakan bahwa butuh enam bulan untuk persiapan. Hal pertama yang harus dia lakukan adalah meyakinkan rakyatnya bahwa mereka bisa menang.
Langit menganugerahiku kekuatan
Untuk menguasai negeri ini;
Berkat kehendak langit,
Dan dengan kekuatan langit,
Musuh akan kukalahkan.
Pasukanku tak terkalahkan,
Dan mereka yang berkumpul di bawah
Panji-panjiku, akan abadi,
Baju Zirah mereka’kan kebal terhadap tombak,
Dan panah takkan mengenai mereka.
Di hdapan pengikutku,
Hanya ada kemenangan dan kejayaan,
Dan anak-anak merka akan menikmati,
Kemakmuran tak berkesudahan,
Dari generasi ke generasi.
Peraturan Temujin untuk para serdadunya amatlah ketat. Desertir dipenggal. Seseorang yang menolak mamatuhi perintah dari atasan mereka di medan tempur dipenggal. Ketika sebuah unit yang terdiri dari sepuluh prajurit menyerang musuh, dan jika lebih dari ddua orang di antara mereka jauh di depan yang lainnya, sisanya harus mengikuti untuk membantunya. Jika atidak, yang tertinggal akan dipenggal. Keika pasukan tengah bergerak maju, jika eseorang menjatuhkan senjata atau barangnya, orang berikut di belakangnya harus memungut benda tersebut dan menyerahkannya kembali kepada si pemilik. Jika dia mengabaikan benda itu atau tidak mengembalikannya, dia akan dipenggal. Komandan unit, kecil atau pun besar,  yang secara sengaja membuat laporan palsu atau menyembunyikan kesalahannya, akan dipenggal. Semua aturan ini dipertegas dan diperinci seiring dengan semakin besarnya pasukan Temujin. Temujin merancang sistem kenaikan pangkat yang akurat dalam pasukannya, berdasarkan kemampuan, kompetensi, dan kapasitas setiap rpajurit. Prajurit yang dianggap berjasa paling besar memperoleh posisi pemimpin. Posisi mereka dapat digantikan kapan saja oleh seseorang yang lebih layak.
Setiap prajurit Temujin mendapatkan dua busur, satu wadah berisi anak panah, satu tombak, satu laso, satu pedang sabit, satu belati, satu kapak perang, satu gada, satu tameng bundar, dua kantong kulit domba untuk minuman, satu jarum tisik untuk memperbaiki barang dari kulit, dan satu pisau genggam kecil. Semua benda ini disimpan dan diraat bagaikan tubuh sang prajurit sendiri dan siap dipakai kapan saja. Inspeksi acap-acap kali dilakukan oleh Temujinatau panglima berpangakt tinggi, dan apabila ditemukan masalah, bukan Cuma si pemilik yang dihukum, melainkan juga Komandannya.
Bekal untuk pertempuran terutama berupa dendeng, yang bisa tahan beberapa tahun tanpa menjadi basi. Mereka bisa langsung memakannya atau merebusnya. Temujin memerintahkan penggunaan sanggurdi pendek bagi para prajuritnya, yang memungkinkan tubuh mereka bergerak lebih bebas ketika mereka terlibat dalam pertarungan satu lawan satu di medan tempur. Semua prajuritnya diperbekali pakaian dalam sutra, yang menghambat penyebaran racun ketika mreka ditembak panah beracun, dan pada saat bersamaam membuat mata panah mudah dilepaskan, dengan hanya meninggalkan luka kecil. Ini disebabkan, dalam banyak kasus, kain sutra ikut masuk, beserta mata panah, ke tubuh prajurit sehingga memperlambat penyerapan racun.
Pada musim gugur, Temujin berderap untuk menyerang kaum Tartar. Para penabuh genderang Temujin menandakan dimulaiknya perang, menggebuk nacara, atau genderang timah, bersama-sama. Pasukan Temujin terdiri dari 7.000 anak buahnya sendiri, 5.000 anak buah Altan, 4.000 anak buah Quchar, 3.000 anak buah Daritai, 2.000 orang uruud bawahan Julchedai, 2.000 orang Mangkud bawahan Quyilda, menjadikannya berjumlah totoal 23.000 orang. Kaun Tartar mempunyai 30.000 orang dari lima klan yang berlainan. Yaitu klan Tartar Alchi, Tartar Chagaan, Tartar Tutaut, Tartar Aluqay, dan Tartar Tete.
Temujin mengdakan rapat dengan pemimpin setiap kelompok dan para panglima tingginya. Setelah raapt, Temujin memberikan instruksi penting.
“Perang ini mungkin saja apelik. Kita harus bergerak di bawah satu alur komando langsung. Dengan cara itulah, kita bisa menjadikan diri kita tetap kuat. Pergerakan individual tak diperbolehkan. Sampai musuh sudah hancur binasa, tidak ada satu kelompok pun yang boleh keluar dari bari pertahanan karena alasan apa pun. Seusai perang, distribusi akan dilakukan secara adil.”
Hingga masa itu, ketika banyak suku berpartisipasi dalam perang yang sama, tiap suku atau kelompok cenderung keluar dari baris pertahanan dalam rangka mengejar keuntungan mereka sendiri. Target utama mereka adalah pampasan perang. Temujin melanjutkan.
“Kalau-kalau tak-tik kita tidak terlalu berhasil, kita harus kembali ke titik awal. Dengan cara itulah, kita dapat berkonsolidasi dan mencoba ulang. Siapa pun yang berusaha kabur akan dipenggal.”
Temuji dan pasukannya berderap lebih dari 800 kilometer ke arah timur, kemudian menyeberangi Sungai Khalkha di dekat Danau Buyr. Mereka berjumpa pasukan Tartar di bantaran Dalan Nemulges, yang merupakan cabang sungai Khalkha. Pasukan Tartar memang kuat, tetapi mereka tidak dapat menandingi pasukan Temujin yang terorganisasi dengan baik. Mereka ditaklukkan dan mundur ke bantaran Ulqui Selugejid, markas mereka, sembari meninggalkan mayat rekan mereka sesama prajurit yang tak terhitung jumlahnya. Temujin mengejar dan menghancurkan pasukan utama mereka, tetapi belakangan mendapati bahwa jumlah Prajurut  Tartar yang kabur setelah kalah terlalu banyak. Dia tidak dapat mengabaikan hal ini. Temujin pun berusaha untuk terus mengejar mereka, tetapi Altan, Quchar, dan Dariati tidak mengikutinya. Karena target utama mereka adalah pampasan dan rampasan perang, mereka menyibukkan diri dengan car mengambil ternak dan harta benda yang ditinggalkan kaum Tartar, mengabaikan peringatan Temujin. Temujin tdaik bisa terus bergerak. Temujin yang murka mengutus Jebe dan Qubilai untuk merampas semua pampasan yang telah mereka ambil.
“Perintah Khan! Kami harus merampas semua pampasan yang telah kalian ambil dari kaum Tartar. Kami akan menyimpan semuanya sampai Khan memberikan instruksi selnajutnya.”
Jebe dan Qubilai dengan patuh melaksanakan perintah Khan. Altan dan Quchar mulai sebal karena telah mendukung Temujin sebagai khan mereka. Mereka mulai meyakini bahwa Temujin sedang berusaha mematahkan tradisi lama serta menginterveensi klan atau keompok individual, yang merupakan entitas independen. Hanya Daritai yang datang untuk minta maaf karena tidak menepati janjinya. Permintaan maafnya diterima, tetapi belakangan dia harus membayar atas sikapnya yang tidak setia.
Temujin mengadakan pertemuan rahasia dengan segelintir orang untuk mendiskusikan rencana mendatang terkait orang-orang Tartar yang tersisa. Temujin menanyakan kepada mereka.
“Kita harus bicara tentang orang-orang Tartar yang tersisa. Harus kita apakan mereka? Jika kalian punya pendapat, silahkan beritahu aku.”
Daritai mengutarakan .opininya.
“Kaum Tartar sudah menjadi musuh bebuyutan kita selama bergenerasi-generasi. Meraka tidak layak menerima belas kasih kita. Kita harus memperlakukan mereka sama seperti kita memperlakukan kaum Taichut. Orang-orang yang lebih tinggi dari roda gerobak harus dienyahkan.”
Tak seorang pun menentang Daritai. Mereka semua sepakat untuk tak menerima penyerahan diri orang-orang Tartar. Artinya mreeka akan membinasaan kaun Tartar, membunuh semua laki-laki Tartar yang lebih tinggi daripada roda gerobak.
Kira-kira sepuluh hari kemudian, setelah mengonsolidasikan para prajuritnya, Temujin melakukan mars ke tempat berkumpulnya puluhan ribu orang Tartar. Kaum Tartar sudah membangun benteng kuat di sebuah bukit tinggi, kira-kira 130 kilometer dari titik awal mars Temujin. Setelah melihat benteng tersebut, Temujin mengetahui secara intuitif bahwa mereka akan melakukan perlawanan jangka pendek, sama saja dengan bunuh diri, sebab mereka membangun markas di puncak bukit, yang ketersediaan airnya langka. Temujin mencoba menyerang dari segala arah, tetapi perlawanan mereka sangatlah sengit. Banyak korban yang jatuh di pihak Temujin. Jumlah korban lebih besar daripada yang mereka derita pada dua pertempuran sebelumnya. Temujin memutuskan untuk mencoba taktik tipu daya. Prajurit Temujin mulai berteriak ke benten di puncak bukit.
“Menyerahlah! Kalian akan diselematkan!”
Yeke Cheren, kepala suku Tartar yang terakhir, mendengus ketika dia mendengar itu. Dia menyuruh anak buahnya baas berteriak kepada par aprajurit Temujin di kaki bukit, “Jangan buat kami tertawa! Kami tahu Khan mu memutuskan takkan menerima penyerahan diri kami! Kami akan bertarung hingga pria terakhir!”
Temujin terperanjat mendengar hal itu. Bagaimana caranaya sampai mereka mengetahui keputusan rahasia kai? Siapa yang membocorkannya? Siapakah si Penghianat? Hanya delapan rpia yang menghadiri rapat rahasia itu, termasuk Temujin. Mereka adalah Temujin sendiri, Altan, Quchar, adiknya Kasar, saudara tirinya Belgutei, pamannya Daritai, adiknya Kachun, dan adiknya Temuge Ochigin. Walau demikian, Temujin tidak serta merta mulai mencari si penghianat.
Temujin semata-mata menunggu sampai orang-orang Tartar kehabisan air. Beberapa hari kemudian, saat pagi, mereka amembuka gerbang beneteng dan melakukan serangan habis-habisan. Setelah pertempuran sengit, benteng tersebut jatuh ke tanagn Temujin. Akan tetapi, banyak korban jiwa di pihak Temujin. Banyak prajurit musuh yang bersembunyi di antara mayat rekan mereka sesama prajurit, lalu menyerang dengan belati yang disembunyikan di dalam lengan baju mereka, ketika prajurit Temujin melangkah masuk ke beneteng. Temujin kehilangan satu panglima berpangkat tinggi dan banyak sekali prajurit. Seua laki-laki Tartar yang lebih tinggi daripada roda gerobak dibunuh. Itulah akhir riwayat kaum Tartar.
5. TEMUJIN  BERTEMU  YESUI
Temujin menerima laporan mengenai hasil perang dari Kasar. Perkiraan jumlah musuh yang meninggal, 50.000; perempuan dan bayi Tartar yang ditangkap, kira-kira 90.000; jumlah orang Tartar yang melarikan diri, tidak diketahui; kuda yag diarampas sekitar 20.000, unta, sekitar 7.000; sapi 5.000; domba, kira-kira 200.000,- kambil 10.000. Senjata, perhiasan, barang emas dan perak, bulu binatang, kulit, dan perlengkapan berkuda ditumpuk laksana gunung mustahil dihitung. Korban jiwa di pihak Temujin terdiri dari 1.200  anak buah Temujin, 600 anak buah Altan, 400 anak buah Quchar, dan 350 anak buah Daritai, sehingga jumlah totalnya 2.550.
Temujin menanyai Kasar, “Bagaimana dengan kepala suku Tartar, Yeke Cheren?”
Kasae menjawab dengan ekspresi malu, “Keberadaannya tidak dikeetahui. Kami tidak bisa menemukan jenazahnya. Tampaknya dia telah melarikan diri bersama istri dan seorang putranya. Namun, kedua putrinya berada dalam tahanan kita.”
Temujin berpikir sesaat, kemudian berkata kepada Kasar, “Bawa kedua putrinya ke hadapanku.”
Sesaat kemudian, kedua putri Yeke Cheren dihaturkan ke hadapan Temujin. Mereka kelihatan masih muda, kira-kira delapan belas atau duapuluh tahun, cerdas, dan cantik luar biasa. Temujin memperhatikan kedu perempuan itu baik-baik. Walau pun mereka terlihat letih karena lamanya perang, mereka masih memiliki keanggunan dan martabat layaknya perempuan bangsawan. Temujin mempersilahkan mereka duduk dan memerintahkan pelayan di dekatnya untuk membawakan mereka teh. Saat Jelme hendak menggeledah mereka untuk mencari senjata yang mungkin disembunyikan, Temujin menghentikannya, “Tidak apa-apa, Tinggalkan kami sendiri.”
Temujin menawari mereka teh yang baru saja diantarkan pelayan. Temujin memandangi para prajurit dan kuda-kuda yang melintas di depannya dan menyesap teh, di bawah awning dari tenda yang keempat sisinya digulung ke atas, Cahaya matahari pagi yang cerah tumpah ruah ke sekujur tubuh para prajurit, kuda, dan ke seluruh kamp.
Temujin menyesap tehnya laig, yang terbuat dari melati tambah sedikit susu segar, kemudian menanya kedua aperempaun itu, “Apa yang terjadi pada orang tua kalian?”
Perempuan yang tampaknya merupakan sang kakak menjawab, “Kami tidak tahu persis. Kami mencoba mencari mereka sendiri, tapi tidak bisa.”
Temujin bertanya, “Bagaimana dengan keluarga kaian sendiri?” Apakah kalian berdua sudah menikah?”
Kali ini, si adik yang gmenjawab, “Kami berdua belum menikah. Akan tetapi, kakak perempuan saya mempunyai tunangan.”
Setelah menyesap teh lagi, Temujin bertanya, “Di mana dia?”
Si kakak menjawab, “Saya bahkan tidak tahu apakah dia masih hidup. Dia bersama saya sampai beberapa waktu lalu.”
Temujin diam saja selama beberapa waktu, lalu bertanya, “Siapa nama kalian?”
Si adik menjawab, “Namanya Yesui dan nama saya Yesugen.”
Temujin memberi tahu mereka bahwa dia akan mengembalikan mereka, “Kembali dan tunggulah,  Aku akan memanggil kalian lagi.”
Temujin memerintahkan Jelme untuk menyediakan Yurt yang terpisah bagi mereka, empat pelayan perempuan, dan makanan istimewa, juga sepuluh prajurit penjaga untuk melindungi mereka.
Bau bacin mayat yang membusuk memenuhi udara, membuat Temujin dan para prajuritnya sulit bernafas selagi berada di medan tempur. Prajurit Temujin mengkremasi sebagian, dan menggali lubang besar serta menguburkan sisanya. Temujin mengadakan pemakaman masaal untuk para prajuritnya yang tewas. Di atas bukit yang menghadap ke padang tak berujung, yang tadinya adalah medan tempur, didirikan sebuah altar yang dilengkapi pedupaan perunggu besar. Kokochu, pendeta resmi dalam pasukan Temujin, berdoa dan membakar seekor domba untuk sesaji, membubungkan asapnya ke langit. Setelaelm serta sabuknya dan berdoa :
Sejarah umat manusia adalah serajah peperangan ..
Tab Tenggri, pemilik segalanya,
Berada di tempat yang terlalu jauh di atas sana,
Dan ibu bumi teruus diam membisu.
Kendati manusia fana teah diberi jatah usia,
Hanya mereka yang mati dengan pedang di tangan,
Yang merampungkan hidupnya.
Mereka yang menaati dan membangkang kehendak langit,
Akan senantiasa hadir,
Sehingga menjadikan dunia ini medan tempur tak berkesudahan.
Mereka gemetar ketakutan,
Karena takdir mereka sendiri,
Yang takkan pernah bisa mereka hindari.
Wahai Tab Tenggri yang maha agung.
Apakah kiranya kebenaranmu?
Seuasi ritual, semua kesatria berjalan di antara dua api unggun besar yang menyala-nyala, untuk penyucian dan perlindungan dari roh jahat. Api dikeramatkan oleh orang-orang Mongol.
Temujin dan para prajuritnya meninggalkan medan tempur dan, setelah melakukan perjalanan hampir seharian, mereka memilih lokasi perkemahan sekitar 160 kilometer dari titik awal mereka. Mereka merayakan kemenangan di sana. Mereka membuat api unggun, memanggang daging, minum-minum, dan menari. Adu gulat digelar di sana-sini. Temujin mengatur agar sebuah meja  diletakkan di luar dan menonton adu gulat sembari minum bersama Yesui dan Yesugen di kaan kirinya. Banyak penonton yang berkerumun dan menikmati tontonan berupa pertandingan gulat berteriak-teriak dan mengepalkan tinju ke udara, menyemangati pihak yang mereka dukung.
Pada saat ini, Temujin memperhatikan bahwa Yesui menjadi gugup dan kesal, entah arena alasan apa. Sesekali dia bahkan mendesah dalam-dalam. Temujin menoleh ke sana ke mari dengan hati-hati. Temujin menemukan seorang pria, tidak jauh dari mejanya, tengah melirik Yesui alih-alih menonton pertandingan. Dia tampaknya sedang berusaha mengirimkan semacam pesan kepada Yesui. Dia tampak masih muda, tampan, dan anggun. Temujin memanggil Bogorchu dan Mukali serta memberi perintah,
“Suruh mereka berbaris per suku.”
Adu gulat sementara ditunda. Sesuai dengan perintah Temujin, Bogorchu dan Mukali menyuruh orang-orang di sekitar meja. Temujin berbaris berdasarkan suku masing-masing. Ada barisan yang hanya diisi satu orang. Pria itulah orangnya. Temujin memerintahkan mereka untuk menari tahu siapa dia.
Pria itu memberitahu Bogorchu dan Mukali, yang mendatanginya, “Aku seroang Tartar. Aku bertunangan dengan Yesui, Putri Yeke Cheren. Karena sekarang perang sudah usai, aku datang untuk menjemputnya.”
Pria yang cuek ini telah kabur dari medan tempur dan kembali tanpa menyadari bahwa semua rekan sesukunya telah dihabisi. Terlebih lagi, dia meminta tunangannya dikembalikan. Ketika Temujin mendengar ini, dia tercengang. Dia tak mempercayai pendengarannya. Temujin bangkit perlahan-lahan dan berjalanmenghampirinya. Sambil menatap matanya, Temujin berkata kepadanya, “Tidakkah kau tahu bahwa sukumu telah dibinasakan? Semua laki-laki sesukumu yang lebih tingi dari roda gerobak telah dibunuh. Ke mana saja kau dan ke mana kau kabur? Semau rekan sesukumu bertarung sampai pria yang terakhir. Kau bahkan bukan orang Tartar! Kau Cuma belatung!”
Temujin berteriak kepada Bogorchu dan Mukali, “Singkirkan dia dari hadapanku!”.
Pria itu diseret pergi dari tempat itu oleh Bogorchu dan Mukali, kemudian dipenggal. Tidak sanggup menyembunyikan perasaannya yang tidak senang, Temujin berdiri, mengosongkan isi gelas anggurnya dalam satu tegukkandan berkata kepada Yesui, “Maafkan aku!”
Temujin pergi dari sana dan kembali ke tendanya. Malam itu, Temujin tidak bisa tidur. Terakdang orang tidak bisa memahami dirinya sendiri  sekali pun. Sementara Temujin berbolak-balik di tempat tidurnya, suara teriakan pelan seorang prajurit penjaga sampai ke telinganya. Prajurit penjaga sekali pun tidak boleh melangkah masuk ke tenda Khan. Mreeka justru harus berteriak dari luar untuk melapor. Ketika aturan itu dilanggar, mereka didpenggal.
“Seorang perempuan ingin menemui Anda, Tuan! Saya harus berbuat apa?”
Temujin balas berteriak ke pintu, “Siapa namanya?”
“Dia bilang namanya Yesui.”
Temujin mengijinkannya masuk. Yesui berlutut di depan tempat tidur Temujin dan berkata dengan suara pelan, “Saya di sini untuk menyerahkan pikiran dan raga saya kepada Anda, Tuan. Saya tak pernah menyadari bahwa mantan tunangan saya demikian pengecut dan tidak jantan. Seandainya Anda menerima saya sebagai pelayan terendah Anda sekali pun, saya akan sangat bersyukur.”
Temujin memperhatikan Yesui sambil duduk di tempat tidurnya. Sosoknya di bawah sorotan lampu Arab merupakan perwujudan kecantikan itu sendiri. Mata gelapnya yang berkilau di bawah alisnya, menciptakan kesan layaknya camar yang sedang terbang, menunjukkan bahwa dia mengatakan yang sesungguhnya. Temujin berdiri dan mengulurkan tangan. Sambil menggandeng tangan Yesui, Temujin membantunya berdiri. Temujin memeluknya sambil berkata, “Oh! Yesui.”
Temujin tidur dengan Yesui malam itu. Malam itu pun terasa panjang. Belakangan, Temujin menjadikan Yesui istri keduanya, setelah Borte. Seorang laki-laki bisa mencintai lebih dari satu perempuan.
6. MUSUH BARU TEMUJIN : ALTAN DAN QUCHAR
Sesudah Temujin kembali ke markas besarnya di dataran rendah dekat Gunung Kurelku, hal pertama yang dia lakukan adalah mendistribusikan pampasan perang, menghadiahi dan menghukum berdasarkan jasa  dan kesalahan. Dalam sistem Temujin, jika seseorang berjasa, dia diberi imbalan dan, sebaliknya, seseorang yang melakukan kesalahan harus bersiap-siap untuk hukuman yang pasti akan datang. Dia telah menyempurnakan sistem ini.
Temujin memulai investigasi diam-diam untuk mencari tahu siapakah si penghianat yang membongkar rahasia. Pertama-tama, Temujin mempertimbangkan Altan, Quchar, dan Daritai, yang pernah bertindak tak sesuai dengan janji mereka sendiri dan melanggar perintahnya. Walau demikian, Temujin tidak bisa menemukan motif gamblang sehingga mereka berbuat begitu. Merekalah yang sejak awal, berfokus untuk memusnahkan kaun Tartar. Berikutnya, Temujin memikirkan siapa saja yang punya hubungan dengan orang-orang Tartar. Dari sudut itu, Belguteilah yang pertama-tama mengemuka. Istri Belgutei adalah orang Tartar. Orang lain mungkin mengira Belgutei bisa saja melakukannya, tetapi indera ke enam Temujin memberitahuinya bahwa Belgutei tidak berbuat demikian. Kalau begitu, siapa yang melakukannya dan apa sebabnya?
Temujin menemui Belgutei secara langsung alih-alih menyuruh Kasar, kepala mata-mata, untuk menemuinya. Temujin dudk berhadapan dengan Belgutei. Temujin menanyai Belgutei sambil menatap tepat ke matanya, “Kaukah yang membocorkan rahasia itu?”
Belgutei menunduk beberapa lama tanpa berkata apa-apa. Dia kemudian mengangkat kepala pelan-pelan dan berkata dengan suara lembut, sembari menatap tepat ke arah Temujin, “Temujin, kalau aku beriat menghianati dan melukaimu, aku pasti sudah lama melakukannya. Terutama ketika kau membunuh kakakku Bektor, aku bisa saja menganggapmu sebagai musuhku. Kalau kau mencurigaiku sekarang, aku tidak punya bukti untuk menyangkalnya. Aku semata-mata merasa sedih.”
Temujin memegang tangannya dan berkata, “Belgutei! Menurutku bukan kau pelakunya. Tapi, aku butuh bantuanmu. Pura-pura sajalah kau melakukannya. Hukumannya sangat ringan. Dan jangan tanya aku alasannya. Dengan cara itulah, kau dapat membantuku.
Mereka saling pandang. Akhirnya, Belgutei mengangguk, seolh-olah dia telah membaca pikiran Temujin.
Keesokan harinya, Temujin menyelenggarakan rapat resmi bersama sekitar seratus kepala suku, pemimpin kelompok, dan kesatria berpangkat tinggi untuk pelaporan hasil perang, epncapaian, imbalan, hukuman, dan garis besar penditribusianpampasan perang. Kasar melaporkan semua statistik korban perang per kelompok dan suku.
Temujin mengeluarkan maklumat berikut atas nama khan “
Pampasan perang akan didistribusikan kepada prajurit secara setara, tanpa memperdulikan suku, klan, atau kelomok asal mereka.
Keluarga prajurit yang tewas akan memperoleh tiga kali lipat bagian jumlah yang diberikan kepada kepala suku, atau pemimpin kelompok, akan dialokasikan berdasarkan jumlah prajurit yang turut serta dalam pertempuran dan banyaknya anak buah yang meninggal di medan tempur.
Altan, Quchar, dan Deritei telah memisahkan diri demi rencana egois mereka sendiri dan membangkan perintah khan. Oleh sebab itu, setengah jatah mereka akan disita.
Barang-barang yang disita akan disimpan sebagai harta bersama.
Seusai rapat resmi, Temujin mengadakana rapat dean kerabat yang terpisah untuk menghukum belgutei, yang didpercaya telah membongkar keputusan rahasia.
“Belgutei tak sengaja membocorkan keputusan rahasia sehingga akhirnya sampai ke telinga musuh. Sebagai hukuman, dia tidak diperbolehkan menghadiri rapat Dewan kerabat selama setahun dan juga tidak diperbolehkan minum otok selama setahun mulai hari ini.”
Otok adalah minuman beralkohol yang digunakan orang-orang Mongol dalam upacara mengenang leluhur. Mereka acapkali meminumnya setelah upacara, sesuai dengan urutan arti penting atau keududukan dalam garis keturunan, untuk menegaskan bahwa diri mereka adalah bagian dari keluarga besar. Belgueti menerima keputusan ini tanpa berkeberatan.
Altan dan Quchar mengdakan pertemuan rahasi. Mereka menggerutu kepada satu sama lain tentang kebijakan Temujin dan cara mereka didperlakukan olehnya. Altan berujar, “Temujin mencoba menjadidkan dirinya raja yang menguasai kita. Sungguh konyol! Siapa yang mendukungnya menjadi Khan? Kita orangnya! Bisa-bisanya dia memperlakukan kita seperti ini? Seandainya kita meninggalkannya, dia sama seperti elang tak bersayap atau harimau tak bercakar. Kuharap dia tau itu.”
Altan menggerutu dan Quchar bersimpati dengannya.
“Dia mencoba mencoba merebut kemerdekan kita. Itulah persoalannya. Menurutku sudah waktunya kita tinggalkan dia.”
Pada saat itu di dataran Mognolia, posisi khan bermakna tak lebih dari sekedar konduktor operasi di medan tempur. Ketika mereka menghadapi musuh bersama atau mengejar tujuan yang sama, mereka memilih pemimpin dan menamainya khan. Khan yang terpilih akan diserahi kekuasaan tertentu atas gabungan suku tersebut, tetapi kekuasaannya terbatas dan setiap kepala suku masih memegang kuasa penuh atas rakyatnya sendiri.
Altan berkata kepada Quchar, “Jika kita meninggalkan Temujin, kita harus kemana?”
Quchar merenungkan hal ini, kemudian menjawab, “Menurutku kita sebaiknya bergabung dengan Wang-Khan.”
“Wang-Khan tidak ada bedanya dengan Temujin. Bukankah mereka sekelompok?” Altan balas bertanya sambil melemparkan ekspresi ragu.
Quchar menjelaskan, “Sebenarnya, kita akan bergabung dengan Jamuka, yang masih berada di bawah komando Wang-Khan. Kudengar ia masih baik-baik saja, meskipun kekuatan militernya telah dilucuti oleh Wang-Khan. Apabila kita bergabung dengannya, aku cukup yakin kita akan diterima. Dia adalah orang yang mengakui kemerdekaan tiap-tiap suku.”
Mereka pun sepakat untuk bergabung dengan Jamuka.
Jamuka menyambut Altan dan Quchar. Dia menerima mereka dengan riang, mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi dan memeluk mereka.
“Selamat datang kepada kalian berdua! Aku sungguh menghargai kedatangan kalian dan juga karena kalian tidak melupakanku.”
Jamuka menempelkan pipinya dengan pipi mereka, bergantian, tiga kali. Ini merupakan salam yang hanya mungkin dilakukan antara dua pihak yang saling mempercayai sepenuhnya. Musuh kemarin menjadi kawan hari ini. Jamuka mempersilahkan mereka duduk dan juga menawarkan teh hijau campur sedikit susu segar, yang baru saja diantarkan pelayan. Setelah menyesap teh, Jamuka berkata kepada Altan dan Quchar, sambil menyunggingkan senyum lebar did wajahnya, “Aku tahu kalian berdua pasti akan bergabung denganku. Temujin bukanlah orang yang tepat bagi kalian. Aku kenal baik dengannya. Dia berusaha menguasai semua kepala suku dalam gengamannya dan memperbudak mereka. Kita harus menghnetikannya.”
Quchar membuka mulut dan berkata, “Karena kami telah meninggalkannya, kekuatannya pastilah melemah. Namun dia terlalu dekat dengan Wang-Khan, itu bisa jadi masalah.”
Setelah lagi-lagi menyesap teh, Jamuka berkata, “Itu benar! Untuk mengenyahkan Temujin, kita harus memisahkan mereka terlebih dahulu. Selama mereka masih bersama, tak seorang pun dapat melawan mereka. Terlebih lagi, kita harus membuat mereka bertentangan. Sesudah mereka melawan satu sama lain sampai akhir dan keletihan setengah mati, mengenyahkan mereka akan jadi lebih mudah daripada memungut kotoran sapi kering.”
Mendengar komentar Jamuka, ketiganya tertawa bersama-sama. Sesaat kemudian, Altan menanyai Jamuka, dengan raut muka serius, “Apa kau punya gagasan bagaimana caranya memisahkan mereka?”
Setelah mengambil poci cina dan mengisi cangkirnya yang kosong perlahan-perlahan, Jamuka menyesap teh lagi dan berkata, “Serahkan itu kepadaku. Aku punya segala macam gagasan dan rencana di dalam sini.”
Saat mengucapkan ini, Jamuka menyipitkan mata dan mengetuk kepalanya dua kali dengan telunjuk kanannya. Ketiganya lagi-lagi mengeluarkan tawa terkekeh-kekeh nyaring.
Malam itu, Jamuka mengadakan Jamuan makan selamt datang untuk Altan dan Quchar. Para tamu memasuki tenda Jamuka satu demi satu, sesuai dengan urutan kedatangan mereka, Jamuka memperkenalkan semua tamu yan berdatangan kepada kepada Altan dan Quchar. Yang pertama adalah Qachiun Beki dar kaum Qadagin. Kaum Qadagin adalah musuh Temujin dan mereka sebelumnya telah mendukung Jamuka sebagai guru khan. Mereka bertukar salam dengan cara menyentuhkan pipi bergantian. Tamu berikutnya adalah Ebugejin dari kaum Noyakin. Dia berbuat serupa dengan Altan dan Quchar. Tamu-tamu berikutnya, yaitu Sugeetei, salah seorang kepercayaan Jamuka, dan Tooril, yang dahulu adalah anak buah Temujin, tetapi belakangan menghianatinya dan bergabung dengan Jamuka. Terakhir seorang gpria setengah baya, dengan janggut tebal dan kumis di wajahnya, melangkah masuk bersama seorang pemuda berusia dua puluh tahun. Jamuka dengan hati-hati memperkenalkan mereka kepada Altan dan Quchar. Mereka dalah Yake Cheren, mantan panglima tertinggi kaum Tartar, dan putranya Narin Keen. Setelah kalah dalam pertempuran, Yeke Cheren berhasil melarikan diri hanya dengan istri dan seorang putranya. Dia lantas sbergabung dengan Jamuka. Ketika dia berhadapan dengan Altan dan Quchar, alih-alih mengucapkan salam, dia berusaha mencekik mereka dan berteriak, Jamuka sudah bersiap-siap unuk hal semacam ini dengan cara menahan semua senjata mereka sebelum mereka masuk ke tendanya.
“Bajingan kalian! Bisa-bisanya kalian bertarung melawanku!”
Yeke Cheren terus menerus meneriaki mereka, wajahnya merona karena marah. Jamuka dan yang lain menengahi mereka dan berusaha menghentikan Yeke Cheren.
“Tenang! Kita sekarang kawan! Kita tidak lagi bermusuhan. Apa kau lua bahwa musuh dari musuh adalah kawanmu? Yang lalu sudah berlalu. Maka kini jauh lebih penting daripada masa lalu. Kita semestinya bekerja sama untuk menyingkirkan musuh kita bersama, Temujin. Semua ini terjadi gara-gara Temujin.”
Jamuka menenangkan mereka dan mempersilahkan mereka duduk. Jamuka memerintahkan pelayannya membawakan anggur dan makanan secepatnya, untuk berusaha mengubah suasana yang tidak enak.
Setelah memastikan bahwa semuanya sudah mendapatkan gelas anggur sendiri, Jamuka mengangkat gelas pialanya dan berkata, “Mengenyahkan Tamujin bukan pekerjaan enteng. Akan tetapi, itu juga tidak mustahil. Jika kita bekerja bersama-sama. Kita pasti akan memeproleh apa yang kita inginkan. Mari kita bersulang demi kesuksesan kita di masa mendatang.
Mereka semua mengangkat gelas anggur mereka. Yeke Chere dan putranya juga menganggkat gelas piala mereka, ragu-ragu. Semua pria mengobrol, berdiskusi dan minum banyak-banyak sampai larut malam.
7. WANG KHAN MENOLAK PINANGAN TEMUJIN
Musim semi baru telah tiba. Saat itu tahun 1203, tahun babi dalam kronik Mongol. Temujin kini berusia tiga puluh enam tahun. Temujin dan Borte mempunyai empat putra dan lima putri. Temujin menamai keempat putranya Juchi, Chagatai, Ogodei dan Tolui. Juchi, sang putra sulung sekarang berusia tujuhbelas tahun dan mulai bergabung dengan ayahnya di medan tempur serta ladang perburuan. Dia sudah menunjukkan bakat dan keberanian sebagai pemburu lihai serta kesatria ulung. Layaknya putra sulung, dia menjadi pendamping yang baik bagi ayahnya.
Suatu hari, Temujin memnaggil Juchi selagi dia sedang bersama Borte. Dalam Yurt-nya, sambil mengenakan del Mongolnya yang nyaman. Temujin tengah menikmati teh hijau sambil duduk di sofa seusai sarapan. Borte duduk di sebelahnya dan dipannya ada buaian perak tempat putri mereka yang berusia setahun sedang tidur, dalam balutan pakaian sutra. Kini, ada kerutan halus di seputar seputar sudut mata Borte, tetapi itu tidak menghilangkan kecantikan aslinya. Walau pun saat itu sudah permulaan musim semi, cuaca dingin dan potongan kayu terbakar di anglo perunggu, sesekali memercikkan bunga api jingga yang seolah sedang menari-nari ke atas. Segelintir pelayan perempuan mondar-mandir untuk membersihkan meja dan memberekan Yurt.
Temujin berkata kepada Borte, “Fujin, aku akan meminang putri Wang-Khan. Chaul Beki, untuk dinikahkan dengan putra kita Juchi. Apa pendapatmu?”
Fujin adalah gelar yang diberikan kepada perempuan bangsawan dan nama resmi untuk Borte adalah “Borte Fujin”. Temujin punya rencana untuk musim semi baru itu. Dia ingin melakukan kewajiban seorang ayah Mongolia, mencarikan calon pasangan bagi anak-anaknya yang telha cukup ummur, untuk menikah.
“Aku telah pernah melihatnya sekali. Jika dialah orangnya, aku tidak keberatan. Namun, menurutku akankah mereka mengiyakan, Suamiku?”
Nama rsmi putri Wang-Khan adalah Chaul Beki dan Beki juga merupakan gelar bagi seorang laki-laki atau perempuan berstatus sosial tinggi. Vhaul Beki adalah anak perempuan Wang-Khan satu-satunya dan adik Nilka Senggum.
Temujin menjawab. “ Entahlah. Tapi, kau tahu aku harus mencarikan seseorang unguk Juchi.
Setelah mengucapkan ini, Temujin meletakkan cangkir tehnya di meja terkekeh-kekeh.
Kali ini, Borte bertanya kepada Temujin dengan was-was. “Bagaimana kalau kita perkenankan Qojin beki menikahi Tusaqa, putra Nika Senggum, dengan syarat kita meminang Chaul Beki? Menurutku itu akan memudahkannya, Suamiku/”
Qojin Beki adalah putri sulung Temujin yang berusia lima belas tahun, sedang Tusaqa adalah putra seulung Nilka Senggum. Temujin memikirkan hal itu beberapa lama, lalu mengangguk. Pernikahan ganda di antara dua keluarga cukup dapat diterima dalam masyarakat Mongoia  dan lazim terjadi pada masa itu.
Laporan datang dari pengawal bahwa Juchi telah tiba/ Uchi bergegas ke yurt ayahnya, meninggalkan pekerjaannya. Ketika dia mendengar bahwa ayahnya memanggilnya. Borte tersenyum lebar kepada Juchi, seakan dia sangat bangga pada putranya itu. Saat si bayi mulai menangis, Borte memanggil pelayan perempuan untuk mengurus bayi itu.
Setelah memandang Juchi beberpa lama, Temujin mengijinkan putranya itu duduk di kursi cokelat tua di dekat sofanya.
 “Apa Chagatai masih menggodamu?”
Begitulah pertanyaan Temujin kepada Juchi. Itu karena beredarnya gosip yang mempertanyakan apakau Juchi putra kandung Temujin atau Chilger Boko, yang pernah menculik Bote beberapa lama. Pada suatu saat, Temujin memerintahkan bahwa siapa yang membicarakan topik ini harus di penggal. Namun, seiring berjalannya waktu, tiba-tiba saja putra Temujin yang berusia tiga belas tahun, Chagatai mulai menggodanya pada banyak kesempatan, mengucapkan, “Anak haram Merkid,”. Temujin yang menganggap serius hal ini, melacak sumber gosip dan memenggal kepala lelki dan seorang pelayan perempuan, dengan tangannya sendiri, karena sudah memulai gosip ini.
Kecemburuan antar saudara adalah insting primordial. Hal tersebut dapat dilihat pada anak elang yang baru menetas. Ia mendorong-dorong telur-telur lain yang belum menetas ke luar sarang. Kakak beradik bisa jadi sahabat baik atau musuh bebuyutan. Temujin tahu itu. Temujin sudah berkali-kali mendengar pelajaran mengenai lima anak panah dari ibunya. Quluun. Sekarang waktunya bagi Temujin untuk mengisahkan cerita yang sama kepada anak-anaknya.
Menaggapi pertanyaan ayahnya, Juchi menjawab dengan raut muka riang, seolah-olah itu bukan perkataan penting, “Tidak, dia tidak menggodaku lagi.”
Temujin mengangguk lega, dan berkata, “Kau putra sulungku. Ingatlah itu selalu!.”
Temujin menghabiskan teh di cangkir porselen Cinanya dan memanggil pelayan perempuan untuk membawa pergi cangkir tersebut. Dia lalu berkata, “ Kau sudah cukup umur untuk dinikahkan. Kau sekaang tujuhbekas tahun. Aku menikah ketika usiaku tujuhbelas tahun.”
Otia Mongol semerstinya menikah ketika usianya menginjak angka ganjil, berdasarkan adat istiadat mereka. Artinya, jika dia tidak menikah saat tujubelas tahun, dia harus menunggu sampai usianya sembilan belas tahun.
Temujin melanjutkan, “Putraku, pria baik selalu memiliki perempuan baik di belakangnya. Aku beruntung karena mempunyai ibu yang baik serta istri yang baik untuk menjadi ibumu. Aku selalu bersyukur kepada Tuhan atas hal itu.Mencari pasangan yang baik sangatlah penting. Suaramu akan segera didengar. Kau sebaiknya bersiap-siap untuk itu secara emosional!”.
Kali ini, Juchi bertanya dengan was-was. “Ayah, siapa dia?”
Karena Temujin tidak dapat menjawab dengan cepat, justru Bortelah yang menanggapinya.
“Dia putri Wang-Khan, Chaul Beki. Kau pernah melihatnya sebelumnya. Kami baru saja hendak meminangnya.”
Juchi diam saja. Chaul Beki berusia tujubelas tahun, sama seperti Juchi. Ibunya, istri sah pertama Wang-Khan. Sesudah melahirkan Nilka Senggum. Lama tidak bisa punya bayi lagi. Lalu tiba-tiba ia hamil lagi sesudah usianya empat puluh tahun, dan meninggal seusai bersalin. Anak ke dua itu adalah Chaul Beki. Wang-Khan sangat mencintai putrinya dan Nilka Senggum juga menyayangi gadis itu sebagai satu-satunya saudaranya.
Tiga hari kemudian, Temujin mengutus tiga pembawa pesan ke ordu Wang-Khan. Seusai menerima pembawa pesan Temujin, Wang-Khan memanggil Nilka Senggum. Wang-Khan berujar kepada Nilka Senggum, “Temujinmeminang Chaul Beki untuk putranya, Juchi. Ini adalah syarat supaya dia berkenan menyerahkan putrinya, Qojin Beki, untuk dinikahkan dengan Tusaqa. Bagaimana menurutmu?”
Nilka Senggum tidak suka kepada Temujin. Sentimen ini meburuk sejak Wang-Khan menunjuk Temujin sebagai penerus sah pertamanya. Lamaran Temujin terlalu menarik bagi Nilka Senggum, emngingat sifatnya yang emosional. Nilka Senggum mendekatkan kursinya ke dekat sofa Wang-Khan dan berkata dengan ekspresi tidak senang. “Ayah, aku tidak bisa menerima lamaran ini.”
Wang-Khan memandangnya keheranan dan menanyainya blak-blakan, “Kenapa? Juchi pemuda yang cakap. Aku pernah melihatnya beberapa kali.”
Nilka Senggum berusaha menjelaskan kepada ayahnya dengan ekspresi yang semakin tidak senang. “Ayah, Temujin adalah pewaris tahta pertama bagi kaum kita Kerait. Dia dan para anggota keluarganya takkan menghormati Chaul. Jika putrinya datang kepada kita, dia akan duduk di utara, meandang ke selatan. Sebaliknya, jika Chaul pergi ke sana, dia akan duduk di selatan, memandang ke utara.”
Di dalam yurt Mongol, tanpa terkecuali, sisi utara diperuntukan bagi kepala keluarga,s edangkan sisi selatan untuk pelayan. Orang-orang Mongol menganggap utara lebih penting daripada selatan, sama seperti kanan yang lebih penting dariapda kiri. Mereka biasanya meletakkan perlengkapan ritual untuk pemujaan leluhur, yang dianggap sebagai perabot terpenting di setiap rumah, di meja sebelah utara, sedangkan meja selatan memuat perangkat dapur atau barang-barang remeh.
Wang-Khan bersandar ke sofanya sambil mengerang. Dia merenung beberapa lama, “Sekarang, aku tahu pendapatmu. Oleh karena itu, aku takkan membicarakan hal itu lagi. Akan kutolak lamarannya.”
Wang-Khan memberi isyaratak agar Nilka Senggum pergi.
Pada masa itu di Dataran Mongolia, perkara pernikahan di antara kelas penguasa terkait erat dengan urusan politik. Seandainya satu suku atai klan ingin menempa hubungan dekat dengan suku atau klan lain, jalan pintasnya adalah lewat hubungan pernikahan. Apabila semua berjalan lancar, maka bagus bagi keduanya. Apabila tidak, kadang-kadang hal tersebut memicu perang.
Saat menerima jawaban berupa penolakan, awan gelap seakan membayangi wajah Temujin. Dia sangat tidak senang.
Temujin Khan.
Walau pun kalula calon pewaris nomor satu
Atau tahta kerait,
Kau masih merupakan salah satu anak buahku.
Bisa-bisanya seorang bawahan meminang
Putri majikannya, lebih dulu?
Itulah insiden pertama yang merenggangkan hubungan antara Temujin dan Wang-Khan.
8. JAMUKA BALAS MELAWAN
Jamuka mengunjungi Nilka Senggum bersama Altan. Quchar, ugeetei, Tooril, Quchiun Beki, dan Ebugejin. Nilka Senggum sedang tinggal di padang dekat Ngarai Berke di Pegunungan Jejeer, yang terletak di kawasan timur laut Dataran Mongolia. Wang-Khan tengah berasa di tepi Sungai Ergune, yang terletak 50 kilometer dari tempat perkemahan Nilka Senggum.
Nilka Senggum menemui Jamuka dan rombongannya di depan tendanya. Saat Jamuka dan yang lain turun dari kuda mereka, para prajurit penjaga mengambil alih tali kekang dan membawa kuda-kuda tersebut ke tempat terdapatnya palungan yang memuat makanan dan air. Kelompok prajurit penjaga lainnya, di depan tenda, melucuti Jamuka dan rombongannya. Jamuka mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi dan menyapa Nilka Senggum “Helo Senggum, lama tak jumpa!”
“Hai, Sechen. Memang sudah lama, ya. Senang bertemu denganmu!”
Mereka beperlukan dan saling menyentuhkan kedua pipi, bergantian. Nama resmi Jamuka adalah Jamuka Sechen. Sechen berarti bijak dan Senggum berarti panglima. Oleh sebab itu, dalam kasus Nilka Senggum, Nilka Senggum adalah nama asli dan Senggum adalah gelar. Namun, orang-orang di sekitar Nilka Senggum biasanya memang gilanya “Senggum” dengan akrab. Orang-orang Mongol tidak mempunyai nama keluarga. Mereka semata-mata mebubuhkan gelar di depan atau di belakang nama jika mereka memiliki gelar. Nilka Senggum menyambut semua orang yang lain juga. Dia sudah mendengar bahwa Altan dan Quchar meninggalkan Temujin dan bergabung dengan Jamuka.
Air bersih disediakan untuk Jamuka dan rombongannya guna mencuci tangan. Para pelayan perempuan Kerait datang sambil membawa baskom perak berisi air, satu untuk tiap tamu. Di belakang mereka, sekelompok perempuan lainnya memegang lan katun putih, Nilka senggum mempersilahkan para tamu memasuki tendanya. Tenda besar tersebut dihiasi barang-barang mewah serta mahal, dan lantainya ditutupi karpet kualitas tinggi dari Bukhara. Nilka Senggum menyilahkan mereka duduk dan memerintahkan pelayan perempuan agar membawakan minuman. Yang mengejutkan, kumis ditawarkan kepada mereka, padahal saat itu masih awal musim semi. Biasanya, Kumis hanya bersedia pada musim panas. Nilka Senggum, tukang minum dan pecinta arak, membiarkan juru masaknya membuat kumis setahun penuh, dengan mutu serta rasa yang sama seperti kumis musim panas.
Nilka Senggum mengangkat gelas angurnya tinggi-tinggi dan berkata kepada mereka, “Mari bersulang! Ku hargai kalian yang sudah datang dari jauh.”
Mereka pun bersulang. Tidak lama setelahnya, perempuan-perempuan Kerait berbaju sutra melangkah masuk sambil membawa nampan perak besar berisi aneka makanan yang menggunung, dan melayani majikan mereka serta para tamu. Saat Jamuka memuji kualitas kumis setinggi-tingginya, Nilka Senggum yang girang dengan bangga berkomentar, “Aku punya empat puluh juru masak di dapurku dan sebagian dari mereka ahli dalam pengolahan kumis.”
Mereka bertukar obrolan basa-basi tentang makanan dan anggur selama beberapa saaat. Kemudian, tiba-tiba saja Jamuka mengubah topik pembicaraan, “Pernahkah kau menghadiri salah satu jamuan makan Temujin?”
Mendengar pertanyaan Jamuka, Nilka Senggum menjawab dengan ekspresi tidak senang, “dia tidak tau caranya menikmati hidup. Dia tidak minum dan dia menyantap makanan budak. Aku bertanya-tanya, dia hidup buat apa?”
Jamuka terkekeh-kekeh dan bertanya lagi, “Benarkah bahwa Temujin meminang putri Kakak untuk putranya?”
Jamuka memanggil Wang-Khan “kakak”. Hubungan antara Temujin dan Wang-Khan adalah anak angkat dengan ayah. Di sisi lain, hubungan Jamuka dan Wang-Khan adalah adik kakak. Nilka Senggum memberikan jawaban dengan raut wajah yang semakin tidak senang, “Itu benar. Aku menolaknya mentah-mentah. Aku tidak menyukai Temujin. Lebih baik kubakar adikku daripada menyerahkannya kepada Temujin.”
Nilka Senggum meneguk kumis-nya dengan tegang, seolah-olah marah akan sesuatu. Jamuka memandangnya tanpa bersuara, lalu bertanya dengan nada tenang, “Senggum, tahukah kau kenapa Temujin melamar adikmu untuk putranya?”
Sambil meletakkan gelas pialanya di meja, Senggum memandang mata Jamuka tanpa bersuara. Jamuka melanjutkan, “ dia ingin memantapkan posisinya sebagai calon penerus nomor satu atas takhta Kerait. Jika kau menolaknya, kau melakukan hal yang tepat.”
Setelah mendengar ini, Nilka Senggum menyipitkan mata dan mengepalkan tangannya, “Apakah Temujin mengincar takhta Kerait? Tidak bisa! Selama aku masih hidup, itu takkan terjadi!”
Jamuka berkomentar, dengan ekspresi serius, “Tapi, ayahmu sudah menyatakan secara resmi bahwa Temujin lah calon penerus yang menepati peringkat pertama. Bukankah begitu>”
Menanggapi komentar Jamuka, Nilka Senggum menyeburkan kata-katanya, “Itu keputusan ayahku! Bukan keputusanku!”
Percakapan mereka berhenti sementara ketika dua pelayan perempuan Kerait yang gmembawa tempayan mulai mengisi gelas piala mereka yang kosong, satu demi satu. Nilka Senggum mengambil sepotong daging rusa dan memasukkannya ke mulut.
Sambil emngunyah daging, dia menanyai Jamuka, “Bagaimana menurutmu, Sechen?”
Setelah menyesap kumis, Jamuka menjawab, “Ya, aku hanyalah pihak ketiga ..  jadi, sulit untuk menilai. Tapi, seandainya aku berada pada posisimu, aku akan berusaha sebaik-baiknya untuk merebut kedudukan sebagai penerus nomor satu, sesegera mungkin.”
Dengan sikap penuh kekhawatiran dan minat mendalam, Nilka Senggum menyesap kumis, lalu bertanya kepada Jamuka sambil menatap matanya, “Ayahku mengesahkan Temujin sebagai penerus takhta nomor satu. Apa yang bisa dilakukan, saat ayahku masih hidup?”
Jamuka mengamati Nilka Senggum dengan iba, lalu berkata, “Keputusan telah dibuat oleh ayahmu, jaid keputusan tersebut harus diubah olehnya, selagi dia masih hidup. Jika tidak, sekali pun kau merebut takhta belakangan, itu tidak sah. Perbuatan seperti itu sama saja dengan penggulingan kekuasaan.”
Nilka Senggum mendadak tampak kehilangan selera makan. Dia berhenti makan minum dan menyandar ke kursinya. Dia duduk di sana sambil menetap kosong selama beberapa waktu. Jamuka memperhatikan Nilka Senggum tanpa suara, lalu berkata kepadanya sambil menepuk bahunya, “Senggum, bujuklah ayahmu.”
Mendengar kata-kata ini, Nilka Senggum duduk tegak dan berkata dengan marah, “Ayahku tak pernah membatalkan keputusannya. Mulut dan lidahku haru kuapakan?”
Jamuka duduk merapat ke Nilka Senggum dan berbisik, “Enyahkan Temujin. Itulah satu-satunya cara yang pasti. Katakan ini pada ayahmu, “Kaum Kerait harus dipimpin oleh orang Kerait.”
Setelah mengucapkan kata-kata ini, Jamuka menatap Nilka Senggum beberapa lama. Lalu, dia melanjutkan, “Senggum, dengarkan, dua pria baik Altan dan Quchar, sudah bersama Temujin bertahun-tahun sebelum mereka meninggalkannya. Sekarang mereka menentang keras Temujin. Ini menunjukkan dengan jelas bahwa Temujin tidak dapat diandalkan dan tidak dapat dipercaya. Begitu dia menguasia orang-orang Kerait dalam genggamannya, dia pasti akan memperbudak mereka dan menggunakan mereka sebagai mesin perang untuk rencana jahatnya. Keselamatan dan kesejahteraan orang-orang Kerait tidak terjamin di bawah kepemimpinannya. Semua orang ini berkumpul di sini hari ini hanya dengan satu tujuan bersama, yaitu menyingkirkan Temujin. Bantulah kami, dan rebutlah takhta Kerait masa depan.”
Nilka Senggum bersandar kembali ke kursinya. Sesatt kemudian, dia mengangguk perlahan.
Jamuka melanjutkan, “Aku tidak punya pasukan. Kau tahu bahwa ayahmu mencabut posisiku sebagai komandan. Namun, bagitu pertempuran dimulai, akan kudukung kau dari samping bersama-sama semua orang ini. Dan akan kubujuk ayahmu dengan caraku sendiri juga.”
Seusai makan malam, mereka pindah ke meja bundar dan mendiskusikan rencana tersebut sambil minum teh. Beberapa hari kemudian, Nilka Senggum mengutus pembaa pesan untuk menemui ayahnya yagn sedang tinggal di tepi Sungai Ergune. Wang-Khan murka ketika dia mendengar pesan dari Sayqan Todeen, pembawa pesan Nilka Senggum.
“Apa? Menyingkirkan Temujin? Siapa yang bilang begitu? Senggum? Kembali dan beritahu Senggum, kita takkan hidup sekarang kalau bukan karena Temujin! Dia adalah tulang punggung kaum Kerait kita.”
Wang-khan mengusir Sayqan Todeen. Seolah letih karena amarahnya, dan menjatuhkan diri ke sofa dan memerintahkan pelayan perempuan agar membawakan susu domba.
Dia merenung beberapa lama, lalu memanggil salah seorang anak buahnya, “Pergi dan suruh Jamuka menghaturkan diri di sini, sekrang juga!”
Wang-Khan berpendapat bahwa Jamuka lah satu-satunya ayang bisa membujuk Senggum agar melakukan hal ini. Jamuka sampai ke tenda Wang-Khan sore hari itu. Saat Jamuka muncul di hadapannya, Wang-Khan menghunus pedang sabitnya dan mempersiapkan diri untuk memenggal kepala pria itu.
“Kurang ajar! Kau yang mebujuk Senggum, kan?”
Jamuka menjawab sambil bertumpu pada satu lutut, “Ya, aku yang melakukannya, Kakak! Tapi tolong dengarkan akau sebentar saja. Kakak boleh memenggal kepalaku setelah aku berbicara. Takkan butuh waktu lama.”
Sementara Wang-Khan ragu-ragu. Jamuka mulai berbicara.
“Kakak, aku menegna baik Tamujin. Aku tahu persis apa yang ada dalam pikirannya. Dia berencana menguasai semua suku di Daratan ini dalam genggamannya. Tidak ada pengecualian! Kaum Kerait sekali pun ! Awalnya, dia bersamaku. Tapi, suatu hari, dia meninggalkanku tanpa sepatah kata pun. Lalu, dia menjadi musuhku. Adakah jaminan bahwa hal tersebut takkan terjadi pada Kakak?
Wang-Khan menyarungkan kembali pedang sabitnya dan duduk di kursi.
Jamuka melanjutkan, “Kakak, Temujin seperti bilduur. Dia bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain setiap musim. Aku ini qayirukana, yang tinggal di satu tempat dan tidak pernah pindah karena cuaca.”
Bilduur, yang disebut-sebut Jamuka dalam ucapannya, adalah burung migran, seperti itik liar, sedangkan qayirukana adalah burung branjangan. Wang-Khan mulai menderita karena konflik emosional. Dia membenamkan diri ke kursi, menempelkan satu tangan ke dahi, dan mengisyaratkan dengan tangan yang satu lagi agar Jamuka pergi.
Senggum mengirim pembawa pesannya yang kedua, tetapi dia masih belum bisa mendapatkan persetujuan ayahnya. Oleh sebab itu dia berkunjung secara langsung. Wang-Khan membentak Nilka Senggum ketika dia melihat putranya itu.
“Tidakkah kau tahu, bahwa Temujin adalah pendukung utama kita? Berkat dia, kita berhasil sampai sejauh ini. Jika kita menafikan kenyataan tersebut dan berusaha mengenyahkan Tamujin, kita takkan dicintai lagi oleh langit!”
Walau begitu, Senggum sudah siap. “Ayah, Tamujin tak menganggap penting diri kita. Dia melamar putri Ayah duluan! Sungguh tidak tahu adat! Itu terjadi selagi Ayah masih hidup. Ketika Ayah tak lagi berasa di dunia ini, apa pula yang akan terjadi? Semua sudah sangat jelas bagiku!”
Wang-Khan menenangkan diri dan berusaha membujuk putranya dengan nada suara yang lebih lembut, “Kita tidak perlu menyingkirkan Temujin. Kita hanya perlu melemahkannya. Dia masih berguna untuk kita.”
Setelah mengucapkan kata-kata ini, Wang-Khan memberi putranya isyarat agar mendekat dan berbisik kepadanya. “Adik Temujin, Kasar, membantu kita. Apabila kita bisa memisahkan mereka, Temujin takkan jaid ancaman lagi bagi kita.”
Istri Kasar adalah anak perempuan seorang kepala suku yang dikuasai Wang-Khan. Oleh karena itu, Kasar seringkali mengunjungi ardu Wang-Khan. Wang-Khan dan Kasar berjumpa secara rahasia dalam beberapa kesempatan. Wang-Khan menyadari bahwa kasar sama ambisinya seperti kakaknya. Temujin. Alhasil, Wang-Khan mulai menafaatkan hal tersebut.
Walau demikian tujuan utama Nilka Senggum adalah merebut kembali posisi pertama sebagai pewaris takhta. Dia tahu bahwa dia harus mengenyahkan Temujin untuk mencapai tujuan itu.
“ayah, kekhawatiran utamaku adalah siapa yang akan jadi penerus Ayah. Temujin bukan orang Kerait! Bagaimana bisa orang non Kerait, seperti dia, menjadi pemimpin kaum Kerait? Kenapa a\Ayah ingin menyerahkan bangsa ini secara keseluruhan kepada orang lain, padahal Ayah dan Kakekku, Kyirakus Khan, sudah bersusah payah membangunnya? Ayah punya dua pilihan :Menyetujui rencanaku atau menghapusnya dari daftar calon penerus.”
Wang-Khan mengamuk lagi, “Kau benar-benar tidak paham! Tanpa dia, kita tidak mungkin bertahan! Aku tidak sudi menyetujui apa pun!”
Sambil berdiri, Nilka Senggum mengeluarkan ultimatumnya; “Ayah, ini terakhir kalinya kau dan aku berurusan. Aku bukan putramu lagi!”
Senggum menendang pintu dan keluar. Wang-khan nelangsa karena kepedihan emosional yang berat. Senggum adalah anak laki-laki satu-satunya. Dia menghabiskan semalaman untuk menibang-nimbang, apakah akan menyetujui rencana Senggum atau tidak. Wang-Khan menyimpulkan bahwa dia menunjuk Temujin sebagai penerusnya karena dipaksa oleh keadaan, bukan karena kehendaknya sendiri. Apa yang kita khawatirkan dalam benak kita akan menentukan pilihan kita. Pada akhirnya, Wang-Khan menyetujui rencana Senggum untuk mengenyahkan Temujin.
9. SARAN  MUNGLIK
Sekelompok orang berkumpul di tenda Jamuka. Selain Jamuka dan Senggum, ada Altan, Quchar, Sugeetei, Tooril, Quchium Beki, Ebugejin, dan Yeke Cheren. Mereka duduk mengelilingi meja bundar dan mulai menyusun siasat untuk mengenyahkan Temujin dari dataran tersebut selamanya.
Jamuka membuka mulut dan memulai, “Cara terbaik untuk menang adalah menang tanpa bertarung.”
Semua hadirin diam saja, merenung kompleksitas maknanya.
Jamuka melanjutkan sambil memandang Senggum “Untuk menangkap ular beracun dengan aman, kita harus memegang kepalanya. Jik kita tak sengaja memegangi bagian tengah atau ekor, kita akan digigit.”
Karena Senggum mengakat bahu dan diam saja Jamuka terkekeh dan menjelaskan, “Tanpa Temujin mereka hanyalah gerombolan yang tidak bisa diatur. Seandainya kita menyingkirkan Temujin, mererka otomatis akan kolaps.”
Setelah mengucapkan kata-kata ini, Jamuka menatap Senggum dengan ekspresi serius dan berkata, “Undanglah Temujin, dan akan kami bereskan sisanya.”
Karena Nilka Senggum meminta penjelasan lebih terperinci, Jamuka menjawab dengan suara pelan dan jernih, “Kirimkan kurir kepada Temujin melalui ayahmu. Beritahu Temujin bahwa ayahmu dengan senang hati menyetujui pernikahan antara putrinya, Chaul Beki, dengan putra Temujin. Juchi. Undang mereka untuk upacara pertunangan dan mereka pasti akan datang!”
Sesudah mengucapkan kata-kata ini, Jamuka menoleh ke seisi tenda dengan hati-hati. Dua pria berdiri tegak di sebelah kiri dan kanan dinding utara, sedangkan dua pria lainnya berada di kedua sisi pintu selatan, sehingga totalnya ada empat orang. Mereka semua mengenakan lingkaran logam di leher, penanda budak. Untuk menaggapi gerakan mata Jamuka, Senggum cepat-cepat berkata, “Jangan khawatir, mereka tidak punya lidah. Dan tidak seorang pun bisa mendekati tenda ini hingga penghujung rapat.”
Mereka berdiskusi sampai larut malam dan membuat rencana terperinci. Saat jamuan di pesta pertunangan, atas isyarat dari Senggum, Jamuka dan yang lain akan melangkah masuk ke ruang perjamuan. Ebugejin dan Qachiun Beki akan memegangi tangan serta kaki Temujin, lalu Altan dan Quchar akan menghajar kepala serta dadanya dengan kapak. Begitulah skenario mereka, dan mereka juga memutuskan untuk menempatkan enam puluh pria berkapak di sekeliling area perjamuan, untuk berjaga-jaga.
Pada suatu hari yang cerah di musim semi, kurir Wang-Khan dan delapan anggota rombongannya tiba di ordu Temujin. Mereka mengenakan jubah sutra formal berwarna cerah berdesain mewah dan peci dari bulu musang hitam. Salah satunya membawa panji-panji segitiga keemasan Wang-Khan yang bergambar Elang. Temujin mengenakan pakaian resmi dan menyambut kurir Wang-Khan.
“Salam dari Wang-Khan yang terhormat dan keluarganya! Wang-Khan dan keluarganya dengan senang hati menerima usulan Anda untuk mengikat kedua keluarga menjaid satu lewat pernikahan. Hari terakhir bulan ini merupakan hari baik, maka upacara pertunangan akan diselenggarakan pada hari itu. Temujin Khan dan calon pengantin laki-laki dengan hangat diundang untuk hadir, demi mewujudkan perayaan tersebut.”
Kurir Wang-Khan mengutarakan pesan ini dan menyerahkan kotak hadiah pertunangan yang dibungkus kain sutra merah. Temujin mempersilahkan mereka msuk ke tenda tamu dan mereka dijamu dengan teh serta kue. Temujin dan Bort membuka kotak tersebut di yurt mereka. Mereka mendapat sebuah sabuk emas dan kalung mutiara sewarna susu, diperuntukkan bagi Temujin dan Borte. Borte menyentuh hadiah tersebut dan meraba kalung mutiara yang berkilau cemerlang selama sesaat, lalu bertanya kepada Temujin sembari menyingkirkan tangannya dari kalung itu, “Suamiku, kira-kira apa yang memotivasi mereka sehingga berubah pikiran?”
Temujin diam saja selama beberapa waktu, kemudian menjawab sambil memandang Borte, “Orang-orang berubah pikiran sepanjang waktu. Memang menurutku aneh juga, tapi aku tidak berhak menolaknya.”
Pada masa itu, adat istiadat Mongolia memungkinkan keluarga pengantin perempuan untuk memilih tanggal upacara pertunangan serta perkawinan, dan semua acara dilangsungkan di rumah pengantin perempuan. Tidak ada yang salah dengan undangan Wang-Khan. Jika Temujin menolak undangan tersebut tanpa alasan yang bagus, itu akan jadi aib bessar bagi Wang-Khan dan keluarganya. Temujin memaksa diri untuk menerima undangan tersebu t walau pun Borte menyarankan agar dia berdalih supaya acara itu dapat ditunda.
Temujin berangkat ke utara, menuju ordu Wang-Khan, bersama putranya Juchi dan kira-kira sepuluh pengawal saja. Mereka pergi pagi-pagi sekali dan saat sore, mereka tiba diperkampungan tenda Munglik, yang mereka lewati dalam perjalanan. Temujin memutuskan untuk menginap di sana. Mungklik lama menjadi pengikut keluarga Temujin dan Yesugei, ayah Temujin, secara pribadi meminta pria itu untuk menjaga anak-anaknya sebelum ia meninggal. Sejak saat itu, Mungklik setia terhadap keluarga Temujin, kecuali saat satu insiden, dan alhasil Temujin memperlakukannya seperti ayah sendiri.
Orang-orang nomaden di Dataran Mongolia, berpindah dari satu tempat ke tampat lain setiap musim. Dalam banyak kasus, mereka terpencar-pencar di daerah yang luas meskipun mereka sekelompok. Penyebabnya terutama karena ladang penggembalaan. Semakin besar suatu kelompok dan semakin banyak ternak yang mereka miliki, semakin besarlah ladang penggembalaan yang dibutuhkannya.
Malam itu, Temujin makan malam dengan Munglik dan putra-putranya. Kokochu, putra keempat Munglik dan pendeta kepala resmi di ordu Temujin, kebetulan berada di perkampngan tenda ayahnya. Oleh sebab itu, dia pun mengikuti acara makan malam. Julukannya adalah Tab Tenggri, yang berarti langit tertinggi.
Mungklik berkata kepada Temujin, “Temujin, undangan mereka mencurigakan. Mulanya mereka menolak, lalu belakangan mereka setuju. Alasan mereka menolak lamaranmu adalah karena mereka tidak mempercayaimu. Tidak ada alasan sehingga mereka berubah pikiran. Bisa saja ada siasat gelap dalam hal ini. Menurutku kau sebaiknya tidak pergi.”
Setelah ayahnya berbicara, Kokochu menambahkan, “Tua, menurutku, ayahku benar. Beberapa bulan lau, aku mendapat pesan dari Wang-Khan. Katanya, dia ingin menemuiku secara pribadi. Menurutku tak ada alasan untuk menemuinya, jadi aku mengabaikan pesan itu. Menurutku dia berniat memisahkan kita dan pada akhirnya melemahkan kita. Aku juga berpendapat sebaiknya Anda menimbang ulang.”
Temujin berhenti makan dan menatap kosong selama beberapa waktu. Temujin cepat membuat keputusan. Temujin memutuskan untuk menerima saran Munglik dan putranya.
Temujin memilih dua dari sepuluh abak buahnya, dan mengirim mereka ke ordu Wang-Khan sebagai pengantar pesan. Mereka secara singkat dilatih untuk menjelaskan alasan Temujin tidak bisa datang. Kedua pembawa pesan, Buqatai dan Kiratai, mengantarkan pesan tersebut ke hadapan Wang-Khan, persis sebagaimana yang diperintahkan.
“Temujin Khan mulanya berusaha menghadiri upacara perayaan. Namun, karena saat ini masih awal musim semi, menurut beliau waktunya tidak tepat untuk mengadakan acara sepenting itu. Beliau berkata bahwa akhir-akhir ini beliau sedang sangat sibuk memberi makan kuda, yang menjadi lemah sepnjang musim dingin. Jadi, beliau sepenuh hati berkeinginan untuk menjadwalkan ulang upacara pertunangan kali ini, saat kondisinya lebih memungkinkan.”
Setelah mendengar pesan ini, Wang-Khan berteriak sambil menghantm pegangan kursi dengan kepalannya, “Apa? Temujin menolak datang?”
Terjadi kegemparan di antara para pria yang berdiri di sekitar Wang-Khan. Jamuka mendekati Wang-Khan dan berbisik, “Sangat jelas bahwa Temujin sudah menduga rencana kita. Kita harus mengambil tindakan secepatnya.”
Wang-Khan melompat berdiri dari kursinya dan berteriak, “Tangkap mereka!”
Wang-Khan pun memangil semua kepala suku serta panglima di bawah pimpinannya dan mengadakan rapat darurat.
10. BADAI DAN KISHLIK DUA GEMBALA DOMBA
Rapat darurat Wang-Khan dihadiri semua kepala suku dan panglima di bawah pimpinannya, kecuali Jagambu dan Senggum. Akan tetapi, orang-orang yang mengikuti Jamuka, termasuk Altan dan Quchar, tidak diperbolehkan menghadiri pertemuan, terkecuali Jamuka sendiri, yang diakui sebagai ahli strategi ulung oleh Wang-Khan. Wang-Khan menoleh ke sekliling dan berkata, “Perang melwan Temujin tak terelakkan. Jika kalian punya gagasan, katakan padaku!”
Jamuka, yang duduk di samping Wang-Khan, membuka mulut dan berkata, “Strategi terbaik kali ini adalah menggerakkan pasukan dan mengepungnya sesegera mungkin. Jika mungkin, kita sebaiknya berangkat perang ini dan menyerangnya besok pagi-pagi sekali. Kita harus bergegas. Waktu ada di pihaknya.”
Wang Khan bertanya, “Sebesar apakah pasukan Temujin? Apakah ada perubahan jumlah?”
Senggum menjawab pertanyaannya, “Serdadu Temujin sendiri berjumlah tujuh ribu. Tapi, diasumsikan bahwa dia telah kehilangan banyak di antara mereka pada pertempuran tahun lalu melawan Tartar.”
Jamuka menambahkan, “Temujin sudah mendapat banyak pengganti. Barangkali sekarang jumlahnya enamatau tujuh ribu. Akan tetapi, sejumlah suku lain yang menemaninya bisa jadi masalah.”
Untuk merespon jawaban Jamuka, Wang-Khan bertanya, “Siapa yang akan menemaninya?”
Jamuka menjawab, “Kaum Uruud dan Mangkud akan menyertai Temujin. Jumlah mereka masing-maing hanya dua ribu orang, tetapi mereka tangguh. Mereka terorganisir dengan baik dan tiap-tiap prajurit amat terampil menggunnakan segala jenis senjata.”
Wang-Khan mempertimbangkan hal itu dan mengutarakan kesimpulan, “Yang akan jai baris depan kita adalah orang-orang Jirgin. Qadak! Di mana kau?”
Mendengar panggilan Wang-Khan, seorang pria melompat berdiri dan menjawab, “Ya, Tuan! Qadak di sini!”
Orang-orang Jirgin dikenal karena keberanian mereka, dan Qadak adalah kepala suku mereka. Wang-Khan menunjuk Achik Shirun dari suku Tubegen sebagai pasukan cadangan untuk baris depan, kalau-kalau mereka terpatahkan. Kepala pasukan penyerang ketiga adalah Olon dari kaum Dongqayid dan yang keempat adalah Qori Shilamun Tashi, kepala pengawal Wang-Khan. Komandan pasukan inti adalah Wang-Khan sendiri, dengan Jamuka sebagai penasihatnya. Wang-Khan memutuskan untuk memobilisasi prajurit Kaveleri berjumlah 40.000 orang. Mereka pun segera berangkat.
Sesudaha rapat, Jamuka bertemu secara terpisah dengan para partisipan yang mengikutinya, yaitu Altan, Quchar, Sugeetei, Tooril, Qachiun Beki, Ebugejin, dan Yeke Cheren. Diberitahukannya mereka tentang keputusan dan rencana perang yang akan datang. Mereka semua memutuskan uantuk bergabung dalam operasi militer Wang-Khan.
Yeke Cheren buru-buru kembali ke yurt-nya untuk mempersiapkan keberangkatan. Dia tidak punya pasukan, jadi dia setuju untuk bergabung dengan apsukan Qachiun Beki.
Saat kembali, dia bekta kepaa istrinya, Alak Yid, “Bersipalah untuk bergerak. Aku akan ikut dalam pertempuran. Kita harus pergi petang ini, jadi cepat bongkar yurt dan berkemas-kemas.”
Pada masa itu, ketika mereka ikut serta dalam pertempuran besar, seluruh keluarga amereka bergerak bersama-sama pasukan. Biasanya, keluarga mengikuti di belakang pasukan.
Istrinya, Alak Yid, menatapnya beberapa lama seakan-akan kebingungan, lalu berkata, “Apa kau lupa kau tidak punya pasukan? Yang kau miliki sekarang hanya aku dan putramu!”
Yeke Cheren yang malu, berusaha membuat istrinya paham, “Wang-Khan dari kaum Kerait sduah mulai mengambil langkah untuk mengenyahkan Temujin. Dia dan pasukannya akan berangkat petang ini untuk menyrangnya. Aku ikut serta dalam pertempuran dengan Jamuka.”
Alak Yid merespon, disertai ekspresi menghina dan tidak senang, “Wang-Khan akan mengenyahkan Temujin? Aap gunanya untuk kita? Kau sudah kehilangan seluruh rakyatmu. Kau tidak bisa menghidupkan mereka kembali! Takkan ada bedanya! Ini pereng mereka, bukan kita!”
Dia menyemburkan kata-kata ini dengan resah dan berguman  sendiri, “Kudengan Yesui menjadi istri kedua Temujin. Mengenyahkan Temujin sekarang hanya, membuat putri kita Yesui menjadi janda.”
Yeke Cheren berdiri saja di sana, sebab dia tidak tahu bagaimana harus menjawab.
Badai tidak sengaja mendengar semua ini dari awal hingga akhir saat dia sedang membawa ember kayu berisi susu domba segar dan hendak mengantarkannya ke yurt. Ketika Yeke Cheren mendatangi Jamuka sesudah dia berhasil melarikan diri dari medan tempur, Jamuka membantunya dengan cara memberikan empat puluh domba, dua unta, dan dua budak. Badai dan Kishlik adalah budak yang dikirim oleh Jamuka dan mereka berdua adalah gembala domba.
Badai menyadari bahwa dia baru saja mendengar informasi yang sangat penting. Dia pergi ke padang untuk mencari Kishlik. Badai menemuinya di padang tempatnya sedang mengurus domba dan meminta opininya tentang apa yang baru saja dia dengar.
“Jika memang benar, itu adalah informasi yang sangat urgen dan mendesak untuk Temujin Khan. Apa yang harus kita lakukan?”
Saat dia mengucapkan ini, Kishlik mengamati wajah Badai.
Badai berkata kepada Kishlik dengan nada tegas dan yakin, seolah dia sudah membulatkan tekad, “Kishlik, kita harus membantu Temujin Khan. Apa kau tahu sebabnya? Kita ini budak. Untuk menyingkirkan status bduak yang mengekang kita, kita harus pergi menemui Temujin Khan dan bergabung dengannya. Temujin Khan tidak memperkenankan perbudakan dalam sistemnya. Kudengar bahwa apa yang dia makan dan kenakan tidaklah terlalu berbeda dengan makanan dan pakaian kita sekarang. Siapa yang ingin kau bantu?”
Kishlik menjawab sambil menggamit tangan Badai erat-erat, “Benar! Kau baru saja mengucapkan apa yang ingin kukatakan. Aku sepakat denganmu. Tapi, karena ini adalah informsi yang sangat penting, kita tidak boleh membuat kekeliruan. Kita sebaiknya mengecek ulang.”
Badai mengangguk. Kishlik berjalan ke yurt sambil membawa ember kayu di tangannya. Narin Keen, putra Yeke Cheren, sedang menajamkan mata panah di depan yurt-nya dan membentak Kishlik ketika dia melihat laki-laki itu.
“Ke mana saja kau? Aku sudah mencarimu ke mana-mana!”
Kishlik berjalan menghampirinya dan bertanya, “Ya Tuan, apa yang bisa saya lakukan?”
Narin Keen berkata kepada Kishlik sembil melanjutkan pekerjaanya, “Kita akan pergi berperang. Sebelum matahari terbenam, selesaikan beres-beres, bawa kembali kuda-kuda dari padang, dan pasangi mereka pelana!”
Kishlik bertanya, “Tuan, jika Anda akan pergi berperang, apakah seluruh keluarga yang bergerak, ataukah hanya Anda dan Ayah Anda?”
Narin Keen menjawab sambil terus menajamkan mata panahnya, “Perang ini, Cuma aku dan ayahku yang pergi. Kau dan Badai harus mengantar ibuku ke ordu Wang-Khan besok pagi-pagi sekali. Di sana, akan kalian dapati keluarga Jamuka Sechen. Bergabung sajalah dengan mereka. Apa kau tahu letak ordu Wang-Khan?”
Kishlik menjawab, “Ya, saya tahu, Tuan. Apakah segenting itu sehingga seluruh keluarga tidak dapat bergerak bersama-sama? Saya harus berhati-hati terhaap prajurit yang mana selagi saya mengantar Ibu Anda ke ordu Wang-Khan?”
Narin Keen berhenti menajamkan panahnya sebentar, kemudian menjawab sambil memulia kembali pekerjaanya, Wang-Khan akan menyerang Temujin. Kita ada di pihak Wang-Khan.
Badai dan Kishlik lantas berderap dengan kecepatan penuh tanpa berhenti. Mereka mengendarai kuda bagus bernama Merkidei Chakaan dan Chakaan Keer yang, berturut-turut, merupakan milik Yeke Cheren serta putranya Narin Keen. Kaum aristikrat stepa acap kali menamai kuda mereka. Keduanya adalah kuda gesit. Mereka pun tiba di ordu Temujin kira-kira dua atau tiga jam kemudian. Temujin hendak pergi tidur lebih awal, seusai  makan malam. Temujin memperoleh laporan mendesak dari pengawalnya. Karena Temujin tidak mengenal kedua lelaki tersebut, dia memerintahkan mereka membuat laporan langsung dari luar yurt dengan suara lantang.
“Pesan urgen untuk Temujin Khan! Kami mendapat informasi bahwa pasukan Wang-Khan akan berangkat petang ini untuk mengepung Temujin Khan dan menyerang besok pagi-pagi sekali!”
Temujin melompat berdiri. Setelah mengambil pedang sabitnya dari meja di samping ranjangnya, dia pun keluar. Temujin mengambil sebua obor dar prajurit penjaga dan menerangi wajah kedua pria itu. Mereka tidaklah familier bagi Temujin. “Siapa kalian?” tunutnya.
Mendengar pertanyaan Temujin, Badai menjawab, “Mulanya kami adalah milik Jamuka Sechen. Namun, sejak musim gugur lalu, kami bersama Yeke Cheren dan keluarganya sebagai pelayan mereka. Kami telah mendengar, tadi siang, bahwa pasukan Wang-Khan akan berangkat perang ini untuk menyerang Temujin Khan saat fajar besok.”
Temujin memperhatikan meraka secara saksama.
Ketika mata Temujin dipalingkan ke kedua kuda putih yang mereka bawa, dia serta merta memanggil dua wanita Tartar yang dahuu bersama Yeke Cheren. Kedua wanita itu mengenali kedua kuda putih.
“Kedua kuda itu adalah milik Yeke Cheren dan putranya Narin Keen.”
Kedua wanita itu bahwa mengetahui nama kuda tersebut.
Temujin mempercayai kata-kata badai dan Kishlik. Temujin kemudian menyatakan keadaan darurat. Bunyi sangkakala bergemuruh serta tabuhan genderang bergema di ordu Temujin. Panah api dan anak panah mendesing terus menerus, didtembakkan ke angkasa untuk memberitahukan kepada para serdadunya yagn tersebar di area luas bahwa situasi genting tengah menimpa mereka. Temujin terus berteriak, “Mundur ke selatan dengan kecepatan penuh! Tinggalkan semua harta benda dan ternak! Bawa kuda, senjata, dan makanan darurat kalian saja!”
Temujin mundur ke selatan dengan kecepatan maksimum semalaman. Krisis yang mengancam itu seolah menyudutkan Temujin ke Ambang kebinasaan.
11. JURCHEDAI DAN QUYILDA, DUA KESATRIA
Temujin berkuda semalaman dengan para serdadu dan rakyatnya. Di banyak tempat mereka, mereka tidak bisa melaju kencang karena suasana yang gelap serta kondisi jalan yang tidak menguntungkan. Mereka harus berjalan diterangi obor. Sinar redup bulan sabit tumpah ruah kepala dan bahu mereka laksana kabut. Udara malam di stepa dingin, tetapi mereka harus terus mengelap keringat dari kening. Temujin tiba di Dataran Tinggi Mau, yang terletak sekitar 130 kilometer dari titik awal mreeka. Ketika siluet perbukitan timur yang tinggi dan rendah mulai tampak. Temujin menunjuk Jelme untuk mengepalai baris belakang, yang fungsinya penting ketika tengah mundur. Temujin menempatkan dua pengawas di atas dataran Tinggi Mau. Sesudah fajar sekalipun, Temujin terus berderap dan kira-kira pada tengah hari, meeka sampai di Qara Haljin, bukit berhutan gelap. Baik manusia mau pun kuda kelelahan. Jadi mereka pun memutuskan untuk beristirahat dan makan.
Selagi Temujin beristirahat, dua pengawas dari baris belakang berderap menghampiri Temujin, menciptakan ekor debu kelabu. Mereka terus berteriak, sementara mereka kian dekat.
“Musuh, musuh datang!”
Temujin menaiki kudanya dan menengok ke belakang. Di kaki langit, dia dapat melihat bahwa manusia dan kuda yang tak terhitung jumlahnya mulai tampak, menghasilkan kepulan debu besar. Temujin mundur 32 kilometer ladi dan mendirikan kamp perang, dilatarbelakangi Pegunungan Khingan yang besar. Menurut pertimbangan Temujin, akan menguntungkan baginya dan psukannya untuk bersembunyi di gunung, kalau-kalau mereka harus mundur lagi. Pasukan Temujin dan Wang-Khan berhadap-hadapan, dihalangi beberapa bukit kecil dan kali. Penting memposisikan diri seperti itu ketika Temujin harus menghadapi musuh yang mengungguli serdadunya empat berbanding satu.
Atmosfir tegang mencekik menggantung di antara mereka dan maut seakan melayang-layang di udara. Temujin sudah berpengalaman dalam banyak pertempuran berat, tapi dia masih merasakan betapa pentingnya situasi tersebut. Temujin tahu ini adalah pertempuran penentuan bagi dirinya dan Wang-Khan. Bagi Temujin, yang kehilangan ayahnya sendiri. Dia mengandalkan mempercayai, dan memperlakukan Wang-Khan seperti ayahnya sendiri. Kini, Temujin menghadapinya sebagai musuh. Temujin sedih. Namun, Temujin juga tahu bahwa perasaan sentimentil  adalah hal tabu di medan tempur. Di medan tempur, hanya pemenang yang akan bertahan. Pecundang akan binasa. Keadilan, kebebasan, dan hak untuk memilih merupakan privilese bagi pemenang. Kebenaran dan sejarah sekali pun ada di tangan mereka.
Tiba-tiba saja, sebuah anak panah datang dari perkemahan Wang-Khan disertai bunyi berdesing nyaring. Pnah itu menancap ke tanah di tengah-tengah perkemahan Temujin. Terjadi sedikit kehebohan di antara para prajurit. Seorang prajurit membawakan panah tersebut kepada Temujin. Panah itu adalah sebuah godori, dengan mata panah dari tanduk sapi atau kambing yang berlubang-lubang sehingga menghasilkan bunyi berdesing saat ditembakkan. Panah tersebut biasanya digunakan untuk berkomunikasi, bukan untuk membunuh. Anak panah itu membawa surat. Secarik kecil kertas yagn digulung diikat kuat-kuat ke ujung panah. Surat itu ditulis dalam aksara Ulghur di kertas ina.
Temujin,
Pasukan Kerait akan menyerang secara bergelombang.
Baris depan, 2.000 orang Jirgin – kemudian, Qadak.
Pasukan enyerang kedua 2.000 orang Tubegen – komandan Achik Shirun.
Pasukan penyerang ke tiga, 2.000 orang Dongqa yid—komandan, Olon.
Pasukan penyerang keempat, 2.000 pengawal raja – Komandan.
Qori Shilemun Tasbi Pasukan inti .30.000 serdadu – panglima tertinggi, Wang-Khan; wakil komandan, Senggum; penasihat Jamuka.
Baris belakang, 2.000 orang – komandan, Jagambu.
Berhati-hatilah.
Temujin mengadakan rapat bersasarkan datangnya pesan ini. Banyak panglima yang meragukan kebenaran pesan tersebut. Namun, Indera keenam Temujin memberitahunya ientitas si pengirim.
Temujin berkata, dengan senyum simpul di wajahnya, “Aku tidak tahu siapa pengirimnya, tapi kurasa bisa kutebak. Akan kupertimbangkan informasi ini. Jika taktik mereka adalah menyerang secara bergelombang, kita akan menghancurkan mereka dengan taktik yang sama. Siapa yang ingin jadi baris depan?”
Jurchedai dari kaum Uruud berdiri.
“Saaya akan menjadi baris depan bersama ke 2.000 pendekar saya.”
Walau begitu, sebelum dia selessai berbicara, Quyilda dari kaum Mangkud berdiri di depannya.
“Saya ingin menjadi baris depan. Saya akan bertarung hingga napas saya yang penghabisan. Tolong jaga anak-anak saya yang yatim setelah saya meninggal!”
Quyilda menunjukkan tekad bulat. Dia menjadi pemimpin baris depan. Sementara pertemuan masih berlangsung, datanglah pesan urgen yang menyatakan bahwa para penyerang kian dekat. Quyilda kontan menaiki kudanya dan berderap besama ke 2.000 pendekarnya.
Ke-2.000 orang Jirgin yang dipimpin oleh Qadak mendekat laksana gelombang yang menggemuruh. Mereka bengis dan berani. Layak menjadi baris depan Wang-Khan. Di kamp Temujin, penabuh genderang mulai menggebuk nacara, atau genderang timah, secara bersama-sama, menandakan bahwa serangan telah dimulai. Seiring dengan tabuhan genderang yang memekakkan, Quyilda pun melesat maju ke arah musuh besama ke 2.000 kesatrianya. Quyilda berada di depan anak buahnya dan ditemui oleh Qadaq, yang juga berada di depan para serdadunya. Kedua petarung veteran itu berduel selama beberapa waktu. Setiap kali pedang sabit mereka beradu, muncullah percikan biru disertai bunyi berdentang. Dalam waktu singkat, lebih dari setengah prajurit di kedua pasukan jatuh dari kuda mereka setelah terpotong dua atau tertusuk tombak di dada atau abdomennya. Kuda-kuda yang kehilangan penunggang berpencar di padang ke segala arah. Para prajurit yang jatuh, yang masih bisa bergerak menarik penunggang musuh dari kuda mereka menggunakan tombak berkait, lalu menombak dada atau punggung mereka dalam-dalam. Mereka yang melakukan ini diremukan kepalanya oleh gada penunggang kuda yang berkelebar ke sana ke mari. Seiring berjalannya waktu, jelaslah sisapa yang menang. Lebih banyak prajurit Mangkud yang masih menunggangi kuda mereka.
Quyilda dari kaum Mangkud dan Qadak dari kaum Jirgin tak kenal kata mundur. Mereka tak pernah kalah. Hanya kemenangan dan mautlah pilihan mreka. Pada saat ini, pasukan penyerang kedua Wang-Khan, orang-orang Tubegen yang dipimpin oleh Achik Shirun, telah tiba, Quyilda harus menghadapi para penyerang yang baru tiba ini. Sementara itu, Qadak dan serdadunya yang tersisa telah mundur. Quyilda terlalu lelah untuk mengatasi sang musuh baru. Achik Shirun, yang penuh energi. Pinggangnya ditombak dan dia pun jatuh dari kudanya. Para pendekar Magkud berduyun-duyun menyelamatkannya. Saat inilah Jurchedai, dengan ke 2.000 kesatrianya, tiba. Jurchedai menghadapi musuh, sementara para prajuritnya menyelamatkan Quyilda yang terluka. Achik Shirun mundur setelah kehilagnan lebih dari setengah prajuritnya.
Pada saat ini, regu penyerang Wang-Khan yagn ke tiga, ke-2.000 orang Dongqayid yang dipimpin oleh Olon, muncul. Olon menerjang Jurchedai sanbil emncengkeram tombaknya erat-erat. Dia menghujamkan tombak ke depan dengan ganas, tetapi senjata itu tidak menyebabkan luka parah pada diri Jurchedai. Ujung tombaknya hanya menyentuh ketiak Jurchedai. Justru kapak perang Jurchedai-lah yang membelah helm dan tengkorak Olon jadi dua, menyebabkan darah dan jaringan otak menyembur keluar. Karena kehilanga pemimpin mereka, Olon, orang-orang Dongqayid pun mundur.
Berikutnya, tibalah pasukan penyerang keempat Wang-Khan. Dipimpin oleh Qori Shilemun. Tidak lama kemudian,leher Qori Shilemun disabet oleh kapak perang Jurchedai. Kepala Qori Shilemun masih menempel pada tubuhnya, tetapi hanya dihubungkan oleh beberapa lapis kulit yang msih utuh.
Mengetahui bahwa taktik serangan bergelombangnya telah gagal, Wang-Khan meluncurkan serangan habis-habisan. Temujin juga harus mengerahkan seluruh serdadunya, tetapi sulit mengatasi inferioritas jumlah dengan rasio empat berbanding satu. Nasib Temujin tampaknya sudah dapat diapstikan. Julah korban dari kedua belah pihak makin bertambah seiring berjalannya waktu, dan padang serta bukit dipenuhi mayat. Pada saat ini, terjadilah sesuatu yang mepengaruhi jalannya perang. Sebuah panah uchumak, atau panah dengan kepala bertanduk tiga, yang ditembakkan oleh Jurchedai, mengenai pipi Senggum. Senggum pun jatuh ke tanah, tak sadarkan diri. Para prajurit Kerait berduyun-duyun menyelamatkannya. Saat itu senja sudah tiba, jadi kedua pihak harus mundur.
Temujin mundur ke tenggara, ke dekat huran, dan menanti fajar. Temujin memperkuat pengawalannya. Kalau-kalau ada serangan musuh pada malam hari. Temujin mengabsen di tengah kegelapan. Dia mendapati bahwa putra ketiganya yang berusia sepuluh tahun, Ogodei serta dua panglimanya. Bogorchu dan Boroqul, tidak ada. Temujin mengabsen kembali, tetapi tetap tidak ada jawaban. Temujin jadi murung. Semua prajurit Temujin tidur di atas kuda mereka. Menjelang fajar, seekor kuda berjalan pelan ke samping Temujin dari baris depan. Pengawal Temujin  mencoba mengidentifikasi pria penunggang itu, dengan cahaya obor mereka. Pria itu bagaikan hantu perang. Helmnya lenyap, baju zirahnya tercabik-cabik, tetapi dia masih memegangi tombaknya yang bernoda darah erat-erat. Pria itu adalah Bogorchu. Dia terlihat luar baisa letih. Temujin membantunya turun dari kuda dan mengulurkan tangan untuk tumpuan.
“Bogorchu! Apa kau baik-baik saja? Aku mengkhawatirkanmu.”
Temujin memerintahkan abak buahnya agar membawakan minuman. Bogorchu, sambil membalikkan kantong kulit domba, meneguk susu domba dan berkata, “Tuan, aku tidak apa-apa. Aku hanya agak lelah.”
Setelah mengucapkan kata-kata itu, dia terkekeh-kekeh. Temujin, sambil menepuk punggungnya, tersenyum kepadanya. Bogorchu menghadapi masa sulit ketika kudanya jatuh kerena tertembak panah musuh. Tetapi akhirnya dia berhasil selamat, melacak jejak Temujin dengan kuda musuh yang diambilnya.
Saat fajar, seekor kuda lainnya mendekat. Pria yang menunggang kuda itu adalah Boroqul. Dia menggendong seorang bocah di depannya yang mungkins aja sudah meninggal atau masih hidup. Kedua sudut mulut Boroqul bernoda darah. Bocah itu adalah putra ketiga Temujin. Ogodei, dan lehernya terluka karena terkena panah musuh. Karena orang-orang Kerait menggunakan panah beracun. Boroqul harus menghisap darah dari luka tersebut supaya dia tetap hidup.
Temujin menggendong putranya turun dari kuda dan memeriksa lukanya. Dokter militer dipanggil untuk merawat luka itu. Setelah menyalakan api unggun di dekat barisan prajurit, sang dokter memanaskan belatinya ke api untuk menjadikannya merah membawa. Lalu, di sudutnya luka tersebut dengan belati itu. Tubuh si anak laki-laki berguncang dahsyat saat dia mengeluarkan jeritan kesakitan yang mengerikan, tapi tangan Temujin yang kokoh menutupi mulutnya dan tangan- tangan prajurit lainnya membantu menstabilkan tubuhnya. Ini berlangsung beberapa lama, tapi akhirnya si anak laki-laki menjadi tenang. Dia pingsan. Sang dokter memeriksa denyut nadinya dan berkata, “Dia akan baik-baik saja. Biarkan dia beristirahat. Pasti nanti dia bangun.”
Sang dokter menyelesaikan pekerjaanya, membubuhkan obat dan membalutkan perban. Temujin memerintahkan anak buahnya agar mengurus putranya baik-baik.
Saat matahari terbit, Temujin mundur kira-kira 50 kilometer lagi ke selatan sampai di tepi Sungai Dalan Nemulges, yang pernah menjadi medan pertempuran dengan kaum tartar. Mereka masih dapat melihat mayat yang membusuk, karena perang rusak, dan senjata yang dibuang di mana-mana. Maat-mayat sudah dimakan separuh oleh hewan liar, burung nasar, dan gagak, sedangkan sisanya dihancurkan oleh kekuatan alam. Temujin mengongsolidasikan para serdadunya di sana untuk bersiap akan serangan ke dua Wang-Khan. Dia amengonfirmasi jumlah serdadunya yang tersisa. Jumlah tersebut telah merosot dari 11.000 menjadi 4.600. Dia atelah kehilangan lebih dari setengha prajurit.
12. PESAN TEMUJIN UNTUK WANG-KHAN
Wang-Khan mengadakan rapat di kamp perangnya untuk memutuskan apakah akan melanjutkan perang atau mundur. Pihak Wang-Khan juga menderita kerugian besar. Dia kehilangan sekitar setengah serdadunya dan, terlebih lagi, putranya Senggum masih tidak sadarkan diri. Menetang sikap Jamuka yang bersikeras agar  pertempuran agar pertempuran dilanjutkan. Achik Shirun mengutarakan pendpat yang berbeda.
“Tuan, sebelum kita memutuskan apakah kita sebaiknya melanjutkan perang atau tidak, pikirkanlah penyebab perang ini. Penyebabnya adalah karena putra Anda. Senggum. Dia bersikeras agar kita melancarkan perang, dmi merebut posisi sebagai khan di masa mendatang dan martabat kaum Kerait. Dia masih tak sadarkan diri dan tak seorang pun tahu kapan dia akan bangun. Pada titik ini, jika kita melanjutkan perang, apa artinya  untuk kita? Hal yang terpenting saat ini adalah memastikan agar dia bangun, dan mematkan bahwa dia baik-baik saja. Sudah jelas bahwa pasukan Temujin mengalami kerugian besar. Sebagian besar orang Mongol Kyat bersama Jamuka sekarang, Altan dan Quchar. Sisa keompk Temujin takkan jadi ancaman besar bagi kita. Melanjutkan perang hanya akan melemahkan kita.”
Tak seorang pun bicara untuk menentangnya. Setelah keheningan singkat, Wang-Khan membuka mulut perlahan-lahan dan berkata, “Benar! Pada saat ini, hal yang paling urgen adalah memastikan agar Senggum bangun. Berhati-hatilah keteika kalian membawanya dan para dokter harus berbuat sebaik mungkin untuk membangunkannya sesegera mungkin. Kita akan kembali.”
Wang-Khan memutuskan untuk mundur. Mereka pelan-pelan bergerak kembali ke utara melewati Dataran Tinggi Mau.
Sesudah memastikan bahwa Wang-Khan benar-benar mundur, Temujin menggerakkan pasukannya ke barat, menysuri tepi Sungai Qalqa. Karena mereka kehabisan  makanan, mereka harus berburu. Mereka memilih sebuah hutan, yang dianggap sebagai habitat bagus bagi hewan liar, mengepungnya dan menggiring hewan-hewan ke dalam lingkaran. Sementara Temujin dan para panglimanya mengarahkan dan mengawasi opersi perburuan tersebut, seekor babi hutan besar kabur dari kepungan dan mulai melarikan diri. Melihat ini, Quyilda bergegas mengejar si babi hutan karena binatang itu merupakan bagian dari kepungannya. Temujin meneriakinya, berusaha menghentikannya, “Quyilda! Jangan! Lukamu belum sembuh!”
Temujin benar. Dua atau tiga hari terlalu singkat untuk menyembuhkan lukanya yang dalam. Selagi dia mengejar si babi hutan, lukanya terbuka kembali dan darah mulai mengucur keluar. Para dokter berusaha menghentikan pendarahan, tetapi mereka tak berhasil. Darah terus saja mengucur deras dari luka Quyilda segera saja kehilangan kesadaran. Sesudah mengecek denyut nadinya, para dokter menggelengkan kepala, mengatakan bahwa dia sudah tiada.
Temujin meguburkan Quyilda di Puncak Bukit Tinggi Kelegey Qada, di dekat Sungai Qalqa. Mereka memasukkan juga senjata dan barang kesukaannya ke makam. Saat senja, Temujin dan semua panglimanya berkumpul mengelilingi makam Quyilda dan mengucapkan selamat tinggal kepadanya.
Di sini beristirahat pria teladan.
Keberaniannya memindahkan gunung,
Dan mengguncangkan langit,
Kini, jasadnya atas kehendak Tuhan,
Dipeluk oleh lengan Ibu Pertiwi.
Dan jiwanya yang terpuji,
Laksana burung yang bebas.
Akan terbang tinggi di atas padang.
Selamanya.
Temujin meneruskan mars di sepanjang tepi Sungai Qalqa. Di sekitar muara sungai Qalqa ke Danu Buyr, tinggallah sekelompok orang yang merupakan klan dari kaum Onggirad. Sekali pun orang-orang Onggirad sesuku dengan istri pertama Temujin, Borte, pada masa lalu mereka pernah bergabung dengan pasukan aliansi Jamuka. Temujin memanggil Jurchedai dan memberinya instruksi.
“Masukilah wilayah Onggirad. Jika mereka kooperatif, jangan sentuh mereka. Jika mereka melawan, hantam mereka.”
Bersarakan perintah Tmujin, Jurchedai memasuki wilayah itu dengan ke .1.000 kesatria Uruud-nya. Terge dan Amel, kepala suu Onggirad di area itu, dengan segera menyadari bahwa pasuan Temujin memasuki tanah mereka. Mereka menerima serdadu Jurchaida tanpa perlawanan. Temujin memimpin pasukannya memasuki wilayah Onggirad. Sebelum bergerak, Temujin memberi perintah tegas kepada pasukannya bahwa orang-orang Onggirad tidak boleh disentuh dan tidak boleh dijarah. Mereka tidak bersikap bermusuhan terhadap Temujin sama sekali. Temujin mengingatkan mereka, ketika dia berjumpa Terge dan Amel, bahwa dia adalah teman kaum Onggirad berkat hubunga pernikahan.
Mendengar komentar Temujin, terge terkekeh dan berkata. “Kami tahu! Itulah sebabnya kami menyambut Anda.”
Terge mengirim seorang untuk memberi tahu Dey Sechen dan putranya. Alchi, mengenai kedatangan Temujin. Temujin bertemu kembali dengan Dey Sechen dan Alchi. Dey Sechen berkata, sambil menggenggam tangan Temujin, “Aku minta maaf soal tempo hari. Itu terjadi karena pengambil keputusan kami, Ala Qus,d an sejumlah kepaal suku lain takut pada Jamuka serta kekuasaannya. Alchi dan aku berusaha membujuk mereka, tapi kami tidak berhasil. Pokonya, keadaan sekarang sudah berubah. Menurutku begitu.”
Kali ini, Alchi berkata kepada Temujin, “Aku ingin bersamamu suatu hari nanti. Panggillah aku! Aku pasti datang!”
Kata-kata mereka menghibur Temujin. Namun Temujin tahu mereka tidak bisa banyak membantu pada saat itu.
Temujin meninggalkan wwilayah Onggirad dan melanjutkan Marsnya. Dia tiba di Kali Tungge, cabang dari Sungai Qalqa. Dia mendirikan markas  besar di sana. Begitu semuanya sudah ampai di sana, dia mengeluarkan pernyataan resmi yang mengutuk Wang-Khan, Senggum, Altan, dan Quchar. Dia memilih Arqai dan Sukeei sebagai kurir untuk menghantakan pesannya kepada Wang-Khan serta yang lain. Temujin berusaha membua mereka menyadari kesalahan mereka dan oleh sebab itu, menjatuhkan mental mereka.
Berdasarkan adat istiadat mereka saat itu, kurir tidak boleh dibunuh atas alasan apa pun. Karena mereka tidak punya sistem tulisan pada masa itu, para kurir harus mengantarkan pesan secara verbal. Pean Temujin untuk Wang-Khan adalah sebagai berikut :
Bagaimana dengan janji Anda kepada saya
Bahwa Anda takkan pernah membuat keputusan
Sampai kita bicara berhadapan?

Saya telah menjadi pengikut setia Anda,
Dan tak pernah menghianati Anda.

Jika satu dari dua roda kereta patah,
Bagaimana bisa ia bergerak maju?

Jika satu dari dua pegangan gerobak patah,
Bagaimana bia ia ditarik maju?

Karena penilaian Anda yang keliru dan
Keputusan Anda yang tidak bijak,
Saya, putra angkat Anda, meratap pedih.

Temujin juga mengirim pesan untuk Altan dan Quchar :

Aku menjadi Khan
Bukan ata permintaanku,
Tapi karena kehendak kalian.

Bagaimana dengan sumpah yang kalian
Berikan kepadaku?
Jika kalian lalai mengikuti perintahku,

Kalian bersumpah kepala kalian akan dipenggal
Dan dibuang ke padang
Masihkan kalian ingat?

Kalian kini bersama ayah angkatku, Wang-Khan.
Kalian semuanya tahu betapa setianya aku
Pada beliau
Kini, kalian lihat dengan jelas apa yang
Telah terjadi padaku.

Apa kalian punya jaminan
Bahwa ini takkan terjadi pada kalian?

Temujin juga mengirim pesan untuk Senggum. Pada saat Senggum menerima pesan Temujin, lukanya sudah pulih total.

Kawanku
Ayah angkatku, sang khan, punya dua putra,
Satu dilahirkan dengan pakaian
Dan satunya lagi dilahirkan tanpa pakaian.

Ayah angkatku mencintai dan menyayangi
Kedua putranya ini.
Kehilangan yang mana saja di antara keduanya.
Pasti akan membuat beliau menderita.
Maka berhentilah mengusik ayahmu.

Bhakan, domba yang kita pelihara,
Ada dua jenis.
Satu untuk diambil susunya,
Dan satu untuk diambil wolnya
Pertimbangkanlah ini.

Ketiganya mengeluarkan respon yang berlainan atas pesan Temujin. Wang-Khan nelangsa, Altan dan Quchar mendengus, sedangkan Senggum marah-marah. Senggum membentak-bentak kurir Temujin.
“Apa? Kawan? Sejak kapan dia memanggilku kawan? Apa dia menyebut ayahku, ayah angkatnya, “Khan? Omong kosong! Dia mungkin saja memanggil ayahku “penjagal tua” di belakang punggungnya! Domba yang diambil susunya dan domba yang diambil wolnya? Bukankah dia menyebutku dukun berekor Sartakchin?”
Sartakchin adalah domba raksasa yang hidup di Dataran Mongolia pada saat itu. Ekornya luar biasa tebal dan panjang. Ekornya bagus besar sampai-sampai terkadang bisa mengisi satu gerobak penuh. Sebagian dukun mengenakan ekor tersebut di punggung mereka ketika menyelenggarakan ritual. Di antara para dukun yang melakukan hal ini, banyak yang bahkan tak dapat berjalan dengan mudah karena berat dan panjangnya ekor tersebut. Pada masa itu, orang-orang yang memegang jabatan melebihi kemampuannya disebut “dukun berekor sartachin” oleh orang-orang Mongol.
Senggum berujar kepada kedua kurir Temujin, “Aku tak sudi menerima kata-kata Temujin. Kembalilah dan beri tahu dia bahwa perang akan berlanjut!”
Kedua kurir Temujin, Arqai dan Sukegei, lalu meninggalkan markas besar Wang-Khan. Namun, Sukegei tidak ingin kembali kepada Temujin. Menurutnya, Temujin bakal binasa. Dia pun tak kembali kepada Temujin dan justru bergabung dengan Tooril, yang menyertai Jamuka. Alhasil, Arqai kembali kepada Temujin sendirian dan melaporkan segalanya.
13. ORANG-ORANG BALJUNTU
Temujin memutuskan untuk menyembunyikan diri sementara ini. Yang dibutuhkannya adalah waktu. Dataran Mongolia bukan lagi tempat yang aman baginya. Inilah satu lagi cobaan besar baginya sejak kekalahan di Dalan Balju. Nanub, dia tidak patah semangat. Dia pun menuju ke Selatan bersama para serdadunya yang tersisa. Mereka menyebari padang gurun, dan melewati perbukitan tanpa suara. Karena mereka sudah kehabisan bekal, mereka harus mencari cara untuk menyambung hidup. Mereka menangkap hesan-hewan kecil di padang untuk mengurangi rasa lapar dan, saat beruntung, mereka menangkap unta liar. Banyak prajurit menyerah karena lamanya mars yang menyusahkan dan tanpa harapan itu, serta melakukan desersi. Jumlah pengikut pada permulaan mars berkurang hingga setengah saat akhir.
Setelah melakukan mars sejauh kira-kira 400 kilometer, Temujin dan pasukannya tiba di danau Baljuna, sebuah area terpencil yang terletak di ujung tenggara Dataran Mongolia. Kawasan itu berada di ujung selatan Pegunungan Khingan dan dekat dengan perbatasan Chin. Temujin memilih Danau Baljuna sebagai tempat persembunyian. Dia memandang ke sepenjuru danau. Danau itu kecil dan satu sisinya terhubung dengan area rawa-rawa serta hutan. Di tmur laut, dia bisa melihat citra biru cerah Pegunungan Khingan di kejauhan. Air di danau Baljuna tidak jernih, melainkan keruh. Di tempat itu, karavan acapkali berhenti supaya ternak mereka bisa minum. Karavan yang merambah guruns ekalipun tidak menginap di sana. Pada musim panas, bau bacin dari danau membuat bernapas jadi sulit, dan kawanan nyamuk serta lalat mengganggu, bahkan menyiksa, manusia mau pun hewan. Namun Temujin tidak punya pilihan.
Setelah mengelilingi danau,Temujin berkata kepada anak buahnya, “Kita akan tinggal di sini sementra ini. Ini mungkin bukan tempat yang bagus untuk ditinggali, tapi lokasi ini bisa saja merupakan tempat bagus untuk bersembunnyi.”
Temujin membiarkan para prajuritnya menebang pohon dari hutan di dekat sana dan membangun perkapungan tenda. Beberapa waktu kemudian, Temujin mendengar keributan dan dia pun pergi untuk melihat apa yang terjadi. Sekelompok prajurit telah berkumpul di satu penjuru danau, mengobrol dan menunjuk arena tertentu di danau. Temujin pun berjalan ke sana. Lewat air yang keruh. Temujin dapat melihat kuda dan hewan lain yang mati. Diasumsikan bahwa bangkai tersbut  sudah cukup lama ada di sana, sebab banyak yang sudah tinggal kerangka. Temujin menoleh ke sekeliling danau. Bisa dilihatnya bahwa sejumlah burung tengah berenang di air, sedangkan hewan-hewan liar lainnya meminum air di seberang.
Temujin menenangkan para prajuritnya, “Tidak apa-apa. Airnya mungkin keruh, tetapi tidak beracun. Kita bisa menggunakan air ini setelah merebusnya.”
Pada maalm harinya. Temujin dan semua panglimanya serta kepala Suku duduk berdampingan, mengelilingi api unggun. Dia memerintahkan salah seorang prajurit untuk membawakan secangkir besar air keruh dari danau.
Degan cangkir di tangan, Temujin berdiri dan berkata dengan suara tegas, “Kuberikan apreasi yang tulus kepada semua aorang di sini karena sudah rela beragi cobaan dan kesulitan bersamaku. Aku berjanji bahwa aku akan berbagi semua kejayaan, kebahagiaan, dan duka dengan kalian semua mulai saat ini. Jika aku mengingkari kata-kataku, aku akan jadi seperti binatang-binatang di air berlumpur itu.”
Sesudah mengucapkan kata-kata ini, dia menyesap air keruh tersebut dan mengoperkannya. Mereka semua menyesap air keruh yang sama, bergiliran. Mereka semua kemudian berdiri dan bersumpah setia kepada Temujin.
“Kami bersumpah setia kepada Temujin Khan. Kami takkan pernah meninggalkanmu dalam situasi apa pun, kapan pun, dan aka berbagi takdir  serta loyal hingga napas kami yang penghabisan.”
Total sembilan belas panglima dan kepala suku bersumpah setia. Belakangan mereka disebut orang-orang Baljuntu atau “Peminum air keruh” dan mereka menjadi anggota inti staf Temujin.
Temujin lambat laun mulai membangun kembali kekuatannya selagi berada di sana. Suatu hari, kira-kira sebulan setelah kedatangannya, sejumlah besar domba dan unta mendekati danau daari sebelah selatan, digirign oleh sekitar sepuluh orang. Temujin mengutus seorang untuk mengidentifikasi mereka. Ternyata mereka adalah orang-orang Muslim pengikut karavan. Mereka sedang dalam perjalanan menuju teritori Onggut, yagn tidak jauh dari sana, sambil menggiring seribu ekor domba untuk diperdagangkan. Mereka datang ke danau untuk memberi minum ternak mereka. Mereka berencana membarter domba mereka dengan bulu musang. Salah seroang di antaranya, seorang laki-laki berjanggut dan berkumis tebal, mengenakan jubah putih serta serban di kepalanya, menghampiri Temujin yang sedang memperhatikan mereka di tepi danau. Ketika dia tiba di hadapan Temujin, dia memberikan salam gaya Islam, membungkuk dan menyentuh keningnya dengant angan kanan.
“Salam, Temujin Khan! Sudah lama sejak aku terakhir kali berjumpa Anda.”
Temujin mengamatinya dengan saksama dan mengingat-ingat. Pria itu adalah orang Muslim pengelola karavan, Jafar. Temujin ingat bahwa dia pernah melihat lelaki itu berkali-kali sebelumnya, di tenda kebesaran Wang-Khan. Pada saat itu, Temujin mendapat kesan yang sangat baik akan diri pria itu, dia bisa berbicara dalam beberapa bahasa, termsuk bahasa Farsi, Mongolia, dan Cina. Yang terutama, dia paham benar dengan percaturan politik internasional. Jafar juga terpukau dengan karakter Temujin dan memandangnya sebagai calon pemimpin dataran Mongolia. Mreka menjalin persahabatan, begadang bersma-sama, dan mengobrol banyak topik semalaman, terutama tentang politik internasional.
“Jafar! Aku senang sekali bertemu denganmu lagi, sesudah bertahun-tahun!”
Mreka berpelukan dan saling menyentuhkan pipi. Saling menepuk punggung, mereka bergembira, karena bertemu kembali.
“Aku mendengar kabar tentang Anda, tapi tak pernah kubayangkan aku akan bertemu dengan Anda di tempat seperti ini.”
Temujin mengantar Jafar masuk ke Yyrt-nya. Sebagaimana sebelumnya, mereka bercakap-cakap panjang sambil minum teh. Temujin mendengar banyak hal mengenai situasi internasional darinya. Jafar berjanji akan mendukung Temujin alih-alih Wang-Khan, meskpun kondisinya ekarang sangatlah tidak pasti. Jafar merupakan salah satu pria yang telah memprakirakan masa depan Temujin. Dia juga merupakan pria yang sangat praktis. Dia tahu bagaimana caranya bersikap supaya menjadi pengelola karavan yang sukses. Melihat kesusahan Temujin, dia dengan senang hati mendonasikan seribu domba yang dia bawa untuk diperdagangkan. Belakangan, Jafar membantu Temujin dengan banyak cara lain dan menjadi salah satu anggota staf pentingnya.
Orang-orang mulai berkumpul kembali di sekitar Temujin. Salah satunya adalah Yelu Ahai, si orang Khitan. Leluhur Yelu Ahai orang Khitan, digulingkan oleh orang-orang Juchi dari kekaisaran China, kakek serta ayahnya bekerja untuk Kekaisaran Chin. Yelu ahai adalah Duta Besar Chin untuk Wang-Khan. Temujin sering bertemu dia di tenda kebesaran Wang-Khan dan membangun hubungan baik dengannya. Yelu Ahai juga merupakan satu lagi orang yang menilai tinggi karakter dan kemampuan Temujin, serta memandangnya sebagai calon pemimpin Dataran Mongolia. Walau pun dia semestinya bersama Wang-Khan, mengingat jabatannya. Yelu  Ahai datang menemui Temujin bersama saudara laki-lakinya, Tuka. Akan tetapi, Temujin tidak pernah mempercayai siapa pun sedari awal. Kadang butuh waktu sangat lama untuk memperoleh kepercayaan Temujin. Namun, begitu,Temujin meyakini ketulusan mereka, dia memberi mereka kepercayaan sutuhnya.
“Selamat datang! Mari kita bekerja sama, demi masa depan kita yang cerah.”
Temujin menyambut mereka. Yelu Ahai, seperti Jafar, fasih berbicara dalam beberapa bahasa, dan merupakan pakar dalam perkara internasional. Dia adalah diplomat ulung. Temujin banyak berbicara dengannya mengenai situasi di Cina dan negara-negara lain sambil menyantap makanan suatu malam.
“Bagaimanakah situasi sosial politik di Cathay?”
Sebagai responnya, Yelu Ahai memberi Temujin opininya bahwa peradaban Cina sedang merosot, kekuatan mereka melemah, dan mereka tengah bergerak menuju masyarakat yang dekaden.
Masyarakat mereka mengalami kemerosotan dalam banyak aspek. Kejujuran dianggap sebagai kebodohan dan semua orang asing adalah musuh.”
Sebelum keruntuhan masyarakat mana pun, pertama-tama terjadilah kemerosotan standar moral dan kebingungan mengenai nilai-nilai sejati. Yelu Ahai memberi tahu Temujin bahwa dunia politik dan pemerintahan Chin serta Kekaisaran Sung hanya diperuntukkan bagi kaum aristikrat dan kasim, bukan untuk rakyat. Temujin mendengarkan tanpa bersuara.
“Sudha waktunya mereka memulai era baru, “Yelu Ahai menuimpulkan. Pada masa itu, dunia manusia ditopang oleh gerobak beroda dua : satu rod adalah peradaban cina, sedang satunya lagi adalah peradaban Persia. Tak seorang pun tahu bahwa apda saat itu, Temujin memutuskan untuk menaklukkan kedua peradaban itu dan menyitir dunia manusia ke arah baru. Belakangan, Yelu Ahai dan saudara lainya, Tuka, bersumpah seia serta menajdi orang-orang Baljuntu baru.
Temujin memiliki karakter unik di antara para pemimpin dan berpikiran erbuka. Dia menerima siapa saja yang mengikutinya dan mempunyai tujuan tau kehendak yang sama seperti dirinya. Dia tidak mendiskriminasikan siapa pun berdasarkan keturunan, ras, bahasa, atau agama mereka. Satu-satunya yang berarti baginya adalah kesetiaan dan kejujuran. Dia tidak pernah luput memberi anak buahnya imbalan atas jasa mereka, besar atau kecil, dan sebaliknya, dia membinasakan musuhnya hingga tuntas. Dia menampik kemewahan, dan menyantap makanan yang sama serta mengenekan pakaian yang sama seperti prajuritnya yang berpangkat paling rendah. Dia memperkenankan anak buahnya memangginya “Temujin”, dan ahlhasil pengembala domba terendah sekali pun memanggilnya “Temujin”. Dia memperlakukan prajuritnya seperti saudara sendiri dan, di hadapannya, panglima atau prajurit berpangkat terendah diberi hak individu yang sama. Dia dengan keras melarang prajurit berpangkat tinggi memukul mereka yang berpangkat lebih rendah dan setiap prajurit boleh menolak pekerjaan yang melampau kemampuannya. Anggota keluarga dari prajurit yang tewas mendapatkan semua yang mereka aperlukan, termasuk kebutuhan sehari-hari, dan anak-anak mereka diurus dengan baik serta di didik di bawah bimbingan yang baik.
Temujin tidak pernah lalai, untuk memastikan bahwa hatinya tak mengontrol kepalanya. Dia sangat berhati-hati untuk tak membiarkan dirinya larut sedemikian rupa dalam emosi manusia seperti kesenangan, kemarahan, cinta, atau pun kesedihan. Dia punya impian besar, mata air hasrat, yang menjadi sumber energi tindakannya, dan kearifan serta keberanian luar biasa yang diperlukan bagi mewujudkan impian tersebut. Dia menghargai kekuasaan, dan kearifan serta keberanian luar biasa yang diperlukan guna mewujudkan impian tersebut. Dia menghargai kekuasaan, dan mengejarnya dengan tekun. Dia adalah pria praktis yang mengakui bahwa dia tidak bisa mewujudkan impiannya tanpa kekuasaan.
14. KEJATUHAN  KAUM KERAIT
Temujin menghabiskan musim panas itu di Baljuna. Musim panas tersebut panjang dan menyakitkan. Para prajuritnya, dalam banyak kasus, harus minum air keruh berbau dan, pada pagi hari, mereka terbangun dengan wajah bengkak karena digigit nyamuk. Karena persediaan makanan mereka tidak memadai. Temujin harus peri berburu ke area pegunungan yang jauh, dengan resiko ketahuan.
Pada permulaan musim gugur, ketika suhu udara multi turun, seorang pria membelot ke Temujin; Pria ini berarti bagi Temujin. Dia adalah panglima Kerait yang masih muda. Chingai. Dia bukan saja seorang kesatria yang hebat, melainkan juga pria yang brilian dan melek politik. Chingai menilai tinggi Temujin karena kepemimpinan dan filosofinya serta yakin akan masa depan Temujin yang cerah, kendati dia mendapati Temujin dalam kondisi yang tak menguntungkan. Chingai ingin mewujudkan cita-citanya sendiri lewat Temujin. Dia adalah seorang penganut Kristen Nestorian.
Temujin mendapat informasi terbaru yang terperinci mengenai pergerakan kaum Kerait. Chingai berkata kepadsa Temujin, “Baru-baru ini, Jamuka, Altan dan Quchar besekongkol untuk membunuh Wang-Khan, tetapi gagal. Wang-Khan berusha menangkap mereka, tetapi mereka sudah kabur. Mereka kabur menemui kaum Naiman, dengan orang-orang mereka sendiri. Tapi, saya dengar mereka telah kehilangan kepercayaan dari orang-orang mreeka sendiri.”
Temujin tahu waktunya telah tiba. Dia serta merta mengambil tindakan. Dia mengutus pembawa pesan untuk menemui semua kepala suku yang selama ini berhubungan dekat dengannya. Menanggapi panggilan Temujin, yang pertama tiba adalah Alchi, si orang Onggut. Dia datang bersama ke.3.000 prajurit berkudanya, atas ijin Ala Qus, penguasa tertinggi kaum Onggut. Orang-orang Onggut tersebut diikuti oleh kaum Gorola dan Ikires yang masing-masing beranggotakan 2.000 prajurit berkuda. Dahulu mereka menyertai Jamuka di Koyiten. Namun, ketika pasukan aliansi Jamuka kalah dalam pertempuran, mereka menyerah kepada Temujin dan menjadi kooperatif. Daritai, paman Temujin, juga bergabung bersama ke-2.000 serdadunya. Partisipan yang lain adalah sekelompok  kecil orang Khitan, dipimpin  oleh Yelu Ahai dan saudaranya, Tuka, serta sejumlah kesatria Muslim. Kini, pasukan Temujin merupakan kelompok internasional.
Kasar, adik Temujin, tidak ikut serta dalam mars ke Baljuna, begitu pula Belgutei. Kasar adalah pria ambisius layaknya kakaknya dan ingin memiliki kekuatan sendiri yang independen. Selagi Temujin sedang sibuk memanggil pasukan sekutunya. Kasar tengah mengunjungi kampung halaman mertuanya. Istri Kasar adalah putri seorang kepala suku bawahan Wang-Khan.
Kasar baru sja selesai sarapan bersama istri dan ketiga putranya, Yegu, Yesugge, dan Tuqu. Tiba-tiba saja, seratus prajurit berkuda mendekati yurt tempatnya amenginap, gemuruh kaki kuda mereka mengguncangkan tanah dan menghasilkan kegaduhan. Mreka adalah prajurit Kerait. Kasar yang terheran-heran membka pintu  kelepak dan melangkah keluar yurt. Salah seorang prajurit, yang nampaknya adalah sang kapten, melangkah maju dan berbicara kepada Kasar.
“Perintah langsung dari Wang-Khan, Tuan! Kalian semua harus mengikutiku, sama sepertimu, sekarang juga!”
Mreeka semua bersenjata lengkap. Sambil berbalik, Kasar berusaha melangkah kembali ke dalam yurt untuk mengambil pedang sabitnya, tapi sudah terlambat. Beberpa amereka dengan gesit turun dari kuda dan mengepung Kasar dan keluarganya pun diseret ke ordu Wang-Khan. Kasar berhadapan dengan Wang-Khan di tendanya. Sambil duduk di sofa empuk, Wang-Khan tengah menikmati manikur dari dua budak perempuan muda. Di sebelahnya, putranya Senggum sedang duduk membungkuk di kursi, dengan kedua siku ditopangkan ke pangkuan, menatap Kasar saat dia msuk. Digiring oleh pengawal, Kasar berdiri di depan Wang-Khan. Wang-Khan, sesudah mengusir kedua budak perempuan, mempersilahkan Kasar duduk.
“Halo, Kasar! Sudah lama sejak aku terakhir bertemu kau. Bagaimana kabarmu?”
Wang-Khan memerintahkan budak untuk membawakan teh. Saat para budak perempuan menyajikan teh, Wang-Khan menawarkan minuman tersebut kepada Kasar sementara dia sendiri menyesapnya. Wang-Khan berkata kepada Kasar, sembari memandangnya dengan benci, “Aku butuh kerjasamamu. Kudengar rumor bahwa Temujin, walau pun sedang bersembunyi di suatu tempat, sedang berupaya untuk kembali. Aku harus mencari tahu apakah itu benar. Bisakah kau berbuat sesuatu untukku terkait hal ini?”
Sementara Ksar diam saja,s ebab dia tidak tahu bagaimana harus menjawab, Senggum mengintervensi. Dia berkata, sambil menatap Kasar, “Kami mendapat informasi samar-samar bahwa Temujin berencana balas smenyerang. Namun, kami tidak tahu dimana dia aberada dan sebesar apakah skala kekuatannya saat ini. Kami memerlukan informasi lebih terperinci. Ayahku tak hanya menginginkan informasi, tapi juga bantuanmu untuk menyingkirkannya sesegera mungkin.”
Karena Kasar terus emmbisu, Wang-Khan berkata sambil memeriksa kukunya yang telah dipotong rapi dan dicat mengkilap satu persatu oleh budak perempuan, bahkan tanpa memandang Kasar, “Kau sudah banyak membantuku sejauh ini. Menurutku aku akan menyetujuimu sebagai Khan Mongol Kyat. Kau tidak perlu melayani Kakakmu seumur hidup. Aku benar, kan?”
Memecahkan kebisuannya, Kasar membuka mulut dan berkata dengan muram, “Saya sendiri sudah mencari-carinya, tapi tidak berhasil. Bagaimana bisa saya menemukannya di negeri luas ini?”
Mendengar jawaban Kasar, Senggum berkomentar, “Kami duga dia sedang bersembunyi di suatu tempat di area selatan. Kami mengutus pembawa pesan kepada kaum Onggut untuk menanyai mereka, apakah mereka mengetahui keberadannya, tapi mreeka bilang mereka tidak tahu. Menurutku dia pasti ada di sekitar sana, jika kau mencarinya.”
Kasar mendesah. Wang-Khan, seolah-olah meahami pikiran Kasar, berkata kepadanya dengan nada membujuk, “Kau sebaiknya menjaga hubunganmu denganku. Temujin tak bisa mengalahkanku. Sekalipun dia mengalahkanku, begitu dia tahu kau membantuku, dia takkan menoleransinya.”
Setelah mengucapkan kata-kata ini, Wang-Khan meliriknya seakan untuk mengecek respons Kasar. Kasar mengangguk pelan. Sementara Kasar menyetujui, Wang-Khan tersenyum lebar dan berkata, “Keputusan yang bijak! Kelak, jika semuanya berjalan lancar, kau akan jadi putra keduaku.”
Senggum berujar, “Sementara itu, kami akan menjaga keluargamu baik-baik. Jangan khawatir soal itu, Adik!”
Senggum sudah menggunakan kata “adik” dengannya. Ketika Senggum mengatakan bahwa mereka akan menjaga keluarganya baik-baik, maksudnya keluarga Kasar akan menjadi tawanan mereka. Kasar tahu itu. Ksar juga tahu bahwa anggota keluarga perempuan dari penghianat akan dijadikan budak, sedangkan anggota keluarga laki-laki dibunuh. Itulah hukuman yang biasanya dijatuhkan di Fataran Mongolia. Kasar lantas meninggalkan tenda Wang-Khan.
Kasar berangkat untuk mencari Temujin hanya dengan tiga pendamping. Dia diberi lima belas hari. Jika dia lalai menghubungi Wang-Khan dalam waktu lima belas hari, keselamatan anggota  keluarganya tidak bisa dijamin. Dia mengembara ke gurun dan padang. Sepuluh hari setelah meninggalkan ardu Wang-Khan, dia kehabisan makanan. Dia harus berburu hewan keil di gurun dan padang untuk dimakan. Pada hari keempat belas, dia berhasil mencapai danau Baljuna. Ketika Temujin melihat Ksar, dia memeluk adiknya itu dan bergembira karena mereka bertemu kembali.
“Kasar, senang bertemu denganmu lagi. Kenapa kau tidak datang lebih awal?”
Kasar memberitahukan apa yang menimpa kepada Temujin.
“Kakak, mereka menawan keluargaku. Keluargaku ada di tangan mereka sekarang. Jika aku tidak menghubungi mereka saat tenegah malam besok, mereka pasti akan membunuh ketiga putraku.”
Temujin pun mengadakan rapat darurat. Temujin berkata, di hadapan semua kepala suku dan panglima, “Jika mereka memperalat adikku, kita bisa memanfaatkannya untuk melawan mereka. Akan kukirim kurir untuk membawa pesan urgen. Tapi, para kurur haruslah wajah baru yang tidak mreeka kenal. Tentu saja, mereka harus menyamar sebagai anak buah Kasar.”
Temujin memilih dua laki-laki. Mreka meti dapat dipercaya, tak kenal takut, kuat, sangat lihai menggunakan senjata, dan, terutama, pintar bicara. Temujin menyerahkan tugas tersebut kepada Qaliudar dari kaum Jeuried dan Chaulqan dari kaum Uringqai. Mereka meninggalkan perkemahan Temujin dan bergegas menuju ordu Wang-Khan. Temujin juga mengerahkan pasukannya dan berderap menghampiri Wang-Khan dengan kecepatan penuh. Kedua kurir berkuda semalaman dan di ordu Wang-Khan esok harinya, sebelum tengah hari.
Mereka digiring ke tenda Wang-Khan dan salah satunya, Qaliudar, memberikan laporan sambil bertumpu pada satu lutut.
“Pesan urgen dari Kasar! Kami telah dikirim oleh Kasar. Majikan kami telah mencari-cari ke seluruh area selatan, tetapi Temujin tidak dapat ditemukan. Menurut oarng-orang kami di sana, sekitar enam bulan lalu, sekelompok besar orang menyeberang perbatasan dan melarikan diri ke wilayah Chin. Mreka bersikeras bahwa orang-orang itu adalah Temujin dan pengikutnya. Hanya itulah yang telah beliau temukan dan beliau semata menantikan keputusan Anda. Beliau mengatakan dirinya telah siap mengabdi kepada Anda dengan segenap pikiran dan raga.”
Wang-Khan berbisik kepada Senggum, yang berdiri di sebelahnya beberapa lama. Wang-Khan bertanya sambil memandang Qaliudar, “Sekarang Kasar ada di mana.?”
Qaliudar menjawab, “Beliau menginap di Arqal Geugi, di dekat bantaran Sungai Kerulen.”
Wang-Khan yang telah menatap Qaliudar beberapa lama dengan mata setajam elang, mulai tersenyum kecil. Lalu, dia baerkata, “Baiklah! Dia diijinkan datang untuk melayaniku. Aku akan melindunginya.”
Wang-Khan betul-betul mempercayai kata-katanya, Wang-Khan mengutus Iturgen, salah satu panglimanya, untuk menemui Kasar guna menjamin kata-katanya, bersama Qaliudar dan Chaulqan. Mereka menuju ke Arqal Geugi. Untuk melewatkan waktu, mereka berkelekar dan terkekeh-kekeh tentang perempuan dan banyak hal lain. Pada sore harinya, mereka sampai di Arqal Geugi. Di bantaran luar sungai Kerulen, sejumlah besar  serdadu Temujin telah berkumpul dan tombak serta lembing mereka yang telah dipoles hingga mengkilap, juga panji-panji mereka, gemerlapan di bawah terpaan sinar matahari sore. Mengetahui bahwa dia telah dikelabui, Iturgen membalikkan kudanya dan mulai berlari kembali. Chaulqan seketika mengambil anak panah dari wadahnya dan menembak kuda Iturgen. Anak panah tersebut menancap di pantat si kuda, menyebabkan Iturgen terjatuh. Qaliudar dan Chaulqan cepat-cepat mengepung Iturgen, mengikatnya, dan menyeretnya kepada Temujin.
Temujin, yang sedang memain-mainkan tongkat ke-emasan, simbol panglima tertinggi, di kursi komandonya, menatap Iturgen selama beberapa waktu. Kemudian, dia berkomentar sambil berdiri, “Bawa pria ini kepada Kasar! Dialah yang harus menetukan apa yang harus diperbuat terahdap pria ini.”
Sesudah mengucapkan kata-kata ini, Temujin pun pergi. Qaliudar dan Chaulqan membawa Iturgen kepada Kasar, beserta beberapa prajurit lain. Setelah mendengar seluruh cerita , Kasar mengambil pedang sabit dari pinggangnya dan menebas kepada Iturgen tanpa ragu-ragu. Kepala Iturgen pun menggelinding beberapa kali di tanah.
Serangan mendadak menjadi pilihan Temujin untuk Wang-Khan. Setelah makan malam lebih awal dan istirahat sebentar, ketika suasana mulai gelap, pasukan Temujin mulai berderap. Ordu Wang-Khan terletak di area perbukitan Checher, di hilir Sungai Kerulen. Malam itu, Wang-Khan mengadakan jamuan makan dengan para panglimanya. Dia sangat lega saat mendengar kabar bahwa Temujin telah menghilang entah ke mana.
Keesokan harinya, sebelum subuh, Temujin sudah tuntas menegepung ordu Wang-Khan. Saat fajar, pasukan Temujin menyerang ordu Wang-Khan, yang mabuk dan tertidur lelap seusai perjamuan. Pertempuran beralngsung sengit dan pasukan Wang-Khan cukup kuat untuk melawan selama tiga hari tiga malam. Puluhan ribu yurt terbakar, menjadikan langit gelap karena asap, bahkan pada siang hari. Jalanan diselimuti mayat dan tanah menjadi becek karena diguyur darah manusia.
Setelh tiga hari-tiga malam, Qadak, panglima tertinggi Kerait, memberikan sinyal untuk menyerah. Begitulah kisah bagaimana kaum Kerait, yang lama sekali dianggap sebagai suku terkuat di Dataran Mongolia, dihancurkan oleh Temujin dan menghilang dari dataran tersebut.
15. AKHIR  RIWAYAT  WANG-KHAN
Temujin berusaha menemukan Wang-Khan dan Senggum. Mereka tak dapat ditemukan di mana pun, bahkan tidak di antara tumpukan mayat. Temujin memanggil Qadak, panglima tertinggi Kerair yang sudah menyerahkan diri, dan menanyainya, “Di mana Wang-Khan dan Senggum?”
Qadak menjawab sambil bertumpu pada satu lutut dan menundukkan kepala, “Temujin Khan, saya membantu  mereka melarikan diri. Saya tidak bisa membiarkan mereka ditangkap oleh prajurit musuh dan dibunuh, tanpa martabat dan berkubang aib. Jika Anda memberi saya hukuman mati untuk itu, saya akan menerimanya tanpa melawan. Jika Anda memberi saya kesempatan untuk melayani Anda, saya berjanji akan mendukung Anda dengan segenap hati dan raga , sepanjang sisa hidup saya.”
Temujin mengamatinya tanpa berkata-kata selama beberapa waktu. Di kemudian membuka mulut dengan berat dan berkata, “Kesetiaanmu pada majikanmu patut dipuji. Aku tahu para prajurit Kerait berjuang sebaik mungkin. Aku sedang mempertimbangkan untuk memberimu, dan semua prajurit kerait lainnya, kesempatan kedua. Janga berubah pikiran.”
Qadak menunjukkan penghargaannya dengan cara menundukkan kepala sekali lagi. Tidak seperti kaum Taichut atau Tartar, Temujin memberi perintah kepada prajuritnya agar tiak membunuh atau melukai orang-orang Kerait jika tidak perlu. Korban perang di pihak Temujin lebih sedikit daripada korban perang di pihak Wang-Khan. Kasar pun dapat berkumpul kembali dengan keluarganya.
Beberapa hari kemudian, ketika semua sudah terkendali. Temujin menemepatkan semua kepala suku, panglima, dan prajurit Kerait di lapangan terbuka dan berteriak kepada mereka :
Saudara-saudara Kerait!

Milikilah satu pikiran saja,
Dan milikilah satu keyakinan saja.

Hanya dengan cara itulah, kalian dapat menang.
Dan bisa bertahan hidup di negri ini.

Mereka yang berpikiran jernih,
Akan direngkuh oleh langit

Namun, mereka yang berpikiran buram,
Akan ditampik.

Mereka yang berhasrat membawa, Akan disayangi oleh langit,
Namun, mereka yang setengah hati,
Akan dimuntahkan.

Ribuan jalan dihamparkan,
Di hadapan manusia,
Namun, hanya satu yang merupakan
Jalan Surgawi.

Saudara-saudara Kerait!
Mari kita temukan jalan Surgawi bersama-sama.
Dan wujudkan cita-ita kita
Di negeri tak berujung ini.

Para prajurit Kerait mulai berteriak girang, dan semua kepala suku serta panglima Kerait bersumpah setia kepada Temujin.
Temujin menetapkan kebijakan pembauran antara kedua kelompok dan kaum Kerait. Belakangan, berdasarkan kebijakan ini, sejumlah besar kesatria Kerait diterima menjadi anggota pasukan Temujin dan banyak putri yang dinikahi Temujin sendiri atau keturunannya atau aristikrat Mongol Kyat. Chaul Beki diserahkan kepada Juchi, sebagaimana yang direncanakan, dan Ibaka, putri pertama Jagambu, menjadi istri ketiga Temujin. Belakangan, Bek Tutumish, putri kedua jagambu, menjadi istri pertama Juchi, menggantikan Chaul Beki, yang tidak bisa memiliki anak. Kelak, Sorqoqtani, putri ketiga Jagambu, menikah dengan Tolui, putra keempat Temujin.
Pada masa itu, kaum aristikrat Mongol dikekang oleh hukum levirat, yang berarti mereka tidak bisa menikahi seseorang yang sedarah. Akan tetapi, mereka punya konsep yang terbuka mengenai pasangan perkawinan individual. Ayah dan anak laki-laki boleh menikahi kakak beradik, asalkan mereka tidak sedarah dengan kakak beradik itu. Jika ayah atau kakak laki-laki tertua meninggal, putranya atau adik laki-laki boleh menikahi sang janda, asalkan mereka tidak sedarah. Mreka tidak membatasi jumlah istri, jadi mreka boleh memiliki istri sebanyak yang mereka sanggupi.
Wang-Khan dan putranya Senggum telah melarikan diri, kabur dari kepungan pada hari kedua pertempuran, saat mengetahui bahwa kekalahan sudah membayang. Sejumlah besar prajurit Kerait dikorbankan supaya mereka bisa kabur. Mreka melarikan diri ke arah barat daya. Mreka berkuda kencang seharian tanpa makan apa-apa dan tiba di sebuah tempat bernama Digdig Saqal, di tepi sungai Nekun, yang berbatasan dengan wilayah kaum Naiman.
Mereka haus, jadi mereka turun dari kuda dan minum air dari sungai. Saat itu sudah petang, dan dilangit barat ada pendar merah, sementara matahari yang hendak terbenam menggantung di cakrawala barat. Banyak burung musiman yang terbang di atas sungai.
Pada saat itu, tujuh  atau delapan prajurit bersenjata berderap ke arah mereka dari barat, menyusuri tepian sungai, menghasilkan bunyi tapak kaki kuda yang nyaring. Melihat hal ini, Senggum berteriak kepada ayahnya., Wang-Khan, sambil buru-buru menaiki kudanya, “Ayah, orang-orang naiman! Ayo pergi dari sini!”
Wang-Khan gemuk dan sudah tua sehigga dia tidak bisa naik kuda cepat-cepat. Alhasil dia terkepung dan ditangkap oleh para prajurit Naiman. Senggum telah kabur dan berderap dengan kecepatan penuh ke timur, sendirian.
Para penunggang kuda adalah prajurit Naiman. Kaum Naiman sudah bertahun-tahun menjadi musuh bebuyutan kaum Kerait.
Para prajurit Naiman membawanya ke Qori Subechi, komandan garnisun perbatasan timur. Qori Subechi, pada saat itu, sedang menginap di perkemahan garnisun di hutan dekat sungai. Dia melangkah keluar tendanya ketika dia mendengar keributan.
“Apa yang kalian tangkap?”
Salah satu prajuritnya menjawab.
“Di perbatasan, dua pria yang kami duga adalah mata-mata sedang minum air. Kami kehilangan seorang dari mreka, tapi kami menangkap yang satunya lagi.”
Saat itu sudah gelap, jadi Qori Subechi mengambil obor dari prajurit di dekatnya dan menyorotkannya ke wajah Wang-Khan. Pada saat itu, Wang-Khan berteriak kepada Qori Subechi.
“aku Wang-Khan Kerait! Jangan perlakukan aku seenaknya!”
Kaget, Qori Subechi lagi-lagi menyodorkan obor ke wajahnya untuk mengkorfirmasi. Sial bagi Wang-Khan, Qori Subechi tidak pernah melihatnya sebelumnya. Setelah beberapa waktu, Qori Subechi menjauhkan obor darinya dan menanyainya dengan ekspresi tidak senang, “Jika kau Wang-Khan Kerait, bisakah kau membuktikannya?”
Wang-Khan sudah mengganti bajunya yang biasa dengan pakaian budak untuk menyamar sementara dia melarikan diri. Terlbih lagi, dia membuang semua ornaemn dan perhiasan pribadinya. Dia tidak punya apa-apa yang bisa digunakan untuk membuktikan bahwa dirinya adalah Khan Kerait. Penyamaran yangmembantunya meloloskan diri dengan selamat kini merugikannya. Qori Subechi, dengan raut wajah yang semakin tidak senang, menyerahkan obor kepada prajuritnya dan membentak, “Singkirkan dia! Entah dia mata-mata atau orang gila.”
Dia pun kembali ke tendanya. Para pengawal Naiman menyeret Wang-Khan ke tempat jauh dan sepi, lalu memenggal kepadanya. Mereka kemudian kembali ke perkemahan mereka. Meninggalkan mayatnya di sana.
Di tempat lain, Senggum berderap beberapa lama di padang, yang sudah gelap. Dia bisa melihat sinar redup  dari sebuah yurt yang jauh di area terpencil. Dia pun emnuju ke sana. Pasangan setengah baya tinggal di sana. Senggum meminta pertolongan. Untungnya, mereka orang Kerait dan mengenal Senggum. Mereka menyajikan sisa masakan domba kepadanya. Sang pria paroh baya bernama kokochu (tapi, dia tidak sama dengan pendeta kepala Temujin, Kokochu). Dia adalah pengembala kuda Kerait. Namun, ketika perang pecah, semua kudanya diambil oleh pasukan, jadi mereka sekarang hanya menganggur.
Keesokan paginya, Senggum pergi ke area gurun bersama Kokochu untuk berburu kuda liar, yang terkadang ditemukan di gurun. Dan untuk mencari bekal guna perjalanan panjangnya. Akan tetapi, Kokochu tidak berminat menolong Senggum, seorang buronan. Tidak aman baginya jika menolong Senggum. Lagi pula, jika dia bisa membawa informasi tersebut kepada Temujin, dia barangkali akan memperoleh imbalan besar. Selagi Senggum sedang sibuk mengejar kuda liar. Kokochu pergi dari sana bersama kudanya dan kuda Senggum. Ketika dia tiba di yurt-nya, disuruhnya istrinya agar membongkar yurt cepat-cepat. Setelah menjelaskan rencananya, dia mendesak istrinya agar bergerak cepat.
Walau demikian, istrinya mengomelinya. “Bisa-bisanya kau melakukan itu? Dia tetap majikanmu, meskipun dia buronan. Mngkin kau sebaiknya tak membantunya dan mempertaruhkan hidupmu, tapi bisa-bisanya kau tinggalkan dia di tenegah gurun?”
Kokochu membentak istrinya, “Lakukan saja yang kukatakan!”
Istrinya dengan enggan membongkar yurt dan mengikutinya. Namun, istrinya tidak bisa membebaskan diri dari rasa bersalah karena meninggalkan Senggum sendirian di gurun.
Wanita itu berteriak kepada suaminya, “Setidaknya tinggalkan cangkir untuknya supaya dia bisa menggunakannya untuk mengambil air!”

Tak seperti ayahnya, Senggum membawa tas di kudanya yang berisi barang-barang kebutuhan, termasuk cangkir emas. Kokochu melirik istrinya dan memutar kuda Senggun, lalu mengambil satu cangkir dari tas tersebut. Ketika dia tiba di dekat lokasi tempat Senggun sedang berdiri kelelahan, Kokochu melempar cangkir ke arahnya dan berkata, “Ambillah!”
Kokochu dan istrinya lantas tiba di perkemahan Temujin. Informasi mereka tak ternilai. Sekrang Temujin punya informasi tentang keberadaan Wang-Khan dan Senggum. Mereka memiliki bukti yang meyakinkan : barang milik Senggum. Temujin menemui mereka secara terpisah.
Sesudah mendengar dari suami maupun istri, Temujin menanyai stafnya, yang berdiri berbaris di sekitar kursinya, “Pria ini, si penggembala kuda Kokochu, sudah jelas-jelas menelantarkan majikannya. Bisakah kita menerimanya sebagai salah seorang dari kita?”
Mereka semua menggelengkan kepada, menolak Kokochu pun diseret keluar dan kehilangan kepalanya.
Temujin mengirim kurir kilat kepada kaum Naiman untuk meminta mereka menyerahkan Wang-Khan kepadanya, dan sekaligus mengutus unit pengejar untuk memburu Senggum. Saat menerima kurir Temujin, Tayang Khan, penguasa kaum Naiman, terperangah mendengar kabar itu dan seketika mengutus anak buahnya kepada Qori Subechi agar membawa Wang-Khan kepadanya. Karena Wang-Khan sudah terpotong dua, Qori Subechi memungut kepala pria itu dari padang, memasukkannya ke kotak kayu, dan mengirimnya kepada Tayang Khan.
Tayang Khan membuka kotak itu dan mengambil kepala Wang-Khan dengan cara menjmbak rambutnya, dan memastikan bahwa itu benar-benar kepala Wang-Khan. Wajah Wang-Khan telah tergores-gores dan dirusak oelh semut api gurun.
Tayang Khan menyembur murka sambl melemparkan kepala Wang-Khan ke tanah.
“Monster tua! Akhirnya riwayatmu berakhir seprti ini!”
Dia kembali ke tendanya tanpa meninggalkan instruksi apa pun terkait kepala Wang-Khan. Gurbesu, di sisi lain, membersihkan kepala Wang-Khan, membungkusnya dalam kain wol putoh, dan seketika memberinya upacara pemakaman, meskipun singkat saja. Gurbesu meletakkan kepala Wang-Khan di atas meja seremonial yang telah tertata, dan menuangkan anggur ke dalam gelas pilaa yang diletakkan di depan kepala tersebut. Gurbesu memnaggil para musisi agar memainkan musikm pemakaman dan mempersilahkan para putri serta wanita ningrat Naiman melakukan hal yang sama. Banyak perempuan Kerait yang menjadi istri dalam keluarga ningrat Naiman.
Karena penghianatan Kokochu, Senggum memasuki Gurun Gobi yang luas, takut kalau-kalau pasukan Temujin akan segera menangkapnya. Dia beruntung karena berhasil menangkap kuda liar. Dia pun menyeberangi gurun Gobi dan melangkah masuk ke teritorial kaum tangut. Kerajaan Shisha. Kaum Tangut diperkirakan merupakan keturunan orang Tibet dan mereka adalah penghuni kota. Memereka tinggal di kota berdinding. Senggum ditolak masuk kota oleh prajurit penjaga gerbang utama, karena dia tidak bisa menyebutkan identitasnya demi alasan keamanan. Dia pun berputar balik dan menuju ke teritori Ughur. Dia menapak masuk kembali ke gurun. Dia harus memburu hewan gurun kecil untuk mengisi perutnya yang kosong. Setelah penderitaan yang luar biasa, dia berhasil sampai di teritori Ughur. Namun, dia tidak mujur di sana. Dia salah dikira bandit oleh penghuni perbatasan dan dipukuli sampai mati.
Ketika unit pengejar Temujin tiba di sana, dia sudah mati selama beberapa hari. Para prajurit Temujin memotong kepala Senggum dan membawanya kepada Temujin. Memang begitulah takdir mereka sehingga riwayat mereka tamat seperti ini.
16. KIBARKAN  PANJI-PANJI  HITAM!
Setahun lagi telah berlalu. Saat itu awal musim semi, tetapi padang dan bukit kecil serta besar di Dataran Mongolia masih berselimut salju. Pada waktu seperti ini, langit di atas dataran rendah yagn disentuh oleh cakrawala putih acap kali semakin biru pekat sehingga kian misterius dan mengesankan. Cahaya matahari terik yang dipantulkan salju begitu jernih dan terang sehingga cukup kuat untuk membuat sebagian orang yang melihatnya berhalusinasi. Keheningan yang laksana ajal, hawa sedingin es, dan warna-warna pekat melatarbelakangi timbulnya ilusi bagi sebagian orang, sehingga mereka merasa tengah melancong ke sebuah dunia tak dikenal yang misterius.
Setelah menaklukkan kaum Kerait, kekuasaan Temujin meningkat secara dramatis. Satu-satunya kekuatan independen yang tersisa di Dataran Mongolia, yang dapat melawan Temujin, hanyalah kaum Naiman Jamuka, Altan, Quchar, Toktoa Beki dari kaum Merkid, dan sisa-sisa suku lain yang sudah kalah seperti Dorben dan Saljut kini berada di wilayah Naiman. Temujin mengirim kurir untuk memperingatkan raja Naiman, Tayang Khan, agar tidak menerima mereka. Tayang Khan mengabaikan peringatan Temujin.
Kaum Naiman merupakan sebuah kelompok dengan sistem pemerintahan semu dan kavaleri kekuatan 50.000 orang. Para panglima dan perwira tinggi Naiman memperingatkan Khan mereka, “Waspadalah! Temujin pasti akan datang untuk menyerang kita.”
Raja Naiman, Tayang Khan, adalah ria yang dibesarkan di lingkungan ningrat bagaikan tumbuhan lemah. Dia suka berburu menggunakan elang dan dia juga menikmati jamuan makan serta peruntujukan nyanyi dan tari alih-alih mendiskusikan taktik dengan para panglimanya. Dia adalah pencari kesenangan dan pengecut. Ayahnya, Inanch Khan, tidak menetapkan dengan jelas sebelum meninggal siapa yang akan penerusnya. Gurbesu, yang menjadi wali negeri berdasarkan adat istiadat mereka, memilih pria itu sebagai khan berikutnya karena dia lebih mudah diatur. Pada saat itu, Gubersu-lah yang menguasai dan mengendalikan kaun naimun.
Tayang Khan tidak berniat berperang melawan Temujin. Namun dia mengadakan jamuan makan dan rapat staf karena tekanan panglima dan perwira tinggi menghadiri jamuan makan di tenda khan, yang megah dan berdekorasi mewah. Tayang Khan dan istrinya, Gurbesu, yang duhulu adalah ibu tirinya, duduk berdampingan di kursi yang diselimuti kulit macan tutul serta menghadap ke seluruh peserta jamuan makan. Seperti sebelumnya, Jamuka-lah satu-satunya orang luar yang diundang ke rapat tersebut. Sebelum perjamuan, mereka memblokade total area tersebut, hanya mengijinkan sedikit budak untuk masuk guna melayani.
Tayang Khan pertama-tama membuka mulut, “Separuh timur dataran ini sudah jatuh ke tangan Temujin. Di langit tidak ada dua penguasa. Salah satunya harus binasa. Jika kalian punya gagasan mengenai cara mengenyahkan Temujin, yang telah mengusik kedaimaian negeri ini, jangan ragu-ragu untuk memberitahukannya kepadaku.”
Setelah kata-kata ini diucapkan. Kuchlug, putra Tayang Khan, yeng berusia awal dua puluhan, berbagi pendapat. Tak seperti ayahnya, Kuchlug cerdik, banyak akal dan juga cukup berani.
“Sebagian besar orang sesuku Temujin, suku Mongol, ada di sini bersama Altan, Quchar, dan Jamuka. Walau pun Temujin sduah semakin kuat sejak dia menaklukkan kaum Kerait, sumber kekuatan utamanya hanyalah sekelompok kecil orang Mongol yang bersamanya. Jika kita bisa menyingkirkan kelompok kecil itu, sisanya mungkin saja runtuh dan berpencar-pencar secara otomatis.”
Setelah Kuchlug berkata-kata, Qori Subechi menyepakati, “Benar, kudengar desas-desus bahwa Temujin kini menerima mantan prajurit Kerait sebagai angota pasukannya. Namun, tak seorang pun tahu apakah mereka sungguh-sungguh bersedia bertarung untuknya. Aku juga berpendapat bahwa jika  kita bisa menyingkirkan segelintir orang Mongol saja, msalahnya akan terselesaikan.”
Gurbesu mengintervensi dan berucap, “Orang-orang Mongol kotor. Mreeka babr-bar. Mereka bau! Mreka tidak pernah mencuci pakaian. Mereka bahkan tidak pantas dijadikan budak. Kalian akan mual jika berusaha minum susu yang dikumpulkan oleh tangan kotor perempuan-perempuan mereka. Ini peluang bagus untuk mengenyahkan mereka. Bunuh mereka semua!” Komentar merendahkan dari Gubesu tentang orang-orang Mongol membuat sebagian hadirin tertawa.
Pada saat ini, Jamuka yang sedari tadi hanya mendengarkan orang-orang lain, membuka mulut dan berkata dengan nada lembut, “Aku mengenal anda-ku, Temujin, dengan sangat baik. Anda semestinya berhati-hati pdanya, jangan pernah meremehkannya. Pada saat ini, seandainya Anda berusaha mengenyahkannya. Anda sekalian sebaiknya memilih sekutu. Jika tidak, mungkin akan sulit.”
Terjadi kehebohan di antara hadirin. Komentar tersebut cukup mengguncangkan bagi mereka, sebab mereka yakin kaum Naiman tak terkalahkan. Tayang Khan, sesudah memastikan bahwa ahadirin memperhatikannya membuka mulut perlahan-lahan dan berkata, “Kami berpendapat bahwa kita sebaiknya memiliki sekutu. Bagaimana menurut kalian.”
Kali ini, Torbi berkomentar, “Dalam perang mana pun, semakin banyak sekutu yang kita miliki, semakin baik. Walau begitu, jika kita menghubungi siapa saja tanpa pertimbangan, kita semata-mata membuat rencana kita terancam ketahuan. Kita harus berhati-hati. Menurut pendpatku, untuk sekutu, Ala Qus dari kaum Onggur layak untuk dihubungi!.”
Kaum Onggut adalah orang-orang yang paling mirip dengan kaum Naiman. Leluhur jauh kaum Onggut dipecaya adalah orang-orang Turki, sama seperti kaum Naiman, dan kedua kaum ini menganut agama yang sama, Kristen Nestorian.
Tayang Khan menerima usulan Torbi Tashi. Mereka memutuskan untuk menirim kurir rahasia ke Ala Qus si orang Onggut dan memulai perang melawan Temujin pada awal musim gugur.
Torbi Tashi si orang Naiman mengunjungi Ala Qus si orang Onggut sebagai kurir rahasia. Pesan dari Tayang Khan untuk Ala Qus berbunyi, sebagai berikut :
Salam kepada Saudara-saudara Onggut,

Atas nama roh Kudus!

Aku, Tayang Khan pemimpin kaum Naiman,
Tulus meminta bantuanmu,
Ala Qus sang orang Onggut.
Segelintir orang Mongol tengah mengusik kedamaian
Di kawasan timur dataran ini.
Akud an rakyatku telah memutuskan
Untuk mencerabut kejahatan ini sebelum terlambat.

Aku berencana menghukum dan menghancurkan mereka.
Pada permulaan musim gugur mendatang.
Jadi, kumohon, jadilah tangan kananku.

Menyingkirkan mereka dan memulihkan kedamaian.
Di dataran ini,
Adalah kehendak roh kudus.

Saudara-saudaraku kaum Onggut!
Kumohon, jangan abaikan..
Kehendak roh kudus.

Setelah menerima pesan tersebut, Ala Qus memanggil semua kepala sukunya dan mengadakan pertemuand arurat. Mereka secara bulat memutuskan untuk menolak permohonan tersebut. Menurut mereka Tayang Khan tak mungkin mengalahkan Temujin, yang telah menaklukkan kaum Kerait. Mereka justru memutuskan untuk mengirim pasukan kepada Temujin untuk membantu ketika perang dimulai, seperti yang mereka lakukan sebelumnya ketika Temujin berperang melawan Wang-Khan. Tayang Khan kalah dalam perang diplomatiknya. Ala Qus memberitahukan keputusan mereka kepada Torbi Tashi, “Aku minta maaf, akrena harus memberitahukanmu bahwa kami telah memutuskan untuk tidak terlibat dalam perang ini.”
ooOOoo
Ala Qus mengirim kurir rahasia untuk menemui Temujin sesudah Torbi Tashi pergi. Yoqunan, si kurir rahasia Onggut, bekuda dengan kecepatan penuh, meneyberangi dartaran rendah berselimut salju putih untuk menuju ke ladang Temeen, tempat Temujin sedang berburu. Pada saat itu, ordu Temujin terletak di cekungan Sungai Abija Koteger di hilir Sungai Onon, tapi dia sedang pergi ke padang Temeen untuk berburu. Setelah berkuda sejauh kira-kira 880 kilometer, Yoqunan bertemu Temujin di lahan perburuan. Saat mendengar pergerakan Kaum Naiman, Temujin berhenti berburu dengan para kepala suku dan panglima yang ikut serta berburu di sana.
Setelah mengorfirmasi bahwa semua anggota staf yang utama sudah hadir di tenda lapangan sementara. Temujin membuka mulut, “Saku baru saja menerima pesan bahwa Tabuka dari kaum Naiman telah mulai melakukan pergerakn untuk menyerang kita. Apa cara terbaik bagi kita untuk mengatasi masalah ini? Jika ada yang punya pendapat, katakan padaku.”
Sebagian penglima angkat biara, dan mayoritas menentang pelaksaan perang pada awal musim semi karena kuda mereka masih lemah. Opini mereka adalah menunda perang hingga musim gugur, ketika kuda-kuda sudah penuh energi dan dalam kondisi baik.
Walau demikian, dua orang pria menentang ini. Salah satunya adalah Temuge, adik laki-laki ketiga Temujin. Orang-orang memanggilnya Ochigin Nayan. Orang-orang Mongol memanggil adik laki-laki dalam satu keluarga Gelar “nayan” berarti bangsawan agung dan gelar itu dianugerahkan kepada saudara laki-laki khan atau pria bangsawan berkedudukan tinggi. Temuge juga merupakan pria yang sangat ambisius seperti kakak-kakaknya. Temuge berkata, “Jika kuda kita lemah, kuda mereka juga lemah. Apabila kita menunggu hingga musim gugur supaya kuda-kuda kita kuat, pada saat itu kuda-kuda mereka juga sudah menjadi kuat. Jadi, apa gunanya?”
Berikutnya. Belgutei berujar, mendukung opini Temuge, “Bahkan sebelum pesan ini tiba, aku ingat sudah mendengar berkali-kali bahwa mereka akan datang untuk mengambil busur dan panah kita. Bangsa Naiman memiliki populasi dan serdadu yang berlimpah. Kita sebaiknya melakukan serangan sebelum mereka siap sepenuhnya. Tentu saja, kita dapat mengalahkan mereka kapan pun, tetapi yag kumaksud adalah kita tidak perlu menunggu. Aku tidak sudi dipermalukan lebih lama lagi!”
Banyak yang hadir mengangguk, “Mengambil busur dan panah” dari seseorang merupakan ungkapan di antara kaum Mongol yang berarti menjadikan orang-orang tersebut tak berdaya dan memperbudak mereka. Temujin mengangguk juga. Sesudah memastikan bahwa mayoritas setuju untuk memulia peperangan sesegera mungkin. Temujin mengutarakan pendapatnya dan menyatakan, “Belgutei dan Temuge benar. Kita sebaiknya menyerang mereka sebelum mereka terlalu siap. Kibarkan panji-panji hitam! Perang melawan kaum Naiman telah dimulai!”
Temujin memindahkan markas besarnya dari Abija terletak kira-kira 560 kilometer jauhnya ke arah tenggara. Itulah tempat mantan panglima Temujin, Quyilda, meninggal dan dikebumikan. Saat tiba, Temujin pun mengonsolidasikan pasukannya. Temujin tahu perang melawan kaum Naiman akan menentukan masa depannya. Temujin mengelola pasukannya berdasarkan sistem desimal. Sepuluh kasatria membentuk sebuah alban dan sepuluh alban membentuk sebuah jagun. Sepuluh jagun membentuk satu mingan, dan sepuluh mingan membentuk sebuah tumen, yang terdiri dari 10.000 kesatria.
Berikutnya, Temujin menunjuk enam cherbi, yaitu perwira staf atau penesihat, dan tujuh puuh penjaga siang serta delapan puluh penjaga malam. Enam Cherbi tersebut, yaitu Dodai, Doqolqu, Ogele, Tolun, Bucharan, dan Soygetu. Penjaga siang dan penjaga malam terutama dipilih dari putra atau sauara lelaki kapten yang mengepalai seratus atau seribu anak buah, dan mereka semua memiliki fisik, keberanian, ketrampilan militer, penampilan, dan kesetiaan luar biasa.
Sejumlah komandan yang memenuhi kualifikasi turut serta pula. Temujin juga membuat pengawal pribadi beranggotakan seribu Bagatur, yang berfungsi selaku baris depan pasa masa perang dan menjaganya pada masa damai. Temujin menunjuk Arqai sebagai kapten pengawal pribadi, sedangkan Ogele Cherbi dan Qudus Qalchan ditunjuk sebagai kapten dan wakil kapten penjaga siang dan penjaga malam.
Di dalam perkemahan perang Temujin, tuk, atau panji-panji hitam yang terbuat dari sembilan surai kuda berlainan, diangkat tinggi-tinggi. Artinya, perang telah dimulai. Sehari sebelum keberangkatan, Temujin melaksanakan sebuah ritual. Dia berteriak kepada para kesatrianya :
Kibarkan panji-panji hitam tinggi-tinggi!
Perang melawan kaum Naiman telah dimulai.
Tebuhlah genderang dari kulit sapi hitam,
Keras-keras!
Kita akan maju.
Pegangi pedang sabit dan tombak erat-erat!
Kita akan hancurkan mereka.

Mreeka yang mati di atas pelana,
Akan dikenang.
Hingga masa mendatang.
Mereka yang mati dengan pedang di tangan,
Akan tewas
Layaknya Dewa
Yang kita perjuangkan
Adalah kejayaan dan kebanggaan
Hidup tercela tak lebih baik daripada Kematian
Satu hal yang sangat jelas bagi jiwa petarung,
Adalah kejayaan!

Temujin memulai mars untuk menyerang kaum Naiman. Saat itu tanggal 16 April 1204, tahun tikus dalam kronik Mongol.
17. PERANG DENGAN KAUM NAIMAN
Temujin berderap ke barat, menyusuri tepian Sungai Kerulen. Pasukan Temujin terdiri dari tiga tumen datu regu pengawal pribadi. Salah satu Tumen Temujin hanya erdiri dari 6.000 alih-alih 10.000 kesatria, karena kurangnya orang. Jumlah totoal serdadu Temujin kurang dari 20.000 orang. Di sisi lain, serdadu Naiman berjumlah lebih dari 50.000 orang. Terlebih lagi, sekutu mereka, seperti Jamuka, Altan, Quchar, Quduka Beki dari kaum Oyirad, Toktoa Bei dari kaum Merkid, dan sisa-sisa kaum Dorben serta Saljut berjumlah 20.000 hinggga 30.000 orang. Akibatnya, Temujin harus siap menghadapi musuh berjumlah totoal 70.000 hingga 80.000 orang.
Temujin akhirnya tiba di dataran Saari, yang terletak di tengah-tengah Dataran Mongolia tersebut, setelah melakukan mars selama beberapa hari. Mereka telah berderap hampir sejauh 1.200 kilometer. Saat tiba  di dataran Saari, Temujin mengutus unit pengintai yang dipimpin Jebedan Qubilai. Sekitar dua puluh prajurit pengintai menyeberangi dataran tersebut dan tiba di Gunung Qangqarqan, yang terletak di ujung barat dataran Saari. Namun, kaum Naiman sudah menempatkan unit pengawas di sana. Begitu menemukan unit pengintai Temujin, mereka serta merta melepaskan dua ratus prajurit kavaleri untuk melawan mereka. Saat prajurit Naiman tengah menuruni gunung, menghaislkan kepulan debu, Jebe berteriak, “Orang-orang naiman! Lari!”
Para prajurit pengintai Temujin berbalik dan lari kembali ke arah mereka datang. Walau begitu, slah seorang dari mereka jatuh dari kudanya, menggelincir turun dari pelana. Jebe buru-buru menggendong prajurit itu dan berdua menunggangi kudanya. Kedua puluh pengintai Temujin kembali dengan selamat, tetapi mereka tidak berkeempatan mengambil kuda yang lepas. Para prajurit Naiman membawa kuda tangkapan tersebut kepada kapten mereka. Sang kapten Naiman dengan hati-hati memeriksa kuda tangkapan itu dan berkata, sambil mengangguk dan mengelus dagunya, “Kuda Mongol kurus dan lemah!”
Kapten Naiman itu seketika mengirimkan laporan kepada Tayang Khan.
Temujin menyelenggarakan rapat staf dan membahas secara menyeluruh taktik serta rencana mendatang. Temujin berujar, “Salah satu kuda kita jatuh ke tangan orang-orang Naiman. Mreka pasti menyadari bahwa kuda kita kurus dan lemah. Kita harus mempertimbangkan cara untuk mengatasi hal ini.Jika kalian punya saran mengenai apa yang bisa dilakukan, atau mengenai rencana kita mendatang, silahkan beritahu kami.”
Setelah Temujin berkata-kata, Dodai Cherbi, seorang kesatria muda yangbrilian dan cerdik, berdiri dan berkata, “Memang benar kuda kita kuru dan lemah. Benar juga bahwa jumlah kaum Naiman lebih unggul daripada kita. Terlebih lagi prajurit dan kuda kita kelelahan karena melakukan perjalanan ke sini. Yang kita perlukan adalah waktu. Kita harus melebih-lebihkan jumlah kita, membuat mereka mengira bahwa kita bukan target mudah. Menurut pendapat saya, kita sebaiknya memasang obor banyak-banyak di malam hari supaya jumlah kita kelihatan lebih banyak dan, selagi mereka bimbang, kita bisa beristirahat dan memberi makan kuda kita. Kemudian, kita bisa melangkah ke tahap selanjutnya.”
Temujin tertawa terbahak-bahak sambil menepuk pangkuannya. “Katak menggembungkan diri dengan udara untuk menakut-nakuti predator sehingga menjauh. Menurutku ide ini cocok untuk situasi kita.”
Temujin menerima ide Dodai. Pria brilian mengakui ide yang brilian. Malam itu, para prajurit Temujin menyebar ke area yag lebih luas dan masing-masing menyalakan lima obor untuk dipamerkan. Tidak lama kemudian, Dataran Saari dipenuhi obor berjumlah amat banyak. Para pengawas naiman di puncak Gunung Qangqarqan yang jauh, tercengang melihat pemandangan ini. Citra seratus ribu obor yang menutupi dataran Saari Agung cukup kuat untuk menimbulkan kengerian di dalam hati musuh. Sensasinya sama seperti perasaan seorang pria yan berdiri di depan gelombang pasang tinggi yang akan datang. Kapten naiman serta merta melapor. “Jumlah prajurit Temujin mungkin saja lebih besar dariapda yang kita duga. Dugaan ini berasal dari jumlah obor yang mereka nyalakan di malam hari.”
Taktik Temujin berhasil. Saat menerima pesan tersebut. Tayang Khan, yang telah mendirikan markas besar di tepi Sungai Qachir, kira-kira 160 kilometer dari gunung Qangqarqan, mengutus pengant pesan kilat untuk putranya, Kuchlug, yang tengah menanti perintah serangandi lokasi berjarak sekitar 50 kilometer di selatan ayahnya. “Kuda-kuda Temujin mungkin saja lemah, tetapi jumlah mereka diperkirakan jauh lebih tinggi daripada yang kita kira. Alih-Alih menghadapi mereka di lokasi saat ini, menurutku lebih baik kita mundur secara sengaja ke Pegunungan Altai, memaksa prajurit dan kuda musuh untuk mengikuti kita sehingga kelelahan. Lalu akan kita serang mereka. Menurutku mungkin inilah rencana terbaik pada saat ini. Jika kau punya gagasan lain, beri tahu aku secepatnya.”
Saat menerima pesan ayahnya, Kuchlug, yang mengomandani sebagian besar sedadu Naiman, melompat berdiri dari kursinya dan menjejakkan kaki dengan marah. Dia menyesalkan. “Ah! Tayang Khan yang tidak jantan menghancurkan negra ini! Pergi dan beritahu dia bahwa sebagian besar orang Mongol ada di sini bersama Jamuka dan kami. Buat apa dia di sini? Dia seperti wanita hamil atau anak sapi yang masih menyusui.”
Pada masa itu di Dataran Mongolia, wanita hamil baisanya berusaha tidak pergi jauh-jauh dari yurt, terutama pada malam hari, bahkan untuk buang air kecil, sebab kemampuan geraknya terbatas serta mungkin saja ada bahaya di kegelapan. Pembawa pesan Tayang Khan telah kembali dan mengulangi pernyataan Kuchlug, kata per kata, kepadanya. Saat mendengar komentar putranya sendiri yang menghina, dia mengamuk, “Apa? Wanita hamil? Anak sapi yagn masih menyusu? Dasar bocah manja, Biarkan dia bertarung sendirian!”
Sebenarnya, secara emosional Tayang Khan belum siap menginjak medan tempur dan dia tidak berniat bertarung. Dia takut. Dia belum pernah melatih diri untuk pertempuran besar. Terkait hal ini, kaum Naiman sangatlah tidak beruntung. Sebagian besar panglima Naiman menolak kepemimpinan khan mereka yang payah. Qori Subechi, yang adalah wakil panglima de facto pasukan Naiman, berang saat mendengar rencana mundur Tayang Khan. Dia angkat bicara dan memarahai khannya dengan suara nyaring.
“Mending Inanch Khan ak pernah menunjukkan punggung atau pantat kuedanya kepada musuh! Konyol jika kita bicara mundur bahkan sebelum pertempuran dimulai! Tuanku Khan! Tidakkah Anda paham bahwa inilah saatnya bagi kita untuk menyingkirkan kaum Mongol sepenuhnya? Prajurit kita tidak pernah menderita karena semangat juang yang sedemikian rendah seperti sekarang! Biarkan Gurbesu memimpin pasukan ini!”
Setelah mengucapkan kata-kata ini, Qori Subechi mengambil wadah panahnya dari pinggang dan membuangnya. Dia berseru, “Dia menendang pintu hingga terbuka dan keluar, Tayang Khan, yang sudah dihina dua kali, sekali oleh putranya sendiri dan kini oleh panglimanya sendiri, merasa frustasi dan marah, tetapi dia tak bisa lagi memaksakan rencananya untuk mundur. Akhirnya, dia memberi pasukannya perintah agar bergerak maju.
“Ya, sudah! Semua, toh, akan mati. Ayo, pergi!”
Walau pun dia memberikan perintah, dia tidak bisa mengatasi rasa takutnya akan pertempuran. Dia tak pernah dilatih untuk pertempuran ini.
Pasukan Naiman menyebaringi Sungai tamir dan Orkhon seteah meninggalkan tepi Sungai Qachir dan mendaki tanjakan Gunung hakir, melintasi sisi timur Gunung Naqu Qun.
Pengawas Temujin yang ditempatkan di puncak Gunung Chakir seketika melaporkan kepada Temujin bahwa kaum Naiman mendekat. Temujin menerima laporan urgen bahwa kaum Animan tengah mendekat selagi dia menunggu di tenda perang bersama stafnya.
Temujin melompat berdiri dari tempat duduknya dan berteriak, “Waktunya telah tiba! Ini akan menjadi pertempuran penentuan bagi mereka atau bagi kita! Tuhan senantiasa bersama para pejuang! Kemenangan milik kita!”
Temujin mengeluarkan perintah untuk maju. Genderang-genderang besar dari kulit sapi mulai berbunyi bersama-sama di kamp perang Temujin. Pasukan Temujin maju dengan taktik Karaqana. Karaqana adalah semak gurun pendek berduri, dengan duri yang demikian tajam, kuat, serta berlimpah sehingga kuda dan sapi tidak bisa menggunakannya sebagai makanan. Ketika mereka maju dengan kecepatan normal, jarak antara setiap prajurit kavaleri dipersempit sehingga meningkatkan kekuatan defensif.
Temujin mempercayai adiknya, Temuge, untuk memimpin barisan depan dan Kasar untuk memimpin pasukan inti, sedangkan dia sendiri menjadi komandan tertinggi. Ketika pasukan Temujin tiba pada titik tengah antara Gunung Chakir dan Gunung Naqu Qun, mereka mendapati pasukan naiman tengah menunggu dalam formasi tempur. Begitu mreka berdiri berhadapan dengan para prajurit Naiman, semua genderang mulai berbunyi serempak dalam pasukan Temujin. Berikutnya, kavaleri Temujin mulai menyebar ke area yang lebih luas secara sangat teroraganisir. Ini disebut “formasi air menyebar”, yaitu untuk mencegah serdadu musuh yang jumlahnya lebih  banyak dengan mudah mengepung pasukan beranggotakan lebih sedikit.
Pada saat ini, jamuka sedang bersama Tayang Khan. Tinggi di atas bukit, jamuka dengan saksama memperhatikan pergerakan pasukan Temujin. Sekalipun tersebar di area yang lebih luas, pasukan Temujin tidak menunjukkan tanda-tanda kelemahan atau pun titik buta. Semua serdadu bergerak secara gesit dan sistimatis dibawah satu jalur komando langsung, sama seperti lima jati pada satu tangan. Sistem organisasi dan pergerakan cepat yang superior merupakan karakteristik spesifik pasukan Temujin. Sesudah mengamati dengan saksama, Jamuka terkejut akan superioritas mereka dan merasakan bahwa tak peduli jumlahnya, kaum naimun takkan mungkin mengalahkan pasukan Temujin.
Kedua pihak tersebut, saat berhadapan, bertukar sejumlah besar anak panah selama beberapa waktu. Tiba-tiba saja, dari pihak Temujin, disertai bunyi tabuhan nacara yang memekakkan, dua kavaleri yang terpisah melesat menghampiri kaum Naiman, baik dari kiri mau pun kanan. Mreeka berderap dengan kecepatan penuh, melindungi diri dari hujan panah dengan tameng kulit bulat. Mereka adalah pasukan kavaleri ringan yang masing-masing terdiri dari 2.000 prajurit berkuda, dipimpin oleh Jebe dan Qubilai. Mereka menembus baris pertahanan pertama kaum Naiman dan masuk jauh ke dalam. Mreka menghancurkan baris pertahanan kaum Naiman, menghajar, menghantam, dan menebas prajurit pertahanan Naiman dengan kapak perang, tombak dan pedang sabit mreka. Ini disebut taktik baji, atau pertarungan pahat.
Pada saat yang tepat, Temujin melepaskan regu penyerang keduanya. Mereka berupa pasukan kavaleri berat, yang masing-masing juga terdiri dari 2.000 prajurit berkuda bersenjata lengkap, dipimpin  oleh Jelme dan Subedei. Regu ini menghancurkan baris pertahanan kedua dan ketiga kaum Naiman, mengacaubalaukan mereka.
Setellah mengonfirmasi bahwa baris pertahanan kaum Naiman meang sudah terbuka. Temujin mengirim pasukan inti pimpinan Kasar. Mrekalah kekuatan penghancur yang utama. Pertempuran berlangsung selama hampir seharian penuh. Pada sore hari, gambaran akan pemenang dan pecundang menjadi jelas. Mayat yang tak terhitung jumlahnya terhampar di padang dengan kepala hilang atau jantung terbelah, sebagian besar orang Naiman. Tayang Khan sendiri juga terluka, dikenai dua anak panah. Tayang Khan mundur ke puncak Gunung Qun, di bawa menggunakan tandu. Sambil terengah-engah, dia menanyai jamuka, ayng berdiri di sampingnya, “Siapakah keempat pria yang memojokkan prajurit kita, seperti serigala memojokkan domba? Aku ingin mengetahui nama mereka.”
Jamuka berbisik ke telinganya.
“Mereka adalah keempat anjing pemburu Temujin. Nama mereka adalah Jebe, Qubilai, Jelme, dan Subedei. Mereka adalah penunggang angindan dilahirkan sebagai pembunuh.
Tayang Khan bertanya sambil bernapas dengan susah payah, “Siapa yang di belakang mereka, menghancurkan pasukan kita seperti telur?”
Jamuka menjawab, “Dia adik Temujin, Kasar. Begitu dia mengambil busur dan menembakkan panah, anak panah tersebut dapat menembus dua puluh pria, dan dia bisa menembak musuh dari sat sisi cakrawala ke sisi satunya lagi. Dia menyantap seekor domba untuk setiap kali makan, Dia monster, bukan manusia.”
Tayang Khan bertanya, “Siapa yang mengendalikan mereka semua, bergerak bagaikan elang di angkasa?”
Jamuka menjawab sambil menatap matanya, dengan mata setengah terpejam, “Dia anda-ku Temujin. Dia adalah perwujudan keserakahan. Dia bahkan tidak menyisakan kulit kaki kambing. Takkan ada yang tersisa di tempat mana pun yang dia lewati.”
Di antara kelima ternak utama, yakni kuda, sapi, unta, domba, dan kambing, orang-orang Mongol menganggap kambing sebagai yang paling tidak bernilai, dan kulit kaki kambing adalah yang paling tidak bernilai di antara semuanya.
Selagi Jamuka sedang berbicara kepada Tayang Khan di tandu, Qori Subechi datang sambil berlari-lari dan memberikan laporan sembari tersengal-sengal.
“Tuan, rute pelarian sudah siap! Anggota keluarga Anda sudah menunggu. Bergeraklah, cepat!”
Namun, tidak ada respons dari Tayang Khan, Dia sudah meninggal. Jamuka berdiri perlahan-lahan sambil mendesah. Setelah memastikan kematiannya, Qori Subechi menutup mata Tayang Khan, yag meninggal dengan mata nyalang. Qori Subechi menatap kosong selama beberapa waktu. Matahari sudah mendekati cakrawala barat. Dia turun lagi dan berteriak kepada para prajuritnya, yang tengah membangun baris pertahanan di tengah-tengah sisi gunung.
“Tuan kita sudah meninggal! Mari bertarung hingga titik darah penghabisan!”
Seusai mengucapkan kata-kata ini, Qori Subechi menaiki kudanya dan turun ke kaki gunung, tempat prajurit Temujin tengah menanti. Sejumlah besar prajurit Naiman mengikutinya. Qori Subechi dan para prajuritnya bertarung hingga pria terakhir.
Atas hal ini, Temujin berkomentar kagum, “Para prajurit Naiman memang gmengagumkan. Mereka semata-mata tidak beruntung karena memiliki pemimpin yang tak kompeten.”
Malam itu, sisa-sisa prajurit Naiman mencoba melarikan diri dari Gunung Naqu Qun. Dalam kegelapan total, tanpa adanya sinar bulan sekalipun, sejumlah besar prajurit Naiman jatuh dari tebing dan mati. Di dasar tebing, mayat prajurit dan kuda Naiman bertumpuk-tumpuk. Lebih banyak prajurit yang meninggal di sana daripada yang berhasil kabur.
Keesokan harinya, Temujin mulai mengejar sisa-sisa pasukan yang kalah Kuchlug, putra Tayang Khan, telah membangun baris pertahanan sementara di tepi Sungai Tamil besama prajurit Naiman yang telah berkumpul, tapi baris pertahanan itu dengan mudah dipatahkan. Mereka pun terus melarikan diri ke barat.
Setelah mengejar sejauh 900 kilometer lebih, Temujin membinasakan sisa-sisa kekuatan yang melawan di depan Pegunungan Altai. Orang-orang Naiman, Jadarat, Qadagin, Slajut, dan Dorben yang tersisa menyerah kepada Temujin. Jamuka, Toktoa Beki, dan Kuchlug telah melarikan diri. Kasar memberi tahu Temujin bahwa Altan dan Quchar tellah ditahan. Menolak menemui mereka, Temujin mengirim mereka kepada Alchidai untuk diurus. Alchidai adalah keponakan Temujin. Dia membawa mereka ke apdang dan membinasakan mereka di sana.
Gurbesu, istri dan ibu tiri Tayang Khan, diseret ke hadapan Temujin bersama para gundik lainnya. Temujin memperhatikannya beberapa lama dan menayainya dengan suara lembut, sambil menyunggingkan senyum tipis di bibir, “Apakah kau Gurbesu, yang mengatakan bahwa orang Mongol bau dan kotor?”
Temujin menyerahkan wanita itu kepada ibunya sebagai pelayan. Ouluun mempergunakan Gurbesu sebagai pelayan di panti asuhannya. Gurbesu menghabiskan sisa hidupnya dengann mencucui dan membersihkan yatim piatu Mongol. Demikianlah kaum Naiman, kekutan terakhir di Dataran Mongolia, mengalami takdir yang memilukan tersebut.
18. QULAN, PEREMPUAN PENUH PESONA
Pada musim gugur di tahun yang sama, Temujin berangkat untuk menyapu bersih sia-sia kaum Merkid. Toktoa Beki dari kaum Mrkid telah berhasil meloloskan diri dan masih banyak orang Merkid yang baik saja-saja. Namun, kemenangan bukanlah kemenangan bilamana belum paripurna. Temujin meninggalkan bukit Doloan di dekat Sungai Kerulen dan berderap manuju Qara Tala, benteng pertahanan kaum Merkid, yang terletak di sebelah selatan Danau Baikal. Baris pertahanan kaum Merkid dengan mudah dipatahkan. Namun, Tokoa Beki dan ketiga putranya, Qudu, Qal, dan Chilaun (orang yang berbeda dengan putra Sokan Shira yang juga merupakan kapten Temujin), berhasil kabur lagi. Para prajurit Temujin pun memasuki markas besar kaum Merkid. Penjarahan dan pembunuhan terjadi di mana-mana. Sebagian orang Merkid lolos dan sebagian lainnya menyerahkan diri. Karena kaum Merkid tersebar di area yang luas, tidak gampang membinasakan mereka sepenuhnya.
Dayir Usun, Kepala suku salah satu dari tiga suku utama Merkid, memutuskan untuk menyerah kepada Temujin, sebab dia takut kalau-kalau sukunya dimusnahkan. Dia adalah satu dari ketiga pemimpin yang menculik Borte bertahun-tahun lalu. Dayir Usun, kini sudah menjadi pria tua, berangkat untuk mencari perkemahan Temujin tanpa pengawal, hanya ditemani oleh putrinya yang berusia tujuh belas tahun, Qulan. Dalam perjalanan, mereka bertemu Nayaga, salah satu Kapten Temujin. Dayir Usun dan putrinya, Qulan, diantar menemui Nayaga oleh para prajurit.
“Aku kepala suku Merkid Uuas, Dayir Usun. Aku ingin menyerahkan diri kepada Temujin Khan. Tolong bawa kami kepada Temujin Khan. Ini putriku dan namanya Qulan. Aku telah membawanya sebagai bukti ketulusanku. Dia ini untuk Temujin Khan.”
Nayaga memperhatikan mereka baik-baik beberapa lama, lalu berujar, “Temujin Khan tengah berada di tempat berjarak setengah hari perjalanan dari sini. Meneruskan perjalanan Anda sendirian bersama putri Anda bisa jadi berbahaya. Tiga hari lagi aku harus kembali ke perkemahan utama. Jauh lebih aman jika Anda bepergian bersmaku, jika Anda bisa menunggu tiga hari.”
Nayaga benar. Para prajurit Temujin ada di mana-mana dan mereka acapkali membunuh serta memperkosa orang Merkid karena saat itu perang, sedangkan perang mendatangkan keruntuhan moral dan rasionalitas. Dalam banyak kasus, kejahatan perang semata-mata merupakan hukuman pembalasan bagi para pecundang. Begitulah sejarah perang pada masa lalu, masa kini, dan barangkali hingga masa mendatang.
Tiga hari kemudian, Nayaga membawa Dayir Usun dan putrinya, Qulan, kepada Temujin. Namun, Temujin murka karena orang sepenting Dayir Usun telah ditahan di perkemahan Nayaga selama tiga hari.
“Kenapa dia menahan mereka di perkemahannya selama tiga hari? Nayaga harus diajukan ke mahkamah militer.”
Nayaga nampaknya bakal celaka. Walau demikian, yang mengejutkan, justru Qulanlah, putri Dayir Usun yang berusia tujuhbelas tahun, yangmaju untuk membela Nayaga. Qulan adalah perempuan bermata cerdas dan bersuara jernih.
“Tuan, jika memang jadi soal bahwa Kapten Nayaga menahan kami tiga hari di perkemahan beliau, bisakah Anda jawab pertanayaan saya?
Qulan bertanya sambil menatap tepat ke mata Temujin, “Jika sesuatu terjadi pada kami dalam perjalanan ke sini, tanpa perlindungan langsung dari Kapten Nayaga, hal tersebut merupakan persoalan yang lebih serius. Benar begitu, Tuan?”
Temujin menjawab kebingungan, “Ya.... itu benar.”
Qulan melanjutkan, “Sebagaimana yang Anda katakan, jika Kapten Nayaga membawa kami ke sini pada hari kedatangan kami, meninggalkan posnya, beliau telah melakukan kejahatan yang lebih serius, desersi. Benar begitu, Tuan?”
“Benar....”.Lagi-lagi, Qulan memandang Temujin, menatap tepat ke matanya, “Tuan, Jika Anda menjawab “Ya” atas kedua pertanyaan tersebut, satu-satunya pilihan yang dimiliki Kapten Nayaga adalah menjaga kami dengan aman hingga tanggal kepulangannya dan kemudian membawa kami ke sini bersama beliau.”
Temujin tidak tahu barus menjawab apa, sebab gaids itu memang benar. Qulan melanjutkan sambil menundukkan kepada, “Tuan, tubuh saya masih sebersih saat saya dilahirkan.”
Temujin, malu pada dirinya sendiri karena Quln membaca pikirannya, bergumam sendiri, “Perempuan yang hebat! Dia amembaca pikiranku seperti pikirannya sendiri. Dia punya kecerdikan dan keberanian!”
Temujin bukan saja amat mencemaskan ayah Qulan, melainkan juga gadis itu. Itulah sebabnya, Temujin mencurigai Nayaga.
Temujin memejamkan mata dan mengingat salah satu kisah pengantar tidur yang pernah dia dengar dari ibunya ketika dia masih sangat muda. Rubah yang setia. Betapa berbahayanya membuat keputusan yang terburu-buru tanpa bukti nyata! Betapa pentingnya tak menjadikan seorang pun sebagai korban dari tuduhan palsu, lebih penting daripada membuat  tiga orang berutang budi. Temujin duduk berhadapan dengan Nayaga dan mewawancarainya.
“Siapakah pemilik semua pampasan perang?”
Nayaga menjawab, “Tentu saja semua pampasan perang adalah milik khan, Tuan. Semua wanita dan kuda yang ditangkap juga adalah milik khan. Saya layak dihukum mati apabila pikiran saya berbeda dengan ucapan saya.”
Pada masa itu, bagi kaum Mongol, konsep kepemilikan mencakup kepemilikan atas orang. Temujin bertanya, “Jika demikian, bolehkan membunuh atau memperkosa tawanan tanpa izinku?”
Nayaga menjawab sambil menundukkan kepala, “Jelas tidak, Tuan. Hal semacam itu tidak dapat dimaafkan.”
Temujin terkekeh-kekeh sambil menepuk pundaknya dan berkata, “Jika kau berpikir demikian, kau benar. Jangan pernah lupakan itu!”
Temujin pun mengubah keputusannya. Nayaga selamat. Temujin bermaklumat sebagai berikut :
Maklumat 1 : Dilarang melakukan pembunuhan yang tidak perlu di area pertempuran.
Maklumat 2 : Siapa pun yang menodai tawanan perempuan akan dikenai hukuman yang sama sebagaimana pemerkosa di masa damai.
Maklumat 3 : Siapa pun yang melanggar kedua maklumat di atas, akan dikenai hukuman mati.
Temujin menerima penyerahan diri Dayir Usun. Oleh karena itu, banyak nyawa aorang merkid yang selamat. Temujin mempertahankan Qulan di dekatnya. Qulan pun menjadi orang kesukaannya. Temujin terpesona oleh kecerdikannya dan kecantikan gadis itu. Perempuan jadi menarik bukan semata-mata karena dia cantik. Qulan menjadi istri keempat Temujin.
Temujin terus smenggejar sisa-sisa kaum Merkid yang menolak menyerah. Sebagian dari mereka kabur ke barat laut, membuat benteng kuat di puncak gunung Tayqal Qorka, sedang Toktoa Beki beserta putra-putranya menuju ke barat untuk menyeberangi Pegunungan Altai. Temujin memberikan 3.000 prajurit kavaleri kepada Chimbai, putra Sokan Shira, untuk menyerang benteng di Gunung Tayqal Qorka, sedangkan dia sendiri menuju ke barat untuk terus smenggejar Toktoa Beki. Setelah melakukan pelacakan sejauh kira-kira 800 kilometer, Temujin sampai di perbatasan timur pegunungan Altai. Musim dingin hendak tiba. Angin dingin dari Siberia mulai bertiup diiringi badai salju. Teujin berhenti di sana sebab berusaha menyeberangi pegunungan tinggi bersama pasukan berjumlah besar di musim dingin bisa jadi bahaya.
19. AKHIR RIWAYAT JAMUKA
Tahun baru telah tiba. Temujin menghabiskan musim dingin di sebelah timur Pegunungan Alti. Di tempat itu, Pegunungan Altai menjulang laksana kubu pertahanan alamiah dan hutan lebat di bawah pegunungan yang terdiri dari pohon pinus serta pohon cemara berfungsi seperti penangkal angin. Puncak-puncak pegunungan Altai, yang berselimut salju, akan memantulkan sinar mentari pagi terik, menyebabkan sebagian penonton kesilauan. Pada waktu seperti ini, kuda-kuda mongol akan memecahkan es dan salju yang menyelimuti tanah menggunakan kaki kuat mereka dalam rangka mencari makanan. Pemandangan tersebut pastilah nampak damai, jika bukan karena hawa dingin mengigit.
Ketika musim semi tiba, Temujin mulai menata pasukannya. Dia telah menerima informasi bahwa sisa-sisa kaum Naiman, dipimpin oleh Kuchlug, dan sisa-sisa kaur Merkid, dipimpin oleh Toktoa, telah membuat aliansi baru untuk melakukan serangan balasan.
Temujin menyeberangi Pegunungan Altai Via pelintasa Arai. Sesudah berderap sejauh kira-kira 800 kilometer ke arah barat laut, pasukan Temujin tiba di Buqdurma, di tepi Sungai Ertis. Di sana, mreka dapat melihat pasukan koalisi Naiman dan Merkid tengah menanti mereka, sambil memunggungi sungai.
Temujin serta merta meluncurkan serangan. Terjadilah satu lagi pertempuran sengit. Namun, dalam rentang waktu tak lebih dari satu kali makan, pasukan koalisi Naiman dan Merkid mulai mundur. Pada saat inilah, Toktoa Beki, penguasa Merkid, tertembak anak panah dan dia pun jatuh dari kudanya. Putra-putranya bergegas kembali untuk menyelamatkannya, tapi dia sudah meninggal. Mengetahui bahwa musthil membawa seluruh jenazah ayah mereka, mereka pun memotong lehernya dan melarikan diri sambil membawa kepalanya saja. Banyak orang Naiman dan Merkid yang tenggelam di Sungai Ertis. Kuchlug dan ketiga putra Tiktoa Beki berhasil kabur lagi. Mreeka menyeberangi sungai dan melarikan diri ke segala arah.
Temujin seketika mengatur dilaksanakannya pengejaran. Subedei diberi 2.000 prajurit berkuda untuk mengejar ketiga putra Toktoa Beki, sedangkan Jebe diberi 2.000 prajurit untuk mengejar Kuchlug. Temujin memberikan saran kepada Subedei dan Jebe :
Kejar mereka hingga ke ujung dunia!
Jika mereka menjadi makhluk bersayap dan kabur ke angkasa,
Jadilah elang dan sergap mereka.
Jika mereka menjadi marmot dan bersembunyi di tanah,
Jadilah tongkat kayu dan temukan mereka.
Jika mereka menjadi ikan dan bersembunyi di bawah air,
Jadilah jaring dan tangkap mereka
Jika kalian kehabisan makanan,
Pergilah berburu!
Hewn liar ada di mana-mana,
Tapi jangan ambil melebihi yang kalian butuhkan.
Jika tidak, kalian akan membuang-buang waktu dan tenaga.
Kencangkan tali kekang dan periksa pelana kalian sering-sering,
Jika tidak, kalian akan dikejar oleh mereka.
Camkan sajalah misi ini di kepala kalian
Jika tidak, kalian takkan pernah menuntaskannya.
Ingatlah bahwa aku selalu menyertai kalian,
Jangan lupa bahwa kalian berada di bawah perlindungan langit.
Subedei, setelah mengejar dengan gigih selama enam bulan, akhirnya menghabisi ketiga putra Toktoa Beki, yaitu Qudu, Qal dan Chilaun, beserta sisa-sisa kekuatanmereka di sebelah tenggara Danau Balkhash. Jebe, sesudah sembilan bulan, juga membinasakan sisa-sisa kaum Naiman di Danau Sarik, di dekat perbatasan Kara Khitai. Kuchlug, sendirian, menyeberangi perbatasan Kara Khitai dan mencari perlindungan di sana.
Jamuka, di sisi lain, menyelinap pergi dari medan tempur ketika pasukan Naiman pimpinan Qori Subechi dan pasukan Mongol pimpinan Temujin sedang larut dalam pertempuran terakhir. Namun, rakyatnya, orang-orang Jadarat, menolak mengikutinya lagi. Mereka semua sepakat untuk menyerahkan diri kepada Temujin. Karena mengkhawatirkan nyawanya sendiri, Jamuka melarikan diri ke daerah Gunung Tenglu, di dekat Danau Uvs, bersama kira-kira tiga puluh pengikut dekatnya saja. Dia bertahan di area gunung bagaikan bandit selama enam bulan. Walau begitu, seiring berjalannya waktu, para pengikutnya tak bisa menoleransi kehidupan semacam itu dan menyelinap pergi darinya, satu demi satu, hingga akhirnya hanya lima orang yang tersisa.
Suatu hari, Jamuka sdang makan dommba liar panggang bersama anak buahnya. Pada saat ini, kelima pengikutnya telah sepakat untuk menangkap jamuka dan menyerahkannya kepada Temujin. Jamuka sebagaimana biasa, memakan kenyang bagian terbaik dari daging domba tersebut, menyisakan bagian sisanya tang tidak terlalu disukai untuk anak buahnya. Kelima pria yang murka menyerangnya. Salah satu memegangi kepalanya kuat-kuat dengan cara menjambak rambutnya, sedangkan empat orang sisanya memegangi lengan dan kakinya, seorang satu. Sesudah mereka mengikatnya erat-erat, dia diletakkan di punggung kuda bagaikan barang bawaan. Karena Jamuka mengutuk mereka semua dengan suara nyaring, salah seorang menyumpal muutnya dengan tali supaya dia diam. Jamuka pun diseret menemui Temujin. Pada saat itu, Temujin sedang tinggal di tepi Sungai Tula. Di bantaran sungai yang luas, sejumlah besar yurt besar tersebar rapi dan permukaan air Sungai Tula gemerlapan karena memantulkan sinar matahari tengah hari yang terik. Temujin tengah menonton latihan prajuritnya di bawah awning besar segi empat, terbuat dari tenda yang keempat sisinya di gulung ke atas. Pada saat itulah, para prajurit Temujin menghaturkan Jamuka kepadanya, dengan tangan terikat di belakang punggung. Temujin melompat berdiri dari kursinya dan memicingkan mata untuk meliaht wajah lelaki tersebut dengan lebih jelas. Dia memang benar-benar Jamuka.
“Jamuka!”
Temujin berjalan menghampirinya dan memandang wajahnya dengan sangat saksama untuk memastikan bahwa orang itu memang Jamuka.
Temujin berteriak lagi sambil mencengkeram dan mengguncang-guncangkan bahunya, Jamuka! Ternyata memag kau! Lama tak jumpa.”
Perjumpaan i i menjadi reuni sesudah perpisahan selama delapan belas tahun. Rambut Jamuka kusut dan pakaiannya compang camping. Wajahnya kuyu karena lelah dan malu, tetapi kedua matanya cerah dan berbinar-binar sebagaimana sebelumnya, menunjukkan bahwa dia masih memiliki kecemerlangannya. Temujin memerintahkan anak buahnya agar melepaskan ikatan Jamuka. Lalu, Temujin membawa Jamuka ke Awning dan mempersilahkannya duduk. Air dan makanan segera saja diberikan untuknya. Temujin emmandangnya tanpa bersuara selagi dia makan dan minum.
Temujin memindahkan kursinya ke dekat Jamuka dan bertanya, “Siapa yang membuatmu jadi seperti ini?”
Jamuka berhenti makan dan menatap ke depan beberapa lama. Lalu tanpa mengucapkan kata-kata, dia semata-mata menunjuk ke samping dengan dagunya dan melanjutkan makan. Di depan Awning Temujin, sejumlah besar penonton yang berkumpul telah mendengar kabar bahwa jamuka ditangkap, dan para prajurit harus menggunakan tombak untuk mencegah mereka mendekat. Di satu sudut, yang ditunuk Jamuka dengan dagunya, ada lima pria yang sudah dilucuti. Mreka adalah mantan pengikut Jamuka yang sedang menanti keputusan Temujin. Mereka mungkin saja mengharap-harapkan imbalan besar dari Temujin. Akan tetapi, Temujin justru berteriak kepada para prajuritnya.
“Tahan mereka!”
Mendengar perintah Temujin, kira-kira duapuluh prajurit menyergap mereka, mengikat tangan mereka ke belakang dan memaksa mereka berlutut di tanah. Temujin berdiri dan berjalan menghampiri mereka perlahan-lahan. Temujin menatap mereka satu persatu dan berkata, “Kalian menghianati majikan kalian! Siapa yang mau menerima kalian jika kalian tidak setia pada majikan kalian sendiri?”
Temujin memerintahkan kaptennya untuk memenggal kepala mereka, tepat di tempat. Barisan lima penghianat Jamuka kehilangan kepala mereka di tangan algojo pada saat bersamaan. Jamuka berhenti makan sesaat, selagi dia menonton mereka kehilangan kepala, lalu melanjutkan makan lagi. Sebagian prajurit Temujin membawa pergi mayat tersebut dan sebagian lagi menutu[i darah dengan tanah.
Temujin berkata kepada Jamuka, kepedihan di matanya, “Jamuka, sekarang kita bersama-sama lagi. Ingat? Kita bersumpah satu sama lain bahwa kita akan mati pada hari yang sama. Mari jangan lupakan masa lalu. Mulai saat ini, mari kita gabungkan upaya kita dan mewujudkan masa depan.”
Mendengar kata-kata Temujin, Jamuka menyunggingkan senyum di bibirnya dan merespon, “Terima kasih Temujin. Namun, kau tahu bahwa aku sudah lama sekali jadi musuhmu. Aku sudah tamat.”
Temujin mendekatkan kursinya ke Jamuka dan berkata, “Jamuka, kau anda-ku, apa pun yang kau katakan. Lupakanlah masa lalu. Kau sudah bejasa besar padaku. Aku tahu kaulah yang mengirimku informasi penting sewaktu aku terlibat pertempuran dengan Wang-Khan dan aku juga tahu kau tidak bekerja sama dengan kaum Naiman. Itu lebih dari cukup untuk bergabung denganku.”
Temujin ingin mengubah pikirannya. Temujin punya alasan bagus. Pada masa itu, di antara orang-orang stepa, membunuh anda sendiri merupakan hal tabu. Perbuatan tersebut bahkan dianggap lebih tak dapat diterima daripada membunuh saudara sendiri. Temujin juga tahu bahwa Jamuka adalah musuhnya di muka umum, tetapi secara pribadi mereka masih bersahabat. Temujin masih mengingat kenangan manis tentang Jamuka semasa kanak-kanak.
Jamuka meletakkan tangannya di tangan Temujin dan, sambil mengelusnya, berkata, “Temujin, aku memahamimu. Kau masih satu-satunya teman yang tersisa dalam benakku. Tujuan kita sama, tapi kita punya pendapat berbeda mengenai cara mencapai tujuan itu. Cuma itu. Sekarang, kau sudah mempersatukan dataran ini. Dunia tengah menantimu. Sekarang, kau bisa berbuat apa saja sendiri. Dalam situsi ini, jika aku tetap hidup, apa gunanya aku bagimu? Di malam hari, aku bisa mengganggumu dalam mimpi-mimpimu dan di siang hari, aku bisa mengusik kedamaianmu. Aku semata-mata akan jadi kutu di kerah baju atau dari dalam daging.”
Setelah mengucap kata-kata ini, Jamuka mendesah pelan. Dia amengambil cangkir air di meja dan meredakan dahaganya.
Dia melanjutkan, “Aku banyak berpikir mengenai penyebab kegagalanku. Menurutku semua dimulai saat aku masih sangat muda. Ayahku meninggal ketika aku bagitu muda sehingga aku bahkan tidak ingat wajahmnya. Dan ibuku bersamaku selama beberapa waktu, tapi belakangan, dia menikah lagi dan meninggalkanku. Aku sendirian. Aku tidak pernah mengenal kasih sayang orang tuaku. Aku tidak punya sauara yang  hebat, istri yang baik, atau rekans etia,  sepertimu. Aku gagal meraih cinta kasih orang lain. Barangkali itu terjadi karena aku tidak sempat melajar mencintai orang lain. Itulah penyebab kegagalanku sebenarnya.”
Temujin mendengarkannya tanpa bersuara. Terjadi keheningan mendalam di antara mereka selama beberapa waktu. Jamuka melanjutkan sambil memandang Temujin dengan mata penuh kasih.
“Temujin, jika aku hanya punya satu permintaan yang tersisa, itu adalah permintaan untuk mati tanpa meneteskan darah. Kuburkan aku di bukit tinggi. Jiwaku akan terus mengitari dataran ini dan aku akan mendoakan supaya kau beserta keturunanmu hidup sejahtera di negeri ini salamanya. Bisakah permintaanku dikabulkan?”
Orang-orang Mongol apda masa itu mempercayai bahwa jiwa terdapat dalam darah. Jika seseorang meninggal kehabisan darah, jiwanya akan tersebar ke angkasa dan menghilang. Di sisi lain, apabila seseorang meninggal dengan tubuh dan darah yang utuh, jiwanya akan terus hidup.
Temujin memejamkan mata dengan ekspresi sedih dan mengangguk. Mereka berpelukan beberapa lama. Temujin berdiri pelan-pelan dan berjalan ke luar tenda dengan langkah berat. Temujin berkata kepada sekitar dua puluh panglima dan kaptennya, yang menunggu di luar tenda, “Jangan sampai dia berdarah. Perlakukan tubuhnya baik-baik. Persiapkan peti mati terbaik.”
Setelah mengucapkan kata-kata ini, Temujin pergi dari sana. Alchidai, salah seorang kapten Temujin, mendekati Jamuka dan dengan hati-hati menanyainya apakah dia ingin minum anggur. Anggur ditawatkan supaya proses tersebut lebih mudah bagi Jamuka, tetapi dia menolaknya. Karena Alchidai dan kelima prajuritnya ragu-ragu, Jamuka terkekeh dan berkata kepada mereka, “Aku sudah siap! Kenapa kalian lebih bimbang daripadaku? Ayo, mulai!”
Alchidai melangkah ke belakang Jamuka dan mencekiknya menggunakan selendang sutra. Para prajurit sisanya menstabilkan tangan dan kakinya. Setelah beberapa lama, tubuhnya pun diam dan wajahnya yang memerah berubah menjadi putih pucat serta damai saat Alchidai melepaskan selendang dari lehernya. Jamuka ameningga dengan mata terpejam.
Temujin mengadakan pemakanamn besar-besaran untuk Jamuka. Temujin memerintahkan anak buahnya agar mengafani jenazah jamuka dengan kain sutra dan memasukannya ke peti berhiaskan ornamen perak. Dikubuarkannya Jamuka di bukit tinggi.
Di sini bersemayamlah seorang pria.
Tekadnya sekeras batu
Dan keberaniannya tanpa tanding
Dia adalah pria cemerlang,
Dan ahli strategi ulung.
Dia adalah pelindung tradisi,
Dan pemenang persahabatan.
Namanya akan terucap di bibir jutaan orang,
Dan Jejaknya akan lama tersissa.
Namanya Jamuka.
Dan dia adalah pahlawan stepa.
Itulah ucapan berkabung Temujin. Demikianlah Temujin menyingkirkan rivalnya yang terkuat dan paling berbahaya, sekaligus sahabat masa kanak-kanaknya. Jamuka adalah laki-laki langka yang memiliki kecerdasan luar biasa, kepandaian berbicara, keahlian diplomatik, intuisi, visi, ke depan, kemampuan oraganisasional, dan keberanian. Walau begitu, dia kalah dari Temujin.
20. LAHIRNYA IMPERIUM MONGOL
Pada musim semi tahun 1206, di dataran rendah yang terletak di hulu Sungai Onon, didirikanlah sebuah kota tenda yang besarnya melebihii perkampungan tenda mana pun pada masa lalu. Sekitar satu setengah juta orang dengan 400.000 yurt berkumpul di satu tempat. Penghuninya meliputi hampir tiga perempat populasi dataran tersebut pada masa itu. Walau pun sejumlah suku kecil di pinggiran dataran tersebut pada masa itu. Walau pun sejumlah suku kecil di pinggiran dataran tersebut belum ditaklukan. Temujin tidak menunggu. Diselenggarakanlah konvensi untuk mendeklerasikan lahirnya Imperium Mongol baru dan menobatkan Ka-Khan, yang artinya Khan para Khan. Peristiwa ini disebut “Khuriltai” dalam bahasa Mongol, yaitu pertemuan nasional dalam rangka acara kenegaraan yang penting atau untukk menyatakan perang dengan bangsa lain.
Selama kira-kira tiga bulan sebelum penobatan, Temujin mendirikan landasan untuk Imperium. Hal pertama  yang didkerjakan adalah mempersatukan semua suku melalui siste baru. Seluruh populasi ditata sistematikanya seperti unit militer. Diciptakanlah sembilan puluh lim aingan, masing-masing terdiri dari seribu prajurt kavaleri. Dinyatakanlah delapan puluh delapan “Pendiri Imperium” dan masing-masing ditunjuk sebagai kepala satu mingan. Ke delapan puluh delapan pria tersebut secara seksama dipilih dari kelompok orang-orang yang berjasa besar. Posisi atau status sosial mereka sebelumnya dikesampingkan sepenuhnya. Di antara mereka ada Badai dan Kishlik, yagn dahulu adalah budak; Dekei, yang dulunya gembala domba; dan Quchugul, seorang tukang kayu. Satu Mingan terdiri dari pria-pria dari berbagai suku dan, berdasarkan kebijakan unifikasi, siapa pun yang meningalkan posisinya atau memisahkan diri dari pasukan akan dikenai hukuman mati. Hanya segelintir orang yang diperbolehkan memiliki pasukan sendiri, yaitu 3.000 orang Onggut yang membantu Temujin dalam banyak kesempatan penting dan 2.000 orang Ikires. Selain itu, Tooril, putra Chakaunua, yang tewas dalam pertempuran di Dalan Baljut, diperkenankan memiliki pasukan sendiri setelah mengumpulkan kembali orang-orangnya.
Komandan mingan juga berhak mengatur keluarga para prajurit dan posisi mereka dapat dialihkan kepada keturunan mereka. Namun, jika mereka tidak berhasil dalam tugas, mereka dapat diberhentikan kapan saja. Untuk unit-unit yang penting ditunjuklah kapan saja. Untuk unit-unit yang penting, ditunjuklah dua komandan untuk menjamin ketertiban dan pengambilan keputusan yagn saksama.
Temujin memperkuat penjaga keamanannya. Penjaga siang dan penjaga malam bertambah jumlahnya, yang asalnya 70 dan 80 orang, menjadi 8.000 dan 2.000 orang, sehingga todal 10.000 orang. Penjaga ini adalah para elite di antara kaum elite. Terutama pria muda, anak atau saudara dari komandan mingan, atau seseorang yang direkomendasikan oleh orang lain. Mereka adalah anggota inti staf Temujin yang berpangkat tinggi. Sebagian alasan Temujin memilih anak atau saudara dari komandan tinggi adalah karena mereka merupakan generasi muda yang belum dinodai sisi kelam masa lalu sehingga lebih mudah peradaptasi dengan sistem baru. Alasan lainnya adalah demi mengurangi kemungkinan terjadinya pemberontakan dengan cara menjadikan mereka sebagai semacam tawanan, untuk berjaga-jaga.
Pasukan  Mongol yang didirikan dan disusun oleh Temujin menjadi pasukan terkuat dan paling berkuasa dalam sejarah manusia.
Temujin menitahkan hukuman berat untuk memberishkan dan mengoreksi degradasi serta kekacauan sosial. Aturan hukum ini kelak disebut “Yassa” dan sebagian diantaranya adalah :
Pezina harus dihukum mati, tidak peduli status pernikahan, alasan, atau pun dalihnya.
Siapa pun yang mencuri barang milik orang lain, besar atau pun kecil, harus dihukum mati.
Jika tindakannya disengaja.
Orang yang berbohong dengan sengaja harus dihukum mati.
Dukun atau penyihir palsu yang menyesatkan orang demi memperoleh imbalan haram dihukum mati.
Siapa saja yang menyatakan dirinya bangkrut tiga kali atau lebih harus dihukum mati.
Siapa pun yang melakukan sodomi harus dihukum mati.
Siapa pun yang mengotori air minum dengan air kencing, atau apa saja yang tidak bersih harus dihukum mati.
Jika dua orang berkelahi dan seseorang mendukung salah satu pihak karena alasan pribadi semata, pendukunng yang tidak adil itu harus dihukumm mati.
Siapa pun yang menerima barang curian, tidak peduli apakah mereka tahu atau tidak bahwa itu barang curian, harus dihukum mati.
Saksi palsu harus dihukum mati.
Yassa membantu bangsa Mongol membangun standar moral, membersihkan masyarkat mereka, dan memulihkan kembali semangat tinggi mereka. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak hukum dan peraturan yang ditambahkan. Semuanya ini berfungsi sebagai aturan sosial, regulasi, dan panduan yang kukuh untuk kehidupan sehari-hari.
Temujin mengadopsi sistem administrastif kaun Naiman, menunjuk Tata Tunga sebegai sekretaris Jendral; dia memegang posisi yang sama dalam pemerintahan. Naiman. Tata Tunga merekomendasikan sistem stempel imperial, yang dapat digunakan untuk semua hukum resmi dan imperial, ordonansi dan maklumat. Rekomendasinya diterima dan dia menjadi Penjaga Stempel. Temujin menciptakan mahkamah agung, yang menangani semua peradilan kriminal, sedangkan Sigi Qutuku menjadi kepala pertama departemen itu. Sigi Qutuku adalah anak yatim piatu Tartar yang ditelantarkan di medan tempur, diselamatkan oleh Temujin, dan kemudian dibesarkan oleh ibu Temujin, Ouluun. Pada akhirnya, Ouluun menerimanya sebagai putra angkat.
Temujin mengadopsi sistem tulisan Uighur sebagai alfabet sementara untuk dipergunakan dalam semua dokumen resmi dan dia mengizinkan semua anggota keluarga ningrat belajar membaca dan menulis. Temujin menunuk Belgutei sebagai darughachi agung, yang mirip seperti kepala pemerintahan. Bogorchu menjadi pendiri nomor satu Imperium Mongol, sedangkan Mukali, yang masih muda tapi sudah banyak berjasa besar, menjadi simbol negara.
Temujin menunjuk dirinya sendiri sebgai Kaisar Imperium Mongol dan bergelar “GENGHIS-KHAN” dianugerahkan kepadanya Gelar ini berarti “Penguasa Dunia” atau “ Sumber Kekuatan”.
Upacara penobatan Temujin diselenggarakan di bagian hulu cekungan Sungai Onon. Di ujung utara cekungan sungai yang luas tersebut, dibangunlah sebuah altar, sedangkan di sisi utara altar itu diletakkan pedupaan perunggu setinggi enam kaki. Lantai tertas altar diselimuti karpet Bukhara merah dan untuk sampai ke lantai teratas, ada sembilan puluh sembilan undakan yang harus dinaiki. Di bawah altar 100.000 prajurit kavaleri Mongol yang beru saja dibentuk organisasinya berkumpul dan berbaris teratur dengan panji-panji di depan mereka. Saat itu hari yang hangat di musim semi, dan matahari pagi yang baru saja terbit menumpahkan sinarnya yang kuat ke lokasi historis ini. Panji-panji putih, terbuat dari surai sembilan kuda putih, diarak di sepanjang jalan oleh dua prajurit kavaleri, seiring tetabuhan delapan puluh satu unta. Orang-orang Mongol menyebut panji-panji itu “Tuk”. Namun, katika panji-panji itu dimasuki roh pelindung, maka ia disebut “Sulde”. Panji-panji ini didesain oleh Temujin. Panji-panji putih digunakan pada masa damai,s edangkan panji-panji hitam untuk amsa perang. Kelak, panji-panji ini menjadi simbol spiritual bagi pasukan Mongol ketika menaklukkan dunia.
Setelah sulde putih diposisikan di depan altar. Temujin, mengenakan helm dan baju zirah, menunggang kuda putih cemerlang untuk menyusuri bagian tengah jalan yang mengarah ke altar dan berhenti di depan altar itu. Sesudah turun ari kudanya, dia menaiki sembilan puluh sembilan undakan dan ketika dia tiba di lantai teratas, sembilan pemangku yang telah menanti menyerahkan obor kepadanya. Kepala pemangku adalah Kokochu, yang ditunjuk selaku pendeta nasional oleh Temujin. Namun resmi Kokochu adalah Tab Tinggi, yang berarti lagnit tertinggi.
Setelah menyulutkan api ke pedupaan, Temujin berdoa kepada langit, bumi, matahari, dan bulan. Tab Tengri memberkatinya atas nama langit. Temujin pun menyatakan lahirnya Imperium Mongol.
Semua pejabat tinggi dan panglima yang mengomandani seriu prajurit kavaleri atau lebih bersujud sembilan kali kepada Temujin sesudah melepas ikat pinggang mereka dan mengalungkannya ke leher. Sujud gaya Mongolia ini berupa gerakan menyentuhkan dahi ke tanah, yang maknanya adalah kepetuhan total.
Setelah ini, Temujin mengganti seragam militernya dengan del dan uuden – atau baju dan tutup kepala – gaya Mongolia, dia menghadiri upacara selanjutnya. Di dalam tenda berkapasitas duaribu orang, Temujin disambut dan diberi ucapan selamat oleh para pejabat dan panglima berpangkat tinggi. Datu demi satu, sesuai dengan urutan pangkat mereka, mereka berjalan menghampiri Temujin dan meneriakkan kalimat yang sama sesudah menyessap otok dari gelas piala keemasan, yang diserahkan kepada mereka oleh pengarah upacara.
“Gneghis Khan! Tuan kami!”
Kini mreka hanya mempunyai satu Khan dan mereka semua adalah orang Mongol, tidak peduli klan atau suku asal mereka. Istilah Mongol, yang dahulu digunakan untuk mengelompokkan sebagian kecil orang dari dataran rendahn tersebut, kini meupakan nama resmi untuk Imperium yang baru lahir itu. Temujin telah mempersekutukan semua kaum nomaden di dataran tersebut dan membangun sebuah Imperium. Usianya baru tiga puluh sembilan tahun.
Setelah dia menjadi Ka-Khan dari Imperium Mongol yang baru lahir, dia pun mengadakan rapat resmi pertama. Tapat tersebut selama kira-kira sebulan. Mereka membicarakan dan membahas banyak agenda serta membuat keputusan Lewat rapat ini, Genghis Khan diberi wewnang sebagai penguasa tertinggi Imperium baru tersebut.
“Imeperium Meongol adalah bangsa yang merdeka dan berdaulat,s erta bebas memerintah dirinya sendiri. Semua orang yang berbagi kehendak yang sama dengan kita akan diterima sebagai rekan, tanap memperdulikan asal-usul, suku, ras, bahasa, agama, adat istiadat, dan latar belakang sejarah. Kebebasan agama akan dijamin dan adat istiadat tradisional semua orang akan dohi=ormati. Siapa pun yang berada di bawah panji-panji Imperium Mongol akan berkedudukan setara dan memiliki hak, tanggung jawab serta privilese yang sama.”
Berdasarkan idealisme nasional itulah, Imperium tersebut diciptakan. Mereka juga membicarakan tujuan Imperium. Untuk mengukuhkan kemerdekaan, mereka memutuskan untuk mengenyahkan semua kekuatan yang bisa menghalangi keutuhan Imperium hingga sepuluh ribu generasi mendatang. Mereka memutuskan untuk menaklukkan semua suku yang tersisa seperti Oyirad, Qori tumad, Uighur, dan Kirghiz. Terkait Cina, jika mereka mengabaikan Imperium Mongol yang baru dan tidak bersedia menerima kedaulatan mereka, bangsa Mongol memutuskan untuk menguasai bangsa Cina di bawah kendali mereka juga.
Mereka mendiskusikan banyak hal lain secara terperinci. Contohnya, warga negara laki-laki harus mengikuti wajib militer sejak usia lima belas tahun dan terus berlanjut, terkecuali terdapat masalah kesehatan atau jika dia adalah anak laki-laki tunggal dalam keluarganya. Pendeta agama, pengurus pemakaman, dan seniman berbakat juga dibebaskan dari wajib militer dan pajak negara.
Genghis Khan menganugrahkan banyak imbalan bagi para pendiri Imperium. Mereka bukan hanya dianugerahi benda-benda berupa material, melainkan juga privilese sosial. Contohnya,s ebagian dari mereka takkan dikenai hukuman atas embilan kejahatan, kecuali kejahatan tersebut berupa makan terhdap Genghis Khan atau negara. Privilese ersebut sangat berarti dalam masyarakat baru yang diatur oleh hukum yang begitu berat. Genghis Khan kini bisa menghadiahi semua rekannya atas semua kesusahan yang telah mereka lewati bersama-sama dan atas jasa mereka.
Khuriltai, rapat rresmi Imperium Mongol berlangsung selama kira-kira sebulan dan kemudia ditutup. Tepat sesudah itu, mereka memulai pesta perayaan yang berlangsung selama kira-kira sebulan lagi. Mereka telah membangun sebuah bangsa dengan Genghis Khan sebagai tokoh sentral serta mendeklarasikan idealisme nasional. Akan tetapi bagian bagian terpenting dari keputusan mereka adalah kebijakan ekspansi. Ini menjadi kebijakan terpenting bangsa tersebut dan ideologi fundamental dalam penaklukan dunia yang mereka lakukan.
21. KONSOLIDASI  IMPERIUM
Selama sekitar tiga tahun, Genghis Khan mengonsolidasikan Imperiumnya alebih lanjut. Dia adalah pemimpin revolusi spiritual kaum Mongol. Dia meyakinkan rakyatnya bahwa mereka adalah kaum pilihan. Lama sekali orang-orang Cina menguasai, atau mempengaruhi, kaum nomaden di Dataran Mongolia, memperlakukan mereka layaknya aorang barbar atau kelompok orang yang inferior. Genghis Khan menganggap bahwa sangat penting menyingkirkan perasaan inferior yang telah ditanamkan oleh orang lain dan memulihkan harga diri yang tinggi. Genghis Khan mengutarakannya sebagai berikut :
Langit biru kekal
Telah memperkenanku
Menguasai dunia ini.

Semua negeri dari matahari terbit hingga matahari terbenam
Akan berada di bawah kekuasaan
Bangsa Mongol dan keturunan mereka.

Pemukiman tetap di kota sudah busuk.
Langit akan menghukum mereka.
Dan dunia akan memperoleh tatanan baru.

Bangsa Mongolia adalah kaum
Yang telah dipilih oleh langit.
Untuk menguasai negeri ini
Sejak hukum permurnian sosial, Yassa, diberlakukan, para pelanggar hukum harus menghadapi hukuman berat. Genghis Khan meyakini bahwa stabilitas bangsa bergantung pada stabilitas setiap keluarga atau warga negara. Selama beberapa bulan sesudah lahirnya bangsa tersebut, beberapa lusin pelanggar kehilangan kepala setiap hari. Seiring berjalannya waktu, jumlah tersebut lambar laun berkurang, hingga akhirnya masyarakat Mongol berubah secara dramatis. Kendari barang berharga jatuh di jalan, tak seorang pun mengambilnya dan menjadikannya barang mereka sendiri. Tak seorang pun menfitnah atau menggunjingkan orang lain secara membabi buta atau secara ceroboh. Dan orang-orang Mongol menjadi kaum yang tak pernah berkata dusta, sekali pun di hadapan maut.
Genghis Khan memperkuat fungsi penjaga siang dan penjaga malam. Pertama-tama, jumlah ditingkatkan dari 150 menjadi 10.000 yang terdiri dari 8.000 penjaga siang dan 2.000 penjaga malam. Penjaga malam diberdayakan dengan banyak kewenangan dan tugas khusus di banyak area. Pekerjaan utama mereka tidak turut serta dalam perang. Mereka akan melakukan apa saja demi keselaatan Khan dan  posisi mereka dipandang jauh lebih tinggi daripada prajurit yang lain yang berpangakat sama. Kepala penjaga malam adalah Yeke Neurin.
Ordu khan terdiri dari sepuluh yurt, dan ini diperuntukkan bagi khan sedniri, satu untuk setiap istrinya yang berjumlah empat orang, anak-anaknya, dapur, urusan resmi, dan tamu. Yurt-yurt ini ditata membentuk lingkaran, dan sekitar sempat ratus yurt milik penjaga malam ditata di sekeliling ordu khan, juga membentuk lingkaran besar.
Sesudah matahari terbenam, tak seorang pun diperbolehkan melangkah ke luar lingkaran dan siapa saja yang melanggar aturan tersebut akan ditahan, tak peduli apa pun pisisinya. Yurt khan tidak boleh dimasuki siapa pun, termasuk penjaga malam, sehingga jika ada laporan urgen, mereka harus berteriak dari luar.
Sebagian penjaga malam diptempatkan di departemen pemerintah lainnya, seperti pengadilan, unit logistik, gudang senjata, dan dapur khan untuk melakkan pemngamatan atau akdang memberikan bantuan sungguhan.
Pada musim semi tahun 1207, Genghis Khan meluncurkan operasi militer untuk menaklukkan suku-suku yagn tersisa di pinggiran dataran mongolia. Dia mengirimkan pasukan ekspedisi alih-alih pergi sendiri. Dibentuklah tiga pasukan ekspedisi dan ditunjukklah tiga komandan, seorang untuk setiap apsukan. Para komandan tersebut, yaitu Juchi, putra sulung khan yang berumur dua puluh satu tahun, serta Boroqul dan Qubilai, yang merupakan pendiri Imperium.
Genghis Khan membrikan ansihat berkut kepada Juchi, menyerahkan komando 10.000 prajurit kavaleri kepadanya, “Cara terbaik untuk menang adalah menang tanpa bertarung. Jika mungkin, minta mereka menyerah. Berusahalah agat tidak kehilangan orang. Jika mereka melawan, hancurkan mereka sepenuhnya dan jadikan mereka contoh untuk yang lain. Jangan pernah lupa bahwa untuk mengalahkan musuh, kau harus menerima resiko lebih banyak daripada musuh.”
Genghis Khan memberikan masing-masign 5.000 prajurit kavaleri untuk Boroqul dan Qubilai, disertai nasihat yang serupa, sebagaimana yang diberikannya kepada Juchi.
Target Juchi adalah kaum Oyirad, Krighis, dan suku-suu kecil lain nyang milayah utamanya berupa daerah hutan di kawasan barat laut Dataran Mongolia. Boroqul dipercayai untuk menaklukkan orang-orang Qori Tumad, yang huniannya terletak di hutan Siberia di sebelah utara danau Baikal. Qubilai diserahi tugas menaklukkan kaum Qarluud, yang wilayahknya terletak di sebelah selatan danau Balkhash.
Juchi pun berangkat untuk melaksanakan ekspedisi. Ke-10.000 serdadunya bergerak maju dengan sulde hitam, panji-panji Genghis-Khan , di depan mereka. Beberapa hari kemudian, mereka tiba di sebelah selatan Danau Baikal. Mata Juchi menatap kemegahan danau Baikal, yang sebesar samudra dan dipenuhi misteri tak terperi. Salah satu sisi danau dipagari oleh tebing-tebing dan hutan lebat, dan puncak gunung di dekat sana diselubungi mega biru muda. Sinar mentari siang yang menyilaukan dipantulkan oleh permukaan air dan sejumlah bongakahan es masih mengapung kendati saat itu sudah musim semi.
Juchi tiba di Siksid, benteng prtahanan kaum  Oyirad, yang merupakan suku hutan terkuat, setelah mengitari sebelah selatan danau selama dua hari penuh. Kaum Oyirad tersebar di area luas dalam hutan di sebelah danau dan mereka menggunakan tenda berbentuk kerucut. Sebelum menyerang, Juchi mengutus Buka, pemimpin baris depan dan pemandu, untuk meminta mereka menyerah. Quduka Beki, kepala suku Oyirad, berhenti melawan katika dia menerima lapran bahwa Juchi, putra sulung Genghis-Khan, telah tiba bersama pasukannya. Dia pernah melawan Temujin  suatu kali, bergabung dengan pasukan koalisi Jamuka, tetapi begitu dia melihat nasib Jamuka dan kaum naiman, dia mengenyahkan keinginan untuk melawan dan memutuskan untuk bergabung dengan Imperium Mongol yang baru terbentuk.
Quduka Beki menghaturkan dua kuda putih dan dua elang putih, yang merupakan simbol penyerahan diri, kepada Juchi. Setelah melucuti ke-10.000 serdadu Oyirad, Juchi memilih 2.000 di antara mereka untuk dijadikan pemandu dan rajurit baris depan, lalu melanjutkan mars untuk menaklukkan kaum lainnya. Quduka Beki mendampingi Juchi sebagai pemandu dan juga selaku tawanan. Juchi menaklukkan suku-suku lain satu demi satu; kaum Buyirad, Barkun, Urusad, Qabqana, dan Qangqa. Juchi selalu mengingat perkataan ayahnya, “Menyerah tak semata-mata berarti berhenti melawan. Mereka yang telah menyerah harus bergabung dengan kita dan bekerja sama dengan kita. Apabila mereka tidak menerima persyaratan ini, jangan terima penyerahan diri mereka dan musnahkan mereka. Jika tidak, kau semata-mata menyisakan bahaya di belakangmu. Inilah jalan yang aman untuk sang penakluk.”
Nasihat untuk Juchi itu diturunkan dari nenek moyangnya, dari generasi ke ggenerasi. Begitu pasukan Mongol melintasi satu area, satu di antara dua hal dapat terjadi, yaitu pemusnahan total suatu area tanpa menyisakan satu orang pun yang selamat, atau meningkatnya jumlah prajurit Mongolia, ditmbah serdadu yang ditarik dari orang-orang yang menyerah. Biasanya mereka menjadi anggota pasukan pemandu atau baris depan, dan sementara pasukan Mongol bergerak maju, jumlah mereka kian berlipat. Terkadang jumlah serdadu tambahan bahkan lebih besar daripada jumlah serdadu Mongol sendiri.
Juchi berderap ke barat dengan Quduka Beki sebagai pemandunya dan tiba di teritorial kaum Kirghiz.
Kaum Kirghis adalah orang-orang pemberani dengan 10.000 serdadu, tetapi mereka memutuskan untuk menyerah seusairapat kepala suku karena menyadari bahwa mereka tidak mungkin sanggup melawan Genghis-Khan, yang telah mempersatukan dataran tersebut. Pada satu masa, mereka cukup kuat untuk merebut satu area besar di Asia bagian tengah. Tiga kepala sku utama Kirghisz, Yedi Inal, Al Diel, dan Orebeg Digin, muncul di hadapan Juchi sambil membawa dua ekor kuda putih, dua elang putih, dan bulu musang hitam, semuanya menyimbolkan penyerahan diri.
Juchi menarik 3.000 serdadu dari kaum Kirghiz dan melanjutkan mars semakin jauh ke barat, beserta ketiga kepala suku yang menyerah dan sepuluh komandan, yang mencapai 1.000 prajurit, sebagai tawanan. Juchi telah menaklukkan kaum Sibir, Kesdyin, Bayid, Tuqa, Tenleng, Tole, Tas, dan Bajigid, satu demi satu, dalam waktu beberapa bulan. Juchi kembali ke markas besar ayahnya dengan semua akepala suku yang takluk dan puluhan ribu prajurit, beserta bergunung-gunung pampasan perang. Sang khan gembira saat menyaksikan Juchi pulang dengan seleamat.
“Dia layak menjai putra sulungku. Dia menyelesaikan misinya tanpa kelhilangan seorang prajurit atau seekor kuda pun. Dia sangat pantas dipuji.”
Khan mempercayakan semua tanah dan rakyat yang ditaklukkan Juchi sendiri. Berdasarkan kebijakan unifikasi. Genghis-Khan menjalin hubungan perkawinan dengan Quduka Beki. Putrinya, Chechheygen, dinikahkan dengan putra sulung Quduka Beki, Inalchi
Sementara itu, Qubilai, yang menuju ke barat daya untuk menaklukkan kaum Qarluud, menyeberangi Pegunungan Altai dan akhirnya menghadapi mereka di sebelah selatan Danau Balkhash. Arslan, pemimpin kaum Qarluud, menyerah kepada Qubilai, yang membawa panji-panji Genghis Khan. Dia juga tahu bahwa perlawanan sia-sia dapat mendatangkan petak baginya dan rakyatnya. Qubilai menemaninya menemui khan. Arslan, dihadapan Genghis Khan, bersujud sembilan kali dengan gaya Mongolia. Saat melihatnya, sang khan amat terkesan ketika mendapati bahwa Arslan adalah pemuda berusia awal dua puluhan, berpenampilan pintar, dan berfisik bagus. Dia kelak menjadi menantu khan.
Juchi dan Qubilai sukses besar. Namun, pengalaman Boroqul berbeda. Dia maju ke utara untuk menaklukkan kaum Qori Tumad yang area hunian utamanya terletak di Hutan Siberia, di utara Danau Baikal. Kaum Qori Tumad meninggali area yang aman, dilindungi dinding alami beberapa pohon besar Siberia, yang tidak bisa di lewati kuda atau pun manusia. Ini adalah kawasan paling utara yang masih bisa dihuni manusia tanpa melenceng dari pola kehidupan sosial yang normal.
Kaum Qori Tumad terutama adalah pemburu, dan mereka tinggal dalam tenda berbentuk kerucut yang terbuat dari kulit hewan Siberia, terutama rsua kutub dan serigala. Pada musim dingin, mereka terkadang menggunakan rusa kutub alih-alih kuda. Mereka menafaatkan bijih besi kualaitas unggul yang berlimpah di daerah mereka untuk membuat senjata bermutu tinggi. Oleh sebab itu, mereka memiliki pasukan yang relatif kuat, meskipun jumlah prajuritnya sedikit. Walau pun mereka tinggal di area terpencil, mereka hidup makmur, membarter segala jenis kulit binatang, termasuk harimau, macan tutul gunung, beruang, rusa, musang, dan rubah, untuk kebutuhan mereka. Genghis Khan memerlukan area ini bukan saja karena alasan ekonomi karena melimpahnya sumber daya alam, yang teramat dibutuhkan oleh imperiumnya yang baru lahir.
Boroqul dan ke 5.000 prajurit kavalerinya mengitari Danau Baikal dan amsuk jauh ke dalam hutan Siberia. Lokasi perkemahan utama kaum Qori Tumad terletak di wilayah tinggi, dilindungi oleh sejumlah gunung tinggi, tebing dan taiga, yang dari luar hanya bisa dimasuki dari satu tempat.
Kaum Qori Tumad diatur oleh wali negeri mereka, Boroqul Turkan, yang suaminya meninggal dunia beberapa tahun berselang. Boroqul adalah perempuan cerdik dan juga liar serta ganas, seperti macan tutul liar Siberia. Saat mengetahui bahwa pasukan ekspedisi Genghis Khan telah berangkat, dia mengumpulkan seluruh rakyatnya di lapangan terbuka dan berteriak “Kita tak pernah ditaklukkan dan dikuasai oleh orang lain! Kita akan berdiri dan melawan untuk mati, alih-alih duduk untuk hidup!”
Dia memerintahkan prajuritnya agar membuat banyak lubang jebakan, seperti yang digunakan untuk harimau, di jalan menuju markas besar mereka. Mereka juga memasang banyak jaring kuat (biasanya digunakan untuk beruang dan babi hutan) di antara pohon. Botoqui memerintahkan pemasangan anjungan di pohon dan menempatkan pengawas dua puluh empat jam di sana.
Tanpa mengetahui ini, Boroqul, yang berada di depan pasukannya, menapak ke jalan menuju markas besar musuh. Jalan itu relatif sempit, hanya bisa dilewati tiga atau empat prajurit berkuda yang bersisian, dan baik sisi kanan maupun kiri diapit pohon cemara Siberia berukuran besar. Tiba-tiba saja, Boroqul mendapat firasat ada yagn tidak beres dan merasakan ada semacam bahaya di jalan itu. Dia pun berhenti di sana dan menyuruh dua abak buahnya memeriksa jalan. Dua prajuritnya menaiki kuda mereka dan mengecek jalan tersebut. Salah seorang menyadari bahwa sebagian jalan agak berbeda dengan bagian yang lain. Saat menerima laporan tersebut, Boroqul turund ari kudanya dan mengecek sendiri. Ketika dia menusukkan tombaknya ke tanah di lokasi itu, dia atidak merasakan hambatan. Dia segera saja menaydari bahwa itu adalah lubang jebakan.
Dia pun berteriak kepada pasukannya, “Mundur!”
Walau begitu, sudah terlambat baginya. Baru saja dia berteriak kepada pasukannya, sekumpulan kayu gelondongan besar jatuh disertai bunyi bergemuruh sehingga memblokade jalan. Pada saat bersamaan, Boroqul merasakan tambang-tambang berat jatuh menimpa dirinya. Dia terjebak dalam jaring. Dia dan dua prajurit lainnya yang juga tertangkap dalam jaring, dipisahkan dari pasukan mereka oleh barikade kayu gelondongan. Saat itu juga, hujan panah mengenai pasukan Boroqul, menghasilkan banyak korban jiwa. Mereka pun harus mundur. Boroqul, yang tidak dapat bergerak, tidak bisa berbuat apa-apa saat tujuh atau delapan prajurit musuh menghampirinya. Mreeka menombak leher Boroqul. Dia mati seketika, begitu pula kedua prajuritnya.
Pasukan Mongol mundur kira-kira 80 kilometer dan membangun baris pertahanan. Mereka mengutus pengantar pesan kilat untuk khan mereka, guna memberitahukannya bahwa komandan mereka meninggal.
“Apa? Boroqul tewas? Siagakan peringatan darurat! Aku akan pergi sendiri ke sana!”
Namn, Bogorchu dan Mukali berusaha menghentikannya.
“Tuan! Mereka Cuma kelompok kecil. Anda sebaiknya tidak pergi sendiri.”
Genghis Khan mersa bahwa Bogorchu dan Mukali benar. Genghis Khan pun memilih Dorbei Doksin di antara para komandan yang mengepalai 1.000 anak buah karena dia adalah petarung bengis serta orang asli daerah gunung dan hutan. Doksin adalah nama aslinya dan Dorbei adalah gelarnya, yang berarti “Pria tangguh”. Dia diberi serdadu tambahan sejumlah 2.000 orang dan juga jabatan komandan baru. Genghis Khan memberinya nasihat, begitu pula perintah.
“Ambil jalan yang sulit alih-alih yang mudah. Bahaya mungkin tersembunyi di sepanjang jalan yang mudah. Bawalah senejata dan peralatan yang memadai untuk pertarungan di gunung serta hutan. Kendalikan disiplin prajurit baik-baik. Persenjataan spiritual tidak kalah penting. Berdoalah demi kemenangan kepada langit biru kekal.”
Dorbei Doksin adalah ahli pertempuran di gunung dan hutan. Dia mempersiapkan cukup tambang dan peralatan alin untuk memanjat gunung, serta kapak, pahat besar, dan gergaji untuk membuka jalan di hutan. Dia memperlengkapi pasukannya dengan belati pendek dan pedang sabit, yang lebih berguna dalam pertempuran di gunung dan hutan daripada tombak panjang.
Ketika dia tiba di wwilayah Qori Tumad, dia seketika mengambil alih komando atas 5.000 prajurit berkuda yang telah kehilangan komandan mereka. Mereka pun menyebarkan diri di sepenjuru area luas dan bergerak maju, menghindari area yang mungkin di jaga pengawas musuh. Doksin memilih jalur pegunungan terjal yang digunakan oleh domba liar dan rusa kutub alih-alih jalan biasa yang digunakan oleh manusia dan kuda. Mereka harus membuka jalan, membabat pohon  dan ranting. Ketika mereka sampai di titik tempat kuda mereka tidak bisa bergerak maju lagi, pasukan utama dan kuda-kuda berdiam di sana. Doksin menyeberangi gunung hanya beserta 2.000 prajurit yang dia baawa. Pertama-tama prajurit yang punya pengalaman mendaki gunung naik hingga ke puncak, lalu menurukan tambang setelah mengikatnya ke pohon besar di dekatnya sehingga prajurit lain bisa memanjat menggunakan tambang itu. Doksin tidak mengirit-irit galah untuk anak buah yang enggan memegang tali karena kurangnya pengalaman atau akrena takut. Genghis Khan menyuruhnya agar memeprsiapkan setidaknya sepuluh galah. Mereka mengoperkans emua senjata dan perlengkapan lain yang dibutuhkan dengan tambang.
Begitu sampai di puncak, Doksin, beserta 2.000 orang  di bawah komandonya, mengamati area tersebut dan pergerakan musuh. Tidak seperti jalan yang telah mereka susuri, jalur dari puncak gunung ke markas besar musuh berupa turunan yang gampang dilewati, dengan banyak semak dan ilalang tinggi. Perkampungan mereka terletak di tanah datar yang luar biasa luas. Di sana tersebarlah ribuan tenda berbentuk kerucut yang tertata secara rapi. Saat itu sudah sore dan sejumlah besar orang qori Tumad sdang berada di lapangan terbuka, dengan banyak api unggun di sekitar mereka. Mreka tengah memanggang daging, minum-minum, dan bersenang-senang. Mereka nampaknya sedang berbpesta. Mereka terus berteriak-teriak dan tertawa sambil menonton dua beruang hitam Siberia yagn sedang menari seiring tabuhan genderang.
Doksin dan para prajuritnya mengendap-endap sedekat mungkin ke lokasi itu, dan serta merta menyergap mereka. Lokasi pesta seketika menjadi neraka. Dihantam serangan dadakan, kaum Qori Tumad tidak sempat menata diri dan melawan. Mereka pun jatuh ke tangan musuh. Hanya sekitar sepuluh pemuda Qori Tumad yang melawan lah yang kehilangan kepala. Setelah semua lubang jebakan dibuka oleh penduduk, ke 5.000 serdadu yang tengah menanti masuk ke perkampungan. Doksin serta-merta mengirim kurir kilat untuk menemui Genghis Khan, memberitahukannya bahwa kaum Qori Tumad telah berada di bawah kendali mereka dan meminta instruksi selanjutnya. Doksin berusha mencari jenazah Boroqul, tetapingagal. Setelah dilemparkan ke hutan, jenazah Boroqul dimakan oleh hewan liar, hanya menyisakan beberapa potong tulang, helmnya, dan seragam yang tercabik-cabik.
Genghis Khan berusha mereka membuat berubah pikiran dan bergabung secara suka rela dengan imperium, mengingat bahwa mereka adalah pandai besi terampil. Genghis Khan menunjuk Qorchi sebagai darugachi, atau gubernur jenderal, untuk kaum Qori Tumad dan wilayah mereka. Genghis Khan berbisik kepada Qorchi saat mengutusnya ke wilayahntersebut , “Qorchi Noyan! Aku ingin menepati janji yang kuutarakan kepadamu bertahun-tahun lalu. Kau boleh memilih perempuan mana pun yang kau inginkan sampai tiga puluh orang.”
Sesudah mengucapkan ini, Genghis Khan berkedip kepadanya.
Namun, kaum Qori Tumad memberontak saat pasukan pendudukan telah ditarik dari area tersebut, dan mereka menawan Qorchi. Genghis Khan menanggapi hal ini secara serius dan mengirim seorang utusan. Quduka Beki, untuk mencari tahu apa yang terjadi di sana. Akan tetapi, dia pun ditawan oleh mereka. Mendengar kejadian ini, Genghis Khan yang murka mengirim Doksin lagi untuk memusnahkan mereka. Orang-orang yang selamat hanyalah para bayi, balita, perempuan, dan seratus pandai besi serta pandai kulit terbaik.
Qorchi akhirnya memperoleh tiga puluh gundik, sedangkan Botoqui Tarkun, wanita Qori Tumad yang liar, diberikan kepada Quduka Beki. Genghis Khan menyelenggarakan pemakaman kenegaraan untuk Boroqul, yang merupakan salah satu pendiri imperium, dan juga memperkenankan keturunanya mewarisi semua privilese yang diperoleh Boroqul, dari generasi ke genarasi.
22. SIASAT KELAM TAB TENGGRI
Agama orang Mongol adalah kepercayaan tradisional terhadap alam gaib. Para dukun menguasai dunia spiritual orang Mongol. Orang-orang Mongol dipengaruhi oleh para dukun sejak mereka lahir. Mereka mendoakan bayi yang baru lahir seupaya sehat dan panjang umur serta mengungkapkan ramalan. Mreka memberkati pasangan pengantin dan mendoakan kedamaian bagi orang mati. Dukun acap kali dipanggil lebih dulu ketika orang-orang Mongol sakit, dan ketika mereka merencanakan perjalanan, mereka mengunjungi dukun untuk minta didoakan agar kembali dengan selamat. Dukun mendoakan para prajurit sebelum keberangkatan mereka ke medan tempur dan para prajurit tidak bisa tenang di medan tempur tanpa doa dari duun. Para duun merencanakan dan mengatur semua upacara ritual dan sembahyang untuk leluhur.
Para dukun memiliki kekuasaan besar di masyarakat mereka dan, dalam sejumlah kasus, mereka malah lebih berkuasa daripada kepala suku. Apabila ternak warga mati karena epidemi, dan sang dukun menyalahkannya pada kepala suku yang dikutuk roh jahat, kepala suku tersebut harus mundur. Karena mereka memegang kekuasaan sbesar itu, dalam banyak kasus, terutama di area hutan yang terpencil, para dukun sendirilah yang menjadi kepala suku.
Tab Tenggri merupakan pendeta kepala resmi bagi Imperium Mongol yang baru lahir. Dia adalah seorang Qongqotan dan anak nomor empat dari ketujuh putra Munglik dahulu adalah pelayan setia Yesugei, ayah khan, selama bertahun-tahun dan sedari itu pun terus setia terhadap keluarga Temujin. Pada satu saat dia membantu Temujin melarikan diri dari siasat jahat Wang-Khan. Ini diakui sebagai jasa besar oleh khan, maka dia dimasukkan ke dalam daftar teratas pendiri imperium.
Selain itu, Munglik mempunyai hubungan dekat dengan Ouluun, ibu khan, wanita yang tidak pernah diabaikan khan, tetapi justru dihormati, Ketujuh putra Munglik menyandang kekuasaan besar di dalam imperium yang baru lahir itu. Kokochu yang nama resminya adalah Tab Tenggri, memegang kekuasaan terbesar. Dia mengenal khan dan keluarganya luar dalam. Dia juga tahu bahwa khan mengawasi saudara-saudara lelakinya.
Imperium Mongol yang beru lahir mulai memiliki tukang mengeluh kronis. Mayoritas dari mereka adalah orang-orang yang menikmati posisi tinggi di suku mereka, tetapi di imperium baru tidak dapat meraih apa pun atau kehilangan segalanya. Tab Tengri terkejut saat mendapati bahwa, selagi dia menghubungi orang-orang dalam kapasitas tugasnya, ada banyak sekali tukang mengeluh di imperium tersebut. Sebuah gagasan gelap mulai terbetik di benaknya. Banyak orang yang berbicara dalam sembilan bahasa berbeda, berkumpul di sekelilingnya. Dia tidak lagi senang menjadi pendeta semata. Dia haus kekuasaan. Dia muncul sebagai rival kuat yang menyaingi Genghis Khan di Imperium.
Dia pun menapaki arencananya untuk mencapai puncak. Karena Genghis Khan memegang kekuasaan militer dan administratif, langkah pertamanya adalah melemahkan kekuasaan militer sang khan dengan cara memecah-belahnya. Dai memilih Kasar sebagai target untuk tujuan ini. Kasar yang sudah banyak bekerja dalam rangka membangun bangsa tersebut, ditunjuks ebagai wakil panglima tertinggi tentara Mongol. Namun, jabatan wakil panglima biasanya dianggap sebagai posisi tak bermakna. Padahal Bergutei, saudara tiri khan, diberi poisis sebagai darughachi agung, yang merupakan posisi sangat penting dan berkuasa. Perkara lainnya adalah bahwa ksar hanya diberi 4.000 anak buah,s edangkan Juchi, putra khan, dipercaya mengomandani 9.000 anak buah. Mengapa ini terjadi?
Pada suatu saat, entah kapan, kasar telah kehilangan restu sang khan.
Tujuh kakak-beradik Qongqotan, dengan Tab Tenggri sebagai pemimpin mereka, menyambangi Kasar. Kasar, yang tak mengetahui maksud kunjungan itu, mempersilahkan mereka masuk ke tenda tamu.
Dia menjamu mereka dengan teh dan bertanya, “Tang Tenggriyang terhormat! Apa yang telah membawamu ke mari?”
Tujuh kakak beradik Qongqotan duuk berdampingan di sekitar Kasar, membuat setengah lingkaran. Mereka memandanginya dengan penuh kebencian.
Tab Tenggri, yagn tingginya dua meter, seperti tiang manusia, menyunggingkan senyum licik di wajah lonjongnya dan berkata. “Aku di sini untuk membawa kabar baik.”
Sesudah Tab Tenggri berbicara, dia mengambil cangkir porselen Cina dan menyesap teh sambil mengamati wajah Kasar diam-diam.
“Kabar baik apa pula itu?” tanya Kasar spontan.
Tab Tenggri menjawab sambil tersenyum culas, “Beberapa waktu lalu, aku menerima pesan dari Tuhan bahwa kakakmu, Temujin akan mempersatukan seisi dataran ini. Sebagaimana yang kau ketahui, kehendak Tuhan telah terpenuhi dan sesudah menjadi kenyataan. Aku baru saja menerima pesan lainnya dari Tuhan. Kaulah yang akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakmu, dan tidak lama lagi.”
Kasar terperangah dan melompat berdiri.
“Apa? Aku akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakku?”
Saat Kasar berdiri, ketujuh kakak-beradik Qongqotan pun bangkit secara serempak.Kasar membentak mereka, “Keluar dari sini! Jika tidak, akan kutahan kalian.”
Sambil mengucapkan ini, Kasar menempelkan rangannya ke gagang pedang sabit di pinggangnya. Enam kakak beradik Qongqotan menyergapnya dan memegangi lengannya dari kedua sisi. Mereka tidak takut kepada Kasar, yang telah dikeluarkan dari kekuatan inti imperium dan senantiasa diawasi oleh Genghis Khan. Tab Tenggri pelan-pelan berjalan menghampiri Kasar, yang telah kehilangan kendali atas tubuhnya. Tab Tenggri mengambil pecut dari pinggangnya. Lalu mencambuk wajah kasar beberapa kali.
“Dasar tikur! Aku tahu kau mata-mata ganda untuk Wang-Khan, menghianati kakakmu! Begitu kakakmu tahu tentang itu, kau pasti kehilangan kepalamu. Kau sebaikny tutup mulut soal perbuatanku mulai sekarang.”
Setelah mereka pergi, Kasar pergi mengunjungi kakaknya, Genghis Khan, dan memeberitahukannya mengenai kunjungan Tang Tenggri. Diberitahukannya fakta bahwa wajahnya dicambuk oleh pria itu, tetapi dia tidak bisa mengisahkan keseluruhan cerita secara terperinci.
“Kakak! Singkirkanlah Tab Tenggri! Dia berahaya!”
Namun, sang khan tidak mengetahui pergerakan Tab Tenggri pada saat itu dan terlebih lagi, dia tidak mempercayai perkataan Kasar.
“Kau Adikku. Tak satu pun makhluk hidup di dataran ini yang bisa menginjak-injakmu. Kau bilang dia mencambukmu. Bagaimana itu bsia terjadi? Menurutku kau tidak mengisahkan keseluruhan cerita kepadaku. Ada Apa?
Genghis Khan berhenti menanyai kasar karena dia diam saja. Genghis Khan tidak berbuat apa-apa. Dia justru memperhatikan perkembangan situasi. Tab Tenggri mulai menyebarkan desas-desus di dalam Imperium : “Kasar akan menjadi khan kedua Impereium, segera! Ini kehendak Tuhan!”
Akhirnya, rumor tersebut sampai ke telingan Khan. Menyadari betapa serius dan destruktifnya rumor tersebut, dia pun memerintahkan pengawalnya agar menangkap kasar.
Kabat penangkapan kasar disampaikan kepada Ouluun, ibu khan, oleh Guchu dan Kokochu (orang yang berbeda dengan Kokochu yang kini dikenal sebagai Tab Tengri). Guhu dan Kokochu adaah pemuda yatim piatu Merkid dan Taichut yang ditelantarkan di medan tempur. Mreeka dipilih oleh Genghis Khan dan dipercayakan kepada Ouluun. Mereka adalah pembantu dekat Ouluun dan keduanya merupakan komandan dari seribu anak buah.
Ouluun terguncang sat menerima kabar itu dan dia memerintahkan pengikutnya agar segera menyiapkan kereta beroda dua. Ouluun bergegas menembus malam, menaiki kereta yang ditarik seekor unta. Saat fajar, dia pun tiba di ordu Khan. Saat dia memasuki tenda, Genghis Khan terkejut akan kemunculannnya yang tak diduga-duga. Pada saat itu, khan tengah menginterogasi kasar sedniri. Helm dan sabuk resmi Kasar, simbol wakil panglima tertinggi tentara Mongol, telah dicopot. Satu-satunya orang yang ditakuti Genghis Khan adalah ibunya. Menurut adat istiadat Mongolia, ibu adalah kepala keluarga ketika ayah meninggal, tidak peduli berapa usia anak-anaknya. Sang ibu berhak membuat keputusan terkait persoalan keluarga.
“Temujin! Bisa-bisanya kau lakukan ini terhadap saudaramu sendiri? Apa yang telah diperbuatnya?”
Ouluun menunjukkan amarah yang luar biasa. Sambil membentak-bentak khan. Ouluun melepaskan ikatan di tangan Kasar serta memasangkan kembali helm dan ikat pinggangnya. Ouluun menjatuhkan diri ke lantai untuk bersila, dikuasai amarah. Dia berbicara dengan nada galak.
“Aku masih kepala keluarga ini! Apa pula kesalahan yang teah diperbuatnya? Jika kau memiliki kecemerlangan yang berasal dari langit, dia mempunyai bakat sebagai peman. Ktika musuhmu berusaha mengenaimu, anak panahnya menjatuhkan mereka. Ketika mereka memberontak, anak panahnya membungkam mereka. Kau sudah mendapatkan seluruh negeri ini dan tak ada lagi musuh bagimu. Itukah sebabnya kau tak membutuhkan adikmu lagi? Tidak! Kau tidak boleh melakukan itu! Aku melarangnya!”
Sang khan diam saja dengan kepala tertunduk saat mendengar omelan ibunya. Ouluun telah melonggarkan bagian atas pakaiannya, membuka bajunya dan menampakkan dua payudara. Dia pun melanjutkan.
“Lihat payudaraku! Kau tumbuh besar berkat yang di  kanan dan Kasar berkat yang di kiri. Apabila sekarang kau hendak menyingkirkan kasar, ini tidaklah perlu sejak semula.”
Setelah mengucapkan kata-kata ini. Ouluun mengambil pisau kecil tajam dari pinggangnya dan menyayat payu dara kirinya. Aliran darah mulai menyembur dari payudara yang setengah tersayat, dan menodai pangkuannya sehingga berwarna, terus menetas ke karpet di lantai.
Tecengang, Tujuh kakak beradik Qongqotan duuk berdampingan di sekitar Kasar, membuat setengah lingkaran. Mereka memandanginya dengan penuh kebencian.
Tab Tenggri, yagn tingginya dua meter, seperti tiang manusia, menyunggingkan senyum licik di wajah lonjongnya dan berkata. “Aku di sini untuk membawa kabar baik.”
Sesudah Tab Tenggri berbicara, dia mengambil cangkir porselen Cina dan menyesap teh sambil mengamati wajah Kasar diam-diam.
“Kabar baik apa pula itu?” tanya Kasar spontan.
Tab Tenggri menjawab sambil tersenyum culas, “Beberapa waktu lalu, aku menerima pesan dari Tuhan bahwa kakakmu, Temujin akan mempersatukan seisi dataran ini. Sebagaimana yang kau ketahui, kehendak Tuhan telah terpenuhi dan sesudah menjadi kenyataan. Aku baru saja menerima pesan lainnya dari Tuhan. Kaulah yang akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakmu, dan tidak lama lagi.”
Kasar terperangah dan melompat berdiri.
“Apa? Aku akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakku?”
Saat Kasar berdiri, ketujuh kakak-beradik Qongqotan pun bangkit secara serempak.Kasar membentak mereka, “Keluar dari sini! Jika tidak, akan kutahan kalian.”
Sambil mengucapkan ini, Kasar menempelkan rangannya ke gagang pedang sabit di pinggangnya. Enam kakak beradik Qongqotan menyergapnya dan memegangi lengannya dari kedua sisi. Mereka tidak takut kepada Kasar, yang telah dikeluarkan dari kekuatan inti imperium dan senantiasa diawasi oleh Genghis Khan. Tab Tenggri pelan-pelan berjalan menghampiri Kasar, yang telah kehilangan kendali atas tubuhnya. Tab Tenggri mengambil pecut dari pinggangnya. Lalu mencambuk wajah kasar beberapa kali.
“Dasar tikur! Aku tahu kau mata-mata ganda untuk Wang-Khan, menghianati kakakmu! Begitu kakakmu tahu tentang itu, kau pasti kehilangan kepalamu. Kau sebaikny tutup mulut soal perbuatanku mulai sekarang.”
Setelah mereka pergi, Kasar pergi mengunjungi kakaknya, Genghis Khan, dan memeberitahukannya mengenai kunjungan Tang Tenggri. Diberitahukannya fakta bahwa wajahnya dicambuk oleh pria itu, tetapi dia tidak bisa mengisahkan keseluruhan cerita secara terperinci.
“Kakak! Singkirkanlah Tab Tenggri! Dia berahaya!”
Namun, sang khan tidak mengetahui pergerakan Tab Tenggri pada saat itu dan terlebih lagi, dia tidak mempercayai perkataan Kasar.
“Kau Adikku. Tak satu pun makhluk hidup di dataran ini yang bisa menginjak-injakmu. Kau bilang dia mencambukmu. Bagaimana itu bsia terjadi? Menurutku kau tidak mengisahkan keseluruhan cerita kepadaku. Ada Apa?
Genghis Khan berhenti menanyai kasar karena dia diam saja. Genghis Khan tidak berbuat apa-apa. Dia justru memperhatikan perkembangan situasi. Tab Tenggri mulai menyebarkan desas-desus di dalam Imperium : “Kasar akan menjadi khan kedua Impereium, segera! Ini kehendak Tuhan!”
Akhirnya, rumor tersebut sampai ke telingan Khan. Menyadari betapa serius dan destruktifnya rumor tersebut, dia pun memerintahkan pengawalnya agar menangkap kasar.
Kabat penangkapan kasar disampaikan kepada Ouluun, ibu khan, oleh Guchu dan Kokochu (orang yang berbeda dengan Kokochu yang kini dikenal sebagai Tab Tengri). Guhu dan Kokochu adaah pemuda yatim piatu Merkid dan Taichut yang ditelantarkan di medan tempur. Mreeka dipilih oleh Genghis Khan dan dipercayakan kepada Ouluun. Mereka adalah pembantu dekat Ouluun dan keduanya merupakan komandan dari seribu anak buah.
Ouluun terguncang sat menerima kabar itu dan dia memerintahkan pengikutnya agar segera menyiapkan kereta beroda dua. Ouluun bergegas menembus malam, menaiki kereta yang ditarik seekor unta. Saat fajar, dia pun tiba di ordu Khan. Saat dia memasuki tenda, Genghis Khan terkejut akan kemunculannnya yang tak diduga-duga. Pada saat itu, khan tengah menginterogasi kasar sedniri. Helm dan sabuk resmi Kasar, simbol wakil panglima tertinggi tentara Mongol, telah dicopot. Satu-satunya orang yang ditakuti Genghis Khan adalah ibunya. Menurut adat istiadat Mongolia, ibu adalah kepala keluarga ketika ayah meninggal, tidak peduli berapa usia anak-anaknya. Sang ibu berhak membuat keputusan terkait persoalan keluarga.
“Temujin! Bisa-bisanya kau lakukan ini terhadap saudaramu sendiri? Apa yang telah diperbuatnya?”
Ouluun menunjukkan amarah yang luar biasa. Sambil membentak-bentak khan. Ouluun melepaskan ikatan di tangan Kasar serta memasangkan kembali helm dan ikat pinggangnya. Ouluun menjatuhkan diri ke lantai untuk bersila, dikuasai amarah. Dia berbicara dengan nada galak.
 Melompat berdiri dan berteriak sambil mengambil pisau dari ibunya, “Tenang, Ibu! Aku janji, aku tak akan menyentuh Kasar!”
Sang Khan bergegas menghentikan ibunya. Dia seketika memanggil dokter. Setelah memberikan perawatan darurat, dia menyuruh pelayan perempuan agar menjaga ibunya baik-baik.
Sesudah itu, Tujuh kakak beradik Qongqotan duuk berdampingan di sekitar Kasar, membuat setengah lingkaran. Mereka memandanginya dengan penuh kebencian.
Tab Tenggri, yagn tingginya dua meter, seperti tiang manusia, menyunggingkan senyum licik di wajah lonjongnya dan berkata. “Aku di sini untuk membawa kabar baik.”
Sesudah Tab Tenggri berbicara, dia mengambil cangkir porselen Cina dan menyesap teh sambil mengamati wajah Kasar diam-diam.
“Kabar baik apa pula itu?” tanya Kasar spontan.
Tab Tenggri menjawab sambil tersenyum culas, “Beberapa waktu lalu, aku menerima pesan dari Tuhan bahwa kakakmu, Temujin akan mempersatukan seisi dataran ini. Sebagaimana yang kau ketahui, kehendak Tuhan telah terpenuhi dan sesudah menjadi kenyataan. Aku baru saja menerima pesan lainnya dari Tuhan. Kaulah yang akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakmu, dan tidak lama lagi.”
Kasar terperangah dan melompat berdiri.
“Apa? Aku akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakku?”
Saat Kasar berdiri, ketujuh kakak-beradik Qongqotan pun bangkit secara serempak.Kasar membentak mereka, “Keluar dari sini! Jika tidak, akan kutahan kalian.”
Sambil mengucapkan ini, Kasar menempelkan rangannya ke gagang pedang sabit di pinggangnya. Enam kakak beradik Qongqotan menyergapnya dan memegangi lengannya dari kedua sisi. Mereka tidak takut kepada Kasar, yang telah dikeluarkan dari kekuatan inti imperium dan senantiasa diawasi oleh Genghis Khan. Tab Tenggri pelan-pelan berjalan menghampiri Kasar, yang telah kehilangan kendali atas tubuhnya. Tab Tenggri mengambil pecut dari pinggangnya. Lalu mencambuk wajah kasar beberapa kali.
“Dasar tikur! Aku tahu kau mata-mata ganda untuk Wang-Khan, menghianati kakakmu! Begitu kakakmu tahu tentang itu, kau pasti kehilangan kepalamu. Kau sebaikny tutup mulut soal perbuatanku mulai sekarang.”
Setelah mereka pergi, Kasar pergi mengunjungi kakaknya, Genghis Khan, dan memeberitahukannya mengenai kunjungan Tang Tenggri. Diberitahukannya fakta bahwa wajahnya dicambuk oleh pria itu, tetapi dia tidak bisa mengisahkan keseluruhan cerita secara terperinci.
“Kakak! Singkirkanlah Tab Tenggri! Dia berahaya!”
Namun, sang khan tidak mengetahui pergerakan Tab Tenggri pada saat itu dan terlebih lagi, dia tidak mempercayai perkataan Kasar.
“Kau Adikku. Tak satu pun makhluk hidup di dataran ini yang bisa menginjak-injakmu. Kau bilang dia mencambukmu. Bagaimana itu bsia terjadi? Menurutku kau tidak mengisahkan keseluruhan cerita kepadaku. Ada Apa?
Genghis Khan berhenti menanyai kasar karena dia diam saja. Genghis Khan tidak berbuat apa-apa. Dia justru memperhatikan perkembangan situasi. Tab Tenggri mulai menyebarkan desas-desus di dalam Imperium : “Kasar akan menjadi khan kedua Impereium, segera! Ini kehendak Tuhan!”
Akhirnya, rumor tersebut sampai ke telingan Khan. Menyadari betapa serius dan destruktifnya rumor tersebut, dia pun memerintahkan pengawalnya agar menangkap kasar.
Kabat penangkapan kasar disampaikan kepada Ouluun, ibu khan, oleh Guchu dan Kokochu (orang yang berbeda dengan Kokochu yang kini dikenal sebagai Tab Tengri). Guhu dan Kokochu adaah pemuda yatim piatu Merkid dan Taichut yang ditelantarkan di medan tempur. Mreeka dipilih oleh Genghis Khan dan dipercayakan kepada Ouluun. Mereka adalah pembantu dekat Ouluun dan keduanya merupakan komandan dari seribu anak buah.
Ouluun terguncang sat menerima kabar itu dan dia memerintahkan pengikutnya agar segera menyiapkan kereta beroda dua. Ouluun bergegas menembus malam, menaiki kereta yang ditarik seekor unta. Saat fajar, dia pun tiba di ordu Khan. Saat dia memasuki tenda, Genghis Khan terkejut akan kemunculannnya yang tak diduga-duga. Pada saat itu, khan tengah menginterogasi kasar sedniri. Helm dan sabuk resmi Kasar, simbol wakil panglima tertinggi tentara Mongol, telah dicopot. Satu-satunya orang yang ditakuti Genghis Khan adalah ibunya. Menurut adat istiadat Mongolia, ibu adalah kepala keluarga ketika ayah meninggal, tidak peduli berapa usia anak-anaknya. Sang ibu berhak membuat keputusan terkait persoalan keluarga.
“Temujin! Bisa-bisanya kau lakukan ini terhadap saudaramu sendiri? Apa yang telah diperbuatnya?”
Ouluun menunjukkan amarah yang luar biasa. Sambil membentak-bentak khan. Ouluun melepaskan ikatan di tangan Kasar serta memasangkan kembali helm dan ikat pinggangnya. Ouluun menjatuhkan diri ke lantai untuk bersila, dikuasai amarah. Dia berbicara dengan nada galak.
 Tidak menyingkirkan Kasar, sebagaimana janjinya kepada ibunya. Walau demikian, Kasar kehilangan jabatan wakil panglima tertinggi tentara Mongol dan 4.000 anak buahnya dikurangi menjadi 1.400. Seiring merosotnya posisi dan kekuasaan Kasar di dalam imperium, pengikut terdekatnya Jebke, menghilang dan tidak pernah kembali karena rasa takut tak terperi. Setelah itu kesehtana Ouluun menurun drastis, dan dia meninggal kira-kira enam bulan kemudian.
Tab Tenggri suskes merampungkan langkah pertama siasat kelamnya. Banyak orang berkumpul di sekelilingnya. Mereka terdiri dari tukang mengeluh kronis, orang-orang oportunis yang baru bergabung, pengagum kekuatan supranaturalnya, dan para pengikut yang awam. Ordu Tab Tenggri disesaki orangorang ini. Ochigin Noyan, adik laki-laki bungsu Tujuh kakak beradik Qongqotan duuk berdampingan di sekitar Kasar, membuat setengah lingkaran. Mereka memandanginya dengan penuh kebencian.
Tab Tenggri, yagn tingginya dua meter, seperti tiang manusia, menyunggingkan senyum licik di wajah lonjongnya dan berkata. “Aku di sini untuk membawa kabar baik.”
Sesudah Tab Tenggri berbicara, dia mengambil cangkir porselen Cina dan menyesap teh sambil mengamati wajah Kasar diam-diam.
“Kabar baik apa pula itu?” tanya Kasar spontan.
Tab Tenggri menjawab sambil tersenyum culas, “Beberapa waktu lalu, aku menerima pesan dari Tuhan bahwa kakakmu, Temujin akan mempersatukan seisi dataran ini. Sebagaimana yang kau ketahui, kehendak Tuhan telah terpenuhi dan sesudah menjadi kenyataan. Aku baru saja menerima pesan lainnya dari Tuhan. Kaulah yang akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakmu, dan tidak lama lagi.”
Kasar terperangah dan melompat berdiri.
“Apa? Aku akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakku?”
Saat Kasar berdiri, ketujuh kakak-beradik Qongqotan pun bangkit secara serempak.Kasar membentak mereka, “Keluar dari sini! Jika tidak, akan kutahan kalian.”
Sambil mengucapkan ini, Kasar menempelkan rangannya ke gagang pedang sabit di pinggangnya. Enam kakak beradik Qongqotan menyergapnya dan memegangi lengannya dari kedua sisi. Mereka tidak takut kepada Kasar, yang telah dikeluarkan dari kekuatan inti imperium dan senantiasa diawasi oleh Genghis Khan. Tab Tenggri pelan-pelan berjalan menghampiri Kasar, yang telah kehilangan kendali atas tubuhnya. Tab Tenggri mengambil pecut dari pinggangnya. Lalu mencambuk wajah kasar beberapa kali.
“Dasar tikur! Aku tahu kau mata-mata ganda untuk Wang-Khan, menghianati kakakmu! Begitu kakakmu tahu tentang itu, kau pasti kehilangan kepalamu. Kau sebaikny tutup mulut soal perbuatanku mulai sekarang.”
Setelah mereka pergi, Kasar pergi mengunjungi kakaknya, Genghis Khan, dan memeberitahukannya mengenai kunjungan Tang Tenggri. Diberitahukannya fakta bahwa wajahnya dicambuk oleh pria itu, tetapi dia tidak bisa mengisahkan keseluruhan cerita secara terperinci.
“Kakak! Singkirkanlah Tab Tenggri! Dia berahaya!”
Namun, sang khan tidak mengetahui pergerakan Tab Tenggri pada saat itu dan terlebih lagi, dia tidak mempercayai perkataan Kasar.
“Kau Adikku. Tak satu pun makhluk hidup di dataran ini yang bisa menginjak-injakmu. Kau bilang dia mencambukmu. Bagaimana itu bsia terjadi? Menurutku kau tidak mengisahkan keseluruhan cerita kepadaku. Ada Apa?
Genghis Khan berhenti menanyai kasar karena dia diam saja. Genghis Khan tidak berbuat apa-apa. Dia justru memperhatikan perkembangan situasi. Tab Tenggri mulai menyebarkan desas-desus di dalam Imperium : “Kasar akan menjadi khan kedua Impereium, segera! Ini kehendak Tuhan!”
Akhirnya, rumor tersebut sampai ke telingan Khan. Menyadari betapa serius dan destruktifnya rumor tersebut, dia pun memerintahkan pengawalnya agar menangkap kasar.
Kabat penangkapan kasar disampaikan kepada Ouluun, ibu khan, oleh Guchu dan Kokochu (orang yang berbeda dengan Kokochu yang kini dikenal sebagai Tab Tengri). Guhu dan Kokochu adaah pemuda yatim piatu Merkid dan Taichut yang ditelantarkan di medan tempur. Mreeka dipilih oleh Genghis Khan dan dipercayakan kepada Ouluun. Mereka adalah pembantu dekat Ouluun dan keduanya merupakan komandan dari seribu anak buah.
Ouluun terguncang sat menerima kabar itu dan dia memerintahkan pengikutnya agar segera menyiapkan kereta beroda dua. Ouluun bergegas menembus malam, menaiki kereta yang ditarik seekor unta. Saat fajar, dia pun tiba di ordu Khan. Saat dia memasuki tenda, Genghis Khan terkejut akan kemunculannnya yang tak diduga-duga. Pada saat itu, khan tengah menginterogasi kasar sedniri. Helm dan sabuk resmi Kasar, simbol wakil panglima tertinggi tentara Mongol, telah dicopot. Satu-satunya orang yang ditakuti Genghis Khan adalah ibunya. Menurut adat istiadat Mongolia, ibu adalah kepala keluarga ketika ayah meninggal, tidak peduli berapa usia anak-anaknya. Sang ibu berhak membuat keputusan terkait persoalan keluarga.
“Temujin! Bisa-bisanya kau lakukan ini terhadap saudaramu sendiri? Apa yang telah diperbuatnya?”
Ouluun menunjukkan amarah yang luar biasa. Sambil membentak-bentak khan. Ouluun melepaskan ikatan di tangan Kasar serta memasangkan kembali helm dan ikat pinggangnya. Ouluun menjatuhkan diri ke lantai untuk bersila, dikuasai amarah. Dia berbicara dengan nada galak.
“Aku masih kepala keluarga ini! Apa pula kesalahan yang telah diperbuatnya? Jika kau memiliki kecemerlangan yang berasal dari langit, dia mempunyai bakat sebagai pemanah. Ketika musuhmu berusaha menegnaimu, anak panahnya menjatuhkan mereka. Ketika mereka memberontak, anak panahnya membungkam mereka. Kau sudah mendapatkan seluruh negeri ini dan tak ada lagi mmusuh bagimu. Itukah sebabnya kau tak membutuhkan adikmu lagi? Tidak! Ku tidak boleh melakukan ini. Aku meralarangmu!”
Sang khan diam saja dengan kepala tertunduk saat mendengar omelan ibunya. Ouluun telah melonggarkan bagian atas pakaiannya membuka bajunya dan menampakkan keddua payudara. Dia pun melanjutkan. “Lihat payudaraku! Kau tumbuh besar berkat yang di kanan dan Kasar berkat yang di kiri. Apabila sekarang kau hendak menyingkirkan Kasar, ini tidaklah perlu sejak semula.
Setelah mengucapkan kata-kata ini, Ouluun mengambil pisau kecil tajam dari pinggangnya dan menyayat payudara kirinya. Aliran darah mulai meneyebur dari payudara yang setengah tersayat, dan menodai pangkuannya hingga berwarna merah, terus emnetes ke karpet di lantai.
Terecengang Gengkis Khan melompat berdiri dan berteriak sambil mengambil pisau dari ibunya, “Tenang. Ibi! Aku janji aku tak akan menyentuh Kasar!”
Sang khan bergegas menghenikan ibunya. Dia seketika memanggil dokter. Setelah memberikan perawatan darurat, dia menyuruh pelayan perempuan agar menjaga ibunya baik-baik.
Sesudah itu. Gengkis Khan menyingkirkan Kasar, sebagaimana janjinya kepada ibunya. Walau demikian, kasar kehilangan jabatan wakil panglima tertinggi tentara Mongol dan 4.000 anak buahnya dikurangi menjadi 1.400. Seiring gmerosotnya posisi dan kekuasaan Kasar di dalam imperium, pengikut terdekatnya, Jebke, menghikang dan tidak pernah kembali karena rasa tak terperi. Setelah itu, kesehatan Ouluun menurun drastis, dan dia meninggal kira-kira enam bulan kemudian.
Tab Tenggri sukses merampungkan langkah pertama siasat kelamnya. Banyak orang berkumpul di sekelilingnya. Mereka terdiri dari tukang mengeluh kronis, orang-orang oportunis yang baru bergabung, pengagum kekuatan supranaturalnya, dan para pengikut yang awam. Ordu Tan Tenggri disesaki orang-orang ini. Ochigin Nayan, adik laki-laki bungsu Gengkis Khan, menyadari bahwa banyak anak buah yang terlepas dari tangannya dan bergabung dengan Tab Tenggri. Dia berang. Diutusnya Soqor, slah seorang pengikut dekatnya, ke Tab Tenggri untuk minta agar orang-orangnya dikembalikan. Alih-alih mengembalikan orang-orangnya, Tab tenggri mencabuk Soqor dan mengembalikannya kepada Ochigin tanpa sepatu dan dengan dikalungi pelana kuda di punggung, pertanda mengejek dan menghina. Ochigin terperangah. Murka, dia pun menaiki kudanya dan melesat ke ordu Tab Tenggri.
Saat menghadapinya, Ochigin mempersalahkan Tab Tenggri dan minta agar orang-orangnya dikembalikan. Setelah itu, keenam saudara lelaki Tab Tenggri kontan mengelilinginya.
Tab Tengri berujar kepada Ochigin sambil menatap, “Mereka datang kepadaku atas kehendak bebas mereka sendiri. Jika mereka datang kepadaku atas kehendak bebas mereka sendiri, bagaimana bisa kau minta aku untuk mengembalikannya mereka?”
Karena Ochigin tidak tahu bagaimana harus menjawab, dia diam saja.
Tab Tenggri melanjutkan, “Benar, bukan? Asalkan mereka di sini atas kehendak bebas mereka sendiri aku tidak bisa menyuruh mreeka pergi. Terlebih lagi kau tidak bisa memintaku mengembalikan mereka. Bukan begitu?”
Ochigin tidak punya pilihan selain mengiyakan selagi dia dikelilingi tujuh raksasa.
“Jika kau tahu kau salah, berlutut! Dasar bajingan!”
Ochigin dipaksa berlutut. Tab Tenggri mendengus dan pergi dari sana, setelah menyaksikan Ochigin berlutut ketakutan.
Pagi-pagi sekali keesokan harinya, Ochigin mengunjungi khan. Dia tidak bisa tidur tadi malam karena merasa dipermalukan. Tak pernah dia mengalami hal semacam ini sebelumnya. Saat fajar, ketika khan menerima laporan mengenai kunjungan urgen Ochigin dari kepala penjaga malamnya, dia masih ditempat tidur bersama Borte. Gengkis Khan bangun dan duduk di sudut tempat tidurnya. Setelah memasuki tenda. Ochigin berlutut di lantai dan mengucurkan air mata gusar.
Gengkis Khan tercengang melihat adiknya menangis seperti anak-anak karena tida tidak pernah melihat Ochigin seperti ini sebelumnya. Beberapa saat kemudian, Gengkis Khan membuka mulut, dengan enggan, dan menanyainya, “Temuge! Apa yang terjadi? Beri tahu aku!”
Ochigin Nayan memberitahukan seluruhnya ceritanya. Bortelah yang marah sebelum suaminya. Bangkit dari tempat tidur dan setelah merapikan pakaian tidurnya, dia duduk di sebelah suaminya.
Borte berkata dengan anda marah, “Siapa itu Tab Tenggri? Berani-beraninya dia memecut dan mempermalukan adik laki-laki khan? Kalau begitu, mungkin saja kelak dia memecut anak-anakku. Siapa pula dia!?”
Menyadari betapa seriusnya masalah itu, Gengkis Khan mencari solusi secepatnya. Sang Khan memanggil Bogorchu dan Mukali untuk berdiskusi.
Mukali memberikan opininya, “Tuan, menurutku kita sebaiknya menangani masalah ini tanpa ribut-ribut, Jika kita membeberkan dan membear-besarkan hal tersebut ungkin akan merugikan imperium yang baru lahir ii dan barangkali saja menyebabkan jatuhnya banyak korban tak bersalah. Apabila kita singkirkan saja satu atau dua peimpin persekongkolan ini, sisanya mungkin bakal runtuh secaara otomatis.”
Gengkis Khan merasa bahwa perkataan Mukali ada benarnya. Persatuan adalah hal terpenting dalam iperium yang baru lahir itu. Bogorchu berpendapat serupa. Tujuh kakak-beradik Qongqotan sekalipun tak akan jadi ancaman seandainya Tab Tenggri disingkirkan.
Gengkis Khan memanggil Ochigin Nayan.
“Panggil tiga pegulat terkuat di imperium. Tab Tenggri dan para anggota keluarganya haru mengunjungi siang ini. Bersiaplah untuk saat itu.”
Siang itu, Munglik dan ketujuh  putranya, termasuk Tab Tengri, menyambangi khan. Mereka digiring masuk ke tenda tamu khan. Baru saja Tab Tengri duduk di kursinya, Ochigin Nayan melangkah masuk ke tenda sambil membuka pintu kepelap. Dia berjalan menghampiri Tab Tenggri dan mencengkeram kerah bajunya.
“Bajingan kau! Kemarin, aku terpaksa berlutut di hadapanmu, tapi hari ini bakal berbeda!”
Ochigin menariknya dari kursinya dengan kasar. Ini membuat topi keerucut Tab Tenggri jatuh ke tanah. Sambil memungut topi putranya. Munglik beusaha menghentikan mereka. Sampai saat itu, Munglik tidak mengetahui persekongkolan serta pergerakan putranya.
Gengkis Khan membentak membentak mereka.
“Kalian berdua, keluar dari sini! Masalah apa pun di antara kalian berdua harus ditangani oleh kalian berdua saja!”
Saat Ochigin dan Tab Tengri melangkah keluar enda, Gengkis Khan mempersilahkan Munglik duduk dan mengisi gelas pialanya dengan anggur. Keenam putra Munglik yang lain duduk di kursi mereka juga.
Ketika Tab Tenggri melangkah keluar tenda, dia serta merta ditangkap oleh tiga pegulat yang sudah menunggu. Ketiga pegulat itu menyeretnya ke tempat sepi dan menghimpitnya ke tanah. Selagi dua orang dari mereka memegang tangan dan kakinya, pegulat ketiga, sambil menduduki punggungnya, memegangi dagu Tab Tengri dan menariknya ke belakangkuat-kuat. Disertai bunyi retak, patahlah tulang belakang Tab Tengri. Dia mati di tempat, hanya disertai teriakan mengerikan singkat.
Ochigin kembali ke tenda dan memberikan laporan sigkat kepada khan, mengabaikan Munglik dan putra-putranya yang lain.
“Kakak, adu gulat sudah usai! Aku menang! Dia bukan apa-apa!”
Saat Ochigin melangkah keluar tenda setelah mengucapkan kata-kata ini, Munglik segera saja menyadari, dengna indra keenamnya bahwa putranya, tab Tenggri, telah dibunuh. Dia jatuh berlutut ke tanah dan mulai terisak-isak sambil memegangi topi putranya di tanagn.
“Temujin, aku sudah melayani anda sejak bummi hanyalah tanah bedebu dan sungai besar hanyalah kali kecil. Kumohon, jangan sentuh keenam putraku yang tersisa!”
Mengethi bahwa Tab Tenggri telah dibunuh, dan dipicu oleh isak tangis ayah mereka, keenam putra Munglik melompat bediri dan mendekati khan. Selagi dia didekati oleh enam raksasa yang berang, Genghis Khan merasa panik sesaat. Tak seperti. Tak seperti Wang-Khan, Genghis Khan tidak menempatkan pengawal di dalam tenda.
“Tetap di tempat kalian! Jika tidak, kalian semua akan mati, termasuk ayah kalian!”
Mendengar teriakan khan, mereka sementara berhenti melangkah. Pada saat itu, tiga puluh penjaga siang bergegas masuk ke tenda dan mengendalikan mereka dengan tombak serta pedang sabit. Munglik dan keenam putranya pun di tahan.
Sebagian orang Mongol taku t apda Tab Tenggri, sebagian dari mereka bahkan percaya Tab Tenggri akan hidup kembali, sesudah kematiannya, karena dia telah menunjukkkan sedemikian banyak kekuatan supranatural semasa hidupnya. Sang khan mengeluarkan perintah untuk meletakkan mayatnya di tenda kosong selama iga hati untuk membuktikan bahwa kepercayaan ini keliru. Tenda kelabu tempat berbaringnya mayat Tab Tenggi di segel di semua jalan masuk, termasuk lubang ventilasinya sekalipun. Sepuluh prajurit penjaga ditempatkan di sana siang malam untuk mengawasi tenda. Sesudah tiga hari, tenda tersebut di bukan dan mayatnya dipertunjukkan kepada publik. Mayatnya sudah mulai terdekomposisi, menghasilkan bau busuk. Tidak ada mukjizat.
Genghis Khan membuat pengumuman publik terkait kematian Tab Tenggri dan kesalahannya.
“Tab Tenggri memfitnah saudara-saudara llelaki khan tanpa alasan dan bahkan menyentuh mereka. Oleh sebab itu, dia kehilangan  kasih sayang langit. Maka, akhirnya langit mencabut jiwanya dari tubuhnya.”
Genghis Khan mencabut gelar pendiri Imperium dari Munglik sebagai hukuman. Munglik dan keenam putranya yang lain tidak diusik. Sebab, mereka dinilai tidak lagi menjadi ancaman dan karena insiden tersebut harus di minimalkan dampaknya. Akan tetapi, Genghis Khan  menegur Munglik dengan tegas.
“Ini terjadi terutama karena keteledoranmu. Kau adalah kepala keluarga, tetapi kau bahkan tidak mengetahui perbuatan putramu. Ini adalah kasus makar dan semua anggota keluargamu semestinya dibantai. Namun, mempertimbangkan jasamu yang telah berkorban demi keluarga kami dan Imperium ini sebelumnya, kuputuskan tak menuduhmu lagi. Janagan lagi buat kesaahan terkait pendidikan dan pengawasan putra-putramu.”
Munglik berterima kasih banyak kepada sang khan.
Genghis Khan mengeluarkan perintah untuk menahan Jagambu, yang telah berencana memobilisasi pasukannya seusai dengan siasat kelam Tab Tenggri. Karena Jagambu telah kabur bersama para pengikutnya pada hari ketika Tab Tenggri dibunuh, Genghis Khan mengutus Julchedai untuk menegjarnya. Julchedai membawa kepala Jagambu lima hari kemudian. Genghis Khan melucuti kedudukan istri ketiga sahnya., Ibaka, yang adalah putri Jagambu, dan menyerahkan perempuan itu kepada Julchedai. Belakangan, Genghis Khan menunjuk Usun, si orang Baarin, yang sudah lanjut usia tapi berwatak baik, sebagai pendeta kepala bangsa itu. Beginilah cara Khan mengatasi rencana makat Tab Tenggri, begitu pula konflik antara kepala negara dan kepala agama.
23. TAKLUKNYA  KAUM UIGHUR
Diadakan pemakaman untuk ibu khan, Ouluun. Pohon besar aromatik ditebang dan dijadikan peti mati silindris. Pertama-tama, kayu gelondongan silindris dibelah dua secara membujur, lalu bagian dalam masing-masing bagian dikerok sehingga menghasilkan bentuk serta ruang yang memadai untuk memuat jasad Ouluun. Wajahnya dirias antik dan dia mengenakan jubah serta gaun sutra indah. Di pinggangnya, dia mengenakan sabuk kulit putih berdesain rumit dan kakinya memakai sepatu bot dari kulit rusa betina. Setelah mreka membaringkan jasa Ouluun dengan posisi yang nyaman. Peti mti itu lalu diikat dengan empat sabuk keemasan. Peti mati Ouluun dipandu oleh seorang dukun perempuan berkuda putih, yang memakai busana mewah dan topi berhiaskan bulu burung warna-warni. Ouluun dikubur di samping Yesugei, suaminya.
Seseorang berdoa untuknya :
Di sini bersemayamlah seorang wania mulia.
Kami mengucap selamat tinggal kepadanya,
Di tengah-tengah kepedihan yang meraja.
Segelintir hari danugerahkan kepada umat manusia.
Dan kehidupan mereka lebih singkat.
Dariapda pendar kunang-kunang.
Namun, setiap hari dalam kehidupannya.
Berkilau laksana permata.
Dan terang benderang bagaikan mutiara.
Pikirannya yang indah.
Selembut bulu dada elang.
Dan sehangat sinar mentari musim semi.
Dia akan bersama kita selamanya.
Layaknya bayangan yang tak terhapuskan.
Di hati semua yang merindukannya.
Berbagi gembira dan duka.
Bersama-sama.
Kini, dia terbebas dari kekangan manusia.
Dan memperoleh kebebasan kekal di kerajaan surgawi.
Bagaikan Phoenix.
Adakah hal lain di dunia ini, Yang lebih indah daripada
Pertemuan kembali dengan orang yang dicintai.
Tahun baru kembali tiba. Saat itu tahun 1209, tahun ular dalam kronik Mongol. Situasi politik bangsa tersebut telah menjadi jauh lebih stabil. Sudah waktunya bagi khan untuk melihat keluar dataran tersebut. Tetangga Imperium Mongol yang baru lahir adalah kekaisaran Chin serta Kerajaan Shisha di selatan dan Kerajaan Uighur serta Kara Khitai milik bangsa Khitan di barat daya. Lebih jauh lagi ke barat, terdapat Kesultanan Khwarazm yang diperintah oleh Sultan Muhammad. Semua negara ini jadi was-was karena kemunculan tiba-tiba Imperium Mongol yang baru bersatu, dan di antara mereka orang-orang Cina-lah yang paling takut terhadap bangsa Mongol.
Pada masa itu, Cina terbagi menjadi tiga negara. Kaum Juchid, yang menguasai Manchuria, telah mencaplok separuh bagian utara dataran Cina, sedangkan Sung  Selatan, pemilik jantung Cina dan keturunan dari dinasti penguasa utama, memerintah separuh bagian selatan. Di kaasan barat laut dataran tersebut, begitu pula di selatan Gurun Gobi, terdapat kerajaan Shisha milik kaum Tangut, yang merupakan keturunan bangsa Tibet.
Kaum Juchid dari Chin aslinya adalah orang-orang nomaden serta penunggang kuda, tetapi begitu mereka menaklukkan separuh bagian utara dataran Cina, mreka menjadi pemukim tetap. Mereka mengubah segalanya, termasuk sistem politik dan sosail mereka, ke gaya tradisional Cina. Kaum Mongol terpengaruh penguasa Cina bagian utara karena, secara tradisional, mereka menganggap Dataran Mongolia sebagai wilayah mereka. Terkadang penguasa Cina bagian utara menunjuk raja di dataran rendah tersebut dan menyatakannya sebagai daerah otonomi. Penguasa Cina takut kaum Mongol di dataran rendah itu bersatu dan takut mereka bertambah kuat. Penguasa Cina menggunakan taktik yang disebut orang barbar untuk orang barbar, agar mereka terpecah belah dan saling berkelahi. Jika salah satu suku tanpa diduga-duga menjadi kian besar, dan kian kuat serta menunjukkan tanda-tanda akan menelan suku-suku lain. Kekaisaran China mengutus pasukan untuk menghancurkan mereka atau membantu suku saingan melemahkan mereka. Kadang-kadang mereka menggunakan taktik berupa “operasi penipisan” yaitu mengutus pasukan ke dalam wilayah tertentu dan membunuh semua anak laki-laki yang mereka temui. Gunanya untuk mengurangi populasi laki-laki Mongol di masa depan dan untuk meminimalkan potensi ancaman. Lalu, mengapa mereka tidak berbuat apa-apa sementara Genghis Khan mempersatukan seisi dataran rendah tersebut? Mereka sedang sibuk karena konflik berkelanjutan dengan Sung Seatan, dan mereka tak pernah menduga bahwa dia bisa berhasil dalam jangka waktu sesingkat itu.
Genghis Khan tahu bahwa dia harus menguasai Kerajaan Chin dan Shisha di bawah kendalinya dalam rangka membangun fondasi kuat bagi imperium yang baru saja lahir. Mereka tiak berharap Chin akan menyetuju pendirian bangsa Mongol yang baru saja lahir, tetapi mereka mengira Chin akan mengutus pasukan untuk memecah belah bangsa Mongol serta mengembaikan mereka ke kodnisi semula. Di sisi lain, kaum Tangut dari Kerajaan Shisha tak bisa menimbulkan ancaman langsung bagi bangsa Mongol, tapi mereka harus diurus sebelum kaun Juchid dari Chin dibereskan. Terlebih lagi, Shisha mengontrol sebagian dari jalur Sutra, dan Genghis Khan membutuhkannya untuk jaminan  finansial dan sebagai jaan ke dunia luar.
Meskipun peratuan di Dataran Mongolia telah tercapai di bawah kepemimpinan hebat Genghis Khan, mereka sudah lama sekali salign berkelahi dan bertentangan sehingga bangsa mereka terancam runtuh, kecuali mereka diber motivasi spesifik untuk bekerja sama. Ituah alasan lainnya sehingga Genghis Khan berus membawa rakyatnya ke dunia luar.
Genghis Khan tahu bahwa mengerjakan sesuatu ada urut-urutannya, Chin memiliki 600.000 serdadu dengan suember perbekalan yang tiada habisnya,s edangkan Shisha mempunyai 150.000 serdadu dengan dukungan finansial yang superior. Yang mana yang harus didahulukan? Yang lebih lemah, tentu saja.
Beberapa tahun sebelumnya, pada 1207, Genghis Khan mengutus Yelu Ahai dan pasukannya untuk meluncurkan serbuan ke perbatasan Shisha, Yelu Ahai, si orang Khitan mengumpulkan orang-orangnya, sukses dalam penyerbuan tersebut, dan kembali sambil membawa banyak sekali ternak dan pampasan perang serta sejumlah informasi bagus. Misi tersebut adalah pengintaian sebelum perang berskala besar.
Pada awal tahun 1207, Genghis Khan sudah siap. Walau begitu, ada satu hal lagi yng harus dia tangani sebelum dia menyatakan perang terhadap Shisha, yaitu menaklukkan Kerajaan Uighur, Kerajaan Uighur berbatasan dengan Imperium Mongol dan Kerajaan Shisha di sebelah barat daya. Para panglima khan berkeras agar mereka menggunakan kekuatan besenjata.
“Tuan! Satu tumen sudah cukup untuk mereka.”
Genghis Khan menghentikan mereka.
“Mari kita tunggu sebentar lagi. Mreka mungkin saja mendatangiku atas kehendak mereka sendiri.”
Genghis Khan benar.
Kaum Uighur, pada satu masa, menguasai dataran Mongolia dan sebagian Asia tengah. Pada abad ke delapan, wilayah luas yang meliputi sebelah Utara Danau Baikal, sebelah selatan Sungai Kuning, dan sebelah timur dan barat berbatasan Manchuria serta Sungai Yenisey di bawah kekuasaan mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, kekuasaan mereka pun menyusut. Oleh sebab itu, pada awal abad ke tigabelas, ketika Genghis Khan memersatukan dataran tersebut, merek ahanya sebuah kelompok kecil yang mendiami area kecil di pojok barat daya Dataran Mongolia. Pada abad ke sebelas, sebagian besar kampung halaman mereka, yaitu di pojok barat daya Dataran Mongolia, telah diambil alih oleh kaum Tangur, yang membangun Kerajaan Shisha. Alhasil, yang tersisa bagi kaum Uighar hanyalah sebuah wilayah kecil di sekitar hulu Sungai Tarim, di sebelah utara Gunung Taklamakan. Pada abad kdua belas, kaum Uighar digilas oleh kekuatan baru, Khara Khitai, dan menjadi negara bawahan mereka.
Idu qut, adalah gelar yang diberikan kepada Raja Uighur. “Idu Qut” berarti “Keberuntungan suci”. Namun, Barchuq, iduqut Uighur, tidaklah terlalu beruntung. Ayah Barchuq, idu qut sebelumnya, mewarisi kerajaan yang sebagian besar tanahnya telah direbut oleh kaum Tangut dari Shisha dan yang otonominya telah direbut orang-orang Khitan dari Kara Khitai. Namun, kaum Uighur memiliki budya paling maju di area itu. Sejak amsa-masa awal, mereka menguasai sebagian jalur Sutra dan menyerap budaya timur mau pun barat. Mereka mengembangkan alfabet sendiri, kerajinan emas serta perak, tekik kriya, teknik tekstil, dan teknik manufaktur untuk obat-obatan.
Barchuq, yang menjadi idu qut pada usia  dua puluh, tidak bisa menoleransi campur tangan Kara Khitai dalam memerintah rakyatnya sendiri. Dia bukan saja harus membayar upeti berjumlah besar ke Kara Khitai setiap tahun, tetapi dia juga terpaksa menerima pengawasan mereka atas pemerintahannya. Sheukem, atau inspektur nasional, dari Kara Khitai, memperlakukan Barchuq seperti pengikutnya sendiri. Shaukem dari Khitai mendirikan kantor sendiri dan menginspeksi semua keputusan yang dibuat oleh pemerintah Uighur. Tanpa persetujuannya, tak ada yang dapat dikerjakan. Sebenarnya, dialah pembuat keputusan terakhir, sekaligus juga diktator Kerajaan Uighur.
Suatu hari, Barchuq seorang pemuda berdarah panas, mengepung kita yang menjadi lokasi kantor Shaukem dan mengeluarkan perintah untuk menyingkirkan sang Shaukem. Karena dikejar oleh para prajurit Barchuq, dia naik ke puncak menara masjid lewat tangga spiral. Bigequt, salah satu panglima Barchuq, lari mengejarnya dan menangkapnya di observatorium. Bige Qut memenggal lehernya di tempat dan mengangkat kepala sang Shukum dengan cara menjambak rambutnya. Bige Qut lantas mengangkat kepala itu tinggi-tinggi dan menunjukkannya kepada khalayak yang berkumpul di lahan terbuka di bawah menara. Sorak sorai meriah pun disurakan oleh khalayak. Setelah dia mengayun-ayunkan kepala itu beberapa kali dia melemparkannya ke tanah. Khalayak di bawah menendang kepala Shaukem ke sana ake mari bagaikan bola. Barchuq kemudian mengadakan rapat darurat dengan para pejabat tinnggi dan tertua.
“Sekarang, kita bermusuhan dengan orang-orang Khitan. Sangat jelas bahwa mereka akan mengirim pasukan untuk menghancurkan kita. Jika kalian punya saran terkait persoalan ini, beri tahu aku.”
Salah atu tetua membuka mulut dan berkata dengan nada murung, “Kita tidak memiliki pasukan untuk menghadapi mereka. Mereka bisa membinasakan kita. Pada saat ini, pertanyaan terbesarnya adalah bagaimana cara kita menyelamatkan darah Uighur kita serta melestarikannya hingga generasi mendatang. Hanya ada satu cara. Kita harus mempercayakan diri kita kepada Genghis Khan, orang kuat baru yang baru saja muncul di dataran ini. Dialah satu-satunya yang dapat menghentikan mereka.”
Barchuq setuju. Sebagian besar yang hadir apda rapat itu berpendapat sama. Barchuq serta merta mengirimkan dua utusan kepada Genghis Khan. Ad Kiraq dan Darbai, kedua utusan Barchuq, bertemu dengan Genghis Khan dan menyerahkan surat pribadi Barchuq kepadanya. Salah satu pejabat sipil membacakan surat yang ditulis dalam aksara Uighur tersebut :
Ketika awan menyingkir,
Kita mendapatkan sinar mentari hangta.
Ketika es meleleh,
Kita mendapatkan air kehidupan.
Aku. Idu quq kaum Uighur,
Teramat gembira,
Ketika kudengar nama agung
Genghis Khan,
Yang bagaikan mentari dan air kehidupan
Dengan restu genghis Khan,
Dan dengan izin Anda yang murah hati,
Aku ingin menjadi cincin di tali pelana
Keemasan Anda
Dan menjadi secarik bagian dari busana
Merah menyala yang Anda kenakan.
Aku, idu Quq kaum Uighur,
Dengan sepenuh hati dan jiwaku
Bersujud di hadapan Anda,
Dengan hasrat ingin menjadi putra kelima Anda
Genghis Khan menyunggingkan senyum di bibir sambil mengelus janggutnya ketika dia mendengar pesan dalam surat itu, di hadapan beberapa lusin pejabat serta panglima berpangkat tinggi. Dia puas dengan pesan tersebut.
Genghis Khan berkata kepada kedua utusan, “Akan kuterima itikad tulus orang-orang Uighur. Mulai saat ini, musuh Idu Qut akan menjadi musuhku dan teman Idu Qut akan menjadi temanku. Namun, keputusan ini akan ditunda hingga Idu Qut benar-benar berkunjung sendiri.”
Genghis Khan kemudian mengatur agar kedua utusan itu diterima dengan sopan dan hangat.
Belakangan, ida Qut mengunjungi khan bersama para pejabat seniornya. Dia datang dengan beberapa lusin unta yang mengangkut produk-produk khas Uighur seperti perangkat emas dan perak, brokat, damas, dan satin yang bersulam sutra; batu berharga; dan mutiara. Di hadapan Genghis Khan, dia bersujud sembilan kali sesuai dengan gaya Mongol. Genghis Khan menerima penyerahan dirinya dan memperkenankan mereka memerintah diri sendiri, Genghis Khan menghargai dan menilai tinggi budaya mereka yang maju dan keahlian mereka. Idu Qut dan rakyatnya bisa terus hidup dan mereka dapat melestarikan budaya mereka. Kerajaan Uighur pun terselamatkan.
Setelah itu, kaum Uighur menjadi sangat loyal terhadap Genghis Khan dan turut serta dalam setiap perang, meskipun jumlah mereka sedikit. Genghis Khan seuka sekali pada Idu Qut, maka dia berencana agar putrinya, Al Altun, dinikahkan dengan pemuda itu. Pernikahan tersebut tak terwujud, sebab gadis itu meninggal karena sakit sebelum perkawinan. Tak seperti namanya, Idu Qut, tidaklah beruntung.
24. TENTARA YANG TAK TERKALAHKAN
Sebagaimana dia mereformasi masyarakat Mongol, Genghis Khan pun membuat pasukannya tak terkalahkan. Sebagaimana dia memaklumatkan Yassa terkait reformasi sosial, dia juga memaklumatkan Yassa demi mengukuhkan kedisiplinan militer yang ketat. Tata Tunga, sang sekretaris jenderal, selalu mengikuti khan bagaikan bayangannya, ke mana pun dia pergi berjalan kaki. Selagi sang khan mengamati atau mengecek kondisi orang-orang atau unit militer, jika dia memberikan instruksi tersebut di buku catatannya yagn selalu dia bawa. Sampul buku catatan itu berwarna biru”, Buku tersebut memuat kumpulan perkataan khan, dan sebagian besar menjadi hukum sosial atau militer. Sebagian dari Yassa militer, yaitu :
·           Selain khan, siapa saja yang berani menyatakan diri sebagai komandan tertinggi dan siapa pun yang mendukungnya harus dihukum mati.
·           Siapa saja yang menolak mengikuti perintah yang  benar dari atasannya terkait suatu operasi harus dihukum mati.
·           Semua komandan harus membuat laporan yang benar kepada Inspektur. Orang yang sengaja membuat laporan palsu harus dihukum  mati.
·           Siapa saja yang melangkah masuk ke tenda komandan yang mengepalai seribu prajurit atau lebih harus dihuum mati.
·           Di medan tempur, setelah perintah menyerang dikemukakan, siapa saja yang secara sengaja berlambat-lambat di belakang harus dihukum mati. Jika duda dari sepuluh prajurit mengikuti perintah menyerang, maka perintah itu akan dianggap perintah yang tepat.
·           Di medan tempur, jika seorang di depanmu menjatuhkan senjata atau tas secara tidak sengaja, kau harus mengambilnya dan mengemblikannya kepada si pemilik. Siapa saja yang lalai melakukan ini harus dihukum mati.
·           Siapa saja yang menyediakan makanan serta pakaian bagi tawanan tanpa izin harus dihukum mati.
Hukum militer Genghis Khan amatlah berat, tetapi pada saat bersamaan, dia mengeluarkan hukum terkait hak-hak prajurit. Sebagian di antaranya adalah :
·           Semua prajurit berhak menolak perintah atasan yang melampaui keterbatasan fisik dan mental manusia.
·           Setiap prajurit berhak memeproleh pertolongan dari komandannya setelah melaporkan atau mendiskusikan kesusahan yang dialaminya dalam keluarga..
Prajurit-prajurit Mongol harus menjaga semua senjata mereka agar senantiasa dalam kondisi sempurna, tanpa kehilangan satu barang pun. Mereka harus siap akapan saja, di mana saja. Mereka sering kali diperiksa dan siapa pun yang kehilangan barang harus menghadapi hukuman. Meskipun ada perbedaan di antara mereka berdasarkan unit yang mereka msuki, senjata dan barang pribadi setiap prajurit individu umumnya adalah sebagai berikut :
·           Dua busur, tiga wadah panah, dan lebih dari enam puluh anak panah, entah untuk jarak pendek, menegah, atau jauh.
·           Satu pedang sabit.
·           Satu tombak dengan bilah lurus dan kait.
·           Dua belati.
·           Satu kapak perang.
·           Satu tameng kulit bundar.
·           Seutas tambang panjang untuk mengikat.
·           Dua jarum tisik.
·           Dua kantong kulit domba untuk membawa air atau susu, atau untuk pelampung ketika menyeberangi sungai.
·           Satu wajan militer untuk memasak.
·           Satu helm logam.
·           Satu set baju Zirah kulit dan aksesorisnya.
·           Sepasang sepatu bot kulit.
·           Satu seragam tempur.
·           Satu set pakaian dalam sutra.
Barang-barang ini dapat diganti yang baru, saat dibutuhkan, setelah inspeksi. Pakaian dalam sutra digunakan setiap prajurit semata-mata untuk perlindungan. Ketika prajurit terkena panah, dia bisa lebih mudah mencabutnya dengan kerusakan lebih sedikit. Selain itu, kalau-kalau panah tersebut beracun, pakaian dalam sutra menunda dampaknya. Di medan tempur, prajurit yang terluka dapat menerima perawatan darurat dari dokter militer untuk meminimalkan berkurangnya jumlah serdadu.
Para prajurit diperlengkapi dendengn dan susu yang dikeringkan untuk perbekalan perang mereka. Bekal tersebut sekeras batu dan, bilamana ditangani dengan tepat, bisa bertahan selama beberapa tahun danpa menjadi basi. Makanan tersebut hampir-hampir sempurna.
Semua serdadu Mongol adalah prajurit kavaleri atau tentara berkuda dan mereka masing-masing diberi dua atau tiga kuda. Mereka bisa berganti kuda, saat diperlukan, untuk meningkatkan mobilitas total pasukan. Bagi pasukan Mongol, kecepatana dalah salah satu senjata terhebat mereka. Para prajurit Mongol bahkan bisa tidur di atas kuda saat sedang bergerak. Pasukan Mongol memiliki konsep waktu yang sangat akurat. Mreka menggunakan jam matahari dan jam pasir yang dikalibrasi secara tepat untuk meminimalkan galat.
Genghis Khan menciptakan sistem kurir kilat yang menjangkau seluruh imperium. Kurir bisa mengambil kuda mana pun di dekatnya untuk mengganti kudanya yang letih dan tak seorang pun boleh menghalanginya, tidak juga noyan, atau bansgawan agung. Dia menggunakan pelana dan perlengkapan yang dirancang khusus, yang mencegahnya terjatuh dari kudanya ketika dia mengantuk. Dia menggantungkan bel unik di leher kudanya untuk memberi tahu semua orang bahwa dia adalah kurir khusus. Dengan sistem ini, jarak yang biasanya memerlukan waktu tiga minggu lebih untuk dijeljahi bisa ditempuh kurir dalam waktu beberapa hari saja.
Genghis Khan mereformasi masyarakat Mongol. Salah satu bentuk reformasi tersebut adalah kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan. Ketika pasukan Mongol terlibat dalam pertempuran jarak jauh, keluarga mereka pindah bersama pasukan. Ini barangkali merupakan peninggalan dari gaya hidup asli mereka, tetapi keiasaan ini secara umum juga dianggap sebagai keuntungan besar bagi mreka. Bersama akeluarga amereka, kestabilan emosional para prajurit Mongol jadi terjaga.
Selain menikmati hak yang setara, para perempuan Mongol juga bersedia bertanggung jawabatas kesalahan mereka. Mereka amerawat baik-baik senjata, baju zirah, sepatu bot tempur,dan perbekalan perang suami mereka. Terkadang mereka ikut serta dalam pertempuran. Bila mana demikian, seusai pertempuran, mereka memungut senjata serta baju zirah dan menghabisi prajurit musuh untuk memastikn bahwa mereka sudah benar-benar mati. Kelak, turnamen gulat perempuan menjadi ajang yang populer.
Kuda Mongol sangat lah kuat. Pada masa itu, kuda sama dengan senjata. Kuda Mongol lebih kecil dariapda kuda Arab, teapi ketahanan dan stamina mereka labih bagus. Kuda Mongol berkepala besar dan berlubang hidung lebar, sehingga mereka bisa menghirup lebih banyak oksigen saat sedang berlari. Kuda Mongol adalah satu-satunya jenis kuda yang dapat melaju tanpa makan selama berhari-hari dan bisa makan salju alih-alih minum air. Selain itu, mereka bisa menggali tanah beku dengan kaki mereka yang kuat untuk mencari makanan. Mereka tangguh seperti orang-orang Mongol, barangkali didsebabkan oleh lingkungan ganas yang harus mereka hadapi sekian lama.
Pada masa dami, prajurit Mongol harus ikut serta dalam perburuan kelompok. Berburu merupakan permainan tradisi onal orang-orang Mongol, tetapi Genghis Khan menggunakannya sebagai latihan militer. Perburuan kelompok biasanya memakan waktu dua hingga tiga bulan, dan musim berburu dimulai kira-kira pada penghujung Oktober. Beberapa ribu atau terkadang puluhan ribu orang mengikuti permainan berburu sebagai sebuah unit.
Sekitar sebulan sebelum acara berburu, tim pengintai dikirim untuk peninjauan pendahuluan. Setelah meneliti secara seksama, mereka melapor kepada khan tentang apa yang mereka temukan, termasuk kemungkinan lokasi terbaik dan jenis-jenis hewan buruan. Berdasarkan informasi ini, khan memutuskan berapa jumlah unit dan jumlah prajurit pada setiap unit.
Ketika perburuan dimulai, partisipan mengelilingi area tertentu dan lambat laun memperkecil kepungan. Setiap segmen lingkaran memiliki pemimpinnya sendiri, dan hanya dengan sebilah belati. Sebagian besar dari mereka berhasil dan akan mendengar tepuk tangan dari para sejawat dan atasan mereka. Akan tetapi, terkadang ada yang dicabik-cabik oleh binatang liar yang marah.
Seiring semakin dekanya saat terakhir, hasil buruan pun ditumpuk hingga menggunung. Berdasarkan aturan mereka, bayi hewan dan binatang hamil dibiarkan pergi. Nama sang pemburu akan ditorehkan pada hewan hasil buruan dan kulit, kaki, serta tanduknya diberikan kepda si pemburu sebagai hadiah, sedangkan dagingnya dibagi sama rata kepada semua orang. Para prajurit Mongol memperlajari pentingnya pergerakan serta kerja sama kelompok, sekaligus memperoleh tehnik kamuflase dan infiltrasi. Semua ini secara alamiah diterapkan pada pertarungan dan pertempuran sungguhan.
Genghis Khan amat memahami pentingnya spionase dan perang psikologis. Dia membentuk unit khusus intelijen dan mata-mata, serta menunjuk Jafar, si orang Islam pemilik karavan, dan Yelu Ahai, si orang Khitan, Sebagai kepala unit tersebut. Genghis Khan biasanya menempatkan dua komandan pada satu unit jika fungsinya dianggap  penting. Setiap komandan memiliki orang dan sistemnya sendiri. Tujuannya agar mereka dapat mempunyai kendali bersama, berkompetisi, serta untuk memastikan keakuratan informasi.
Jafar menyamar sebagai pemiik karavan dan membuat peta terperinci dari Dataran Mongolia hingga ke Zhongdu, Ibukota Chin, untuk tujuan militer. Dia memanfaatkan pertemanan dengan pejabat tinggi Chin agar bisa bertemu orang-orang istana dan dengan sukses mengumpulkan informasi personal mengenai watak individual serta kehidupan pribadi mereka.
Yeu Ahai aslinya merupakan perwira militer Chin yang leluhurnya adalah keluarga kerajaan Khitan. Kaum Khitan ini telah ditaklukkan oleh kaum Juchid dari Chin. Yelu Ahai ditunjuk sebagai duta besar untuk Wang-Khan. Dia menyerahkan diri dan bersumpah setia kepada Genghis Khan tepat sebelum kaum Kerait runtuh. Jabatan resminya adalah Duta Besar Chin untuk Wang-Khan, tetapi sebenarnya Yelu Ahai adalah mata-mata Chin dan dia harus pulang pergi secara teratur dari dataran rendah ke Kota Zhongdu. Karena Yelu ahai ditunjuk sebagai kepala mata-mata uni tkekaisaran Chin dan Kerajaan Shisha oleh Genghis Khan, dia sebenarnya menjadi agen ganda.
Berkat aktivitas Yelu Ahai yang luar biasa, Genghis Khan dapat memperoleh informasi akurat mengenai Kaisar Chin beserta pejabat tingginya, termasuk filosofi hidup, kepribadian, dan hobby mereka.
Kaum Juchid menguasai kawasan utara dataran Cina, aslinya berasal dari Liodong atau Manchuria, dan setengah bedarah Noamd. Namun, begitu mereka menjadi penguasa bagian utara dataran tersebut, mereka berubah. Mereka membangun kota serta tembok dan menutup pikiran mereka. Pembawaan orang-orang nomaden, sifat terbuka yang membagi semua kegembiraan dan kesusahan di antara mereka, telah meninggalkan benak orang-orang Juchid. Mereka membiarkan diri mereka jatuh ke dalam fisolofi tradisional kelas penguaa Cina yang sudah menyimpang. Alhasil, mereka mengutamakan kejayaan, kekayaan, dan kesenangan mereka sendiri dengan mengorbankan rakyat.
Oleh sebab itu, gaya hidup kelas penguasa yang tinggal di dalam tembok kota mencerminkan kemewahan itu sendiri. Jalanan Zhongdu ramai dan penuh sesak dengan toko yang memajang barang serta dagangan mewah, langka, dan berharga dari seluruh dunia. Permadani kelas satu dari Persia, produk gading dari India, Produk porselen dan gingseng dari Korea, serta mutiara dan produk bambu dari Jepang, merupakan pemandangan umum. Teater untuk opera, penari, dan tim sirkus ada di mana-mana. Di sana juga ada bank, tempat valuta asing dapaat ditukar dengan mata uang Chin atau emas.
Di sisi lain orang-orang yang tinggal di luar tembok hidup menderita. Sebagian besar adalah petani dan kuli rendahan,d an meskipun mereka adalah populasi mayoritas, standar hidup mereka tak lebih dari stadar hidup binatang. Selain itu, mereka haru membayar pajak tinggi. Ketika mereka tidak sanggup membayar pajak tepat waktu, pertama-tama mereka kehilangan istri. Berikutnya mereka kehilangan anak dan akhirnya, apabila mereka masih tidak bisa membayar, mereka kehilangan kepala. Jumlah wanita dan anak-anak yang diambil dari rumah mereka mencapai puluhan ribu setiap tahun.
Kaum juchid yang menolak pindah ke Cina tenag dan tetap tinggal di Liodong membenci rekan sekutu mereka yang kini berubah. Cukup banyak panglima dan pejabat Chin yang menyerahkan diri kepada Genghis Khan, walau pun sebagian besar adalah orang Khitan, dan mreka membawa serta informasi berharga.
Sebeum berperang dengan Kerajaan Shisha, dan kekaisran Chin, Genghis Khan harus merancang  semacam alat untuk menyerang tembok dan benteng, sebab sebelumnya dia hanya pernah bertarung melawan orang-orang nomaden, bukan penduduk kota. Genghis Khan telah mendirikan pusat penetilian untuk tujuan ini dan mereka mengembangkan ketepel, mesin pelontar, dan pengusung tangga. Ketepel dan mesin pelontar adalah dua jenis pelempar batu yan memungkin mereka menembak batu ke tembok dan benteng untuk membobonya. Pengusung tangga adalah struktur penopang untuk membawa prajurit dengan aman ke puncak tembok kastil atau kubu pertahanan. Karena onga-orang Mongol tidak pernah membuat bangunan, mereka mulanya menghadapi kesulitan. Namun, tak lama kemudian mereka menciptakan produk yang teramat efisien dengan bantuan para insinyur konstruksi Cina dan Persia di antara pra tawanan.
Khan juga mendirikan sekolah militer, atau pusat latihan, untuk menempa para prajurit dan membiasakan mereka menggunakan produk-produk baru ini. Latihan berfokus pada cara merakit dan membongkar mesin-mesin ini secepat mungkin serta cara menggunakannya seakurat mungkin.
Kelak, orang-orang Mongol menemukan cara untuk menggunakan bubuk mesiu, yang ditemukan oleh orang-orang Cina, di medan tempur sebagai senjata sungguhan. Pada masa itu, orang-orang Cina memasukan bubuk tersebut ke tabung bambu dan menggunakannya sebagai peledak. Peeldak berdampak psikologis dalam perang, tetapi kekuatan destruktifnya tidak besar. Orang-orang Mongol mengganti tabung bambu dengan tabung perunggu untuk menciptakan daya mematikan. Meriam pertama pun ditemukan dan diperkenalkan kepada dunia manusia. Prajurit Mongol membongkar semua ketapel, alat pelontar dan pengusung tangga ketika mereka bergerak dan merakitnya kembali ketika dibutuhkan. Kaum Mongol belakangan juga menciptakan granat. Kelak, orang akan mengakui Genghis Khan sebagai penemu unit artileri.
Genghis Khan juga membuat unit rekayasa. Mreka memindahkan rintangan pada jalan atau membuat jalan baru serta menempatkan jembatan apung di sungai untuk diseberangi pasukan. Unit rekayasa Genghis Khan bisa membuat jembatan apung di sungai terlebar sekali pun, hanya dalam waktu setengah hari. Untuk membangun jembatan, pertama-tama, seorang perenang veteran menyeberangi sungai sambil membawa tali. Berikutnya dengan sistem tali dan katrol, mereka mengirimkan kantong kulit berisi udara ke seberang sungai. 
Orang-orang kelak menyebut unit rekayasa yang teramat efisien ini sebagai berikut : “Ketika pasukan Mongol melintas, gunung menjadi rata dan sungai berubah arah.”
Taktik dan strategi Genghis Khan, sangatlah sempurna. Dalam pertempuran atau perang mana pun, dia memformulasikan operasi militer terbaik berdasarkan kondisi pasukannya dan pasukan musuh, pertimbangan geografis, waktu, dan cuaca. Terkait persoalan taktik dan strategi militer, kepalanya dipenuhi ide tak terbatas, yang tiada habis-habisnya. Dia memahami prinsip-prisip daya gempur. Otaknya dengan tangkas menetukan besaran dan arah gempuran yang dibutuhkan untuk menghancurkan musuh. Terakdang, pasukan Mongol bergerak di area besar yang luasnya bisa mencapai beberatus mil persegi lalu tiba-tiba mereka berkumpul dalam sekejap dan menghancuran musuh. Kemampuan semacam ini dihasilkan berkat gabungan kemampuan militer dan kalkulasi akurat Sangatlah sempurna. Dalam pertempuran atau perang mana pun, dia memformali serta mobilitas pasukannya. Tak ada pasukan lain,nbahkan yang bersenjata dan berbaju zirah terbaik yang bisa bertahan melawan gempuran semacam ini.
Sangatlah sempurna. Dalam pertempuran atau perang mana pun, dia memformali adalah kesatria yang sempurna dan, sebagaimana yang dikatakan Juwaini san sejarawan Persia, pasukan Mongol adalah yang terkuat dalam sejarah umat manusia. Apa yang mendasari kekuatan dahsyat ini, yang dilahirkan di Dataran Mongolia, dan apa yang memotivasi mereka hingga pergi ke dunia luar?
25. PERPECAHAN DENGAN CHIN
Saat itu bulan Maret, musim semi, tetapi petak salju masih menyelimuti padang di Dataran Mongolia. Musim dingin di dataran tersebut berlangsung lama. Padang-padang di dataran tersebut acap kali dikepung keheningan mencekam tepat sebelum datangnya badai salju. Pada waktu seperti ini, tidak da burung migran juga. Kecuali, kita punya mata yang bisa menangkap gerakan kecil matahari yang menacarkan sinar menyilaukan ke sepenjuru padang, kita akan terperosok dalam ilusi bahwa kita tengah berada di dunia yang diam, bahka  walau pun seolah tak bergerak.
Pada pagi menjelang siang, di cakrawala selatan, yang membentuk lengkungan putih indah berlatar belakang langit biru, muncullah sebuah titik kecil. Seakan untuk membuktikan bahwa dunia masih hidup dan bergerak, titik tersebut kian lama kian bear. Titik itu akhirnya membentuk sosok seorang pria di atas kudanya. Bunyi tapak kaki kuda lambat laun kian keras dan bergema di angkasa yang sunyi bgaikan gelombang. Kening prajurit Mongol yang mengenakan helm dan baju zirah itu besimbah peluh, sedangkan kulit hitam kudanya mengilap terkena keringat. Di punggungnya terikatlah tongkat kecil berbendera segiempat yang terus berkibar-kibar, menandakan bahwa dia adalah kurir kilat. Pada saat bersamaan, sebuah bel logam besi, simbol kedua tugasnya, yang digantung di leher kudanya, menghasilkan bunyi merdu yang selaras dengan kelotak kaki kuda. Dia adalah kurir kilat dan sampai dia tiba di tujuannya, ordu khan, tak seorang pun boleh menghentikannya.
Pada saat iut, Genghis Khan sedang memimpin rapat pagi di tendanya bersama sekitar tiga puluh pejabat dan panglima tinggi. Saat pintu kelapak sebelah selatan terbuka, Alqi, salah satu dari delapan kapten penjaga siang, melangkah masuk, berjalan menghampiri khan, dan memberinya laporan dengan suara pelan. Rapat tersebut telah terusik.
“Tuan, Kurir kilat telah tiba dari garnisun perbatasan kedua.”
Genghis Khan menayainya, “Ala laporannya?”
Alqi, sambil membungkuk, berkata dengan suara yang semakin pelan, “Utusan dari Chin telah tiba di garnisun perbatasan kedua dan sedang menunggu di tenda kapten mereka.”
Kahn memanggil Yelu Ahai, yang lasung datang sesuai dengan perintah. Yelu Ahai adalah satu dari dua kepala mata-mata.
“Aku baru mendengar bahwa utusan Chin telah tiba di garnisun perbatasan kedua dan sedang menunggu. Kira-kira apa tujuannya? Apa kau punya gambaran?”
Chin tidak mengirim utusan secara teratur, hanya pada kesempatan-kesempatan khusus. Chin menganggap Dataran Mongolia sebagai daerah mereka. Pada satu saat, Kaisar Chin menobatkan Wang-Khan sebagai Raja dataran Mongolia. Wang-Khan menerima gelar itu karena sang kaisar punya alasan personal dan praktis, Kini, Wang-Khan sudah meninggal dan bangsa Kerait-nya telah lenyap. Artinya, tidak ada lagi raja yang membutuhkan persetujuan dari Kaisar Chin. Hanya ada Genghis Khan, yang telah mempersatukan seisi dataran.
Yelu Ahai menjawab dengan suara pelan.
“Mungkin mereka punya kaisar baru. Kaisar Chin, Zhaozong, sudah enam bulan sakit. Tapi, saya tidak tahu siapa yang menajdi kaisar, sebab sudah lama sejak saya ke sana.”
Genghis Khan memikirkan hal ini beberapa lama, kemudian memberikan perintah kepada Alqi, yang menunggu di sebelahnya.
“Akan kutemui utusan itu. Siapkan kuda.”
Genghis Khan pun menuju ke garnisun perbatasan kedua, yang terletak kira-kira 140 kilometer di tenggara ordunya. Garnisun perbatasan kedua terdiri dari delapan ratus prajurit yang bertugas patroli di area perbatasan antara pojok tenggara dataran tersebut dan Gurun Gobi. Sang Khan didampingi Yelu Ahai, Alqi, dan sekitar tiga ratus penjaga siang. Sekitar tiga jam kemudian, mereka sampai di kamp garnisun perbatasan kedua. Ketika khan tiba di gerbang kamp, dia disambut oleh Tuge, yang merupakan kapten garnisun tersebut.
“Mana si utusan?”
Menanggapi pertanyaan ini, tuge menjawab, “mereka menunggu di tenda Tuan.”
Ketika Genghis Khan tiba di tenda, dia melihat utusan Chin bersama dua asistennya. Kira-kira dua pulluh anggota rombongan  resmi tengah menunggu di luar tenda dalam balutan seragamresmi serta tutup kepala, yang semuanya berwarna keemasan, warna resmi Cin. Pada lahan terbuka di depan tenda itu, terhamparlah karpet mereh di bawah sebuah meja segi empat pendek berwarna ungu. Di atas meja ada gulungan surat yang dibungkus kain sutra ungu. Tampaknya mereka sudah siap.
Saat Genghis Khan turun dari kudanya dan berjalan menghampiri mereka, ketiga utusan membungkuk dalam kepadanya dan salah seorang maju setengah langkah serta berakta, “Kami membawakan surat kerajaan dari Kaisar untuk Khan Mongol! Silahkan diterima, setelah membungkuk tiga kali!”
Sebenarnya, Genghis Khan harus bersujud tiga kali. Sambil menatap pria itu, sang khan berkata kepada si utusan dengan suara keras, sambil berdiri, “Langsung saja bacakan! Aku datang ke sini untuk mendengar pesan itu.”
Karena Genghis Khan menolak bersujud, sang utusan Chin tidak punya pilihan selain membuka dan membacakan surat tersebut. Yelu Ahai, berdiri di sebelah Genghis Khan, menertejemahkan pesan itu ke bahasa Mongolia, kata perkata.
Isi pesannya adalah akrena kaisar baru Chin telah naik tahta, Khan Mongol harus bersumpah setia kepadanya dan harus hadir di istana kerajaan sekali setahun.
Artinya, Genghis Khan harus berkunjung setiap awal tahun ke Zhongdu, Ibu kota Chin, untuk menunjukkan bahwa kesetiaannya belum lekang. Setelah mendengar pesan yang mrendahkan ini. Alih-alih marah, Genghis Khan justru menanyai sang utusan dengan nada santai, “Siapa kaisar barumu?”
Sang utusan menjawab sambil membungkuk, “Sang Raja, Weishao. Wanyen Youngji sekarang adalah kaisar baru.”
Genghis Khan memikirkan hal ini sebentar, lalu berkata kepada dirinya sendiri, “Raja Waishao adalah orang yang dikenal bodoh! Bagaimana bisa dia menjadi kaisar sebuah bangsa?”
Genghis Khan mendecakkan lidah. Sebenarnya, Raja Weishao dianggap tolol dan pasif oleh banyak orang.
Khan berkata kepada para utusn dengan suara lantang, “Dengarkan aku! Bangsa Mongol kini sepenuhnya merdeka! Khan Mongol tak akan pernah bersujud kepada siap pun! Beri tahu itu pada kaisar kalian!”
Genghis Khan memuntahkan kata-kata ini, lantas menunggangi kudanya. Dia menatap ke selatan sekali dan melanjutkan kudanya, Dia pun berderap pulang dan Yelu Ahai, Alqai, serta tiga ratus penjaga siang mengikutinya.
Utusan Chin tidak dapat berbuat apa=apa selain menonton Genghis Khan dan pengikutnya menghilang ke kejauhan.
Kaisar Chin, Weishao, seorang pria gemuk berusia empat puluhan, murka ketika mendengar kabar buruk itu. Saat menyadari bahwa Yelu Ahai, duta besar untuk bangsa Mongol, telah membelot, dia mengeluarkan perintah untuk menahan sekitar sepuluh anggota keluarganya di penjara. Istri dan anak-anak Yelu Ahai tetap tinggal di Zhongdu karena dia tidak diperkenankan membawa serta keluarganya atas perintah Kaisar Chin. Mereka dijadikan sandera oleh Chin.
Yelu Ahai mengetahui nasib orang-orang Khitan di Chin. Orang-orang Khitan, yang telah ditaklukkan oleh kaum Juchid dari Chin, bia berhasil dalam masyarakat mreeka, tetapi ada batasnya. Mereka selalu dijadikan waraga negara kelas dua, dan semua pekerjaan kotor serta berbahaya diserahkan kepada mereka. Karena muak dengan hal ini. Yelu Ahai diam-diam membelot ke Genghis Khan dan menjadi salah satu orang Baljuntu. Namun, dia harus membawa saudara lelaki Telu Tuka untuk dijadikan sandera Genghis Khan, secara suka rela, karena dia harus bolak-balik antara Dataran Mongolia dan Zhongdu dua hingga tiga kali per tahun dalam rangka tugas resmi. Kondisi minimal semacam itulah yang diperlukan demi meraih kepercayaan dari sang khan. Belakangan, Yelu Ahai menjadi penjaga siang. Yelu Ahai adalaha gen ganda. Genghis Khan tahu itu. Karena dia agen ganda, apakah dia punya dua pikiran juga?
Kira-kira lima belas hari setelah kunjungan utusan hin, Genghis Khan menyadari pada rapat resmi bahwa wajah Yelu Ahai tampak muram. Seusai rapat, Genghis Khan menemuinya secara pribadi.
“Jendral Yelu, kau kelihatannya tidak sehat. Apa ada masalah?”
Dia mendessah dan menjawab dengan nada putus asa, “Istri dan anak-anak saya ditahan di penjara.”
Sang Khan sepertinya kaget.
“Apa?”
Mata khan menunjukkan perpaduan rasa marah dan sedih. Tanpa berkata-kata, han semata-mata menatap mata Yelu Ahai beberapa ama, seolah-olah tercengang. Yelu Ahai terus mendesah, seakan tidak tahu bagaimana caranya menghadapi keputusannya. Genghis Khan menepuk punggungnya sebagai tanda simpati.
“Jangan terlalu dipikirkan. Kita akan mencoba segala cara untuk menyelamatakan mereka.”
Mereka pun berjalan bersaa-sama, bedampingan, sambil membicarakan rencana-rencana yang mungkin.
Pagi-pagi sekali keesokan harinya rombongan besar karavan meninggalkan Dataran Mongolia. Rombongan ini beranggotakan dua ratus orang Khitan dan Persia, semuanya memiliki fisik besar dan kuat. Mereka berkuda tanpa berhenti satu kali pun, dan tiba di teritori Onggut, di uatara Tembok Besar, siang itu. Seratus onta dan barang bawaan yang sesuai telah menanti mereka, disiapkan oleh Ala Qus, kepda suku Onggur, yang telah menerima pesa kilat. Mreka pun membawa unta dan barang bawaan tersebut, menyamar sebagai rombongan karavn betulan.
Dengan bantuan Aala Qus, mereka melintasi Tembok Besar dan bergegas ke Zhongdu. Mreeka sampai di Zhongdu empat hari setelah mereka meninggalkan dataran rendah dan kedua ratus pria tersebut sukses menginfiltrasi kota. Mereka adalah prajurit yang menjalankan misi untuk menyerang penjara yang menahan anggota keluarga Yelu Ahai serta menyelamatkan mereka. Akan tetapi, mereka tidak beruntung. Walau pun mereka bergegas dengan kecepatan maksimum, mereka terlambat satu langkah. Sehari sebelum kedatangan mereka, kesepuluh anggota keuarga Yelu Ahai dibantai di lapangan terbuka di depan penjara, di bawah ribuan pasang mata penonton, aats tuduhan menjadi anggota keluarga seorang penghianat.
Operesi penyelamatan telah disusun oleh Yelu Ahai sendiri, berdasarkan fakta bahwa penjara itu hanya dijaga oleh dua ratus prajurit dan terletak di pojok barat daya kota, yang merupakan area terpencil dan hanya sedikit dilewati orang yang lalu lalang. Setelah menyelamatkan keluarga Yelu Ahai dari penjara, mereka rencananya harus meloloskan diri dari kota sambil menyamar dengan bantuan jaringan amta-mata besar Genghis Khan di Zhongdu. Awalnya, diperkirakan bahwa peluang suskes mereka lima puluh persen.
Khan tahu bahwa sulit mencari kata-kata guna menghibur Yelu Ahai.
“Di antara mereka ada putra saya yan berusia empat tahun. Saya dengar mereka menginjak dadanya sampai dia meninggal.”
Yelu Ahai terisak-isak pedih saat dia mengatakan ini.
BESAMBUNG KE JILID II
Sepanjang, 9 Agustu 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar