Seseorang
yang dianggap terhormat oleh satu kelompok orang, bisa saja dipandang sebagai
musuh bebuyutan oleh kelompok lain
“GENGHIS KHAN :
BADAI DI TENGAH PADANG Buku II”
“BAGIAN PERTAMA”
Oleh : Sam Djang
Penterjemah : Reni Indardini
Penerbit : Penerbit Bentang (PT. Bentang
Pustaka
Tahun : 2011.
Di distribusikan oleh : Mizan Media Utama
Penyadur : Pujo Prayitno
DAFTAR - ISI
1.
Jamuka
terpilih sebagai Guru Khan
2.
Pertempuran
di Koyiten
3.
Jebe,
anak buah Baru Temujin
4.
Akhir
Riwayat
5.
Temujin
Bertemu Yesui
6.
Musuh
Baru Temujin : Altan dan Quchar
7.
Wang-Khan
Menolak Pinangan Temujin
8.
Jamuka
Balas Melawan
9.
Saran
Munglik
10.
Nadai
di Kishlik. Dua Gembala Domba
11.
Jurchedai
dan Quyilda, Dua Kesatria
12.
Pesan
Temujin Untuk Wang-Khan
13.
Orang-Orang
Baljuntu
14.
Kejatuhan
Kaum Kerait
15.
Akhir
Riwayat Wang-Khan
16.
Kibarkan
Panji-Panji Hitam
17.
Perang
Dengan Kaum Naiman
18.
Qulan,
Perempuan Penuh Pesona
19.
Akhir
Riwayat Jamuka
20.
Lahirnya
Imperium Mongol
21.
Konsolidasi
Imperium
22.
Siasat
Kelam Tab Tenggri
23.
Takluknya
Kaum Uighur
24.
Tentara
Yang Tak Terkalahkan
25.
Perpecahan
Dengan Chin
PRAKATA
Sejarah manusia dapat diselewengkan. Penyimpangan
sejarah, baik sengaja mau pun tidak sengaja, pernah terjadi pada masa lalu,
masa kini, dan barangkali akan terjadi selama-lamanya pada masa mendatang.
Alasan tepatnya beraneka ragam, tetapi satu penjelasan penting untuk hal ini
adalah karena orang cenderung berusaha memahami sejarah dari sudut pandang
sendiri. Seseorang yang dianggap terhormat oleh satu kelompok orang, bisa saja
dipandang sebagai musuh bebuyutan oleh kelompok lain; Tokoh sejarah yang
teramat berpengaruh bagi sebagian orang bisa saja dianggap tak berarti oleh
yang lain. Seseorang yang diidentifikasi sebgai pahlawan pada masa tertentu,
bisa saja dinilai berbeda pada masa selanjutnya. Begitu kita menerima bahwa
memang benar pelestarian diri dan keogoisan merupakan bagian dasar dari fitrah
manusia, akan kita sadari betapa sulit menrima fakta historis yang dapat
merusak pemahaman kita akan diri sendiri, masyarkat, dan budaya kita. Sulit
juga membuat penilaian yang adil terhadap fakta sejarah yang tidak kita
saksikan dengan mata kepala kita sendiri.
Pada suatu tahun, di periode 1990-an, saya
berkesempatan melihat pamern Genghis Khan di Musium Sejarah Nasional di Los
Angeles. Dalam pameran tersebut saya berkesempatan melihat relik sejarah,
barang peninggalan, foto, dan arsip yang berkaitan dengan Genghis Khan. Kala
mengmati Artefak dan informasi historis tersebut, saya terilhami untuk menjadi
penulis. Seketika sesudah menjalani pengalaman itu, saya mulai meneliti Genghis
Khan secara menyeluruh. Untuk merampungkan penelitian mengenai riwayat dan
garis keturunannya, saya butuh delapan tahun. Dalam periode penelitian
tersebut, saya bepergian berkali-kali ke Mongolia, Rusia, Cin, dan
negara-negara terkait. Penelitian saya di negara-negara itu mengarahkan saya
untuk membaca ratusan artikel, buku terkait, dan mewawancarai banyak orang di
Mongolia, termasuk cendekiawan serta dosen. Setelah emncurahkan semua waktu dan
upaya tersebut, saya akhirnya berkesimpulan sama seperti sejarawan Amerika,
Owen Lattimore. Bertahun-tahun lalu dia telah menyatakan bahwa, “Penakluk terhebat dalam sejarah
adalah Genghis Khan.”
Menurut saya, riwayat Genghis Khan telah diselewengkan,
diremehkan, serta dikecilkan artinya dengan banyak cara. Dalam sebagian tuduhan
tak berdasar, dia dinyatakan sebagai “Sang Pemusnah”, “Penghancur peradaban”,
atau “Biang Perang”. Siapa saja yang meninjau riwayat Genghis Khan secara
seksama, niscaya akan menemukan bahwa tak satu pun paparan tersebut akurat. Bagaimana
mungkin pria ini dinilai secara negatif oleh banyak orang? Salah satu
penjelasan adalah karena sebagaian besar riwayatnya yang tercatat ditulis oleh
musuh-musuhnya. Di banyak bagian dunia, menyebut namanya sekali pun masih
dianggap tabu karena berbagai alasan palsu. Ketika kita bandingkan semua
penakluk hebat berikut imperium mereka pada masa lalu, Genghis Khan dam
Imperium Mongolnya sungguh menonjol> Dia merupakan salah seorang Kaisar yang
paling agung dan tak ada bangsa lain, kecuali Imperium Mongolnya, yang
berpengaruh sedemikian besar di dunia. Dia lah satu-satunya pemenang sejati
yang berhasil pada akhirnya.
Ukuran wilayah yang dia taklukkan sepanjang masa
hidupnya 2,2 kali lebih besar daripada wilayah
Taklukan Alexander Agung; 6,7 kali lebih besar daripada wilayah taklukan
Napoleon Bonaparte; dan 4 kali lebih besar daripada Kekaisaran Romawi. Selain
itu Imperium Mongol, yang belakangan terus diperluas oleh penerusnya, merupakan
Imperium terbesar dalam sejarah hingga 35.624.550 kilometer persegi (Luas
wilayah taklukan potensial adalah 37.538.315 kilometer persegi), sedangkan
Imperium Britani pada abad ke 19 menempati posisi kedua dari segi ukuran,
dengan luas 33.122.532 kilometer persegi.
Kerajaan Alexander Agung dicabik-cabik oleh para
panglimanya setelah kematiannya, Napoleon diasingkan ke Pulau St. Helena
setelah kalah dalam pertempuran di Waterloo, dan kejayaan Hitler tidak bertahan
lebih dari tiga tahun. Imperium Mongol terus tumbuh sesudah amsa kekuasaan Genghis
Khan karena kuatnya imperium yang dia bangun.
Kehebatan Imperium Mongol direpresentasikan oleh
keberhasilan mereka membuka perdagangan antara Timur dan Barat. Barang-barang
paling berarti dan paling berpengaruh dalam peradaban manusia misalnya kertas,
bubuk mesiu, dan kompas dialihkan dari Timur ke Barat. Konsep-konsep penting
yang ditransfer dari Barat ke Timur, antaralaina dalah angka Arab, konsep
matematika, astronomi, serta teknik manufaktur kaca. Kunjugnan Marco Polo ke
Kota Dadu (Beijing) yang menandai titik balik dalam sejarah Barat, dilangsungkan
apda masa Kubilai Khan, masa keemasan imperium Mongol. Biar bagaimana pun, palayaran Christopher Colombus
yang memperkenalkan eksistensi Benua Amerika kepada orang –orang Eropa,
berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan perjalanan Marco Polo.
Sebelum Imperium Mongol lahir, sangatlah tidak
aman bepergian daari Semenanjung Italia ke Kota Dadu (Beijing) di Cina dalam
kelompok kecil. Sebagaimana yang acap kali dilakukan oleh Marco Polo, ayah dan
pamannya.
Buku ini ditulis dalam bentuk Novel sejarah. Akan
tetapi, sembilan puluh persen isinya berdasarkan kisah nyata yang masuk akal.
Satu-satunya elemen fiktif adalah pada bagian yang tidak diceritakan sejarah,
terutama daam amsa awal kehidupan Genghis Khan. Saya tulus berharap semoga para
pembaca buku ini tidak menilai atau mengukur Genghis Khan berdasarkan standar
modern kita. Jika demikian, dia bisa saja semakin salah dipahami. Terima kasih
banyak karena sudah membaca.
1.
JEMUKA TERPILIH SEBAGAI GURU KHAN
Iklim
Politik di Dataran Mognolia sederhana saja. Jika salah satu suku atau kelompok
menjadi semakin besar dan luar biasa kuat, semua kelompok lain akan bergabung
untuk melawan dan akhirnya memecah belah mereka. Semua suku dan klan di Dataran
Mongolia sudah pernha bersekutu sebagai kawan dan, pada saat lain, berhadap-hadapan
sebagai musuh. Suku-suku- tersebut senantiasa menata ualng komposisi mereka.
Banyak motif yang mendasari hal ini,
tetapi yang utama karena kepala suku yang picik, atau pemimpin masing-masing
suku serta klan, tidak menghendaki persatuan di Dataran Moongolia. Mereka
menikmati kemandirian mereka. Yang paling mereka takutkan adalah munculnya
seseorang yang kuat, yang mungkin saja menaklukkan mereka semua.
Jika
mereka membangun hubungan persahabatan, hubungan tersebut hanya akan bertahan
selama menguntungkan bagi kedua belah pihak. Jika pandangan politik mereka
menjadi antagonistik, putus pulalah persahabatan meraka pada saat bersamaan.
Hal ini diterima secara luas sebagai sesuatu yan wajar dan lumrah. Oleh karena
itu lah, konflik di antara mereka tidak pernah usai dan jelas takkan
berkesduahan, kecuali seseorang berkuasa tak terkira mengambil alih dan
mendirikan peresekutuan atau koalisi besar dan memilih khan para khan, tetapi
kekuasaannya terbatas pada persekutuan atau koalisi tersebut bisa runtuh dalam
semalam laksana istana pasir.
Jemuka,
dari kaum Jadarat, buknlah satu-satunya yang meresahkan meunculnya kekuatan
gabungan Temujin dan Wang-Khan, yang menghancurkan setengah kaum Tartar,
menaklukan klan Jurkin, dam meluluh lantakan kaum Taichut yang hebat serta serta Buyiruk sang kepala suku Naiman.
Pencapai Temujin – kemenangan beruntun dan pertempuran destruktif, yang tidak
pernah mereka saksikan sebelumnya – menyebabkan kehebohan di sepenjuru dataran
rendah tersebut.
Mereka
berkumpull di sekitar Jamuka sambil berkata, “Jamuka-lah satu-satunya yang bisa
mmengekang Temujin.”\Wajar saja semua orang berpaling kepada Jamuka, yang
diyakini sebagai ahli strategi terhebat pada generasinya, dan satu-satuya yang
pernah mengalahkan Temujin sert menjerumusksannya ke dalam derita tak terperi.
Beberapa
waktu berselang, Jamuka mengizinkan Achu Bagatur dan Qodun Orchang dari kaum
Taichut menemuinya. Mereka memohon agar diterima. Keduanya mendatangi Jamukka,
hanya disertai segelintir prajurit. Ketika mendengar bahwa Temujin telah
meluluhlantakkan kaumTaichut, Jamuka amat menyesal karena tidak mengejar pria
itu sampai ke ujung dalan Baljut.
Sambil
memandangi kedua pria yang berlutut dan memohon agar diterima, Jamuka
merenungkan apakah dia akan menerima mereka ata memenggal kepada mereka dan
mengirimnya kepada Temujin dalam rangka rekonsilidasi. Jamuka mengenal baik Temujin, sama seperti Temujin mengenal
Jamuka. Tujuan akhir mereka adalah mempersatukan dataran Mongolia. Kecuali
salah satu dari merekamelepaskan cita-citanya, perselisihan mereka takkan
terelakkan. Mereka mungkin takkan bisa
hdip bersama di bawah satu langit. Sesudah mencapai kesimpulan ini,
Jamukamemutuskan untuk menerima Achu Bagatur dan Qodun Orchang. Dia tahu mereka
adalah pendekar yang luar baisa.
“Mulai
sat ini, lakukan yang terbaik untuk mencari dan mengumpulkan orang-orang
Taichut yang terpencar-pencar beserta mantan kaum bawahan mereka.”
Belakangan,
Achu dan Qodun Orchang mengumpulkan sekitar empat ribu orang Taichut dan
orang-orang yang menyertai mereka seeblumnya. Jamukka memasukkan mereka ke
pasukan regulernya.
Jamuka
amemutuskan untuk mengenyahkan Tmujin sebelum terlambat. Langkah pertamanya
adalah mengumpulkan emua kekuatan atau kelompok anti-Temujin dan membuat
persekutuan baru. Manuver tersebut merupakan bagian dari rencana awalnya. Baik
Temujin maupun Jamuka menyadari bahwa mereka membutuhkan kekuatan untuk
bersatu, tetapi mereka masing-masing berbeda pendapat mengenai sumber kekuatan
ini. Menurut Temujin, kekuatan
tersebut terutama bersumber dari para
karachu, rakyat jelata Mongol. Yang merupakan mayoritas warga dan orang bebas,
meskipun mereka tidak diperkenankan turut serta dalam pengambilan keputusan.
Di
sisi lain, Jamuka meyakini bahwa sumber kekuatan berasal dari kelompok elite
dan para aristokrat. Dia acap kali berkata, “Para karachu ibarat ternak. Kuda
dipakai untuk kendaraan dan domba dimanfaatkan woolnya. Mereka bisa dibentuk
sesuka kita. Mereka sudah puas jikalau hanya idberi daging dan wanita. Mreka
tidak menginginkan apa-apa lagi dan merka semata-mata ingin dipimpin seseorang.
Mereka bukan pembuat sejarah. Bergitulah kehendak Tuhan..”
Pertama-tama
jamuamengirim kurir kesemua kepala suku dan pemimpin kelompok yang kemungkinan
besar bergabung dengannya dan persekutuannya. Mereka, yaitu Baqu Chorogi dari
kaum Qadagin, Chigidai dari kaum Saljiud, Qajiun Beki dari kaum Dorben, Jalin
Buka dari kaum Tartar Alchi, Tuge Maka dari kaum Ikires, Chanak dan Chakaan
dari kaum Merkid. Quduka Beki dari kaum Oyorad, orang-orang Naiman, dan bahkan
kaum Onggirad, yang merupakan suku asal istri Temujin.
Setelah
mereima kurur Jamuka, orang-orag Onggirad berangkat dengn nada tinggi. Kepaal
suku Olqunuud, subklan kaum Onggirad, yang juga amerupakan mertua Temujin, Dey
Sechen, dan putranya Alchi, menentang persekutuan dengan Jamuka.
Namun,
mayoritas kepala klan lain takut akan kekuatan Jamuka. Ala Qus, pembuat
keputusan akhir di antara orang-orang Onggirad, berkomentar setelah
mendengarkan semua opini yang dipaparkan.
“Temujin
takkan pernah mengalahkan Jamuka. Di masa lalu, dia sudah sekali dikalahkan
oleh Jamuka. Kita sebaiknya tidak menyinggung
Jamuka, yang akan menjadi pria terkuat di dataran ini. Sebaliknya kita
pilih jalan yang lebih aman.
Kaum
Onggirad memutuskan untuk bergabung dengan Jamuka dan memberitahukannya.
#
<> Musim semi berikutnya, semua kepala suku dan pemimpin kelompok yang
bersedia ikut serta dalam rencana Jamuka berkumpul bersama pasukan
masing-masing di tepi Kali Hijau Ake Nuke, sebuah cabang dari Sungai Ergune,
yang terletak di kawasan timur laut Dataran Mongolia. Ini adalah pertemuan
terbesar yang pernah disaksikan di
Dataran Mongolia. Pada padang di dekat Kali Hijau Ake Nuke, telah di dirikan
tenda militer yangtak terhitunjumlahnya, dan terdapat pula kerumunan besar
prajurit dan kuda. Jamukaduduk beserta perwakilan semua suku dan kelompok dalam
tenda besar yang telah didirikan sebagai markas besar sementara, di dekat kali
kecil yang mengalir dari lembah di gunung berhutan pinus lebat dekat sana. Ini
merupakan rapat umum pertama persekutuan tersebut, yang dihadiri hampir semua
suku dan kelompok, sebuah pertemuan yang sudah di impi-impikan oleh Jamuka.
Setelah
menginformasi kehadiran semua perwakilan, yang totalnya kira-kira dua ratus
orang, Jamuka berdiri dan mulai berbicara.
“Kuucapkan
selamat datang kepada kalian semua, sebagai salah sastu partisipan. Terima
kasih banyak atas kedatngan kalian. Kita berada di sini dengan satu pikiran dan
satu hati. Kini, kita tengah menalami dan menghadapi kehancuran. Tatanan stabil
negeri ini dan koeksistensi damai kita telah terusik dan terancam akibat munculnnya pengacau baru.
Mereka telah menunjukkan kepada kita, betapa ekstrimnya sifat destruktif dan
kebrutalan mereka. Hal semacam itu tak pernah kita alami sebelumnya. Mereka
yang dimaksud adalah kekuatan gabungan Wang Khan dan Temujin. Kita harus
menghentikan mereka. Kita harus smelindungi diri, juga tradisi kita. Ada banyak
saksi mata di sini yan telah melihat dan mengalami hal tersebut. Mari kita
luangkan waktu untuk mendengar pengalaman mereka.”
Setelah
Jamuka, Jalin Bukadari kaum Tartar berdiri dan berbicara. “Toghrul dan Temujin
menyerang saudara-saudaraku. Berdasarkan adar istiadat kita, kaum nomaden tabu
hukumnya membawa-bawa kekuatan asing. Mereka telah melanggar hukum tersebut.
Mreka membunuh Megujin yang sudah seperti saudara kandungku. Sebagai
imbalannya, Toghrul dengan senang hati menerima gelar Wang, yang diberikan oleh orang-orang Juchid. Aku
tidak sudai menyebutnya Wang Khan. Mereka berkhianat terhadap seluruh kaum
nomaden.”
Setelah
jalin buka berkomentar, kali ini Achu Bagatur dari Kaum Taichut bangkit dan
berbicara, “Kekejaman dan kejahatan Temujin sungguh tak terkatakan.
Diamenghabisi kaumku, orang-orang Taichut. Dia bahkan membunuh anak lak-laki
berusia enam dan tujuh tahun. Memang benar bahwa di antara sesama kita terdapat
konflik tak berkesudahan, tetapi kita tak pernah menyaksikan genosida seperti
ini sebelumnya. Kitaharus menyingkirkan mereka.”
Setelah
Achu berkomentar, Jamuka berdiri sambil menyunggingkan senyum puas di wajahnya da
berkata, “Menurutku paparan tadi sudah cukup. Kita tidak punya waktu seharian
untuk membicarakan kejahatan mereka. Sekarang kita harus membicarakan agenda
terpenting hari ini. Kita berkumpul di sini dengan ide muluk. Kita membutuhakn
pemimpin, layaknya kita memerlukan matahari di langit atau kepala keluarga di
setiap rumah tangga. Kupersilahkan kalian untuk secara jujur merekomendasikan
siap pun yang menurut kalian paling tepat untuk tugas tersebut.”
Saat
Jamuka duduk setelah mengakhiri kata-kata tersebut, Qodun Orchang, yang telah
menjadi salah satu antek Jamuka, berdiri dan berujar, “Kurekomendasikan Jamuka
Sechen sebagai pemimpin kita, yang kupercaya merupakan ahi strategi terbaik
pada genersi kita dan pelindung tradisi kit.”
Semuanya
direncanakan, diselenggarakan, dan diatur oleh Jamuka, jadi tidak ada lagi
orang lain yang dapat direkomendasikan. Mereka memilih Jamuka sebagai pemimpin
mereka dengan suara bulat. Jamuka berdiri lagi sambil menyunggingkan senyum
lebar di wajahnya.
“Terima
kasih banyak karena sudah memilihku. Aku tahu betapapentingnya posisi ini. Aku
akan berbuat yang terbaik. Tugas pertama yang harus kita laksanakan adalah
menghnacncurkan kekuatan Wang Khan – Temujin, sesegera mungkin. Akan kita susun
rencana terperinci dalam waktu beberapa hari kedepan.”
Keesokan
paginya, saat fajar, mereka semua berkumpul di cekungan sungai berbentuk segi
tiga, berupa sebuah pulau yang dibentuk oleh dua sungai, Ergune dan Ken, pada
titik pertemuannya. Selagi berada di sana, mereka menyelenggarakan upacara
pelantikan Jamuka sebagai pemimpin. Mereka memberinya gelar “Guru Khan” yang
berati Khan dari para Khan. Pada saat itu, terkabullah cita-cita yang sudah di
dambakan Jamuka seumur hidup.
Altar
seremonial diletakkan di ujung utara cekungan sungai segitiga itu dan, di
bawahnya semua kepala Suku serta pemimpin kelompok, beserta prajurit pilihan
yang memegangi panji-panji mereka, berbaris teratur. Quduka Beki, kepala suku
Oyirad sekaligus seorang dukun, menjadi pemimpin upacara. Setelah berdoa kepada
langit dan bumi, Quduka Beki memberkati Jamuka. Seekor kuda jantan putih dan
seekor betina putih di tuntun ke depan altar oleh sejumlah pembawa kapak dan
penjagal. Para pembawa kapak dan penjagal memotong kepala kedua kuda itu,
sesuai dengan perintah Quduka Beki. Jamuka dan semua Kepala suku serta pemimpin
kelompok lantas bersumpah setia kepada langit dan bumi :
Wahai
Dewa-Dewa Langit dan bumi.
Dengarkanlah
sumpah setia kami
Jika
kami melanggar sumpah
Sehingga
membahayakan persekutuan ini
Biarkanlah
kami menderita dan berdarah
Layaknya
hewan-hewan ini.
Jamuka,
kini bergelar Guru Khan, mulai mengambil langkah guna menyerang Wang-Khan dan
Temujin.
2.
PERTEMPURAN DI KOYITEN
Temujin
menempatkan diri di dataran rendah di bawah gunung Kurelku, yang merupakan
markasnya. Pada suatu siang seorang pria berkuda ke Ordu Temujin laksana angin.
Para prajurit Temujin yang bertugas jaga amelihat pria berkuda yang tengah mendekat itu. Sambil
menunggangi kuda mereka, dipersenjatai tombak dan pedang sabit, para prajurit
berangkat untuk menghentikan pria tersebut.
Si
orang asing mulai berteriak, sementara kudanya terus berlari, “Pesan urgen
untuk Temujin Khan.”
Pria
itu, yang berhenti di hadapan para prajurit jaga, bersimbah keringat dan
berlumur debu. Dia sepertinya berasal dari tempat yang jauh. Sebenarnya, dia
sudah melajukan kudanya sejauh kira-kira delapan ratus kilometer. Manusia serta
kuda sama-sama terengah-engah dan kudanya bergerak-gerak terus, seolah-olah
tidak bisa diam karena bergairah.
Si
orang asing terus berteriak, kehabisan nafas, “Aku Qoridai dari kaum Gorolas,
Bawa aku ke hdadapan Temujin Khan.
Para
Prajurit jaga membawanya ke tenda Khan, mengawalnya di depan dan dibelakang.
Saat menerima laporan tersebut, Temujin mempersilahkan pria itu masuk. Qoridai
pun menghaturkan laporannya di depan Temujin.
“Jamuka
telah terpilih sebagai Guru Khan. Jamuka dan pasukan sekutunya sudah memulai
mars untuk menyerang Anda.”
Qoridai
adalah orang Temujin, seorang mata-mata dalam suku Gorolas. Temujin saar
sepenuhnya akan arti penting spionase dan pengumpulan informasi, dan dia
memnafaatkan hal tersebut semaksimal mungkin. Kaum Gorolas adalah sekutu
Jamuka. Masyarakat adalah entitas yang rumit dan terjalin berkelindan dengan
banya elemen yang berlainan. Oleh sebab itu, ada saja orang yang tidak senang
dengan masyarakatnya sendiri, sekalipun masyarakat tersebut hampir sempurna.
Mata-mata Temujin ditempatkan dalam hampir semua suku di Dataran Mongolia.
“Dalam
amsyarakat feodal yang ekstrem, sekeping informasi bisa menyelamtkan nya satu
orang dan seisi suku.”
Temujin
acap kali mengucapkan hal ini.
Temujin
tahu benar akan pergerakan Jamuka, berkat jaringan mata-matanya. Temujin
mempersilahkan Qoridai duduk dan memerintahkan pelayannya di dekat sana agar
membawakan secangkir susu segar.
Temujin
bertanya, “Sebesar apa apsukannya dan dari mana mereka datang?”
Sambil
menyesap susu, Qoridai menjawab pelan, “Saya tidak tahu jumlah persisinya.
Menurut perkiraan saya, jumlahnya kurang lebih 50.000. Mereka bergerak ke sisi
utara Danau Quelen.
Temujin
mengangguk. Temujin memerintahkan pelayannya agar memeberi Qoridai makanan dan
minuman, air untuk membasuh tubuh, serta tempat menginap.
Dia
berkata kepada Qoriadi, “Hari ini, istirahatlah yang cukup. Setelah operasi
militer ini, kau akan jadi pria berjasa nomor satu.”
Teemujin
tidak pernah setengah-setengah dalam mengejar musuhnya sampai ke ujung dunia
dan mencerabutnya. Analog dengan hal itu, dia juga tidak pernah
setengah-setengah dalam memberikan imbalan bagi seseorang yang dianggap berjasa
besar.
ooOOoo
Bunyi
sangkakala besar, mengabarkan situasi mendesak yang akan datang, berkumandang
di Ordu Temujin.
Pada
saat bersamaan, Temujin mengutus pembawa pesan ke ordu Wang-Khan di Hutan
Hitam, Saat menerima pesan urgen Temujin, Wang-khan memobilisasi pasukannya
secepatnya dan bergabung dengan Temujin. Temujin mendiskusikan taktik dan
strategi dengan Wang-Khan sambil menelaah peta.
Wang-Khan
bertanya kepada Temujin dengan raut muka khawatir, “Cara apa yang terbaik untuk
mengalahkan mereka?”
Temujin
menjawabnya seperti ini :
“Dua
poin kunci dalam operasi ini adalah waktu dan perbekalan. Kita harus
mengulur-ulur waktu. Taktik mengulur-ulur waktu pasti berhasil dalam operasi
ini.”
Temujin
menjelaskan sambil menunjuk peta, “Pasukan aliansi Jamuka bergerak dari sungai
Ergune. Mereka berupa pasukan gabungan yang berasa dari berbagai macam daerah.
Banyak di antara mereka yang jauh dari kampung halamannya. Perbekalan akan jadi
titik terlemah atau masalah terbesar mereka. Kita harus menunda pertempuran
penentuan sampai persediaan makanan mereka menipis. Lokasi terbaik untuk taktik
mengulur watku adalah di sini.”
Sambil
mengucapkan ini, Temujin menunjuk ke tiga lahan tinggi yang terletak kira-kira
130 km di sebelah barat – barat laut Danau Quelen. Ketiganya, yaitu Gunung
Chiqurqu, Gunung Chekcher, dan bukit
Enegen.
“Mereka
akan melintasi tiga lahan tinggi ini. Kita harus mengugasai ketiganya sebelum
mereka melintas. Jika tidak, akan sulit.”
Wang-Khan
mengangguk. Temujin mengutus Altan, Quchar, dan pamannya Daritai, amsing-masing
dengan 2.000 prajurit berkuda, sebagai pasukan baris depan, untuk merebut
ketiga lahan tinggi tersebut. Wang-Khan juga mengirim pasukan baris depannya,
yang dipimpin Nilka Sanggum, Jagambu, dan Bilge Beki, untuk menyokong pasukan
Temujin.
Temujin
menjelaskan kepada pasukan baris depannya, dengan nada luar dan tinggi, betapa
pentingnya misi mereka.
“Poin
kunci untuk kemenangan dalam operasi ini adalah ketiga lahan tinggi tersebut.
Kemenangan bergantung pada siapakah yang lebih dulu merebut ketiga lahan tinggi
itu. Jangan lupakan kata-kataku! Bergegaslah ke tempat itu dengan kecepatan
maksimum. Kuasai ketiganya sebelum mereka! Ketika kalian bertemu musuh, cobalah
untuk tidak bertarung melawan mereka sampai pasukan utama kita tiba.”
Baris
depan Temujin sukse mengabil alih ketiga lahan tinggi itu. Mereka berderap
dengan kecepatan penuh tanpa berhenti barang satu kali pun dan tiba di sana
sebelum baris depan Jamuka. Beberapa saat kemudian, bars depan Wang-Khan sampai dan mereka pun berusaha menemukan
tempat berkemah. Pada saat ini, bunyi peringatan berupa tiupan sangkakala
terdengar dan para prajurit yang
diposisikan di puncak Gunung Chiqurqu. Altan, Quchar. Jagambu, dan Nilka
Senggum membahas cara untuk menangani situasi tersebut.
Jagambu
berkata, “Temujin Khan mengatakan bahwa kita tidka boleh bertempur sampai
pasukan utama tiba.”
Mereka
lantas membiarkan para prajurit berteriak kepada musuh.
“Sesudah
hampir gelap! Mari bertempur besok!”
Musuh
yang mendekat adalah baris depan Jamuka, yang dikomandani oleh empat orang,
yaitu Achu, Qodun Orchang, dan putra Toktoa Beki, Qutu serta Quduka Beki.
Mereka terkejut karena tidak menduga-duga pasukan Wang-Khan dan Temujin akan
ada di sana. Mereka juga memutuskan untuk menunggu sampai pasukan utama Jamuka
tiba. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa ini adalah moment penentuan
dalam pertempuran yang akan menentukan siapakah yang terkuat di Fataran
Mongolia.
Temujin
girang saat mendengar kabar tersebut ketika dia sampai larut malam itu bersma
Wang-Khan dan pasukan utamanya. Di sisi lain, Jamuka patah arang. Dia tak
pernah menduga bahwa pasukan Tamujin dan Wang-Khan akan bergerak secepat itu.
Selama
kira-kira sebulan sejak saat itu, pertempuran sengit terus berlanjut di lahan
tinggi tersebut. Siapa pun yang menguasai lahan tinggi memperoleh keuntungan
luar biasa atas pihak yang berada di bawah kaki mereka, sebab mereka dapat
melihat setiap pergerakan musuh di bawah. Sebaliknya, pihak di bawah tidak bisa
melihat apa yang terjadi di atas bukit. Panah yang ditembakkan dari lahan tinggi
lebih deskruktif daripada panah yang ditembakkan dari dataran rendah ke atas
bukit tinggi.
Pasukan
aliansi Jamuka beranggotakan sekitar 50.000 orang, sedangkan Temujin dan
Wang-Khan berjumah kira-kira 40.000. Jumlah makanan yang dikonsumsi ke 50.000 anak
buah Jamuka sangatlah banyak. Kaum Nomaden baisanya bergerak bersama anggota
keluarga dan ternak mereka ketika pergi berperang.
Namun,
ada juga pengecualian, misalnya saat mereka harus bergerak cepat, atau ketika
pergerakan besar-besaran berpotensi menimbulkan resiko keamanan yang tidak
perlu. Pasukan Temujin dan Wang-Khan tidak kesulitan mengatur jalur distribusi
perbekalan mereka, berbeda halnya dengan kaum Oyirad dan Kerkid di apsukan
aliansi. Kampung halaman mereka terletak di utara dan selatan Danau Baikal,
yang letaknya terlalu jauh dari medan tempur. Selain itu, terlalu banyak
pegunungan tinggi terjal di antara akedua tempat tersebut. Maka dari itu,
mustahil mendapatkan perbekalan tambahan.
Disharmoni
mulai melanda mereka. Keluhan terbesar berasal dari orang-orang Oyirad dan
Merkid. Mereka sama sekali tidak senang dengan rencana awal mengenai suplai
makanan. Yang membuat keadaan semakin buruk, suku-suku lain yang punya cukup
makanan menolak berbagi dengan mereka. Jamuka mengeluarkan perbekalan makanan
darurat, tetapi itu ada batasnya.
Quduka
Beki, kepala suku Oyirad, mengusulkan jada. Jada, artinya semacam sihir untuk
mendatangkan hujan, angin ribut, atau badai yang menguntung mereka di medan
tempur, dipanggil lewat mantra atau dengan cara menata batu-batu yang dipercaya
amemiliki kekuatan magis. Quduka Beki adalah seorang dukun. Samuka, Quduka Beki
melakukan hal yang ingin diperbuatnya.
Karena
tidak ada yang terjadi, dia berpaling kepada pasukannya dan berteriak, “Langit
tidak memihak pasukan aliansi! Kita kembali saja!”
Lantaran
murka, Jamuka menghunus pedangnya untuk memenggal kepala Quduka Beki. Pada saat
ini, Jalin Buka, yang berdiri di sebelah Jamuka, memegangi tangannya dan
menghentikannya, “Jangan! Jika kita berkelahi sendiri di sini, kita semua akan
mati!”.
Waktunya
tepat bagi Temujin. Setelah melihat ketidak harmonisan mereka, Temujin
meluncurkan serangan besar-besaran.
Pasukan
aliansi, yang dilanda disharmoni antar suku dan tidak jelas alur komandonya,
hancur binasa. Pretempuran tejadi di Koyiten, di dekat Gunung Chiqurqu. Mayat
prajurit aliansi bertebaran di padang luas. Para kepala suku yang kalah,
beserta prajurit mereka yang tersisa, berpencar ke segala arah. Itulah akhir
dari masa kekuasaan Jamuka yang pendek dan momone ketika impiannya hancur
berantakan. Saat itu 1201 M, Tahun Ayam.
3.
JEBE, ANAK BUAH BARU TEMUJIN
Para prajuri dari kelompok aliansi yang takluk
berlarian ke kampung halaman masing-masing, dipimpin oleh kepala suku atau
pemimpin mereka. Wang-Khan mengejar Jamuka. Setelah kehilangan lebih dari
setengah pasukannya, Jamuka menyusuri Sungai Ergune untuk mencoba melarikan
diri. Saat para prajurit Wang-Khan semakin dekat, Jamuka dan prajuritnya kabur
ke hutan di gunung dekat sana. Ke 25.000 prajurit Wang-Khan mengepung gunung itu.
Setelah melawan selama lima hari, Jamuka akhirnya tunduk, turun gunung dan
menyerahkan diri.
Sementara
itu, Temujin melacak jejak kedua orang Taichut, Achu Bagatur dan Qodun Orchang.
Mereka menempuh rute sepanjang sungai Onon. Akhirnya pasukan Temujin berhasil
menyusul mereka dan mendaratkan pukulan terakhir. Kepala Achu dipenggal oleh
pedang sabit Bogorchu dan pinggal Qodun Orchang ditombak oleh Mukali. Prajurit
Temujin lantas memenggal Qodun Orchang yang terjatuh. Dengan cara inilah,
sisa-sisa kaum Taichut dibinasakan. Mayat orang-orang Taichut terhampar di
bantaran sungai Onon dan pada padang di dekat sana. Ribuan gagak, terpikat oleh
bau darah manusia, menutupi langit sembari menghasilkan suara yang memekakan.
Saat itu sudah petang dan senja hampir tiba.
Pagi-pagi
sekali keesokan harinya, Temujin membariskan para serdadunya. Mereka telah
mendirikan perkemahan tidak jauh dari medan tempur. Temujin sedang menginspeksi
pasukan, yang dibariskan secara teratur dengan panji-panji di depan mereka.
Kasar, Bogorchu, dan Jelme mengikutinya. Matahari terbit memancarkan cahaya
paginya yang kuat ke sekujur tubuh mereka. Pada saat ini, tiba-tiba saja, bunyi
panah yang berdesing tertangkap oleh gendang telinga Temujin. Secara reflek,
dia pun menundukkan kepala. Berikutnya, disertai bunyi berdebum, sebuah anak
panah tertancap dalam-dalam di sebelah kiri tengah leher kduanya. Setelah
diserang, kudanya mendompak, meringkik, kemudia
jatuh ke samping. Temujin ikut jatuh bersama kudanya. Hal tersebut
menimbulkan kegemparan di antara para prajuritnya.
Kasar,
Bogorchum dan Jelme, yang ikut serta dalam inspeksi, turun dari kuda mereka dan
menutupi Temujin dengan tubuh mereka untuk melindunginya, Kalau-kalau terjadi
serangan kedua.
Beberapa
lama kemudian, Bogorchu dan Jelme membantu Temujin bangun dan bertanya, “Tuan,
apa Anda baik-baik saja?”
Temujin
menjawab sambil mengebuti dirinya, “Kurasa aku baik-baik saja.”
Kasar
dan beberapa lusin prajurit berkuda melesat ke hutan pinus di bukit dekat sana.
Dari tempat itulah, anak panah berasal.
Temujin
berteriak kepada mereka, “Aku menginginkan dia hidup-hidup!”
Kuda
Temujin terus meringkik karena kesakitan, dan lukanya terus mengucurkan darah.
Anehnya, hewan itu tidak bisa menggerakkan kaki belakangnya sama sekali, atau
pun bagian tubuhnya yang lain.
Kuda
itu bernama Qula, dan ia adalah kuda tunggangan yang bagus. Badannya diselimuti
bulu mulus keemasan yang berkilau, sedangkan moncongnya putih dan surai serta
ekornya hitam legam. Qula luar biasa cepat dan gigih. Jarak dan kecapatan yang
bisa ditempuhnya dua kali lipat dibandingkan dengan kuda lain. Ia adalah kuda
yang paling disayang Temujin. Dengannya pulalah, Temujin menghabiskan paling
banyak waktu di medan tempur.
Temujin
memanggil dokter hewan militer spesialis kuda. Qaraldai, dokter hewan militer
sekaligus pembiak kuda, memeriksa luka dan menggelengkan kepala.
“Tuan,
kabar buruk! Lehernya patah. Ia tak bisa menggerakkan anggota badannya di bawah
leher.”
Temujin
memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam. Dia bertumpu pada satu lutut dan
berkata sambil mengelus kepada si kuda, “Terima kasih banyak Qula. Kau sudah
banyak membantuku.”
Binatang
itu terus menjerit kesakitan. Sambil berdiri eplan-pelan, Temujin berkata
kepada anak buahnya dengan ekspresi sedih, “Bebaskan dia dari rasa sakit.”
Pada
saat ini, si tersangka penembak gelap, dengan tangan terikat di belakang
punggung diseret ke hadapan Temujin oleh Kasar dan ara Prajuritnya. Temujin
memperhatikannya baik-baik. Meskipun tubuhnya tinggi, dia kelihatannya masih
muda, kira-kira empatbelas atau lima belas tahun.
Temujin
berkata kepada Kasar, “Akan kutanyai dia sendiri. Bawa di ke hadapanku.”
Temujin
menanyai pemuda itu di bawah awning, yaitu tenda terbuka yang semua sisinya
digulung ke atas,. Temujin memandang pemuda itu lekat-lekat selagi dia berlutut
dengan kedua tangan terikat di belakangnya.
“apa
alasannya membunuhku, sementara semua rekanmu sesama prajurit sudah meninggal
di medan tempur layaknya lelaki sejati?”
Si
penembak gelap mengangkat kepala dan menjawab dengan suara jernih, sambil
menatap lurus ke arah Temujin, “Aku ingin menuntaskan misiku!”
Temuji
menanyai pemuda itu sambil memandang matanya, “Apa misimu?”
Dia
menjawab tanpa keraguan, “Membunuh Temujin Khan.”
Para
sta di sekitar kursi Temujin nampaknya frustasi dan terusik oleh jawaban lugas
si pemuda. Mereka slaing pandang, Pemuda itu sepertinya tak kenal takut, walau
pun dia akan kehilangan kepalanya beberapa saat lagi.
Temujin
mengamatinya abeberapa lama, kemudian menanyainya dengan suara pelan dan
lembut, “Berapa usiamu?”
“Empat
belas.”
“Tidakkah
kau takut akan kematian?”
Si
Pemuda menjawab dengan suara jernih, :Aku takut pada kematian, sama seperti
orang lain. Namun, ada sesuatu yang lebih ku takuti daripada kematian.”pa
yajikanku dibunuh oleh prajurit Temujin. Jadi, menurutku membunuh Temujin
adalah tanggun jawabku.”
Lagi-lagi
terjadi kegemparan di antara staf Temujin. Temujin bertanya dengan suara
lembut, “Siapa majikanmu?”
“Majikanku
Todogen Girte.”
“Apa
kau orang Taichu?”
“Bukan,
orang tuaku kaum Besut.”
Kaum
besut adalah orang-orang bawahan kaum Taichut. Dahulu, kaum Taichut mengalahkan
orang-orang Besut dan memperbudak mereka. Anggota suku yang diperbudak kemudian
mengurus ternak majikan mereka dan menyingsingkan lengan baju untuk melakukan
pekerjaan rumah tangga serta semua pekerjaan kotor dan kasar lainya. Selain
itu, pada masa perang, kaum yang diperbudak harus bertarung untuk mereka
sebagai bagian dari pasukan mereka. Pada saat itu, di Dataran Mongolia, para
budak merupakan kelompok orang terendah dalam struktur sosial. Para budak
tersebut tidak memiliki kebebasan.
Temujin
menanyainya sambil menatap tepat ke matanya, “Apa kau tahu bahwa orang tuamu adalah budak kaum Taichut?”
Si
pemuda menjawab sambil menghindari pandangan mata Temujin. “Aku tahu tapi,
Todogen Girte adalah majikanku.”
Temujin
terkesan akan kesetiaannya. Kesetian adalah sifat terpenting yang
dipertimbangkan Temujin ketika dia mengevaluasi anak buahnya. Temujin berbisik
kepadanya, “Di antara kami tidak ada budak. Kenapa kau tidak bergabung dengan
kami?”
Si
pemuda berpikir-pikir sebentar dan menjawab, “Maaf. Aku tidak siap untuk itu.
Aku tidak siap menerima majikan baru.”
Temujin
berdiri dan mendadak berkata, “Kau akan dipenggal. Apa ada hal lain yang ingin
kau katakan?”
Si
pemuda menjawab dengan tekad bulat sambil menatap tepat ke arah Temujin, :”Kau
bisa mengambil nyawa ku, tapi tidak pikiranku.”
Temujin
mengeluarkan tawa terkekeh-kekeh nyaring. Swsaar kemudian, Temujin menanyai
pemuda itu, sambil menunjukkan ekspresi serius, “Siapa namamu?”
“Jirkodai.”
Temujin
memerintahkan anak buahnya agar membebaskan pemuda tiu serta memberinya seekor
kuda, makanan untuk tiga hari, dan sekantong susu domba. Temujin berkata
kepadanya saat perpisahan. “Pergilah! Kau sekarang bebas! Kesetiaanmu pada
majikanmu patut dihargai dan dipuji. Carilah majikan baru dan janganlah berubah
pikiran.”
Temujin
memperhatikannya menghilang ke cakrawala yang jauh.
Tiga
hari kemudian, si pemuda kembali. Saat Bogorchu melaporkan kembalinya si
pemuda, Temujin memperbolehkannya masuk.
“Kenapa
kau kembali?”
Pemuda
menjawab sembari berlutut dan menundukkan kepala. “Saya di sini untuk
menyerahkan pikiran dan raga saya kepada Anda.”
Temujin
senang. Seorang berpikiran lurus senantiasa mengundang orang lain yang juga
berpikiran lurus. Temujin pun menerimanya, “Mulai saat ini, namamu Jebe. Kau
membutuhkan nama baru karena kau telah terlahir kembali.”
“Jebe” berarti mata panah dalam bahasa Mongol.
Irasat dan mata tajam Temujin membuatnya tak pernah keliru dalam mengevaluasi
dan menilai anak buahnya. Belakangan, Jebe mengepalai 10, lalu 100, dan
akhirnya 10.000 anak buah, sebab dalam pasukan dan masyarakat pimpinan Temujin, hanya kemampuan dan kompetensilah
yang diperhitungkan. Pada akhirnya, dia menjadi salah seorang pemimpin, beserta
Subedai, dalam penaklukan Rusia.
4.
AKHIR RIWAYAT KAUM TARTAR
Sememnjak
awal masa, kaum Tartar sepertinya telah menguasai kawasan Timur Dataran
Mongolia. Pada satu saat, mereka adalah suku terkuat dan terkaya di dataran
tersebut. Populasi mereka berjumlah kira-kira 350.000 hinggal 400.000 orang,
atau 70.000 keluarga. Kampung halaman mereka berlokasi di sekitar Danau Kulen
dan Danau Buyr, yang terletak di antara Gunung Khingan dan Sungai Kerulen.
Terdapat sumber daya alam berlimpah berupa perak di area mereka sehingga mereka
membuat segalanya, perkakas, perangkat dapur, dan bahkan buaian bayi, dari
perak. Mereka sudah dikenal oleh dunia luar sejak abad ke delapan, al hasil
“Tartar” menjadi nama yang mewakili semua orang di dataran rendah tersebut dan
bahkan orang-orang Asia Tengah juga. Mereka adalah singan kuat bagi orang-orang
Mongol dan sudah lama bersaing demi kendali atas wilayah tersebut. Perselisihan
di antara mereka telah memburuk secara kian dramatis sejak orang-orang Tartar
menangkap Ambakai, Khan kedua bangsa Mongol primirif, karena kesepakatan
rahasia dengan orang-orang Juchid dari Kekaisaran Chin, dan menyerahkan sag
khan kepada orang-orang Juchid. Mereka kuta, kaya, dan berpembawaan agresif,
tetapi karena mereka terpecah belah ke dalam banyak klana kecil dan kurang
harmonis di antara sesama mereka sendiri, kekuatan mereka jadi melemah.
Temujin
telah berjaya. Sekarang, dia menutuskan bergerak ke tahap berikutnya dalam
rencananya untuk mempersatukan Dataran Mongolia, yaitu mengenyahkan kaum
Tartar. Temujin tahu bahwa selama mereka masih ada, pergerakkannya takkan
mudah. Bertahun-tahun lalu, Temujin telah mengurangi sebagian kekuatan mereka
dengan cara membunuh Megujin Seultu, bersama Wang-Khan dan Wanyen Xiang dari Chin, Tapi kekuatan inti mereka
masih kokoh. Temujin tahu hal tersebut akan menjadi pekerjaan berat. Dia juga
tahu dirinya memerlukan persiapan menyeluruh. Setelah kembali dari Koyiten.
Temujin menghabiskan musim dingin dengan cara beruru di seputar Pegunungan
Kurelku. Ketika musim semi tiba, Temujin mulai beraksi. Emujin memperkirakan
bahwa butuh enam bulan untuk persiapan. Hal pertama yang harus dia lakukan
adalah meyakinkan rakyatnya bahwa mereka bisa menang.
Langit
menganugerahiku kekuatan
Untuk
menguasai negeri ini;
Berkat
kehendak langit,
Dan
dengan kekuatan langit,
Musuh
akan kukalahkan.
Pasukanku tak terkalahkan,
Dan mereka yang berkumpul di
bawah
Panji-panjiku, akan abadi,
Baju Zirah mereka’kan kebal
terhadap tombak,
Dan panah takkan mengenai
mereka.
Di
hdapan pengikutku,
Hanya
ada kemenangan dan kejayaan,
Dan
anak-anak merka akan menikmati,
Kemakmuran
tak berkesudahan,
Dari
generasi ke generasi.
Peraturan
Temujin untuk para serdadunya amatlah ketat. Desertir dipenggal. Seseorang yang
menolak mamatuhi perintah dari atasan mereka di medan tempur dipenggal. Ketika
sebuah unit yang terdiri dari sepuluh prajurit menyerang musuh, dan jika lebih
dari ddua orang di antara mereka jauh di depan yang lainnya, sisanya harus
mengikuti untuk membantunya. Jika atidak, yang tertinggal akan dipenggal. Keika
pasukan tengah bergerak maju, jika eseorang menjatuhkan senjata atau barangnya,
orang berikut di belakangnya harus memungut benda tersebut dan menyerahkannya
kembali kepada si pemilik. Jika dia mengabaikan benda itu atau tidak
mengembalikannya, dia akan dipenggal. Komandan unit, kecil atau pun besar, yang secara sengaja membuat laporan palsu atau
menyembunyikan kesalahannya, akan dipenggal. Semua aturan ini dipertegas dan
diperinci seiring dengan semakin besarnya pasukan Temujin. Temujin merancang
sistem kenaikan pangkat yang akurat dalam pasukannya, berdasarkan kemampuan,
kompetensi, dan kapasitas setiap rpajurit. Prajurit yang dianggap berjasa
paling besar memperoleh posisi pemimpin. Posisi mereka dapat digantikan kapan
saja oleh seseorang yang lebih layak.
Setiap
prajurit Temujin mendapatkan dua busur, satu wadah berisi anak panah, satu
tombak, satu laso, satu pedang sabit, satu belati, satu kapak perang, satu
gada, satu tameng bundar, dua kantong kulit domba untuk minuman, satu jarum
tisik untuk memperbaiki barang dari kulit, dan satu pisau genggam kecil. Semua
benda ini disimpan dan diraat bagaikan tubuh sang prajurit sendiri dan siap
dipakai kapan saja. Inspeksi acap-acap kali dilakukan oleh Temujinatau panglima
berpangakt tinggi, dan apabila ditemukan masalah, bukan Cuma si pemilik yang
dihukum, melainkan juga Komandannya.
Bekal
untuk pertempuran terutama berupa dendeng, yang bisa tahan beberapa tahun tanpa
menjadi basi. Mereka bisa langsung memakannya atau merebusnya. Temujin
memerintahkan penggunaan sanggurdi pendek bagi para prajuritnya, yang
memungkinkan tubuh mereka bergerak lebih bebas ketika mereka terlibat dalam
pertarungan satu lawan satu di medan tempur. Semua prajuritnya diperbekali
pakaian dalam sutra, yang menghambat penyebaran racun ketika mreka ditembak
panah beracun, dan pada saat bersamaam membuat mata panah mudah dilepaskan,
dengan hanya meninggalkan luka kecil. Ini disebabkan, dalam banyak kasus, kain
sutra ikut masuk, beserta mata panah, ke tubuh prajurit sehingga memperlambat
penyerapan racun.
Pada
musim gugur, Temujin berderap untuk menyerang kaum Tartar. Para penabuh
genderang Temujin menandakan dimulaiknya perang, menggebuk nacara, atau
genderang timah, bersama-sama. Pasukan Temujin terdiri dari 7.000 anak buahnya
sendiri, 5.000 anak buah Altan, 4.000 anak buah Quchar, 3.000 anak buah
Daritai, 2.000 orang uruud bawahan Julchedai, 2.000 orang Mangkud bawahan
Quyilda, menjadikannya berjumlah totoal 23.000 orang. Kaun Tartar mempunyai
30.000 orang dari lima klan yang berlainan. Yaitu klan Tartar Alchi, Tartar
Chagaan, Tartar Tutaut, Tartar Aluqay, dan Tartar Tete.
Temujin
mengdakan rapat dengan pemimpin setiap kelompok dan para panglima tingginya.
Setelah raapt, Temujin memberikan instruksi penting.
“Perang
ini mungkin saja apelik. Kita harus bergerak di bawah satu alur komando
langsung. Dengan cara itulah, kita bisa menjadikan diri kita tetap kuat.
Pergerakan individual tak diperbolehkan. Sampai musuh sudah hancur binasa,
tidak ada satu kelompok pun yang boleh keluar dari bari pertahanan karena
alasan apa pun. Seusai perang, distribusi akan dilakukan secara adil.”
Hingga
masa itu, ketika banyak suku berpartisipasi dalam perang yang sama, tiap suku
atau kelompok cenderung keluar dari baris pertahanan dalam rangka mengejar
keuntungan mereka sendiri. Target utama mereka adalah pampasan perang. Temujin
melanjutkan.
“Kalau-kalau
tak-tik kita tidak terlalu berhasil, kita harus kembali ke titik awal. Dengan
cara itulah, kita dapat berkonsolidasi dan mencoba ulang. Siapa pun yang
berusaha kabur akan dipenggal.”
Temuji
dan pasukannya berderap lebih dari 800 kilometer ke arah timur, kemudian
menyeberangi Sungai Khalkha di dekat Danau Buyr. Mereka berjumpa pasukan Tartar
di bantaran Dalan Nemulges, yang merupakan cabang sungai Khalkha. Pasukan
Tartar memang kuat, tetapi mereka tidak dapat menandingi pasukan Temujin yang
terorganisasi dengan baik. Mereka ditaklukkan dan mundur ke bantaran Ulqui
Selugejid, markas mereka, sembari meninggalkan mayat rekan mereka sesama
prajurit yang tak terhitung jumlahnya. Temujin mengejar dan menghancurkan
pasukan utama mereka, tetapi belakangan mendapati bahwa jumlah Prajurut Tartar yang kabur setelah kalah terlalu
banyak. Dia tidak dapat mengabaikan hal ini. Temujin pun berusaha untuk terus
mengejar mereka, tetapi Altan, Quchar, dan Dariati tidak mengikutinya. Karena
target utama mereka adalah pampasan dan rampasan perang, mereka menyibukkan
diri dengan car mengambil ternak dan harta benda yang ditinggalkan kaum Tartar,
mengabaikan peringatan Temujin. Temujin tdaik bisa terus bergerak. Temujin yang
murka mengutus Jebe dan Qubilai untuk merampas semua pampasan yang telah mereka
ambil.
“Perintah
Khan! Kami harus merampas semua pampasan yang telah kalian ambil dari kaum
Tartar. Kami akan menyimpan semuanya sampai Khan memberikan instruksi
selnajutnya.”
Jebe
dan Qubilai dengan patuh melaksanakan perintah Khan. Altan dan Quchar mulai
sebal karena telah mendukung Temujin sebagai khan mereka. Mereka mulai meyakini
bahwa Temujin sedang berusaha mematahkan tradisi lama serta menginterveensi
klan atau keompok individual, yang merupakan entitas independen. Hanya Daritai
yang datang untuk minta maaf karena tidak menepati janjinya. Permintaan maafnya
diterima, tetapi belakangan dia harus membayar atas sikapnya yang tidak setia.
Temujin
mengadakan pertemuan rahasia dengan segelintir orang untuk mendiskusikan
rencana mendatang terkait orang-orang Tartar yang tersisa. Temujin menanyakan
kepada mereka.
“Kita
harus bicara tentang orang-orang Tartar yang tersisa. Harus kita apakan mereka?
Jika kalian punya pendapat, silahkan beritahu aku.”
Daritai
mengutarakan .opininya.
“Kaum
Tartar sudah menjadi musuh bebuyutan kita selama bergenerasi-generasi. Meraka
tidak layak menerima belas kasih kita. Kita harus memperlakukan mereka sama
seperti kita memperlakukan kaum Taichut. Orang-orang yang lebih tinggi dari
roda gerobak harus dienyahkan.”
Tak
seorang pun menentang Daritai. Mereka semua sepakat untuk tak menerima
penyerahan diri orang-orang Tartar. Artinya mreeka akan membinasaan kaun
Tartar, membunuh semua laki-laki Tartar yang lebih tinggi daripada roda
gerobak.
Kira-kira
sepuluh hari kemudian, setelah mengonsolidasikan para prajuritnya, Temujin
melakukan mars ke tempat berkumpulnya puluhan ribu orang Tartar. Kaum Tartar
sudah membangun benteng kuat di sebuah bukit tinggi, kira-kira 130 kilometer
dari titik awal mars Temujin. Setelah melihat benteng tersebut, Temujin
mengetahui secara intuitif bahwa mereka akan melakukan perlawanan jangka
pendek, sama saja dengan bunuh diri, sebab mereka membangun markas di puncak
bukit, yang ketersediaan airnya langka. Temujin mencoba menyerang dari segala
arah, tetapi perlawanan mereka sangatlah sengit. Banyak korban yang jatuh di
pihak Temujin. Jumlah korban lebih besar daripada yang mereka derita pada dua
pertempuran sebelumnya. Temujin memutuskan untuk mencoba taktik tipu daya.
Prajurit Temujin mulai berteriak ke benten di puncak bukit.
“Menyerahlah!
Kalian akan diselematkan!”
Yeke
Cheren, kepala suku Tartar yang terakhir, mendengus ketika dia mendengar itu.
Dia menyuruh anak buahnya baas berteriak kepada par aprajurit Temujin di kaki
bukit, “Jangan buat kami tertawa! Kami tahu Khan mu memutuskan takkan menerima
penyerahan diri kami! Kami akan bertarung hingga pria terakhir!”
Temujin
terperanjat mendengar hal itu. Bagaimana caranaya sampai mereka mengetahui
keputusan rahasia kai? Siapa yang membocorkannya? Siapakah si Penghianat? Hanya
delapan rpia yang menghadiri rapat rahasia itu, termasuk Temujin. Mereka adalah
Temujin sendiri, Altan, Quchar, adiknya Kasar, saudara tirinya Belgutei,
pamannya Daritai, adiknya Kachun, dan adiknya Temuge Ochigin. Walau demikian,
Temujin tidak serta merta mulai mencari si penghianat.
Temujin
semata-mata menunggu sampai orang-orang Tartar kehabisan air. Beberapa hari
kemudian, saat pagi, mereka amembuka gerbang beneteng dan melakukan serangan
habis-habisan. Setelah pertempuran sengit, benteng tersebut jatuh ke tanagn
Temujin. Akan tetapi, banyak korban jiwa di pihak Temujin. Banyak prajurit
musuh yang bersembunyi di antara mayat rekan mereka sesama prajurit, lalu
menyerang dengan belati yang disembunyikan di dalam lengan baju mereka, ketika
prajurit Temujin melangkah masuk ke beneteng. Temujin kehilangan satu panglima
berpangkat tinggi dan banyak sekali prajurit. Seua laki-laki Tartar yang lebih
tinggi daripada roda gerobak dibunuh. Itulah akhir riwayat kaum Tartar.
5.
TEMUJIN BERTEMU YESUI
Temujin
menerima laporan mengenai hasil perang dari Kasar. Perkiraan jumlah musuh yang
meninggal, 50.000; perempuan dan bayi Tartar yang ditangkap, kira-kira 90.000;
jumlah orang Tartar yang melarikan diri, tidak diketahui; kuda yag diarampas
sekitar 20.000, unta, sekitar 7.000; sapi 5.000; domba, kira-kira 200.000,-
kambil 10.000. Senjata, perhiasan, barang emas dan perak, bulu binatang, kulit,
dan perlengkapan berkuda ditumpuk laksana gunung mustahil dihitung. Korban jiwa
di pihak Temujin terdiri dari 1.200 anak
buah Temujin, 600 anak buah Altan, 400 anak buah Quchar, dan 350 anak buah
Daritai, sehingga jumlah totalnya 2.550.
Temujin
menanyai Kasar, “Bagaimana dengan kepala suku Tartar, Yeke Cheren?”
Kasae
menjawab dengan ekspresi malu, “Keberadaannya tidak dikeetahui. Kami tidak bisa
menemukan jenazahnya. Tampaknya dia telah melarikan diri bersama istri dan seorang
putranya. Namun, kedua putrinya berada dalam tahanan kita.”
Temujin
berpikir sesaat, kemudian berkata kepada Kasar, “Bawa kedua putrinya ke
hadapanku.”
Sesaat
kemudian, kedua putri Yeke Cheren dihaturkan ke hadapan Temujin. Mereka
kelihatan masih muda, kira-kira delapan belas atau duapuluh tahun, cerdas, dan
cantik luar biasa. Temujin memperhatikan kedu perempuan itu baik-baik. Walau
pun mereka terlihat letih karena lamanya perang, mereka masih memiliki
keanggunan dan martabat layaknya perempuan bangsawan. Temujin mempersilahkan
mereka duduk dan memerintahkan pelayan di dekatnya untuk membawakan mereka teh.
Saat Jelme hendak menggeledah mereka untuk mencari senjata yang mungkin
disembunyikan, Temujin menghentikannya, “Tidak apa-apa, Tinggalkan kami
sendiri.”
Temujin
menawari mereka teh yang baru saja diantarkan pelayan. Temujin memandangi para
prajurit dan kuda-kuda yang melintas di depannya dan menyesap teh, di bawah
awning dari tenda yang keempat sisinya digulung ke atas, Cahaya matahari pagi
yang cerah tumpah ruah ke sekujur tubuh para prajurit, kuda, dan ke seluruh
kamp.
Temujin
menyesap tehnya laig, yang terbuat dari melati tambah sedikit susu segar,
kemudian menanya kedua aperempaun itu, “Apa yang terjadi pada orang tua
kalian?”
Perempuan
yang tampaknya merupakan sang kakak menjawab, “Kami tidak tahu persis. Kami
mencoba mencari mereka sendiri, tapi tidak bisa.”
Temujin
bertanya, “Bagaimana dengan keluarga kaian sendiri?” Apakah kalian berdua sudah
menikah?”
Kali
ini, si adik yang gmenjawab, “Kami berdua belum menikah. Akan tetapi, kakak perempuan
saya mempunyai tunangan.”
Setelah
menyesap teh lagi, Temujin bertanya, “Di mana dia?”
Si
kakak menjawab, “Saya bahkan tidak tahu apakah dia masih hidup. Dia bersama
saya sampai beberapa waktu lalu.”
Temujin
diam saja selama beberapa waktu, lalu bertanya, “Siapa nama kalian?”
Si
adik menjawab, “Namanya Yesui dan nama saya Yesugen.”
Temujin
memberi tahu mereka bahwa dia akan mengembalikan mereka, “Kembali dan
tunggulah, Aku akan memanggil kalian
lagi.”
Temujin
memerintahkan Jelme untuk menyediakan Yurt yang terpisah bagi mereka, empat
pelayan perempuan, dan makanan istimewa, juga sepuluh prajurit penjaga untuk
melindungi mereka.
Bau
bacin mayat yang membusuk memenuhi udara, membuat Temujin dan para prajuritnya
sulit bernafas selagi berada di medan tempur. Prajurit Temujin mengkremasi
sebagian, dan menggali lubang besar serta menguburkan sisanya. Temujin
mengadakan pemakaman masaal untuk para prajuritnya yang tewas. Di atas bukit
yang menghadap ke padang tak berujung, yang tadinya adalah medan tempur, didirikan
sebuah altar yang dilengkapi pedupaan perunggu besar. Kokochu, pendeta resmi
dalam pasukan Temujin, berdoa dan membakar seekor domba untuk sesaji,
membubungkan asapnya ke langit. Setelaelm serta sabuknya dan berdoa :
Sejarah
umat manusia adalah serajah peperangan ..
Tab
Tenggri, pemilik segalanya,
Berada
di tempat yang terlalu jauh di atas sana,
Dan
ibu bumi teruus diam membisu.
Kendati manusia fana teah
diberi jatah usia,
Hanya mereka yang mati dengan
pedang di tangan,
Yang merampungkan hidupnya.
Mereka
yang menaati dan membangkang kehendak langit,
Akan
senantiasa hadir,
Sehingga
menjadikan dunia ini medan tempur tak berkesudahan.
Mereka
gemetar ketakutan,
Karena
takdir mereka sendiri,
Yang
takkan pernah bisa mereka hindari.
Wahai Tab Tenggri yang maha
agung.
Apakah kiranya kebenaranmu?
Seuasi
ritual, semua kesatria berjalan di antara dua api unggun besar yang
menyala-nyala, untuk penyucian dan perlindungan dari roh jahat. Api
dikeramatkan oleh orang-orang Mongol.
Temujin
dan para prajuritnya meninggalkan medan tempur dan, setelah melakukan
perjalanan hampir seharian, mereka memilih lokasi perkemahan sekitar 160
kilometer dari titik awal mereka. Mereka merayakan kemenangan di sana. Mereka
membuat api unggun, memanggang daging, minum-minum, dan menari. Adu gulat
digelar di sana-sini. Temujin mengatur agar sebuah meja diletakkan di luar dan menonton adu gulat
sembari minum bersama Yesui dan Yesugen di kaan kirinya. Banyak penonton yang
berkerumun dan menikmati tontonan berupa pertandingan gulat berteriak-teriak
dan mengepalkan tinju ke udara, menyemangati pihak yang mereka dukung.
Pada
saat ini, Temujin memperhatikan bahwa Yesui menjadi gugup dan kesal, entah
arena alasan apa. Sesekali dia bahkan mendesah dalam-dalam. Temujin menoleh ke
sana ke mari dengan hati-hati. Temujin menemukan seorang pria, tidak jauh dari
mejanya, tengah melirik Yesui alih-alih menonton pertandingan. Dia tampaknya
sedang berusaha mengirimkan semacam pesan kepada Yesui. Dia tampak masih muda,
tampan, dan anggun. Temujin memanggil Bogorchu dan Mukali serta memberi
perintah,
“Suruh
mereka berbaris per suku.”
Adu
gulat sementara ditunda. Sesuai dengan perintah Temujin, Bogorchu dan Mukali
menyuruh orang-orang di sekitar meja. Temujin berbaris berdasarkan suku
masing-masing. Ada barisan yang hanya diisi satu orang. Pria itulah orangnya.
Temujin memerintahkan mereka untuk menari tahu siapa dia.
Pria
itu memberitahu Bogorchu dan Mukali, yang mendatanginya, “Aku seroang Tartar.
Aku bertunangan dengan Yesui, Putri Yeke Cheren. Karena sekarang perang sudah
usai, aku datang untuk menjemputnya.”
Pria
yang cuek ini telah kabur dari medan tempur dan kembali tanpa menyadari bahwa
semua rekan sesukunya telah dihabisi. Terlebih lagi, dia meminta tunangannya
dikembalikan. Ketika Temujin mendengar ini, dia tercengang. Dia tak mempercayai
pendengarannya. Temujin bangkit perlahan-lahan dan berjalanmenghampirinya.
Sambil menatap matanya, Temujin berkata kepadanya, “Tidakkah kau tahu bahwa
sukumu telah dibinasakan? Semua laki-laki sesukumu yang lebih tingi dari roda
gerobak telah dibunuh. Ke mana saja kau dan ke mana kau kabur? Semau rekan
sesukumu bertarung sampai pria yang terakhir. Kau bahkan bukan orang Tartar!
Kau Cuma belatung!”
Temujin
berteriak kepada Bogorchu dan Mukali, “Singkirkan dia dari hadapanku!”.
Pria
itu diseret pergi dari tempat itu oleh Bogorchu dan Mukali, kemudian dipenggal.
Tidak sanggup menyembunyikan perasaannya yang tidak senang, Temujin berdiri,
mengosongkan isi gelas anggurnya dalam satu tegukkandan berkata kepada Yesui,
“Maafkan aku!”
Temujin
pergi dari sana dan kembali ke tendanya. Malam itu, Temujin tidak bisa tidur. Terakdang orang tidak bisa memahami dirinya
sendiri sekali pun. Sementara
Temujin berbolak-balik di tempat tidurnya, suara teriakan pelan seorang
prajurit penjaga sampai ke telinganya. Prajurit penjaga sekali pun tidak boleh
melangkah masuk ke tenda Khan. Mreeka justru harus berteriak dari luar untuk
melapor. Ketika aturan itu dilanggar, mereka didpenggal.
“Seorang
perempuan ingin menemui Anda, Tuan! Saya harus berbuat apa?”
Temujin
balas berteriak ke pintu, “Siapa namanya?”
“Dia
bilang namanya Yesui.”
Temujin
mengijinkannya masuk. Yesui berlutut di depan tempat tidur Temujin dan berkata
dengan suara pelan, “Saya di sini untuk menyerahkan pikiran dan raga saya kepada
Anda, Tuan. Saya tak pernah menyadari bahwa mantan tunangan saya demikian
pengecut dan tidak jantan. Seandainya Anda menerima saya sebagai pelayan
terendah Anda sekali pun, saya akan sangat bersyukur.”
Temujin
memperhatikan Yesui sambil duduk di tempat tidurnya. Sosoknya di bawah sorotan
lampu Arab merupakan perwujudan kecantikan itu sendiri. Mata gelapnya yang
berkilau di bawah alisnya, menciptakan kesan layaknya camar yang sedang
terbang, menunjukkan bahwa dia mengatakan yang sesungguhnya. Temujin berdiri
dan mengulurkan tangan. Sambil menggandeng tangan Yesui, Temujin membantunya
berdiri. Temujin memeluknya sambil berkata, “Oh! Yesui.”
Temujin
tidur dengan Yesui malam itu. Malam itu pun terasa panjang. Belakangan, Temujin
menjadikan Yesui istri keduanya, setelah Borte. Seorang laki-laki bisa
mencintai lebih dari satu perempuan.
6.
MUSUH BARU TEMUJIN : ALTAN DAN QUCHAR
Sesudah
Temujin kembali ke markas besarnya di dataran rendah dekat Gunung Kurelku, hal
pertama yang dia lakukan adalah mendistribusikan pampasan perang, menghadiahi
dan menghukum berdasarkan jasa dan
kesalahan. Dalam sistem Temujin, jika seseorang berjasa, dia diberi imbalan
dan, sebaliknya, seseorang yang melakukan kesalahan harus bersiap-siap untuk
hukuman yang pasti akan datang. Dia telah menyempurnakan sistem ini.
Temujin
memulai investigasi diam-diam untuk mencari tahu siapakah si penghianat yang
membongkar rahasia. Pertama-tama, Temujin mempertimbangkan Altan, Quchar, dan
Daritai, yang pernah bertindak tak sesuai dengan janji mereka sendiri dan
melanggar perintahnya. Walau demikian, Temujin tidak bisa menemukan motif
gamblang sehingga mereka berbuat begitu. Merekalah yang sejak awal, berfokus
untuk memusnahkan kaun Tartar. Berikutnya, Temujin memikirkan siapa saja yang
punya hubungan dengan orang-orang Tartar. Dari sudut itu, Belguteilah yang pertama-tama
mengemuka. Istri Belgutei adalah orang Tartar. Orang lain mungkin mengira
Belgutei bisa saja melakukannya, tetapi indera ke enam Temujin memberitahuinya
bahwa Belgutei tidak berbuat demikian. Kalau begitu, siapa yang melakukannya
dan apa sebabnya?
Temujin
menemui Belgutei secara langsung alih-alih menyuruh Kasar, kepala mata-mata,
untuk menemuinya. Temujin dudk berhadapan dengan Belgutei. Temujin menanyai
Belgutei sambil menatap tepat ke matanya, “Kaukah yang membocorkan rahasia
itu?”
Belgutei
menunduk beberapa lama tanpa berkata apa-apa. Dia kemudian mengangkat kepala
pelan-pelan dan berkata dengan suara lembut, sembari menatap tepat ke arah
Temujin, “Temujin, kalau aku beriat menghianati dan melukaimu, aku pasti sudah
lama melakukannya. Terutama ketika kau membunuh kakakku Bektor, aku bisa saja
menganggapmu sebagai musuhku. Kalau kau mencurigaiku sekarang, aku tidak punya
bukti untuk menyangkalnya. Aku semata-mata merasa sedih.”
Temujin
memegang tangannya dan berkata, “Belgutei! Menurutku bukan kau pelakunya. Tapi,
aku butuh bantuanmu. Pura-pura sajalah kau melakukannya. Hukumannya sangat
ringan. Dan jangan tanya aku alasannya. Dengan cara itulah, kau dapat
membantuku.
Mereka
saling pandang. Akhirnya, Belgutei mengangguk, seolh-olah dia telah membaca
pikiran Temujin.
Keesokan
harinya, Temujin menyelenggarakan rapat resmi bersama sekitar seratus kepala
suku, pemimpin kelompok, dan kesatria berpangkat tinggi untuk pelaporan hasil
perang, epncapaian, imbalan, hukuman, dan garis besar penditribusianpampasan
perang. Kasar melaporkan semua statistik korban perang per kelompok dan suku.
Temujin
mengeluarkan maklumat berikut atas nama khan “
Pampasan
perang akan didistribusikan kepada prajurit secara setara, tanpa memperdulikan
suku, klan, atau kelomok asal mereka.
Keluarga
prajurit yang tewas akan memperoleh tiga kali lipat bagian jumlah yang
diberikan kepada kepala suku, atau pemimpin kelompok, akan dialokasikan
berdasarkan jumlah prajurit yang turut serta dalam pertempuran dan banyaknya
anak buah yang meninggal di medan tempur.
Altan,
Quchar, dan Deritei telah memisahkan diri demi rencana egois mereka sendiri dan
membangkan perintah khan. Oleh sebab itu, setengah jatah mereka akan disita.
Barang-barang
yang disita akan disimpan sebagai harta bersama.
Seusai
rapat resmi, Temujin mengadakana rapat dean kerabat yang terpisah untuk
menghukum belgutei, yang didpercaya telah membongkar keputusan rahasia.
“Belgutei
tak sengaja membocorkan keputusan rahasia sehingga akhirnya sampai ke telinga
musuh. Sebagai hukuman, dia tidak diperbolehkan menghadiri rapat Dewan kerabat
selama setahun dan juga tidak diperbolehkan minum otok selama setahun mulai
hari ini.”
Otok
adalah minuman beralkohol yang digunakan orang-orang Mongol dalam upacara
mengenang leluhur. Mereka acapkali meminumnya setelah upacara, sesuai dengan
urutan arti penting atau keududukan dalam garis keturunan, untuk menegaskan
bahwa diri mereka adalah bagian dari keluarga besar. Belgueti menerima keputusan
ini tanpa berkeberatan.
Altan
dan Quchar mengdakan pertemuan rahasi. Mereka menggerutu kepada satu sama lain
tentang kebijakan Temujin dan cara mereka didperlakukan olehnya. Altan berujar,
“Temujin mencoba menjadidkan dirinya raja yang menguasai kita. Sungguh konyol!
Siapa yang mendukungnya menjadi Khan? Kita orangnya! Bisa-bisanya dia
memperlakukan kita seperti ini? Seandainya kita meninggalkannya, dia sama
seperti elang tak bersayap atau harimau tak bercakar. Kuharap dia tau itu.”
Altan
menggerutu dan Quchar bersimpati dengannya.
“Dia
mencoba mencoba merebut kemerdekan kita. Itulah persoalannya. Menurutku sudah
waktunya kita tinggalkan dia.”
Pada
saat itu di dataran Mognolia, posisi khan bermakna tak lebih dari sekedar
konduktor operasi di medan tempur. Ketika mereka menghadapi musuh bersama atau
mengejar tujuan yang sama, mereka memilih pemimpin dan menamainya khan. Khan
yang terpilih akan diserahi kekuasaan tertentu atas gabungan suku tersebut,
tetapi kekuasaannya terbatas dan setiap kepala suku masih memegang kuasa penuh
atas rakyatnya sendiri.
Altan
berkata kepada Quchar, “Jika kita meninggalkan Temujin, kita harus kemana?”
Quchar
merenungkan hal ini, kemudian menjawab, “Menurutku kita sebaiknya bergabung
dengan Wang-Khan.”
“Wang-Khan
tidak ada bedanya dengan Temujin. Bukankah mereka sekelompok?” Altan balas
bertanya sambil melemparkan ekspresi ragu.
Quchar
menjelaskan, “Sebenarnya, kita akan bergabung dengan Jamuka, yang masih berada
di bawah komando Wang-Khan. Kudengar ia masih baik-baik saja, meskipun kekuatan
militernya telah dilucuti oleh Wang-Khan. Apabila kita bergabung dengannya, aku
cukup yakin kita akan diterima. Dia adalah orang yang mengakui kemerdekaan
tiap-tiap suku.”
Mereka
pun sepakat untuk bergabung dengan Jamuka.
Jamuka
menyambut Altan dan Quchar. Dia menerima mereka dengan riang, mengangkat kedua
tangannya tinggi-tinggi dan memeluk mereka.
“Selamat
datang kepada kalian berdua! Aku sungguh menghargai kedatangan kalian dan juga
karena kalian tidak melupakanku.”
Jamuka
menempelkan pipinya dengan pipi mereka, bergantian, tiga kali. Ini merupakan
salam yang hanya mungkin dilakukan antara dua pihak yang saling mempercayai
sepenuhnya. Musuh kemarin menjadi kawan hari ini. Jamuka mempersilahkan mereka
duduk dan juga menawarkan teh hijau campur sedikit susu segar, yang baru saja
diantarkan pelayan. Setelah menyesap teh, Jamuka berkata kepada Altan dan
Quchar, sambil menyunggingkan senyum lebar did wajahnya, “Aku tahu kalian
berdua pasti akan bergabung denganku. Temujin bukanlah orang yang tepat bagi
kalian. Aku kenal baik dengannya. Dia berusaha menguasai semua kepala suku
dalam gengamannya dan memperbudak mereka. Kita harus menghnetikannya.”
Quchar
membuka mulut dan berkata, “Karena kami telah meninggalkannya, kekuatannya
pastilah melemah. Namun dia terlalu dekat dengan Wang-Khan, itu bisa jadi
masalah.”
Setelah
lagi-lagi menyesap teh, Jamuka berkata, “Itu benar! Untuk mengenyahkan Temujin,
kita harus memisahkan mereka terlebih dahulu. Selama mereka masih bersama, tak
seorang pun dapat melawan mereka. Terlebih lagi, kita harus membuat mereka
bertentangan. Sesudah mereka melawan satu sama lain sampai akhir dan keletihan
setengah mati, mengenyahkan mereka akan jadi lebih mudah daripada memungut
kotoran sapi kering.”
Mendengar
komentar Jamuka, ketiganya tertawa bersama-sama. Sesaat kemudian, Altan
menanyai Jamuka, dengan raut muka serius, “Apa kau punya gagasan bagaimana
caranya memisahkan mereka?”
Setelah
mengambil poci cina dan mengisi cangkirnya yang kosong perlahan-perlahan,
Jamuka menyesap teh lagi dan berkata, “Serahkan itu kepadaku. Aku punya segala
macam gagasan dan rencana di dalam sini.”
Saat
mengucapkan ini, Jamuka menyipitkan mata dan mengetuk kepalanya dua kali dengan
telunjuk kanannya. Ketiganya lagi-lagi mengeluarkan tawa terkekeh-kekeh
nyaring.
Malam
itu, Jamuka mengadakan Jamuan makan selamt datang untuk Altan dan Quchar. Para
tamu memasuki tenda Jamuka satu demi satu, sesuai dengan urutan kedatangan
mereka, Jamuka memperkenalkan semua tamu yan berdatangan kepada kepada Altan
dan Quchar. Yang pertama adalah Qachiun Beki dar kaum Qadagin. Kaum Qadagin
adalah musuh Temujin dan mereka sebelumnya telah mendukung Jamuka sebagai guru
khan. Mereka bertukar salam dengan cara menyentuhkan pipi bergantian. Tamu
berikutnya adalah Ebugejin dari kaum Noyakin. Dia berbuat serupa dengan Altan
dan Quchar. Tamu-tamu berikutnya, yaitu Sugeetei, salah seorang kepercayaan
Jamuka, dan Tooril, yang dahulu adalah anak buah Temujin, tetapi belakangan
menghianatinya dan bergabung dengan Jamuka. Terakhir seorang gpria setengah
baya, dengan janggut tebal dan kumis di wajahnya, melangkah masuk bersama
seorang pemuda berusia dua puluh tahun. Jamuka dengan hati-hati memperkenalkan
mereka kepada Altan dan Quchar. Mereka dalah Yake Cheren, mantan panglima
tertinggi kaum Tartar, dan putranya Narin Keen. Setelah kalah dalam
pertempuran, Yeke Cheren berhasil melarikan diri hanya dengan istri dan seorang
putranya. Dia lantas sbergabung dengan Jamuka. Ketika dia berhadapan dengan
Altan dan Quchar, alih-alih mengucapkan salam, dia berusaha mencekik mereka dan
berteriak, Jamuka sudah bersiap-siap unuk hal semacam ini dengan cara menahan
semua senjata mereka sebelum mereka masuk ke tendanya.
“Bajingan
kalian! Bisa-bisanya kalian bertarung melawanku!”
Yeke
Cheren terus menerus meneriaki mereka, wajahnya merona karena marah. Jamuka dan
yang lain menengahi mereka dan berusaha menghentikan Yeke Cheren.
“Tenang!
Kita sekarang kawan! Kita tidak lagi bermusuhan. Apa kau lua bahwa musuh dari musuh adalah kawanmu?
Yang lalu sudah berlalu. Maka kini jauh lebih penting daripada masa lalu. Kita
semestinya bekerja sama untuk menyingkirkan musuh kita bersama, Temujin. Semua
ini terjadi gara-gara Temujin.”
Jamuka
menenangkan mereka dan mempersilahkan mereka duduk. Jamuka memerintahkan
pelayannya membawakan anggur dan makanan secepatnya, untuk berusaha mengubah
suasana yang tidak enak.
Setelah
memastikan bahwa semuanya sudah mendapatkan gelas anggur sendiri, Jamuka
mengangkat gelas pialanya dan berkata, “Mengenyahkan Tamujin bukan pekerjaan
enteng. Akan tetapi, itu juga tidak mustahil. Jika kita bekerja bersama-sama.
Kita pasti akan memeproleh apa yang kita inginkan. Mari kita bersulang demi
kesuksesan kita di masa mendatang.
Mereka
semua mengangkat gelas anggur mereka. Yeke Chere dan putranya juga menganggkat
gelas piala mereka, ragu-ragu. Semua pria mengobrol, berdiskusi dan minum
banyak-banyak sampai larut malam.
7. WANG KHAN MENOLAK PINANGAN TEMUJIN
Musim
semi baru telah tiba. Saat itu tahun 1203, tahun babi dalam kronik Mongol.
Temujin kini berusia tiga puluh enam tahun. Temujin dan Borte mempunyai empat
putra dan lima putri. Temujin menamai keempat putranya Juchi, Chagatai, Ogodei
dan Tolui. Juchi, sang putra sulung sekarang berusia tujuhbelas tahun dan mulai
bergabung dengan ayahnya di medan tempur serta ladang perburuan. Dia sudah
menunjukkan bakat dan keberanian sebagai pemburu lihai serta kesatria ulung.
Layaknya putra sulung, dia menjadi pendamping yang baik bagi ayahnya.
Suatu
hari, Temujin memnaggil Juchi selagi dia sedang bersama Borte. Dalam Yurt-nya,
sambil mengenakan del Mongolnya yang nyaman. Temujin tengah menikmati teh hijau
sambil duduk di sofa seusai sarapan. Borte duduk di sebelahnya dan dipannya ada
buaian perak tempat putri mereka yang berusia setahun sedang tidur, dalam balutan
pakaian sutra. Kini, ada kerutan halus di seputar seputar sudut mata Borte,
tetapi itu tidak menghilangkan kecantikan aslinya. Walau pun saat itu sudah
permulaan musim semi, cuaca dingin dan potongan kayu terbakar di anglo
perunggu, sesekali memercikkan bunga api jingga yang seolah sedang menari-nari
ke atas. Segelintir pelayan perempuan mondar-mandir untuk membersihkan meja dan
memberekan Yurt.
Temujin
berkata kepada Borte, “Fujin, aku akan meminang putri Wang-Khan. Chaul Beki,
untuk dinikahkan dengan putra kita Juchi. Apa pendapatmu?”
Fujin
adalah gelar yang diberikan kepada perempuan bangsawan dan nama resmi untuk
Borte adalah “Borte Fujin”. Temujin punya rencana untuk musim semi baru itu.
Dia ingin melakukan kewajiban seorang ayah Mongolia, mencarikan calon pasangan
bagi anak-anaknya yang telha cukup ummur, untuk menikah.
“Aku
telah pernah melihatnya sekali. Jika dialah orangnya, aku tidak keberatan.
Namun, menurutku akankah mereka mengiyakan, Suamiku?”
Nama
rsmi putri Wang-Khan adalah Chaul Beki dan Beki juga merupakan gelar bagi
seorang laki-laki atau perempuan berstatus sosial tinggi. Vhaul Beki adalah
anak perempuan Wang-Khan satu-satunya dan adik Nilka Senggum.
Temujin
menjawab. “ Entahlah. Tapi, kau tahu aku harus mencarikan seseorang unguk
Juchi.
Setelah
mengucapkan ini, Temujin meletakkan cangkir tehnya di meja terkekeh-kekeh.
Kali
ini, Borte bertanya kepada Temujin dengan was-was. “Bagaimana kalau kita
perkenankan Qojin beki menikahi Tusaqa, putra Nika Senggum, dengan syarat kita
meminang Chaul Beki? Menurutku itu akan memudahkannya, Suamiku/”
Qojin
Beki adalah putri sulung Temujin yang berusia lima belas tahun, sedang Tusaqa
adalah putra seulung Nilka Senggum. Temujin memikirkan hal itu beberapa lama,
lalu mengangguk. Pernikahan ganda di antara dua keluarga cukup dapat diterima
dalam masyarakat Mongoia dan lazim
terjadi pada masa itu.
Laporan
datang dari pengawal bahwa Juchi telah tiba/ Uchi bergegas ke yurt ayahnya,
meninggalkan pekerjaannya. Ketika dia mendengar bahwa ayahnya memanggilnya.
Borte tersenyum lebar kepada Juchi, seakan dia sangat bangga pada putranya itu.
Saat si bayi mulai menangis, Borte memanggil pelayan perempuan untuk mengurus
bayi itu.
Setelah
memandang Juchi beberpa lama, Temujin mengijinkan putranya itu duduk di kursi
cokelat tua di dekat sofanya.
“Apa Chagatai masih menggodamu?”
Begitulah
pertanyaan Temujin kepada Juchi. Itu karena beredarnya gosip yang
mempertanyakan apakau Juchi putra kandung Temujin atau Chilger Boko, yang
pernah menculik Bote beberapa lama. Pada suatu saat, Temujin memerintahkan
bahwa siapa yang membicarakan topik ini harus di penggal. Namun, seiring
berjalannya waktu, tiba-tiba saja putra Temujin yang berusia tiga belas tahun,
Chagatai mulai menggodanya pada banyak kesempatan, mengucapkan, “Anak haram Merkid,”.
Temujin yang menganggap serius hal ini, melacak sumber gosip dan memenggal
kepala lelki dan seorang pelayan perempuan, dengan tangannya sendiri, karena
sudah memulai gosip ini.
Kecemburuan
antar saudara adalah insting primordial. Hal tersebut dapat dilihat pada anak
elang yang baru menetas. Ia mendorong-dorong telur-telur lain yang belum
menetas ke luar sarang. Kakak
beradik bisa jadi sahabat baik atau musuh bebuyutan. Temujin tahu itu.
Temujin sudah berkali-kali mendengar pelajaran mengenai lima anak panah dari
ibunya. Quluun. Sekarang waktunya bagi Temujin untuk mengisahkan cerita yang
sama kepada anak-anaknya.
Menaggapi
pertanyaan ayahnya, Juchi menjawab dengan raut muka riang, seolah-olah itu
bukan perkataan penting, “Tidak, dia tidak menggodaku lagi.”
Temujin
mengangguk lega, dan berkata, “Kau putra sulungku. Ingatlah itu selalu!.”
Temujin
menghabiskan teh di cangkir porselen Cinanya dan memanggil pelayan perempuan
untuk membawa pergi cangkir tersebut. Dia lalu berkata, “ Kau sudah cukup umur
untuk dinikahkan. Kau sekaang tujuhbekas tahun. Aku menikah ketika usiaku
tujuhbelas tahun.”
Otia
Mongol semerstinya menikah ketika usianya menginjak angka ganjil, berdasarkan
adat istiadat mereka. Artinya, jika dia tidak menikah saat tujubelas tahun, dia
harus menunggu sampai usianya sembilan belas tahun.
Temujin
melanjutkan, “Putraku, pria baik selalu memiliki perempuan baik di belakangnya.
Aku beruntung karena mempunyai ibu yang baik serta istri yang baik untuk
menjadi ibumu. Aku selalu bersyukur kepada Tuhan atas hal itu.Mencari pasangan
yang baik sangatlah penting. Suaramu akan segera didengar. Kau sebaiknya
bersiap-siap untuk itu secara emosional!”.
Kali
ini, Juchi bertanya dengan was-was. “Ayah, siapa dia?”
Karena
Temujin tidak dapat menjawab dengan cepat, justru Bortelah yang menanggapinya.
“Dia
putri Wang-Khan, Chaul Beki. Kau pernah melihatnya sebelumnya. Kami baru saja
hendak meminangnya.”
Juchi
diam saja. Chaul Beki berusia tujubelas tahun, sama seperti Juchi. Ibunya,
istri sah pertama Wang-Khan. Sesudah melahirkan Nilka Senggum. Lama tidak bisa
punya bayi lagi. Lalu tiba-tiba ia hamil lagi sesudah usianya empat puluh
tahun, dan meninggal seusai bersalin. Anak ke dua itu adalah Chaul Beki.
Wang-Khan sangat mencintai putrinya dan Nilka Senggum juga menyayangi gadis itu
sebagai satu-satunya saudaranya.
Tiga
hari kemudian, Temujin mengutus tiga pembawa pesan ke ordu Wang-Khan. Seusai
menerima pembawa pesan Temujin, Wang-Khan memanggil Nilka Senggum. Wang-Khan
berujar kepada Nilka Senggum, “Temujinmeminang Chaul Beki untuk putranya,
Juchi. Ini adalah syarat supaya dia berkenan menyerahkan putrinya, Qojin Beki,
untuk dinikahkan dengan Tusaqa. Bagaimana menurutmu?”
Nilka
Senggum tidak suka kepada Temujin. Sentimen ini meburuk sejak Wang-Khan
menunjuk Temujin sebagai penerus sah pertamanya. Lamaran Temujin terlalu
menarik bagi Nilka Senggum, emngingat sifatnya yang emosional. Nilka Senggum
mendekatkan kursinya ke dekat sofa Wang-Khan dan berkata dengan ekspresi tidak
senang. “Ayah, aku tidak bisa menerima lamaran ini.”
Wang-Khan
memandangnya keheranan dan menanyainya blak-blakan, “Kenapa? Juchi pemuda yang
cakap. Aku pernah melihatnya beberapa kali.”
Nilka
Senggum berusaha menjelaskan kepada ayahnya dengan ekspresi yang semakin tidak
senang. “Ayah, Temujin adalah pewaris tahta pertama bagi kaum kita Kerait. Dia
dan para anggota keluarganya takkan menghormati Chaul. Jika putrinya datang
kepada kita, dia akan duduk di utara, meandang ke selatan. Sebaliknya, jika
Chaul pergi ke sana, dia akan duduk di selatan, memandang ke utara.”
Di
dalam yurt Mongol, tanpa terkecuali, sisi utara diperuntukan bagi kepala
keluarga,s edangkan sisi selatan untuk pelayan. Orang-orang Mongol menganggap
utara lebih penting daripada selatan, sama seperti kanan yang lebih penting
dariapda kiri. Mereka biasanya meletakkan perlengkapan ritual untuk pemujaan
leluhur, yang dianggap sebagai perabot terpenting di setiap rumah, di meja
sebelah utara, sedangkan meja selatan memuat perangkat dapur atau barang-barang
remeh.
Wang-Khan
bersandar ke sofanya sambil mengerang. Dia merenung beberapa lama, “Sekarang,
aku tahu pendapatmu. Oleh karena itu, aku takkan membicarakan hal itu lagi.
Akan kutolak lamarannya.”
Wang-Khan
memberi isyaratak agar Nilka Senggum pergi.
Pada
masa itu di Dataran Mongolia, perkara pernikahan di antara kelas penguasa
terkait erat dengan urusan politik. Seandainya satu suku atai klan ingin
menempa hubungan dekat dengan suku atau klan lain, jalan pintasnya adalah lewat
hubungan pernikahan. Apabila semua berjalan lancar, maka bagus bagi keduanya.
Apabila tidak, kadang-kadang hal tersebut memicu perang.
Saat
menerima jawaban berupa penolakan, awan gelap seakan membayangi wajah Temujin.
Dia sangat tidak senang.
Temujin
Khan.
Walau
pun kalula calon pewaris nomor satu
Atau
tahta kerait,
Kau
masih merupakan salah satu anak buahku.
Bisa-bisanya
seorang bawahan meminang
Putri
majikannya, lebih dulu?
Itulah
insiden pertama yang merenggangkan hubungan antara Temujin dan Wang-Khan.
8.
JAMUKA BALAS MELAWAN
Jamuka
mengunjungi Nilka Senggum bersama Altan. Quchar, ugeetei, Tooril, Quchiun Beki,
dan Ebugejin. Nilka Senggum sedang tinggal di padang dekat Ngarai Berke di
Pegunungan Jejeer, yang terletak di kawasan timur laut Dataran Mongolia.
Wang-Khan tengah berasa di tepi Sungai Ergune, yang terletak 50 kilometer dari
tempat perkemahan Nilka Senggum.
Nilka
Senggum menemui Jamuka dan rombongannya di depan tendanya. Saat Jamuka dan yang
lain turun dari kuda mereka, para prajurit penjaga mengambil alih tali kekang
dan membawa kuda-kuda tersebut ke tempat terdapatnya palungan yang memuat
makanan dan air. Kelompok prajurit penjaga lainnya, di depan tenda, melucuti
Jamuka dan rombongannya. Jamuka mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi dan
menyapa Nilka Senggum “Helo Senggum, lama tak jumpa!”
“Hai,
Sechen. Memang sudah lama, ya. Senang bertemu denganmu!”
Mereka
beperlukan dan saling menyentuhkan kedua pipi, bergantian. Nama resmi Jamuka
adalah Jamuka Sechen. Sechen berarti bijak dan Senggum berarti panglima. Oleh
sebab itu, dalam kasus Nilka Senggum, Nilka Senggum adalah nama asli dan
Senggum adalah gelar. Namun, orang-orang di sekitar Nilka Senggum biasanya
memang gilanya “Senggum” dengan akrab. Orang-orang Mongol tidak mempunyai nama
keluarga. Mereka semata-mata mebubuhkan gelar di depan atau di belakang nama
jika mereka memiliki gelar. Nilka Senggum menyambut semua orang yang lain juga.
Dia sudah mendengar bahwa Altan dan Quchar meninggalkan Temujin dan bergabung
dengan Jamuka.
Air
bersih disediakan untuk Jamuka dan rombongannya guna mencuci tangan. Para pelayan
perempuan Kerait datang sambil membawa baskom perak berisi air, satu untuk tiap
tamu. Di belakang mereka, sekelompok perempuan lainnya memegang lan katun
putih, Nilka senggum mempersilahkan para tamu memasuki tendanya. Tenda besar
tersebut dihiasi barang-barang mewah serta mahal, dan lantainya ditutupi karpet
kualitas tinggi dari Bukhara. Nilka Senggum menyilahkan mereka duduk dan
memerintahkan pelayan perempuan agar membawakan minuman. Yang mengejutkan,
kumis ditawarkan kepada mereka, padahal saat itu masih awal musim semi.
Biasanya, Kumis hanya bersedia pada musim panas. Nilka Senggum, tukang minum
dan pecinta arak, membiarkan juru masaknya membuat kumis setahun penuh, dengan
mutu serta rasa yang sama seperti kumis musim panas.
Nilka
Senggum mengangkat gelas angurnya tinggi-tinggi dan berkata kepada mereka,
“Mari bersulang! Ku hargai kalian yang sudah datang dari jauh.”
Mereka
pun bersulang. Tidak lama setelahnya, perempuan-perempuan Kerait berbaju sutra
melangkah masuk sambil membawa nampan perak besar berisi aneka makanan yang
menggunung, dan melayani majikan mereka serta para tamu. Saat Jamuka memuji
kualitas kumis setinggi-tingginya, Nilka Senggum yang girang dengan bangga
berkomentar, “Aku punya empat puluh juru masak di dapurku dan sebagian dari
mereka ahli dalam pengolahan kumis.”
Mereka
bertukar obrolan basa-basi tentang makanan dan anggur selama beberapa saaat.
Kemudian, tiba-tiba saja Jamuka mengubah topik pembicaraan, “Pernahkah kau
menghadiri salah satu jamuan makan Temujin?”
Mendengar
pertanyaan Jamuka, Nilka Senggum menjawab dengan ekspresi tidak senang, “dia
tidak tau caranya menikmati hidup. Dia tidak minum dan dia menyantap makanan
budak. Aku bertanya-tanya, dia hidup buat apa?”
Jamuka
terkekeh-kekeh dan bertanya lagi, “Benarkah bahwa Temujin meminang putri Kakak
untuk putranya?”
Jamuka
memanggil Wang-Khan “kakak”. Hubungan antara Temujin dan Wang-Khan adalah anak
angkat dengan ayah. Di sisi lain, hubungan Jamuka dan Wang-Khan adalah adik
kakak. Nilka Senggum memberikan jawaban dengan raut wajah yang semakin tidak
senang, “Itu benar. Aku menolaknya mentah-mentah. Aku tidak menyukai Temujin.
Lebih baik kubakar adikku daripada menyerahkannya kepada Temujin.”
Nilka
Senggum meneguk kumis-nya dengan tegang, seolah-olah marah akan sesuatu. Jamuka
memandangnya tanpa bersuara, lalu bertanya dengan nada tenang, “Senggum,
tahukah kau kenapa Temujin melamar adikmu untuk putranya?”
Sambil
meletakkan gelas pialanya di meja, Senggum memandang mata Jamuka tanpa
bersuara. Jamuka melanjutkan, “ dia ingin memantapkan posisinya sebagai calon
penerus nomor satu atas takhta Kerait. Jika kau menolaknya, kau melakukan hal
yang tepat.”
Setelah
mendengar ini, Nilka Senggum menyipitkan mata dan mengepalkan tangannya,
“Apakah Temujin mengincar takhta Kerait? Tidak bisa! Selama aku masih hidup,
itu takkan terjadi!”
Jamuka
berkomentar, dengan ekspresi serius, “Tapi, ayahmu sudah menyatakan secara
resmi bahwa Temujin lah calon penerus yang menepati peringkat pertama. Bukankah
begitu>”
Menanggapi
komentar Jamuka, Nilka Senggum menyeburkan kata-katanya, “Itu keputusan ayahku!
Bukan keputusanku!”
Percakapan
mereka berhenti sementara ketika dua pelayan perempuan Kerait yang gmembawa
tempayan mulai mengisi gelas piala mereka yang kosong, satu demi satu. Nilka
Senggum mengambil sepotong daging rusa dan memasukkannya ke mulut.
Sambil
emngunyah daging, dia menanyai Jamuka, “Bagaimana menurutmu, Sechen?”
Setelah
menyesap kumis, Jamuka menjawab, “Ya, aku hanyalah pihak ketiga .. jadi, sulit untuk menilai. Tapi, seandainya
aku berada pada posisimu, aku akan berusaha sebaik-baiknya untuk merebut
kedudukan sebagai penerus nomor satu, sesegera mungkin.”
Dengan
sikap penuh kekhawatiran dan minat mendalam, Nilka Senggum menyesap kumis, lalu
bertanya kepada Jamuka sambil menatap matanya, “Ayahku mengesahkan Temujin
sebagai penerus takhta nomor satu. Apa yang bisa dilakukan, saat ayahku masih
hidup?”
Jamuka
mengamati Nilka Senggum dengan iba, lalu berkata, “Keputusan telah dibuat oleh
ayahmu, jaid keputusan tersebut harus diubah olehnya, selagi dia masih hidup.
Jika tidak, sekali pun kau merebut takhta belakangan, itu tidak sah. Perbuatan
seperti itu sama saja dengan penggulingan kekuasaan.”
Nilka
Senggum mendadak tampak kehilangan selera makan. Dia berhenti makan minum dan
menyandar ke kursinya. Dia duduk di sana sambil menetap kosong selama beberapa
waktu. Jamuka memperhatikan Nilka Senggum tanpa suara, lalu berkata kepadanya
sambil menepuk bahunya, “Senggum, bujuklah ayahmu.”
Mendengar
kata-kata ini, Nilka Senggum duduk tegak dan berkata dengan marah, “Ayahku tak
pernah membatalkan keputusannya. Mulut dan lidahku haru kuapakan?”
Jamuka
duduk merapat ke Nilka Senggum dan berbisik, “Enyahkan Temujin. Itulah
satu-satunya cara yang pasti. Katakan ini pada ayahmu, “Kaum Kerait harus
dipimpin oleh orang Kerait.”
Setelah
mengucapkan kata-kata ini, Jamuka menatap Nilka Senggum beberapa lama. Lalu,
dia melanjutkan, “Senggum, dengarkan, dua pria baik Altan dan Quchar, sudah
bersama Temujin bertahun-tahun sebelum mereka meninggalkannya. Sekarang mereka menentang
keras Temujin. Ini menunjukkan dengan jelas bahwa Temujin tidak dapat
diandalkan dan tidak dapat dipercaya. Begitu dia menguasia orang-orang Kerait
dalam genggamannya, dia pasti akan memperbudak mereka dan menggunakan mereka
sebagai mesin perang untuk rencana jahatnya. Keselamatan dan kesejahteraan
orang-orang Kerait tidak terjamin di bawah kepemimpinannya. Semua orang ini
berkumpul di sini hari ini hanya dengan satu tujuan bersama, yaitu
menyingkirkan Temujin. Bantulah kami, dan rebutlah takhta Kerait masa depan.”
Nilka
Senggum bersandar kembali ke kursinya. Sesatt kemudian, dia mengangguk
perlahan.
Jamuka
melanjutkan, “Aku tidak punya pasukan. Kau tahu bahwa ayahmu mencabut posisiku
sebagai komandan. Namun, bagitu pertempuran dimulai, akan kudukung kau dari
samping bersama-sama semua orang ini. Dan akan kubujuk ayahmu dengan caraku
sendiri juga.”
Seusai
makan malam, mereka pindah ke meja bundar dan mendiskusikan rencana tersebut
sambil minum teh. Beberapa hari kemudian, Nilka Senggum mengutus pembaa pesan
untuk menemui ayahnya yagn sedang tinggal di tepi Sungai Ergune. Wang-Khan
murka ketika dia mendengar pesan dari Sayqan Todeen, pembawa pesan Nilka
Senggum.
“Apa?
Menyingkirkan Temujin? Siapa yang bilang begitu? Senggum? Kembali dan beritahu
Senggum, kita takkan hidup sekarang kalau bukan karena Temujin! Dia adalah
tulang punggung kaum Kerait kita.”
Wang-khan
mengusir Sayqan Todeen. Seolah letih karena amarahnya, dan menjatuhkan diri ke
sofa dan memerintahkan pelayan perempuan agar membawakan susu domba.
Dia
merenung beberapa lama, lalu memanggil salah seorang anak buahnya, “Pergi dan
suruh Jamuka menghaturkan diri di sini, sekrang juga!”
Wang-Khan
berpendapat bahwa Jamuka lah satu-satunya ayang bisa membujuk Senggum agar
melakukan hal ini. Jamuka sampai ke tenda Wang-Khan sore hari itu. Saat Jamuka
muncul di hadapannya, Wang-Khan menghunus pedang sabitnya dan mempersiapkan
diri untuk memenggal kepala pria itu.
“Kurang
ajar! Kau yang mebujuk Senggum, kan?”
Jamuka
menjawab sambil bertumpu pada satu lutut, “Ya, aku yang melakukannya, Kakak!
Tapi tolong dengarkan akau sebentar saja. Kakak boleh memenggal kepalaku
setelah aku berbicara. Takkan butuh waktu lama.”
Sementara
Wang-Khan ragu-ragu. Jamuka mulai berbicara.
“Kakak,
aku menegna baik Tamujin. Aku tahu persis apa yang ada dalam pikirannya. Dia
berencana menguasai semua suku di Daratan ini dalam genggamannya. Tidak ada
pengecualian! Kaum Kerait sekali pun ! Awalnya, dia bersamaku. Tapi, suatu
hari, dia meninggalkanku tanpa sepatah kata pun. Lalu, dia menjadi musuhku.
Adakah jaminan bahwa hal tersebut takkan terjadi pada Kakak?
Wang-Khan
menyarungkan kembali pedang sabitnya dan duduk di kursi.
Jamuka
melanjutkan, “Kakak, Temujin seperti bilduur. Dia bermigrasi dari satu tempat
ke tempat lain setiap musim. Aku ini qayirukana, yang tinggal di satu tempat
dan tidak pernah pindah karena cuaca.”
Bilduur,
yang disebut-sebut Jamuka dalam ucapannya, adalah burung migran, seperti itik
liar, sedangkan qayirukana adalah burung branjangan. Wang-Khan mulai menderita karena
konflik emosional. Dia membenamkan diri ke kursi, menempelkan satu tangan ke
dahi, dan mengisyaratkan dengan tangan yang satu lagi agar Jamuka pergi.
Senggum
mengirim pembawa pesannya yang kedua, tetapi dia masih belum bisa mendapatkan
persetujuan ayahnya. Oleh sebab itu dia berkunjung secara langsung. Wang-Khan
membentak Nilka Senggum ketika dia melihat putranya itu.
“Tidakkah
kau tahu, bahwa Temujin adalah pendukung utama kita? Berkat dia, kita berhasil
sampai sejauh ini. Jika kita menafikan kenyataan tersebut dan berusaha
mengenyahkan Tamujin, kita takkan dicintai lagi oleh langit!”
Walau
begitu, Senggum sudah siap. “Ayah, Tamujin tak menganggap penting diri kita.
Dia melamar putri Ayah duluan! Sungguh tidak tahu adat! Itu terjadi selagi Ayah
masih hidup. Ketika Ayah tak lagi berasa di dunia ini, apa pula yang akan
terjadi? Semua sudah sangat jelas bagiku!”
Wang-Khan
menenangkan diri dan berusaha membujuk putranya dengan nada suara yang lebih
lembut, “Kita tidak perlu menyingkirkan Temujin. Kita hanya perlu
melemahkannya. Dia masih berguna untuk kita.”
Setelah
mengucapkan kata-kata ini, Wang-Khan memberi putranya isyarat agar mendekat dan
berbisik kepadanya. “Adik Temujin, Kasar, membantu kita. Apabila kita bisa
memisahkan mereka, Temujin takkan jaid ancaman lagi bagi kita.”
Istri
Kasar adalah anak perempuan seorang kepala suku yang dikuasai Wang-Khan. Oleh
karena itu, Kasar seringkali mengunjungi ardu Wang-Khan. Wang-Khan dan Kasar
berjumpa secara rahasia dalam beberapa kesempatan. Wang-Khan menyadari bahwa
kasar sama ambisinya seperti kakaknya. Temujin. Alhasil, Wang-Khan mulai
menafaatkan hal tersebut.
Walau
demikian tujuan utama Nilka Senggum adalah merebut kembali posisi pertama
sebagai pewaris takhta. Dia tahu bahwa dia harus mengenyahkan Temujin untuk
mencapai tujuan itu.
“ayah,
kekhawatiran utamaku adalah siapa yang akan jadi penerus Ayah. Temujin bukan
orang Kerait! Bagaimana bisa orang non Kerait, seperti dia, menjadi pemimpin
kaum Kerait? Kenapa a\Ayah ingin menyerahkan bangsa ini secara keseluruhan
kepada orang lain, padahal Ayah dan Kakekku, Kyirakus Khan, sudah bersusah
payah membangunnya? Ayah punya dua pilihan :Menyetujui rencanaku atau
menghapusnya dari daftar calon penerus.”
Wang-Khan
mengamuk lagi, “Kau benar-benar tidak paham! Tanpa dia, kita tidak mungkin
bertahan! Aku tidak sudi menyetujui apa pun!”
Sambil
berdiri, Nilka Senggum mengeluarkan ultimatumnya; “Ayah, ini terakhir kalinya
kau dan aku berurusan. Aku bukan putramu lagi!”
Senggum
menendang pintu dan keluar. Wang-khan nelangsa karena kepedihan emosional yang
berat. Senggum adalah anak laki-laki satu-satunya. Dia menghabiskan semalaman
untuk menibang-nimbang, apakah akan menyetujui rencana Senggum atau tidak.
Wang-Khan menyimpulkan bahwa dia menunjuk Temujin sebagai penerusnya karena
dipaksa oleh keadaan, bukan karena kehendaknya sendiri. Apa yang kita
khawatirkan dalam benak kita akan menentukan pilihan kita. Pada akhirnya,
Wang-Khan menyetujui rencana Senggum untuk mengenyahkan Temujin.
9.
SARAN MUNGLIK
Sekelompok
orang berkumpul di tenda Jamuka. Selain Jamuka dan Senggum, ada Altan, Quchar,
Sugeetei, Tooril, Quchium Beki, Ebugejin, dan Yeke Cheren. Mereka duduk
mengelilingi meja bundar dan mulai menyusun siasat untuk mengenyahkan Temujin
dari dataran tersebut selamanya.
Jamuka
membuka mulut dan memulai, “Cara
terbaik untuk menang adalah menang tanpa bertarung.”
Semua
hadirin diam saja, merenung kompleksitas maknanya.
Jamuka
melanjutkan sambil memandang Senggum “Untuk menangkap ular beracun dengan aman,
kita harus memegang kepalanya. Jik kita tak sengaja memegangi bagian tengah
atau ekor, kita akan digigit.”
Karena
Senggum mengakat bahu dan diam saja Jamuka terkekeh dan menjelaskan, “Tanpa
Temujin mereka hanyalah gerombolan yang tidak bisa diatur. Seandainya kita
menyingkirkan Temujin, mererka otomatis akan kolaps.”
Setelah
mengucapkan kata-kata ini, Jamuka menatap Senggum dengan ekspresi serius dan
berkata, “Undanglah Temujin, dan akan kami bereskan sisanya.”
Karena
Nilka Senggum meminta penjelasan lebih terperinci, Jamuka menjawab dengan suara
pelan dan jernih, “Kirimkan kurir kepada Temujin melalui ayahmu. Beritahu
Temujin bahwa ayahmu dengan senang hati menyetujui pernikahan antara putrinya,
Chaul Beki, dengan putra Temujin. Juchi. Undang mereka untuk upacara
pertunangan dan mereka pasti akan datang!”
Sesudah
mengucapkan kata-kata ini, Jamuka menoleh ke seisi tenda dengan hati-hati. Dua
pria berdiri tegak di sebelah kiri dan kanan dinding utara, sedangkan dua pria
lainnya berada di kedua sisi pintu selatan, sehingga totalnya ada empat orang.
Mereka semua mengenakan lingkaran logam di leher, penanda budak. Untuk
menaggapi gerakan mata Jamuka, Senggum cepat-cepat berkata, “Jangan khawatir,
mereka tidak punya lidah. Dan tidak seorang pun bisa mendekati tenda ini hingga
penghujung rapat.”
Mereka
berdiskusi sampai larut malam dan membuat rencana terperinci. Saat jamuan di
pesta pertunangan, atas isyarat dari Senggum, Jamuka dan yang lain akan
melangkah masuk ke ruang perjamuan. Ebugejin dan Qachiun Beki akan memegangi
tangan serta kaki Temujin, lalu Altan dan Quchar akan menghajar kepala serta
dadanya dengan kapak. Begitulah skenario mereka, dan mereka juga memutuskan
untuk menempatkan enam puluh pria berkapak di sekeliling area perjamuan, untuk
berjaga-jaga.
Pada
suatu hari yang cerah di musim semi, kurir Wang-Khan dan delapan anggota
rombongannya tiba di ordu Temujin. Mereka mengenakan jubah sutra formal
berwarna cerah berdesain mewah dan peci dari bulu musang hitam. Salah satunya
membawa panji-panji segitiga keemasan Wang-Khan yang bergambar Elang. Temujin
mengenakan pakaian resmi dan menyambut kurir Wang-Khan.
“Salam
dari Wang-Khan yang terhormat dan keluarganya! Wang-Khan dan keluarganya dengan
senang hati menerima usulan Anda untuk mengikat kedua keluarga menjaid satu
lewat pernikahan. Hari terakhir bulan ini merupakan hari baik, maka upacara
pertunangan akan diselenggarakan pada hari itu. Temujin Khan dan calon
pengantin laki-laki dengan hangat diundang untuk hadir, demi mewujudkan
perayaan tersebut.”
Kurir
Wang-Khan mengutarakan pesan ini dan menyerahkan kotak hadiah pertunangan yang
dibungkus kain sutra merah. Temujin mempersilahkan mereka msuk ke tenda tamu
dan mereka dijamu dengan teh serta kue. Temujin dan Bort membuka kotak tersebut
di yurt mereka. Mereka mendapat sebuah sabuk emas dan kalung mutiara sewarna
susu, diperuntukkan bagi Temujin dan Borte. Borte menyentuh hadiah tersebut dan
meraba kalung mutiara yang berkilau cemerlang selama sesaat, lalu bertanya
kepada Temujin sembari menyingkirkan tangannya dari kalung itu, “Suamiku,
kira-kira apa yang memotivasi mereka sehingga berubah pikiran?”
Temujin
diam saja selama beberapa waktu, kemudian menjawab sambil memandang Borte,
“Orang-orang berubah pikiran sepanjang waktu. Memang menurutku aneh juga, tapi
aku tidak berhak menolaknya.”
Pada
masa itu, adat istiadat Mongolia memungkinkan keluarga pengantin perempuan
untuk memilih tanggal upacara pertunangan serta perkawinan, dan semua acara
dilangsungkan di rumah pengantin perempuan. Tidak ada yang salah dengan
undangan Wang-Khan. Jika Temujin menolak undangan tersebut tanpa alasan yang
bagus, itu akan jadi aib bessar bagi Wang-Khan dan keluarganya. Temujin memaksa
diri untuk menerima undangan tersebu t walau pun Borte menyarankan agar dia
berdalih supaya acara itu dapat ditunda.
Temujin
berangkat ke utara, menuju ordu Wang-Khan, bersama putranya Juchi dan kira-kira
sepuluh pengawal saja. Mereka pergi pagi-pagi sekali dan saat sore, mereka tiba
diperkampungan tenda Munglik, yang mereka lewati dalam perjalanan. Temujin
memutuskan untuk menginap di sana. Mungklik lama menjadi pengikut keluarga
Temujin dan Yesugei, ayah Temujin, secara pribadi meminta pria itu untuk
menjaga anak-anaknya sebelum ia meninggal. Sejak saat itu, Mungklik setia
terhadap keluarga Temujin, kecuali saat satu insiden, dan alhasil Temujin
memperlakukannya seperti ayah sendiri.
Orang-orang
nomaden di Dataran Mongolia, berpindah dari satu tempat ke tampat lain setiap
musim. Dalam banyak kasus, mereka terpencar-pencar di daerah yang luas meskipun
mereka sekelompok. Penyebabnya terutama karena ladang penggembalaan. Semakin
besar suatu kelompok dan semakin banyak ternak yang mereka miliki, semakin
besarlah ladang penggembalaan yang dibutuhkannya.
Malam
itu, Temujin makan malam dengan Munglik dan putra-putranya. Kokochu, putra
keempat Munglik dan pendeta kepala resmi di ordu Temujin, kebetulan berada di
perkampngan tenda ayahnya. Oleh sebab itu, dia pun mengikuti acara makan malam.
Julukannya adalah Tab Tenggri, yang berarti langit tertinggi.
Mungklik
berkata kepada Temujin, “Temujin, undangan mereka mencurigakan. Mulanya mereka
menolak, lalu belakangan mereka setuju. Alasan mereka menolak lamaranmu adalah
karena mereka tidak mempercayaimu. Tidak ada alasan sehingga mereka berubah
pikiran. Bisa saja ada siasat gelap dalam hal ini. Menurutku kau sebaiknya
tidak pergi.”
Setelah
ayahnya berbicara, Kokochu menambahkan, “Tua, menurutku, ayahku benar. Beberapa
bulan lau, aku mendapat pesan dari Wang-Khan. Katanya, dia ingin menemuiku
secara pribadi. Menurutku tak ada alasan untuk menemuinya, jadi aku mengabaikan
pesan itu. Menurutku dia berniat memisahkan kita dan pada akhirnya melemahkan
kita. Aku juga berpendapat sebaiknya Anda menimbang ulang.”
Temujin
berhenti makan dan menatap kosong selama beberapa waktu. Temujin cepat membuat
keputusan. Temujin memutuskan untuk menerima saran Munglik dan putranya.
Temujin
memilih dua dari sepuluh abak buahnya, dan mengirim mereka ke ordu Wang-Khan
sebagai pengantar pesan. Mereka secara singkat dilatih untuk menjelaskan alasan
Temujin tidak bisa datang. Kedua pembawa pesan, Buqatai dan Kiratai,
mengantarkan pesan tersebut ke hadapan Wang-Khan, persis sebagaimana yang
diperintahkan.
“Temujin
Khan mulanya berusaha menghadiri upacara perayaan. Namun, karena saat ini masih
awal musim semi, menurut beliau waktunya tidak tepat untuk mengadakan acara
sepenting itu. Beliau berkata bahwa akhir-akhir ini beliau sedang sangat sibuk
memberi makan kuda, yang menjadi lemah sepnjang musim dingin. Jadi, beliau
sepenuh hati berkeinginan untuk menjadwalkan ulang upacara pertunangan kali
ini, saat kondisinya lebih memungkinkan.”
Setelah
mendengar pesan ini, Wang-Khan berteriak sambil menghantm pegangan kursi dengan
kepalannya, “Apa? Temujin menolak datang?”
Terjadi
kegemparan di antara para pria yang berdiri di sekitar Wang-Khan. Jamuka
mendekati Wang-Khan dan berbisik, “Sangat jelas bahwa Temujin sudah menduga
rencana kita. Kita harus mengambil tindakan secepatnya.”
Wang-Khan
melompat berdiri dari kursinya dan berteriak, “Tangkap mereka!”
Wang-Khan
pun memangil semua kepala suku serta panglima di bawah pimpinannya dan
mengadakan rapat darurat.
10.
BADAI DAN KISHLIK DUA GEMBALA DOMBA
Rapat
darurat Wang-Khan dihadiri semua kepala suku dan panglima di bawah pimpinannya,
kecuali Jagambu dan Senggum. Akan tetapi, orang-orang yang mengikuti Jamuka,
termasuk Altan dan Quchar, tidak diperbolehkan menghadiri pertemuan, terkecuali
Jamuka sendiri, yang diakui sebagai ahli strategi ulung oleh Wang-Khan.
Wang-Khan menoleh ke sekliling dan berkata, “Perang melwan Temujin tak terelakkan.
Jika kalian punya gagasan, katakan padaku!”
Jamuka,
yang duduk di samping Wang-Khan, membuka mulut dan berkata, “Strategi terbaik
kali ini adalah menggerakkan pasukan dan mengepungnya sesegera mungkin. Jika
mungkin, kita sebaiknya berangkat perang ini dan menyerangnya besok pagi-pagi
sekali. Kita harus bergegas. Waktu ada di pihaknya.”
Wang
Khan bertanya, “Sebesar apakah pasukan Temujin? Apakah ada perubahan jumlah?”
Senggum
menjawab pertanyaannya, “Serdadu Temujin sendiri berjumlah tujuh ribu. Tapi, diasumsikan
bahwa dia telah kehilangan banyak di antara mereka pada pertempuran tahun lalu
melawan Tartar.”
Jamuka
menambahkan, “Temujin sudah mendapat banyak pengganti. Barangkali sekarang
jumlahnya enamatau tujuh ribu. Akan tetapi, sejumlah suku lain yang menemaninya
bisa jadi masalah.”
Untuk
merespon jawaban Jamuka, Wang-Khan bertanya, “Siapa yang akan menemaninya?”
Jamuka
menjawab, “Kaum Uruud dan Mangkud akan menyertai Temujin. Jumlah mereka
masing-maing hanya dua ribu orang, tetapi mereka tangguh. Mereka terorganisir
dengan baik dan tiap-tiap prajurit amat terampil menggunnakan segala jenis
senjata.”
Wang-Khan
mempertimbangkan hal itu dan mengutarakan kesimpulan, “Yang akan jai baris
depan kita adalah orang-orang Jirgin. Qadak! Di mana kau?”
Mendengar
panggilan Wang-Khan, seorang pria melompat berdiri dan menjawab, “Ya, Tuan!
Qadak di sini!”
Orang-orang
Jirgin dikenal karena keberanian mereka, dan Qadak adalah kepala suku mereka.
Wang-Khan menunjuk Achik Shirun dari suku Tubegen sebagai pasukan cadangan untuk
baris depan, kalau-kalau mereka terpatahkan. Kepala pasukan penyerang ketiga
adalah Olon dari kaum Dongqayid dan yang keempat adalah Qori Shilamun Tashi,
kepala pengawal Wang-Khan. Komandan pasukan inti adalah Wang-Khan sendiri,
dengan Jamuka sebagai penasihatnya. Wang-Khan memutuskan untuk memobilisasi
prajurit Kaveleri berjumlah 40.000 orang. Mereka pun segera berangkat.
Sesudaha
rapat, Jamuka bertemu secara terpisah dengan para partisipan yang mengikutinya,
yaitu Altan, Quchar, Sugeetei, Tooril, Qachiun Beki, Ebugejin, dan Yeke Cheren.
Diberitahukannya mereka tentang keputusan dan rencana perang yang akan datang.
Mereka semua memutuskan uantuk bergabung dalam operasi militer Wang-Khan.
Yeke
Cheren buru-buru kembali ke yurt-nya untuk mempersiapkan keberangkatan. Dia
tidak punya pasukan, jadi dia setuju untuk bergabung dengan apsukan Qachiun
Beki.
Saat
kembali, dia bekta kepaa istrinya, Alak Yid, “Bersipalah untuk bergerak. Aku
akan ikut dalam pertempuran. Kita harus pergi petang ini, jadi cepat bongkar
yurt dan berkemas-kemas.”
Pada
masa itu, ketika mereka ikut serta dalam pertempuran besar, seluruh keluarga
amereka bergerak bersama-sama pasukan. Biasanya, keluarga mengikuti di belakang
pasukan.
Istrinya,
Alak Yid, menatapnya beberapa lama seakan-akan kebingungan, lalu berkata, “Apa
kau lupa kau tidak punya pasukan? Yang kau miliki sekarang hanya aku dan
putramu!”
Yeke
Cheren yang malu, berusaha membuat istrinya paham, “Wang-Khan dari kaum Kerait
sduah mulai mengambil langkah untuk mengenyahkan Temujin. Dia dan pasukannya
akan berangkat petang ini untuk menyrangnya. Aku ikut serta dalam pertempuran
dengan Jamuka.”
Alak
Yid merespon, disertai ekspresi menghina dan tidak senang, “Wang-Khan akan
mengenyahkan Temujin? Aap gunanya untuk kita? Kau sudah kehilangan seluruh
rakyatmu. Kau tidak bisa menghidupkan mereka kembali! Takkan ada bedanya! Ini
pereng mereka, bukan kita!”
Dia
menyemburkan kata-kata ini dengan resah dan berguman sendiri, “Kudengan Yesui menjadi istri kedua
Temujin. Mengenyahkan Temujin sekarang hanya, membuat putri kita Yesui menjadi
janda.”
Yeke
Cheren berdiri saja di sana, sebab dia tidak tahu bagaimana harus menjawab.
Badai
tidak sengaja mendengar semua ini dari awal hingga akhir saat dia sedang
membawa ember kayu berisi susu domba segar dan hendak mengantarkannya ke yurt.
Ketika Yeke Cheren mendatangi Jamuka sesudah dia berhasil melarikan diri dari
medan tempur, Jamuka membantunya dengan cara memberikan empat puluh domba, dua
unta, dan dua budak. Badai dan Kishlik adalah budak yang dikirim oleh Jamuka
dan mereka berdua adalah gembala domba.
Badai
menyadari bahwa dia baru saja mendengar informasi yang sangat penting. Dia
pergi ke padang untuk mencari Kishlik. Badai menemuinya di padang tempatnya
sedang mengurus domba dan meminta opininya tentang apa yang baru saja dia
dengar.
“Jika
memang benar, itu adalah informasi yang sangat urgen dan mendesak untuk Temujin
Khan. Apa yang harus kita lakukan?”
Saat
dia mengucapkan ini, Kishlik mengamati wajah Badai.
Badai
berkata kepada Kishlik dengan nada tegas dan yakin, seolah dia sudah
membulatkan tekad, “Kishlik, kita harus membantu Temujin Khan. Apa kau tahu
sebabnya? Kita ini budak. Untuk menyingkirkan status bduak yang mengekang kita,
kita harus pergi menemui Temujin Khan dan bergabung dengannya. Temujin Khan
tidak memperkenankan perbudakan dalam sistemnya. Kudengar bahwa apa yang dia
makan dan kenakan tidaklah terlalu berbeda dengan makanan dan pakaian kita
sekarang. Siapa yang ingin kau bantu?”
Kishlik
menjawab sambil menggamit tangan Badai erat-erat, “Benar! Kau baru saja
mengucapkan apa yang ingin kukatakan. Aku sepakat denganmu. Tapi, karena ini
adalah informsi yang sangat penting, kita tidak boleh membuat kekeliruan. Kita
sebaiknya mengecek ulang.”
Badai
mengangguk. Kishlik berjalan ke yurt sambil membawa ember kayu di tangannya.
Narin Keen, putra Yeke Cheren, sedang menajamkan mata panah di depan yurt-nya
dan membentak Kishlik ketika dia melihat laki-laki itu.
“Ke
mana saja kau? Aku sudah mencarimu ke mana-mana!”
Kishlik
berjalan menghampirinya dan bertanya, “Ya Tuan, apa yang bisa saya lakukan?”
Narin
Keen berkata kepada Kishlik sembil melanjutkan pekerjaanya, “Kita akan pergi
berperang. Sebelum matahari terbenam, selesaikan beres-beres, bawa kembali
kuda-kuda dari padang, dan pasangi mereka pelana!”
Kishlik
bertanya, “Tuan, jika Anda akan pergi berperang, apakah seluruh keluarga yang
bergerak, ataukah hanya Anda dan Ayah Anda?”
Narin
Keen menjawab sambil terus menajamkan mata panahnya, “Perang ini, Cuma aku dan
ayahku yang pergi. Kau dan Badai harus mengantar ibuku ke ordu Wang-Khan besok
pagi-pagi sekali. Di sana, akan kalian dapati keluarga Jamuka Sechen. Bergabung
sajalah dengan mereka. Apa kau tahu letak ordu Wang-Khan?”
Kishlik
menjawab, “Ya, saya tahu, Tuan. Apakah segenting itu sehingga seluruh keluarga
tidak dapat bergerak bersama-sama? Saya harus berhati-hati terhaap prajurit
yang mana selagi saya mengantar Ibu Anda ke ordu Wang-Khan?”
Narin
Keen berhenti menajamkan panahnya sebentar, kemudian menjawab sambil memulia
kembali pekerjaanya, Wang-Khan akan menyerang Temujin. Kita ada di pihak
Wang-Khan.
Badai
dan Kishlik lantas berderap dengan kecepatan penuh tanpa berhenti. Mereka
mengendarai kuda bagus bernama Merkidei Chakaan dan Chakaan Keer yang,
berturut-turut, merupakan milik Yeke Cheren serta putranya Narin Keen. Kaum
aristikrat stepa acap kali menamai kuda mereka. Keduanya adalah kuda gesit.
Mereka pun tiba di ordu Temujin kira-kira dua atau tiga jam kemudian. Temujin
hendak pergi tidur lebih awal, seusai
makan malam. Temujin memperoleh laporan mendesak dari pengawalnya.
Karena Temujin tidak mengenal kedua lelaki tersebut, dia memerintahkan mereka
membuat laporan langsung dari luar yurt dengan suara lantang.
“Pesan
urgen untuk Temujin Khan! Kami mendapat informasi bahwa pasukan Wang-Khan akan
berangkat petang ini untuk mengepung Temujin Khan dan menyerang besok pagi-pagi
sekali!”
Temujin
melompat berdiri. Setelah mengambil pedang sabitnya dari meja di samping
ranjangnya, dia pun keluar. Temujin mengambil sebua obor dar prajurit penjaga dan
menerangi wajah kedua pria itu. Mereka tidaklah familier bagi Temujin. “Siapa
kalian?” tunutnya.
Mendengar
pertanyaan Temujin, Badai menjawab, “Mulanya kami adalah milik Jamuka Sechen.
Namun, sejak musim gugur lalu, kami bersama Yeke Cheren dan keluarganya sebagai
pelayan mereka. Kami telah mendengar, tadi siang, bahwa pasukan Wang-Khan akan
berangkat perang ini untuk menyerang Temujin Khan saat fajar besok.”
Temujin
memperhatikan meraka secara saksama.
Ketika
mata Temujin dipalingkan ke kedua kuda putih yang mereka bawa, dia serta merta
memanggil dua wanita Tartar yang dahuu bersama Yeke Cheren. Kedua wanita itu
mengenali kedua kuda putih.
“Kedua
kuda itu adalah milik Yeke Cheren dan putranya Narin Keen.”
Kedua
wanita itu bahwa mengetahui nama kuda tersebut.
Temujin
mempercayai kata-kata badai dan Kishlik. Temujin kemudian menyatakan keadaan
darurat. Bunyi sangkakala bergemuruh serta tabuhan genderang bergema di ordu
Temujin. Panah api dan anak panah mendesing terus menerus, didtembakkan ke
angkasa untuk memberitahukan kepada para serdadunya yagn tersebar di area luas
bahwa situasi genting tengah menimpa mereka. Temujin terus berteriak, “Mundur
ke selatan dengan kecepatan penuh! Tinggalkan semua harta benda dan ternak!
Bawa kuda, senjata, dan makanan darurat kalian saja!”
Temujin
mundur ke selatan dengan kecepatan maksimum semalaman. Krisis yang mengancam
itu seolah menyudutkan Temujin ke Ambang kebinasaan.
11.
JURCHEDAI DAN QUYILDA, DUA KESATRIA
Temujin
berkuda semalaman dengan para serdadu dan rakyatnya. Di banyak tempat mereka,
mereka tidak bisa melaju kencang karena suasana yang gelap serta kondisi jalan
yang tidak menguntungkan. Mereka harus berjalan diterangi obor. Sinar redup
bulan sabit tumpah ruah kepala dan bahu mereka laksana kabut. Udara malam di
stepa dingin, tetapi mereka harus terus mengelap keringat dari kening. Temujin
tiba di Dataran Tinggi Mau, yang terletak sekitar 130 kilometer dari titik awal
mreeka. Ketika siluet perbukitan timur yang tinggi dan rendah mulai tampak.
Temujin menunjuk Jelme untuk mengepalai baris belakang, yang fungsinya penting
ketika tengah mundur. Temujin menempatkan dua pengawas di atas dataran Tinggi
Mau. Sesudah fajar sekalipun, Temujin terus berderap dan kira-kira pada tengah
hari, meeka sampai di Qara Haljin, bukit berhutan gelap. Baik manusia mau pun
kuda kelelahan. Jadi mereka pun memutuskan untuk beristirahat dan makan.
Selagi
Temujin beristirahat, dua pengawas dari baris belakang berderap menghampiri
Temujin, menciptakan ekor debu kelabu. Mereka terus berteriak, sementara mereka
kian dekat.
“Musuh,
musuh datang!”
Temujin
menaiki kudanya dan menengok ke belakang. Di kaki langit, dia dapat melihat
bahwa manusia dan kuda yang tak terhitung jumlahnya mulai tampak, menghasilkan
kepulan debu besar. Temujin mundur 32 kilometer ladi dan mendirikan kamp
perang, dilatarbelakangi Pegunungan Khingan yang besar. Menurut pertimbangan
Temujin, akan menguntungkan baginya dan psukannya untuk bersembunyi di gunung,
kalau-kalau mereka harus mundur lagi. Pasukan Temujin dan Wang-Khan
berhadap-hadapan, dihalangi beberapa bukit kecil dan kali. Penting memposisikan
diri seperti itu ketika Temujin harus menghadapi musuh yang mengungguli
serdadunya empat berbanding satu.
Atmosfir
tegang mencekik menggantung di antara mereka dan maut seakan melayang-layang di
udara. Temujin sudah berpengalaman dalam banyak pertempuran berat, tapi dia
masih merasakan betapa pentingnya situasi tersebut. Temujin tahu ini adalah
pertempuran penentuan bagi dirinya dan Wang-Khan. Bagi Temujin, yang kehilangan
ayahnya sendiri. Dia mengandalkan mempercayai, dan memperlakukan Wang-Khan
seperti ayahnya sendiri. Kini, Temujin menghadapinya sebagai musuh. Temujin
sedih. Namun, Temujin juga tahu bahwa perasaan sentimentil adalah hal tabu di medan tempur. Di medan
tempur, hanya pemenang yang akan bertahan. Pecundang akan binasa. Keadilan,
kebebasan, dan hak untuk memilih merupakan privilese bagi pemenang. Kebenaran
dan sejarah sekali pun ada di tangan mereka.
Tiba-tiba
saja, sebuah anak panah datang dari perkemahan Wang-Khan disertai bunyi
berdesing nyaring. Pnah itu menancap ke tanah di tengah-tengah perkemahan
Temujin. Terjadi sedikit kehebohan di antara para prajurit. Seorang prajurit
membawakan panah tersebut kepada Temujin. Panah itu adalah sebuah godori,
dengan mata panah dari tanduk sapi atau kambing yang berlubang-lubang sehingga
menghasilkan bunyi berdesing saat ditembakkan. Panah tersebut biasanya
digunakan untuk berkomunikasi, bukan untuk membunuh. Anak panah itu membawa
surat. Secarik kecil kertas yagn digulung diikat kuat-kuat ke ujung panah.
Surat itu ditulis dalam aksara Ulghur di kertas ina.
Temujin,
Pasukan
Kerait akan menyerang secara bergelombang.
Baris
depan, 2.000 orang Jirgin – kemudian, Qadak.
Pasukan
enyerang kedua 2.000 orang Tubegen – komandan Achik Shirun.
Pasukan
penyerang ke tiga, 2.000 orang Dongqa yid—komandan, Olon.
Pasukan
penyerang keempat, 2.000 pengawal raja – Komandan.
Qori
Shilemun Tasbi Pasukan inti .30.000 serdadu – panglima tertinggi, Wang-Khan;
wakil komandan, Senggum; penasihat Jamuka.
Baris
belakang, 2.000 orang – komandan, Jagambu.
Berhati-hatilah.
Temujin
mengadakan rapat bersasarkan datangnya pesan ini. Banyak panglima yang
meragukan kebenaran pesan tersebut. Namun, Indera keenam Temujin memberitahunya
ientitas si pengirim.
Temujin
berkata, dengan senyum simpul di wajahnya, “Aku tidak tahu siapa pengirimnya,
tapi kurasa bisa kutebak. Akan kupertimbangkan informasi ini. Jika taktik
mereka adalah menyerang secara bergelombang, kita akan menghancurkan mereka
dengan taktik yang sama. Siapa yang ingin jadi baris depan?”
Jurchedai
dari kaum Uruud berdiri.
“Saaya
akan menjadi baris depan bersama ke 2.000 pendekar saya.”
Walau
begitu, sebelum dia selessai berbicara, Quyilda dari kaum Mangkud berdiri di
depannya.
“Saya
ingin menjadi baris depan. Saya akan bertarung hingga napas saya yang
penghabisan. Tolong jaga anak-anak saya yang yatim setelah saya meninggal!”
Quyilda
menunjukkan tekad bulat. Dia menjadi pemimpin baris depan. Sementara pertemuan
masih berlangsung, datanglah pesan urgen yang menyatakan bahwa para penyerang
kian dekat. Quyilda kontan menaiki kudanya dan berderap besama ke 2.000
pendekarnya.
Ke-2.000
orang Jirgin yang dipimpin oleh Qadak mendekat laksana gelombang yang
menggemuruh. Mereka bengis dan berani. Layak menjadi baris depan Wang-Khan. Di
kamp Temujin, penabuh genderang mulai menggebuk nacara, atau genderang timah,
secara bersama-sama, menandakan bahwa serangan telah dimulai. Seiring dengan
tabuhan genderang yang memekakkan, Quyilda pun melesat maju ke arah musuh
besama ke 2.000 kesatrianya. Quyilda berada di depan anak buahnya dan ditemui
oleh Qadaq, yang juga berada di depan para serdadunya. Kedua petarung veteran
itu berduel selama beberapa waktu. Setiap kali pedang sabit mereka beradu,
muncullah percikan biru disertai bunyi berdentang. Dalam waktu singkat, lebih
dari setengah prajurit di kedua pasukan jatuh dari kuda mereka setelah
terpotong dua atau tertusuk tombak di dada atau abdomennya. Kuda-kuda yang
kehilangan penunggang berpencar di padang ke segala arah. Para prajurit yang
jatuh, yang masih bisa bergerak menarik penunggang musuh dari kuda mereka
menggunakan tombak berkait, lalu menombak dada atau punggung mereka
dalam-dalam. Mereka yang melakukan ini diremukan kepalanya oleh gada penunggang
kuda yang berkelebar ke sana ke mari. Seiring berjalannya waktu, jelaslah
sisapa yang menang. Lebih banyak prajurit Mangkud yang masih menunggangi kuda
mereka.
Quyilda
dari kaum Mangkud dan Qadak dari kaum Jirgin tak kenal kata mundur. Mereka tak
pernah kalah. Hanya kemenangan dan mautlah pilihan mreka. Pada saat ini,
pasukan penyerang kedua Wang-Khan, orang-orang Tubegen yang dipimpin oleh Achik
Shirun, telah tiba, Quyilda harus menghadapi para penyerang yang baru tiba ini.
Sementara itu, Qadak dan serdadunya yang tersisa telah mundur. Quyilda terlalu
lelah untuk mengatasi sang musuh baru. Achik Shirun, yang penuh energi.
Pinggangnya ditombak dan dia pun jatuh dari kudanya. Para pendekar Magkud
berduyun-duyun menyelamatkannya. Saat inilah Jurchedai, dengan ke 2.000
kesatrianya, tiba. Jurchedai menghadapi musuh, sementara para prajuritnya
menyelamatkan Quyilda yang terluka. Achik Shirun mundur setelah kehilagnan
lebih dari setengah prajuritnya.
Pada
saat ini, regu penyerang Wang-Khan yagn ke tiga, ke-2.000 orang Dongqayid yang
dipimpin oleh Olon, muncul. Olon menerjang Jurchedai sanbil emncengkeram
tombaknya erat-erat. Dia menghujamkan tombak ke depan dengan ganas, tetapi
senjata itu tidak menyebabkan luka parah pada diri Jurchedai. Ujung tombaknya
hanya menyentuh ketiak Jurchedai. Justru kapak perang Jurchedai-lah yang
membelah helm dan tengkorak Olon jadi dua, menyebabkan darah dan jaringan otak
menyembur keluar. Karena kehilanga pemimpin mereka, Olon, orang-orang Dongqayid
pun mundur.
Berikutnya,
tibalah pasukan penyerang keempat Wang-Khan. Dipimpin oleh Qori Shilemun. Tidak
lama kemudian,leher Qori Shilemun disabet oleh kapak perang Jurchedai. Kepala
Qori Shilemun masih menempel pada tubuhnya, tetapi hanya dihubungkan oleh
beberapa lapis kulit yang msih utuh.
Mengetahui
bahwa taktik serangan bergelombangnya telah gagal, Wang-Khan meluncurkan
serangan habis-habisan. Temujin juga harus mengerahkan seluruh serdadunya,
tetapi sulit mengatasi inferioritas jumlah dengan rasio empat berbanding satu.
Nasib Temujin tampaknya sudah dapat diapstikan. Julah korban dari kedua belah
pihak makin bertambah seiring berjalannya waktu, dan padang serta bukit
dipenuhi mayat. Pada saat ini, terjadilah sesuatu yang mepengaruhi jalannya
perang. Sebuah panah uchumak, atau panah dengan kepala bertanduk tiga, yang
ditembakkan oleh Jurchedai, mengenai pipi Senggum. Senggum pun jatuh ke tanah,
tak sadarkan diri. Para prajurit Kerait berduyun-duyun menyelamatkannya. Saat
itu senja sudah tiba, jadi kedua pihak harus mundur.
Temujin
mundur ke tenggara, ke dekat huran, dan menanti fajar. Temujin memperkuat
pengawalannya. Kalau-kalau ada serangan musuh pada malam hari. Temujin
mengabsen di tengah kegelapan. Dia mendapati bahwa putra ketiganya yang berusia
sepuluh tahun, Ogodei serta dua panglimanya. Bogorchu dan Boroqul, tidak ada.
Temujin mengabsen kembali, tetapi tetap tidak ada jawaban. Temujin jadi murung.
Semua prajurit Temujin tidur di atas kuda mereka. Menjelang fajar, seekor kuda
berjalan pelan ke samping Temujin dari baris depan. Pengawal Temujin mencoba mengidentifikasi pria penunggang itu,
dengan cahaya obor mereka. Pria itu bagaikan hantu perang. Helmnya lenyap, baju
zirahnya tercabik-cabik, tetapi dia masih memegangi tombaknya yang bernoda
darah erat-erat. Pria itu adalah Bogorchu. Dia terlihat luar baisa letih.
Temujin membantunya turun dari kuda dan mengulurkan tangan untuk tumpuan.
“Bogorchu!
Apa kau baik-baik saja? Aku mengkhawatirkanmu.”
Temujin
memerintahkan abak buahnya agar membawakan minuman. Bogorchu, sambil
membalikkan kantong kulit domba, meneguk susu domba dan berkata, “Tuan, aku
tidak apa-apa. Aku hanya agak lelah.”
Setelah
mengucapkan kata-kata itu, dia terkekeh-kekeh. Temujin, sambil menepuk
punggungnya, tersenyum kepadanya. Bogorchu menghadapi masa sulit ketika kudanya
jatuh kerena tertembak panah musuh. Tetapi akhirnya dia berhasil selamat,
melacak jejak Temujin dengan kuda musuh yang diambilnya.
Saat
fajar, seekor kuda lainnya mendekat. Pria yang menunggang kuda itu adalah
Boroqul. Dia menggendong seorang bocah di depannya yang mungkins aja sudah
meninggal atau masih hidup. Kedua sudut mulut Boroqul bernoda darah. Bocah itu
adalah putra ketiga Temujin. Ogodei, dan lehernya terluka karena terkena panah
musuh. Karena orang-orang Kerait menggunakan panah beracun. Boroqul harus
menghisap darah dari luka tersebut supaya dia tetap hidup.
Temujin
menggendong putranya turun dari kuda dan memeriksa lukanya. Dokter militer
dipanggil untuk merawat luka itu. Setelah menyalakan api unggun di dekat
barisan prajurit, sang dokter memanaskan belatinya ke api untuk menjadikannya
merah membawa. Lalu, di sudutnya luka tersebut dengan belati itu. Tubuh si anak
laki-laki berguncang dahsyat saat dia mengeluarkan jeritan kesakitan yang
mengerikan, tapi tangan Temujin yang kokoh menutupi mulutnya dan tangan- tangan
prajurit lainnya membantu menstabilkan tubuhnya. Ini berlangsung beberapa lama,
tapi akhirnya si anak laki-laki menjadi tenang. Dia pingsan. Sang dokter
memeriksa denyut nadinya dan berkata, “Dia akan baik-baik saja. Biarkan dia
beristirahat. Pasti nanti dia bangun.”
Sang
dokter menyelesaikan pekerjaanya, membubuhkan obat dan membalutkan perban.
Temujin memerintahkan anak buahnya agar mengurus putranya baik-baik.
Saat
matahari terbit, Temujin mundur kira-kira 50 kilometer lagi ke selatan sampai
di tepi Sungai Dalan Nemulges, yang pernah menjadi medan pertempuran dengan
kaum tartar. Mereka masih dapat melihat mayat yang membusuk, karena perang
rusak, dan senjata yang dibuang di mana-mana. Maat-mayat sudah dimakan separuh
oleh hewan liar, burung nasar, dan gagak, sedangkan sisanya dihancurkan oleh
kekuatan alam. Temujin mengongsolidasikan para serdadunya di sana untuk bersiap
akan serangan ke dua Wang-Khan. Dia amengonfirmasi jumlah serdadunya yang
tersisa. Jumlah tersebut telah merosot dari 11.000 menjadi 4.600. Dia atelah
kehilangan lebih dari setengha prajurit.
12.
PESAN TEMUJIN UNTUK WANG-KHAN
Wang-Khan
mengadakan rapat di kamp perangnya untuk memutuskan apakah akan melanjutkan
perang atau mundur. Pihak Wang-Khan juga menderita kerugian besar. Dia
kehilangan sekitar setengah serdadunya dan, terlebih lagi, putranya Senggum
masih tidak sadarkan diri. Menetang sikap Jamuka yang bersikeras agar pertempuran agar pertempuran dilanjutkan.
Achik Shirun mengutarakan pendpat yang berbeda.
“Tuan,
sebelum kita memutuskan apakah kita sebaiknya melanjutkan perang atau tidak,
pikirkanlah penyebab perang ini. Penyebabnya adalah karena putra Anda. Senggum.
Dia bersikeras agar kita melancarkan perang, dmi merebut posisi sebagai khan di
masa mendatang dan martabat kaum Kerait. Dia masih tak sadarkan diri dan tak
seorang pun tahu kapan dia akan bangun. Pada titik ini, jika kita melanjutkan
perang, apa artinya untuk kita? Hal yang
terpenting saat ini adalah memastikan agar dia bangun, dan mematkan bahwa dia
baik-baik saja. Sudah jelas bahwa pasukan Temujin mengalami kerugian besar.
Sebagian besar orang Mongol Kyat bersama Jamuka sekarang, Altan dan Quchar.
Sisa keompk Temujin takkan jadi ancaman besar bagi kita. Melanjutkan perang
hanya akan melemahkan kita.”
Tak
seorang pun bicara untuk menentangnya. Setelah keheningan singkat, Wang-Khan
membuka mulut perlahan-lahan dan berkata, “Benar! Pada saat ini, hal yang
paling urgen adalah memastikan agar Senggum bangun. Berhati-hatilah keteika
kalian membawanya dan para dokter harus berbuat sebaik mungkin untuk
membangunkannya sesegera mungkin. Kita akan kembali.”
Wang-Khan
memutuskan untuk mundur. Mereka pelan-pelan bergerak kembali ke utara melewati
Dataran Tinggi Mau.
Sesudah
memastikan bahwa Wang-Khan benar-benar mundur, Temujin menggerakkan pasukannya
ke barat, menysuri tepi Sungai Qalqa. Karena mereka kehabisan makanan, mereka harus berburu. Mereka memilih
sebuah hutan, yang dianggap sebagai habitat bagus bagi hewan liar, mengepungnya
dan menggiring hewan-hewan ke dalam lingkaran. Sementara Temujin dan para
panglimanya mengarahkan dan mengawasi opersi perburuan tersebut, seekor babi
hutan besar kabur dari kepungan dan mulai melarikan diri. Melihat ini, Quyilda
bergegas mengejar si babi hutan karena binatang itu merupakan bagian dari kepungannya.
Temujin meneriakinya, berusaha menghentikannya, “Quyilda! Jangan! Lukamu belum
sembuh!”
Temujin
benar. Dua atau tiga hari terlalu singkat untuk menyembuhkan lukanya yang
dalam. Selagi dia mengejar si babi hutan, lukanya terbuka kembali dan darah
mulai mengucur keluar. Para dokter berusaha menghentikan pendarahan, tetapi
mereka tak berhasil. Darah terus saja mengucur deras dari luka Quyilda segera
saja kehilangan kesadaran. Sesudah mengecek denyut nadinya, para dokter
menggelengkan kepala, mengatakan bahwa dia sudah tiada.
Temujin
meguburkan Quyilda di Puncak Bukit Tinggi Kelegey Qada, di dekat Sungai Qalqa.
Mereka memasukkan juga senjata dan barang kesukaannya ke makam. Saat senja,
Temujin dan semua panglimanya berkumpul mengelilingi makam Quyilda dan
mengucapkan selamat tinggal kepadanya.
Di
sini beristirahat pria teladan.
Keberaniannya
memindahkan gunung,
Dan
mengguncangkan langit,
Kini,
jasadnya atas kehendak Tuhan,
Dipeluk
oleh lengan Ibu Pertiwi.
Dan
jiwanya yang terpuji,
Laksana
burung yang bebas.
Akan
terbang tinggi di atas padang.
Selamanya.
Temujin
meneruskan mars di sepanjang tepi Sungai Qalqa. Di sekitar muara sungai Qalqa
ke Danu Buyr, tinggallah sekelompok orang yang merupakan klan dari kaum
Onggirad. Sekali pun orang-orang Onggirad sesuku dengan istri pertama Temujin,
Borte, pada masa lalu mereka pernah bergabung dengan pasukan aliansi Jamuka.
Temujin memanggil Jurchedai dan memberinya instruksi.
“Masukilah
wilayah Onggirad. Jika mereka kooperatif, jangan sentuh mereka. Jika mereka
melawan, hantam mereka.”
Bersarakan
perintah Tmujin, Jurchedai memasuki wilayah itu dengan ke .1.000 kesatria
Uruud-nya. Terge dan Amel, kepala suu Onggirad di area itu, dengan segera
menyadari bahwa pasuan Temujin memasuki tanah mereka. Mereka menerima serdadu
Jurchaida tanpa perlawanan. Temujin memimpin pasukannya memasuki wilayah
Onggirad. Sebelum bergerak, Temujin memberi perintah tegas kepada pasukannya
bahwa orang-orang Onggirad tidak boleh disentuh dan tidak boleh dijarah. Mereka
tidak bersikap bermusuhan terhadap Temujin sama sekali. Temujin mengingatkan
mereka, ketika dia berjumpa Terge dan Amel, bahwa dia adalah teman kaum
Onggirad berkat hubunga pernikahan.
Mendengar
komentar Temujin, terge terkekeh dan berkata. “Kami tahu! Itulah sebabnya kami
menyambut Anda.”
Terge
mengirim seorang untuk memberi tahu Dey Sechen dan putranya. Alchi, mengenai
kedatangan Temujin. Temujin bertemu kembali dengan Dey Sechen dan Alchi. Dey
Sechen berkata, sambil menggenggam tangan Temujin, “Aku minta maaf soal tempo
hari. Itu terjadi karena pengambil keputusan kami, Ala Qus,d an sejumlah kepaal
suku lain takut pada Jamuka serta kekuasaannya. Alchi dan aku berusaha membujuk
mereka, tapi kami tidak berhasil. Pokonya, keadaan sekarang sudah berubah.
Menurutku begitu.”
Kali
ini, Alchi berkata kepada Temujin, “Aku ingin bersamamu suatu hari nanti.
Panggillah aku! Aku pasti datang!”
Kata-kata
mereka menghibur Temujin. Namun Temujin tahu mereka tidak bisa banyak membantu
pada saat itu.
Temujin
meninggalkan wwilayah Onggirad dan melanjutkan Marsnya. Dia tiba di Kali
Tungge, cabang dari Sungai Qalqa. Dia mendirikan markas besar di sana. Begitu semuanya sudah ampai di
sana, dia mengeluarkan pernyataan resmi yang mengutuk Wang-Khan, Senggum, Altan,
dan Quchar. Dia memilih Arqai dan Sukeei sebagai kurir untuk menghantakan
pesannya kepada Wang-Khan serta yang lain. Temujin berusaha membua mereka
menyadari kesalahan mereka dan oleh sebab itu, menjatuhkan mental mereka.
Berdasarkan
adat istiadat mereka saat itu, kurir tidak boleh dibunuh atas alasan apa pun.
Karena mereka tidak punya sistem tulisan pada masa itu, para kurir harus
mengantarkan pesan secara verbal. Pean Temujin untuk Wang-Khan adalah sebagai
berikut :
Bagaimana
dengan janji Anda kepada saya
Bahwa
Anda takkan pernah membuat keputusan
Sampai
kita bicara berhadapan?
Saya
telah menjadi pengikut setia Anda,
Dan
tak pernah menghianati Anda.
Jika
satu dari dua roda kereta patah,
Bagaimana
bisa ia bergerak maju?
Jika
satu dari dua pegangan gerobak patah,
Bagaimana
bia ia ditarik maju?
Karena
penilaian Anda yang keliru dan
Keputusan
Anda yang tidak bijak,
Saya,
putra angkat Anda, meratap pedih.
Temujin
juga mengirim pesan untuk Altan dan Quchar :
Aku
menjadi Khan
Bukan
ata permintaanku,
Tapi
karena kehendak kalian.
Bagaimana
dengan sumpah yang kalian
Berikan
kepadaku?
Jika
kalian lalai mengikuti perintahku,
Kalian
bersumpah kepala kalian akan dipenggal
Dan
dibuang ke padang
Masihkan
kalian ingat?
Kalian
kini bersama ayah angkatku, Wang-Khan.
Kalian
semuanya tahu betapa setianya aku
Pada
beliau
Kini,
kalian lihat dengan jelas apa yang
Telah
terjadi padaku.
Apa
kalian punya jaminan
Bahwa
ini takkan terjadi pada kalian?
Temujin
juga mengirim pesan untuk Senggum. Pada saat Senggum menerima pesan Temujin,
lukanya sudah pulih total.
Kawanku
Ayah
angkatku, sang khan, punya dua putra,
Satu
dilahirkan dengan pakaian
Dan
satunya lagi dilahirkan tanpa pakaian.
Ayah
angkatku mencintai dan menyayangi
Kedua
putranya ini.
Kehilangan
yang mana saja di antara keduanya.
Pasti
akan membuat beliau menderita.
Maka
berhentilah mengusik ayahmu.
Bhakan,
domba yang kita pelihara,
Ada
dua jenis.
Satu
untuk diambil susunya,
Dan
satu untuk diambil wolnya
Pertimbangkanlah
ini.
Ketiganya
mengeluarkan respon yang berlainan atas pesan Temujin. Wang-Khan nelangsa,
Altan dan Quchar mendengus, sedangkan Senggum marah-marah. Senggum
membentak-bentak kurir Temujin.
“Apa?
Kawan? Sejak kapan dia memanggilku kawan? Apa dia menyebut ayahku, ayah
angkatnya, “Khan? Omong kosong! Dia mungkin saja memanggil ayahku “penjagal
tua” di belakang punggungnya! Domba yang diambil susunya dan domba yang diambil
wolnya? Bukankah dia menyebutku dukun berekor Sartakchin?”
Sartakchin
adalah domba raksasa yang hidup di Dataran Mongolia pada saat itu. Ekornya luar
biasa tebal dan panjang. Ekornya bagus besar sampai-sampai terkadang bisa
mengisi satu gerobak penuh. Sebagian dukun mengenakan ekor tersebut di punggung
mereka ketika menyelenggarakan ritual. Di antara para dukun yang melakukan hal
ini, banyak yang bahkan tak dapat berjalan dengan mudah karena berat dan
panjangnya ekor tersebut. Pada masa itu, orang-orang yang memegang jabatan
melebihi kemampuannya disebut “dukun berekor sartachin” oleh orang-orang
Mongol.
Senggum
berujar kepada kedua kurir Temujin, “Aku tak sudi menerima kata-kata Temujin.
Kembalilah dan beri tahu dia bahwa perang akan berlanjut!”
Kedua
kurir Temujin, Arqai dan Sukegei, lalu meninggalkan markas besar Wang-Khan.
Namun, Sukegei tidak ingin kembali kepada Temujin. Menurutnya, Temujin bakal
binasa. Dia pun tak kembali kepada Temujin dan justru bergabung dengan Tooril,
yang menyertai Jamuka. Alhasil, Arqai kembali kepada Temujin sendirian dan
melaporkan segalanya.
13.
ORANG-ORANG BALJUNTU
Temujin
memutuskan untuk menyembunyikan diri sementara ini. Yang dibutuhkannya adalah
waktu. Dataran Mongolia bukan lagi tempat yang aman baginya. Inilah satu lagi
cobaan besar baginya sejak kekalahan di Dalan Balju. Nanub, dia tidak patah
semangat. Dia pun menuju ke Selatan bersama para serdadunya yang tersisa.
Mereka menyebari padang gurun, dan melewati perbukitan tanpa suara. Karena
mereka sudah kehabisan bekal, mereka harus mencari cara untuk menyambung hidup.
Mereka menangkap hesan-hewan kecil di padang untuk mengurangi rasa lapar dan,
saat beruntung, mereka menangkap unta liar. Banyak prajurit menyerah karena
lamanya mars yang menyusahkan dan tanpa harapan itu, serta melakukan desersi.
Jumlah pengikut pada permulaan mars berkurang hingga setengah saat akhir.
Setelah
melakukan mars sejauh kira-kira 400 kilometer, Temujin dan pasukannya tiba di
danau Baljuna, sebuah area terpencil yang terletak di ujung tenggara Dataran
Mongolia. Kawasan itu berada di ujung selatan Pegunungan Khingan dan dekat
dengan perbatasan Chin. Temujin memilih Danau Baljuna sebagai tempat
persembunyian. Dia memandang ke sepenjuru danau. Danau itu kecil dan satu
sisinya terhubung dengan area rawa-rawa serta hutan. Di tmur laut, dia bisa
melihat citra biru cerah Pegunungan Khingan di kejauhan. Air di danau Baljuna
tidak jernih, melainkan keruh. Di tempat itu, karavan acapkali berhenti supaya
ternak mereka bisa minum. Karavan yang merambah guruns ekalipun tidak menginap
di sana. Pada musim panas, bau bacin dari danau membuat bernapas jadi sulit,
dan kawanan nyamuk serta lalat mengganggu, bahkan menyiksa, manusia mau pun
hewan. Namun Temujin tidak punya pilihan.
Setelah
mengelilingi danau,Temujin berkata kepada anak buahnya, “Kita akan tinggal di
sini sementra ini. Ini mungkin bukan tempat yang bagus untuk ditinggali, tapi
lokasi ini bisa saja merupakan tempat bagus untuk bersembunnyi.”
Temujin
membiarkan para prajuritnya menebang pohon dari hutan di dekat sana dan
membangun perkapungan tenda. Beberapa waktu kemudian, Temujin mendengar
keributan dan dia pun pergi untuk melihat apa yang terjadi. Sekelompok prajurit
telah berkumpul di satu penjuru danau, mengobrol dan menunjuk arena tertentu di
danau. Temujin pun berjalan ke sana. Lewat air yang keruh. Temujin dapat
melihat kuda dan hewan lain yang mati. Diasumsikan bahwa bangkai tersbut sudah cukup lama ada di sana, sebab banyak
yang sudah tinggal kerangka. Temujin menoleh ke sekeliling danau. Bisa
dilihatnya bahwa sejumlah burung tengah berenang di air, sedangkan hewan-hewan
liar lainnya meminum air di seberang.
Temujin
menenangkan para prajuritnya, “Tidak apa-apa. Airnya mungkin keruh, tetapi
tidak beracun. Kita bisa menggunakan air ini setelah merebusnya.”
Pada
maalm harinya. Temujin dan semua panglimanya serta kepala Suku duduk
berdampingan, mengelilingi api unggun. Dia memerintahkan salah seorang prajurit
untuk membawakan secangkir besar air keruh dari danau.
Degan
cangkir di tangan, Temujin berdiri dan berkata dengan suara tegas, “Kuberikan
apreasi yang tulus kepada semua aorang di sini karena sudah rela beragi cobaan
dan kesulitan bersamaku. Aku berjanji bahwa aku akan berbagi semua kejayaan,
kebahagiaan, dan duka dengan kalian semua mulai saat ini. Jika aku mengingkari
kata-kataku, aku akan jadi seperti binatang-binatang di air berlumpur itu.”
Sesudah
mengucapkan kata-kata ini, dia menyesap air keruh tersebut dan mengoperkannya.
Mereka semua menyesap air keruh yang sama, bergiliran. Mereka semua kemudian
berdiri dan bersumpah setia kepada Temujin.
“Kami
bersumpah setia kepada Temujin Khan. Kami takkan pernah meninggalkanmu dalam
situasi apa pun, kapan pun, dan aka berbagi takdir serta loyal hingga napas kami yang
penghabisan.”
Total
sembilan belas panglima dan kepala suku bersumpah setia. Belakangan mereka
disebut orang-orang Baljuntu atau “Peminum air keruh” dan mereka menjadi
anggota inti staf Temujin.
Temujin
lambat laun mulai membangun kembali kekuatannya selagi berada di sana. Suatu
hari, kira-kira sebulan setelah kedatangannya, sejumlah besar domba dan unta
mendekati danau daari sebelah selatan, digirign oleh sekitar sepuluh orang.
Temujin mengutus seorang untuk mengidentifikasi mereka. Ternyata mereka adalah
orang-orang Muslim pengikut karavan. Mereka sedang dalam perjalanan menuju
teritori Onggut, yagn tidak jauh dari sana, sambil menggiring seribu ekor domba
untuk diperdagangkan. Mereka datang ke danau untuk memberi minum ternak mereka.
Mereka berencana membarter domba mereka dengan bulu musang. Salah seroang di
antaranya, seorang laki-laki berjanggut dan berkumis tebal, mengenakan jubah
putih serta serban di kepalanya, menghampiri Temujin yang sedang memperhatikan
mereka di tepi danau. Ketika dia tiba di hadapan Temujin, dia memberikan salam
gaya Islam, membungkuk dan menyentuh keningnya dengant angan kanan.
“Salam,
Temujin Khan! Sudah lama sejak aku terakhir kali berjumpa Anda.”
Temujin
mengamatinya dengan saksama dan mengingat-ingat. Pria itu adalah orang Muslim
pengelola karavan, Jafar. Temujin ingat bahwa dia pernah melihat lelaki itu
berkali-kali sebelumnya, di tenda kebesaran Wang-Khan. Pada saat itu, Temujin
mendapat kesan yang sangat baik akan diri pria itu, dia bisa berbicara dalam
beberapa bahasa, termsuk bahasa Farsi, Mongolia, dan Cina. Yang terutama, dia
paham benar dengan percaturan politik internasional. Jafar juga terpukau dengan
karakter Temujin dan memandangnya sebagai calon pemimpin dataran Mongolia.
Mreka menjalin persahabatan, begadang bersma-sama, dan mengobrol banyak topik
semalaman, terutama tentang politik internasional.
“Jafar!
Aku senang sekali bertemu denganmu lagi, sesudah bertahun-tahun!”
Mreka
berpelukan dan saling menyentuhkan pipi. Saling menepuk punggung, mereka
bergembira, karena bertemu kembali.
“Aku
mendengar kabar tentang Anda, tapi tak pernah kubayangkan aku akan bertemu
dengan Anda di tempat seperti ini.”
Temujin
mengantar Jafar masuk ke Yyrt-nya. Sebagaimana sebelumnya, mereka
bercakap-cakap panjang sambil minum teh. Temujin mendengar banyak hal mengenai
situasi internasional darinya. Jafar berjanji akan mendukung Temujin alih-alih
Wang-Khan, meskpun kondisinya ekarang sangatlah tidak pasti. Jafar merupakan
salah satu pria yang telah memprakirakan masa depan Temujin. Dia juga merupakan
pria yang sangat praktis. Dia tahu bagaimana caranya bersikap supaya menjadi
pengelola karavan yang sukses. Melihat kesusahan Temujin, dia dengan senang
hati mendonasikan seribu domba yang dia bawa untuk diperdagangkan. Belakangan,
Jafar membantu Temujin dengan banyak cara lain dan menjadi salah satu anggota
staf pentingnya.
Orang-orang
mulai berkumpul kembali di sekitar Temujin. Salah satunya adalah Yelu Ahai, si
orang Khitan. Leluhur Yelu Ahai orang Khitan, digulingkan oleh orang-orang
Juchi dari kekaisaran China, kakek serta ayahnya bekerja untuk Kekaisaran Chin.
Yelu ahai adalah Duta Besar Chin untuk Wang-Khan. Temujin sering bertemu dia di
tenda kebesaran Wang-Khan dan membangun hubungan baik dengannya. Yelu Ahai juga
merupakan satu lagi orang yang menilai tinggi karakter dan kemampuan Temujin,
serta memandangnya sebagai calon pemimpin Dataran Mongolia. Walau pun dia
semestinya bersama Wang-Khan, mengingat jabatannya. Yelu Ahai datang menemui Temujin bersama saudara
laki-lakinya, Tuka. Akan tetapi, Temujin tidak pernah mempercayai siapa pun
sedari awal. Kadang butuh waktu sangat lama untuk memperoleh kepercayaan
Temujin. Namun, begitu,Temujin meyakini ketulusan mereka, dia memberi mereka
kepercayaan sutuhnya.
“Selamat
datang! Mari kita bekerja sama, demi masa depan kita yang cerah.”
Temujin
menyambut mereka. Yelu Ahai, seperti Jafar, fasih berbicara dalam beberapa
bahasa, dan merupakan pakar dalam perkara internasional. Dia adalah diplomat
ulung. Temujin banyak berbicara dengannya mengenai situasi di Cina dan
negara-negara lain sambil menyantap makanan suatu malam.
“Bagaimanakah
situasi sosial politik di Cathay?”
Sebagai
responnya, Yelu Ahai memberi Temujin opininya bahwa peradaban Cina sedang merosot,
kekuatan mereka melemah, dan mereka tengah bergerak menuju masyarakat yang
dekaden.
“Masyarakat mereka mengalami
kemerosotan dalam banyak aspek. Kejujuran dianggap sebagai kebodohan dan semua
orang asing adalah musuh.”
Sebelum keruntuhan masyarakat mana pun,
pertama-tama terjadilah kemerosotan standar moral dan kebingungan mengenai
nilai-nilai sejati.
Yelu Ahai memberi tahu Temujin bahwa dunia politik dan pemerintahan Chin serta
Kekaisaran Sung hanya diperuntukkan bagi kaum aristikrat dan kasim, bukan untuk
rakyat. Temujin mendengarkan tanpa bersuara.
“Sudha
waktunya mereka memulai era baru, “Yelu Ahai menuimpulkan. Pada masa itu, dunia
manusia ditopang oleh gerobak beroda dua : satu rod adalah peradaban cina,
sedang satunya lagi adalah peradaban Persia. Tak seorang pun tahu bahwa apda
saat itu, Temujin memutuskan untuk menaklukkan kedua peradaban itu dan menyitir
dunia manusia ke arah baru. Belakangan, Yelu Ahai dan saudara lainya, Tuka,
bersumpah seia serta menajdi orang-orang Baljuntu baru.
Temujin
memiliki karakter unik di antara para pemimpin dan berpikiran erbuka. Dia
menerima siapa saja yang mengikutinya dan mempunyai tujuan tau kehendak yang
sama seperti dirinya. Dia tidak mendiskriminasikan siapa pun berdasarkan
keturunan, ras, bahasa, atau agama mereka. Satu-satunya yang berarti baginya
adalah kesetiaan dan kejujuran. Dia tidak pernah luput memberi anak buahnya
imbalan atas jasa mereka, besar atau kecil, dan sebaliknya, dia membinasakan
musuhnya hingga tuntas. Dia menampik kemewahan, dan menyantap makanan yang sama
serta mengenekan pakaian yang sama seperti prajuritnya yang berpangkat paling
rendah. Dia memperkenankan anak buahnya memangginya “Temujin”, dan ahlhasil
pengembala domba terendah sekali pun memanggilnya “Temujin”. Dia memperlakukan
prajuritnya seperti saudara sendiri dan, di hadapannya, panglima atau prajurit
berpangkat terendah diberi hak individu yang sama. Dia dengan keras melarang
prajurit berpangkat tinggi memukul mereka yang berpangkat lebih rendah dan
setiap prajurit boleh menolak pekerjaan yang melampau kemampuannya. Anggota
keluarga dari prajurit yang tewas mendapatkan semua yang mereka aperlukan,
termasuk kebutuhan sehari-hari, dan anak-anak mereka diurus dengan baik serta
di didik di bawah bimbingan yang baik.
Temujin
tidak pernah lalai, untuk memastikan bahwa hatinya tak mengontrol kepalanya.
Dia sangat berhati-hati untuk tak membiarkan dirinya larut sedemikian rupa
dalam emosi manusia seperti kesenangan, kemarahan, cinta, atau pun kesedihan.
Dia punya impian besar, mata air hasrat, yang menjadi sumber energi
tindakannya, dan kearifan serta keberanian luar biasa yang diperlukan bagi
mewujudkan impian tersebut. Dia menghargai kekuasaan, dan kearifan serta
keberanian luar biasa yang diperlukan guna mewujudkan impian tersebut. Dia
menghargai kekuasaan, dan mengejarnya dengan tekun. Dia adalah pria praktis
yang mengakui bahwa dia tidak bisa mewujudkan impiannya tanpa kekuasaan.
14.
KEJATUHAN KAUM KERAIT
Temujin
menghabiskan musim panas itu di Baljuna. Musim panas tersebut panjang dan
menyakitkan. Para prajuritnya, dalam banyak kasus, harus minum air keruh berbau
dan, pada pagi hari, mereka terbangun dengan wajah bengkak karena digigit
nyamuk. Karena persediaan makanan mereka tidak memadai. Temujin harus peri
berburu ke area pegunungan yang jauh, dengan resiko ketahuan.
Pada
permulaan musim gugur, ketika suhu udara multi turun, seorang pria membelot ke
Temujin; Pria ini berarti bagi Temujin. Dia adalah panglima Kerait yang masih
muda. Chingai. Dia bukan saja seorang kesatria yang hebat, melainkan juga pria
yang brilian dan melek politik. Chingai menilai tinggi Temujin karena
kepemimpinan dan filosofinya serta yakin akan masa depan Temujin yang cerah,
kendati dia mendapati Temujin dalam kondisi yang tak menguntungkan. Chingai
ingin mewujudkan cita-citanya sendiri lewat Temujin. Dia adalah seorang
penganut Kristen Nestorian.
Temujin
mendapat informasi terbaru yang terperinci mengenai pergerakan kaum Kerait.
Chingai berkata kepadsa Temujin, “Baru-baru ini, Jamuka, Altan dan Quchar
besekongkol untuk membunuh Wang-Khan, tetapi gagal. Wang-Khan berusha menangkap
mereka, tetapi mereka sudah kabur. Mereka kabur menemui kaum Naiman, dengan
orang-orang mereka sendiri. Tapi, saya dengar mereka telah kehilangan
kepercayaan dari orang-orang mreeka sendiri.”
Temujin
tahu waktunya telah tiba. Dia serta merta mengambil tindakan. Dia mengutus
pembawa pesan untuk menemui semua kepala suku yang selama ini berhubungan dekat
dengannya. Menanggapi panggilan Temujin, yang pertama tiba adalah Alchi, si
orang Onggut. Dia datang bersama ke.3.000 prajurit berkudanya, atas ijin Ala
Qus, penguasa tertinggi kaum Onggut. Orang-orang Onggut tersebut diikuti oleh
kaum Gorola dan Ikires yang masing-masing beranggotakan 2.000 prajurit berkuda.
Dahulu mereka menyertai Jamuka di Koyiten. Namun, ketika pasukan aliansi Jamuka
kalah dalam pertempuran, mereka menyerah kepada Temujin dan menjadi kooperatif.
Daritai, paman Temujin, juga bergabung bersama ke-2.000 serdadunya. Partisipan
yang lain adalah sekelompok kecil orang
Khitan, dipimpin oleh Yelu Ahai dan
saudaranya, Tuka, serta sejumlah kesatria Muslim. Kini, pasukan Temujin
merupakan kelompok internasional.
Kasar,
adik Temujin, tidak ikut serta dalam mars ke Baljuna, begitu pula Belgutei.
Kasar adalah pria ambisius layaknya kakaknya dan ingin memiliki kekuatan
sendiri yang independen. Selagi Temujin sedang sibuk memanggil pasukan
sekutunya. Kasar tengah mengunjungi kampung halaman mertuanya. Istri Kasar
adalah putri seorang kepala suku bawahan Wang-Khan.
Kasar
baru sja selesai sarapan bersama istri dan ketiga putranya, Yegu, Yesugge, dan
Tuqu. Tiba-tiba saja, seratus prajurit berkuda mendekati yurt tempatnya
amenginap, gemuruh kaki kuda mereka mengguncangkan tanah dan menghasilkan
kegaduhan. Mreka adalah prajurit Kerait. Kasar yang terheran-heran membka
pintu kelepak dan melangkah keluar yurt.
Salah seorang prajurit, yang nampaknya adalah sang kapten, melangkah maju dan
berbicara kepada Kasar.
“Perintah
langsung dari Wang-Khan, Tuan! Kalian semua harus mengikutiku, sama sepertimu,
sekarang juga!”
Mreeka
semua bersenjata lengkap. Sambil berbalik, Kasar berusaha melangkah kembali ke
dalam yurt untuk mengambil pedang sabitnya, tapi sudah terlambat. Beberpa
amereka dengan gesit turun dari kuda dan mengepung Kasar dan keluarganya pun
diseret ke ordu Wang-Khan. Kasar berhadapan dengan Wang-Khan di tendanya.
Sambil duduk di sofa empuk, Wang-Khan tengah menikmati manikur dari dua budak
perempuan muda. Di sebelahnya, putranya Senggum sedang duduk membungkuk di
kursi, dengan kedua siku ditopangkan ke pangkuan, menatap Kasar saat dia msuk.
Digiring oleh pengawal, Kasar berdiri di depan Wang-Khan. Wang-Khan, sesudah
mengusir kedua budak perempuan, mempersilahkan Kasar duduk.
“Halo,
Kasar! Sudah lama sejak aku terakhir bertemu kau. Bagaimana kabarmu?”
Wang-Khan
memerintahkan budak untuk membawakan teh. Saat para budak perempuan menyajikan
teh, Wang-Khan menawarkan minuman tersebut kepada Kasar sementara dia sendiri
menyesapnya. Wang-Khan berkata kepada Kasar, sembari memandangnya dengan benci,
“Aku butuh kerjasamamu. Kudengar rumor bahwa Temujin, walau pun sedang
bersembunyi di suatu tempat, sedang berupaya untuk kembali. Aku harus mencari
tahu apakah itu benar. Bisakah kau berbuat sesuatu untukku terkait hal ini?”
Sementara
Ksar diam saja,s ebab dia tidak tahu bagaimana harus menjawab, Senggum
mengintervensi. Dia berkata, sambil menatap Kasar, “Kami mendapat informasi
samar-samar bahwa Temujin berencana balas smenyerang. Namun, kami tidak tahu
dimana dia aberada dan sebesar apakah skala kekuatannya saat ini. Kami
memerlukan informasi lebih terperinci. Ayahku tak hanya menginginkan informasi,
tapi juga bantuanmu untuk menyingkirkannya sesegera mungkin.”
Karena
Kasar terus emmbisu, Wang-Khan berkata sambil memeriksa kukunya yang telah
dipotong rapi dan dicat mengkilap satu persatu oleh budak perempuan, bahkan
tanpa memandang Kasar, “Kau sudah banyak membantuku sejauh ini. Menurutku aku
akan menyetujuimu sebagai Khan Mongol Kyat. Kau tidak perlu melayani Kakakmu
seumur hidup. Aku benar, kan?”
Memecahkan
kebisuannya, Kasar membuka mulut dan berkata dengan muram, “Saya sendiri sudah
mencari-carinya, tapi tidak berhasil. Bagaimana bisa saya menemukannya di
negeri luas ini?”
Mendengar
jawaban Kasar, Senggum berkomentar, “Kami duga dia sedang bersembunyi di suatu
tempat di area selatan. Kami mengutus pembawa pesan kepada kaum Onggut untuk
menanyai mereka, apakah mereka mengetahui keberadannya, tapi mreeka bilang
mereka tidak tahu. Menurutku dia pasti ada di sekitar sana, jika kau
mencarinya.”
Kasar
mendesah. Wang-Khan, seolah-olah meahami pikiran Kasar, berkata kepadanya
dengan nada membujuk, “Kau sebaiknya menjaga hubunganmu denganku. Temujin tak
bisa mengalahkanku. Sekalipun dia mengalahkanku, begitu dia tahu kau
membantuku, dia takkan menoleransinya.”
Setelah
mengucapkan kata-kata ini, Wang-Khan meliriknya seakan untuk mengecek respons
Kasar. Kasar mengangguk pelan. Sementara Kasar menyetujui, Wang-Khan tersenyum
lebar dan berkata, “Keputusan yang bijak! Kelak, jika semuanya berjalan lancar,
kau akan jadi putra keduaku.”
Senggum
berujar, “Sementara itu, kami akan menjaga keluargamu baik-baik. Jangan
khawatir soal itu, Adik!”
Senggum
sudah menggunakan kata “adik” dengannya. Ketika Senggum mengatakan bahwa mereka
akan menjaga keluarganya baik-baik, maksudnya keluarga Kasar akan menjadi
tawanan mereka. Kasar tahu itu. Ksar juga tahu bahwa anggota keluarga perempuan
dari penghianat akan dijadikan budak, sedangkan anggota keluarga laki-laki
dibunuh. Itulah hukuman yang biasanya dijatuhkan di Fataran Mongolia. Kasar
lantas meninggalkan tenda Wang-Khan.
Kasar
berangkat untuk mencari Temujin hanya dengan tiga pendamping. Dia diberi lima
belas hari. Jika dia lalai menghubungi Wang-Khan dalam waktu lima belas hari,
keselamatan anggota keluarganya tidak
bisa dijamin. Dia mengembara ke gurun dan padang. Sepuluh hari setelah
meninggalkan ardu Wang-Khan, dia kehabisan makanan. Dia harus berburu hewan
keil di gurun dan padang untuk dimakan. Pada hari keempat belas, dia berhasil
mencapai danau Baljuna. Ketika Temujin melihat Ksar, dia memeluk adiknya itu
dan bergembira karena mereka bertemu kembali.
“Kasar,
senang bertemu denganmu lagi. Kenapa kau tidak datang lebih awal?”
Kasar
memberitahukan apa yang menimpa kepada Temujin.
“Kakak,
mereka menawan keluargaku. Keluargaku ada di tangan mereka sekarang. Jika aku
tidak menghubungi mereka saat tenegah malam besok, mereka pasti akan membunuh
ketiga putraku.”
Temujin
pun mengadakan rapat darurat. Temujin berkata, di hadapan semua kepala suku dan
panglima, “Jika mereka memperalat adikku, kita bisa memanfaatkannya untuk
melawan mereka. Akan kukirim kurir untuk membawa pesan urgen. Tapi, para kurur
haruslah wajah baru yang tidak mreeka kenal. Tentu saja, mereka harus menyamar
sebagai anak buah Kasar.”
Temujin
memilih dua laki-laki. Mreka meti dapat dipercaya, tak kenal takut, kuat,
sangat lihai menggunakan senjata, dan, terutama, pintar bicara. Temujin
menyerahkan tugas tersebut kepada Qaliudar dari kaum Jeuried dan Chaulqan dari
kaum Uringqai. Mereka meninggalkan perkemahan Temujin dan bergegas menuju ordu
Wang-Khan. Temujin juga mengerahkan pasukannya dan berderap menghampiri
Wang-Khan dengan kecepatan penuh. Kedua kurir berkuda semalaman dan di ordu
Wang-Khan esok harinya, sebelum tengah hari.
Mereka
digiring ke tenda Wang-Khan dan salah satunya, Qaliudar, memberikan laporan
sambil bertumpu pada satu lutut.
“Pesan
urgen dari Kasar! Kami telah dikirim oleh Kasar. Majikan kami telah
mencari-cari ke seluruh area selatan, tetapi Temujin tidak dapat ditemukan.
Menurut oarng-orang kami di sana, sekitar enam bulan lalu, sekelompok besar
orang menyeberang perbatasan dan melarikan diri ke wilayah Chin. Mreka
bersikeras bahwa orang-orang itu adalah Temujin dan pengikutnya. Hanya itulah
yang telah beliau temukan dan beliau semata menantikan keputusan Anda. Beliau
mengatakan dirinya telah siap mengabdi kepada Anda dengan segenap pikiran dan
raga.”
Wang-Khan
berbisik kepada Senggum, yang berdiri di sebelahnya beberapa lama. Wang-Khan
bertanya sambil memandang Qaliudar, “Sekarang Kasar ada di mana.?”
Qaliudar
menjawab, “Beliau menginap di Arqal Geugi, di dekat bantaran Sungai Kerulen.”
Wang-Khan
yang telah menatap Qaliudar beberapa lama dengan mata setajam elang, mulai
tersenyum kecil. Lalu, dia baerkata, “Baiklah! Dia diijinkan datang untuk
melayaniku. Aku akan melindunginya.”
Wang-Khan
betul-betul mempercayai kata-katanya, Wang-Khan mengutus Iturgen, salah satu
panglimanya, untuk menemui Kasar guna menjamin kata-katanya, bersama Qaliudar
dan Chaulqan. Mereka menuju ke Arqal Geugi. Untuk melewatkan waktu, mereka
berkelekar dan terkekeh-kekeh tentang perempuan dan banyak hal lain. Pada sore
harinya, mereka sampai di Arqal Geugi. Di bantaran luar sungai Kerulen,
sejumlah besar serdadu Temujin telah
berkumpul dan tombak serta lembing mereka yang telah dipoles hingga mengkilap,
juga panji-panji mereka, gemerlapan di bawah terpaan sinar matahari sore.
Mengetahui bahwa dia telah dikelabui, Iturgen membalikkan kudanya dan mulai
berlari kembali. Chaulqan seketika mengambil anak panah dari wadahnya dan menembak
kuda Iturgen. Anak panah tersebut menancap di pantat si kuda, menyebabkan
Iturgen terjatuh. Qaliudar dan Chaulqan cepat-cepat mengepung Iturgen,
mengikatnya, dan menyeretnya kepada Temujin.
Temujin,
yang sedang memain-mainkan tongkat ke-emasan, simbol panglima tertinggi, di
kursi komandonya, menatap Iturgen selama beberapa waktu. Kemudian, dia
berkomentar sambil berdiri, “Bawa pria ini kepada Kasar! Dialah yang harus
menetukan apa yang harus diperbuat terahdap pria ini.”
Sesudah
mengucapkan kata-kata ini, Temujin pun pergi. Qaliudar dan Chaulqan membawa
Iturgen kepada Kasar, beserta beberapa prajurit lain. Setelah mendengar seluruh
cerita , Kasar mengambil pedang sabit dari pinggangnya dan menebas kepada
Iturgen tanpa ragu-ragu. Kepala Iturgen pun menggelinding beberapa kali di
tanah.
Serangan
mendadak menjadi pilihan Temujin untuk Wang-Khan. Setelah makan malam lebih
awal dan istirahat sebentar, ketika suasana mulai gelap, pasukan Temujin mulai
berderap. Ordu Wang-Khan terletak di area perbukitan Checher, di hilir Sungai
Kerulen. Malam itu, Wang-Khan mengadakan jamuan makan dengan para panglimanya.
Dia sangat lega saat mendengar kabar bahwa Temujin telah menghilang entah ke
mana.
Keesokan
harinya, sebelum subuh, Temujin sudah tuntas menegepung ordu Wang-Khan. Saat
fajar, pasukan Temujin menyerang ordu Wang-Khan, yang mabuk dan tertidur lelap
seusai perjamuan. Pertempuran beralngsung sengit dan pasukan Wang-Khan cukup
kuat untuk melawan selama tiga hari tiga malam. Puluhan ribu yurt terbakar,
menjadikan langit gelap karena asap, bahkan pada siang hari. Jalanan diselimuti
mayat dan tanah menjadi becek karena diguyur darah manusia.
Setelh
tiga hari-tiga malam, Qadak, panglima tertinggi Kerait, memberikan sinyal untuk
menyerah. Begitulah kisah bagaimana kaum Kerait, yang lama sekali dianggap
sebagai suku terkuat di Dataran Mongolia, dihancurkan oleh Temujin dan
menghilang dari dataran tersebut.
15.
AKHIR RIWAYAT WANG-KHAN
Temujin
berusaha menemukan Wang-Khan dan Senggum. Mereka tak dapat ditemukan di mana
pun, bahkan tidak di antara tumpukan mayat. Temujin memanggil Qadak, panglima
tertinggi Kerair yang sudah menyerahkan diri, dan menanyainya, “Di mana
Wang-Khan dan Senggum?”
Qadak
menjawab sambil bertumpu pada satu lutut dan menundukkan kepala, “Temujin Khan,
saya membantu mereka melarikan diri.
Saya tidak bisa membiarkan mereka ditangkap oleh prajurit musuh dan dibunuh,
tanpa martabat dan berkubang aib. Jika Anda memberi saya hukuman mati untuk
itu, saya akan menerimanya tanpa melawan. Jika Anda memberi saya kesempatan
untuk melayani Anda, saya berjanji akan mendukung Anda dengan segenap hati dan
raga , sepanjang sisa hidup saya.”
Temujin
mengamatinya tanpa berkata-kata selama beberapa waktu. Di kemudian membuka
mulut dengan berat dan berkata, “Kesetiaanmu pada majikanmu patut dipuji. Aku
tahu para prajurit Kerait berjuang sebaik mungkin. Aku sedang mempertimbangkan
untuk memberimu, dan semua prajurit kerait lainnya, kesempatan kedua. Janga
berubah pikiran.”
Qadak
menunjukkan penghargaannya dengan cara menundukkan kepala sekali lagi. Tidak
seperti kaum Taichut atau Tartar, Temujin memberi perintah kepada prajuritnya
agar tiak membunuh atau melukai orang-orang Kerait jika tidak perlu. Korban
perang di pihak Temujin lebih sedikit daripada korban perang di pihak Wang-Khan.
Kasar pun dapat berkumpul kembali dengan keluarganya.
Beberapa
hari kemudian, ketika semua sudah terkendali. Temujin menemepatkan semua kepala
suku, panglima, dan prajurit Kerait di lapangan terbuka dan berteriak kepada
mereka :
Saudara-saudara
Kerait!
Milikilah
satu pikiran saja,
Dan
milikilah satu keyakinan saja.
Hanya
dengan cara itulah, kalian dapat menang.
Dan
bisa bertahan hidup di negri ini.
Mereka
yang berpikiran jernih,
Akan
direngkuh oleh langit
Namun,
mereka yang berpikiran buram,
Akan
ditampik.
Mereka
yang berhasrat membawa, Akan disayangi oleh langit,
Namun,
mereka yang setengah hati,
Akan
dimuntahkan.
Ribuan
jalan dihamparkan,
Di
hadapan manusia,
Namun,
hanya satu yang merupakan
Jalan
Surgawi.
Saudara-saudara
Kerait!
Mari
kita temukan jalan Surgawi bersama-sama.
Dan
wujudkan cita-ita kita
Di
negeri tak berujung ini.
Para
prajurit Kerait mulai berteriak girang, dan semua kepala suku serta panglima
Kerait bersumpah setia kepada Temujin.
Temujin
menetapkan kebijakan pembauran antara kedua kelompok dan kaum Kerait.
Belakangan, berdasarkan kebijakan ini, sejumlah besar kesatria Kerait diterima
menjadi anggota pasukan Temujin dan banyak putri yang dinikahi Temujin sendiri
atau keturunannya atau aristikrat Mongol Kyat. Chaul Beki diserahkan kepada
Juchi, sebagaimana yang direncanakan, dan Ibaka, putri pertama Jagambu, menjadi
istri ketiga Temujin. Belakangan, Bek Tutumish, putri kedua jagambu, menjadi
istri pertama Juchi, menggantikan Chaul Beki, yang tidak bisa memiliki anak.
Kelak, Sorqoqtani, putri ketiga Jagambu, menikah dengan Tolui, putra keempat
Temujin.
Pada
masa itu, kaum aristikrat Mongol dikekang oleh hukum levirat, yang berarti
mereka tidak bisa menikahi seseorang yang sedarah. Akan tetapi, mereka punya
konsep yang terbuka mengenai pasangan perkawinan individual. Ayah dan anak
laki-laki boleh menikahi kakak beradik, asalkan mereka tidak sedarah dengan
kakak beradik itu. Jika ayah atau kakak laki-laki tertua meninggal, putranya
atau adik laki-laki boleh menikahi sang janda, asalkan mereka tidak sedarah.
Mreka tidak membatasi jumlah istri, jadi mreka boleh memiliki istri sebanyak
yang mereka sanggupi.
Wang-Khan
dan putranya Senggum telah melarikan diri, kabur dari kepungan pada hari kedua
pertempuran, saat mengetahui bahwa kekalahan sudah membayang. Sejumlah besar
prajurit Kerait dikorbankan supaya mereka bisa kabur. Mreka melarikan diri ke
arah barat daya. Mreka berkuda kencang seharian tanpa makan apa-apa dan tiba di
sebuah tempat bernama Digdig Saqal, di tepi sungai Nekun, yang berbatasan
dengan wilayah kaum Naiman.
Mereka
haus, jadi mereka turun dari kuda dan minum air dari sungai. Saat itu sudah
petang, dan dilangit barat ada pendar merah, sementara matahari yang hendak
terbenam menggantung di cakrawala barat. Banyak burung musiman yang terbang di
atas sungai.
Pada
saat itu, tujuh atau delapan prajurit
bersenjata berderap ke arah mereka dari barat, menyusuri tepian sungai,
menghasilkan bunyi tapak kaki kuda yang nyaring. Melihat hal ini, Senggum
berteriak kepada ayahnya., Wang-Khan, sambil buru-buru menaiki kudanya, “Ayah,
orang-orang naiman! Ayo pergi dari sini!”
Wang-Khan
gemuk dan sudah tua sehigga dia tidak bisa naik kuda cepat-cepat. Alhasil dia
terkepung dan ditangkap oleh para prajurit Naiman. Senggum telah kabur dan
berderap dengan kecepatan penuh ke timur, sendirian.
Para
penunggang kuda adalah prajurit Naiman. Kaum Naiman sudah bertahun-tahun
menjadi musuh bebuyutan kaum Kerait.
Para
prajurit Naiman membawanya ke Qori Subechi, komandan garnisun perbatasan timur.
Qori Subechi, pada saat itu, sedang menginap di perkemahan garnisun di hutan
dekat sungai. Dia melangkah keluar tendanya ketika dia mendengar keributan.
“Apa
yang kalian tangkap?”
Salah
satu prajuritnya menjawab.
“Di
perbatasan, dua pria yang kami duga adalah mata-mata sedang minum air. Kami
kehilangan seorang dari mreka, tapi kami menangkap yang satunya lagi.”
Saat
itu sudah gelap, jadi Qori Subechi mengambil obor dari prajurit di dekatnya dan
menyorotkannya ke wajah Wang-Khan. Pada saat itu, Wang-Khan berteriak kepada
Qori Subechi.
“aku
Wang-Khan Kerait! Jangan perlakukan aku seenaknya!”
Kaget,
Qori Subechi lagi-lagi menyodorkan obor ke wajahnya untuk mengkorfirmasi. Sial
bagi Wang-Khan, Qori Subechi tidak pernah melihatnya sebelumnya. Setelah
beberapa waktu, Qori Subechi menjauhkan obor darinya dan menanyainya dengan
ekspresi tidak senang, “Jika kau Wang-Khan Kerait, bisakah kau membuktikannya?”
Wang-Khan
sudah mengganti bajunya yang biasa dengan pakaian budak untuk menyamar
sementara dia melarikan diri. Terlbih lagi, dia membuang semua ornaemn dan
perhiasan pribadinya. Dia tidak punya apa-apa yang bisa digunakan untuk
membuktikan bahwa dirinya adalah Khan Kerait. Penyamaran yangmembantunya
meloloskan diri dengan selamat kini merugikannya. Qori Subechi, dengan raut
wajah yang semakin tidak senang, menyerahkan obor kepada prajuritnya dan
membentak, “Singkirkan dia! Entah dia mata-mata atau orang gila.”
Dia
pun kembali ke tendanya. Para pengawal Naiman menyeret Wang-Khan ke tempat jauh
dan sepi, lalu memenggal kepadanya. Mereka kemudian kembali ke perkemahan
mereka. Meninggalkan mayatnya di sana.
Di
tempat lain, Senggum berderap beberapa lama di padang, yang sudah gelap. Dia
bisa melihat sinar redup dari sebuah
yurt yang jauh di area terpencil. Dia pun emnuju ke sana. Pasangan setengah
baya tinggal di sana. Senggum meminta pertolongan. Untungnya, mereka orang
Kerait dan mengenal Senggum. Mereka menyajikan sisa masakan domba kepadanya.
Sang pria paroh baya bernama kokochu (tapi, dia tidak sama dengan pendeta
kepala Temujin, Kokochu). Dia adalah pengembala kuda Kerait. Namun, ketika
perang pecah, semua kudanya diambil oleh pasukan, jadi mereka sekarang hanya
menganggur.
Keesokan
paginya, Senggum pergi ke area gurun bersama Kokochu untuk berburu kuda liar,
yang terkadang ditemukan di gurun. Dan untuk mencari bekal guna perjalanan
panjangnya. Akan tetapi, Kokochu tidak berminat menolong Senggum, seorang
buronan. Tidak aman baginya jika menolong Senggum. Lagi pula, jika dia bisa
membawa informasi tersebut kepada Temujin, dia barangkali akan memperoleh
imbalan besar. Selagi Senggum sedang sibuk mengejar kuda liar. Kokochu pergi
dari sana bersama kudanya dan kuda Senggum. Ketika dia tiba di yurt-nya,
disuruhnya istrinya agar membongkar yurt cepat-cepat. Setelah menjelaskan rencananya,
dia mendesak istrinya agar bergerak cepat.
Walau
demikian, istrinya mengomelinya. “Bisa-bisanya kau melakukan itu? Dia tetap
majikanmu, meskipun dia buronan. Mngkin kau sebaiknya tak membantunya dan
mempertaruhkan hidupmu, tapi bisa-bisanya kau tinggalkan dia di tenegah gurun?”
Kokochu
membentak istrinya, “Lakukan saja yang kukatakan!”
Istrinya
dengan enggan membongkar yurt dan mengikutinya. Namun, istrinya tidak bisa
membebaskan diri dari rasa bersalah karena meninggalkan Senggum sendirian di
gurun.
Wanita
itu berteriak kepada suaminya, “Setidaknya tinggalkan cangkir untuknya supaya
dia bisa menggunakannya untuk mengambil air!”
Tak
seperti ayahnya, Senggum membawa tas di kudanya yang berisi barang-barang
kebutuhan, termasuk cangkir emas. Kokochu melirik istrinya dan memutar kuda
Senggun, lalu mengambil satu cangkir dari tas tersebut. Ketika dia tiba di
dekat lokasi tempat Senggun sedang berdiri kelelahan, Kokochu melempar cangkir
ke arahnya dan berkata, “Ambillah!”
Kokochu
dan istrinya lantas tiba di perkemahan Temujin. Informasi mereka tak ternilai.
Sekrang Temujin punya informasi tentang keberadaan Wang-Khan dan Senggum.
Mereka memiliki bukti yang meyakinkan : barang milik Senggum. Temujin menemui
mereka secara terpisah.
Sesudah
mendengar dari suami maupun istri, Temujin menanyai stafnya, yang berdiri
berbaris di sekitar kursinya, “Pria ini, si penggembala kuda Kokochu, sudah
jelas-jelas menelantarkan majikannya. Bisakah kita menerimanya sebagai salah
seorang dari kita?”
Mereka
semua menggelengkan kepada, menolak Kokochu pun diseret keluar dan kehilangan
kepalanya.
Temujin
mengirim kurir kilat kepada kaum Naiman untuk meminta mereka menyerahkan
Wang-Khan kepadanya, dan sekaligus mengutus unit pengejar untuk memburu
Senggum. Saat menerima kurir Temujin, Tayang Khan, penguasa kaum Naiman,
terperangah mendengar kabar itu dan seketika mengutus anak buahnya kepada Qori
Subechi agar membawa Wang-Khan kepadanya. Karena Wang-Khan sudah terpotong dua,
Qori Subechi memungut kepala pria itu dari padang, memasukkannya ke kotak kayu,
dan mengirimnya kepada Tayang Khan.
Tayang
Khan membuka kotak itu dan mengambil kepala Wang-Khan dengan cara menjmbak
rambutnya, dan memastikan bahwa itu benar-benar kepala Wang-Khan. Wajah
Wang-Khan telah tergores-gores dan dirusak oelh semut api gurun.
Tayang
Khan menyembur murka sambl melemparkan kepala Wang-Khan ke tanah.
“Monster
tua! Akhirnya riwayatmu berakhir seprti ini!”
Dia
kembali ke tendanya tanpa meninggalkan instruksi apa pun terkait kepala
Wang-Khan. Gurbesu, di sisi lain, membersihkan kepala Wang-Khan, membungkusnya
dalam kain wol putoh, dan seketika memberinya upacara pemakaman, meskipun
singkat saja. Gurbesu meletakkan kepala Wang-Khan di atas meja seremonial yang
telah tertata, dan menuangkan anggur ke dalam gelas pilaa yang diletakkan di
depan kepala tersebut. Gurbesu memnaggil para musisi agar memainkan musikm
pemakaman dan mempersilahkan para putri serta wanita ningrat Naiman melakukan
hal yang sama. Banyak perempuan Kerait yang menjadi istri dalam keluarga
ningrat Naiman.
Karena
penghianatan Kokochu, Senggum memasuki Gurun Gobi yang luas, takut kalau-kalau
pasukan Temujin akan segera menangkapnya. Dia beruntung karena berhasil
menangkap kuda liar. Dia pun menyeberangi gurun Gobi dan melangkah masuk ke
teritorial kaum tangut. Kerajaan Shisha. Kaum Tangut diperkirakan merupakan
keturunan orang Tibet dan mereka adalah penghuni kota. Memereka tinggal di kota
berdinding. Senggum ditolak masuk kota oleh prajurit penjaga gerbang utama,
karena dia tidak bisa menyebutkan identitasnya demi alasan keamanan. Dia pun
berputar balik dan menuju ke teritori Ughur. Dia menapak masuk kembali ke
gurun. Dia harus memburu hewan gurun kecil untuk mengisi perutnya yang kosong.
Setelah penderitaan yang luar biasa, dia berhasil sampai di teritori Ughur.
Namun, dia tidak mujur di sana. Dia salah dikira bandit oleh penghuni
perbatasan dan dipukuli sampai mati.
Ketika
unit pengejar Temujin tiba di sana, dia sudah mati selama beberapa hari. Para
prajurit Temujin memotong kepala Senggum dan membawanya kepada Temujin. Memang
begitulah takdir mereka sehingga riwayat mereka tamat seperti ini.
16.
KIBARKAN PANJI-PANJI HITAM!
Setahun
lagi telah berlalu. Saat itu awal musim semi, tetapi padang dan bukit kecil
serta besar di Dataran Mongolia masih berselimut salju. Pada waktu seperti ini,
langit di atas dataran rendah yagn disentuh oleh cakrawala putih acap kali
semakin biru pekat sehingga kian misterius dan mengesankan. Cahaya matahari
terik yang dipantulkan salju begitu jernih dan terang sehingga cukup kuat untuk
membuat sebagian orang yang melihatnya berhalusinasi. Keheningan yang laksana
ajal, hawa sedingin es, dan warna-warna pekat melatarbelakangi timbulnya ilusi
bagi sebagian orang, sehingga mereka merasa tengah melancong ke sebuah dunia
tak dikenal yang misterius.
Setelah
menaklukkan kaum Kerait, kekuasaan Temujin meningkat secara dramatis.
Satu-satunya kekuatan independen yang tersisa di Dataran Mongolia, yang dapat
melawan Temujin, hanyalah kaum Naiman Jamuka, Altan, Quchar, Toktoa Beki dari
kaum Merkid, dan sisa-sisa suku lain yang sudah kalah seperti Dorben dan Saljut
kini berada di wilayah Naiman. Temujin mengirim kurir untuk memperingatkan raja
Naiman, Tayang Khan, agar tidak menerima mereka. Tayang Khan mengabaikan
peringatan Temujin.
Kaum
Naiman merupakan sebuah kelompok dengan sistem pemerintahan semu dan kavaleri
kekuatan 50.000 orang. Para panglima dan perwira tinggi Naiman memperingatkan
Khan mereka, “Waspadalah! Temujin pasti akan datang untuk menyerang kita.”
Raja
Naiman, Tayang Khan, adalah ria yang dibesarkan di lingkungan ningrat bagaikan
tumbuhan lemah. Dia suka berburu menggunakan elang dan dia juga menikmati
jamuan makan serta peruntujukan nyanyi dan tari alih-alih mendiskusikan taktik
dengan para panglimanya. Dia adalah pencari kesenangan dan pengecut. Ayahnya,
Inanch Khan, tidak menetapkan dengan jelas sebelum meninggal siapa yang akan
penerusnya. Gurbesu, yang menjadi wali negeri berdasarkan adat istiadat mereka,
memilih pria itu sebagai khan berikutnya karena dia lebih mudah diatur. Pada
saat itu, Gubersu-lah yang menguasai dan mengendalikan kaun naimun.
Tayang
Khan tidak berniat berperang melawan Temujin. Namun dia mengadakan jamuan makan
dan rapat staf karena tekanan panglima dan perwira tinggi menghadiri jamuan
makan di tenda khan, yang megah dan berdekorasi mewah. Tayang Khan dan
istrinya, Gurbesu, yang duhulu adalah ibu tirinya, duduk berdampingan di kursi
yang diselimuti kulit macan tutul serta menghadap ke seluruh peserta jamuan
makan. Seperti sebelumnya, Jamuka-lah satu-satunya orang luar yang diundang ke
rapat tersebut. Sebelum perjamuan, mereka memblokade total area tersebut, hanya
mengijinkan sedikit budak untuk masuk guna melayani.
Tayang
Khan pertama-tama membuka mulut, “Separuh timur dataran ini sudah jatuh ke
tangan Temujin. Di langit tidak ada dua penguasa. Salah satunya harus binasa.
Jika kalian punya gagasan mengenai cara mengenyahkan Temujin, yang telah
mengusik kedaimaian negeri ini, jangan ragu-ragu untuk memberitahukannya
kepadaku.”
Setelah
kata-kata ini diucapkan. Kuchlug, putra Tayang Khan, yeng berusia awal dua
puluhan, berbagi pendapat. Tak seperti ayahnya, Kuchlug cerdik, banyak akal dan
juga cukup berani.
“Sebagian
besar orang sesuku Temujin, suku Mongol, ada di sini bersama Altan, Quchar, dan
Jamuka. Walau pun Temujin sduah semakin kuat sejak dia menaklukkan kaum Kerait,
sumber kekuatan utamanya hanyalah sekelompok kecil orang Mongol yang
bersamanya. Jika kita bisa menyingkirkan kelompok kecil itu, sisanya mungkin
saja runtuh dan berpencar-pencar secara otomatis.”
Setelah
Kuchlug berkata-kata, Qori Subechi menyepakati, “Benar, kudengar desas-desus
bahwa Temujin kini menerima mantan prajurit Kerait sebagai angota pasukannya.
Namun, tak seorang pun tahu apakah mereka sungguh-sungguh bersedia bertarung
untuknya. Aku juga berpendapat bahwa jika
kita bisa menyingkirkan segelintir orang Mongol saja, msalahnya akan
terselesaikan.”
Gurbesu
mengintervensi dan berucap, “Orang-orang Mongol kotor. Mreeka babr-bar. Mereka
bau! Mreka tidak pernah mencuci pakaian. Mereka bahkan tidak pantas dijadikan
budak. Kalian akan mual jika berusaha minum susu yang dikumpulkan oleh tangan
kotor perempuan-perempuan mereka. Ini peluang bagus untuk mengenyahkan mereka.
Bunuh mereka semua!” Komentar merendahkan dari Gubesu tentang orang-orang
Mongol membuat sebagian hadirin tertawa.
Pada
saat ini, Jamuka yang sedari tadi hanya mendengarkan orang-orang lain, membuka
mulut dan berkata dengan nada lembut, “Aku mengenal anda-ku, Temujin, dengan
sangat baik. Anda semestinya berhati-hati pdanya, jangan pernah meremehkannya.
Pada saat ini, seandainya Anda berusaha mengenyahkannya. Anda sekalian
sebaiknya memilih sekutu. Jika tidak, mungkin akan sulit.”
Terjadi
kehebohan di antara hadirin. Komentar tersebut cukup mengguncangkan bagi
mereka, sebab mereka yakin kaum Naiman tak terkalahkan. Tayang Khan, sesudah
memastikan bahwa ahadirin memperhatikannya membuka mulut perlahan-lahan dan
berkata, “Kami berpendapat bahwa kita sebaiknya memiliki sekutu. Bagaimana
menurut kalian.”
Kali
ini, Torbi berkomentar, “Dalam perang mana pun, semakin banyak sekutu yang kita
miliki, semakin baik. Walau begitu, jika kita menghubungi siapa saja tanpa
pertimbangan, kita semata-mata membuat rencana kita terancam ketahuan. Kita
harus berhati-hati. Menurut pendpatku, untuk sekutu, Ala Qus dari kaum Onggur
layak untuk dihubungi!.”
Kaum
Onggut adalah orang-orang yang paling mirip dengan kaum Naiman. Leluhur jauh
kaum Onggut dipecaya adalah orang-orang Turki, sama seperti kaum Naiman, dan
kedua kaum ini menganut agama yang sama, Kristen Nestorian.
Tayang
Khan menerima usulan Torbi Tashi. Mereka memutuskan untuk menirim kurir rahasia
ke Ala Qus si orang Onggut dan memulai perang melawan Temujin pada awal musim
gugur.
Torbi
Tashi si orang Naiman mengunjungi Ala Qus si orang Onggut sebagai kurir
rahasia. Pesan dari Tayang Khan untuk Ala Qus berbunyi, sebagai berikut :
Salam
kepada Saudara-saudara Onggut,
Atas
nama roh Kudus!
Aku,
Tayang Khan pemimpin kaum Naiman,
Tulus
meminta bantuanmu,
Ala
Qus sang orang Onggut.
Segelintir
orang Mongol tengah mengusik kedamaian
Di
kawasan timur dataran ini.
Akud
an rakyatku telah memutuskan
Untuk
mencerabut kejahatan ini sebelum terlambat.
Aku
berencana menghukum dan menghancurkan mereka.
Pada
permulaan musim gugur mendatang.
Jadi,
kumohon, jadilah tangan kananku.
Menyingkirkan
mereka dan memulihkan kedamaian.
Di
dataran ini,
Adalah
kehendak roh kudus.
Saudara-saudaraku
kaum Onggut!
Kumohon,
jangan abaikan..
Kehendak
roh kudus.
Setelah
menerima pesan tersebut, Ala Qus memanggil semua kepala sukunya dan mengadakan
pertemuand arurat. Mereka secara bulat memutuskan untuk menolak permohonan
tersebut. Menurut mereka Tayang Khan tak mungkin mengalahkan Temujin, yang
telah menaklukkan kaum Kerait. Mereka justru memutuskan untuk mengirim pasukan
kepada Temujin untuk membantu ketika perang dimulai, seperti yang mereka
lakukan sebelumnya ketika Temujin berperang melawan Wang-Khan. Tayang Khan
kalah dalam perang diplomatiknya. Ala Qus memberitahukan keputusan mereka
kepada Torbi Tashi, “Aku minta maaf, akrena harus memberitahukanmu bahwa kami
telah memutuskan untuk tidak terlibat dalam perang ini.”
ooOOoo
Ala
Qus mengirim kurir rahasia untuk menemui Temujin sesudah Torbi Tashi pergi.
Yoqunan, si kurir rahasia Onggut, bekuda dengan kecepatan penuh, meneyberangi dartaran
rendah berselimut salju putih untuk menuju ke ladang Temeen, tempat Temujin
sedang berburu. Pada saat itu, ordu Temujin terletak di cekungan Sungai Abija
Koteger di hilir Sungai Onon, tapi dia sedang pergi ke padang Temeen untuk
berburu. Setelah berkuda sejauh kira-kira 880 kilometer, Yoqunan bertemu
Temujin di lahan perburuan. Saat mendengar pergerakan Kaum Naiman, Temujin
berhenti berburu dengan para kepala suku dan panglima yang ikut serta berburu
di sana.
Setelah
mengorfirmasi bahwa semua anggota staf yang utama sudah hadir di tenda lapangan
sementara. Temujin membuka mulut, “Saku baru saja menerima pesan bahwa Tabuka
dari kaum Naiman telah mulai melakukan pergerakn untuk menyerang kita. Apa cara
terbaik bagi kita untuk mengatasi masalah ini? Jika ada yang punya pendapat,
katakan padaku.”
Sebagian
penglima angkat biara, dan mayoritas menentang pelaksaan perang pada awal musim
semi karena kuda mereka masih lemah. Opini mereka adalah menunda perang hingga
musim gugur, ketika kuda-kuda sudah penuh energi dan dalam kondisi baik.
Walau
demikian, dua orang pria menentang ini. Salah satunya adalah Temuge, adik
laki-laki ketiga Temujin. Orang-orang memanggilnya Ochigin Nayan. Orang-orang
Mongol memanggil adik laki-laki dalam satu keluarga Gelar “nayan” berarti
bangsawan agung dan gelar itu dianugerahkan kepada saudara laki-laki khan atau
pria bangsawan berkedudukan tinggi. Temuge juga merupakan pria yang sangat
ambisius seperti kakak-kakaknya. Temuge berkata, “Jika kuda kita lemah, kuda
mereka juga lemah. Apabila kita menunggu hingga musim gugur supaya kuda-kuda
kita kuat, pada saat itu kuda-kuda mereka juga sudah menjadi kuat. Jadi, apa
gunanya?”
Berikutnya.
Belgutei berujar, mendukung opini Temuge, “Bahkan sebelum pesan ini tiba, aku
ingat sudah mendengar berkali-kali bahwa mereka akan datang untuk mengambil
busur dan panah kita. Bangsa Naiman memiliki populasi dan serdadu yang
berlimpah. Kita sebaiknya melakukan serangan sebelum mereka siap sepenuhnya.
Tentu saja, kita dapat mengalahkan mereka kapan pun, tetapi yag kumaksud adalah
kita tidak perlu menunggu. Aku tidak sudi dipermalukan lebih lama lagi!”
Banyak
yang hadir mengangguk, “Mengambil busur dan panah” dari seseorang merupakan
ungkapan di antara kaum Mongol yang berarti menjadikan orang-orang tersebut tak
berdaya dan memperbudak mereka. Temujin mengangguk juga. Sesudah memastikan
bahwa mayoritas setuju untuk memulia peperangan sesegera mungkin. Temujin
mengutarakan pendapatnya dan menyatakan, “Belgutei dan Temuge benar. Kita
sebaiknya menyerang mereka sebelum mereka terlalu siap. Kibarkan panji-panji
hitam! Perang melawan kaum Naiman telah dimulai!”
Temujin
memindahkan markas besarnya dari Abija terletak kira-kira 560 kilometer jauhnya
ke arah tenggara. Itulah tempat mantan panglima Temujin, Quyilda, meninggal dan
dikebumikan. Saat tiba, Temujin pun mengonsolidasikan pasukannya. Temujin tahu
perang melawan kaum Naiman akan menentukan masa depannya. Temujin mengelola
pasukannya berdasarkan sistem desimal. Sepuluh kasatria membentuk sebuah alban
dan sepuluh alban membentuk sebuah jagun. Sepuluh jagun membentuk satu mingan,
dan sepuluh mingan membentuk sebuah tumen, yang terdiri dari 10.000 kesatria.
Berikutnya,
Temujin menunjuk enam cherbi, yaitu perwira staf atau penesihat, dan tujuh puuh
penjaga siang serta delapan puluh penjaga malam. Enam Cherbi tersebut, yaitu
Dodai, Doqolqu, Ogele, Tolun, Bucharan, dan Soygetu. Penjaga siang dan penjaga
malam terutama dipilih dari putra atau sauara lelaki kapten yang mengepalai
seratus atau seribu anak buah, dan mereka semua memiliki fisik, keberanian,
ketrampilan militer, penampilan, dan kesetiaan luar biasa.
Sejumlah
komandan yang memenuhi kualifikasi turut serta pula. Temujin juga membuat
pengawal pribadi beranggotakan seribu Bagatur, yang berfungsi selaku baris depan
pasa masa perang dan menjaganya pada masa damai. Temujin menunjuk Arqai sebagai
kapten pengawal pribadi, sedangkan Ogele Cherbi dan Qudus Qalchan ditunjuk
sebagai kapten dan wakil kapten penjaga siang dan penjaga malam.
Di
dalam perkemahan perang Temujin, tuk, atau panji-panji hitam yang terbuat dari
sembilan surai kuda berlainan, diangkat tinggi-tinggi. Artinya, perang telah
dimulai. Sehari sebelum keberangkatan, Temujin melaksanakan sebuah ritual. Dia
berteriak kepada para kesatrianya :
Kibarkan
panji-panji hitam tinggi-tinggi!
Perang
melawan kaum Naiman telah dimulai.
Tebuhlah
genderang dari kulit sapi hitam,
Keras-keras!
Kita
akan maju.
Pegangi
pedang sabit dan tombak erat-erat!
Kita
akan hancurkan mereka.
Mreeka
yang mati di atas pelana,
Akan
dikenang.
Hingga
masa mendatang.
Mereka
yang mati dengan pedang di tangan,
Akan
tewas
Layaknya
Dewa
Yang
kita perjuangkan
Adalah
kejayaan dan kebanggaan
Hidup
tercela tak lebih baik daripada Kematian
Satu
hal yang sangat jelas bagi jiwa petarung,
Adalah
kejayaan!
Temujin
memulai mars untuk menyerang kaum Naiman. Saat itu tanggal 16 April 1204, tahun
tikus dalam kronik Mongol.
17.
PERANG DENGAN KAUM NAIMAN
Temujin
berderap ke barat, menyusuri tepian Sungai Kerulen. Pasukan Temujin terdiri
dari tiga tumen datu regu pengawal pribadi. Salah satu Tumen Temujin hanya
erdiri dari 6.000 alih-alih 10.000 kesatria, karena kurangnya orang. Jumlah
totoal serdadu Temujin kurang dari 20.000 orang. Di sisi lain, serdadu Naiman
berjumlah lebih dari 50.000 orang. Terlebih lagi, sekutu mereka, seperti
Jamuka, Altan, Quchar, Quduka Beki dari kaum Oyirad, Toktoa Bei dari kaum
Merkid, dan sisa-sisa kaum Dorben serta Saljut berjumlah 20.000 hinggga 30.000
orang. Akibatnya, Temujin harus siap menghadapi musuh berjumlah totoal 70.000 hingga
80.000 orang.
Temujin
akhirnya tiba di dataran Saari, yang terletak di tengah-tengah Dataran Mongolia
tersebut, setelah melakukan mars selama beberapa hari. Mereka telah berderap
hampir sejauh 1.200 kilometer. Saat tiba
di dataran Saari, Temujin mengutus unit pengintai yang dipimpin Jebedan
Qubilai. Sekitar dua puluh prajurit pengintai menyeberangi dataran tersebut dan
tiba di Gunung Qangqarqan, yang terletak di ujung barat dataran Saari. Namun,
kaum Naiman sudah menempatkan unit pengawas di sana. Begitu menemukan unit
pengintai Temujin, mereka serta merta melepaskan dua ratus prajurit kavaleri
untuk melawan mereka. Saat prajurit Naiman tengah menuruni gunung, menghaislkan
kepulan debu, Jebe berteriak, “Orang-orang naiman! Lari!”
Para
prajurit pengintai Temujin berbalik dan lari kembali ke arah mereka datang.
Walau begitu, slah seorang dari mereka jatuh dari kudanya, menggelincir turun
dari pelana. Jebe buru-buru menggendong prajurit itu dan berdua menunggangi
kudanya. Kedua puluh pengintai Temujin kembali dengan selamat, tetapi mereka
tidak berkeempatan mengambil kuda yang lepas. Para prajurit Naiman membawa kuda
tangkapan tersebut kepada kapten mereka. Sang kapten Naiman dengan hati-hati
memeriksa kuda tangkapan itu dan berkata, sambil mengangguk dan mengelus
dagunya, “Kuda Mongol kurus dan lemah!”
Kapten
Naiman itu seketika mengirimkan laporan kepada Tayang Khan.
Temujin
menyelenggarakan rapat staf dan membahas secara menyeluruh taktik serta rencana
mendatang. Temujin berujar, “Salah satu kuda kita jatuh ke tangan orang-orang
Naiman. Mreka pasti menyadari bahwa kuda kita kurus dan lemah. Kita harus
mempertimbangkan cara untuk mengatasi hal ini.Jika kalian punya saran mengenai
apa yang bisa dilakukan, atau mengenai rencana kita mendatang, silahkan beritahu
kami.”
Setelah
Temujin berkata-kata, Dodai Cherbi, seorang kesatria muda yangbrilian dan
cerdik, berdiri dan berkata, “Memang benar kuda kita kuru dan lemah. Benar juga
bahwa jumlah kaum Naiman lebih unggul daripada kita. Terlebih lagi prajurit dan
kuda kita kelelahan karena melakukan perjalanan ke sini. Yang kita perlukan
adalah waktu. Kita harus melebih-lebihkan jumlah kita, membuat mereka mengira
bahwa kita bukan target mudah. Menurut pendapat saya, kita sebaiknya memasang
obor banyak-banyak di malam hari supaya jumlah kita kelihatan lebih banyak dan,
selagi mereka bimbang, kita bisa beristirahat dan memberi makan kuda kita.
Kemudian, kita bisa melangkah ke tahap selanjutnya.”
Temujin
tertawa terbahak-bahak sambil menepuk pangkuannya. “Katak menggembungkan diri
dengan udara untuk menakut-nakuti predator sehingga menjauh. Menurutku ide ini
cocok untuk situasi kita.”
Temujin
menerima ide Dodai. Pria brilian mengakui ide yang brilian. Malam itu, para
prajurit Temujin menyebar ke area yag lebih luas dan masing-masing menyalakan
lima obor untuk dipamerkan. Tidak lama kemudian, Dataran Saari dipenuhi obor
berjumlah amat banyak. Para pengawas naiman di puncak Gunung Qangqarqan yang
jauh, tercengang melihat pemandangan ini. Citra seratus ribu obor yang menutupi
dataran Saari Agung cukup kuat untuk menimbulkan kengerian di dalam hati musuh.
Sensasinya sama seperti perasaan seorang pria yan berdiri di depan gelombang
pasang tinggi yang akan datang. Kapten naiman serta merta melapor. “Jumlah
prajurit Temujin mungkin saja lebih besar dariapda yang kita duga. Dugaan ini
berasal dari jumlah obor yang mereka nyalakan di malam hari.”
Taktik
Temujin berhasil. Saat menerima pesan tersebut. Tayang Khan, yang telah
mendirikan markas besar di tepi Sungai Qachir, kira-kira 160 kilometer dari
gunung Qangqarqan, mengutus pengant pesan kilat untuk putranya, Kuchlug, yang
tengah menanti perintah serangandi lokasi berjarak sekitar 50 kilometer di
selatan ayahnya. “Kuda-kuda Temujin mungkin saja lemah, tetapi jumlah mereka
diperkirakan jauh lebih tinggi daripada yang kita kira. Alih-Alih menghadapi
mereka di lokasi saat ini, menurutku lebih baik kita mundur secara sengaja ke
Pegunungan Altai, memaksa prajurit dan kuda musuh untuk mengikuti kita sehingga
kelelahan. Lalu akan kita serang mereka. Menurutku mungkin inilah rencana
terbaik pada saat ini. Jika kau punya gagasan lain, beri tahu aku secepatnya.”
Saat
menerima pesan ayahnya, Kuchlug, yang mengomandani sebagian besar sedadu
Naiman, melompat berdiri dari kursinya dan menjejakkan kaki dengan marah. Dia
menyesalkan. “Ah! Tayang Khan yang tidak jantan menghancurkan negra ini! Pergi
dan beritahu dia bahwa sebagian besar orang Mongol ada di sini bersama Jamuka
dan kami. Buat apa dia di sini? Dia seperti wanita hamil atau anak sapi yang masih
menyusui.”
Pada
masa itu di Dataran Mongolia, wanita hamil baisanya berusaha tidak pergi
jauh-jauh dari yurt, terutama pada malam hari, bahkan untuk buang air kecil,
sebab kemampuan geraknya terbatas serta mungkin saja ada bahaya di kegelapan.
Pembawa pesan Tayang Khan telah kembali dan mengulangi pernyataan Kuchlug, kata
per kata, kepadanya. Saat mendengar komentar putranya sendiri yang menghina,
dia mengamuk, “Apa? Wanita hamil? Anak sapi yagn masih menyusu? Dasar bocah
manja, Biarkan dia bertarung sendirian!”
Sebenarnya,
secara emosional Tayang Khan belum siap menginjak medan tempur dan dia tidak
berniat bertarung. Dia takut. Dia belum pernah melatih diri untuk pertempuran
besar. Terkait hal ini, kaum Naiman sangatlah tidak beruntung. Sebagian besar panglima
Naiman menolak kepemimpinan khan mereka yang payah. Qori Subechi, yang adalah
wakil panglima de facto pasukan Naiman, berang saat mendengar rencana mundur
Tayang Khan. Dia angkat bicara dan memarahai khannya dengan suara nyaring.
“Mending
Inanch Khan ak pernah menunjukkan punggung atau pantat kuedanya kepada musuh!
Konyol jika kita bicara mundur bahkan sebelum pertempuran dimulai! Tuanku Khan!
Tidakkah Anda paham bahwa inilah saatnya bagi kita untuk menyingkirkan kaum
Mongol sepenuhnya? Prajurit kita tidak pernah menderita karena semangat juang
yang sedemikian rendah seperti sekarang! Biarkan Gurbesu memimpin pasukan ini!”
Setelah
mengucapkan kata-kata ini, Qori Subechi mengambil wadah panahnya dari pinggang
dan membuangnya. Dia berseru, “Dia menendang pintu hingga terbuka dan keluar,
Tayang Khan, yang sudah dihina dua kali, sekali oleh putranya sendiri dan kini
oleh panglimanya sendiri, merasa frustasi dan marah, tetapi dia tak bisa lagi
memaksakan rencananya untuk mundur. Akhirnya, dia memberi pasukannya perintah
agar bergerak maju.
“Ya,
sudah! Semua, toh, akan mati. Ayo, pergi!”
Walau
pun dia memberikan perintah, dia tidak bisa mengatasi rasa takutnya akan
pertempuran. Dia tak pernah dilatih untuk pertempuran ini.
Pasukan
Naiman menyebaringi Sungai tamir dan Orkhon seteah meninggalkan tepi Sungai
Qachir dan mendaki tanjakan Gunung hakir, melintasi sisi timur Gunung Naqu Qun.
Pengawas
Temujin yang ditempatkan di puncak Gunung Chakir seketika melaporkan kepada
Temujin bahwa kaum Naiman mendekat. Temujin menerima laporan urgen bahwa kaum
Animan tengah mendekat selagi dia menunggu di tenda perang bersama stafnya.
Temujin
melompat berdiri dari tempat duduknya dan berteriak, “Waktunya telah tiba! Ini
akan menjadi pertempuran penentuan bagi mereka atau bagi kita! Tuhan senantiasa
bersama para pejuang! Kemenangan milik kita!”
Temujin
mengeluarkan perintah untuk maju. Genderang-genderang besar dari kulit sapi
mulai berbunyi bersama-sama di kamp perang Temujin. Pasukan Temujin maju dengan
taktik Karaqana. Karaqana adalah semak gurun pendek berduri, dengan duri yang
demikian tajam, kuat, serta berlimpah sehingga kuda dan sapi tidak bisa
menggunakannya sebagai makanan. Ketika mereka maju dengan kecepatan normal,
jarak antara setiap prajurit kavaleri dipersempit sehingga meningkatkan
kekuatan defensif.
Temujin
mempercayai adiknya, Temuge, untuk memimpin barisan depan dan Kasar untuk
memimpin pasukan inti, sedangkan dia sendiri menjadi komandan tertinggi. Ketika
pasukan Temujin tiba pada titik tengah antara Gunung Chakir dan Gunung Naqu
Qun, mereka mendapati pasukan naiman tengah menunggu dalam formasi tempur.
Begitu mreka berdiri berhadapan dengan para prajurit Naiman, semua genderang
mulai berbunyi serempak dalam pasukan Temujin. Berikutnya, kavaleri Temujin
mulai menyebar ke area yang lebih luas secara sangat teroraganisir. Ini disebut
“formasi air menyebar”, yaitu untuk mencegah serdadu musuh yang jumlahnya
lebih banyak dengan mudah mengepung
pasukan beranggotakan lebih sedikit.
Pada
saat ini, jamuka sedang bersama Tayang Khan. Tinggi di atas bukit, jamuka
dengan saksama memperhatikan pergerakan pasukan Temujin. Sekalipun tersebar di
area yang lebih luas, pasukan Temujin tidak menunjukkan tanda-tanda kelemahan
atau pun titik buta. Semua serdadu bergerak secara gesit dan sistimatis dibawah
satu jalur komando langsung, sama seperti lima jati pada satu tangan. Sistem
organisasi dan pergerakan cepat yang superior merupakan karakteristik spesifik
pasukan Temujin. Sesudah mengamati dengan saksama, Jamuka terkejut akan superioritas
mereka dan merasakan bahwa tak peduli jumlahnya, kaum naimun takkan mungkin
mengalahkan pasukan Temujin.
Kedua
pihak tersebut, saat berhadapan, bertukar sejumlah besar anak panah selama
beberapa waktu. Tiba-tiba saja, dari pihak Temujin, disertai bunyi tabuhan
nacara yang memekakkan, dua kavaleri yang terpisah melesat menghampiri kaum
Naiman, baik dari kiri mau pun kanan. Mreeka berderap dengan kecepatan penuh,
melindungi diri dari hujan panah dengan tameng kulit bulat. Mereka adalah
pasukan kavaleri ringan yang masing-masing terdiri dari 2.000 prajurit berkuda,
dipimpin oleh Jebe dan Qubilai. Mereka menembus baris pertahanan pertama kaum
Naiman dan masuk jauh ke dalam. Mreka menghancurkan baris pertahanan kaum
Naiman, menghajar, menghantam, dan menebas prajurit pertahanan Naiman dengan
kapak perang, tombak dan pedang sabit mreka. Ini disebut taktik baji, atau
pertarungan pahat.
Pada
saat yang tepat, Temujin melepaskan regu penyerang keduanya. Mereka berupa
pasukan kavaleri berat, yang masing-masing juga terdiri dari 2.000 prajurit
berkuda bersenjata lengkap, dipimpin
oleh Jelme dan Subedei. Regu ini menghancurkan baris pertahanan kedua
dan ketiga kaum Naiman, mengacaubalaukan mereka.
Setellah
mengonfirmasi bahwa baris pertahanan kaum Naiman meang sudah terbuka. Temujin
mengirim pasukan inti pimpinan Kasar. Mrekalah kekuatan penghancur yang utama.
Pertempuran berlangsung selama hampir seharian penuh. Pada sore hari, gambaran
akan pemenang dan pecundang menjadi jelas. Mayat yang tak terhitung jumlahnya
terhampar di padang dengan kepala hilang atau jantung terbelah, sebagian besar
orang Naiman. Tayang Khan sendiri juga terluka, dikenai dua anak panah. Tayang
Khan mundur ke puncak Gunung Qun, di bawa menggunakan tandu. Sambil
terengah-engah, dia menanyai jamuka, ayng berdiri di sampingnya, “Siapakah
keempat pria yang memojokkan prajurit kita, seperti serigala memojokkan domba?
Aku ingin mengetahui nama mereka.”
Jamuka
berbisik ke telinganya.
“Mereka
adalah keempat anjing pemburu Temujin. Nama mereka adalah Jebe, Qubilai, Jelme,
dan Subedei. Mereka adalah penunggang angindan dilahirkan sebagai pembunuh.
Tayang
Khan bertanya sambil bernapas dengan susah payah, “Siapa yang di belakang
mereka, menghancurkan pasukan kita seperti telur?”
Jamuka
menjawab, “Dia adik Temujin, Kasar. Begitu dia mengambil busur dan menembakkan
panah, anak panah tersebut dapat menembus dua puluh pria, dan dia bisa menembak
musuh dari sat sisi cakrawala ke sisi satunya lagi. Dia menyantap seekor domba
untuk setiap kali makan, Dia monster, bukan manusia.”
Tayang
Khan bertanya, “Siapa yang mengendalikan mereka semua, bergerak bagaikan elang
di angkasa?”
Jamuka
menjawab sambil menatap matanya, dengan mata setengah terpejam, “Dia anda-ku
Temujin. Dia adalah perwujudan keserakahan. Dia bahkan tidak menyisakan kulit
kaki kambing. Takkan ada yang tersisa di tempat mana pun yang dia lewati.”
Di
antara kelima ternak utama, yakni kuda, sapi, unta, domba, dan kambing,
orang-orang Mongol menganggap kambing sebagai yang paling tidak bernilai, dan
kulit kaki kambing adalah yang paling tidak bernilai di antara semuanya.
Selagi
Jamuka sedang berbicara kepada Tayang Khan di tandu, Qori Subechi datang sambil
berlari-lari dan memberikan laporan sembari tersengal-sengal.
“Tuan,
rute pelarian sudah siap! Anggota keluarga Anda sudah menunggu. Bergeraklah,
cepat!”
Namun,
tidak ada respons dari Tayang Khan, Dia sudah meninggal. Jamuka berdiri
perlahan-lahan sambil mendesah. Setelah memastikan kematiannya, Qori Subechi
menutup mata Tayang Khan, yag meninggal dengan mata nyalang. Qori Subechi
menatap kosong selama beberapa waktu. Matahari sudah mendekati cakrawala barat.
Dia turun lagi dan berteriak kepada para prajuritnya, yang tengah membangun
baris pertahanan di tengah-tengah sisi gunung.
“Tuan
kita sudah meninggal! Mari bertarung hingga titik darah penghabisan!”
Seusai
mengucapkan kata-kata ini, Qori Subechi menaiki kudanya dan turun ke kaki
gunung, tempat prajurit Temujin tengah menanti. Sejumlah besar prajurit Naiman
mengikutinya. Qori Subechi dan para prajuritnya bertarung hingga pria terakhir.
Atas
hal ini, Temujin berkomentar kagum, “Para prajurit Naiman memang gmengagumkan.
Mereka semata-mata tidak beruntung karena memiliki pemimpin yang tak kompeten.”
Malam
itu, sisa-sisa prajurit Naiman mencoba melarikan diri dari Gunung Naqu Qun.
Dalam kegelapan total, tanpa adanya sinar bulan sekalipun, sejumlah besar
prajurit Naiman jatuh dari tebing dan mati. Di dasar tebing, mayat prajurit dan
kuda Naiman bertumpuk-tumpuk. Lebih banyak prajurit yang meninggal di sana daripada
yang berhasil kabur.
Keesokan
harinya, Temujin mulai mengejar sisa-sisa pasukan yang kalah Kuchlug, putra
Tayang Khan, telah membangun baris pertahanan sementara di tepi Sungai Tamil
besama prajurit Naiman yang telah berkumpul, tapi baris pertahanan itu dengan
mudah dipatahkan. Mereka pun terus melarikan diri ke barat.
Setelah
mengejar sejauh 900 kilometer lebih, Temujin membinasakan sisa-sisa kekuatan
yang melawan di depan Pegunungan Altai. Orang-orang Naiman, Jadarat, Qadagin,
Slajut, dan Dorben yang tersisa menyerah kepada Temujin. Jamuka, Toktoa Beki,
dan Kuchlug telah melarikan diri. Kasar memberi tahu Temujin bahwa Altan dan
Quchar tellah ditahan. Menolak menemui mereka, Temujin mengirim mereka kepada
Alchidai untuk diurus. Alchidai adalah keponakan Temujin. Dia membawa mereka ke
apdang dan membinasakan mereka di sana.
Gurbesu,
istri dan ibu tiri Tayang Khan, diseret ke hadapan Temujin bersama para gundik
lainnya. Temujin memperhatikannya beberapa lama dan menayainya dengan suara
lembut, sambil menyunggingkan senyum tipis di bibir, “Apakah kau Gurbesu, yang
mengatakan bahwa orang Mongol bau dan kotor?”
Temujin
menyerahkan wanita itu kepada ibunya sebagai pelayan. Ouluun mempergunakan
Gurbesu sebagai pelayan di panti asuhannya. Gurbesu menghabiskan sisa hidupnya
dengann mencucui dan membersihkan yatim piatu Mongol. Demikianlah kaum Naiman,
kekutan terakhir di Dataran Mongolia, mengalami takdir yang memilukan tersebut.
18.
QULAN, PEREMPUAN PENUH PESONA
Pada
musim gugur di tahun yang sama, Temujin berangkat untuk menyapu bersih sia-sia
kaum Merkid. Toktoa Beki dari kaum Mrkid telah berhasil meloloskan diri dan
masih banyak orang Merkid yang baik saja-saja. Namun, kemenangan bukanlah
kemenangan bilamana belum paripurna. Temujin meninggalkan bukit Doloan di dekat
Sungai Kerulen dan berderap manuju Qara Tala, benteng pertahanan kaum Merkid,
yang terletak di sebelah selatan Danau Baikal. Baris pertahanan kaum Merkid
dengan mudah dipatahkan. Namun, Tokoa Beki dan ketiga putranya, Qudu, Qal, dan
Chilaun (orang yang berbeda dengan putra Sokan Shira yang juga merupakan kapten
Temujin), berhasil kabur lagi. Para prajurit Temujin pun memasuki markas besar
kaum Merkid. Penjarahan dan pembunuhan terjadi di mana-mana. Sebagian orang
Merkid lolos dan sebagian lainnya menyerahkan diri. Karena kaum Merkid tersebar
di area yang luas, tidak gampang membinasakan mereka sepenuhnya.
Dayir
Usun, Kepala suku salah satu dari tiga suku utama Merkid, memutuskan untuk
menyerah kepada Temujin, sebab dia takut kalau-kalau sukunya dimusnahkan. Dia
adalah satu dari ketiga pemimpin yang menculik Borte bertahun-tahun lalu. Dayir
Usun, kini sudah menjadi pria tua, berangkat untuk mencari perkemahan Temujin
tanpa pengawal, hanya ditemani oleh putrinya yang berusia tujuh belas tahun,
Qulan. Dalam perjalanan, mereka bertemu Nayaga, salah satu Kapten Temujin.
Dayir Usun dan putrinya, Qulan, diantar menemui Nayaga oleh para prajurit.
“Aku
kepala suku Merkid Uuas, Dayir Usun. Aku ingin menyerahkan diri kepada Temujin
Khan. Tolong bawa kami kepada Temujin Khan. Ini putriku dan namanya Qulan. Aku
telah membawanya sebagai bukti ketulusanku. Dia ini untuk Temujin Khan.”
Nayaga
memperhatikan mereka baik-baik beberapa lama, lalu berujar, “Temujin Khan
tengah berada di tempat berjarak setengah hari perjalanan dari sini. Meneruskan
perjalanan Anda sendirian bersama putri Anda bisa jadi berbahaya. Tiga hari
lagi aku harus kembali ke perkemahan utama. Jauh lebih aman jika Anda bepergian
bersmaku, jika Anda bisa menunggu tiga hari.”
Nayaga
benar. Para prajurit Temujin ada di mana-mana dan mereka acapkali membunuh
serta memperkosa orang Merkid karena saat itu perang, sedangkan perang
mendatangkan keruntuhan moral dan rasionalitas. Dalam banyak kasus, kejahatan
perang semata-mata merupakan hukuman pembalasan bagi para pecundang. Begitulah
sejarah perang pada masa lalu, masa kini, dan barangkali hingga masa mendatang.
Tiga
hari kemudian, Nayaga membawa Dayir Usun dan putrinya, Qulan, kepada Temujin.
Namun, Temujin murka karena orang sepenting Dayir Usun telah ditahan di
perkemahan Nayaga selama tiga hari.
“Kenapa
dia menahan mereka di perkemahannya selama tiga hari? Nayaga harus diajukan ke
mahkamah militer.”
Nayaga
nampaknya bakal celaka. Walau demikian, yang mengejutkan, justru Qulanlah,
putri Dayir Usun yang berusia tujuhbelas tahun, yangmaju untuk membela Nayaga.
Qulan adalah perempuan bermata cerdas dan bersuara jernih.
“Tuan,
jika memang jadi soal bahwa Kapten Nayaga menahan kami tiga hari di perkemahan
beliau, bisakah Anda jawab pertanayaan saya?
Qulan
bertanya sambil menatap tepat ke mata Temujin, “Jika sesuatu terjadi pada kami
dalam perjalanan ke sini, tanpa perlindungan langsung dari Kapten Nayaga, hal
tersebut merupakan persoalan yang lebih serius. Benar begitu, Tuan?”
Temujin
menjawab kebingungan, “Ya.... itu benar.”
Qulan
melanjutkan, “Sebagaimana yang Anda katakan, jika Kapten Nayaga membawa kami ke
sini pada hari kedatangan kami, meninggalkan posnya, beliau telah melakukan
kejahatan yang lebih serius, desersi. Benar begitu, Tuan?”
“Benar....”.Lagi-lagi,
Qulan memandang Temujin, menatap tepat ke matanya, “Tuan, Jika Anda menjawab
“Ya” atas kedua pertanyaan tersebut, satu-satunya pilihan yang dimiliki Kapten
Nayaga adalah menjaga kami dengan aman hingga tanggal kepulangannya dan
kemudian membawa kami ke sini bersama beliau.”
Temujin
tidak tahu barus menjawab apa, sebab gaids itu memang benar. Qulan melanjutkan
sambil menundukkan kepada, “Tuan, tubuh saya masih sebersih saat saya
dilahirkan.”
Temujin,
malu pada dirinya sendiri karena Quln membaca pikirannya, bergumam sendiri,
“Perempuan yang hebat! Dia amembaca pikiranku seperti pikirannya sendiri. Dia
punya kecerdikan dan keberanian!”
Temujin
bukan saja amat mencemaskan ayah Qulan, melainkan juga gadis itu. Itulah
sebabnya, Temujin mencurigai Nayaga.
Temujin
memejamkan mata dan mengingat salah satu kisah pengantar tidur yang pernah dia
dengar dari ibunya ketika dia masih sangat muda. Rubah yang setia. Betapa berbahayanya membuat
keputusan yang terburu-buru tanpa bukti nyata! Betapa pentingnya tak menjadikan
seorang pun sebagai korban dari tuduhan palsu, lebih penting daripada
membuat tiga orang berutang budi.
Temujin duduk berhadapan dengan Nayaga dan mewawancarainya.
“Siapakah
pemilik semua pampasan perang?”
Nayaga
menjawab, “Tentu saja semua pampasan perang adalah milik khan, Tuan. Semua
wanita dan kuda yang ditangkap juga adalah milik khan. Saya layak dihukum mati
apabila pikiran saya berbeda dengan ucapan saya.”
Pada
masa itu, bagi kaum Mongol, konsep kepemilikan mencakup kepemilikan atas orang.
Temujin bertanya, “Jika demikian, bolehkan membunuh atau memperkosa tawanan
tanpa izinku?”
Nayaga
menjawab sambil menundukkan kepala, “Jelas tidak, Tuan. Hal semacam itu tidak
dapat dimaafkan.”
Temujin
terkekeh-kekeh sambil menepuk pundaknya dan berkata, “Jika kau berpikir
demikian, kau benar. Jangan pernah lupakan itu!”
Temujin
pun mengubah keputusannya. Nayaga selamat. Temujin bermaklumat sebagai berikut
:
Maklumat
1 : Dilarang melakukan pembunuhan yang tidak perlu di area pertempuran.
Maklumat
2 : Siapa pun yang menodai tawanan perempuan akan dikenai hukuman yang sama
sebagaimana pemerkosa di masa damai.
Maklumat
3 : Siapa pun yang melanggar kedua maklumat di atas, akan dikenai hukuman mati.
Temujin
menerima penyerahan diri Dayir Usun. Oleh karena itu, banyak nyawa aorang
merkid yang selamat. Temujin mempertahankan Qulan di dekatnya. Qulan pun
menjadi orang kesukaannya. Temujin terpesona oleh kecerdikannya dan kecantikan
gadis itu. Perempuan jadi menarik bukan semata-mata karena dia cantik. Qulan
menjadi istri keempat Temujin.
Temujin
terus smenggejar sisa-sisa kaum Merkid yang menolak menyerah. Sebagian dari
mereka kabur ke barat laut, membuat benteng kuat di puncak gunung Tayqal Qorka,
sedang Toktoa Beki beserta putra-putranya menuju ke barat untuk menyeberangi
Pegunungan Altai. Temujin memberikan 3.000 prajurit kavaleri kepada Chimbai,
putra Sokan Shira, untuk menyerang benteng di Gunung Tayqal Qorka, sedangkan
dia sendiri menuju ke barat untuk terus smenggejar Toktoa Beki. Setelah
melakukan pelacakan sejauh kira-kira 800 kilometer, Temujin sampai di
perbatasan timur pegunungan Altai. Musim dingin hendak tiba. Angin dingin dari
Siberia mulai bertiup diiringi badai salju. Teujin berhenti di sana sebab
berusaha menyeberangi pegunungan tinggi bersama pasukan berjumlah besar di
musim dingin bisa jadi bahaya.
19.
AKHIR RIWAYAT JAMUKA
Tahun
baru telah tiba. Temujin menghabiskan musim dingin di sebelah timur Pegunungan
Alti. Di tempat itu, Pegunungan Altai menjulang laksana kubu pertahanan alamiah
dan hutan lebat di bawah pegunungan yang terdiri dari pohon pinus serta pohon
cemara berfungsi seperti penangkal angin. Puncak-puncak pegunungan Altai, yang
berselimut salju, akan memantulkan sinar mentari pagi terik, menyebabkan
sebagian penonton kesilauan. Pada waktu seperti ini, kuda-kuda mongol akan
memecahkan es dan salju yang menyelimuti tanah menggunakan kaki kuat mereka
dalam rangka mencari makanan. Pemandangan tersebut pastilah nampak damai, jika
bukan karena hawa dingin mengigit.
Ketika
musim semi tiba, Temujin mulai menata pasukannya. Dia telah menerima informasi
bahwa sisa-sisa kaum Naiman, dipimpin oleh Kuchlug, dan sisa-sisa kaur Merkid,
dipimpin oleh Toktoa, telah membuat aliansi baru untuk melakukan serangan
balasan.
Temujin
menyeberangi Pegunungan Altai Via pelintasa Arai. Sesudah berderap sejauh
kira-kira 800 kilometer ke arah barat laut, pasukan Temujin tiba di Buqdurma,
di tepi Sungai Ertis. Di sana, mreka dapat melihat pasukan koalisi Naiman dan
Merkid tengah menanti mereka, sambil memunggungi sungai.
Temujin
serta merta meluncurkan serangan. Terjadilah satu lagi pertempuran sengit.
Namun, dalam rentang waktu tak lebih dari satu kali makan, pasukan koalisi
Naiman dan Merkid mulai mundur. Pada saat inilah, Toktoa Beki, penguasa Merkid,
tertembak anak panah dan dia pun jatuh dari kudanya. Putra-putranya bergegas
kembali untuk menyelamatkannya, tapi dia sudah meninggal. Mengetahui bahwa
musthil membawa seluruh jenazah ayah mereka, mereka pun memotong lehernya dan
melarikan diri sambil membawa kepalanya saja. Banyak orang Naiman dan Merkid
yang tenggelam di Sungai Ertis. Kuchlug dan ketiga putra Tiktoa Beki berhasil
kabur lagi. Mreeka menyeberangi sungai dan melarikan diri ke segala arah.
Temujin
seketika mengatur dilaksanakannya pengejaran. Subedei diberi 2.000 prajurit
berkuda untuk mengejar ketiga putra Toktoa Beki, sedangkan Jebe diberi 2.000
prajurit untuk mengejar Kuchlug. Temujin memberikan saran kepada Subedei dan
Jebe :
Kejar
mereka hingga ke ujung dunia!
Jika
mereka menjadi makhluk bersayap dan kabur ke angkasa,
Jadilah
elang dan sergap mereka.
Jika
mereka menjadi marmot dan bersembunyi di tanah,
Jadilah
tongkat kayu dan temukan mereka.
Jika
mereka menjadi ikan dan bersembunyi di bawah air,
Jadilah
jaring dan tangkap mereka
Jika
kalian kehabisan makanan,
Pergilah
berburu!
Hewn
liar ada di mana-mana,
Tapi
jangan ambil melebihi yang kalian butuhkan.
Jika
tidak, kalian akan membuang-buang waktu dan tenaga.
Kencangkan
tali kekang dan periksa pelana kalian sering-sering,
Jika
tidak, kalian akan dikejar oleh mereka.
Camkan
sajalah misi ini di kepala kalian
Jika
tidak, kalian takkan pernah menuntaskannya.
Ingatlah
bahwa aku selalu menyertai kalian,
Jangan
lupa bahwa kalian berada di bawah perlindungan langit.
Subedei,
setelah mengejar dengan gigih selama enam bulan, akhirnya menghabisi ketiga
putra Toktoa Beki, yaitu Qudu, Qal dan Chilaun, beserta sisa-sisa
kekuatanmereka di sebelah tenggara Danau Balkhash. Jebe, sesudah sembilan
bulan, juga membinasakan sisa-sisa kaum Naiman di Danau Sarik, di dekat
perbatasan Kara Khitai. Kuchlug, sendirian, menyeberangi perbatasan Kara Khitai
dan mencari perlindungan di sana.
Jamuka,
di sisi lain, menyelinap pergi dari medan tempur ketika pasukan Naiman pimpinan
Qori Subechi dan pasukan Mongol pimpinan Temujin sedang larut dalam pertempuran
terakhir. Namun, rakyatnya, orang-orang Jadarat, menolak mengikutinya lagi.
Mereka semua sepakat untuk menyerahkan diri kepada Temujin. Karena
mengkhawatirkan nyawanya sendiri, Jamuka melarikan diri ke daerah Gunung
Tenglu, di dekat Danau Uvs, bersama kira-kira tiga puluh pengikut dekatnya
saja. Dia bertahan di area gunung bagaikan bandit selama enam bulan. Walau
begitu, seiring berjalannya waktu, para pengikutnya tak bisa menoleransi
kehidupan semacam itu dan menyelinap pergi darinya, satu demi satu, hingga
akhirnya hanya lima orang yang tersisa.
Suatu
hari, Jamuka sdang makan dommba liar panggang bersama anak buahnya. Pada saat
ini, kelima pengikutnya telah sepakat untuk menangkap jamuka dan menyerahkannya
kepada Temujin. Jamuka sebagaimana biasa, memakan kenyang bagian terbaik dari
daging domba tersebut, menyisakan bagian sisanya tang tidak terlalu disukai
untuk anak buahnya. Kelima pria yang murka menyerangnya. Salah satu memegangi
kepalanya kuat-kuat dengan cara menjambak rambutnya, sedangkan empat orang
sisanya memegangi lengan dan kakinya, seorang satu. Sesudah mereka mengikatnya
erat-erat, dia diletakkan di punggung kuda bagaikan barang bawaan. Karena
Jamuka mengutuk mereka semua dengan suara nyaring, salah seorang menyumpal
muutnya dengan tali supaya dia diam. Jamuka pun diseret menemui Temujin. Pada
saat itu, Temujin sedang tinggal di tepi Sungai Tula. Di bantaran sungai yang
luas, sejumlah besar yurt besar tersebar rapi dan permukaan air Sungai Tula
gemerlapan karena memantulkan sinar matahari tengah hari yang terik. Temujin
tengah menonton latihan prajuritnya di bawah awning besar segi empat, terbuat
dari tenda yang keempat sisinya di gulung ke atas. Pada saat itulah, para
prajurit Temujin menghaturkan Jamuka kepadanya, dengan tangan terikat di belakang
punggung. Temujin melompat berdiri dari kursinya dan memicingkan mata untuk
meliaht wajah lelaki tersebut dengan lebih jelas. Dia memang benar-benar
Jamuka.
“Jamuka!”
Temujin
berjalan menghampirinya dan memandang wajahnya dengan sangat saksama untuk
memastikan bahwa orang itu memang Jamuka.
Temujin
berteriak lagi sambil mencengkeram dan mengguncang-guncangkan bahunya, Jamuka!
Ternyata memag kau! Lama tak jumpa.”
Perjumpaan
i i menjadi reuni sesudah perpisahan selama delapan belas tahun. Rambut Jamuka
kusut dan pakaiannya compang camping. Wajahnya kuyu karena lelah dan malu,
tetapi kedua matanya cerah dan berbinar-binar sebagaimana sebelumnya,
menunjukkan bahwa dia masih memiliki kecemerlangannya. Temujin memerintahkan
anak buahnya agar melepaskan ikatan Jamuka. Lalu, Temujin membawa Jamuka ke
Awning dan mempersilahkannya duduk. Air dan makanan segera saja diberikan
untuknya. Temujin emmandangnya tanpa bersuara selagi dia makan dan minum.
Temujin
memindahkan kursinya ke dekat Jamuka dan bertanya, “Siapa yang membuatmu jadi
seperti ini?”
Jamuka
berhenti makan dan menatap ke depan beberapa lama. Lalu tanpa mengucapkan
kata-kata, dia semata-mata menunjuk ke samping dengan dagunya dan melanjutkan
makan. Di depan Awning Temujin, sejumlah besar penonton yang berkumpul telah
mendengar kabar bahwa jamuka ditangkap, dan para prajurit harus menggunakan
tombak untuk mencegah mereka mendekat. Di satu sudut, yang ditunuk Jamuka
dengan dagunya, ada lima pria yang sudah dilucuti. Mreka adalah mantan pengikut
Jamuka yang sedang menanti keputusan Temujin. Mereka mungkin saja
mengharap-harapkan imbalan besar dari Temujin. Akan tetapi, Temujin justru
berteriak kepada para prajuritnya.
“Tahan
mereka!”
Mendengar
perintah Temujin, kira-kira duapuluh prajurit menyergap mereka, mengikat tangan
mereka ke belakang dan memaksa mereka berlutut di tanah. Temujin berdiri dan
berjalan menghampiri mereka perlahan-lahan. Temujin menatap mereka satu persatu
dan berkata, “Kalian menghianati majikan kalian! Siapa yang mau menerima kalian
jika kalian tidak setia pada majikan kalian sendiri?”
Temujin
memerintahkan kaptennya untuk memenggal kepala mereka, tepat di tempat. Barisan
lima penghianat Jamuka kehilangan kepala mereka di tangan algojo pada saat
bersamaan. Jamuka berhenti makan sesaat, selagi dia menonton mereka kehilangan
kepala, lalu melanjutkan makan lagi. Sebagian prajurit Temujin membawa pergi
mayat tersebut dan sebagian lagi menutu[i darah dengan tanah.
Temujin
berkata kepada Jamuka, kepedihan di matanya, “Jamuka, sekarang kita bersama-sama
lagi. Ingat? Kita bersumpah satu sama lain bahwa kita akan mati pada hari yang
sama. Mari jangan lupakan masa lalu. Mulai saat ini, mari kita gabungkan upaya
kita dan mewujudkan masa depan.”
Mendengar
kata-kata Temujin, Jamuka menyunggingkan senyum di bibirnya dan merespon,
“Terima kasih Temujin. Namun, kau tahu bahwa aku sudah lama sekali jadi
musuhmu. Aku sudah tamat.”
Temujin
mendekatkan kursinya ke Jamuka dan berkata, “Jamuka, kau anda-ku, apa pun yang
kau katakan. Lupakanlah masa lalu. Kau sudah bejasa besar padaku. Aku tahu
kaulah yang mengirimku informasi penting sewaktu aku terlibat pertempuran
dengan Wang-Khan dan aku juga tahu kau tidak bekerja sama dengan kaum Naiman.
Itu lebih dari cukup untuk bergabung denganku.”
Temujin
ingin mengubah pikirannya. Temujin punya alasan bagus. Pada masa itu, di antara
orang-orang stepa, membunuh anda sendiri merupakan hal tabu. Perbuatan tersebut
bahkan dianggap lebih tak dapat diterima daripada membunuh saudara sendiri.
Temujin juga tahu bahwa Jamuka adalah musuhnya di muka umum, tetapi secara
pribadi mereka masih bersahabat. Temujin masih mengingat kenangan manis tentang
Jamuka semasa kanak-kanak.
Jamuka
meletakkan tangannya di tangan Temujin dan, sambil mengelusnya, berkata,
“Temujin, aku memahamimu. Kau masih satu-satunya teman yang tersisa dalam
benakku. Tujuan kita sama, tapi kita punya pendapat berbeda mengenai cara
mencapai tujuan itu. Cuma itu. Sekarang, kau sudah mempersatukan dataran ini.
Dunia tengah menantimu. Sekarang, kau bisa berbuat apa saja sendiri. Dalam
situsi ini, jika aku tetap hidup, apa gunanya aku bagimu? Di malam hari, aku
bisa mengganggumu dalam mimpi-mimpimu dan di siang hari, aku bisa mengusik
kedamaianmu. Aku semata-mata akan jadi kutu di kerah baju atau dari dalam
daging.”
Setelah
mengucap kata-kata ini, Jamuka mendesah pelan. Dia amengambil cangkir air di
meja dan meredakan dahaganya.
Dia
melanjutkan, “Aku banyak berpikir mengenai penyebab kegagalanku. Menurutku
semua dimulai saat aku masih sangat muda. Ayahku meninggal ketika aku bagitu
muda sehingga aku bahkan tidak ingat wajahmnya. Dan ibuku bersamaku selama
beberapa waktu, tapi belakangan, dia menikah lagi dan meninggalkanku. Aku
sendirian. Aku tidak pernah mengenal kasih sayang orang tuaku. Aku tidak punya
sauara yang hebat, istri yang baik, atau
rekans etia, sepertimu. Aku gagal meraih
cinta kasih orang lain. Barangkali itu terjadi karena aku tidak sempat melajar
mencintai orang lain. Itulah penyebab kegagalanku sebenarnya.”
Temujin
mendengarkannya tanpa bersuara. Terjadi keheningan mendalam di antara mereka
selama beberapa waktu. Jamuka melanjutkan sambil memandang Temujin dengan mata
penuh kasih.
“Temujin,
jika aku hanya punya satu permintaan yang tersisa, itu adalah permintaan untuk
mati tanpa meneteskan darah. Kuburkan aku di bukit tinggi. Jiwaku akan terus
mengitari dataran ini dan aku akan mendoakan supaya kau beserta keturunanmu
hidup sejahtera di negeri ini salamanya. Bisakah permintaanku dikabulkan?”
Orang-orang
Mongol apda masa itu mempercayai bahwa jiwa terdapat dalam darah. Jika
seseorang meninggal kehabisan darah, jiwanya akan tersebar ke angkasa dan
menghilang. Di sisi lain, apabila seseorang meninggal dengan tubuh dan darah
yang utuh, jiwanya akan terus hidup.
Temujin
memejamkan mata dengan ekspresi sedih dan mengangguk. Mereka berpelukan
beberapa lama. Temujin berdiri pelan-pelan dan berjalan ke luar tenda dengan
langkah berat. Temujin berkata kepada sekitar dua puluh panglima dan kaptennya,
yang menunggu di luar tenda, “Jangan sampai dia berdarah. Perlakukan tubuhnya
baik-baik. Persiapkan peti mati terbaik.”
Setelah
mengucapkan kata-kata ini, Temujin pergi dari sana. Alchidai, salah seorang
kapten Temujin, mendekati Jamuka dan dengan hati-hati menanyainya apakah dia
ingin minum anggur. Anggur ditawatkan supaya proses tersebut lebih mudah bagi
Jamuka, tetapi dia menolaknya. Karena Alchidai dan kelima prajuritnya
ragu-ragu, Jamuka terkekeh dan berkata kepada mereka, “Aku sudah siap! Kenapa
kalian lebih bimbang daripadaku? Ayo, mulai!”
Alchidai
melangkah ke belakang Jamuka dan mencekiknya menggunakan selendang sutra. Para
prajurit sisanya menstabilkan tangan dan kakinya. Setelah beberapa lama,
tubuhnya pun diam dan wajahnya yang memerah berubah menjadi putih pucat serta
damai saat Alchidai melepaskan selendang dari lehernya. Jamuka ameningga dengan
mata terpejam.
Temujin
mengadakan pemakanamn besar-besaran untuk Jamuka. Temujin memerintahkan anak
buahnya agar mengafani jenazah jamuka dengan kain sutra dan memasukannya ke
peti berhiaskan ornamen perak. Dikubuarkannya Jamuka di bukit tinggi.
Di
sini bersemayamlah seorang pria.
Tekadnya
sekeras batu
Dan
keberaniannya tanpa tanding
Dia
adalah pria cemerlang,
Dan
ahli strategi ulung.
Dia
adalah pelindung tradisi,
Dan
pemenang persahabatan.
Namanya
akan terucap di bibir jutaan orang,
Dan
Jejaknya akan lama tersissa.
Namanya
Jamuka.
Dan
dia adalah pahlawan stepa.
Itulah
ucapan berkabung Temujin. Demikianlah Temujin menyingkirkan rivalnya yang
terkuat dan paling berbahaya, sekaligus sahabat masa kanak-kanaknya. Jamuka
adalah laki-laki langka yang memiliki kecerdasan luar biasa, kepandaian
berbicara, keahlian diplomatik, intuisi, visi, ke depan, kemampuan
oraganisasional, dan keberanian. Walau begitu, dia kalah dari Temujin.
20.
LAHIRNYA IMPERIUM MONGOL
Pada
musim semi tahun 1206, di dataran rendah yang terletak di hulu Sungai Onon,
didirikanlah sebuah kota tenda yang besarnya melebihii perkampungan tenda mana
pun pada masa lalu. Sekitar satu setengah juta orang dengan 400.000 yurt
berkumpul di satu tempat. Penghuninya meliputi hampir tiga perempat populasi
dataran tersebut pada masa itu. Walau pun sejumlah suku kecil di pinggiran
dataran tersebut pada masa itu. Walau pun sejumlah suku kecil di pinggiran
dataran tersebut belum ditaklukan. Temujin tidak menunggu. Diselenggarakanlah
konvensi untuk mendeklerasikan lahirnya Imperium Mongol baru dan menobatkan
Ka-Khan, yang artinya Khan para Khan. Peristiwa ini disebut “Khuriltai” dalam
bahasa Mongol, yaitu pertemuan nasional dalam rangka acara kenegaraan yang
penting atau untukk menyatakan perang dengan bangsa lain.
Selama
kira-kira tiga bulan sebelum penobatan, Temujin mendirikan landasan untuk
Imperium. Hal pertama yang didkerjakan
adalah mempersatukan semua suku melalui siste baru. Seluruh populasi ditata
sistematikanya seperti unit militer. Diciptakanlah sembilan puluh lim aingan,
masing-masing terdiri dari seribu prajurt kavaleri. Dinyatakanlah delapan puluh
delapan “Pendiri Imperium” dan masing-masing ditunjuk sebagai kepala satu
mingan. Ke delapan puluh delapan pria tersebut secara seksama dipilih dari
kelompok orang-orang yang berjasa besar. Posisi atau status sosial mereka
sebelumnya dikesampingkan sepenuhnya. Di antara mereka ada Badai dan Kishlik,
yagn dahulu adalah budak; Dekei, yang dulunya gembala domba; dan Quchugul, seorang
tukang kayu. Satu Mingan terdiri dari pria-pria dari berbagai suku dan,
berdasarkan kebijakan unifikasi, siapa pun yang meningalkan posisinya atau
memisahkan diri dari pasukan akan dikenai hukuman mati. Hanya segelintir orang
yang diperbolehkan memiliki pasukan sendiri, yaitu 3.000 orang Onggut yang
membantu Temujin dalam banyak kesempatan penting dan 2.000 orang Ikires. Selain
itu, Tooril, putra Chakaunua, yang tewas dalam pertempuran di Dalan Baljut,
diperkenankan memiliki pasukan sendiri setelah mengumpulkan kembali
orang-orangnya.
Komandan
mingan juga berhak mengatur keluarga para prajurit dan posisi mereka dapat
dialihkan kepada keturunan mereka. Namun, jika mereka tidak berhasil dalam
tugas, mereka dapat diberhentikan kapan saja. Untuk unit-unit yang penting
ditunjuklah kapan saja. Untuk unit-unit yang penting, ditunjuklah dua komandan
untuk menjamin ketertiban dan pengambilan keputusan yagn saksama.
Temujin
memperkuat penjaga keamanannya. Penjaga siang dan penjaga malam bertambah
jumlahnya, yang asalnya 70 dan 80 orang, menjadi 8.000 dan 2.000 orang,
sehingga todal 10.000 orang. Penjaga ini adalah para elite di antara kaum
elite. Terutama pria muda, anak atau saudara dari komandan mingan, atau
seseorang yang direkomendasikan oleh orang lain. Mereka adalah anggota inti
staf Temujin yang berpangkat tinggi. Sebagian alasan Temujin memilih anak atau
saudara dari komandan tinggi adalah karena mereka merupakan generasi muda yang
belum dinodai sisi kelam masa lalu sehingga lebih mudah peradaptasi dengan sistem
baru. Alasan lainnya adalah demi mengurangi kemungkinan terjadinya
pemberontakan dengan cara menjadikan mereka sebagai semacam tawanan, untuk
berjaga-jaga.
Pasukan Mongol yang didirikan dan disusun oleh
Temujin menjadi pasukan terkuat dan paling berkuasa dalam sejarah manusia.
Temujin
menitahkan hukuman berat untuk memberishkan dan mengoreksi degradasi serta
kekacauan sosial. Aturan hukum ini kelak disebut “Yassa” dan sebagian
diantaranya adalah :
Pezina
harus dihukum mati, tidak peduli status pernikahan, alasan, atau pun dalihnya.
Siapa
pun yang mencuri barang milik orang lain, besar atau pun kecil, harus dihukum
mati.
Jika
tindakannya disengaja.
Orang
yang berbohong dengan sengaja harus dihukum mati.
Dukun
atau penyihir palsu yang menyesatkan orang demi memperoleh imbalan haram
dihukum mati.
Siapa
saja yang menyatakan dirinya bangkrut tiga kali atau lebih harus dihukum mati.
Siapa
pun yang melakukan sodomi harus dihukum mati.
Siapa
pun yang mengotori air minum dengan air kencing, atau apa saja yang tidak
bersih harus dihukum mati.
Jika
dua orang berkelahi dan seseorang mendukung salah satu pihak karena alasan
pribadi semata, pendukunng yang tidak adil itu harus dihukumm mati.
Siapa
pun yang menerima barang curian, tidak peduli apakah mereka tahu atau tidak
bahwa itu barang curian, harus dihukum mati.
Saksi
palsu harus dihukum mati.
Yassa
membantu bangsa Mongol membangun standar moral, membersihkan masyarkat mereka,
dan memulihkan kembali semangat tinggi mereka. Seiring berjalannya waktu,
semakin banyak hukum dan peraturan yang ditambahkan. Semuanya ini berfungsi
sebagai aturan sosial, regulasi, dan panduan yang kukuh untuk kehidupan
sehari-hari.
Temujin
mengadopsi sistem administrastif kaun Naiman, menunjuk Tata Tunga sebegai
sekretaris Jendral; dia memegang posisi yang sama dalam pemerintahan. Naiman.
Tata Tunga merekomendasikan sistem stempel imperial, yang dapat digunakan untuk
semua hukum resmi dan imperial, ordonansi dan maklumat. Rekomendasinya diterima
dan dia menjadi Penjaga Stempel. Temujin menciptakan mahkamah agung, yang
menangani semua peradilan kriminal, sedangkan Sigi Qutuku menjadi kepala
pertama departemen itu. Sigi Qutuku adalah anak yatim piatu Tartar yang
ditelantarkan di medan tempur, diselamatkan oleh Temujin, dan kemudian
dibesarkan oleh ibu Temujin, Ouluun. Pada akhirnya, Ouluun menerimanya sebagai
putra angkat.
Temujin
mengadopsi sistem tulisan Uighur sebagai alfabet sementara untuk dipergunakan
dalam semua dokumen resmi dan dia mengizinkan semua anggota keluarga ningrat
belajar membaca dan menulis. Temujin menunuk Belgutei sebagai darughachi agung,
yang mirip seperti kepala pemerintahan. Bogorchu menjadi pendiri nomor satu
Imperium Mongol, sedangkan Mukali, yang masih muda tapi sudah banyak berjasa
besar, menjadi simbol negara.
Temujin menunjuk dirinya sendiri sebgai
Kaisar Imperium Mongol dan bergelar “GENGHIS-KHAN” dianugerahkan kepadanya
Gelar ini berarti “Penguasa Dunia” atau “ Sumber Kekuatan”.
Upacara
penobatan Temujin diselenggarakan di bagian hulu cekungan Sungai Onon. Di ujung
utara cekungan sungai yang luas tersebut, dibangunlah sebuah altar, sedangkan
di sisi utara altar itu diletakkan pedupaan perunggu setinggi enam kaki. Lantai
tertas altar diselimuti karpet Bukhara merah dan untuk sampai ke lantai
teratas, ada sembilan puluh sembilan undakan yang harus dinaiki. Di bawah altar
100.000 prajurit kavaleri Mongol yang beru saja dibentuk organisasinya
berkumpul dan berbaris teratur dengan panji-panji di depan mereka. Saat itu
hari yang hangat di musim semi, dan matahari pagi yang baru saja terbit
menumpahkan sinarnya yang kuat ke lokasi historis ini. Panji-panji putih,
terbuat dari surai sembilan kuda putih, diarak di sepanjang jalan oleh dua
prajurit kavaleri, seiring tetabuhan delapan puluh satu unta. Orang-orang
Mongol menyebut panji-panji itu “Tuk”. Namun, katika panji-panji itu dimasuki
roh pelindung, maka ia disebut “Sulde”. Panji-panji ini didesain oleh Temujin.
Panji-panji putih digunakan pada masa damai,s edangkan panji-panji hitam untuk
amsa perang. Kelak, panji-panji ini menjadi simbol spiritual bagi pasukan
Mongol ketika menaklukkan dunia.
Setelah
sulde putih diposisikan di depan altar. Temujin, mengenakan helm dan baju
zirah, menunggang kuda putih cemerlang untuk menyusuri bagian tengah jalan yang
mengarah ke altar dan berhenti di depan altar itu. Sesudah turun ari kudanya,
dia menaiki sembilan puluh sembilan undakan dan ketika dia tiba di lantai
teratas, sembilan pemangku yang telah menanti menyerahkan obor kepadanya.
Kepala pemangku adalah Kokochu, yang ditunjuk selaku pendeta nasional oleh
Temujin. Namun resmi Kokochu adalah Tab Tinggi, yang berarti lagnit tertinggi.
Setelah menyulutkan api ke pedupaan,
Temujin berdoa kepada langit, bumi, matahari, dan bulan. Tab Tengri
memberkatinya atas nama langit. Temujin pun menyatakan lahirnya Imperium
Mongol.
Semua
pejabat tinggi dan panglima yang mengomandani seriu prajurit kavaleri atau
lebih bersujud sembilan kali kepada Temujin sesudah melepas ikat pinggang
mereka dan mengalungkannya ke leher. Sujud gaya Mongolia ini berupa gerakan
menyentuhkan dahi ke tanah, yang maknanya adalah kepetuhan total.
Setelah
ini, Temujin mengganti seragam militernya dengan del dan uuden – atau baju dan
tutup kepala – gaya Mongolia, dia menghadiri upacara selanjutnya. Di dalam
tenda berkapasitas duaribu orang, Temujin disambut dan diberi ucapan selamat
oleh para pejabat dan panglima berpangkat tinggi. Datu demi satu, sesuai dengan
urutan pangkat mereka, mereka berjalan menghampiri Temujin dan meneriakkan
kalimat yang sama sesudah menyessap otok dari gelas piala keemasan, yang
diserahkan kepada mereka oleh pengarah upacara.
“Gneghis
Khan! Tuan kami!”
Kini
mreka hanya mempunyai satu Khan dan mereka semua adalah orang Mongol, tidak
peduli klan atau suku asal mereka. Istilah Mongol, yang dahulu digunakan untuk
mengelompokkan sebagian kecil orang dari dataran rendahn tersebut, kini
meupakan nama resmi untuk Imperium yang baru lahir itu. Temujin telah
mempersekutukan semua kaum nomaden di dataran tersebut dan membangun sebuah
Imperium. Usianya baru tiga puluh sembilan tahun.
Setelah
dia menjadi Ka-Khan dari Imperium Mongol yang baru lahir, dia pun mengadakan
rapat resmi pertama. Tapat tersebut selama kira-kira sebulan. Mereka
membicarakan dan membahas banyak agenda serta membuat keputusan Lewat rapat
ini, Genghis Khan diberi wewnang sebagai penguasa tertinggi Imperium baru
tersebut.
“Imeperium
Meongol adalah bangsa yang merdeka dan berdaulat,s erta bebas memerintah
dirinya sendiri. Semua orang yang berbagi kehendak yang sama dengan kita akan
diterima sebagai rekan, tanap memperdulikan asal-usul, suku, ras, bahasa,
agama, adat istiadat, dan latar belakang sejarah. Kebebasan agama akan dijamin
dan adat istiadat tradisional semua orang akan dohi=ormati. Siapa pun yang
berada di bawah panji-panji Imperium Mongol akan berkedudukan setara dan
memiliki hak, tanggung jawab serta privilese yang sama.”
Berdasarkan
idealisme nasional itulah, Imperium tersebut diciptakan. Mereka juga
membicarakan tujuan Imperium. Untuk mengukuhkan kemerdekaan, mereka memutuskan
untuk mengenyahkan semua kekuatan yang bisa menghalangi keutuhan Imperium
hingga sepuluh ribu generasi mendatang. Mereka memutuskan untuk menaklukkan
semua suku yang tersisa seperti Oyirad, Qori tumad, Uighur, dan Kirghiz.
Terkait Cina, jika mereka mengabaikan Imperium Mongol yang baru dan tidak
bersedia menerima kedaulatan mereka, bangsa Mongol memutuskan untuk menguasai
bangsa Cina di bawah kendali mereka juga.
Mereka
mendiskusikan banyak hal lain secara terperinci. Contohnya, warga negara
laki-laki harus mengikuti wajib militer sejak usia lima belas tahun dan terus
berlanjut, terkecuali terdapat masalah kesehatan atau jika dia adalah anak
laki-laki tunggal dalam keluarganya. Pendeta agama, pengurus pemakaman, dan
seniman berbakat juga dibebaskan dari wajib militer dan pajak negara.
Genghis
Khan menganugrahkan banyak imbalan bagi para pendiri Imperium. Mereka bukan
hanya dianugerahi benda-benda berupa material, melainkan juga privilese sosial.
Contohnya,s ebagian dari mereka takkan dikenai hukuman atas embilan kejahatan,
kecuali kejahatan tersebut berupa makan terhdap Genghis Khan atau negara.
Privilese ersebut sangat berarti dalam masyarakat baru yang diatur oleh hukum
yang begitu berat. Genghis Khan kini bisa menghadiahi semua rekannya atas semua
kesusahan yang telah mereka lewati bersama-sama dan atas jasa mereka.
Khuriltai,
rapat rresmi Imperium Mongol berlangsung selama kira-kira sebulan dan kemudia
ditutup. Tepat sesudah itu, mereka memulai pesta perayaan yang berlangsung
selama kira-kira sebulan lagi. Mereka telah membangun sebuah bangsa dengan
Genghis Khan sebagai tokoh sentral serta mendeklarasikan idealisme nasional.
Akan tetapi bagian bagian terpenting dari keputusan mereka adalah kebijakan
ekspansi. Ini menjadi kebijakan terpenting bangsa tersebut dan ideologi
fundamental dalam penaklukan dunia yang mereka lakukan.
21.
KONSOLIDASI IMPERIUM
Selama
sekitar tiga tahun, Genghis Khan mengonsolidasikan Imperiumnya alebih lanjut.
Dia adalah pemimpin revolusi spiritual kaum Mongol. Dia meyakinkan rakyatnya
bahwa mereka adalah kaum pilihan. Lama sekali orang-orang Cina menguasai, atau
mempengaruhi, kaum nomaden di Dataran Mongolia, memperlakukan mereka layaknya
aorang barbar atau kelompok orang yang inferior. Genghis Khan menganggap bahwa
sangat penting menyingkirkan perasaan inferior yang telah ditanamkan oleh orang
lain dan memulihkan harga diri yang tinggi. Genghis Khan mengutarakannya
sebagai berikut :
Langit
biru kekal
Telah
memperkenanku
Menguasai
dunia ini.
Semua
negeri dari matahari terbit hingga matahari terbenam
Akan
berada di bawah kekuasaan
Bangsa
Mongol dan keturunan mereka.
Pemukiman
tetap di kota sudah busuk.
Langit
akan menghukum mereka.
Dan
dunia akan memperoleh tatanan baru.
Bangsa
Mongolia adalah kaum
Yang
telah dipilih oleh langit.
Untuk
menguasai negeri ini
Sejak
hukum permurnian sosial, Yassa, diberlakukan, para pelanggar hukum harus
menghadapi hukuman berat. Genghis Khan meyakini bahwa stabilitas bangsa bergantung pada stabilitas setiap
keluarga atau warga negara. Selama beberapa bulan sesudah lahirnya
bangsa tersebut, beberapa lusin pelanggar kehilangan kepala setiap hari.
Seiring berjalannya waktu, jumlah tersebut lambar laun berkurang, hingga
akhirnya masyarakat Mongol berubah secara dramatis. Kendari barang berharga
jatuh di jalan, tak seorang pun mengambilnya dan menjadikannya barang mereka
sendiri. Tak seorang pun menfitnah atau menggunjingkan orang lain secara
membabi buta atau secara ceroboh. Dan orang-orang Mongol menjadi kaum yang tak
pernah berkata dusta, sekali pun di hadapan maut.
Genghis
Khan memperkuat fungsi penjaga siang dan penjaga malam. Pertama-tama, jumlah
ditingkatkan dari 150 menjadi 10.000 yang terdiri dari 8.000 penjaga siang dan
2.000 penjaga malam. Penjaga malam diberdayakan dengan banyak kewenangan dan
tugas khusus di banyak area. Pekerjaan utama mereka tidak turut serta dalam
perang. Mereka akan melakukan apa saja demi keselaatan Khan dan posisi mereka dipandang jauh lebih tinggi
daripada prajurit yang lain yang berpangakat sama. Kepala penjaga malam adalah
Yeke Neurin.
Ordu
khan terdiri dari sepuluh yurt, dan ini diperuntukkan bagi khan sedniri, satu
untuk setiap istrinya yang berjumlah empat orang, anak-anaknya, dapur, urusan
resmi, dan tamu. Yurt-yurt ini ditata membentuk lingkaran, dan sekitar sempat
ratus yurt milik penjaga malam ditata di sekeliling ordu khan, juga membentuk
lingkaran besar.
Sesudah
matahari terbenam, tak seorang pun diperbolehkan melangkah ke luar lingkaran
dan siapa saja yang melanggar aturan tersebut akan ditahan, tak peduli apa pun
pisisinya. Yurt khan tidak boleh dimasuki siapa pun, termasuk penjaga malam,
sehingga jika ada laporan urgen, mereka harus berteriak dari luar.
Sebagian
penjaga malam diptempatkan di departemen pemerintah lainnya, seperti
pengadilan, unit logistik, gudang senjata, dan dapur khan untuk melakkan
pemngamatan atau akdang memberikan bantuan sungguhan.
Pada
musim semi tahun 1207, Genghis Khan meluncurkan operasi militer untuk
menaklukkan suku-suku yagn tersisa di pinggiran dataran mongolia. Dia
mengirimkan pasukan ekspedisi alih-alih pergi sendiri. Dibentuklah tiga pasukan
ekspedisi dan ditunjukklah tiga komandan, seorang untuk setiap apsukan. Para
komandan tersebut, yaitu Juchi, putra sulung khan yang berumur dua puluh satu
tahun, serta Boroqul dan Qubilai, yang merupakan pendiri Imperium.
Genghis
Khan membrikan ansihat berkut kepada Juchi, menyerahkan komando 10.000 prajurit
kavaleri kepadanya, “Cara
terbaik untuk menang adalah menang tanpa bertarung. Jika mungkin, minta
mereka menyerah. Berusahalah agat tidak kehilangan orang. Jika mereka melawan,
hancurkan mereka sepenuhnya dan jadikan mereka contoh untuk yang lain. Jangan pernah lupa bahwa untuk
mengalahkan musuh, kau harus menerima resiko lebih banyak daripada musuh.”
Genghis
Khan memberikan masing-masign 5.000 prajurit kavaleri untuk Boroqul dan
Qubilai, disertai nasihat yang serupa, sebagaimana yang diberikannya kepada
Juchi.
Target
Juchi adalah kaum Oyirad, Krighis, dan suku-suu kecil lain nyang milayah
utamanya berupa daerah hutan di kawasan barat laut Dataran Mongolia. Boroqul
dipercayai untuk menaklukkan orang-orang Qori Tumad, yang huniannya terletak di
hutan Siberia di sebelah utara danau Baikal. Qubilai diserahi tugas menaklukkan
kaum Qarluud, yang wilayahknya terletak di sebelah selatan danau Balkhash.
Juchi
pun berangkat untuk melaksanakan ekspedisi. Ke-10.000 serdadunya bergerak maju
dengan sulde hitam, panji-panji Genghis-Khan , di depan mereka. Beberapa hari
kemudian, mereka tiba di sebelah selatan Danau Baikal. Mata Juchi menatap
kemegahan danau Baikal, yang sebesar samudra dan dipenuhi misteri tak terperi.
Salah satu sisi danau dipagari oleh tebing-tebing dan hutan lebat, dan puncak
gunung di dekat sana diselubungi mega biru muda. Sinar mentari siang yang
menyilaukan dipantulkan oleh permukaan air dan sejumlah bongakahan es masih
mengapung kendati saat itu sudah musim semi.
Juchi
tiba di Siksid, benteng prtahanan kaum
Oyirad, yang merupakan suku hutan terkuat, setelah mengitari sebelah
selatan danau selama dua hari penuh. Kaum Oyirad tersebar di area luas dalam hutan
di sebelah danau dan mereka menggunakan tenda berbentuk kerucut. Sebelum
menyerang, Juchi mengutus Buka, pemimpin baris depan dan pemandu, untuk meminta
mereka menyerah. Quduka Beki, kepala suku Oyirad, berhenti melawan katika dia
menerima lapran bahwa Juchi, putra sulung Genghis-Khan, telah tiba bersama
pasukannya. Dia pernah melawan Temujin
suatu kali, bergabung dengan pasukan koalisi Jamuka, tetapi begitu dia
melihat nasib Jamuka dan kaum naiman, dia mengenyahkan keinginan untuk melawan
dan memutuskan untuk bergabung dengan Imperium Mongol yang baru terbentuk.
Quduka
Beki menghaturkan dua kuda putih dan dua elang putih, yang merupakan simbol
penyerahan diri, kepada Juchi. Setelah melucuti ke-10.000 serdadu Oyirad, Juchi
memilih 2.000 di antara mereka untuk dijadikan pemandu dan rajurit baris depan,
lalu melanjutkan mars untuk menaklukkan kaum lainnya. Quduka Beki mendampingi
Juchi sebagai pemandu dan juga selaku tawanan. Juchi menaklukkan suku-suku lain
satu demi satu; kaum Buyirad, Barkun, Urusad, Qabqana, dan Qangqa. Juchi selalu
mengingat perkataan ayahnya, “Menyerah tak semata-mata berarti berhenti
melawan. Mereka yang telah menyerah harus bergabung dengan kita dan bekerja
sama dengan kita. Apabila mereka tidak menerima persyaratan ini, jangan terima
penyerahan diri mereka dan musnahkan mereka. Jika tidak, kau semata-mata
menyisakan bahaya di belakangmu. Inilah jalan yang aman untuk sang penakluk.”
Nasihat
untuk Juchi itu diturunkan dari nenek moyangnya, dari generasi ke ggenerasi.
Begitu pasukan Mongol melintasi satu area, satu di antara dua hal dapat
terjadi, yaitu pemusnahan total suatu area tanpa menyisakan satu orang pun yang
selamat, atau meningkatnya jumlah prajurit Mongolia, ditmbah serdadu yang
ditarik dari orang-orang yang menyerah. Biasanya mereka menjadi anggota pasukan
pemandu atau baris depan, dan sementara pasukan Mongol bergerak maju, jumlah
mereka kian berlipat. Terkadang jumlah serdadu tambahan bahkan lebih besar
daripada jumlah serdadu Mongol sendiri.
Juchi
berderap ke barat dengan Quduka Beki sebagai pemandunya dan tiba di teritorial
kaum Kirghiz.
Kaum
Kirghis adalah orang-orang pemberani dengan 10.000 serdadu, tetapi mereka
memutuskan untuk menyerah seusairapat kepala suku karena menyadari bahwa mereka
tidak mungkin sanggup melawan Genghis-Khan, yang telah mempersatukan dataran
tersebut. Pada satu masa, mereka cukup kuat untuk merebut satu area besar di
Asia bagian tengah. Tiga kepala sku utama Kirghisz, Yedi Inal, Al Diel, dan
Orebeg Digin, muncul di hadapan Juchi sambil membawa dua ekor kuda putih, dua
elang putih, dan bulu musang hitam, semuanya menyimbolkan penyerahan diri.
Juchi
menarik 3.000 serdadu dari kaum Kirghiz dan melanjutkan mars semakin jauh ke
barat, beserta ketiga kepala suku yang menyerah dan sepuluh komandan, yang
mencapai 1.000 prajurit, sebagai tawanan. Juchi telah menaklukkan kaum Sibir,
Kesdyin, Bayid, Tuqa, Tenleng, Tole, Tas, dan Bajigid, satu demi satu, dalam
waktu beberapa bulan. Juchi kembali ke markas besar ayahnya dengan semua
akepala suku yang takluk dan puluhan ribu prajurit, beserta bergunung-gunung
pampasan perang. Sang khan gembira saat menyaksikan Juchi pulang dengan
seleamat.
“Dia
layak menjai putra sulungku. Dia menyelesaikan misinya tanpa kelhilangan
seorang prajurit atau seekor kuda pun. Dia sangat pantas dipuji.”
Khan
mempercayakan semua tanah dan rakyat yang ditaklukkan Juchi sendiri.
Berdasarkan kebijakan unifikasi. Genghis-Khan menjalin hubungan perkawinan
dengan Quduka Beki. Putrinya, Chechheygen, dinikahkan dengan putra sulung
Quduka Beki, Inalchi
Sementara
itu, Qubilai, yang menuju ke barat daya untuk menaklukkan kaum Qarluud,
menyeberangi Pegunungan Altai dan akhirnya menghadapi mereka di sebelah selatan
Danau Balkhash. Arslan, pemimpin kaum Qarluud, menyerah kepada Qubilai, yang
membawa panji-panji Genghis Khan. Dia juga tahu bahwa perlawanan sia-sia dapat
mendatangkan petak baginya dan rakyatnya. Qubilai menemaninya menemui khan.
Arslan, dihadapan Genghis Khan, bersujud sembilan kali dengan gaya Mongolia.
Saat melihatnya, sang khan amat terkesan ketika mendapati bahwa Arslan adalah
pemuda berusia awal dua puluhan, berpenampilan pintar, dan berfisik bagus. Dia
kelak menjadi menantu khan.
Juchi
dan Qubilai sukses besar. Namun, pengalaman Boroqul berbeda. Dia maju ke utara
untuk menaklukkan kaum Qori Tumad yang area hunian utamanya terletak di Hutan
Siberia, di utara Danau Baikal. Kaum Qori Tumad meninggali area yang aman,
dilindungi dinding alami beberapa pohon besar Siberia, yang tidak bisa di
lewati kuda atau pun manusia. Ini adalah kawasan paling utara yang masih bisa
dihuni manusia tanpa melenceng dari pola kehidupan sosial yang normal.
Kaum
Qori Tumad terutama adalah pemburu, dan mereka tinggal dalam tenda berbentuk
kerucut yang terbuat dari kulit hewan Siberia, terutama rsua kutub dan serigala.
Pada musim dingin, mereka terkadang menggunakan rusa kutub alih-alih kuda.
Mereka menafaatkan bijih besi kualaitas unggul yang berlimpah di daerah mereka
untuk membuat senjata bermutu tinggi. Oleh sebab itu, mereka memiliki pasukan
yang relatif kuat, meskipun jumlah prajuritnya sedikit. Walau pun mereka
tinggal di area terpencil, mereka hidup makmur, membarter segala jenis kulit
binatang, termasuk harimau, macan tutul gunung, beruang, rusa, musang, dan
rubah, untuk kebutuhan mereka. Genghis Khan memerlukan area ini bukan saja
karena alasan ekonomi karena melimpahnya sumber daya alam, yang teramat
dibutuhkan oleh imperiumnya yang baru lahir.
Boroqul
dan ke 5.000 prajurit kavalerinya mengitari Danau Baikal dan amsuk jauh ke
dalam hutan Siberia. Lokasi perkemahan utama kaum Qori Tumad terletak di
wilayah tinggi, dilindungi oleh sejumlah gunung tinggi, tebing dan taiga, yang
dari luar hanya bisa dimasuki dari satu tempat.
Kaum
Qori Tumad diatur oleh wali negeri mereka, Boroqul Turkan, yang suaminya meninggal
dunia beberapa tahun berselang. Boroqul adalah perempuan cerdik dan juga liar
serta ganas, seperti macan tutul liar Siberia. Saat mengetahui bahwa pasukan
ekspedisi Genghis Khan telah berangkat, dia mengumpulkan seluruh rakyatnya di
lapangan terbuka dan berteriak “Kita tak pernah ditaklukkan dan dikuasai oleh
orang lain! Kita akan berdiri dan melawan untuk mati, alih-alih duduk untuk
hidup!”
Dia
memerintahkan prajuritnya agar membuat banyak lubang jebakan, seperti yang
digunakan untuk harimau, di jalan menuju markas besar mereka. Mereka juga
memasang banyak jaring kuat (biasanya digunakan untuk beruang dan babi hutan)
di antara pohon. Botoqui memerintahkan pemasangan anjungan di pohon dan
menempatkan pengawas dua puluh empat jam di sana.
Tanpa
mengetahui ini, Boroqul, yang berada di depan pasukannya, menapak ke jalan
menuju markas besar musuh. Jalan itu relatif sempit, hanya bisa dilewati tiga
atau empat prajurit berkuda yang bersisian, dan baik sisi kanan maupun kiri
diapit pohon cemara Siberia berukuran besar. Tiba-tiba saja, Boroqul mendapat
firasat ada yagn tidak beres dan merasakan ada semacam bahaya di jalan itu. Dia
pun berhenti di sana dan menyuruh dua abak buahnya memeriksa jalan. Dua
prajuritnya menaiki kuda mereka dan mengecek jalan tersebut. Salah seorang
menyadari bahwa sebagian jalan agak berbeda dengan bagian yang lain. Saat
menerima laporan tersebut, Boroqul turund ari kudanya dan mengecek sendiri.
Ketika dia menusukkan tombaknya ke tanah di lokasi itu, dia atidak merasakan
hambatan. Dia segera saja menaydari bahwa itu adalah lubang jebakan.
Dia
pun berteriak kepada pasukannya, “Mundur!”
Walau
begitu, sudah terlambat baginya. Baru saja dia berteriak kepada pasukannya,
sekumpulan kayu gelondongan besar jatuh disertai bunyi bergemuruh sehingga
memblokade jalan. Pada saat bersamaan, Boroqul merasakan tambang-tambang berat
jatuh menimpa dirinya. Dia terjebak dalam jaring. Dia dan dua prajurit lainnya
yang juga tertangkap dalam jaring, dipisahkan dari pasukan mereka oleh barikade
kayu gelondongan. Saat itu juga, hujan panah mengenai pasukan Boroqul,
menghasilkan banyak korban jiwa. Mereka pun harus mundur. Boroqul, yang tidak
dapat bergerak, tidak bisa berbuat apa-apa saat tujuh atau delapan prajurit
musuh menghampirinya. Mreeka menombak leher Boroqul. Dia mati seketika, begitu
pula kedua prajuritnya.
Pasukan
Mongol mundur kira-kira 80 kilometer dan membangun baris pertahanan. Mereka
mengutus pengantar pesan kilat untuk khan mereka, guna memberitahukannya bahwa
komandan mereka meninggal.
“Apa?
Boroqul tewas? Siagakan peringatan darurat! Aku akan pergi sendiri ke sana!”
Namn,
Bogorchu dan Mukali berusaha menghentikannya.
“Tuan!
Mereka Cuma kelompok kecil. Anda sebaiknya tidak pergi sendiri.”
Genghis
Khan mersa bahwa Bogorchu dan Mukali benar. Genghis Khan pun memilih Dorbei
Doksin di antara para komandan yang mengepalai 1.000 anak buah karena dia
adalah petarung bengis serta orang asli daerah gunung dan hutan. Doksin adalah
nama aslinya dan Dorbei adalah gelarnya, yang berarti “Pria tangguh”. Dia diberi
serdadu tambahan sejumlah 2.000 orang dan juga jabatan komandan baru. Genghis
Khan memberinya nasihat, begitu pula perintah.
“Ambil
jalan yang sulit alih-alih yang mudah. Bahaya mungkin tersembunyi di sepanjang
jalan yang mudah. Bawalah senejata dan peralatan yang memadai untuk pertarungan
di gunung serta hutan. Kendalikan disiplin prajurit baik-baik. Persenjataan
spiritual tidak kalah penting. Berdoalah demi kemenangan kepada langit biru
kekal.”
Dorbei
Doksin adalah ahli pertempuran di gunung dan hutan. Dia mempersiapkan cukup
tambang dan peralatan alin untuk memanjat gunung, serta kapak, pahat besar, dan
gergaji untuk membuka jalan di hutan. Dia memperlengkapi pasukannya dengan
belati pendek dan pedang sabit, yang lebih berguna dalam pertempuran di gunung
dan hutan daripada tombak panjang.
Ketika
dia tiba di wwilayah Qori Tumad, dia seketika mengambil alih komando atas 5.000
prajurit berkuda yang telah kehilangan komandan mereka. Mereka pun menyebarkan
diri di sepenjuru area luas dan bergerak maju, menghindari area yang mungkin di
jaga pengawas musuh. Doksin memilih jalur pegunungan terjal yang digunakan oleh
domba liar dan rusa kutub alih-alih jalan biasa yang digunakan oleh manusia dan
kuda. Mereka harus membuka jalan, membabat pohon dan ranting. Ketika mereka sampai di titik
tempat kuda mereka tidak bisa bergerak maju lagi, pasukan utama dan kuda-kuda
berdiam di sana. Doksin menyeberangi gunung hanya beserta 2.000 prajurit yang
dia baawa. Pertama-tama prajurit yang punya pengalaman mendaki gunung naik hingga
ke puncak, lalu menurukan tambang setelah mengikatnya ke pohon besar di
dekatnya sehingga prajurit lain bisa memanjat menggunakan tambang itu. Doksin
tidak mengirit-irit galah untuk anak buah yang enggan memegang tali karena
kurangnya pengalaman atau akrena takut. Genghis Khan menyuruhnya agar
memeprsiapkan setidaknya sepuluh galah. Mereka mengoperkans emua senjata dan
perlengkapan lain yang dibutuhkan dengan tambang.
Begitu
sampai di puncak, Doksin, beserta 2.000 orang
di bawah komandonya, mengamati area tersebut dan pergerakan musuh. Tidak
seperti jalan yang telah mereka susuri, jalur dari puncak gunung ke markas
besar musuh berupa turunan yang gampang dilewati, dengan banyak semak dan
ilalang tinggi. Perkampungan mereka terletak di tanah datar yang luar biasa
luas. Di sana tersebarlah ribuan tenda berbentuk kerucut yang tertata secara
rapi. Saat itu sudah sore dan sejumlah besar orang qori Tumad sdang berada di
lapangan terbuka, dengan banyak api unggun di sekitar mereka. Mreka tengah
memanggang daging, minum-minum, dan bersenang-senang. Mereka nampaknya sedang
berbpesta. Mereka terus berteriak-teriak dan tertawa sambil menonton dua
beruang hitam Siberia yagn sedang menari seiring tabuhan genderang.
Doksin
dan para prajuritnya mengendap-endap sedekat mungkin ke lokasi itu, dan serta
merta menyergap mereka. Lokasi pesta seketika menjadi neraka. Dihantam serangan
dadakan, kaum Qori Tumad tidak sempat menata diri dan melawan. Mereka pun jatuh
ke tangan musuh. Hanya sekitar sepuluh pemuda Qori Tumad yang melawan lah yang
kehilangan kepala. Setelah semua lubang jebakan dibuka oleh penduduk, ke 5.000
serdadu yang tengah menanti masuk ke perkampungan. Doksin serta-merta mengirim
kurir kilat untuk menemui Genghis Khan, memberitahukannya bahwa kaum Qori Tumad
telah berada di bawah kendali mereka dan meminta instruksi selanjutnya. Doksin
berusha mencari jenazah Boroqul, tetapingagal. Setelah dilemparkan ke hutan,
jenazah Boroqul dimakan oleh hewan liar, hanya menyisakan beberapa potong
tulang, helmnya, dan seragam yang tercabik-cabik.
Genghis
Khan berusha mereka membuat berubah pikiran dan bergabung secara suka rela
dengan imperium, mengingat bahwa mereka adalah pandai besi terampil. Genghis
Khan menunjuk Qorchi sebagai darugachi, atau gubernur jenderal, untuk kaum Qori
Tumad dan wilayah mereka. Genghis Khan berbisik kepada Qorchi saat mengutusnya
ke wilayahntersebut , “Qorchi Noyan! Aku ingin menepati janji yang kuutarakan
kepadamu bertahun-tahun lalu. Kau boleh memilih perempuan mana pun yang kau
inginkan sampai tiga puluh orang.”
Sesudah
mengucapkan ini, Genghis Khan berkedip kepadanya.
Namun,
kaum Qori Tumad memberontak saat pasukan pendudukan telah ditarik dari area
tersebut, dan mereka menawan Qorchi. Genghis Khan menanggapi hal ini secara
serius dan mengirim seorang utusan. Quduka Beki, untuk mencari tahu apa yang
terjadi di sana. Akan tetapi, dia pun ditawan oleh mereka. Mendengar kejadian
ini, Genghis Khan yang murka mengirim Doksin lagi untuk memusnahkan mereka.
Orang-orang yang selamat hanyalah para bayi, balita, perempuan, dan seratus
pandai besi serta pandai kulit terbaik.
Qorchi
akhirnya memperoleh tiga puluh gundik, sedangkan Botoqui Tarkun, wanita Qori
Tumad yang liar, diberikan kepada Quduka Beki. Genghis Khan menyelenggarakan
pemakaman kenegaraan untuk Boroqul, yang merupakan salah satu pendiri imperium,
dan juga memperkenankan keturunanya mewarisi semua privilese yang diperoleh
Boroqul, dari generasi ke genarasi.
22.
SIASAT KELAM TAB TENGGRI
Agama
orang Mongol adalah kepercayaan tradisional terhadap alam gaib. Para dukun
menguasai dunia spiritual orang Mongol. Orang-orang Mongol dipengaruhi oleh
para dukun sejak mereka lahir. Mereka mendoakan bayi yang baru lahir seupaya
sehat dan panjang umur serta mengungkapkan ramalan. Mreka memberkati pasangan pengantin
dan mendoakan kedamaian bagi orang mati. Dukun acap kali dipanggil lebih dulu
ketika orang-orang Mongol sakit, dan ketika mereka merencanakan perjalanan,
mereka mengunjungi dukun untuk minta didoakan agar kembali dengan selamat.
Dukun mendoakan para prajurit sebelum keberangkatan mereka ke medan tempur dan
para prajurit tidak bisa tenang di medan tempur tanpa doa dari duun. Para duun
merencanakan dan mengatur semua upacara ritual dan sembahyang untuk leluhur.
Para
dukun memiliki kekuasaan besar di masyarakat mereka dan, dalam sejumlah kasus,
mereka malah lebih berkuasa daripada kepala suku. Apabila ternak warga mati
karena epidemi, dan sang dukun menyalahkannya pada kepala suku yang dikutuk roh
jahat, kepala suku tersebut harus mundur. Karena mereka memegang kekuasaan
sbesar itu, dalam banyak kasus, terutama di area hutan yang terpencil, para
dukun sendirilah yang menjadi kepala suku.
Tab
Tenggri merupakan pendeta kepala resmi bagi Imperium Mongol yang baru lahir.
Dia adalah seorang Qongqotan dan anak nomor empat dari ketujuh putra Munglik
dahulu adalah pelayan setia Yesugei, ayah khan, selama bertahun-tahun dan
sedari itu pun terus setia terhadap keluarga Temujin. Pada satu saat dia
membantu Temujin melarikan diri dari siasat jahat Wang-Khan. Ini diakui sebagai
jasa besar oleh khan, maka dia dimasukkan ke dalam daftar teratas pendiri
imperium.
Selain
itu, Munglik mempunyai hubungan dekat dengan Ouluun, ibu khan, wanita yang
tidak pernah diabaikan khan, tetapi justru dihormati, Ketujuh putra Munglik
menyandang kekuasaan besar di dalam imperium yang baru lahir itu. Kokochu yang
nama resminya adalah Tab Tenggri, memegang kekuasaan terbesar. Dia mengenal
khan dan keluarganya luar dalam. Dia juga tahu bahwa khan mengawasi
saudara-saudara lelakinya.
Imperium
Mongol yang beru lahir mulai memiliki tukang mengeluh kronis. Mayoritas dari
mereka adalah orang-orang yang menikmati posisi tinggi di suku mereka, tetapi
di imperium baru tidak dapat meraih apa pun atau kehilangan segalanya. Tab
Tengri terkejut saat mendapati bahwa, selagi dia menghubungi orang-orang dalam
kapasitas tugasnya, ada banyak sekali tukang mengeluh di imperium tersebut.
Sebuah gagasan gelap mulai terbetik di benaknya. Banyak orang yang berbicara
dalam sembilan bahasa berbeda, berkumpul di sekelilingnya. Dia tidak lagi
senang menjadi pendeta semata. Dia haus kekuasaan. Dia muncul sebagai rival
kuat yang menyaingi Genghis Khan di Imperium.
Dia
pun menapaki arencananya untuk mencapai puncak. Karena Genghis Khan memegang
kekuasaan militer dan administratif, langkah pertamanya adalah melemahkan
kekuasaan militer sang khan dengan cara memecah-belahnya. Dai memilih Kasar
sebagai target untuk tujuan ini. Kasar yang sudah banyak bekerja dalam rangka
membangun bangsa tersebut, ditunjuks ebagai wakil panglima tertinggi tentara
Mongol. Namun, jabatan wakil panglima biasanya dianggap sebagai posisi tak
bermakna. Padahal Bergutei, saudara tiri khan, diberi poisis sebagai darughachi
agung, yang merupakan posisi sangat penting dan berkuasa. Perkara lainnya
adalah bahwa ksar hanya diberi 4.000 anak buah,s edangkan Juchi, putra khan,
dipercaya mengomandani 9.000 anak buah. Mengapa ini terjadi?
Pada
suatu saat, entah kapan, kasar telah kehilangan restu sang khan.
Tujuh
kakak-beradik Qongqotan, dengan Tab Tenggri sebagai pemimpin mereka,
menyambangi Kasar. Kasar, yang tak mengetahui maksud kunjungan itu,
mempersilahkan mereka masuk ke tenda tamu.
Dia
menjamu mereka dengan teh dan bertanya, “Tang Tenggriyang terhormat! Apa yang
telah membawamu ke mari?”
Tujuh
kakak beradik Qongqotan duuk berdampingan di sekitar Kasar, membuat setengah
lingkaran. Mereka memandanginya dengan penuh kebencian.
Tab
Tenggri, yagn tingginya dua meter, seperti tiang manusia, menyunggingkan senyum
licik di wajah lonjongnya dan berkata. “Aku di sini untuk membawa kabar baik.”
Sesudah
Tab Tenggri berbicara, dia mengambil cangkir porselen Cina dan menyesap teh
sambil mengamati wajah Kasar diam-diam.
“Kabar
baik apa pula itu?” tanya Kasar spontan.
Tab
Tenggri menjawab sambil tersenyum culas, “Beberapa waktu lalu, aku menerima
pesan dari Tuhan bahwa kakakmu, Temujin akan mempersatukan seisi dataran ini.
Sebagaimana yang kau ketahui, kehendak Tuhan telah terpenuhi dan sesudah
menjadi kenyataan. Aku baru saja menerima pesan lainnya dari Tuhan. Kaulah yang
akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakmu, dan tidak lama lagi.”
Kasar
terperangah dan melompat berdiri.
“Apa?
Aku akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakku?”
Saat
Kasar berdiri, ketujuh kakak-beradik Qongqotan pun bangkit secara
serempak.Kasar membentak mereka, “Keluar dari sini! Jika tidak, akan kutahan
kalian.”
Sambil
mengucapkan ini, Kasar menempelkan rangannya ke gagang pedang sabit di
pinggangnya. Enam kakak beradik Qongqotan menyergapnya dan memegangi lengannya
dari kedua sisi. Mereka tidak takut kepada Kasar, yang telah dikeluarkan dari
kekuatan inti imperium dan senantiasa diawasi oleh Genghis Khan. Tab Tenggri
pelan-pelan berjalan menghampiri Kasar, yang telah kehilangan kendali atas
tubuhnya. Tab Tenggri mengambil pecut dari pinggangnya. Lalu mencambuk wajah
kasar beberapa kali.
“Dasar
tikur! Aku tahu kau mata-mata ganda untuk Wang-Khan, menghianati kakakmu!
Begitu kakakmu tahu tentang itu, kau pasti kehilangan kepalamu. Kau sebaikny
tutup mulut soal perbuatanku mulai sekarang.”
Setelah
mereka pergi, Kasar pergi mengunjungi kakaknya, Genghis Khan, dan
memeberitahukannya mengenai kunjungan Tang Tenggri. Diberitahukannya fakta
bahwa wajahnya dicambuk oleh pria itu, tetapi dia tidak bisa mengisahkan
keseluruhan cerita secara terperinci.
“Kakak!
Singkirkanlah Tab Tenggri! Dia berahaya!”
Namun,
sang khan tidak mengetahui pergerakan Tab Tenggri pada saat itu dan terlebih
lagi, dia tidak mempercayai perkataan Kasar.
“Kau
Adikku. Tak satu pun makhluk hidup di dataran ini yang bisa menginjak-injakmu.
Kau bilang dia mencambukmu. Bagaimana itu bsia terjadi? Menurutku kau tidak
mengisahkan keseluruhan cerita kepadaku. Ada Apa?
Genghis
Khan berhenti menanyai kasar karena dia diam saja. Genghis Khan tidak berbuat
apa-apa. Dia justru memperhatikan perkembangan situasi. Tab Tenggri mulai
menyebarkan desas-desus di dalam Imperium : “Kasar akan menjadi khan kedua
Impereium, segera! Ini kehendak Tuhan!”
Akhirnya,
rumor tersebut sampai ke telingan Khan. Menyadari betapa serius dan
destruktifnya rumor tersebut, dia pun memerintahkan pengawalnya agar menangkap
kasar.
Kabat
penangkapan kasar disampaikan kepada Ouluun, ibu khan, oleh Guchu dan Kokochu
(orang yang berbeda dengan Kokochu yang kini dikenal sebagai Tab Tengri). Guhu
dan Kokochu adaah pemuda yatim piatu Merkid dan Taichut yang ditelantarkan di
medan tempur. Mreeka dipilih oleh Genghis Khan dan dipercayakan kepada Ouluun.
Mereka adalah pembantu dekat Ouluun dan keduanya merupakan komandan dari seribu
anak buah.
Ouluun
terguncang sat menerima kabar itu dan dia memerintahkan pengikutnya agar segera
menyiapkan kereta beroda dua. Ouluun bergegas menembus malam, menaiki kereta
yang ditarik seekor unta. Saat fajar, dia pun tiba di ordu Khan. Saat dia
memasuki tenda, Genghis Khan terkejut akan kemunculannnya yang tak diduga-duga.
Pada saat itu, khan tengah menginterogasi kasar sedniri. Helm dan sabuk resmi
Kasar, simbol wakil panglima tertinggi tentara Mongol, telah dicopot.
Satu-satunya orang yang ditakuti Genghis Khan adalah ibunya. Menurut adat
istiadat Mongolia, ibu adalah kepala keluarga ketika ayah meninggal, tidak
peduli berapa usia anak-anaknya. Sang ibu berhak membuat keputusan terkait
persoalan keluarga.
“Temujin!
Bisa-bisanya kau lakukan ini terhadap saudaramu sendiri? Apa yang telah
diperbuatnya?”
Ouluun
menunjukkan amarah yang luar biasa. Sambil membentak-bentak khan. Ouluun
melepaskan ikatan di tangan Kasar serta memasangkan kembali helm dan ikat
pinggangnya. Ouluun menjatuhkan diri ke lantai untuk bersila, dikuasai amarah.
Dia berbicara dengan nada galak.
“Aku
masih kepala keluarga ini! Apa pula kesalahan yang teah diperbuatnya? Jika kau
memiliki kecemerlangan yang berasal dari langit, dia mempunyai bakat sebagai
peman. Ktika musuhmu berusaha mengenaimu, anak panahnya menjatuhkan mereka.
Ketika mereka memberontak, anak panahnya membungkam mereka. Kau sudah
mendapatkan seluruh negeri ini dan tak ada lagi musuh bagimu. Itukah sebabnya
kau tak membutuhkan adikmu lagi? Tidak! Kau tidak boleh melakukan itu! Aku
melarangnya!”
Sang
khan diam saja dengan kepala tertunduk saat mendengar omelan ibunya. Ouluun
telah melonggarkan bagian atas pakaiannya, membuka bajunya dan menampakkan dua
payudara. Dia pun melanjutkan.
“Lihat
payudaraku! Kau tumbuh besar berkat yang di
kanan dan Kasar berkat yang di kiri. Apabila sekarang kau hendak
menyingkirkan kasar, ini tidaklah perlu sejak semula.”
Setelah
mengucapkan kata-kata ini. Ouluun mengambil pisau kecil tajam dari pinggangnya
dan menyayat payu dara kirinya. Aliran darah mulai menyembur dari payudara yang
setengah tersayat, dan menodai pangkuannya sehingga berwarna, terus menetas ke
karpet di lantai.
Tecengang,
Tujuh kakak beradik Qongqotan duuk berdampingan di sekitar Kasar, membuat
setengah lingkaran. Mereka memandanginya dengan penuh kebencian.
Tab
Tenggri, yagn tingginya dua meter, seperti tiang manusia, menyunggingkan senyum
licik di wajah lonjongnya dan berkata. “Aku di sini untuk membawa kabar baik.”
Sesudah
Tab Tenggri berbicara, dia mengambil cangkir porselen Cina dan menyesap teh
sambil mengamati wajah Kasar diam-diam.
“Kabar
baik apa pula itu?” tanya Kasar spontan.
Tab
Tenggri menjawab sambil tersenyum culas, “Beberapa waktu lalu, aku menerima
pesan dari Tuhan bahwa kakakmu, Temujin akan mempersatukan seisi dataran ini.
Sebagaimana yang kau ketahui, kehendak Tuhan telah terpenuhi dan sesudah
menjadi kenyataan. Aku baru saja menerima pesan lainnya dari Tuhan. Kaulah yang
akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakmu, dan tidak lama lagi.”
Kasar
terperangah dan melompat berdiri.
“Apa?
Aku akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakku?”
Saat
Kasar berdiri, ketujuh kakak-beradik Qongqotan pun bangkit secara
serempak.Kasar membentak mereka, “Keluar dari sini! Jika tidak, akan kutahan
kalian.”
Sambil
mengucapkan ini, Kasar menempelkan rangannya ke gagang pedang sabit di pinggangnya.
Enam kakak beradik Qongqotan menyergapnya dan memegangi lengannya dari kedua
sisi. Mereka tidak takut kepada Kasar, yang telah dikeluarkan dari kekuatan
inti imperium dan senantiasa diawasi oleh Genghis Khan. Tab Tenggri pelan-pelan
berjalan menghampiri Kasar, yang telah kehilangan kendali atas tubuhnya. Tab
Tenggri mengambil pecut dari pinggangnya. Lalu mencambuk wajah kasar beberapa
kali.
“Dasar
tikur! Aku tahu kau mata-mata ganda untuk Wang-Khan, menghianati kakakmu!
Begitu kakakmu tahu tentang itu, kau pasti kehilangan kepalamu. Kau sebaikny
tutup mulut soal perbuatanku mulai sekarang.”
Setelah
mereka pergi, Kasar pergi mengunjungi kakaknya, Genghis Khan, dan
memeberitahukannya mengenai kunjungan Tang Tenggri. Diberitahukannya fakta
bahwa wajahnya dicambuk oleh pria itu, tetapi dia tidak bisa mengisahkan
keseluruhan cerita secara terperinci.
“Kakak!
Singkirkanlah Tab Tenggri! Dia berahaya!”
Namun,
sang khan tidak mengetahui pergerakan Tab Tenggri pada saat itu dan terlebih
lagi, dia tidak mempercayai perkataan Kasar.
“Kau
Adikku. Tak satu pun makhluk hidup di dataran ini yang bisa menginjak-injakmu.
Kau bilang dia mencambukmu. Bagaimana itu bsia terjadi? Menurutku kau tidak
mengisahkan keseluruhan cerita kepadaku. Ada Apa?
Genghis
Khan berhenti menanyai kasar karena dia diam saja. Genghis Khan tidak berbuat
apa-apa. Dia justru memperhatikan perkembangan situasi. Tab Tenggri mulai
menyebarkan desas-desus di dalam Imperium : “Kasar akan menjadi khan kedua
Impereium, segera! Ini kehendak Tuhan!”
Akhirnya,
rumor tersebut sampai ke telingan Khan. Menyadari betapa serius dan
destruktifnya rumor tersebut, dia pun memerintahkan pengawalnya agar menangkap
kasar.
Kabat
penangkapan kasar disampaikan kepada Ouluun, ibu khan, oleh Guchu dan Kokochu
(orang yang berbeda dengan Kokochu yang kini dikenal sebagai Tab Tengri). Guhu
dan Kokochu adaah pemuda yatim piatu Merkid dan Taichut yang ditelantarkan di
medan tempur. Mreeka dipilih oleh Genghis Khan dan dipercayakan kepada Ouluun.
Mereka adalah pembantu dekat Ouluun dan keduanya merupakan komandan dari seribu
anak buah.
Ouluun
terguncang sat menerima kabar itu dan dia memerintahkan pengikutnya agar segera
menyiapkan kereta beroda dua. Ouluun bergegas menembus malam, menaiki kereta
yang ditarik seekor unta. Saat fajar, dia pun tiba di ordu Khan. Saat dia
memasuki tenda, Genghis Khan terkejut akan kemunculannnya yang tak diduga-duga.
Pada saat itu, khan tengah menginterogasi kasar sedniri. Helm dan sabuk resmi
Kasar, simbol wakil panglima tertinggi tentara Mongol, telah dicopot.
Satu-satunya orang yang ditakuti Genghis Khan adalah ibunya. Menurut adat
istiadat Mongolia, ibu adalah kepala keluarga ketika ayah meninggal, tidak
peduli berapa usia anak-anaknya. Sang ibu berhak membuat keputusan terkait
persoalan keluarga.
“Temujin!
Bisa-bisanya kau lakukan ini terhadap saudaramu sendiri? Apa yang telah
diperbuatnya?”
Ouluun
menunjukkan amarah yang luar biasa. Sambil membentak-bentak khan. Ouluun
melepaskan ikatan di tangan Kasar serta memasangkan kembali helm dan ikat
pinggangnya. Ouluun menjatuhkan diri ke lantai untuk bersila, dikuasai amarah.
Dia berbicara dengan nada galak.
Melompat berdiri dan berteriak sambil
mengambil pisau dari ibunya, “Tenang, Ibu! Aku janji, aku tak akan menyentuh
Kasar!”
Sang
Khan bergegas menghentikan ibunya. Dia seketika memanggil dokter. Setelah
memberikan perawatan darurat, dia menyuruh pelayan perempuan agar menjaga
ibunya baik-baik.
Sesudah
itu, Tujuh kakak beradik Qongqotan duuk berdampingan di sekitar Kasar, membuat
setengah lingkaran. Mereka memandanginya dengan penuh kebencian.
Tab
Tenggri, yagn tingginya dua meter, seperti tiang manusia, menyunggingkan senyum
licik di wajah lonjongnya dan berkata. “Aku di sini untuk membawa kabar baik.”
Sesudah
Tab Tenggri berbicara, dia mengambil cangkir porselen Cina dan menyesap teh
sambil mengamati wajah Kasar diam-diam.
“Kabar
baik apa pula itu?” tanya Kasar spontan.
Tab
Tenggri menjawab sambil tersenyum culas, “Beberapa waktu lalu, aku menerima
pesan dari Tuhan bahwa kakakmu, Temujin akan mempersatukan seisi dataran ini.
Sebagaimana yang kau ketahui, kehendak Tuhan telah terpenuhi dan sesudah
menjadi kenyataan. Aku baru saja menerima pesan lainnya dari Tuhan. Kaulah yang
akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakmu, dan tidak lama lagi.”
Kasar
terperangah dan melompat berdiri.
“Apa?
Aku akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakku?”
Saat
Kasar berdiri, ketujuh kakak-beradik Qongqotan pun bangkit secara
serempak.Kasar membentak mereka, “Keluar dari sini! Jika tidak, akan kutahan
kalian.”
Sambil
mengucapkan ini, Kasar menempelkan rangannya ke gagang pedang sabit di
pinggangnya. Enam kakak beradik Qongqotan menyergapnya dan memegangi lengannya
dari kedua sisi. Mereka tidak takut kepada Kasar, yang telah dikeluarkan dari
kekuatan inti imperium dan senantiasa diawasi oleh Genghis Khan. Tab Tenggri
pelan-pelan berjalan menghampiri Kasar, yang telah kehilangan kendali atas
tubuhnya. Tab Tenggri mengambil pecut dari pinggangnya. Lalu mencambuk wajah
kasar beberapa kali.
“Dasar
tikur! Aku tahu kau mata-mata ganda untuk Wang-Khan, menghianati kakakmu!
Begitu kakakmu tahu tentang itu, kau pasti kehilangan kepalamu. Kau sebaikny
tutup mulut soal perbuatanku mulai sekarang.”
Setelah
mereka pergi, Kasar pergi mengunjungi kakaknya, Genghis Khan, dan
memeberitahukannya mengenai kunjungan Tang Tenggri. Diberitahukannya fakta
bahwa wajahnya dicambuk oleh pria itu, tetapi dia tidak bisa mengisahkan
keseluruhan cerita secara terperinci.
“Kakak!
Singkirkanlah Tab Tenggri! Dia berahaya!”
Namun,
sang khan tidak mengetahui pergerakan Tab Tenggri pada saat itu dan terlebih
lagi, dia tidak mempercayai perkataan Kasar.
“Kau
Adikku. Tak satu pun makhluk hidup di dataran ini yang bisa menginjak-injakmu.
Kau bilang dia mencambukmu. Bagaimana itu bsia terjadi? Menurutku kau tidak
mengisahkan keseluruhan cerita kepadaku. Ada Apa?
Genghis
Khan berhenti menanyai kasar karena dia diam saja. Genghis Khan tidak berbuat
apa-apa. Dia justru memperhatikan perkembangan situasi. Tab Tenggri mulai
menyebarkan desas-desus di dalam Imperium : “Kasar akan menjadi khan kedua
Impereium, segera! Ini kehendak Tuhan!”
Akhirnya,
rumor tersebut sampai ke telingan Khan. Menyadari betapa serius dan
destruktifnya rumor tersebut, dia pun memerintahkan pengawalnya agar menangkap
kasar.
Kabat
penangkapan kasar disampaikan kepada Ouluun, ibu khan, oleh Guchu dan Kokochu
(orang yang berbeda dengan Kokochu yang kini dikenal sebagai Tab Tengri). Guhu
dan Kokochu adaah pemuda yatim piatu Merkid dan Taichut yang ditelantarkan di
medan tempur. Mreeka dipilih oleh Genghis Khan dan dipercayakan kepada Ouluun.
Mereka adalah pembantu dekat Ouluun dan keduanya merupakan komandan dari seribu
anak buah.
Ouluun
terguncang sat menerima kabar itu dan dia memerintahkan pengikutnya agar segera
menyiapkan kereta beroda dua. Ouluun bergegas menembus malam, menaiki kereta
yang ditarik seekor unta. Saat fajar, dia pun tiba di ordu Khan. Saat dia
memasuki tenda, Genghis Khan terkejut akan kemunculannnya yang tak diduga-duga.
Pada saat itu, khan tengah menginterogasi kasar sedniri. Helm dan sabuk resmi
Kasar, simbol wakil panglima tertinggi tentara Mongol, telah dicopot.
Satu-satunya orang yang ditakuti Genghis Khan adalah ibunya. Menurut adat
istiadat Mongolia, ibu adalah kepala keluarga ketika ayah meninggal, tidak
peduli berapa usia anak-anaknya. Sang ibu berhak membuat keputusan terkait
persoalan keluarga.
“Temujin!
Bisa-bisanya kau lakukan ini terhadap saudaramu sendiri? Apa yang telah
diperbuatnya?”
Ouluun
menunjukkan amarah yang luar biasa. Sambil membentak-bentak khan. Ouluun
melepaskan ikatan di tangan Kasar serta memasangkan kembali helm dan ikat
pinggangnya. Ouluun menjatuhkan diri ke lantai untuk bersila, dikuasai amarah.
Dia berbicara dengan nada galak.
Tidak menyingkirkan Kasar, sebagaimana
janjinya kepada ibunya. Walau demikian, Kasar kehilangan jabatan wakil panglima
tertinggi tentara Mongol dan 4.000 anak buahnya dikurangi menjadi 1.400.
Seiring merosotnya posisi dan kekuasaan Kasar di dalam imperium, pengikut
terdekatnya Jebke, menghilang dan tidak pernah kembali karena rasa takut tak
terperi. Setelah itu kesehtana Ouluun menurun drastis, dan dia meninggal
kira-kira enam bulan kemudian.
Tab
Tenggri suskes merampungkan langkah pertama siasat kelamnya. Banyak orang
berkumpul di sekelilingnya. Mereka terdiri dari tukang mengeluh kronis,
orang-orang oportunis yang baru bergabung, pengagum kekuatan supranaturalnya,
dan para pengikut yang awam. Ordu Tab Tenggri disesaki orangorang ini. Ochigin
Noyan, adik laki-laki bungsu Tujuh kakak beradik Qongqotan duuk berdampingan di
sekitar Kasar, membuat setengah lingkaran. Mereka memandanginya dengan penuh
kebencian.
Tab
Tenggri, yagn tingginya dua meter, seperti tiang manusia, menyunggingkan senyum
licik di wajah lonjongnya dan berkata. “Aku di sini untuk membawa kabar baik.”
Sesudah
Tab Tenggri berbicara, dia mengambil cangkir porselen Cina dan menyesap teh
sambil mengamati wajah Kasar diam-diam.
“Kabar
baik apa pula itu?” tanya Kasar spontan.
Tab
Tenggri menjawab sambil tersenyum culas, “Beberapa waktu lalu, aku menerima
pesan dari Tuhan bahwa kakakmu, Temujin akan mempersatukan seisi dataran ini.
Sebagaimana yang kau ketahui, kehendak Tuhan telah terpenuhi dan sesudah
menjadi kenyataan. Aku baru saja menerima pesan lainnya dari Tuhan. Kaulah yang
akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakmu, dan tidak lama lagi.”
Kasar
terperangah dan melompat berdiri.
“Apa?
Aku akan menjadi khan berikutnya, sesudah kakakku?”
Saat
Kasar berdiri, ketujuh kakak-beradik Qongqotan pun bangkit secara
serempak.Kasar membentak mereka, “Keluar dari sini! Jika tidak, akan kutahan
kalian.”
Sambil
mengucapkan ini, Kasar menempelkan rangannya ke gagang pedang sabit di
pinggangnya. Enam kakak beradik Qongqotan menyergapnya dan memegangi lengannya
dari kedua sisi. Mereka tidak takut kepada Kasar, yang telah dikeluarkan dari kekuatan
inti imperium dan senantiasa diawasi oleh Genghis Khan. Tab Tenggri pelan-pelan
berjalan menghampiri Kasar, yang telah kehilangan kendali atas tubuhnya. Tab
Tenggri mengambil pecut dari pinggangnya. Lalu mencambuk wajah kasar beberapa
kali.
“Dasar
tikur! Aku tahu kau mata-mata ganda untuk Wang-Khan, menghianati kakakmu!
Begitu kakakmu tahu tentang itu, kau pasti kehilangan kepalamu. Kau sebaikny
tutup mulut soal perbuatanku mulai sekarang.”
Setelah
mereka pergi, Kasar pergi mengunjungi kakaknya, Genghis Khan, dan
memeberitahukannya mengenai kunjungan Tang Tenggri. Diberitahukannya fakta
bahwa wajahnya dicambuk oleh pria itu, tetapi dia tidak bisa mengisahkan
keseluruhan cerita secara terperinci.
“Kakak!
Singkirkanlah Tab Tenggri! Dia berahaya!”
Namun,
sang khan tidak mengetahui pergerakan Tab Tenggri pada saat itu dan terlebih
lagi, dia tidak mempercayai perkataan Kasar.
“Kau
Adikku. Tak satu pun makhluk hidup di dataran ini yang bisa menginjak-injakmu.
Kau bilang dia mencambukmu. Bagaimana itu bsia terjadi? Menurutku kau tidak
mengisahkan keseluruhan cerita kepadaku. Ada Apa?
Genghis
Khan berhenti menanyai kasar karena dia diam saja. Genghis Khan tidak berbuat
apa-apa. Dia justru memperhatikan perkembangan situasi. Tab Tenggri mulai
menyebarkan desas-desus di dalam Imperium : “Kasar akan menjadi khan kedua
Impereium, segera! Ini kehendak Tuhan!”
Akhirnya,
rumor tersebut sampai ke telingan Khan. Menyadari betapa serius dan
destruktifnya rumor tersebut, dia pun memerintahkan pengawalnya agar menangkap
kasar.
Kabat
penangkapan kasar disampaikan kepada Ouluun, ibu khan, oleh Guchu dan Kokochu
(orang yang berbeda dengan Kokochu yang kini dikenal sebagai Tab Tengri). Guhu
dan Kokochu adaah pemuda yatim piatu Merkid dan Taichut yang ditelantarkan di
medan tempur. Mreeka dipilih oleh Genghis Khan dan dipercayakan kepada Ouluun.
Mereka adalah pembantu dekat Ouluun dan keduanya merupakan komandan dari seribu
anak buah.
Ouluun
terguncang sat menerima kabar itu dan dia memerintahkan pengikutnya agar segera
menyiapkan kereta beroda dua. Ouluun bergegas menembus malam, menaiki kereta
yang ditarik seekor unta. Saat fajar, dia pun tiba di ordu Khan. Saat dia
memasuki tenda, Genghis Khan terkejut akan kemunculannnya yang tak diduga-duga.
Pada saat itu, khan tengah menginterogasi kasar sedniri. Helm dan sabuk resmi
Kasar, simbol wakil panglima tertinggi tentara Mongol, telah dicopot.
Satu-satunya orang yang ditakuti Genghis Khan adalah ibunya. Menurut adat
istiadat Mongolia, ibu adalah kepala keluarga ketika ayah meninggal, tidak
peduli berapa usia anak-anaknya. Sang ibu berhak membuat keputusan terkait
persoalan keluarga.
“Temujin!
Bisa-bisanya kau lakukan ini terhadap saudaramu sendiri? Apa yang telah
diperbuatnya?”
Ouluun
menunjukkan amarah yang luar biasa. Sambil membentak-bentak khan. Ouluun
melepaskan ikatan di tangan Kasar serta memasangkan kembali helm dan ikat
pinggangnya. Ouluun menjatuhkan diri ke lantai untuk bersila, dikuasai amarah.
Dia berbicara dengan nada galak.
“Aku
masih kepala keluarga ini! Apa pula kesalahan yang telah diperbuatnya? Jika kau
memiliki kecemerlangan yang berasal dari langit, dia mempunyai bakat sebagai
pemanah. Ketika musuhmu berusaha menegnaimu, anak panahnya menjatuhkan mereka.
Ketika mereka memberontak, anak panahnya membungkam mereka. Kau sudah
mendapatkan seluruh negeri ini dan tak ada lagi mmusuh bagimu. Itukah sebabnya
kau tak membutuhkan adikmu lagi? Tidak! Ku tidak boleh melakukan ini. Aku
meralarangmu!”
Sang
khan diam saja dengan kepala tertunduk saat mendengar omelan ibunya. Ouluun
telah melonggarkan bagian atas pakaiannya membuka bajunya dan menampakkan
keddua payudara. Dia pun melanjutkan. “Lihat payudaraku! Kau tumbuh besar
berkat yang di kanan dan Kasar berkat yang di kiri. Apabila sekarang kau hendak
menyingkirkan Kasar, ini tidaklah perlu sejak semula.
Setelah
mengucapkan kata-kata ini, Ouluun mengambil pisau kecil tajam dari pinggangnya
dan menyayat payudara kirinya. Aliran darah mulai meneyebur dari payudara yang
setengah tersayat, dan menodai pangkuannya hingga berwarna merah, terus emnetes
ke karpet di lantai.
Terecengang
Gengkis Khan melompat berdiri dan berteriak sambil mengambil pisau dari ibunya,
“Tenang. Ibi! Aku janji aku tak akan menyentuh Kasar!”
Sang
khan bergegas menghenikan ibunya. Dia seketika memanggil dokter. Setelah
memberikan perawatan darurat, dia menyuruh pelayan perempuan agar menjaga
ibunya baik-baik.
Sesudah
itu. Gengkis Khan menyingkirkan Kasar, sebagaimana janjinya kepada ibunya.
Walau demikian, kasar kehilangan jabatan wakil panglima tertinggi tentara
Mongol dan 4.000 anak buahnya dikurangi menjadi 1.400. Seiring gmerosotnya
posisi dan kekuasaan Kasar di dalam imperium, pengikut terdekatnya, Jebke,
menghikang dan tidak pernah kembali karena rasa tak terperi. Setelah itu,
kesehatan Ouluun menurun drastis, dan dia meninggal kira-kira enam bulan
kemudian.
Tab
Tenggri sukses merampungkan langkah pertama siasat kelamnya. Banyak orang
berkumpul di sekelilingnya. Mereka terdiri dari tukang mengeluh kronis,
orang-orang oportunis yang baru bergabung, pengagum kekuatan supranaturalnya,
dan para pengikut yang awam. Ordu Tan Tenggri disesaki orang-orang ini. Ochigin
Nayan, adik laki-laki bungsu Gengkis Khan, menyadari bahwa banyak anak buah
yang terlepas dari tangannya dan bergabung dengan Tab Tenggri. Dia berang. Diutusnya
Soqor, slah seorang pengikut dekatnya, ke Tab Tenggri untuk minta agar
orang-orangnya dikembalikan. Alih-alih mengembalikan orang-orangnya, Tab
tenggri mencabuk Soqor dan mengembalikannya kepada Ochigin tanpa sepatu dan
dengan dikalungi pelana kuda di punggung, pertanda mengejek dan menghina.
Ochigin terperangah. Murka, dia pun menaiki kudanya dan melesat ke ordu Tab
Tenggri.
Saat
menghadapinya, Ochigin mempersalahkan Tab Tenggri dan minta agar orang-orangnya
dikembalikan. Setelah itu, keenam saudara lelaki Tab Tenggri kontan
mengelilinginya.
Tab
Tengri berujar kepada Ochigin sambil menatap, “Mereka datang kepadaku atas
kehendak bebas mereka sendiri. Jika mereka datang kepadaku atas kehendak bebas
mereka sendiri, bagaimana bisa kau minta aku untuk mengembalikannya mereka?”
Karena
Ochigin tidak tahu bagaimana harus menjawab, dia diam saja.
Tab
Tenggri melanjutkan, “Benar, bukan? Asalkan mereka di sini atas kehendak bebas
mereka sendiri aku tidak bisa menyuruh mreeka pergi. Terlebih lagi kau tidak
bisa memintaku mengembalikan mereka. Bukan begitu?”
Ochigin
tidak punya pilihan selain mengiyakan selagi dia dikelilingi tujuh raksasa.
“Jika
kau tahu kau salah, berlutut! Dasar bajingan!”
Ochigin
dipaksa berlutut. Tab Tenggri mendengus dan pergi dari sana, setelah
menyaksikan Ochigin berlutut ketakutan.
Pagi-pagi
sekali keesokan harinya, Ochigin mengunjungi khan. Dia tidak bisa tidur tadi
malam karena merasa dipermalukan. Tak pernah dia mengalami hal semacam ini
sebelumnya. Saat fajar, ketika khan menerima laporan mengenai kunjungan urgen
Ochigin dari kepala penjaga malamnya, dia masih ditempat tidur bersama Borte.
Gengkis Khan bangun dan duduk di sudut tempat tidurnya. Setelah memasuki tenda.
Ochigin berlutut di lantai dan mengucurkan air mata gusar.
Gengkis
Khan tercengang melihat adiknya menangis seperti anak-anak karena tida tidak
pernah melihat Ochigin seperti ini sebelumnya. Beberapa saat kemudian, Gengkis
Khan membuka mulut, dengan enggan, dan menanyainya, “Temuge! Apa yang terjadi?
Beri tahu aku!”
Ochigin
Nayan memberitahukan seluruhnya ceritanya. Bortelah yang marah sebelum
suaminya. Bangkit dari tempat tidur dan setelah merapikan pakaian tidurnya, dia
duduk di sebelah suaminya.
Borte
berkata dengan anda marah, “Siapa itu Tab Tenggri? Berani-beraninya dia memecut
dan mempermalukan adik laki-laki khan? Kalau begitu, mungkin saja kelak dia
memecut anak-anakku. Siapa pula dia!?”
Menyadari
betapa seriusnya masalah itu, Gengkis Khan mencari solusi secepatnya. Sang Khan
memanggil Bogorchu dan Mukali untuk berdiskusi.
Mukali
memberikan opininya, “Tuan, menurutku kita sebaiknya menangani masalah ini
tanpa ribut-ribut, Jika kita membeberkan dan membear-besarkan hal tersebut
ungkin akan merugikan imperium yang baru lahir ii dan barangkali saja
menyebabkan jatuhnya banyak korban tak bersalah. Apabila kita singkirkan saja
satu atau dua peimpin persekongkolan ini, sisanya mungkin bakal runtuh secaara
otomatis.”
Gengkis
Khan merasa bahwa perkataan Mukali ada benarnya. Persatuan adalah hal
terpenting dalam iperium yang baru lahir itu. Bogorchu berpendapat serupa.
Tujuh kakak-beradik Qongqotan sekalipun tak akan jadi ancaman seandainya Tab
Tenggri disingkirkan.
Gengkis
Khan memanggil Ochigin Nayan.
“Panggil
tiga pegulat terkuat di imperium. Tab Tenggri dan para anggota keluarganya haru
mengunjungi siang ini. Bersiaplah untuk saat itu.”
Siang
itu, Munglik dan ketujuh putranya,
termasuk Tab Tengri, menyambangi khan. Mereka digiring masuk ke tenda tamu
khan. Baru saja Tab Tengri duduk di kursinya, Ochigin Nayan melangkah masuk ke
tenda sambil membuka pintu kepelap. Dia berjalan menghampiri Tab Tenggri dan
mencengkeram kerah bajunya.
“Bajingan
kau! Kemarin, aku terpaksa berlutut di hadapanmu, tapi hari ini bakal berbeda!”
Ochigin
menariknya dari kursinya dengan kasar. Ini membuat topi keerucut Tab Tenggri
jatuh ke tanah. Sambil memungut topi putranya. Munglik beusaha menghentikan
mereka. Sampai saat itu, Munglik tidak mengetahui persekongkolan serta
pergerakan putranya.
Gengkis
Khan membentak membentak mereka.
“Kalian
berdua, keluar dari sini! Masalah apa pun di antara kalian berdua harus
ditangani oleh kalian berdua saja!”
Saat
Ochigin dan Tab Tengri melangkah keluar enda, Gengkis Khan mempersilahkan
Munglik duduk dan mengisi gelas pialanya dengan anggur. Keenam putra Munglik
yang lain duduk di kursi mereka juga.
Ketika
Tab Tenggri melangkah keluar tenda, dia serta merta ditangkap oleh tiga pegulat
yang sudah menunggu. Ketiga pegulat itu menyeretnya ke tempat sepi dan
menghimpitnya ke tanah. Selagi dua orang dari mereka memegang tangan dan
kakinya, pegulat ketiga, sambil menduduki punggungnya, memegangi dagu Tab
Tengri dan menariknya ke belakangkuat-kuat. Disertai bunyi retak, patahlah
tulang belakang Tab Tengri. Dia mati di tempat, hanya disertai teriakan
mengerikan singkat.
Ochigin
kembali ke tenda dan memberikan laporan sigkat kepada khan, mengabaikan Munglik
dan putra-putranya yang lain.
“Kakak,
adu gulat sudah usai! Aku menang! Dia bukan apa-apa!”
Saat
Ochigin melangkah keluar tenda setelah mengucapkan kata-kata ini, Munglik segera
saja menyadari, dengna indra keenamnya bahwa putranya, tab Tenggri, telah
dibunuh. Dia jatuh berlutut ke tanah dan mulai terisak-isak sambil memegangi
topi putranya di tanagn.
“Temujin,
aku sudah melayani anda sejak bummi hanyalah tanah bedebu dan sungai besar
hanyalah kali kecil. Kumohon, jangan sentuh keenam putraku yang tersisa!”
Mengethi
bahwa Tab Tenggri telah dibunuh, dan dipicu oleh isak tangis ayah mereka,
keenam putra Munglik melompat bediri dan mendekati khan. Selagi dia didekati
oleh enam raksasa yang berang, Genghis Khan merasa panik sesaat. Tak seperti.
Tak seperti Wang-Khan, Genghis Khan tidak menempatkan pengawal di dalam tenda.
“Tetap
di tempat kalian! Jika tidak, kalian semua akan mati, termasuk ayah kalian!”
Mendengar
teriakan khan, mereka sementara berhenti melangkah. Pada saat itu, tiga puluh
penjaga siang bergegas masuk ke tenda dan mengendalikan mereka dengan tombak
serta pedang sabit. Munglik dan keenam putranya pun di tahan.
Sebagian
orang Mongol taku t apda Tab Tenggri, sebagian dari mereka bahkan percaya Tab
Tenggri akan hidup kembali, sesudah kematiannya, karena dia telah menunjukkkan
sedemikian banyak kekuatan supranatural semasa hidupnya. Sang khan mengeluarkan
perintah untuk meletakkan mayatnya di tenda kosong selama iga hati untuk
membuktikan bahwa kepercayaan ini keliru. Tenda kelabu tempat berbaringnya
mayat Tab Tenggi di segel di semua jalan masuk, termasuk lubang ventilasinya
sekalipun. Sepuluh prajurit penjaga ditempatkan di sana siang malam untuk
mengawasi tenda. Sesudah tiga hari, tenda tersebut di bukan dan mayatnya
dipertunjukkan kepada publik. Mayatnya sudah mulai terdekomposisi, menghasilkan
bau busuk. Tidak ada mukjizat.
Genghis
Khan membuat pengumuman publik terkait kematian Tab Tenggri dan kesalahannya.
“Tab
Tenggri memfitnah saudara-saudara llelaki khan tanpa alasan dan bahkan
menyentuh mereka. Oleh sebab itu, dia kehilangan kasih sayang langit. Maka, akhirnya langit
mencabut jiwanya dari tubuhnya.”
Genghis
Khan mencabut gelar pendiri Imperium dari Munglik sebagai hukuman. Munglik dan
keenam putranya yang lain tidak diusik. Sebab, mereka dinilai tidak lagi
menjadi ancaman dan karena insiden tersebut harus di minimalkan dampaknya. Akan
tetapi, Genghis Khan menegur Munglik dengan
tegas.
“Ini
terjadi terutama karena keteledoranmu. Kau adalah kepala keluarga, tetapi kau
bahkan tidak mengetahui perbuatan putramu. Ini adalah kasus makar dan semua
anggota keluargamu semestinya dibantai. Namun, mempertimbangkan jasamu yang
telah berkorban demi keluarga kami dan Imperium ini sebelumnya, kuputuskan tak
menuduhmu lagi. Janagan lagi buat kesaahan terkait pendidikan dan pengawasan
putra-putramu.”
Munglik
berterima kasih banyak kepada sang khan.
Genghis
Khan mengeluarkan perintah untuk menahan Jagambu, yang telah berencana memobilisasi
pasukannya seusai dengan siasat kelam Tab Tenggri. Karena Jagambu telah kabur
bersama para pengikutnya pada hari ketika Tab Tenggri dibunuh, Genghis Khan
mengutus Julchedai untuk menegjarnya. Julchedai membawa kepala Jagambu lima
hari kemudian. Genghis Khan melucuti kedudukan istri ketiga sahnya., Ibaka,
yang adalah putri Jagambu, dan menyerahkan perempuan itu kepada Julchedai.
Belakangan, Genghis Khan menunjuk Usun, si orang Baarin, yang sudah lanjut usia
tapi berwatak baik, sebagai pendeta kepala bangsa itu. Beginilah cara Khan
mengatasi rencana makat Tab Tenggri, begitu pula konflik antara kepala negara
dan kepala agama.
23.
TAKLUKNYA KAUM UIGHUR
Diadakan
pemakaman untuk ibu khan, Ouluun. Pohon besar aromatik ditebang dan dijadikan
peti mati silindris. Pertama-tama, kayu gelondongan silindris dibelah dua
secara membujur, lalu bagian dalam masing-masing bagian dikerok sehingga
menghasilkan bentuk serta ruang yang memadai untuk memuat jasad Ouluun.
Wajahnya dirias antik dan dia mengenakan jubah serta gaun sutra indah. Di
pinggangnya, dia mengenakan sabuk kulit putih berdesain rumit dan kakinya
memakai sepatu bot dari kulit rusa betina. Setelah mreka membaringkan jasa
Ouluun dengan posisi yang nyaman. Peti mti itu lalu diikat dengan empat sabuk
keemasan. Peti mati Ouluun dipandu oleh seorang dukun perempuan berkuda putih,
yang memakai busana mewah dan topi berhiaskan bulu burung warna-warni. Ouluun
dikubur di samping Yesugei, suaminya.
Seseorang
berdoa untuknya :
Di
sini bersemayamlah seorang wania mulia.
Kami
mengucap selamat tinggal kepadanya,
Di
tengah-tengah kepedihan yang meraja.
Segelintir hari
danugerahkan kepada umat manusia.
Dan kehidupan
mereka lebih singkat.
Dariapda pendar
kunang-kunang.
Namun,
setiap hari dalam kehidupannya.
Berkilau
laksana permata.
Dan
terang benderang bagaikan mutiara.
Pikirannya yang
indah.
Selembut bulu
dada elang.
Dan sehangat
sinar mentari musim semi.
Dia
akan bersama kita selamanya.
Layaknya
bayangan yang tak terhapuskan.
Di
hati semua yang merindukannya.
Berbagi
gembira dan duka.
Bersama-sama.
Kini, dia
terbebas dari kekangan manusia.
Dan memperoleh
kebebasan kekal di kerajaan surgawi.
Bagaikan Phoenix.
Adakah hal lain di dunia ini, Yang
lebih indah daripada
Pertemuan kembali dengan orang yang
dicintai.
Tahun
baru kembali tiba. Saat itu tahun 1209, tahun ular dalam kronik Mongol. Situasi
politik bangsa tersebut telah menjadi jauh lebih stabil. Sudah waktunya bagi
khan untuk melihat keluar dataran tersebut. Tetangga Imperium Mongol yang baru lahir adalah kekaisaran Chin
serta Kerajaan Shisha di selatan dan Kerajaan Uighur serta Kara Khitai milik
bangsa Khitan di barat daya. Lebih jauh lagi ke barat, terdapat Kesultanan
Khwarazm yang diperintah oleh Sultan Muhammad. Semua negara ini jadi
was-was karena kemunculan tiba-tiba Imperium Mongol yang baru bersatu, dan di
antara mereka orang-orang Cina-lah yang paling takut terhadap bangsa Mongol.
Pada
masa itu, Cina terbagi menjadi tiga negara. Kaum Juchid, yang menguasai
Manchuria, telah mencaplok separuh bagian utara dataran Cina, sedangkan
Sung Selatan, pemilik jantung Cina dan
keturunan dari dinasti penguasa utama, memerintah separuh bagian selatan. Di
kaasan barat laut dataran tersebut, begitu pula di selatan Gurun Gobi, terdapat
kerajaan Shisha milik kaum Tangut, yang merupakan keturunan bangsa Tibet.
Kaum
Juchid dari Chin aslinya adalah orang-orang nomaden serta penunggang kuda,
tetapi begitu mereka menaklukkan separuh bagian utara dataran Cina, mreka
menjadi pemukim tetap. Mereka mengubah segalanya, termasuk sistem politik dan
sosail mereka, ke gaya tradisional Cina. Kaum Mongol terpengaruh penguasa Cina
bagian utara karena, secara tradisional, mereka menganggap Dataran Mongolia
sebagai wilayah mereka. Terkadang penguasa Cina bagian utara menunjuk raja di
dataran rendah tersebut dan menyatakannya sebagai daerah otonomi. Penguasa Cina
takut kaum Mongol di dataran rendah itu bersatu dan takut mereka bertambah
kuat. Penguasa Cina menggunakan taktik yang disebut orang barbar untuk orang
barbar, agar mereka terpecah belah dan saling berkelahi. Jika salah satu suku
tanpa diduga-duga menjadi kian besar, dan kian kuat serta menunjukkan
tanda-tanda akan menelan suku-suku lain. Kekaisaran China mengutus pasukan
untuk menghancurkan mereka atau membantu suku saingan melemahkan mereka.
Kadang-kadang mereka menggunakan taktik berupa “operasi penipisan” yaitu
mengutus pasukan ke dalam wilayah tertentu dan membunuh semua anak laki-laki
yang mereka temui. Gunanya untuk mengurangi populasi laki-laki Mongol di masa
depan dan untuk meminimalkan potensi ancaman. Lalu, mengapa mereka tidak
berbuat apa-apa sementara Genghis Khan mempersatukan seisi dataran rendah
tersebut? Mereka sedang sibuk karena konflik berkelanjutan dengan Sung Seatan,
dan mereka tak pernah menduga bahwa dia bisa berhasil dalam jangka waktu
sesingkat itu.
Genghis
Khan tahu bahwa dia harus menguasai Kerajaan Chin dan Shisha di bawah
kendalinya dalam rangka membangun fondasi kuat bagi imperium yang baru saja
lahir. Mereka tiak berharap Chin akan menyetuju pendirian bangsa Mongol yang
baru saja lahir, tetapi mereka mengira Chin akan mengutus pasukan untuk memecah
belah bangsa Mongol serta mengembaikan mereka ke kodnisi semula. Di sisi lain,
kaum Tangut dari Kerajaan Shisha tak bisa menimbulkan ancaman langsung bagi
bangsa Mongol, tapi mereka harus diurus sebelum kaun Juchid dari Chin
dibereskan. Terlebih lagi, Shisha mengontrol sebagian dari jalur Sutra, dan
Genghis Khan membutuhkannya untuk jaminan
finansial dan sebagai jaan ke dunia luar.
Meskipun
peratuan di Dataran Mongolia telah tercapai di bawah kepemimpinan hebat Genghis
Khan, mereka sudah lama sekali salign berkelahi dan bertentangan sehingga
bangsa mereka terancam runtuh, kecuali mereka diber motivasi spesifik untuk
bekerja sama. Ituah alasan lainnya sehingga Genghis Khan berus membawa
rakyatnya ke dunia luar.
Genghis
Khan tahu bahwa mengerjakan sesuatu ada urut-urutannya, Chin memiliki 600.000
serdadu dengan suember perbekalan yang tiada habisnya,s edangkan Shisha
mempunyai 150.000 serdadu dengan dukungan finansial yang superior. Yang mana
yang harus didahulukan? Yang lebih lemah, tentu saja.
Beberapa
tahun sebelumnya, pada 1207, Genghis Khan mengutus Yelu Ahai dan pasukannya
untuk meluncurkan serbuan ke perbatasan Shisha, Yelu Ahai, si orang Khitan
mengumpulkan orang-orangnya, sukses dalam penyerbuan tersebut, dan kembali
sambil membawa banyak sekali ternak dan pampasan perang serta sejumlah
informasi bagus. Misi tersebut adalah pengintaian sebelum perang berskala
besar.
Pada
awal tahun 1207, Genghis Khan sudah siap. Walau begitu, ada satu hal lagi yng
harus dia tangani sebelum dia menyatakan perang terhadap Shisha, yaitu
menaklukkan Kerajaan Uighur, Kerajaan Uighur berbatasan dengan Imperium Mongol
dan Kerajaan Shisha di sebelah barat daya. Para panglima khan berkeras agar
mereka menggunakan kekuatan besenjata.
“Tuan!
Satu tumen sudah cukup untuk mereka.”
Genghis
Khan menghentikan mereka.
“Mari
kita tunggu sebentar lagi. Mreka mungkin saja mendatangiku atas kehendak mereka
sendiri.”
Genghis
Khan benar.
Kaum
Uighur, pada satu masa, menguasai dataran Mongolia dan sebagian Asia tengah.
Pada abad ke delapan, wilayah luas yang meliputi sebelah Utara Danau Baikal,
sebelah selatan Sungai Kuning, dan sebelah timur dan barat berbatasan Manchuria
serta Sungai Yenisey di bawah kekuasaan mereka. Namun, seiring berjalannya
waktu, kekuasaan mereka pun menyusut. Oleh sebab itu, pada awal abad ke
tigabelas, ketika Genghis Khan memersatukan dataran tersebut, merek ahanya
sebuah kelompok kecil yang mendiami area kecil di pojok barat daya Dataran
Mongolia. Pada abad ke sebelas, sebagian besar kampung halaman mereka, yaitu di
pojok barat daya Dataran Mongolia, telah diambil alih oleh kaum Tangur, yang
membangun Kerajaan Shisha. Alhasil, yang tersisa bagi kaum Uighar hanyalah
sebuah wilayah kecil di sekitar hulu Sungai Tarim, di sebelah utara Gunung
Taklamakan. Pada abad kdua belas, kaum Uighar digilas oleh kekuatan baru, Khara
Khitai, dan menjadi negara bawahan mereka.
Idu
qut, adalah gelar yang diberikan kepada Raja Uighur. “Idu Qut” berarti “Keberuntungan
suci”. Namun, Barchuq, iduqut Uighur, tidaklah terlalu beruntung. Ayah Barchuq,
idu qut sebelumnya, mewarisi kerajaan yang sebagian besar tanahnya telah
direbut oleh kaum Tangut dari Shisha dan yang otonominya telah direbut
orang-orang Khitan dari Kara Khitai. Namun, kaum Uighur memiliki budya paling
maju di area itu. Sejak amsa-masa awal, mereka menguasai sebagian jalur Sutra
dan menyerap budaya timur mau pun barat. Mereka mengembangkan alfabet sendiri,
kerajinan emas serta perak, tekik kriya, teknik tekstil, dan teknik manufaktur
untuk obat-obatan.
Barchuq,
yang menjadi idu qut pada usia dua
puluh, tidak bisa menoleransi campur tangan Kara Khitai dalam memerintah
rakyatnya sendiri. Dia bukan saja harus membayar upeti berjumlah besar ke Kara
Khitai setiap tahun, tetapi dia juga terpaksa menerima pengawasan mereka atas
pemerintahannya. Sheukem, atau inspektur nasional, dari Kara Khitai,
memperlakukan Barchuq seperti pengikutnya sendiri. Shaukem dari Khitai
mendirikan kantor sendiri dan menginspeksi semua keputusan yang dibuat oleh
pemerintah Uighur. Tanpa persetujuannya, tak ada yang dapat dikerjakan.
Sebenarnya, dialah pembuat keputusan terakhir, sekaligus juga diktator Kerajaan
Uighur.
Suatu
hari, Barchuq seorang pemuda berdarah panas, mengepung kita yang menjadi lokasi
kantor Shaukem dan mengeluarkan perintah untuk menyingkirkan sang Shaukem.
Karena dikejar oleh para prajurit Barchuq, dia naik ke puncak menara masjid
lewat tangga spiral. Bigequt, salah satu panglima Barchuq, lari mengejarnya dan
menangkapnya di observatorium. Bige Qut memenggal lehernya di tempat dan
mengangkat kepala sang Shukum dengan cara menjambak rambutnya. Bige Qut lantas
mengangkat kepala itu tinggi-tinggi dan menunjukkannya kepada khalayak yang
berkumpul di lahan terbuka di bawah menara. Sorak sorai meriah pun disurakan
oleh khalayak. Setelah dia mengayun-ayunkan kepala itu beberapa kali dia
melemparkannya ke tanah. Khalayak di bawah menendang kepala Shaukem ke sana ake
mari bagaikan bola. Barchuq kemudian mengadakan rapat darurat dengan para
pejabat tinnggi dan tertua.
“Sekarang,
kita bermusuhan dengan orang-orang Khitan. Sangat jelas bahwa mereka akan
mengirim pasukan untuk menghancurkan kita. Jika kalian punya saran terkait
persoalan ini, beri tahu aku.”
Salah
atu tetua membuka mulut dan berkata dengan nada murung, “Kita tidak memiliki
pasukan untuk menghadapi mereka. Mereka bisa membinasakan kita. Pada saat ini,
pertanyaan terbesarnya adalah bagaimana cara kita menyelamatkan darah Uighur
kita serta melestarikannya hingga generasi mendatang. Hanya ada satu cara. Kita
harus mempercayakan diri kita kepada Genghis Khan, orang kuat baru yang baru
saja muncul di dataran ini. Dialah satu-satunya yang dapat menghentikan
mereka.”
Barchuq
setuju. Sebagian besar yang hadir apda rapat itu berpendapat sama. Barchuq
serta merta mengirimkan dua utusan kepada Genghis Khan. Ad Kiraq dan Darbai,
kedua utusan Barchuq, bertemu dengan Genghis Khan dan menyerahkan surat pribadi
Barchuq kepadanya. Salah satu pejabat sipil membacakan surat yang ditulis dalam
aksara Uighur tersebut :
Ketika
awan menyingkir,
Kita
mendapatkan sinar mentari hangta.
Ketika
es meleleh,
Kita
mendapatkan air kehidupan.
Aku. Idu quq kaum
Uighur,
Teramat gembira,
Ketika kudengar
nama agung
Genghis Khan,
Yang bagaikan
mentari dan air kehidupan
Dengan
restu genghis Khan,
Dan
dengan izin Anda yang murah hati,
Aku
ingin menjadi cincin di tali pelana
Keemasan
Anda
Dan menjadi
secarik bagian dari busana
Merah menyala
yang Anda kenakan.
Aku,
idu Quq kaum Uighur,
Dengan
sepenuh hati dan jiwaku
Bersujud
di hadapan Anda,
Dengan
hasrat ingin menjadi putra kelima Anda
Genghis
Khan menyunggingkan senyum di bibir sambil mengelus janggutnya ketika dia
mendengar pesan dalam surat itu, di hadapan beberapa lusin pejabat serta
panglima berpangkat tinggi. Dia puas dengan pesan tersebut.
Genghis
Khan berkata kepada kedua utusan, “Akan kuterima itikad tulus orang-orang
Uighur. Mulai saat ini, musuh Idu Qut akan menjadi musuhku dan teman Idu Qut
akan menjadi temanku. Namun, keputusan ini akan ditunda hingga Idu Qut
benar-benar berkunjung sendiri.”
Genghis
Khan kemudian mengatur agar kedua utusan itu diterima dengan sopan dan hangat.
Belakangan,
ida Qut mengunjungi khan bersama para pejabat seniornya. Dia datang dengan
beberapa lusin unta yang mengangkut produk-produk khas Uighur seperti perangkat
emas dan perak, brokat, damas, dan satin yang bersulam sutra; batu berharga;
dan mutiara. Di hadapan Genghis Khan, dia bersujud sembilan kali sesuai dengan
gaya Mongol. Genghis Khan menerima penyerahan dirinya dan memperkenankan mereka
memerintah diri sendiri, Genghis Khan menghargai dan menilai tinggi budaya
mereka yang maju dan keahlian mereka. Idu Qut dan rakyatnya bisa terus hidup
dan mereka dapat melestarikan budaya mereka. Kerajaan Uighur pun terselamatkan.
Setelah
itu, kaum Uighur menjadi sangat loyal terhadap Genghis Khan dan turut serta
dalam setiap perang, meskipun jumlah mereka sedikit. Genghis Khan seuka sekali
pada Idu Qut, maka dia berencana agar putrinya, Al Altun, dinikahkan dengan
pemuda itu. Pernikahan tersebut tak terwujud, sebab gadis itu meninggal karena
sakit sebelum perkawinan. Tak seperti namanya, Idu Qut, tidaklah beruntung.
24.
TENTARA YANG TAK TERKALAHKAN
Sebagaimana
dia mereformasi masyarakat Mongol, Genghis Khan pun membuat pasukannya tak
terkalahkan. Sebagaimana dia memaklumatkan Yassa terkait reformasi sosial, dia
juga memaklumatkan Yassa demi mengukuhkan kedisiplinan militer yang ketat. Tata
Tunga, sang sekretaris jenderal, selalu mengikuti khan bagaikan bayangannya, ke
mana pun dia pergi berjalan kaki. Selagi sang khan mengamati atau mengecek
kondisi orang-orang atau unit militer, jika dia memberikan instruksi tersebut
di buku catatannya yagn selalu dia bawa. Sampul buku catatan itu berwarna
biru”, Buku tersebut memuat kumpulan perkataan khan, dan sebagian besar menjadi
hukum sosial atau militer. Sebagian dari Yassa militer, yaitu :
·
Selain
khan, siapa saja yang berani menyatakan diri sebagai komandan tertinggi dan
siapa pun yang mendukungnya harus dihukum mati.
·
Siapa
saja yang menolak mengikuti perintah yang
benar dari atasannya terkait suatu operasi harus dihukum mati.
·
Semua
komandan harus membuat laporan yang benar kepada Inspektur. Orang yang sengaja
membuat laporan palsu harus dihukum
mati.
·
Siapa
saja yang melangkah masuk ke tenda komandan yang mengepalai seribu prajurit
atau lebih harus dihuum mati.
·
Di
medan tempur, setelah perintah menyerang dikemukakan, siapa saja yang secara
sengaja berlambat-lambat di belakang harus dihukum mati. Jika duda dari sepuluh
prajurit mengikuti perintah menyerang, maka perintah itu akan dianggap perintah
yang tepat.
·
Di
medan tempur, jika seorang di depanmu menjatuhkan senjata atau tas secara tidak
sengaja, kau harus mengambilnya dan mengemblikannya kepada si pemilik. Siapa
saja yang lalai melakukan ini harus dihukum mati.
·
Siapa
saja yang menyediakan makanan serta pakaian bagi tawanan tanpa izin harus
dihukum mati.
Hukum
militer Genghis Khan amatlah berat, tetapi pada saat bersamaan, dia
mengeluarkan hukum terkait hak-hak prajurit. Sebagian di antaranya adalah :
·
Semua
prajurit berhak menolak perintah atasan yang melampaui keterbatasan fisik dan
mental manusia.
·
Setiap
prajurit berhak memeproleh pertolongan dari komandannya setelah melaporkan atau
mendiskusikan kesusahan yang dialaminya dalam keluarga..
Prajurit-prajurit
Mongol harus menjaga semua senjata mereka agar senantiasa dalam kondisi
sempurna, tanpa kehilangan satu barang pun. Mereka harus siap akapan saja, di
mana saja. Mereka sering kali diperiksa dan siapa pun yang kehilangan barang
harus menghadapi hukuman. Meskipun ada perbedaan di antara mereka berdasarkan
unit yang mereka msuki, senjata dan barang pribadi setiap prajurit individu
umumnya adalah sebagai berikut :
·
Dua
busur, tiga wadah panah, dan lebih dari enam puluh anak panah, entah untuk jarak
pendek, menegah, atau jauh.
·
Satu
pedang sabit.
·
Satu
tombak dengan bilah lurus dan kait.
·
Dua
belati.
·
Satu
kapak perang.
·
Satu
tameng kulit bundar.
·
Seutas
tambang panjang untuk mengikat.
·
Dua
jarum tisik.
·
Dua
kantong kulit domba untuk membawa air atau susu, atau untuk pelampung ketika
menyeberangi sungai.
·
Satu
wajan militer untuk memasak.
·
Satu
helm logam.
·
Satu
set baju Zirah kulit dan aksesorisnya.
·
Sepasang
sepatu bot kulit.
·
Satu
seragam tempur.
·
Satu
set pakaian dalam sutra.
Barang-barang
ini dapat diganti yang baru, saat dibutuhkan, setelah inspeksi. Pakaian dalam
sutra digunakan setiap prajurit semata-mata untuk perlindungan. Ketika prajurit
terkena panah, dia bisa lebih mudah mencabutnya dengan kerusakan lebih sedikit.
Selain itu, kalau-kalau panah tersebut beracun, pakaian dalam sutra menunda
dampaknya. Di medan tempur, prajurit yang terluka dapat menerima perawatan
darurat dari dokter militer untuk meminimalkan berkurangnya jumlah serdadu.
Para
prajurit diperlengkapi dendengn dan susu yang dikeringkan untuk perbekalan
perang mereka. Bekal tersebut sekeras batu dan, bilamana ditangani dengan
tepat, bisa bertahan selama beberapa tahun danpa menjadi basi. Makanan tersebut
hampir-hampir sempurna.
Semua
serdadu Mongol adalah prajurit kavaleri atau tentara berkuda dan mereka
masing-masing diberi dua atau tiga kuda. Mereka bisa berganti kuda, saat
diperlukan, untuk meningkatkan mobilitas total pasukan. Bagi pasukan Mongol,
kecepatana dalah salah satu senjata terhebat mereka. Para prajurit Mongol
bahkan bisa tidur di atas kuda saat sedang bergerak. Pasukan Mongol memiliki
konsep waktu yang sangat akurat. Mreka menggunakan jam matahari dan jam pasir
yang dikalibrasi secara tepat untuk meminimalkan galat.
Genghis
Khan menciptakan sistem kurir kilat yang menjangkau seluruh imperium. Kurir
bisa mengambil kuda mana pun di dekatnya untuk mengganti kudanya yang letih dan
tak seorang pun boleh menghalanginya, tidak juga noyan, atau bansgawan agung.
Dia menggunakan pelana dan perlengkapan yang dirancang khusus, yang mencegahnya
terjatuh dari kudanya ketika dia mengantuk. Dia menggantungkan bel unik di
leher kudanya untuk memberi tahu semua orang bahwa dia adalah kurir khusus.
Dengan sistem ini, jarak yang biasanya memerlukan waktu tiga minggu lebih untuk
dijeljahi bisa ditempuh kurir dalam waktu beberapa hari saja.
Genghis
Khan mereformasi masyarakat Mongol. Salah satu bentuk reformasi tersebut adalah
kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan. Ketika pasukan Mongol terlibat
dalam pertempuran jarak jauh, keluarga mereka pindah bersama pasukan. Ini
barangkali merupakan peninggalan dari gaya hidup asli mereka, tetapi keiasaan
ini secara umum juga dianggap sebagai keuntungan besar bagi mreka. Bersama
akeluarga amereka, kestabilan emosional para prajurit Mongol jadi terjaga.
Selain
menikmati hak yang setara, para perempuan Mongol juga bersedia bertanggung
jawabatas kesalahan mereka. Mereka amerawat baik-baik senjata, baju zirah,
sepatu bot tempur,dan perbekalan perang suami mereka. Terkadang mereka ikut
serta dalam pertempuran. Bila mana demikian, seusai pertempuran, mereka
memungut senjata serta baju zirah dan menghabisi prajurit musuh untuk memastikn
bahwa mereka sudah benar-benar mati. Kelak, turnamen gulat perempuan menjadi
ajang yang populer.
Kuda
Mongol sangat lah kuat. Pada masa itu, kuda sama dengan senjata. Kuda Mongol
lebih kecil dariapda kuda Arab, teapi ketahanan dan stamina mereka labih bagus.
Kuda Mongol berkepala besar dan berlubang hidung lebar, sehingga mereka bisa
menghirup lebih banyak oksigen saat sedang berlari. Kuda Mongol adalah
satu-satunya jenis kuda yang dapat melaju tanpa makan selama berhari-hari dan
bisa makan salju alih-alih minum air. Selain itu, mereka bisa menggali tanah
beku dengan kaki mereka yang kuat untuk mencari makanan. Mereka tangguh seperti
orang-orang Mongol, barangkali didsebabkan oleh lingkungan ganas yang harus
mereka hadapi sekian lama.
Pada
masa dami, prajurit Mongol harus ikut serta dalam perburuan kelompok. Berburu
merupakan permainan tradisi onal orang-orang Mongol, tetapi Genghis Khan
menggunakannya sebagai latihan militer. Perburuan kelompok biasanya memakan
waktu dua hingga tiga bulan, dan musim berburu dimulai kira-kira pada
penghujung Oktober. Beberapa ribu atau terkadang puluhan ribu orang mengikuti
permainan berburu sebagai sebuah unit.
Sekitar
sebulan sebelum acara berburu, tim pengintai dikirim untuk peninjauan
pendahuluan. Setelah meneliti secara seksama, mereka melapor kepada khan
tentang apa yang mereka temukan, termasuk kemungkinan lokasi terbaik dan
jenis-jenis hewan buruan. Berdasarkan informasi ini, khan memutuskan berapa
jumlah unit dan jumlah prajurit pada setiap unit.
Ketika
perburuan dimulai, partisipan mengelilingi area tertentu dan lambat laun
memperkecil kepungan. Setiap segmen lingkaran memiliki pemimpinnya sendiri, dan
hanya dengan sebilah belati. Sebagian besar dari mereka berhasil dan akan
mendengar tepuk tangan dari para sejawat dan atasan mereka. Akan tetapi,
terkadang ada yang dicabik-cabik oleh binatang liar yang marah.
Seiring
semakin dekanya saat terakhir, hasil buruan pun ditumpuk hingga menggunung.
Berdasarkan aturan mereka, bayi hewan dan binatang hamil dibiarkan pergi. Nama
sang pemburu akan ditorehkan pada hewan hasil buruan dan kulit, kaki, serta
tanduknya diberikan kepda si pemburu sebagai hadiah, sedangkan dagingnya dibagi
sama rata kepada semua orang. Para prajurit Mongol memperlajari pentingnya
pergerakan serta kerja sama kelompok, sekaligus memperoleh tehnik kamuflase dan
infiltrasi. Semua ini secara alamiah diterapkan pada pertarungan dan pertempuran
sungguhan.
Genghis
Khan amat memahami pentingnya spionase dan perang psikologis. Dia membentuk
unit khusus intelijen dan mata-mata, serta menunjuk Jafar, si orang Islam
pemilik karavan, dan Yelu Ahai, si orang Khitan, Sebagai kepala unit tersebut. Genghis
Khan biasanya menempatkan dua komandan pada satu unit jika fungsinya
dianggap penting. Setiap komandan
memiliki orang dan sistemnya sendiri. Tujuannya agar mereka dapat mempunyai
kendali bersama, berkompetisi, serta untuk memastikan keakuratan informasi.
Jafar
menyamar sebagai pemiik karavan dan membuat peta terperinci dari Dataran
Mongolia hingga ke Zhongdu, Ibukota Chin, untuk tujuan militer. Dia
memanfaatkan pertemanan dengan pejabat tinggi Chin agar bisa bertemu
orang-orang istana dan dengan sukses mengumpulkan informasi personal mengenai
watak individual serta kehidupan pribadi mereka.
Yeu
Ahai aslinya merupakan perwira militer Chin yang leluhurnya adalah keluarga
kerajaan Khitan. Kaum Khitan ini telah ditaklukkan oleh kaum Juchid dari Chin.
Yelu Ahai ditunjuk sebagai duta besar untuk Wang-Khan. Dia menyerahkan diri dan
bersumpah setia kepada Genghis Khan tepat sebelum kaum Kerait runtuh. Jabatan
resminya adalah Duta Besar Chin untuk Wang-Khan, tetapi sebenarnya Yelu Ahai
adalah mata-mata Chin dan dia harus pulang pergi secara teratur dari dataran
rendah ke Kota Zhongdu. Karena Yelu ahai ditunjuk sebagai kepala mata-mata uni
tkekaisaran Chin dan Kerajaan Shisha oleh Genghis Khan, dia sebenarnya menjadi
agen ganda.
Berkat
aktivitas Yelu Ahai yang luar biasa, Genghis Khan dapat memperoleh informasi
akurat mengenai Kaisar Chin beserta pejabat tingginya, termasuk filosofi hidup,
kepribadian, dan hobby mereka.
Kaum
Juchid menguasai kawasan utara dataran Cina, aslinya berasal dari Liodong atau
Manchuria, dan setengah bedarah Noamd. Namun, begitu mereka menjadi penguasa
bagian utara dataran tersebut, mereka berubah. Mereka
membangun kota serta tembok dan menutup pikiran mereka. Pembawaan orang-orang
nomaden, sifat terbuka yang membagi semua kegembiraan dan kesusahan di antara
mereka, telah meninggalkan benak orang-orang Juchid. Mereka membiarkan diri
mereka jatuh ke dalam fisolofi tradisional kelas penguaa Cina yang sudah
menyimpang. Alhasil, mereka mengutamakan kejayaan, kekayaan, dan kesenangan
mereka sendiri dengan mengorbankan rakyat.
Oleh
sebab itu, gaya hidup kelas penguasa yang tinggal di dalam tembok kota
mencerminkan kemewahan itu sendiri. Jalanan Zhongdu ramai dan penuh sesak
dengan toko yang memajang barang serta dagangan mewah, langka, dan berharga
dari seluruh dunia. Permadani kelas satu dari Persia, produk gading dari India,
Produk porselen dan gingseng dari Korea, serta mutiara dan produk bambu dari
Jepang, merupakan pemandangan umum. Teater untuk opera, penari, dan tim sirkus
ada di mana-mana. Di sana juga ada bank, tempat valuta asing dapaat ditukar
dengan mata uang Chin atau emas.
Di
sisi lain orang-orang yang tinggal di luar tembok hidup menderita. Sebagian
besar adalah petani dan kuli rendahan,d an meskipun mereka adalah populasi
mayoritas, standar hidup mereka tak lebih dari stadar hidup binatang. Selain
itu, mereka haru membayar pajak tinggi. Ketika mereka tidak sanggup membayar
pajak tepat waktu, pertama-tama mereka kehilangan istri. Berikutnya mereka
kehilangan anak dan akhirnya, apabila mereka masih tidak bisa membayar, mereka
kehilangan kepala. Jumlah wanita dan anak-anak yang diambil dari rumah mereka
mencapai puluhan ribu setiap tahun.
Kaum
juchid yang menolak pindah ke Cina tenag dan tetap tinggal di Liodong membenci
rekan sekutu mereka yang kini berubah. Cukup banyak panglima dan pejabat Chin
yang menyerahkan diri kepada Genghis Khan, walau pun sebagian besar adalah
orang Khitan, dan mreka membawa serta informasi berharga.
Sebeum
berperang dengan Kerajaan Shisha, dan kekaisran Chin, Genghis Khan harus
merancang semacam alat untuk menyerang
tembok dan benteng, sebab sebelumnya dia hanya pernah bertarung melawan
orang-orang nomaden, bukan penduduk kota. Genghis Khan telah mendirikan pusat
penetilian untuk tujuan ini dan mereka mengembangkan ketepel, mesin pelontar,
dan pengusung tangga. Ketepel dan mesin pelontar adalah dua jenis pelempar batu
yan memungkin mereka menembak batu ke tembok dan benteng untuk membobonya.
Pengusung tangga adalah struktur penopang untuk membawa prajurit dengan aman ke
puncak tembok kastil atau kubu pertahanan. Karena onga-orang Mongol tidak
pernah membuat bangunan, mereka mulanya menghadapi kesulitan. Namun, tak lama
kemudian mereka menciptakan produk yang teramat efisien dengan bantuan para
insinyur konstruksi Cina dan Persia di antara pra tawanan.
Khan
juga mendirikan sekolah militer, atau pusat latihan, untuk menempa para
prajurit dan membiasakan mereka menggunakan produk-produk baru ini. Latihan
berfokus pada cara merakit dan membongkar mesin-mesin ini secepat mungkin serta
cara menggunakannya seakurat mungkin.
Kelak,
orang-orang Mongol menemukan cara untuk menggunakan bubuk mesiu, yang ditemukan
oleh orang-orang Cina, di medan tempur sebagai senjata sungguhan. Pada masa
itu, orang-orang Cina memasukan bubuk tersebut ke tabung bambu dan
menggunakannya sebagai peledak. Peeldak berdampak psikologis dalam perang,
tetapi kekuatan destruktifnya tidak besar. Orang-orang Mongol mengganti tabung
bambu dengan tabung perunggu untuk menciptakan daya mematikan. Meriam pertama
pun ditemukan dan diperkenalkan kepada dunia manusia. Prajurit Mongol
membongkar semua ketapel, alat pelontar dan pengusung tangga ketika mereka
bergerak dan merakitnya kembali ketika dibutuhkan. Kaum Mongol belakangan juga
menciptakan granat. Kelak, orang akan mengakui Genghis Khan sebagai penemu unit
artileri.
Genghis
Khan juga membuat unit rekayasa. Mreka memindahkan rintangan pada jalan atau
membuat jalan baru serta menempatkan jembatan apung di sungai untuk diseberangi
pasukan. Unit rekayasa Genghis Khan bisa membuat jembatan apung di sungai
terlebar sekali pun, hanya dalam waktu setengah hari. Untuk membangun jembatan,
pertama-tama, seorang perenang veteran menyeberangi sungai sambil membawa tali.
Berikutnya dengan sistem tali dan katrol, mereka mengirimkan kantong kulit
berisi udara ke seberang sungai.
Orang-orang
kelak menyebut unit rekayasa yang teramat efisien ini sebagai berikut : “Ketika
pasukan Mongol melintas, gunung menjadi rata dan sungai berubah arah.”
Taktik
dan strategi Genghis Khan, sangatlah sempurna. Dalam pertempuran atau perang
mana pun, dia memformulasikan operasi militer terbaik berdasarkan kondisi
pasukannya dan pasukan musuh, pertimbangan geografis, waktu, dan cuaca. Terkait
persoalan taktik dan strategi militer, kepalanya dipenuhi ide tak terbatas,
yang tiada habis-habisnya. Dia memahami prinsip-prisip daya gempur. Otaknya
dengan tangkas menetukan besaran dan arah gempuran yang dibutuhkan untuk
menghancurkan musuh. Terakdang, pasukan Mongol bergerak di area besar yang luasnya
bisa mencapai beberatus mil persegi lalu tiba-tiba mereka berkumpul dalam
sekejap dan menghancuran musuh. Kemampuan semacam ini dihasilkan berkat
gabungan kemampuan militer dan kalkulasi akurat Sangatlah sempurna. Dalam
pertempuran atau perang mana pun, dia memformali serta mobilitas pasukannya.
Tak ada pasukan lain,nbahkan yang bersenjata dan berbaju zirah terbaik yang
bisa bertahan melawan gempuran semacam ini.
Sangatlah
sempurna. Dalam pertempuran atau perang mana pun, dia memformali adalah
kesatria yang sempurna dan, sebagaimana yang dikatakan Juwaini san sejarawan
Persia, pasukan Mongol adalah yang terkuat dalam sejarah umat manusia. Apa yang
mendasari kekuatan dahsyat ini, yang dilahirkan di Dataran Mongolia, dan apa
yang memotivasi mereka hingga pergi ke dunia luar?
25.
PERPECAHAN DENGAN CHIN
Saat
itu bulan Maret, musim semi, tetapi petak salju masih menyelimuti padang di
Dataran Mongolia. Musim dingin di dataran tersebut berlangsung lama.
Padang-padang di dataran tersebut acap kali dikepung keheningan mencekam tepat
sebelum datangnya badai salju. Pada waktu seperti ini, tidak da burung migran
juga. Kecuali, kita punya mata yang bisa menangkap gerakan kecil matahari yang
menacarkan sinar menyilaukan ke sepenjuru padang, kita akan terperosok dalam ilusi
bahwa kita tengah berada di dunia yang diam, bahka walau pun seolah tak bergerak.
Pada
pagi menjelang siang, di cakrawala selatan, yang membentuk lengkungan putih
indah berlatar belakang langit biru, muncullah sebuah titik kecil. Seakan untuk
membuktikan bahwa dunia masih hidup dan bergerak, titik tersebut kian lama kian
bear. Titik itu akhirnya membentuk sosok seorang pria di atas kudanya. Bunyi
tapak kaki kuda lambat laun kian keras dan bergema di angkasa yang sunyi
bgaikan gelombang. Kening prajurit Mongol yang mengenakan helm dan baju zirah
itu besimbah peluh, sedangkan kulit hitam kudanya mengilap terkena keringat. Di
punggungnya terikatlah tongkat kecil berbendera segiempat yang terus
berkibar-kibar, menandakan bahwa dia adalah kurir kilat. Pada saat bersamaan,
sebuah bel logam besi, simbol kedua tugasnya, yang digantung di leher kudanya,
menghasilkan bunyi merdu yang selaras dengan kelotak kaki kuda. Dia adalah
kurir kilat dan sampai dia tiba di tujuannya, ordu khan, tak seorang pun boleh
menghentikannya.
Pada
saat iut, Genghis Khan sedang memimpin rapat pagi di tendanya bersama sekitar
tiga puluh pejabat dan panglima tinggi. Saat pintu kelapak sebelah selatan
terbuka, Alqi, salah satu dari delapan kapten penjaga siang, melangkah masuk,
berjalan menghampiri khan, dan memberinya laporan dengan suara pelan. Rapat
tersebut telah terusik.
“Tuan,
Kurir kilat telah tiba dari garnisun perbatasan kedua.”
Genghis
Khan menayainya, “Ala laporannya?”
Alqi,
sambil membungkuk, berkata dengan suara yang semakin pelan, “Utusan dari Chin
telah tiba di garnisun perbatasan kedua dan sedang menunggu di tenda kapten
mereka.”
Kahn
memanggil Yelu Ahai, yang lasung datang sesuai dengan perintah. Yelu Ahai
adalah satu dari dua kepala mata-mata.
“Aku
baru mendengar bahwa utusan Chin telah tiba di garnisun perbatasan kedua dan
sedang menunggu. Kira-kira apa tujuannya? Apa kau punya gambaran?”
Chin
tidak mengirim utusan secara teratur, hanya pada kesempatan-kesempatan khusus.
Chin menganggap Dataran Mongolia sebagai daerah mereka. Pada satu saat, Kaisar
Chin menobatkan Wang-Khan sebagai Raja dataran Mongolia. Wang-Khan menerima
gelar itu karena sang kaisar punya alasan personal dan praktis, Kini, Wang-Khan
sudah meninggal dan bangsa Kerait-nya telah lenyap. Artinya, tidak ada lagi
raja yang membutuhkan persetujuan dari Kaisar Chin. Hanya ada Genghis Khan,
yang telah mempersatukan seisi dataran.
Yelu
Ahai menjawab dengan suara pelan.
“Mungkin
mereka punya kaisar baru. Kaisar Chin, Zhaozong, sudah enam bulan sakit. Tapi,
saya tidak tahu siapa yang menajdi kaisar, sebab sudah lama sejak saya ke
sana.”
Genghis
Khan memikirkan hal ini beberapa lama, kemudian memberikan perintah kepada
Alqi, yang menunggu di sebelahnya.
“Akan
kutemui utusan itu. Siapkan kuda.”
Genghis
Khan pun menuju ke garnisun perbatasan kedua, yang terletak kira-kira 140
kilometer di tenggara ordunya. Garnisun perbatasan kedua terdiri dari delapan
ratus prajurit yang bertugas patroli di area perbatasan antara pojok tenggara
dataran tersebut dan Gurun Gobi. Sang Khan didampingi Yelu Ahai, Alqi, dan
sekitar tiga ratus penjaga siang. Sekitar tiga jam kemudian, mereka sampai di
kamp garnisun perbatasan kedua. Ketika khan tiba di gerbang kamp, dia disambut
oleh Tuge, yang merupakan kapten garnisun tersebut.
“Mana
si utusan?”
Menanggapi
pertanyaan ini, tuge menjawab, “mereka menunggu di tenda Tuan.”
Ketika
Genghis Khan tiba di tenda, dia melihat utusan Chin bersama dua asistennya.
Kira-kira dua pulluh anggota rombongan
resmi tengah menunggu di luar tenda dalam balutan seragamresmi serta
tutup kepala, yang semuanya berwarna keemasan, warna resmi Cin. Pada lahan
terbuka di depan tenda itu, terhamparlah karpet mereh di bawah sebuah meja segi
empat pendek berwarna ungu. Di atas meja ada gulungan surat yang dibungkus kain
sutra ungu. Tampaknya mereka sudah siap.
Saat
Genghis Khan turun dari kudanya dan berjalan menghampiri mereka, ketiga utusan
membungkuk dalam kepadanya dan salah seorang maju setengah langkah serta
berakta, “Kami membawakan surat kerajaan dari Kaisar untuk Khan Mongol!
Silahkan diterima, setelah membungkuk tiga kali!”
Sebenarnya,
Genghis Khan harus bersujud tiga kali. Sambil menatap pria itu, sang khan
berkata kepada si utusan dengan suara keras, sambil berdiri, “Langsung saja
bacakan! Aku datang ke sini untuk mendengar pesan itu.”
Karena
Genghis Khan menolak bersujud, sang utusan Chin tidak punya pilihan selain
membuka dan membacakan surat tersebut. Yelu Ahai, berdiri di sebelah Genghis
Khan, menertejemahkan pesan itu ke bahasa Mongolia, kata perkata.
Isi
pesannya adalah akrena kaisar baru Chin telah naik tahta, Khan Mongol harus
bersumpah setia kepadanya dan harus hadir di istana kerajaan sekali setahun.
Artinya,
Genghis Khan harus berkunjung setiap awal tahun ke Zhongdu, Ibu kota Chin,
untuk menunjukkan bahwa kesetiaannya belum lekang. Setelah mendengar pesan yang
mrendahkan ini. Alih-alih marah, Genghis Khan justru menanyai sang utusan
dengan nada santai, “Siapa kaisar barumu?”
Sang
utusan menjawab sambil membungkuk, “Sang Raja, Weishao. Wanyen Youngji sekarang
adalah kaisar baru.”
Genghis
Khan memikirkan hal ini sebentar, lalu berkata kepada dirinya sendiri, “Raja
Waishao adalah orang yang dikenal bodoh! Bagaimana bisa dia menjadi kaisar
sebuah bangsa?”
Genghis
Khan mendecakkan lidah. Sebenarnya, Raja Weishao dianggap tolol dan pasif oleh
banyak orang.
Khan
berkata kepada para utusn dengan suara lantang, “Dengarkan aku! Bangsa Mongol
kini sepenuhnya merdeka! Khan Mongol tak akan pernah bersujud kepada siap pun!
Beri tahu itu pada kaisar kalian!”
Genghis
Khan memuntahkan kata-kata ini, lantas menunggangi kudanya. Dia menatap ke
selatan sekali dan melanjutkan kudanya, Dia pun berderap pulang dan Yelu Ahai,
Alqai, serta tiga ratus penjaga siang mengikutinya.
Utusan
Chin tidak dapat berbuat apa=apa selain menonton Genghis Khan dan pengikutnya
menghilang ke kejauhan.
Kaisar
Chin, Weishao, seorang pria gemuk berusia empat puluhan, murka ketika mendengar
kabar buruk itu. Saat menyadari bahwa Yelu Ahai, duta besar untuk bangsa
Mongol, telah membelot, dia mengeluarkan perintah untuk menahan sekitar sepuluh
anggota keluarganya di penjara. Istri dan anak-anak Yelu Ahai tetap tinggal di
Zhongdu karena dia tidak diperkenankan membawa serta keluarganya atas perintah
Kaisar Chin. Mereka dijadikan sandera oleh Chin.
Yelu
Ahai mengetahui nasib orang-orang Khitan di Chin. Orang-orang Khitan, yang
telah ditaklukkan oleh kaum Juchid dari Chin, bia berhasil dalam masyarakat
mreeka, tetapi ada batasnya. Mereka selalu dijadikan waraga negara kelas dua,
dan semua pekerjaan kotor serta berbahaya diserahkan kepada mereka. Karena muak
dengan hal ini. Yelu Ahai diam-diam membelot ke Genghis Khan dan menjadi salah
satu orang Baljuntu. Namun, dia harus membawa saudara lelaki Telu Tuka untuk
dijadikan sandera Genghis Khan, secara suka rela, karena dia harus bolak-balik
antara Dataran Mongolia dan Zhongdu dua hingga tiga kali per tahun dalam rangka
tugas resmi. Kondisi minimal semacam itulah yang diperlukan demi meraih
kepercayaan dari sang khan. Belakangan, Yelu Ahai menjadi penjaga siang. Yelu
Ahai adalaha gen ganda. Genghis Khan tahu itu. Karena dia agen ganda, apakah
dia punya dua pikiran juga?
Kira-kira
lima belas hari setelah kunjungan utusan hin, Genghis Khan menyadari pada rapat
resmi bahwa wajah Yelu Ahai tampak muram. Seusai rapat, Genghis Khan menemuinya
secara pribadi.
“Jendral
Yelu, kau kelihatannya tidak sehat. Apa ada masalah?”
Dia
mendessah dan menjawab dengan nada putus asa, “Istri dan anak-anak saya ditahan
di penjara.”
Sang
Khan sepertinya kaget.
“Apa?”
Mata
khan menunjukkan perpaduan rasa marah dan sedih. Tanpa berkata-kata, han
semata-mata menatap mata Yelu Ahai beberapa ama, seolah-olah tercengang. Yelu
Ahai terus mendesah, seakan tidak tahu bagaimana caranya menghadapi
keputusannya. Genghis Khan menepuk punggungnya sebagai tanda simpati.
“Jangan
terlalu dipikirkan. Kita akan mencoba segala cara untuk menyelamatakan mereka.”
Mereka
pun berjalan bersaa-sama, bedampingan, sambil membicarakan rencana-rencana yang
mungkin.
Pagi-pagi
sekali keesokan harinya rombongan besar karavan meninggalkan Dataran Mongolia.
Rombongan ini beranggotakan dua ratus orang Khitan dan Persia, semuanya
memiliki fisik besar dan kuat. Mereka berkuda tanpa berhenti satu kali pun, dan
tiba di teritori Onggut, di uatara Tembok Besar, siang itu. Seratus onta dan
barang bawaan yang sesuai telah menanti mereka, disiapkan oleh Ala Qus, kepda
suku Onggur, yang telah menerima pesa kilat. Mreka pun membawa unta dan barang
bawaan tersebut, menyamar sebagai rombongan karavn betulan.
Dengan
bantuan Aala Qus, mereka melintasi Tembok Besar dan bergegas ke Zhongdu. Mreeka
sampai di Zhongdu empat hari setelah mereka meninggalkan dataran rendah dan
kedua ratus pria tersebut sukses menginfiltrasi kota. Mereka adalah prajurit
yang menjalankan misi untuk menyerang penjara yang menahan anggota keluarga
Yelu Ahai serta menyelamatkan mereka. Akan tetapi, mereka tidak beruntung.
Walau pun mereka bergegas dengan kecepatan maksimum, mereka terlambat satu
langkah. Sehari sebelum kedatangan mereka, kesepuluh anggota keuarga Yelu Ahai
dibantai di lapangan terbuka di depan penjara, di bawah ribuan pasang mata
penonton, aats tuduhan menjadi anggota keluarga seorang penghianat.
Operesi
penyelamatan telah disusun oleh Yelu Ahai sendiri, berdasarkan fakta bahwa
penjara itu hanya dijaga oleh dua ratus prajurit dan terletak di pojok barat
daya kota, yang merupakan area terpencil dan hanya sedikit dilewati orang yang
lalu lalang. Setelah menyelamatkan keluarga Yelu Ahai dari penjara, mereka
rencananya harus meloloskan diri dari kota sambil menyamar dengan bantuan
jaringan amta-mata besar Genghis Khan di Zhongdu. Awalnya, diperkirakan bahwa
peluang suskes mereka lima puluh persen.
Khan
tahu bahwa sulit mencari kata-kata guna menghibur Yelu Ahai.
“Di
antara mereka ada putra saya yan berusia empat tahun. Saya dengar mereka
menginjak dadanya sampai dia meninggal.”
Yelu
Ahai terisak-isak pedih saat dia mengatakan ini.
BESAMBUNG
KE JILID II
Sepanjang,
9 Agustu 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar