Filsafat Jawa dalam kisah Penyelamatan Bangsa dan Negara Yang Berdasar Pancasila
“PERANG TIPU DAYA ANTARA BUNG KARNO DENGAN
TOKOH-TOKOH KOMUNIS”
Perpustakaan Nasional : Katalog dalam terbitan (KDT)
Bibliografi : hlm
ISBN 979 - 8125 - 05 - 3
Perpustakaan Nasional : Katalog dalam terbitan (KDT)
Bibliografi : hlm
ISBN 979 - 8125 - 05 - 3
Oleh : Muhsin H. Ahmad
Penerbit : PT. Golden Terayon Press -
Jakarta
Tahun : 1989.
Penyadur : Pujo Prayitno
DAFTAR
- ISI
1. Prakata
2. Kata Pengantar
3. R. NG. Ronggowarsito
4. Lahirnya Basukarno identik Dengan Lahirnya Kemerdekaan RI
5.Basukarno Terdampar di Astina
a. Keadaan Dalam Negeri
b. Politik Luar Negeri
6. Basukarno Dibesarkan oleh Astina (Kurawa)
7. Pecah Dwi tunggal
8. Menghadapi Dilema
9. Bung Karno Mencari Sandi
10. Perdamaian Nasional
11. Terbaik di Antara Yang Terbaik
12. Bung Karno dan Internasionalismenya Komunis
13. Membebaskan Irian Jaya
14. Gugurnya Ongkowijoyo (Abimanyu)
15. Tujuan Perang Baratayudha Bagi
Basukarno
16. Gugurnya Gatutkaca
17. Karna Tandhing
18. Surat Perintah PRESIDEN Republik
Indonesia
19. Menepatkan Negara-Negara Adikuasa
Sebagai Penonton Yang Baik
20. Tanggal 1 Oktober
21. Anak Desa Yang Perkasa
22. Mewujudkan Keutuhan Bangsa
23. Nilai Persatuan Indonesia
24. Bung Karno Wafat
25. Keputusan PRESIDEN RI
26. Jenazah Bung Karno Disemayamkan
di Wisma Jasa
27. Tentang Pembentukan Dewan
Revolusi Indonesia
28. Pidato Penjelasan Waperdam A.J.
Men-Pangad Letnan Jendral Soeharto
29. Pustaka Bacaan
1.
PRAKATA
Peristiwa
pemberontakan PKI yang terkenal dengan Gerakan 30 September-nya, di mana dalam
peristiwa tersebut, PKI telah berhasil membunuh dengan biadab sejumlah Jendral
Angkatan Darat yang dianggapnya sebagai pernghalang bersar terhadap langkah-langkah
perjuangan mereka. Berkat Rakhmat Tuhan Yang Maha Kuasa, gerakan PKI ini dapat
ditumpas dan digagalkan.
Dari
peristiwa ini berkembang dan menimbulkan banyak tanggapan dan tuduhan-tuduhan
yang ditujukan kepada pemimpin-pemimpin kita khususnya Presiden Pertama
Republik Indinesia Ir. Sukarno dan Presiden Republik Indonesia kedua Jendral
Suharto selaku penerima Surat Perintah Sebelas Maret yang terkenal itu.
Dari
tanggapan dan tuduhan-tuduhan tersebut, baik yang telah dibukuan atau yang
masih berupa isu-isu yang berkembang di masyarakat, sebagian di antaranya bisa
dianggap sebagai mengganggu kesatuan dan persatuan di antara kita bangsa
Indonsesia, atau bisa dianggap membahayakan langkah-langkah perjuangan bangsa
Indonesia selanjutnya.
Oleh
karena penulis tidak menghendaki adanya gangguan dan bahaya yang sedemikian
itu, maka dengan perasaan rendah hati yang sangat, penulis ingin menyampaikan
tentang analisa di sekitara peristiwa Gerakan 30 September, tentunya melalui
analisa dari sisi-sisi lain yang selama ini belum pernah diungkapkan. Ada pun
sebab-sebab timbul analisa sebagai berikut :
Setelah
penulis membaca buku otobiografi Bung Karno yang terkenal dengan “Bung Karno
Penyambung Lidh Rakyat Indonesia” yang ditulis oleh Cindi Adam, penulis merasa
mendapatkan teka-teki yang harus dipecahkan. Di dalam buku tersebut ada
ungkapan-ungkapan Bung Karno yan perlu di kupas dan dianalisa. Oleh karena
menurup hemat penulis, Bung Karo sendiri belum pernah menjabarkan teka-teki
tersebut kepada siapa pun juga bahkan tidak kepada putra-putra dan
saudara-saudara dekatnya.
Adapun
ungkapan-ungkapan Bung Karno yang saya maksudkan adalah, ketika Howard Jones
Duta Besar Amerika mendesak Bung Karno
untuk segera menuliskan Otobiografinya, maka Bung Karno menjawab :
“Untuk membuat
Otobiogradi yang sesungguhnya, si
penulis hendaknya dalam keadaan yang susah seperti Rousseau ketika dia menulis
pengakuan-pengakuannya. Dan pengakuan yang demikian ternyata sukar bagi saya.
Banyak tokoh-tokoh yang masih hidup akan menderita, apabila saya menceritakan
semuanya. Dan banyak pemerintahan-pemerintahan dengan mana sekarang mempunyai
hubungan baik akan mendapat serangan sejadi-jadinya, apabila saya menyatakan
beberapa hal yang ingin saya ceritakan. (Sukarno, Cindi Adams ha 19).
Jawaban
yang disampaikan beliau itu, telah memberi petunjuk bagi kita, bahwa beliau
menyimpan suatu rahasia yang tidak sepantasnya rahasia itu diungkakan selama
beliau masih hidup, oleh karena yang sedemikian itu akan berakibat tidak baik
terhadap tokoh-tokoh atau pemerintahan-pemerintahan yang dulu pernah membantu
atau bersahabat dengan beliau.
Apabila
kita amati dengan seksama, bahwa pada akhir pemerintahan beliau, di antara
tokoh-tokoh atau pemerintahan di dunia yang dekat dan bersahabat dengan beliau
adalah tokh-tokoh atau pemerintahan-pemerintahan yang bergabung dalam
persekutuan Pakta Warsawa atau non Blok Sosialis. Sebagai kelanjutannya penulis
mempunyai analsia, bahwa Bung Karno pada hakikatnya telah berbuat sesuatu yang
sangat menyakitkan tokoh-tokoh atau pemerintahan-pemerintahan tersebut.
Penulis,
pada mulanya merasa bingung untuk memecahkan teka-teki yang dibuat Bung Karno,
tetapi berkesimpulan bahwa perbuatan tersebut, bukanlah perbuatan remeh,
tetapi, suatu perbuatan yang bersekala besar.
“Sambil memegang bahuku dengan kuta, Bapak memandang jauh ke
dalam mataku. Aku selalu berdoa, dia menyatakan, “Agar engkau menjadi seorang
pratiot dan pahlawan besar dari rakyatnya, semoga engkau menjadi “Karna” yang
kedua.” (Sukarno, Cindi Adams hal : 36).
Dari
dua uraian yang singkat di atas, penulis meulai sadar dan memahmi oleh karena
Karna atau Basukarna, adalah patriot sejati yang telah mengorbankan bukan hanya
jiwa raganya, teapi juga derajat dan kehormatannya sekaligus demi membela
saudara-saudara yang dicintainya. Dia lah patriot sejati, yang membela
saudara-saudaranya dengan berkedok sebagai penghianat.
Kalau
memang doa ayahnya Bung Karno R. Sukemi terkabul, sehingga Bung Karno sebagai
pewaris Karno kedua, maka persoalannya menjadi semakin jelas di mana pada
lahirnya, Bung Karno menghianati pendukung-pendukung Pancasila, tetapi, pada
hakikatnya, Bung Karno justru telah menghianati PKI dan Komunis Internasional,
demi cintanya kepada pendukung-pendukung Pancasila itu sendiri.
Sampai
di sini, penulis sudah mendapat suatu keyakinan tentang teka-teki yang
dirahasiakan Bung Karno tersebut.Lebih-lebih, setelah mendapatkan pernyataan
dari pihak ketia, di mana pihak ketiga tersebut sudah dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia khususnya ji Jawa, di mana yang termaksud tidak ikut
langsung delam percaturan politik di masanya Bung Karno. Sehingga yang demikian
ini, bisa diharapkan sebagai juri yang adil. Berulah penulis menjadi mantap,
tentang kebenran makna dana teka-teki yang masih dirahasiakan oleh Bung Karno
tersebut.
Adapin
pihak ketiga, yang penulis maksudkan adalah R. Ng. Ronggowarsito, Pujangga
Surakarta, yang telah menyatakan di dalam ramalannya tentang tokoh yang identik
dengan Bung Karno, dan situasi Pemerintahan yang identik dengan masa-masa
pemerintahan beliau.
Adapun
pernyataan sang Pujangga yang dihasilkan melalui penglihatan batin yang
ditempuhnya dengan jalan Tasawuf tersebut, terangkaum dalam Serat Kala Tida dan
Sabda Tama :
Salah
satu dari bait-baitnya, adalah sebagai
berikut :
Dasar karoban
pawarto
Bebaratan ujar
lamis
Pinudyo dadi
pangarso
Wekasan malah
kawuri
Yen pinikir
sayekti
Mundak opo aneng
ngayun
Andeder kaluputan
Siniraman banyu
kali
Lamun tuwuh, dadi
kekembanging beka.
Terjemahan
:
Oleh karena
pernyataan (tokoh) yang diputar balikan
Yang bisa
diibaratkan dengan sumpah palsu.
Maka dia
didsanjung-sanjung sebagai pemimpin yang serba hebat.
Tetapi akhirnya,
dia malah dihinakan.
Kalau dipikir
dengan teliti.
Apa artinya bagi
seorang pemimpin dengan sengaja
Berbuat kesalahan
dan kelengahan? (tentu tidak mungkin Kecuali ada tujuan atau teka-teki yang
tersembunyi).
Kalau teka-teki
ini terbuka, kelak sang tokoh akan menjadi pujaan atau bunganya bangsa.
Dari
sini, penulis dengan rendah hati, memberanikan diri untuk membukukan
gagasan-gagasan dan analisanya dengan harapan, akan bermanfaat untuk kokohnya,
Persatuan di antara kita Bangsa Indonesia.
2.
KATA -
PENGATAR
(Abdurrahman Wahid)
C.C.
Berg, membuat geger di kalangan kaum
sejarawan dalam dasa warsa lima puluhan. Ia menampilkan “Temuan”nya yang sangat
orisininil : Sejarah Jawa Kuno hanyalah Fiksi belaka. Setidak-tidaknya, untuk
bagian terbesar dari masa Majapahit. Perbandingan sangkakala atau jumlah
hitungan yang diambil dari huruf-huruf Jawa dari Gelar, raja-raja Jawa dan
Peristiwa-peristiwa besar yagn direkam dalam prasasti peninggalan lama,
menunjukkan sesuatu yagn sangat menarik. Sangkakala Hayam Wuruk, Ken Arok serta
Airlangga, ternyata sama. Dari pengmatan ini, dan rekonstruksi kesejarahan
dengan metode arkeologis, dapat diperkirakan adanya sebuah proyeksi sejarah ke
belakang. Dalam rpyeksi itu, raja dari suatu masa, menciptakan legitimasi bagi
dirinya dengan jalan menyusun geneologi fiktif, untuk menunukkan ia berasal
dari cikal-bakal raja besar di masa lampau. Pada hakikatnya, menurut teori Berg
ini, harus dipilih, mana yang nyata ada, dan mana yang fiktif antara raja masa
belakang dan raja masa terdahulu itu. Kalau Majapahit yang ada, maka, Singasari
(Kerajaan Ken Arok) dan Daha (Kerajaan Airlangga) harus dianggap fiktif.
Sudah
tentu, teori rekonstruksi kesejarahan yang ditemukan Berg ini, menimbulkan
perdebatan sengit dangan teori-teori sejarah yang “lebih konvensional”. Para
sejarawan lain menolak teori Berg itu, yang paling kuat, diantaranya adalah
Profesor P. Zoetmulder. Dasar penolakannya bermacam-macam, namun yang
terpenting adalah, pembuktian arkeologis justru menunjukkan ketuaan candi-candi
terdahulu dan prasasti yang disimpan di dalamnya. Tidak mungkin kesemuanya itu
hanya merupakan “sulapan” zaman terkemudian, untuk membenarkan atau menopang
sebuah pengakuan legitimasi secara proyektif belaka.
Perdebatan
historis seperti itu, sangat menrik untuk diikuti. Karena, bagaimana pun
sejarah orang Jawa terkait dengan cara mereka memandang masa lalu. Kajian M.
Ricklefs, tentang pandangan kosmologis keluarga Keraton Mataram di Yogya abad
ke delapan belas, sangat mempengaruhi politik mereka. Geneologi yang ditarik ke
masa Pajajaran, akan membenarkan ketundukan kepada pihak Kompeni Belanda,
karena Baron Sekeber (Seorang kulit putih dan penguasa Belanda di masa lampau
mewakili Tahta Spanyol) adalah kakak sepupu kesekian melalui perkawinan dengan
anak ratu Pajajaran. Bahkan, para ningrat ketiga Keraton Solo dan Yogya (waktu
itu belum ada Kraton Pakualaman), mampu menundukkan para penguasa mereka untuk
tidak saling berperang melalui perantaraan pandangan kosmologis. Masing-masing
Keraton menganggap dirinya “Negara” dan keraton lain sebagai “Manca Negara”
tidak boleh ada pertalian perkawinan dan dengan demikian tidak akan terjadi
perebutan tahta melalui klaim pertalian darah. Dari gambaran sekilas di atas,
tampak nyata, betapa kuat pengaruh mitodologi atas pandangan hidup dan dengan
sendirinya atas sikap-sikap politik, orang Jawa di masa lampau.
Salah
satu penopang peranan seperti itu, adalah kuatnya kedududkan simbol-simbol
budaya, dalam kehidupan orang Jawa. Salah satu, di antara simbol-simbol itu,
adalah deretan tokoh wayang yang diwariskan dari generasi ke generasi. P Carey,
menunjukkan dalam buku “Ekologi Kebudayaan Jawa” (The
Cultural Ecology og Early Nineteenth Century Java, Singapore, ISEAS, 1974), Sebuah kasus menarik, yaitu
bagaimana para pelaku memandang Perang Diponegoro (1825-1830). Dalam “Babad
Diponegoro”, pangeran pemberontak itu sendiri memandang tugasnya sebagai upaya
menegakkan keadilan dan dirinya selaku Ratu Adil. Atas padnangan itu, ia
mengambil tokoh wayang Arjuna (dalam episode Arjuna Wiwaha), sebagai tipe ideal
bagi dirinya. Karena motif dan proses munculnya Arjuna dalam pertempuran di
Kurusetra, jelas tergambar dalam keluhuran cita-citanya untuk menegakkan
keadilan dan dalam kemampuan melakukan tirakatan, maka Pangeran Diponegoro juga
mempersipkan diri untuk perang sabil melawan Belanda dengan terlebih dahulu
menjlanakan tirakatan dan membersihkan niatnya. Sebaliknya, bagi tembang
Kidhung Kebo, Pangeran Diponegoro lebih patut dilambangkan dengan Prabu
Suyudana, pemimpin kaum Kurawa, ketimbang Prabu Arjuna.
Mengapa?
Karena tembang itu ditulis atas perintah Cakranegara, Bupati Bagelan di
Purworejo. Cakranegara adalah bekas adik seperguruan Pangeran Diponegoro, yang
kemudian membantu Belanda melawan bekas kakak seperguruannya. Untuk “balas
jasa”. Setelah perang Diponegoro, ia diangkat menjadi Bupati dan memerintah
hingga dua puluh tahun lebih.
Untuk
pembenaran sikapnya itu, tembang itu menunjuk kepada proses Perang Diponegoro.
Bekas Kakak seperguruan Cakranegara itu berangkat dari ketulusan hati untuk
menegakkan keadilan, karena itu, ia mempersiapkan diri untuk menjadi tkoh Ratu
Adil, dan memperoleh restu Tuhan dalam bentuk menerima “wahyu” perjuangan.
Namun, Pangeran Diponegoro dalam pandangan Cakranegara ternyata tidak tahan
uji. Ia lalu menjadi congkak dan takabur. Karena itu ia lalu melancarkan
peperangan sebelum memahami betul kapan saat peperangan harus dimulai dan
sebagainya. Karena kecongkakakannya itu “wahyu” lalu dicabut dari dirinya dan
klaimnya atas status Ratu Adil menjadi kosong. Untuk mencegah sakibat buruk
dari petualangan Pangeran Diponegoro menyengsarakan rakyat itu. Cakranegara
memutuskan untuk melawannya dan membantu Belanda, “demi perdamaian dan
ketenteraman di Tanah Jawa”. Tokoh seperti itu tentu lebih tepat dilambangkan
dengan Prabu Suyudana, menurut Kichung Kebo.
Babad
Kraton Surakarta, lebih lunak perlakuannya terhadap kedudukan Pangeran
Diponegoro dalam sejarah. Ia tidak dinilai congkak dan takabur, melainkan
memiliki kepribadian yang lemah. Karenanya, ia tidak mampu mengatasi kemauan
bermacam-macam dari para pendukungnya, dan terjerumus ke dalam pemberontakan.
Dengan demikian, menurut Babad Kraton Surakarta, ia lebih tepat disimbolkan
dengan tokoh Samba dalam pewayangan. Putra Prabu Krisna itu memang dikenal
dengan kepribadian yang lemah.
Perbedaan
perlambangan antara ketiga tembang tentang diri Pangeran Diponegoro itu
menampilkan kenyataan, betapa kuatnya pengaruh simbolisme melalui tokoh-tokoh
mitologis. Dari sudut inilah patut dimengerti, mengapa buku yang di tangan pembaca ini menampilkan mantan Presiden
Soekarno sebagai penjelmaan tokoh wayang Adipati Karno, atau tokoh Basukarna,
Tokoh ini telah memberikan pengorbanan, bukan hanya raga dan harta, tetapi juga
kehormatan dan nama, dengan berpura-pura menjadi penghianat. Hal itulah yang
hakikatnya dijalani Bung Karno sebagai tokoh yang harus bercatur dengan PKI
sebelum dan sesudah peristiwa G.30.S/PKI.
Terserah
kepada pembaca untuk menilai tepat -tidaknya mendudukkan Bung Karno secara
hitoriografi pasa status Adipati Karo seperti itu. Yang jelas, upaya itu
sendiri masih mencerminkan kuatnya simbolisasi pewayangan atau pemikiran budaya
(termasuk budaya politik) orang Jawa.
3.
R. NG. RONGGOWARSITO
Beliau
adalah Pujangga Kraton Surakarta yang ahli sastra juga ahli Ilmu Tasawuf atau
dalam hal kebatinan.
Beliau
lahir pada tanggal 15 Maret 1802 M/ 10 Dzukaidah 1728 (Jawa). Belia wafat pada
tanggal 24 Desember 1873 M. Jadi, beliau telah wafat sebelum lahirnya Bung
Karno
Adapun
di antara bait-baik dari ungkapan beliau yang ada hubungannya dengan perjalanan
hidup Bung Karno serta masa pemerintahannya adalah, terangkum dalam serata
Kalatida yang dilanjutkan kemudian, dengan Srat sabda Tama.
Bunyinya,
sebagai berikut :
SERAT
KALATIDA
NYANYIAN
: SINOM
1
Mangkya darajating praja // kawuryan wus sunyaruri
// rurah pangrehing ukara // karana tanpa palupi // atilar silastuti // sujana
sarjana kelu // kalulun kalatida // tidhem tandhaning dumadi // ardayengrat
dene karoban rubeda.
Keadaan negara saat ini // sudah semakin hampa // karena telah
rusak penegakkan hukumnya // karena sudah tidak ada pedoman lagi // dan sudah
meninggalkan aturan kebenaran hidup // orang pandai dan para ahli serta sarjana
pun ikut tebawa arus // tergulung oleh kalatida yaitu jaman penuh keragu-raguan
// tanda kehidupan pun semakin mencekam // seluruh alam pun dilanda bencana.
2.
Ratune ratu utama // patihe patih linuwih // pra
nayaka tyas raharja // panekare becik-becik // parandene tan dadi // paliyasing
Kala Bendu // mandar mangkin andadra // rubeda angreribedi // beda-beda
ardaning wong sak negara.
Rajanya adalah ratu yang baik // mempunyai patih yang maha sakti
// dan semua bawahannya berhati mulia // pemuka masyarakatnya bebudi luhur //
namun demikian pun tidak bisa // menanggulangi pengaruh Jaman Kalabendu // justru semakin menjadi-jadi // goncangan
bencana dan pertikaian menjadi penghalan di mana-mana // pikiran dan pendapat
dan pertentangan antar golongan manusia terjadi di seluruh sendi negara.
3.
Katetangi tangisira // sira kang paramengkawi //
kawileting ing reh wirangi // dening upaya sandi // sumaruna anerawang //
mangimur manuhara // met pamrih melik pakolih // temah suka ing karsa tanpa
wiweka.
Meladaklah tangisan // para pujangga ilmu // karena terjerat
sesuatu tindakan yang memalukan // oleh usaha rahasia penuh tipuan // dengan
ditutup dengan janji penuh harapan // dan menghibur dengan rayuan yang lembut
meyakinkan // namun penuh tipu daya hanya agar tercapai tujuan// sehingga yang
terkena rayuan pun terpana hatinya hingga hilanglah kewaspadaan.
4.
Dasar karoban pawarta // babartan ujar lamis
//panudya dadya pangarsa // wekasan malah kawuri // yen pinikir sayekti //
mundhak apa aneng ngayun // andhedher kaluputan // siniraman banyu kali //
lamun tuwuh dadi kekembanigng beka.
Dan banjirlah di media masa kabar berita // kabar bohong dengan
mengabarkan // akan diangkat sebagai pemuka negara // namun akhirnya di
khianati dan ditinggalkan // jika dipikir dan direnungi // untuk apalah menjadi
pemimpin bangsa // hanya menanam kejahatan semata // yang di banjiri dengan air
sungai yang meluap menenggelamkan Kota-kota // dan jika pun tumbuh maka akan
membuahkan segala macam petaka.
5,
Ujaring panitisastra // awewarah asung peling //
ing jaman keneng musibat // wong ambeg jatmika, kontit // mengkono yen niteni
// pedah apa amituhu // pawarta lolawara // mundhak angreranta ati // angurbaya
angiket cariteng kuna.
Itu semua telah tertulis di dalam buku sastra Jawa // semuanya telah
memberi nasihat dan peringatan // tentang adanya jaman yang penuh bencana dan
musibah // orang yang berbudi baik justru tidak terpakai // itulah tanda jaman
bagi siapa saja yang bisa membaca isyaratnya // untuk apa hanya meyakini //
kabar yang terbawa angin yang mengabarkan kabar burung belaka // itu hanya
membuat gelapnya hati // justru yang lebih baik adalah mengumpulkan cerita yang
berisi petuah yang bersumber dari karya sastra para pujangga leluhur Jawa.
6.
Keni kinarya darsana // panglimbang ala lan becik
// sayekti akeh kewala // lelakon kang dadi tamsil // masalahing ngaurip //
wahananira tinemu // temahan anarima // mupus pepesthening takdir //
puluh-puluh anglakoni kaelokan.
Itu bisa dijadikan pedoman pelajaran // untuk perbandingan
antara hal yang baik dan yang buruk // Sesungguhnya amatlah banyak //
kisah-kisah masa lalu yang bisa dijakan contoh // tentang segala permasalahan
dalam kehidupan // yang isi kisahnya bisa memberi pengaruh untuk bisa memahami
segala permasalah kehidupan // sehingga bisa ikhlas menerima // segala kisah
hidupnya bahwa hal itu telah menjadi ketentuan takdir Tuhan // dalam setiap
kisah kehidupan diri yang penuh dengan berbagai macam kejadian.
7.
Amenangi jaman edan // ewuh awya ing pambudi //
milu edan nora tahan // yen tan milu anglakoni // boya kaduman melik // kaliren
wekasanipun // ndilalah karsa Allah // begja-bejane kang lali // luwih begja
kang eling lawan waspada.
Jika telah memasuki jaman penuh kegilaan // sangat sullit
menentukan sikap dalam kehidupan // jika ikut berbuat gila itu tidak tahan //
namun jika tidak ikut berbuat gila // tidak akan kebagian harta kekayaan //
yang pada akhirnya akan kelaparan // Namun atas pertolongan Allah semata //
bahwa se untung-untungnya bagi sapa saja yang telah lupa // masih sangat
beruntung bagi siapa saja yang selalu ingat kepada-Nya dan selalu berbuat
dengan penuh waspada.
8.
Semono iku bebasan // padu-padune kepengin //
enggih mekaten man doblang // bener ingkang angarani // nanging sajroning batin
// sejatine nyamut-nyamut // wis tuwa arep apa.// muhung mahas ing ngasepi //
supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma.
Semua itu dikarenakan // sebenarnya hanya karena ingin //
sebenarnya demikan wahai sekalian manusia // memang benarlah yang mengira
demikian // namun jauh di dalam lubuk hati // sebenarnya masih sangat jauh dari
sempurna // sudah berumur, mau apa lagi // lebih baiknya bertafakur saja di
tempat yang sunyi // agar mendapat pengampunan Tuhan.
9.
Beda lan kang wus santosa // kinarilan ing Hyang
widhi // satiba malangneya // tan susah ngupaya kasil // saking mangunah prapti
// Pangeran paring pitulung // marga samaning titah // rupa sabarang pakolih //
parandene maksih taberi ichtiar.
Namun sangat jauh berbeda bagi yang telah sempurna ilmunya //
maka akan mendapatkan rakhmat dan kemurahan Tuhan // sehingga Tuhan akan memberikan pertolongan-Nya // akan
mendapatkan jalan kemudahan hidup seperti manusia kebanyakan // tanpa berusaha
pun akan dicukupi segala kebutuhan hidupnya // namun demikian masih tetap
berusaha mencari penghidupan.
10.
Sakadar linakonan // mung tumindak mara ati //
angger tan dadi prakara // karana wirayat muni // ikhtiar iku yekti //
pamilihing reh rahayu // sinambi budidaya // kanthi awas lawan eling // kang
kaesthi antuka parmaning Suksma.
Sebatas kewajaran yang menjadi kewajibannya // serta selalu
bertindak yang menyenangkan hati // yang peting tidak menimbulkan masalah //
karena cerita telah mengisahkan // behwa berikhtiar itu // hanya sebatas untuk
mencari keselamatan hidup // sambil berusaha // dengan jalan waspada dan selalu
ingat penuh kesadaran // bahwa yang menjadi tujuannya sebatas mencari ridha dan
perkenan Tuhan semata.
11.
Ya Allah ya Rasulullah // Kang sipat murah lan asih
// Mugi-mugi aparinga // pitulung ingkang martani // Ing alam awal akhir //
Dumununging gesang ulun // Mangkya sampun awredha // Ing wekasasan kadi pundi
// Mula mugi wontena pitulung Tuwan.
Wahai Allah Wahai Rasulullah // Yang Maha Pemurah dan Pengasih
// Hamba memohon // pertolongan dalam segalanya // untuk keselamatan hidup di
dunia dan akhirat // semoga terlimpah dalam hidup hamba // karena hamba telah
berumur tua // kemana lagi yang akan hamba tuju // semoga Engkau wahai Tuhan
mengabulkan atas permohonan hamba.
12.
Sageda sabar santosa // Mati sajroning ngaurip //
kalis ing reh aruhara // murka angkara sumingkir // tarlen meleng malat sih //
sanityaseng tyas mamatuh // badharing sapudhendha // antuk mayar sawetawis //
barRONGG angGA saWARga meSI marTAya.
Agar hamba termasuk golongan orang yang sabar dan selalu bisa //
menjalani mati di dalam hidup hamba // dan semoga selalu terhindar dari segala
malapeta // dan semoga segala angkara murka menjauh dari hidup hamba //
ijinkanlah hamba hanya memohon kasih sayang-Mu semata // dan semoga kesucian
hatiku selalu Engkau beri kemampuan untuk patuh // dan semoga Engkau mengampuni
segala Dosa dan kesalahan hamba // dan semoga Engkau beri kemudahan dalam
segala urusan hamba // Hamba berserah diri atas jiwa dan Raga hamba.
SERAT Sabda tama
YANYIAN
: GAMBUH
1
Rasaning tyas kayungyun // angayomi lukitaning
kalbu // gambir wana kalawan hening ing ati // kabekta kudu pitutur //
Sumingkiring reh tyas mirong.
Perasaan hati sangat menginginkan // menuruti cetusan hati yang
besih // dengan gembira dan beningnya hati // dikarenakan dorongan untuk
memberi nasihat // untuk menghilangkan kekuasaan batin yang sesat.
2.
Den samya amituhu // ing sajroning Jaman Kala Bendu
// yogya samya nyenyuda hardaning ati // kang anuntun mring pakewuh// Uwohing
panggawe awon.
Agar semua mematuhinya // bahwa di dalam jaman Kalabendu // agar
bisa lah menggurangi dorongan keinginan hati // yang mengajak kepada kesulitan
hidup // yang dikarenakan buah dari perbuatan jahat.
3.
Ngajapi tyas rahayu // ngayomana sasameng tumuwuh
// wahanane ngendhakke angkara klindih // ngendhangken pakarti dudu // dinulu
tibeng doh.
Patuhilah ajakan hati yang baik // agar selalu menjadi pengayom
sesama hidup // sehingga pengaruhnya terhadap diri akan bisa mengalahkan
angkara murka // serta bisa menghilangkan perbuatan yang tidak baik //sehingga
jika dilihat maka sifat jahatnya akan terbuang menjauh.
4.
Beda kang ngaji pumpung // Nir waspada rubedane
tutut // kakinthilan manggon atut wuri // tyas riwut-riwut dahuru // korup
sinerung agoroh.
Sangat jauh bedanya bagi yang mepunyai sifat mumpung ada
kesempatan // sehingga lupa pada kewaspadaan maka masalah hidup pun akan
mendatanginya // dan mengikuti serta selalu berada di belakangnya // sehingga
hatinya menjadi ruwet penuh masalah // karena terbawa perbuatan dusta.
5.
Ilang budayanipun// tanpa bayu weyane ngalumpuk //
sak ciptane wardaya ambebayani // ubayane nora payu // kari ketaman pakewoh.
Maka hilanglah budi baiknya // sehingga hilang kekuatannya dan
masalah hidupnya mengelilinginya // segala pikirannya mengarah kepada tindakan
yang membahayakan // sehingga segala ucapannya tidak akan ada yang
mempercayainya // akhirnya akan medapatkan kesusahan hidup.
6.
Rong asta wus katekuk //kari ura-ura kang pakantuk
// Dhandhanggula lagu palaran sayekti // ngleluri para leluhur // Abot ing sih swami karo.
Kedua tangannya terlipat // sehingga kembali hanya bisa
mempercayai tembang nyanyian jawa //
Dhandhanggula lagu jenis Palaran hanya
itu saja // kembali kepada hasil karya para leluhur di masa lalu // yang berisi
nasihat untuk menghilangkan beratnya hidup yang rasanya bagaikan dimadu saja.
7.
Galak Gangsuling tembung // Ki pujangga
panggupitanipun // Rangu-rangu pamanguning reh harjanti // tinanggap prana
tumambuh // katenta nawung prihatos.
Tajam dan lembutnya kata // yang dirangkai oleh Ki Pujangga yang
selalu merasa// ragu-ragu dalam merangkai dan mencari kata-kata yang tepat agar
bermanfaat // karena merasa khawatir salah tafsir bagi yang membacanya //
sehingga menjadi sedih hatinya.
8.
Wartine para jamhur // pamawasing warsita datan wus
// wahanane apan owah angowahi // yeku
sansaya pakewuh // ewuh aya kang linakon.
Yang dikuatirkan para
ahli ilmu // para pembaca dalam menelaah isi yang disampaikan itu tidak bisa
memahaminya // sehingga makna yang diharapkan menjadi terbalik dari isi yang
dimaksudkan // hal demikian semakin sulitlah // sehingga bingung apa yang harus
dilakukannya.
9.
Sidining kala bendu // saya ndadra hardaning
limpating budi // lamun durung mangsanipun // malah sumuke angradon.
Karena dalam cerita sejak jaman dahulu // sudah ada cerita
bergeloranya cetusan budi angkara // jika belum masanya // justru panasnya
semakin membakar.
10.
Ing antara sapangu // pangungaking kahanan wus
mirud // morat-marit panguripaning sesami // sirna katentremanipun // wong
udrasa sak-enggon-enggon.
Tidak berapa lama kemudian // keadaan kehidupan semakin tidak
karu-karuan // morat-marit jalan hidup manusia // hilanglah ketenteramannya //
Di mana-mana manusia saling bertanya mengapa terjadi hal yang demikian.
11.
Kemat isarat lebur // bubar tanpa daya kabarubuh //
paribasan tidhem tandhaning dumadi // begjane ula dahulu // cangkem silite
anyaplok.
Segala doa dan isyarat musnah // berantakan tidak ada daya dan
terkalahkan // bagaikan diamnya semua tanda kehidupan // yang beruntung adalah
yang memupnyai sifat ular berkepala dua // mulut dan buntut keduanya bisa
mematuk.
12.
Ndungkari gunung-gunung // kang geneng-geneng padha
jinugrug // parandene tan ana kang nanggulangi // wedi kalamun sinembur //
upase lir wedang umob.
Membongkar gunung-gunung // dan lembah pun dihancurkannya //
yang demikian pun tidak ada yang menghalanginya // takut jika di semprot //
oleh bisa yang bagaikan air mendidih.
13.
Kalonganing kaluwung // prabanira kuning abang biru
// sumurupa iku mung soroting warih // wewarahe para rasul // dudu jatining
Hyang Manon.
Lengkungan pelangi // yang pengaruh cahayanya berwarna kuning
merah biru // ketahuilah bahwa itu hanya pantulan air // itu yang diajarkan
oleh para Rasul // itu Bukan zat Tuhan yang sesungguhnya.
14.
Supaya pada emut // Amawasa benjang jroning tahun
// Windu kuning kono ana wewe putih // gegamane tebu wulung // arsa angrebaseng
wedhon.
Agar di ingat-ngat // kelak bila sudah menginjak tahun // Windu Kuning , di situ akan ada
mahluk halus kuning (berkulit emas) //
menggunakan senjata tebu hitam // untuk menyerang perempuan (hawa nafsu atau
setan).
15.
Rasane wus karasuk // kesuk lawan kala mangsanipun
// kawisesa kawasanira Hyang Widhi // Cahyaning wahyu tumelung // tulus tan
kena tinegor.
Sepertinya sudah sampai waktunya // masuk ke dalam masanya //
dikuasai oleh kekuasaan Tuhan // cahaya kebaikan telah memancar // lurus tidak
bisa dipatahkan.
16.
Karkating tyas katuju // jibar-jibur adus banyu
wayu // yuwanane turun tumurun tan enting // liyan praja samya sayuk //
keringan saenggon-enggon.
Cetusan hati tertuju // mengguyur dengan derasnya bagaikan mandi
di air yang dingin // selamat melimpah ruah sampai anak cucu pun tidak akan
habis // negara lain pun menghormatinya // sehingga menghormati stiap waktunya.
17.
Tatune kabeh tuntum // lelarane waluya sadarum //
tyas prihatin ginantun suka mrepeki // wong ngantuk anemu kethuk // isine dinar
sabokor.
Semua luka penderitaan hidup hilang // segala penyakit sembuh
semuanya // keruwetan pikiran berganti bahagia yang mendatanginya // orang yang
mengantuk menemukan kethuk (gong alat musik jawa kecil) // yang berisi emas
sebesar bokor.
18.
Amung padha tinumpuk // nora ana rusuh colong jupuk
// raja kaya cinancang aneng njawi // tan ana nganggo tinunggu // parandene tan
cinolong.
Itu pun hanya ditaruh bergitu saja // tidak ada kejahatan dan
pencuri // hewan piaraan di ikat di luaran // tidak usah ditunguinya // hal
demikian pun tidak ada yang mencurinya.
19.
Duraning durta katut // anglakoni ing panggawe
runtut // tyase katrem kayoman hayuning budi // budyarja marjeyeng limut //
amawas pangesthi awon.
Para penjahat terbawa // berbuat pada perbuatan kebaikan //
hatinya tenteram terpengaruh budi pekerti yang baik // budi pekerti yang baik
menghancurkan kejahatan sampai tuntas // dan selalu mengawasi pikiran jahat.
20.
Ninggal pakarti dudu // pradapaning parentah ginugu
// mring pakaryan saregep tetep nastiti // ngisor nduwur tyase jumbuh // tan
ana wahon winahon.
Meninggalkan perbuatan jahat // dan mematuhi peraturan hukum
negaranya // terhadap segala pekerjaan semangat, dan patuh dan teliti // hati
dan pikirannya serta perbuatannya selaras // pun tidak ada bantah membantah.
21.
Ngratani sapraja agung // keh sarjana sujana ing
kewuh // nora kewran mring caraka agal alit // pulih duk jaman rumuhun // tyase
teguh tanggon.
Merata di seluruh negri // banyak sekali sarjana dan manusia
yang ahli // tidak kesulitan memahami isi tulisan baik yang tersirat maupun
yang tersurat // kembali seperti pada jaman dahulu // pikirannya kuat dan
teruji.
4.
LAHIRNYA BASUKARNO IDENTIK DENGAN LAHIRNYA KEMERDEKAAN R.I.
Tentang
kisah Basukarno dalam kisah pewayangan, apabila kita amati sepintas lalu atau
sekedarnya saja, maka kita akan mendapatkan hal-hal yang menjurus ke arah
kejanggalan atas kejadian demi kejadian yang tidak bisa diterima dengan nalar
yang benar.
Ibu
Kunthi Nalibrata Ibu Basukarna, oleh sang penggubah diceritakan, bahwa hamilnya
Ibu Kunthi bukan sebagai hasil berkumpulnya dia dengan suaminya Pandhu Denata,
tetapi akibat dari mantra Bathara Surya. Hal ini apabila ditinjau dengan
disiplin ilmu, pada umumnya tidaklah bisa diterima, begitu pula tentang
kelahiran sang bayi, yang keluar melalui telinganya.
Tetapi,
apabila kita mau menaydari sebelumnya, bahwa bahasa wayang itu merupakan bahasa
isyarat, lambang, kiasan, bahkan bagi para ahli wayang yang sudah mampu melihat
wayang dari beberapa dimensi, maka sebagian besar cerita pewayangan itu
disampaikan dengan bahasa haqiqat, sehingga apabila kita ingin mengetahui makna
yang sebenarnya, kita dituntut untuk menta’birkan terlebih dahulu sebagaimana
kita menta’birkan mimpi, Imam Al Ghazali di dalam buku Misykat halaman 66,
bahwa mimpi itu merupakan bahasa haqiqat, isyarat yang masih memerlukan ta’bir,
dalam hal ini beliau menyatakan : Tidakkah ada lihat betapa matahari dalam
mimpi ditafsirkan sebagai raja. Hal ini
disebabkan adanya kemiripan dan persekutuan dalam suatu makna sepiritual
yakni kekuasaan atau kedudukan tinggi atas orang banyak, yang diiringi dengan
melimpahnya pengaruh dan cahaya cahaya atas mereka semua.
Adapun
bulan dalam mimpi ditafasirkan sebagai wazir (menteri) karena matahari pada
saat –saat ketidak hadirannya melimpahkan cahayanya atas dunia dengan
perantaraan bulan, Seperti halnya raja melimpahkan pengaruh kekuasaannya dengan
perantara sang wazir kepada siapa saja yang jauh dari raja.
Demikian
pula orang yang melihat dalam mimpinya seakan ia mengenakan cincin di jarinya,
untuk menyegel mulut para pria dan kemaluan para wanita, hal itu ditafsirkan
bahwa ia mengumandangkan Adzan di bulan Ramadhan sebelum masuknya waktu subuh.
Ada pun orang yang melihat daam mimpinya seakan ia menuangkan minyak ke dalam
minyak zaitun, maka hal itu ditafsirkan bahwa ia memiliki seorang hamba sahaya
perempuan yang sebenarnya adalah ibunya sendiri, padahal ia tidak menyadari.
Demikianlah
tidak mungkin aku dapat membicarakan semua bab dalam ilmu ta’bir untuk
menyebutkan misal-misal sejenis itu, tidak mungkin aku akan menyibukkan diriku
terus menerus dengan menghitung-hitungnya. Demikianlah kata Al-Ghazali (tokoh Tasawuf dalam Islam).
Di
dalam Kitab Suci Al-Qur’an, Allah pu mengajar ilmu ta’bir mimpi kepada
hambanya, Nabi Yusuf, sehingga dalam ilmu tersebut telah membimbing Yusuf untuk
mampu memberikan ta’bir yang sebenarnya tentang mimpi rajanya, yang selanjutnya
menjadi sebab diangkatnya ia sebagai meneri, bahkan menggantikn kedudukan
sebagai raja.
Selanjutnya,
tentang kisah kelahiran Basukarna, menurut hemat penulis hal tersebut merupakan
hasil penglihatan batin penggubahnya yang jauh ke masa yang akan datang tentang
lahirnya sebuah kerajaan besar di wawasan Nusantara, karena apabila kita kupas
tahapan demi tahapan dari kisah tersebut, sangatlah identik dengan kelahiran
Negara kita.
Untuk itu, marilah kita kupas satu demi satu
sebagai berikut : Kelhairan, mempunyai arti kemerdekaan, karena lahirnya bayi
adalah akibat adanya bibit kehidupan denga
proses penuh keterbatasan dan belenggu semasa dalam kandungan. Hl ini
mempunyai arti kemiripan dengan lahirnya
Republik Indonesia dari belenggu penjajahan, dimana proses kelahiran tersebut
ada kaitannya dengan masa pendudukan bala tentara Dai Nippon di bawah kekuasaan
Kaisar Hirohito. Jadi kelahiran adalah kelanjutan dari proses kehamilan. Begitu
pula sebaliknya, tanpa adanya kehamilan tidaklah akan ada kelahiran, dan
sebagai kelanjutannya masa kehamilan atas bayi Basukarna adalah identik dengan
masa pendudukan Jepang, karena bagaimana pun pahitnya janin pada masa di dalam
kandungan di mana mulutnya belum berfungsi, belum bisa merasakan enaknya atau
lezatnya makanan dan minuman, bahkan lebih dari itu, si janin tertimpa rasa
sakit akibat benturan atau gerak Ibu yagn tidak mapan serta suasana serba
terbatas yang tidak memungkinkan bagi si janin untuk bergerak dengan leluasa.
Bagaimana
pun juga, pendudukan Jepang telah mendewasakan kita untuk mempunyai tekad
merdeka, secara fisik digemblengnya bangsa Indonesia tentang kemiliteran dan
diperkenalkannya dengan persenjataan modern pada waktu itu mempunyai arti yang
sangat penting. Yag demikian itu, telah diungkapkan Bung Karno di hadapan Bung
Hatta dan Bung Syahrir, sebagai berikut : “Inilah
kesempatan yang kita tunggu-tunggu.” Kata Bung Karno bersemangat, “Saya yakin
akan hal ini, pendudukan Jepang adalah kesempatan yang besar dan bagus sekali
untuk mendidik dan mempersiapkan rakyat kita. Semua pegawai Belanda masuk kamp
tawanan. Sebaliknya, jumlah orang Jepang tidak akan mencukupi untuk melancarkan
roda pemerintahan di seluruh kepulauan kita. Tentu mereka sangta memerlukan
tenaga kita. Indonesia segera akan melihat, bahwa majikannya tdak akan berhasil
dengan baik tanpa bantuan kita.” Sambil berjalan hilir mudik Bung Karno
melanjutkan, “Akan tetapi, rakyat kita harus menderita lebih dahulu, karena
hanya dengan penderitaan lah, rakyat kita dapat bangkit. Rakyat kita adalah
bangsa yang suka dami, mau senang dan mengalah dan pemaaf. Sungguh pun, rakyat
kita hampir mencapai jumlah tujuh puluh juta dan hanya diperintah oleh 500.000
orang, akan tetapi darah rakyat tidak pernah bergolak sedemikian panas sehingga
sanggup bertempur melawan Belanda. Belanda menenteramkan penguasanya dengan
memberikan kebaikan-kebaikan palsu, jepang tidak.”
Kita tahu, Jepng
tidak segan-segan memenggal kepala orang dengan sekali ayunan pedangnya. Kita
tahu muslihat mereka, memaksa si korban
meminum beliter-liter air, dan kemudian melomat ke atas perutnya. Kita sudah
mengenal jeritan yang keluar dari markas Kenpetai di tengah malam. Kita
mendengar prajurit-prajurit Kenpetai dengan senjata dalam keadaan mabuk-mabukan
untuk menumpulkan perasaannya. Orang Jepang memang keras. Kejam. Cepat
melakukan tindakan kurang ajar. Dan ini akan membuka mata rakyat untuk
mengadakan perlawanan.”
“Mereka juga akan
memberikan pada kita kepercayaan terhadap diri sendiri.” Hatta menguraikan,
“Bangsa Asia, tidak lagi lebih rendah dari orang Barat. Kondisi-kondisi inilah
yang akan menciptakan suatu kebulatan tekad. Kalau rakyat kita betul-betul
digencet, maka akan datanglah revolusi mental. Setelah itu, revolusi fisik.”
Bung Karno menyahut. (Sukarno, Cindi Adams).
Pendudukan
Jepang memang masa-masa yang sangat pahit penuh derita, tetapi juga tidak bisa
dipungkiri bahwa di balik kepahitan tersebut telah mendewasakan jiwa
patriot-atriot Indonesaia dan terus berkembang dengans segala perlengkapannya,
seirama dengan perkembangannya segumpal daging di dalam kandungan seorang ibu
yang terus membesar, dan pada saatnya akan lahir menjadi bayi. Inilah makna
kehamilan Kunthi Nalibrata Ibunda Basukarna.
Di
atas tadi telah kita utarakan, bahwa adanya kelahiran tidak bisa dipisahkan
dengan adanya kehamilan. Begitu pula selanjutnya adanya kehamilan juga tidak
bisa dipisahkan dengan proses sebelumnya yaitu berkumpulnya suami istri yang
mempertemukan dua sel telur yang berbeda jenisnya yang selanutnya menjadi
segumal daging
Di
dalam cerita pewayangan, “Lahirnya Basukarna” di situ dikisahkan bahwa hamilnya
Kunthi Nalibrata, bukan akibat ber kumpulnya dia dengan suaminya
Pandhudewananata, melainkan akibat kuatnya pengruh mantra Bathara Surya.
Sedangkan arti mantra bagi orang Jawa adalah kata-kata yang sakral lagi bertuah
atau mempunyai daya magik yang tinggi. Yang sedemikian itu sangat identik
dengan janji-janji tentara pendudukan Jepang yang sangat memukau para pejuang
Indonesia. Selanutnya melalui janji-janji itulah terjalin kersajama yang erat
dengan saling mempercayai.
Di
antara janji-janji tentara pendudukan Jepang adalah bagaimana yang disampaikan
Jenderal Imamura (panglima Ekspedisi) kepada Bung Karno sepulangnya dari
Padang, dengan pembicaraan di antara keduanya sebagai berikut : “Saya memanggil Tuan ke Jawa dengan maksud yang baik. Tuan tidak
akan dipaksakan bekerja bertentangan dengan kemuan Tuna. Hasil pembicaraan
kita, apakah Tuan bersedia bekerja sama dengan kami atau tetap sebagai penonton
saja, sama sekali tergantung kepada Tuan sendiri,”
Menjawablah
Bung Karno : “Boleh saya bertanya, apakah rencana Dai Nippon Teikoku untuk
Indonesia?”
Menjawab
Imamura, “Saya hanya Panglima Tertinggi dari tentara Ekspedisi. Tenno Heika
sendirilah yang berhak menentukan, apakah Negeri Tuan akan diberi otonomi dalam
arti yang luas di bawah lindungan pemerintahnya. Atau kah akan memperoleh
kemerdekan sebagai negara bagian dalam suatu federasi dengan Dai Nippon. Ata
pun menjadi negara meredeka dan berdaulat penuh, saya tidak dapat memberikan
janji yang tepat tentang bentuk kemerdekaan yang akan diberikan kepada negeri
Tuan. Keputusan yang demikian itu tidak dapat diambil sebelum peperangan ini
selesai. Sungguh pun demikian, kami dapat memahami cita-cita dan syarat-syarat
Tuan, dan ini sejalan dengan cita-cita kami.”
Kalimat
Bung Karno selanjutnya adalah, “Terima kasih Jendral. Terima kasih, karena
Tuna-lah orang yang mendepak Belanda yang terkutuk itu keluar. Saya mencobanya
bertahun-tahun. Negeri saya mencoba selama berabad-abad. Akan tetapi
Imamura-lah orang yang berhasil.” (Sukarno, Cindi Adams).
Sebagai
hasil dari pertemuan Bung Karno dengan Jendral Imamura yang pertama ini, maka
keluarlah gagasan Bung Karno sebagaimana yang dinyatakan kepada Bung Hatta
sebagai berikut : “Kalau dilihat dari konsesi yang diberikan kepadaku di bidang
politik, maka kekuasaan berada di tanganku. Sang Jenderal adalah seorang
pemimpin militer. Ia mengetahui tentang senjata. Aku seorang pemimpin Politik.
Aku mengetahui tentang pembinaan bangsa. Di dalam tanganku ia seorang bayi.”
Lalu Bung Karno menggariskan rencanya kepada Bung Hatta malam itu juga.”
“Dengan biaya Pemerintah Jepang akan kita didik rakyat kita sebagai
penyelenggara pemerintahan. Mereka akan di didik untuk memberi perintah, tidak
hanya menerima perintah. Rakyat dipersiapkan menjadi kepala-kepala dan
administrator-adminsitrator. Mereka di didik untuk memegang roda pemerintahan
guna suatu hari yang akan datang, pada waktu mana, kita mengambil alih
kekuasaan dan menyatakan kemerdekaan. Kalau tidak begitu, bagaimana mungkin
kita melengkapkan susunan pemerintahan tanpa personil?”
Tanpa
menunggu jawaban atas keterangan itu, Bung Karno melanjutkan, Dulu, tiap kepala
adalah orang Belanda ........... di mana-mana Belanda ..............
Belanda .... pendeknya setiap satu
jabatan diduduki si Belanda Buruk! Dan rakyat cukup jadi pengantar surat saja
atau pesuruh” Bung Hatta menambahkan, “Selalu dalam kedudukan menghambakan
diri, selalu patuh.”
Sekarang
rakyat yang kurus kering, diinjak-injak lagi, bebal ini, akan menjadi
pejabat-pejabat dalam pemerintahan. Mereka, akan belajar membuat keputusan,
mereka, akan mempelajari bagaimana melancarkan tugas, mereka, akan mempelajari
bagaimana memberikan tugas. Saya sudah menanamkan bibitnya dan Jepang akan
memupuknya. Janji-janji yang sedemikian, itulah yang diunngkapkan oleh
penggubah cerita sebagai mantera yang berkembang menjadi segumpal daging. Ada
pun Surya, berarti matahari yang menurut bahasa haqiqatnya adalah kekuasaan.
Jadi Bathara Surya, berarti yang berkuasa (Kaisar, raja dan lain-lain). Dan
kebetulan pula, yang berkuasa pada waktu itu, adalah Kaisar Jepang; yang mana
dia menggunakan lambang matahari untuk simbol bendera pusaka negaranya. (Kaisar
Hirohito, juga dikenal sebagai keturunan Dewa Matahari).
Sang
bayi lahir melalui karna (telinga, bahasa Jawa). Namun, karna juga mempunyai
arti bukalah. Ini mempunyai arti adanya kejadian yang tidak wajar atau adanya
situasi yang darurat, yaitu di mana kekaisaran Jepang yang telah memberi janji
kemerdekaan kepada rakyat Indonesia pada kenyataannya malah kalah perang,
sehingga tidak bisa memenuhi janjinya kepada rakyat Indonesia secara mulus,
Atau dalam keadaan aman dengan tidak adanya gangguan. Oleh karena itulah sang
penggubah tidak lagi menggunakan jalan yang wajar sebagai jalan keluarnya sang
bayi dari rahim ibunya, dalam hal ini adalah Vagina. Tetapi, bathara Surya,
juga teteap ingin menunjukkan tanggung jawabnya dengan mengeluarkan bayi
melalui karna (telinga). Ini melambangkan, walau Jepang mengalami kalah perang,
dalam keadaan darurat, Jepang masih ingin menunjukkan jiw satrianya untuk
bertanggung jawab terhadap janji yang pernah disampaikan kepada rakyat
Indonesia, yaitu janji kemerdekaan.
Adapun
arti Karna yang kedua adalah “Bukalah”. Ini mempunyai arti, dalam keadaan
darurat, rakyat Indonesia haruslah melahirkan kemerdekan itu sendiri
(Proklamasi).
Sebagai
bahan renungan atas peristiwa menjelang kemerdekaan bangsa Indonesia ini,
penulis sampaikan tentang tanggapan Prof. Ben Anderson di dalam buku “Gelora
Api Revolusi” yang disunting oleh Colin Wild dan Peter Gary yang rasanya
merupakan tanggapan yang obyektif, sebagai berikut ini :
Si
Jakarta, cepatnya Tokyo menyerah, merupakan suatu peristiwa yang sangat
menggoncangkan bagi para perwira Jepang. Seperti di katakan oleh salah seorang
di antara mereka kemudian, tak obah perasaannya seperti seorang penumpang
kereta api cepat yang dengan tiba-tiba di rem mati. Akan tetapi
keputusan-keputusan harus diambil mengenai bagaimana menaggapi perintah
Mountbatten (Jendral Sekutu). Bagi para Perwira yang langsung bertanggung jawab
atas pemerintahan, tampaknya adalah bijaksana untuk menurut dengan patuh. Nyawa
mereka sendiri, dan masa depan Kaisar serta negara mereka, tampaknya jati
taruhan. Akan tetapi yang lain-lain, dalam kedudukan yang kurang diketahui oleh
umu, dan yang bersimmpati dengan aspirasi nasional rakyat Indonesia, merasa
bahwa Jepang akan kehilangan kehormatannya untuk selama-lamanya, apabila
kemerdekaan yang telah didjanjikannya kepada Indonesia, kini dibatalkan dengan
begitu saja. Yang terpenting perananannya di antara mereka adalah Laksaamana
Madya Maeda yang cerdas dan berpikiran liberal yagn sebagai Kepala Kantor
Penghubung Angkatan Laut Jepang di Jakarta, mempunyai kontak tidak resmi yang
luas di kalangan kaum Nasionalis Indonesia.
....
Beberapa jam kemudian, Sukarno dan Hatta dibangunkan dari tidurnya, didorong
masuk ke mobil yang sudah menunggu, dibawa ke Rangesdengklok, di Timur Laut
Jakarta. Para pemuda penculik itu, kembali memaksa Sukarno – Hatta untuk
memproklamirkan kemerdekaan, Akan tetapi, mereka kembali menolak. Sementara
itu, Kenpetai (Polisi Militer Jepang) yagn sangat ditakuti itu telah mulai
melakukan pencaran terhadap kedua pemimpin yang hialng itu.
Pada
saat inilah, di pagi hari tanggal 16 Agustus, Laksama Maeda melakukan campur
tangan yang menetukan, dengan menggunakan kontak-kontak pribadinya, ia berhasil
mencapai kelompok di Rengasdengklok dan berunding tentang pengembalian Sukarno
dan Hatta dengan menjajikan suatu pernyataan kemerdekaan yang sungguh-sungguh
dan menjamin keselamatan para penculik itu. Dengan mengemukakan kemungkinan
pecah keributan yang ganas apabila mereka tidak bersikap luwes, Maeda berhasil
membujuk para penguasa militer Jepang untuk memeperbolehkan adanya suatu
pernyataaan kemerdekaan, dengan syarat bahwa bunyi kata-katanya harus dapat
diatur sedemikian rupa sehingga tdak terang-terangan menetang perintah
Mountbetten. Susunan bahasanya yang terakhir, yang dikerjakan di rumah Maeda
malam itu, adalah sebagai berikut :
“Kami bangsa
Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai
pemindahan kekuasaan dan lain-lain, akan diselenggarakan dengan cara seksama
dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.”
Bagi para Penguasa Jepang, yang bertanggung jawab, anjuran yang terkadung dalam
kata-kata singkat yang tidak dramatis ini ialah : Teruskan tapi jangan
menyebutkan penyerahan kedaulatan dan jangan ada huru hara! (Gelora Api
Revolusi hal.100).
Adapun lambang persaudaraan antara Bung Karno sebagai wakil
rakyat Indonesia dan Tenno Heika, Kaisar Jepang adalah terlihat tatkala Bung
Karno dan Bung Hatta diundang mengunjungi Tokyo. Bung Karno menceritakan
sebagai berikut :
Di Bulan Nopember Hatta dan aku diundang mengunjungi Tokyo
untk menyampaikan terima kasih kepada Tenno Heika atas kemurahan hatinya.
Kawan-kawan gelisah mendengar berita ini. Bung Karno, mereka berbisik
sungguh-sungguh. Kami mendengar kisah-kisah yang menakutkan mengenai perbuatan
Jepang terhadap para pemimpin dari negeri lain yang menghadap Kaisar dan entah
bagaimana caranya para pemimpin ini kemudian tidak kembali.
“Apa yang terjadi?” tanyaku.
“Entahlah, akan tetapi, kata orang merka dijatuhkan dari
pesawat terbang.”
Dengan kisah selamat jalan yang menyenangkan ini dalam
pikiran kami, maka Hatta dan aku pun
berangkatlah.
Para pembesar tinggi pemerintah menyambut kedatangan kami di
lapangan terbang dan mereka berusaha keras untuk menyenangkan hati kami.
Menteri daerah seberang membawa kami melihat-lihat pemandangan di Tokyo. Yang
lain lagi mengadakan jamuan dengan 15 macam makanan untuk kehormatan kami. Kami
dibawa melihat pameran chrysant dengan kembangnya yang paling besar. Kami
diberi kesempatan untuk berkeliling di daerah pedalam, untuk menyaksikan betapa
rajinnya warga negara Jepang, dan untuk menyaksikan bahwa setiap jengkal tanah
yang ditumbuhi tanaman makanan. Perdana Menteri Tokyo mengadakan resepsi di
rumahnya. Dengan memulai makan secara Jepang yang disediakan di lantai menurut
gaya dan adat mereka, kami kemudian beralih ke ruangan yang dilengkapi gaya
barat dengan makanan barat pula, diikuti oleh gadis-gadis penari dan hiburan.
Selama tujuhbelas hari itu mereka memperlakukan kamis ecara berkelebihan.
.... Pada waktu kami diterima oleh Kaisar, maka persoalannya
menjadi lain (jelas). Selama tiga hari protokol mengkursus kami bagaimana harus
bersikap di waktu menghadap. Sekian langkah maju, lalu rukuk. Sekina langkah
lagi maju, rukuk lagi, maju rukuk lagi. Dengan memakai celana bergaris-garis
dan jas hitam, khusus dibuatkan untuk audensi ini, kami melatih cara
menunjukkan kesetiaan kami di muka kaca. Ketika ajudan mengiringkan kami dari
ruangan depan ke ruangan mahkota dari istana kaisar, Hatta dan aku memperbaiki
jas kami, menarik napas panjan sesaat dan ......... kami masuk. Aku hendak
merukukkan badan ketika Kaisar mengulurkan tangannya menjabat tanganku.
Semua aorang kaget. Kemudian setelah upcara selesai, para
pembesar yang terpesona melihat kejadian itu menyeletuk, “Ini adalah kejadian
yang luar biasa. Tenno Heika tidak pernah berbuat demikian, kecuali bagi
orang-orang besar luar negeri. Tidak pernah terjadi sebelum ini bahwa tangan
yang maha suci ini menyentuh tangan yang rendah. Apakah artinya ini?
Setiap orang mulai menafsirkan peristiwa ini dan berteka-teki
mencoba menangkap makna sesungguhnya dari kejadian yang membikin goncang dunia.
Di Jakarta, Shumitsu dari Sendenbu menafsirkan, “Keterangannya
hanya satu, Tenno Heika berbuat ini sebagai seorang kawan. Ini tanda yang baik
dan menunjukkan bahwa Tuan, tidak lama lagi akan merdeka.”
Kalau diingat, bahwa dia tidak mengumumkan suatu tanggal yang
pasti sebagai hari kemerdekaan kami, bagaimana tuan bisa ssampai pada
kesimpulan ini?
Jika Tenno Heika menganggap tuan sebagai orang yang terjajah,
tuan menjadi seorang abdi. Tentu dia tidak akan menjabat tangan tuan, menyentuh
Tuan berarti bahwa dia menerima Tuan pada tingkatan politik yang tinggi.
Selanjutnya, Tenno Heika menganugerahi Tuan medali bukan? Ya, yang tergantung
di leher saya. Ini adalah bintang tertinggi yang dapat diberikan kepada Tuan
yang melambangkan pemberian restu secara pribadi.”
Apa yang disampaikan Bung Karno itu, merupakan kenyataan dari
kembang kasih sayang yang oleh sang penggubah dimisalkan dengan ikatan kasih
sayang antara Bapak, Ibu dan Anak.
5. BASUKARNO TERDAMPAR DI ASTINA
Pada bab yang lalu, telah diuraikan bahwa kelahiran Basukarno
adalah identik dengan kelahiran kemerdekaan Republik Indonesia, dan telah kita
ketahui bersma, bahwa pusat komando dari berjuta-juta rakyat Indonesia pada
waktu itu adalah Sukarno. Maka dengan dmeikian, sangatlah logis apabila Sukarno
selaku sang Komando dilambangkan oleh sang penggubah dengan tokoh Sukarno atau
Basukarno. Dimana hal ini juga, akan memudhkan kita di dalam memahami alur
cerita selanjutnya.
Kembali kepada permsalahan terdamparnya Basukarno di negeri
Astina, hal tersebut sampai terjadi oleh karena adanya beberapa sebab, yaitu
yang prinsip adalah timbulnya rasa malu, sedang yang lain adalah dihanyutkannya
Basukarno ke dalam sungai sebagai akibat wujud dari rasa malu itu sendiri.
Timbulnya Rasa Malu
Tatkala Ibu Kunthi Talibroto yan dalam hal ini mempunyai arti
kemiripan dengan Ibu Pertiwi Indonesia (Wawasan Nusantara) melahirkan bayi
Basukarno melalui telinga. Sedang Ibu Kunthi dikisahkan masih dalam keadaan
perawan. Dengan keadaan yang serba aneh ini, muncullah rasa malu pada diri Ibu
Kunthi. Apabila kita merenung sejenak dan berpikir secara teliti, maka kita
akan mendapatkan dua masalah yang mempunyai arti bertentangan yaitu, keadaan
masih perawan dan lahirnya bayi. Keadan masih perawan dan lahirnya bayi, yang
sedemikian itu mempunyai arti keadaan sang Ibu yang belum siap untuk menanggung
kelahiran itu sendiri termasuk di dalamnya menanggung beban perawatan terhaap
sang bayi yan berul-betul membutuhkan persiapan mental yang matang yang
tentunya juga keadaan pisik Ibu yang sehat. Bukankah untuk merawat bati
dibutuhkan susu tambahan apabila sang ibu sakit-sakitan? Bukankah diperlukan
untuk membeli atau mencari obat apabila sang bayi ditimpa sakit? Dan, sebagainya
....... dan, sebagainya.
Jadi, ungkaapn perawan dan kelahiran dalam gubahan ini
mempunyai arti antara ketidak mampuan dan tugas. Tugas sangat berat bagi ibu
yang sakit-sakitan, dan proses kelahiran yang serba darurat, dan tuga merawat
bayi yang ditimpa bermacam-macam penyakit. Tugas yang sangat berat ini rasanya
tidak mampu bagi ibu Kunthi untuk melaksanakannya, sehingga timbullah rasa malu
sebgai konsekuensi ketidak-mampuannya di dalam memikul beban. Ungkapan yang
sedemikian ini, sangat cocok untuk menggambarkan situasi menjelang lahirnya
kemerdekaan Republik Indoneia.
Bagaimana tidak cocok? Bukankah Ibu Pertiwi telah lama
dikoyak-koyak oleh Kolonial Belanda selama tiga setengah abad. Dengan senegaja
rakyat diperbodoh, dijadikan sebagai bangsa pesuruh yang dihinakan. Kekayaan
alamnya diangkut, sebagian didbawa ke negaranya dan sebagian lagi di jula ke
negara lain. Rakyat dipekerjakan dengan kerja paksa. Yang menetang secepat
mungkin ditangkap, diasingkan ke daerah
yang terpencil sebagai sarangnya apenyakit malaria. Pendek akta, Belanda
dengan sengaja ingin menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa budak, bangsa
menghamba yang patuh.
Begitu pula tentang kedatangan bala tentara Dai Nippon di
samping juga ada baiknya, juga telah menguras habis-habisan semua yang ada dari
kekayaan yang ada di wilayah Indonesia, untuk membiayai perangnya melawan
sekutu. Keadaan yang demikian inilah, kemudian oleh sang penggubah digambarkan
sebagai seorang Ibu yang kurus kering, yagn berada di tengah hutan yang
terkenal angker banyak dedemitnya.
Bayi Basukarno dengan ibu yang penuh derita, serta lingkungan
yang gawat dengan ancaman yagn mematikan dari banyak jurusan, ini melambangkan
keadaan Republik Indonesia setelah diproklamirkan kemerdekaannya, yang
keadaannya sebagai berikut :
Keadaan Dalam
Negeri :
Telah kita ketahui bahwa, peraltan perang yang dimiliki
bangsa Indonesia, pada awal kemerdekaan, adalah warisan dari sebagian peralatan
perang yang dimiliki tentara Dai Nippon dengan jumlah yang terbatas tentunya.
Senjata-senjata tersebut bukanlah diterima begitu saja, tetapi sebagian besar
direbut terlebih dahulu dengan jalan kekerasan, sehingga tidak sedikit dari
pejuang-pejuang kita menemui ajal sebagai kusuma bangsa.
Dari peroleha senjata tersebut, selnjutnya dipergunakan untuk
mengadakan perlawan terhadap agresi Belanda yang pertama dan kedua yang
persenjataannya jauh lebih moderen dari yang kita peroleh. Dengan perlawanan
yang gigih dan dukungan dunia Internasional yang simpatik terhadap perjuangan
rakyat Indonesia, termasuk dukungan dari Badan Organisasi Dunia PBB dengan
resolusinya untuk menghentikan agresinya di Indonesia.
Dan harap diketahui, bahwa sebelum keluarnya resolusi PBB
tersebut, pihak Belandan pada tanggal 27 Mei 1948, melangsungkan Konferensi
Negera-Negra Federal yang diadakan di Bandung, dengan tujuan tidak lain untuk
memecah belah Negara RI menjadi negara yang lecil-kecil. Dengan demikian akan
mudah untuk diadu domba dan dihancurkan, hal tersebut kelak mempunyai dampak
negatif pada masa perkembangan pemerintahan RI.
Pada tanggal 23 Agustus 1949, Konferensi Meja Bundar mulai di
adakan di Den Haag negeri Belanda sebagai kelanjutan penghentian agresi
Belanda. Konferensi itu selesai paa tanggal 2 Nopember 1919. Adapun hasil-hasil
KMB sebagai berikut :
1.
Belnada mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai
negara yang merdeka dan berdaulat.
2.
Konstitusi (Undang-Undang Dasar) dipermaklumkan kepada
Kerajaan Belanda.
3.
Status Karesidenan Irian akan diselesaikan dalam waktu
setahun setelah pengakuan kedaulatan.
4.
Akan didirikan UNI Indonesia Belanda berdasarkan kerja sama
dan secara suka rela serta persamaan derajat.
5.
Pengembalian Hak Belnada oleh RIS dan pemberian hak konsesi
dan izin baru untuk perusahaan.
6.
RIS haru membayar hutang Belanda yang diperbuatnya semenjak
tahun 1942.
Selanjutnya pada
tanggal 15 Desember diadakan Pemilihan Presiden RIS dengan calon tunggal Ir.
Sukarno. Ia dipilih secara aklamasi menjadi presiden RIS pada tanggal 16
Desember 1949. Dan keesokan harinya ia diambil sumpahnya sebagai presiden.
Baru saja Republik Indonesia Serikat berdiri, timbul
gangguan-gangguan keamanan dalam negeri yang didalangi kaum koloniallis di
kalangan orang-orang Belnada dengan batuan kaki tangannya di kalngan
orang-orang Indonesia sendiri. Kaum Kolonialis Belanda tidak ingin kehilangan
kekuasaan ekonominya yang telah diperjuangkannya sejaknzaman VOC abad ke tujuh.
Mereka ingin tetap menguasai perkebunan serta perusahaan-perusahaan lainnya
dengan arti sepenuhnya seperti semasa pemerintahan Hindia Belanda. Mereka
menduga selama negara-negara bagian RIS tidak dipegang oleh orang-orang Repubik yang terdiri dari oang-orang
Nasionalis, dengan dukungan aparat Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) yang
berasal dari TNI, maka perenan mereka tidak akan berkurang, begitu pula apabila
yang terjadi sebaliknya, maka habislah riwayat mereka. Karena itulah, kaumm
kolonialis mencoba mencegah hapusnya negara-negara bagian RIS, dan
menghalang-halangi masuknya pasukan PARIS dan TNI ke daerah-daerah.
Ada tiga macam gerakan yang mereka lancarkan dalam ranggka
usaha ini. Pertama, gerakan angkatan perang Ratu Adil (APRI) di Jawa Barat,
kedua gerakan KNIL i bawah pimpinan Andi Aziz di Sulawesi Selatan dan yang
ketiga Republik Maluku Selatan RMS di daerah Maluku Tengah.
Para prajurit TNI yang baru beberapa bulan saja keluar dari
medan gerilya dan baru saja disusun dalam kesatuan-kesatuan APRIS, di mana
mereka belum sepat mempelajari taktik perang frntal, segera mereka harus
berperang kembali untuk mempertahankan kedaulatan negara dari rongrongan
sisa-sisa kolonialisme yang bersenjata lengkap, terlatih penuh dan bergerak di
daerah yang mereka kenal.
Awal peristiwa yang harus mereka hadapi, adalah pemberontakan
APRA di Jawa Barat yang dipimpin oleh seorang kapten Belanda bernama
Westerling, seorang algojo ketika bertugas di Sulawesi Selatan yang telah
menembak mati secara massal tidak kurang dari 40.000 orang tanpa
perikemanusiaan.
Golongan APRA terdiri atas KNIL dan polisi yagn sedang dalam
keadaan bimbang dengan perkembangan situasi. Mreka takut masuk APRIS yang
intinya dari TNI. Dan mereka enggan pergi ke negeri Belanda, sebab itu mereka
lebih tertarik apda alternatif ketiga, yaitu masuk tentara negara bagian RIS
yang tdiak dibawah APRIS itu sendiri, suatu hal yang mustahil.
Gerakan mreka pertama kali di Bandung pada tanggal 23 Januari
1950, di mana mereka mengadakan serbuan mendadak dan menembak mati hampir semua
TNI yang mereka jumpai di jalan. Tidak kurang dari 70 orang TNI yang gugur
karena sekonyong-konyong ditembak begitu saja.
Pangliam Belanda di Bandung mula-mula tidak mengambil
tindakan apa-apa, meskipun hampir seribu anggotanya aterlibat dalam aksi teror
itu. Tetapi akhirnay diperintahkan oleh Komissaris Tinggi Belanda, untuk
menghalau pasukan-pasukan Westerling ke luar kota, dan oleh pasukan APRIS yang
dikirim dari luar kota, akhirnya gerombolan itu dapat ditawan.
Adapun gerakan APRA di Jakarta terjadi, berkat kerja sama
dengan Sultan Hamid II dari Pontianak dengan maksud coupd’etat (perebutan
kekuasaan) dengan jalan menyerbu sidang kabinet, dan membunuh semua menteri
Republikein. Operasi ini dapat diketahhui sebelumnya oleh pihak intelejen, dan
para pelakunya termasuk Sultan Hamid II ditangkap untuk kemudian diadili,
sementara Weterling meloloskan diri ke luar negeri dengan pesawat Belanda.
Peristiwa kedua adalah peristiwa pemberontakan APRIS ex KNIL
di Ujung Pandang, di bawah pimpinan Kapten Andi Azis. Gerakan ini mempunyai
tujuan mempertahankan negara bagian Indonesia Timur dengan bekas KNIL sebagai
aparat militernya. Mereka menolak masuknya pasukan APRIS Ex TNI ke Sulawesi
Selatan.
Tepat pada tanggal 5 April 1950, Kapten Andi Azis bergerak
dan menawan Letnan Kolonel A.Y. Mokoginta, yang baru saja diangkat sebagai
Panglima Tentara untuk teritorium Indonesia Timur dan baru saja membuka stafnya
dengan satu pasukan kecil untuk detasemen pasukan-pasukan Belanda yang masih
ada di Ujung Pandang. Dan untuk mengatasinya, Pemerintah mengirimkan suatu
angatan tugas di bawah pimpinan Kolonel Alex E. Kawilarang pada tanggal 5 Mei
1950, tak terhindar lagi pertempuran terbuka antara expedisi APRIS melawan
pasukan Belanda yang memihak kepada pemberontak.
Pertempuran ini memakan waktu kurang lebih 4 bulan, dan
akhirnya, terjadi kata sepakat antara Komandan Pasukan Expedisi APRIS dengan
Komandan Belanda untuk mengakhiri perang. Pihak belanda segera diungsikan ke
Jakarta dan APRIS dapat sepenuhnya menguasai keadaan.
Dalam perkembangan berikutnya, seorang dalam pemberontakan
Andi Azis yakni Dr. Chr. Soumoukil, pada waktu itu Jaksa Agung Negara bagian
Indonesia Timur, dengan diam-diam pergi ke ambon, dan di sana berhasil
mempengaruhi anggota KNIL yang masih dalam keadaan bimbang itu untuk membentuk
apa yang dinamakan Republik Maluku Selatan (RMS).
Proklamasi RMS dilakukan pada tanggal 25 April 1950, dan sejak
saat itu, masyarakat Maluku Tengah diteror untuk mengikuti jejak mereka. Selama
3 bulan, pemerintah berusaha memecahkan masalah RMS secara damai, tetapi uluran
pemerintahitu, sama sekali merek tolak. Maka tiada jalan lain untuk mematahkan
pemberontakan kecuali dengan jalan adu kekuatan senjata.
Pada tanggal 14 Juli 1950, pasukan APRIS mulai mendarat, dan
pada Bulan Desember, seluruh Maluku Tengah dapat direbut kembali, sedang kaum
pemberontak melarikan diri ke gunung-gunung dan hutan-hutan Pulau Seram. Baru
pada tanggal 2 Desember 1963, Dr. Soumoukil yang menganggap dirinya sebagai
Presiden RMS tertangkap, dan kemudian diadili oleh Mahkamah Militer Luar Biasa,
dan dijatuhi pidana mati.
Bukan ini saja, rongrongan yang dihadapi APRIS, karena dalam
kurun waktu yang tidak lama, muncul pemberontakan Darul Islam Inonesiayang
telah membentu Negara Islam Indonesia (NII) dengan sebuah Tentara Islam
Indonesia sebagai angkatan perangnya. Pemberontaka ini terjadi di Jawa Barat,
dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo.
Gerakan ini dimulai ketika Jawa Barat kosong sebagai akibat
dari perjanjian Renville pada tahun 1948 yang mengharuskan pasukan TNI ditarik
mundur ke daerah Republik Indonesia, sementara pasukan Hizbullah dan Sabilillah
tetap menduduki wilayah yang ditinggalkan pasukan TNI dan tidak dapat diisi
oleh pasukan Belanda. Dari sini mereka kemudian
bergabung dan menamakan diri Darul Islam (DI) dan pada tanggal 4 Agustus
1949, mereka memproklamirkan apa yang dinamakan Negara Islam Indonesia (NII).
Ketika TNI kembali ke daerah Jawa Barat, setelah Belanda
melancarkan aksi-aksi militer ke II, kecuali harus menghadapi sisa-sisa
kolonial, juga mendapatkan perlawanan dari Darul Islam.
Sejak itulah, Pemerintah mulai mengakan penumpasan terhadap
pemberontak tersebut. Usaha ini memakan waktu yang cukup panjang, hal tersebut
disebabkan adanya kerjasama antara pemberontak dengan golongan subversif asing
(Belanda) yang juga berusaha merongrong kekuasan Republik Indonesia di pelbagai
daerah.
Di Jwa Tengah, terbentuk juga adanya darul Islam, yang secara
tidak langsung mempunyai hubungan. Unsur penyeebab Amir Fatah yang membentuk
Majlis Islam di daerah Tegal, Brebes, dan Mohammad Mahfudh Abdul Rahman (Kyai
Sumolangu) dengan Angkatan Umat Islam di Daerah Kebumen. Gerakan ini hendak
bergabung dengan NII Kartosuwiryo di daerah Jawa Barat. Mulai tahun 1952,
gerakan ini menjadi kuat, karena mendapat bantuan dari Batalion 423 dan 426
yang memberontak terhadap Pemerintah.
Untuk menghadapi kekuatan baru ini, maka Pemerintah membantuk
pasukan yang kuat yang disebut Banteng Raiders. Dengan pasukan baru ini segera
dilancarkan serangkaian operasi kilat yang disebut Gerakan Banteng Negara
(GBN). Baru pada tahun 1954, gerombolan ini baru bisa dihancurkan dan sisanya
banyak yang menyerah.
Di Aceh, juga timbul rongrongan terhadap pemerintah yagn
dilakukan oleh Tengku Daud Beureueh dengan pengikutnya. Faktor penyebabnya
adalah, adanya rasa kekhawatiran akan kehilangan kedudukan dan rasa kecewa
diturunkannya kedudukan Aceh dari Daerah Istimewa menjadi Karesidenan di bawah
propinsi Sumatra Barat.
Tengku Daud Beureueh,
tadinya menjabat Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh. Sehingga ketika tahun
1950, kedudukan Aceh diturunkan dari propinsi menjadi karesidenan, dari sini
Tengku Daud Beureueh merasa diturunkan dan tidak puas, dan pda tanggal 21
Septemeber 1953, mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa Aceh merupakan
negara bagian dari NII di bawah Imam Kartosuwiryo. Segera Tengku Daud Beureueh
mengadakan gerakan serentak menguasai kota-kota yang ada di Aceh. Mereka juga
mempengaruhi rakyat dengan jalan propaganda yang memburukkan pemerintah RI.
Untuk menghadapi gerakan ini, pemerintah tarpaksa memakai
kekuatan senjata. Sedikit-demi sedikit pasukan Tengku Daud Beureueh dapat
diisolasi, mereka didesak oleh TNI dari kota-kota yang didudukinya. Dengan memberikan
penerangan kepada rakyat untuk menghilangkan salah paham dan mengembalikan
kepercayaan kepada pemerintah, akhirnya pada tanggal 17 sampai 21 Desember
1962, diadakan musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh atas prakarsa Panglima Daerah
Militer (PANGDAM) I Iskandar Muda Kolonel M. Yasin. Prakarsa Pangdam I ini
ddidukung oleh tkoh-tokoh pemerintah daerah Aceh dan masyarakat umumnya.
Di Sulawesi Selatan, juga timbul gerakan Darul Islam, yang
dipimpin oleh Kahar Muzakar. Gerakan ini banyak memakan waktu, tenaga dan biaya
pemerintah, karena gerakan ini telah dimulai pada tahun 1951, dan didukung oleh
faktor medan yang memang sudah lama dijelajahi oleh mereka, dan juga mereka
lebih mengenal sifat rakyat setempat. Sehingga, rasa kesukuan berhsil
ditanamkan oleh gerombolan dan berakar di hati rakyat.dapun sebab utama
pemberontakan ini sebenarnya ialah :
1.
Ambisi Kahar Muzakar, untuk mendapatkan kedudukan pimpinan
dalam APRIS (TNI). Selama perang kemerdekaan Kahar Muzakar berjuang di Jawa,
setelah perang selesai, ia dipindahkan ke daerah asalnya dan memimpin laskar
gerilya di Sulawesi Selatan, yang terkenal dengan KGSS.
2.
Kahar Muzakar menghendaki agar semua anggota KGSS diterima ke
dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan ini tidak dapat dipenuhi
oleh karena pihak pemerintah menghanedaki adanya penyaringan untuk mendapatkan
anggot APRIS yang benar-benar memenuhi syarat untuk menjadi prajurit, baik
mental mau pun fisik. Pendek akta, pemerintah hanya menerima anggota KGSS yang
lulus dalam penyaringan. Kaha Muzakar sendiri sudah diberi pangkat Letnan Kolonel
dan perlengkapan bagi anggota KGSS yang dianggap memenuhi syarat untuk msuk
tentara. Sayangnya, uluran tangan pemerintah ini tidak diterima oleh Khar
Muzakar, ia bersikap mutlak-mutlakan.
Pada Bulan Agustus 1951, Kahar Muzakar beserta pasukannya melarikan
diri ke hutan dengan membawa perlengkapan senjata yang didapatnya. Pada tahun 1952, kahar Muzakar
menyatakan daerah Sulawesi Selatan adalah bagian dari NII di bawah Imam
Kartosuwiryo.
POLITIK LUAR NEGERI
Politik luar negeri Republik Indonesia setelah penyerahan
kedaulatan oleh Belanda terhadap pemerintah Reublik Indonesia apda tahun 1949,
banyak dicurahkan pada pembebasan Irian yang masih dikuasai Kolonial Belanda.
Wakau pun piha Belanda sudah berjanji akan menyerahkan Irian satu tahun setelah
ditanda tangani Konferensi Meja Bundar di Den Haag, tetapi nyatanya, setelah
ditunggu-tunggu dalam waktu yang cukup lama, janji Belanda tersebut tak penah
kunjung datang. Belanda masih enggan untuk menyerahkan dengan berbagai macam
alasan yang dibuat-buat. Oleh Belanda yang sedemikian itu telah mengingatkan
pejuang-pejuang kita untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang lalu,
tentang janji-janji Belanda terhadap perlawanan nenek moyang kita sebagai mana
yang dialami Pangeran Diponegoro, Paku Buwono VI, dan pahlawan-pahlawan
lainnya, merupakan tipu muslihat yang sangat licik tanpa mengindahkan
nilai-nilai kepahlawanan.
Juga Bung Karno, sebagai sang komandan, hafal sekali akan
perilaku Kolonialis Belanda, yang dapat disimpulkan dari lakon pribadinya
sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, yang sering keluar masuk penjara demi
memperjuangkan nasib bangsanya yang tertindas. Belnada mempunyai kelihaian yang
luar biasa di dalam merayu untuk bisa mengambil hati orang-orang Indonesia
untuk bisa dijadikan antek-anteknya.
Sebagai
kelanjutan dari situasi keamanan yang terus menerus mendapat ancamandan
gangguan dari bermacam-macam golongan dengan maksud dan tujuan yang
berbeda-beda, telah menempatkan Republik Indonesia pada suatu keadaan yagn
sangat gawat. Hampir-hampir makna dari kemerdekaan suatu bangsa musnah tidak
ada artinya, karena bagaimana pun juga kemerdekaan suatu bangsa adalah lambang
kemakmuran dan ketenteraman. Sementara kemerdekaan republik Indoneisa yang
diproklamirkan beberapa tahun yang lalu, jauh mendapatkan itu semua, tetapi
justru sebaliknya, rongrongan menghantam silih berganti, hingga memuncak
menodai harga diri.
Keberadaan
Republik Indonesia tidak ubahnya sebagai sumber gunjingan yang memalukan,
sampai-sampai Republik Indonesia mendapatkan gelar dari negara Belanda dan
sekutunya sebagai si SAKIT dari Asia. Dan sepantasnya, dalam keadaan yang
dmeikian ini, apabila Ibu Pertiwi merasa malu, segala daya upaya telah
dicurahkan untuk menyelamatkan kemerdekaan. Negara membutuhkan dana, negara
membutuhkan senjata dalam jumlah yang besar untuk menyelamatkan kedaulatan
negara dari segala rongrongan yang masih akan terus menimpa, baik yang
datangnya dari luar atau dari dalam negeri itu sendiri. Ibu Pertiwi rasanya
sudah tidak mampu lagi untuk menanggung rasa malu. Maka, demi untuk mengatasi
keadaan yang gawat dan terpenuhinya kebijaksanaan Politik Luar Negeri kita,
yakni merebut kembali Irian, dengan terpaksa Ibu Pertiwi mempersilahkan kepada
sang Komandan Bung Karno untuk menentukan arah berkiblat di dalam mendapatkan
penopang pohon kemerdekaan yang hampir rubuh. Bung Karno harus mendpatkan dana
yagn cukup, Bung Karno harus mendapatkan senjata yagn memadai, dan juga harus
medapatkan dukungan yang luas, mana kala harus menghadapi Belanda dengan
penyelesaian perang terbuka.
Maka
tidak bisa dipungkiri lagi, Bung Karno harus memalingkan mukanya ke negara-negara
Blok Sosialais, dan diterima dengan suka cita, setelah berpaling ke
negara-negara Blok Barat tidak begitu diperhatikannya, bahkan lebih dari itu,
sering disakitinya. Bung Karno di amta negara-negara barat bagaikan orang gila,
oleh akrena perbuatan Bung Karno yang selalu berteriak Merdeka! Di tiap negara
yang disingghinya dari negara-negara yang tertindas. Bangsa-bangsa tertindas
dibangunkan, mereka diajak menyongsong fajar kemerdekaan, melepaskan diri dari
belenggu penjajah terkutuk, yang pada umumnya masih merajalela. IA menindas
bangsa-bangsa Asia Afrika. Bahkan lebih jauh, Bugn Karno telah berusaha sekuat
tenaga untuk menghimpun kekuatan baru dari negara-negara yang dalam kurun waktu
telah diremehkan oleh bangsa-bangsa lain. Pendek akta, Bung Karno telah banyak
emnyusahkan jalannya roda imperialis barat yang apda umunya negara-negara
penjajah tersebut telah bergabung dalam NATO. Maka, sebagai akibatnya, Bung
Karno di cap sebagai musuh nomor wahid, segala macam teror, fitnah, olok-olok
harus ditimpakan pada Bung Karno. Begitu pula segala macam bantuan dalamarti
yag luas, haruslah disumbat rapat-rapat. Aapbila bantuan yang bersifat
perlengkapan militer, betl-betul harus ditiadakan sama sekali.
Apa
boleh buat, Bung Karno harus terdampar di daraan negara-negara Komunis. Keadaan
Bung Karno pada khususnya dan keadaan negara pada umumnya apda saat yang sedemikian
ini, oleh sang Penggubah telah diungkapkansebagai dihanyutkannya bayi Basukarno
ke dalam sungai dan terdampar di Negeri Astina. Di mana hanyutnya bayi
Basukarnodibawa arus sugnai mempunyai kemiripan makna dengan menetukan arah
berkiblat. Aalagi dengan terdamparnya sang bayi dan ddibesarkan di daratan
Astina yagn sedemikian itu, juga mempunyai persekutuan makna dengan
terdamparnya Bung Karno di negraa-negara Komunis dan mendapatkan bantuan dari
mereka
6.
BASUKARNO DIBESARKAN OLEH ASTINA (KURAWA)
Indonesia,
di mata negara-negara blok Komunis, apabila diibaratkan dengan wanita, maka
kedatangannya di negara-negara Komunis, laksana datangnya seorang gadis cantik
jelita setara di hadapan seorang lelaki beringas yang lagi kesepian.
Kedatangannya jelas akan diterima dengan tangan terbuka, oleh karena cantik dan jelitanya serta bersemayam di
dalamnya sesuatu yang dengannya bergantung harapan masa depan. Maka apa yang
diminta dan yang dikehendaki pasti akan dikabulkan, bahkan tidak diminta pun
akan diberikan.
Indonesia,
bagaikan gadis manis jelita setara, oleh karena apabila kita amati dengan
seksama, lalu kita hubungkan dengan kepentingan negara-negara blok komunis,
maka jatuhnya Indonesia ke pangkuan mereka merupakan pukulan maut bagi
negara-negara Barat khususnya yang bergabung pada NATO. Dari Indonesia,
negara-negara Blok Komunis di bawah pimpinan UNI SOVIET mempunyai ancang-ancang
baru untuk lebih bisa mengokohkan kedudukannya dari ancaman NATO yang bisa dilanjutkan
dengan ekspansionismenya.
Keberadaan
Malaysia yang sulit ditembus faham komunisme, bahkan merupakan negara yang
anti, merupakan penghalang besar bagi langkah-langkah ekspansi mereka. Namun,
dengan jatuhnya Indonesia ke pangkuan mereka, kelak penghalang tersebut akan
menjadi mudah untuk disingkirkan. Dn sempurnalah tujuan mereka.
Sebenarnya.
Kondisi Indonesia untuk memihak atau menentukan arah kiblat ke salah sar=tu
dari dua negara adidaya ibarat makan buah simalakama. Berpihak kepada Blok
Barat yang mayoritas anggotanya adalah negara-negara kolonialis Barat yang
masih banyak bercokol menindas bangsa-bangsa Asia Afrika, ini mempunyai arti,
kita memberi dukungan. Kita menerima sesuatu dari bantuannya berarti sedikit
banyak kita haeus siap dituntut untuk membayar sesuatu yang dimintanya sebagai
balas budi. Apabila kita membantu mereka didalam menindas bangsa-bangsa
penjajah, atau paling tidak kita tutup mulut, maka yang sedemikian itu telah
mengukir di dalam sejarah kita sebagai bangsa yang tidak beradab, dan sekaligus
telah bertentangan dengan falsafah Pacasils dan UUD 1945.
Begitu
pula apabila kita berkiblat kepada blok Timur (Komunis) berarti telah menduakan
Pancasila dengan sesuatu ideologi yang bukan saja berlainan, melainkan juga
bertentangan.
Pancasila,
berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, sedangkan Komunis,a dalah Atheistis
(tidak percaya kepda Tuhan). Pancasila ber-azaskan Persatuan Indonesia, Komunis
berdasarkan Internasionalisme. Pancasila berazaskan kerakyatana yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-/perwakilan, Komunisme
berlandaskan pertarungan antar kelas. Kaum Komunis di mana pun akan berusaha
merebut kekuasaan negara. Di Indonesia, hal itu dicoba dengan pemberontakan
Madin pada tahun 1948.
Antara
tahun 1950 sampai tahun 1953, Republik Indonesia, banyak menjalin hubungan
diplomatik dengan negara-negara blok Barat, tetapi sejak tahun 1954, Republik
Indonesia mulai banyak membuka hubungan diplomatik dengan UNI SOVIET dan
negara-negara Komunis lainnya. Hubungan Diplomatik tersebut dilanjutkan dengan
kunjungan muhibah yang dilakukan oleh Bung Karno ke negara blok Timur pada
bulan Agustus 1956. Dan di susul kemudian dengan kunjungan balasan Presiden UNI
SOVIET Worosilove ke Indonesia. Kunjungan
Worosilove ke Indonesia ini telah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
oleh PKI untuk propaganda bagi perjuangan kaum Komunis di Indonesia. Memang
luar biasa hasil kunjungan Bung Krano ke negara-negara blok Timur dengan
spontan hampir-hampir apa yang dibutuhkan Bung Karno terpenuhi. Tanpa
merengek-rengek mereka sudah tahu kebutuhan yang diperlukan, ditawarkan apa
yang di anggap penting bagi Bung Karno, dari yang bersifat umum berupa bantuan
dana untuk membiayai kelangsungan hidup Republik Indonesia dan yang bersifat
khusus yang berupa kelengkapan militer yang canggih pada sat itu, sekaligus
sebagai ganti dari kelengkapan peralatan perang warisan tentara Jepang yang
sudah usang. Dari pesawat Tempur, armada kapal laut, kendaraan lapis baja
sampai peluru diperbantukan dengan senyum yang manis tanpa menunjukkan
kecongkakan jiwa, apalagi proses administrasi yang berbelit, sama sekali tidak
ada. Bahkan lebih dari itu, hal-hal yang bersifat pribadi diperhatikan sekali.
Dari es Podeng, buah anggur, apel dan lain-lain selalu dikirim dari negara mereka.
Lain halnya dengan negara-negara barat, baru mau dikunjungi, mereka sudah
menunjukkan kecongkakan jiwanya, pers Barat sudah berani mengolok-olok dan
memberikan dakwaan yang bukan-bukan kepada Bung Karno. Dengan demikian, bagi
Bung Karno berkunjung ke Barat mendapat empedu, berkunjung ke Timur mendapat
madu.
Memberi
bantuans enjata kepada Bung Karno dan tidak memberi bagi Barat adalah sama
beratnya, memberi senjata kepada Bung Karno sangatlah berahaya, karena bisa
jadi akan menjadi senjata makan tuan. Tidak memberi, Barat akan kehilangan muka
di mata rakyat Indonesia, lebih lagi Barat akan kehilangan persahabatan.
Apabila
Bung Karno memalingkan mukanya ke blok Komunis, akan lebih sial lagi, karena
merupakan kemungkinan besar apabila Indonesia akan menjadi musuh di garis depan
bagi Barat. Indonesia telah dikenal sebagai negara yang cukup luas dan padat
penduduknya. Apalagi ditopang dengan persenjataan dari blok Komunis dalam
jumlah yang memadai, jelas ini merupakan ancaman baru yang apabila betul-betul
terjadi, akan merepotkan kedudukan Barat, sehingga keberadannya harus
betul-betul diperhitungkan dengan cermat. Sudah cukup banyak
kepentingan-kepentingan Barat yang diporak-porandakan Bung Karno, khususnya di
wilayah pendudukan atau di negara-negara yang baru memproklamirkan
kemerdekaannya. Mereka dibangunkan dan digalang untuk menjadi kekuatan baru
untuk menentang segala macam bentuk penjajahan. Mungkin oleh karena peran Bung
Karno di dalam membantu perjuangan bangsa tertindas nilah, Bung Karno oleh Raja
Kediri Jayabaya diberi gelar sebagai Ratu Rinenggeng se Jagad.
Memang,
tindakan demi tindakan itu akan berakibat untung dan rugi, begitu pula tindakan
Bung Karno tidak bisa dilepaskan dari untung dan rugi, baik untuk dirinya atau
negara dan bangsanya atau untuk negara-negara tertindas yang dibelanya. Begitu
pula halnya, bagi negara-negara Barat, menimang-nimang Bung Karno dengan kasih
sayang, memenuhi apa yang dimintanya, rasanya tidak mungkin, melepaskan begitu
saja juga berbahaya. Sehingga berpalingnya Bung Karno ke blok Timur, ini
merupakan kekalahan atau kerugian bagi Barat. Tetapi blok Barat tetap berusaha
untuk menutup kerugian, dengan jalan apa pun juga. Dan jalan itu harus didapat.
Konfrontasi langsung dengan menggunakan senjata menghadapi Indonesia terlalu
besar resikonya, oleh karena bagi Bung Karno tidak terlalu sulit untuk
memanfaatkan sukarelawan-sukarelawan dari negara-negara Asia Afrika dan bantuan
langsung dari negara-negara Komunis, sungguh yang demikian itu sangat
melelahkan, sementara mereka sudah jenuh dengan perang. Maka, satu-satunya
jalan adalah, membantu pemberontak di seluruh wawasan Nusantara. Demikianlah
pengaruh kekuasaan dua blok negara adidaya yang muncul setelah perang dunia ke
dua. Munculnya dua kekuatan yang saling berhadap-hadapan, yaitu Amerika dengan
NATO-nya Uni Soviet dengan PAKTA WARSAWA-nya. Kedua kekuatan raksasa yang
masing-masing mempunyai sistem sosial politik dan dan bentuk pemerintahan yang
berbeda. Mereka berlomba-lomba membentuk dan mengembangkan kekuatannya secara politis
dan militer, yang meliputi pengembangan senjata modern.
Situasi
pertentangan dengan tanpa perang terbuka, terkenal dengan istilah perang
dingin. Dan pengaruh dari kedua kekuatan tersebut, mulai mengakar dan tumbuh
subur di Indonesia. Blok Timur masuk dengan mudah melalui PKI dengan
perlindungan Presiden Sukarno, yang telah menerima bantuan yang cukup banyak
dari negara-negara Komunis. Begitu pula, blok Barat masuk dengan gampang
melalui pintu-pintu terbuka dari golongan-golongan kaum pemberontak di seluruh
wawasan Nusantara.
Bung
Karno untuk sementara bisa bernafas berkat bantuan dari negara-negara Komunis.
Tetapi, sebagai imbangannya, Bung Karno sebagai pemimpin Bangsa Indonesia, juga
harus melindungi kepentingan propaganda Komunisme, serta memberi angin kepada
PKI dari segi Politik, sosial budaya. Tanpa disadari, imbal balik ini telah
memanaskan situasi dalam negeri yang memang sudah menghangat.
Rasanya
sulit untuk menyalahkan Bung Karno karena tindakannya menerima bantuan dari
negara-negara blok Timur, hal itu dilakukan oleh karena dalam situasi darurat,
sebagaimana situasi yang telah diuraikan di atas. Masalahnya sekarang, apakah
kaibat dari transaksi imbal balik ini?
Dan bagaimanakah Bung Karno mengatasi maslah-masalah yang terkait dengan
transaksi yang dilakukannya?
PECAHNYA DWI TUNGGAL
Setelah
dibukanya hubungan diplomatik dengan negara-negara blok Timur (Komunis) maka
kedudukan PKI makin lama makin kokoh, karena PKI lebih mudah untuk bsia
berhubungan langsung dengan sumbernya, sehingga sangat mudah untuk mendapatkan
bantuan yang dibutuhkan termasuk pembinaan tentang taktik dan strategi.
Walaupun
tujuan utama membuka hubungan diplomatik dengan blok Timur, pada mulanya adalah
haluan politik luar negeri kita yaitu “bebas Aktif”, tetapi oleh karena situasi
pada saat itu telah memaksa bertindak lain, maka berkembanglah dari hubungan
diplomatik menjadi kerjasama yang erat sekali bahkan seolah-olah Republik
Indoneisa sudah merupakan salah satu anggota blok Timur. Hal ini terjadi
disebabkan royalnya blok Timur di dalam menyalurkan bantuannya kepada Indonesia
yang memang sangat membutuhkan di samping adanya kemiripan makna antara
Internasionalisme Bung Karno dan internasionalismenya Komunis.
Begitupula
sebagai pihak pertama, Bung Karno menyampaikan terima kasihnya kepada blok
Timur yang membantunya dengan imbalan memberi angin kepada PKI. Selanjutnya PKI
yang merasa mendapatkan perlindungan dari Bung Karno, sesuai dengan landasan
“pertarungan antar kelas”, maka dengan gigihnya PKI meningkatkan aksi propagandanya
dengan teror sekali pun.
Pada
tahun 1955, pertarungan politik antar berbagai golongan juga mulai menyusup ke
tubuh angkatan perang. Hal ini terbukti ketika pada tanggal 14 Desember 1955,
Perdana Menteri Burhanuddin Harahap menghadiri upacara pelantikan tiga perwira
tinggi AURI yaitu Wiweko, Suyono dam Roslan, seorang sersan pasukan gerak cepat
bernama Kalebos telah memukul salah sorang dari mereka, bahkan merebut bendera
upacara pengangkatan sumpah, pendek kata menggagalkan sluruh upacara.
Pembangkan
seorang sersan PGT ini, atas keputusan pemerintah yang kemudian tidak ditindak,
jelas membuka pintu lebar-lebar bagi infiltrasi PKI ke dalam tubuh AURI,
mendiang Suryadarma mengeluarkan dari AURI Komodr Udara Wiweko, Komodor Roslan
dan perwira Dick Tamini.
Begitupula,
tatkala Bung Karno mengecam perundingan di Jenewa antara Belanda dan Indonesia
yang dilakukan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap, dengan tujuan menghapuskan
pasal-pasal yang membereratkan Indonesia dari hasil perundingan KMB, secara
spontanitas PNI dan PKI Cs. Mendukungnya. Mereka menuduh bahwa dengan berunding
demikian, Indonesia mengemis-ngemis pada Belanda, menjual bangsa dan merupakan
penghianatan pada negara. Tuduhan tersebut disampaikan secara berapi-api di
depan masa, cara tersebut memaksakan suhu politik ke tingkat yang lebih tinggi
menjelang akhir 1955.
Pemilihan
Umum yang telah dinanti-nantikan, akhirnya dilaksanakan juga oleh kabinet lima
sejak berdirinya Republik Indonesia tahun 1950, yakni kabinet Buhanuddin
Harahap. Tanggal pelaksanaan Pemilihan Umum ditetapkan 29 September berdasarkan
suatu pengumuman pemerintah pada tanggal 8 September 1955. Sejak saat itu semua
partai meningkatkan kampanye-kampanyenya sampai taraf yang tinggi. Karena
kampanye yang dilaksanakan dalam waktu singkat dengan intensitas yang begitu
tinggi, pertentangan sesuai dengan garis-garis kepartaian memecah belah
masyarakat Indonesia sampai ke desa-desa. Hasil akhir Pemilihan Umum telah
menampilkan empat besar, Masyumi, PNI, NU dan PKI. Dimana masyumi mendapatkan 57
kursi dalam Dewan Perwakilan Rakyat, PNI 57, NU 45, PKI 39. Partai Sosial
Indonesai mengalami kekalahan yang amat berat dan hanya berhasil merebut 5
kursi saja, dua belas partai lainnya hanya mendapat satu kursi, dan enam partai
lainnya lagi masing-masing mendapat dua kursi. Seluruhnya pada masa itu
tercatat 28 partai politik, jadi ada lima partai yang sama sekali tidak
berhasil merebut satu kursi pun jua.
Sebuah
golongan dalam PNI dengan segera amencoba sebuah gagasan untuk membentuk sebuah
kabinet baru, mengganti kabinet Burhanuddin Harahap dengan inti NU dan PNI yang
didukung PKI. Dalam Dewan Perwakilan Rakyat, NU dan PSII menarik menteri-mentri
mereka dari kabinet Buhanuddin Harahap yagn secara populer disebut dengan
kabinet BH.
Secara jujur pemilihan umum untuk DPR pada
tanggal 29 September 1955, dan untuk Konstituante pada tanggal 15 Desember
1955, memberikan rasa bangga kepada bangsa Indonesia, oleh karena bangsa
Indonesia telah mampu melaksanakan acara yang begitu rumit dengan tertib dan
bersih, bebas dari kecurangan-kecurangan. Namun sayangnya, susunan Politik baru
sebagai hasil pemilihan umum tidak berhasil membawa stabilitas politik
sebagaimana yang diharapkan.
Tidak
lama setelah susunan politik baru
dibentuk, pentas mulai disiapkan kembali untuk pertarungan dan perpecahan
politik yang akan membawa bencana besar di Indonesia, yang akhirnya Indonesia
menggelincir kepada suatu krisis yang mengakibatkan lahirnya gagasan Bung Karno
dengan Demokrasi Terpimpinnya yang mendapatkan tanggapan pro dan kontra di mana
pada akhirnya malah berakibat terjadinya frustasi Nasional di Indonesia.
Perkembangan
demi perkembangan telah meresahkan golongan-golongan muda di Jakarta khususnya
yang melihat dari dekat proses-proses perpecahan dan permusuhan yang semakin
meningkat dalam kalangan politik yang lebih tua. Mereka mulai meragukan apakah
peran Dwi Tunggal sebagai pucuk pimpinan negara dan bangsa masih sanggup
bekerja efektif? Karena, tiap hari semakin jelas perbedaan pandangan dan sikap
antara Bung Karno dan Bung Hatta mengenai berbagai perkembangan yang terjadi.
Pada
bulan Februari 1956, kaum muda ini yang terdiri tidak saja dari golongan
politik, tetapi juga dari kelompok wartawan, tidak ketinggalan anggota angkatan
bersenjata, mengadakan pertemuan di Puncak untuk membahas masalah pimpinan
negra dan Bangsa. Dari puncak pertemuan di teruskan ke TUGU di luar kota
Jakarta. Dalam pertemuan ini hampir semua menyatakan mersa tidak puas dengan
keadaan pimpinan nasional, tidak puas dengan keadaan begara, dan mengusahakan
jalan keluar.
Setelah
perang kemerdekaan dan berlanjut dengan perjuangan mempertaruhkan nyawa melawan
serangan tentara kolonial Belanda (kles II) dengan kemenangan di tangan kita,
maka, alangkah bodohnya apabila membiarkannya diracuni oleh pimpinan politik
yang hanya penuh nafsu berkuasa dan mengutamakan kepentingan diri dan
kelompok-kelompok mereka belaka. Dalam pertemuan ini dibahas masalah- masalah :
1.
Peroalan
pertentangan antara golongan tua dan muda.
2.
Perlunya
peremejaan pimpinan.
3.
Pengahpusan
lembaga Dwi Tunggal dengan membiarkan Bung Karno dan Bung Hatta masing-masing
menempuh jalannya sendiri-sendiri dalam dunia politik Indonesia.
4.
Tentang
sistim kenegaraan.
Sat
berlangsungnya pembahasan ini, sering terjadi perdebatan sengit disusul dengan
sikap intimidasi mengeluarkan pistol dan ancaman hendak saling menculik.
Ada
pun sikap setuju membubarkan Dwi Tunggal dilandasi oleh keinginan untuk
menjagoi Bung Karno saja di satu pihak sedang di pihak lain hendak menjagoi
Bung Hatta.
Pertemuan
ini ditutup tanpa persetujuan sesuatu apa, dengan kesimpulan, golongan muda
telah tidak berhasil berperan sebagai penyelamat yang dapat meluruskan
pembelokan menuju ke arah yang lebih baik. Malahan, banyak di antara mereka
kemudian terlibat dalam berbagai petualangan bersama Bung Karno atau dengan
kelompok-kelompok lainnya.
Menjelang
pertengahan Februari 1956, tersiar berita bahwa Bung Hatta hendak mengundurkan
diri dari jabatan wakil presiden yang dijabatnya sejak proklamasi kemerdekaan
Indonesia tahun 1945, dengan alasan hendak memberi kesempatan kepada Bung Karno
untuk membuktikan dia dapat membawa Republik Indonesia mencapai kemajuan. Dan
tepat pada tanggal 1 Desember 1956, berakhirlah lembaga pimpinan negara Dwi
Tunggal, setelah Dewan Perwakilan Rakyat gagal mengirim Panitia Permusyawaratan
Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengurungkan niat Bung Hatta hendak mengundurkan
diri dari jabatan Wakil Presiden.
Bung
Hatta antara lain memberikan jawaban kepada anggota-anggota panitia ini, bahwa
telah terlalu banyak usulan-usulan yang telah tidak diperhatikan sama sekali,
dan banyak persoalan penting telah tidak dirundingkan dengan dia. Sehingga
fungsi keberadannya sebagai wakil presiden tidaklah ada artinya kecuali hanya
menambah ketegangan semata. Dan sebagai jawaban yang terakhir Bung Hatta tidak
hendak mengubah keputusannya.
Sejak
beberapa tahun, lembaga Dwi Tunggal tidak efektif lagi karena Bung Karno dan Bung Hatta timbul banyak perbedaan
pandangan mengenai langkah selanjutnya dalam pembangunan Indonesia.
Bung
Hatta, menyatakan meskipun dia tidak menjabat lagi sebagai wakil presiden,
tetapi Bung Hatta tidak akan meninggalkan rakyat, untuk itu, tidak ada gunanya
untuk menyampaikan perpisahan kepada rakyat, malahan dia akan menjadi rakyat.
Dengan demikian hubungan dengan rakyat akan makin lebih erat. Ucapan ini
disampaikan pada Pers pada hari Sabtu pagi tanggal 1 Desember 1956.
Kalau
sebelum Bung Hatta mengundurkan diri, suhu politik di Indonesia sudah panas,
maka dengan pengunduran Bung Hatta dari jabatannya, maka situasi dalam negara
menjadi lebih tegang lagi. Pendukung Bung Karno makin gigih di dalam
mendukungnya, sementara pendukung Bung Hatta makin hebat pula oposisinya
terhadap kepemimpinan Bung Karno.
Untuk
mengetahui situasi kejengkelan rakyat terhadap pemerintahan, di sekitar tahun 1956,
sebuah tajuk rencana harian Indonesia Raya, tanggal 18 April 1956, mengatakan :
.... Biarkan saja, pemimpin-pemimpin
yang berkuasa sekarang berbuat apa saja dan mau ke mana sesuka hati mereka, dan
jika keadaan telah menjadi buruk, maka rakyat tentu akan insaf sendiri, dan
akan berpaling dari pimpinan-pimpinan yang menipu mereka selama ini....
Terlihat kurang sekali perlawanan yang aktif di kalangan masyarakat terhadap
gejala-gejala kemunduran yang kita alami dalam segala segi penghidupan bangsa
kita. Hingga jadi rusaklah nilai-nilai susila dan moral di negri ini. Korupsi
tiada lagi dianggap satu kejahatan, akan tetapi menjadi satu keahlian. Rasa
tanggung jawab dan kewajiban dirasakan satu kebodohan belaka, janji-janji dan
ucapan di depan umum dirasa tidak perlu ditepati, karena dianggap suatu
kecakapan politik untuk dapat mengelabi rakyat sebanyak mungkin, masyarakat
pasif, apatis, dan merasa tidak berdaya.
Begitu pula dalam sebuah wawancara dengan
wartawan Indonesia Raya bulan Mei 1956, mengenai masalah pemulihan keamanan.
Bung Hatta menjelaskan, bahwa soal pemulihan keamanan begitu komplek
sebab-sebabnya, psikologis, politik,
ekonomi dan sebagainya, dan tidak dapat dicapai dengan kekerasan saja.
Kata-kata yang muluk-muluk dan tegas tentang soal ini sudah banyak didengar,
yang lebih perlu lagi ialah bukti yang nyata dan perbuatan yang tegas. Jangan
hendaknya orang memperoleh pereasaan seperti yagn dilukiskan Goethe, “Pesan itu
jelas terdengar olehku, hanya kau tak
merasa yakin.”
Bibit-bibit
perbedaan kebijaksanaan dalam menentukan langkah antara Bung Karno dan Bung
Hatta telah ikut menyulut perpecahan di antara golongan masing-masing yang
mendukungnya, dan juga menurunkan wibawa pemerintah pusat. Sehingga di berbagai
daerah Nusantara dilaporkan banyak dilakukan penyelndupan besar-besaran, bahkan
hal tersebut didalangi oleh pemerintah daerah yang berkausa tanpa melaporkan ke
pusat. Begitu pula, PKI dengan beraninya melakukan provokasi-provokasi merebut tanah-tanah di Sumatra Timur.
Dari
golongan muda yang menamakan mereka “ Kaum Muda” pada bulan Juli 1956, telah
mengeluarkan manifes yang antara lain :
·
Wajib
melawan tindakan-tindakan yang merugikan rakyat.
·
Pimpinan-pimpinan
terpisah sama sekali dari rakyat.
·
Penghidupan
di desa masih seperti dalam masa penjajahan.
·
Banyak
pemimpin tidak mememnuhi syarat.
·
Pemimpin-pemimpin
tidak mampu menyusun kekuatan untuk menghancurkan ekonomi barat yang menguasai
ekonomi Indonesia lewat bank-bank perdagangan luar negri, pengangkutan laut dan
udara, juga di bidang pertambangan, perkebunan dan perindustrian, hal tersebut
lebih memperberat nasib penderitaan rakyat.
Dalam
intern pemerintahan sendiri terjadi kehebohan ketika Manteri Luar Negeri,
Ruslan Abdulgani, pada bulan September 1956, tanpa mendapat persetujuan dari
kabinet terlebih dahulu, telah menandatangani sebuah statement bersama dengan
Menteri Luar Negeri Gromyko dari Soviet Rusia mengutuk pakta-pakta militer dan
mendukung anti Kolonialisme.
Begitu
pula dalam tubuh militer, pada bulan Nopember 1956, Panglima Samuel melantik
Dewan Tertinggi Pemersta di Makasar (Ujung Pandang). Tanggal 17 November, pusat
penerangan Angkatan Darat mengumumkan pembebasan tugas Kolonel Sapari. Di Jawa
Barat, fron Pemuda Sunda bertambah aktif. Dari pihak peneribitan koran yang
mendukung PNI, Berita Minggu, menyiarkan berita tentang adanya satu rencana
coup terhadap Kabinet Ali Sastroamijoyo. Bung Karno mengeluarkan gagasannya
tentang Demokrasi Terpimpin. Bung Hatta tak mau kalah dengan mengeluarkan
gagasannya bahwa suatu revolusi nasional itu tidak mungkin lama, dan harus
dibendung pada waktunya.
Bung
Tomo juga emnulis surat kepada Bung Karno dan mengusulkan agar pemerintahan
diserahkan ke Bung Hatta. Antara tanggal 20 sampai 24 November 1956, bekas para
perwira divisi Banteng di Sumatra Barat mengadakan reuni, yang kemudian
membentuk organisasi bernama Dewan Banteng dengan Letkol Husein sebagai
Komandan Resimen Sumatra Barat sebagai ketuanya. Selanjutnya mengeluarkan
tuntutan perbaikan secepatnya terhadap pimpinan TNI dan Negara.
Menjelang
akhir Desember 1956, tak lama setelah Bung Hatta menyatakan mengundurkan diri
dari lembaga pimpinan negara Dwi Tunggal tanggal 1 Desember 1956, yang
sebenarnya merupakan suatu lembaga yang sangat unik dalam sejarah bangsa-bangsa
di dunia. Letkol Ahmad Husein mengambil alih pemerintahan sipil di Sumatra
Barat.
Tindakan
ini disusul oleh Letkol Simbolon di Medan yang telah menyusun Dewan Gajah yang
untuk sementara waktu memutuskan hubungan dengan pemerintahan pusat di Jakarta.
Kedudukan Kabinet Ali Sastromijoyo bertambah goyang ketika Letkol Berlian di
Sumatra Selatan melakukan hal yang sama dan mengeluarkan pernyataan mengkritik
dengan tajam korupsi, birokrasi, pembangunan yang diabaikan, dan sikap lemah
terhadap kaum Komunis di pusat, serta tuntutan desentralisasi yang lebih luas.
Disusul
kemudian oleh Sulawesi Selatan dan Utara yang menuntut agar Bung Hatta
dikembalikan pada kedudukan pimpinan negara, dan masih banyak lagi
daerah-daerah yagn satu persatu melepas hubungan dengan pusat. Bahkan di dalam
PKI sendiri Aidit memperkuat kedudukannya terhadap Alimin pemimpin Komunis
Senior yagn telah lama digembleng di Moskow. Alimin dan gropnya telah menuduh
Aidit dan kawan-kawan mengadakan kompromi dengan gerombolan kontra
revolusioner, bahkan secara terus terang-terangan menyatakan tidak dapat
menerima prinsip Pancasila karena buka Merxisme. Sebaliknya, Aidit (secara
munafik) menyataan pada pokoknya PKI dapat menerima Pancasila. Alimin menentang
dengan tegas kolaborasi kels dengan golongan borjuis yang menamakan diri Maehaenisme.
Aidit menganjurkan kerja sama dan menyetujui hak milik perorangan atas
alat-alat produksi dan membiarkan berkembangnya kapitalis nasional. Hal ini
merupakan tatik untuk mendapatkan simpati dari golongan tertentu, dimana cara
ini telah dipraktekkan Komunis Cina ketika mereka mula-mula berhasil menguasai
daratan Cina.
Tetapi,
setelah mereka berhasil mengkonsolidasi kekuatan dan kekuasaan, maka kaum
komunis tidak segan-segan melenyapkan kaum kapitalis nasional ini. Dalam
keadaan yagn serba sulit ini, Bung Karno pada bulan Februari 1957, menelorkan
konsepsi Demokrasi Terpimpin yagn hendak membawa semua golongan masuk ke dalam
kabinet termasuk PKI.
Bung
Karno juga akan membentuk sebuah lembaga yang baru yang tidak disebut-sebut
dalam Undang-undang Dasar, yagn dinamakan Dewan Nasional. Tugas Dewan Nasional
adalah untuk memberi nasehat pada kabinet, baik diminta atau tidak. Dewan ini
akan diketuai oleh Bung Karno sendiri. Di samping pembentukan Kabinet yang
melibatkan semua partai termasuk PKI (Hal yang tidak disetujui daerah-daerah
bergolak), dibentuk pula sebuah Dewan Penasehat Tertinggi yagn anggotanya
terdiri dari wakil-wakil seluruh golongan fungsional, dan kabinet hendak
dinamakan kabinet Gotong Royong. Sedang kabinet baru yang hendak dibentuknya
bernama Dewan Nasional, dan pemimpin Demokrasi Terpimpin adalah Sukarno.
Gagasan
ini dotolaknya dengan amat keras oleh Masyumi dan Partai Katolik, sedang partai
PSI, NU, PSII, IPKI, Parkindo menolaknya dengan cara yang amat hati-hati,
sedang PKI mendukungnya dengan segala daya upaya. Daerah-daerah bergolak juga
menolaknya tanpa kecuali.
Letkol
Samuel dan kawan-kawan membentuk Permesta (Perjuangan Semesta) dan menyatakan
keadaan darurat perang di seluruh wilayah Indonesia Timur. Ketegangan bertambah
hebat di seluruh Indonesia.
Pemimpin
Masyumi Kyai Ahmad Dahlan, mengucapkan bahwa impian Sukarno bertentangan dengan
ajaran Agama Islam, dan suara-suara lain menuduh Sukarno hendak menjadi
diktator. Karena konsepsi yang diajukan Presiden Sukarno merupakan kemenangan
bagi PKI dan merupakan kekalahan bagiyang mendukung Pancasila.
PKI,
yang pada tahun 1948 melakukan penghianatan di Madiun ketika bangsa Indonesia
masih harus menghadapi agresi militer kolonial Belanda, kini malah menjadi
dekat dengan puncak pimpinan negara. Sekarang alangkah berbaliknya keadaannya
bila dibanding dengan masa pemberontakan PKI di Madiun di mana penumpasan PKI
didukung oleh PNI, Masyumi, NU, PSI dan berbagai partai lain. Tetapi kini,
Sukarno yang dahulu begitu menentang PKI berbalik hendak berserikat dengan
Partai Komunis Indonesia dan partai-partai yang dulu mendukung pemerintah
menghadapi PKI kini malah dimusuhinya.
Tak
lama kemudian datanglah ultimatum dari Padang terhadap Pemerintah puat yang
menuntut dalam waktu 5 hari kabinet Ali Harus mengundurkan diri, dan meminta Bung
Karno supaya menunjuk Bung Hatta dan Sultan Hamengku Buwono IX membentuk
kabinet baru. Sementara kabinet Ali dengan tegas menolak ultimatum tersebut,
dan tanggal 12 Pebruari 1957, dua hari setelah datangnya ultimatum tersebut,
KSAD Nasution memecat perwira-perwira daerah yang memimpin pergolakan.dan
serangan bersenjata segera dilancarkan oleh tentara pusat. Pada tanggal 7 Maret
dan disusul serangan ke daerah bergolak lain. Ali Sastroamijoyo mengeluarkan
keputusan emnyatakan “Keadaan Darurat Perang” untuk seluruh Indonesia pada
tanggal 14 Maret 1957. Kemudian disusul oleh pengumuman Bung Karno yang
menyatakan Negara dalam keadaan darurat Perang dan bahaya perang (SOB). Dan
pada tanggal 14 Maret ini pula atas desakan Jenderal Nasution, Kabinet Ali II
menyerahkan mandatnya kepada Presiden.
Secepat
mungkin Presiden menghubungi partai-partai untuk membentuk kabinet baru, tetapi
gagal. Akhirnya Presiden menunjuk Ir. Juanda, seorang non partai, untuk
membentuk kabinet. Kabinet Juanda dengan resmi terbentuk pada tanggal 9 April
1957, di dalam keadaan yagn tidak menggembirakan, lain dengan kabinet-kabinet
sebelumnya. Kabinet Juanda dibentuk berdasarkan keahlian dan tidak didasarkan
pada kekuatan partai-partai politik. Demikianlah akibat dari transaksi imbal
balik yang dilakukan Bung Karno dengan negara-negara Blok Sosialis. Di mana
sebab-sebab terjadinya transaksi imbal balik tersebut sangatlah komplek.
Menurut pengamatan penulis, yang demikian itu terjadi di antara faktor
terpenting adalah minimnya bantuan dari negara-negara Barat, yang diantara
sebab-sebabnya adalah haluan politik Bung Karno di dalam membangunkan
negara-negara terjajah untuk berani melawan demi membebaskan diri dari
cengkeraman negara-negara kolonial Barat, yang selanjutnya telah
memporak-prandakan kepentingan Barat di daerah yang mereka jajah. Tindakan Bung
Karno selanjutnya menghimpun kekuatan terpadu dari negara-negara yang letak
wilayahnya terdampar di Benua Asia dan Afrika. Mereka diajak saling bahu
membahu, negara yang kaya membantu yang miskin, yang merdeka membantu yang
terjajah dalam arti yanng luas. Sebagai wujud perjuangan, Bung Karno keluar adalah
terselenggaranya Konferensi Asia –
Afrika di Bandung yang terkenal dengan Dasa Silanya itu. Tindakan Bung Karno
ini di samping ada batunya, tentu besar pula manfaatnya, bagi negara-negara
tertindas di Asia dan Afrika termasuk bagi Indonesia sendiri, dimana kelak
tatkala Republik Indonesia membebaskan Irian Barat, bagaimana pun juga
keterpaduan antara bangsa-bangsa Asia – Afrika ini ikut mengecilkan nyali
pemimpin-pemimpin Belanda pada khususnya dan negara-negara Barat pada umunya
untuk mengadakan perlawanan. Sehingga tindakan Bung Karno yagn sedemikian itu
secara langsung atau tidak langsung merupakan sebuah strategi yang jitu untuk
negara dan bangsanya.
7.
MENGHADAPI DILEMA
Sebagaimana
akibat transaksi imbal balik yang dilakukan Bung Karno dengan negara-negara
Blok Sosialis yang berporoskan di Moskow, adalah pecahnya lembaga kepemimpinan
negara Dwi Tunggal, maka sebagai akibat pecahnya lembaga tersebut adalah
frustasi nasional di seluruh wawasan Nusantara, dimana frustasi nasional ini
hendak membawa kehancuran total.
Keadaan
negara yang sedemikian ini telah membuat Bung Karno bagaikan orang yang
dipadang luas yang hanya ditumbuhi onak belukar di dalam kegelapan malam.
Bahkan belum cukup itu saja, datanglah angin topan yang disertai hujan telah
menghembuskan hawa dingin mencekam. Sehingga langkah demi langkah dari
perjalanan untuk mencapai tujuan haruslah penuh perhitungan yang matang. Bung
Karno betul-betul mengalami goncangan jiwa yang sangat, oleh karena dia harus
menghadapi dilema yang harus dipilihnya dengan segera. Dia sebagai pengembala
yang tahu medan dengan segala macam gembalaan serta tabiatnya. Dan sebagai
pemimpin, haruslah mampu memberi rasa kepuasan kepada seluruh yagn
digembalakannya.
Situasinya
menjadi lain, oleh karena yang digembalanya bukanlah domba-domba yang satu
warna dan satu bentuk phisik dan perilaku, melainkan di antara gembalaannya ada
serigala yang selalu merasa lapar dan dahaga. Sedang di balik semak-semak di
mana binatang itu digembalakan ada beberapa ekor naga besar yang hendak
memangsa semuanya.
Domba-domba
itu adalah permisalan dari pendukung-pendukung Pancasila yang masih terdiri
dari bermacam-macam golongan yang berbeda-beda pula tujuan perjuangannya, serta
terdiri dari kesatuan-kesatuan angkatan perang. Serigala adalah permisalan PKI
yang selalu berusaha memangsa Pancasila dan menggantikannya dengan ideologi Komunis.
Ada pun serigala lainnya adalah DT/TII yang juga hendak merubah Pancasila
dengan ideologi lain yang berdasarkan Agama. Ada pun naga adalah permisalan
dari kolonial Belanda yang selalu berusaha dan menanti-nantikan hancurnya
Republik Indonesia mereka mereasa bahwa Belanda-lah satu-satunya negara yang
lebih berhak dan pantas untuk menggantikan Republik bekas negara jajahannya.
Bertolak
pada gambaran tersebut, kita akan bisa memahami betapa beratnya tuga Bung Karno
untuk menyelamatkan negara dan bangsa yang berdasarkan Pancasila dari segala
himpitan musuh yang siap menerkam. Bung Karno harus smampu menerobos segala
macam liku-liku marabahaya yang menghadang keselamatan Pancasila. Dalam keadaan
yang demikian ini pada dasarnya Bung Karno telah dihadapkan kepada dilema yang
harus segera diputuskan, dengan pertimbangan yang matang dan cermat, dia harus
menentukan pilihan dari dilema yang dihadapi dengan penuh keyakinan dan
keteguhan jiwa.
Adapun
apabila kita ringkas dari permasalahan-permsalahan tersebut akan menjadi dilema
yang ada kaitannya dengan kepemimpinannya sendiri sebagai berikut :
1.
Haruskah
Bung Karno melanjutkan kepemimpinannya dengan mendukung PKI? Dengan konsekuensi
menanggung segala resiko dari pengorbanan jiwa raga dan kehormatan, karena
harus menghadapi hinaan demi hinaan, celaan demi celaan yang daangnya judtru
dari golongan yagn dicintai (Pendukung Pancasila).
2.
Ataukah
harus melanjutkan kepemimpinan dengan meninggalkan dan memusuhi PKI? Sementara
Bung Karno sebagai satria, yagn telah menerima jasa baik berupa pinjaman/
pemberian dana dan perlengkapan senjata dari negara-negara Komunis untuk
menyelamatkan negara dan bangsa daro rongrongan demi rongrongan, rasanya wajib
untuk membalas kebaikan tersebut dengan kebaikan pula. Oleh karena kalau tidak,
Bung Karno sebagai satria dan yang telah mengenal kekesatriaan merasa bahwa
dunia selalu akan mengutuknya, “sebagai manusia yagn tidak tahu budi.”
3.
Ataukah
‘mmengundurkan diri dari jabatan presiden, memenuhi permintaan golongan yang menghendakinya? Sementara akan dilihat
di depan mata pertempuran hebat antara golongan-golongan bangsa Indonesia yang
digembalakannya, yang terdiri golongan Komunis yang ingin merebut kekuasaan
negara dan DI/TII yang hendak merubah idiologi negara, serta
pendukung-pendukung Pancasila yang masih terdiri dari bermacam-macam golongan
termasuk pertikaian antar kesatuan-kesatuan angkatan perang itu sendiri.
Sementara antek-antek Belanda bertebaran dengan bebasnya di seluruh penjuru
tanah air dengan hak-hak istimewa dan bercokol dengan gagahnya di Irian.
Dari
sini wajarlah, apabila timbul pertanyaan sebagai berikut :
Mampukah
Pancasila dipertahankan? Masih adakah Republik Indonesia beberapa tahun lagi
setelah Bung Karno mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden?
Mungkinkah bangsa Indonesia hendak seperti 5 ekor kucing yang berebut sekerat
daging, mereka saling cakar mencakar dan setelah lelah minta pengadilan kepada
seekor kera? Bagaimanakah kera itu hendak membagi seandainya kera itu Belanda?
Sebagai
jawaban yang paling baik adalah Indonesia hendak menjadi seribu negara dimana
keberadaannya bagaikan buih-buih mengapung di samudra luas yang tidak bersinar
dan tidak berpamor. Keberadaannya bagaikan semasa sebelum dijajah oleh penjajah
Barat.
Situasi
negra Republik Indonesia pada saat frustasi nasional dan keadaan Bung Karno di
dalam menghadapi dilema yang harus diputuskan dengan segera oleh Raden Ngabehi
Ronggowarsito diungkapkan, sebagai berikut :
SERAT KALATIDA
Mangkya drajating praja.
Kawuryan wus suryayuri
Rurah pangrehing ukara
Karana tanpa palupi
Atilar silastuti
Sujana sarjana kelu
Kaluhun kala tida
Tidhem tandaning dumadi
Ardayengrat dene karoban rubeda
Ratune ratu utama
Patihe patih
linuwih
Pra nayaka tiyas
raharja
Panekare
beci-becik
Parandene tan
dadi
Paliyasing Kala
Bendu
Mandar mangkin
andadra
Rubeda
angreribedi
Beda-beda
ardaning wong sak negara
Katetangi tanisiro
Sira sang paramengkawi
Kawileting tiyas duh
kita.
Katamaning reh wirangi
Dening upaya sandi
Sumaruna anerawung
Mangimur manuhara
Met pamrih melik pakolih
Temah suka ing karsa tanpa wiweko .... dst.
Terjemahan
bebas :
Keadaan
negara pada waktu itu sudah sangat merosot. Suasana ketatanegaraan sudah rusak.
Karena sudah tidak ada pemimpin yang bisa diterima oleh semua pihak. Masalahnya
karena mereka meninggalkan aturan-aturan yang terpuji. Oran cerdik cendekiawan
terbawa arus jaman yang penuh keraguan. Suasananya mencekam. Karena negara
ditimpa bermacam-macam gangguan.Sebenarnya rajanya raja yang utama (hebat) lagi
terpuji. Patihnya atau wakilnya wakil yang istimewa. Menteri-menterinya
baik-baik. Begitu pula panglima perangnya berbudi luhur dan cakap. Namun segla
cita-citanya gagal total (Frustasi Nasional). Akibat pengaruh Kala Bendu yang
semakin meraja lela. Sehingga negara tertimpa halangan yang bermacam-macam coraknya,
oleh karena kehendak masing-masing golongan yang berbeda-beda.
Sang
Raja menangis, hatinya sangat susah penuh kesedihan. Karena terbelit oleh
amsalah-masalah yang sulit dipecahkan dan ditimpa macam-macam celaan dan
hinaan. Lalu sang raja mencari sendiri (Isyarah, petunjuk) dengan cara
mendekatkan diri kepada Tuhan (pendek akta langit sap tujuh dijelajahinya agar
benar dekat dengan Tuhannya). Akhirnya petunjuk yang dikehendaki diperoleh.
Lalu petunjuk tersebut dijalankan dengan semangat membaja tanpa takut
menanggung segala resikonya.
Keterangan
:
Bait
ke satu dan kedua, menerangkan tentang situasi negara dan bangsa sebagaimana
yang telah diterangkan pada bab sebelumnya, yaitu situasi frustasi nasional.
Bait
ketiga, menunjukkan keadaan sang raja di saat hendak memutuskan dilema yang
harus diputuskan dengan cara memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Keadaan Bung Karno yagn sedemikian ini identik dengan keadaan Basukarna tatkala
memohon petunjuk kepada Dewata untuk memutuskan dilema yang dihadapi.
8.
BUNG KARNO MENCARI SANDI
Sebagaimana
Basukarnno, setelah dia dibesarkan oleh orang-orang Kurawa, dia diberi sandang
pangan dan derajat yagn tinggi dalam pemerintahan negara, menjadi
minggrang-mingging pula, tatkala dia sering menyaksikan atau memipin sendiri
untuk melakukan tipu daya terhadap adik-adik kandungnya. Orang-orang Pandawa.
Semua usaha untuk menghancurkan orang-oran Pandawa terus ditingkatkan. Oleh
karena rasa takut mereka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, yang
tidak diinginkan oleh mereka orang-orang Kurawa. Basukarno tidak sampai hati
meliaht penderitaan adik-adiknya yang sangat dicintai yang selalu taat dan
patuh kepada kebenaran, berjiwa sebagai satria sejati. Tetapi bagi Basukarno
yang juga mengaku sebagai ssatria tidak mungkin baginya membantu adik-adiknya
secara terang-terangan, dia sadar, Kurawa membesarkan dia dengan tujuan untuk
ikut membantu membreskan kepetingan mereka. Dan kini salah satu dari tugasnya
adalah menghancurkan saudaranya sendiri yang dicintai, suatu yang mustahil pula
untuk dilakukan seorang satria. Membantu adiknya dengan terang-terangan adalah
salah, bahkan dunia akan menuduhnya sebagai mansuia yant idak tau budi,
membunuh adik-adiknya pun juga salah oleh karena harus melawan kebenaran, yang
berarti harus melawan Tuhan yang tiap hari dipuja-puja dan diagungkan.
Sebagai
jalan untuk memecahkan masalahnya, akhirnya Basukarno memohon petunjuk kepada
Dewata. Dan petunjuk yang diinginkan diperoleh, dimana dia harus melindungi
adik-adiknya, saudara-saudaranya harus segera mengakhiri masa pendertaannya,
untuk itu, dia harus mengorbankan raga dan derajatnya untuk dipersembahkan
kepada Kurawa yang telah membesarkan dan memberi derajat kepadanya. Dan
batinnya untuk Pandawa.
Keadaan
Basukarno yagn sedemikian ini identik dengan Bung Karno, dimana setelah Bung
Karno dibesarkan oleh Komunis Internasional, hatinya menjadi bingung pula, oleh
karena saudara-saudaranya pendukung Pancasila selalu difitnah dan diteror terus
menerus. Keadaan Bung Karno yang sedemikian ini telah diungkapkan oleh R. Ng.
Ronggowarsito di dalam Serat Katalita, bait ketiga sebagai berikut :
Kattetangi
tangisira
Sira sang
parameng kawi
Kawileting tyas
duh kita
Kataman ing reh
wirangi
Dening upaya
sandi
Sumaruna
Anerawung
Mangimur manuhara
Met pamrih melik
pakolih
Temah suka ing
karsa tanpa wiweka
Terjemahan
:
Sang
raja menangis, hantinya sangat susah penuh kesedihan karena terbelit oleh
masalah-masalah yang sulit dipecahkan dan tindakan-tindakan yang memalukan.
Lalu
sang raja mencari isyarah (petunjuk) dengan cara mendatangkan diri kepada Tuhan
(pendek kata langit sap tujuh dijelajahinya agar benar-benar bisa dekat dengan
Tuhannya).
Petunjuk
yang dikehendakinya dapat diperolehnya. Lalu petunjuk itu diperolehnya dengan
senang hati dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh tanpa takut menanggung
segala resikonya.
Bait
ketiga dari Serat Kalatida ini menggambarkan :
Setalah
Bung Karno dengan segala daya upaya yang dimilikinya dicurahkan untuk mengatasi
masalah-masalah yang dihadapi belum juga mendapatkan hasil, tetapi justru
berakibat pada FRUSTASI NASIONAL, yang tidak dikehendaki, maka Bung Karno
dengan kerendahan hati mengakui keberadaannya sebagai titah yang penuh
kelemahan, yang tidak ada artinya apabila dihadapkan kepada Keagungan Tuhan.
Namun sebagai manusia yang sadar bahwa kebreadaan manusia itu merupakan Makhluk
Tuhan yang dimuliakan,s ebagaimana pernyataan Tuhan di dalam Kitab Suci, Allah
telah menciptakan Adam dengan cara yang isitmewa apabila dibandingkan dengan
penciptaan makhluk lain.
Betapa
apenciptaan Adam, Allah menyatupadukan antara perbuatan-Nya dengan
perkataan-Nya. Diciptakan Adam dengan kedua belah tangan Allah yang terangkum
dalam makna Kholaqtu bi yadayya (Qs. Ash-Shood 75). Setelah itu dengan
kerahasiaan Allah meniupkan Ruh-Nya ke dalam Adam yang terangkai makna Jalal
(Keagungan) dan makna Jamaal (Keindahan). Dengan demikian, dalam diri Adam
terangkum haqiqat ruh Ilahiyah. Yang sedemikian itu, bisa dimisalkan dengan
wujud dari sebuah pesawat Televisi yang dengan segala komponennya mempunyai
kaitan dengan arus listrik. Dan arus listrik mempunyai kaitan dengan Sumber
Arus itu sendiri, yaitu wujud pembangkit tenaga listrik.
Dengan
ilmu sangkan paraning dumadi yang dimiliki, Bung Karno mengamalkannya, untuk
mendapatkan jarak yagn sangat dekat dengan Tuhan, dengan demikian doa yang
dimohonkan dapat terkabul.
Lakon
Bung Karno yagn sedemikian ini oleh R. Ng. Ronggowarsito telah diungkapkan pada
baris yang berbunyi : Sumaruna anerawung, mangimur manuharra. Kata-kata yang
terseusun dalam kalimat di atas, apabila kita ungkapkan dalam bahasa Indonesia,
keadaannya kurang lebih begini : Sesaat setelah Bung Karno menancapkan
konsentrasinya, di relung-relung jiwanya yang terdalam, sekonyong-konyong
mengumandang bisikan gaib tanpa suara dan tanpa kata-kata memenuhi seluruh
pendengaran batinnya. Bung Karno menenangkan diri seolah dengan sengaja
menghanyutkan keakuannya untuk menyatu di dalam kumparan bisikan gaib itu. Dan dalam keadaan yang hening,
bisikan gaib itu meluncur secepat kilat menggetari seluruh jaringan jiwa Bung
Karno. Sesaat setelah itu, bisikan gaib mengumandangkan suara “Abdikan ragamu untuk PKI sepadan dengan dukungannya
kepadamu, dan hancurkan PKI sepadan dengan sepenuh jiwamu sepadan dengan
permusuhannya terhadap hakikat kebenaran yang engkau yakini. Lahirmu untuk PKI
batinmu untuk saudara-saudara yang engkau cintai.”
Setelah
bisikan gaib tersebut tidak mengumandangkan suara lagi, Bung Karno membadarkan
kosentrasinya. Berdebar-debarlah jiwa Bung Karno sambil merenungi wujud dirinya
yang dihubungkan dengan suara gaib yang baru saja didengar melalui pendengaran
batin tersebut. Dalam keadaan serba heran, ingatan Bung Karno mendadak menerka
jauh ke relung-relung jiwanya terdalam, ia tiba-tiba mengenang suatu kisah yang
pernah dipaparkan ayahnya Raden Soekemi di waktu Bung Karno masih kecil, yaitu
kisah perjalanan hidup Satria Basukarno (Karna) di dalam pewayangan.
Bung
Karno makin berdebar jantungnya, oleh karena bayangan kisah Basukarno menggetarkan seluruh jaringan
jiwanya. Sambil bertanya-tanya pada dirinya sendiri, siapakah sebenarnya
hakikat Basukarno yang telah dirangkum oleh Pujangga Agung Empu Sedah dan Empu
Panuluh di dalam gubahannya yang terkenal itu?
Ataukah Basukarno? Bung Karno makin bingung dan heran, dan terus
merenung lebih jauh akan wujud dirinya sekarang. Adakah wujud dirinyaada
kaitannya dengan gubahan Empu Seda? Ataukah akibat kekuatan daya ukir
ayahhandanya, sehingga memberinya nama Karo (Karna)? Termasuk dengan segala
wasiatnya yang diwanti-wanti pada dirinya? Dan sebagainya.
Di dalam kata yang telah disusun
Ronggowarsito, dalam baris Sumaruno anerawung, mangimur
manuhara, ini juga melambangkan bahwa Bung Karno selain
sebagai politikus ulung, dia juga sebagai seorang Sufi, dia telah mengenal
Ngelmu Sangkan Paraning Dumadi, sehingga perjalanan batinnya di dalam
mendekatkan diri pada Tuhannya dapat dideteksi melalui radar batin sang
Pujangga R. Ng. Ronggowarsito.
Adapun
setelah Bung Karno mendapatkan petunjuk dari Tuhan-nya, keadaan yang sedemikian
itu diungkapkan oleh R. Ng. Ronggowarsito sebagai berikut : Met pamrih melik
pakoli, Temah suka ing karso, tanpo wiweko.
Maka
petunjuk yagn kehendakinya telah dapat diperolehnya. Lalu dilaksanakn dengan
senang hati tanpa takut menanggung segala resiko.
Dengan
demikian, jelaslah di dalam mengahadapi dilema yang harus diputuskan dengan
segera, Bung Karno memilih laternatif melanjutkan kepemimpinannya dengan
mendukung PKI dengan menanggung segala resiko dari pengorbanan jiwa raga sampai
pengorbanan harga diri (kehormatan) di hadapan saudara-saudara yang icintainya.
Di
dalam rangka mempertahankan tekadnya yang membaja, telah terjadi suatu
percobaan membunuh Bung Karno, tidak kurang dari empat kali percobaan
pembunuhan, yaitu :
1.
Tanggal
1 Desember, terjadi suatu percobaan membunuh Bung Karno di Sekolah Cikini,
namun Bung Karno dan kedua anaknya selamat dari penggranatan yang dilakukan.
2.
Tanggal
7 Januari 1962, iringan mobil yang membawa Bung Karno ke gedung Olah Raga di
Makasar diserang dengan granat, Bung Karno selamat.
3.
Tanggl
14 Maei 1962, Bung Karno lepas lagi dari bahaya maut ketika seorang menembakkan
pistol ke arahnya dalam upacara Sembahyang Idul Adha di lapangan Istana
Meredeka. Beberapa orang luka-luka kena peluru, di antaranya Zainal ‘Arifin
salah seorang pemimpin Nhadlotul Ulama.
4.
Penerbang
Maukar telah meroket Istana. Presiden selamat dari usaha pembunuhan. Ini
terjadi tanggal 9 Maret 1960.
Adapun
reaksi dari tokoh-tokoh partai atas tindakan-tindakan Bung Karno selanjutnya
secara spontanitas berdatangan dengan segala macam tanggapan dan tuduhan.
Bung
Natsir dari Masyumi menuduh Presiden Sukarno teah melakukan pelanggaran
terhadap Undang-Undang Sementara. Bung Tomo dari Partai Rakyat Indonesia
menyatakan bahwa kabinet yang dibentuk di luar Parlemen menyimpang dari
Undang-undang Dasar Sementara. Drs. Ben Mang Reng Say dari Partai Katholik,
menyatakan bahwa Presiden Sukarno telah melanggar UUD Sementara. Syarif Usman
dari Masyumi menuduh Presiden Sukarno melakukan perebutan kekuasaan. Bung Hatta
enyatakan, masa lampau nasionalisme dan perjuangan kemerdekaan telah memberikan
tujuan dan makna bagi kehidupan kita, sekarang aktanya hal itu tidak cuup lagi.
Ketua Badan Koodinasi Masyumi Sumatra mencap tindakan Presiden Sukarno sebagai
suatu perbuatan yang berkhianat terdahadap demokrasi. Salam seorang pemimpin
Partai Sosialis Soebadio Sastrosatomo, mengeluarkan pernyataan: Bahwa persoalan
daerah tidak dapat diselesaikan dengan mortir dan bayonet.
Bung
Natsir selanjutnya menyatakan, bahwa kini partai-partai sedang dirongrong
setindak-demi setindak ke liang kubur. Dan lain-lain pernyataan dan dakwaan
masih banyak lagi yang dilontakan kepada Bung Karno. Namun semua pernyataan dan
tuduhan tersebut tidak membikin Bung Karno mengurunkang tekadnya, oleh karena
tekad Bung Karno sudah menyatu dengan dirinya. Baik tekad yang didhohirkan atau
tekad yagn masih terselubung yang tidak akan diberitahukan kepada siapa pun
juga, dimana yang demikian itu merupakan syarat mutlak bagi seseorang yagn
berperan sebagai Basukarno (Karna).
Di
dalam baiat ini dimana pada baris 1,2,3 terapat kata-kata sira dan duh yang
ditujukan kepada tokoh yang diramalnya ini, mengandung arti adanya persamaan
jiwa antara yang meramalkan dan diramal. Sehingga penderitaan yang dialami sang
Tokoh yang diramal juga ikut dirasakan oleh yang meramal yaitu R. Ng.
Ronggowarsito.
Ada
pun bait R. Ng. Ronggowarsito selanjutnya adalah sebagai berikut :
Dasar karoban
pawarto.
Babaratan ujar
lamis.
Pinudya dadya
pangarsa
Wekasan malah
kawuri
Yen pinikir
sayekti
Mundak opo aneng
ngayun
Andeder kaluputan
Siniraman banyu
kali
Lamun tuwuh, dadi
kekembenging beka.
Terjemahan
bebas :
Oleh karena
pernyataan yang disimpang siurkan.
Yang diibaratkan
sumpah palsu.
Maka dia dipuja-puja sebagai pemimpin yang serba
hebat.
Tetapi pada
akhirnya dia malah dihinakan.
Kalau dipikir
dengan sungguh-sungguh dan teliti.
Apa artinya bagi
seorang pemimpin.
Dengan sengaja
berbuat kesalahan.
Dan dengan
sengaja berbuat kelengahan? (yagn sedemikian itu adalah tidak mungkin kecuali
ada tujuan atau teka-teki yang dikehendaki).
Maka kelak,
apabila teka-teki ini terbuka, maka sang raja akan menjadi bunganya (pujaan)
bangsanya (Umat). (Pohon Sukarno di Makkah itu salah satu buktinya. Penyadur).
Keterangan
:
Bait
ke 4 ini menerangkan tentang hakikat dukungan Bung Karno kepada PKI yaitu lain
di bibir lain di hati. Sehingga dipuja-puja dan diberi gelar serba hebat.
Kemudian dia dihinakan oleh pendukung-pendukung Pancasila. Dan sebagai
janjinya, kelak dia akan dipuja kembali sebagai kusuma bangsa.
9.
PERDAMAIAN NASIONAL
Di
dalam Negeri Astina (Astina Pura = Delapan pintu gerbang. Penyadur). Hidup dua
golongan yang saling bermusuhan, yaitu antara Kurawa dan Pandawa. Kurawa dan
Pandawa kedua-duanya masih mempnyai pertalian persaudaraan, yaitu sama-sama
cucu dari Bagawan Abiyasa hanya berlainan Ibu.
Antara
Kurawa dan Pandawa masing-masing mewarisi sifat dan tabiat perilaku yagn
berbeda. Kalau Pandawa yang percaya dan taaat kepada Tuhan, maka Kurawa adalah
yang ingkar. Kalau Pandawa yang berbuat kebajikan dan meninggalkan kemungkaran,
maka Kurawa adalah yang menegerjakan kemungkaran dan meninggalkan kebajikan.
Kalau Pandawa sukanya bertapa, maka Kurawa sukanya berfoya-foya. Begitulah
seterusnya dua sifat dan tabiat yagn saling bertentangan.
Hingga
suatu ketika Pandawa kena bujuk rayuan Pandeta Durna untuk diajak bermain judi
dadu (istilah Jawa) dengan taruhan berupa bagian dari warisan kerajaan. Dengan
tipu daya Pandeta Durna, akhirnya Pandawa sebagai pihak yang kalah. Sehingga
Pandawa harus hijrah meninggalkan kerajaan terlunta-lunta di tengah hutan. Berkat
gigihnya di dalam menghadapi tantangan dan berjuang di dala membangun kerajaan
baru, maka tercapailah apa yang dikehendaki.
Keadaan
orang-orang Pandawa yag telah sanggup untuk bangkit kembali, tela mengakibatkan
rasa takut orang-orang Kurawa terhadap kemungkinan-kemungkinan yang hendak
terjadi di kemudian hari. Terutama mengenai perebutan kekuasaan di Negeri
Astina Pura oelh orang-orang Pandawa.
Dara
rasa khawatir ini terus berkembang, untuk melakukan fitnah dan tipu daya
terhaap orang-orang Pandawa. Sehingga natara orang-orang Kurawa dan Pandawa
terjadi ketegangan yang memuncak yang sering menjurus kepada perang ssaudara
dalam sekala kecil.
Untuk
mengatasi ini semmua, terjadilah perdamaian antara orang-orang Kurawa dan
Pandawa dilangsungkan di Astina yang telah dikuasai oleh Kurawa. Perdamaian ini
diharapkan untuk mencapai penyelesaian sengketa kerajaan dengan jalan damai, di
mana Pandawa mengutus Kresna (Penasehat Pandawa) sebagai Dutanya, sedang Kurawa
dipimpin oleh Duryudana (Raja) beserta menteri dan panglima perangnya
Basukarna. Setelah perundingan mulai membahas permasalahan yang perlu
dipaecahkan, mendadak Basukarno melakukan interupsi seraya berkata dengan
lantang : “Perdamaian antara Pandawa dan Kurawa hanya bisa diselesaikan dengan
jjalan perang. Perundingan dan perdamaian tidak akan pernah menyelesaikan
amsalah.” Singkat cerita, tindakan Basukano tersebut telah membuat kejengkelan
di kalangan orang-orang Pandawa, oleh karena justru Basukarno adalah saudara
kandung orang-orang Pandawa yang telah dibesarkan oleh Kurawa. Pendek akta kok
tega, kok mentala, sebagai saudara tua mengajak perang, saling bunuh membunuh
dengan saudara-saudara kandungnya sendiri, sesuatu yang tidak pantas untuk
dilakukan oleh seorang satria.
Sebagai kelanjutan. Terjadilah tuduhan-tuduhan
yang dilontarkan oleh orang-orang Pandawa terhadap kakaknya sendiri, Basukarno,
yag berupa tuduhan-tuduhan jahat. Apalagi orang-orang Pandawa menjadi tahu, di
mana pada saat terjadinya main judi yang telah menjadikan orang-orang Pandawa terlunta-lunta,
ternyata orang Pandawa hanya ditipu, oleh karena ruh jahat Betari Durga telah
dimasukan Pendeta Durna ke dalam alat dadu sehingga apa yang di kehendaki
Kurawa tercapai.
Suasananya
menjadi sangat mencekam. Situasi perdamaian nasional dengan gagasan basukarno
tentang penyelsaian sengketa dengan perang, ini adalah identik dengan
perdamaian Nasioanl yang ada di Indoensia. Di mana keadaanya sebagai berikut :
Di
dalam mencapai pelaksaan kosepsi politik, ternyata Bung Karno terus saja
berkeras kepala dengan tanpa menghiraukan suara-suara deri berbagai kalangan.
Baik dari kalangan Partai-partai Politik, atau dari eksatuan-kesatuan Angkatan
Darat. Sehingga pada tanggal 4 Septemeeber 1957, telah diselenggarakan
Musyawarah Nasional di Palembang yagn dihadiri wakil dari Dewan Gajah (Sumatara
Utara), Dewan Lambung Mangkuran (Kalimanatan), Permesta (Indonesia Timur) Front
Pemuda Sunda (Jawa Barat) dan dihadiri pula oleh beberapa Panglima Angkatan,
emskipun ikut serta mereka dan dilangsungkannya konferensi ini telah dilarang
oleh KSAD.
Tindakan
KSAD tersebut telah membangkitkan amarah pemimpin-pemimpin daerah bergolak yang
selanjutnya mengadakan pertemuan pada awal Desember 1957, yang mengeluarkan
tuntuan antara lain, agar Sukarno Hatta dikembalikan lagi pada kedudukan semula
dan kaum Komunis dilarang dengan undang-undang. Begitu pula di Jakarta pada
tanggal 10 September 1957, dilangsungkan Musyawarah Nasional. Dimana pada
kesempatan ini wakil-wakil daerah melakukan usaha sekuat-kuatnya untuk
melibatkan Dwi Tunggal, mereka menghendaki agar Bung Hatta kembali ikut
memegang tampuk tertinggi pimpinan pemerintahan. Tetapi, usaha perdamaian dan
saran-saran yang tujuannya hendak meluruskan langkah-langkah Bung Karno telah
ditolaknya. Bahkan diangkatnya Chairil Saleh oleh Bung Karno sebagai Menteri
Veteran dan sebelumnya Subandrio diangkat menjadi Sekretaris Jendral Departemen
Luar Negeri. Jabatan ini telah digunakan dengan mahirnya untuk membina
pangkalan kekuatan dan karirnya yang kemudian melompat ke Menteri Luar Negeri.
Selanjutnya
PKI dan ACOMA (Angkatan Muda Comunis) di dalam Dewan Perwakilan Rakyat dengan
lantang menolak dikembalikannya kerjasama antara Bung Karno dan Bung Hatta.
Sikap mereka ini dapat dipahami, karena dengan Bung Hatta kembali ikut dalam
tampuk tertinggi pemerintahan, kesempatan orang Komunis untuk menyusup masuk ke
dalam beberapa badan pemerintahan akan sangat terbatas,atau sama sekali tidak
mungkin.
Pada
bulan Oktober 1957, anggota Komunis menyerobot tanah wakaf dan menodai Masjid
Rahmat di Surabaya. Sedang di Pematang Siantar sebuah kesatuan OPD yang
dipengaruhi oleh PKI telah melakukan sebuah serangan dan mengibarkan bendera
palu arit.
Sementara
Perdana Menteri Juanda sendiri menyadari betapa amat sulitnya memulihkan kerja
sama Sukarno Hatta, bahkan dalam sebuah keterangan di depn Dewan Perwakilan
Rakyat, ia berkata, “Bahwa pmeulihan kerja sama antara Sukarno Hatta mungkin
akan memakan waktu yang lama.”
Adapun
konsepsi Demokrasi terpimpin yang diusulkan oleh Bung Karno, walau pun pada
akhirnya merupakan usaha perdamaian nasional, tetapi pada hakikatnya adalah
merupakan pernyataan penyelesiansengketa dengan perang. Oleh karena wakil-wakil
PKI yang sebelumnya tidak bisa masuk menjadi anggota kabinet, maka dengan
Demokrasi Terpimpin, PKI bisa masuk menjadi anggota kabinet, bahkan ke dalam
dewan lainnya. Suatu hal yang mustahil diterima oleh tokoh-tokoh yang setia
terhadap Pancasila.
Baik
Basukarno Panglima perangnya Kurawa dan Bung Karno dengan penyelesaian sengketa
dengan jalan perang, masing-masing mempunyai tujuan yang sama. Di mana
Basukarno sebagai Panglima Perang Kurawa telah tahu betul bahwa kekuatan
Pandawa jauh lebih hebat daripada Kurawa. Setiap Santria Pandawa merupakan satria sakti mandraguna dan masing-masing
merupakan ahli perang yang ulung. Begitu pula Bung Karno telah tahu betul,
bahwa kekuatan pendukung Pancasila, jauh lebih hebat dari pendukung-pendukung
PKI.
Berdasarkan
PEMILU tahun 1955, kekuatan PKI tidak lebih dari 20 persen dibandingkan
kekuatan pendukung Pancasila. Sehingga untuk menciptakan perang tanding andara
dua kekuatan tersebut, masih harus diperlukan cara dengan membesarkan hati
ditambah dukungan secukupnya.
Sebagaimana
Basukarno, di dalam membesarkan hati orang0orang Kurawa dengan memberikan
pernyataan-pernyataan yang meyakinkan dan tingkah laku yagn tidak meragukan, maka Bung Karno demikianlah pula
halnya.
Tindakan
Bung Karno yang sedemikian ini, ternyata tidak bisa lepas dari ketajaman radar
sang Pujangga R. Ng. Ronggowarsito, sebagaimana yang diungkapkan dalam Serat
Kala Tida bait keempat, sebagai berikut :
Dasar karoban
pawarta.
Bebartan ujar
lamis,
Pinudya dadi
pangarsa.
Wekasan malah
kawuri.
Yen pinikir
sayekti.
Mundak opo aneng
ngayun.
Andeder
kaluputan.
Siniraman banyu
kali.
Lamun tuwuh dadi
kekembanging beka.
Terjemahan
:
Oleh
karena pernyataan, yang diputar balikan. Yang bisa diibaratkan ujar lamis
(sumpah palsu). Maka dia dipuja-puja sebagai pemimpin yang serba hebat. Tetapi
akhirnya ddia malah dihinakan.
Kalau
dipikir dengan sungguh, apa artinya bagi orang yagn sudah di atas atau sebagai
pemimpin, dengan sengaja berbuat kesalahan-kesalahan, dan dengan sengaja
berbuat kelengahan kelengahan? (Yang sedemikian ini adalah tidak mungkin
kecuali ada tujuan atau teka-teki yagn dirahasiakan).
Kalau
kelak teka-teki ini terbuka, maka ang Raja akan menjadi bunganya (pujaan)
ummat.
10.
TERBAIK, DI ANTARA YANG TERBAIK
Banyak
jalan menuju Roma. Inilah pepatah lama yang memberi gambaran di mana untuk
mencapai suatu maksud atau untuk mencapai suatu tujuan, di situ akan didapati
banyak jalan dan banyak cara. Namun, di antara sekian banyak jalan yang bisa
untuk dimanfaatkan demi tercapainya tujuan, di situ akan ada jalan yang terbaik
dan ada jalan yang bisa dikategorikan sebagai suatu jalan yang wajar (sedang),
bahkan ada juga jalan atau cara yang bisa dianggap sebagai cara yang sangat
merugikan.
Sebagai
contoh, Umpamanya si Fulan yang ingi pergi ke Monas (Monumen Nasinal) di
Jakarta dari Banjar masin, maka, bagi si Fulan akan terbentang di hadapannya
bermacam-macam jalan yang dapat ditempuh, di antaranya :
1.
Si
Fulan naik kapal laut dari Banjarmasin ke Surabaya, lalu meneruskan perjalanan
dengan kereta api ke Jakarta dan dilanjutkan naik taxi ke Monas.
2.
Si
Fulan, naik peswat terbang dari Banjarmasin langsung ke Jakarta, kemudian
dilanjutkan naik Taxi ke Monas.
3.
Si
Fulan naik kapal laut dari Banjarmasin ke Surabaya, lalu perjalanan ke Jakarta
dengan pesawat terbang, kemudian naik Bis Kota ke Monas.
4.
Si
Fulan, naik pesawat terbang dari Banjarmasin ke Surabaya, kemudian melanjutkan
perjalanan dengan mengendari bus ke Jakarta dan naik Taxi ke Monas.
Dari
beberpa alternatif tersebut di atas, jelas akan ada satu cara yang terbaik
sebagai jalan yang harus ditempuh, apabila seandainya untuk mencapai Monas di
Jakarta telah ditentukan dengan batasan waktu lima jam umpamanya. Di sini akan
ada satu ara/jalan terbaik yaitu alternatif kedua, di mana dalam penilaian ini
terlepas dari faktor biaya dan lain sebagainya.
Begitu
pula pada masa frustasi nasional, di maan pada saat itu idiologi Pancasila
mendapat ancaman serius baik dari PKI yang didukung oleh Komunis internasional,
DI/TII dan kolonial belanda, di mana musuh Pancasila yagn terakhir ini telah
memperkuat kedudukannya di wilayah Indonesai Timur, dengan mendatangkan
perlengkapan perang mutakhir yagn terdiri : Kapal induk kapal friegat kapal
selam, pesawat pem bom dan lain sebagainya. Hal tersebut telah memaksa
pemimin-pemimpin kita untuk mengambil tindakan yagn tepat dalam waktu yagn
sesingkat-singkatnya.
Berdasarkan
pengamatan sejarah, dimana daya fikiran harus dicurahkan untuk menghadapi
maslaah yang paling utama yaitu menghancurkan penyakit Pancasila, sebian
tokoh-tokoh bangsa Indonesia masih terjeak oleh tingkatan-tingkatan pemikiran
yagn sangat terkait oleh kepentingan golongan atau terkait oleh sempitnya
wawasan berpikir mereka, sehingga kepentingan nasional secara keseluruhan
nyaris terkorbankan, atau paling tidak telah menciptakan berbagai golongan yang
berbeda-beda pandangan di dalam menentukan siapakah yang sebenarnya yang pantas
dianggap musuh Pancasila. Sehingga tidak mustahil apabila ada golongan yang
menganggap bahwa hanya PKI sebagai musuh Pancasila, atau hanya kolonialis
Belanda sebagai musuh Pancasila atau DI/TII dan lains ebagainya.
Memang,
pandangan-pandangan sebagaimana tersebut di atas ada benarnya, namun kebenaran
tersebut baru sebagian dari kebenaran yang mutlak. Sehingga sebagai akibat
daria danya bermacam-macam pandangan di dalam menentukan musuh Pancasila, hal
tersebut telah menciptakan berbagai macam pandangan pula di dalam menentukan
strategi termasuk di dalammnya priorotas tentang musuh mana yang harus
dihancurkan terlebih dahulu.
Bagi
golongan yang menganggap PKI sebagai musuh Pancasila satu-satunya, golongan ini
sangat takut akan bahayan yang ditimbulkannya sehingga segala usahanya telah
dicurahkan untuk mengadakan perlawanan dan membendung tersebarnya faham
Komunis, termasuk usaha berupa tuntutan yang diajukan kepada Kepala Negara agar
ideologi Komunis dilarang dengan undang-undang, tanpa berpikir lebih jauh
tetang bahaya yang ditimbulkan oleh musuh-musuh Pancasila yang lain, bahkan ada
pula yang meminta bantuan kepada musuh-musuh Pancasila selain PKI seperti
kolonial Belanda umpamanya.
Bagi
golongan yang menganggap, justru kolonialis Belanda musuh Pancasila
satu-satunya, golongan ini juga berusaha sekuat tenaga untuk cenderung
mengadakan perlawanan terhadap Belanda tanpa memperhitungkan akan bahaya
Komunis. Begitu pula golongan yagn menganggap DI/TII sebagai musuh
satu-satunya, tenaga dan fikirannya dicurahkan untuk menanggulangi musuh ini,
begitu pula seterusnya.
Juga
dari beberapa golongan yang mempunyai pandangan
yang berbeda-beda tentang musuh Pancasila, sebagai kelanjutannya
ternyata mereka mempunyai target penanggulangan/pemberantasan yang berbeda-beda
pula. Sebagai contoh, untuk menanggulangi tersebarnya faham Komunis, di antara
tokoh-tokoh, ada yang sekedar melarang anggotanya bergaul dengan
pendukung-pendukung Komunis, ada juga yang menuntut agar ajaran Komunis bersama
PKI dilarang dengan undang-undang, dan ada juga yang menuntut agar
pendukung-pendukung PKI yang melakukan teror untuk ditindak dengan tegas sesuai
dengan hukum. Dan ada juga yang menganggap bahwa musuh Pancasila terdiri dari
PKI dan kolonialis Belanda, atau terdiri dari ketiga-tiganya bersama DI/TII,
hanya saja cara dan target perjuangannya yang masih kabur.
Terlepas
dari fanatisme, Bung Karno sebagai salah satu tokoh bangsa Indonesia, tampil
pula dengan pandangan-pandangannya terhadap musuh-musuh Pancasila yang sangat
membahayakan itu, dengan cara penanggulangan yang sangat efektif dan target perjuangan
yang sempurna/paling tidak telah mendekati sempurna, namun cara mengatasinya
sangat berbeda dengan cara mengatasi yang pernah dimiliki oleh tokoh-tokoh yang
lain, bahkan konsep perjuangannya merupakan sesuatu yang sangat langka dan
sangat kontradiksi.
Musuh-musuh
Pancasila di masa Bung Karno urutannya adalah, sebagai berikut
1
Kolonialis
Belanda. Musuh ini dinomor satukan, oleh akrena kolonialis belanda bukan saja
menghendaki digantinya isiologi Pancasila, tetapi lebih dari itu, kolonialis
Belanda masih tetap menghendaki hancurnya arepublik Indonesia, baik dari dalam
atau dari luar, langsung atau pun tak langsung. Dengan demikian apabila
Republik Indonesia hancur, maka Belandalah satu-satunya negara yang bisa dianggap
lebih berhak untuk menggantikan Republik Indonesia, atau setidak-tidaknya
apabila Republik Indonesia hancur, Belanda tetap akan mendapatkan hak
istimewanya di seluruh wawasan nusantara tanpa adanya gangguan yang berarti,
dan masih tetap bisa bertahan untuk bisa bercokol di wilayah Indonesia Timur.
Lain
dari pada itu, bahwa kekuatan kolonialis Belanda, khususnya yang
dikonsentrasikan di wilayah Indonesia bagian Timur, tidak bisa dianggap enteng,
karena di samping Belanda sudah sanggup memproduksi peralatan perang yang cukup
mutakhir pada waktu itu, Belanda juga mempunyai hubungan langsung dengan negara
besar di dunai khususnya yang tergabung dalam NATO, dan juga sejak lama telah
memiliki personil militer yang profesional. Untuk itu, wajarlah apabila Bung
Karno menanggap Belanda sebagai musuh nomor satu yang harus diprioritaskan
penanganannya.
2
PKI
(Partai Komunis Indonesia). Karena bagaimana pun juga, faham komunisme adalah
100 persen bertentangan dengan iideologi Pancasila, oleh karenanya hauslah dianggap
sebagai musuh besar. Hanya saja, keberadaannya merupakan bagian dari bangsa
Indonesia. Sehingga sangat logislah apabila keberadaannya dimanfaatkan untuk
ikut menghantam musuh Pancasila yagn datangnya dari luar bangsa Indonesia yang
mempunyai kekuatan yang sangat tangguh. Sehingga keberadaan PKI dalam kondisi
yang demikian wajar apabila dinomor duakan tanap emngurangi arti marabahaya
yang ditimbulkannya.
3
DI/TII,
(Darul Islam/Tentara Islam Indonesia). Memang apabila diamati Darul Islam dan
Pancasila itu ada perbedaannya, namun perbedaan tersbut bukanlah bertumpu pada
ajaran asli yang masih keluar dari sumbernya, tetapi perbedaan tersebut justru
bertumpu pada pelaku-pelaku/pendukung darul Islam yagn apda intinya bersumber
dari rasa ketidak puasan pribadi atas keputusan-keputusan yang diambil oleh
pemerintah pusat.
STRATEGI PERJUANGAN
Setelah
mengetahui urutan musuh-musuh Pancasila, sebagai langkah selanjutnya Bung Karno
menyusun strategi sebagai berikut :
1
Menyusun
kekuatan terpadu untk menghadapi kolonialis Belanda (perang terbuka). Hal
tersebut ditandai dengan berhasilnya usaha Jendaral Nasution untuk membujuk
para pemberontak PRRI PERMESTA, menghentikan pemberontakan mereka, sehingga
pada bulan Qpril 1961, Panglima pasukan permesta Kawilarang telah menyerahkan
diri, dengan istilah yang dipergunakan
pada waktu itu adalah “Kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi” Repulbik
Indonesia. Dan disusul kemudian pada pertengahan tahun 1961 Jenderal Nasution
menunjukkan keberhasilannya kembali membujuk pemimpin-pemimpin PRRI PERMESTA,
kembali ke pangkuan Republik Indonesia seperti Kolonel Ahamd Husein, Kolonel
Simbolon, Kolonel Zulkifli dan pemimpin-pemimpin politik seperti Natsir,
Syafrudin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap dan lain-lain.
2
Merangkaul
PKI, dengan tujuan :
·
Menambah
kekuatan personil untuk menghantam kolonialis Belanda.
·
Dengan
dimanjakannya PKI akan sangat mudah mendapatkan dukungan secara politik dari
negara-negara Komunis di mata dunia, hal tersebut sedikit banyak telah
mempengaruhi nyali pemimpin-pemimpin Belanda untuk mengadakan perlawanan.
·
Dengan
merangkul PKI pada hakikatnya, Bung Karno dengan sengaja menggiring PKI dan kemudian menjebaknya dalan
kancah peperangan. Karena hanya dengan cara ini Bung Karno sebagai satria kelak
bisa membalas hutang budinya kepada negara-negara Komunis sesuai dengan kadar
bantuannya. Dan dengan jalan perang (antara PKI dan pendukung-pendukung
Pancasila), kelak Komunis bisa dihancurkan baik ideologi atau
pendukung-pendukungnya,s esuai dengan kadar permusuhannya terhaap ideologi
Pancasila.
Rindakan
Bung Karno yang demikian itu, secara taktis bisa dipahami, oleh karena dengan
tindakan menghancurkan PKI sebelum hancurnya kolonialis Belanda, hal tersebut
sangat berbahaya, karena dengan demikian telah menempatkan Republik Indonesia
pada posisi yang lebih sulit, Republik Indonesia harus menghadapi dua kekuatan
sekaligus, cara ini akan memakan waktu yang lama, bahkan bsia jadi Republik
Indonesia malah akan dihancurkan oleh musuh.
3.
Menghantam
Belanda dengans erangan yang mematikan.
4.
Setelah
Kolonialis Belanda hancur, lalu menggiring PKI agar lebih beringas dan apabila
sudah sampai pada saatnya, barulah api perang antara pendukung PKI dengan
pendukung Pancasila dinyalakan.
Inilah, diantara strategi Bung Karno
yang dengan strategi ini telah memaksa dia untuk berbuat yagn serba ganjil dan
aneh yang sulit untuk diterima dengan
nalar yang sehat di mata pendukung-pendukung Pancasila itu sendiri. Namun,
apabila sanggup menangkap tujuan di balik keganjilan itus emua, tidak
dipungkiri strategi-strategi perjuangan Bung Karno pada saat itu merupakan
terbaik dari yang terbaik.
11.
TERBERAT DI ANTARA YANG BERAT
Bagiku kematian adalah merupakan pengabdian
yang paling mudah, adapun terberat bagiku adalah menyelamatkan Negara dan
Bangsa dari segala macam bentuk penyakitnya (Sukarno, Cindi Adams).
Pernyataan
Bung Karno tersebut di atas, bukanlah sekedar omong kosong dengan harapan untuk
mendpatkan sanjungan gelar tanpa adanya pembuktian yagn bisa diterima oleh
naar, tetapi lebih dari itu Bung Karno telah membuktikannya dengan tidak kurang
dari 13 tahun keluar masuk penjara kolonial Belanda dengan berbagai macam
suasana yagn serba mencekam.
Pada
umumnya, seseorang sesekali dua kali masuk penjara akan menjadi jera untuk
meneruskan suatu cita-cita perjuangan, atau seandainya terus, maka cara
melakukannya adalah dengan sembunyi-sembunyi atau di bawah tanah. Bung Karno
tidak demikian halnya, dia sebagai komandan atas berjuta-juta rakyat yang
tertindas yagn terdiri dari tukang sayur, tukang becak, kuli bangunan, pegawai,
pedagang, dan lain-lain, tidaklah akan cukup untuk memenuhi panggilan mereka
apabila hanya dijawab dengan cara sembunyi-sembunyi.
Bung
Karno telah tampil di hadapan mereka dengan suara khasnya yang lantang, teriak
ke sana kemari, ini dan itu, membangkitkan semangat juang rakyat yagn hampir
putus asa, tanpa memperdulikan ancaman penjara, bahkan sampai ancaman kematian
pun tidak membikin Bung Karno mengurungkan niat sucinya. Bung Karno bagaikan
Muhammad SAW. di awal menjalankan tugas suci ke-Rasullannya, tak gentar menghadapi
hinaan dan siksaan dari kaumnya, juga tidak luluh tatkala menghadapi tawaran
yang menggiurkan, dari wanita yang paling cantik sampai kekayaan yang melimpah
ruah. Muhammad tetap teguh hatinya, tidak minggrang-minggring tetapi berjuang
terus menegakkan kebenaran. Inilah jiwa yang diteladani Bung Karno tatkala
memperjuangkan rakyatnya untuk mencapai kemerdekaan, mendapatkan derajat yagn
layak sebagai bangsa yang merdeka di dunai. Dialah Bung Karno yagn tatkala
memproklamasikan Republik Indonesia disanjung-sanjung oleh rakyat yang
diperjuangkannya, dia sebagai lambang kebangsaan, dia bagaikan bunga semerbak
mewangi milik bangsanya yang ahrganya tiada tara, oleh karena dirinya telah
menjadi satu di dalam jiwa dan raga rakyatnya yang tercinta.
Bung
Karno jiwa dan raganya diabdikan sepenuhnya untuk negara dan bangsa yagn
dicintai sepenuh hati demi memenuhi panggilan Khalik-Nya, maka sewajarnya lah
apabila Bung Karno pada waktu itu sebagai pujaan. Namun perjuangan yang harus
diperjuangkan Bung Karno settelah Republik Indonesia diproklamirkan pada
tanggal 17 Agustus 1945, makin lama bukannya makin enteng, tetapi justru
semakin lama semakin memberat, karena perjuangan sepenuh jiwa dan raga belum
mencukupi untuk itu.
Menjelng
Republik Indonesia tertimpa mara bahaya, sehingga keadaannya menjadi sangat
gawat, hal tersebut telah memaksa Bung Karno jatuh ke pangkuan negara-negara
Komunis, karena menurut anggapannya dengan jalan inilah negara dapat
diselamatkan dari marabahaya pemberontak-pemberontak yang silih berganti
tentunya dalam hal ini tidak terlepas dari pengamatan indra batinnya yang
digunakan untuk menjangkau langkah-langkah perjuangan yagn baik pada masa yang
akan datang, dimana apa yang diambil sebagai kebijaksanaanya kelak akan
dijumpai secara nyata akan manfaatnya, yaitu dapat dimanfaatkan untuk ikut
membantu perjuangan bangsa untuk mengusir penjajah Belanda dari seluruh wawasan
Nusantara khususnya di wilayah Indonesia Timur yang memperkuat kedudukannya di
Irian.
Dari
keberhasilan yang gilang gemilang ini, telah menjadikan Bung Karno di
persimpangan jalan, di mana segolongan rakyta Indonesia, yang bergabung pada
PKI telah menyanjungnya setigngi langit, dituruti segala kemauannya, dicukupi
segala kebutuhannya sampa yang sifatnya pribadi kalau mau.
Di
lain pihak, Bung Karno mendapat hinaan, caci maki dan tuduhan-tuduhan yang
jelek, justru dari golongan yang mendukung Pancasila secara murni. Mereka yagn
terakhir inilah yang sebenarnya sebagai saudara sejati Bung Karno yang apda
awalnya ebrsama-sama memperjuangkan Republik Indonesia dengan Pancasilanya.
Saudara-saudara
Bung Karno yagn sejati (pendukung Pancasila) baik yagn bergabung pada
organisasi politik atau yang bergabung pada kesatuan-kesatuan angkatan perang
pada umumnya merasa yakin, dengan dirangkulnya PKI, oleh Bung Karno, dan
tindakan-tindakan PKI di balik sanjungannya keapda Bung Karno, jelas dibalik
itu semua, telah disipakan beberapa jerat yagn apabila sudah sampai pada
saatnya akan dengan mudah memmangsa Bung Karno itu sendiri dan pendukung-pendukung
Pancasila yagn setia.
Sepintas
lalu memang seolah-olah Bung Karno telah ditunggangi oleh PKI dan
memang demikinlah pendapat opini hampir seluruh rakyat Indonesia, berdasarkan
fakta kejadian demi kejadian.
Bung
Karno tekah dijebak, dibius, sehingga apa yang dikehendaki oleh tokoh-tokoh
PKI, hampir semua dikabulkan, dan benar tidak dapat dipungkiri, dengan bekerja
sama dengan Bung Karno, PKI secepat kilat telah berkembang menjadi partai
besar, sehingga kedudukannya bisa disejajarkan dengan Masyumi, PNI dan NU.
Dalam
keadaan yagn demikian, seolah-olah Bung Karno telah larut di dalam perilaku
Komunis, dia telah lupa aratan perjuangan yang suci, dia telah membenci
pendukug-pendukung Pancasila sepenuh hati, pendek akta Bung Karno tidak setia
lagi kepada Pancasila yagn dulu diperjuangkan dengan gigihnya.
Tetapi
bagi Bung Karno selaku pimpinan tertinggi revolusi yagn ahrus bertanggung jawab
atas keselamatan negra dan bangsa dengan falsafah Pancasilanya, menghancurkan
ideologi Komunis beserta pendukung-pendukungnya, adalah merupakan syarat
mutlak. Namun, untuk itu semua diperlukan suatu taktik yang akhirnay bsia
menjebak mereka untuk berbuat kesalahan besar. Dengan demikian ada alasan yang
memadai untuk menindak mereka (orang-orang komunis) sesuai dengan rencana.
Rupanya dalam hal ini Bung Karno
betul-betul sebagai aktor yang ulung, dimana perannya di dalam merangkul PKI
telah berhasil dengan gemilang, semua penonton telah terpukau oleh perang yang
ditampilkannya, walau pun Bung Karno yagn sebenranya bukanlah seperti Bung
Karno didalam sandiwara itu. Bung Karno yagn sebenarnya adalah yang percaya dan
cinta pada Tuhannya, cinta kepada negara dan bangsanya, dan yang cinta kepaa
Pancasila dan pendukungnya.
Peran
yagn ditampilkannya betul-betul telah berakibat yagn negatif terhadpnya di
kalangan pecinta sandiwara itu sendiri sehingga Bung Karno yagn sebenarnya
adalah identik dengan Bung Karno yagn ada dalam sandiwara. Tetapi Bung Karno
yagn sebenarnya tetap sekedar bermain sandiwara tanpa mengesampingkan
cita-citanya yang luhur, dan justru dengan lakon inilah sebagai jalan
satu-satunya yang paling jitu untuk menyelematkan Pancasila dari segala
musuh-musuhnya.
Lakon
yang diperankan Bung Karno sungguh amat sangat berat, karena di dalam
penampilan merangkul PKI dan semua pendukungnya, dengan sebaik-baiknya sehingga
sanggup mengelabui semua pihak, betul-betul diperlukan bukan hanya pengorbanan
jiwa raga, tetapi amsih harus ditambah dengan pengorbanan harga diri dan
kehormatan.
Perjuangan
Bung Karno dalam rangka menyelamatkan Pancasila dan pendukungnya lebih berat
daripada perjuangan menyongsong kemerdekaan, oleh karena perjuangan menyongsong
kemerdekaan telah cukup dengan pengorbanan segenap jiwa dan raga, dan
mendapatkan imbalan yang wajar yaitu sebagai idaman dan idola seluruh rakyat
yagn diperjuangkan. Tetapi sebaliknya, perjuangan yang kedua dengan jalan
merangkul PKI, lalu menjebaknya dalam kancak peperangan, dengan mengelabui
semua pihak, telah memaksa Bung Karno untuk mengorbankan jiwa raga dan
kehormatan sekaligus, dengan tanpa mendapatkan sesuatu apa pun dari golongan
yang didperjuangkan, kecuali tuduhan-tuduhan jahat baginya.
Memang
tidak ada salahnya bagi siapapunjuga, untuk menuduh Bung Karno sebagai manusia
jahat, khususnya bagi para pendukung Pancasila itu sendiri, tetapi harap
dimengerti, rasanya Bung Karno sudah siap untuk itu sebelum Bung Karno
menjalankan konsep perjuangannya yang memang sangat langka untuk didapat.
Bung
Karno juga sadar akan akibat dari langkah perjuangannya yang seolah-olah sangat
merugikan para pendukung Pancasila di masa itu, kelak dirinya akan dihinakan
oleh orang-orang yang dicintainya, yaitu mreka yang diperjuangkan setulus hati.
Bung
Karno sudah siap untuk ini semua, dia tidak akan menyesal, dan tidak pernah
akan mengeluh, karena memang Bung Karno tidak mempunyai pamrih sedikit pun, dan
berupa apa pun, kepada mereka yang diperjuangkan, kecali kebahagiaan mereka dan
kejayaan negara.
Perjuangannya, suci
Pengorbanannya, setulus hati.
Berkedok penghianat
Itu sebagai bukti
Dari cinta nan murni
Untuk saudara-saudara yang sejati.
Tak
diragukan lagi Bung Karno telah berjuang dengan raganya untuk PKI, raganya
diabdikan untuk perjuangan PKI, tetapi dengan dukungannya yagn sebatas
lahiriahnya saja. Di sini Bung Karno menunjukkan jiwa satrianya sebagai manusia
yang berbudi, bukan manusia yang tak tahu budi. Tetapi janganlah dianggap Bung
Karno sebagai amnsuia yang mudah ditunggangi untuk perbuatan-perbuatan yang
hakikatnya durjana.
Dalam
hal hubungannya dengan PKI, justru Bung Karno yang menunggangi PKI dengan
sebaik-baiknya tanpa disadari oleh semua pihak, bahkan PKI dengan segenap
pendukungnya telah dimanfaatkan untuk ikut menghantam kolonialis Belanda dan
terbukti berhasil, di mana dengan satu kali pukulan, Belanda bertekuk lutut.
Dan
juga tak ada salahnya adanya pendapat yang mengatakan, dengan dukungan Bung
Karno kepada PKI, telah dapat melemahkan posisi para pendukung Pancasila, dan
telah menyakitkan hati mereka, namun jangalah dianggap bahwa dukungan Bung Karno tersebut tanpa adanya perhitungan
yagn amtang atau hanya gnawur belaka. Tetepi
di balik itu semua, Bung Karno dengan sengaja membesarkan hati orang-orang PKI
untuk menjadi beringas dan berani dengan terang-terangan menantang perang. Hal
tersebut sangat diperlukan, karena tanpa cara begini, PKI akan terus menerus
menyusahkan pendukung-pendukung Panca sila, dengan seibu macam cara jahatnya,
sehingga penderitaan pendukung-pendukung Pancasila akan berkepanjangan dan akan
sangat sulit untuk mengetahui siapakah orang-orang PKI yang sebenarnya, karena
tanpa dukungan Bung Karno, taktik gerakan PKI ibarat pepatah “Lempar batu
sembunyi tanag”. Yang demikian ini tidak dikehendaki oleh Bung Karno.
Jadi,
justru dengan dukungan Bung Karno terhadap PKI, pada hakekatnya telah
menguntungkan pendukung-pendukung Pancasila, karena dengan demikian para
pendukung Pancasila telah tahu siapa teman siapa lawan. Sehingga kelak apabila
medan perang Kurusetro (Tempat terjadinya perang Barata Yudha anatara Kurawa
dan Pandawa) telah disiapkan, dan api perang sudah disulut, maka dengan mudah
orang-orang Pandawa (Pendukung Panasila) untuk menghancurkan orang-orang Kurawa
(Pendukung-pendukung PKI) dengan tanpa kesulitan yang berarti.
Demikianlah
Bung Karno membesarkan hati orang-orang PKI dengan latar belakang yang
tersembunyi rapat, untuk bisa berperan dengan sebaik-baiknya, bahkan untuk itu
semua tidak jarang Bung Karno melontarkan pernyataan yagn sangat menyakitkan
hati para pendukung Pancasila.
Di
antara pernyatan tersebut, adalah :
·
Barang
siapa yagn menetang PKI berarti telah menentang Presiden.
·
Aidid
adalah putra Indonesia 100 persen.
·
Para
pemimpin-pemimpin PKI adalah patriot sejati, dibanggakan sebagai penunjang
handal dalam lingkungan revolusi Indonesia.
Begitu pula, PKI melalui Aidit bersama
wakilnya Lukman dan Nyoto dengan akal cerdiknya, mengagung-agungkan Bung Karno
yagn dianggapnya “megalomania” (gila kebesaran), dengan sebutan Pimpinan Besar
Revolusi, penyambung lidah rakyat, presiden seumur hidup, sampai diberi gelar
sebagai “Pelindung wanita Indonesia Progresif”.
Sehingga
banyak pejabat yang rupanya bingung melihat situasi yang sangat mesra antara Bung
Karno dan PKI apda waktu itu, sambil mengatakan, “Pada akhirnya memang amat
susah membedakan siapa yang berkuasa di atas siapa”. Bung Karno kah? PKI kah?
Memang
tidak ada salahnya apabila PKI merasa mampu menunggangi Bung Karno, tetapi juga
tidak ada salahnya apabila Bung Karno merasa mampu menunggangi PKI dari segala
segi sudutnya. Sungguh, suatu hal yang sangat ajaib, yang aneh tapi nyata,
dimana di balik kemeraan antara Bung Karno dan PKI, pada hakikatnya telah terjadi
perang dahsyat antara keduanya. PKI mendukung Bung Karno sebatas lahirnya saja,
Bung Karno mendukung PKI sebatas lahirnya. PKI menyanjung-nyanjung Bung Karno,
begitu pula sebaliknya. Dengan memanjakan Bung Karno, PKI dengan lihainya
memanfaatkan kebaikan Bung Karno untuk menyebarkan faham Komunismenya, begitu
pula Bung Karno tak kalah lihainya, kebaikan PKI telah dimanfaatkan pula dengan
sebaik-baiknya untuk menghantam Kolinialis Belanda salah satu musuh Republik Indoensia
yang berlandaskan Pancasila.
Selanjutnya
PKI telah berniat menghancurkan Pancasila serta pendukung-pendukungnya, maka Bung
Karno juga tidak mau kalah untuk memasang jerat yagn hendak menghancurkan
pendukung-pendukung PKI beserta idiologinya.
Segala
macam strategi dan tipu daya telah dipersiapkan oleh kedua belah pihak, secara
diam-diam masing-masing mengakui keunggulannya tanpa merasa diketahui oleh
lawannya. PKI di balik sanjungannya kepada Bung Karno terbetik cemoohan sebagai
pemimpin tolol yang mudah diakali, beitu pula di balik sanjungan Bung Karno
juga tersirat cemoohan dan kebencian yang memuakkan terhadap PKI.
Keadaan
Bung Karno yang demikian sangat cocok dengan perkataannya, “Aku ditakdirkan
untuk menguasai, bukan untuk dikuasai. Sebagai contoh, misalnya bila
gangsringku kalah kutendang saja gangsring laanku ke sungai. Ini pada saat Bung
Karno masih kanak-kanak, sedang pada saat Bung Karno puber, dia kepingin
menaklukkan gadis-gadis Belanda, agar tahu kehebatan/betapa hebatnya bangsa
berkulit sawo matang, dan tentu saja menaklukannya semauku”. (Sukarno. Cindi
Adams).
Begitu
pula di dalam bermain tipu daya dengan PKI yang terkenal dengan permainan
menghalalkan segala cara, rasanya Bung Karno tidak mau kalah begitu saja, dia
tetap menang, sebab tipu daya Bung Karno terhadap PKI telah sanggup mengelabui
para Pendukung Pancasila, yang dengan serentak telah menuduh Bung Karno dengan
segala macam tuduhan-tuduhannya, begitu pula PKI menganggap Bung Karno tidak
melakukan tipu daya, sedang Bung Karno telah tahu tipu daya PKI dengan segala
rencana busuknya, sehingga sangat mudah bagi Bung Karno untuk menyusun strategi
baru, yagn sanggup menanggulangi dan sekaligus menghantam secara telak para
pendukung PKI beserta ideologinya.
Demikianlah persaingan hebat antara PKI
dan Bung Karno dalam arti strategi dan tipu daya, yang kelak akan sampai pada
puncaknya dengan hancurnya pendukung-pendukung PKI beserta Ideologinya, dan
jatuhnya Bung Karno dari singgasana kepresidenan, yang dibalik kejatuhannya itu
justru bersemayam puncak kejayaan yang tiada tara, sebab dengan demikian
saudara-saudaranya yang dicintai akan segera mukti wibowo, bisa hidup bahagia
dan selamatlah ideologi Pancasila dari segala musuhnya, karena yang demikian
itu adalah hakikat cita-citanya.
Dialah Bung Karno yang telah menyiapkan
dirinya sebagai tumbalnya negara dan bangsa, dia telah menempuh jalan
perjuangan dengan cara yagn terberat di antara yang berat, bukan hanya jiwanya
bukan hanya raganya, tetapi juga kehormatannya telah dikorbankan untuk
saudara-saudaranya yang dicintai, dia rela, dia tiada menyesal, maka kala
pengabdiannya yang tulus ikhlas itu, dibalas dengan tuduhan-tuduhan yagn jahat,
karena bagi Bung Karno puncak keikhlasan itu dipersembahkan untuk Tuhannya
bukan untuk diperlihatkan kepada mereka yang diperjuangkan, apalagi untuk
mendapatkan gelar dari mereka.
12.
BUNG KARNO DAN INTERNASIONALISMENYA
KOMUNIS
Menurut
ajaran agama atau aar istiadat ketimuran, maka merupakan keharusan apabila
pemberian kebaikan itu dibalas dengan kebaikan pula, bahkan diajurkan agar
balas budinya lebih baik dari apa yang diterima. Hal tersebut merupakan
pelajaran yang harus diamalkan bagi seseorang yang mengaku sebagai satria.
Bung
Karno yang juga sebagai sejarawan, telah tahu betul tentang perangai kolonial
Belanda, yang dengan segala macam kelicikan, telah menipu, menghianati
pejuang-pejuang Indonesia, baik dengan cara tipu daya atau dengan strategi
politik adu domba.
Dengan
memanjakan PKI Bung Karno mempunyai harapan kelak apabila sudah sampai pada
waktunya untuk menghancurkanBelanda dari wawasan nusantara dengan kekuatan
militer tidaklah sulit bagi Bung Karno untuk mendapatkan bantuan yang lebih
besar, khususnya tentang ilmu kemiliteran beserta kelengkapan-kelengkapannya.
Hal yang sedemikian ini apabila kita tanggapi dengan lapang dada, maka cara
yang ditempuh Bung Karno adalah cara yang wajar, dimana apabila kita hendak
mengail ikan yang besar diharuskan memberi umpan yang sesuai pula.
Sebagai
politikus, berjiwa satria, penganut Agama Islam, yang telah menyelesaikan Rukun Islam yang ke lima ke Mekkah, konon dengan tanpa pasukan
pengawal kepresidenan, sesuai dengan niatnya yang pernah disampaikan kepada
saudara-saudaranya sesama jamaah haji, bahwa Bung Karno menunaikan Ibadah Haji
bukan atas nama Presiden Republik Indonesia, tetapi atas nama pribadi dari
salah satu rakyat bangsa Indonesia. Sehingga selama perjalanan menunaikan rukun
dan sunnah Haji, Bung Karno menjalankannya tanpa pengawal sebagai lazimnya
seorang Kepala Negara.
Begitu
pula berdasarkan pengakuannya yang ditulis di dalam buku Otobiografinya, bahwa
kematiannya bukan di tangan manusia, tetapi di tangan Tuhan, dan Bung Karno
merasa bahwa Tuhan selalu melindunginya. Yang sedemikian itu telah
dibuktikannya dengan perbuatan, dari sejak merintis kemerdekaan hingga
menjelang ajalnya nanti.
Dengan
dasar-dasar tersebut, derajat ketqwaan Bung Karno termasuk pada golongan yang
memperoleh derjat Taqwa yang tinggi. Sesuai dengan Sabda Nabi Muhammad Saw. “Sebaik-baik Taqwa, adalah yang
merasa bahwa Tuhan selalu bersamanya.”
Kembali
pada masalah Komunisme, menurut analisa penulis, bukannya Bung Karno tidak tahu
dengan landasan falsaahnya, tetapi lebih dari itu, dia juga tahu tentang
strategi perjuangan dengan segala dooktrin-doktrinnya.
Hanya
oleh karena situasi dan kondisi, perjuangan yang dihadapi bangsa Indoensia pada
saat itu, berlainan dengan masa pemberontakan Komunis di Madiun paa tahun 1948,
dimana PKI dengan cepat bertindak menyerang tentara Republik Indonesia beserta
pendukung-pendukung Pancasila serta memproklamirkan kemerdekaan, maka
sepantasnya apabila Bung Karno dengan tega memberi komando untuk menumpasnya.
Adapun
sekarang, situasi dan kondisinya sangat berlainan oleh karena adanya beberapa
alasan yaitu :
1.
PKI
belum melakukan serangan terhadap Republik Indonesia dengan cara yang
mematikan, hal tersebut masih bisa diatasi dengan taktik dan strategi yang
dalam hal ini Bung Karno tahu betul tentang cara-caranya.
2.
Adanya
hutang budi yang harus dibayar terlebih dahulu oleh Bung Karno. Sebagai satria
harus berani mengakui bahwa keadaan negara yang serba sulit akibat
pemberontakan demi pemberontakan, telah melemahkan kekuatan bangsa Indonesia
dalam segala segi, baik dalam bidang kemanan, ekonomi dan sosial politik yang
memaksa Bung Karno menerima uluran tangan dari negara-negara Komunis.
3.
Rencana
menghancurkan kekutan Kolonialis Belanda. Bagaimana pun juga keberadaan
kolonialis Belanda dengan segala hak-hak istrimewanya yagn diperoleh dari perjanjian
Meja Bundar di Den Haag, masih merupakan bahaya besar bagi eksistensi negara
Republik Indonesia. Hal ini telah dibuktikan oleh Belanda, walau pun pda tahun
1949, dengan resmi telah menyerahkan sebagan besar kedaulatan wawasan Nusantara
kepada Repulbik Indoneia, pada kenyataannya Belanda masih terus berusaha
menjalankan politik adu dombanya, sehingga tidak sedikit dari golongan-golongan
yang bersemayan di wawasan nusantara mengadakan pemberontakan-pemberontakan
antara lain pemberontakan Westerling, Andi Azis, RMS dan lain sebagainya.
Begitu pula tentang Irian Barat. Belanda telah berjanji hendak menyerahkan
kepada Indonesia setahuns etelah perjanjian Meja Bndar. Ternyata setelah
ditagih dengan cara damai tidak juga mau menepati janjinya, maka untuk merebut kembali Irian Barat dengan kekuatan senjata
diperlukan kekuatan terpadu dari semua golongan dan dukungan sebanyak mungkin
dari negara-negara yang ada di dunia.
Berdasarkan
ketiga alasan tersebut, maka logislah apabila Bung Karno mengambil kebijaksanaan
merangkul PKI dan negara-negara Komunis untuk masa tertentu.
Telah
merupakan kehendak Tuhan, bahwa Bung Karno disamping ditakdirkan sebagai
pemimpin negara dan bangsanya, juga ditakdirkan sebagai pemimpin dari
negara-negara yagn tertindas dan bangsa-bangsa yang terjajah di dunia sehingga
oleh Raja Kediri yang arif bijaksana, weruh sakdurunge winarah disebutnya
sebagai “Ratu Rinenggeng sajagad” (Raja yang ditunggu-tunggu dunia).
Sehingga
tindakan Bung Karno untuk keluar seolah-olah mempunyai makna Internasionalistis.
Dus dalam hal ini ada kemiripan persekutuan makna dengan landasan
Internasionalistismenya Komunis. Hanya bedanya kalau Bung Karno membantu
negara-negara tertindas dengan niat yang tulus saling tolong menolong sesama
umat untuk mendapatkan ridho Tuhan, sementara Komunis berdalih menolong sesama
umat untuk mendapatkan kenikmatan dunia dengan tidak percaya kepada Tuhan
bahkan anti dan menentang segala ajaran-ajaran-Nya.
Jadi
dalam hal ini mempunyai persamaan makna dhohir (klitnya) namun mempunyai makna
permusuhan dari sisi batin (intinya).
Dalam
hal ini Bung Karno telah memperlihatkan
kehebatannya di dalam memnafaatkan persekutuan makna dhohir dengan bersama-sama
negara-negara Komunis menghancurkan kolonialisme di dunia, dan dilain pihak
Bung Karno memperlihatkan kecemerlangannya di dalam usaha menyelamatkan
bangsa-bangsa yang percaya kepada Tuhan. Terbukti dengan adanya Konferensi
Islam Asia Afrika (KIAA) yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 6 sampai
10 Maret 1965, serta terwujudnya tradisi lebaran dengan Halal bi Halal dan
kegiatan silaturahmi di dalam negeri kita yang tak ada duanya di dunia.
Begitu
pula dengan Komunisme di Indonesia, Bung Karno juga memanfaatkan persekutuan
makna dhohir dengan merangkaul PKI dan memanjakannya dengan harapan mengambil
buah dari landasan Internasionalisme. Dengan demikian Bung Karno dapat dengan
mudah mendapatkan bantuan-bantuan yang diperlukan untuk menghancurkan
Kolonialis Belanda sampai ke akar-akarnya dari wawasan Nusantara, yang mana hal
tersebut merupakan dambaan seluruh rakyat bangsa Indonesia, untuk generasi
terdahulu, sekarang dan yang akan datang.
Demikian
pula mekna permusuhan antara ideologi Pancasila yagn dulu dengan gigih
diperjuangkan bersama pendukungnya dengan ideologi Komunis yang jelas bertentangan
dengan Pancasila, bahkan selalu berusaha memangsanya. Dalam hal ini Bung Karno
dengan kebesaran jiwa telah berhasil dengan kelihaiannya ikut menghancurkan
pendukung-pendukung PKI dengan segala ajarannya dari negara Republik Indonesia,
sehingga dengan demikian selamatlah Pancasila dari keganasan Komunis.
Tentang
penjelasan masalah ini hendak diterangkan tahapan demi tahapan pada bab-bab
berikutnya.
13.
MEMBEBASKAN IRIAN JAYA
Dalam
Konferensi Meja Bundar di tahun 1949, ada satu hal yang tetap menjadi persoalan
antara Indonesia dan belanda, yaitu bagian sebelah Barat dari Pulau Irian, yagn
tadinya merupakan bagian dari daerah Hindia Belanda tidak diserahkan kepada
Indonesia. Ini adalah daerah yang terbelakang, daerahnya masih merupakan hutan
lebat dengan gunung-gunungnya yang mencakar langit dan daerah rawa yang luas.
Pulau
ini didiami oleh Suku Irian yang berkulit hitam yang masih menggunakan
alat-alat primitif seperti kampak dari batu dan senjatanya berupa busur dan
panah. Rakyat ini hidup dalam keadaan di jaman batu. Keadaan penduduk Irian
dengan segala sifatnya, telah dijaidkna oleh Belanda sebagai alasan bahwa
rakyat Irian tidak termasuk bangsa Indonesia. Jadi tidak ada alasan bagi
Belanda untuk menyerahkan wilayah Irian Barat kepada Republik Indonesia.
Sementara itu Angkatan Bersenjata Belanda di kirim ke Irian Barat.
Tindakan
Belanda ini telah membangkitkan kemarahan Bung Karno pada khususnya dan rakyat
Indoneisa pada umumnya. Alasan Belanda tersebut tidaklah bisa diterimma, oleh
karena rakyat Irian tidak lebih mirip dengan orang Belanda yang bepipi merah,
berambut jagung dan dengan muka berbintik-bintik itu.
Irian
Barat pada dasarnya hanya selebar daun kelor apabila dibandingkan dengan
kepulauan Indonesia lainnya, akan tetapi Irian Barat adalah sebagian dari tubuh
bangsa Indonesia. Bukankah seseorang akan emrasa sakit apabila salah satu
anggota tubuh nya dipotong begitu saja? Bukankah seseorang akan berteriak
kesakitan apabila dipotong ujung jarinya sekali pun hanya sedikit?
Dapat
dimengerti bahwa setelah tahun demi tahun berlalau tanpa penyelsaian,Republik
Indonesia semakin merasa sakit dan gelisah. Republik Indonesia masih mencoba
untuk berunding dengan harapan Belanda Mau menepati janji. Di Tahun 1954
sengketa ini dibicarakan, tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Kemudian diulang
kembali di tahun 1955, 19556, 1957 .......... pendeknya setiap tahun. Republik
Indonesia tidak berniat henak menaklukkan salah satu bagian dari dunia yang
bukan kepunyaan Republik Indonesia.
Dalam
sidang umum PBB di tahun 1960, sebelas tahun semenejak Konferensi Meja Bundar,
Menteri Luar Negeri Belanda menyatakan “Negeri Belanda bersedia mendekolonisir
Nieuw Guinea dan kemudian menentukan keinginan sesungguhnya dari penduduk asli,
apakah mereka tetap di bawah si tiga warna, apakah mereka ingin berdiri sendiri
ataukah ingin bergabung dengan Republik Indoensia. Kami, orang Belanda, tidak
akan campur tangan.
Bagi
bangsa Indonesia janji-janji Belanda sudah tidak asing lagi, semuanya sudah
tahu macam onongan seperti itu, sehingga dengan terpaksa Republik Indonesia
memulai Politik kekersan. Rakyat Indonesia yang sudah tidak sabar lagi,
melancarkan aksi-aksi di seluruh tanah air terhadap kepentingan Belanda yang
masih ada. Perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia diambil alih oleh
karyawannya untuk diserahkan kepada Pemerintah. Hubungan Indonesia Belanda
makin menjadi tegang, yang mencapai puncaknya pada tanggal 17 Agustus 1960
ketika Republik Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Kerajaan
Belanda.
Sementara
itu di pihak Belanda juga telah memperkuat angkatan perangnya di Irian, antara
lain dengan mengirimkan sebuah kapa induk, beberapa kapal perusak dan beberapa
kapal selam. Pada Bulan April 1961, pihak Belanda mengadakan
persiapan-persiapan untuk membentuk “Negara Papua” yang berarti akan melepaskan
Irian dari Indonesia untuk selama-lamanya.
Menjelang
pembebasan Irian Barat ii di dalam Negara Republik Indonesia telah terjadi
penangkapan terhadap tokoh-tokoh masyarakat atau pemimpin-pemimpin partai
seperti Achmad Soeharjo bekas Menteri Luar Negeri, Dr. Syahrir Rasad, Profesor
Bahder Johan, Maria Ulfah Santoso, Syahrir, Subanddio Sestrosetomo, Anak Agung
Gde Agung, Prawoto Mangkusasmito, Yunan Nasution, Kiai Isa Anshori, Muchtar
Ghazali, Muttaqin dan Mohammad Roem.
Tindakan
ini telah mendorong Bung Hatta untuk menulis surat secara resmi kepada Bung
Karno pada tanggal 19 Januari 1962, sebagai berikut :
Mohammad Hatta
Jakarta,
19 Januari 1962.
PYM Presiden Republik Indonesia
JAKARTA
Saudara Soekarno,
Sebenarnya
abelum waktunya saya akan mengganggu Saudara dengan surat menyurat. Pendirian
saya sejak beberapa waktu ialah memberi fair chance pada Sudara untuk mencoba
melaksanakan cita-cita pembangunan negara dan masyarakat menurut cara Saudara
sendiri dalam waktu yang layak dengan tidak disertai kritik dari pihak saya,
supaya Saudara dapat mengalami sendiri bagaimana hasilnya.
Akan
tetapi keegelisahan dalam masyarakat sejak beberapa waktu yang lalu, ditambah
dengan kesulitan hidup rakyat yang sangat meningkat, memaksa saya menulis surat
ini.
Kegelisahan
bermula dengan penangkapan beberapa orang dokter di Jakarta dan Bogor atas
laporan yang bukan, bahwa mereka itu masuk dalam suatu komplot bikinan Belanda
untuk membunuh Saudara. Malahn juga seorang anggota pegawai polisi yagn kerjanya
terutama memimpin musik kepoilisian, Sdr. Sudjasmin terseret ditangkap. Dengan
tiada dipaksa terlebih dahulu sifat laporan itu, mereka itu dimasukkan ke dalam
tahanan begitu saja, seolah-olah negara kita bukan negara Hukum, melainkan
negara kekuasaan semata-mata. Di antaranya ada orang-orang yagn tidak pernah
berpolitik dan orang pensiunan yagn sudah berumur 70 tahun.
Sesudah
di tahan lebih dari dua minggu, heran saya tidak besalah, mereka dilepaskan.
Sementara hati mereka sudah dilukai.
Orang
sekarang dilarang mengeluarkan perasaan. Tetapi dapatkah dicegah dendan yang
tertanam di dalam hati, yang menimbulkan, bahwa tida ada lagi Rechtzekerheid di
Indonesia? Sedangkan seorng yan dekat pada Saudara sampai mengucapkan, “Kalau
begitu tiap orang yang difitnah mudah saja ditangkap begitu saja. Manalagi
jaminan Hukum di Negeri kita ini?”
Sekarang
masyarakat gempar lagi karena penangkapan bebereapa orang terkemuka, di
antaranya Syahrir, Prawoto, Roem, Soebadio, Anak Agung Gde Agung, entah siapa
lagi. Katanya kira-kira selusin orang. Orang tak tahu apa sebabnya. Menurut
berita, mereka dituduh tersangkut dengan peristiwa Cenderawasih di Makasar.
Saya
kira, manusia yang sehat pikirannya mengutuk perbuatan teror seperti yang
terjadi di Makasar itu. Dan saya yakin dari sejarah perjuangan, ahwa Syahrir
dan lain-lainnya itu prinsipal menetang segala macam teror dalam politik karena
bertentangan dengan sosialisme, dan perikemanusiaan. Dan Mr. Roem terkenal
seorang politicien safisfait. Mereka itu tidak enggan melakukan oposisi yang
tegas dalam politik, seperti ternyata dalam pergerakan mereka dahulu, tetapi
akan ikut dengan perbuatan teror itu tidak masuk akal.
Jika
sekiranya ada sangkaan pada instansi yang bersangkutan, apakah tidak lebih
bijaksana apabila diamat-amati saja dengan teliti gerak-gerik mereka, dengan
tidak segera mengadakan penangkapan yang menggemparkan? Istimewa pada waktu
mengahadapi masalah Irian Barat yang berat itu, suasana ketenangan perlu
sekali. Peristiwa ini pasti dipergunakan Belanda untuk melemahkan Indonesia dan
memburukkan nama Saudara sendiri dalam dunia Internasional. Dan ini pasti
berpengaruh sebab seorang seperti Syahrir yang terkenal namanya sabagai seorang
pejuang kemerdekaan dan sampai tiga kali menjabat Perdana Menteri di dalam masa
yagn slit, tidak bisa ditangkap begitu saja.
Sambil
lalu saya sebutkan di sini suatu peristiwa yagn sama efektifnya dalam bidang
pegawai negeri : menghilangkan rasa aman dalam Jabatan Saudara Kajat, Direktur
JUBM baru-baru ini mendapat perintah adari darik Wakil MP. I Dr. Leimena untuk
melempar beras ke pasar guna melenyapkan panik beras di kalangan rakyat, dengan
harga yang tertentu. Peristiwa itu dijalankannya. Tetapi beberapa hari sesudah
itu pegawai tinggi tersebut, bukan seorang penjahat! Ditangkap dan ditahan ke
dalam bui. Keterangan MP. I Dr. Leimena, bahwa dialah yang memberi perintah.
Tidak berhasil melepaskannya. Sampai waktu Dr. Leimena berangkat ke Maluku,
pegawai tersebut masih meringkuk dalam bui. Apakahini suatu pemerintahan?
Jangankan pemerintahan yagn adil.
Kita
selal menggembar-gemborkan, bahwa negara kita berdasar Pancasila, tetapi di
mana keadilan, perikemanusiaan, demokrasi yang sebenarnya. Adaakh demokrasi,
kalau orang rata-rata merara takut, harus tutup mulut, kritik tidak
diperbolehkan, sehingga berbagai hal yagn tidak dapat dipertanggung jawabkan
berlaku leluasa?
Apa
yagn kita cela dan tantang dahulu di zaman kolonial Belanda, sekarang berulang
terjadi dilakukan atas nama Saudara. Haraplah Saudara renungkan,
sedalam-dalamnya hal ini.
Karena
saya telah menulis surat ini, ada baiknya saya menyinggung sepintas
lalu-sepintas lalu saja soal penghidupan. Tiap pejabat Negara
mendengung-dengungkan, bahwa kita sedang menuju ke sosialisme. Tetapi dalam
prakteknya banyak terdapat tindakan-tindakan pemerintah yang bertentangan
dengan itu. Tujuan sosialisme ialah memurahkan ongkos hidup rakyat, berbagi
tindakan pemerintah sebaliknya memahalkan. Sudahlah, beras melompat-lompat naik
harganya, hingga tidak terbeli oleh rakyat jelata, juga tarif air, gas dan
listrik dinaikkan sampai berlipat ganda. Demikian juga ongkos transportasi
dengan bus, trem dan kereta api, dengan tiada memikirkan apakah ini terpikul
oleh amsyarkat. Tarif kapal udara yang baik berlipat ganda tidak saya singgung,
karena itu tidak dipakai oleh rakyat jelata. Pemakaian telepon dibebani dengan
biaya ekstra 12.500,00 sehingga telepon bagi orang-orang kaya saja, saudagar
besar atau tukang catutu saja nanti yang akan bertelepon. Orang pensiunan dan
rakyat jelata rupanya dianggap tidak memerlukan. Apakah pemerintah sosialisme
Indonesia teruntuk meladeni kaum kapitalis saja?
Ada
desas-desus bahwa devaluasi akan diadakan lagi untuk memperoleh export drive.
Mereka yang berfikir ke jurusan itu untuk memajukan ekspor tidak mengerti
persangkut-pautan ekonomi. Dua tahun yang lalu saya peringatkan Saudara akan
bahaya merusak kepercayaan kepada uang kita. Nasihat saya diabaikan, malahan
saya disebut naif. Sekarang Saudara alami sendiri akibatnya. Dan sekarang akan
diulangi lagi kesalahan itu?
Memang
devaluasi pernah diadakan oleh berbagai negeri industri dengan tingkatan antara
10% sampai 25%, untuk menurunkan ongkos produksi dan dengan itu menurunkan
harga tawaran di pasar dunia, supaya dapat bersaing dengan negeri-negeri
lawannya. Masalah ekspor Indonesia tidak di situ letaknya dalam bidang-bidang
lain yang kompleks. Yagn tidak akan saya persoalkan di sini. Hanya saya sebut
di sini, bahwa devaluasi yang akan erbilang beratus persen itu akan memperbesar
lagi kesengsaraan rakyat yang sudah sengsara.
Masalah
ini hanya saya singgung sepintas lalu. Maksudnya surat ini yang terutama ialah
meminta perhatian Saudara kepada masalah rasa tak ada hukum dan hak dalam
masyarakat. Renungkanlah, bahwa keadaan semacam itu tidak dapat menjadi dasar
pemerintahan.
Wassalam.
Dari
surat Bung Hatta itu, kita menjadi tahu di masa Bung Hatta sebagai manusia yagn
berjiwa besar, di dalam dirinya tetap bersemayam jiwa juang yagn tak kunjung
reda. Selalu mempunyai ketulusan budi untuk mengingatkan saudara
seperjuangannya yang dianggapnya salah jalan.
Berdasarkan
pengamatan penulis, maksud dari surat Bung Hatta khususnya tentang amslaah
penangkapan tokoh-tokoh masyarakat dan pemimpin-pemimpin partai, mempunyai
tujuan yang berbeda dengan ujuan Bung Karno di dalam melakukan tindakan penangkapan
itu sendiri. Bung Hatta mempunyai
anggapan bahwa penangkapan yang dilakukan Bung Karno pada saat itu akan
melemahkan kedudukan Indonesia dan memburukkan nama Bung Karno sendiri dalam
dunia Internasional, dan ini pasti akan berpengaruh. Ementara bagi Bung Karno,
menurut pengamatan penullis. Penangkapan ini mempunyai tujuan untuk lebih meyakinkan negara Komunis
bahwa Bung Karno telah sepaham dengan mereka dan hendak mendukung segala
rencana-rencana mereka. Dengan demikian sajalah bantuan yagn diharapkan dan
dukungan secara politis yang diperlukan untuk menghadapi segala kemungkinan
yagn terjadi dalam rangka membebaskan Irian Barat dengan mengadu kekuatan
senjata dapat terpenuhi. Pendek kata mereka ditangkap dijadikan umpan untuk
mengail ikan besar untuk pestanya rakyat Indonesia di hari-hari yang akan
datang.
Tindakan
Bung Karno ini. Telah mengingatkan penulis akan ungkapan sang Pujangga
Ronggowarsito, sebagaimana yang telah ditayangkan pada bab-bab yang lalu, yaitu
: Yen pinikir sayekti, Mundak opo aneng ngayun. Andeder kaluputan. Siniraman
banyu kali (Kalau dipikir dengan sungguh sungguh dan teliti, apa gunanya atau
bertambah apa lagi seorang pemimpin dengan sengaja berbuat kesalahan dan dengan
sengaja berbuat kelengahan?) Tentu akan tidak ada gunanya kecuali di balik
tindakan yang salah itu ada tujuan, tentunya mempunyai mafaat keberuntungan
yang lebih besar dari tindakan salah yang disengaja itu sendiri. Sehingga dalam
hal ini sang Pujangga seolah-olah ikut membenarkan dan mendukung tindakan Bung
Karno. Bahkan lebih jauh Sang Pujangga menegaskan di dalam Serat Sabda Tama
yang merupakan kelanjutan dari Serat Kalatidha, di mana pada awal bait dari
Serat Sabda Tama san Pujangga memberi nasihat hadapi jaman yang penuh
keragu-raguan ini, dan pada bait 12 dan 13 Pujangga mengungkapkan sebagai
berikut :
SERAT SABDA TAMA
12. Ndungkari gunung-gunung
Kang geneng-geneng pada jinugrug
Parandene tan ana kang naggulangi
Wedi kalamun sinembur
Upase lir wedang umub.
13. Kalonganing kaluwung
Prabaniro kuning abang biru
Sumurupa iku mung soroting warih
Wewarahe jeng Raul
Dudu jatine Hyang Manon
Terjemahan
:
12. Gunung-gunung digenpur, yang tinggi-tinggi
diratakan/dihancurkan, meskipun demikian tak ada yang berani mencegahnya, sebab
mereka takut akan bisanya, yang apabila menyembur panas bisanya (racunnya) bagaikan air yang mendidih.
13. Tetapi hendaklah diketahui, baha lengkungan pelangi yang
berwarna kuning merah dan biru, sebenarnya hanyalah cahaya pantulan (bias)
belaka, Menurut ajaran para Rasul, itu bukanlah sukma sejati.
Keterangan
:
Gunung-gunung
digempur ini melambangkan pemimpin-pemimpin yang ditangkapi, sehingga
kedudukannya menjadi hancur oleh karena mereka dimasukan ke dalam bui. Tindakan
Bung Karno menangkapi mereka ini tidak ada yang berani melarangnya, oleh karena
semuanya merasa takut akan akibat yang hendak ditimpakan kepda siapapun yang
berani mencegahnya (bait 12).
Dalam
bait 13. Pada asalnya lambang-lambang tersebut diambil dari perjalanan
seseorang yang sedang bersuluk atau menjalankan lakon untuk mengenal hakikat
dirinya yang selanjutnya hendak mengenal Tuhan. Sesuai dengan Sabda Nabi,
“Barang siapa, tahu tentang haqiqat dirinya, maka dia akan mengneal Tuhannya”
atau “Hati orang-orang yang beriman itu adalah rumah Allah.”
Di
dalam perjalanan mengenal diri melalui meditasi atau konsentrasi berdzikir,
maka seseorang akan menemukan cahaya-cahaya, dimana cahaya ini baru merupakan
wujud dari hawa nafsu bukan seukma sejati. Namun lambang-lambang yang digunakan
R. Ng. Ronggowarsito tersebut bisa juga dijadikan sebagai lambang yagn ada
hubungannya dengan alam nyata atau alam lahir. Sehingga pelangi yang melengkung
yagn sering kita jumpai itu adalah merupakan cahaya pantulan atau cahaya bias
belaka. Dan bukan merupakan cahaya yang sebenarnya yang keluar dari sumber
cahaya, yaitu matahari.
Adapun
tujuan dari hal ini, menerangkan tentang tindakan Bung Karno di dalam
menangkapai tokoh dan pemimpin dengan semena-mena itu, hanyalah merupakan
tindakan lahir atau kulitnay saja. Pendek kata, tidak dilandasi benci dendam
dan lain sebagainya, tindakan Bung Karno yang sedemikian itu merupakan cara
yang jitu untuk mengelabui hakikat permusuhannya terhadap PKI dan negara-negara
Komunis lain.
Kembali
kepada masalah membebaskan Irian Barat, setelah persiapan-persiapan dianggap
cukup, yagn terdiri dari : 1 Dukungan diplomatik di Perserikatan Bangsa-Bangsa
yagn pada intinya terdiri dari negara di benua Asia dan Afrika serta
negara-negara sosialis Eropa. 2. Personil militer yagn memadai dalam arti
jumlah dan kualitas. 3. Datangnya peralatan perang yang baik yang dibeli atau
dipinjamkan yang berupa pesawat-pesawat pembom, kapal-kapal perang, roket,
serta peralatan lainnya dari Uni Sovyet atau negara-negara sosialis lainnya di
eropa, maka berakhirlah tahap perencanaan bagi gerakan pembebasan Irian Barat
dengan konfontrasi bersenjata. Maka dimasukanlah tahap berikutnya yaitu tahap
pelaksanaannya.
Tahap
pelaksanaan dariapda gerakan pembebasan Irian dicanangkan oleh Bung Karno selaku
Presiden RI dengan Tri Komando Rakyat. Bertepatan dengan hari Ulang Tahun Aksi
Militer II Belnada, yaitu apda atnggal 19 Desember 1961. Bung Karno mengucapkan
Tri Komando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta :
Tri
Komando rakyat itu ialah :
1.
Gagalkan
pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda Kolonial.
2.
Kibarkan
Sang Merah Putih id Irian Barat Tanah Air Indonesia.
3.
Bersiaplah
untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan
Bangsa.
Pada
tanggal 11 Januari 1962, Bung Karno selaku Presiden membentuk Komando Mandala
Pembebasan Irian Barat dengan Mayor Jendral Suharto (Presiden Suharto) sebagai
Panglima Kolonel Laut R. Subono dan Kolonel Udara Leo Watimena masing-masing
sebagai wakil Panglima I dan II serta Kolonel Achmad Tahir sebagai Kepala Staf.
Belum
lagi Komando Mandala sempat melakukan konsolidasi, kejadian suatu insiden
bersenjata antara tiga buah MTB (Motor Terpedo Boat) Indonesia melawan sebuah
kapal perusak dans ebuah frigat Belanda, di mana pihak kita kehilangan MTB
Macan tutul. Kebetulan di atas MTB itu berada Laksamana Pertama Komodor Yos
Sudarso, Deputi Kepala Staf Angkatan Laut. Sedang kedua MTB yagn lain berhasil
meloloskan diri. Peristiwa ini terkenal sebagai pertempuran laut Aru.
Dalam
bulan Pebruari 1962, Komando Mandala mulai menggerakkan kesatuan-kesatuan laut
dan udara dalam patroli-patroli pengintaian terhadap musuh di Irian. Dengan
bantuan para perwiranya. Mayor jendral Suharto merencanakan siasat perang yang
tercermat. Mula-mula didaratkan sejumlah pasukan komando di berbagai tempat di
Irian Barat melalui udara dan laut. Mereka ditugaskan untuk mengumpulkan
keterangan sambil memancing perhatian musuh. Sesuai dengan perhitungan, tentara
Belanda mengerahkan pasukannya untuk menghadapi pasukan Komando Indonesia
tersebut. Pada saat itu secara tiba-tiba sejumlah pasukan Indonesia lainnya
mendarat di Kaimana, di bagian ujung barat Irian Barat. Dengan begitu tentara
Belanda terpaksa memecah kekuatannya untuk menghadapi pendaratan di Kaimana.
Tentara
Belanca rupanya memusatkan perhatian dan kekuatannya di Kaimana. Mereka
berusaha keras untuk menghancurkan pasukan-pasukan Indonesia. Sementara itu
Mayor Jendral Suharto bersiap melaksanakan rencana yang berikutnya, yaitu
merebut markas besar tentara belanda di Biak, yang pada waktu itu hanya dijaga
sejumlah kecil pasukan musuh.
Akan
tetapi sebelum rencana itu dijalankan, tiba-tiba datanglah perintah gencatan
senjata. Ternyata pada saat itu Perserikatan Bangsa- Bangsa telah mengetahui
apa yang sedang terjadi di Irian itu. Akhirnya melalui pihak Amerika, yagn juga
menyadari bahwa ini akan menimbulkan perang besar dan kuatir dia akan
tersangkut di pihak Belanda, maka Amerika melakukan tekanan di pihak Beanda.
Negara Belanda dengan hati yang berat menyetujui penyerahan Irian kepada
Republik Indonesia. Dan Pihak Indonesia setuju untuk mengambil alih kewajiban
mereka di wilayah itu. Penyelesaian sengketa Irian ini kemudian dikenal dengan
sebutan Susul-Usul Bunker, oleh karena yagn menyusunnya atau sebagai perantara
adalah seorang diplomat yagn bernama Ellsworh Bunker dari Kemnetrian Luar Negeri
Amerika Serikat.
Dan
begitulah pada tanggal 15 Agustus 1965 ditandatanganilah persetujuan antara
Indonesia dan belanda di New York. Isi persetujuan itu ialah : Selama satu
tahun Irian akan diurus oleh suatu pemerintahan sementara oleh PBB. Pada
tanggal 1 Mei 1969, Irian diserahkan kepda Indonesia dengan ketentuan bahwa
pada tahun 1964, akan ditentukan pendapat rakyat, apakah mereka ingin bediri
sendiri atau tetap bersatu dengan Republik Indonesia. Demikian lah Irian Barat
dapat direbut denegan kekuatan senjata dalam waktu yagn relatif singkat, di
mana Bung Karno sebagai arsiteknya perang, sementara Mayor Jendral Suharto
sebagai pelaksananya yang penuh dengan rasa tanggung gjawab.
14.
GUGURNYA ONGKOWIJOYO (ABIMANYU)
Setelah
Kolonial Belanda dapat diusir dari Irian Barat, maka hancurlah sudah musuh
Pancasila yang datangnya dari luar Republik Indonesia, dengan demikian ancaman
terhadap Negara yang berlandaskan Pancasila bagi Bung karno jauh sudah
berkurang. Yaiu tinggal sisanya yang terdiri PKI yang selama ini secara
langsung atau tak langsung telah ikut ambil bagian dalam rangka menghancurkan
Belanda di irian.
Keberhasilan
merebut Irian Barat dari Belanda yang hanya memakan waktu yang amat singkat,
pada dasarnya merupakan suatu keberhsilan yagn luar biasa. Hampir semua kapal
perang dan pesawat-pesawat pembom serta perlengkapan perang lainnya semua masih
dalam keadaan utuh, sehingga dapat dipergunakan untuk mengamankan wawasan
Nusantara pada hari-hari yang akan atang. Secara jujur, keberhasilan ini tidak
bisa dilepaskan bagitu saja dari dukungan PKI dan negara-negara Komunis dunia.
Di
dalam menghadapi musuh Pancasila berikutnya yaitu PKI, di sini seolah-olah ada
dua Bung Karno. Yaitu Bung Karno sebagai satria yang bersahabat yagn
selanjutnya wajib memberi imbalan yagn sepadan kepda PKI dan negara Komunis
Dunia sebagai perwujudan rasa terima kasih, dan Bung Karno sebagai pemimpin
yang percaya dan patuh kepada Allah, yang selanjutnya harus menyelamatkan
negara yagn berlandaskan Pancasila beserta pendukung-pendukungnya, dan
sekaligus menghancurkan musuh-musuh Pancasila itu sendiri dalam hal ini adalah
PKI.
Bung
Karno harus mampu berperan, dan harus sanggup membelah dirinya, sehingga semua
tindakan di dalam merampungkan dua tugas yagn saling berlawanan itu dapat
terselesaikan dengan baik. Untuk itu beliau dituntut untuk dapat menyeangkan
hati orang-orang Komunis sebagai ucapan terima kasih, di lainpihak beliau
dituntut menyelamatkan Pancasila besert apendukungnya. Pendek kta, Bung Karno
harus pandai bermain badut-badutan, tanpa disadari oleh dua belah pihak yang
bermusuhan. Di sini dibutuhkan jiwa seni, untuk itu diperlukan perasaan yang
halus. Sampaidi sini penulis baru meahami, dan alangkah tepatnya ungkapan Bung
Karno di bukunya yagn ditulis Cinci Adams halaman pertama, sebagai berikut :
“Orang mengatakan bahwa Presiden Republik Indonesia banyak
memiliki darah seoran seniman. Akan tetapi aku bersyukur kepada Yang Maha
Pencipta, karena aku dilahirkan dengan perasaan halus dan darah seni. Kalau
tidak demikian, bagaimana aku bisa menjadi Pemimpin Besar Revolusi sebagaimana
105 juta rakyat menyebutku? Kalau tidak demikian, bagaimana aku bisa memimpin
bansgaku untuk merebut kembali kemerdekaan dan hak-hak azasinya setelah tiga
setengah abad dibawah penjajahan Belanda? Kalau tidak demikian, bagaimana aku
bisa mengobarkan suatu Revolusi di tahun 1945, dan menciptakan suatu Negara
Indonesia yang bersatu yang terdiri dari Pulau Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi, Kepulauan Maluku dan bagian lain dari Hindia Belanda?
Irama suatu Revolusi adalah menjebol dan membangun. Pembangunan
menghendaki jiwa seorang arsitek, dan didalma jiwa arsitek terdapat unsur-unsur
perasaan dan Jiwa Seni, Kepandaian memimpin suatu revolusi hanya dapat dicapai
dengan mencari ilham dala segala sesuatu yang dilihat. Dapatkah seseorang
memperoleh Ilham dalams esuatu bilaman ia bukan seorang gmanusia seni barang
sedikit?”
Dan
pada halaman 7 beliau menegaskan, Barat menuduhku terlalu memperhatikan muka manis kepada
negra-negara sosialis. Oooooh kata mreka, Lihatlah Sukarno lagi-lagi bermain
sahabat dengan Blok Timur”, Yah, mengapa tidak? Negara-negara Sosialis tak
pernah mengizinkan seorang pun menegjekku dalam Pers mereka. Negara-negara
sosialis selalu memujiku. Mereka tidak membikin malu ke sluruh dunia atau pun
tidak mempermalukanku di muka umum seperti seoarng anak yang tercela dengan
menolak memberikan lebih banyak jajan sampai kau menjadi anak yang manis.
Negara-negara sosialis selalu mencoba merebut hati Sukarno. Krushchov mengirim
aku jam dan hasil tanaman lain dari panennya berupa apel, gandum dan hasil
tanaman lain yang terbaik. Jadi salahkah aku berterima kasih kepadanya?
Siapakahyang takkan ramah terahdap seseorang yang bersikap ramah kepadanya? Aku
mengejar politik netral ya! Akan tetapi dalam hati kecilku siapa yang
menyalahkanku, jika aku berkata “Terima kasih rakyat negara Blok timur, akrena
engkau berusaha tidak menyakiti hatiku. Terima kasih karena engkau telah menyampaikan kepada rakyatmu bahwa
Sukarno setidak-tidaknya mencoba sekeuat tenaganya bebua untuk negerinya.
Terima kasih atas pemberianmu.”
Apa yang kuucapkan itu adalah tanda terima kasih, bukan
Komunisme!
Itulah
pernyataan Bung Karno di dalam Otobiografinya.
Sebagai
langkah selanjutnya untuk menjalankan dua tugas ygn saling berlawanan tersebut,
maka Bung Karno menyusun strategi perang Saudara dimana Bung Karno sebagai
dalangnya di samping juga sebagai pemeran utama, yaitu dengan cara menarik tegas rakyat Indonesia menjadi dua
kekuatan yang dikenal sebagai Revolusioner kanan (PKI) contra Revolusioner Kiri
Pendukungpendukung Pancasila yang menentang Komunisme).
Di
dalam Perang Barataudha taktik Basukarno agar supaya orang-orang Kurawa berani
maju perang menghadapi Pandawa yang telah diketahuinya lebih unggul dalam
segala hal, maka Basukarno selalu membesarkan hati orang-orang Kurawa dan
selalu meyakinkan bahwa mereka telah mempunyai kekuatan yang tangguh. Karena
hanya dengan jalan perang orang-orang Kurawa dapat dihancurkan beserta tabiat
buruknya.
Tatik
Basukarno tersebut mempunyai kemiripan persekutan makna dengan indakan-tindakan
Bung Karno, yaitu :
1.
Menyelenggarakan
Ganefo (Game of New Emerging Forces) dan Semboan New Emerging orces yagn akan
menghancurkan Old Established Forces (Nevos lawan Oldefos).
2.
Mendudukan
Tokoh-tokoh PKI dalam kabinet, untuk ini Bung Karno memberntuk Kabinet Dwi Kora
pada bulan Agustus 1964, dengan mengangkat Nyoto untuk duduk di dalamnya.
3.
Mencanangkan
konfrontasi melawan Malaysia yag diketahui anti Komunis.
4.
Memberi
perlindungan terhadap orang-orang Komunis yagn bergabung dalam Lekra. Dan
sebaliknya Bung Karno melakukan larangan terhadap kelompok Manifes Kebudayaan
yang menolak paham Komunis.
5.
Bung
Karno memerintahkan ditutupnya 21 surat kabar semuanya tergabung dalam apa yang
menamakan dirinya Badan Pendukung Sukarno dan bersikap anti Komunis. Mereka
berharap dengan memakai payung Badan
Pendukung Sukarno dapat selamat.
6.
Bung
Karno selalu melindungi orang-orang PKI dari diseret ke pengadilan atas
tindakan-tindakan mereka melawan hukum.
7.
Bung
Karno menyatakan, bahwa beliau sebagai Pemimpin Besar Revolusi merangkul PKI
dan lains ebagainya.
Begitu
pula sebaliknya untuk menyelamatkan negara yang berdasarkan Panacasila beserta
pendukungnya, maka tindakan Bung Karno selanjutnya adalah :
1.
Merestui
terbentuknya SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia) yang
didirikan akhir 1962, dengan motivasi yakni menghadapi serangan terbuka dari
PKI. Di tahun 1965 tatkala SOKSI mendapat serangan dari PKI yang menuntut
partai Murba, SOKSI, HMI dibubarkan. SIKSI malah selamat bahkan mendapat restu
secar lisan dan tertulis dari Bung Karno yang disampaikan kepada jendral Ahmad
Yani dimana isinya yang terpenting adalah SOKSI direstui supaya berkembang dan
jalan terus (diambil dari profil Seorang Prajurit TNI oleh Amelia Yani).
2.
Banyaknya
kesempatan untuk mengadakan pembelian peralatan perang keluar dari dalam rangka
memperkuat barisan Angkatan darat.
3.
Kenetralan
Bung Karno dalam rangka menanggapi gagasan akan adanya Angkatan kelima yang
diajukan PKI.
Ada
pun taktik Bung Karno agar supaya perang segera meletus antara Revolusioner
Kanan contra Revolusioneer Kiri, pada dasarnya terletak pada pembubaran Masyumi
dan merangkul PKI.
Tindakan
Bung Karno ini telah memupuk PKI (Revolusioner Kanan) untuk lebih berani
melakukan aksi teror fisik serta ultimatum-ultimatum yang sangat mengerikan.
Sehingga
keadaan menjelang tahun 1964 – a965 sebagai berikut :
Rakyat
menjadi sangat tertekan batinnya oleh akrena teror PKI semakin meningkat, serta
tindakan BPI Subandrio (Badan Intelejen yang seharusnya di bawah Hankam kini
dikuasai Subandrio) terus melakukan penangkapan dan penculikan terhadap lawan
politiknya tanpa diketahui apa sebabnya. Semua pejabat di sekita Bung Karno
ikut meneriakan semboyan dan manteranya. Kultus mengagungkan pribadi Bung Karno
yang dianggapnya Megalomania terus dibina dengan memberi gelar serba agung
kepada beliau. Rasa tidak senang kepada Ingris untuk mengambil alih perusahaan
tersebut, diantaranya yang besar adalah, perusahaan minyak PT, Shell, Unilever
di Jakarta, dan perusahaan Perkebunan PT. Lands di daerah Subang Jawa Barat.
Penyusupan PKI ke dalam badan-badan pemerintahan dan Angkatan Perang berjalan
terus, PKI meningkatkan konfrontasi terhadap Amerika Serikat dengan menyerbu
Kantor Penerangan Kedutaan Besar Amerika dan melakukan pengrusakan dan
pembakaran.
Di
Bandara Betsi (Sumatra), Dan Ramil Pembantu Letnan Satu dibacok dengan pacul
oleh BTI/PKI. Di mana Bung Karno justru mengatakan bahwa pembantu letnan satu
itu harus dihukum mati. Di Kediri juga terjadi peristiwa seperti itu.
Kemudian
muncullah “Dokumen Gilchrist” pada bulan Mei 1965 suatu dokumen ciptaan PKI BPI
Subandrio. Dinyatakan olehnya seolah-olah di Angkatan Darat, terdapat sautu
Dewan Jendral atau DD, yagn sangat memojokan AD. Menjelang G.30 S/PKI di Jawa
Timur. Gerwani berusaha menguasai dan merusak Kantor Gubernur. Dan masih banyak
lagi persitiwa-peristiwa memanaskan suhu politik yang didalangi PKI di masa
itu.
Begitu
pula di dalam tubuh Angkatan darat dengan pembubaran Masyumi dan PSI serta
pernyataan Bung Karno dimana beliau sebagai Panglima Besasr Revolusi merangkul
PKI, tindakan tersebut telah menimbulkan kebimbangan di dalam tubuh Angkatan
Dara, yang selanjutnya memaksa Angkatan Darat untuk menentukan haluan politik
yang tegas menentang Komunisme. Dengan demikian seolah-olah telah terjadi
perbedaan haluan politik antara Bung Karno bersama PKI dengan Angkatan Darat.
Walau pun pada hakikatnya yagn sedemikian itu merupakan kehendak Bung Karno yan
disengaja. Dengan demikian berhasilah Bung Karno dalam memancing kemarahan Angkatan Darat.
Agar
kita dapat memahami permasalahan dalam arti yang sebenarnya di sini penulis
sampaikan surat Jendral Ahmad Yani kepada Bung Karno, sebagai berikut :
1.
Kami
dari Angkatan Darat telah menyadari tujuan Revolusi Nasional kita.
2.
Angkatan
Darat sejak dilahirkan dan dibesarkan selalu di indoktrinasikan dengan falsafah
negara.
Tujuan Revolusi Nasional :
1.
Sudah
jelas : Masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
2.
Revolusi
belum selesai karena pada saat ini implementasinya pun belum dilakukan.
3.
Justru
karena kita ingin mengamankan terlaksananya tujuan revolusi kita ini, maka
perlu kiranya hal-hal yang menyebabkan dualisme itu diclear dan ditiadakan.
4.
Dualisme
yang kami sebutkan tidak mengenai selesai dan belumnya revolusi, bukan mengenai
pimpinan revolusi, tetapi dualisme dalam Interpretasinya.
5.
Sejak
TNI dilahirkan maka baik oleh Bapak sendiri mau pun oleh antara lain Bapak
Sudirman falsafah negara selalu di Indoktrinasikan.
6.
Sosialisme
Indonesia dan uraian-uraian Bapak sendiri yang dapat kami tangkap dilandaskan
pada :
a.
Ketuhanan
Yang Maha Esa.
b.
Kebangsaan
Indonesia
c.
Perikemanausiaan
d.
Kedaulatan
rakyat
7.
Ada
golongan dalam masyarakat kita yang mempunyai interpretasi tersendiri yaitu
golongan Komunis. Kami dapat mengatakan ini karena justru setelah mengetahui
dasar-dasar mereka dan apa yang mereka indotrinasikan kepada pengikutnya, lain.
Bagi mereka Sosialisme Indonsia bukan ultimate obyektive tetapi intermediate
obyective belaka. Seorang Komunis yang tidak konsekuen pada ajaran partainya
bukan Komunis tetapi Revisionest.
8.
Justru
di sini kami sinyalir adanya benih-benih dualisme, yang dapat membahayakan
kelangsungan daripada sosialisme Indonesia.
9.
Perbedaan
ini ada, kebimbanganini hidup di kalangan corps AD, di Corps Pamong Praja, di
masyarkat. Dan anehnya kelau kami memperbincangkan soal ini secara Collegial,
selalu isunya diputar balikan seakan-akan kami pro-Amerika, mata-mata Amerika
dan akan menyingkirkan Presiden. Berapa kali info tersebut disampaikan pada
Bapak bahwa Angkatan akan Coup, akan ini dan itu. Lama-lama kalau bapak
mendengar soal ini juga mulai percaya. Anti PKI tidak berati otomatis pro
Amerika, sebaliknya anti Barat otomatis Pro Timur. Kebimbangan ini makin
memuncak setelah konstelasi politik akhir-akhir ini, dengan dibubarkannya
Masyumi. Dalam menjalankan tugas itu tidak pernah kita bimbang, karena kami
mengerti untuk apa kami berkorban. Saya kira bukti-bukti ketaatan dari TNI
sudah cukup diberikan terhadap setiap penyelewengan dari tujuan nasional, dari
mana pun datangnya telah dan akan kita hadapi.
Konklusi dari uraian saya ini :
1.
Apakah
Bapak menyatakan bahwa sosialisme Indonesia (SI) adalah ultimate obyective dan
bukan Intermediate obyekctive.
2.
Bapak
mengatakan bahwa garis tegas itu harus ditarik Revolusioner Kiri contra
Revolusioner Kanan. Kami pun ada di kiri, soalnya adalah revolusioner untuk
tujuan apa? SI-kah atau Apa?
Dari
surat jendral Ahmad Yani tersebut, telah memberi petunjuk kepada kita :
1.
Betapa
tindakan Bung Karno di dalam membubarkan Masyumi telah memberi bekas yang dalam
khususnya pada diri Jendral Ahmad Yani dan pada Angkatan Darat pada umunya.
2.
Berdasarkan
konklusi nomor 2. Rasanya makin jelas bagi kita tentang rencana Bung Karno di
dalam rangka mewujudkan perang ssaudara dengan apa yang dikenal Revolusioner
Kiri. Contra Revolusioner Kanan. Atau istilah di dalam pewayangan adalah Perang
Barata yudha antara orang-orang Kurawa melawan orang-orang Pandawa.
Dan
sebagai bukti berhasilnya Bung Karno dalam rangka memancing kemarahan Angkatan
Darat adalah pada pernyataan Letnan Jendral Ahmad Yani dalam amanatnya pada
sidang pemukaan kongres darurat Persit, bahwa paham politik yagn ahrus dianut
dan dipegang teguh oleh Persit dan para anggotanya adalah paham politiknya
Angkatan darat, yaitu Pancasila. Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, lain paham
politik idak boleh dianutnya.
Di
Kalimatan Timur jendral Sumitro yang abru saja diangkat oleh Jendral Ahmad Yani
sebagai Panglima Kaltim dengan tegas mengadakan reaksi perlawanan terhadap
penghinaan PKI kepada Angkatan darat dengan cara menutup pelabuhan dan lapangan
terbang, lalu mengadakan penangkapan terhadap seluruh tiga perwira Angkatan
Darat yagn dianggapnya Pro PKI, ini terjadi bulan Mei 1965.
Demikianlah
Bung Karno telah berhasil memancing kemarahan Angkatan darat pada khususnya dan
para pendukung Pancasila pada umunya, dengan umpan membubarkan Masyumi dan
merangkul PKI keadaan yang sedemikian ini apabila kita amati dengan teliti,
akan mempunyai persekutuan makna dengan gugurnya Abimanyu (Ongkowijoyo) putra
Harjuna di dalam perang Baratayudha. Kono diceritakan di dalam kisah perang
Baratayudha gugurnya Ongkowijoyo akibat dijebak dan dikeroyok oleh orang-orang
Kurawa. Namun Ongkowijoyo tidak pernah gentar menghadapi keroyokan tersebut
bahka dia sebagai satria Pandawa terus maju melawan dan baru gugur setelah
seluruh tubuhnya penuh dengan panah. Oleh karena banyaknya panah yang menancap
apda tubuhnya, maka keadaan ongkowijoyo bagaikan arang kranjang yagn artinya
bahwa panah yang menancap pada tubuhnya lebih kerap dari pada lobgang-lobang
yang ada pada anyaman keranjang.
Siasat Kurawa untuk membunuh Ongkowijoyo
Cara
Durno (Penasehat Kurawa) agar dapat membunuh Ongkowijoyo adalah dengan cara
memisahkan antara Bima dan Harjuna Walau pun hanya sebentar, jika kedua saudara
tersebut tidak dipisah, para Pandawa tidak dapat dirusak dan tak dapat mati.
Keputusan selanjutnya Harjuna harus dihadapkan kepada Raja Gadarpati dari
negeri Kapitu.
Sementara
Bima harus dihadapkan kepada Patih Sengkuni dan Wresaya (Tokoh penghasut).
Siasat
Durno tersebut seolah mempunyai persekutuan makna dengan siasat PKI dengan cara
memisahkan PNI dengan Pak Harto bersama Prajuritnya. Di aman Pak Harto
dihadapkan kepada kolonial Belanda di Irian Barat sementara PNI dirusak dengan
cara dihasut dari dalam dengan dimasukkan Ir. Surachman.
Dengan
siasat Durno tersebut, maka Ongkowijoyo baru bisa dijebak dan dapat dibunuh
melalui tangan Jayadrata. Tetapi basgi Basukarno kematian Ongkowijoyo tersebut
adalah merupakan pancingan agar supaya orang-orang Pandawa akan lebih menjadi
marah sehingga antara Kurawa dan Pandawa segera diadu.
Siapakah
Jayadrata? Dan bagaimanakah cara Harjuna membunuh Jayadrata ?
15.
TUJUAN PERANG BARATAYUDHA BAGI BASUKARNO
Sebelum
kita membicarakan tentang gugurnya Gatutkaca atau sebagai judul berikutnya,
maka agar lebih mendetail di dalam membahas atau mengupas di balik peristiwa
demi peristiwa yagn mana di setiap bagian dari peristiwa tersebut mempunyai
arti strategi yang tinggi, sehingga perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang
tujuan yang sebenarnya dari Perang Baratayudha bagi Basukarno. Sehingga dengan
demikian kita akan dapat melihat sejauh mana kemiripan persekutuan makna antara
tingkah laku termasuk di dalamnya taktik dan strategi yang dipreankan Bung
Karno menjelang G.30 S/PKI hingga jatuhnya beliau dari singgasana kepresidenan
dengan perilaku serta siasat Basukarno menjelang gugurnya Gatutkaca hingga
saat-saat menjelang ajal Basukarno di tangan Harjuna di dalam Perang
Baratayudha. Dengan demikian kita pun akan sanggup menilai sampai sejauh
manakah Bung Karno dapat menjalankan tugas dari apa yang telah diwasiatkan
ayahandanya Raden Sukemi yang terangkaum dalam kalimatnya sebagai berikut :
“Cokro adalah pemimpin politik dari orang Jawa. Sungguhpun
engkau akan mendapat pendidikan Belanda, aku tidak ingin darah dagingku menjadi
kebarat-baratan. Karena itu kau ku kirim kepada Cokro, orang yang dijuluki oleh
Belanda sebagai raja Jawa yang tidak dinobatkan. Aku ingin supaya kau tidak
melupakan, bahwa warisanmu adalah untuk menjadi Karno (Basukarno) kedua
(Sukarno, Cindi Adams).
Adapun
tujuan Basukrno dengan perang Baratayudha, adalah :
1.
Pada
dasarnya Basukarno tidaklah merasa bahagia untuk hidup bersama orang-orang
Kurawa, maka untuk melepaskan keterikatannya dengan budi yang telah diberikan
Kurawa kepadanya secara ksatria, jalan satu-satunya adalah melalui jalan perang
melawan Pandawa (adik-adiknya sendiri). Tentunya dia mengalah dalam perang,
namun dengan taktik dan strategi yagn sangat hebat, sehingga segala tindakannya
tidak mencurigakan sama seklai bagi kedua belah pihak yang bermusuhan. Dengan
jalan perang ini pada hakikatnya Basukarno hendak mengorbankan jiwa raga
derajat serta kehormatannya sekaligus.
2.
Dengan
jalan perang Basukarno mempunyai keyakinan bahwa adik-adiknya Pandawa akan
memenangkan peperangan. Dengan demikian Pandawa akan segera mukti wibowo,
terlepas dari segala fitnahan dan tipu daya, serta sanggup menguasai kembali
kerajaan Ngastina, warisan dari ayah Pandawa Pandu Dewanata yang dirampas oleh
Kurawa.
3.
Agar
supaya Kerajaan Astina kelak dapat tenteram aman sejahtera setelah kembali ke
tangan Pandawa, maka Basukarno menghendaki agar kerajaan tersebut dipimpin oleh
seorang raja yagn arif bijaksana, yang sanggup mengayomi semua rakyat di baah
kekuasaannya. Menjadi kerajaan yang adil makmur, kerajaan yang gemah ripah loh
jinawi tentrem kerto raharjo, menjadi kerajaan yang panjang punjung, panjang
pocapane punjung kawibawane. Untuk ini semua Basukarno menghendaki agar kelak
Harjuna-lah yang menjadi Raja.
Alasan memilih
Harjuna sebagai raja
Kelebihan
Harjuno dari sekian banyak cerita pewayangan menurut pengamatan penulis, telah
terangkum dalam kata “Lananging Jagad” (Laki-lakinya dunia). Yaitu sebuah gelar
yang diberikan oleh para dewa kepada Harjuna. Untuk mengetahui apa itu
lananging jagad dalam arti yang sebenarnya diperlukan uraian-uraian tentang
latar belakang yang tidak bisa dipisahkan begitu saja dengan adanya gelar
tersebut yaitu ajaran agama atau Syariat Islam itu sendiri, atau agama-agama
lain yang mempunyai persamaan dalam hal keduniawian dan dalam hal Ketuhanan.
Syari’at Islam
Syariat
Islam, adalah ajaran Tuhan untuk segenap manusia dan Jin yagn pada pokoknya
terdiri dari :
(Satu)
1. “Ibadatul jasadiyah (Pengabdian kepada Tuhan yagn ada hubungannya dengan
raga atau jasad).
(Dua)
2.. “Ibadatur Ruhiah” (Pengabdian kepada Tuhan yagn ada hubungannya dengan ruh
atau batin).
Di
dalam Syar’at Islam, adakalanya ibadatul jasad dan ibadatur ruuh dijalankan
besama-sama, sebagai contoh adalah shalat lim waktu di mana hati, perasaan,
pikiran dan segenap komponen raga dikonsentrasikan untuk menyembah kepada
Tuhan. Dan ada kalanya hanya Ibadatut jasad saja berperan, sebagai contoh
adalah mencari nafkah dan Haji. Begitu pula ada kalanya hanya ibadatur ruuh
saja yang berperan tanpa diikuti ibadatul jasad sebagai contoh adalah tidurnya
Nabi Muhammad, di mana di dalam tidur beliau tidak pernah lupa dari berdzikir
kepada sang Khaliq entah itu tasbih, tahmid, takbir dan lain sebagainya. Di
sini memang beliau telah terbiasa di dalam memisahkan fungsi dari tugas jasad
dan ruh, dengan demikian walau dalam keadaan tidur beliau sanggup menjalankan
fungsi tugas ruh yaitu untuk berdzikir, yang tentunya dalam hal ini diperlukan
adanya pembimbing bagi seorang yang ingin mendalami.
Sebagai
kelanjutannya, puncak dari ‘ibadatur ruhh adalah ma’rifat (mengenal Allah)
dengan jalan menjalin cinta dengan sang Khaliq (Allah). Sehingga dalam hal ini
kita sebagai hamba menjadi tahu bahwa pada dasarnya Allah telah menggariskan
hambanya untuk menjalin dua cinta. Yang pertama menjalin cinta dalam artian hubungan
suami sitri dan yang kedua menjalin cinta antara hamba dengan Khaliq (Allah).
Sebagaimana seseorang menjalin cinta
dengan lawan jenisnya atau antara laki-laki dengan perempuan, dimana dalam hal
ini melalui tahapan demi tahapan dari ijab qabul yang dilanjutkan dengan
pemberian mahar kemudian dilanjutkan dengan kesediaan kedua belah pihak untuk
melakukan hubungan badaniah yagn pada puncaknya mendapatkan suatu kenikmatan
yagn sulit dibayangkan atau dijelaskan (orgasme) maka demikian pulalah halnya
bagi bagi seorang hamba yang menjalin cinta dengan Tuhannya. Di mana dalam hal
ini melalui tahapan-tahapan yagn harus ditempuh terlebih dahulu oleh sorang
hamba yaitu menjalankan aau melaksanakan hukum-hukum Allah menjalankan apa yang
diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarangnya, kemudian dilanjutkan untuk
mendapatkan derajat Taqwa, tahapan yang pertama tersebut lazimnya disebut
Syari’at (dalam tasawuf).
Perjalanan
dalam laku mendapatkan derajat taqwa disebut Thoriqot. Di sini seorang hamba
diuji oleh Allah tentang kebenaran cintanya kepada sang Khaliq (Allah) dengan
berbagai macam cobaan. Apabila seorang hamba telah berhsil di dalam menghadapi
cobaan-cobaan tersebut mendapatkan derajat taqwa yang berarti mendapatkan
derajat sebagai seorang hamba yagn dicintai Allah. (Sesungguhnya Allah itu
cinta kepada orang-orang yagn taqwa. At Taubah 7). Pada tahapan ini sang hamba
selalu dalam keadaan ikhlas tidak mengeluh di dalam menghaapi setiap cobaan.
Seorang
hamba yang tetap cinta kepada Allah setelah menghadapi segala macam coban, maka
Allah pun akan mencintainya. Keadaan hamba dalam tahapan ini dalam ilmu tasawuf
dikenal dengan tahapan haqiqat, dimana sang hamba telah terbukti hqiqat
cintanya kepada Allah. Dan sebagai kelanjutannya sang hamba tersebut dapat melanjutkan
tahapan berikutnya yaitu ma’rifat dengan jalan mahabbah tau bercinta dengan
Tuhan.
Untuk
mencapai tahapan Ma’rifat seorng hamba tidak lagi menggunakan fasilitas panca
inderanya, tetapi malah harus mematikannya dengan jalan samadi, meditasi atau
konsentrasi berdzikir, dengan dimian sang hamba akan menemukan rasa sejatinya.
Dan dengan rasa inilah pada akhirnya sang hamba dapat bercinta dengan Tuhannya,
dengan mendapatkan puncak kenikmatan yang tidak bisa dibayangkan (Dalam istilah
pewayangan “Tan keno kinoyo ngopo”.
Sebagaimana
suami istri yang menjalin cinta melalui senggama dimana pada akhirnya
mendapatkan puncak kenikmatanyang dikenal sebagai orgasme, maka bagi seorang
hamba yang menjalin cinta dengan Tuhan juga akan pendapatkan puncak kenikmatan
yagn dikenal dalam pewayangan sebagai Kembang Wijaya Kusuma dumunung ono
telenging ati (letaknya didasar kedalama hati) di mana cara mendapatkannya
adalah dengan cara samadi, meditasi atau konsentrasi berdzikir yang harus
diiringi tekad membaja tanpa takut menghadapi segala macam resiko.
Oleh
karena adanya persekutuan makna dalam tahapan demi tahapan antara suami istri
yang menjalin cinta dengan seorang hamba yang menjalin cinta dengan Tuhan, maka
Pujangga Ronggowarsito telah mentamsilkan atau melambangkan orang yang menjalin
cinta dengan Tuhan bagaikan seorang suami yang menjalin cinta dengan istri.
Sebagai termaktub dalam serata Darmo Gandul pasal 10 bait 7, sebagai berikut :
Punika sadat
sarengat
Tegese sarengat
niki
Yen sare wadiPne
njengat
Tarekat taren keng
estri
Hakikat nunggil
kapti
Kedah rujuk estri
kakung
Makripat ngretos
wikan
Sarak sarat laki
rabi
Ngaben adu
kaidenan yaya reno.
Terjemahannya
:
Itulah
yang namanya syahadat sarengat, artinya sarengat itu ialah kalau tidur
kemaluannya tegak (mengeras), sedang tarekat artinya meminta persetujuan kepada
istri (melakukan senggama). Hakekat artinya sama-sama saling mencintai (sepakat
melakukan senggama) dan makripat artinya harus tahu bagaimana caranya
bersetubuh, yaitu memasukan kelamin laki-laki ke dalam kemaluan perempuan.
Keterangan
:
Pada
bait di atas sang Pujanggga melambangkan sarengat sebagai kemaluan laki-laki
yang tegak (mengeras), Ini mempunyai arti bahwa orang yang berjihad untuk
mencapai tahapan makripat haruslah terlebih dahulu menjalankan sarengat yaitu
menjalankan apa-apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa-apa yang
dilarang-Nya. Jadi sarengat justru merupakan sarat mutlak, dan sebgai
konsekuensinya apabila sarengat itu ditinggalkan maka perjuangan untuk
mendapatkan tahapan makripat akan menjadi gabuk atau kosong. Yang sedemikian
ini identik dengan seorang suami yang berjuang untuk mendapatkan orgasme
sebagai syarat mutlak adalah kemaluannya harus dapat tegak (mengeras) dan
sebagai konsekuensinya apabila si suami impoten, maka sia-sialah perjuangan di
dalam mendapatkan orgasme.
Adapun
tarekat, oelh sang Pujangga dilambangkan sebagai minta persetujuan kepada istri
(melakukan senggama) ini mempunyai arti oleh karena tahapan tarekat pada
dasarnya untu mencapai derajat sebagai hamba yang dicintai oleh Allah, dengan
demikian sang hamba harus mampu menunjukkan cintanya kepada Allah walau pun
harus menghadapi segala macam cobaan. Karena apabila sang hamba tidak sanggup
menghadapi cobaan, maka dia tidak akan mendapat derajat sebagai yang dicintai Allah,
dengan demikian putuslah harapannya untuk mencapi tahapanmakripat yang
sedemikian ini identik dengan seorang suami yang meminta persetujuan kepada
istri untuk melakukan senggama.
Sedang
hakikat, telah ditamsilkan dengan suami istri yang sama-sama saling mencintai
(sepakat melakukan senggama). Ini mempunyai arti dimana seorang hamba telah
berhasil dalam menunjukkan cintanya kepada Allah, tentunya setelah berhasil
menghadapi segala cobaan, begitu pula Allah berkenan mencintainya. Keadaan
saling mencintai ini identik dengan suami istri yang telah sepakat untuk
melakukan senggama. Adapu makripat ditamsilkan sebagai suami yang harus tahu
tentang bagaimana caranya bersetubuh, yaitu memasukan kelamin laki-laki ke
dalam kemaluan perempuan, ini mempunyai arti bahwa untuk mencapai tahapan
makripat seorang hamba harus tahu terlebih dahulu bagaimana caranya bersamadi.
Karena hanya dengan samadi atau konsentrasi berdzikir yang benar (dalam hal ini
mati raga) maka seorang hamba akan terbuka samirnya atau hijabnya. Dengan
demikian seorang hamba dapat menemukan rasa sejatinya yang merupakan anugerah
Tuhan kepada manusia untuk mengenal rahasia di balik alam nyata. Seseorang yang
telah benar dalam samadi dan telah mendapatkan rasa sejati yang berarti telah
terbuka hijabnya oleh Pujangga Ronggowarsito ditamsilkan sebagai seorang suami
yang membuka kain yang menutupi kemaluan istri. Dan demikianlah seterusnya
perjalanan seorang ghamba yang inginbercinta dengan Tuhan dengan cara
mengarungi kedalaman batinnya. Sehingga pada akhirnya akan mendapatkan puncak
kenikmatan yagn dikenal sebagai orgasme. Dimana untuk menjalankan laku samadi
ini perlua adanya seorang guru yang memang ahli, sesuai anjuran sang pujangga
sendiri pada bab perjodohan bait ke 19 atau pesan Pakubuwono IV dalam buku
tipisnya yang berjudul Wulang Reh bab Tiyang Gesang kedah gadah kawruh sebagai
berikut :
Jroning Qur’an nggoning rasa yekti
Nanging pilih kang samya huninga
Kajaba lawan tuduhe,
Nora kena den awur
Ing satemah nora pinanggih
Mundhak katalanjukan temah sasar susur
Yen sira hayun waskitha
Sampurnane hing badanira puniki
Sira hanggeguruwa (Dhandhanggula).
Terjemahan :
Di
dalam Al-Qur’an tempat ilmu rasa sejati, tetapi bagi siapa saja yang ingin
mengerti, hendaklah mendapat petunjuk-petunjuknya, akrena tidak bisa didawur
begitu saja (serampangan) karena dengan cara serampangan malah tidak akan
mendapatkan kebenaran tetapi malah akan kessar dan tersesat, Kalau Anda ingin
mengetahui kelengkapan-kelengkapan di balik badan ini, maka bergurulah.
Nanginng lamun
hanggeguru kaki
Hamiliha manungsa
kang nyata
Ingkang becik
martabate
Sarta kang wruh
ing hukum
Kang ngibadah dan
kang wira’i
Sukur oleh wong
topo ingkan wus hamungkul
Tan mikir
pawehing liyan
Iku pantes sira
guronono kai
Sartane kawruhana
Terjemahan
:
Tetapi
bila Anda hendak berguru, pilihlah manusia yang bebar benar ahli, yaitu yang
baik martabatnya, yang mengerti hukum agama, sera yang mau mengabdi kepada
Allah dan mensucikan diri, sukur apabila mendapatkan guru yang telah berzuhud
(Seorang sufi awatau Wali Allah) yang tidak memikirkan lagi tentang pemberian
orang lain. Itulah ciri seorang guru yagn pantas di gurui dan diangsu ilmunya.
Pada
bab lian Sri Paku Buwono ke IV juga berpesan :
Padha netepana ugi,
Kabeh parentahe sarak
Terusna lahir batine
Shalat limang wektu uga
Tan kena tininggalan
Sapa tinggal dadi gabug
Yen misih demen neng praja (Asmarandana)
Terjemahan
:
Siapa
sja yang nggayuh ilmu makripat supaya tetap menjalankan hukum Islam, baik lahir
maupun batin. Shalat lima waktu juga tidak boleh ditinggalkan, siapa yang
meninggalkan, maka tujuannya akan gabug, tidak ada gunanya, yang demikian itu
merupakan sarat bagi yang masih ingin hidup di dunia.
Demikianlah
tujuan dari suluk Gatoloco atau darmagandul yang sangat menghebohkan di
kalangan umat Islam pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya yang pada
hakikatnya adalah merupakan kebenaran dari sari’at Islam yang terdir dari
pengabdian jasad dan pengabdian ruh kepada Tuhannya.
Dari
uraian-uraian tersebut di atas, telah membantu kita untuk mengetahu apa makna
yang sebenranya dari gelar “Lananging Jagad” dalam arti lahir dan dalam arti
batin, dalam arti syari;at dan dalam
arti Hakikat.
Dimana
orang yang telah berhasil menjalin cinta dengan Tuhan sampai tahapan makripat
orang tersebut telah merampungkan separoh dari tugas pengabdian ruh. Dan
selanjutya di dalam pewayangan orang yang sampai makrifat tersebut digambarkan
sebagai begawan Mintaraga atau Bagawan Ciptahening yaitu sebutan bagi Harjuna
yang sedang bertapa. Dimana Bagawan Mintaraga digambarkan sebagai laki-laki
yang memiliki separoh dari semua ketampanan yang ada di Suralaya atau di
alamnya para Dewa.
Beitu
pula ilmu makrifat yang dimmiliki oleh Bagawan Mintaraga (Harjuna) digambarkan
sebagai bdiadari Supraba yang mempunyai kecantikan sepruh dari semua kecantikan
yang ada di Suralaya (aamnya para dewa).
Sedang
menurut ajaran Ronggowarsito, di dalam bab Perjodohan yang sakral bait 15 bahwa
ilmu ma’rifat itu adalah bersatunya rasa (Anugrah Tuhan Kepada manusia) dengan
cahaya Allah (Nur Allah). Dengan demikian Harjuna yang telah memiliki Dewi
Supraba mempunyai arti bahwa Harjuna telah mampu menyatu dengan Nur Allah.
Sebagai kalanjutannya Harjuna yang telah mendapatkan Nur Allah tersebut akan
mudah untuk menguasai ilmu-ilmu lain, yang dalam pewayangan digambarkan sebagai
6 bidadari yang ikut dipersunting Harjuna yaitu Dewi Wilutama, Dewi Warsiki,
Dewi Surendra, Dewi Gagar Mayang, Dewi Tunjungbiru, dan Dewi Lengleng Mulat.
Yang sedemikian ini selras dengan Firman Allah dlam surat Nuur ayat 35, “Allah
memberi petunjuk melalui Nuur-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki.”
Maka
sekarang menjadi jelas bahwa makna dari Lananging Jagad (Laki-lakinya dunia)
dari pandangan hakikat adalah seseorang yang telah mendapatkan Nur Allah,
melalui perjalanan batin.
Ada
pun Lananging Jagad dalam arti lahir atau saringat digambarkan sebagai satria
Harjuna yang tampan dan gagah perkasa yang selalu berhsil di dalam menummpas
semua musuh-musuh yang selalu menimbulkan keangkara murkaan, dengan demikian
dia selalu dikagumi oleh setiap wanita yang mendengar atau melihatnya. Jadi
langaning jagad dalam arti sare’at dan haqiqat
adalah satria yang gagah perkasa yang telah mendapatkan Nuur Allah, di
mana di dalam pewayangan dikenal sebagai Satria Brahmana.
Banyak
di antara raja-raja yang mereka itu terkenal di dalam sejarah, di mana mereka
itu mendapatkan bimbingan dari Allah melalui Nuur-Nya. Yang kami maksud di sini
tentunya di luar para utusan allah (Nabi dan Rasul). Sebagai contoh Iskandar
Dzulkarnain. Umar Bin Khaththab, Sri Jayabaya (raja Kediri). Sultan Agung raja
Mataram dan lain sebagainya, dimana beliau-beliau itu mempunyai banyak kelebihan daripada mereka yagn tidak
mendapatkan Nuur Allah. Sebagai misal Umar bin Khaththab di samping beliau
mempunyai kelebihan di bidan lain,misalnya tatkala Umar sedang berkhotbah di
Makkah, beliau melihat laskar Islam yang sedang berperang dan sekaligus memberi
komando dari tempat Umar berkhotbah, dan hebatnya komando Umar tersebut dapat
ditangkap oleh lasykar Islam, yang mengakibatkan kemenangan di pihak Islam,
sedang jarak di antara tempat Umar berkhotbah dengan medan perang adalah ribuan
kilometer.
Adapun
yang terpenting bagi seorang pemimpin sebagaimana pengakuan Bung Karno sendiri
adalah adanya perasaan yang sangat halus, perasaan yang sangat peka, dan
perasaan yang sangat peka itu hanya dimiliki oleh mereka yang mendapatkan Nuur
Allah melalui laku batin. Dengan demikian satria yang telah mendapatkannNuur
Allah-lah yang lebih utama untuk menjadi raja atau pemimpin negara, oleh karena
yagn sedemikian itu akan mampu memenuhi sarat-sarat yang harus dijalankan oleh
sang pemimpin atau raja agar negaranya bisa tata tentrem karta raharja di mana
sarat-sarat tersebut dikenal sebagai ASTA BRATA.
ASTA BRATA
Asta
= delapan. Brata = tindak-tanduk, perilaku
Jadi
Asta Brata adalah delapan macam perilaku yang harus dilakukan oleh raja yaitu
perilakunya delapan dewa : 1. Bathara Indra, 2. Bathara Yama, 3. Bathara Surya,
4. Bathara Candra, 5. Bathara Anila (Bathara Bayu, dewaning angin), 6. Bathara
Kuwera 7. Bathara Baruna 8. Bathara Agni.
Asta
Brata itu adalah nasehatnya Ramawijaya ketika Wibhisana hendak diangkat menjadi
raja Alengka serta matinya Prabu Dasamuka. Maksudnya agar supaya negara Alengka
bisa tata tentrem kerta raharja (tertib aman damai dan sejahtera) Wibisana did
alam menjalankan roda pemerintahan dianjurkan untuk meniru lakunya delapan dewa
sebagaimana tersebut di atas. Beginilah nasehar Ramawijaya :
1.
Lakunya
Sang Hyang Indra, dia menurunakn hujan membuat segarnya dunia, yang sedemikian
itu contohlah, maksudnya besarnya pengabdianmu, terhadap rakyat, hendaknya
laksana jatuhnya air hujan ke bumi.
2.
Lakunya
Bathara Yama yang menyiksa manusia yang erbuat dosa, yang sedemikian itu
tirulah, maksudnya Hukumlah rakyatmu yang berbuat jahat.
3.
Bathara
Surya, tidak pernah putus-putusnya di dalam menghisap air secara pelan tidak
pernah tergesa-gesa. Tindak tanduk demikian itu contohlah. Maksudnya semua
tingkah lakumy hendaknya jangan selalu tergesa-gesa, biar agak pelan tetapi
mumpuni, semua bisa berhasil dengan baik.
4.
Bathara
Candra, selalu kelihatan manis menyenangkan, sorot wajahnya menyejukkan.
Tindak-tandukmu hendaknya demikian sanggup menyejukan (ngresepake) hatinya
rakyat semua. Dan kata-katamu yang arum manis dengan penampilan yang sumeh
sopan dan menyenangkan, dan hendaknya engkau menghormati rakyat kecil dan para
alim ulama.
5.
Telitilah
semua tindak tanduk watak dan tabiatnya rakyatmu dengan cara yang halus tidak
semata-mata, yang sedemikian itu laksana perilaku Bathara Bayu.
6.
Makan
minum dan pakaian yang engkau kehendaki harusah yang baik dan terpuji. Yang sedemikian
itu adalah lakunya Bathara Kuwera.
7.
Bathara
Baruna selalu membawa senjata Nagapasa mawa wisa yang keampuhan racunnya luar
biasa untuk menghancurkan para perusuh yang menghendaki hancurnya ketertiban,
tirulah tindak tanduk ya Bathara Baruna itu masudnya tumpaslah semua
musuh-musuh yang membikin hancurnya negara baik dari dalam atau dari luar.
8.
Bathara
Agni (Dewa Api), yang mengahncurkan musuh-musuh tanpa pilih-piih. Semua yang
sifatnya musuh gedhe cilik (besar kecil) semua dibasmi, seirama dengan nyalanya
api yang sedemikian itu tirulah.
Demikianlah
laku delapan Dewa yang di dalam pewayangan merupakan sarat yang harus
dijalankan oleh seroang raja. Walau kelihatannya sederhana, tetapi untuk
melaksanakannya adalah sangat sulit kecuali bagi satria yang telah matang dalam
olah batin sebagai mana Harjuna.
Di
sinilah letak keelbihan Harjuna dibandingkan satria satria yang lainnya. Dengan
Nuur Allah, Harjuna akan mampu mengendalikan roda pemerintahan dengan penuh
kebijaksanaan, dan dengan Nurr Allah, Harjuna akan mampu mengatasi segala macam
kesulitan yang dihadapi negara. Selanjutnya negara akan menjadi gemah ripah loh
jinawi tata tentrem kerta raharja.
16.
GUGURNYA
GATUTKACA
Secara
kronologis, kisha gugurnya Gatutkaca diungkapkan, sebabagai berikut :
1.
Setelah
Reden Ongkowijoyo gugur, maka marahlah Gatutkaca, dengan tanpa rasa takut
sedikitpun semau bala tentara Kurawa diobrak-abrik oleh Gatutkaca.
2.
Maka
majulah Basukarno menghadapi Gatutkaca dengan melepaskan senjata pamungkas
yaitu senjata Kunta. Walau pun sebenarnya senjata pamungkas tersebut juga mampu
untuk membunuh satria Pandawa yang telah terkenal yaitu Harjuna sendiri.
3.
Gatutkaca
terbang ke angkasa, tetapi senjata Kunta tetap tdiak bisa dihindari dan
akhirnya mengenai Gatutkaca.
4.
Sebelum
Gatutkaca gugur, Gatutkaca tidak mau mati sia-sia, lalu menjatuhkan jasadnya
tepat mengenai kereta yagn dikendari Basukarno, dan hancurlah kereta tersebut,
sementara Basukarno dapat berkelit dan selamat dari tindakan Gatutkaca.
Di
balik empat nomor urut cerita di atas, pada hakikatnya terkadnung adanya
strategi yagn sudah direncanakan terlebih dahulu oleh Basukarno dan juga telah
diketahui akan akibatnya.
Dengan
majunya Basukarno menghadapi Gatutkaca dengan melepas senjata pamungkas
(andalan) yaitu Kunta, ini mempunyai arti atau tujuan agar supaya kelak setelah
gugurnya Gatutkaca, Basukarno tidak
mempunyai senjata pamungkas lagi untuk menghadapi Harjuno. Dengan demikian
Harjuno akan dapat memenangkan perang tanding melawan kakaknya sendiri yaitu
Basukarno. Jadi Basukarnolah yang mengehndaki perang tanding melawan Harjuno
dan Basukarno-lah yang menghendaki agar Harjuno memenangkan perang.
Dengan
demikian lepasnya senjata Kunta juga mempunyai arti bahwa Basukarno telah
menyereahkan sebagian kekuasaannya kepada Harjuno dalam arti tidak langsung. Di
mana yagn sedemikian itu telah mmengenai sasaran dari rencana nya untuk
menobatkan Harjuno menjadi raja kelak setelah perang Baratayudha selesai.
Dengan
gugurnya Basukarno untuk melepaskan keterikatannya dengan budi yang diberikan
Kurawa dengan membunuh keponakannya sendiri yaitu Gatutkaca dengan harapan
negara Astina dapat dikuasai kembali oleh adik-adiknya orang Pandawa. Sementara
Basukarno sendiri tidak dituduh oleh orang-orang kurawa sebagai manusia yang
tidak tahu budi. Sesuatu hal yang tidak pantas untuk dilakukan oleh seseorang
yang mengaku sebagai Satria.
Begitu
pula apabila kita mengamati dengan seksama jalannya peristiwa G.30.S/PKI dengan
terbunuhnya para Jendral Angkatan Darat melalui sejarah, dimana berdasarkan :
1.
Sidang
Mahmilub yang mengadili para Tokoh KPI di situ mengungkapkan bahwa Presiden
Sukarno ada indikasi telah mengetahui sebelumnya akan terjadinya Gerakan
G.30./PKI dan tidak mengambil tindakan-tindakan untuk mencegahnya.
2.
Bahwa
sebelum terjadi peristiwa Gerakan 30.S/PKI, Bung Karno telah menyatakan bahwa
“Panglima Besar Revolusi merangkul PKI.”
3.
Bahwa
Pembunuhna para Jendral tersebut telah direncanakan dan dibatasi tidak boleh
lebih dari 8 Jenderal.
4.
Menjelang
peristiwa Gerakan 30 September, Bung Karno bersama-sama tokoh-tokoh PKI berada
di Halim Perdana Kusuma yaitu basis pertahanan PKI.
5.
Meletusnya
G.30.S/PKI menjelang Angkatan Darat dan masa rakyat yagn tergabung dalam Soksi
dan Sekber Golkar dalam kondisi prima di mana pada tanggal 5 Oktober akan di
adakan Shiw of force (pameran kekuatan) dari personil Angkatan Darata yang
jumlah minimalnya 40.000 (empat puluh ribu) pasukan, dan show of force dari
kekuatan massa pada tanggal 6 Oktober. Di mana yang demikian itu telah direstui
dan diketahui oleh , Bung Karno sendiri kuran lebih sebulan sebelum peristiwa
G.30.S/PKI.
Dengan
dasar 5 alinea di atas, maka kita akan bisa mengenali sebagai berikut :
1.
Seolah-olah
Sidang telah menyiapkan diri untuk menjadikan Senopatinya PKI. Di mana yagn
sedemikian itu mempunyai kemiripan persekutuan makna dengan dengan Basukarno
yang telah menyiapkan diri untuk menghadai Gtutukaca dengan melepaskan senjata
Kunta.
2.
Dengan
tidak masuknya Bapak Suharto dalam daftar Jenderal-Jenderal yang hendak
dibunuh, padahal Bapak Suharto telah terkenal kehebatannya dan saat itu
memegangkunci inti dalam Angkatan Darat yaitu menjabat sebagai Panglima Komando
Strategis Angakatan Darat, seolah-olah Bung Karno telah merencanakan untuk
berdahadapan dalam perang Politik melawan Bapak Suharto kelak setelah para
Jenderal yagn telah direncanakan hendak dibunuh oleh PKI telah terlaksana.
Dengan demikian pidato Bung Karno menjelang G 30 S PKI yang mengisahkan
perjalanan Harjuno menuju medan Kuruseta (medan perang) yagn dikawan Krisna,
dimana Krisna menasehati Harjuno agar tidak ragu, karena dalam perang dan
revolusi tidak dikenal kaan atau saudara, ini justru merupakan isyarat bahwa
sebentar lagi Gatutukaca akan gugur, yaitu para Jenderal yang hendak dibunuh.
Dengan demikian makin menjadi jelas, bahwa yagn dimaksud dengan Harjuno oleh
Bung Karno adalah Bapak Suharto sendiri yagn tidak termasuk dalam daftar
Jendral yang dibunuh. Dimana yang demikian itu identik dengan lepasnya senjata
Kunta yang mengenai Gatutkaca dengan menegsampingkan Harjuno, oleh karena
Harjuno hendak dipersiapkan menjadi raja.
3.
Dengan
meletusnya Gerakan 30 eptember PKI menjelang Angkatan Darat dan kekuatan masssa
dalam keadaan prima ini mempunyai tujuan bahwa Bung Karno dengan sengaja hendak
menghancurkan sendiri kedudukannya, yang juga berarti hendak menghancurkan
barisan PKI. Lebih lanjut tindakan Bung Karno tersebut adalah merupakan jebakan
terahadap PKI untuk melakukan kesalahan besar, dengan demikian dunia dan rakyat
Indoensia menjadi tahu bahwa yang jahat itu adalah PKI. Dengand demikian rakyat
akan menjadi marah dan mengadakan perlawanan yang lebih dahsyat terhadap PKI,
yagn sellau hendak memangsa Pancasila, UUD 1945, beserta
pendukung-pendukungnya. Keadaan yang demikian itu mempunyai kemiripan
persekutuan makna dengan hancurnya kereta yagn dinaiki Basukarno karena
dihantam jasadnya Gatutkaca.
Sebelum
meletusnya perang Barata Yudha bahwa Basukarno telah tahu sebelumnya bahwa
kekuatan Pandawa jauh lebih tangguh dari kekutan Kurawa. Sebagai referensi
bahwa Bung Karno juga telah tahu bahwa kekuatan pendukung-pendukung Pancasila
lebih tangguh.
Marilah
kita ikuti dialog antara Hendral Ahmad Yani dengan Bung Karno yang diceritakan
oleh Amelia Yani dalam bukunya “Profil Seeorang Prajurit TNI”, halaman 220,
sebagai berikut :
Pada
puncak-puncak kerawanan dan temperatur politik yang sangat tinggi, isu pada
tahun 1965, bapak datang pada Bung Karno dan hasil dari dialog dengan Bung
Karno disampaikan kepada mereka Bapak (Ahmad Yani) menyampaikan kepada Bung
Karno kenapa Bung Karno memberi angin dan seolah-olah kekuatannya berpijak pada
Partai Komunis Indonesia?
Maka
oleh Bung Karno dijelaskan bahwa tidak benar Bung Karno memberi angin dan
berpijak di atas kekuatan PKI. Bung Karno pada waktu itu, menurut Bapak,
menjelaskan mengapa Bung Karno mempunyai sikap yang demikian. Karena pada waktu
itu partai-partai yang militan itu sudah dibubarkan. PSI dibubarkan, Masyumi
dibubarkan akrena secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam
pemberontakan PRRI/Permesta.
PNI
sudah hancur dari dalam, sehingg tinggal NU dan PKI. Sedangkan NU sendiri
sedang terlibat dalam Dewan Konstitunte di Bandung karena masalah kembali ke
UUD 1945, Pancasila maupun Jakarta Carter. Jadi tinggal PKI. Oleh karena
Indonesia juga harus melaksanakan politik luar negeri dengan negara-negara
asing, sedang partai yang mempunyai hubungan internasional dan bersifat
internasional pada waktu itu adalah PKI, maka sikap politiknya Bung Karno
menjadi ke kiri-kirian.
Lalu
Bapak menanyakan seandainya ada kekuatan di luar Partai Komunis Indonesia yang
cukup konkrit, bagaimana? Apakah Bung Karno tidak berpaling memberikan angin
kepada PKI? Bung Karno balik menjawab : Jikalau itu benar-benar ada, bisa saja.
Lalu Bung Karno menanyakan : Kekuatan politik yang mana? Bapak mengatakan itu adalah Golongan Funsionil, yaitu
Sekretariat Bersama Golongan Karya atau Sekber Golkar. Dan akhirnya tukar
fikiran terebut telah diputuskan, Bung Karno setuju, dengan ketentuan asal
melihat langsung, mengecek sampai sejauh mana kekuatan dari Sekber Golkar.
Akhirnya
diputuskan bahwa tanggal 6 Oktober 1965, akan diadakan Show of force dari
Sekber Golkar di muka Istana dengan kekuatan minimal 40.000. Jadi rencananya
bapak akan menunjukkan kekuatan ABRI pada tanggal 5 Oktober, dan kekuatan
masyarakat/massa pada tanggal 6 Oktober (Sekber Golkar), secara berturut-turut.
Akhirnya
tim/panitia dikumpulkan sekitar minggu pertama bulan September 1965,
(tanggalnya lupa), di Lembang Terusan, yang hadir antara lain Pak Haryono,
Djamin Ginting, Mujono, Suhardiman dan pak Umar Wirahadikusumah, sebagai
Panglima Kodam V pada waktu itu. Pak Umar hanya bertuga mengamankan saja
apabila nanti ada Show of force. Jadi tidak terlibat langsung mengenai ini.
Hanya mendengarkan dan mengamankan. Pada waktu itu, porsi massa yagn paling
besar ditugaskan pada Suhardiman yaitu Massa dari Soksi. Pembicaraan sangat
serius, untuk mempersiapkan tanggal 6, kalau tidak salah namanya Pagelaran
dalam rangka Hari ABRI 1965.
Demikianlah
ternyata semuanya telah diperhitungkan dengan matang oleh Bung Karno dimana
dalam perang tanding nanti pendukung-pendukung Pancasila yang harus memenangkan
perang.
Jadi
dalam hal ini untuk mencapai tujuan Perang Baratayudha Bung Karno sengaja
amengalah. Tindakan-tindakan Bung Karno dalam hal ini sebaga ada indikasi atau
terlibat atau sebagai dalam G 30 S/PKI. Apabila kita melihatnya dengan kacamata
lahir, maka Bung Karno adalah dhalim atau biadab, sehingga keadaannya bagaikan
Musa Alaihis Salam menganggap tindakan Khidir Alaihi Salam membunuh seorang
pemuda yagn tak berdosa atau menodai kapal di mana Musa dan Khidir
diperbolehkan untuk menumpang di dalamnya, sebagai tindakan biadab.
Begitu
pula apabila kita melihat dengan mengetahui tujuan di balik peristiwa, maka
tindakan Bung Karno akan menjadi sebagai Penyelamat, sebagaimana tindakan
Khidir membunuh pemuda telah menyelamatkan pemuda tersebut dari siksa Neraka,
serta tindakan Khidir menodai kapal telah menyelamatkan kapal dari perampokan
yang hendak dilakukan oleh raja bengis di seberang lautan.
Lebih
dari itu, tindakan Bung Karno tersebut merupakan sikap migawari atau kesediaan
berkorban dami orang lain di mana ada kemiripannya dengan tindakan Kaisar
Hirohito semasa Jepang menyerah keapa Sekutu.
Ceritanya,
sebagai berikut :
Tak
lama kemudian sedan dari istana Fukiage yagn dikawal dua mobil berisi 12
pengawal memasuki pelataran Kedubes. Tamu agung yang ditunggu pun keluar dari
mobilnya dan langsung menuju anak tangga. Jenderal Mac Arthur menyambut, “You
are very, cery welcame, Sir.” Konon, baru pertama kali itulah Mac Arthur
mengatakan sir kepda seseorang. Dan itu tentu bukan karena ia percaya bahwa
tamunya, Kaisar Hirohito, adalah keturunan Dewa. Tapi karena tokoh yagn
diwakili negeri yang kalah itu ternyata punya pribadi yang membuat Mac Arthur,
Jenderal yagn mewakili pihak negeri yang menang perang, tak bisa menyombongkan
kemenangannya.
Sang
Kaisar membalas dengan menghormat sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Lalu kedua pemimpin negara itu berpose sebentar di ruang keluarga sebelum
memulia perundingan. Jenderal AS yang berdahi sedikit lebar itu berdiri di sisi
kanan Kaisar Hirohito, yang mengenakan jas lengkap warna hitam. Mac Rthur
memasukan tangannya ke saku celana. “Jepret” tustel pun bekerja.
Hinggi
kini tak ada yang tahu isi pembiaraan selama 40 menit di gedung Kedubes AS,
Tokyo, waktu itu. Kecuali sebuah pernyataan yang dikeluarkan Kaisar Hirohito
sebelum pertemuan itu berlangsung. “Jendral Mac Arthur, saya datang untuk
menyerahkan diri sebagai rasa tanggung jawabku atas segala tindkan politik dan
militer rakyatku yagn menyebabkan perang berkobar.” Kata Kaisar.
Beberapa
saat setelah Kaisar Hirohito menguapkan Arigato Gozaimashita, Jenderal Mac
Arthur termangu di ujung tangga. Sambil menggamit pinggang Jean, istrinya, ia
bergumam, “Aku memang dilahirkan sebaga seorang Demokrat dan dibesarkan sebagai
seorang Republik. Tapi baru kali ini aku bertemu dengan orang yang begitu
tinggi yang membuatku begitu rendah,” ujarnya sambil masuk ke ruang tidurnya.
Kebesaran
hati Kaisar Hirohito yagn mengambil sikap migawari, kesediaan berkorban demi
oran glain, itulah yagn meruntuhkan hati Jenderal Mac Arthur. Sampai-sampai
panglima tertinggi tentara Sekutu itu
membatalkan perintah dari Washington untuk menangkap Hirohito karena dianggap
sebagai penjahat perang. Di samping itu, Mac Arthur melihat Kaisar Hirohito
bisa diajak kompromi agar pendudukan AS di Negeri Matahari tertib lancar
jalannya.
Banyak
pengamat Politik menganggap petualangan militer Jepang dalam Perang Dunia II
terjadi karena Hirohito tak sanggup menguasai angkatan bersenjata Jepang.
Tatkala para pemimpin Negara Matahari Terbit menghadap Kaisar untuk memutuskan
keikutsertaan Jepang dalam kancah peperangan, 1941, Hirohito hanya menjawab
dengan 4 baris syair. Pada Samudra yang mengelilingi keempat penjuru // Tiap
manusia adalah bersaudara // Mengapa menghapuskan dan mengalirkan // Mengganggu kedamaian di antara kita?
Dan
Pearl Harbour digempur habis-habisan oleh tentara Jepang. Pasukan berani mati
melakukan kamikaze, menerobos ke dalam cerobong asap kapal indk musuh, atas
nama Tenno Heika. Kabar ini ketika sampai kepada Kaisar, bukannya disambut
dengan gembira. Kono, Kaisar merasa tertusuk hatinya. Itu tersirat dalam
amanatnya yagn mengutip sebuah puisi Karya Kaisar Meiji : Kita semua saudara
sebangsa ..... Mengapa angin permusuhan bertiup di antara kita ?
17.
KARNO TANDHING
1.
Setelag
Gatutkaca gugur, Basukarno segera menemu Wara Srikandi (istri Harjuna yang
pandai berperang). Wara Srikandi di panah tepat mengenai alisnya yang sebelah
saja, sehingga alisnya yang terkena panah Basukarno tersebut menjadi hilang.
2.
Merasa
alisnya yang sebelah hilang, Wara Srikandi menjadi malu dan sangat marah. Wara
Srikandi melarikan diri dan melaporkan tentang kejadian tersebut kepada Harjuna
suaminya.
3.
Harjuna
pada dasarnya tidak tega berhadsapan dengan kakaknya sendiri, Basukarno, tentunya
melalui beberapa pertimbangan, maka tatkala Srikandi datang dengan melaporkan
segala kejadian yagn baru saja dialami dan memohon kepada Harjuna untuk
menuntut balas, maka bangkitlah amarah Harjuna dan meminta kepada Krisna untuks
egera dapat berhadapan dengan Basukarno kakaknya sendiri.
4.
Krisna
menasehati Harjuna untuk memasang niat baik-baik oleh karena perang Baratayduha
ini bukan perang untuk membela istri, melainkan perang untuk membela kebenaran.
5.
Untuk
menghadapi Harjuna, Basukarnno minta kepada Raja Astina agar disediakan kusir (
sais) yaitu Prabu Salya, mertuanya sendiri, untuk menjalankan kereta, dengan
alasan bahwa kusir Harjuna adalah Krisna, Raja Dhworowati, yang telah terkenal
kehebatannya, dengan demikian akan menjadi seimbang.
6.
Permintaan
Basukarno dikabulkan, tetapi Prabu Salya menjadi sangat marah karena merasa
dihinalan oleh menantunya sendiri. Dia mau menjadi kusir tetapi tidak mau untuk
diperintah oleh Basukarno.
7.
Sebelum
perang tanding adu ketangkasan dan aku kesaktian antara kedua putra Ibu Kunthi,
Harjuna sebagai adik mendatangi Basukarno, kakaknya, untuk meminta maaf kepada
Basukarno, atas segala tindakan yagn dilakukan dalam perang tanding nanti.
8.
Setelah
kedau senopati yaitu Basukarno dan Harjuna masing-masing telah siap di atas
kereta, Basukarno membuat ulah untuk memancing kemarahan Prabu Salya dengan
sesumbar : Rama Prabu, Barisan Pandawa jumlah banyak, yagn berada di pinggir
sampai tidak terlihat. Tetapi tunggu sebentar lagi, semuanya akan tumpas
terkena senjata Wijayandanu. Mendengar ucapan yang tinggi hati itu, Prabu Salya
yagn menjadi kusir menjawab marah, “Hee, Basukarno, tidak mungkin engkau
menumpas Pandawa. Ibarat Ikan, engkau ini masih mentah. Pandawa yagn akan
memasakmu. Pendek kata apa yagn mereka mau, jadi.”
9.
Basukarno
dan Harjuna mulai mengadu kesaktian. Basukarno mengarahkan ujung panahnya tepat
apda leher Harjuna. Meliahat kosentrasi Basukarno yang rasanya tidak akan
meleset walau pun serambut, Prabu Salya sebagai Kusir (sais) menarik tali
kendali kuda dengan keras, sehingga kereta yagn dinaiki Basukarno ikut
tergoncang. Panah terlepas, jatuhnya lebih ke atas sedikit, panah hanya
mengenai mahkota sampai jatuh. Prabu Kresna menolong mengambil mahkota dan
memasangnya kembali.
10. Basukarno pura-pura tidak tahu
akan olah mertuanya yang menjadi kusir kereta. Dan untuk kedua kalinya
Basukarno mengarahkan panah Wijayandanu tepat pada leher Harjuna. Melihat
Basukarno hendak memanah dengan pengarahan yang
tepat, maka Prabu Salya dengan sengaja menarik kendali kuda, sehingga
mereka menjadi bergoyang. Panah terlepas tidak mengenai sasaran, hanya mengenai
gelunng Harjuna yagn seketika itu menjadi putus dari induknya.
11. Harjuna segera membalas panah
yang diarahkan pada semua kaki kuda yan menarik kereta Basukarno. Seluruh kaki
kuda yagn menjadi sasaran menjadi putus.
12. Dan secepatnya Harjuna
mengambil senjata pamungkas yaitu panah Pasopati. Dengan konsentrase sempurna
panah diarahkan ke leher Basukarno. Panah terlepas dan tepat mengenai leher
Basukarno, sebagai akibatnya kepala Basukarno jatuh ke tanah sedang badannya
menggeletak di atas kereta.
Demikianlah
cerita Karno tanding yait perang antara Basukarno dengan Harjuna, secara
kronologi dapat diungkapkan. Di mana tindakan Basukarno memanah alis Wara
Srikandi yagn sedemikian itu mempunyai arti suatu penghinaan terhadap Harjuna
khususnya dalam bidang kemliteran atau keprajuritan. Oleh karena istri dalam
pewayangan itu mempunyai arti sebagai ilmu. Jadi istri Harjuna, Wara Srikandi,
mempunyai arti ilmu perang, ilmu keprajuritan atau ilmu kemiliteran. Adapun
tujuan Basukarno dengan tindakan memanah alis sebelah adalah untuk memancing
kemarahan Harjuna yagn dianggapnya masih ragu-ragu untuk menghadapi dirinya
(Basukarno) di dalam perang tanding. Tindakan Basukarno tersebut ada
kemiripannya dengan tindakan Bung Karno, dimana pada tanggal 1 Oktober 1965,
Bung Karno merencanakan hendak memanggil Jendaral Ahmad Yani, dan pada pagi itu
pula Bung Karno merencanakan Jenderal Mursid, Deputy I Men/Pangad untuk
menggantikan Jenderal Ahmad Yani sebagai Panglima Angkatan Darat, demikian Pak
Nasution menjelaskan.
Tindakan
Bung Karno yagn sedemikian itu akan merupakan penghinaan yagn nyata terhadap
Pak Harto dengan alasan :
1.
Bahwa
Pak Harto telah sanggup memberi arti terhadap perjuangan Republik Indonesia,
dengan berhasilnya Serangan 1 Maret yang dipimpin oleh beliau, pada masa Cles
II melawan Belanda di Yogyakarta.
2.
Pak
Harto telah berhasil sebagai Panglima Mandala di dalam tugasnya merebut Irian
Barat. Di mana beliau telah sanggup menunjukkan kehebatannya di dalam mengkoordinir
empat Angkatan di bawah komandonya, suatu pekerjaan yagn tidak mudah.
3.
Telah
adanya kesepakatan dari Jenderal Ahmad Yani selaku pimpinan Angkatan darat,
apabila terjadi kekosongan pimpinan Angkatan Darat, maka sesuai dengan SOB yagn
berlaku, Pangkostrad dalam hal ini, Mayor Jenderal Suharto, secara fungsional
memegang tampuk Pimpinan Angkatan darat.
Maka
dalam keadaan wajar, Pak Harto-lah yagn lebih pantas untuk menggantikan
Jenderal ahmad Yani. Jadi menurut analisa penulis, tindakan Bung Karno merencanakan
Jenderal Mursid menggantikan Jenderal Ahmad Yani, kemudian setelah tiba satnya,
Bung Karno malah pergi ke Halim bersama tokoh-tokoh PKI ini, merupakan
sandiwara badut-badutan dengan tujuan :
1.
Merupakan
penghinaan terhadap Pak Harto dari sisi kemiliteran, dengan tujuan memancing
kemarahan Pak Harto, dengan harapan Pak Harto akan menunjukkan perlawanannya
menghadapi Bung Karno beserta pendukung-pendukung PKI, bahkan di sini Bung
Karno telah menyiapkan diri untuk dihancurkan bersama PKI.
2.
Tindakan
Bung Karno tersebut sekedar memberi angin dengan tujuan untuk mengelabui
rencana Bung Karno yagn sebenarnya. Sampai di sini para pembaca dipersilahkan
sejenak untuk merenungkan dan menghayati alangkah manisnya Bung Karno punya
strategi. Dimana Jenderal Mursid hanya diberi kesempatan untuk berangan-angan
saja.
Adapun
tindakan Pak Harto setelah persitiwa G 30 S menyelamatkan Bung Karno dari Halim
Perdana Kusuma atau basis kekuatan PKI, ini menunjukkan kebesaran jiwa serta
kesucian hati beliau (Pak Harto) dari jiwa keserakahan aka jabatan sebagai
Presiden. Oleh akrena pada waktu itu Pak Harto dengan pasukan Angkatan Darat
dan massa rakyat dalam kondisi prima akan dapat dengan mudah menghancurkan Bung
Karno bersama pendukung-pendukung PKI, tetapi Pak Harto tidak melakukan yagn
sedemikian itu. Tindakan Pak Harto tersebut sangatlah identik dengan kemarahan
Harjuna akibat laporan istrinya Wara Srikandi
yagn kemudian diingatlah oleh Krisna, “Bahwa Perang Baratayudha ini
bukan perang membela istri, bukan perang mencari pangkat, tetapi camkanlah
bahwa perang Baratayudha ini perang membela kebenaran.”
Apabila
kita amati dengan cermat tindakan Pak Harto di dalam menyelamatkan Bung Karno,
telah memberikan arti yang sangat berharga baik bagi tubuh Angkatan Darat yang
selama ini selali difitnah atau bagi
kepentingan Nasional seutuhnya karena :
·
Dengan
selamatnya Bung Karno dari serangan maut Angkatan Darat, telah dapat
membersihkan nama baik Angakatan Darat yang memang tidak mempunyai rencana
untuk merebut kekuasaan. Bahkan tetap mengukuhkan Bung Karno sebagai Presiden.
·
Dengan
selamatnya Bung Karno, telah dapat mencegah timbulnya perang saudara yang tidak
bisa dibayangkan akan akibatnya. Karena sudah tidak ada lagi yang mampu mencegah rencana serangan yang
dilakukan, baik oleh Angkatan Darat sendiri, AURI, ALRI, KEPOLISIAN serta massa
rakyayt yang apda pokonya telah terbagi menjadi dua kekuatan yaitu kekuatan
Komunis dan kekuatan pendukung Pancasila.
Sebagai
kelanjutannya setelah Bung Karno selamt, langkah yang diambil Bung Karno adalah
menghenditikan serangan Anggkatan Darat ke kubu pertahanan pemberontak Komunis.
Tindakan Bung Karno ini pada lahirnya telah menguntungkan PKI beserta
pendukungnya, dan sangat merugikan Angkatan Darat yagn telah menguasai medan
pertempuran, tetapi pada diri Bung Karno tentu ada siasat yagn tujuannya justru
brebeda dengan apa yang dapat dilihat dari pandangan sepintas lalu saja, dimana
yang sedemikian itu telah dikuasai terlebih dahulu sebelum dipentaskan.
Menurut
pengamatan penulis, justri di sinilah letak kehebatan Bung Karno di mana dengan
satu wujud perbuatan, telah dapat menghasilkan 3 macam keuntungan, yaitu :
1.
Dengan
cara tersebut, Bung Karno telah dapat menunjukkan kesetiaannya kepada PKI.
2.
Dengan
cara tersebut, telah dapat memancing kemarahan Angkatan Darat dan massa rakyat
pendukung Pancasila yang telah diketahuinya baik secara kualitas dan kuantitas
berada di atas angin. Dengan demikian mereka akan lebih membenci dan mengadakan
perlawanan yang lebih hebat terhadap Bung Karno dan PKI hingga sampai pisisi
yang gawat. Dengan demikian, akan menjadi maklum apabila Bung Karno sebagai
kelanjutannya menyerahkan sebagian dari kekuatannnya kepada Pak Harto dengan
menunjukkannya sebagai Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Pangkopkamtib).
3.
Cara
Bung Karno tersebut adalah merupakan cara yang sangat bijaksana karena dengan
demikian semua pihak dapat menerima dengan tanpa terjadi perang saudara secara
besar-besaran yang sangat membahayakan kelangsungan bernegara.
Cara
Bung Karno bertindak tersebut, apabila kita amati dengans eksama, akn mempunyai
persekutuan makna dengan cara Basukarno menunjuk Prabu Salya untuk menjadi sais
kereta yang ditunggangi Basukarno. Di mana seolah-olah dengan menunjuk Prabu
Salya menajdi sais kerata, akan menambah kehebatan Basukarno di dalam melawan
Harjuna, tetapi kenyataannya malah dijadikan sebagai siasat untuk menghianati
perang itu sendiri. Karena ulah Prabu Salya menarik kendali kuda pada saat
lepasnya panah sehingga tidak mengani sasaran, ini mempunyai arti bahwa yang
melepaskan panah telah berkurang kekuasaannya, sementara musuh yang terhindar
dari sasaran panah berarti telah bertambah kesempatannya untuk memenangkan
perang tanding. Jadi lepasnya panah Basukarno yang pertama yang mengenai
mahkota Harjuna, di mana krisna kemudian memasangnya kembali, sangatlah identik
apa bila dihubungkan dengan pengangkatan Bung Karno kepada Pak Harto sebagai
Pangkopkamtib dengan seolah-olah hendak mengangkat Pranoto sebagai Caretaker
Pangad, karena pengangkatan tersebut terjadi setelah terjadinya krisi yang
telah disengaja sebelumnya. Maka kedudukan Pak Harto dengan pengangkatan
tersebut telah membawahi empat Angkatan yagn bisa diangap sebagai tulang
punggungnya Negara. Angkatan yang bisa dianggap sebagai tulang punggungnya negara,
di samping beliau tetap didpertahankan bahkan secara tidak langsung malah
direstui sebagai Panglima Angkatan darat sebagai pengganti Jenderal Ahmad Yani.
Bung
Karno menunjuk Pak Harto sebagai Pangkopkamtib di samping tetap dipertahankan
sebagai Panglima Angkatan darat, maka langkah Bung Karno selanjutnya demi
tercapainya Perang Baratayudha dapat dijelaskan melalui jawaban Pak Amir Mahmud
atas sebuah pertanyaan pada penataran Generasi Muda di Cibubur tanggal 16
November 1984 sebagai berikut :
Adanya
pasukan yang pro Suharto, dan di lain pihak pro Sukarno, menimbulkan kesan
adanya konflik antara Suharto dan Sukarno. Padahal Pak Harto mendapatkan Surat
Perintah 11 Maret dai Bung Karno, bagaimana pendapat bapak dalam hal ini ?
Jawaban
:
a.
Sebagaimana
diketahui bahwa, dengan adanya pemberontakan/perebutan kekuasaan oleh G 30
S/PKI, telah menimbulkan konflik situasi antara pasukan ABRI yang terlibat
dalam perebutan kekuasaan tersebut beserta para pendukungnya dengan pasukan
ABRI beserta masyarakat yagn tetap setia kepada Pancasila dan UUD 1945, yang
bertekad untuk menumpas pemberontakan tersebut.
b.
Sesudah
usaha perebutan kekuasaan tersebut dapat digagalkan, maka dalam rangka
mengambil langkah selanjutnya untuk menumpas serta menyelesaikan secata tuntas
pemberontakan/penghianatan dari G 30 S/PKI tersebut telah terjadi konflik
konsepsi, yaitu antara konsepsi Orla versus konsepsi Orba, di mana
masing-masign konsepsi tersebut ada pendukungnya, baik dikalangan ABRI maupun
kekuatan sosail politik. Adapun perbedaan konsepsi tersebut pada intinya,
sebagai berikut :
1.
Konsepsi
Orba : Pemberotakan/penghianatan G 30 S/PKI tidak dapat di selesaikan secara
tunts manakala PKI sebagai organisasi politik yang merupakan biang keladi/sumbe
dari pemberontakan tersebut masih mempunyai legalitas dalam panggung politik,
karena dengan eksistensinya dalam forum politik kenegaraan tersebut langsung
mau pun tidak langsung akan merupakan payung bagi para pemberontak/penghianat
tersebut. Dan apabila penyelesaian politik terhadap PKI sebagai organisasi
tidak dilakukan dengan segera, maka dikhawatirkan kekuatan G 30 S/PKI akan
tidak dapat dihancurkan ssama sekali yagn akibatnya usaha pemulihan keamanan
akan berlarut-larut. Yang jelas akan
membawa penderitaan serta kesengsaraan bagi seluruh rakyat Indoensia. Bahkan
apabila kekuatan G 30 S/PKI dapat mengkonsolidasikan diri kembali, maka justru
pada akhirnya kekuatan Orde Baru sendiri akan hancur akibat lanjutnya eksistensi bangsa dan negara
Pancasila akan hilang dari bumi pertiwi.
2.
Konsep
Orla // Dalam rangka penyelesaian secara tuntas terhadap pemberontakan /
penghianatan PKI sebagai oraganisasi politik, karea eksistensi PKI dalam
panggung politik kenegaraan sangat diperlukan untuk menyelesaikan revolusi
Indonesia. Dalam hal ini kekacauan di segala bidang yagn timbul sebagai akibat
dari pemberontakan/ penghianatan G 30 S/PKI cukup di atasi dan dipulihkan
kembali dengan tindakan militer saja, sedang terhadap PKI yagn merupakan biang
keladi dan pemberontakan itu tidak perlu diadakan tindakan politik demi untuk
mempertahankan konsepsi Nasakom.
c.
Adanya
dua konsepsi yang berbeda itu khususnya yang berkaitan dengan penyelesaian
politik terhadap PKI tersebut di tingkat kepemimpinan nasional membawa dampak
yang negatif terhadap usaha pemulihan keadaan, sehingga makin menjadi
berlarut-larut. Hal yang demikian itu membawa akibat ketidak puasan serta
ketidaksabaran dalam masyarakat, sehingga mereka turun ke jalan dan main hakim
sendiri yang kesemuanya itu mengakibatkan makin kalutnya situasi/keadaan yang
sudah barang tentu makin menyulitkan usaha penumpasan G 30 S/PKI.
d.
Oleh
akrena itu, keluarlah Surat Perintah 11 Maret dan Presiden Sukarno kepada
Panglima Pemulihan Keamanan dalam hal ini Pak Harto yang berisi penyerahan
wewenang untuk mengambil semua langkah yagn dianggap perlu dalam rangka
memulihkan keadaan/keamanan. Berkaitan dengan itu, karena Pak Harto beserta
segenap komponen Orde Baru menyadari bahwa kemelut yang ada hanya bisa dipulihkan
dalam waktu yang singkat manakala ada tindakan politik terhadap PKI, maka berdasarkan
Surat Perintah 11 Maret diambillah keputusan politik untuk membubarkan PKI
sebagai partai politik berserta oras-ormasnya.
e.
Sekalipun
dengan dilaksanakannya kosenpsi Orde Baru yaitu mengambil tindakan politik
terhadap PKI beserta ormas-ormasnya itu telah membuahkan hasil yang
menggembirakan di bidang pemulihan keadaan, namun ternayata masih ada tantangan
dari kubu Orla terutama dari tokoh-tokoh formal yang ikut menentukan
kebijaksanaan negara, sehingga usaha penyelesaian tuntas terhadap G 30 S/PKI berjalan
tersendat-sendat. Dan karena tokoh-tokoh formal dari Orla tersebut mendapat
dukungan dari sebagian ABRI dan sebagian dari masyarakat, yang walau pun secara
kualitas tidak besar, namun jelas semuanya itu mengakibatkan adanya dua kubu
dalam ABRI, yaitu kubu Orla yang oleh penanya dinamakan pasukan Sukarno dan
Orba yagn oleh penanya dinamakan pasukan Suharto.
f.
Berkaitan
dengan penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa pada hakikatnya apa yang
ditanyakan oleh penanya tersebut pada intinya berkisar kepada adanya konflik
konsepsi antara Orba dengan Orla yang masing-masing mempunyai pendukung, baik
di kalangan ABRI mau pun kekuatan sosial.
Dari
jawaban Bapa Amir Mahmud tersebut, maka kita dapat menganalisa sebagai berikut
: Setelah Bung Karno berhasil menunjuk Pak Harto sebagai Pngkopkamtib yang
mewakili 4 angkatan, di sini Bung Karno sengaja untuk menimbulkan suatu masalah
yang merupakan penghalang untuk tercapainya pemulihan keamanan dan ketertiban,
di mana Pak Harto sebagai penanggung jawabnya. Penghalang tersebut adalah
konsep Orde Lama yang pada intinya dalam rangka menyelesaian secara tuntas
terhadap pemberontakan G 30 S/PKI tidak perlu ada penyelesaian politik terhadap
PKI sebagai organisasi politik terhadap PKI sebagai organisasi politik. Jelas
sekali di sini adanya kontradiksi dari apa yang dikehendaki Bung Karno, di satu
pihak Bung Karno menghendaki agar Pak Harto daapt segra memulihkan keamanan dan
ketertiban, sementara pada pihak lain Bung Karno justru melindungi dalang yang
menimbulkan kerusuhan yaitu PKI dengan G 30 S/PKI-nya. Suatu hal yang tidak
mungkin untuk dapat diselesaikan oleh Pak Harto sebagai penanggung jawab atas
pemulihan keamanan dan ketertiban tersebut.
Biginilah
cara Bung Karno bertindak di dalam mengabdikan dirinya kepada kesetiaan bersahabat
dan di dalam membela keyainan akan kebenaran yang dipercayainya. Semuanya harus
mendapatkan porsi dari pengabdiannya, sayangnya persahabatan yang dijalin oleh
Bung Karno mempunyai makna permusuhan dengan kebenaran yang diyakini. Bung
Karno tidak sanggup menghianati begitu saja terhadap siapapun yang pernah
membantu dan bersahabat termasuk kepada PKI dan Komunis Internasional. Bung
Karno yagn tidak sanggup menghianati kebenaran yang telah diyakinya. Maka
sangatlah adil apabila Bung Karno harus mengabdi kepada persahabatan sesuai
dengan kadar persahabatan itu sendiri, dan mengabdi kepada kebenaran sesuai
dengan kadar kebenaran yagn diyakini. Sehingga sangatlah tepat apa yagn
diungkapkan Bung Karno di masa kanak-kanaknya :
“Bapak
adalah seorang yang sangat gandrung pada Mahabharata, cerita klasik orang Hindu
jaman dahulu kala. Aku belum mencapai masa pemuda ketika Bapak menyampaikan
kepadaku. Kus, engkau akan kami beri nama Karna (Basukarno). Karena adalah
salah seorang pahlawan terbesar dalam cerita Bahabharata.”
“Kalau
begitu tentu Karno seorang yang sangat kuat dan sangat besar”, aku berteriak
kegirangan.
“Oh,
ya nak,” jawab bapak setuju, “Juga setia pada kawan-kawannya dan keyakinannya
dengan tidak memperdulikan akibatnya. Terdorong karena keberaniannya dan
kesaktiannya. Karno adalah pejuang bagi negaranya dan seorang patriot yang
saleh.” (S. Cindi Adams).
Maka sengatlah cocok tindakan Bung
Karno memberi perlindungan terhadap PKI dengan konsepnya itu yang bersifat
lahiriahnya saja sekedar mengabdi terhadap persahabatan yagn selama ini telah
beliau jalin tentunya sepadan dengan persahabatan yang mereka berikan keapda
beliau. Begitu pula tindakan Bung Karno tersebut pada hakikatnya sekedar umpan
dengan harapan dapat memancing kemarahan para pendukung Pancasila yang berada
di atas angin, dengan demikian posisi Bung Karno akan menjadi terdesak. Dengan
demikian ada alasan untuk mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret yang sangat
menggemparkan itu. Tindakan beliau itu merupakan pengabdiannya terhadap kebenaran
yang beliau yakini, pengabdian terhadap saudara-saudaranya yang dicintai. Di
sinilah kehebatan Bung Karno di mana beliau sanggup memisahkan makna dari
persahabatan dan makna dari permusuhan antara Bung Karno dan Komunisme, dengan
mengorbankan semua yang beliau miliki termasuk derajat dan kehormatan.
Apabila
kita mau merenungkan tentang cara Bung Karno menyelesaikan persengketaan antara
PKI beserta pendukungnya dengan para pendukung Pancasila dengan taktik setahap
demi setahap, maka kita akan menjadi sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa di
balik tindakan tersebut adalah merupakan wujud cinta beliau terhadap Negara
Indonesia tercinta ini. Beliau tidak rela apabila Indonesia hendak menjadi
Vietnam kedua. Beliau tidak menghendaki adanya intervensi langsung dari Soviet
dengan Pakta Warsawanya, juga interfensi langsung dari Republik Rakyat Cina, serta intervensi langsung dari
Amerika dengan NATOnya yang hendak menjadikan Indonesia yang indah permai ini
menjadi lautan api, menjadi neraka jahanam yang sangat mengerikan akibat
meledaknya jutaan ton roket dan bom yang keluar dari gudang–gudang senjata di
dunia.
a.
Pada
hari Jum’at tanggl 11 Maret 1966, akan berlangsung Sidang Kabinet 100 Menteri
di Istana Merkeda Jakarta. Jam 08.00 pagi hari itu, saya sebagai Panglima Daerah
Militer (Pangdam) V/Jayakarta yang mempunyai tugas keamanan, datang ke Istana.
Saya mendapat telepon dari Brigjen Sabur (Ajudan Presiden) dari Istana Bogor
yang menanyakan apakah Sidang Kabinet dapat diteruskan atau tidak. Pada waktu
itu saya menjawab bahwa sidang dapat diteruska, dan untuk itu, saya memberikan
jaminan. Pada jam 09.00, Presiden dengan para Waoerdam (Subandrio, Leimena dan
haeru Saleh( datang. Sesudah Bung Karno mengganti pakaian, maka meraka
bersama-sama duduk-duduk di teras di belakang Istana Merdeka sambil bertukar
pikiran untuk menunggu jemputan Protokol Istana. Pada waktu itu, saya sebagai
penanggung jawab keamanan juga berada di teras tersebut. Kemudian Bung Karno
menanyakan kepada saya mengenai situasi yang saya jawab bahwa situasi aman tidak ada apa-apa. Selanjutnya Bung Karno menanyakan
apakah Sidang Kabinet bisa diteruskan atau tidak? Atas pertanyaan ini saya
jawab bahwa sidang dapat diteruskan dan saya berani memberikan jaminan. Tidak
lama kemudian Protokol Istana melaporka kepada Bung Karno, bahwa Sidang Kabinet
bisa dimulai. Selanjutnya saya berdiri, lalu memberi hormat kepada Bung Karno
dan meminta izin untuk keluar ruangan teras karena akan melaksanakan tugas
pengamanan di luar. // Waktu itu Bung Karno memerintahkan kepada saya untuk
mengikuti beliau menghadiri Sidang Kabinet, akan tetapi saya menjawab bahwa
saya bukan menteri, sebaiknya saya tidak perlu ikut menghadiri sidang. Jawaban
saya tersebut tidak dapat diterima oleh Bung Karno. Dengan diikuti oleh para
Waperdam serta saya, Bung Karno menuju Istana Negara untuk memulia sidang
Kabinet. Sesudah sidang Kabinet berjalan kurang lebih 10 menit, saya menerima
nota pertama dari Sabur (pada waktu itu Bung Karno sedang bicara) yang intinya
minta kepada saya, agar saya keluar sebentar, karena di luar ada pasukan liar.
Mengingat bahwa Presiden sedang memberikan petunjuk/ pengarahan, sehingga
apabila saya berdiri dan meninggalkan sidang, berarti saya tidak mengenal
kesopanan dan etika, maka oleh karenanya saya memberi kode kepada Sabur dengan
menggoyang-goyangkan tangan yang artinya tidak akan terjadi apa-apa. Pada waktu
itu Bung Karno tetap berbicara terus. /// Rupanya Sabur sebagai ajudan serta
Komandan Pasukan Pengawal Cakrabirawa tidak puas, sehingga 5 menit kemudian ia
mengirim nota lagi kepada saya yagn isinya sama, tapi dengan disertai kata-kata
sangat, sehingga nota itu berbunyi : Minta dengan hormat, tetapi sangat agar
Pak Amir keluar sebentar. Saya tetap menolak untuk keluar dari tempat sidang
itu. Rupanya Brigjen Sabur tidak sabar, dan karena dia tidak mau ambil reskiko,
maka ia menyampaikan nota langsung kepada Bung Karno yagn isinya sama dengan
nota yang diberikan keapda saya. Sewaktu beliau membaca nota itu, saya melihat
tangan Bung Karno gemetar dan sesudah Bung Karno membaca nota tersebut, lalu
memberikannya kepada Subandrio. Kemudian sesudah mereka berbicara satu sama
lain, akhirnya Sidang Kabinet diskors Bung Karno untuk kemudian pimpinan sedang
diserahkan kepada Waperdam Dr.Leimena. Selanjutnya Bung Karno berdiri dan
keluar dari ruang sidang. Karena saya merasa ikut bertanggung jawab mengenai
kemanan, maka saya juga keluar ruang sidang dan mengejar beliau. Di Tangga
Istana Negra, saya pegang tangan kanan beliau, karena saya merasa iba kepada
beliau. Kemudian beliau menanyakan kepada saya : Mir, kemana bapak harus jalan?
Dengan adanya pertanyaan itu, maka baru untuk pertama kalinya saya melihat
adanya seorang Pemimpin Besar yang linglung di tempatnya sendiri serta tidak
tahu lagi apa yagn harus dilakukan. Di situlah saya melihat Bung Karno
seolah-olah menjadi kecil sesudah beliau menanyakan jalan kepada saya tersebut.Melihat
situasi yagn demikian itu, saya memegang tangan beliau, lalu saya bertanya :
“Bapak mau ke mana sekarang?” Bapak tidak usah bingung, tidak usah takut,
karena ada perintah tegas dari Pak Harto untuk menjaga keselamatan Bapak dan
tidak boleh ada satu peluru pun mengenai Bapak. Jadi Bapak harus tenang, karena
tidak akan terjadi apa-apa. // Kemudian saya mengantar beliau ke helikopter
yagn telah tersedia di halaman depan Istana Merdeka. Mendadak terbirit-birit
Subandrio tanpa sepatu menyusul, begitu pula Chairul Saleh yang keduanya juga
saya antar sampai ke helikopter.
b.
Sesuah
helikopter take of menuju ke Bogor, maka kemudian saya kembali lagi ke Istana
Merdeka untuk mengikuti sidang lanjutan yang dipimpin oleh Pak Leimena.
Sasampainya di Istana Negara, Pak Leimena bertanya kepada saya mengenai Bung
Karno, yang saya jawab bahwa Bung Karno sudah ke Bogor. // Rupanya Pak Leimena
juga tidak mau ambil resiko sehingga sesudah Sidang Kabinet lanjutan dibuka
kembali, untuk kemudian ditutup lagi dan selanjutnya para peserta Sidang
Kabinet bubar dan keluar dari Istana Negara.
c.
Pada
waktu persisi di tangga sebelah kanan Istana Negara bagian Barat, kebetulan
saya berjalan bersama-sama dengan Pak Basuki Rahmat dan Pak Yusuf yang
menghadiri sidang, mesaing-masing sebagai menteri Veteran dan Menteri Perindustrian. Pada waktu
itu alau tidak salah, Pak Yusuf berjalan di tengah, Pak Basuki Rahmat di seblah
kiri dan saya di sebelah kanan. Kemudian Pak Yusuf mengajak pergi ke Bogor
dengan maksud berbincang-bincang dengan Bung Karno sehingga Bung Karno tidak
merasa telah ditinggal oleh Angkatan darat. // Atas ajakan itu, maka saya
menjawab setuju, dan selnajutnya saya menanyakan kepada Pak Basuki rahmat
memberikan persetujuannya. Perlu diketahui bahwa sewaktu kita bertiga berdialog, di depan kita hadir Mayjen
Mursid (Menteri/Wakil Menko Pertahanan dan Keamanan) yang kita ajak serta ke
Bogor. Akana tetapi beliau menjawab dengan muka masam, “Tidak perlu”. //
Kemudian saya menganjurkan agar kita bertiga melapor ke Pak Harto terlebih
dahulu. Anjuran saya disetujui dan kemudian kita bertiga langsung ke rumah
kediaman Pak Harto di Jalan Agung Salim 98 Jakarta, sekalipun kita mengetahui bahwa
beliau beraa dalam keadaan sakiat. (Catatan :Sakitnya Pak Harto ini saya
ketahui, karena saya selaku Pangdan V/Jaya selalu mengadakan kontak lenagsung
dengan beliau). Bahkan dengan terganggunya kesehatan beliau itu, tidak dapat
menghadiri Sidang Kabinet dan beliau telah berpesan dan meminta tolong untuk
disampaikan keapda Bung Karno. Pada waktu kita menghadap Pak Harto itu, maka
kita menjelaskan mengenai jalannya sidang Kabinet, kemudian kita meminta izin
kepada Pak Harto untuk pergi ke Bogor dengan maksud untuk menenteramkan Bung
Karno. Bahkan kita menanyakan kepada beliau barangkali ada pesan yagn juga
perlu disapaikan kepada Bung Karno. Pak Harto mengatakan : Pertama, sampaikan
salam saya kepaa Bung Karno dan kedua, Bung Karno tidak usah khawatir. Kita
sanggup menyelamatkan Pancasila
UUD-1945, menyelamatkan Revolusi Indonesia dan memelihara keamanan, asal
kita diberi kepercayaan untuk itu.Itulah pesan Pak Harto, Jadi Pak harto pun
tidak pernah dibicarakan mengenai apa yang dinamakan Surat Perintah Sebelas
Maret itu. Tidak pernah. Selanjutnya, karena harus cepat berangkat ke Istana
Bogor, kita bertiga akembali lagi ke Istana Merdeka, dan berunding mengenai
keberangkatan kita berrtiga ke Bogor.
Perundingan itu berkisar kepada apakah menggunakan helikopter atau tidak,
karena di Istana memang selalu ada helikpter yagn stand by untuk Bung Karno.
Kemudian kita juga bermusyawarah apakah
kita berangkat ke Istana Bogor dengan senjata atau tidak. Pada waktu itu Pak
Yusuf mengusulkan agar kita
masing-masing membawa senjata. Atas ajakan itu saya menjawab bahwa tidak
ada manfaatnya kita membawa senjata karena di sana terdapat 2 Brigade
Cakrabirawa. Oleh karenanya kita cukup berangkat dengan iman saja. Akhirnya kita sepakat untuk
jadi berangkat dengan helikopter tanpa membawa senjata. // Selama berada dalam
helikopter kita bertiga tidak ada yang berbicara satu sama lain, karena
masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri-sendiri. // Semua beroda
kepada Tuhan. Saya juga berdoa kepada Tuhan dengan membaca Istighfar, Shlawat,
Surat Al Fatikhah, Surat Al Ikhlas, Surat Al-Falaq, Surat An Nash dan Ayat
Kursi, Pak Yusuf dan Pak Basuki juga komat-kamit mulutnya, berdoa kepada Tuhan.
d.
Kita
tiba di Istana Bogor antara jam 12.00 – 13.00. Pada waktu itu Bung Karno sedang
tidur. Kita diterima Brigjen Sabur. Kita menunggu sampai Bung Karno bangun.
Setelah Bung Karno bangun, kemudian beliau duduk di paviliun, dengan hanya
memakai celana klor putih sampai lutut dengan kaos oblong, yang selanjutnya
menanyakan kepada kita apa maksudnya datang ke Bogor menemui beliau itu. Kemudian Pak Basuki Rahmat menjawab bahwa
kedatangannya untuk mendapingi, supaya Bapak tidak dipengaruhi oleh situasi
atau kejadian pada waktu sidang tadi dan tidak merasa diasingkan, dan
sebagainya, den sebagainya. Sehingga Bapak tenang dan sanggup mengatasi
persoalan. Lalu beliau menanyakan bagaimana situasi sebenarnya kepassa Pak
Basuki Rahmat, kepada Pak Yusuf dan kepada saya. Saya menjawab bahwa keadaannya
aman. Pada waktu itu saya dibetak oleh beliau sebagai berikut : Kau bilang
aman, aman, tetapi demonstrasi berjalan terus. Sesudah itu kita berdiskusi, berdialog serta bertukar
pikiran yang akhirnya Bung Karno
melemparkan pertanyaan bagaimana mengatasi semua itu. Pada waktu itu, suasana
hening sejenak. Pak Basuki Rahmat sebagai perwira yang paling
senior yang hadir pada waktu itu tidak memberikan jawaban serta pertanyaannya
dilemparkan oleh Bung Karno. Demikian Pak Yusuf juga tidak memberi
jawaban/tanggapan. Di dalam keadaan yang sedemikian itulah, maka secara spontan
saya menyeletukk dengan polos sebagai
berikut : “Alah gampang Pak, Bapak perintah saja sama Pak Harto. Bapak tahu
beres. Yaitu Pancasila diamankan. Undang-Undang Dasar 1945 diamankan, Revolusi
dilanjutkan, pembangunan dilanjutkan dan keluarga Bapak dijamin
keselamatannya.” Saya sendiri heran, kenapa saya berani menyeletuk demikian.
Sebab, sesuai dengan adat ketimuran, mestinya saya sebagai perwira yang lebih
yunior tidak sepantasnya memberikan tanggapan mendahului para senior yang hadir
pada waktu itu. // Kemudian atas saran saya tersebut, Bung Karno kembali
bertanya : “Bentuk bagaimana?” Saya menjawab sebagai berikut : “Bentuk saja
team. Saya sarankan Pak Basuki rahmat Ketua Team. Pak Yusuf sebagai Anggota,
dan Brigjend Sabur sebagai Sekretaris. Saya sendiri tak perlu duduk dalam team,
karena seorang Panglima.” /// Ternyata saran saya tersebut disetujui oleh Bung
Karno. Sekali pun saya tidak duduk dalam team tersebut, namun dalam perumusan
ternyata saya diikutsertakan dalam pembicaraan. Seluruh rumusan diselesaikan
oleh team, maka Bung Karno memanggil anggota Presidium yang pada waktu itu juga
hadir di Istana Bogor. Konsep rumusan yagn ditulis tangan dengan fulpen itu,
kemudian dibaca oleh Bung Karno. Setelah dibaca oleh Bung Karno selanjutnya dibaca
oleh Leimena dan lain-lainnya. Dan waktu sampai giliran kepada Subandrio, maka
ia mengusulkan beberapa koreksi yang sifatnya tidak prinsipiil, tapi hanya
koreksi secara redaksional. // Sesudah dikoreksi oelh Subandrio selanjutnya
konsep dikembalikan kepada Bung Karno. Dan sesudah dibaca oleh Bung Karno
kemudian Brigjen Sabur diperintahkan untuk mengetiknya. Perlu saya jelaskan
bahwa peristiwa itu semua terjadi di ruang tengah dari paviliun Istana Bogor,
yaitu di tempat meja makan, sehingga pada waktu pengetikan dilakukan, kita
bertiga lalu berkumpul di paviliun bagian muka. Kemudian setelah sembahyang
Maghrib, kita kumpul kembali. Pada waktu itu Bung Karno memakai piyama biru
muda, dan Ibu Hartini mendampinginya. Anggota presidium semuanya jgua hadir.
Kemudain Brigjen Sabur datang membawa konsep yagn telah diketik tadi. Pada
waktu itu Sabur mmeberitahukan kepada Bung Karno secara administratif Surat
Perintah semacam itu kurang dapat dipertanggung jawabkan karena dari lembar ke
satu ke lembar ke dua tidak da kata penyambung di bawahnya, Pendapat Brigjen
Sabur tersebut memang benar, namun karena saya khawatir, kalau masalah itu
dibicarakan lagi, dapat menimbulkan persoalan baru, maka pada waktu itu secara
spontan saya menjawab sebagai berikut : Lho, dlam revolusi masa masih
memikirkan mengenai administratif. Sudahlah,s erahkan saja kepada Bung Karno.
// Kemudian naskah tersebut dibaca oleh Bung Karno secara tekun dan tenang.
Kemudian beliau bertanya : “Bagaimana ya. Saya tandatangi atau tidak?” // Berulang
kali beliau menanyakan dengan kalimaet serupa itu. Hal itu ditanyakan juga
kepada anggota presidium. Mengingat bahwa dengan adanya keragu-raguan dari Bung
Karno itu, masalahnya bisa buyar atau mentah kembali, maka saya lalu menyeletuk
: “Sudahlah Pak. Bismillahirrahmaanirrahiim, dari saya itu diulangi oleh semua
anggota Presidium yang ula-mula oleh Pak Leimena yang nota bene beragama
Kristen, kemudian diikuti oleh semua yang hadir.
e.
Selanjutnya,
setelah Bung Karno mengucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim yang juga diikuti
serentak oleh semua yang hadir, maka Bung Karno menandatangi naskah tersebut.
Setelah ditandatangani naskah tersebut diserahkan langsung oleh Bung Karno
kepada Pak Basuki Rahmat. // Karena begitu pentingngya naskah tersebut, maka
perlu dikutipkan selengkapnya isi dari pada SUPERSEMAR, sebagai berikut :
SURAT -
PERINTAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
|
|||
I.
|
Mengingat
:
|
||
1.1.
|
Tingkatan
revolusi sekarang ini, serta keadaan politik baik Nasional maupun
Internasional.
|
||
1.2.
|
Perintah
harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Presiden Pemimpin Besar Revolusi
pada tanggal 8 Maret 1966.`
|
||
II.
|
Menimbnag
:
|
||
2.1.
|
Perlu
adanya ketenangan dan kestabilan pemerintahan dan jalannya Revolusi.
|
||
2.2.
|
Perlu
adanya jaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi, ABRI dan rakyat untuk
memelihara kepemimpinan dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin
Besar Revolusi serta segala ajaran-ajarannya.
|
||
III.
|
Memutuskan/Memerintahkan
:
|
||
Kepada
:
|
Letnal
jendral soeharto menteri panglima angkatan darat
|
||
Untuk :
|
Atas
nama Presiden/ Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi :
|
||
1.
|
Mengambil
segala tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan dan
ketenangan serta kestabilan jalanannya Pemerintahan dan jalannya Revolusi,
serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pemimpin Presiden/Panglima
Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa
dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran
pemimpin Besar Revolusi.
|
||
2.
|
Mengadakan
Koordinasi Pelaksanaan Perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan lain
dengans ebaik-baiknya.
|
||
3.
|
Supaya
melaporkan segala sesuatu yagn bersangkut-paut dalam tugas dan tanggung
jawabnya seperti tersebut di atas.
|
||
IV.
|
Selesai.
|
||
Jakarta, 11 Maret 1966
PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/PEMIMPIN
BESAR REVOLUSI/ MANDATARIS MPRS
Ttd
SOEKARNO
|
f.
Selanjutnya,
kita bertiga berangkat ke Jakarta kembali dengan mobil. Di Jembatan Situ Duit
Bogor, saya meminjam naskahnya. Saya alalu membaca dengan menggunakan baterai,
karena saat itu hari sudah gelap (waktunya Shalat Isya). Setelah saya pelajari,
maka saya berseru : “Kok ini penyerahan kekuasaaan.”. // Kita semeuanya sungguh
kaget karena memang pada waktu itu tidak memikirkan atau pun berangan-angan
adanya penyerahan kekuasaan. // Sesudah sampai di Jakarta, kita langsung ke
Jalan Agus Salim untuk melapor ke Pak Harto, namun ternyata Pak Harto pada
waktu itu ada di KOSTRAD untuk menerima para Panglima yang datang dari daerah,
sehingga oleh karenanya kita bertiga langsung menuju ke KOSTRAD dan naskah
tersebut diserahkan langsung oleh Pak Bauski Rahamt kepada Pak Harto. // Selanjutnya, akrena
naskah itu ditandatangani pada tanggal 11 Maret, maka naskah Surat Perintah tersebut dikenal
dengan sebutan SUPER SEMAR.
g.
Dengan
adanya SUPER SEMAR itu, kemudian keesokan harinya tanggal 12 Maret 1966 Pak
Harto mengeluarkan pengumuman pembubaran PKI. Berkaitan dengan itu perlu
dicatat oleh kita semua juga, bahwa setelah pembubaran PKI itu, Pak Leimena
diutus oleh Bung Karno ke Jalan Agus Salim untuk menemui Pak Harto, yang
menyampaikan teguran dari Bung Karno kaerna Pak Harto mengumumkan pembubaran
PKI serta menyampaikan instruksi agar Pak Harto mengedepankan kita bertiga
yaitu Pak Basuki Rahmat, Pak Yusuf dan saya sendiri kepada Bung Karno di Bogor.
Saya pribadi tidak tahu apa jawaban Pak Harto dan pada waktu itu, akan tetapi
sebagai kelanjutannya kita bertiga mendapat perintah dari Bung Karno yang
mendapat persetujuan dari Pak Harto untuk menghadap kepada Bung Karno di Bogor.
Pada waktu kita menghadap di Bogor, kita dimaki-maki. Pada waktu itu Bung Karno
berkata yang intinya menyalahkan kita karena tidak ada tercantum pembubaran PKI
di dalam instruksi itu. // Kemudian kita menjelaskan kepada Bung Karno bahwa
keputusan Pak Harto untuk membubarkan PKI adalah benar, karena elama PKI masih
bereksistensi, maka keutuhan bangsa dan negara RI yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, tidak akan terwujud. // Perlu saya tambahkan
bahwa pada tanggal 12 Maret itu, selesai menghadap Bung Karno dan akan kembali
ke Jakarta, datanglah Ahmadi/Menteri Penerangan menghadap kepda Bung Karno
untuk melaoprkan situasi. Setelah Achmadi keluar pada waktu itu juga kita
bertiga diminta menghadap keapda Bung Karno untuk melaporkan seituasi. Setelah
Achmadi kaluar pada waktu itu juga kita bertiga diminta menghadap kembali Bung
Karno. Rupa-rupanya Achmadi telah memberi laporan bahwa Pak Harto dan para
Jenderal sedang mempersiapkan susunan kabinet baru, dan Bung Karno akan dipaksa
untuk menandatangani susunan kabinet baru itu. Sewaktu kita ditanya tentang hal
itu, dengan tandas dan tegas kita jawab bahwa berita tersebut adalah tidak
benar. Kemudian Bung Karno bersama Ajudan Brigjen Sabur kembali ke Jakarta
dengan helikopter, kita bertiga mencari kendaraan untuk mengantarkan kembali ke
Jakarta, karena waktu itu kita datang ke Bogor tidak membawa kendaraan sendiri,
akan tetapi menggunakan helikopter. Memang pada waktu itu ada satu helikopter
ladi di istana Bogor, tetapi waktu kita meminta untuk diantarkan kembali ke
Jakarta, para petugas Istana Bogor menjawab bahwa helikopter tersebut kehabisan bahan bakar dan tidak ada
crewnya. Dengan jawaban tersebut kita merasa telah dijadikan sandera. Perasaan
gelisah dan khawatir telah menghantui kita bertiga dan berusaha agar segera
dapat kemebali ke Jakarta. Kira-kira menjelang Maghrib, tiba-tiba lewat di muka
kita ajudan Presiden Kolonel Wijanarko dengan kendaraan mobil. // Karena
mungkin dia tidak mengetahui persoalannya, maka kita langsung menumpangg
kendaraannya ke Jakarta menuju Istana Merdeka. Sesampainya di Istana Merdeka
kita menghadap Bung Karno yang sedang berbincang-bincang dengan Pak Harto. Pada
waktu itu juga saya sampaikan kepada Bung Karno bahwa berita para Jenderal
telah mempersiapkan susunan kabinet baru menggantikan kabinet 100 Menteri
adalah tidak benar (H. Amir Mahmud
Menjawab, Penerbit CV. Haji Masagung, Cetakan I.Tahun 1987)
Demikianlah
urutan peristiwa menjelang keluarnya SUPER SEMAR dari Bung Karno, yang dapat
dianggap sebagai tonggak kemenangan Orde Baru di Indonesia, dimana yang
sedemikian itu tidak bisa dilepaskan begitu saja dari siasat dan strategi Bung
Karno sebelumnya yang bermuara dari dibubarkannya Masyumi dan PSI dan berlanjut
dengan gugurnya pada Jenderal.
Tindakan
Bung Karno mengeluarkan Surat Perintah tersebut setelah terjadinya krisi,
dimana rakyat pembela Pancasila segera bertindak dengan membentuk “Koamndo Aksi
Pengganyangan G30S/Pki. Tindkan ini berlanjut dengan terbentuknya Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan disusul dengan berdirinya Kesatuan Aksi Pemuda
Pelajar Indonessoa (KAPPI) dan kesatuan-kesatuan aksi lainnya dengan
TRIUTRA-nya yaitu : 1. Bubarkan PKI; 2. Pemberontakan Kabinet Dwikora; 3.
Turunkan harga, adalah sangat identik dan mempunyai persekutuan makna dengan
lepasnya panah dari busurnya, Prabu Salya sebagai sais menarik tali kuda dengan
harapan kereta bergerak dan panah tidak mengenai sasaran. Dengan demikian
habislah kekuatan Basukarno. Sementara Harjuna dengan didampingi Kresna, segera
membalas memanah yang diarahkan pada semua kaki kuda yang menarik kereta
Basukarno, yang seketika itu pula seluruh kaki kuda yang menjadi sasaran, putus
semuanya.
Tindakan
Harjuna memanah seluruh kaki kuda yang menarik kereta Basukarno ini adalah
identik dengan tindakan Pak Harto, dimana setelah menerima Surat Perintah 11
Maret, maka sehari sesudahnya, yaitu tanggal 12 Maret 1966, Pak Harto
membubarkan PKI, termasuk bagian-bagian organisasinya beserta yang se azas/
berlindung/bernaung di bawahnya. Dan selanjutnya menyatakan sebagai organisasi
terlarang di seluruh wilayah kekuasaan Republik Indonesia.
Tindakan
beliu itu disusun dengan pengamanan 15 orang pembesar yagn terindikasi terlibat
dalam G30S/PKI atau diragukan iktikadnya dalam membantu Presiden memulihkan
keamanan dan ketertiban, yaitu pada tanggal 18 Maret 1966. Mereka itu adalah :
Dr. Subandrio, Dr. Chairul Saleh, Ir. Setiadi Reksoprojo, Soemarjo, Oei Tju
Tat, SH, Ir. Surachman, Yusuf Muda Dalam, Armunanto, Sutomo Martopradoto,
Astrawinata SH, Mayjen Achmadi, Drs. Achadi, Letkol Imam Syafi’i, J. Tumakaka
dan Mayjen Dr. Sumarno.
Guna
memenuhi tuntutan rakyat, maka pada tanggal 27 Maret 1966, dibentuklah Kabinet
Dwikora yang disempurnakan lagi oleh Pengemban Supersemar. Tokoh-tokoh yang
duduk dalam Kabinet ini dalah tokoh-tokoh yang jelas tidak terlibat dalam
G30S/PKI. Pimpinan tetap dipegang oleh Presiden Sukarno yang didbantu oleh enam
orang wakil Perdana Menteri yang merupakan Presidium Kabinet. Mereka itu adalah
Dr. J. Leimena, Dr. Idham Chalid, Dr. Roeslan Abdulgani, Sultan Hamengku Buwono
IX dan Letjen Suharto. Setelah Orde Baru denegan bersenjatakan Supersemar dapat menertibkan bidang eksekutif, tiba
gilirannya lembaga-lembaga Lehislatif juga dibersihkan dari unsur-unsru
G30S/PKI dan Orde Lama. Kedua lembaga ini adalah MPRS dan DPRGR.
Tindakan-tindakan
itu diambil dengan melakukan pembersihan dari tokoh-tokoh pimpinan MPRS dan
DPRR yang terlibat G30S/PKI. Kemudian dibentuk pimpinan DPRGR dan MPRS yang
baru. Pimpinan DPRGR yang baru memberhentikan 62 orang anggota DPRGR yang
mewakili PKI dan ormas-ormasnya.
Dalam
rangka pemurnian pelaksaan UUD 1945, maka jabatan Pimpinan DPRGR dilepaskan
dari jabatan eksekutif, sehingga pimpinan DPRGR tidak lagi diberikan kedududkan
sebagai Menteri. Begitu pula lembaga negara tertinggi MPRS, dibersihkan dari
unsur-unsur G30S/PKI. Sepreti halnya dengan DPR-GR, maka keanggotaan
orang-orang PKI dalam MPRS dinyatakan gugur. Setelah MPRS dibersihkan dari
unsur-unsur G30S/PKI, maka sebagai kelanjutannya diambillah langkah-langkah
untuk menempatkan badan ini secara konstitusional sebagai lembaga tertinggi.
Kembali
kepada Puhangga Ronggowarsito, di mana pada judul Membebaskan Irian Barat,
beliau mengungkapkan bahwa tindakan Bung Karno menangkapi para tokoh , itu
bukan merupakan kehendak hati nuraninya dengan dasar benci dan dendam,
melainkan semata-maata demi tercapainya tujuan politik yang pada akhirnya akan
mempunyai manfat yang besar bagi perjuangan mereka sendiri (tkoh-tokoh yang
ditankgapi). Ada pun terhadap tindakan Pak Harto di dalam menghancurkan
pendukung-pendukung Komunis beserta Ideologinya, Pujangga Ranggawarsito
mengungkapkannya pada bait berikutnya, yaitu Nomor 14 dan 15 Serat Sabda Tama,
bunyinya sebagai berikut :
Sabda Tama
14.
Supaya pada emut // Amawasa benjang jroning tahun // Windu
kuning, kono ono wewe putih // Gegamane tebu wulung // Arsa angrebasing wedon.
15.
Rasane wus karasuk // Kesuk lawan kala mangsanipun .. Kawiseso
kawasanira Hyang Widdhi // Cahyaning wahyu tumelung // Tulus tan kena tinegor.
Terjemahan
:
Agar
supaya diingat-ingat // kelak akan tiba masanya // yaitu tahun windu kuning, di
situ akan ada wewe putih (jenis dari makhluk halus) putih yang bersenjatakan
tebu wulung (tebu yang warnanya merah kehitam-hitaman) // yang hendak
menghancurkan wedhon (jenis makhluk halus yang jahat dan suka menakut-nakuti).
Tandanya
sudah dapat dirasakan // bahwa kelak pada saatnya peristiwa itu bakal terjadi
// karena telah dijaga oleh kekuasaan Tuhan // Cahayanya wahyu (pulung, bahasa
Jawa) sudah kelihatan mengarah kepada yang dikehendaki-Nya // lurus dan terang
serta tidak bisa diganggu gugat dan diselewengkan.
Keterangan
:
Wewe
adalah sebuah lambang atau mempunyai arti bahwa tokoh yang dimaksud telah mampu
mengenal hakikat dirinya dalam arti ruhaniah, sebagaimana wewe yang tidak
mempunyai wadak itu melihat terhadap dirinya yang hanya terdiri dari ruh. Ada
pun putih, mempunyai arti seuci tulus ikhlas. Jadi Wewe Putih mempunyai arti
orang yang mempunyai tataran batin yang tinggi dan mempunyai hati yang suci.
Ada
pun tebu, adalah tanaman yang mempunyai rasa manis, ini mempunyai arti budi
yang luhur. Ikhlas mengabdi, suka menolong. Ada pun wullung adalah lambang dari
kekerasan, di mana pada umunya tebu yang berwarna merah
kehitam-hitaman/kecoklat-coklatan adalah tebu yang sangat keras untuk dikunyah.
Jadi tebu wulung adalah lambang dari kehalusan budi dan kekerasan jiwa. Dimana
yang sedemikian itu ssangatlah identik dengan kepribadian Pak Harto pada saat
menghancurkan basis kekuatan PKI serta pendukung-pendukungnya.
Setelah
Pak Harto berhasil membersihkan lembaga-lembaga tertinggi pemerintahan, maka
pada tanggal 17 Juni 1966, Sidang Umum MPRS IV dimulai yang dipusatkan kepada
usaha menyusun suatu tatanan yang didassarkan kepda kemurnian pelaksanaan
Pancasila dan UUD 1945. Sidang Umum ke IV MPRS ini menghasilkan 24 TAP MPRS.
Ketetapan-ketetapan
yang paling penting ialah Pertama kali mengukuhkan Surat Perintah 11 Maret
1966, menjadi ketetapan Nomor IX. Yang kedua adalah ketetapan Nomor XXIII
mengenai “Pembaharuan Landasan Kebijaksaan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan”.
Kemudian yang mempunyai akibat langsung kepada kepemimpinan Orde Baru adalah
ketetapan nomor XIII tentang Kabinet Ampera. Di mana tugas pembentukan Kabinet
Ampera itu dilimpahkan kepada Jendral Suharto sebagai pengemban Ketetapan Nomor
IX.
Kemudian
Presiden Sukarno membubarkan Kabinet Dwikora pda tanggal 25 Juli 1966, yang
disusul dengan pembentukan Kabinet Ampera oleh Jenderal Soeharto selaku
Pengemban TAP MPRS Nomor IX Tahun 1966, Dalam kabinet Ampera ini Jenderal
Soeharto berkedudukan sebagai Ketua Presidium Kabinet, Adapun pimpinan Kabinet
Ampera masih tetap pada Presiden Soekarno. Akan tetapi pekasanaan pemerintahan
dilaksanakan oleh suatu Presidium yagn terdiri atas 5 orang Meneteri Utama,
yaitu Jenderal Soharto (Hankam). Adam Malik (Luar Negeri), KH. Idham Chalid
(Kesejahteraan Rakyat), Hamengku Buwono IX (Ekonomi dan keuangan) dan Sanusi
Harjadinata (Industri dan Pembangunan). Dalam melaksanakan tugasnya, Kabinet
Ampera telah berusaha dengan sekuatnya untuk menciptakan stabilitas politik dan
ekonomi.
Tetapi
Presiden Soekarno sendiri tidak membantu usaha ke arah itu. Sehingga Orde Baru
tidak dapat terpenuhi. Dalam berbagai pidato Presiden Soekarno masih berusaha
untuk membela PKI.
Maka
terasalaha danya dualisme dalam Kepemimpinan Nasioanl yang menghambat usaha-usaha
ke aran normalisasi keadaan. Bahkan dalam sidang-sidang Mahkamah Militer Luar
Biasa (Mahmilub) terhadap tokoh-tokoh G30S/PKI mengungkapkan bahwa Presiden
Soekarno ada indikasi telah mengetahui sebeumnya akan terjadinya G30S/PKI dan
tidak mengambil tindakan-tindakan untuk mencegahnya. Sebagai kelanutannya
tuntutan-tuntutan untuk memberhentikan Presiden Soekarno dari Jabatan beliau
semakin keras.
Untuk
menghindarkan pertentangan politik yang berlarut-larut, maka diadakan Sidang
Istimewa MPRS dari tanggal 7- 12 Maret 1967 di Jakarta. MPRS dalam sidangnya
ini telah berhasil mengakhiri konflik politik yang dapat membahayakan persatuan
bangsa, dengan menghasilkan keputusan yang terpenting ialah mencabut kekausaan
pemerintahan negara dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Jendral Soeharto
sebagai Pejabat Presiden sampai dipilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilihan
Umum.
Beginilah
keadaan Harjuna tatkala hendak melapaskan panah Kyai Pasopati yagn diarahkan
kepada kakak kandungnya, Basukarno, oleh sang Penggubah diungkapkan :
Jroning angembat langkap kang mustining pangandinning panah Kyai
Pasopati, kang bedore dapur wulan
tumanggal, sakedap-sakedap Raden Harjuna unjal napas, sakedap-sakedap
ngeremake netra jroning batos nyusun pangapunten dateng poro Jawoto. Dene makaten pakartine Risang Dananjaya parikedah
nandingi kridane kadang werdo kang podho linahirake denning Dewi Kunthi
Talibroto.
Gembleng-gelenging cipto wus sajiwo, lan panah Kayi Pasopati
ginule pas saking kendeng ... jumebret suarane.
Artinya
:
Tatkala
Raden Harjuna menarik tali busur yang hendak menerbangkan panah Kyai Pasopati,
sebentar-sebentar Raden Harjuna menarik napas, sebentar-sebentar memejamkan
mata di dalam hatinya memohon ampun kepada Yang Maha Kusa, disebabkan
perilakunya Risang Dananjaya (Harjuna) yang harus melayani perang tanding
melaan kakak kandungnya sendiri yang sama-sama dilahirkan oleh Dwi Kunthi
Talibroto.
Maka
setelah konsentrasi sempurna dimana panah Kyai Pasopati telah menjadi satu
dengan jiwanya, maka panah dilepaskan dari tali busurnya ... jumebrat suaranya.
Begitulah
pula tatkala Raden Basukarno hendak menerima kedatangan panah Kyai Pasopati
digambarkan oleh sang Penggubah sebagai
berikut :
Kocapo kacarito naliko samnono :
Boten badhe worsuh paningale Nalendro Ngawonggo, miwah mboten
badhe kasang soyo bilih ingkang lumepas puniko anenggih pusoko Kyi Pasopati
lumorot koyo kilat, mboten miris, nanging mesem jroning penggalih. Prabu Karno
soyo ketingal kebagusane. Upomo manah bisa kadulu : lilo legowo, lahir batin”
dene bade sedanipun inguntapaken dening Risang Dananjaya.
Artinya
:
Tatkala
lepasnya panah Kyai Pasopati dari busurnya, penglihatan Raden Basukarno telah
mengetahui dengan awas. Matanya tidak bisa dikelabui, bahwa yang lepas dari
busurnya Raden Harjuna bercahaya terang bagaikan kilat adalah senjata pamungkas
Kyai Pasopati.
Raden
Basukarno tidak takut dan tidak menyesal untuk menghadapinya, tetapi malah
tersenyum di dalam hatinya. Makin lama makin kelihatan kebagusannya. Umpama,
bisa diungkapkan dalam kata-kata adalah “Rela dan ikhlas, lahir dan batin tanpa
ganjalan sedikit pun” apabila hidupnya hendak diakhiri oleh Raden Dananjaya
(Harjuna) adiknya sendiri. Adapun keadaan Harjuna setelah panah Kyai Pasopati
mengenai Basukarno, sang Penggubah mengungkapkannya sebagai berikut :
Udan tangis, banjir prihatin, Risang Dananjaya mulat sedanipun
ingkang roko Nalendro Ngawonggo. Tugel tel jangganipun. Mustaka dawah ing
bantala, raga sumampir kreta. Labet saking mboten kuwawa angampah duhkitaning
manah. Sadelo-sadelo kantu Raden Janoko, sakedap-sakedap kapidara, rumaos
kamiduwung jroning manah. Dene makaten kawantunanipun dateng kadang werdo
ingkang podho-podho linahirake dening Dewi Kunthi Talibroto. Saking susahe raos
Dewi Kunthi Talobroto mboten saged amuwun mgoten bisa angandika, namung kesah
saking papan kono pambuh-pambuh sotaning driya.
Artinya
:
Bagaikan
hujan air mat dan banjir kesedihan, keadaan Raden Harjuna setelah menyaksikan
kematian kakaknya Raden Basukarno, dimana kepalanya jatuh ke tanah, sementara
raganya tergeletak di atas kereta. Oleh karena tidak mampu menahan akan
kesedihan hatinya. Sebentar-sebentar Raden Harjuna menangis, sebentar-sebebntar
Raden Harjuna merasa iba dan menyesal terhadap perilakunya di dalam menghadapi
perang tanding melawan kakak kandungnya yang sama-sama dilahirkan oleh Dewi
Kunthi.
Karena
sangat susah haitnya, maka Dewi Kunthi tidak sanggup lagi untuk menangis dan
tidak bisa untuk berbicara, dan meninggalkan tempat kejadian dengan penuh
penderitaan batin.
Apabila
keadaan Basukarno tatkala menghadapi datangnya panah Kyai Pasopati, yang
emikian itu mempunyai persekutuan makna dengan keadaan Bung Karno tatkala
hendak dicabut kekusaan pemerintahan negara dari tangan beliau, maka
sempurnalah persekutuan makna dari siasat dan perilau antara Bung Karno dan
Basukarno. Dengan demikian Bung Karno telah menyelesaikan tugas dari apa yang
telah diwasiatkan oleh Ayahandanya Raden Sukemi yagn terangkum dalam
kata-katanya : “Cokro adalah
pemimpin politik dari orang jJawa. Sungguh pun engkau akan mendapatkan pendidikan
Belanda, aku tidak ingin darah dagingku menjadi kebarat-baratan. Karena itu kau
kukirim kepada Cokro, orang yang dijuluki oleh Belanda sebagai Raja Jawa yang
tidak dinobatkan. Aku ingin supaya kau tidak melupakan, bahwa warisanmu adalah
untuk menjadi Karna Kedua.” (Sukarno, Cindi Adams).
Dengan
demikian :
a.
Bung
Karno adalah satria yang tahu budi, dimana beliau telah sanggup membalas segala
kebaikan yang telah diberikan oleh kawan-kawannya sepadan dengan makna
persahabatan itu sendiri.
b.
Bung
Karno telah sanggup membela keyakinannya sepadan dengan kebenaran yang
diyakininya, yaitu ikut menyelamatkan Pancasila, UUD-1945 beserta
pendukung-pendukungnya.
c.
Bung
Karno telah sanggup secara tidak langsung memilih pemimpin negara yang arif
bijaksana sebagai pengganinya. Di mana ketiga nomor tersebut adalah merupakan
tujuan perang Baratayudha.
d.
Bung
Karno telah sanggup mempersatukan negara Republik Indonesia dari Sabang sampai
Merauke, dan menyelamatkan negara dari bencana intervensi negara-negara
Adikuasa, sebagai wujud cintanya terhadap negara dan bangsa.
Maka,
sebagai kelanjutannya bahwa tinfakan-tindakan Bung Karno tersebut apabila dapat
diterima sangatlah selaras dengan pernyataan beliau tatkala didesak oleh Duta
Besar Amerika Howard Jones untuk menulis Otobiografi, beliau menjawab. “Untuk membuat
Otobiografi yang sesungguhnya, si penulis hendaknya dalam keadaan yagn susah
seperti Rousseau ketika menulis pengakuan-pengakuannya. Dan pengakuan yang
demikian, ternyata sukar bagi saya. Banyak tokoh-tokoh yagn masih hdiup akan
menderita, apabila saya menceritakan semuanya, dan banyak
pemerintahan-pemerintahan dengan mana saya sekarang mempunyai hubungan yang
baik akan mendapat serangan sejadi-jadinya, apabila saya menyatakan beberapa
hal yang ingin saya ceritakan.” (Sukarno Cindi Adams hal.100).
Adapun
terhadap tindakan-tidakan Bung Karno yagn sangat ganjil, seolah-olah memusuhi
pendukung-pendukung Pancasila, penulis merasa sepaham dengan apa yang
diungkapkan Pujangga Ronggowarsito dalam Serat Kalatida dan Sabdha Tama, yaitu
:
Dasar karoban pawarta,
Bebaratan ujar lamis,
Pinudya dadi pangarso,
Yen pinikir sayekti,
Mundak opo aneng ngayun,
Andeder kaluputan,
Siniraman banyu lali,
Lamun tuwuh dadi kekekmbanging beka. (Kala Tidha.4).
Kalonganing kaluwung,
Prabanira kuning abang biru,
Sumurupa iku mung sorote warih.
Wewarahe para Rasul,
Dudu jatining Hyang Manon (Serat Sabda Tama).
Dimana
dua bait tersebut memberi petunjuk kepada kita bahwa tindakan-tindakan Bung
Karno yang sangat ganjil tersebut adalah bertentangan dan sangat berlawanan
dengan hati nurani beliau sendiri. Dan ungkapan Ronggowarsito itu selaras
dengan pernyataan Bung Karno bahwa, “Yang aku cintai adalah yang aku marahi dan yang kubentak-bentak.”
(Sukarno. Cindi Adams).
Begitu
pula pernyataan Bung Karno sebelum G30S/PKI meletus, bahwa, “Pada hakikatnya
tidak ada revolusi jiplakan, semua revolusi adalah orisinil.”
Pernyataan
beliau tersebut adalah benar, dalam artian menjiplak revolusinya Basukarno yang
merupakan gubahan pujangga Empu Sedah dan empu Panuluh. Jadi yang orisinil
adalah revolusinya Bung Karno dengan
alasan bahwa revolusinya basukarno
justru jiplakan dari revolusinya Bung Karno, karena revolusinya Basukarno
adalah hasil penglihatan batin sang pujangga Empu Sedah dan empu Panuluh
melalui jalan Tasawuf yang disampaikan melalui bahasa lambang terhadap
peristiwa yang hendak terjadi di wawasan Nusantara. Sehingga apabila kita amati banyak persamaan antara kedua
revolusi tersebut. Dan seandainya ada
beberapa kejanggalan atau perbedaan antara Baratayudha-nya Empu Sedah dan empu
Panuluh dengan Baratayudha yagn terjadi pada tahun 1965 yaitu antara PKI dan
Pendukung Pancasila adalah wajar, karena bagaimanapun juga kedua pujangga
tersebut tidak bisa melepaskan secara keseluruhan terhadap cerita yagn ada
dalam buku babonnya yaitu Mahabarata dari India.
Sehingga
merupakan kemungkinan yang sangat besar, bahwa hakikat Basukarno dan Harjuna di
dalam perang Baratayudha gubahan empu Sedah dan empu Panuluh tersebut merupakan
lambang dari wujud Bung Karno dan Pak Harto, di mana Bung Karno sebagai
Basukarno dan Pak Harto sebagai Harjuna. Dengan demikian pada hakikatnya antara
beliau berdua adalah satu.
Sebagaimana
revolusi Basukarno yang berakhir pada gugurnya dia di tangan Harjuna, maka
revolusi Bung Karno adalah juga berakhir sampai dengan turunnya beliau dari
singgasana kepresidenan.
Dengan
demikian menjadi semakin jelas bahwa tujuan dari revolusi Bung Karno pada
intinya dapat diringkas : Menghancurkan musuh-musuh negara, Pancasila dan
UUD-1945 terlebih dahulu baru membangun. Bukan membangu baru menghancurkan
musuh. Dan harap direnungkan, bahwa sebagaimana Basukarno, yang merasa bangga
dengan kematian yang disertai
pengorbanan derajat dan kehormatan demi negara dan adik-adiknya yang
dicintai, maka demikian pulalah Bung Karno terhadap kejatuhannya dalam artian
derajat dan kehormatan yang bersifat duniawi bahkan yang sedemikian itu adalah
puncak kejayaannya. Karena hanya dengan cara itulah Bung Karno dapat mewujudkan
cita-citanya yaitu menyatukan wawasan Nusantara, menyelamatkan Negara, idiologi
Pancasila serta UUD 1945.
Di
sinilah letak terhebatnya dua tokoh tersebut, kedua-duanya telah menyiapkan
diri sebagai tumbalnya negara dan bangsa, kedua-duanya telah menempuh jalan perjuangan terberat.
Bukan hanya jiwanya, bukan hanya raganya, tetapi juga derajat dan kehormatan
telah dikorbankan demi negara dan saudara-saudaranya yang dicintai. Kedua-duanya
rela, tiada menyesal, manakala pengabdiannya yang tulus ikhlas, dibalas dengan
tuduhan-tuduhan yang jahat, karena bagi kedua tokoh tersebut puncak
keikhlasannya hanya dipersembahkan untuk Tuhannya. Bukan untuk diperlihatkan kepada
mereka yang diperjuangkan, apalagi untuk mendapatkan gelar dari mereka yang
diperjuangkan.
19.
MENEMPATKAN NEGARA-NEGARA ADIKUASA SEBAGAI PENONTON YANG BAIK
Kehancuran
yang paling dahsyat dari negara-negara berkembang bukanlah timbul akibat
bencana alam bagaimanapun juga hebatnya. Tetapi tak kalah hebatnya apabila
negara tersebut sampau terjerumus menajdi ajang pertempuran akibat ikut
campurnya negara adi kuasa.
Vietnam
yang seharusnya sudah menjadi negara yang aman tenteram sebagaimana negara
tetangga lainnya, telah menjadi berantakan, akibat terkaitnya kekuatan dari
negara-negara Super Power di dalam campur tangan yagn seharusnya tidak terjadi
di dalam negara berkembang tersebut. Begitu pula tentang apa yagn terjadi di
Afganistan.
Akan
kita sadari bersama bahwa kekuatan minoritas kaum Komunis di Afganistan
tidaklah akan sanggup menguasai kekuatan mayoritas walau pun dalam masa yang
singkat, apabila tanpa dukungan dari negara Komunis Soviet. Dan tidak bisa dipungkiri
lagi akibat campur tangan negara Adi Kuasa tersebut, telah mengakibatkan
ratusan ribu bahkan jutaan korban manusia dan mengalirnya jutaan pengungsi ke
negara-negara tetangga.
Pada
tahapan berikutnya rumah-rumah, gedung-gedung yang seharusnya memberikan
manfaat sebagai tempat berlindung menjadi hancur. Begitu pula sawah ladang yang
seharusnya dapat memberi kedamaian, menjadi terbengkelai, tidak memberi hasil
sesuatu apa pun. Kelaparan merajalela di mana-mana, begitu pula wabah-wabah
penyakit berkembang dengan hebatnya. Negara menjadi kacau balau, negara menjadi
miskin, rakyat terlantar menanggung derita yang maha dahsyat.
Bung
Karno sebagai pemimpin negara Indonesia yagn telah sanggup menyatkan wawasan
nusantara di Sabang sanmpai Merauke, ternyata sangat waspada, dan tidak rela
apabila Indonesia hendak menjadi Vietnam kedua. Tetapi kenytaannya tidak dapat
dihindari bahwa di antara golonga-golongan dari bangsa Indonesia itu tidak akan
dapat dipertemukan dan ditempatkan pada satu wadah yang diharapkan dapat
menyatukan hati-hati mereka dalam suasana damai dan persaudaraan. Sehingga
merupakan keharusan yang sangat besar dalam tempo yang singkat atau lambat,
perang antara golongan yang dapat menerima wadah perdamaian dan yang menentang
wadah tersebut betul-betul hendak terjadi.
Tetapi
kalau pun itu harus terjadi, hendaknya janganlah sampai melibatkan kekuatan
asing, apalagi melibatkan adanya campur tangan negara-negara Adi Kuasa.
Untk
emnghindari intervensi langsung dari negara-negara Adidaya tersebut,d an
dapatnya negara-negara Adidaya menjadi penonton yang baik, serta dapat
tercapainya hakikat tujuan yang dikehendaki Bung Karno, maka siasat beliau
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Setelah
Markas Besar dari Operasi Trikora dibubarkan, Jenderal Soeharto dan stafnya
memasuki Biak dan Irian Jaya dalam kunjungan muhibah. Mereka sedikit
kecewa dengan perlakuan dingin yang
mereka terima dari pembesar-pembesar pemerintahan. Sumbangan pihak militer
dalam membebaskan Irian Jaya telah diremehkan. Bagaimana pun juga
prajurit-prajurit TRIKORA kembali ke Jakarta dengan sikap jantan, dengan
perasaan puas atas bakti yang telah mereka persemebahkan pada negara.
Tugas-tugas
baru telah menunggu Soeharto sesampai di Ibu Kota. Pada tanggal 1 Mei 1963, ia
ditunjuk menjadi Panglima Kostrad. Korp ini yang terdiri dari pasukan-pasukan
siap tempur dari berbagai kesatuan, dimaksudkan untuk setiap waktu dapat
bertindak terhadap musuh-musuh Republik . Perwira-perwiranya yang telah
berpengalaman di masa perang dan damai, berusaha dengan sungguh-sungguh
membentuk satu pasukan yang berdisiplin dan terlatih (Anak Desa, OG, Roeder).
Tindakan
Bung Karno menunjuk Soeharto sebagai Panglima Kostrad jelas telah membuat
curiga golongan Komunis. Tetapi Bung Karno segera menenteramkan hati mereka dengan
rencana yang sangat menyenangkan, yaitu dalam bulan September 1963, Presiden
Sukarno memngumumkan kampanye “Ganyang Malaysia” yang sangat dibenci.
Sebagian
besar pemimpin-pemimpin Indonesa, terutama pemimpin-pemimpin Islam menentang
politik pengganyangan ini, tetapi tidak satu pun yang menentang secara terbuka.
Partai
Komunis Indnesia yang dari hari ke hari sudah bertambah kuat, mulai menunjukkan
giginya dan menakut-nakuti mereka yang menentang politik pengganyangan ini,
karen kaum Komunis melihat banyak kemungkinan-kemungkinan dalam politik DWIKORA
Sukarno ini. Kostrad diperintahkan mempersiapkan pasukannya di Semenanjung
Malaya. Kali ini musuh bukanlah tentara pendudukan asing ata pun kekuatan
kolonial, tetapi bangsa yang serumpun dan dengan keyakinan yang sama, yang akan
menderita akibat perang (Anak Desa, OG.Roeder).
Siasat
Bung Karno dengan kampanye Ganyang Malaysia tersebut apabila kita amati dengan
teliti, maka siasat tersebut akan mempunyai tujuan yang multi dimensi.
Secara
lahiriah siasat itu telah memberi harapan yang luar biasa kepada kaum Komunis,
di antaranya :
·
Seolah-olah
dengan siasat itu Bung Karno hendak menjebak, khususnya Angkatan Darat di dalam
kancah peperangan, dengan demikian tindakan selanjutnya untuk menghancurkan
pertahanan pendukung-pendukung Pancasila tidak terlalu mengalami kesulitan
besar.
·
Malaysia
yagn diketahui merupakan negara yang anti Komunis dengan perang frontal
menghadapi Indonesia akan menjadi lemah. Dengan demikian harapan untuk dapat
menguasainya sekaligus adalah merupakan kemungkinan besar pula.
·
Dengan
politik ganyang Malaysia, kaum Komunis yang sampai saat itu tidak mempunyai
senjata dan tidak terlatih di bidang militer akan mempunyai kesempatan yang
luas agar dapat menyusup ke dalam alat-alat negara dan Angkatan Bersenjata sert
mengadakan latihan perang-perangan. Sehingga politik Ganyang Malaysia tanpa
disadari kau Komunis, merupakan hiburan bagi mereka yang sangat menyenangkan
dan menambah kepercayaannya kepada Bung Karno.
Juga
tidak bisa dipungkiri politik Ganyang Malaysia tersebut justru telah menyatu
padukan golongan-golongan yang menentang kaum Komunis hingga menjadi tangguh.
Dengan demikian penarikan tegas dua kekuatan dari bangsa Indonesia yagn dikenal
dengan Revolusioner Kanan kontra Revolusioner
Kiri akan lebih menjadi nyata, sesuai dengan yang dikehendaki Bung
Karno.
Dengan
politik Ganyang Malaysia, di mana Bung Karno selalu menyerang
kejelekan-kejelekan negara-negara imperialis, kolonialis khususnya
negara-negara Barat secara kejiwaan telah mengenai sasarannya. Karena dengan
demikian sedikit banyak akan dapat merobah perilaku bangsa-bangsa penjajah
tersebut untuk menghindari akan perbuatan jahat mereka dan mau bermawas diri.
Dalam
operai Trikora untuk membebaskan Irian Jaya, Jendral Soeharto telah diangkat
sebagai Panglima Mandala. Tetapi dalam politik Ganyak Malaysia, ia kini hanya
ditunjuk sebagai Wakil Panglima. Orang yang mendapat kepercayaan penuh dari
Presiden dan yagn ditunjuk menjadi Panglima Komando Mandala Siaga (KOLAGA)
adalah Laksamana Madya Omar Dhani.
Pada
tanggal 1 Januari 1965, ia mengambil alih tugas sebagai Wakil Panglima Komando
Mandala Siaga. Maka dalam melakukan tugasnya ini ia banyak mengadakan
perjalanan inspeksi ke daerah Indonesia di bagian utara Kalimantan dan ke
Sumatra Utara, dari mana direncanakan akan dilancarkan serangan terhadap
Malaysia.
Pengangkatan
Omar Dhnai sebagai Panglima Komando Mandala Siaga dengan mengesampingkan Pak
Harto memang dapat dijadikan alat oleh Bung Karno untuk mengelabui siasat
beliau selanjutnya, sehingga dalam langkah-langkah berikutnya, politik Bung
Karno di dalam mengalahkan kaum Komunis tidak akan dapat diketahui oleh pihak
manapun juga.
Begitu
pula dengan mengesampingkan Pak Harto sebagai Panglima Komando Mandala Siaga
pada hakekatnya telah memberi kesempatan seluas-luasnya kepada Pak Harto untuk
menyusun bais kekuatan yang sangat tangguh yang apda saat-saat tertentu bila
dibutuhkan dapat digerakkan dengan efektif, tentunya bagi Bung Karno untuk
menghancurkan kaum Komunis itu sendiri.
Di
dalam cerita Perang Baratayudha, tujuan Basukarno memilih Prabu Salya untuk
menjadi sais(kusir) keretanya karena adanya beberapa sebab yang terselubung,
yaitu :
1. Basukarno dengan memilih Prabu
Salya yaitu mertuanya sendiri, tentu Prabu Salya akan emrasakan dihinakan, akan
menjadi tersinggung dan marah, dengand emikian tidak akan membantu Basukarno
dengan sepenuh hati di dalam melawan Pandawa, lebih-lebih selalu dipancing
kemarahannya oleh Basukarno.
2. Juga telah diketahui oleh
Basukarno, bahwa Prabu Salya sebagaimana Basukarno sendiri berpihaknya kepada
Kurawa bukan kaena cinta kepada Kurawa melainkan adanya ikatan budi yang
bersifat duniawi (kederajatan). Dengana demikian Prabu Salya batinnya tetap
berpihak kepada kebenaran yaitu memihak Pandawa.
Sehingga
kelak setelah gugurnya Basukarno di tangan Harjuna, baru diketahui oleh
Aswatama (Anak Durna) bahwa sebagai penyebab (Kalahnya Basukarno_ adalah akibat
tingkah Prabu Salya, menarik tali kuda tatkala Basukarno hendak memanah Harjuna
yang dilakukannya dengan sengaja.
Dengan
demikian politik Basukarno mengalahkan Kurawa tidak diketahui oleh pihak Kurawa
sendiri.
Seteah
persiapan pengganyangan Malaysia telah menunjukkan kesempurnaan, maka siasat
Bung Karno selanjutnya adalah mengadakan pertemuan denga Jendral Ahmad Yani lebih kurang 1 bulan
sebelum peristiwa G30S/PKI, tentunya secara diam-diam, di mana Bung Karno
meretui untuk diadakannya Show of Force secara besar-besaran baik ABRI atau pun
massa rakyat pada tanggal 5 Oktober 1965.
Tindakan
Bung Karno memberikan restu diadakannya Show of Force walau pun secara
diam-diam, ini jelas menggembirakan pihak pendukung Pancasila serta Inggris dan
Amerika di mana sebelumnya selalu dhantam dan dijelek-jelekan. Begitu pula
sebaliknya telah mengacaukan siasat dan konsentrasi kaum Komunis Indonesia
/Internasional yagn sebelumnya telah banyak mendapatkan angin surga dari Bung
Karno. Maka dengan segala macam alasan yagn dibuat-buat baik sebagai
jendral-jendral berkepala batu, jendral-jendral pemebangkang dan lain
sebagainya serta dengan segala macam hasutan dan tipu daya maka berhasillah
Bung Karno menggiring Kaum Komunis untuk memilih alternatif Didahului atau
mendahului.
Kalau
didahului jelas akan hancur, tetapi kalau mendahuli tentu masih ada
kemungkinan-kemungkinan yang lain. Dan mereka memilih mendahului.
Di
sinilah sesungguhnya Bung Karno telah berhasil memotong rencana kaum Komunis
yang hendak melakukan perebutan kekuasaan di sekitar tahun 1970 sesuai
perhitungan mereka yang matang. Sesuatu hal yang sangat membahayakan
kelangsungan hidup negara Republik Indonesia yagn berdasarkan Pancasila dan UUD
1945, beserta semua pendukung-pendukungnya.
Setelah
mereka berhasil menculik para jendral-jendral Angkatan Darat kecuali Jendral
Nasution, maka bersuka rialah kaum Komunis Internasional, dan gemparlah
Amerika, tetapi situasi yagn demikian itu telah berobah dalam waktu yagn
singkat, sehigga keadaan menjadi terbalik karena pemberontakan tersebut dapat
digagalkan.
Nah, di sini Amerka dan Soviet dengan
sekutunya masing-masing telah dibikin terbengong-bengong menyaksikan sandiwara
yag sangat menegangkan tanpa dapat ikut bermain.
Maka,
untuk memberi kepuasan kepada negara-negra Komunis Internasional yagn dalam hal
ini jagonya mengalami kekalahan dengan cepat Bung Karno meneriakan
slogan-slogannya yagn diarahkan kepada Pengganyang Nekolim untuk mengelebaui
apa yang sebenarnya terjadi di dalam negeri, khususnya tindakan balas dendam
yang memakan korban ratusan ribu orang-orang PKI.
Dan
secepatnya Bung Karno memberikan perlindungan terhadap pelaku-pelaku G30S/PKI
dan tetap mempertahankan konsepsinya Nasakom serta mencela terhadap
tindakan-tindakan Pak Harto beserta pendukung-pendukungnya.
Bahkan
lebih lanjut wakil-wakil PKI masih diizinkan hadir dalam sidang tanggal 6
Nopember 1965, jadi Partai Komunis Indonesia masih diterima dalam Sidang
Kabinet dan dianggap oleh Presiden Sukarno sebagai salah satu tiang penting
dari Revolusi Indonesia, yaitu “Suatu Revolusi kiri, dan tidak boleh dibelokkan
ke kanan, pembelokan berarti lebih serius daripada peristiwa Gerakan 30
September.”
Dengan
demikian, tokoh-tokoh PKI dan negara-negara Komunis Internasional mendapatkan
kepuasan dan masih tetap mempercayakan kepemimpinan kaum Komunis di Indoensia
di tangan Bung Karno. Pada hakikatnya dengan siasat Bung Karno merangkul PKI,
seolah-olah Bung Karno dengan sengaja melepaskan pendukung-pendukungnya yang
non Komunis untuk bergabung menjadi satu dalam wadah sebagai pendukung
Pancasila. Dengan demikian telah memperkuat barisan Pak Harto dengan cara yang
tidak kentara.
Juga
akan dapat dipahami apabila tindakan Bung Karno pada saat-saat hubungan PKI
dengan Komunis Internasional masih erat sampai mengecewakan atau terlihat
dengan nyata sebagai telah menghianati mereka, maka merupakan kemungkian yang
sangat besar mereka tidak lagi mempercayai Bung Karno, bahkan akan memancing
kemarahan mereka, sehingga mereka (Komunis Intternasiaonal) tidak segan-segan
mengirimkan armada darat, laut dan udara, dalam jumlah besar untuk menggempur
Republik Indonesia sebagai balas dendam. Dengan demikian Indonesia hendak
menjadi Vietnam kedua. Sesuatu hal yang sangat mengerikan.
Jadi,
di sini sengaja Bung Karno meggunanakn Politik menjinakkan.
Menurut
analisa penulis di sinilah mengapa Bung Karno mempertahankan doktrin
Nasakomnya, dan tidak ingin membubarkan PKI di tingkat Nasional. Sebaliknya ia
coba membatalkan pembekuan partai tersebut di sementara daerah yagn telah
diperintahkan oleh Mayor Jenderal Sucipto dari KOTI pada tanggal 14 Oktober
1965.
Pembicaraan
yang hangat terjadi antara Presiden Sukarno dan Sucipto, seorang penyokong yagn
kuat dari Jenderal Soeharto.
Waktu
Sukarno meremehkan soal pembunuhan para Jenderal, dan waktu Sucipto menuntut
agar diambil tindakan tegas terhadap PKI, Sukarno menjawab agresif : “Kau tahu
apa. Ini adalah politik tinggi.”
Sebagai
balasan Mayor Jenderal Sucipto menjawab hambar, “Bapak Presiden, Bapak telah
kehilangan kepemimpinan,” (Anak Desa, OG, Roeder).
Merupakan
suatu keajaiban bahwa kampanye Ganyang Malaysia dan pengangkaan Panglima
Komando Mandala Siaga (KOLAGA) dimulai sejak Spetember 1963. Sementara Bung
Karno sendiri tidak henti-hentinya meneriakkan slogan-slogan Ganyang Malaysia dan
yang sejenis tetapi mengapa penyerbuan ke Malaysia tidak pernah terlaksana?
Atau memang di sini merupakan makna dari Basukarno menunjuk sais Prabu Salya?
Sehingga persiapan-persiapan untuk mengganyang Malaysia itu bagi Bung Karno
pada hakikatnya justru untuk menghancurkan PKI itu sendiri? Untuk memperkuat
pasukan Pak Harto?
Sebagai
bahan renungan, marilah kita ikuti cuplikan uraian OG Roeder dalam bukunya Anak
Desa, sebagai berikut :
Tanggal 1 Oktober
:
Di
antara persoalan mendesak yang harus segera dihadapi Jenderal Soeharto adalah
kehadiran dua batalion yang diragunakn kesetiaannya di Lapangan Merdeka di
depan Kostrad yagn telah diperintahkan untuk “Melindungi Pemimpin Besar
Revolusi”. Kedu batalion itu telah didatangkan dari Jawa Tengah (Batalion 454)
dan dari Jawa Timur (Batalion 530) untuk mengikuti parade pada Hari Angkatan
Perang 5 Oktober (Show of Forrce). Sehari sebelumnya mereka telah diinspeksi
sendiri oleh Soeharto, dan pada waktu itu tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan ketidak taatan mereka.
Segera
diadakan hubungi pribadi antara pasukan Kostrad dan kedua Batalion itu. Jendral
Soeharto sendiri berbicara dengan kedua kesatuan itu di depan Markas Kostrad
dan menyatakan kepada mereka bahwa mereka telah diperalat oleh Ketnan Kolonel
Untung, bertentangan dengan kepentingan Negara yagn sesungguhnya dengan dalih
bahwa Presiden sedang berada dalam keadaan bahaya. Setelah berjam-jam diadakan
musyawarah, cara Indonesia yang terkenal untuk memperoleh mufakat, didapatlah
perseujuan untuk tidak bergerak.
Pada
jam tiga sore Jenderal Soeharo menunjukkan tabiatnya yang satu lagi. Ia
kemukakan kepada kedua wakil komandan batalion tersebut : “Kalian salah. Saya
beri waktu 30 menit untuk mengumpulkan anak buahmu dan menyerah. Jika tidak,
kalian akan saya hancurkan.”
Pasukan
itu akhirnya menyerah, kecuali satu kompi dari Batalion 454 yang bergerak ke
Pangkalan Udara Halim di luar kota. Di mana Dewan Revolusi telah mendirikan
Markas Besarnya,
Selama
hri itu, telah jelaslah mana kawan dan mana lawan, Pasukan yang setia pada
Angkatan Bersenjata Pemerintah telah diperintahkan untuk memakai pita putih di
bahunya sebagai tanda pengenal. Jenderal
Soeharto mengadakan pembicaraan dengan semua Panglima dan dapat dihubungi di
Jakarta, termasuk para perwira Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Angkatan
Kepolisin.
Kecurigaan
terlibatnya pimpinan Angkatan Udara dalam kudeta itu semakin bertambah-tambah.
“Ini aalah pemberontakan.” Kata Soeharto. “Saya akan menumpasnya dan semua
pengikut-pengikutnya.
Pada
waktu yang bersamaan, para Panglima di luar Jakarta dan di luar Pulau Jawa
telah diperintahkan untuk menyiapkan pasukan-pasukannya dalam keadaan siap
siaga. Soeharto juga mengadakan pembicaraan radio dengan Brigade Jenderal
(Waktu itu) Kemal Idris dari Medan, yagn sedang bersiap-siap dengan Devisinya,
menunggu perintah untuk mengadakan penyerbuan ke Malaysia.
Kemal
Idris diminta mengirimkan satu Brigade ke Jakarta. Pasukan itu sampai di
Ibukota seperti yang direncanakan di pertengahan bulan Oktober, bergabung
dengan pasukan-pasukan lain dalam gerakan menghadapi pemberontak yang telah
berkedudukan di Jwa Tengah.
Jadi
di sini semakin jela di antara faktor terpenting yang menyebabkan kemenangan
pendukung-pendukung Pancasila terletak pada :
1.
Adanya
kesepakatan antara Bung Karno dan Jenderal Ahmad Yani untuk mengadakan Shoe of
force, karena dengan kesepakatan ini telah dapat dijadikan alat oleh Bung Karno
untuk menjebak PKI untuk melakukan kesalahan besar, yaitu membunuh para
Jenderal-jenderal Angkatan Darat.
2.
Tidak
adanya perintah dari Panglima KOLAGA untuk mengakan penyerbuan ke Malaysia.
Dengan demikian persiapan-persiapan untuk mengganyang Malaysia itu justru
merupakan senjata yang ampuh untuk menghancurkan kejahatan-kejahatan PKI
terebut.
Di
mana kedua faktor tersebut tidak bisa lepaskan dari siasat dan strategi Bung
Karno. Dan kejelian Pak Harto untuk memanfaatkan kesiap siagaan ABRI tersebut
untuk menumpas pemberontakan PKI.
Begitu
pula pada tanggal 7 Maret 1966 empat hari menjelang keluarnya SUPERSEMAR, Bung
Karno mengadakan sidang Komando Ganyang Malaysia, hadir pada waktu itu
tokoh-tokoh politik , ABRI termasuk di dalamnya Jenderal Nasution dengan
disaksikan para wartawan.
Dalam
situasi yagn sangat tegang, dimana posisi Bung Karno dan PKI pda saat itu
mendapat tekanan berat yang timbul akibat dipertahankannya konsep Nasakom, maka
secara lahiriah tindakan Bung Karno mengadakan Sidang Komando Ganyang Malaysia
tersebut akan sangat menguntungkan kaum Komunis, karena :
1.
Dengan
Sidang Komando Ganyang Malaysia tersebut seolah-olah Bung Karno hendak menjebak
Pak Harto beserta pasukannya dalam kancah peperangan melawan musuh dari luar,
dengan demikian konsentrasi Pak Harto akan terpusat di dalam menghadapi musuh
dari luar tersebut dan melepaskan konsentrasinya terhadap situasi dalam negeri
yang tegang itu.
2.
Apabila
penyerbuan ke Malaysia itu betul-betul terjadi, dan Pak Harto terlibat di
dalamnya, maka massa demonstran dari lapiran masyarakat pendukung Pancasila
akan kehilangan kendali, sehingga kemampuannya akan mduah dipatahkan oleh kaum
komunis dengans egala macam tipu dayanya.
Tetapi,
oleh karena tindakan Bung Karno mengadakan Sidang Komando Ganyan Malaysia
tersebut tidak diikuti adanya perintah penyerbuan dari Panglima Komando Ganyang
Malaysia, pada saat itu juga dalam hal ini Omar Dhani, maka tindakan Bung Karno
dengan Sidang Komando Ganyang Malaysia tersebut justru mempunyai arti yang
sebaliknya, yaitu :
1.
Dengana
danya sidang tersebut, telah dapat dijadikan alat oleh Bung Karno untuk
memanaskan situasi yagn memang sudah panas, sehingga kemarahan apra pendukung
Pancasila akan sampai pada puncaknya, dan dapat diharapkan untuk berani beruat
yagn lebih nekat.
2.
Dengan
tidak adanya perintah penyerbuan dari Panglima KOLAGA pada hakikatnya telah
memberi kesempatan kepada Pak Harto untuk mengerahkan semua pendukungnya agar
dapat memberi tekanan yagn lebih berat lagi kepada Bung Karno dan PKI, dimana
harapan tersebut dapat terwujud pada tanggal 11 Maret tatkala diadakannya
Sidang Kabinet di Istana Merdeka, yagn kemudian dapat dijadikan landasan bagi
lahirnya SUPERSEMAR.
Jadi,
tindakan Bung Karno mengdakan Sidang Komando Ganyang Malaysia pada tanggal 7
Maret 1966, pada hakikatnya merupakan perwujudan dari tindakan Basukarno
melepaskan panah yang kedua yang diarahkan kepada Harjuna.
Adapun
tindakan Omar Dhani selaku Panglima KOLAGA tidak memberikan perintah penyerbuan
ke Malaysia dengan segera adalah merupakan perwujudan dari tindakan Prabu Salya
menarik tali kuda pada saat lepasnya panah dari bususr Basukarno yang berakibat
melesetnya panah dari sasaran yaitu leher Harjuna. Dengan demikian Harjuna
dapat memenangkan perang.
Kambali
pada usaha menempatkan negara-negara Adi Kuasa sebagai penonton yagn baik, Bung
Karno selalu mengusahakan adanya keseimbangan dimana apabila
pendukung-pendukung Pancasila bertambah kuat dan mendapatkan
kemenangan-kemenangan, maka Bung Karno makin menjadi-jadi di dalam mengutuk
Ingris dan amerika, dengan cara ini telah menunjukkan kesungguhan Bung Karno
dan dapat memenangkan Komunis Internasional sehingga mereka menyadari bahwa
Bung Karno telah berbuat sepenuh hati untuk mereka, dengan segala
pengorbanannya.
Negara-negara
Komunis menjadi tenang serta mau menerima kenyataan setelah meleihat dengan
mata kepala sendiri, bahwa Bung Karno telah mengorbankan derajatnya demi
membela kepentingan mereka. Bung Karno belum mau berhenti dari mengutuk
musuh-musuh bebuyutan mereka, dan tetap tidak mau merubah pendirian di dalam
menunjukkan kesetiaan kepada negara-negara Komunis Internasional.
Mereka
juga menyaksikan Bung Karno dijadikan bulan-bulanan oleh bangsanya seniri yaitu
yang dianggap mereka menjadi lawan politiknya. Bung Karno dihina, dituduh yagn
serba jelek sebagai manusia buangan.
Apa
boleh buat, PKI sebagai anak emas mereka telah dihancurkan setahap demi
setahap, sehingga sampai ke akar-akarnya. Sudah tidak ada lagi siapa yang
hendak dibantu, sekarang tinggalah pengakuan bahwa hancurnya PKI sebagai
kesalahan tehnis belaka dan tidak perlu untu
disesali.
Dan
sebagai hasilnya, selamatlah Republik Indonesia yagn berdasarkan Pancasila dari
bahawa intervensi negara-negara Adi Kuasa. Tentunya tidak bisa dilepaskan
dengan pengorbanan Bung Karno terhadap derajat dan kehormatannya.
Dengan
demikian alangkah tepatnya ungkapan Pujangga Ronggowarsito kalau dipikir dengan
sungguh-sungguh dan teliti, Apa gunanya bagi seorang pemimpin dengan sengaja
berbuat kesalahan dan dengan dengan sengaja berbuat kelengahan? (Tentu tidak
ada gunanya, kecuali ada teka-teki yagn dirahasiakan). Maka, kelak apabila
teka-teki itu erbuka, sang Pemimpin akan menjadi pujaan ummat. (Serat
Kalatida).
21.
ANAK DESA YANG PERKASA
Tatkala
rasulullah Muhammad Saw. dan sahabt-sahabatnya baru datang dari Perang Badar,
beliau berkata : “Kita baru pulang dari perang yagn kecil menuju perang besar.”
Maka terkejutlah apra sahabt, oleh karena perang Badar pada waktu itu merupakan
perang yang sangat dahsyat karena Kaum Muslimin yagn jumlahnya masih sedikit
dan dengan peralatan perang yang sederhana harus menghadapi musuh yang
jumlahnya lebih besar dengan perbandingan satu dibanding tiga. Sementara
peralatan serte perbekalan musuh yang terdiri dari kaum Musyrikin jauh lebih
sempurna. Maka bertanyalah para sahabat : “Perang apakah itu Rasulullah?”
Menjawablah Rasulullah, : “Yaitu perang melawan hawa nafsu.”
Dan
pada sabdanya yang lain, “Bukanlah keperkasaan terletak pada kuatnya otot
seseorang, tetapi keperkasaan itu terletak pada kemampuan menahan hawa nafsu
tatkala hendak marah.”
Pak
Harto telah menunjukkan baktinya kepada Negara dan Bangsanya dengan sepenuh
hati, melalui liku-liku perjuangan yang sarat dengan mara bahaya, semua dilalui
dengan ketabahan hati dan kebesaran jiwa. Pengabdian kepada negara tersebut
juga merupakan wujud kesetiannya kepada Pemimpinnya yaitu Presiden Sukarno, di
mana beliau telah mengabdikan terlebih dahulu untuk kepentingan negara dan
bangsa.
Pada
puncak kesetiaan dan ketaatan kepada pemimpinnya tersebut, Pak Harto telah
mendapatkan ujian yang hebat.
Setelah
sumbangan pihak militer dalam membebaskan Irian Jaya di bawah pimpinan beliau
dan mendapat perlakuan dingin yang mereka terima dari pembesar-pembesar
pemerintahan serta diremehkan begitu saja. Kini beliau mendapatkan cobaan yang
lebih hebat lagi dari Pimpinannya yagn dihormati. Saudara-saudara seperjuangan
yang dicintai beliau, di mana saudara-saudara itu telah menunjukkan
pengabdiannya kepda Negara dan Bangsa, saling bahu membahu di dalam menumpas
semua perusuh-perusuh yang mengancam kelangsungan hidup Negara yang
berlandaskan Pancasila, kini telah tiada. Mreka menjadi korban kebiadaban
pemberontak, yang mendapatkan perlindungan dari pemimpin yang beliau taati.
Kekejian
para pemberontak Komunis tersebut telah disaksikannya dengan mata kepala beliau
sendiri. Lebih dari itu karir militer yag ditempuh beliau dengan susah payah
diremehkan begitu saja.
Sewajarnya
apabila kemarahan mencapaipada puncaknya, kebencian dan dendam menjadi membara,
kepada pemimpin yag selama ini diataati, kemudian dilanjutnya dengan tindakan
balas dendam. Tetapi, Pak Harto tidak demikian, beliau sanggup menahan
amarahnya, beliau mampu menyingkirkan dendamnya jauh-jauh dari lubuk hatinya.
Pertanda dari wujud keperkasaan jiwa. Yang demikian itu tercermin sebagaimana pidato beliau tatkala menyaksikan
pembongkaran jenazah para Jenderal-Jenderal yagn ditanam di sumur tua, beliau
mengungkapkan sebagai berikut :
Paa
hari ini, tanggal 4 Oktober 1965, kita bersama-sama dengan mata kepala
masing-masing telah menyaksikan suatu pembongkaran dari pada penanaman jenazah
para Jenderal kita, ialah 6 Jenderal dengan satu perwira pertama dalam satu
lobang sumur lama.
Sebagaimana
saudara-saudara telah maklum, bahwa Jenderal dan perwira pertama kita ini,
telah dijadikan korban daripada tindakan-tindakan yang biadab dari
petualang-petualang yagn dinamakan Gerakan 30 September.
Kalau
kita melihat tempat ini, adalah Lubang Buaya. Daerah Lubang Buaya adalah
ermasuk dari daerah Lapangan Halim. Dan kalau saudara-saudaara melihat pula
fakta, bahwa dekat pada sumur itu telah terjadi pusat latihan sukarelawan dan
sukarelawati, yang dilakukan atau dilaksanakan oleh Angkatan Udara. Mereka
melatih para anggota-anggota dari Pemuda Rakyat dan Gerwani.
Satu
fakta, mungkin mereka itu latihan dalam rangka pertahanan di pangkalan, akan
tetapi nyata, menurut anggota Gerwani yang dilatih di sini, yagn sekarang
tertangkap di Cirebon, adalah orang Jawa Tengah, jauh dariapda daerah tersebut.
Jadi kalau menurut fakta-fakta ini, mungkin apa yang diamanatkan oleh Bapak
Presiden, Panglima Besar, Pemimpin Besar Revolusi yang sangat kita cintai
bersama ini, mungkin ada benarnya. Akan tetapi tidak mungkin, tidak ada
hubungan dengan peristiwa ini dari pada oknum-oknum dariapda Angkatan Udara.
Oleh
sebab itu, sebagai warga daripada Anggota Angkatan Darat, mengetuk jiwa,
perasaan daripada patriot Anggkatan Udara. Bilaman benar ada oknum-oknum yang
terlibat dalam pembunuhan yagn kejam daripaa Jenderal kita yagn tidak berdosa
ini, saya mengharapkan, agar supaya para patriot anggota-anggota Angkatan Udara
membersihkan juga daripada anggota-anggota Angkatan Udara yang terlibat di
dalam petualangan ini.
Saya
sngat berterima kasih, bahwa akhirnya Tuhan memberikan petunjuk yang terang dan
jelas pada kita sekalian. Bahwa setiap tindakan yagn tidak jujur, setiap
tindakan yang tidak baik pasti akan terbongkar.
Dan
sata berterima kasih pada satuan-satuan khususnya dari Resimen Para KO dan juga
anggota-anggota KKO dan satuan-satuan lainnya, serta rakyat yang telah membantu
menemukan bukti ini dan turut serta mengangkat jenazah ini, sehingga jumlah
dari para korban seluruhnya dapat kita ketemukan. Sekian yang perlu kami
jelaskan saudara-saudara sekalian.
Terima
kasih.
Begitu
pula dari sudut pandangan manusia pada umumnya “Jabatan Presiden” adalah
merupakan puncak kebanggan. Dengannya dapat dijadikan jembatan menuju hidup
berfoya-foya bersenang-senang dan berhura=hura, pendek akta dapa dijadikan
fasilitas untuk bermegah-megahan dalam urusan duniawi, serta merupakan sarana
untuk mendapatkan penghormatan tertinggi.
Setelah
terjadinya G30S/PKI, tidak bisa kita pungkiri, bahwa pak Harto mempunyai
syarat-syarat yang cukup untuk mendapatkan jabatan Presiden dalam waktu yang
cepat, kalau beliau mau, yaitu :
·
Telah
ada alasan untuk melakukan coup terhadap Presiden Sukarno setelah dengan
nyata-nyata Presiden Sukarno memberikan perlindungan terhadap pelaku-pelaku
G-30-S/PKI.
·
Adanya
kekuatan yagn dapat dijadikan alat untuk melakukan coup.
·
Adanya
dukungan yagn kuat dari rakyat untuk melakukan tindakan tegas terhadap Presiden
Sukarno.
Tetapi
Pak Harto tidak melakukan itu semua, beliau malah menjauhkan dari laku
perebutan kekuasaan. Juga tidak pernah berbicara atau bertindak yagn bersifat
menghina Presiden. Tindakan-tindakan beliau tidak digerakkan karena kepentingan
pribadi atau ambisi kedudukan.
Dalam
satu wawancara yang jarang dilakukannya di waktu itu, beliau menyatakan dengan
berterus terang pada seorang wartawan Jepang dari Yomiroi Shinbun bahwa :
“Sebagai Panglima Angkatan Darat, saya tidak akan menyimpang dari kebijaksanaan
dari perintah Presiden Republik Indonesia, yang juga adalah Panglima Tertinggi
Angkatan Bersenjata.” (Anak Desa. OG.Roeder).
Di
sinilah letak keperkasaan Pak Harto yagn sulit dicarikan tandingannya, dimana
beliau telah sanggup mengalahkan hawa nafsunya, melalui perang yagn maha
dahsyat. Dengan demikian apabila dinalarkanlebih jauh, beliau telah
menyadari dalam arti yang sebenarnya,
bahwa Jabatan Presiden bukanlah sarana untuk berfoya-foya, tetapi justru
sebagai sarana untuk mengabdi kepada Negara, Nusa dan Bangsa. Dengan demikian
alangkah tepatnya ungkapan Pujangga Ronggowarsito dalam Serat Sabda Tama, bait
:
16.
Karkating tyas katuju,
Jibar-jibur banyu wayu,
Yuwanane turun-temurun tan enting,
Liyan praja samya sayuk
Keringan saenggon-enggon.
17.
Tatune kabeh tuntum,
Lelarane waluya sadarum,
Tyas prihatin ginantun suka mrepeki,
Wong ngantuk anemu kethuk,
Isine dinar sabokor.
Artinya
:
16.
Tujuan
hatinya hanya tertuju untuk menciptakan ketenangan dan perdamaian serta
mewujudkan kesejahteraan yagn dapat dinikmati sampai generasi yagn akan datang.
Negara-negara lain ikut bersama-sama menciptakan proyek kesejahteraan di
mana-mana.
17.
Lukanya
semua telah hilang. Penderitaan yagn dialami sebelumnya berobah menjadi gembira
ria yagn dapat diibartakan orang yang ngantuk (mau tidur) dikejutkan jatuhnya
gong kecil yang di dalamnya terdapat perhiasan intan permata sebesar bokor.
22.
MEWUJUDKAN KEUTUHAN BANGSA
Setelah
Pak Harto dapat menolak godaan untuk merebut kekuasaan dengan cara kekerasan
(coup) pada minggu-minggu pertama bulan Oktober dan terus disibukkan dengan
tugas pemulihan keamanan dan ketertiban, senantiasa menunjukkan kesetiannya
kepada Presiden. Tetapi sebaliknya sekalipun dihormati oleh para pemuda dari
semula Pak Harto tidak mengelakkan secara terbuka untuk menyebelahi beberapa
kekuatan radikal, yang telah mulai terang-terangan meragukan kepemimpinan
Presiden Sukarno.
Pak
Harto dengan senang hati menyambut bantuan-bantuan dari massa umumnya, dan
khususnsya para pemuda dalam menghancurkan Komunis. Tetapi, untuk mengajukan
diri atau menonjolkan sebagai pemimpin rakyat, adalah merasa tidak selaras
dengan sifatnya sebagai tentara yagn telah mengenal kekasatriaan.
Cara
Pak Harto untuk menyelesaikan tugas yang berat itu, dipecahkan dengan cara satu persatu,s elangkah demi selangkah dengan
tujuan menghindari resiko yagn sia-sia. Beliau jarang menyergap musuh dari
depan, tetapi lebih suka menyergapnya dengan kearifan, kebijaksanaan, apabila
tidak bisa , baru dengan ketegasan yagn dilandasi kekuatan militer. Diamati
terlebih dahulu tentang keadaan musuh itu, tidak gegabah dan tidak grusa-grusu,
penuh pertimbangan yang matang.
Dalam
pidatonya di muka pasukan-pasukan dari Divisi Diponegoro yagn telah menghianati
Sumpah Prajurit, Jendral itu berbicara sebagai seorang Bapak kepada anaknya,
beliau menyergapnya secara psikologis, yang dianggapnya sangat cocok dengan
suasana yagn tegang pada saat itu. “Kembalilah anak-anakku, kepada revolusi
rakyat di bawah Bung Karno. Mudah-mudahan Tuhan akan mengampuni mereka yang
telah bersalah dan merahmati perjuangan kita.”
Tindakan
Pak Harto yang demikian itu, apabila kita kembalikan kepada Asta Brata, yaitu
lakunya delapan Dewa yang merupakan nasehatnya Ramawijaya kepada Wibisana,
adalah sangat cocok dengan lakunya Bathara Candra yang selalu kelihatan manis
menyenangkan, sorot wajahnya menyejukkan, maksudnya tindak-tanduknya Wibisana
hendaknya demikian sanggup menyenangkan (Ngresepake) hatinya rakyat semua dan
mampu bertutur kata yang arum manis dengan penampilan yang sumeh, sopan dan menyenangkan.
Begitu
pula terhdap Wakil Perdana Menteri I Subandrio yang menyerukan dibentuknya satu
barisan yang meliputi buruh tani, pemuda dan wanita di kota-kota dan di
dusun-dusun “Untuk melawan teror dengan kontra teror”. Di mana seruan yang
ditujukan ke seluruh pelosok negara melalui Radio Republik Indonesia menekankan
supaya memperkokoh kesetiaan
oragnisas-organisasi yang ada dengan
dibentuknya satu barisan yang akan menunjukkan kesetiaan yang lebih
besar kepada pemimpinnya bahkan juga menghasut Presiden untuk menyeret Jenderal
Nasution, Jenderal Soeharto dan Kolonel Sarwo Edhie ke depan Mahmillub “Sebagai
orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan 150.000 orang Komunis.
(Og.Roeder).
Maka
terhadap Subadrio dan kawan-kawan yang telah diketahui identitasnya sebagai
gembongnya musuh Pancasila, tindakan Pak Harto adalah lain lagi. Setelah
kekuasaan militer telah dapat dikonsolidasi di bawah komando serta adanya
dukungan massa yang luar biasa, ditambah lagi dengan surat Sebelas Maret, maka
Pak Harto tidak segan-segan memutuskan untuk menahan lima belas orang menteri.
Keputusan ini diumumkan oleh Jenderal Soeharto pada tanggal 18 Maret.
Tindakan
beliau ini adalah merupakan wujud dari lakunya Bathara Baruna yang selalu
membawa senjata Nagapasa mawa wisa yang kemapuhan racunnya luar biasa untuk
menghancurkan para perusuh yang menghendaki hancurnya Negara, maksudnya agar
Wibisana untuk meniru tindak-tanduknya Bathara Baruna yagn selalu siap
menghancurkan musuh yang hendak menghancurkan negara baik dari dalam atau dari
luar.
Sementara
pada kesempaatan lain, tatkala Pak harto didesak oleh MPRS untuk memberikan
laporan sampai sejauh mana keterlibatan Presiden Sukarno di dalam G30S/PKI,
maka beliau yang masih dalam kedudukannya sebagai Panglima Operasi Pemulihan
Keamanan dan Ketertiban, telah melaporkan kepada Majelis pada pembukaan Sidan
dan telah menunjukkan caranya yagn realistis dan cara bertindaknya yagn tenang
dan mantap. Laporan beliau berdasarkan kenyataan, langsung pada yang dituju,
tetapi berimbang dan mengelakkan timbulnya emosi. “Kita mestilah sanggup
membarengi kekuasaan dengan kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat
sekarang ini.”
“Evaluasi
kita tentang realitas yang terdapat dalam masyarakat adalah adanya satu situasi
konflik sekarang ini tidak saja menimbulkan satu konfliksecara konstitusional
antara Presiden (yaitu Sukarno) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara,
tetapi juga dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan politik di antara berbagai
lapisan masyarakat, baik sipil atau pun angota-anggota Angkatan Bersenjata,
sekalipun mereka sudah mempunyai pikiran dan motif yang sama.”
Laporan
Jendral Suharto samai pada puncaknya dimana dia mengemukakan dengan secara
berhati-hati tentang keterlibatan Sukarno dalam Peristiwa Gerakan 30 September
1965. Ia menyimpulkan laporannya dengan menyatakan, sebagai berikut :
a.
Dengan
latar belakang atau dengan tujuan untuk mengamankan Garis-garis Besar Politik
sebagai yang diterangkannya dalam Nomor 1. Presiden, yang menurut perasaan kita
yan adil dan benar mestilah mengambil tindakan-tindakan hukum terhadap
pelaku-pelaku utama dari Gerakan 30 September/Partai Komunis (G30S/PKI) telah
membiarkan pelaku-pelaku itu, sebaliknya dia telah bertindak untuk keuntungan
yagn tak langsung dari G30S/PKI dan telah melindungi pemimpin-pemimpin
G30S/PKI.
b.
Tindakan-tindakan
tersebut, telah menjelaskan dan menunjukkan satu kenyataan, mebuktikan
pelanggaran undang-undang pidana, sekalipun tujuannya yang utama bukanlah untuk
membantu G30S/PKI, tetapi menyelamatkan politiknya.
Pada
waktu yang bersamaan Jenderal Soeharto mengingatkan anggota-anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk tindak mengambil tindakan yang terlampau drastis
yang “Jelas akan menimbulkan ketegangan politik dan yang akan menimbulkan
pertentangan fisik karena Angkatan Bersenjata akan terlibat di dalamnya,
sehingga sebagian besar rakyat akan terganggu hidupnya dan Orde Lama akan
mendapat angin”. Sampai-sampai jenderal Soeharto menyatakan secara tegas,
“Jangan biarkan generasi ini disalahkan oleh generasi yang akan datang karena
tindakan-tindakan mereka yagn tidak sesuai terhadap seorang pemimpin rakyat
yang patriotik.”
Begitulah
cara Jenderal Soeharto di dalam mengakhiri yang lama dan di dalam menguatkan
yang baru semuanya dilakukan dengan hati-hati, dengan perhitungan yang matang,
serta mengurangkan sebanyak mungkin resiko. Sama sekali berbeda dari perebutan
kekuasaan yang “klasik” dari seorang diktator yang hanya mementingkan
kenaikannya sendiri sebagai pemimpin besar.
Tingakan
Pak Harto tersebut adalah merupakan wujud lakunya Bathara Surya tidak pernah
putus-putusnya di dalam menghisap air secara perlahan-lahan tidak pernah
tergesa-gesa. Maksudnya di dalam bertindak hendaknya jangan selalu
tergesa-gesa, biar agak pelan tapi mumpuni semua bisa berhasil dengan baik.
Tindakan
beliau tersebut lebih jauh telah mengingatkan penulis terhadap ungkapan
Pujangga Empu Sedah dan Panuluh tatkala Harjuna hendak mengakhiri perang
tanding dengan Basukarno dengan melepaskan senjata pamungkas Panah Kyai
Pasopati sebagai berikut :
“Tatkala
Raden Harjuna menarik tali busur yagn hendak menerbangkan panah Kyai Pasopati
sebentar-sebentar Raden Harjuna menarik napas, sebentar-sebentar memejamkan
mata, di dalam hatinya memohon ampunan kepada Yang Maha Kuasa, disebabkan
perilakunya (Harjuna) yang harus melayanai perang tanding melawan kakak
kandungnya sendiri (Basukarno) yang sama-sama dilahirkan oleh Dwi Kunthi
Talibrata.”
Ungkapan
tersebut, apabila kita perhatikan mempunyai makna, bahwa tindakan Harjuna
tersebut adalah suci demi membela kebenaran dan jauh dari sifat angkara murka
yang bersumber dari hawa nafsu. Walau pun tindakan Harjuna itu sebagai
kewajiban, ia tetap membersihkan hatinya, sehingga tindakan Harjuna itu
semata-mata karena Allah. Sesuatu hal yang pantas untuk dicontoh.
Begitu
pula setelah Bung Karno turun dari singgasana kepresidenan, pembesar-pembesar
Istana bersiap-siap untuk Upacara Hari Proklamasi dan sia-sia mencari bendera
pusaka Merah Putih yagn telah dikibarkan waktu Proklamasi Kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Kunci kotak dimana Bendera Merah Pusaka itu disimpan
telah dibawa oleh bekas Presiden ke tempat kediamannya di Bogor.
Akhirnya
kunci itu dikembalikan, tetapi waktu kotak itu dibuka keadaannya kosong. Di
kalangan masyarakat timbullah
pembicaraan-pembicaraan yang hangat. Beberapa kelompok yagn radikal
menginginkan agar bendera itu diambil kembali dari bekas Presiden dengan paksa.
Pak
Harto sekali lagi menunjukkan kemahirannya dalam menyelesaikan masalah yang
peka. Bung Karno diundang dengan ramah tamah ke Jakarta untuk memenuhi satu
tugas Nasional, yaitu penyerahan bendera pusaka yagn dilakukan dalam satu
Upacar khidmat. Karena kesehatannya terganggu, ia dibawa ke rumah istrinya yang
ketiga, Ny. Ratna Sari Dewi. Keempat Panglima Angkatan Bersenjata, tanpa
Jenderal Soeharto, telah menunggu bekas Presiden itu di situ. Mereka memberikan
penghormatan dengan segala kebesaran. Begitu pula Bung Karno menyerahkan
Bendera tersebut dengan kebesaran jiwa pula.
Cara
Pak Harto mengatasi malsah yang peka tiu dengan menempuh jalan tidak
menyinggung perasaan dan berusaha memberikan kesenangan serta kegembiraan itu
laksana lakunya Sang Hyang Indra, dia menurunkan hujan membuat segarnya dunia.
Ada
pun tindakan Bung Karno menyerahkan Bendera Pusaka tersebut menunjukkan kebenaran
akan ungkapan Pujangga Empu Sedan dan Panuluh tatkala Basukarno hendak menerima
panah Kyai Psopati yang dipanahkan Harjuna keapdanya sebagai berikut :
Tatkla
lepasnya panah Kyai Pasopati dari busurnya, penglihatan Basukarno telah
mengetahui dengan awas. Matanya tidak bisa dikelabui, bahwa yang lepas dari
busurnya raden Harjuna bercahaya terang bagaikan kilat adalah senjata pamungkas
Kyai Pasopati.
Raden
Basukarno tidak takut dan menyesal untuk emnghadapinya, tetapi malah tersenyum
di dalam hatinya. Makin lama makin
kelihatan kebagusannya.
Umapama
bisa diungkapkan dalam kata adalah, “Rela dan ikhlas lahir dan batin, tanpa
ganjalan sedikit pun” apabila hidupnya hendak diakhiri oleh Harjuna adiknya
sendiri.
Dan
pada akhirnya Jederal Soeharto diangkat menjadi Presiden penuh dari Negara
Republik Indonesia pada tanggal 27 Maret 1968. Dua hari kemudian, Presiden
Soeharto menerima sepuuk surata dari mantan Presiden Soekarno yang isinya
mengucapkan selamat dan menyatakan bahwa beliau (Soekarno) tidak berkeinginan
untuk menjadi Presiden kembali. Surat tersebut adalah merupakan lambang “Restu
Pribadi”.
Demikian
cara beliau berdua menyelamatkan Negara yagn berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, beserta pendukung-pendukungnya dengan penampilan yang
berbeda. Bung Karno dengan sengaja menunjukkan kecongkakannya yang didalamnya
bersemayan Politik Menjinakan yagn difokuskan ke luar yaitu Komunis
Internasional yang juga mempunyai pengaruh ke dalam. Sementara Pak Harto dengan
penampilan lemah-lembut juga mempunyai
makna menjinakkan yagn difokuskan ke dalam atau Komunis Indonesia yang juga
mempunyai pengaruh keluar yang mana kedua-duanya ditujukan untuk mengurangi
sebanyak mungkin resiko dari perpecahan yagn tidak bisa dikendalikan yang
hendak menyeret kekuatan dari negara-negara Adi Daya ikut terlibat di dalamnya.
Maka,
apabila gagasan dan analisa penulis tersebut dapat diterima oleh semua pihak,
alangkah baiknya apabila terhadap Bung Karno diberikan gelar sebagai SATRIA
LINUWIH (TERHEBAT) dalam arti keikhlasan mengabdi sebagaimana Basukarno
mendapatkan gelar SATRIA LINUWIH dari Sri Kresna setelah mengetahui hakikat
gagasan Basukarno dengan perang Baratayudhanya. Begitu pula terhadap Pak Harto
yagn arif bijaksana itu diberikan gelar LANAGING JAGAD (LAKI_LAKINYA DUNIA)
dalam arti keilmuan, atau sebagai SATRIA BRAHMANA, sebagaimana apra Dewa
memberikan gelar kepada Harjuna sebagai LANANGIN JAGAD da SATRIA BRAHMANA.
Demikianlah
analisa dan gagasan penulis tentunya masih banyak kekurangan-kekurangan, dengan
harapan dapat memperkokoh kesatuan dan persatuan di antara kita bangsa
Indonesia. Selanjutnya marilah kita merenungkan pesan Pak Harto yang pernah
disampaikan beliau baik melalui radio atau TVRI yaitu “WASPADA” yang berarti
waspada terhadap segala fitnah, waspada terhadap isu-isu yang sengaja
disebarkan oleh musuh-musuh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dengan
tujuan untuk mengadu domba di antara kita semua.
Dengan
kewaspadaan dan kesadaran kita akan dapat membangun negara dengan
sebaik-baiknya hingga dapat mencapai apa yang dijanjikan oleh Pujangga
Eonggowarsito pada akhir bait Serat Sabda Tama yaitu Negara Yang Teteg, teguh,
tanggon dalam segela bidang.
Apabila
diumpamakan pohon kelapa, teteg berarti akarnya dapat menghunjam menyebar ke
dalam tanah dengan kokonya, batangnya kuat kekar, dau-daunnya menghijau
menunjukkan kesuburan dan kesegaran. Teguh, mempunyai arti tahan terahdap
segala macam marabahaya, tidak tumbang karena hembusan angin, badai dan tidak
akan rubuh karena amukan banjir. Tanggon, buahnya dapat melimpah ruah
memberikan kesejahteraan kepada umat.
Mudah-mudahan
saudara-saudara kita yang dulu pernah terlibat atau sebagai pendukung
budaya/paham Kemunisme dapat menyadari sepenuh jiwa raga, bahwa budaya
Komunisme itu sangatlah bertentangan dengan budaya para leluhur kita, budaya
Komunisme adalah budaya orang-orang Kurawa yang harus ditinggalkan.
Dan
yang terakhir, marilah kita berdoa mudah-mudahan Bung Karno pada akhir hayatnya
mendapat gelar dari Tuhan sebagai Khusnul Khatimah, mendpatkan tempat yang
terpuji di sisi Tuhan atas segala pengabdiannya yang tulus ikhlas itu.
Dan
kepada Pak Harto mudah-mudahan Tuhan selalu melimpahkan rahma dan memberi
petunjuk keapda beliau untuk dapat memimpin bangsa dan negara hingga dapat
mencapai tujuan yaitu, Adil berkemakmuran dan makmur berkeadilan.” Amin.. Amin.
23.
NILAI PERASTUAN INDONESIA
Andaikan
engkau nafkahkan apa yang ada di dunia ini untuk menyatukan hati orang-orang
Ansor dan orang-orang Muhajirin setelah terjadi perselisihan di antara mereka,
maka belumlah cukup, tetapi Allah-lah yang menyatukan di antara mereka,
Al-Anfal.63.
Ayat
ini turun setelah terjadinya perpecahan antara orang-orang Muhajirin dan Ansor,
di mana akibat perpecahan tersebut telah melemahkan persaudaraan di antara
mereka. Masing-masing golongan lebih menonjolkan sukuismenya, dengan
mengesampingkan makna persaudaraan sesama kaum Muslimin. Sementara musuh-musuh
kaum Muslimin pada saat itu yang terdiri dari banyak Qabilah siap menerkam dari
segala arah.
Berkat
pertolongan dari Allah, maka hati mereka yaitu golongan Ansor dan Muhajirin
dapat menjadi satu kembali dan berakhirlah perpecahan di antara mereka, Walau
pun jumlah kaum muslimin pada saat itu jauh dari mencapai jumlah ratusan ribu.
Allah telah memberi pelajaran kepada Muhammad, Rasul-Nya, bahwa nilai penyatuan
kembali antara dua golongan yang ebrselisih itu apabila dihargai dengan materi,
maka apa-apa yagn ada di bumi ini dinafkahkan untuk mewujudkan persatuan di
antara mereka belumlah cukup.
Sebagai
bangsa yang percaya kepada Tuhan, hendaklah kita mampu untuk menjadikan ayat
tersebut di atas sebagai ibarat, sebagai landasan berpikir untuk dapat menilai
dengan benar makna persatuan di antara kita Bangsa Indonesia.
Betapa
besar Rakhmat Allah yagn telah berkenan, menyatukan kita rakyat Indonesia, yang
kini jumlahnya tidak kurang dari 170 juta jiwa, terdiri dari banyak suku,
Agama, Adat-istiadat, Wilayahnya terdiri dari ribuan pulau, terbentang dari
Sabang sampai Merauke.
Maka
apabila bila nilai persatuan di antara kita ini, kita hargai dengan materi
dengan dasar penilaian Allah terahdap persatuan di antara golongan Muhajirin
dan Ansor, maka berapa ribu duniakah harus disediakan, agar semua isinya dapat
dinafkahkan untuk mewujukan persatuan tersebut?
Juga
telah dapat kita buktikan roda penjajahan Belanda di Negeri kita tercinta,
Begitu pula telah kita buktikan dengan persatuan telah dapat mematahkan segala
macam pemberontakan yagn silih berganti menghantam Republik Indonesia ini.
Pada
giliran kita pun harus mengakui bahwa sebagai alat/wadah pemersatu di antara
kita bangsa Indonesia adalah Pancasila. Dia adalah Nikmat, Rakhmat dan Yang
Maha Kuasa, yagn wajib kita syukuri dengan jalan menghayati, mengamalkan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, serta siap membela dari segala musuh
yagn hendak menghancurkannya.
24.
BUNG KARNO WAFAT
21
Juni 1970
Komunike
Medis :
1. Tanggal 20 Juni 1970 jam.
20.30, keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran
berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970, jam
03.50 pagi Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00
Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Team dokter secara terus
menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno sehingga saat
meninggalnya.
|
||
Jakarta, 21 Juni 1970
Team Dokter,
|
||
Wakil Ketua
Mayjen Dr. (TNI AD)
RUBIONO KERTOPATI
|
|
Ketua,
Prof. Dr. MAHAR MARDJONO
|
25.
KEPUTUSAN PRESIDEN RI
NOMOR
44 TAHUN 1970
PRESIDEN REPUBLIK
INEONDEIA
Menimbang
:
1. Bahwa sesudah menderita sakit
yang lama dan setelah dilakukan usaha-usaha perawatan untuk menyembuhkannya,
apda tanggal 21 Juni 1970, Ir. Soekarno telah wafat;
2. Bahwa dalam rangka
melaksanakan Ketetapan MPRS No. XXXIII?MPRS?1967, telahdilakukan pemerinsaan
menurut hukum, yagn berhubungan dengan kesehatannya belum memungkinkan
dilakukan pemerinsaan tingkat terakhir dan penegajuan perkaranya ke depan
Pengadilan;
3. Bahwa Bangsa Indonesia yang
memiliki falsafah Pancasila, patutu memberikan penghargaan yagn wajar atas
jasa-jasa Dr. Ir. Soekarno terhadap Nusa dan Bangsa sebagai Proklamator
Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945.
Mengingat
:
1. Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan MPRS
No.XXXIII/MPRS/1967.
M E M U T U S K A N :
Menetapkan
:
Pertama
:
Menyelenggarakan
upacara pemakaman Kenegaraan sebagai penghormatan Negara kepada Almarhum Dr.
Ir. Soekarno sebagai Proklamator Kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Keuda
:
Menetapkan
tempat makam jenazah Almarhum Dr. Ir. Soekarno di Blitar.
Ketiga
:
Memberi
kesempatan kepada mereka yagn berhasrat untuk memberikan penghormatan yang
terakhir kepada jenazah Almarhum Dr. Ir. Soekarno di tempat pemebaringan
jenazah di “Wisma Yasa” Slipi, Jakarta dan di tempat pemakaman di Blitar.
Keempat
:
Mengibarkan
Bendera Nasional setengah tiang selama 7 (tujuh) hari terhitung mulai tanggal
21 Juni 1970.
Kelima
:
Keputusan
ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
|
|||
|
Ditetapkan di
Pda tanggal
|
;
;
|
Jakarta
21
Juni 1970
|
|
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Jenderal TNI
|
26.
JENAZAH BUNG KARNO DISEMAYAMKAN DI WISMA YASA
Dalam
hubungan kewafatan Bung Karno, Presiden Soeharto telah datang menjenguk jenazah
almarhum Ir. Soekarno, Presiden Pertama RI di RSPAD Jakarta jam 07.30 dan
setelah mendapat kepastian medis dari Team Dokter yagn ditugaskan Pemerintah,
kemudian segera mengadakan pertemuan dengan para pimpinan-pimpinan
Parpol/Ormas, DPA serta keluarga bekas Presiden RI di Istana Negara untuk
membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan wafatnya beliau.
Menteri
Penerangan Budiardjo dalam keterangannya menyatakan bahwa atas nasehat-nasehat
para Alim Ulama, maak Jenazah bekas Presiden Soekarno akan dimandikan di RSPAD
untuk kemudian disemayamkan di Wisma Yasa.
Jenazah Bung
Karno Diberangkatkan ke Blitar :
Sebelum
jenazah diberangkatkan dari Wisma Yasa menuju PU Halim Perdanakusuma, Presiden
Soeharto terlebih dahulu menyerahkan jenazah almarhum kepada Menteri
Negara/Wapangab Jenderal Maraden Panggabean untuk melaksanakan pemakaman
selanjutnya di Blitar dengan Upacara Kebesaran Negara.
Dalam
pesannya kepada Jenderal M. Panggabean itu, Presiden Soeharto mengatakan,
“Saudara Panggabean. Sesuai dengan keputusan pemerintah, Saudara ditugaskan
sebagai Inspektur Upacara pemakaman Haji Dr. Ir. Soekarno. Maka dengan ini saya
serahkan jenazah almarhum Haji Dr. Ir. Soekarno kepada Saudara untuk dimakamkan
dengan upacara kebesaran negara. Agar di dilaksanakan.”
Jenazah
mantan Presiden Soekarno dilepas dengan suatu kebesaran Militer bertempat di
Wisma Yasa Jl. Jen. Gatot Subroto Jakarta dengan Inspektur Upacara Presiden
Soeharto.
Peti
Jenazah yang diselubungi bendera Merah Putih kemudian diserahkan oleh Kepala
Negara kepada Meneteri Negara/Wapangab Jenderal M. Panggabean untuk dimakamkan
dengan Upacara Kenegaraan di Blitar, di samping makam Almarhum Ibundanya.
Presiden
Soeharto, berjas hitam dan mengenakan kopiah nampak mengulurkan tangan dan
menjamah peti jenazah Bung Karno ketika keluar dari pintu menuju kendaraan,
sedang di halaman pasukan jajar kehormatan dari ketiga Angkatan dan Polri
memberikan hormat senjata diiringi bunyi genderang.
Ketua
MPRS Jenderal A H. Nasution datang dengan Nyonya dan menundukkan kepala sejenak
ketika berdiri di muka peti jenazah.
Herlina,
Eks Sukarelawan Trikora tepat di muka ruang jenazah serta merta berlutut,
melipat tangan dan kemudian menghilang ke samping sambil menyapu-nyapu matanya.
Di
muka peti jenazah yang penuh dengan karangan bunga dan dijaga 4 prajurit ABRI
terpasang potret Ir. Soekarno ketika masih jadi Presiden, mengenakan jas tanpa
tanda-tanda dengan tangan kiri memegang keris.
Tepat
jam 09.45 iring-iringan kendaraan meninggalkan Wisma Yasa didahului Barisan
Bermotor Polisi Lalu Lintas, Polisi Militer ketiga Angkatan dan Jeep-jeep
pengawal manuju PU Halim Perdanakusuma untuk diterbangkan ke Surabaya/Malang
dan kemudian ke Blitar dengan kendaraan mobil.
Puluhan
ribu massa rakyat memenuhi jl. Gatoto Subroto menunggu lewatnya iring-iringan,
namun banyak yagn tidak sempat melihat mobil berwarna hijau yang membawa
jenazah bekas Presiden RI Soekarno karena saking berdesak-desakan.
Jenazah
Bung Karno diberangkatkan dari Lanuma Halim Perdanakusuma dengan pesawat
Hercules AURI jam 11.00 dan ikut Jenderal M. Panaggabean yang akan menjadi
Inspektur Upacara di Blitar, Menteri Penerangan Budiardjo, Mayjen Yoga, Sekmil
Presiden Brigjen Tjokropranolo, Ny, Hartini, Ny, Dewi dan putrinya Kartika serta
putra-putri almarhum dan Anggota-anggota keluarga.
Sebuah
pesawat Hercules lainnya membawa para pengantar lainnya, termasuk waki-wakil
Orpol dan Ormas seperti PNI, Parkindo, IPKI, NU, PSII, Sekber Golkar, dan
sejumlah wartawan Ibukota.
27.
DEKRIT No.1.
TENTANG
PEMBENTUKAN DEWAN REVOLUSI INDONESIA
I.
Demi
keselamatan Negara Republik Indonesia, demi pengamanan pelaksanaan Pancasila
dan Panca Azimat Revolusi seluruhnya, demi keselamatan Angkatan Darat dan
Angkatan bersenjata pada umumnya, pada waktu tengah malam hari Kamis tanggal 30
September 1965 di Ibukota Repulbik Indonesia, Jakarta, telah dilangsungkan
gerakan pembersihan terhadap anggota-anggota apa yang menamakan dirinya Dewan
Jenderal yang telah merencanakan Coup menjelang Hari Angkaan Bersenjata 5 Oktober
1965. Sejumlah Jenderal telah ditangkap, alat-alat komunikasi dan obyek-obyek
vital lainnya di Ibu Kota telah jatuh sepenuhnya ke dalam kekuasaan Gerakan 30
September. Gerakan 30 September adalah gerakan semaa-mata dalam tubuh Angkatan
darat untuk mengakhiri perbuatan sewwenang-wenang Jenderal-Jenderal Anggota
Dewan Jenderal serta perwira-perwira lainnya yang manjai kaki tangan dan
simpatisan anggota Dewan Jenderal. Gerakan ini dibantu oleh pasukan-pasukan
Bersenjata di luar Angkatan Darat.
II.
Untuk
melancarkan tindak lanjut daripada tindakan 30 September akan dibentuk Dewan
Revolusi Indonesia yang anggotanya terdiri dari orang-orang sipil dan
orang-orang Militer yang mendukung Gerakan 30 September tanpa reserve. Untuk
sementara waktu menjelang Pemilihan Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai
dengan Undang-Undang dasar 1945, Dewan Revolusi Indonesia menjadi sumber
daripada segala kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia. Dewan Revolusi
Indonesia adalah alat bagi seluruh bangsa Indonesia untuk mewujudkan Pancasila
dan Panca azimat Revolusi seluruhnya. Dewan Revolusi Indonesia dalam
kegiatannya sehari-hari akan diwakili oleh Presidium Dewan yang terdiri dari
Komando dan wakil-wakil Komandan Gerakan 30 September.
III.
Dengan
jatuhnya segenap kekuasaan Negara ke Dewan revolusi Indonesia, maka Kabinet
Dwikora dengan sendirinya berstatus demisioner. Sampai pembentukan Dewan
Menteri baru oleh Dewan Revolusi Indonesia, para bekas Meneteri diwajibkan
melakukan pekerjaan-pekerajaan rutin, menjaga ketertiban dalam Departemen
masing-masing, dilarang melakukan pengangkatan pegawai baru dan dilarang
mengambil tindakan-tindakan yang bisa berakibat luas. Semua bekas Menteri
berkewajiban memberikan pertanggungan jawab kepada Dewan Revolusi Indonesia
c.q. Meneteri-meneteri baru yagn akan ditetapkan oleh Dewan Revolusi Indonesia.
IV.
Sebagai
alat daripada Dewan Revolusi Indonesia, di daerah debtnuk Dewan Revolusi
Provinsi (paling banyak 25 orang). Dewan Revolusi Kabupaten (paling banyak 15
orang), Dewan Revolusi Kecamatan (paling banyak 10 orang) dan Dewan Revolusi
Desa (paling banyak 7 orang), terdiri dari orang-orang sipil dan militer yang
mendukung Gerakan 30 September tanpa reserve. Dewan-Dewan Revolusi Daerah ini
adalah kekuasaan tertinggi untuk daerah yang bersangkutan, dan yagn di Provinsi
dan Kabupaten pekerjaannya dibantu oleh Badan Pemerintah Harian (BPH)
masing-masing,s edangkan di Kecamatan dan Desa dibantu oleh Pimpinan Front
Nasional setempat yagn terdiri dari orang-orang yang mendukung Gerakan 30
September tanpa reserve.
V.
Presidium
Dewan Revolusi Indonesia terdiri dari Komandan dan Wakil-wakil Komandan Gerakan
30 September. Komadan dan wakil-wakil Komandan Gerakan 30 September adalah
Ketua dan Wakil-wakil ketua Dewan Revolusi Indonesia.
VI.
Segera
sesudah pembentukan Dewan Revolusi Daerah, Ketua Dewan Revolusi yang
bersangkutan harus melaporkan kepada Dewan Revolusi setingkat di atasnya
tentang susunan lengkap anggota Dewan. Dewan-Dewan Revolusi Provinsi harus
mendapat pensahan tertulis dari Presidium Dewan Revolusi Indonesia, Dewan
Revolusi Kabupaten harus mendapat pensahan tertulis dari Dewan Revolusi
Provinsi, dan Dewan Revolusi Kecamatan dan Desa harus mendapat pensahan
tertulis dari Dewan Revolusi Kabupaten.
JAKARTA, 1 Oktober 1965.
KOMANDO GERAKAN 30 SEPTEMBER :
Komandan : Letnan
Koloner Untung;
Wakil Komandan : Brigjen Supardjo;
Wakil Komandan : Lt. Kol. Udara Heru;
Wakil Komandan : Kl Laut Sunardi;
Wakil Komandan : Ajun Komisaris Besar Polisi Anwas
DEPARTEMEN
ANGKATAN DARAT
PENGUMUMAN
NO. 002/PENG/PUS/1965
Dengan ini diumumkan bahwa :
1.
Telah
ada pengertian kerjasama dan kebulatan penuh antara Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Kepolisin untuk menumpas Gerakan Kontra Revolusioner dari
apa yang menamakan dirinya “Gerakan 30 September.”
2.
Dengan
telah diumumkannya pembentukan apa yang mereka sebut “Dewan Revolusi Indonesia”
dan menganggap Kabinet Dwikora sudah demisioner, maka jelas orang-orang
“Gerakan 30 September” adalah orang-orang kontra revolusioner yagn telah
melakukan pengambil alihan kekuasaan Negara Republik Indoensia dari tangan
P.Y.M. Presiden/ Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi, Bung Karno,
disamping mereka telah melakukan penculikan terhadap beberapa perwira Tinggi
Angkatan Darat.
3.
Masyarakat
diharap tenang dan teap waspada serta siap siaga.
Jakarta,
1 Oktober 1965
PIMPINAN
SEMENTARA ANGKATAN DARAT
REPUBLIK
INDONESIA
Ttd
SOEHARTO
Mayor
Jendral TNI
DEPARTEMEN
ANGKATAN DARAT
PENGUMUMAN
NO. 027/PENG/PUS/1965
1.
Pada
tanggal 1 Oktober 1965, telah terjadi sesuatu peristiwa yang dilakukan oleh
suatu gerakan kontra revolusioner yagn menamakan dirinya “Gerakan 30 September”
di Jakarta.
2.
Mereka
telah melakukan penculikan-penculikan terhadap beberapa Perwira Tinggi, yaitu :
1. Letnan Jendral A. Yani;
2. Mayor Jendral Suprapto;
3. Mayor Jendral S. Parman.
4. Mayor Jendral Harjono M.T.;
5. Brigadir Jendral D.I.
Panjaitan;
6. Brigadir Jendral Sutojo
Siswomihardjo.
3.
Mereka
dapat memaksa dan mempergunakan Studio RRI Jakarta dan Kantor Besar
Telekomunikasi Jakarta.
4.
P.Y.M.
Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pimpinan Besar Revolusi Bung Karno, dengan
Y.M. Menko Hankam/Kasab Jendral A.H. Nasution dapat diamankan dan ada dalam
sehat wal’afiat.
5.
Pimpinan
Angkatan Darat untuk sementara dipegang oleh Mayor Jedral Soeharto, Panglima
KOSTRAD.
6.
Situasi
umum telah dapat dikuasai kembali dan tindakan-tindakan pengamanan sedang giat
dilakukan. Kepada masyarakat ramai diserukan, agar tetap tenang dan terus
melakukan tugasnya masing-masing sebagaimana biasa.
Jakarta,
1 Oktober 1965
PIMPINAN
SEMENTARA ANGKATAN DARAT
REPUBLIK
INDONESIA
Ttd
SOEHARTO
Mayor
Jendral TNI
PRESIDEN/PANGLIMA
TERTINGGI ANGKATAN
BERSENJATA
REPUBLIK INDONESIA/MANDATARIS
MPRS/PIMPINAN
BESAR REVOLUSI
MENIMBANG :
1.
Bahwa
pada waktu-waktu yang akhir ini makin terasa kembali aksi-aksi gelap dilakukan
oleh sisa-sisa kekuatan kontra revolusi “Gerakan 30 September”/Partai Komunis
Indonesia;
2.
Bhawa
aksi-aksi gelap itu berupa penyebaran fitnah hasutan, desas-desus, adu domba
dan usaha penyusunan kekuatan bersenjata yang mengakibatkan terganggunya
kembali keamanan rakyat dan ketertiban;
3.
Bahwa
aksi-aksi gelap tersebut nyata-nyata membahayakan jalannya revolusi pada umuya
dan mengganggu penyelsaian tingkat Revolusi dewasa ini, khususnya
penanggulangan kesulitan ekonomi dan pengganyangan proyek Nekolim “Malaysia”.
4.
Bahwa
demi tahap terkonsolidasinya persatuan dan kesatuan segenap kekuatan prograsif
revolusioner Rakyat Indonesia dan demi pengamanan jalnnya Revolusi Indonesia
yang anti feodalisme, anti kapitalisme, anti Nekolim dan menuju terwujudnya
masyarakat Adil dan Makmur berdasarkan Pancasila, Masyaraakat Sosialis
Indonesia, perlu mengambil tindakan cepat, tepat dan tegas terhadap Partai
Komunis Indonesia.
MEMPERHATIKAN :
Hasil-hasil pemeriksaan serta
putusan Mahkamah Militer Luar Biasa terhasdap tokoh-tokoh “Gerakan 30
September”/Partai Komunis Indonesia.
MENGINGAT :
Surat Perintah
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Mandataris
MPRS/Pemimpin Besar Revolusi tanggal 11 Maret 1966.
M
E M U T U S K A N
Dengan tetap berpegang
pada LIMA AZIMAT REVOLUSI INDONESIA :
Pertama :
Membubarkan Partai Komunis
Indonesia termasuk bagian-bagian Organisasinya dari tingkat Pusat sampai ke
Daerah beserta semua organisasi yang seasas/berlindung/bernaung di bawahnya.
Kedua :
Menyatakan Partai Komunis
Indonesia sebagai Oranisasi yang terlarang di seluruh wilayah kekuasaan Negara
Republik Indonesia.
Ketiga :
Keputusan ini berlaku mulai
pada hari ditetapkan.
Ditetapkan
di : Jakarta
Pada
tanggal : 12 Maret 1966
PRESIDEN/PANGLIMA
TERTINGGI ABRI/MANDATARIS MPRS/
PIMPINAN
BESAR REVOLUSI
Atas
nama beliau,
Ttd.
SOEHARTO
Letnan
Jendral TNI
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
PENGUMUMAN
NO. 1
Diumumkan,
bahwa Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis
Permusyawartan Rakyat Sementara dengan Surat Perintah 11 Maret 1966, telah
memerintahkan kepada Letnan Jenderal TNI SOEHARTO, untuk atas nama
Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS :
1.
Mengambil
segal tindakan yagn dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan
serta kestabilan jalannya Pemerintahan dan jalannya Revolusi serta menjamin
keselamatan Pribadi dan kewibawaan PIMPIANAN PRESIDEN/PANGLIMA
TERTINGGI/PEMIMPIN BESAR REVOLUSI/MANDATARIS MPRS, demi untuk keutuhan bangsa
dan negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala Ajaran
PEMIMPIN BESAR REVOLUSI.
2.
Mendakan
Koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan-angkatan lain
dengan sebaik-baiknya. Maka diharapkan kepada seluruh rakyat, hendaknya dalam
kegiatan membantu Pemerintah dan Angkatan Bersenjata, untuk :
1. Tidak bertindak
sendiri-sendiri, melainkan selalu terpimpin dan terkoordinir;
2. Tetap memelihara keamanan dan
ketertiban umum serta kelangsungan hidup sehari-hari.
Insya Allah, tuntutan yang
mengandung ungkapan isi hati nurani rakyat, yang konstruktif dan tidak
merugikan Revolusi, karena memang telah didiengar dan diperhatikan oleh
PRESIDEN / PANGLIMA TERTINGGI / PEMIMPIN BESAR REVOLUSI // MANDATRIS MPRS //
PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT, BUNG KARNO akan ditampung sebaik-baiknya. Semoga Tuhan
melindungi dan meridhoi kita sekalian, seluruh Bangsa Indonesia di bawah
Pimpinan PEMIMPIN BESAR REVOLUSI BUNGKARNO, oleh karena kita berada di jalan
yang benar.
Jakarta,
12 Maret 1966
PRESIDEN/PANGLIMA
TERTINGGI/PEMIMPIN BESAR REVOLUSI/
MANDATARIS
MPRS
Atas
nama beliau
Ttd
SOEHARTO
Letnan Jenderal TNI
28.
PIDATO PENJELASAN WAPERDAM A.I/MEN-PANGAD
DISIARKAN MELALUI RRI PADA TANGGAL
27
MARET 1966
Saudara-saudara sebangsa dan
setanah air,
Sejak
dikeluarkannya Surat Perintah Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar
Revolusi/Mandatris MPRS tanggal 11 Maret 1966 yang lalu kepada kami, yang pada
pokonya berisi Perintah untuk mengambil segala tindakan yang perlu guna
mengamankan jalannya Revolusi, maka kebijaksanaan itu mendapat sambutan yang
luar biasa dari Rakyat dan sangat melegakan hati. Kami kemudian segera
mengambil langkah-langkah yang perlu demi pengamanan jalannya Revolusi,
berdasarkan garis adil dan benar daripada Tri Tuntutan Rakyat berdasarkan garis
Revolusi ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno yang berladnaskan dari pada
kekuatan rakyat dalam amanat 17 Agusttus 1965 “Tahun Berdikari”, Bung Karno
telah memperingatkan : “Kesalahan kaum imperialis dan kaum reaksioner ialah
meremehkan kekuatan rakyat jelata.”
Tuntutan
rakyat jelata harus menjadi pedoman tindakan kita seperti yagn sudah ditegaskan
oleh PBR Bung Karno dalam Deklarasi Ekonomi : “Seusai dengan pertumbuhan
kesanglima tertinggi ABRI/PBR Bung Karno dan mereka yang secara amoral dan
a-sosial hidup bermewah-mewah di atas beban pundak Rakyat yang dideritakan
kepadanya.
Saudarasaudara,
ABRI menyadari bahwa tindakan yang telah diambil itu beru merupakan pelaksanaan
sebagian dari Tri Tuntutan Rakyat. Dan ABRI menyadari sepenuhnya bahwa Rakyat
ini sedang dengan harap-harap cemas memperhatikan, apakah suara hatinya untuk
perbaikan kehidupan sosial ekonomi akan dapat dipenuhi. Salah satu alat untuk
melaksanakan perbaikan kehidupan sosial ekonomi itu adalah pembentukan Kabinet
baru, yang dipercayakan oleh Rakyat dan mampu melaksanakan segala programnya.
Dengan
penuh perhatian dan tetap berpegang teguh pada Amant Rakyat, baik yagn
disalurkan melalui wakil-wakilnya dalam MPRS, DRP-GR, Front Nasional, maupun
pernyataan-pernyataan langsung yang mereka berikan melalui
Ormas/Orpol/Organisasi-organisasi lain, maka ABRI berkesimpulan bahwa Kabinet
yang baru ini haruslah :
1.
Mengenai
struktur kabinet : Sederhana, riil/rasional, mudah dikendalikan, tidak
bersimpang siur, tegas tugas masing-masing Menteri, Efisien dan efektif dan
mampu melaksanakan programnya.
2.
Mengenai
Menteri-menteri : Jujur, cakap, kompak, dipercaya oleh rakyat karena amembela
rakyat, revolusioner, Pancasila sejati, dan bukan antek-antek PKI/Gestapu atau
petualang plintat-plintut dan lain sebagainya.
3.
Mengenai
Program Kainet ; Mampu mengusahakan dan mewujudkan dalam waktu singkat
kesejahteraan rakyat, terutama sandang pangan, berani mengganyang segala bentuk
konra revolusi dan penyelewengan, serta sejauh kemampuan dan kekuatan tetap
meneruskan konfontrasi terhadap “Malaysia”/Nekolim dan menyelenggarakan Conefo.
Rakyat
emoh pemimpin-pemimpin gadungan. Biar nasib mereka akan didtentukan oleh
prosesnya hukum revolusi dan pengadilan revolusi.
Saudara-saudara
kami yang tercinta, hanya kabinet yang demikian itu akan dapat dukungan dan
batuna Rakyat dan mampu membawa revolusi kita ke arah mercu suar dunia. Sebab
dasar dan rujuan revolusi kita memang bersemayam dalam hati-nurani ummat
manusia. Kita pasti menjadi bangsa yang besar, karena kita berkepribadian
berani melihat kenyataan dan berani berdiri di atas kaki sendiri.
Rakyat
perlu menyadari, bahwa memperjuangkan prinsip-prinsip di atas adalah merupakan
pula satu perjuangan tersendiri. Dan susunan Kabinet yang baru dapat dicapai
sekarang ini adalah tahap pertama dan maksimal yang dapat kita capai hingga
dewasa ini, tetapi hendaknya merupakan tahap dari suatu rangkaian tahap
kemenangan perjuangan yang akan datang. Meskipun demikian, dalam kemungkinan
beum kesempurnaannya menurut tanggapan penglihatan Rakyat, semoga Kabinet ini
dalam mengemban Amanat Penderitaan Rakyat selalu membuka kontrol dan support
sosial yang diiringi dengan rasa tanggung jawab Rakyat karena memang Rakyat
bersama-samsa berada dalam perjuangan kita . Demokrasi Terpimpin berarti
tanggung jawab. Demokrasi tanpa pimpinan berarti anarkhi, sebaliknya Piminan
tanpa Demokrasi berarti Diktatur. Lembaga-lembaga Demokrasi kita MPRS dan
DPR-GR hendaknya benar-benar merupakan tersalurnya dan terwujudnya
keinginan rakyat, agar Rakyat tidak lagi
bergerak sendiri-sendiri. Jiwa Demokrasi menurut Undang-Undang dasar 1945,
adalah a-priori persatuan, musyawwwarah untuk mufakat dengan hikmah
kebijaksanaan dan sama sekali bukan siasat-siasatan untuk kepentingan golongan
atau ambisi pribadi.
Saudara-saudara yang kami
hormati :
Dengan
rasa tanggung jawab yang demikian itu hendaknya Rakyat dalam melakukan
penyorotan, memberikan kesempatan bekerja kepda Kabinet ini. Dalam hubungan
ini, ABRI, anak kandung Rakyat pasti selalu di pihak Rakyat.
Perjuangan
kita masih jauh. Meskipun demikian, fajar harapan kemenangan sudah mulai
nampak.
Semoga
Tuhan meridhoi dan melindungi perjuangan kita bersama.
Sekian
dan terima kasih.
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
PENGUMUMAN
NO.5
1. Bhawa keuasaan Pemerintah
menurut Unang-Undang Dasar 1945 (pasal4) berada di tangan Presiden Republik
Indonesia;
2. Bahwasanya berdasarkan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Sementara Republik Indoensia
No.1/MPRS/1960 dan No. II/MPRS/1960, Presiden Republik ndoneisa Bung Karno
adalah Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS;
3. Bahwasanya nteri-Menteri
menurut Undang-Undang Dasar 1945, adalah semata-mata hanya pembantu belaka
daripada Presiden, dan tidak merupakan bentuk kolektif Pemerintahan, yang
Pemerintah itu berdasarkan pasal 4 Undang-Undang Dasar 1945, adalah hanya
berada di tangan Presiden;
4. Bahwasanya di antara
Menteri-menteri yang kini sedang menjabat, ada yang merupakan sasaran tuntutan
rakyat, karena penglihatan Rakyat mengenai adanya indikasi tersangkutanya dalam
rangkaian kejadian “Gerakan 30 September” atau setidak-tidaknya diragu-ragukan,
akan iktikad baiknya dalam membantu Prresiden/Pemimpin Besar
Revolusi/Mandataris MPRS.
5. Bahwasanya “Gerakan 30
September”, baik berdasarkan pernyataan dalam Keputusan Presiden No. 370, tahun
1965, mau pun berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan dan Putusan Mahkamah Militer
Luar Biasa serta penilaian Rakyat Sendiri, adalah merupakan petualangan kontra
revolusi;
6. Bahwasanya tuntutan Rakyat
kepada Menteri-menteri itu harus dihindarkan dan kemungkinan penunggangan oleh
kaum kontra revolusi, gerilya politik antek-antek “Gerakan 30 September” dan
Nekolim;
7. Bahwa sanya oleh karena itu,
tuntutan Rakyat yang diarahkan kepada Menteri-menteri yang bersangkutan perlu
disalurkan dan harus dibatasi dalam proporsi yng sebenarnya dan seharusnya,
untuk tidak dikaitkan dengan kedudukan Presiden/Panglima Tertinggi
ABRI/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS.
Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas, untuk pengamanan penyelenggaraan Pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar 1945, yagn berada di tangan Presiden, kedudukan
menteri-Menteri yagn menjadi sasaran tuntutan rakyat tadi harus dipisahkan
pengkaitannya dari kedudukan Presdien.
Maka
demi pengamanan penelenggaraan Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945, pasal 4 berhubung dengan pasal 17, serta untuk terjaminnya keamanan dan
ketenangan, kestabilan jalannya Pemerintahan dan jalannya Revolusi, terjaminnya
keselamtan Pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pimpinan
Besar Revolusi/Mandataris MPRS, untuk keutuhan bangsa dan Negara Republik
Indonesia, dan melaksanakan dengn pasti segala ajaran Pimpinan Besar Revolusi,
maka Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dengan kesungguhan hati dan
panggilan rasa tanggung jawab harus menampung suara hati nurani Rakyat yang
dikemukakan dengan serta merta dan juga diajukan secara tertulis yagn
hakekatnya mencerminkan permufakatan
pendapat, telah terpaksa harus melakukan tindakan pengamanan, dengan maksud agar
supaya menteri-menteri yang dimaksud justru jangan sampai emnjadi korban
sasaran kemarahan Rakyat yagn tidak terkendali dan jangan pula tuntutan hati
Rakyat itu terlepas dari iktikad baiknya.
Tindakan
pengamanan itu dilakukan terhadapa :
1.
Dr.
Subandrio
2.
Dr.
Chairul Saleh
3.
Ir.
Setiadi Reksoprojo
4.
Sumardjo
5.
Oei
Tjoe Tat, SH
6.
Ir.
Surachman
7.
Jusuf
Muda Dalam
8.
Armunanto
9.
Sutomo
Martopradoto
10. Astrawinata , SH.
11. May. Jen. TNI. Achmadi
12. Drs. Moh. Achadi
13. Let. Kol Inf. Imam Syafi’ie
14. J. Tumakaka
15. May. Jen. TNI Dr. Sumarno
Demikian
tindakan yang telah diambil dan pertanggung jawabannya kepada Rakyat. Hendaknya
Rakyat mengetahui, memahami dan tidak mengambil tindakan sendiri-sendiri.
Jakarta,
18 Maret 1966
PRESIDEN
/ PANGLIMA TERTINGGI ABRI /
MANDATRIS
MPRS / PIMPINAN BESAR REVOLUSI
Atan
nama beliau,
Ttd
SOHARTO
Letnan
Jenderal TNI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA /
MANDATARIS MPRS /
PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN BERSENJATA
REPUBLIK INDONESIA
PENGUMUMAN
KAMI, PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA / MANDATARIS MPRS /
PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN
BERSENJATA
REPUBLIK INDONESIA
|
PUSTAKA BACAAN :
1.
H.
Amir Mahmud menjawab // Penerbit CV. H. Mashagung.
2.
Sejarah
Nasional Indonesia // oleh Nugroho Notosusanto & Yusman Basri
3.
Profil
Soran Prajurit TNI // oleh Amelia Yani. Sinar Harapan.
4.
Sukarno
Penyambung Lidah Rakyat // Cindy Adams.
5.
Protes
Kaum Muda // oleh Yozar Anwar PT. Variasi Jaya.
6.
Melawam
Kezaiman // oleh Muhtar Lubis, PT. Sinar Harapan.
7.
Rahasia
Ramalan Jayabaaya Ronggowarsito & Sabda Palon // oleh Anjar Any, CV. Aneka
Ilmu Semarang.
8.
Silsilah
Wayang Purwa Mawa Carita // S.Padmosoekotjo, CV. Citra Jaya.
9.
Barata
Yudha Sumardi, DM. Balai Pustaka
10. Arjuna Wiwaha, Sumardi DM,
Balai Pustaka
11. Serat Darmogandhul dan Suluk
Gatoloco, tentag Islam oleh Moh. Hari Soewarno, Penerbit Antarkota.
12. 30 Tahun Indoensia Merdeka.
13. Anak Desa O.G. Roeder.
14. Gelora Api Revolusi
15. Siapa Menabur Angin Akan
Menunai Badai // Soegiarso Soerojo, 1989.
16. Bung Karno Putra Fajar // Salam
Solichin PT. Gunugn Agung. Jakarta.
17. Majalah Tempo dan lain-lain.
Sepanjang,
Sidoarjo // Jum’at, 29 Agustus 2014
BalasHapusDaftar Sekarang !!!Min Depo : Rp 25.000,-
BONUS NEW MEMBER 10%
BONUS HARIAN HINGGA 5%
KETERANGAN LEBIH LANJUT HUBUNGI :
LIVE CHAT 24 JAM
Line : HOBI4D
Instagram : HOBI4D_COM
Whatsapp : +6282286284064
DISCOUNT TOGEL UNTUK PASARAN :
NEW GUINEA – SINGAPORE – INDOSAT
Discount 4D : 66.00% , 3D : 59.50% , 2D : 29.50%
Discount untuk Pasaran :
SYDNEY – HONGKONG
Discount 4D : 66.00% , 3D : 59.00% , 2D : 29.00%