Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Kamis, 21 Agustus 2014

Rahasia Tipu Daya antara Soekarno dan Komunis

Filsafat Jawa dalam kisah Penyelamatan Bangsa dan Negara Yang Berdasar Pancasila
 “PERANG TIPU DAYA ANTARA BUNG KARNO DENGAN TOKOH-TOKOH KOMUNIS”
Perpustakaan Nasional : Katalog dalam terbitan (KDT)
Bibliografi : hlm
ISBN 979 - 8125 - 05 - 3
Oleh : Muhsin H. Ahmad
Penerbit : PT. Golden Terayon Press - Jakarta
Tahun : 1989.
Penyadur : Pujo Prayitno

DAFTAR  -  ISI

1.    Prakata
2. Kata Pengantar
3. R. NG. Ronggowarsito
4. Lahirnya Basukarno identik Dengan Lahirnya Kemerdekaan RI
5.Basukarno Terdampar di Astina
a. Keadaan Dalam Negeri
b. Politik Luar Negeri
6. Basukarno Dibesarkan oleh Astina (Kurawa)
7. Pecah Dwi tunggal
8. Menghadapi Dilema
9. Bung Karno Mencari Sandi
10. Perdamaian Nasional
11. Terbaik di Antara Yang Terbaik
12. Bung Karno dan Internasionalismenya Komunis
13. Membebaskan Irian Jaya
14. Gugurnya Ongkowijoyo (Abimanyu)
15. Tujuan Perang Baratayudha Bagi Basukarno
16. Gugurnya Gatutkaca
17. Karna Tandhing
18. Surat Perintah PRESIDEN Republik Indonesia
19. Menepatkan Negara-Negara Adikuasa Sebagai Penonton Yang Baik
20. Tanggal 1 Oktober
21. Anak Desa Yang Perkasa
22. Mewujudkan Keutuhan Bangsa
23. Nilai Persatuan Indonesia
24. Bung Karno Wafat
25. Keputusan PRESIDEN RI
26. Jenazah Bung Karno Disemayamkan di Wisma Jasa
27. Tentang Pembentukan Dewan Revolusi Indonesia
28. Pidato Penjelasan Waperdam A.J. Men-Pangad Letnan Jendral Soeharto
29. Pustaka Bacaan

1. PRAKATA
Peristiwa pemberontakan PKI yang terkenal dengan Gerakan 30 September-nya, di mana dalam peristiwa tersebut, PKI telah berhasil membunuh dengan biadab sejumlah Jendral Angkatan Darat yang dianggapnya sebagai pernghalang bersar terhadap langkah-langkah perjuangan mereka. Berkat Rakhmat Tuhan Yang Maha Kuasa, gerakan PKI ini dapat ditumpas dan digagalkan.
Dari peristiwa ini berkembang dan menimbulkan banyak tanggapan dan tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepada pemimpin-pemimpin kita khususnya Presiden Pertama Republik Indinesia Ir. Sukarno dan Presiden Republik Indonesia kedua Jendral Suharto selaku penerima Surat Perintah Sebelas Maret yang terkenal itu.
Dari tanggapan dan tuduhan-tuduhan tersebut, baik yang telah dibukuan atau yang masih berupa isu-isu yang berkembang di masyarakat, sebagian di antaranya bisa dianggap sebagai mengganggu kesatuan dan persatuan di antara kita bangsa Indonsesia, atau bisa dianggap membahayakan langkah-langkah perjuangan bangsa Indonesia selanjutnya.
Oleh karena penulis tidak menghendaki adanya gangguan dan bahaya yang sedemikian itu, maka dengan perasaan rendah hati yang sangat, penulis ingin menyampaikan tentang analisa di sekitara peristiwa Gerakan 30 September, tentunya melalui analisa dari sisi-sisi lain yang selama ini belum pernah diungkapkan. Ada pun sebab-sebab timbul analisa sebagai berikut :
Setelah penulis membaca buku otobiografi Bung Karno yang terkenal dengan “Bung Karno Penyambung Lidh Rakyat Indonesia” yang ditulis oleh Cindi Adam, penulis merasa mendapatkan teka-teki yang harus dipecahkan. Di dalam buku tersebut ada ungkapan-ungkapan Bung Karno yan perlu di kupas dan dianalisa. Oleh karena menurup hemat penulis, Bung Karo sendiri belum pernah menjabarkan teka-teki tersebut kepada siapa pun juga bahkan tidak kepada putra-putra dan saudara-saudara dekatnya.
Adapun ungkapan-ungkapan Bung Karno yang saya maksudkan adalah, ketika Howard Jones Duta  Besar Amerika mendesak Bung Karno untuk segera menuliskan Otobiografinya, maka Bung Karno menjawab :
“Untuk membuat Otobiogradi  yang sesungguhnya, si penulis hendaknya dalam keadaan yang susah seperti Rousseau ketika dia menulis pengakuan-pengakuannya. Dan pengakuan yang demikian ternyata sukar bagi saya. Banyak tokoh-tokoh yang masih hidup akan menderita, apabila saya menceritakan semuanya. Dan banyak pemerintahan-pemerintahan dengan mana sekarang mempunyai hubungan baik akan mendapat serangan sejadi-jadinya, apabila saya menyatakan beberapa hal yang ingin saya ceritakan. (Sukarno, Cindi Adams ha 19).
Jawaban yang disampaikan beliau itu, telah memberi petunjuk bagi kita, bahwa beliau menyimpan suatu rahasia yang tidak sepantasnya rahasia itu diungkakan selama beliau masih hidup, oleh karena yang sedemikian itu akan berakibat tidak baik terhadap tokoh-tokoh atau pemerintahan-pemerintahan yang dulu pernah membantu atau bersahabat  dengan beliau.
Apabila kita amati dengan seksama, bahwa pada akhir pemerintahan beliau, di antara tokoh-tokoh atau pemerintahan di dunia yang dekat dan bersahabat dengan beliau adalah tokh-tokoh atau pemerintahan-pemerintahan yang bergabung dalam persekutuan Pakta Warsawa atau non Blok Sosialis. Sebagai kelanjutannya penulis mempunyai analsia, bahwa Bung Karno pada hakikatnya telah berbuat sesuatu yang sangat menyakitkan tokoh-tokoh atau pemerintahan-pemerintahan tersebut.
Penulis, pada mulanya merasa bingung untuk memecahkan teka-teki yang dibuat Bung Karno, tetapi berkesimpulan bahwa perbuatan tersebut, bukanlah perbuatan remeh, tetapi, suatu perbuatan yang bersekala besar.
Sambil memegang bahuku dengan kuta, Bapak memandang jauh ke dalam mataku. Aku selalu berdoa, dia menyatakan, “Agar engkau menjadi seorang pratiot dan pahlawan besar dari rakyatnya, semoga engkau menjadi “Karna” yang kedua.” (Sukarno, Cindi Adams hal : 36).
Dari dua uraian yang singkat di atas, penulis meulai sadar dan memahmi oleh karena Karna atau Basukarna, adalah patriot sejati yang telah mengorbankan bukan hanya jiwa raganya, teapi juga derajat dan kehormatannya sekaligus demi membela saudara-saudara yang dicintainya. Dia lah patriot sejati, yang membela saudara-saudaranya dengan berkedok sebagai penghianat.
Kalau memang doa ayahnya Bung Karno R. Sukemi terkabul, sehingga Bung Karno sebagai pewaris Karno kedua, maka persoalannya menjadi semakin jelas di mana pada lahirnya, Bung Karno menghianati pendukung-pendukung Pancasila, tetapi, pada hakikatnya, Bung Karno justru telah menghianati PKI dan Komunis Internasional, demi cintanya kepada pendukung-pendukung Pancasila itu sendiri.
Sampai di sini, penulis sudah mendapat suatu keyakinan tentang teka-teki yang dirahasiakan Bung Karno tersebut.Lebih-lebih, setelah mendapatkan pernyataan dari pihak ketia, di mana pihak ketiga tersebut sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia khususnya ji Jawa, di mana yang termaksud tidak ikut langsung delam percaturan politik di masanya Bung Karno. Sehingga yang demikian ini, bisa diharapkan sebagai juri yang adil. Berulah penulis menjadi mantap, tentang kebenran makna dana teka-teki yang masih dirahasiakan oleh Bung Karno tersebut.
Adapin pihak ketiga, yang penulis maksudkan adalah R. Ng. Ronggowarsito, Pujangga Surakarta, yang telah menyatakan di dalam ramalannya tentang tokoh yang identik dengan Bung Karno, dan situasi Pemerintahan yang identik dengan masa-masa pemerintahan beliau.
Adapun pernyataan sang Pujangga yang dihasilkan melalui penglihatan batin yang ditempuhnya dengan jalan Tasawuf tersebut, terangkaum dalam Serat Kala Tida dan Sabda Tama :
Salah satu dari bait-baitnya, adalah sebagai   berikut :
Dasar karoban pawarto
Bebaratan ujar lamis
Pinudyo dadi pangarso
Wekasan malah kawuri
Yen pinikir sayekti
Mundak opo aneng ngayun
Andeder kaluputan
Siniraman banyu kali
Lamun tuwuh, dadi kekembanging beka.
Terjemahan :
Oleh karena pernyataan (tokoh) yang diputar balikan
Yang bisa diibaratkan dengan sumpah palsu.
Maka dia didsanjung-sanjung sebagai pemimpin yang serba hebat.
Tetapi akhirnya, dia malah dihinakan.
Kalau dipikir dengan teliti.
Apa artinya bagi seorang pemimpin dengan sengaja
Berbuat kesalahan dan kelengahan? (tentu tidak mungkin Kecuali ada tujuan atau teka-teki yang tersembunyi).
Kalau teka-teki ini terbuka, kelak sang tokoh akan menjadi pujaan atau bunganya bangsa.
Dari sini, penulis dengan rendah hati, memberanikan diri untuk membukukan gagasan-gagasan dan analisanya dengan harapan, akan bermanfaat untuk kokohnya, Persatuan di antara kita Bangsa Indonesia.
2. KATA   -   PENGATAR
(Abdurrahman  Wahid)
C.C. Berg, membuat  geger di kalangan kaum sejarawan dalam dasa warsa lima puluhan. Ia menampilkan “Temuan”nya yang sangat orisininil : Sejarah Jawa Kuno hanyalah Fiksi belaka. Setidak-tidaknya, untuk bagian terbesar dari masa Majapahit. Perbandingan sangkakala atau jumlah hitungan yang diambil dari huruf-huruf Jawa dari Gelar, raja-raja Jawa dan Peristiwa-peristiwa besar yagn direkam dalam prasasti peninggalan lama, menunjukkan sesuatu yagn sangat menarik. Sangkakala Hayam Wuruk, Ken Arok serta Airlangga, ternyata sama. Dari pengmatan ini, dan rekonstruksi kesejarahan dengan metode arkeologis, dapat diperkirakan adanya sebuah proyeksi sejarah ke belakang. Dalam rpyeksi itu, raja dari suatu masa, menciptakan legitimasi bagi dirinya dengan jalan menyusun geneologi fiktif, untuk menunukkan ia berasal dari cikal-bakal raja besar di masa lampau. Pada hakikatnya, menurut teori Berg ini, harus dipilih, mana yang nyata ada, dan mana yang fiktif antara raja masa belakang dan raja masa terdahulu itu. Kalau Majapahit yang ada, maka, Singasari (Kerajaan Ken Arok) dan Daha (Kerajaan Airlangga) harus dianggap fiktif.
Sudah tentu, teori rekonstruksi kesejarahan yang ditemukan Berg ini, menimbulkan perdebatan sengit dangan teori-teori sejarah yang “lebih konvensional”. Para sejarawan lain menolak teori Berg itu, yang paling kuat, diantaranya adalah Profesor P. Zoetmulder. Dasar penolakannya bermacam-macam, namun yang terpenting adalah, pembuktian arkeologis justru menunjukkan ketuaan candi-candi terdahulu dan prasasti yang disimpan di dalamnya. Tidak mungkin kesemuanya itu hanya merupakan “sulapan” zaman terkemudian, untuk membenarkan atau menopang sebuah pengakuan legitimasi secara proyektif belaka.
Perdebatan historis seperti itu, sangat menrik untuk diikuti. Karena, bagaimana pun sejarah orang Jawa terkait dengan cara mereka memandang masa lalu. Kajian M. Ricklefs, tentang pandangan kosmologis keluarga Keraton Mataram di Yogya abad ke delapan belas, sangat mempengaruhi politik mereka. Geneologi yang ditarik ke masa Pajajaran, akan membenarkan ketundukan kepada pihak Kompeni Belanda, karena Baron Sekeber (Seorang kulit putih dan penguasa Belanda di masa lampau mewakili Tahta Spanyol) adalah kakak sepupu kesekian melalui perkawinan dengan anak ratu Pajajaran. Bahkan, para ningrat ketiga Keraton Solo dan Yogya (waktu itu belum ada Kraton Pakualaman), mampu menundukkan para penguasa mereka untuk tidak saling berperang melalui perantaraan pandangan kosmologis. Masing-masing Keraton menganggap dirinya “Negara” dan keraton lain sebagai “Manca Negara” tidak boleh ada pertalian perkawinan dan dengan demikian tidak akan terjadi perebutan tahta melalui klaim pertalian darah. Dari gambaran sekilas di atas, tampak nyata, betapa kuat pengaruh mitodologi atas pandangan hidup dan dengan sendirinya atas sikap-sikap politik, orang Jawa di masa lampau.
Salah satu penopang peranan seperti itu, adalah kuatnya kedududkan simbol-simbol budaya, dalam kehidupan orang Jawa. Salah satu, di antara simbol-simbol itu, adalah deretan tokoh wayang yang diwariskan dari generasi ke generasi. P Carey, menunjukkan dalam buku “Ekologi Kebudayaan Jawa” (The Cultural Ecology og Early Nineteenth Century Java, Singapore, ISEAS, 1974), Sebuah kasus menarik, yaitu bagaimana para pelaku memandang Perang Diponegoro (1825-1830). Dalam “Babad Diponegoro”, pangeran pemberontak itu sendiri memandang tugasnya sebagai upaya menegakkan keadilan dan dirinya selaku Ratu Adil. Atas padnangan itu, ia mengambil tokoh wayang Arjuna (dalam episode Arjuna Wiwaha), sebagai tipe ideal bagi dirinya. Karena motif dan proses munculnya Arjuna dalam pertempuran di Kurusetra, jelas tergambar dalam keluhuran cita-citanya untuk menegakkan keadilan dan dalam kemampuan melakukan tirakatan, maka Pangeran Diponegoro juga mempersipkan diri untuk perang sabil melawan Belanda dengan terlebih dahulu menjlanakan tirakatan dan membersihkan niatnya. Sebaliknya, bagi tembang Kidhung Kebo, Pangeran Diponegoro lebih patut dilambangkan dengan Prabu Suyudana, pemimpin kaum Kurawa, ketimbang Prabu Arjuna.
Mengapa? Karena tembang itu ditulis atas perintah Cakranegara, Bupati Bagelan di Purworejo. Cakranegara adalah bekas adik seperguruan Pangeran Diponegoro, yang kemudian membantu Belanda melawan bekas kakak seperguruannya. Untuk “balas jasa”. Setelah perang Diponegoro, ia diangkat menjadi Bupati dan memerintah hingga dua puluh tahun lebih.
Untuk pembenaran sikapnya itu, tembang itu menunjuk kepada proses Perang Diponegoro. Bekas Kakak seperguruan Cakranegara itu berangkat dari ketulusan hati untuk menegakkan keadilan, karena itu, ia mempersiapkan diri untuk menjadi tkoh Ratu Adil, dan memperoleh restu Tuhan dalam bentuk menerima “wahyu” perjuangan. Namun, Pangeran Diponegoro dalam pandangan Cakranegara ternyata tidak tahan uji. Ia lalu menjadi congkak dan takabur. Karena itu ia lalu melancarkan peperangan sebelum memahami betul kapan saat peperangan harus dimulai dan sebagainya. Karena kecongkakakannya itu “wahyu” lalu dicabut dari dirinya dan klaimnya atas status Ratu Adil menjadi kosong. Untuk mencegah sakibat buruk dari petualangan Pangeran Diponegoro menyengsarakan rakyat itu. Cakranegara memutuskan untuk melawannya dan membantu Belanda, “demi perdamaian dan ketenteraman di Tanah Jawa”. Tokoh seperti itu tentu lebih tepat dilambangkan dengan Prabu Suyudana, menurut Kichung Kebo.
Babad Kraton Surakarta, lebih lunak perlakuannya terhadap kedudukan Pangeran Diponegoro dalam sejarah. Ia tidak dinilai congkak dan takabur, melainkan memiliki kepribadian yang lemah. Karenanya, ia tidak mampu mengatasi kemauan bermacam-macam dari para pendukungnya, dan terjerumus ke dalam pemberontakan. Dengan demikian, menurut Babad Kraton Surakarta, ia lebih tepat disimbolkan dengan tokoh Samba dalam pewayangan. Putra Prabu Krisna itu memang dikenal dengan kepribadian yang lemah.
Perbedaan perlambangan antara ketiga tembang tentang diri Pangeran Diponegoro itu menampilkan kenyataan, betapa kuatnya pengaruh simbolisme melalui tokoh-tokoh mitologis. Dari sudut inilah patut dimengerti, mengapa buku yang di tangan  pembaca ini menampilkan mantan Presiden Soekarno sebagai penjelmaan tokoh wayang Adipati Karno, atau tokoh Basukarna, Tokoh ini telah memberikan pengorbanan, bukan hanya raga dan harta, tetapi juga kehormatan dan nama, dengan berpura-pura menjadi penghianat. Hal itulah yang hakikatnya dijalani Bung Karno sebagai tokoh yang harus bercatur dengan PKI sebelum dan sesudah peristiwa G.30.S/PKI.
Terserah kepada pembaca untuk menilai tepat -tidaknya mendudukkan Bung Karno secara hitoriografi pasa status Adipati Karo seperti itu. Yang jelas, upaya itu sendiri masih mencerminkan kuatnya simbolisasi pewayangan atau pemikiran budaya (termasuk budaya politik) orang Jawa.
3. R. NG. RONGGOWARSITO
Beliau adalah Pujangga Kraton Surakarta yang ahli sastra juga ahli Ilmu Tasawuf atau dalam hal kebatinan.
Beliau lahir pada tanggal 15 Maret 1802 M/ 10 Dzukaidah 1728 (Jawa). Belia wafat pada tanggal 24 Desember 1873 M. Jadi, beliau telah wafat sebelum lahirnya Bung Karno
Adapun di antara bait-baik dari ungkapan beliau yang ada hubungannya dengan perjalanan hidup Bung Karno serta masa pemerintahannya adalah, terangkum dalam serata Kalatida yang dilanjutkan kemudian, dengan Srat sabda Tama.
Bunyinya, sebagai berikut :

SERAT  KALATIDA
NYANYIAN : SINOM
1
Mangkya darajating praja // kawuryan wus sunyaruri // rurah pangrehing ukara // karana tanpa palupi // atilar silastuti // sujana sarjana kelu // kalulun kalatida // tidhem tandhaning dumadi // ardayengrat dene karoban rubeda.
Keadaan negara saat ini // sudah semakin hampa // karena telah rusak penegakkan hukumnya // karena sudah tidak ada pedoman lagi // dan sudah meninggalkan aturan kebenaran hidup // orang pandai dan para ahli serta sarjana pun ikut tebawa arus // tergulung oleh kalatida yaitu jaman penuh keragu-raguan // tanda kehidupan pun semakin mencekam // seluruh alam pun dilanda bencana.
2.
Ratune ratu utama // patihe patih linuwih // pra nayaka tyas raharja // panekare becik-becik // parandene tan dadi // paliyasing Kala Bendu // mandar mangkin andadra // rubeda angreribedi // beda-beda ardaning wong sak negara.
Rajanya adalah ratu yang baik // mempunyai patih yang maha sakti // dan semua bawahannya berhati mulia // pemuka masyarakatnya bebudi luhur // namun demikian pun tidak bisa // menanggulangi pengaruh Jaman Kalabendu  // justru semakin menjadi-jadi // goncangan bencana dan pertikaian menjadi penghalan di mana-mana // pikiran dan pendapat dan pertentangan antar golongan manusia terjadi di seluruh sendi negara.
3.
Katetangi tangisira // sira kang paramengkawi // kawileting ing reh wirangi // dening upaya sandi // sumaruna anerawang // mangimur manuhara // met pamrih melik pakolih // temah suka ing karsa tanpa wiweka.
Meladaklah tangisan // para pujangga ilmu // karena terjerat sesuatu tindakan yang memalukan // oleh usaha rahasia penuh tipuan // dengan ditutup dengan janji penuh harapan // dan menghibur dengan rayuan yang lembut meyakinkan // namun penuh tipu daya hanya agar tercapai tujuan// sehingga yang terkena rayuan pun terpana hatinya hingga hilanglah kewaspadaan.
4.
Dasar karoban pawarta // babartan ujar lamis //panudya dadya pangarsa // wekasan malah kawuri // yen pinikir sayekti // mundhak apa aneng ngayun // andhedher kaluputan // siniraman banyu kali // lamun tuwuh dadi kekembanigng beka.
Dan banjirlah di media masa kabar berita // kabar bohong dengan mengabarkan // akan diangkat sebagai pemuka negara // namun akhirnya di khianati dan ditinggalkan // jika dipikir dan direnungi // untuk apalah menjadi pemimpin bangsa // hanya menanam kejahatan semata // yang di banjiri dengan air sungai yang meluap menenggelamkan Kota-kota // dan jika pun tumbuh maka akan membuahkan segala macam petaka.
5,
Ujaring panitisastra // awewarah asung peling // ing jaman keneng musibat // wong ambeg jatmika, kontit // mengkono yen niteni // pedah apa amituhu // pawarta lolawara // mundhak angreranta ati // angurbaya angiket cariteng kuna.
Itu semua telah tertulis di dalam buku sastra Jawa // semuanya telah memberi nasihat dan peringatan // tentang adanya jaman yang penuh bencana dan musibah // orang yang berbudi baik justru tidak terpakai // itulah tanda jaman bagi siapa saja yang bisa membaca isyaratnya // untuk apa hanya meyakini // kabar yang terbawa angin yang mengabarkan kabar burung belaka // itu hanya membuat gelapnya hati // justru yang lebih baik adalah mengumpulkan cerita yang berisi petuah yang bersumber dari karya sastra para pujangga  leluhur Jawa.
6.
Keni kinarya darsana // panglimbang ala lan becik // sayekti akeh kewala // lelakon kang dadi tamsil // masalahing ngaurip // wahananira tinemu // temahan anarima // mupus pepesthening takdir // puluh-puluh anglakoni kaelokan.
Itu bisa dijadikan pedoman pelajaran // untuk perbandingan antara hal yang baik dan yang buruk // Sesungguhnya amatlah banyak // kisah-kisah masa lalu yang bisa dijakan contoh // tentang segala permasalahan dalam kehidupan // yang isi kisahnya bisa memberi pengaruh untuk bisa memahami segala permasalah kehidupan // sehingga bisa ikhlas menerima // segala kisah hidupnya bahwa hal itu telah menjadi ketentuan takdir Tuhan // dalam setiap kisah kehidupan diri yang penuh dengan berbagai macam kejadian.
7.
Amenangi jaman edan // ewuh awya ing pambudi // milu edan nora tahan // yen tan milu anglakoni // boya kaduman melik // kaliren wekasanipun // ndilalah karsa Allah // begja-bejane kang lali // luwih begja kang eling lawan waspada.
Jika telah memasuki jaman penuh kegilaan // sangat sullit menentukan sikap dalam kehidupan // jika ikut berbuat gila itu tidak tahan // namun jika tidak ikut berbuat gila // tidak akan kebagian harta kekayaan // yang pada akhirnya akan kelaparan // Namun atas pertolongan Allah semata // bahwa se untung-untungnya bagi sapa saja yang telah lupa // masih sangat beruntung bagi siapa saja yang selalu ingat kepada-Nya dan selalu berbuat dengan penuh waspada.
8.
Semono iku bebasan // padu-padune kepengin // enggih mekaten man doblang // bener ingkang angarani // nanging sajroning batin // sejatine nyamut-nyamut // wis tuwa arep apa.// muhung mahas ing ngasepi // supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma.
Semua itu dikarenakan // sebenarnya hanya karena ingin // sebenarnya demikan wahai sekalian manusia // memang benarlah yang mengira demikian // namun jauh di dalam lubuk hati // sebenarnya masih sangat jauh dari sempurna // sudah berumur, mau apa lagi // lebih baiknya bertafakur saja di tempat yang sunyi // agar mendapat pengampunan Tuhan.
9.
Beda lan kang wus santosa // kinarilan ing Hyang widhi // satiba malangneya // tan susah ngupaya kasil // saking mangunah prapti // Pangeran paring pitulung // marga samaning titah // rupa sabarang pakolih // parandene maksih taberi ichtiar.
Namun sangat jauh berbeda bagi yang telah sempurna ilmunya // maka akan mendapatkan rakhmat dan kemurahan Tuhan // sehingga  Tuhan akan memberikan pertolongan-Nya // akan mendapatkan jalan kemudahan hidup seperti manusia kebanyakan // tanpa berusaha pun akan dicukupi segala kebutuhan hidupnya // namun demikian masih tetap berusaha mencari penghidupan.
10.
Sakadar linakonan // mung tumindak mara ati // angger tan dadi prakara // karana wirayat muni // ikhtiar iku yekti // pamilihing reh rahayu // sinambi budidaya // kanthi awas lawan eling // kang kaesthi antuka parmaning Suksma.
Sebatas kewajaran yang menjadi kewajibannya // serta selalu bertindak yang menyenangkan hati // yang peting tidak menimbulkan masalah // karena cerita telah mengisahkan // behwa berikhtiar itu // hanya sebatas untuk mencari keselamatan hidup // sambil berusaha // dengan jalan waspada dan selalu ingat penuh kesadaran // bahwa yang menjadi tujuannya sebatas mencari ridha dan perkenan Tuhan semata.
11.
Ya Allah ya Rasulullah // Kang sipat murah lan asih // Mugi-mugi aparinga // pitulung ingkang martani // Ing alam awal akhir // Dumununging gesang ulun // Mangkya sampun awredha // Ing wekasasan kadi pundi // Mula mugi wontena pitulung Tuwan.
Wahai Allah Wahai Rasulullah // Yang Maha Pemurah dan Pengasih // Hamba memohon // pertolongan dalam segalanya // untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat // semoga terlimpah dalam hidup hamba // karena hamba telah berumur tua // kemana lagi yang akan hamba tuju // semoga Engkau wahai Tuhan mengabulkan atas permohonan hamba.
12.
Sageda sabar santosa // Mati sajroning ngaurip // kalis ing reh aruhara // murka angkara sumingkir // tarlen meleng malat sih // sanityaseng tyas mamatuh // badharing sapudhendha // antuk mayar sawetawis // barRONGG   angGA   saWARga  meSI  marTAya.
Agar hamba termasuk golongan orang yang sabar dan selalu bisa // menjalani mati di dalam hidup hamba // dan semoga selalu terhindar dari segala malapeta // dan semoga segala angkara murka menjauh dari hidup hamba // ijinkanlah hamba hanya memohon kasih sayang-Mu semata // dan semoga kesucian hatiku selalu Engkau beri kemampuan untuk patuh // dan semoga Engkau mengampuni segala Dosa dan kesalahan hamba // dan semoga Engkau beri kemudahan dalam segala urusan hamba // Hamba berserah diri atas jiwa dan Raga hamba.
SERAT Sabda tama
YANYIAN : GAMBUH
1
Rasaning tyas kayungyun // angayomi lukitaning kalbu // gambir wana kalawan hening ing ati // kabekta kudu pitutur // Sumingkiring reh tyas mirong.
Perasaan hati sangat menginginkan // menuruti cetusan hati yang besih // dengan gembira dan beningnya hati // dikarenakan dorongan untuk memberi nasihat // untuk menghilangkan kekuasaan batin yang sesat.
2.
Den samya amituhu // ing sajroning Jaman Kala Bendu // yogya samya nyenyuda hardaning ati // kang anuntun mring pakewuh// Uwohing panggawe awon.
Agar semua mematuhinya // bahwa di dalam jaman Kalabendu // agar bisa lah menggurangi dorongan keinginan hati // yang mengajak kepada kesulitan hidup // yang dikarenakan buah dari perbuatan jahat.
3.
Ngajapi tyas rahayu // ngayomana sasameng tumuwuh // wahanane ngendhakke angkara klindih // ngendhangken pakarti dudu // dinulu tibeng doh.
Patuhilah ajakan hati yang baik // agar selalu menjadi pengayom sesama hidup // sehingga pengaruhnya terhadap diri akan bisa mengalahkan angkara murka // serta bisa menghilangkan perbuatan yang tidak baik //sehingga jika dilihat maka sifat jahatnya akan terbuang menjauh.
4.
Beda kang ngaji pumpung // Nir waspada rubedane tutut // kakinthilan manggon atut wuri // tyas riwut-riwut dahuru // korup sinerung agoroh.
Sangat jauh bedanya bagi yang mepunyai sifat mumpung ada kesempatan // sehingga lupa pada kewaspadaan maka masalah hidup pun akan mendatanginya // dan mengikuti serta selalu berada di belakangnya // sehingga hatinya menjadi ruwet penuh masalah // karena terbawa perbuatan dusta.
5.
Ilang budayanipun// tanpa bayu weyane ngalumpuk // sak ciptane wardaya ambebayani // ubayane nora payu // kari ketaman pakewoh.
Maka hilanglah budi baiknya // sehingga hilang kekuatannya dan masalah hidupnya mengelilinginya // segala pikirannya mengarah kepada tindakan yang membahayakan // sehingga segala ucapannya tidak akan ada yang mempercayainya // akhirnya akan medapatkan kesusahan hidup.
6.
Rong asta wus katekuk //kari ura-ura kang pakantuk // Dhandhanggula lagu palaran sayekti // ngleluri para leluhur  // Abot ing sih swami karo.
Kedua tangannya terlipat // sehingga kembali hanya bisa mempercayai  tembang nyanyian jawa // Dhandhanggula lagu jenis Palaran  hanya itu saja // kembali kepada hasil karya para leluhur di masa lalu // yang berisi nasihat untuk menghilangkan beratnya hidup yang rasanya bagaikan dimadu saja.
7.
Galak Gangsuling tembung // Ki pujangga panggupitanipun // Rangu-rangu pamanguning reh harjanti // tinanggap prana tumambuh // katenta nawung prihatos.
Tajam dan lembutnya kata // yang dirangkai oleh Ki Pujangga yang selalu merasa// ragu-ragu dalam merangkai dan mencari kata-kata yang tepat agar bermanfaat // karena merasa khawatir salah tafsir bagi yang membacanya // sehingga menjadi sedih hatinya.
8.
Wartine para jamhur // pamawasing warsita datan wus // wahanane apan owah angowahi //  yeku sansaya pakewuh // ewuh aya kang linakon.
Yang dikuatirkan  para ahli ilmu // para pembaca dalam menelaah isi yang disampaikan itu tidak bisa memahaminya // sehingga makna yang diharapkan menjadi terbalik dari isi yang dimaksudkan // hal demikian semakin sulitlah // sehingga bingung apa yang harus dilakukannya.
9.
Sidining kala bendu // saya ndadra hardaning limpating budi // lamun durung mangsanipun // malah sumuke angradon.
Karena dalam cerita sejak jaman dahulu // sudah ada cerita bergeloranya cetusan budi angkara // jika belum masanya // justru panasnya semakin membakar.
10.
Ing antara sapangu // pangungaking kahanan wus mirud // morat-marit panguripaning sesami // sirna katentremanipun // wong udrasa sak-enggon-enggon.
Tidak berapa lama kemudian // keadaan kehidupan semakin tidak karu-karuan // morat-marit jalan hidup manusia // hilanglah ketenteramannya // Di mana-mana manusia saling bertanya mengapa terjadi hal yang demikian.
11.
Kemat isarat lebur // bubar tanpa daya kabarubuh // paribasan tidhem tandhaning dumadi // begjane ula dahulu // cangkem silite anyaplok.
Segala doa dan isyarat musnah // berantakan tidak ada daya dan terkalahkan // bagaikan diamnya semua tanda kehidupan // yang beruntung adalah yang memupnyai sifat ular berkepala dua // mulut dan buntut keduanya bisa mematuk.
12.
Ndungkari gunung-gunung // kang geneng-geneng padha jinugrug // parandene tan ana kang nanggulangi // wedi kalamun sinembur // upase lir wedang umob.
Membongkar gunung-gunung // dan lembah pun dihancurkannya // yang demikian pun tidak ada yang menghalanginya // takut jika di semprot // oleh bisa yang bagaikan air mendidih.
13.
Kalonganing kaluwung // prabanira kuning abang biru // sumurupa iku mung soroting warih // wewarahe para rasul // dudu jatining Hyang Manon.
Lengkungan pelangi // yang pengaruh cahayanya berwarna kuning merah biru // ketahuilah bahwa itu hanya pantulan air // itu yang diajarkan oleh para Rasul // itu Bukan zat Tuhan yang sesungguhnya.
14.
Supaya pada emut // Amawasa benjang jroning tahun // Windu kuning kono ana wewe putih // gegamane tebu wulung // arsa angrebaseng wedhon.
Agar di ingat-ngat // kelak bila sudah menginjak  tahun // Windu Kuning , di situ akan ada mahluk halus kuning (berkulit emas)  // menggunakan senjata tebu hitam // untuk menyerang perempuan (hawa nafsu atau setan).
15.
Rasane wus karasuk // kesuk lawan kala mangsanipun // kawisesa kawasanira Hyang Widhi // Cahyaning wahyu tumelung // tulus tan kena tinegor.
Sepertinya sudah sampai waktunya // masuk ke dalam masanya // dikuasai oleh kekuasaan Tuhan // cahaya kebaikan telah memancar // lurus tidak bisa dipatahkan.
16.
Karkating tyas katuju // jibar-jibur adus banyu wayu // yuwanane turun tumurun tan enting // liyan praja samya sayuk // keringan saenggon-enggon.
Cetusan hati tertuju // mengguyur dengan derasnya bagaikan mandi di air yang dingin // selamat melimpah ruah sampai anak cucu pun tidak akan habis // negara lain pun menghormatinya // sehingga menghormati stiap waktunya.
17.
Tatune kabeh tuntum // lelarane waluya sadarum // tyas prihatin ginantun suka mrepeki // wong ngantuk anemu kethuk // isine dinar sabokor.
Semua luka penderitaan hidup hilang // segala penyakit sembuh semuanya // keruwetan pikiran berganti bahagia yang mendatanginya // orang yang mengantuk menemukan kethuk (gong alat musik jawa kecil) // yang berisi emas sebesar bokor.
18.
Amung padha tinumpuk // nora ana rusuh colong jupuk // raja kaya cinancang aneng njawi // tan ana nganggo tinunggu // parandene tan cinolong.
Itu pun hanya ditaruh bergitu saja // tidak ada kejahatan dan pencuri // hewan piaraan di ikat di luaran // tidak usah ditunguinya // hal demikian pun tidak ada yang mencurinya.
19.
Duraning durta katut // anglakoni ing panggawe runtut // tyase katrem kayoman hayuning budi // budyarja marjeyeng limut // amawas pangesthi awon.
Para penjahat terbawa // berbuat pada perbuatan kebaikan // hatinya tenteram terpengaruh budi pekerti yang baik // budi pekerti yang baik menghancurkan kejahatan sampai tuntas // dan selalu mengawasi pikiran jahat.
20.
Ninggal pakarti dudu // pradapaning parentah ginugu // mring pakaryan saregep tetep nastiti // ngisor nduwur tyase jumbuh // tan ana wahon winahon.
Meninggalkan perbuatan jahat // dan mematuhi peraturan hukum negaranya // terhadap segala pekerjaan semangat, dan patuh dan teliti // hati dan pikirannya serta perbuatannya selaras // pun tidak ada bantah membantah.
21.
Ngratani sapraja agung // keh sarjana sujana ing kewuh // nora kewran mring caraka agal alit // pulih duk jaman rumuhun // tyase teguh tanggon.
Merata di seluruh negri // banyak sekali sarjana dan manusia yang ahli // tidak kesulitan memahami isi tulisan baik yang tersirat maupun yang tersurat // kembali seperti pada jaman dahulu // pikirannya kuat dan teruji.
4. LAHIRNYA BASUKARNO IDENTIK DENGAN LAHIRNYA KEMERDEKAAN R.I.
Tentang kisah Basukarno dalam kisah pewayangan, apabila kita amati sepintas lalu atau sekedarnya saja, maka kita akan mendapatkan hal-hal yang menjurus ke arah kejanggalan atas kejadian demi kejadian yang tidak bisa diterima dengan nalar yang benar.
Ibu Kunthi Nalibrata Ibu Basukarna, oleh sang penggubah diceritakan, bahwa hamilnya Ibu Kunthi bukan sebagai hasil berkumpulnya dia dengan suaminya Pandhu Denata, tetapi akibat dari mantra Bathara Surya. Hal ini apabila ditinjau dengan disiplin ilmu, pada umumnya tidaklah bisa diterima, begitu pula tentang kelahiran sang bayi, yang keluar melalui telinganya.
Tetapi, apabila kita mau menaydari sebelumnya, bahwa bahasa wayang itu merupakan bahasa isyarat, lambang, kiasan, bahkan bagi para ahli wayang yang sudah mampu melihat wayang dari beberapa dimensi, maka sebagian besar cerita pewayangan itu disampaikan dengan bahasa haqiqat, sehingga apabila kita ingin mengetahui makna yang sebenarnya, kita dituntut untuk menta’birkan terlebih dahulu sebagaimana kita menta’birkan mimpi, Imam Al Ghazali di dalam buku Misykat halaman 66, bahwa mimpi itu merupakan bahasa haqiqat, isyarat yang masih memerlukan ta’bir, dalam hal ini beliau menyatakan : Tidakkah ada lihat betapa matahari dalam mimpi ditafsirkan sebagai raja. Hal ini  disebabkan adanya kemiripan dan persekutuan dalam suatu makna sepiritual yakni kekuasaan atau kedudukan tinggi atas orang banyak, yang diiringi dengan melimpahnya pengaruh dan cahaya cahaya atas mereka semua.
Adapun bulan dalam mimpi ditafasirkan sebagai wazir (menteri) karena matahari pada saat –saat ketidak hadirannya melimpahkan cahayanya atas dunia dengan perantaraan bulan, Seperti halnya raja melimpahkan pengaruh kekuasaannya dengan perantara sang wazir kepada siapa saja yang jauh dari raja.
Demikian pula orang yang melihat dalam mimpinya seakan ia mengenakan cincin di jarinya, untuk menyegel mulut para pria dan kemaluan para wanita, hal itu ditafsirkan bahwa ia mengumandangkan Adzan di bulan Ramadhan sebelum masuknya waktu subuh. Ada pun orang yang melihat daam mimpinya seakan ia menuangkan minyak ke dalam minyak zaitun, maka hal itu ditafsirkan bahwa ia memiliki seorang hamba sahaya perempuan yang sebenarnya adalah ibunya sendiri, padahal ia tidak menyadari.
Demikianlah tidak mungkin aku dapat membicarakan semua bab dalam ilmu ta’bir untuk menyebutkan misal-misal sejenis itu, tidak mungkin aku akan menyibukkan diriku terus menerus dengan menghitung-hitungnya. Demikianlah kata Al-Ghazali (tokoh  Tasawuf dalam Islam).
Di dalam Kitab Suci Al-Qur’an, Allah pu mengajar ilmu ta’bir mimpi kepada hambanya, Nabi Yusuf, sehingga dalam ilmu tersebut telah membimbing Yusuf untuk mampu memberikan ta’bir yang sebenarnya tentang mimpi rajanya, yang selanjutnya menjadi sebab diangkatnya ia sebagai meneri, bahkan menggantikn kedudukan sebagai raja.
Selanjutnya, tentang kisah kelahiran Basukarna, menurut hemat penulis hal tersebut merupakan hasil penglihatan batin penggubahnya yang jauh ke masa yang akan datang tentang lahirnya sebuah kerajaan besar di wawasan Nusantara, karena apabila kita kupas tahapan demi tahapan dari kisah tersebut, sangatlah identik dengan kelahiran Negara kita.
 Untuk itu, marilah kita kupas satu demi satu sebagai berikut : Kelhairan, mempunyai arti kemerdekaan, karena lahirnya bayi adalah akibat adanya bibit kehidupan denga  proses penuh keterbatasan dan belenggu semasa dalam kandungan. Hl ini mempunyai  arti kemiripan dengan lahirnya Republik Indonesia dari belenggu penjajahan, dimana proses kelahiran tersebut ada kaitannya dengan masa pendudukan bala tentara Dai Nippon di bawah kekuasaan Kaisar Hirohito. Jadi kelahiran adalah kelanjutan dari proses kehamilan. Begitu pula sebaliknya, tanpa adanya kehamilan tidaklah akan ada kelahiran, dan sebagai kelanjutannya masa kehamilan atas bayi Basukarna adalah identik dengan masa pendudukan Jepang, karena bagaimana pun pahitnya janin pada masa di dalam kandungan di mana mulutnya belum berfungsi, belum bisa merasakan enaknya atau lezatnya makanan dan minuman, bahkan lebih dari itu, si janin tertimpa rasa sakit akibat benturan atau gerak Ibu yagn tidak mapan serta suasana serba terbatas yang tidak memungkinkan bagi si janin untuk bergerak dengan leluasa.
Bagaimana pun juga, pendudukan Jepang telah mendewasakan kita untuk mempunyai tekad merdeka, secara fisik digemblengnya bangsa Indonesia tentang kemiliteran dan diperkenalkannya dengan persenjataan modern pada waktu itu mempunyai arti yang sangat penting. Yag demikian itu, telah diungkapkan Bung Karno di hadapan Bung Hatta dan Bung Syahrir, sebagai berikut : “Inilah kesempatan yang kita tunggu-tunggu.” Kata Bung Karno bersemangat, “Saya yakin akan hal ini, pendudukan Jepang adalah kesempatan yang besar dan bagus sekali untuk mendidik dan mempersiapkan rakyat kita. Semua pegawai Belanda masuk kamp tawanan. Sebaliknya, jumlah orang Jepang tidak akan mencukupi untuk melancarkan roda pemerintahan di seluruh kepulauan kita. Tentu mereka sangta memerlukan tenaga kita. Indonesia segera akan melihat, bahwa majikannya tdak akan berhasil dengan baik tanpa bantuan kita.” Sambil berjalan hilir mudik Bung Karno melanjutkan, “Akan tetapi, rakyat kita harus menderita lebih dahulu, karena hanya dengan penderitaan lah, rakyat kita dapat bangkit. Rakyat kita adalah bangsa yang suka dami, mau senang dan mengalah dan pemaaf. Sungguh pun, rakyat kita hampir mencapai jumlah tujuh puluh juta dan hanya diperintah oleh 500.000 orang, akan tetapi darah rakyat tidak pernah bergolak sedemikian panas sehingga sanggup bertempur melawan Belanda. Belanda menenteramkan penguasanya dengan memberikan kebaikan-kebaikan palsu, jepang tidak.”
Kita tahu, Jepng tidak segan-segan memenggal kepala orang dengan sekali ayunan pedangnya. Kita tahu  muslihat mereka, memaksa si korban meminum beliter-liter air, dan kemudian melomat ke atas perutnya. Kita sudah mengenal jeritan yang keluar dari markas Kenpetai di tengah malam. Kita mendengar prajurit-prajurit Kenpetai dengan senjata dalam keadaan mabuk-mabukan untuk menumpulkan perasaannya. Orang Jepang memang keras. Kejam. Cepat melakukan tindakan kurang ajar. Dan ini akan membuka mata rakyat untuk mengadakan perlawanan.”
“Mereka juga akan memberikan pada kita kepercayaan terhadap diri sendiri.” Hatta menguraikan, “Bangsa Asia, tidak lagi lebih rendah dari orang Barat. Kondisi-kondisi inilah yang akan menciptakan suatu kebulatan tekad. Kalau rakyat kita betul-betul digencet, maka akan datanglah revolusi mental. Setelah itu, revolusi fisik.” Bung Karno menyahut. (Sukarno, Cindi Adams).
Pendudukan Jepang memang masa-masa yang sangat pahit penuh derita, tetapi juga tidak bisa dipungkiri bahwa di balik kepahitan tersebut telah mendewasakan jiwa patriot-atriot Indonesaia dan terus berkembang dengans segala perlengkapannya, seirama dengan perkembangannya segumpal daging di dalam kandungan seorang ibu yang terus membesar, dan pada saatnya akan lahir menjadi bayi. Inilah makna kehamilan Kunthi Nalibrata Ibunda Basukarna.
Di atas tadi telah kita utarakan, bahwa adanya kelahiran tidak bisa dipisahkan dengan adanya kehamilan. Begitu pula selanjutnya adanya kehamilan juga tidak bisa dipisahkan dengan proses sebelumnya yaitu berkumpulnya suami istri yang mempertemukan dua sel telur yang berbeda jenisnya yang selanutnya menjadi segumal daging
Di dalam cerita pewayangan, “Lahirnya Basukarna” di situ dikisahkan bahwa hamilnya Kunthi Nalibrata, bukan akibat ber kumpulnya dia dengan suaminya Pandhudewananata, melainkan akibat kuatnya pengruh mantra Bathara Surya. Sedangkan arti mantra bagi orang Jawa adalah kata-kata yang sakral lagi bertuah atau mempunyai daya magik yang tinggi. Yang sedemikian itu sangat identik dengan janji-janji tentara pendudukan Jepang yang sangat memukau para pejuang Indonesia. Selanutnya melalui janji-janji itulah terjalin kersajama yang erat dengan saling mempercayai.
Di antara janji-janji tentara pendudukan Jepang adalah bagaimana yang disampaikan Jenderal Imamura (panglima Ekspedisi) kepada Bung Karno sepulangnya dari Padang, dengan pembicaraan di antara keduanya sebagai berikut : “Saya memanggil Tuan ke Jawa dengan maksud yang baik. Tuan tidak akan dipaksakan bekerja bertentangan dengan kemuan Tuna. Hasil pembicaraan kita, apakah Tuan bersedia bekerja sama dengan kami atau tetap sebagai penonton saja, sama sekali tergantung kepada Tuan sendiri,”
Menjawablah Bung Karno : “Boleh saya bertanya, apakah rencana Dai Nippon Teikoku untuk Indonesia?”
Menjawab Imamura, “Saya hanya Panglima Tertinggi dari tentara Ekspedisi. Tenno Heika sendirilah yang berhak menentukan, apakah Negeri Tuan akan diberi otonomi dalam arti yang luas di bawah lindungan pemerintahnya. Atau kah akan memperoleh kemerdekan sebagai negara bagian dalam suatu federasi dengan Dai Nippon. Ata pun menjadi negara meredeka dan berdaulat penuh, saya tidak dapat memberikan janji yang tepat tentang bentuk kemerdekaan yang akan diberikan kepada negeri Tuan. Keputusan yang demikian itu tidak dapat diambil sebelum peperangan ini selesai. Sungguh pun demikian, kami dapat memahami cita-cita dan syarat-syarat Tuan, dan ini sejalan dengan cita-cita kami.”
Kalimat Bung Karno selanjutnya adalah, “Terima kasih Jendral. Terima kasih, karena Tuna-lah orang yang mendepak Belanda yang terkutuk itu keluar. Saya mencobanya bertahun-tahun. Negeri saya mencoba selama berabad-abad. Akan tetapi Imamura-lah orang yang berhasil.” (Sukarno, Cindi Adams).
Sebagai hasil dari pertemuan Bung Karno dengan Jendral Imamura yang pertama ini, maka keluarlah gagasan Bung Karno sebagaimana yang dinyatakan kepada Bung Hatta sebagai berikut : “Kalau dilihat dari konsesi yang diberikan kepadaku di bidang politik, maka kekuasaan berada di tanganku. Sang Jenderal adalah seorang pemimpin militer. Ia mengetahui tentang senjata. Aku seorang pemimpin Politik. Aku mengetahui tentang pembinaan bangsa. Di dalam tanganku ia seorang bayi.” Lalu Bung Karno menggariskan rencanya kepada Bung Hatta malam itu juga.” “Dengan biaya Pemerintah Jepang akan kita didik rakyat kita sebagai penyelenggara pemerintahan. Mereka akan di didik untuk memberi perintah, tidak hanya menerima perintah. Rakyat dipersiapkan menjadi kepala-kepala dan administrator-adminsitrator. Mereka di didik untuk memegang roda pemerintahan guna suatu hari yang akan datang, pada waktu mana, kita mengambil alih kekuasaan dan menyatakan kemerdekaan. Kalau tidak begitu, bagaimana mungkin kita melengkapkan susunan pemerintahan tanpa personil?”
Tanpa menunggu jawaban atas keterangan itu, Bung Karno melanjutkan, Dulu, tiap kepala adalah orang Belanda ........... di mana-mana Belanda .............. Belanda  .... pendeknya setiap satu jabatan diduduki si Belanda Buruk! Dan rakyat cukup jadi pengantar surat saja atau pesuruh” Bung Hatta menambahkan, “Selalu dalam kedudukan menghambakan diri, selalu patuh.”
Sekarang rakyat yang kurus kering, diinjak-injak lagi, bebal ini, akan menjadi pejabat-pejabat dalam pemerintahan. Mereka, akan belajar membuat keputusan, mereka, akan mempelajari bagaimana melancarkan tugas, mereka, akan mempelajari bagaimana memberikan tugas. Saya sudah menanamkan bibitnya dan Jepang akan memupuknya. Janji-janji yang sedemikian, itulah yang diunngkapkan oleh penggubah cerita sebagai mantera yang berkembang menjadi segumpal daging. Ada pun Surya, berarti matahari yang menurut bahasa haqiqatnya adalah kekuasaan. Jadi Bathara Surya, berarti yang berkuasa (Kaisar, raja dan lain-lain). Dan kebetulan pula, yang berkuasa pada waktu itu, adalah Kaisar Jepang; yang mana dia menggunakan lambang matahari untuk simbol bendera pusaka negaranya. (Kaisar Hirohito, juga dikenal sebagai keturunan Dewa Matahari).
Sang bayi lahir melalui karna (telinga, bahasa Jawa). Namun, karna juga mempunyai arti bukalah. Ini mempunyai arti adanya kejadian yang tidak wajar atau adanya situasi yang darurat, yaitu di mana kekaisaran Jepang yang telah memberi janji kemerdekaan kepada rakyat Indonesia pada kenyataannya malah kalah perang, sehingga tidak bisa memenuhi janjinya kepada rakyat Indonesia secara mulus, Atau dalam keadaan aman dengan tidak adanya gangguan. Oleh karena itulah sang penggubah tidak lagi menggunakan jalan yang wajar sebagai jalan keluarnya sang bayi dari rahim ibunya, dalam hal ini adalah Vagina. Tetapi, bathara Surya, juga teteap ingin menunjukkan tanggung jawabnya dengan mengeluarkan bayi melalui karna (telinga). Ini melambangkan, walau Jepang mengalami kalah perang, dalam keadaan darurat, Jepang masih ingin menunjukkan jiw satrianya untuk bertanggung jawab terhadap janji yang pernah disampaikan kepada rakyat Indonesia, yaitu janji kemerdekaan.
Adapun arti Karna yang kedua adalah “Bukalah”. Ini mempunyai arti, dalam keadaan darurat, rakyat Indonesia haruslah melahirkan kemerdekan itu sendiri (Proklamasi).
Sebagai bahan renungan atas peristiwa menjelang kemerdekaan bangsa Indonesia ini, penulis sampaikan tentang tanggapan Prof. Ben Anderson di dalam buku “Gelora Api Revolusi” yang disunting oleh Colin Wild dan Peter Gary yang rasanya merupakan tanggapan yang obyektif, sebagai berikut ini :
Si Jakarta, cepatnya Tokyo menyerah, merupakan suatu peristiwa yang sangat menggoncangkan bagi para perwira Jepang. Seperti di katakan oleh salah seorang di antara mereka kemudian, tak obah perasaannya seperti seorang penumpang kereta api cepat yang dengan tiba-tiba di rem mati. Akan tetapi keputusan-keputusan harus diambil mengenai bagaimana menaggapi perintah Mountbatten (Jendral Sekutu). Bagi para Perwira yang langsung bertanggung jawab atas pemerintahan, tampaknya adalah bijaksana untuk menurut dengan patuh. Nyawa mereka sendiri, dan masa depan Kaisar serta negara mereka, tampaknya jati taruhan. Akan tetapi yang lain-lain, dalam kedudukan yang kurang diketahui oleh umu, dan yang bersimmpati dengan aspirasi nasional rakyat Indonesia, merasa bahwa Jepang akan kehilangan kehormatannya untuk selama-lamanya, apabila kemerdekaan yang telah didjanjikannya kepada Indonesia, kini dibatalkan dengan begitu saja. Yang terpenting perananannya di antara mereka adalah Laksaamana Madya Maeda yang cerdas dan berpikiran liberal yagn sebagai Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut Jepang di Jakarta, mempunyai kontak tidak resmi yang luas di kalangan kaum Nasionalis Indonesia.
.... Beberapa jam kemudian, Sukarno dan Hatta dibangunkan dari tidurnya, didorong masuk ke mobil yang sudah menunggu, dibawa ke Rangesdengklok, di Timur Laut Jakarta. Para pemuda penculik itu, kembali memaksa Sukarno – Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan, Akan tetapi, mereka kembali menolak. Sementara itu, Kenpetai (Polisi Militer Jepang) yagn sangat ditakuti itu telah mulai melakukan pencaran terhadap kedua pemimpin yang hialng itu.
Pada saat inilah, di pagi hari tanggal 16 Agustus, Laksama Maeda melakukan campur tangan yang menetukan, dengan menggunakan kontak-kontak pribadinya, ia berhasil mencapai kelompok di Rengasdengklok dan berunding tentang pengembalian Sukarno dan Hatta dengan menjajikan suatu pernyataan kemerdekaan yang sungguh-sungguh dan menjamin keselamatan para penculik itu. Dengan mengemukakan kemungkinan pecah keributan yang ganas apabila mereka tidak bersikap luwes, Maeda berhasil membujuk para penguasa militer Jepang untuk memeperbolehkan adanya suatu pernyataaan kemerdekaan, dengan syarat bahwa bunyi kata-katanya harus dapat diatur sedemikian rupa sehingga tdak terang-terangan menetang perintah Mountbetten. Susunan bahasanya yang terakhir, yang dikerjakan di rumah Maeda malam itu, adalah sebagai berikut :
“Kami bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, akan diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.”
Bagi para Penguasa Jepang, yang bertanggung jawab, anjuran yang terkadung dalam kata-kata singkat yang tidak dramatis ini ialah : Teruskan tapi jangan menyebutkan penyerahan kedaulatan dan jangan ada huru hara! (Gelora Api Revolusi hal.100).
Adapun lambang persaudaraan antara Bung Karno sebagai wakil rakyat Indonesia dan Tenno Heika, Kaisar Jepang adalah terlihat tatkala Bung Karno dan Bung Hatta diundang mengunjungi Tokyo. Bung Karno menceritakan sebagai  berikut :
Di Bulan Nopember Hatta dan aku diundang mengunjungi Tokyo untk menyampaikan terima kasih kepada Tenno Heika atas kemurahan hatinya. Kawan-kawan gelisah mendengar berita ini. Bung Karno, mereka berbisik sungguh-sungguh. Kami mendengar kisah-kisah yang menakutkan mengenai perbuatan Jepang terhadap para pemimpin dari negeri lain yang menghadap Kaisar dan entah bagaimana caranya para pemimpin ini kemudian tidak kembali.
“Apa yang terjadi?” tanyaku.
“Entahlah, akan tetapi, kata orang merka dijatuhkan dari pesawat terbang.”
Dengan kisah selamat jalan yang menyenangkan ini dalam pikiran  kami, maka Hatta dan aku pun berangkatlah.
Para pembesar tinggi pemerintah menyambut kedatangan kami di lapangan terbang dan mereka berusaha keras untuk menyenangkan hati kami. Menteri daerah seberang membawa kami melihat-lihat pemandangan di Tokyo. Yang lain lagi mengadakan jamuan dengan 15 macam makanan untuk kehormatan kami. Kami dibawa melihat pameran chrysant dengan kembangnya yang paling besar. Kami diberi kesempatan untuk berkeliling di daerah pedalam, untuk menyaksikan betapa rajinnya warga negara Jepang, dan untuk menyaksikan bahwa setiap jengkal tanah yang ditumbuhi tanaman makanan. Perdana Menteri Tokyo mengadakan resepsi di rumahnya. Dengan memulai makan secara Jepang yang disediakan di lantai menurut gaya dan adat mereka, kami kemudian beralih ke ruangan yang dilengkapi gaya barat dengan makanan barat pula, diikuti oleh gadis-gadis penari dan hiburan. Selama tujuhbelas hari itu mereka memperlakukan kamis ecara berkelebihan.
.... Pada waktu kami diterima oleh Kaisar, maka persoalannya menjadi lain (jelas). Selama tiga hari protokol mengkursus kami bagaimana harus bersikap di waktu menghadap. Sekian langkah maju, lalu rukuk. Sekina langkah lagi maju, rukuk lagi, maju rukuk lagi. Dengan memakai celana bergaris-garis dan jas hitam, khusus dibuatkan untuk audensi ini, kami melatih cara menunjukkan kesetiaan kami di muka kaca. Ketika ajudan mengiringkan kami dari ruangan depan ke ruangan mahkota dari istana kaisar, Hatta dan aku memperbaiki jas kami, menarik napas panjan sesaat dan ......... kami masuk. Aku hendak merukukkan badan ketika Kaisar mengulurkan tangannya menjabat tanganku.
Semua aorang kaget. Kemudian setelah upcara selesai, para pembesar yang terpesona melihat kejadian itu menyeletuk, “Ini adalah kejadian yang luar biasa. Tenno Heika tidak pernah berbuat demikian, kecuali bagi orang-orang besar luar negeri. Tidak pernah terjadi sebelum ini bahwa tangan yang maha suci ini menyentuh tangan yang rendah. Apakah artinya ini?
Setiap orang mulai menafsirkan peristiwa ini dan berteka-teki mencoba menangkap makna sesungguhnya dari kejadian yang membikin goncang dunia. Di Jakarta, Shumitsu dari Sendenbu menafsirkan, “Keterangannya hanya satu, Tenno Heika berbuat ini sebagai seorang kawan. Ini tanda yang baik dan menunjukkan bahwa Tuan, tidak lama lagi akan merdeka.”
Kalau diingat, bahwa dia tidak mengumumkan suatu tanggal yang pasti sebagai hari kemerdekaan kami, bagaimana tuan bisa ssampai pada kesimpulan ini?
Jika Tenno Heika menganggap tuan sebagai orang yang terjajah, tuan menjadi seorang abdi. Tentu dia tidak akan menjabat tangan tuan, menyentuh Tuan berarti bahwa dia menerima Tuan pada tingkatan politik yang tinggi. Selanjutnya, Tenno Heika menganugerahi Tuan medali bukan? Ya, yang tergantung di leher saya. Ini adalah bintang tertinggi yang dapat diberikan kepada Tuan yang melambangkan pemberian restu secara pribadi.”
Apa yang disampaikan Bung Karno itu, merupakan kenyataan dari kembang kasih sayang yang oleh sang penggubah dimisalkan dengan ikatan kasih sayang antara Bapak, Ibu dan Anak.
5. BASUKARNO TERDAMPAR DI ASTINA
Pada bab yang lalu, telah diuraikan bahwa kelahiran Basukarno adalah identik dengan kelahiran kemerdekaan Republik Indonesia, dan telah kita ketahui bersma, bahwa pusat komando dari berjuta-juta rakyat Indonesia pada waktu itu adalah Sukarno. Maka dengan dmeikian, sangatlah logis apabila Sukarno selaku sang Komando dilambangkan oleh sang penggubah dengan tokoh Sukarno atau Basukarno. Dimana hal ini juga, akan memudhkan kita di dalam memahami alur cerita selanjutnya.
Kembali kepada permsalahan terdamparnya Basukarno di negeri Astina, hal tersebut sampai terjadi oleh karena adanya beberapa sebab, yaitu yang prinsip adalah timbulnya rasa malu, sedang yang lain adalah dihanyutkannya Basukarno ke dalam sungai sebagai akibat wujud dari rasa malu itu sendiri.
Timbulnya Rasa Malu
Tatkala Ibu Kunthi Talibroto yan dalam hal ini mempunyai arti kemiripan dengan Ibu Pertiwi Indonesia (Wawasan Nusantara) melahirkan bayi Basukarno melalui telinga. Sedang Ibu Kunthi dikisahkan masih dalam keadaan perawan. Dengan keadaan yang serba aneh ini, muncullah rasa malu pada diri Ibu Kunthi. Apabila kita merenung sejenak dan berpikir secara teliti, maka kita akan mendapatkan dua masalah yang mempunyai arti bertentangan yaitu, keadaan masih perawan dan lahirnya bayi. Keadan masih perawan dan lahirnya bayi, yang sedemikian itu mempunyai arti keadaan sang Ibu yang belum siap untuk menanggung kelahiran itu sendiri termasuk di dalamnya menanggung beban perawatan terhaap sang bayi yan berul-betul membutuhkan persiapan mental yang matang yang tentunya juga keadaan pisik Ibu yang sehat. Bukankah untuk merawat bati dibutuhkan susu tambahan apabila sang ibu sakit-sakitan? Bukankah diperlukan untuk membeli atau mencari obat apabila sang bayi ditimpa sakit? Dan, sebagainya ....... dan, sebagainya.
Jadi, ungkaapn perawan dan kelahiran dalam gubahan ini mempunyai arti antara ketidak mampuan dan tugas. Tugas sangat berat bagi ibu yang sakit-sakitan, dan proses kelahiran yang serba darurat, dan tuga merawat bayi yang ditimpa bermacam-macam penyakit. Tugas yang sangat berat ini rasanya tidak mampu bagi ibu Kunthi untuk melaksanakannya, sehingga timbullah rasa malu sebgai konsekuensi ketidak-mampuannya di dalam memikul beban. Ungkapan yang sedemikian ini, sangat cocok untuk menggambarkan situasi menjelang lahirnya kemerdekaan Republik Indoneia.
Bagaimana tidak cocok? Bukankah Ibu Pertiwi telah lama dikoyak-koyak oleh Kolonial Belanda selama tiga setengah abad. Dengan senegaja rakyat diperbodoh, dijadikan sebagai bangsa pesuruh yang dihinakan. Kekayaan alamnya diangkut, sebagian didbawa ke negaranya dan sebagian lagi di jula ke negara lain. Rakyat dipekerjakan dengan kerja paksa. Yang menetang secepat mungkin ditangkap, diasingkan ke daerah  yang terpencil sebagai sarangnya apenyakit malaria. Pendek akta, Belanda dengan sengaja ingin menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa budak, bangsa menghamba yang patuh.
Begitu pula tentang kedatangan bala tentara Dai Nippon di samping juga ada baiknya, juga telah menguras habis-habisan semua yang ada dari kekayaan yang ada di wilayah Indonesia, untuk membiayai perangnya melawan sekutu. Keadaan yang demikian inilah, kemudian oleh sang penggubah digambarkan sebagai seorang Ibu yang kurus kering, yagn berada di tengah hutan yang terkenal angker banyak dedemitnya.
Bayi Basukarno dengan ibu yang penuh derita, serta lingkungan yang gawat dengan ancaman yagn mematikan dari banyak jurusan, ini melambangkan keadaan Republik Indonesia setelah diproklamirkan kemerdekaannya, yang keadaannya sebagai  berikut :
Keadaan Dalam Negeri :
Telah kita ketahui bahwa, peraltan perang yang dimiliki bangsa Indonesia, pada awal kemerdekaan, adalah warisan dari sebagian peralatan perang yang dimiliki tentara Dai Nippon dengan jumlah yang terbatas tentunya. Senjata-senjata tersebut bukanlah diterima begitu saja, tetapi sebagian besar direbut terlebih dahulu dengan jalan kekerasan, sehingga tidak sedikit dari pejuang-pejuang kita menemui ajal sebagai kusuma bangsa.
Dari peroleha senjata tersebut, selnjutnya dipergunakan untuk mengadakan perlawan terhadap agresi Belanda yang pertama dan kedua yang persenjataannya jauh lebih moderen dari yang kita peroleh. Dengan perlawanan yang gigih dan dukungan dunia Internasional yang simpatik terhadap perjuangan rakyat Indonesia, termasuk dukungan dari Badan Organisasi Dunia PBB dengan resolusinya untuk menghentikan agresinya di Indonesia.
Dan harap diketahui, bahwa sebelum keluarnya resolusi PBB tersebut, pihak Belandan pada tanggal 27 Mei 1948, melangsungkan Konferensi Negera-Negra Federal yang diadakan di Bandung, dengan tujuan tidak lain untuk memecah belah Negara RI menjadi negara yang lecil-kecil. Dengan demikian akan mudah untuk diadu domba dan dihancurkan, hal tersebut kelak mempunyai dampak negatif pada masa perkembangan pemerintahan RI.
Pada tanggal 23 Agustus 1949, Konferensi Meja Bundar mulai di adakan di Den Haag negeri Belanda sebagai kelanjutan penghentian agresi Belanda. Konferensi itu selesai paa tanggal 2 Nopember 1919. Adapun hasil-hasil KMB sebagai berikut :
1.         Belnada mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
2.         Konstitusi (Undang-Undang Dasar) dipermaklumkan kepada Kerajaan Belanda.
3.         Status Karesidenan Irian akan diselesaikan dalam waktu setahun setelah pengakuan kedaulatan.
4.         Akan didirikan UNI Indonesia Belanda berdasarkan kerja sama dan secara suka rela serta persamaan derajat.
5.         Pengembalian Hak Belnada oleh RIS dan pemberian hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan.
6.         RIS haru membayar hutang Belanda yang diperbuatnya semenjak tahun 1942.
Selanjutnya  pada tanggal 15 Desember diadakan Pemilihan Presiden RIS dengan calon tunggal Ir. Sukarno. Ia dipilih secara aklamasi menjadi presiden RIS pada tanggal 16 Desember 1949. Dan keesokan harinya ia diambil sumpahnya sebagai presiden.
Baru saja Republik Indonesia Serikat berdiri, timbul gangguan-gangguan keamanan dalam negeri yang didalangi kaum koloniallis di kalangan orang-orang Belnada dengan batuan kaki tangannya di kalngan orang-orang Indonesia sendiri. Kaum Kolonialis Belanda tidak ingin kehilangan kekuasaan ekonominya yang telah diperjuangkannya sejaknzaman VOC abad ke tujuh. Mereka ingin tetap menguasai perkebunan serta perusahaan-perusahaan lainnya dengan arti sepenuhnya seperti semasa pemerintahan Hindia Belanda. Mereka menduga selama negara-negara bagian RIS tidak dipegang oleh orang-orang  Repubik yang terdiri dari oang-orang Nasionalis, dengan dukungan aparat Angkatan Perang  Republik Indonesia Serikat (APRIS) yang berasal dari TNI, maka perenan mereka tidak akan berkurang, begitu pula apabila yang terjadi sebaliknya, maka habislah riwayat mereka. Karena itulah, kaumm kolonialis mencoba mencegah hapusnya negara-negara bagian RIS, dan menghalang-halangi masuknya pasukan PARIS dan TNI ke daerah-daerah.
Ada tiga macam gerakan yang mereka lancarkan dalam ranggka usaha ini. Pertama, gerakan angkatan perang Ratu Adil (APRI) di Jawa Barat, kedua gerakan KNIL i bawah pimpinan Andi Aziz di Sulawesi Selatan dan yang ketiga Republik Maluku Selatan RMS di daerah Maluku Tengah.
Para prajurit TNI yang baru beberapa bulan saja keluar dari medan gerilya dan baru saja disusun dalam kesatuan-kesatuan APRIS, di mana mereka belum sepat mempelajari taktik perang frntal, segera mereka harus berperang kembali untuk mempertahankan kedaulatan negara dari rongrongan sisa-sisa kolonialisme yang bersenjata lengkap, terlatih penuh dan bergerak di daerah yang mereka kenal.
Awal peristiwa yang harus mereka hadapi, adalah pemberontakan APRA di Jawa Barat yang dipimpin oleh seorang kapten Belanda bernama Westerling, seorang algojo ketika bertugas di Sulawesi Selatan yang telah menembak mati secara massal tidak kurang dari 40.000 orang tanpa perikemanusiaan.
Golongan APRA terdiri atas KNIL dan polisi yagn sedang dalam keadaan bimbang dengan perkembangan situasi. Mreka takut masuk APRIS yang intinya dari TNI. Dan mereka enggan pergi ke negeri Belanda, sebab itu mereka lebih tertarik apda alternatif ketiga, yaitu masuk tentara negara bagian RIS yang tdiak dibawah APRIS itu sendiri, suatu hal yang mustahil.
Gerakan mreka pertama kali di Bandung pada tanggal 23 Januari 1950, di mana mereka mengadakan serbuan mendadak dan menembak mati hampir semua TNI yang mereka jumpai di jalan. Tidak kurang dari 70 orang TNI yang gugur karena sekonyong-konyong ditembak begitu saja.
Pangliam Belanda di Bandung mula-mula tidak mengambil tindakan apa-apa, meskipun hampir seribu anggotanya aterlibat dalam aksi teror itu. Tetapi akhirnay diperintahkan oleh Komissaris Tinggi Belanda, untuk menghalau pasukan-pasukan Westerling ke luar kota, dan oleh pasukan APRIS yang dikirim dari luar kota, akhirnya gerombolan itu dapat ditawan.
Adapun gerakan APRA di Jakarta terjadi, berkat kerja sama dengan Sultan Hamid II dari Pontianak dengan maksud coupd’etat (perebutan kekuasaan) dengan jalan menyerbu sidang kabinet, dan membunuh semua menteri Republikein. Operasi ini dapat diketahhui sebelumnya oleh pihak intelejen, dan para pelakunya termasuk Sultan Hamid II ditangkap untuk kemudian diadili, sementara Weterling meloloskan diri ke luar negeri dengan pesawat Belanda.
Peristiwa kedua adalah peristiwa pemberontakan APRIS ex KNIL di Ujung Pandang, di bawah pimpinan Kapten Andi Azis. Gerakan ini mempunyai tujuan mempertahankan negara bagian Indonesia Timur dengan bekas KNIL sebagai aparat militernya. Mereka menolak masuknya pasukan APRIS Ex TNI ke Sulawesi Selatan.
Tepat pada tanggal 5 April 1950, Kapten Andi Azis bergerak dan menawan Letnan Kolonel A.Y. Mokoginta, yang baru saja diangkat sebagai Panglima Tentara untuk teritorium Indonesia Timur dan baru saja membuka stafnya dengan satu pasukan kecil untuk detasemen pasukan-pasukan Belanda yang masih ada di Ujung Pandang. Dan untuk mengatasinya, Pemerintah mengirimkan suatu angatan tugas di bawah pimpinan Kolonel Alex E. Kawilarang pada tanggal 5 Mei 1950, tak terhindar lagi pertempuran terbuka antara expedisi APRIS melawan pasukan Belanda yang memihak kepada pemberontak.
Pertempuran ini memakan waktu kurang lebih 4 bulan, dan akhirnya, terjadi kata sepakat antara Komandan Pasukan Expedisi APRIS dengan Komandan Belanda untuk mengakhiri perang. Pihak belanda segera diungsikan ke Jakarta dan APRIS dapat sepenuhnya menguasai keadaan.
Dalam perkembangan berikutnya, seorang dalam pemberontakan Andi Azis yakni Dr. Chr. Soumoukil, pada waktu itu Jaksa Agung Negara bagian Indonesia Timur, dengan diam-diam pergi ke ambon, dan di sana berhasil mempengaruhi anggota KNIL yang masih dalam keadaan bimbang itu untuk membentuk apa yang dinamakan Republik Maluku Selatan (RMS).
Proklamasi RMS dilakukan pada tanggal 25 April 1950, dan sejak saat itu, masyarakat Maluku Tengah diteror untuk mengikuti jejak mereka. Selama 3 bulan, pemerintah berusaha memecahkan masalah RMS secara damai, tetapi uluran pemerintahitu, sama sekali merek tolak. Maka tiada jalan lain untuk mematahkan pemberontakan kecuali dengan jalan adu kekuatan senjata.
Pada tanggal 14 Juli 1950, pasukan APRIS mulai mendarat, dan pada Bulan Desember, seluruh Maluku Tengah dapat direbut kembali, sedang kaum pemberontak melarikan diri ke gunung-gunung dan hutan-hutan Pulau Seram. Baru pada tanggal 2 Desember 1963, Dr. Soumoukil yang menganggap dirinya sebagai Presiden RMS tertangkap, dan kemudian diadili oleh Mahkamah Militer Luar Biasa, dan dijatuhi pidana mati.
Bukan ini saja, rongrongan yang dihadapi APRIS, karena dalam kurun waktu yang tidak lama, muncul pemberontakan Darul Islam Inonesiayang telah membentu Negara Islam Indonesia (NII) dengan sebuah Tentara Islam Indonesia sebagai angkatan perangnya. Pemberontaka ini terjadi di Jawa Barat, dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo.
Gerakan ini dimulai ketika Jawa Barat kosong sebagai akibat dari perjanjian Renville pada tahun 1948 yang mengharuskan pasukan TNI ditarik mundur ke daerah Republik Indonesia, sementara pasukan Hizbullah dan Sabilillah tetap menduduki wilayah yang ditinggalkan pasukan TNI dan tidak dapat diisi oleh pasukan Belanda. Dari sini mereka kemudian  bergabung dan menamakan diri Darul Islam (DI) dan pada tanggal 4 Agustus 1949, mereka memproklamirkan apa yang dinamakan Negara Islam Indonesia (NII).
Ketika TNI kembali ke daerah Jawa Barat, setelah Belanda melancarkan aksi-aksi militer ke II, kecuali harus menghadapi sisa-sisa kolonial, juga mendapatkan perlawanan dari Darul Islam.
Sejak itulah, Pemerintah mulai mengakan penumpasan terhadap pemberontak tersebut. Usaha ini memakan waktu yang cukup panjang, hal tersebut disebabkan adanya kerjasama antara pemberontak dengan golongan subversif asing (Belanda) yang juga berusaha merongrong kekuasan Republik Indonesia di pelbagai daerah.
Di Jwa Tengah, terbentuk juga adanya darul Islam, yang secara tidak langsung mempunyai hubungan. Unsur penyeebab Amir Fatah yang membentuk Majlis Islam di daerah Tegal, Brebes, dan Mohammad Mahfudh Abdul Rahman (Kyai Sumolangu) dengan Angkatan Umat Islam di Daerah Kebumen. Gerakan ini hendak bergabung dengan NII Kartosuwiryo di daerah Jawa Barat. Mulai tahun 1952, gerakan ini menjadi kuat, karena mendapat bantuan dari Batalion 423 dan 426 yang memberontak terhadap Pemerintah.
Untuk menghadapi kekuatan baru ini, maka Pemerintah membantuk pasukan yang kuat yang disebut Banteng Raiders. Dengan pasukan baru ini segera dilancarkan serangkaian operasi kilat yang disebut Gerakan Banteng Negara (GBN). Baru pada tahun 1954, gerombolan ini baru bisa dihancurkan dan sisanya banyak yang menyerah.
Di Aceh, juga timbul rongrongan terhadap pemerintah yagn dilakukan oleh Tengku Daud Beureueh dengan pengikutnya. Faktor penyebabnya adalah, adanya rasa kekhawatiran akan kehilangan kedudukan dan rasa kecewa diturunkannya kedudukan Aceh dari Daerah Istimewa menjadi Karesidenan di bawah propinsi Sumatra Barat.
 Tengku Daud Beureueh, tadinya menjabat Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh. Sehingga ketika tahun 1950, kedudukan Aceh diturunkan dari propinsi menjadi karesidenan, dari sini Tengku Daud Beureueh merasa diturunkan dan tidak puas, dan pda tanggal 21 Septemeber 1953, mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa Aceh merupakan negara bagian dari NII di bawah Imam Kartosuwiryo. Segera Tengku Daud Beureueh mengadakan gerakan serentak menguasai kota-kota yang ada di Aceh. Mereka juga mempengaruhi rakyat dengan jalan propaganda yang memburukkan pemerintah RI.
Untuk menghadapi gerakan ini, pemerintah tarpaksa memakai kekuatan senjata. Sedikit-demi sedikit pasukan Tengku Daud Beureueh dapat diisolasi, mereka didesak oleh TNI dari kota-kota yang didudukinya. Dengan memberikan penerangan kepada rakyat untuk menghilangkan salah paham dan mengembalikan kepercayaan kepada pemerintah, akhirnya pada tanggal 17 sampai 21 Desember 1962, diadakan musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh atas prakarsa Panglima Daerah Militer (PANGDAM) I Iskandar Muda Kolonel M. Yasin. Prakarsa Pangdam I ini ddidukung oleh tkoh-tokoh pemerintah daerah Aceh dan masyarakat umumnya.
Di Sulawesi Selatan, juga timbul gerakan Darul Islam, yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Gerakan ini banyak memakan waktu, tenaga dan biaya pemerintah, karena gerakan ini telah dimulai pada tahun 1951, dan didukung oleh faktor medan yang memang sudah lama dijelajahi oleh mereka, dan juga mereka lebih mengenal sifat rakyat setempat. Sehingga, rasa kesukuan berhsil ditanamkan oleh gerombolan dan berakar di hati rakyat.dapun sebab utama pemberontakan ini sebenarnya ialah :
1.         Ambisi Kahar Muzakar, untuk mendapatkan kedudukan pimpinan dalam APRIS (TNI). Selama perang kemerdekaan Kahar Muzakar berjuang di Jawa, setelah perang selesai, ia dipindahkan ke daerah asalnya dan memimpin laskar gerilya di Sulawesi Selatan, yang terkenal dengan KGSS.
2.         Kahar Muzakar menghendaki agar semua anggota KGSS diterima ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan ini tidak dapat dipenuhi oleh karena pihak pemerintah menghanedaki adanya penyaringan untuk mendapatkan anggot APRIS yang benar-benar memenuhi syarat untuk menjadi prajurit, baik mental mau pun fisik. Pendek akta, pemerintah hanya menerima anggota KGSS yang lulus dalam penyaringan. Kaha Muzakar sendiri sudah diberi pangkat Letnan Kolonel dan perlengkapan bagi anggota KGSS yang dianggap memenuhi syarat untuk msuk tentara. Sayangnya, uluran tangan pemerintah ini tidak diterima oleh Khar Muzakar, ia bersikap mutlak-mutlakan.
Pada Bulan Agustus 1951, Kahar Muzakar beserta pasukannya melarikan diri ke hutan dengan membawa perlengkapan senjata yang  didapatnya. Pada tahun 1952, kahar Muzakar menyatakan daerah Sulawesi Selatan adalah bagian dari NII di bawah Imam Kartosuwiryo.
POLITIK LUAR NEGERI
Politik luar negeri Republik Indonesia setelah penyerahan kedaulatan oleh Belanda terhadap pemerintah Reublik Indonesia apda tahun 1949, banyak dicurahkan pada pembebasan Irian yang masih dikuasai Kolonial Belanda. Wakau pun piha Belanda sudah berjanji akan menyerahkan Irian satu tahun setelah ditanda tangani Konferensi Meja Bundar di Den Haag, tetapi nyatanya, setelah ditunggu-tunggu dalam waktu yang cukup lama, janji Belanda tersebut tak penah kunjung datang. Belanda masih enggan untuk menyerahkan dengan berbagai macam alasan yang dibuat-buat. Oleh Belanda yang sedemikian itu telah mengingatkan pejuang-pejuang kita untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang lalu, tentang janji-janji Belanda terhadap perlawanan nenek moyang kita sebagai mana yang dialami Pangeran Diponegoro, Paku Buwono VI, dan pahlawan-pahlawan lainnya, merupakan tipu muslihat yang sangat licik tanpa mengindahkan nilai-nilai kepahlawanan.
Juga Bung Karno, sebagai sang komandan, hafal sekali akan perilaku Kolonialis Belanda, yang dapat disimpulkan dari lakon pribadinya sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, yang sering keluar masuk penjara demi memperjuangkan nasib bangsanya yang tertindas. Belnada mempunyai kelihaian yang luar biasa di dalam merayu untuk bisa mengambil hati orang-orang Indonesia untuk bisa dijadikan antek-anteknya.
Sebagai kelanjutan dari situasi keamanan yang terus menerus mendapat ancamandan gangguan dari bermacam-macam golongan dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda, telah menempatkan Republik Indonesia pada suatu keadaan yagn sangat gawat. Hampir-hampir makna dari kemerdekaan suatu bangsa musnah tidak ada artinya, karena bagaimana pun juga kemerdekaan suatu bangsa adalah lambang kemakmuran dan ketenteraman. Sementara kemerdekaan republik Indoneisa yang diproklamirkan beberapa tahun yang lalu, jauh mendapatkan itu semua, tetapi justru sebaliknya, rongrongan menghantam silih berganti, hingga memuncak menodai harga diri.
Keberadaan Republik Indonesia tidak ubahnya sebagai sumber gunjingan yang memalukan, sampai-sampai Republik Indonesia mendapatkan gelar dari negara Belanda dan sekutunya sebagai si SAKIT dari Asia. Dan sepantasnya, dalam keadaan yang dmeikian ini, apabila Ibu Pertiwi merasa malu, segala daya upaya telah dicurahkan untuk menyelamatkan kemerdekaan. Negara membutuhkan dana, negara membutuhkan senjata dalam jumlah yang besar untuk menyelamatkan kedaulatan negara dari segala rongrongan yang masih akan terus menimpa, baik yang datangnya dari luar atau dari dalam negeri itu sendiri. Ibu Pertiwi rasanya sudah tidak mampu lagi untuk menanggung rasa malu. Maka, demi untuk mengatasi keadaan yang gawat dan terpenuhinya kebijaksanaan Politik Luar Negeri kita, yakni merebut kembali Irian, dengan terpaksa Ibu Pertiwi mempersilahkan kepada sang Komandan Bung Karno untuk menentukan arah berkiblat di dalam mendapatkan penopang pohon kemerdekaan yang hampir rubuh. Bung Karno harus mendpatkan dana yagn cukup, Bung Karno harus mendapatkan senjata yagn memadai, dan juga harus medapatkan dukungan yang luas, mana kala harus menghadapi Belanda dengan penyelesaian perang terbuka.
Maka tidak bisa dipungkiri lagi, Bung Karno harus memalingkan mukanya ke negara-negara Blok Sosialais, dan diterima dengan suka cita, setelah berpaling ke negara-negara Blok Barat tidak begitu diperhatikannya, bahkan lebih dari itu, sering disakitinya. Bung Karno di amta negara-negara barat bagaikan orang gila, oleh akrena perbuatan Bung Karno yang selalu berteriak Merdeka! Di tiap negara yang disingghinya dari negara-negara yang tertindas. Bangsa-bangsa tertindas dibangunkan, mereka diajak menyongsong fajar kemerdekaan, melepaskan diri dari belenggu penjajah terkutuk, yang pada umumnya masih merajalela. IA menindas bangsa-bangsa Asia Afrika. Bahkan lebih jauh, Bugn Karno telah berusaha sekuat tenaga untuk menghimpun kekuatan baru dari negara-negara yang dalam kurun waktu telah diremehkan oleh bangsa-bangsa lain. Pendek akta, Bung Karno telah banyak emnyusahkan jalannya roda imperialis barat yang apda umunya negara-negara penjajah tersebut telah bergabung dalam NATO. Maka, sebagai akibatnya, Bung Karno di cap sebagai musuh nomor wahid, segala macam teror, fitnah, olok-olok harus ditimpakan pada Bung Karno. Begitu pula segala macam bantuan dalamarti yag luas, haruslah disumbat rapat-rapat. Aapbila bantuan yang bersifat perlengkapan militer, betl-betul harus ditiadakan sama sekali.
Apa boleh buat, Bung Karno harus terdampar di daraan negara-negara Komunis. Keadaan Bung Karno pada khususnya dan keadaan negara pada umumnya apda saat yang sedemikian ini, oleh sang Penggubah telah diungkapkansebagai dihanyutkannya bayi Basukarno ke dalam sungai dan terdampar di Negeri Astina. Di mana hanyutnya bayi Basukarnodibawa arus sugnai mempunyai kemiripan makna dengan menetukan arah berkiblat. Aalagi dengan terdamparnya sang bayi dan ddibesarkan di daratan Astina yagn sedemikian itu, juga mempunyai persekutuan makna dengan terdamparnya Bung Karno di negraa-negara Komunis dan mendapatkan bantuan dari mereka
6. BASUKARNO DIBESARKAN OLEH ASTINA (KURAWA)
Indonesia, di mata negara-negara blok Komunis, apabila diibaratkan dengan wanita, maka kedatangannya di negara-negara Komunis, laksana datangnya seorang gadis cantik jelita setara di hadapan seorang lelaki beringas yang lagi kesepian. Kedatangannya jelas akan diterima dengan tangan terbuka, oleh karena  cantik dan jelitanya serta bersemayam di dalamnya sesuatu yang dengannya bergantung harapan masa depan. Maka apa yang diminta dan yang dikehendaki pasti akan dikabulkan, bahkan tidak diminta pun akan diberikan.
Indonesia, bagaikan gadis manis jelita setara, oleh karena apabila kita amati dengan seksama, lalu kita hubungkan dengan kepentingan negara-negara blok komunis, maka jatuhnya Indonesia ke pangkuan mereka merupakan pukulan maut bagi negara-negara Barat khususnya yang bergabung pada NATO. Dari Indonesia, negara-negara Blok Komunis di bawah pimpinan UNI SOVIET mempunyai ancang-ancang baru untuk lebih bisa mengokohkan kedudukannya dari ancaman NATO yang bisa dilanjutkan dengan ekspansionismenya.
Keberadaan Malaysia yang sulit ditembus faham komunisme, bahkan merupakan negara yang anti, merupakan penghalang besar bagi langkah-langkah ekspansi mereka. Namun, dengan jatuhnya Indonesia ke pangkuan mereka, kelak penghalang tersebut akan menjadi mudah untuk disingkirkan. Dn sempurnalah tujuan mereka.
Sebenarnya. Kondisi Indonesia untuk memihak atau menentukan arah kiblat ke salah sar=tu dari dua negara adidaya ibarat makan buah simalakama. Berpihak kepada Blok Barat yang mayoritas anggotanya adalah negara-negara kolonialis Barat yang masih banyak bercokol menindas bangsa-bangsa Asia Afrika, ini mempunyai arti, kita memberi dukungan. Kita menerima sesuatu dari bantuannya berarti sedikit banyak kita haeus siap dituntut untuk membayar sesuatu yang dimintanya sebagai balas budi. Apabila kita membantu mereka didalam menindas bangsa-bangsa penjajah, atau paling tidak kita tutup mulut, maka yang sedemikian itu telah mengukir di dalam sejarah kita sebagai bangsa yang tidak beradab, dan sekaligus telah bertentangan dengan falsafah Pacasils dan UUD 1945.
Begitu pula apabila kita berkiblat kepada blok Timur (Komunis) berarti telah menduakan Pancasila dengan sesuatu ideologi yang bukan saja berlainan, melainkan juga bertentangan.
Pancasila, berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, sedangkan Komunis,a dalah Atheistis (tidak percaya kepda Tuhan). Pancasila ber-azaskan Persatuan Indonesia, Komunis berdasarkan Internasionalisme. Pancasila berazaskan kerakyatana yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-/perwakilan, Komunisme berlandaskan pertarungan antar kelas. Kaum Komunis di mana pun akan berusaha merebut kekuasaan negara. Di Indonesia, hal itu dicoba dengan pemberontakan Madin pada tahun 1948.
Antara tahun 1950 sampai tahun 1953, Republik Indonesia, banyak menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara blok Barat, tetapi sejak tahun 1954, Republik Indonesia mulai banyak membuka hubungan diplomatik dengan UNI SOVIET dan negara-negara Komunis lainnya. Hubungan Diplomatik tersebut dilanjutkan dengan kunjungan muhibah yang dilakukan oleh Bung Karno ke negara blok Timur pada bulan Agustus 1956. Dan di susul kemudian dengan kunjungan balasan Presiden UNI SOVIET Worosilove ke Indonesia. Kunjungan  Worosilove ke Indonesia ini telah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh PKI untuk propaganda bagi perjuangan kaum Komunis di Indonesia. Memang luar biasa hasil kunjungan Bung Krano ke negara-negara blok Timur dengan spontan hampir-hampir apa yang dibutuhkan Bung Karno terpenuhi. Tanpa merengek-rengek mereka sudah tahu kebutuhan yang diperlukan, ditawarkan apa yang di anggap penting bagi Bung Karno, dari yang bersifat umum berupa bantuan dana untuk membiayai kelangsungan hidup Republik Indonesia dan yang bersifat khusus yang berupa kelengkapan militer yang canggih pada sat itu, sekaligus sebagai ganti dari kelengkapan peralatan perang warisan tentara Jepang yang sudah usang. Dari pesawat Tempur, armada kapal laut, kendaraan lapis baja sampai peluru diperbantukan dengan senyum yang manis tanpa menunjukkan kecongkakan jiwa, apalagi proses administrasi yang berbelit, sama sekali tidak ada. Bahkan lebih dari itu, hal-hal yang bersifat pribadi diperhatikan sekali. Dari es Podeng, buah anggur, apel dan lain-lain selalu dikirim dari negara mereka. Lain halnya dengan negara-negara barat, baru mau dikunjungi, mereka sudah menunjukkan kecongkakan jiwanya, pers Barat sudah berani mengolok-olok dan memberikan dakwaan yang bukan-bukan kepada Bung Karno. Dengan demikian, bagi Bung Karno berkunjung ke Barat mendapat empedu, berkunjung ke Timur mendapat madu.
Memberi bantuans enjata kepada Bung Karno dan tidak memberi bagi Barat adalah sama beratnya, memberi senjata kepada Bung Karno sangatlah berahaya, karena bisa jadi akan menjadi senjata makan tuan. Tidak memberi, Barat akan kehilangan muka di mata rakyat Indonesia, lebih lagi Barat akan kehilangan persahabatan.
Apabila Bung Karno memalingkan mukanya ke blok Komunis, akan lebih sial lagi, karena merupakan kemungkinan besar apabila Indonesia akan menjadi musuh di garis depan bagi Barat. Indonesia telah dikenal sebagai negara yang cukup luas dan padat penduduknya. Apalagi ditopang dengan persenjataan dari blok Komunis dalam jumlah yang memadai, jelas ini merupakan ancaman baru yang apabila betul-betul terjadi, akan merepotkan kedudukan Barat, sehingga keberadannya harus betul-betul diperhitungkan dengan cermat. Sudah cukup banyak kepentingan-kepentingan Barat yang diporak-porandakan Bung Karno, khususnya di wilayah pendudukan atau di negara-negara yang baru memproklamirkan kemerdekaannya. Mereka dibangunkan dan digalang untuk menjadi kekuatan baru untuk menentang segala macam bentuk penjajahan. Mungkin oleh karena peran Bung Karno di dalam membantu perjuangan bangsa tertindas nilah, Bung Karno oleh Raja Kediri Jayabaya diberi gelar sebagai Ratu Rinenggeng se Jagad.
Memang, tindakan demi tindakan itu akan berakibat untung dan rugi, begitu pula tindakan Bung Karno tidak bisa dilepaskan dari untung dan rugi, baik untuk dirinya atau negara dan bangsanya atau untuk negara-negara tertindas yang dibelanya. Begitu pula halnya, bagi negara-negara Barat, menimang-nimang Bung Karno dengan kasih sayang, memenuhi apa yang dimintanya, rasanya tidak mungkin, melepaskan begitu saja juga berbahaya. Sehingga berpalingnya Bung Karno ke blok Timur, ini merupakan kekalahan atau kerugian bagi Barat. Tetapi blok Barat tetap berusaha untuk menutup kerugian, dengan jalan apa pun juga. Dan jalan itu harus didapat. Konfrontasi langsung dengan menggunakan senjata menghadapi Indonesia terlalu besar resikonya, oleh karena bagi Bung Karno tidak terlalu sulit untuk memanfaatkan sukarelawan-sukarelawan dari negara-negara Asia Afrika dan bantuan langsung dari negara-negara Komunis, sungguh yang demikian itu sangat melelahkan, sementara mereka sudah jenuh dengan perang. Maka, satu-satunya jalan adalah, membantu pemberontak di seluruh wawasan Nusantara. Demikianlah pengaruh kekuasaan dua blok negara adidaya yang muncul setelah perang dunia ke dua. Munculnya dua kekuatan yang saling berhadap-hadapan, yaitu Amerika dengan NATO-nya Uni Soviet dengan PAKTA WARSAWA-nya. Kedua kekuatan raksasa yang masing-masing mempunyai sistem sosial politik dan dan bentuk pemerintahan yang berbeda. Mereka berlomba-lomba membentuk dan mengembangkan kekuatannya secara politis dan militer, yang meliputi pengembangan senjata modern.
Situasi pertentangan dengan tanpa perang terbuka, terkenal dengan istilah perang dingin. Dan pengaruh dari kedua kekuatan tersebut, mulai mengakar dan tumbuh subur di Indonesia. Blok Timur masuk dengan mudah melalui PKI dengan perlindungan Presiden Sukarno, yang telah menerima bantuan yang cukup banyak dari negara-negara Komunis. Begitu pula, blok Barat masuk dengan gampang melalui pintu-pintu terbuka dari golongan-golongan kaum pemberontak di seluruh wawasan Nusantara.
Bung Karno untuk sementara bisa bernafas berkat bantuan dari negara-negara Komunis. Tetapi, sebagai imbangannya, Bung Karno sebagai pemimpin Bangsa Indonesia, juga harus melindungi kepentingan propaganda Komunisme, serta memberi angin kepada PKI dari segi Politik, sosial budaya. Tanpa disadari, imbal balik ini telah memanaskan situasi dalam negeri yang memang sudah menghangat.
Rasanya sulit untuk menyalahkan Bung Karno karena tindakannya menerima bantuan dari negara-negara blok Timur, hal itu dilakukan oleh karena dalam situasi darurat, sebagaimana situasi yang telah diuraikan di atas. Masalahnya sekarang, apakah kaibat dari transaksi imbal balik  ini? Dan bagaimanakah Bung Karno mengatasi maslah-masalah yang terkait dengan transaksi yang dilakukannya?
PECAHNYA DWI TUNGGAL
Setelah dibukanya hubungan diplomatik dengan negara-negara blok Timur (Komunis) maka kedudukan PKI makin lama makin kokoh, karena PKI lebih mudah untuk bsia berhubungan langsung dengan sumbernya, sehingga sangat mudah untuk mendapatkan bantuan yang dibutuhkan termasuk pembinaan tentang taktik dan strategi.
Walaupun tujuan utama membuka hubungan diplomatik dengan blok Timur, pada mulanya adalah haluan politik luar negeri kita yaitu “bebas Aktif”, tetapi oleh karena situasi pada saat itu telah memaksa bertindak lain, maka berkembanglah dari hubungan diplomatik menjadi kerjasama yang erat sekali bahkan seolah-olah Republik Indoneisa sudah merupakan salah satu anggota blok Timur. Hal ini terjadi disebabkan royalnya blok Timur di dalam menyalurkan bantuannya kepada Indonesia yang memang sangat membutuhkan di samping adanya kemiripan makna antara Internasionalisme Bung Karno dan internasionalismenya Komunis.
Begitupula sebagai pihak pertama, Bung Karno menyampaikan terima kasihnya kepada blok Timur yang membantunya dengan imbalan memberi angin kepada PKI. Selanjutnya PKI yang merasa mendapatkan perlindungan dari Bung Karno, sesuai dengan landasan “pertarungan antar kelas”, maka dengan gigihnya PKI meningkatkan aksi propagandanya dengan teror sekali pun.
Pada tahun 1955, pertarungan politik antar berbagai golongan juga mulai menyusup ke tubuh angkatan perang. Hal ini terbukti ketika pada tanggal 14 Desember 1955, Perdana Menteri Burhanuddin Harahap menghadiri upacara pelantikan tiga perwira tinggi AURI yaitu Wiweko, Suyono dam Roslan, seorang sersan pasukan gerak cepat bernama Kalebos telah memukul salah sorang dari mereka, bahkan merebut bendera upacara pengangkatan sumpah, pendek kata menggagalkan sluruh upacara.
Pembangkan seorang sersan PGT ini, atas keputusan pemerintah yang kemudian tidak ditindak, jelas membuka pintu lebar-lebar bagi infiltrasi PKI ke dalam tubuh AURI, mendiang Suryadarma mengeluarkan dari AURI Komodr Udara Wiweko, Komodor Roslan dan perwira Dick Tamini.
Begitupula, tatkala Bung Karno mengecam perundingan di Jenewa antara Belanda dan Indonesia yang dilakukan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap, dengan tujuan menghapuskan pasal-pasal yang membereratkan Indonesia dari hasil perundingan KMB, secara spontanitas PNI dan PKI Cs. Mendukungnya. Mereka menuduh bahwa dengan berunding demikian, Indonesia mengemis-ngemis pada Belanda, menjual bangsa dan merupakan penghianatan pada negara. Tuduhan tersebut disampaikan secara berapi-api di depan masa, cara tersebut memaksakan suhu politik ke tingkat yang lebih tinggi menjelang akhir 1955.
Pemilihan Umum yang telah dinanti-nantikan, akhirnya dilaksanakan juga oleh kabinet lima sejak berdirinya Republik Indonesia tahun 1950, yakni kabinet Buhanuddin Harahap. Tanggal pelaksanaan Pemilihan Umum ditetapkan 29 September berdasarkan suatu pengumuman pemerintah pada tanggal 8 September 1955. Sejak saat itu semua partai meningkatkan kampanye-kampanyenya sampai taraf yang tinggi. Karena kampanye yang dilaksanakan dalam waktu singkat dengan intensitas yang begitu tinggi, pertentangan sesuai dengan garis-garis kepartaian memecah belah masyarakat Indonesia sampai ke desa-desa. Hasil akhir Pemilihan Umum telah menampilkan empat besar, Masyumi, PNI, NU dan PKI. Dimana masyumi mendapatkan 57 kursi dalam Dewan Perwakilan Rakyat, PNI 57, NU 45, PKI 39. Partai Sosial Indonesai mengalami kekalahan yang amat berat dan hanya berhasil merebut 5 kursi saja, dua belas partai lainnya hanya mendapat satu kursi, dan enam partai lainnya lagi masing-masing mendapat dua kursi. Seluruhnya pada masa itu tercatat 28 partai politik, jadi ada lima partai yang sama sekali tidak berhasil merebut satu kursi pun jua.
Sebuah golongan dalam PNI dengan segera amencoba sebuah gagasan untuk membentuk sebuah kabinet baru, mengganti kabinet Burhanuddin Harahap dengan inti NU dan PNI yang didukung PKI. Dalam Dewan Perwakilan Rakyat, NU dan PSII menarik menteri-mentri mereka dari kabinet Buhanuddin Harahap yagn secara populer disebut dengan kabinet BH.
Secara jujur pemilihan umum untuk DPR pada tanggal 29 September 1955, dan untuk Konstituante pada tanggal 15 Desember 1955, memberikan rasa bangga kepada bangsa Indonesia, oleh karena bangsa Indonesia telah mampu melaksanakan acara yang begitu rumit dengan tertib dan bersih, bebas dari kecurangan-kecurangan. Namun sayangnya, susunan Politik baru sebagai hasil pemilihan umum tidak berhasil membawa stabilitas politik sebagaimana yang diharapkan.
Tidak lama setelah susunan politik  baru dibentuk, pentas mulai disiapkan kembali untuk pertarungan dan perpecahan politik yang akan membawa bencana besar di Indonesia, yang akhirnya Indonesia menggelincir kepada suatu krisis yang mengakibatkan lahirnya gagasan Bung Karno dengan Demokrasi Terpimpinnya yang mendapatkan tanggapan pro dan kontra di mana pada akhirnya malah berakibat terjadinya frustasi Nasional di Indonesia.
Perkembangan demi perkembangan telah meresahkan golongan-golongan muda di Jakarta khususnya yang melihat dari dekat proses-proses perpecahan dan permusuhan yang semakin meningkat dalam kalangan politik yang lebih tua. Mereka mulai meragukan apakah peran Dwi Tunggal sebagai pucuk pimpinan negara dan bangsa masih sanggup bekerja efektif? Karena, tiap hari semakin jelas perbedaan pandangan dan sikap antara Bung Karno dan Bung Hatta mengenai berbagai perkembangan yang terjadi.
Pada bulan Februari 1956, kaum muda ini yang terdiri tidak saja dari golongan politik, tetapi juga dari kelompok wartawan, tidak ketinggalan anggota angkatan bersenjata, mengadakan pertemuan di Puncak untuk membahas masalah pimpinan negra dan Bangsa. Dari puncak pertemuan di teruskan ke TUGU di luar kota Jakarta. Dalam pertemuan ini hampir semua menyatakan mersa tidak puas dengan keadaan pimpinan nasional, tidak puas dengan keadaan begara, dan mengusahakan jalan keluar.
Setelah perang kemerdekaan dan berlanjut dengan perjuangan mempertaruhkan nyawa melawan serangan tentara kolonial Belanda (kles II) dengan kemenangan di tangan kita, maka, alangkah bodohnya apabila membiarkannya diracuni oleh pimpinan politik yang hanya penuh nafsu berkuasa dan mengutamakan kepentingan diri dan kelompok-kelompok mereka belaka. Dalam pertemuan ini dibahas masalah- masalah :
1.         Peroalan pertentangan antara golongan tua dan muda.
2.         Perlunya peremejaan pimpinan.
3.         Pengahpusan lembaga Dwi Tunggal dengan membiarkan Bung Karno dan Bung Hatta masing-masing menempuh jalannya sendiri-sendiri dalam dunia politik Indonesia.
4.         Tentang sistim kenegaraan.
Sat berlangsungnya pembahasan ini, sering terjadi perdebatan sengit disusul dengan sikap intimidasi mengeluarkan pistol dan ancaman hendak saling menculik.
Ada pun sikap setuju membubarkan Dwi Tunggal dilandasi oleh keinginan untuk menjagoi Bung Karno saja di satu pihak sedang di pihak lain hendak menjagoi Bung Hatta.
Pertemuan ini ditutup tanpa persetujuan sesuatu apa, dengan kesimpulan, golongan muda telah tidak berhasil berperan sebagai penyelamat yang dapat meluruskan pembelokan menuju ke arah yang lebih baik. Malahan, banyak di antara mereka kemudian terlibat dalam berbagai petualangan bersama Bung Karno atau dengan kelompok-kelompok lainnya.
Menjelang pertengahan Februari 1956, tersiar berita bahwa Bung Hatta hendak mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden yang dijabatnya sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945, dengan alasan hendak memberi kesempatan kepada Bung Karno untuk membuktikan dia dapat membawa Republik Indonesia mencapai kemajuan. Dan tepat pada tanggal 1 Desember 1956, berakhirlah lembaga pimpinan negara Dwi Tunggal, setelah Dewan Perwakilan Rakyat gagal mengirim Panitia Permusyawaratan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengurungkan niat Bung Hatta hendak mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden.
Bung Hatta antara lain memberikan jawaban kepada anggota-anggota panitia ini, bahwa telah terlalu banyak usulan-usulan yang telah tidak diperhatikan sama sekali, dan banyak persoalan penting telah tidak dirundingkan dengan dia. Sehingga fungsi keberadannya sebagai wakil presiden tidaklah ada artinya kecuali hanya menambah ketegangan semata. Dan sebagai jawaban yang terakhir Bung Hatta tidak hendak mengubah keputusannya.
Sejak beberapa tahun, lembaga Dwi Tunggal tidak efektif lagi karena Bung Karno  dan Bung Hatta timbul banyak perbedaan pandangan mengenai langkah selanjutnya dalam pembangunan Indonesia.
Bung Hatta, menyatakan meskipun dia tidak menjabat lagi sebagai wakil presiden, tetapi Bung Hatta tidak akan meninggalkan rakyat, untuk itu, tidak ada gunanya untuk menyampaikan perpisahan kepada rakyat, malahan dia akan menjadi rakyat. Dengan demikian hubungan dengan rakyat akan makin lebih erat. Ucapan ini disampaikan pada Pers pada hari Sabtu pagi tanggal 1 Desember 1956.
Kalau sebelum Bung Hatta mengundurkan diri, suhu politik di Indonesia sudah panas, maka dengan pengunduran Bung Hatta dari jabatannya, maka situasi dalam negara menjadi lebih tegang lagi. Pendukung Bung Karno makin gigih di dalam mendukungnya, sementara pendukung Bung Hatta makin hebat pula oposisinya terhadap kepemimpinan Bung Karno.
Untuk mengetahui situasi kejengkelan rakyat terhadap pemerintahan, di sekitar tahun 1956, sebuah tajuk rencana harian Indonesia Raya, tanggal 18 April 1956, mengatakan :
.... Biarkan saja, pemimpin-pemimpin yang berkuasa sekarang berbuat apa saja dan mau ke mana sesuka hati mereka, dan jika keadaan telah menjadi buruk, maka rakyat tentu akan insaf sendiri, dan akan berpaling dari pimpinan-pimpinan yang menipu mereka selama ini.... Terlihat kurang sekali perlawanan yang aktif di kalangan masyarakat terhadap gejala-gejala kemunduran yang kita alami dalam segala segi penghidupan bangsa kita. Hingga jadi rusaklah nilai-nilai susila dan moral di negri ini. Korupsi tiada lagi dianggap satu kejahatan, akan tetapi menjadi satu keahlian. Rasa tanggung jawab dan kewajiban dirasakan satu kebodohan belaka, janji-janji dan ucapan di depan umum dirasa tidak perlu ditepati, karena dianggap suatu kecakapan politik untuk dapat mengelabi rakyat sebanyak mungkin, masyarakat pasif, apatis, dan merasa tidak berdaya.
 Begitu pula dalam sebuah wawancara dengan wartawan Indonesia Raya bulan Mei 1956, mengenai masalah pemulihan keamanan. Bung Hatta menjelaskan, bahwa soal pemulihan keamanan begitu komplek sebab-sebabnya, psikologis, politik,  ekonomi dan sebagainya, dan tidak dapat dicapai dengan kekerasan saja. Kata-kata yang muluk-muluk dan tegas tentang soal ini sudah banyak didengar, yang lebih perlu lagi ialah bukti yang nyata dan perbuatan yang tegas. Jangan hendaknya orang memperoleh pereasaan seperti yagn dilukiskan Goethe, “Pesan itu jelas terdengar  olehku, hanya kau tak merasa yakin.”
Bibit-bibit perbedaan kebijaksanaan dalam menentukan langkah antara Bung Karno dan Bung Hatta telah ikut menyulut perpecahan di antara golongan masing-masing yang mendukungnya, dan juga menurunkan wibawa pemerintah pusat. Sehingga di berbagai daerah Nusantara dilaporkan banyak dilakukan penyelndupan besar-besaran, bahkan hal tersebut didalangi oleh pemerintah daerah yang berkausa tanpa melaporkan ke pusat. Begitu pula, PKI dengan beraninya melakukan provokasi-provokasi  merebut tanah-tanah di Sumatra Timur.
Dari golongan muda yang menamakan mereka “ Kaum Muda” pada bulan Juli 1956, telah mengeluarkan manifes yang antara lain :
·      Wajib melawan tindakan-tindakan yang merugikan rakyat.
·      Pimpinan-pimpinan terpisah sama sekali dari rakyat.
·      Penghidupan di desa masih seperti dalam masa penjajahan.
·      Banyak pemimpin tidak mememnuhi syarat.
·      Pemimpin-pemimpin tidak mampu menyusun kekuatan untuk menghancurkan ekonomi barat yang menguasai ekonomi Indonesia lewat bank-bank perdagangan luar negri, pengangkutan laut dan udara, juga di bidang pertambangan, perkebunan dan perindustrian, hal tersebut lebih memperberat nasib penderitaan rakyat.
Dalam intern pemerintahan sendiri terjadi kehebohan ketika Manteri Luar Negeri, Ruslan Abdulgani, pada bulan September 1956, tanpa mendapat persetujuan dari kabinet terlebih dahulu, telah menandatangani sebuah statement bersama dengan Menteri Luar Negeri Gromyko dari Soviet Rusia mengutuk pakta-pakta militer dan mendukung anti Kolonialisme.
Begitu pula dalam tubuh militer, pada bulan Nopember 1956, Panglima Samuel melantik Dewan Tertinggi Pemersta di Makasar (Ujung Pandang). Tanggal 17 November, pusat penerangan Angkatan Darat mengumumkan pembebasan tugas Kolonel Sapari. Di Jawa Barat, fron Pemuda Sunda bertambah aktif. Dari pihak peneribitan koran yang mendukung PNI, Berita Minggu, menyiarkan berita tentang adanya satu rencana coup terhadap Kabinet Ali Sastroamijoyo. Bung Karno mengeluarkan gagasannya tentang Demokrasi Terpimpin. Bung Hatta tak mau kalah dengan mengeluarkan gagasannya bahwa suatu revolusi nasional itu tidak mungkin lama, dan harus dibendung pada waktunya.
Bung Tomo juga emnulis surat kepada Bung Karno dan mengusulkan agar pemerintahan diserahkan ke Bung Hatta. Antara tanggal 20 sampai 24 November 1956, bekas para perwira divisi Banteng di Sumatra Barat mengadakan reuni, yang kemudian membentuk organisasi bernama Dewan Banteng dengan Letkol Husein sebagai Komandan Resimen Sumatra Barat sebagai ketuanya. Selanjutnya mengeluarkan tuntutan perbaikan secepatnya terhadap pimpinan TNI dan Negara.
Menjelang akhir Desember 1956, tak lama setelah Bung Hatta menyatakan mengundurkan diri dari lembaga pimpinan negara Dwi Tunggal tanggal 1 Desember 1956, yang sebenarnya merupakan suatu lembaga yang sangat unik dalam sejarah bangsa-bangsa di dunia. Letkol Ahmad Husein mengambil alih pemerintahan sipil di Sumatra Barat.
Tindakan ini disusul oleh Letkol Simbolon di Medan yang telah menyusun Dewan Gajah yang untuk sementara waktu memutuskan hubungan dengan pemerintahan pusat di Jakarta. Kedudukan Kabinet Ali Sastromijoyo bertambah goyang ketika Letkol Berlian di Sumatra Selatan melakukan hal yang sama dan mengeluarkan pernyataan mengkritik dengan tajam korupsi, birokrasi, pembangunan yang diabaikan, dan sikap lemah terhadap kaum Komunis di pusat, serta tuntutan desentralisasi yang lebih luas.
Disusul kemudian oleh Sulawesi Selatan dan Utara yang menuntut agar Bung Hatta dikembalikan pada kedudukan pimpinan negara, dan masih banyak lagi daerah-daerah yagn satu persatu melepas hubungan dengan pusat. Bahkan di dalam PKI sendiri Aidit memperkuat kedudukannya terhadap Alimin pemimpin Komunis Senior yagn telah lama digembleng di Moskow. Alimin dan gropnya telah menuduh Aidit dan kawan-kawan mengadakan kompromi dengan gerombolan kontra revolusioner, bahkan secara terus terang-terangan menyatakan tidak dapat menerima prinsip Pancasila karena buka Merxisme. Sebaliknya, Aidit (secara munafik) menyataan pada pokoknya PKI dapat menerima Pancasila. Alimin menentang dengan tegas kolaborasi kels dengan golongan borjuis yang menamakan diri Maehaenisme. Aidit menganjurkan kerja sama dan menyetujui hak milik perorangan atas alat-alat produksi dan membiarkan berkembangnya kapitalis nasional. Hal ini merupakan tatik untuk mendapatkan simpati dari golongan tertentu, dimana cara ini telah dipraktekkan Komunis Cina ketika mereka mula-mula berhasil menguasai daratan Cina.
Tetapi, setelah mereka berhasil mengkonsolidasi kekuatan dan kekuasaan, maka kaum komunis tidak segan-segan melenyapkan kaum kapitalis nasional ini. Dalam keadaan yagn serba sulit ini, Bung Karno pada bulan Februari 1957, menelorkan konsepsi Demokrasi Terpimpin yagn hendak membawa semua golongan masuk ke dalam kabinet termasuk PKI.
Bung Karno juga akan membentuk sebuah lembaga yang baru yang tidak disebut-sebut dalam Undang-undang Dasar, yagn dinamakan Dewan Nasional. Tugas Dewan Nasional adalah untuk memberi nasehat pada kabinet, baik diminta atau tidak. Dewan ini akan diketuai oleh Bung Karno sendiri. Di samping pembentukan Kabinet yang melibatkan semua partai termasuk PKI (Hal yang tidak disetujui daerah-daerah bergolak), dibentuk pula sebuah Dewan Penasehat Tertinggi yagn anggotanya terdiri dari wakil-wakil seluruh golongan fungsional, dan kabinet hendak dinamakan kabinet Gotong Royong. Sedang kabinet baru yang hendak dibentuknya bernama Dewan Nasional, dan pemimpin Demokrasi Terpimpin adalah Sukarno.
Gagasan ini dotolaknya dengan amat keras oleh Masyumi dan Partai Katolik, sedang partai PSI, NU, PSII, IPKI, Parkindo menolaknya dengan cara yang amat hati-hati, sedang PKI mendukungnya dengan segala daya upaya. Daerah-daerah bergolak juga menolaknya tanpa kecuali.
Letkol Samuel dan kawan-kawan membentuk Permesta (Perjuangan Semesta) dan menyatakan keadaan darurat perang di seluruh wilayah Indonesia Timur. Ketegangan bertambah hebat di seluruh Indonesia.
Pemimpin Masyumi Kyai Ahmad Dahlan, mengucapkan bahwa impian Sukarno bertentangan dengan ajaran Agama Islam, dan suara-suara lain menuduh Sukarno hendak menjadi diktator. Karena konsepsi yang diajukan Presiden Sukarno merupakan kemenangan bagi PKI dan merupakan kekalahan bagiyang mendukung Pancasila.
PKI, yang pada tahun 1948 melakukan penghianatan di Madiun ketika bangsa Indonesia masih harus menghadapi agresi militer kolonial Belanda, kini malah menjadi dekat dengan puncak pimpinan negara. Sekarang alangkah berbaliknya keadaannya bila dibanding dengan masa pemberontakan PKI di Madiun di mana penumpasan PKI didukung oleh PNI, Masyumi, NU, PSI dan berbagai partai lain. Tetapi kini, Sukarno yang dahulu begitu menentang PKI berbalik hendak berserikat dengan Partai Komunis Indonesia dan partai-partai yang dulu mendukung pemerintah menghadapi PKI kini malah dimusuhinya.
Tak lama kemudian datanglah ultimatum dari Padang terhadap Pemerintah puat yang menuntut dalam waktu 5 hari kabinet Ali Harus mengundurkan diri, dan meminta Bung Karno supaya menunjuk Bung Hatta dan Sultan Hamengku Buwono IX membentuk kabinet baru. Sementara kabinet Ali dengan tegas menolak ultimatum tersebut, dan tanggal 12 Pebruari 1957, dua hari setelah datangnya ultimatum tersebut, KSAD Nasution memecat perwira-perwira daerah yang memimpin pergolakan.dan serangan bersenjata segera dilancarkan oleh tentara pusat. Pada tanggal 7 Maret dan disusul serangan ke daerah bergolak lain. Ali Sastroamijoyo mengeluarkan keputusan emnyatakan “Keadaan Darurat Perang” untuk seluruh Indonesia pada tanggal 14 Maret 1957. Kemudian disusul oleh pengumuman Bung Karno yang menyatakan Negara dalam keadaan darurat Perang dan bahaya perang (SOB). Dan pada tanggal 14 Maret ini pula atas desakan Jenderal Nasution, Kabinet Ali II menyerahkan mandatnya kepada Presiden.
Secepat mungkin Presiden menghubungi partai-partai untuk membentuk kabinet baru, tetapi gagal. Akhirnya Presiden menunjuk Ir. Juanda, seorang non partai, untuk membentuk kabinet. Kabinet Juanda dengan resmi terbentuk pada tanggal 9 April 1957, di dalam keadaan yagn tidak menggembirakan, lain dengan kabinet-kabinet sebelumnya. Kabinet Juanda dibentuk berdasarkan keahlian dan tidak didasarkan pada kekuatan partai-partai politik. Demikianlah akibat dari transaksi imbal balik yang dilakukan Bung Karno dengan negara-negara Blok Sosialis. Di mana sebab-sebab terjadinya transaksi imbal balik tersebut sangatlah komplek. Menurut pengamatan penulis, yang demikian itu terjadi di antara faktor terpenting adalah minimnya bantuan dari negara-negara Barat, yang diantara sebab-sebabnya adalah haluan politik Bung Karno di dalam membangunkan negara-negara terjajah untuk berani melawan demi membebaskan diri dari cengkeraman negara-negara kolonial Barat, yang selanjutnya telah memporak-prandakan kepentingan Barat di daerah yang mereka jajah. Tindakan Bung Karno selanjutnya menghimpun kekuatan terpadu dari negara-negara yang letak wilayahnya terdampar di Benua Asia dan Afrika. Mereka diajak saling bahu membahu, negara yang kaya membantu yang miskin, yang merdeka membantu yang terjajah dalam arti yanng luas. Sebagai wujud perjuangan, Bung Karno keluar adalah  terselenggaranya Konferensi Asia – Afrika di Bandung yang terkenal dengan Dasa Silanya itu. Tindakan Bung Karno ini di samping ada batunya, tentu besar pula manfaatnya, bagi negara-negara tertindas di Asia dan Afrika termasuk bagi Indonesia sendiri, dimana kelak tatkala Republik Indonesia membebaskan Irian Barat, bagaimana pun juga keterpaduan antara bangsa-bangsa Asia – Afrika ini ikut mengecilkan nyali pemimpin-pemimpin Belanda pada khususnya dan negara-negara Barat pada umunya untuk mengadakan perlawanan. Sehingga tindakan Bung Karno yagn sedemikian itu secara langsung atau tidak langsung merupakan sebuah strategi yang jitu untuk negara dan bangsanya.
7. MENGHADAPI DILEMA
Sebagaimana akibat transaksi imbal balik yang dilakukan Bung Karno dengan negara-negara Blok Sosialis yang berporoskan di Moskow, adalah pecahnya lembaga kepemimpinan negara Dwi Tunggal, maka sebagai akibat pecahnya lembaga tersebut adalah frustasi nasional di seluruh wawasan Nusantara, dimana frustasi nasional ini hendak membawa kehancuran total.
Keadaan negara yang sedemikian ini telah membuat Bung Karno bagaikan orang yang dipadang luas yang hanya ditumbuhi onak belukar di dalam kegelapan malam. Bahkan belum cukup itu saja, datanglah angin topan yang disertai hujan telah menghembuskan hawa dingin mencekam. Sehingga langkah demi langkah dari perjalanan untuk mencapai tujuan haruslah penuh perhitungan yang matang. Bung Karno betul-betul mengalami goncangan jiwa yang sangat, oleh karena dia harus menghadapi dilema yang harus dipilihnya dengan segera. Dia sebagai pengembala yang tahu medan dengan segala macam gembalaan serta tabiatnya. Dan sebagai pemimpin, haruslah mampu memberi rasa kepuasan kepada seluruh yagn digembalakannya.
Situasinya menjadi lain, oleh karena yang digembalanya bukanlah domba-domba yang satu warna dan satu bentuk phisik dan perilaku, melainkan di antara gembalaannya ada serigala yang selalu merasa lapar dan dahaga. Sedang di balik semak-semak di mana binatang itu digembalakan ada beberapa ekor naga besar yang hendak memangsa semuanya.
Domba-domba itu adalah permisalan dari pendukung-pendukung Pancasila yang masih terdiri dari bermacam-macam golongan yang berbeda-beda pula tujuan perjuangannya, serta terdiri dari kesatuan-kesatuan angkatan perang. Serigala adalah permisalan PKI yang selalu berusaha memangsa Pancasila dan menggantikannya dengan ideologi Komunis. Ada pun serigala lainnya adalah DT/TII yang juga hendak merubah Pancasila dengan ideologi lain yang berdasarkan Agama. Ada pun naga adalah permisalan dari kolonial Belanda yang selalu berusaha dan menanti-nantikan hancurnya Republik Indonesia mereka mereasa bahwa Belanda-lah satu-satunya negara yang lebih berhak dan pantas untuk menggantikan Republik bekas negara jajahannya.
Bertolak pada gambaran tersebut, kita akan bisa memahami betapa beratnya tuga Bung Karno untuk menyelamatkan negara dan bangsa yang berdasarkan Pancasila dari segala himpitan musuh yang siap menerkam. Bung Karno harus smampu menerobos segala macam liku-liku marabahaya yang menghadang keselamatan Pancasila. Dalam keadaan yang demikian ini pada dasarnya Bung Karno telah dihadapkan kepada dilema yang harus segera diputuskan, dengan pertimbangan yang matang dan cermat, dia harus menentukan pilihan dari dilema yang dihadapi dengan penuh keyakinan dan keteguhan jiwa.
Adapun apabila kita ringkas dari permasalahan-permsalahan tersebut akan menjadi dilema yang ada kaitannya dengan kepemimpinannya sendiri sebagai berikut :
1.         Haruskah Bung Karno melanjutkan kepemimpinannya dengan mendukung PKI? Dengan konsekuensi menanggung segala resiko dari pengorbanan jiwa raga dan kehormatan, karena harus menghadapi hinaan demi hinaan, celaan demi celaan yang daangnya judtru dari golongan yagn dicintai (Pendukung Pancasila).
2.         Ataukah harus melanjutkan kepemimpinan dengan meninggalkan dan memusuhi PKI? Sementara Bung Karno sebagai satria, yagn telah menerima jasa baik berupa pinjaman/ pemberian dana dan perlengkapan senjata dari negara-negara Komunis untuk menyelamatkan negara dan bangsa daro rongrongan demi rongrongan, rasanya wajib untuk membalas kebaikan tersebut dengan kebaikan pula. Oleh karena kalau tidak, Bung Karno sebagai satria dan yang telah mengenal kekesatriaan merasa bahwa dunia selalu akan mengutuknya, “sebagai manusia yagn tidak tahu budi.”
3.         Ataukah ‘mmengundurkan diri dari jabatan presiden, memenuhi permintaan golongan  yang menghendakinya? Sementara akan dilihat di depan mata pertempuran hebat antara golongan-golongan bangsa Indonesia yang digembalakannya, yang terdiri golongan Komunis yang ingin merebut kekuasaan negara dan DI/TII yang hendak merubah idiologi negara, serta pendukung-pendukung Pancasila yang masih terdiri dari bermacam-macam golongan termasuk pertikaian antar kesatuan-kesatuan angkatan perang itu sendiri. Sementara antek-antek Belanda bertebaran dengan bebasnya di seluruh penjuru tanah air dengan hak-hak istimewa dan bercokol dengan gagahnya di Irian.
Dari sini wajarlah, apabila timbul pertanyaan sebagai berikut :
Mampukah Pancasila dipertahankan? Masih adakah Republik Indonesia beberapa tahun lagi setelah Bung Karno mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden? Mungkinkah bangsa Indonesia hendak seperti 5 ekor kucing yang berebut sekerat daging, mereka saling cakar mencakar dan setelah lelah minta pengadilan kepada seekor kera? Bagaimanakah kera itu hendak membagi seandainya kera itu Belanda?
Sebagai jawaban yang paling baik adalah Indonesia hendak menjadi seribu negara dimana keberadaannya bagaikan buih-buih mengapung di samudra luas yang tidak bersinar dan tidak berpamor. Keberadaannya bagaikan semasa sebelum dijajah oleh penjajah Barat.
Situasi negra Republik Indonesia pada saat frustasi nasional dan keadaan Bung Karno di dalam menghadapi dilema yang harus diputuskan dengan segera oleh Raden Ngabehi Ronggowarsito diungkapkan, sebagai berikut :
SERAT KALATIDA
Mangkya drajating praja.
Kawuryan wus suryayuri
Rurah pangrehing ukara
Karana tanpa palupi
Atilar silastuti
Sujana sarjana kelu
Kaluhun kala tida
Tidhem tandaning dumadi
Ardayengrat dene karoban rubeda
Ratune ratu utama
Patihe patih linuwih
Pra nayaka tiyas raharja
Panekare beci-becik
Parandene tan dadi
Paliyasing Kala Bendu
Mandar mangkin andadra
Rubeda angreribedi
Beda-beda ardaning wong sak negara
Katetangi tanisiro
Sira sang paramengkawi
Kawileting tiyas  duh kita.
Katamaning reh wirangi
Dening upaya sandi
Sumaruna anerawung
Mangimur manuhara
Met pamrih melik pakolih
Temah suka ing karsa tanpa wiweko .... dst.
Terjemahan bebas :
Keadaan negara pada waktu itu sudah sangat merosot. Suasana ketatanegaraan sudah rusak. Karena sudah tidak ada pemimpin yang bisa diterima oleh semua pihak. Masalahnya karena mereka meninggalkan aturan-aturan yang terpuji. Oran cerdik cendekiawan terbawa arus jaman yang penuh keraguan. Suasananya mencekam. Karena negara ditimpa bermacam-macam gangguan.Sebenarnya rajanya raja yang utama (hebat) lagi terpuji. Patihnya atau wakilnya wakil yang istimewa. Menteri-menterinya baik-baik. Begitu pula panglima perangnya berbudi luhur dan cakap. Namun segla cita-citanya gagal total (Frustasi Nasional). Akibat pengaruh Kala Bendu yang semakin meraja lela. Sehingga negara tertimpa halangan yang bermacam-macam coraknya, oleh karena kehendak masing-masing golongan yang berbeda-beda.
Sang Raja menangis, hatinya sangat susah penuh kesedihan. Karena terbelit oleh amsalah-masalah yang sulit dipecahkan dan ditimpa macam-macam celaan dan hinaan. Lalu sang raja mencari sendiri (Isyarah, petunjuk) dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan (pendek akta langit sap tujuh dijelajahinya agar benar dekat dengan Tuhannya). Akhirnya petunjuk yang dikehendaki diperoleh. Lalu petunjuk tersebut dijalankan dengan semangat membaja tanpa takut menanggung segala resikonya.
Keterangan :
Bait ke satu dan kedua, menerangkan tentang situasi negara dan bangsa sebagaimana yang telah diterangkan pada bab sebelumnya, yaitu situasi frustasi nasional.
Bait ketiga, menunjukkan keadaan sang raja di saat hendak memutuskan dilema yang harus diputuskan dengan cara memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Keadaan Bung Karno yagn sedemikian ini identik dengan keadaan Basukarna tatkala memohon petunjuk kepada Dewata untuk memutuskan dilema yang dihadapi.
8. BUNG KARNO MENCARI SANDI
Sebagaimana Basukarnno, setelah dia dibesarkan oleh orang-orang Kurawa, dia diberi sandang pangan dan derajat yagn tinggi dalam pemerintahan negara, menjadi minggrang-mingging pula, tatkala dia sering menyaksikan atau memipin sendiri untuk melakukan tipu daya terhadap adik-adik kandungnya. Orang-orang Pandawa. Semua usaha untuk menghancurkan orang-oran Pandawa terus ditingkatkan. Oleh karena rasa takut mereka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, yang tidak diinginkan oleh mereka orang-orang Kurawa. Basukarno tidak sampai hati meliaht penderitaan adik-adiknya yang sangat dicintai yang selalu taat dan patuh kepada kebenaran, berjiwa sebagai satria sejati. Tetapi bagi Basukarno yang juga mengaku sebagai ssatria tidak mungkin baginya membantu adik-adiknya secara terang-terangan, dia sadar, Kurawa membesarkan dia dengan tujuan untuk ikut membantu membreskan kepetingan mereka. Dan kini salah satu dari tugasnya adalah menghancurkan saudaranya sendiri yang dicintai, suatu yang mustahil pula untuk dilakukan seorang satria. Membantu adiknya dengan terang-terangan adalah salah, bahkan dunia akan menuduhnya sebagai mansuia yant idak tau budi, membunuh adik-adiknya pun juga salah oleh karena harus melawan kebenaran, yang berarti harus melawan Tuhan yang tiap hari dipuja-puja dan diagungkan.
Sebagai jalan untuk memecahkan masalahnya, akhirnya Basukarno memohon petunjuk kepada Dewata. Dan petunjuk yang diinginkan diperoleh, dimana dia harus melindungi adik-adiknya, saudara-saudaranya harus segera mengakhiri masa pendertaannya, untuk itu, dia harus mengorbankan raga dan derajatnya untuk dipersembahkan kepada Kurawa yang telah membesarkan dan memberi derajat kepadanya. Dan batinnya untuk Pandawa.
Keadaan Basukarno yagn sedemikian ini identik dengan Bung Karno, dimana setelah Bung Karno dibesarkan oleh Komunis Internasional, hatinya menjadi bingung pula, oleh karena saudara-saudaranya pendukung Pancasila selalu difitnah dan diteror terus menerus. Keadaan Bung Karno yang sedemikian ini telah diungkapkan oleh R. Ng. Ronggowarsito di dalam Serat Katalita, bait ketiga sebagai berikut :
Kattetangi tangisira
Sira sang parameng kawi
Kawileting tyas duh kita
Kataman ing reh wirangi
Dening upaya sandi
Sumaruna Anerawung
Mangimur manuhara
Met pamrih melik pakolih
Temah suka ing karsa tanpa wiweka
Terjemahan :
Sang raja menangis, hantinya sangat susah penuh kesedihan karena terbelit oleh masalah-masalah yang sulit dipecahkan dan tindakan-tindakan yang memalukan.
Lalu sang raja mencari isyarah (petunjuk) dengan cara mendatangkan diri kepada Tuhan (pendek kata langit sap tujuh dijelajahinya agar benar-benar bisa dekat dengan Tuhannya).
Petunjuk yang dikehendakinya dapat diperolehnya. Lalu petunjuk itu diperolehnya dengan senang hati dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh tanpa takut menanggung segala resikonya.
Bait ketiga dari Serat Kalatida ini menggambarkan :
Setalah Bung Karno dengan segala daya upaya yang dimilikinya dicurahkan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi belum juga mendapatkan hasil, tetapi justru berakibat pada FRUSTASI NASIONAL, yang tidak dikehendaki, maka Bung Karno dengan kerendahan hati mengakui keberadaannya sebagai titah yang penuh kelemahan, yang tidak ada artinya apabila dihadapkan kepada Keagungan Tuhan. Namun sebagai manusia yang sadar bahwa kebreadaan manusia itu merupakan Makhluk Tuhan yang dimuliakan,s ebagaimana pernyataan Tuhan di dalam Kitab Suci, Allah telah menciptakan Adam dengan cara yang isitmewa apabila dibandingkan dengan penciptaan makhluk lain.
Betapa apenciptaan Adam, Allah menyatupadukan antara perbuatan-Nya dengan perkataan-Nya. Diciptakan Adam dengan kedua belah tangan Allah yang terangkum dalam makna Kholaqtu bi yadayya (Qs. Ash-Shood 75). Setelah itu dengan kerahasiaan Allah meniupkan Ruh-Nya ke dalam Adam yang terangkai makna Jalal (Keagungan) dan makna Jamaal (Keindahan). Dengan demikian, dalam diri Adam terangkum haqiqat ruh Ilahiyah. Yang sedemikian itu, bisa dimisalkan dengan wujud dari sebuah pesawat Televisi yang dengan segala komponennya mempunyai kaitan dengan arus listrik. Dan arus listrik mempunyai kaitan dengan Sumber Arus itu sendiri, yaitu wujud pembangkit tenaga listrik.
Dengan ilmu sangkan paraning dumadi yang dimiliki, Bung Karno mengamalkannya, untuk mendapatkan jarak yagn sangat dekat dengan Tuhan, dengan demikian doa yang dimohonkan dapat terkabul.
Lakon Bung Karno yagn sedemikian ini oleh R. Ng. Ronggowarsito telah diungkapkan pada baris yang berbunyi : Sumaruna anerawung, mangimur manuharra. Kata-kata yang terseusun dalam kalimat di atas, apabila kita ungkapkan dalam bahasa Indonesia, keadaannya kurang lebih begini : Sesaat setelah Bung Karno menancapkan konsentrasinya, di relung-relung jiwanya yang terdalam, sekonyong-konyong mengumandang bisikan gaib tanpa suara dan tanpa kata-kata memenuhi seluruh pendengaran batinnya. Bung Karno menenangkan diri seolah dengan sengaja menghanyutkan keakuannya untuk menyatu di dalam kumparan bisikan gaib itu. Dan dalam keadaan yang hening, bisikan gaib itu meluncur secepat kilat menggetari seluruh jaringan jiwa Bung Karno. Sesaat setelah itu, bisikan gaib mengumandangkan suara “Abdikan ragamu untuk PKI sepadan dengan dukungannya kepadamu, dan hancurkan PKI sepadan dengan sepenuh jiwamu sepadan dengan permusuhannya terhadap hakikat kebenaran yang engkau yakini. Lahirmu untuk PKI batinmu untuk saudara-saudara yang engkau cintai.”
Setelah bisikan gaib tersebut tidak mengumandangkan suara lagi, Bung Karno membadarkan kosentrasinya. Berdebar-debarlah jiwa Bung Karno sambil merenungi wujud dirinya yang dihubungkan dengan suara gaib yang baru saja didengar melalui pendengaran batin tersebut. Dalam keadaan serba heran, ingatan Bung Karno mendadak menerka jauh ke relung-relung jiwanya terdalam, ia tiba-tiba mengenang suatu kisah yang pernah dipaparkan ayahnya Raden Soekemi di waktu Bung Karno masih kecil, yaitu kisah perjalanan hidup Satria Basukarno (Karna) di dalam pewayangan.
Bung Karno makin berdebar jantungnya, oleh karena bayangan kisah  Basukarno menggetarkan seluruh jaringan jiwanya. Sambil bertanya-tanya pada dirinya sendiri, siapakah sebenarnya hakikat Basukarno yang telah dirangkum oleh Pujangga Agung Empu Sedah dan Empu Panuluh di dalam gubahannya yang terkenal itu?   Ataukah Basukarno? Bung Karno makin bingung dan heran, dan terus merenung lebih jauh akan wujud dirinya sekarang. Adakah wujud dirinyaada kaitannya dengan gubahan Empu Seda? Ataukah akibat kekuatan daya ukir ayahhandanya, sehingga memberinya nama Karo (Karna)? Termasuk dengan segala wasiatnya yang diwanti-wanti pada dirinya? Dan sebagainya.
Di dalam kata yang telah disusun Ronggowarsito, dalam baris Sumaruno anerawung, mangimur manuhara, ini juga melambangkan bahwa Bung Karno selain sebagai politikus ulung, dia juga sebagai seorang Sufi, dia telah mengenal Ngelmu Sangkan Paraning Dumadi, sehingga perjalanan batinnya di dalam mendekatkan diri pada Tuhannya dapat dideteksi melalui radar batin sang Pujangga R. Ng. Ronggowarsito.
Adapun setelah Bung Karno mendapatkan petunjuk dari Tuhan-nya, keadaan yang sedemikian itu diungkapkan oleh R. Ng. Ronggowarsito sebagai berikut : Met pamrih melik pakoli, Temah suka ing karso, tanpo wiweko.
Maka petunjuk yagn kehendakinya telah dapat diperolehnya. Lalu dilaksanakn dengan senang hati tanpa takut menanggung segala resiko.
Dengan demikian, jelaslah di dalam mengahadapi dilema yang harus diputuskan dengan segera, Bung Karno memilih laternatif melanjutkan kepemimpinannya dengan mendukung PKI dengan menanggung segala resiko dari pengorbanan jiwa raga sampai pengorbanan harga diri (kehormatan) di hadapan saudara-saudara yang icintainya.
Di dalam rangka mempertahankan tekadnya yang membaja, telah terjadi suatu percobaan membunuh Bung Karno, tidak kurang dari empat kali percobaan pembunuhan, yaitu :
1.         Tanggal 1 Desember, terjadi suatu percobaan membunuh Bung Karno di Sekolah Cikini, namun Bung Karno dan kedua anaknya selamat dari penggranatan yang dilakukan.
2.         Tanggal 7 Januari 1962, iringan mobil yang membawa Bung Karno ke gedung Olah Raga di Makasar diserang dengan granat, Bung Karno selamat.
3.         Tanggl 14 Maei 1962, Bung Karno lepas lagi dari bahaya maut ketika seorang menembakkan pistol ke arahnya dalam upacara Sembahyang Idul Adha di lapangan Istana Meredeka. Beberapa orang luka-luka kena peluru, di antaranya Zainal ‘Arifin salah seorang pemimpin Nhadlotul Ulama.
4.         Penerbang Maukar telah meroket Istana. Presiden selamat dari usaha pembunuhan. Ini terjadi tanggal 9 Maret 1960.
Adapun reaksi dari tokoh-tokoh partai atas tindakan-tindakan Bung Karno selanjutnya secara spontanitas berdatangan dengan segala macam tanggapan dan tuduhan.
Bung Natsir dari Masyumi menuduh Presiden Sukarno teah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Sementara. Bung Tomo dari Partai Rakyat Indonesia menyatakan bahwa kabinet yang dibentuk di luar Parlemen menyimpang dari Undang-undang Dasar Sementara. Drs. Ben Mang Reng Say dari Partai Katholik, menyatakan bahwa Presiden Sukarno telah melanggar UUD Sementara. Syarif Usman dari Masyumi menuduh Presiden Sukarno melakukan perebutan kekuasaan. Bung Hatta enyatakan, masa lampau nasionalisme dan perjuangan kemerdekaan telah memberikan tujuan dan makna bagi kehidupan kita, sekarang aktanya hal itu tidak cuup lagi. Ketua Badan Koodinasi Masyumi Sumatra mencap tindakan Presiden Sukarno sebagai suatu perbuatan yang berkhianat terdahadap demokrasi. Salam seorang pemimpin Partai Sosialis Soebadio Sastrosatomo, mengeluarkan pernyataan: Bahwa persoalan daerah tidak dapat diselesaikan dengan mortir dan bayonet.
Bung Natsir selanjutnya menyatakan, bahwa kini partai-partai sedang dirongrong setindak-demi setindak ke liang kubur. Dan lain-lain pernyataan dan dakwaan masih banyak lagi yang dilontakan kepada Bung Karno. Namun semua pernyataan dan tuduhan tersebut tidak membikin Bung Karno mengurunkang tekadnya, oleh karena tekad Bung Karno sudah menyatu dengan dirinya. Baik tekad yang didhohirkan atau tekad yagn masih terselubung yang tidak akan diberitahukan kepada siapa pun juga, dimana yang demikian itu merupakan syarat mutlak bagi seseorang yagn berperan sebagai Basukarno (Karna).
Di dalam baiat ini dimana pada baris 1,2,3 terapat kata-kata sira dan duh yang ditujukan kepada tokoh yang diramalnya ini, mengandung arti adanya persamaan jiwa antara yang meramalkan dan diramal. Sehingga penderitaan yang dialami sang Tokoh yang diramal juga ikut dirasakan oleh yang meramal yaitu R. Ng. Ronggowarsito.
Ada pun bait R. Ng. Ronggowarsito selanjutnya adalah sebagai berikut :
Dasar karoban pawarto.
Babaratan ujar lamis.
Pinudya dadya pangarsa
Wekasan malah kawuri
Yen pinikir sayekti
Mundak opo aneng ngayun
Andeder kaluputan
Siniraman banyu kali
Lamun tuwuh, dadi kekembenging beka.
Terjemahan bebas :
Oleh karena pernyataan yang disimpang siurkan.
Yang diibaratkan sumpah palsu.
Maka dia  dipuja-puja sebagai pemimpin yang serba hebat.
Tetapi pada akhirnya dia malah dihinakan.
Kalau dipikir dengan sungguh-sungguh dan teliti.
Apa artinya bagi seorang pemimpin.
Dengan sengaja berbuat kesalahan.
Dan dengan sengaja berbuat kelengahan? (yagn sedemikian itu adalah tidak mungkin kecuali ada tujuan atau teka-teki yang dikehendaki).
Maka kelak, apabila teka-teki ini terbuka, maka sang raja akan menjadi bunganya (pujaan) bangsanya (Umat). (Pohon Sukarno di Makkah itu salah satu buktinya. Penyadur).
Keterangan :
Bait ke 4 ini menerangkan tentang hakikat dukungan Bung Karno kepada PKI yaitu lain di bibir lain di hati. Sehingga dipuja-puja dan diberi gelar serba hebat. Kemudian dia dihinakan oleh pendukung-pendukung Pancasila. Dan sebagai janjinya, kelak dia akan dipuja kembali sebagai kusuma bangsa.
9. PERDAMAIAN NASIONAL
Di dalam Negeri Astina (Astina Pura = Delapan pintu gerbang. Penyadur). Hidup dua golongan yang saling bermusuhan, yaitu antara Kurawa dan Pandawa. Kurawa dan Pandawa kedua-duanya masih mempnyai pertalian persaudaraan, yaitu sama-sama cucu dari Bagawan Abiyasa hanya berlainan Ibu.
Antara Kurawa dan Pandawa masing-masing mewarisi sifat dan tabiat perilaku yagn berbeda. Kalau Pandawa yang percaya dan taaat kepada Tuhan, maka Kurawa adalah yang ingkar. Kalau Pandawa yang berbuat kebajikan dan meninggalkan kemungkaran, maka Kurawa adalah yang menegerjakan kemungkaran dan meninggalkan kebajikan. Kalau Pandawa sukanya bertapa, maka Kurawa sukanya berfoya-foya. Begitulah seterusnya dua sifat dan tabiat yagn saling bertentangan.
Hingga suatu ketika Pandawa kena bujuk rayuan Pandeta Durna untuk diajak bermain judi dadu (istilah Jawa) dengan taruhan berupa bagian dari warisan kerajaan. Dengan tipu daya Pandeta Durna, akhirnya Pandawa sebagai pihak yang kalah. Sehingga Pandawa harus hijrah meninggalkan kerajaan terlunta-lunta di tengah hutan. Berkat gigihnya di dalam menghadapi tantangan dan berjuang di dala membangun kerajaan baru, maka tercapailah apa yang dikehendaki.
Keadaan orang-orang Pandawa yag telah sanggup untuk bangkit kembali, tela mengakibatkan rasa takut orang-orang Kurawa terhadap kemungkinan-kemungkinan yang hendak terjadi di kemudian hari. Terutama mengenai perebutan kekuasaan di Negeri Astina Pura oelh orang-orang Pandawa.
Dara rasa khawatir ini terus berkembang, untuk melakukan fitnah dan tipu daya terhaap orang-orang Pandawa. Sehingga natara orang-orang Kurawa dan Pandawa terjadi ketegangan yang memuncak yang sering menjurus kepada perang ssaudara dalam sekala kecil.
Untuk mengatasi ini semmua, terjadilah perdamaian antara orang-orang Kurawa dan Pandawa dilangsungkan di Astina yang telah dikuasai oleh Kurawa. Perdamaian ini diharapkan untuk mencapai penyelesaian sengketa kerajaan dengan jalan damai, di mana Pandawa mengutus Kresna (Penasehat Pandawa) sebagai Dutanya, sedang Kurawa dipimpin oleh Duryudana (Raja) beserta menteri dan panglima perangnya Basukarna. Setelah perundingan mulai membahas permasalahan yang perlu dipaecahkan, mendadak Basukarno melakukan interupsi seraya berkata dengan lantang : “Perdamaian antara Pandawa dan Kurawa hanya bisa diselesaikan dengan jjalan perang. Perundingan dan perdamaian tidak akan pernah menyelesaikan amsalah.” Singkat cerita, tindakan Basukano tersebut telah membuat kejengkelan di kalangan orang-orang Pandawa, oleh karena justru Basukarno adalah saudara kandung orang-orang Pandawa yang telah dibesarkan oleh Kurawa. Pendek akta kok tega, kok mentala, sebagai saudara tua mengajak perang, saling bunuh membunuh dengan saudara-saudara kandungnya sendiri, sesuatu yang tidak pantas untuk dilakukan oleh seorang satria.
Sebagai kelanjutan. Terjadilah tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang Pandawa terhadap kakaknya sendiri, Basukarno, yag berupa tuduhan-tuduhan jahat. Apalagi orang-orang Pandawa menjadi tahu, di mana pada saat terjadinya main judi yang telah menjadikan orang-orang Pandawa terlunta-lunta, ternyata orang Pandawa hanya ditipu, oleh karena ruh jahat Betari Durga telah dimasukan Pendeta Durna ke dalam alat dadu sehingga apa yang di kehendaki Kurawa tercapai.
Suasananya menjadi sangat mencekam. Situasi perdamaian nasional dengan gagasan basukarno tentang penyelsaian sengketa dengan perang, ini adalah identik dengan perdamaian Nasioanl yang ada di Indoensia. Di mana keadaanya sebagai berikut :
Di dalam mencapai pelaksaan kosepsi politik, ternyata Bung Karno terus saja berkeras kepala dengan tanpa menghiraukan suara-suara deri berbagai kalangan. Baik dari kalangan Partai-partai Politik, atau dari eksatuan-kesatuan Angkatan Darat. Sehingga pada tanggal 4 Septemeeber 1957, telah diselenggarakan Musyawarah Nasional di Palembang yagn dihadiri wakil dari Dewan Gajah (Sumatara Utara), Dewan Lambung Mangkuran (Kalimanatan), Permesta (Indonesia Timur) Front Pemuda Sunda (Jawa Barat) dan dihadiri pula oleh beberapa Panglima Angkatan, emskipun ikut serta mereka dan dilangsungkannya konferensi ini telah dilarang oleh KSAD.
Tindakan KSAD tersebut telah membangkitkan amarah pemimpin-pemimpin daerah bergolak yang selanjutnya mengadakan pertemuan pada awal Desember 1957, yang mengeluarkan tuntuan antara lain, agar Sukarno Hatta dikembalikan lagi pada kedudukan semula dan kaum Komunis dilarang dengan undang-undang. Begitu pula di Jakarta pada tanggal 10 September 1957, dilangsungkan Musyawarah Nasional. Dimana pada kesempatan ini wakil-wakil daerah melakukan usaha sekuat-kuatnya untuk melibatkan Dwi Tunggal, mereka menghendaki agar Bung Hatta kembali ikut memegang tampuk tertinggi pimpinan pemerintahan. Tetapi, usaha perdamaian dan saran-saran yang tujuannya hendak meluruskan langkah-langkah Bung Karno telah ditolaknya. Bahkan diangkatnya Chairil Saleh oleh Bung Karno sebagai Menteri Veteran dan sebelumnya Subandrio diangkat menjadi Sekretaris Jendral Departemen Luar Negeri. Jabatan ini telah digunakan dengan mahirnya untuk membina pangkalan kekuatan dan karirnya yang kemudian melompat ke Menteri Luar Negeri.
Selanjutnya PKI dan ACOMA (Angkatan Muda Comunis) di dalam Dewan Perwakilan Rakyat dengan lantang menolak dikembalikannya kerjasama antara Bung Karno dan Bung Hatta. Sikap mereka ini dapat dipahami, karena dengan Bung Hatta kembali ikut dalam tampuk tertinggi pemerintahan, kesempatan orang Komunis untuk menyusup masuk ke dalam beberapa badan pemerintahan akan sangat terbatas,atau sama sekali tidak mungkin.
Pada bulan Oktober 1957, anggota Komunis menyerobot tanah wakaf dan menodai Masjid Rahmat di Surabaya. Sedang di Pematang Siantar sebuah kesatuan OPD yang dipengaruhi oleh PKI telah melakukan sebuah serangan dan mengibarkan bendera palu arit.
Sementara Perdana Menteri Juanda sendiri menyadari betapa amat sulitnya memulihkan kerja sama Sukarno Hatta, bahkan dalam sebuah keterangan di depn Dewan Perwakilan Rakyat, ia berkata, “Bahwa pmeulihan kerja sama antara Sukarno Hatta mungkin akan memakan waktu yang lama.”
Adapun konsepsi Demokrasi terpimpin yang diusulkan oleh Bung Karno, walau pun pada akhirnya merupakan usaha perdamaian nasional, tetapi pada hakikatnya adalah merupakan pernyataan penyelesiansengketa dengan perang. Oleh karena wakil-wakil PKI yang sebelumnya tidak bisa masuk menjadi anggota kabinet, maka dengan Demokrasi Terpimpin, PKI bisa masuk menjadi anggota kabinet, bahkan ke dalam dewan lainnya. Suatu hal yang mustahil diterima oleh tokoh-tokoh yang setia terhadap Pancasila.
Baik Basukarno Panglima perangnya Kurawa dan Bung Karno dengan penyelesaian sengketa dengan jalan perang, masing-masing mempunyai tujuan yang sama. Di mana Basukarno sebagai Panglima Perang Kurawa telah tahu betul bahwa kekuatan Pandawa jauh lebih hebat daripada Kurawa. Setiap Santria Pandawa  merupakan satria sakti mandraguna dan masing-masing merupakan ahli perang yang ulung. Begitu pula Bung Karno telah tahu betul, bahwa kekuatan pendukung Pancasila, jauh lebih hebat dari pendukung-pendukung PKI.
Berdasarkan PEMILU tahun 1955, kekuatan PKI tidak lebih dari 20 persen dibandingkan kekuatan pendukung Pancasila. Sehingga untuk menciptakan perang tanding andara dua kekuatan tersebut, masih harus diperlukan cara dengan membesarkan hati ditambah dukungan secukupnya.
Sebagaimana Basukarno, di dalam membesarkan hati orang0orang Kurawa dengan memberikan pernyataan-pernyataan yang meyakinkan dan tingkah laku yagn tidak  meragukan, maka Bung Karno demikianlah pula halnya.
Tindakan Bung Karno yang sedemikian ini, ternyata tidak bisa lepas dari ketajaman radar sang Pujangga R. Ng. Ronggowarsito, sebagaimana yang diungkapkan dalam Serat Kala Tida bait keempat, sebagai berikut :
Dasar karoban pawarta.
Bebartan ujar lamis,
Pinudya dadi pangarsa.
Wekasan malah kawuri.
Yen pinikir sayekti.
Mundak opo aneng ngayun.
Andeder kaluputan.
Siniraman banyu kali.
Lamun tuwuh dadi kekembanging beka.
Terjemahan :
Oleh karena pernyataan, yang diputar balikan. Yang bisa diibaratkan ujar lamis (sumpah palsu). Maka dia dipuja-puja sebagai pemimpin yang serba hebat. Tetapi akhirnya ddia malah dihinakan.
Kalau dipikir dengan sungguh, apa artinya bagi orang yagn sudah di atas atau sebagai pemimpin, dengan sengaja berbuat kesalahan-kesalahan, dan dengan sengaja berbuat kelengahan kelengahan? (Yang sedemikian ini adalah tidak mungkin kecuali ada tujuan atau teka-teki yagn dirahasiakan).
Kalau kelak teka-teki ini terbuka, maka ang Raja akan menjadi bunganya (pujaan) ummat.
10. TERBAIK, DI ANTARA YANG TERBAIK
Banyak jalan menuju Roma. Inilah pepatah lama yang memberi gambaran di mana untuk mencapai suatu maksud atau untuk mencapai suatu tujuan, di situ akan didapati banyak jalan dan banyak cara. Namun, di antara sekian banyak jalan yang bisa untuk dimanfaatkan demi tercapainya tujuan, di situ akan ada jalan yang terbaik dan ada jalan yang bisa dikategorikan sebagai suatu jalan yang wajar (sedang), bahkan ada juga jalan atau cara yang bisa dianggap sebagai cara yang sangat merugikan.
Sebagai contoh, Umpamanya si Fulan yang ingi pergi ke Monas (Monumen Nasinal) di Jakarta dari Banjar masin, maka, bagi si Fulan akan terbentang di hadapannya bermacam-macam jalan yang dapat ditempuh, di antaranya :
1.         Si Fulan naik kapal laut dari Banjarmasin ke Surabaya, lalu meneruskan perjalanan dengan kereta api ke Jakarta dan dilanjutkan naik taxi ke Monas.
2.         Si Fulan, naik peswat terbang dari Banjarmasin langsung ke Jakarta, kemudian dilanjutkan naik Taxi ke Monas.
3.         Si Fulan naik kapal laut dari Banjarmasin ke Surabaya, lalu perjalanan ke Jakarta dengan pesawat terbang, kemudian naik Bis Kota ke Monas.
4.         Si Fulan, naik pesawat terbang dari Banjarmasin ke Surabaya, kemudian melanjutkan perjalanan dengan mengendari bus ke Jakarta dan naik Taxi ke Monas.
Dari beberpa alternatif tersebut di atas, jelas akan ada satu cara yang terbaik sebagai jalan yang harus ditempuh, apabila seandainya untuk mencapai Monas di Jakarta telah ditentukan dengan batasan waktu lima jam umpamanya. Di sini akan ada satu ara/jalan terbaik yaitu alternatif kedua, di mana dalam penilaian ini terlepas dari faktor biaya dan lain sebagainya.
Begitu pula pada masa frustasi nasional, di maan pada saat itu idiologi Pancasila mendapat ancaman serius baik dari PKI yang didukung oleh Komunis internasional, DI/TII dan kolonial belanda, di mana musuh Pancasila yagn terakhir ini telah memperkuat kedudukannya di wilayah Indonesai Timur, dengan mendatangkan perlengkapan perang mutakhir yagn terdiri : Kapal induk kapal friegat kapal selam, pesawat pem bom dan lain sebagainya. Hal tersebut telah memaksa pemimin-pemimpin kita untuk mengambil tindakan yagn tepat dalam waktu yagn sesingkat-singkatnya.
Berdasarkan pengamatan sejarah, dimana daya fikiran harus dicurahkan untuk menghadapi maslaah yang paling utama yaitu menghancurkan penyakit Pancasila, sebian tokoh-tokoh bangsa Indonesia masih terjeak oleh tingkatan-tingkatan pemikiran yagn sangat terkait oleh kepentingan golongan atau terkait oleh sempitnya wawasan berpikir mereka, sehingga kepentingan nasional secara keseluruhan nyaris terkorbankan, atau paling tidak telah menciptakan berbagai golongan yang berbeda-beda pandangan di dalam menentukan siapakah yang sebenarnya yang pantas dianggap musuh Pancasila. Sehingga tidak mustahil apabila ada golongan yang menganggap bahwa hanya PKI sebagai musuh Pancasila, atau hanya kolonialis Belanda sebagai musuh Pancasila atau DI/TII dan lains ebagainya.
Memang, pandangan-pandangan sebagaimana tersebut di atas ada benarnya, namun kebenaran tersebut baru sebagian dari kebenaran yang mutlak. Sehingga sebagai akibat daria danya bermacam-macam pandangan di dalam menentukan musuh Pancasila, hal tersebut telah menciptakan berbagai macam pandangan pula di dalam menentukan strategi termasuk di dalammnya priorotas tentang musuh mana yang harus dihancurkan terlebih dahulu.
Bagi golongan yang menganggap PKI sebagai musuh Pancasila satu-satunya, golongan ini sangat takut akan bahayan yang ditimbulkannya sehingga segala usahanya telah dicurahkan untuk mengadakan perlawanan dan membendung tersebarnya faham Komunis, termasuk usaha berupa tuntutan yang diajukan kepada Kepala Negara agar ideologi Komunis dilarang dengan undang-undang, tanpa berpikir lebih jauh tetang bahaya yang ditimbulkan oleh musuh-musuh Pancasila yang lain, bahkan ada pula yang meminta bantuan kepada musuh-musuh Pancasila selain PKI seperti kolonial Belanda umpamanya.
Bagi golongan yang menganggap, justru kolonialis Belanda musuh Pancasila satu-satunya, golongan ini juga berusaha sekuat tenaga untuk cenderung mengadakan perlawanan terhadap Belanda tanpa memperhitungkan akan bahaya Komunis. Begitu pula golongan yagn menganggap DI/TII sebagai musuh satu-satunya, tenaga dan fikirannya dicurahkan untuk menanggulangi musuh ini, begitu pula seterusnya.
Juga dari beberapa golongan yang mempunyai pandangan  yang berbeda-beda tentang musuh Pancasila, sebagai kelanjutannya ternyata mereka mempunyai target penanggulangan/pemberantasan yang berbeda-beda pula. Sebagai contoh, untuk menanggulangi tersebarnya faham Komunis, di antara tokoh-tokoh, ada yang sekedar melarang anggotanya bergaul dengan pendukung-pendukung Komunis, ada juga yang menuntut agar ajaran Komunis bersama PKI dilarang dengan undang-undang, dan ada juga yang menuntut agar pendukung-pendukung PKI yang melakukan teror untuk ditindak dengan tegas sesuai dengan hukum. Dan ada juga yang menganggap bahwa musuh Pancasila terdiri dari PKI dan kolonialis Belanda, atau terdiri dari ketiga-tiganya bersama DI/TII, hanya saja cara dan target perjuangannya yang masih kabur.
Terlepas dari fanatisme, Bung Karno sebagai salah satu tokoh bangsa Indonesia, tampil pula dengan pandangan-pandangannya terhadap musuh-musuh Pancasila yang sangat membahayakan itu, dengan cara penanggulangan yang sangat efektif dan target perjuangan yang sempurna/paling tidak telah mendekati sempurna, namun cara mengatasinya sangat berbeda dengan cara mengatasi yang pernah dimiliki oleh tokoh-tokoh yang lain, bahkan konsep perjuangannya merupakan sesuatu yang sangat langka dan sangat kontradiksi.
Musuh-musuh Pancasila di masa Bung Karno urutannya adalah, sebagai berikut
1
Kolonialis Belanda. Musuh ini dinomor satukan, oleh akrena kolonialis belanda bukan saja menghendaki digantinya isiologi Pancasila, tetapi lebih dari itu, kolonialis Belanda masih tetap menghendaki hancurnya arepublik Indonesia, baik dari dalam atau dari luar, langsung atau pun tak langsung. Dengan demikian apabila Republik Indonesia hancur, maka Belandalah satu-satunya negara yang bisa dianggap lebih berhak untuk menggantikan Republik Indonesia, atau setidak-tidaknya apabila Republik Indonesia hancur, Belanda tetap akan mendapatkan hak istimewanya di seluruh wawasan nusantara tanpa adanya gangguan yang berarti, dan masih tetap bisa bertahan untuk bisa bercokol di wilayah Indonesia Timur.
Lain dari pada itu, bahwa kekuatan kolonialis Belanda, khususnya yang dikonsentrasikan di wilayah Indonesia bagian Timur, tidak bisa dianggap enteng, karena di samping Belanda sudah sanggup memproduksi peralatan perang yang cukup mutakhir pada waktu itu, Belanda juga mempunyai hubungan langsung dengan negara besar di dunai khususnya yang tergabung dalam NATO, dan juga sejak lama telah memiliki personil militer yang profesional. Untuk itu, wajarlah apabila Bung Karno menanggap Belanda sebagai musuh nomor satu yang harus diprioritaskan penanganannya.
2
PKI (Partai Komunis Indonesia). Karena bagaimana pun juga, faham komunisme adalah 100 persen bertentangan dengan iideologi Pancasila, oleh karenanya hauslah dianggap sebagai musuh besar. Hanya saja, keberadaannya merupakan bagian dari bangsa Indonesia. Sehingga sangat logislah apabila keberadaannya dimanfaatkan untuk ikut menghantam musuh Pancasila yagn datangnya dari luar bangsa Indonesia yang mempunyai kekuatan yang sangat tangguh. Sehingga keberadaan PKI dalam kondisi yang demikian wajar apabila dinomor duakan tanap emngurangi arti marabahaya yang ditimbulkannya.
3
DI/TII, (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia). Memang apabila diamati Darul Islam dan Pancasila itu ada perbedaannya, namun perbedaan tersbut bukanlah bertumpu pada ajaran asli yang masih keluar dari sumbernya, tetapi perbedaan tersebut justru bertumpu pada pelaku-pelaku/pendukung darul Islam yagn apda intinya bersumber dari rasa ketidak puasan pribadi atas keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah pusat.
STRATEGI PERJUANGAN
Setelah mengetahui urutan musuh-musuh Pancasila, sebagai langkah selanjutnya Bung Karno menyusun strategi sebagai berikut :
1
Menyusun kekuatan terpadu untk menghadapi kolonialis Belanda (perang terbuka). Hal tersebut ditandai dengan berhasilnya usaha Jendaral Nasution untuk membujuk para pemberontak PRRI PERMESTA, menghentikan pemberontakan mereka, sehingga pada bulan Qpril 1961, Panglima pasukan permesta Kawilarang telah menyerahkan diri, dengan istilah yang dipergunakan  pada waktu itu adalah “Kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi” Repulbik Indonesia. Dan disusul kemudian pada pertengahan tahun 1961 Jenderal Nasution menunjukkan keberhasilannya kembali membujuk pemimpin-pemimpin PRRI PERMESTA, kembali ke pangkuan Republik Indonesia seperti Kolonel Ahamd Husein, Kolonel Simbolon, Kolonel Zulkifli dan pemimpin-pemimpin politik seperti Natsir, Syafrudin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap dan lain-lain.
2
Merangkaul PKI, dengan tujuan :
·           Menambah kekuatan personil untuk menghantam kolonialis Belanda.
·           Dengan dimanjakannya PKI akan sangat mudah mendapatkan dukungan secara politik dari negara-negara Komunis di mata dunia, hal tersebut sedikit banyak telah mempengaruhi nyali pemimpin-pemimpin Belanda untuk mengadakan perlawanan.
·           Dengan merangkul PKI pada hakikatnya, Bung Karno dengan sengaja  menggiring PKI dan kemudian menjebaknya dalan kancah peperangan. Karena hanya dengan cara ini Bung Karno sebagai satria kelak bisa membalas hutang budinya kepada negara-negara Komunis sesuai dengan kadar bantuannya. Dan dengan jalan perang (antara PKI dan pendukung-pendukung Pancasila), kelak Komunis bisa dihancurkan baik ideologi atau pendukung-pendukungnya,s esuai dengan kadar permusuhannya terhaap ideologi Pancasila.
Rindakan Bung Karno yang demikian itu, secara taktis bisa dipahami, oleh karena dengan tindakan menghancurkan PKI sebelum hancurnya kolonialis Belanda, hal tersebut sangat berbahaya, karena dengan demikian telah menempatkan Republik Indonesia pada posisi yang lebih sulit, Republik Indonesia harus menghadapi dua kekuatan sekaligus, cara ini akan memakan waktu yang lama, bahkan bsia jadi Republik Indonesia malah akan dihancurkan oleh musuh.
3.
Menghantam Belanda dengans erangan yang mematikan.
4.
Setelah Kolonialis Belanda hancur, lalu menggiring PKI agar lebih beringas dan apabila sudah sampai pada saatnya, barulah api perang antara pendukung PKI dengan pendukung Pancasila dinyalakan.

Inilah, diantara strategi Bung Karno yang dengan strategi ini telah memaksa dia untuk berbuat yagn serba ganjil dan aneh yang sulit untuk diterima  dengan nalar yang sehat di mata pendukung-pendukung Pancasila itu sendiri. Namun, apabila sanggup menangkap tujuan di balik keganjilan itus emua, tidak dipungkiri strategi-strategi perjuangan Bung Karno pada saat itu merupakan terbaik dari yang terbaik.
11. TERBERAT DI ANTARA YANG BERAT
Bagiku kematian adalah merupakan pengabdian yang paling mudah, adapun terberat bagiku adalah menyelamatkan Negara dan Bangsa dari segala macam bentuk penyakitnya (Sukarno, Cindi Adams).
Pernyataan Bung Karno tersebut di atas, bukanlah sekedar omong kosong dengan harapan untuk mendpatkan sanjungan gelar tanpa adanya pembuktian yagn bisa diterima oleh naar, tetapi lebih dari itu Bung Karno telah membuktikannya dengan tidak kurang dari 13 tahun keluar masuk penjara kolonial Belanda dengan berbagai macam suasana yagn serba mencekam.
Pada umumnya, seseorang sesekali dua kali masuk penjara akan menjadi jera untuk meneruskan suatu cita-cita perjuangan, atau seandainya terus, maka cara melakukannya adalah dengan sembunyi-sembunyi atau di bawah tanah. Bung Karno tidak demikian halnya, dia sebagai komandan atas berjuta-juta rakyat yang tertindas yagn terdiri dari tukang sayur, tukang becak, kuli bangunan, pegawai, pedagang, dan lain-lain, tidaklah akan cukup untuk memenuhi panggilan mereka apabila hanya dijawab dengan cara sembunyi-sembunyi.
Bung Karno telah tampil di hadapan mereka dengan suara khasnya yang lantang, teriak ke sana kemari, ini dan itu, membangkitkan semangat juang rakyat yagn hampir putus asa, tanpa memperdulikan ancaman penjara, bahkan sampai ancaman kematian pun tidak membikin Bung Karno mengurungkan niat sucinya. Bung Karno bagaikan Muhammad SAW. di awal menjalankan tugas suci ke-Rasullannya, tak gentar menghadapi hinaan dan siksaan dari kaumnya, juga tidak luluh tatkala menghadapi tawaran yang menggiurkan, dari wanita yang paling cantik sampai kekayaan yang melimpah ruah. Muhammad tetap teguh hatinya, tidak minggrang-minggring tetapi berjuang terus menegakkan kebenaran. Inilah jiwa yang diteladani Bung Karno tatkala memperjuangkan rakyatnya untuk mencapai kemerdekaan, mendapatkan derajat yagn layak sebagai bangsa yang merdeka di dunai. Dialah Bung Karno yagn tatkala memproklamasikan Republik Indonesia disanjung-sanjung oleh rakyat yang diperjuangkannya, dia sebagai lambang kebangsaan, dia bagaikan bunga semerbak mewangi milik bangsanya yang ahrganya tiada tara, oleh karena dirinya telah menjadi satu di dalam jiwa dan raga rakyatnya yang tercinta.
Bung Karno jiwa dan raganya diabdikan sepenuhnya untuk negara dan bangsa yagn dicintai sepenuh hati demi memenuhi panggilan Khalik-Nya, maka sewajarnya lah apabila Bung Karno pada waktu itu sebagai pujaan. Namun perjuangan yang harus diperjuangkan Bung Karno settelah Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, makin lama bukannya makin enteng, tetapi justru semakin lama semakin memberat, karena perjuangan sepenuh jiwa dan raga belum mencukupi untuk itu.
Menjelng Republik Indonesia tertimpa mara bahaya, sehingga keadaannya menjadi sangat gawat, hal tersebut telah memaksa Bung Karno jatuh ke pangkuan negara-negara Komunis, karena menurut anggapannya dengan jalan inilah negara dapat diselamatkan dari marabahaya pemberontak-pemberontak yang silih berganti tentunya dalam hal ini tidak terlepas dari pengamatan indra batinnya yang digunakan untuk menjangkau langkah-langkah perjuangan yagn baik pada masa yang akan datang, dimana apa yang diambil sebagai kebijaksanaanya kelak akan dijumpai secara nyata akan manfaatnya, yaitu dapat dimanfaatkan untuk ikut membantu perjuangan bangsa untuk mengusir penjajah Belanda dari seluruh wawasan Nusantara khususnya di wilayah Indonesia Timur yang memperkuat kedudukannya di Irian.
Dari keberhasilan yang gilang gemilang ini, telah menjadikan Bung Karno di persimpangan jalan, di mana segolongan rakyta Indonesia, yang bergabung pada PKI telah menyanjungnya setigngi langit, dituruti segala kemauannya, dicukupi segala kebutuhannya sampa yang sifatnya pribadi kalau mau.
Di lain pihak, Bung Karno mendapat hinaan, caci maki dan tuduhan-tuduhan yang jelek, justru dari golongan yang mendukung Pancasila secara murni. Mereka yagn terakhir inilah yang sebenarnya sebagai saudara sejati Bung Karno yang apda awalnya ebrsama-sama memperjuangkan Republik Indonesia dengan Pancasilanya.
Saudara-saudara Bung Karno yagn sejati (pendukung Pancasila) baik yagn bergabung pada organisasi politik atau yang bergabung pada kesatuan-kesatuan angkatan perang pada umumnya merasa yakin, dengan dirangkulnya PKI, oleh Bung Karno, dan tindakan-tindakan PKI di balik sanjungannya keapda Bung Karno, jelas dibalik itu semua, telah disipakan beberapa jerat yagn apabila sudah sampai pada saatnya akan dengan mudah memmangsa Bung Karno itu sendiri dan pendukung-pendukung Pancasila yagn setia.
Sepintas lalu memang seolah-olah  Bung Karno telah ditunggangi oleh PKI dan memang demikinlah pendapat opini hampir seluruh rakyat Indonesia, berdasarkan fakta kejadian demi kejadian.
Bung Karno tekah dijebak, dibius, sehingga apa yang dikehendaki oleh tokoh-tokoh PKI, hampir semua dikabulkan, dan benar tidak dapat dipungkiri, dengan bekerja sama dengan Bung Karno, PKI secepat kilat telah berkembang menjadi partai besar, sehingga kedudukannya bisa disejajarkan dengan Masyumi, PNI dan NU.
Dalam keadaan yagn demikian, seolah-olah Bung Karno telah larut di dalam perilaku Komunis, dia telah lupa aratan perjuangan yang suci, dia telah membenci pendukug-pendukung Pancasila sepenuh hati, pendek akta Bung Karno tidak setia lagi kepada Pancasila yagn dulu diperjuangkan dengan gigihnya.
Tetapi bagi Bung Karno selaku pimpinan tertinggi revolusi yagn ahrus bertanggung jawab atas keselamatan negra dan bangsa dengan falsafah Pancasilanya, menghancurkan ideologi Komunis beserta pendukung-pendukungnya, adalah merupakan syarat mutlak. Namun, untuk itu semua diperlukan suatu taktik yang akhirnay bsia menjebak mereka untuk berbuat kesalahan besar. Dengan demikian ada alasan yang memadai untuk menindak mereka (orang-orang komunis) sesuai dengan rencana.
Rupanya dalam hal ini Bung Karno betul-betul sebagai aktor yang ulung, dimana perannya di dalam merangkul PKI telah berhasil dengan gemilang, semua penonton telah terpukau oleh perang yang ditampilkannya, walau pun Bung Karno yagn sebenranya bukanlah seperti Bung Karno didalam sandiwara itu. Bung Karno yagn sebenarnya adalah yang percaya dan cinta pada Tuhannya, cinta kepada negara dan bangsanya, dan yang cinta kepaa Pancasila dan pendukungnya.
Peran yagn ditampilkannya betul-betul telah berakibat yagn negatif terhadpnya di kalangan pecinta sandiwara itu sendiri sehingga Bung Karno yagn sebenarnya adalah identik dengan Bung Karno yagn ada dalam sandiwara. Tetapi Bung Karno yagn sebenarnya tetap sekedar bermain sandiwara tanpa mengesampingkan cita-citanya yang luhur, dan justru dengan lakon inilah sebagai jalan satu-satunya yang paling jitu untuk menyelematkan Pancasila dari segala musuh-musuhnya.
Lakon yang diperankan Bung Karno sungguh amat sangat berat, karena di dalam penampilan merangkul PKI dan semua pendukungnya, dengan sebaik-baiknya sehingga sanggup mengelabui semua pihak, betul-betul diperlukan bukan hanya pengorbanan jiwa raga, tetapi amsih harus ditambah dengan pengorbanan harga diri dan kehormatan.
Perjuangan Bung Karno dalam rangka menyelamatkan Pancasila dan pendukungnya lebih berat daripada perjuangan menyongsong kemerdekaan, oleh karena perjuangan menyongsong kemerdekaan telah cukup dengan pengorbanan segenap jiwa dan raga, dan mendapatkan imbalan yang wajar yaitu sebagai idaman dan idola seluruh rakyat yagn diperjuangkan. Tetapi sebaliknya, perjuangan yang kedua dengan jalan merangkul PKI, lalu menjebaknya dalam kancak peperangan, dengan mengelabui semua pihak, telah memaksa Bung Karno untuk mengorbankan jiwa raga dan kehormatan sekaligus, dengan tanpa mendapatkan sesuatu apa pun dari golongan yang didperjuangkan, kecuali tuduhan-tuduhan jahat baginya.
Memang tidak ada salahnya bagi siapapunjuga, untuk menuduh Bung Karno sebagai manusia jahat, khususnya bagi para pendukung Pancasila itu sendiri, tetapi harap dimengerti, rasanya Bung Karno sudah siap untuk itu sebelum Bung Karno menjalankan konsep perjuangannya yang memang sangat langka untuk didapat.
Bung Karno juga sadar akan akibat dari langkah perjuangannya yang seolah-olah sangat merugikan para pendukung Pancasila di masa itu, kelak dirinya akan dihinakan oleh orang-orang yang dicintainya, yaitu mreka yang diperjuangkan setulus hati.
Bung Karno sudah siap untuk ini semua, dia tidak akan menyesal, dan tidak pernah akan mengeluh, karena memang Bung Karno tidak mempunyai pamrih sedikit pun, dan berupa apa pun, kepada mereka yang diperjuangkan, kecali kebahagiaan mereka dan kejayaan negara.
Perjuangannya, suci
Pengorbanannya, setulus hati.
Berkedok penghianat
Itu sebagai bukti
Dari cinta nan murni
Untuk saudara-saudara yang sejati.
Tak diragukan lagi Bung Karno telah berjuang dengan raganya untuk PKI, raganya diabdikan untuk perjuangan PKI, tetapi dengan dukungannya yagn sebatas lahiriahnya saja. Di sini Bung Karno menunjukkan jiwa satrianya sebagai manusia yang berbudi, bukan manusia yang tak tahu budi. Tetapi janganlah dianggap Bung Karno sebagai amnsuia yang mudah ditunggangi untuk perbuatan-perbuatan yang hakikatnya durjana.
Dalam hal hubungannya dengan PKI, justru Bung Karno yang menunggangi PKI dengan sebaik-baiknya tanpa disadari oleh semua pihak, bahkan PKI dengan segenap pendukungnya telah dimanfaatkan untuk ikut menghantam kolonialis Belanda dan terbukti berhasil, di mana dengan satu kali pukulan, Belanda bertekuk lutut.
Dan juga tak ada salahnya adanya pendapat yang mengatakan, dengan dukungan Bung Karno kepada PKI, telah dapat melemahkan posisi para pendukung Pancasila, dan telah menyakitkan hati mereka, namun jangalah dianggap bahwa dukungan  Bung Karno tersebut tanpa adanya perhitungan yagn amtang atau hanya gnawur  belaka. Tetepi di balik itu semua, Bung Karno dengan sengaja membesarkan hati orang-orang PKI untuk menjadi beringas dan berani dengan terang-terangan menantang perang. Hal tersebut sangat diperlukan, karena tanpa cara begini, PKI akan terus menerus menyusahkan pendukung-pendukung Panca sila, dengan seibu macam cara jahatnya, sehingga penderitaan pendukung-pendukung Pancasila akan berkepanjangan dan akan sangat sulit untuk mengetahui siapakah orang-orang PKI yang sebenarnya, karena tanpa dukungan Bung Karno, taktik gerakan PKI ibarat pepatah “Lempar batu sembunyi tanag”. Yang demikian ini tidak dikehendaki oleh Bung Karno.
Jadi, justru dengan dukungan Bung Karno terhadap PKI, pada hakekatnya telah menguntungkan pendukung-pendukung Pancasila, karena dengan demikian para pendukung Pancasila telah tahu siapa teman siapa lawan. Sehingga kelak apabila medan perang Kurusetro (Tempat terjadinya perang Barata Yudha anatara Kurawa dan Pandawa) telah disiapkan, dan api perang sudah disulut, maka dengan mudah orang-orang Pandawa (Pendukung Panasila) untuk menghancurkan orang-orang Kurawa (Pendukung-pendukung PKI) dengan tanpa kesulitan yang berarti.
Demikianlah Bung Karno membesarkan hati orang-orang PKI dengan latar belakang yang tersembunyi rapat, untuk bisa berperan dengan sebaik-baiknya, bahkan untuk itu semua tidak jarang Bung Karno melontarkan pernyataan yagn sangat menyakitkan hati para pendukung Pancasila.
Di antara pernyatan tersebut, adalah :
·           Barang siapa yagn menetang PKI berarti telah menentang Presiden.
·           Aidid adalah putra Indonesia 100 persen.
·           Para pemimpin-pemimpin PKI adalah patriot sejati, dibanggakan sebagai penunjang handal dalam lingkungan revolusi Indonesia.
 Begitu pula, PKI melalui Aidit bersama wakilnya Lukman dan Nyoto dengan akal cerdiknya, mengagung-agungkan Bung Karno yagn dianggapnya “megalomania” (gila kebesaran), dengan sebutan Pimpinan Besar Revolusi, penyambung lidah rakyat, presiden seumur hidup, sampai diberi gelar sebagai “Pelindung wanita Indonesia Progresif”.
Sehingga banyak pejabat yang rupanya bingung melihat situasi yang sangat mesra antara Bung Karno dan PKI apda waktu itu, sambil mengatakan, “Pada akhirnya memang amat susah membedakan siapa yang berkuasa di atas siapa”. Bung Karno kah? PKI kah?
Memang tidak ada salahnya apabila PKI merasa mampu menunggangi Bung Karno, tetapi juga tidak ada salahnya apabila Bung Karno merasa mampu menunggangi PKI dari segala segi sudutnya. Sungguh, suatu hal yang sangat ajaib, yang aneh tapi nyata, dimana di balik kemeraan antara Bung Karno dan PKI, pada hakikatnya telah terjadi perang dahsyat antara keduanya. PKI mendukung Bung Karno sebatas lahirnya saja, Bung Karno mendukung PKI sebatas lahirnya. PKI menyanjung-nyanjung Bung Karno, begitu pula sebaliknya. Dengan memanjakan Bung Karno, PKI dengan lihainya memanfaatkan kebaikan Bung Karno untuk menyebarkan faham Komunismenya, begitu pula Bung Karno tak kalah lihainya, kebaikan PKI telah dimanfaatkan pula dengan sebaik-baiknya untuk menghantam Kolinialis Belanda salah satu musuh Republik Indoensia yang berlandaskan Pancasila.
Selanjutnya PKI telah berniat menghancurkan Pancasila serta pendukung-pendukungnya, maka Bung Karno juga tidak mau kalah untuk memasang jerat yagn hendak menghancurkan pendukung-pendukung PKI beserta idiologinya.
Segala macam strategi dan tipu daya telah dipersiapkan oleh kedua belah pihak, secara diam-diam masing-masing mengakui keunggulannya tanpa merasa diketahui oleh lawannya. PKI di balik sanjungannya kepada Bung Karno terbetik cemoohan sebagai pemimpin tolol yang mudah diakali, beitu pula di balik sanjungan Bung Karno juga tersirat cemoohan dan kebencian yang memuakkan terhadap PKI.
Keadaan Bung Karno yang demikian sangat cocok dengan perkataannya, “Aku ditakdirkan untuk menguasai, bukan untuk dikuasai. Sebagai contoh, misalnya bila gangsringku kalah kutendang saja gangsring laanku ke sungai. Ini pada saat Bung Karno masih kanak-kanak, sedang pada saat Bung Karno puber, dia kepingin menaklukkan gadis-gadis Belanda, agar tahu kehebatan/betapa hebatnya bangsa berkulit sawo matang, dan tentu saja menaklukannya semauku”. (Sukarno. Cindi Adams).
Begitu pula di dalam bermain tipu daya dengan PKI yang terkenal dengan permainan menghalalkan segala cara, rasanya Bung Karno tidak mau kalah begitu saja, dia tetap menang, sebab tipu daya Bung Karno terhadap PKI telah sanggup mengelabui para Pendukung Pancasila, yang dengan serentak telah menuduh Bung Karno dengan segala macam tuduhan-tuduhannya, begitu pula PKI menganggap Bung Karno tidak melakukan tipu daya, sedang Bung Karno telah tahu tipu daya PKI dengan segala rencana busuknya, sehingga sangat mudah bagi Bung Karno untuk menyusun strategi baru, yagn sanggup menanggulangi dan sekaligus menghantam secara telak para pendukung PKI beserta ideologinya.
Demikianlah persaingan hebat antara PKI dan Bung Karno dalam arti strategi dan tipu daya, yang kelak akan sampai pada puncaknya dengan hancurnya pendukung-pendukung PKI beserta Ideologinya, dan jatuhnya Bung Karno dari singgasana kepresidenan, yang dibalik kejatuhannya itu justru bersemayam puncak kejayaan yang tiada tara, sebab dengan demikian saudara-saudaranya yang dicintai akan segera mukti wibowo, bisa hidup bahagia dan selamatlah ideologi Pancasila dari segala musuhnya, karena yang demikian itu adalah hakikat cita-citanya.
Dialah Bung Karno yang telah menyiapkan dirinya sebagai tumbalnya negara dan bangsa, dia telah menempuh jalan perjuangan dengan cara yagn terberat di antara yang berat, bukan hanya jiwanya bukan hanya raganya, tetapi juga kehormatannya telah dikorbankan untuk saudara-saudaranya yang dicintai, dia rela, dia tiada menyesal, maka kala pengabdiannya yang tulus ikhlas itu, dibalas dengan tuduhan-tuduhan yagn jahat, karena bagi Bung Karno puncak keikhlasan itu dipersembahkan untuk Tuhannya bukan untuk diperlihatkan kepada mereka yang diperjuangkan, apalagi untuk mendapatkan gelar dari mereka.
12. BUNG KARNO DAN INTERNASIONALISMENYA  KOMUNIS
Menurut ajaran agama atau aar istiadat ketimuran, maka merupakan keharusan apabila pemberian kebaikan itu dibalas dengan kebaikan pula, bahkan diajurkan agar balas budinya lebih baik dari apa yang diterima. Hal tersebut merupakan pelajaran yang harus diamalkan bagi seseorang yang mengaku sebagai satria.
Bung Karno yang juga sebagai sejarawan, telah tahu betul tentang perangai kolonial Belanda, yang dengan segala macam kelicikan, telah menipu, menghianati pejuang-pejuang Indonesia, baik dengan cara tipu daya atau dengan strategi politik adu domba.
Dengan memanjakan PKI Bung Karno mempunyai harapan kelak apabila sudah sampai pada waktunya untuk menghancurkanBelanda dari wawasan nusantara dengan kekuatan militer tidaklah sulit bagi Bung Karno untuk mendapatkan bantuan yang lebih besar, khususnya tentang ilmu kemiliteran beserta kelengkapan-kelengkapannya. Hal yang sedemikian ini apabila kita tanggapi dengan lapang dada, maka cara yang ditempuh Bung Karno adalah cara yang wajar, dimana apabila kita hendak mengail ikan yang besar diharuskan memberi umpan yang sesuai pula.
Sebagai politikus, berjiwa satria, penganut Agama Islam, yang  telah menyelesaikan Rukun Islam yang  ke lima ke Mekkah, konon dengan tanpa pasukan pengawal kepresidenan, sesuai dengan niatnya yang pernah disampaikan kepada saudara-saudaranya sesama jamaah haji, bahwa Bung Karno menunaikan Ibadah Haji bukan atas nama Presiden Republik Indonesia, tetapi atas nama pribadi dari salah satu rakyat bangsa Indonesia. Sehingga selama perjalanan menunaikan rukun dan sunnah Haji, Bung Karno menjalankannya tanpa pengawal sebagai lazimnya seorang Kepala Negara.
Begitu pula berdasarkan pengakuannya yang ditulis di dalam buku Otobiografinya, bahwa kematiannya bukan di tangan manusia, tetapi di tangan Tuhan, dan Bung Karno merasa bahwa Tuhan selalu melindunginya. Yang sedemikian itu telah dibuktikannya dengan perbuatan, dari sejak merintis kemerdekaan hingga menjelang ajalnya nanti.
Dengan dasar-dasar tersebut, derajat ketqwaan Bung Karno termasuk pada golongan yang memperoleh derjat Taqwa yang tinggi. Sesuai dengan Sabda Nabi Muhammad Saw. “Sebaik-baik Taqwa, adalah yang merasa bahwa Tuhan selalu bersamanya.”
Kembali pada masalah Komunisme, menurut analisa penulis, bukannya Bung Karno tidak tahu dengan landasan falsaahnya, tetapi lebih dari itu, dia juga tahu tentang strategi perjuangan dengan segala dooktrin-doktrinnya.
Hanya oleh karena situasi dan kondisi, perjuangan yang dihadapi bangsa Indoensia pada saat itu, berlainan dengan masa pemberontakan Komunis di Madiun paa tahun 1948, dimana PKI dengan cepat bertindak menyerang tentara Republik Indonesia beserta pendukung-pendukung Pancasila serta memproklamirkan kemerdekaan, maka sepantasnya apabila Bung Karno dengan tega memberi komando untuk menumpasnya.
Adapun sekarang, situasi dan kondisinya sangat berlainan oleh karena adanya beberapa alasan yaitu :
1.         PKI belum melakukan serangan terhadap Republik Indonesia dengan cara yang mematikan, hal tersebut masih bisa diatasi dengan taktik dan strategi yang dalam hal ini Bung Karno tahu betul tentang cara-caranya.
2.         Adanya hutang budi yang harus dibayar terlebih dahulu oleh Bung Karno. Sebagai satria harus berani mengakui bahwa keadaan negara yang serba sulit akibat pemberontakan demi pemberontakan, telah melemahkan kekuatan bangsa Indonesia dalam segala segi, baik dalam bidang kemanan, ekonomi dan sosial politik yang memaksa Bung Karno menerima uluran tangan dari negara-negara Komunis.
3.         Rencana menghancurkan kekutan Kolonialis Belanda. Bagaimana pun juga keberadaan kolonialis Belanda dengan segala hak-hak istrimewanya yagn diperoleh dari perjanjian Meja Bundar di Den Haag, masih merupakan bahaya besar bagi eksistensi negara Republik Indonesia. Hal ini telah dibuktikan oleh Belanda, walau pun pda tahun 1949, dengan resmi telah menyerahkan sebagan besar kedaulatan wawasan Nusantara kepada Repulbik Indoneia, pada kenyataannya Belanda masih terus berusaha menjalankan politik adu dombanya, sehingga tidak sedikit dari golongan-golongan yang bersemayan di wawasan nusantara mengadakan pemberontakan-pemberontakan antara lain pemberontakan Westerling, Andi Azis, RMS dan lain sebagainya. Begitu pula tentang Irian Barat. Belanda telah berjanji hendak menyerahkan kepada Indonesia setahuns etelah perjanjian Meja Bndar. Ternyata setelah ditagih dengan cara damai tidak juga mau menepati janjinya, maka untuk merebut  kembali Irian Barat dengan kekuatan senjata diperlukan kekuatan terpadu dari semua golongan dan dukungan sebanyak mungkin dari negara-negara yang ada di dunia.
Berdasarkan ketiga alasan tersebut, maka logislah apabila Bung Karno mengambil kebijaksanaan merangkul PKI dan negara-negara Komunis untuk masa tertentu.
Telah merupakan kehendak Tuhan, bahwa Bung Karno disamping ditakdirkan sebagai pemimpin negara dan bangsanya, juga ditakdirkan sebagai pemimpin dari negara-negara yagn tertindas dan bangsa-bangsa yang terjajah di dunia sehingga oleh Raja Kediri yang arif bijaksana, weruh sakdurunge winarah disebutnya sebagai “Ratu Rinenggeng sajagad” (Raja yang ditunggu-tunggu dunia).
Sehingga tindakan Bung Karno untuk keluar seolah-olah mempunyai makna Internasionalistis. Dus dalam hal ini ada kemiripan persekutuan makna dengan landasan Internasionalistismenya Komunis. Hanya bedanya kalau Bung Karno membantu negara-negara tertindas dengan niat yang tulus saling tolong menolong sesama umat untuk mendapatkan ridho Tuhan, sementara Komunis berdalih menolong sesama umat untuk mendapatkan kenikmatan dunia dengan tidak percaya kepada Tuhan bahkan anti dan menentang segala ajaran-ajaran-Nya.
Jadi dalam hal ini mempunyai persamaan makna dhohir (klitnya) namun mempunyai makna permusuhan dari sisi batin (intinya).
Dalam hal ini  Bung Karno telah memperlihatkan kehebatannya di dalam memnafaatkan persekutuan makna dhohir dengan bersama-sama negara-negara Komunis menghancurkan kolonialisme di dunia, dan dilain pihak Bung Karno memperlihatkan kecemerlangannya di dalam usaha menyelamatkan bangsa-bangsa yang percaya kepada Tuhan. Terbukti dengan adanya Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 6 sampai 10 Maret 1965, serta terwujudnya tradisi lebaran dengan Halal bi Halal dan kegiatan silaturahmi di dalam negeri kita yang tak ada duanya di dunia.
Begitu pula dengan Komunisme di Indonesia, Bung Karno juga memanfaatkan persekutuan makna dhohir dengan merangkaul PKI dan memanjakannya dengan harapan mengambil buah dari landasan Internasionalisme. Dengan demikian Bung Karno dapat dengan mudah mendapatkan bantuan-bantuan yang diperlukan untuk menghancurkan Kolonialis Belanda sampai ke akar-akarnya dari wawasan Nusantara, yang mana hal tersebut merupakan dambaan seluruh rakyat bangsa Indonesia, untuk generasi terdahulu, sekarang dan yang akan datang.
Demikian pula mekna permusuhan antara ideologi Pancasila yagn dulu dengan gigih diperjuangkan bersama pendukungnya dengan ideologi Komunis yang jelas bertentangan dengan Pancasila, bahkan selalu berusaha memangsanya. Dalam hal ini Bung Karno dengan kebesaran jiwa telah berhasil dengan kelihaiannya ikut menghancurkan pendukung-pendukung PKI dengan segala ajarannya dari negara Republik Indonesia, sehingga dengan demikian selamatlah Pancasila dari keganasan Komunis.
Tentang penjelasan masalah ini hendak diterangkan tahapan demi tahapan pada bab-bab berikutnya.
13. MEMBEBASKAN  IRIAN  JAYA
Dalam Konferensi Meja Bundar di tahun 1949, ada satu hal yang tetap menjadi persoalan antara Indonesia dan belanda, yaitu bagian sebelah Barat dari Pulau Irian, yagn tadinya merupakan bagian dari daerah Hindia Belanda tidak diserahkan kepada Indonesia. Ini adalah daerah yang terbelakang, daerahnya masih merupakan hutan lebat dengan gunung-gunungnya yang mencakar langit dan daerah rawa yang luas.
Pulau ini didiami oleh Suku Irian yang berkulit hitam yang masih menggunakan alat-alat primitif seperti kampak dari batu dan senjatanya berupa busur dan panah. Rakyat ini hidup dalam keadaan di jaman batu. Keadaan penduduk Irian dengan segala sifatnya, telah dijaidkna oleh Belanda sebagai alasan bahwa rakyat Irian tidak termasuk bangsa Indonesia. Jadi tidak ada alasan bagi Belanda untuk menyerahkan wilayah Irian Barat kepada Republik Indonesia. Sementara itu Angkatan Bersenjata Belanda di kirim ke Irian Barat.
Tindakan Belanda ini telah membangkitkan kemarahan Bung Karno pada khususnya dan rakyat Indoneisa pada umumnya. Alasan Belanda tersebut tidaklah bisa diterimma, oleh karena rakyat Irian tidak lebih mirip dengan orang Belanda yang bepipi merah, berambut jagung dan dengan muka berbintik-bintik itu.
Irian Barat pada dasarnya hanya selebar daun kelor apabila dibandingkan dengan kepulauan Indonesia lainnya, akan tetapi Irian Barat adalah sebagian dari tubuh bangsa Indonesia. Bukankah seseorang akan emrasa sakit apabila salah satu anggota tubuh nya dipotong begitu saja? Bukankah seseorang akan berteriak kesakitan apabila dipotong ujung jarinya sekali pun hanya sedikit?
Dapat dimengerti bahwa setelah tahun demi tahun berlalau tanpa penyelsaian,Republik Indonesia semakin merasa sakit dan gelisah. Republik Indonesia masih mencoba untuk berunding dengan harapan Belanda Mau menepati janji. Di Tahun 1954 sengketa ini dibicarakan, tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Kemudian diulang kembali di tahun 1955, 19556, 1957 .......... pendeknya setiap tahun. Republik Indonesia tidak berniat henak menaklukkan salah satu bagian dari dunia yang bukan kepunyaan Republik Indonesia.
Dalam sidang umum PBB di tahun 1960, sebelas tahun semenejak Konferensi Meja Bundar, Menteri Luar Negeri Belanda menyatakan “Negeri Belanda bersedia mendekolonisir Nieuw Guinea dan kemudian menentukan keinginan sesungguhnya dari penduduk asli, apakah mereka tetap di bawah si tiga warna, apakah mereka ingin berdiri sendiri ataukah ingin bergabung dengan Republik Indoensia. Kami, orang Belanda, tidak akan campur tangan.
Bagi bangsa Indonesia janji-janji Belanda sudah tidak asing lagi, semuanya sudah tahu macam onongan seperti itu, sehingga dengan terpaksa Republik Indonesia memulai Politik kekersan. Rakyat Indonesia yang sudah tidak sabar lagi, melancarkan aksi-aksi di seluruh tanah air terhadap kepentingan Belanda yang masih ada. Perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia diambil alih oleh karyawannya untuk diserahkan kepada Pemerintah. Hubungan Indonesia Belanda makin menjadi tegang, yang mencapai puncaknya pada tanggal 17 Agustus 1960 ketika Republik Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Kerajaan Belanda.
Sementara itu di pihak Belanda juga telah memperkuat angkatan perangnya di Irian, antara lain dengan mengirimkan sebuah kapa induk, beberapa kapal perusak dan beberapa kapal selam. Pada Bulan April 1961, pihak Belanda mengadakan persiapan-persiapan untuk membentuk “Negara Papua” yang berarti akan melepaskan Irian dari Indonesia untuk selama-lamanya.
Menjelang pembebasan Irian Barat ii di dalam Negara Republik Indonesia telah terjadi penangkapan terhadap tokoh-tokoh masyarakat atau pemimpin-pemimpin partai seperti Achmad Soeharjo bekas Menteri Luar Negeri, Dr. Syahrir Rasad, Profesor Bahder Johan, Maria Ulfah Santoso, Syahrir, Subanddio Sestrosetomo, Anak Agung Gde Agung, Prawoto Mangkusasmito, Yunan Nasution, Kiai Isa Anshori, Muchtar Ghazali, Muttaqin dan Mohammad Roem.
Tindakan ini telah mendorong Bung Hatta untuk menulis surat secara resmi kepada Bung Karno pada tanggal 19 Januari 1962, sebagai berikut :

Mohammad Hatta
Jakarta, 19 Januari 1962.
PYM Presiden Republik Indonesia
JAKARTA
Saudara Soekarno,

Sebenarnya abelum waktunya saya akan mengganggu Saudara dengan surat menyurat. Pendirian saya sejak beberapa waktu ialah memberi fair chance pada Sudara untuk mencoba melaksanakan cita-cita pembangunan negara dan masyarakat menurut cara Saudara sendiri dalam waktu yang layak dengan tidak disertai kritik dari pihak saya, supaya Saudara dapat mengalami sendiri bagaimana hasilnya.
Akan tetapi keegelisahan dalam masyarakat sejak beberapa waktu yang lalu, ditambah dengan kesulitan hidup rakyat yang sangat meningkat, memaksa saya menulis surat ini.
Kegelisahan bermula dengan penangkapan beberapa orang dokter di Jakarta dan Bogor atas laporan yang bukan, bahwa mereka itu masuk dalam suatu komplot bikinan Belanda untuk membunuh Saudara. Malahn juga seorang anggota pegawai polisi yagn kerjanya terutama memimpin musik kepoilisian, Sdr. Sudjasmin terseret ditangkap. Dengan tiada dipaksa terlebih dahulu sifat laporan itu, mereka itu dimasukkan ke dalam tahanan begitu saja, seolah-olah negara kita bukan negara Hukum, melainkan negara kekuasaan semata-mata. Di antaranya ada orang-orang yagn tidak pernah berpolitik dan orang pensiunan yagn sudah berumur 70 tahun.
Sesudah di tahan lebih dari dua minggu, heran saya tidak besalah, mereka dilepaskan. Sementara hati mereka sudah dilukai.
Orang sekarang dilarang mengeluarkan perasaan. Tetapi dapatkah dicegah dendan yang tertanam di dalam hati, yang menimbulkan, bahwa tida ada lagi Rechtzekerheid di Indonesia? Sedangkan seorng yan dekat pada Saudara sampai mengucapkan, “Kalau begitu tiap orang yang difitnah mudah saja ditangkap begitu saja. Manalagi jaminan Hukum di Negeri kita ini?”
Sekarang masyarakat gempar lagi karena penangkapan bebereapa orang terkemuka, di antaranya Syahrir, Prawoto, Roem, Soebadio, Anak Agung Gde Agung, entah siapa lagi. Katanya kira-kira selusin orang. Orang tak tahu apa sebabnya. Menurut berita, mereka dituduh tersangkut dengan peristiwa Cenderawasih di Makasar.
Saya kira, manusia yang sehat pikirannya mengutuk perbuatan teror seperti yang terjadi di Makasar itu. Dan saya yakin dari sejarah perjuangan, ahwa Syahrir dan lain-lainnya itu prinsipal menetang segala macam teror dalam politik karena bertentangan dengan sosialisme, dan perikemanusiaan. Dan Mr. Roem terkenal seorang politicien safisfait. Mereka itu tidak enggan melakukan oposisi yang tegas dalam politik, seperti ternyata dalam pergerakan mereka dahulu, tetapi akan ikut dengan perbuatan teror itu tidak masuk akal.
Jika sekiranya ada sangkaan pada instansi yang bersangkutan, apakah tidak lebih bijaksana apabila diamat-amati saja dengan teliti gerak-gerik mereka, dengan tidak segera mengadakan penangkapan yang menggemparkan? Istimewa pada waktu mengahadapi masalah Irian Barat yang berat itu, suasana ketenangan perlu sekali. Peristiwa ini pasti dipergunakan Belanda untuk melemahkan Indonesia dan memburukkan nama Saudara sendiri dalam dunia Internasional. Dan ini pasti berpengaruh sebab seorang seperti Syahrir yang terkenal namanya sabagai seorang pejuang kemerdekaan dan sampai tiga kali menjabat Perdana Menteri di dalam masa yagn slit, tidak bisa ditangkap begitu saja.
Sambil lalu saya sebutkan di sini suatu peristiwa yagn sama efektifnya dalam bidang pegawai negeri : menghilangkan rasa aman dalam Jabatan Saudara Kajat, Direktur JUBM baru-baru ini mendapat perintah adari darik Wakil MP. I Dr. Leimena untuk melempar beras ke pasar guna melenyapkan panik beras di kalangan rakyat, dengan harga yang tertentu. Peristiwa itu dijalankannya. Tetapi beberapa hari sesudah itu pegawai tinggi tersebut, bukan seorang penjahat! Ditangkap dan ditahan ke dalam bui. Keterangan MP. I Dr. Leimena, bahwa dialah yang memberi perintah. Tidak berhasil melepaskannya. Sampai waktu Dr. Leimena berangkat ke Maluku, pegawai tersebut masih meringkuk dalam bui. Apakahini suatu pemerintahan? Jangankan pemerintahan yagn adil.
Kita selal menggembar-gemborkan, bahwa negara kita berdasar Pancasila, tetapi di mana keadilan, perikemanusiaan, demokrasi yang sebenarnya. Adaakh demokrasi, kalau orang rata-rata merara takut, harus tutup mulut, kritik tidak diperbolehkan, sehingga berbagai hal yagn tidak dapat dipertanggung jawabkan berlaku leluasa?
Apa yagn kita cela dan tantang dahulu di zaman kolonial Belanda, sekarang berulang terjadi dilakukan atas nama Saudara. Haraplah Saudara renungkan, sedalam-dalamnya hal ini.
Karena saya telah menulis surat ini, ada baiknya saya menyinggung sepintas lalu-sepintas lalu saja soal penghidupan. Tiap pejabat Negara mendengung-dengungkan, bahwa kita sedang menuju ke sosialisme. Tetapi dalam prakteknya banyak terdapat tindakan-tindakan pemerintah yang bertentangan dengan itu. Tujuan sosialisme ialah memurahkan ongkos hidup rakyat, berbagi tindakan pemerintah sebaliknya memahalkan. Sudahlah, beras melompat-lompat naik harganya, hingga tidak terbeli oleh rakyat jelata, juga tarif air, gas dan listrik dinaikkan sampai berlipat ganda. Demikian juga ongkos transportasi dengan bus, trem dan kereta api, dengan tiada memikirkan apakah ini terpikul oleh amsyarkat. Tarif kapal udara yang baik berlipat ganda tidak saya singgung, karena itu tidak dipakai oleh rakyat jelata. Pemakaian telepon dibebani dengan biaya ekstra 12.500,00 sehingga telepon bagi orang-orang kaya saja, saudagar besar atau tukang catutu saja nanti yang akan bertelepon. Orang pensiunan dan rakyat jelata rupanya dianggap tidak memerlukan. Apakah pemerintah sosialisme Indonesia teruntuk meladeni kaum kapitalis saja?
Ada desas-desus bahwa devaluasi akan diadakan lagi untuk memperoleh export drive. Mereka yang berfikir ke jurusan itu untuk memajukan ekspor tidak mengerti persangkut-pautan ekonomi. Dua tahun yang lalu saya peringatkan Saudara akan bahaya merusak kepercayaan kepada uang kita. Nasihat saya diabaikan, malahan saya disebut naif. Sekarang Saudara alami sendiri akibatnya. Dan sekarang akan diulangi lagi kesalahan itu?
Memang devaluasi pernah diadakan oleh berbagai negeri industri dengan tingkatan antara 10% sampai 25%, untuk menurunkan ongkos produksi dan dengan itu menurunkan harga tawaran di pasar dunia, supaya dapat bersaing dengan negeri-negeri lawannya. Masalah ekspor Indonesia tidak di situ letaknya dalam bidang-bidang lain yang kompleks. Yagn tidak akan saya persoalkan di sini. Hanya saya sebut di sini, bahwa devaluasi yang akan erbilang beratus persen itu akan memperbesar lagi kesengsaraan rakyat yang sudah sengsara.
Masalah ini hanya saya singgung sepintas lalu. Maksudnya surat ini yang terutama ialah meminta perhatian Saudara kepada masalah rasa tak ada hukum dan hak dalam masyarakat. Renungkanlah, bahwa keadaan semacam itu tidak dapat menjadi dasar pemerintahan.
Wassalam.
Dari surat Bung Hatta itu, kita menjadi tahu di masa Bung Hatta sebagai manusia yagn berjiwa besar, di dalam dirinya tetap bersemayam jiwa juang yagn tak kunjung reda. Selalu mempunyai ketulusan budi untuk mengingatkan saudara seperjuangannya yang dianggapnya salah jalan.
Berdasarkan pengamatan penulis, maksud dari surat Bung Hatta khususnya tentang amslaah penangkapan tokoh-tokoh masyarakat dan pemimpin-pemimpin partai, mempunyai tujuan yang berbeda dengan ujuan Bung Karno di dalam melakukan tindakan penangkapan itu sendiri. Bung Hatta  mempunyai anggapan bahwa penangkapan yang dilakukan Bung Karno pada saat itu akan melemahkan kedudukan Indonesia dan memburukkan nama Bung Karno sendiri dalam dunia Internasional, dan ini pasti akan berpengaruh. Ementara bagi Bung Karno, menurut pengamatan penullis. Penangkapan ini mempunyai  tujuan untuk lebih meyakinkan negara Komunis bahwa Bung Karno telah sepaham dengan mereka dan hendak mendukung segala rencana-rencana mereka. Dengan demikian sajalah bantuan yagn diharapkan dan dukungan secara politis yang diperlukan untuk menghadapi segala kemungkinan yagn terjadi dalam rangka membebaskan Irian Barat dengan mengadu kekuatan senjata dapat terpenuhi. Pendek kata mereka ditangkap dijadikan umpan untuk mengail ikan besar untuk pestanya rakyat Indonesia di hari-hari yang akan datang.
Tindakan Bung Karno ini. Telah mengingatkan penulis akan ungkapan sang Pujangga Ronggowarsito, sebagaimana yang telah ditayangkan pada bab-bab yang lalu, yaitu : Yen pinikir sayekti, Mundak opo aneng ngayun. Andeder kaluputan. Siniraman banyu kali (Kalau dipikir dengan sungguh sungguh dan teliti, apa gunanya atau bertambah apa lagi seorang pemimpin dengan sengaja berbuat kesalahan dan dengan sengaja berbuat kelengahan?) Tentu akan tidak ada gunanya kecuali di balik tindakan yang salah itu ada tujuan, tentunya mempunyai mafaat keberuntungan yang lebih besar dari tindakan salah yang disengaja itu sendiri. Sehingga dalam hal ini sang Pujangga seolah-olah ikut membenarkan dan mendukung tindakan Bung Karno. Bahkan lebih jauh Sang Pujangga menegaskan di dalam Serat Sabda Tama yang merupakan kelanjutan dari Serat Kalatidha, di mana pada awal bait dari Serat Sabda Tama san Pujangga memberi nasihat hadapi jaman yang penuh keragu-raguan ini, dan pada bait 12 dan 13 Pujangga mengungkapkan sebagai berikut :
SERAT SABDA TAMA
12. Ndungkari gunung-gunung
Kang geneng-geneng pada jinugrug
Parandene tan ana kang naggulangi
Wedi kalamun sinembur
Upase lir wedang umub.
13. Kalonganing kaluwung
Prabaniro kuning abang biru
Sumurupa iku mung soroting warih
Wewarahe jeng Raul
Dudu jatine Hyang Manon
Terjemahan :
12. Gunung-gunung digenpur, yang tinggi-tinggi diratakan/dihancurkan, meskipun demikian tak ada yang berani mencegahnya, sebab mereka takut akan bisanya, yang apabila menyembur panas bisanya (racunnya)  bagaikan air yang mendidih.
13. Tetapi hendaklah diketahui, baha lengkungan pelangi yang berwarna kuning merah dan biru, sebenarnya hanyalah cahaya pantulan (bias) belaka, Menurut ajaran para Rasul, itu bukanlah sukma sejati.
Keterangan :
Gunung-gunung digempur ini melambangkan pemimpin-pemimpin yang ditangkapi, sehingga kedudukannya menjadi hancur oleh karena mereka dimasukan ke dalam bui. Tindakan Bung Karno menangkapi mereka ini tidak ada yang berani melarangnya, oleh karena semuanya merasa takut akan akibat yang hendak ditimpakan kepda siapapun yang berani mencegahnya (bait 12).
Dalam bait 13. Pada asalnya lambang-lambang tersebut diambil dari perjalanan seseorang yang sedang bersuluk atau menjalankan lakon untuk mengenal hakikat dirinya yang selanjutnya hendak mengenal Tuhan. Sesuai dengan Sabda Nabi, “Barang siapa, tahu tentang haqiqat dirinya, maka dia akan mengneal Tuhannya” atau “Hati orang-orang yang beriman itu adalah rumah Allah.”
Di dalam perjalanan mengenal diri melalui meditasi atau konsentrasi berdzikir, maka seseorang akan menemukan cahaya-cahaya, dimana cahaya ini baru merupakan wujud dari hawa nafsu bukan seukma sejati. Namun lambang-lambang yang digunakan R. Ng. Ronggowarsito tersebut bisa juga dijadikan sebagai lambang yagn ada hubungannya dengan alam nyata atau alam lahir. Sehingga pelangi yang melengkung yagn sering kita jumpai itu adalah merupakan cahaya pantulan atau cahaya bias belaka. Dan bukan merupakan cahaya yang sebenarnya yang keluar dari sumber cahaya, yaitu matahari.
Adapun tujuan dari hal ini, menerangkan tentang tindakan Bung Karno di dalam menangkapai tokoh dan pemimpin dengan semena-mena itu, hanyalah merupakan tindakan lahir atau kulitnay saja. Pendek kata, tidak dilandasi benci dendam dan lain sebagainya, tindakan Bung Karno yang sedemikian itu merupakan cara yang jitu untuk mengelabui hakikat permusuhannya terhadap PKI dan negara-negara Komunis lain.
Kembali kepada masalah membebaskan Irian Barat, setelah persiapan-persiapan dianggap cukup, yagn terdiri dari : 1 Dukungan diplomatik di Perserikatan Bangsa-Bangsa yagn pada intinya terdiri dari negara di benua Asia dan Afrika serta negara-negara sosialis Eropa. 2. Personil militer yagn memadai dalam arti jumlah dan kualitas. 3. Datangnya peralatan perang yang baik yang dibeli atau dipinjamkan yang berupa pesawat-pesawat pembom, kapal-kapal perang, roket, serta peralatan lainnya dari Uni Sovyet atau negara-negara sosialis lainnya di eropa, maka berakhirlah tahap perencanaan bagi gerakan pembebasan Irian Barat dengan konfontrasi bersenjata. Maka dimasukanlah tahap berikutnya yaitu tahap pelaksanaannya.
Tahap pelaksanaan dariapda gerakan pembebasan Irian dicanangkan oleh Bung Karno selaku Presiden RI dengan Tri Komando Rakyat. Bertepatan dengan hari Ulang Tahun Aksi Militer II Belnada, yaitu apda atnggal 19 Desember 1961. Bung Karno mengucapkan Tri Komando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta :
Tri Komando rakyat itu ialah :
1.         Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda Kolonial.
2.         Kibarkan Sang Merah Putih id Irian Barat Tanah Air Indonesia.
3.         Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
Pada tanggal 11 Januari 1962, Bung Karno selaku Presiden membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dengan Mayor Jendral Suharto (Presiden Suharto) sebagai Panglima Kolonel Laut R. Subono dan Kolonel Udara Leo Watimena masing-masing sebagai wakil Panglima I dan II serta Kolonel Achmad Tahir sebagai Kepala Staf.
Belum lagi Komando Mandala sempat melakukan konsolidasi, kejadian suatu insiden bersenjata antara tiga buah MTB (Motor Terpedo Boat) Indonesia melawan sebuah kapal perusak dans ebuah frigat Belanda, di mana pihak kita kehilangan MTB Macan tutul. Kebetulan di atas MTB itu berada Laksamana Pertama Komodor Yos Sudarso, Deputi Kepala Staf Angkatan Laut. Sedang kedua MTB yagn lain berhasil meloloskan diri. Peristiwa ini terkenal sebagai pertempuran laut Aru.
Dalam bulan Pebruari 1962, Komando Mandala mulai menggerakkan kesatuan-kesatuan laut dan udara dalam patroli-patroli pengintaian terhadap musuh di Irian. Dengan bantuan para perwiranya. Mayor jendral Suharto merencanakan siasat perang yang tercermat. Mula-mula didaratkan sejumlah pasukan komando di berbagai tempat di Irian Barat melalui udara dan laut. Mereka ditugaskan untuk mengumpulkan keterangan sambil memancing perhatian musuh. Sesuai dengan perhitungan, tentara Belanda mengerahkan pasukannya untuk menghadapi pasukan Komando Indonesia tersebut. Pada saat itu secara tiba-tiba sejumlah pasukan Indonesia lainnya mendarat di Kaimana, di bagian ujung barat Irian Barat. Dengan begitu tentara Belanda terpaksa memecah kekuatannya untuk menghadapi pendaratan di Kaimana.
Tentara Belanca rupanya memusatkan perhatian dan kekuatannya di Kaimana. Mereka berusaha keras untuk menghancurkan pasukan-pasukan Indonesia. Sementara itu Mayor Jendral Suharto bersiap melaksanakan rencana yang berikutnya, yaitu merebut markas besar tentara belanda di Biak, yang pada waktu itu hanya dijaga sejumlah kecil pasukan musuh.
Akan tetapi sebelum rencana itu dijalankan, tiba-tiba datanglah perintah gencatan senjata. Ternyata pada saat itu Perserikatan Bangsa- Bangsa telah mengetahui apa yang sedang terjadi di Irian itu. Akhirnya melalui pihak Amerika, yagn juga menyadari bahwa ini akan menimbulkan perang besar dan kuatir dia akan tersangkut di pihak Belanda, maka Amerika melakukan tekanan di pihak Beanda. Negara Belanda dengan hati yang berat menyetujui penyerahan Irian kepada Republik Indonesia. Dan Pihak Indonesia setuju untuk mengambil alih kewajiban mereka di wilayah itu. Penyelesaian sengketa Irian ini kemudian dikenal dengan sebutan Susul-Usul Bunker, oleh karena yagn menyusunnya atau sebagai perantara adalah seorang diplomat yagn bernama Ellsworh Bunker dari Kemnetrian Luar Negeri Amerika Serikat.
Dan begitulah pada tanggal 15 Agustus 1965 ditandatanganilah persetujuan antara Indonesia dan belanda di New York. Isi persetujuan itu ialah : Selama satu tahun Irian akan diurus oleh suatu pemerintahan sementara oleh PBB. Pada tanggal 1 Mei 1969, Irian diserahkan kepda Indonesia dengan ketentuan bahwa pada tahun 1964, akan ditentukan pendapat rakyat, apakah mereka ingin bediri sendiri atau tetap bersatu dengan Republik Indonesia. Demikian lah Irian Barat dapat direbut denegan kekuatan senjata dalam waktu yagn relatif singkat, di mana Bung Karno sebagai arsiteknya perang, sementara Mayor Jendral Suharto sebagai pelaksananya yang penuh dengan rasa tanggung gjawab.
14. GUGURNYA ONGKOWIJOYO (ABIMANYU)
Setelah Kolonial Belanda dapat diusir dari Irian Barat, maka hancurlah sudah musuh Pancasila yang datangnya dari luar Republik Indonesia, dengan demikian ancaman terhadap Negara yang berlandaskan Pancasila bagi Bung karno jauh sudah berkurang. Yaiu tinggal sisanya yang terdiri PKI yang selama ini secara langsung atau tak langsung telah ikut ambil bagian dalam rangka menghancurkan Belanda di irian.
Keberhasilan merebut Irian Barat dari Belanda yang hanya memakan waktu yang amat singkat, pada dasarnya merupakan suatu keberhsilan yagn luar biasa. Hampir semua kapal perang dan pesawat-pesawat pembom serta perlengkapan perang lainnya semua masih dalam keadaan utuh, sehingga dapat dipergunakan untuk mengamankan wawasan Nusantara pada hari-hari yang akan atang. Secara jujur, keberhasilan ini tidak bisa dilepaskan bagitu saja dari dukungan PKI dan negara-negara Komunis dunia.
Di dalam menghadapi musuh Pancasila berikutnya yaitu PKI, di sini seolah-olah ada dua Bung Karno. Yaitu Bung Karno sebagai satria yang bersahabat yagn selanjutnya wajib memberi imbalan yagn sepadan kepda PKI dan negara Komunis Dunia sebagai perwujudan rasa terima kasih, dan Bung Karno sebagai pemimpin yang percaya dan patuh kepada Allah, yang selanjutnya harus menyelamatkan negara yagn berlandaskan Pancasila beserta pendukung-pendukungnya, dan sekaligus menghancurkan musuh-musuh Pancasila itu sendiri dalam hal ini adalah PKI.
Bung Karno harus mampu berperan, dan harus sanggup membelah dirinya, sehingga semua tindakan di dalam merampungkan dua tugas yagn saling berlawanan itu dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu beliau dituntut untuk dapat menyeangkan hati orang-orang Komunis sebagai ucapan terima kasih, di lainpihak beliau dituntut menyelamatkan Pancasila besert apendukungnya. Pendek kta, Bung Karno harus pandai bermain badut-badutan, tanpa disadari oleh dua belah pihak yang bermusuhan. Di sini dibutuhkan jiwa seni, untuk itu diperlukan perasaan yang halus. Sampaidi sini penulis baru meahami, dan alangkah tepatnya ungkapan Bung Karno di bukunya yagn ditulis Cinci Adams halaman pertama, sebagai berikut :
“Orang mengatakan bahwa Presiden Republik Indonesia banyak memiliki darah seoran seniman. Akan tetapi aku bersyukur kepada Yang Maha Pencipta, karena aku dilahirkan dengan perasaan halus dan darah seni. Kalau tidak demikian, bagaimana aku bisa menjadi Pemimpin Besar Revolusi sebagaimana 105 juta rakyat menyebutku? Kalau tidak demikian, bagaimana aku bisa memimpin bansgaku untuk merebut kembali kemerdekaan dan hak-hak azasinya setelah tiga setengah abad dibawah penjajahan Belanda? Kalau tidak demikian, bagaimana aku bisa mengobarkan suatu Revolusi di tahun 1945, dan menciptakan suatu Negara Indonesia yang bersatu yang terdiri dari Pulau Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan bagian lain dari Hindia Belanda?
Irama suatu Revolusi adalah menjebol dan membangun. Pembangunan menghendaki jiwa seorang arsitek, dan didalma jiwa arsitek terdapat unsur-unsur perasaan dan Jiwa Seni, Kepandaian memimpin suatu revolusi hanya dapat dicapai dengan mencari ilham dala segala sesuatu yang dilihat. Dapatkah seseorang memperoleh Ilham dalams esuatu bilaman ia bukan seorang gmanusia seni barang sedikit?”
Dan pada halaman 7 beliau menegaskan, Barat menuduhku terlalu memperhatikan muka manis kepada negra-negara sosialis. Oooooh kata mreka, Lihatlah Sukarno lagi-lagi bermain sahabat dengan Blok Timur”, Yah, mengapa tidak? Negara-negara Sosialis tak pernah mengizinkan seorang pun menegjekku dalam Pers mereka. Negara-negara sosialis selalu memujiku. Mereka tidak membikin malu ke sluruh dunia atau pun tidak mempermalukanku di muka umum seperti seoarng anak yang tercela dengan menolak memberikan lebih banyak jajan sampai kau menjadi anak yang manis. Negara-negara sosialis selalu mencoba merebut hati Sukarno. Krushchov mengirim aku jam dan hasil tanaman lain dari panennya berupa apel, gandum dan hasil tanaman lain yang terbaik. Jadi salahkah aku berterima kasih kepadanya? Siapakahyang takkan ramah terahdap seseorang yang bersikap ramah kepadanya? Aku mengejar politik netral ya! Akan tetapi dalam hati kecilku siapa yang menyalahkanku, jika aku berkata “Terima kasih rakyat negara Blok timur, akrena engkau berusaha tidak menyakiti hatiku. Terima kasih karena engkau  telah menyampaikan kepada rakyatmu bahwa Sukarno setidak-tidaknya mencoba sekeuat tenaganya bebua untuk negerinya. Terima kasih atas pemberianmu.”
Apa yang kuucapkan itu adalah tanda terima kasih, bukan Komunisme!
Itulah pernyataan Bung Karno di dalam Otobiografinya.
Sebagai langkah selanjutnya untuk menjalankan dua tugas ygn saling berlawanan tersebut, maka Bung Karno menyusun strategi perang Saudara dimana Bung Karno sebagai dalangnya di samping juga sebagai pemeran utama, yaitu dengan cara  menarik tegas rakyat Indonesia menjadi dua kekuatan yang dikenal sebagai Revolusioner kanan (PKI) contra Revolusioner Kiri Pendukungpendukung Pancasila yang menentang Komunisme).
Di dalam Perang Barataudha taktik Basukarno agar supaya orang-orang Kurawa berani maju perang menghadapi Pandawa yang telah diketahuinya lebih unggul dalam segala hal, maka Basukarno selalu membesarkan hati orang-orang Kurawa dan selalu meyakinkan bahwa mereka telah mempunyai kekuatan yang tangguh. Karena hanya dengan jalan perang orang-orang Kurawa dapat dihancurkan beserta tabiat buruknya.
Tatik Basukarno tersebut mempunyai kemiripan persekutan makna dengan indakan-tindakan Bung Karno, yaitu :
1.         Menyelenggarakan Ganefo (Game of New Emerging Forces) dan Semboan New Emerging orces yagn akan menghancurkan Old Established Forces (Nevos lawan Oldefos).
2.         Mendudukan Tokoh-tokoh PKI dalam kabinet, untuk ini Bung Karno memberntuk Kabinet Dwi Kora pada bulan Agustus 1964, dengan mengangkat Nyoto untuk duduk di dalamnya.
3.         Mencanangkan konfrontasi melawan Malaysia yag diketahui anti Komunis.
4.         Memberi perlindungan terhadap orang-orang Komunis yagn bergabung dalam Lekra. Dan sebaliknya Bung Karno melakukan larangan terhadap kelompok Manifes Kebudayaan yang menolak paham Komunis.
5.         Bung Karno memerintahkan ditutupnya 21 surat kabar semuanya tergabung dalam apa yang menamakan dirinya Badan Pendukung Sukarno dan bersikap anti Komunis. Mereka berharap dengan memakai payung  Badan Pendukung Sukarno dapat selamat.
6.         Bung Karno selalu melindungi orang-orang PKI dari diseret ke pengadilan atas tindakan-tindakan mereka melawan hukum.
7.         Bung Karno menyatakan, bahwa beliau sebagai Pemimpin Besar Revolusi merangkul PKI dan lains ebagainya.
Begitu pula sebaliknya untuk menyelamatkan negara yang berdasarkan Panacasila beserta pendukungnya, maka tindakan Bung Karno selanjutnya adalah :
1.         Merestui terbentuknya SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia) yang didirikan akhir 1962, dengan motivasi yakni menghadapi serangan terbuka dari PKI. Di tahun 1965 tatkala SOKSI mendapat serangan dari PKI yang menuntut partai Murba, SOKSI, HMI dibubarkan. SIKSI malah selamat bahkan mendapat restu secar lisan dan tertulis dari Bung Karno yang disampaikan kepada jendral Ahmad Yani dimana isinya yang terpenting adalah SOKSI direstui supaya berkembang dan jalan terus (diambil dari profil Seorang Prajurit TNI oleh Amelia Yani).
2.         Banyaknya kesempatan untuk mengadakan pembelian peralatan perang keluar dari dalam rangka memperkuat barisan Angkatan darat.
3.         Kenetralan Bung Karno dalam rangka menanggapi gagasan akan adanya Angkatan kelima yang diajukan PKI.
Ada pun taktik Bung Karno agar supaya perang segera meletus antara Revolusioner Kanan contra Revolusioneer Kiri, pada dasarnya terletak pada pembubaran Masyumi dan merangkul PKI.
Tindakan Bung Karno ini telah memupuk PKI (Revolusioner Kanan) untuk lebih berani melakukan aksi teror fisik serta ultimatum-ultimatum yang sangat mengerikan.
Sehingga keadaan menjelang tahun 1964 – a965 sebagai berikut :
Rakyat menjadi sangat tertekan batinnya oleh akrena teror PKI semakin meningkat, serta tindakan BPI Subandrio (Badan Intelejen yang seharusnya di bawah Hankam kini dikuasai Subandrio) terus melakukan penangkapan dan penculikan terhadap lawan politiknya tanpa diketahui apa sebabnya. Semua pejabat di sekita Bung Karno ikut meneriakan semboyan dan manteranya. Kultus mengagungkan pribadi Bung Karno yang dianggapnya Megalomania terus dibina dengan memberi gelar serba agung kepada beliau. Rasa tidak senang kepada Ingris untuk mengambil alih perusahaan tersebut, diantaranya yang besar adalah, perusahaan minyak PT, Shell, Unilever di Jakarta, dan perusahaan Perkebunan PT. Lands di daerah Subang Jawa Barat. Penyusupan PKI ke dalam badan-badan pemerintahan dan Angkatan Perang berjalan terus, PKI meningkatkan konfrontasi terhadap Amerika Serikat dengan menyerbu Kantor Penerangan Kedutaan Besar Amerika dan melakukan pengrusakan dan pembakaran.
Di Bandara Betsi (Sumatra), Dan Ramil Pembantu Letnan Satu dibacok dengan pacul oleh BTI/PKI. Di mana Bung Karno justru mengatakan bahwa pembantu letnan satu itu harus dihukum mati. Di Kediri juga terjadi peristiwa seperti itu.
Kemudian muncullah “Dokumen Gilchrist” pada bulan Mei 1965 suatu dokumen ciptaan PKI BPI Subandrio. Dinyatakan olehnya seolah-olah di Angkatan Darat, terdapat sautu Dewan Jendral atau DD, yagn sangat memojokan AD. Menjelang G.30 S/PKI di Jawa Timur. Gerwani berusaha menguasai dan merusak Kantor Gubernur. Dan masih banyak lagi persitiwa-peristiwa memanaskan suhu politik yang didalangi PKI di masa itu.
Begitu pula di dalam tubuh Angkatan darat dengan pembubaran Masyumi dan PSI serta pernyataan Bung Karno dimana beliau sebagai Panglima Besasr Revolusi merangkul PKI, tindakan tersebut telah menimbulkan kebimbangan di dalam tubuh Angkatan Dara, yang selanjutnya memaksa Angkatan Darat untuk menentukan haluan politik yang tegas menentang Komunisme. Dengan demikian seolah-olah telah terjadi perbedaan haluan politik antara Bung Karno bersama PKI dengan Angkatan Darat. Walau pun pada hakikatnya yagn sedemikian itu merupakan kehendak Bung Karno yan disengaja. Dengan demikian berhasilah Bung Karno  dalam memancing kemarahan Angkatan Darat.
Agar kita dapat memahami permasalahan dalam arti yang sebenarnya di sini penulis sampaikan surat Jendral Ahmad Yani kepada Bung Karno, sebagai berikut :
1.         Kami dari Angkatan Darat telah menyadari tujuan Revolusi Nasional kita.
2.         Angkatan Darat sejak dilahirkan dan dibesarkan selalu di indoktrinasikan dengan falsafah negara.
Tujuan Revolusi Nasional :
1.         Sudah jelas : Masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
2.         Revolusi belum selesai karena pada saat ini implementasinya pun belum dilakukan.
3.         Justru karena kita ingin mengamankan terlaksananya tujuan revolusi kita ini, maka perlu kiranya hal-hal yang menyebabkan dualisme itu diclear dan ditiadakan.
4.         Dualisme yang kami sebutkan tidak mengenai selesai dan belumnya revolusi, bukan mengenai pimpinan revolusi, tetapi dualisme dalam Interpretasinya.
5.         Sejak TNI dilahirkan maka baik oleh Bapak sendiri mau pun oleh antara lain Bapak Sudirman falsafah negara selalu di Indoktrinasikan.
6.         Sosialisme Indonesia dan uraian-uraian Bapak sendiri yang dapat kami tangkap dilandaskan pada :
a.                   Ketuhanan Yang Maha Esa.
b.                   Kebangsaan Indonesia
c.                   Perikemanausiaan
d.                   Kedaulatan rakyat
7.         Ada golongan dalam masyarakat kita yang mempunyai interpretasi tersendiri yaitu golongan Komunis. Kami dapat mengatakan ini karena justru setelah mengetahui dasar-dasar mereka dan apa yang mereka indotrinasikan kepada pengikutnya, lain. Bagi mereka Sosialisme Indonsia bukan ultimate obyektive tetapi intermediate obyective belaka. Seorang Komunis yang tidak konsekuen pada ajaran partainya bukan Komunis tetapi Revisionest.
8.         Justru di sini kami sinyalir adanya benih-benih dualisme, yang dapat membahayakan kelangsungan daripada sosialisme Indonesia.
9.         Perbedaan ini ada, kebimbanganini hidup di kalangan corps AD, di Corps Pamong Praja, di masyarkat. Dan anehnya kelau kami memperbincangkan soal ini secara Collegial, selalu isunya diputar balikan seakan-akan kami pro-Amerika, mata-mata Amerika dan akan menyingkirkan Presiden. Berapa kali info tersebut disampaikan pada Bapak bahwa Angkatan akan Coup, akan ini dan itu. Lama-lama kalau bapak mendengar soal ini juga mulai percaya. Anti PKI tidak berati otomatis pro Amerika, sebaliknya anti Barat otomatis Pro Timur. Kebimbangan ini makin memuncak setelah konstelasi politik akhir-akhir ini, dengan dibubarkannya Masyumi. Dalam menjalankan tugas itu tidak pernah kita bimbang, karena kami mengerti untuk apa kami berkorban. Saya kira bukti-bukti ketaatan dari TNI sudah cukup diberikan terhadap setiap penyelewengan dari tujuan nasional, dari mana pun datangnya telah dan akan kita hadapi.
Konklusi dari uraian saya ini :
1.         Apakah Bapak menyatakan bahwa sosialisme Indonesia (SI) adalah ultimate obyective dan bukan Intermediate obyekctive.
2.         Bapak mengatakan bahwa garis tegas itu harus ditarik Revolusioner Kiri contra Revolusioner Kanan. Kami pun ada di kiri, soalnya adalah revolusioner untuk tujuan apa? SI-kah atau Apa?
Dari surat jendral Ahmad Yani tersebut, telah memberi petunjuk kepada kita :
1.         Betapa tindakan Bung Karno di dalam membubarkan Masyumi telah memberi bekas yang dalam khususnya pada diri Jendral Ahmad Yani dan pada Angkatan Darat pada umunya.
2.         Berdasarkan konklusi nomor 2. Rasanya makin jelas bagi kita tentang rencana Bung Karno di dalam rangka mewujudkan perang ssaudara dengan apa yang dikenal Revolusioner Kiri. Contra Revolusioner Kanan. Atau istilah di dalam pewayangan adalah Perang Barata yudha antara orang-orang Kurawa melawan orang-orang Pandawa.
Dan sebagai bukti berhasilnya Bung Karno dalam rangka memancing kemarahan Angkatan Darat adalah pada pernyataan Letnan Jendral Ahmad Yani dalam amanatnya pada sidang pemukaan kongres darurat Persit, bahwa paham politik yagn ahrus dianut dan dipegang teguh oleh Persit dan para anggotanya adalah paham politiknya Angkatan darat, yaitu Pancasila. Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, lain paham politik idak boleh dianutnya.
Di Kalimatan Timur jendral Sumitro yang abru saja diangkat oleh Jendral Ahmad Yani sebagai Panglima Kaltim dengan tegas mengadakan reaksi perlawanan terhadap penghinaan PKI kepada Angkatan darat dengan cara menutup pelabuhan dan lapangan terbang, lalu mengadakan penangkapan terhadap seluruh tiga perwira Angkatan Darat yagn dianggapnya Pro PKI, ini terjadi bulan Mei 1965.
Demikianlah Bung Karno telah berhasil memancing kemarahan Angkatan darat pada khususnya dan para pendukung Pancasila pada umunya, dengan umpan membubarkan Masyumi dan merangkul PKI keadaan yang sedemikian ini apabila kita amati dengan teliti, akan mempunyai persekutuan makna dengan gugurnya Abimanyu (Ongkowijoyo) putra Harjuna di dalam perang Baratayudha. Kono diceritakan di dalam kisah perang Baratayudha gugurnya Ongkowijoyo akibat dijebak dan dikeroyok oleh orang-orang Kurawa. Namun Ongkowijoyo tidak pernah gentar menghadapi keroyokan tersebut bahka dia sebagai satria Pandawa terus maju melawan dan baru gugur setelah seluruh tubuhnya penuh dengan panah. Oleh karena banyaknya panah yang menancap apda tubuhnya, maka keadaan ongkowijoyo bagaikan arang kranjang yagn artinya bahwa panah yang menancap pada tubuhnya lebih kerap dari pada lobgang-lobang yang ada pada anyaman keranjang.
Siasat Kurawa untuk membunuh Ongkowijoyo
Cara Durno (Penasehat Kurawa) agar dapat membunuh Ongkowijoyo adalah dengan cara memisahkan antara Bima dan Harjuna Walau pun hanya sebentar, jika kedua saudara tersebut tidak dipisah, para Pandawa tidak dapat dirusak dan tak dapat mati. Keputusan selanjutnya Harjuna harus dihadapkan kepada Raja Gadarpati dari negeri Kapitu.
Sementara Bima harus dihadapkan kepada Patih Sengkuni dan Wresaya (Tokoh penghasut).
Siasat Durno tersebut seolah mempunyai persekutuan makna dengan siasat PKI dengan cara memisahkan PNI dengan Pak Harto bersama Prajuritnya. Di aman Pak Harto dihadapkan kepada kolonial Belanda di Irian Barat sementara PNI dirusak dengan cara dihasut dari dalam dengan dimasukkan Ir. Surachman.
Dengan siasat Durno tersebut, maka Ongkowijoyo baru bisa dijebak dan dapat dibunuh melalui tangan Jayadrata. Tetapi basgi Basukarno kematian Ongkowijoyo tersebut adalah merupakan pancingan agar supaya orang-orang Pandawa akan lebih menjadi marah sehingga antara Kurawa dan Pandawa segera diadu.
Siapakah Jayadrata? Dan bagaimanakah cara Harjuna membunuh Jayadrata ?
15. TUJUAN PERANG BARATAYUDHA BAGI BASUKARNO
Sebelum kita membicarakan tentang gugurnya Gatutkaca atau sebagai judul berikutnya, maka agar lebih mendetail di dalam membahas atau mengupas di balik peristiwa demi peristiwa yagn mana di setiap bagian dari peristiwa tersebut mempunyai arti strategi yang tinggi, sehingga perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang tujuan yang sebenarnya dari Perang Baratayudha bagi Basukarno. Sehingga dengan demikian kita akan dapat melihat sejauh mana kemiripan persekutuan makna antara tingkah laku termasuk di dalamnya taktik dan strategi yang dipreankan Bung Karno menjelang G.30 S/PKI hingga jatuhnya beliau dari singgasana kepresidenan dengan perilaku serta siasat Basukarno menjelang gugurnya Gatutkaca hingga saat-saat menjelang ajal Basukarno di tangan Harjuna di dalam Perang Baratayudha. Dengan demikian kita pun akan sanggup menilai sampai sejauh manakah Bung Karno dapat menjalankan tugas dari apa yang telah diwasiatkan ayahandanya Raden Sukemi yang terangkaum dalam kalimatnya sebagai berikut :
“Cokro adalah pemimpin politik dari orang Jawa. Sungguhpun engkau akan mendapat pendidikan Belanda, aku tidak ingin darah dagingku menjadi kebarat-baratan. Karena itu kau ku kirim kepada Cokro, orang yang dijuluki oleh Belanda sebagai raja Jawa yang tidak dinobatkan. Aku ingin supaya kau tidak melupakan, bahwa warisanmu adalah untuk menjadi Karno (Basukarno) kedua (Sukarno, Cindi Adams).
Adapun tujuan Basukrno dengan perang Baratayudha, adalah :
1.         Pada dasarnya Basukarno tidaklah merasa bahagia untuk hidup bersama orang-orang Kurawa, maka untuk melepaskan keterikatannya dengan budi yang telah diberikan Kurawa kepadanya secara ksatria, jalan satu-satunya adalah melalui jalan perang melawan Pandawa (adik-adiknya sendiri). Tentunya dia mengalah dalam perang, namun dengan taktik dan strategi yagn sangat hebat, sehingga segala tindakannya tidak mencurigakan sama seklai bagi kedua belah pihak yang bermusuhan. Dengan jalan perang ini pada hakikatnya Basukarno hendak mengorbankan jiwa raga derajat serta kehormatannya sekaligus.
2.         Dengan jalan perang Basukarno mempunyai keyakinan bahwa adik-adiknya Pandawa akan memenangkan peperangan. Dengan demikian Pandawa akan segera mukti wibowo, terlepas dari segala fitnahan dan tipu daya, serta sanggup menguasai kembali kerajaan Ngastina, warisan dari ayah Pandawa Pandu Dewanata yang dirampas oleh Kurawa.
3.         Agar supaya Kerajaan Astina kelak dapat tenteram aman sejahtera setelah kembali ke tangan Pandawa, maka Basukarno menghendaki agar kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yagn arif bijaksana, yang sanggup mengayomi semua rakyat di baah kekuasaannya. Menjadi kerajaan yang adil makmur, kerajaan yang gemah ripah loh jinawi tentrem kerto raharjo, menjadi kerajaan yang panjang punjung, panjang pocapane punjung kawibawane. Untuk ini semua Basukarno menghendaki agar kelak Harjuna-lah yang menjadi Raja.
Alasan memilih Harjuna sebagai raja
Kelebihan Harjuno dari sekian banyak cerita pewayangan menurut pengamatan penulis, telah terangkum dalam kata “Lananging Jagad” (Laki-lakinya dunia). Yaitu sebuah gelar yang diberikan oleh para dewa kepada Harjuna. Untuk mengetahui apa itu lananging jagad dalam arti yang sebenarnya diperlukan uraian-uraian tentang latar belakang yang tidak bisa dipisahkan begitu saja dengan adanya gelar tersebut yaitu ajaran agama atau Syariat Islam itu sendiri, atau agama-agama lain yang mempunyai persamaan dalam hal keduniawian dan dalam hal Ketuhanan.
Syari’at Islam
Syariat Islam, adalah ajaran Tuhan untuk segenap manusia dan Jin yagn pada pokoknya terdiri dari :
(Satu) 1. “Ibadatul jasadiyah (Pengabdian kepada Tuhan yagn ada hubungannya dengan raga atau jasad).
(Dua) 2.. “Ibadatur Ruhiah” (Pengabdian kepada Tuhan yagn ada hubungannya dengan ruh atau batin).
Di dalam Syar’at Islam, adakalanya ibadatul jasad dan ibadatur ruuh dijalankan besama-sama, sebagai contoh adalah shalat lim waktu di mana hati, perasaan, pikiran dan segenap komponen raga dikonsentrasikan untuk menyembah kepada Tuhan. Dan ada kalanya hanya Ibadatut jasad saja berperan, sebagai contoh adalah mencari nafkah dan Haji. Begitu pula ada kalanya hanya ibadatur ruuh saja yang berperan tanpa diikuti ibadatul jasad sebagai contoh adalah tidurnya Nabi Muhammad, di mana di dalam tidur beliau tidak pernah lupa dari berdzikir kepada sang Khaliq entah itu tasbih, tahmid, takbir dan lain sebagainya. Di sini memang beliau telah terbiasa di dalam memisahkan fungsi dari tugas jasad dan ruh, dengan demikian walau dalam keadaan tidur beliau sanggup menjalankan fungsi tugas ruh yaitu untuk berdzikir, yang tentunya dalam hal ini diperlukan adanya pembimbing bagi seorang yang ingin mendalami.
Sebagai kelanjutannya, puncak dari ‘ibadatur ruhh adalah ma’rifat (mengenal Allah) dengan jalan menjalin cinta dengan sang Khaliq (Allah). Sehingga dalam hal ini kita sebagai hamba menjadi tahu bahwa pada dasarnya Allah telah menggariskan hambanya untuk menjalin dua cinta. Yang pertama menjalin cinta dalam artian hubungan suami sitri dan yang kedua menjalin cinta antara hamba dengan Khaliq (Allah).
Sebagaimana seseorang menjalin cinta dengan lawan jenisnya atau antara laki-laki dengan perempuan, dimana dalam hal ini melalui tahapan demi tahapan dari ijab qabul yang dilanjutkan dengan pemberian mahar kemudian dilanjutkan dengan kesediaan kedua belah pihak untuk melakukan hubungan badaniah yagn pada puncaknya mendapatkan suatu kenikmatan yagn sulit dibayangkan atau dijelaskan (orgasme) maka demikian pulalah halnya bagi bagi seorang hamba yang menjalin cinta dengan Tuhannya. Di mana dalam hal ini melalui tahapan-tahapan yagn harus ditempuh terlebih dahulu oleh sorang hamba yaitu menjalankan aau melaksanakan hukum-hukum Allah menjalankan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarangnya, kemudian dilanjutkan untuk mendapatkan derajat Taqwa, tahapan yang pertama tersebut lazimnya disebut Syari’at (dalam tasawuf).
Perjalanan dalam laku mendapatkan derajat taqwa disebut Thoriqot. Di sini seorang hamba diuji oleh Allah tentang kebenaran cintanya kepada sang Khaliq (Allah) dengan berbagai macam cobaan. Apabila seorang hamba telah berhsil di dalam menghadapi cobaan-cobaan tersebut mendapatkan derajat taqwa yang berarti mendapatkan derajat sebagai seorang hamba yagn dicintai Allah. (Sesungguhnya Allah itu cinta kepada orang-orang yagn taqwa. At Taubah 7). Pada tahapan ini sang hamba selalu dalam keadaan ikhlas tidak mengeluh di dalam menghaapi setiap cobaan.
Seorang hamba yang tetap cinta kepada Allah setelah menghadapi segala macam coban, maka Allah pun akan mencintainya. Keadaan hamba dalam tahapan ini dalam ilmu tasawuf dikenal dengan tahapan haqiqat, dimana sang hamba telah terbukti hqiqat cintanya kepada Allah. Dan sebagai kelanjutannya sang hamba tersebut dapat melanjutkan tahapan berikutnya yaitu ma’rifat dengan jalan mahabbah tau bercinta dengan Tuhan.
Untuk mencapai tahapan Ma’rifat seorng hamba tidak lagi menggunakan fasilitas panca inderanya, tetapi malah harus mematikannya dengan jalan samadi, meditasi atau konsentrasi berdzikir, dengan dimian sang hamba akan menemukan rasa sejatinya. Dan dengan rasa inilah pada akhirnya sang hamba dapat bercinta dengan Tuhannya, dengan mendapatkan puncak kenikmatan yang tidak bisa dibayangkan (Dalam istilah pewayangan “Tan keno kinoyo ngopo”.
Sebagaimana suami istri yang menjalin cinta melalui senggama dimana pada akhirnya mendapatkan puncak kenikmatanyang dikenal sebagai orgasme, maka bagi seorang hamba yang menjalin cinta dengan Tuhan juga akan pendapatkan puncak kenikmatan yagn dikenal dalam pewayangan sebagai Kembang Wijaya Kusuma dumunung ono telenging ati (letaknya didasar kedalama hati) di mana cara mendapatkannya adalah dengan cara samadi, meditasi atau konsentrasi berdzikir yang harus diiringi tekad membaja tanpa takut menghadapi segala macam resiko.
Oleh karena adanya persekutuan makna dalam tahapan demi tahapan antara suami istri yang menjalin cinta dengan seorang hamba yang menjalin cinta dengan Tuhan, maka Pujangga Ronggowarsito telah mentamsilkan atau melambangkan orang yang menjalin cinta dengan Tuhan bagaikan seorang suami yang menjalin cinta dengan istri. Sebagai termaktub dalam serata Darmo Gandul pasal 10 bait 7, sebagai berikut :
Punika sadat sarengat
Tegese sarengat niki
Yen sare wadiPne njengat
Tarekat taren keng estri
Hakikat nunggil kapti
Kedah rujuk estri kakung
Makripat ngretos wikan
Sarak sarat laki rabi
Ngaben adu kaidenan yaya reno.
Terjemahannya :
Itulah yang namanya syahadat sarengat, artinya sarengat itu ialah kalau tidur kemaluannya tegak (mengeras), sedang tarekat artinya meminta persetujuan kepada istri (melakukan senggama). Hakekat artinya sama-sama saling mencintai (sepakat melakukan senggama) dan makripat artinya harus tahu bagaimana caranya bersetubuh, yaitu memasukan kelamin laki-laki ke dalam kemaluan perempuan.
Keterangan :
Pada bait di atas sang Pujanggga melambangkan sarengat sebagai kemaluan laki-laki yang tegak (mengeras), Ini mempunyai arti bahwa orang yang berjihad untuk mencapai tahapan makripat haruslah terlebih dahulu menjalankan sarengat yaitu menjalankan apa-apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa-apa yang dilarang-Nya. Jadi sarengat justru merupakan sarat mutlak, dan sebgai konsekuensinya apabila sarengat itu ditinggalkan maka perjuangan untuk mendapatkan tahapan makripat akan menjadi gabuk atau kosong. Yang sedemikian ini identik dengan seorang suami yang berjuang untuk mendapatkan orgasme sebagai syarat mutlak adalah kemaluannya harus dapat tegak (mengeras) dan sebagai konsekuensinya apabila si suami impoten, maka sia-sialah perjuangan di dalam mendapatkan orgasme.
Adapun tarekat, oelh sang Pujangga dilambangkan sebagai minta persetujuan kepada istri (melakukan senggama) ini mempunyai arti oleh karena tahapan tarekat pada dasarnya untu mencapai derajat sebagai hamba yang dicintai oleh Allah, dengan demikian sang hamba harus mampu menunjukkan cintanya kepada Allah walau pun harus menghadapi segala macam cobaan. Karena apabila sang hamba tidak sanggup menghadapi cobaan, maka dia tidak akan mendapat derajat sebagai yang dicintai Allah, dengan demikian putuslah harapannya untuk mencapi tahapanmakripat yang sedemikian ini identik dengan seorang suami yang meminta persetujuan kepada istri untuk melakukan senggama.
Sedang hakikat, telah ditamsilkan dengan suami istri yang sama-sama saling mencintai (sepakat melakukan senggama). Ini mempunyai arti dimana seorang hamba telah berhasil dalam menunjukkan cintanya kepada Allah, tentunya setelah berhasil menghadapi segala cobaan, begitu pula Allah berkenan mencintainya. Keadaan saling mencintai ini identik dengan suami istri yang telah sepakat untuk melakukan senggama. Adapu makripat ditamsilkan sebagai suami yang harus tahu tentang bagaimana caranya bersetubuh, yaitu memasukan kelamin laki-laki ke dalam kemaluan perempuan, ini mempunyai arti bahwa untuk mencapai tahapan makripat seorang hamba harus tahu terlebih dahulu bagaimana caranya bersamadi. Karena hanya dengan samadi atau konsentrasi berdzikir yang benar (dalam hal ini mati raga) maka seorang hamba akan terbuka samirnya atau hijabnya. Dengan demikian seorang hamba dapat menemukan rasa sejatinya yang merupakan anugerah Tuhan kepada manusia untuk mengenal rahasia di balik alam nyata. Seseorang yang telah benar dalam samadi dan telah mendapatkan rasa sejati yang berarti telah terbuka hijabnya oleh Pujangga Ronggowarsito ditamsilkan sebagai seorang suami yang membuka kain yang menutupi kemaluan istri. Dan demikianlah seterusnya perjalanan seorang ghamba yang inginbercinta dengan Tuhan dengan cara mengarungi kedalaman batinnya. Sehingga pada akhirnya akan mendapatkan puncak kenikmatan yagn dikenal sebagai orgasme. Dimana untuk menjalankan laku samadi ini perlua adanya seorang guru yang memang ahli, sesuai anjuran sang pujangga sendiri pada bab perjodohan bait ke 19 atau pesan Pakubuwono IV dalam buku tipisnya yang berjudul Wulang Reh bab Tiyang Gesang kedah gadah kawruh sebagai berikut :
Jroning Qur’an nggoning rasa yekti
Nanging pilih kang samya huninga
Kajaba lawan tuduhe,
Nora kena den awur
Ing satemah nora pinanggih
Mundhak katalanjukan temah sasar susur
Yen sira hayun waskitha
Sampurnane hing badanira puniki
Sira hanggeguruwa (Dhandhanggula).
Terjemahan :
Di dalam Al-Qur’an tempat ilmu rasa sejati, tetapi bagi siapa saja yang ingin mengerti, hendaklah mendapat petunjuk-petunjuknya, akrena tidak bisa didawur begitu saja (serampangan) karena dengan cara serampangan malah tidak akan mendapatkan kebenaran tetapi malah akan kessar dan tersesat, Kalau Anda ingin mengetahui kelengkapan-kelengkapan di balik badan ini, maka bergurulah.
Nanginng lamun hanggeguru kaki
Hamiliha manungsa kang nyata
Ingkang becik martabate
Sarta kang wruh ing hukum
Kang ngibadah dan kang wira’i
Sukur oleh wong topo ingkan wus hamungkul
Tan mikir pawehing liyan
Iku pantes sira guronono kai
Sartane kawruhana
Terjemahan :
Tetapi bila Anda hendak berguru, pilihlah manusia yang bebar benar ahli, yaitu yang baik martabatnya, yang mengerti hukum agama, sera yang mau mengabdi kepada Allah dan mensucikan diri, sukur apabila mendapatkan guru yang telah berzuhud (Seorang sufi awatau Wali Allah) yang tidak memikirkan lagi tentang pemberian orang lain. Itulah ciri seorang guru yagn pantas di gurui dan diangsu ilmunya.
Pada bab lian Sri Paku Buwono ke IV juga berpesan :
Padha netepana ugi,
Kabeh parentahe sarak
Terusna lahir batine
Shalat limang wektu uga
Tan kena tininggalan
Sapa tinggal dadi gabug
Yen misih demen neng praja (Asmarandana)
Terjemahan :
Siapa sja yang nggayuh ilmu makripat supaya tetap menjalankan hukum Islam, baik lahir maupun batin. Shalat lima waktu juga tidak boleh ditinggalkan, siapa yang meninggalkan, maka tujuannya akan gabug, tidak ada gunanya, yang demikian itu merupakan sarat bagi yang masih ingin hidup di dunia.
Demikianlah tujuan dari suluk Gatoloco atau darmagandul yang sangat menghebohkan di kalangan umat Islam pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya yang pada hakikatnya adalah merupakan kebenaran dari sari’at Islam yang terdir dari pengabdian jasad dan pengabdian ruh kepada Tuhannya.
Dari uraian-uraian tersebut di atas, telah membantu kita untuk mengetahu apa makna yang sebenranya dari gelar “Lananging Jagad” dalam arti lahir dan dalam arti batin, dalam arti  syari;at dan dalam arti Hakikat.
Dimana orang yang telah berhasil menjalin cinta dengan Tuhan sampai tahapan makripat orang tersebut telah merampungkan separoh dari tugas pengabdian ruh. Dan selanjutya di dalam pewayangan orang yang sampai makrifat tersebut digambarkan sebagai begawan Mintaraga atau Bagawan Ciptahening yaitu sebutan bagi Harjuna yang sedang bertapa. Dimana Bagawan Mintaraga digambarkan sebagai laki-laki yang memiliki separoh dari semua ketampanan yang ada di Suralaya atau di alamnya para Dewa.
Beitu pula ilmu makrifat yang dimmiliki oleh Bagawan Mintaraga (Harjuna) digambarkan sebagai bdiadari Supraba yang mempunyai kecantikan sepruh dari semua kecantikan yang ada di Suralaya (aamnya para dewa).
Sedang menurut ajaran Ronggowarsito, di dalam bab Perjodohan yang sakral bait 15 bahwa ilmu ma’rifat itu adalah bersatunya rasa (Anugrah Tuhan Kepada manusia) dengan cahaya Allah (Nur Allah). Dengan demikian Harjuna yang telah memiliki Dewi Supraba mempunyai arti bahwa Harjuna telah mampu menyatu dengan Nur Allah. Sebagai kalanjutannya Harjuna yang telah mendapatkan Nur Allah tersebut akan mudah untuk menguasai ilmu-ilmu lain, yang dalam pewayangan digambarkan sebagai 6 bidadari yang ikut dipersunting Harjuna yaitu Dewi Wilutama, Dewi Warsiki, Dewi Surendra, Dewi Gagar Mayang, Dewi Tunjungbiru, dan Dewi Lengleng Mulat. Yang sedemikian ini selras dengan Firman Allah dlam surat Nuur ayat 35, “Allah memberi petunjuk melalui Nuur-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki.”
Maka sekarang menjadi jelas bahwa makna dari Lananging Jagad (Laki-lakinya dunia) dari pandangan hakikat adalah seseorang yang telah mendapatkan Nur Allah, melalui perjalanan batin.
Ada pun Lananging Jagad dalam arti lahir atau saringat digambarkan sebagai satria Harjuna yang tampan dan gagah perkasa yang selalu berhsil di dalam menummpas semua musuh-musuh yang selalu menimbulkan keangkara murkaan, dengan demikian dia selalu dikagumi oleh setiap wanita yang mendengar atau melihatnya. Jadi langaning jagad dalam arti sare’at dan haqiqat  adalah satria yang gagah perkasa yang telah mendapatkan Nuur Allah, di mana di dalam pewayangan dikenal sebagai Satria Brahmana.
Banyak di antara raja-raja yang mereka itu terkenal di dalam sejarah, di mana mereka itu mendapatkan bimbingan dari Allah melalui Nuur-Nya. Yang kami maksud di sini tentunya di luar para utusan allah (Nabi dan Rasul). Sebagai contoh Iskandar Dzulkarnain. Umar Bin Khaththab, Sri Jayabaya (raja Kediri). Sultan Agung raja Mataram dan lain sebagainya, dimana beliau-beliau itu mempunyai  banyak kelebihan daripada mereka yagn tidak mendapatkan Nuur Allah. Sebagai misal Umar bin Khaththab di samping beliau mempunyai kelebihan di bidan lain,misalnya tatkala Umar sedang berkhotbah di Makkah, beliau melihat laskar Islam yang sedang berperang dan sekaligus memberi komando dari tempat Umar berkhotbah, dan hebatnya komando Umar tersebut dapat ditangkap oleh lasykar Islam, yang mengakibatkan kemenangan di pihak Islam, sedang jarak di antara tempat Umar berkhotbah dengan medan perang adalah ribuan kilometer.
Adapun yang terpenting bagi seorang pemimpin sebagaimana pengakuan Bung Karno sendiri adalah adanya perasaan yang sangat halus, perasaan yang sangat peka, dan perasaan yang sangat peka itu hanya dimiliki oleh mereka yang mendapatkan Nuur Allah melalui laku batin. Dengan demikian satria yang telah mendapatkannNuur Allah-lah yang lebih utama untuk menjadi raja atau pemimpin negara, oleh karena yagn sedemikian itu akan mampu memenuhi sarat-sarat yang harus dijalankan oleh sang pemimpin atau raja agar negaranya bisa tata tentrem karta raharja di mana sarat-sarat tersebut dikenal sebagai ASTA BRATA.
ASTA BRATA
Asta = delapan. Brata = tindak-tanduk, perilaku
Jadi Asta Brata adalah delapan macam perilaku yang harus dilakukan oleh raja yaitu perilakunya delapan dewa : 1. Bathara Indra, 2. Bathara Yama, 3. Bathara Surya, 4. Bathara Candra, 5. Bathara Anila (Bathara Bayu, dewaning angin), 6. Bathara Kuwera 7. Bathara Baruna 8. Bathara Agni.
Asta Brata itu adalah nasehatnya Ramawijaya ketika Wibhisana hendak diangkat menjadi raja Alengka serta matinya Prabu Dasamuka. Maksudnya agar supaya negara Alengka bisa tata tentrem kerta raharja (tertib aman damai dan sejahtera) Wibisana did alam menjalankan roda pemerintahan dianjurkan untuk meniru lakunya delapan dewa sebagaimana tersebut di atas. Beginilah nasehar Ramawijaya :
1.         Lakunya Sang Hyang Indra, dia menurunakn hujan membuat segarnya dunia, yang sedemikian itu contohlah, maksudnya besarnya pengabdianmu, terhadap rakyat, hendaknya laksana jatuhnya air hujan ke bumi.
2.         Lakunya Bathara Yama yang menyiksa manusia yang erbuat dosa, yang sedemikian itu tirulah, maksudnya Hukumlah rakyatmu yang berbuat jahat.
3.         Bathara Surya, tidak pernah putus-putusnya di dalam menghisap air secara pelan tidak pernah tergesa-gesa. Tindak tanduk demikian itu contohlah. Maksudnya semua tingkah lakumy hendaknya jangan selalu tergesa-gesa, biar agak pelan tetapi mumpuni, semua bisa berhasil dengan baik.
4.         Bathara Candra, selalu kelihatan manis menyenangkan, sorot wajahnya menyejukkan. Tindak-tandukmu hendaknya demikian sanggup menyejukan (ngresepake) hatinya rakyat semua. Dan kata-katamu yang arum manis dengan penampilan yang sumeh sopan dan menyenangkan, dan hendaknya engkau menghormati rakyat kecil dan para alim ulama.
5.         Telitilah semua tindak tanduk watak dan tabiatnya rakyatmu dengan cara yang halus tidak semata-mata, yang sedemikian itu laksana perilaku Bathara Bayu.
6.         Makan minum dan pakaian yang engkau kehendaki harusah yang baik dan terpuji. Yang sedemikian itu adalah lakunya Bathara Kuwera.
7.         Bathara Baruna selalu membawa senjata Nagapasa mawa wisa yang keampuhan racunnya luar biasa untuk menghancurkan para perusuh yang menghendaki hancurnya ketertiban, tirulah tindak tanduk ya Bathara Baruna itu masudnya tumpaslah semua musuh-musuh yang membikin hancurnya negara baik dari dalam atau dari luar.
8.         Bathara Agni (Dewa Api), yang mengahncurkan musuh-musuh tanpa pilih-piih. Semua yang sifatnya musuh gedhe cilik (besar kecil) semua dibasmi, seirama dengan nyalanya api yang sedemikian itu tirulah.
Demikianlah laku delapan Dewa yang di dalam pewayangan merupakan sarat yang harus dijalankan oleh seroang raja. Walau kelihatannya sederhana, tetapi untuk melaksanakannya adalah sangat sulit kecuali bagi satria yang telah matang dalam olah batin sebagai mana Harjuna.
Di sinilah letak keelbihan Harjuna dibandingkan satria satria yang lainnya. Dengan Nuur Allah, Harjuna akan mampu mengendalikan roda pemerintahan dengan penuh kebijaksanaan, dan dengan Nurr Allah, Harjuna akan mampu mengatasi segala macam kesulitan yang dihadapi negara. Selanjutnya negara akan menjadi gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja.
16.  GUGURNYA  GATUTKACA
Secara kronologis, kisha gugurnya Gatutkaca diungkapkan, sebabagai berikut :
1.         Setelah Reden Ongkowijoyo gugur, maka marahlah Gatutkaca, dengan tanpa rasa takut sedikitpun semau bala tentara Kurawa diobrak-abrik oleh Gatutkaca.
2.         Maka majulah Basukarno menghadapi Gatutkaca dengan melepaskan senjata pamungkas yaitu senjata Kunta. Walau pun sebenarnya senjata pamungkas tersebut juga mampu untuk membunuh satria Pandawa yang telah terkenal yaitu Harjuna sendiri.
3.         Gatutkaca terbang ke angkasa, tetapi senjata Kunta tetap tdiak bisa dihindari dan akhirnya mengenai Gatutkaca.
4.         Sebelum Gatutkaca gugur, Gatutkaca tidak mau mati sia-sia, lalu menjatuhkan jasadnya tepat mengenai kereta yagn dikendari Basukarno, dan hancurlah kereta tersebut, sementara Basukarno dapat berkelit dan selamat dari tindakan Gatutkaca.
Di balik empat nomor urut cerita di atas, pada hakikatnya terkadnung adanya strategi yagn sudah direncanakan terlebih dahulu oleh Basukarno dan juga telah diketahui akan akibatnya.
Dengan majunya Basukarno menghadapi Gatutkaca dengan melepas senjata pamungkas (andalan) yaitu Kunta, ini mempunyai arti atau tujuan agar supaya kelak setelah gugurnya Gatutkaca,  Basukarno tidak mempunyai senjata pamungkas lagi untuk menghadapi Harjuno. Dengan demikian Harjuno akan dapat memenangkan perang tanding melawan kakaknya sendiri yaitu Basukarno. Jadi Basukarnolah yang mengehndaki perang tanding melawan Harjuno dan Basukarno-lah yang menghendaki agar Harjuno memenangkan perang.
Dengan demikian lepasnya senjata Kunta juga mempunyai arti bahwa Basukarno telah menyereahkan sebagian kekuasaannya kepada Harjuno dalam arti tidak langsung. Di mana yagn sedemikian itu telah mmengenai sasaran dari rencana nya untuk menobatkan Harjuno menjadi raja kelak setelah perang Baratayudha selesai.
Dengan gugurnya Basukarno untuk melepaskan keterikatannya dengan budi yang diberikan Kurawa dengan membunuh keponakannya sendiri yaitu Gatutkaca dengan harapan negara Astina dapat dikuasai kembali oleh adik-adiknya orang Pandawa. Sementara Basukarno sendiri tidak dituduh oleh orang-orang kurawa sebagai manusia yang tidak tahu budi. Sesuatu hal yang tidak pantas untuk dilakukan oleh seseorang yang mengaku sebagai Satria.
Begitu pula apabila kita mengamati dengan seksama jalannya peristiwa G.30.S/PKI dengan terbunuhnya para Jendral Angkatan Darat melalui sejarah, dimana berdasarkan :
1.         Sidang Mahmilub yang mengadili para Tokoh KPI di situ mengungkapkan bahwa Presiden Sukarno ada indikasi telah mengetahui sebelumnya akan terjadinya Gerakan G.30./PKI dan tidak mengambil tindakan-tindakan untuk mencegahnya.
2.         Bahwa sebelum terjadi peristiwa Gerakan 30.S/PKI, Bung Karno telah menyatakan bahwa “Panglima Besar Revolusi merangkul PKI.”
3.         Bahwa Pembunuhna para Jendral tersebut telah direncanakan dan dibatasi tidak boleh lebih dari 8 Jenderal.
4.         Menjelang peristiwa Gerakan 30 September, Bung Karno bersama-sama tokoh-tokoh PKI berada di Halim Perdana Kusuma yaitu basis pertahanan PKI.
5.         Meletusnya G.30.S/PKI menjelang Angkatan Darat dan masa rakyat yagn tergabung dalam Soksi dan Sekber Golkar dalam kondisi prima di mana pada tanggal 5 Oktober akan di adakan Shiw of force (pameran kekuatan) dari personil Angkatan Darata yang jumlah minimalnya 40.000 (empat puluh ribu) pasukan, dan show of force dari kekuatan massa pada tanggal 6 Oktober. Di mana yang demikian itu telah direstui dan diketahui oleh , Bung Karno sendiri kuran lebih sebulan sebelum peristiwa G.30.S/PKI.
Dengan dasar 5 alinea di atas, maka kita akan bisa mengenali sebagai berikut :
1.         Seolah-olah Sidang telah menyiapkan diri untuk menjadikan Senopatinya PKI. Di mana yagn sedemikian itu mempunyai kemiripan persekutuan makna dengan dengan Basukarno yang telah menyiapkan diri untuk menghadai Gtutukaca dengan melepaskan senjata Kunta.
2.         Dengan tidak masuknya Bapak Suharto dalam daftar Jenderal-Jenderal yang hendak dibunuh, padahal Bapak Suharto telah terkenal kehebatannya dan saat itu memegangkunci inti dalam Angkatan Darat yaitu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angakatan Darat, seolah-olah Bung Karno telah merencanakan untuk berdahadapan dalam perang Politik melawan Bapak Suharto kelak setelah para Jenderal yagn telah direncanakan hendak dibunuh oleh PKI telah terlaksana. Dengan demikian pidato Bung Karno menjelang G 30 S PKI yang mengisahkan perjalanan Harjuno menuju medan Kuruseta (medan perang) yagn dikawan Krisna, dimana Krisna menasehati Harjuno agar tidak ragu, karena dalam perang dan revolusi tidak dikenal kaan atau saudara, ini justru merupakan isyarat bahwa sebentar lagi Gatutukaca akan gugur, yaitu para Jenderal yang hendak dibunuh. Dengan demikian makin menjadi jelas, bahwa yagn dimaksud dengan Harjuno oleh Bung Karno adalah Bapak Suharto sendiri yagn tidak termasuk dalam daftar Jendral yang dibunuh. Dimana yang demikian itu identik dengan lepasnya senjata Kunta yang mengenai Gatutkaca dengan menegsampingkan Harjuno, oleh karena Harjuno hendak dipersiapkan menjadi raja.
3.         Dengan meletusnya Gerakan 30 eptember PKI menjelang Angkatan Darat dan kekuatan masssa dalam keadaan prima ini mempunyai tujuan bahwa Bung Karno dengan sengaja hendak menghancurkan sendiri kedudukannya, yang juga berarti hendak menghancurkan barisan PKI. Lebih lanjut tindakan Bung Karno tersebut adalah merupakan jebakan terahadap PKI untuk melakukan kesalahan besar, dengan demikian dunia dan rakyat Indoensia menjadi tahu bahwa yang jahat itu adalah PKI. Dengand demikian rakyat akan menjadi marah dan mengadakan perlawanan yang lebih dahsyat terhadap PKI, yagn sellau hendak memangsa Pancasila, UUD 1945, beserta pendukung-pendukungnya. Keadaan yang demikian itu mempunyai kemiripan persekutuan makna dengan hancurnya kereta yagn dinaiki Basukarno karena dihantam jasadnya Gatutkaca.
Sebelum meletusnya perang Barata Yudha bahwa Basukarno telah tahu sebelumnya bahwa kekuatan Pandawa jauh lebih tangguh dari kekutan Kurawa. Sebagai referensi bahwa Bung Karno juga telah tahu bahwa kekuatan pendukung-pendukung Pancasila lebih tangguh.
Marilah kita ikuti dialog antara Hendral Ahmad Yani dengan Bung Karno yang diceritakan oleh Amelia Yani dalam bukunya “Profil Seeorang Prajurit TNI”, halaman 220, sebagai berikut :
Pada puncak-puncak kerawanan dan temperatur politik yang sangat tinggi, isu pada tahun 1965, bapak datang pada Bung Karno dan hasil dari dialog dengan Bung Karno disampaikan kepada mereka Bapak (Ahmad Yani) menyampaikan kepada Bung Karno kenapa Bung Karno memberi angin dan seolah-olah kekuatannya berpijak pada Partai Komunis Indonesia?
Maka oleh Bung Karno dijelaskan bahwa tidak benar Bung Karno memberi angin dan berpijak di atas kekuatan PKI. Bung Karno pada waktu itu, menurut Bapak, menjelaskan mengapa Bung Karno mempunyai sikap yang demikian. Karena pada waktu itu partai-partai yang militan itu sudah dibubarkan. PSI dibubarkan, Masyumi dibubarkan akrena secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta.
PNI sudah hancur dari dalam, sehingg tinggal NU dan PKI. Sedangkan NU sendiri sedang terlibat dalam Dewan Konstitunte di Bandung karena masalah kembali ke UUD 1945, Pancasila maupun Jakarta Carter. Jadi tinggal PKI. Oleh karena Indonesia juga harus melaksanakan politik luar negeri dengan negara-negara asing, sedang partai yang mempunyai hubungan internasional dan bersifat internasional pada waktu itu adalah PKI, maka sikap politiknya Bung Karno menjadi ke kiri-kirian.
Lalu Bapak menanyakan seandainya ada kekuatan di luar Partai Komunis Indonesia yang cukup konkrit, bagaimana? Apakah Bung Karno tidak berpaling memberikan angin kepada PKI? Bung Karno balik menjawab : Jikalau itu benar-benar ada, bisa saja. Lalu Bung Karno menanyakan : Kekuatan politik yang mana? Bapak mengatakan  itu adalah Golongan Funsionil, yaitu Sekretariat Bersama Golongan Karya atau Sekber Golkar. Dan akhirnya tukar fikiran terebut telah diputuskan, Bung Karno setuju, dengan ketentuan asal melihat langsung, mengecek sampai sejauh mana kekuatan dari Sekber Golkar.
Akhirnya diputuskan bahwa tanggal 6 Oktober 1965, akan diadakan Show of force dari Sekber Golkar di muka Istana dengan kekuatan minimal 40.000. Jadi rencananya bapak akan menunjukkan kekuatan ABRI pada tanggal 5 Oktober, dan kekuatan masyarakat/massa pada tanggal 6 Oktober (Sekber Golkar), secara berturut-turut.
Akhirnya tim/panitia dikumpulkan sekitar minggu pertama bulan September 1965, (tanggalnya lupa), di Lembang Terusan, yang hadir antara lain Pak Haryono, Djamin Ginting, Mujono, Suhardiman dan pak Umar Wirahadikusumah, sebagai Panglima Kodam V pada waktu itu. Pak Umar hanya bertuga mengamankan saja apabila nanti ada Show of force. Jadi tidak terlibat langsung mengenai ini. Hanya mendengarkan dan mengamankan. Pada waktu itu, porsi massa yagn paling besar ditugaskan pada Suhardiman yaitu Massa dari Soksi. Pembicaraan sangat serius, untuk mempersiapkan tanggal 6, kalau tidak salah namanya Pagelaran dalam rangka Hari ABRI 1965.
Demikianlah ternyata semuanya telah diperhitungkan dengan matang oleh Bung Karno dimana dalam perang tanding nanti pendukung-pendukung Pancasila yang harus memenangkan perang.
Jadi dalam hal ini untuk mencapai tujuan Perang Baratayudha Bung Karno sengaja amengalah. Tindakan-tindakan Bung Karno dalam hal ini sebaga ada indikasi atau terlibat atau sebagai dalam G 30 S/PKI. Apabila kita melihatnya dengan kacamata lahir, maka Bung Karno adalah dhalim atau biadab, sehingga keadaannya bagaikan Musa Alaihis Salam menganggap tindakan Khidir Alaihi Salam membunuh seorang pemuda yagn tak berdosa atau menodai kapal di mana Musa dan Khidir diperbolehkan untuk menumpang di dalamnya, sebagai tindakan biadab.
Begitu pula apabila kita melihat dengan mengetahui tujuan di balik peristiwa, maka tindakan Bung Karno akan menjadi sebagai Penyelamat, sebagaimana tindakan Khidir membunuh pemuda telah menyelamatkan pemuda tersebut dari siksa Neraka, serta tindakan Khidir menodai kapal telah menyelamatkan kapal dari perampokan yang hendak dilakukan oleh raja bengis di seberang lautan.
Lebih dari itu, tindakan Bung Karno tersebut merupakan sikap migawari atau kesediaan berkorban dami orang lain di mana ada kemiripannya dengan tindakan Kaisar Hirohito semasa Jepang menyerah keapa Sekutu.
Ceritanya, sebagai berikut :
Tak lama kemudian sedan dari istana Fukiage yagn dikawal dua mobil berisi 12 pengawal memasuki pelataran Kedubes. Tamu agung yang ditunggu pun keluar dari mobilnya dan langsung menuju anak tangga. Jenderal Mac Arthur menyambut, “You are very, cery welcame, Sir.” Konon, baru pertama kali itulah Mac Arthur mengatakan sir kepda seseorang. Dan itu tentu bukan karena ia percaya bahwa tamunya, Kaisar Hirohito, adalah keturunan Dewa. Tapi karena tokoh yagn diwakili negeri yang kalah itu ternyata punya pribadi yang membuat Mac Arthur, Jenderal yagn mewakili pihak negeri yang menang perang, tak bisa menyombongkan kemenangannya.
Sang Kaisar membalas dengan menghormat sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam. Lalu kedua pemimpin negara itu berpose sebentar di ruang keluarga sebelum memulia perundingan. Jenderal AS yang berdahi sedikit lebar itu berdiri di sisi kanan Kaisar Hirohito, yang mengenakan jas lengkap warna hitam. Mac Rthur memasukan tangannya ke saku celana. “Jepret” tustel pun bekerja.
Hinggi kini tak ada yang tahu isi pembiaraan selama 40 menit di gedung Kedubes AS, Tokyo, waktu itu. Kecuali sebuah pernyataan yang dikeluarkan Kaisar Hirohito sebelum pertemuan itu berlangsung. “Jendral Mac Arthur, saya datang untuk menyerahkan diri sebagai rasa tanggung jawabku atas segala tindkan politik dan militer rakyatku yagn menyebabkan perang berkobar.” Kata Kaisar.
Beberapa saat setelah Kaisar Hirohito menguapkan Arigato Gozaimashita, Jenderal Mac Arthur termangu di ujung tangga. Sambil menggamit pinggang Jean, istrinya, ia bergumam, “Aku memang dilahirkan sebaga seorang Demokrat dan dibesarkan sebagai seorang Republik. Tapi baru kali ini aku bertemu dengan orang yang begitu tinggi yang membuatku begitu rendah,” ujarnya sambil masuk ke ruang tidurnya.
Kebesaran hati Kaisar Hirohito yagn mengambil sikap migawari, kesediaan berkorban demi oran glain, itulah yagn meruntuhkan hati Jenderal Mac Arthur. Sampai-sampai panglima tertinggi tentara Sekutu  itu membatalkan perintah dari Washington untuk menangkap Hirohito karena dianggap sebagai penjahat perang. Di samping itu, Mac Arthur melihat Kaisar Hirohito bisa diajak kompromi agar pendudukan AS di Negeri Matahari tertib lancar jalannya.
Banyak pengamat Politik menganggap petualangan militer Jepang dalam Perang Dunia II terjadi karena Hirohito tak sanggup menguasai angkatan bersenjata Jepang. Tatkala para pemimpin Negara Matahari Terbit menghadap Kaisar untuk memutuskan keikutsertaan Jepang dalam kancah peperangan, 1941, Hirohito hanya menjawab dengan 4 baris syair. Pada Samudra yang mengelilingi keempat penjuru // Tiap manusia adalah bersaudara // Mengapa menghapuskan dan mengalirkan  // Mengganggu kedamaian di antara kita?
Dan Pearl Harbour digempur habis-habisan oleh tentara Jepang. Pasukan berani mati melakukan kamikaze, menerobos ke dalam cerobong asap kapal indk musuh, atas nama Tenno Heika. Kabar ini ketika sampai kepada Kaisar, bukannya disambut dengan gembira. Kono, Kaisar merasa tertusuk hatinya. Itu tersirat dalam amanatnya yagn mengutip sebuah puisi Karya Kaisar Meiji : Kita semua saudara sebangsa ..... Mengapa angin permusuhan bertiup di antara kita ?
17. KARNO TANDHING
1.         Setelag Gatutkaca gugur, Basukarno segera menemu Wara Srikandi (istri Harjuna yang pandai berperang). Wara Srikandi di panah tepat mengenai alisnya yang sebelah saja, sehingga alisnya yang terkena panah Basukarno tersebut menjadi hilang.
2.         Merasa alisnya yang sebelah hilang, Wara Srikandi menjadi malu dan sangat marah. Wara Srikandi melarikan diri dan melaporkan tentang kejadian tersebut kepada Harjuna suaminya.
3.         Harjuna pada dasarnya tidak tega berhadsapan dengan kakaknya sendiri, Basukarno, tentunya melalui beberapa pertimbangan, maka tatkala Srikandi datang dengan melaporkan segala kejadian yagn baru saja dialami dan memohon kepada Harjuna untuk menuntut balas, maka bangkitlah amarah Harjuna dan meminta kepada Krisna untuks egera dapat berhadapan dengan Basukarno kakaknya sendiri.
4.         Krisna menasehati Harjuna untuk memasang niat baik-baik oleh karena perang Baratayduha ini bukan perang untuk membela istri, melainkan perang untuk membela kebenaran.
5.         Untuk menghadapi Harjuna, Basukarnno minta kepada Raja Astina agar disediakan kusir ( sais) yaitu Prabu Salya, mertuanya sendiri, untuk menjalankan kereta, dengan alasan bahwa kusir Harjuna adalah Krisna, Raja Dhworowati, yang telah terkenal kehebatannya, dengan demikian akan menjadi seimbang.
6.         Permintaan Basukarno dikabulkan, tetapi Prabu Salya menjadi sangat marah karena merasa dihinalan oleh menantunya sendiri. Dia mau menjadi kusir tetapi tidak mau untuk diperintah oleh Basukarno.
7.         Sebelum perang tanding adu ketangkasan dan aku kesaktian antara kedua putra Ibu Kunthi, Harjuna sebagai adik mendatangi Basukarno, kakaknya, untuk meminta maaf kepada Basukarno, atas segala tindakan yagn dilakukan dalam perang tanding nanti.
8.         Setelah kedau senopati yaitu Basukarno dan Harjuna masing-masing telah siap di atas kereta, Basukarno membuat ulah untuk memancing kemarahan Prabu Salya dengan sesumbar : Rama Prabu, Barisan Pandawa jumlah banyak, yagn berada di pinggir sampai tidak terlihat. Tetapi tunggu sebentar lagi, semuanya akan tumpas terkena senjata Wijayandanu. Mendengar ucapan yang tinggi hati itu, Prabu Salya yagn menjadi kusir menjawab marah, “Hee, Basukarno, tidak mungkin engkau menumpas Pandawa. Ibarat Ikan, engkau ini masih mentah. Pandawa yagn akan memasakmu. Pendek kata apa yagn mereka mau, jadi.”
9.         Basukarno dan Harjuna mulai mengadu kesaktian. Basukarno mengarahkan ujung panahnya tepat apda leher Harjuna. Meliahat kosentrasi Basukarno yang rasanya tidak akan meleset walau pun serambut, Prabu Salya sebagai Kusir (sais) menarik tali kendali kuda dengan keras, sehingga kereta yagn dinaiki Basukarno ikut tergoncang. Panah terlepas, jatuhnya lebih ke atas sedikit, panah hanya mengenai mahkota sampai jatuh. Prabu Kresna menolong mengambil mahkota dan memasangnya kembali.
10.     Basukarno pura-pura tidak tahu akan olah mertuanya yang menjadi kusir kereta. Dan untuk kedua kalinya Basukarno mengarahkan panah Wijayandanu tepat pada leher Harjuna. Melihat Basukarno hendak memanah dengan pengarahan yang  tepat, maka Prabu Salya dengan sengaja menarik kendali kuda, sehingga mereka menjadi bergoyang. Panah terlepas tidak mengenai sasaran, hanya mengenai gelunng Harjuna yagn seketika itu menjadi putus dari induknya.
11.     Harjuna segera membalas panah yang diarahkan pada semua kaki kuda yan menarik kereta Basukarno. Seluruh kaki kuda yagn menjadi sasaran menjadi putus.
12.     Dan secepatnya Harjuna mengambil senjata pamungkas yaitu panah Pasopati. Dengan konsentrase sempurna panah diarahkan ke leher Basukarno. Panah terlepas dan tepat mengenai leher Basukarno, sebagai akibatnya kepala Basukarno jatuh ke tanah sedang badannya menggeletak di atas kereta.
Demikianlah cerita Karno tanding yait perang antara Basukarno dengan Harjuna, secara kronologi dapat diungkapkan. Di mana tindakan Basukarno memanah alis Wara Srikandi yagn sedemikian itu mempunyai arti suatu penghinaan terhadap Harjuna khususnya dalam bidang kemliteran atau keprajuritan. Oleh karena istri dalam pewayangan itu mempunyai arti sebagai ilmu. Jadi istri Harjuna, Wara Srikandi, mempunyai arti ilmu perang, ilmu keprajuritan atau ilmu kemiliteran. Adapun tujuan Basukarno dengan tindakan memanah alis sebelah adalah untuk memancing kemarahan Harjuna yagn dianggapnya masih ragu-ragu untuk menghadapi dirinya (Basukarno) di dalam perang tanding. Tindakan Basukarno tersebut ada kemiripannya dengan tindakan Bung Karno, dimana pada tanggal 1 Oktober 1965, Bung Karno merencanakan hendak memanggil Jendaral Ahmad Yani, dan pada pagi itu pula Bung Karno merencanakan Jenderal Mursid, Deputy I Men/Pangad untuk menggantikan Jenderal Ahmad Yani sebagai Panglima Angkatan Darat, demikian Pak Nasution menjelaskan.
Tindakan Bung Karno yagn sedemikian itu akan merupakan penghinaan yagn nyata terhadap Pak Harto dengan alasan :
1.         Bahwa Pak Harto telah sanggup memberi arti terhadap perjuangan Republik Indonesia, dengan berhasilnya Serangan 1 Maret yang dipimpin oleh beliau, pada masa Cles II melawan Belanda di Yogyakarta.
2.         Pak Harto telah berhasil sebagai Panglima Mandala di dalam tugasnya merebut Irian Barat. Di mana beliau telah sanggup menunjukkan kehebatannya di dalam mengkoordinir empat Angkatan di bawah komandonya, suatu pekerjaan yagn tidak mudah.
3.         Telah adanya kesepakatan dari Jenderal Ahmad Yani selaku pimpinan Angkatan darat, apabila terjadi kekosongan pimpinan Angkatan Darat, maka sesuai dengan SOB yagn berlaku, Pangkostrad dalam hal ini, Mayor Jenderal Suharto, secara fungsional memegang tampuk Pimpinan Angkatan darat.
Maka dalam keadaan wajar, Pak Harto-lah yagn lebih pantas untuk menggantikan Jenderal ahmad Yani. Jadi menurut analisa penulis, tindakan Bung Karno merencanakan Jenderal Mursid menggantikan Jenderal Ahmad Yani, kemudian setelah tiba satnya, Bung Karno malah pergi ke Halim bersama tokoh-tokoh PKI ini, merupakan sandiwara badut-badutan dengan tujuan :
1.         Merupakan penghinaan terhadap Pak Harto dari sisi kemiliteran, dengan tujuan memancing kemarahan Pak Harto, dengan harapan Pak Harto akan menunjukkan perlawanannya menghadapi Bung Karno beserta pendukung-pendukung PKI, bahkan di sini Bung Karno telah menyiapkan diri untuk dihancurkan bersama PKI.
2.         Tindakan Bung Karno tersebut sekedar memberi angin dengan tujuan untuk mengelabui rencana Bung Karno yagn sebenarnya. Sampai di sini para pembaca dipersilahkan sejenak untuk merenungkan dan menghayati alangkah manisnya Bung Karno punya strategi. Dimana Jenderal Mursid hanya diberi kesempatan untuk berangan-angan saja.
Adapun tindakan Pak Harto setelah persitiwa G 30 S menyelamatkan Bung Karno dari Halim Perdana Kusuma atau basis kekuatan PKI, ini menunjukkan kebesaran jiwa serta kesucian hati beliau (Pak Harto) dari jiwa keserakahan aka jabatan sebagai Presiden. Oleh akrena pada waktu itu Pak Harto dengan pasukan Angkatan Darat dan massa rakyat dalam kondisi prima akan dapat dengan mudah menghancurkan Bung Karno bersama pendukung-pendukung PKI, tetapi Pak Harto tidak melakukan yagn sedemikian itu. Tindakan Pak Harto tersebut sangatlah identik dengan kemarahan Harjuna akibat laporan istrinya Wara Srikandi  yagn kemudian diingatlah oleh Krisna, “Bahwa Perang Baratayudha ini bukan perang membela istri, bukan perang mencari pangkat, tetapi camkanlah bahwa perang Baratayudha ini perang membela kebenaran.”
Apabila kita amati dengan cermat tindakan Pak Harto di dalam menyelamatkan Bung Karno, telah memberikan arti yang sangat berharga baik bagi tubuh Angkatan Darat yang selama ini selali difitnah  atau bagi kepentingan Nasional seutuhnya karena :
·           Dengan selamatnya Bung Karno dari serangan maut Angkatan Darat, telah dapat membersihkan nama baik Angakatan Darat yang memang tidak mempunyai rencana untuk merebut kekuasaan. Bahkan tetap mengukuhkan Bung Karno sebagai Presiden.
·           Dengan selamatnya Bung Karno, telah dapat mencegah timbulnya perang saudara yang tidak bisa dibayangkan akan akibatnya. Karena sudah tidak ada lagi  yang mampu mencegah rencana serangan yang dilakukan, baik oleh Angkatan Darat sendiri, AURI, ALRI, KEPOLISIAN serta massa rakyayt yang apda pokonya telah terbagi menjadi dua kekuatan yaitu kekuatan Komunis dan kekuatan pendukung Pancasila.
Sebagai kelanjutannya setelah Bung Karno selamt, langkah yang diambil Bung Karno adalah menghenditikan serangan Anggkatan Darat ke kubu pertahanan pemberontak Komunis. Tindakan Bung Karno ini pada lahirnya telah menguntungkan PKI beserta pendukungnya, dan sangat merugikan Angkatan Darat yagn telah menguasai medan pertempuran, tetapi pada diri Bung Karno tentu ada siasat yagn tujuannya justru brebeda dengan apa yang dapat dilihat dari pandangan sepintas lalu saja, dimana yang sedemikian itu telah dikuasai terlebih dahulu sebelum dipentaskan.
Menurut pengamatan penulis, justri di sinilah letak kehebatan Bung Karno di mana dengan satu wujud perbuatan, telah dapat menghasilkan 3 macam keuntungan, yaitu :
1.         Dengan cara tersebut, Bung Karno telah dapat menunjukkan kesetiaannya kepada PKI.
2.         Dengan cara tersebut, telah dapat memancing kemarahan Angkatan Darat dan massa rakyat pendukung Pancasila yang telah diketahuinya baik secara kualitas dan kuantitas berada di atas angin. Dengan demikian mereka akan lebih membenci dan mengadakan perlawanan yang lebih hebat terhadap Bung Karno dan PKI hingga sampai pisisi yang gawat. Dengan demikian, akan menjadi maklum apabila Bung Karno sebagai kelanjutannya menyerahkan sebagian dari kekuatannnya kepada Pak Harto dengan menunjukkannya sebagai Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib).
3.         Cara Bung Karno tersebut adalah merupakan cara yang sangat bijaksana karena dengan demikian semua pihak dapat menerima dengan tanpa terjadi perang saudara secara besar-besaran yang sangat membahayakan kelangsungan bernegara.
Cara Bung Karno bertindak tersebut, apabila kita amati dengans eksama, akn mempunyai persekutuan makna dengan cara Basukarno menunjuk Prabu Salya untuk menjadi sais kereta yang ditunggangi Basukarno. Di mana seolah-olah dengan menunjuk Prabu Salya menajdi sais kerata, akan menambah kehebatan Basukarno di dalam melawan Harjuna, tetapi kenyataannya malah dijadikan sebagai siasat untuk menghianati perang itu sendiri. Karena ulah Prabu Salya menarik kendali kuda pada saat lepasnya panah sehingga tidak mengani sasaran, ini mempunyai arti bahwa yang melepaskan panah telah berkurang kekuasaannya, sementara musuh yang terhindar dari sasaran panah berarti telah bertambah kesempatannya untuk memenangkan perang tanding. Jadi lepasnya panah Basukarno yang pertama yang mengenai mahkota Harjuna, di mana krisna kemudian memasangnya kembali, sangatlah identik apa bila dihubungkan dengan pengangkatan Bung Karno kepada Pak Harto sebagai Pangkopkamtib dengan seolah-olah hendak mengangkat Pranoto sebagai Caretaker Pangad, karena pengangkatan tersebut terjadi setelah terjadinya krisi yang telah disengaja sebelumnya. Maka kedudukan Pak Harto dengan pengangkatan tersebut telah membawahi empat Angkatan yagn bisa diangap sebagai tulang punggungnya Negara. Angkatan yang bisa dianggap sebagai tulang punggungnya negara, di samping beliau tetap didpertahankan bahkan secara tidak langsung malah direstui sebagai Panglima Angkatan darat sebagai pengganti Jenderal Ahmad Yani.
Bung Karno menunjuk Pak Harto sebagai Pangkopkamtib di samping tetap dipertahankan sebagai Panglima Angkatan darat, maka langkah Bung Karno selanjutnya demi tercapainya Perang Baratayudha dapat dijelaskan melalui jawaban Pak Amir Mahmud atas sebuah pertanyaan pada penataran Generasi Muda di Cibubur tanggal 16 November 1984 sebagai berikut :
Adanya pasukan yang pro Suharto, dan di lain pihak pro Sukarno, menimbulkan kesan adanya konflik antara Suharto dan Sukarno. Padahal Pak Harto mendapatkan Surat Perintah 11 Maret dai Bung Karno, bagaimana pendapat bapak dalam hal ini ?
Jawaban :
a.         Sebagaimana diketahui bahwa, dengan adanya pemberontakan/perebutan kekuasaan oleh G 30 S/PKI, telah menimbulkan konflik situasi antara pasukan ABRI yang terlibat dalam perebutan kekuasaan tersebut beserta para pendukungnya dengan pasukan ABRI beserta masyarakat yagn tetap setia kepada Pancasila dan UUD 1945, yang bertekad untuk menumpas pemberontakan tersebut.
b.         Sesudah usaha perebutan kekuasaan tersebut dapat digagalkan, maka dalam rangka mengambil langkah selanjutnya untuk menumpas serta menyelesaikan secata tuntas pemberontakan/penghianatan dari G 30 S/PKI tersebut telah terjadi konflik konsepsi, yaitu antara konsepsi Orla versus konsepsi Orba, di mana masing-masign konsepsi tersebut ada pendukungnya, baik dikalangan ABRI maupun kekuatan sosail politik. Adapun perbedaan konsepsi tersebut pada intinya, sebagai berikut :
1.         Konsepsi Orba : Pemberotakan/penghianatan G 30 S/PKI tidak dapat di selesaikan secara tunts manakala PKI sebagai organisasi politik yang merupakan biang keladi/sumbe dari pemberontakan tersebut masih mempunyai legalitas dalam panggung politik, karena dengan eksistensinya dalam forum politik kenegaraan tersebut langsung mau pun tidak langsung akan merupakan payung bagi para pemberontak/penghianat tersebut. Dan apabila penyelesaian politik terhadap PKI sebagai organisasi tidak dilakukan dengan segera, maka dikhawatirkan kekuatan G 30 S/PKI akan tidak dapat dihancurkan ssama sekali yagn akibatnya usaha pemulihan keamanan akan berlarut-larut.  Yang jelas akan membawa penderitaan serta kesengsaraan bagi seluruh rakyat Indoensia. Bahkan apabila kekuatan G 30 S/PKI dapat mengkonsolidasikan diri kembali, maka justru pada akhirnya kekuatan Orde Baru sendiri akan hancur akibat  lanjutnya eksistensi bangsa dan negara Pancasila akan hilang dari bumi pertiwi.
2.         Konsep Orla // Dalam rangka penyelesaian secara tuntas terhadap pemberontakan / penghianatan PKI sebagai oraganisasi politik, karea eksistensi PKI dalam panggung politik kenegaraan sangat diperlukan untuk menyelesaikan revolusi Indonesia. Dalam hal ini kekacauan di segala bidang yagn timbul sebagai akibat dari pemberontakan/ penghianatan G 30 S/PKI cukup di atasi dan dipulihkan kembali dengan tindakan militer saja, sedang terhadap PKI yagn merupakan biang keladi dan pemberontakan itu tidak perlu diadakan tindakan politik demi untuk mempertahankan konsepsi Nasakom.
c.         Adanya dua konsepsi yang berbeda itu khususnya yang berkaitan dengan penyelesaian politik terhadap PKI tersebut di tingkat kepemimpinan nasional membawa dampak yang negatif terhadap usaha pemulihan keadaan, sehingga makin menjadi berlarut-larut. Hal yang demikian itu membawa akibat ketidak puasan serta ketidaksabaran dalam masyarakat, sehingga mereka turun ke jalan dan main hakim sendiri yang kesemuanya itu mengakibatkan makin kalutnya situasi/keadaan yang sudah barang tentu makin menyulitkan usaha penumpasan G 30 S/PKI.
d.         Oleh akrena itu, keluarlah Surat Perintah 11 Maret dan Presiden Sukarno kepada Panglima Pemulihan Keamanan dalam hal ini Pak Harto yang berisi penyerahan wewenang untuk mengambil semua langkah yagn dianggap perlu dalam rangka memulihkan keadaan/keamanan. Berkaitan dengan itu, karena Pak Harto beserta segenap komponen Orde Baru menyadari bahwa kemelut yang ada hanya bisa dipulihkan dalam waktu yang singkat manakala ada tindakan politik terhadap PKI, maka berdasarkan Surat Perintah 11 Maret diambillah keputusan politik untuk membubarkan PKI sebagai partai politik berserta oras-ormasnya.
e.         Sekalipun dengan dilaksanakannya kosenpsi Orde Baru yaitu mengambil tindakan politik terhadap PKI beserta ormas-ormasnya itu telah membuahkan hasil yang menggembirakan di bidang pemulihan keadaan, namun ternayata masih ada tantangan dari kubu Orla terutama dari tokoh-tokoh formal yang ikut menentukan kebijaksanaan negara, sehingga usaha penyelesaian tuntas terhadap G 30 S/PKI berjalan tersendat-sendat. Dan karena tokoh-tokoh formal dari Orla tersebut mendapat dukungan dari sebagian ABRI dan sebagian dari masyarakat, yang walau pun secara kualitas tidak besar, namun jelas semuanya itu mengakibatkan adanya dua kubu dalam ABRI, yaitu kubu Orla yang oleh penanya dinamakan pasukan Sukarno dan Orba yagn oleh penanya dinamakan pasukan Suharto.
f.          Berkaitan dengan penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa pada hakikatnya apa yang ditanyakan oleh penanya tersebut pada intinya berkisar kepada adanya konflik konsepsi antara Orba dengan Orla yang masing-masing mempunyai pendukung, baik di kalangan ABRI mau pun kekuatan sosial.
Dari jawaban Bapa Amir Mahmud tersebut, maka kita dapat menganalisa sebagai berikut : Setelah Bung Karno berhasil menunjuk Pak Harto sebagai Pngkopkamtib yang mewakili 4 angkatan, di sini Bung Karno sengaja untuk menimbulkan suatu masalah yang merupakan penghalang untuk tercapainya pemulihan keamanan dan ketertiban, di mana Pak Harto sebagai penanggung jawabnya. Penghalang tersebut adalah konsep Orde Lama yang pada intinya dalam rangka menyelesaian secara tuntas terhadap pemberontakan G 30 S/PKI tidak perlu ada penyelesaian politik terhadap PKI sebagai organisasi politik terhadap PKI sebagai organisasi politik. Jelas sekali di sini adanya kontradiksi dari apa yang dikehendaki Bung Karno, di satu pihak Bung Karno menghendaki agar Pak Harto daapt segra memulihkan keamanan dan ketertiban, sementara pada pihak lain Bung Karno justru melindungi dalang yang menimbulkan kerusuhan yaitu PKI dengan G 30 S/PKI-nya. Suatu hal yang tidak mungkin untuk dapat diselesaikan oleh Pak Harto sebagai penanggung jawab atas pemulihan keamanan dan ketertiban tersebut.
Biginilah cara Bung Karno bertindak di dalam mengabdikan dirinya kepada kesetiaan bersahabat dan di dalam membela keyainan akan kebenaran yang dipercayainya. Semuanya harus mendapatkan porsi dari pengabdiannya, sayangnya persahabatan yang dijalin oleh Bung Karno mempunyai makna permusuhan dengan kebenaran yang diyakini. Bung Karno tidak sanggup menghianati begitu saja terhadap siapapun yang pernah membantu dan bersahabat termasuk kepada PKI dan Komunis Internasional. Bung Karno yagn tidak sanggup menghianati kebenaran yang telah diyakinya. Maka sangatlah adil apabila Bung Karno harus mengabdi kepada persahabatan sesuai dengan kadar persahabatan itu sendiri, dan mengabdi kepada kebenaran sesuai dengan kadar kebenaran yagn diyakini. Sehingga sangatlah tepat apa yagn diungkapkan Bung Karno di masa kanak-kanaknya :
“Bapak adalah seorang yang sangat gandrung pada Mahabharata, cerita klasik orang Hindu jaman dahulu kala. Aku belum mencapai masa pemuda ketika Bapak menyampaikan kepadaku. Kus, engkau akan kami beri nama Karna (Basukarno). Karena adalah salah seorang pahlawan terbesar dalam cerita Bahabharata.”
“Kalau begitu tentu Karno seorang yang sangat kuat dan sangat besar”, aku berteriak kegirangan.
“Oh, ya nak,” jawab bapak setuju, “Juga setia pada kawan-kawannya dan keyakinannya dengan tidak memperdulikan akibatnya. Terdorong karena keberaniannya dan kesaktiannya. Karno adalah pejuang bagi negaranya dan seorang patriot yang saleh.” (S. Cindi Adams).
Maka sengatlah cocok tindakan Bung Karno memberi perlindungan terhadap PKI dengan konsepnya itu yang bersifat lahiriahnya saja sekedar mengabdi terhadap persahabatan yagn selama ini telah beliau jalin tentunya sepadan dengan persahabatan yang mereka berikan keapda beliau. Begitu pula tindakan Bung Karno tersebut pada hakikatnya sekedar umpan dengan harapan dapat memancing kemarahan para pendukung Pancasila yang berada di atas angin, dengan demikian posisi Bung Karno akan menjadi terdesak. Dengan demikian ada alasan untuk mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret yang sangat menggemparkan itu. Tindakan beliau itu merupakan pengabdiannya terhadap kebenaran yang beliau yakini, pengabdian terhadap saudara-saudaranya yang dicintai. Di sinilah kehebatan Bung Karno di mana beliau sanggup memisahkan makna dari persahabatan dan makna dari permusuhan antara Bung Karno dan Komunisme, dengan mengorbankan semua yang beliau miliki termasuk derajat dan kehormatan.
Apabila kita mau merenungkan tentang cara Bung Karno menyelesaikan persengketaan antara PKI beserta pendukungnya dengan para pendukung Pancasila dengan taktik setahap demi setahap, maka kita akan menjadi sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa di balik tindakan tersebut adalah merupakan wujud cinta beliau terhadap Negara Indonesia tercinta ini. Beliau tidak rela apabila Indonesia hendak menjadi Vietnam kedua. Beliau tidak menghendaki adanya intervensi langsung dari Soviet dengan Pakta Warsawanya, juga interfensi langsung dari Republik  Rakyat Cina, serta intervensi langsung dari Amerika dengan NATOnya yang hendak menjadikan Indonesia yang indah permai ini menjadi lautan api, menjadi neraka jahanam yang sangat mengerikan akibat meledaknya jutaan ton roket dan bom yang keluar dari gudang–gudang senjata di dunia.
a.         Pada hari Jum’at tanggl 11 Maret 1966, akan berlangsung Sidang Kabinet 100 Menteri di Istana Merkeda Jakarta. Jam 08.00 pagi hari itu, saya sebagai Panglima Daerah Militer (Pangdam) V/Jayakarta yang mempunyai tugas keamanan, datang ke Istana. Saya mendapat telepon dari Brigjen Sabur (Ajudan Presiden) dari Istana Bogor yang menanyakan apakah Sidang Kabinet dapat diteruskan atau tidak. Pada waktu itu saya menjawab bahwa sidang dapat diteruska, dan untuk itu, saya memberikan jaminan. Pada jam 09.00, Presiden dengan para Waoerdam (Subandrio, Leimena dan haeru Saleh( datang. Sesudah Bung Karno mengganti pakaian, maka meraka bersama-sama duduk-duduk di teras di belakang Istana Merdeka sambil bertukar pikiran untuk menunggu jemputan Protokol Istana. Pada waktu itu, saya sebagai penanggung jawab keamanan juga berada di teras tersebut. Kemudian Bung Karno menanyakan kepada saya mengenai situasi yang saya jawab bahwa situasi  aman tidak ada  apa-apa. Selanjutnya Bung Karno menanyakan apakah Sidang Kabinet bisa diteruskan atau tidak? Atas pertanyaan ini saya jawab bahwa sidang dapat diteruskan dan saya berani memberikan jaminan. Tidak lama kemudian Protokol Istana melaporka kepada Bung Karno, bahwa Sidang Kabinet bisa dimulai. Selanjutnya saya berdiri, lalu memberi hormat kepada Bung Karno dan meminta izin untuk keluar ruangan teras karena akan melaksanakan tugas pengamanan di luar. // Waktu itu Bung Karno memerintahkan kepada saya untuk mengikuti beliau menghadiri Sidang Kabinet, akan tetapi saya menjawab bahwa saya bukan menteri, sebaiknya saya tidak perlu ikut menghadiri sidang. Jawaban saya tersebut tidak dapat diterima oleh Bung Karno. Dengan diikuti oleh para Waperdam serta saya, Bung Karno menuju Istana Negara untuk memulia sidang Kabinet. Sesudah sidang Kabinet berjalan kurang lebih 10 menit, saya menerima nota pertama dari Sabur (pada waktu itu Bung Karno sedang bicara) yang intinya minta kepada saya, agar saya keluar sebentar, karena di luar ada pasukan liar. Mengingat bahwa Presiden sedang memberikan petunjuk/ pengarahan, sehingga apabila saya berdiri dan meninggalkan sidang, berarti saya tidak mengenal kesopanan dan etika, maka oleh karenanya saya memberi kode kepada Sabur dengan menggoyang-goyangkan tangan yang artinya tidak akan terjadi apa-apa. Pada waktu itu Bung Karno tetap berbicara terus. /// Rupanya Sabur sebagai ajudan serta Komandan Pasukan Pengawal Cakrabirawa tidak puas, sehingga 5 menit kemudian ia mengirim nota lagi kepada saya yagn isinya sama, tapi dengan disertai kata-kata sangat, sehingga nota itu berbunyi : Minta dengan hormat, tetapi sangat agar Pak Amir keluar sebentar. Saya tetap menolak untuk keluar dari tempat sidang itu. Rupanya Brigjen Sabur tidak sabar, dan karena dia tidak mau ambil reskiko, maka ia menyampaikan nota langsung kepada Bung Karno yagn isinya sama dengan nota yang diberikan keapda saya. Sewaktu beliau membaca nota itu, saya melihat tangan Bung Karno gemetar dan sesudah Bung Karno membaca nota tersebut, lalu memberikannya kepada Subandrio. Kemudian sesudah mereka berbicara satu sama lain, akhirnya Sidang Kabinet diskors Bung Karno untuk kemudian pimpinan sedang diserahkan kepada Waperdam Dr.Leimena. Selanjutnya Bung Karno berdiri dan keluar dari ruang sidang. Karena saya merasa ikut bertanggung jawab mengenai kemanan, maka saya juga keluar ruang sidang dan mengejar beliau. Di Tangga Istana Negra, saya pegang tangan kanan beliau, karena saya merasa iba kepada beliau. Kemudian beliau menanyakan kepada saya : Mir, kemana bapak harus jalan? Dengan adanya pertanyaan itu, maka baru untuk pertama kalinya saya melihat adanya seorang Pemimpin Besar yang linglung di tempatnya sendiri serta tidak tahu lagi apa yagn harus dilakukan. Di situlah saya melihat Bung Karno seolah-olah menjadi kecil sesudah beliau menanyakan jalan kepada saya tersebut.Melihat situasi yagn demikian itu, saya memegang tangan beliau, lalu saya bertanya : “Bapak mau ke mana sekarang?” Bapak tidak usah bingung, tidak usah takut, karena ada perintah tegas dari Pak Harto untuk menjaga keselamatan Bapak dan tidak boleh ada satu peluru pun mengenai Bapak. Jadi Bapak harus tenang, karena tidak akan terjadi apa-apa. // Kemudian saya mengantar beliau ke helikopter yagn telah tersedia di halaman depan Istana Merdeka. Mendadak terbirit-birit Subandrio tanpa sepatu menyusul, begitu pula Chairul Saleh yang keduanya juga saya antar sampai ke helikopter.
b.         Sesuah helikopter take of menuju ke Bogor, maka kemudian saya kembali lagi ke Istana Merdeka untuk mengikuti sidang lanjutan yang dipimpin oleh Pak Leimena. Sasampainya di Istana Negara, Pak Leimena bertanya kepada saya mengenai Bung Karno, yang saya jawab bahwa Bung Karno sudah ke Bogor. // Rupanya Pak Leimena juga tidak mau ambil resiko sehingga sesudah Sidang Kabinet lanjutan dibuka kembali, untuk kemudian ditutup lagi dan selanjutnya para peserta Sidang Kabinet bubar dan keluar dari Istana Negara.
c.         Pada waktu persisi di tangga sebelah kanan Istana Negara bagian Barat, kebetulan saya berjalan bersama-sama dengan Pak Basuki Rahmat dan Pak Yusuf yang menghadiri sidang, mesaing-masing sebagai menteri  Veteran dan Menteri Perindustrian. Pada waktu itu alau tidak salah, Pak Yusuf berjalan di tengah, Pak Basuki Rahmat di seblah kiri dan saya di sebelah kanan. Kemudian Pak Yusuf mengajak pergi ke Bogor dengan maksud berbincang-bincang dengan Bung Karno sehingga Bung Karno tidak merasa telah ditinggal oleh Angkatan darat. // Atas ajakan itu, maka saya menjawab setuju, dan selnajutnya saya menanyakan kepada Pak Basuki rahmat memberikan persetujuannya. Perlu diketahui bahwa sewaktu kita  bertiga berdialog, di depan kita hadir Mayjen Mursid (Menteri/Wakil Menko Pertahanan dan Keamanan) yang kita ajak serta ke Bogor. Akana tetapi beliau menjawab dengan muka masam, “Tidak perlu”. // Kemudian saya menganjurkan agar kita bertiga melapor ke Pak Harto terlebih dahulu. Anjuran saya disetujui dan kemudian kita bertiga langsung ke rumah kediaman Pak Harto di Jalan Agung Salim 98 Jakarta, sekalipun kita mengetahui bahwa beliau beraa dalam keadaan sakiat. (Catatan :Sakitnya Pak Harto ini saya ketahui, karena saya selaku Pangdan V/Jaya selalu mengadakan kontak lenagsung dengan beliau). Bahkan dengan terganggunya kesehatan beliau itu, tidak dapat menghadiri Sidang Kabinet dan beliau telah berpesan dan meminta tolong untuk disampaikan keapda Bung Karno. Pada waktu kita menghadap Pak Harto itu, maka kita menjelaskan mengenai jalannya sidang Kabinet, kemudian kita meminta izin kepada Pak Harto untuk pergi ke Bogor dengan maksud untuk menenteramkan Bung Karno. Bahkan kita menanyakan kepada beliau barangkali ada pesan yagn juga perlu disapaikan kepada Bung Karno. Pak Harto mengatakan : Pertama, sampaikan salam saya kepaa Bung Karno dan kedua, Bung Karno tidak usah khawatir. Kita sanggup menyelamatkan Pancasila  UUD-1945, menyelamatkan Revolusi Indonesia dan memelihara keamanan, asal kita diberi kepercayaan untuk itu.Itulah pesan Pak Harto, Jadi Pak harto pun tidak pernah dibicarakan mengenai apa yang dinamakan Surat Perintah Sebelas Maret itu. Tidak pernah. Selanjutnya, karena harus cepat berangkat ke Istana Bogor, kita bertiga akembali lagi ke Istana Merdeka, dan berunding mengenai keberangkatan  kita berrtiga ke Bogor. Perundingan itu berkisar kepada apakah menggunakan helikopter atau tidak, karena di Istana memang selalu ada helikpter yagn stand by untuk Bung Karno. Kemudian kita juga bermusyawarah  apakah kita berangkat ke Istana Bogor dengan senjata atau tidak. Pada waktu itu Pak Yusuf mengusulkan agar kita  masing-masing membawa senjata. Atas ajakan itu saya menjawab bahwa tidak ada manfaatnya kita membawa senjata karena di sana terdapat 2 Brigade Cakrabirawa. Oleh karenanya kita cukup berangkat  dengan iman saja. Akhirnya kita sepakat untuk jadi berangkat dengan helikopter tanpa membawa senjata. // Selama berada dalam helikopter kita bertiga tidak ada yang berbicara satu sama lain, karena masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri-sendiri. // Semua beroda kepada Tuhan. Saya juga berdoa kepada Tuhan dengan membaca Istighfar, Shlawat, Surat Al Fatikhah, Surat Al Ikhlas, Surat Al-Falaq, Surat An Nash dan Ayat Kursi, Pak Yusuf dan Pak Basuki juga komat-kamit mulutnya, berdoa kepada Tuhan.
d.         Kita tiba di Istana Bogor antara jam 12.00 – 13.00. Pada waktu itu Bung Karno sedang tidur. Kita diterima Brigjen Sabur. Kita menunggu sampai Bung Karno bangun. Setelah Bung Karno bangun, kemudian beliau duduk di paviliun, dengan hanya memakai celana klor putih sampai lutut dengan kaos oblong, yang selanjutnya menanyakan kepada kita apa maksudnya datang ke Bogor menemui beliau itu.  Kemudian Pak Basuki Rahmat menjawab bahwa kedatangannya untuk mendapingi, supaya Bapak tidak dipengaruhi oleh situasi atau kejadian pada waktu sidang tadi dan tidak merasa diasingkan, dan sebagainya, den sebagainya. Sehingga Bapak tenang dan sanggup mengatasi persoalan. Lalu beliau menanyakan bagaimana situasi sebenarnya kepassa Pak Basuki Rahmat, kepada Pak Yusuf dan kepada saya. Saya menjawab bahwa keadaannya aman. Pada waktu itu saya dibetak oleh beliau sebagai berikut : Kau bilang aman, aman, tetapi demonstrasi berjalan terus. Sesudah itu kita berdiskusi, berdialog serta bertukar pikiran yang  akhirnya Bung Karno melemparkan pertanyaan bagaimana mengatasi semua itu. Pada waktu itu, suasana hening sejenak. Pak Basuki Rahmat sebagai perwira  yang  paling senior yang hadir pada waktu itu tidak memberikan jawaban serta pertanyaannya dilemparkan oleh Bung Karno. Demikian Pak Yusuf juga tidak memberi jawaban/tanggapan. Di dalam keadaan yang sedemikian itulah, maka secara spontan saya menyeletukk  dengan polos sebagai berikut : “Alah gampang Pak, Bapak perintah saja sama Pak Harto. Bapak tahu beres. Yaitu Pancasila diamankan. Undang-Undang Dasar 1945 diamankan, Revolusi dilanjutkan, pembangunan dilanjutkan dan keluarga Bapak dijamin keselamatannya.” Saya sendiri heran, kenapa saya berani menyeletuk demikian. Sebab, sesuai dengan adat ketimuran, mestinya saya sebagai perwira yang lebih yunior tidak sepantasnya memberikan tanggapan mendahului para senior yang hadir pada waktu itu. // Kemudian atas saran saya tersebut, Bung Karno kembali bertanya : “Bentuk bagaimana?” Saya menjawab sebagai berikut : “Bentuk saja team. Saya sarankan Pak Basuki rahmat Ketua Team. Pak Yusuf sebagai Anggota, dan Brigjend Sabur sebagai Sekretaris. Saya sendiri tak perlu duduk dalam team, karena seorang Panglima.” /// Ternyata saran saya tersebut disetujui oleh Bung Karno. Sekali pun saya tidak duduk dalam team tersebut, namun dalam perumusan ternyata saya diikutsertakan dalam pembicaraan. Seluruh rumusan diselesaikan oleh team, maka Bung Karno memanggil anggota Presidium yang pada waktu itu juga hadir di Istana Bogor. Konsep rumusan yagn ditulis tangan dengan fulpen itu, kemudian dibaca oleh Bung Karno. Setelah dibaca oleh Bung Karno selanjutnya dibaca oleh Leimena dan lain-lainnya. Dan waktu sampai giliran kepada Subandrio, maka ia mengusulkan beberapa koreksi yang sifatnya tidak prinsipiil, tapi hanya koreksi secara redaksional. // Sesudah dikoreksi oelh Subandrio selanjutnya konsep dikembalikan kepada Bung Karno. Dan sesudah dibaca oleh Bung Karno kemudian Brigjen Sabur diperintahkan untuk mengetiknya. Perlu saya jelaskan bahwa peristiwa itu semua terjadi di ruang tengah dari paviliun Istana Bogor, yaitu di tempat meja makan, sehingga pada waktu pengetikan dilakukan, kita bertiga lalu berkumpul  di paviliun  bagian muka. Kemudian setelah sembahyang Maghrib, kita kumpul kembali. Pada waktu itu Bung Karno memakai piyama biru muda, dan Ibu Hartini mendampinginya. Anggota presidium semuanya jgua hadir. Kemudain Brigjen Sabur datang membawa konsep yagn telah diketik tadi. Pada waktu itu Sabur mmeberitahukan kepada Bung Karno secara administratif Surat Perintah semacam itu kurang dapat dipertanggung jawabkan karena dari lembar ke satu ke lembar ke dua tidak da kata penyambung di bawahnya, Pendapat Brigjen Sabur tersebut memang benar, namun karena saya khawatir, kalau masalah itu dibicarakan lagi, dapat menimbulkan persoalan baru, maka pada waktu itu secara spontan saya menjawab sebagai berikut : Lho, dlam revolusi masa masih memikirkan mengenai administratif. Sudahlah,s erahkan saja kepada Bung Karno. // Kemudian naskah tersebut dibaca oleh Bung Karno secara tekun dan tenang. Kemudian beliau bertanya : “Bagaimana ya. Saya tandatangi atau tidak?” // Berulang kali beliau menanyakan dengan kalimaet serupa itu. Hal itu ditanyakan juga kepada anggota presidium. Mengingat bahwa dengan adanya keragu-raguan dari Bung Karno itu, masalahnya bisa buyar atau mentah kembali, maka saya lalu menyeletuk : “Sudahlah Pak. Bismillahirrahmaanirrahiim, dari saya itu diulangi oleh semua anggota Presidium yang ula-mula oleh Pak Leimena yang nota bene beragama Kristen, kemudian diikuti oleh semua yang hadir.
e.         Selanjutnya, setelah Bung Karno mengucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim yang juga diikuti serentak oleh semua yang hadir, maka Bung Karno menandatangi naskah tersebut. Setelah ditandatangani naskah tersebut diserahkan langsung oleh Bung Karno kepada Pak Basuki Rahmat. // Karena begitu pentingngya naskah tersebut, maka perlu dikutipkan selengkapnya isi dari pada SUPERSEMAR, sebagai berikut :
SURAT  -  PERINTAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
I.
Mengingat :
1.1.
Tingkatan revolusi sekarang ini, serta keadaan politik baik Nasional maupun Internasional.
1.2.
Perintah harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Presiden Pemimpin Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966.`
II.
Menimbnag :
2.1.
Perlu adanya ketenangan dan kestabilan pemerintahan dan jalannya Revolusi.
2.2.
Perlu adanya jaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi, ABRI dan rakyat untuk memelihara kepemimpinan dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala ajaran-ajarannya.
III.
Memutuskan/Memerintahkan :

Kepada :
Letnal jendral soeharto menteri panglima angkatan darat

Untuk    :
Atas nama Presiden/ Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi :


1.
Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalanannya Pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pemimpin Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran pemimpin Besar Revolusi.


2.
Mengadakan Koordinasi Pelaksanaan Perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan lain dengans ebaik-baiknya.


3.
Supaya melaporkan segala sesuatu yagn bersangkut-paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.
IV.
Selesai.
Jakarta, 11 Maret 1966
PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/PEMIMPIN BESAR REVOLUSI/ MANDATARIS MPRS

Ttd

SOEKARNO



f.          Selanjutnya, kita bertiga berangkat ke Jakarta kembali dengan mobil. Di Jembatan Situ Duit Bogor, saya meminjam naskahnya. Saya alalu membaca dengan menggunakan baterai, karena saat itu hari sudah gelap (waktunya Shalat Isya). Setelah saya pelajari, maka saya berseru : “Kok ini penyerahan kekuasaaan.”. // Kita semeuanya sungguh kaget karena memang pada waktu itu tidak memikirkan atau pun berangan-angan adanya penyerahan kekuasaan. // Sesudah sampai di Jakarta, kita langsung ke Jalan Agus Salim untuk melapor ke Pak Harto, namun ternyata Pak Harto pada waktu itu ada di KOSTRAD untuk menerima para Panglima yang datang dari daerah, sehingga oleh karenanya kita bertiga langsung menuju ke KOSTRAD dan naskah tersebut diserahkan langsung oleh Pak Bauski Rahamt  kepada Pak Harto. // Selanjutnya, akrena naskah itu ditandatangani pada tanggal 11 Maret, maka naskah Surat Perintah tersebut dikenal dengan sebutan SUPER SEMAR.
g.         Dengan adanya SUPER SEMAR itu, kemudian keesokan harinya tanggal 12 Maret 1966 Pak Harto mengeluarkan pengumuman pembubaran PKI. Berkaitan dengan itu perlu dicatat oleh kita semua juga, bahwa setelah pembubaran PKI itu, Pak Leimena diutus oleh Bung Karno ke Jalan Agus Salim untuk menemui Pak Harto, yang menyampaikan teguran dari Bung Karno kaerna Pak Harto mengumumkan pembubaran PKI serta menyampaikan instruksi agar Pak Harto mengedepankan kita bertiga yaitu Pak Basuki Rahmat, Pak Yusuf dan saya sendiri kepada Bung Karno di Bogor. Saya pribadi tidak tahu apa jawaban Pak Harto dan pada waktu itu, akan tetapi sebagai kelanjutannya kita bertiga mendapat perintah dari Bung Karno yang mendapat persetujuan dari Pak Harto untuk menghadap kepada Bung Karno di Bogor. Pada waktu kita menghadap di Bogor, kita dimaki-maki. Pada waktu itu Bung Karno berkata yang intinya menyalahkan kita karena tidak ada tercantum pembubaran PKI di dalam instruksi itu. // Kemudian kita menjelaskan kepada Bung Karno bahwa keputusan Pak Harto untuk membubarkan PKI adalah benar, karena elama PKI masih bereksistensi, maka keutuhan bangsa dan negara RI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tidak akan terwujud. // Perlu saya tambahkan bahwa pada tanggal 12 Maret itu, selesai menghadap Bung Karno dan akan kembali ke Jakarta, datanglah Ahmadi/Menteri Penerangan menghadap kepda Bung Karno untuk melaoprkan situasi. Setelah Achmadi keluar pada waktu itu juga kita bertiga diminta menghadap keapda Bung Karno untuk melaporkan seituasi. Setelah Achmadi kaluar pada waktu itu juga kita bertiga diminta menghadap kembali Bung Karno. Rupa-rupanya Achmadi telah memberi laporan bahwa Pak Harto dan para Jenderal sedang mempersiapkan susunan kabinet baru, dan Bung Karno akan dipaksa untuk menandatangani susunan kabinet baru itu. Sewaktu kita ditanya tentang hal itu, dengan tandas dan tegas kita jawab bahwa berita tersebut adalah tidak benar. Kemudian Bung Karno bersama Ajudan Brigjen Sabur kembali ke Jakarta dengan helikopter, kita bertiga mencari kendaraan untuk mengantarkan kembali ke Jakarta, karena waktu itu kita datang ke Bogor tidak membawa kendaraan sendiri, akan tetapi menggunakan helikopter. Memang pada waktu itu ada satu helikopter ladi di istana Bogor, tetapi waktu kita meminta untuk diantarkan kembali ke Jakarta, para petugas Istana Bogor menjawab bahwa helikopter  tersebut kehabisan bahan bakar dan tidak ada crewnya. Dengan jawaban tersebut kita merasa telah dijadikan sandera. Perasaan gelisah dan khawatir telah menghantui kita bertiga dan berusaha agar segera dapat kemebali ke Jakarta. Kira-kira menjelang Maghrib, tiba-tiba lewat di muka kita ajudan Presiden Kolonel Wijanarko dengan kendaraan mobil. // Karena mungkin dia tidak mengetahui persoalannya, maka kita langsung menumpangg kendaraannya ke Jakarta menuju Istana Merdeka. Sesampainya di Istana Merdeka kita menghadap Bung Karno yang sedang berbincang-bincang dengan Pak Harto. Pada waktu itu juga saya sampaikan kepada Bung Karno bahwa berita para Jenderal telah mempersiapkan susunan kabinet baru menggantikan kabinet 100 Menteri adalah tidak benar (H. Amir Mahmud Menjawab, Penerbit CV. Haji Masagung, Cetakan I.Tahun 1987)
Demikianlah urutan peristiwa menjelang keluarnya SUPER SEMAR dari Bung Karno, yang dapat dianggap sebagai tonggak kemenangan Orde Baru di Indonesia, dimana yang sedemikian itu tidak bisa dilepaskan begitu saja dari siasat dan strategi Bung Karno sebelumnya yang bermuara dari dibubarkannya Masyumi dan PSI dan berlanjut dengan gugurnya pada Jenderal.
Tindakan Bung Karno mengeluarkan Surat Perintah tersebut setelah terjadinya krisi, dimana rakyat pembela Pancasila segera bertindak dengan membentuk “Koamndo Aksi Pengganyangan G30S/Pki. Tindkan ini berlanjut dengan terbentuknya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan disusul dengan berdirinya Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonessoa (KAPPI) dan kesatuan-kesatuan aksi lainnya dengan TRIUTRA-nya yaitu : 1. Bubarkan PKI; 2. Pemberontakan Kabinet Dwikora; 3. Turunkan harga, adalah sangat identik dan mempunyai persekutuan makna dengan lepasnya panah dari busurnya, Prabu Salya sebagai sais menarik tali kuda dengan harapan kereta bergerak dan panah tidak mengenai sasaran. Dengan demikian habislah kekuatan Basukarno. Sementara Harjuna dengan didampingi Kresna, segera membalas memanah yang diarahkan pada semua kaki kuda yang menarik kereta Basukarno, yang seketika itu pula seluruh kaki kuda yang menjadi sasaran, putus semuanya.
Tindakan Harjuna memanah seluruh kaki kuda yang menarik kereta Basukarno ini adalah identik dengan tindakan Pak Harto, dimana setelah menerima Surat Perintah 11 Maret, maka sehari sesudahnya, yaitu tanggal 12 Maret 1966, Pak Harto membubarkan PKI, termasuk bagian-bagian organisasinya beserta yang se azas/ berlindung/bernaung di bawahnya. Dan selanjutnya menyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah kekuasaan Republik Indonesia.
Tindakan beliu itu disusun dengan pengamanan 15 orang pembesar yagn terindikasi terlibat dalam G30S/PKI atau diragukan iktikadnya dalam membantu Presiden memulihkan keamanan dan ketertiban, yaitu pada tanggal 18 Maret 1966. Mereka itu adalah : Dr. Subandrio, Dr. Chairul Saleh, Ir. Setiadi Reksoprojo, Soemarjo, Oei Tju Tat, SH, Ir. Surachman, Yusuf Muda Dalam, Armunanto, Sutomo Martopradoto, Astrawinata SH, Mayjen Achmadi, Drs. Achadi, Letkol Imam Syafi’i, J. Tumakaka dan Mayjen Dr. Sumarno.
Guna memenuhi tuntutan rakyat, maka pada tanggal 27 Maret 1966, dibentuklah Kabinet Dwikora yang disempurnakan lagi oleh Pengemban Supersemar. Tokoh-tokoh yang duduk dalam Kabinet ini dalah tokoh-tokoh yang jelas tidak terlibat dalam G30S/PKI. Pimpinan tetap dipegang oleh Presiden Sukarno yang didbantu oleh enam orang wakil Perdana Menteri yang merupakan Presidium Kabinet. Mereka itu adalah Dr. J. Leimena, Dr. Idham Chalid, Dr. Roeslan Abdulgani, Sultan Hamengku Buwono IX dan Letjen Suharto. Setelah Orde Baru denegan bersenjatakan Supersemar  dapat menertibkan bidang eksekutif, tiba gilirannya lembaga-lembaga Lehislatif juga dibersihkan dari unsur-unsru G30S/PKI dan Orde Lama. Kedua lembaga ini adalah MPRS dan DPRGR.
Tindakan-tindakan itu diambil dengan melakukan pembersihan dari tokoh-tokoh pimpinan MPRS dan DPRR yang terlibat G30S/PKI. Kemudian dibentuk pimpinan DPRGR dan MPRS yang baru. Pimpinan DPRGR yang baru memberhentikan 62 orang anggota DPRGR yang mewakili PKI dan ormas-ormasnya.
Dalam rangka pemurnian pelaksaan UUD 1945, maka jabatan Pimpinan DPRGR dilepaskan dari jabatan eksekutif, sehingga pimpinan DPRGR tidak lagi diberikan kedududkan sebagai Menteri. Begitu pula lembaga negara tertinggi MPRS, dibersihkan dari unsur-unsur G30S/PKI. Sepreti halnya dengan DPR-GR, maka keanggotaan orang-orang PKI dalam MPRS dinyatakan gugur. Setelah MPRS dibersihkan dari unsur-unsur G30S/PKI, maka sebagai kelanjutannya diambillah langkah-langkah untuk menempatkan badan ini secara konstitusional sebagai lembaga tertinggi.
Kembali kepada Puhangga Ronggowarsito, di mana pada judul Membebaskan Irian Barat, beliau mengungkapkan bahwa tindakan Bung Karno menangkapi para tokoh , itu bukan merupakan kehendak hati nuraninya dengan dasar benci dan dendam, melainkan semata-maata demi tercapainya tujuan politik yang pada akhirnya akan mempunyai manfat yang besar bagi perjuangan mereka sendiri (tkoh-tokoh yang ditankgapi). Ada pun terhadap tindakan Pak Harto di dalam menghancurkan pendukung-pendukung Komunis beserta Ideologinya, Pujangga Ranggawarsito mengungkapkannya pada bait berikutnya, yaitu Nomor 14 dan 15 Serat Sabda Tama, bunyinya sebagai berikut :
Sabda Tama
14.
Supaya pada emut // Amawasa benjang jroning tahun // Windu kuning, kono ono wewe putih // Gegamane tebu wulung // Arsa angrebasing wedon.
15.
Rasane wus karasuk // Kesuk lawan kala mangsanipun .. Kawiseso kawasanira Hyang Widdhi // Cahyaning wahyu tumelung // Tulus tan kena tinegor.
Terjemahan :
Agar supaya diingat-ingat // kelak akan tiba masanya // yaitu tahun windu kuning, di situ akan ada wewe putih (jenis dari makhluk halus) putih yang bersenjatakan tebu wulung (tebu yang warnanya merah kehitam-hitaman) // yang hendak menghancurkan wedhon (jenis makhluk halus yang jahat dan suka menakut-nakuti).
Tandanya sudah dapat dirasakan // bahwa kelak pada saatnya peristiwa itu bakal terjadi // karena telah dijaga oleh kekuasaan Tuhan // Cahayanya wahyu (pulung, bahasa Jawa) sudah kelihatan mengarah kepada yang dikehendaki-Nya // lurus dan terang serta tidak bisa diganggu gugat dan diselewengkan.
Keterangan :
Wewe adalah sebuah lambang atau mempunyai arti bahwa tokoh yang dimaksud telah mampu mengenal hakikat dirinya dalam arti ruhaniah, sebagaimana wewe yang tidak mempunyai wadak itu melihat terhadap dirinya yang hanya terdiri dari ruh. Ada pun putih, mempunyai arti seuci tulus ikhlas. Jadi Wewe Putih mempunyai arti orang yang mempunyai tataran batin yang tinggi dan mempunyai hati yang suci.
Ada pun tebu, adalah tanaman yang mempunyai rasa manis, ini mempunyai arti budi yang luhur. Ikhlas mengabdi, suka menolong. Ada pun wullung adalah lambang dari kekerasan, di mana pada umunya tebu yang berwarna merah kehitam-hitaman/kecoklat-coklatan adalah tebu yang sangat keras untuk dikunyah. Jadi tebu wulung adalah lambang dari kehalusan budi dan kekerasan jiwa. Dimana yang sedemikian itu ssangatlah identik dengan kepribadian Pak Harto pada saat menghancurkan basis kekuatan PKI serta pendukung-pendukungnya.
Setelah Pak Harto berhasil membersihkan lembaga-lembaga tertinggi pemerintahan, maka pada tanggal 17 Juni 1966, Sidang Umum MPRS IV dimulai yang dipusatkan kepada usaha menyusun suatu tatanan yang didassarkan kepda kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Sidang Umum ke IV MPRS ini menghasilkan 24 TAP MPRS.
Ketetapan-ketetapan yang paling penting ialah Pertama kali mengukuhkan Surat Perintah 11 Maret 1966, menjadi ketetapan Nomor IX. Yang kedua adalah ketetapan Nomor XXIII mengenai “Pembaharuan Landasan Kebijaksaan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan”. Kemudian yang mempunyai akibat langsung kepada kepemimpinan Orde Baru adalah ketetapan nomor XIII tentang Kabinet Ampera. Di mana tugas pembentukan Kabinet Ampera itu dilimpahkan kepada Jendral Suharto sebagai pengemban Ketetapan Nomor IX.
Kemudian Presiden Sukarno membubarkan Kabinet Dwikora pda tanggal 25 Juli 1966, yang disusul dengan pembentukan Kabinet Ampera oleh Jenderal Soeharto selaku Pengemban TAP MPRS Nomor IX Tahun 1966, Dalam kabinet Ampera ini Jenderal Soeharto berkedudukan sebagai Ketua Presidium Kabinet, Adapun pimpinan Kabinet Ampera masih tetap pada Presiden Soekarno. Akan tetapi pekasanaan pemerintahan dilaksanakan oleh suatu Presidium yagn terdiri atas 5 orang Meneteri Utama, yaitu Jenderal Soharto (Hankam). Adam Malik (Luar Negeri), KH. Idham Chalid (Kesejahteraan Rakyat), Hamengku Buwono IX (Ekonomi dan keuangan) dan Sanusi Harjadinata (Industri dan Pembangunan). Dalam melaksanakan tugasnya, Kabinet Ampera telah berusaha dengan sekuatnya untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi.
Tetapi Presiden Soekarno sendiri tidak membantu usaha ke arah itu. Sehingga Orde Baru tidak dapat terpenuhi. Dalam berbagai pidato Presiden Soekarno masih berusaha untuk membela PKI.
Maka terasalaha danya dualisme dalam Kepemimpinan Nasioanl yang menghambat usaha-usaha ke aran normalisasi keadaan. Bahkan dalam sidang-sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) terhadap tokoh-tokoh G30S/PKI mengungkapkan bahwa Presiden Soekarno ada indikasi telah mengetahui sebeumnya akan terjadinya G30S/PKI dan tidak mengambil tindakan-tindakan untuk mencegahnya. Sebagai kelanutannya tuntutan-tuntutan untuk memberhentikan Presiden Soekarno dari Jabatan beliau semakin keras.
Untuk menghindarkan pertentangan politik yang berlarut-larut, maka diadakan Sidang Istimewa MPRS dari tanggal 7- 12 Maret 1967 di Jakarta. MPRS dalam sidangnya ini telah berhasil mengakhiri konflik politik yang dapat membahayakan persatuan bangsa, dengan menghasilkan keputusan yang terpenting ialah mencabut kekausaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Jendral Soeharto sebagai Pejabat Presiden sampai dipilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilihan Umum.
Beginilah keadaan Harjuna tatkala hendak melapaskan panah Kyai Pasopati yagn diarahkan kepada kakak kandungnya, Basukarno, oleh sang Penggubah diungkapkan :
Jroning angembat langkap kang mustining pangandinning panah Kyai Pasopati, kang bedore dapur wulan  tumanggal, sakedap-sakedap Raden Harjuna unjal napas, sakedap-sakedap ngeremake netra jroning batos nyusun pangapunten dateng poro Jawoto. Dene  makaten pakartine Risang Dananjaya parikedah nandingi kridane kadang werdo kang podho linahirake denning Dewi Kunthi Talibroto.
Gembleng-gelenging cipto wus sajiwo, lan panah Kayi Pasopati ginule pas saking kendeng ... jumebret suarane.
Artinya :
Tatkala Raden Harjuna menarik tali busur yang hendak menerbangkan panah Kyai Pasopati, sebentar-sebentar Raden Harjuna menarik napas, sebentar-sebentar memejamkan mata di dalam hatinya memohon ampun kepada Yang Maha Kusa, disebabkan perilakunya Risang Dananjaya (Harjuna) yang harus melayani perang tanding melaan kakak kandungnya sendiri yang sama-sama dilahirkan oleh Dwi Kunthi Talibroto.
Maka setelah konsentrasi sempurna dimana panah Kyai Pasopati telah menjadi satu dengan jiwanya, maka panah dilepaskan dari tali busurnya ... jumebrat suaranya.
Begitulah pula tatkala Raden Basukarno hendak menerima kedatangan panah Kyai Pasopati digambarkan oleh sang Penggubah sebagai  berikut :
Kocapo kacarito naliko samnono :
Boten badhe worsuh paningale Nalendro Ngawonggo, miwah mboten badhe kasang soyo bilih ingkang lumepas puniko anenggih pusoko Kyi Pasopati lumorot koyo kilat, mboten miris, nanging mesem jroning penggalih. Prabu Karno soyo ketingal kebagusane. Upomo manah bisa kadulu : lilo legowo, lahir batin” dene bade sedanipun inguntapaken dening Risang Dananjaya.
Artinya :
Tatkala lepasnya panah Kyai Pasopati dari busurnya, penglihatan Raden Basukarno telah mengetahui dengan awas. Matanya tidak bisa dikelabui, bahwa yang lepas dari busurnya Raden Harjuna bercahaya terang bagaikan kilat adalah senjata pamungkas Kyai Pasopati.
Raden Basukarno tidak takut dan tidak menyesal untuk menghadapinya, tetapi malah tersenyum di dalam hatinya. Makin lama makin kelihatan kebagusannya. Umpama, bisa diungkapkan dalam kata-kata adalah “Rela dan ikhlas, lahir dan batin tanpa ganjalan sedikit pun” apabila hidupnya hendak diakhiri oleh Raden Dananjaya (Harjuna) adiknya sendiri. Adapun keadaan Harjuna setelah panah Kyai Pasopati mengenai Basukarno, sang Penggubah mengungkapkannya sebagai berikut :
Udan tangis, banjir prihatin, Risang Dananjaya mulat sedanipun ingkang roko Nalendro Ngawonggo. Tugel tel jangganipun. Mustaka dawah ing bantala, raga sumampir kreta. Labet saking mboten kuwawa angampah duhkitaning manah. Sadelo-sadelo kantu Raden Janoko, sakedap-sakedap kapidara, rumaos kamiduwung jroning manah. Dene makaten kawantunanipun dateng kadang werdo ingkang podho-podho linahirake dening Dewi Kunthi Talibroto. Saking susahe raos Dewi Kunthi Talobroto mboten saged amuwun mgoten bisa angandika, namung kesah saking papan kono pambuh-pambuh sotaning driya.
Artinya :
Bagaikan hujan air mat dan banjir kesedihan, keadaan Raden Harjuna setelah menyaksikan kematian kakaknya Raden Basukarno, dimana kepalanya jatuh ke tanah, sementara raganya tergeletak di atas kereta. Oleh karena tidak mampu menahan akan kesedihan hatinya. Sebentar-sebentar Raden Harjuna menangis, sebentar-sebebntar Raden Harjuna merasa iba dan menyesal terhadap perilakunya di dalam menghadapi perang tanding melawan kakak kandungnya yang sama-sama dilahirkan oleh Dewi Kunthi.
Karena sangat susah haitnya, maka Dewi Kunthi tidak sanggup lagi untuk menangis dan tidak bisa untuk berbicara, dan meninggalkan tempat kejadian dengan penuh penderitaan batin.
Apabila keadaan Basukarno tatkala menghadapi datangnya panah Kyai Pasopati, yang emikian itu mempunyai persekutuan makna dengan keadaan Bung Karno tatkala hendak dicabut kekusaan pemerintahan negara dari tangan beliau, maka sempurnalah persekutuan makna dari siasat dan perilau antara Bung Karno dan Basukarno. Dengan demikian Bung Karno telah menyelesaikan tugas dari apa yang telah diwasiatkan oleh Ayahandanya Raden Sukemi yagn terangkum dalam kata-katanya :  “Cokro adalah pemimpin politik dari orang jJawa. Sungguh pun engkau akan mendapatkan pendidikan Belanda, aku tidak ingin darah dagingku menjadi kebarat-baratan. Karena itu kau kukirim kepada Cokro, orang yang dijuluki oleh Belanda sebagai Raja Jawa yang tidak dinobatkan. Aku ingin supaya kau tidak melupakan, bahwa warisanmu adalah untuk menjadi Karna Kedua.” (Sukarno, Cindi Adams).
Dengan demikian :
a.         Bung Karno adalah satria yang tahu budi, dimana beliau telah sanggup membalas segala kebaikan yang telah diberikan oleh kawan-kawannya sepadan dengan makna persahabatan itu sendiri.
b.         Bung Karno telah sanggup membela keyakinannya sepadan dengan kebenaran yang diyakininya, yaitu ikut menyelamatkan Pancasila, UUD-1945 beserta pendukung-pendukungnya.
c.         Bung Karno telah sanggup secara tidak langsung memilih pemimpin negara yang arif bijaksana sebagai pengganinya. Di mana ketiga nomor tersebut adalah merupakan tujuan perang Baratayudha.
d.         Bung Karno telah sanggup mempersatukan negara Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dan menyelamatkan negara dari bencana intervensi negara-negara Adikuasa, sebagai wujud cintanya terhadap negara dan bangsa.
Maka, sebagai kelanjutannya bahwa tinfakan-tindakan Bung Karno tersebut apabila dapat diterima sangatlah selaras dengan pernyataan beliau tatkala didesak oleh Duta Besar Amerika Howard Jones untuk menulis Otobiografi, beliau menjawab. “Untuk membuat Otobiografi yang sesungguhnya, si penulis hendaknya dalam keadaan yagn susah seperti Rousseau ketika menulis pengakuan-pengakuannya. Dan pengakuan yang demikian, ternyata sukar bagi saya. Banyak tokoh-tokoh yagn masih hdiup akan menderita, apabila saya menceritakan semuanya, dan banyak pemerintahan-pemerintahan dengan mana saya sekarang mempunyai hubungan yang baik akan mendapat serangan sejadi-jadinya, apabila saya menyatakan beberapa hal yang ingin saya ceritakan.” (Sukarno Cindi Adams hal.100).
Adapun terhadap tindakan-tidakan Bung Karno yagn sangat ganjil, seolah-olah memusuhi pendukung-pendukung Pancasila, penulis merasa sepaham dengan apa yang diungkapkan Pujangga Ronggowarsito dalam Serat Kalatida dan Sabdha Tama, yaitu :
Dasar karoban pawarta,
Bebaratan ujar lamis,
Pinudya dadi pangarso,
Yen pinikir sayekti,
Mundak opo aneng ngayun,
Andeder kaluputan,
Siniraman banyu lali,
Lamun tuwuh dadi kekekmbanging beka. (Kala Tidha.4).

Kalonganing kaluwung,
Prabanira kuning abang biru,
Sumurupa iku mung sorote warih.
Wewarahe para Rasul,
Dudu jatining Hyang Manon (Serat Sabda Tama).
Dimana dua bait tersebut memberi petunjuk kepada kita bahwa tindakan-tindakan Bung Karno yang sangat ganjil tersebut adalah bertentangan dan sangat berlawanan dengan hati nurani beliau sendiri. Dan ungkapan Ronggowarsito itu selaras dengan pernyataan Bung Karno bahwa, “Yang aku cintai adalah yang aku marahi dan yang kubentak-bentak.” (Sukarno. Cindi Adams).
Begitu pula pernyataan Bung Karno sebelum G30S/PKI meletus, bahwa, “Pada hakikatnya tidak ada revolusi jiplakan, semua revolusi adalah orisinil.”
Pernyataan beliau tersebut adalah benar, dalam artian menjiplak revolusinya Basukarno yang merupakan gubahan pujangga Empu Sedah dan empu Panuluh. Jadi yang orisinil adalah  revolusinya Bung Karno dengan alasan bahwa  revolusinya basukarno justru jiplakan dari revolusinya Bung Karno, karena revolusinya Basukarno adalah hasil penglihatan batin sang pujangga Empu Sedah dan empu Panuluh melalui jalan Tasawuf yang disampaikan melalui bahasa lambang terhadap peristiwa yang hendak terjadi di wawasan Nusantara. Sehingga apabila kita  amati banyak persamaan antara kedua revolusi  tersebut. Dan seandainya ada beberapa kejanggalan atau perbedaan antara Baratayudha-nya Empu Sedah dan empu Panuluh dengan Baratayudha yagn terjadi pada tahun 1965 yaitu antara PKI dan Pendukung Pancasila adalah wajar, karena bagaimanapun juga kedua pujangga tersebut tidak bisa melepaskan secara keseluruhan terhadap cerita yagn ada dalam buku babonnya yaitu Mahabarata dari India.
Sehingga merupakan kemungkinan yang sangat besar, bahwa hakikat Basukarno dan Harjuna di dalam perang Baratayudha gubahan empu Sedah dan empu Panuluh tersebut merupakan lambang dari wujud Bung Karno dan Pak Harto, di mana Bung Karno sebagai Basukarno dan Pak Harto sebagai Harjuna. Dengan demikian pada hakikatnya antara beliau berdua adalah satu.
Sebagaimana revolusi Basukarno yang berakhir pada gugurnya dia di tangan Harjuna, maka revolusi Bung Karno adalah juga berakhir sampai dengan turunnya beliau dari singgasana kepresidenan.
Dengan demikian menjadi semakin jelas bahwa tujuan dari revolusi Bung Karno pada intinya dapat diringkas : Menghancurkan musuh-musuh negara, Pancasila dan UUD-1945 terlebih dahulu baru membangun. Bukan membangu baru menghancurkan musuh. Dan harap direnungkan, bahwa sebagaimana Basukarno, yang merasa bangga dengan kematian yang disertai  pengorbanan derajat dan kehormatan demi negara dan adik-adiknya yang dicintai, maka demikian pulalah Bung Karno terhadap kejatuhannya dalam artian derajat dan kehormatan yang bersifat duniawi bahkan yang sedemikian itu adalah puncak kejayaannya. Karena hanya dengan cara itulah Bung Karno dapat mewujudkan cita-citanya yaitu menyatukan wawasan Nusantara, menyelamatkan Negara, idiologi Pancasila serta UUD 1945.
Di sinilah letak terhebatnya dua tokoh tersebut, kedua-duanya telah menyiapkan diri sebagai tumbalnya negara dan bangsa, kedua-duanya  telah menempuh jalan perjuangan terberat. Bukan hanya jiwanya, bukan hanya raganya, tetapi juga derajat dan kehormatan telah dikorbankan demi negara dan saudara-saudaranya yang dicintai. Kedua-duanya rela, tiada menyesal, manakala pengabdiannya yang tulus ikhlas, dibalas dengan tuduhan-tuduhan yang jahat, karena bagi kedua tokoh tersebut puncak keikhlasannya hanya dipersembahkan untuk Tuhannya. Bukan untuk diperlihatkan kepada mereka yang diperjuangkan, apalagi untuk mendapatkan gelar dari mereka yang diperjuangkan.
19. MENEMPATKAN NEGARA-NEGARA ADIKUASA SEBAGAI PENONTON YANG BAIK
Kehancuran yang paling dahsyat dari negara-negara berkembang bukanlah timbul akibat bencana alam bagaimanapun juga hebatnya. Tetapi tak kalah hebatnya apabila negara tersebut sampau terjerumus menajdi ajang pertempuran akibat ikut campurnya negara adi kuasa.
Vietnam yang seharusnya sudah menjadi negara yang aman tenteram sebagaimana negara tetangga lainnya, telah menjadi berantakan, akibat terkaitnya kekuatan dari negara-negara Super Power di dalam campur tangan yagn seharusnya tidak terjadi di dalam negara berkembang tersebut. Begitu pula tentang apa yagn terjadi di Afganistan.
Akan kita sadari bersama bahwa kekuatan minoritas kaum Komunis di Afganistan tidaklah akan sanggup menguasai kekuatan mayoritas walau pun dalam masa yang singkat, apabila tanpa dukungan dari negara Komunis Soviet. Dan tidak bisa dipungkiri lagi akibat campur tangan negara Adi Kuasa tersebut, telah mengakibatkan ratusan ribu bahkan jutaan korban manusia dan mengalirnya jutaan pengungsi ke negara-negara tetangga.
Pada tahapan berikutnya rumah-rumah, gedung-gedung yang seharusnya memberikan manfaat sebagai tempat berlindung menjadi hancur. Begitu pula sawah ladang yang seharusnya dapat memberi kedamaian, menjadi terbengkelai, tidak memberi hasil sesuatu apa pun. Kelaparan merajalela di mana-mana, begitu pula wabah-wabah penyakit berkembang dengan hebatnya. Negara menjadi kacau balau, negara menjadi miskin, rakyat terlantar menanggung derita yang maha dahsyat.
Bung Karno sebagai pemimpin negara Indonesia yagn telah sanggup menyatkan wawasan nusantara di Sabang sanmpai Merauke, ternyata sangat waspada, dan tidak rela apabila Indonesia hendak menjadi Vietnam kedua. Tetapi kenytaannya tidak dapat dihindari bahwa di antara golonga-golongan dari bangsa Indonesia itu tidak akan dapat dipertemukan dan ditempatkan pada satu wadah yang diharapkan dapat menyatukan hati-hati mereka dalam suasana damai dan persaudaraan. Sehingga merupakan keharusan yang sangat besar dalam tempo yang singkat atau lambat, perang antara golongan yang dapat menerima wadah perdamaian dan yang menentang wadah tersebut betul-betul hendak terjadi.
Tetapi kalau pun itu harus terjadi, hendaknya janganlah sampai melibatkan kekuatan asing, apalagi melibatkan adanya campur tangan negara-negara Adi Kuasa.
Untk emnghindari intervensi langsung dari negara-negara Adidaya tersebut,d an dapatnya negara-negara Adidaya menjadi penonton yang baik, serta dapat tercapainya hakikat tujuan yang dikehendaki Bung Karno, maka siasat beliau dapat dijelaskan sebagai berikut :
Setelah Markas Besar dari Operasi Trikora dibubarkan, Jenderal Soeharto dan stafnya memasuki Biak dan Irian Jaya dalam kunjungan muhibah. Mereka sedikit kecewa  dengan perlakuan dingin yang mereka terima dari pembesar-pembesar pemerintahan. Sumbangan pihak militer dalam membebaskan Irian Jaya telah diremehkan. Bagaimana pun juga prajurit-prajurit TRIKORA kembali ke Jakarta dengan sikap jantan, dengan perasaan puas atas bakti yang telah mereka persemebahkan pada negara.
Tugas-tugas baru telah menunggu Soeharto sesampai di Ibu Kota. Pada tanggal 1 Mei 1963, ia ditunjuk menjadi Panglima Kostrad. Korp ini yang terdiri dari pasukan-pasukan siap tempur dari berbagai kesatuan, dimaksudkan untuk setiap waktu dapat bertindak terhadap musuh-musuh Republik . Perwira-perwiranya yang telah berpengalaman di masa perang dan damai, berusaha dengan sungguh-sungguh membentuk satu pasukan yang berdisiplin dan terlatih (Anak Desa, OG, Roeder).
Tindakan Bung Karno menunjuk Soeharto sebagai Panglima Kostrad jelas telah membuat curiga golongan Komunis. Tetapi Bung Karno segera menenteramkan hati mereka dengan rencana yang sangat menyenangkan, yaitu dalam bulan September 1963, Presiden Sukarno memngumumkan kampanye “Ganyang Malaysia” yang sangat dibenci.
Sebagian besar pemimpin-pemimpin Indonesa, terutama pemimpin-pemimpin Islam menentang politik pengganyangan ini, tetapi tidak satu pun yang menentang secara terbuka.
Partai Komunis Indnesia yang dari hari ke hari sudah bertambah kuat, mulai menunjukkan giginya dan menakut-nakuti mereka yang menentang politik pengganyangan ini, karen kaum Komunis melihat banyak kemungkinan-kemungkinan dalam politik DWIKORA Sukarno ini. Kostrad diperintahkan mempersiapkan pasukannya di Semenanjung Malaya. Kali ini musuh bukanlah tentara pendudukan asing ata pun kekuatan kolonial, tetapi bangsa yang serumpun dan dengan keyakinan yang sama, yang akan menderita akibat perang (Anak Desa, OG.Roeder).
Siasat Bung Karno dengan kampanye Ganyang Malaysia tersebut apabila kita amati dengan teliti, maka siasat tersebut akan mempunyai tujuan yang multi dimensi.
Secara lahiriah siasat itu telah memberi harapan yang luar biasa kepada kaum Komunis, di antaranya :
·           Seolah-olah dengan siasat itu Bung Karno hendak menjebak, khususnya Angkatan Darat di dalam kancah peperangan, dengan demikian tindakan selanjutnya untuk menghancurkan pertahanan pendukung-pendukung Pancasila tidak terlalu mengalami kesulitan besar.
·           Malaysia yagn diketahui merupakan negara yang anti Komunis dengan perang frontal menghadapi Indonesia akan menjadi lemah. Dengan demikian harapan untuk dapat menguasainya sekaligus adalah merupakan kemungkinan besar pula.
·           Dengan politik ganyang Malaysia, kaum Komunis yang sampai saat itu tidak mempunyai senjata dan tidak terlatih di bidang militer akan mempunyai kesempatan yang luas agar dapat menyusup ke dalam alat-alat negara dan Angkatan Bersenjata sert mengadakan latihan perang-perangan. Sehingga politik Ganyang Malaysia tanpa disadari kau Komunis, merupakan hiburan bagi mereka yang sangat menyenangkan dan menambah kepercayaannya kepada Bung Karno.
Juga tidak bisa dipungkiri politik Ganyang Malaysia tersebut justru telah menyatu padukan golongan-golongan yang menentang kaum Komunis hingga menjadi tangguh. Dengan demikian penarikan tegas dua kekuatan dari bangsa Indonesia yagn dikenal dengan Revolusioner Kanan kontra Revolusioner  Kiri akan lebih menjadi nyata, sesuai dengan yang dikehendaki Bung Karno.
Dengan politik Ganyang Malaysia, di mana Bung Karno selalu menyerang kejelekan-kejelekan negara-negara imperialis, kolonialis khususnya negara-negara Barat secara kejiwaan telah mengenai sasarannya. Karena dengan demikian sedikit banyak akan dapat merobah perilaku bangsa-bangsa penjajah tersebut untuk menghindari akan perbuatan jahat mereka dan mau bermawas diri.
Dalam operai Trikora untuk membebaskan Irian Jaya, Jendral Soeharto telah diangkat sebagai Panglima Mandala. Tetapi dalam politik Ganyak Malaysia, ia kini hanya ditunjuk sebagai Wakil Panglima. Orang yang mendapat kepercayaan penuh dari Presiden dan yagn ditunjuk menjadi Panglima Komando Mandala Siaga (KOLAGA) adalah Laksamana Madya Omar Dhani.
Pada tanggal 1 Januari 1965, ia mengambil alih tugas sebagai Wakil Panglima Komando Mandala Siaga. Maka dalam melakukan tugasnya ini ia banyak mengadakan perjalanan inspeksi ke daerah Indonesia di bagian utara Kalimantan dan ke Sumatra Utara, dari mana direncanakan akan dilancarkan serangan terhadap Malaysia.
Pengangkatan Omar Dhnai sebagai Panglima Komando Mandala Siaga dengan mengesampingkan Pak Harto memang dapat dijadikan alat oleh Bung Karno untuk mengelabui siasat beliau selanjutnya, sehingga dalam langkah-langkah berikutnya, politik Bung Karno di dalam mengalahkan kaum Komunis tidak akan dapat diketahui oleh pihak manapun juga.
Begitu pula dengan mengesampingkan Pak Harto sebagai Panglima Komando Mandala Siaga pada hakekatnya telah memberi kesempatan seluas-luasnya kepada Pak Harto untuk menyusun bais kekuatan yang sangat tangguh yang apda saat-saat tertentu bila dibutuhkan dapat digerakkan dengan efektif, tentunya bagi Bung Karno untuk menghancurkan kaum Komunis itu sendiri.
Di dalam cerita Perang Baratayudha, tujuan Basukarno memilih Prabu Salya untuk menjadi sais(kusir) keretanya karena adanya beberapa sebab yang terselubung, yaitu :
1.    Basukarno dengan memilih Prabu Salya yaitu mertuanya sendiri, tentu Prabu Salya akan emrasakan dihinakan, akan menjadi tersinggung dan marah, dengand emikian tidak akan membantu Basukarno dengan sepenuh hati di dalam melawan Pandawa, lebih-lebih selalu dipancing kemarahannya oleh Basukarno.
2.    Juga telah diketahui oleh Basukarno, bahwa Prabu Salya sebagaimana Basukarno sendiri berpihaknya kepada Kurawa bukan kaena cinta kepada Kurawa melainkan adanya ikatan budi yang bersifat duniawi (kederajatan). Dengana demikian Prabu Salya batinnya tetap berpihak kepada kebenaran yaitu memihak Pandawa.
Sehingga kelak setelah gugurnya Basukarno di tangan Harjuna, baru diketahui oleh Aswatama (Anak Durna) bahwa sebagai penyebab (Kalahnya Basukarno_ adalah akibat tingkah Prabu Salya, menarik tali kuda tatkala Basukarno hendak memanah Harjuna yang dilakukannya dengan sengaja.
Dengan demikian politik Basukarno mengalahkan Kurawa tidak diketahui oleh pihak Kurawa sendiri.
Seteah persiapan pengganyangan Malaysia telah menunjukkan kesempurnaan, maka siasat Bung Karno selanjutnya adalah mengadakan pertemuan denga  Jendral Ahmad Yani lebih kurang 1 bulan sebelum peristiwa G30S/PKI, tentunya secara diam-diam, di mana Bung Karno meretui untuk diadakannya Show of Force secara besar-besaran baik ABRI atau pun massa rakyat pada tanggal 5 Oktober 1965.
Tindakan Bung Karno memberikan restu diadakannya Show of Force walau pun secara diam-diam, ini jelas menggembirakan pihak pendukung Pancasila serta Inggris dan Amerika di mana sebelumnya selalu dhantam dan dijelek-jelekan. Begitu pula sebaliknya telah mengacaukan siasat dan konsentrasi kaum Komunis Indonesia /Internasional yagn sebelumnya telah banyak mendapatkan angin surga dari Bung Karno. Maka dengan segala macam alasan yagn dibuat-buat baik sebagai jendral-jendral berkepala batu, jendral-jendral pemebangkang dan lain sebagainya serta dengan segala macam hasutan dan tipu daya maka berhasillah Bung Karno menggiring Kaum Komunis untuk memilih alternatif Didahului atau mendahului.
Kalau didahului jelas akan hancur, tetapi kalau mendahuli tentu masih ada kemungkinan-kemungkinan yang lain. Dan mereka memilih mendahului.
Di sinilah sesungguhnya Bung Karno telah berhasil memotong rencana kaum Komunis yang hendak melakukan perebutan kekuasaan di sekitar tahun 1970 sesuai perhitungan mereka yang matang. Sesuatu hal yang sangat membahayakan kelangsungan hidup negara Republik Indonesia yagn berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, beserta semua pendukung-pendukungnya.
Setelah mereka berhasil menculik para jendral-jendral Angkatan Darat kecuali Jendral Nasution, maka bersuka rialah kaum Komunis Internasional, dan gemparlah Amerika, tetapi situasi yagn demikian itu telah berobah dalam waktu yagn singkat, sehigga keadaan menjadi terbalik karena pemberontakan tersebut dapat digagalkan.
Nah, di sini Amerka dan Soviet dengan sekutunya masing-masing telah dibikin terbengong-bengong menyaksikan sandiwara yag sangat menegangkan tanpa dapat ikut bermain.
Maka, untuk memberi kepuasan kepada negara-negra Komunis Internasional yagn dalam hal ini jagonya mengalami kekalahan dengan cepat Bung Karno meneriakan slogan-slogannya yagn diarahkan kepada Pengganyang Nekolim untuk mengelebaui apa yang sebenarnya terjadi di dalam negeri, khususnya tindakan balas dendam yang memakan korban ratusan ribu orang-orang PKI.
Dan secepatnya Bung Karno memberikan perlindungan terhadap pelaku-pelaku G30S/PKI dan tetap mempertahankan konsepsinya Nasakom serta mencela terhadap tindakan-tindakan Pak Harto beserta pendukung-pendukungnya.
Bahkan lebih lanjut wakil-wakil PKI masih diizinkan hadir dalam sidang tanggal 6 Nopember 1965, jadi Partai Komunis Indonesia masih diterima dalam Sidang Kabinet dan dianggap oleh Presiden Sukarno sebagai salah satu tiang penting dari Revolusi Indonesia, yaitu “Suatu Revolusi kiri, dan tidak boleh dibelokkan ke kanan, pembelokan berarti lebih serius daripada peristiwa Gerakan 30 September.”
Dengan demikian, tokoh-tokoh PKI dan negara-negara Komunis Internasional mendapatkan kepuasan dan masih tetap mempercayakan kepemimpinan kaum Komunis di Indoensia di tangan Bung Karno. Pada hakikatnya dengan siasat Bung Karno merangkul PKI, seolah-olah Bung Karno dengan sengaja melepaskan pendukung-pendukungnya yang non Komunis untuk bergabung menjadi satu dalam wadah sebagai pendukung Pancasila. Dengan demikian telah memperkuat barisan Pak Harto dengan cara yang tidak kentara.
Juga akan dapat dipahami apabila tindakan Bung Karno pada saat-saat hubungan PKI dengan Komunis Internasional masih erat sampai mengecewakan atau terlihat dengan nyata sebagai telah menghianati mereka, maka merupakan kemungkian yang sangat besar mereka tidak lagi mempercayai Bung Karno, bahkan akan memancing kemarahan mereka, sehingga mereka (Komunis Intternasiaonal) tidak segan-segan mengirimkan armada darat, laut dan udara, dalam jumlah besar untuk menggempur Republik Indonesia sebagai balas dendam. Dengan demikian Indonesia hendak menjadi Vietnam kedua. Sesuatu hal yang sangat mengerikan.
Jadi, di sini sengaja Bung Karno meggunanakn Politik menjinakkan.
Menurut analisa penulis di sinilah mengapa Bung Karno mempertahankan doktrin Nasakomnya, dan tidak ingin membubarkan PKI di tingkat Nasional. Sebaliknya ia coba membatalkan pembekuan partai tersebut di sementara daerah yagn telah diperintahkan oleh Mayor Jenderal Sucipto dari KOTI pada tanggal 14 Oktober 1965.
Pembicaraan yang hangat terjadi antara Presiden Sukarno dan Sucipto, seorang penyokong yagn kuat dari Jenderal Soeharto.
Waktu Sukarno meremehkan soal pembunuhan para Jenderal, dan waktu Sucipto menuntut agar diambil tindakan tegas terhadap PKI, Sukarno menjawab agresif : “Kau tahu apa. Ini adalah politik tinggi.”
Sebagai balasan Mayor Jenderal Sucipto menjawab hambar, “Bapak Presiden, Bapak telah kehilangan kepemimpinan,” (Anak Desa, OG, Roeder).
Merupakan suatu keajaiban bahwa kampanye Ganyang Malaysia dan pengangkaan Panglima Komando Mandala Siaga (KOLAGA) dimulai sejak Spetember 1963. Sementara Bung Karno sendiri tidak henti-hentinya meneriakkan slogan-slogan Ganyang Malaysia dan yang sejenis tetapi mengapa penyerbuan ke Malaysia tidak pernah terlaksana? Atau memang di sini merupakan makna dari Basukarno menunjuk sais Prabu Salya? Sehingga persiapan-persiapan untuk mengganyang Malaysia itu bagi Bung Karno pada hakikatnya justru untuk menghancurkan PKI itu sendiri? Untuk memperkuat pasukan Pak Harto?
Sebagai bahan renungan, marilah kita ikuti cuplikan uraian OG Roeder dalam bukunya Anak Desa, sebagai berikut :
Tanggal 1 Oktober :
Di antara persoalan mendesak yang harus segera dihadapi Jenderal Soeharto adalah kehadiran dua batalion yang diragunakn kesetiaannya di Lapangan Merdeka di depan Kostrad yagn telah diperintahkan untuk “Melindungi Pemimpin Besar Revolusi”. Kedu batalion itu telah didatangkan dari Jawa Tengah (Batalion 454) dan dari Jawa Timur (Batalion 530) untuk mengikuti parade pada Hari Angkatan Perang 5 Oktober (Show of Forrce). Sehari sebelumnya mereka telah diinspeksi sendiri oleh Soeharto, dan pada waktu itu tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan ketidak taatan mereka.
Segera diadakan hubungi pribadi antara pasukan Kostrad dan kedua Batalion itu. Jendral Soeharto sendiri berbicara dengan kedua kesatuan itu di depan Markas Kostrad dan menyatakan kepada mereka bahwa mereka telah diperalat oleh Ketnan Kolonel Untung, bertentangan dengan kepentingan Negara yagn sesungguhnya dengan dalih bahwa Presiden sedang berada dalam keadaan bahaya. Setelah berjam-jam diadakan musyawarah, cara Indonesia yang terkenal untuk memperoleh mufakat, didapatlah perseujuan untuk tidak bergerak.
Pada jam tiga sore Jenderal Soeharo menunjukkan tabiatnya yang satu lagi. Ia kemukakan kepada kedua wakil komandan batalion tersebut : “Kalian salah. Saya beri waktu 30 menit untuk mengumpulkan anak buahmu dan menyerah. Jika tidak, kalian akan saya hancurkan.”
Pasukan itu akhirnya menyerah, kecuali satu kompi dari Batalion 454 yang bergerak ke Pangkalan Udara Halim di luar kota. Di mana Dewan Revolusi telah mendirikan Markas Besarnya,
Selama hri itu, telah jelaslah mana kawan dan mana lawan, Pasukan yang setia pada Angkatan Bersenjata Pemerintah telah diperintahkan untuk memakai pita putih di bahunya sebagai tanda pengenal.  Jenderal Soeharto mengadakan pembicaraan dengan semua Panglima dan dapat dihubungi di Jakarta, termasuk para perwira Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Angkatan Kepolisin.
Kecurigaan terlibatnya pimpinan Angkatan Udara dalam kudeta itu semakin bertambah-tambah. “Ini aalah pemberontakan.” Kata Soeharto. “Saya akan menumpasnya dan semua pengikut-pengikutnya.
Pada waktu yang bersamaan, para Panglima di luar Jakarta dan di luar Pulau Jawa telah diperintahkan untuk menyiapkan pasukan-pasukannya dalam keadaan siap siaga. Soeharto juga mengadakan pembicaraan radio dengan Brigade Jenderal (Waktu itu) Kemal Idris dari Medan, yagn sedang bersiap-siap dengan Devisinya, menunggu perintah untuk mengadakan penyerbuan ke Malaysia.
Kemal Idris diminta mengirimkan satu Brigade ke Jakarta. Pasukan itu sampai di Ibukota seperti yang direncanakan di pertengahan bulan Oktober, bergabung dengan pasukan-pasukan lain dalam gerakan menghadapi pemberontak yang telah berkedudukan di Jwa Tengah.
Jadi di sini semakin jela di antara faktor terpenting yang menyebabkan kemenangan pendukung-pendukung Pancasila terletak pada :
1.         Adanya kesepakatan antara Bung Karno dan Jenderal Ahmad Yani untuk mengadakan Shoe of force, karena dengan kesepakatan ini telah dapat dijadikan alat oleh Bung Karno untuk menjebak PKI untuk melakukan kesalahan besar, yaitu membunuh para Jenderal-jenderal Angkatan Darat.
2.         Tidak adanya perintah dari Panglima KOLAGA untuk mengakan penyerbuan ke Malaysia. Dengan demikian persiapan-persiapan untuk mengganyang Malaysia itu justru merupakan senjata yang ampuh untuk menghancurkan kejahatan-kejahatan PKI terebut.
Di mana kedua faktor tersebut tidak bisa lepaskan dari siasat dan strategi Bung Karno. Dan kejelian Pak Harto untuk memanfaatkan kesiap siagaan ABRI tersebut untuk menumpas pemberontakan PKI.
Begitu pula pada tanggal 7 Maret 1966 empat hari menjelang keluarnya SUPERSEMAR, Bung Karno mengadakan sidang Komando Ganyang Malaysia, hadir pada waktu itu tokoh-tokoh politik , ABRI termasuk di dalamnya Jenderal Nasution dengan disaksikan para wartawan.
Dalam situasi yagn sangat tegang, dimana posisi Bung Karno dan PKI pda saat itu mendapat tekanan berat yang timbul akibat dipertahankannya konsep Nasakom, maka secara lahiriah tindakan Bung Karno mengadakan Sidang Komando Ganyang Malaysia tersebut akan sangat menguntungkan kaum Komunis, karena :
1.         Dengan Sidang Komando Ganyang Malaysia tersebut seolah-olah Bung Karno hendak menjebak Pak Harto beserta pasukannya dalam kancah peperangan melawan musuh dari luar, dengan demikian konsentrasi Pak Harto akan terpusat di dalam menghadapi musuh dari luar tersebut dan melepaskan konsentrasinya terhadap situasi dalam negeri yang tegang itu.
2.         Apabila penyerbuan ke Malaysia itu betul-betul terjadi, dan Pak Harto terlibat di dalamnya, maka massa demonstran dari lapiran masyarakat pendukung Pancasila akan kehilangan kendali, sehingga kemampuannya akan mduah dipatahkan oleh kaum komunis dengans egala macam tipu dayanya.
Tetapi, oleh karena tindakan Bung Karno mengadakan Sidang Komando Ganyan Malaysia tersebut tidak diikuti adanya perintah penyerbuan dari Panglima Komando Ganyang Malaysia, pada saat itu juga dalam hal ini Omar Dhani, maka tindakan Bung Karno dengan Sidang Komando Ganyang Malaysia tersebut justru mempunyai arti yang sebaliknya, yaitu :
1.         Dengana danya sidang tersebut, telah dapat dijadikan alat oleh Bung Karno untuk memanaskan situasi yagn memang sudah panas, sehingga kemarahan apra pendukung Pancasila akan sampai pada puncaknya, dan dapat diharapkan untuk berani beruat yagn lebih nekat.
2.         Dengan tidak adanya perintah penyerbuan dari Panglima KOLAGA pada hakikatnya telah memberi kesempatan kepada Pak Harto untuk mengerahkan semua pendukungnya agar dapat memberi tekanan yagn lebih berat lagi kepada Bung Karno dan PKI, dimana harapan tersebut dapat terwujud pada tanggal 11 Maret tatkala diadakannya Sidang Kabinet di Istana Merdeka, yagn kemudian dapat dijadikan landasan bagi lahirnya SUPERSEMAR.
Jadi, tindakan Bung Karno mengdakan Sidang Komando Ganyang Malaysia pada tanggal 7 Maret 1966, pada hakikatnya merupakan perwujudan dari tindakan Basukarno melepaskan panah yang kedua yang diarahkan kepada Harjuna.
Adapun tindakan Omar Dhani selaku Panglima KOLAGA tidak memberikan perintah penyerbuan ke Malaysia dengan segera adalah merupakan perwujudan dari tindakan Prabu Salya menarik tali kuda pada saat lepasnya panah dari bususr Basukarno yang berakibat melesetnya panah dari sasaran yaitu leher Harjuna. Dengan demikian Harjuna dapat memenangkan perang.
Kambali pada usaha menempatkan negara-negara Adi Kuasa sebagai penonton yagn baik, Bung Karno selalu mengusahakan adanya keseimbangan dimana apabila pendukung-pendukung Pancasila bertambah kuat dan mendapatkan kemenangan-kemenangan, maka Bung Karno makin menjadi-jadi di dalam mengutuk Ingris dan amerika, dengan cara ini telah menunjukkan kesungguhan Bung Karno dan dapat memenangkan Komunis Internasional sehingga mereka menyadari bahwa Bung Karno telah berbuat sepenuh hati untuk mereka, dengan segala pengorbanannya.
Negara-negara Komunis menjadi tenang serta mau menerima kenyataan setelah meleihat dengan mata kepala sendiri, bahwa Bung Karno telah mengorbankan derajatnya demi membela kepentingan mereka. Bung Karno belum mau berhenti dari mengutuk musuh-musuh bebuyutan mereka, dan tetap tidak mau merubah pendirian di dalam menunjukkan kesetiaan kepada negara-negara Komunis Internasional.
Mereka juga menyaksikan Bung Karno dijadikan bulan-bulanan oleh bangsanya seniri yaitu yang dianggap mereka menjadi lawan politiknya. Bung Karno dihina, dituduh yagn serba jelek sebagai manusia buangan.
Apa boleh buat, PKI sebagai anak emas mereka telah dihancurkan setahap demi setahap, sehingga sampai ke akar-akarnya. Sudah tidak ada lagi siapa yang hendak dibantu, sekarang tinggalah pengakuan bahwa hancurnya PKI sebagai kesalahan tehnis belaka dan tidak perlu untu  disesali.
Dan sebagai hasilnya, selamatlah Republik Indonesia yagn berdasarkan Pancasila dari bahawa intervensi negara-negara Adi Kuasa. Tentunya tidak bisa dilepaskan dengan pengorbanan Bung Karno terhadap derajat dan kehormatannya.
Dengan demikian alangkah tepatnya ungkapan Pujangga Ronggowarsito kalau dipikir dengan sungguh-sungguh dan teliti, Apa gunanya bagi seorang pemimpin dengan sengaja berbuat kesalahan dan dengan dengan sengaja berbuat kelengahan? (Tentu tidak ada gunanya, kecuali ada teka-teki yagn dirahasiakan). Maka, kelak apabila teka-teki itu erbuka, sang Pemimpin akan menjadi pujaan ummat. (Serat Kalatida).
21. ANAK DESA YANG PERKASA
Tatkala rasulullah Muhammad Saw. dan sahabt-sahabatnya baru datang dari Perang Badar, beliau berkata : “Kita baru pulang dari perang yagn kecil menuju perang besar.” Maka terkejutlah apra sahabt, oleh karena perang Badar pada waktu itu merupakan perang yang sangat dahsyat karena Kaum Muslimin yagn jumlahnya masih sedikit dan dengan peralatan perang yang sederhana harus menghadapi musuh yang jumlahnya lebih besar dengan perbandingan satu dibanding tiga. Sementara peralatan serte perbekalan musuh yang terdiri dari kaum Musyrikin jauh lebih sempurna. Maka bertanyalah para sahabat : “Perang apakah itu Rasulullah?” Menjawablah Rasulullah, : “Yaitu perang melawan hawa nafsu.”
Dan pada sabdanya yang lain, “Bukanlah keperkasaan terletak pada kuatnya otot seseorang, tetapi keperkasaan itu terletak pada kemampuan menahan hawa nafsu tatkala hendak marah.”
Pak Harto telah menunjukkan baktinya kepada Negara dan Bangsanya dengan sepenuh hati, melalui liku-liku perjuangan yang sarat dengan mara bahaya, semua dilalui dengan ketabahan hati dan kebesaran jiwa. Pengabdian kepada negara tersebut juga merupakan wujud kesetiannya kepada Pemimpinnya yaitu Presiden Sukarno, di mana beliau telah mengabdikan terlebih dahulu untuk kepentingan negara dan bangsa.
Pada puncak kesetiaan dan ketaatan kepada pemimpinnya tersebut, Pak Harto telah mendapatkan ujian yang hebat.
Setelah sumbangan pihak militer dalam membebaskan Irian Jaya di bawah pimpinan beliau dan mendapat perlakuan dingin yang mereka terima dari pembesar-pembesar pemerintahan serta diremehkan begitu saja. Kini beliau mendapatkan cobaan yang lebih hebat lagi dari Pimpinannya yagn dihormati. Saudara-saudara seperjuangan yang dicintai beliau, di mana saudara-saudara itu telah menunjukkan pengabdiannya kepda Negara dan Bangsa, saling bahu membahu di dalam menumpas semua perusuh-perusuh yang mengancam kelangsungan hidup Negara yang berlandaskan Pancasila, kini telah tiada. Mreka menjadi korban kebiadaban pemberontak, yang mendapatkan perlindungan dari pemimpin yang beliau taati.
Kekejian para pemberontak Komunis tersebut telah disaksikannya dengan mata kepala beliau sendiri. Lebih dari itu karir militer yag ditempuh beliau dengan susah payah diremehkan begitu saja.
Sewajarnya apabila kemarahan mencapaipada puncaknya, kebencian dan dendam menjadi membara, kepada pemimpin yag selama ini diataati, kemudian dilanjutnya dengan tindakan balas dendam. Tetapi, Pak Harto tidak demikian, beliau sanggup menahan amarahnya, beliau mampu menyingkirkan dendamnya jauh-jauh dari lubuk hatinya. Pertanda dari wujud keperkasaan jiwa. Yang demikian itu tercermin  sebagaimana pidato beliau tatkala menyaksikan pembongkaran jenazah para Jenderal-Jenderal yagn ditanam di sumur tua, beliau mengungkapkan sebagai berikut :
Paa hari ini, tanggal 4 Oktober 1965, kita bersama-sama dengan mata kepala masing-masing telah menyaksikan suatu pembongkaran dari pada penanaman jenazah para Jenderal kita, ialah 6 Jenderal dengan satu perwira pertama dalam satu lobang sumur lama.
Sebagaimana saudara-saudara telah maklum, bahwa Jenderal dan perwira pertama kita ini, telah dijadikan korban daripada tindakan-tindakan yang biadab dari petualang-petualang yagn dinamakan Gerakan 30 September.
Kalau kita melihat tempat ini, adalah Lubang Buaya. Daerah Lubang Buaya adalah ermasuk dari daerah Lapangan Halim. Dan kalau saudara-saudaara melihat pula fakta, bahwa dekat pada sumur itu telah terjadi pusat latihan sukarelawan dan sukarelawati, yang dilakukan atau dilaksanakan oleh Angkatan Udara. Mereka melatih para anggota-anggota dari Pemuda Rakyat dan Gerwani.
Satu fakta, mungkin mereka itu latihan dalam rangka pertahanan di pangkalan, akan tetapi nyata, menurut anggota Gerwani yang dilatih di sini, yagn sekarang tertangkap di Cirebon, adalah orang Jawa Tengah, jauh dariapda daerah tersebut. Jadi kalau menurut fakta-fakta ini, mungkin apa yang diamanatkan oleh Bapak Presiden, Panglima Besar, Pemimpin Besar Revolusi yang sangat kita cintai bersama ini, mungkin ada benarnya. Akan tetapi tidak mungkin, tidak ada hubungan dengan peristiwa ini dari pada oknum-oknum dariapda Angkatan Udara.
Oleh sebab itu, sebagai warga daripada Anggota Angkatan Darat, mengetuk jiwa, perasaan daripada patriot Anggkatan Udara. Bilaman benar ada oknum-oknum yang terlibat dalam pembunuhan yagn kejam daripaa Jenderal kita yagn tidak berdosa ini, saya mengharapkan, agar supaya para patriot anggota-anggota Angkatan Udara membersihkan juga daripada anggota-anggota Angkatan Udara yang terlibat di dalam petualangan ini.
Saya sngat berterima kasih, bahwa akhirnya Tuhan memberikan petunjuk yang terang dan jelas pada kita sekalian. Bahwa setiap tindakan yagn tidak jujur, setiap tindakan yang tidak baik pasti akan terbongkar.
Dan sata berterima kasih pada satuan-satuan khususnya dari Resimen Para KO dan juga anggota-anggota KKO dan satuan-satuan lainnya, serta rakyat yang telah membantu menemukan bukti ini dan turut serta mengangkat jenazah ini, sehingga jumlah dari para korban seluruhnya dapat kita ketemukan. Sekian yang perlu kami jelaskan saudara-saudara sekalian.
Terima kasih.
Begitu pula dari sudut pandangan manusia pada umumnya “Jabatan Presiden” adalah merupakan puncak kebanggan. Dengannya dapat dijadikan jembatan menuju hidup berfoya-foya bersenang-senang dan berhura=hura, pendek akta dapa dijadikan fasilitas untuk bermegah-megahan dalam urusan duniawi, serta merupakan sarana untuk mendapatkan penghormatan tertinggi.
Setelah terjadinya G30S/PKI, tidak bisa kita pungkiri, bahwa pak Harto mempunyai syarat-syarat yang cukup untuk mendapatkan jabatan Presiden dalam waktu yang cepat, kalau beliau mau, yaitu :
·           Telah ada alasan untuk melakukan coup terhadap Presiden Sukarno setelah dengan nyata-nyata Presiden Sukarno memberikan perlindungan terhadap pelaku-pelaku G-30-S/PKI.
·           Adanya kekuatan yagn dapat dijadikan alat untuk melakukan coup.
·           Adanya dukungan yagn kuat dari rakyat untuk melakukan tindakan tegas terhadap Presiden Sukarno.
Tetapi Pak Harto tidak melakukan itu semua, beliau malah menjauhkan dari laku perebutan kekuasaan. Juga tidak pernah berbicara atau bertindak yagn bersifat menghina Presiden. Tindakan-tindakan beliau tidak digerakkan karena kepentingan pribadi atau ambisi kedudukan.
Dalam satu wawancara yang jarang dilakukannya di waktu itu, beliau menyatakan dengan berterus terang pada seorang wartawan Jepang dari Yomiroi Shinbun bahwa : “Sebagai Panglima Angkatan Darat, saya tidak akan menyimpang dari kebijaksanaan dari perintah Presiden Republik Indonesia, yang juga adalah Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata.” (Anak Desa. OG.Roeder).
Di sinilah letak keperkasaan Pak Harto yagn sulit dicarikan tandingannya, dimana beliau telah sanggup mengalahkan hawa nafsunya, melalui perang yagn maha dahsyat. Dengan demikian apabila dinalarkanlebih jauh, beliau telah menyadari  dalam arti yang sebenarnya, bahwa Jabatan Presiden bukanlah sarana untuk berfoya-foya, tetapi justru sebagai sarana untuk mengabdi kepada Negara, Nusa dan Bangsa. Dengan demikian alangkah tepatnya ungkapan Pujangga Ronggowarsito dalam Serat Sabda Tama, bait :
16.
Karkating tyas katuju,
Jibar-jibur banyu wayu,
Yuwanane turun-temurun tan enting,
Liyan praja samya sayuk
Keringan saenggon-enggon.
17.
Tatune kabeh tuntum,
Lelarane waluya sadarum,
Tyas prihatin ginantun suka mrepeki,
Wong ngantuk anemu kethuk,
Isine dinar sabokor.
Artinya :
16.
Tujuan hatinya hanya tertuju untuk menciptakan ketenangan dan perdamaian serta mewujudkan kesejahteraan yagn dapat dinikmati sampai generasi yagn akan datang. Negara-negara lain ikut bersama-sama menciptakan proyek kesejahteraan di mana-mana.
17.
Lukanya semua telah hilang. Penderitaan yagn dialami sebelumnya berobah menjadi gembira ria yagn dapat diibartakan orang yang ngantuk (mau tidur) dikejutkan jatuhnya gong kecil yang di dalamnya terdapat perhiasan intan permata sebesar bokor.
22. MEWUJUDKAN KEUTUHAN BANGSA
Setelah Pak Harto dapat menolak godaan untuk merebut kekuasaan dengan cara kekerasan (coup) pada minggu-minggu pertama bulan Oktober dan terus disibukkan dengan tugas pemulihan keamanan dan ketertiban, senantiasa menunjukkan kesetiannya kepada Presiden. Tetapi sebaliknya sekalipun dihormati oleh para pemuda dari semula Pak Harto tidak mengelakkan secara terbuka untuk menyebelahi beberapa kekuatan radikal, yang telah mulai terang-terangan meragukan kepemimpinan Presiden Sukarno.
Pak Harto dengan senang hati menyambut bantuan-bantuan dari massa umumnya, dan khususnsya para pemuda dalam menghancurkan Komunis. Tetapi, untuk mengajukan diri atau menonjolkan sebagai pemimpin rakyat, adalah merasa tidak selaras dengan sifatnya sebagai tentara yagn telah mengenal kekasatriaan.
Cara Pak Harto untuk menyelesaikan tugas yang berat itu, dipecahkan dengan cara  satu persatu,s elangkah demi selangkah dengan tujuan menghindari resiko yagn sia-sia. Beliau jarang menyergap musuh dari depan, tetapi lebih suka menyergapnya dengan kearifan, kebijaksanaan, apabila tidak bisa , baru dengan ketegasan yagn dilandasi kekuatan militer. Diamati terlebih dahulu tentang keadaan musuh itu, tidak gegabah dan tidak grusa-grusu, penuh pertimbangan yang matang.
Dalam pidatonya di muka pasukan-pasukan dari Divisi Diponegoro yagn telah menghianati Sumpah Prajurit, Jendral itu berbicara sebagai seorang Bapak kepada anaknya, beliau menyergapnya secara psikologis, yang dianggapnya sangat cocok dengan suasana yagn tegang pada saat itu. “Kembalilah anak-anakku, kepada revolusi rakyat di bawah Bung Karno. Mudah-mudahan Tuhan akan mengampuni mereka yang telah bersalah dan merahmati perjuangan kita.”
Tindakan Pak Harto yang demikian itu, apabila kita kembalikan kepada Asta Brata, yaitu lakunya delapan Dewa yang merupakan nasehatnya Ramawijaya kepada Wibisana, adalah sangat cocok dengan lakunya Bathara Candra yang selalu kelihatan manis menyenangkan, sorot wajahnya menyejukkan, maksudnya tindak-tanduknya Wibisana hendaknya demikian sanggup menyenangkan (Ngresepake) hatinya rakyat semua dan mampu bertutur kata yang arum manis dengan penampilan yang sumeh, sopan dan menyenangkan.
Begitu pula terhdap Wakil Perdana Menteri I Subandrio yang menyerukan dibentuknya satu barisan yang meliputi buruh tani, pemuda dan wanita di kota-kota dan di dusun-dusun “Untuk melawan teror dengan kontra teror”. Di mana seruan yang ditujukan ke seluruh pelosok negara melalui Radio Republik Indonesia menekankan supaya memperkokoh  kesetiaan oragnisas-organisasi yang ada dengan  dibentuknya satu barisan yang akan menunjukkan kesetiaan yang lebih besar kepada pemimpinnya bahkan juga menghasut Presiden untuk menyeret Jenderal Nasution, Jenderal Soeharto dan Kolonel Sarwo Edhie ke depan Mahmillub “Sebagai orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan 150.000 orang Komunis. (Og.Roeder).
Maka terhadap Subadrio dan kawan-kawan yang telah diketahui identitasnya sebagai gembongnya musuh Pancasila, tindakan Pak Harto adalah lain lagi. Setelah kekuasaan militer telah dapat dikonsolidasi di bawah komando serta adanya dukungan massa yang luar biasa, ditambah lagi dengan surat Sebelas Maret, maka Pak Harto tidak segan-segan memutuskan untuk menahan lima belas orang menteri. Keputusan ini diumumkan oleh Jenderal Soeharto pada tanggal 18 Maret.
Tindakan beliau ini adalah merupakan wujud dari lakunya Bathara Baruna yang selalu membawa senjata Nagapasa mawa wisa yang kemapuhan racunnya luar biasa untuk menghancurkan para perusuh yang menghendaki hancurnya Negara, maksudnya agar Wibisana untuk meniru tindak-tanduknya Bathara Baruna yagn selalu siap menghancurkan musuh yang hendak menghancurkan negara baik dari dalam atau dari luar.
Sementara pada kesempaatan lain, tatkala Pak harto didesak oleh MPRS untuk memberikan laporan sampai sejauh mana keterlibatan Presiden Sukarno di dalam G30S/PKI, maka beliau yang masih dalam kedudukannya sebagai Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, telah melaporkan kepada Majelis pada pembukaan Sidan dan telah menunjukkan caranya yagn realistis dan cara bertindaknya yagn tenang dan mantap. Laporan beliau berdasarkan kenyataan, langsung pada yang dituju, tetapi berimbang dan mengelakkan timbulnya emosi. “Kita mestilah sanggup membarengi kekuasaan dengan kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat sekarang ini.”
“Evaluasi kita tentang realitas yang terdapat dalam masyarakat adalah adanya satu situasi konflik sekarang ini tidak saja menimbulkan satu konfliksecara konstitusional antara Presiden (yaitu Sukarno) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, tetapi juga dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan politik di antara berbagai lapisan masyarakat, baik sipil atau pun angota-anggota Angkatan Bersenjata, sekalipun mereka sudah mempunyai pikiran dan motif yang sama.”
Laporan Jendral Suharto samai pada puncaknya dimana dia mengemukakan dengan secara berhati-hati tentang keterlibatan Sukarno dalam Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Ia menyimpulkan laporannya dengan menyatakan, sebagai berikut :
a.         Dengan latar belakang atau dengan tujuan untuk mengamankan Garis-garis Besar Politik sebagai yang diterangkannya dalam Nomor 1. Presiden, yang menurut perasaan kita yan adil dan benar mestilah mengambil tindakan-tindakan hukum terhadap pelaku-pelaku utama dari Gerakan 30 September/Partai Komunis (G30S/PKI) telah membiarkan pelaku-pelaku itu, sebaliknya dia telah bertindak untuk keuntungan yagn tak langsung dari G30S/PKI dan telah melindungi pemimpin-pemimpin G30S/PKI.
b.         Tindakan-tindakan tersebut, telah menjelaskan dan menunjukkan satu kenyataan, mebuktikan pelanggaran undang-undang pidana, sekalipun tujuannya yang utama bukanlah untuk membantu G30S/PKI, tetapi menyelamatkan politiknya.
Pada waktu yang bersamaan Jenderal Soeharto mengingatkan anggota-anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk tindak mengambil tindakan yang terlampau drastis yang “Jelas akan menimbulkan ketegangan politik dan yang akan menimbulkan pertentangan fisik karena Angkatan Bersenjata akan terlibat di dalamnya, sehingga sebagian besar rakyat akan terganggu hidupnya dan Orde Lama akan mendapat angin”. Sampai-sampai jenderal Soeharto menyatakan secara tegas, “Jangan biarkan generasi ini disalahkan oleh generasi yang akan datang karena tindakan-tindakan mereka yagn tidak sesuai terhadap seorang pemimpin rakyat yang patriotik.”
Begitulah cara Jenderal Soeharto di dalam mengakhiri yang lama dan di dalam menguatkan yang baru semuanya dilakukan dengan hati-hati, dengan perhitungan yang matang, serta mengurangkan sebanyak mungkin resiko. Sama sekali berbeda dari perebutan kekuasaan yang “klasik” dari seorang diktator yang hanya mementingkan kenaikannya sendiri sebagai pemimpin besar.
Tingakan Pak Harto tersebut adalah merupakan wujud lakunya Bathara Surya tidak pernah putus-putusnya di dalam menghisap air secara perlahan-lahan tidak pernah tergesa-gesa. Maksudnya di dalam bertindak hendaknya jangan selalu tergesa-gesa, biar agak pelan tapi mumpuni semua bisa berhasil dengan baik.
Tindakan beliau tersebut lebih jauh telah mengingatkan penulis terhadap ungkapan Pujangga Empu Sedah dan Panuluh tatkala Harjuna hendak mengakhiri perang tanding dengan Basukarno dengan melepaskan senjata pamungkas Panah Kyai Pasopati sebagai berikut :
“Tatkala Raden Harjuna menarik tali busur yagn hendak menerbangkan panah Kyai Pasopati sebentar-sebentar Raden Harjuna menarik napas, sebentar-sebentar memejamkan mata, di dalam hatinya memohon ampunan kepada Yang Maha Kuasa, disebabkan perilakunya (Harjuna) yang harus melayanai perang tanding melawan kakak kandungnya sendiri (Basukarno) yang sama-sama dilahirkan oleh Dwi Kunthi Talibrata.”
Ungkapan tersebut, apabila kita perhatikan mempunyai makna, bahwa tindakan Harjuna tersebut adalah suci demi membela kebenaran dan jauh dari sifat angkara murka yang bersumber dari hawa nafsu. Walau pun tindakan Harjuna itu sebagai kewajiban, ia tetap membersihkan hatinya, sehingga tindakan Harjuna itu semata-mata karena Allah. Sesuatu hal yang pantas untuk dicontoh.
Begitu pula setelah Bung Karno turun dari singgasana kepresidenan, pembesar-pembesar Istana bersiap-siap untuk Upacara Hari Proklamasi dan sia-sia mencari bendera pusaka Merah Putih yagn telah dikibarkan waktu Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kunci kotak dimana Bendera Merah Pusaka itu disimpan telah dibawa oleh bekas Presiden ke tempat kediamannya di Bogor.
Akhirnya kunci itu dikembalikan, tetapi waktu kotak itu dibuka keadaannya kosong. Di kalangan masyarakat  timbullah pembicaraan-pembicaraan yang hangat. Beberapa kelompok yagn radikal menginginkan agar bendera itu diambil kembali dari bekas Presiden dengan paksa.
Pak Harto sekali lagi menunjukkan kemahirannya dalam menyelesaikan masalah yang peka. Bung Karno diundang dengan ramah tamah ke Jakarta untuk memenuhi satu tugas Nasional, yaitu penyerahan bendera pusaka yagn dilakukan dalam satu Upacar khidmat. Karena kesehatannya terganggu, ia dibawa ke rumah istrinya yang ketiga, Ny. Ratna Sari Dewi. Keempat Panglima Angkatan Bersenjata, tanpa Jenderal Soeharto, telah menunggu bekas Presiden itu di situ. Mereka memberikan penghormatan dengan segala kebesaran. Begitu pula Bung Karno menyerahkan Bendera tersebut dengan kebesaran jiwa pula.
Cara Pak Harto mengatasi malsah yang peka tiu dengan menempuh jalan tidak menyinggung perasaan dan berusaha memberikan kesenangan serta kegembiraan itu laksana lakunya Sang Hyang Indra, dia menurunkan hujan membuat segarnya dunia.
Ada pun tindakan Bung Karno menyerahkan Bendera Pusaka tersebut menunjukkan kebenaran akan ungkapan Pujangga Empu Sedan dan Panuluh tatkala Basukarno hendak menerima panah Kyai Psopati yang dipanahkan Harjuna keapdanya sebagai berikut :
Tatkla lepasnya panah Kyai Pasopati dari busurnya, penglihatan Basukarno telah mengetahui dengan awas. Matanya tidak bisa dikelabui, bahwa yang lepas dari busurnya raden Harjuna bercahaya terang bagaikan kilat adalah senjata pamungkas Kyai Pasopati.
Raden Basukarno tidak takut dan menyesal untuk emnghadapinya, tetapi malah tersenyum di dalam hatinya.  Makin lama makin kelihatan kebagusannya.
Umapama bisa diungkapkan dalam kata adalah, “Rela dan ikhlas lahir dan batin, tanpa ganjalan sedikit pun” apabila hidupnya hendak diakhiri oleh Harjuna adiknya sendiri.
Dan pada akhirnya Jederal Soeharto diangkat menjadi Presiden penuh dari Negara Republik Indonesia pada tanggal 27 Maret 1968. Dua hari kemudian, Presiden Soeharto menerima sepuuk surata dari mantan Presiden Soekarno yang isinya mengucapkan selamat dan menyatakan bahwa beliau (Soekarno) tidak berkeinginan untuk menjadi Presiden kembali. Surat tersebut adalah merupakan lambang “Restu Pribadi”.
Demikian cara beliau berdua menyelamatkan Negara yagn berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, beserta pendukung-pendukungnya dengan penampilan yang berbeda. Bung Karno dengan sengaja menunjukkan kecongkakannya yang didalamnya bersemayan Politik Menjinakan yagn difokuskan ke luar yaitu Komunis Internasional yang juga mempunyai pengaruh ke dalam. Sementara Pak Harto dengan penampilan lemah-lembut  juga mempunyai makna menjinakkan yagn difokuskan ke dalam atau Komunis Indonesia yang juga mempunyai pengaruh keluar yang mana kedua-duanya ditujukan untuk mengurangi sebanyak mungkin resiko dari perpecahan yagn tidak bisa dikendalikan yang hendak menyeret kekuatan dari negara-negara Adi Daya ikut terlibat di dalamnya.
Maka, apabila gagasan dan analisa penulis tersebut dapat diterima oleh semua pihak, alangkah baiknya apabila terhadap Bung Karno diberikan gelar sebagai SATRIA LINUWIH (TERHEBAT) dalam arti keikhlasan mengabdi sebagaimana Basukarno mendapatkan gelar SATRIA LINUWIH dari Sri Kresna setelah mengetahui hakikat gagasan Basukarno dengan perang Baratayudhanya. Begitu pula terhadap Pak Harto yagn arif bijaksana itu diberikan gelar LANAGING JAGAD (LAKI_LAKINYA DUNIA) dalam arti keilmuan, atau sebagai SATRIA BRAHMANA, sebagaimana apra Dewa memberikan gelar kepada Harjuna sebagai LANANGIN JAGAD da SATRIA BRAHMANA.
Demikianlah analisa dan gagasan penulis tentunya masih banyak kekurangan-kekurangan, dengan harapan dapat memperkokoh kesatuan dan persatuan di antara kita bangsa Indonesia. Selanjutnya marilah kita merenungkan pesan Pak Harto yang pernah disampaikan beliau baik melalui radio atau TVRI yaitu “WASPADA” yang berarti waspada terhadap segala fitnah, waspada terhadap isu-isu yang sengaja disebarkan oleh musuh-musuh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dengan tujuan untuk mengadu domba di antara kita semua.
Dengan kewaspadaan dan kesadaran kita akan dapat membangun negara dengan sebaik-baiknya hingga dapat mencapai apa yang dijanjikan oleh Pujangga Eonggowarsito pada akhir bait Serat Sabda Tama yaitu Negara Yang Teteg, teguh, tanggon dalam segela bidang.
Apabila diumpamakan pohon kelapa, teteg berarti akarnya dapat menghunjam menyebar ke dalam tanah dengan kokonya, batangnya kuat kekar, dau-daunnya menghijau menunjukkan kesuburan dan kesegaran. Teguh, mempunyai arti tahan terahdap segala macam marabahaya, tidak tumbang karena hembusan angin, badai dan tidak akan rubuh karena amukan banjir. Tanggon, buahnya dapat melimpah ruah memberikan kesejahteraan kepada umat.
Mudah-mudahan saudara-saudara kita yang dulu pernah terlibat atau sebagai pendukung budaya/paham Kemunisme dapat menyadari sepenuh jiwa raga, bahwa budaya Komunisme itu sangatlah bertentangan dengan budaya para leluhur kita, budaya Komunisme adalah budaya orang-orang Kurawa yang harus ditinggalkan.
Dan yang terakhir, marilah kita berdoa mudah-mudahan Bung Karno pada akhir hayatnya mendapat gelar dari Tuhan sebagai Khusnul Khatimah, mendpatkan tempat yang terpuji di sisi Tuhan atas segala pengabdiannya yang tulus ikhlas itu.
Dan kepada Pak Harto mudah-mudahan Tuhan selalu melimpahkan rahma dan memberi petunjuk keapda beliau untuk dapat memimpin bangsa dan negara hingga dapat mencapai tujuan yaitu, Adil berkemakmuran dan makmur berkeadilan.” Amin.. Amin.
23. NILAI PERASTUAN INDONESIA
Andaikan engkau nafkahkan apa yang ada di dunia ini untuk menyatukan hati orang-orang Ansor dan orang-orang Muhajirin setelah terjadi perselisihan di antara mereka, maka belumlah cukup, tetapi Allah-lah yang menyatukan di antara mereka, Al-Anfal.63.
Ayat ini turun setelah terjadinya perpecahan antara orang-orang Muhajirin dan Ansor, di mana akibat perpecahan tersebut telah melemahkan persaudaraan di antara mereka. Masing-masing golongan lebih menonjolkan sukuismenya, dengan mengesampingkan makna persaudaraan sesama kaum Muslimin. Sementara musuh-musuh kaum Muslimin pada saat itu yang terdiri dari banyak Qabilah siap menerkam dari segala arah.
Berkat pertolongan dari Allah, maka hati mereka yaitu golongan Ansor dan Muhajirin dapat menjadi satu kembali dan berakhirlah perpecahan di antara mereka, Walau pun jumlah kaum muslimin pada saat itu jauh dari mencapai jumlah ratusan ribu. Allah telah memberi pelajaran kepada Muhammad, Rasul-Nya, bahwa nilai penyatuan kembali antara dua golongan yang ebrselisih itu apabila dihargai dengan materi, maka apa-apa yagn ada di bumi ini dinafkahkan untuk mewujudkan persatuan di antara mereka belumlah cukup.
Sebagai bangsa yang percaya kepada Tuhan, hendaklah kita mampu untuk menjadikan ayat tersebut di atas sebagai ibarat, sebagai landasan berpikir untuk dapat menilai dengan benar makna persatuan di antara kita Bangsa Indonesia.
Betapa besar Rakhmat Allah yagn telah berkenan, menyatukan kita rakyat Indonesia, yang kini jumlahnya tidak kurang dari 170 juta jiwa, terdiri dari banyak suku, Agama, Adat-istiadat, Wilayahnya terdiri dari ribuan pulau, terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Maka apabila bila nilai persatuan di antara kita ini, kita hargai dengan materi dengan dasar penilaian Allah terahdap persatuan di antara golongan Muhajirin dan Ansor, maka berapa ribu duniakah harus disediakan, agar semua isinya dapat dinafkahkan untuk mewujukan persatuan tersebut?
Juga telah dapat kita buktikan roda penjajahan Belanda di Negeri kita tercinta, Begitu pula telah kita buktikan dengan persatuan telah dapat mematahkan segala macam pemberontakan yagn silih berganti menghantam Republik Indonesia ini.
Pada giliran kita pun harus mengakui bahwa sebagai alat/wadah pemersatu di antara kita bangsa Indonesia adalah Pancasila. Dia adalah Nikmat, Rakhmat dan Yang Maha Kuasa, yagn wajib kita syukuri dengan jalan menghayati, mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, serta siap membela dari segala musuh yagn hendak menghancurkannya.
24. BUNG KARNO WAFAT
21 Juni 1970
Komunike Medis :
1.       Tanggal 20 Juni 1970 jam. 20.30, keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2.       Tanggal 21 Juni 1970, jam 03.50 pagi Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3.       Team dokter secara terus menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno sehingga saat meninggalnya.

Jakarta, 21 Juni 1970
Team Dokter,
Wakil Ketua



Mayjen Dr. (TNI AD)
RUBIONO KERTOPATI

Ketua,




Prof. Dr. MAHAR MARDJONO

25. KEPUTUSAN PRESIDEN RI
NOMOR 44 TAHUN 1970

PRESIDEN  REPUBLIK  INEONDEIA

Menimbang :
1.       Bahwa sesudah menderita sakit yang lama dan setelah dilakukan usaha-usaha perawatan untuk menyembuhkannya, apda tanggal 21 Juni 1970, Ir. Soekarno telah wafat;
2.       Bahwa dalam rangka melaksanakan Ketetapan MPRS No. XXXIII?MPRS?1967, telahdilakukan pemerinsaan menurut hukum, yagn berhubungan dengan kesehatannya belum memungkinkan dilakukan pemerinsaan tingkat terakhir dan penegajuan perkaranya ke depan Pengadilan;
3.       Bahwa Bangsa Indonesia yang memiliki falsafah Pancasila, patutu memberikan penghargaan yagn wajar atas jasa-jasa Dr. Ir. Soekarno terhadap Nusa dan Bangsa sebagai Proklamator Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945.

Mengingat :
1.       Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2.       Ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967.

M E M U T U S K A N :

Menetapkan :
Pertama :
Menyelenggarakan upacara pemakaman Kenegaraan sebagai penghormatan Negara kepada Almarhum Dr. Ir. Soekarno sebagai Proklamator Kemerdekaan Negara Republik Indonesia.

Keuda :
Menetapkan tempat makam jenazah Almarhum Dr. Ir. Soekarno di Blitar.

Ketiga :
Memberi kesempatan kepada mereka yagn berhasrat untuk memberikan penghormatan yang terakhir kepada jenazah Almarhum Dr. Ir. Soekarno di tempat pemebaringan jenazah di “Wisma Yasa” Slipi, Jakarta dan di tempat pemakaman di Blitar.

Keempat :
Mengibarkan Bendera Nasional setengah tiang selama 7 (tujuh) hari terhitung mulai tanggal 21 Juni 1970.

Kelima :
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di
Pda tanggal
;
;
Jakarta
21 Juni 1970

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


SOEHARTO
Jenderal TNI
26. JENAZAH BUNG KARNO DISEMAYAMKAN DI WISMA YASA
Dalam hubungan kewafatan Bung Karno, Presiden Soeharto telah datang menjenguk jenazah almarhum Ir. Soekarno, Presiden Pertama RI di RSPAD Jakarta jam 07.30 dan setelah mendapat kepastian medis dari Team Dokter yagn ditugaskan Pemerintah, kemudian segera mengadakan pertemuan dengan para pimpinan-pimpinan Parpol/Ormas, DPA serta keluarga bekas Presiden RI di Istana Negara untuk membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan wafatnya beliau.
Menteri Penerangan Budiardjo dalam keterangannya menyatakan bahwa atas nasehat-nasehat para Alim Ulama, maak Jenazah bekas Presiden Soekarno akan dimandikan di RSPAD untuk kemudian disemayamkan di Wisma Yasa.

Jenazah Bung Karno Diberangkatkan ke Blitar :
Sebelum jenazah diberangkatkan dari Wisma Yasa menuju PU Halim Perdanakusuma, Presiden Soeharto terlebih dahulu menyerahkan jenazah almarhum kepada Menteri Negara/Wapangab Jenderal Maraden Panggabean untuk melaksanakan pemakaman selanjutnya di Blitar dengan Upacara Kebesaran Negara.
Dalam pesannya kepada Jenderal M. Panggabean itu, Presiden Soeharto mengatakan, “Saudara Panggabean. Sesuai dengan keputusan pemerintah, Saudara ditugaskan sebagai Inspektur Upacara pemakaman Haji Dr. Ir. Soekarno. Maka dengan ini saya serahkan jenazah almarhum Haji Dr. Ir. Soekarno kepada Saudara untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran negara. Agar di dilaksanakan.”
Jenazah mantan Presiden Soekarno dilepas dengan suatu kebesaran Militer bertempat di Wisma Yasa Jl. Jen. Gatot Subroto Jakarta dengan Inspektur Upacara Presiden Soeharto.
Peti Jenazah yang diselubungi bendera Merah Putih kemudian diserahkan oleh Kepala Negara kepada Meneteri Negara/Wapangab Jenderal M. Panggabean untuk dimakamkan dengan Upacara Kenegaraan di Blitar, di samping makam Almarhum Ibundanya.
Presiden Soeharto, berjas hitam dan mengenakan kopiah nampak mengulurkan tangan dan menjamah peti jenazah Bung Karno ketika keluar dari pintu menuju kendaraan, sedang di halaman pasukan jajar kehormatan dari ketiga Angkatan dan Polri memberikan hormat senjata diiringi bunyi genderang.
Ketua MPRS Jenderal A H. Nasution datang dengan Nyonya dan menundukkan kepala sejenak ketika berdiri di muka peti jenazah.
Herlina, Eks Sukarelawan Trikora tepat di muka ruang jenazah serta merta berlutut, melipat tangan dan kemudian menghilang ke samping sambil menyapu-nyapu matanya.
Di muka peti jenazah yang penuh dengan karangan bunga dan dijaga 4 prajurit ABRI terpasang potret Ir. Soekarno ketika masih jadi Presiden, mengenakan jas tanpa tanda-tanda dengan tangan kiri memegang keris.
Tepat jam 09.45 iring-iringan kendaraan meninggalkan Wisma Yasa didahului Barisan Bermotor Polisi Lalu Lintas, Polisi Militer ketiga Angkatan dan Jeep-jeep pengawal manuju PU Halim Perdanakusuma untuk diterbangkan ke Surabaya/Malang dan kemudian ke Blitar dengan kendaraan mobil.
Puluhan ribu massa rakyat memenuhi jl. Gatoto Subroto menunggu lewatnya iring-iringan, namun banyak yagn tidak sempat melihat mobil berwarna hijau yang membawa jenazah bekas Presiden RI Soekarno karena saking berdesak-desakan.
Jenazah Bung Karno diberangkatkan dari Lanuma Halim Perdanakusuma dengan pesawat Hercules AURI jam 11.00 dan ikut Jenderal M. Panaggabean yang akan menjadi Inspektur Upacara di Blitar, Menteri Penerangan Budiardjo, Mayjen Yoga, Sekmil Presiden Brigjen Tjokropranolo, Ny, Hartini, Ny, Dewi dan putrinya Kartika serta putra-putri almarhum dan Anggota-anggota keluarga.
Sebuah pesawat Hercules lainnya membawa para pengantar lainnya, termasuk waki-wakil Orpol dan Ormas seperti PNI, Parkindo, IPKI, NU, PSII, Sekber Golkar, dan sejumlah wartawan Ibukota.
27. DEKRIT No.1.
TENTANG PEMBENTUKAN DEWAN REVOLUSI INDONESIA
I.               Demi keselamatan Negara Republik Indonesia, demi pengamanan pelaksanaan Pancasila dan Panca Azimat Revolusi seluruhnya, demi keselamatan Angkatan Darat dan Angkatan bersenjata pada umumnya, pada waktu tengah malam hari Kamis tanggal 30 September 1965 di Ibukota Repulbik Indonesia, Jakarta, telah dilangsungkan gerakan pembersihan terhadap anggota-anggota apa yang menamakan dirinya Dewan Jenderal yang telah merencanakan Coup menjelang Hari Angkaan Bersenjata 5 Oktober 1965. Sejumlah Jenderal telah ditangkap, alat-alat komunikasi dan obyek-obyek vital lainnya di Ibu Kota telah jatuh sepenuhnya ke dalam kekuasaan Gerakan 30 September. Gerakan 30 September adalah gerakan semaa-mata dalam tubuh Angkatan darat untuk mengakhiri perbuatan sewwenang-wenang Jenderal-Jenderal Anggota Dewan Jenderal serta perwira-perwira lainnya yang manjai kaki tangan dan simpatisan anggota Dewan Jenderal. Gerakan ini dibantu oleh pasukan-pasukan Bersenjata di luar Angkatan Darat.
II.             Untuk melancarkan tindak lanjut daripada tindakan 30 September akan dibentuk Dewan Revolusi Indonesia yang anggotanya terdiri dari orang-orang sipil dan orang-orang Militer yang mendukung Gerakan 30 September tanpa reserve. Untuk sementara waktu menjelang Pemilihan Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan Undang-Undang dasar 1945, Dewan Revolusi Indonesia menjadi sumber daripada segala kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia. Dewan Revolusi Indonesia adalah alat bagi seluruh bangsa Indonesia untuk mewujudkan Pancasila dan Panca azimat Revolusi seluruhnya. Dewan Revolusi Indonesia dalam kegiatannya sehari-hari akan diwakili oleh Presidium Dewan yang terdiri dari Komando dan wakil-wakil Komandan Gerakan 30 September.
III.           Dengan jatuhnya segenap kekuasaan Negara ke Dewan revolusi Indonesia, maka Kabinet Dwikora dengan sendirinya berstatus demisioner. Sampai pembentukan Dewan Menteri baru oleh Dewan Revolusi Indonesia, para bekas Meneteri diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerajaan rutin, menjaga ketertiban dalam Departemen masing-masing, dilarang melakukan pengangkatan pegawai baru dan dilarang mengambil tindakan-tindakan yang bisa berakibat luas. Semua bekas Menteri berkewajiban memberikan pertanggungan jawab kepada Dewan Revolusi Indonesia c.q. Meneteri-meneteri baru yagn akan ditetapkan oleh Dewan Revolusi Indonesia.
IV.           Sebagai alat daripada Dewan Revolusi Indonesia, di daerah debtnuk Dewan Revolusi Provinsi (paling banyak 25 orang). Dewan Revolusi Kabupaten (paling banyak 15 orang), Dewan Revolusi Kecamatan (paling banyak 10 orang) dan Dewan Revolusi Desa (paling banyak 7 orang), terdiri dari orang-orang sipil dan militer yang mendukung Gerakan 30 September tanpa reserve. Dewan-Dewan Revolusi Daerah ini adalah kekuasaan tertinggi untuk daerah yang bersangkutan, dan yagn di Provinsi dan Kabupaten pekerjaannya dibantu oleh Badan Pemerintah Harian (BPH) masing-masing,s edangkan di Kecamatan dan Desa dibantu oleh Pimpinan Front Nasional setempat yagn terdiri dari orang-orang yang mendukung Gerakan 30 September tanpa reserve.
V.             Presidium Dewan Revolusi Indonesia terdiri dari Komandan dan Wakil-wakil Komandan Gerakan 30 September. Komadan dan wakil-wakil Komandan Gerakan 30 September adalah Ketua dan Wakil-wakil ketua Dewan Revolusi Indonesia.
VI.           Segera sesudah pembentukan Dewan Revolusi Daerah, Ketua Dewan Revolusi yang bersangkutan harus melaporkan kepada Dewan Revolusi setingkat di atasnya tentang susunan lengkap anggota Dewan. Dewan-Dewan Revolusi Provinsi harus mendapat pensahan tertulis dari Presidium Dewan Revolusi Indonesia, Dewan Revolusi Kabupaten harus mendapat pensahan tertulis dari Dewan Revolusi Provinsi, dan Dewan Revolusi Kecamatan dan Desa harus mendapat pensahan tertulis dari Dewan Revolusi Kabupaten.

JAKARTA, 1 Oktober 1965.
KOMANDO GERAKAN 30 SEPTEMBER :
Komandan                     : Letnan Koloner Untung;
Wakil Komandan            : Brigjen Supardjo;        
Wakil Komandan            : Lt. Kol. Udara Heru;
Wakil Komandan            : Kl Laut Sunardi;
Wakil Komandan            : Ajun Komisaris Besar Polisi Anwas

DEPARTEMEN ANGKATAN DARAT
PENGUMUMAN NO. 002/PENG/PUS/1965
Dengan ini diumumkan bahwa :
1.         Telah ada pengertian kerjasama dan kebulatan penuh antara Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Kepolisin untuk menumpas Gerakan Kontra Revolusioner dari apa yang menamakan dirinya “Gerakan 30 September.”
2.         Dengan telah diumumkannya pembentukan apa yang mereka sebut “Dewan Revolusi Indonesia” dan menganggap Kabinet Dwikora sudah demisioner, maka jelas orang-orang “Gerakan 30 September” adalah orang-orang kontra revolusioner yagn telah melakukan pengambil alihan kekuasaan Negara Republik Indoensia dari tangan P.Y.M. Presiden/ Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi, Bung Karno, disamping mereka telah melakukan penculikan terhadap beberapa perwira Tinggi Angkatan Darat.
3.         Masyarakat diharap tenang dan teap waspada serta siap siaga.

Jakarta, 1 Oktober 1965
PIMPINAN SEMENTARA ANGKATAN DARAT
REPUBLIK INDONESIA

Ttd
SOEHARTO
Mayor Jendral TNI

DEPARTEMEN ANGKATAN DARAT
PENGUMUMAN NO. 027/PENG/PUS/1965
1.         Pada tanggal 1 Oktober 1965, telah terjadi sesuatu peristiwa yang dilakukan oleh suatu gerakan kontra revolusioner yagn menamakan dirinya “Gerakan 30 September” di Jakarta.
2.         Mereka telah melakukan penculikan-penculikan terhadap beberapa Perwira Tinggi, yaitu :
1.     Letnan Jendral A. Yani;
2.     Mayor Jendral Suprapto;
3.     Mayor Jendral S. Parman.
4.     Mayor Jendral Harjono M.T.;
5.     Brigadir Jendral D.I. Panjaitan;
6.     Brigadir Jendral Sutojo Siswomihardjo.
3.         Mereka dapat memaksa dan mempergunakan Studio RRI Jakarta dan Kantor Besar Telekomunikasi Jakarta.
4.         P.Y.M. Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pimpinan Besar Revolusi Bung Karno, dengan Y.M. Menko Hankam/Kasab Jendral A.H. Nasution dapat diamankan dan ada dalam sehat wal’afiat.
5.         Pimpinan Angkatan Darat untuk sementara dipegang oleh Mayor Jedral Soeharto, Panglima KOSTRAD.
6.         Situasi umum telah dapat dikuasai kembali dan tindakan-tindakan pengamanan sedang giat dilakukan. Kepada masyarakat ramai diserukan, agar tetap tenang dan terus melakukan tugasnya masing-masing sebagaimana biasa.

Jakarta, 1 Oktober 1965
PIMPINAN SEMENTARA ANGKATAN DARAT
REPUBLIK INDONESIA

Ttd

SOEHARTO
Mayor Jendral TNI

PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN
BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA/MANDATARIS
MPRS/PIMPINAN BESAR REVOLUSI
MENIMBANG :
1.         Bahwa pada waktu-waktu yang akhir ini makin terasa kembali aksi-aksi gelap dilakukan oleh sisa-sisa kekuatan kontra revolusi “Gerakan 30 September”/Partai Komunis Indonesia;
2.         Bhawa aksi-aksi gelap itu berupa penyebaran fitnah hasutan, desas-desus, adu domba dan usaha penyusunan kekuatan bersenjata yang mengakibatkan terganggunya kembali keamanan rakyat dan ketertiban;
3.         Bahwa aksi-aksi gelap tersebut nyata-nyata membahayakan jalannya revolusi pada umuya dan mengganggu penyelsaian tingkat Revolusi dewasa ini, khususnya penanggulangan kesulitan ekonomi dan pengganyangan proyek Nekolim “Malaysia”.
4.         Bahwa demi tahap terkonsolidasinya persatuan dan kesatuan segenap kekuatan prograsif revolusioner Rakyat Indonesia dan demi pengamanan jalnnya Revolusi Indonesia yang anti feodalisme, anti kapitalisme, anti Nekolim dan menuju terwujudnya masyarakat Adil dan Makmur berdasarkan Pancasila, Masyaraakat Sosialis Indonesia, perlu mengambil tindakan cepat, tepat dan tegas terhadap Partai Komunis Indonesia.

MEMPERHATIKAN :
Hasil-hasil pemeriksaan serta putusan Mahkamah Militer Luar Biasa terhasdap tokoh-tokoh “Gerakan 30 September”/Partai Komunis Indonesia.

MENGINGAT :
Surat Perintah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Pemimpin Besar Revolusi tanggal 11 Maret 1966.

M E M U T U S K A N

Dengan tetap berpegang pada  LIMA AZIMAT REVOLUSI INDONESIA :

Pertama :
Membubarkan Partai Komunis Indonesia termasuk bagian-bagian Organisasinya dari tingkat Pusat sampai ke Daerah beserta semua organisasi yang seasas/berlindung/bernaung di bawahnya.

Kedua :
Menyatakan Partai Komunis Indonesia sebagai Oranisasi yang terlarang di seluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia.

Ketiga :
Keputusan ini berlaku mulai pada hari ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Maret 1966
PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI ABRI/MANDATARIS MPRS/
PIMPINAN BESAR REVOLUSI
Atas nama beliau,
Ttd.

SOEHARTO
Letnan Jendral TNI

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PENGUMUMAN NO. 1

Diumumkan, bahwa Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis Permusyawartan Rakyat Sementara dengan Surat Perintah 11 Maret 1966, telah memerintahkan kepada Letnan Jenderal TNI SOEHARTO, untuk atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS :
1.         Mengambil segal tindakan yagn dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya Pemerintahan dan jalannya Revolusi serta menjamin keselamatan Pribadi dan kewibawaan PIMPIANAN PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/PEMIMPIN BESAR REVOLUSI/MANDATARIS MPRS, demi untuk keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala Ajaran PEMIMPIN BESAR REVOLUSI.
2.         Mendakan Koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan-angkatan lain dengan sebaik-baiknya. Maka diharapkan kepada seluruh rakyat, hendaknya dalam kegiatan membantu Pemerintah dan Angkatan Bersenjata, untuk :
1.     Tidak bertindak sendiri-sendiri, melainkan selalu terpimpin dan terkoordinir;
2.     Tetap memelihara keamanan dan ketertiban umum serta kelangsungan hidup sehari-hari.

Insya Allah, tuntutan yang mengandung ungkapan isi hati nurani rakyat, yang konstruktif dan tidak merugikan Revolusi, karena memang telah didiengar dan diperhatikan oleh PRESIDEN / PANGLIMA TERTINGGI / PEMIMPIN BESAR REVOLUSI // MANDATRIS MPRS // PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT, BUNG KARNO akan ditampung sebaik-baiknya. Semoga Tuhan melindungi dan meridhoi kita sekalian, seluruh Bangsa Indonesia di bawah Pimpinan PEMIMPIN BESAR REVOLUSI BUNGKARNO, oleh karena kita berada di jalan yang benar.

Jakarta, 12 Maret 1966
PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/PEMIMPIN BESAR REVOLUSI/
MANDATARIS MPRS
Atas nama beliau

Ttd
SOEHARTO Letnan Jenderal TNI


28. PIDATO PENJELASAN WAPERDAM A.I/MEN-PANGAD

DISIARKAN  MELALUI RRI PADA TANGGAL
27 MARET 1966

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,
Sejak dikeluarkannya Surat Perintah Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandatris MPRS tanggal 11 Maret 1966 yang lalu kepada kami, yang pada pokonya berisi Perintah untuk mengambil segala tindakan yang perlu guna mengamankan jalannya Revolusi, maka kebijaksanaan itu mendapat sambutan yang luar biasa dari Rakyat dan sangat melegakan hati. Kami kemudian segera mengambil langkah-langkah yang perlu demi pengamanan jalannya Revolusi, berdasarkan garis adil dan benar daripada Tri Tuntutan Rakyat berdasarkan garis Revolusi ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno yang berladnaskan dari pada kekuatan rakyat dalam amanat 17 Agusttus 1965 “Tahun Berdikari”, Bung Karno telah memperingatkan : “Kesalahan kaum imperialis dan kaum reaksioner ialah meremehkan kekuatan rakyat jelata.”
Tuntutan rakyat jelata harus menjadi pedoman tindakan kita seperti yagn sudah ditegaskan oleh PBR Bung Karno dalam Deklarasi Ekonomi : “Seusai dengan pertumbuhan kesanglima tertinggi ABRI/PBR Bung Karno dan mereka yang secara amoral dan a-sosial hidup bermewah-mewah di atas beban pundak Rakyat yang dideritakan kepadanya.
Saudarasaudara, ABRI menyadari bahwa tindakan yang telah diambil itu beru merupakan pelaksanaan sebagian dari Tri Tuntutan Rakyat. Dan ABRI menyadari sepenuhnya bahwa Rakyat ini sedang dengan harap-harap cemas memperhatikan, apakah suara hatinya untuk perbaikan kehidupan sosial ekonomi akan dapat dipenuhi. Salah satu alat untuk melaksanakan perbaikan kehidupan sosial ekonomi itu adalah pembentukan Kabinet baru, yang dipercayakan oleh Rakyat dan mampu melaksanakan segala programnya.
Dengan penuh perhatian dan tetap berpegang teguh pada Amant Rakyat, baik yagn disalurkan melalui wakil-wakilnya dalam MPRS, DRP-GR, Front Nasional, maupun pernyataan-pernyataan langsung yang mereka berikan melalui Ormas/Orpol/Organisasi-organisasi lain, maka ABRI berkesimpulan bahwa Kabinet yang baru ini haruslah :
1.         Mengenai struktur kabinet : Sederhana, riil/rasional, mudah dikendalikan, tidak bersimpang siur, tegas tugas masing-masing Menteri, Efisien dan efektif dan mampu melaksanakan programnya.
2.         Mengenai Menteri-menteri : Jujur, cakap, kompak, dipercaya oleh rakyat karena amembela rakyat, revolusioner, Pancasila sejati, dan bukan antek-antek PKI/Gestapu atau petualang plintat-plintut dan lain sebagainya.
3.         Mengenai Program Kainet ; Mampu mengusahakan dan mewujudkan dalam waktu singkat kesejahteraan rakyat, terutama sandang pangan, berani mengganyang segala bentuk konra revolusi dan penyelewengan, serta sejauh kemampuan dan kekuatan tetap meneruskan konfontrasi terhadap “Malaysia”/Nekolim dan menyelenggarakan Conefo.
Rakyat emoh pemimpin-pemimpin gadungan. Biar nasib mereka akan didtentukan oleh prosesnya hukum revolusi dan pengadilan revolusi.
Saudara-saudara kami yang tercinta, hanya kabinet yang demikian itu akan dapat dukungan dan batuna Rakyat dan mampu membawa revolusi kita ke arah mercu suar dunia. Sebab dasar dan rujuan revolusi kita memang bersemayam dalam hati-nurani ummat manusia. Kita pasti menjadi bangsa yang besar, karena kita berkepribadian berani melihat kenyataan dan berani berdiri di atas kaki sendiri.
Rakyat perlu menyadari, bahwa memperjuangkan prinsip-prinsip di atas adalah merupakan pula satu perjuangan tersendiri. Dan susunan Kabinet yang baru dapat dicapai sekarang ini adalah tahap pertama dan maksimal yang dapat kita capai hingga dewasa ini, tetapi hendaknya merupakan tahap dari suatu rangkaian tahap kemenangan perjuangan yang akan datang. Meskipun demikian, dalam kemungkinan beum kesempurnaannya menurut tanggapan penglihatan Rakyat, semoga Kabinet ini dalam mengemban Amanat Penderitaan Rakyat selalu membuka kontrol dan support sosial yang diiringi dengan rasa tanggung jawab Rakyat karena memang Rakyat bersama-samsa berada dalam perjuangan kita . Demokrasi Terpimpin berarti tanggung jawab. Demokrasi tanpa pimpinan berarti anarkhi, sebaliknya Piminan tanpa Demokrasi berarti Diktatur. Lembaga-lembaga Demokrasi kita MPRS dan DPR-GR hendaknya benar-benar merupakan tersalurnya dan terwujudnya keinginan  rakyat, agar Rakyat tidak lagi bergerak sendiri-sendiri. Jiwa Demokrasi menurut Undang-Undang dasar 1945, adalah a-priori persatuan, musyawwwarah untuk mufakat dengan hikmah kebijaksanaan dan sama sekali bukan siasat-siasatan untuk kepentingan golongan atau ambisi pribadi.

Saudara-saudara yang kami hormati :
Dengan rasa tanggung jawab yang demikian itu hendaknya Rakyat dalam melakukan penyorotan, memberikan kesempatan bekerja kepda Kabinet ini. Dalam hubungan ini, ABRI, anak kandung Rakyat pasti selalu di pihak Rakyat.
Perjuangan kita masih jauh. Meskipun demikian, fajar harapan kemenangan sudah mulai nampak.
Semoga Tuhan meridhoi dan melindungi perjuangan kita bersama.
Sekian dan terima kasih.

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PENGUMUMAN NO.5

1.    Bhawa keuasaan Pemerintah menurut Unang-Undang Dasar 1945 (pasal4) berada di tangan Presiden Republik Indonesia;
2.    Bahwasanya berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Sementara Republik Indoensia No.1/MPRS/1960 dan No. II/MPRS/1960, Presiden Republik ndoneisa Bung Karno adalah Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS;
3.    Bahwasanya nteri-Menteri menurut Undang-Undang Dasar 1945, adalah semata-mata hanya pembantu belaka daripada Presiden, dan tidak merupakan bentuk kolektif Pemerintahan, yang Pemerintah itu berdasarkan pasal 4 Undang-Undang Dasar 1945, adalah hanya berada di tangan Presiden;
4.    Bahwasanya di antara Menteri-menteri yang kini sedang menjabat, ada yang merupakan sasaran tuntutan rakyat, karena penglihatan Rakyat mengenai adanya indikasi tersangkutanya dalam rangkaian kejadian “Gerakan 30 September” atau setidak-tidaknya diragu-ragukan, akan iktikad baiknya dalam membantu Prresiden/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS.
5.    Bahwasanya “Gerakan 30 September”, baik berdasarkan pernyataan dalam Keputusan Presiden No. 370, tahun 1965, mau pun berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan dan Putusan Mahkamah Militer Luar Biasa serta penilaian Rakyat Sendiri, adalah merupakan petualangan kontra revolusi;
6.    Bahwasanya tuntutan Rakyat kepada Menteri-menteri itu harus dihindarkan dan kemungkinan penunggangan oleh kaum kontra revolusi, gerilya politik antek-antek “Gerakan 30 September” dan Nekolim;
7.    Bahwa sanya oleh karena itu, tuntutan Rakyat yang diarahkan kepada Menteri-menteri yang bersangkutan perlu disalurkan dan harus dibatasi dalam proporsi yng sebenarnya dan seharusnya, untuk tidak dikaitkan dengan kedudukan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, untuk pengamanan penyelenggaraan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar 1945, yagn berada di tangan Presiden, kedudukan menteri-Menteri yagn menjadi sasaran tuntutan rakyat tadi harus dipisahkan pengkaitannya dari kedudukan Presdien.
Maka demi pengamanan penelenggaraan Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, pasal 4 berhubung dengan pasal 17, serta untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan, kestabilan jalannya Pemerintahan dan jalannya Revolusi, terjaminnya keselamtan Pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pimpinan Besar Revolusi/Mandataris MPRS, untuk keutuhan bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengn pasti segala ajaran Pimpinan Besar Revolusi, maka Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dengan kesungguhan hati dan panggilan rasa tanggung jawab harus menampung suara hati nurani Rakyat yang dikemukakan dengan serta merta dan juga diajukan secara tertulis yagn hakekatnya  mencerminkan permufakatan pendapat, telah terpaksa harus melakukan tindakan pengamanan, dengan maksud agar supaya menteri-menteri yang dimaksud justru jangan sampai emnjadi korban sasaran kemarahan Rakyat yagn tidak terkendali dan jangan pula tuntutan hati Rakyat itu terlepas dari iktikad baiknya.
Tindakan pengamanan itu dilakukan terhadapa :
1.         Dr. Subandrio
2.         Dr. Chairul Saleh
3.         Ir. Setiadi Reksoprojo
4.         Sumardjo
5.         Oei Tjoe Tat, SH
6.         Ir. Surachman
7.         Jusuf Muda Dalam
8.         Armunanto
9.         Sutomo Martopradoto
10.     Astrawinata , SH.
11.     May. Jen. TNI. Achmadi
12.     Drs. Moh. Achadi
13.     Let. Kol Inf. Imam Syafi’ie
14.     J. Tumakaka
15.     May. Jen. TNI Dr. Sumarno

Demikian tindakan yang telah diambil dan pertanggung jawabannya kepada Rakyat. Hendaknya Rakyat mengetahui, memahami dan tidak mengambil tindakan sendiri-sendiri.

Jakarta, 18 Maret 1966
PRESIDEN / PANGLIMA TERTINGGI ABRI /
MANDATRIS MPRS / PIMPINAN BESAR REVOLUSI
Atan nama beliau,

Ttd
SOHARTO
Letnan Jenderal TNI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA / MANDATARIS MPRS /
PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN BERSENJATA
REPUBLIK INDONESIA

PENGUMUMAN

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA / MANDATARIS MPRS /
PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN BERSENJATA
REPUBLIK INDONESIA

Seteelah menyadari bahwa konflik politik yagn terjadi dewasa ini perlu segera diakhiri demi keselamatan Rakyat, Bangsa dan Negara, maka dengan ini mengumumkan :
PERTAMA
:
Kami Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, terhitung mulai hari ini menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, Jenderal TNI Soharto, sessuai dengan Jiwa Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966, dengan tidak mengurangi maksud dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945.
KEDUA
:
Pengemban ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966 melaporkan pelaksanaan penyerahan tersebut kepada Presiden setiap waktu di mana perlu.
KETIGA
:
Menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, para Pemimpin Masyarakat, segenap Aparatur Pemerintahan dan seluruh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk terus meningkatkan persatuan, menjaga dan menegakkan revolusi dan membantu sepenuhnya pelaksanaan tugas  Pengemban Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966 seperti tersebut di atas.
KEEMPAT
:
Menyampaikan dengan penuh rasa tanggung jawab pengumuman ini kepada Rakyat dan MPRS.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi rakyat Indonesia dalam melaksanakan cita-citanya mewujudkan Masyarakat Adil dan Makmur berdasarkan Pancasila.

Jakarta, 20 Pebruari 1967
PRESIDEN / PANGLIMA TERTINGGI ABRI /
MANDATRIS MPRS / PIMPINAN BESAR REVOLUSI
Atan nama beliau,

Ttd
SOHARTO
Letnan Jenderal TNI


PUSTAKA  BACAAN :
1.         H. Amir Mahmud menjawab // Penerbit CV. H. Mashagung.
2.         Sejarah Nasional Indonesia // oleh Nugroho Notosusanto & Yusman Basri
3.         Profil Soran Prajurit TNI // oleh Amelia Yani. Sinar Harapan.
4.         Sukarno Penyambung Lidah Rakyat // Cindy Adams.
5.         Protes Kaum Muda // oleh Yozar Anwar PT. Variasi Jaya.
6.         Melawam Kezaiman // oleh Muhtar Lubis, PT. Sinar Harapan.
7.         Rahasia Ramalan Jayabaaya Ronggowarsito & Sabda Palon // oleh Anjar Any, CV. Aneka Ilmu Semarang.
8.         Silsilah Wayang Purwa Mawa Carita // S.Padmosoekotjo, CV. Citra Jaya.
9.         Barata Yudha Sumardi, DM. Balai Pustaka
10.     Arjuna Wiwaha, Sumardi DM, Balai Pustaka
11.     Serat Darmogandhul dan Suluk Gatoloco, tentag Islam oleh Moh. Hari Soewarno, Penerbit Antarkota.
12.     30 Tahun Indoensia Merdeka.
13.     Anak Desa O.G. Roeder.
14.     Gelora Api Revolusi
15.     Siapa Menabur Angin Akan Menunai Badai // Soegiarso Soerojo, 1989.
16.     Bung Karno Putra Fajar // Salam Solichin PT. Gunugn Agung. Jakarta.
17.     Majalah Tempo dan lain-lain.

Sepanjang, Sidoarjo // Jum’at, 29 Agustus 2014

1 komentar:






  1. Daftar Sekarang !!!Min Depo : Rp 25.000,-

    BONUS NEW MEMBER 10%
    BONUS HARIAN HINGGA 5%

    KETERANGAN LEBIH LANJUT HUBUNGI :
    LIVE CHAT 24 JAM
    Line : HOBI4D
    Instagram : HOBI4D_COM
    Whatsapp : +6282286284064

    DISCOUNT TOGEL UNTUK PASARAN :
    NEW GUINEA – SINGAPORE – INDOSAT
    Discount 4D : 66.00% , 3D : 59.50% , 2D : 29.50%

    Discount untuk Pasaran :
    SYDNEY – HONGKONG
    Discount 4D : 66.00% , 3D : 59.00% , 2D : 29.00%

    BalasHapus