“WEDARAN WIRID
JILID II DALAM BAHASA INDONESIA” BAGIAN KE II
Diterjemahkan dari : SERAT WEDARAN WIRID
JILID II
Oleh : Ki. RS. YUDI PARTOJUWONO
Penerbit : Jajasan ‘Djojobojo” Surabaya,
Cetakan ke II
Tahun : 1964
Penerjemah : Pujo Prayitno
DAFTAR
- ISI
BAB VI : SIAPAKAH MALAIKAT ITU
BAB. VII. APAKAH MU’JIJAT ITU
BAB. VIII. :MI’RAJ DAN ISRA’ (Seperti apakah
buktinya?)
BAB. IX. APAKAH BURUNG BURAQ ITU?
oooooooooooooOOOOOOOOOOOOoooooooooooooooooo
BABV I : SIAPAKAH MALAIKAT ITU?
Pada umumnya Malaikat itu di
Pedesaan atau di Langgar-langgar (Pondok-pondok) digambarkan sebagai sesuatu
yang berujud! Sebenarnya, tidak kurang
seseorang yang hingga sekarang ini mempunyai anggapan yang seperti itu.
Sebenarnya, Kata dari sebutan “Malaikat” itu berasal dari Bahasa Arab : Mala
Iqa, yang di dalam bahasa umumnya berubah menjadi Malaikat, yang mengandung
arti “CAHAYA BENING”. Sedangkan di dalam Bahasa Jawa dan Indonesia kata
gantinya itu belum ada. Jika kita membaca buku-buku Mahabharata atau dalam
Istilah Pewayangan, Malaikat itu sama dengan para Dewa, yang diibaratkan bahwa
bertempat tinggal di Kahyangan.
Pada bagian penjelasan tentang
Jin dan Syaitan, sudah diuraikan bahwa alam ROH itu bernama “Alam Malaqutt”,
kata Malakut itu berasal dari kata : Malaiqa, atau Malaikat, sehingga Malaikat
itu mengandung makna Alam dari Golongan Malaikat. Di dalam Dalil, Malaikat itu
disebut sebagai Kendaraan Tuhan yang luhur, karena teramat sangat tinggi
keluhurannya, sehingga tidak semua manusia bisa melihatnya. Sedangkan bagi alam
rasa, malaikat itu disebut juga “PERBUATAN LUHUR” Ada lagi yang berpendapat,
bahwa segala gerak dari badan kita ini, sebenarnya dikuasai oleh Malaikat.
QS.XVI ayat 2 Surat An-Nahl : Dan
(Tuhan) menurunkan Malaikat Jibril dengan Wahu, dengan Perintah-Nya kepada
orang yang dikehendaki-Nya.....!
QS. : Wahai Muhammad, janganlah
kamu tergesa-gesa menirukan Qur’an ketika Jibril membacakannya kepada dirimu
.....!
Oleh karena manusia itu juga
mempunyai sifat luhur sebagaimana yang
sudah dijelaskan di 4.1.1. dan 3.2.4., tidak ragu lagi bahwa Malaikat itu yang
menempati alam mentaal, yang menguasai sifat luhur kita! Sebelum mengurai dalil
tersebut di atas, perlu diketahui terlebih dahulu jumlah Malaikat, dan juga
tugas kewajibannya. Di dalam ajaran Agama Islam disebutkan bahwa Malaikat yang
wajib diketahui itu ada duabelas jumlahnya, sedangkan yang sudah dipahami tugas kewajibannya serta disebutkan di dalam
dalil, ada sepuluh.
5.1.1.
1. Malaikat Jibril => Malaikat
pembawa wahyu.
2. Malaikat Mikail => Malaikat
pembagi Rizki dan penurun Hujan.
3. Malaikat Israfil =>
Malaikat yang menempatkan Roh.
4. Malaikat Izrail => Malaikat
yang mencabut Roh.
5. Malaikat Raqib => Malaikat
yang mencatat keburukan.
6. Malaikat “Atid => Malaikat
yang mencatat kebaikan.
7. Malaikat Munkar => Malaikat
memeriksa amal ketika di alam Kubur.
8. Malaikat Naqir => Malaikat
memeriksa amal ketika di alam Kubur.
9. Malaikat Ridwan => Malaikat
Penjaga Syurga.
10. Malaikat Maliq => Malaikat
Penjaga Naraka.
Malaikat Jibril di dalam Ajaran
Agama Kristen disebut Gibriel, yang maksudnya adalahRoh Suci. Olehkarena kata
Roh Suci di dalam Agama Kristen sudah ada sebutannya sendiri, yaitu dengan
sebutan Ruhul Qudus, sehingga malaikat itu sama artinya dengan Ruhulqudus.
Olehkarena dalil dan di dalam ajaran Agama Kristen sudah mengakui bahwa
Malaikat itu makhluk yang luhur yang juga disebut sebagai Roh Suci, sehingga
pengarang menggunakan dasar keyakinan, bahwa ROH SUCI sama dengan Roh yang tidak ketempelan
apa-apa, Oleh karena sifat dan tugas Malaikat sudah diketahui, sehingga walau
pun suci, tetap mempunyai tugas seperti tersebut di Nomor 1 – 10 di atas,
Perbuatan Malaikat di dalam dalil berulang-ulang disebeutkan, akan tetapi Tuhan
tidak memerintahkan bahwa Malaikat itu yang dicipta dari Ini dari itu, berbeda
dengan Jin. Disebut Malaikat itu adalah menjadi Utusan (5.1.1.). Sesuai denegan
Dalil di dalam Qur’an Surat XVIII ayat 75 – Al-Mukminun : “Tuhan memilih di
antara Malaikat sebagai utusan” demikian juga di antara manuisa”.
Sudah sangat jelas bahwa walau
pun Malaikat itu makhluk yang bersifat Luhur, untuk bisa menjadi utusan tetap
harus yang dipilih oleh Allah, demikian juga halnya dengan manusia! Manusia
yang lahur seperti apa pun, tetap berada di tangan Tuhan; TIDAK BISA MEMILIH,
tidak bisa memilih untuk menempatkan dirinya, DITERIMA ATAU TIDAK semuanya
adalah atas Kehendak Tuhan. Walau punmanusia itu SAMA_SAMA sebagai UTUSAN. Pada
intinya : Yang dipilih oleh Tuhan itu, meskipun MALAIKAT itu pun Malaikat atau
manusia yang benar-benar SUCI (2).
Di dalam kisah para Nabi atau
Al-Qur’an diceritakan, bahwa ketika Nabi Muhammad mendapat Anugerah Tuhan
menjadi Nabi di hari itu, ketika itu perasaan Nabi merasa bertemu dengan
seorang laki-laki yang mengaku sebagai Jibril. Sedang Jibril disebut juga
sebagai Utusan tuhan yang bertugas mengantarkan perintah atau WAHYU.
Adanya kejadian tersebut, karena
Nabi sedang menjalakan kewajiban hidup, yang artinya tidak tiba-tiba begitu
saja menjadi seorang Nabi. Sehingga bisa disimpulkan, bahwa siapa saja yang
mendapatkan Anugerah-Nya, dari yang tidak lain adalah yang berkedudukan sebagai
(Mengajari, mendidik, mengarahkan, menjadi guru) itu adalah Malaikat yang
disebut dengan sebutan nama Jibril (Gabriel, Gibrail) atau yang membawa Roh
Suci (Ruhulkudus itu tadi).
ooOOoo
QS.IXI. Surat Asy-Syu’ara ayat
1992, 1993, dan 1994.
(@). Sesungguhnya Qur’an ini
diturunkan oleh Tuhan Penguasa seluruh alam ini semeua. Di bawa oleh Roh Suci
(Jibril). Kemudian ditujukan kepada Hatimu (Ya Muhammad) supaya kamu menjadi
pemberi peringatan kempada seluruh manusia.
(@1) QS.XXVII : ayat 6 Surat
An-Najm Malaikat itu memiliki akal yang tajam, kemudan tegak sesuai rupa yang
sebenarnya.
Perintah dari Wahyu bagi Nabi
Muhammad, di depan sudah dijelaskan, yaitu melalui Malaikat Jibril. Hal itu
apda intinya : Nabi Muhammad ketika menerima Wahyu masih berada di tingkat
Hakekat! Sedangkan bagi sang pencari Ilmu Ma’rifat, untuk bisa berjumpa dengan
Jibril adalah setelah mencapai tingkat Hakekat, yaitu ketika sedang menjalankan
Shalat Ma’rifat, atau ketika sedang melakukan Samadhi, atau disebut juga ketika
sedang dalam keadaan Mayanggaseta (Lihat di Wedaran Wirid I tentang Samadhi).
Penjelasannya : Pada ketika
sedang dalam posisi Mayanggaseta itu bagaikan ketika Dewaruci yang rupanya sama
dengan Wrekudara. Hal itu sebagai lambang bahwa Malaikatnya sedang SAMA dengan
Dewaruci, sedangkan lambangnya hati ketika itu adalah sama dengan Wrekudara
@.@1. Siapa pun saja ketika sedang berada pada keadaan tingkatan Hakekat, maka
gerak dan pikirannya dipengaruhi oleh perbuatan Roh Suci (Malaikat). Di dalam
Uraian tentang Samadhi Mayanggaseta sama
dengan yang biasa menjadi pembicaraan umum di pedesaan yang yang dikatakan
dengan BERTEMU dengan Saudaranya sendiri. Apakah benar, bahwa Kisah pada Nabi
Muhammad adalah Bertemu dengan Saudaranya sendiri ketika menerima wahyu di
Pertapaan Gua "Hira” itu? Jika demikian, apalah perlunya ada pengibaratan
Dewaruci menemui Wrekudara? Jika demikian, menurut pendapat saya, TUPA dari
Saudaraku sendiri sama dengan RUPA diriku sendiri, atau rupanya sama persis
dengan yang sedang mengalami Mayangseta. @1).
Jika hal ini dibahas menggunakan
ilmu hakekat, Hati dari Nabi Muhammad itu dilambangkan dengan Wrekudara, itu
sebagai ibaratnya saja. Lembang yang berujud Wrekudara itu hanya sebagai
PENERIMA segala yang menjadi ucapannya.
Penjelasan yang pokok dari
sebagai mendapat anugerah WAHYU itu : Tuhan itu itu bukan dengan cara
menampakkan diri, akan tetapi mengutus hati dari pemiliknya yang sedang
melakukan Permohonan (Siapa saja dan tidak padang bulu, termasuk agamanya, itu
sama saja). Apakah benar, setiap permohonan PASTI ditemui oleh Saudaranya
sendiri? Jawabannya : TIDAK, karena di depan berdasarkan dalil, disebutkan
hanya yang DIPERKENANKAN TUHAN, itu maksudnya adalah : Untuk bisa bertemunya
itu, jika sudah Suci. Sehingga jika jiwa kita ini belum suci, memohon hingga
lumpuh pun, TIDAK AKAN BISA BERTEMU. Ketahuilah, ketika bertemu dengan Saudara
diri pribadi itu sama saja dengan duduk bersama! Artinya dengan cara menerima
ajaran antara AKU dan JIBRIL. Oleh karena manusianya sudah suci, sehingga
Malaikat yang menjadi utusan itu juga suci, benar-benar malaiakt yang yang
terpilih (Yang dikehendaki-Nya). Kata “Yang terpilih” itu, mengandung maksud,
bahwa ilmu dari yang sedang melakukan permohonan itu sudah DITERIMA. Penjelasan
tentang ketika bertemu dengan saudara diri pribadi sama dengan duduk bersama
itu, artinya : Bagi ahli hakekat ketika “mengambil buah karya bakti:
Malaikatnya, diibaratkan tiap detik jia DIBUTUHKANNYA, umpamanya, ketika tidak
mengerti tentang sebab dan akibat, untuk bisa mengetahuinya hanay dengan cara
bertanya kepada pribadinya, dan Pribadinya itulah yang akan memberikan
jawabannya (Malaikat yang mengajarkannya, yang memberitahukannya, yang
menunjukkan, yang memberikan ajaran dan sebagainya).
Apakah masuk akal, sehingga
Malaikat dari dirinya sendiri yang mengajari atau yang memberitahukan sesuatu?
Penjelasannya adalah sebagai berikut : Dalil @1. Di atas, menerangkan, bahwa
malaikat itu memiliki akal yang tajam serta sesuai dengan YANG SEBENARNYA!
Penjelasannya adalah sebagai berikut : Oleh karena Malaikat itu sama saja
dengan ROH SUCI (Ruhulkudus) dan juga disebut sebagai Hakekat Ketuhanan,
sehingga Ilmunya itu mengandung semua yang Gaib dan semua yang nyata.
Singkatnya : Yang Maha Tahu. Adanya manusia hingga tidak Tahu itu dikarenakan
adanya penutu Hijab, Warana. Kata mengetahui di sini adalah mengetahui
menggunakan batin, bukan penglihatan mata! Oleh karena hal itulah, sebenarnya,
manusia itu tidak usah mencari Pengetahuan ke mana-mana, karena sebenarnya
sudah mempunyai sendiri! Malaikat – yang ujud yang sebenarnya – menurut
pendapat saya : Oleh karena sudah yakin dengan sebenar-benarnya, maka rohnya
pun menjadi Roh Suci. Sehingga Malaikat yang Menampakkan diri itu juga tidak
ragu-ragu kepada yang memilikinya. Artinya : AKU sudah TIDAK RAGU-RAGU lagi,
sudah sangat yakin kepada yang ada di depanku itu, yaitu Malaikat itu sendiri –atau Raga di
dalam jazadku pribadi, oleh karena antara satu dengan satunya sudah tidak
ragu-ragu, maka rupa dan ujudnya sama dengan yang memiliki rasa yakin itu sendiri – yaitu sama
persis denegan ujud dari yang menjalaninya itu sendiri : Maka dari itu,
Malaikatnya Nabi juga sama dengan ujud Nabi, Malaikat si A juga seperti si A
(Rupa yang seutuhnya, bentuk yang sebenar-benarnya), dan Malaikat
Wrekudara itu juga sama rupa dengan
yang sebenar-beanrnya. Tentang hal ini itu sulit untuk membuktikannya di dalam
uraian buku, jika tidak dilakukan sendiri. Sehingga, terserah diri
masing-masing.
Ketika ada kalanya para pencari
Hakekat bisa bertemu dengan Saudara diri pribadi (@1), maka akan merasa
bagaikan saling berbicara, yang menerima dan yang memaknai adalah Hati dari
dirinya sendiri. Oleh karena pertanyaan dan jawabannya tidak dengan suara
KERAS, sehingga jika deisebut dengan sebutan Mendapat Wangsit dari Dewa, jika
kurang dalam memahaminya, Sekali terlupa itu tetap tidak bisa diulang lagi.
Sehingga uraian di atas itu
mengandung maksud, bahwa siapa saja ketika sedang menerima Petunjuk Tuhan, itu
adalah yang menerima HATI, yang dibawa Jibril! Tentunya akan ada pertanyaan,
sebagai berikut : Apakah sudah pasti, bahwa ujud Malaikat itu seperti yang
memilikinya? Jawabannya :
1. Para Yogi atau Pencari
Ma’rifat yang baru sampai ke tingkatan Hakekat itu dibahasakan sangat berbahaya
sekali, karena di tingkatan ini itu “Belum tentu: bahwa itu adalah “Saudara
Diri Pribadi” yang datang menemuinya! Bisa saja ditemui oleh Kumara yang lain
yang sedang gentayangan dan sebagainya. Yang daya getarannya lebih kuat
dibanding getaran yang sedang melakukan Samadhi (Yogi) itu sendiri. Roh
Gentayangan tadi, ketika lewat dan melihat, maka menyamar bentuk seperti yang
dikehendaki oleh yang sedang melakukan Yoa itu tadi, karena “Pembawa-pembawa”
di Tingkatan itu, perbuatannya adalah mengajari dan memberi tuntunan! Jika yang
sedang melakukan kurang atau belum paham tentang itu, serta “kehendaknya bisa
terpenuhi” kadang-kadang bisa memiliki
kelebihan yang sangat mengherankan. Semua itu, pada intinya adalah untuk
menguji, dan mengukur kekuatannya.
2. Yang dilakukan hati itu,
menerima, menimbang yang baik/buruk dan sebagainya. Sehingga semua Petunjuk
Tuhan, yang di bawa oleh Malaikat, untuk menerimanya tentulah melewati Hati,
sehingga Kalimat yang dibawa Jibril atau makna dari ajarannya TIDAK bisa
didengar oleh orang lain!.
Meski demikian, Malaikat itu ada
yang bisa dilihat dan ada yang tidak bisa dilihat! Penjelasan mengenai
Perbedaan yang didperbuat oleh Malaikat, itu adalah sebagai berikut :
1. Malaikat Jibril; yang
mempunyai kewajiban memberi ajaran,
menuntun, yang sering menampakkan diri sebagai Mayangga Seta, itu adalah Ujud
dari penampakkannya. Jangan lupa, hanya Malaikat ini saja.
2. Malaikat Mikail; itu walau pun
dicari, dengan melakukan samadi, dengan bertapa, dengan ma’rifat dan
sebagainya, tidak akan bisa untuk dilihatnya, karena selain bertugas membagi
Rizki dan membagi Hujan, Malaikat ini tidak mempunyai tugas untuk berhubungan dengan hati.
Intinya : Malaikat Mikail itu
adalah sebuah sebutan dari suatu tugas kewajiban, Perbuatan kewajiban yang
sudah menjadi kodratnya tanpa di kuasai
dan tanpa dipaksa. Penjelasannya : Hujan itu yang menjalankannnya adalah angin.
Angin berjalan dengan membawa awan, yang kemudian jatuh menjadi hujan. Bumi
yang kering, jika terkena hujan itu sama saja dengan mendapatkan Rizki.
Demikian seterusnya sejak dunia terlahir
hingga sekarang ini. Jika ditelaah, hujan itu dari akibat angin, angin itu dari
akibat hawa panasa dan hawa dingin. Adanya kejadian yang terus menerus seperti
itu , bagi manusia itu hanya bisa mengetahui akibatnya. Akibat-akibat itu semua
yang menjadi pekerjaan dari Malaikat Mikail.
3. Malaikat Izrafil : Bertugas
memasukan Roh (nyawa). Menurut kepercayaan, yaitu ketika bayi sudah terbentuk
di dalam kandungan “Yang merangkai Roh-nya” adalah Malaikat Izrafil.
4. Malaikat Izrail, bertugas
mencabut nyawa, artinya : Jika ada bayi yang terlahir dengan selamat dan hidup,
itu medapatkan Roh dari Izrafil, akan tetapi jika meninggal dunia (Tanpa nyawa),
maka nyawanya dicabut oleh Izrail.
5. Malaikat Raqib; Bertugas :
mencatat keburukan. Maksudnya : Siapa saja yang bertindak buruk, entah gerak,
entah ucapan, hal itu yang mencatat adalah Malaikat Raqib. Maksudnya : Oleh
karena yang mengetahui buruk dan baik itu hanyalah hati, jika demikian maka
Raqib itu adalah sifat Hati atau
perasaan yang selalu mengerti keburukan, melihat keburukan, walau pun sudah
terhapus berpuluh-puluh tahun, tetap masih teringat saja, jika pernah berbuat
buruk. Hal itu mengandung maksud : Seumpama Malaikat Raqib itu tidak
mencatatnya, tentulah kita ini tidak ketempatan rasa dan merasa buruk. Sedangkan buktinya yang nyata dan akan
terlihat jelas itu jika Manusia-nya telah meninggal dunia ( di alam kubur –
Wedaran Wirid Jilid I).
6. Malaikat ‘Atid; yang bertuga
mencatatat kebaikan, yang dilakukannya adalah berlawanan dengan Malaikat Raqib.
7. Malaikat Munkar; Yang
dilakukannya adalah menimbang berat ringan-nya amal shalih kita berdasar ilmu
apa yang kita gunakan ketika hidup di dunia. Hal itu akan terjadi, besok ketika
berada di alam kubur!
8. Malaikat Naqir; tugasnya
adalah sama saja dengan Malaikat Munkar.
9. Malaikat Ridwan => Penjaga
Syurga.
10. Malaikat Maliq => Penjaga
Naraka. Keduanya sama sama bertindak dalam tiap harinya, walau pun manusianya
masih dalam keadaan terjaga. Di depan sudah dijelaskan bahwa syurga dan naraka
itu adalah rasa enak dan tidak enak, contohnya sebagai berikut :
5.1.2 : Malaikat-malaikat penjaga
syurga dan naraka itu sebenarnya adalah Bagian (sifat pribadi) kita yang
merasakan ENAK dan TIDAK ENAK. Ketika senang, yang merasakan atau yang menjaga
bernama Malaikat Ridwan, demikian pula sebaliknya. Berulang kali, semuanya
terdapat di dalam diri kita sendiri. Kata Senang dan sakit, itu sudah jelas
bahwa yang merasakannya adalah HATI. Ketika Hati ikut-ikut (ikut merasakan)
semua rasa itu karena dari pengaruh Malaikat Ridwan dan Malaikat Maliq!
Contohnya : Adanya SENANG dan SUSAH itu, yang bisa membeda-bedakan adalah dari
pekerjaan Malaikat Ridwan dan Maliq, Yang
akhirnya. Hati diri kita lah yang menerimanaya, yang artinya : Malaikat berdua
itu tidak menampakkan diri, agar bisa diketahui adalah dengan cara
MERASAKANNYA! Seandainya jiwa kita tidak terkena “Rasa Tidak Senang” hal itu tentunya tidak menyebkan apa-apa,
akan tetapi karena manusia terpengaruh oleh Malaikat MALIQ, sehingga bisa
menyebutkan bahwa tidak enak, Demikian juga yang sebaliknya.
Kemudian ada pertanyaan : Apakah
Malaikat itu? Jawabannya : Malaikat itu,
sifat dari perbuatan, itu adalah Rahsa Manusia! Yang disebut malaikat
itu adalah “Naluri” atau “Bagian dari
pribadi” diri manusia. Maksudnya adalah : Menuasia itu mempunyai Naluri dari
Rahsa! Yang maksud intinya adalah Rahsa seutuhnya (Sawetah), yang pada intinya
adalah musuh dari Iblis/Syiatan. Oleh karena manusia itu ditempati Malaikat,
sehingga jika demikian, Jumlah malaikat itu dari jumlah seluruh manusia hidup
dikalikan 12 (Wedaran tentang Mi’raj) dan Isra). Sehingga tempat yang ditempati
oleh Malaikat itu berada di diri manusia. Sedang perbuatan Malaikat yang pokok adalah (Rahsa Mutlak) itu bisa
kita buktikan di setiap menit dalam
setiap kita berpikir dan bergerak serta dalam setiap berbicara. Manusia itu,
hampir tiap berpikir dan berbicara itu selalu bertentangan – Milih yang ini,
yang itu, yang pada intinya mengajak kepada keburukan, kemalasan, kesalahan dan
sebagainya – sedangkan yang melawan sifat-sifat itu adalah adalah pikiran yang
mengajak kepada kebenaran! Mengajak kepada kebenaran itulah yang sebenarnya
perbuatan dari MALAIKAT kita. Intinya : Pikiran yang mengajak kepada kesesatan
itu adalah Syaitan, sedangkan yang mengajak kepada kebenaran itu berasal dari
Malaikat! Sehingga di diri kita, ada dua
perbuatan yang antara keduanya selalu bertentangan. Maka dari itu Malaikat itu
Musuh dari Syaitan.
Sekarang membicarakan tentang
Malaikat yang sering dijadikan Utusan. Menurut dalil, yang sering
memperlihatkan diri itu disebut Malaikat Jibril, yang menyampaikan Wahyu kepada
Muhammad! Dan berbentuk sebagai manusia. Sedangkan yang disampaikan oleh
Jibril adalah menurut apa yang dimohon
oleh orang itu di awalnya. (Orang, bermakna sebagai ahli Hakekat). Malaikat
Jibril itu sama dengan Ruhulkudus dalam istilah di Agama Kristen, atau Roh
Suci. Sedangkan Roh Suci itu menampakkan diri berujud manusia?! Penjelasannya :
Kata Utusan itu adalah suruhan,
duta, diutus untuk memberikan sesuatu. Sehingga jika Tuhan ingin memberikan
petunjuk kepada manusia yang tidak pernah tahu, itu akan mengutus Jibril
(rohsuci). Sedangkan yang mensucikannya itu bukan Allah, akan tetapi.
Manusisalah yang suci! Mengapa demikian, karena kesucian jiwa itu adalah CERMIN
itu ibaratnya yang memuat segala yang rahasia tanpa penutup! Oleh karena cermin
yang tanpa penutup, maka dikatakan melihat rupa diri sendiri, kehendak diri sendiri
dan sebagainya.
Sehingga ketika sedang
menjalankan kewajiban demikian itu, Sang Malaikat ada yang memperlihatkan diri
berujud AKU, atau berujud sesuatu yang Indahnya.
Jangan salah dalam memahaminya :
Jibril yang menampakkan diri seperti AKU itu (Mayangga seta) yang dilakukannya
adalah Menuntun. Kata tanpa penghalang itu dibahasakan MENYATUNYA HAMBA DAN
TUHAN, di Wedarann Wiri Jilid I disebut : Iya karsaku, iya karsane Allah (Iya
kehendakku, iya kehendak Allah).
Kembali tentang rasa mutlak (Inti
Rahsa) itulah sebenarnya malaikat-malaikat itu. Yang diperbuatnya sudah menyatu
dengan tugasnya. Tontoh : Bayi yang baru lahir, itu tidak ada yang mengajari
untuk menghisap susu ibu. Akan tetapi bisa mencari puting susu ibunya! Akar
tumbuhan itu tidak mempunyai mata, akan tetapi bisa mencari makanan, dan
MELIHAT atau mengerti! Anak kucing yang baru lahir, itu bisa tahu jika menabrak
sesuatu akan mengetahui cara bersikapnya. Dan masih banyak lagi ontoh-contoh
yang meyakinkan tentang adanya RAHSA asal azali. Naluri-naluri tersebut, untuk
bisa berfungsi, karena tiap diri manusia itu ketempatan Malaikat yang masing-masing Malaikat itu mempunyai
tugas sendiri-sendiri dan tidak SALING BERCAMPUR untuk saling berebut.
Sekarang sudah
jelas dan nyata, jika manusisa itu disebut hanya sebatas menjalankan kewwajiban
hidup, yang untuk bisa makan dan tidur, senang dan tidak senang dan sebagainya,
sudah ada YANG MENGENDALIKAN.
5.1.3. Contoh yang mudah-mudah
saja, sebagai berikut : Ketentraman Rumah Tangga itu jika suami istri sama-sama
patuh atas kodrat perbuatannya. Maksudnya : Perut lapar itu menyebabkan sakit
hati. Agar menjadi senang, tentunya harus berusaha, bagaimana caranya agar
mendapatkan makanan! Dan sekarang sebaliknya : Jika Syaitannya mengajak
mencuri, apakah itu bisa menyebabkan ketenteraman? Apakah itu suatu tindakan
mengikuti atas tindakan Malaikat? Sedangkan yang menyebabkan mencuri itu : Hati
yang jahat! Apakah senang jika
mendapatkan sesuatu dari hasil mencuri, itu bermakna naik ke syurga? Jawabannya
: Olehkarena Malaikat itu MUSUH syaitan, sehingga perbuatannya tidak bisa
serasi (Sesuai) dan oleh karena kita memiliki Malaikat yang bertugas mencatat
baik/buruk, walau bagaimanapun saja perbuatan jahat, di sembunyikan
bagaimanapun saja, Hati pasti mengetahui. Intinya : Malaikat yang bernama Raqib
tetap mencatat kejahatan kita, walau pun menyebabkan hati senang. Intinya :
Raqib dan “Atid itu sama-sama menerima tindakan kita, yang tidak akan hilang
dari ingatan! Sehingga Hati kita itu tidak akan bisa dibohongi. Karena selalu
dijaga oleh dua Malaikat yang
sewaktu-waktu selalu mengetuk hati. Seperti apakah buktinya bahwa diri kita ini
tidak bisa dibohongi oleh diri kita sendiri? Orang yang bersalah jika bertemu
dengan orang lain awalau pun masih jauh, hatinya pasti bergetar, berdesir.
Penyebabnya tidak lain karena perbuatan jahatnya yang sudah dicatat oleh
Malaikat yang dua itu (Raqib dan “Atid),
saling berbicara dengan hati! Adanya hal yang demikian : Oleh karrena unsur
Mailakt atau Roh Suci itu tidak berkenan
untuk ketempatan kejahatan, sehingga terkena kejahatan sedikit saja maka akan
menanggapinya, jantung menjadi berdegup lebih kencang! Demikian juga ketika
ketika melihat atau berjumpa apa saja
yang bisa menyebabkan rasa senang (Syurga), hati kita kemudian akan SENANG,
karena yang memberi laporan adalah Malaikat Ridwan.
Penalarannya adalah sebagai
berikut : Gerak gerik hati dan gerak raga itu dipengaruhi oleh Rahsa Azali atau
yang disebut juga sebagai MALAIKAT, hal itu dipusatkan di dalam HATI.
BAB. VII. APAKAH MU’JIZAT ITU
Setelah tentang Kiyamat, Akherat,
Syurga dan Naraka sudah di uraikan, untuk selanjutnya akan menguraikan tentang
Mukjizat. Bagi pembahasan di kelompok perguruan, Mukjizat itu dikiranya sebuah
Kelebihan yang mengherankan tentang kesaktian, kedigdayaan dan sebagainya. Hal
itu sebenarnya salah. Salah dalam memahaminya, maka Mukjizat bagi setiap
perguruan itu mempunyainya. Sedangkan penjelasan yang berdasarkan dalil,
Khadits, Ijmak dan Qiyas, bahwa semeua makhluk itu diberi mukjizat oleh Tuhan.
Yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah tentang makna pokok tentang
mukjizat. MUKJIZAT itu adalah
PERTOLONGAN TUHAN Yang Maha Kuasa.
Oleh karena ujud dpertolongan,
maka setiap orang atau makhluk lainnya pasti mendapatkannya. Petunjuk Tuhan di
dalam Dalil Qur’an I ayat 106 surat Al-Baqarah :
Mu’jizat apa-apa yang sudah Kami
rubah dan dilupakannya, kami ganti dengan yang lebih baik dan yang sejenis.
Apakah kalian tidak mengetahui bahwa Tuhan itu Maha Kuasa terhadap apa saja?
Menurut pendapat Bratakesawa,
Mujizat itu adalah sebuah KELEBIHAN yang terbagi menjadi 4 tingkatan, yaitu :
1. Mu’jizat Nabi. 2. Karamah Wali, 3. Ma’unah Mukmin, 4. Istijrat bagi Kafir,
yang kemudian dengan ulasan sebagai berikut :
“Kelebihan empat tingkatan itu
bagi yang meliahatnya itu tidak ada bedanya, karena sama-sama terlihat
mengherankan. Sedangkan untuk membedakan manusisa yang mendapatkannya itu tidak
mudah. Bisa saja Kafir dikiranya seorang Wali, atau sebaliknya. Yang bisa
membedakannya itu hanya diri sendiri, asal tidak terpenjara oleh sakit yagn
disebut Fanatik! Sedangkan cara memlihnya adalah sebagai berikut :
I. Mu’Jizat dan Karamah itu yang
mendapatkannya itu tidak merasakannya jika mempunyai mukjizat. Sehingga
keluarnya Mukjizat dan keramat itu pasti tidak dengan cara menggunakan niyat.
Serta hanya berhubungan dengan Syiar ajaran Agama.
II. Ma’unah itu juga yang
memilikinya tidak merasa memiliki. Sehingga keluarnya Ma’unah itu juga tidak dengan disengaja atau diniyati,
hanya “Tiba-tiba” ketika yang meilikinya itu sedang menemui masalah berat,
III. Jika yang memilikinya itu
meraksa memiliki kelebihan serta menggunakan kelebihan itu dengan cara
menggunakan niyat, itu disebut kelebihan yang berasal dari perintah Nafsu (21),
dan jika ketika mendapatkan kelebihan itu dengan cara diusahakannya, maka itu
adalah perintah syaitan. (21.6). Oleh karena Tuhan Maha Murah, maka permintaan
dengan cara apa pun akan dikabulkannya.
Kelebihan yang seperti itulah yang disebut dengan Istijrat.”
Demikian cuplikan dari
Bratakesawa. Dalam saya mengiyaskan tentang Mukjizat tersebut di Nomor I, II
dan III di atas, contoh ceritanya adalah sebagai berikut :
6.1.1.
I. Bagi yang menyebarkan ajaran
Agama Kristen, Islam, Budha dan sebagainya, itu atas kehendak Yang Maha Kuasa
akan diberi sebuah kelebihan. Contohnya adalah Nabi Isa, as. Ketika itu
mendapatkan kelebihan BISA MENGHIDUPKAN ORANG MATI, menyembuhkan orang Buta,
yang orang lain itu tidak bisa melakukannya. Nabi Musa as. Ketika berhadapan
dengan raja Fir’aun bisa memperlihatkan tangannya bagaikan kilat atau bersinar
bagaikan cahaya listrik! Serta yang sangat mengagumkan, tongkatnya bisa berubah
menjadi Seekor Naga besar.
Demikian juga Nabi Muhammad saw. kelebihan
menurut yang dipahami oleh umum : Bisa menggelar Qur’an ke seluruh dunia, hal
itu menurut pendapat saya itu “hanya dibesar-besarkan saja” atau bukan sebuah
Mu’jizat, hanya hal biasa saja. Sedangkan Mukjizat Nabi Muhammad ketika itu :
Tangannya (ke lima jari tangannya) bisa menjadi bagaikan pancuran dari sumber
air, yang bisa diminum dan sebagainya.
Hal itu bagi para Nabi yang
menyiarkan Agama Tuhan (Kitab dari Allah). Sedangkan bagi pandangan Umum,
jarang adanya atau sudah bukan jamannya.
Akan tetapi seingat saya, beliau Para Nabi itu, ketika mendapatkan Mu’jizat
adalah bersamaan dengan datangnya masalah besar. Sehingga menurup pendapat saya
: Itu semua adalah pertolongan Tuhan, untuk menyelamatkan rasul-Nya, tidak
berbeda dengan Nabi Ibrahim, di bakar di api besar, yang menyala besar, namun
tidak berpengaruh apa-apa. Dan juga Nabi Yunus, ditelan ikan besar hingga
beberapa bulan TIDAK BERPENGARUH APA-APA! Contoh-contoh Nabi yang lainnya masih
banyak lagi dan akal/pikiran tidak akan sanggup untuk menelaahnya, karena
adanya hal itu adalah sudah menjadi kehendak Tuhan.
Percaya atau tidak, itu juga ada
contohnya lagi untuk orang biasa, yaitu : Seorang Penyebar Ilmu Tuhan di
ejek-ejek dan dihina hingga sampai mengatakan tentang “Ayah/Ibunya” beserta
keturunannya, yang dikatakan berasal dari hewan. Tiba-tiba atas kehendak Tuhan,
yang mengolok-oloknya kemudian sakit agak lama, kemudian meninggal dunia. Jelas
itu adalah sebuah pertolongan bagi orang yang menyebarkan Ilmu Ketuhanan, tidak
lain itu dikarenakan hatinya sudah suci, berserah diriyang intinya : Kehendaku
ya kehendak-MU. Demikian juga para Wali-Wali di Tanah Jawa pada jaman dhulu.
II. Bagi para Mukmin, yang
berarti ahli i,u (pengetahuan), itu juga datangnya apertolongan adalah ketika
mengalami bencana besar. Umpamanya : Sedang enak-enaknya berjalan di jalan
besar, tiba-tiba ketabrak sepeda motor, dan yang mengherankan justru sepeda
motornya yang terlontar hingga sejauh 10 meter, sedangkan yang tertabrak tidak
merasa apa-apa. Akan tetapi orang lain banyak yang melihatnya bahwa dia itu di
tabrak oleh sepeda motor.
Ketika rame-ramenya Belanda
menyerang Kota Pasuruan, ada salah satu orang yang dituduh sebagai mata-mata
Republik, kemudian dibawa ke markas IVG. Sesampainya di sana kemudian dipukuli
menggunakan popor senjata. Akan tetapi laras senjata itu tidak bisa melukainya,
dan justru tentara Belanda yang memegang senapan itu merasa berat sekali dan
merasa senapannya ada yang menariknya.
Di Kebon Candi Pasuruan, ada
sepeda motor maenabrak orang, akan tetapi yang di tabrak tidak luka sama
sekali, setelahya justru motor itu yang masuk jurang. Keterangannya, ketika
terjadi tabrakan, si Sopir merasa seolah motornya selip, kemudian motor
melayang melompati kepala orang yang akan tertabrak....
Demikianlah adanaya serta bukti
yang pengarang lihat sendiri. Jika dipikir tidak akan terjangkau, aka tetapi
semua itu sudah menajdi kehendak Tuhan. Tidak seperti orang yang mempunyai
kelebihan karena didapat dari bawah pohon beringin (menyepi). Pada keterangan
di nomor III tenetang Istijrat para Kafir atau kelebihan yang diperoleh dengan
cara berusaha itu, hampir di semua negara itu ada – yang banyak dikenal dengan
sebutan Zwarte Magie!
Di atas pengarang sudah
menyampaikan pendapatnya bahwa Mu’jizat
atau pertolongan Tuhan itu, tiap manusia mendapatkannya dan sudah diketahui
perbedaannya, Jika yang memperoleh mu’jizat itu merasa MEMPUNYAI KELEBIHAN, itu
jelas bersahabat dengan mahluk halus (Perewangan), dan sebaliknya bagi manusia
biasa dan yang lebih tinggi bagi para Wali atau Mukin, itu justru merasa tidak
mendapatkan Mu;jizat. Artinya : Datangnya pertolonga-pertolongan itu karena
berasal dari Tuhan. Oleh karena itu bersifat pertolongan, maka menurut
pengamatan saya, hampir semua makhluk Tuhan itu DKIKUASAI OLEH MAHA PENGASIHNYA
TUHAN, sehingga masingpmasing makhluk itu mendapatkan Mu’jizat sendiri-sendiri.
Contohnya adalah bagi hewan dan sebagainya.
6.1.2.
aa. Ular di padang pasir itu jika
dikejar maka tidak kesulitan untuk mencari lobang perlindungan. Akan tetapi
karena Maha Adil Tuhan, ular itu itu bisa menyelusup ke dalam pasir (berenang
di dalam pasir). Sedangkan manusia itu belum ada yang bisa berenang di dalam
pasir. Agar bisanya maka menggunakan alat.
bb. Ulat yang membengkokan
dirinya untuk berjalan itu jika didekati itu tidak mudah untuk dilihat, karena
bentuknya mirip ranting pohon.
cc. Bayi yang masih suci itu,
walau penguni rumah sedang tertidur semua jika ada pencuri (orang jaahat, hewan
buas dan sebagainya) maka akan terbangun dan menangis dengan keras. Yang
akibatnya, orang penghuni rumah akan terbangun, dan pencurinya akan melarikan
diri.
Demikian pendapat saya, jika
dikembalikan kepada isi dari Dalil di atas, Ketika Tuhan memberikan Mu’jizat
itu tidak akan sama, bati tiap-tiap manusia atau makhluk yang dipilihnya! Serta
Mu’jizat yang seperti apa, kita ini itu tidak akan mengetahuinya, karena untuk
bisa mnegetahuinya itu jisa sudah berjalan atau terbukti kejadiannya. Jika
paham ini dikira hanya kebetulan saja, maka itu lain pembicaraan, karena yang
dicontohkan di atas itu adalah Ke-Agungan Tuhan bagi hamba-Nya. Artinya, Jika para
Hamba-Nya tidak mengakuinya, itu sudah seharusnya! Karena jika itu diakuinya,
biasanya akan digunakan untuk kesewang-wewnangan, atau justru untuk mencari
musuh.
Bagi para pencari Ilmu Ketuhanan,
jika sudah mencapai Tingaktan Hakekat, kadang-kadang orang itu sering bisa
melihat “Apa-apa” memiliki penglihatan dan perasaan Gaib. Jika hal itu
diakuinya, maka akan dikatakan itu bukan Ilmu Ketuhanan. Karena di tingkatan
ini, rahasia penglihatan mata sudah terbuka! Olehkarena sudah terbuka,
kadang-kadang memperoleh salah satu dari Sifat Tuhan! Itu bukan termasuk
Mu’jizat. Akan tetapi bagi orang yang sudah terbuka penglihatan mata Gaibnya
itu bertemu dengan amsalah berat, saya sangat percaya : PERTOLONGAN Tuhan,
walau pun tidak dimohon, tidak disangka-sangka, pasti akan datang dengan
sendirinya.
BAB. VIII. MI’RAJ DAN ISRA’
(Seperti apakah buktinya?)
Qur’an Surat Al-An’aam Jus VII,
surat ke 6 ayat 94 :
Dan sesungguhknya kamu datang
kepada kami sendiri-sendiri, sebagaimana kamu kami ciptakan pada mulanya, dan
kamu akan meninggalkan apa-apa yang sudah kami berikan di punggungmu. Dan
perkataan kataan kami kepada kamu : “Kami sudah tidak menganggap
berhala-berhala yang sudah menolongmu
dan yang sudah kamu anggap bahwa itu adalah sekutu Tuhan. Sesungguhnya
di antara kamu dan yang sudah kamu anggap bahwa itu sekutu Tuhan. Sesungguhnya
di antara kamu dan dia sudah tidak ada hubungan apa-apa”.
Bahasa Arabnya kurang lebih sebagai berikut :
Walaqad Ji’tumuna furada kama
khalaqnakum awwala marratin wataratum ma khawealnakum.
Wara’a dhuhurikum wama narama’
akum syufa akumu addzinna za’amtum anuahum fikum syurakawualaqad taqath tha’a
balnakum wadlalla’ankum ma’kuntumtazumuna.
ooOOoo
BISMILLAHI rakhmaa nirrakhiimi,
yang tafsirnya kurang lebih Atas Asam Tuhan (24) : Pengarang akan menguraiakan
makna kata Mi’raj dan Isra’ yang sudah menjadi pemahaman umum, yang tidak
berbeda dengan kata Kiyamat, akherat dan sejenisnya! Mi’raj itu ada yang
memaknai terbangnya Roh, bahkan badan dan rohnya terbang bersama, memasuki
angkasa menembus langit tingkat ke tujuh dan sebagainya. Ada juga yang memaknai
: Sebuah peristiwa seperti kisah Wayang Purwa Kresna Gugah, ada juga golongan
lain yang memaknai sama dengan kisah Dewa Ruci, yang kesemuanya itu mengandung
arti “TERBANG”! Sedangkan kata “Isra” ada yang memaknai bermimpi, ada juga yang
memaknai Berjalan malam hari dan sebagainya, semua itu mengandung arti “Melhat
Gaib”, artinya melihat bukan menggunakan penglihatan mata!
Oleh karena hal itu adalah hal
yang rumit, sehingga dalam menelaah selian menggunakan akal/pikiran Budi, yang
terpenting adalah menggunakan rasa! Sehingga selain menggunakan dalil sendiri
(Qur’an), juga berdasar pendapat para Sarjana. Tidak lupa, pengarang juga
menggunakan dasar keterangan tentang makna Mi’raj dari Almarhum R. Ng.
Ronggawarsita. Oleh karena ini masalah Ilmu Hakekat Ketuhanan, selain PENDAPAT
pengarang sendiri, yang akan mencapur semua pendapat-pendapat itu tadi!.
Kata “Mi’raj” yang hanya melihat
Gaib, itu kadang bisa menjadi pedoman keyakinan salah satu Ulama. Jika sudah
melihat Gaib, maka berani mengaku sudah Mi’raj. Bahya yang sangat bahaya, jika
membahas tentan Mi’raj itu jika yang diajak bicara BUKAN AHLI Thariqat, naik
lagi bagi Ahli Hakekat. Karena semua keterangannya nantinya tidak akan bisa
diketemukan jika hanya DIBICARAKAN saja. Demikian juga yang dipahami oleh umum
yang berdasar keyakinan yang sudah merasuk ke dalam sumsum dan tulang
beratus-atus tahun, contohnya : Nabi Muhammad sudah bisa menembus planet lapis
tujuh dan sebagainya .......... Hal itu, pengarang tidak menyalahkan, karena
sudah menurut GARIS HIDUPNYA SENDIRI-SENDIRI.
Setelah tuntas penjelasan tentang
Mi’raj Nabi ini, saya percaya bahwa Indah dan mengehrankannya “Yang diangan-angankan” itu tidak seperti
jiga Kasmaran menjadi Pandhita!
Ketika peringatan Mi’raj Nabi
Muhammad s.a.w. di Lapangan Ikada jakarta ketika Tahun 1952. Prof. Dr.
Hasairin, membicarakan tentang Mi’raj dan Isra’ (yang tidak terjawab), sebagai
berikut :
7.1.1.
(1). a. Apakah makna Mi’raj dan
Isra’?
b. Praduga tentang adanya Paham
salah tafsir mengenai maksud dari Mi’raj dan Isra’!
(2). a. Bagaimanakah cara-cara
agar bisa Mi’raj?
b. Berapa waktu yang dibutuhkan
untuk Mi’raj, yang pertama oleh Malaikat-Malaikat, yang kedua oleh Roh setelah
dibangkitkan, yang ketika oleh salah satu yang Istimewa, yang keempat, oleh
Nabi Muhammad, saw.!!!
(3). a. Sikap yang sama (tentang
Mi’raj) antara Nabu Muhammad dan Nabi Musa as.
b. Yang terpikir oleh kita :
Apakah memang benar bahwa Muhammad dan Musa itu bisa MELIHAT Dzat Tuhan, yaitu
: Allah dengan cara langsung!?
(4). a. Apakah itu Pohon
Sadratulmuntaha itu, dan apakah yang menutupinya?
b. Apakah yang sebenarnya yang
dilihat oleh Nabi Muhammad s.a.w. di dekat Janna’t ul ma’wa?
Cerita Arab, dari Keluarga
Wongsataruna, sebagai berikut :
.... Shalat dua rakaat.
Diantara gunung sarfah dan
Marwah, setelahnya, Malaikat Jibril datang, dengan memberi uluk salam!
Kemudian Ki Pujangga
Ronggawarsita menyatakan, bahwa Mi’raj itu adalah MEMULIAKAN atau MENGAGUNGKAN
DZAT ALLAH!
7.1.2.
(1). Seorang Mahasiswa Islam
pernah mengadakan ceramah (dialog umum) tentang Mi’raj, sebagai berikut :
Para pendengar, di dunia ini
hanya beliau Nabi Muhammad saja yang diperkenankan Mi’raj. Apakah artinya
Mi’raj? Miraj itu naik menuju ke langit beserta raganya, dengan menaiki tangga
naik menuju langit tingkat ke tujuh!
Yang dimaksud langit itu adalah :
Planet tujuh, Mars, Yupiter, Saturnus dan lainnya lagi.
Sebelum Mi’raj, Nabi Muhammad
didatangi Malaikat Jibril, yang kemudian membuka (mengoperasi) dadanya Nabi,
serta mengambil (mengeluarkan) hatinya untuk dicuci di sumur Zamzam!.
Yang lebih mengherankan, ketika
naik menuju ke planet, jika manusia di jaman sekarang itu tidak akan bisa. Akan
tetapi Nabi Muhammad pulang pergi hanya semalam saja. Padahal jika dihitung,
berapa milyard kilo meter jauhnya dari bumi menuju ke planet Mars, dari Planet
Mars menuju Saturnus.... dan seterusnya! Dengan cara begitulah Nabi Muhammad
kemudian melihat Allah secara langsung!........ dan seterusnsya.
Deikianlah isi pidato dari
Mahasiswa tersebut, seperti itulah tingginya dalam menggabarkannya, dalam
mengagungkan peringatan Mi’raj Nabi Muhammad saw. Inti pidato itu untuk
menggambarkan Keagungan Allah dan Muhammad, sedangkan yang di sayangkan adalah
semua inti uraiannya tidak masuk akal!
Ada lagi seorang Ulama Islam yang
mengajarkan, kurang lebihnya sebagai berikut :
7.1.3. Hingga jaman sekarang para
Ulama Islam mempunyai dua pendapat tentang; yang pertama : Mayakini paham bahwa
Mi’raj itu adalah “Naik” bersama antara jiwa dan raganya. Yang ke dua :
Meyakini pemahaman bahwa Mi’raj itu, hanya ROH-nya saja yang naik ke langit,
menghadap kepada Tuhan! Selanjutnya Ulama tersebut meyakinkan bahwa hanya Tuhan
sendiri yang bisa melakukan hal seperti itu, karena : Memutar Bumi, Matahari
dan Rembulan yang besarnya berjuta kali lipat
dibanding dengan manusia itu pun ternyata bisa. Apalagi hanya menaikan
Nabi Muhammad.
Di bawah ini cuplikan yang
disampaikan oleh Prof. Hazairin (yang
sudah dibukukan) :
7.1.4. Mi’raj itu bermakna naik.
Bagi manusia itu adalah KEMAMPUAN ROH naik ke tingkatan, melepaskan diri dari
semua peralatannya 9Pancaindranya) : Bisa berkemampuan mengetahui segala
keadaan yang gaib, yang oleh Pancaindra atau alat untuk Ijtihad pikiran pada
umunya tidak akan bisa dialaminya atau
mengetahuinya.
Sedangkan Isra’ itu maknanya : Perjalanan
malam hari. Bagi Nabi Muhammad saw. adalah sebuah peristiwa yang disebut di
dalam Al-Qur’an surat 17 ayat 1. Di situ Isra’ dan Mi’raj ditetapkan maknanya.
Qur’an XV surat Isra’ ayat 1. Tafsirnya sebagai berikut : Maha Suci Allah yang
menjalankan Mi’raj kepada hambanya di waktu malam dari Masjid Makkah menuju
tempat yang jauh, Baitul Makdis .. dst..... dst.
Pahan yang meyakini bahwa Isra
dan Mi’raj Nabi Muhammad itu tidak hanya Roh-nya saja, namun juga bersamaan dengan
raganya, itu tidak bisa diterima nalar, berlawanan dengan Hukum Alam, yaitu
Sunnah Tuhan sendiri yang termuat di dalam Qur’an surat 17 ayat 60 yang
tafsirnya sebagai berikut : Ingatlah ketika kami berkata kepadamu :
Sesungguhnya Allah-mu itu menguasai seluruh ummat manusia, kami tidak membuat
mimpi yang kami perlihatkan kepada kamu, selain hanya untuk menguji manusia.
Di sini asli dari Isra’/Mi’raj
kemudian disamakan dan disebut dengan Ru’ya, selaras dengan tujuan Isra’ yang
tersebut di ayat suci ayat 1 yaitu : Linnuriyahaminayatina yang tafsirnya
MEMPERLIHATKAN (Membuktikan) atas tanda-tanda Keagungannya, sedangkan Bahasa
Arab Raa’ itu bermakna Melihat menggunakan Roh. Setidak-tidaknya tidak
menggunakan mata, umpamanya seperti yang tersebut di Surat 1-Fil – alam tara kaifa fa’ala
rabhuka biasha b’ilfiil – lebih jelasnya lagi di surat Al-Takatsur. Melihat
dengan menggunakan mata apa adanya di
dalam Qur’an disebut “nazara” contoh di surat 2 ayat 55 : wa antum tanzurun.
Jangan disangka bahwa Mi’raj yang
sudah tersebut seperti diuraian di atas itu bisa digapai dengan cara berlatih,
seperti yang dilakukan ahli sulap yang bisa menghilang karena latihan. Karena
di surat 70 ayat 3 disebutkan, bahwa Allah itu Julma’arij, yang tafsirnya hanya
Allah sendiri yang kuasa meberi anugerah Mi’raj kepada manusia! Dan selanjutnya
di dalam Al-Qur’an menyebutkan warna dari Mi’raj yang lain lagi, yaitu yang
menyebutkan di dalam surat 70 juga, di ayat ke 4 dijelaskan bahwa Malaikat dan
Roh (Roh suci) atau Jibril) dan Roh manusia setelah dibangkitkan, membutuhkan
waktu 50 ribuan tahun lamanya jika jika akan sampai di hadapan Tuhan. Sedangkan
menurut Surat 32 ayat 5 satu-satunya masalah yang masuk akal itu membutuhkan
waktu 1000 tahun bila akan naik menuju ke Hadapan Tuhan. Akan tetapi Mi’raj
Nabi Muhammad saw. itu hanya dilakukan di dalam waktu tidur saja
......................!
Kemudian Hazairin menjelaskan di
dalam bukunya sebagai berikut : Jika diterima dengan benar menurut Buku Toret
(Deuteronium) surat 18 yat 15 dan 18, sudah menjadi perjanjian (disamakan)
bahwa setelahnya Nabi Musa akan didatangkan lagi seorang Rasul yang mirip
dengan Musa dan dari pihak saudara Musa. Sedangkan Nabi Muhammad dari keturunan
Ismail saudara Iskak, diberi anugerah bisa Mi’raj, sudah semestinya jika Musa
ketika dahulunya juga mendapat anugerah bisa Mi’raj. Apakah sebabnya, bahwa apa
yang disebutkan di dalam TORET surat 5 selaras dengan yang disebutkan di dalam
Qur’an surat 7 ayat 142 – 147, namun yang membedakannya bahwa di dalam Qur’an
itu, Musa diceritakan Jatuh Pingsan, yaitu ketika akan melihat kenyataan Tuhan,
yaitu ketika melihat Gunung (Lihat
Wedaran Wirid Jilid I tentang Samadhi).
Sangat jelas bahwa Pingsan bagi
Nabi Musa menunjukkan tingkatan ketika
akan Mi’raj, sedangkan Nabi Muhammad tangga atau tingkatannya Mi’raj dalam
bentuk tidur. Menegenai peristiwa yang dialami Nabi Musa di dalam Toret
disebutkan, bahwa ketika itu Gunung itu menyala besar dan dari tempat itu
terdengar Kaliamt Tuhan, sedangkan yang terlihat hanyalah api yang menyala
berkobar-kobar itu tadi. Dari dalam api yang berkobar itu (25) kemudian keluar
Syariat bagi Bani Israil, yaitu yang 10 macam (de Tien Geboden Gods). Demikian
juga ketika Nabi Muhammad ketika Mi’raj tidak melihat Tuhan (26) kecuali hanya
Ke-Agungan-Nya dan Kalimat-Nya, yang merupakan syariat-syariat selaras dengan
Surat 17 di dalam Qur’an.
Di antara yang terlihat oleh Nabi
Muhammad itu, ada yang sangat gaib bagi pikiran kita, yang tersebut di dalam
Surat An-Najm, yaitu melihat sesuatu yang menutupi membungkus sesuatu yang disebut Sidrat’ulmuntaha (27).
Serta Sidat’ulmuntaha itu dekat dengan Jannat’ulma’wa (Syurga). Sedangkan yang
dimaksudkan tentang Jannah itu menurut keyakinan saya (Hazairin), yaitu Syurga, tempatnya kemuliaan
di akherat (28), sedangkan Sidrah itu bagi pandangan umum dimaknai Pohon : Dana
kata “Kalimat” itu hanya disebut sekali saja di dalam Qur’an, sehingga dengan
demikian tidak bisa dicari penelaahnya yang lainnya lagi apa yang dimaksudkan
untuk membandingkannya antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya. Di dalam
Bahasa Arab ada kata Sadara, yang artinya pecah, barangkali saja, oleh karena
saya bukan ahli Bahasa Arab, sehingga kata Sidara atau Sirat’ul itu, saya
hubungkan dengan sadara – dan mencoba untuk memaknainya bahwa kaliamt
Sidrat’ulmuntaha itu, seolah-olah bermakna : Ketika Nabi Muhammad telah sampai
di tempat yang sangat jauh yang dekat dengan Syurga itu, tiba-tiba melihat
sebuah pecahan bagaikan sebuah penghalang (hijab) yang sangat halus yang
membuka ke kanan dan ke kiri (29), sehingga tempat yang terlihat dari ketika
penghalang sedikit terbuka, telihat bagaikan sebuah pohon, dan di situ Nabi
Muhammad bisa melihat Keagungan Tuhan, bagai seorang yang mengintip keadaan
langit dari dari lubang atap rumah, bisa melihat pancaran Rembulan dan
bekelipnya bintang-bintang. Yaitu hanya cahayanya saja, sedangkan Rembulannya
sendiri tidak bisa terlihat.
Yang demikian itu bisa juga diselaraskan
dengan isi dari Surat 7 ayat 46 dan surat 57 ayat 13, yang menyebutkan : wa ba
inahuma hijab (dan) faduriba bainahum bisurin lahubab : Yaitu antara syurga dan
naraka itu ada penghalang (penutup hijab) (20) yang memisahkannya atau sebuah
tembok yang ada pintu belakangnya (pintu penghubung) (31).
Meskipun demikian kepda Muhammad
sudah diberi Anugerah bisa melihat tentang keadaan syurga dan naraka, yang
artinya sudah di beri anugerah sebuah ilmu yang sangat sempurna untuk
membedakan antara yang baik dan buruk.
Jika Sidrah itu bisa diartikan
sebagai belahan, pecahan, bagian : untuk selanjutnya Sidrat’ulmuntaha bisa
dimaknai Naraka (32), yang memang berujud kawah yang ada apinya (33), menyala
dan berkobar besar, luas dan dalam. Pada surat 7 ayat 41 dijelaskan, bahwa
Jahanam (naraka) itu ada tutupnya : Lahum min jahanamma mihadun wa min faukihim
ghawasyin. Jika dihubungkan dengan surat 53 ayat 53, maka menjadi jelas apa
yang dimaksudkan dari kata Idz yaghsya sidrata ma yagsya, yang artinya : Ketika
naraka ditutup oleh penutupnya.
Walau pun bagaimana pun
juga, apa yang dilihatnya oleh Muhammad
sudah dijawab oleh Al-Qur’an sendiri, dan Muhammad sebenarnya sudah mendapatkan
Ilmu rahasia yang sangat sempurna, yang bisa dicapai oleh makhluk, yaitu
“Melihat” Dzat Tuhan Yang Maha Agung dengan menggunakan Pancaindranya (34),
yang berupa Ayat Yang Agung : Wa lakad raahu nazlatan uchra. Lakad raa min
ayati rabbihi’lkubra.
Demikian lah inti penelitian
Prof. Hazairin tentang Mi’raj. Apakah hal itu menurut Ilmu Hakekat adalah benar
atau kah tidak, akan pengarang kupas menurut pemahaman pengarang sendiri dan
tidak meninggalkan makna Dalil – Khadits –Ijmak – Qiyas – dengan harapan jangan
sampai penelusuran tentang Mi’raj ini menjadi salah, yang bisa semakin membuat
buta pikiran! Nomor-nomor yang diberi kurung itu nantinya sebagai pembanding
makna lahir dan batin. Terlebih dahulu akan pengarang sampaikan contoh-contoh
dari pendapat yang kurang paham, sebagai berikut :
7.2.1. Di Daerah Malang Selatan
ada seorang anak muda yang mesuk ke salah satu perguruan ilmu kebatinan.
Bercerita kepada pengarang sebagai berikut : Pada suatu ahri, oleh guru saya
ddiperintah bersamadhi, sikapku dengan duduk bersila di tengah sawah yang
berhawa dingin dan menyegarkan! Setelah beberapa lamanya saya merasa
layap-layap antara tidur dan jaga, tiba tiba ada desiran, tidak tidur, tidak
bermimpi, karena masih merasa dingin, tiba-tiba saya merasa melayang ke angkasa
hingga sangat tinggi sekali. Saya heran, menurut “perasaanku” keadaan di kanan
kiri sangat indahnya, sebuah taman, kolam, bebungaan, terang tidak terang,
gelap tidak gelap, tidak seperti sore hari ..... seolah mengandung suasana
seperti ternggelamnya matahari, sangat menyenangkan hati. Yang mengherankan
itu, bahwa dedaunan dan bunga-bunga dan yang lainnya itu bisa berubah warna,
bermekaran sendiri hingga menurut perasaanku tidak sampai satu detik seolah
sudah berada di tengah taman, Kemudian saya melihat ke kanan dan ke kiri,
kemudian ada suara : “Lihatlah di bawah itu” Menurtku bumi ini yang kita injak
ini hanya sebesar bola. Sekarang saya mohon penjelasan, apakah keadaan saya
yang seperti itu yang disebut Mi’raj seperti Nabi Muhammad?
Jawaban Pengarang hanya “Entah”
tentunya hal itu sama dengan bermimpi!” Yang akan diulas itu adalah hal
“Perasaan”, bahwa bumi seolah-olah hanya sebesar bola dan hanya terjadi
beberapa meneit saja dalam keadaan antara tidur dan jaga. Jika dikira bermimpi,
bukan bermimpi. Dikatakan tidak bermimpi, akan tetapi demikian perasaannya!
Cbalah dipikir, berapa juta kilometer jika manusia bisa melihat bumi hanya
sebesar bola? Jika demikian kejadian penglihatan seperti itu maka dengan
kecepatan beberapa ribu Kilometer, dalam tiap jamnya? Jika hal itu dijalani
oleh raga kita, berapa puluh tahun untuk bisa melihat Bumi hanya sebesar bola?
Demikianlah pertanyaan-pertanyaan itu akan muncul. Jika dipikir maka tidak
masuk akal.
Mengulas naskah milik Hazairin
tentang Mi’raj yang dijalankan oleh Nabi Muhammad dengan Nabi Musa as. Apakah
itu masuk akal? Api yang menyala besar mengapa bersuara? Serta hanya tidur saja
mengapa bisa naik ke langit? Terlebih dahulu akan diulas tentang Gunung yang
terbakar, yang dialami oleh Nabi Musa as. Menurut pendapat saya : Kita harus
mengetahui terlebih dahulu makna dari Mi’raj, Ru’yah, bermimpi! Mi’raj itu,
maksudndya adalah Naik, oleh kerena naik itu dilakukan oleh Roh, maka
hubungannya adalah dengan Ru’yah – yang artinya melihat sesuatu-sesuatu yang
gaib dengan cara menaiki itu tadi dengan cara tingkatakan seolah bermimpi.
Sehingga Ru’yah itu selama Mi’raj – Mi’raj itu tentulah dengan cara Ru’yah
(penglihatan batin)! Oleh karena masih belihat apa-apa, walau pun hal gaib
sekali pun, ternyata itu bukan tingkatan Ma’rifat, masih berada di Tingkatan
Hakekat.
Ronggawarsito menyebtukan, bahwa
Mi’raj itu Mengagungkan Dzat’ullah, hal itu benar adanya, karena dalam keadaan
Mi;raj itu melihat Rahasia dunia sebagai tanda saksi Keagungan Tuhan!
Apakah benar Nabi Musa melihat
Gunung yang menyala ketika Mi’raj? Jawabannya adalah sebagai berikut :
TINGKATAN yang disebut Ma’rifat Hakekat, itu bagi para pencari Hakekat sama
saja dengan meleweta lautan bagi Wrekudara ketika akan bertemu Dewaruci.
Melihat terang benderang yang disebut (Padang tarawangan tanpa ada bayangannya)
...... Bagaikan nyara sinar bulan, satu juta menjadi satu, yang intinya menurut
bahawa Hakekat disebut : Nuur – NuurIllahi atau Nuur Muhammad! (25).
Pengibaratan menyatunya Nabi Musa dengan Dzat Tuhan itu harus melalui Nyalanya
api, yaitu MELIHAT ALAM YANG TERANG TANPA BATAS yang disebut SAMODRA! Siapa
saja, tika melihat Agamanya, jika masih
di tingkatan Hakekat --- tentu melihat Nuur yang terang tanpa ada bayangannya
itu tadi! (25).
Demikian juga ketika Nabi
Muhammad Mi'raj, itu sudah terjawab dengan jelas oleh Nabi Muhammad di dalam
Kitab-Kitab Hadits dan sebagainya, bahwa Nabi Muhammad tidak meliaht Dzat
Tuhan, karena yang dilihatnya adalah KEAGUNGAN TUHAN, yang oleh Ronggawarsita
disebut : DZAT TUHAN itu sendiri, artinya : Melihat Dzat’ullah, tidak melihat
ALLAH! Jumlah Dzat’ullah itu ada berjuta-juta, sifatnya dan perbuatannya ttidak
terhitung jumlahnya. Jika kurang bisa memahami, Dzat Allah itu bisa disebut
HAKEKAT ALLAH. Artinya segala cetusan Jasad gaib dan kasar halus, Malaikat,
Nyawa, perasaan dan sebagainya, itu juga Hakekat Allah! Penjabaran-penjabaran
selanjutnya tentang Mi’raj yang dilakukan Nabi Muhammad, sebagai berikut :
Oleh karena Nabi Muhammad ketika
melakukan Mi’raj dengan tata cara tidur, hal itu sebenarnya tidak tidur, Hal
itu sama saja dengan para pelaku Pertapa ketika sedang Shalat Ma’rifat (Radya
Yoga, Samadhi). Pada intinya : Bersamadhi atau Shalat Ma’rifat itu adalah membangkitkan
menegakkan hidup Roh dengan menggunakan Rasa Jatinya (Lihat Wedaran Wirid Jilid
I). Sehingga karena hidup dari Roh yang bangkit itu masih disertai rasa ingat,
sehingga disebut Mi’raj – artinya bukan Atauchid (menyatu). Oleh karena itu
Nabi Muhammad BISA BERCERITA kepada para sahabat tentagn Mi’rajnya (tentang
ketika mengagungkan Dzatullah – melihat Rahasia Tuhan). Jika demikian, ketika
sedang Mi’raj itu masih di tingkatan Hakekat, artinya masih ada yang menuntun.
Sedangkan yang menuntuk Nabi Muhammad itu adalah Malaikat Jibril. Sudah jelas :
Ketika Nabi Muhammad Mi’raj itu masih dalam keadaan Hakekat. Karena jika hal
itu dimaknai menghadap di hadapan Tuhan, justra malah salah besar! Apakah
sebabnya? Seperti di dalam Dalil surat 6 ayat 94 Surat Al-An-aam : - Menghadapmu
kepada Tuhan itu bagaikan ketika kamu dilahirkan ke dunia pertama kali .....
dan seterusnya (Lihat Wedaran Wirid Jilid I).
Sehingga perbedaannya : i’raj itu
masih memakai sarana dituntun oleh Malaiakt, hati, rasa dan ingatan, sedangkan
Tauchid itu alat apapun juga, seperti ketika baru terlahir. Sehingga yang
berpendapat bahwa Mi;raj yang dilakukan Nabi Muhammad itu beserta raganya, itu
agak mengherankan. Karena Nabi sendiri sudah mengatakan dan disaksikan oleh
Istrinya Siri Aisyah (Hadits) bahwa Nabi Muhammad ketika itu tidur di dekat Aku
(Siti Aisyah).
Mengulan pertanyaan seorang
laki-laki yang melihat Bumi sebesar bola (7.2.1). Penjelasannya adalah sebagai
berikut : MELESATNYA ROH yang masih disertai Rasa ingatan itu disebut di dalam Ddalil,
sama saja dengan 50,000 (limapuluh ribu) tahun kecepatannya – jika diukur
menggunakan ukuran di dunia ini, artinya : Jika ukuran dunia menyebutnya 50.000
tahun itu adalah benar-benar 50.000. menurut Ukuran Ketuhanan, 50.000 itu hanya
diibaratkan satu detik saja! Keadaan itu sama saja dengan untuk bisa terlaksana
jika dengan cara Ru’yah (penglihatan batin dengan cara seolah bermimpi)!
Contohnya adalah sebagai berikut :
7.2.2. Dari Surabaya ke Barat
menuju Jakarta jauhnya itu sekitar 1.000 Km, jika pulang pergi menjadi 2.000
Km. Itu jika dijalani jalan kaki bisa
hingga 30 hari baru bisa kembali ke Surabaya. Namun jika kita melakukan
perjalanan itu dalam keadaan bermimpi, yaitu Ru’yah, hanya membutuhkan waktu
tidak samapi satu menit.
Menurut Tuhan di dalam Al-Qur’an
surat 32 ayat 5 As-Sajdah dan Qur’an XXIX surat 70 ayat 4 surat Al-Ma’arij,
sebagai berikut :
1. Para Malaikat kemudian naik
bersama-sama dengan Roh dalam satu hari, yang lamanya sama dengan 50.000 tahun
(Surat 70 ayat 4).
2. Dia itu menata semua urusan
dari langit hingga ke bumi, kemudian naik ke Hadapan-Nya di hari Kiyamat.
Sehari di waktu itu rasanya seperti 1.000 tahun, menurut hitungan di waktu
sekarang (Surat 22, ayat 5).
Dalil di atas menjelaskan bahwa
para Malaikat naik bersama-sama dengan Roh (35). Kita tidak ragu lagi yang
dimaksudkan itu Melesatnya TOH YANG HIDUP YANG DISERTAI RASAJATI (Sara ingatan), yang kecepatan dalam
seharinya sama dengan 50.000 bagi hitungan alam nyata. Maksunya adalah satu
hari dalam hitungan Waktu Tuhan! Hal itu mengandung maksud bahwa Mebayangkan
Tuhan itu tidak ada batasnya, penglihatan itu bersifat tanpa penghalang,
Keceptan penglihatan itu tidak terhitung kecepatannya dan sebagainya, intinya :
Tidak bisa dijadikan contoh dengan mesin hitung dan sebagainya, yang dibuat
oleh manusia! Jika dipahami menggunakan pemahaman kita sendiri : Berjalannya
SWAPNA atau mimpi itu kecepatannya tidak bisa dihitung!.
Menurut Hazairin, Mi’raj itu
tidak bisa di digapai oleh manusia. Apakah Nabi Muhammad itu bukan manusia? Di
depan sudah disampaikan, Mi’raj itu pakaian Ru’yah, sedangkan yang bisa
hanyalah manusia yang sudah SUCI (Ma’rifat Islam) seperti yang dilambangkan
dalam kisah Kresna Gugah atau dalam kisah Dewa Ruci.
Salah pemahaman yang lainnya,
jika tingkatan Mi’raj itu naik ke langit menggunakan tangga, serta dibelah
dadanya oleh Malaikat. Hal itu sebenarnya mengandung maksud, jika Dadamu sudah
suci atau pencernaan kita sudah suci, barulah bisa mengagungkan Dzat Tuhan!
Salam dalam memahami yang lebih besar lagi, bahwa Mi’raj dan Ru’yah adalah
“Penglihatan Pancaindra” atas Keagungan Tuhan. Sedangkan di dalam Ajaran
Hakekat sudah berulang kali diterangkan dan juga sudah banyak contoh-contohnya
dari Para Jamhur ahli Ilmu, bahwa keadaan Mi’raj itu sebenarnya bukan penglihatan
pandangan mata Pancaindra, akan tetapi penglihatan batin. Meskipun demikian
Hazairin sudah menetapkan bahwa bisa digapai oleh makhluk (Yang dimaksudkan
adalah oleh Nabi Muhammad), akan tetapi semakin membingungkan maknanya, bahwa
ketika Nabi Muhammad melihat Dzat Tuhan itu menggunakan Pancaindra. Hal itu
tidak bisa diterima di dalam rasa (34). Bisa saja ada praduga, bahwa ketika
Nabi Muhammad Mi’raj itu adalah atas Ijin Allah, yaitu Julma’arij-nya Tuhan.
Sekarang ada yang mempunyai anggapan lagi, Apakah Sunan Kali itu tidak
mendapatkan Mi;raj (Mengaunggkan Dzat Tuhan)? Apakah Ronggawarsita tidak
mendapatkan Mi;raj, dan apakah mendapatkannya itu disebut juga Julma’rid dari
Allah? Tidak diragukan lagi, sebenarnya keadaan Mi’raj itu siapa saja bisa
mendapatkannya, asal dijalankan melalui jalan kebenaran (Catur Wiwara Warit).
Sedangkan yang dialami anak muda itu, bukan diusahakan hanya tidak sengaja
saja, yang maksudnya Julma’rij dari Allah (&.2.1).
BAB. IX. APAKAH BURUNG BURAQ ITU?
Pemahaman umum meyakini bahwa
Buraq itu adalah sejenis kendaraan burung, kendaraan Nabi Muhammad ketika naik
ke Planet atau langit tingkat ke tujuh (36).
Dikisahkan, Burung Buraw itu,
kecepatannya bagaikan kilat, lebar langkahnya selebar cakrawala, satu detik
sudah sampai di pintu langit. Buraq itu dari Bahasa Arab “barqun” atau Baraqun
yang maksudnya : Kilat, jika menurut hitungan fisika moderen, sama dengan
kecepatan cahaya.
Di depan sudah disebutkan, bahwa
melesatnya Roh (Daya hidup) yang disertai rasa jati (Tetap masih bisa melihat
apa-apa) (35) itu sangat cepat sekali bagaikan kilat, Oleh karena dasar
dalilnya demikian, silahkan dihayati, keterangan di bawah ini :
1.2.3.
aa. Buraq => Cepat bagaikan
cahaya.
bb. Mi’raj => Naiknya roh.
cc. Ru’yah => Penglihatan
batin dengan cara bermimpi.
dd. Melesatnya Roh => Disertai
rasa sadar ingat (rasa jati) yang maksudnya adalah ingat apa-apa atau melihat
apa-apa.
Penjelasan di atas, jika
ditelusuri menggunakan dalil : Bermimpi itu diserta rasa ingat, ingar itu
merasa, artinya : Hatinya ikut-ikut menghitung, karena merasa mengetahui
apa-apa walau pun luas jangkauannya, jauh asalnya, hanya dalam waktu sekejap
saja, cepat bagaikan cahaya dan cepat itu diibaratkan : BURAQ (35).
Dan sudah dijelaskan, melesatnya
Malaikat dan roh-roh menghadap kepada Dzat Tuhan itu diibaratkan membutuhkan
waktu 50.000 tahun lamanya, jika dihitung menggunakan hitungan Pancaindra.
Tidak ragu lagi, melesatnya Roh Nabi Muhammad
dengan diiringi Malaikat Jibril itu sama dengan melesatnya Roh dan rasa
jati yang hidup dan lepasnya sangat cepat sekali. Jika demikian, menyatunya
rasa jati dan Roh meninggalkan raga kita itu sama dengan Buraq (35). Dan berarti bukan menaiki Burung Buraq!
7.2.4. Ketika pengarang masih
kecil pernah pergi ke Pasar Gede Yogyakarta ke rumah famili. Sekarang pengarang
sudah dewasa serta bertempat tinggal di Negeri yang jauh dari Yogyakarta. Tadi
malam bermimpi pergi ke pasar Gede. Atau dengan cara mengingat-ingatnya : Tidak
sampai satu menit – segala rupa dan gambaran dari Pasar Gede nampak jelas! Sekarang kita telusuri : Sudah berapa tahun
lamanya, dan berapa kilometer jauhnya, ternyata hanya didatangi sekejap saja.
Dengan cara memimpikan atau mengingat-ingat itu sebenarnya kita sudah terbang
langsung sampai hanya satu detik saja (35).
Sekarang kembali kepada Naskah
milik Prof. Hazairin yang mengandung
penjelasan tersebut di atas, 7.1.1. nomor (3) a.b. yaitu ketika Nabi Musa
Pingsan melihat nyala api di gunung serta Nabi Muhammad tidak melihat Dzat
Tuhan!.
Oleh karena itu masih di
tingkatan Mi’raj/Ru’yah yang artinya masih melihat apa-apa, sehingga disebut
bukan menyatunya Hamba/Tuhan. Silahkan direnungkan, sebagai berikut : Pertama :
Makna dari Mi’raj itu naiknya Roh dan
malaikatnya (45). Yang kedua : Dalil Tuhan
: Layuchayaffu, tidak bisa dibayangkan, atau keadaan Entah, tidak bisa
diceritakan, tidak bisa ditulis atau
bukan sastra bukan dalil! Yang ke tiga : Nabi Musa as. Pingsan disebut dengan
Mi’raj, hal itu kurang bisa diterima. Karena, setinggi-tingginya amal bagi ilmu
hakekat itu JIKA SUDAH MELEWATI TELAGA
ENTAH (Pingsan tidak sadarkan diri, tidak ingat apa-apa : Lihat Qur’an VII
surat 6 ayat 24). Disebut dengan pingsan tidak sadarkan diri itu sulit dalam
menggambarkan rasa yang seperti ketika lahir pertama kali itu!. Yang keempat :
Nabi Muhammad saw. tidak pernah menyampaikan jika sudah bertemu dengan Allah,
hal itu benar adanya. Sehingga walau pun demikian, Mi’raj itu adalah PAKAIAN
ORANG HAKEKAT!
Sekarang ada sebuah pertanyaan,
sebagai berikut : Buraq itu kan bagaikan lembu yang berkepala manusia, dan
bersayap, ada ekornya. Apakah perasaan melihat di dalam mimpi apakah ada
ekornya?
Gambaran burung Buraq itu :
7.2.5.
(1) Badannya bagaikan lembu atau
kuda.
(2) Berkepala manusia.
(3) Berkaki empat
(4) Mempunya sayap bagaikan
burung
Penjelasannya adalah sebagai
berikut :
(1) a. Itu adalah pekerjaan nafsu
kita. Bahaya paling bahay itu adalah jika murid salah jalan. Dalam Belajar
ketika sedang lupa kepada jalan yang nyata adanya, kadang masuk ke dalam
berteman dengan Jin (perewangan), karena ujian yang berat itu adalah ketika
berada di saat Mayanggaseta, tidak berbeda ketika Nabi Muhammad bertemu dengan
Jibril dan ditawari ingin kekayaan atau Kerajaan, hal itu jika sampai lupa,
maka akan terbawa keduniaan yang digambarkan seperti berbadan kuda berkaki
empat; Artinya Gerak nafsu itu lebih kuat. Maksudnya adalah : Tidak
memperdulikan kepada Hakekat Ketuhanan, yang dipentingkannya justru hanya
kebutuhan perut (Nafsu hewani).
(2) b. Berkepala Manusia itu
mengandung maksud SEMPURNANYA IBADAH Jati (Hal itu jika akal yang ada di kepala tidak cacat).
Ketahuilah, Berkonsetrasi atas Ilmu
Ketuhanan itu didasari ingat (melalui kepala) pintar dan mengerti itu juga
melalui kepala, semua ditanggung oleh kepala. Maksudnya : Pendengaran,
penciuman, penglihatan, mulut, otak dan sebagainya, itu Indra yang sangat
penting untuk segala hal bagi kehidupan.
(3) c. Berkaki empat :
melambangkan kekuatan Raga dengan berkaki empat, kaki itu sebagai pijakan naik
dan turun, duduk dan berdiri. Itu sebagai ibarat dari Menyembah Tuhan Yang sejati. Yang
dimaksud dari kata Thariqat, Hakikat, Ma’rifat itu bukan hanya di jaman
sekarang saja, namun sudah ada sejak adanya Aturan Agama. Sehingga kuatnya
konsentrasi menuju Tuhan itu jika sudah didasari empat tingkatan yang harus
dilaluinya : Syari’at, Thariqat, Haqiqat, Ma’rifat, jika sudah demikian :
Barulah berada di Tingkat ISLAM yang sebenarnya (Berserah diri hanya kepada
Tuhan – Hingga bisa memahami Innalillahi wa inna illaihi raji’un).
(4) d. Makna dari sayapnya, itu :
Alat untuk terbang (35), cepat sampai ke tujuan tanpa halangan, karena melalui
angkasa. Nabi. Wali, dan Mukmin sekali pun, jika sudah bisa mengendalikan nomor
: 1.2.2. tersebut di atas, berarti sudah sempurna, ilmunya sudah barokah dan
diterima! Dibahasan segala cetusan hatinya terwujud : Segala hasratnya akan
sampai. Mempunyai kemampuan Waskhita (Mengetahui yang belum terjadi) rencana
dan perkiraanya tidak akan ada yang menghalanginya, melesatnya bagaikan kilat,
mengetahui segala sesuatu, baik yang kasar atau pun yang halus, yang terpenting
– perkiraan yang berasal dari ANGAN-ANGAN tajam ketepatannya.
Disebutkan juga di dalam Dalil
Qur’an XVII surat 22 ayat 47, Al-Haji, yang tafsirnya : Sesungguhnya satu hari
bersama Tuhan mu, sama dengan 1000 tahun dalam hitunganmu.”
Bagi yang membayangkan, hitungan
satu hari sama dengan 1000 tahun itu sudah disamakan dengan hitungan Ilmu Alam
yang biasanya menghitung dengan hitungan angka Cahaya, itu pun masih perkiraan
saja yaitu kurang lebihnya, dan bukan pasti. Seumpama jarak bumi dan matahari
itu 84 juta tahun cahaya, itu sangat jauh berbeda dengan melesatnya “Rasa
ingat” yang tak terhitung kecepatannya. Roh dan Malaikat itu disebut “Makhluk
Allah”, maksudnya : Sebuah sifat perbuatan yang tidak ada menyebabkannya dalam
berpuatnya. Sehingga yang dilakukannya sama saja dengan yang dikehendaki oleh
Allah. Maksudnya : Roh yang hidupnya disertai dan didampingi rasa ingat (Sifat
Basyar, melihat) sebenarnya bersifat sama dengan melihat segala yang tergelar,
artinya : Melihat tanpa terhijab, melihat Maha Ghaib dari Yang Maha Halus.!
Ke mahatahuan Roh dan Malaikat
(Yang pastinya masih disertai rasa ingat) itu terjadi setelah meninggalkan
Raga, cepat bagaikan kilat kecepatannya : Bagainak Buraq! Jika ada pertanyaan :
“Jika demikian, manusia yang meninggal dunia itu tidak disebut menaiki Buraq?”
Jawabannya : Mati itu ya mati, bahkan
yang membuat mati (yang mencabut nyawa) itu adalah Malaikat sendiri yang
bernama Izrail”. Artinya itu bahwa Roh manusisa yang meninggal dunia sudah tidak disertai Izrail atau sudah tidak
ditemani oleh Malaikat yang berjumlah 12! Sedangkan jika Mi’rah, semua
Malaikat-Malaikat itu ikut mengiringnya hingga sampai ke Pohon
Sidrat’ulmuntaha!! (29).
Ketahuilah, sifat dari
“Basyariyah” atau “Maha Melihat” dari roh itu jika ingin pergi ke Amerika,
tidak sampai 2 menit seketika akan melihat Waashington, padahal belum pernah
pergi ke sana, Di manakah tempatnya Amerika! (Minta petunjuk kepada Ahli
Ma’rifat, benar tidaknya .... dan apakah memang demikian adanya?!) Cerita yang
demikian itu yang disebut Menaiki Buraq (35). Sedangkan ketika Buraq terbang
itu pasti disertai Malaikat Jibril, karena ketika Mi’raj itu adalah yang
dialami oleh manusia yang sedang menunju kepada memahami Keagungan Dzat Allah.
Jika Mati disamakan dengan hakekat
Roh yang sedang Mi’raj dengan menaiki Bruaq, sudah jelas tidak masuk akal,
karena : 1. Yang memiliki Jibril, 2. Yang ditempati oleh Jibril dan bisa
Mengagungkan Dzat Allah. 3. Yang masih memiliki rasa ingat (rasa jati) itu,
hanya MANUSIA YANG MASIH HIDUP! Sehingga tidak dimiliki atau bukan milik orang
mati!.
Ki Ageng Ronggawarsita sudah
pernah Mengagungkan Dzat Allah --- sedang cara yang digunakannya adalah melalui
Ru’yah, Oleh karena Ru’yah itu melihat dengan penglihatan batin, sehingga untuk
dapat melihatnya semua Rahasia Gaib dunia dan Rahasia Tuhan itu harus dengan
Mi’raj. Disebut Mengagungkan Dzat Allah itu sebenarnya adalah mengetahui Kunci
Rahasia Dunia yang unik dan keindahannya tidak bisa ditulis dan tidak bisa
digambarkan di atas Kertas! Mengapa demikian, sama sama melesatnya roh dari
sangkarnya perjalanannya berbeda dengan yang sama-sama rohnya melesat yang
disebut dengan mati, artinya : Mati itu tidak bisa diceritakan, sedangkan
Mi’raj itu bisa diceritakan.
Cerita tentang Miraj di bawah ini
yang bersumber dari Negeri Arab yang diceritakan oleh Nabi Muhammad saw. kepada
para Sahabat (Digubah dalam Nyanyian Jawa oleh Ki Wangsataruna). Termuat di
Blog Selanjutnya.
Tamat, Sepanjang, 31 Mei 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar