Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Jumat, 02 Oktober 2020

Filsafat Ketuhanan dalam Sastra Jawa Serat Sastra Gendhing


  

SERAT SASTRA GENDHING

“SULTAN AGUNG HADI PRABU HANYAKRAKUSUMA”

Edit Terjamah : Pujo Prayitno



 

PUPUH I. MACAPAT SINOM

 

1.

Sri Nata Dipengrat Jawi

(Seorang Raja Agung di Negeri Jawa)

Jeng Suiltan Agung Matawis

(Baginda Sultan Agung Mataram)

Kang ngadhaton aneng Karta

(Yang bertahta di Surakarta)

Ing jaman sakeh pra Mulki

(Pada masa banyak tokoh berilmu tinggi)

Ngrat Jawa Nyakrawati

(Menjadi Raja besar di Negeri Jawa)

Sabrang pasisir suyud

(Negara di sebrang lautan sangat mengormatinya)

Amiril Muminina

(Sri Sultan sebagai panglima para Ulama)

Sayidina Panata Gama

 (Seorang Sayid yang menata Agama)

Kyatirengrat wus sinekses saking Ngarab

(Kewibawaannya  sangat di kenal di Arab)

2.

Winenang among dirjeng rat

(Mendapat anugrah untuk mensejahterakan negaranya)

Jeng Sultan Agung Matawis

(Sri Sultan Agung Mataram)

Awit jaksuh tranging tingal

(Sangat bijaksana dan memiliki mata batin yang tajam)

Lir surya angkara wening

(Bagaikan pancaran cahaya matahari yang terang)

Wikan pranateng gaib

(Ahli ilmu hakikat)

Sakarsanira Hyang Agung

(Memahami  kehendang Tuhan Yang Maha Agung)

Agung parosanira

(Sangat agung atas kepekaan perasaannya)

Jawa den ulet lan kadis

(Menggabungkan Keilmuan Jawa dengan Ilmu Khadits)

Mardikengrat mustikaning jagad

(Raja berjiwa merdeka mustika dunia)

3.

Narendra moncol sesama

(Raja yang unggul di antara sesamanya)

Mrojol ing karep tan wigih

(Memiliki banyak ide dan tidak pernah malas)

Pinarak ngideri jagad

(Untuk pergi melanglang dunia)

Tyasnya maruta jinaring mumpuni agal rempit

(Kecerdasannya mampu menjaring angin sehingga bisa  menguasai ilmu syariat dan hakikat)

Kridaning ngrat wu kawengku

(Rahasia dunia telah digenggamnya)

Miguna ing Agama

(Berguna bagi Agama)

Wujud langgeng datan lali

(Kepada Yang Maha Kekal tidak pernah terlupakannya)

Rasa mulya tinrusken rasa panedya

(memiliki jiwa yang tenang, tak pernah berhenti dalam memuji Tuhan).

4.

Kaluhuring kamulyan

(Kemuliaannya berada di tingkat tinggi)

Ing Jawa narendra luwih

(menjadi Raja yang Agung di Jawa)

Lunuwih pinrih katrekah

(Keagungannya mengarah kepada yang bermanfaat)

Sakeh rinuruh ing sih

(Sehingga dijadikan contoh dan banyak yang mengasihinya)

Jumenengnya winarni

(Kisah cerita atas penobatannya)

Slasa kaping sedasa

(Hari Selasa Legi pada tnggal 10 bulan Sura)

Mangsane wuku Warigalit

(Pada saat musim bernama Wuku Warigalit)

Alip lambing langkir kang Windu Mangkara

(Tahun Alip berlambang Langkir pada saat Windu Angkara)

5.

Tahun Dal sangkalanira

(Pada tahun Dal yang ditandai dengan bahsa sandi tahun)

Marga siking tata Aji

(Marga (5) Siking (3) Tata (5) Aji (1), tertulis tahun 1535 Tahun Jawa)

Lamine kraton Narendra

(Lama waktu menjabat sebagai Raja)

Tigang dasa catur warsi

(Tigapuluh empat tahun)

Surutira marengi

(Saat meningganya bersamaan dengan)

Jumwah Lagi Sapar tengsu

(Hari Jum’at Legi, pada Bulan Sapar (Nama bulan penanggalan Jawa)

Tanggal kaping dwi dasa

(Pada tanggal 20)

Wuku Wukir Lambing Langkir

(Pada saat Wuku Wukir berlambang Langkir)

Mangsa juga anuju windu Tirta

(Pada saat musim sedang menuju Windu Tirta)

6.

Taun Be Sangkalanira

(Tahun Be dengan sandi tahun)

Asta nem margining kang wt

(Asta (8) Nem (6) Margining (5) Kan wit (1) tahun 1586)

Panjenenganiren Nata

(Beliau sang Raja Agung)

Kasusra ambara murti

(Berangkat menghadap Tuhan)

Pinandhita trus suci

(Menjadi manusia suci di alam kesucian)

Mot ing kawisesan luhur

(Masuk ke alam yang luhur)

Rinilan geng mangunah

(Karena memiliki ilmu mangunah yang tinggi)

Linulutan gung maharsi

(Dicintai oleh manusia suci agung)

Mestu puja sinukmarjeng gung rasika

(Diringi puja puja suci oleh para Rasi yang agung)

7.

Anglenggahi surya candra

(Memiliki sifat seperti matahari dan bulan)

Ambeg susanta berbudi

(Mencintai rakyatnya dan berbudi)

Yangyang samodra lukito

(Bagaikan sifat samodra yang indah)

Adil paramarta mrik

(Berwatak adil dan suka memafaatkan)

Kasub tinengen Bumi

(Termasyhur di bumi)

Walikal waliyullahu

(Sebagai Wali dan wakil Allah)

Dibya gung wikareng ngrat

(Memiliki kewibaan yang agung di kerajaannya)

Nguni prasapeng sawuri

(Sejak dahulu hingga masa setelahnya)

Mring sagunge pra wayah trahing Mataram

(Berpesan kepada seluruh anak cucu mataram)

8

Yekti tan ingaken darah

(Tidak akan diakui sebagai anak cucu Mataram)

Yen tan wignya tembang kawi

(Jika tidak pandai menyanyikan dan memahami nyanyian berbahasa Kawi)

Kang kawrat sandining sastra

(Nyanyian yang memuat bahasa sandi di balik bahasa sastra)

Akathah logating tulis

(Banyak makna di balik kata yang tertulis)

Kang dingin bahasa Kawi

(Makna yang terkandung di dalam bahasa Kawi)

Tata trapsileng pamuwus

(Mengandung aturan tatabahasa beserta ketepatan pengucapannya)

Tumrap ing nata pra

(Bahasa yang digunakan oleh yang bekerja di pemerintahan)

Kasusilan trus ing ngelmi

(Bahasa yang lembut ketika menguraikan keilmuan)

Lawan Kawi kang tumrap sandining sastra

(Hubungan bahasa Kawi ketika mengurai rahasia di balik sastra)

9.

Kayata caraka basa

(Contohnya adalah tulisan kalimatnya)

Dasa nama atanapi

(Menggunakan sepuluh nama, dan juga)

Babasan amengku rasa

(Kalimat yang mengandung rasa atau kalimat bermakna ganda)

Rasa karep marang pamrih

(Kalimat filsafat yang mengandung maksud (bukan Cuma mengandung arti)

Myat tuduh kang mangka wit

(Yang memberi petunjuk dasar dari asal mulanya)

Kang aran Kawi puni

(Disebut baha Kawi itu)

Basa Kang  mengku rasa

(Ka => Kalimat, yaitu Bahasa yang mengandung rasa perasaan)

Wi : Lepasireng pamusthi

(Wi  (Wiar atau luas): Adalah melepaskan maksud dan tujuan)

Mungging sastra karem  lepasing graita

(Yang kalimatnya lebih memilih kalimat untuk mengungkapkan perasaan hati)

10.

Ping tri sandining puspita

(Yang ketiga, mengandung makna tersirat di balik bahasa Syair lagu)

Karep lepasing samadi

(Diharapkan bagaikan mengucap mantra/doa di kala samadi)

Ngesti tableh ing Pangeran

(Terpusat dan hanya ditujukan kepada Tuhan)

Nglinang sukma sarira nir

(Berkonsentrasi hingga sukma dan raga dalam ketenangan)

Tandya puspita jati

(Tenangnya digambarkan bagaikan bunga teratai)

Mila saguitrah Mataram

(Oleh karenanya bagi anak cucu Mataram)

Den putus olah rasa

(Jadilah ahli dalam hal olah rasa)

Sasmita sandining kawi

(memahami makna di balik makna yang terkandung di dalam bahasa Kawi)

Jakti angger satriya mangolah sastra

(Yang disebut Satria adalah ahli olah menyusun kalimat)

11.

Den eta ingaran tembang

(Kalimatnya dirangkai hingga menjadi nyanyian)

Tembang kang tumameng gendhing

(Nyanyian yang bisa diiringi Gendhing (musik Jawa)

Anut wileting wirama

(Mengalir mengikuti alunan iramanya)

Manising swara dineling

(Kemerduan suaranya di hayati)

Kang tumrap yuda nagri

(Yang digunakan oleh petugas negara)

Raras manising pamuwus

(Selaras dan lembutnya kalimat yang diucapkannya)

Kandel tipising basa

(Tajam dan tipisnya intonasi pengucapan)

Non tuduh minangka kardi

(Dijadikan pedoman dalam menjalankan tugas negara)

Nora kena ninggal rarasing suwara

(Tidak boleh meninggalkan keselarasan suara)

12.

Dene kang tumrap ing sastra

(Sedangkan kalimat yang digunakan untuk keilmuan)

Renggan wiramaning gendhing

(Adalah untuk menghiasi alunan suara gendhing (musik jawa)

Kinaryo ngimpuni basa

(digubah dengan kalimat yang bisa bermakna ganda)

Memanise den reksani

(Yang diutamakan adalah keindahan bahasa dan kalimatnya)

Lamun bubrah kang gendhing

(Jika musiknya yang fals/rusak)

Sastra ngalih rahsanipun

(Hilanglah keindahan lagunya)

Kang tumrap ing pradangga

(Dan bagi pemusiknya)

Swara rinaras ing rakmi

(menyelaraskan suaranya adalah menggunakan hati)

Anrus kongas asmara langening akal

(Yang kemudian menembus hingga membuat bergairahnya akal)

13.

Kalengkanireng swarendah

(Mengahsilkan aransemen musik yang indah)

Arancak pineta ngesthi

(Diutamakan keselarasannya dengan tinggi rendahnya nada )

Ngesti wirajeng wirama

(Hingga menyatu dengan keselarasan iramanya)

Tuduh pamudyaning dasih

(Hingga mampu mengantar untuk saling memuja bagi yang sedang berkasih-kasihan)

Sih puji kahananipun

(Untuk memuji dengan penuh cinta kasih)

Tan lyan kang Murbeng jagad

(Tidak lain adalah DIA Sang Penguasa jagad)

Kang pinuji swara aji

(Yang dipuja menggunakan kalimat bahasa tinggi)

Nyamleng ingkang Gendhing

(Sangat indah suara musik jiwa)

Trus kahanan tunggal

(Sebagai Pengantar tuk menyatukan rasa dengan Tuhan).

14.

Pramila Gendhing yen bubrah

(Sehinggga jika suara musik jiwa rusak)

Gugur sembahe mring Widhi

(Ibadah kepada tuhannya menjadi batal)

Batas wisesaning salat

(Batal pula hakekat shalatnya)

Tanpa gawe olah Gendhing

(Tidak ada gunanya bertafakur (Musik Jiwa- Gendhing)

Dene ngaran olah Gendhing

(Sedangkan yang disebut bertafakur mengolah rasa samadhi bertapa, menjalankan hakikat)

Tukireng swara linuhung

(Bersumber dari keindahan kalimat bahasanya)

Amuji Asmaning Dat

(Dalam memuji menggunakan Nama Tuhan)

Swara saking osek jati

(Kalimat yang keluar berasal dari cetusan hati)

Mring Hyang ingkang masuh sih

(Yang ditujukan kepada Tuhan yang Pengasih dan Penyayang)

Sih puji kahananipun

(Tuhan yang penuh cinta dan yang terpuji )

Osik mulya wentaring cipta rasa

(Cetusan hati suci terpancar dalam cipta dan rasa)

15.

Surasane ngesti kajat

(Yang maknanya memusatkan hajat)

Kajat baka ingkang kadim

(Hajat yang ditukan kepada Yang Maha Kekal dan Yang Qodim)

Pramila mangolah Gendhing

(Sehingga ketika melakukan munajat doa (Gendhing)).

Sedene merdanggeng gendhing

(Diibaratkan seperti merangaki musik jiwa)

De ana rebut manis

(Tidak ada yang saling berebut keindahan suaranya)

Swara manis wilteng rum

(Suara manis merayu mendayu-dayu)

Myang nyamlenging raras

(Dan keindahan aransemen nada suara musiknya)

Swara nrus pinresing ngesti

(Suaranya menembus diselaraskan dengan penuh penghayatan)

Lamun bubrah tan kamot pamujing Dat

(Jika sampai rusak maka tidak ada hasilnya dalam memuji Tuhan)

16.

Marma sagung trah Mataram

(Olehkarenanya kepada seluruh keturunan Mataram)

Kinon wignya tembung Kawi

(Diwajibkan untuk ahli menggunakan bahasa Kawi)

Jer wajib ugering gesang

(Karena kewajiban pokok dalam hidup itu)

Ngawruhi titining ngelimi

(Memahami intisari ilmu)

Kang tumrap ing praja di

(Yang berlaku di negara yang besar)

Tembung kawi asalipun

(Berasal dari bahasa Kawi)

Terlen titising sastra

(Karena sangat tepat ketika digunakan mengurai ilmu)

Nora nana liyan kang tuduh ing sastra

(Tidak ada bahasa lain yang mempu mengurai ilmu dengan tepat)

II. MACAPAT PUPUH ASMARADANA

 

1.

Geng branta mangusweng gendhing // Yang besar cintanya kepada music jiwa

Satengah wong parengutan // Banyak orang yang merasa tidak senang

Kang ahli gendhing padudon // Mereka menyerang kepada yang  ahli Gendhing musik jiwa

Lawan wong kang ahli sastra // Dan juga kepada yang ahli merangkai Bahasa sastra

Arebut kaluhuran // Karena berebut ketenaran

Iku wong tuna ing ngelmu // Itulah orang yang mendapatkan kerugian karena ilmunya.

Tan ada gelem kasoran // Dan tidak ada yang mau mengalah.

2.

Sejatinya wong ngagesang // Yang sebenarnya, hidup itu adalah

Apa ingkang binasan  // Apa yang menjadi kebiasaan

Iku kang kinarya luhur // Itulah yang dianggapnya paling luhur

 / ……………………………. / 

Yekti kekandangan kibir  // Tentu akan dikuasai oleh kesombongan

Rebut luhuring kagunan // Berebut ketinggian keilmuannya

Dadi luput sakarone// Mengakibatkan kedua-duanya sama-sama salahnya.

3.

Luhuring sastra lan gendhing // Perbadingan tinggi rendahnya antara Sastra dan Gendhing

Takokna kang pra ngulama // Tanyakanlah kepada para Ahli ma’rifat ahli ilmu

Kang terus dalil kadise // dan carilah dasarnya atas dalil dan khaditsnya

Kang ngarani luhur gendhingnya // Yang menganggap Gendhing yang lebih tingkatannya

Pinet saking kakekat // Karena mengambil dasar dari nilai hakekatnya

Ing ngakal witing tuwuh // Yang awal tumbuhnya adalah dari akal

Ananing Hyang saking akal // Mengenal Tuhan menggunakan dasar akal.

4.

Witing osikireng jalmi // Dari gerak cetusan hati manusia

Gendhing akal ing kang warna  // Ketika Gendhing dipahami menggunakan akalnya

Myang swara gangsa  cengklinge  // Atas bunyi  dan laras gamelan yang didengarnya

Tan kahanan wujudira // Yang tidak ada bentuyk dan ujudnya

Muhung kayarseng karna // Dan hanya terdengar suara dalam telinga

Tumruning swara linuhung // Atas keluhuran alunan suaranya

Kasampurnaning panunggal // Itulah kesempurnaan penyatuan (Manunggaling Kawula Gusti)

5.

Mangreh nrus swareng dumadi // Menembus atas semua suara yang ada

Mmyang nyamlenging wirama  // Beserta kemerduan iramanya

Tuduh ing katunggalane // Sebagai gambaran atas penyatuan (Menyatunya hamba dan Tuhan)

De sastra ingaran andap // Dan bagi yang menganggap bahwa Sastra (ilmu) bernilai lebih rendah

Reh kawengku ing akal // Itu karena di kuasai oleh akal

Lan kawayang warganipun // Dan karena terpengaruh oleh pendapat masyarakat pada umumnya

Sastra gumelaring jagad// Menilai ilmu pake dasar  melihat tergelarnya Jagad raya.

6.

Tambuh kang yakin ing ngelmi // Meragukan dan membingungkan memahami sesuatu menggunakan ilmu

Dene wong kang ahli sastra // Dan bagi orang yang ahli sastra

Ingaran luhur sastrane // Mengangga bahwa Sastra itu bernilai tinggi

Layak yen mangsi lan kretas  // Masuk akal jika menganggap tinta dan kertas

Pantes ngran luhur ing akal  // Lebih pantas menganggapnya lebih unggul karena menilainya menggunakan akal

Ing sastra suraosipun // Atas isi dan kandungan yang terkadung di dalam Sastra

Luhur sejatining sastra// Dan yang lebih luhur adalah isi yang sebenarnya yang terkadung atas  kesejatian Sastra.

7.

Padha lair pan wus kari  // Padahal Satra itu terlahir belakangan

Gamelan tan dadi tandha // Dan Gamelan (Alat musik Jawa) tidak dianggap sebagai tanda.

Kamot ing praja karyane // Yang termuat di dalam perabotan Kerajaan.

Laying praboting Negara // Surat sebagai alat bagi Negara

Lumintu prakareng kukum, // Berjalan setiap hari jika menyangkut soal hukum

Sanadyanta kanthi ngakal // Walau pun itu menggunakan akal sebagai dasarnya.

8.

Dudu akal wosing gendhing  // Bukan menggunakan akal atas intisari Gendhing (Musik Jawa)

Akal lelungiting sastra // Akal kebingungan memahami sastra

Ngakali gendhing yektine // Justru yang sebenarnya, akal malah meng-akali Gendhing

Babaring sandining sastra // Ketika akal menggelar rahasia di balik sastra

Kanyataning aksara // Hanya melihat  dari ujud yang tertulis

Sabab alip ingkang tuduh  // Karena huruf Alif yang memberi petunjuk

Mengku gaibul hupiyah // Huruf Alif itu mengandung Gaibul Huwiyah (Ujud Gaib/murni) Ujud rahasia Allah).

9.

Dat mutlak dipun arani // Dan sebutan lainnya adalah Dat Mutlak.(Tuhan)

Myang latakyun ingaranan // Dan sebutan yang lainnya disebut Latakyun (Tuhan)

Durung kahanan laire // Belum terlahir dalam kenyataan

Maksih wang wung kewala // Masih berada di cakrawala kekosongan

Iku jatining sastra // Itulah intisari sastra (ilmu Hakikat Ketuhanan atau Tasawuf)

Anane saestu tuduh  // Itulah yang sebenarnya mampu memberi petunjuk yang benar dan sebenarnya.

Dupi alip wus kanyatan// Dan ketika Alif yang mewujud dalam kenyataan

10.

Katandhan ing roh ilapi  // Yang bisa memahaminya bernama Roh Ilapi

Goning alam karajiah // Yang bertempat di alam Karajiyah

Iku wit ana akale // Dari situlah awal tumbuhnya akal

Denya wit wruh ing dat mutlak // Sehingga mampu memahami Dat Mutlak (Tuhan)

Saking kono kang marga  // Dan dari situlah jalan untuk memasukinya

Iku kawruhana sagung //  Pahamilah hal yang demikian itu.

Endi ingkang luhur andhap // Mana yang derajatnya lebih tinggi dan mana yang lebih rendah.

11.

Dat lawan sipat upami  // Sebagai contoh nyatanya adalah antara Dat dan Sifat

Sayekti dhingin datira  // Sudah barang tentu yang lebih awal atas keberadaannya adalah Dat

Dupi wus ana sipate // Dan setelah memiliki sifat

Mula jamah kahanannya // Maka keberadaan keduanya menjadi setara

Awal lan akhirira // Sejak awal hingga akhirnya

Kang sipat tansah kawengku  // Sifat selalu dikuasai

Marang dat sjatinira // Oleh Dat yang sejati

12.

Rasa pangrasa upami  // Contoh yang lainnya adalah anatara alat perasa (Yang merasa atau perasaan) dan Rasa

Yekti dhingin rasa nira // Tentulah rasa yang terlebih dahulu ada

Pangrasa ing kahanane // Barulah muncul yang alat perasa (perasaan) untuk digunakan merasakan berbagai rasa yang ada,

Kang cipta kalawan ripta // Antara Cipta dan Ripta

Saestu dhingin cipta // Ciptalah yang terlebih dahulu ada

Cipta kang gendhing mangapus // Ciptalah yang merangkai Gendhing

Kang nembah lang kang sinembah // Demikianlah halnya, antara yang menyembah dan yang disembah, antara yang memuji dan yang dipuji.

13.

Yekti dhing kang pinuji  // Yang dipuji itulah yang pertama ada

Kahanane ingkang nembah  // Sedangkan keberadaan yang menyembah memuji

Saking kodrating Hyang Manon  // Adalah berasal dari Kodrat Tuhan

Mapan kinarya lantaran // Itulah penyebab yang sebenarnya

Saestuning panembah // Ibadah yang sebenarnya dan sebenarnya ibadah itu

Wiseseng Dat kang rahayu  // Semata-mata atas ijin dan anugrah dari Dat Yang Maha Hidup.

Amuji mring dhawakira// Yang sedang memuji diri-Nya sendiri.

14.

Upamane wong nggarbini  // Diibaratkan kandungan manusia

Rare aneng jro wetengan  // Anak yang masih berada di dalam kandungan

Yen during prapteng laire // Dan belum terlahir

Durung kababar akalnya  // Akalnya belum digelar

Maksih gaib sadaya // Semuanya masih di dalam gaib

Tambuh estri tambuh jalu // Entah perempuan atau laki-laki

Tambuh pejah tambuh gesang // Entah mati atau hidup

 

 

III. PUPUH SARKARA

1.

Sinarkara pangawikan gaib // Menggunakan Nyanyian Sarkara untuk menggelar ilmu tentang Yang Maha Gaib

Nora liya mung Allah ingkang Sa // Tidak lain hanya Allah Yang Maha Esa

Dupi lair sing gaibe // Dan untuk bisa menyatakan  tentang Yang Maha Gaib.

Panggawe kang rahayu // Adalah dengan perbuatan yang baik, yang benar, yang perlu dan yang bermanfaat.

Rahayune pratameng urip // Berbuat kebaikan selama hidupnya

Urip tekeng antaka // Dari hidup hingga menjemput ajalnya

Ttangkeping ngaluhur // Berbuat perbuatan yang paling luhur

Kaluhuraning kasidan // Luhur pada saat kematiannya

Tan lyan uwit sarengat pranatan bumi // Tidak lain adalah menjalankan ilmu syariat yang berlaku di mana bumi dipijak

Sastra gumelaring jagad// Ilmu syariat yang di gelar di dunia ini.

2.

Mungguh hakekat kawruh ingesthi // Sedangkan yang lebih diutamakan adalah ilmu hakekatnya.

Ngijen-ijen trusing kasampurnan // Bertafakur bertapa hingga berhasil sampai pada tingkat sempurna

Hakekat wus nunggalake  // Pada tingkat hakekat adalah yang sudah mampu menyatukan hamba dan Tuhan

Makripat trusing kalbu // Pada tingkat Ma’rifat, sudah mampu menyatu sampai di kedalaman kalbu.

Jalma ingkang ngluhuraken gendhing // Manusia yang hanya  mengutamakan gendhing (ilmu Hakikat semata)

Pangesthining jro tekad  // Dalam beribadah yang hanya terpusat di dalam tekad batin semata

Cangkring tuwuh bendhung  //  Dalam peribahasa Jawa disebut, “Cangkring tuwuh bendhung”

Tegese bapa lan anak // yang artinya, bahwa Antara ayah dan anak

Dhingin anak bapa ginawe ing siwi // Beranggapan bahwa yang muncul pertama adalah anak, sedangkan Ayah berasal dari anak atau  tercipta belakangan.

Mendah yen mangkonoa // Betapa anehnya jika terjadi hal yang demikian.

3.

Sayektine jagad tan dumadi // Yang tentunya, alam dunia tidak mungkin ada

Sabab kadim kadhinginan anyar // Karena yang seharusnya yang pertama ada, justru di salip dan didahului oleh sesuatu yang baru.

Kasungsang iku dadine // Mengakibatkan menjadi terbalik

Nadyan kang ngarani luhur // Dan bagi yang menganggap bahwa Gendhing lebih luhur

Gendhing temah tan dadi bayi  // Gendhing (hakekat) tidak akan bisa menjadi bayi

Pesthi tetep kewala  // Pasti akan tetap saja

Nangis ki kayatun  // Maka hanya terdengar tangisan ki Kayatun

Lawan lapal ya bubana // Dan beserta Lafal Ya babuna

Wujud Allah amengku rabul ngalamin // Wujud Allah memiliki sifat sifat Robul Alamin.

Tuhu gumelaring jagad // Benar-benar Sang Pencipta jagad raya.

4.

Pratandhane wujuding Hyang Widi // (Duni dicipta) Sebagai tanda Tuhan itu ada.

Tuduh kinen puji kang kinarya // Sebagai petunjuk bahwa di suruh memuji kepada yang menciptakannya

Sastra lip endi jatine // Yang manakah bukti dari Sastra (ilmu) Alif?

Kadya gigiring punglu // Bagaikan permukaan peluru/Bumi (peluru di jaman itu berbentuk bulat)

Tanpa cucuk tan ngarsa wuri  // Tanpa pangkal dan tanpa ujung

Tan gatra tan satmata // Tanpa bentuk dan tak dapat terlihat

Tan arah gon dunung // Tanpa arah tidak bertempat

Nora akir nora awal // Tanpa awal tanpa akhir

Datan pestha aprak kadya anrambahi  // Menempel dan sangat dekat tapi tidak bersentuhan

Nging wajib ananira// Akan tetapi, wajib adanya.

5.

De kakekat asalireng gendhing // Asal usul Gendhing adalah dari Hakikat

Wus kanyatan ngelmuning Pangeran // Untuk digunakan oleh yang sudah memahmi Ilmu Tuhan.

Mungging pangrasa tuduhe // Yang menjadi dasar petuntuknya adalah mampu menyatukan rasa dengan Tuhan.

Angler raseng kemumu  // Lembut bagaikan rasa dari kemumu (Sejenis rumput laut)

Kang pramana anersandhani // Memakai Pramana untuk mengetahui rahasianya

Tuhu tunggal pinangka  // Menyatukan rasa dengan Tuhan itu yang menjadi cita-cita

Kajaten satuhu // Hingga mampu menuju  kejaten dengan sebenar-benarnya

Saworing rasa pangrasa // Seluruh rasa perasaannya

Pilih kawruhanan inganakken yekti  // Segela sesuatu yang dipilihnya, seketika itu juga, wujud.

Awimbuh kawimbuhan // Menyatunya Pamoring kawula gusti (Menyatukan rasa dengan Tuhan).

6.

Amemuji tan pegat pinuji  // Yang memuji tidak berpisah dengan yang dipuji

Yen tan pegat pinuji // Jika tidak menyatu dengan yang dipuji

Yen ta aja urip aneng dunya  // Maka jangan hidup di dunia

Tan mbuh yen luhur gendinge / Karena belum memahami bahwa Gendhing lebih luhur

Reh tan ana winuwus // Karena tidak bisa dirangkai menggunakan kata-kata

Kayun maksih kauban langit  // Daya hidup masih terbungkus langit

Sinangga ing bantala  // Dan di atas bumi

Mijil saking banyu // Keluarnya melalui air

Dadine sawabing bapa // Kemudian menjadi rasa restu sang ayah.

Yekti tetep luhur sajatining alip  // Akan tetapi tetap Alif  yang lebih luhur

Lawan jatining akal // Beserta akal yang sejati.

7.

Upamine wong jalu lan estri // Diumpamakan antara pria dan wanita

Jroning resmi nikmati samya // Ketika bersetubuh merasakan nikmat yang sama

Pracihna iku jatinbe // Seperti itulah gambaran yang sebenarnya

Tuhu-tuhuning kawruh // Itulah ilmu yang sebenarnya ilmu

Ing pawore anyar lan kadim // Tentang menyatunya yang awal dengan yang beru

Ya lawan sipatira // Adalah menyatunya sifat

Sastra gendhingipun // Menyatunya sifat Antara Sastra dan Gendhing

Kang rasa lawan pangrasa  //Menyatunya  yang di rasa dengan yang merasa

Estri priya pawore kapurna ing ning // Menyatunya antara pria dan wanita itu diakhiri dengan Ketenangan.

Atetep tinetepan // Keduanya saling tetap menetapkan.

8.

Mula jamah loro-loro tunggil // Maka menjadi jamak yaitu dua yang menyatu

Tunggal rasa raseng kiwisesan // Menyatukan rasa sehingga terkuasai oleh satu rasa

Nging lamun dadi tuwuhe // Akan tetapi jika tumbuh menjadi keturunan

Pan wajib priyanipun  // Maka wajib bagi laki-laki

Di akal kapurba alip // Yang tumbuh menjadi akal yang berasal dari Alif

Lir warna jro paesan // Bagaikan warna yang berada di dalam cermin

Ya upaminipun  // Hal itu bisa diumpamakan

Kang ngilo jatining sastra  // Yang bercermin adalah sastra yang sejati

Wewayangan gendhing sirnanireng cermin // Sedangkan bayangan adalah Gendhing yang berada di dalam cermin.

Manjing jatining sastra// Yang menyatu dengan Sastra Sejati.

9.

Lir kemandhang lan swara upami // Bagaikan antara suara dan gaungnya

Kang kemandhang gendhing ngibaratnya // Gaung sebagai ibarat dari Gendhing

Sastra upama swarane  // Dan sastra adalah suaranya

Angler kemandhang mbarung // Menghasilkan perpaduan suara merdu

Wangsul marang swara umanjing // Kembali kepada penyatuan suara

Lir mina jro samudra // Bagaikan ikan yang berada di lautan

Mina gendingipun  // Ikan adalah Gendhingnya

Sastra upama hudaya // Dan Sastra sebagai lautnya

Mina yekti anane saking  jaladri  // Sudah tentu bahwa ikan berasal dari laut

Myang kauripanira // Beserta dengan penghidupannya.

10.

Pejahing mina saking jaladri // Matinya ikan karena terpisah dari laut

Jro sagara pasthi isi mina // Di dalam samudra pasti bersisi ikan

Tan kena pisah karone  // Keduanya tidak terpisahkan

Malih ngibaratipun // Contoh yang lainnya

Lir niyaga anabuh gendhing // Bagaikan pemukul musik jawa yang sedang memainkan Gendhing

Niyaga pama sastra  // Niyaga (pemukul musik jawa) di ibaratkan Sastra

Gendhing gendhingipun // Suara musik jawa sebagai Gendhingnya

Barang reh purba niyaga // Niyaga menguasai gamelan (alat musik jawa)

De niyaga amanut purbaning gendhing // Dan niyaga mengikuti dan dikuasai oleh Suara musik jawa

Panjang yen winursita// Dan jika diuraikan terus akan menjadi cita yang panjang.

 

 

IV. PUPUH MACAPAT PANGKUR

 

1.

Kawuri pangesthining Hyang // Sudah dijelaskan tentang Iman Kepada Tuhan

Tuduhira sastra kalawan gendhing // Yang digambarkan menggunakan Sastra dan Gendhing

Sokur yen wus sami rujuk  // Syukur jika sudah sepakat

Nadyan aksara Jawa  // Demikian juga halnya dengan huruf Jawa

Datan kari saking gendhing asalipun // Tidak meninggalkan Gendhing atas asal usulnya.

Gendhing wit purbaning kala // Karena Gendhing yang menguasai waktu

Kadya kang wus kocap ngarsi // Seperti yang sudah di jelaskan di depan.

2.

Kadya sastra kalih dasa  // Seperti digambarkan oleh dua puluh huruf abjad Jawa

Wit pangestu tuduh kareping pujhi // Adalah sebagai pedoman dalam memuji

Puji asaling tumuwuh // Memuji berasal dari Yang Maha Hidup

Merit sing akadiyat  // Berasal dari Ahadiyat

Ponang : ha na ca ra ka : pituduhipun : // Digambarkan menjadi Ha Na Ca Ra Ka

Dene kang : da ta saw a la  // Sedangkan Da Ta Sa Wa La

Kagentyan ingkang pinuj// Digantikan dengan yang Dipuji

3.

Wadat jati kang rinasan  // Yang diucapkan adalah Wahdat Jati

Ponang : pa dha jay a nya : angyekteni // Dan Pa Dha Ja Ya Nya

Kang tuduh lan kang tinuduh  // Yang menunjukan dan yang diberi petunjuk

Padha santosaniira // Memiliki kekuatan yang sama

Wahanane  wachadiyat pambilipun  // Oleh karenanya berakhir menjadi Wakhadiyat

Dene kang ma gab a tha nga  // Sedangkan Ma Ga Ba Tha Nga

Wus kanyatan jatining sir// Sudah memahmi Sir yang sejati.

4.

Pratandhane Manikmaya // Digambarkan dengan Manikmaya

Wus kanyatan kawruh arah sayekti // Sudah memahami ilmu tentang tujuan yang sebenarnya

Iku wus akiring tuduh // Itu adalah petunjuk yang terakhir

Manikmaya antaya // Di antaranya adalah Manikmaya

Kumpuling tyas alam arwah pambilipun // Penyatuan batin seperti berada di alam arwah

Iku witing ana akal // Yang awal adalah  tumbuhnya akal

Akire Hyang Maha Manik// Yang akhir adalah Maha Manik.

5.

Awal Hyang Manikmaya // Yang awal adalah Hyang Manikmaya

Gaibe tan kena winoring tulis // Rahasianya tidak bisa di uraikan oleh huruf beserta rangkaiannya

Tan arah gon tanpa dunung // Tanpa arah, tanpa tempat tanpa asal-usul.

Tan pesthi akir awal // Tanpa awal tanpa akhir

Manembahing manuksmeng rasa pandulu // Menyembah menggunakan cara menyatukan penglihatan menggunakan rasa.

Tajem lir hudaya retna  // Sangat tajam bagaikan lautan intan

Trus wening datanpa tepi// Penuh keheningan tanpa dibatasi  tepi.

6.

Iku telenging paningal  // Itu adalah inti pusat penglihatan

Suerasane kang sastra kalih desi  // Makna di balik Sastra 20 abjad jawa

Lan merit sipat kahananing Dat  // Adalah mengambil dari 20 Sifat Dat (Tuhan)

Ponang akal durung ana ananipun // Dan ketika keberadaan akal belum terlahir

Kababaring gendhing akal // Dan akal melahirkan gending itu adalah

Manikmaya wus kang ngelmi// Ketika Manikmaya sudah memberikan ilmunya.

7.

Awiyar ripta pangrasa // Maka menjadi luaslah Ripta dan perasa

Sang Nurcahya Nurasa wus kawuri  // Sudah meninggalkan Nurcahyo dan Nurrasa

Gumantyaning Sang Hyang Guru // Berganti menjadi Sang Hyang Guru

Nyata ngran caturbudya // Kemudian dsiebut dengan sebutan empat jaman (empat pergantian alam)

Winayeng Dat guru retuning tumuwuh // Di bawah kekuasaan Dat Guru (Guru Sejati) rajanya segala yang hidup.

Awale Hyang Manikmaya // Di awali dengan Sang Hyang Mankmaya

Tumulya Kaneka Resei// Sampai dengan Resi Kaneka Putra (Narada).

8.

Sepuh minangka taruna // Yang tua dan sebenarnya adalah yang muda

Kang taruna minangka kang nyepuhi // Yang muda, dan sebenarnya adalah yang tua.

Pranyina cleaning kawruh  // Waspadalah atas sulit lungitnya memahami ilmu

Kahananing wisesa // Penjelasan tentang yang kuasa //

Pinresing Dat wus kanyata Sang Hyang Wisnu // Atas ijin Tuhan, sudah nyata bahwa Sang Hyang Wisnu.

Winenang kamot nugraha // Yang diberi kewenangan mendapatkan anugrah

Mangreh budyarjeng dumadi// Untuk menguasai semua ciptaan yang ada.

9.

Dene watak nawasanga // Sedangkan sifat 9 Warna (Hitam, Merah, Putih, Kuning, Hijau, Biru, Dadu, Jingga dan Brumbun (Brumbun adalah campuran warna putih kuning hitam dan merah)

Wus kanyatan gumlaring bumi langit // Sudah menjadi nyata tergelar di bumi dan langit

Iku kawruhanan agung  // Makna di balik warna itulah pengetahuan yang agung.

Endi kang luhur andhap // Mana yang tingkat Luhur mana yang tingkat rendah.

Upamane papan lawan tulisipun // Diumpamakan bagaikan Papan tulis dan tulisannya.

Kanyatahaning panembah  // Mana yang menyemah

Kalawan ingkang pinuji// Mana yang dipuji.

10.

Papan moting kawisesan // Papan memiliki potensi sebagai tempat yang menguasai

Manikmaya purbane papan wening // Manikmaya yang menguasai papan yang jernih (Tanapa terdapat tulisan)

Tulise mangsi Hyang Guru // Hyang Guru adalah Tinta untuk menulisnya.

Sastra upama papan // Papan aedalah perumpamaan dari Ilmu

Gending akal upama mangsi wus dhawuh // Gendhing (Akal) sebapai perumpamaan tinta yang sudah berbentuk huruf dan rangkaiannya.

Yen dhingina mangsinira // Jika  keberadaan tinta adalah yang lebih awal adanya (dibanding papan tulis atau kertas)

Ngendi nggone tibeng tulis//  Dimanakah tinta bisa digunakan untuk menulis?

11.

Sayekti dhingin kang papan // Sudah tentu munculnya papan itu lebih awal (dibanding tinta)

Kang anebut papan saking ing tulis // Meskipun dalam hal ini, banyak yang mengira bahwa adanya papan tulis karena tulisan.

Lan malih upamanipun // Dan perumpamaan yang lainnya

Dhalang kalawan wayang  // Antara Dhalang dan Wayang

Dhalang sastra wayang akal jatinipun  // Dhalang itu ilmu, dan Wayang adalah akalnya, dan yang sebenarnya

Yekti dhingin dhalangira // Sudah barang tentu, bahwa keberadaan dhalang itu lebih awal adanya.

Kang murbeng sakehing ringgit// Yang dhalang itu menguasai semua jenis wayang yang ada.

12

Lir patine Resi Bisma // Seperti dalam kisah Bisma Gugur

Duk pinanah dening Wara Srikandhi // Ketika terkena panah  yang dilepaskan oleh Wara Srikandi

Watgatanira tinundhung // Ketika anak panah dilepaskan

Mring panah Sang Arjuna // Itu adalah panah milik Harjuna

Gendhing akal ngibarat Srikandhi kang hru // Sri Kandi sebagai ibarat dari Akal dan Gendhing.

Sastra ngibarat kang capa // Busur sebagai ibarat dari Sastra

Sang Parta  titising lungit// Dan Harjuna sebagai Titisan Dat Yang Maha Ilmu.

13.

Kayana Narendra Kresna // Seperti halnya antara Kresna

Lawan Sang Hyang Batara Wisnumurti  // Dibanding dengan Sang Hyang Bathara Wisnumurti

Iku ngibarat satuhu // Itu adalah sebuat ibarat

Karo-karone tunggal // Keduanya (Kresna dan Wisnu) sebenarnya adalah satu

Tunggal rasa cipta urip pan wus campur  // Satu dalam rasa, dalam cipta satu dalam hidup dan sudah bercampur

Sang Wisnu ngibarat sastra  // Wisnu sebagai ibarat dari Sastra

Sri Kresna upama gendhing // Kresna sebagai ibarat dari Gendhing

14.

Horeg rug kambah barubah  // Ketika dilanda gempa besar hingga porak poranda

Lir Bathara Kalarsa badhog bumi // Bagaikan Bathara yang sedang menelan bumi

Sri Kresna datan kadulu // Sri Kresna tidak terlihat

Wus niring kamanungsan // Telah hilang sifat manusianya

Kaprabawan wikramanira Hyang Wisnu // Dikuasai oeh Sang Hyang Wisnu yang sedang bertiwikrama

Nanging datan saben dina // Akan tetapi hal itu tidak terjadi dalam setiap hari

Denyambeg wikrama werdi // Dalam melakukan Tiwikrama

15.

Yekti naggo kala masa  // Hal itu dilakukan pada saat-saat tertentu saja

Yen manggunga wikrama nora dadi // Jika terus-terusam melakukan tiwikrama

Pasthi brastha tan kawuwus // Semuanya pati hancur hingga tidak ada yang menyebutnya

Tan ana ngarcapada // Dunia akan menjadi tidak ada

Satemahe jagad palastha linebur // Sehingga alam dunia musnah dalam kehancuran

Dening krodhaning Bathara  // Oleh perbuatan Dewa / Bathara

Tan pedah gumlaring bumi// Sehingga tidak ada gunanya alam dunia tergelar.

16.

Sang Wisnu nuksmeng Sri Kresna // Sang Winu menitis kepada Sri Kresna

....  gung dumadi // Untuk menjaga ketentraman di atas bumi

Mayu rahayu tumuwuh // Menjaga keselamatan segala makhluk hidup

Anjaga jejeging ngrat  // Menjaga tegaknya alam dunia

Prabu Kresna sapangreh nuksmeng ngaluhur // Setiap tutur kata Sri Kresna bersifat keluhuran

Wasesa panciptanira  // Memiliki daya cipta yang sangat sempurna

Nyipta trus manuksmeng gaib // Daya ciptanya langsung menembus kepada yang Maha Gaib.

 

V. MACAPAT PUPUH DURMA

1.

Durmaning kang ngluhuraken gendhing lan akal // Keyakinan bagi mereka yang mengagungkan Gendhing dan akal

Pangesthinireng tokit // Yang diyakininya adalah Tauhid

Hyang Wisnu lan Kresna  // Antara Wisnu dan Kresna

Muhung Wisnu lan Kresna // .....

Muhung Wisnu Kewala // Hanya Wisnu yang ada

Sri Kresna datan kaliling // Dan Kresna tidak diperhatikannya

Nadyan lebura // Meskipun dunia  hancur lebur

Kang jagad tan marduliu// Kehancuran dunia tidak diperdulikannya.

2.

Yen meksiya nyipta loro-loronira // Jika masih memikirkan kedua-duanya

Yekti guguring ngesthi  // Pastilah mengalami kegagalan dalam beribadah

Temah tundha bema  // Dan berakhir sia-sia

Araning Hyang Wisesa  // Nama dari yang Maha Kuasa

Sungsun-sungsun kalih-kalih //  Berpasangan (Saling berlawanan) dua-dua

Lan malihira // Dan penjelasan yang lainnya

Siyang kahanan yekti // Pada saat siang hari

3.

Wong lumaku wus prapteng gon kang sinedya  // Ketika seseorang yang berjalan dan sudah sampai ke tujuan yang dinginkannya

Ndadak abali maning // Tiba-tiba kembali pulang

Temah moro cipta // Itu karena ciptanya bercabang dua

Tau renggang gupita  // Karena ciptanya pernah terpecah

Tambuh kang yakining ngesthi // Hingga kebingungan memilih yang mana yang mesti diyakininya

Ajatinira // Bahwa yang sebenarnya

Ujar den wolak-walik //  Ajara tuntunan harus dipahami dua-duanya atau dimaknai bolak balik.

4.

Awit dene asamar kahananing Hyang // Karena penuh jebakan dan sangat samar untuk memahami Tuhan.

Remit sungil tan sipi // Sangat halus lembut, sangat berbahaya dan sangat sunyi.

Gaib tan wus kena // Sangat gaib yang tak terkirakan.

Lamun kinaya ngapa // Jika menggunakan dengan cara membayangkannya

Elok tan kena pinikir // Sangat indah yang keindahannya tak terbayangkan

Wenanging tingkah  // Sikap yang diperbolehkan

Tan lyan harjeng ngesthi // Tidak lain adalah selamat dalam bertuhan atau cipta yang suci.

5.

Esthiningtyas samya awas kawisikan // Semakin suci ciptanya semakin tajam dan akan mendapatkan petunjuk yang benar (Petunjuk dari Tuhan).

Dene wong kang ngarani  // Sedangkan bagi yang beranggapan

Luhur sastranira // Sastra adalah yang lebih tinggi

Tangeh lamun nyiptaa  //  Daya ciptanya tidak mungkin bisa menjangkau

Sungsun-sungsun kalih-kalih // Sesuatu hal dengan pemaknaan ganda dan yang saling berlawanan

Nora mangkana // Dan bukan seperti itu

Pangesthinireng tokit // Dalam memahami tentang Tauhid.

6.

Ana iku marganira saking ora // Isi itu kosong

Ora sing ana yekti // Kosong itu isi

Raseng ana ora  // Terasa isi tapi kosong

Mantep Dating Wisesa // Yang benar-benar ada adalah Dat yang Maha Kuasa

Iku jatining sastra di // Itu adalah Sastra (Ilmu) yang sebenar-benarnya ilmu (Ilmu Sejati)

Tan lawan-lawan //  Tidak ada saling berlawanan

Tan sungsun kalih-kalih // Tidak ada yang bermakna ganda

7.

Dene ingaran mableni mentahing lampah // Sedangkan yang disebut dengan mengulangi hidup di masa yang lalu

Iku mokal sayekti  // Itu tentunya adalah  hal yang mustahil

Tan mangkono lirnya // Maksud dan  makna yang sebenarnya adalah bukan demikian

Reh mesthinira ana  // Oleh karena ditakdirkan ada

Amot suksma glaring bumi // Mengalir dalam sukma dan tergelar di bumi

Tinrus ing puja // Diteruskan oleh hasrat dan harapan yang sungguh-sungguh

Mujarja dhiri wening // Memuja keselamatan untuk dirinya sendiri dengan penuh ketenagan diri.

8.

Kawenangan manuhara aruming ngrat // Diberi kewenangan menyelmi keindahan berbagai alam.

Trusing ngakal kalingling // Segala yang berada di balik akal terlihat nyata.

Nglanguting kalengkan // Rahasia di balik yang paling rahasia

Wali lungiting alam // Menjadi wakil membuka tabir rahasia alam

Ngenglenging ngalam // Atas kegilaan yang terjadi di alam

Nglela anyar kalingling // Terlihat nyata atas segala hal dengan cara pandang yang baru

9.

Marma ngelmu mulet patraping sarengat // Maka ilmu hakikat yang disertai dengan syariat

Maharjaning dumadi // Membuat selamatnya segala makhluk

Dadya trus rumangsa // Menjadi mampu mawas diri mengkaji dirinya sendiri dalam setiap waktunya.

Tinuduh trus utama // Sehingga selalu mendapat pentujunjuk yang utama

Tumameng cipta pamuji  // Dalam memuji Tuhan hingga menembus ciptanya.

Lamun meksiha // Walau masih

Salah ciptaning ngesti // salah atas cipta dan tekad hatinya

10.

Satemahe Sri Kresna pan during mulya // Itu disebabkan bepum paham siapa sebenarnya Sri Kresna

Ingaran Harimurti  // Yang memiliki julikan lain yaitu Harimurti

Sarira Bathara // Dan bagi manusia suci

Tan kewran salirira  // tidak menjadi bingung oleh bentuk raga

Kasumbaganing pamusthi // yang disebut kesempurnaan ibadah itu

Reh ngari loka  // Menguasai Tiga alam batin

Madyapada kalingling // dan menguasi rahasia alam dunia

11.

Pan wus dene pra nabi kang musna lena // Sedangkan bagi para Nabi yang kini telah meninggal dunia

Tuwin kang para Wali // Dan juga para Wali

Myang para Suhada // Para Syuhada

Pra Iman kang minulya // Para yang pemilik iman yang mulia

Kang rorijalla inganhi  // Para Rorijalla inganhi

Kamg tuk nugraha // Para yang telah mendapatkan anugrah

Tan seda saben ari // Tidak setiap hari meninggal dunia

12.

Yen sedaa pra Nabi salaminira // Andaikan saja para Nabi meninggal dunia selamanya

Tan kocap aneng wuri // Tidak akan diceritakan di belakang harinya

Nadyan kang triloka // Sehingga Tri Loka

Sayekti tan dumadya  // Tentunya akan pernah ada

Dennya umangsah semedi  // Sedangkan menjalankan Tafakur

Pan kala-kala // Hanya pada waktu tertentu saja

Tebir lan aprang sabil // Tabir dan Perang sabil

13.

Saben dina tan pegat racketing sukma // Dalam tiap harinya, tidak pernah terputus menyatukan rasa dengan Tuhannya

Tan kewran denira mrih // Hal itu, tidak ada kesulitan

Pangesthining cipta // Dalam mengendalikan cipta dirinya

Kaya lapal kang kocap // Seperti yang dikatakan

Iya kayun pidareni  // Iya kayun pidareni

Murading lapal  // yang makna di balik katanya adalah

Uriping desa kalih // Hidup di dua desa

14.

Desa lair desa batin wus kawangwang  // Desa lahir dan desa batin telah dikuasainya

Sumbaganing musthi // Bernilai emas dalam beribadah

Harjaseng sucipta // Ciptanya bertujuan kepada keselamatan

Trusing kayat wisesa // Menembus kepada yang Maha hidup dan Maha Kuasa

Sarambut datan salisir  // Dan tidak terpisahkan

Lan kawruhana // Dan ketahuilah

Sagung kang rebut piker // Bagi yang pikirannya masih mengalami kebingungan

15.

.Eling ingkang samya ngudi nalar // Selalu ingat Tuhannya ketika sedang mengolah penalaran

Away nganti nemahi // Jangan sampai celaka

Kerojoging tekad // Karena tekadnya tersesat

Tuduh ugering gesang // Dalam mencari pedoman hidup

Sayekti ambebayani // Hal itu tentu sangat membahayakan

Rungsiting gawat // Sangat rumit dan sangat berbahaya

Watgateng trang ing urip // Jalan yang terang untuk menjalani hidup

16.

Lawan aja asring padudon ing karsa // Jangan sering berdebat atas keyakinan

Iku siriking ngelmi // Itu adalah larangan ilmu

Yen during kaduga // Jika belum menguasai ilmunya

Luwung kendel kewala // lebih baik diam saja

Nanging misilna tumuli  // Dan segealah mencari pemahaman

Marang ngulama // Kepada para Ulama ahli ilmu

Myang para sujaneng ngelmi // Dan kepada para sarjana ahli ilmu.

17.

Salah siji jatining gendhing lan sastra // Salah satu rahasia ilmu Sastra dan Gendhing

Tuwa nome kang pundi // Mana yang lebih tua dan mana yang lebih muda

Iku takokena // Tentang hal itu, tanyakanlah

Aywa was kaya-kaya // Jangan menduga-duga dan jangan ragu-ragu

Den trus lan saraking Nabi // Dan sempurnakanlah dengan Syariat Nabi.

Dipun pracaya // Sehingga sampai kepada tingkat Yakin

Nglakoni gama suci // Dalam menjaankan Agama Suci

18.

Titi tamat srat Sastrasandipradangga // Sudah tamat “Serat Sandipradangga”

Kawrat esthining galih // Merasuk dalam jiwa

Puniku klimahnya // Seperti itulah uraiannya

Alime kang niyaga // Ilmu yang dimiliki para Niyaga (Pemain musk jawa)

Wruh gangsa swara lan uning  // Memahami Nada, Suara dan irama

Myang aranira // Dan juga beserta nama-namanya

Gumlar sawiji-wiji // Sudah dipahaminya semuanya.

 

Jum’at Kliwon, 01 Oktober 2020

 

 

1 komentar:

  1. Izin promo ya Admin^^
    bosan tidak ada yang mau di kerjakan, mau di rumah saja suntuk,
    mau keluar tidak tahu mesti kemana, dari pada bingung
    mari bergabung dengan kami di ionqq^^com, permainan yang menarik
    ayo ditunggu apa lagi.. segera bergabung ya dengan kami...
    add Whatshapp : +85515373217 ^_~ :))

    BalasHapus