SERAT SASTRA GENDHING “SULTAN AGUNG HADI PRABU
HANYAKRAKUSUMA” Edit Terjamah : Pujo Prayitno
PUPUH I. MACAPAT SINOM
1. Sri
Nata Dipengrat Jawi (Seorang Raja Agung di Negeri Jawa) Jeng
Suiltan Agung Matawis (Baginda Sultan Agung Mataram) Kang
ngadhaton aneng Karta (Yang bertahta di Surakarta) Ing jaman
sakeh pra Mulki (Pada masa banyak tokoh berilmu tinggi) Ngrat
Jawa Nyakrawati (Menjadi Raja besar di Negeri Jawa) Sabrang
pasisir suyud (Negara di sebrang lautan sangat mengormatinya) Amiril
Muminina (Sri Sultan sebagai panglima para Ulama) Sayidina
Panata Gama (Seorang Sayid yang
menata Agama) Kyatirengrat
wus sinekses saking Ngarab (Kewibawaannya sangat di
kenal di Arab) 2. Winenang
among dirjeng rat (Mendapat anugrah untuk mensejahterakan negaranya) Jeng
Sultan Agung Matawis (Sri Sultan Agung Mataram) Awit
jaksuh tranging tingal (Sangat bijaksana dan memiliki mata batin yang tajam) Lir
surya angkara wening (Bagaikan pancaran cahaya matahari yang terang) Wikan
pranateng gaib (Ahli ilmu hakikat) Sakarsanira
Hyang Agung (Memahami kehendang Tuhan
Yang Maha Agung) Agung
parosanira (Sangat agung atas kepekaan perasaannya) Jawa
den ulet lan kadis (Menggabungkan Keilmuan Jawa dengan Ilmu Khadits) Mardikengrat
mustikaning jagad (Raja berjiwa merdeka mustika dunia) 3. Narendra
moncol sesama (Raja yang unggul di antara sesamanya) Mrojol
ing karep tan wigih (Memiliki banyak ide dan tidak pernah malas) Pinarak
ngideri jagad (Untuk pergi melanglang dunia) Tyasnya
maruta jinaring mumpuni agal rempit (Kecerdasannya mampu menjaring angin sehingga bisa menguasai ilmu syariat dan hakikat) Kridaning
ngrat wu kawengku (Rahasia dunia telah digenggamnya) Miguna
ing Agama (Berguna bagi Agama) Wujud
langgeng datan lali (Kepada Yang Maha Kekal tidak pernah terlupakannya) Rasa
mulya tinrusken rasa panedya (memiliki jiwa yang tenang, tak pernah berhenti dalam memuji
Tuhan). 4. Kaluhuring
kamulyan (Kemuliaannya berada di tingkat tinggi) Ing
Jawa narendra luwih (menjadi Raja yang Agung di Jawa) Lunuwih
pinrih katrekah (Keagungannya mengarah kepada yang bermanfaat) Sakeh
rinuruh ing sih (Sehingga dijadikan contoh dan banyak yang mengasihinya) Jumenengnya
winarni (Kisah cerita atas penobatannya) Slasa
kaping sedasa (Hari Selasa Legi pada tnggal 10 bulan Sura) Mangsane
wuku Warigalit (Pada saat musim bernama Wuku Warigalit) Alip
lambing langkir kang Windu Mangkara (Tahun Alip berlambang Langkir pada saat Windu Angkara) 5. Tahun
Dal sangkalanira (Pada tahun Dal yang ditandai dengan bahsa sandi tahun) Marga
siking tata Aji (Marga (5) Siking (3) Tata (5) Aji (1), tertulis tahun 1535
Tahun Jawa) Lamine
kraton Narendra (Lama waktu menjabat sebagai Raja) Tigang
dasa catur warsi (Tigapuluh empat tahun) Surutira
marengi (Saat meningganya bersamaan dengan) Jumwah
Lagi Sapar tengsu (Hari Jum’at Legi, pada Bulan Sapar (Nama bulan penanggalan
Jawa) Tanggal
kaping dwi dasa (Pada tanggal 20) Wuku
Wukir Lambing Langkir (Pada saat Wuku Wukir berlambang Langkir) Mangsa
juga anuju windu Tirta (Pada saat musim sedang menuju Windu Tirta) 6. Taun Be
Sangkalanira (Tahun Be dengan sandi tahun) Asta
nem margining kang wt (Asta (8) Nem (6) Margining (5) Kan wit (1) tahun 1586) Panjenenganiren
Nata (Beliau sang Raja Agung) Kasusra
ambara murti (Berangkat menghadap Tuhan) Pinandhita
trus suci (Menjadi manusia suci di alam kesucian) Mot ing
kawisesan luhur (Masuk ke alam yang luhur) Rinilan
geng mangunah (Karena memiliki ilmu mangunah yang tinggi) Linulutan
gung maharsi (Dicintai oleh manusia suci agung) Mestu
puja sinukmarjeng gung rasika (Diringi puja puja suci oleh para Rasi yang agung) 7. Anglenggahi
surya candra (Memiliki sifat seperti matahari dan bulan) Ambeg
susanta berbudi (Mencintai rakyatnya dan berbudi) Yangyang
samodra lukito (Bagaikan sifat samodra yang indah) Adil
paramarta mrik (Berwatak adil dan suka memafaatkan) Kasub
tinengen Bumi (Termasyhur di bumi) Walikal
waliyullahu (Sebagai Wali dan wakil Allah) Dibya
gung wikareng ngrat (Memiliki kewibaan yang agung di kerajaannya) Nguni
prasapeng sawuri (Sejak dahulu hingga masa setelahnya) Mring
sagunge pra wayah trahing Mataram (Berpesan kepada seluruh anak cucu mataram) 8 Yekti
tan ingaken darah (Tidak akan diakui sebagai anak cucu Mataram) Yen tan
wignya tembang kawi (Jika tidak pandai menyanyikan dan memahami nyanyian berbahasa
Kawi) Kang
kawrat sandining sastra (Nyanyian yang memuat bahasa sandi di balik bahasa sastra) Akathah
logating tulis (Banyak makna di balik kata yang tertulis) Kang
dingin bahasa Kawi (Makna yang terkandung di dalam bahasa Kawi) Tata
trapsileng pamuwus (Mengandung aturan tatabahasa beserta ketepatan pengucapannya) Tumrap
ing nata pra (Bahasa yang digunakan oleh yang bekerja di pemerintahan) Kasusilan
trus ing ngelmi (Bahasa yang lembut ketika menguraikan keilmuan) Lawan
Kawi kang tumrap sandining sastra (Hubungan bahasa Kawi ketika mengurai rahasia di balik sastra) 9. Kayata
caraka basa (Contohnya adalah tulisan kalimatnya) Dasa
nama atanapi (Menggunakan sepuluh nama, dan juga) Babasan
amengku rasa (Kalimat yang mengandung rasa atau kalimat bermakna ganda) Rasa
karep marang pamrih (Kalimat filsafat yang mengandung maksud (bukan Cuma mengandung
arti) Myat
tuduh kang mangka wit (Yang memberi petunjuk dasar dari asal mulanya) Kang
aran Kawi puni (Disebut baha Kawi itu) Basa
Kang mengku rasa (Ka => Kalimat, yaitu Bahasa yang mengandung rasa perasaan) Wi : Lepasireng
pamusthi (Wi (Wiar atau luas):
Adalah melepaskan maksud dan tujuan) Mungging
sastra karem lepasing graita (Yang kalimatnya lebih memilih kalimat untuk mengungkapkan
perasaan hati) 10. Ping
tri sandining puspita (Yang ketiga, mengandung makna tersirat di balik bahasa Syair
lagu) Karep
lepasing samadi (Diharapkan bagaikan mengucap mantra/doa di kala samadi) Ngesti
tableh ing Pangeran (Terpusat dan hanya ditujukan kepada Tuhan) Nglinang
sukma sarira nir (Berkonsentrasi hingga sukma dan raga dalam ketenangan) Tandya
puspita jati (Tenangnya digambarkan bagaikan bunga teratai) Mila
saguitrah Mataram (Oleh karenanya bagi anak cucu Mataram) Den
putus olah rasa (Jadilah ahli dalam hal olah rasa) Sasmita
sandining kawi (memahami makna di balik makna yang terkandung di dalam bahasa
Kawi) Jakti
angger satriya mangolah sastra (Yang disebut Satria adalah ahli olah menyusun kalimat) 11. Den eta
ingaran tembang (Kalimatnya dirangkai hingga menjadi nyanyian) Tembang
kang tumameng gendhing (Nyanyian yang bisa diiringi Gendhing (musik Jawa) Anut
wileting wirama (Mengalir mengikuti alunan iramanya) Manising
swara dineling (Kemerduan suaranya di hayati) Kang
tumrap yuda nagri (Yang digunakan oleh petugas negara) Raras
manising pamuwus (Selaras dan lembutnya kalimat yang diucapkannya) Kandel
tipising basa (Tajam dan tipisnya intonasi pengucapan) Non
tuduh minangka kardi (Dijadikan pedoman dalam menjalankan tugas negara) Nora
kena ninggal rarasing suwara (Tidak boleh meninggalkan keselarasan suara) 12. Dene
kang tumrap ing sastra (Sedangkan kalimat yang digunakan untuk keilmuan) Renggan
wiramaning gendhing (Adalah untuk menghiasi alunan suara gendhing (musik jawa) Kinaryo
ngimpuni basa (digubah dengan kalimat yang bisa bermakna ganda) Memanise
den reksani (Yang diutamakan adalah keindahan bahasa dan kalimatnya) Lamun
bubrah kang gendhing (Jika musiknya yang fals/rusak) Sastra
ngalih rahsanipun (Hilanglah keindahan lagunya) Kang
tumrap ing pradangga (Dan bagi pemusiknya) Swara
rinaras ing rakmi (menyelaraskan suaranya adalah menggunakan hati) Anrus
kongas asmara langening akal (Yang kemudian menembus hingga membuat bergairahnya akal) 13. Kalengkanireng
swarendah (Mengahsilkan aransemen musik yang indah) Arancak
pineta ngesthi (Diutamakan keselarasannya dengan tinggi rendahnya nada ) Ngesti
wirajeng wirama (Hingga menyatu dengan keselarasan iramanya) Tuduh pamudyaning
dasih (Hingga mampu mengantar untuk saling memuja bagi yang sedang
berkasih-kasihan) Sih puji
kahananipun (Untuk memuji dengan penuh cinta kasih) Tan lyan
kang Murbeng jagad (Tidak lain adalah DIA Sang Penguasa jagad) Kang pinuji
swara aji (Yang dipuja menggunakan kalimat bahasa tinggi) Nyamleng
ingkang Gendhing (Sangat indah suara musik jiwa) Trus kahanan
tunggal (Sebagai Pengantar tuk menyatukan rasa dengan Tuhan). 14. Pramila
Gendhing yen bubrah (Sehinggga jika suara musik jiwa rusak) Gugur sembahe
mring Widhi (Ibadah kepada tuhannya menjadi batal) Batas wisesaning
salat (Batal pula hakekat shalatnya) Tanpa gawe
olah Gendhing (Tidak ada gunanya bertafakur (Musik Jiwa- Gendhing) Dene
ngaran olah Gendhing (Sedangkan yang disebut bertafakur mengolah rasa samadhi
bertapa, menjalankan hakikat) Tukireng
swara linuhung (Bersumber dari keindahan kalimat bahasanya) Amuji Asmaning
Dat (Dalam memuji menggunakan Nama Tuhan) Swara
saking osek jati (Kalimat yang keluar berasal dari cetusan hati) Mring Hyang
ingkang masuh sih (Yang ditujukan kepada Tuhan yang Pengasih dan Penyayang) Sih puji
kahananipun (Tuhan yang penuh cinta dan yang terpuji ) Osik mulya
wentaring cipta rasa (Cetusan hati suci terpancar dalam cipta dan rasa) 15. Surasane
ngesti kajat (Yang maknanya memusatkan hajat) Kajat baka
ingkang kadim (Hajat yang ditukan kepada Yang Maha Kekal dan Yang Qodim) Pramila
mangolah Gendhing (Sehingga ketika melakukan munajat doa (Gendhing)). Sedene
merdanggeng gendhing (Diibaratkan seperti merangaki musik jiwa) De ana
rebut manis (Tidak ada yang saling berebut keindahan suaranya) Swara manis
wilteng rum (Suara manis merayu mendayu-dayu) Myang nyamlenging
raras (Dan keindahan aransemen nada suara musiknya) Swara nrus
pinresing ngesti (Suaranya menembus diselaraskan dengan penuh penghayatan) Lamun bubrah
tan kamot pamujing Dat (Jika sampai rusak maka tidak ada hasilnya dalam memuji Tuhan) 16. Marma sagung
trah Mataram (Olehkarenanya kepada seluruh keturunan Mataram) Kinon wignya
tembung Kawi (Diwajibkan untuk ahli menggunakan bahasa Kawi) Jer wajib
ugering gesang (Karena kewajiban pokok dalam hidup itu) Ngawruhi
titining ngelimi (Memahami intisari ilmu) Kang tumrap
ing praja di (Yang berlaku di negara yang besar) Tembung
kawi asalipun (Berasal dari bahasa Kawi) Terlen titising
sastra (Karena sangat tepat ketika digunakan mengurai ilmu) Nora nana
liyan kang tuduh ing sastra (Tidak ada bahasa lain yang mempu mengurai ilmu dengan tepat)
|
Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:
Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.
Jumat, 02 Oktober 2020
Filsafat Ketuhanan dalam Sastra Jawa Serat Sastra Gendhing
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Izin promo ya Admin^^
BalasHapusbosan tidak ada yang mau di kerjakan, mau di rumah saja suntuk,
mau keluar tidak tahu mesti kemana, dari pada bingung
mari bergabung dengan kami di ionqq^^com, permainan yang menarik
ayo ditunggu apa lagi.. segera bergabung ya dengan kami...
add Whatshapp : +85515373217 ^_~ :))