Filsafat
Jawa : Mengurai rahasia warna, Rahasia Cahaya serta Membuka Tabir Kosong dan
Isi, Serta mengurai Ilmu Rasa dan Budi, sebagai modal dasar untuk belajar Ilmu
Jawa Tingkat Tinggi atau belajar Ilmu Hakikat tingkat tinggi untuk pemula.
TERJEMAHAN BEBAS & NASKAH ASLI “SERAT “KACA
WIRANGI”
MENGURAI RAHSA DAN BUDI
Dongeng Burung Perkutut dan Burung Derkuku
Mengurai Ilmu Kasampurnan
(Kisah Burung Perkutut dan Burung Derkuku –
Mengurai Ilmu Maha Sempurna)
Edit Penerjemah : Pujo Prayitno
|
1. TERJEMAHAN BEBAS
2. NASKAH ASLI DAN TERJEMAHAN BEBAS TIAP PARAGRAF.
1. TERJEMAHAN BEBAS
Ada burung Perkutut dan burung Derkuku yang sedang
bertengger di pohon Mandira, burung perkutut kemudian bercerita seperti di
bawah ini :
Ada negara yag terkenal, dengan Keindahan tamannya ada
seratus jenis bunga yang ditanam di Taman sarinya, Dan diberi pagar keliling
yang terbuat dari emas, yang dihias kolam air, yang ditebari batu Cendhani, dan
dikelilingi patung perunggu, dan diberi hiasan lainnya yang terbuat dari emas
dan intan berlian.
Dekat dari tempat duduk sang putri, ditebar batu mulia
bermacam warna. Tiap pagi banyak kupunya, putih, merah, kuning, ungu, hijau,
biru dan hitam beterbangan kesana kemari sehingga menambah keindahan taman
sarinya.
Semua kupu bergemberia
berterbangan di taman. Kemudian mereka saling mengunggulkan keindahan
sayapnya. Selanjutnya kupu putih berkata kepada kupu lainnya seperti ini :
Lihatlah warna sayapku putih bersih, tidak seperti
sayap kalian, terlihat kotor belepotan,
warnanya tidak serasi dan jelek, sesungguhnya tidak ada warna yang bagus yang
melebihi warna putih, karena putih itu warna yang suci dan jujur, dan warna putih
lah sebagai dasar semua warna. Orang menulis, orang melukis, dan orang
membathik, semuanya memakai dasar putih, oleh sebab itu, kertas dan kain mori
dibuat warna putih, dan juga banyak orang yang suka memakai baju serba putih, makanya, Allah menciptakan kapas
berwarna putih. Batu kapur dicipta putih, sehingga rumah juga baik yang bercar
putih, dan juga hati manusia itu baik yang putih, yaitu suci. Kata putih selalu
menjadi pembicaraan, dipergugnakan untuk menggambarkan sesuatu yang suci atau
bersih. Oleh karenanya warna yang baik itu
putih, sehingga kupu yang paling bagus sendiri adalah yang berwarna
putih.
Kupu merah menjawabnya, sebagai berikut “ :
Sesungguhnya penerapan yang baik dari warna putih itu adalah
digunakan sesuai kegunaannnya. Karena hiasan yang dipergunakan untuk menghias taman
ini, jika semuanya putih dan putih kau sebut suci namun putih itu adalah pucat,
tidak ada pancaran keindahan. Sesunguhnya mengapa banyak kupu yang datang ke
sini itu karena dipikat dengan madu, yang diperlukan untuk menghias taman,
sehingga yang di sebut kupu yang indah adalah kupu yang bisa menyebabkan
menjadi indahnya taman. Oleh karena sayapmu
tidak menyebabkan keindahan apa-apa, tetap dirimu adalah kupu yang
jelek. Jika kau ingin mengetahui warna yang menimbulkan keindahan, lihatlah
warna yang tidak pucat, sedangkan warna yang tidak pucat, adalah warna yang
menyala atau memancarkan cahaya. Tidak usah jauh-jauh. Lihatlah bunga yang ada
di taman ini saja. Kamu akan melihat sendiri, yang paling unggul warnanya adalah
yang berwarna merah. Coba perhatikan bunga jengger itu, warna merahnya terang
dan menyala-nyala, demikian juga bunga mawar, bunga wora-waribang, bunga
sepatu, unggul warnanya karena berwarna merah. Cahayanya manusia yang semangat juga yang memancarkan
warna merah yang menyala. Hasil bathik yang bagus juga yang berwarna merah
menyala. Selain itu juga mawarna merah itu baik jika dipandang mata. Walau pun merah sama-sama warna, namun warna merah
adalah yang paling wibawa dan paling mudah terlihat, sehingga warna merah itu
banyak yang suka, bahkan anak kecilpun lebih menyukai mainan yang warnanya
merah, itu yang akan dipilih terlebih dahulu. Sehingga kesimpulannya. Kupu yang
bersayap merah adalah kupu yang paling indah
Kupu kuning, setelah mendengar pembicaraan kupu putih
dan merah menjawab demikian : Putih dibanding merah memang gagah yang merah,
namun merah dibanding kuning, lebih indah kuning, contohnya, emas lebih indah
dibanding tembaga atau perak. Hiasan yang terlalu banyak warna merah
membosankan, namun tidak ada hiasan yang banyak warna prada (kuning emas) yang
tidak pantas, justru semakin indah. Lihatlah Cat di wayang, seumpama wayang
satu kotak di beri warna prada justru semakin bagus. Seandainya hanya warna
merah, jelas akan jelek, sebab merah itu adalah warna kesukaan anak kecil, sedangkan
orang tua tidak menginginkannya. Sedangkan warna kuning adalah warna kesukaan
bangsawan. Lihatlah kereta Kecana, Payung Tunggul Naga, Pasemen bara-bara,
bordiran, gamelan, semuanya indah warnanya, karena berwarna kuning. Demikian
juga hiasan yang bagus, yang bersinar di toko-toko dan di dalam rumah orang
kaya, berupa : Paidon (tempat membuang ludah orang makan sirih), Pateyan, temnpat
kapur sirih, pigora gambar, pigora kaca, lampu gantung ( jenis lampu jaman
dahulu) dan lain sebagainya, semuanya berwarna kuning. Manusia yang bagus
rupanya adalah yang berkulit kuning, bukan orang yang berkulit merah. Yang
tidak berkulit kuning ketika tampil dalam pertunjukan, maka kemudian berupaya
mencari akal, hal itu karena ingin kulitnya berwarna kuning. Memang benar lah warna
kuning adalah warna yang menyenangkan. Singkatnya demikian : Warna putih pucat,
warna merah gagah, namun tidak indah, justru membosankan. Sedangkan yang tidak
pucat serta tidak membosankan justru
semakin berwibawa , adalah warna kuning. Apakah tidak demikian ?
Kupu ungu menyambung, warna kuning itu masih
membosankan, ketahuilah semuanya, sama-sama tentang warna, warna yang paling
indah, paling wibawa, dan tidak membosankan itu adalah warna ungu. Buktinya,
Babut yang berwarna merah itu jelek, babut kuning jelek, babut ijo kurang baik,
namun babut ungu, sangatlah indah dan menyenangkan, terlebih lagi jika
diimbangi perlengkapan rumah yang diberi warna ungu, seperti meja, kursi,
bangku, yang mengkilat peliturnya. Seandainya diberi warna merah atau kuning
menurutku kurang indah. Bunga jengger, terlihat menyala disebabkan ungu,
demikian juga bunga Ragaina. Baju ungu indahnya bukan main. Meskipun ungu tidak
terpilih, mengapa orang membatik kain mencari Soga, padahal sangat mudah untuk membuat warna merah atau membuatnya kuning. Apakah
sebabnya? Itu disebabkan warna merah dan kuning hanya digunakan untuk
pertunjukan atau untuk kesombongan,
tidak baik, itu tidak seperti
warna ungu yang apa adanya. Di mana pun saja barang yang apa adanya dan mengandung ketenangan itu tidak
membosankan, sehingga warna ungu banyak yang memilihnya, untuk digunakan setiap
harinya. Sebagai contohnya Soga. Ingatlah bahwa yang menyombongkan diri itu
tidak akan lama, dn hanya dipergunakan kadang-kadang saja, dan hanya sementara,
kecuali yang apa adanya itu yang
dipilih, untuk didpergunakan setiap harinya, buktinya adalah Soga. Warna merah
dan kuning sebagai ibarat kenakalan. Namun warna ungu itu tenang dan berwibawa,
artinya tidak mencolok untuk hiasan.
Kupu hijau secara tiba-tiba berkata. Katanya : Kalian
semua diam lah dahulu. Kalian semua tidak mengerti atas kehendak Tuhan Yang
Maha Kuasa dalam mencipta rumput dan dedaunan dicipta berwarna hijau. Hal itu
pikirkanlah apa sebabnya. Cobalah kalian pikir : Seandainya semua dedaunan
berwarna putih, barangkali akan banyak mata yang buta. Seandainya yang baik
adalah ungu, tentulah semua tumbuhan akan dicipta berwarna ungu. Seandainya
yang baik warna kuning, tentulah dicipta dengan warna kuning. Seandainya yang
baik merah, tentulah dicipta merah. Hal
itu ketahuilah, mengapa rumput dan dedaunan dicipta hijau, sebab warna hijau
adalah yang paling baik serta yang paling tidak membosankan. Buktinya tidak ada
manusia yang bosan kepada warna hijau. Di kebun, di tegal, di sawah-sawah, semuanya
hijau, namun demikian di halaman rumah para petinggi ditanami pohon Sadhang, pakis, pandhan, wregu, sirih
dan lain sebagainya, banyak menempel di tembok, hingga lebat bagaikan hutan,
itu sebagai bukti masih kurang puasnya memandang warna hijau, namun saya pun
tidak menyalahkan, memang jika tumah banyak warna hijaunya yang berada di
tembok atau di tangga rumah itu terkesan sejuk. Sehingga hal itu kadang
mengingatkan kalian, sehingga kalian tidak akan mau mengunggulkan warna selain
warna hijau. Serangga yang bernama
Samber lilin itu unggul warnanya dibanding
sesama warna serangga. Warna yang menonjol itu karena warna hijau, warna merah dan
kuningnya hanya sedikit. Seandainya
terlalu banyak warna merah atau kuningnya pasti tidak indah. Sebaliknya jika
banyak warna hijau-nya, justru semakin indah. Burung merak paling indah
warnanya dibanding sesama burung, warna apakah yang terbanyak ? juga wara
hijau, warna merah dan ungu hanya sekedarnya. Seandainya warna hijau hanya
sedikit, pastilah jelek. Oleh karena hal demikian maka, ternyata kupu yang
paling cantik adalah kupu yang bersayap hijau.
Kemudian kupu biru berkata seperti ini : Yang
disampaikan kupu hijau tersebut sudahlah benar, namun masih kurang tepat. Sebab
masih ada makhluk Tuhan yang melebihi warna hijau, tidak membosankan selamanya
dan lebih banyak keberadaannya, yaitu biru.
Sebagai buktinya, Udara, langit, gunung, laut, semua dicipta berwarna
biru. Lihatlah ! Yang indah itu hanya hijau dan biru. Banyak orang yang senang
refresing di tempat yang serba indah, sedangkan tempat yang indah tersebut,
menjadi indah disebabkan oleh hijau dan biru. Tidak ada satu manusia pun yang
bosan memandang tempat yang indah dan asri, yaitu yang terlihat langitnya biru,
gunung warna biru, dan tumbuhan yang kelihatan hijau dan biru. Sayap serangga
samber lilin warna hijaunya tercampur
warna biru, justru banyak birunya dibanding warna hijau. Sayap burung merak pun
mengarah ke biru. Seluruh warna biru di dunia ini jika dibanding dengan warna
hijau, banyak birunya. Sebab, hijau itu hanyalah berada di darat, namun warna
biru itu berada di darat juga di laut,
juga berada di angkasa. Di angkasa tidak ada tempat yang tidak berwarna biru, hingga pada warna
gunung yang terlihat dari kejauhan. Jika seseorang sedang naik perahu di tengah
samudra, maka yang nampak bagaikan arah
utara, selatan timur dan barat semuanya berwarna biru, sehingga seluruh dunia
bagaikan menjadi berwarna biru semua.
Hal yang demikian sebagi bukti jika biru itu adalah warna yang paling
indah, sehingga atas kehendak Yang Maha Kuasa mencipta warna biru diperbanyak
dibanding lainnya.
Kupu hitam berkata demikian, wahai kalian semua,
tenangkanlah dahulu dirimu, apakah ada warna yang jumlahnya melebihi hitam, dan
juga tidak ada warna yang kelebihannya melebihi hitam. Penjelasannya demikian,
tidak ada warna yang jumlahnya melebihi hitam, sebab jika di waktu malam,
seluruh dunia berwarna hitam, tidak usah disebutkan di angkasa, di daratan, di
lautan, cukup disebutkan tidak ada tempat
yang tidak hitam, kemudian bandingkan banyak mana dengan biru. Sehingga
saya sebut , tidak ada yang paling unggul seperti hitam, sebab semua warna jika
telah dikalahkan oleh hitam tidak ada yang bisa menghalangi. Walau pun bumi
langit yang kedatangan kegelapan yang berwarna hitam, dunia bagaikan teggelam
di kehampaan yang hitam pekat. Sehingga saya sebut tidak ada yang paling kuasa seperti hitam,
hal demikian sehingga manusia berwibawa itu yang berbaju hitam, celana hitam,
sepatu hitam. Banyak yang gagah tidak seperti hitam, banyak yang wibawa tidak
seperti hitam, bahkan rambut dan kumis yang tampan adalah yang hitam. Gambar
dan tulisan yang terang dan jelas juga yang hitam. Karena berwibawa, sehingga
awet serta terpakai setiap harinya, seperti
yang dikatakan kupu ungu sebelumnya. Yang ungu itu soga-nya juga benar, namun
hitam tidak kalah, yaitu dasarnya.
Burung perkutut melanjutkan pembicaraannya : Isi
ceritanya, sebagai berikut :
Yang disebut baik dan buruk itu sesungguhnya hanya
sebatas anggapan rasa hati. Apa pun yang sedang disenangi oleh hati, itu lah
yang nampak benar. Sedangkan salahnya tertutupi. Manusia yang berwatak mudah
menginginkan sesuatu, terhadap segala yang disenanginya, hal itu lah yang
dianggapnya paling benar sendiri.
Ada sebuah ibarat, bahwa manusia yang sedang menyukai
sesuatu, maka tidak kekurangan dalam
sanjungannya, sedangkan orang yang sedang benci
tidak kekurangan dalam mencelanya, manusia itu sangat mencintai dirinya
sendiri, sehingga tidak ada manusia yang bosan menyanjung dirinya sendiri.
ooOoo
BAB. II
BATU MULIA MENGURAI SINAR
WARNANYA
Ada permata putih, cahayanya putih bersinar terang,
bernama permata Manik Maya, tergeletak dekat dengan tempat duduk sang Putri,
berkata kepada kupu-kupu, katanya : “Wahai kupu, sesungguhnya semua warna
kalian itu indah, yang putih, yang merah, yang kuning, yang ungu, yang hijau,
yang biru, dan juga yang hitam, tidak ada satu pun yang tidak indah,
kekukarangannya hanyalah tidak mengnadung cahaya, seandainya bisa bercahaya,
betapa indahnya, sebab, warna itu bisa terlihat
karena kekuatan cahaya, walaupun merah, hijau, biru, jika tidak
bersinar itu hampa. Walau pun warna
putih atau pun merah, jika bersinar maka menjadi indah. Coba perhatikan ujud
diriku ini, tidak lain hanyalah putih, warna putih itu tidak berbinar dan tidak
mencolok, namun karena mengandung cahaya, sehingga putihku indah bercahaya,
itulah diriku yang disebut Permata Manik
Maya. Tidak hanya permata saja, walau pun manusia yang tampan rupawan, dihias
busana, jika tidak ada cahayanya, tidak ada daya tariknya, dan tidak ada
pancaran wibawanya, akhirnya pun tidak menjadi perhatian dan tidak dipercaya,
sehingga tidak dipilih dan suatu jabatan, karena hanya mengandalkan ketampanan
rupa dan kebaikan hati; serta kebahagiaan
hidupnya. Karena tidak berusaha mencari keluhuran Pramana. Walau pun manusia
yang buruk rupa serta kurus badannya, jika luhur budi-nya, juru hati, akan
menjadi pusat perhatian dan dihormati, sehingga banyak yang hormat dan
mencintainya, karena terlihat dari pancaran wibawanya yang tinggi, mengagumkan,
itu disebabkan cahaya budi dari dirinya yang bening.
Ditempat itu ada batu mulia merah, di dekat tempat
duduk, disebut juga batu mulia Geni Maya, mempertontonkan cahayanya yang merah
menyala bagaikan bara api.
Ada lagi batu mulia kuning, memperlihatkan
keindahannya, yaitu cahaya kuning bersinar, yang bernama berlian Mirah Delima.
Ada lagi batu mulia ungu, memperlihatkan cahaya ungu
yanganik Puspa Raga
Adalagi batu mulia hijau, memperlihatkan cahayanya
yang hijau berpendar, yang disebut berlian Tinjo Maya.
Adalagi batu mulia biru, memperlihatkan cahayanya yang
biru, disebut berlian Manik Nila Pakaja.
Adalagi batu mulia hitam, memperlihatkan ahaya hitam
pekat, disebut Mustikaning Bumi.
Kesemuanya indah cahayanya, dan tidak ada yang mengecewakan,
sehingga menyebabkan semua kupu-kupu menjadi malu, yang disebab karena lebih
indah berlian daripada kupu, sebab kupu hanya memiliki warna saja, tidak
memiliki cahaya, sedangkan berlian memiliki warna dan mengandung cahaya.
Wahai saudara, cerita tersebut mengandung makna
sebagai berikut :
Mengecewakan sekali jika manusia hanya mengejar
kesenangan, hak milik, hobby, kenikmatan, kebahagiaan hidup, kewibawaan,
keluhuran derajat dan lains ebagainya. Tidak mencari atas terang dan ketenangan
jiwa, yaitu Menghidupkan Budi.
Warna putih, merah, kuning, ungu, hijau dan sejenisnya
itu semua sebagai ibarat : Rahsa, artinya menjadi ibarat perwatakan manusia,
sedangkan cahaya sebagai ibarat terangnya Budi manusia.
ooOoo
Penjelasannya demikian :
Cahaya dan warna yang diuraikan pada cerita di atas,
sesungguhnya hanya sebagai ibarat saja.
Cahaya dan warna adalah milik Dzat Yang Maha Wujud,
yang diberikan kepada manusia.
Wujud Cahaya manusia itu adalah : Budi. Sebab budi itu
berupa penerang yang memancar dari kegaiban. Menerangi semua Nyawa sejak awal
sampai dengan akhirnya.
Sedangkan wujud warna, adalah : Rahsa (dayanya disebut
: Nafsu), sebab rahsa itu daya pengaruhnya menyebabkan sifat dari cahaya yang
bermacam-macam : Putih, Merah, Kuning, Hijau dan sebagainya.
Ujud Rahsa adalah nyawa. Daya pengaruhnya menyebabkan
manusia sering merasa : gembira, sedih, senang, benci, jahil, irihati, sombong,
heran, kecewa, takut, khawatir, dan sebagainya.
Singkatnya saja, menyebabkan tiap manusia memiliki
watak sendiri-sendiri, baik atau buruk (Dalam Bahasa Jawa disebut Perasaan atau
hati).
Pengaruh rahsa yang menyebar bernama nafsu, itu bisa
diibaratkan asap, sebab nafsu itu daya pengaruhnya adalah menyebabkan kegelapan
atau mengotori cahaya.
Padamnya nafsu
atau rahsa : Jika hanya berkumpul dalam rasa (Rasul) bersifat bukan putih,
bukan merah, bukan hijau, dan sebagainya, artinya : bukan bahagia, bukan
subukan keinginan, bukan sah, Hanya : Tenteram/Ketenangan (lebih jelasnya jika
telah membaca bagian belakang.
BAB. III
BERLIAN MENGURAI CAHAYA
Burung Perkutut melanjutkan dalam bercerita :
Ketika itu ada berlian, yang berkata kepaa semua batu
mulia : “wahai semua mirah, sekarang kalian sudah memahami bahwa terlihatnya
rupa karena adanya cahaya, artinya :warna merah hijau itu tidak ada gunanya
jika tidak ada cahaya, sebab jika tanpa cahaya maka tidak akan bersinar.
Meskipun tanpa warna jika terkena cahaya tidak akan bisa hilang, sebab cahaya
itu menyinarinya, sehingga akan bisa dilihat. Sudah nyata bahwa cahaya itu adalah
nyawa dari rupa. Buktinya, si Manikmaya, hanya berwarna putih, oleh karena
bersinar, sehingga banyak dicari oleh manusia serta dihargainya.Terlebih lagi
si Geniyara, Mirah Delima dan sebagainya, karena memiliki warna dan bersinar.
Dan sekarang selain yang sudah dibicarakan seperti
tersebut itu tadi, saya akan bertanya kepada semua mirah untuk dipertimbangkan.
Pertanyaanku seperti ini : Pilih yang mana, memiliki warna dan bercahaya sedang
dibanding dengan tidak memiliki warna, dan hanya cahayasaja, akan tetapi
cahayanya melebihi cahaya dari semua yang warna? Apa lebih memilih memiliki
warna yang bersinar sedang, apa memilih tanpa warna namun memiliki cahaya
tinggi?
Semua mirah tidak ada yang bisa menjawabnya. Kemudian
berlian melanjutkan kata-katanya “Jika saya, memilih tidak berwarna, hal
demikian kadang justru mengandung cahaya yang lebih. Sehingga saya tidak begitu
memikirkan tentang warna, saya hanya mengejar cahaya. Sebab, walau tanpa warna,
jika mengandung cahaya tinggi, Cahaya tinggi itu bisa membentuk warna dengan
berbagai macam warna yang disebabkan karena kejernihannya. Lihat lah diriku
ini, saya ini tidak mempunyai warna seperti halnya mirah, tidak merah, tidak
kuning, bukan hijau, bukan biru, bukan hitam, tiak putih. Namun karena nyala
cahayaku melebihi semua jenis mirah, walau pun tan warna , namun bisa menjadi
merah, juga bisa menjadi kuning, bisa hijau, dan sebagainya. Jika saya sedang
berwarna merah, tidak kalah dengan geniyara, jika sedang berwarna kuning, tidak
kalah dengan mirah delima, Jika sedang berwarna ungu, tidak kalah dengan
pusparaga, pun selanjutnya tidak akan kalah dibanding semua mirah. Sehingga,
bagaikan memuat atas semua jenis mirah. Apakah sebabnya saya bsia seperti itu,
hal itu disebab karena tak berwarna, namun unggul dalam cahaya.
Seandainya ketinggian sinarku, namun masih mengandung
warna, hal itu juga tidak akan bisa mengandung semua warna. Walau pun tanpa
warna, jika tidak tinggi cahayaku, juga tidak bisa memuat semua warna. Sehingga
jelaslah, rupa yang paling indah adalah : Yang tidak berwarna namun tinggi
cahayanya. Sebab hal itu adalah yang hidup dan yang mengandung semua warna.
Cerita yang tersebut di atas, mengandung maksud,
sebagai berikut :
Agar manusia bisa memuat, tidak cukup hanya
menggunakan budi dan kesaaran. Namun harus : Tidak memiliki watak. Tidak
memiliki watak artinya : Tidak mengandalkan atas watak hatinya, seperti Suka
terhadap yang itu, benci terhadap yang ini, suka terhadsap kesenangan, mengeluh
jika susah, Suka pada keindahan, benci segala keburukan. Ringkasnya : Memiliki
kesengan di dalam hati yang tidak bisa dirubah, serta mempunyai suatu yang
dibencinya.
Cahaya itu, sebagai
ibarat dari : BUDI, Warna, ibarat dari : RAHSA, Berlian itu ibarat : Sangat
terang Budinya, namun tidak sombong diri, bisa mengendalikan keinginan, tidak
pilih kasih atau memilih manfaatnya. Tandanya bagi orang yang sudah bsia
demikian : Wibawa cahayanya, Sikapnya tidak terlihat jahat, cahayanya tajam,
serta serba sederhana.
Manusia yang bersifat seperti, bisa dipilih menjadi yang
di tuakan, bisa memahami atas perwatakan manusia yang berbeda-beda, karena
sudah tidak memiliki watak sendiri.
Permata, walaupun bercahaya bagaikan api, jika masih
punya warna, tidak akan bisa mengandung semua warna, karena cahayanya dipaksa
oleh warnanya. Berbeda dengan berlian, adalah cahayanya lah yang menguasai
warna.
BAB. IV
KACA BENGGALA DAN RAHASIANYA
Burung Perkutut melanjutkan kisahnya :
Semua Mirah merasa kalah, ketika dibandingkan dengan
berlian. Terlebih lagi semua kupu-kupu. Akhirnya sepakat, akan mengangkat Raja
atas berlian, sebab belian lah yang paling unggul dalam rupa.
Ketika berlian akan diangkat sebagai raja, kemudian
berkata : Atas kesepakatan kalian semua yang ingin mengangkat raja diriku,
karena aku paling unggul cahayanya serta tanpa warna. Keunggulan cahayaku yang
menghidupkan rupaku. Warna itu bukan milikku sehingga aku memuat semua warna.
Hal itu memang benar, namun diriku ini
sebenarnya belum sempurna, masih ada lagi ujud selain diriku yang lebih unggul
cahayanya melebihi diriku. Serta mampu bisa memuat segala warna dengan sempurna
melebihi diriku. Itulah yang kalian angkat jadi raja, sebab cahayanya berlipat
seribu dibanding cahayaku, jika memancar akan menyamai matahari, tetapi aku
hanya berkelip saja. Sedangkan dalam memuat warna ternyata seribu kali
dibanding aku. Aku hanya megandung warna, namun yang akan aku katakan kepada
kalian adalah mengandung warna dan sekalian rupanya. Maksudnya, bukan hanya
bisa berwarna merah, hijau, juga bisa bermacam warna bagaikan kupu, bagaikan
mirah, bagaikan berlian, bagaikan batu, bagaikan kuda, bagaikan manusia,
bagaikan matahari, singkatnya bisa menyerupai semua ujud yang ada di dunia ini,
karena bisa berujud bagaikan dunia yang tergelar nampak bumi langit beserta
segala isinya.
Jika sedang seperti matahari, sama sekali tidak
berbeda dengan matahari, hingga tidak ada manusia yang bisa mengungkapkan
seperti apa rupa yang sebenarnya. Yang seperti itu dikarenakan dua sebab saja.
PERTAMA : Disebab sangat tinggi cahayanya.
KEDUA : Karena tidak memiliki warna sama sekali.
Apkah kalian sudah mengetahui ujud yang demikian itu ?
Itulah yang disebut : KACA BENGGALA BESAR.
Semua batu mulia dan kupu-kupu keheranan, serta ingin
mengetahi seperti apa rupa dari KACA BENGGALA.
Ada sebuah batu yang ingin digambarkan seperti apa
rupa dari Kaca Benggala, kemudian bertanya kepada berlian : Wujud Kaca Benggala
itu seperti apa. Apakah memang seperti rupa segala wujud yang ada, apakah
berbeda dibanding dengan segala perwujudan. Jika tidak sama dan tidak berbeda
seperti segala perwujudan, apakah bisa disebut jernih bagaikan air..?
Berlian menjawab, jika dikira seperti rupa segala yang
wujud itu juga benar, namun belum tepat. Mengapa bisa dikatakan demikian karena Kaca Benggala itu memang bisa
bagaikan batu, bisa bagaikan kupu, bisa bagaikan berlian dan sebagainya.
Sedangkan jika dikatakan belum tepat,
karena kalimat tersebut, karena berbeda dengan segala yang wujud. Perbedaannya
adalah : Batu itu keruh, namun Kaca Benggala tidak keruh. Baju itu menonjol
serta jelek, namun Kaca Benggala tidak pernah disebut menonjol dan jelek. Mirah
Delima kuning serta kecil, namun Kaca Benggala itu tidak kuning dan tidak
kecil. Arang itu hitam, Kaca Benggala itu tidak hitam. Singkatnya jika segala
perwujudan dibedakan dengan Kaca Benggala, semuanya akan berbeda jika dibanding
dengan Kaca Benggala. Oleh karena itu, bisa disebut berbeda dengan segala
perwujudan. Namun pun tidak boleh diputuskan demikian, sebab di depan telah
dijelaskan : Bagaikan wujud segala
perwujudan. Itu hanya bisa disebut dengan sebutan : BENING, jika disebut
demikian barangkali baru benar. Namun demikian juga belum tepat, sebab bening
itu lebih tepatnya untuk menyebut air di dalam gelas. Air itu memang bening,
namun beingnya air itu bening yang kosong, jauh berbeda dengan kebeningan Kaca
Benggala : Bening yang mengandung wujud, sebab cahayanya bercampur dengan
Rahsa, rasa itulah yang tanpa warna, namun tidak kosong. Sang Cahaya menjadi
Cahayanya Rasa, Sang Rasa menjadi tempat bagi Cahaya.
Sehingga disebut tanpa warna tanpa rupa, sebab
seandainya dicari pun warna dan wujudnya, tidak akan bisa ditemukan.
Yang demikian kadang disebut sebagai : Kosong namun ada.
(Kosong tapi isi). Atau : Tidak buruk atau pun baik, namun mengandung kejelekan
dan keindahan. Entah lah apa namanya wujud yang seperti itu.
Sebaiknya, marilah kita buktikan :
Semua batu mulia, kupu dan juga batu, semuanya
berumpul di tempat tinggal Kaca Benggala Besar.
Yang pertama datang batu. Batu mengatakan kepada Keca
Benggala Besar, kedatangan saya ingin mengangkat engkau menjadi raja karena
engkau paling unggul dalam warna sedunia, namun ijinkanlah saya untuk melihat
wajah dirimu terlebih dahulu.
Keca Benggala Besar menjawab : Baiklah, datanglah ke
sini, wujudku adalah seperti wujud dirimu.
Ketika batu sampai di hadapan Keca Benggala Besar,
sangat terheran-heran, karena wujud Keca Benggala Besar persis sama dengan
dirinya. Tidak perbedaannya sdikit pun dengan dirinya, kemudian batu pamit
pulang.
Tidak lama kemudian kupu juga memandang wajah Keca
Benggala Besar bergantian. Semua terheran-heran, sebab wajah Keca Benggala
Besar hanya mirip seperti kupu saja, demikian juga batu mulia, melihat wajah
Keca Benggala Besar juga sama seperti batu mulia. Ketika batu dan arang
melihatnya juga sama seperti mereka.
Kemudian kesemua kembali ketempat semula.
Kupu saling mengatakan, seperti berikut : Menurut
berita Keca Benggala Besar itu sangat indah rupa, ternyata hanya seperti
kupu-kupu saja, tidak memiliki cahaya seperti mirah, bahkan lebih indah
mirahnya. Apalagi jiga dibandingkan dengan berliyan, jauh lebih inndah
berliannya, karena Keca Benggala Besar tidak memiliki cahaya, sehingga tidak
bisa berkedip-kedip.
Batu dan arang berkata seperti berikut : Rupa Keca
Benggala Besar keruh dan hitam seperti rupa ku, oleh karena wujudku jelek, akan
tetapi Keca Benggala Besar persisi seperti aku, menurutku Keca Benggala Besar
itu jelek.
Kemudian berliyan memberi nasihat kepada Kupu, Batu,
arang : Ketahuilah oleh kalian semua, bahwa Keca Benggala Besar walau pun
sangat unggul rupa, namun tidak mau memamerkan wajahnya, tidak mau
membandingkan dirinya dengan diri yang lain, seperti kupu ketika saling
mengunggulkan diri, yang kesemuanya mengunggulkan dirinya sendiri dan
membanggakan diri sendiri. Sudah biasa, bagi yang belum sempurna, maka saling
membanding diri. Namun bagi sudah sempurna tidak akan melakukan hal demikian.
Kupu putih memamerkan putihnya, yang merah
membanggakan merahnya, mirah hijau pamer hijaunya, berliyan juga memamerkan
kerlip cahayanya, demikina juga batu juga memamerkan, yang pamer kejelaknnya.
Baik dan buruk jika dipamerkan, itu sama saja disebut pamer, Itu semua
dikarenakan belum sempurna dalam hal rupa. Kebanyakan tidak akan mau disebut
jelek, meminta disebut baik, namun Keca Benggala Besar tidak minta disebut baik
dan juga tidak meminta disebut jelek seperti batu dan arang. Keca Benggala
Besar bersida disebut apa seja tergantung yang menyebutnya. Mau disebut jelek
seperti batu dan arang, namun disebut berkelip seperti berliyan tidak menolak,
bahkan jika ada perlunya mau disebut seperti matahari. Namun jangan lah salah
terima, mengapa mau disebut jelek, bukan dikarenakan permintaannya atau atas
harapannya, dan juga bersedia disebut baik itu bukan karena pamer atau
menginginkan pujian. Namun kesediannya karena ikhlas mengandung segala rupa.
Dan sekarang batu serta arang telah melihat sendiri, nampak hitam wajah Keca
Benggala Besar, itu dikarenakan sangat jernihnya. Terlihat hitam seperti arang
bukan karena di itu hitam, itu disebabkan karena kejernihannya yang tidak
terbayangkan, sehingga arang dan batu tidak bisa membayangkan. Silahkan
dipikir, seandainya keruh maka akan keruh saja, tidak akan bisa memuat rupa.
Kupu, arang dan batu, setelah mendengar penjelasan
berlian maka merasa atas kesahannya, sehingga percaya bahwa keruh yang terlihat
di dalam Kaca Benggala Besar itu adalah keruhnya diri sendiri, bukan keruh dari
Kaca Benggala Besar, sesungguhnya justru karena atas kejernihan Kaca Benggala
Besar, sebab Kaca Benggala Besar bisa juga terlihat berkelip seperti berlian,
bisa hijau seperti berlian hijau yang disebut juga Tinjo Maya.
Saudara, kesiah tersebut bisa sebagai ibarat :
Keadaan Kaca Benggala Besar itu sebagai ibarat watak
manusia yang sudah sempurna, yaitu manusia yang sudah tidak terbawa oleh
keinginan diri (tidak terpengaruh oleh wujud diri yang sempurna). Manusia yang
seperti itu, telah lupa pada dirinya sendiri, artinya : Sama sekali tidak
berniat mempertontonkan diri, atas kebesaran dirinya. Sombong, suka pamer,
membanggakan diri, bid’ah dan sejenisnya, sudah hilang dari dirinya. Hal itu
dikarenakan Budi dalam dirinya sudah sangat terang, serta telah padam hawa
nafsunya, sehingga keadaan dirinya sudah tidak diperhatikannya, itu yang bisa
menjadikan mampu memuat segala watak, yang pada akhirnya, hidupnya hanya
mengharapkan keselamatan dunia, serta selalu bertindak menyenangkan hati
sesamanya.
Manusia yang seperti itu ikhlas jika disebut derajat
rendah, namun juga tidak menolak jika disebut luhur, serta ikhlasnya tidak
dipamerkan. Tidak memiliki rasa memihak dalam hati, sehingga tidak membela yang
sana atau pun yang sini, tidak menyukai hal yang baik dan benar dengan jalan
membenci kepada hal yang buruk dan salah. Atau pun tidak menyukai hak yang
jahat dan salah dengan jalan membenci kepada yang baik dan benar.
Manusia itu walau pun sudah mulia, jika masih tinggi
diri, atau mempunyai kebanggan dalam hatinya serta masih ada rasa benci, itu
pun belum sempurna, karena cahaya dirinya masih terpengaruh napsu diri, maksudnya
: masih dikuasai oleh wataknya sendiri (rahsa-nya sendiri).
Ada juga manusia yang tidak meminta disebut baik,
namun meminta disebut jahat, orang yang demikian itu juga masih mempertontonkan
kebaikan wataknya, jadi masih terbawa keinginan diri, oleh karena seperti itu,
seandainya dikira baik, tentulah akan mengeluh.
Ada juga manusia yang menerima saja disebut apa saja
terserah yang menyebutnya, disebut baik atau jahat pun diterimanya. Namun masu
disebut seperti itu di pamerkan. Manusia yang seperti itu juga belum bersih,
karena masih memiliki keinginan atau harapan kepada sanjungan. Oleh karena hal
itu, seandainya disebut : Tidak mengingkan, tentulah masih mengeluhkannya.
BAB. V
Burung Perkutut melanjutkan ceritanya :
Ketika itu, ada lembaran besi berbentuk empat persegi
panjang, berwarna hitam, dan belum pernah melihat wujud Kaca Benggala,
mendengar keterangan berlian tentang Kaca benggala yang memuat segala rupa.
Oleh karena memuat segala yang jelek dan baik, sehingga ditetapkan sebagai yang
paling sempurna dalam rupa. Setelah lembaran besi mendengar apa yang
disampaikan berlian yang seperti itu, muncullah pemikiran lembaran besi,
sebagai berikut : Oleh karena yang disebut rupa yang sempurna adalah yang bisa
jelek dan bisa baik. Seperti kaca benggala yang bisa keruh bagaikan batu dan hitam
bagaikan arang, dan tidak hanyak baik saja. Jika demikian segala ujud yang
hanya bisa baik saja, dan tidak bisa baik dan buruk, itu belum sempurna
kebaikannya. Bagaikan berlian, memang benar bisa berkedip-kedip, dan
memancarkan cahaya aneka rupa, namun karena tidak bisa menjadi jelek seperti
batu, dan tidak bisa hitam seperti arang, juga belum disebut sempurna seperti
kesempurnaan kaca benggala, karena yang bisa diperbuat hanya satu macam yaitu
baik saja. Biasanya, walau bagi manusia juga demikian, barang siapa yang hanya
menyukai yang baik saja, dan menolak keburukan, tidak akan bisa sempurna,
karena hanya menyukai kebaikan saja, sedangkan yang disebut sempurna
adalah
Ah, sekarang saya megerti artinya, yang disebut
sempurna adalah lengkap, ada baiknya dan ada jeleknya. Oleh karena saya
diperbolehkan mencari kesempurnaan, sehingga saya harus mencari agar bisa
menguasai buruk dan baik, tidak hanya baiknya saja.
Cara yang kulakukan untuk menyempurnakan ujudku,
sebagai berikut : Sebagian badanku saya gosok hingga bercahaya, barangkali bisa
seperti berlian. Sebagian lagi saya gosok menggunakan mirah, sebagian lagi saya
gosok menggunakan arang, itu sebagai bagian dari jeleknya, karena jangan sampai
hanya baiknya saja. Sebagian lagi saya gosok menggunakan batu apung agar
menjadi keruh, sebab yang disebut sempurna itu tidak menolak yang keruh, yang
bening dan yang keruh keduanya diterimanya. Nanti jika sudah lengkap apa yang
ku lakukan dalam membuat rupa yang menempel di badanku, tidak bisa tidak, saya
baru bisa mirip dengan Kaca Benggala.
Berlian mengetahui, bahwa lembaran besi sombong,
sehingga diberi nasihat, sebagai berikut : Wahai lembaran besi, kamu ingin
menggapai kesempurnaan itu hakmu, hanya saja
jalannya harus benar dan sampai salah. Ketahuilah, walau pun
kesempurnaan itu menguasai yang buruk dan yang baik, akan tetapi jalan menuju
kesempurnaan itu bukan kebaikan yang dicampur dengan keburukan, itu harus
dengan kebaikan saja, janganlah kau gosok lagi menggunakan arang, teruskan saja
menggosoknya dengan tekun, jangan ragu-ragu, hanya satuju wujud saja
cita-citamu, yaitu : Mengkilap, tidak usah dicari yang merah, hijau, hitam, dan
sejenisnya. Dan janganlah kau berusaha agar mirip seperti batu, kupu, kuda dan
lain sebagainya.
Jika itu kau lakukan dengan tekun dalam menggosoknya,
pastiliha dirimu akan sangat mengkilap, semakin mengkilap semakin bercahaya,
yang pada akhirnya akan bisa digunakan untuk bercermin, jika sudah seperti
cermin, dan hitamnya telah hilang, tentulah akan bisa seperti kupu, bisa seperti
mirah, bisa seperti batu, dan bisa bercahaya seperti matahari.
Bahwa tingginya cahayamu, itu tergantung kepada
mengkilapnya dirimu, sedangkan engkau bisa menguasai warna, itu tergantung
terhapusnya watak dirimu yang hitam. Dan lagi, kau jangan salah terima, kata
menguasai keburukan itu tidak berarti memiliki sifat buruk. Memiliki sifat
buruk itu bersifat buruk. Menguasai keburukan itu sebenarnya tidak memiliki
sifat buruk, bagaikan Kaca Benggala yang terpisah dengan hitam.
Cerita tersebut, sebagai ibarat :
Yang bisa
memuta kebaikan dan keburukan itu hanyalah manusia yang sempurna, adalah
manusia yang terang serta telah berpisah dengan keburukan. Jika belum sempurna
atau belum berpisah dengan keburukan, tentulah tidak akan bisa, dan mudah
terpeleset. Sehingga yang wajib dilakukan oleh orang yang berusaha menggapai
kesempurnaan harus hanya mengingat perbuatan baiksaja. Tidak boleh menyeleweng
untuk mengingat perbuatan buruk, Walau pun baik dan buruk adalah milik Tuhan.
Walau pun kasampurnan itu mengandung keburukan dan kebaikan, namun jalan
menujunya hanya lewat kebaikan saja. Tidak bisa dicampur dengan perbuatan
keburukan.
Burung Derkuku lama berfikir, kemudian berkata :
Perkutut, yang menyebabkan kupu lebih bagus dibanding batu karena kupu memiliki
keunggulan warna melebihi batu. Hal itu memang benar. Dari hal itu, saya
mendapatkan pedoman, bahka bagusnya rupa itu tergantung dari warna, semakin
indah warnanya, Semakin bagus, Semakin berkurang warnanya, semakin buruk.
Setelah saya menemukan pedoman demikian, kemudian saya berfikir, bahwa yang
menyebabkan mirah lebih indah dibanding kupu. Sebabnya adalah : Mirah itu
bersinar, sedangkan kupu tidak. Yang seperti itu yang menyebabkan saya
mendapatkan pedoman lagi : Keindahan rupa itu tidak hanya bergantung kepada
warna saja, tergantung juga karena sinarnya. Singkatnya : Keindahan itu
tergantung atas dua hal : Warna dan sinar. Oleh karena sudah jelas bahwa
keindahan rupa tergantung dari ketinggian sinarnya dan keindahan warnanya, dan
mengapa berlian lebih bagus dibanding mirah, sedangkan berlian itu tidak
memiliki warna. Sedangkan di depan sudah ditetapkan bahwa yang menyebabkan
indah itu adalah sinar dan warna, tiba-tiba berlian lebih indah dibanding
mirah, sedangkan berlian tanpa warna, hal itu bagaimana penjelasannya ? Apakah
pedomannya yang salah ?
Jawaban burung Perkutut : Wahai Saudara, pedomanmu
bahwa yang menetapkan keindahan itu tergantung dari sinar dan warna itu tidak
salah. Justru yang menyebabkan berlian lebih indah dibanding mirah, itu
memperkuat kebenaran pedomanmu. Apakah engkau lupa, sehingga berlian lebih
indah dibanding mirah, sebab berlian kaya warna, yaitu bisa berubah menjadi
merah, kuning, hijau, biru, ungu dan sebagainya. Oleh karena pedoman indahan
tergantung dari sinar dan warna, sedangkan berlian unggul sinarnya dan banyak
warnanya, sehingga sudah tentu berlian itu lebih indah daripada mirah.
Yang menyebabkan cahaya yang tidak berwarna ditetapkan
lebih indah dibandingkan dengan cahaya yang mengandung warna, sebab yang bisa
mengeluarkan warna yang berbeda-beda itu, tidak lain hanya cahaya yang Kosong
(tidak berwwarna, kosong tapi isi) hal iru sebagai ibarat bahwa manusia yang
hatinya kosong (tanpa nafsu) artinya suci, rela hati, puas, ikhlas hati, maka
daya hidupnya yang menghidupi nafsu akan berubah menjadi menghidupi Budi,
sehingga budi pekertinya menjadi bening dan bercahaya, sehingga nampak
cahayanya yang mengagumkan, berwibawa, cerah. Sehingga
manusia yang hatinya telah kosong adalah lebih sempurna dibanding yang hatinya
berisi Rahsa. Sebab Budi pekerti yang bisa memuat watak yang bermacam-macam,
tidak lain adalah budi pekerti yang kosong (bersih). Manusia yang sudah di
tingkat itu pun masih bisa marah, berkeinginan, menyenangi, mengasihi, membenci
dan sebagainya. Namun bukan berasal dari wataknya (Ajakan rahsa) namun hanya
pada waktu yang tepat saja jika memang ada keperluan yang mendesak hanya
digunakan sebagai alat. Jika telah cukup keperluannya maka kemudian
dihilangkannnya, dan tindakannya itu atas bimbingan dan ajakan Budi, karena
sudah berada dalam kekuasaan budi, hal tiu tidak ada bedanya dengan berlian
yang bisa bersinar merah, hijau, kuning, biru, dan bisa juga menghilangkan
warnanya masuk ke dalam cahayanya. Berlian itulah sebagai ibarat manusia yang
telah bisa menguasai Pancaindranya, bukan yang dikuasai oleh tuntutan ke lima
indranya.
BAB. VI
Burung Derkuku berkata :
Memang! Dirimu benar. Oleh karena demikian, terbukti
wujud yang sempurna keindahannya adalah yang cahayanya terang, merata , sangat
jernih, dan juga yang tidak berwarna sama sekali. Seandainya saya mencari wujud
yang seperti itu, memang tidak ada lagi selan hanya Keca Benggala Besar. Sebab
lebar permukaanya yang bercahaya berlipat beratus kali dibandingkan dengan
permukaan berlian, sehingga mirip matahari, Berlian hanya seperti bintang saja.
Seandainya boleh mengumpamakan ada sebuah berlian sebesar gajah yang rata
permukaannya, menurut ku baru mirip dengan kaca benggala, bahkan mungkin bisa
mengungguli kaca benggala.
Mengkilatnya permukaan berlian jika dibandingkan
dengan kaca benggala, msih mengkilat kaca benggala, sebab mengkatnya kaca
benggala itu paling tinggi. Sehingga tidak bisa di ungguli lagi, tanda buktinya
adalah terlihat kosong dan hampa. Hal yang demikian, wahai Burung Perkutut, apa
yang menyebabkan tidak ana seorang manusisapun yang menyebut bahwa kaca
benggala lebih indah dibanding dengan permata? Tidak ada manusia yang bisa
menyamai rupa kaca benggala dan juga wujud yang lainnya, tidak ada manusia yang
mengatakan cahaya dari kaca benggala melebihi permata? Semua manusia hanya
menyanjung kepada cahaya Emas, intan, berlian, mutiara dan sebagainya, padahal
semua itu sama sekali tidak sebanding
jika dibandingkan dengan cahaya kaca benggala, apalagi hal bisa mengandung
suma warna dan rupa. Di alam dunia ini
menurut perkiraanku tidak ada wujud yang bisa seperti itu selain kaca
benggala.
Jawaban dari burung Perkutut : Wahai saudara, memang
yang saya inginkan sesungguhnya adalah pertanyaanmu yang seperti itu, semoga
pertanyaanmu itu bisa membuka wawasan dan pemahamanmu : Pedoman untuk menyebut
sesuatu yang sempurna adalah yang sudah tidak bisa dibandingkan lagi, sudah
tidak menyebut baik dan buruknya keadaan, sehingga yang tidak memahaminya
mengira itu hampa, sesungghnya yang hampa itu yang memuat segala keadaan dari
semua diri, dan juga yang memuat yang menganggapnya hampa. (Artinya : Gaib :
Kosong namun yang memuat segala yang ada).
Itulah ketetapan Kaca benggala yang tidak
mempertontonkan keindahan ujudnya dan kebeningan cahayanya, sehingga arang dan
batu percaya bahwa rupa dari kaca benggala hanya hitam seperti arang dan keruh
bagaikan batu.
Itu sebagai contoh sebutan bagi kesempurnaan, yang
telah lupa pada diri (Tidak terpengaruh ujud yang mumkin) aliyas hanya
berpedoman pada pribadi yang Maha Tunggal yang tanpa warna tanpa rupa, namun
memuat segala warna dan rupa, yang memuat segala sifat, yang tidak berarah,
yang tidak bertempat, akan tetapi berdiri di pusat arah, dan di pusat segala
tempat.
Manusia yang telah berada di tingkat paling sempurna,
tidak akan memperlihatkan kadaan dirinya, dibanding dengan diri yang lain.
Keadaan semua diri, dirasa sebagai sifat pribadinya. Oleh karena baik buruk
dirinya tilah dipendam, sehingga hanya memperlihatkan diri yang lain, dianggap
sama dengan dirinya, semua dirasa sebagai sifat pribadinya. Dalam memandang dan
menilai segala sesuatu pastilah benar dan tidak menggunakan rahsa. Apa yang disebut benar, yaitu : Tetap sebagamana
kenyataannya. Apa arti tidak mempergunakan rahsa, yaitu : Tidak
menyukai tidak membenci terhadap yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang
salah.
Keterangan :
Alam beserta isinya itu, sesungguhnya bukan Yang nyata
adanya, hanya bayang-bayang saja. Sedangkan yang menjadi penyebab adanya
bayangan dari Yang nyata adanya karena adanya Cermin, yang bernama : PRAMANA,
yang dipinjamkan oleh Tuhan kepada manusia.
Sebab dari Pramana diumpamakan sebagai cermin (Miratul
Khaja-i = Kaca Wirangi), karena berasal dari Cahaya dan Rasa yang berguna untuk
menonton sifat dari Yang nyata adanya ( Tipuan dan kenyataan dari bayang-bayang
adalah tergantung dari cermin).
Jika cahayanya terang yang tidak tercampur asap, maka
sifat Yang nyata adanya terlihat jelas. Dan jika terhalang asap yang tebal,
maka akan terlihat samar bahkan gelap.
Cahaya yang tercampur cahaya merah, kuning, hijau dan
sebagainya belum bisa digunakan untuk meihat Yang Nayat Adanya, karena masih
menipu.
Contoh dari cahaya yang tercampur warna ( Budi
tertutup oleh rahsa) seumpama seseorang menyanjung atau mencela, walau benar
adanya, tetap belum bisa disebut : Yang sebenarnya, karena masih terhalang suka dan benci (memuji manisnya gula, beda
dengan menyebut rasa manisnya gula).
Semua yang disebut menyanjung, sesungguhnya belum yang
sebenarnya, karena terangnya budi tertipu silaunya rahsa.
Demikian juga orang yang berkata atau merasakan yang
buruk atau salah, walau pun sesuai dengan kenyataannya, bila terdorong rasa
hati suka atau benci, itu bukan yang sebenarnya, karena masih memiliki nama :
Mencela.
Terlihatnya rahsa yang sedang dipergunakan oleh
manusisa, itu terlihat, yaitu : Yang disebut sikap. Untuk lebih jelasnya
masalah ini akan diuraikan di belakang.
BAB. VII
Burung Derkuku berkata kepada Burung Perkutut, sebagai
berikut :
Saya akan bertanya empat hal, jawablah dengan jelas,
agar terang pemahamanku.
1. Jelaskanlah bahwa sesuatu yang mengandung sinar dan
warna engkau umpakan sebagai sifat manusia, karena manusia memuat sinar dan
warna milik Dzat Yang Sejati, hal itu tunjukan padaku, mana wujud yang disebut
sinar, mana wujud yang disebut warna?
2. Yang kau umpamakan sebagai sinar kau sebut Budi,
yang kau umpamakan warna yaitu : Rahsa. Hal itu aku tunjukanlah. Yang disebut
budi itu yang mana, dan yang disebut rahsa itu yang mana?
3. Bagaimana caranya agar manusia bis terang
cahayanya, serta hilang asapnya? Bagaimana caranya menghilangkan asap dan juga
warna merah, hitam, dan sebagainya ?
4. Yang disebut Pramana yang kau gambarkan cermin itu
yang mana wujudnya, dan yang bercermin itu yang mana wujudnya?
Burung Perkutut menjelaskan, sebagai berikut :
1. BAB RAHSA
Wahai saudara, mata manusia yang masih kasar tidak
akan bisa melihat wujud dari rahsa, namun setiap harinya manusia itu merasakan
daya kekuatannya, artinya sebagai berikut :
Manusia itu kadang merasa : Pansa, dingin, sakit, nikmat,
pedih, pegal, bosan, risih dan lain sebagainya, itu adalah daya dari Rahsa.
Rasa panas itu ada dua, panasnya badan dan panasnya
hati (Panas badan bisa diobati dengan disiram air, namun panasnya hati obatnya
bukan disiram air).
Hati lebih halus dibanding badan. Seolah-olah badan
atau raga itu menyatu menjadi satu, menjadi satu, namun sesungguhnya beda alam,
beda jaman. Demikian juga : Dingin, sakit, nikmat, pedih, bosan, capek dan
sebagainya. Masing-masing jenis ada yang untuk badan ada yang untuk hati.
Ada juga rasa hati yang tidak sama namanya dengan rasa
badan, seperti : Senang, susah, suka, heran, menyesal, terheran-heran, malu,
kasmaran, gugup, takut, kawatir dan sebagainya, itu semua hanya untuk hati.
Tumbuh dan terasa berasal dari dalam dada (Coba kau rasakan saudaraku).
Yang untuk badan dan yang untuk hati sebagaimana
tersebut di atas agar lebih ringkas, menurut pendapatku, hanya saya sebut :
Rahsa saja.
Rahsa itu sebenarnya berupa getaran (gerakan) kadang
juga bisa diam (bersatu – menjadi satu). Jika bersatu atau diam, akan kembali
kepada RASA. RASA
itu selalu diam, sebagai tempat RAHSA, Jika Rasa diam maka Rahsa bergetar atau menyebar.
Demikian juga setiat RAHSA pasti beserta RASA. Sehingga RASA bisa diumpamakan
sebagai badan, sedangkan RAHSA sebagai tangannya. Rasa diumpamakan BATANG,
RAHSA diumpamakan sebagai cabang-cabangnya (Batang dan cabangnya menjadi satu
nama : POHON, Batang tidak pernah bergerak, hanya sering dikira bergerak,
karena terbawa oleh gerak dari cabangnya ketika tertiup angin. Contoh, kata :
Gelap budinya, jahat hatinya, itu sebenarnya yang gelap adalah angan-angannya,
yang jahat adalah nafsunya ( salah namun telah menjadi biasa; Seharunya : Budi
tidak pernah gelap, hati tidak pernah jahat).
2. BAB BUDI
Budi itu penerang yang menerangi daya ingat amnusia,
artinya : Cahaya Budi menyinari ruh manusia, selanjutnya menjadi penerang
bertingkat, berada di angan-angan (pikir). Terangnya pikiran bisa diumpamakan
terangnya rembulan, terangnya budi sebagai mataharinya ( Cahaya bulan
sesungguhnya adalah cahaya matahari).
Mata manusia tidak bisa melihat wujud dari Budi, namun
manusia merasakan dayanya, yaitu : Terangnya.
Sedangkan yang sudah di tingkat waskita akan bisa
melihat cahaya budi yang berada di orang lain, yaitu : Yang terlihat menyala
tanpa bayangan, sebagai tanda bahwa seseorang memiliki budi yang terang.
Manusia yang terang budinya, serta tenang (rahsanya
telah mengendap) jika diperhatikan bagaikan berlian, manusia yang terang
budinya namun masih tebal rahsa-nya, terlihat bagaikan mirah. Manusia yang
gelap pikirannya serta tebal nafsunya, cahayanya buram, hanya terlihat warnanya
saja. Itu yang saya ibaratakan sebagai sayap kupu.
Sedangkan perbedaan rahsa dan budi adalah Rahsa itu untuk merasakan enak dan tidak enak
(mengalami dan merasakan nikmat), namun budi itu hanya INGAT, Waskita, Pranawa,
mengerti. Budi tidak ikut baagisa, sedih, senang, benci, dan sebagainya. Hanya
menunjukan kebenaran.
BAB. VIII
Setelah burung perkutut selesai bicara, burung Derkuku
berpikir-pikir, namun sebenarnya belum begitu bisa menerima apa yang telah
disampaikan oleh burung Perkutut. Burung Perkutut memahaminya, sehingga
kemudian berkata lagi, seperti uraian berikut :
Wahai Saudara, semua orang bsia merasakan perbedaan
angan-anagan dan Rahsa, hanya saja tidak bisa menyatakan, bagaimana bedanya.
Juga tidak mengerti bahwa dirinya itu sesungguhnya bisa merasakan. Jangankan
orang tua, walau anak kecil yang sangat bodoh pun bisa merasakan bedanya.
Penyebab tidak bisa menjlaskan dan tidak bisa
mengetahui bahwa dirinya bisa merasakan, sebab alat untuk menyatakan serta
untuk mengetahui itu adalah : Angan-anagn (Pikiran), sedangkan angan-angan itu
tidak terang.
Makanya, anak yang sangat bodoh, bisa merasakan
perbedaannya karena semua manusia baik yang bodoh atau yang pintar, semua
ketempatan rasa, rasa itu sangatlah halus.
Untuk membedakan Budi dan Rahsa itu bagaikan
membedakan Sinar dan warna. Saudaraku, tentulah bisa membedakan : Sinar dan
warna. Iya kan..?? Yangdisebut sinar itu penerang (Cahaya matahari, artinya :
terangnya matahari). Kembali yang beranama warna bukan penerang. Warna adalah
yang diterangi sinar. Artinya seperti ini, yang bernama merah, hijau, kuning
dan sebagainya itu bisa terlihat bila merah, hijau, kuning itu jika disanari cahaya.
(Jika tidak ada cahaya tentulah tidak terlihat hijau, merah, walaupun ada
warnanya).
Demikian juga sinar, tidak bisa merah, hijau, atau
kuning jika tidak didampingi warna. (Jika tidak ada warna kan, tidak ada merah,
hijau, walau pun ada sinar). Dua yang telah menjadi satu menyatu, tidak bisa
dipisah. Namun walau pun tidak bisa dipisah, Kamu kan tau sendiri, bahwa sinar
itu bukan warna, dan warna itu bukan sinar, keduanya tidak bisa disamakan,
justru perbedaannya sangatlah besar.
Tentang perbedaan sinar dan warna, dan juga tentang
tidak bisa dipisahkannya, itu sama persis dengan pebedaannya Budan dengan
Rahsa. Juga tentang tidak bisa dipisahnya. (Sehingga perbedaan budi dan Rahsa
sama persis dengan perbedaan Sinar dan warna, sebab budi itu penerang, penerang
hidup). Rahsa itu warna (Warana)-nya hidup.
Rinciannya
begini : Budi itu Yang ingat, Yang Paham terhadap kebenaran dan kesalahan, Yang
menerangi seluruh nyawa, tanpa warna, hanya terang, yang kebeningannya tidak
terkira.
Sedangkan yang bernama RAHSA itu Yang merasakan enak
dan nikmat serta yang merasakan susah atau tidak enak.
Manusia bisanya mengerti yang bernama Senang susah dan
sebagainya karena memiliki Budi, (jika tidak ada budi tidak akan mengerti
apa-apa, walau pun ada rahsa). Sedangkan yang dipahami : Rasa senang susah,
menyukai, benci, sakit, nikmat dan sebagainya, itu daya dari rahsa (Jika tidak
ada rahsa tidak akan senang susah, sakit nyaman dan sebagainya, walau pun ada
Budi). Nyawa dua jenis telah menjadi satu bercampur, tidak bisa dipisah. Namun
walau tidak bisa dipisah masih bisa di rinci, tidak tepat jika budi disamakan
dengan rahsa. Perbedaannya sangatlah besar).
ooOoo
Burung Derkuku masih kebingungan. Dalam batinnya belum
bisa mengerti yang mana yang bernama Rahsa, sehingga burung Perkutut kemudian
menjelaskan lagi, sebagai berikut : Saya terangkan sekali lagi dengan pelan,
Saudaraku, rasakanlah dengan tenang.
Seumpama orang duduk, kemudian teringat sesuatu
perkara. Karena disebabkan teringat itu tadi, hatinya kemudian merasa senang
atau susah. Walau pun penyebab senang atau susah berasal dari ingatan, namun
alat yang dipergunakan untuk senang atau susah itu bukan alat yang digunakan
untuk mengingat. Saudaraku, sebab yang digunakan untuk mengingat bernama BUDI, Yang dipergunakan untuk
senang atau susah bernama RAHSA.
Budi dan rahsa saling hidup sendiri-sendiri (Juga memiliki alam
sendiri-sendiri). Sebagai buktinya, bahwa budi dan rahsa hidup sendiri-sendiri,
sebab ada juga manusia yang teringat sesuatu itu tidak senang, ada juga orang
ketika teringat sesuatu kemudian susah. Ada yang dari ngatan menimbulkan
keinginan. Ada dari ingatan menyebabkan merana, ada dari ingatan yang
menyebabkan marah. Ada yang dari ingatan meyebabkan sedih dan sebagainya. Ada
lagi, dari ingatan yang tidak menyebabkan apa-apa.
Ada juga seseorang ketika melihat sesuatu kemudian
timbul rasa : Senang, ingin memiliki, ingin, pegal, marah, kecewa dan
sebagainya. Namun ada juga orang lain yang melihat sesuatu yang sama yang
dilihat oleh orang pertama tidak menyebabkan rasa apa-apa, sebab hatinya tenah
tenang, tidak mudah terpengaruh keinginan dan rasa ingin memiliki.
Barangkali sekarang engkau bisa membayangkan sendiri
bahwa manusia itu untuk bisa membedakan budi dan rahsa, dengan jalan
membanding-bandingkan, tidak hanya dicari, yang mana yang untuk mengingat dan
yang mana yang digunakan senang susah. Jika dengan sikap seperti itu, sama saja
seperti orang yang ingin memisah sinar dan warna yang telah bercampur menjadi
satu. Umpamanya : Ada nyala api yang hijau cahayanya, akan dipisah yang mana
sinarnya, yang mana warnanaya, apakah bisa? Untuk bisa membedakan sinar dan
warna tentulah dengan jalan membandingkan sinar hijau dengan sinar yang bukan
hijau, contohnya : dibandingkan dengan sinar merah, kemudian dibandingkan lagi
dengan sinar kuning, kemudian dibandingkan lagi sinar biru, dan seterusnya,
sampai berhasil bisa mengetahui dengan jelas tentang yang bernama warna.
Setelah paham warna, kemudian sinar yang berwarna tersebut dibandingkan dengan
sinar yang tidak memiliki warna. Seperti, sinar merah atau hijau dibandingkan
dengan sinar matahari, sinar jamrut dan mirah dibandingkan dengan dengan
berlian. Jika telah demikian, itulah baru bisa jelas perbedaan antara sinar dan
warna. Setelah begitu kemudian sinar terang dibandingkan dengan sinar yang
tidak terang, seperti : matahari dibandingkan dengan bulan, kemudian
dibandingkan lagi dengan kegelapan.
Saudaraku, dalam berusaha memahami kehalusan rasa, itu
dengan jalan harus dengan tekun dan rajin mengingat-ingat dan membanding-bandingkan
rasa, tidak hanya berpikir dan bertanya
mana yag disebut sesuatu, mana yang
bernama sesuatu, yang bersiskap menganggap sebagai suatu benda yang terpisah. Jika tidak rajin memperhatikan
serta malas membanding-bandingkan, tentulah selalu dalam kegelapan. Dan juga
yang terpenting adalah merasakan bukan berpikir. Jika rasa itu dipikir, justru
semakin mendapatkan kegelapan. Sebab tidak merasa telah tertipu oleh getaran
pikiran. Oleh sebab itu pesanku : Jika engkau mencari tentang kehalusan, ketika
ahendak membedakan dan mendalami rasa, janganlah sekali-kali kau pikir seperti sikap orang berpikir
tentang pikiran, sebab semakin dipikir semakin buntu dan semakin gelap. Justri
bagi orang yang sedang gelap pikirannya
atau sedang bingung, agar hilang gelap dan kebingungannya, dengan jalan
menenangkan rahsa-nya, mengendalikan kerak angan-angannya, dan juga mengatur
jalan pernapasannya. Untuk bisa melakukan hal demikian , wahai saudaraku, jika
orang itu membiasakan mengatur pernapasannya dengan dilandasi selalu ingat
kepada Sang Pemberi Hidup (rutin serta tetap dalam menyembahnya).
ooOoo
BAB. IX
Burung Derkuku barulah bsia menerima sedikit
penjelasan burung Perkutut, sehingga kemudian berhenti dalam memikirkannya,
karena telah mengerti bahwa perkara Rasa jika dipikir, semakin dipikir, semakin
tidak bisa ketemu.
Kemudian Burung Perkutut berkata kepada Burung Derkuku
: Pertanyaanmu yang ketiga, agar manusia bisa terang budinya dan hilang
asapnya, menurut pendapatku, begini :
PERTAMA : Selalu mengendalikan jangan sampai rahsa itu
menyebar atau terlalu besar nyalanya. Artinya, jika sedang senang jangan
keterlaluan, jika sedang susah pun janganberlebihan. Jika menyukai sesuatu
perkara janganlah berlebihan, dan jika membenci sesuatu juga janganlah berlebihan.
Demikian juga jika menyesal, tergiur, menginginkan, terperanjat, takut,
kawatir, kecewa, sangat ingin, merana dan sebagainya, semua yang bernama
getaran rahsa, harus diusahakan jangan sampai berlebihan.
Jika sudah terbiasa bersikap yang demikian, kemudian
kurangilah nyalanya, yaitu jika senang, susah, cinta, benci dan sebagainya,
hanyalah sekedarnya saja, lebih baiknya setengahnya saja. Jika telah bisa dan
banyak padamnya, pastilah budi menjadi terang, oleh karena tidak tertutup asap
dan warna. Untuk bisa melakukan hal itu dengan dua cara : 1. Perbuatan, 2.
Pengabdian, singkatnya, manusia itu janganlah bosan berupaya dalam perbuatan,
dan berguru cara sikap mengabdi kepada Tuhan.
KEDUA : Tekun serta
terus menerus mencari pedoman hidup, jika telah mendapat pegangan, patuhilah.
Segala yang dilakukan jangan sampai menyimpang petunjuk Budi, maksudnya :
Jangan menyimpang dari kebenaran, dan jangan bandel, harus dipertimbangkan
dengan kebeningan budi. Sedangkan beningnya budi bisa ditemukan ketika rahsa sedang
tenang, angan-angan sedang tenang. Jika rahsa banyak tenangnya, serta
angan-angan telah diam, maka budi akan menjadi bening.
KETIGA : mengabdi kepada yang memberi hidup, itu harus
dengan cara berguru kepada manusia yang telah yakin terhadap rasanya ilmu (
jangan hanya karena pinter, banyak bicara, atau oran gahli). Ketahuilah
saudaraku, bahwa pedoman tatanan menyembah yang dijalankan setiap hari, itu
tidak boleh kau pikir sendiri, harus kau gurukan. Ibadah yang tidak pernah
terputus itu jadi penggosok jiwa, agar semakin lama semakin hilang kotorannya,
yatu : Yang saya umpamakan memoles lembaran besi. 1) Semakin hilang
kotorannya semakin mengkilat. Kekuatan
pengabdian menyatukan angan-angan serta mengumpulkan rahsa kembali kepada :
RASA. Manusia yang ikhlas beribadah tentulah semakin lama semakin jernih,
dikarenakan semakin tenang angan-angannya, semakin menyatu rasa-nya.
KEEMPAT : Ketika di waktu sepi, seperti : waktu tengah malam,
atau bangun pagi, menjalankan penyatuan, menjernihkan angan-angan, serta
memadamkan semua nafsu, dengan jalan mengendalikan (Agar berhenti dengan
sendirinya), menyatukan jalannya pernapasan dengan sabar, itu yang bernama
Samadi – Tafkur. Tujuan samadi tidak lain mencegat jalannya angan-angan
(pikir), rahsa dan juga nafsu, usahkanlah untuk dikumpulkan menjadi satu di Budi dan Rasa, Tariklah dalam
tekad, ikatlah di pernapasan. Jika budi sudah tidak terhalang oleh getaran
angan-angan, serta rasa telah menguasai getaran rahsa, hanya tinggal terangnya
budi yang akrab dengan rasa, itu yang disebut PRAMANA. Artinya : Terbukti paham pada kehalusan.
Keadaan manusia yang sudah demikian dianggap sebagai
cermin yang jernih, milik dari Yang Nyata Adanya. Bayangannya : Tersebar di
alam. Agar bisa demikian, jika tiap hari rasa telah banyak padamnya,
angan-angan banyak diamnya, dan juga mencintai kepada Yang Memberi Hidup, dari
lahirnya sampai dengan kedalaman batin. Jika diwaktu siang, terlalu banyak
gangguan dan menyebar, sedangkan pada malam hari untuk menjalankan samadi,
pastilah gelap, dan mudah goyah, atau ketiduran.
ooOoo
BAB. X
Burung Perkutut menalnjutkan keterangannya :
Saudaraku, mengulang jalan pencarian tentang kehalusan itu yang penting, tekun
menganalisa dan membanding-bandingkan rasa, contohnya : merasakan perbedaan rahsa dan rasa, perbedaan
tunjolan yang tercampur dan tonjolan yang murni ( diteliti dengan teliti,
dirasakan hingga mendalam), perbedaan pikiran dan ide, perbedaan pikir dan budi
dan sebagainya.
Untuk yang harus diperhatikan, dan
dibanding-bandignkan itu semua, yang terpenting : Yaitu kondisi batinnya
sendiri, juga mengambil tauladan batin orang lain, yang terlihat sinar dan
warnanya dalam tata kelahiran, itu sebagai contoh. Setelah berhasil
memperhatikan yang menjadi penyebab dan yang menyebabkan padam, akhirnya bisa
mengendalikan tumbuhnya yang jahat, karena telah rajin memperhatikan
kebiasaannya dan telah paham rahasianya, sehingga bisa berhasil menguasai rasa
yang mulia semakin tajam, daya pikirnya juga semakin peka. Manusia yang
demikian itu, akan bisa merawat hidupnya, karena telah bisa mengendalikan
keinginannya, bisa memilih yang baik, tepat dalam mencari yang benar dan menuju
pada keselamatan.
Karena sesungguhnya keinginan manusisa itu ada yang
tumbuh dari kekuatan nafsu yang jahat, ada yang tumbuh dari kekuatan nafsu yang
baik, ada yang tumbuh dari rasa. Selain itu ada yang mengikuti petunjuk budi,
ada yang mengikuti petunjuk angan-angan yang sedang gelap, terseret daya
kekuatan ruh kegelapan ( Ruh hewani), ada lagi perbuatan yang dikarenakan
pengaruh dari kekuatan ruh saja (Meninggalkan angan-angan). Itu semua harus
dirasakan, serta harus diteliti. Angan-angan itu sebagai raja dari Lima Indra,
itu yang bertugas membedakan baik buruk benar salah.
Keingina yang baik itu ajakan nafsu mutmainah,
demikian juga semua nafsu tidak diberi kemampuan memahami kebenaran, sebab,
kebenaran itu menjadi tugasnya budi, untuk itu angan-angan harus cerdas atas
petunjuk budi, karena budi itu bertugas sebagai penunjuk kebenaran. Keinginan
yang baik serta berdasar pada kebenaran itu juga belum tentu baik atau tidak
harus dijalankan, maka dari itu harus hati-hati atas sasmita rasa, karena
pekerjaan rasa itu menuntun kepada keselamatan dan keberhasilan, selalu merasa
yang harus dijalankan. Selalu memberi petunjuk kepada yang wajib dan
wilayahnya.
Siapa pun yang bisa menemukan nafsu mutmainah, budi
dan rasa, yang ada di dirinya, Insya Allah, apapun yang dilakukan akan banyak
baiknya, banyak benarnya, tersedia keselamatannya.
Cara seseorang menelaah dan merasakan tumbuhnya nafsu
yang baik, bisikan rasa dan juga petunjuk budi, itu dengan jalan saling
menggosok antar sahabat yang satu dalam pencarian, saling menuntun, serta
saling bergandengan.
Ketahuilah, Manusia untuk bisa membanding-bandingkan
dan mersakan, sebagai jalannya adalah dituntun dan saran dari orang lain.
Seperti ini aturannya : Seumpama adan orang yang duduk bersama di tempat yang
sepi dan nyaman, dan hatinya ketika itu sudah bersih semua, kemudian berupaya
untuk ketenangan, maka saling tarik menarik dayanya, saling tolong menolong.
Jika ada yang mendapatkan tanda dari Yang Gaib (Tumbuh dari : Rasa), ditularkan
kepada temannya, kemudian bersama-sama dihayati, di kaji menggunakan rasa di
kala itu. Perbuatan yang demikian jika rutin dijalankan, tidak sedikit
manfaatnya, yang akhirnya lama kelamaan akan mendapatkan Mustika pencerahan.
ooOoo
BAB. XI
Burung Derkuku diam sejenak, kemudian bertanya lagi
seperti ini : Perkutut, masih ada satu masalah yang belum begitu paham dalam
pikiranku, yaitu tentang perbedaan yang kau ibaratkan belian dengan kaca
benggala. Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut : Segala warna dari segala ujud
sebagai ibarat Rahsa manusia, sinar segala ujud menjadi ibarat budi, itu saya
sudah sedikit bisa merakannya, selanjutnya : Rupa yang jelas warnanya kurang
sinarnya itu menjadi ibarat Rahsa yang sinarnya hanya sekedarnya. Rupa yang
warna dan sinarnya sama, menjadi ibarat terangnya budi yang masih dikuasai
rahsa. Rupa yang tinggi sinarnya tanpa warna, menjadi ibarat budi terang serta
tidak memiliki watak (Tidak dikuasai rahsa). Hal demikian, oleh karena berlian
dan kaca benggala kedua-duanya unggul dalam sinar dan sama-sama tidak memiliki
warna, yang manakah yang menjadi sebab perbedaannya?
Jawaban burung Perkutut : O, Saudaraku kau belum jelas
pehamannya tentang masalah itu, hal itu tidak mengherankan. Sebab, satu perkara
itu memang tidak mudah. Lebih baiknya saya terangkan sekali lagi.
Perhatikanlah!
Saudaraku, Bahwa batin manusia yang saya ibaratkan
berlian, yaitu yang jernih serta bisa menguasai dan mengendalikan pancaindra.
Ketika bisa menggendalikan pancaindra seperti halnya berlian ketika berwarna
merah, biru, hijau, kuning dan sebagainya. Ketika bisa mengendalikan pancaindra
adalah ketika berlian bisa menguasai pancaindra itu ketika bisa menghilangkan
warnanya, yang ada tinggal jernihnya tanpa warna. Sedangkan perbedaan dengan
yang saya ibaratkan kaca benggala itu begini : Yang saya ibaratkan berlian itu
masih terpengaruh dirinya, sedangkan yang saya ibaratkan kaca benggala itu yang
sudah lupa kepada dirinya, hal itu apakah engkau sudah bisa menerima kata-kata
terpengaruh kepada dirinya ?
Terpengaruh diri itu maksudnya : Masih memliki rasa
yang mengajak mengakui atas ujud mumkin, artinya adalah : Merasa bahwa dirinya
itu berujud jirim, yang memiliki perbandingan, yang memiliki sebutan jelek dan
baik.
Kata mumkin artinya : adanya hanyalah wenang (bisa ada
bisa tidak), dan adanya ada masanya, jadi, itu bukan yang nyata adanya.
Sesungguhnya mumkin itu hanya bayangan saja, yang nampak di dalam cermin Dzat
Yang Wajib Adanya.
Sedangkan yang saya ibaratkan kaca benggala itu, yang
sudah menguasai rasa sudah tidak merasa sebagai aku (tidak mengakui) kepada
ujud mumkin. Yang di akui dan diyakini adalah Yang Tanpa Warna, Yang Tanpa
Rupa, Yang Menguasai jirim, Yang Tidak jelek, yang tidak bagus, Yang Kekal,
Yang Nyata Adanya, Yang Tanpa Masa, Yang tidak Berawal, Yang tidak ada
Akhirnya, itu adalah Yang Nyata Adanya, itulah yang sebenar-benarnya ADA.
Segala yang berujud jirim ( Jirim adalah Kata Arab,
semua yang bsia diukur dengan ukuran kibik itu Jirim. Semua jirim menempati
tempat secukupnya). Atau yang memiliki berat, atau sesuatu ( yaitu yang bagus
atau jelek), semua itu bukan Yang Nyata Adanya. Artinya : Kata bukan Yang Nyata
Adanya : Yang tidak nyata ketika adanya.
Segala yang ada , sesungguhnya hanyalah gambar
(bayangan = Wayang), yang terlihat di dlam cermin gaib, adanya hanya wenang,
bisa ada bisa tidak, serta adanya hanya sementara waktu, bisa kembali tidak ada
lagi.
Sedangkan yang disebut tidak mengakui ujud mumkin
(diri) itu rasa di puncak keluhuran. Rasa yang dipergunakan untuk membedakan
dua jenis warna tersebut, itu adalah sehalus-halusnya rasa.
Yang diibaratkan berlian itu, adalah rasa yang bisa
memuat segala watak, namun belum memuat ujud mumkin yang ada pembandingnya,
sehinga masih merasa mempunyai pembanding, sehingga masih merasa memiliki
perbandingan, merasa masih menjadi isi alam. (Tempat yang bisa memuat
perwatakan itu ibaratnya : Berlian bisa memerah. Membiru seperti warna mirah
yang berbeda-beda. Sedangkan ketika merasa memiliki pembanding, sepeti berlian
ketika membedakan rupa dirinya dengan rupa mirah, kupu, arang dan batu).
O, Saudaraku, jika hanya mengatakan seperti yang ku
katakan itu sangat mudah. Demikian juga
mencari yang bsia menerangkan, mencari untuk bisa mengerti, mencari
untuk bisa menjalankan keyakinan, dan juga orang mencari hakikat : semua bisa
dianggap mudah, sedang
bagi manusia yang mencari untuk bisa menguasai rasa, sangatlah tidak gampang.
Saya ini hanyalah sekedar menyatakan pendapat saja mempergunakan pedoman akal.
Yang saya bisa hanya sebatas mengucapkan saja. Kenyataan diriku bisa
diumpamakan sayap kupu yang paling buruk atau rupa batu, kotoranku masih seperti lembaran besi, sama sekali
belum bisa seperti mirah yang paling jelek, apalagi seperti berlian.
ooOoo
Tentang ujud kaca benggala besar sebagai ibarat Sifat
Dzat yang tidak ada bandingannya.
Kaca Benggal tidak ada bandingannya, artinya : Tidak
pernah dibandingkan dengan barang lain, sebab kaca benggala tidak memiliki
rupa, tidak memiliki warna, tidak bagus melebihi berlian atau mirah, serta
tidak hitam melebihi arang, tidak keruh seperti batu, tidak bersinar seperti
mirah, tidak berkelip seperti berlian, jadi, hampa tidak ada apa-apanya, tidak
ada bentuknya, tidak ada rupanya, tidak ada warnanya, tidak ada cahayanya,
tidak berbentuk.
Wahai Saudara, barang kali ada seseorang manusia yang
salah sehingga tidak percaya terhadap Sang Penguasa Alam. Sehingga keberadaan
dirinya dan adanya yang tergelar semuanya, dianggap bergantung kepada yang
kosong. Yang demikian itu umpamakanlah menganggap kosong terhadap warna ujud
dari kaca benggala, sehingga kaca benggala disamakan dengan : Kekosongan yang
hampa. Apakah itu benar ?
Wahai saudara, di lain waktu marilah kita bertemu lagi
di tempat bertengger yang nyaman, untuk mermusyawarah dengan tenang, membahas
tentang sikap membandingkan dan merasakan. Sekarang marilah beristirahat di
sarang.
Kedua burung kemudian terbang, pulang menuju sarangnya
masing-masing.
BAB. I. |
KUPU-KUPU MENGURAI WARNA
|
Ada burung Perkutut dan burung Derkuku yang sedang
bertengger di pohon Mandira, burung perkutut kemudian bercerita seperti di
bawah ini :
|
Ada negara yag terkenal, dengan Keindahan tamannya
ada seratus jenis bunga yang ditanam di Taman sarinya, Dan diberi pagar
keliling yang terbuat dari emas, yang dihias kolam air, yang ditebari batu
Cendhani, dan dikelilingi patung perunggu, dan diberi hiasan lainnya yang
terbuat dari emas dan intan berlian.
|
Dekat dari tempat duduk sang putri, ditebar batu
mulia bermacam warna. Tiap pagi banyak kupunya, putih, merah, kuning, ungu,
hijau, biru dan hitam beterbangan kesana kemari sehingga menambah keindahan
taman sarinya.
|
Semua kupu bergemberia berterbangan di taman. Kemudian mereka
saling mengunggulkan keindahan sayapnya. Selanjutnya kupu putih berkata
kepada kupu lainnya seperti ini :
|
Lihatlah warna sayapku putih bersih, tidak seperti
sayap kalian, terlihat kotor
belepotan, warnanya tidak serasi dan jelek, sesungguhnya tidak ada
warna yang bagus yang melebihi warna putih, karena putih itu warna yang suci
dan jujur, dan warna putih lah sebagai dasar semua warna. Orang menulis,
orang melukis, dan orang membathik, semuanya memakai dasar putih, oleh sebab
itu, kertas dan kain mori dibuat warna putih, dan juga banyak orang yang suka
memakai baju serba putih, makanya,
Allah menciptakan kapas berwarna putih. Batu kapur dicipta putih, sehingga
rumah juga baik yang bercar putih, dan juga hati manusia itu baik yang putih,
yaitu suci. Kata putih selalu menjadi pembicaraan, dipergugnakan untuk
menggambarkan sesuatu yang suci atau bersih. Oleh karenanya warna yang baik
itu putih, sehingga kupu yang paling
bagus sendiri adalah yang berwarna putih.
|
Kupu merah menjawabnya, sebagai berikut “ :
|
Sesungguhnya penerapan yang baik dari warna putih
itu adalah digunakan sesuai kegunaannnya. Karena hiasan yang dipergunakan
untuk menghias taman ini, jika semuanya putih dan putih kau sebut suci namun
putih itu adalah pucat, tidak ada pancaran keindahan. Sesunguhnya mengapa
banyak kupu yang datang ke sini itu karena dipikat dengan madu, yang
diperlukan untuk menghias taman, sehingga yang di sebut kupu yang indah
adalah kupu yang bisa menyebabkan menjadi indahnya taman. Oleh karena
sayapmu tidak menyebabkan keindahan
apa-apa, tetap dirimu adalah kupu yang jelek. Jika kau ingin mengetahui warna
yang menimbulkan keindahan, lihatlah warna yang tidak pucat, sedangkan warna
yang tidak pucat, adalah warna yang menyala atau memancarkan cahaya. Tidak
usah jauh-jauh. Lihatlah bunga yang ada di taman ini saja. Kamu akan melihat
sendiri, yang paling unggul warnanya adalah yang berwarna merah. Coba
perhatikan bunga jengger itu, warna merahnya terang dan menyala-nyala,
demikian juga bunga mawar, bunga wora-waribang, bunga sepatu, unggul warnanya
karena berwarna merah. Cahayanya
manusia yang semangat juga yang memancarkan warna merah yang menyala.
Hasil bathik yang bagus juga yang berwarna merah menyala. Selain itu juga
mawarna merah itu baik jika dipandang mata. Walau pun merah sama-sama warna, namun warna merah
adalah yang paling wibawa dan paling mudah terlihat, sehingga warna merah itu
banyak yang suka, bahkan anak kecilpun lebih menyukai mainan yang warnanya
merah, itu yang akan dipilih terlebih dahulu. Sehingga kesimpulannya. Kupu
yang bersayap merah adalah kupu yang paling indah
|
Kupu kuning, setelah mendengar pembicaraan kupu
putih dan merah menjawab demikian : Putih dibanding merah memang gagah yang
merah, namun merah dibanding kuning, lebih indah kuning, contohnya, emas
lebih indah dibanding tembaga atau perak. Hiasan yang terlalu banyak warna
merah membosankan, namun tidak ada hiasan yang banyak warna prada (kuning
emas) yang tidak pantas, justru semakin indah. Lihatlah Cat di wayang,
seumpama wayang satu kotak di beri warna prada justru semakin bagus.
Seandainya hanya warna merah, jelas akan jelek, sebab merah itu adalah warna
kesukaan anak kecil, sedangkan orang tua tidak menginginkannya. Sedangkan
warna kuning adalah warna kesukaan bangsawan. Lihatlah kereta Kecana, Payung
Tunggul Naga, Pasemen bara-bara, bordiran, gamelan, semuanya indah warnanya,
karena berwarna kuning. Demikian juga hiasan yang bagus, yang bersinar di
toko-toko dan di dalam rumah orang kaya, berupa : Paidon (tempat membuang
ludah orang makan sirih), Pateyan, temnpat kapur sirih, pigora gambar, pigora
kaca, lampu gantung ( jenis lampu jaman dahulu) dan lain sebagainya, semuanya
berwarna kuning. Manusia yang bagus rupanya adalah yang berkulit kuning,
bukan orang yang berkulit merah. Yang tidak berkulit kuning ketika tampil
dalam pertunjukan, maka kemudian berupaya mencari akal, hal itu karena ingin
kulitnya berwarna kuning. Memang benar lah warna kuning adalah warna yang
menyenangkan. Singkatnya demikian : Warna putih pucat, warna merah gagah,
namun tidak indah, justru membosankan. Sedangkan yang tidak pucat serta tidak
membosankan justru semakin berwibawa ,
adalah warna kuning. Apakah tidak demikian ?
|
Kupu ungu menyambung, warna kuning itu masih
membosankan, ketahuilah semuanya, sama-sama tentang warna, warna yang paling
indah, paling wibawa, dan tidak membosankan itu adalah warna ungu. Buktinya,
Babut yang berwarna merah itu jelek, babut kuning jelek, babut ijo kurang
baik, namun babut ungu, sangatlah indah dan menyenangkan, terlebih lagi jika
diimbangi perlengkapan rumah yang diberi warna ungu, seperti meja, kursi,
bangku, yang mengkilat peliturnya. Seandainya diberi warna merah atau kuning
menurutku kurang indah. Bunga jengger, terlihat menyala disebabkan ungu,
demikian juga bunga Ragaina. Baju ungu indahnya bukan main. Meskipun ungu
tidak terpilih, mengapa orang membatik kain mencari Soga, padahal sangat mudah untuk membuat warna merah atau membuatnya kuning. Apakah
sebabnya? Itu disebabkan warna merah dan kuning hanya digunakan untuk
pertunjukan atau untuk kesombongan,
tidak baik, itu tidak seperti
warna ungu yang apa adanya. Di mana pun saja barang yang apa adanya dan mengandung ketenangan itu tidak
membosankan, sehingga warna ungu banyak yang memilihnya, untuk digunakan
setiap harinya. Sebagai contohnya Soga. Ingatlah bahwa yang menyombongkan
diri itu tidak akan lama, dn hanya dipergunakan kadang-kadang saja, dan hanya
sementara, kecuali yang apa adanya itu
yang dipilih, untuk didpergunakan setiap harinya, buktinya adalah Soga. Warna
merah dan kuning sebagai ibarat kenakalan. Namun warna ungu itu tenang dan
berwibawa, artinya tidak mencolok untuk hiasan.
|
Kupu hijau secara tiba-tiba berkata. Katanya :
Kalian semua diam lah dahulu. Kalian semua tidak mengerti atas kehendak Tuhan
Yang Maha Kuasa dalam mencipta rumput dan dedaunan dicipta berwarna hijau.
Hal itu pikirkanlah apa sebabnya. Cobalah kalian pikir : Seandainya semua dedaunan
berwarna putih, barangkali akan banyak mata yang buta. Seandainya yang baik
adalah ungu, tentulah semua tumbuhan akan dicipta berwarna ungu. Seandainya
yang baik warna kuning, tentulah dicipta dengan warna kuning. Seandainya yang
baik merah, tentulah dicipta merah.
Hal itu ketahuilah, mengapa rumput dan dedaunan dicipta hijau, sebab warna
hijau adalah yang paling baik serta yang paling tidak membosankan. Buktinya
tidak ada manusia yang bosan kepada warna hijau. Di kebun, di tegal, di
sawah-sawah, semuanya hijau, namun demikian di halaman rumah para petinggi
ditanami pohon Sadhang, pakis,
pandhan, wregu, sirih dan lain sebagainya, banyak menempel di tembok, hingga
lebat bagaikan hutan, itu sebagai bukti masih kurang puasnya memandang warna
hijau, namun saya pun tidak menyalahkan, memang jika tumah banyak warna
hijaunya yang berada di tembok atau di tangga rumah itu terkesan sejuk.
Sehingga hal itu kadang mengingatkan kalian, sehingga kalian tidak akan mau
mengunggulkan warna selain warna hijau. Serangga yang bernama Samber lilin itu unggul
warnanya dibanding sesama warna
serangga. Warna yang menonjol itu
karena warna hijau, warna merah dan kuningnya hanya sedikit. Seandainya terlalu banyak warna merah atau
kuningnya pasti tidak indah. Sebaliknya jika banyak warna hijau-nya, justru
semakin indah. Burung merak paling indah warnanya dibanding sesama burung,
warna apakah yang terbanyak ? juga wara hijau, warna merah dan ungu hanya
sekedarnya. Seandainya warna hijau hanya sedikit, pastilah jelek. Oleh karena
hal demikian maka, ternyata kupu yang paling cantik adalah kupu yang bersayap
hijau.
|
Kemudian kupu biru berkata seperti ini : Yang
disampaikan kupu hijau tersebut sudahlah benar, namun masih kurang tepat.
Sebab masih ada makhluk Tuhan yang melebihi warna hijau, tidak membosankan
selamanya dan lebih banyak keberadaannya, yaitu biru. Sebagai buktinya, Udara, langit, gunung,
laut, semua dicipta berwarna biru. Lihatlah ! Yang indah itu hanya hijau dan
biru. Banyak orang yang senang refresing di tempat yang serba indah,
sedangkan tempat yang indah tersebut, menjadi indah disebabkan oleh hijau dan
biru. Tidak ada satu manusia pun yang bosan memandang tempat yang indah dan
asri, yaitu yang terlihat langitnya biru, gunung warna biru, dan tumbuhan
yang kelihatan hijau dan biru. Sayap serangga samber lilin warna hijaunya tercampur warna biru, justru
banyak birunya dibanding warna hijau. Sayap burung merak pun mengarah ke
biru. Seluruh warna biru di dunia ini jika dibanding dengan warna hijau,
banyak birunya. Sebab, hijau itu hanyalah berada di darat, namun warna
biru itu berada di darat juga di laut,
juga berada di angkasa. Di angkasa tidak ada tempat yang tidak berwarna biru, hingga pada warna
gunung yang terlihat dari kejauhan. Jika seseorang sedang naik perahu di
tengah samudra, maka yang nampak
bagaikan arah utara, selatan timur dan barat semuanya berwarna biru,
sehingga seluruh dunia bagaikan menjadi berwarna biru semua. Hal yang demikian sebagi bukti jika biru
itu adalah warna yang paling indah, sehingga atas kehendak Yang Maha Kuasa
mencipta warna biru diperbanyak dibanding lainnya.
|
Kupu hitam berkata demikian, wahai kalian semua,
tenangkanlah dahulu dirimu, apakah ada warna yang jumlahnya melebihi hitam,
dan juga tidak ada warna yang kelebihannya melebihi hitam. Penjelasannya
demikian, tidak ada warna yang jumlahnya melebihi hitam, sebab jika di waktu
malam, seluruh dunia berwarna hitam, tidak usah disebutkan di angkasa, di
daratan, di lautan, cukup disebutkan tidak ada tempat yang tidak hitam, kemudian bandingkan
banyak mana dengan biru. Sehingga saya sebut , tidak ada yang paling unggul
seperti hitam, sebab semua warna jika telah dikalahkan oleh hitam tidak ada
yang bisa menghalangi. Walau pun bumi langit yang kedatangan kegelapan yang
berwarna hitam, dunia bagaikan teggelam di kehampaan yang hitam pekat.
Sehingga saya sebut tidak ada yang
paling kuasa seperti hitam, hal demikian sehingga manusia berwibawa itu yang
berbaju hitam, celana hitam, sepatu hitam. Banyak yang gagah tidak seperti
hitam, banyak yang wibawa tidak seperti hitam, bahkan rambut dan kumis yang
tampan adalah yang hitam. Gambar dan tulisan yang terang dan jelas juga yang
hitam. Karena berwibawa, sehingga awet
serta terpakai setiap harinya, seperti yang dikatakan kupu ungu
sebelumnya. Yang ungu itu soga-nya juga benar, namun hitam tidak kalah, yaitu
dasarnya.
|
Burung perkutut melanjutkan pembicaraannya : Isi
ceritanya, sebagai berikut :
|
Yang disebut baik dan buruk itu sesungguhnya hanya
sebatas anggapan rasa hati. Apa pun yang sedang disenangi oleh hati, itu lah
yang nampak benar. Sedangkan salahnya tertutupi. Manusia yang berwatak mudah
menginginkan sesuatu, terhadap segala yang disenanginya, hal itu lah yang
dianggapnya paling benar sendiri.
|
Ada sebuah ibarat, bahwa manusia yang sedang menyukai
sesuatu, maka tidak kekurangan dalam
sanjungannya, sedangkan orang yang sedang benci tidak kekurangan dalam mencelanya, manusia
itu sangat mencintai dirinya sendiri, sehingga tidak ada manusia yang bosan
menyanjung dirinya sendiri.
ooOoo
|
BAB. II
BATU MULIA MENGURAI SINAR WARNANYA
|
Ada permata putih, cahayanya putih bersinar terang,
bernama permata Manik Maya, tergeletak dekat dengan tempat duduk sang Putri,
berkata kepada kupu-kupu, katanya : “Wahai kupu, sesungguhnya semua warna
kalian itu indah, yang putih, yang merah, yang kuning, yang ungu, yang hijau,
yang biru, dan juga yang hitam, tidak ada satu pun yang tidak indah,
kekukarangannya hanyalah tidak mengnadung cahaya, seandainya bisa bercahaya,
betapa indahnya, sebab, warna itu bisa terlihat karena kekuatan cahaya, walaupun merah,
hijau, biru, jika tidak bersinar itu
hampa. Walau pun warna putih atau pun merah, jika bersinar maka menjadi
indah. Coba perhatikan ujud diriku ini, tidak lain hanyalah putih, warna
putih itu tidak berbinar dan tidak mencolok, namun karena mengandung cahaya,
sehingga putihku indah bercahaya, itulah diriku yang disebut Permata Manik Maya. Tidak hanya permata
saja, walau pun manusia yang tampan rupawan, dihias busana, jika tidak ada
cahayanya, tidak ada daya tariknya, dan tidak ada pancaran wibawanya,
akhirnya pun tidak menjadi perhatian dan tidak dipercaya, sehingga tidak
dipilih dan suatu jabatan, karena hanya mengandalkan ketampanan rupa dan kebaikan hati; serta kebahagiaan
hidupnya. Karena tidak berusaha mencari keluhuran Pramana. Walau pun manusia
yang buruk rupa serta kurus badannya, jika luhur budi-nya, juru hati, akan
menjadi pusat perhatian dan dihormati, sehingga banyak yang hormat dan
mencintainya, karena terlihat dari pancaran wibawanya yang tinggi, mengagumkan,
itu disebabkan cahaya budi dari dirinya yang bening.
|
Ditempat itu ada batu mulia merah, di dekat tempat
duduk, disebut juga batu mulia Geni Maya, mempertontonkan cahayanya yang
merah menyala bagaikan bara api.
|
Ada lagi batu mulia kuning, memperlihatkan
keindahannya, yaitu cahaya kuning bersinar, yang bernama berlian Mirah
Delima.
|
Ada lagi batu mulia ungu, memperlihatkan cahaya ungu
yanganik Puspa Raga
|
Adalagi batu mulia hijau, memperlihatkan cahayanya
yang hijau berpendar, yang disebut berlian Tinjo Maya.
|
Adalagi batu mulia biru, memperlihatkan cahayanya
yang biru, disebut berlian Manik Nila Pakaja.
|
Adalagi batu mulia hitam, memperlihatkan ahaya hitam
pekat, disebut Mustikaning Bumi.
|
Kesemuanya indah cahayanya, dan tidak ada yang
mengecewakan, sehingga menyebabkan semua kupu-kupu menjadi malu, yang disebab
karena lebih indah berlian daripada kupu, sebab kupu hanya memiliki warna
saja, tidak memiliki cahaya, sedangkan berlian memiliki warna dan mengandung
cahaya.
|
Wahai saudara, cerita tersebut mengandung makna
sebagai berikut :
|
Mengecewakan sekali jika manusia hanya mengejar
kesenangan, hak milik, hobby, kenikmatan, kebahagiaan hidup, kewibawaan,
keluhuran derajat dan lains ebagainya. Tidak mencari atas terang dan
ketenangan jiwa, yaitu Menghidupkan Budi.
|
Warna putih, merah, kuning, ungu, hijau dan sejenisnya
itu semua sebagai ibarat : Rahsa, artinya menjadi ibarat perwatakan manusia,
sedangkan cahaya sebagai ibarat terangnya Budi manusia.
ooOoo
|
Penjelasannya demikian :
Cahaya dan warna yang diuraikan pada cerita di atas,
sesungguhnya hanya sebagai ibarat saja.
|
Cahaya dan warna adalah milik Dzat Yang Maha Wujud,
yang diberikan kepada manusia.
|
Wujud Cahaya manusia itu adalah : Budi. Sebab budi
itu berupa penerang yang memancar dari kegaiban. Menerangi semua Nyawa sejak
awal sampai dengan akhirnya.
|
Sedangkan wujud warna, adalah : Rahsa (dayanya
disebut : Nafsu), sebab rahsa itu daya pengaruhnya menyebabkan sifat dari
cahaya yang bermacam-macam : Putih, Merah, Kuning, Hijau dan sebagainya.
|
Ujud Rahsa adalah nyawa. Daya pengaruhnya
menyebabkan manusia sering merasa : gembira, sedih, senang, benci, jahil,
irihati, sombong, heran, kecewa, takut, khawatir, dan sebagainya.
|
Singkatnya saja, menyebabkan tiap manusia memiliki
watak sendiri-sendiri, baik atau buruk (Dalam Bahasa Jawa disebut Perasaan
atau hati).
|
Pengaruh rahsa yang menyebar bernama nafsu, itu bisa
diibaratkan asap, sebab nafsu itu daya pengaruhnya adalah menyebabkan
kegelapan atau mengotori cahaya.
|
Padamnya
nafsu atau rahsa : Jika hanya berkumpul dalam rasa (Rasul) bersifat
bukan putih, bukan merah, bukan hijau, dan sebagainya, artinya : bukan
bahagia, bukan subukan keinginan, bukan sah, Hanya : Tenteram/Ketenangan
(lebih jelasnya jika telah membaca bagian belakang.
|
BAB. III
BERLIAN MENGURAI CAHAYA
|
Burung Perkutut melanjutkan dalam bercerita :
|
Ketika itu ada berlian, yang berkata kepaa semua
batu mulia : “wahai semua mirah, sekarang kalian sudah memahami bahwa
terlihatnya rupa karena adanya cahaya, artinya :warna merah hijau itu tidak
ada gunanya jika tidak ada cahaya, sebab jika tanpa cahaya maka tidak akan
bersinar. Meskipun tanpa warna jika terkena cahaya tidak akan bisa hilang,
sebab cahaya itu menyinarinya, sehingga akan bisa dilihat. Sudah nyata bahwa
cahaya itu adalah nyawa dari rupa. Buktinya, si Manikmaya, hanya berwarna
putih, oleh karena bersinar, sehingga banyak dicari oleh manusia serta
dihargainya.Terlebih lagi si Geniyara, Mirah Delima dan sebagainya, karena
memiliki warna dan bersinar.
|
Dan sekarang selain yang sudah dibicarakan seperti
tersebut itu tadi, saya akan bertanya kepada semua mirah untuk
dipertimbangkan. Pertanyaanku seperti ini : Pilih yang mana, memiliki warna
dan bercahaya sedang dibanding dengan tidak memiliki warna, dan hanya
cahayasaja, akan tetapi cahayanya melebihi cahaya dari semua yang warna? Apa
lebih memilih memiliki warna yang bersinar sedang, apa memilih tanpa warna
namun memiliki cahaya tinggi?
|
Semua mirah tidak ada yang bisa menjawabnya.
Kemudian berlian melanjutkan kata-katanya “Jika saya, memilih tidak berwarna,
hal demikian kadang justru mengandung cahaya yang lebih. Sehingga saya tidak
begitu memikirkan tentang warna, saya hanya mengejar cahaya. Sebab, walau
tanpa warna, jika mengandung cahaya tinggi, Cahaya tinggi itu bisa membentuk
warna dengan berbagai macam warna yang disebabkan karena kejernihannya. Lihat
lah diriku ini, saya ini tidak mempunyai warna seperti halnya mirah, tidak
merah, tidak kuning, bukan hijau, bukan biru, bukan hitam, tiak putih. Namun
karena nyala cahayaku melebihi semua jenis mirah, walau pun tan warna , namun
bisa menjadi merah, juga bisa menjadi kuning, bisa hijau, dan sebagainya.
Jika saya sedang berwarna merah, tidak kalah dengan geniyara, jika sedang
berwarna kuning, tidak kalah dengan mirah delima, Jika sedang berwarna ungu,
tidak kalah dengan pusparaga, pun selanjutnya tidak akan kalah dibanding
semua mirah. Sehingga, bagaikan memuat atas semua jenis mirah. Apakah
sebabnya saya bsia seperti itu, hal itu disebab karena tak berwarna, namun
unggul dalam cahaya.
|
Seandainya ketinggian sinarku, namun masih
mengandung warna, hal itu juga tidak akan bisa mengandung semua warna. Walau
pun tanpa warna, jika tidak tinggi cahayaku, juga tidak bisa memuat semua
warna. Sehingga jelaslah, rupa yang paling indah adalah : Yang tidak berwarna
namun tinggi cahayanya. Sebab hal itu adalah yang hidup dan yang mengandung
semua warna.
|
Cerita yang tersebut di atas, mengandung maksud,
sebagai berikut :
|
Agar manusia bisa memuat, tidak cukup hanya
menggunakan budi dan kesaaran. Namun harus : Tidak memiliki watak. Tidak
memiliki watak artinya : Tidak mengandalkan atas watak hatinya, seperti Suka
terhadap yang itu, benci terhadap yang ini, suka terhadsap kesenangan,
mengeluh jika susah, Suka pada keindahan, benci segala keburukan. Ringkasnya
: Memiliki kesengan di dalam hati yang tidak bisa dirubah, serta mempunyai
suatu yang dibencinya.
|
Cahaya itu, sebagai
ibarat dari : BUDI, Warna, ibarat dari : RAHSA, Berlian itu ibarat : Sangat
terang Budinya, namun tidak sombong diri, bisa mengendalikan keinginan, tidak
pilih kasih atau memilih manfaatnya. Tandanya bagi orang yang sudah bsia
demikian : Wibawa cahayanya, Sikapnya tidak terlihat jahat, cahayanya tajam,
serta serba sederhana.
|
Manusia yang bersifat seperti, bisa dipilih menjadi
yang di tuakan, bisa memahami atas perwatakan manusia yang berbeda-beda,
karena sudah tidak memiliki watak sendiri.
|
Permata, walaupun bercahaya bagaikan api, jika masih
punya warna, tidak akan bisa mengandung semua warna, karena cahayanya dipaksa
oleh warnanya. Berbeda dengan berlian, adalah cahayanya lah yang menguasai
warna.
|
BAB. IV KACA BENGGALA RAHASIANYA
|
Burung Perkutut melanjutkan kisahnya :
|
Semua Mirah merasa kalah, ketika dibandingkan dengan
berlian. Terlebih lagi semua kupu-kupu. Akhirnya sepakat, akan mengangkat
Raja atas berlian, sebab belian lah yang paling unggul dalam rupa.
|
Ketika berlian akan diangkat sebagai raja, kemudan
berkata : Atas kalian semua yang ingin mengangkat raja diriku, karena aku
paling unggul cahayanya serta tanpa warna. Keunggulan cahayaku yang
menghidupkan rupaku. Warna itu bukan milikku sehingga aku memuat semua warna.
Hal itu memang benar, namun diriku ini
sebenarnya belum sempurna, masih ada lagi ujud selain diriku yang lebih unggul
cahayanya melebihi diriku. Serta mampu bisa memuat segala warna dengan
sempurna melebihi diriku. Itulah yang kalian angkat jadi raja, sebab
cahayanya berlipat seribu dibanding cahayaku, jika memancar akan menyamai
matahari, tetapi aku hanya berkelip saja. Sedangkan dalam memuat warna ternyata
seribu kali dibanding aku. Aku hanya megandung warna, namun yang akan aku
katakan kepada kalian adalah mengandung warna dan sekalian rupanya.
Maksudnya, bukan hanya bisa berwarna merah, hijau, juga bisa bermacam warna
bagaikan kupu, bagaikan mirah, bagaikan berlian, bagaikan batu, bagaikan
kuda, bagaikan manusia, bagaikan matahari, singkatnya bisa menyerupai semua
ujud yang ada di dunia ini, karena bisa berujud bagaikan dunia yang tergelar
nampak bumi langit beserta segala isinya.
|
Jika sedang seperti matahari, sama sekali tidak
berbeda dengan matahari, hingga tidak ada manusia yang bisa mengungkapkan
seperti apa rupa yang sebenarnya. Yang seperti itu dikarenakan dua sebab
saja.
|
PERTAMA : Disebab sangat tinggi cahayanya.
|
KEDUA : Karena tidak memiliki warna sama sekali.
|
Apkah kalian sudah mengetahui ujud yang demikian itu
?
|
Itulah yang disebut : KACA BENGGALA BESAR.
|
Semua batu mulia dan kupu-kupu keheranan, serta
ingin mengetahi seperti apa rupa dari KACA BENGGALA.
|
Ada sebuah batu yang ingin digambarkan seperti apa
rupa dari Kaca Benggala, kemudian bertanya kepada berlian : Wujud Kaca
Benggala itu seperti apa. Apakah memang seperti rupa segala wujud yang ada,
apakah berbeda dibanding dengan segala perwujudan. Jika tidak sama dan tidak
berbeda seperti segala perwujudan, apakah bisa disebut jernih bagaikan air..?
|
Berlian menjawab, jika dikira seperti rupa segala
yang wujud itu juga benar, namun belum tepat. Mengapa bisa dikatakan demikian karena Kaca Benggala itu memang
bisa bagaikan batu, bisa bagaikan kupu, bisa bagaikan berlian dan sebagainya.
Sedangkan jika dikatakan belum tepat,
karena kalimat tersebut, karena berbeda dengan segala yang wujud.
Perbedaannya adalah : Batu itu keruh, namun Kaca Benggala tidak keruh. Baju
itu menonjol serta jelek, namun Kaca Benggala tidak pernah disebut menonjol
dan jelek. Mirah Delima kuning serta kecil, namun Kaca Benggala itu tidak
kuning dan tidak kecil. Arang itu hitam, Kaca Benggala itu tidak hitam.
Singkatnya jika segala perwujudan dibedakan dengan Kaca Benggala, semuanya
akan berbeda jika dibanding dengan Kaca Benggala. Oleh karena itu, bisa
disebut berbeda dengan segala perwujudan. Namun pun tidak boleh diputuskan
demikian, sebab di depan telah dijelaskan : Bagaikan wujud segala perwujudan. Itu hanya bisa disebut
dengan sebutan : BENING, jika disebut demikian barangkali baru benar. Namun
demikian juga belum tepat, sebab bening itu lebih tepatnya untuk menyebut air
di dalam gelas. Air itu memang bening, namun beingnya air itu bening yang
kosong, jauh berbeda dengan kebeningan Kaca Benggala : Bening yang mengandung
wujud, sebab cahayanya bercampur dengan Rahsa, rasa itulah yang tanpa warna,
namun tidak kosong. Sang Cahaya menjadi Cahayanya Rasa, Sang Rasa menjadi
tempat bagi Cahaya.
|
Sehingga disebut tanpa warna tanpa rupa, sebab
seandainya dicari pun warna dan wujudnya, tidak akan bisa ditemukan.
|
Yang demikian kadang disebut sebagai : Kosong namun ada.
(Kosong tapi isi). Atau : Tidak buruk atau pun baik, namun mengandung
kejelekan dan keindahan. Entah lah apa namanya wujud yang seperti itu.
|
Sebaiknya, marilah kita buktikan :
Semua batu mulia, kupu dan juga batu, semuanya
berumpul di tempat tinggal Kaca Benggala Besar.
|
Yang pertama datang batu. Batu mengatakan kepada
Keca Benggala Besar, kedatangan saya ingin mengangkat engkau menjadi raja
karena engkau paling unggul dalam warna sedunia, namun ijinkanlah saya untuk
melihat wajah dirimu terlebih dahulu.
|
Keca Benggala Besar menjawab : Baiklah, datanglah ke
sini, wujudku adalah seperti wujud dirimu.
|
Ketika batu sampai di hadapan Keca Benggala Besar,
sangat terheran-heran, karena wujud Keca Benggala Besar persis sama dengan
dirinya. Tidak perbedaannya sdikit pun dengan dirinya, kemudian batu pamit
pulang.
|
Tidak lama kemudian kupu juga memandang wajah Keca
Benggala Besar bergantian. Semua terheran-heran, sebab wajah Keca Benggala
Besar hanya mirip seperti kupu saja, demikian juga batu mulia, melihat wajah
Keca Benggala Besar juga sama seperti batu mulia. Ketika batu dan arang
melihatnya juga sama seperti mereka.
|
Kemudian kesemua kembali ketempat semula.
|
Kupu saling mengatakan, seperti berikut : Menurut
berita Keca Benggala Besar itu sangat indah rupa, ternyata hanya seperti
kupu-kupu saja, tidak memiliki cahaya seperti mirah, bahkan lebih indah
mirahnya. Apalagi jiga dibandingkan dengan berliyan, jauh lebih inndah
berliannya, karena Keca Benggala Besar tidak memiliki cahaya, sehingga tidak
bisa berkedip-kedip.
|
Batu dan arang berkata seperti berikut : Rupa Keca
Benggala Besar keruh dan hitam seperti rupa ku, oleh karena wujudku jelek,
akan tetapi Keca Benggala Besar persisi seperti aku, menurutku Keca Benggala
Besar itu jelek.
|
Kemudian berliyan memberi nasihat kepada Kupu, Batu,
arang : Ketahuilah oleh kalian semua, bahwa Keca Benggala Besar walau pun
sangat unggul rupa, namun tidak mau memamerkan wajahnya, tidak mau
membandingkan dirinya dengan diri yang lain, seperti kupu ketika saling
mengunggulkan diri, yang kesemuanya mengunggulkan dirinya sendiri dan
membanggakan diri sendiri. Sudah biasa, bagi yang belum sempurna, maka saling
membanding diri. Namun bagi sudah sempurna tidak akan melakukan hal demikian.
|
Kupu putih memamerkan putihnya, yang merah
membanggakan merahnya, mirah hijau pamer hijaunya, berliyan juga memamerkan
kerlip cahayanya, demikina juga batu juga memamerkan, yang pamer kejelaknnya.
Baik dan buruk jika dipamerkan, itu sama saja disebut pamer, Itu semua
dikarenakan belum sempurna dalam hal rupa. Kebanyakan tidak akan mau disebut
jelek, meminta disebut baik, namun Keca Benggala Besar tidak minta disebut
baik dan juga tidak meminta disebut jelek seperti batu dan arang. Keca
Benggala Besar bersida disebut apa seja tergantung yang menyebutnya. Mau
disebut jelek seperti batu dan arang, namun disebut berkelip seperti berliyan
tidak menolak, bahkan jika ada perlunya mau disebut seperti matahari. Namun
jangan lah salah terima, mengapa mau disebut jelek, bukan dikarenakan
permintaannya atau atas harapannya, dan juga bersedia disebut baik itu bukan
karena pamer atau menginginkan pujian. Namun kesediannya karena ikhlas
mengandung segala rupa. Dan sekarang batu serta arang telah melihat sendiri,
nampak hitam wajah Keca Benggala Besar, itu dikarenakan sangat jernihnya.
Terlihat hitam seperti arang bukan karena di itu hitam, itu disebabkan karena
kejernihannya yang tidak terbayangkan, sehingga arang dan batu tidak bisa
membayangkan. Silahkan dipikir, seandainya keruh maka akan keruh saja, tidak
akan bisa memuat rupa.
|
Kupu, arang dan batu, setelah mendengar penjelasan
berlian maka merasa atas kesahannya, sehingga percaya bahwa keruh yang
terlihat di dalam Kaca Benggala Besar itu adalah keruhnya diri sendiri, bukan
keruh dari Kaca Benggala Besar, sesungguhnya justru karena atas kejernihan
Kaca Benggala Besar, sebab Kaca Benggala Besar bisa juga terlihat berkelip
seperti berlian, bisa hijau seperti berlian hijau yang disebut juga Tinjo
Maya.
|
Saudara, kesiah tersebut bisa sebagai ibarat :
Keadaan Kaca Benggala Besar itu sebagai ibarat watak
manusia yang sudah sempurna, yaitu manusia yang sudah tidak terbawa oleh
keinginan diri (tidak terpengaruh oleh wujud diri yang sempurna). Manusia
yang seperti itu, telah lupa pada dirinya sendiri, artinya : Sama sekali
tidak berniat mempertontonkan diri, atas kebesaran dirinya. Sombong, suka
pamer, membanggakan diri, bid’ah dan sejenisnya, sudah hilang dari dirinya.
Hal itu dikarenakan Budi dalam dirinya sudah sangat terang, serta telah padam
hawa nafsunya, sehingga keadaan dirinya sudah tidak diperhatikannya, itu yang
bisa menjadikan mampu memuat segala watak, yang pada akhirnya, hidupnya hanya
mengharapkan keselamatan dunia, serta selalu bertindak menyenangkan hati
sesamanya.
|
Manusia yang seperti itu ikhlas jika disebut derajat
rendah, namun juga tidak menolak jika disebut luhur, serta ikhlasnya tidak
dipamerkan. Tidak memiliki rasa memihak dalam hati, sehingga tidak membela
yang sana atau pun yang sini, tidak menyukai hal yang baik dan benar dengan
jalan membenci kepada hal yang buruk dan salah. Atau pun tidak menyukai hak
yang jahat dan salah dengan jalan membenci kepada yang baik dan benar.
|
Manusia itu walau pun sudah mulia, jika masih tinggi
diri, atau mempunyai kebanggan dalam hatinya serta masih ada rasa benci, itu
pun belum sempurna, karena cahaya dirinya masih terpengaruh napsu diri,
maksudnya : masih dikuasai oleh wataknya sendiri (rahsa-nya sendiri).
|
Ada juga manusia yang tidak meminta disebut baik,
namun meminta disebut jahat, orang yang demikian itu juga masih
mempertontonkan kebaikan wataknya, jadi masih terbawa keinginan diri, oleh
karena seperti itu, seandainya dikira baik, tentulah akan mengeluh.
|
Ada juga manusia yang menerima saja disebut apa saja
terserah yang menyebutnya, disebut baik atau jahat pun diterimanya. Namun
masu disebut seperti itu di pamerkan. Manusia yang seperti itu juga belum
bersih, karena masih memiliki keinginan atau harapan kepada sanjungan. Oleh
karena hal itu, seandainya disebut : Tidak mengingkan, tentulah masih
mengeluhkannya.
|
BAB. V
|
Burung Perkutut melanjutkan ceritanya :
|
Ketika itu, ada lembaran besi berbentuk empat
persegi panjang, berwarna hitam, dan belum pernah melihat wujud Kaca
Benggala, mendengar keterangan berlian tentang Kaca benggala yang memuat
segala rupa. Oleh karena memuat segala yang jelek dan baik, sehingga
ditetapkan sebagai yang paling sempurna dalam rupa. Setelah lembaran besi
mendengar apa yang disampaikan berlian yang seperti itu, muncullah pemikiran
lembaran besi, sebagai berikut : Oleh karena yang disebut rupa yang sempurna
adalah yang bisa jelek dan bisa baik. Seperti kaca benggala yang bisa keruh
bagaikan batu dan hitam bagaikan arang, dan tidak hanyak baik saja. Jika
demikian segala ujud yang hanya bisa baik saja, dan tidak bisa baik dan
buruk, itu belum sempurna kebaikannya. Bagaikan berlian, memang benar bisa
berkedip-kedip, dan memancarkan cahaya aneka rupa, namun karena tidak bisa
menjadi jelek seperti batu, dan tidak bisa hitam seperti arang, juga belum
disebut sempurna seperti kesempurnaan kaca benggala, karena yang bisa
diperbuat hanya satu macam yaitu baik saja. Biasanya, walau bagi manusia juga
demikian, barang siapa yang hanya menyukai yang baik saja, dan menolak
keburukan, tidak akan bisa sempurna, karena hanya menyukai kebaikan saja,
sedangkan yang disebut sempurna adalah
|
Ah, sekarang saya megerti artinya, yang disebut
sempurna adalah lengkap, ada baiknya dan ada jeleknya. Oleh karena saya
diperbolehkan mencari kesempurnaan, sehingga saya harus mencari agar bisa
menguasai buruk dan baik, tidak hanya baiknya saja.
|
Cara yang kulakukan untuk menyempurnakan ujudku,
sebagai berikut : Sebagian badanku saya gosok hingga bercahaya, barangkali
bisa seperti berlian. Sebagian lagi saya gosok menggunakan mirah, sebagian
lagi saya gosok menggunakan arang, itu sebagai bagian dari jeleknya, karena
jangan sampai hanya baiknya saja. Sebagian lagi saya gosok menggunakan batu
apung agar menjadi keruh, sebab yang disebut sempurna itu tidak menolak yang
keruh, yang bening dan yang keruh keduanya diterimanya. Nanti jika sudah
lengkap apa yang ku lakukan dalam membuat rupa yang menempel di badanku,
tidak bisa tidak, saya baru bisa mirip dengan Kaca Benggala.
|
Berlian mengetahui, bahwa lembaran besi sombong,
sehingga diberi nasihat, sebagai berikut : Wahai lembaran besi, kamu ingin
menggapai kesempurnaan itu hakmu, hanya saja
jalannya harus benar dan sampai salah. Ketahuilah, walau pun
kesempurnaan itu menguasai yang buruk dan yang baik, akan tetapi jalan menuju
kesempurnaan itu bukan kebaikan yang dicampur dengan keburukan, itu harus
dengan kebaikan saja, janganlah kau gosok lagi menggunakan arang, teruskan
saja menggosoknya dengan tekun, jangan ragu-ragu, hanya satuju wujud saja
cita-citamu, yaitu : Mengkilap, tidak usah dicari yang merah, hijau, hitam,
dan sejenisnya. Dan janganlah kau berusaha agar mirip seperti batu, kupu,
kuda dan lain sebagainya.
|
Jika itu kau lakukan dengan tekun dalam
menggosoknya, pastiliha dirimu akan sangat mengkilap, semakin mengkilap
semakin bercahaya, yang pada akhirnya akan bisa digunakan untuk bercermin,
jika sudah seperti cermin, dan hitamnya telah hilang, tentulah akan bisa
seperti kupu, bisa seperti mirah, bisa seperti batu, dan bisa bercahaya
seperti matahari.
|
Bahwa tingginya cahayamu, itu tergantung kepada
mengkilapnya dirimu, sedangkan engkau bisa menguasai warna, itu tergantung
terhapusnya watak dirimu yang hitam. Dan lagi, kau jangan salah terima, kata
menguasai keburukan itu tidak berarti memiliki sifat buruk. Memiliki sifat
buruk itu bersifat buruk. Menguasai keburukan itu sebenarnya tidak memiliki
sifat buruk, bagaikan Kaca Benggala yang terpisah dengan hitam.
|
Cerita tersebut, sebagai ibarat :
Yang bisa
memuta kebaikan dan keburukan itu hanyalah manusia yang sempurna, adalah
manusia yang terang serta telah berpisah dengan keburukan. Jika belum
sempurna atau belum berpisah dengan keburukan, tentulah tidak akan bisa, dan
mudah terpeleset. Sehingga yang wajib dilakukan oleh orang yang berusaha
menggapai kesempurnaan harus hanya mengingat perbuatan baiksaja. Tidak boleh
menyeleweng untuk mengingat perbuatan buruk, Walau pun baik dan buruk adalah
milik Tuhan. Walau pun kasampurnan itu mengandung keburukan dan kebaikan,
namun jalan menujunya hanya lewat kebaikan saja. Tidak bisa dicampur dengan
perbuatan keburukan.
|
Burung Derkuku lama berfikir, kemudian berkata :
Perkutut, yang menyebabkan kupu lebih bagus dibanding batu karena kupu
memiliki keunggulan warna melebihi batu. Hal itu memang benar. Dari hal itu,
saya mendapatkan pedoman, bahka bagusnya rupa itu tergantung dari warna,
semakin indah warnanya, Semakin bagus, Semakin berkurang warnanya, semakin
buruk. Setelah saya menemukan pedoman demikian, kemudian saya berfikir, bahwa
yang menyebabkan mirah lebih indah dibanding kupu. Sebabnya adalah : Mirah
itu bersinar, sedangkan kupu tidak. Yang seperti itu yang menyebabkan saya
mendapatkan pedoman lagi : Keindahan rupa itu tidak hanya bergantung kepada
warna saja, tergantung juga karena sinarnya. Singkatnya : Keindahan itu
tergantung atas dua hal : Warna dan sinar. Oleh karena sudah jelas bahwa
keindahan rupa tergantung dari ketinggian sinarnya dan keindahan warnanya,
dan mengapa berlian lebih bagus dibanding mirah, sedangkan berlian itu tidak
memiliki warna. Sedangkan di depan sudah ditetapkan bahwa yang menyebabkan
indah itu adalah sinar dan warna, tiba-tiba berlian lebih indah dibanding
mirah, sedangkan berlian tanpa warna, hal itu bagaimana penjelasannya ?
Apakah pedomannya yang salah ?
|
Jawaban burung Perkutut : Wahai Saudara, pedomanmu
bahwa yang menetapkan keindahan itu tergantung dari sinar dan warna itu tidak
salah. Justru yang menyebabkan berlian lebih indah dibanding mirah, itu
memperkuat kebenaran pedomanmu. Apakah engkau lupa, sehingga berlian lebih
indah dibanding mirah, sebab berlian kaya warna, yaitu bisa berubah menjadi
merah, kuning, hijau, biru, ungu dan sebagainya. Oleh karena pedoman indahan
tergantung dari sinar dan warna, sedangkan berlian unggul sinarnya dan banyak
warnanya, sehingga sudah tentu berlian itu lebih indah daripada mirah.
Yang menyebabkan cahaya yang tidak berwarna ditetapkan
lebih indah dibandingkan dengan cahaya yang mengandung warna, sebab yang bisa
mengeluarkan warna yang berbeda-beda itu, tidak lain hanya cahaya yang Kosong
(tidak berwwarna, kosong tapi isi) hal iru sebagai ibarat bahwa manusia yang
hatinya kosong (tanpa nafsu) artinya suci, rela hati, puas, ikhlas hati, maka
daya hidupnya yang menghidupi nafsu akan berubah menjadi menghidupi Budi,
sehingga budi pekertinya menjadi bening dan bercahaya, sehingga nampak
cahayanya yang mengagumkan, berwibawa, cerah. Sehingga
manusia yang hatinya telah kosong adalah lebih sempurna dibanding yang
hatinya berisi Rahsa. Sebab Budi pekerti yang bisa memuat watak yang
bermacam-macam, tidak lain adalah budi pekerti yang kosong (bersih). Manusia
yang sudah di tingkat itu pun masih bisa marah, berkeinginan, menyenangi,
mengasihi, membenci dan sebagainya. Namun bukan berasal dari wataknya (Ajakan
rahsa) namun hanya pada waktu yang tepat saja jika memang ada keperluan yang
mendesak hanya digunakan sebagai alat. Jika telah cukup keperluannya maka
kemudian dihilangkannnya, dan tindakannya itu atas bimbingan dan ajakan Budi,
karena sudah berada dalam kekuasaan budi, hal tiu tidak ada bedanya dengan
berlian yang bisa bersinar merah, hijau, kuning, biru, dan bisa juga
menghilangkan warnanya masuk ke dalam cahayanya. Berlian itulah sebagai
ibarat manusia yang telah bisa menguasai Pancaindranya, bukan yang dikuasai
oleh tuntutan ke lima indranya.
|
BAB. VI
|
Burung Derkuku berkata :
Memang! Dirimu benar. Oleh karena demikian, terbukti
wujud yang sempurna keindahannya adalah yang cahayanya terang, merata ,
sangat jernih, dan juga yang tidak berwarna sama sekali. Seandainya saya
mencari wujud yang seperti itu, memang tidak ada lagi selan hanya Keca
Benggala Besar. Sebab lebar permukaanya yang bercahaya berlipat beratus kali
dibandingkan dengan permukaan berlian, sehingga mirip matahari, Berlian hanya
seperti bintang saja. Seandainya boleh mengumpamakan ada sebuah berlian
sebesar gajah yang rata permukaannya, menurut ku baru mirip dengan kaca
benggala, bahkan mungkin bisa mengungguli kaca benggala.
|
Mengkilatnya permukaan berlian jika dibandingkan
dengan kaca benggala, msih mengkilat kaca benggala, sebab mengkatnya kaca
benggala itu paling tinggi. Sehingga tidak bisa di ungguli lagi, tanda
buktinya adalah terlihat kosong dan hampa. Hal yang demikian, wahai Burung
Perkutut, apa yang menyebabkan tidak ana seorang manusisapun yang menyebut
bahwa kaca benggala lebih indah dibanding dengan permata? Tidak ada manusia
yang bisa menyamai rupa kaca benggala dan juga wujud yang lainnya, tidak ada
manusia yang mengatakan cahaya dari kaca benggala melebihi permata? Semua
manusia hanya menyanjung kepada cahaya Emas, intan, berlian, mutiara dan
sebagainya, padahal semua itu sama sekali tidak sebanding jika dibandingkan dengan cahaya kaca
benggala, apalagi hal bisa mengandung suma warna dan rupa. Di alam dunia ini menurut perkiraanku tidak ada wujud yang
bisa seperti itu selain kaca benggala.
|
Jawaban dari burung Perkutut : Wahai saudara, memang
yang saya inginkan sesungguhnya adalah pertanyaanmu yang seperti itu, semoga
pertanyaanmu itu bisa membuka wawasan dan pemahamanmu : Pedoman untuk
menyebut sesuatu yang sempurna adalah yang sudah tidak bisa dibandingkan
lagi, sudah tidak menyebut baik dan buruknya keadaan, sehingga yang tidak
memahaminya mengira itu hampa, sesungghnya yang hampa itu yang memuat segala
keadaan dari semua diri, dan juga yang memuat yang menganggapnya hampa.
(Artinya : Gaib : Kosong namun yang memuat segala yang ada).
|
Itulah ketetapan Kaca benggala yang tidak
mempertontonkan keindahan ujudnya dan kebeningan cahayanya, sehingga arang
dan batu percaya bahwa rupa dari kaca benggala hanya hitam seperti arang dan
keruh bagaikan batu.
|
Itu sebagai contoh sebutan bagi kesempurnaan, yang
telah lupa pada diri (Tidak terpengaruh ujud yang mumkin) aliyas hanya
berpedoman pada pribadi yang Maha Tunggal yang tanpa warna tanpa rupa, namun
memuat segala warna dan rupa, yang memuat segala sifat, yang tidak berarah,
yang tidak bertempat, akan tetapi berdiri di pusat arah, dan di pusat segala
tempat.
|
Manusia yang telah berada di tingkat paling
sempurna, tidak akan memperlihatkan kadaan dirinya, dibanding dengan diri
yang lain. Keadaan semua diri, dirasa sebagai sifat pribadinya. Oleh karena
baik buruk dirinya tilah dipendam, sehingga hanya memperlihatkan diri yang
lain, dianggap sama dengan dirinya, semua dirasa sebagai sifat pribadinya.
Dalam memandang dan menilai segala sesuatu pastilah benar dan tidak
menggunakan rahsa. Apa yang disebut benar,
yaitu : Tetap sebagamana kenyataannya. Apa arti tidak mempergunakan rahsa, yaitu : Tidak
menyukai tidak membenci terhadap yang baik dan yang buruk, yang benar dan
yang salah.
|
Keterangan
:
Alam beserta isinya itu, sesungguhnya bukan Yang
nyata adanya, hanya bayang-bayang saja. Sedangkan yang menjadi penyebab
adanya bayangan dari Yang nyata adanya karena adanya Cermin, yang bernama :
PRAMANA, yang dipinjamkan oleh Tuhan kepada manusia.
|
Sebab dari Pramana diumpamakan sebagai cermin
(Miratul Khaja-i = Kaca Wirangi), karena berasal dari Cahaya dan Rasa yang
berguna untuk menonton sifat dari Yang nyata adanya ( Tipuan dan kenyataan
dari bayang-bayang adalah tergantung dari cermin).
|
Jika cahayanya terang yang tidak tercampur asap,
maka sifat Yang nyata adanya terlihat jelas. Dan jika terhalang asap yang
tebal, maka akan terlihat samar bahkan gelap.
|
Cahaya yang tercampur cahaya merah, kuning, hijau
dan sebagainya belum bisa digunakan untuk meihat Yang Nayat Adanya, karena
masih menipu.
|
Contoh dari cahaya yang tercampur warna ( Budi
tertutup oleh rahsa) seumpama seseorang menyanjung atau mencela, walau benar
adanya, tetap belum bisa disebut : Yang sebenarnya, karena masih
terhalang suka dan benci (memuji
manisnya gula, beda dengan menyebut rasa manisnya gula).
|
Semua yang disebut menyanjung, sesungguhnya belum
yang sebenarnya, karena terangnya budi tertipu silaunya rahsa.
|
Demikian juga orang yang berkata atau merasakan yang
buruk atau salah, walau pun sesuai dengan kenyataannya, bila terdorong rasa
hati suka atau benci, itu bukan yang sebenarnya, karena masih memiliki nama :
Mencela.
|
Terlihatnya rahsa yang sedang dipergunakan oleh
manusisa, itu terlihat, yaitu : Yang disebut sikap. Untuk lebih jelasnya
masalah ini akan diuraikan di belakang.
|
BAB. VII
|
Burung Derkuku berkata kepada Burung Perkutut,
sebagai berikut :
Saya akan bertanya empat hal, jawablah dengan jelas,
agar terang pemahamanku.
|
1. Jelaskanlah bahwa sesuatu yang mengandung sinar
dan warna engkau umpakan sebagai sifat manusia, karena manusia memuat sinar
dan warna milik Dzat Yang Sejati, hal itu tunjukan padaku, mana wujud yang
disebut sinar, mana wujud yang disebut warna?
|
2. Yang kau umpamakan sebagai sinar kau sebut Budi,
yang kau umpamakan warna yaitu : Rahsa. Hal itu aku tunjukanlah. Yang disebut
budi itu yang mana, dan yang disebut rahsa itu yang mana?
|
3. Bagaimana caranya agar manusia bis terang
cahayanya, serta hilang asapnya? Bagaimana caranya menghilangkan asap dan
juga warna merah, hitam, dan sebagainya ?
|
4. Yang disebut Pramana yang kau gambarkan cermin
itu yang mana wujudnya, dan yang bercermin itu yang mana wujudnya?
|
Burung Perkutut menjelaskan, sebagai berikut :
|
1. BAB
RAHSA
|
Wahai saudara, mata manusia yang masih kasar tidak
akan bisa melihat wujud dari rahsa, namun setiap harinya manusia itu
merasakan daya kekuatannya, artinya sebagai berikut :
|
Manusia itu kadang merasa : Pansa, dingin, sakit,
nikmat, pedih, pegal, bosan, risih dan lain sebagainya, itu adalah daya dari
Rahsa.
|
Rasa panas itu ada dua, panasnya badan dan panasnya
hati (Panas badan bisa diobati dengan disiram air, namun panasnya hati
obatnya bukan disiram air).
|
Hati lebih halus dibanding badan. Seolah-olah badan
atau raga itu menyatu menjadi satu, menjadi satu, namun sesungguhnya beda
alam, beda jaman. Demikian juga : Dingin, sakit, nikmat, pedih, bosan, capek
dan sebagainya. Masing-masing jenis ada yang untuk badan ada yang untuk hati.
|
Ada juga rasa hati yang tidak sama namanya dengan
rasa badan, seperti : Senang, susah, suka, heran, menyesal, terheran-heran,
malu, kasmaran, gugup, takut, kawatir dan sebagainya, itu semua hanya untuk
hati. Tumbuh dan terasa berasal dari dalam dada (Coba kau rasakan saudaraku).
|
Yang untuk badan dan yang untuk hati sebagaimana
tersebut di atas agar lebih ringkas, menurut pendapatku, hanya saya sebut :
Rahsa saja.
|
Rahsa itu sebenarnya berupa getaran (gerakan) kadang
juga bisa diam (bersatu – menjadi satu). Jika bersatu atau diam, akan kembali
kepada RASA. RASA
itu selalu diam, sebagai tempat RAHSA, Jika Rasa diam maka Rahsa bergetar atau menyebar.
Demikian juga setiat RAHSA pasti beserta RASA. Sehingga RASA bisa diumpamakan
sebagai badan, sedangkan RAHSA sebagai tangannya. Rasa diumpamakan BATANG,
RAHSA diumpamakan sebagai cabang-cabangnya (Batang dan cabangnya menjadi satu
nama : POHON, Batang tidak pernah bergerak, hanya sering dikira bergerak,
karena terbawa oleh gerak dari cabangnya ketika tertiup angin. Contoh, kata :
Gelap budinya, jahat hatinya, itu sebenarnya yang gelap adalah
angan-angannya, yang jahat adalah nafsunya ( salah namun telah menjadi biasa;
Seharunya : Budi tidak pernah gelap, hati tidak pernah jahat).
|
2. BAB BUDI
|
Budi itu penerang yang menerangi daya ingat amnusia,
artinya : Cahaya Budi menyinari ruh manusia, selanjutnya menjadi penerang
bertingkat, berada di angan-angan (pikir). Terangnya pikiran bisa diumpamakan
terangnya rembulan, terangnya budi sebagai mataharinya ( Cahaya bulan
sesungguhnya adalah cahaya matahari).
|
Mata manusia tidak bisa melihat wujud dari Budi,
namun manusia merasakan dayanya, yaitu : Terangnya.
|
Sedangkan yang sudah di tingkat waskita akan bisa
melihat cahaya budi yang berada di orang lain, yaitu : Yang terlihat menyala
tanpa bayangan, sebagai tanda bahwa seseorang memiliki budi yang terang.
|
Manusia yang terang budinya, serta tenang (rahsanya
telah mengendap) jika diperhatikan bagaikan berlian, manusia yang terang
budinya namun masih tebal rahsa-nya, terlihat bagaikan mirah. Manusia yang
gelap pikirannya serta tebal nafsunya, cahayanya buram, hanya terlihat
warnanya saja. Itu yang saya ibaratakan sebagai sayap kupu.
|
Sedangkan perbedaan rahsa dan budi adalah Rahsa itu untuk merasakan enak dan tidak
enak (mengalami dan merasakan nikmat), namun budi itu hanya INGAT, Waskita,
Pranawa, mengerti. Budi tidak ikut baagisa, sedih, senang, benci, dan
sebagainya. Hanya menunjukan kebenaran.
|
BAB. VIII
|
Setelah burung perkutut selesai bicara, burung
Derkuku berpikir-pikir, namun sebenarnya belum begitu bisa menerima apa yang
telah disampaikan oleh burung Perkutut. Burung Perkutut memahaminya, sehingga
kemudian berkata lagi, seperti uraian berikut :
|
Wahai Saudara, semua orang bsia merasakan perbedaan
angan-anagan dan Rahsa, hanya saja tidak bisa menyatakan, bagaimana bedanya.
Juga tidak mengerti bahwa dirinya itu sesungguhnya bisa merasakan. Jangankan
orang tua, walau anak kecil yang sangat bodoh pun bisa merasakan bedanya.
|
Penyebab tidak bisa menjlaskan dan tidak bisa mengetahui
bahwa dirinya bisa merasakan, sebab alat untuk menyatakan serta untuk
mengetahui itu adalah : Angan-anagn (Pikiran), sedangkan angan-angan itu
tidak terang.
Makanya, anak yang sangat bodoh, bisa merasakan
perbedaannya karena semua manusia baik yang bodoh atau yang pintar, semua
ketempatan rasa, rasa itu sangatlah halus.
|
Untuk membedakan Budi dan Rahsa itu bagaikan
membedakan Sinar dan warna. Saudaraku, tentulah bisa membedakan : Sinar dan
warna. Iya kan..?? Yangdisebut sinar itu penerang (Cahaya matahari, artinya :
terangnya matahari). Kembali yang beranama warna bukan penerang. Warna adalah
yang diterangi sinar. Artinya seperti ini, yang bernama merah, hijau, kuning
dan sebagainya itu bisa terlihat bila merah, hijau, kuning itu jika disanari
cahaya. (Jika tidak ada cahaya tentulah tidak terlihat hijau, merah, walaupun
ada warnanya).
Demikian juga sinar, tidak bisa merah, hijau, atau
kuning jika tidak didampingi warna. (Jika tidak ada warna kan, tidak ada
merah, hijau, walau pun ada sinar). Dua yang telah menjadi satu menyatu,
tidak bisa dipisah. Namun walau pun tidak bisa dipisah, Kamu kan tau sendiri,
bahwa sinar itu bukan warna, dan warna itu bukan sinar, keduanya tidak bisa
disamakan, justru perbedaannya sangatlah besar.
|
Tentang perbedaan sinar dan warna, dan juga tentang
tidak bisa dipisahkannya, itu sama persis dengan pebedaannya Budan dengan
Rahsa. Juga tentang tidak bisa dipisahnya. (Sehingga perbedaan budi dan Rahsa
sama persis dengan perbedaan Sinar dan warna, sebab budi itu penerang, penerang
hidup). Rahsa itu warna (Warana)-nya hidup.
|
Rinciannya
begini : Budi itu Yang ingat, Yang Paham terhadap kebenaran dan kesalahan,
Yang menerangi seluruh nyawa, tanpa warna, hanya terang, yang kebeningannya
tidak terkira.
|
Sedangkan yang bernama RAHSA itu Yang merasakan enak
dan nikmat serta yang merasakan susah atau tidak enak.
|
Manusia bisanya mengerti yang bernama Senang susah
dan sebagainya karena memiliki Budi, (jika tidak ada budi tidak akan mengerti
apa-apa, walau pun ada rahsa). Sedangkan yang dipahami : Rasa senang susah,
menyukai, benci, sakit, nikmat dan sebagainya, itu daya dari rahsa (Jika
tidak ada rahsa tidak akan senang susah, sakit nyaman dan sebagainya, walau
pun ada Budi). Nyawa dua jenis telah menjadi satu bercampur, tidak bisa dipisah.
Namun walau tidak bisa dipisah masih bisa di rinci, tidak tepat jika budi
disamakan dengan rahsa. Perbedaannya sangatlah besar).
ooOoo
|
Burung Derkuku masih kebingungan. Dalam batinnya
belum bisa mengerti yang mana yang bernama Rahsa, sehingga burung Perkutut
kemudian menjelaskan lagi, sebagai berikut : Saya terangkan sekali lagi
dengan pelan, Saudaraku, rasakanlah dengan tenang.
|
Seumpama orang duduk, kemudian teringat sesuatu
perkara. Karena disebabkan teringat itu tadi, hatinya kemudian merasa senang
atau susah. Walau pun penyebab senang atau susah berasal dari ingatan, namun
alat yang dipergunakan untuk senang atau susah itu bukan alat yang digunakan
untuk mengingat. Saudaraku, sebab yang digunakan untuk mengingat bernama BUDI, Yang dipergunakan
untuk senang atau susah bernama RAHSA. Budi dan rahsa saling hidup sendiri-sendiri (Juga
memiliki alam sendiri-sendiri). Sebagai buktinya, bahwa budi dan rahsa hidup
sendiri-sendiri, sebab ada juga manusia yang teringat sesuatu itu tidak
senang, ada juga orang ketika teringat sesuatu kemudian susah. Ada yang dari
ngatan menimbulkan keinginan. Ada dari ingatan menyebabkan merana, ada dari
ingatan yang menyebabkan marah. Ada yang dari ingatan meyebabkan sedih dan
sebagainya. Ada lagi, dari ingatan yang tidak menyebabkan apa-apa.
|
Ada juga seseorang ketika melihat sesuatu kemudian
timbul rasa : Senang, ingin memiliki, ingin, pegal, marah, kecewa dan
sebagainya. Namun ada juga orang lain yang melihat sesuatu yang sama yang
dilihat oleh orang pertama tidak menyebabkan rasa apa-apa, sebab hatinya
tenah tenang, tidak mudah terpengaruh keinginan dan rasa ingin memiliki.
|
Barangkali sekarang engkau bisa membayangkan sendiri
bahwa manusia itu untuk bisa membedakan budi dan rahsa, dengan jalan
membanding-bandingkan, tidak hanya dicari, yang mana yang untuk mengingat dan
yang mana yang digunakan senang susah. Jika dengan sikap seperti itu, sama
saja seperti orang yang ingin memisah sinar dan warna yang telah bercampur
menjadi satu. Umpamanya : Ada nyala api yang hijau cahayanya, akan dipisah
yang mana sinarnya, yang mana warnanaya, apakah bisa? Untuk bisa membedakan
sinar dan warna tentulah dengan jalan membandingkan sinar hijau dengan sinar
yang bukan hijau, contohnya : dibandingkan dengan sinar merah, kemudian
dibandingkan lagi dengan sinar kuning, kemudian dibandingkan lagi sinar biru,
dan seterusnya, sampai berhasil bisa mengetahui dengan jelas tentang yang
bernama warna. Setelah paham warna, kemudian sinar yang berwarna tersebut
dibandingkan dengan sinar yang tidak memiliki warna. Seperti, sinar merah
atau hijau dibandingkan dengan sinar matahari, sinar jamrut dan mirah
dibandingkan dengan dengan berlian. Jika telah demikian, itulah baru bisa
jelas perbedaan antara sinar dan warna. Setelah begitu kemudian sinar terang
dibandingkan dengan sinar yang tidak terang, seperti : matahari dibandingkan
dengan bulan, kemudian dibandingkan lagi dengan kegelapan.
|
Saudaraku, dalam berusaha memahami kehalusan rasa,
itu dengan jalan harus dengan tekun dan rajin mengingat-ingat dan membanding-bandingkan
rasa, tidak hanya berpikir dan
bertanya mana yag disebut sesuatu,
mana yang bernama sesuatu, yang bersiskap menganggap sebagai suatu benda yang terpisah. Jika tidak rajin
memperhatikan serta malas membanding-bandingkan, tentulah selalu dalam
kegelapan. Dan juga yang terpenting adalah merasakan bukan berpikir. Jika
rasa itu dipikir, justru semakin mendapatkan kegelapan. Sebab tidak merasa
telah tertipu oleh getaran pikiran. Oleh sebab itu pesanku : Jika engkau
mencari tentang kehalusan, ketika ahendak membedakan dan mendalami rasa,
janganlah sekali-kali kau pikir
seperti sikap orang berpikir tentang pikiran, sebab semakin dipikir semakin
buntu dan semakin gelap. Justri bagi
orang yang sedang gelap pikirannya atau sedang bingung, agar hilang
gelap dan kebingungannya, dengan jalan menenangkan rahsa-nya, mengendalikan
kerak angan-angannya, dan juga mengatur jalan pernapasannya. Untuk bisa
melakukan hal demikian , wahai saudaraku, jika orang itu membiasakan mengatur
pernapasannya dengan dilandasi selalu ingat kepada Sang Pemberi Hidup (rutin
serta tetap dalam menyembahnya).
ooOoo
|
BAB. IX
|
Burung Derkuku barulah bsia menerima sedikit
penjelasan burung Perkutut, sehingga kemudian berhenti dalam memikirkannya,
karena telah mengerti bahwa perkara Rasa jika dipikir, semakin dipikir,
semakin tidak bisa ketemu.
|
Kemudian Burung Perkutut berkata kepada Burung
Derkuku : Pertanyaanmu yang ketiga, agar manusia bisa terang budinya dan
hilang asapnya, menurut pendapatku, begini :
|
PERTAMA : Selalu mengendalikan jangan sampai rahsa itu
menyebar atau terlalu besar nyalanya. Artinya, jika sedang senang jangan
keterlaluan, jika sedang susah pun janganberlebihan. Jika menyukai sesuatu
perkara janganlah berlebihan, dan jika membenci sesuatu juga janganlah berlebihan.
Demikian juga jika menyesal, tergiur, menginginkan, terperanjat, takut,
kawatir, kecewa, sangat ingin, merana dan sebagainya, semua yang bernama
getaran rahsa, harus diusahakan jangan sampai berlebihan.
|
Jika sudah terbiasa bersikap yang demikian, kemudian
kurangilah nyalanya, yaitu jika senang, susah, cinta, benci dan sebagainya,
hanyalah sekedarnya saja, lebih baiknya setengahnya saja. Jika telah bisa dan
banyak padamnya, pastilah budi menjadi terang, oleh karena tidak tertutup
asap dan warna. Untuk bisa melakukan hal itu dengan dua cara : 1. Perbuatan,
2. Pengabdian, singkatnya, manusia itu janganlah bosan berupaya dalam
perbuatan, dan berguru cara sikap mengabdi kepada Tuhan.
|
KEDUA : Tekun
serta terus menerus mencari pedoman hidup, jika telah mendapat pegangan,
patuhilah. Segala yang dilakukan jangan sampai menyimpang petunjuk Budi,
maksudnya : Jangan menyimpang dari kebenaran, dan jangan bandel, harus
dipertimbangkan dengan kebeningan budi. Sedangkan beningnya budi bisa
ditemukan ketika rahsa sedang tenang, angan-angan sedang tenang. Jika rahsa
banyak tenangnya, serta angan-angan telah diam, maka budi akan menjadi
bening.
|
KETIGA : mengabdi kepada yang memberi hidup, itu harus
dengan cara berguru kepada manusia yang telah yakin terhadap rasanya ilmu (
jangan hanya karena pinter, banyak bicara, atau oran gahli). Ketahuilah
saudaraku, bahwa pedoman tatanan menyembah yang dijalankan setiap hari, itu
tidak boleh kau pikir sendiri, harus kau gurukan. Ibadah yang tidak pernah
terputus itu jadi penggosok jiwa, agar semakin lama semakin hilang
kotorannya, yatu : Yang saya umpamakan memoles lembaran besi. 1) Semakin
hilang kotorannya semakin mengkilat.
Kekuatan pengabdian menyatukan angan-angan serta mengumpulkan rahsa kembali
kepada : RASA. Manusia yang ikhlas beribadah tentulah semakin lama semakin
jernih, dikarenakan semakin tenang angan-angannya, semakin menyatu rasa-nya.
|
KEEMPAT : Ketika di waktu sepi, seperti : waktu tengah
malam, atau bangun pagi, menjalankan penyatuan, menjernihkan angan-angan,
serta memadamkan semua nafsu, dengan jalan mengendalikan (Agar berhenti
dengan sendirinya), menyatukan jalannya pernapasan dengan sabar, itu yang
bernama Samadi – Tafkur. Tujuan samadi tidak lain mencegat jalannya
angan-angan (pikir), rahsa dan juga nafsu, usahkanlah untuk dikumpulkan
menjadi satu di Budi
dan Rasa,
Tariklah dalam tekad, ikatlah di pernapasan. Jika budi sudah tidak terhalang
oleh getaran angan-angan, serta rasa telah menguasai getaran rahsa, hanya
tinggal terangnya budi yang akrab dengan rasa, itu yang disebut PRAMANA. Artinya :
Terbukti paham pada kehalusan.
Keadaan manusia yang sudah demikian dianggap sebagai
cermin yang jernih, milik dari Yang Nyata Adanya. Bayangannya : Tersebar di
alam. Agar bisa demikian, jika tiap hari rasa telah banyak padamnya,
angan-angan banyak diamnya, dan juga mencintai kepada Yang Memberi Hidup,
dari lahirnya sampai dengan kedalaman batin. Jika diwaktu siang, terlalu
banyak gangguan dan menyebar, sedangkan pada malam hari untuk menjalankan
samadi, pastilah gelap, dan mudah goyah, atau ketiduran.
ooOoo
|
BAB. X
|
Burung Perkutut menalnjutkan keterangannya :
Saudaraku, mengulang jalan pencarian tentang kehalusan itu yang penting,
tekun menganalisa dan membanding-bandingkan rasa, contohnya : merasakan
perbedaan rahsa
dan rasa,
perbedaan tunjolan yang tercampur dan tonjolan yang murni ( diteliti dengan
teliti, dirasakan hingga mendalam), perbedaan pikiran dan ide, perbedaan
pikir dan budi dan sebagainya.
|
Untuk yang harus diperhatikan, dan
dibanding-bandignkan itu semua, yang terpenting : Yaitu kondisi batinnya
sendiri, juga mengambil tauladan batin orang lain, yang terlihat sinar dan
warnanya dalam tata kelahiran, itu sebagai contoh. Setelah berhasil
memperhatikan yang menjadi penyebab dan yang menyebabkan padam, akhirnya bisa
mengendalikan tumbuhnya yang jahat, karena telah rajin memperhatikan
kebiasaannya dan telah paham rahasianya, sehingga bisa berhasil menguasai
rasa yang mulia semakin tajam, daya pikirnya juga semakin peka. Manusia yang
demikian itu, akan bisa merawat hidupnya, karena telah bisa mengendalikan
keinginannya, bisa memilih yang baik, tepat dalam mencari yang benar dan
menuju pada keselamatan.
|
Karena sesungguhnya keinginan manusisa itu ada yang
tumbuh dari kekuatan nafsu yang jahat, ada yang tumbuh dari kekuatan nafsu
yang baik, ada yang tumbuh dari rasa. Selain itu ada yang mengikuti petunjuk
budi, ada yang mengikuti petunjuk angan-angan yang sedang gelap, terseret
daya kekuatan ruh kegelapan ( Ruh hewani), ada lagi perbuatan yang
dikarenakan pengaruh dari kekuatan ruh saja (Meninggalkan angan-angan). Itu
semua harus dirasakan, serta harus diteliti. Angan-angan itu sebagai raja
dari Lima Indra, itu yang bertugas membedakan baik buruk benar salah.
|
Keingina yang baik itu ajakan nafsu mutmainah,
demikian juga semua nafsu tidak diberi kemampuan memahami kebenaran, sebab,
kebenaran itu menjadi tugasnya budi, untuk itu angan-angan harus cerdas atas
petunjuk budi, karena budi itu bertugas sebagai penunjuk kebenaran. Keinginan
yang baik serta berdasar pada kebenaran itu juga belum tentu baik atau tidak
harus dijalankan, maka dari itu harus hati-hati atas sasmita rasa, karena
pekerjaan rasa itu menuntun kepada keselamatan dan keberhasilan, selalu
merasa yang harus dijalankan. Selalu memberi petunjuk kepada yang wajib dan
wilayahnya.
|
Siapa pun yang bisa menemukan nafsu mutmainah, budi
dan rasa, yang ada di dirinya, Insya Allah, apapun yang dilakukan akan banyak
baiknya, banyak benarnya, tersedia keselamatannya.
|
Cara seseorang menelaah dan merasakan tumbuhnya
nafsu yang baik, bisikan rasa dan juga petunjuk budi, itu dengan jalan saling
menggosok antar sahabat yang satu dalam pencarian, saling menuntun, serta
saling bergandengan.
|
Ketahuilah, Manusia untuk bisa membanding-bandingkan
dan mersakan, sebagai jalannya adalah dituntun dan saran dari orang lain.
Seperti ini aturannya : Seumpama adan orang yang duduk bersama di tempat yang
sepi dan nyaman, dan hatinya ketika itu sudah bersih semua, kemudian berupaya
untuk ketenangan, maka saling tarik menarik dayanya, saling tolong menolong.
Jika ada yang mendapatkan tanda dari Yang Gaib (Tumbuh dari : Rasa),
ditularkan kepada temannya, kemudian bersama-sama dihayati, di kaji
menggunakan rasa di kala itu. Perbuatan yang demikian jika rutin dijalankan,
tidak sedikit manfaatnya, yang akhirnya lama kelamaan akan mendapatkan
Mustika pencerahan.
ooOoo
|
BAB. XI
|
Burung Derkuku diam sejenak, kemudian bertanya lagi
seperti ini : Perkutut, masih ada satu masalah yang belum begitu paham dalam
pikiranku, yaitu tentang perbedaan yang kau ibaratkan belian dengan kaca
benggala. Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut : Segala warna dari segala
ujud sebagai ibarat Rahsa manusia, sinar segala ujud menjadi ibarat budi, itu
saya sudah sedikit bisa merakannya, selanjutnya : Rupa yang jelas warnanya
kurang sinarnya itu menjadi ibarat Rahsa yang sinarnya hanya sekedarnya. Rupa
yang warna dan sinarnya sama, menjadi ibarat terangnya budi yang masih
dikuasai rahsa. Rupa yang tinggi sinarnya tanpa warna, menjadi ibarat budi
terang serta tidak memiliki watak (Tidak dikuasai rahsa). Hal demikian, oleh
karena berlian dan kaca benggala kedua-duanya unggul dalam sinar dan
sama-sama tidak memiliki warna, yang manakah yang menjadi sebab perbedaannya?
|
Jawaban burung Perkutut : O, Saudaraku kau belum
jelas pehamannya tentang masalah itu, hal itu tidak mengherankan. Sebab, satu
perkara itu memang tidak mudah. Lebih baiknya saya terangkan sekali lagi.
Perhatikanlah!
|
Saudaraku, Bahwa batin manusia yang saya ibaratkan
berlian, yaitu yang jernih serta bisa menguasai dan mengendalikan pancaindra.
Ketika bisa menggendalikan pancaindra seperti halnya berlian ketika berwarna
merah, biru, hijau, kuning dan sebagainya. Ketika bisa mengendalikan
pancaindra adalah ketika berlian bisa menguasai pancaindra itu ketika bisa
menghilangkan warnanya, yang ada tinggal jernihnya tanpa warna. Sedangkan
perbedaan dengan yang saya ibaratkan kaca benggala itu begini : Yang saya
ibaratkan berlian itu masih terpengaruh dirinya, sedangkan yang saya
ibaratkan kaca benggala itu yang sudah lupa kepada dirinya, hal itu apakah
engkau sudah bisa menerima kata-kata terpengaruh kepada dirinya ?
|
Terpengaruh diri itu maksudnya : Masih memliki rasa
yang mengajak mengakui atas ujud mumkin, artinya adalah : Merasa bahwa
dirinya itu berujud jirim, yang memiliki perbandingan, yang memiliki sebutan
jelek dan baik.
|
Kata mumkin artinya : adanya hanyalah wenang (bisa
ada bisa tidak), dan adanya ada masanya, jadi, itu bukan yang nyata adanya.
Sesungguhnya mumkin itu hanya bayangan saja, yang nampak di dalam cermin Dzat
Yang Wajib Adanya.
|
Sedangkan yang saya ibaratkan kaca benggala itu,
yang sudah menguasai rasa sudah tidak merasa sebagai aku (tidak mengakui)
kepada ujud mumkin. Yang di akui dan diyakini adalah Yang Tanpa Warna, Yang
Tanpa Rupa, Yang Menguasai jirim, Yang Tidak jelek, yang tidak bagus, Yang
Kekal, Yang Nyata Adanya, Yang Tanpa Masa, Yang tidak Berawal, Yang tidak ada
Akhirnya, itu adalah Yang Nyata Adanya, itulah yang sebenar-benarnya ADA.
|
Segala yang berujud jirim ( Jirim adalah Kata Arab,
semua yang bsia diukur dengan ukuran kibik itu Jirim. Semua jirim menempati
tempat secukupnya). Atau yang memiliki berat, atau sesuatu ( yaitu yang bagus
atau jelek), semua itu bukan Yang Nyata Adanya. Artinya : Kata bukan Yang
Nyata Adanya : Yang tidak nyata ketika adanya.
|
Segala yang ada , sesungguhnya hanyalah gambar
(bayangan = Wayang), yang terlihat di dlam cermin gaib, adanya hanya wenang,
bisa ada bisa tidak, serta adanya hanya sementara waktu, bisa kembali tidak
ada lagi.
|
Sedangkan yang disebut tidak mengakui ujud mumkin
(diri) itu rasa di puncak keluhuran. Rasa yang dipergunakan untuk membedakan
dua jenis warna tersebut, itu adalah sehalus-halusnya rasa.
|
Yang diibaratkan berlian itu, adalah rasa yang bisa
memuat segala watak, namun belum memuat ujud mumkin yang ada pembandingnya,
sehinga masih merasa mempunyai pembanding, sehingga masih merasa memiliki
perbandingan, merasa masih menjadi isi alam. (Tempat yang bisa memuat
perwatakan itu ibaratnya : Berlian bisa memerah. Membiru seperti warna mirah
yang berbeda-beda. Sedangkan ketika merasa memiliki pembanding, sepeti
berlian ketika membedakan rupa dirinya dengan rupa mirah, kupu, arang dan
batu).
|
O, Saudaraku, jika hanya mengatakan seperti yang ku
katakan itu sangat mudah. Demikian juga
mencari yang bsia menerangkan, mencari untuk bisa mengerti, mencari
untuk bisa menjalankan keyakinan, dan juga orang mencari hakikat : semua bisa
dianggap mudah, sedang
bagi manusia yang mencari untuk bisa menguasai rasa, sangatlah tidak gampang.
Saya ini hanyalah sekedar menyatakan pendapat saja mempergunakan pedoman
akal. Yang saya bisa hanya sebatas mengucapkan saja. Kenyataan diriku bisa
diumpamakan sayap kupu yang paling buruk atau rupa batu, kotoranku masih seperti lembaran besi, sama sekali
belum bisa seperti mirah yang paling jelek, apalagi seperti berlian.
ooOoo
|
Tentang ujud kaca benggala besar sebagai ibarat
Sifat Dzat yang tidak ada bandingannya.
|
Kaca Benggal tidak ada bandingannya, artinya : Tidak
pernah dibandingkan dengan barang lain, sebab kaca benggala tidak memiliki
rupa, tidak memiliki warna, tidak bagus melebihi berlian atau mirah, serta
tidak hitam melebihi arang, tidak keruh seperti batu, tidak bersinar seperti
mirah, tidak berkelip seperti berlian, jadi, hampa tidak ada apa-apanya,
tidak ada bentuknya, tidak ada rupanya, tidak ada warnanya, tidak ada
cahayanya, tidak berbentuk.
|
Wahai Saudara, barang kali ada seseorang manusia
yang salah sehingga tidak percaya terhadap Sang Penguasa Alam. Sehingga
keberadaan dirinya dan adanya yang tergelar semuanya, dianggap bergantung
kepada yang kosong. Yang demikian itu umpamakanlah menganggap kosong terhadap
warna ujud dari kaca benggala, sehingga kaca benggala disamakan dengan :
Kekosongan yang hampa. Apakah itu benar ?
|
Wahai saudara, di lain waktu marilah kita bertemu lagi
di tempat bertengger yang nyaman, untuk mermusyawarah dengan tenang, membahas
tentang sikap membandingkan dan merasakan. Sekarang marilah beristirahat di
sarang.
|
Kedua burung kemudian terbang, pulang menuju
sarangnya masing-masing.
|
2.
NASKAH ASLI
|
TERJEMAHAN
|
BAB. I
|
BAB. I.
KUPU-KUPU MENGURAI WARNA
|
Wonten
peksi perkutut kaliyan derkuku mencok ing wit mandira, peksi perkutut
ndongeng kados ing ngandhap punika :
|
Ada burung Perkutut dan burung Derkuku yang sedang
bertengger di pohon Mandira, burung perkutut kemudian bercerita seperti di
bawah ini :
|
Ana
nagara, misuwur endahing patamanane, kekembangan kang tinandur ing keputren
luwih satus warna, kapageran pacak suji emas, karengga ing beji, sinasrah ing
watu cendhani, kinepung ing reca prunggu lan rerenggan liyane sarwa emas
tinaretes ing sesotya.
|
Ada negara yag terkenal, dengan Keindahan tamannya
ada seratus jenis bunga yang ditanam di Taman sarinya, Dan diberi pagar
keliling yang terbuat dari emas, yang dihias kolam air, yang ditebari batu
Cendhani, dan dikelilingi patung perunggu, dan diberi hiasan lainnya yang
terbuat dari emas dan intan berlian.
|
Cedhak
lan palenggahane sang putri, kasebaran sesotya warna-warna. Yen wayah esuk
akeh kupune putih, abang, kuning, wungu, ijo, biru, lan ireng, padha miber
pating saliwer golek maduning kembang, ndadekake wuwuhing asrine patamanan.
|
Dekat dari tempat duduk sang putri, ditebar batu
mulia bermacam warna. Tiap pagi banyak kupunya, putih, merah, kuning, ungu,
hijau, biru dan hitam beterbangan kesana kemari sehingga menambah keindahan
taman sarinya.
|
Sakehing
kupu padha bungah-bungah lelangen ing patamanan. Ana ing kono padha
ungkul-ungkulan bagusing elar, Wasana kupu kang putih celathu marang kupu
liyane mangkene :
|
Semua kupu bergemberia berterbangan di taman. Kemudian mereka
saling mengunggulkan keindahan sayapnya. Selanjutnya kupu putih berkata
kepada kupu lainnya seperti ini :
|
Delengen
elarku putih resik, ora koyo elarmu katon reged pating celoneh, pating
belentong sarta njuwarehi, sajatine ora ana warna kang becik ngungkuli putih,
marga putih iku warna kang suci sarta bares, iya putih iku dhasare warna
kabeh. Wong nulis, wong nggambar lan wong mbathik, kabeh dhasare putih, awit
saka iku dluwang lan mori digawe putih, lan maneh akeh wong dhemen manganggo
sarwa putih, mulane Gusti Allah nitahake kapas putih. Gamping tinitah putih,
sababe omah uga becik kang putih, dalah atine manungsa becik kang putih,
yaiku suci. Tembung putih sok digawe kembang lambe, dienggo ngupamakake
barang kang suci utawa resik. Sarehne warna kang utama iku putih, mulane kupu
kang bagus dhewe iya iku kang warna putih.
|
Lihatlah warna sayapku putih bersih, tidak seperti
sayap kalian, terlihat kotor
belepotan, warnanya tidak serasi dan jelek, sesungguhnya tidak ada
warna yang bagus yang melebihi warna putih, karena putih itu warna yang suci
dan jujur, dan warna putih lah sebagai dasar semua warna. Orang menulis,
orang melukis, dan orang membathik, semuanya memakai dasar putih, oleh sebab
itu, kertas dan kain mori dibuat warna putih, dan juga banyak orang yang suka
memakai baju serba putih, makanya,
Allah menciptakan kapas berwarna putih. Batu kapur dicipta putih, sehingga
rumah juga baik yang bercar putih, dan juga hati manusia itu baik yang putih,
yaitu suci. Kata putih selalu menjadi pembicaraan, dipergugnakan untuk
menggambarkan sesuatu yang suci atau bersih. Oleh karenanya warna yang baik
itu putih, sehingga kupu yang paling
bagus sendiri adalah yang berwarna putih.
|
Kupu kang
abang mangsuli mangkene :
|
Kupu merah menjawabnya, sebagai berikut “ :
|
Mungguh
becike putih iku mawa-mawa kanggone. Ing atase rerenggan putih iku dudu
kebagusan luwih-luwih rerenggan kang dienggo ngrenggani patamanan iki, warna
putih kok arani suci iku dadi pucet, ora duwe guwaya. Mungguh anane kupu-kupu
padha teka ing kene satemene dipikat nganggo madu, perlune dienggo rerenggan
patamanan, mulane kang aran kupu bagus iya kang bisa muwuhi bagusing
patamanan. Sarehne elarmu ora muwuhi kebagusan apa-apa tetep kowe iku kupu
kang ala. Manawa kowe arep sumurup warna kang muwuhi kebagusan ndelenga warna
kang ora pucet, dene warna kang ora pucet mangkono warna kang mbrengangang
utawa menger-menger. Ora susah adoh-adoh. Delengen kembang-kembang ing
petamanan iki bae, koe banjur sumurup dhewe, endi kang moncol ing rupa yaiku kang
abang. Mara waspadakna kembang jengger
kae, abange menges tur menger-menger, mangkono uga kembang mawar, wora-wari
bang, sepatu, padha pinunjul ing rupa sebab abang. Guwayaning wong kang
bregas iya kang abang mbrengangang. Babaran kang bagus iya kang abang
sumringah. Kajaba iku warna abang becik marang mripat. Lakar abang iku
padha-padha warna gagah dewe lan moncol dhewe, mulane disenengi ing akeh,
dalasan bocah cilik dhemen dolanan kang warnane abang, kang adhakan dipilih
dhisik. Dadi keterangane : kupu kang abang kang bagus dhewe.
|
Sesungguhnya penerapan yang baik dari warna putih
itu adalah digunakan sesuai kegunaannnya. Karena hiasan yang dipergunakan
untuk menghias taman ini, jika semuanya putih dan putih kau sebut suci namun
putih itu adalah pucat, tidak ada pancaran keindahan. Sesunguhnya mengapa
banyak kupu yang datang ke sini itu karena dipikat dengan madu, yang
diperlukan untuk menghias taman, sehingga yang di sebut kupu yang indah
adalah kupu yang bisa menyebabkan menjadi indahnya taman. Oleh karena
sayapmu tidak menyebabkan keindahan
apa-apa, tetap dirimu adalah kupu yang jelek. Jika kau ingin mengetahui warna
yang menimbulkan keindahan, lihatlah warna yang tidak pucat, sedangkan warna
yang tidak pucat, adalah warna yang menyala atau memancarkan cahaya. Tidak
usah jauh-jauh. Lihatlah bunga yang ada di taman ini saja. Kamu akan melihat
sendiri, yang paling unggul warnanya adalah yang berwarna merah. Coba
perhatikan bunga jengger itu, warna merahnya terang dan menyala-nyala,
demikian juga bunga mawar, bunga wora-waribang, bunga sepatu, unggul warnanya
karena berwarna merah. Cahayanya
manusia yang semangat juga yang memancarkan warna merah yang menyala.
Hasil bathik yang bagus juga yang berwarna merah menyala. Selain itu juga
mawarna merah itu baik jika dipandang mata. Walau pun merah sama-sama warna, namun warna merah
adalah yang paling wibawa dan paling mudah terlihat, sehingga warna merah itu
banyak yang suka, bahkan anak kecilpun lebih menyukai mainan yang warnanya
merah, itu yang akan dipilih terlebih dahulu. Sehingga kesimpulannya. Kupu
yang bersayap merah adalah kupu yang paling indah
|
Kupu
kuning ngrungu celathune kupu putih lan abang nyauri mangkene : putih
katimbang abang nyata yen bregas abange, nanging abang katimbang kuning adi
kuninge, tandhane emas luwih endah tinimbang tembaga utawa perak. Rerenggan
kang kakehan abang njuwarehi, nanging ora ana rerenggan kaduk prada kang
njuwarehi, malah sangsaya adi. Elinga pulasing wayang, upama wayang sakothak
kaduk prada sangsaya bagus. Upama kaduk abang, genah yen ala, awit abang iku
dhemenaning bocah cilik, wong tuwa ora arep. Balik warna kuning,
kalengananing wong luhur. Elinga kreta kencana, payung gilap, pasmen
bara-bara, bludiran, gamelan, kabeh adi rupane, jalaran warnane kuning,
mangkono uga barang rerenggan kang bagus, kang pating pancorong ana ing
toko-toko lan ing omahe wong sugih, kayata : paidon, pateyan, wadhah kinang,
wengku gambar, wengku pangilon, lampu bron- broman lan liya-liyane, kabeh
kuning. Manungsa kang becik rupane iya kang kulit kuning, dudu wong kang
abang. Kang kekulitane ora kuning, mangka bakal kanggo tontonan banjur ngaya aya golek atal,
iya saking dene kepengin duwe awak kuning. Mula yen kuning pancen nyenengake.
Cekake mangkene : warna putih pucet, warna abang gagah, nanging ora adi, dadi
njuwarehi. Dene kang ora pucet sarta ora njuwarehi malah mriyayeni yaiku
kuning. Apa ora mangkono?
|
Kupu kuning, setelah mendengar pembicaraan kupu
putih dan merah menjawab demikian : Putih dibanding merah memang gagah yang
merah, namun merah dibanding kuning, lebih indah kuning, contohnya, emas
lebih indah dibanding tembaga atau perak. Hiasan yang terlalu banyak warna
merah membosankan, namun tidak ada hiasan yang banyak warna prada (kuning
emas) yang tidak pantas, justru semakin indah. Lihatlah Cat di wayang,
seumpama wayang satu kotak di beri warna prada justru semakin bagus.
Seandainya hanya warna merah, jelas akan jelek, sebab merah itu adalah warna
kesukaan anak kecil, sedangkan orang tua tidak menginginkannya. Sedangkan
warna kuning adalah warna kesukaan bangsawan. Lihatlah kereta Kecana, Payung
Tunggul Naga, Pasemen bara-bara, bordiran, gamelan, semuanya indah warnanya,
karena berwarna kuning. Demikian juga hiasan yang bagus, yang bersinar di
toko-toko dan di dalam rumah orang kaya, berupa : Paidon (tempat membuang
ludah orang makan sirih), Pateyan, temnpat kapur sirih, pigora gambar, pigora
kaca, lampu gantung ( jenis lampu jaman dahulu) dan lain sebagainya, semuanya
berwarna kuning. Manusia yang bagus rupanya adalah yang berkulit kuning,
bukan orang yang berkulit merah. Yang tidak berkulit kuning ketika tampil
dalam pertunjukan, maka kemudian berupaya mencari akal, hal itu karena ingin
kulitnya berwarna kuning. Memang benar lah warna kuning adalah warna yang
menyenangkan. Singkatnya demikian : Warna putih pucat, warna merah gagah,
namun tidak indah, justru membosankan. Sedangkan yang tidak pucat serta tidak
membosankan justru semakin berwibawa ,
adalah warna kuning. Apakah tidak demikian ?
|
Kupu
wungu sumambung, warna kuning iku isih njuwarehi, wruhanmu kabeh, padha-padha
warna kang mungguh dhewe, ngengreng dhewe lan ora njuwarehi dhewe iya iku
wungu. Tandhane, babut babut abang ala, babut kuning ala, babut ijo kurang
becik, nanging yen babut wungu, banget enggone semuwa lang ngengreng,
luwih-luwih yen rinengga praboting omah kang pinulas sarwa wungu yaiku meja,
kursi, bangku kang padha menges-menges pliture. Upama pulase abang utawa
kuning tak kira kurang becik. Kembang jengger,
katone menges-menges sebab wungu, mangkono uga kembang ragaina. Klambi wungu
ngengrenge ora jamak. Upama wungu iku ora piniliha, sabab apa wong mbabar
jarit pada golek soga, mangka ora kurang kang kena digawe ngebang utawa
nguningi. Apa ta sababe? Sababe yaiku warna abang lan kuning iku gunane mung
kanggo tontonan utawa sesongaran, ora prasaja lan semu kaya wungu. Ing
ngendi-endiya barang kang prasaja lan semuwa ora tau mboseni, mulane padha
pinilala, prelune dienggo saben dina. Tuladhane kang adhakan yaiku soga.
Padha elinga kang sosongaran mesthi ora lana, kanggone mung kala-kala , tur
mung sawetara, kajaba kang pasaja lah iku kang lana, kanggo ing saben dina,
seksine soga. Warna abang kuning candrane ladak, nanging yen wungu jinem
nganggo guwaya, yaiku dadi sababe pasaja tur semuwa, tegese ora ladak nganggo
ngengreng
|
Kupu ungu menyambung, warna kuning itu masih
membosankan, ketahuilah semuanya, sama-sama tentang warna, warna yang paling
indah, paling wibawa, dan tidak membosankan itu adalah warna ungu. Buktinya,
Babut yang berwarna merah itu jelek, babut kuning jelek, babut ijo kurang
baik, namun babut ungu, sangatlah indah dan menyenangkan, terlebih lagi jika
diimbangi perlengkapan rumah yang diberi warna ungu, seperti meja, kursi,
bangku, yang mengkilat peliturnya. Seandainya diberi warna merah atau kuning
menurutku kurang indah. Bunga jengger, terlihat menyala disebabkan ungu,
demikian juga bunga Ragaina. Baju ungu indahnya bukan main. Meskipun ungu
tidak terpilih, mengapa orang membatik kain mencari Soga, padahal sangat mudah untuk membuat warna merah atau membuatnya kuning. Apakah
sebabnya? Itu disebabkan warna merah dan kuning hanya digunakan untuk
pertunjukan atau untuk kesombongan,
tidak baik, itu tidak seperti
warna ungu yang apa adanya. Di mana pun saja barang yang apa adanya dan mengandung ketenangan itu tidak
membosankan, sehingga warna ungu banyak yang memilihnya, untuk digunakan
setiap harinya. Sebagai contohnya Soga. Ingatlah bahwa yang menyombongkan
diri itu tidak akan lama, dn hanya dipergunakan kadang-kadang saja, dan hanya
sementara, kecuali yang apa adanya itu
yang dipilih, untuk didpergunakan setiap harinya, buktinya adalah Soga. Warna
merah dan kuning sebagai ibarat kenakalan. Namun warna ungu itu tenang dan
berwibawa, artinya tidak mencolok untuk hiasan.
|
Kupu ijo cumlonong celathu. Tembunge : Padha menenga dhisik. Kowe kabeh ora sumurup
marang karsane kang Maha Kawasa enggone nitahake suket lan gegodhongan ginawe
ijo. Iku becik pinikiren sebabe. Mara timbangen : upama sarupane gegodhongan
kabeh putih, mbok manawa akeh mripat lamur. Upama becika wungu, temah sarupane tetuwuhan
tinakdirake wungu. Upama becika kuning, mesthi tinakdir kuning. Upama becika
abang, mesthi tinitah abang. Kang iku padha sumurupa, mulane suket lan
gegodhongan tinakdir ijo, sabab warna ijo iku kang becik dhewe sarta ora
mboseni dhewe. Sanyatane ora ana manungsa bosen marang warna ijo. Ing
pakebonan, ing tegal, ing sawah-sawah, kabeh sarwa ijo, ewa semono ing
sajrone omahe para tuwan ditanduri sadhang, pakis, pandhan, wregu, suruh lan
liya-liyane, pating tremplek ana ing tembok, kongsi ketel kaya alas,
pratandha saking kurang warege anggone nyawang wawarnan ijo, nanging aku ora
maido, dhasar yen omah akeh ijone ana ing tembok utawa ing undhak-undhakan
marakake singer. Sok uga kowe padha eling, prakara iku, mesthi ora gelem
ngunggul-unggulake warna saliyane ijo. Samber lilen iku pinunjul rupa ing
padha-padha gegremetan. Ules kang pinunjul mau kang kaduk iya ijo, abang
kuninge mung sethithik. Upama kaduk abang utawa kuning mesthi ala. Balik
kaduk ijo banget baguse. Manuk merak iya pinunjul ing rupa pada manuk, warna
apa kang kaduk, iya ijo, abang wungune mung sawetara. Upama ijone mung
sethithik mesthine ala. Rehne mangkono tetela kupu kang bagus dhewe iku kupu
ijo.
|
Kupu hijau secara tiba-tiba berkata. Katanya :
Kalian semua diam lah dahulu. Kalian semua tidak mengerti atas kehendak Tuhan
Yang Maha Kuasa dalam mencipta rumput dan dedaunan dicipta berwarna hijau.
Hal itu pikirkanlah apa sebabnya. Cobalah kalian pikir : Seandainya semua
dedaunan berwarna putih, barangkali akan banyak mata yang buta. Seandainya
yang baik adalah ungu, tentulah semua tumbuhan akan dicipta berwarna ungu.
Seandainya yang baik warna kuning, tentulah dicipta dengan warna kuning.
Seandainya yang baik merah, tentulah
dicipta merah. Hal itu ketahuilah, mengapa rumput dan dedaunan dicipta hijau,
sebab warna hijau adalah yang paling baik serta yang paling tidak
membosankan. Buktinya tidak ada manusia yang bosan kepada warna hijau. Di
kebun, di tegal, di sawah-sawah, semuanya hijau, namun demikian di halaman
rumah para petinggi ditanami pohon
Sadhang, pakis, pandhan, wregu, sirih dan lain sebagainya, banyak menempel di
tembok, hingga lebat bagaikan hutan, itu sebagai bukti masih kurang puasnya
memandang warna hijau, namun saya pun tidak menyalahkan, memang jika tumah
banyak warna hijaunya yang berada di tembok atau di tangga rumah itu terkesan
sejuk. Sehingga hal itu kadang mengingatkan kalian, sehingga kalian tidak
akan mau mengunggulkan warna selain warna hijau. Serangga yang bernama Samber lilin itu unggul
warnanya dibanding sesama warna
serangga. Warna yang menonjol itu
karena warna hijau, warna merah dan kuningnya hanya sedikit. Seandainya terlalu banyak warna merah atau
kuningnya pasti tidak indah. Sebaliknya jika banyak warna hijau-nya, justru
semakin indah. Burung merak paling indah warnanya dibanding sesama burung,
warna apakah yang terbanyak ? juga wara hijau, warna merah dan ungu hanya
sekedarnya. Seandainya warna hijau hanya sedikit, pastilah jelek. Oleh karena
hal demikian maka, ternyata kupu yang paling cantik adalah kupu yang bersayap
hijau.
|
Nuli kupu
biru celathu mangkene : ujaring kupu ijo mau wis bener, nanging kurang
pratitis. Awit isih ana maneh titahing Pangeran kang ngungkuli ijo, ora
mboseni salawase lan luwih akeh anane, yaiku biru. Tandhane, udhara, langit,
gunung, banyu segara, padha tinitah biru. Delengen kang bagus pancen mung ijo
lan biru. Akeh wong seneng ngenggar-enggar marang papan kang sarwa asri, dene
papan kang asri mau mulane asri sabab ijo lan biru. Ora ana wong siji-sijiya
kang bosen ngeleng papan kang terang sumilak lan asri, yaiku kang katon
langit biru, gununge biru lan tetuwuhane kang katon ijo lan biru. Laring
samberlilen ijone kaworan biru, malah akeh birune katimbang ijone. Lar merak
iya kaduk biru. Kehing warna biru kang ana ing alam ndonya yen ketimbang lan
kehing warna ijo akeh birune babar pisan. Awit ijo iku mung dumunung ing
dharatan, nanging yen biru iya ing dharatan iya ing lautan, iya ing
awang-uwung. Ing awang-uwung ora ana enggon salenging enggon kang ora kisen biru,
sumrambahe marang gunung-gunung kang katon saka kadohan. Yen wong nunggang
kapal ing satengahing segara, kang katon prasasat lor kidul wetan kulon biru
kabeh, kaya-kaya jagade dadi biru kabeh. Kang mangkono mau dadi tandha yen
biru iku warna kang becik dhewe, katitik saka karsane Kang Maha Kuwasa
anggone nitahake warna biru dikehi tinimbang liyane.
|
Kemudian kupu biru berkata seperti ini : Yang
disampaikan kupu hijau tersebut sudahlah benar, namun masih kurang tepat.
Sebab masih ada makhluk Tuhan yang melebihi warna hijau, tidak membosankan
selamanya dan lebih banyak keberadaannya, yaitu biru. Sebagai buktinya, Udara, langit, gunung,
laut, semua dicipta berwarna biru. Lihatlah ! Yang indah itu hanya hijau dan
biru. Banyak orang yang senang refresing di tempat yang serba indah,
sedangkan tempat yang indah tersebut, menjadi indah disebabkan oleh hijau dan
biru. Tidak ada satu manusia pun yang bosan memandang tempat yang indah dan
asri, yaitu yang terlihat langitnya biru, gunung warna biru, dan tumbuhan
yang kelihatan hijau dan biru. Sayap serangga samber lilin warna hijaunya tercampur warna biru, justru
banyak birunya dibanding warna hijau. Sayap burung merak pun mengarah ke
biru. Seluruh warna biru di dunia ini jika dibanding dengan warna hijau,
banyak birunya. Sebab, hijau itu hanyalah berada di darat, namun warna
biru itu berada di darat juga di laut,
juga berada di angkasa. Di angkasa tidak ada tempat yang tidak berwarna biru, hingga pada warna
gunung yang terlihat dari kejauhan. Jika seseorang sedang naik perahu di
tengah samudra, maka yang nampak
bagaikan arah utara, selatan timur dan barat semuanya berwarna biru,
sehingga seluruh dunia bagaikan menjadi berwarna biru semua. Hal yang demikian sebagi bukti jika biru
itu adalah warna yang paling indah, sehingga atas kehendak Yang Maha Kuasa
mencipta warna biru diperbanyak dibanding lainnya.
|
Kupu
ireng celathu mangkene, heh kisanak padha sarehna dhisik, mangsa anaa warna
kang akehe ngungkuli ireng, tur ora ana warna kang pasajene kaya ireng.
Mangkene wijangane, ora ana warna kang kehe ngungkuli ireng sabab yen ing
wayah bengi alam donya ireng kabeh, ora susah diarani ing awang-uwung, ing
dharatan, ing lautan, cukup diarani ora ana enggon kang ora ireng, banjur
timbangen akeh endi karo biru. Mulane dak arani ora ana kang menangan kaya
ireng, awit sakehing wawarnan yen wis kapracondhang dening ireng ora ana kang
kawawa nanggulangi. Sanajan bumi-langit yen katekan pepeteng kang warnane
ireng, jagad kaya kinelem ing awang-uwung kang ireng meles. Mulane dak arani
ora ana pasaja kaya ireng, sabab mangkono wong kang pasaja lan semuwa iku
aklambli ireng, celana ireng, sepatu ireng. Akeh gagah mangsa kaya ireng,
akeh pasaja kaya ireng, dalah rambut lan brengos kang bregas iya kang ireng.
Gambar-gambar lan tulisan kang pasaja tur cetha iya kang ireng. Sarehne
pasaja, mulane uga lana sarta kanggo ing saben dina, kaya ujare kupu wungu
mau. Kang wungu sogane iya bener, nanging ireng ora kalah, yaiku wedelane.
|
Kupu hitam berkata demikian, wahai kalian semua,
tenangkanlah dahulu dirimu, apakah ada warna yang jumlahnya melebihi hitam,
dan juga tidak ada warna yang kelebihannya melebihi hitam. Penjelasannya
demikian, tidak ada warna yang jumlahnya melebihi hitam, sebab jika di waktu
malam, seluruh dunia berwarna hitam, tidak usah disebutkan di angkasa, di
daratan, di lautan, cukup disebutkan tidak ada tempat yang tidak hitam, kemudian bandingkan
banyak mana dengan biru. Sehingga saya sebut , tidak ada yang paling unggul
seperti hitam, sebab semua warna jika telah dikalahkan oleh hitam tidak ada
yang bisa menghalangi. Walau pun bumi langit yang kedatangan kegelapan yang
berwarna hitam, dunia bagaikan teggelam di kehampaan yang hitam pekat.
Sehingga saya sebut tidak ada yang
paling kuasa seperti hitam, hal demikian sehingga manusia berwibawa itu yang
berbaju hitam, celana hitam, sepatu hitam. Banyak yang gagah tidak seperti
hitam, banyak yang wibawa tidak seperti hitam, bahkan rambut dan kumis yang
tampan adalah yang hitam. Gambar dan tulisan yang terang dan jelas juga yang
hitam. Karena berwibawa, sehingga awet
serta terpakai setiap harinya, seperti yang dikatakan kupu ungu
sebelumnya. Yang ungu itu soga-nya juga benar, namun hitam tidak kalah, yaitu
dasarnya.
|
Perkutut
nglajengaken wicantenipun : Dongeng iku surasane mangkene :
|
Burung perkutut melanjutkan pembicaraannya : Isi
ceritanya, sebagai berikut :
|
Kang aran ala lan becik iku sajatine mung gumantung ana ing
panganggeping ati. Apa kang lagi disenengi si ati, iku kang katon becik.
Alane kalimput. Wong kang watak korupan, sadhengaha kang lagi disenengi dhene
panyanane iku kang bagus dhewe.
|
Yang disebut baik dan buruk itu sesungguhnya hanya
sebatas anggapan rasa hati. Apa pun yang sedang disenangi oleh hati, itu lah
yang nampak benar. Sedangkan salahnya tertutupi. Manusia yang berwatak mudah
menginginkan sesuatu, terhadap segala yang disenanginya, hal itu lah yang
dianggapnya paling benar sendiri.
|
Ana paribasan, wong dhemen ora kurang pangalembana, wong
gething ora kurang pamada. Sarehne wis kinodrat dening Pangeran, manungsa
padha dhemen marang awake, mulane ora ana manungsa kang jeleh ngalem awake
ooOoo.
|
Ada sebuah ibarat, bahwa manusia yang sedang menyukai
sesuatu, maka tidak kekurangan dalam
sanjungannya, sedangkan orang yang sedang benci tidak kekurangan dalam mencelanya, manusia
itu sangat mencintai dirinya sendiri, sehingga tidak ada manusia yang bosan
menyanjung dirinya sendiri.
ooOoo
|
BAB. II
|
BAB. II
BATU MULIA MENGURAI SINAR WARNANYA
|
Ana
sesotya putih, cahyane putih wenes maya-maya, jenenge sosotya manik maya,
gumlethak cedhak lan palenggahanipun sang putri, calathu marang kupu-kupu,
tembunge: he kupu, satemene ulesmu kabeh bagus, kang putih, kang abang, kang
kuning, kang wungu, kang ijo, kang biru, apadene kang ireng, ora ana kang ora
bagus, kuciwane mung ora mawa cahya, upama padha mawa cahya, iba bagusmu,
awit katoning warna saka dening cahya, sanajan abanga, ijoa, birua, yen tanpa
cahya iya cebleh. Sanajan putiha
utawa abanga, yen mawa cahya dadi wenes. Mara waspadakna wujudku iki, ora
liya mung putih, warna putih iku ora mbrengangang lan ora menger-menger,
nanging rehne mawa cahya, dadi putihku wenes maya-maya, iya aku iki kang
karan sesotya manik maya. Ora mung sesotya bae, sanajan manungsa bagus
rupane, karengga ing busana, yen tanpa cahya, ora ana kekuwunge, lan ora
nduwe prabawa, wekasan ora kineringan lan ora pinarcaya, dadi ora pinilala
kanggo ing karya, jer ngegungake marang kebagusaning rupa kabungahaning ati,
lan kamukten. Ora marsudi marang luhuring pramana. Sanajan manungsa ala rupane
sarta kuru, manawa luhur budine, tumemen atine, kineringan lan pinilala, akeh
wong wedi asih, jalaran katon ana ing cahyane kang wingit, lungit, ngengreng,
yaiku soroting budine kang wening.
|
Ada permata putih, cahayanya putih bersinar terang,
bernama permata Manik Maya, tergeletak dekat dengan tempat duduk sang Putri,
berkata kepada kupu-kupu, katanya : “Wahai kupu, sesungguhnya semua warna
kalian itu indah, yang putih, yang merah, yang kuning, yang ungu, yang hijau,
yang biru, dan juga yang hitam, tidak ada satu pun yang tidak indah,
kekukarangannya hanyalah tidak mengnadung cahaya, seandainya bisa bercahaya,
betapa indahnya, sebab, warna itu bisa terlihat karena kekuatan cahaya, walaupun merah,
hijau, biru, jika tidak bersinar itu
hampa. Walau pun warna putih atau pun merah, jika bersinar maka menjadi
indah. Coba perhatikan ujud diriku ini, tidak lain hanyalah putih, warna
putih itu tidak berbinar dan tidak mencolok, namun karena mengandung cahaya,
sehingga putihku indah bercahaya, itulah diriku yang disebut Permata Manik Maya. Tidak hanya permata
saja, walau pun manusia yang tampan rupawan, dihias busana, jika tidak ada
cahayanya, tidak ada daya tariknya, dan tidak ada pancaran wibawanya,
akhirnya pun tidak menjadi perhatian dan tidak dipercaya, sehingga tidak
dipilih dan suatu jabatan, karena hanya mengandalkan ketampanan rupa dan kebaikan hati; serta kebahagiaan
hidupnya. Karena tidak berusaha mencari keluhuran Pramana. Walau pun manusia
yang buruk rupa serta kurus badannya, jika luhur budi-nya, juru hati, akan
menjadi pusat perhatian dan dihormati, sehingga banyak yang hormat dan
mencintainya, karena terlihat dari pancaran wibawanya yang tinggi,
mengagumkan, itu disebabkan cahaya budi dari dirinya yang bening.
|
Ing kono ana sesotya abang, uga cedhak lan palenggahan, arane sosotya
geni maya, mamerake cahyane kang abang abra mara kata kaya geni mawa.
|
Ditempat itu ada batu mulia merah, di dekat tempat
duduk, disebut juga batu mulia Geni Maya, mempertontonkan cahayanya yang
merah menyala bagaikan bara api.
|
Ana maneh
sesotya kuning, mamerake kaendahane, yaiku cahyane kang kuning sumunar, arane
sosotya mirah delima.
|
Ada lagi batu mulia kuning, memperlihatkan
keindahannya, yaitu cahaya kuning bersinar, yang bernama berlian Mirah
Delima.
|
Ana maneh
sesotya wungu, nuduhake cahyane kang wungu mengsem arane sesotya manik puspa raga.
|
Ada lagi batu mulia ungu, memperlihatkan cahaya ungu
yanganik Puspa Raga
|
Ana maneh
sesotya ijo, mamerake cahyane kang ijo ngenguwung, arane sesotya tinjo maya.
|
Adalagi batu mulia hijau, memperlihatkan cahayanya
yang hijau berpendar, yang disebut berlian Tinjo Maya.
|
Ana maneh
sesotya biru, mamerake cahyane kang biru muyek, arane sesotya manik nila
pakaja.
|
Adalagi batu mulia biru, memperlihatkan cahayanya
yang biru, disebut berlian Manik Nila Pakaja.
|
Ana maneh
sesotya kang ireng, mamerake endahing cahyane kang ireng meles meleng-meleng,
yaiku kang aran musthikaning bumi.
|
Adalagi batu mulia hitam, memperlihatkan ahaya hitam
pekat, disebut Mustikaning Bumi.
|
Kabeh
padha endah ing rupa, ora ana kang kuciwa, kongsi sakehing kupu padha kucem.
Mungguh sababe luwih endah sosotyane katimbang kupune, awit kupu mung duwe
warna thok, ora duwe cahya, balik sesotya duwe warna nganggo kasinungan
cahya.
|
Kesemuanya indah cahayanya, dan tidak ada yang mengecewakan,
sehingga menyebabkan semua kupu-kupu menjadi malu, yang disebab karena lebih
indah berlian daripada kupu, sebab kupu hanya memiliki warna saja, tidak
memiliki cahaya, sedangkan berlian memiliki warna dan mengandung cahaya.
|
Ki sanak,
dongeng iku surasane mangkene :
|
Wahai saudara, cerita tersebut mengandung makna
sebagai berikut :
|
Kuciwa banget manungsa yen mung ngudi marang kabungahan,
kamelikan, pakareman, kanikmatan, kamukten, kawibawan, luhuring piyangkuh
sapanunggalane. Ora nganggo nggayuh marang padhang utawa kaweningan, yaiku
ulah budi.
|
Mengecewakan sekali jika manusia hanya mengejar
kesenangan, hak milik, hobby, kenikmatan, kebahagiaan hidup, kewibawaan,
keluhuran derajat dan lains ebagainya. Tidak mencari atas terang dan
ketenangan jiwa, yaitu Menghidupkan Budi.
|
Warna
putih, abang, kuning, wungu, ijo sapanunggalane iku dadi ibarat : rahsa, lire
dadi ibarat wewatekaning manungsa, dene cahya ibarat padhanging budi.
ooOoo
|
Warna putih, merah, kuning, ungu, hijau dan sejenisnya
itu semua sebagai ibarat : Rahsa, artinya menjadi ibarat perwatakan manusia,
sedangkan cahaya sebagai ibarat terangnya Budi manusia.
ooOoo
|
Katrangane
mangkene :
Cahya lan warna kang kasebut ing dongeng iki sajatine mung kanggo ngibaratake : |
Penjelasannya demikian :
Cahaya dan warna yang diuraikan pada cerita di atas,
sesungguhnya hanya sebagai ibarat saja.
|
cahya lan
warna kagunganing dhat kang wujud, kang gumadhuh (kaparingake) ana ing
manungsa.
|
Cahaya dan warna adalah milik Dzat Yang Maha Wujud,
yang diberikan kepada manusia.
|
Wujude
cahya iku : budi. Awit budhi iku wujud pepadhang kang sumorot saka gaib,
madhangi (nyoroti) kabeh nyawa saka wiwitan nganti pungkasan.
|
Wujud Cahaya manusia itu adalah : Budi. Sebab budi
itu berupa penerang yang memancar dari kegaiban. Menerangi semua Nyawa sejak
awal sampai dengan akhirnya.
|
Dene
wujuding warna, yaiku : rahsa (hawane karan : nafsu), awit rahsa iku dayane
mahanani sifating cahya warna-warna : putih, abang, kuning, ijo lan
sapanunggalane.
|
Sedangkan wujud warna, adalah : Rahsa (dayanya
disebut : Nafsu), sebab rahsa itu daya pengaruhnya menyebabkan sifat dari
cahaya yang bermacam-macam : Putih, Merah, Kuning, Hijau dan sebagainya.
|
Rahsa iku
ya wujud nyawa. Hawane marakake manungsa asring duwe rasa : bungah, susah,
dhemen, gething, jahil drengki, kumingsun, gumun, getun, wedi, uwas,
sumelang, welas asih, loma lan sapanunggalane.
|
Ujud Rahsa adalah nyawa. Daya pengaruhnya
menyebabkan manusia sering merasa : gembira, sedih, senang, benci, jahil,
irihati, sombong, heran, kecewa, takut, khawatir, dan sebagainya.
|
Cekake
marakake manungsa duwe wewatekan dhewe-dhewe, ala utawa becik (ing basa Jawa
lumrahe mung karan : pangrasa utawa ati).
|
Singkatnya saja, menyebabkan tiap manusia memiliki
watak sendiri-sendiri, baik atau buruk (Dalam Bahasa Jawa disebut Perasaan
atau hati).
|
Hawaning
rahsa kang sumebar jenenge nafsu, iku kena kaumpamakake kukus awit nafsu iku
dayane metengi utawa gawe butheking cahya.
|
Pengaruh rahsa yang menyebar bernama nafsu, itu bisa
diibaratkan asap, sebab nafsu itu daya pengaruhnya adalah menyebabkan
kegelapan atau mengotori cahaya.
|
Sireping nafsu utawa rahsa :
manawa mligi nglumpuk ana ing Rasa (Rasul) sipate ora putih, ora abang, ora
ijo, lan sapanunggalane, lire : ora bungah, susah, kepengin, dhemen, gething,
lara, lan sapiturute, mung : tentrem (terange maneh manawa wis maca ing mburi.
|
Padamnya nafsu atau rahsa : Jika hanya berkumpul
dalam rasa (Rasul) bersifat bukan putih, bukan merah, bukan hijau, dan
sebagainya, artinya : bukan bahagia, bukan subukan keinginan, bukan sah,
Hanya : Tenteram/Ketenangan (lebih jelasnya jika telah membaca bagian
belakang.
|
BAB. III
|
BAB. III
BERLIAN MENGURAI CAHAYA
|
Peksi
perkutut nglajengaken anggening ndongeng :
|
Burung Perkutut melanjutkan dalam bercerita :
|
Nalika samana ana barleyan, celathu marang sakehing sosotya : “Heh
sakehing mirah, ing samnggko kowe wis padha sumurup yen moncoling rupa saka
dayaning cahya, tegese : warna abang ijo tanpa gawe yen ora kanthi cahya,
awit yen tanpa cahya kucem, Sanajan tanpa warna yen sinung cahya ora bisa
kasilep, awit cahya iku sumorot, tumama ing pandulu. Tetela cahya iku
nyawaning rupa. Tandhane si manikmaya, warnane mung putih, ewa dene rehne
mawa cahya, padha diupaya ing manungsa sarta diajeni. Luwih-luwih
si-Geniyara, mirah delima sapanunggalane, dhasar duwe warna nganggo
kasinungan cahya.
|
Ketika itu ada berlian, yang berkata kepaa semua
batu mulia : “wahai semua mirah, sekarang kalian sudah memahami bahwa
terlihatnya rupa karena adanya cahaya, artinya :warna merah hijau itu tidak
ada gunanya jika tidak ada cahaya, sebab jika tanpa cahaya maka tidak akan
bersinar. Meskipun tanpa warna jika terkena cahaya tidak akan bisa hilang,
sebab cahaya itu menyinarinya, sehingga akan bisa dilihat. Sudah nyata bahwa
cahaya itu adalah nyawa dari rupa. Buktinya, si Manikmaya, hanya berwarna
putih, oleh karena bersinar, sehingga banyak dicari oleh manusia serta
dihargainya.Terlebih lagi si Geniyara, Mirah Delima dan sebagainya, karena
memiliki warna dan bersinar.
|
Lah ing saiki kajaba saka kang rinembug iku mau, aku arep takon marang
sakehing mirah padha timbangen. Pitakonku mangkene : pilih endi duwe warna
kanthi cahya sedheng katimbang ora duwe warna, mung cahya thok, nanging
cahyane ngungkuli sakehing kang duwe warna? Apa milih duwe warna kanthi cahya
sedheng, apa milih tanpa warna nanging mawa cahya linuwih?
|
Dan sekarang selain yang sudah dibicarakan seperti
tersebut itu tadi, saya akan bertanya kepada semua mirah untuk
dipertimbangkan. Pertanyaanku seperti ini : Pilih yang mana, memiliki warna
dan bercahaya sedang dibanding dengan tidak memiliki warna, dan hanya
cahayasaja, akan tetapi cahayanya melebihi cahaya dari semua yang warna? Apa
lebih memilih memiliki warna yang bersinar sedang, apa memilih tanpa warna
namun memiliki cahaya tinggi?
|
Sakehing mirah durung ana kang bisa mangsuli. Barleyan
celathu maneh, yen aku milih tanpa warna, sok uga kasinungan cahya linuwih. Mulane aku ora pati
mikir marang warna, mung mburu cahya. Awit sanajan tanpa warna yen kasinungan
cahya linuwih, cahya kang linuwih iku bisa mujudake warna kang manca warna
dening beninge.
Mara aku delengen, aku iki rak ora duwe warna kaya mirah, ora abang, ora
kuning, ora ijo, ora biru, ora ireng, ora putih, nanging sarehne urubing
cahyaku ngungkuli sakehing mirah, . sanadyan ta tanpa warna iya bisa abang,
iya bisa kuning, bisa ijo sapiturute. Yen aku pinuju abang ora kalah karo
geniyara, yen aku pinuju kuning ora kalah karo mirah delima, yen aku pinuju
wungu, ora kalah karo pusparaga sabanjure ora kalah karo sakehing mirah. Dadi
prasasat ngemot marang sawarnaning mirah. Apa sababe aku bisa mangkono sabab
ora liya tanpa warna, pinunjul ing cahya.
|
Semua mirah tidak ada yang bisa menjawabnya.
Kemudian berlian melanjutkan kata-katanya “Jika saya, memilih tidak berwarna,
hal demikian kadang justru mengandung cahaya yang lebih. Sehingga saya tidak
begitu memikirkan tentang warna, saya hanya mengejar cahaya. Sebab, walau
tanpa warna, jika mengandung cahaya tinggi, Cahaya tinggi itu bisa membentuk
warna dengan berbagai macam warna yang disebabkan karena kejernihannya. Lihat
lah diriku ini, saya ini tidak mempunyai warna seperti halnya mirah, tidak
merah, tidak kuning, bukan hijau, bukan biru, bukan hitam, tiak putih. Namun
karena nyala cahayaku melebihi semua jenis mirah, walau pun tan warna , namun
bisa menjadi merah, juga bisa menjadi kuning, bisa hijau, dan sebagainya. Jika
saya sedang berwarna merah, tidak kalah dengan geniyara, jika sedang berwarna
kuning, tidak kalah dengan mirah delima, Jika sedang berwarna ungu, tidak
kalah dengan pusparaga, pun selanjutnya tidak akan kalah dibanding semua
mirah. Sehingga, bagaikan memuat atas semua jenis mirah. Apakah sebabnya saya
bsia seperti itu, hal itu disebab karena tak berwarna, namun unggul dalam
cahaya.
|
Upama cahyaku linuwih nanging isih
kanggonan warnam uga ora bisa mengku marang sakehing warna. Sanajan tanpa
warna yen ora linuwih cahyaku iya ora bisa ngemot sakehing warna. Dadi
katerangane rupa kang becik dhewe, yaiku : kang tanpa warna sarta pinunjul
ing cahya. Awit iku kang urip sarta mengku marang sakehing warna.
|
Seandainya ketinggian sinarku, namun masih
mengandung warna, hal itu juga tidak akan bisa mengandung semua warna. Walau
pun tanpa warna, jika tidak tinggi cahayaku, juga tidak bisa memuat semua
warna. Sehingga jelaslah, rupa yang paling indah adalah : Yang tidak berwarna
namun tinggi cahayanya. Sebab hal itu adalah yang hidup dan yang mengandung
semua warna.
|
Dongeng iku surasane mangkene :
|
Cerita yang tersebut di atas, mengandung maksud,
sebagai berikut :
|
Manungsa iku bisane momot, durung cukup yen mung lepas ing
budi lan elingan. Nanging kudu : ora duwe watak. Ora duwe watak, lire : ora
ngukuhi marang wewatekan atine, kayata: dhemen marang iku, gething marang
iki, dhemen marang bungah, ngresula yen susah, dhemen marang becik, gething marang
ala. Ringkese : Duwe pakareman sajroning ati kang ora kena diowahi, sarta duwe
gegethingan.
.
|
Agar manusia bisa memuat, tidak cukup hanya
menggunakan budi dan kesaaran. Namun harus : Tidak memiliki watak. Tidak
memiliki watak artinya : Tidak mengandalkan atas watak hatinya, seperti Suka
terhadap yang itu, benci terhadap yang ini, suka terhadsap kesenangan,
mengeluh jika susah, Suka pada keindahan, benci segala keburukan. Ringkasnya
: Memiliki kesengan di dalam hati yang tidak bisa dirubah, serta mempunyai
suatu yang dibencinya.
|
Cahya iku, ibarate : budi. Warna, ibarat : rahsa. Barleyan
iku, ibarat : luwih padhang budine, nanging ora kumingsun, bisa ngeluk
kekarepane, ora pilih kasih utawa bau kapine. Titikane wong kang mangkono :
wingit cahyane. Ora galak ulat, cahya mung tajem, sarta
sarwa prasaja
|
Cahaya itu, sebagai
ibarat dari : BUDI, Warna, ibarat dari : RAHSA, Berlian itu ibarat : Sangat
terang Budinya, namun tidak sombong diri, bisa mengendalikan keinginan, tidak
pilih kasih atau memilih manfaatnya. Tandanya bagi orang yang sudah bsia
demikian : Wibawa cahayanya, Sikapnya tidak terlihat jahat, cahayanya tajam,
serta serba sederhana.
|
Manungsa kang mangkono, kena pinilih dadi tetuwa, bisa momot
marang wateke wong kang beda-beda, dening ora duwe watak dhewe.
|
Manusia yang bersifat seperti, bisa dipilih menjadi
yang di tuakan, bisa memahami atas perwatakan manusia yang berbeda-beda,
karena sudah tidak memiliki watak sendiri.
|
Sosotya sanajan mencoronga kaya geni, yan isih duwe warna
dhewe, ora bisa mengku marang sakabehing warna, marga cahyane kereh marang
warnane, beda lan barleyan, cahyane kang ngereh marang warnane.
|
Permata, walaupun bercahaya bagaikan api, jika masih
punya warna, tidak akan bisa mengandung semua warna, karena cahayanya dipaksa
oleh warnanya. Berbeda dengan berlian, adalah cahayanya lah yang menguasai
warna.
|
BAB.
IV
|
BAB. IV KACA BENGGALA RAHASIANYA
|
Peksi perkutut nglajengaken Anggenipun ndongeng :
|
Burung Perkutut melanjutkan kisahnya :
|
Sakehing mirah padha rumasa asor bareng katandhing lan
barleyan. Luwih-luwih kupu. Wasana padha sayuk ing rembug, arep ngratu marang
barleyan, awit barleyan kang pinunjul ing rupa.
|
Semua Mirah merasa kalah, ketika dibandingkan dengan
berlian. Terlebih lagi semua kupu-kupu. Akhirnya sepakat, akan mengangkat
Raja atas berlian, sebab belian lah yang paling unggul dalam rupa.
|
Barleyan bareng arep dijunjung dadi ratu paratela mangkene :
olehmu padha arep njunjung ratu marang aku sabab aku pinunjul ing cahya sarta
tanpa warna. Pinunjuling cahyaku ndadekake
uriping rupaku. Ora duweku warna kang marakake ngemot sakehing
warna. Iku dhasar bener, nanging aku ini sabenere durung sampurna, isih ana
maneh wujud saliyane aku kang pinunjul ing cahyane ngungkuli aku, sarta
enggone bisa ngemot marang warna sampurnane
ngungkuli aku. Iku bae padha dijunjung dadi ratu, awit cahyane tikel ping
sewu tinimbang cahyaku, yen mencorong padha karo srengenge, balik aku mung
kelip-kelip. Dene enggone ngemot warna, cethane tikel sewu tinimbang aku, aku
mung mengku warna nanging kang bakal dak kandhakake marang kowe, mengku warna
dalah rupane pisan. Lire ora mung bisa abang
ijo, uga bisa manca warna kaya kupu, kaya mirah, kaya
barleyan, kaya watu, kaya jaran, kaya uwong, kaya srengenge, cekake bisa kaya
sarupane kawujudan ing alam ndonya, dhasar bisa maujud kaya jagad gumelar
katon bumi langit saisen-isene.
|
Ketika berlian akan diangkat sebagai raja, kemudan
berkata : Atas kalian semua yang ingin mengangkat raja diriku, karena aku
paling unggul cahayanya serta tanpa warna. Keunggulan cahayaku yang
menghidupkan rupaku. Warna itu bukan milikku sehingga aku memuat semua warna.
Hal itu memang benar, namun diriku ini
sebenarnya belum sempurna, masih ada lagi ujud selain diriku yang lebih
unggul cahayanya melebihi diriku. Serta mampu bisa memuat segala warna dengan
sempurna melebihi diriku. Itulah yang kalian angkat jadi raja, sebab
cahayanya berlipat seribu dibanding cahayaku, jika memancar akan menyamai
matahari, tetapi aku hanya berkelip saja. Sedangkan dalam memuat warna
ternyata seribu kali dibanding aku. Aku hanya megandung warna, namun yang
akan aku katakan kepada kalian adalah mengandung warna dan sekalian rupanya.
Maksudnya, bukan hanya bisa berwarna merah, hijau, juga bisa bermacam warna
bagaikan kupu, bagaikan mirah, bagaikan berlian, bagaikan batu, bagaikan
kuda, bagaikan manusia, bagaikan matahari, singkatnya bisa menyerupai semua
ujud yang ada di dunia ini, karena bisa berujud bagaikan dunia yang tergelar
nampak bumi langit beserta segala isinya.
|
Yen wis kaya srengenge, babar pisan ora beda lan srengenge,
kongsi ora ana manungsa kang bisa nembungake kapriye rupane kang sabenere.
Kang mangkono mau jalarane iya mung rong prakara thok.
|
Jika sedang seperti matahari, sama sekali tidak
berbeda dengan matahari, hingga tidak ada manusia yang bisa mengungkapkan
seperti apa rupa yang sebenarnya. Yang seperti itu dikarenakan dua sebab
saja.
|
Sepisan : saka bangeting pinunjuling cahyane.
|
PERTAMA : Disebab sangat tinggi cahayanya.
|
Pindho : saking ora duwe warna babar pisan.
|
KEDUA : Karena tidak memiliki warna sama sekali.
|
Apa kowe wis weruh jenenge wujud kang kaya mangkono mau ?
|
Apkah kalian sudah mengetahui ujud yang demikian itu
?
|
Yaiku kang aran : Kaca benggala gedhe.
|
Itulah yang disebut : KACA BENGGALA BESAR.
|
Sakehing sosotya lan kupu padha gawok. Sarta banjur
kepengin sumurup kaya apa rupane kaca benggala.
|
Semua batu mulia dan kupu-kupu keheranan, serta
ingin mengetahi seperti apa rupa dari KACA BENGGALA.
|
Ana watu kang kepengin bisa nembungake
kapriye rupane kaca benggala, takon marang barleyan tembunge : wujude kaca
benggala iku kaya apa. Apa pancen kaya sarupane kawujudan, apa beda karo sarupaning
kawujudan. Yen ora padha lan ora beda karo sakehing kawujudan apa kena
diarani bening kaya banyu?
|
Ada sebuah batu yang ingin digambarkan seperti apa
rupa dari Kaca Benggala, kemudian bertanya kepada berlian : Wujud Kaca
Benggala itu seperti apa. Apakah memang seperti rupa segala wujud yang ada,
apakah berbeda dibanding dengan segala perwujudan. Jika tidak sama dan tidak
berbeda seperti segala perwujudan, apakah bisa disebut jernih bagaikan air..?
|
Barleyan mangsuli, yen diaranana kaya sarupane kawujudan iya
bener, nanging ora pratitis. Mula bener disebut mangkono awit kaca benggala
iku pancen bisa kaya watu, bisa kaya kupu, bisa kaya barleyan lan
sapirturute. Dene ora pratitise tembung mangkono, awit kena diarani beda uga
karo sarupane kawujudan. Bedane mangkene : watu iku buthek, nanging kaca
benggala ora buthek. Watu mrongkol sarta ala, nanging kaca benggala ora tahu
diarani mrongkol sarta ala. Mirah dlima kuning sarta cilik, nanging kaca
benggala ora kuning sarta ora cilik. Areng iku ireng, kaca benggala ora
ireng. Cekake yen sakehing rurupan dibedakake karo kaca benggala, kabeh iya
beda karo kaca benggala. Rehne mangkono, kaya-kaya kena disebut beda karo
sarupane kawujudan. Ewa denen ora kena dikukumi mangkono, awit ing ngarep
diarani : kaya sarupaning kawujudan. Kajaba yen disebut : bening, lah iku,
bok menawa bener, parandene meksa ora pratitis, awit bening mono benere kaya
banyu kang ana ing gelas. Banyu iya bener bening, nanging banyu iku bening
suwung, beda lan beninge kaca benggala : bening kang mengku rurupan, sabab
cahyane geguletan karo rasa, iya rasa iku kang tanpa warna, nanging ora
suwung. Si cahya dadi cahyane rasa, si rasa dadi wadhahing cahaya.
|
Berlian menjawab, jika dikira seperti rupa segala
yang wujud itu juga benar, namun belum tepat. Mengapa bisa dikatakan demikian karena Kaca Benggala itu memang
bisa bagaikan batu, bisa bagaikan kupu, bisa bagaikan berlian dan sebagainya.
Sedangkan jika dikatakan belum tepat,
karena kalimat tersebut, karena berbeda dengan segala yang wujud.
Perbedaannya adalah : Batu itu keruh, namun Kaca Benggala tidak keruh. Baju
itu menonjol serta jelek, namun Kaca Benggala tidak pernah disebut menonjol
dan jelek. Mirah Delima kuning serta kecil, namun Kaca Benggala itu tidak
kuning dan tidak kecil. Arang itu hitam, Kaca Benggala itu tidak hitam.
Singkatnya jika segala perwujudan dibedakan dengan Kaca Benggala, semuanya akan
berbeda jika dibanding dengan Kaca Benggala. Oleh karena itu, bisa disebut
berbeda dengan segala perwujudan. Namun pun tidak boleh diputuskan demikian,
sebab di depan telah dijelaskan : Bagaikan wujud segala perwujudan. Itu hanya bisa disebut
dengan sebutan : BENING, jika disebut demikian barangkali baru benar. Namun
demikian juga belum tepat, sebab bening itu lebih tepatnya untuk menyebut air
di dalam gelas. Air itu memang bening, namun beingnya air itu bening yang
kosong, jauh berbeda dengan kebeningan Kaca Benggala : Bening yang mengandung
wujud, sebab cahayanya bercampur dengan Rahsa, rasa itulah yang tanpa warna,
namun tidak kosong. Sang Cahaya menjadi Cahayanya Rasa, Sang Rasa menjadi
tempat bagi Cahaya.
|
Mulane karanan tanpa warna tanpa rupa, awit upama digoleki
warna rupane, sanajan diubresa, ora ketemu ketemu.
|
Sehingga disebut tanpa warna tanpa rupa, sebab
seandainya dicari pun warna dan wujudnya, tidak akan bisa ditemukan.
|
Kang mangkono iku sok katembungake : suwung amengku ana. Utawa
: ora ala ora bagus, nanging mengku ala lan bagus. Iya embuh jenenge rupa
kang mangkono iku.
|
Yang demikian kadang disebut sebagai : Kosong namun ada.
(Kosong tapi isi). Atau : Tidak buruk atau pun baik, namun mengandung
kejelekan dan keindahan. Entah lah apa namanya wujud yang seperti itu.
|
Prayogane ayo padha dinyatakake.
Sakehing sosotya kupu apa dene watu, banjur padha mara menyang
panggonane kaca benggala gedhe.
|
Sebaiknya, marilah kita buktikan :
Semua batu mulia, kupu dan juga batu, semuanya
berumpul di tempat tinggal Kaca Benggala Besar.
|
Kang seba dhisik watu. Tembunge watu marang kaca benggala : he
sang kaca benggala ageng, sowan kulo badhe ngratu ing tuwan, awit tuwan
ingkang pinunjul ing warni sajagad. Nanging kalilana kulo ningali sarira
tuwan rumiyin.
|
Yang pertama datang batu. Batu mengatakan kepada
Keca Benggala Besar, kedatangan saya ingin mengangkat engkau menjadi raja
karena engkau paling unggul dalam warna sedunia, namun ijinkanlah saya untuk
melihat wajah dirimu terlebih dahulu.
|
Kaca benggala mangsuli : iya becik mreneya ndeleng rupaku.
Rupaku kaya rupamu.
|
Keca Benggala Besar menjawab : Baiklah, datanglah ke
sini, wujudku adalah seperti wujud dirimu.
|
Watu bareng teka ing ngarepe kaca benggala banget ngungune
dene rupane kaca benggala jibles watu. Ora ana bedane sathithik-thithika karo
watu, nuli pamit mundur.
|
Ketika batu sampai di hadapan Keca Benggala Besar,
sangat terheran-heran, karena wujud Keca Benggala Besar persis sama dengan
dirinya. Tidak perbedaannya sdikit pun dengan dirinya, kemudian batu pamit
pulang.
|
Ora suwe kupu padha ndeleng rupane kaca benggala genti-genti.
Kabeh padha ngungun awit rupane kaca benggala mung kaya kupu bae, mangkono
uga sosotya, weruh rupane kaca benggala kaya sosotya. Watu lan areng ndeleng
kaca benggala katone iya kaya watu lan areng.
|
Tidak lama kemudian kupu juga memandang wajah Keca
Benggala Besar bergantian. Semua terheran-heran, sebab wajah Keca Benggala
Besar hanya mirip seperti kupu saja, demikian juga batu mulia, melihat wajah
Keca Benggala Besar juga sama seperti batu mulia. Ketika batu dan arang
melihatnya juga sama seperti mereka.
|
Anuli kabeh padha bali ing panggonane maune.
|
Kemudian kesemua kembali ketempat semula.
|
Kupu-kupu padha rerasan mangkene : wartane kaca benggala iku
pinunjul ing rupa, jebul nyatane mung kaya kupu bae, ora duwe cahya kaya
mirah, isih becik mirahe. Luwih-luwih yen katandhing karo barleyan, bagus
barleyane pisan-pisan, awit kaca benggala ora duwe cahya, ora bisa
kelip-kelip.
|
Kupu saling mengatakan, seperti berikut : Menurut
berita Keca Benggala Besar itu sangat indah rupa, ternyata hanya seperti
kupu-kupu saja, tidak memiliki cahaya seperti mirah, bahkan lebih indah
mirahnya. Apalagi jiga dibandingkan dengan berliyan, jauh lebih inndah
berliannya, karena Keca Benggala Besar tidak memiliki cahaya, sehingga tidak
bisa berkedip-kedip.
|
Watu lan areng calathu mangkene : kaca benggala rupane buthek
lan ireng kaya rupaku. Sarehne rupaku elek mangka kaca benggala ceples kaya
aku, dadi kaca benggala ya elek.
|
Batu dan arang berkata seperti berikut : Rupa Keca
Benggala Besar keruh dan hitam seperti rupa ku, oleh karena wujudku jelek,
akan tetapi Keca Benggala Besar persisi seperti aku, menurutku Keca Benggala
Besar itu jelek.
|
Barleyan mituturi marang kupu, areng lan watu : kowe padha
sumurupa ki sanak, kaca benggala iku sanadyan pinunjul ing rupa, ora gelem
mamerake rupane, ora gelem nandhing awake karo awake liyan, kaya si kupu
enggone ungkul-ungkulan, padha golek ketrangan dhewe-dhewe kanggon ngalem
awake. Wus jamake, sadengah kang durung sampurna karepe padha papandhingan dhiri,
nanging kang sampurna ora mangkono.
|
Kemudian berliyan memberi nasihat kepada Kupu, Batu,
arang : Ketahuilah oleh kalian semua, bahwa Keca Benggala Besar walau pun
sangat unggul rupa, namun tidak mau memamerkan wajahnya, tidak mau
membandingkan dirinya dengan diri yang lain, seperti kupu ketika saling
mengunggulkan diri, yang kesemuanya mengunggulkan dirinya sendiri dan
membanggakan diri sendiri. Sudah biasa, bagi yang belum sempurna, maka saling
membanding diri. Namun bagi sudah sempurna tidak akan melakukan hal demikian.
|
Si kupu putih mamerake putihe, kang abang nyandra abange,
mirah ijo mamerake ijone, barleyan iya mamerake kelipe, dalasan watu iya
pamer, yaiku mamerake eleke. Ala becik yen dipamerake, iya jeneng pamer. Iku
kabeh jalaran durung sampurna ing rupa. Kang akeh emoh diarani ala,
njaluk diarani becik, nanging kaca benggala ora njaluk diarani becik, lan uga
ora duwe panjaluk diaranana ala kaya watu lan areng. Kaca benggala gelem
diarani sakarepe kang ngarani. Gelem diarani ala kaya watu lan areng, nanging
diarani kelip-kelip kaya barleyan iya ora nampik, malah yen ana perlune gelem
diarani kaya srengenge. Nanging aja padha keliru tampa, mungguh geleme
diarani ala, ora jalaran saka panjaluke utawa saka pangarep-arepe, sarta
geleme diarani bagus ora jalaran saka pamere utawa doyan marang pangalembana.
Dadi geleme mau jalaran saka legawa lan mengku marang sakehing rupa. Lah
saiki watu lan areng padha sumurup dhewe, yen katone buthek kang ana ing kaca
benggala iku ora jalaran saka buthekin kaa benggala, satemene saking bangeting beninge.
Katone ireng kaya areng iya ora sabab saka irenge, malah saking beninge kang
ora kinira-kira, kongsi areng lan watu ora duwe pangira. Pikiren ta upama
butheka temah mung buthek thok-thok, ora bisa mengku rerupan.
|
Kupu putih memamerkan putihnya, yang merah
membanggakan merahnya, mirah hijau pamer hijaunya, berliyan juga memamerkan
kerlip cahayanya, demikina juga batu juga memamerkan, yang pamer kejelaknnya.
Baik dan buruk jika dipamerkan, itu sama saja disebut pamer, Itu semua
dikarenakan belum sempurna dalam hal rupa. Kebanyakan tidak akan mau disebut
jelek, meminta disebut baik, namun Keca Benggala Besar tidak minta disebut
baik dan juga tidak meminta disebut jelek seperti batu dan arang. Keca
Benggala Besar bersida disebut apa seja tergantung yang menyebutnya. Mau
disebut jelek seperti batu dan arang, namun disebut berkelip seperti berliyan
tidak menolak, bahkan jika ada perlunya mau disebut seperti matahari. Namun
jangan lah salah terima, mengapa mau disebut jelek, bukan dikarenakan
permintaannya atau atas harapannya, dan juga bersedia disebut baik itu bukan
karena pamer atau menginginkan pujian. Namun kesediannya karena ikhlas
mengandung segala rupa. Dan sekarang batu serta arang telah melihat sendiri,
nampak hitam wajah Keca Benggala Besar, itu dikarenakan sangat jernihnya.
Terlihat hitam seperti arang bukan karena di itu hitam, itu disebabkan karena
kejernihannya yang tidak terbayangkan, sehingga arang dan batu tidak bisa
membayangkan. Silahkan dipikir, seandainya keruh maka akan keruh saja, tidak
akan bisa memuat rupa.
|
Kupu, areng lan watu bareng ngrungu
pratelaning barleyan padha rumangsa kejlomprong, wekasan percaya yen buthek
kang katon ing kaca benggala iku butheke dhewe, dudu butheking kaca
benggala, satemene malah saking beninging kaca benggala, awit kaca benggala
uga bisa katon pating kerlip kaya barleyan, bisa ijo kaya tinjo maya.
|
Kupu, arang dan batu, setelah mendengar penjelasan
berlian maka merasa atas kesahannya, sehingga percaya bahwa keruh yang terlihat
di dalam Kaca Benggala Besar itu adalah keruhnya diri sendiri, bukan keruh
dari Kaca Benggala Besar, sesungguhnya justru karena atas kejernihan Kaca
Benggala Besar, sebab Kaca Benggala Besar bisa juga terlihat berkelip seperti
berlian, bisa hijau seperti berlian hijau yang disebut juga Tinjo Maya.
|
Ki sanak dongeng iku dadi pralampita :
Kahananing kaca benggala iku ibarat wataking manungsa kang wis
sampurna, yaiku manungsa kang wis ora korup marang dhiri (ora korup marang
wujude kang mukmin). Manungsa kang mangkono : lali marang dhiri, tegese : ora
pisan duwe niyat ngatonake dhiri, gedhene papandhingan dhiri. Ujub, riya,
sumengah, takabur, bidngah, sapanunggalane wis ora duwe. Mungguh sababe
mangkono mau awit budine keliwat padhange, sarta sirep napsune, kahananing
dhiri ora rinasak-rasakake, ndadekake bisane amot marang sawarnaning
wewatekan, wasana uripe mung ngangkah kaslametaning akeh, sarta tansah gawe
kepenaking atine sapadha-padha.
|
Saudara, kesiah tersebut bisa sebagai ibarat :
Keadaan Kaca Benggala Besar itu sebagai ibarat watak
manusia yang sudah sempurna, yaitu manusia yang sudah tidak terbawa oleh
keinginan diri (tidak terpengaruh oleh wujud diri yang sempurna). Manusia
yang seperti itu, telah lupa pada dirinya sendiri, artinya : Sama sekali tidak
berniat mempertontonkan diri, atas kebesaran dirinya. Sombong, suka pamer,
membanggakan diri, bid’ah dan sejenisnya, sudah hilang dari dirinya. Hal itu
dikarenakan Budi dalam dirinya sudah sangat terang, serta telah padam hawa
nafsunya, sehingga keadaan dirinya sudah tidak diperhatikannya, itu yang bisa
menjadikan mampu memuat segala watak, yang pada akhirnya, hidupnya hanya
mengharapkan keselamatan dunia, serta selalu bertindak menyenangkan hati
sesamanya.
|
Wong kang mangkono suka rila diarani asor,
ewadene ora nampik diarani luhur, sarta sukarilane ora dipamerake. Ora duwe
pakareman sajroning atine, satemah ora ilon-ilonen, ora dhemen marang kang
becik lan kang bener kanthi gething marang kang ala lan luput. Ora dhemen
marang kang ala lan luput, kanthi gething marang kang becik lan bener.
|
Manusia yang seperti itu ikhlas jika disebut derajat
rendah, namun juga tidak menolak jika disebut luhur, serta ikhlasnya tidak
dipamerkan. Tidak memiliki rasa memihak dalam hati, sehingga tidak membela yang
sana atau pun yang sini, tidak menyukai hal yang baik dan benar dengan jalan
membenci kepada hal yang buruk dan salah. Atau pun tidak menyukai hak yang
jahat dan salah dengan jalan membenci kepada yang baik dan benar.
|
Manungsa sanajan pinunjula, yen isih dhemen papandhingan
dhiri, utawa duwe pakareman sajrone ati sarta duwe gegethingan, iya durung
sampurna, cahyane isih kaereh ing nepsune, lire : isih teluk marang watake
dhewe (rahsane).
|
Manusia itu walau pun sudah mulia, jika masih tinggi
diri, atau mempunyai kebanggan dalam hatinya serta masih ada rasa benci, itu
pun belum sempurna, karena cahaya dirinya masih terpengaruh napsu diri,
maksudnya : masih dikuasai oleh wataknya sendiri (rahsa-nya sendiri).
|
Ana sawenehing manungsa ora njaluk
diarani becik, nanging njaluk diarani ala, wong mangkono uga isih dumunung
wong ngatonake becike watake, dadi isih korup marang dhiri, rehne mangkono,
upama diarani becik, kang mesthi ngresula.
|
Ada juga manusia yang tidak meminta disebut baik,
namun meminta disebut jahat, orang yang demikian itu juga masih
mempertontonkan kebaikan wataknya, jadi masih terbawa keinginan diri, oleh
karena seperti itu, seandainya dikira baik, tentulah akan mengeluh.
|
Ana manungsa gelem diarani sakarepe kang
ngarani, diarani becik utawa ala gelem. Nanging geleme mau dipamerake. Wong
mangkono uga durung resik, isih duwe panjaluk utawa pangarep kang bangsa
pangalembana. Rehning mangkono, upama diarani : ora gelem, kang mesthi
ngresula.
|
Ada juga manusia yang menerima saja disebut apa saja
terserah yang menyebutnya, disebut baik atau jahat pun diterimanya. Namun
masu disebut seperti itu di pamerkan. Manusia yang seperti itu juga belum
bersih, karena masih memiliki keinginan atau harapan kepada sanjungan. Oleh
karena hal itu, seandainya disebut : Tidak mengingkan, tentulah masih
mengeluhkannya.
|
BAB. V
|
BAB. V
|
Peksi Perkutut nglajengaken dongengipun :
|
Burung Perkutut melanjutkan ceritanya :
|
Ing nalika samana ana blebekan wesi,
wangune pesagi, warnane ireng, durung tau sumurup rupane kaca benggala,
ngrungu ujare barleyan prakara kaca banggala ngemot sakehing rupa. Jalaran
saka momote marang ala lan becik, banjur katetepake sampurna ing rupa. Bareng
wesi blebekan ngrungu ujaring barleyan mangkono, pamikire wesi blebekan
mangkene : Sok Mangkono kang aran rupa sampurna iku kang bisa ala lan bisa
becik. Kaya kaca benggala anggone bisa buthek kaya watu lan ireng kaya areng,
ora mung becik thok. Yen mangkono, sadhengah wujud kang bisane mung becik,
ora bisa becik karo ala, iya durung sampurna becike. Kaya umpamane barleyan.
Iya bener bisa kelip-kelip lan mawa cahya manca warna, nanging sarehne ora
bisa ala kaya watu, lan ora bisa ireng kaya areng, iya durung sampurna kaya
kaca benggala, jer kabisane mung saprakara, mung becik thok. Layake sanajan
tumrap manungsa iya mangkono, sing sapa mung dhemen marang becik, nampik
marang ala, ora bakal bisa sampurna, awit mung dhemen marang becike bae,
mangka kang jeneng sampurna mangkono mengku
marang becik karo ala, dhasar anane becik marga ana ala. Sarehne padha
prelune, dadi kudu diudi kabeh, cewet yen mung salah siji.
|
Ketika itu, ada lembaran besi berbentuk empat
persegi panjang, berwarna hitam, dan belum pernah melihat wujud Kaca
Benggala, mendengar keterangan berlian tentang Kaca benggala yang memuat
segala rupa. Oleh karena memuat segala yang jelek dan baik, sehingga
ditetapkan sebagai yang paling sempurna dalam rupa. Setelah lembaran besi
mendengar apa yang disampaikan berlian yang seperti itu, muncullah pemikiran
lembaran besi, sebagai berikut : Oleh karena yang disebut rupa yang sempurna
adalah yang bisa jelek dan bisa baik. Seperti kaca benggala yang bisa keruh
bagaikan batu dan hitam bagaikan arang, dan tidak hanyak baik saja. Jika
demikian segala ujud yang hanya bisa baik saja, dan tidak bisa baik dan
buruk, itu belum sempurna kebaikannya. Bagaikan berlian, memang benar bisa
berkedip-kedip, dan memancarkan cahaya aneka rupa, namun karena tidak bisa
menjadi jelek seperti batu, dan tidak bisa hitam seperti arang, juga belum
disebut sempurna seperti kesempurnaan kaca benggala, karena yang bisa
diperbuat hanya satu macam yaitu baik saja. Biasanya, walau bagi manusia juga
demikian, barang siapa yang hanya menyukai yang baik saja, dan menolak
keburukan, tidak akan bisa sempurna, karena hanya menyukai kebaikan saja,
sedangkan yang disebut sempurna adalah
|
Ah, saiki aku sumurup wewatone, kang aran
sampurna iku pepak, ana becike lan ana alane. Sarehning aku diwenangake
nggayuh kasampurnan, dadi aku kudu nggayuh bisaku ngemot ala lan becik, aja
mung becik bae.
|
Ah, sekarang saya megerti artinya, yang disebut
sempurna adalah lengkap, ada baiknya dan ada jeleknya. Oleh karena saya
diperbolehkan mencari kesempurnaan, sehingga saya harus mencari agar bisa
menguasai buruk dan baik, tidak hanya baiknya saja.
|
Enggonku arep nyampurnakake rupaku
mangkene : Awakku sak perangan dak gosok kang gilap, sukur bisa kaya
berleyan. Kang sak perangan dak gosok nganggo mirah, saperangane maneh dak
gosok nganggo areng, iku kang minangka alane, aja kongsi becik thok.
Saperangan maneh dak gosok nagnggo mirah, saperangane maneh dak gosok nganggo
watu kambang supaya buthek, awit kang aran sampurna iku ora nampik marang
buthek, beninga butheka arep. Mengko yen wis pepak enggonku golek wewarnan
tumempel ing awakku, ora kena ora aku mesthi kaya kaca benggala.
|
Cara yang kulakukan untuk menyempurnakan ujudku,
sebagai berikut : Sebagian badanku saya gosok hingga bercahaya, barangkali
bisa seperti berlian. Sebagian lagi saya gosok menggunakan mirah, sebagian
lagi saya gosok menggunakan arang, itu sebagai bagian dari jeleknya, karena
jangan sampai hanya baiknya saja. Sebagian lagi saya gosok menggunakan batu
apung agar menjadi keruh, sebab yang disebut sempurna itu tidak menolak yang
keruh, yang bening dan yang keruh keduanya diterimanya. Nanti jika sudah
lengkap apa yang ku lakukan dalam membuat rupa yang menempel di badanku,
tidak bisa tidak, saya baru bisa mirip dengan Kaca Benggala.
|
Berleyan weruh yen wesi blebekan kupur,
mulane dipituturi mangkene : O wesi blebekan, kowe nggayuh kasampurnan wis
dadi wewenangnmu, mung dalane bae dibener aja kongsi kliru. Wruhanamu, sanadyan kasampurnan
iku mengku ala lan becik, nanging dalan kang marang kasampurnan iku dudu
becik diwori ala, kudu becik thok. Tegese, aja pisan-pisan katrocoban
ati ala. Dadi yen awakmu kok gosok murih mencorong, aja banjur kok gosok
maneh karo areng, banjurna bae panggosokmu, sing tlaten, aja kemba-kemba,
mung rupa sawiji kang kudu kok udi, yaiku : Gilap, ora susah ngudi marang
abang, ijo, ireng, sapanunggalane. Lan Ora susah ngudi bisamu kaya watu, kupu,
jaran lan liya-liyane.
|
Berlian mengetahui, bahwa lembaran besi sombong,
sehingga diberi nasihat, sebagai berikut : Wahai lembaran besi, kamu ingin
menggapai kesempurnaan itu hakmu, hanya saja
jalannya harus benar dan sampai salah. Ketahuilah, walau pun
kesempurnaan itu menguasai yang buruk dan yang baik, akan tetapi jalan menuju
kesempurnaan itu bukan kebaikan yang dicampur dengan keburukan, itu harus
dengan kebaikan saja, janganlah kau gosok lagi menggunakan arang, teruskan
saja menggosoknya dengan tekun, jangan ragu-ragu, hanya satuju wujud saja
cita-citamu, yaitu : Mengkilap, tidak usah dicari yang merah, hijau, hitam,
dan sejenisnya. Dan janganlah kau berusaha agar mirip seperti batu, kupu,
kuda dan lain sebagainya.
|
Kang iku manawa lestari panggosokmu,
mesthi awakmu saya banget gilape, sangsaya gilap sangsaya gilar-gilar,
wasanane kena digawe ngilo, dene yen wis kaya pengilon, sarta irengmu wis
ilang, tartamtu bisa kaya kupu, bisa kaya mirah, bisa kaya watu lan bisa
mencorong kaya srengenge.
|
Jika itu kau lakukan dengan tekun dalam
menggosoknya, pastiliha dirimu akan sangat mengkilap, semakin mengkilap
semakin bercahaya, yang pada akhirnya akan bisa digunakan untuk bercermin,
jika sudah seperti cermin, dan hitamnya telah hilang, tentulah akan bisa seperti
kupu, bisa seperti mirah, bisa seperti batu, dan bisa bercahaya seperti
matahari.
|
Mungguh bangeting mencorongmu, gumantung
marang bangeting gilapmu, dene bisamu
mengku marang warna, gumantung sirnane watakmu kang ireng. Lan maneh, kowe
aja keliru tampa, tembung mengku ala iku ora ateges duwe ala. Duwe ala
mengkono ketempelan ala, nanging yeng mengku ala, ora ketempelan ala. Mengku
ala, satemene kalis karo ala, kaya Kaca Benggala enggone kalis karo ireng.
|
Bahwa tingginya cahayamu, itu tergantung kepada
mengkilapnya dirimu, sedangkan engkau bisa menguasai warna, itu tergantung
terhapusnya watak dirimu yang hitam. Dan lagi, kau jangan salah terima, kata
menguasai keburukan itu tidak berarti memiliki sifat buruk. Memiliki sifat
buruk itu bersifat buruk. Menguasai keburukan itu sebenarnya tidak memiliki
sifat buruk, bagaikan Kaca Benggala yang terpisah dengan hitam.
|
Donegeng iku dadi pasemon :
Kang
bisa momot marang ala lan becik iku, sejatine mung wong kang sampurna, yaiku
wong kang padhang sarta wis kalis karo ala. Yen durung sampurna utawa durung
kalis karo ala, wis mesti ora bisa, gampang keplesede, mulane wajibe wong
nggayuh kasampurnan mung kudu eling panggawe becik, ora kena nyleweng eling
panggawe ala, aja dumeh ala becik kagunganing Pangeran. Sanajan kasampurnan
iku mengku ala lan becik, nanging dalane mung becik thok-thok, ora kena
diwori ala.
ooOOoo
|
Cerita tersebut, sebagai ibarat :
Yang bisa
memuta kebaikan dan keburukan itu hanyalah manusia yang sempurna, adalah
manusia yang terang serta telah berpisah dengan keburukan. Jika belum
sempurna atau belum berpisah dengan keburukan, tentulah tidak akan bisa, dan
mudah terpeleset. Sehingga yang wajib dilakukan oleh orang yang berusaha
menggapai kesempurnaan harus hanya mengingat perbuatan baiksaja. Tidak boleh
menyeleweng untuk mengingat perbuatan buruk, Walau pun baik dan buruk adalah
milik Tuhan. Walau pun kasampurnan itu mengandung keburukan dan kebaikan,
namun jalan menujunya hanya lewat kebaikan saja. Tidak bisa dicampur dengan
perbuatan keburukan.
|
Peksi Derkuku manah-manah, wasana
wicanten : Perkutut, sababe kupu luwih bagus ketimbang watu jalaran kupu duwe
warna kang pinunjul ngluwihi watu, iku dhasar nyata. Jalaran saka iku aku
nemu wewaton, yen kebagusaning rupa iku gumantung ing warna, sangsaya
pinunjul warnane. Sangsaya bagus. Sangsaya kurang warnane, sangsaya ala.
Sawise aku nemu wewaton mangkono, banjur mikir kang dadi sebabe mirah luwih
bagus katimbang kupu. Sebabe yaiku : Mirah kasinungan cahya, balik kupu ora.
Kang mangkono iku marakake aku oleh wewaton maneh : kabagusaning rupa iku ora
mung gumantung ing warnane bae, uga gumantung ing cahya. Cekake : kebagusan
iku gumantung ing rong prakara : Warna lan Cahya. Sarehne wis tetela wewatone
yen kabagusaning rupa gumantung ing pinunjuling cahya lan endahing warna, lan
sababe apa barleyan teka dadi luwih bagus tinimbang mirah, dupeh barleyan ora
duwe warna. Wong ing ngarep wis katetepake yen kang marakake bagus iku cahya
karo warna, teka barleyan dadi luwih bagus katimbang mirah dupeh barleyan tanpa
warna iku kepriye ? Apa wewatone kang luput ?
|
Burung Derkuku lama berfikir, kemudian berkata :
Perkutut, yang menyebabkan kupu lebih bagus dibanding batu karena kupu
memiliki keunggulan warna melebihi batu. Hal itu memang benar. Dari hal itu,
saya mendapatkan pedoman, bahka bagusnya rupa itu tergantung dari warna,
semakin indah warnanya, Semakin bagus, Semakin berkurang warnanya, semakin
buruk. Setelah saya menemukan pedoman demikian, kemudian saya berfikir, bahwa
yang menyebabkan mirah lebih indah dibanding kupu. Sebabnya adalah : Mirah
itu bersinar, sedangkan kupu tidak. Yang seperti itu yang menyebabkan saya
mendapatkan pedoman lagi : Keindahan rupa itu tidak hanya bergantung kepada
warna saja, tergantung juga karena sinarnya. Singkatnya : Keindahan itu
tergantung atas dua hal : Warna dan sinar. Oleh karena sudah jelas bahwa
keindahan rupa tergantung dari ketinggian sinarnya dan keindahan warnanya,
dan mengapa berlian lebih bagus dibanding mirah, sedangkan berlian itu tidak
memiliki warna. Sedangkan di depan sudah ditetapkan bahwa yang menyebabkan
indah itu adalah sinar dan warna, tiba-tiba berlian lebih indah dibanding
mirah, sedangkan berlian tanpa warna, hal itu bagaimana penjelasannya ?
Apakah pedomannya yang salah ?
|
Wangsulaning perkutut : Ki sanak,
wewatonmu netepake kebagusan gumantung ing cahya lan warna iku ora luput.
Malah prakara kang nyebabake barleyan luwih bagus saka mirah iku netepake
benere wewatonmu. Apa Ki sanak lali, mulane barleyan luwih bagus saka mirah,
awit barleyan sugih warna, yaiku enggone bisa malih abang, kuning, ijo, biru,
wungu sapiturute. Sarehen wewatone kebagusan gumantung ing cahya lan warna,
mangka barleyan pinunjul ing cahyane lan akeh warnane, dadi ora kena ora
baraleyan luwih bagus tinimbang mirah. Mungguh sababe cahya kang tanpa warna
ketetepake bagus ngungkuli cahya kang mawa warna, awit kang bisa ngemot
wewarnan kang beda-beda iku ora ana maneh kajaba mung cahya kang kothong
(tanpa warna) yaiku ibarat manungsa kang atine kothong (tanpa nafsu), tegese
: suci, rila, lega, legawa. Dayaning urip kang nguripi nafsu malih nguripi
budi, budine dadi padang wening, katon cahyane wingit, singit, ngengreng.
Mulane wong kang atine kothong katetepake luwih sampurna katimbang kang isi
rahsa. Awit bebuden kang bisa amot wewatekan warna-warna iku, ora ana maneh
kajaba mung bebuden kang kothong (resik). Wong mangkono iku uga bisa napsu
kapenging, dhemen, welas, gething, sapanunggalane. Nanging ora marga saka
watake (pangajaking rahsa) jalaran saka digawe ing kala mangsa yen ana perlune
kang banget, kanggo piranti. Yen wis cukup perlune kasirnakake, kabeh miturut
pituduh lan pakartine budi, jer kabeh kawengku lan kaereh ing budi, ora beda
karo barleyan bisa abang, ijo, kuning lan biru, sarta bisa nyirnakake
warnane, awit warnane kawengku lan kaereh ing cahyane. Iya barleyan iku
ibarat manungsa kang wis bisa ngereh marang pancadriya, dening ora kalah karo
pancandriya.
ooOOoo
|
Jawaban burung Perkutut : Wahai Saudara, pedomanmu
bahwa yang menetapkan keindahan itu tergantung dari sinar dan warna itu tidak
salah. Justru yang menyebabkan berlian lebih indah dibanding mirah, itu
memperkuat kebenaran pedomanmu. Apakah engkau lupa, sehingga berlian lebih
indah dibanding mirah, sebab berlian kaya warna, yaitu bisa berubah menjadi
merah, kuning, hijau, biru, ungu dan sebagainya. Oleh karena pedoman indahan
tergantung dari sinar dan warna, sedangkan berlian unggul sinarnya dan banyak
warnanya, sehingga sudah tentu berlian itu lebih indah daripada mirah.
Yang menyebabkan cahaya yang tidak berwarna ditetapkan
lebih indah dibandingkan dengan cahaya yang mengandung warna, sebab yang bisa
mengeluarkan warna yang berbeda-beda itu, tidak lain hanya cahaya yang Kosong
(tidak berwwarna, kosong tapi isi) hal iru sebagai ibarat bahwa manusia yang
hatinya kosong (tanpa nafsu) artinya suci, rela hati, puas, ikhlas hati, maka
daya hidupnya yang menghidupi nafsu akan berubah menjadi menghidupi Budi,
sehingga budi pekertinya menjadi bening dan bercahaya, sehingga nampak
cahayanya yang mengagumkan, berwibawa, cerah. Sehingga
manusia yang hatinya telah kosong adalah lebih sempurna dibanding yang
hatinya berisi Rahsa. Sebab Budi pekerti yang bisa memuat watak yang
bermacam-macam, tidak lain adalah budi pekerti yang kosong (bersih). Manusia
yang sudah di tingkat itu pun masih bisa marah, berkeinginan, menyenangi,
mengasihi, membenci dan sebagainya. Namun bukan berasal dari wataknya (Ajakan
rahsa) namun hanya pada waktu yang tepat saja jika memang ada keperluan yang
mendesak hanya digunakan sebagai alat. Jika telah cukup keperluannya maka
kemudian dihilangkannnya, dan tindakannya itu atas bimbingan dan ajakan Budi,
karena sudah berada dalam kekuasaan budi, hal tiu tidak ada bedanya dengan
berlian yang bisa bersinar merah, hijau, kuning, biru, dan bisa juga
menghilangkan warnanya masuk ke dalam cahayanya. Berlian itulah sebagai
ibarat manusia yang telah bisa menguasai Pancaindranya, bukan yang dikuasai
oleh tuntutan ke lima indranya.
|
BAB. VI
|
BAB. VI
|
Wicantenipu Derkuku :
Iya, bener kowe. Rehne mangkono, tetela
wujud kang sampurna baguse iya kang cahyane nelahi, nartani, banget beninge,
sarta kang tanpa warna babar pisan. Manawa aku ngupaya wujud kang kaya
mengkono, iya dhasar ora ana maneh kajaba mung Kaca Benggala Gedhe. Awit
ambaning raene kang mawa cahya tikel pirang-pirang atus katimbang lan raene
barleyan, kongsi bisa kaya srengenge, barliyan mung kaya lintang. Manawa aku
ngupamakake ana barleyan kang gedhene sagajah kang raene rata , dak kira
rupane banjur kaya kaca benggala, ora-orane bakal ngungkuli kaca benggala.
|
Burung Derkuku berkata :
Memang! Dirimu benar. Oleh karena demikian, terbukti
wujud yang sempurna keindahannya adalah yang cahayanya terang, merata ,
sangat jernih, dan juga yang tidak berwarna sama sekali. Seandainya saya
mencari wujud yang seperti itu, memang tidak ada lagi selan hanya Keca
Benggala Besar. Sebab lebar permukaanya yang bercahaya berlipat beratus kali
dibandingkan dengan permukaan berlian, sehingga mirip matahari, Berlian hanya
seperti bintang saja. Seandainya boleh mengumpamakan ada sebuah berlian
sebesar gajah yang rata permukaannya, menurut ku baru mirip dengan kaca
benggala, bahkan mungkin bisa mengungguli kaca benggala.
|
Gilaping raene barleyan manawa ketandhing
kaca benggala, isih gilap kaca benggala, awit gilaping kaca benggala wis
katog, ora kena diundhaki maneh, tandha yektine bisa katon suwung babar
pisan. Kang iku, perkutut, apa mulane dene ora ana manungsa kang ngarani kaca
benggala luwih endah tinimbang sesotya? Ora ana manungsa kang nadhingi rupane
kaca benggala lan wujud liyane, ora ana manungsa kang ngucapake cahyaning
kaca benggala ngungkuli sesotya? Kabeh manungsa teka mung padha ngelem marang
cahyaning emas, inten, barleyan, mutiara lan sapanunggalane, mangka kabeh iku
durung paja-paja yen katandhingan lan cahyaning kaca benggala, apa maneh bab
bisane mengku marang sakehing warna rupa. Ing alam ndonya tak duga ora ana
wujud kang bisa mangkono liyane kaca benggala.
|
Mengkilatnya permukaan berlian jika dibandingkan
dengan kaca benggala, msih mengkilat kaca benggala, sebab mengkatnya kaca
benggala itu paling tinggi. Sehingga tidak bisa di ungguli lagi, tanda
buktinya adalah terlihat kosong dan hampa. Hal yang demikian, wahai Burung
Perkutut, apa yang menyebabkan tidak ana seorang manusisapun yang menyebut
bahwa kaca benggala lebih indah dibanding dengan permata? Tidak ada manusia
yang bisa menyamai rupa kaca benggala dan juga wujud yang lainnya, tidak ada
manusia yang mengatakan cahaya dari kaca benggala melebihi permata? Semua
manusia hanya menyanjung kepada cahaya Emas, intan, berlian, mutiara dan
sebagainya, padahal semua itu sama sekali tidak sebanding jika dibandingkan dengan cahaya kaca
benggala, apalagi hal bisa mengandung suma warna dan rupa. Di alam dunia ini menurut perkiraanku tidak ada wujud yang
bisa seperti itu selain kaca benggala.
|
Wangsulanipun perkutut : Ki sanak, dhasar
kang tak karepake satemene iya pitakonmu kang mangkono iku, ora liwat muga
ndadekna panggraita lan pisurupmu : Pathokane kang aran sampurna iku ora
njaluk tetandhingan, ora nuduhake ala beciking kahanan, nganti kang ora
dhenger ngira yen suwung, sajatine si suwung kang mengku marang kahanane
sakeh dhiri, iya kang mengku marang kang nganggep suwung. (Liripun : Gaib :
suwung mengku sadaya kawontenan ingkang gumelar).
|
Jawaban dari burung Perkutut : Wahai saudara, memang
yang saya inginkan sesungguhnya adalah pertanyaanmu yang seperti itu, semoga
pertanyaanmu itu bisa membuka wawasan dan pemahamanmu : Pedoman untuk
menyebut sesuatu yang sempurna adalah yang sudah tidak bisa dibandingkan
lagi, sudah tidak menyebut baik dan buruknya keadaan, sehingga yang tidak
memahaminya mengira itu hampa, sesungghnya yang hampa itu yang memuat segala
keadaan dari semua diri, dan juga yang memuat yang menganggapnya hampa.
(Artinya : Gaib : Kosong namun yang memuat segala yang ada).
|
Tetepe kaca benggala enggone ora
mitongtonake endahing rupane lan beninging cahyane, kongsi areng lan watu
padha pracaya yen rupane kaca benggala mung ireng kaya areng lan buthek kaya
watu.
|
Itulah ketetapan Kaca benggala yang tidak
mempertontonkan keindahan ujudnya dan kebeningan cahayanya, sehingga arang
dan batu percaya bahwa rupa dari kaca benggala hanya hitam seperti arang dan
keruh bagaikan batu.
|
Iku dadi pepindhaning kang wis sampurna,
lali marang dhiri (ora korup marang wujude kang mumkin) aliya mung ngengkoki
pribadi kang tunggal kang tanpa warna tanpa rupa, nanging sakehing warna lan
rupa, iya sipate, iya kang ora arah, ora enggon, nanging jumeneng ing
tengahing arah, sakehing enggon kaenggonan.
|
Itu sebagai contoh sebutan bagi kesempurnaan, yang
telah lupa pada diri (Tidak terpengaruh ujud yang mumkin) aliyas hanya
berpedoman pada pribadi yang Maha Tunggal yang tanpa warna tanpa rupa, namun
memuat segala warna dan rupa, yang memuat segala sifat, yang tidak berarah,
yang tidak bertempat, akan tetapi berdiri di pusat arah, dan di pusat segala
tempat.
|
Manungsa kang sampurna ora ngatonake
kaananing dhirine, katandhing lan kaananing dhiri liyane. Kahananing sakehing
dhiri kabeh, rinasa sipating pribadine. Rehne ala lan beciking dhirine
pinendhem, dadi mung ngatonake kahananing dhiri liya, kaanggep padha lan
dhirine, kabeh rinasa sipate pribadi. Enggone nyurupi kahananing sawiji-wiji
mau bener sarta ora kanthi rahsa. Apa tegese bener, yaiku : Tetep karo nyatane.
Apa tegese ora kanthi rahsa, yaiku : Ora dhemen ora gething marang ala becik,
bener luput.
ooOOoo
|
Manusia yang telah berada di tingkat paling
sempurna, tidak akan memperlihatkan kadaan dirinya, dibanding dengan diri
yang lain. Keadaan semua diri, dirasa sebagai sifat pribadinya. Oleh karena
baik buruk dirinya tilah dipendam, sehingga hanya memperlihatkan diri yang
lain, dianggap sama dengan dirinya, semua dirasa sebagai sifat pribadinya.
Dalam memandang dan menilai segala sesuatu pastilah benar dan tidak
menggunakan rahsa. Apa yang disebut benar,
yaitu : Tetap sebagamana kenyataannya. Apa arti tidak mempergunakan rahsa, yaitu : Tidak
menyukai tidak membenci terhadap yang baik dan yang buruk, yang benar dan
yang salah.
|
Katrangan :
Gumelaring
alam saisine kabeh, iku sajatine dudu kahanan jati, mung ayang-ayangane bae.
Dene sababe Kahanan Jati katon ayang-ayangane, awit kagungan pangilon, wujude
yaiku : PRAMANA, kang gumadhuh manungsa.
|
Keterangan
:
Alam beserta isinya itu, sesungguhnya bukan Yang
nyata adanya, hanya bayang-bayang saja. Sedangkan yang menjadi penyebab
adanya bayangan dari Yang nyata adanya karena adanya Cermin, yang bernama :
PRAMANA, yang dipinjamkan oleh Tuhan kepada manusia.
|
Mula
pramana kaumpamakake pangilon (Miratul Khaja-i = Kaca Wirangi), awit kadadeyan
CAHYA dan RASA kang gunane kanggo nonton sipating kahanan jati (goroh
temening ayang-ayangan gumantung ing pengilon).
|
Sebab dari Pramana diumpamakan sebagai cermin
(Miratul Khaja-i = Kaca Wirangi), karena berasal dari Cahaya dan Rasa yang
berguna untuk menonton sifat dari Yang nyata adanya ( Tipuan dan kenyataan
dari bayang-bayang adalah tergantung dari cermin).
|
Manawa
cahya iku mligi ora kaworan kukus, sipating kahanan jati katon cetha. Manawa
kukus katon bureng, remeng-remeng utawa peteng.
|
Jika cahayanya terang yang tidak tercampur asap,
maka sifat Yang nyata adanya terlihat jelas. Dan jika terhalang asap yang
tebal, maka akan terlihat samar bahkan gelap.
|
Cahya
kang kaworan cahya abang, kuning, ijo lan sapanunggalane durung kena kanggo
nonton sipat kang sejati, marga isih goroh.
|
Cahaya yang tercampur cahaya merah, kuning, hijau
dan sebagainya belum bisa digunakan untuk meihat Yang Nayat Adanya, karena
masih menipu.
|
Tuladhane
cahya kaworan warna (budi kalimput ing rahsa), umpamane wong ngalem sarta
nacad, sanajan cocog karo nyatane, meksa durung kena kaaranan : Sabenere,
marga kalimput ing dhemen utawa ewa (wong ngalem legine gula, beda karo
ngarani legine gula).
|
Contoh dari cahaya yang tercampur warna ( Budi
tertutup oleh rahsa) seumpama seseorang menyanjung atau mencela, walau benar
adanya, tetap belum bisa disebut : Yang sebenarnya, karena masih
terhalang suka dan benci (memuji
manisnya gula, beda dengan menyebut rasa manisnya gula).
|
Kabeh
kang jenengn ngalem, lumrahe ora karan sabenere, awit padhanging budi
kalimput ing sulaking rahsa.
|
Semua yang disebut menyanjung, sesungguhnya belum
yang sebenarnya, karena terangnya budi tertipu silaunya rahsa.
|
Mangkono
uga wong pratela utawa ngrasakake kang ala utawa luput, sanajan cocog karo
nyatane, manawa kalimput ing ati ewa utawa gething, durung kena sabenere,
awit isih jeneng : Nacad.
|
Demikian juga orang yang berkata atau merasakan yang
buruk atau salah, walau pun sesuai dengan kenyataannya, bila terdorong rasa
hati suka atau benci, itu bukan yang sebenarnya, karena masih memiliki nama :
Mencela.
|
Sulaking
rahsa kang gumadhuh ing manugsa, uga katon, yaiku : kang diarani ulat
(pasemon). Terange prakara iki kababar ing mburi.
ooOOoo
|
Terlihatnya rahsa yang sedang dipergunakan oleh
manusisa, itu terlihat, yaitu : Yang disebut sikap. Untuk lebih jelasnya
masalah ini akan diuraikan di belakang.
|
BAB. VII
|
BAB. VII
|
Peksi derkuku wicanten dhateng perkutut makaten :
Pitakonku patang bab wangsulana kang tetela, supaya
gamblang sesurupanku.
|
Burung Derkuku berkata kepada Burung Perkutut, sebagai
berikut :
Saya akan bertanya empat hal, jawablah dengan jelas,
agar terang pemahamanku.
|
1. Mulane barang kang mawa cahya lan warna kok upama
kekake manungsa, sebab manungsa kasinungan cahya lan warna, kagungane Dat
Kang Sejati, iku aku tuduhana, endi wujude kang aran cahya, endi wujude kang
jeneng warna?
|
1. Jelaskanlah bahwa sesuatu yang mengandung sinar
dan warna engkau umpakan sebagai sifat manusia, karena manusia memuat sinar
dan warna milik Dzat Yang Sejati, hal itu tunjukan padaku, mana wujud yang
disebut sinar, mana wujud yang disebut warna?
|
2. Kang kok upamakake cahya iku budi, kang kok
upamakake warna yaiku : rahsa. Iku aku tuduhna, kang aran budi iku kang endi,
kang aran rahsa iku endi?
|
2. Yang kau umpamakan sebagai sinar kau sebut Budi,
yang kau umpamakan warna yaitu : Rahsa. Hal itu aku tunjukanlah. Yang disebut
budi itu yang mana, dan yang disebut rahsa itu yang mana?
|
3. Kepriye manungsa bisane padhang cahyane sarta sirna
kukuse? Kepriye patrape nyirnakake kukus apa dene warna abang, ireng,
sapanunggalane?
|
3. Bagaimana caranya agar manusia bis terang
cahayanya, serta hilang asapnya? Bagaimana caranya menghilangkan asap dan
juga warna merah, hitam, dan sebagainya ?
|
4. Kang aran Pramana kang kok upamakake kaca iku endi
wujude, lan kang ngilo endi wujude?
|
4. Yang disebut Pramana yang kau gambarkan cermin
itu yang mana wujudnya, dan yang bercermin itu yang mana wujudnya?
|
Peksi perkutut mratelakake makaten :
|
Burung Perkutut menjelaskan, sebagai berikut :
|
1. BAB RAHSA
|
1. BAB
RAHSA
|
Ki sanak, mripating manungsa kang isih kasar ora weruh
marang wujuding rahsa, nanging manungsa saben dina tansah ngrasakake dayane,
lire mangkene :
|
Wahai saudara, mata manusia yang masih kasar tidak
akan bisa melihat wujud dari rahsa, namun setiap harinya manusia itu
merasakan daya kekuatannya, artinya sebagai berikut :
|
Manungsa iku sok krasa : Panas, adhem, lara, kepenak,
perih, keju, jeleh, risi, pegel, ewuh, ngeres, seneb, kaku lega, kaget,
sapanunggalane. Iku kabeh dayaning rahsa.
|
Manusia itu kadang merasa : Pansa, dingin, sakit,
nikmat, pedih, pegal, bosan, risih dan lain sebagainya, itu adalah daya dari
Rahsa.
|
Panas iku ana warna loro, panasing badan wadhag lan
panasing ati. (Panase badan tambane disiram banyu, nanging panasing ati
tambane dudu disiram banyu).
|
Rasa panas itu ada dua, panasnya badan dan panasnya
hati (Panas badan bisa diobati dengan disiram air, namun panasnya hati
obatnya bukan disiram air).
|
Ati luwih alus saka badan. Kaya-kaya badan wadhag lan
ati iku awor dadi siji, nunggal sakenggon, nanging satemene seje alame, seje
jamane. Mangkono uga : Adhem, lara, kepenak, perih, keju, jeleh, risi, pegel,
ewuh, ngeres, seneb, kaku, lega, kaget lan sapiturute. Siji lan sijine ana
kang tumrap badan ana kang tumrap ati.
|
Hati lebih halus dibanding badan. Seolah-olah badan
atau raga itu menyatu menjadi satu, menjadi satu, namun sesungguhnya beda
alam, beda jaman. Demikian juga : Dingin, sakit, nikmat, pedih, bosan, capek
dan sebagainya. Masing-masing jenis ada yang untuk badan ada yang untuk hati.
|
Uga ana rasa ati kang ora nunggal jeneng lan rasa
badan, kayata : Bungah, susah, dhemen, gumun, getun, ngungun, isin, sengsem,
jiji, jinja, gugup, wedi, gila, sumelang, moyar, giris, sedhih, ngenes,
dengki, kumingsun, , epeh, murka, welas, melik, kepencut, serik, murina,
masgul, cuwa, gela, bingar, bombong, seneng, keranta, trenyuh, lan
sapanunggalane, iku kabeh mung tumrap ati. Mungguh tuwuh lan kresane saka
jeroning dhadha. (Coba rasakna ki sanak).
|
Ada juga rasa hati yang tidak sama namanya dengan
rasa badan, seperti : Senang, susah, suka, heran, menyesal, terheran-heran,
malu, kasmaran, gugup, takut, kawatir dan sebagainya, itu semua hanya untuk
hati. Tumbuh dan terasa berasal dari dalam dada (Coba kau rasakan saudaraku).
|
Kang tumrap badan dalah kang tumrap ati mau murih
ringkese karepku mung tak arani : Rahsa bae.
|
Yang untuk badan dan yang untuk hati sebagaimana
tersebut di atas agar lebih ringkas, menurut pendapatku, hanya saya sebut :
Rahsa saja.
|
Rahsa iku sejatine wujud geter (obah-obahan) terkadang
uga bisa meneng ( ngumpul mligi). Manawa mligi utawa meneng, mulih pulih
marang rasa. Rasa iku kang tansah meneng, yaiku wadahing Rahsa, yen rasa
meneng, balik rahsa kedher utawa sumebar,. Semono uga saben rahsa mesthi wis
kanthi rasa. Dadi rasa kena kaumpamakake badane, rahsa minangka tangane. Rasa
upama deleg, Rahsa minangka pang-pange (Deleg dalah pang-pange kagarba jeneng : wit. Deleg ora
tau obah, mung kerep diarani obah, kagawa saka obahe pang-pange manawa
katerak angin. Kayata, tembung : peteng budine, ala atine, iku sejatine kang
peteng angen-angene, kang ala napsune, (salah kaprah, Awit benere : Budi ora
nate peteng, ati ora tau ala).
|
Rahsa itu sebenarnya berupa getaran (gerakan) kadang
juga bisa diam (bersatu – menjadi satu). Jika bersatu atau diam, akan kembali
kepada RASA. RASA
itu selalu diam, sebagai tempat RAHSA, Jika Rasa diam maka Rahsa bergetar atau menyebar.
Demikian juga setiat RAHSA pasti beserta RASA. Sehingga RASA bisa diumpamakan
sebagai badan, sedangkan RAHSA sebagai tangannya. Rasa diumpamakan BATANG,
RAHSA diumpamakan sebagai cabang-cabangnya (Batang dan cabangnya menjadi satu
nama : POHON, Batang tidak pernah bergerak, hanya sering dikira bergerak,
karena terbawa oleh gerak dari cabangnya ketika tertiup angin. Contoh, kata :
Gelap budinya, jahat hatinya, itu sebenarnya yang gelap adalah
angan-angannya, yang jahat adalah nafsunya ( salah namun telah menjadi biasa;
Seharunya : Budi tidak pernah gelap, hati tidak pernah jahat).
|
2. BAB BUDI
|
2. BAB BUDI
|
Budi iku wujud pepadhang kang madhangi engetaning
manungsa, tegese : Soroting Budi nyoroti rohing manungsa, banjur mujudake
pepaddhang tundhan, dumunung ing angen-angen (pikir). Padhanging pikir kena
kaumpamakake padhanging rembulan, padhanging budi kang minangka srengenge
(Cahyaning rembulan satemene iku cahyane srengenge).
|
Budi itu penerang yang menerangi daya ingat amnusia,
artinya : Cahaya Budi menyinari ruh manusia, selanjutnya menjadi penerang
bertingkat, berada di angan-angan (pikir). Terangnya pikiran bisa diumpamakan
terangnya rembulan, terangnya budi sebagai mataharinya ( Cahaya bulan
sesungguhnya adalah cahaya matahari).
|
Mripating manungsa ora weruh marang wujuding budi,
nanging manungsa ngrasakake dayane, yaiku : Padhange.
|
Mata manusia tidak bisa melihat wujud dari Budi,
namun manusia merasakan dayanya, yaitu : Terangnya.
|
Ewa dene wong kang waspada uga weruh marang sorote budi
kang dumunung ing wong liyane, yaiku : Kang katon gumilang tanpa wayangan,
kang mratandhani wong mau terang budine.
|
Sedangkan yang sudah di tingkat waskita akan bisa
melihat cahaya budi yang berada di orang lain, yaitu : Yang terlihat menyala
tanpa bayangan, sebagai tanda bahwa seseorang memiliki budi yang terang.
|
Wong kang wening budine, sarta anteng (lerem rahsane)
yen di pramanakake kaya barleyan, wong kang padhang budine nanging isih
kandel rahsane, katon kaya mirah. Wong kang peteng engetane sarta kandel
napsune, cahyane kucem, mung katon warnane bae, iku kang dak ibaratake
elaring kupu.
|
Manusia yang terang budinya, serta tenang (rahsanya
telah mengendap) jika diperhatikan bagaikan berlian, manusia yang terang
budinya namun masih tebal rahsa-nya, terlihat bagaikan mirah. Manusia yang
gelap pikirannya serta tebal nafsunya, cahayanya buram, hanya terlihat
warnanya saja. Itu yang saya ibaratakan sebagai sayap kupu.
|
Dene bedane rahsa karo budi iku yen rahsa
kanggo ngrasakake enak lan ora enak (nandhang lan ngrasakake nikmat), nanging
yen budi mung eling, waskita, pranawa, mangerti. Budi ora melu bungah susah,
dhemen gething sapanunggalane. Mung tuduh marang bener.
ooOOoo
|
Sedangkan perbedaan rahsa dan budi adalah Rahsa itu untuk merasakan enak dan tidak
enak (mengalami dan merasakan nikmat), namun budi itu hanya INGAT, Waskita,
Pranawa, mengerti. Budi tidak ikut baagisa, sedih, senang, benci, dan
sebagainya. Hanya menunjukan kebenaran.
|
BAB. VIII
|
BAB. VIII
|
Sakendeling wicantenipun perkutut, derkuku manah-manah,
nanging semunipun dereng patos nampi dhateng ingkang kaginem ing perkutut.
Perkutut boten kasamaran, pramila lajeng apratela malih kados ing ngandhap
punika.
|
Setelah burung perkutut selesai bicara, burung
Derkuku berpikir-pikir, namun sebenarnya belum begitu bisa menerima apa yang
telah disampaikan oleh burung Perkutut. Burung Perkutut memahaminya, sehingga
kemudian berkata lagi, seperti uraian berikut :
|
Ki sanak, kabeh wong padha bisa ngrasakake bedaning
angen-angen lan rahsa, mung abe ora bisa mratelakake, kepriye bedane. Uga ora
sumurup yen dheweke iku satemene bisa ngrasakake. Aja sing wong tuwa, sanajan
bocah kang bodho banget uga bisa ngrasakake bedane.
|
Wahai Saudara, semua orang bsia merasakan perbedaan
angan-anagan dan Rahsa, hanya saja tidak bisa menyatakan, bagaimana bedanya.
Juga tidak mengerti bahwa dirinya itu sesungguhnya bisa merasakan. Jangankan
orang tua, walau anak kecil yang sangat bodoh pun bisa merasakan bedanya.
|
Pramila
mboten saged mratelakake sarta mboten sumerep bilih piyambakipun saged
ngraosaken, awit pirantos ingkang kangge mratelakaken sarta kangge sumerep
punika : Angen-angen (pikir), dene angen-angen punika mboten padhang.
Pramila
lare ingkang bodho sanget, saged ngraosaken bedanipun awit sadaya manungsa,
bodho pintera, sami kadunungan raos, raos punika sakalangkung alus.
|
Penyebab tidak bisa menjlaskan dan tidak bisa
mengetahui bahwa dirinya bisa merasakan, sebab alat untuk menyatakan serta
untuk mengetahui itu adalah : Angan-anagn (Pikiran), sedangkan angan-angan
itu tidak terang.
Makanya, anak yang sangat bodoh, bisa merasakan
perbedaannya karena semua manusia baik yang bodoh atau yang pintar, semua
ketempatan rasa, rasa itu sangatlah halus.
|
Wong mbedakake budi karo rahsa iku padhane wong
mbedakake cahya karo warna. Ki sanak mesthi bisa mbedakake : Cahya karo
warna. Rak iya ta ? Kang jeneng cahya iku pepadhang (cahya srengenge, tegese
: Padhange srengenge). Bali kag jeneng warna dudu pepadhang. Warna iku kang
dipadhangi cahya. Lire mangkene, kang aran abang ijo, kuning sapanunggalane
iku bisane katon yen abang, iji, kuning yen dipadhangi dening cahya. (Yen ora
ana cahya rak ora ana katon ijo, abang, sanajan ta ana warnane). Mangkono uga
cahya, ora bisa abang, ijo utawa kuning yen ora kanthi warna. (Yen ora ana
warna rak ora ana abang, ijo sanajan ana cahya). Barang loro wis dadi siji
guguletan, ora kena dipisah. Nanging sanajan ora kena dipisah, Ki sanak rak
ya sumurup dhewe yen cahya iku dudu warna, warna dudu cahya, ora kena
dipadhakake, malah bedane luwih dening gedhe.
|
Untuk membedakan Budi dan Rahsa itu bagaikan
membedakan Sinar dan warna. Saudaraku, tentulah bisa membedakan : Sinar dan
warna. Iya kan..?? Yangdisebut sinar itu penerang (Cahaya matahari, artinya :
terangnya matahari). Kembali yang beranama warna bukan penerang. Warna adalah
yang diterangi sinar. Artinya seperti ini, yang bernama merah, hijau, kuning
dan sebagainya itu bisa terlihat bila merah, hijau, kuning itu jika disanari
cahaya. (Jika tidak ada cahaya tentulah tidak terlihat hijau, merah, walaupun
ada warnanya).
Demikian juga sinar, tidak bisa merah, hijau, atau
kuning jika tidak didampingi warna. (Jika tidak ada warna kan, tidak ada
merah, hijau, walau pun ada sinar). Dua yang telah menjadi satu menyatu,
tidak bisa dipisah. Namun walau pun tidak bisa dipisah, Kamu kan tau sendiri,
bahwa sinar itu bukan warna, dan warna itu bukan sinar, keduanya tidak bisa
disamakan, justru perbedaannya sangatlah besar.
|
Bab bedhaning cahya karo warna apa dene bab ora kenane
dipisah, iku jibles bab bedane budi karo rahsa. Uga bab ora kenane dipisah. (Mulane
bedaning budi karo rahsa nyamleng padha karo bedaning cahya lan warna, awit
budi iku iya pepadhang, pepadhanging urip). Rahsa iku warna (Warana)-ning
urip.
|
Tentang perbedaan sinar dan warna, dan juga tentang
tidak bisa dipisahkannya, itu sama persis dengan pebedaannya Budan dengan
Rahsa. Juga tentang tidak bisa dipisahnya. (Sehingga perbedaan budi dan Rahsa
sama persis dengan perbedaan Sinar dan warna, sebab budi itu penerang,
penerang hidup). Rahsa itu warna (Warana)-nya hidup.
|
Wijange mangkene : Budi iku kang dadi tukang eling, tukang sumurup
marang bener lan luput, tukang madhangi sakehing nyawa, tanpa warna, mung
padhang wening ora kira-kira.
|
Rinciannya
begini : Budi itu Yang ingat, Yang Paham terhadap kebenaran dan kesalahan,
Yang menerangi seluruh nyawa, tanpa warna, hanya terang, yang kebeningannya
tidak terkira.
|
Dene kang aran Rahsa iku tukang ngrasakake enak lan kapenak
sarta nandhang susah utawa ora kepenak.
|
Sedangkan yang bernama RAHSA itu Yang merasakan enak
dan nikmat serta yang merasakan susah atau tidak enak.
|
Manungsa bisane sumurup marang kang aran bungah susah
sapanunggalane sabab kadunungan budi, (yen ora ana budi rak ora sumurup
apa-apa sanajan ana rahsa). Dene kang disumurupi : rasa bungah susah, dhemen
gething, lara kepenak, sapanunggalane, iku dayaning rahsa (yen ora ana rahsa
rak ora bungah susah, lara kepenak sapanunggalane, sanajan ana-a budi). Nyawa
rong warna wis dadi siji geguletan, ora kena dipisah. Ananging sanajan ora
kena dipisah meksa kena disilah-silahake, ora kena yen budi dipadhakake karo
rahsa. Bedane luwih dening gedhe.
OoOOoo
|
Manusia bisanya mengerti yang bernama Senang susah
dan sebagainya karena memiliki Budi, (jika tidak ada budi tidak akan mengerti
apa-apa, walau pun ada rahsa). Sedangkan yang dipahami : Rasa senang susah,
menyukai, benci, sakit, nikmat dan sebagainya, itu daya dari rahsa (Jika
tidak ada rahsa tidak akan senang susah, sakit nyaman dan sebagainya, walau
pun ada Budi). Nyawa dua jenis telah menjadi satu bercampur, tidak bisa
dipisah. Namun walau tidak bisa dipisah masih bisa di rinci, tidak tepat jika
budi disamakan dengan rahsa. Perbedaannya sangatlah besar).
ooOoo
|
Peksi Derkuku taksih ewed. Ing batos dereng saged
ndumuk ingkang pundi ingkan nama rahsa, pramila peksi perkutut lajeng
wicanten malih makaten : Tak pratelakake sapisan engkas kang alon, Ki Sanak,
rasakena kang sareh.
|
Burung Derkuku masih kebingungan. Dalam batinnya
belum bisa mengerti yang mana yang bernama Rahsa, sehingga burung Perkutut
kemudian menjelaskan lagi, sebagai berikut : Saya terangkan sekali lagi
dengan pelan, Saudaraku, rasakanlah dengan tenang.
|
Upama wong lungguh, nuli kelingan sawijining prakara.
Jalaran saka kelingan iku mau, atine banjur krasa bungah utawa susah. Sanajan
jalaraning bungah utawa susah saka enggone kelingan, nanging
piranti kang dienggo bungah utawa susah iku dudu piranti kang kanggo kelingan.
Ki sanak, awit kang dienggo kelingan jenenge Budi,
kang dienggo bungah utawa susah jenenge rahsa.
Budi lan Rahsa padha urip dhewe-dhewe (Uga padha duwe alam dhewe-dhewe).
Tandha yektine yen budi lan rahsa padha urip dhewe-dhewe, awit ana uga uwong
kelingan kang ora bungah, ana wong kang kelingan banjur susah. Ana kelingan
marakake kepengin. Ana kelingan marakake karanta, ana kelingan kang marakake
nepsu. Ana kelingan marakake ngeres lan sapanunggalane. Ana maneh, kelingan
kang ora marakake apa-apa.
|
Seumpama orang duduk, kemudian teringat sesuatu
perkara. Karena disebabkan teringat itu tadi, hatinya kemudian merasa senang
atau susah. Walau pun penyebab senang atau susah berasal dari ingatan, namun
alat yang dipergunakan untuk senang atau susah itu bukan alat yang digunakan
untuk mengingat. Saudaraku, sebab yang digunakan untuk mengingat bernama BUDI, Yang dipergunakan
untuk senang atau susah bernama RAHSA. Budi dan rahsa saling hidup sendiri-sendiri (Juga
memiliki alam sendiri-sendiri). Sebagai buktinya, bahwa budi dan rahsa hidup
sendiri-sendiri, sebab ada juga manusia yang teringat sesuatu itu tidak
senang, ada juga orang ketika teringat sesuatu kemudian susah. Ada yang dari
ngatan menimbulkan keinginan. Ada dari ingatan menyebabkan merana, ada dari
ingatan yang menyebabkan marah. Ada yang dari ingatan meyebabkan sedih dan
sebagainya. Ada lagi, dari ingatan yang tidak menyebabkan apa-apa.
|
Sawenehing wong yen sumurup sawijining wujud banjur
thukul rasane : Dhemen, melik, kepengin, pegel, nepsu, gela lan
sapanunggalane. Ananging ana uga wong liyane sumurup wujud kang dideleng wong
kang dhisik mau ora marakake apa-apa, awit atine wis akeh sirepe, ora getapan
utawa gimiran.
|
Ada juga seseorang ketika melihat sesuatu kemudian
timbul rasa : Senang, ingin memiliki, ingin, pegal, marah, kecewa dan sebagainya.
Namun ada juga orang lain yang melihat sesuatu yang sama yang dilihat oleh
orang pertama tidak menyebabkan rasa apa-apa, sebab hatinya tenah tenang,
tidak mudah terpengaruh keinginan dan rasa ingin memiliki.
|
Mbok manawa ki sanak saiki banjur bisa nggrahita dhewe
yen manungsa iku bisane nyilah-nyilahake budi lan rahsa, sarana
katandhing-tandhing, ora mung digoleki, kang endi kang dienggo eling lan kang
endi kang dienggo bungah susah. Yen mangkono patrape, temahane kaya wong arep
misah cahya lan warna kang wis awor dadi siji. Umpamane : Ana geni murub kang
cahyane ijo, arep dipisah-pisah kang endi cahyane, kang endi warnane, apa
bisa? Bisane mbedakake cahya lan warna mesthi kudu nandhing cahya ijo karo
cahya kang ora ijo, kayata : ketandhing lan cahya abang, nuli katandhing
maneh lan cahya kuning, nuli katandhing maneh karo cahya biru, sapiturute,
kongsi bisa sumurup terang marang kang aran warna. Sawuse terang marang
prakara warna, banjur cahya kang kanthi warna mau ketandhingake karo cahya
kang ora kanthi warna. Kayata cahya abang utawa ijo ketandhing karo cahyaning
srengenge, cahyaning jumerut lan mirah katanding lan barleyan. Yen wis
mangkono, la iku lagi bisa terang marang bedaning cahya lan warna. Sawuse
mangkono nuli cahya padhang katandhing karo cahya kang ora padhang, kayata :
srengenge katandhing karo rembulan, banjur katandhing maneh kero pepeteng.
|
Barangkali sekarang engkau bisa membayangkan sendiri
bahwa manusia itu untuk bisa membedakan budi dan rahsa, dengan jalan
membanding-bandingkan, tidak hanya dicari, yang mana yang untuk mengingat dan
yang mana yang digunakan senang susah. Jika dengan sikap seperti itu, sama
saja seperti orang yang ingin memisah sinar dan warna yang telah bercampur
menjadi satu. Umpamanya : Ada nyala api yang hijau cahayanya, akan dipisah
yang mana sinarnya, yang mana warnanaya, apakah bisa? Untuk bisa membedakan
sinar dan warna tentulah dengan jalan membandingkan sinar hijau dengan sinar
yang bukan hijau, contohnya : dibandingkan dengan sinar merah, kemudian
dibandingkan lagi dengan sinar kuning, kemudian dibandingkan lagi sinar biru,
dan seterusnya, sampai berhasil bisa mengetahui dengan jelas tentang yang
bernama warna. Setelah paham warna, kemudian sinar yang berwarna tersebut
dibandingkan dengan sinar yang tidak memiliki warna. Seperti, sinar merah
atau hijau dibandingkan dengan sinar matahari, sinar jamrut dan mirah
dibandingkan dengan dengan berlian. Jika telah demikian, itulah baru bisa
jelas perbedaan antara sinar dan warna. Setelah begitu kemudian sinar terang
dibandingkan dengan sinar yang tidak terang, seperti : matahari dibandingkan
dengan bulan, kemudian dibandingkan lagi dengan kegelapan.
|
Ki sanak, wong ngudi marang alusing rasa iku saranane
mung kudu telaten neniteni lan nadhing-nandhing rasa, ora mung mikir lan
nakokae endi kang aran anu, endi kang aran anu, kang patrape nganggep kaya
barang kang pipisahan. Yen ora neniteni serta lumuh nandhing-nandhing,
tertamtu tansah peteng. Lan manehe kang prelu ngrasakake,
dudu mikir. Yen
rasa dipikir, malah sangsaya oleh pepeteng. Marga ora karasa dening kelimput
getering pikir. Marga saka iku wekasku : manawa Ki sanak ngudi marang
kaalusan, samangsa arep mbedakake lan nggagapi rasa, aja pisan-pisan kok
pikir kaya patrape wong mikir babagan pikiran, awit sangsaya kok pikir
sangsaya buntu sangsaya peteng. Malah wong kang
engetane lagi peteng utawa bingung murih ilang pepeteng lan bingunge, sarana
iya ngleremake rahsa, ngrindhikake obahing angen-angen, apa dene
nyarehake lakuning napas. Mungguh bisane nglakoni mangkono ki sanak yen wong
iku ngulinakake sareh ing napas kanthi pangastuti marang kang paring urip
(Mintir saha ajeg panembahipun).
ooOOoo
|
Saudaraku, dalam berusaha memahami kehalusan rasa,
itu dengan jalan harus dengan tekun dan rajin mengingat-ingat dan membanding-bandingkan
rasa, tidak hanya berpikir dan
bertanya mana yag disebut sesuatu,
mana yang bernama sesuatu, yang bersiskap menganggap sebagai suatu benda yang terpisah. Jika tidak rajin
memperhatikan serta malas membanding-bandingkan, tentulah selalu dalam
kegelapan. Dan juga yang terpenting adalah merasakan bukan berpikir. Jika
rasa itu dipikir, justru semakin mendapatkan kegelapan. Sebab tidak merasa
telah tertipu oleh getaran pikiran. Oleh sebab itu pesanku : Jika engkau
mencari tentang kehalusan, ketika ahendak membedakan dan mendalami rasa,
janganlah sekali-kali kau pikir
seperti sikap orang berpikir tentang pikiran, sebab semakin dipikir semakin
buntu dan semakin gelap. Justri bagi
orang yang sedang gelap pikirannya atau sedang bingung, agar hilang gelap
dan kebingungannya, dengan jalan menenangkan rahsa-nya, mengendalikan kerak
angan-angannya, dan juga mengatur jalan pernapasannya. Untuk bisa melakukan
hal demikian , wahai saudaraku, jika orang itu membiasakan mengatur
pernapasannya dengan dilandasi selalu ingat kepada Sang Pemberi Hidup (rutin
serta tetap dalam menyembahnya).
ooOoo
|
BAB.
IX
|
BAB. IX
|
Peksi Derkuku wiwit saged nampi sawatawis ginemipun
perkutut, sarta lajeng kendel anggenipun manah-manah, awit ngretos manawi
prakawis raos dipun manah, sangsaya sanget anggenipun manah, sangsaya mboten
saged pinanggih.
|
Burung Derkuku barulah bsia menerima sedikit
penjelasan burung Perkutut, sehingga kemudian berhenti dalam memikirkannya,
karena telah mengerti bahwa perkara Rasa jika dipikir, semakin dipikir,
semakin tidak bisa ketemu.
|
Nunten perkutut wicanten datheng Derkuku : Pitakonmu
kang kaping telu, bisane manungsa padhang budine lan sirna kukuse, saka
panemuku mangkene :
|
Kemudian Burung Perkutut berkata kepada Burung
Derkuku : Pertanyaanmu yang ketiga, agar manusia bisa terang budinya dan
hilang asapnya, menurut pendapatku, begini :
|
SEPISAN
: Tansah ngarah-ngaraha aja kongsi rahsa banget sumebare utawa kegedhen
urube. Lire, yen bungah aja banget-banget, yen susah aja banget-banget. Yen
dhemen marang sabarang prakara aja banget-banget, yen gething menyang
sabarang prakara iya aja banget-banget. Mangkono uga yen getun, sengsem,
kepengin, gugup, wedi, sumelang, murina, masgul, cuwa, adreng, keranta-ranta,
sapanunggalane kabeh kang aran obahing rahsa, kudu kaarah-arah aja kongsi
banget.
|
PERTAMA : Selalu mengendalikan jangan sampai rahsa itu
menyebar atau terlalu besar nyalanya. Artinya, jika sedang senang jangan
keterlaluan, jika sedang susah pun janganberlebihan. Jika menyukai sesuatu
perkara janganlah berlebihan, dan jika membenci sesuatu juga janganlah
berlebihan. Demikian juga jika menyesal, tergiur, menginginkan, terperanjat,
takut, kawatir, kecewa, sangat ingin, merana dan sebagainya, semua yang
bernama getaran rahsa, harus diusahakan jangan sampai berlebihan.
|
Manawa wis kulina bisa ngarah-arah mangkono, banjur
sudanen maneh urube, yaiku yen bungah, susah, dhemen, gething sapanunggalane,
ngemungna sawetara bae, sabisa-bisa ngaraha madyane. Manawa wis bisa akeh
sirepe, mesthi budi dadi padhang dening ora kalimput ing kukus lan warna.
Mungguh bisane nglakoni mangkono saranane rong prakara : 1. Pakarti, 2. Pangastuti.
Cekake, wong iku aja bosen-bosen ngupaya marang pakarti, lan nggeguru patrape
wong mangastuti.
|
Jika sudah terbiasa bersikap yang demikian, kemudian
kurangilah nyalanya, yaitu jika senang, susah, cinta, benci dan sebagainya,
hanyalah sekedarnya saja, lebih baiknya setengahnya saja. Jika telah bisa dan
banyak padamnya, pastilah budi menjadi terang, oleh karena tidak tertutup
asap dan warna. Untuk bisa melakukan hal itu dengan dua cara : 1. Perbuatan,
2. Pengabdian, singkatnya, manusia itu janganlah bosan berupaya dalam
perbuatan, dan berguru cara sikap mengabdi kepada Tuhan.
|
KAPINDO
: Telaten sarta lestari ngudi marang ugering dumadi, yen wis oleh wewatone
banjur diturut. Sabarang kang linakonan aja kongsi nyimpang saka pituduhing
budi, tegese : aja nyimpang saka ing bener, sarta aja tambuh, kudu katimbang
kelawan beninging budi. Dene, beninging budi tinemu kalane rahsa panuju
lerem, angen-angen panuju anteng. Manawa rahsa akeh lereme, sarta angen-angen
akeh antenge, budi akeh beninge.
|
KEDUA : Tekun
serta terus menerus mencari pedoman hidup, jika telah mendapat pegangan,
patuhilah. Segala yang dilakukan jangan sampai menyimpang petunjuk Budi, maksudnya
: Jangan menyimpang dari kebenaran, dan jangan bandel, harus dipertimbangkan
dengan kebeningan budi. Sedangkan beningnya budi bisa ditemukan ketika rahsa
sedang tenang, angan-angan sedang tenang. Jika rahsa banyak tenangnya, serta
angan-angan telah diam, maka budi akan menjadi bening.
|
KAPING TELU : Mangasturi marang kang paring urip, iku patrape kudu
digurokake marang manungsa kang wis yakin barang rasaning kawruh (ora dinumeh
wong pinter, wong micara, utawa wong baud). Kawuningana Ki Sanak, ana abon-abone
panembah kang kanggo saben dina, ora kena kok pikir dhewe, kudu kok gurokake.
Panembah kang tanpa pedhot iku dadi panggosoking jiwa, murih saya lawas saya
ilang bolote, yaku : Kang tak umpamakake nggosok wesi blebekan. 1). Sangsaya
ilang bolote sangsaya gilar-gilar. Dayaning pangastuti nggolongake
angen-angen sarta ngumpulake rahsa mulih marang : Rasa. Manungsa kang tulus
ing pangastuti tartamtu saya lawas saya bening, marga saya anteng
angen-angene, saya mligi rasane.
|
KETIGA : mengabdi kepada yang memberi hidup, itu harus
dengan cara berguru kepada manusia yang telah yakin terhadap rasanya ilmu (
jangan hanya karena pinter, banyak bicara, atau oran gahli). Ketahuilah
saudaraku, bahwa pedoman tatanan menyembah yang dijalankan setiap hari, itu
tidak boleh kau pikir sendiri, harus kau gurukan. Ibadah yang tidak pernah
terputus itu jadi penggosok jiwa, agar semakin lama semakin hilang
kotorannya, yatu : Yang saya umpamakan memoles lembaran besi. 1) Semakin
hilang kotorannya semakin mengkilat.
Kekuatan pengabdian menyatukan angan-angan serta mengumpulkan rahsa kembali
kepada : RASA. Manusia yang ikhlas beribadah tentulah semakin lama semakin
jernih, dikarenakan semakin tenang angan-angannya, semakin menyatu rasa-nya.
|
KANG KAPING PAPAT : Ing kala mangsa yen pinuju sepi,
kayata : ing tengah wengi utawa bangun esuk, ngetrapake panunggal, mbeningake
angen-angen, sarta nyirep sakabehing napsu, sarana ngirih-irih, (murih meneng
karepe dhewe), nyawijikake lakuning angin sarana sareh, iku arane semadi.
Kareping semadi ora liya ngendheg lakuning angen-angen (pikir), rahsa apa
dene napsu, kaangkah ngumpul mligi ana ing Budi
lan Rasa, kagendheng ing tekad, kacancang ing
napas. Manawa budi wis ora kalingan ing obahing angen-angen, sarta rasa wis
ora kalimput kedhering rasa, mung kari padhanging budi kang reraketan lan
rasa, iku arane Pramana. Tegese : tetela weruh
ing kaalusan. Kahananing manungsa kang mangkono kaanggep pangilon kang
bening, kagunganing kahanan jati. Ayang-ayangane : Gumelar ing alam. Bisane
mangkono yen saben dina rasa akeh sirepe, angen-angene akeh menenge, apa dene
tresna marang kang paring urip, lahir tumekaning batin. Manawa ing nalika
awan akeh sumebare, mangka bengi nglakoni semadi, mesthi peteng, gampang
goyange, utawa keturone.
ooOOoo
|
KEEMPAT : Ketika di waktu sepi, seperti : waktu tengah
malam, atau bangun pagi, menjalankan penyatuan, menjernihkan angan-angan,
serta memadamkan semua nafsu, dengan jalan mengendalikan (Agar berhenti
dengan sendirinya), menyatukan jalannya pernapasan dengan sabar, itu yang
bernama Samadi – Tafkur. Tujuan samadi tidak lain mencegat jalannya
angan-angan (pikir), rahsa dan juga nafsu, usahkanlah untuk dikumpulkan
menjadi satu di Budi
dan Rasa,
Tariklah dalam tekad, ikatlah di pernapasan. Jika budi sudah tidak terhalang
oleh getaran angan-angan, serta rasa telah menguasai getaran rahsa, hanya
tinggal terangnya budi yang akrab dengan rasa, itu yang disebut PRAMANA. Artinya :
Terbukti paham pada kehalusan.
Keadaan manusia yang sudah demikian dianggap sebagai
cermin yang jernih, milik dari Yang Nyata Adanya. Bayangannya : Tersebar di
alam. Agar bisa demikian, jika tiap hari rasa telah banyak padamnya,
angan-angan banyak diamnya, dan juga mencintai kepada Yang Memberi Hidup,
dari lahirnya sampai dengan kedalaman batin. Jika diwaktu siang, terlalu
banyak gangguan dan menyebar, sedangkan pada malam hari untuk menjalankan
samadi, pastilah gelap, dan mudah goyah, atau ketiduran.
ooOoo
|
BAB. X
|
BAB. X
|
Peksi perkutut nglajengaken wicantenipun : Ki sanak,
mbaleni dalaning ngudi marang kaalusan iku kang prelu, tlaten niten-niteni
lan nandhing-nandhing rasa. Kayata : ngrasakake bedaning rahsa lan rasa,
bedaning prentul kang kamomoran, karu prentul kang murni, (katitenan kang
titi, karasakake kang emat), bedane pikir lan gagasan, bedane pikir karo budi
sapanunggalane.
|
Burung Perkutut menalnjutkan keterangannya :
Saudaraku, mengulang jalan pencarian tentang kehalusan itu yang penting,
tekun menganalisa dan membanding-bandingkan rasa, contohnya : merasakan
perbedaan rahsa
dan rasa, perbedaan
tunjolan yang tercampur dan tonjolan yang murni ( diteliti dengan teliti,
dirasakan hingga mendalam), perbedaan pikiran dan ide, perbedaan pikir dan
budi dan sebagainya.
|
Mungguh kang kudu dititeni lan katandhing-tandhing mau
kang baku : kahananing batine dhewe, uga ngepek tuladan batining liyan, kang
katon cahya lan warnane ana ing lair, iku minangka tuladha. Sawise bisa
niteni lan nandhing-nandhing rasa, nuli niteni kang dadi sababing tuwuh lan
sababing sirep, wasana bisa meper thukuing kang ala, dene wis niteni marang
lageyane lan sumurup marang wewadine, sarta banjur bisa nggatyuh rasa kang
mulya sangsaya mingis, pikire uga sangsaya pratitis. Wong kang mangkono iku,
bisa rumeksa marang uripe, dening bisa ngereh marang karepe, bisa milih kang
becik, patitis enggone ngupaya marang bener lan ngarah kang slamet.
|
Untuk yang harus diperhatikan, dan
dibanding-bandignkan itu semua, yang terpenting : Yaitu kondisi batinnya
sendiri, juga mengambil tauladan batin orang lain, yang terlihat sinar dan
warnanya dalam tata kelahiran, itu sebagai contoh. Setelah berhasil
memperhatikan yang menjadi penyebab dan yang menyebabkan padam, akhirnya bisa
mengendalikan tumbuhnya yang jahat, karena telah rajin memperhatikan
kebiasaannya dan telah paham rahasianya, sehingga bisa berhasil menguasai
rasa yang mulia semakin tajam, daya pikirnya juga semakin peka. Manusia yang
demikian itu, akan bisa merawat hidupnya, karena telah bisa mengendalikan
keinginannya, bisa memilih yang baik, tepat dalam mencari yang benar dan
menuju pada keselamatan.
|
Mungguh yektine kareping manungsa iku ana kang thukul
saka dayaning napsu kang ala, ana kang thukul saka napsu kang becik, ana kang
thukul saka rasa. Kajaba iku ana kang manut pitudhuhing budi, ana kang manut
angen-angen kang lagi peteng, ketarik dayaning roh peteng (roh kewani), ana
maneh panggawe kang tumindhak saka dayaning roh thok-thok (ninggal
angen-angen). Iku kabeh kudu dirasakake, sarta katitenan. Angen-angen dadi ratuning
pancandriya, iku kang kuwajiban mbedakake ala lan becik, bener lan luput.
|
Karena sesungguhnya keinginan manusisa itu ada yang
tumbuh dari kekuatan nafsu yang jahat, ada yang tumbuh dari kekuatan nafsu
yang baik, ada yang tumbuh dari rasa. Selain itu ada yang mengikuti petunjuk
budi, ada yang mengikuti petunjuk angan-angan yang sedang gelap, terseret
daya kekuatan ruh kegelapan ( Ruh hewani), ada lagi perbuatan yang
dikarenakan pengaruh dari kekuatan ruh saja (Meninggalkan angan-angan). Itu
semua harus dirasakan, serta harus diteliti. Angan-angan itu sebagai raja dari
Lima Indra, itu yang bertugas membedakan baik buruk benar salah.
|
Karep kang becik iku pangajaking napsu mutmainah,
samono uga kabeh napsu ora kabageyan sumurup marang bener, awit, bener iku
dadi bageyaning budi, mulane angen-angen kudu awas marang pituduhing budi,
rehning budi iku tukang nuduhake bener. Karep kang becik sarta kanthi wewaton
kang bener mau iya durung mesthi rahayu utawa perlu linakonan, dadi kudu awas
marang sasmitaning rasa, akarana rasa iku tukang nuntun marang slamet lan
widada, tansah ngrasa marang kang perlu linakonan, tansah tuduh marang wajib
lan wewengkone.
|
Keingina yang baik itu ajakan nafsu mutmainah,
demikian juga semua nafsu tidak diberi kemampuan memahami kebenaran, sebab,
kebenaran itu menjadi tugasnya budi, untuk itu angan-angan harus cerdas atas
petunjuk budi, karena budi itu bertugas sebagai penunjuk kebenaran. Keinginan
yang baik serta berdasar pada kebenaran itu juga belum tentu baik atau tidak
harus dijalankan, maka dari itu harus hati-hati atas sasmita rasa, karena pekerjaan
rasa itu menuntun kepada keselamatan dan keberhasilan, selalu merasa yang
harus dijalankan. Selalu memberi petunjuk kepada yang wajib dan wilayahnya.
|
Sing sapa bisa nggoleki napsu mutmainah, budi lan rasa,
kang dumunung ing garbane, Insya Allah apa kang linakonan akeh becike, kerep
benere, cepak rahayune.
|
Siapa pun yang bisa menemukan nafsu mutmainah, budi
dan rasa, yang ada di dirinya, Insya Allah, apapun yang dilakukan akan banyak
baiknya, banyak benarnya, tersedia keselamatannya.
|
Empane wong neniteni lan ngrasakake thukuling napsu
kang becik, sasmitaning rasa apa dene petuduhing budi, iku kudu sarana
gegosokan, karo kanca kang nunggal pangudi, tuntun tinuntun, sarta gendeng
ginendeng.
|
Cara seseorang menelaah dan merasakan tumbuhnya
nafsu yang baik, bisikan rasa dan juga petunjuk budi, itu dengan jalan saling
menggosok antar sahabat yang satu dalam pencarian, saling menuntun, serta
saling bergandengan.
|
Kawuningana, manungsa iku bisane nandhing-nandhing lan
ngrasakake, dalane ora liya panuntun lan pratikel saka ing liyan. Mangkene
pranatane : Upama wong sawetara padha lelungguhan ing panggonan kang sepi lan
kepenak, atine ing sawatara wis padha resik, banjur ngupaya kahenengan,
satemah dayane tarik-tinarik, tulung-tinulung. Manawa ana kang oleh pletik
saka ing gaib (thukul saka : rasa), katularake ing kancane, nuli padha
diamedi, dikenyami nganggo rasane ing wektu iku. Pranatan kang mangkono
manawa ajeg utawa pinter ora sethithik paedahe, wasana lawas-lawas oleh
sesotyakencana.
ooOOoo
|
Ketahuilah, Manusia untuk bisa membanding-bandingkan
dan mersakan, sebagai jalannya adalah dituntun dan saran dari orang lain.
Seperti ini aturannya : Seumpama adan orang yang duduk bersama di tempat yang
sepi dan nyaman, dan hatinya ketika itu sudah bersih semua, kemudian berupaya
untuk ketenangan, maka saling tarik menarik dayanya, saling tolong menolong.
Jika ada yang mendapatkan tanda dari Yang Gaib (Tumbuh dari : Rasa),
ditularkan kepada temannya, kemudian bersama-sama dihayati, di kaji
menggunakan rasa di kala itu. Perbuatan yang demikian jika rutin dijalankan,
tidak sedikit manfaatnya, yang akhirnya lama kelamaan akan mendapatkan
Mustika pencerahan.
ooOoo
|
BAB.
XI
|
BAB. XI
|
Peksi Derkuku kendel ing sawatawis, wasana taken malih
makaten : Perkutur, isih ana saprakara kang durung patiya terang pamikirku,
yaiku bab bedane kang kok umpamakake barleyan karo kaca benggala. Terange
mangkene : Warnaning kawujudan dadi ibarat rahsaning manungsa, cahyaning
kawujudan dadi ibarat budi, iku aku wis rada bisa ngrasakake, banjure : rerupan
kang kaduk warna kurang cahya dadi pepindhaning rahsa kang pepadhange mung
sawatara. Rerupan kang warna lan cahyane padha kaduke, dadi pepindhan
padhanging budi kang isih kereh marang rahsa. Rerupan kang kadung cahya tanpa
warna, dadi pepindhaning budi padhang sarta ora duwe watak (ora kereh ing
rahsa). Kang iku, sarehne berleyan lan kaca benggala karo-karone padha
pinunjul ing cahyane lan padha ora duwene warna, lah kang endi kang dadi
sababe beda ?
|
Burung Derkuku diam sejenak, kemudian bertanya lagi
seperti ini : Perkutut, masih ada satu masalah yang belum begitu paham dalam
pikiranku, yaitu tentang perbedaan yang kau ibaratkan belian dengan kaca
benggala. Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut : Segala warna dari segala
ujud sebagai ibarat Rahsa manusia, sinar segala ujud menjadi ibarat budi, itu
saya sudah sedikit bisa merakannya, selanjutnya : Rupa yang jelas warnanya
kurang sinarnya itu menjadi ibarat Rahsa yang sinarnya hanya sekedarnya. Rupa
yang warna dan sinarnya sama, menjadi ibarat terangnya budi yang masih
dikuasai rahsa. Rupa yang tinggi sinarnya tanpa warna, menjadi ibarat budi
terang serta tidak memiliki watak (Tidak dikuasai rahsa). Hal demikian, oleh
karena berlian dan kaca benggala kedua-duanya unggul dalam sinar dan
sama-sama tidak memiliki warna, yang manakah yang menjadi sebab perbedaannya?
|
Wangsulaning perksi Perkutut : O, ki sanak durung
tetela prakara iku ora nggumunake. Awit saprakara iku pancen ora gampang.
Prayoga tak terangake sepisan engkas. Ematna :
|
Jawaban burung Perkutut : O, Saudaraku kau belum
jelas pehamannya tentang masalah itu, hal itu tidak mengherankan. Sebab, satu
perkara itu memang tidak mudah. Lebih baiknya saya terangkan sekali lagi.
Perhatikanlah!
|
Ki sanak, mungguh kebatinaning manungsa kang tak
sanepakake barleyan yaiku kang bening sarta bisa ngereh lan ngukud marang
pancadriya. Enggone bisa ngereh marang pancandriya kaya dene barleyan bisane ngabang, biru, ngijo, nguning lan
sakpiturute. Enggone bisa ngukud marang pancandriya dene barleyan enggone
bisa nyirnakake marang warnane, kari beninge tanpa warna. Ana dene bedane
karo kang tak upamakake kaca benggala iku mangkene : Kang dak umpamakake
barleyan iku isih korup marang dhiri, dene kang dak upamakake kaca benggala
iku kang wis lali marang dhiri (sajrone tumama ing sopana), kang iku apa
kisanak wis bisa nampa marang tegese tembung korup marang dhiri?
|
Saudaraku, Bahwa batin manusia yang saya ibaratkan
berlian, yaitu yang jernih serta bisa menguasai dan mengendalikan pancaindra.
Ketika bisa menggendalikan pancaindra seperti halnya berlian ketika berwarna
merah, biru, hijau, kuning dan sebagainya. Ketika bisa mengendalikan
pancaindra adalah ketika berlian bisa menguasai pancaindra itu ketika bisa
menghilangkan warnanya, yang ada tinggal jernihnya tanpa warna. Sedangkan
perbedaan dengan yang saya ibaratkan kaca benggala itu begini : Yang saya
ibaratkan berlian itu masih terpengaruh dirinya, sedangkan yang saya
ibaratkan kaca benggala itu yang sudah lupa kepada dirinya, hal itu apakah
engkau sudah bisa menerima kata-kata terpengaruh kepada dirinya ?
|
Korup marang dhiri iku, tegese : Isih duwe rasa kang ngajak
ngengkoki marang wujude mumkin, lire yaiku : ngrasa yen dheweke iku kang
wujud jirim, kang duwe timbangan, kang duwe aran ala utawa bagus.
|
Terpengaruh diri itu maksudnya : Masih memliki rasa
yang mengajak mengakui atas ujud mumkin, artinya adalah : Merasa bahwa
dirinya itu berujud jirim, yang memiliki perbandingan, yang memiliki sebutan
jelek dan baik.
|
Tembung mumkin, tegese : Anane mung wenang (kena ana
kena ora), tur anane nganggo mangsa, dadi dudu kahanan jati. Sajatine mumkin
iku mung ayang-ayangan, kang katon ana ing pangilon dat kang mesthi anane.
|
Kata mumkin artinya : adanya hanyalah wenang (bisa
ada bisa tidak), dan adanya ada masanya, jadi, itu bukan yang nyata adanya.
Sesungguhnya mumkin itu hanya bayangan saja, yang nampak di dalam cermin Dzat
Yang Wajib Adanya.
|
Dene kang dak upamakake kaca benggala iku kang wis
kasinungan rasa kang wis ora ndhaku (ora ngengkoki) marang wujud mumkin. Kang
didhaku utawa di engkoki kang tanpa warna, tanpa rupa, kang nglimputi ing
jirim, kang ora ala ora bagus, kang langgeng mesthi anane, kang tanpa mangsa,
ora wiwitan ora wekasan, yaiku kahanan jati, ya iku kang ana sabener-benere.
|
Sedangkan yang saya ibaratkan kaca benggala itu,
yang sudah menguasai rasa sudah tidak merasa sebagai aku (tidak mengakui)
kepada ujud mumkin. Yang di akui dan diyakini adalah Yang Tanpa Warna, Yang
Tanpa Rupa, Yang Menguasai jirim, Yang Tidak jelek, yang tidak bagus, Yang
Kekal, Yang Nyata Adanya, Yang Tanpa Masa, Yang tidak Berawal, Yang tidak ada
Akhirnya, itu adalah Yang Nyata Adanya, itulah yang sebenar-benarnya ADA.
|
Sarupane kang awujud jirim ( Jirim iku Tembung Arab,
kabeh kang kena kaukur nganggo ukuran M3 iku Jirim. Kabeh Jirim ngesuk enggon
sacukupe. Utawa kang duwe timbangan, utawa sawiji-wiji (yaiku kang bagus
utawa ala), kabeh dudu kahanan jati. Tegese tembung dudu kahanan jati : kang
ora temen ing anane.
|
Segala yang berujud jirim ( Jirim adalah Kata Arab,
semua yang bsia diukur dengan ukuran kibik itu Jirim. Semua jirim menempati
tempat secukupnya). Atau yang memiliki berat, atau sesuatu ( yaitu yang bagus
atau jelek), semua itu bukan Yang Nyata Adanya. Artinya : Kata bukan Yang
Nyata Adanya : Yang tidak nyata ketika adanya.
|
Sarupane kang gumelar sajatine mung gambar (wayangan),
kang katon ing pangilon gaib, kabeh anane mung wenang, bisa ana bisa ora,
sarta anane mung sawetara mangsa, bisa bali ora ana maneh.
|
Segala yang ada , sesungguhnya hanyalah gambar
(bayangan = Wayang), yang terlihat di dlam cermin gaib, adanya hanya wenang,
bisa ada bisa tidak, serta adanya hanya sementara waktu, bisa kembali tidak
ada lagi.
|
Mungguh kang aran ora ndhaku marang wujud mumkin
(dhiri) iku luhur-luhuring rasa. Rasa kang kaanggo mbedakake rasa rong warna
mau iya alus-alusing rasa.
|
Sedangkan yang disebut tidak mengakui ujud mumkin
(diri) itu rasa di puncak keluhuran. Rasa yang dipergunakan untuk membedakan
dua jenis warna tersebut, itu adalah sehalus-halusnya rasa.
|
Kang dadi pepindhaning barleyan iku rasa kang bisa
ngemot sawernaning wewatekan, nanging durung ngemot marang wujud mumkin kang
tetimbangan, dadi iya isih ngrasa duwe tetimbangan, ngrasa dadi isen-isening
alam. (Enggon bisa ngemot wewatekan iku pepindhane : barleyan bisa ngabang –
biru kaya warnane mirah kang beda-beda. Dene enggone ngrasa duwe timbangan,
kaya barleyan enggone mbedakake rupane karo rupaning mirah, kupu, areng lan
watu).
|
Yang diibaratkan berlian itu, adalah rasa yang bisa
memuat segala watak, namun belum memuat ujud mumkin yang ada pembandingnya,
sehinga masih merasa mempunyai pembanding, sehingga masih merasa memiliki
perbandingan, merasa masih menjadi isi alam. (Tempat yang bisa memuat
perwatakan itu ibaratnya : Berlian bisa memerah. Membiru seperti warna mirah
yang berbeda-beda. Sedangkan ketika merasa memiliki pembanding, sepeti
berlian ketika membedakan rupa dirinya dengan rupa mirah, kupu, arang dan
batu).
|
O ki sanak, yen mung prakara ngucap kaya aku iki
sewu gampang. Mangkono uga ngudi
bisane nerangake, ngudi bisane mangerti, ngudi bisane ngetrapake panganggep,
apa dene wong ngudi patraping nekadake : kabeh kena kaangep gampang, balik
wong ngudi bisane nggayuh rasa, banget nggone ora gampang. Aku iki iya mung
saderma nglairake panemu bae nganggo pathokaning akal. Kabisanku mung lagi
bisa ngarani tho-thok, blakane kahananku isih kena kaumpamakake elaring kupu
kang blawus utawa rupaning watu, bolotku isih kaya wesi blebekan, durung
paja-paja bisa kaya mirah sing ala dhewe, apamaneh kaya barleyan.
ooOOoo
|
O, Saudaraku, jika hanya mengatakan seperti yang ku
katakan itu sangat mudah. Demikian juga
mencari yang bsia menerangkan, mencari untuk bisa mengerti, mencari
untuk bisa menjalankan keyakinan, dan juga orang mencari hakikat : semua bisa
dianggap mudah, sedang
bagi manusia yang mencari untuk bisa menguasai rasa, sangatlah tidak gampang.
Saya ini hanyalah sekedar menyatakan pendapat saja mempergunakan pedoman
akal. Yang saya bisa hanya sebatas mengucapkan saja. Kenyataan diriku bisa
diumpamakan sayap kupu yang paling buruk atau rupa batu, kotoranku masih seperti lembaran besi, sama sekali
belum bisa seperti mirah yang paling jelek, apalagi seperti berlian.
ooOoo
|
Bab
rupaning kaca benggala gedhe dadi ngibarat sipating Dat kang tanpa timbangan.
|
Tentang ujud kaca benggala besar sebagai ibarat
Sifat Dzat yang tidak ada bandingannya.
|
Kaca Benggala ora duwe tetimbangan, lire : ora tau
ketandhing karo rupaning barang liya, marga kaca benggala ora duwe rupa, ora
duwe warna, ora bagus ngungkuli barleyan utawa mirah, sarta ora ireng ngungkuli
areng, ora buthek kaya watu, ora mencorong kaya mirah, ora kelip-kelip kaya
barleyan, dadi suwung wangwung ora ana apa-apane, ora kantha, ora rupa, ora
warna ora cahya, ora wangun.
|
Kaca Benggal tidak ada bandingannya, artinya : Tidak
pernah dibandingkan dengan barang lain, sebab kaca benggala tidak memiliki
rupa, tidak memiliki warna, tidak bagus melebihi berlian atau mirah, serta
tidak hitam melebihi arang, tidak keruh seperti batu, tidak bersinar seperti
mirah, tidak berkelip seperti berlian, jadi, hampa tidak ada apa-apanya,
tidak ada bentuknya, tidak ada rupanya, tidak ada warnanya, tidak ada
cahayanya, tidak berbentuk.
|
Ki sanak, mbok manawa ana sawenehing manungsa kang
kliru ora percaya marang anane kang murbeng alam. Dadi ananing dhirine lan
anane gumelar kabeh, kaanggep gumandhul marang suwung. Kang mangkono iku
upamakna nganggep suwung marang warna rupaning kaca benggala, satemah kaca
benggala dipadhakake karo : Kothonging kang pancen suwung babar pisan. Apa
iku bener?
|
Wahai Saudara, barang kali ada seseorang manusia
yang salah sehingga tidak percaya terhadap Sang Penguasa Alam. Sehingga
keberadaan dirinya dan adanya yang tergelar semuanya, dianggap bergantung
kepada yang kosong. Yang demikian itu umpamakanlah menganggap kosong terhadap
warna ujud dari kaca benggala, sehingga kaca benggala disamakan dengan :
Kekosongan yang hampa. Apakah itu benar ?
|
Ki sanak, besuk liya dina padha tetemonan maneh ing
pencokan kang kapenak, banjur saraseyan kang jenak bab patrape nandhing lan
ngrasakake. Saiki ayo padha ngaso marang susuh.
|
Wahai saudara, di lain waktu marilah kita bertemu
lagi di tempat bertengger yang nyaman, untuk mermusyawarah dengan tenang,
membahas tentang sikap membandingkan dan merasakan. Sekarang marilah
beristirahat di sarang.
|
Peksi kalih nunten miber, manthuk dhateng susuhipun
piyambak-piyambak.
|
Kedua burung kemudian terbang, pulang menuju
sarangnya masing-masing.
|
oooO=>TAMAT <== Oooo
Sepanjang, Sidoarjo, Jawa Timur, 20 Mei 2014.
|
a | |
Terimakasih Pak Pujo. Buku ini sangat menginspirasi saya. Sayangnya buku aslinya tidak bisa ditemukan di pasaran. Semoga banyak yang membaca terjemahan dari situs Bapak ini.
BalasHapusTerima kasih pak... Dari telusuran sekilas hikmah yg ada dalam buku jni sangat dalam. Semoga dapat membantu pemahaman dlm perjalanan kedalam diri. 🙏
BalasHapus