Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Minggu, 05 April 2015

Serat Wedaran Wirid jilid I Filsafat Islam dari Jawa dalam Bahasa Indonesia Bagian ke 2

Mengupas Rahasia Kiyamat (Sebaiknya dibekali dengan Pemahaman terhadap ilmu "Inna lillahi wa inna illaihi Raji'un"
 “WEDARAN WIRID JILID I DALAM BAHASA INDONESIA” BAGIAN KE II
Diterjemahkan dari : SERAT WEDARAN WIRID JILID I
Penerbit : Jajasan ‘Djojobojo” Surabaya, Cetakan ke II
Tahun : 1962.
Penerjemah : Pujo Prayitno

DATRA ISI
BAB.X. PENGALAMAN TENTANG SAMADHI
BAB.XI. QIYAMAT ITU ADA ATAUKAH TIDAK?
BAB. XII. URAIAN TENTANG HARI KIAMAT
BAB. XIII. TANDA-TANDA HARI KIAMAT

BAB.X. PENGALAMAN TENTANG SAMADHI

Oleh karena yang terpenting dari samadhi itu adalah untuk menenangkan Astendriya, sehingga setelah bisa mulai tenang maka penglihatan antara tidur dan jaga, kemudian terpejam kemudian ada rupa yang hanya terlihat sekilas yang tidak jelas dan sering berganti ujudnya, dan terkadang disertai bayangan yang bergetar, dan terkadang hanya samar-samar saja. Hal itu dikarenakan astendriya belum beanr-benar tenang, sehingga penglihatan Rasa Jati masih belum jelas karena tidak bisa tenang dan tidak bisa jelas.
Bayangan-bayangan yang terlihat tersebut adalh penglihatan gaib yang berasal dari diri sendiri, dan bukan berasal dari yang lainnya. . Akan tetapi keadaan tersebut kadang-kadang dengan tergesa-gesa dianggap sudah melihat yang ghaib, yang kadang disertai penafsiran-penafsiran yang rimut dan tidak dicarikan dengan bertanya kepada ahlinya tentang maknanya. Hal itu sebenarnya adalah salah tafsir, dan salah dalam menelaah, yang bisa berakibat sebagai penyebab kepada kesesatan.
Segala ujud dan bayangan-bayangan itu hanyalah bekas dari perbuatan astendriya yang berasal dari 3 jenis, yatu : 1. KEINGINAN DIRI, 2. ANGAN-ANGAN 9HASRAT) 3. PIKIRAN.
Di dalam bahasa wirid, bayangan-bayangan dan segala rupa itu disebut Hijab atau Penghalang, yang bersumber dari gerak nafsu dan sebagainya, sehingga hal itu bukan yang dikiranya adalah ghaib. Dikarenakan hal tersebut, banyak yang tergiur oleh pengalaman-pengalaman yang seperti itu saja, kemudian di nalar-nalar dan ditelaah sesuai pemahamannya sendiri. Hasilnya adalah : Hanya menerima dan cukup hingga sampai di situ saja.
Gambaran-gambaran  dari pengalaman-pengalaman tersebut itu kemudian digambarkan, seolah-olah badan terasa bagaikan dirayapi ular, kelabang dan sebagainya. Dan yang merasakannya belum mengerti maksudnya, dan hanya dipahami menurut akal pikirannya sendiri, dan tidak ditelaah, bahwa itu hanya bayangan seolah digigit ular dan kalajengking dan sebangsanya, namun itu hanyalah pengalaman dari RASA dirinya yang dikiranya bertemu dengan Ular, Kelabang sungguhan.
Pada waktu yang lain, setelah bisa melepaskan diri dari pengalaman-pengalaman tersebut, kemudain ada pengalaman yang lain lagi yang lebih menakutkan lagi seumpama ada sesuatu yang berjalan pelan-pelan yang keluar dari Ibu Jari kaki dan terasa sangat berat, merayap pelan-pelan bagaikan ular besar, kemudian naik melewati perut hingga ke tenggorokan kemudian melewati muka dan naik ke kepala, seolah-olah bagaikan menelan begitu saja. Ujud yang demikian bila dianggap itu adalah hal nyata dan jiwanya masih lemah, maka dengan segera akan membuka matanya, dan GAGAL.
Kesemuanya itu, yaitu suatu keadaan yang sangat menakutkan bagi pelaku samadhi, terlebih lagi jika yang melakukannya maka kemudian seketika akan melarikan diri. Dan sering terjadi atas yang melakukan samadhi itu menjadi pingsan. Atas hal-hal tersebut, bagi yang kurang kewasspadaanya, sehingga lupa tidak mengurusi pernapasannya, bisa-bisa akan mengalami kematian. Sedangkan bagi yang berhasil, kemudian disebut sudah bisa membuka penutup hijab, yang artinya baru mempunyai pengalaman saja. Dan ketika sedang mengalami kejadian tersebut, yang melakukan samadhi itu dalam keadaan tidak tidur. Dan tidak terjaga, tidak lupa, yang disebut masuk ke Alam Mar’rifat dari Hakekat, belum masuk sebagai seorang ahli Ma;rifat. Dan biasanya akan melihat suasana yang terang yang tidak ada batasnya, hanya sekejap bagaikan kilatan dari kilat, yang disebut dalam bahasa wirid dengan sebutan SAMODRA AGUNG.
Hal demikian itu adalah merupakan pengalaman di tingkat Hakekat, yang disebut sudah masuk pada alam “Tidak merasa apa-apa” @ Oleh karena kesemuanya itu baru masuk kepada Pengalaman maka sesungguhnya masih BELUM ADA APA_APA, agar bisa lulus maka harus bisa membuang rasa dan perasaan, menempatkan rasa AKU menyatu menjadi satu – itulah tingkat Ma’rifat.
Kemudian : seperti apakah ujud dari rupa di dalam alam Ma’rifat di tingkat Hakekat ? Ujudnya adalah “Beda yang menjalankan, maka beda bula alamnya.” Sehingga hal itu tidak bisa digambarkan. Seperti halnya mengatakan rasa dari rokok kepada teman, itu bagaimanakah caranya, sedangkan temannya itu belum pernah merokok? Sehingga pengalaman-pengalaman tersebut yang mengetahui dan yang benar-benar mengerti adalah yang menjalankannya senddiri, dan orang lain tidak ikut-ikut merasakan.
Pengalaman-pengalaman itu, akan didjeaskan sekedarnya, berdasarkan pengalaman dalil dan khadits, sebagai berikut :
4.1.1, Di dalam cerita wayang ada ucapan tentang ilmu berupa ajaran-ajaran, salah satunya adalah pendapat dari Werkudara (Sena) dengan Dewaruci. Setelah Werkudara menerima ajaran-ajaran dari Dewaruci, maka merkudara terlena di dalam alam pertemuan itu.
4.1.2, Dalil dan Hadits menceritakan pertemuan antara Nabi Musa, as, dengan Nabi Khaidir. Nabi Musa menerima ajaran-ajaran dan petuah-petuah dari Nabi Khaidir, akan tetapi belum sampai Tamat, karena Nabi Musa terburu-buru ingin segera mengetahui atas maknanya. Padahal Nabi Musa as, sudah diberi pesan atau larangan agar  tidak bertanya tentang apapun saja selama sedang diberi ajaran.
Contoh yagn sangat nyata tersebut, maka dalam uraian selanjutnya menggunakan dasar Al-Qur’an dan Hadits, Kitab-Kitab Suluk, Kisah Wayang dalam kisah Dewaruci dan sebagainya.
Di dalam Wur;an : Al Kahf : 65.
Fawajada abdan min ibadina atin, nahu rahmatan min in dina wa allamnahu min laduna ‘ilman.  (Bertemu dengan hamba Allah yang sudah mendapat anugrah dan telah mendapat ilmu luhur oleh Dia).
Pengalaman-pengalaman yang nantinya akan didtemukan  di dalam dalil dan hadits, di awali dari memaknai uraian pada angka 4.1.1. tersebut di atas.
3.1.1.a, Tujuan pokok dari samadhi adalah menempatkan Jiwa Hidup dengan menggunakan Rasajati. Tindakan demikian itu bisa saja didlakukan oleh semua orang tidak melihat apa pun keyakinan Agamanaya, asalkan saja bisa menenangkan dan mengheningkan gerak dari Astendriya.
Setelah astendriya tenang, akan memunculkan suara-suara dan pengalaman-pengalaman yang bermacam-macam, yang sebagian besarnya disebabkan karena pengaruh dari peredaran darah. Apabila peredaran darah bisa tertata dan urut maka astendriya akan bisa tenang, yang akhirnya akan bisa melihat apa-apa tanpa menggunakan indra mata. Setelah melewati pengalaman yang bermacam-macam dan semakin terbiasa, dati ketenangan astendriya kemudian disusul oleh MUNCULNYA ROH (Jiwa) yang HIDUP dengan menggunakan rasa jati. Rasa jati itulah yang bisa melihat dengan nyata, dan tidak bisa ddi tipu oleh gerak Pancaindra. Sehingga pada intinya : Rasajati itu yang bisa melihat Alam Ghaib tanpa menggunakan alat. Oleh karena yang melakukan masih tegak berdiri dalam hidup, sehinga semua penalaman-pengalaman itu bisa diingat-ingat dan ditelaah, itu jika dalam melakukan samadhi telah selesai.
Setelah meninggalkan pengalaman-pengalaman selama memfungsikan roh hidup seperti diuraikan di atas, kemudian muncul pengalaman-pengalaman lagi yang menyentuh hati yang kadang bisa menyebabkan tergiur untuk tetap berasda did alam tersebut, yaitu TEMPAT DARI RASA JATI, mengetahui RUPA dari dirinya sendiri, yang di dalam bahasa ilmu batin  : Melihat saudaranya sendiri, yang disebut “Mayang Seta”. Hal itu sama persis dengan rahasia ibarat di dalam kisah Dewaruci dan Werkudara ketika bertemu di tengah samudra.
Sedangkan rupa dari Saudara diri sendiri itu sama peris dengan yang sedang menjalankan samadhi (Bayangan dari Jiwa dirinya sendiri), Dan ujudnya banyak yang menggambarkan berwarna Putih, ada juga yang mengibaratkan ada tandanya yaitu Huruf Alif di didahinya dan sebagainya. Rupa rupa itu, jelas dan samar-samarnya itu tergantung keadaan PERUT.
Olehkarena rupa dan ujudnya sama persis dengan yang sedang melakukan samadhi, sehingga di dalam kisah wayang disebut Dewaruci/Werkudara. Werkudara tinggi besar, Dewaruci kecil (bajang). Di alam pertemuan tersebut kadang-kadang merasa diberi Ilmu yang bermacam-macam, sehingga sudah sewajarnya sehingga menyebabkan tergiur untuk menetap di alam itu, karena sebenarnya di tempat itulah yang menjadi pusat semua kebisaan dan kesaktian, apakah ingin menjadi dukun, menjadi orang terkenal, ahli gendam dan sebagainya, tinggal iucapkan saja.
Kesemuanya itu sebenarnya adalah bukna yang diniatkan pada awal mulanya yaitu ingin menyerap Ilmu Ketuhanan (Inna lillahi wa Inna Ilaihi Raji’in, akan tetapi hal itu sebenarnya adalah Penggoda, seperti halnya ketika menghitung hingga angka 10, itu tentu harus melewati angka 4, 5, 6, sehingga jika hanya menyukai dan tergiur atas pengalaman-pengalaman tersebut, maka sama saja menyimpang dari niat semula, yaitu ingi menjalankan At Tauhid.
Dan godaan yang seperti itu, adalah amat sangat berahaya, karena bisa sebagai penyebab berbalik jalan. Di dalam Serat Dewaruci telah disebutkan, bahwa Werkudara tergiur dan ingin tetap di alam yang demikian itu, karena jika berada di alam tersebut, maka akan jauh dari sakit dan jauh dari kesengsaraan, yang ada hanyalah ketenteraman dan nikmat, bagaikan berada di dalam surga, Untung saja Dewa Ruci (Guru Sejati) menghalanginya, karena Werkudara masih memiliki pamrih, masih memiliki keinginan dan hasrat, yang dibukatikan dengan permohonannya untuk tetap tinggal di tempat tersebut, sehingga ketika itu werkduara belum sempurna. Werkudara masih diliputi dan terikat atas urusan-urusan keduniaan, sebagai ikatan-ikatan lahir, masih penuh penutup, dan hijabnya masih tebal dan menghalanginya. Para ahli Yoga dan ahli Samadhi yang ketempelan pamrih, maka tidak akan bisa menyatu dengan Dzat Tuhan.
Pengalaman-pengalamana tersbut hanya sebuah bunga untuk menuju kepaada Yang Satu, dan hal itu memang harus dilewati, sebagai ujian dan penggoda apakah kuat apakah tidak. Jika hal itu tidak dihiraukan, maka berarti kuat dalam menghadapi godaan-godaan lahir, sehingga lulus dalam menggapai Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Di dalam urain di sini itu mengandung dua tujuan, yaitu :
1, Memahami atas godaan-godaan, sehingga akan menbah kuatnya Iman untuk menuju kepada Islam dan sehingga mampu mengendalikan Pikiran agar menjadi tenang, sebagai jalan untuk menggapai Menyatu antara Hamba dan Tuhan. Serta menambah kekuatan keyakinan atas Dzat yang Wajib Adanya.
2. Memahami rahasia-rahaisan di atas, agar jangan sampai lupa untuk Menuhankan Hanya Allah, jangan sampai pulang jalan untuk menuruti kejolak keinginan diri.
Untuk selanjutnya, membahas tentang Ayat Suci di atas Qs. XV : 65, tentang “Bertemu dengan Hamba Tuhan yang sudah mendapat anugerah dan dijari ilmu rahasia oleh tuhan (Allah) .....
Kata hamba itu adalah Mahluk Tuhan sendiri, seperti juga para malaikat, syaithan Jin dan sebagainya yang tidak terlihat mata, namun mereka itu juga adalah mahluk. Ruh itu juga mahluk, dan Pikiran itu juga menghamba kepada manusia, karena Pikiran adalah bagian dari manuisa, dan sebagainya.
Ayat tersebut, jika dipahami menggunakan Pengalaman Mayangga Seta, yang berderajat tinggi atau bukan manusianya, akan tetapi itu adalah Dewaruci bagi Werkudara. Sehingga Mayangga Seta (Bertemu dengan dirinya sendiri) yang Tinggi Mulia dan pintar itu bukan MANUSIANYA yang sedang melakukan samadhi, akan tetapi itu adalah saudaranya sendiri, yang menampakkan diri karena dia itu adalah Gaib dan juga dia itu adalah mahluk Tuhan. Sehingga hidup dari mahluk yang sama persis dengan diri sendiri itu, adalah ada sebagai dirinya sendiri ( dalam berbuat, itu tidak teraliri oleh apa pun juga). Hal tersebut bisa terdapat juga pada jenis yang bermacam-macam, Malaikat dan sebagainya, yang sama juga dengan yang disebut RASA JATI.
Sehingga Rasajati itu memang mengandung sifat ketuhanan yaitu sifat yang ke 12 (Bashar) yaitu salah satu sifat Allah. Oleh karena bersifat Mengetahui, sehingga rasajati tersebut mengerti (mengetahui) sebelum sesuatu hal terjadi. Hal itu yang termuat di dalam QS. XV : 65 , yang diberi nama Nabi Khidir, yang mendapatkan Petunjuk langsung dari Allah, dan hal itu memang sudah semestinya, karena salah satu sifat Tuhan, selain memiliki sifat Bashar, juga memiliki sifat Maha Mengetahui.
Sehingga yang menjadi pekerjaannnya adalah mengajar kepada yang membutuhkannya untuk bisa bertemu dengannya. Dewaruci jika di dalam kisah wayang, dan Nabi Khidir bagi Nabi usa as. Sedangkan bagi Nabi Muhammad saw. itu adalah Malaikat Jibril. Sehingga sebutan Nabi di dalam ayat-ayat tersebut, makna hakikatnya adalah sebagai ibarat, dengan tujuan untuk mempermudah dalam hal keilmuan saja.
Di dalam Kisah Wayang, atau di dalam Kitab Wirid dan Suluk, Nabi Musa atau Werkudoro, ketika melakukan pertemuan PASTI di Samudra. Kata Samudra itu, sama saja dengan dalam Tingkatan Ma’rifat Hkikat, ketika melihat kilatan terang bagaikan luasnya samudra yang tidak bertepi.  Didalam Kitab Wirid dan Suluk, pasti terdapat kisah Sunan Kalijaga yang menyepi di pinggir laut, yang kemudian bisa bertemu dengan gurunya. Ada lagi seorang Wali yang bernama Syeckh Melaya, itu juga bertemu dengan para Guru-gurunya juga di tengah-tengah samudra.
Para penggubah Kitab-Kitab Suluk dan Wirid, semua menceritakan tentang pengalamannya ketika melakukan Samadhi. Tentu saja bertemu di tengah samudra, karena sudah ada ketentuan dari Allah seperti yang tertdapat di dalam Al-Qur’an  XV:65 tersebut. Artinya : Model Samadhi yang bagaimanapun caranya tentu akan melewati suatu alam yang terang tanpa batas tersebut.
Untuk selanjutnya, uraian-urian berikut masih menguraikan tentang Hakekat, yaitu cerita-cerita tentang Mayanggaseta.
Sebuah pertanyaan di dalam Kitab Suluk Syeckh Melaya, yang mengisahkan pertemuan Sunan Kalijaga ketika diberi ajaran  (Mayanggaseta)  : Sang Pandhita wus lajeng lampahira // mring Benang Depok neki // yata kawuwusa // lampahe Syeckh Melaya // pan arsa amunggah haji // marang ing Makkah // lampahe murang margi.
ARTINYA : Sang Pandhita sudah menempuh perjalanan jauh  // Menuju Padepokan di Benang // Itulah kisahnya // Perjalanan syeckh Melaya // Yang akan pergi Haji // Menuju ke Makkah // Perjalannnya memotong jalan.
Nrajang wana munggah gunung nrajang jurang // ngereng-ngereng malipir // jurang-jurang sengkan tan ana kang kagagas // wus prapteng pinggir pasisir // puteg tyasira pakewuh mrih lumaris.
ARTINYA : Menembus hutan naik gunung melompati jurang // tebing pun di susurinya // Jurang-jurang yang dalam pun tidak dipikirnya // Sampailah di tepi laut // Buntulah pikirannya karena kesulitan agar bisa segera sampai tujuannya.
Kapangkalan samudra langkung dohira // anglangut tana tepi // anjethung kewala // aneng pinggir samudra // tata wau kang winarni // Sang murbadyeng –adi // datanpa sangkan prapti.
ARTINYA : Terhalang luasnya samudra  // sangat luas tanpa tepi // sehingga hanya termangu saja // di tepi laut // Demikianlah keadaannya  // Sang ahli tapa // yang tidak tau caranya agar bisa sampai tujuannya..
Makna dari tersebut di atas itu sama saja dengan yang digambarkan di dalam kisah wayang ketika Werkudara menerjang hutan belantara yang juga banyak menemui hambatan. Werkudara itu sebenarnya bukan sebagai ibarat dari Raga, akan tetapi ibarat dari  cetusan hati (hati succi). Ketika sudah masuk ke tingkatan Hakekat, yaitu dengan cara melakukan samadhi, kemudian bertemu dan terbukanya hijab yang berasal dari dirinya sendiri yang berupa panas dari hawa nafsu yang bermacam-macam yang meninggalkan bekas di dalam hati. Setelah kesemuanya itu berhasil dibukanya  dikarenakan melakukan Yoga (Samadhi), maka akan melihat kilat terang yang berkilat nampak luas bagaikan luasnya samudra (TIDAK MERASA APA-APA) . Hal itu sama seperti ketika Werkudara terlepas dari lilitan Ular Naga. Dan selanjutnya dari QS.XV:65 :
“Tan antara wau kang kawlas arsa // Syeckh Malaya prihatin // arsa wruh idayat // apan ta tanpa aran // suksma  sinuksma pningit // tangeh kapangya // yen tan nugraha yekti.”
ARTINYA : Demikianlah keadaan yang sedang bersedih // Syech Malaya yang penuh kesengsaraan // Karena ingin mengetahui apa itu Hidayah // Hidayah yang tidak bisa didkatakan dengan kata // Sukma di dalam sukma yang sangat rahasia // Yang tidak mungkin bisa didapatkan // Jika tanpa anugerah dari Tuhan semata.
Yata wau Jeng Sunan Kalijaga // neng telenging jaladri // wau pinaggihan // neggih kaddya leledang // peparabe Nabi Kilir // jleg tanpa sangkan pangandikanira aris.
ARTINYA : Dikisahkan bahwa Sunan Kaliaga // Ketika berada di tengah samudra // kemudian berjumpa // yaitu yang seperti pengemebara // yang bernama Nabi Khidhir // Yang datang tidak dikeathui dari mana datangnya sambil berkata dengan lembutnya.
Nyanyian Mocapat Jawa yang sedikit itu, berasal dari para Sarjana yang sudah MENGALAMI SENDIRI tentang Ma’rifat Hakekat.
Wirid selanjutnya, sebagai berikut : “Syech Malaya ana apa karyanira // prapta neng kene iki // apa sedya nira // kene sepi kewala // tan ana kang sarwa adi // myang sarwa boga // miwah busana sepi.
ARTINYA : Syeckh Malaya, apakah yang kau cari // hingga sampai ke tempat ini // apakah yang kau kehendaki // di sini hanya sepi yang ada // tidak ada harta apa-apa // tidak ada makanan // dan juga tidak ada pakaian.
Marbunengrat aris denira angandika // putu ing kene iki // akeh pancabaya // yen nora toh jiwa // mangsa tekao ing ngriki // ing kene apan sakalir sepi mamring.
ARTINYA : Sang Pertapa dengan lembut berkata // Wahai cucu, di sini ini // sangat banyak bahaya mengancam // Jika tidak berkorban jiwa // tidak mungkin bisa sampai hingga di tempat ini // dan di tempat ini yang ada hanyalah kesepian dan hampa belaka.
Sehingga dibahasan dengan kalimat “Sangat banyak bahayanya” itu adalah di Tingkatan Pencari Hakikat itu, jika sudah mendapatkan perintah dari Guru, yaitu agar membuka hijab penghalang dengan cara melakukan Yoga Samadhi, Tafakhur, akan tetapi jika tidak ahli dan tidak berhati-hati, maka bagi Raga bisa sebagai penyebabkan kematiannya. Untuk selanjutnya, Nyanyian Jawa Macapat Dhandhanggula,s ebagai berikut :
“Lah ta  mara Syeckh Malaya aglis // umanjing guwagarbaningwang // Syeckh Malaya kagyat tyase // matur sarwi gumuyu // pan angguguk turira aris // dene Paduka bajang// kawula gung luhur // inggih pangawak prabata // saking pundi margining kawula manjing // jenthik masa sedenga.
ARTINYA : Wahai Syeckh Malaya segerelah // Masukilah raga diriku ini // Syekh Malaya hatinya terperanjat // Berkata sambil tertawa // erbahak-bahak kemudian sopan berkata // Paduka itu kecil // hamba tinggi besar // badanku bagaikan raksasa // jalan makah yang harus ku tempuh agar bisa masuk // jari kelingkng ku saja, tidak mungkin bisa masuk.
Nabi Kilir ngandika aris // gedhe endi sira lawan jagad // kabeh iki lan isine // kalawan gunungipun // samodranira alase sami // tan sesak lumebuwa // neng jro garbaningsun // Syeckh Malaya duk miyarsa // langkung ajrih // kumed randika turneki // mengleng Sang Murbudengrat.”
ARTINYA : Nabi Khidhir pelan berkata // Lebih besar mana dirimu dibanding dunia // dunia ini beserta semua isinya // dan juga beserta seluruh gunungnya // seluruh samudra dan semua hutan belantara // tidak akan berdesakan jika semuanya itu masuk // kedalam ragaku ini // Ketika Syeckh melaya mendengar itu // sangatlah ketakutan // kebingungan tingkah lakunya // melihat kepada Sang Penguasa Dunia.
Pada intinya ketika bertemunya Bayangan diri dengan yang sedang melakukan samadhi, bahwa yang bisa memahaminya adalah hatinya sendiri. Karena pengalaman-pengalaman tersebut, masih termasuk pengalaman di Tingkat Hakekat. Untuk lebih jelasnya : Para ahli Yoga, Ahli Tafakhur,  serta para Nabi, Wali Mukmin dan siapa saja, jika masih menggunakan ajaran-ajaran, itu dinamakan masih MEMEILIKI RASA PERASAAN, itu artinya BELUM MENYATU.
Oleh karena ketika itu di dalam hati sang Sunan Kalijaga, meskipun dia itu Wali, namun masih ada rasa ragu-ragu, sebagai buktinya, karena masih bertanya, padahal sebenarnya : Yang diberi ajaran dan yang mengajar adalah dirinya sendiri, berasal dari dirinya sendiri: Bahasa  Ibarat kata-kata Jawa : “Kaping tri ana lontang, si Lontang sulure kambing (Cempe), lempe-lempe ngupaya sukma kang mulya  ... iya ikut wong Hakekat. ARTINYA : Yang ketiga ada sang pencari // sang pencari itu anak kambing // dengan susah payah mencari Sukma Yang Maha Mulia ....... Itulah yang disebut Tingkatan Hakekat.
Sehingga, pengalaman yang bahaya di puncak bahaya itu keetika berada di Tingkat Hakekat, karena ketika sedang mencari DZAT itu, pasti melewati “Mayangseta (itulah godaaan yang sangat berbahaya sekali).
A.  Kisah Nabi Musa berjumpa dengan Hamba Tuhan Nabi Khidir di Samudra

4.1.2. a :
Selisih pendapat tentang Nabi Khidir sudah sekitar 1440 tahun hingga sekarang ini, jika dihitung menggunakan Tahun Hijriyah (al Hadits Bukhori No.60 tentang perbedaan para sahabat  ketika membicarakan tentang perjumpaan Nabi Musa as. Dengan Nabi Khidhir).  Hadits telah menjalsksan, bahwa para sahabat-sahabat itu, hanya mendengar atas perintah Nabi Muhammad saw. saja. Padahal yang diperintahkan  oleh Nabi Muhammad itu, tentang kejadian ketika Nabi Musa as. Ketika masih hidup, sudah berapa tahun kah hingga sekarang ini? Jika tahun Hijriyah kemudian ditambah dengan tahun ketika jaman Nabi Musa as, itu. Sedangkan perbedaan pendapat tentang Nabi Khidir berjumpa dengan Nabi Musa itu, dijelaskan di dalam Hadits oleh Nabi Muhammad saw. kurang lebihnya, sebagai berikut :
Ibnu Abbas menceritakan, perselisihan di antara Hurr bin Qais tentang siapakah sahabat Nabi Musa ketaka mereka berjumpa? Ubair bercerita kepada Ibnu Abbas sebagai berikut : TEMAN Nabi musa ketika itu memang ada, dan saya juga mendengar kisah dari Rsulullah, sebagai berikut : Ketika suatu hari Nabi Musa  sedang berkumpul ditengah bangsa Israil, kemudian ada seorang laki-laki  bertanya kepada Nabi Musa, sebagai berikut : Apakah engkau mengetahui ada manusia yang lebih pintar didbanding dirimu?”
Nabi Musa as. Menjawab : “TIDAK”.
Kemudian ketika itu juga Tuhan menurunkan Wahyu kepada Nabi Musa as. Seagai berikut : ............... ADA MANUSIA YANG LEBIH PANDAI DARI HAMBA KU. “CHIDIR”.
Dalil Al-Qur’an, menyebutkan sebagai berikut : )QS.XV : 61) : “Ketika sampai di pertemuan dua lautan, keduanya lupa bila membawa ikan, sebagai sangunya....” Di sini terdapat kata “Laut”, sesuai dengn kisah Sunan Kalijaga, serta sesuai dengan kisah Werkudara dan Dewa Ruci.
Rahasia apakah di balik pertemuan antara Nabi Musa dengan Nabi Khidir itu? Apakah maksudnya dari ajaran-ajaran yang diterima oleh Nabi Musa yang diajarkan oleh Nabi Khidir?
Jika dihubungkan dengan kisah Dewaruci, Syeckh Malaya dengan Nabi Khidir  dan antara Nabi Muhammad dan Malaikat Jibril, itu tidak ada bedanya dengan orang seseorang yang sedang berada di alam Hakekat yaitu bertemu dengan SAUDARANYA DIRI SENDIRI itu.
Dikisahkan di dalam Dalil dan Khadits, bahwa Nabi Musa as. Tidak kuat menerima ajaran-ajaran Nabi Khidir, terlihat dari selalu bertanya walau pun sudah diberi pesan terlebih dahulu. Oleh karena adanya kejadian ketika di dalam perjumpaan tersebut , ada kejadian yang tidak masuk akal menurut akal pikiran manusia, sehingga manusia selalu bertanya. Itulah sebagai tanda bahwa Nabi Musa masih berada di Tingkat Hakekat (belum Ma’rifat), yaitu dalam keadaan yang disebut “MASING MEMBAWA RASA DAN PERASAAN”. Oleh karena rasa adan perasaan itu sama dengan HATI, sehingga yang bertanya dan yang menerima pertanyaan adalah HATI. Meskipun pada intinya HAKEKAT itu “TIDAK MERASA APA_APA” akan tetapi “Tidak merasa apa-apa” itu masih terikat dengan hati, artinya yang menelaah dan yang memahami  adalah Hati.
Dikisahkan tentang tidak masuk akalnya tindakan Nabi Khidir adalah ketika merusak perahu yang sedang dinaiki  berdua. Nabi Musa terheran-heran sehingga bertanya. Yang lebih membingungkannya lagi adalah ketika Nabi Khidir membunuh anak kecil yang menurut Ilmu syariat itu bahwa anak kecil belum berdosa. Sehingga kemudian Nabi Musa bertanya dan yang selanjutnya Nabi Musa tidak kuat memhami atas maksud kesemuanya itu. Kejadian-kejadidan yang demikian itu tidak ada bedanya dengan kisah Werkudara, Syeckh Malaya dalam Serat-serat Suluq, lain-lainnya.
Ketika Nabi Khidir membunuh anak kecil itu, jika diukur menggunakan Hukum Agama, hukum sipil dan militer dan Hukum iternasional sekali pun, tentulah tidak ada yang melakukan hal-hal seperti itu. Akan tetapi karena Hamba Tuhan yang sangat cerdas itu, berada di Tingkat Rasajati, sehingga maha mengetahui dan patuh., sehingga bisa mengetahui atas semua kejadian yang belum dan yang sudah terjadi bagi yang sedang melakukan samadhi, sedangkan yang mengetahui ketika adalah hanya Nabi Musa, karena yang melakukan samadhi dan yang mendapatkan ajaran adalah Nabi Musa sendiri. Untuk lebih jelasnya : Jika anak kecil itu tidak dibunuh, di belakang hari akan menjadi perusak manusia.
Itu adalah sebuah ajaran atau ilham, artinya adalah petunjuk bagi orang yang sudah mendapatkan ilmu hakekat. Sehingga yang mendapatkan petunjuk itu adalah hati, dan juga yang memaknainya itu pun adalah hati. Siapa yang sudah berada di tingkat tembusa pandang (mengetahui sesuatu yang beum terjadi / Waskitha ), yang memberi  tahu tentang tanda-tandanya dan yang menerima adalah RASAJATI dan HATINYA SENDIRI. Oleh karena rasa jati itu sama saja dengan BAYANGAN dari dirinya sendiri yang sedang memunculkan diri, maka siapa saja bisa meminta dan menyuruh bayangan itu tadi. Sedangkan yang menyuruh dan yang meminta adalah HATI. Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa seperti itulah yang bisa membuat hati terpikat, karena disebabkan ada dan adanya adalah dari “bagian dirinya sendiri-sendiri”. Cerita tentang membunuh anak kecil itu, sama dengan kisah ketika Raja Rama membunuh Subali. Seandainya saja Subali tidak dibunuhnya, di belakang harinya akan bisa menjadi perusak dunia. Semikian juga ketajaman mati hati dari BAYANGAN DIRI, jika dilakukan pasi akan MENGHERANKAN, dan tidak wajar bagi kehidupan dalam masyarakat.
Sehingga kebanayakan para ahli ma’rifat (sudah mengetahui sesuautu sebelum terjadi), kelakuannya tidak wajar. Oleh karena ketempatan sifat Luhur dan dan cedas, sehingga apa pun yang akan dilakukannya pasti akan di cocokkan terlebih dahulu dengan keadaan. Akan tetapi TIDAK MAU mendahului Kehendak TUHAN, karena dia itu sudah memegang  (Menguasai) Ilmu Tuhan.  Sehingga kata-katanya, kehendaknya, tindakannya, kesemuanya hanya Milik Tuhan dan juga Milik dirinya sendiri, hal itu sama saja dengan YA ALLAH – YA AKU. Seperti itulah keadilan Tuhan yang telah memberikan anugerah yang tidak ada bandingnya, dan di dunia ini tidak ada yang bisa untuk perbandingan ukurannya. Untuk bisa menguasai hal itu dengan sebenarnya itu, jika seseorang sudah bisa menghilangkan Penghalang penutup yang ada di dirinya sendiri.
Kejadian-kejadian seperti itu, bagi Nabu Muhammad, disebut Jibril. Pada suatu hari Malaikat jibril memperlihatkan dirinya kepada Nabi. Kemudian mengatakan sebagai berikut : Wahai Muhammad, mana yang dirimu pilih keluhuran ataukah kekayaan? Oleh karena Nabi itu sudah mengetahui segala sesuatu, sehingga perkataan Malaikat Jibril ditolaknya. Tujuan Nabi Muhammad itu hanya satu! Yaitu “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”.(Ke-Nirwana-an, kembali ke asal). Oleh karena Ilmu Nyata itu tujuannya dan pedoman untuk MENYATU dengan DZAT, yaitu sehingga berada pada Yang Nyata Adanya, keadaan Yang Nyata yang terbayangkan. Artinya menyaksikan dengan MELIHAT dan MEMAHAMI.
Di dalam hal melakukan samadhi serta di dalam ajaran-ajaran seperti telah di uraikan di atas itu, sebenarnya hanya TINGKATAN SAJA yang harus dilewati. Apakah nantinya bisa benar-benar menyatukan dan kehendak Dzat Yang tidak terbayangkan, apakah akan terpikat di dalam alam “ADI FUNA”  alam serba bisa, itu semua tergantung dari yang menjalankannya sendiri.
ooOOoo
Setelah menguraikan rahasia dari Ayat Suci (Lihat QS.VII : 29, bab 8 nomor 1 dan 2),  jangan sampai pembahasan ini dijadikan bahan pembicaraan ringan, atau pembicaraan yang tidak dilandasi Dalil atau didasai hati yang suci. Semoga saja nantinya ketempatan pemahaman yang sebenarnya, tentang rahasia yang sudah bertahun-tahun tersembunyi dan sangat tersembunyi.
(1) Sembahlah DIA (Allah).
Itu adalah ibadah hamba kepada Tuhan bagi hamba yang sudah bisa Ma’rifat. Dan yang bisa membuktikannya adalah yang melakukannya sendiri. Sehingga jika diperinci, beribadah dengan melalui Tingkatan-tingkatan itu, tujuan utamanya adalah At-Tauhid. Karena menyatunya Hamba dengan Tuhannya itu terus terang saja “Tidak bisa dditulis dan diuraikan.”
Sedangkan ibadah di tingkat : Syariat, Tariqat dan Hakikat itu adalah satu jalan, yang tujuan akhirnya adalah Ma’rifat.
(2), Dengan mengikhlaskan Agamakepada DIA.
Kata Ikhlas itu menyelaraskan perbuatan Dzat dan ujud Dzat. Perbuatan Dzzat, yaitu yang bisa berfikir, nafsu, berusaha dan sebagainya, hanya sekedar menjalankan saja, bisa dibahasa kiaskan TIDAK IKUT MEMMILIKI. Caranya adalah : Memberi sesuatu kepada orang lain, itu hanya sekedar patuh kepada perbutan Dzat yang Maha Pengasih. Dikarenakan bahwa Tuhan itu bersifat Maha Pengasih, sehingga masunia mempunyai juga perwatakan mudah merasa kasihan.
Mudah merasa kasihan atau mengasihi itu adalah cahaya sifat dari Dzat Yang Wajib. Dzat yang Wajib itu dalam menunjukan sifat Maha Pengasihnya itu menggunakan sarana MANUSIA, sehingga manusia melakukan memberi derma kepada sesamanya.
Sehingga ikhlas dalam menyembah yang sejati itu sama dengan “Sudah tidak ikatan penghaang apa pun saja”. Pamrih, rasa memiliki, warna dan apa pun saja yang mengotori jiwa dalam beribadah, sudah hilang semuanya. Oleh karena ikhlas, bagi Agama apa saja jika memang bisa itu sama saja dengan di Agama Islam. Bhuddha, Kristen dan sebagainya.
(3). Bagaikan ketika Allah memulai mencipta dirimu.
Kata memulai, itu, jika dipahami menggunakan ukuran dunia, itu bagaikan BAGAIKAN BAYI LAHIR. Untuk memahami kata Memulai mencipta dirimu : itu, jika menurut rasa, bukan berdasarkan bukti : Tidak tahu apa-apa, tidak tahu, sakit, selatan, utara, panas, dingin, tempat, masa. Artinya berada pada keadaan tidak mengerti apa-apa, tidak paham apa-apa, dan tidak merasa apa-apa “NAMUN HIDUP”.
Sebenarnya bayi yang baru lahir itu sebagai contoh atas alam dari DZAT YANG TIDAK BISA DIBAYANGKAN, yang sama artinya SUDAH PERNAH MERASAKAN ALAM YANG TIDAK BISA TERBAYANGKAN. Dan itu sebagai bukti sebagai keadaan Kosong. Dan yang bisa membukan adalah MANUSIA HIDUP, Sebagai tandanya adalah seperti KELAHIRAN BAYI.
Seharusnya, akan ada pertanyaan  : Mengapa sekarang tidak bisa seperti itu lagi dan mengapa harus menggunakan ilmu?” Jawabannya : Karena manusia itu sudah  terkena oleh penghalang dan penutup aau Hijab. Sedangkan ketika baru lahir sebenarnya adalah keadaan TIDAK TERKENA PENUTUP.
(4) Demikian juga ketika dirimu menghadap kepada DIA.
Itu adalah ayat penguat. Maksudnya adalah contoh dari bayi yang baru dilahirkan itu adalah dalam keadaan Ma’rifat, hal itu sebenarnya sebagai petunjuk  “Jika dirimu sudah seperti itu” (Rasa dalam kenyataan, Rasa Ma’rifat Islam) : Besok ketika dirimu menghadap kepada Tuhan (Innalillahi wa inna ilaihi raji’un). RASA DIRI SAMA SAJA DENGAN  ketika baru dilahirkan, dan ditambah Ma;rifat ketika ada di alam dunia. Itulah yang disebut  “Kanirwanan (Kekekalan, alam Baqa), alam DZAT, kembali ke asal seperti sebelum adanya apa-apa”.
Sekarang ada pertanyaan sebagai berikut : Jika demikian maka yang disembah itu sama sama saja TIDAK ADA APA-APA? TIDAK BISA DILIHAT ....?. Jika salah menjawabnya, akan menjadi, jika yang membikan jawaban adalah orang yang hanya berdasarkan kata-kata saja dari para orang tua. Yang benar itu adalah, akal/pikiran karus digunakan dengan penalaran yang benar  dalam memahami kata “YANG TIDAK TERBAYANGKAN” yang sama saja dengan jawaban  : SAYA TIDAK TAHU, artinya : TIDAK BISA DIGAMBARKAN, dibayangkan dan sebagainya, karena sudah ada dasarnya dalilnya : Jika kamu menghadap Tuhan, harus bagaikan bayi yang baru dilahirkan TIDAK MENGERTI APA-APA, akan tetapi HIDUP. Tidak mengerti dan tidak paham (ENTAH), itu, makna sebenarnya : Sebagai yang hidup, karena Yang hidup itu sendiri, ketika sudah dewasa “YANG MENYEBUTKANNYA”.
Akan tetapi jika kurang dalam memahaminya, kata TIDAK TAHU itu, akan dipahami menjadi : MENYEMBAH YANG KOSONG, MENYEMBAH TIDAK TAHU< MENYEMBAH DENGAN TIDAK MENGERTI. Di depan sudah dijelaskan bahwa  Dzat  yang diaktakan Tidak Tahu (Layuchayafu, yang tidak terbayangkan) itu mempunyai sifat WENANG, sehingga walau pun tidak terlihat, akan tetapi bisa menciptakan apa saja sekehendak-Nya, dengan kata Jadilah maka jadilah  (Qun faya Qun).
Tentang uraian yang berhubungan dengan keyakinan Syeckh Sitijenar yang berani mengaku “ALLAH ITU AKU. Oleh karena Dzat Yang tidak terbayangkan itu, sama dengan “ENTAH SAYA TIDAK TAHU” bisa saja menjadikan  para Wali  di Tanah Jawa pada jaman dahulu membenci kepada Syeckh Sitijenar, barangkali dikarenakan atas keyakinannya “Mengaku Allah”, atau barangkali karena Syeckh Sitijenar itu yang paling tinggi tingkatannya. Hal itu bisa dilihat dari serat-serat gubahan Sarjana-sarjana dan para pujangga. Siti Jenar hanya mengaku AKU TIDAK TAHU yang diartikan oleh orang yang tidak paham bahwa ALLAH itu tidai ada.
Untuk lebih jelasnya sebagai berikut : Bisa saja Sitijeanr sudah benar-benar yakin terhadap rahasia Qur’an VIII:29 di depan (Al-A’raf), bahwa Dzat Tuhan itu TIDAK BISA DIKETAHUI atau tidak ada. Bagi ukuran dunia hal itu memang benar, artinya Yang Sudah Ma’rifat itu Tidak tahu, akan tetapi  jika diukur menggunakan rasa, itu adalah tidak itu  bagi yang AKALNYA tidak bisa memahaminya.
Menurut QS.VIII:29 itu, jika manusia bersedia jujur, tentu akan mengakui bahwa ketika terlahir di dunia itu tidak tahu (entah), dan yang bisa membuktikan sebenarnya itu adalah ahli Ma’rifat, barangkali ketika itu Sitijenar, walau pun setingkat Wali, ternyata masih ketempatan lupa. Kata lupa itu tida sama maknanya dengan SALAH PAHAM, akan tetapi sedang dalam keadaan sedang tidak ingat. Karena ketika itu Sitijenar hanya meniadakan adanya Dzat yang tidak bisa dilihat, akan tetapi bersifat WENANG. Sama saja dengan manuisa yang kemudian mengatakan “Allah itu adalah AKU, karena walau hingga mencapai usia tua dalam mencarinya, tidak akan bisa menemukannya.
Di bawah ini, ada cuplikan Tembang Dhandhanggula Macapat Jawa, untuk membandingkan mana yang mempunyai Asma Allah serta mana yang mempunyai nama Ingsun.(Bacalah Suluk Malangsumirang – Karangan Sunan Geseng).
Salat limang waktu puji dzikir // prastawengtyas karsanya pribadya // bener luput tampa dhewe // sadarpa gung tartamptu // badan alus kang munah karti // ngendi ana Hyang Suksma // kajaba mung ingsun // mider dunya cakrawala // luhur langit sapta bumi durung manggih // wujudnya Dzat Kang Mulya.
ARTINYA : Shalat limang waktu memuji dan berdzikir // gerak kalbu adalah kehendak diri sendiri // benar dan salah diri sendirilah yang menerimanya // anugerah agung tentulah // badan halus yang menggerakkannya // Mana ada Hyang Suksma // selain Ingsun ini // walau mengelilingi langit dan bumi // hingga di ketinggian langit dan tujuh bumi  tidak akan bisa ditemukan // wujud dari Dzat Yang Maha Mulia.
Seh Sitijenar manganggep Hyang Widhi // wujud kang nora kasat mata // sarupa kadya dheweke // ingkang sifat maujud // lir wewujud bleger tan kalih // warnanya tanpa ceda // mulus alus lurus // kang nyata wujud dora // lirnya kidam dihin jumeneng tan keri // saking pribadinira.
ARTINYA : Syeckh Sitijenar menganggap tentang Tuhan // Wujud yang tidak bisa dilihat mata // serupa dengan dirinya // yang bersifat wujud // sama wujudnya bukan dua wujud // ujudnya tanpa ada bedanya // mulus halus dan sama persis // yang nyata sebenarnya wujud yang tidak ada // artinya Qidam yaitu awal dan tanpa akhir // itu berasal dari-Nya.
Pengarang Serat Sitijenar itu, tentulah orang yang masih di tingkatan Hakekat, atau masih dalam taraf “belajar” dan bukan ahli Ma’rifat, karena berani mengatakan : “Gerak kalbu adalah kehendak diri sendiri” Benar salah disi sendirilah  yang menerimanya” Itu adalah manusia yang sudah sangat yakin, bahwa Maha Kuasa-Nya Dzat itu, adalah berada di dalam AKU, Kamu, dan Dia, kesemuanya. Yang menyalahkan dan yang membenarkan adalah dirinya sendiri, itu juga adalah pribadinya sendiri. Pengarangnya adalah manusia yang sudah bisa menilai dan mengendalikan diri pribadinya sendiri.
Kalaimat “Badan halus yang menggerakannya” artinya : Berkeyakinan bahwa tiap gerak dan cetusan hati itu semua, dikendalikan badan halus yang bisa bergerak sendiri>’ (Kiyamuhu binafsihi). Bagi manusia yang bisa memahaminya, badan halus yang bisa menggerakkan itu, dikiranya sama saja dengan otak, pikiran, HASRAT. Sehingga Tuhan itu, dianggapnya adalah : Kehendak atau hasrat.
Sedangkan kalimat “ Mana ada Hyang Suksma // kajaba mung Ingsun”, hal itu sudah semestinya, karena Hyang Suksma itu “TIDAK KELIHATAN”. Tidak bisa terbayangkan. Sehingga dia itu (Pengarang) berani berkeyakinan, bahwa Hyang Suksma itu sama saja dengan Ingsun.
Di dlam uraian tentang sifat 20 diterangkan bahwa manusia itu adalah yang memuat Dzatm sehingga apabila Hayang Suksma di samakan dengan Ingsun itu BENAR, karena manusia itu mendapat bayangan dari Tuhan yang mempunyai sifat 20, sehingga disebut Ingsun. Sehingga Ingsun itu Bukan ALLAH, akan tetapi hanyalah bayangannya saja. Walau pun sama, akan tetapi tidak mempunyai sifat Wenang, TIDAK MENCIPTA APA-APA. Kesalahan Nyanyian Macapat Dhandhanggula itu, terletak pada ketika menyamakan  Tuhan dengan Ingsun, sehingga ada kata-kata “Tujuh bumi belum bisa menemukan ujud dari Dzat Yang Maha Mulia.
Pengarang Serat Sitijenar  mengakui bhawa ujud  (aal) tidak pernah bisa dijumpai, akan tetapi dengan jujur mengakui bahwa walau pun tidak pernah berjumpa akan tetapi ADA, yaitu yang dikatakannya dengan kata Dzat Yang Maha Mulia. Lebih jelasnya lagi : Mengatakan tidak ada  karena tidak pernah berjumpa, akantetapi di dalam hatinya mengatakan ADA.
Dan selanjutnya mengatakan “Ujud yang tidak bisa dilihat dengan mata” itu BENAR. Sedangkan “Satu rupa dengan dirinya” hal itu jika salah dalam memahaminya, maka kemudian akan meyakini, bahwa ketika Mayangga Seta dikiranya itu adalah Tuhannya. Yang sebenarnya adalah : “Serupa dengan dirinya” itu Dzat/Sifat Wahdatul wujud (menyatu menjadi satu, Dzat menguasai sifat). Jika diaktakan dengan kata-kata itu menjadi “Satu ujud, bukan dua” ...... jika demikian, maka BENAR, dengan keyakinan bahwa Tuhan itu adalah Wahdatul Wujud, karena meyakini pemahaman Kawula Gusti (Hamba dan Tuhan) itu adalah menyatu, keadaan yang satu. Sehingga dalam memahaminya, diyakini bahwaIngsun itu sama saja dengan “Jamban yang berisi air yang jernih terkena bayangan matahari.”
Sedangkan yang diyakini sebag, yaitu : “Rasa ada ketika menyatu yaitu ketika dirimu Inna Lillahi wa Inna ilaihi Raji’un”, itu sama saja ketika dirimu dilahirkan pertama kali ke alam dunia ini, yaitu tidak mengerti apa-apa, jika ingin membuktikannya, maka : Islam-lah (dengan cara Ma’rifat).
Jika uraian ini kurang jelas, bisa dikarenakan terpengaruh oleh daya ingin mengetahui : Pokok yang paling akhir”, itu saja. Ilmu yang paling akhir itu sebenarnya adalah berani jujur, yaitu jika sudah merasakan sendiri pada keadaan “TIDAK TAHU”, yang kesemuanya itu harus dibuktikan dengan Kayakinan dan tindakan.
ooOOoo


B, Cerita tentang Nabi Musa bertemu dengan Dzat  Allah, apakah nyata atau kah tidak nyata.

Kenabian  Musa as. Itu adalah Kenabian yang satu. Tidak ada Nabi yang menyekutukan Allah. Demikian juga Nabi-Nabi yang lainnya, seperti : Nabi Dawud, Yusuf, Ibrahim, Musa, Isa, Bahkan Nabi Muhammad sekali pun, semunya sama-sama Islam. Akan tetapi Syariat ajaran yang di ajarannya (Agamanya), yang berbeda-beda.
Ayat di dalam Al-Qur’an VIII:29 Al-A’raf dan QS.VIII.143 bab.9 di di depan, benar dan tidaknya itu perlu ditelaah. Rahasia yang terkandung di dalam Ayat Suci tersebut, jika kurang dalam memahaminya dan kurang pengalamannya, maka akan bisa menyebabkan salah tafsir. Bagaimanakah tafsirnya jika ditafsiri menggunakan ukuran Lahir dan ditafsiri menggunakan Ukuran Batin?
Nabi Musa  as. Itu jika berdasarkan yang tertulis di dalam Ayat, dengan jujur sejujurnya mengakui bahwa “TIDAK MELIHAT-NYA. (Tidak tahu), tentang DZAT Tuhan. Para nabi itu, termasuk Nabi Musa : Adalah Ummiyi (Buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis), yang maksudnya itu, huruf dari tulisan, akan tetapi dengan benar-benar mau mengakui bahwa sebenarnya TIDAK melihat Tuhan. Sehingga, Nabi, Wali di jaman dahulu, walau semua  mengetahui atas Rahasia Dunia, akan tetapi mereka itu sama-sama mengakui bahwa tidak MELIHAT (mengetahui tentang ) Allah.
Selengkapnya tentang Dalil Qur’an bersumber dari  tafsir Machmud Yunus, mengatakan sebagai berikut : “Setelah sampai waktunya, Tuhan memberi perjanjian kepada Nabi Musa. Kemudian Nabi Musa berkata : “Wahai Tuha, perlihatkanlah Dzat Engkau kepada hamba, dan semoga hamba diijinkan melihat Engkau!” Kemudian Tuhan berkata : “Dirjmu tidak akan kuat melihat Aku (Allah), akan tetapi laihatlah gunung itu, jika tetap berada di tempatnya, barulah dirimu bisa melihat-Ku (Allah)!!!”
Setelah hanya sebagian kecil Cahay Tuhan terlihat di gunung itu, seketika gunung itu hancur dan Musa terjatuh ke tanah dan pingsan, Setelah sadar kembali, kemudian memohon : “Wahai Engkau, Maha Suci Engkau, dan hamba mohon ampun kepada Engkau1” Sesungguhnya hama termasuk orang yang beriman kepada Engkau!”
Kata “melihat” yang ada di ayat tersebut, itu adalah bukan penglihatan mata, akan tetapi penglihatan yang sudah tidak mempergunakan alat, dan bukan rasa jati angan-angan diri, akal pikiran, dan hasrat dan sebagainya, akan tetapi penglihatan di dalam keadaan Ma’rifatullah. Sedangkan kata “Gunung” di dalam dunia keilmuan batin disebut “Jabbal” (dalam bahasa Arab), di dalam Kitab Injil disebut dengan nama Thursina, dan jika dinalar menggunakan pikiran yang bening, maka akan tidak masuk akal, jika tiba-tiba “Berpindah tempat”. Sedangkan Tafsir ayat di atas, adalah sebagai berikut : Yang dibahasakan dengan ibaratkan sebagai gunung itu adalah Manusia, yang maksudnya adalah bagian anggota yang seperti gunung, yaitu “HIDUNG”. Mengapa kemudian bergeser maknanya menjadi “Hidung”, karena sesungguhnya bahwa manusia ddi dunia ini memna gberada di gunung, Apakah benar demikian ? Jawaban atas pertanyaan tersebut, akan bisa dpahami, pada ayat berikutnya, yaitu : “Jika tetap berada di tempatnya, barulah bisa melihat-Ku (Allan)”!”
Makna di balik kata : Hidung itu, jika bergerak, maka badan tidak bisa tenang. Sehingga Tuhan melarangnya “Tidak boleh pindah” atau “tetap berada di tempatnya”. Hal itu karena pada umumnya manusia yang sedang melakukan dzikir kebanyak dengan menggeleng-gelengkan kepala, atau menggerak-gerakkan kepala mengikuti irama dzikir. Tindakan yang demikian itu tidak boleh. Karena cara yang benar adalah dengan diam (tenang), yang hal itu mengandung maksud  : “Bersamadhi, Yoga, Tafakhur, dsb”.
Oleh karena itu, kemudiab bisa diamati, bahwa pada jaman ribuan tahun yang lalu itu, sudah ada Yoga. Sebenarnya, samadhi atau menggeleng-gelengkan kepala itu, tidak akan bisa cepat berhasil, dan hasilnya akan bisa menjadi pusing. Sedangkan bila dengan cara yang tenang dan hening, maka untuk bisa menyatu itu lebih mudah.
Untuk selanjutnya, dikisahkan, bahwa Nabi Musa berhasil bisa melihat Dzat Tuhan yang masih terbungkus oleh “Nampak Sebagaian Cahaya Tuhan, dan seketika itu juga gunung menjadi hancur, dan Musa jatuh ke tanah dan pingsan.” Penjelasan maksudnya adalah sebagai berikut :
1, Terlihat Cahaya Dzat – Alam Hakikat Tuhan = Tidak ada apa-apa = Kosong. Tidak bisa terbayangkan = Keadaan tidak ingat  apa-apa.
2, Hancurnya gunung = Hidung, sudah tidak terlihat bayangannya, karena yang sedang melakukan Yoga itu pingsan. Kata “hancur” = Hilang dari penglihatan mata.
3, Nabi Musa jatuh pingsan = Keadaan menyatu dengan Dzat (Sudah masuk ke tingkat Ma’rifat), hal itu sudah tidak ada kata-kata yang bisa untuk menggabarkan dan menguraikannya, sehingga disebut dengan sebutan Pingsan, karena memang kenyataannya itu, tidak merasa apa-apa.
4, Kemudian Nabi Musa berkata : Bertobat kepada Tuhan, dan sebagainya = Sudah meyakini dengan penuh keyakinan bahwa sebenarnya dari Dzat Tuhan itu adalah TIDAK KELIHATAN, sehingga yang disembah siang dan malam itu, jika diurakan menggunakan kata menjadi “TIDAK ADA”, Tidak tahu, juga bisa juga disebut “Alam Entah-lah”.
Itulah Rahasia Dunia, yang maksudnya adalah : Nabi itu sudah berada di puncak Iman, bahwa yang disembah itu tidak kelihatan, namun ternyata dan sudah sangat jelas bisa “MENCIPTA APA SAJA” yang ada di seluruh jaga raya, cukup menggunakan “Kalimat” : QUN FAYAQUN. Sehingga walau demikian, menjalankan Samadhi itu bisa dialami oleh siapa saja yang diawali (Pertamakalinya) adalah mengalami Pingsan, terlebih dahulu (Atau dengan kata lain.. Kebingungan terlebih dahulu). Untuk selanjutnya, bila sudah terbiasa, tentu tidak pingsan lagi, dan akan bisa memasuki alam Ma’rifat, dan sama sama maknya dengan “Sudah bisa kembali kepada asalnya”, Duduk bersama menghadap Tuhan, dan sama saja dengan keadaan bayi ketika pertama kali terlahir ke dunia ini. Makna Rahasianya : Bisa dialami ketika masih hidup dan bisa dirasakan  keadaannya.
Ketika itu, Nabi Musa sudah tidak didampingi oleh Nabi Chidhir, karena keberasdaan Nabi Chidhir itu, ketika Nabi Musa masih di Tingkatan “MAYANGGASETA (Tingkatan Hakikat). Dan ketika mengalami Pingsan Nabi Musa sudah masuh ke Tingkat Ma’Rifat, sehingga sudah meninggalkan Tingkat Hakiakt, bisa dikatakan sudah di Posisi Puncak.
ooOOOoo
Apakah di dalam menjalankan Samai itu menggunakan Mantra? Apabila menggunakannya, bahasa apakah yang digunakan?
Qur’an 192 -195 Surat Asy-Syu’ara : “Wa Innahu latanzilu rabbil alamin nazala bihi arruhulamina litakuna minal mundzirina bilisani ‘arabiyn mubihi”. Tafsirnya kurang lebih sebagai berikut : Sesungguhnya perintah ini diturunkan oleh Tuhan Penguasa Seluruh alam melalui Malaikat Jibril menggunakan bahasa Arab kepada hatimu, agar kamu termasuk golongan dari orang-orang yang memberi peringatan.”
Qur’an 22 – Surat Fathir : “Demikian juga orang-orang yang hidup, tidak sama dengan orang-orang yang mati. Allah menuntun kepada orang-orang yang dikehendaki. Dan kamu tidak bisa memperdengarkan kepada orang-orang yang berada di alam kubur.”
Buku Asrar’i Khudi. Karangan Ulama Persia yang bernama Dr. Muhammad Iqbal (1876 – 1938), yang semula dikarang di Lahore (India) pada tahun 1915, dan sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Ingris oleh Reynold A Nicholson, di dalam isinya menjelaskan bahwa Sarjana-sarjana Barat dan Sarjana-Sarjana Islam, yang uriannya berujud Puisi yang isinya mengandung keyakinan, sebagai berikut : “MENIADAKAN DIRI PRIBADI’ (menyatu) dan rangkaian bahasanya dibungkus bahasa yang menyayat kalbu, sedangkankan Sang Pengaranya tidak bisa berbahasa Arab. Akan tetapi isi Kitab itu, tertuju tentang Islam, walau pun bahasanya tidak menggunakan Bahasa Arab, karena di dalam suatu keyakinan, yang menjadi patokannya adalah Bukan “Bahasanya’ akan tetapi “Hati”. Contohnya : Bahasanya adalah Bahasa Jerman, akan tetapi di dalam hatinya meyakini bahwa jika menyatu itu harus menggunakan cara yang demikian-demikian dan sebagainya. Atau menggunakan bahasa –bahasa yang berbeda-beda,  hal itu bisa dan boleh saja, dan dalam kenyataannya tidak kurang bahwa orang Jerman yang sudah berhasil menyatu dengan Allah. Sedangkan Bahasa Arab yang digunakan di dalam Kitab Qur’an, itu adalah sebagai bahasa pusat ilmu yang diserap oleh seluruh ummat di alam dunia ini.
Ada juga dar golongan penganut Agama Islam yang walaupun shlatnya tetap 5 waktu dan 17 raka’at dalam sehari se malam, akan tetapi ucapannya menggunakan Bahasa Jawa. Jika demikian, permintaan orang tersebut apakah bisa diterima oleh Tuhan?
Menurut dalil Tuhan di dalam Surat Al-Hadid ayat 6, menerangkan sebagai berikut : “Wa huwa ‘alimun bidzatish shuduri.” Yang mankna tafsirnya kurang lebih “Dia mengetahui isi hatimu.” Sehingga jika berdasarkan dalil ini , ternyata memang bahwa Allah itu tidak pilih kasih dan tidak pilih bahasa. Dan kesemuanya itu adalah sama saja, dikarenakan kesemuanya itu juga adalah ciptaan-Nya juga. Bahasa, itu adalah sebagai sarana untuk menyampaikan hasrat, beban hati, atau hasil dari pemikiran bagi yang melakukannya..
Ketika Bahasa Arab belum ada, apakah Allah ketika menurunkan wahyu atau manusia yang meneyembah kepada tuhan menggunakan Bahasa Arab. Pastilah tidak demikian, karena bahasanya aja sama sekali belum ada, yang tentunya menggunakan bahasa manusia yang menerima wahyu-Nya, karena yang dipentingkan di dalam hal ini, adalah bukan bahasanya, akan tetapi adalah hatinya, seperti yang termuat di dalam makna dari Qur’an 1992 – 1995 Surat Asy.Syura’a tersebut di atas (ala albiqa). Atas keterangan ayat tersebut, di bawah ini ada contoh sekedarnya, seperti yang diuraikan di atas, dengan sederhana dan apa adanya :
1, Hatimu hatiku ............ dan sebagainya, Hal itu yang bisa memahami adalah orang yang bisa menggunakan bahasa tersebut, Jika Jawa itu bagi orang Jawa, Jika Bahasa Ingris juga adalah orang Ingris dan sebagainya. Ciri-cirinya atau atau penelusuruan tentang kebenaran dari uraian ini, akan bisa dibuktikan ketika seseorang yang sedang tidur kemudian bermimpi. Walau pun ahli menggunakan bahasa ingris, Jerman, Perancis dan sebagainya, akan tetapi di alam mimpi yang bisa dipahaminya adalah bahasanya sendiri, jika orang Jawa, maka bahasa Jawa dan seterusnya.
2, Atma-mu hatiku ....... dan sebagainya, Itu jika digunakan untuk memikirkan apa saja, juga menggunakan pengertiannya sendiri (menggunakan bahasa sehari-hari). Jika ketika berfikir menggunakan bahasa lain, tentu akan sering salah.
Oleh karena Tuhan itu tidak pernah terpisah dengan manusia serta Maha Mengathui atas isi hati manusia, walau pun menggunakan bahasa jenis apa pun juga, pasti akan dipahami-Nya. Walau pun berupa ajaran-ajran yang diberikan oleh Saudadaranya sendiri, itu juga menggunakan bahasa ayang dimengerti oleh seseorang yang barsu saja mengalami Mayanggaseta. Oleh akrena itu, oleh karena WAHYU itu yang membawa adalah Saudara Diri sendiri, sehingga bagi Nabi Muhammad yang melalui Malaikat Jibril, maka juga menggunakan Bahsa Arab, karena Nabi Muhammad itu bahasa pribadinya adalah Bahasa Arab. Semikian juga perintah Tuhan kepada para Nabi sebelum-sebelumnya, tentulah menggunakan bahasa pribadi para nabi tersebut.
Yang demikian itu, sehingga walau pun ucapan permohonan atau ucapan-ucapan dalam beribadah itu menggunakan Bahasa Arab, akan tetapi jika isi dan dan intinya tidak dipahaminya (bukan bersumber dari lubuk hatinya), maka akan bisa menjadi tanpa tujuan, dan sebaliknya, jika menggunakan bahasa tionghoa, akan tetapi tembus ke dalam hati, maka akan bisa tercapai apa yang dimaksudkannya.
Menurut Pujangga Muhammad Iqbal yang sudah disebutkan di depan  memohon (dengan kesedihan hati) karena tidak bisa menggunakan Bahasa Arab, itu dikarenakan terdorong oleh sangat cintanya kepada Pusat dari segala Dalil Tuhan. Yang melebihi dari itu, itu tidak ada.
Mengulang tentang memahami arti, itu sebenarnya tidak bisa dinamakan perintah, jika dalam menyampaikannya tidak menggunakan bahasa yang dimengerti oleh yang menerima perintah tersebut, sehingga jika orang Jawa, wisik, wahyu dan sebagainya, itu tentu menggunakan Bahasa Jawa. Jika demikian adanya, maka baru bisa dianggap benar, jika tidak demikian, maka bisikan itu sesat.
Kemudian ada pertanyaan lagi “Apakah japa mantra itu bisa menembus kepada yang merawat mayat? Apakah bisa bekirim doa dan mendoakan orang yang sudah meninggal dunia?
Kebiasaan yang sering terjadi di dalam kehidupan masyarakat Jawa itu banyak yang menjadi fanatik kepada berbagai keyakinan, Apakah itu Agama, Apakah kebudayaan dan sebagainya. Fanatik terhadap Agama dan keyakinan itu, pada umumnya akan berakibat menjadi tindakan-tindakan yang tidak dipikir terlebih dahulu. Menelaah, menafsirkan atau bermusyawarah tentang keilmuan, jangan tergesa-gesa diterima begitu saja, akan tetapi harus ditelaah, diteliti, dinalar dan sebagainya terlebih dahulu, apakah masuk akal apakah tidak, karena pikiran-pikiran dan penalaran yang merdeka itu, hasilnya akan menguatkan Jiwa, karena bisa menolak dan memilih dengan berdasarkan pemahaman hati sehingga tidak mudah tertipu.
Di dalam A;-Qur’an, Tuhan memberi perintah berkali-kali, agar manusia itu menggunakan akal dan pikirannya. Tidak hanya tentang urusan dunia saja, walau pun tentang Ilmu Ketuhanan, itu juga harus dinalar dan dipahami menggunakan akal, Intinya : Memahami bahwa Allah itu ada (Yakin), karena akan dan pikiran sudh memahaminya.
Menurut M. Gandhi, Tuhan itu bersifat Maha Luas, Maha Agung, artinya : Memberi kebebasan kepada kemerdekaan dan kebebasan manusia dengan Kodrat dan Iradatnya. Sehingga manusia itu, WENANG MENJALANKAN kebebasan milik Allah, baik sifat dan hakekatnya.
Yakin kepada Kekuasaan Dzat. Keagungan-Nya, dan Maha Luasnya itu, bisa terlihat di dalam sejarah seorang Wali yang bernama Sunan Kali, bekas perampok dan penjudi, penghisap ganja, main perempuan, akan tetapi akal dan pikirannya tetap MERDEKA, mempunyai kewenangan Milih dan menolak = Baik/buruk, yang pada akhirnya menjadi seorang WALI yang paling Tinggi kedudukannya dan terkenal hingga sekarang. Kisah Tauladan seperti itu sangat banyak. Sama-sama mendepat pengaruh dari Sifat Tuhan dari salah satu sifat-Nya. Yang kadang perohonanya dilakukan dengan TANPA ADA YANG MEMAKSANYA (bebas), dengan cara apa saja, asal berdasar aturan-aturan, memahaminya serta benar dalam mengamalkannya.
Ayat Suci Surat Fathir, 22, : “....................... Kamu tidak bisa memperdengarkan kepada orang yang sudah berada di alam kubur.”
Sudah menjadi kebiasaan ketika merawat mayat di masyarakat Jawa itu dengan cara di Shalatkan oleh Penghulu dan sebagainya, menggunakan Bahasa Arab. Oleh karena hl ini berkaitan dengan adat, sehingga hal tersebut tidak perlu dimaknai, cukup memaknai Ayat Suci tersebut di atas, sebagai berikut :
A, Kata meperdengarkan itu berasal dari kata dasar DENGAR, kemudian menjadi mendengar, yaitu pekerjaan  telinga, dikarenakan ada suara. Sehingga Telinga itu akan mendengar jika ada seseorang yang memukul alat musik jawa. Dan di sini dimaknai memperdengarkan kepada orang lain.
B, Kata Kubur, itu berasal dari Bahasa Arab Qaburun (Qubrun), yang tafsirnya adalah : Alam antara (alam bardzah = Bardzahum). Sehingga bukan kata yang bermakna tempat atau ruangan, akan tetapi sebagai TANDA (Keadaan) dan sebagainya.
Sehingga disdebut dengan sebutan Alam Penantian itu, dikarenakan suatu keadaan peralihan bagi Roh yang telah meninggalkan raga, dan bertempat di tempat itu. Sehingga, baik roh hewan, manusia dan semua mahluk yang hidup yang mengalami mati pasti akan melayang di alam penantian (kubur). Itulah yang disebut Siksa dan Nikmat Kubur.
Yang dimaksud dari kata MEMPERDENGARKAN, yaitu menyolatkan dan menalkim mayat (mensucikannya), ketika diberangkatkan dan telah selesai di makamkan, yang maksudnya : Mengantarkan Roh-nya: “Soma arwahnya diterima oleh Tuhan, sesuai amal perbuatannya ketika hidup di dunia.” Serta didoalan agar mendapatkan alam kubur yang lebar, jalan yang terang dan sebagainya, yang pasa umumnya menggunakan Bahasa Arab. Sedangkan Tahlilan, menyebut Asma Tuhan itu maksudnya adalah untuk SEMUA YANG MASIH HIDUP, ingatlah dan yakinlah bahwa Tuhan (Allah) itu Maha Kuasa dan ada.
Apakah doa-doa tersebut bisa sampai kepada orang yang telah meninggal dunia?
Roh yang telah keluar meninggalkan raga, yang kemudian terus berjalan menuju tempat yang sebelumnya belum pernah dilewatinya dan belum pernah merasakannya (Alam lain). Disebut belum pernah memasuki dan merasakan itulah sehingga disebut berada di wilayah KUBUR (Alam penantian). Ketika hidupnya did dunia berkumpul dengan keluarga, tiap harinya bisa mendengar bermacam-macam suara dan sebagainya, dikarenakan ketika masih hidup mempergunakan basan kasar itu masih memiliki telinga, dan panca indranya masih lengkap. Dan sekarang yang tinggal adalah hanya roh-nya saja, yang berjalan sendirian tanpa ada teman, yang artinya adalah MATI.
Oleh karena sudah mati, maka kehilangan semua alat untuk mendengarkan apa saja ketika hidup di dunia. Yaitu telinganya tidak ikut terbawa oleh Ruh.
(Catatan Penerjemah : Dalam urian di atas, pengarang buku ini menitik beratkan pada panca Indra lahir, dan menganggap tidak ada panca indra batin ... Maaf, sekedar sering).
Oleh karena roh hidup sendirian tanpa memiliki telinga, dan telinganya sudah rusak, sehingga walau pun ada suara apa saja dari dunia ini, maka tetap saja roh tidak akan bisa mendengarnya, sedangkan yang bisa dilakukan hanyalah merasakan yang dialami oleh roh (lihat tentang MATI). Yang lebih disayangkan itu, ada sebagian golongan yang meyakini bahwa roh itu harus disediakan yang menjadi kesenangannya ketika masih hidupnya di dunia ketika masih beserta raganya seperti dahulunya. Terbukti ada makam yang  ada persembahannya berupa apa saja, yang semuanya itu sebenarnya tidak ada gunanya.
Sehingga, uraian-uraian tersebut, semoga bisa meningkatkan pemahaman, karena akal/pikiran yang berkembang dengan sebebas-bebasnya dan merdeka serta berdasarkan ajaran serta juga dalil dari Tuhan, biasanya tidak akan bisa menerima penjelasan yang demikian, yang akhirnya berakibat merubah adat yang sudah berlangsung lama. Dengan uraian tersebut penutup dari antara lahir dan batin bisa terbuka.
Jika demikian, apakah uraian wirid tersebut tidak menyalahi adat? Apakah tidak “Menutup” Al-Qur’an Nur Kariem? Apakah tidak menyalahi ayat-ayat Qur’an?
Pendapat atau menganggap benar yang demikian itu tumbuh dari karena  tidak mau menggunakan akal karena tertutup oleh fanatik, karena sudah mengakar berdasarkan KATANYA, sehingga hanya percaya tanpa dasar. Bisa juga dikarenakan kurang luas pandangan batinnya, dan juga dalam lahirnya atau kurang pengalaman atas segala pengetahuan. Padahal sebenarnya Ilmu Allah itu digelar tanpa ada yang kurang.

BAB.XI. QIYAMAT ITU ADA ATAUKAH TIDAK?
(Seperti apa kejadiannya dan buktinya)

Uraian di buku ini tentunya tidak sempurna jika tidak membicarkan tentang mati. Setelah kematian, kemanakah roh itu pergi, dan selanjutnya akan mengalami kejadian seperti apakah? Serta bagaimanakah rasanya mati itu?
Qur’an. XXXIX, 42 Surat Az-Zumar :
Allahi yatawaffa alanfusahina mautiha wa allati lam tamut fimanamiha fayumsiku allati qadla ‘alaiha almauta wa jursilu alukhra ila ajalin mussaman inna fadzlika laayatin liqaumin yatafakaruna. Tafsirnya kurang lebih sebagai berikut : Alalah mengambil nyawa diri ketika diri itu Mati, dan mengambil nyawa diri yang belum mati, ketika Tidur. Dia menahan nyawa diri yang sudah mati, dan mengembalikan nyawa diri yang tidur itu, pada waktu yang sudah didtentukan. Itulah tanda-tanda kekuasaan Tuhan bagi orang-orang yang berfikir.
Qur’an III 143 Surat Ali Imran :
“Sesungguhnya kamu sudah mengetahui akan mati, sebelum matinya. Sesungguhnya kamus sudah mengetahui jika kamu memperehatikannya.
Gaditz Buchari (42) : Sabda Nabi Muhammad saw. tentang Qiyatamt.
“Tanda-tanda Qiyamat itu, jika sudah ada budak perempuan yang melahirkan Tuannya. Dan jika sudah ada penggembala Unta sudah bisa menjadi Raja dan menguasai kerajaan yang indah-indah.
Agar biji bisa tumbuh itu, dikarenan tertanam di tanah serta mendapatkan zat-zat yang dibutuhkannya, dan jika tidak masih mempunyai daya hidup, tentu tidak akan tumbuh. Sehingga hakekat hidup itu, tidak hanya menempel saja atas ujud yang bergerak-gerak saja, walau pun di dalam sesuatu (yang tidak bergerak dan berpikir) itu pun juga ada. Sedangkan Daya hidup yang menguasainya tersebut (Untuk bisa tumbuh berkembang dan bisa bergerak) itu bernama : Sifat Qiyamuhu binafsihi. Sehingga tanda hidup menurut ukuran yang terlihat itu, menurut pandangan umum adalah : “Yang bsia bergerak-gerak itulah hidup”. Hal itu sebenarnya hanya kurang dalam dalam cara memahaminya saja.
Apakah ada mahluk yang hidup di wilayah yang sangat panas atau sangat dingin? ADA, seperti yang diuraikan di bawah ini :
Mahluk-mahluk Baksil yang bernama : Titanus dan Coloxtof itu jika dibakar api yang panasnya hanya 600 deerajat Celcius itu, tetap masih bsia hidup. Karena atas Kodrat Tuhan, baksil dua jenis itu jika terkena api maka akan berubah warnanya seolah memiliki tameng seperti sisik yang sangat keras sekali, yang bisa menahan panasnya api yang sangat tinggi. Dan jika panasnya sudah menghilang, maka baksil-baksil tersebut akan hidup lagi seperti semula.
Di angkasa di wilayah yang tingginya kurang lebih 8 hingga 9 Km dari permukaan bumi, disebut stratosfeer, dan hawa dinginnya kurang lebih 78 derajat Celcius di bawah nol, dan menurut para penerbang Angkatan Udara Ingris di sekitar tahun 1938, berada di wilayah tersebut dengan menaiki pesawat terbang, dan ada mahluk Tuhan yang hidup bergerombol. Jika orang biasa tanpa menggunakan pakaian khusus di hawa dingin, maka seketika itu raga akan bisa membatu. Mahluk yang hidup dengan cara bergerombol tersebut adalah sejenis semut yang mempunyai sayap, tanpa mempunyai tempat untuk hinggap , tanpa ada hawa panas dan tidak makan apa-apa ..... dikatakan sebagai mahluk hidup, di karenakan bisa bergerak-gerak. Allah itu Maha Mengetahui dan Maha Kuasa.
Sehingga sebenarnya daya hidup itu dan kekalnya itu ternyata menguasai seluruh keadaan (Tidak terpisah dari sifat). Untuk berlatih bagi tingkatan akal (Thariqat Akal), kesemuanya itu harus dipelajari dengan berdasarkan pemahaman yang bisa menjangkaunya.
ooOOoo
Sekarang, bagaimanakah hakekatnya hidup di wilayah alam kubur alam ghaib dan alam yang tidak bisa diukur menggunakan penglihatan (Pancainddra), atau tidak bsia diindra.
Semua alam itu mempunyai sifat dan keadaan sendiri-sendiri, serta tergantung kepada siapa yang menempatinya, artinya adalah :
1, Alam yang terlihat mata, yang menghuninya juga bisa terlihat mata.
2, Alam ghaib, ditempati oleh makhuk ghaib.
3, Alam yang tidak tidak bisa terlihat mata, ditempati oleh yang juga tidak bisa dilihat oleh mata.
Bagi jisim-jisim (bentuk/raga) yang menempati di teempat tersebut, ukurannya (Tingginya, lebarnya dan sebagainya) kesemuanya itu bisa diamati menggunakan alat (Sarana), yang dihasilkan oleh manusia itu sendiri (peralatan ghaib). Oleh karena Dzat Tuhan itu menguasai segala sesuatu, sehingga alam-alam tersebut juga terpengaruh oleh Sifat-sifat Tuhan, dan juga tergantung dari sifat hidup bagi yang merasakan :
A, Alam Dunia : sifat 20, yang semuanya diborong oleh manusia.
B, Alam dunia di wilayah Samudra : Mahluk-mahluk Tuhan hanya mengambil salah satu dari sifat 20.
C, Alam Ghaib : mahlluk-mahluk Tuhan yang menempatinya hanya mempunyai salah satu Sifat Tuhan, yang sebagian besarnya ada Sifat HIDUPNYA.
Sebelum menjelaskan  tentang mati dan sebagainya, ada baiknya terlebih dahulu memikirkan tentang tanda bukti MAHA KUASANYA TUHAN. Di dalam Al-Qur’an, Surat Asyura ayat 54, disebutkan yang penafsirannya sebagai berikut :
“Ketahuilah mereka ragu-ragu, ketika akan berjumpa dengan-Ku (Allah), ketahuilah bahwa Allah itu Maha Mengetahui. (Pahami terlebih dahulu sifat 20 di depan).
Di dalam Majalah Jayabaya pernah dimuat untuk sebagai contoh tentang kejadian-kejadian, sebagai berikut ini :
Di Universitas Ohio (AS) jurusan Fisika, ada seorang sarjana yang sedang mengadakan pnyeleidikan tentang Pantai. Di pantai tersebut diceritakan bahwa banyak bentengnya yang berupa tebing karang, yang berdasarkan penyelidikan menggunakan “spectraal-analyse” umurnya sudah mencapai 1,5 Juta tahun. Peneliti tersebut tidak hanya meneliti dengan menyentuhnya atau mengukurnya saja, serta juga dengan cara menggali dan memecah-mecah batu karang tersebut.
Dengan tidak diperkirakan sebelumnya, di dalam sela-sela batu kerang tersebut ditemukan sebuah benda bebentuk oval yang menempel di saluran yang berliku-liku bagaikan aliran sungai, yang bisa bergerak-gerak dan merayap. Yang intinya, bahwa sesuatu itu yang sudah terpendam selama 1,5 juta tahun, masih bisa bergerak, dan masih hidup. Allah itu Maha Mengetahui dan Maha Kuasa.
Ada contoh yang lebih mudah, yaitu sebutir biji padi. Menurut hasil penelitian Ahli Kebun Raya di Washington (AS), biji padi tersebut tidak akan bisa mati, walau pun tersimpan di dalam tembok hingga 300 tahun lamanya, asalkan tidak rusak kulitnya.
QS. XXXIX, Surat Az-Zumar, ada kalimat yang ditafisi sebagai berikut :
“Mengembalikan Nyawa yang tidur itu di waktu yang sudah ditentukan>” Uraian di dalam Ayat tersebut, ada hubungannya dengan tentang MATI.
Tidur itu adalah perbuatan badan yang dikarenakan mengantuk dan kecapaian, dan semua pancaindranya menjadi diam. AKANTETAPI  tanda atau ibaratnya itu dikodratkan melalui Rasa MENGANTUK, dan hal itu bukan hanya bagi manusia saja, serta hewan pun seperti itu juga sifatnya. Sedangkan “Mengembalikan” itu, yang jelas bukan atas kehendak diri sendiri, akan tetapi itu adalah KODRAT TUHAN, Kata kasarnya itu berjalan dengan sendirinya (otomatis). Tanda yang sangat mengherankan itu, ketika terasa mengantuk itu tidak bisa ditawar dan tidak bisa direncanakan (Lihat sifat 20 : Qiyamuhu  bi nafsihi). Demikian juga ketika “Terbangun”  di dunia mana pun tidak ada perjanjiannya terlebih dahulu.
Jika benr-benra di pikir dan ditelaah, Bangun dari tidur itu adalah termasuk syarat hidup. Karena : Tidur pun ditidurkan, bangun pun dibangunkan. Manusia itu tidak bisa menguasai apa-apa atas kodrat badannya, karena semuanya itu adalah dari Tuhan. Siapakah yang menidurkan (membuat tertidur) seorang bayi, dan siapakah yang melahirkan bayi? Apakah Ibunya atau kah orang lain? Jawabannya adalaj : TIDAK TAHU.
Di dalam Ayat Suci tersebut di atas, sudah dikatakan bahwa sudah didtetapkan, terjadinya itu bukan karena disengaja. Lebih jelasnya adalah : Sifat BERDIRI SENDIRI, itu juga menguasai seluruh badan, ketika tidur, ketika bangun dan ketika melakukan kegiatan dan sebagainya.
Oleh karena tidur itu adalah pekerjaan yang sudah jelas, lama dan tidaknya adalah tergantung yang mengalaminya sendiri ketika tidur. Menurut penelitian, semua perlengkapan badan, badan halusnya raga (Pikiran-pikiran) itu akan diam sedikit-demi sedikit, demikian juga ikatan rasanya. Oleh karena terlalu lelapnya, semua suara-suara, bunyi-bunyian, dan kejadian-kejadian dan lain-lainnya, tetap tidak akan mengganggu terhadap yang sedang tidur.
Oleh karena mata, telinga, hidung, lidah, kulit, kesemuanya terdiam (tidak berfungsi), sehingga dalam keadaan tidur itu sebenarnya sangat membahayakan. Letak bahanya itu dikarenakan berada pada keadaan tidak mengerti dan tidak bisa menaggulangi apa-apa, jika mendapatkan gangguan. Akan tetapi tidur itu adalah sifat dari hidup, maka tidak perlu merasa kuatir, karena kesemeuanya itu berada di TANGAN TUHAN sendiri.
ooOOoo
a.  Apakah mati itu sama saja dengan tidur?
Walau pun tertidur sangat lelapnya, itu masih ada sebagian PERASAAN (rasa) yang tetap berjalan, yaitu RASA INGAT atau RASA JATI, yang mendapat pengaruh dari salah satu Sifat TUHAN, nomor 9 dan nomor 12 : Ilmu dan Bashar, Maha mengetahui dan Maha melihat.
Sehingga, walau pun  manusia itu sedang tertidur, akan tetapi RASA JATI tetap berfungsi serta masih melihat sesuatu, yang kadang sebagain-nya itu disebut MIMPI. Akan tetapi RAJA SATI (Yang sebenarnya Rasa) itu, sebenarnya tidak bisa berbuat dengan sendirinya tanpa adanya sifat :Berdiri dengan sendiri” (Qiyamu bi nafsihi). Sehingga semua mahluk hidup itu tentu mempunyai sifat Berdiri Dengan Sendiri, karena hal itu ada sebagi bukti  : “HIDUP”.
Mati itu, Rohnya di tahan, tidak dikembalikan, sedangkan tidur, rohnya di tahan sementara kemudian dikembalikan lagi “ Sehingga bisa disimpulkan : TIDUR itu gambaran MATI. Jika di renungkan : TIDUR dan MATI itu adalah dalam keadaan yang sama (Lihat QS. Az-Zumar :42). Di dalam Ayat  bagian akhir disebutkan  : Bagi orang yang mau berpikir. Intinya : Memberi kebebasan kepada manusisa. Tafsir dari ayat QS.XXXIX : 42, itu bukan untuk orang yang tidak mau mempergunakan akalnya, akan tetapi untuk orang yang mau mempergunakan Daya nalar pikirannya, artinya : Sebutan MATI dan TIDUR itu hanya beda keadaannya (beda alam saja).
Sebenarnya KITAB_KITAB SUCI itu adalah untuk manusia yang masih hidup di dunia, bukan untuk orang yang sudah meninggal dunia. Sehingga semua isinya yang terkandung di dalamnya bisa dibuktikan ketika masih hidup di dunia, contohnya : Kata-kata sebutan Akherat, Kubur, Surga, Naraka, Luhmahfuds, Ghiab dan sebaginya yang masih banyak lagi. Itu semua bisa dipahami jika mempunyai pengetahuan  dan mempunyai ilmunya.
Mengambil makna ayat 143 Ali-“imran dan Az-Zumar 42 itu, sangat jelas dan terang, bahwa di dalam Mati dan Tidur itu sebenarnya adalah sama dan dalam setiap harinya selalu mengalaminya, dan Dirasakan susasanya, penjelasannya adalah sebagai berikut :
I, MATI, itu akan dialami oleh segala wujud yang mempunyai ROH, yang semula roh itu hinggap (bertempat) kemudian meninggalkan sejenak, dikaarenakan sesuatu hal. Oleh karena Roh itu adalah hidup kekal, sehingga yang disebut dengan mati itu TEMPATNYA (yang sebelumnya  ketempatan roh. Jika dikatakan dengan sebenarnya, bahwa MATI itu adalah suatu keadaan (kejadian) ketika ROH meninggalkan wadahnya/tempatnya. Sehingga sama saja dengan kata sebagai tanda atau sebutan-sebutan atas keadaan ketika telah ditinggalkan oleh Nyawa.
Sehingga mati itu sebenarnya adalah Suatu suasana MATI, akan tetapi yang menematinya yaitu Roh, keadaannya adalah tetap, dan tetap hidup. Maka di alams elanjutnya akan mengalami ha-hal baru lagi, yaitu cerita kehidupan Roh setelah meninggalkan Raganya.
Sedangkan cerita akehidupan itu, akan dialami juga di alam Roh, akan tetapi keadaannya adalah tetap hidup, yang disebut perada di alam penantian (kubur, Quburan, Bardzahum). Enak tidak tidak enaknya, akan di jelaskan di belakang.
II. TIDUR : itu dilakukan setiap hari, yaitu yang dilakukan di alam Roh, itulah yang disebut alam peralihan (Alam Kubur). Oleh karena tidur itu tidak mati, karena Roh akan dikembalikan lagi dalam waktu yang sudah ditetapkan oleh Allah, sehingga masih tetap hidup, artinya : Yang berubah adalah hanya alamnya saja.
Ketika berada di alam sadar itu merasakan dan berusaha dan sebagainya, sedangkan keadaan tidak bisa apa-apa (sama dengan mati), karena peralatan-peralatan badan (Pancainrda, astendriya, dan pikiran) dari semuanya itu sebagiannya tidak berfungsi semertinya. Keterangan-keterangan di Nomor I dan II itu, bisa di renungkan, yang mana yang berbeda  dan yang mana yang sama keadaannya.

Jika hal itu disamakan dengan Samadhi : Samadhi itu disengaja untuk menghentikan gerak astendriya, sedangkan tidur itu, adalah tenangnya astendriya sedangkan Mati itu adalah berhentinya gerak astendriya.
Bahaya dari samadhi adalah ketika tidak bisa bangun lagi, demikian juga halnya dengan bahanya tidur. Sehingga jika demikian, maka keadaan mati itu  TIDAK BANGUN, akan tetapi ROH tetap kekal dalam bertindak.
Berhentinya astenriya ketika tidur itu, adalah tindakan atas kehendak diri sendiri, sehingga kadang ada kejadian mengigau, ketindihan dan sebagainya, hal itu disebabkan : Rasa Jati masih terhubung dengan astendriya. Oleh karena hal itu semua maka, MATI, TIDUR dan SAMADHI, walau pun semua alat terdiam, akan tetapi ada yang masih bergerak, yaitu RASAJATI (Rasa Ingat). Sehingga untuk lebih jelasnya : Bergerak-nya dari Rasajati itu jika astendriya sudah tidak bergerak, yaitu dalam keadaan MATI, TIDUR dan SAMADHI!.
MATI itu terjadinya MELEWATI RASA INGAT, akan tetapi TIDUR melewati RASA LUPA. Penyebabnya adalah : Mati itu tiba-tiba terjadi, sedangkan TIDUR itu dari sdikit-demi sedikit...barulah Lepas!!. Di dalam keadaan mati, rasajati pun, berhenti tiba-tiba dan seketika :Bergerak sendiri” dan tidak ada yang menghalang-halangi atau yang menghambarnya, karena astendriya itu sudah rusak. Dan sebaliknya dengan keadaan tidur itu, rasajati akdang-kadang masih tersambung dengan astendriya, itu jika tidak boleh disdebut dengan bermimpi. Sehingga MATI itu adalah mati yang berlangsung terus menerus.
Seperti itulah perbedaaan antara MATI dan TIDUR. Bisa direnungkan dengan menggunakan pikiran dan perasaan, karena hal itu semua ada tafsir dan memaknai atas Dalil Allah.
ooOOOoo
b, Pengalaman di dalam Mimpi.
Setelah pengalaman-pengalaman tenetang mimpi di uraikan, pengalaman Roh serta rahasia di dalam Kubur itu bisa ditebak.
Qur’and an Kitab-Kitab Suci itu adalah disediakan hanya untuk manusia yang amsih hdiup di alam dunia ini. Sehingga bukti dan kenyataannya juga bisa didapat di dunia ini yang bsia dibuktikan ketika manusia masih hdiup.
5.1.1. TIDUR, itu adalah : Diamnya Pancaindra dan Astendriya yang melewwati alam tidak merasa apa-apa. Pengaruhnya adalah sering tidak merasa namun kadang-kadang masing bsia merasa. Yang intinya adalah melewati TIDAK MERASA. Jika hal itu dilakukan oleh ahli Samadhi, maka sama dengan masuk pada alam Hakekat Ma’rifat.
Ketika sedang tidur tidak merasanya berlangsung terus menerus selama tidurnya, maka akibat yang ditimbulkannya adalah sama sekali tidak bermimpi, karena terus menerus berada di alam “Entah”, alam yang tidak merasa apa-apa, tidak mengeetahui apa-apa, bagaikan ketika pertama terlahir ke dunia ini, yang tidak ingat apa-apa. Alam yang tidak terbayangkan!!!
Ketika berada di Wilayah tidak merasa apa-apa, itu sebenarnya masuk ke alam penyatuan (Menyatu). Oleh karena sedang tidur, sehingga baru terasa ketika terbangun dari tidurnya/Bangun, yang terasa sangat cepat sekali, ketika 3 atau 9 jam, terasa bagaikan hanya 3 detik saja. TIDAK MERASA APA-APA.
Sedangkan bagi yang mengalami alam mimpi, setelah mengalami (melewati) waktu tidak merasa, kemudian mengalami bayangan-bayangan atau gambaran-gambaran yang sebagian besarnya adalah sudah pernah dialaminya, atau setelahnya. Seumpama, ketika siang tadi bermain-main dengan api, ketika tidur kemudian bermimpi terkena api, dan sebagainya.
Sehingga sangat jelas, bahwa gerak dari Rasa Jati atau rasa ingat itu sangat Indah. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Rasa Jati itu bisa MEMBERI BEKAS kepada rasa perasaan, yang berguna untuk menyimpan semua pengalaman-pengalaman yang terang di alam nyata dan juga yang tidak terang (di dalam batin dan angan-angan) yang disebut bekas jejak Tri Indriya (Keinginan, Nafsu dan hasrat), alat yang menyebabkan rasa senang, susah, menyesal, takut, dan ribuan rasa yang lainnya.
Ketika dalam keadaan terjaga, manusia itu dikuasi oleh rasa dari rasa badan yang melalui Pancaindra : Pedas, asin, askit, cape, pegal, panas dan sebagainya. Semua rasa tersebut ketika dihalang-halngi oleh Tidur, maka akan hilang semeua, karena Pancaindra (astendriya) sedang diam. Ketika itu, rasa yang manakah yang masih ada?
Dalam hidup bermasayarakt itu tidak akan bisa terlepas dari bermacam-macam perasaan. Sedangkan yang terpenting adalah  PIKIRANNYA, yaitu TRI INDRIYA itu tadi. Hal itu sebenarnya adalah merupakan Pakian dari yang disebut Hidup! Semua yang meninggalkan bekas itu, jika saja Astendriya diam (tidur) maka akan muncul (disebut dengan bermimpi).
Yang dirasa ketika sedang dalam keadaan bermimpi itu bagaikan benar-benar nyata, puas, senang, gembira dan sebagainya, itu semua seperti terjadi di alam ketika terjaga, akan tetapi sebenarnya itu, tidak terasa apa-apa, karena pancaindra/astendriya. TALIRASA sedang diam, tidak aktif. Demikian juga seseorang yang disuntik  obat bius. Sedangkan lama dan tidaknya itu tergantung dari lamda/ atau tidaknya DIAMNYA alat-alat itu.
5.1.2. Kejadian did alam mimpi sering mengalami : Takut, susah, takut, dan sebagainya, kitu semua sangat membekas di perasaan walau pun sudah terbangun (membuka mata/duduk). Bayangan yang menyebabkan rasa takut, jika umpamanya seperti itu. Berimpi dikejar anjing, dalam perasaannya sudah melarikin dengan sangat cepatnya, akan berteriak untuk meminta tolong, namun tidak ada orang, walau pun ada, itu pun hanya meliaht saja, atau bahkan ikut berlari. Contoh hal lainnya yang mirip dengan peristiwa itu, masih sangat banyak.
Tentunya, hampir semua orang perneh bermimpi yang mirip kejadian terseebut di atas, dan semua rasa itu yang merasakannya adalah yang mengalami mimpi itu sendiri, orang lain (anak, istri dan lainnya) tidak akan ikut merasakan karena berbeda kurungannya.
Hilangnya semua rasa dalam mimpi itu, jika yang mengalami mimpi sudah terbangun dari tidurnya, yang tertinggal hanyalah sedikit ingatan-ingatan, hal karena memang memberi bekas. Terbangun dari mimpi yang baik/buruk itu, penyebabnya ada dua macam :
1. Sudah waktunya terbangun dari yang sudah ditetapkan.
2. Ketika sedang bermimpi, Rasajati bisa berhubungan dengan astendriya, sepertinya kemudian membangunkannya agar terbangun.
Ketika kebetulan sedang bermimpi itu, sedangkan rasajati roh dan lain-lainnya, tidak bisa terhubung dengan Pancaindra (Raga), bagaimanakah kejadiannya? Jawabannya : Akan tetap mengalami kejadian-kejadian mimpi-mimpi yang sangat menakutkan itu, yang dirasakan oleh Rasajati diri masing-masing dan tetap demikian, karena tidak terbangun lagi. Sehingga, akibatnya orang itu tidak akan bisa menghilangkan rasa keetakutannya itu.
Sekarang, bagaimanakan rasanya di alam kubur? Apakah rasa jati akan tetap, tidak berubah dalam perbuatannya seperti yang terjadi di alam mimpi itu? Penjelasan tentang perasaan di alam mimpi itu adalah : Walau pun TIDAK TERASA APA_APA KETIKA TIDUR, akan tetapi manusia itu tidak akan terlepas dari rasa perasaan senang, susah, tenang, tenteram, sedih, takut, kuatir, kecewa dan lain sebagainya, yaitu sebagai bekas dari memori  yang tersimpan dari rasa Pancaindra.
Jika mau merenungkan dengan sungguh-sungguh atas contoh-contoh di atas, maka akan bisa berpikir sendiri atas “RASA” yang belum pernah di alami, yaitu rasa di dalam kubur, serta bisa menelaah terhadap kematian tetangganya, apakah masih ada hubungan apakah tidak dengan anak istri yang ditinggalkannya.
Apakah di alam kubur nantinya akan bsia berkumpul kembali dengan Istrinya yang juga menyusulnya karena meninggal dunia? Apakah di alam kubur akan bisa bermusyawarah tentang ilmu? Apakah bisa meminta batuan kepada teman? Itu semeua akan diuraikan di bawah; berdasar Dalil, Haidts, Kiyas, Ijmak. Jika ada yang kurang tepat, itu sangat masuk akal, karena hal ini hanyalah pengetahuan,  nyata kebenarannya tau pun tidak harus di alami sendiri.
c. Pengalaman tentang Mati ( Di Alam Kubur).
Karena Dzat itu menguasai dan mempunyai sifat-sifat hidup dan kekal, sehingga di semua tempat dan di semua keadaan, pasti mendapat pengaruhnya, walau pun itu adalah alam Kubur sekalipun. Sehingga ukuran kekal itu, yang dikatakan oleh manusia di dunia ini bisa juga didkarenakan mengambil dasari dari “Hidup” , yang bagi Ukuran Tuhan itu ternyata adalah TETAP Adanya, walau pun tidak bisa di rasakan oleh manusia yang masih hidup.
Warna kuning atau merah yang ada di sekuntum bunga itu akan hilang ketika bunga itu layu. Kemanakah perginya warna itu? Bunga-bunga itu itu bisa mempunyai arna  adalah sebagai wadah warna dari warna aslinya, yang sifatnya tidak bisa diketahui.
Di angkasa itu banyak awan, bintang-bintang, dan keadaan-keadaan yang di atas bumi itu tidak ada. Yang mengherankan lagi itu terjadi pelangi dengan tujuh warnanya sehingga sangat indahnya. Setelah menghilang, kemanakah perginya warna-warna tersebut? (Kita juka bisa membaut pelangi). Dan dari manakah warna itu berasal.
Dan jawabannya bisa membuat kebingungan. Menurut ilmu akal pikiran, itu semua berasal dari sinar bintang, atau bisa juga berasal dari ether (Gelombang yang memenuhi jagad raya). Pertanyaan darimanakah asalnya  warna yang dimiliki bintang, jika memang berasal dari bintang? Kesimpulan akal, akan mengalami kebuntuan.
Semua uraian di atas itu hanya sekedar contoh dan sudah nyata bahwa Dunia ini hanya sebatas menerima hakekat dari Dzat. Dan juga hakekat hidup manusia itu hanya sebatas menerima saja, terjadinya warna bunga itu hanay sebatas menerima warna merah dan sebagainya, demikian juga di alam kubur, di langit, di mana saja yang bernama hidup (Sifat Hidup), itu tetap adanya.
Sekarang menjawab tentang pengalaman mati di dalam alam kuburnya masing-masing, seperti inilah tafsir dalil Qur’an, QS.102, Surat Al-Haji :
($). Mereka tidak bisa mendengar bunyinya, sedangkan mereka tetap merasakan apa-apa yang dicintai oleh nafsunya.
QS.10 – 11 Surat Al-Ma’arij :
($$). Ketika waktu itu tidak ada saling tanya jawab (tolong-menolong, saling memberi dan menerima) kepada siapa saja. Mereka saling pandang memandang; yang merasa berdosa hanya berharap saja; agar di hari itu bisa menebus dirinya serta anak-anaknya.
Sudah sangat jelas makna ayat Suci ini. Di depan sudah dijelasskan, bagaimanakah keadaanya ketika di alam mimpi. Seperti apa saja yang dialami ketika bermimpi itu bisa ditebus, jika yang sedang bermimpi itu bangun dari mimpinya.
Sekarang bagaimanakah pengalaman-pengalaman di alam kemtian? Uraian ini hanyalah perkiraan saja adalah mirip dengan makna dari Ayat Suci dan hanya berdasarkan analisa atau pendapat saja, karena sama-sama belum pernah mengalami kematian.
Ketika terbujur menjadi bangkai, Roh yang meninggalkannya itu masih tetap hidup, karena masih mendapatkan pengaruh dari Sifat Hidup, dan juga masih membawa Rasa Ingat (Rasa Jati). Oleh karena Sifat Hidup dan juga sifat-sifat yangn lainnya  masih tetap ada, sehingga perjalanan Roh jagu mengikuti dari yang bernama :
Sifat yang manakah yang tidak ikut  mengembara di alam kubur?
Yang ikut mengembara, itu adalah :
Sifat Nomor 5 : Qiyamu bi nafsihi.
Sifat Nomor 10 : Hayyat.
Sifat Nomor 12 : Bashar
Terbungkus oleh : RASA JATI dari masing-masing diri ini. Sedangkan sifat-sifat yang lainnya, walau pun terbawa, akan tetapi tidak bisa berfungsi.
Tidur itu melewati LUPA, akan teapi kematian itu melewati INGAT (tiba-tiba menyala terang bagaikan melihat gambar hidup), karena sifat MELIHAT itu berfungsi, yaitu yang menempel di RASA JATI.
Perbedaan dengan di alam sadar. Rasajati itu tidak aktif, dan tidak bisa melepasskan diri dari kungkungan Astendriya. Setelah kematiannya, maka akan terlepas dari kungkungan Astendriya (Panca indra, cerita hidup dan Hijab), sehingga otomatis berfungsi tanpa ada penghalang yang menutupinya, bebas tanpa batas.
Perjalanan (keadaan) ROH yang sudah meninggalkan raga itu sama saja  dengan keadaan di alam Tidur, alam Samadhi (Yoga). Raga akan menjadi rusak, dan sebagian pancaindra ikut rusak juga, sehingga Roh sudah tidak bisa berhubungan kembali dengan raganya!
Ketika sedang di alam mimpi, contoh sedang mengalami mimpi yang menakutkan dan sebagainya, itu bisa terbebas jika terbangun, sedangkan jika mati itu maka yang dialami oleh ROH itu akan tetap berjalan dan berfungsi selamanya merasakan pengalaman-pengalaman di alam kubur dan tidak akan bisa terebangun untuk menggerakkan raganya. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut :
Setelah Roh meninggalkan raga, maka kemudian akan merasakan data yang tersimpan di Memory Tiga Indra (Cipta, rasa dan karsa) ketika masih aktif selama hidup di dunia (Katika hidupnya). Jika ketika hidupnya itu serakah, mengumbar hawa nafsu dan sebagainya (lihet ($) tentang mati QS. 102 Al-Haji), maka pengalaman-pengalaman ROH akan tetap merasakan bekas dari nafsunya. Meskipuan jika ada musik yang keras pun, tetap tidak akan bisa mendengarnya (Tidak memiliki telinga), di pukuli itu pun tidak akan bisa merasakan, karena sudah tidak memiliki indra perasa, ketika andaikan merasa tertabrak mobil, itu hanya rasa ketakutan dan rasa kuatir yang akan tetap ada! Seperti apakah selanjutnya yang akan dialami oleh ROH?
(1). Seumpama ketika masih hdiup di dunia itu bertindak jahat, mencuri, membunuh, maka ROH kemudian akan merasakan penyesalan? Di dunia akan mengalami rasa menyesal, maka ketika berasda di alam kubur rasa penyesalan itu tetap berjalan, dan tidak bisa bisa dihilangkan meski menggunakan sarana apa saja. Wallahu’alam hanya kehendak Tuhan yang bisa melepaskan yang dialami rasa itu!
(2). Dari dorongan keinginan diri serta hawa nafsu ketika hidupnya di dunia, setelah ROH meninggalkan raganya, maka kemudian akan bisa melihat dengan jelas apa-apa yang menjadi keinginannya ketika msih hidup, itu dikarenakan ketika ROH memasuki alam kubur, maka Memory yang tersimpan di dalam Indranya yang disebabkan dorongan hawa nafsunya serta keinginan dirinya menjadi aktif berjalan dengan sendirinya.
Lama waktunya MENGALAMI RASA TIDAK ENAK ITU hanya Yang Maha Kuasa yang mengetahui-Nya. Uraian di atas, itulah rasa di dalam SIKSA KUBUR, yang mungkin disebut sebagai Neraka! Sehingga semua rasa itu adalah berasal dari akibat yang dikarenakan berasal dari perbuatannya sendiri! Bagaimanakah untuk bisa menghindar ketika mengalami  hal seperti itu!? Jawabnnya adalah tetap tidak akan bisa : karena sudah tidak memiliki AKAL /DAN PIKIRAN.
Kesemuanya itu, seperti adalah tuntutan RASAJATI kepada pemiliknya. Sedangkan tafsir dari Ayat Al-Ma’arij 10 – 11 di atas ($$) itu adalah memberi peringatan, bahwa ketika mengalami siksa kubur itu sebenarnya tidak akan ada yang menjenguknya, tidak akan ada yang akan memberikan pertolongan dan menebusnya.
Di alam kubur itulah bisa MELIHAT akan tetapi tidak bisa MEMINTA, dan sering mengalami akibat dari rasa pengalaman ketika masih hidupnya di dunia, akan tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, yang bisa hanyalah merasakan keinginan, serakah, menyesal dan sebagainya............................ dan berlangsung tetap selama-lamanya!.
Kemudian mengingat-ingat kejadian yang sudah-sudah, itu justru semakin menambah beras yang dirasakannya. RASA SADAR (Rasa ingat) yang sudah tidak ada penghalangnya yang berupa Pancaindra (Raga) itu, aktif berjalannya adalah terus menerus dan semakin bertambah dan tanpa henti, karena hanya sebatas mengelarkan atas Memori yang tersimpan dikarenan bekas perbuatan Pancaindra yang dulu dikuasi dan dipergunakannya.
 Sedangkan peristiwa-peristiwa yang dialami itu untuk bisa berganti adalah setelah berganti kisahnya jika saja  Rasajati (rasa ingat ) itu setelah berganti dalam berbuatnya! Setelah hilangnya rasa merana, kemudian rasajati sekejap saja kemudian menggeluarkan rasa sedih, hilang rasa sedih berganti menjadi rasa takut, semikianlah seterusnya bagaikan perputaran jamrum jam. Detik pertama masuk ke detik ke dua dan selanjutnya hingga detik ke duabelas, dan kembali ke detik pertama ................ ! Akan tetapi walau pun berganti rasa, namun kesemuanya itu masih dalam lingkungan rasa peristiwa yang tidak pernah terputus.
Dan ternyata bahwa roh siapa saja, tetap akan melewati alam kuburnya masing-masing. Yaitu yang dialaminya  dan didrasakannya itu akan dialami ketika Roh masih melayang dan berada di alam kubur! Karena jika tidak melayang dan mengembara itu berarti sudah mendapatkan tempat untuk hinggap, mendapat tempat atau tempatnya untuk berisitirahat! KE MANAKAH PERJALANAN ROH selanjutnya ?
Oleh karena urian hal tersebut  sangat panjang dan berhubungan dengan hal-hal yang ghaib (Tidak berujud), akan tetapi bisa dibuktikan), dan kenyataannya atas semuanya itu akan bisa dimengerti adalah dengan menggunakan rasa dan dibuktikan dengan contoh-contoh kisah-kisahnya.
Di dalam Kitab Serat Wirid Hidayat Jati, ada uraian sebagai berikut : (Halaman pertama di bait terakhir) “Aburing eroh punika baboning dumadi. (Terbangnya Roh itu adalah sebagai sumber segala yang ada). Hal itu ada benarnya, karena Hidayat Jati adalah sumber dari Kitab.
Kata “Terbangnya Roh”  mengapa justru menjadi “Induk dari segala yang ada”? Untuk lebih jelasnya atas hal tersebut; bahwa semua yang mati itu maka  Roh-nya pasti terbang melayang melewati alam peralihannya (yaitu alam kubur). Artinya, Setelah melewati hidupnya di dunia kemudian hidup di alam antara, yaitu hidup di wilayah alam kubur “Untuk hiidup lagi dalam kehidupan selanjutnya” yaitu hdiup lagi di dunia dengan menggunakan Badan Kasar (Menjelma). Sehingga bahwa menjelma itu harus melewati alam kubur  (Bardzah). Dan untuk lebih jelasnya adalah urian berkut ini :
Saya baru saja berada di Rumah depan. Rumah depan itulah “Alam saya” ketika itu. Jika saya akan pergi menuju Rumah bagian belakang , maka saya harus melewati rumah bagian tengah. Rumah bagian tengah itulah yang disebut alam peralihan bagi saya. Setelah melewati rumah bagian tengah, kemudian saya pergi menuju halaman belakang yang keadaannya hampir sama dengan halaman depan.
Sehingga yang disebut memasuki wilayah alam Peralihan itu, yaitu ketika MELEWATI RUANAG TENGAH YANG GELAP, itu yang sebagai ibarata dari alam KUBUR! Contoh yang lebih mudah itu, yaitu peristiwa yang di alami dan dirasakan oleh raga kemudian  diganti dengan alam yang dialami dan dirasakan oleh RASA (kejiwaan), dalam tiap harinya.
Dalam tiap tahunnya, seorang petani padi pasti menanam padi. Setelah tiba waktu panen, kemudian hasilnya dimakan dalam waktu tiga 3 bulan yang kemudian habis! Ketika masuk di bulan ke empat, kembali lagi menanam padi diiringi dengan bekerja yang lainnya hingga tiba waktu panen kembali. Maka isi tempta penyimpanan padi kembali penuh, akan tetapi karena untuk makan setiap harinya, maka dalam waktu 6 bulan kemudian habis.
Dalam kurun watu 6 bulan tersbut petani padi itu terpaksa harus mengalami kesulitan (kesusahan), karena harus merawat tanaman padinya dari pengganggunya. Selama waktu 6 bulan itu selalu merasa kuatir di dalam hatinya (Ini tentang rasa perasaan), Untuk berhasil panen atau pun gagal panen itu masih tanda tanya. Dalam kurun waktu 6 bulan itulah (Waktu penantian petani padi itu) adalah yang dicontohkan sebagai penggambaran “Alam peralihan”  yang selalu membuat hati bergetar. Jika beruntung maka akan berhasil panen dalam tahun berikutnya. Sehingga dalam kehidupan petani padi ketika itu mengalami : a). 3 bulan dalam kesenangan karena berhasil panen. b). 6 bulan dalam penantian dengan hati penuh tanda tanya c). Senang hati karena berhasil panen kembali.
Di dalam Majalah Jayabaya ada petikan yang diambil dari Bhagawatghita yang isinya sebagai berikut : Barang siapa yang bekerja yang berdasarkan Pamrih untuk mendapatkan hasilnya, yang artinya hanya berdasar hasrat pribadinya sendiri, Akan TErJERAT oleh KARMA, yaitu tidak bisa terlepas dari urusan keduniaan, sehingga akan selalu berkali-kali “Menjelma hidup ke alam duna dengan menggunakan raga”.
Jika demikian cerita hidupnya, apakah manusia biasa akan bisa memiliki raga kembali? Hal itu dikarenakan bahwa manusia yang seperti itu karena masih dikuasai oleh pamrih/keinginan diri/ hasratp/nafsu dan sebagainya!?
Kalimat tersebut hanya sebagai gambaran atas manusia yang sudah bisa membuktikannya sendiri, sehingga di sini perlu diuraikan lagi agar lebih jelas. Yang diibaratkan dari kata “TERBANGNYA ROH” mengapa bisa menjadi Induk dari segala yang ada dan PAMRH itu mengapa bisa menyebabkan kembali menjelma, hal itu tentunya adalah mengada-ada saja!. Keterangannya adalah :
Pamrih itu tidak hanya untuk sesuatu yang bisa dilihat mata saja. Sedangkan yang berupa ingin dihormati dihargai, ingin disanjung, ingin dikira hebat dan sebagainya, itu semua juga masih termasuk pamrih, karena yang masih mempunyai pamrih seperti itu, maka di dalam hatinya pastilah berusaha untuk itu, yaitu “Bagaimana agar bisa Aku ini di anggap hebat”. Hasrat hati yang demikian itu adalah yang memberikan BEKAS dan meninggalkan bekas di dalam Indra, karena terlalu besarnya PENGHARAPANNYA. Dan pamrih itu macam dan jenisnya ada beribu-ribu macam.
Apakah hal itu sudah benar jika hanya berasal dari kata-kata saja? Ayat Suci da dalam Al-Qur’an Surat : YASIN : 12 “Sesungguhnya Aku (Allah) menghidupkan orang-orang yang sudah mati dan menulis apa pun yang menjadi kisah hidupnya. Kesemunya itu Aku (Allah) tulis di dalam Kitab yang nyata.” Seperti itulah dasar penguat dari makna tafsir di dalam Kitab Hidayat Jati dan Bhagawat Ghita yang sudah dimuat di depan, sehingga sangta jelas bahwa kata “Terbangnya ROH” itu menjadi induk segala yang ada itu tentunya ada sebab-sebabnya, yang asalnya adalah dari diri sendiri-sendiri. Artinya jika ada pengalaman yang berasal dari luar itu hanya sebatas sebagai penghantar adanya bekas cerita! Sehingga Ayata tersebut di atas adalah memberi pengetahuan bahwa orang yang mati itu akan kembali lagi. Roh yang berada di alam kubur itu masih terpengaruh oleh bekas perbuatan dari Tiga Indra, yaitu bekas ikatan keduniaan yang sangat tebal, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Dasarnya adalah  sebagai berikut :
Roh manusia ketika berada di alam kuburnya adalah mengembara dengan mengalami segala kejadiannya, yang akhirnya akan kembali hidup di alam dunia menggunakan badan kasarnya yang baru lagi.
Di depan sudah diuraikan bahwa di manapun  tempat hidupnya itu, manusia tetap dibawah kekuasaan dan didpengaruhi ileh Sifat MAHA HIDUP-NYA TUHAN.
Makna sederhananya adalah sebagai berikut : Siapa pun saja, apabila roh nya masih terbungkus oleh Pamrih (keterikatan), walau pun dirinya meninggal dunia hingga 6 kali, tetap akkan mengalami hidup lagi  dengan menggunakan badan kasar yang disebabkan oleh akibat perbuatan Indranya, sehingga bisa disebut sebagai Karma-nya diri sendiri-sendiri. Artinya : Akan membayar hutang atas darmanya (perbuatannya) sendiri, dan tidak akan terputus hingga keinginannya itu berhasil diraihnya (Pamrih, nafsu, dan keinginan dirinya).
Bagimanakah yang akan dialami selanjutnya, dikarenakan akan bisa hidup dengan menggunakan badan kasar kembali? Apakah hal itu tidak bertentangan dengan Hukum Islam?
Oleh karena yang sedang kita bicarakan adalah Roh dari manusia, sehingga hinggapnya juga kepada manusia! Kesemuanya ini hanya akan menguraikan tafsir dari : Inna lillahi wa inna illaihi raji’un”, Berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan, dan tidak akan kembali ke dunia kembali. Di dalam uraian-urian sebelumnya sudah di jelaskan bahwa sebenarnya manusia itu bisa bisa menghadap kepada Tuhan (Islamu) dan dalam pencariannya itu senyampang masih hidup di dalam raga itu adalah dengan jalan menyatakannya (Ma’rifatullah).
Bisa saja akan menumbuhkan pemikiran sebagai berikut : “Oleh karena di kemudian hari akan hidup kembali, jika demikian sehingga memiliki hasrat (pamrih) yang lebih luhur di banding yang sekarang ini!”
Hasrat itu bukanlah ilmu, akan tetapi itu adalah nafsu. Sesuai yang terkadnugn di dalam Al Qur’an (Surat Hamim) ayat 31, sebagai berikut :
“Aku (Allah) memimpin kalian hdiup di dunia dan akhirat; di sana kalian akan mendapatkan apa-apa yang kalian ingini dan apa-apa yang kalian “minta”..!”
Apakah semua hasrat itu akan selalu tercapai? Karena kebanyak itu hanya terhenti hanya pada hasrsat saja, yang dikiranya itu akan terjadi dengan sendirinya!
Hasrat dan keinginan ketika masih di dunia itu akan tercapai jika dengan syarat dengan dilaksanakan. Roh itu tidak datang langsung otomatis bisa memiliki raga. Dalam kandungan ayat tersebut sudah sangat jelas, dijelaskan bahwa yang bisa menuntun dan menghidupkannya itu HANYA Tuhan. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Yang dialami roh ketika berada di alam kubur itu, untuk bisa pulang dan menghadap Tuhan, itu pun hanya atas kehendak Tuhan, dan untuk bisa kembali lagi memiliki raga dan hidup kembali di alam dunia, itu pun adalah atas kehendak Tuhan.
Ketika masih di dunia, keinginan-keinginan itu sesungguh lebih banyak yang hilang, karena teralihkan oleh keadaan yang beraneeeeeka ragam, namun hal itu adalah tetap merasakan puas, kecewa, sedih dan sebagainya : Karena terpenjera oleh urusan dunia (rasa memiliki) yang bermacam-macam jenisnya, sedangkan yang dirasakannya juga bermacam-macam dan hal itu bukan rasa nikmat dan senang! Berapa tahun kah yang akan dirasakan ketika mengalami penderitaan, walau pun yang dicita-citakan itu adalah hal yang luhur, maka itu semua yang mengetahuinya adalah hanya Tuhan sendiri.
Sedikit penjelasan tentang, kecewa, sedih, hampa, rasa tidak enak. Itu semua adalah yang dirasakan oleh Roh (Jiwa), yang masih terikat dan terbawa oleh rasajati serta bekas dari hawa nafsu. Oleh karena hal itu adalah BEKAS, sehingga, kejadian-kejadian, dan peristiwa apa saja yang pernah dilakukannya ketika hidup di dunia, maka di alam kubur akan selalu mengingatkannya. Rasa KECEWA itu seolah akan menghilangkan rasa itu, akan tetapi ternyata tidak akan bisa. Kesimpulannya, untuk menghindar dari rasa susah, sedih, takut, kuatir dan sabagainya, itu tetap tidak akan bisa, kisah hidupnya ketika masih di dunia walau pun tidak diperhatikannya, ketika berada di alam kubur maka akan menampakkan diri dan bercerita sendiri-sendiri. Sehingga Dalil di dalam Surat Yasin ayat 65 menyebutkan : Dan seluruh anggota badannya akan berbicara sendiri-sendiri! Ayat itu  juga ada penguatnya, lihatlah Surat Yasin ayat 12, yang intinya : Rasajati yang masih mendapat pengaruh oleh bekas-bekas nafsu-nafsi itu, akan bercerita sendiri-sendiri, artinya akan menampakkan diri dan akan dirasakannya kembali (Hubungkan dengan pengalaman-pengalaman ketika sedang tidur),
Sedangkan Roh yang dikehendaki oleh Tuhan untuk didkembalikan hidupnya dengan menggunakan Raga kasar untuk hidup kembali di alam dunia ini, itu pun masih tetap membawa BEKAS perbuatan-perbuatan, kelakuan-kelakuan, pamrih, rasa kemilikan, nafsu dan sebaginya, dan semuanya ketika di kehidupannya yang terdahulu ketika hidupnya di alam dunia yan ketika itu BELUM KESAMPAIAN. Sehingga “Apapun saja” yang terbawa oleh nafsunya itu “Tetap menempel terus”.
Di dalam Surat Yasin 12 di atas, ada  kalimat “Dan ditulisnya apa-apa yang menjadi bekas keinginanya”. Keterangan hal itu adalah sebagai berikut :
“Hidup kembali di alam dunia dengan membawa serta bekas keinginan dirinya. Hal yang demikian itu, sehingga ada kalanya seorang bayi yang terlahir, dan setelah dewasa akan menjadi penjahat, dodkter, pandita, presiden, pahlawan dan lain sebagainya, hal itu disebabkan oleh bekas pamrih/nafsu keinginan dirinya yang sudah tertulis di jiwanya, artinya tulisan yang terdahulu itu membekas! Sekedar contoh.
6.1.1, Suta anak dari Pak Wedara, memiliki watak sederhana, tenang, cerdas, penampilannya tenang, dan sangat pandai! Namun apa sebabnya masih mempunyai musuh? Penyebab dari permusuhannya itu karena sama-sama saling membenci dan tidak ada yang mau mengalah.
6.1.2, Seseorang bernama Beja, keturunan rakyat jelata, sangat jelek rupanya, dan mempunyai cacat. Akan tetapi apakah sebabnya tingkah lakunya baik, ramah dan sebagainya, serta  teman-temannya sangat mencintainya, dan bersedia berkorban untuk kebutuhan hidup dari Beja.
6.1.3, Di Blitar ada seseorng yang mendapatkan hadiah pertama undian berhadiah, dan sebenarnya dia itu hanya sekedar coba-coba saja, namun akhirnya menjadi kaya dengan tiba-tiba. Ingatlah “Hal itu” hanya sekedar mencoba saja, akan tetapi terjadi sungguhan.
6.1.4, Seorang anak dari seorang buruh, ketika lahirnya bertepatan jaman sulit dalam kehidupan. Hidupnya selalu ikut orang lain, yang menurutnya adalah bisa mebiayai hidup dan sekolahnya. Sehingga jika tidak disekolahkan oleh majikannya, lebih baik tidak mengabdi. Namun pada akhirnya dia itu menjadi Ahli Agama (senang berpikir tenang ke-Allah-an).
6.1.5, Bung Karno adalah anak dari seorang Kepala Sekolah , Mantri Guru Sekolah Rakyat, yang penghasilannya sedikit. Di masa mudanya termasuk anak sekolah yang pintar sehingga berhasil memperoleh gelar Insinyur. Akan tetapi mengapa tidak bekerja di bidang membuat bangunan, akan tetapi justru menjadi seorang ahli politik? Contoh-contoh yang demikian itu, tidak hanya terdapat di Indonesia saja, akan tetapi juga ada di mana-mana. Yang terpenting dari hal itu adalah : Tidak memilih siapa saja orangnya! Sebenarnya itu : Jiwa yang masih terkena tempelan dari pamrih  (Nafsi, hasrat dirinya ketika hidupnya di masa lalu dan sebagainya) itu hanyalah sekedar meneruskan saja bekas dari perbuatannya yaitu atas pamrih dan nafsunya di kehidupan sebelumnya.
Allah, itu menghidupkan orang mati, hal itu adalah seperti contoh did atas, yang sudah dihidupkan kembali atas rohnya. Dari contoh-contoh di atas, bisa di bedakan, yang manakah yang keinginannnya luhur dan yang manakah yang rendah dan biasanya itu bagi yang menjalanyi , dia itu tidak menyadarinya.
Sebelum menguraikan contoh-contoh di atas 6.1.1 – 6.1.5) perlu pula menelusuri kata KASTA, yang berasal dari paham Hindu, yang sudah berumur beribu-ribu tahun. Pada umumnya KASTA itu didmaknai sebagai tingkatan kehidupan, akan tetapi hakekatnya adalah tidaklah demikian! Adanya Kasta itu sebelum adanya Agama Islam seperti sekarang ini dan sebagi kehidupan bermasyarakat bersifat universal (Memenuhi dunia), maksudnya adalah BAGIAN KEHIDUPAN yang sudah TERCETAK, dan manusia itu tidak bisa membautnya!!!!!.....
1. BRAHMANA, itu adalah golongan para ahli pikir. Sejak jaman dahulu hingga sekarang, selalu ada orang-orang yang demikian itu  (Pandita suci, Wiku, Biksu Tapa, Filosof, Theosofi, Pengarang, Mistikus\, ahli tasawuf dan sebagainya), yang keahliannya adalah MENGOLAH BATiN.
2. KSATRYA,  itu berada pada WATAK, jika sudah dibuktikan oleh keahliannya dalam perang, yang disenanginya adalah membela bangsa dan masyarakat dengan tanpa pamrih, takut malu, dan giat dalam bekerja. Yang menjadi cita-citanya adalah menjaga keteneteraman dunia! Hal itu bila di dalam yang nampak dalam Tata lahir! Sedangkan bagi urusan batin, manusia yang mempunyai sifat Satrya, bukan hanya prajurit saja, akan tetapi ketika hidupnya di dunia ini seka memberi pelayanan dengan ikhlas.
3. Wahisya : Itu adalah yang selalu suka mencari penghasilan yaitu golongan pekerja handal.
4. Sudra : itu adalah Tingkatan terendah bagi Jiwa. Di dalam kehidudpan bermasyarakat, itu bisa berperan sebagai penjahat, PSK, peminta-minta, penjudi, pengacau dan sebagainya, walau pun bertempat tinggal di wilayah mana pun saja. Sehingga Kasta ini, adalah sama ssaja dengan tingkatan atau PERINCIAN KISAH HIDUP bagi manusia ketika hidupnya yang hanya mengikuti tulisannya dirinya saja atas dasar Bekas perbuatannya yang terbawa dari kehidudpan masa lalunya! Sedangkan yang menginginkan perincian kejadian-kejadian itu adalah Tuhan sendiri, dan hal itu sesuai dengan ayat Suci  Al-Qur’an yang tafsirnya sebagai berikut : “Di setiap diri itu sudah Ku (Allah) tulis di dalam KITAB YANG TERANG” ...................... !! ($$). Dalam bahasa Pesantren mungkin kitab yang terang itu disebur LUHZMAHFUDZ, yang dalam Bahasa Indonesia-nya dikatakan sebagai GARIS HIDUP, garis yagn harus dilalui yang disebabkan oleh manusia itu sendiri.
ARTINYA :
a. Tuhan mengadakan Luhzmafuds, tergelar di alam dunia itu dengan keadaan tetap. Sebelum adanya mahluk, bagian dari kehidupan (Luhzmahzfuds) sudah ada, dan adanya menjadi 4 tingkatan.
b. Manusia itu bisa mengubah Luhzmahzfuds itu. Dengan cara Darma hidupnya (perbuatannya) sendiri, menghidar diri dari ketetapan garis hidupnya sebelumnya, seumpamanya jika menurut Islam, berserah diri, suci, ikhlas, mencari untuk bisa Ma’rifat.
Menurut kisah-kisah yang dicintihkan tentang, Kaya, Miskin, pangkat dan sebagainya itu, hanya amenersukan bekas dari keingingan-keinginan diri. Sehingga sebutan Menitis itu, memang dasarnya adalah benar, dan bisa di cocokkan dengan Ayat Suci surat As-Sajdah 31 yang tafsirnya adalah “ Di alam sana kalian akan mendapatkan apa-apa yang kalian ingini dan apa-apa yang kalian minta!”.
ooOOOoo
Oleh karena Tuhan itu memiliki sifat WENANG, barangkali saja roh yang dihidupkan-Nya kembali itu tidak berbadan kasar berujud manusia, barangkali dihidupkan kembali berujud buaya, itu seumpamanya. Padahal buaya itu termasuk musuh manusia dan manusia bisa menerapkan kekuasaannya yaitu menembaknya, menjeratnya dan sebagainya... Hal itu betapa sakitnya.
Sehingga bagi para pencari Hakekat, itu harus memusnahkan gerak cetusan hatinya. Di bawah ini, menguraikan tentang contoh-contoh di depan, angka 6.1.1. – 6.1.5, sebagai berikut :
a. Walau si Suta itu anak dari Pak Wedana, hal itu sebenarnya hanya gelar di alam nyata. Di kehidupan sebelumnya, sebelum suta mendapatkan Roh (Jiwa) yang bertemepat di tubuh si Suta, sekarang ini dan juga beserta teman-temannya KETEMPELAN perbuatan (bekas) nafsu permusuhan! Sekarang ini yang memetik buahnya adalah si Suta itu sendiri.
b. Walau pun Si Beja anak dari seorang rakyat jelata, akan tetapi mendapat pengaruh dan bekas kelakuan Luhur. Yang memetik kebaikan itu adalah bukan orang tuanya, akan tetapi si Beja itu sendiri.
Bekas dari hasrat keinginan diri, nafsu dan sebagainya itu, tidak kemudian di petik sekali gus. Bisa juga dengan jalan sudah bertahun-tahun, dan kehidupan selanjutnya yang akan dialaminya kembali atas dasar ijin dari Tuhan! Allah memimpin semua permintaan-permintaan dengan cara menggantinya dengan Raga yang lainnya.
Penjelasan-penjelasan di atas itu sama saja tentang kenabian : Karena semua Nabi-Nabi itu keyakinannya sama yaitu Monoteisme, meyakini bahwa Allah itu SATU dan ESA, sehingga Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Muhammad saw. itu hakekatnya juga hanya SATU KESATUAN.
Sehingga benar, bahwa Theosof, mempunyai keyakinan bahwa “Meester” atau Penuntun Agung itu yang mempunyai raga kasar, berkumpul di dalam kehidupan bermasyarakat memenuhi kewajiban hidup. Sedangkan penjelmaan “Meester” itu memilih manusia yang bisa dan mampu untuk ditempatinya. Contohnya : Kepada manusia yang memberi penerang kepada masyarakat yang tersesat. Hal itu diibaratkan seperti Hyang Wisnu menjelma dan menempatkan diri sebagai raja di dalam salah satu dari manusia! Oleh karena dengan adanya roh-Roh yangMENYATUKAN Bangsa Indonesia yang terdiri dari suku-suku bangsa yang sangat banyak. Cara yang digunakan oleh Gajahmada ketika itu dengan cara mengadakan Payung, sebagai pedodman untuk menata negara (Mukadimah) yaitu berupa SILA_SILA yang dijadikan sebagai Dasar Negara. Akantetapi sebelum Sila-sila yang diharapkannya itu terwujud, tiba-tiba datang kekisruhan di antara para petinggi kerajaan.
Menurut cerita sejarah Tanah Jawa, walau pun tidak tertulis tentang Sila-sila yang menjadi harapan oleh Gajahmada, itulah yang sekarang disebut dengan PANCASILA.
Sekarang, kita cocokan dengan pidato PJM Presiden Dr. Ir, Soekarno, ketika menerima gelar Honoris Caosa oleh Universitas Negeri Gajahmada di Yogyakarta. Seperti inilah isinya : “Saya bukan pencipta Pancasila, tetapi saya, seorang Soekarno ini, hanya sekedar menggali sila-sila itu yang sejak beratus-ratus tahun telah berurat berakar di dada Bangsa Indonesia,  ialah PANCASILA!>”
Seperti itulah makna dari uraian yang berhubungan  dengan penjabaran Wirid di buku ini. Demikian juga isi uraian ketika mengadakan rapat raksasa Kongres Rakayat di Surabaya.
Bung Karno dilahirkan di Blitar ketika tahun 1901 Masehi. Tumbuhlan pemikiran : Apakah Bung Karno sudah mengadakan perjanjian dengan Gajahmada?” Apakah yang menyebabkan bahwa cita-cita Bung Karno sama dengan Cita-cita Gajahmada!!” Dan menurut kenyataan, sepeninggal Gajahmada hingga sekarang ini sekitar 6 ratus tahun.
Mengulangi uraian tentang Maha Kuasa-Nya Allah, yang ada hubungannya dengan yang dialami dan perjalanan ROH-ROH di dalam alam Kubur! Roh-Roh yang sedang menunggu giliran untuk berganti alam, yang artinya menunggu hari putusan (hari pengadidlan, hari Hisab) yaitu suatu hari yang menentukan bahwa ROH-ROH itu akan kembali menempati raga, dan berada di alam peralihan itu bertahun-tahun lamanya dan selalu membawa bekas perbuatannya yang terdahulu!
Bisa saja hal itu yang disebut SUNNAH, KARMA, yang menyebabkan adanya CAKRAMANGGILINGAN (perputaran hidup), dilahirkan kembali, rencarnasi. Hal itu di cocokkan dengan dalil yang tafsieneya sebagai berikut : QS, Surat Ath-Thur ayat 21 :
“Setiap diri manusia itu terikat oleh perbuatannya sendiri>’ QS.Al-Fath – 23 : ....... Sudah demikian itu (sunnah) dari peraturan-peraturan (Undang-undang) Allah sejak dahulu kala dan Sunnah Allah itu tidak akan pernah berubah.”
Cita-cita atau yang ingin dicapai  itu tumbuh dari cetusan hati, artinya bahwa terlebih dahulu hatilah yang mengajaknya, barulah dibuktikan dengan tindakan. Sedangkan cara atau yang dilakukan oleh para pencari hakekat itu ada dua macamnya, yaitu :
1. Cetusan hati, hasrat batin (belum keluar).
2. Tindakan nyata yang berdasarkan hasrat itu.
Jika keduanya berbeda maka berarti MENIPU, sedangkan yang ditipunya adalah dirinya sendiri. Tindakan yang tidak menipu diri sendiri, yang selanjutnya untuk Asma Tuhan itu adalah jika kedua-duanya berjalan seiring sejalan. Atas keadilan Tuhan, semua yang menjadi permintaan baik yang kasar mau pun yang halus, atau bekas dari perbuatan nafsu dan Indra sekali pun, akan akan DIPENUHI (Lihat QS. As-Sajadah : 31).
Bekas yang tertinggal dari perbuatan itu bisa mendorong adanya niat baik/buruk, seperti firman Tuhan di dalam QS.XXX Surat Al-Buruj ayat 19, yang tafsirnya sebagai berikut : Sesungguhnya kalian akan memasuki keadaan yang bertingkat-tingkat. Dan juga Surat Al-An’am ayat 132 : Tiap diri itu memunyai derajat sendiri-sendiri menurut perbuatannya masing-masing.”
Di sini sepertinya ada ayat yang menguatkan makna dari keinginan diri yang terhenti hanya pada niat saja, artinya manusia tidak akan bisa merobah keadaan nasibnya sendiri jika manusia itu bandel dan tidak berkehendak untuk merobah nasibnya sendiri (merubah niat untuk bisa terlepas dari pengaruh keduniaan). Nasib itu adalah apa pun saja yang dialami di alam dunia ini. Walau pun demikian, atas kehendak Tuhan, Nasib-nasib yang menjerat itu, sekarang bisa terkoyak, seperti yang termuat di dalam Al-Qur’an QS.XIII surat Al-Ra’du ayat II : yang tafsirnya : ..... Sesungguhnya Tuhan tidak akan merubah apa pun yang ada di suatu kaum, jika saja kaum itu sendiri tidak merobah apa-apa yang ada di dirinya.”
Jika demikian tentunya menjadi bertentangan dengan ayat-ayat di depan? Karena di ayat Al-Fath 23, ada kata-kata SUNNAH atau undang-undang larangan Tuhan yang tidak bisa berubah, akan tetapi di Ayat Al-Ra’du 11 mengatakan sebagai berikut : Tuhan tidak akan merobah sunnahnya, akan tetapi mengapa manusia diijinkan untuk merubah sunnah hidupnya? Sebelum hal itu diuraikan, terlebih dahulu akan menguraikan tentang Kasta dan contoh-contoh kejadian seperti yang diterangkan di nomor 6.1.4, di atas.
Menurut contoh di situ, bisa saja seorang anak dari keturunan rakyat jelata (6.1.4) ketempelan (membawa pengaruh dari) jiwa orang yang dikehidupan sebelumnya senang memikirkan tentang Ilmu Ketuhnan. Setelah dia itu dewasa, kemudian berguru ilmu batin kepada salah satu perguruan ilmu batin. Kemudian akhirnya, dia itu menjadi seorang yang ahli mengajarkan dan menguraikan tentang Wirid. Apakah yang menyebabkan sehingga dia itu bisa menjadi Ahli wirid? Apakah cukup hanya berguru saja? Apakah cukup hanya dengan cara bertanya saja? Apakah cukup hanya membaca-baca buku tentang ilmu wirid?
Keinginan dan tekad anak itu sangat kuat sekali, diibaratkan tiap yang diucapkannya adalah tentang Ilmu batin. Sekarang anak tersebut sudah menjadi seoreang yang benar-benar ahli. Ternyata bisa saja menjadi apasaja yang sesuai yang diinginkan sebelumnya. Kisah seperti contoh tersebut, jika ditelusuri, yang merobahnya atas semua keinginannya hingga berhasil apa yang menjadi keinginannya  itu bukan dari Tuhan. Akan tetapi berasal dari Usahanya sendiri (Qs. surat Al-Ra’du 11). Keterangan yang lebih jelas lagi, sebagai berikut :
Ia. Pengaruh dari bekas Jiwa dari kehidupan sebelumnya, sekarang berada di diri anak itu, hal itu menyebabkan segala pekerjaannya menjadid aktif (giat bekerja) artinya, mau melangkah untuk bertindak dengan TIDAK MERASA, bahwa telah ketempatan bekas tindakan di kehidupan sebelumnya.
II.b. Atas dorongan dari Bekas tindakan dikehidupan sebelumnya, menyebabkan adanya KEJADIAN dan cerita seperti di atas yang kemudian terbukti menghasilkan tindakan hingga bisa berhasil apa yang diinginkannya.
Apakah yang sebenarnya (dasar-dasar yang bisa dijadikan pedoman), tentang SUNNAH atau peraturan (Undang-undang) yang tidak bisa berubah itu. Uraiannya adalah sebagai berikut : Jika hanya terhenti hanya pada niat saja, dan tidak didlanjutkan dengan gerak aktif berupa tindakan, maka akan tetap pada keadaan seperti isi dari Ayat As-Sajdah 31; artinya ayat tersebut hanya memberi tahu saja bagi suatu cita-cita yang diinginkannya, sebagai gambarannya adalah hanya diberitahu saja bahwa ada uang senilai Rp.100.000,- yang berada di atas meja. Rahasia batinnya adalah : Uang tersebut menyebabkan tumbuhnya keinginan. Oleh karena gerak dari sasa ingin tercatat di dalam Luhzmahfuds (Kitab yang nyata yang tercatat di dalam rasajati tiap diri masing-masing).
Sedangkan Luhzmahfuds (Kitab yang nyata) adalah bukan ukuran dunia, karena itu adalah dibuat oleh Allah sendiri, terbukti di dalam hukum Kasta yang berjumlah 4 tingkatan (Brahmana, Ksatrya, Waisya dan Sudara). Bukti bahwa keadaan di dunia ini itu ada kasta-kasta tersebut adalah : Di dunia mana saja, sebelum adanya Agama Islam, Krissten dan sebagainya, sudah ada (ada isinya) Pandita, Filosof, Suffi dan sebagainya. Semua manusia, baik yang beragama atau pun tidak, dan dari bangsa mana saja Pasti termasuk dari salah satu golongan kasta tersebut (Al-Buruj.19).
Sedangkan tentang Perbuatan di dalam kehidupan bermasyarakat TETAP berada di dalam keadaan seperti isi dari ayat Suci QS. Al-An’naam.132 : “Tiap diri masing-masing manusia itu memiliki derajat sendiri-sendiri sesuai dengan perbuatannya!”
Penyebabnya adalah bagi pelaku Yang Membawa bekas sifat dari Roh (Jiwa) yang menurut keinginannya di masa hidup sebelumnya itu belum masuk (mengikuti) akhir dari kedudukan kastanya. Artinya : Walau pun sekarang ini  di tingkat erajat rendah dan menempati kasta-nya sendiri, sebelum sampai kepada kasta tertinggi , tetap akan terlahir kembali untuk menyempurnakannya menjadi kasta tertinggi (Evolusi). Berapa tahun waktu yang diperlukan untuk menjuku kasta luhur (luhzmahfuds) itu, hanya Tuhan yang tahu.!
Merobah nasib itu adalah dengan cara berusaha, bukan hanya menerima saja untuk menempati kadaan yang dialaminya sekarang ini. Hal itu memang masih merupakan hasrat pamrih (ikatan keduniaan), akan tetapi sebenarnya bahwa manusia yang bersifat luhur dan Muhammad itu tidak sekedar menerima terhadap keadaan PERASAAN diri sekarang saja dan terus berusaha untuk mencapai kepada kemuliaan, itulah yang disebut  hidup kekal (kanirwanan). Di mana saja manusia itu pasti mempunyai sifat ingin menghamba dan menyatu, karena sudah terlalu lama berada di dalam lingkungan kastanaya.
ooOOOoo
Manusia hidup itu harus selalu ingat dan menyadari, bahwa segala perbuatannya selalu mengalami resiko luar/dalam. Resiko di luar itu berupa halangan-halangan dari orang lain, dari musuhnya (6.1.1) yang roh-nya ketempelan rasa benci, rasa permusuhan dan sebagainya : Perbuatan roh yang seperti itulah yang di masa hidupnya yang lalu yang selalu merusak. Keadaan yang demikian itu terdapat juga di lungkungan keluarganya sendiri. Sehingga di dalam keluarganya sendiri juga ada yang menjadi musuh (Ingatlah sifat bawaan dari hidup sebelumnya), seperti yang diceritakan di dalam QS. At-Taghabun 14 : “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuhmu, maka dari itu kalian berhati-hatilah!”.
Musuh di sini bermakna adalah jelmaan jiwa yang ketempelan sifat rendah. Seperti apakah liku-liku hidup yang menuju salah satu kasta (Garis hiduP itu sudah jelas. Sekarang, darimanakah asal Luhzmahfuds itu ??? Jawabannya akan bisa ditemukan di dalam uraian selanjutnya.
Oleh karena “Garis hidup itu tingkatannya ada 4 macam, di bawah ini ada penjabaran sebagai bukti dan untuk selanjutnya agar tidak membingungkan :
1. Seorng yang bernama Suta tidak megetahui garis hidupnya. Oleh karena tidak tahu, sehingga kemudian mencari pekerjaan, akhirnya berhasil dan dijadikan pegawai tinggi memang karena pintar dan mampu.
2. Ketika pada sutu waktu, Suta di tangkap karena berbuat korupsi, kemudian dipenjara. Keluarganya mengalami kesusahan, dan kembali menjadi miskin seperti ketika baru dilahirkan! Setelah keluar dari penjara, dengan terpaksa Suta menjadi seorang peminta-minta, walau pun menggunakan cara yang lebut (dengan alasan minta derma). (Lihatlah Qs. Surat Al-An-naam. 132 – Al-Ra’du 11, dihubungkan dengan Surat Al-Fath:23).
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
Menurut contoh di atas di nomor 1, Tuhan itu tidak merubah Sunnahnya, Tingkatan SUDRA di dunia ini itu tetap ada. Sedangkan kelakuan Suta itu tumbuh dari hasrat yang ketempelan jiwa rendah (Sudra). Penampilan yang gagah, berpangkat, terkenal, pandai dan ketrampilannya itulah yang menyebabkan Suta menjadi giat dalam melakukan apa saja, sehingga dirinya menduduki yang dimaksud dari QS. Al-An’naam 132. Oleh karena kisah hidupnya tidak dirasakannya, maka akhirnya berada di dalam keadaan seperti didalam QS. Al-Ra’du 11, artinya : Tuhan tidak akan merubah apa-apa jika dirinya tidak merubahnya sendiri ....! Sehingga berubahnya kisah hidup si Suta itu karena berasal dari perbuatannya sendiri, bukan atas kehendak Tuhan.
Jika saja Suta bisa mengerti, tentunya tidak akan mengalami kisah hidup yang demikian itu, tidak akan kembali menjadi sudra (bisa melepaskan diri), dengan cara Kodratnya tentunya akan bisa menghindar dari perbuatan korupsi. Sehingga keterangannya adalah : Suta tetap menjadi Isi dari Luhzmahfuds, tercatat dalam derajat rendah.
Ringkasan :
aa. Sunnah : Peraturan Undang-Undang Hukum Allah, seperti : Adanya kasta-kasta, Luhzmahfudz, saling bunuh membunuh, malu dibayar malu, hidup, mati, lahir, biji yang tumbuh kemudian berbuah, bumi, planet itu selalu berputar, sejak jaman dahulu tidak pernah berubah, tetap demikian adanya.
bb. Sunnah, di dalam kehidupan ada 4 tingkatan, adanya itu tetap ada dan tidak bisa berubah, akan tetapi bisa dirubah oleh manusia yang masih hidup di dalam raga kasarnya. Berubahnya itu sedikit-demisedikit, umpamanya itu dari Waisya naik menjadi Satrya dan seterusnya, itu tergantung dari perbuatannya ketika hidupnya.
cc. Luhmahzfuds (Kitab yang Nyata), Garis Hidup, yaitu kaya, miskin, bodoh, pintar, enak hidupnya, dan tidak enak hidupnya, gila, sehat, berpangkat, menjadi peminta-minta, beruntung, celaka dan sebagainya, itu tetap adanya. Artinya, Luhzmahfuds itu adalah pakain diri bagi diri masing-masing manusia, yang dirinya itu tidak ikut-ikut membuatnya. Yang mengakibatkan yaitu : Jika yang menjelma di dalam raganya itu masih membawa BEKAS dari kehidupan sebelumnya.
Contoh : Di kehidupan sebelumnya ada sebagai durjana, akan membekas menjadi Jiwa penjahat (di mana-mana itua da), walau pun berpangkat, kaya dan sebagainya. Atau bekas seorang penjahat, akan membekas di dalam tindakan : Main perempuan, makan berlebihan, mencuri dan sebagainya. Bekas Jiwa baik akan memberi bekas yang baik, berjiwa luhur, pandita, mukmin dan sebagainya !!.
Seperti itulah kejadian-kejadan dan kesih hidup yang selalu berputar yang mempengaruhi di dalam kehidupan masyarakat.

BAB. XII. URAIAN TENTANG HARI KIAMAT
(Bagaimanakah kejadiannya dan buktinya)

Sebelum tentang Qiyamat diuraikan maknanya, pertanyaan tentang waktu dan keadaan  tentang terjadinya Qiyamat perlu di jawab terlebih dahulu. Kapan waktunya dan bagaimanakah kejadiannya? Jawabannya adalah : “Hari qiyamat itu/bagaikan tiap hari, tiap jam, tiap menit, tiap detik, bahkan bersamaan dalam satu waktu. Akan tetapi bukan rusak dan hancur, akan tetapi justri hidup dan selamat”.
Membicarakan dan memaknai hal  yang satu ini, memang membutuhkan penalaran yang jernih, karena harus direnungkan dengan sungguh-sungguh, sesuai atau tidaknya dengan kenyataannya.
Di dalam bab terdahulu sudah disampaikan, olehkarena Kitab-kitab Suci seperti halnya Al-Qur’an, Bybel dan sebagainya, itu adalah bukan untuk manusia yang sudah mati (di dalam kubur), akan tetapi adalah diperuntukan untuk manusisa yang amsih hidup, sehingga, makna, bukti, kenyataan dari kalimat-kalimat tentang Akherat, Kiamat, Mati, Luhmahzfuds, padang mahsyar dan sebagainya, itu harus bisa ditemukan bukti nyatanya itu juga di dunia ini.
Pada umumnya kata Kiamat itu dimaknai dengan : Kehancuran dunia berserta seluruh isinya. Seolah-olah keadaan nantinya akan hancur bersama-sama dalam satu hari (?!).
Kata Qiyamat itu adalah Bahasa Arab yang berasal dari kata dasar “ Qiyaman, yang sama artinya dengan Qama, yang di dalam Bahasa Indonesia-nya  adalah : BANGUN, atau berdiri. Contohnya : Yaumil qiyaman menjadi Yaumil Qiyamat, hari ketika tiba-tiba dibangunkan.
Di dalam cerita-cerita tentang kiyamat, bersamaan dengan suatu ketika para roh-roh dibangunkan, kemudian digiring menuju ara-ara padang mahsyar, sebuah padang yang sangat panas (@).
Di dalam hadits Buchari 42 bab IX, Nabi Muhammad saw. itu tidak mengatakan bahwa Kiyamat itu Rusak/hancur, sedangkan makna dari kata bahasa Arab itu saja sudah jelas bahwa bukan bermakna rusak hancur lebur. Apakah yang menyebabkan sehingga pada umumnya dimaknai menjadi hancurnya dunia?
Jika sifat 20 diteliti, Kiyamat itu memang benar bahwa itu adalah salah satu sifat dari Tuhan sendiri (Qiyamuhubinafsihi = berdiri sendiri), sehingga bukan bermakna rusak/hancur. Serta juga di dalam Kitab-kitab suci seperti Bybel, Qur’an dan yang lainnya itu tidak bermakna hancurnya dunia, kesemuanya justru tentang kebaikannya.
Akan tetapi hingga sekarang ini, banyak para yang ahli berpendapat, bahwa kiamat itu adalah kehancuran dunia, digulung seketika bersamaan dalam satu waktu, kemudian semua manusia yang sudah meninggal dunia di giring menuju padang masyar. Dan selanjutnya : Siapa saya yang ketika hidupnya di dunia menjalankan shalat 5 waktu, diberi tanda di keningnya serta bisa masuk ke dalam Surga, berkumul dengan para leluhurnya.
Sedangkan bagi para kafir/kufur akan mendapat siksa. Memang di dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa : Kiyamat itu datangnya bersamaan dengan bencana yang sangat menakutkan, akan tetapi hingga sekarang ini, walau pun sudah berjuta-juta tahun, tetap belum ada buktinya.
Qur’an memang menerangkan bahwa Hari Kiyamat itu datangnya tiba-tiba, serta yang mengetahuinya hanyalah Allah sendiri (@). Olehkarena yang mengetahuinya itu Tuhan sendiri, apakah ada mahluk yang bisa mengetahuinya? Itu adalah pertanyaan yang tumbuh di dalam hati dan pendapat di kala hening. Menafsiri tentang rahasianya, maka kiyamat itu sarananya juga harus berdasar Dalil dari Tuhan di dalam Kitab A;-Qur’an al Kariem, Bybel, Kitab-kitab suci lainnya dan Hadits. Di bawah ini ada contoh kejadian yang ada hubungannya dengan uraian tentang Kiyamat :
I. A. Yang uurnrya baru 50 tahun bercerita kepada tetangganya yang bernama B, sebagai berikut  ....... Nantinya dunia ini akan kiyamat, hancur lebur beserta isinya seketika bersama-sama dalam satu hari. Datangnya tiba-tiba, tenetang hal ini manusia itu tidak ada yang tahu, yang mengetahuinya hanyalah Allah Sendiri .... langit akan runtuh.
II. Dan B percaya dan yakin atas yang diceritakan oleh A itu. Setelah umur A mencapai 100 tahun, tiba-tiba meninggal dunia, sehingga terpaksa belum bertemu dengan Kiyamat kehancuran dunia.
III. Dan B yang masih hidup, selalu menunggu bukti adanya kiyamat karena meyakini apa yang dikatakan oleh A di bab I, Selama penantiannya si B juga bercerita tentang kiyamat kehancuran itu kepada anaknya yang bernama C. Oleh karena si C mempunyai keturunan, sehingga disampaikan juga keterangan dari B tentang kiyamat, dan demikian untuk selanjutnya, berturun-turun terus.
IV. Hingga kematiannya, B juga belum berjumpa dengan Kiyamat kehancuran. Demikian juga anak keturunannya, juga tidak mengalami kiyamat kehancuran dunia beserta seluruh isinya, walau pun ditunggu hingga berapa pun anak keturunannya, sehingga hal itu adalah percaya tanpa bukti dari cerita yang apa adanya, karena walau pun ditunggu hingga jaman abad atom ini, kiyamat kehancuran dunia itu belum ada bukti nyatanya.
ooOOOoo
mengulan uraian tentang Kiyamat dan kehancuran. Di antara dua kata tersebut, sebenarnya tidak ada hubungannya, justra maknanya adalah berlawanan, karena kiyamat (Qiyamat) itu artinya adalah “Bangun” sedangkan Rusak/kehanuran itu adalah hancur lebur. Timbulnya pertanyaan “Apakah dunia ini tidak akan bisa rusak? Jawabannya adalah “Wenang” atas tuhan itu bukan untuk merusak dunia yang sebenarnya adalah hasil ciptaannya.” Jika seandainya Tuhan menghendaki kehancuran dunia ini, barangkali saja sangat mudahnya karena Tuhan itu adalah Maha Kuasa dan kenyataannya semua yang tergelar seluruhnya adalah Miliki Tuhan semata.
Di bawah ini ada Ayat-syat Suci yang ada hubungannya tentang Kiyamat :
1. QS.XXV, surat Az-Zukhruf – 66 : “Dia itu menunggu hari kiyamat yang datangnya tiba-tiba, serta dia itu akan tidak ingat apa-apa .............”
2. QS.I Surat Al- Baqarah – 28. : “Bagaimanakah kamu akan mengingkari Tuhan, sedangkan kalian sebelumnya tidak ada kemudian kalian dihidupkan dan setelah itu dimatikan, kemudian dihidupkan kembali, yang akhirnya kalian akan Menghadap kepada-Nya”.
3. QS.XXI Surat Lukman : 28 : “Tidak menjadikan dan tidak membangkitkan kalian dari kubur di sisi Tuhan, selain menjadikan manusia dan membangkitkannya.”
QS.XXIII Surat Yasin : 33 : “Sebuah keterangan bagi dia tentang kiyamat, yaitu bumi yang mati kemudian (oleh Tuhan) dihidupkan kembali dan Allah mengeluarkan biji dari situ dan kalian makan.”
Di dalam 4 ayat tersebut di atas, sama sekali tidak terdapat kata “Hancur” apalagi “Kehancuran alam dunia”. Sesungguhnya, Al_Qur’an itu, maknanya banyak mengandung Ibarat yang sangat rahasia yang gharus di kupas isi yang sebenarnya, jika ingin mengetahui makna rahasia yang terkadung di dalamnya. Di dalam Surat Isra ayat 89, disebutkan sebagai berikut : “Sesungguhnya Ingsun mengulang-ulang keterangan di dalam Al-Qur’an itu untuk manusia serta perumpamaan (pengibaratan) bermacam-macam; akan tetapi kebanyakan mengingkarinya (tidak mempercayainya/menganggap tidak mungkin).
Makna terseirat yang terkadung di dalam ayat=ayat tersebut di atas, sebagai berikut :
Di dalam Ayat yang Nomor 1, dijelaskan, bahwa datangnya Kiyamat itu dengan cara tiba-tiba dan para manusia menjadi tidak ingat apa-apa (Tidak sadarkan diri, tidak merasa @). Jika Kiyamat itu dimaknai sebagai kehancuran dari segala yang ada, tentunya manusia itu akan bisa merasakannya. Karena sama-sama mengalami dan melihatnya. Melihat dan merasakan itu adalah tindakan dari manusia yang tidak “tidak ingat” menjadi manusia yang bisa mengingat. Hal itu bisa dianggap bertentangan dengan apa yang disebutkan di dalam ayat Nomor 1 itu, yang pada akhirnya bisa digunakan sebagi mengukur pendapt atau keyakinan, jika Kiyamat itu dimaknai sebagai rusaknya alam dunia.
Sekarang ayat yang ke 2. Menerangkan bahwa manusia itu dibangunkan, dikiyamatkan oleh Tuhan atau dihidupkan kembali. Setelah melewati Dharma kehidupannya kemudian dimatikan kembali, dicabut rohnya, kemudian dibangunkan lagi..... demikian berulang terus, seperti pada penjelasan tenjang menjelma (Terlahir lagi, reincarnatie), di uraian di depan.
Sedangkan ayat yang ke 3,  itu adalah merupakan cara bahwa Tuhan dalam membangkitkan roh dari Kubur (menghidupkan kembali) : tidak seperti membangkitkan roh yang bermakna utuh, akantetapi dalam membangkitkan-Nya itu adalah dengan bukti Wujud, yaitu : Bagaikan menciptakan manusisa, dan bentuknya adalah sesuai dengan kodrat-Nya, melalui proses berlangsungnya dari sedikit-demi sedikit, yaitu menjadi bayi terlebih dahulu, artinya : Lahir dari dalam kandungan.
Ayat yang ke 4, menjelaskan tentang bahwa kiyamat itu ada. Dalam kejadian itu Allah memberikan peringatan : Bahwa Kiyamat itu dijelaskan bagaikan benih yang tumbuh (keluar dengan sendirinya) dari dalam Bumi. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Adanya benih itu melalui buah yang keluar pertama kalinya adalah dari bimu ... begitu seterusnya kemudian berkembang biak.
Makna tersiratnya adalah terdapat di dalam hal Tumbuh, yang pastinya akan melalui proses menjadi ada dan keluar berasal dari dalam buah atau tumbuhan sebelumnya, artinya : Tiba-tiba ada dan tumbuh (terbangun) dengan sendirinya.
Tiba-tiba ada dan bangkit dengan sendirinya itu maksudnya adalah tidak ada yang menyuruh, hal itu sama saja dengan Berdiri sendiri “QIYAMU BI NAFSIHI” dari kata dasar “KIYAMAT”. Sedangkan makna apa adanya dari kata Kiyamat itu “APA” serta buktinya itu bagaimana, hal itu sebaiknya menelaah penjelasan yang ada di dalam Ayat Suci, sebagai berikut :
 5. QS.XVII Surat Al-Haji ayat 7.
Bahwa sesungguhnya waktu itu (Kiyamat) pasti datang, jangan ada keraguan, dan sesungguhnya  Tuhan akan membangkitkan siapa saja yang adala di Qubur. ( Arab : wa anna assa’ata atiyatu la raiba fiha wa’ anna Allaha yab’atsu man fi’lquburi).
6. QS. XXI surat Al-Ahzab ayat 63.
Sesungguhnya yang mengetahui itu hanya Tuhan Sendiri jika waktu itu (Kiyamat) sudah dekat. (Arab : Innama ‘ilmuha ‘inda Allah, wama yudrika la’alla assa’ata takunu qarima).
7. QS.XV surat Al-Kahfi ayat 48 (sebagian).
Sesungguhnya datangnya itu (Atas hari Kiyamat) sepeti ketika kamu diciptakan pertama kali (Arab : Laqad ji’ tumuna kama khalaqnakum awwala).
Jika direnungkan, pada nomor 7 tersebut, ada kalimat “Seperti ketika tercipta pertama kali”. Tircipta pertama kali itu jika itu manusia tentunya akan melewati proses kelahiran sebagai bayi dan yang tidak ingat apa-apa (@). Sudah sangat jelas bahwa kiyamat itu bukan bermakna kehancuran dunia, justru itu adalah kelahiran bayi menuju ke alam dunia ini dengan disertai tidak ingat apa-apa, datangnya dengan tiba-tiba, artinya : tidak ada perjanjian terlebih dahulu.
Oleh karena Kiyamat itu bukan hanur, akan tetapi justru menuju ke alam dunia, untuk melanjutkan memenuhi keinginan yang belum tercapai ketika hidup sebelumnya, sehingga jika menurul akal yang jernih maka penelahan-nya harus dengan cara berpedoman keapda Ayat Suci di bawah ini :
8. QS.XI surat Yunus – 44.
Sesungguhnya Tuhan tidak menyiksa kepada hamba-Nya, akan tetapi manusianya sendiri yang menyiksa dirinya sendiri.”
9. QS.XXX Surat An-Nazi’at – 25.
Segala sesuatu itu ingsun (Tuhan) hitung dengan ukuran yang sempurna.
10. QS.IV surat Ali-Imran – 108.
Demikian itulah ayat-ayat Allah yang kami bacakan kepada engkau, menurut yang sebenarnya, dan tiada Allah hendak menganiaya orang-orang yang ada di alam ini.
11. QS. V surat An-Nisaa’ – 132 – 133 :
Kepunyaan Allah apa yang ada di Bumi. Sudah cukup Allah menjaganya. Jika Tuhan (Allah) berkehendak tentu kalian semua dimusnahkan wahai semua manusia, dan dan didganti dengan kaum (golongan) yang lainnya, karena Allah Maha Kuasa tentang yang seperti itu.
Penjelasan Ayat-ayat Suci di atas akan diuraikan di belakang. Yang sebenarnya dari Kiyamat itu adalah : Setiap hari, setiap detik, dalam satu waktu, bersamaan seperti yagn sudah dijelaskan di atas. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Kelahiran bayi ke alam dunia ini bersamaan dalam satu hari, bersamaan jamnya, bersamaan dalam menit dan seterusnya; walau pun tempatnya menyebar ada di mana-mana.
Sesuai Ayat nomor 8 tersebut di atas, sudah sangat jelas bahwa “Siksa” yang dikiaskan  (dimaknai) kehancuran dunia, ternyata kabar tanpa dasar, kerena jika dunia ini hancur, maka artinya Tuhan berbuat sia-sia, dan menyiksa. Sedangkan Ayat tersebut menjelaskan  : Allah itu tidak menyia-nyiakan hambanya ..... yang menyia-nyiakan itu adalah manusianya itu sendiri, itu artinya : yaitu oleh Tindakan dan perbuatan dari manusia itu sendiri, dan diakrenakan saling menyiksa, contohnya saja saling berperang, saling menghancurkan dengan bom dan sebagainya.
Sedangkan makna pada Ayat di Nomor 9 itu adalah : Kelahiran itu adalah sebagai pengganti dari kematian atau hilang, itu adalah sama dengan tidak mengetahui sesuatu (benda)nya, akan tetapi sesuatu itu tetpa adanya. Jika terlahir (Kiyamat) terus-terusan, maka dunia ini akan menjadi penuh, dan sebaliknya, jika di dunia ini banyak kematian saja, maka isi dunia akan habis.
Sebenarnya itu, isi dunia ini itu telah terukur, tetap dan tidak berkurang atau pun bertambah. Seumpamanya itu AIR; menurut ukuran dalam Tata kelahiran (Ilmu fisika modern) air yang ada di samodra itu kurang lebih ada 180 milyard ton. Ukuran sebegitu dalam tiap harinya berkurang. Dari air laut berubah menjadi uap yang terbawa terbang oleh angin dan berubah menjadi mendung tebal, kemudian jatuh menjadi hujan. Sehingga air laut menjadi berkurang karena berubah menjadi uap dan menjadi awan di langit,  itu bukan bermakna hilang, akan tetapi hanya berpindah tempat saja, artinya : jumlahnya masih tetap sama. Bukan hanya berubah menjadi uap saja, akan tetapi meresap menjadi sumber air, sungai, rawa, diminum oleh mahluk hidup dan sebagainya.
Di dunia itu, sejak jaman dahulu hingga sekarang selalu ada saling bunuh membunuh dan selalu ada kematian, bencana, akan tetapi di mana-mana banyak sekali yang terlahir (Kiyamat). Sehingga jumlah manusianya itu walau pun terlihat PenUH, akan tetapi di waktu yang lain pasti akan BANYAK kematian yang disebabkan dari perang, bencana, penyakit dan sebagainya.
Di Ayat nomor 10 menyebutkan, Bahwa Allah itu tidak akan menyia-nyiakan Ummat, akan tetapi justru dijaga-Nya atas keselamatannya, karena isi seluruh alam ini adalah Milik-Nya.
Ayat di Nomor 11 isinya sebagai berikut : Sudah Cukup Allah dalam menjaga. Jika tuhan menghendaki kalians emua dimusnahkan, kemudian akan digantikan dengan kaum yang lainnya.
Jika ada manusia yang menyebutkan, bahwa alam dunia ini besok harinya akan musnah, itu sebenarnya jika hal itu tidak dikehendaki-Nya sendiri oleh Tuhan, tentu tidak bakalan terjadi. (4.@@. Seandainya Tuhan berkehendak, sekejap saja tentu akan musnah. Jika hal itu benar, apakah itu bukan berarti sia-sia? Sedangkan Tuhan itu bersifat Maha Pengasih.
Sekarang masuk dalam pembahasan tentang pendapat atas makna dari Kiyamat yang dimanai “KEHANCURAN”. Oleh karena DAT itu mempengaruhi atas segala sesuatu (QS.XXV:54) maka hakekatnya yang sebenarnya AKU/DIA Esa, sama-sama mendapat pengaruhd ari DAT (Dzat, Aifat, Af’al, Asma, menyatu).
Oleh karena mempengaruhi semua CIPTAANNYA, sehingga jika Kiyamat dimaknai Kehancuran, maka kemanakah perginya Dzat yang mempunyai sifat 20 itu? Sang Pemelihara Alam, akan bersembunyi di mana? Membingungkan, sesungguhnya oleh akrena Hakekat dari Dzat itu berada mempengaruhi Ciptaan-Nya, maka Kiyamat yang bermakna kehancuran itu tentu tidak akan ada, karena TUHAN ALLAH itu tetap ada-Nya = Dzat itu kekal, menjaga Hamba-Nya dan Alam.
Selain dari itu dan juga berdasarkan Sunnah dari Tuhan yang tetap dan tidak bsia berubah, tidak bergeser walau pun satu detik, serta sifat dari Muhammad yang juga bersifat Rasul dan dijadikan pedoman oleh Ummat, sehingga Sabda Tuhan di dalam QS.XXV 3-4 Surat Al-Djatslah : Sesungguhnya di antara langit dan bumi ada tanda-tanda Saksi dari Tuhan bagi orang-orang yang beriman. Sereta atas kejadian mu dan hewan-hewan yang merayap di atas bumi juga sebagai bukti bagi orang-orang yang mempunya keyakinan di hatinya. .... Sehingga ketika Tuhan menciptakan Bumi dan seluruh alam bersertq isinya tetap tidak akan diapa-apakan, artinya dijaga keselamatannya, dan tidak akan dirusak-Nya, karena Hidup itu adalah sebagai Tanda BUKTI bahwa Allah itu ADA.
Sekarang ada pertanyaan sebagai berikut :Apakah PEJERJAAN Tuhan setelah menggelar alam dunia beserta isinya ini? Pertanyaan tersebut akan meyakinkan bahwa Kiyamat kehancuran itu tidak akan terjadi.
Kekuasaan dari Yang Maha Kuasa dan Maha Mencipta itu terdapat di dalam QS. XXIII surat Yasin 82 : Kehendak Tuhan itu jika menghendaki sesuatu; Dia berkata : Jadilah, maka jadidlah (Qun fayaqun).
Penjelasan Sifat 20 Ranggawarsita, mengatakan : Qun = Dzat Sejati. Qun, artinya Kalimat Allah. Kalimat pertama untuk selamanya. Itulah Asma Yang Sejati. FAYAQUN artinya jadi, tergelar seketika untuk selamanya.
Surat Yasin Ayat 82 itu maksdunya : Mencipta dan Memelihara, tidak ada sesuatu pun yang tidak melewati Kalimat (Qun Fayaqun). Umpamanya tentang kemaitan manusia itu karena atas Kehendak Allah serta disertai juga dengan sauatu peristiwa kelihiran bayi dari kandungan seorang Ibu. Sehingga dalam mengganti kematian itu terus saling berganti karena itu Kodrat-Nya. Oleh karena yang dibahas ini adalah tentang hidup, sehingga jika ada seorang bayi yang terlahir dengan selamat itu adalah Tanda bahwa BAYI itu mendapat kalimat Tuhan dengan kalimat Qun Fayaqun (Jadilah, maka jadidlah).
Sekarang timbul pertanyaan yang ada hubungannya dengan Ajaran Ranggawarsita tersebut di atas : .. “Apakah Allah itu tiap harinya bersabda tentang Qun Fayaqun dengan terus menerus?” Menurut pendapat Ranggawarsita adalah, sebagai berikut :
Kalimat Qun = Dzat Sejati.
Dzat Sejati = Asma Sejadi (Tetap dan tidak berubah-berubah).
Ffayaqun = Jadi seketika dan selama-lamanya.
Asma sejati itu sama dengan bahwa Allah itu ADA. Adanya Allah itu, memiliki sifat 20.
Sifat 20 itu tergelar merata di seluruh sifat, sehingga yang mendapat pengaruh dari Kalimat-Nya itu adalah siapa saja yang ketempatan Sifat 20. Artinya Kalimat tersebut adalah Kekuasaan Allah  Dzat Sifat Wenang itu selamanya ada di dalam Tuhan itu sendiri. Sehingga Dzat Sejati itu = mempunyai sifat 20 dan 1. Sifat Wenang – menciptakan.
Oleh karena Wenang menciptakan, sehinga segala apap pun saja yang tidak terkena Kalimat  Wenang tidak akan terjadi, karena tidak mendapat pengaruh dari perbuatan Dzat yang menyatu dalam perbuatan-Nya, sifat 20.
Sehingga makna Kiyas atas pendapat Ranggawarsita tentang QUN FAYAQUN itu adalah adanya yang tergelar ini yang berupa Ujud, akan tetap dan tidak akan berubah dikarenakan kerusakan. Sedangkan makna Ayat Suci di dalam QS. S. Yasin ayat 82 itu, hanya untuk manusia yang dikarenakan DIKEHENDAKINYA, maka menjadi ada.
Lahir dengan selamat iru sebenarnya adalah menerima Kalimat TUHAN  “Jadilah, maka jadi”. Dan segala yang bersifat baru (raga yang baru) itu terjadi dengan disertai “tidak sadarkan diri” @. Ketika manusia melewati pintu “TIDAK INGAT’  itu sebenarnya adalah telah melewati alam YANG TIDAK TERBAYANGKAN @ (5), karena ketika itu TIDAK TERASA APA_APA (Ma’rifat, buka jauhm bukan dekat, bukan sakit, bukan masa waktu, bukan tempat, bukan laki-laki, bukan perempuan). Demikian itu yang termuat di dalam rahasia Sastrajendra, juka disebut TIDAK ADA MAKHLUK yang bisa menguraikan. Itulah keadaanya ketika Menyatu (Wahdatul Wujud).
 Sebenarnya, kejadian Mi’raj Nabi melihat Gaib dan sebagainya, itu adalah TINGKATAN sebelum melihat tentang KEADAAN Nirwana/Ma’rifatullah, sama aja dengamasih di tingkatkan Hakekat. Artinya MASIH BISA DIRASAKAN oleh perasaan hati. Oleh karena keadaan jiwa itua da dua macam, sehingga jalannya juga ada dua tingkatan :
1. Jika mengamalkan (Ilmunya, kelakuannya) dengan sempurna serta diperkenankan untuk Inna Lillahi wa inna illaihi raji’un.
2. Jika tidak atau tidak sama sekali itu tidak apa-apa, sama dengan berkali-kali menjelma dalam hidup yang menggunakan raga.
Artinya : Siapa yang tidak bisa menjalankannya ketika hidup di dunia maka akan KIYAMAT lagi.
Itulah penjelasan-penjelasan yang seperti ini  yang dimaksudkan ISLAM, Jiwa Suci, sudah bisa membuktikan seperti ketika baru dilahirkan.
Makna dari Ayat Suci Surat Ali Imran ayat 102, itu tafsirnya adalah sebagai berikut : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mati seelum ISLAM......................” Hal itu memberi pengertian bahwa mati dalam keadaan Islam itu adalah mati YANG TIDAK MERASAKAN APA-APA (Kembali ke asal-Nya). Manusia yang seperti itulah yang nantinya ketika memasuki alam kuburnya yang tidak merasakan apa-apa, sama seperti TIDUR TANPA MIMPI (@). Jika pun ada,  yang ada itu adalah ketenangan tidak terkotori yang tidak mengenakan hati.
Untuk ukuran dalam tiap harinya, jika tidak berbuat jahat, walau pun dituduh, maka hati tidak akan terpengaruh kegoncangan sedikit pun, selalu tenang dan tidak merasa degup jantung menjadi cepat.
Jiwa (Roh) yang sduah bisa menyatu (Inna Lillah.............) itu, ketika kedatangan hari kiyamat (terlahir kembali) sudah tidak di-Kiyamat-kan lagi, seperti yang dijelaskan di bawah ini, QS.XXIV Surat Az-Sumar – 63 :
“Wanufikha fi shshuri fasba’iqa man fi’ssamawati waman fi’lardli illa man syaallahu tsummu nuficha fihi achra faidzahum qiyaaman yandhuruna.” (Ditiupnya sangkakal (terompet), kemudian pingsanlah seluruh bumi, kecuali yang mendapat ridha tuhan; di tiup sekali lagi, semua manusia kemudian terbangun menunggu pengadilan).
Maksud dri roh-roh yang sudah mendapat kehendak Tuhan untuk menghadap kepada-Nya (menjadi satu dengan Dzat-Nya – Islam) itu tidak akan ikut pingsan atau ikut kembali Kiyamat.
Itulah suatu keadaan KEMBALI KE ASAL MULANYA (Inna lillahi wa inna illaihi raji’un). Hal itu jika bisa menjabarkannya adalah sama dengan DILAHIRKAN ke dunia. Sehingga jelaslah petunjuk Tuhan itu tentang petunjuk Yang Nyata adanya (Ilmu ke Allah-an) sudah termuat di dalam Al-Qur’an surat Al-Khfi : 48.
Bagaimanakah keadaan roh yang menghadap Tuhan itu? Jawabannya juga tersebut di dalam dalil, sebagai berikut :
QS. VII Surat Al-An-aam : 94, “Sesungguhnya kalian akan sendirian menghadap kepada (Ku – Tuhan), seperti ketika menjadikan dirimu ketika pertama kali, dan kalian akan meninggalkan apa-apa yang Ku berikan yang berada di punggungmu dan dikatakan kepada dirimu : “Ingsun tidak melihat berhala-berhala  yang menemani dan menolong dirimu, yang kalian anggap bahwa dia itu Sekutu Allah. Sesungguhnya antara dia dan dirimu sudah tidak ada hubunga lagi dan sudah hilang dari persangkaanmu.”
Di dalam Ayat tersebut, jika direnungkan, ketika Roh menghadap Tuhan itu sama dengan Kosong (Tidak ada apa-apa, @, alam yang tidak terbayangkan). Intinya adalah : Semua pengalaman dari Hakekar, menerima wahyu, melihat kegaiban, melihat saudara diri sendiri (Mayangga Seta) yang dikira sebagai Tuhan atau yang disembah karena bisa diminta pertolongan dan sebagainya, itu semua justru disebut sebagai Berhala oleh Tuhan. Sehingga Jiwa yang diperkenankan oleh Tuhan tidak lain adalah Jiwa yang tidak terkotori apa-apa (kosong).
Seperti itulah liku-liku dari yang disebut SEBENARNYA ISLAM (Assalama, Islamu, muslimuna). Walau pun begitu terangnya, bahwa yang sebenarnya dari Menyembah Yang Sejti itu adalah yang Kosong dari pengharapan, pikiran dan sebagainya.
ooOOOoo
Sehingga uraian tentang Kiyamat menurut perintah Nabi Muhammad sendiri serta Dalil dari Tuhan (Qur’an) seperti yang dijelaskan di dalam Hadits Bukhari 42 di depan, sama dengan meneruskan Perjalanan dari ROH yang belum sampai atas tujuannya. Sedangkan dengan adannya kejadian yang bermacam-macam itu hanya sebatas meneruskan bekas yang melekat kepada Roh.
Jika demikian maka manusia itu tentunya akan beruolang kali lahir kembali ke alam dunia ini? Jawabannya adalah : Anak dari Pak Naya yang berjumlah 7 itu kisah hidupnya adalah tidak ada yang sama, ada yang menjadai Tentara, penjahat, saudagar dan sebagainya, itu semua sebenarnya HANYA SEBATAS WADAH SAJA. Penjelasannya adalah sebagai berikut : A itu adalah seorang yang bagus rupanya, kaya, pandai dan sebagainya, singkat kata, hidupnya adalah mulia. Ketika saat kematiannya, yang dialami oleh roh terikat kepada kemilikannya yang rasa kemilikannya itu tidak ikut mati, karena tidak rela meninggalkan harta bendanya. Roh si A ketika berada di alam Kubur mengalami siksaan karena terkotori oleh Rasa kemilikan itu. Ketika sudah  tiba waktunya untuk dia terlahir kembali  (mengalami kiyamat) tidak bisa kembali seperti di kehidupan yang sebelumnya, karena yang kembali hidup itu ada rasa kemilikannya (bekas kotoran nafsunya) saja, sedangkan raganya sudah berganti, berbentuk bayi yang terlahir kembali yang diberi nama Surana dan sebagainya. Itu yang yang menjadi tempat wadah dari Bekas Kotoran Nafsu di kehidupan sebelumnya.
Pengalaman  dari manusia yang ketika matinya membawa tindakan melanggar aturan syariat, berbuat kejahatan dan sebagainya itu dijelaskan di dalam Dalil adalah mendapat siksaan yang berat dengan berteriak dan memohon untuk dikembalikan hidup di alam dunia lagi.
QS. XVIII Surat Al-Mukminun ayat 99 – 100 : “Qala Rabbi arji’uni la’alli a’malu shalihan fina taraktu kala inggaba kalimatun huwa qailuha wamin waraihim barzakhun ila yaiumi yuba’atsuna”. Tafsirnya adalah : Wahai Tuhan kembalikanlah hamba ke alam dunia, semoga amal shaleh yang hamba tinggalkan.....” Tidak bisa! Sesungghnya itu hanya kata yang diucapkan yang tidak berguna. Di belakangnya ada penutup bardzah yang menghalanginya, hingga datangnya hari dibangkitkan.”
Erdasarkan isi dari Dalil, Kiyamat itu sama saja dengan tumbuhnya biji, sedangkan jika berdasar dari Nabi Muhammad, kiyamat itu sama saja dengan : “Seorang wanita yang melahirkan Tuannya (derajat luhur)”, atau “Sudah ada anak gembala (Berderajat rendah) bisa menjadi raja”, yang pada intinya adalah : Perempuan yang menurukan Biji yang luhur atau ada perempuan yang melahirkan Biji yang ketempatakn derajat tertinggi.
Kata melahirkan atau menumbuhkan sebenarnya adalah sama. Gaib di dalam Ayat Hadits atau Ayat Qur’an itu, bisa ditemukan di dalam PEREMPUAN. Yaotu oleh karena adanya PEREMPUAN itulah sehingga ada kelangsungkan cerita.
Biji berderata luhur itu tidak memilih-milih bangsa, Pangkat,  renadah atau tinggi dan sebagainya. Intinya dalah hanya berada di Perempuan. Siapa yang berkedudukan sebagai Perempuan, itu bisa ketempatan manusia. Sehingga jika ada pengibaratan berkali-kali terlahir itu maksudnya dalah : Yang terlahir kembali itu bukan raganya yang terdahulu, akan tetapi bekas keinginan diri yang kemudian bertempat di dalam raga yang baru dan yang terlehiat sekarang ini.

BAB. XIII. URAIAN TENTANG TANDA-TANDA HARI KIAMAT

Pada Surat Al-Mukminun 99 – 100 ada kata BARDZAKHUN (penghalang – penutup) itulah yang disebut dengan kata KUBUR. Artinya  : Yang menjalani dan mempunyai wajah taman dan pintar itu tidak akan bisa kembali menjadi tampan dan pintar  jika sudah mengalami kematian. Karena kematian yang bertampat di alam Kubur itu sama saja kecepatan keinginannya seperti ketika masih hidup di dunia ini, kehendaknya akan bisa terlaksana. Itulah keluahn dan yang diarasakan oleh roh.
Roh yang bertempat di alam kubur itu ternyata tidak bisa memiliki raga kasar seperti yang sebelumnya. Sedangkan jika Roh itu bisa terlahir kembali di alam dunia ini dengan memiliki raga kasar itu adalah berlandaskan dari sifat-sifatnya. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
7.1.1. Roh itu (roh dari manusia) memuat (mendapat pengaruh, mengandung) Sifat dari Tuhan QIYAMUHU BI NAFSIHI, bangun seketika atau bangun dengan sendirinya, yang bukan disebabkan oleh sessuatu hal. Yaitu “KIYAMAT”. Sehingga jika roh itu tidak mendapat tempat yaitu Raga, geraknya adalah melesat berdiri sendiri, bisa menuju alam kehampaan tanpa ada yang menghalang-halanginya. Sehingga terbangnya ROH yang KOTOR (Karena membawa bekas-bekas) itu andaikan diibaratkan sebagai air, ketoroan yang ada di dalamnya tercampur “dengan sesuatu-sesuatu”. Kekotoran yang ada di dalam roh itu karena masih menyimpan berkas dari Tri-Indriya, ada yang geraknya tidak seberapa (Pasief) ada yang selalu bergetar memnacar (Active).
Yang bergerak Aktive itu jika diibaratkan benda adalah termasuk benda yang berat, yang mudah tenggelam jika berada di lingkungan air, sedangkan yagn Pasive itu tidak. Oleh karena keduanya itu termasuk “beban yang harus ditanggung” sehingga mudah untuk mendapatkan raga (hidup) karena Kodrat atas Tuhan sendiri serta atas KALIMAT TUHAN sendiri ...... Qun Fayaqun (Yang dikehendaki-Nya untuk ditempatkan di raga, mempunyai raga baru, sedangkan yang dikehndakinya untuk langsung menghadap Tuhan itu langsung Mengahadap kepada-Nya).
7.1.2. Yang menjdai pedoman itu hanya ada 2 hal : 1). Sipa saja yang Roh-nya bisa menyatu dengan sifat-Nya (Yang tidak terbayangkan) itu sama saja bisa menghadap langsung kepada-Nya; 2). Tidak bisa menghadap kepada-Nya (menetas kembali; mengalami Kiyamat lagi), itu jika rohnya masih mendepat berkas atas sesuatu, walau pun ketika hidunya di dunia terlihat suci daln alim.
Contohnya adalah sebagai berikut : Tentara itu di mana pun saja bisa masuk ke dalam Kasatrian jika pakaiannya lengkap. Karena walau pun sudah menjda tentara, akan tetapi ketika masuknya menggunakan pakaian seenaknya sendiri tentu akan di tangkap oleh Polisi Tentara, artinya : ditolak.
Menurut uraian-uraian di depan, roh itu hanya ada dua jenisnya : Suci dn kotor. Suci bagi ukuran dunia itu adalah tidak bertindak yang menyalahi aturan dan tidak bertindak kejahatan dan sebagainya; akan tetapi suci menurut ukuran Tuhan  yang tidak pilih kasih itu sama dengan : bisa mengamalkan isi dari Surat Al-A’raf ayat 29 di depan, artinya : Bisa merasakan bagaikan bayi yang baru terlahir kembali dari kehidupan sebelumnya.
Sedangkan kotor menurut ukuran dunia itu adalah lawan dari kessucian; menurut ukuran Ketuhanan kotor itu  adalah semua rasa yang hanya dirasakan oleh siapa yang menggunakannya : yaitu Yang harus dialami (Samsara).
Karena beban kesengsaraan ( yang dialami oleh jiwa yang mendorong atas maju dan mundurnya hasrat), itu tidak akan bisa terlihat oleh orang lain, karena hanya Tuhan saja yang mengetahuinya. Tentang masalah ini, batin itu tidak bisa berbohong. Bukti dari rasa dari akibat yang harus terpaksa dilakukan itu : Siapa saja yang sangat menyesali atas sesuatu yang sudah hilang walau pun itu kecil, tidak berguna, di dalam hatinya selalu terjerat rasa kemilikan, murka dan panas hati, maka hidupnya tidak akan bisa merasakan ketenteraman.
ooOOoo
Ketika manusia itu meninggal dunia (terlepasnya nyawa) itu melewati rasa ingat, jika roh-nya itu masih ada yang menempel “apa-apa” (rasa milik dan sebagainya). Sedangkan bagi yang ketika rohnya terlepas dan tidak merasa apa-apa, itua dalah manusia yang sudah bisa membuang rasa keinginan diri dan sebagainya, ketika sakaratul maut itu tidak akan melewati rasa lupa, akan tetapi melewati  “Tidak mengerti apa-apa”, tidak merasa apa-apa, sama dengan Meneyatunya Hamba dan Dzat Yang tidak bisa terbayangkan. (@).
Oleh karena makna dari Kiyamat (dilahirkan), sudah diuraikan, maka “Tanda-tanda hari Kiyamat itu jika diselaraskan dengan “Hari tanda kelahiran” itu justri cocok. Di uraian tentang Qiyamu bi Nafisihi, diterangkan bahwa semua yang bisa berkembang semakin besar, semakin maju, bergerak, panjang tinggi dan sebagainya, itu tentu terdapat sifat “Qiyamu bi nafsihi dari sifat Tuhan.
Air mani yang berasal dari Farji, itu jika diterima oleh sel telur mani seorang wanita, maka akan menjadi bentuk (Segumpal darah yang berada di dalam perut seorang wanita). Lama kelamaan akan tumbuh menjadi janin embriyo, serta akan mengembang hinga berujud Bayi.
Oleh akrena disebabkan adanya aturan-aturan serta dari sifat Qiyamu bi nafsihi itu, sehingga semua bentuk janin itu tentunya akan bisa tumbuh dan berubah dengan sendirinya tidak karena di paksa oleh pihak lain. Sehingga sifat Qiyamu bi nafsihi itu yang dilakukannya dalah “MEMBESArKAN. Membentuk dan sebagainya. Oleh karena perut seorang wanita itu kecil, sehingga tidak kuat ketempatan sesuatu yang selalu Qiyamu bi nafsihi (perbuatan dari pertumbuhan Kiyamat, perbuatan yang terbangun dengan sendirinya) tersebut dan bayi yang sudah ditentukan itu harus Kiyamat (LAHIR). Sehingga Lahit itu adalah suatu sifat yang TETAP. Penjelasannya adalah : Kelahiran seorang bayi yang dibatas dengan waktu 9 bulan 10 hari, itulah tanda dari yang didlakukan oleh Qiyamu itu, yang diberi batasa hingga sampai sebatas waktu itu. Sedangkan jika ada seorang bayi yang belum waktunya, dan kemudian terlahir, itu hanya karena salah waktunya, bisa saja dikarenakan kandungan yang tidak terpelihara kondisinya.
Qs. XXX surat Az-Zilzal ayat 1 s/d 8 : Bismillahi rakhmani rakhimi (Dengan Asma Allah Yang Maha Cinta).
1. Jika bumi ini bergoncang.
2. Dan mengeluarkan semua isinya.
3. Manusia saling ebrtanya : Wahai.. ada apakah dengan bumi ini?”
4. Di hari itu, bumi menceritakan beritanya (kisahnya, pengalamannya).
5. Bahwa Tuhan memerintahkan yang seperti itu, seperti itulah kepada-nya.
6. Di hari itu semua manusisa semuanya kelaur dari dalam kuburnya, serta berkumpul sesama golongannya, supaya melihat atas hasratnya sendiri-sendiri.
7. Kepada siapa saja yang mengamalkan kebajikan walau pun seberat debu (Zarrah, atom, abu) tentulah akan melihat kebaikannya.
8. Kepada siapa saja yang melakukan KEJAHATAN walau pun seberat  zarrah, tentu akan melihat kejahatannya.
Kata goncang (bergetar) atau bergerak dengan kerasnya itu biasanya terjadi dikarenakan sebab yang bermacam-macam, seperti halnya dikarenakan adanya gemepa, gunung yang gmeletus, tanah longsor dan sebagainya. Seumpama hal itu dibayangkan goyangnya badan (raga) tentunya dikarenakan sebab-sebab yang seperti di atas, contohnya : Degup jantung cepat karena bertemu dengan yang menakutkan, gemetaran karena hampir saja kejatuhan buah kelapa dan sebagainya. Keadaan-keadaan yang demikian itu pada intinya bukan bermakna rusaknya badan, akan tetapi tetap dalam keadaan hidup dan bisa merasakan apa saja.
QS. Al-Qari’ah ayat 1 s/d 11 menyebutkan sebaagi berikut :
1. Kejadian yang sangat menakutkan.
2. Kejadian apakah itu?
3. Tahukan kamu kejadian apakah itu? Itulah hari Kiyamat.
4. Di hari itu manusia bagaikan belalang berhamburan karena ketakutan.
5. Dan gunung-gunung beterbangan.
6. Orang-orang yang berat timbangannya.
7. Berada di dalam Hidup yang sentausa.
8. Sedangkan orang-orang yang ringan timbangannya.
9. Bertempat di dalam NARAKA.
10. Apakah kamu tahu, apakah itu?
11. Yaitu api yang sangat panas.
Surat Al-Qur’an tersebut jika benar-benar di teliti, maknanya adalah bukan tentang kehancuran akan tetapi uraian tentang kejadian yang sangat menggoncangkan. Mengurai makna dari ayat tersebut di atas perlu menggunakan contoh-contoh yang ada hubungannya dengan Ilmu Bumi dan sejarah-sejarah.
1. Ketika di masa manusia masih hidu hanya menuruti perintah kodrat, cara menguraikan kandungan itu sangat berbahaya untuk ukuran di jaman sekarang. Oleh karena sudah seringkali terjadi sehingga menjadi adat sehinga untuk manusia yang hidup di jaman itu adalah hal biasa.
Contoh di atas itu, jika dikiaskan dengan keadaan raga, mirip dengan Ayat Suci di atas yang ada kata yaitu “Kejadian yang hebat” maksudnya bagi jiwa rasa dan perasaan itu adalah bergetarnya jiwa karena ketakutan, bergetar, menggigil yang dialami oleh seorang wanita yang sedang mengalami “Melahirkan yang pertama kali”.
2. Jika ada seorang wanita yang mengandung pertama kali, perutnya tentulah menonjol – bagaikan gunung”. Ketika sudah tiba waktu untuk melahirkan, maka dirinya merasa kuatir, takut, bahkan justru rasa badan sakit semeua, lelah dan sebagainya. Seperti apakah yang dialami wanita yang akan melahirkan, ada juga yang menggambaran bahwa itu adalah sebuah pertempuran perang sabil (perang suci hanya karena Allah), karena, jika tidak selamat bisa saja menemui ajal.
Jika sudah waktunya, maka perutnya akan menjadi mengecil, karena isi kandungan yang ada di dalamnya yang dirinya itu belum pernah melihatnya, sduah keluat (lahir). Artinya, perut yang menonjol bagaikan gunung kecil itu mengabarkan kepada yang mengalaminya tentang apa yang terlihat setelah melahirkan kandungannya itu.
Jika kejadian itu dibahasakan seperti Gunung yang meletus, sepertinya ada kemiripannya, karena di dalam Ayat Az-Zilzal teGunung. Oleh karena hal itu berhubungan dengan perasaan, maka gunung itu sama dengan gunung yang bertempat di raga manusia sendiri, “Dirinya Sendiri”.
Ayat ke dua surat Az-Zilzal menyebutkan : “Dan mengeluarkan semua isinya” itu hanya tinggal menebak saja, apakah isi dari kandungan itu.
Sekarang membahas ayat yang ke 6, sebagai berikut : Di hari itu, yaitu di hari melahirkan bayi dan selamat dari Alam peralihan (Kuburnya sendiri-sendiri) serta menurut golongannya masing-masing. Di situ terdapat kata “HARI” yaitu di HARI ITU, WAKTU ITU, maksudnya adalah : Bersamaan dalam satu waktu dan banyak yang bersamaan terjadi hal yang demikian. Di Amerika ada yang lahir, di Rusia, RRT, dan di berbagai Rumah Sakit dan sebagainya .... BANYAK YANG SATU PASARAN. Hari serta tanggal. Contohnya : Si A lahir (Kiyamatnya) di hari Jum’at Legi, juga di seluruh dunia itu banyak kelahiran yang bersamaan waktunya dengan kelahiran si A itu. Sedangkan kelahiran bayi yang disebutkan bergolong-golongan itu, yang jelas itu ada dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan, tikus betina, ular jantan, anak laki-laki, unta betina demikian seterusnya.
Olehkarena yang termuat di dalam Ayat-ayat itu sebenarnya adalah bagi manusia, maka walau pun sudah terbagi laki-laki dan perempuan, itu tetap sesuai dengan karma serta Luhmahzfuds sendiri-sendiri. Sehingga ada yang sama garisnya : Enak dan tidak enak terbagi-bagi lagi. Dan di dunia terbagi menjadi banyak bagian-bagian.
Pada ayat 6 itu terdapat kalimat “Agar mengetahui atas usahanya sendiri-sendiri”! Sudah sangat jelas penyebab dari terlahir kembali, karena dari bekas perbuatan dan nafsu yang menyebabkan praduga memetik hasil bekas perbuatannya.
Sekarang ganti dengan makna ayat yang ke 7 dan 8, Surat Az-Zilzal, penjelasannya semakin terang bahwa manusia itu perbuatannya tetap berasal dari keinginan hasrat. Bekas perbuatan yang terdahu. Lebih jelasnya lagi : Buruk dibayar (dipetik) buruk, baik memetik baik dan sebagainya. Sedangkan menurut RASA, yang dirasakan oleh diri masing-masing, baik/buruk itu orang lain tidak akan mengetahuinya, kecuali hanya rasa di hatinya sendiri.
ooOOO
Seperti apakah bukti-bukti dari ayat-ayat suci di atas itu, di dalah kehidupan dalam tiap harinya, hal itu uraiannya terdapat di dalam tafsir ayat-ayat Al-Qari’ah, ada 11 ayat, yang maknanya adalah sebagai berikut :
Ayat yang ke 1 hingga ke 3 itu, tafsirnya adalah tidak lain kecuai jatuhnya hari akan melahirkan bayi (tanda kiyamat yang pertama kali), yang dialami oleh para wanita atau semua mahlukyang bersifat perempuan, para mahluk yang ketempatan gedungnya darah.
Sedangkan ayat yang ke 4 itu menjelaskan : Para wanita (bersifat betina) pada hari itu mengalami ketakutan (kuatir, gelisah) GELISAH HATINYA, yang sebenarnya itu tidak dialami sendirian : karena pada hari itu di atas dunia Timur Barat Selatan Utara tengah dan sebagainya, di banyak tempat, ada yang sedang melakukan melahirkan bayinya. Kejadian yang seperti lah yang disebut TERKENA GONCANGAN KIYAMAT.
Sedangkan tafsir ayat ke 5, di situ terdapat penjelasan tentang : GUNUNG BERHAMBURAN BAGAIKAN BULU BETERBANGAN.
Ayat itu sebenarnya ditujukan kepada kerja dari rasa yaitu rasa ketika mengalami akibat. Sedangkan tafsirnya adalah sebagai berikut : Ketika kepala terantuk benda keras, maka akan merasakan pusing dan sakit, pengaruh terhadap penglihatan akan terlihat berputar-putar sehingga yang segala yang dilihatnya seolah bergantian tempatnya BAGAIKAN BULU YANG BETERBANGAN. Kata BAGAIKAN itu sebenarnya bukan KEJADIAN YANG SEBENARNYA, akan tetapi hanya perumpamaan saja.
Perasaan pening yang amat sangat dan sebagainya itu dirasakan oleh para wanita yang mengandung dalam usia kandungan sekitar 3 bulan atau ketika mulai merasa sakit ketika akan melahirkan.
Tafsir dari ayat yang ke 6 ditujukan kepada calon manusia yang akan mengarungi kehidupan bermasayarakat di dunia ini, artinya, calon manusia itu tinggal meneliti saja atas jiwanya, apakah membawa Jejak perbuatan baik atau buruk.
Apakah buktinya bahwa bayi yang baru lahir itu jika memang benar membawa bekas jejak perbuatannya di kehidupan sebelumnya. TINGKAH LAKUNYA tidak akan bisa sama dengan membawanya di kehidupan sebelumnya?
Jiwa (Roh) itu akan memilih-milih raga, karena sudah menjadi kehendak Tuhan sendiri. Sedangkan raga itu adalah bersifat baru yang bisa rusak, sehingga yang memetik buah dari perbuatan di kehidupan sebelumnya itu bukan raganya, akan tetapi adalah Jiwa (Roh-nya). Sehingga itu bukan tingkah laku manusia di kehidupan sebelumnya, yang sekarang telah berganti raga, akan tetapi kegiatan roh memetik bekas perbuatan di kehidupan sebelumnya.
Tafsir dari ayat ke 7 adalah yang membantah tentang salah penafsiran bahwa Qiyamat itu dimaknai Kehancuran. Di dalam ayat tersebut terdapat kata “HIDUP, yang tidak lain maknanya adalah yaitu hidu dan berbentuk berupa manusia yang lengkap dengan raganya dan hidup itu adalah bukan bermakna kehancurannya, sehingga sesuai dengan penjabaran tentang LAHIR KE DUNIA DAN HIDUP SELAMAT!.
Sedangkan jika ada bayi lahir (Qiyamat) kemudian meninggal dunia (Tidak ada tanda kehidupan) hal itu sudah bukan menjadi pembahasan lagi, artinya : “Tidak dibahas di dalam Kitab-kitab suci, Qur’an dan sebagainya. Karena yang dibahas dan diberi ancaman-ancaman dengan siksa dans ebagainya itu, hanya manusia yang masih hidup saja. Sehingga lahir tetapi tidak hidup itu sebenarnya adalah BUKAN BENDA_BENDA, yang sama dengan barang yang baru yang berada di atas tanah.
Tafsirnya adalah sebagai berikut : Bayi lahir yang meninggal dunia itu,  tidak ikut dalam pembahasan karena berupa benda mati, bagaikan mainan anak-anak, mobil-mobilan, dan sebagainya.
Berbeda dengan bayi yang lahir hidup, yang setelah seperempat jam kemudian meninggal dunia. Roh yang menepati raga yang baru itu meninggalkannya, melayang di alam kuburnya, mengalami kejadian kembali seperti sebelum menempati  raga yang baru ditinggalkannya itu.
ooOOoo
Sedangkan ayat yang nomor 2 itu, sebenarnya berlawanan dengan ayat nomor 6. Ayat Nomor 9 yang ada kata BERTEMPAT DI DALAM NEGARA, hal itu pada umumnya dan sejak jaman dahulu itu dimaknai “Sebuah tempat” yang ada APINYA menyala dengan besarnya dan sangat menakutkannya” yang kemudian membayang-bayangkan suatu keadaan yang sangat menakutkan.
Mencari makna dari neraka itu tidak berbeda dengan  mencari arti makna kata-kata “Kiyamat”, Kubur dan sebagainya. Artinya senyampang masih hidup.
Oleh karena membicarakan tentang Neraka itu harus dengan penelusuran penalaran yang luas serta harus dihubungkan dengan pemahaman para Nabi, Wali dan Mukmin, maka uraiannya secara khusus akan bisa ditemukan pada Kitab Wedaran Wirid Jilid II
Sebagai penutup dari uarian tentang Kiyamat akan diurakan dengan menggunakan dasar pendapat dari R. Ranggawarsita serta Kitab-kitab suci yang lainnya, seperti berikut ini :
A. QS. Surat Maryam : 95 : (Tafsir Machmud Yunus) : Semuanya datang ke HADAPAN Tuhan pada hari KIYAMAT dengan sendirian saja1 (“) Qs. Al-Kahfi 48 : Laqad Ji’tumuna kama khalayaqnakum awwala ... (Sesungguhnya kedatanganmu di hari KIYAMAT seperti ketika kamu dilahirkan yang pertama kali. (Lahir sebagai bayi).
B. (“) Di dalam Injil ($) Surat I Korinta 16 peg.475 yes 25-8 ayat 51, 52, 53, 54 tentang Kiyamat : Dan kalian saya beri tahu tentang keterangan sebagai berikut : Kita tidak akan MENGALAMI MATI SEMUA, akan tetapi semuanya akan HIDUP KEMBALI, seketika sekejap mata bersamaan dengan bunyi kalasangka yang terakhir. Akrena Kalasangka akan berbunyi : Semua yang mati akan dibangkitkan menjadi KEKAL, dan kita akan berganti rupa......
Di depan ada disebutkan dengan akta reincarnatie, menjelma, nyakramanggilingan, terlahir rkembali, bisa saja hal itu di dalam Bahasa Arab TANASUCH (menjelma). Jika melihat bukti yang terjadi di setiap harinya, Hidup, Mati, berbuah, tumbuh itu selalu terjadi terus menerus sejak jaman dahulu kala, sehingga adanya menjelma ke dunia tentulah memang ada serta ditetapkan sendiri oleh SUNNAH TUHAN, yang pada intinya kemudian menjadi selaras teentang keadaan keadaan dunia yang “ADANYA SUDAH DIUKUR DENGAN SEMPURNA”.
Sesungguhnya di dalam Islam itu menolak adanya terlahir kembali, karena pedoman yang digunakan : Yang sudah Islam ketika di dunia atau sudah bisa menyatu dengan Dzat, jika meninggal dunia maka akan sempurna, artinya : Sudah bisa berkumpul  dengan Dzat Tuhan, di ajaran Buddha diseut Kenirwanaan (Inna lillahi wa inna Illaihi raji’un).
QS. Maryam : Ayat 95, menyebutkan yang tafsirnya adalah : Semuanya saja di hari Kiyamat maka menghadap di hdapan Tuhan dengan sendiri-sendiri.
Kata “SENDIRi’ itu menurut makna pada umunya itu sama dengan tidak ada temannya, menurut makna dengan menggunakan rasa  dalam ilmu wirid : Kelahiran bayi terlahir ke dunia ini itu sebenarnya adalah sendirian saja, tidak merasa apa-apa, entah siapa orang tuanya, entah siapa ayang melahirkannya .... sang bayi tetap tidak mengerti apa-apa. Hal itu bisa dihubungkan dan diselaraskan dengan sayat di dalam Surat Al-Kahfi : 48 di depan.
Sehingga sebenarnya : Walau pun ada bayi yang terlahir kembar 2 atau lebih, masing-masing bayi itu TIDAK MERASA MEMPUNYAI TEMAN, karena TIDAK INGAT dan TINDAK MENGERti APA-APA.
ooOOoo
Sebagai penguat atas uraian di muka, ayat Suci dari Kitab Injil menyebutkan, sebagai berikut : Kita akan tidak mengalami kematian ---- semua.......” (B/.(‘’’) artinya : Bukan kehancuran alam dunia dan kematian semua makhluk, akan tetapi masih TETAP HIDUP DI DUNIA.
Sehingga yang mempunyai keyakinan bahwa KIYAMAT itu adalah kehancuran, jika menurut makna dari surat tersebut maka menjadi batal. Kata yang lainnya lagi adalah sebagai berikut : “Semua akan berganti rupa, seketika sekejap mata...... dan seterusnsya!!!
Berganti rupa sekejap mata itu sudah sangat jelas, bawa ada bayi yang lahir itu bermacam-macam rupa (Tampan, Cintik, cacat dan sebagainya) Manusia itu hanya sekedar MElIHATnya saja. Dan semuanya itu ketika datang ke dunia ini hanya sekejap mata saja. Sedangkan “berganti rupa” itu maksudnya adalah : Raganya diganti, penjelasannya adalah sebagai berikut :
Si “X” yang dikehidupan sebelumnya mempunyai cita-cita, wajahnya rupawan (cantik) itu, walau pun yang membekas di Roh-nya ingin kembali ke dalam raganya yang tampan (cantik)  seperti di kehidupan sebelumnya itu tidak akan bisa, karena Roh si “X” setelahnya di Kiyamatkan heidup kembali, maka raganya adalah bukan raga yang dahulunya.
QS. Al-Mukminun ayat 99 – 100  : Qallarabbi arji’unila’alii a’malusyalihan fima taraktu kalla innaha kalimatun huwa qaiiluha wamin waraihim BARZACHUN ila yaumiyuba’atsuna. Tafisrnya adalah : Wahai Tuhan, kembalikanlah hamba ke dunia, semoga amal shaleh yang hamba tinggallkan...... Tidak bisa! Sesungguhnya itu perkataan yang diucapkan tanpa arti dan di belakangnya ada penutup (hijab) BARZAH (kubur, peralihan) yang menghalanginya, sampai hari DIBANGKITKAN..
Begitulah tafsirnya, sehingga manusia yang meninggal dunia itu tidak bisa berusaha apa-apa, apalagi kembali asal dengan ujud rupa seperti sebelumnya. Karena terhalang oleh alam Peralihan (makam kuburnya). Manusia ayang meninggal dunia, maka raganya akan hancur menjadi tanah.
Di Indonesia itu tidak ada orang yang rupanya sama persis dengan Gajahmada, akan tetapi ada orang yang menjadi idam-idamannya sama persis seperti cita-cita Gajahmada, artinya : Yang membekas di Jiwa Gajahmada diteruskan oleh bayi yang terlahir, yang rupa dan bentuknya tidak seperti Gajahmada.
Di dalam QS. Surat Ar-Rum, ayat 52 : Fainnaka latusmi’u amawata, Tafsirnya : Sesungguhnya kalian tidak bisa menasehati orang MATI .... Mengambil makna dari isi ayat Qur’an tersebut, jelas lah bahwa Kitab-Kitab Suci Injil, Taurat, Zabur dan Qur’an tidak bisa untuk diajarkan kepada orang yang sudah masuk ke alam kubur. Akan tetapi, isi dari Kitab-kitab itu adalah diperuntukan bagi manusia yang masih hidup, dan makna yang ada hubungannya dengan  uraian tentang Kiyamat sebenarnya adalah sama yaitu sebagai ibarat , karena di situ banyak uraian yang intinya bagaikan Dunia beserta seluruh isinya itu akan hancur lebur. Sedangkan jika ditelaah isi dari kalimat itu ada dua makna, yaitu : 1) Menerangkan hal yang sebenarnya; 2. Bermakna Ibarat dan kedua makna tersebut jika ditelusuri maka tempatnya adalah di dalam rasa. Contohnya adalah tentang Bencana Besar di Hari Kiyamat.
(1). Siapa saja yang dalam keadaan sakit keras, jika memperhatikan apa saja, terlihat memusingkan, berputar dan membingungkan. Contoh di atas itu  jika di rasakan menggunakan rasa dan di hubungkan dengan Ayat Qur’an, itu adalah untuk manusia yang masih bisa merasakan, yaitu manusia yang masih HIDUP.
(2). Atau juga tidutukan kepada manusia yang disaat kematiannya mesih mengalami keadaan Sakaratul maut (bergetar, masih merasakan yang dirasakan oleh jiwanya)). Kata mengalami kesakitan karena sakaratul maut itu masih belum meninggal dunia, karena masih bisa merasakannya.
Sakaratul maut itu apakah bukan yang bernama kiyamat dari roh-roh yang akan berpindah menuju alam kubur? Kiyamat itu adalah bangkit dari alam kubur dan Sakaratul maut itu artinya Merasakan tidak enak karena mengalami kematian! Walau pun mengalami pusing tuju keliling, sakit  yang disebabkan terbentur dan sebagainya atau ketika menghadapi sakaratul maut itu masih mempunyai rasa INGAT dan ingat itu adalah alat yang digunakan bagi orang yang masih hidup.
ooOOOoo
Wirid Hidayatjati gubahan Ranggawarsita dan digubah ulang oleh Mas Ng. Mangoenwidjaja pada tahun 1941, cetakan ke V yang mengenai bab yang menjelaskan Kiyamat ada urian yang tersirat yang sangat rahasia “Kedatangan bencana di hari kiayamat.
Bisa saja yang disebut dengan bencana itu adalah suatu kejadian yang sangat menakutkan. Artinya bahwa Utusan Tuhan Yang Maha Suci menjatuhkan janji kepada alam dunia melalui Malaikat Jibril, disuruh mengambil semua pangkat yang merangkai manusia, seperti yang diuraikan di  bawah ini :
1, Mencabut berkahnya bumi, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari berkurangnya rupa dan warna.
2. Mengambil keadilan raja, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari berkurangnya penglihatan, pendengaran dan rasa badan.
3. Mengambil kedermawanan ketika banyak uang, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari kendurnya otot, sel pembentuk darah, dan tidak berfungsinya air maninya.
4. Mengambil sifat bijaknya Pandita, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari berubahnya Budi.
5. Mengambil tatacara anak muda, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari bertambah bergeloranya nafsu luamah yang akan menjadi tenang.
6. Mengambil sifat sabarnya orang biasa, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari bertambahnya nafsu amarah sebagai tanda akan padam.
7. Mengambil rasa sayang dari saudara dan keluarga, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari bertambahnya nafsu sufiyah sebagai tanda akan padam.
8. Mengambil rasa malu wanita, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari bertambahnya murah hatinya nafsu mutmainnah yang akan tenang dan padam.
9. Mengambil iman para mukmin, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari renggangnya sukma.
10. Mengambil tulisan Qur’an, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari bergesernya rahsa.
Menurut perintah dari Nabi Muhammad saw. termuat di dalam Hadits Buchari seperti yang sudah diuraikan di depan, Kiyamat itu bermakna tumbuh dari bawah naik ke tingkat luhur. Sehingga Nabi dan Qur’an tidak pernah dan tidak menjelaskan bahwa KIYAMAT itu HANCUR. Jika makna dari Wirid Hidayatjati dari nomor 1 hingga 10 itu DITELUSURI, pengertiannya seolah-olah adalah atas orang yang sedang mengalami rasa tidak enak. Jika dibandingkan dengan uraian tentang TANDA-TANDA HARI KIYAMAT di buku ini, terbukti bahwa wirid Hidayatjati itu mengiaskan (arti kias) tentang keadan mati atau rusaknya raga manusia.
Kata mengambil itu sudah jelas adalah suatu kejadian mencabut nyawa. Jika uraian di dalam Wirid Hidayatjati itu dipahami maknanya seperti apa adanya, maka akan menimbulkan pertentangan dengan urian yang ada di buku ini. Serta bertentangan dengan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. dan yang ada di dalam Al-Qur’an, karena :
1. Uraian di dalam wirid yang berdasarkan Sunnah, Hadits dan Qur’an (dalil Hadits dan Qur’an, Ijmak dan Qiyas) sudah jelas  bahwa Kiyamat itu = Kelahiran bayi yang hidup dan selamat..
2. Uraian Wirid Hidayatjati yang juga berdasarkan Daloil dan Hadits yang menyatakan bahwa Hari Kiyamat itu sama saja dengan kedatangan utusan, Malaikt Jibril untuk mengambil unsur hidup.
Uraian di Nomor 1 hingga 10 di atas itu sudah jelas bahwa hanya mengambil sedikit demi sedikit (tidak seketika) artinya amengurangi fungsi Pancaindra dan tiga indra dalam. Sedangkan kata Ibarat itu artinya pengumpamaan (bukan yang sebenarnya, bagaikan) sehingga manusia yang sedang mengalami hal yang demikian itu dan terkena pengaruh yang demikian itu tentu masih bisa merasakan  (yaitu manusia yang masih hidup).
Di dalam Qur’an dan Hadits seutuhnya serta di dalam Kitab-kitab yang lainnya, tidak ada yang isi kandungannya adalah mencela, membantah, adanya terlahir kembali, Nyakramanggilingan (Reencarnatie), dan juga tidak ada keterangan yang gmenjelaskannya. Untuk memeahami bahwa cakramanggilingan (perputaran hidup) itu ADA, bisa menggunkan dasar dalam pengibaratan, sebagai berikut :
Seorang yang bernama Krama, sejak kecil memang t”Krama”idak mau makan sate dan menurut pendapat “Krama” bahwa siapa saja yang makan sate maka akan terserang gatal-gatal di seluruh badannya, sehingga “Krama” menghindari makan sate.
Sate di Indonesia itu, di mana-mana ada, walau pun oleh “Krama” ditolaknya. Sekarang, apakah sebabnya bahwa reincarnatie (nyakramenggilingan – perputan hidup) itu di bantah dan ditolak oleh Agama Islam? Jika dirasakan, sebenarnya itu,, yang menolaknya adanya Reincarnatie itu bukan “Qur’an” atau Kitab-kitab serta bukan Agamanya, akan tetapi para Sarjana yang keyakinannya menolak atas adanya terlahir lagi untuk hidup di dunia ini, yaitu sebagai bentuk keyakinan di tingkat Ma’rifat dan Islam.
Keyakinannya itu yang akhirnya dipercayai dan digunakan oleh orang-orang biasa, yaitu jika sudah memeluk Agama apa saja maka kemudian menolak adanya Reincarnatie. Padahal sebenarnya, Reincarnatie itu suatu PROSES YANG TETAP  atas keberadaannya, sehingga manusia yang belum bisa menyatu dengan Tuhan (belum Inna lillahi) maka aakan melewati proses reincarnatie, yang dijalaninya setelah KIYAMAT, berbadan raga yang baru dengan membawa perbuatan Rohnya yang mebawa sisa cita-citanya did kehidupan sebelumnya.
ooOOOoo
Sedangkan Kitab Hidayatjati Nomor 1 hingga nomor 10 itu, menurut perasaan batin, adalah membaca kisah manusia yang sedang “merasakan” apa saja, di cocokkan dan dihubungkan dengan makna Kiyamat yang di uraikan di buku ini, yaitu yang dialami oleh seorang wanita yang akan melahirkan anak bayinya.
Wanita yang sedang melahirkan itu, akhirnya ada dua kemungkinan 1). Meninggal dunia 2). Selamat. Apakah hidup atau mati, ketika melahirkan itu pasti melewati perasaan rasa : Kekuatan dirinya bagaikan dilucuti sehingga merasa tidak berdaya.
Sesungguhnya, semua uraian di buku ini, itu adalah tentang merasakan yang harus dialami yang tidak mengenakan badan dan hati, bukan menguraikan tentang Mati.
ooOOOoo
Buku-buku yang digunakan sebagai sumber untuk menyusun Serat Wedaran Wirid (Kitab ini), adalah :
1. Al-Qur’an Nul Kariem.
2. Al Hadits Sahih Buchari, Muslim.
3. Riwayat Nabi Muhammad saw.
4. Wiri Hidayat Jati.
5. Kuntji Suwarga.
6. Bajanullah
7. Dewarutji
8. Tasawwuf Islam
9. Hukum Kesehatana dan Syara’ Islam
10. Sert Mi’raj Nabi (Balai Pustaka).
11. Islamologie.
12. Sosiologie der Islam
13. Djalan ke Methaphysica
14. Seart-serat Suluk
15. Seerat-sert Babad
16. Encuclopaedia
17. Gandhi’s Leer.
18. Vertoog ever de methode
19. Pakem Ringgit Purwa
20. Maha Bharata (Brahma Widya).
21. Serat-serat Wiridan.
22. Buku-buku Kesehatan
23. Buku-buku Pisika
24. Buku-buku Kamus
Tamat
23 – April 2015
Kota Sepanjang, Kab. Sidoarjo, Jatim.

2 komentar:

  1. Ndak iyo, terjemahan iki padha plek karo buku sing nganggo basa jawa.
    Aja2 digubah

    BalasHapus
  2. Saya punya bukunya. Dan ini terjemahannya sudah beda dengan bukunya.

    BalasHapus