Mengupas Rahasia Kiyamat (Sebaiknya dibekali dengan Pemahaman terhadap ilmu "Inna lillahi wa inna illaihi Raji'un"
“WEDARAN WIRID JILID I DALAM BAHASA INDONESIA”
BAGIAN KE II
Diterjemahkan dari : SERAT WEDARAN WIRID
JILID I
Penerbit : Jajasan ‘Djojobojo” Surabaya,
Cetakan ke II
Tahun : 1962.
Penerjemah : Pujo Prayitno
DATRA
ISI
BAB.X.
PENGALAMAN TENTANG SAMADHI
BAB.XI.
QIYAMAT ITU ADA ATAUKAH TIDAK?
BAB.
XII. URAIAN TENTANG HARI KIAMAT
BAB.
XIII. TANDA-TANDA HARI KIAMAT
BAB.X.
PENGALAMAN TENTANG SAMADHI
Oleh karena yang terpenting
dari samadhi itu adalah untuk menenangkan Astendriya, sehingga setelah bisa
mulai tenang maka penglihatan antara tidur dan jaga, kemudian terpejam kemudian
ada rupa yang hanya terlihat sekilas yang tidak jelas dan sering berganti
ujudnya, dan terkadang disertai bayangan yang bergetar, dan terkadang hanya
samar-samar saja. Hal itu dikarenakan astendriya belum beanr-benar tenang,
sehingga penglihatan Rasa Jati masih belum jelas karena tidak bisa tenang dan
tidak bisa jelas.
Bayangan-bayangan yang terlihat
tersebut adalh penglihatan gaib yang berasal dari diri sendiri, dan bukan
berasal dari yang lainnya. . Akan tetapi keadaan tersebut kadang-kadang dengan
tergesa-gesa dianggap sudah melihat yang ghaib, yang kadang disertai
penafsiran-penafsiran yang rimut dan tidak dicarikan dengan bertanya kepada
ahlinya tentang maknanya. Hal itu sebenarnya adalah salah tafsir, dan salah
dalam menelaah, yang bisa berakibat sebagai penyebab kepada kesesatan.
Segala ujud dan
bayangan-bayangan itu hanyalah bekas dari perbuatan astendriya yang berasal
dari 3 jenis, yatu : 1. KEINGINAN DIRI, 2. ANGAN-ANGAN 9HASRAT) 3. PIKIRAN.
Di dalam bahasa wirid,
bayangan-bayangan dan segala rupa itu disebut Hijab atau Penghalang, yang
bersumber dari gerak nafsu dan sebagainya, sehingga hal itu bukan yang
dikiranya adalah ghaib. Dikarenakan hal tersebut, banyak yang tergiur oleh
pengalaman-pengalaman yang seperti itu saja, kemudian di nalar-nalar dan
ditelaah sesuai pemahamannya sendiri. Hasilnya adalah : Hanya menerima dan
cukup hingga sampai di situ saja.
Gambaran-gambaran dari pengalaman-pengalaman tersebut itu kemudian
digambarkan, seolah-olah badan terasa bagaikan dirayapi ular, kelabang dan
sebagainya. Dan yang merasakannya belum mengerti maksudnya, dan hanya dipahami
menurut akal pikirannya sendiri, dan tidak ditelaah, bahwa itu hanya bayangan
seolah digigit ular dan kalajengking dan sebangsanya, namun itu hanyalah
pengalaman dari RASA dirinya yang dikiranya bertemu dengan Ular, Kelabang
sungguhan.
Pada waktu yang lain, setelah
bisa melepaskan diri dari pengalaman-pengalaman tersebut, kemudain ada pengalaman
yang lain lagi yang lebih menakutkan lagi seumpama ada sesuatu yang berjalan
pelan-pelan yang keluar dari Ibu Jari kaki dan terasa sangat berat, merayap
pelan-pelan bagaikan ular besar, kemudian naik melewati perut hingga ke
tenggorokan kemudian melewati muka dan naik ke kepala, seolah-olah bagaikan
menelan begitu saja. Ujud yang demikian bila dianggap itu adalah hal nyata dan
jiwanya masih lemah, maka dengan segera akan membuka matanya, dan GAGAL.
Kesemuanya itu, yaitu suatu
keadaan yang sangat menakutkan bagi pelaku samadhi, terlebih lagi jika yang
melakukannya maka kemudian seketika akan melarikan diri. Dan sering terjadi
atas yang melakukan samadhi itu menjadi pingsan. Atas hal-hal tersebut, bagi
yang kurang kewasspadaanya, sehingga lupa tidak mengurusi pernapasannya,
bisa-bisa akan mengalami kematian. Sedangkan bagi yang berhasil, kemudian
disebut sudah bisa membuka penutup hijab, yang artinya baru mempunyai
pengalaman saja. Dan ketika sedang mengalami kejadian tersebut, yang melakukan
samadhi itu dalam keadaan tidak tidur. Dan tidak terjaga, tidak lupa, yang
disebut masuk ke Alam Mar’rifat dari Hakekat, belum masuk sebagai seorang ahli
Ma;rifat. Dan biasanya akan melihat suasana yang terang yang tidak ada
batasnya, hanya sekejap bagaikan kilatan dari kilat, yang disebut dalam bahasa
wirid dengan sebutan SAMODRA AGUNG.
Hal demikian itu adalah
merupakan pengalaman di tingkat Hakekat, yang disebut sudah masuk pada alam
“Tidak merasa apa-apa” @ Oleh karena kesemuanya itu baru masuk kepada
Pengalaman maka sesungguhnya masih BELUM ADA APA_APA, agar bisa lulus maka
harus bisa membuang rasa dan perasaan, menempatkan rasa AKU menyatu menjadi
satu – itulah tingkat Ma’rifat.
Kemudian : seperti apakah ujud
dari rupa di dalam alam Ma’rifat di tingkat Hakekat ? Ujudnya adalah “Beda yang
menjalankan, maka beda bula alamnya.” Sehingga hal itu tidak bisa digambarkan.
Seperti halnya mengatakan rasa dari rokok kepada teman, itu bagaimanakah
caranya, sedangkan temannya itu belum pernah merokok? Sehingga
pengalaman-pengalaman tersebut yang mengetahui dan yang benar-benar mengerti
adalah yang menjalankannya senddiri, dan orang lain tidak ikut-ikut merasakan.
Pengalaman-pengalaman itu, akan
didjeaskan sekedarnya, berdasarkan pengalaman dalil dan khadits, sebagai
berikut :
4.1.1, Di dalam cerita wayang
ada ucapan tentang ilmu berupa ajaran-ajaran, salah satunya adalah pendapat
dari Werkudara (Sena) dengan Dewaruci. Setelah Werkudara menerima ajaran-ajaran
dari Dewaruci, maka merkudara terlena di dalam alam pertemuan itu.
4.1.2, Dalil dan Hadits
menceritakan pertemuan antara Nabi Musa, as, dengan Nabi Khaidir. Nabi Musa
menerima ajaran-ajaran dan petuah-petuah dari Nabi Khaidir, akan tetapi belum
sampai Tamat, karena Nabi Musa terburu-buru ingin segera mengetahui atas
maknanya. Padahal Nabi Musa as, sudah diberi pesan atau larangan agar tidak bertanya tentang apapun saja selama
sedang diberi ajaran.
Contoh yagn sangat nyata
tersebut, maka dalam uraian selanjutnya menggunakan dasar Al-Qur’an dan Hadits,
Kitab-Kitab Suluk, Kisah Wayang dalam kisah Dewaruci dan sebagainya.
Di dalam Wur;an : Al Kahf : 65.
Fawajada abdan min ibadina
atin, nahu rahmatan min in dina wa allamnahu min laduna ‘ilman. (Bertemu dengan hamba Allah yang sudah
mendapat anugrah dan telah mendapat ilmu luhur oleh Dia).
Pengalaman-pengalaman yang
nantinya akan didtemukan di dalam dalil
dan hadits, di awali dari memaknai uraian pada angka 4.1.1. tersebut di atas.
3.1.1.a, Tujuan pokok dari
samadhi adalah menempatkan Jiwa Hidup dengan menggunakan Rasajati. Tindakan
demikian itu bisa saja didlakukan oleh semua orang tidak melihat apa pun
keyakinan Agamanaya, asalkan saja bisa menenangkan dan mengheningkan gerak dari
Astendriya.
Setelah astendriya tenang, akan
memunculkan suara-suara dan pengalaman-pengalaman yang bermacam-macam, yang
sebagian besarnya disebabkan karena pengaruh dari peredaran darah. Apabila
peredaran darah bisa tertata dan urut maka astendriya akan bisa tenang, yang
akhirnya akan bisa melihat apa-apa tanpa menggunakan indra mata. Setelah
melewati pengalaman yang bermacam-macam dan semakin terbiasa, dati ketenangan
astendriya kemudian disusul oleh MUNCULNYA ROH (Jiwa) yang HIDUP dengan
menggunakan rasa jati. Rasa jati itulah yang bisa melihat dengan nyata, dan
tidak bisa ddi tipu oleh gerak Pancaindra. Sehingga pada intinya : Rasajati itu
yang bisa melihat Alam Ghaib tanpa menggunakan alat. Oleh karena yang melakukan
masih tegak berdiri dalam hidup, sehinga semua penalaman-pengalaman itu bisa
diingat-ingat dan ditelaah, itu jika dalam melakukan samadhi telah selesai.
Setelah meninggalkan
pengalaman-pengalaman selama memfungsikan roh hidup seperti diuraikan di atas,
kemudian muncul pengalaman-pengalaman lagi yang menyentuh hati yang kadang bisa
menyebabkan tergiur untuk tetap berasda did alam tersebut, yaitu TEMPAT DARI
RASA JATI, mengetahui RUPA dari dirinya sendiri, yang di dalam bahasa ilmu
batin : Melihat saudaranya sendiri, yang
disebut “Mayang Seta”. Hal itu sama persis dengan rahasia ibarat di dalam kisah
Dewaruci dan Werkudara ketika bertemu di tengah samudra.
Sedangkan rupa dari Saudara
diri sendiri itu sama peris dengan yang sedang menjalankan samadhi (Bayangan
dari Jiwa dirinya sendiri), Dan ujudnya banyak yang menggambarkan berwarna
Putih, ada juga yang mengibaratkan ada tandanya yaitu Huruf Alif di didahinya
dan sebagainya. Rupa rupa itu, jelas dan samar-samarnya itu tergantung keadaan
PERUT.
Olehkarena rupa dan ujudnya
sama persis dengan yang sedang melakukan samadhi, sehingga di dalam kisah
wayang disebut Dewaruci/Werkudara. Werkudara tinggi besar, Dewaruci kecil
(bajang). Di alam pertemuan tersebut kadang-kadang merasa diberi Ilmu yang
bermacam-macam, sehingga sudah sewajarnya sehingga menyebabkan tergiur untuk
menetap di alam itu, karena sebenarnya di tempat itulah yang menjadi pusat
semua kebisaan dan kesaktian, apakah ingin menjadi dukun, menjadi orang
terkenal, ahli gendam dan sebagainya, tinggal iucapkan saja.
Kesemuanya itu sebenarnya
adalah bukna yang diniatkan pada awal mulanya yaitu ingin menyerap Ilmu
Ketuhanan (Inna lillahi wa Inna Ilaihi Raji’in, akan tetapi hal itu sebenarnya
adalah Penggoda, seperti halnya ketika menghitung hingga angka 10, itu tentu
harus melewati angka 4, 5, 6, sehingga jika hanya menyukai dan tergiur atas
pengalaman-pengalaman tersebut, maka sama saja menyimpang dari niat semula,
yaitu ingi menjalankan At Tauhid.
Dan godaan yang seperti itu,
adalah amat sangat berahaya, karena bisa sebagai penyebab berbalik jalan. Di
dalam Serat Dewaruci telah disebutkan, bahwa Werkudara tergiur dan ingin tetap
di alam yang demikian itu, karena jika berada di alam tersebut, maka akan jauh
dari sakit dan jauh dari kesengsaraan, yang ada hanyalah ketenteraman dan
nikmat, bagaikan berada di dalam surga, Untung saja Dewa Ruci (Guru Sejati)
menghalanginya, karena Werkudara masih memiliki pamrih, masih memiliki
keinginan dan hasrat, yang dibukatikan dengan permohonannya untuk tetap tinggal
di tempat tersebut, sehingga ketika itu werkduara belum sempurna. Werkudara
masih diliputi dan terikat atas urusan-urusan keduniaan, sebagai ikatan-ikatan
lahir, masih penuh penutup, dan hijabnya masih tebal dan menghalanginya. Para
ahli Yoga dan ahli Samadhi yang ketempelan pamrih, maka tidak akan bisa menyatu
dengan Dzat Tuhan.
Pengalaman-pengalamana tersbut
hanya sebuah bunga untuk menuju kepaada Yang Satu, dan hal itu memang harus
dilewati, sebagai ujian dan penggoda apakah kuat apakah tidak. Jika hal itu
tidak dihiraukan, maka berarti kuat dalam menghadapi godaan-godaan lahir,
sehingga lulus dalam menggapai Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Di dalam urain di sini itu
mengandung dua tujuan, yaitu :
1, Memahami atas godaan-godaan,
sehingga akan menbah kuatnya Iman untuk menuju kepada Islam dan sehingga mampu
mengendalikan Pikiran agar menjadi tenang, sebagai jalan untuk menggapai
Menyatu antara Hamba dan Tuhan. Serta menambah kekuatan keyakinan atas Dzat
yang Wajib Adanya.
2. Memahami rahasia-rahaisan di
atas, agar jangan sampai lupa untuk Menuhankan Hanya Allah, jangan sampai
pulang jalan untuk menuruti kejolak keinginan diri.
Untuk selanjutnya, membahas
tentang Ayat Suci di atas Qs. XV : 65, tentang “Bertemu dengan Hamba Tuhan yang
sudah mendapat anugerah dan dijari ilmu rahasia oleh tuhan (Allah) .....
Kata hamba itu adalah Mahluk
Tuhan sendiri, seperti juga para malaikat, syaithan Jin dan sebagainya yang
tidak terlihat mata, namun mereka itu juga adalah mahluk. Ruh itu juga mahluk,
dan Pikiran itu juga menghamba kepada manusia, karena Pikiran adalah bagian
dari manuisa, dan sebagainya.
Ayat tersebut, jika dipahami
menggunakan Pengalaman Mayangga Seta, yang berderajat tinggi atau bukan
manusianya, akan tetapi itu adalah Dewaruci bagi Werkudara. Sehingga Mayangga
Seta (Bertemu dengan dirinya sendiri) yang Tinggi Mulia dan pintar itu bukan
MANUSIANYA yang sedang melakukan samadhi, akan tetapi itu adalah saudaranya
sendiri, yang menampakkan diri karena dia itu adalah Gaib dan juga dia itu
adalah mahluk Tuhan. Sehingga hidup dari mahluk yang sama persis dengan diri
sendiri itu, adalah ada sebagai dirinya sendiri ( dalam berbuat, itu tidak
teraliri oleh apa pun juga). Hal tersebut bisa terdapat juga pada jenis yang
bermacam-macam, Malaikat dan sebagainya, yang sama juga dengan yang disebut
RASA JATI.
Sehingga Rasajati itu memang
mengandung sifat ketuhanan yaitu sifat yang ke 12 (Bashar) yaitu salah satu sifat
Allah. Oleh karena bersifat Mengetahui, sehingga rasajati tersebut mengerti
(mengetahui) sebelum sesuatu hal terjadi. Hal itu yang termuat di dalam QS. XV
: 65 , yang diberi nama Nabi Khidir, yang mendapatkan Petunjuk langsung dari
Allah, dan hal itu memang sudah semestinya, karena salah satu sifat Tuhan,
selain memiliki sifat Bashar, juga memiliki sifat Maha Mengetahui.
Sehingga yang menjadi
pekerjaannnya adalah mengajar kepada yang membutuhkannya untuk bisa bertemu
dengannya. Dewaruci jika di dalam kisah wayang, dan Nabi Khidir bagi Nabi usa
as. Sedangkan bagi Nabi Muhammad saw. itu adalah Malaikat Jibril. Sehingga
sebutan Nabi di dalam ayat-ayat tersebut, makna hakikatnya adalah sebagai
ibarat, dengan tujuan untuk mempermudah dalam hal keilmuan saja.
Di dalam Kisah Wayang, atau di
dalam Kitab Wirid dan Suluk, Nabi Musa atau Werkudoro, ketika melakukan
pertemuan PASTI di Samudra. Kata Samudra itu, sama saja dengan dalam Tingkatan
Ma’rifat Hkikat, ketika melihat kilatan terang bagaikan luasnya samudra yang
tidak bertepi. Didalam Kitab Wirid dan
Suluk, pasti terdapat kisah Sunan Kalijaga yang menyepi di pinggir laut, yang
kemudian bisa bertemu dengan gurunya. Ada lagi seorang Wali yang bernama Syeckh
Melaya, itu juga bertemu dengan para Guru-gurunya juga di tengah-tengah
samudra.
Para penggubah Kitab-Kitab
Suluk dan Wirid, semua menceritakan tentang pengalamannya ketika melakukan
Samadhi. Tentu saja bertemu di tengah samudra, karena sudah ada ketentuan dari
Allah seperti yang tertdapat di dalam Al-Qur’an
XV:65 tersebut. Artinya : Model Samadhi yang bagaimanapun caranya tentu
akan melewati suatu alam yang terang tanpa batas tersebut.
Untuk selanjutnya, uraian-urian
berikut masih menguraikan tentang Hakekat, yaitu cerita-cerita tentang
Mayanggaseta.
Sebuah pertanyaan di dalam
Kitab Suluk Syeckh Melaya, yang mengisahkan pertemuan Sunan Kalijaga ketika
diberi ajaran (Mayanggaseta) : Sang Pandhita wus lajeng lampahira // mring
Benang Depok neki // yata kawuwusa // lampahe Syeckh Melaya // pan arsa
amunggah haji // marang ing Makkah // lampahe murang margi.
ARTINYA : Sang Pandhita sudah
menempuh perjalanan jauh // Menuju
Padepokan di Benang // Itulah kisahnya // Perjalanan syeckh Melaya // Yang akan
pergi Haji // Menuju ke Makkah // Perjalannnya memotong jalan.
Nrajang wana munggah gunung
nrajang jurang // ngereng-ngereng malipir // jurang-jurang sengkan tan ana kang
kagagas // wus prapteng pinggir pasisir // puteg tyasira pakewuh mrih lumaris.
ARTINYA : Menembus hutan naik
gunung melompati jurang // tebing pun di susurinya // Jurang-jurang yang dalam
pun tidak dipikirnya // Sampailah di tepi laut // Buntulah pikirannya karena
kesulitan agar bisa segera sampai tujuannya.
Kapangkalan samudra langkung
dohira // anglangut tana tepi // anjethung kewala // aneng pinggir samudra //
tata wau kang winarni // Sang murbadyeng –adi // datanpa sangkan prapti.
ARTINYA : Terhalang luasnya
samudra // sangat luas tanpa tepi //
sehingga hanya termangu saja // di tepi laut // Demikianlah keadaannya // Sang ahli tapa // yang tidak tau caranya
agar bisa sampai tujuannya..
Makna dari tersebut di atas itu
sama saja dengan yang digambarkan di dalam kisah wayang ketika Werkudara
menerjang hutan belantara yang juga banyak menemui hambatan. Werkudara itu
sebenarnya bukan sebagai ibarat dari Raga, akan tetapi ibarat dari cetusan hati (hati succi). Ketika sudah masuk
ke tingkatan Hakekat, yaitu dengan cara melakukan samadhi, kemudian bertemu dan
terbukanya hijab yang berasal dari dirinya sendiri yang berupa panas dari hawa
nafsu yang bermacam-macam yang meninggalkan bekas di dalam hati. Setelah
kesemuanya itu berhasil dibukanya
dikarenakan melakukan Yoga (Samadhi), maka akan melihat kilat terang
yang berkilat nampak luas bagaikan luasnya samudra (TIDAK MERASA APA-APA) . Hal
itu sama seperti ketika Werkudara terlepas dari lilitan Ular Naga. Dan
selanjutnya dari QS.XV:65 :
“Tan antara wau kang kawlas
arsa // Syeckh Malaya prihatin // arsa wruh idayat // apan ta tanpa aran //
suksma sinuksma pningit // tangeh
kapangya // yen tan nugraha yekti.”
ARTINYA : Demikianlah keadaan
yang sedang bersedih // Syech Malaya yang penuh kesengsaraan // Karena ingin
mengetahui apa itu Hidayah // Hidayah yang tidak bisa didkatakan dengan kata //
Sukma di dalam sukma yang sangat rahasia // Yang tidak mungkin bisa didapatkan
// Jika tanpa anugerah dari Tuhan semata.
Yata wau Jeng Sunan Kalijaga //
neng telenging jaladri // wau pinaggihan // neggih kaddya leledang // peparabe
Nabi Kilir // jleg tanpa sangkan pangandikanira aris.
ARTINYA : Dikisahkan bahwa
Sunan Kaliaga // Ketika berada di tengah samudra // kemudian berjumpa // yaitu
yang seperti pengemebara // yang bernama Nabi Khidhir // Yang datang tidak
dikeathui dari mana datangnya sambil berkata dengan lembutnya.
Nyanyian Mocapat Jawa yang
sedikit itu, berasal dari para Sarjana yang sudah MENGALAMI SENDIRI tentang Ma’rifat
Hakekat.
Wirid selanjutnya, sebagai
berikut : “Syech Malaya ana apa karyanira // prapta neng kene iki // apa sedya
nira // kene sepi kewala // tan ana kang sarwa adi // myang sarwa boga // miwah
busana sepi.
ARTINYA : Syeckh Malaya, apakah
yang kau cari // hingga sampai ke tempat ini // apakah yang kau kehendaki // di
sini hanya sepi yang ada // tidak ada harta apa-apa // tidak ada makanan // dan
juga tidak ada pakaian.
Marbunengrat aris denira
angandika // putu ing kene iki // akeh pancabaya // yen nora toh jiwa // mangsa
tekao ing ngriki // ing kene apan sakalir sepi mamring.
ARTINYA : Sang Pertapa dengan
lembut berkata // Wahai cucu, di sini ini // sangat banyak bahaya mengancam //
Jika tidak berkorban jiwa // tidak mungkin bisa sampai hingga di tempat ini //
dan di tempat ini yang ada hanyalah kesepian dan hampa belaka.
Sehingga dibahasan dengan
kalimat “Sangat banyak bahayanya” itu adalah di Tingkatan Pencari Hakikat itu,
jika sudah mendapatkan perintah dari Guru, yaitu agar membuka hijab penghalang
dengan cara melakukan Yoga Samadhi, Tafakhur, akan tetapi jika tidak ahli dan
tidak berhati-hati, maka bagi Raga bisa sebagai penyebabkan kematiannya. Untuk
selanjutnya, Nyanyian Jawa Macapat Dhandhanggula,s ebagai berikut :
“Lah ta mara Syeckh Malaya aglis // umanjing
guwagarbaningwang // Syeckh Malaya kagyat tyase // matur sarwi gumuyu // pan
angguguk turira aris // dene Paduka bajang// kawula gung luhur // inggih
pangawak prabata // saking pundi margining kawula manjing // jenthik masa
sedenga.
ARTINYA : Wahai Syeckh Malaya
segerelah // Masukilah raga diriku ini // Syekh Malaya hatinya terperanjat //
Berkata sambil tertawa // erbahak-bahak kemudian sopan berkata // Paduka itu
kecil // hamba tinggi besar // badanku bagaikan raksasa // jalan makah yang
harus ku tempuh agar bisa masuk // jari kelingkng ku saja, tidak mungkin bisa
masuk.
Nabi Kilir ngandika aris //
gedhe endi sira lawan jagad // kabeh iki lan isine // kalawan gunungipun //
samodranira alase sami // tan sesak lumebuwa // neng jro garbaningsun // Syeckh
Malaya duk miyarsa // langkung ajrih // kumed randika turneki // mengleng Sang
Murbudengrat.”
ARTINYA : Nabi Khidhir pelan
berkata // Lebih besar mana dirimu dibanding dunia // dunia ini beserta semua
isinya // dan juga beserta seluruh gunungnya // seluruh samudra dan semua hutan
belantara // tidak akan berdesakan jika semuanya itu masuk // kedalam ragaku
ini // Ketika Syeckh melaya mendengar itu // sangatlah ketakutan // kebingungan
tingkah lakunya // melihat kepada Sang Penguasa Dunia.
Pada intinya ketika bertemunya
Bayangan diri dengan yang sedang melakukan samadhi, bahwa yang bisa memahaminya
adalah hatinya sendiri. Karena pengalaman-pengalaman tersebut, masih termasuk
pengalaman di Tingkat Hakekat. Untuk lebih jelasnya : Para ahli Yoga, Ahli
Tafakhur, serta para Nabi, Wali Mukmin
dan siapa saja, jika masih menggunakan ajaran-ajaran, itu dinamakan masih
MEMEILIKI RASA PERASAAN, itu artinya BELUM MENYATU.
Oleh karena ketika itu di dalam
hati sang Sunan Kalijaga, meskipun dia itu Wali, namun masih ada rasa ragu-ragu,
sebagai buktinya, karena masih bertanya, padahal sebenarnya : Yang diberi
ajaran dan yang mengajar adalah dirinya sendiri, berasal dari dirinya sendiri: Bahasa
Ibarat kata-kata Jawa : “Kaping tri ana
lontang, si Lontang sulure kambing (Cempe), lempe-lempe ngupaya sukma kang
mulya ... iya ikut wong Hakekat. ARTINYA
: Yang ketiga ada sang pencari // sang pencari itu anak kambing // dengan susah
payah mencari Sukma Yang Maha Mulia ....... Itulah yang disebut Tingkatan
Hakekat.
Sehingga, pengalaman yang
bahaya di puncak bahaya itu keetika berada di Tingkat Hakekat, karena ketika sedang
mencari DZAT itu, pasti melewati “Mayangseta (itulah godaaan yang sangat
berbahaya sekali).
A. Kisah Nabi Musa berjumpa dengan Hamba Tuhan
Nabi Khidir di Samudra
4.1.2. a :
Selisih pendapat tentang Nabi
Khidir sudah sekitar 1440 tahun hingga sekarang ini, jika dihitung menggunakan
Tahun Hijriyah (al Hadits Bukhori No.60 tentang perbedaan para sahabat ketika membicarakan tentang perjumpaan Nabi
Musa as. Dengan Nabi Khidhir). Hadits
telah menjalsksan, bahwa para sahabat-sahabat itu, hanya mendengar atas
perintah Nabi Muhammad saw. saja. Padahal yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad itu, tentang kejadian
ketika Nabi Musa as. Ketika masih hidup, sudah berapa tahun kah hingga sekarang
ini? Jika tahun Hijriyah kemudian ditambah dengan tahun ketika jaman Nabi Musa
as, itu. Sedangkan perbedaan pendapat tentang Nabi Khidir berjumpa dengan Nabi
Musa itu, dijelaskan di dalam Hadits oleh Nabi Muhammad saw. kurang lebihnya,
sebagai berikut :
Ibnu Abbas menceritakan,
perselisihan di antara Hurr bin Qais tentang siapakah sahabat Nabi Musa ketaka
mereka berjumpa? Ubair bercerita kepada Ibnu Abbas sebagai berikut : TEMAN Nabi
musa ketika itu memang ada, dan saya juga mendengar kisah dari Rsulullah,
sebagai berikut : Ketika suatu hari Nabi Musa
sedang berkumpul ditengah bangsa Israil, kemudian ada seorang
laki-laki bertanya kepada Nabi Musa,
sebagai berikut : Apakah engkau mengetahui ada manusia yang lebih pintar
didbanding dirimu?”
Nabi Musa as. Menjawab :
“TIDAK”.
Kemudian ketika itu juga Tuhan
menurunkan Wahyu kepada Nabi Musa as. Seagai berikut : ............... ADA
MANUSIA YANG LEBIH PANDAI DARI HAMBA KU. “CHIDIR”.
Dalil Al-Qur’an, menyebutkan
sebagai berikut : )QS.XV : 61) : “Ketika sampai di pertemuan dua lautan,
keduanya lupa bila membawa ikan, sebagai sangunya....” Di sini terdapat kata
“Laut”, sesuai dengn kisah Sunan Kalijaga, serta sesuai dengan kisah Werkudara
dan Dewa Ruci.
Rahasia apakah di balik
pertemuan antara Nabi Musa dengan Nabi Khidir itu? Apakah maksudnya dari
ajaran-ajaran yang diterima oleh Nabi Musa yang diajarkan oleh Nabi Khidir?
Jika dihubungkan dengan kisah
Dewaruci, Syeckh Malaya dengan Nabi Khidir
dan antara Nabi Muhammad dan Malaikat Jibril, itu tidak ada bedanya
dengan orang seseorang yang sedang berada di alam Hakekat yaitu bertemu dengan
SAUDARANYA DIRI SENDIRI itu.
Dikisahkan di dalam Dalil dan
Khadits, bahwa Nabi Musa as. Tidak kuat menerima ajaran-ajaran Nabi Khidir,
terlihat dari selalu bertanya walau pun sudah diberi pesan terlebih dahulu.
Oleh karena adanya kejadian ketika di dalam perjumpaan tersebut , ada kejadian
yang tidak masuk akal menurut akal pikiran manusia, sehingga manusia selalu
bertanya. Itulah sebagai tanda bahwa Nabi Musa masih berada di Tingkat Hakekat
(belum Ma’rifat), yaitu dalam keadaan yang disebut “MASING MEMBAWA RASA DAN
PERASAAN”. Oleh karena rasa adan perasaan itu sama dengan HATI, sehingga yang
bertanya dan yang menerima pertanyaan adalah HATI. Meskipun pada intinya HAKEKAT
itu “TIDAK MERASA APA_APA” akan tetapi “Tidak merasa apa-apa” itu masih terikat
dengan hati, artinya yang menelaah dan yang memahami adalah Hati.
Dikisahkan tentang tidak masuk
akalnya tindakan Nabi Khidir adalah ketika merusak perahu yang sedang
dinaiki berdua. Nabi Musa terheran-heran
sehingga bertanya. Yang lebih membingungkannya lagi adalah ketika Nabi Khidir
membunuh anak kecil yang menurut Ilmu syariat itu bahwa anak kecil belum
berdosa. Sehingga kemudian Nabi Musa bertanya dan yang selanjutnya Nabi Musa
tidak kuat memhami atas maksud kesemuanya itu. Kejadian-kejadidan yang demikian
itu tidak ada bedanya dengan kisah Werkudara, Syeckh Malaya dalam Serat-serat
Suluq, lain-lainnya.
Ketika Nabi Khidir membunuh
anak kecil itu, jika diukur menggunakan Hukum Agama, hukum sipil dan militer
dan Hukum iternasional sekali pun, tentulah tidak ada yang melakukan hal-hal
seperti itu. Akan tetapi karena Hamba Tuhan yang sangat cerdas itu, berada di
Tingkat Rasajati, sehingga maha mengetahui dan patuh., sehingga bisa mengetahui
atas semua kejadian yang belum dan yang sudah terjadi bagi yang sedang
melakukan samadhi, sedangkan yang mengetahui ketika adalah hanya Nabi Musa,
karena yang melakukan samadhi dan yang mendapatkan ajaran adalah Nabi Musa
sendiri. Untuk lebih jelasnya : Jika anak kecil itu tidak dibunuh, di belakang
hari akan menjadi perusak manusia.
Itu adalah sebuah ajaran atau
ilham, artinya adalah petunjuk bagi orang yang sudah mendapatkan ilmu hakekat.
Sehingga yang mendapatkan petunjuk itu adalah hati, dan juga yang memaknainya
itu pun adalah hati. Siapa yang sudah berada di tingkat tembusa pandang
(mengetahui sesuatu yang beum terjadi / Waskitha ), yang memberi tahu tentang tanda-tandanya dan yang menerima
adalah RASAJATI dan HATINYA SENDIRI. Oleh karena rasa jati itu sama saja dengan
BAYANGAN dari dirinya sendiri yang sedang memunculkan diri, maka siapa saja
bisa meminta dan menyuruh bayangan itu tadi. Sedangkan yang menyuruh dan yang
meminta adalah HATI. Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa seperti itulah
yang bisa membuat hati terpikat, karena disebabkan ada dan adanya adalah dari
“bagian dirinya sendiri-sendiri”. Cerita tentang membunuh anak kecil itu, sama
dengan kisah ketika Raja Rama membunuh Subali. Seandainya saja Subali tidak
dibunuhnya, di belakang harinya akan bisa menjadi perusak dunia. Semikian juga
ketajaman mati hati dari BAYANGAN DIRI, jika dilakukan pasi akan MENGHERANKAN,
dan tidak wajar bagi kehidupan dalam masyarakat.
Sehingga kebanayakan para ahli
ma’rifat (sudah mengetahui sesuautu sebelum terjadi), kelakuannya tidak wajar.
Oleh karena ketempatan sifat Luhur dan dan cedas, sehingga apa pun yang akan
dilakukannya pasti akan di cocokkan terlebih dahulu dengan keadaan. Akan tetapi
TIDAK MAU mendahului Kehendak TUHAN, karena dia itu sudah memegang (Menguasai) Ilmu Tuhan. Sehingga kata-katanya, kehendaknya,
tindakannya, kesemuanya hanya Milik Tuhan dan juga Milik dirinya sendiri, hal
itu sama saja dengan YA ALLAH – YA AKU. Seperti itulah keadilan Tuhan yang
telah memberikan anugerah yang tidak ada bandingnya, dan di dunia ini tidak ada
yang bisa untuk perbandingan ukurannya. Untuk bisa menguasai hal itu dengan
sebenarnya itu, jika seseorang sudah bisa menghilangkan Penghalang penutup yang
ada di dirinya sendiri.
Kejadian-kejadian seperti itu,
bagi Nabu Muhammad, disebut Jibril. Pada suatu hari Malaikat jibril
memperlihatkan dirinya kepada Nabi. Kemudian mengatakan sebagai berikut : Wahai
Muhammad, mana yang dirimu pilih keluhuran ataukah kekayaan? Oleh karena Nabi
itu sudah mengetahui segala sesuatu, sehingga perkataan Malaikat Jibril
ditolaknya. Tujuan Nabi Muhammad itu hanya satu! Yaitu “Inna lillahi wa inna
ilaihi raji’un”.(Ke-Nirwana-an, kembali ke asal). Oleh karena Ilmu Nyata itu
tujuannya dan pedoman untuk MENYATU dengan DZAT, yaitu sehingga berada pada
Yang Nyata Adanya, keadaan Yang Nyata yang terbayangkan. Artinya menyaksikan
dengan MELIHAT dan MEMAHAMI.
Di dalam hal melakukan samadhi
serta di dalam ajaran-ajaran seperti telah di uraikan di atas itu, sebenarnya
hanya TINGKATAN SAJA yang harus dilewati. Apakah nantinya bisa benar-benar
menyatukan dan kehendak Dzat Yang tidak terbayangkan, apakah akan terpikat di
dalam alam “ADI FUNA” alam serba bisa,
itu semua tergantung dari yang menjalankannya sendiri.
ooOOoo
Setelah menguraikan rahasia
dari Ayat Suci (Lihat QS.VII : 29, bab 8 nomor 1 dan 2), jangan sampai pembahasan ini dijadikan bahan
pembicaraan ringan, atau pembicaraan yang tidak dilandasi Dalil atau didasai
hati yang suci. Semoga saja nantinya ketempatan pemahaman yang sebenarnya,
tentang rahasia yang sudah bertahun-tahun tersembunyi dan sangat tersembunyi.
(1) Sembahlah DIA (Allah).
Itu adalah ibadah hamba kepada
Tuhan bagi hamba yang sudah bisa Ma’rifat. Dan yang bisa membuktikannya adalah
yang melakukannya sendiri. Sehingga jika diperinci, beribadah dengan melalui
Tingkatan-tingkatan itu, tujuan utamanya adalah At-Tauhid. Karena menyatunya
Hamba dengan Tuhannya itu terus terang saja “Tidak bisa dditulis dan
diuraikan.”
Sedangkan ibadah di tingkat :
Syariat, Tariqat dan Hakikat itu adalah satu jalan, yang tujuan akhirnya adalah
Ma’rifat.
(2), Dengan mengikhlaskan
Agamakepada DIA.
Kata Ikhlas itu menyelaraskan
perbuatan Dzat dan ujud Dzat. Perbuatan Dzzat, yaitu yang bisa berfikir, nafsu,
berusaha dan sebagainya, hanya sekedar menjalankan saja, bisa dibahasa kiaskan
TIDAK IKUT MEMMILIKI. Caranya adalah : Memberi sesuatu kepada orang lain, itu
hanya sekedar patuh kepada perbutan Dzat yang Maha Pengasih. Dikarenakan bahwa
Tuhan itu bersifat Maha Pengasih, sehingga masunia mempunyai juga perwatakan
mudah merasa kasihan.
Mudah merasa kasihan atau
mengasihi itu adalah cahaya sifat dari Dzat Yang Wajib. Dzat yang Wajib itu
dalam menunjukan sifat Maha Pengasihnya itu menggunakan sarana MANUSIA,
sehingga manusia melakukan memberi derma kepada sesamanya.
Sehingga ikhlas dalam menyembah
yang sejati itu sama dengan “Sudah tidak ikatan penghaang apa pun saja”.
Pamrih, rasa memiliki, warna dan apa pun saja yang mengotori jiwa dalam
beribadah, sudah hilang semuanya. Oleh karena ikhlas, bagi Agama apa saja jika
memang bisa itu sama saja dengan di Agama Islam. Bhuddha, Kristen dan
sebagainya.
(3). Bagaikan ketika Allah
memulai mencipta dirimu.
Kata memulai, itu, jika
dipahami menggunakan ukuran dunia, itu bagaikan BAGAIKAN BAYI LAHIR. Untuk
memahami kata Memulai mencipta dirimu : itu, jika menurut rasa, bukan
berdasarkan bukti : Tidak tahu apa-apa, tidak tahu, sakit, selatan, utara,
panas, dingin, tempat, masa. Artinya berada pada keadaan tidak mengerti
apa-apa, tidak paham apa-apa, dan tidak merasa apa-apa “NAMUN HIDUP”.
Sebenarnya bayi yang baru lahir
itu sebagai contoh atas alam dari DZAT YANG TIDAK BISA DIBAYANGKAN, yang sama
artinya SUDAH PERNAH MERASAKAN ALAM YANG TIDAK BISA TERBAYANGKAN. Dan itu
sebagai bukti sebagai keadaan Kosong. Dan yang bisa membukan adalah MANUSIA
HIDUP, Sebagai tandanya adalah seperti KELAHIRAN BAYI.
Seharusnya, akan ada
pertanyaan : Mengapa sekarang tidak bisa
seperti itu lagi dan mengapa harus menggunakan ilmu?” Jawabannya : Karena
manusia itu sudah terkena oleh
penghalang dan penutup aau Hijab. Sedangkan ketika baru lahir sebenarnya adalah
keadaan TIDAK TERKENA PENUTUP.
(4) Demikian juga ketika dirimu
menghadap kepada DIA.
Itu adalah ayat penguat.
Maksudnya adalah contoh dari bayi yang baru dilahirkan itu adalah dalam keadaan
Ma’rifat, hal itu sebenarnya sebagai petunjuk
“Jika dirimu sudah seperti itu” (Rasa dalam kenyataan, Rasa Ma’rifat
Islam) : Besok ketika dirimu menghadap kepada Tuhan (Innalillahi wa inna ilaihi
raji’un). RASA DIRI SAMA SAJA DENGAN
ketika baru dilahirkan, dan ditambah Ma;rifat ketika ada di alam dunia.
Itulah yang disebut “Kanirwanan
(Kekekalan, alam Baqa), alam DZAT, kembali ke asal seperti sebelum adanya
apa-apa”.
Sekarang ada pertanyaan sebagai
berikut : Jika demikian maka yang disembah itu sama sama saja TIDAK ADA
APA-APA? TIDAK BISA DILIHAT ....?. Jika salah menjawabnya, akan menjadi, jika
yang membikan jawaban adalah orang yang hanya berdasarkan kata-kata saja dari
para orang tua. Yang benar itu adalah, akal/pikiran karus digunakan dengan
penalaran yang benar dalam memahami kata
“YANG TIDAK TERBAYANGKAN” yang sama saja dengan jawaban : SAYA TIDAK TAHU, artinya : TIDAK BISA
DIGAMBARKAN, dibayangkan dan sebagainya, karena sudah ada dasarnya dalilnya :
Jika kamu menghadap Tuhan, harus bagaikan bayi yang baru dilahirkan TIDAK
MENGERTI APA-APA, akan tetapi HIDUP. Tidak mengerti dan tidak paham (ENTAH),
itu, makna sebenarnya : Sebagai yang hidup, karena Yang hidup itu sendiri,
ketika sudah dewasa “YANG MENYEBUTKANNYA”.
Akan tetapi jika kurang dalam
memahaminya, kata TIDAK TAHU itu, akan dipahami menjadi : MENYEMBAH YANG
KOSONG, MENYEMBAH TIDAK TAHU< MENYEMBAH DENGAN TIDAK MENGERTI. Di depan sudah
dijelaskan bahwa Dzat yang diaktakan Tidak Tahu (Layuchayafu, yang
tidak terbayangkan) itu mempunyai sifat WENANG, sehingga walau pun tidak
terlihat, akan tetapi bisa menciptakan apa saja sekehendak-Nya, dengan kata
Jadilah maka jadilah (Qun faya Qun).
Tentang uraian yang berhubungan
dengan keyakinan Syeckh Sitijenar yang berani mengaku “ALLAH ITU AKU. Oleh
karena Dzat Yang tidak terbayangkan itu, sama dengan “ENTAH SAYA TIDAK TAHU”
bisa saja menjadikan para Wali di Tanah Jawa pada jaman dahulu membenci
kepada Syeckh Sitijenar, barangkali dikarenakan atas keyakinannya “Mengaku
Allah”, atau barangkali karena Syeckh Sitijenar itu yang paling tinggi
tingkatannya. Hal itu bisa dilihat dari serat-serat gubahan Sarjana-sarjana dan
para pujangga. Siti Jenar hanya mengaku AKU TIDAK TAHU yang diartikan oleh
orang yang tidak paham bahwa ALLAH itu tidai ada.
Untuk lebih jelasnya sebagai
berikut : Bisa saja Sitijeanr sudah benar-benar yakin terhadap rahasia Qur’an
VIII:29 di depan (Al-A’raf), bahwa Dzat Tuhan itu TIDAK BISA DIKETAHUI atau
tidak ada. Bagi ukuran dunia hal itu memang benar, artinya Yang Sudah Ma’rifat
itu Tidak tahu, akan tetapi jika diukur
menggunakan rasa, itu adalah tidak itu
bagi yang AKALNYA tidak bisa memahaminya.
Menurut QS.VIII:29 itu, jika
manusia bersedia jujur, tentu akan mengakui bahwa ketika terlahir di dunia itu
tidak tahu (entah), dan yang bisa membuktikan sebenarnya itu adalah ahli
Ma’rifat, barangkali ketika itu Sitijenar, walau pun setingkat Wali, ternyata
masih ketempatan lupa. Kata lupa itu tida sama maknanya dengan SALAH PAHAM,
akan tetapi sedang dalam keadaan sedang tidak ingat. Karena ketika itu
Sitijenar hanya meniadakan adanya Dzat yang tidak bisa dilihat, akan tetapi
bersifat WENANG. Sama saja dengan manuisa yang kemudian mengatakan “Allah itu
adalah AKU, karena walau hingga mencapai usia tua dalam mencarinya, tidak akan
bisa menemukannya.
Di bawah ini, ada cuplikan
Tembang Dhandhanggula Macapat Jawa, untuk membandingkan mana yang mempunyai
Asma Allah serta mana yang mempunyai nama Ingsun.(Bacalah Suluk Malangsumirang
– Karangan Sunan Geseng).
Salat limang waktu puji dzikir
// prastawengtyas karsanya pribadya // bener luput tampa dhewe // sadarpa gung
tartamptu // badan alus kang munah karti // ngendi ana Hyang Suksma // kajaba
mung ingsun // mider dunya cakrawala // luhur langit sapta bumi durung manggih
// wujudnya Dzat Kang Mulya.
ARTINYA : Shalat limang waktu
memuji dan berdzikir // gerak kalbu adalah kehendak diri sendiri // benar dan
salah diri sendirilah yang menerimanya // anugerah agung tentulah // badan
halus yang menggerakkannya // Mana ada Hyang Suksma // selain Ingsun ini //
walau mengelilingi langit dan bumi // hingga di ketinggian langit dan tujuh
bumi tidak akan bisa ditemukan // wujud
dari Dzat Yang Maha Mulia.
Seh Sitijenar manganggep Hyang
Widhi // wujud kang nora kasat mata // sarupa kadya dheweke // ingkang sifat
maujud // lir wewujud bleger tan kalih // warnanya tanpa ceda // mulus alus
lurus // kang nyata wujud dora // lirnya kidam dihin jumeneng tan keri //
saking pribadinira.
ARTINYA : Syeckh Sitijenar
menganggap tentang Tuhan // Wujud yang tidak bisa dilihat mata // serupa dengan
dirinya // yang bersifat wujud // sama wujudnya bukan dua wujud // ujudnya
tanpa ada bedanya // mulus halus dan sama persis // yang nyata sebenarnya wujud
yang tidak ada // artinya Qidam yaitu awal dan tanpa akhir // itu berasal
dari-Nya.
Pengarang Serat Sitijenar itu,
tentulah orang yang masih di tingkatan Hakekat, atau masih dalam taraf
“belajar” dan bukan ahli Ma’rifat, karena berani mengatakan : “Gerak kalbu
adalah kehendak diri sendiri” Benar salah disi sendirilah yang menerimanya” Itu adalah manusia yang
sudah sangat yakin, bahwa Maha Kuasa-Nya Dzat itu, adalah berada di dalam AKU,
Kamu, dan Dia, kesemuanya. Yang menyalahkan dan yang membenarkan adalah dirinya
sendiri, itu juga adalah pribadinya sendiri. Pengarangnya adalah manusia yang
sudah bisa menilai dan mengendalikan diri pribadinya sendiri.
Kalaimat “Badan halus yang
menggerakannya” artinya : Berkeyakinan bahwa tiap gerak dan cetusan hati itu
semua, dikendalikan badan halus yang bisa bergerak sendiri>’ (Kiyamuhu
binafsihi). Bagi manusia yang bisa memahaminya, badan halus yang bisa
menggerakkan itu, dikiranya sama saja dengan otak, pikiran, HASRAT. Sehingga
Tuhan itu, dianggapnya adalah : Kehendak atau hasrat.
Sedangkan kalimat “ Mana ada
Hyang Suksma // kajaba mung Ingsun”, hal itu sudah semestinya, karena Hyang
Suksma itu “TIDAK KELIHATAN”. Tidak bisa terbayangkan. Sehingga dia itu
(Pengarang) berani berkeyakinan, bahwa Hyang Suksma itu sama saja dengan
Ingsun.
Di dlam uraian tentang sifat 20
diterangkan bahwa manusia itu adalah yang memuat Dzatm sehingga apabila Hayang
Suksma di samakan dengan Ingsun itu BENAR, karena manusia itu mendapat bayangan
dari Tuhan yang mempunyai sifat 20, sehingga disebut Ingsun. Sehingga Ingsun
itu Bukan ALLAH, akan tetapi hanyalah bayangannya saja. Walau pun sama, akan
tetapi tidak mempunyai sifat Wenang, TIDAK MENCIPTA APA-APA. Kesalahan Nyanyian
Macapat Dhandhanggula itu, terletak pada ketika menyamakan Tuhan dengan Ingsun, sehingga ada kata-kata
“Tujuh bumi belum bisa menemukan ujud dari Dzat Yang Maha Mulia.
Pengarang Serat Sitijenar mengakui bhawa ujud (aal) tidak pernah bisa dijumpai, akan tetapi
dengan jujur mengakui bahwa walau pun tidak pernah berjumpa akan tetapi ADA,
yaitu yang dikatakannya dengan kata Dzat Yang Maha Mulia. Lebih jelasnya lagi :
Mengatakan tidak ada karena tidak pernah
berjumpa, akantetapi di dalam hatinya mengatakan ADA.
Dan selanjutnya mengatakan
“Ujud yang tidak bisa dilihat dengan mata” itu BENAR. Sedangkan “Satu rupa
dengan dirinya” hal itu jika salah dalam memahaminya, maka kemudian akan
meyakini, bahwa ketika Mayangga Seta dikiranya itu adalah Tuhannya. Yang
sebenarnya adalah : “Serupa dengan dirinya” itu Dzat/Sifat Wahdatul wujud
(menyatu menjadi satu, Dzat menguasai sifat). Jika diaktakan dengan kata-kata
itu menjadi “Satu ujud, bukan dua” ...... jika demikian, maka BENAR, dengan
keyakinan bahwa Tuhan itu adalah Wahdatul Wujud, karena meyakini pemahaman Kawula
Gusti (Hamba dan Tuhan) itu adalah menyatu, keadaan yang satu. Sehingga dalam
memahaminya, diyakini bahwaIngsun itu sama saja dengan “Jamban yang berisi air
yang jernih terkena bayangan matahari.”
Sedangkan yang diyakini sebag,
yaitu : “Rasa ada ketika menyatu yaitu ketika dirimu Inna Lillahi wa Inna
ilaihi Raji’un”, itu sama saja ketika dirimu dilahirkan pertama kali ke alam
dunia ini, yaitu tidak mengerti apa-apa, jika ingin membuktikannya, maka :
Islam-lah (dengan cara Ma’rifat).
Jika uraian ini kurang jelas,
bisa dikarenakan terpengaruh oleh daya ingin mengetahui : Pokok yang paling
akhir”, itu saja. Ilmu yang paling akhir itu sebenarnya adalah berani jujur,
yaitu jika sudah merasakan sendiri pada keadaan “TIDAK TAHU”, yang kesemuanya
itu harus dibuktikan dengan Kayakinan dan tindakan.
ooOOoo
B,
Cerita tentang Nabi Musa bertemu dengan Dzat
Allah, apakah nyata atau kah tidak nyata.
Kenabian Musa as. Itu adalah Kenabian yang satu. Tidak
ada Nabi yang menyekutukan Allah. Demikian juga Nabi-Nabi yang lainnya, seperti
: Nabi Dawud, Yusuf, Ibrahim, Musa, Isa, Bahkan Nabi Muhammad sekali pun,
semunya sama-sama Islam. Akan tetapi Syariat ajaran yang di ajarannya
(Agamanya), yang berbeda-beda.
Ayat di dalam Al-Qur’an VIII:29
Al-A’raf dan QS.VIII.143 bab.9 di di depan, benar dan tidaknya itu perlu
ditelaah. Rahasia yang terkandung di dalam Ayat Suci tersebut, jika kurang
dalam memahaminya dan kurang pengalamannya, maka akan bisa menyebabkan salah
tafsir. Bagaimanakah tafsirnya jika ditafsiri menggunakan ukuran Lahir dan
ditafsiri menggunakan Ukuran Batin?
Nabi Musa as. Itu jika berdasarkan yang tertulis di
dalam Ayat, dengan jujur sejujurnya mengakui bahwa “TIDAK MELIHAT-NYA. (Tidak
tahu), tentang DZAT Tuhan. Para nabi itu, termasuk Nabi Musa : Adalah Ummiyi
(Buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis), yang maksudnya itu, huruf dari
tulisan, akan tetapi dengan benar-benar mau mengakui bahwa sebenarnya TIDAK
melihat Tuhan. Sehingga, Nabi, Wali di jaman dahulu, walau semua mengetahui atas Rahasia Dunia, akan tetapi
mereka itu sama-sama mengakui bahwa tidak MELIHAT (mengetahui tentang ) Allah.
Selengkapnya tentang Dalil
Qur’an bersumber dari tafsir Machmud
Yunus, mengatakan sebagai berikut : “Setelah sampai waktunya, Tuhan memberi
perjanjian kepada Nabi Musa. Kemudian Nabi Musa berkata : “Wahai Tuha,
perlihatkanlah Dzat Engkau kepada hamba, dan semoga hamba diijinkan melihat
Engkau!” Kemudian Tuhan berkata : “Dirjmu tidak akan kuat melihat Aku (Allah),
akan tetapi laihatlah gunung itu, jika tetap berada di tempatnya, barulah
dirimu bisa melihat-Ku (Allah)!!!”
Setelah hanya sebagian kecil
Cahay Tuhan terlihat di gunung itu, seketika gunung itu hancur dan Musa
terjatuh ke tanah dan pingsan, Setelah sadar kembali, kemudian memohon : “Wahai
Engkau, Maha Suci Engkau, dan hamba mohon ampun kepada Engkau1” Sesungguhnya
hama termasuk orang yang beriman kepada Engkau!”
Kata “melihat” yang ada di ayat
tersebut, itu adalah bukan penglihatan mata, akan tetapi penglihatan yang sudah
tidak mempergunakan alat, dan bukan rasa jati angan-angan diri, akal pikiran,
dan hasrat dan sebagainya, akan tetapi penglihatan di dalam keadaan
Ma’rifatullah. Sedangkan kata “Gunung” di dalam dunia keilmuan batin disebut
“Jabbal” (dalam bahasa Arab), di dalam Kitab Injil disebut dengan nama Thursina,
dan jika dinalar menggunakan pikiran yang bening, maka akan tidak masuk akal,
jika tiba-tiba “Berpindah tempat”. Sedangkan Tafsir ayat di atas, adalah
sebagai berikut : Yang dibahasakan dengan ibaratkan sebagai gunung itu adalah
Manusia, yang maksudnya adalah bagian anggota yang seperti gunung, yaitu
“HIDUNG”. Mengapa kemudian bergeser maknanya menjadi “Hidung”, karena
sesungguhnya bahwa manusia ddi dunia ini memna gberada di gunung, Apakah benar
demikian ? Jawaban atas pertanyaan tersebut, akan bisa dpahami, pada ayat
berikutnya, yaitu : “Jika tetap berada di tempatnya, barulah bisa melihat-Ku
(Allan)”!”
Makna di balik kata : Hidung
itu, jika bergerak, maka badan tidak bisa tenang. Sehingga Tuhan melarangnya
“Tidak boleh pindah” atau “tetap berada di tempatnya”. Hal itu karena pada
umumnya manusia yang sedang melakukan dzikir kebanyak dengan
menggeleng-gelengkan kepala, atau menggerak-gerakkan kepala mengikuti irama
dzikir. Tindakan yang demikian itu tidak boleh. Karena cara yang benar adalah
dengan diam (tenang), yang hal itu mengandung maksud : “Bersamadhi, Yoga, Tafakhur, dsb”.
Oleh karena itu, kemudiab bisa
diamati, bahwa pada jaman ribuan tahun yang lalu itu, sudah ada Yoga.
Sebenarnya, samadhi atau menggeleng-gelengkan kepala itu, tidak akan bisa cepat
berhasil, dan hasilnya akan bisa menjadi pusing. Sedangkan bila dengan cara
yang tenang dan hening, maka untuk bisa menyatu itu lebih mudah.
Untuk selanjutnya, dikisahkan,
bahwa Nabi Musa berhasil bisa melihat Dzat Tuhan yang masih terbungkus oleh “Nampak
Sebagaian Cahaya Tuhan, dan seketika itu juga gunung menjadi hancur, dan Musa
jatuh ke tanah dan pingsan.” Penjelasan maksudnya adalah sebagai berikut :
1, Terlihat Cahaya Dzat – Alam
Hakikat Tuhan = Tidak ada apa-apa = Kosong. Tidak bisa terbayangkan = Keadaan
tidak ingat apa-apa.
2, Hancurnya gunung = Hidung,
sudah tidak terlihat bayangannya, karena yang sedang melakukan Yoga itu
pingsan. Kata “hancur” = Hilang dari penglihatan mata.
3, Nabi Musa jatuh pingsan =
Keadaan menyatu dengan Dzat (Sudah masuk ke tingkat Ma’rifat), hal itu sudah
tidak ada kata-kata yang bisa untuk menggabarkan dan menguraikannya, sehingga
disebut dengan sebutan Pingsan, karena memang kenyataannya itu, tidak merasa
apa-apa.
4, Kemudian Nabi Musa berkata :
Bertobat kepada Tuhan, dan sebagainya = Sudah meyakini dengan penuh keyakinan
bahwa sebenarnya dari Dzat Tuhan itu adalah TIDAK KELIHATAN, sehingga yang
disembah siang dan malam itu, jika diurakan menggunakan kata menjadi “TIDAK
ADA”, Tidak tahu, juga bisa juga disebut “Alam Entah-lah”.
Itulah Rahasia Dunia, yang
maksudnya adalah : Nabi itu sudah berada di puncak Iman, bahwa yang disembah
itu tidak kelihatan, namun ternyata dan sudah sangat jelas bisa “MENCIPTA APA
SAJA” yang ada di seluruh jaga raya, cukup menggunakan “Kalimat” : QUN FAYAQUN.
Sehingga walau demikian, menjalankan Samadhi itu bisa dialami oleh siapa saja
yang diawali (Pertamakalinya) adalah mengalami Pingsan, terlebih dahulu (Atau
dengan kata lain.. Kebingungan terlebih dahulu). Untuk selanjutnya, bila sudah terbiasa,
tentu tidak pingsan lagi, dan akan bisa memasuki alam Ma’rifat, dan sama sama
maknya dengan “Sudah bisa kembali kepada asalnya”, Duduk bersama menghadap
Tuhan, dan sama saja dengan keadaan bayi ketika pertama kali terlahir ke dunia
ini. Makna Rahasianya : Bisa dialami ketika masih hidup dan bisa dirasakan keadaannya.
Ketika itu, Nabi Musa sudah
tidak didampingi oleh Nabi Chidhir, karena keberasdaan Nabi Chidhir itu, ketika
Nabi Musa masih di Tingkatan “MAYANGGASETA (Tingkatan Hakikat). Dan ketika
mengalami Pingsan Nabi Musa sudah masuh ke Tingkat Ma’Rifat, sehingga sudah
meninggalkan Tingkat Hakiakt, bisa dikatakan sudah di Posisi Puncak.
ooOOOoo
Apakah di dalam menjalankan
Samai itu menggunakan Mantra? Apabila menggunakannya, bahasa apakah yang digunakan?
Qur’an 192 -195 Surat
Asy-Syu’ara : “Wa Innahu latanzilu rabbil alamin nazala bihi arruhulamina
litakuna minal mundzirina bilisani ‘arabiyn mubihi”. Tafsirnya kurang lebih
sebagai berikut : Sesungguhnya perintah ini diturunkan oleh Tuhan Penguasa
Seluruh alam melalui Malaikat Jibril menggunakan bahasa Arab kepada hatimu,
agar kamu termasuk golongan dari orang-orang yang memberi peringatan.”
Qur’an 22 – Surat Fathir :
“Demikian juga orang-orang yang hidup, tidak sama dengan orang-orang yang mati.
Allah menuntun kepada orang-orang yang dikehendaki. Dan kamu tidak bisa
memperdengarkan kepada orang-orang yang berada di alam kubur.”
Buku Asrar’i Khudi. Karangan
Ulama Persia yang bernama Dr. Muhammad Iqbal (1876 – 1938), yang semula
dikarang di Lahore (India) pada tahun 1915, dan sudah diterjemahkan ke dalam
Bahasa Ingris oleh Reynold A Nicholson, di dalam isinya menjelaskan bahwa
Sarjana-sarjana Barat dan Sarjana-Sarjana Islam, yang uriannya berujud Puisi
yang isinya mengandung keyakinan, sebagai berikut : “MENIADAKAN DIRI PRIBADI’
(menyatu) dan rangkaian bahasanya dibungkus bahasa yang menyayat kalbu,
sedangkankan Sang Pengaranya tidak bisa berbahasa Arab. Akan tetapi isi Kitab
itu, tertuju tentang Islam, walau pun bahasanya tidak menggunakan Bahasa Arab,
karena di dalam suatu keyakinan, yang menjadi patokannya adalah Bukan
“Bahasanya’ akan tetapi “Hati”. Contohnya : Bahasanya adalah Bahasa Jerman,
akan tetapi di dalam hatinya meyakini bahwa jika menyatu itu harus menggunakan
cara yang demikian-demikian dan sebagainya. Atau menggunakan bahasa –bahasa
yang berbeda-beda, hal itu bisa dan
boleh saja, dan dalam kenyataannya tidak kurang bahwa orang Jerman yang sudah
berhasil menyatu dengan Allah. Sedangkan Bahasa Arab yang digunakan di dalam
Kitab Qur’an, itu adalah sebagai bahasa pusat ilmu yang diserap oleh seluruh
ummat di alam dunia ini.
Ada juga dar golongan penganut
Agama Islam yang walaupun shlatnya tetap 5 waktu dan 17 raka’at dalam sehari se
malam, akan tetapi ucapannya menggunakan Bahasa Jawa. Jika demikian, permintaan
orang tersebut apakah bisa diterima oleh Tuhan?
Menurut dalil Tuhan di dalam
Surat Al-Hadid ayat 6, menerangkan sebagai berikut : “Wa huwa ‘alimun bidzatish
shuduri.” Yang mankna tafsirnya kurang lebih “Dia mengetahui isi hatimu.” Sehingga
jika berdasarkan dalil ini , ternyata memang bahwa Allah itu tidak pilih kasih
dan tidak pilih bahasa. Dan kesemuanya itu adalah sama saja, dikarenakan
kesemuanya itu juga adalah ciptaan-Nya juga. Bahasa, itu adalah sebagai sarana
untuk menyampaikan hasrat, beban hati, atau hasil dari pemikiran bagi yang
melakukannya..
Ketika Bahasa Arab belum ada,
apakah Allah ketika menurunkan wahyu atau manusia yang meneyembah kepada tuhan
menggunakan Bahasa Arab. Pastilah tidak demikian, karena bahasanya aja sama sekali
belum ada, yang tentunya menggunakan bahasa manusia yang menerima wahyu-Nya,
karena yang dipentingkan di dalam hal ini, adalah bukan bahasanya, akan tetapi
adalah hatinya, seperti yang termuat di dalam makna dari Qur’an 1992 – 1995
Surat Asy.Syura’a tersebut di atas (ala albiqa). Atas keterangan ayat tersebut,
di bawah ini ada contoh sekedarnya, seperti yang diuraikan di atas, dengan
sederhana dan apa adanya :
1, Hatimu hatiku ............
dan sebagainya, Hal itu yang bisa memahami adalah orang yang bisa menggunakan
bahasa tersebut, Jika Jawa itu bagi orang Jawa, Jika Bahasa Ingris juga adalah
orang Ingris dan sebagainya. Ciri-cirinya atau atau penelusuruan tentang
kebenaran dari uraian ini, akan bisa dibuktikan ketika seseorang yang sedang
tidur kemudian bermimpi. Walau pun ahli menggunakan bahasa ingris, Jerman,
Perancis dan sebagainya, akan tetapi di alam mimpi yang bisa dipahaminya adalah
bahasanya sendiri, jika orang Jawa, maka bahasa Jawa dan seterusnya.
2, Atma-mu hatiku ....... dan
sebagainya, Itu jika digunakan untuk memikirkan apa saja, juga menggunakan
pengertiannya sendiri (menggunakan bahasa sehari-hari). Jika ketika berfikir
menggunakan bahasa lain, tentu akan sering salah.
Oleh karena Tuhan itu tidak
pernah terpisah dengan manusia serta Maha Mengathui atas isi hati manusia,
walau pun menggunakan bahasa jenis apa pun juga, pasti akan dipahami-Nya. Walau
pun berupa ajaran-ajran yang diberikan oleh Saudadaranya sendiri, itu juga
menggunakan bahasa ayang dimengerti oleh seseorang yang barsu saja mengalami
Mayanggaseta. Oleh akrena itu, oleh karena WAHYU itu yang membawa adalah
Saudara Diri sendiri, sehingga bagi Nabi Muhammad yang melalui Malaikat Jibril,
maka juga menggunakan Bahsa Arab, karena Nabi Muhammad itu bahasa pribadinya
adalah Bahasa Arab. Semikian juga perintah Tuhan kepada para Nabi
sebelum-sebelumnya, tentulah menggunakan bahasa pribadi para nabi tersebut.
Yang demikian itu, sehingga
walau pun ucapan permohonan atau ucapan-ucapan dalam beribadah itu menggunakan
Bahasa Arab, akan tetapi jika isi dan dan intinya tidak dipahaminya (bukan
bersumber dari lubuk hatinya), maka akan bisa menjadi tanpa tujuan, dan
sebaliknya, jika menggunakan bahasa tionghoa, akan tetapi tembus ke dalam hati,
maka akan bisa tercapai apa yang dimaksudkannya.
Menurut Pujangga Muhammad Iqbal
yang sudah disebutkan di depan memohon
(dengan kesedihan hati) karena tidak bisa menggunakan Bahasa Arab, itu
dikarenakan terdorong oleh sangat cintanya kepada Pusat dari segala Dalil Tuhan.
Yang melebihi dari itu, itu tidak ada.
Mengulang tentang memahami
arti, itu sebenarnya tidak bisa dinamakan perintah, jika dalam menyampaikannya
tidak menggunakan bahasa yang dimengerti oleh yang menerima perintah tersebut,
sehingga jika orang Jawa, wisik, wahyu dan sebagainya, itu tentu menggunakan
Bahasa Jawa. Jika demikian adanya, maka baru bisa dianggap benar, jika tidak
demikian, maka bisikan itu sesat.
Kemudian ada pertanyaan lagi
“Apakah japa mantra itu bisa menembus kepada yang merawat mayat? Apakah bisa
bekirim doa dan mendoakan orang yang sudah meninggal dunia?
Kebiasaan yang sering terjadi
di dalam kehidupan masyarakat Jawa itu banyak yang menjadi fanatik kepada
berbagai keyakinan, Apakah itu Agama, Apakah kebudayaan dan sebagainya. Fanatik
terhadap Agama dan keyakinan itu, pada umumnya akan berakibat menjadi
tindakan-tindakan yang tidak dipikir terlebih dahulu. Menelaah, menafsirkan
atau bermusyawarah tentang keilmuan, jangan tergesa-gesa diterima begitu saja,
akan tetapi harus ditelaah, diteliti, dinalar dan sebagainya terlebih dahulu,
apakah masuk akal apakah tidak, karena pikiran-pikiran dan penalaran yang
merdeka itu, hasilnya akan menguatkan Jiwa, karena bisa menolak dan memilih
dengan berdasarkan pemahaman hati sehingga tidak mudah tertipu.
Di dalam A;-Qur’an, Tuhan
memberi perintah berkali-kali, agar manusia itu menggunakan akal dan
pikirannya. Tidak hanya tentang urusan dunia saja, walau pun tentang Ilmu
Ketuhanan, itu juga harus dinalar dan dipahami menggunakan akal, Intinya :
Memahami bahwa Allah itu ada (Yakin), karena akan dan pikiran sudh memahaminya.
Menurut M. Gandhi, Tuhan itu
bersifat Maha Luas, Maha Agung, artinya : Memberi kebebasan kepada kemerdekaan
dan kebebasan manusia dengan Kodrat dan Iradatnya. Sehingga manusia itu, WENANG
MENJALANKAN kebebasan milik Allah, baik sifat dan hakekatnya.
Yakin kepada Kekuasaan Dzat.
Keagungan-Nya, dan Maha Luasnya itu, bisa terlihat di dalam sejarah seorang
Wali yang bernama Sunan Kali, bekas perampok dan penjudi, penghisap ganja, main
perempuan, akan tetapi akal dan pikirannya tetap MERDEKA, mempunyai kewenangan
Milih dan menolak = Baik/buruk, yang pada akhirnya menjadi seorang WALI yang
paling Tinggi kedudukannya dan terkenal hingga sekarang. Kisah Tauladan seperti
itu sangat banyak. Sama-sama mendepat pengaruh dari Sifat Tuhan dari salah satu
sifat-Nya. Yang kadang perohonanya dilakukan dengan TANPA ADA YANG MEMAKSANYA
(bebas), dengan cara apa saja, asal berdasar aturan-aturan, memahaminya serta
benar dalam mengamalkannya.
Ayat Suci Surat Fathir, 22, :
“....................... Kamu tidak bisa memperdengarkan kepada orang yang
sudah berada di alam kubur.”
Sudah menjadi kebiasaan ketika
merawat mayat di masyarakat Jawa itu dengan cara di Shalatkan oleh Penghulu dan
sebagainya, menggunakan Bahasa Arab. Oleh karena hl ini berkaitan dengan adat,
sehingga hal tersebut tidak perlu dimaknai, cukup memaknai Ayat Suci tersebut
di atas, sebagai berikut :
A, Kata meperdengarkan itu
berasal dari kata dasar DENGAR, kemudian menjadi mendengar, yaitu
pekerjaan telinga, dikarenakan ada
suara. Sehingga Telinga itu akan mendengar jika ada seseorang yang memukul alat
musik jawa. Dan di sini dimaknai memperdengarkan kepada orang lain.
B, Kata Kubur, itu berasal dari
Bahasa Arab Qaburun (Qubrun), yang tafsirnya adalah : Alam antara (alam bardzah
= Bardzahum). Sehingga bukan kata yang bermakna tempat atau ruangan, akan
tetapi sebagai TANDA (Keadaan) dan sebagainya.
Sehingga disdebut dengan
sebutan Alam Penantian itu, dikarenakan suatu keadaan peralihan bagi Roh yang
telah meninggalkan raga, dan bertempat di tempat itu. Sehingga, baik roh hewan,
manusia dan semua mahluk yang hidup yang mengalami mati pasti akan melayang di
alam penantian (kubur). Itulah yang disebut Siksa dan Nikmat Kubur.
Yang dimaksud dari kata
MEMPERDENGARKAN, yaitu menyolatkan dan menalkim mayat (mensucikannya), ketika
diberangkatkan dan telah selesai di makamkan, yang maksudnya : Mengantarkan
Roh-nya: “Soma arwahnya diterima oleh Tuhan, sesuai amal perbuatannya ketika
hidup di dunia.” Serta didoalan agar mendapatkan alam kubur yang lebar, jalan
yang terang dan sebagainya, yang pasa umumnya menggunakan Bahasa Arab.
Sedangkan Tahlilan, menyebut Asma Tuhan itu maksudnya adalah untuk SEMUA YANG
MASIH HIDUP, ingatlah dan yakinlah bahwa Tuhan (Allah) itu Maha Kuasa dan ada.
Apakah doa-doa tersebut bisa
sampai kepada orang yang telah meninggal dunia?
Roh yang telah keluar
meninggalkan raga, yang kemudian terus berjalan menuju tempat yang sebelumnya
belum pernah dilewatinya dan belum pernah merasakannya (Alam lain). Disebut
belum pernah memasuki dan merasakan itulah sehingga disebut berada di wilayah
KUBUR (Alam penantian). Ketika hidupnya did dunia berkumpul dengan keluarga,
tiap harinya bisa mendengar bermacam-macam suara dan sebagainya, dikarenakan
ketika masih hidup mempergunakan basan kasar itu masih memiliki telinga, dan
panca indranya masih lengkap. Dan sekarang yang tinggal adalah hanya roh-nya
saja, yang berjalan sendirian tanpa ada teman, yang artinya adalah MATI.
Oleh karena sudah mati, maka
kehilangan semua alat untuk mendengarkan apa saja ketika hidup di dunia. Yaitu
telinganya tidak ikut terbawa oleh Ruh.
(Catatan Penerjemah : Dalam
urian di atas, pengarang buku ini menitik beratkan pada panca Indra lahir, dan
menganggap tidak ada panca indra batin ... Maaf, sekedar sering).
Oleh karena roh hidup sendirian
tanpa memiliki telinga, dan telinganya sudah rusak, sehingga walau pun ada
suara apa saja dari dunia ini, maka tetap saja roh tidak akan bisa
mendengarnya, sedangkan yang bisa dilakukan hanyalah merasakan yang dialami
oleh roh (lihat tentang MATI). Yang lebih disayangkan itu, ada sebagian
golongan yang meyakini bahwa roh itu harus disediakan yang menjadi
kesenangannya ketika masih hidupnya di dunia ketika masih beserta raganya
seperti dahulunya. Terbukti ada makam yang
ada persembahannya berupa apa saja, yang semuanya itu sebenarnya tidak
ada gunanya.
Sehingga, uraian-uraian
tersebut, semoga bisa meningkatkan pemahaman, karena akal/pikiran yang
berkembang dengan sebebas-bebasnya dan merdeka serta berdasarkan ajaran serta
juga dalil dari Tuhan, biasanya tidak akan bisa menerima penjelasan yang
demikian, yang akhirnya berakibat merubah adat yang sudah berlangsung lama.
Dengan uraian tersebut penutup dari antara lahir dan batin bisa terbuka.
Jika demikian, apakah uraian
wirid tersebut tidak menyalahi adat? Apakah tidak “Menutup” Al-Qur’an Nur
Kariem? Apakah tidak menyalahi ayat-ayat Qur’an?
Pendapat atau menganggap benar
yang demikian itu tumbuh dari karena
tidak mau menggunakan akal karena tertutup oleh fanatik, karena sudah
mengakar berdasarkan KATANYA, sehingga hanya percaya tanpa dasar. Bisa juga
dikarenakan kurang luas pandangan batinnya, dan juga dalam lahirnya atau kurang
pengalaman atas segala pengetahuan. Padahal sebenarnya Ilmu Allah itu digelar
tanpa ada yang kurang.
BAB.XI.
QIYAMAT ITU ADA ATAUKAH TIDAK?
(Seperti
apa kejadiannya dan buktinya)
Uraian di buku ini tentunya
tidak sempurna jika tidak membicarkan tentang mati. Setelah kematian, kemanakah
roh itu pergi, dan selanjutnya akan mengalami kejadian seperti apakah? Serta bagaimanakah
rasanya mati itu?
Qur’an. XXXIX, 42 Surat
Az-Zumar :
Allahi yatawaffa alanfusahina
mautiha wa allati lam tamut fimanamiha fayumsiku allati qadla ‘alaiha almauta
wa jursilu alukhra ila ajalin mussaman inna fadzlika laayatin liqaumin
yatafakaruna. Tafsirnya kurang lebih sebagai berikut : Alalah mengambil nyawa
diri ketika diri itu Mati, dan mengambil nyawa diri yang belum mati, ketika
Tidur. Dia menahan nyawa diri yang sudah mati, dan mengembalikan nyawa diri
yang tidur itu, pada waktu yang sudah didtentukan. Itulah tanda-tanda kekuasaan
Tuhan bagi orang-orang yang berfikir.
Qur’an III 143 Surat Ali Imran
:
“Sesungguhnya kamu sudah
mengetahui akan mati, sebelum matinya. Sesungguhnya kamus sudah mengetahui jika
kamu memperehatikannya.
Gaditz Buchari (42) : Sabda
Nabi Muhammad saw. tentang Qiyatamt.
“Tanda-tanda Qiyamat itu, jika
sudah ada budak perempuan yang melahirkan Tuannya. Dan jika sudah ada
penggembala Unta sudah bisa menjadi Raja dan menguasai kerajaan yang
indah-indah.
Agar biji bisa tumbuh itu,
dikarenan tertanam di tanah serta mendapatkan zat-zat yang dibutuhkannya, dan
jika tidak masih mempunyai daya hidup, tentu tidak akan tumbuh. Sehingga
hakekat hidup itu, tidak hanya menempel saja atas ujud yang bergerak-gerak
saja, walau pun di dalam sesuatu (yang tidak bergerak dan berpikir) itu pun
juga ada. Sedangkan Daya hidup yang menguasainya tersebut (Untuk bisa tumbuh
berkembang dan bisa bergerak) itu bernama : Sifat Qiyamuhu binafsihi. Sehingga
tanda hidup menurut ukuran yang terlihat itu, menurut pandangan umum adalah :
“Yang bsia bergerak-gerak itulah hidup”. Hal itu sebenarnya hanya kurang dalam
dalam cara memahaminya saja.
Apakah ada mahluk yang hidup di
wilayah yang sangat panas atau sangat dingin? ADA, seperti yang diuraikan di
bawah ini :
Mahluk-mahluk Baksil yang
bernama : Titanus dan Coloxtof itu jika dibakar api yang panasnya hanya 600
deerajat Celcius itu, tetap masih bsia hidup. Karena atas Kodrat Tuhan, baksil
dua jenis itu jika terkena api maka akan berubah warnanya seolah memiliki
tameng seperti sisik yang sangat keras sekali, yang bisa menahan panasnya api
yang sangat tinggi. Dan jika panasnya sudah menghilang, maka baksil-baksil
tersebut akan hidup lagi seperti semula.
Di angkasa di wilayah yang
tingginya kurang lebih 8 hingga 9 Km dari permukaan bumi, disebut stratosfeer,
dan hawa dinginnya kurang lebih 78 derajat Celcius di bawah nol, dan menurut
para penerbang Angkatan Udara Ingris di sekitar tahun 1938, berada di wilayah
tersebut dengan menaiki pesawat terbang, dan ada mahluk Tuhan yang hidup
bergerombol. Jika orang biasa tanpa menggunakan pakaian khusus di hawa dingin,
maka seketika itu raga akan bisa membatu. Mahluk yang hidup dengan cara
bergerombol tersebut adalah sejenis semut yang mempunyai sayap, tanpa mempunyai
tempat untuk hinggap , tanpa ada hawa panas dan tidak makan apa-apa .....
dikatakan sebagai mahluk hidup, di karenakan bisa bergerak-gerak. Allah itu
Maha Mengetahui dan Maha Kuasa.
Sehingga sebenarnya daya hidup
itu dan kekalnya itu ternyata menguasai seluruh keadaan (Tidak terpisah dari
sifat). Untuk berlatih bagi tingkatan akal (Thariqat Akal), kesemuanya itu
harus dipelajari dengan berdasarkan pemahaman yang bisa menjangkaunya.
ooOOoo
Sekarang, bagaimanakah
hakekatnya hidup di wilayah alam kubur alam ghaib dan alam yang tidak bisa
diukur menggunakan penglihatan (Pancainddra), atau tidak bsia diindra.
Semua alam itu mempunyai sifat
dan keadaan sendiri-sendiri, serta tergantung kepada siapa yang menempatinya,
artinya adalah :
1, Alam yang terlihat mata,
yang menghuninya juga bisa terlihat mata.
2, Alam ghaib, ditempati oleh
makhuk ghaib.
3, Alam yang tidak tidak bisa
terlihat mata, ditempati oleh yang juga tidak bisa dilihat oleh mata.
Bagi jisim-jisim (bentuk/raga)
yang menempati di teempat tersebut, ukurannya (Tingginya, lebarnya dan
sebagainya) kesemuanya itu bisa diamati menggunakan alat (Sarana), yang
dihasilkan oleh manusia itu sendiri (peralatan ghaib). Oleh karena Dzat Tuhan
itu menguasai segala sesuatu, sehingga alam-alam tersebut juga terpengaruh oleh
Sifat-sifat Tuhan, dan juga tergantung dari sifat hidup bagi yang merasakan :
A, Alam Dunia : sifat 20, yang
semuanya diborong oleh manusia.
B, Alam dunia di wilayah
Samudra : Mahluk-mahluk Tuhan hanya mengambil salah satu dari sifat 20.
C, Alam Ghaib : mahlluk-mahluk
Tuhan yang menempatinya hanya mempunyai salah satu Sifat Tuhan, yang sebagian
besarnya ada Sifat HIDUPNYA.
Sebelum menjelaskan tentang mati dan sebagainya, ada baiknya
terlebih dahulu memikirkan tentang tanda bukti MAHA KUASANYA TUHAN. Di dalam Al-Qur’an,
Surat Asyura ayat 54, disebutkan yang penafsirannya sebagai berikut :
“Ketahuilah mereka ragu-ragu,
ketika akan berjumpa dengan-Ku (Allah), ketahuilah bahwa Allah itu Maha
Mengetahui. (Pahami terlebih dahulu sifat 20 di depan).
Di dalam Majalah Jayabaya
pernah dimuat untuk sebagai contoh tentang kejadian-kejadian, sebagai berikut
ini :
Di Universitas Ohio (AS)
jurusan Fisika, ada seorang sarjana yang sedang mengadakan pnyeleidikan tentang
Pantai. Di pantai tersebut diceritakan bahwa banyak bentengnya yang berupa
tebing karang, yang berdasarkan penyelidikan menggunakan “spectraal-analyse”
umurnya sudah mencapai 1,5 Juta tahun. Peneliti tersebut tidak hanya meneliti
dengan menyentuhnya atau mengukurnya saja, serta juga dengan cara menggali dan
memecah-mecah batu karang tersebut.
Dengan tidak diperkirakan
sebelumnya, di dalam sela-sela batu kerang tersebut ditemukan sebuah benda
bebentuk oval yang menempel di saluran yang berliku-liku bagaikan aliran
sungai, yang bisa bergerak-gerak dan merayap. Yang intinya, bahwa sesuatu itu
yang sudah terpendam selama 1,5 juta tahun, masih bisa bergerak, dan masih
hidup. Allah itu Maha Mengetahui dan Maha Kuasa.
Ada contoh yang lebih mudah,
yaitu sebutir biji padi. Menurut hasil penelitian Ahli Kebun Raya di Washington
(AS), biji padi tersebut tidak akan bisa mati, walau pun tersimpan di dalam
tembok hingga 300 tahun lamanya, asalkan tidak rusak kulitnya.
QS. XXXIX, Surat Az-Zumar, ada
kalimat yang ditafisi sebagai berikut :
“Mengembalikan Nyawa yang tidur
itu di waktu yang sudah ditentukan>” Uraian di dalam Ayat tersebut, ada
hubungannya dengan tentang MATI.
Tidur itu adalah perbuatan
badan yang dikarenakan mengantuk dan kecapaian, dan semua pancaindranya menjadi
diam. AKANTETAPI tanda atau ibaratnya
itu dikodratkan melalui Rasa MENGANTUK, dan hal itu bukan hanya bagi manusia
saja, serta hewan pun seperti itu juga sifatnya. Sedangkan “Mengembalikan” itu,
yang jelas bukan atas kehendak diri sendiri, akan tetapi itu adalah KODRAT
TUHAN, Kata kasarnya itu berjalan dengan sendirinya (otomatis). Tanda yang
sangat mengherankan itu, ketika terasa mengantuk itu tidak bisa ditawar dan
tidak bisa direncanakan (Lihat sifat 20 : Qiyamuhu bi nafsihi). Demikian juga ketika “Terbangun” di dunia mana pun tidak ada perjanjiannya
terlebih dahulu.
Jika benr-benra di pikir dan
ditelaah, Bangun dari tidur itu adalah termasuk syarat hidup. Karena : Tidur
pun ditidurkan, bangun pun dibangunkan. Manusia itu tidak bisa menguasai
apa-apa atas kodrat badannya, karena semuanya itu adalah dari Tuhan. Siapakah
yang menidurkan (membuat tertidur) seorang bayi, dan siapakah yang melahirkan
bayi? Apakah Ibunya atau kah orang lain? Jawabannya adalaj : TIDAK TAHU.
Di dalam Ayat Suci tersebut di
atas, sudah dikatakan bahwa sudah didtetapkan, terjadinya itu bukan karena
disengaja. Lebih jelasnya adalah : Sifat BERDIRI SENDIRI, itu juga menguasai
seluruh badan, ketika tidur, ketika bangun dan ketika melakukan kegiatan dan
sebagainya.
Oleh karena tidur itu adalah
pekerjaan yang sudah jelas, lama dan tidaknya adalah tergantung yang
mengalaminya sendiri ketika tidur. Menurut penelitian, semua perlengkapan
badan, badan halusnya raga (Pikiran-pikiran) itu akan diam sedikit-demi
sedikit, demikian juga ikatan rasanya. Oleh karena terlalu lelapnya, semua
suara-suara, bunyi-bunyian, dan kejadian-kejadian dan lain-lainnya, tetap tidak
akan mengganggu terhadap yang sedang tidur.
Oleh karena mata, telinga,
hidung, lidah, kulit, kesemuanya terdiam (tidak berfungsi), sehingga dalam
keadaan tidur itu sebenarnya sangat membahayakan. Letak bahanya itu dikarenakan
berada pada keadaan tidak mengerti dan tidak bisa menaggulangi apa-apa, jika
mendapatkan gangguan. Akan tetapi tidur itu adalah sifat dari hidup, maka tidak
perlu merasa kuatir, karena kesemeuanya itu berada di TANGAN TUHAN sendiri.
ooOOoo
a. Apakah
mati itu sama saja dengan tidur?
Walau pun tertidur sangat
lelapnya, itu masih ada sebagian PERASAAN (rasa) yang tetap berjalan, yaitu
RASA INGAT atau RASA JATI, yang mendapat pengaruh dari salah satu Sifat TUHAN,
nomor 9 dan nomor 12 : Ilmu dan Bashar, Maha mengetahui dan Maha melihat.
Sehingga, walau pun manusia itu sedang tertidur, akan tetapi RASA
JATI tetap berfungsi serta masih melihat sesuatu, yang kadang sebagain-nya itu
disebut MIMPI. Akan tetapi RAJA SATI (Yang sebenarnya Rasa) itu, sebenarnya
tidak bisa berbuat dengan sendirinya tanpa adanya sifat :Berdiri dengan
sendiri” (Qiyamu bi nafsihi). Sehingga semua mahluk hidup itu tentu mempunyai
sifat Berdiri Dengan Sendiri, karena hal itu ada sebagi bukti : “HIDUP”.
Mati itu, Rohnya di tahan,
tidak dikembalikan, sedangkan tidur, rohnya di tahan sementara kemudian
dikembalikan lagi “ Sehingga bisa disimpulkan : TIDUR itu gambaran MATI. Jika
di renungkan : TIDUR dan MATI itu adalah dalam keadaan yang sama (Lihat QS. Az-Zumar
:42). Di dalam Ayat bagian akhir
disebutkan : Bagi orang yang mau
berpikir. Intinya : Memberi kebebasan kepada manusisa. Tafsir dari ayat
QS.XXXIX : 42, itu bukan untuk orang yang tidak mau mempergunakan akalnya, akan
tetapi untuk orang yang mau mempergunakan Daya nalar pikirannya, artinya :
Sebutan MATI dan TIDUR itu hanya beda keadaannya (beda alam saja).
Sebenarnya KITAB_KITAB SUCI itu
adalah untuk manusia yang masih hidup di dunia, bukan untuk orang yang sudah
meninggal dunia. Sehingga semua isinya yang terkandung di dalamnya bisa
dibuktikan ketika masih hidup di dunia, contohnya : Kata-kata sebutan Akherat,
Kubur, Surga, Naraka, Luhmahfuds, Ghiab dan sebaginya yang masih banyak lagi.
Itu semua bisa dipahami jika mempunyai pengetahuan dan mempunyai ilmunya.
Mengambil makna ayat 143
Ali-“imran dan Az-Zumar 42 itu, sangat jelas dan terang, bahwa di dalam Mati
dan Tidur itu sebenarnya adalah sama dan dalam setiap harinya selalu
mengalaminya, dan Dirasakan susasanya, penjelasannya adalah sebagai berikut :
I, MATI, itu akan dialami oleh
segala wujud yang mempunyai ROH, yang semula roh itu hinggap (bertempat)
kemudian meninggalkan sejenak, dikaarenakan sesuatu hal. Oleh karena Roh itu
adalah hidup kekal, sehingga yang disebut dengan mati itu TEMPATNYA (yang
sebelumnya ketempatan roh. Jika
dikatakan dengan sebenarnya, bahwa MATI itu adalah suatu keadaan (kejadian)
ketika ROH meninggalkan wadahnya/tempatnya. Sehingga sama saja dengan kata
sebagai tanda atau sebutan-sebutan atas keadaan ketika telah ditinggalkan oleh
Nyawa.
Sehingga mati itu sebenarnya
adalah Suatu suasana MATI, akan tetapi yang menematinya yaitu Roh, keadaannya
adalah tetap, dan tetap hidup. Maka di alams elanjutnya akan mengalami ha-hal
baru lagi, yaitu cerita kehidupan Roh setelah meninggalkan Raganya.
Sedangkan cerita akehidupan
itu, akan dialami juga di alam Roh, akan tetapi keadaannya adalah tetap hidup,
yang disebut perada di alam penantian (kubur, Quburan, Bardzahum). Enak tidak
tidak enaknya, akan di jelaskan di belakang.
II. TIDUR : itu dilakukan
setiap hari, yaitu yang dilakukan di alam Roh, itulah yang disebut alam
peralihan (Alam Kubur). Oleh karena tidur itu tidak mati, karena Roh akan
dikembalikan lagi dalam waktu yang sudah ditetapkan oleh Allah, sehingga masih
tetap hidup, artinya : Yang berubah adalah hanya alamnya saja.
Ketika berada di alam sadar itu
merasakan dan berusaha dan sebagainya, sedangkan keadaan tidak bisa apa-apa
(sama dengan mati), karena peralatan-peralatan badan (Pancainrda, astendriya,
dan pikiran) dari semuanya itu sebagiannya tidak berfungsi semertinya.
Keterangan-keterangan di Nomor I dan II itu, bisa di renungkan, yang mana yang
berbeda dan yang mana yang sama
keadaannya.
Jika hal itu disamakan dengan
Samadhi : Samadhi itu disengaja untuk menghentikan gerak astendriya, sedangkan
tidur itu, adalah tenangnya astendriya sedangkan Mati itu adalah berhentinya
gerak astendriya.
Bahaya dari samadhi adalah
ketika tidak bisa bangun lagi, demikian juga halnya dengan bahanya tidur.
Sehingga jika demikian, maka keadaan mati itu
TIDAK BANGUN, akan tetapi ROH tetap kekal dalam bertindak.
Berhentinya astenriya ketika
tidur itu, adalah tindakan atas kehendak diri sendiri, sehingga kadang ada
kejadian mengigau, ketindihan dan sebagainya, hal itu disebabkan : Rasa Jati
masih terhubung dengan astendriya. Oleh karena hal itu semua maka, MATI, TIDUR
dan SAMADHI, walau pun semua alat terdiam, akan tetapi ada yang masih bergerak,
yaitu RASAJATI (Rasa Ingat). Sehingga untuk lebih jelasnya : Bergerak-nya dari
Rasajati itu jika astendriya sudah tidak bergerak, yaitu dalam keadaan MATI,
TIDUR dan SAMADHI!.
MATI itu terjadinya MELEWATI
RASA INGAT, akan tetapi TIDUR melewati RASA LUPA. Penyebabnya adalah : Mati itu
tiba-tiba terjadi, sedangkan TIDUR itu dari sdikit-demi sedikit...barulah
Lepas!!. Di dalam keadaan mati, rasajati pun, berhenti tiba-tiba dan seketika
:Bergerak sendiri” dan tidak ada yang menghalang-halangi atau yang
menghambarnya, karena astendriya itu sudah rusak. Dan sebaliknya dengan keadaan
tidur itu, rasajati akdang-kadang masih tersambung dengan astendriya, itu jika
tidak boleh disdebut dengan bermimpi. Sehingga MATI itu adalah mati yang
berlangsung terus menerus.
Seperti itulah perbedaaan
antara MATI dan TIDUR. Bisa direnungkan dengan menggunakan pikiran dan perasaan,
karena hal itu semua ada tafsir dan memaknai atas Dalil Allah.
ooOOOoo
b, Pengalaman di dalam Mimpi.
Setelah pengalaman-pengalaman
tenetang mimpi di uraikan, pengalaman Roh serta rahasia di dalam Kubur itu bisa
ditebak.
Qur’and an Kitab-Kitab Suci itu
adalah disediakan hanya untuk manusia yang amsih hdiup di alam dunia ini.
Sehingga bukti dan kenyataannya juga bisa didapat di dunia ini yang bsia
dibuktikan ketika manusia masih hdiup.
5.1.1. TIDUR, itu adalah :
Diamnya Pancaindra dan Astendriya yang melewwati alam tidak merasa apa-apa.
Pengaruhnya adalah sering tidak merasa namun kadang-kadang masing bsia merasa.
Yang intinya adalah melewati TIDAK MERASA. Jika hal itu dilakukan oleh ahli
Samadhi, maka sama dengan masuk pada alam Hakekat Ma’rifat.
Ketika sedang tidur tidak
merasanya berlangsung terus menerus selama tidurnya, maka akibat yang
ditimbulkannya adalah sama sekali tidak bermimpi, karena terus menerus berada
di alam “Entah”, alam yang tidak merasa apa-apa, tidak mengeetahui apa-apa,
bagaikan ketika pertama terlahir ke dunia ini, yang tidak ingat apa-apa. Alam
yang tidak terbayangkan!!!
Ketika berada di Wilayah tidak
merasa apa-apa, itu sebenarnya masuk ke alam penyatuan (Menyatu). Oleh karena
sedang tidur, sehingga baru terasa ketika terbangun dari tidurnya/Bangun, yang
terasa sangat cepat sekali, ketika 3 atau 9 jam, terasa bagaikan hanya 3 detik
saja. TIDAK MERASA APA-APA.
Sedangkan bagi yang mengalami
alam mimpi, setelah mengalami (melewati) waktu tidak merasa, kemudian mengalami
bayangan-bayangan atau gambaran-gambaran yang sebagian besarnya adalah sudah
pernah dialaminya, atau setelahnya. Seumpama, ketika siang tadi bermain-main
dengan api, ketika tidur kemudian bermimpi terkena api, dan sebagainya.
Sehingga sangat jelas, bahwa
gerak dari Rasa Jati atau rasa ingat itu sangat Indah. Penjelasannya adalah
sebagai berikut : Rasa Jati itu bisa MEMBERI BEKAS kepada rasa perasaan, yang
berguna untuk menyimpan semua pengalaman-pengalaman yang terang di alam nyata
dan juga yang tidak terang (di dalam batin dan angan-angan) yang disebut bekas
jejak Tri Indriya (Keinginan, Nafsu dan hasrat), alat yang menyebabkan rasa
senang, susah, menyesal, takut, dan ribuan rasa yang lainnya.
Ketika dalam keadaan terjaga,
manusia itu dikuasi oleh rasa dari rasa badan yang melalui Pancaindra : Pedas,
asin, askit, cape, pegal, panas dan sebagainya. Semua rasa tersebut ketika
dihalang-halngi oleh Tidur, maka akan hilang semeua, karena Pancaindra
(astendriya) sedang diam. Ketika itu, rasa yang manakah yang masih ada?
Dalam hidup bermasayarakt itu
tidak akan bisa terlepas dari bermacam-macam perasaan. Sedangkan yang
terpenting adalah PIKIRANNYA, yaitu TRI
INDRIYA itu tadi. Hal itu sebenarnya adalah merupakan Pakian dari yang disebut
Hidup! Semua yang meninggalkan bekas itu, jika saja Astendriya diam (tidur)
maka akan muncul (disebut dengan bermimpi).
Yang dirasa ketika sedang dalam
keadaan bermimpi itu bagaikan benar-benar nyata, puas, senang, gembira dan
sebagainya, itu semua seperti terjadi di alam ketika terjaga, akan tetapi sebenarnya
itu, tidak terasa apa-apa, karena pancaindra/astendriya. TALIRASA sedang diam,
tidak aktif. Demikian juga seseorang yang disuntik obat bius. Sedangkan lama dan tidaknya itu
tergantung dari lamda/ atau tidaknya DIAMNYA alat-alat itu.
5.1.2. Kejadian did alam mimpi
sering mengalami : Takut, susah, takut, dan sebagainya, kitu semua sangat
membekas di perasaan walau pun sudah terbangun (membuka mata/duduk). Bayangan
yang menyebabkan rasa takut, jika umpamanya seperti itu. Berimpi dikejar
anjing, dalam perasaannya sudah melarikin dengan sangat cepatnya, akan
berteriak untuk meminta tolong, namun tidak ada orang, walau pun ada, itu pun
hanya meliaht saja, atau bahkan ikut berlari. Contoh hal lainnya yang mirip
dengan peristiwa itu, masih sangat banyak.
Tentunya, hampir semua orang
perneh bermimpi yang mirip kejadian terseebut di atas, dan semua rasa itu yang
merasakannya adalah yang mengalami mimpi itu sendiri, orang lain (anak, istri
dan lainnya) tidak akan ikut merasakan karena berbeda kurungannya.
Hilangnya semua rasa dalam
mimpi itu, jika yang mengalami mimpi sudah terbangun dari tidurnya, yang
tertinggal hanyalah sedikit ingatan-ingatan, hal karena memang memberi bekas.
Terbangun dari mimpi yang baik/buruk itu, penyebabnya ada dua macam :
1. Sudah waktunya terbangun
dari yang sudah ditetapkan.
2. Ketika sedang bermimpi,
Rasajati bisa berhubungan dengan astendriya, sepertinya kemudian
membangunkannya agar terbangun.
Ketika kebetulan sedang
bermimpi itu, sedangkan rasajati roh dan lain-lainnya, tidak bisa terhubung
dengan Pancaindra (Raga), bagaimanakah kejadiannya? Jawabannya : Akan tetap
mengalami kejadian-kejadian mimpi-mimpi yang sangat menakutkan itu, yang
dirasakan oleh Rasajati diri masing-masing dan tetap demikian, karena tidak
terbangun lagi. Sehingga, akibatnya orang itu tidak akan bisa menghilangkan
rasa keetakutannya itu.
Sekarang, bagaimanakan rasanya
di alam kubur? Apakah rasa jati akan tetap, tidak berubah dalam perbuatannya
seperti yang terjadi di alam mimpi itu? Penjelasan tentang perasaan di alam
mimpi itu adalah : Walau pun TIDAK TERASA APA_APA KETIKA TIDUR, akan tetapi
manusia itu tidak akan terlepas dari rasa perasaan senang, susah, tenang,
tenteram, sedih, takut, kuatir, kecewa dan lain sebagainya, yaitu sebagai bekas
dari memori yang tersimpan dari rasa
Pancaindra.
Jika mau merenungkan dengan
sungguh-sungguh atas contoh-contoh di atas, maka akan bisa berpikir sendiri
atas “RASA” yang belum pernah di alami, yaitu rasa di dalam kubur, serta bisa
menelaah terhadap kematian tetangganya, apakah masih ada hubungan apakah tidak
dengan anak istri yang ditinggalkannya.
Apakah di alam kubur nantinya
akan bsia berkumpul kembali dengan Istrinya yang juga menyusulnya karena
meninggal dunia? Apakah di alam kubur akan bisa bermusyawarah tentang ilmu?
Apakah bisa meminta batuan kepada teman? Itu semeua akan diuraikan di bawah;
berdasar Dalil, Haidts, Kiyas, Ijmak. Jika ada yang kurang tepat, itu sangat
masuk akal, karena hal ini hanyalah pengetahuan, nyata kebenarannya tau pun tidak harus di
alami sendiri.
c. Pengalaman tentang Mati ( Di Alam Kubur).
Karena Dzat itu menguasai dan
mempunyai sifat-sifat hidup dan kekal, sehingga di semua tempat dan di semua
keadaan, pasti mendapat pengaruhnya, walau pun itu adalah alam Kubur sekalipun.
Sehingga ukuran kekal itu, yang dikatakan oleh manusia di dunia ini bisa juga
didkarenakan mengambil dasari dari “Hidup” , yang bagi Ukuran Tuhan itu
ternyata adalah TETAP Adanya, walau pun tidak bisa di rasakan oleh manusia yang
masih hidup.
Warna kuning atau merah yang ada
di sekuntum bunga itu akan hilang ketika bunga itu layu. Kemanakah perginya
warna itu? Bunga-bunga itu itu bisa mempunyai arna adalah sebagai wadah warna dari warna
aslinya, yang sifatnya tidak bisa diketahui.
Di angkasa itu banyak awan,
bintang-bintang, dan keadaan-keadaan yang di atas bumi itu tidak ada. Yang
mengherankan lagi itu terjadi pelangi dengan tujuh warnanya sehingga sangat
indahnya. Setelah menghilang, kemanakah perginya warna-warna tersebut? (Kita
juka bisa membaut pelangi). Dan dari manakah warna itu berasal.
Dan jawabannya bisa membuat
kebingungan. Menurut ilmu akal pikiran, itu semua berasal dari sinar bintang,
atau bisa juga berasal dari ether (Gelombang yang memenuhi jagad raya).
Pertanyaan darimanakah asalnya warna yang
dimiliki bintang, jika memang berasal dari bintang? Kesimpulan akal, akan
mengalami kebuntuan.
Semua uraian di atas itu hanya
sekedar contoh dan sudah nyata bahwa Dunia ini hanya sebatas menerima hakekat
dari Dzat. Dan juga hakekat hidup manusia itu hanya sebatas menerima saja,
terjadinya warna bunga itu hanay sebatas menerima warna merah dan sebagainya,
demikian juga di alam kubur, di langit, di mana saja yang bernama hidup (Sifat
Hidup), itu tetap adanya.
Sekarang menjawab tentang
pengalaman mati di dalam alam kuburnya masing-masing, seperti inilah tafsir
dalil Qur’an, QS.102, Surat Al-Haji :
($). Mereka tidak bisa
mendengar bunyinya, sedangkan mereka tetap merasakan apa-apa yang dicintai oleh
nafsunya.
QS.10 – 11 Surat Al-Ma’arij :
($$). Ketika waktu itu tidak
ada saling tanya jawab (tolong-menolong, saling memberi dan menerima) kepada
siapa saja. Mereka saling pandang memandang; yang merasa berdosa hanya berharap
saja; agar di hari itu bisa menebus dirinya serta anak-anaknya.
Sudah sangat jelas makna ayat
Suci ini. Di depan sudah dijelasskan, bagaimanakah keadaanya ketika di alam
mimpi. Seperti apa saja yang dialami ketika bermimpi itu bisa ditebus, jika
yang sedang bermimpi itu bangun dari mimpinya.
Sekarang bagaimanakah
pengalaman-pengalaman di alam kemtian? Uraian ini hanyalah perkiraan saja
adalah mirip dengan makna dari Ayat Suci dan hanya berdasarkan analisa atau
pendapat saja, karena sama-sama belum pernah mengalami kematian.
Ketika terbujur menjadi
bangkai, Roh yang meninggalkannya itu masih tetap hidup, karena masih
mendapatkan pengaruh dari Sifat Hidup, dan juga masih membawa Rasa Ingat (Rasa
Jati). Oleh karena Sifat Hidup dan juga sifat-sifat yangn lainnya masih tetap ada, sehingga perjalanan Roh jagu
mengikuti dari yang bernama :
Sifat yang manakah yang tidak
ikut mengembara di alam kubur?
Yang ikut mengembara, itu
adalah :
Sifat Nomor 5 : Qiyamu bi
nafsihi.
Sifat Nomor 10 : Hayyat.
Sifat Nomor 12 : Bashar
Terbungkus oleh : RASA JATI
dari masing-masing diri ini. Sedangkan sifat-sifat yang lainnya, walau pun terbawa,
akan tetapi tidak bisa berfungsi.
Tidur itu melewati LUPA, akan
teapi kematian itu melewati INGAT (tiba-tiba menyala terang bagaikan melihat
gambar hidup), karena sifat MELIHAT itu berfungsi, yaitu yang menempel di RASA
JATI.
Perbedaan dengan di alam sadar.
Rasajati itu tidak aktif, dan tidak bisa melepasskan diri dari kungkungan
Astendriya. Setelah kematiannya, maka akan terlepas dari kungkungan Astendriya
(Panca indra, cerita hidup dan Hijab), sehingga otomatis berfungsi tanpa ada
penghalang yang menutupinya, bebas tanpa batas.
Perjalanan (keadaan) ROH yang
sudah meninggalkan raga itu sama saja
dengan keadaan di alam Tidur, alam Samadhi (Yoga). Raga akan menjadi
rusak, dan sebagian pancaindra ikut rusak juga, sehingga Roh sudah tidak bisa berhubungan
kembali dengan raganya!
Ketika sedang di alam mimpi,
contoh sedang mengalami mimpi yang menakutkan dan sebagainya, itu bisa terbebas
jika terbangun, sedangkan jika mati itu maka yang dialami oleh ROH itu akan
tetap berjalan dan berfungsi selamanya merasakan pengalaman-pengalaman di alam
kubur dan tidak akan bisa terebangun untuk menggerakkan raganya. Untuk lebih
jelasnya adalah sebagai berikut :
Setelah Roh meninggalkan raga,
maka kemudian akan merasakan data yang tersimpan di Memory Tiga Indra (Cipta, rasa
dan karsa) ketika masih aktif selama hidup di dunia (Katika hidupnya). Jika
ketika hidupnya itu serakah, mengumbar hawa nafsu dan sebagainya (lihet ($)
tentang mati QS. 102 Al-Haji), maka pengalaman-pengalaman ROH akan tetap
merasakan bekas dari nafsunya. Meskipuan jika ada musik yang keras pun, tetap
tidak akan bisa mendengarnya (Tidak memiliki telinga), di pukuli itu pun tidak
akan bisa merasakan, karena sudah tidak memiliki indra perasa, ketika andaikan
merasa tertabrak mobil, itu hanya rasa ketakutan dan rasa kuatir yang akan
tetap ada! Seperti apakah selanjutnya yang akan dialami oleh ROH?
(1). Seumpama ketika masih
hdiup di dunia itu bertindak jahat, mencuri, membunuh, maka ROH kemudian akan
merasakan penyesalan? Di dunia akan mengalami rasa menyesal, maka ketika
berasda di alam kubur rasa penyesalan itu tetap berjalan, dan tidak bisa bisa
dihilangkan meski menggunakan sarana apa saja. Wallahu’alam hanya kehendak
Tuhan yang bisa melepaskan yang dialami rasa itu!
(2). Dari dorongan keinginan
diri serta hawa nafsu ketika hidupnya di dunia, setelah ROH meninggalkan
raganya, maka kemudian akan bisa melihat dengan jelas apa-apa yang menjadi
keinginannya ketika msih hidup, itu dikarenakan ketika ROH memasuki alam kubur,
maka Memory yang tersimpan di dalam Indranya yang disebabkan dorongan hawa
nafsunya serta keinginan dirinya menjadi aktif berjalan dengan sendirinya.
Lama waktunya MENGALAMI RASA
TIDAK ENAK ITU hanya Yang Maha Kuasa yang mengetahui-Nya. Uraian di atas,
itulah rasa di dalam SIKSA KUBUR, yang mungkin disebut sebagai Neraka! Sehingga
semua rasa itu adalah berasal dari akibat yang dikarenakan berasal dari
perbuatannya sendiri! Bagaimanakah untuk bisa menghindar ketika mengalami hal seperti itu!? Jawabnnya adalah tetap
tidak akan bisa : karena sudah tidak memiliki AKAL /DAN PIKIRAN.
Kesemuanya itu, seperti adalah
tuntutan RASAJATI kepada pemiliknya. Sedangkan tafsir dari Ayat Al-Ma’arij 10 –
11 di atas ($$) itu adalah memberi peringatan, bahwa ketika mengalami siksa
kubur itu sebenarnya tidak akan ada yang menjenguknya, tidak akan ada yang akan
memberikan pertolongan dan menebusnya.
Di alam kubur itulah bisa
MELIHAT akan tetapi tidak bisa MEMINTA, dan sering mengalami akibat dari rasa
pengalaman ketika masih hidupnya di dunia, akan tetapi dia tidak bisa berbuat
apa-apa, yang bisa hanyalah merasakan keinginan, serakah, menyesal dan
sebagainya............................ dan berlangsung tetap selama-lamanya!.
Kemudian mengingat-ingat
kejadian yang sudah-sudah, itu justru semakin menambah beras yang dirasakannya.
RASA SADAR (Rasa ingat) yang sudah tidak ada penghalangnya yang berupa
Pancaindra (Raga) itu, aktif berjalannya adalah terus menerus dan semakin
bertambah dan tanpa henti, karena hanya sebatas mengelarkan atas Memori yang
tersimpan dikarenan bekas perbuatan Pancaindra yang dulu dikuasi dan
dipergunakannya.
Sedangkan peristiwa-peristiwa yang dialami itu
untuk bisa berganti adalah setelah berganti kisahnya jika saja Rasajati (rasa ingat ) itu setelah berganti
dalam berbuatnya! Setelah hilangnya rasa merana, kemudian rasajati sekejap saja
kemudian menggeluarkan rasa sedih, hilang rasa sedih berganti menjadi rasa
takut, semikianlah seterusnya bagaikan perputaran jamrum jam. Detik pertama
masuk ke detik ke dua dan selanjutnya hingga detik ke duabelas, dan kembali ke
detik pertama ................ ! Akan tetapi walau pun berganti rasa, namun
kesemuanya itu masih dalam lingkungan rasa peristiwa yang tidak pernah
terputus.
Dan ternyata bahwa roh siapa
saja, tetap akan melewati alam kuburnya masing-masing. Yaitu yang
dialaminya dan didrasakannya itu akan
dialami ketika Roh masih melayang dan berada di alam kubur! Karena jika tidak
melayang dan mengembara itu berarti sudah mendapatkan tempat untuk hinggap,
mendapat tempat atau tempatnya untuk berisitirahat! KE MANAKAH PERJALANAN ROH
selanjutnya ?
Oleh karena urian hal
tersebut sangat panjang dan berhubungan
dengan hal-hal yang ghaib (Tidak berujud), akan tetapi bisa dibuktikan), dan
kenyataannya atas semuanya itu akan bisa dimengerti adalah dengan menggunakan
rasa dan dibuktikan dengan contoh-contoh kisah-kisahnya.
Di dalam Kitab Serat Wirid
Hidayat Jati, ada uraian sebagai berikut : (Halaman pertama di bait terakhir)
“Aburing eroh punika baboning dumadi. (Terbangnya Roh itu adalah sebagai sumber
segala yang ada). Hal itu ada benarnya, karena Hidayat Jati adalah sumber dari
Kitab.
Kata “Terbangnya Roh” mengapa justru menjadi “Induk dari segala
yang ada”? Untuk lebih jelasnya atas hal tersebut; bahwa semua yang mati itu
maka Roh-nya pasti terbang melayang
melewati alam peralihannya (yaitu alam kubur). Artinya, Setelah melewati
hidupnya di dunia kemudian hidup di alam antara, yaitu hidup di wilayah alam
kubur “Untuk hiidup lagi dalam kehidupan selanjutnya” yaitu hdiup lagi di dunia
dengan menggunakan Badan Kasar (Menjelma). Sehingga bahwa menjelma itu harus
melewati alam kubur (Bardzah). Dan untuk
lebih jelasnya adalah urian berkut ini :
Saya baru saja berada di Rumah
depan. Rumah depan itulah “Alam saya” ketika itu. Jika saya akan pergi menuju
Rumah bagian belakang , maka saya harus melewati rumah bagian tengah. Rumah
bagian tengah itulah yang disebut alam peralihan bagi saya. Setelah melewati
rumah bagian tengah, kemudian saya pergi menuju halaman belakang yang
keadaannya hampir sama dengan halaman depan.
Sehingga yang disebut memasuki
wilayah alam Peralihan itu, yaitu ketika MELEWATI RUANAG TENGAH YANG GELAP, itu
yang sebagai ibarata dari alam KUBUR! Contoh yang lebih mudah itu, yaitu
peristiwa yang di alami dan dirasakan oleh raga kemudian diganti dengan alam yang dialami dan
dirasakan oleh RASA (kejiwaan), dalam tiap harinya.
Dalam tiap tahunnya, seorang
petani padi pasti menanam padi. Setelah tiba waktu panen, kemudian hasilnya
dimakan dalam waktu tiga 3 bulan yang kemudian habis! Ketika masuk di bulan ke
empat, kembali lagi menanam padi diiringi dengan bekerja yang lainnya hingga
tiba waktu panen kembali. Maka isi tempta penyimpanan padi kembali penuh, akan
tetapi karena untuk makan setiap harinya, maka dalam waktu 6 bulan kemudian
habis.
Dalam kurun watu 6 bulan
tersbut petani padi itu terpaksa harus mengalami kesulitan (kesusahan), karena
harus merawat tanaman padinya dari pengganggunya. Selama waktu 6 bulan itu
selalu merasa kuatir di dalam hatinya (Ini tentang rasa perasaan), Untuk
berhasil panen atau pun gagal panen itu masih tanda tanya. Dalam kurun waktu 6
bulan itulah (Waktu penantian petani padi itu) adalah yang dicontohkan sebagai
penggambaran “Alam peralihan” yang
selalu membuat hati bergetar. Jika beruntung maka akan berhasil panen dalam
tahun berikutnya. Sehingga dalam kehidupan petani padi ketika itu mengalami :
a). 3 bulan dalam kesenangan karena berhasil panen. b). 6 bulan dalam penantian
dengan hati penuh tanda tanya c). Senang hati karena berhasil panen kembali.
Di dalam Majalah Jayabaya ada
petikan yang diambil dari Bhagawatghita yang isinya sebagai berikut : Barang
siapa yang bekerja yang berdasarkan Pamrih untuk mendapatkan hasilnya, yang
artinya hanya berdasar hasrat pribadinya sendiri, Akan TErJERAT oleh KARMA,
yaitu tidak bisa terlepas dari urusan keduniaan, sehingga akan selalu
berkali-kali “Menjelma hidup ke alam duna dengan menggunakan raga”.
Jika demikian cerita hidupnya,
apakah manusia biasa akan bisa memiliki raga kembali? Hal itu dikarenakan bahwa
manusia yang seperti itu karena masih dikuasai oleh pamrih/keinginan diri/
hasratp/nafsu dan sebagainya!?
Kalimat tersebut hanya sebagai
gambaran atas manusia yang sudah bisa membuktikannya sendiri, sehingga di sini
perlu diuraikan lagi agar lebih jelas. Yang diibaratkan dari kata “TERBANGNYA
ROH” mengapa bisa menjadi Induk dari segala yang ada dan PAMRH itu mengapa bisa
menyebabkan kembali menjelma, hal itu tentunya adalah mengada-ada saja!.
Keterangannya adalah :
Pamrih itu tidak hanya untuk
sesuatu yang bisa dilihat mata saja. Sedangkan yang berupa ingin dihormati
dihargai, ingin disanjung, ingin dikira hebat dan sebagainya, itu semua juga
masih termasuk pamrih, karena yang masih mempunyai pamrih seperti itu, maka di
dalam hatinya pastilah berusaha untuk itu, yaitu “Bagaimana agar bisa Aku ini
di anggap hebat”. Hasrat hati yang demikian itu adalah yang memberikan BEKAS
dan meninggalkan bekas di dalam Indra, karena terlalu besarnya PENGHARAPANNYA.
Dan pamrih itu macam dan jenisnya ada beribu-ribu macam.
Apakah hal itu sudah benar jika
hanya berasal dari kata-kata saja? Ayat Suci da dalam Al-Qur’an Surat : YASIN :
12 “Sesungguhnya Aku (Allah) menghidupkan orang-orang yang sudah mati dan
menulis apa pun yang menjadi kisah hidupnya. Kesemunya itu Aku (Allah) tulis di
dalam Kitab yang nyata.” Seperti itulah dasar penguat dari makna tafsir di
dalam Kitab Hidayat Jati dan Bhagawat Ghita yang sudah dimuat di depan,
sehingga sangta jelas bahwa kata “Terbangnya ROH” itu menjadi induk segala yang
ada itu tentunya ada sebab-sebabnya, yang asalnya adalah dari diri
sendiri-sendiri. Artinya jika ada pengalaman yang berasal dari luar itu hanya
sebatas sebagai penghantar adanya bekas cerita! Sehingga Ayata tersebut di atas
adalah memberi pengetahuan bahwa orang yang mati itu akan kembali lagi. Roh
yang berada di alam kubur itu masih terpengaruh oleh bekas perbuatan dari Tiga
Indra, yaitu bekas ikatan keduniaan yang sangat tebal, seperti yang sudah
dijelaskan di atas. Dasarnya adalah sebagai berikut :
Roh manusia ketika berada di
alam kuburnya adalah mengembara dengan mengalami segala kejadiannya, yang
akhirnya akan kembali hidup di alam dunia menggunakan badan kasarnya yang baru
lagi.
Di depan sudah diuraikan bahwa
di manapun tempat hidupnya itu, manusia
tetap dibawah kekuasaan dan didpengaruhi ileh Sifat MAHA HIDUP-NYA TUHAN.
Makna sederhananya adalah
sebagai berikut : Siapa pun saja, apabila roh nya masih terbungkus oleh Pamrih
(keterikatan), walau pun dirinya meninggal dunia hingga 6 kali, tetap akkan
mengalami hidup lagi dengan menggunakan
badan kasar yang disebabkan oleh akibat perbuatan Indranya, sehingga bisa
disebut sebagai Karma-nya diri sendiri-sendiri. Artinya : Akan membayar hutang
atas darmanya (perbuatannya) sendiri, dan tidak akan terputus hingga
keinginannya itu berhasil diraihnya (Pamrih, nafsu, dan keinginan dirinya).
Bagimanakah yang akan dialami
selanjutnya, dikarenakan akan bisa hidup dengan menggunakan badan kasar
kembali? Apakah hal itu tidak bertentangan dengan Hukum Islam?
Oleh karena yang sedang kita
bicarakan adalah Roh dari manusia, sehingga hinggapnya juga kepada manusia!
Kesemuanya ini hanya akan menguraikan tafsir dari : Inna lillahi wa inna
illaihi raji’un”, Berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan, dan tidak
akan kembali ke dunia kembali. Di dalam uraian-urian sebelumnya sudah di
jelaskan bahwa sebenarnya manusia itu bisa bisa menghadap kepada Tuhan (Islamu)
dan dalam pencariannya itu senyampang masih hidup di dalam raga itu adalah
dengan jalan menyatakannya (Ma’rifatullah).
Bisa saja akan menumbuhkan
pemikiran sebagai berikut : “Oleh karena di kemudian hari akan hidup kembali,
jika demikian sehingga memiliki hasrat (pamrih) yang lebih luhur di banding
yang sekarang ini!”
Hasrat itu bukanlah ilmu, akan
tetapi itu adalah nafsu. Sesuai yang terkadnugn di dalam Al Qur’an (Surat
Hamim) ayat 31, sebagai berikut :
“Aku (Allah) memimpin kalian
hdiup di dunia dan akhirat; di sana kalian akan mendapatkan apa-apa yang kalian
ingini dan apa-apa yang kalian “minta”..!”
Apakah semua hasrat itu akan
selalu tercapai? Karena kebanyak itu hanya terhenti hanya pada hasrsat saja,
yang dikiranya itu akan terjadi dengan sendirinya!
Hasrat dan keinginan ketika
masih di dunia itu akan tercapai jika dengan syarat dengan dilaksanakan. Roh
itu tidak datang langsung otomatis bisa memiliki raga. Dalam kandungan ayat
tersebut sudah sangat jelas, dijelaskan bahwa yang bisa menuntun dan
menghidupkannya itu HANYA Tuhan. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Yang
dialami roh ketika berada di alam kubur itu, untuk bisa pulang dan menghadap
Tuhan, itu pun hanya atas kehendak Tuhan, dan untuk bisa kembali lagi memiliki
raga dan hidup kembali di alam dunia, itu pun adalah atas kehendak Tuhan.
Ketika masih di dunia,
keinginan-keinginan itu sesungguh lebih banyak yang hilang, karena teralihkan
oleh keadaan yang beraneeeeeka ragam, namun hal itu adalah tetap merasakan
puas, kecewa, sedih dan sebagainya : Karena terpenjera oleh urusan dunia (rasa
memiliki) yang bermacam-macam jenisnya, sedangkan yang dirasakannya juga
bermacam-macam dan hal itu bukan rasa nikmat dan senang! Berapa tahun kah yang
akan dirasakan ketika mengalami penderitaan, walau pun yang dicita-citakan itu
adalah hal yang luhur, maka itu semua yang mengetahuinya adalah hanya Tuhan
sendiri.
Sedikit penjelasan tentang,
kecewa, sedih, hampa, rasa tidak enak. Itu semua adalah yang dirasakan oleh Roh
(Jiwa), yang masih terikat dan terbawa oleh rasajati serta bekas dari hawa
nafsu. Oleh karena hal itu adalah BEKAS, sehingga, kejadian-kejadian, dan
peristiwa apa saja yang pernah dilakukannya ketika hidup di dunia, maka di alam
kubur akan selalu mengingatkannya. Rasa KECEWA itu seolah akan menghilangkan
rasa itu, akan tetapi ternyata tidak akan bisa. Kesimpulannya, untuk menghindar
dari rasa susah, sedih, takut, kuatir dan sabagainya, itu tetap tidak akan bisa,
kisah hidupnya ketika masih di dunia walau pun tidak diperhatikannya, ketika
berada di alam kubur maka akan menampakkan diri dan bercerita sendiri-sendiri.
Sehingga Dalil di dalam Surat Yasin ayat 65 menyebutkan : Dan seluruh anggota
badannya akan berbicara sendiri-sendiri! Ayat itu juga ada penguatnya, lihatlah Surat Yasin
ayat 12, yang intinya : Rasajati yang masih mendapat pengaruh oleh bekas-bekas
nafsu-nafsi itu, akan bercerita sendiri-sendiri, artinya akan menampakkan diri
dan akan dirasakannya kembali (Hubungkan dengan pengalaman-pengalaman ketika
sedang tidur),
Sedangkan Roh yang dikehendaki
oleh Tuhan untuk didkembalikan hidupnya dengan menggunakan Raga kasar untuk
hidup kembali di alam dunia ini, itu pun masih tetap membawa BEKAS perbuatan-perbuatan,
kelakuan-kelakuan, pamrih, rasa kemilikan, nafsu dan sebaginya, dan semuanya
ketika di kehidupannya yang terdahulu ketika hidupnya di alam dunia yan ketika
itu BELUM KESAMPAIAN. Sehingga “Apapun saja” yang terbawa oleh nafsunya itu
“Tetap menempel terus”.
Di dalam Surat Yasin 12 di
atas, ada kalimat “Dan ditulisnya
apa-apa yang menjadi bekas keinginanya”. Keterangan hal itu adalah sebagai
berikut :
“Hidup kembali di alam dunia
dengan membawa serta bekas keinginan dirinya. Hal yang demikian itu, sehingga
ada kalanya seorang bayi yang terlahir, dan setelah dewasa akan menjadi
penjahat, dodkter, pandita, presiden, pahlawan dan lain sebagainya, hal itu
disebabkan oleh bekas pamrih/nafsu keinginan dirinya yang sudah tertulis di
jiwanya, artinya tulisan yang terdahulu itu membekas! Sekedar contoh.
6.1.1, Suta anak dari Pak
Wedara, memiliki watak sederhana, tenang, cerdas, penampilannya tenang, dan
sangat pandai! Namun apa sebabnya masih mempunyai musuh? Penyebab dari
permusuhannya itu karena sama-sama saling membenci dan tidak ada yang mau
mengalah.
6.1.2, Seseorang bernama Beja,
keturunan rakyat jelata, sangat jelek rupanya, dan mempunyai cacat. Akan tetapi
apakah sebabnya tingkah lakunya baik, ramah dan sebagainya, serta teman-temannya sangat mencintainya, dan
bersedia berkorban untuk kebutuhan hidup dari Beja.
6.1.3, Di Blitar ada seseorng
yang mendapatkan hadiah pertama undian berhadiah, dan sebenarnya dia itu hanya
sekedar coba-coba saja, namun akhirnya menjadi kaya dengan tiba-tiba. Ingatlah
“Hal itu” hanya sekedar mencoba saja, akan tetapi terjadi sungguhan.
6.1.4, Seorang anak dari
seorang buruh, ketika lahirnya bertepatan jaman sulit dalam kehidupan. Hidupnya
selalu ikut orang lain, yang menurutnya adalah bisa mebiayai hidup dan
sekolahnya. Sehingga jika tidak disekolahkan oleh majikannya, lebih baik tidak
mengabdi. Namun pada akhirnya dia itu menjadi Ahli Agama (senang berpikir
tenang ke-Allah-an).
6.1.5, Bung Karno adalah anak
dari seorang Kepala Sekolah , Mantri Guru Sekolah Rakyat, yang penghasilannya
sedikit. Di masa mudanya termasuk anak sekolah yang pintar sehingga berhasil
memperoleh gelar Insinyur. Akan tetapi mengapa tidak bekerja di bidang membuat
bangunan, akan tetapi justru menjadi seorang ahli politik? Contoh-contoh yang
demikian itu, tidak hanya terdapat di Indonesia saja, akan tetapi juga ada di
mana-mana. Yang terpenting dari hal itu adalah : Tidak memilih siapa saja
orangnya! Sebenarnya itu : Jiwa yang masih terkena tempelan dari pamrih (Nafsi, hasrat dirinya ketika hidupnya di masa
lalu dan sebagainya) itu hanyalah sekedar meneruskan saja bekas dari
perbuatannya yaitu atas pamrih dan nafsunya di kehidupan sebelumnya.
Allah, itu menghidupkan orang
mati, hal itu adalah seperti contoh did atas, yang sudah dihidupkan kembali
atas rohnya. Dari contoh-contoh di atas, bisa di bedakan, yang manakah yang
keinginannnya luhur dan yang manakah yang rendah dan biasanya itu bagi yang
menjalanyi , dia itu tidak menyadarinya.
Sebelum menguraikan
contoh-contoh di atas 6.1.1 – 6.1.5) perlu pula menelusuri kata KASTA, yang
berasal dari paham Hindu, yang sudah berumur beribu-ribu tahun. Pada umumnya
KASTA itu didmaknai sebagai tingkatan kehidupan, akan tetapi hakekatnya adalah
tidaklah demikian! Adanya Kasta itu sebelum adanya Agama Islam seperti sekarang
ini dan sebagi kehidupan bermasyarakat bersifat universal (Memenuhi dunia),
maksudnya adalah BAGIAN KEHIDUPAN yang sudah TERCETAK, dan manusia itu tidak
bisa membautnya!!!!!.....
1. BRAHMANA, itu adalah
golongan para ahli pikir. Sejak jaman dahulu hingga sekarang, selalu ada
orang-orang yang demikian itu (Pandita
suci, Wiku, Biksu Tapa, Filosof, Theosofi, Pengarang, Mistikus\, ahli tasawuf
dan sebagainya), yang keahliannya adalah MENGOLAH BATiN.
2. KSATRYA, itu berada pada WATAK, jika sudah dibuktikan oleh
keahliannya dalam perang, yang disenanginya adalah membela bangsa dan
masyarakat dengan tanpa pamrih, takut malu, dan giat dalam bekerja. Yang
menjadi cita-citanya adalah menjaga keteneteraman dunia! Hal itu bila di dalam
yang nampak dalam Tata lahir! Sedangkan bagi urusan batin, manusia yang
mempunyai sifat Satrya, bukan hanya prajurit saja, akan tetapi ketika hidupnya
di dunia ini seka memberi pelayanan dengan ikhlas.
3. Wahisya : Itu adalah yang
selalu suka mencari penghasilan yaitu golongan pekerja handal.
4. Sudra : itu adalah Tingkatan
terendah bagi Jiwa. Di dalam kehidudpan bermasyarakat, itu bisa berperan
sebagai penjahat, PSK, peminta-minta, penjudi, pengacau dan sebagainya, walau
pun bertempat tinggal di wilayah mana pun saja. Sehingga Kasta ini, adalah sama
ssaja dengan tingkatan atau PERINCIAN KISAH HIDUP bagi manusia ketika hidupnya
yang hanya mengikuti tulisannya dirinya saja atas dasar Bekas perbuatannya yang
terbawa dari kehidudpan masa lalunya! Sedangkan yang menginginkan perincian
kejadian-kejadian itu adalah Tuhan sendiri, dan hal itu sesuai dengan ayat
Suci Al-Qur’an yang tafsirnya sebagai
berikut : “Di setiap diri itu sudah Ku (Allah) tulis di dalam KITAB YANG
TERANG” ...................... !! ($$). Dalam bahasa Pesantren mungkin kitab
yang terang itu disebur LUHZMAHFUDZ, yang dalam Bahasa Indonesia-nya dikatakan
sebagai GARIS HIDUP, garis yagn harus dilalui yang disebabkan oleh manusia itu
sendiri.
ARTINYA :
a. Tuhan mengadakan Luhzmafuds,
tergelar di alam dunia itu dengan keadaan tetap. Sebelum adanya mahluk, bagian
dari kehidupan (Luhzmahzfuds) sudah ada, dan adanya menjadi 4 tingkatan.
b. Manusia itu bisa mengubah
Luhzmahzfuds itu. Dengan cara Darma hidupnya (perbuatannya) sendiri, menghidar
diri dari ketetapan garis hidupnya sebelumnya, seumpamanya jika menurut Islam,
berserah diri, suci, ikhlas, mencari untuk bisa Ma’rifat.
Menurut kisah-kisah yang
dicintihkan tentang, Kaya, Miskin, pangkat dan sebagainya itu, hanya
amenersukan bekas dari keingingan-keinginan diri. Sehingga sebutan Menitis itu,
memang dasarnya adalah benar, dan bisa di cocokkan dengan Ayat Suci surat
As-Sajdah 31 yang tafsirnya adalah “ Di alam sana kalian akan mendapatkan
apa-apa yang kalian ingini dan apa-apa yang kalian minta!”.
ooOOOoo
Oleh karena Tuhan itu memiliki
sifat WENANG, barangkali saja roh yang dihidupkan-Nya kembali itu tidak
berbadan kasar berujud manusia, barangkali dihidupkan kembali berujud buaya,
itu seumpamanya. Padahal buaya itu termasuk musuh manusia dan manusia bisa
menerapkan kekuasaannya yaitu menembaknya, menjeratnya dan sebagainya... Hal
itu betapa sakitnya.
Sehingga bagi para pencari
Hakekat, itu harus memusnahkan gerak cetusan hatinya. Di bawah ini, menguraikan
tentang contoh-contoh di depan, angka 6.1.1. – 6.1.5, sebagai berikut :
a. Walau si Suta itu anak dari
Pak Wedana, hal itu sebenarnya hanya gelar di alam nyata. Di kehidupan
sebelumnya, sebelum suta mendapatkan Roh (Jiwa) yang bertemepat di tubuh si
Suta, sekarang ini dan juga beserta teman-temannya KETEMPELAN perbuatan (bekas)
nafsu permusuhan! Sekarang ini yang memetik buahnya adalah si Suta itu sendiri.
b. Walau pun Si Beja anak dari
seorang rakyat jelata, akan tetapi mendapat pengaruh dan bekas kelakuan Luhur.
Yang memetik kebaikan itu adalah bukan orang tuanya, akan tetapi si Beja itu
sendiri.
Bekas dari hasrat keinginan diri, nafsu dan
sebagainya itu, tidak kemudian di petik sekali gus. Bisa juga dengan jalan
sudah bertahun-tahun, dan kehidupan selanjutnya yang akan dialaminya kembali
atas dasar ijin dari Tuhan! Allah memimpin semua permintaan-permintaan dengan
cara menggantinya dengan Raga yang lainnya.
Penjelasan-penjelasan di atas itu sama saja tentang
kenabian : Karena semua Nabi-Nabi itu keyakinannya sama yaitu Monoteisme,
meyakini bahwa Allah itu SATU dan ESA, sehingga Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan
Nabi Muhammad saw. itu hakekatnya juga hanya SATU KESATUAN.
Sehingga benar, bahwa Theosof, mempunyai keyakinan
bahwa “Meester” atau Penuntun Agung itu yang mempunyai raga kasar, berkumpul di
dalam kehidupan bermasyarakat memenuhi kewajiban hidup. Sedangkan penjelmaan
“Meester” itu memilih manusia yang bisa dan mampu untuk ditempatinya. Contohnya
: Kepada manusia yang memberi penerang kepada masyarakat yang tersesat. Hal itu
diibaratkan seperti Hyang Wisnu menjelma dan menempatkan diri sebagai raja di
dalam salah satu dari manusia! Oleh karena dengan adanya roh-Roh yangMENYATUKAN
Bangsa Indonesia yang terdiri dari suku-suku bangsa yang sangat banyak. Cara
yang digunakan oleh Gajahmada ketika itu dengan cara mengadakan Payung, sebagai
pedodman untuk menata negara (Mukadimah) yaitu berupa SILA_SILA yang dijadikan
sebagai Dasar Negara. Akantetapi sebelum Sila-sila yang diharapkannya itu
terwujud, tiba-tiba datang kekisruhan di antara para petinggi kerajaan.
Menurut cerita sejarah Tanah Jawa, walau pun tidak
tertulis tentang Sila-sila yang menjadi harapan oleh Gajahmada, itulah yang
sekarang disebut dengan PANCASILA.
Sekarang, kita cocokan dengan pidato PJM Presiden
Dr. Ir, Soekarno, ketika menerima gelar Honoris Caosa oleh Universitas Negeri
Gajahmada di Yogyakarta. Seperti inilah isinya : “Saya bukan pencipta
Pancasila, tetapi saya, seorang Soekarno ini, hanya sekedar menggali sila-sila
itu yang sejak beratus-ratus tahun telah berurat berakar di dada Bangsa
Indonesia, ialah PANCASILA!>”
Seperti itulah makna dari uraian yang
berhubungan dengan penjabaran Wirid di
buku ini. Demikian juga isi uraian ketika mengadakan rapat raksasa Kongres
Rakayat di Surabaya.
Bung Karno dilahirkan di Blitar ketika tahun 1901
Masehi. Tumbuhlan pemikiran : Apakah Bung Karno sudah mengadakan perjanjian
dengan Gajahmada?” Apakah yang menyebabkan bahwa cita-cita Bung Karno sama
dengan Cita-cita Gajahmada!!” Dan menurut kenyataan, sepeninggal Gajahmada
hingga sekarang ini sekitar 6 ratus tahun.
Mengulangi uraian tentang Maha Kuasa-Nya Allah, yang
ada hubungannya dengan yang dialami dan perjalanan ROH-ROH di dalam alam Kubur!
Roh-Roh yang sedang menunggu giliran untuk berganti alam, yang artinya menunggu
hari putusan (hari pengadidlan, hari Hisab) yaitu suatu hari yang menentukan
bahwa ROH-ROH itu akan kembali menempati raga, dan berada di alam peralihan itu
bertahun-tahun lamanya dan selalu membawa bekas perbuatannya yang terdahulu!
Bisa saja hal itu yang disebut SUNNAH, KARMA, yang
menyebabkan adanya CAKRAMANGGILINGAN (perputaran hidup), dilahirkan kembali,
rencarnasi. Hal itu di cocokkan dengan dalil yang tafsieneya sebagai berikut :
QS, Surat Ath-Thur ayat 21 :
“Setiap diri manusia itu terikat oleh perbuatannya
sendiri>’ QS.Al-Fath – 23 : ....... Sudah demikian itu (sunnah) dari
peraturan-peraturan (Undang-undang) Allah sejak dahulu kala dan Sunnah Allah
itu tidak akan pernah berubah.”
Cita-cita atau yang ingin dicapai itu tumbuh dari cetusan hati, artinya bahwa
terlebih dahulu hatilah yang mengajaknya, barulah dibuktikan dengan tindakan.
Sedangkan cara atau yang dilakukan oleh para pencari hakekat itu ada dua
macamnya, yaitu :
1. Cetusan hati, hasrat batin (belum keluar).
2. Tindakan nyata yang berdasarkan hasrat itu.
Jika keduanya berbeda maka berarti MENIPU, sedangkan
yang ditipunya adalah dirinya sendiri. Tindakan yang tidak menipu diri sendiri,
yang selanjutnya untuk Asma Tuhan itu adalah jika kedua-duanya berjalan seiring
sejalan. Atas keadilan Tuhan, semua yang menjadi permintaan baik yang kasar mau
pun yang halus, atau bekas dari perbuatan nafsu dan Indra sekali pun, akan akan
DIPENUHI (Lihat QS. As-Sajadah : 31).
Bekas yang tertinggal dari perbuatan itu bisa
mendorong adanya niat baik/buruk, seperti firman Tuhan di dalam QS.XXX Surat
Al-Buruj ayat 19, yang tafsirnya sebagai berikut : Sesungguhnya kalian akan
memasuki keadaan yang bertingkat-tingkat. Dan juga Surat Al-An’am ayat 132 : Tiap
diri itu memunyai derajat sendiri-sendiri menurut perbuatannya masing-masing.”
Di sini sepertinya ada ayat yang menguatkan makna
dari keinginan diri yang terhenti hanya pada niat saja, artinya manusia tidak
akan bisa merobah keadaan nasibnya sendiri jika manusia itu bandel dan tidak
berkehendak untuk merobah nasibnya sendiri (merubah niat untuk bisa terlepas
dari pengaruh keduniaan). Nasib itu adalah apa pun saja yang dialami di alam
dunia ini. Walau pun demikian, atas kehendak Tuhan, Nasib-nasib yang menjerat
itu, sekarang bisa terkoyak, seperti yang termuat di dalam Al-Qur’an QS.XIII
surat Al-Ra’du ayat II : yang tafsirnya : ..... Sesungguhnya Tuhan tidak akan
merubah apa pun yang ada di suatu kaum, jika saja kaum itu sendiri tidak
merobah apa-apa yang ada di dirinya.”
Jika demikian tentunya menjadi bertentangan dengan
ayat-ayat di depan? Karena di ayat Al-Fath 23, ada kata-kata SUNNAH atau
undang-undang larangan Tuhan yang tidak bisa berubah, akan tetapi di Ayat
Al-Ra’du 11 mengatakan sebagai berikut : Tuhan tidak akan merobah sunnahnya,
akan tetapi mengapa manusia diijinkan untuk merubah sunnah hidupnya? Sebelum
hal itu diuraikan, terlebih dahulu akan menguraikan tentang Kasta dan
contoh-contoh kejadian seperti yang diterangkan di nomor 6.1.4, di atas.
Menurut contoh di situ, bisa saja seorang anak dari
keturunan rakyat jelata (6.1.4) ketempelan (membawa pengaruh dari) jiwa orang
yang dikehidupan sebelumnya senang memikirkan tentang Ilmu Ketuhnan. Setelah
dia itu dewasa, kemudian berguru ilmu batin kepada salah satu perguruan ilmu
batin. Kemudian akhirnya, dia itu menjadi seorang yang ahli mengajarkan dan
menguraikan tentang Wirid. Apakah yang menyebabkan sehingga dia itu bisa
menjadi Ahli wirid? Apakah cukup hanya berguru saja? Apakah cukup hanya dengan
cara bertanya saja? Apakah cukup hanya membaca-baca buku tentang ilmu wirid?
Keinginan dan tekad anak itu sangat kuat sekali, diibaratkan
tiap yang diucapkannya adalah tentang Ilmu batin. Sekarang anak tersebut sudah
menjadi seoreang yang benar-benar ahli. Ternyata bisa saja menjadi apasaja yang
sesuai yang diinginkan sebelumnya. Kisah seperti contoh tersebut, jika
ditelusuri, yang merobahnya atas semua keinginannya hingga berhasil apa yang
menjadi keinginannya itu bukan dari
Tuhan. Akan tetapi berasal dari Usahanya sendiri (Qs. surat Al-Ra’du 11).
Keterangan yang lebih jelas lagi, sebagai berikut :
Ia. Pengaruh dari bekas Jiwa dari kehidupan
sebelumnya, sekarang berada di diri anak itu, hal itu menyebabkan segala
pekerjaannya menjadid aktif (giat bekerja) artinya, mau melangkah untuk
bertindak dengan TIDAK MERASA, bahwa telah ketempatan bekas tindakan di
kehidupan sebelumnya.
II.b. Atas dorongan dari Bekas tindakan dikehidupan
sebelumnya, menyebabkan adanya KEJADIAN dan cerita seperti di atas yang
kemudian terbukti menghasilkan tindakan hingga bisa berhasil apa yang
diinginkannya.
Apakah yang sebenarnya (dasar-dasar yang bisa dijadikan
pedoman), tentang SUNNAH atau peraturan (Undang-undang) yang tidak bisa berubah
itu. Uraiannya adalah sebagai berikut : Jika hanya terhenti hanya pada niat
saja, dan tidak didlanjutkan dengan gerak aktif berupa tindakan, maka akan
tetap pada keadaan seperti isi dari Ayat As-Sajdah 31; artinya ayat tersebut
hanya memberi tahu saja bagi suatu cita-cita yang diinginkannya, sebagai
gambarannya adalah hanya diberitahu saja bahwa ada uang senilai Rp.100.000,-
yang berada di atas meja. Rahasia batinnya adalah : Uang tersebut menyebabkan
tumbuhnya keinginan. Oleh karena gerak dari sasa ingin tercatat di dalam
Luhzmahfuds (Kitab yang nyata yang tercatat di dalam rasajati tiap diri
masing-masing).
Sedangkan Luhzmahfuds (Kitab yang nyata) adalah
bukan ukuran dunia, karena itu adalah dibuat oleh Allah sendiri, terbukti di
dalam hukum Kasta yang berjumlah 4 tingkatan (Brahmana, Ksatrya, Waisya dan
Sudara). Bukti bahwa keadaan di dunia ini itu ada kasta-kasta tersebut adalah :
Di dunia mana saja, sebelum adanya Agama Islam, Krissten dan sebagainya, sudah
ada (ada isinya) Pandita, Filosof, Suffi dan sebagainya. Semua manusia, baik
yang beragama atau pun tidak, dan dari bangsa mana saja Pasti termasuk dari
salah satu golongan kasta tersebut (Al-Buruj.19).
Sedangkan tentang Perbuatan di dalam kehidupan
bermasyarakat TETAP berada di dalam keadaan seperti isi dari ayat Suci QS.
Al-An’naam.132 : “Tiap diri masing-masing manusia itu memiliki derajat
sendiri-sendiri sesuai dengan perbuatannya!”
Penyebabnya adalah bagi pelaku Yang Membawa bekas
sifat dari Roh (Jiwa) yang menurut keinginannya di masa hidup sebelumnya itu
belum masuk (mengikuti) akhir dari kedudukan kastanya. Artinya : Walau pun
sekarang ini di tingkat erajat rendah
dan menempati kasta-nya sendiri, sebelum sampai kepada kasta tertinggi , tetap
akan terlahir kembali untuk menyempurnakannya menjadi kasta tertinggi
(Evolusi). Berapa tahun waktu yang diperlukan untuk menjuku kasta luhur
(luhzmahfuds) itu, hanya Tuhan yang tahu.!
Merobah nasib itu adalah dengan cara berusaha, bukan
hanya menerima saja untuk menempati kadaan yang dialaminya sekarang ini. Hal
itu memang masih merupakan hasrat pamrih (ikatan keduniaan), akan tetapi
sebenarnya bahwa manusia yang bersifat luhur dan Muhammad itu tidak sekedar
menerima terhadap keadaan PERASAAN diri sekarang saja dan terus berusaha untuk
mencapai kepada kemuliaan, itulah yang disebut
hidup kekal (kanirwanan). Di mana saja manusia itu pasti mempunyai sifat
ingin menghamba dan menyatu, karena sudah terlalu lama berada di dalam lingkungan
kastanaya.
ooOOOoo
Manusia hidup itu harus selalu ingat dan menyadari,
bahwa segala perbuatannya selalu mengalami resiko luar/dalam. Resiko di luar
itu berupa halangan-halangan dari orang lain, dari musuhnya (6.1.1) yang
roh-nya ketempelan rasa benci, rasa permusuhan dan sebagainya : Perbuatan roh
yang seperti itulah yang di masa hidupnya yang lalu yang selalu merusak.
Keadaan yang demikian itu terdapat juga di lungkungan keluarganya sendiri.
Sehingga di dalam keluarganya sendiri juga ada yang menjadi musuh (Ingatlah
sifat bawaan dari hidup sebelumnya), seperti yang diceritakan di dalam QS.
At-Taghabun 14 : “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri
dan anak-anakmu ada yang menjadi musuhmu, maka dari itu kalian
berhati-hatilah!”.
Musuh di sini bermakna adalah jelmaan jiwa yang
ketempelan sifat rendah. Seperti apakah liku-liku hidup yang menuju salah satu
kasta (Garis hiduP itu sudah jelas. Sekarang, darimanakah asal Luhzmahfuds itu
??? Jawabannya akan bisa ditemukan di dalam uraian selanjutnya.
Oleh karena “Garis hidup itu tingkatannya ada 4
macam, di bawah ini ada penjabaran sebagai bukti dan untuk selanjutnya agar
tidak membingungkan :
1. Seorng yang bernama Suta tidak megetahui garis
hidupnya. Oleh karena tidak tahu, sehingga kemudian mencari pekerjaan, akhirnya
berhasil dan dijadikan pegawai tinggi memang karena pintar dan mampu.
2. Ketika pada sutu waktu, Suta di tangkap karena
berbuat korupsi, kemudian dipenjara. Keluarganya mengalami kesusahan, dan
kembali menjadi miskin seperti ketika baru dilahirkan! Setelah keluar dari
penjara, dengan terpaksa Suta menjadi seorang peminta-minta, walau pun
menggunakan cara yang lebut (dengan alasan minta derma). (Lihatlah Qs. Surat
Al-An-naam. 132 – Al-Ra’du 11, dihubungkan dengan Surat Al-Fath:23).
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
Menurut contoh di atas di nomor 1, Tuhan itu tidak
merubah Sunnahnya, Tingkatan SUDRA di dunia ini itu tetap ada. Sedangkan
kelakuan Suta itu tumbuh dari hasrat yang ketempelan jiwa rendah (Sudra).
Penampilan yang gagah, berpangkat, terkenal, pandai dan ketrampilannya itulah
yang menyebabkan Suta menjadi giat dalam melakukan apa saja, sehingga dirinya
menduduki yang dimaksud dari QS. Al-An’naam 132. Oleh karena kisah hidupnya
tidak dirasakannya, maka akhirnya berada di dalam keadaan seperti didalam QS.
Al-Ra’du 11, artinya : Tuhan tidak akan merubah apa-apa jika dirinya tidak
merubahnya sendiri ....! Sehingga berubahnya kisah hidup si Suta itu karena
berasal dari perbuatannya sendiri, bukan atas kehendak Tuhan.
Jika saja Suta bisa mengerti, tentunya tidak akan
mengalami kisah hidup yang demikian itu, tidak akan kembali menjadi sudra (bisa
melepaskan diri), dengan cara Kodratnya tentunya akan bisa menghindar dari
perbuatan korupsi. Sehingga keterangannya adalah : Suta tetap menjadi Isi dari
Luhzmahfuds, tercatat dalam derajat rendah.
Ringkasan :
aa. Sunnah : Peraturan Undang-Undang Hukum Allah,
seperti : Adanya kasta-kasta, Luhzmahfudz, saling bunuh membunuh, malu dibayar
malu, hidup, mati, lahir, biji yang tumbuh kemudian berbuah, bumi, planet itu
selalu berputar, sejak jaman dahulu tidak pernah berubah, tetap demikian
adanya.
bb. Sunnah, di dalam kehidupan ada 4 tingkatan,
adanya itu tetap ada dan tidak bisa berubah, akan tetapi bisa dirubah oleh
manusia yang masih hidup di dalam raga kasarnya. Berubahnya itu
sedikit-demisedikit, umpamanya itu dari Waisya naik menjadi Satrya dan
seterusnya, itu tergantung dari perbuatannya ketika hidupnya.
cc. Luhmahzfuds (Kitab yang Nyata), Garis Hidup,
yaitu kaya, miskin, bodoh, pintar, enak hidupnya, dan tidak enak hidupnya,
gila, sehat, berpangkat, menjadi peminta-minta, beruntung, celaka dan
sebagainya, itu tetap adanya. Artinya, Luhzmahfuds itu adalah pakain diri bagi
diri masing-masing manusia, yang dirinya itu tidak ikut-ikut membuatnya. Yang
mengakibatkan yaitu : Jika yang menjelma di dalam raganya itu masih membawa
BEKAS dari kehidupan sebelumnya.
Contoh : Di kehidupan sebelumnya ada sebagai
durjana, akan membekas menjadi Jiwa penjahat (di mana-mana itua da), walau pun
berpangkat, kaya dan sebagainya. Atau bekas seorang penjahat, akan membekas di
dalam tindakan : Main perempuan, makan berlebihan, mencuri dan sebagainya.
Bekas Jiwa baik akan memberi bekas yang baik, berjiwa luhur, pandita, mukmin
dan sebagainya !!.
Seperti itulah kejadian-kejadan dan kesih hidup yang
selalu berputar yang mempengaruhi di dalam kehidupan masyarakat.
BAB.
XII. URAIAN TENTANG HARI KIAMAT
(Bagaimanakah
kejadiannya dan buktinya)
Sebelum tentang Qiyamat diuraikan
maknanya, pertanyaan tentang waktu dan keadaan
tentang terjadinya Qiyamat perlu di jawab terlebih dahulu. Kapan
waktunya dan bagaimanakah kejadiannya? Jawabannya adalah : “Hari qiyamat
itu/bagaikan tiap hari, tiap jam, tiap menit, tiap detik, bahkan bersamaan
dalam satu waktu. Akan tetapi bukan rusak dan hancur, akan tetapi justri hidup
dan selamat”.
Membicarakan dan memaknai
hal yang satu ini, memang membutuhkan
penalaran yang jernih, karena harus direnungkan dengan sungguh-sungguh, sesuai
atau tidaknya dengan kenyataannya.
Di dalam bab terdahulu sudah
disampaikan, olehkarena Kitab-kitab Suci seperti halnya Al-Qur’an, Bybel dan
sebagainya, itu adalah bukan untuk manusia yang sudah mati (di dalam kubur),
akan tetapi adalah diperuntukan untuk manusisa yang amsih hidup, sehingga,
makna, bukti, kenyataan dari kalimat-kalimat tentang Akherat, Kiamat, Mati,
Luhmahzfuds, padang mahsyar dan sebagainya, itu harus bisa ditemukan bukti
nyatanya itu juga di dunia ini.
Pada umumnya kata Kiamat itu
dimaknai dengan : Kehancuran dunia berserta seluruh isinya. Seolah-olah keadaan
nantinya akan hancur bersama-sama dalam satu hari (?!).
Kata Qiyamat itu adalah Bahasa
Arab yang berasal dari kata dasar “ Qiyaman, yang sama artinya dengan Qama,
yang di dalam Bahasa Indonesia-nya
adalah : BANGUN, atau berdiri. Contohnya : Yaumil qiyaman menjadi Yaumil
Qiyamat, hari ketika tiba-tiba dibangunkan.
Di dalam cerita-cerita tentang
kiyamat, bersamaan dengan suatu ketika para roh-roh dibangunkan, kemudian
digiring menuju ara-ara padang mahsyar, sebuah padang yang sangat panas (@).
Di dalam hadits Buchari 42 bab
IX, Nabi Muhammad saw. itu tidak mengatakan bahwa Kiyamat itu Rusak/hancur,
sedangkan makna dari kata bahasa Arab itu saja sudah jelas bahwa bukan bermakna
rusak hancur lebur. Apakah yang menyebabkan sehingga pada umumnya dimaknai
menjadi hancurnya dunia?
Jika sifat 20 diteliti, Kiyamat
itu memang benar bahwa itu adalah salah satu sifat dari Tuhan sendiri
(Qiyamuhubinafsihi = berdiri sendiri), sehingga bukan bermakna rusak/hancur. Serta
juga di dalam Kitab-kitab suci seperti Bybel, Qur’an dan yang lainnya itu tidak
bermakna hancurnya dunia, kesemuanya justru tentang kebaikannya.
Akan tetapi hingga sekarang
ini, banyak para yang ahli berpendapat, bahwa kiamat itu adalah kehancuran
dunia, digulung seketika bersamaan dalam satu waktu, kemudian semua manusia
yang sudah meninggal dunia di giring menuju padang masyar. Dan selanjutnya :
Siapa saya yang ketika hidupnya di dunia menjalankan shalat 5 waktu, diberi
tanda di keningnya serta bisa masuk ke dalam Surga, berkumul dengan para
leluhurnya.
Sedangkan bagi para kafir/kufur
akan mendapat siksa. Memang di dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa : Kiyamat itu
datangnya bersamaan dengan bencana yang sangat menakutkan, akan tetapi hingga
sekarang ini, walau pun sudah berjuta-juta tahun, tetap belum ada buktinya.
Qur’an memang menerangkan bahwa
Hari Kiyamat itu datangnya tiba-tiba, serta yang mengetahuinya hanyalah Allah
sendiri (@). Olehkarena yang mengetahuinya itu Tuhan sendiri, apakah ada mahluk
yang bisa mengetahuinya? Itu adalah pertanyaan yang tumbuh di dalam hati dan
pendapat di kala hening. Menafsiri tentang rahasianya, maka kiyamat itu
sarananya juga harus berdasar Dalil dari Tuhan di dalam Kitab A;-Qur’an al
Kariem, Bybel, Kitab-kitab suci lainnya dan Hadits. Di bawah ini ada contoh
kejadian yang ada hubungannya dengan uraian tentang Kiyamat :
I. A. Yang uurnrya baru 50
tahun bercerita kepada tetangganya yang bernama B, sebagai berikut ....... Nantinya dunia ini akan kiyamat,
hancur lebur beserta isinya seketika bersama-sama dalam satu hari. Datangnya
tiba-tiba, tenetang hal ini manusia itu tidak ada yang tahu, yang mengetahuinya
hanyalah Allah Sendiri .... langit akan runtuh.
II. Dan B percaya dan yakin
atas yang diceritakan oleh A itu. Setelah umur A mencapai 100 tahun, tiba-tiba
meninggal dunia, sehingga terpaksa belum bertemu dengan Kiyamat kehancuran
dunia.
III. Dan B yang masih hidup,
selalu menunggu bukti adanya kiyamat karena meyakini apa yang dikatakan oleh A
di bab I, Selama penantiannya si B juga bercerita tentang kiyamat kehancuran
itu kepada anaknya yang bernama C. Oleh karena si C mempunyai keturunan,
sehingga disampaikan juga keterangan dari B tentang kiyamat, dan demikian untuk
selanjutnya, berturun-turun terus.
IV. Hingga kematiannya, B juga
belum berjumpa dengan Kiyamat kehancuran. Demikian juga anak keturunannya, juga
tidak mengalami kiyamat kehancuran dunia beserta seluruh isinya, walau pun
ditunggu hingga berapa pun anak keturunannya, sehingga hal itu adalah percaya
tanpa bukti dari cerita yang apa adanya, karena walau pun ditunggu hingga jaman
abad atom ini, kiyamat kehancuran dunia itu belum ada bukti nyatanya.
ooOOOoo
mengulan uraian tentang Kiyamat
dan kehancuran. Di antara dua kata tersebut, sebenarnya tidak ada hubungannya,
justra maknanya adalah berlawanan, karena kiyamat (Qiyamat) itu artinya adalah
“Bangun” sedangkan Rusak/kehanuran itu adalah hancur lebur. Timbulnya
pertanyaan “Apakah dunia ini tidak akan bisa rusak? Jawabannya adalah “Wenang”
atas tuhan itu bukan untuk merusak dunia yang sebenarnya adalah hasil
ciptaannya.” Jika seandainya Tuhan menghendaki kehancuran dunia ini, barangkali
saja sangat mudahnya karena Tuhan itu adalah Maha Kuasa dan kenyataannya semua
yang tergelar seluruhnya adalah Miliki Tuhan semata.
Di bawah ini ada Ayat-syat Suci
yang ada hubungannya tentang Kiyamat :
1. QS.XXV, surat Az-Zukhruf –
66 : “Dia itu menunggu hari kiyamat yang datangnya tiba-tiba, serta dia itu
akan tidak ingat apa-apa .............”
2. QS.I Surat Al- Baqarah – 28.
: “Bagaimanakah kamu akan mengingkari Tuhan, sedangkan kalian sebelumnya tidak
ada kemudian kalian dihidupkan dan setelah itu dimatikan, kemudian dihidupkan
kembali, yang akhirnya kalian akan Menghadap kepada-Nya”.
3. QS.XXI Surat Lukman : 28 :
“Tidak menjadikan dan tidak membangkitkan kalian dari kubur di sisi Tuhan,
selain menjadikan manusia dan membangkitkannya.”
QS.XXIII Surat Yasin : 33 :
“Sebuah keterangan bagi dia tentang kiyamat, yaitu bumi yang mati kemudian
(oleh Tuhan) dihidupkan kembali dan Allah mengeluarkan biji dari situ dan kalian
makan.”
Di dalam 4 ayat tersebut di
atas, sama sekali tidak terdapat kata “Hancur” apalagi “Kehancuran alam dunia”.
Sesungguhnya, Al_Qur’an itu, maknanya banyak mengandung Ibarat yang sangat
rahasia yang gharus di kupas isi yang sebenarnya, jika ingin mengetahui makna
rahasia yang terkadung di dalamnya. Di dalam Surat Isra ayat 89, disebutkan
sebagai berikut : “Sesungguhnya Ingsun mengulang-ulang keterangan di dalam
Al-Qur’an itu untuk manusia serta perumpamaan (pengibaratan) bermacam-macam;
akan tetapi kebanyakan mengingkarinya (tidak mempercayainya/menganggap tidak
mungkin).
Makna terseirat yang terkadung
di dalam ayat=ayat tersebut di atas, sebagai berikut :
Di dalam Ayat yang Nomor 1,
dijelaskan, bahwa datangnya Kiyamat itu dengan cara tiba-tiba dan para manusia
menjadi tidak ingat apa-apa (Tidak sadarkan diri, tidak merasa @). Jika Kiyamat
itu dimaknai sebagai kehancuran dari segala yang ada, tentunya manusia itu akan
bisa merasakannya. Karena sama-sama mengalami dan melihatnya. Melihat dan
merasakan itu adalah tindakan dari manusia yang tidak “tidak ingat” menjadi
manusia yang bisa mengingat. Hal itu bisa dianggap bertentangan dengan apa yang
disebutkan di dalam ayat Nomor 1 itu, yang pada akhirnya bisa digunakan sebagi
mengukur pendapt atau keyakinan, jika Kiyamat itu dimaknai sebagai rusaknya
alam dunia.
Sekarang ayat yang ke 2.
Menerangkan bahwa manusia itu dibangunkan, dikiyamatkan oleh Tuhan atau
dihidupkan kembali. Setelah melewati Dharma kehidupannya kemudian dimatikan
kembali, dicabut rohnya, kemudian dibangunkan lagi..... demikian berulang
terus, seperti pada penjelasan tenjang menjelma (Terlahir lagi, reincarnatie),
di uraian di depan.
Sedangkan ayat yang ke 3, itu adalah merupakan cara bahwa Tuhan dalam
membangkitkan roh dari Kubur (menghidupkan kembali) : tidak seperti
membangkitkan roh yang bermakna utuh, akantetapi dalam membangkitkan-Nya itu
adalah dengan bukti Wujud, yaitu : Bagaikan menciptakan manusisa, dan bentuknya
adalah sesuai dengan kodrat-Nya, melalui proses berlangsungnya dari sedikit-demi
sedikit, yaitu menjadi bayi terlebih dahulu, artinya : Lahir dari dalam
kandungan.
Ayat yang ke 4, menjelaskan
tentang bahwa kiyamat itu ada. Dalam kejadian itu Allah memberikan peringatan :
Bahwa Kiyamat itu dijelaskan bagaikan benih yang tumbuh (keluar dengan
sendirinya) dari dalam Bumi. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Adanya
benih itu melalui buah yang keluar pertama kalinya adalah dari bimu ... begitu
seterusnya kemudian berkembang biak.
Makna tersiratnya adalah
terdapat di dalam hal Tumbuh, yang pastinya akan melalui proses menjadi ada dan
keluar berasal dari dalam buah atau tumbuhan sebelumnya, artinya : Tiba-tiba
ada dan tumbuh (terbangun) dengan sendirinya.
Tiba-tiba ada dan bangkit dengan
sendirinya itu maksudnya adalah tidak ada yang menyuruh, hal itu sama saja
dengan Berdiri sendiri “QIYAMU BI NAFSIHI” dari kata dasar “KIYAMAT”. Sedangkan
makna apa adanya dari kata Kiyamat itu “APA” serta buktinya itu bagaimana, hal
itu sebaiknya menelaah penjelasan yang ada di dalam Ayat Suci, sebagai berikut
:
5. QS.XVII Surat Al-Haji ayat 7.
Bahwa sesungguhnya waktu itu
(Kiyamat) pasti datang, jangan ada keraguan, dan sesungguhnya Tuhan akan membangkitkan siapa saja yang
adala di Qubur. ( Arab : wa anna assa’ata atiyatu la raiba fiha wa’ anna Allaha
yab’atsu man fi’lquburi).
6. QS. XXI surat Al-Ahzab ayat
63.
Sesungguhnya yang mengetahui
itu hanya Tuhan Sendiri jika waktu itu (Kiyamat) sudah dekat. (Arab : Innama
‘ilmuha ‘inda Allah, wama yudrika la’alla assa’ata takunu qarima).
7. QS.XV surat Al-Kahfi ayat 48
(sebagian).
Sesungguhnya datangnya itu
(Atas hari Kiyamat) sepeti ketika kamu diciptakan pertama kali (Arab : Laqad
ji’ tumuna kama khalaqnakum awwala).
Jika direnungkan, pada nomor 7
tersebut, ada kalimat “Seperti ketika tercipta pertama kali”. Tircipta pertama
kali itu jika itu manusia tentunya akan melewati proses kelahiran sebagai bayi
dan yang tidak ingat apa-apa (@). Sudah sangat jelas bahwa kiyamat itu bukan
bermakna kehancuran dunia, justru itu adalah kelahiran bayi menuju ke alam dunia
ini dengan disertai tidak ingat apa-apa, datangnya dengan tiba-tiba, artinya :
tidak ada perjanjian terlebih dahulu.
Oleh karena Kiyamat itu bukan
hanur, akan tetapi justru menuju ke alam dunia, untuk melanjutkan memenuhi
keinginan yang belum tercapai ketika hidup sebelumnya, sehingga jika menurul
akal yang jernih maka penelahan-nya harus dengan cara berpedoman keapda Ayat
Suci di bawah ini :
8. QS.XI surat Yunus – 44.
Sesungguhnya Tuhan tidak
menyiksa kepada hamba-Nya, akan tetapi manusianya sendiri yang menyiksa dirinya
sendiri.”
9. QS.XXX Surat An-Nazi’at –
25.
Segala sesuatu itu ingsun
(Tuhan) hitung dengan ukuran yang sempurna.
10. QS.IV surat Ali-Imran –
108.
Demikian itulah ayat-ayat Allah
yang kami bacakan kepada engkau, menurut yang sebenarnya, dan tiada Allah
hendak menganiaya orang-orang yang ada di alam ini.
11. QS. V surat An-Nisaa’ – 132
– 133 :
Kepunyaan Allah apa yang ada di
Bumi. Sudah cukup Allah menjaganya. Jika Tuhan (Allah) berkehendak tentu kalian
semua dimusnahkan wahai semua manusia, dan dan didganti dengan kaum (golongan)
yang lainnya, karena Allah Maha Kuasa tentang yang seperti itu.
Penjelasan Ayat-ayat Suci di
atas akan diuraikan di belakang. Yang sebenarnya dari Kiyamat itu adalah :
Setiap hari, setiap detik, dalam satu waktu, bersamaan seperti yagn sudah
dijelaskan di atas. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Kelahiran bayi ke
alam dunia ini bersamaan dalam satu hari, bersamaan jamnya, bersamaan dalam
menit dan seterusnya; walau pun tempatnya menyebar ada di mana-mana.
Sesuai Ayat nomor 8 tersebut di
atas, sudah sangat jelas bahwa “Siksa” yang dikiaskan (dimaknai) kehancuran dunia, ternyata kabar
tanpa dasar, kerena jika dunia ini hancur, maka artinya Tuhan berbuat sia-sia,
dan menyiksa. Sedangkan Ayat tersebut menjelaskan : Allah itu tidak menyia-nyiakan hambanya
..... yang menyia-nyiakan itu adalah manusianya itu sendiri, itu artinya :
yaitu oleh Tindakan dan perbuatan dari manusia itu sendiri, dan diakrenakan
saling menyiksa, contohnya saja saling berperang, saling menghancurkan dengan
bom dan sebagainya.
Sedangkan makna pada Ayat di
Nomor 9 itu adalah : Kelahiran itu adalah sebagai pengganti dari kematian atau
hilang, itu adalah sama dengan tidak mengetahui sesuatu (benda)nya, akan tetapi
sesuatu itu tetpa adanya. Jika terlahir (Kiyamat) terus-terusan, maka dunia ini
akan menjadi penuh, dan sebaliknya, jika di dunia ini banyak kematian saja,
maka isi dunia akan habis.
Sebenarnya itu, isi dunia ini
itu telah terukur, tetap dan tidak berkurang atau pun bertambah. Seumpamanya
itu AIR; menurut ukuran dalam Tata kelahiran (Ilmu fisika modern) air yang ada
di samodra itu kurang lebih ada 180 milyard ton. Ukuran sebegitu dalam tiap
harinya berkurang. Dari air laut berubah menjadi uap yang terbawa terbang oleh
angin dan berubah menjadi mendung tebal, kemudian jatuh menjadi hujan. Sehingga
air laut menjadi berkurang karena berubah menjadi uap dan menjadi awan di
langit, itu bukan bermakna hilang, akan
tetapi hanya berpindah tempat saja, artinya : jumlahnya masih tetap sama. Bukan
hanya berubah menjadi uap saja, akan tetapi meresap menjadi sumber air, sungai,
rawa, diminum oleh mahluk hidup dan sebagainya.
Di dunia itu, sejak jaman
dahulu hingga sekarang selalu ada saling bunuh membunuh dan selalu ada
kematian, bencana, akan tetapi di mana-mana banyak sekali yang terlahir
(Kiyamat). Sehingga jumlah manusianya itu walau pun terlihat PenUH, akan tetapi
di waktu yang lain pasti akan BANYAK kematian yang disebabkan dari perang,
bencana, penyakit dan sebagainya.
Di Ayat nomor 10 menyebutkan,
Bahwa Allah itu tidak akan menyia-nyiakan Ummat, akan tetapi justru dijaga-Nya
atas keselamatannya, karena isi seluruh alam ini adalah Milik-Nya.
Ayat di Nomor 11 isinya sebagai
berikut : Sudah Cukup Allah dalam menjaga. Jika tuhan menghendaki kalians emua
dimusnahkan, kemudian akan digantikan dengan kaum yang lainnya.
Jika ada manusia yang
menyebutkan, bahwa alam dunia ini besok harinya akan musnah, itu sebenarnya
jika hal itu tidak dikehendaki-Nya sendiri oleh Tuhan, tentu tidak bakalan
terjadi. (4.@@. Seandainya Tuhan berkehendak, sekejap saja tentu akan musnah.
Jika hal itu benar, apakah itu bukan berarti sia-sia? Sedangkan Tuhan itu
bersifat Maha Pengasih.
Sekarang masuk dalam pembahasan
tentang pendapat atas makna dari Kiyamat yang dimanai “KEHANCURAN”. Oleh karena
DAT itu mempengaruhi atas segala sesuatu (QS.XXV:54) maka hakekatnya yang
sebenarnya AKU/DIA Esa, sama-sama mendapat pengaruhd ari DAT (Dzat, Aifat,
Af’al, Asma, menyatu).
Oleh karena mempengaruhi semua
CIPTAANNYA, sehingga jika Kiyamat dimaknai Kehancuran, maka kemanakah perginya
Dzat yang mempunyai sifat 20 itu? Sang Pemelihara Alam, akan bersembunyi di
mana? Membingungkan, sesungguhnya oleh akrena Hakekat dari Dzat itu berada
mempengaruhi Ciptaan-Nya, maka Kiyamat yang bermakna kehancuran itu tentu tidak
akan ada, karena TUHAN ALLAH itu tetap ada-Nya = Dzat itu kekal, menjaga
Hamba-Nya dan Alam.
Selain dari itu dan juga
berdasarkan Sunnah dari Tuhan yang tetap dan tidak bsia berubah, tidak bergeser
walau pun satu detik, serta sifat dari Muhammad yang juga bersifat Rasul dan
dijadikan pedoman oleh Ummat, sehingga Sabda Tuhan di dalam QS.XXV 3-4 Surat
Al-Djatslah : Sesungguhnya di antara langit dan bumi ada tanda-tanda Saksi dari
Tuhan bagi orang-orang yang beriman. Sereta atas kejadian mu dan hewan-hewan
yang merayap di atas bumi juga sebagai bukti bagi orang-orang yang mempunya
keyakinan di hatinya. .... Sehingga ketika Tuhan menciptakan Bumi dan seluruh
alam bersertq isinya tetap tidak akan diapa-apakan, artinya dijaga
keselamatannya, dan tidak akan dirusak-Nya, karena Hidup itu adalah sebagai
Tanda BUKTI bahwa Allah itu ADA.
Sekarang ada pertanyaan sebagai
berikut :Apakah PEJERJAAN Tuhan setelah menggelar alam dunia beserta isinya
ini? Pertanyaan tersebut akan meyakinkan bahwa Kiyamat kehancuran itu tidak
akan terjadi.
Kekuasaan dari Yang Maha Kuasa
dan Maha Mencipta itu terdapat di dalam QS. XXIII surat Yasin 82 : Kehendak
Tuhan itu jika menghendaki sesuatu; Dia berkata : Jadilah, maka jadidlah (Qun
fayaqun).
Penjelasan Sifat 20 Ranggawarsita,
mengatakan : Qun = Dzat Sejati. Qun, artinya Kalimat Allah. Kalimat pertama
untuk selamanya. Itulah Asma Yang Sejati. FAYAQUN artinya jadi, tergelar
seketika untuk selamanya.
Surat Yasin Ayat 82 itu
maksdunya : Mencipta dan Memelihara, tidak ada sesuatu pun yang tidak melewati
Kalimat (Qun Fayaqun). Umpamanya tentang kemaitan manusia itu karena atas
Kehendak Allah serta disertai juga dengan sauatu peristiwa kelihiran bayi dari
kandungan seorang Ibu. Sehingga dalam mengganti kematian itu terus saling berganti
karena itu Kodrat-Nya. Oleh karena yang dibahas ini adalah tentang hidup,
sehingga jika ada seorang bayi yang terlahir dengan selamat itu adalah Tanda
bahwa BAYI itu mendapat kalimat Tuhan dengan kalimat Qun Fayaqun (Jadilah, maka
jadidlah).
Sekarang timbul pertanyaan yang
ada hubungannya dengan Ajaran Ranggawarsita tersebut di atas : .. “Apakah Allah
itu tiap harinya bersabda tentang Qun Fayaqun dengan terus menerus?” Menurut
pendapat Ranggawarsita adalah, sebagai berikut :
Kalimat Qun = Dzat Sejati.
Dzat Sejati = Asma Sejadi
(Tetap dan tidak berubah-berubah).
Ffayaqun = Jadi seketika dan
selama-lamanya.
Asma sejati itu sama dengan
bahwa Allah itu ADA. Adanya Allah itu, memiliki sifat 20.
Sifat 20 itu tergelar merata di
seluruh sifat, sehingga yang mendapat pengaruh dari Kalimat-Nya itu adalah
siapa saja yang ketempatan Sifat 20. Artinya Kalimat tersebut adalah Kekuasaan
Allah Dzat Sifat Wenang itu selamanya
ada di dalam Tuhan itu sendiri. Sehingga Dzat Sejati itu = mempunyai sifat 20
dan 1. Sifat Wenang – menciptakan.
Oleh karena Wenang menciptakan,
sehinga segala apap pun saja yang tidak terkena Kalimat Wenang tidak akan terjadi, karena tidak
mendapat pengaruh dari perbuatan Dzat yang menyatu dalam perbuatan-Nya, sifat
20.
Sehingga makna Kiyas atas
pendapat Ranggawarsita tentang QUN FAYAQUN itu adalah adanya yang tergelar ini
yang berupa Ujud, akan tetap dan tidak akan berubah dikarenakan kerusakan.
Sedangkan makna Ayat Suci di dalam QS. S. Yasin ayat 82 itu, hanya untuk
manusia yang dikarenakan DIKEHENDAKINYA, maka menjadi ada.
Lahir dengan selamat iru
sebenarnya adalah menerima Kalimat TUHAN
“Jadilah, maka jadi”. Dan segala yang bersifat baru (raga yang baru) itu
terjadi dengan disertai “tidak sadarkan diri” @. Ketika manusia melewati pintu
“TIDAK INGAT’ itu sebenarnya adalah
telah melewati alam YANG TIDAK TERBAYANGKAN @ (5), karena ketika itu TIDAK
TERASA APA_APA (Ma’rifat, buka jauhm bukan dekat, bukan sakit, bukan masa
waktu, bukan tempat, bukan laki-laki, bukan perempuan). Demikian itu yang termuat
di dalam rahasia Sastrajendra, juka disebut TIDAK ADA MAKHLUK yang bisa
menguraikan. Itulah keadaanya ketika Menyatu (Wahdatul Wujud).
Sebenarnya, kejadian Mi’raj Nabi melihat Gaib
dan sebagainya, itu adalah TINGKATAN sebelum melihat tentang KEADAAN
Nirwana/Ma’rifatullah, sama aja dengamasih di tingkatkan Hakekat. Artinya MASIH
BISA DIRASAKAN oleh perasaan hati. Oleh karena keadaan jiwa itua da dua macam,
sehingga jalannya juga ada dua tingkatan :
1. Jika mengamalkan (Ilmunya,
kelakuannya) dengan sempurna serta diperkenankan untuk Inna Lillahi wa inna
illaihi raji’un.
2. Jika tidak atau tidak sama
sekali itu tidak apa-apa, sama dengan berkali-kali menjelma dalam hidup yang
menggunakan raga.
Artinya : Siapa yang tidak bisa
menjalankannya ketika hidup di dunia maka akan KIYAMAT lagi.
Itulah penjelasan-penjelasan
yang seperti ini yang dimaksudkan ISLAM,
Jiwa Suci, sudah bisa membuktikan seperti ketika baru dilahirkan.
Makna dari Ayat Suci Surat Ali
Imran ayat 102, itu tafsirnya adalah sebagai berikut : Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mati seelum ISLAM......................” Hal itu
memberi pengertian bahwa mati dalam keadaan Islam itu adalah mati YANG TIDAK
MERASAKAN APA-APA (Kembali ke asal-Nya). Manusia yang seperti itulah yang
nantinya ketika memasuki alam kuburnya yang tidak merasakan apa-apa, sama
seperti TIDUR TANPA MIMPI (@). Jika pun ada,
yang ada itu adalah ketenangan tidak terkotori yang tidak mengenakan
hati.
Untuk ukuran dalam tiap
harinya, jika tidak berbuat jahat, walau pun dituduh, maka hati tidak akan
terpengaruh kegoncangan sedikit pun, selalu tenang dan tidak merasa degup
jantung menjadi cepat.
Jiwa (Roh) yang sduah bisa
menyatu (Inna Lillah.............) itu, ketika kedatangan hari kiyamat
(terlahir kembali) sudah tidak di-Kiyamat-kan lagi, seperti yang dijelaskan di
bawah ini, QS.XXIV Surat Az-Sumar – 63 :
“Wanufikha fi shshuri fasba’iqa
man fi’ssamawati waman fi’lardli illa man syaallahu tsummu nuficha fihi achra
faidzahum qiyaaman yandhuruna.” (Ditiupnya sangkakal (terompet), kemudian
pingsanlah seluruh bumi, kecuali yang mendapat ridha tuhan; di tiup sekali
lagi, semua manusia kemudian terbangun menunggu pengadilan).
Maksud dri roh-roh yang sudah
mendapat kehendak Tuhan untuk menghadap kepada-Nya (menjadi satu dengan Dzat-Nya
– Islam) itu tidak akan ikut pingsan atau ikut kembali Kiyamat.
Itulah suatu keadaan KEMBALI KE
ASAL MULANYA (Inna lillahi wa inna illaihi raji’un). Hal itu jika bisa
menjabarkannya adalah sama dengan DILAHIRKAN ke dunia. Sehingga jelaslah
petunjuk Tuhan itu tentang petunjuk Yang Nyata adanya (Ilmu ke Allah-an) sudah
termuat di dalam Al-Qur’an surat Al-Khfi : 48.
Bagaimanakah keadaan roh yang
menghadap Tuhan itu? Jawabannya juga tersebut di dalam dalil, sebagai berikut :
QS. VII Surat Al-An-aam : 94,
“Sesungguhnya kalian akan sendirian menghadap kepada (Ku – Tuhan), seperti
ketika menjadikan dirimu ketika pertama kali, dan kalian akan meninggalkan
apa-apa yang Ku berikan yang berada di punggungmu dan dikatakan kepada dirimu :
“Ingsun tidak melihat berhala-berhala
yang menemani dan menolong dirimu, yang kalian anggap bahwa dia itu
Sekutu Allah. Sesungguhnya antara dia dan dirimu sudah tidak ada hubunga lagi
dan sudah hilang dari persangkaanmu.”
Di dalam Ayat tersebut, jika
direnungkan, ketika Roh menghadap Tuhan itu sama dengan Kosong (Tidak ada
apa-apa, @, alam yang tidak terbayangkan). Intinya adalah : Semua pengalaman
dari Hakekar, menerima wahyu, melihat kegaiban, melihat saudara diri sendiri
(Mayangga Seta) yang dikira sebagai Tuhan atau yang disembah karena bisa
diminta pertolongan dan sebagainya, itu semua justru disebut sebagai Berhala
oleh Tuhan. Sehingga Jiwa yang diperkenankan oleh Tuhan tidak lain adalah Jiwa
yang tidak terkotori apa-apa (kosong).
Seperti itulah liku-liku dari
yang disebut SEBENARNYA ISLAM (Assalama, Islamu, muslimuna). Walau pun begitu
terangnya, bahwa yang sebenarnya dari Menyembah Yang Sejti itu adalah yang
Kosong dari pengharapan, pikiran dan sebagainya.
ooOOOoo
Sehingga uraian tentang Kiyamat
menurut perintah Nabi Muhammad sendiri serta Dalil dari Tuhan (Qur’an) seperti
yang dijelaskan di dalam Hadits Bukhari 42 di depan, sama dengan meneruskan
Perjalanan dari ROH yang belum sampai atas tujuannya. Sedangkan dengan adannya
kejadian yang bermacam-macam itu hanya sebatas meneruskan bekas yang melekat
kepada Roh.
Jika demikian maka manusia itu
tentunya akan beruolang kali lahir kembali ke alam dunia ini? Jawabannya adalah
: Anak dari Pak Naya yang berjumlah 7 itu kisah hidupnya adalah tidak ada yang
sama, ada yang menjadai Tentara, penjahat, saudagar dan sebagainya, itu semua
sebenarnya HANYA SEBATAS WADAH SAJA. Penjelasannya adalah sebagai berikut : A
itu adalah seorang yang bagus rupanya, kaya, pandai dan sebagainya, singkat
kata, hidupnya adalah mulia. Ketika saat kematiannya, yang dialami oleh roh
terikat kepada kemilikannya yang rasa kemilikannya itu tidak ikut mati, karena
tidak rela meninggalkan harta bendanya. Roh si A ketika berada di alam Kubur
mengalami siksaan karena terkotori oleh Rasa kemilikan itu. Ketika sudah tiba waktunya untuk dia terlahir kembali (mengalami kiyamat) tidak bisa kembali
seperti di kehidupan yang sebelumnya, karena yang kembali hidup itu ada rasa
kemilikannya (bekas kotoran nafsunya) saja, sedangkan raganya sudah berganti,
berbentuk bayi yang terlahir kembali yang diberi nama Surana dan sebagainya.
Itu yang yang menjadi tempat wadah dari Bekas Kotoran Nafsu di kehidupan
sebelumnya.
Pengalaman dari manusia yang ketika matinya membawa
tindakan melanggar aturan syariat, berbuat kejahatan dan sebagainya itu
dijelaskan di dalam Dalil adalah mendapat siksaan yang berat dengan berteriak
dan memohon untuk dikembalikan hidup di alam dunia lagi.
QS. XVIII Surat Al-Mukminun
ayat 99 – 100 : “Qala Rabbi arji’uni la’alli a’malu shalihan fina taraktu kala
inggaba kalimatun huwa qailuha wamin waraihim barzakhun ila yaiumi
yuba’atsuna”. Tafsirnya adalah : Wahai Tuhan kembalikanlah hamba ke alam dunia,
semoga amal shaleh yang hamba tinggalkan.....” Tidak bisa! Sesungghnya itu
hanya kata yang diucapkan yang tidak berguna. Di belakangnya ada penutup
bardzah yang menghalanginya, hingga datangnya hari dibangkitkan.”
Erdasarkan isi dari Dalil,
Kiyamat itu sama saja dengan tumbuhnya biji, sedangkan jika berdasar dari Nabi
Muhammad, kiyamat itu sama saja dengan : “Seorang wanita yang melahirkan
Tuannya (derajat luhur)”, atau “Sudah ada anak gembala (Berderajat rendah) bisa
menjadi raja”, yang pada intinya adalah : Perempuan yang menurukan Biji yang
luhur atau ada perempuan yang melahirkan Biji yang ketempatakn derajat tertinggi.
Kata melahirkan atau
menumbuhkan sebenarnya adalah sama. Gaib di dalam Ayat Hadits atau Ayat Qur’an
itu, bisa ditemukan di dalam PEREMPUAN. Yaotu oleh karena adanya PEREMPUAN
itulah sehingga ada kelangsungkan cerita.
Biji berderata luhur itu tidak
memilih-milih bangsa, Pangkat, renadah
atau tinggi dan sebagainya. Intinya dalah hanya berada di Perempuan. Siapa yang
berkedudukan sebagai Perempuan, itu bisa ketempatan manusia. Sehingga jika ada
pengibaratan berkali-kali terlahir itu maksudnya dalah : Yang terlahir kembali
itu bukan raganya yang terdahulu, akan tetapi bekas keinginan diri yang
kemudian bertempat di dalam raga yang baru dan yang terlehiat sekarang ini.
BAB.
XIII. URAIAN TENTANG TANDA-TANDA HARI KIAMAT
Pada Surat Al-Mukminun 99 – 100
ada kata BARDZAKHUN (penghalang – penutup) itulah yang disebut dengan kata
KUBUR. Artinya : Yang menjalani dan
mempunyai wajah taman dan pintar itu tidak akan bisa kembali menjadi tampan dan
pintar jika sudah mengalami kematian.
Karena kematian yang bertampat di alam Kubur itu sama saja kecepatan
keinginannya seperti ketika masih hidup di dunia ini, kehendaknya akan bisa
terlaksana. Itulah keluahn dan yang diarasakan oleh roh.
Roh yang bertempat di alam
kubur itu ternyata tidak bisa memiliki raga kasar seperti yang sebelumnya.
Sedangkan jika Roh itu bisa terlahir kembali di alam dunia ini dengan memiliki
raga kasar itu adalah berlandaskan dari sifat-sifatnya. Penjelasannya adalah
sebagai berikut :
7.1.1. Roh itu (roh dari
manusia) memuat (mendapat pengaruh, mengandung) Sifat dari Tuhan QIYAMUHU BI
NAFSIHI, bangun seketika atau bangun dengan sendirinya, yang bukan disebabkan
oleh sessuatu hal. Yaitu “KIYAMAT”. Sehingga jika roh itu tidak mendapat tempat
yaitu Raga, geraknya adalah melesat berdiri sendiri, bisa menuju alam kehampaan
tanpa ada yang menghalang-halanginya. Sehingga terbangnya ROH yang KOTOR
(Karena membawa bekas-bekas) itu andaikan diibaratkan sebagai air, ketoroan
yang ada di dalamnya tercampur “dengan sesuatu-sesuatu”. Kekotoran yang ada di
dalam roh itu karena masih menyimpan berkas dari Tri-Indriya, ada yang geraknya
tidak seberapa (Pasief) ada yang selalu bergetar memnacar (Active).
Yang bergerak Aktive itu jika
diibaratkan benda adalah termasuk benda yang berat, yang mudah tenggelam jika
berada di lingkungan air, sedangkan yagn Pasive itu tidak. Oleh karena keduanya
itu termasuk “beban yang harus ditanggung” sehingga mudah untuk mendapatkan
raga (hidup) karena Kodrat atas Tuhan sendiri serta atas KALIMAT TUHAN sendiri ......
Qun Fayaqun (Yang dikehendaki-Nya untuk ditempatkan di raga, mempunyai raga
baru, sedangkan yang dikehndakinya untuk langsung menghadap Tuhan itu langsung
Mengahadap kepada-Nya).
7.1.2. Yang menjdai pedoman itu
hanya ada 2 hal : 1). Sipa saja yang Roh-nya bisa menyatu dengan sifat-Nya
(Yang tidak terbayangkan) itu sama saja bisa menghadap langsung kepada-Nya; 2).
Tidak bisa menghadap kepada-Nya (menetas kembali; mengalami Kiyamat lagi), itu
jika rohnya masih mendepat berkas atas sesuatu, walau pun ketika hidunya di
dunia terlihat suci daln alim.
Contohnya adalah sebagai
berikut : Tentara itu di mana pun saja bisa masuk ke dalam Kasatrian jika
pakaiannya lengkap. Karena walau pun sudah menjda tentara, akan tetapi ketika
masuknya menggunakan pakaian seenaknya sendiri tentu akan di tangkap oleh
Polisi Tentara, artinya : ditolak.
Menurut uraian-uraian di depan,
roh itu hanya ada dua jenisnya : Suci dn kotor. Suci bagi ukuran dunia itu
adalah tidak bertindak yang menyalahi aturan dan tidak bertindak kejahatan dan
sebagainya; akan tetapi suci menurut ukuran Tuhan yang tidak pilih kasih itu sama dengan : bisa
mengamalkan isi dari Surat Al-A’raf ayat 29 di depan, artinya : Bisa merasakan
bagaikan bayi yang baru terlahir kembali dari kehidupan sebelumnya.
Sedangkan kotor menurut ukuran
dunia itu adalah lawan dari kessucian; menurut ukuran Ketuhanan kotor itu adalah semua rasa yang hanya dirasakan oleh
siapa yang menggunakannya : yaitu Yang harus dialami (Samsara).
Karena beban kesengsaraan (
yang dialami oleh jiwa yang mendorong atas maju dan mundurnya hasrat), itu
tidak akan bisa terlihat oleh orang lain, karena hanya Tuhan saja yang
mengetahuinya. Tentang masalah ini, batin itu tidak bisa berbohong. Bukti dari
rasa dari akibat yang harus terpaksa dilakukan itu : Siapa saja yang sangat
menyesali atas sesuatu yang sudah hilang walau pun itu kecil, tidak berguna, di
dalam hatinya selalu terjerat rasa kemilikan, murka dan panas hati, maka
hidupnya tidak akan bisa merasakan ketenteraman.
ooOOoo
Ketika manusia itu meninggal
dunia (terlepasnya nyawa) itu melewati rasa ingat, jika roh-nya itu masih ada
yang menempel “apa-apa” (rasa milik dan sebagainya). Sedangkan bagi yang ketika
rohnya terlepas dan tidak merasa apa-apa, itua dalah manusia yang sudah bisa
membuang rasa keinginan diri dan sebagainya, ketika sakaratul maut itu tidak
akan melewati rasa lupa, akan tetapi melewati
“Tidak mengerti apa-apa”, tidak merasa apa-apa, sama dengan Meneyatunya
Hamba dan Dzat Yang tidak bisa terbayangkan. (@).
Oleh karena makna dari Kiyamat
(dilahirkan), sudah diuraikan, maka “Tanda-tanda hari Kiyamat itu jika
diselaraskan dengan “Hari tanda kelahiran” itu justri cocok. Di uraian tentang
Qiyamu bi Nafisihi, diterangkan bahwa semua yang bisa berkembang semakin besar,
semakin maju, bergerak, panjang tinggi dan sebagainya, itu tentu terdapat sifat
“Qiyamu bi nafsihi dari sifat Tuhan.
Air mani yang berasal dari
Farji, itu jika diterima oleh sel telur mani seorang wanita, maka akan menjadi
bentuk (Segumpal darah yang berada di dalam perut seorang wanita). Lama
kelamaan akan tumbuh menjadi janin embriyo, serta akan mengembang hinga berujud
Bayi.
Oleh akrena disebabkan adanya
aturan-aturan serta dari sifat Qiyamu bi nafsihi itu, sehingga semua bentuk
janin itu tentunya akan bisa tumbuh dan berubah dengan sendirinya tidak karena
di paksa oleh pihak lain. Sehingga sifat Qiyamu bi nafsihi itu yang
dilakukannya dalah “MEMBESArKAN. Membentuk dan sebagainya. Oleh karena perut
seorang wanita itu kecil, sehingga tidak kuat ketempatan sesuatu yang selalu
Qiyamu bi nafsihi (perbuatan dari pertumbuhan Kiyamat, perbuatan yang terbangun
dengan sendirinya) tersebut dan bayi yang sudah ditentukan itu harus Kiyamat
(LAHIR). Sehingga Lahit itu adalah suatu sifat yang TETAP. Penjelasannya adalah
: Kelahiran seorang bayi yang dibatas dengan waktu 9 bulan 10 hari, itulah
tanda dari yang didlakukan oleh Qiyamu itu, yang diberi batasa hingga sampai
sebatas waktu itu. Sedangkan jika ada seorang bayi yang belum waktunya, dan
kemudian terlahir, itu hanya karena salah waktunya, bisa saja dikarenakan
kandungan yang tidak terpelihara kondisinya.
Qs. XXX surat Az-Zilzal ayat 1
s/d 8 : Bismillahi rakhmani rakhimi (Dengan Asma Allah Yang Maha Cinta).
1. Jika bumi ini bergoncang.
2. Dan mengeluarkan semua
isinya.
3. Manusia saling ebrtanya :
Wahai.. ada apakah dengan bumi ini?”
4. Di hari itu, bumi
menceritakan beritanya (kisahnya, pengalamannya).
5. Bahwa Tuhan memerintahkan
yang seperti itu, seperti itulah kepada-nya.
6. Di hari itu semua manusisa
semuanya kelaur dari dalam kuburnya, serta berkumpul sesama golongannya, supaya
melihat atas hasratnya sendiri-sendiri.
7. Kepada siapa saja yang
mengamalkan kebajikan walau pun seberat debu (Zarrah, atom, abu) tentulah akan
melihat kebaikannya.
8. Kepada siapa saja yang
melakukan KEJAHATAN walau pun seberat
zarrah, tentu akan melihat kejahatannya.
Kata goncang (bergetar) atau
bergerak dengan kerasnya itu biasanya terjadi dikarenakan sebab yang
bermacam-macam, seperti halnya dikarenakan adanya gemepa, gunung yang gmeletus,
tanah longsor dan sebagainya. Seumpama hal itu dibayangkan goyangnya badan
(raga) tentunya dikarenakan sebab-sebab yang seperti di atas, contohnya : Degup
jantung cepat karena bertemu dengan yang menakutkan, gemetaran karena hampir
saja kejatuhan buah kelapa dan sebagainya. Keadaan-keadaan yang demikian itu
pada intinya bukan bermakna rusaknya badan, akan tetapi tetap dalam keadaan
hidup dan bisa merasakan apa saja.
QS. Al-Qari’ah ayat 1 s/d 11
menyebutkan sebaagi berikut :
1. Kejadian yang sangat
menakutkan.
2. Kejadian apakah itu?
3. Tahukan kamu kejadian apakah
itu? Itulah hari Kiyamat.
4. Di hari itu manusia bagaikan
belalang berhamburan karena ketakutan.
5. Dan gunung-gunung
beterbangan.
6. Orang-orang yang berat
timbangannya.
7. Berada di dalam Hidup yang
sentausa.
8. Sedangkan orang-orang yang
ringan timbangannya.
9. Bertempat di dalam NARAKA.
10. Apakah kamu tahu, apakah
itu?
11. Yaitu api yang sangat
panas.
Surat Al-Qur’an tersebut jika
benar-benar di teliti, maknanya adalah bukan tentang kehancuran akan tetapi
uraian tentang kejadian yang sangat menggoncangkan. Mengurai makna dari ayat
tersebut di atas perlu menggunakan contoh-contoh yang ada hubungannya dengan
Ilmu Bumi dan sejarah-sejarah.
1. Ketika di masa manusia masih
hidu hanya menuruti perintah kodrat, cara menguraikan kandungan itu sangat
berbahaya untuk ukuran di jaman sekarang. Oleh karena sudah seringkali terjadi
sehingga menjadi adat sehinga untuk manusia yang hidup di jaman itu adalah hal
biasa.
Contoh di atas itu, jika
dikiaskan dengan keadaan raga, mirip dengan Ayat Suci di atas yang ada kata
yaitu “Kejadian yang hebat” maksudnya bagi jiwa rasa dan perasaan itu adalah
bergetarnya jiwa karena ketakutan, bergetar, menggigil yang dialami oleh
seorang wanita yang sedang mengalami “Melahirkan yang pertama kali”.
2. Jika ada seorang wanita yang
mengandung pertama kali, perutnya tentulah menonjol – bagaikan gunung”. Ketika
sudah tiba waktu untuk melahirkan, maka dirinya merasa kuatir, takut, bahkan
justru rasa badan sakit semeua, lelah dan sebagainya. Seperti apakah yang
dialami wanita yang akan melahirkan, ada juga yang menggambaran bahwa itu
adalah sebuah pertempuran perang sabil (perang suci hanya karena Allah),
karena, jika tidak selamat bisa saja menemui ajal.
Jika sudah waktunya, maka
perutnya akan menjadi mengecil, karena isi kandungan yang ada di dalamnya yang
dirinya itu belum pernah melihatnya, sduah keluat (lahir). Artinya, perut yang
menonjol bagaikan gunung kecil itu mengabarkan kepada yang mengalaminya tentang
apa yang terlihat setelah melahirkan kandungannya itu.
Jika kejadian itu dibahasakan
seperti Gunung yang meletus, sepertinya ada kemiripannya, karena di dalam Ayat
Az-Zilzal teGunung. Oleh karena hal itu berhubungan dengan perasaan, maka
gunung itu sama dengan gunung yang bertempat di raga manusia sendiri, “Dirinya
Sendiri”.
Ayat ke dua surat Az-Zilzal
menyebutkan : “Dan mengeluarkan semua isinya” itu hanya tinggal menebak saja,
apakah isi dari kandungan itu.
Sekarang membahas ayat yang ke
6, sebagai berikut : Di hari itu, yaitu di hari melahirkan bayi dan selamat
dari Alam peralihan (Kuburnya sendiri-sendiri) serta menurut golongannya
masing-masing. Di situ terdapat kata “HARI” yaitu di HARI ITU, WAKTU ITU,
maksudnya adalah : Bersamaan dalam satu waktu dan banyak yang bersamaan terjadi
hal yang demikian. Di Amerika ada yang lahir, di Rusia, RRT, dan di berbagai
Rumah Sakit dan sebagainya .... BANYAK YANG SATU PASARAN. Hari serta tanggal.
Contohnya : Si A lahir (Kiyamatnya) di hari Jum’at Legi, juga di seluruh dunia
itu banyak kelahiran yang bersamaan waktunya dengan kelahiran si A itu.
Sedangkan kelahiran bayi yang disebutkan bergolong-golongan itu, yang jelas itu
ada dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan, tikus betina, ular jantan, anak
laki-laki, unta betina demikian seterusnya.
Olehkarena yang termuat di
dalam Ayat-ayat itu sebenarnya adalah bagi manusia, maka walau pun sudah
terbagi laki-laki dan perempuan, itu tetap sesuai dengan karma serta
Luhmahzfuds sendiri-sendiri. Sehingga ada yang sama garisnya : Enak dan tidak
enak terbagi-bagi lagi. Dan di dunia terbagi menjadi banyak bagian-bagian.
Pada ayat 6 itu terdapat
kalimat “Agar mengetahui atas usahanya sendiri-sendiri”! Sudah sangat jelas
penyebab dari terlahir kembali, karena dari bekas perbuatan dan nafsu yang
menyebabkan praduga memetik hasil bekas perbuatannya.
Sekarang ganti dengan makna
ayat yang ke 7 dan 8, Surat Az-Zilzal, penjelasannya semakin terang bahwa
manusia itu perbuatannya tetap berasal dari keinginan hasrat. Bekas perbuatan
yang terdahu. Lebih jelasnya lagi : Buruk dibayar (dipetik) buruk, baik memetik
baik dan sebagainya. Sedangkan menurut RASA, yang dirasakan oleh diri
masing-masing, baik/buruk itu orang lain tidak akan mengetahuinya, kecuali
hanya rasa di hatinya sendiri.
ooOOO
Seperti apakah bukti-bukti dari
ayat-ayat suci di atas itu, di dalah kehidupan dalam tiap harinya, hal itu
uraiannya terdapat di dalam tafsir ayat-ayat Al-Qari’ah, ada 11 ayat, yang
maknanya adalah sebagai berikut :
Ayat yang ke 1 hingga ke 3 itu,
tafsirnya adalah tidak lain kecuai jatuhnya hari akan melahirkan bayi (tanda
kiyamat yang pertama kali), yang dialami oleh para wanita atau semua mahlukyang
bersifat perempuan, para mahluk yang ketempatan gedungnya darah.
Sedangkan ayat yang ke 4 itu
menjelaskan : Para wanita (bersifat betina) pada hari itu mengalami ketakutan
(kuatir, gelisah) GELISAH HATINYA, yang sebenarnya itu tidak dialami sendirian
: karena pada hari itu di atas dunia Timur Barat Selatan Utara tengah dan
sebagainya, di banyak tempat, ada yang sedang melakukan melahirkan bayinya.
Kejadian yang seperti lah yang disebut TERKENA GONCANGAN KIYAMAT.
Sedangkan tafsir ayat ke 5, di
situ terdapat penjelasan tentang : GUNUNG BERHAMBURAN BAGAIKAN BULU
BETERBANGAN.
Ayat itu sebenarnya ditujukan
kepada kerja dari rasa yaitu rasa ketika mengalami akibat. Sedangkan tafsirnya
adalah sebagai berikut : Ketika kepala terantuk benda keras, maka akan
merasakan pusing dan sakit, pengaruh terhadap penglihatan akan terlihat
berputar-putar sehingga yang segala yang dilihatnya seolah bergantian tempatnya
BAGAIKAN BULU YANG BETERBANGAN. Kata BAGAIKAN itu sebenarnya bukan KEJADIAN
YANG SEBENARNYA, akan tetapi hanya perumpamaan saja.
Perasaan pening yang amat
sangat dan sebagainya itu dirasakan oleh para wanita yang mengandung dalam usia
kandungan sekitar 3 bulan atau ketika mulai merasa sakit ketika akan
melahirkan.
Tafsir dari ayat yang ke 6
ditujukan kepada calon manusia yang akan mengarungi kehidupan bermasayarakat di
dunia ini, artinya, calon manusia itu tinggal meneliti saja atas jiwanya,
apakah membawa Jejak perbuatan baik atau buruk.
Apakah buktinya bahwa bayi yang
baru lahir itu jika memang benar membawa bekas jejak perbuatannya di kehidupan
sebelumnya. TINGKAH LAKUNYA tidak akan bisa sama dengan membawanya di kehidupan
sebelumnya?
Jiwa (Roh) itu akan
memilih-milih raga, karena sudah menjadi kehendak Tuhan sendiri. Sedangkan raga
itu adalah bersifat baru yang bisa rusak, sehingga yang memetik buah dari
perbuatan di kehidupan sebelumnya itu bukan raganya, akan tetapi adalah Jiwa
(Roh-nya). Sehingga itu bukan tingkah laku manusia di kehidupan sebelumnya,
yang sekarang telah berganti raga, akan tetapi kegiatan roh memetik bekas
perbuatan di kehidupan sebelumnya.
Tafsir dari ayat ke 7 adalah
yang membantah tentang salah penafsiran bahwa Qiyamat itu dimaknai Kehancuran.
Di dalam ayat tersebut terdapat kata “HIDUP, yang tidak lain maknanya adalah
yaitu hidu dan berbentuk berupa manusia yang lengkap dengan raganya dan hidup
itu adalah bukan bermakna kehancurannya, sehingga sesuai dengan penjabaran tentang
LAHIR KE DUNIA DAN HIDUP SELAMAT!.
Sedangkan jika ada bayi lahir
(Qiyamat) kemudian meninggal dunia (Tidak ada tanda kehidupan) hal itu sudah
bukan menjadi pembahasan lagi, artinya : “Tidak dibahas di dalam Kitab-kitab
suci, Qur’an dan sebagainya. Karena yang dibahas dan diberi ancaman-ancaman
dengan siksa dans ebagainya itu, hanya manusia yang masih hidup saja. Sehingga
lahir tetapi tidak hidup itu sebenarnya adalah BUKAN BENDA_BENDA, yang sama
dengan barang yang baru yang berada di atas tanah.
Tafsirnya adalah sebagai
berikut : Bayi lahir yang meninggal dunia itu,
tidak ikut dalam pembahasan karena berupa benda mati, bagaikan mainan
anak-anak, mobil-mobilan, dan sebagainya.
Berbeda dengan bayi yang lahir
hidup, yang setelah seperempat jam kemudian meninggal dunia. Roh yang menepati
raga yang baru itu meninggalkannya, melayang di alam kuburnya, mengalami
kejadian kembali seperti sebelum menempati
raga yang baru ditinggalkannya itu.
ooOOoo
Sedangkan ayat yang nomor 2
itu, sebenarnya berlawanan dengan ayat nomor 6. Ayat Nomor 9 yang ada kata
BERTEMPAT DI DALAM NEGARA, hal itu pada umumnya dan sejak jaman dahulu itu
dimaknai “Sebuah tempat” yang ada APINYA menyala dengan besarnya dan sangat
menakutkannya” yang kemudian membayang-bayangkan suatu keadaan yang sangat
menakutkan.
Mencari makna dari neraka itu
tidak berbeda dengan mencari arti makna
kata-kata “Kiyamat”, Kubur dan sebagainya. Artinya senyampang masih hidup.
Oleh karena membicarakan
tentang Neraka itu harus dengan penelusuran penalaran yang luas serta harus
dihubungkan dengan pemahaman para Nabi, Wali dan Mukmin, maka uraiannya secara
khusus akan bisa ditemukan pada Kitab Wedaran Wirid Jilid II
Sebagai penutup dari uarian
tentang Kiyamat akan diurakan dengan menggunakan dasar pendapat dari R.
Ranggawarsita serta Kitab-kitab suci yang lainnya, seperti berikut ini :
A. QS. Surat Maryam : 95 :
(Tafsir Machmud Yunus) : Semuanya datang ke HADAPAN Tuhan pada hari KIYAMAT
dengan sendirian saja1 (“) Qs. Al-Kahfi 48 : Laqad Ji’tumuna kama khalayaqnakum
awwala ... (Sesungguhnya kedatanganmu di hari KIYAMAT seperti ketika kamu
dilahirkan yang pertama kali. (Lahir sebagai bayi).
B. (“) Di dalam Injil ($) Surat
I Korinta 16 peg.475 yes 25-8 ayat 51, 52, 53, 54 tentang Kiyamat : Dan kalian
saya beri tahu tentang keterangan sebagai berikut : Kita tidak akan MENGALAMI
MATI SEMUA, akan tetapi semuanya akan HIDUP KEMBALI, seketika sekejap mata
bersamaan dengan bunyi kalasangka yang terakhir. Akrena Kalasangka akan
berbunyi : Semua yang mati akan dibangkitkan menjadi KEKAL, dan kita akan
berganti rupa......
Di depan ada disebutkan dengan
akta reincarnatie, menjelma, nyakramanggilingan, terlahir rkembali, bisa saja
hal itu di dalam Bahasa Arab TANASUCH (menjelma). Jika melihat bukti yang
terjadi di setiap harinya, Hidup, Mati, berbuah, tumbuh itu selalu terjadi
terus menerus sejak jaman dahulu kala, sehingga adanya menjelma ke dunia
tentulah memang ada serta ditetapkan sendiri oleh SUNNAH TUHAN, yang pada
intinya kemudian menjadi selaras teentang keadaan keadaan dunia yang “ADANYA
SUDAH DIUKUR DENGAN SEMPURNA”.
Sesungguhnya di dalam Islam itu
menolak adanya terlahir kembali, karena pedoman yang digunakan : Yang sudah
Islam ketika di dunia atau sudah bisa menyatu dengan Dzat, jika meninggal dunia
maka akan sempurna, artinya : Sudah bisa berkumpul dengan Dzat Tuhan, di ajaran Buddha diseut
Kenirwanaan (Inna lillahi wa inna Illaihi raji’un).
QS. Maryam : Ayat 95,
menyebutkan yang tafsirnya adalah : Semuanya saja di hari Kiyamat maka
menghadap di hdapan Tuhan dengan sendiri-sendiri.
Kata “SENDIRi’ itu menurut
makna pada umunya itu sama dengan tidak ada temannya, menurut makna dengan
menggunakan rasa dalam ilmu wirid :
Kelahiran bayi terlahir ke dunia ini itu sebenarnya adalah sendirian saja, tidak
merasa apa-apa, entah siapa orang tuanya, entah siapa ayang melahirkannya ....
sang bayi tetap tidak mengerti apa-apa. Hal itu bisa dihubungkan dan
diselaraskan dengan sayat di dalam Surat Al-Kahfi : 48 di depan.
Sehingga sebenarnya : Walau pun
ada bayi yang terlahir kembar 2 atau lebih, masing-masing bayi itu TIDAK MERASA
MEMPUNYAI TEMAN, karena TIDAK INGAT dan TINDAK MENGERti APA-APA.
ooOOoo
Sebagai penguat atas uraian di
muka, ayat Suci dari Kitab Injil menyebutkan, sebagai berikut : Kita akan tidak
mengalami kematian ---- semua.......” (B/.(‘’’) artinya : Bukan kehancuran alam
dunia dan kematian semua makhluk, akan tetapi masih TETAP HIDUP DI DUNIA.
Sehingga yang mempunyai
keyakinan bahwa KIYAMAT itu adalah kehancuran, jika menurut makna dari surat
tersebut maka menjadi batal. Kata yang lainnya lagi adalah sebagai berikut :
“Semua akan berganti rupa, seketika sekejap mata...... dan seterusnsya!!!
Berganti rupa sekejap mata itu
sudah sangat jelas, bawa ada bayi yang lahir itu bermacam-macam rupa (Tampan,
Cintik, cacat dan sebagainya) Manusia itu hanya sekedar MElIHATnya saja. Dan
semuanya itu ketika datang ke dunia ini hanya sekejap mata saja. Sedangkan
“berganti rupa” itu maksudnya adalah : Raganya diganti, penjelasannya adalah
sebagai berikut :
Si “X” yang dikehidupan sebelumnya
mempunyai cita-cita, wajahnya rupawan (cantik) itu, walau pun yang membekas di
Roh-nya ingin kembali ke dalam raganya yang tampan (cantik) seperti di kehidupan sebelumnya itu tidak
akan bisa, karena Roh si “X” setelahnya di Kiyamatkan heidup kembali, maka
raganya adalah bukan raga yang dahulunya.
QS. Al-Mukminun ayat 99 –
100 : Qallarabbi arji’unila’alii
a’malusyalihan fima taraktu kalla innaha kalimatun huwa qaiiluha wamin waraihim
BARZACHUN ila yaumiyuba’atsuna. Tafisrnya adalah : Wahai Tuhan, kembalikanlah
hamba ke dunia, semoga amal shaleh yang hamba tinggallkan...... Tidak bisa!
Sesungguhnya itu perkataan yang diucapkan tanpa arti dan di belakangnya ada
penutup (hijab) BARZAH (kubur, peralihan) yang menghalanginya, sampai hari DIBANGKITKAN..
Begitulah tafsirnya, sehingga
manusia yang meninggal dunia itu tidak bisa berusaha apa-apa, apalagi kembali
asal dengan ujud rupa seperti sebelumnya. Karena terhalang oleh alam Peralihan
(makam kuburnya). Manusia ayang meninggal dunia, maka raganya akan hancur
menjadi tanah.
Di Indonesia itu tidak ada
orang yang rupanya sama persis dengan Gajahmada, akan tetapi ada orang yang
menjadi idam-idamannya sama persis seperti cita-cita Gajahmada, artinya : Yang
membekas di Jiwa Gajahmada diteruskan oleh bayi yang terlahir, yang rupa dan
bentuknya tidak seperti Gajahmada.
Di dalam QS. Surat Ar-Rum, ayat
52 : Fainnaka latusmi’u amawata, Tafsirnya : Sesungguhnya kalian tidak bisa
menasehati orang MATI .... Mengambil makna dari isi ayat Qur’an tersebut, jelas
lah bahwa Kitab-Kitab Suci Injil, Taurat, Zabur dan Qur’an tidak bisa untuk
diajarkan kepada orang yang sudah masuk ke alam kubur. Akan tetapi, isi dari
Kitab-kitab itu adalah diperuntukan bagi manusia yang masih hidup, dan makna
yang ada hubungannya dengan uraian
tentang Kiyamat sebenarnya adalah sama yaitu sebagai ibarat , karena di situ
banyak uraian yang intinya bagaikan Dunia beserta seluruh isinya itu akan
hancur lebur. Sedangkan jika ditelaah isi dari kalimat itu ada dua makna, yaitu
: 1) Menerangkan hal yang sebenarnya; 2. Bermakna Ibarat dan kedua makna
tersebut jika ditelusuri maka tempatnya adalah di dalam rasa. Contohnya adalah
tentang Bencana Besar di Hari Kiyamat.
(1). Siapa saja yang dalam
keadaan sakit keras, jika memperhatikan apa saja, terlihat memusingkan,
berputar dan membingungkan. Contoh di atas itu
jika di rasakan menggunakan rasa dan di hubungkan dengan Ayat Qur’an,
itu adalah untuk manusia yang masih bisa merasakan, yaitu manusia yang masih
HIDUP.
(2). Atau juga tidutukan kepada
manusia yang disaat kematiannya mesih mengalami keadaan Sakaratul maut (bergetar,
masih merasakan yang dirasakan oleh jiwanya)). Kata mengalami kesakitan karena
sakaratul maut itu masih belum meninggal dunia, karena masih bisa merasakannya.
Sakaratul maut itu apakah bukan
yang bernama kiyamat dari roh-roh yang akan berpindah menuju alam kubur?
Kiyamat itu adalah bangkit dari alam kubur dan Sakaratul maut itu artinya
Merasakan tidak enak karena mengalami kematian! Walau pun mengalami pusing tuju
keliling, sakit yang disebabkan
terbentur dan sebagainya atau ketika menghadapi sakaratul maut itu masih
mempunyai rasa INGAT dan ingat itu adalah alat yang digunakan bagi orang yang
masih hidup.
ooOOOoo
Wirid Hidayatjati gubahan
Ranggawarsita dan digubah ulang oleh Mas Ng. Mangoenwidjaja pada tahun 1941, cetakan
ke V yang mengenai bab yang menjelaskan Kiyamat ada urian yang tersirat yang
sangat rahasia “Kedatangan bencana di hari kiayamat.
Bisa saja yang disebut dengan
bencana itu adalah suatu kejadian yang sangat menakutkan. Artinya bahwa Utusan
Tuhan Yang Maha Suci menjatuhkan janji kepada alam dunia melalui Malaikat
Jibril, disuruh mengambil semua pangkat yang merangkai manusia, seperti yang
diuraikan di bawah ini :
1, Mencabut berkahnya bumi, itu
jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari berkurangnya rupa
dan warna.
2. Mengambil keadilan raja, itu
jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari berkurangnya
penglihatan, pendengaran dan rasa badan.
3. Mengambil kedermawanan
ketika banyak uang, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat
dari kendurnya otot, sel pembentuk darah, dan tidak berfungsinya air maninya.
4. Mengambil sifat bijaknya
Pandita, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari
berubahnya Budi.
5. Mengambil tatacara anak
muda, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari
bertambah bergeloranya nafsu luamah yang akan menjadi tenang.
6. Mengambil sifat sabarnya
orang biasa, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari
bertambahnya nafsu amarah sebagai tanda akan padam.
7. Mengambil rasa sayang dari
saudara dan keluarga, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai
ibarat dari bertambahnya nafsu sufiyah sebagai tanda akan padam.
8. Mengambil rasa malu wanita,
itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari bertambahnya
murah hatinya nafsu mutmainnah yang akan tenang dan padam.
9. Mengambil iman para mukmin,
itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari renggangnya
sukma.
10. Mengambil tulisan Qur’an,
itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari bergesernya
rahsa.
Menurut perintah dari Nabi
Muhammad saw. termuat di dalam Hadits Buchari seperti yang sudah diuraikan di
depan, Kiyamat itu bermakna tumbuh dari bawah naik ke tingkat luhur. Sehingga Nabi
dan Qur’an tidak pernah dan tidak menjelaskan bahwa KIYAMAT itu HANCUR. Jika
makna dari Wirid Hidayatjati dari nomor 1 hingga 10 itu DITELUSURI,
pengertiannya seolah-olah adalah atas orang yang sedang mengalami rasa tidak
enak. Jika dibandingkan dengan uraian tentang TANDA-TANDA HARI KIYAMAT di buku
ini, terbukti bahwa wirid Hidayatjati itu mengiaskan (arti kias) tentang keadan
mati atau rusaknya raga manusia.
Kata mengambil itu sudah jelas
adalah suatu kejadian mencabut nyawa. Jika uraian di dalam Wirid Hidayatjati
itu dipahami maknanya seperti apa adanya, maka akan menimbulkan pertentangan
dengan urian yang ada di buku ini. Serta bertentangan dengan yang disampaikan
oleh Nabi Muhammad saw. dan yang ada di dalam Al-Qur’an, karena :
1. Uraian di dalam wirid yang
berdasarkan Sunnah, Hadits dan Qur’an (dalil Hadits dan Qur’an, Ijmak dan
Qiyas) sudah jelas bahwa Kiyamat itu =
Kelahiran bayi yang hidup dan selamat..
2. Uraian Wirid Hidayatjati
yang juga berdasarkan Daloil dan Hadits yang menyatakan bahwa Hari Kiyamat itu
sama saja dengan kedatangan utusan, Malaikt Jibril untuk mengambil unsur hidup.
Uraian di Nomor 1 hingga 10 di
atas itu sudah jelas bahwa hanya mengambil sedikit demi sedikit (tidak
seketika) artinya amengurangi fungsi Pancaindra dan tiga indra dalam. Sedangkan
kata Ibarat itu artinya pengumpamaan (bukan yang sebenarnya, bagaikan) sehingga
manusia yang sedang mengalami hal yang demikian itu dan terkena pengaruh yang
demikian itu tentu masih bisa merasakan
(yaitu manusia yang masih hidup).
Di dalam Qur’an dan Hadits
seutuhnya serta di dalam Kitab-kitab yang lainnya, tidak ada yang isi
kandungannya adalah mencela, membantah, adanya terlahir kembali,
Nyakramanggilingan (Reencarnatie), dan juga tidak ada keterangan yang
gmenjelaskannya. Untuk memeahami bahwa cakramanggilingan (perputaran hidup) itu
ADA, bisa menggunkan dasar dalam pengibaratan, sebagai berikut :
Seorang yang bernama Krama,
sejak kecil memang t”Krama”idak mau makan sate dan menurut pendapat “Krama”
bahwa siapa saja yang makan sate maka akan terserang gatal-gatal di seluruh
badannya, sehingga “Krama” menghindari makan sate.
Sate di Indonesia itu, di
mana-mana ada, walau pun oleh “Krama” ditolaknya. Sekarang, apakah sebabnya
bahwa reincarnatie (nyakramenggilingan – perputan hidup) itu di bantah dan
ditolak oleh Agama Islam? Jika dirasakan, sebenarnya itu,, yang menolaknya
adanya Reincarnatie itu bukan “Qur’an” atau Kitab-kitab serta bukan Agamanya,
akan tetapi para Sarjana yang keyakinannya menolak atas adanya terlahir lagi
untuk hidup di dunia ini, yaitu sebagai bentuk keyakinan di tingkat Ma’rifat
dan Islam.
Keyakinannya itu yang akhirnya
dipercayai dan digunakan oleh orang-orang biasa, yaitu jika sudah memeluk Agama
apa saja maka kemudian menolak adanya Reincarnatie. Padahal sebenarnya,
Reincarnatie itu suatu PROSES YANG TETAP
atas keberadaannya, sehingga manusia yang belum bisa menyatu dengan
Tuhan (belum Inna lillahi) maka aakan melewati proses reincarnatie, yang
dijalaninya setelah KIYAMAT, berbadan raga yang baru dengan membawa perbuatan
Rohnya yang mebawa sisa cita-citanya did kehidupan sebelumnya.
ooOOOoo
Sedangkan Kitab Hidayatjati
Nomor 1 hingga nomor 10 itu, menurut perasaan batin, adalah membaca kisah
manusia yang sedang “merasakan” apa saja, di cocokkan dan dihubungkan dengan
makna Kiyamat yang di uraikan di buku ini, yaitu yang dialami oleh seorang
wanita yang akan melahirkan anak bayinya.
Wanita yang sedang melahirkan
itu, akhirnya ada dua kemungkinan 1). Meninggal dunia 2). Selamat. Apakah hidup
atau mati, ketika melahirkan itu pasti melewati perasaan rasa : Kekuatan
dirinya bagaikan dilucuti sehingga merasa tidak berdaya.
Sesungguhnya, semua uraian di
buku ini, itu adalah tentang merasakan yang harus dialami yang tidak mengenakan
badan dan hati, bukan menguraikan tentang Mati.
ooOOOoo
Buku-buku yang digunakan
sebagai sumber untuk menyusun Serat Wedaran Wirid (Kitab ini), adalah :
1. Al-Qur’an Nul Kariem.
2. Al Hadits Sahih Buchari,
Muslim.
3. Riwayat Nabi Muhammad saw.
4. Wiri Hidayat Jati.
5. Kuntji Suwarga.
6. Bajanullah
7. Dewarutji
8. Tasawwuf Islam
9. Hukum Kesehatana dan Syara’
Islam
10. Sert Mi’raj Nabi (Balai
Pustaka).
11. Islamologie.
12. Sosiologie der Islam
13. Djalan ke Methaphysica
14. Seart-serat Suluk
15. Seerat-sert Babad
16. Encuclopaedia
17. Gandhi’s Leer.
18. Vertoog ever de methode
19. Pakem Ringgit Purwa
20. Maha Bharata (Brahma
Widya).
21. Serat-serat Wiridan.
22. Buku-buku Kesehatan
23. Buku-buku Pisika
24. Buku-buku Kamus
Tamat
23
– April 2015
Kota
Sepanjang, Kab. Sidoarjo, Jatim.
Ndak iyo, terjemahan iki padha plek karo buku sing nganggo basa jawa.
BalasHapusAja2 digubah
Saya punya bukunya. Dan ini terjemahannya sudah beda dengan bukunya.
BalasHapus