Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Rabu, 10 Oktober 2018

Kisah Penaklukan Negeri Sind

 PENAKLUKAN AS-SIND
Di nukil dari buku FUTUHUL BULDAN
Yang Berisi Tentang :
Penaklukan Negeri-negeri dari Fathu Makkah Sampai Negeri Sind
Penerbit : PUSTAKA AL-KAUTSAR
Penerjemah : Masturi Irham dan Abidun Zuhri
Cetakan : Pertama, januari 2015

Ali bin Muhammad  bin Abdullah bin Abu Saif bercerita kepada kami, ia berkata, “Umar bin Al-Khathab mengangkat Utsman bin Abu Al-Ashi Ats-Tsaqafi sebagai Gubernur Bahrain dan Oman pada tahun 15 Hijriyah. Lalu ia menugaskan saudaranya Al-Hakam ke Al-bahrain dan dilanjutkan menuju Oman. Lalu ia mengirimkan sebuah pasukan ke Tanah.
Ketika pasukan itu kembali, maka ia berkirim surat kepada Amirul Mukminin Umar bin Al-Khathab untuk memberitahukan tentang hal itu. Amirul Mukminin pun menjawabnya, “Wahai saudaraku Tsaqif, kamu membawa ulat dengan menggunakan batang. Sesungguhnya aku bersumpah demi  Allah, kalaulah mereka binasa, tentulah aku akan menghukum kaummu seperti mereka.” Al-Hakam juga ditugaskan menuju Brosh dan menugaskan saudaranya Al-Mughirah bin Abu Al-Ashi ke teluk atau muara Ad-Daibul.
Di sana ia berhadapan dengan musuh dan berhasil memenangkan pertempuran. Ketika Utsman bin Affan, menjabat sebagai Khalifah  dan Andullah bin Amir bin Kuraiz menjabat sebagai walikota Irak, maka Amirul Mukminin berkirim surat kepadanya agar ia menugaskan seseorang yang berkompen dan diakui keilmuannya menuju sebuah benteng di India lalu kembali ke Tanah Air untuk memberikan laporannya, Abdullah bin Amir menugaskan Hukaim Jibillah Al-Abdi. Ketika kembali, maka ia ditugaskan untuk segera menghadap kepada Khalifah Utsman. Di hadapan Amirul Mukminin, ia ditanya tentang kondisi wilayah tersebut. Hukaim berkata : “Wahai Amirul Mukminin, aku telah mengetahuinya dan mencermatinya.” Amirul Mukminin berkata : “Ceritakanlah kepadaku.” Hukaim berkata : “Airnya mengalir lemah, buah-buahannya kurang, dan pencurinya banyak. Jika pasukan hanya sedikit, maka sia-sia. Dan, jika banyak maka akan kelaparan.” Amirul Mukmin Utsman berkata : “Apakah harus mengadakan perjanjian pengolahan tanah degan bagi hasil tertentu ataukah aku yang menentukannya?” Kemudian tiada seorang pun yang menjawabnya. Menjelang akhir tahun 38 dan memasuki permulaan tahun 39 Hijriyah, tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib; Al-Harits bun Murrah Al-Abdi bergerak menuju benteng tersebut sebagai relawan atas izin Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Ia pun berhasil memenangkan pertempuran dan memperoleh ghanimah dan tawaman perang. Dalam satu hari, ia membagikan tanah kepada seribu orang. Kemudian ia bersama pasukannya terbunuh di sebuah daerah bernama Al-Qaiqan, dan tiada yang selamat kecuali sedikit.
Peristiwa terbunuhnya Al-Harits bin Murrah Al-Abdi ini terjadi pada tahun 42 Hisjriyyah. Al-Qalqan merupakan sebuah daerah yang masuk wilayah pemerintahan As-Sind, dekat Khurasan. Kemudian Al- Muhallab bin Abu Shafrah melakukan penyerangan terhadap benteng  tersebut pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan tahun 44 Hijriyyah. Lalu ia pergi ke Bennah dan Alahoe, keduanya terletak antara Al-Maltan dan Kabul. Di sana ia bertemu dengan musuh sehingga terjadilah pertempuran antara dia bersama pasukannya dengan pihak musuh.
Di darah Al-Qaiqan ini, Al-Muhallab bin Abu Shafrah berhadapan dengan delapan belas penunggang kuda dari Turki dengan kuda yang ditelantarkan. Mereka pun menyerangnya hingga semuanya terbunuh. Mengenai hal ini, Al0Muhallab bin Abu Shafrah berkata : “Apa yang menjadikan orang-orang non Arab itu merasa lebih jantan dibandingkan kita?” Lalu ia menelantarkan kudanya. Ia merupakan umat Islam pertama yang menelantarkan kduanya.
Kemudian Abdullah bin Amir mengangkat Abdullah bin Sawwar Al-Abdi pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan. Diaktakan bahwa Muawiyah telah mengangkatnya, yang sebelumnya sebagai komandan militer ke Al-Qaiqan (sebuah benteng di India). Lalu ia menyerang Al-Qaiqan dan berhasil mendapatkan ghanimah yang melimpah. kemudian ia menghadap kepada Muawiyah bin Abi Sufyan seraya menyerahkan hadiah berupa seekor kuda Qaiqan dan bermalam di rumahnya selama beberapa lama. Kemudian kembali ke Al-Qaiqan. Lalu mereka mengumpulkan orang-orang Turki dan membunuhnya.
Ia adalah sosok yang dermawan, tiada seorang pun yang menyalakan api selain dirinya dalam perkemahannya. Pada suatu malam ia melihat sinar api seraaya bertanya, “Apa ini?” Mereka berkata : “Seorang perempuan yang membuat Al-Khabish.” Lalu ia memerintahkan orang-orang untuk mengonsumsi Al-Khabish selam tiga hari.
Ziyad bin Abi Sufyan menugaskan Sinan bin Salmah bin Al-Muhbiq Al-Hudzali pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan. Ia adalah sosok yang terhormat dan diidolakan. Dia merupakan orang pertama yang meminta pasukan bersumpah dengan perceraian. Lalu ia datang ke benteng dan menaklukan Makran setelah melalui perang sengit. Lalu ia pun memakmurkannya dengan menetap di sana, serta mengontrol wilayah tersebut.”
Ibnu Al-Kalbi berkata : “Orang yang menaklukan Makran adalah Hukaim bin Jibillah dari Al-Abdi. Lalu Ziyad mengangkat Rasyid bin Amr Al-Jadidi dari Al-Azdi sebagai pemimpin benteng tersebut. Lalu ia datang ke Makran, dan dilanjutkan dengan menyerang Al-Qaiqan dan berhasil memenangkan pertempuran. Penyerangan dilanjutkan menuju Al-Maid, dan ia terbunuh. Kepemimpinan diambil alih oleh Sinan Bin Salmah. Kemudian Ziyad mengangkatnya sebagai walikota benteng tersebut. Dia menetap disana selama dua tahun. Abbas bin Ziyad menyerang benteng India dari Sijistan. Lalu ia melanjutkan penaklukan ke Snaaroz dan dilanjutkan menuju Ar-Rozbar melalui Hawa Khaz, dari wilayah Sijistan menuju Hindmend. Kemudian ia singgah di Kisy dan menempuh jalur gurun hingga sampai ke Qadnahar. Para penduduknya melawannya hingga ia berhasil mengalahkan dan mengejar mereka. Ia berhasil menaklukkannya setelah sejumlah pasukan umat Islam gugur sebagai syuhada. Qlan melihat warganya berpostur tinggi. Kemudian ia menjabat  sebagai pemimpin. Lalu dinamakan Al-Abbadiyyah.
Kemudian Ziyad mengangkat Al-Mundzir bin Al-Jarud Al-Abdi, yang mendapat julukan Abu Al-Asy’ats sebagai walikota benteng India. Lalu ia melancarkan serangan ke Al-Buqan. Pasukan umat Islam berhasil meraih kemenangan dan mendapatkan ghanimah. Al-Mundzir juga mengirimakn beberapa datasemen di wilayah mereka dan berhasil menaklukkan Qsaddar dan Spabha. Sebelumnya Sinan telah berhasil menaklukkannya akan tetapi penduduk melanggar perjanjian damai dan di sanalah ia meninggal dunia.
Kemudian Ubaidillah bin Ziyad bin Hura  Al-Bahili, hingga Allah berkenan membukakan negeri itu melalui tangannya. Di sana ia bertempur dengan sengit dan berhasil meraih kemenangan dan ghanimah. Sejumlah orang berkata : “Sesungguhnya Ubaidillah bin Ziyad mengangkat Zinan bin Salamah. Sedangkan Hura memimpin salah satu bgrigadenya.
Penduduk Al-Buqan pada masa sekarang muslim. Imran bin Musa bin Yahya bin Khalid Al-Barmaki membangun sebuah kota di sana yang dinamakannya Al-Baidha. Peristiwa itu terjadi pada masa kekhalifahan Al-Mu’tashim Billah.
Ketika Al-Hajjaj bin Yusuf bin Al-Hakam bin Abu Uqail Ats-Tsaqafi sebagai gubernur Irak,maka ia mengangkat Sa’id bin Aslam bin Zar’ah Al-Kalbi sebagai walikota Makran dan benteng tersebut. Kemudian Muawiyah dan Muhammad yang keduanya merupakan putra Al-Harits dari Bani Al-Alaf, memberontaknya dan berhasil dibunuhnya. Kedua tokoh dari Bani Alaf ini pun menguasai benteng tersebut. Nama Alaf sendiri adalah rabban bin Hilwan bin Imran bin Al-Haf bin Qudha’ah, yang dikenal dengan Abu Jarm.
Kemudian Al-Hajjaj bin Yusuf mengangkat Maja’ah bin Sa’r At-Tamimi sebgai walikota benteng tersebut. Lalu Maja’ah melancarkan serangan dan berhasil mendapatkan banyak ghanimah. Lalu sejumlah kelompok menaklukan Qandabil. Penaklukkan dilanjutkan oleh Muhammad bin Guendabil. Maj’ah meninggal dunia setelah satu tahun di Makran.
Setelah itu, Al-hajjaj bin Yusuf mengangkat Muhammad bin Harun bin Dzira’ An-Nimri. Penguasa Island Sapphire (Pulau Yaqut) memberikan hadiah kepada Al-Hajjaj pada msa pemeritnahannya berupa beberapa perempuan yang terlahir di negerinya dan muslim. Sedangkan ayah mereka meninggal dunia ketika berniaga. Penguasa tersebut ingin mendekatkan dirinya dengan Al-Hajjaj melalui perempuan-perempuan itu. Akan tetapi kapal yagn mengangkut mereka dibajak oleh sejumlah orang dari Mead Ad-daibul di Bawarij. Mereka merampas kapal tersebut beserta isinya. Kemudian salah seorang dari perempuan-perempuan itu – dari Bani Yarbu’ bersertu, “Ya, aku penuhi panggilanmu.” Kemudian Al-Hajjaj menugakan dahir untuk meminta pembebasan perempuan-perempuan tersebut. Ia ebrkata, “Mereka dibajak oleh para pencuri, sehingga aku tidak mampu membebaskannya.”
Akhirnya Al-Hajjaj bin Yusuf menugaskan Ubaidillah bin Nabhan Al-Daibul untuk menyerang mereka, namun ia terbunuh. Kemudian Al-Hajjaj berkirim surat kepada Budail bin Thahfah Al-Bajali yang berada di Omman, yang intinya memerintahkannya untuk bergerak ke Ad-Daibul. Ketika berhadapan dengan mereka, maka kudanya melarikan diri sehingga ia terkepung oleh musuh dan terbunuh.
Sebagian dari mereka berkata : “Ia dibunuh oleh Zuthth Al-Badabah”.
Perawi melanjutkan ceritanya, “Kepulauan ini dinamakan Pulau Sapphire karena pesona kecantikan kaum perempuannya. Setelah itu, Al-Hajjaj bin Yusuf mengangkat Muhammad bin Al-Qasim bin Muhammad bin Al-Hakam bin Abu Uqail pada masa pemerintahan Al-Walid bin Abdul Malik. Kemudian ia menyerang As-Sind. Muhammad bin Al-Qasim ketika itu berada di Persia. Ia memerintahkannya untuk bergerak menuju Ar- Rayy. Komandan militer pasukan bagian depan adalah Abu Al-Aswad Jahm bin Zahr Al-Ja’fi. Akan tetapi ia diminta kembali dan diangkat sebagai walikota benteng As-Sind.
Sebanyak enam ribu pasukan dari Syam bergabung dengannya ditambah sejumlah orang dari daerah lain. Ia melengkapinya dengan berbagai peralatan yang dibutuhkan seperti jarum dan jala, seraya mengintruksikan untuk menetap di Shiraz hingga kawan-kawannya menemuinya dan memenuhi apa yang dijanjikan kepadanya.
Al-Hajjaj bin Yusuf memasukan kapas yang sudah dibusar. Lalu dicdelupkan dalam cuka anggur halus, kemudian dikeringkan di bawah naungan, seraya berkata : “Jika kalian telah berada di As-Sind, maka di sana tidak banyak cuka. Karena itu, celupkan kapas ini dalam air. Lalu masaklah dan buatlah sebagai olesan.
Dikatakan bahwa ketika Muhammad berada dalam benteng, maka ia berkirim surat yang isinya mengeluhkan tentang sulitnya mendapatkan cuka. Lalu dikirimkanlah kapas yang telah dicelupkan ke dalam cuka.
Kemudian Muhammad bin Al-Qasam bergerak menuju Makran dan menetap di sana selama beberapa hari. Kemudian datang ke Guensbor dan berhasil menaklukannya. Kemudian datang ke Ermail dan berhsil menaklukannya. Muhammad bin Harun bin Dzira’ bertemu dengannya. Ia pun bergabung dengannya dan ebrangkat bergerak bersamanya. Lalu meninggal di dekatnya dan dimakamkan di Qunbul.
Muhammad bin Al-Qasim kemudian bergerak dari Ermail bersama Jahm bin Zahr al-Ja’fi. Ia sempat di Ad-Daibul pada hari jum’at dengan membawa kapal-kapal perang yang komplit dengan para personil dan persenjataan serta berbagai piranti lainnya. Kemudian menggali lobang ketika singgah atau beralbuh di Ad-Daibul lalu memusatkan tombak-tombak yang dibawanya dalam lobang galiannya, menyebarkan bendera, membagi prajurit sesuai dengan panji-panji mereka, memasang manjaniq yagn dikenal dengan sebutan Al-Arus yang dilengkapi dengan limaratus orang.
Di Ad-Daibul terdapat sebuah Badd atau mercusuar besar dan dilengkapi dengan tiang kapal yagn panjang. Di atas tiang terpasang sebuah bendera berwarna merah, yagn jika terkena angin maka akan mengelilingi kota karena berputar. Al-Badd menurut mereka adalah sebuah mercusuar besar yang dibangun sebagai jimat. Di dalamnya terdapat sebuah patung mereka atau patung-patung dari roang-orang yang mereka idolakan. Terkadang patung tersebut terdapat di dalam mercusuar. Segala sesuatu yagn mereka skralkan dan mereka puja disebut Badd. Patung juga dalam kategori badd.
Surat-surat Al-Hajjaj sampai kepada Muhammad, dan surat-surat atau jawaban Muhammad juga sampai kepada Al-Hajjaj yang menjelaskan situasi yagn dihadapinya dan permintaan pendapatnya atas apa yang dilakukannya setiap tiga hari sekali. Pada suatu kesempatan, surat Al-Hajjaj bin Yusuf sampai kepada Muhammad, yang isinya : “Pasanglah Al-Arus (manjaniq) dan juga yagn lebih kecil darinya. Kemudian undanglah operatornya dan perintahakn agar fokus dalam membidik sasaran terhadap tiang panjang sebagaimana yang telah kamu jelaskan kepadaku. Kemudian tiang panjang itupun ditembak dengan manjaniq hingga patah dan mengakibatkan mitos-mitos kekufuran semakin mencekap pikiran mereka. Kemudian Muhammad menyerang mereka karena emreka juga keluar menyerangnya. Muhammad berhasil mengalahkan mereka dan memukul mundur ke tempat masing-masing. Lalu ia memerintahkan diambilnya tangga-tangga dan dipasang di sisi dinding benteng. Beberapa personil pasukannya pun memanjatnya. Perwira pertama yagn memanjat tangga tersebut adalah seorang lelaki dari Murad dari Kufah. Akhirnya Muhammad berhasil menaklukkan benteng tersebut setelah melalui perang sengit.
Muhammad bin Al- Qasim menetap di sana selama tiga hari berperang dengan penghuninya. Kaki tangan Dahir melarikan diri darinya. Muhammad juga membunuh Sadan penjaga rumah dewa-dewa mereka. Muhammad merencakan oenepatan umat Islam di sana membangun sebuah masjid serta melengkapinya dengan empat ribu personil pasukan.
Muhammad bin Yahya berkata : “Manshur bin Hatim An-nahwi bekas sahaya keluarga Khalid bin Usaid bercerita kepadaku, ia berkata : “ia meliaht tiang pancang yagn dipasang di dekat mercusuar yang dikeramatkan patah, dan bahwa Anbasah bin Ishaq Adh-Dhabbi pejabat daerah yagn dipercaya memimpin As-Sind pada masa kekhalifahan Al-Mu’thasim Billah menghancurkan bagian atas mercusuar tersebut. Lalu mulai renovasi ktoa dengan memasang kembali bebatuan yang runtuh dari mercusuar tersebut. Akan tetapi sebelum proyek tersebut berhasil diselesaikan, ia diberhentikan. Selanjutnya, ia digantikan oleh Harun bin Abu Khalid Al-Marurudzi. Namun ia terbunuh di sana.”
Mereka berkata : “Muhammad bin Al-Wasim datang ke Nairuwan. Penduduknya mengutus orang-orang Sumnan atau Simnan untuk menghadap kepada Al-Hajjaj bin Yusuf untuk berdamai. Kemudian mereka mempersilahkan Muhammad di Al-Alufah dan mempersilahkannya memasuki kota mereka dan memenuhi perdamaian yang mereka janjikan. Muhammd tidak melewati suatu kota kecuali menaklukkannya hingga menyeberangi sebuah sungai sebelum sungai Mehran. Kemudian sekelompok orang Sumnan atau Simnan menemuinya dan berdamai dengannya bagi roang-orang di belakang mereka. Ia pun menugaskan seseorang mengumpulkan pajak atas mereka. Kemudian ia bergerak menuju Sahyan dan berhasil menaklukkannya.
Perjalanan dilanjutkan menuju Mehran dan singga di pertengahannya. Pergerakan ini diketahui Dahir, sehingga ia pun bersiap menyerangnya. Muhammad bin Al-Qasim  menugaskan Muhammad bin Mush’ab bin Abdurrahman Tas-Tsaqafi ke Sadusan dengan pasukan berkuda dan keledai. Kemudian para penduduknya meminta berdamai dan jaminan keamanan, serta menunjuk penengah antara dirinya dengan mereka dari As-Samaniyah. Ia pun bersedia memberikan perlindungan kepada mereka lalu mengangkat seorang pemungut pajak atas mereka dan mengambil satu jaminan dari mereka.
Empat ribu ornag  Az-Zuthth bergerak mendekati pasukan Muhammad sehingga mereka pun bergabung dengan Muhammad. Ia mengangkat seseorang sebagai walikota Sadus. Kemudian Muhammad menggunakan taktik untuk dapat menyeberangi sungai Mehran hingga akhirnya berhasil menyeberanginya ke sebuah daerah dekat Rasil Penguasan Qishshah dari India di atas sebuah jembatan yang dibuatnya.
Dahir meremehkannya dan tida memperdulikannya. Muhammad bersama pasukan umat Islam menghadapinya, ketika Dahir sedang berada di atas seekor gajah dan dikelilingi pasukan gajah serta didampingi At-Takakirah hingga terjadilah pertempuran sengit yang belum pernah terjadi atau didengar sebelumnya. Akhirnya Dahir melarikan diri bersama Qa’il. Dahir berhasil dibunuh menjelang sore harinya sehingga menyebabkan pasukan orang-orang musyrik itu mudah dikalahkan. Pasukan umat Islam membunuh mereka di manapun mereka berada. Pembunuhnya menurut riwayat Al-Madaini adalah seorang lelaki dari Bani Kilab.”
Manshur bin Hatim bercerita kepadaku, ia berkata : “Dahir, yang membunuhnya adalah Mushawwiran di Brush. Budail bin Thahfah adalah juru gambar di Qond, dan dimakamkan di Ad-Daibul.
Ali bin Muhammad AL-Madaini bercerita kepadaku dari Abu Muhammad Al-Hindi dari Abu Al-Fajr, ia berkata : “Ketika Dahir terbunuh, Muhammad bin Al-Qasim berhasil menguasai wilayah As-Sind.”
Ibnu Al-Kalbi berkata : “Pembunuh Dahir adalah Al-Qasim bin Tsa’labah bin Abdullah bun Hushn Ath-Tha’i.
Mereka berkata : “Muhammad bin Al-Qasim berhasil menaklukkan Ruwar setelah melalui pretempuran sengit. Di tengah inilah istri Ruwar tinggal, dan ia merasa khawatir jika di bawa sehingga memutuskan untuk membakar dirinya dan beberapa pelayannya serta seluruh harta bendanya.
Setelah itu, Muhammad bin Al-Qasim melanjutkan perjalanan menuju Brahmanabadz yang antik, yang berjalarak dua farsakh dari Al-manshurah. Al-Manshurah ketika itu belum terbentuk melainkan tempatnya yang berupa hutan rimba. Pelarian Dahir di Brahmanabadz ini. Lalu mereka memeranginya dan berhasil membunuhnya. Kemudian Muhammad bin Al-Qasim menaklukkan secara paksa yang menewaskan delapan ribu pasukan.
Adapula yang menyatakan dua puluh lima ribu. Di sana ia mengangkat walikotanya. Tempat itu pada masa sekarang telah menjadi puing-puing reruntuhan.
Muhammad bin Al-Qasim terus bergerak menuju Ar-Rur dan baghrur. Penduduk Saudnry menemuinya dan meminta jaminan keamanan dan perlindungan kepadanya. Muhammad bin Al-Qasim mengharuskan mereka menerima kedatangan pasukan umat Islam dan menunjukkan jalan. Penduduk Saudnry pada masa sekarang memeluk Islam.
Perjalanan dilanjutkan menuju Basmd dan penduduknya berdamai sebagaimana perdamaian yagn ditandatangi penduduk Saudnry. Muhammad bin Al-Qasim mengakhiri perjalananya di Ar-Ruru, yang merupakan slah satu kota As-Shind, yang terletak di sebuah pegunungan. Ia memblokade wilayah tersebut selama beberapa bulan hingga berhasil menaklukkan dengan damai, dengan larangan memerangi mereka dan tidak pula menganggu Al-badd atau tempat yang mereka keramatkan. Tempat-tempat yagn dikeramatkan statusnya sama dengan gereja orang Kristen, sinagog orang Yahudi, dan Rumah Api Majusi.
   Muhammad bin Al-Qasim juga menerapkan pajak atas wilayah Ar-Rur. Muhammad bin Al-Qasim juga membangun sebuah masjid. Muhammad bin Al-Qasim melanjutkan perjalanan menuju As-Sakkah, yaitu sebuah kota sebelum Piyas dan berhasil menaklukkannya.
As-Sakkah pada masa sekarang sudah menjadi puing-puing reruntuhan.
Perjalanan dilanjutkan menuju Al-Maltan melalui sungai Piyas. Penduduk Al-Maltan melakukan perlawanan terhadap Za’idah bin Umair Ath-Tha’i bertempur secara totoal hingga berhasil mengalahkan orang-orang musyrik hingga memeaksa mereka pun masuk kota.
Muhammad bin Al-Qasim memblokade mereka selama beberapa lama hingga menyebabkan pasukan kehabisan logistik. Akhirnya, mereka kehausan. Kemudian seorang lelaki menemui mereka untuk menunjukkan kepada mereka sumber air yang dapat diminum. Mata air ini mengalir dari sungai Basmd lalu mengalir ke sebuah tempat penampungannya seperi kolam di kota, dan mereka menamainya Al-Ballah. Lalu melubanginya. Ketika mereka kehausan maka, mereka bersedia turun dan menerima keputusan. Muhammad bin Al-Qasim membunuh orang-orang yang melawan dan menahan putri-putrinya, serta menahan para penjaga tempat keramat mereka yang berjumlah sebanyak enam ribu orang. Pasukan umat Islam mendapatkan emas dalam jumlah yang banyak. Kemudian harta tersebut dikumpulkan di sebuah rumah, di mana sepuluh hasta diamsukkan ke dalam tempat berkapasitas delapan hasta seraya melemparkan apa yang dibawanya melalui sebuah jendela kecil di atapnya.
Kemudian benteng tempat penyimpanan emas ini dinamakan Al-Millatan. Al-Fajr di sini maksudnya adalah benteng. Al-Millatan merupakan tempat yang sakral, di mana banyak harta diserahkan ke sana dan juga mereka yang bernadzar. Penduduk Sind juga berziarah ke sana dan mengelilinginya. Mereka juga mencukup kepala dan janggutnya di hadapannya. Mereka meyakini bahwa sebuah patung yang terdapat did alamnya merupakan tempat menitisnya ruh Ayyub sahabat Rasulullah.”
Mereka berkata , “Al-Hajjaj mencermati pembayaran upeti. Ternyata ia telah menafkahkan sebanyak enam puluh juta dirham kepada Muhammad bin Al-Qasim dan yang diserahkan kepadanya sebanyak 120 juta dirham. Lalu ia berkata : “Kemarahan kita telah terpenuhi dan kita mendapatkan hasilnya. Kita mendapatkan tambahan enam puluh juta dirham dan kepala Dahir.” Al-Hajjaj bin Yusuf meninggal dunia. berita tentang kematiannya di dengan pula oleh Muhammad bin Al-Qasim. Muhammad segera memutuskan untuk kembali dari Al-Maltan menuju Ar-Rur dan Baghrur, yang telah ditaklukkannya. Ia memberikan bagian kepada orang-orang. Lalu mengirimkan sebuah pasukan, akan tetapi tidak terjadi perang dengan mereka dan memilih tunduk dan patuh. Penduduk Sarsat menyerah kepadanya, dan sekarang menjadi tempat berperang penduduk bashrah, dan dihuni suku Al-Mead yang pekerjaannya adalah mengarungi samudra.
Kemudian Muhammad bn Al-Qasim melanjutkan perjalanan menuju Al-Kirj. Di sana ia dihadang oleh Dauhar dan menyerangnya. Akan tetapi musuh dapat dikalahkan. Dauhar sendiri melarikan diri. Adapula yang mengatakan bahwa Dauhar terbunuh. Akhirnya penduduk kota tersebut menerima keputusan Muhammad bin Al-Qasim, yang memutuskan untuk membunuh yang melawan dan menahan putra-putri mereka.
Al-Walid bin Abdul Malik meninggal dunia dan pemerintahan diganti oleh Sulaiman bin Abdul Malik. Kemudian Sulaiman bin Abdul Malik mengangkat Shaleh bin Abdurrahman sebagai penarik pajak di Irak. Sulaiman mengangkat Yazid bin Abu Kabashah As-Saksaki sebagai walikota Sind. Kemudian ia mengakap Muhammad bin Al-Qasim dan memborgolnya bersama Muawiyah bin Al-Muhallab.
Penduduk India menangis karena kehilangannya. Dan  mereka pun membuatkan patungnya di Al-Kirj. Lalu Shaleh bin Abdurrahman memenjarakannya di Wasth.
Shaleh menyiksanya bersama beberapa orang dari keluarga Abu Uqail hingga menewaskannya. Sebelumnya Al-Hajjaj bin Yusuf telah membunuh Adam Saudara Shaleh. Ia mengikuti keyakinan kaun Khawarij.
Yazid bin Abu Kabsyah meninggal dunia setelah delapan belas hari tiba di Sind. Kemudian Sulaiman bin Abdul Malik mengangkat Hubab bin Al-Muhallab sebagai komandan militer untuk menyerang Sind. Hubab bin Al-Muhallab pun sampai ke Sind. Para penguasa India telah kembali ke wilayah kekuasaan masing-masing. Jaisiyah bin Dahir kembali ke Barahmanabadz. Hubab bin Maslamah singgah di pesisisr Mehran. Penduduk A-Rur menyatakan loyalitas mereka kepadanya. Lalu ia menyerang suatu kaum dan berhasil mengalahkan mereka.
Setelah Sulaiman bin Abdul Malik meninggal dunia, Kekhalifahan pun di jabat oleh Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz yang menggantikannya. Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz segera berkirim surat kepada para penguasa untuk menyerukan  mereka kepada Islam dan tunduk kepada pemerintahannya, dengan menetapkan kekuasaan mereka di wilayah masing-masing. Mereka mempunyai hak dan kewajiban, sebagaimana hak dan kewajiban yang diamanatkan kepada umat slam pada umumnya. Mereka sebelumnya telah mendengar sikap dan perilaku Umar bin Abdul Aziz dean segala kelebihannya. Karena itulah, maka Jaisiyah dan sejumlah penguasa lainnya mengubah nama-nama mereka dan menggantikannya dengan nama-nama Arab.
Amr bin Muslim Al-Bahili merupakan walikota Umar bin Abdul Aziz atas benteng tersebut. Ia menyerang sebagian wilayah India dan berhsil memenangkan peperangan. Bani Al-Muhallab melarikan diri ke Sind pada masa pemerintahan Yazid bin Abdul Malik. Ia menugakan Hilal bin Ahvaz At-Tamimi kepada mereka. Ia berhadapan dengan mereka dan membunuh Mudrik bin Al-Muhallab di Qandabil. Al-Mufadhdhal,  Abdul Malik, Ziyad, Marwan, dan Muawiyah membunuh Al-Muhallab. Sedangkan Muawiyah bin Yazid membunuh yang lain.
Al-Juanid bin Abdurrahman Al-Mari menjabat sebagai walikota beneteng Sind di bawah pemerintahan Umar bin Hubairah Al-Fazari, kemudian ia mengangkat Hisyam bin Abdul Malik sebagai walikotanya. Ketika Khalid bin Abdullah Al-Qusari menjabat sebagai Gubernur Irak, maka Hisyam bin Abdul Malik berkirim sruat kepada Al-Junaid bin Abdurrahman yang isinya menginstruksikannya untuk terus berkorespondensi dengannya. Lalu Al-Junaid samai di Ad-Daibul dan singgah di pinggiran kota Mehran. Akan tetapi Jaisiyah mencegahnya menyeberang seraya berkirim surat kepadanya : “Sesungguhnya aku telah masuk Islam dan aku diangkat oleh seorang pejabat yang saleh untuk memimpin daerahku. Dan aku tidak mempercayaimu.” Lalu ia menyerahkan jaminan kepadanya dan ia pun mengambilnya serta mengambil pajak atas wilayanya. Keduanya saling mengembalikan jaminan. Al-Junaid menganggap Jaisiyah telah kafir dan ia memeranginya. Dikatakan pula bahwa ia tidak diserang melainkan Al-Junaid melakukan kejahatan terhadapnya dengan membunuhnya. Lalu Jaisiyah datang ke India untuk memobilisasi massa dan mempersiapkan kapal-kapal untuk persiapan perang. Al-Juanid mengejarnya ke sana menggunakan kapal-kapal perangnya. Mereka bertemu di daerah sungai di bagian timur. Lalu Jaisiyah ditangkap dan di tawan karena kapalnya menyimpang, Al-Junaid pun membunuhnya.
Dahrasiyah bin Dahir melarikan diri dan ingin menuju Irak untuk mengadukan tentang penghianatan Al-Juanid. Al-Junaid berupaya menenangkannya hingga ia berpura-pura berjabat tangan, lalu membunuhnya. Al-Junaid menyerang Al-Kirj yang telah melanggar perjanjian damai. Al-Junaid menggunakan kambing yang suka menanduk untuk menghancurkan pagar kota dengan menandukannya berulang-ulang hingga menimbulkan lobang danrekahan. Ia memasukinya dengan paksa, membunuh dan menahan, serta mendapatkan banyak ghanimah. Kemudian ia menugaskan sejumlah utusan ke Marmad, Al-Mindil, Dahnaj, Brush. Al-Junaid berkata : “Pembunuhan ketika keterputusasaan jauh lebih besar dosanya dibandingkan dalam kesabaran.”
Al-Junaid mengirimkan sebuah pasukan ke Azin. Ia menugaskan Hubaib bin Murrah untuk memimpin sebuah pasukan ke wilayah Al-Maliyah. Mereka menyerang Ain dan Baharmand serta membakar bagian pinggirnya. Al-Junaid berhasil menaklukkan Al-Baliman dan Al-Juzur. Di rumahnya ia mendapatkan empat puluh juta dirham dan jumlah yang sama diserahkan kepadanya, di luar pemberian para pengunjungnya.
Kemudian Al-Junaid mengangkat tamim bin Zaid Al-Utbi. Namun ia sosok yang lemah dan tidak memiliki semangat, hingga akhirnya meninggal dunia dekat Ad-daibun di sebuah mata air bernama <a’ Al-Jawamis. Dinamakan Ma’ Al-Jawamis karena kerbau-kerbau itu menyebabkan banyak lalat hijau terbang ke pinggiran Mehran. Tamim bin Zaid merupakan orang yang paling dermawan di kalangan masyarakat Arab. Di Baitul Mal di Sind terdapat delapan belas juta dirham. Ia segera ke sana.
Dalam kemiliteran, terdapat seorang pemuda dari Yarbu’ yang nampak menonjol bersamanya bernama Khunais. Ibunya berasal dari Thayyi’, ia pergi ke India bersamanya dan menemui Al-Furzadeq seraya meminta agar mencatatnya masuk dalam daftar Tamim dalam tulisannya. Akan tetapi ia tidak tahu, siapa nama pemuda tersebut, apakah Hubaisy ataukah Khunais. Karena itu, ia memerintahkan untuk mengunci semua orang yang namanya sama dengan tulisan ini.
Pada masa pemerintahan Tamim, umat Islam keluar dari India dan menolak singgah di sana sehingga mereka tidak kembali karena tujuan ini. Kemudian Al-Hakam bin Uwwanah Al-Kalbi menjabat sebagai walikotanya, di mana penduduk India memberontak kecuali penduduk Qishshah, sehingga ia melihat bahwa umat Islam tidak aman untuk tinggal di antara mereka. Karena itu, ia memutuskan untuk membangun sebuah kota di seberang danau dekat India, yang dinamakan Al-Mahfuzhah. Kota ini menjadi tempat berlindung mereka dan ia pun memakmurkannya. Kepada tokoh-tokoh Kalb dari pendjuduk Syam, ia berkata : “Menurut kalian, apa nama yang pantas untuk kota ini?” di antara mereka berkata : “Damaskus.” Sebagian lagi berkata : “Homs.” Salah seorang dari mereka mengusulkan, “Namailah Tduammar”. Ia berkata : “Wahai orang bodoh, semoga Allah membinasakanmu. Aku akan memberi nama Al-Mahfuzhah.” Ia pun singgah di sana.
Amr bin Muhammmad bin Al-Qasim menjabat sebagai kepala pemerintahan, sehingga ia mendapat tugas dan tanggungjawab yang penting. Kemudian ia melakukan serangan dari Al-Mahfuzhah. Ketika sampai di sana dan berhasil menaklukkan daerah tersebut serta menguasai keadaan, maka ia membangun sebuah kota dekat danau yang dinamakan Al-Manshurah. Inilah tempat yang sekarang banyak disinggahi para pekerja. Pemerintahan pun dirampas dari tangan-tangan musuh yang berhasil mereka kalahkan dan orang-orang menerima pemerintahannya. Khalid berkata : “Sungguh aneh, aku mengangkat seorang pemuda Arab lalu ditolak – maksudnya, Tamim, namun ketika kau mengangkat orang yang paling bakhil, maka diterima.”
Kemudian pemerintahan di sana dibubarkan dan para pekerja menyerang musuh dan mengambil segala sesuatu yang bisa mereka ambil. Mereka juga berhasil menaklukkan wilayah yang penduduknya melanggar perjanjian damai.
Pada rezim pertama pemerintahan Al-Mubarakah (Dinasti Abbasiyah), Abu Muslim mengangkat Abdurrahman bin Muslim Mughlis Al-Abdi sebagai walikota benteng Sind, lalu menyerang Thakharistan. Perjalanan dilanjutkan hingga bertemu dengan Manshur bin Jumhur Al-Kalbi yang berada di Sind. Al-Manshur menghadapnya dan membunuhnya serta mengalahkan pasukannya.
Ketika Abu Muslim mendengar informasi tersebut, maka ia menugaskan Musa bin Ka’ab At-Tamimi untuk dikirim ke Sind. Sesampai di sana, maka antara dirinya dengan Manshur bin Jumhur terpisahkan wilayah Mehran. Kemudian keduanya saling berhadapan hingga Musa bin Ka’ab mengalahkan Manshur bin Jumhur bersama pasukannya. Musa juga berhasil membunuh Manzhur saudaranya. Manshur bin Jumhur sendiri bisa melarikan diri hingga tersesat di padang pasir dan meninggal di sana karena kehausan. Musa bin Ka’ab menjabat sebagai walikota Sind dan merenovasi Al-Manshurah, menambah jumlah masjid, dan memperluas daerah penaklukan.
Amirul Mukminin Al-Manshur mengangkat Hisyam bin Amr At-Taghlabi sebagai walikota Sind dan berhasil menaklukkan daerah yang tertutup. Ia juga menugaskan Amr bin Jamal dengan membawa mercusuar ke Narand dan kemudian ke India. Ia berhasil menaklukkan Kashmir dan mendapatkan banyak tawanan dan budak. Ia juga berhasil menaklukkan Maltan. Di Qandabil terdapat sejumlah orang yang tersingkirkan dari Arab dan ia pun mengusir mereka darinya. Kemudian sampai di Qandahar dan membawa kapal dan menaklukkannya. Ia menghancurkan Badd dan membanguns ebuah masjid di bekas reruntuhannya. Para penduduk mendapatkan keberkahan atas kehadirannya. Menguasai benteng, dan mengendalikan segala urusannya. Kemudian benteng Sind dipimpin oleh Umar bin Hafsh bin Utsman Hazzar Marad lalu dilanjutkan Dawud bin Yazid bin Hatim. Ia dibantu oleh Abu Ash-Shammah, yang merupakan bekas sahaya Al-Kindah.
Situasi dan kondisi benteng tersebut terus stabil hingga dipimpin oleh Bisiyr bin Dawud pada masa pemerintahan Khalifah Al-Makmun. Ia mengadakan perlawanan dan pemberontakan. Amirul Mukminin Al-Makmun segera menugaskan Gassan bin Abbad yang merupakan salah seorang tokoh dari penduduk Sawad Kufah. Bisyr keluar menghadapinya hingga sampai di Madinah As-Salam. Ghassan bin Abbas menugaskan Musa bin Yahya bin Khalid bin Barmak untuk menjaga benteng. Ia berupaya membunuh Raja Balah penguasa Timur. Sang Raja menyerahkan uang sebesar seratus ribu dirham agar tidak dibunuh. Balah ini sebelumnya membelot melawan Ghassan dan berkirim surat kepadanya agar menghadirkan pasukannya di antara para penguasan yang hadir. Akan tetapi ia menolak. Musa bin Ka’ab meninggalkan jejak dan peninggalan yang baik, dan ia meninggal tahun 21 Hijriyah.
Musa bin Ka’ab digantikan oleh putranya bernama Imran bin Musa. Kemudian Amirul Mukminin Al-Mu’tashim Billah mengeluarkan dekrit pengangkatan Imran sebagai walikota benteng tersebut. Kemudian Imran menyerang Al-Qaiqan dan mereka adalah orang-orang Az-Zuth. Mereka saling menyerang hingga ia berhasil mengalahkan mereka. Lalu ia membangun sebuah masjid yang dinamakan Al-Baidha’, dan digunakan untuk menempatkan pasukan  militer. Lalu ia menuju Al-Mashurah dan dilanjutkan ke Qandabil, yaitu sebuah kota di pegunungan. Di sana terdapat orang yang tersingkirkan bernama Muhammad bin Al-Khalil. Mereka menyerangnya dan ia berahasil menaklukkannya. Para pemimpinnya di bawa menuju Qashdar. Kemudian penaklukan dilanjutkan menuju Mead dan berhasil membunuh tiga ribu prajuritnya.
Imran membuat pangkalan militer di tepi sungai Ar-Rur. Lalu menyerukan kepada Az-Zuth yang ada di dekatnya. Kemudian mereka pun menghadap kepadanya. Lalu ia menyetempel tangan-tangan mereka, menerapkan upeti kepada mereka, dan memerintahkan setiap orang dari mereka mempunyai seekor anjing hingga seekor anjing harganya mencapai lima puluh dirham. Lalu ia menyerang Al-Mead bersama tokoh-tokoh terkemuda Az-Zuth. Salah satu cara untuk memperoleh kemenangannya adalah dengan mengaliri sungai mereka dengan air laut sehingga airnya menjadi asin, barulah ia melancarkan serangan terhadap mereka.
Laluterjadilah huru-hara dan konflik sekterian yang terjadi antara An-Nazzariyah dan Al-Yamaniyah. Imran lebih memihak kepada Al-Yamaniyah. Kemudian Umar bin Abdul Aziz Al-Hubari bergerak ke sana lalu ia membunuhnya ketika menyerang. Kakek Umar ini merupakan salah satu orang yang datang ke Sind dan menduduki jabatan di pemerintahan bersama Al-Hakam Uwwanah Al-Kalbi.
Manshur bin Hatim bercerita kepadaku, ia berkata : Al-Fadhl bin Haman bekas sahaya Bani Samah berhasil menaklukkan Sind dan menguasainya. Ia mengirimkan seekor gajah dan penulisnya kepada Al-Makmun, seraya mendoakannya di masjid raya yang menjadi tempat singgahnya. Ketika meninggal, maka Muhammad bin Al-Fadhl bin Haman menggantikan kedudukannya. Lalu ia bergerak membawa tujuh puluh mercusuar ke Mead India hingga berhasil membunuh banyak orang dari mereka dan menaklukkan Vali. Kemudian ia kembali ke Sind yang sudah dikuasai saudaranya bernama Haman bin Al-Fadhl. Lalu ia berkorespondensi dengan Amirul Mukminin Al-Mu’tashim Billah dan menghadiahkan sebuah pakaian luar yang panjang berwarna hijau, yang belum pernah ada sebelumnya, baik dari segi besar maupun panjangnya.
Indi ketika itu berada di bawah pemerintahan Saudaranya. Lalu mereka menyerangnya dan berhasil membunuh dan menyalib saudaranya itu. Kemduain  India mengalahkan Sindan dan mereka membiarkan masjidnya untuk umat Islam. Di sana mereka berkumpul dan mendoakan Sang Khalifah.”
Abu Bakar bekas sahaya Bani Al-Kuraiz bercerita kepadaku, ia berkata, “Bahwa senegeri bernama Al-Asifan yang terletak di antara Kashmir. Maltan dan Kabul, mempunyai seorang penguasa yang berpikir logis dan rasional. Penduduk negeri itu terkenal sebagai penyembah berhala, yang dibungkuskan sebuah rumah dan mereka keramatkan. Tiba-tiba putra Sang Raja menderita sakit. Sang Raja segera memanggil para penjaga rumah itu seraya berkata : “Berdoalah kepada patung itu agar berkenan menyembuhkan putraku.”
Mereka menghilang beberapa jam, lalu menghadapnya kembali seraya berkata : “Kami telah mendoakannya dan patung itu telah memberikan jawaban atas permintaan kami. Tidak berapa lama, anak itu meninggal dunia. melihat keadaan tersebut, maka Sang Raja melompat dan menghancurkan rumah berhala tersebut. Ia juga menghancurkan berhalanya dan membunuh para penjaga rumah berhala itu. Kemudian ia mengundang sejumlah pedagang Muslim. Lalu mereka menawarkan tauhid kepadanya. Akhirnya Sang Raja menyatakan ketauhidannya dan masuk Islam. Peristiwa itu terjadi pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Al-Mu’tashim Billah.

Sepanjang, Sidoarjo, 11 Oktober 2018.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar