Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Rabu, 12 Desember 2018

Perang Khandaq (al-Ahzab)


 SIRAH  RASULULLAH

Perjalanan Hidup Manusia Mulia
Syekh Mahmud Al-Mishri
Bab : PERANG KHANDAQ (AL-AHZAB)
Penerjemah : Kamaluddin Lc., Ahmad Suryana Lc., H. Imam Firdaus Lc., dan Nunuk Mas’ulah Lc.
Penerbit : Tiga Serangkai
Anggota IKAPI
Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Al-Mishri, Syekh Mahmud
Sirah Rasulullah – Perjalanan Hidup Manusia Mulia/Syekh Mahmud al-Mishri
Cetakan : I – Solo
Tinta Medina 2014

Alangkah miripnya peristiwa ini dengan yang telah berlalu.  .... kelompok-kelompok yang berada di sekitar Rasullah saw berkumpul menginginkan untuk mencabut  Islam dan kaum muslimin yang menjadi momok bagi mereka. Hari ini kembali mereka berkumpul untuk menghancurkan kaum muslimin, tetapi, “.... Mereka membuat tipu daya.” (QS al-Anfal (8) : 30). “Padahal Allah mengepung dari belakang mereka (sehingga tidak dapat lolos).” (QS al-Buru (85( : 20).

Mengapa Dinamakan Khandaq atau al-Ahzab?

Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, perang ini dinamakan Khandaq (parit) karena adanya penggalian parit di sekeliling Madinah atas perintah Rasululah. Salman yang mempunyai ide tersebut, sebagaimana disebutkan oleh para perawi peperangan, di antaranya Abu Ma’syar. Ia berkata, “Salman berkata kepada Nabi saw, “Ketika di Persia, kami dikepung, lalu membuat parit di sekitar kami.” Kamudian Nabi saw memerintahkan untuk menggali parit di sekitar Madinah. Beliau berdiri turun bekerja ke lapangan untuk menyemangati kaum muslimin. Mereka segera mengerjakannya hingga selesai. Kaum musyrikin datang dan mengepung mereka.
Adapun dinamakan dengan al-Ahzab (kelompk/golongan) karena kelompk-kelompok mustrikin bersepakat untuk memerangi kaum muslimin. Mereka adalah Qurasy, Ghathafan, dan Yahudi yang mendukung mereka. Allah menuturkan peristiwa ini pada awal Surat al-Ahzab.
Musa bin  Uqbah dalam al-Maghdzy berkata,, “Hayay bin Akhthab setelah pembunuhna  Bani an-Nadhir pergi ke Makkah menyeru kaum Quraisy untuk memerangi Rasulullah. Lalu, Khanah  bin ar-Rabi’ bin Abu al-Haqiq pergi ke Bani Ghathafar dan memprovokasi mereka untuk memerangai Rasulullah saw dengan iming-iming setengah perolah panen di Khaibar. Kemudian Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah bin Badr al-Fizary menyepakati hal itu. Mereka menulis surat kepada sekutu-sekutu mereka, di antaranya Bani Asad. Kemudian Thalhah bin Khuwailid datang menaati perintah mereka. Abu Sufyan bin Harb pergi bersama pasukan Quraisy dan mereka singgah di Marr azh-Zhahran. Di sanalah orang-orang yang merespons panggilan mereka dari Bani Sulaiman datang menambah jumlah pasukan mereka. Kemudian jumlah mereka pada saat itu sangat besar. Merekalah yang dinamakan Allah SWT, al-Ahzab.

Kapan Terjadi?

Imam Ibnul Qayyim – semgoa Allah merahmatinya – berkata, “Peristiwa ini terjadi pada bulan Syawal tahun 5 H, berdasarkan satu dari dua pendapat yang paling shahih. Sebab, tidak ada perselisihan bahwa Uhud terjadi pada Bulan Syawal tahun 3 H. Kaum musyrikin menjanjikan kaum muslimin untuk bertempur lagi pada tahun mendatang, yaitu tahun 4 H. Namun, mereka mengingkarinya karena paceklik tahun itu dan mereka kembali ke Makkah. Kemudian, pata tahun 5 H, mereka datang untuk memeranginya, ini menurut para ahli sirah dan peperangan.
Adapun Musa bin Uqbah, berbeda pendapat dengan mereka, ia mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada tahun 4 H. Menurut Abu Muhammad bin Hazm, inilah pendapat yang benar yang tidak diragukan. Ia menggunakan hadits Ibnu Umar sebagai buktinya yang disebutkan dalam dua kitab shahih, “Bahwa ia mengajukan dirinya kepada Nabi saw untuk turut pada Perang Uhud, pada saat usianya 14 tahun, tetapi beliau menolaknya. Kemudian pada Perang Khandaq, ia berusia 15 tahun dan Rasulullah mengizinkannya. “ (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, benar adanya bahwa antara Uhud dan Khandaq, hanya setahun perbedaannya.”
Hal ini dapat dijawab dengan dua hal, pertama, Ibnu Umar memberi tahu bahwa Nabi saw menolaknya ketika beliau menganggapnya masih kecil untuk ikut berperang. Dan membolehkannya, ketika ia mencapai umur, yang beliau anggap sesuai. Hal ini tidak menafikan kemungkinan bahwa (Perang Khandaq) terjadi lebih dari setahun atau semacamnya (dari uhuid). Kedua, bisa jadi Ibnu Umar pada Perang Uhud di awal usia 14 tahun dan Perang Khandaq ia berusia 15 tahun akhir.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi pada bulan ke lima. Beliau berkata, “Pendapat inilah yang lebih diandalkan.”

Permulaan Peperangan

Perdamaian dan keamanan kembali. Jazirah Arab tenang setelah sekian banyak peperangan dan pengiriman pasukan yang memakan waktu satu tahun penuh. Hanya saja kaum yahudi – yang telah merasakan berbagai macam penghinaan  dan cercaaan karena penghianatan, konspirasi, dan intrik mereka – tetapi mereka belum juga menyadari kebodohan mereka. Mereka tidak juga rela dan mengambil Ibrah dari apa yang telah menempa mereka karena penghianatan dan konspirasi mereka. Setelah mereka diasingkan ke Kahibar, mereka tetap menanti apa yang akan menimpa kaum muslimin, setelah berbagai peperangan yang terjadi antara kaum muslimin dan paganis. Namun, masa demi masa makin memihak kepentingan kaum muslimin. Malam dan siang berganti, kekuasaan mereka makin membentang, otoritas mereka makin kuat, kaum Yahudi makin terbakar amarahnya. Segera mereka menyusun sebuah konspirasi baru terhadap kaum muslimin. Merek menyiapkan segala sesuatu untuk memberikan puikulan telak bagi kaum muslimin yang akan mematikan, tak ada kehidupan setelahnya.
Kelompok-kelompok kafir sadar bahwa mereka tak akan pernah bisa mengalahkan Islam jika mereka memeranginya sendiri. Mereka mungkin saja dapat mencapai apa yang mereka inginkan jika mereka menjadi satu kekuatan. Pemimpin-pemimpin Yahudi di Jazirah Arab lebih melihat peluang itu daripada yang lain. Mereka pun bersepakat untuk menyatukan Arab melawan Islam dan menghimpun mereka dalam sebuah pasukan yang besar untuk menghadang Muhammad dan para sahabatnya dalam sebuah pertempuran yang dahsyat.

Sebab Terjadinya Perang Khandaq

Penyebab terjadinya Perang Khandaq adalah kaum Yahudi melihat kemenangan kaum musyrikin atas kaum muslim pada Perang Uhud. Mereka juga tahu dengan waktu yang dijanjikan Abu Sufyan untuk memerangi kaum muslimin (lagi). Dan (bahwa) Abu Sufyan telah pergi untuk itu di tahun berikutnya, tetapi ia kembali lagi ke Makkah. Kemudian pemimpin-pemimpin Yahudi, seperti Salam bin Ubay. Dalam bin Musykam, Kinanah, dan lainnya pergi menemui kaum Quraisy di Makkah. Mereka menyeru kaum Quraisy untuk memerangi Rasulullah saw dan menghimpun mereka untuk mengepungnya dan menjajikan mereka dengan kemenangan dari diri mereka sendiri. Kaum Quraisy setuju dengan rencana itu. Mereka pun pergi ke Ghathafan dan menyeru mereka untuk ikut. Mereka pun sepakat ikut. Quraisy pergi dengan 4.000 bala tentara bersama kabilah-kabilah yang mendukung Bani Sulaim di Marr azh-Zhahran, Bani Asad, Fazarah. Asyja, dan Bani Murrah. Bagi Ghathafan dengan panglima mereka Uyainah bin Hishn datang bersatu dengan mereka. Jadi, jumlah kaum kafir di Perang Khandaq mencapai 10.000 orang.

Menggali Khandaq

Rasulullah segara mengadakan majelis permusyawaratan tingkat tinggi yang membahas strategi untuk menjaga seluruh entitas yang ada di Madinah. Setelah diskusi yang ebrlangsung antara para panglima dan cendekiawan, mereka sepakat untuk mengambil ide yang diajukan oleh seorang sahabat yang ahung, yaitu Salman al-Raisy r.a. Salman berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh kami di Bumi Persia. Jika kami dikepung, kami emmbuat parit di sekitar kami.” Strategi ini bijak dan bangsa Arab belum pernah mengenalnya.
Madinah dikelilingi bukit karang, gunung, dan kebun kurma dari setiap sisinya, kecuali utara. Oleh karena itu, Nabi saw sebagai ahli militer yang sangat berpengalaman tahu, bahwa pasukan yang sangat besar itu tak mungkin menyerang Madinah, kecuali dari Utara. Kemudian beliau menggali parit dari atara utara.
Kaum muslimin terus menggali dan menggali. Mereka menggalinya sepanjang hari dan  pulang pada sore harinya kepada keluarga mereka. Hingga parit itu sempurna sesuai dengan yang direncanakan sebelum pasukan pagan yang berjumlah besar itu datang menuju gerbang-gerbang Madinah.
Dari Anas r.a. berkata, “Rasulullah saw keluar menuju parit, ternyata di sana sudah ada kaum Muhajirin dan Anshar yang sedang menggali di pagi hari yang dingin. Mereka tidak memiliki budak yang  bekerja untuk mereka. Ketika beliau melihat keletihan dan kelaparan yang melanda mereka, beliau berdoa, “Wahai Allah, sesungguhnya kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan akhirat, ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin.” Kemudian mereka menjawab :
“Kamilah yang berbaiat kepada Muhammad
Untuk berjihad, kami tidaklah hidup di dunia untuk selamanya.”
Dalam riwayat lain, beliau berkata, “kaum Muhajirin dan Anshar menggali parit sekitar Madinah dan memanggul pasir di atas punggung mereka, lalu mereka berkata :
“Kami yang berbaiat kepada Muhammad
Untuk Islam, kami tidaklah hidup di dunia untuk selamanya.”
Anas berkata, “Nabi saw, bersabda untuk menajwab syair mereka, “Wahai Allah, tidak ada kebaikan, melainkan kebaikan akhirat, berilah keberkahan kepada Anshar dan Muhajirin.”
Anas berkata, “Mereka diberi segenggam gandum. Lali  dimasak dengan lemak yang berbau tak sedap. Lalu, diletakkan di antara mereka yang sedang kelaparan. Kelaparan. Makanan itu seakan menempel di leher dan baunya tidak enak.” (HR Bukhari dan Muslim).
Nabi saw sendiri jgua ikut memanggul pasir – alangkah rendah hatinya beliau.
Dari al-Barra’ bin Azib berkata, “Pada Perang al-Ahzab Rasulullah saw menggali parit. Aku melihat beliau membawa pasir dari parit, sampai debu membuat kulit perutnya terlihat – dan memperlihatkan bulu-bulunya yang lebat. Aku mendengar dia membacakan kata-kata puitis yang disusun oleh Ibnu Rawahak ketika ia membawa pasir itu.
“Duhai Allah, tanpa-Mu kita tidak akan pernah dibimbing
Kami tak pernah bersedekah dan tak mengenal shalat
Maka wahai Allah, turunkan sakinah (ketenangan) kepada kami
Tetapkan kaki kami jika kami bertemu musuh
Karena mereka telah memberontak terhadap kami
Jika mereka menginginkan penderitaan kami
Kami abaikan itu.
Anas berkata, “Nabi saw memanjangkan suaranya pada kata-kata terakhir.” (HR Bukhari dan Muslim).
Membela Islam dan kekhawatiran adanya ujian jika kaum musyrikin memang membuang Rasulullah saw dan sahabatnya menangani tugas berat ini dengan jiwa-jiwa ridha dan rela dengan penderitaan dan kesusahan yang mereka alami.
Jangan pernah menganggap bahwa apa yang dilakukan Rasulullah dalam menggali parit lebih dalam dan memanggul pasirnya merupakan bagian dari pencitraan yang dilakoni dengan baik oleh para pemimpin abad ini. Tidak, tidak sama sekali.
Kejantanan sejati dalam bentuknya yang paling mulia diteladani dari perilaku Rasulullah saw di pertempuran ini.
Keadilan dan persamaanadalah dua asas yang realistis yang muncul dari nilai-nilai dan azaz-azaz Islam secara umum, yang tersurat dan tersirat.
Pembaca akan mendapatkan bahwa Rasulullah saw tidak menyerukan kaum muslimin untuk menggali parit, lalu beliau pergi hanya untuk mengawasi mereka di sebuah Istana yang nyaman, berisitirahat dengan tenang. Beliau tidak jgua datang kepada mereka untuk membunyikan sirine yang meraung-raung, memegang cangkul milik salah seorang dari mereka, lalu ia memukulkannya satu kali di atas tanah, yang menandakan perintah untuk melaksanakan tugas dimulai. Seolah memberi gambaran imajiner kepada mereka bahwa ia bekerja bersama mereka. Kemudian ia melemparkan cangkul itu dan membalikan punggungnya. Lalu, mengambil kembali perhiasannya yang ia letakkan sejenak agar tak berdebu.
Bukan, bukan seperti itu, bahkan Rasulullah ternggelam dalam pekerjaan itu, seperti halnya tiap orang dari para sahabatnya. Hingga ia memakaikan pasir dan debu di tubuhnya. Tidak ada yang membedakannya dengan para sahabat dan saudaranya yang juga sedang bekerja. Mereka bersenandung untuk menyemangati satu sama lain. Beliau pun bersenandung bersama mereka. Mereka letih dan lapar, beliau menjadi orang yang pertama letih dan lapar. Itulah hakikat dari apa yang ditegakkan oleh syariat Islam, yaitu persamaan antara pemimpin dan rakyat, kaya dan miskin, gelandangan dan pembesar.

Mu’jizat Rasulullah saw. Di Perang Khandaq

Dari al-Barra’ bin Azib r.a. berkata, “Pada saat Rasulullah memerintahkan kami untuk menggali parit, di beberapa parit terdapat batu karang yang tak bisa diambil dengan cangkul. Kami mengadu kepada Rasulullah saw, beliau pun datang ke tempat kami dan mengambil cangkul, lalu berkata, “Bismillah.” Kemudian, beliau ayunkan cangkul itu sekali, beliau dapat memecahkan karang itu sepertiganya dan berkata, Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci negeri Syam (menaklukkannya). Demi Allah, sungguh aku dapat melihat istana-istana merahnya saat ini.” Lalu, beliau pukulkan sekali lagi, sepertiganya terbelah lagi. Beliau berkata, “Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci negeri Persia. Demi Allah, sungguh aku dapat melihat istana-istana kota yang berwarna putih. Lalu, beliau ayunkan cangkul untuk ketiga kalinya, beliau dapat memecahkan karang itu sepertiga terajhir dan berkata, “Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci negeri Yaman. Demi Allah, sungguh aku dapat melihat gerbang-gerbang Sana’a dari tempatku saat ini.” (HR Ahmad, Nasa’i dan Baihaqi).
Dari Jabir bin Abdullah berkata, “Ketika parit digali, saya melihat Rasulullah tampak sangat lapar. Aku datang kepada istriku, dan berkata kepadanya, “Apakah kau punya sesuatu (untuk dimakan)? Aku melihat Rasulullah saw tampak sangat lapar.” Dia membawa sebuah gentong yang berisi satu sha’ gandum. Kami juga memiliki anak domba, aku pun menyembelihnya. Istriku menggiling gandum. Dan menyelesaikannya bersamaan denganku. Aku memotongnya dan memasukannya ke dalam kuali. Aku pun kembali kepada Rasulullah saw untuk mengundanya. Istriku berkata, “Jangan mempermalukan aku di hadapan Rasulullah saw dan orang-orang yang bersamanya.” Ketika aku datang kepadanya, aku berbisik kepadsa beliau, “Wahai Rasulullah, kami telah menyembelih seekor anak domba kami dan kami menggiling satu sha’ gandum yang kami punya. Datanglah ke rumah kami dengan beberapa orang yang bersamamu.”
Kemudian, Rasulullah saw berteriak, “Wahai orang-orang yang sedang membangun parit, Jabir telah mengatur pesta untuk kalian, ayo kalian semua eprgilah.” Rasulullah saw berkata, “Jangan keluarkan kualimu dari perapian dan jangan memanggang adonan rotimu sampai aku datang.” Aku pulang dan Rasulullah saw datang sebelum orang-orang. Aku temui istriku dan dia ebrkata, “Kamu ini....” istrinya mencelanya. Aku berkata, “Aku telah melakukan apa yang kau minta.” Istrinya megneluarkan adonan, Rasulullah saw mengeluarkan air liurnya ke adonan itu dan memberkatinya. Kemudian meludahi kuali dan memberkatinya. Nabi saw berkata, “Ambillkan pemanggang dan pangganglah adonan ini bersamaku. Letakkan kuali (sup) di atas api, dan jangan turunkan.” Mereka yang datang ada seribu orang.” Aku bersumpah demi Allah, mereka semua makan, sampai mereka pergi, kuali kami masih penuh seperti sebelumnya, dan begitu juga dengan adonan roti kami.” (HR Bukhari).
Apa yang membuat Jabir mengundang beliau adalah ketika ia melihat ada batu terikat di perutnya yang mulia. Sedangkan, di rumahnya hanya ada makanan yang cukup untuk beberapa orang.  Terpaksa ia hanya mengundang beberapa orang sejumlah makanan yang tersedia di rumahnya.
Namun, tak bisa dibayangkan jika Nabi saw meninggalkan para sahabatnya, tenggelam dalam kesibukan bekerja, padahal mereka sama laparnya dengan beliau untuk beristirahat dan menikmati makanan yang tersedia dengan tiga atau empat orang sahabatnya. Beliau lebih iba daripada ibanya seorang ibu kepada anaknya.
Jabir terpaksa melakukan apa yang dilakukannya, itu hal biasa. Sebab, ia seperti kebanyakan orang berpikir bahwa ia tidak memiliki makanan yang cukup sehingga ia bertindak sesuai dengan kemampuan materinya. Makanan yang ada padanya tidak akan cukup untuk sejumlah yang diketahui oleh manusia, kecuali sedikit saja. kemudian ia mengkhususkan udnangan itu hanya untuk Rasulullah dan siapa pun yang beliau kehendaki dari para sahabatnya dengan jumlah terbatas.
Namun, bukan Rasulullah jika beliau terpengaruh pandangan Jabir tersebut. sebab, pertama, beliau tidak mungkin berbeda dari para sahabatnya dalam hal kenikmatan dan kesenangan (duniawi). Kedua, beliau tidak terkungkung dalam kuasa faktor-faktor materi dan batasan-batasannya yang ditentukan oleh manusia. Allah satu-satunya yang menyebabkan adanya sarana-sarana, adanya materi, dan yang menciptakannya. Mudah bagi Allah SWT untuk membuat makanan yang sedikit menjadi banyak, memberkahi yang sedikit untuk menjadi cukup bagi semua orang.
Meskipun demikian, Nabi saw melihat bahwa para sahabatnya saling menyatu, memikul, dan berbagi kenikmatan antara mereka meskipun sedikit. Sebagaimana mereka juga saling menanggung ujian meskipun berat dan banyak. Untuk itulah beliau meminta Jabir pulang ke rumahnya menyiapkan makanan untuk mereka. Lalu, beliau menuju kaumnya dan memanggil mereka semua untuk datang pada pesta besar di rumah Jabir.

Sikap Kaum Mukminin dan Kaum Munafik ketila emliaht al-Ahzab

Ketika al-Ahzab (kabilah-kabilah musyrik yang bersatu memerangi Islam) tiba di sekitar Madinah dan mereka membuat sempit dengan tunggangan mereka, jiwa-jiwa kaum muslimin tidak beterbangan ketakutan, tetapi mereka mengahadapi kenyataan pahit itu dan mereka menguatkan asa akan esok yang mulia
“Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan rasul-Nya kepada kita.” Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka. (QS al-Ahzab (33) : 22).
Adapun mereka yang lemah imannya, peragu, dan hati mereka sakit, mereka meragukan pernyataan beliau tentang penaklukan. Mereka mengira itu hanyalah angan-angan orang yang terpedaya. Mereka berkata tentang Rasulullah saw, “Dia memberi kabar kepada kalian bahwa ia melihat dari Yatsrib (Madinah), istana-istana di al-Hirah (suatu tempat dekat Kufah), dan Kota Kisra Persia, dan kalian menggali parit, kalian tidak akan bisa pergi menunaikan hajat.”
Tentang merekalah Allah berfirman.”Dan )ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang hatinya berpenyakit berkata, “Yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kami hanya tiupud aya belaka.” (QS al-Ahzab (33) 12).

Sikap Kaum Munafik yang Memalukan

Ketika Rasulullah saw memerintahkan kaum mukminin untuk menggali parit, kaum mukminin bekerja terus-menerus. Jika mereka mempunyai keperluan penting, mereka minta izin kepada Rasulullah saw dan beliau piun mengizinkannya. Kemudian orang itu akan pulang ke rumahnya, menunaikan hajatnya dan kembali lagi. Adapun kaum munafik, salah satu di antara mereka ada yang memperlihatkan kerja sedikit, kemudian pulang ke rumahnya tanpa izin dan tidak juga minta izin  sembunyi-sembunyi. Kemudian Allah SWT menurunkan firman-Nya, “..... Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang keluar (ssecara) sembunyi-sembunyi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS al-Nur (24) : 63).
Adapun tentang orang mukmin yang benra, Allah SWT memuji mereka, “(Yang disebut) orang mukmin hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad), dan apabila mereka berada bersama-sama dengan dia (Muhammad) dalam suatu urusan bersama, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (benar-benar) beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. maka apabila mereka meminta izin keapdamu karena suatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang engkau kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS an-Nur (24) : 62).

Demi Allah, Kita Tidak Akan Memberi Mereka Apa Pun Selain Pedang

Ketika kekuatan kaum musyrikin dengan jumlah pasukannya yang banyak dan hampir-hampir menenggelamkan sedikitnya jumlah kaum muslimin, Rasulullah saw ingin mengajak kabilah Ghathafan untuk perjanjian damai, antara beliau dan mereka, dengan mengundang dua pemimpin mereka, Uyainah bin Hishn dan al-harits bin Auf. Rasulullah saw akan memberi sepertiga pohon kurma Madinah dengan syarat mereka herus menghentikan peperangan terhadap Madinah dan mundur dari pasukan al-Ahzab dan mempermalukannya.
Rasulullah berkonsultasi dulu dengan dua sa’ad 9Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin Ubadah). Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Wahai Rasulullah, dulu kami dan mereka, -- kabilah Ghathafan – tidak terllau menginginkan kurma, kecuali jika disajikan ketika bertamu atau membeli. Mereka makan bulu binatang yang dicampur dengan darah pada masa jahiliah di saat paceklik. Lalu, apakah ketika Allah memuliakan kami dengan Islam dan memberi kami petunjuk meninggikan harga diri kami dengan engkau, kita memotong harta kita untuk mereka? Kita tak perlu melakukan itu (perjanjian damai). Demi Allah kita tidak akan memberi mereka apa pun, kecuali pedang, hingga Allah menetapkan hukum-Nya antara kita dan mereka.” Kemudian Sa’ad pergi menemui kedua pimpinan Ghathafan, suaranya tinggi menghardik, “Kembalilah kalian, tidak ada kepentingan apa pun antara kami dan kalian, kecuali pedang.
Duhai lelaki sejati! Di saat hati naik menyesak sampai tenggorokan karena bencana dahsyat dan ujian demi ujian berdatangan, kata-kata tersebut keluar dari mulut seorang yang jujur. Sa’ad. Kata-kata yang memancarkan bulir-bulir kejantanan, keberanian, dan keteguhan, membangkitkan harap di hati kaum muslimin, membuat kedua pimpiknan Ghathafan terperangah. Mereka sadar dan Sa’ad mengajarkan mereka bahwa yang menciptakan kemenangan adalah kekuatan akidah, teguhnya iman, dan percaya kepada Allah.

Kaum Musyrikin Membuat Mereka Tidak Sempat Shalat

Kaum musyrikin dalam beberapa hari berusaha kerasa untuk menghancurkan parit atau membuat jalan di dalamnya. Namun, kaum muslimin berjuang melakukan perlawanan yang mulia, memberondong mereka dengan panah, bertempur dengan hebat, dan menggagalkan usaha kaum musyrikin. Dikarenakan mereka sibuk melakukan perlawanan yang sengit, Rasulullah melewatkan beberapa waktu shalat.
Dari Ali r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw berkata pada Perang Khandaq, “Semoga Allah mengisi rumahd an kuburan mereka dengan neraka, sebagaimana mereka menyibukkan kita dari shalat Ashar, hingga matahari telah terbenam.” (HR Bukhari).
Dari Jabir bin Abdullah, “Bahwa Umar bin Khaththab datang pada hari Perang Khandaq, setelah matahari telah terbenam dan ia mencela orang-orang kafir Quraisy dan berakta, “Wahai Rasulullah, saya belum bisa menunaikan shalat sampai matahari hampir terbenam.” Nabi saw berakta, “Demi Allah, aku juga belum menunaikannya.” Jadi, kami turun bersama Nabi saw ke Buthan, kami wudhu untuk shalat. Lalu, beliau shalat Ashar setelah matahari telah terbenam dan setelah itu beliau menunaikan shalat maghrin.” (HR Bukhari).
Dari sini dapat dikonklusikan bahwa upaya kaum musyrikin untuk bisa menyebrangi parit itu dan perlawanan terus menerus yang dilakukan kaum muslimin berlangsung beberapa hari. Hanya saja karena ada parit yang menghalangi antara dua pasukan tersebut, tidak terjadi pertempuran langsung dan peperangan berdarah.mereka hanya saling melempar panah dan melakukan perlawanan.
Pada sesi saling memanah ini beberapa orang gdri kedua pasukan terbunuh. Jumlah mereka bisa dihitung dengan jari, 6 orang muslim dan 10 orang kafir. Satu atau dua orang  dari mereka terbunuh dengan pedang.

Beginilah Kepahlawanan Itu

Pasukan berkuda Quraisy tidak suka dengan posisi mereka di sekitar Madinah seperti ini (tidak ada pertempuran langsung). Jika memang harus ada pengepungan dan hanya melihat hasilnya, itu bukan karakter mereka. Kemudian, Amru bin Wudd, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Dhirar bin Khathab bergerak menarik kuda mereka, hingga sampai di bibir parit. Ketika mereka melihat parit itu, mereka berakta, “Demi Allah ini tipu daya (pearng), bangsa Arab belum pernahd menggunakannya (dalam strategi perang mereka).”
Mereka menuju tempat sempit di parit itu dan memukul kuda mereka, kuda pun berlari menerjang. Kaum muslimin merasa  ada bahaya mendekat. Segera pasukan berkuda kaum muslimin, yang dimpimpin oleh Ali bin Abi Thalib turun membendung celah ini.
Ali berkata kepada Amru bin Wudd – seorang kesatria yang dikenal pemberani, “Wahai Amru, engkau berjanji kepada Allah bahwa jika seorang laki-laki Quraisy menyerumu pada salah satu dari dua sifat (terpuji), melainkan engkau akan mengambilnya dari orang itu.”
“Ya.” Jawab Amru.
“Sungguh aku menyerumu kepada Allah dan Rasul-Nya dan pada Islam.” Kata Ali.
“Aku tidak membutuhkan itu.” Jawab Amru.
“Maka aku menyeru kepadamu untuk mundur.” Kata Ali lagi.
“Mengapa, wahai sepupuku? Demi Allah, aku tidak suka membunuhmu – bermaksud menghina Ali.” Kata Amru.
“Namun, demi Allah, aku ingin membunuhmu.” Kata Ali.
Amru mengamuk, ia menerjang dari kudanya, membunuhnya dan memukul wajahnya, kemudian ia menendang Ali. Mereka berdua turun dan saling menyerang. Ali membunuhnya. Pasukan berkuda kaum musyrikin berlari dari parit, kalah dan menerjang parit, melarikan diri.
Yel-yel kaum muslimin pada peperangan ini, “Ha mim, mereka tidak akan ditolong.”

Sa’ad bin Abi Waqqash Menembak Seseorang, Nabi saw Tertawa

Dari Sa’ad bin Abi Waqqash r.a. berkata, “Pada perang Khandaq ada seorang laki-laki yang memakai perisai ( di muka), ia mengatakan sesuatu dari balik perisai itu begini dan begini. Lalu, dia meletakkannya di atas hidungnya, kemudian berkata begini menurunkan perisainya ke bawah. Setelah itu .... Sa’ad berkata, “Aku ingin mengambil tempat panahku, aku mengambil anak panah yang tajam, dan aku meletakkannya di tengah busur.” Ketika ia berkata begini seraya menurunkan perisainya, aku tembak dia. Aku tidak lupa, ada percikan api pada sebelah ini dan ini pada perisai. Sa’ad berkata, “Orang itu jatuh dan mengatakan di kakinya ada begini.” Nabiyullah saw tertawa.” (Perawi dari Sa’ad berkata) “Aku mengira Sa’ad berkata, “Hingga terlihat gigi geraham beliau.” Perawi berkata, “Aku berakta kepada Sa’ad, megnapa beliau tertawa.” “Karena perilakunya itu.” Kata Sa;ad.”

Penghianatan Kaum Yahudi

Hayay bin Akhthab pergi meneuni Bani Quraizha dan mendekat pada benteng mereka. Namun, Ka’ab bin Asad tidak mau membukakan gerbang utnuknya. Ia terus bericara memohon kepadanya, hingga akhirnya ia mau mebukakan untuknya. Ketika ia masuk, ia berkata, “Aku datang kepadamu dengan kemuliaan sepanjang masa. Aku datang kepadamu bersama kaum Quraisy, Ghathafan, dan Asad, berserta para panglimanya untuk memerangi Muhammad.” KA’ab berakta, “Kau datang keapdaku, demi Allah, dengan kehinaan sepanjang masa dan awan kering yang sudah mengucur airnya.” Ka’ab masih saja menggertak Hayay bahwa ia tidak membawa apa pun padanya. Ia terus ebgitu, sampai akhirnya ia melanggar perjanjian yang telah ia sepakati dengan Rasululah. Ia masuk ke kelompok kaum musyrikin untuk memerangi Rasulullah. Kaum musyrikin senang dengan kabar itu. Ka’ab memberi syarat kepada Hayay bahwa jika belum beruntung mendapatkan Muhammad, Hayay harus masuk ke dalam bentennya, dan mendapatkan apa pun yang ia dapatkan (karena melanggar perjanjiannya dengan Nabi saw). Huyay menyanggupinya dan memenuhi janjinya itu.
Rasulullah saw mendengar kabar tentang Bani Quraizhah tersebut dan penghianatan mereka terhadap perjanjian. Kemudian Rasulullah mengutus dua Sa’ad, Khawat bin Jubair, dan Abudllah bin Rawahah untuk lebih mengetahui apakah mereka masih setia pada perjanjian tersebut atau sudah melanggarnya. Ketika para utusan tersebut mendekat kepada mereka, mereka mendapatkan mereka dalam bentuk yang paling buruk. Mereka menghina Rasulullah saw. Pra utusan kembali. Mereka menemui Rasulullah dan mengabarkan beliau bahwa kaum Yahudi telah melanggar perjanjian, mereka berkhianat. Kaum muslimin sangat kecewa dengan hal itu. Kemudian Rasulullah saw berkata, “Allah Mahabesar, bergembiralah wahai kaum muslimin.” Ujian makin berat, kemunafikan makin tampak. sebagian orang dari Bani Haritsah minta izin kepada Rasulullah untuk kembali ke Madinah dan mereka berkata, “Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata, “Wahai penduduk Yatsrib (Madinah). Tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu.” Dan sebagian dari mereka meminta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata, “Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).” Padahal rumah-rumah itu tidak terbuka, mereka hanyalah hendak lari.” (QS al-Ahzab (33) 13). Bani Salamah juga takut dengan kekalahan. Kemudian Allah meneguhkan kedua kelompok itu.

Sa’ad bin Mu’adz Terluka

Dari Aisyah r.a. ketika menceritakan terlukanya Sa’ad bin Mu’adzdan Perang Khandaq. Belia berkata, “Aku keluar rumah pada hari berlangsungnya Perang Khandaq. Aku ingin tahu perkembangan pertempuran. Aku mendengar suara derap langkah di tanah dari belakangnku.” Aisyah berkata, “Ternyata ada Sa’ad bin Mu’adz dan bersamanya ada saudaranya, al-Harits bin Aus, sedang membawa perisai. Aisyah berkata, “Aku duduk di atas tanah, Sa’ad berjalan dengan prisai besinya. Ujung-ujung (tangan dan kaki) tubuhnya keluar dari perisai itu. Aku takut dengan ujung-ujung tubuhnya itu karena Sa’adz adalah salah seorang pria yang paling besar dan paling tinggi. Ia berjalan dan menyenandungkan syair,
Tinggalah sejenak, hingga kaum itu menanggung cela
Alangkah indahnya mati jika waktunya
Aisyah berakta, “Lalu, aku menyingkap sebuah kebun ternyata di sana banyak orang muslim. Di sana ada Umar bin Khaththab dan seorang laki-laki yang memakai perisai yang menutup wajah hingga lehernya. Umar berkata keapdaku, “Apa yang membuatmu datang kemari? Sungguh engkau berani sekali, apa yang membuatmu tenang bahwa ibni bukan melewati batas.” Aisyah berkata, “Ia masih mencelaku, sampai akun berharap pada saat itu bumi terbelah dan aku masuk ke dalamnya.” Laki-laki yang memakai perisai di wajahnya, membukan perisainya, ternyata dia adalah Thalhah bin Ubaidillah. Dia berkata, “Mengapa wahai Umar, kau sudah banyak mencercanya hari ini, yang mana dari perbuatannya yang melewati batas dan tidak ada tempat untuk melarikan diri, melainkan hanya kepada Allah.”
Aisyah berkata, “Sa’ad ditembak dengan panah oleh seseorang dari kaum musyrikin dari Quraisy yang dikenal dengan nama Ibnu al-Araqah. Dia berkata, “Rasakan ini, akulah Ibnu al-Araqah.” Tembakkannya itu mengenai urat  nadinya, hingga membuatnya putus. Kemudian, Sa’ad berdoa kepada Allah, “Wahai Allah, jangan ambil nyawaku, hingga mataku berbinar (melihat) karne Bani Quraizhah, mereka akan keluar dari benteng-benteng mereka (terusir).” Rasulullah pulang ke Madinah dan memerintahkan untuk diambilkan kubah dari kulit. Lalu diletakkan pada Sa’ad di masjid.
Doa Sa’ad terakhir memberikan gambaran amarah kaum muslimin karena penghianatan Yahudi dan pelanggaran perjanjian yang telah berlaku.
Perlakuan Bani Israil terhadap perjanjian yang telah disepakati, baik itu yang lama maupun yang baru membuat kita yakin bahwa kaum ini tidak meninggalkan karakter buruk mereka. Mereka menjaga dokumen perjanjian jika isinya sejalan dengan ketamakan mereka, perolehan mereka, dan syahwat mereka. Namun, jika bertolak belakang dengan pandagan mereka yang dilarang --- karena pertentangan dengan isi perjanjian – mereka melanggarnya sampai apda poin-poin terkecilnya. Jika seekor keledai meninggalkan suara buruknya, ular meninggalkan bisanya, orang yahudi meninggalkan perjanjiannya. Al-Qur’an telah memperingatkan karakter buruk Bani Israil ini. Al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa karakter ini terlihat pada hewan, tidak pada manusia. Allah berfirman, “Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah orang-orang kafir, karena mereka tidak beriman. (Yaitu) orang-orang yang terikat perjanjian dengan kamu, kemudian setiap kali perjanjian mereka mengkhianati janjinya, sedang mereka tidak takut (kepada Allah).” (QS al-Anfal (8) : 55 – 56).

Upaya Gagal Memasuki Benteng Kaum Wanita

Dari Rafi’ bin Khadij r.a. berkata, “Tidak ada benteng yang lebih aman daripada benteng Bani Haritsah. Kemudian, Nabi saw mengamankan kaum wanita serta anak-anak laki-laki dan perempuan di sana. Beliau berkata, “Jika ada seseorang yang menyakiti kalian, berilah isyarat dengan kialtan pedang.” Datanglah kepada mereka seseorang yang menunggang kuda dari Bani Tsa’labah bin Sa’ad, yang bernama Najdan. Dia ebrasal dari Bani hasysyasy (cabang dari Bani Tsa’labah). Ketika ia tiba di benteng itu, Najdan berkata, “Turunlah kalian kepadaku itu lebih baik bagi kalian.” Kaum wanita menggerakkan pedang dan kilatannya sehingga terlihat oleh para sahabat Rasulullah saw. Segera beberapa orang menuju benteng itu, di antaranya, laki-laki dari Bani al-Haritsah yang bernama Zhahir bin Rafi’. Ia berkata, “Wahai Najdan, bertarunglah denganku.” Mereka saling menyerang, tetapi Zhahir menyerang kudanya dan membunuhnya. Ia mengambil kepalanya dan membawanya kepada Nabis aw.” (HR Thabrani).
Dalam riwayat lain, ketika Rasulullah saw keluar menuju Khandaq, beliau mengamankan istri-istrinya di sebuah benteng yang dinamakan Fari’. Urwah berkata, “Jika Nabi saw pergi memerangi musuhnya, beliau mengamankan istri-istrinya di benteng Hassan r.a. Sebab, itu adalah salah satu benteng yang paling aman. Lalu, datang seorang Yahudi dan menempelkan sesuatu pada benteng agar ia bisa mendengar pembicaraan (yang terjadi di dalamnya). Shafiyyah berkata, “Aku mengambil kayu dan aku turun keapdanya. Aku buka pintu sedikit demi sedikit, dan aku bisa melihatnya dan kupukul dia dengan kayu itu, lalu aku membunuhnya.”
Menurut Ibnu Ishaq, “Dialah perempuan pertama yang membunuh orang musyrik.”
Dalam riwayat lain, “Seorang Yahdui datang dan memanjat benteng itu, hingga ia bisa mengintip kaum perempuan (yang ada di dalamnya). Shafiyyah binti Abdul Muthalib berkata, “Aku bangkit menuju orang itu, kuserang dia, hingga aku meemnggal lehernya. Kupotong kepalanya dan kulemparkan kepada mereka.”
Perbuatan mulia yang dilakukan oleh bibi Rasulullah saw ini berpengaruh besar dalam menjaga kaum wanita dan anak-anak kaum muslimin. Tampaknya kaum Yahudi mengira bahwa bangunan-bangunan tinggi dan benteng-benteng itu dijaga oleh pasukan Islam. Padahal, tempat-tempat tersebut betul-betul tak ada satu pun pasukan Islam di sana. Mereka akhirnya tak berani lagi melakukan hal yang sama, sekali lagi. Hanya saja mereka masih mengirim logistik peperangan pada pejuang pagan. Seebagai bukti nyata bahwa mereka bersekutu dengan kaum kafir melawan kaum muslimin. Sampai-sampai kaum muslimin dapat merampas 20 unta mereka.

Ini Perang Saraf, Bukan Perang yang Menimbulkan Kerugian

Perang al-Ahzab, bukan peperangan yang menimbulkan kerugian, tetrapi perang saraf. Pasukan yang tewas dari kedua belah pihak, baik mukmin maupun kafir bisa dihitung dengan jari. Meskipun demikian, peperangan ini merupakan salah satu perang yang paling dahsyat dalam sejarah Islam. Perjalanan risalah agung ini seperti halnya seorang laki-laki yang sedang berjalan di atas mulut tebing yang curam atau tali panjang. Jika keseimbangannya hilang meskipun sesaat dan kehilangan penguasaan atas tempatnya berdiri itu, ia akan jatuh dari ketinggian ke jurang yang dalam. Raganya tercerai-berai.
Kaum muslimin di peperangan ini pagi dan petang, seperti pulau-pulau yang terpotong-potong di tengah badai, yang dapat menenggelamkan mereka siang atau malam. Dari waktu-ke waktu para pejuang, apakah strategi pertahanan mereka, salah satu sisinya telah dihancurkan? Kaum musyrikin berkeliling Madinah marah. Mereka mencari titik kelemahan agar mereka dapat menyerbu darinya, untuk meluapkan amarah wmereka yang terpendam dan memotong tali agama revolusioner ini.
Kaum muslimin tahu apa yang menunggu mereka di balik pengepungan ini. Mereka memutuskan untuk berjaga di tempat mereka. Mereka menanggung perlindungan patroli ini yang berderet  dari dataran rendah dan tinggi. Di mana kesenjangannya meluas dari hari ke hari. Sebagaimana dinyatakan oleh Allah Swt, “(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika penglihatan (mu) terpana dan hatimu menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu berprasangka yang bukan-bukan terhadap Allah. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang dahsyat.” (QS al-Ahzab (33) 10-11).

Lelaki dengan Banyak Tugas Berat

Dari Abdullah bin az-Zubair berkata, “Ketika pertempuran Khandaq berlangsung, aku dan Umar bin Abu Salamah berada di benteng, di sana ada istri-istri Rasulullah saw. Tepatnya di benteng milik Hasan. Dia (Umar bin Abu Salamah) mengangkatku dan aku mengangkatnya. Jika ia mengangkatku. Aku dapat melihat ayahku sedang menuju Bani Quraizhah. Dia bertempur bersama Rasulullah saw pada Perang Khandaq. Dan beliau saw berkata, “Siapa yang mendatangi Bani Quraizhah dan menggempur mereka?”
Kemudian aku berkata keapda ayahku ketika ia pulang, “Wahai ayah, demi Allah, aku tahu ketika engkau berjalan menuju Bani Quraizhah.” Ia berkata, “Wahai anakku, demi Allah, Rasulullah menyebutkan kedua orang tuanya, menebusku dengan keduanya. Beliau berkat, “Demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata, “Ketika urusan makin rumit pada saat Perang Khandaq, Nabi saw,  berkata, “Tidakkah seseorang datang membawa kabar Bani Quraizhah?” Kemudian az-Zubair pergi, lalu datang membawa kabar tentang mereka. Lalu, urusan makin rumit (ia menyebutnya tiga kali). Kemudian Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setiap nabi memiliki penolong (hawary) dan penolongku adalah az-Zubair.” (HR Bukhari dan Muslim).

Nu’aim bin Mas’ud dan Perannya yang Abadi

Allah menanam untuk agama ini tanaman yang  dengannya Allah memuliakan Islam di setiap ruang dan waktu. Di antara mereka yang Allah pakai untuk memberi manfaat bagi agama ini adalah pahlawan kita yang selalu awas dan cerdas, yang Allah karuniakan kepadanya kecepatan berpikir dan kecerdasan yang luar biasa.
Dilan Nu’aim bin Mas’ud yang apda masa jahiliah memiliki hubungan erat dengan Yahudi Bani Quraizhah dan lainnya. Ia bergaul dengan mereka, begadang dengan mereka, dan minum-minum. Mereka mencintainya dan memberinya kekercayaan penuh.
Pada saat yang tepat, dengan ketentuan Allah, Allah membuka hati Nu’aim padah hidayah dan agama yang benar ini. Nu’aim membuka lembaran baru pada saat Perang al-Ahzab berlangsung. Ia dapat menorehkan tintanya pada lembar sejarah yang tak terlupakan selamanya meskipun siang dan malam berlalu.
Lembaran putih berkilau itulah yang Allah jadikan perantara untuk menyelamatkan umat Islam secara keseluruhan, terutama Rasulullah saw.

Apa yang Engkau Persembahkan untuk Agama Allah?

Renungkanlah bersamaku wahai saudara yang mulia. Bagaimana Nu’aim bin Mas’ud r.a. menjadi perantara untuk mengusir persekutuan yang bersatu untuk menghancurkan Islam pada Perang al-Ahzab?
Lalu, tanyalah kepada dirimu sendiri, “Apa yang telah kau persembahkan pada agama Allah?”
Inilah Nu’aim bin Mas’ud, pahlawan penebus yang datang kepada al-Musthafa saw, pada saat genting dan menakutkan, yang hampir-hampir hati melesak ke dada.
Kaum musyrikin mengepung Madinah dari segala arah parit. Pada saat genting itu, kaum Yahudi bani Quraizhah melanggar perjanjiannya dengan rasulullahs aw. Mereka menjelma menjadi ancaman berbahaya di dalam Madinah bagi kaum wanita dan anak-anak. Mereka bersepakat dengan kaum musyrikin untuk memerangi Muhammad saw. Inilah perilaku Yahudi, Inilah sifat Yahudi. Yahudi tidak lihai dalam melakukan sesuatu kecuali penghianatan dan pelanggaran perjanjian.
Mereka melanggar perjanjian yang mereka sepakati bersama Rasulullah saw, di waktu yang genting. Pembaca hendaknya membayangkan kondisi psikis yang dilalui oleh al-Musthafa saw bersama para sahabatnya. Allah dengan cermat dan tepat menjelaskannya dalam firman-Nya, “(Yaitu) ketika mereka datang kepadamud ari atas dan dari bawahmu, dan ketika penglihatan(mu) terpana dan hatimu menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu berprasangka yang bukan-bukan terhadap Allah. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang dahsyat. Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata, “Wahai penduduk Yatsrib (Madinah)! Tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu.” Dan sebagian dari mereka meminta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata, “Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).” Padahal rumah-rumah itu tidak terbuka, mereka hanyalah hendak lari.” (QS. al-Ahzab (33) : 10 – 12).
Bayangkan situasi ini, ada orang yang bersama Rasulullah saw yang berkata, “Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami,melainkan tipu daya.” Kaum musyrikin mengepung kami, kaum Yahudi melanggar perjanjian dan akan menghancurkan kami dari dalam, membunuh istri-istri dan anak-anak kami.
Situasi yang sulit, hingga al-Musthafa tunduk menghamba kepada Allah, “Duhai Allah, Dzat yang menurunkan kitab. Dzat yang cepat membuat perhitungan, hancurkanlah pasukan al-Ahzab. Ya Allah, hancurkanlah mereka dan cerai beraikanlah mereka.” (HR Bukhari dan Muslim).
Tatkala Rasulullah saw dan para sahabatnya berada dalam ketakutan dan kegundahan, seperti apa yang diceritakan oleh Allah SWT, pada kemucnulan musuh mereka, kedatangan pasukan musyrik dari atas dan dari bahwa kepada mereka.
Nu’aim bin Mas’ud datang menemui Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, aku telah memeluk Islam. Namun kaumku tidak mengetahui keislamanku, maka perintahkan aku pada apa yang kau kehendaki.” Lalu, Rasulullah saw bersabda, “Engkau di antara kami, hanya satu orang laki-laki (tidak ada yang dapat menemanimu) maka tipu mereka jika engkau bisa karena perang adalah tipu daya.”
Nu’aim bin Mas’ud pergi menemui Bani Quraizhah. Ia adalah sahabat mereka di masa jahiliah. Ia berkata kepada mereka, “Wahai Bani Quraizhah, kalian tahu cintaku kepada kalian, khususnya antara aku dan kalian.”
Mereka berkata, “Kau benar, kamu bukanlah orang yang patut dicurigai.”
Lalu, Nu’aim berkata, “Sungguh Quraisy dan Ghathafan bukan seperti kalian. Negeri ini negeri kalian. Di sini ada harta, anak-anak, dan istri-istri kalian. Kalian tidak akan mempu untuk memindahkannya ke tempat lain (saat ini). Adapun Quraisy dan Ghathafan, mereka datang untuk memerangi Muhammad dan sahabt-sahabatnya. Saat ini kalian mendukung Quraisy dan Ghathafan, sedangkan negeri mereka, harta mereka, dan istri-istri mereka di tempat lain. Mereka tidak seperti kalian. Jika mereka melihat peluang (menang), mereka akan mendapatkannya. Jika tidak, mereka akan pulang ke negeri mereka dan membiarkan apa pun yang terjadi antara kalian dan laki-laki yang ada di negeri kalian ini (Rasul saw). Kalian tidak punya daya jika mereka pergi. Jadi, jangan bertempur bersama mereka, hingga kalian mengambil jaminan dari mereka. Yaitu, para pembesar mereka yang harus berada bersama kalian,s ebagai jaminan kepercayaan bagi kalian, jika kalian akan memerangi Muhammad bersama mereka, hingga kalian bisa menghabisi Muhammad (maka jaminan dikembalikan).”
Mereka berkata, “Engkau memberi pandangan (yang tepat).”
Lalu, Nu’aim pergi menemui Quraisy. Ia berkata kepada Abu Sufyan bin Harb dan para pembesar Quraisy lainnya. “Kalian tahu cintaku kepada kalian dan aku tidak bersama (kelompok) Muhammad. Aku mendenegar kabar dan menjurutku aku harus menyampaikannya kepada kalian. Hanya ingin memberi nasihat bagi kalian. Maka rahasiakanlah aku.”
Mereka berkata, “Ya, kami akan melakukannya.”
Nu’aim berkata, “(Apakah) kalian tahu bahwa kaum Yahudi menyesal atas apa yang mereka lakukan, dalam hal antara mereka dan Muhammad? Mereka telah mengirim utusan kepada Muhammad dan berkata, “Sungguh kami menyesal atas apa yang kami lakukan, apakah engkau rela (memaafkan kami) jika kami mengambilkan untukmu para pembesar dari kedua kabilah Quraisy dan Ghathafan, dan kami berikan mereka kepadamu. Lalu, kau penggal leher mereka, kemudian kami tetap bersamamu (atas perjanjian tersebut), atas sejumlah yang tersisia dari para pembesar kabilah tersebut, kemudian kita tumpas mereka?” Lalu, Muhammad mengirim utusannya kepada mereka bahwa ia setuju dengan tawaran itu.” Jika kaum Yahudi mengirim utusannya kepada kalian, hendak meminta jaminan, jangan  beri mereka satu pun dari orang kalian.”
Kemudian Nu’aim pergi menuju Bani Ghathafan dan ia berkata, “Wahai Ghathafan, kalian adalah asalku, keluargaku, orang-orang yang paling aku cintai, dan aku tidak melihat bahwa kalian mencurigaiku.”
Mereka berkata, “Ya kau benar, engkau bagi kami bukanlah orang yang kami curigai.”
Nu’aim berkata, “Maka rahasiakanlah aku.”
Mereka berkata, “Kami akan melakukannya, apa urusanmu”
Nu’aim memperingatkan mereka seperti yang ia katakan kepada Quraisy.
Pada malam Sabu bulan Syawal tahun 5 H, Allah telah menyiapkan sesuatu untuk Rasulullah saw. Abu Sufyan bin Harb dan apra pemimpin Ghathafan mengirim Ikrimah bin Abu Jahal, beserta beberapa orang dari Quraisy pada Bani Quraizhah. Mereka berkata, “Kami tidak berada di negeri kami, unta dan kuda telah binasa maka pergilah (bantu kami) untuk bertempur, hingga kita meringkus Muhammad. Dan kita selesaikan segala sesuatu antara kita dan dia.”
Kaum Yahudi mengatakan kepada para utusan, “Hari ini hari Sabtu dan kami tidak mengerjakan apa pun di hari itu. Sebagian dari kami pernah ebruat sesuatu kepada Muhammad dan akhirnya ia tertimpa sesuatu yang tentunya tidak ringan bagi kalian. Dan kami mau seperti itu dengan orang-orang yang kami memerangi Muhammad bersma kalian, hingga kalian memberi jaminan, yaitu beberapa orang dari kalian. Yang mana mereka ada bersama kami, sebagai jaminan kepercayaan untuk kami, hingga kita bisa menumpas Muhammad. Kami takut jika perang ini mencampakkan kalian dan pertempuran ini berat bagi kalian, kalian pergi ke negeri kalian dan meninggalkan kami. Sedangkan, laki-laki itu (Muhammad) berada di negeri kami. Dan Kami tidak berdaya melawannya.”
Ketika para utusan kembali dengan pernyataan Bani Quraizhah, Quraisy dan Ghathafan benar, “Sungguh kami tidak akan memberikan kepada mereka satu pun dari orang-orang kami. Jika kalian menginginkan perang, pergilah dan bertempurlah.”
Ketika para utusan mengabarkan pernyataan terakhir dan pulang, Bani Quraizhah berakta, “Sungguh pa ayang dikatakan oleh Nua’aim bin Mas’ud pada kalian benar adanya. Mereka tidak menginginkan apa pun selain perang. Jika mereka melihat peluang (kemenangan), mereka akan memanfaatkannya. Jika tidak seperti itu, mereka akan lari ke negeri mereka. Mereka meninggalkan kalian dan lelaki itu (Muhammad) di negeri kalian.”
Mereka mengirim utusan kepada Quraisy dan Ghathafan, “Sungguh kami tidak akan memerangi Muhammad bersama kalian, sampai kalian memberikan kami jaminan.” Namun, Quraisy dan Ghathafan enggan.
Allah memperdaya mereka dan Allah mengirimkan angin di malam musim dingin yang teramat dingin. Angin yang melemahkan kekuatan dan memorak-porandakan kemah-kemah mereka.

Hudzaifah Datang kepada Mereka Mengabarkan Berita Pasukan al-Ahzab

Dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhy berkata, “Seorang pemuda dari golongan kami dari penduduk Kufah bertanya kepada Hudzaifah bin al-Yaman, “Wahai Abu Abdullah, apakah engkau telah ebrtemu Rasulullah dan menjadi sahabatnya?”
“Ya, wahai anak saudaraku.” Kata Hudzaibah.
“Apa yang kalian lakukan (semasa hidup dengan beliau)?” tanya pemuda itu.
“Kami bersusah payah,” jawab Hudzaifah
“Demi Allah jika kami ebrtemu dengan belia, kami tidak akan membiarkannya berjlana di atas bumi, kami akan menggendongnya di atas leher kami.” Kata pemuda itu.
“Wahai anak saudaraku, engkau tahu kami bersama Rasulullah saw pada Perang Khandaq. Rasulullah shalat dalam waktu yang panjang di malam hari, kemudian ia menoleh ke arah kami dan berkata, “Siapa laki-laki (di antara) kalian (yang mau) bangkit dan melihat apa yang dilakukan pasukan al-Ahzahb?” --- Rasulullah saw memberi isyarat agar ia kembali – Allah akan memasukannya ke surga.” Tidak ada satu pun orang yang bangkit. Lalu, beliau menoleh ke arah kami dan berkata, “Siapa laki-laki (di antara) kalian, (yang mau) bagkit dan melihat apa yang dilakukan pasukan al-Ahzab, lalu kembali (untuk lapor)? – Rasulullah saw memberi syarat agar ia kembali --- Allah akan menjadi pendampingku di surga.” Ta ada satu pun yang beranjak karena hebatnya rasa takut, lapar, dan dingin.
Ketika tak seorang pun bangkit untuk pergi, Rasulullah saw memanggilku maka tak ada alasan bagiku untuk tidak pergi. Beliau berkata, “Wahai Hudzaifah, pergi dan masuklah ke gerombolan pasukan itu. Lihat apa yang mereka lakukan dan jangan berbuat apa pun sampai engkau datang kepadaku.”
Hudzaifah berkata, “Aku pergi dan masuk ke dalam keramian mereka. Angin dan tentara Allah beruat apa yang diperintahkan (Allah). Kekuatan apa pun tidak sanggup membuat para pasukan tegak kembali, tak ada api (untuk menghangatkan tubuh), tak ada perkemahan (yang masih utuh). Abu Sufyan bin Harb bangkit dan berkata, “Wahai kaum Quraisy, hendaknya setiap orang memeriksa keadaan temannya.” Hudzaifah berkata, “Aku memegang tangan orang di sebelahku dan aku bertanya kepadanya, “Siapa engkau?” Aku Fulan bin Fulan.” Jawabnya. Lalu, Abu Sufyan berkata, “Wahai kaum Quraisy, demi Allah, sungguh kalian sedang tidak berada di negeri kalian. Kuda-kuda telah binasa, Bani Quraizhah meninggalkan kita, telah sampai kepada kami berita yang kami benci dari mereka. Dan seperti yang kalian tahu angin ini menimpa kita. Demi Allah, tidak ada kekuatan yang tersisa, tak ada api yang menghangatkan kita, tidak ada bangunan yang menaungi kita. Maka pergilah kalian karena aku juga akan pergi.”
Ia naik ke untanya yang masih terikat. Ia duduk di atasnya, lalu memukulnya. Untanya lompat dengan tiga kaki, ia belum melepaskan tali kekangnya, hingga (akhirnya) ia berdiri untuk melepasnya. Kalau saja Rasulullah tidak berpesan kepadaku, “Jangan lakukan apa pun sampai engkau datang kepadaku.” Maka aku sudah membunuhnya dengan panah.”
Hudzaifah berkata, “Lalu, aku pulang menemui Rasulullah saw beliau sedang shalat dengan memakai kain milik sitrinya, yang bercorak garis-garis dan angka-angka. Ketika beliau melihatku, beliau membawaku ke tunggangannya dan mengibaskan ujung kainnya. Kemudian, belikau ruku’ dan sujud di sana. Setelah mengucapkan salam (di akhir shalat), aku memberi tahu beliau apa yang aku lihat. Kaum Ghathafan mendengar apa yang dilakukan oleh Quraisy, mereka pun beranjak pergi ke negeri mereka.”
Redaksi hadits ini terdapat dalam riwayat Ahmad. Adapun dalam riwayat Muslim, ada beberapa tambahan. Saya ingin mencantumkannya di sini agar makna dan faedahnya makin lengkap. Setelah Hudzaifah menceritakan bagaimana Rasulullah menyemangi para sahabat untuk pergi melihat apa yang dilakukan al-Ahzab, hingga tiga kali, beliau berkata, “Bangkitlah, wahai Hudzaifah!” Hudzaifah berkata, “Aku pergi, seakan aku berjalan ke tempat pemandian (yang hangat, padahal cuaca saat itu amat dingin), hngga aku tiba di tempat mereka. Ternyata, Abu Sufyan punggungnya terbakar api. Aku meletakkan anak panahku di tengah busur, aku ingin menembaknya. Namun, aku teringat sabda Rasulullah saw, “Jangan kejutkan mereka sebelum aku perintahkan.” Jika aku menembaknya saat itu, pasti panahku akan mengenainya.”
Hudzaifah berkata, “Aku kembali seakan aku berjalan ke tempat pemandian (yang hangat). Aku temui Rasulullah saw. Aku tiba dan aku merasa kedinginan. Aku memberi tahu beliau apa yang kulihat, dan beliau memakaikan aku kain, di mana beliau shalat di sana. Aku tertidur hingga fajar menjelang. Pagi harinya, Rasulullah berkata, “Bangun, wahai orang yang tertidur pulas.” (HR Ahmad, Muslim, Hakim, dan adz-Dzahabi).

Doa dan Kunci-Kunci Kemenangan

Tidak diragukan lagi bahwa doa adalah faktor terbesar kemenangan di peperangan ini.
Dari Isma’il bin Abi Khalid, ia berkata, “Aku mendengar Abdullah bin Abi Aufa r.a. berkata, “Rasulullah berdoa pada Perang al-Ahzab, “Duhai Allah, Dzat yang menurunkan kitab, Dzat yang cepat membuat perhitungan, hancurkanlah pasukan al-Ahzab. Ya Allah, hancurkanlah mereka dan kocar-kacirkan mereka.” (HR Bukhari).
Dari Salim dan Nafi, dari Abdullah r.a. apabila Rasulullah saw kembali dari suatu peperangan atau haji atau umrah, beliau bertakbir tiga kali lalu berdoa, “Tidak ada Ilah yang berhak di sembah, selain Allah satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya. milik-Nya segala kerajaan dan pujian dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Kita kembali, sebagai hamba yang bertobat, beribadah, bersujud untuk Rabb kita dan memuji-Nya. allah Mahabenar dengan janji-Nya, menolong hamba-Nya, dan menghancurkan musuh-musuh-Nya.” (HR Bukhari).
Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw beroda, “Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah satu-satunya. Ia memuliakan para tentara-Nya, menolong hamba-Nya, mengalahkan musuh-musuh-Nya sendirimaka tak ada sesuatu sesudahnya.” (HR Bukhari)

Pertolongan Ilahi Masuk Menyelesaikan Masalah

Kaum muslimin datang kepada Rasulullah saw, bertanya kepadanya, “Apakah yang bisa kami katakan? Hati (kami) telah naik ke tenggorokan.”
Rasulullah berkata, “Ya .... (katakan) “Wahai Allah tutuplah aurat kami dan tenangkan rasa takut kami.” (HR Ahmad).
Dari Abdullah bin Abi Aufa, “Rasulullah berdoa pada Perang al-Ahzab, “Duhai Allah, Dzat yang menurunkan kitab. Dzat yang cepat membuat perhitungan, hancurkanlah pasukan al-Ahzab. Ya Allah, hancurkanlah mereka dan tolong kami atas mereka.” (HR Bukhari dan Muslim).
Allah Yang Mahasuxi dan Mahatinggi tidak mengabulkan doa orang yang berputus asa dan pemalas. Dia mendengar pada deru suara mereka yang giat agar Allah memberkahi usahanya. Atau doa seorang yang sabar agar Allah memperindah hasil akhirnya.
Kaum muslimin telah mengeluarkan segala upaya mereka dalam membela risalah mereka dan kota mereka. Hingga tidak ada satu pun upaya manusia yang masih tersimpan. Jadilah pertolongan tingkat tinggi, memcundangi kepala ssi zalim yang hina dan menegakkan sisi dia yang terzalimi.
Akhirnya perjalanan pertempuran berkembang pada bentuk yang manusia sendiri tidak mengerti esensinya. “.... Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri. Dan Saqar itu tidak lain hanyalah peringatan bagi manusia.” (QS al-Muddatstsir (74) : 31).
Allah mendengar doa Rasul-Nya dan kaum muslimin. Setelah perpecahan melanda barisan pasukan musyrikin dan kelemahan melanda mereka. Allah mengirim tentara angin yang memorak porandakan perkemahan mereka dan tidak meninggalkan bagi mereka satu kekuatan pun, melainkan dihancurkan oleh-Nya, tak ada lagi kedigdayaan, melainkan ia emncabutnya dan tidak ada satu pun yang bisa membuat mereka tegak kembali. Allah pun mengirim tentara malaikat yang membuat mereka kocar-kacir dan melemparkan rasa gemetar dan takut di hati-hati mereka.
Kita tahu bahwa perantara yang digunakan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya pada Perang Badar adalah perantara yang sama yang mereka gunakan juga di Perang Khandaq. Yaitu, ketertundukan kepada Allah, memperbanyak bertemu dengan-Nya dengan doa dan permintaan tolong. Bahkan, amalan abadi yang terus-menerus dilakukan inilah yangs enantiasa digunakan oleh Rasulullah setiap kali menghadapi musuh atau pergi berjihad. Perantara inilah yang pengaruhnya melebihi segala faktor dan perantara yang bersifat materi. Perantara yang tidak akan memperbaiki keadaan kaum muslimin, kecuali jika sarana ini dilakukan di atas asasnya dengan perhatian yang cermat.
Spirit yang selalu berulang di berbagai peperangan Rasulullah saw ini tidak berarti memprovokasi kaum muslimin untuk berpetualang dan berjihad tanpa persiapan dan perhitungan. Namun, untuk menjelaskan kepada kaum muslimin agar ia tahu bahwa di permulaan faktor-faktor kemenangan yang berbeda-beda adalah kejujuran dalam berserah diri kepada Allah dan ikhlas menghamba kepada-Nya.  Semua sarana kekuatan militer tidak akan ebrguna jika sarana yang satu ini tidak terpenuhi. Jika dalam semua pekerjaan kaum muslimin sarana ini terwujud, bicarakanlah mukjizat kemenangan, tak usah ragu.

Pertolongan Allah Kepada Rasul-Nya dengan Badai ash-Shaba

Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Angin badai dari utara datang pada malam Perang al-Ahzab. Angin berkata, “Berjalanlah sampai kita menolong Rasulullah saw.” Utara berkata, “Badai gurun, tidak terjadi di malam hari.” Maka angin yang menolong Rasulullah adalah ash-shaba.”
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Rasulullahs aw berkata, “Aku ditolong oleh ash-Shaba, dan kaum Ad dihancurkan dengan ad-Dabur.”
Begitulah, kaum muslimin beruntung dalam memorak-porandakan kekuatan sekutu al-Ahzab yang bersatu menyerang mereka.
Kurang dari tiga minggu dari pengepungan itu, hingga akhirnya perpecahan melanda dan pasukan penyerang bercerai-berai, sementara pasukan yang ebrtahan membela (agamanya) selamat tidak terkoyak.

Sekarang Kita Memerangi Mereka dan Mereka Tidak Akan Memerangi kita

Itulah terakhir kalinya kaum musyrikin memerangi kaum muslimin di negeri mereka.
Dari Sulaiman bin Shard berkata, “Aku mendengar Nabi saw berkata ketika mengusir al-Ahzab. “Sekarang kita memerangi mereka dan mereka tidak akan memerangi kita, kita akan bergerak ke (negeri) mereka.” (HR Bukhari).

Sepanjang, 12-12-2018.


1 komentar: