Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Minggu, 02 Desember 2018

Kisah Perang Uhud dalam Kitab Sirah Nabawiyyah


SIRAH  RASULULLAH
Perjalanan Hidup Manusia Mulia
Syekh Mahmud Al-Mishri
Bab: KISAH PERANG UHUD
Penerjemah : Kamaluddin Lc., Ahmad Suryana Lc., H. Imam Firdaus Lc., dan Nunuk Mas’ulah Lc.
Penerbit : Tiga Serangkai
Anggota IKAPI
Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Al-Mishri, Syekh Mahmud
Sirah Rasulullah – Perjalanan Hidup Manusia Mulia/Syekh Mahmud al-Mishri
Cetakan : I – Solo
Tinta Medina 2014

Amarah kaum musyrikin terbakar atas kekalahan yang mereka dapatkan, juga terbunuhnya para pembesar Quraisy di Perang Badar. Mereka merencanakan balas dendam dan merebut kembali kejayaan mereka. Sampai-sampai ada seorang Quraisy yang melarang keluarganya menangisi para korban Badar. Mereka jgua meralarang untuk tergesa-gesa membayar tebusan para tawanan agar kaum muslimin tidak mengetahu seberapa dalam kesedihan mereka.
Pasca Perang Badar kaum Quraisy sepakat untuk memerangi kaum muslimin dengan keuatan penuh. Untuk meredakan amarah mereka dan untuk mengenyangkan amarah kedengkian mereka, mereka menyiapkan segala sesuatu untuk mengeluarkan segala daya dan upaya demi peperangan ini.
Ikrimah bin Abi Jahal, Shafwan bin Unayyah, Abu Sufyan bin Harb, dan Abdullah bin Ubay bin Abi Rabi’ah adalah para pemimpin Quraisy yang paling giat dan semangat untuk menghadapi peperangan ini/
Mereka mengatakan kepada yang memiliki sahan di kafilah itu, “Wahai kaum Quraisy, Muhammad telah membuat kalian gelisah dan membunuh para pemimpin kalian, jadi bantulah kami dengan harta ini untuk memeranginya. Mudah-mudahan kita bisa menang menghadapinya.” Mereka menyetujuinya dan menjualnya, kafilah itu terdiri atas seribu unta dan barang seharga 5.000 Dinar.
Abu Sufyan memerangi Rasulullah saw dari segala arah. Quraisy berkumpul untuk memerangi Rasulullah saw. Ketika itu Abu Sufyan bersepakat dengan para pemilik kafilah dagang dengan para penduduk kabilah yang bersekutu dengan Bani Laits, kabilah-kabilah Kinanah, dan penduduk Tihama yang taat kepada Quraisy. Seorang penyair, Abu Izzah Amru bin Abdullah al-Jumahy, yang telah dibebaskan oleh Rasulullah, pada saat ia menjadi tawanan Perang Badar. Abu Izzah seorang yang fakir, banyak anak dan sangat membutuhkan. Ia berkata kepada Rasuluuah, “Wahai Rasulullah, aku seorang yang fakir, banyak anak, dan sangat membutuhkan, engkau sudah tahu keadaanku, bebaskanlah aku.” Kemudian Rasulullah pun melepasnya, tanpa tebusan.
Shafwan bin Umayyah berkata, kepadanya, “Wahai Abi Izzah, engkau seorang penyair, tolonglah kami dengan lisanmu, pergilah (berperang) bersama kami.” Abi Izzah berkata, “Sungguh Muhammad telah beruat baik kepadaku, aku tidak ingin melawannya.” Shafwan berkata, “Tentu, maka tolonglah kami dengan dirimu. Demi Allah, sekembalinya engkau dari perang nanti, aku akan membuatmu kaya. Jika kau menjadi korban, aku akan membuat anak-anak perempuanmu seperti anakku. Mereka akan merasakan kesenangan dan kesusahan seperti anakmu juga.”
Kamudian Abu Izzah pergi menuju Tihamah dan menyeru Bani Kinanah agar mereka mau memerangi Rasulullah saw.
Kaum Quraisy juga memilih syair lain, yang mendapat tugas yang sama. Yaitu Musaffi bin Abd Manaf al-Jumahy. Ia pun pergi ke Bani Malik bin Kinanah menyeru mereka untuk memerangi Rasulullah saw. Kaum Quraisy pergi bersama dengan segala kekuatannya, keturunannya, persenjataannya,d an sekutunya. Bani Kinanah, dan penduduk Tihamah. Mereka juga pergi dengan membawa istri-istri mereka agar mereka tidak melarikan diri dan meninggalkan istrinya di medan perang. Juga agar menguatkan mereka dalam peperangan.

Nabi saw. Meminta Pendpat Sahabat-sahabtnya dan Mimpi yang Ia lihat

Rasulullah saw meminta pendapat dari para sehabatnya, apakah mereka pergi menemui kaum Quraisy atau mereka ebrtahan di Madinah. Rasulullah saw sendiri lebih cenderung untuk tidak keluar dari Madinah dan bertahan di dalamnya. Jika Quraisy memasuki Kota Madinah, kaum muslimin akan menyerang mereka dari mulut gang dan kaum wanita menyerang dari atap rumah. Abdullah bin Ubay menyertujui pendapat ini. Namun, beberapa sahabat utama yang turut dalam Perang Badar mengungkapkan bahwa mereka ingin menemui Quraisy di luar Madinah dan mereka memohon kepada Rasulullah untuk itu.
Dari jabir bin Abdullah r.a. bahwa Rasuluuah saw bersabda, “Aku bermimpi seakan-akan sedang memakai perisai dan aku melihat sapi yang disemeblih. Lalu, aku tafsirkan bahwa perisai itu adalah Madinah dan sapi itu, demi Allah, adalah kebaikan.” Jabir berkata, “Kemudian Rasulullah berkata kepada para sahabat, “Kalau kita bertahan di Madinah jika mereka memasukinya, kita serang mereka,” Lalu, para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, kami tidak pernah diserang oleh mereka dari dalam Madinah pada saat jahiliah, bagaimana mungkin mereka akan menyerang kami di dalam Madinah, pada masa Islam?” Rasulullah berkata, “Jadi, terserah kalian,” jabir berkata, “Lalu, Rasulullah memakai perisainya.”
Jabir berkata, “Seorang Anshar berkata, “Kami menolak pendapat Rasulullah saw lalu mereka datang dan berkata, “Wahai Nabi Allah, terserah Anda saja.” Lalu, beliau bersabda, “Tidak patutu bagi seorang Nabi jika ia sudah memakai perisainya untuk meletakkannya kembali, sampai ia pergi berperang.” (HR Ahmad).
Dalam riwayat lain, dari Abu Musa dan nabi saw berkata, “Aku melihat dalam mimpiku, aku berhijrah dari Makkah ke suatu tempat yang ditumbuhi pepohonan kurma, lalu aku menduga bahwa itu adalah negeri Yamamah atau hajar (tempat hijrah yang lain), tetapi ternyata tempat itu adalah Madinah, Kota Yatsrib. Dan aku meliaht dalam mimpiku ini bahwa aku mengayun-ayunkan pedang lalu menjadi patah pada bagian pangkalnya yang ternyata itu merupakan isyarat yang akan menimpa kaum Mukmin pada Perang Uhud. Lalu, aku mengayun-ayunkan kembali pedang tersebut, lalu pedang itu kembali menjadi utuh seperti sedia kala, itu berarti apa yang Allah akan datangkan kepada kemenangan dan bersatunya kaum Mukmin. Dan aku meliha tpula dalam mimpiku itu, seekor sapi, yang demi Allah sangat bagus bentuknya, itu berarti kaum Mukmin pada Perang Uhud yang akan mendapat kebaikan seperti yang Allah datangkan dari kebaikan nantinya, dan pahala sebagai janji yang benar yang telah Allah berikan kepada kita nantinya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Pasukan Musyrik Bergerak

Persiapan pasukan musyrik telah sempurna. Mereka pergi dengan 3.000 pasukan, 3.000 unta, dan 2.000 kuda. Komando umum di bawah kepemimpinan Abu Sufyan bin Harb. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin al-Walid dan sayap kiri dikomando oleh Ikrimah bin Abu Jahal. Adapun panji mereka dipercayakan kepada Bani Abdudar. Pasukan Makkah bergerak menuju Madinah.

Abbas Memberi Tahu Nabi saw. Bahwa Pasukan Musyrik Telah Bergerak

Abbas, paman Nabi saw, megnawasi gerakan Quraisy. Ketika ia tahu bahwa mereka telah bergerak menuju Madinah, ia mengirim surat kilat untuk memberi tahu Nabi saw, tentang hal itu. Ia memberikan surat itu kepada seseorang dan memerintahkannya untuk bergerak cepat menemui Rasulullah saw. Laki-laki itu menempuh jarak 500 km hanya dalam tiga hari. Ia mendapatkan Nabi saw sedang berada di Masjid Quba. Ia sampaikan surat itu dan Ubay bin Ka’ab membacakannya untuk Rasulullah saw. Laki-laki itu pun kembali kepada Abbas lagi.

Kondisi di Madinah

Nabi dan para sahabatnya dalam keadaan siap sedia, hingga seseorang di antara mereka tak pernah lepas dari senjatanya. Sa’ad bin Mu’adz, Usaid bin Khudhair, dan Sa;ad bin Ubadah r.a. bertugas menajga Nabi saw. Mereka menginap di pintu rumahnya dengan bersenjata. Sementara itu, penjagaan gerbang-gerbang Madinah senantiasa siaga penuh agar mereka tidak dikejutkan oleh serangan musuh sewaktu-waktu.

Nabi saw. Menemui Quraisy

Rasulullahs aw pergi bersama seribu sahabatnya dan beliau menunjuk Ibnu Ummi maktum sebagai Imam Shalat bagi mereka yang tinggal di Madinah. Nabi saw membagi pasukannya menjadi tiga bagian berikut :
1. Pasukan Muhajirin, yang penjinya dipercayakan kepada  Mush’ab bin Umair al-Abdary.
2. Pasukan al-Aus dan Anshar, yang panjinya dipercayakan kepada usaid bin Khudair.
3. Pasukan al-Khazraj dari Anshar, yang panjinya dipercayakan kepada al-Khubab bin al-Mundzir.

Rasulullah Memakai Dua Perisai

Nabi saw mengajari kita untuk mengambil semua sarana dalam melakukan segala sesuatu agar kita menggantungkan kepada Yang membuat adanya sarana (sebab sesuatu), yaitu Allah SWT. Sebab, sarana saja tidak memberi manfaat ataupun kerugian, kecuali dengan izin Allah. Dan Rasulullah saw berperang dengan memakai dua perisai sekaligus pada Perang Uhud.
Dari as-Saib bin Yazid r.a. berkata, “Sungguh Nabi saw pada Perang Uhud memakai dua perisai, seakan-akan beliau memakai satu di atas yang lain.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Dari as-Zubair bin al-Awwam r.a. berkata, “Aku melihat Rasulullah saw ketika hendak berpijak pada batu karang, beliau memakai dua lapis perisai sehingga beliau pun tidak bisa naik ke karang itu .....” (HR Hakim).

Kita Tidak Minta Bantuan kaum Musyrikin dalam Menghadapi kaum Musyrikin

Ketika Rasulullah saw melewati Tsaniyyah al-Wada’, beliau melihat pasukan bersenjata bagus, berbeda dari hitamnya para pasukannya. Lalu, beliaun bertanya tentang mereka dan beliau pun tahu bahwa mereka adalah kaum yahudi – sekutu al-Khazraj – mereka ingin berkontribusi dalam peperangan melawan  kaum musyrikin itu, tetapi Nabi saw enggan.
Dari Abu Hamid as-Sa’idy r.a. berkata, “Rasulullah saw pergi menuju uhud. Ketika melewati Tsaniyyah al=Wada’, beliau melihat di belakangnya pasukan dengan senjata berat. Beliau berkata, “Siapa mereka?” Sahabtnya berkata, “Dia adalah Abdullah bin Ubay bin Salu di tengah para pendukungnya, orang-orang yahudi dan bai Qainuqa’, mereka itu adalah keluarga Abdullah bin Salam.” Nabi saw bertanya, “Apakah mereka telah memeluk Islam?”
“Mereka masih memeluk agama mereka.” Jawab sahabatnya.
“Katakan kepada mereka agar pulang saja, sungguh kami tidak akan minta bantuan dari orang musyrik dalam menghadapi kaum musyrik.” (HR hakim).

Nabi Mempersiapkan Pasukan

Nabi saw mempersiapkan pasukan dan menunjuk Mush’ab bin Umair sebagai pemegang panji. Slah satu dari kedua sisi, dipimpin oleh az-Zubari bin al-Awwam dan sisi lainnya dipimpin oleh al-Mundzir bin Amru. Beliau menginspeksi para pemuda pada hari itu dan menolak mereka yang dianggap kecil untuk bergabung. Di antara mereka yang ditolak itu adalah Abdullah bin Umar, Usamah bin Zaid, Usaid bin Zhahir, a;-Barra’ bin Azib, Zaid bin Arqam, Arabah bin Aus, dan Amru bin Hazm. Beliau mengizinkan pemuda-pemuda yang dianggap pantas, seperti Samurah bin Jindab dan Rafi’ bin Khadji, yang pada saat itu berumur 15 tahun. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw membolehkan siapa saja yang sudah balig, yang berumur 15 tahun, dan mereka yang ditolak karena dianggap masih jauh dari umur balig.
Dari Ibnu Umar r.a. berkata, “Rasulullah memeriksaku pada Perang Uhud, pada saat itu aku berumur 14 tahun sehingga beliau tidak mengizinkanku. Pada Perang Khandaq, aku berumur 15 tahun, kemudian beliau membolehkanku untuk ikut.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kaum Munafik Menarik dukungan dan Pulang

Ketika Nabi saw sampai di tempat antara Madinah dan uhud, Abdullah bin Ubay bin Salul – pemimpin kaum munafik – menarik dukungannya dan pulang bersama sepertiga pasukan yang ada. Ia beralasan bahwa tidak akan terjadi peperangan dan ia menolak keputusan Rasulullah saw untuk berperang di luar Madinah melawan kaum musyrik. Ia berkata, “Dua anak menaatiku, kemudian membangkang, kita tidak tahu untuk apa kita membunuh diri sendiri di sini, wahai manusia (yang hadir).” Lalu, ia pulang, kaumnya yang munafik dan ragu mengikutinya. Abdullah bin Amru bin Haram mengikuti mereka dan ebrkata, “ Wahai kaumku, aku mengingatkan kalian kepada Allah, hendaklah kalian jangan membiarkan kaum kalian dan Nabi kalian ketika musuh mereka darang.” Lalu. Mereka berkata, “Jika kita tahu kalian akan berperang ketika kami serahkan kalian, tetapi kami lihat tampaknya tidak akan terjadi peperangan.” Namun, ketika mereka semua enggan dan memutuskan untuk pulang, ia berkata, “Allah menjauhkan kalian (dari kebaikan) wahai musuh-musuh Allah, Allah membuat Nabi-Nya tidak membutuhkan kalian.” (HR Ibnu Hisyam).

Mengapa Kalian Terbagi Menjadi Dua Kelompk dalam Menghadapi kaum Munafik?

Dalam memerangi kaum munafik para sahabat terbagi menjadi dua. Satu berkata, “Kami akan memerangi mereka.” Dan kelompok yang lain berkata, “Kami tidak akan memerangi mereka.”
Dari Zaid bin Tsabit r.a. berkata, “Ketika Nabi saw berangkat menuju Perang Uhdu, beberapa dari mereka yang telah pergi bersamanya ingin pulang. Para sahabat Nabi saw terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok berkata, “Kami akan melawan mereka (yaitu musuh).” Dan kelompok lainnya berkata, “Kami tidak aakn melawan mereka.” Lalu, turunlah wahyu Allah, “Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah mengambalikan mereka (kepada kekafiran), disebabkan usaha mereka sendiri....?” (QS. an-Nisa’ (4) 88).
Tentang hal ini, Nabi saw bersabda, “Itu adalah Taiba (Kota Madinah) yang membersihakn dosa-dosa seseorang sebagaimana api mengusir kotoran perak.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ketika Dua Golongan  dari Kalian Ingin Mundur Karena Takut, padahal Allah Penolong bagi Kedua Golongan Itu

Tidak diragukan lagi bahwa sebab penarikan dukungan tersebut, bukan karena apa yang diungkapkan kaum munafik karena mereka menolak keputusan Rasulullah saw. Jika demikian, apa artinya mereka berangkat bersama Rasulullah saw hingga ke tempat itu. Jika memang itu sebabnya, hendaknya mereka telah menarik dukungan dari awal keberangkatan. Namun, tujuan utama mereka dari pembangkangan ini adalah untuk menimbulkan keraguan dan waswas pada pasukan Muslim, terlihat dari terdengar oleh musuh mereka sehingga secara umum pasukana akn membelot dari Nabi saw dan runtuhlah spirit perjuangan mereka yang masih tinggal bersamanya. Sementara itu, musuh makin berambisi ketika melihat pemandangan itu, jadi, hal itu memudahkan mereka untuk menumpas Nabi dan para sahabatnya yang tulus. Pada akhirnya cuaca menjadi bagus untuk mengembalikan tampuk kepemimpinan kepada si munafik itu dan para pendukungnya.
Si munafik itu dalam beberapa tujuannya cukup berhasil. Dua golongan --- Bani Haritsah dari kabilah al-Aus dan Bani Salamah dari al-Khazraj ingin mundur karena takut, tetapi Allah melindungi mereka. Allah meneguhkan hati mereka bersama Rasulullah saw dan saudara-saudara mereka yang seiman.
Dari Jabir bin Abdullah berkata, “Tentang kami-lah ayat ini diturunkan, “Ketika dua golongan dari pihak kamu ingin (mundur) karena takut.” Yaitu, Bani Salamah dan Bani Haritsah. Alangkah dicintainya kalau ia tidak diturunkan (karena mengungkap ketakutan mereka), tetapi Allah mengatakan, “Padahal Allah adalah penolong mereka.” (HR Bukhari dan Muslim).
Allah berfirman, “Ketika dua golongan dari pihak kamu ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah penolong mereka. Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (QS. Ali ‘Imran (3) 122).

Pasukan Islam Meneruskan Perjalanannya

Setelah pemimpin munafik menarik mundur sepertiga pasukan, Nabi saw meneruskan perjalanannya menuju musuh, dengan pasukan yang tersisa, yaitu 700 pejuang. Perkemahan pasukan musyrik membentang antara pasukan Islam dan Uhud, tersebar di banyak tempat. Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Siapa di antara kalian yang pergi bersama kami menuju kaum musyrik dari jalan di mana kita tidak melewati mereka?”
Sebagian Anshar pergi bersamanya, hingga ia berjalan melalui dinding milik sebagian kaum munafik, dia buta. Orang buta itu melempari kaum Muslimin dengan pasir dan berkata, “Aku tidak membiolehkanmu ingin segera membunuhnya. Lalu, Rasulullah berkata, “Jangan kau bunuh dia, dia buta hati dan buta penglihatannya.”
Rasulullah terus berjalan hingga mencapai kaki Gunung Uhud, di pinggir sebuah lembah. Ia menghadapkan punggungnya ke Uhud. Beliau melarang pasukannya memulai peperangan, sampai ia perintahkan. Pada Sabtu pagi, ia bersiap untuk perang dengan 700 pejuang dan 50 penunggang kuda.

Pesan Nabi Untuk Para Pemanah

Nabi saw memilih sekelompok pemanah yang mahir. Mereka ada 50 orang yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair. Beliau memerintahkan mereka untuk tidak meninggalkan tempat mereka, apa pun kondisi peperangan. Beliau juga berpesan kepada mereka untuk menghujani kaum musyrikin dengan anak panah agar mereka tidak menyerang kaum Muslimin dari belakang mereka.
Dari al-Barra’bin Azib berkata, “Kami menghadapi orang-orang kafir pada hari itu (dari Perang Uhud) dan Nabi saw menempatkan pasukan pemanah (di tempat khusus) dan menunjuk Abdullah (bin Jubair) sebagai komandan mereka. Belikau saw berkata, “Jangan tinggalkan tempat ini jika kalian melihat kami menaklukkan musuh. Jangan tinggalkan tempat ini. Dan jika kalian melihat mereka menaklukkan kami, jangan datang membantu kami.” Ketika kami menghadapi musuh, mereka melarikan diri, hingga aku melihat istri-istri merekan berjalan tergesa-gesa. Mereka mengangkat pakaian mereka hingga tampak betis mereka sehingga terlihat gelang kaki mereka. Kaum Muslimin mulai berkata, “Barang rampasan, barang rampasan.” Abdullah bin Jubair berkata, “Nabi saw telah mengambil janji dari saya agar kalian tidak meninggalkan tempat ini.” Namun, mereka menolak (untuk tinggal). Ketika mereka menolak (untuk tinggal di sana), mereka bingung ... (Ia pun melanjutkan hadits).
Dalam riwayat Abu Dawud dikisahkan bahwa Nabi saw membentuk pasukan pemanah pada Perang Uhud. Mereka berjumlah 50 orang, yang dikomandoi oleh Abdullah bin Jubair.
Nabi saw bersabda : “Jika kalian melihat bahwa burung-burung menyambar kami, jangan bergerak dari tempat ini, hingga aku mengutus seseorang kepada kalian (untuk memberi tahu perintah selanjutnya). Jika kalian melihat bahwa kami mengalahkan musuh dan kami menguasai mereka, jangan bergerak hingga aku utus seseorang untuk kalian.” (HR Bukhari dan Abu Dawud).

Strategi yang Bijak

Strategi yang diambil oleh Rasulullah sangat bijak dan cermat. Dari situ terlihat kegeniusan Nabi saw dalam kepemimpinan militernya. Tidak mungkin ada komandan mana pun yang memiliki kemampuan memadai, yang dapat membuat strategi lebih cermat dan bijak dari strategi beliau ini. Beliau menguasai tempat yang paling strategis di kancah peperangan ini, padahal beliau sampai di tempat itu sesudah musuh. Ia melindungi punggung dan sisi kanannya dengan ketinggian gunung. Sementara, sisi kiri dan punggungnya – ketika perang berkecamuk – lasukan akan aman dengan membendung satu-satunya parit yang berada di sisi pasukan Islam. Beliau juga memilih tempat yang tinggi agar perkemahannya aman jika kaum Muslimin kalah sehingga tidak perlu melarikan diri, lawan pun tidak mudah menangkap dan menjadikan mereka tawanan. Bersamaan dengan itu pula, musuh dapat menderita kerugian jika ingin menguasai barak mereka dan mendatangi tempat mereka. Mereka akan menerima tempat rendah itu dan sulit bagi mereka untuk mendapatkan sesuatu (harta rampasan) jika kemenangan menjadi milik mereka. Mereka juga sulit untuk melarikan diri dari kaum Muslimin Jika mereka yang kalah. Beliau juga mengganti kekurangan jumlah pasukannya dengan memilih sejumlah orang terbaik, dari para sahabatnya yang pemberani.

Siapa yang Mau Pedang Ini?

Dua kelompok itu saling mendekat dan Nabi saw mengizinkan pasukannya untuk menyerang musuh. Tahap pertama peperangan ini mengundang rasa heran. Tiga ribu pasukan musyrik seakan menghadapi tiga puluh ribu pasukan Muslimin, bukan beberapa ratus. Kaum Muslimin unggul, mereka berada dalam titik puncak keberanian dan keyakinan.
Spirit imanlah yang menguasai barisan para mujahid. Mereka ebrgerak ke arah pasukan musyrik seperti air bah yang mematahkan bendungan. Nabi saw meniupkan roh keberanian kepada pasukan Muslimin.
Dari Anas r.a. berkata, “Rasulullah saw memegang pedangnya pada peristiwa Uhud dan berkata, “Siapa yang akan mengambil pedang ini dengan haknya (dipakai sesuai dengan fungsinya)?” Semua orang mengulurkan tangan mereka dan berkata, “Aku.” Rasulullah berkata, “Siapa yang akan mengambilnya dengan haknya?” Kemudian orang-orang menarik tangan mereka. Simak Abu Dujanah megnatakan, “Aku akan mengambilnya dan memenuhi hak-haknya.” Dia mengambilnya dan memukul kepala orang-orang musyrik.” (HR Muslim dan Hakim).
Dari az-Zubair r.a. berkata, “Pada Perang Uhud Rasulullah saw memamerkan sebuah pedang, beliau berkata, “Siapa yang akan mengambil pedang ini dengan memenuhi haknya?” Aku berdiri dan berkata, “Aku, wahai Rasulullah.” Namun, beliau menolakku. Lalu, beliau berkata, “Siapa yang akan mengambil pedang ini dengan memenuhi haknya?” Berdirilah Abu Dujanah Simak bin Kharasah dan berakta, “Aku mau mengambilnya dan memenuhi haknya, wahai Rasulullah.” Rasulullah saw, “Engkau tidak boleh menggunakannya untuk membunuh seorang Muslim dan mengasingkannya dari orang kafir.” Az-Zubair berkata, “Lalu, beliau saw memberikan kepadanya. Sejak itu, jika Abu Dujanah pergi berperang ia dapat diketahui dengan bandananya.” Az-Zubair berkata, “Aku akan melihat apa yang dilakukannya hari ini.” Az-Zubair berkata, “Tidaklah ia mengangkat pedangnya pada sesuatu, melainkan ia memotongnya dan menebasnya. Hingga ia berjumpa dengan kaum wanita (yang mengiringi perang itu) membawa renama. Di antara mereka ada seorang wanita yang berkata,
“Kami putri-putri bintang
Kami berjalan di atas permasani
Jika kalian pergi berjuang kami peluk kalian
Dan kami siapkan permadani
Tapi jika kalian meelarikan diri, kami berpaling darimu
Perpisahan tanpa kerinduan.”
Az-Zubair berkata, “Dia tampak sangat ingin menebaskan pedangnya ke perempuan itu, tetapi ia mengurungkannya. Ketika perang usai, aku berkata kepadanya, “Aku memperhatikan setiap gerak-gerikmu. Aku melihatmu menghunuskan pedang ke arah wanita itu, tetapi kau tidak membunuhnya.” Abu Dujanah berkata, “Demi Alalh, aku memuliakan pedang Rasulullah saw bagaimana aku membunuh seorang wanita dengan pedang itu.” (HR Baihaqi dan al-Bazzar).

Abu Amir, si Fasik yang Mengobarkan Peperangan terhadap Kaum Muslimin

Angka nol mendekat (tanda dimulainya peperangan), dua kelompok saling mendekat. Seorang penghianat bernama Abu Amir al-Fasiq. Namanya adalah Abu Amir al-Rahib (pendeta), tetapi Nabi saw menggelarinya dengan si Fasik. Ia pergi mengobarkan semangat memerangi kaum muslimin pada Perang Uhud.
Dari riwayat Ibnu Ishaq, ia berkata, “Ashin bin Qatadah bercerita kepadaku bahwa Abu Amir Abd Maru bin Shaify bin Malik bin an-Nu’man, salah seorang dari Bani Dhabi’ah. Ia pergi ke Makkah bersama 50 budak dari kabilah al-Aus untuk menjauhi Rasulullah saw. Beberapa orang berkata, “Mereka ada 15 orang. Ia menjanjikan Quraisy jika ia telah berhadapan dengan kaumnya (pada perang) nanti, ada dua orang dari kaumnya yang tidak akan berselisih dengannya. Ketika dua pasukan bertemu, kaumnyalah yang pertama kali mendapati Abu Amir di barisan kaum Habasyah dan budak-budak penduduk Makkah. Kemudian ia berseru, “Wahai kaum al-Aus, ini aku Abu Amir. Mereka berkata, “Allah tidak akan memberimu nikmat apa pun, wahai fasik – Abu Amir pada masa jahiliah diberi gelar ar-Rahib, tetapi Rasulullah menyebutnya al-Fasik. Ketika ia mendengar perkataan mereka, ia berkata, “Kaumku mendapat kejelekan setelah aku pergi.” Lalu, ia menyerang mereka dengan beringas dan melempari mereka dengan batu.” (HR Ibnu Hisyam dan Thabari).

Upaya Wanita-Wanita Quraisy dalam Mengobarkan Semangat

Ketika dua pasukan bertemu dan saling mendekat satu sama lain, Hindun binti Utbah berdiri di antara  kaum wanita yang ada bersamanya. Mereka menabuh rebana di belakang pasukan Quraisy, mereka menyemangati pasukan Quraisy, Hindun berkata,
Wahai Bani Abdudar
Wahai pelindung manusia
Bunuhlah semua penebas
Jika kalian melawan musuh, kami memelukmu
Kami siapkan permadani
Jika kalian melarikan diri
Kami memisahkan diri darimu
Perpisahan tanpa kerinduan


Inilah az-Zubair bin al-Awwam

Dua kelompok saling menghadap, dua pasukan saling mendekat, perang dimulai. Korban pertama perang ini adalah pemegang panji kaum musyrik, Thalhah bin Abi Thalhah al-Abdary. Dia adalah penunggang kuda yang paling berani dari pasukan Quraisy. Kaum Muslimin memberinya gelar Kabisy al-Katibah (kambing jantannya pasukan). Ia pergi mengendarai untanya, menantang unta satu lawan satu. Orang-orang menahannya. Ia tidak membiarkannya, bahkan ia melompat ke arahnya seperti singa, hingga ia berada di unta Thalhah bersamanya. Az-Zubair dapat menumbangkannya ke tanah, melemparnya, dan menggoroknya dengan pedangnya.
Nabi saw melihat pertarungn dahsyat ini dan beliau bertakbir, kaum Muslimin pun bertakbir bersamanya.

Peperangan Makin Berkobar

Api peperangan makin berkobar dan pertempuran antara dua kubu makin sengit di tiap lini. Pertempuran terdahsyat terjadi di sekitar panji kaum musyrikin.
Pada saat pertempuran tersengit terjadi di banyak titik, spirit keimanan menguasai barisan pasukan muslimin. Mereka menembus barisan pasukan musyrikin, seperti air bah yang menerjang bendungan. Dan mereka berkata, “Binasakanlah, binasakanlah ....” Kalimat itulah yang menjadi syair mereka pada Perang Uhud.

Pada Awalnya Kaum Muslimin Unggul

Setengah perjalanan dari pertempuran itu kaum Muslimin unggul ata kaum kafir. Musuh Allah kocar-kacir, lari tunggang langgang, hingga mereka mencapai istri-istri mereka.
Abu Dujanah yang memakai bendera merah mengambil pedang Rasulullah saw. Ia bertekad untuk memenuhi hak pedang itu. Kemudian ia menyerang terus-menerus bersama pasukan, tidaklah ia menemui sorang musyrik, melainkan ia bunuh. Dia merobek barisan pasukan musyrikin.
Dari az-Zubair bin al-Awwam r.a. berkata, “Demi Allah, Aku melihat gelang kaki Hindun bintu=i Utbah dan kawan-kawannya melarikan diri tanpa berpikir untuk menawan mereka sedikit atau banyak. Ketika itu para pemanah beralih menuju perkemahan (musuh) saat kami menang atas Quraisy dan membiarkan kuda-kuda Quraisy menyerang kamid ari belakang. Seseorang berteriak, “Bukankah Muhammad telah tewas?” Kami terpekur berhenti menyerang. Kaum Quraisy pun demikian karena kami telah membunuh semua pemegang panji mereka. Dan tak satu pun dari mereka mendekat.” (HR Baihaqi dan Thabari).
Dalam riwayat Ishaq bin Rahawaih terdapat tambahan, dari az-Zubair berkata, “Demi Allah, aku melihat gelang kaki kaum perempuan. Mereka melarikan diri ketika Quraisy kocar-kacir. Aku tidak berpikir untuk menawan mereka sedikit pun.d an kami mengira bahwa kaum Quraisy telah banyak yang tewas dan tidak akan kembali lagi kepada kami. Lagipula para pemegang panji semuanya telah twas. Begitulah keadannya, hingga panji itu diambil oleh budak mereka, orang habasyah yang disebut Shawwab. Namun, Shawwab pun tewas. Dan panji mereka terlempar dan tak seorang pun mendekat untuk mengangkatnya. Hingga Umrah binti Alqamah al-Haritsiyyah mengambil dan mengangkatnya. Kaum Quraisy berhamburan mendeakt kembali. Az-Zubair berkata, “Demi Allah, kami telah mengalahkan mereka, kami telah unggul atas mereka.”

Singa di Medan Perang Menyerang dengan Dua Pedang

Hamzah, singa Allah berkeliling di medan perang, merobek barisan kaum musyrikin dengan pedangnya. Bahkan, ia menyerang seperti sekumpulan singa marah, megnhadang para pemegang panji dari Bani Abdudar,d an satu per satu mereka meregang nyawa.
Dari Sa’ad bin Abi Maqqash r.a. berkata, “ Pada saat Perang Uhud Hamzah menyerang di depan Rasulullah saw dengan dua pedang dan berkata, “Aku singa Allah.” (HR Ibnu Sa’ad dan Hakim).

Nabi Mengajari Sahabat-Sahabatnya di Medan Jihad

Dari Uqbah, budak Jabr bin Atikal al-Anshari r.a. berkata, “Aku turut dalam Perang Uhud dengan tuanku. Aku menyerang seseorang dari kaum musyrikin. Ketika aku berhasil membunuhnya, aku berkata, “Ambillah ini dariku, akulah laki-laki dari Persia.” Kabar ini sampai kepada Rasulullah saw beliau berkata, “Tidakkah dia mengatakan, “Ambillah ini aku adalah laki-laki dari Anshar karena pelayan sebuah kaum, mereka adalah bagian dari kaum itu.” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).

Allah Telah Menepati janji-Nya kepada Kalian

Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Nabi saw tidak pernah ditolong (oleh Allah) dalam sebuah peperangan seperti pada Perang Uhud.” Orang yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas --- Ubaidillah bin Utbah – berkata, “Kami mengingkari pernyataan itu.” Lalu, Ibnu Abbas berkata, “Antara aku dan yang mengingkari hal itu, ada Kitab Allah ‘Azza wa Jalla, sungguh Allah berfirman tentang Perang Uhud, “Dan sungguh, Allah telahd memenuhi janj-Nya kepadamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu, dan mengabaikan perintah Rasul setelah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu suka. Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada 9pula) yang menghendaki akhirat. Kemudian Alalh memalingkan kamu dari mereka untuk mengujumi, tetapi Dia benar-benar telah memaafkan kamu. Dan Alalh mempunyai karunia (yang diberikan) kepada orang-orang mukmin.” (QS. Ali ‘Imran (3) : 152).
Mereka yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah para pemanah. Sebab, Nabi saw menempatkan mereka di suatu tempat, kemudian beliau berkata, “Jagalah punggung kami jika kalian melihat kami terbunuh, jangan coba-coba menolong kami. Jika kalian melihat kami menang, janganlah kalian turun menikmati kemenangan bersama kami.” Ketika Rasulullah menang, dan mereka masuk ke perkemahan kaum musyrikin, para pemanah semuanya berpencar, mereka masuk ke perkemahan kaum musyrikin, dan menjarah harta rampasan. Barisan pasukan Nabi saw bertemu, mereka begini --- Ibnu Abbas  menautkan jemarinya --- mereka bingung. Ketika para pemanah mengosongkan tempat mereka,d atanglah sekelompok pasukan berkuda dari tempat para pemanah tadi berada. Mereka menyerang pasukan Rasulullah dan pasukan Rasulullah makin kebingungan. Kaum muslimin banyak yang tewas. Pada awal pertempuran, kemenangan menjadi milik Rasulullah saw dan para sahabatnya, hingga mereka dapat menewaskan para pemegang panji tujuh atau sembilan orang. Dan kaum muslimin mengelilingi gunung itu.” (HR Hakim).
Dari Buraidah r.a. mengatakan bahwa seseorang berkata pada saat Perang Uhud, “Wahai Allah, jika Muhammad berada dalam kebenaran maka benamkanlah aku.” Buraidah berkata, “Maka ia pun dibenamkan.” (HR al-Bazzar).

Kesalahan Para Pemanah yang Mengubah Jalannya Pertempuran

Pembaca telah mengetahui bagaimana Rasulullah saw meenkankan kepada para pemanah agar tetap di tempat mereka untuk menjaga lini belakang pasukan Muslimin. Beliau saw berpesan kepada mereka untuk tidak beranjak dari tempat mereka kapan pun mereka melihat pasukan Muslim disambut burung. Hanya saja cinta dunia membuat mereka tak mengindahkan pesan tersebut, di saat mereka lengah. Ketika para pemanah melihat kekalahan telah melanda pasukan Quraisy, istri-istri mereka menaiki gunung, kaum lelaki melarikan diri, sementara harta yang ditinggalkan tiga ribu pasukan itu memenuhi lembah tersebut. para pemanah pun turun dari tempat mereka menuju medan peperangan, menginginkan bagian mereka dan harta rampasan tersebut.
Dari la-barra’ r.a. berkata, “Rasulullah menunjik Abdullah bin Jubair untuk menjadi komandan bagi para pemanah yang ebrjumlah 50 orang.” Al-Barra’ berkata, “Dan Rasulullah menempatkan mereka di tempat khusus dan beliau berkata, “Jika kalian melihat burung-burung menyambar kami, jangan bergerak dari tempat ini, hingga aku mengutus seseorang kepada kalian (untuk memberi tahu perintah selanjutnya). Jika kalian melihat bahwa kami mengalahkan musuh dan kami menguasai mereka, jangan ebrgerak hingga aku utus seseorang untuk kalian. Akhirnya, kaum Muslimin dapat mengalahkan musuh mereka.”
Al-Barra’ berkata, “Adapun aku, sungguh demi Allah, aku melihat para wanita (musuh) berlarian sehingga tampak perhiasan gelang di kaki-kaki mereka dan betis-betis mereka karena mereka mengangkat pakaisan mereka.” Kemudian anak buah Abdullah bin Jubair berkata, “Itu Ghanimah (ramapasan perang), wahai kaumku itu harta rampasan. Para sahabat kalian telah mengalahkan mereka, jadi apa yang kalian tunggu?” lalu, Abdullah bin Jubair berkata, “Apa kalian lupa pesan Rasulullah saw kepada kalian?” Mereka menjawab, “Sungguh kita harus mendatangi mereka agar kita mendapatkan harta rampasan.” Ketika mereka mendatangi pasukan yang di bawah, wajah-wajah mereka dipalingkan (dari tujaun utama) hingga mereka menjadi ebrlarian kocar-kacir. Bergitulah peristiwa ketika Rasulullah saw memanggil mereka dari belakang sehingga tidak ada yang tersisa bersama Nabi saw, kecuali dua belas orang pasukan.d an pihak kami yang gugur sebanyak 70 orang. Sedangkan, pada Perang badar, Nabi saw dan para sahabatnya dapat menumpas 140 orang pasukan musyrik, yaitu 70 orang tawanan dan 70 orang lagi terbunuh.” (HR Bukhari dan Ahmad).

Khalid bin al-Walid Memanfaatkan Kesempatan

Pasukan ebrkuda musyrikin dimpimpin oleh Khalid bin al-Walid terkepung. Mereka tidak menemukan celah untuk menyerang jantung pertahanan kaum Muslimin, hingga kekalahan menimpa mereka. Ketika Khalid melihat lini belakang pasukan Muslim terbuka dan tak ada penjaga di sana, ia memanfaatkan kesempatan itu segara. Ia memutar balik kudanya, dan menyerang kaum Muslimin dari arah yang tidak mereka sangka. Pasukan Quraisy yang melarikan diri melihat perubahan mendadak tersebut. mereka kembali ke medan perang hingga seorang wanita yang bernama Umrah binti Alqamah al0Haritsiyyah, dialah yang mengankat kembali panji kaum Quraisy yang terbenam di pasir, setelah pemegangnya jatuh dan terbunuh. Kaum musyrikin kembali ke panji mereka dan pasukan berkuda mereka. Para sahabat terkepung dari depan dan belakang, mereka berada di ujung tanduk.

Tersebarnya Kabar Kematina Rasulullah

Seseorang berteriak, yang mereka lihat dia adalah setan, “Bukankah Muhammad telah terbunuh?” Orang-orang terkejut, sebagian mereka mengendari yang lain. Mereka terbagi menjadi tiga, sepertiga terluka, sepertiga terbunuh, dan sepertiga kocar-kacir.
Firman Allah SWT menunjukkan hal itu, “Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul, sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa kembali ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur.” (QS Ali ‘Imran (3) : 144).

Nabi saw. Terluka

Dari Sahl bin as-Sa’idy r.a. berkata --- ketika ditanya tentang cedera Rasulullah saw pada saat Perang Uhud ---, “Wajah Rasulullah saw terluka, gigi depannya rusak dan tengkorak kepalanya retak. Fatimah, putri Rasulullah saw mencuci darah ari) kepalanya, dan Ali bin Abi Thalib menuangkan air di atasnya dari perisai. Ketika Fatimah melihat bahwa air itu makin membuat pendarahan beliau banyak, dia  mengambil sepotong tikar dan dibakar sampai menjadi abu. Lalu, ia menaruh abu tersebut pada luka beliau dan pendarahan pun berhanti.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, “Rasulullah menunjuk ke gigi taring yang patah dan bersabda, “Allah murka pada apa yang dilakukan oleh kaum kepada Nabi-Nya, Allah murka atas seseorang yang dibunuh oleh Rasulullah di jalan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Anas r.a. berkata, “Sungguh gigi depan Rasulullah saw rusak karena Perang uhud dan kepalanya terluka. Dia menyeka darah (dari wajahnya) dan berkata, Bagaimana orang-orang akan mencapai keselamtan, mereka telah melukai Nabi mereka dan giginya parah, padahal ia menyeru mereka kepada Allah? Pada saat itu Allah menurunkan ayat ini, “Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad) apakah Allah menerima tobat mereka, atau mengazabnya karena sesungguhnya mereka orang-orang zalim.” (QS Ali ‘Imran (3) : 128). (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Sepertinya aku melihat Nabi saw sedang bercerita tentang seorang Nabi di antara para Nabi yang dipikuli oleh kaumnya hingga berdarah-darah, sambil mengusap darah yang mengalir dari wajah beliau, lalu bersabda, “Ya Allah, ampunilah kaumku karena mereka orang-orang yang belum mengerti.” (HR Bukhari dan Muslim).
Nabi terus memanggil kaum Muslimin untukd atang kepadanya. Akhirnya, dengan bantuan beberapa orang yang masih bersamanya, beliau dapat mendaki puncak gunung dan berdatanganlah orang-orang yang berlindung di balik karang pada saat mereka melarikan diri.
Nabi saw gembira ketika beliua mendapatkan beberapa orang yang tersisa itu melindungi mereka. Mereka kembali sadar ketika mendapatkan Rasulullah masih hidup karena mereka mengira beliau telah meninggal dunia.

Mereka yang Teguh Bersama Nabi saw.

Hanya sedikit dari para sahabatnya yang amsih teguh bersamanya, di antara mereka ada Sa’ad bin Abi Waqqah, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Dujanah, dan Abu Thalhah al-Anshari r.a.
Ketika kaum musyrikin mendengar suara Nabvin saw memanggil para sahabatnya, “Ayo kemari, aku Rasulullah,” mereka menyerangnya dan ingin membunuhnya. Kemudian sembilan orang dari para sahabatnya bangikit melindunginya, dengan penuh cinta, pengorbanan, dan kepahlawanan yang tak pernah ada bandingannya dalam sejarah.

Tujuh Orang Anshar Berkorban Melindungi Nabi saw.

Dari Anas bin Malik r.a. mengatakan bahwa )ketika musuh berada di atas angin) pada Perang Uhud, Rasulullah saw ditinggalkan dengan hanya tujuh orang dari Anshar dan dua orang dari Quraisy. Ketika musuh maju ke arahnya, ia berkata, “Siapa yang dapat melawan mereka baginya surga atau dia temanku di surga.” Seoarng pria dari Anshar maju dan berjuang melawan musuh sampai ia terbunuh. Keadaan ini berlanjut sampai tujuh Anshar tewas (satu demi satu). Sekarang Rasulullah saw berkata kepada dua sahabtnya, “Kami tidak melakukan keadilan untuk sahabat kami.” (HR Muslim).
Orang yang terakhir dari tujuh orang tersebut, yaitu Imarah bin Yazid bin as-Sakan, ia berjuang hingga terluka dan jatuh.” Setelah Imarah bin Yazid terbunuh, tidak ada lagi orang bersama nabi saw, selain Thalhah dan Sa’ad r.a.

Sa’ad bin Abi Waqqash Melindungi Nabi saw pada Perang Uhud

Sa’ad r.a. menembakkan anak panahnya untuk melindungi Rasulullah saw. Sa’ad berkata, “Aku melihat Rasulullah saw memberiku anak panah dan beliau berkata, “Tembakanlah anak panah ini, demi ayah dan ibuku sebagai tebusannya.” Sampai-sampai beliau memberikanku anak panah yang tidak memiliki mata dan berkata, “Tembakkanlah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Ali r.a. berkata, “Aku tidak pernah mendengar Rasulullah saw bersumpah dengan orang tuanya di depan seseorang, kecuali kepada Sa’ad bin malik. Aku mendengarnya berkata pada Perang Uhud, “Wahai Sa’ad tembakkanlah panah ini, demi ayah dan ibuku sebagai tebusannya.” (HR Bukhari, Muslim dan Turmudzi).
Dari Sa’ad r.a. berkata, “Seorang laki-laki musrik telah membakar (yaitu menyerang keras) kaum Muslimin. Kemudian Rasulullah saw berkata keapdanya, “Tembaklah panah ini, demi ayah dan ibuku sebagai tebusannya.” Aku menarik anak panah yang tidak memiliki mata dan anak panah itu mengenai keningnya, beliau pun jatuh dan auratnya terbuka. Rasulullah saw tertawa hingga aku melihat gigi depannya.” (HR Muslim).
Dari Abu Utsman an-Bahdy berkata, “Tidak ada yang tetap bersama Nabi saw pada beberapa hari saat Rasulullah saw berperang pada peristiwa Uhud, kecuali Thalhah dan Sa’ad. Riwayat ini diperoleh dari keduanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Thalhah r.a. Mendapat Surga pada Perang Uhud

Dari Jabir r.a. berkata, “Ketika semua orang (kaum Muslimin) melarikan diri pada Perang Uhud, Rasulullah di satu sudut bersama 12 orang, di antaranya Thalhah. Akhirnya kaum musyrikin mengetahui tempat Rasulullah, lalu beliau saw berkata, “Siapa yang akan menghadapi mereka.?”
“Aku.” Kata Thalhah.
“Kau tetap di situ,” kata Rasulullah.
“Aku.” Kata seorang dari mereka.
“Ya, kamu,” kata Rasulullah.
Dia pun berjuang sampain ia terbunuh. Lalu, Rasulullah menoleh dan berkata, “Siapa yang akan menghadapi mereka?”
“Aku,” Kata Thalhah.
“Kau tetap di situ,” kata Rasulullah.
“Aku,” kata salah seorang dari Anshar.
“Ya, kamu,” kata Rasulullah.
Dia pun berjuang sampai ia terbunuh. Begitu seterusnya hingga Thalhah yang tersisa bersama Rasulullah. Beliau berkata, “Siapa yang akan menghadapi mereka?”
“Aku,” kata Thalhah.
Thalhah menyerang seperti sebelas orang, hingga jemarinya terputus, dan dia berkata, “Rasakan!”
Lalu, Rasulullah berkata, “Jika kau mengucap “Bismillah,” malaikat akan megnangkatmu, dan manusia akan melihatmu.” Dan Allah pun membalas kaum musyrikin. (HR Hakim).
Dalam riwayat Thabrani, “Jika kau mengatakan ‘Bismillah’ maka malaikat akan terbang bersamamu, dan manusia akan melihat kepadamu.”
Adapun dalam riwayat Nasa’i dan Baihaqi dalam ad-Dala’il, “Hingga engkau dapat menembus ke dalam langit.”
Dalam riwayat Ahmad, “Nabi saw berkata kepadanya, “Jika kau mengatakan ‘Bismillah’ maka akan dibangunkan untukmu rumah di surga, sedangkan engkau masih hidup di dunia.” (HR Ahmad).
Dari Qais bin Hazim berkata, “Aku melihat tangan Thalhah lunmpuh, dengannya ia telah melindungi Nabi saw pada Perang Uhud.” (HR Bukhari).
Suatu hari Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang senang melihat seorang syahid berjalan di atas muka bumi, hendaknya ia melihat Thalhah bin Ubaidillah.” (HR Hakim dan Turmudzi)/.
Abu Dawud ath-Thayalisy meriwayatkan dari Aisyah r,.a berkata, “Abu bakar jika sedang membicarakan tentang Perang Uhud, ia berkata, “Hari itu semuanya milik Thalhah.”
Dari Aisyah dan Ummu Ishaq, dua putri Thalhah, keduanya berkata, “Ayah kami terluka pada eprang Uhud, ada 24 luka. Di antaranya di kepalanya terdapat sayatan berbentuk segi empat, uratnya terputus, jemarinya lumpuh, sebagian besar tubuhnya yang terluka mati rasa. Sementara itu, tengkorak Rasulullah pecah dan ada sayatan di wajah beliau. Belkiau juga pingsan sehingga Thalhah menggendongnya dan membawanya kembali ke belakang. Setiap kali ia bertemu dengan kaum musyrikin, dibunuhnya orang itu, hingga ia mencapai jalan di lembah dan ia sandarkan rasulullah di sana.” (HR adz-Dzahabi).
Hingga Rasulullah berkata tentangnya, “(Surga) wajib untuk Thalhah ketika ia melakukan apa yang dilakukannya pada diri rasulullah saw.” (HR Ahmad, Tumudzi, Ibnu Hibban dan Hakim).
Dari Musa dan Isa, dua putra Thalhah, dari ayah mereka bahwa Rasulullah saw berkata kepada seorang Badui yang datang kepada beliau, menanyakan siapa yang telah memenuhi sumpahnya. Mereka tdiak terbiasa mengajukan pertanyaan karena menghormati Nabi saw dan segan kepadanya. Thalhah berkata, “badui itu bertanya, tetapi Nabi saw berpaling darinya. Lalu, ia bertanya lagi, tetapi beliau berpaling darinya. Lalu, aku muncul dari pintu masjid,d an aku mengenekana pakaian hijau, dan Nabi saw melihatku, lalu beliau berkata, “Di mana orang yang bertanya tentang orang yang memenuhi sumpahnya?” Orang Badui itu berkata, “Aku, wahai Rasulullah.” Rasulullah saw berkata, “Ini adalah salah satu yang telah memenuhi sumpahnya.” (HR Abu Ya’la dan Turmudzi).

Abu Thalhah Melindungi Nabi saw.

Abu Thalhah r.a. di antara sahabat yang berjuang di Perang Uhud dan sukses melalui ujian di sana. Adapun pada Perang Uhud, dia juga salah satu dari pahlawan yang teguh bersama nabi saw.
Dari Anas bin Malik berkata, “Pada Perang Uhud pasukan meninggalkan Nabi saw, tetapi Abu Thalhah berdiri di depannya menutupi dia dengan perisai. Abu Thalhah adalah seorang pemanah yang andal. Ia mematahkan dua atau tiga busur pada hari itu. Ketika seorang pria lewat dengan membawa beberapa anak panah, Rasulullah berkata, “Berikan panah itu untuk Abu Thalhah.” Setiap-kali Nabi saw mengangkat kepalanya untuk melihat orang-orang, Abu Thalhah akan ebrkata, “Wahai Nabi Allah, Demi ayahku sebagai tebusanmu, jangan angkat kepalamu, supaya engkau tidak disambar oleh panah musuh, (biarlah) dadaku (yang kena) sebelum dadamu.”
Anas berkata, “Aku melihat Aisyah binti Abu Bakar dan Ummu Sulaim. Kedua pakaian mereka tersingkap, jadi saya bisa melihat gelang di kaki mereka. Mereka membawa air di punggung dan menuangkannya ke mulut orang-orang yang terluka. Kemudian mereka kembali (ke sumur) dan mengisinya kembali dengan air, dan kembali untuk memberi minum para tentara. Pada hari itu, pedang Abu Thalhah jatuh dari tangannya dua atau tiga kali karena mengantuk.” (HR Bukhari).
Dari Anas bin Malik r.a. berkata, “Abu Thalhah pernah ebrtameng bersama Nabi saw dalam satu perisai. Abu Thalhah adalah seorang yang ahli memanah. Apabila dia memanah, ia memperhatikan Nabi saw dan melihat ke tempat sasaran anak panah itu.” (HR Bukhari dan Ahmad).
Dari Anas r.a. bahwa pada Perang Uhud Abu Thalhah menembakkan panahnya di depan Rasulullah saw. Abu Thalhah ahli dalam memanah. Jika Abu Thalhah menembakkan panahnya,. Rasulullah mengangkat wajahnya untuk melihat sasaran anak panahnya. Abu Thalhah mendorong dada Rasulullah saw dengan tangannya,d an ebrkata, “Begini wahai Rasulullah agar engkau tidak kena panah (musuh).” (HR Ahmad).

Inilah Ali bin Abi Thalib

Dari Ali Karramallahu wajhah, ia berkata, “Ketika semua orang berlari dari Rasulullah saw pada Perang Uhud, aku melihat para korban yang tewas, tetapi aku tidak mendapati beliau di antara mereka. Kemudian aku berkata, “Demi Allah, tidak mungkin Rasulullah melarikan diri dan aku tidak melihat beliau di antara mereka yang tewas. Namun, aku melihat bahwa Allah telah murka kepada kami terhadap apa yang kami perbuat sehingga  Allah megnangkatnya --- karena Ali tidak menemukan Rasulullah di mana pun – maka tak ada pilihan bagiku selain meneyrang sampai aku mati. Ujung pedangku pun patah dan aku membawanya kepada kaumku. Mereka memberiku kabar gembira, tiba-tiba aku tengah bersama Rasulullah saw di antara mereka.” (HR Abu Ya’la).


Kelihaian dan Kecerdasan, Cinta dan Kesetiaan

Dari Ka’ab bin Malik r.a. berkata, “Pada saat Perang Uhud kami sampai di sebuah jalan di lembah, akulah orang yang pertama kali mengetahuinya, maka kukatakan, “Ini dia Rasulullah.” Beliau memberi isyarat keapdaku untuk diam, kemudian beliau memakaikanku perisainya dan beliau memakai perisaiku. Aku sendiri terluka hingga 20 jumlah lukaku.” Dalam riwayat lain sekitar 27 luka. “Mereka menyerangku mengira aku adalah Rasulullah saw.”
Renungkanlah bersamaku begitu lihai dan cerdiknya Nabi saw dalam sikap yang agung ini. Renungkan juga potret mencerahkan tentang bagitu dalamnya cinta sahabat yang agung ini kepada Nabis aw. Dia mau tersiksa dengan ebrbagai serangan, demi berkorban untuk Nabi saw.

Para Malaikat Menolong Nabi saw

Dari sa’ad bin Abu Waqqash berkata, “Aku melihat di sisi kanan Rasulullah saw dan di sisi kirinya, dua orang dengan pakaian putih pada Perang Uhud berjuang melawan musuh dengan dahsyat dan aku belum pernah melihat mereka sebelumnya ataupun setelah itu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Thalhah bangkit Bersama Nabi

Ali datang menuju Rasulullah dengan membawa air minum untuk Rasulullah. Ia mendapat  beliau mendapati air itu telah berubah rasanya, beliau pun menolaknya. Lalu, Ali membersihkan wajah beliau dari darah dan membasuh kepalanya. Rasulullah hendak naik ke sebuah karang di sana, tetapi karena lukanya beliau tidak mampu. Thalhah pun duduk di bawahnya. Akhirnya Rasulullah dapat menaiki karang itu (melalui punggung) Thalhah. Waktu shalat tiba, beliau shalat bersama mereka dengan posisi duduk. Jadilah Rasulullah pada hari itu di bawah panji (perlindungan) Anshar.

Beginilah Wanita Muslimah

Satu keluarga Mukmin pergi (mengikuti peperangan ini), Ummu Umarah dan dua anaknya. Abdullah dan habib, dan suaminya. Anak-anak dan suaminya turut berperang di jalan Allah, sementara Ummu Umarah bertugas memberi minum bagi yang haus dan menolong yang terluka. Namiun, kondisi peperangan membuatnya ikut menghadapi serangan kaum musyrikin. Ia berdiri menjadi pahlawan melindungi Rasulullah saw, tanpa rasa segan dan takut, pada saat semua orang berpencar menjauh dari ketakutan akan menjadi korban. Ia mengambil pedang dan persiai, lalu berdiri di samping Rasulullah saw melindungi beliau dengan dirinya.
Ummu Umarah berjuang melawan Ibnu Qam’ah di tengah pasukan Muslimin. Ibnu Qam’ah menyerang pundaknya, serangan yang meninggalkan bekas luka yang cukup dalam. Ia juga sempat menyerang Ibnu Qam’ah, tetapi karena dia memiliki dua perisai sehingga ia selamat. Ummu Umarah terus berjuang hingga ia mendapat dua belas luka.
Para perempuan Mukminah setelah pertempuran usai, mereka turun ke medan peperangan. Anas berkata, “Aku melihar Sisyah Abu Bakar dan Ummu Sulaim. Kedua pakaian mereka tersingkap, jadi saya bisa melihat gelang di kaki mereka. Mereka membawa air di punggung mereka dan menuangkannya ke mulut orang-orang yang terluka. Mereka kembali (ke sumur) dan mengisinya kembali dengan air. Lalu, kembali memberi minum para tentara.” (HR Bukhari dan Muslim).
Umar berkata, “IA (Ummu Salith) pernah membawa tempat air minum untuk kami ketika Perang Uhud.” (HR Bukhari).

Setelah Dukacita Itu, Allah Menurunkan Rasa Aman – Ras Kantuk

Setelah bencana dan duka cita yang sangat dalam bagi kaum Muslimin, Allah menguji hati mereka, menguji apa yang terpendam dalam dada mereka, mengambil para suhada yang Dia kehendaki, Allah menurunkan rasa aman, berupa rasa kantuk kepada mereka yang setia. Allah meringankan beban mereka dan mengikat hati mereka denga-Nya. adapun kaum yang ragu dan penuh prasangka buruk, mereka lebih mementingkan diri mereka, dan setan bermain dengan mereka. Allah berfirman, "Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, Dia menurunkan rasa aman kepadamu (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu, sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata, “Adakah sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini?” Kataknalah (Muhammad), “Sesungguhnya segala urusan itu di tangan Allah.” Mereka menyembunyikan dalam hatinya apa yang tidak mereka terangkan keapdamu. Mereka berkata, “Sekiranya ada sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.” Katakanlah (Muhammad), “Meskipun kamu ada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar  (juga) ke tempat mereka terbunuh.” Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Dan Allah Maha Mengetahui isi hati.” (QS Ali ‘Imran (3) : 154).
Menurut penulis azh-Zhilal (Sayyid Quthb), semoga Allah merahmatinya, “Setelah pahirnya kelelahan,ketakutan, dan keresahan itu, Allah menggantinya dengan kedamaian yang menakjubkan. Kedamaian yang meliputi jiwa-jiwa mereka yang ebriman, yang kembali kepada Tuhan mereka, yang kembali kepada Nabi mereka. Mereka diliputi rasa kantuk yang lembut, mereka berserah diri kepada-Nya, tenteram.
Pemandangan itu, merupakan fenomena yang ajaib, menyebar dengan rahmat Allah yang melingkupi hamba-hamba-Nya yang beriman. Rasa kantuk ketika menyergap mereka yang letih, lelah, dan takut meskipun hanya sejenak, akan bekerja pada diri mereka seperti sihir, dan mengembalikan mereka menjadi makhluk baru. Adapun golongan yang lain, mereka mempunyai keimanan yang kerap goyah, mereka mencemaskan diri sendiri. Mereka belum sepenuhnya bebas dari akar-akar jahiliah. Mereka belum menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah semata. Belum sepenuhnya menyerahkan diri mereka pada takdir-Nya. hati mereka belum tenang bahwa apa yang menimpa mereka adalah cobaan, untuk menguji, Allah tidak membiarkan begitu saja para kekasih-Nya kepada musuh-musuh-Nya. tidak ada dalam ketentuan Allah bahwa kufur, kejahatan, kebatilan, akan memang dan mendapatkan pertolongan penuh.
 Akidah ini mengajarkan kepada para pemeluknya --- sebagaimana Anda ketahui --- bahwa mereka tidak memiliki daya apa pun pada diri mereka. Mereka semua milik Allah. Ketika mereka pergi berjihad di jalan-Nya, mereka sedang pergi untuk-Nya. bergerak untuk-Nya, berjuang demi Dia, tanpa tujuan lain, untuk diri mereka sendiri dalam jihad ini.
Dari Abu Thalhah r.a. berkata, “Aku di antara mereka yang diliputi rasa kantuk pada Perang Uhud, hingga pedangku terjatuh dari tanganku beberapa kali. Pedang jatuh dan aku mengambilnya, dan jatuh lagi, dan aku mengambilnya.” (HR Bukhari).

Lembaran yang Berpendar Cahaya Disertai Wewangian dari Para Syuhada’

Inilah sekumpulan wewangian dari lembaran-lembaran yang berkilau, yang ditulis oleh para syuhada’ dari sahabat-sahabat pemimpin para Nabi saw di atas lembaran sejarah dengan tinta cahaya.

Syahidnya Hamzah, Singa Allah dan Singa Rasulullah saw.

Angin kematian berembus di medan pertempuran. Inilah saat-saat yang ditentukan oleh Allah SWT untuk membawa Hamzah pergi dari dunia, menjadi pemimpin para syuhada’.
Inilah Wahsy, yang menceritakan bagaimana Hamzah terbunuh. Wahsy berkata, “Aku adalah seorang budak, milik Jubair bin Muth’im. Thu’amah bin Addy, pamannya tewas pada Perang Badar. Ketika Quraisy memutuskan untuk pergi ke Uhud. Jubari berkata keapdaku, “Jika kamu dapat membunuh Hamzah, paman Muhammad karena pamanku maka engkau merdeka.” Wahsy berkata, Maka aku pun turut bersama mereka. Dan aku adalah laki-laki dari Habasyah, yang mahir melempar tombak, sebagaimana orang-orang Habasyah (yang kuat). Sangat jarang aku melempar salah sasaran. Ketika pertempuran dimulai, aku pergi mencari Hamzah dan memfokuskan pandanganku untuk mendapatkannya. Hingga akhirnya aku melihatnya di tengah kerumunan manusia seperti unta yang kukuh. Menghadang banyak orang dengan pedangnya. Tidak ada serangan berarti baginya. Demi Allah, aku bersiap untuk membunuhnya. Aku menginginkannya dan aku bersembunyi di balik pohon atau batu, untuk mendekatinya. Namun, ada Siba’ bin Abdul Uzza yang mendahuluiku. Ketika Hamzah melihatnya, ia berkata, “Ayo (serang aku), wahai anak perempuan jalang.”
Wahsy berakta, “Lalu, Hamzah menyerangnya dan sepertinya tidak salah sasaran. Lalu, aku ayunkan tombakku. Ketika aku sudah siap, aku tembakkan ke arahnya dan kena tepat di pinggangnya, hingga ujungnya keluar di antara kedua kakinya. Ia bergerak ke arahku, tetapi ia terjatuh. Aku membiarkannya sampai mati. Lalu, aku mendatanginya untuk mencabut tombakku. Lalu, aku kembali ke perkemahan dan aku duduk di sana. Aku tidak menginginkan apa pun. Aku membunuhnya demi kebebasanku. Ketika aku kembali ke Makkah, aku dimerdekakan. Aku tetap tinggal di sana, hingga ketika Rasulullah menaklukkan Makkah. Aku melarikan diri ke Thaif dan tinggal di sana. Ketika utusan Thaif pergi menemui Rasulullah saw untuk menyatakan keislaman mereka, aku bimbang hendak ke mana aku pergi, ke Syam atau ke Yaman, atau negeri lain. Demi Allah, itulah keinginanku. Hingga seseorang berkata keapdaku, “Mengapa (kau pergi), sesungguhnya dia (Rasulullah) tak akan membunuh seseorang yang masuk pada agamanya dan menyatakan syahadat.”
Ketika ia mengatakan itu kepadaku, aku datang menemui Rasulullah saw di Madinah. Tidak ada yang membuatku takut, kecuali ketika aku berdiri di hadapannya dan mengucapkan syahadat kebenaran itu. Ketika beliau melihatku, “Bukankah engkau Wahdy?” Aku aktakan, “Ya, Rasulullah.” Beliau berkata, “Duduklah, bagaimana kau bunuh Hamzah?” Lalu, aku bercerita kepada beliau. Setelah usai ceritaku, beliau berkata, “Ah pergilahd ari ahdapanku, aku tidak mau melihatmu.” Aku sedih beliau tidak mau melihatku, hingga Allah mengangkat beliau ke sisi-Nya.” (HR Bukhari dan Ahmad).
Ketika kaum Muslimin memerangi Musailamah, aku bertempur bersama mereka dengan tombak yang aku gunakan untuk membunuh Hamzah. Ketika orang-orang mulai ebrtempur, aku mengicnar Musailamah, kulihat di tangannya ada pedang. Demi Allah, sebelumnya aku tidak mengenalnya. Ternyata ada laki-laki Anshar yang mengincarnya dari sisi lain. Kami berdua bersiap membunuhnya. Ketika segalanya telah memungkinkan, aku ayunkan tombakku ke arahnya dan kena. Orang Anshar itu pun menusukkan pedangnya dan kena. Hanya Tuhanmu yang tahu, siapa di antara kami yang membunuhnya. Jika aku yang membunuhnya, aku telah membunuh manusia terbaik setelah Rasulullah saw dan juga manusia terburuk (Musailamah).”

Mereka Memutilasi Jasadnya yang Suci

Para musuh Allah itu tidak hanya membunuhnya, tetapi juga memutilasi jasadnya. Ketika apra sahabat mencari jasad Hamzah bersama Rasulullah saw, mereka mendapatkan perutnya telah terkoyak. Wahsy telah mengambil hatinya karena nazar yang telah diucapkan Hindun ketika ayahnya mati pada Perang Badar. Hamzah ikuburkan di Namirah, sebagaimana adanya. Di mana jika ditutupi keapdalanya, tampaklah ekdua kakinya. Kemudian mereka menutup kakinya dengan sesuatu dari pohon.” (HR Adz-Dzahabi).
Dari Anas r.a. berakta, “Pada saat Perang Uhud, Rasulullah berdiri di samping jasad Hamzah yang telah terkoyak. Beliau saw berkata, “Kalau saja shafiyyah tidak tertekan melihatnya, niscaya aku biarkan Allah menggiringnya ke Mahsyar,d ari perut hewan-hewan buas dan burung-burung.” Lalu, ia dikafani di Namirah. Jika ditutup kepalanya, tampaklah dua kakinya. Jika ditutup dua kakinya, tampaklah kepalanya. Tidak ada satu pun dari para syuhada yang dishalatkan. Beliau saw berkata, “Akulah yang menjadi saksi atas kalian.” Tiga orang syahid dikumpulkan dalam satu liang atau dua orang. Beliau berkata, “Mana di antara keduanya yang paling banyak menghafal Al-Qur’an, dahulukan ke liang lahat.” Dua atau tiga orang dikafani dalam satu baju.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Dari Ibnu Umar berakta, “Rasulullah pulang dari Perang Uhud, lelu beliau mendengar bahwa kaum wanita dari bani Abduh Asyhal meratapi kematian keluarga mereka. Lalu, beliau bersabda, “Namun, Hamzah tidak perlu diratapi.” Datanglah perempuan-perempuan Anshar, lalu mereka menangisi kematian Hamzah di rumah Rasulullah. Beliau tertidur dan ketika bangun, mereka masih saja menangis. Kemudian beliau saw berkata, “Ada apa dengan mereka?” Apakah mereka masih di sini sampai saat ini? Perintahkan kepada mereka untuk pulang, dan tidak menangisi seseorang yang telah meninggal mulai saat ini.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Rasulullah saw bersabda, “Aku melihat para malaikat memandikan Hamzah bin Abdul Muthalib dan Hanzhalah bin ar-Rahib.” (HR Thabari).

Kisah Syahidnya Anas bin an-Nadhr

Dari Anas r.a. berkata, “Pamanku, Anas bin an-Nadhr, tidak dapat ikut pada Perang Badar. Dia berkata, “Aku tidak mengikuti pertempuran pertama bersama Rasulullah saw dan jika Tuhan sekarang memberi saya kesempatan untuk berperang bersama Rasulullah saw, Allah akan melihat apa yang akan kulakukan.” Pada saat Perang Uhud dan kaum Muslimin kalah, dia berakta, “Wahai Allah, sesungguhnya aku membebaskan diriku dari apa yang dilakukan oleh mereka --- kaum musyrikin – dan mohon ampun dari apa yang telah mereka lakukan --- kaum Muslimin.” Lalu, dia membawa pedangnya dan bertemu Sa’ad bin Mu’adz (yang mundur). Anas berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad, sungguh aku mencium bau surga di Gunung Uhud.” Lalu, ia pergi ke depan dan berjuang sampai ia terbunuh. Sa’ad berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak dapat melakukan seperti apa yang Anas lakukan.” Anas bin Malik berkata, “Kami menemukan lebih dari delapan puluh luka yang ditimbulkan oleh pedang, tusukan tombak dan panah di tubuhnya. Kami tidak mengenalinya, hingga saudara perempuannya datang dan mengenali ujung jari-jarinya. Anas berkata, “ Pada saat itu kamis edang membicarakan ayat, “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya).” (QS al-Ahzab (33) : 23). Ayat tersebut berbicara tentang dia (Anas bin an-nadhr) dan apra sahabatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain, ketika tersiar kabar bahwa Nabi saw terbunuh, runtuhlah roh perjuangan pada jiwa-jiwa sebagian besar sahabat Nabi atau hampir saja runtuh. Di antara mereka ada yang berhenti bertempur dan ada pula yang melempar senjatanya tertunduk. Kemudian Anas bin an-Nadhr melewati mereka, ketika mereka telah melemparkan senjata-senjata mereka. Ia berkata, “Apa yang kalian tunggu?” mereka berkata, “Rasulullah saw telah terbunuh.” Lalu, Anas berkata, “Lalu, apa yang akan kalian lakukan dalam hidup ini, sepeninggal beliau? Bangkitlah kalian dan matilah dalam (akidah) di mana Rasulullah telah mati di atasnya. Kemudian ia berkata, “Yan Allah, aku mohon ampun atas apa yang mereka lakukan – kaum muslimin – dan aku memohon kepada-Mu untuk dinyatakan bebas dari apa yang telah mereka (kaum musyrikin) lakukan.” Kemudian ia pergi ke depan dan bertemu Sa’ad bin Mu’adz (melarikan diri) dan ebrkata kepadanya. ‘Hendak ke mana, wahai Abu Umar? Mari mencari aroma surga, wahai Sa’ad, sungguh aku menemukannya di Uhud.” Lalu, ia pergi menyerang kaum musyrikin, hingga ia terbunuh. Setelah pertempuran usai, dia tidak dikenali, hingga saudara perempuannya mengenali jasadnya dan ujung jarinya. Di tubuhnya terdapat lebih dari delapan puluh luka akibat tusukan tombak, sayatan pedang, dan tembakan anak anak panah. (HR Bukhari dan Muslim).


Beginilah Para Sahabat Nabi saw.

Dari Jabir r.a. mengatakan bahwa seseorang pada saat Perang Uhud berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, di mana aku jika aku terbunuh?” di surga, “jawab Rasululah. Dia pun melempar kurmayang ada di tangannya dan bertempur sampai ia mati.” (HR Bukhari dan Muslim).
Menurut al-hafizh dalam al-Fath, “Menurut Ibnu Basykawal, laki-laki itu adalah Umair bin al-Hamam dan al-Khatib lebih dulu menyatakan hal itu. Hal itu berdasarkan hadits Anas yang mentakan, “Bahwa Uamir bin al-Hamam mengeluarkan kurma dari kantungnya dan memakannya. Kemudian ia berkata, “Jika aku masih hidup sampai aku memakan kurma-kurma ini, itu merupakan kesempatan hidup yang panjang. Kemudian ia bertempur sampai ia tewas.”
Namun, kukatakan (al-hafizh) bahwa dalam hadits itu, Anas menjelaskan bahwa itu terjadi pada Perang Badar. Adapun hadits di atas, Jabir menyatakan bahwa itu terjadi papa Perang Uhud. Tampaknya dua hadits itu merupakan dua kisah yang berbeda tentang dua orang laki-laki. Allahu a’lam. Dalam hadits di atas, kita melihat beberapa para sahabat sangat cinta dalam membela Islam, juga tekad untuk mati syahid, mencari ridha Allah.

Syahidnya Abdullah bin Haram (Ayah Jabir) r.a.

Dari Jabir r.a. berakta, “Ketika terjadi Perang Uhud, pada suatu malamnya bapakku memanggilku seraya berkata, “Tidakkah aku melihat diriku (menduga), melainkan aku menjadi orang yang pertama-tama gugur di antara para sahabat Nabi saw (dalam peperangan ini), dan aku tidak meninggalkan sesuatu yang ebrharga bagimu sepeninggalku, melainkan diri Rasulullah saw. Dan aku mempunyai utang maka lunasilah dan berilah nasihat yang baik kepada saudara-saudaramu yang perempuan.” Pada pagi harinya kami dapati bapakku adalah orang yang pertama gugur dan dikuburkan bersama dengan yang lain dalam satu kubur. Setelah itu, perasaanku tidak enak dengan membiarkan dia bersama yang lain, kemudian aku keluarkan setelah enam bulan lamanya dari hari pemakamannya. Dan aku dapati jenazah bapakku masih utuh, sebagaimana hari dia dikuburkan. Tidak ada yang berubah padanya kecuali sedikit, pada ujung bawah telinganya.” (HR Bukhari).

 Malaikat Menaunginya dengan Sayap

Inilah malaikat Allah Yang Maha Pemurah, berbaur dengan sahabat yang mulia ini, turun atas pereintah Allah SWT untuk menanunginya dengan sayapnya setelah kematiannya.
Dari jabir bin Abdullah berkata, “Mayat ayah saya dibawa dan dia ditutupi kain itu, tetapi orang-orang melarangku untuk melakukannya. Saya kembali berusaha untuk mengangkat kain itu, tetapi orang-orang melarangku. Kemudian Rasulullah saw mengangkatnya atau memerintahkan untuk mengangkatnya. Dia mendengar suara tangisan atau suara wanita yang sedang berkabung. Belikau bertanya, “Siapa dia?” Mereka berkata, “Putri Amru atau adik Amru.” Kemudian beliau saw berkata, “Menagapa dia menangis?” Para malaikat memberinya keteduhan dengan sayap mereka sampai ia akan diangkat (ke tempat tinggalnya di surga).” (HR Muslim dan Nasa’i).
Pada riwayat lain di Shahih Muslim, Rasulullah saw berkata, “Kamu menangisinya atau tidak, para malaikat masih menaunginya dengan sayap-sayapnya, sampai kalian mengangkatnya (ke liang lahat).”
Menurut Imam Nawawi, sabda Rasulullah saw, “Para malaikat menaunginya dengan sayap mereka sampai ia akan diangkat.” Menurut Qadhy, “Kemungkinan hal itu terjadi karena malaikat mengetahui tentang kabar gembira bahwa keutamaan Allah dan ridha-Nya kepada Abdullah bin Amru serata karamah yagban telah dipersiapkan untuknya sehingga para malaikat berbondong-bondong menyaksikannya. Apra malaikat ramai-ramai untuk memuliakannya dan gembira karenanya. Atau mereka menaunginya dari panasnya matahari agar tak berubah bau harum dan jasadnya. Adapun sabda Rasul saw, “Kamu menangisinya atau tidak, para malaikat masih menaunginya." Artinya baik ia menangis ataupun tidak, malaikat masih menaunginya. Maksudnya, ia telah mendapatkan karamah (hal-hal yang luar biasa yang diberikan kepada kekasih Allah) tersebut dan yang lainnya. Jadi, tidak seharusnya menangis atas keutamaan tersebut. dalam hal ini tentunya untuk menghiburnya.” (HR Muslim).

Allah Berbicara dengannya tanpa Hijab

Keutamaan terbesar yang dimiliki oleh sahabat Nabi yang luar biasa ini – Allah menghimpun begitu banyak keutamaan untuknya – setelah kematiannya, Allah berbicara dengannya tanpa hijab.
Dari Jabir bin Abdullah berkata, “Ketika Abdullah bin Amru bin Haram tewas, Rasulullah saw bersabda, “Wahai Jabir, senangkah engkau jika aku memberitahumu apa yang Allah katakan kepada ayahmu>” Aku berkata, “Tentu.” Rasulullah saw berkata, “Allah tidak pernah berbicara dengan ayahmu berhadapan 9tanpa hijab) (penutup), tetapi Allah berbicara dengan ayahmu berhadapan (tanpa hijab). Lalu, Allah ebrfirman, “Wahai hamba-Ku, mimpikanlah sesuatu dari-Ku, kan Ku-berikan keapdamu.” Lalu. Ia berkata, “Wahai Tuhanku, sampaikanlah (kabar tentang nikmat yang kudapatkan ini) kepada mereka yang masih hidup.” Lalu, Allah menurunkan ayat, “Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa roang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki.” (QS Ali ‘Imran (3) : 169).” (HR Turmudzi dan Hakim).
Dalam riwayat lain, Jabir mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Wahai Jabir, tidakkah kau tahu bahwa Allah SWT telah emnghidupkan ayahmu dan berkata keapdanya, “Bermimpilah sesuatu, Aku akan berikan.” Kemudian ayahmu berkata, “Aku ingin dikembalikan ke dunia dan aku dibunuh (dalam peperangan) sekali lagi.” Allah berfirman, “Sungguh Aku telah memutuskan suatu hukum bahwa mereka tidaka akn dikembalikan lagi ke dunia.” (HR Ahmad).
Seseorang b ingung dengan karamah seseorang yang syahid di jalan Allah .... bahwa ayah Jabir tidak merasakan kerinduan karena berpisah dari anak-anaknya, tidak juga meminta kemuliaan untuk dirinya untuk merasa tenteram dengan kenikmatan yang ian eproleh. Namun, ia menghendaki untuk kembali ke dunia agar ia tidak lalai sekali lagi dan sesuatu yang paling ia cintai dan berjalan dengan langkah-langkah tegak ke medan peperangan.

Syahidnya Hanxhalah r.a. dan Malaikat Memandikannya

Dari Abdullah bin az-Zubair r.a. berakta, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Ketika Hanzhalah bin Abu Amir tewas, setelah pertempuran melawan Abu Sufyan bin al-harits dan ketika itu Syaddad bin al-Aswad menghunuskan pedangnya dan membunuhnya. Rasulullah berkata, “Sesungguhnya sahabat kalian dimandikan oleh Malaikat.” Para sahabat bertanya kepada istrinya tentang ida. Istrinya menjawab, “Dia pergi berperang, ketika ia mendengar perintah (berjihad), sedangkan dia dalam keadaan junub.” Maka Rasulullah berkata, “Karena itulah ia dimandikan oleh para Malaikat.” (HR Hakim).
Rasulullah saw juga bersabda, “Aku melihat malaikat memandikan Hamzah bin Abdul Muthalib dan Hanzhalah bin ar-Rahib.” (HR Thabrani).

Masuk Surga, Ia Tak Pernah Shalat.

Dari Abu Hurairah r.a. “Sungguh Amru bin Aqisy mempunyai tuhan pada masa jahiliah (penyembah berhala) sehingga ia tidak mau memeluk Islam. Namun, akhirnya ia beriman. Pada saat peristiwa Uhud, ia berkata, “Mana anak-anak pamanku?” Mereka berkata, “Di Uhud.” Ia berkata, “Mana si Fulan?” mereka berkata, “Di Uhud.” Ia berkata, “Mana si Fulan?” Mereka berkata, “Di uhud.”
Ia pu memakai perisainya dan menunggang kudanya, lalu menyusul mereka. Ketika kaum muslimin melihatnya, mereka berkata, “Hendaknya engkau berhati-hati dengan kami, wahai Amru.” Dia berkata,, “Aku telah beriman.”
Ia bertempur sampai terluka, ia di bawa kepada keluarganya dalam kondisi terluka. Kemudian Sa’ad bin Mu’adz datang dan ia berkata kepada saudarinya, “Tanyalah keapdanya, (apakah ia bertempur) untuk membela kaumnya, atau amarah karena mereka, atau dia marah karena Allah SWT.” Dia berkata, “Tentunya aku marah karena Alah dan Rasul-Nya.” Ia pun meninggal dan masuk surga.d an tak sekalipun ia shalat.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Al - Yaman r.a. (Ayah Hudzaifah) Syahid

Pada saat Perang Uhud, Hudzaifah bertempur menginginkan mati syahid dan merindukannya. Adapun ayahnya memperoleh syahid pada saat itu. Beberapa sahabat salah membunuhnya di balik perisai perang dan menutupi wajah mereka. Jika mereka tidak memiliki tanda yang jelas, saudara membunuh saudaranya, dan ia tidak merasa melakukannya.
Dari Aisyah berkata, “Ketika Perang Uhud dan kaum musyrikin dapat dikalahkan, iblis berteriak dan berkata, “Hai hamba-hamba Allah, di belakang kalian ada pasukan musuh yang lain.” Kemudian pasukan yang didepan dan pasukan belakang (sesama kaum muslimin). Hudzaifah r.a. memperhatikan ternyata ada bapaknya, al-Yaman. Ia pun segera berseru, “Wahai hamba-hamba Allah, itu bapakku, Itu bapakku.” Demi Allah pasukan itu tidak  memedulikan (terus saja bertempur) hingga akhirnya membunuhnya (al-Yaman). Kemudian Hudzaifah r.a. berkata, “Semoga Allah mengampuni kalian hingga bertemu dengan Allah (meninggal dunia).” (HR Bukhari dan Hakim).
Dari Mahmud bin Lubaid berkata, “Ketika Rasulullah saw pergi menuju Uhud, al-Yaman bin Jabir, ayah Hudzaifah, dan Tsabit bin Waqsy bin Za’ura’, mereka berada di benteng bersama kaum wanita dan anak-anak. Keduanya sudah tua renta, salah satu di antara mereka berkata kepada yang lain, “Ah, apa yang kita tunggu, demi Allah tidaklah salah seorang di antara kalian, melainkan umurnya sudah tinggal sejengkal,. Kita orang tua yang menunggu kematian. Tidakkah kita ambil pedang, lalu menyusul Rasulullah saw.” Kemudian kedua orang tua itu measuk di barisan kaum Muslimin dan kaum Muslimin tidak mengetahui hal itu. Tsabit bin Waqsy akhirnya tewas dibunuh kaum musyrikin. Sedangkan, ayah Hudzaifah, pedang seseorang dari kaum Muslimin menyerang dan membunuhnya dan mereka tidak mengetahuinya. Kemudian Hudzaifah berkata, Ayahku, Ayahku,” Mereka berkata, “Demi Allah, kami tidak tahu (dan mereka benar-benar tidak tahu).” Hudzaifah berkata, “Allah mengampuni kalian dan ddi Maha Penyayang di antara yang penyayang.” Rasulullah saw memberinya diyat – denda karena salah membunuh.” Tetapi Hudzaifah menyedekahkannya kembali. Dia maki di sayang oleh Rasulullah.” (HR Hakim).

Abdullah bin Jahsy r.a. Mati Syahid

Dari Sa’ad bin Abi Waqqash r.a. mengatakan bahwa Abdullah bin Jahsy berkata kepadanya pada Perang Uhud. “Tidakkah engkau berdoa kepada Allah?” Kemudian mereka menuju satu tempat. Sa’ad berkata, “Wahai Rabb, jika aku menghadapi musuh nanti, hadapkanlah aku dengan seseorang yang permusuhannya kuat, hebat dalam menyerang. Aku menyerangnya dan ia menyerangku. Karuniakan aku kemenangan atasnya hingga aku dapat membunuhnya, lalu aku ambil hartanya.” Abdullah bin Jahsy mengamini doanya. Kemudian Abdullah berkata, “Wahai Allah, karuniakanlah kepadaku seseorang yang hebat dan menyerang dan sangat memusuhi (Islam). Aku menyerangnya karena-Mu dan ia menyerangku. Kemudian ia mengalahkanku dan ia memotong hidung dan telingaku. Ketika aku bertemu dengan-Mu esok, Engkau akan katakan, “Siapa yang memotong hidung dan telingamu?” Lalu, aku berkata, “Karena-Mu dan karena Rasul-<u.” Dan Engkau berkata, “Kamu benar.” Sa’ad berkata, “Wahai anakku, doa Abdullah bin Jahsy lebih baik dari doaku. Aku melihatnya di akhir pertempuran, sungguh  hidung dan telinganya digantung di selembar benamg.”
Dari Sa’id bin al-Musayyib megnatakan bahwa Abdullah bin Jahsy berkata, “Wahai Allah, sungguh aku bersumpah kepada-Mu, aku akan mengahadapi musuh esok. Mereka membuhku dan memotong hidung dan telingaku. Kemudian Engkau bertanya kepadaku, “Untuk apa itu?” dan kukatakan, “Demi Engkau.” Sa’id bin al-Musayyib berkata, “Aku berharap Allah mengabulkan bagian akhir dari doanya, sebagaimana Allah telah memenuhi bagian pertamanya.”
Inilah potret lelaki sejati yang menghadang kaum kafir di awal dan akhir pertempuran, bergerak ke depan, bumi berguncang di bawah kakinya. Ia tidak mengambil keuntungan apa pun di awal peperangan, tidak juga setelah perang usai.
Kepahlawanan semacam ini terpendam dalam sejarah Islam yang masih tegak hingga hari ini. Tidak akan ada yang berteriak demi Islam atau membebaskannya dari penindasan, kecuali dengan kekuatan yang memuncak dari hati-hati mereka yang betul-betul beriman dan mereka yang syahid.

Apa Rahasia Inspirasi Itu? Siapa yang Menerangi Cahaya Itu?

Dialah Muhammad saw. Dialah yang mendidik generasi Istimewa itu.d ari hatinya yang besar, lahirlah laki-laki itu, berkorban di jalan Allah, dan mengutamakan orang lain dari dirinya sendiri, pada apa yang ada di sisi-Nya.

Amru bin al-Jamuh Menginjakkan Kakinya di Surga

Amru r.a. seorang yang kakinya pincang, sangat pincang, ia memiliki empat orang anak mdua yang berperang bersama Rasulullah saw. Ketika Rasulullah pergi menuju Uhud, ia ingin berangkat bersama mereka. Anak-anaknya berkata kepadanya. “Sesungguhnya Allah memberikan keringanan (rukhshah), jika engkau tidak pergi. Kami cukup menggantikanmu. Allah telah membebaskanmu dari kewajiban berjihad.” Kemudian ia pergi menemui Rasulullah saw dan berkata, “Sesungguhnya anak-anakku melarangku untuk pergi berjihad bersamamu. Padahal, demi Allah, aku sangat mengharapkan mati syahid sehingga aku dapat menginjak surga dengan tongkatku.” Kemudian Rasulullah saw berkata kepadanya, “Bukankah Allah telah membebaskanmu dari kewajiban berjihad?” dan beliau juga berkata kepada anak-anaknya, “Hendaklah kalian mendoakannya agar Allah mengaruniakan kepadanya mati syahid.” Akhirnya, Amru pun pergi bersama Rasulullah saw dan ia pun tewas pada Perang Uhud, sebagai syahid.” (HR Ibnu Hisyam).
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Amru bin al-jamuh datang menemui Rasulullah saw dan berkata, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku berjuang di jalan Allah hingga aku mati, apakah aku akan berjalan di atas kakiku ini dengan tegak di surga?” Dia seoarng yang pincang. Kemudian Rasulullah saw berkata, “Ya.” Dia pun mati pada Perang Uhud, bersama keponakannya,d an pelayannya. Rasulullah saw melewatinya dan berkata, “Sepertinya aku melihatmu berjalan di atas kakimu dengan tegak di surga.” Lalu, beliau saw memerintahkan untuk menempatkan mereka dalam satu liang.” (HR Ahmad).

Sa’ad bin ar-Rabi’ dan Pesannya yang Bergarga untuk Kaum Anshar

Zaid bin Tsabit berkata, “Rasulullah saw mengutusku pada saat Perang Uhud untuk mencari Sa’ad bin ar-Rabi’. Beliau saw berkata kepadaku, “Jika engkau melihatnya, sampaikan salamku kepadanya. Dan katakan kepadanya,  “Rasulullah mengatakan kepadamu, bagaimana kondisimu?” Zaid berkata, “Aku berkeliling di antara korban yang tewas. Aku mendapatkannya tengah sekarat. Di tubuhnya terdapat 70 luka karena tusukan tombak, sayatan pedang dan tembakan panah. Aku berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad, sungguh Rasulullah saw menyampaikan salam untukmu dan berkata keapdamu, “Beri tahu aku bagaimana kondisimu?” IA berkata, “Untuk Rasulullah salam (keselamatan), katakan kepadanya, “Wahai Rasulullah aku mendapati harumnya surga. Dan katakan kepada kaumku, Anshar, “Tidak ada alasan bagi kalian di sisi Allah. Jika Rasulullah mendpatkan bahaya, padahal di antara kalian ada mata yang melotot (mengawasi).” Nafasnya pun berhenti karena waktunya telah tiba.” (HR Ibnu Hisyam dan Hakim).

Mush’ab bin Umair Syahid di Jalan Allah

Ibnu Ishaq berkata, “Mush’ab bin Umair berjuang di dekat Rasulullah hingga ia tewas. Ibnu Qam’ah al-Laits yang membunuhnya. Dia mengira bahwa ia telah membunuh Rasulullah. Kemudian ia kembali ke kaum Quraisy dan berkata, “Aku telah membunuh Muhammad.” (HR Ibnu Hisyam dan Ibnu Sa’ad).
Khabab bin al-Arat bercerita, “Kami telah berhijrah bersama Nabi saw hanya mengharapkan ridha Allah dan kami telah mendapatkan pahala di sisi Allah. Lalu, di antara kami ada yang meninggal lebih dahulu sebelum menikmati pahalanya sedikit pun ( di dunia ini), di antaranya adalah Mus’ab  bin Umair. Dia terbunuh di medan Perang Uhud dan dia hanya meninggalkan selembar kain. Apabila kami gunakan untuk menutup kepalanya dengan kain tersebut, kakinya terbuka keluar dan jika kakinya yang hendak kami tutup, kepalanyalah yang terbuka. Kemudian Rasulullah saw memerintahkan kepada kami untuk menutup kepalanya dengan kain tersebut, sedangkan kakinya kami tutup dengan dedaunan idzkhir. Dan di antara kami ada yang telah memerik hasil usahanya ( di dunia ini).” (HR Bukhari dan Muslim).
Para sahabat Nabi saw masih saja menyebut Musy’ab setiap saat, potretnya tak pernah pergi dari kehidupan mereka meski sesaat.
Inilah Abdurrahman bin Auf r.a. ia diberi makanan ketika berbpuasa. Dia berkata, “Mus’ab bin Umair terbunuh dan ia lebih baik daripada saya, tetapi ia hanya diselemuti burdah (selembar kain). Jika kepalanya ditutup, kakinya menjadi telanjang, dan jika kakinya ditutup, kepalanya tampak.” Abdurrahman menambahkan, “Hamzah juga tewas dan ia lebih baik daripada saya. Kemudian dibentangkan kepada kita untuk kekayaan duniawi.” Dalam riwayat lain, “Diberikanlah kepada kita dunia seperti yang sudah diberikan kepada kita. Kami takut bahwa pahala dari perbuatan kita telah diberikan kepada kita dalam kehidupan ini. Abdurrahman mulai menangis, sampai ia meninggalkan makanan itu.” (HR Bukhari).
Dari Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw berkata, “Sesungguhnya ketika Rasulullah saw kembali dari Uhud, beliau melewati Mush’ab bin Umair yang tewas dalam perjalanannya (di Uhud). Rasulullah berhenti dan berdoa untuknya. Kemudian beliau membaca ayat ini, “Di antara orang-orang yang Mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikut pun tidak mengubah (janjinya).” (QS al-Ahzab (33) : 23). Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Aku bersaksi bahwa mereka adalah syuhada’ di sisi Allah pada hari kiamat, datangilah mereka dan berziarahlah. Diemi jiwaku yang berada di genggamannya, tidak seseorang mengucpakan salam kepada mereka hingga hari kiamat nanti, melainkan mereka menjawabnya.” (HR hakim).

Kisah  Qazaman

Dari Sahl bin Sa’ad r.a. berkata, “Sungguh Rasulullah saw dan kaum musyrikin bertemu, lalu terjadilah peperangan antara mereka. Pada akhir pertempuran, Rasulullah saw kembali ke pasukannya (di perkemahan) dan musuh pun demikian. Di antara para sahabat Rasulullah ada seseorang yang tidak memberi peluang terhadap musuh. Ia terus mengejar mereka dan membunuhnya dengan pedangnya. Mereka (para sahabat Nabi saw) berkata, “Tidak ada seseorang yang hari ini lebih banyak pahalanya daripada Fulan.” Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya ia adalah salah satu dari penghuni neraka.” Salah seorang berkata, “Aku temannya.” Laki-laki itu mengatakan bahwa ia pergi bersama Fulan ke mana pun ia pergi. Dia berhenti kapan saja dia berhenti dan berlari bersamanya setiap kali dia ebrlari.” Dia berkata, “Orang itu terluka parah dan ingin mempercepat kematiannya sendiri. Dia menempatkan bilah pedangnya di tanah dengan ujung pedang di antara dadanya, kemudian menekan dirinya terhadap pedang itu. Ia bunuh diri.” Kemudian temannya itu pergi menghadap Rasulullah saw dan berkata, “Aku bersaksi bahwa sesungguhnya engkau adalah Rasulullah.” Nabi saw bertanya, “Apa yang terjadi?” Dia menjawab, “Orang yang kau sebutkan tadi bahwa ia adalah salah satu penghuni neraka.” Orang-orang yang ada di sana terkejut dengannya. Aku katakan, “Aku akan beritahu kalian tentangnya. Aku pergi keluar mencarinya sampai aku (menemukannya) terluka sangat serius. Dia ingin mempercepat kematiannya. Dia menempatkan mata pedang di atas tanah dan ujung pedang itu tepat di antara dadanya. Kemudian ia menekan dirinya ke arah pedang itu, ia bunuh diri.” Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Seseorang melakukan perbuatan yang tampaknya di mata manusia itu merupakan amalan penghuni sura, tetapi sebenarnya dia adalah penghuni neraka. Dan sesungguhnya seseorang melakukan suatu tindakan yang di mata manusia perbuatan itu adalah amalan penghuni neraka, tetapi ternyata dia penghuni surga.
Dalam Sirah Ibnu Hisyam, disebutkan secara eksplisit bahwa laki-laki itu bernama Qazaman. Dia bunuh diri apda Perang Uhud. Sebagaimana terdapat dalam riwayat dari jalur Ibnu Ishaq, “Telah menceritakan keapdaku Ashim bin Umar bin Qatadah, dengan sanad hasan,d an para perawainya terpercaya. Hanya saja derajatnya mursal, tetapi dapat dianggap sebagai syahid sebagai upaya pengawasan (terhadap validitas hadits). Allahu A’lam.”
Menurut al-Hafizh dalam al-fath, “Ibnu jauzy berkeyakinan pada masalah ksiah yang diceritakan oleh Sahl bin Sa’d terjadi pada Perang Uhud. Ia berkata, “Nama laki-laki itu Qazaman azh-Zhafary. Ia berbalik ke belakang melarikan diri dari pasukan muslim pada perang Uhud, tetapi kaum perempuan mencercanya. Kemudian ia kembali lagi ke medan perang dan berada di barisan pertama. Dialah yang pertama kali menembakkan panah. Kemudian ia beralih menyerang dengan pedang. Dia telah melakukan keajaiban. Ketika kaum muslimin kalah, ujung pedangnya patah. Dan dia berkata, “Mati lebih baik daripada melarikan diri.” Pada saat itu Qatadah bin an-Nu’man lewat di depannya dan berakta, “Selamat atas kesyahidanmu (menjelang kematiannya).” Dia berkata, “Demi Allah, aku tidak berperang karena agama, tetapi kemuliaan kaumku.” Lukanya membuat ia gundah sehingga ia membunuh dirinya.”
Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi berkata, “Sebelumnya terdapat riwayat dari Ibnu Ishaq dalam Sirah Ibnu Hisyam. Ia secara eksplisit mengatakan bahwa laki-laki itu bernama Qazaman dan dia bunuh diri pada Perang Uhud. Komentar al-Hafizh tidak bertentangan dengan riwayat tersebut, apalagi riwayat tersebut mursal, dan sanadnya terpercaya. Tampaknya yang benar adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu al-Jauzy dan Ibnu Ishaq, pemimpin para ulama sirah. Allahu a’lam.

Abu Sufyan Membanggakan Diri di Depan Kaum Muslimin setelah Peperangan

Setelah peperangan usai, Abu Sufyan naik ke atas gunung dan berkata, “Apakah di tengah-tengah pasukan ada Muhammad?” hingga tiga kali. Nabi saw melarang para sahabat untuk menjawabnya. Lalu, dia berkata lagi, “Apakah di tengah-tengah pasukan ada Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakar r.a.) apakah di tengah-tengah pasukan ada Ibnu Quhafah, apakah di tengah-tengah pasukan ada Ibnu Khaththab?”
Kemudian dia kembali menemui teman-temannya dan berkata, “Mereka semua sudah terbunuh, itu sduah cukuip bagi mereka.” Umar yang tak dapat menahan emosinya berkata, “Kamu bohong. Demi Allah, wahai  musuh Allah, sesungguhnya roang-orang yang kamu sebutkan tadi, semuanya masih hidup. Masih tersisa untuk menimpakan keburukan kepadamu.” Abu Sufyan berkata, “Perang ini sebagai balasan atas (kekalahan kami) Perang Badar karena dalam perang kemenangan silih berganti. Sungguh kalian akan dapatkan kaum (kafir) memutilasi jasad dan mencincang korban yang aku tidak memerintahkannya, tetapi aku juga tidak merisaukannya.” Kemudian Abu Sufyan mulai menyenandungkan syair. “Agunglah Hubal, agungkanlah Hubal.”
Kemudian Nabi saw berkata, “Mengapa kalian tidak membalasnya?” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus kami katakan?” Beliau berkata, “Ucapkanlah, Allah yang Mahaagung lagi Mahatinggi.” Abu Sufyan berkata lagi, “Uzza milik kami, sedangkan kalian tidak punya.” Nabi saw berkata lagi, “Mengapa kalian tidak memblasanya?” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus kami katakan?” Beliau berkata, “Ucapkanlah, Allah Pelindung kami, sedangkan kalian tidak punya pelindung.” (HR Bukhari dan Ahmad).
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Abu Sufyan berkata, “Di mana (Ibnu Abi Kabisyah (maksudnya Nabi saw)? Di mana Ibnu Abi Quhafah? Di mana Ibnu Khaththab?” Umar menjawab, “Ini Rasulullahs aw, ini Abu Bakar, dan ini aku, Umar.” Abu Sufyan berkata, “Hari ini adalah balasan atas (kekalahan) Perang Badar, hari silih berganti, kemenangan dan kekalahan dalam perang juga demikian.” Kemudian Umar berkata, “Tidak sama, orang-orang yang tewas di antara kami di surga, sedangkan yang tewas dari kalian di neraka.” Abu Sufyan berkata, “Kalian menganggap begitu, maka harapan kami sia-sia dan kami merugi.” (HR Ahmad dan Hakim).

Nabi saw. Mengonfirmasi Kembalinya Kaum Musyrikin ke Makkah

Ketika perang usai, kaum musyrikin kembali. Kaum muslimin mengira mereka menuju Madinah untuk menawan penduduknya dan mengambil hartanya. Hal ini membuat mereka gelisah. Kemudian Nabis aw berkata kepada Ali bin Abi Thalib r.a., “Pergilah, ikuti jejak mereka. Lihatlah apa yang mereka lakukan, dan apa yang mereka inginkan. Jika mereka menjauhi kuda, dan menunggangi unta berarti mereka menuju Makkah. Jika mereka menunggangi kuda  dan mengendari unta berarti mereka menuju Madinah. . Demi jiwaku yang berada di genggaman-Nya, jika mereka menuju Madinah, aku akan menyusul mereka dan aku akan menyerang mereka di dalam Kota Madinah.”
Ali berkata, “Aku pergi mengikuti jejak mereka untuk melihat apa yang mereka lakukan. Ternyata mereka menjauhi kuda dan menunggangi unta. Mereka pergi menuju Makkah. Ketika mereka menginginkan kembali ke Makkah, Abu Sufyan berada di suatu tempat di atas kaum muslimin dan memanggil mereka, “Waktu kalian semusim nanti di Badar (ajakan untuk berperang lagi).” Kemudian Nabi saw berakta, “Katakan, “Ya.” Kami akan penuhi.” Abu Sufyan berkata, “Itulah waktu kalian (untuk bertempur dengan kami). Lalu, ia dan pasukannya pergi.”

Nabi Menshalati Para Syuhada’ Uhud

Dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa pada Perang Uhud, bibiku datang mengambil jasad ayahku untuk dikubur di pemakaman (keluarga) kami. Utusan Nabi saw memanggil, “Kembalikan para pejuang yang tewas ke tempat mereka.” (HR Ahmad, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Nabi saw menghimpun dua orang laki-laki yang gugur pada Perang Uhud dalam satu kain, lalu bersabda, “Siapakah di antara mereka yang lebih banyak menghafal Al-Qur’an?” Jika beliau telah ditunjukkan pada salah satu di antara keduanya, beliau mendahulukannya ke liang lahat. Kemudian beliau bersabda, “Aku akan menjadi saksi atas mereka.” Kemudian beliau memerintahkan agar menguburkan mereka dengan darah-darah mereka, tidak dishalatkan dan juga tidak dimandikan.” (HR Bukhari dan Turmudzi).
Dari Uqbah bin Amir r.a. berkata, “Suatu hari Rasulullah saw melakukan shalat untuk para pejuang yang tewas di Uhud, setelah delapan tahun berlalu. Sebagaimana ucapan selamat tinggal kepada yang hidup dan yang mati. Lalu, beliau naik ke mimbar dan berkata, “Aku (mungkin) melakukan kesalahan di hadapan kalian, aku menjadi saksi untum kalian, dan tempat bertemu kita di Telaga Kautsar, sungguh aku melihatnya dari tempatku ini. Aku tidak mengkhawatirkan kalian akan menyekutukan Allah, tetapi yang aku khawatirkan adalah kalian bersaing memperebutkan dunia.” Uqbah berkata, “Itu terakhir kali aku melihat Rasulullah saw.” (HR Bukhari dan Muslim).
Banyak hadits dan sunnah yang shahih dari Rasulullah saw yang menunjukkan beliau menshalatkan para syuhada’.

1. dari Syaddad bin al-had r.a. bahwa seorang laki-laki dari Badui datang kepada Nabi saw. Ia ebriman dan mengikuti beliau. Kemudian ia berkata, “Aku akan berhijrah bersamamu?” Beliau menitipkan orang tersebut kepada sebagian sahabat beliau. Setelah terjadi perang, Nabi saw mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) berupa tawanan, beliau membagikannya, dan orang itu mendapatkan bagiannya. Lalu, beliau menitipkan nbagiannya kepada para sahabat. Ia sendiris edang mengatur urusan mereka. Setelah ia datang, mereka memberikannya kepada orang itu, lalu ia berkata, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Bagian yang telah Nabi saw tentukan untukmu.” Kemudian ia mengambilnya dan membawanya kepada Nabi saw. Ia bertanya, “Apa ini?” Beliau bersabda, “Aku telah membaginya untukmu.” Ia berkata, “Bukan untuk hal ini aku mengikutimu. Namun, aku mengikutimu agar aku ditembak dengan panah di sini – ia menunjukkan lehernya – lalu aku mati dan masuk surga.” Beliau bersabada, “ Jika kau jujur kepada Allah, niscaya Allah akan mempercayaimu.” Lalu, mereka diam sejenak, kemudian bangkit melawan musuh. Orang tersebut dibawa ke tempat Nabi saw dengan cara diangkut. Ia terkena panah di tempat yang ia tunjukkan. Lalu, Nabi saw bersabda, “Apakah ia orangnya?” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Dia benar dalam berjanji kepada Allah, Allah membalasnya dengan kebenaran.” Kemudian Nabi saw mengafaninya dengan jubah beliau. Beliau menempatkannya di depan dan menshalatkannya. Doa yang terdengar dalam  shalat beliau yaitu. “Ya Alah, inilah hamba-Mu, ia telah keluar berjihad di jalan-Mu, lalu ia terbunuh dalam keadaan syahid, aku menjadi saksi atas hal tersebut.” (HR Nasa’)
2. Dari Anas bin Malik r.a. berkata, “Ketika Perang Uhud, Nabi saw melewati jasad Hamzah bin Abdul Muthalib dalam keadaan telah terpotong dan dimutilasi. Beliau berkata, “Kalau saja Shafiyyah tidak tertekan melihatnya, aku akan meninggalkannya untuk dimakan oleh binatang, sampai ia dibangkitkan di Mahsyar nanti dari perut-perut burung dan binatang  buas.” Lalu, beliau mengafaninya dengan selembar kain. Jika ditutup bagian kepalanya, kakinya terbuka. Jika kakinya ditutup, kepalanya terbuka, dan beliau tidak menshalatkan para Syuhada’, selain Hamzah.” (HR Abu Dhawud dan Hakim).
3. Dari Abdullah bin az-Zubair berkata, “Sungguh Rasulullah saw pada Perang Uhud memerintahkan untuk membungkus Hamzah dengan burdah. Kemudian beliau menshalatkannya dan (pada shalatnya itu) beliau bertakbir hingga sembilan kali. Kemudian para pejuang yang tewas dibaringkan berbaris, lalu beliau menshalatkan mereka dan menshalatkannya bersama mereka (para sahabat).” (HR ath-Thahawy).

Menuru Ibnul Qayyim, pendapat yang benar dalam hal ini adalah diperbolehkan untuk memilih, antara menshalatkan para syuhada’ atau tidak. Sebab, banyaknya hadits yang menjelaskan kedua perkara ini. Dan riwayat Imam Ahmad adalah salah satu yang paling sesuai dengan prinsip-prinsipnya mazhabnya.

Jumlah Syuhada’ dari Para Sahabat r.a.

Dari Ubay bin Ka’ab. “Pada Perang Uhud, enampuluh empat orang Anshar tewas dan enam orang dari Muhajirin, salah satunya adalah Hamzah. Quraisy memutilasi mereka sehingga kaum Anshar berkata, “Jika suatu saat nanti kita dapat membunuh mereka, kita akan mencincang mereka, lebihn dari apa yang telah mereka lakukan.” Pada hari penaklukkan Makakh, seorang tak dikenal berkata, “Tidak  akan ada Quraisy lagi setelah hari ini.” Kemudian Allah menurunkan firman-Nya kepada nabi-Nya, “Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar.” (QS an-Nahl (16) : 126). Kemudian Rasulullah saw berkata, “(Cukup) tinggalkan orang-orang itu.” (HR Turmudzi dan Hakim).
Dari al-Bara’ bin Azib berkata, “Rasulullah saw membentuk pasukan pemanah pada Perang Uhud .... (lalu dipaparkan haditsnya) hingga pernyataannya, “Mereka yang tewas di antara kami ada 70 orang. Sama dengan jumlah orang musyrik yang pernah dibinasakan oleh Rasulullah dan sahabatnya. Aku melihatnya berkata, “Pada Perang Badar 140 orng, 70 orang tertangkap dan 70 orang tewas.” (HR Bukhari dan Ahmad).

Mereka Hidup di Sisi Allah dan Dikaruniai Rezeki

Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Masruq berkata, “Kami bertanya kepada Abdullah bin Mas’ud tentang ayat ini, “Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya menedapat rezeki.” (QS Ali ‘Imran (3) 169). Dia berkata, “Kami bertanya tentang hal itu dan Nabi saw berkata, “Jiwa mereka berada di bagian dalam burung hijau, berkeliaran bebas di surga di mana pun mereka mau, kemudian berlindung kepada lentera yang menggantung di ‘Arsy’. Ketika mereka dalam keadaan seperti itu, Tuhan mereka melemparkan pandangan-Nya kepada mereka dan berkata, “Mintalah apa pun yang kalian inginkan.” Mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, apalagi yang kami minta, sedangkan kami berkeliaran dengan bebas di surga. Ketika mereka tidak ditinggalkan hingga mereka meminta sesuatu, merek berkata, “Kami ingin Engkau menempatkan kembali jiwa kami ke dalam tubuh kami di dunia, hingga kami terbunuh di jalan-Mu.” Dan ketika Dia melihat bahwa mereka tidak meminta apa-apa selain itu, mereka dibiarkan.” (HR Muslim dan Turmudzi).
Dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, “Ketika saudara-saudara kalian yang meninggal pada Perang Uhud, Allah menempatkan jiwa mereka di bagian dalam burung hijau yang turun ke sungai-sungai di surga, makan buah-buahannya, dan bersarang di lampu emas yang menggantung di ‘Arsy. Ketika mereka merasakan manisnya makanan mereka, minum dan istirahat, mereka ebrtanya, “Siapa yang akan memberitahu saudara-saudara kita tentang kita bahwa kita hidup di surga dan diberi rezeki agar mereka tidak menjadi pengecut ketika berperang dan tidak segan untuk berjihad?” Allah SWT berfirman, “Aku akan memberi tahu mereka tentang kalian.” Kemudian Allah menurunkan firman-Nya, “Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati ....” (QS Ali ‘Imran (3) : 169) (HR Abu Dawud dan Hakim).

Pemakaman Para Syuhada’ dan Didahulukannya yang Paling Banyak Menghafal Al-Qur’an

Dari Hisyam bin Amir r.a. berkata, “Pada Perang Uhud, mereka yang mengurusi yang luka dan tewas mengeluh kepada Rasulullah, kemudian beliau berkata, “Galilah, perluaslah, perbaikilah, dan kuburkanlah dua atau tiga orang dalam satu liang. Dan dahulukanlah orang yang tahu paling banyak menghafal Al-Qur’an.” Ayahku meninggal sehingga ia ditempatkan sebelum dua orang lainnya.” (HR Turmudzi dan Abu Dawud).
Dari Anas bin Malik, “Jumlah yang terbunuh banyak dan kain (untuk mengafani) minim.” Anas berkata, “Rasulullah mengumpulkan tiga atau dua orang di satu kuburan. Rasulullah saw bertanya, “Manakah dari mereka yang paling banyak menghafal Al-Qur’an, dialah yang di dahulukan ke liang lahat. Dan dua orang atau tiga, dikafani dalam satu baju.” (HR Abu Dawud, Ahmad dan Hakim).
Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw pernah menggabungkan dua orang laki-laki yang gugur dalam Pearng Uhud dalam satu kain. Lalu, beliau bersabda, “Siapakah di antara mereka yang paling banyak menghafal Al-Qur’an?” Jika beliau telah diberi tahu kepada salah satu di antara kedunya, beliau mendahulukannya ditempatkan di liang lahat. Lalu, beliau bersabda, “Aku akan menjadi saksi atas mereka pada hari kiamat.” Beliau memerintahkan agar menguburkan mereka dengan darah-darah mereka, tidak dishalatkan, dan juga tidak dimandikan.” (HR Bukhari).
Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata, “Rasulullah jika disebutkan (nama-nama) para syuhada’ Perang Uhud, beliau berkata, “Demi Allah, aku sangat menginginkan diriku ditinggal bersama para sahabat yang ada di bawah gunung.” Dalam riwayat lain disebutkan, beliau berkata, “Aku gugur bersama mereka.” (HR Ahmad).

Nabi saw. Memuji Allah SWT

Daei Ubaidillah bin Rifa’ah r.a. berkata, “Pada Perang Uhud ketika kaum musyrikin telah kembali, Rasulullah saw berkata, “Mereka telah eprgi, hingga aku (punya waktu) untuk memuji Tuhanku (shalat).” Kemudian para sahabat membuat barisan di belakang beliau. Beliau saw berkata, “Duhai Allah, untuk-Mu segala puja dan puji. Duhai Allah, tidak ada yang kuasa untuk menggenggam apa yang telah Kau bentangkan dan tak ada yang bisa meraih apa yang telah Kau genggam, tak ada yang kuasa untuk memberi petunjuk pada ia yang telah Kau sesatkan, tak ada yang dapat menyesatkan seseorang yang Kau beri hidayah, tak ada yang bisa memberi sesuatu yang telah kau tolak, dan tak ada yang mampu menolak apa yang telah Kau berikan, tak ada yang dapat mendekatkan apa yang telah Kau jauhkan, dan tak ada yang mampu untuk menjauhkan apa yang telah kau dekatkan. Duhai Allah, bentangkan kepadea kami sesuatu dari berkah-berkahmu, rahmat-Mu, keutamaan-Mu, dan Rezeki-Mu. Duhai Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kenikmatan bermukim (di surga-Mu) yang tak berubah dan tak hilang. Duhai Allah, sungguh aku meminta keapda-Mu surga Na’im pada hari penderitaan, rasa aman pada hari penuh ketakutan. Duhai Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang Kau berikan, dan dari keburukan dari apa yang telah Kau larang. Duhai Allah, jadikanlah keimanan menjadi sesuatu yang menyenangkan buat kami, dan hiasilah hati kami dengannya, butlah kekufuran menjadi sesuatu yang kami benci, juga kefasikan dan kedurhakaan, dan jadikanlah kami orang-orang yang mendapat petunjuk. Duhai Allah, matikanlah kami sebagai muslim, hidupkan kami sebagai muslim, dan temukanlah kami dengan orang-orang shalih, bukan orang yang terhina, dan bukan orang yang terperdaya oleh fitnah. Duhai Allah, binsakanlah orang-orang kafir yang mendustakan utusan-Mu, yang menghadang di jalan-Mu, dan jadikanlah bencana dan siksa-Mu atas mereka. Duhai Allah, binasakanlah orang-orang kafir yang telah diberikan al-Kitab, duhai Tuhan Pemilik kebenaran.” (HR Ahmad).
Dari Anas bin Malik r.a. berakta, Sungguh Rasulullah saw pada Perang uhud berkata, “Wahai Allah, sungguh jika Engkau  menghendaki, Engkau tidak disembah di bumi ini.” I(HR Muslim).

Gunung Ini Mencintai Kita dan Kita Mencintainya

Ketika mereka dalam perjalanan kembali ke Madinah, Nabi saw dan para sahabatnya di samping Gunung Uhud, beliau memberi tahu mereka bahwa gunung ini mencintai mereka dan mereka pun mencintainya.
Dari Anas bin Malik, “Ketika Gunung Uhud tampak di hadapan Rasulullah saw beliau berkata, “Ini gunung yang mencintai kita dan kita cintai. Wahai Allah, Ibrahim menyucikan Makkah dan aku telah menyucikan daerah antara dua pegunungan 9Madinah(.” (HR Bukhari dan Muslim).

Cinta dan Pengorbanan yang Tak Ada Duanya

Usai memakamkan para syuhada’, memuji Allah dan bersimpuh kepada-Nya, beliau bersiap kembali ke Madinah. Muncul kisah-kisah cinta dan pengorbanan dari para wanita mukminah yang benar, sebagaimana yang tampak pada kaum mukminin pada saat perang berlangsung.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash r.a. berkata, “Rasulullah melewati seorang perempuan dari Bani Dinar, suaminya, saudaranya, dan ayahnya gugur bertempur bersama Rasulullah di Uhud. Ketika semua orang berduka cita atasnya, perempuan itu berkata, “Bagaimana keadaan Rasulullah saw?” mereka berkata, “baik, wahai Ummu Fulan, beliau, alhamdulillah, (dalam keadaan) yagn engkau sukai.” Ia berkata, “Perlihatkanlah beliau kepadaku hingga aku dapat melihatnya.” Sa’ad berkata, “Lalu ditunjukkan kepadanya hingga ia dapat melihat Rasulullah. Lalu berkata, “Semua musibah setelah (memandangmu menjadi ringan.” (HR Ibnu Hisyam, Baihaqi, dan Thabari).

Nabi saw Bersaksi Untuk Mereka, Kesaksian yang Mahal

Dari Ibnu Abbas r.a. berkata,”Ali r.a. datang dengan pedangnya pada peristiwa Uhud yang telah bengkok. Lalu, ia berkata kepada Fatimah r.a., “Jagalah pedang ini baik-baik, ia telah melindungiku.” Rasulullah saw berkata, “Jika kau pandai menyerang dengan pedangmu maka Sahl bin Hanif, Abu Dujanah, Ashim bin Tsabit al-Aqlah, dan al-Harits bin ah-Shimmah, mereka semua juga mahir.” (HR Hakim dan Thabrani).

Perang Hamra’ al-Asad

Ketika Abu Sufyan dan pasukannya kembali ke Makkah, mereka saling memandang satu sama lain dan saling mencela. Sebagian berkata kepada yang lainnya, “Kau tidak beruat apa pun (pada saat perang). Kau kena kekuatan dan ketajaman mereka. Beberapa orang dari mereka masih tersisa, yang tengha menghimpun kekuatan untuk menyerang kalian.  Maka kembalilah kalian agar kita dapat menumpas mereka.” Pernyataan ini sampai kepada Rasulullah saw. Beliau menyeru kaum Muslimin dan menganjurkan mereka untuk pergi menghadang musuh. Dan beliau berkata, “Tidak boleh pergi bersama kami, kecuali orang-orang yang pernah turut berperang.” Abdullah bin Ubay berkata kepada beliau, “Bolehkah aku turut bersamamu?” Beliau menjawab, “Tidak.” Kaum muslimin menyambut seruan beliau meskipun mereka masih terluka dan sangat ketakutan. Mereka berkata, “Kami mendengar dan kami taat.”
Jabir bin Abdullah meminta izin kepada beliau untuk turut, “Wahai Rasulullah saw, aku menginginkan agar engkau tidak menyaksikan suatu peristiwa, melainkan aku bersamamu. Ayahku menitipkan anak-anak perempuannya kepadaku, izinkanlah aku untuk turut bersamammu.” Rasulullah mengizinkannya.
Rasulullah dan kaum muslimin yang turut bersamanya bergerak hingga tiba di Hamra’ al-Asad (suatu tempat yang terletak 8 mil dari Madinah, sebelah kiri jalan ketika menuju Dzu al-Hulaifah). Saat itu datang Ma’bad bin Abu Ma’bad al-Khuza’i menemui Rasulullah saw, ia memeluk Islam. Beliau memerintahkannya agar menemui Abu Sufyan untuk menipunya. Ia pun bertemu dengannya di ar-Rauha’ dan Abu Sufyan tidak mengetahui ke-Islaman-nya.
Abu Sufyan berkata, “Apa yang terjadi, wahai Ma’bad?”
Ma’bad berkata, “Muhammad dan para pengikutnya mereka murka kepada kalian, dan mereka telah pergi dengan jumlah besar, di mana belum pernah mereka pergi dengan jumlah seperti itu. Para sahabatnya yang sempat pulang sebelum pertempuran, mereka menyesal!”
Abu Sufyan berkata, “Lalu, apa pendapatmu?”
Ma’bad berkata, “Menurutku seharusnya engkau tidak pergi hingga pasukan pertama muncul dari balik bukit ini.”
Abu Sufyan berkata, “Demi Allah, kami telah menghimpun kekuatan untuk menumpas mereka.”
Ma’bad berkata, “Jangan lakukan, aku betul-betul menasihatimu.”
Mereka pun pulang kembali ke Makkah. Di tengah perjalanan, Abu Sufyan bertemu dengan kaum musyrikin, yang hendak menuju ke Madinah.
Ia berkata, “Sampaikan kepada Muhammad bahwa kami telah menghimpun kekuatan untuk membinasakannya dan para pengikutnya.” Ketika hal itu sampai kepada kaum muslimin, mereka berkata, “ .... Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.” Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS Ali ‘Imran (3) : 173-174).

Anggapan Tak Berdasar, Jawaban atasnya

Dari Urwah bin az-Zubair r.a. bahwa Aisyah r.a. berkata kepadanya,. “Wahai anak saudariku, ayahmu – az-Zubair dan Abu Bakar – termasuk, “(Yaitu) orang-orang yang menaati (perintah) Allah dan Rasul setelah mereka mendapat luka (dalam Perang Uhud) .... “ (QS Ali ‘Imran (3) : 172).
Ketika kaum musyrikin telah meninggalkan Uhud dan Nabi saw beserta para sahabatnya tertimpa apa yang menimpa mereka, Rasulullah takut mereka akan kembali. Maka beliau saw berkata, “Siapa yang sukarela mengikuti jejak mereka agar mereka tahu bahwa kita masih memiliki kekuatan?” Abu Bakar mengajukan dirinya dan juga az-Zubair di antara 70 orang yang berangkat. Mereka semua pergi mengikuti jejak kaum musyrikin. Kaum musyrikin mendengar tentang mereka dan mereka pun kembali ke Makkah. Allah berfirman, “Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak ditimpa suatu bencana dan  mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS Ali ‘Imran (3) : 174). Mereka tidak ebrtemu dengan musuh. (HR Bukhari).
Menurut  al-Hafizh Ibnu Katsir, setelah menyebut hadits ini, “Susunan kata pada hadits ini aneh sekali. Yang populer di kalangan para perawi bab-bab tentang peperangan bahwa yang berangkat bersama Rasulullah saw menuju Hamra’ al-Asad adalah semua yang ikut bertempur di Uhud. Mereka ada 700 orang, yagn tewas 70 orang, maka tersisalah yang ada.” Menurut Asy-Syami, “Sebenarnya tidak ada perselisihan antara pernyataan Aisyah dan para periwayat bab-bab peperangan karena maksud dari pernyataannya “70 orang secara sukarela berangkat.” Merekalah yang pergi lebih dulu, yang kemudian diikuti oleh yagn masih tersisa.”

Hukum-Hukum Fiqh yang Terkandung dalam Perang Uhud

Imam Ibnul Qayyim dalam bukunya yagn sangat monumental Zad al-Ma’ad, ia menyatakan sesuatu yang sangat penting, tentang hukum-hukum fiqh yang terdapat dalam Perang Uhud.
1. Jihad wajib dengan adanya seruan atasnya. Jika seseorang telah memakai perisainya dan memiliki segala fasilitas untuk pergi dan bersiap-siap untuk breangkat, ia tidak boleh pulang sampai bertempur melawan musuh.
2. Tidak wajib bagi kaum muslimin untuk pergi keluarmenghadapi musuh jika musuh telah mengetuk pintu rumah mereka. Mereka boleh tetap tinggal di rumah-rumah mereka dan menyerang mereka dari dalam rumah jika hal itu lebih dapat memenangkan mereka atas lawan. Sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Rasulullah saw pada Perang Uhud.
3. Seorang panglima bersama pasukannya boleh melewati properti milik rakyatnya jika hal itu menghalangi jalannya meskipun si pemilik tidak rela.
4. Rasulullah tidak mengizinkan anak-anak yang belum memiliki kemampuan untuk berperang karena belum baligh, bahkan beliau menolak mereka jika ingin pergi. Seperti halnya Rasulullah saw menolak Ibnu Umar dan temannya.
5. Dibolehkan berperang dengan mengajak kaum wanita dan memberi mereka tugas dalam jihad.
6. Dibolehkan terjun langsung ke tengah musuh, sebgaimana yang dilakukan oleh Anas bin an-Nadhr dan lainnya.
7. Seorang panglima jika ia terluka, ia dapat shalat bersama pasukannya dengan duduk dan pasukannya shalat  di belakangnya duduk juga. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dalam peperangan ini. Dan sunnah beliau ini berlanjut hingga beliau wafat.”
8. Seseorang boleh berdoa untuk gugur di jalan Allah atau memimpikannya. Dan ini bukan termasuk bab bermimpi untuk mati yang terlarang.
9. Sunnah untuk menguburkan para syuhada’ di tempat mereka bertempur dan tidak dibolehkan ke tempat lain.
10. diperbolehkan memakamkan dua atau tiga orang dalam satu kubur.
11. Orang yang diperbolehkan untuk tidak berjihad karena sakit atau cacat, ia boleh ikut berperang meskipun tidak wajib baginya. Seperti Amru bin al-Jamuh, yang pincang.
12. Kaum muslimin dalam berjihad jika mereka membunuh seseorang yagn dikira kafir, pemimpin wajib membayarkan diyatnya dari Bait al-Ma; (Kas negara). Sebab, Rasulullah saw hendak membayar diyat untuk al-Yaman, ayah Hudzaifah, tetapi ia menolak mengambilnya dan menyedekahkannya kepada kaum muslimin.

Himah dan Tujuan Mulia yang Terdapat dalam Perang Uhud

Allah SWT mengisyaratkan pada hikmah utama dan asasnya di Surat Ali ‘Imran dengan memulai kisah dalam firman-Nya, “Dan (ingatlah). Ketika engkau (Muhammad) berangkat pada pagi hari meninggalkan keluargamu untuk mengatur orang-orang beriman pada pos-pos pertempuran. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS Ali ‘Imran (3) : 121) hingga 60 ayat berikutnya.
1. Allah memberi tahu mereka akibat buruk dari durhaka, merasa gagal dan perpecahan. Dan mereka yang tertimpa hal-hal tersebut, disebabkan perasaan pesimis. Allah berfirman, “Dan sungguh Allah telah memenuhi janji-Nya kepadamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mengabaikan perintah Rasul setelah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antara kamu ada orang yang  menghendaki dunia dan di antara kamu ada (pula) orang yagn menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk mengujimu, tetapi Dia benar-benar telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang diberikan) kepada orang-orang mukmin.” (QS Ali ‘Imran (3) : 152).
Ketika mereka merasakan akibat perbuatan durhaka mereka kepada Rasulullah saw, perpecahan dan kelemahan mereka, mereka lebih berhati-hati, mawas diri, dan menjauhi beragai faktor kelemahan diri.
2. Hikmah Allah dan sunnah-Nya kepada para Rasul-Nya dan pengikut mereka berlaku bahwa mereka akan dimenangkan sekali dan dikalahkan di lain waktu, tetapi kemenangan di akhir selalu milik mereka. Sebab, jika mereka selalu menang, semua orang beriman dan tidak akan tampak seperti satu kelompok. Orang yang benar-benar beriman tidak akan tampak berbeda dari yang lainnya. Namun, jika mereka selalu dikalahkan, tujuan pengutusan dan penurunan risalah tidak akan tercapai.
3. Hal di atas merupakan sesuatu yang selalu terjadi pada diri para rasul. Sebagaimana Heraklius berkata kepada Abu Sufyan, “Apakah kalian memeranginya?” Abu Sufyan menjawab, “Ya.”
“Bagaimana peperangan antara kalian dan dia (Rasulullah)?” tanya Heraklius lagi.
“Berganti, kami dimenangkan sekali waktu dan ia menang di lain waktu.” Jawab Abu Sufyan.
“Begitulah para rasul diuji, tetapi kemenangan pada akhirnya akan menjadi milik mereka.” Kata Heraklius.
4. Mukmin yangs ejati bsia dibedakan dari kaum munafik pembohong. Ketika kaum muslim dimenangkan oleh Allah atas musuh mereka pada Perang badar dan berita itu menyebar, mereka yagn tidak meyakini Islam secara batin ikut masuk Islam juga secara lahir saja. Lalu, hikmah dari ketentuan Allah, Dia menguji hamba-Nya untuk membedakan antara yang mukmin dan munafik.
Allag SWT berfirman, “Allah tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman sebagaimana dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia membedakan yang buruk dan yang baik. Allah tidak akan memperlihatkan kepadamu hal-hal yagn gaib, tetapi Allah memilih siapa saja yang Dia kehendaki di antara rasul-rasul-Nya. karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-Nya. jika kamu beriman dan bertakwa, maka kamu akan mendapat pahala yang besar.” (QS Ali ‘’Imran (3) : 179).
5. Menampakkan penghambaan para kekasih-Nya dan golongan-Nya saat senang ataupun susah, pada apa yang mereka cintai ataupun yang mereka benci. Saat mereka menang atas musuh, atau sebaliknya musuh menang atas mereka, jika mereka teguh pada ketaatan dan penghambaan pada apa yang mereka cintai ataupun yang mereka benci, mereka hamba-Nya yang sejati. Mereka bukan yang menyembah Alalh atas satu kondisi kesenangan, kenikmatan dan kesehatan saja.
6. jika Allah selalu memenangkan mereka dan membuat mereka selalu unggul di setiap pertempuran dan selalu membuat mereka menguasai musuh, jiwa-jiwa mereka akan sombong dan tinggi hati. Jika Allah selalu membentangkan kemenangan dan keberuntungan untuk mereka, mereka akan seperti ketika dibentangkan rezeki untuk mereka. Itu tidak baik untuk para hamba-Nya, kecuali kesenangan dan kesusahan, kesempitan dan kelapangan, digenggam dan dibentangkan. Dialah yang mengatur seluru urusan hamba-Nya, sesuai dengan hikmah-Nya. dialah yang Maha Mengetahui mereka dan Maha Melihat.
7. Alalh SWT jika menguji mereka dengan kekalahan, perpecahan, dan keruntuhan, mereka akan rendah diri, terpecah, dan terhina. Kemudian pemberian kekuatan dan kemenangan menjadi sebuah keharusan bagi mereka. Lalu, pada pencabutan kemenangan itu terjadi karena adanya sikap rendah diri dan perpecahan. Allah SWT berfirman, “Dan sungguh Allah telah menolong kamu dalam Perang Badar, padahal kamu dalam keadaan lemah .....” (QS Ali ‘Imran (3) : 123). Dan firman-Nya juga. “ .... dan (ingatlah) Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah banyak itu) sama sekali tidak berguna bagimu....” (QS at-Taubah (9) : 25).
8. Allah SWT menyiapkan kedudukan di rumah penghormatan-Nya, bukan amalan mereka yagn menyebabkan mereka mencapainya. Tidaklah mereka mencapainya, kecuali dengan ujian dan cobaan. Allah telah menyiapkan sarana berupa ujian yang membuat mereka sampai pada kedudukan itu.
9. Jiwa-jiwa manusia yang selalu dalam keadaan baik, menang, kaya, dan selalu tunduk pada perasaan tergesa-gesa. Hal ini merupakan penyakit yang membuatnya jauh dari kesungguh-sungguhan dalam perjalanannya menuju Allah dan rumah akhirat.
10. Syahid adalah derajat tertinggi kekasih-Nya. para Syuhada’ adalah orang-orang istimewa dan hamba-hamba-Nya yang mendekat keapda-Nya. tidak ada derajat setelah keimanan yang tulus, kecuali syahid. Allah SWT cinta untuk menjadikan para syuhada’ sebagai hamba-Nya.
11. Jika Allah SWT menginginkan untuk membinasakan musuh-musuh-Nya dan menghancurkan mereka, Dia telah menyiapkan segala sesuatu yang menjadi sarana kehancuran dan kebinasaan mereka. Di antaranya yang paling berat adalah kufurnya mereka, kesombongan, kediktatoran, dan keterlaluannya mereka dalam menindas para kekasih-Nya, memerangi mereka, membunuh mereka, dan menguasai mereka. Dengan begitu para kekasih Allah terhapus dosa dan aib mereka. Dengan begitu musuh-musuh-Nya makin hancur dan binasa.
12. Perisitiwa Uhud merupakan permulaan dan terapi kejut dengan kabar kematian Rasulullah saw. Kemudian Allah meneguhkan mereka dan mencerca mereka karena mereka berbalik melarikan diri ketika (mendengar) Rasulullah gugur atau terbunuh. Kewajiban mereka kepada Allah untuk tetap teguh pada agama-ya. Sebab, mereka menyembah Tuhannya Muhammad Yang Mahahidup dan tak akan pernah mati.

DAMPAK  PERANG  UHUD
Perang Uhud menyisakan banyak hal, mengingat banyak orang yang takut pada Islam dan para pemeluknya yang membatalkan perjanjian. Meskipun Nabi saw dan para sahabatnya pergi menuju Hamra’ al-Asad dan kekuatan yang mereka perlihatkan, peristiwa yang terjadi di Uhud terlanjur membuat orang-orang Badui berani dan mulai berusaha untuk menggempur Madinah, menyerang, dan menjarah harta bendanya.
Pristiwa ini juga membuat kaum Yahudi di Madinah berani memperlihatkan kedengkian mereka yang terpendam pada Islam dan pemeluknya. Mereka terang-terangan menghina kaum muslimin. Berungkali berusaha untuk memperdaya Islam dan pemeluknya. Peristiwa ini juga membuat kaum munafik menampakkan kemunafikan mereka. Mereka berusaha untuk melebur di barisam kaum muslimin, menyebarkan berita-berita bohong untuk memecah belah barisan pasukan Islam.

Abdullah bin Unais Membunuh Musuh Allah, Khalid bin Sufyan al-Hudzly

Abdullah bin Unais berkata, “Rasulullah saw memanggilku dan bersabda, “Telah sampai keapdaku sebuah berita bahwa Ibnu Sufyan bin Nabih al-Hudzly tengah menghimpun pasukan untuk memerangiku. Dia sekarang berada di Nakhlah atau Umah, datangilah dia, lalu bunuh.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku ciri-cirinya agar aku mengetahuinya.” Beliau berkata, “Sunggih, jika engkau melihatnya, ia mengingatkanmu pada setan. Dan tanda antara kau dan dia. Jika engkau melihatnya, engkau akan dapatkan dia gemetar menggigil.” Abdullah berkata, “Aku pergi, dengan membawa pedang yang kusarungkan, yang kutempatkan di sebuah bilik kecil (di atas punggung unta). Pada waktu Ashar ketika aku meihatnya, aku mendapatkan seperti apa yang dikatakan Rasulullah saw, ia menggigil. Aku datang kepadanya, aku khawatir jika terjadi pertarungan antara aku dan dia, lalu aku menunaikan shalat terlebih dahulu. Lalu, aku berjalan ke arahnya, aku memberi isyarat dengan kepalaku. Ketika aku sampai kepadanya, dia berkata, “Siapa laki-laki itu?” Aku berkata, “Seseorang dari Bangsa Arab yang mendengar bahwa kau telah menghimpun pasukan untuk (memerangi) laki-laki itu (Muhammad), lalu lelaki ini (Abdullah bin Unais) mendatangimu untuk itu.”
“YA, betul. Aku tengah melakukannya,” kata Ibnu Sufyan.
Abdullah berkata, “Aku berjalan bersamanya beberapa saat, sampai tepat waktunya, aku menyerangnya dengan pedang, dan aku membunuhnya. Kemudian aku pergi dan kutinggalkan istri-istrinya menangisinya. Ketika aku mendatangi Rasulullah saw, beliau melihatku dan berkata, “Orang yagn beruntung.” Aku berkata kepada beliau, “Aku telah membunuhnya, wahai Rasulullah.”
“Kau benar,” kata beliau.
Lalu, beliau bangkit dan meminta aku masuk ke rumahnya. Beliau memberiku tongkat dan berkata, “Jagalah tongkat ini di sisimu, wahai Abdullah bin Unais.”
Abdullah berkata, “Aku membawanya dan memperlihatkannya kepada orang-orang.”
Mereka berkata, “Tongkat apa ini?”
Aku jawab, “Rasulullah memberikannya kepadaku dan memintaku untuk menjaganya di sisiku.” Mereka berkata, “Mengapa engkau tidak kembali kepada beliau dan bertanya kepada beliau untuk apa tongkat itu?”
Abdullah berkata, “Aku pun kembali kepada Rasulullah saw dan berkata, “Wahai Rasulullah mengapa engkau memberiku tongkat ini?”
Beliau berkata, “Sebagai tanda antara engkau dan aku di hari kiamat. Sungguh pada hari itu, sedikit sekali orang yang bersandar pada amalannya (al-Mutakhasshr’un),” Abdullah menjadikan tongkat sebagai gagang pedangnya. Ia masih menggenggam pedangnya, hingga ia wafat. Ia memerintahkan agar pedang itu dimasukkan ke dalam kafannya, lalu dikubur bersamanya.” (HR Abu Dawud, Ahmad, dan Baihaqi).

Peristiwa ar-Raji’

Sebelum saya paparkan detail peristiwa ar-Raji’, saya ingin menjelaskan dulu kisah di balik peristiwa ini. Kisah Ashim bin Tsabit – salah satu terbunuh pada peristiwa ar-Raji’ – agar kita tahu bagaimana Allah memuliakan para kekasih-Nya dan menolong mereka jika mereka menolong syariat, dan sunnah Nabi-Nya.
Ashim bin Tsabit adalah kakek Ashim bin Umar bin Khaththab. Dia juga termasuk salah satu yang diuji pada Perang Uhud.
Dia emmiliki masalah dengan Sulafah binti Sa’ad. Perempuan musyrikah ini pergi bersama suami dan ketiga anaknya. Musaffi. Al-Jullas, dan Kilab menuju Uhud. Setelah perang berkecamuk, dia melihat mereka tergeltak di kaki gunung.
Musaffi dan Kilab, mereka berdua telah mati. Adapun al-Jullas, ia masih hidup, Sulafah menangisi anaknya yang sedang sekarat. Ia menyandarkan kepala anaknya di pangkuannya. Ia mengusap pelipis dan mulutnya yang berdarah. Air matanya telah mengering karena bencana buruk ini. Kemudian ia menatapnya dan berkata, “Siapa yang menyerangmu nak?” Al-Jullas ingin menjawabnya, tetapi pedihnya kematian menghalanginya. Ibunya terus mengulang-ulang pertanyaannya dan akhirnya ia menjawab, “Ashim bin Tsabit yang menyerangku. Ia juga yang membunuh Musaffi. Lalu, ia menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Sulafah binti Sa’ad sangat murka, tangisnya tercekat. Ia bersumpah demi Latta dan Uzza, ia tidak akan hidup tenang, air matanya tak akan kering, sebelumQuraisy dapat membunuh Ashim bin Tsabit dan memberinya tempurung kepalanya untuk minum khamar.
Abu Ja’far ath-Thabary berkata, “Ia mengadakan sayembara bahwa bagi yang bisa mendapatkan kepala Ashim,  ia akan dikasih 100 ekor unta.” Kabar nazarnya itu tersebar di antara kaum Quraisy. Setiap pemdua Makakh berharap bisa membunuh Ashim bin Tsabit dan mempersembahkan kepalanya kepada Sulafah. Hingga pada saat peristiwa ar-Raji’ terjadi pada tahun 4 H.

Rincian Peristiwa ar. Raji’

Dari Abu Hrairah berkata, “Nabi saw mengirim pasukan mata-mata dan menunjuk Ashim bin Tsabit, kakek dari Ashim bin Umar bin Khaththab sebagai pemimpin mereka. Pasukan itu berangkat dan ketika mereka mencapai (tempat) antara Usfan dan Makkah, mereka teringat ada salah satu suku Bani Hudhail disebut Bani Lihyan. Mereka mengikuti sekitar seratus pemanah dan mereka makin dekat dengan jejak mereka, sampai mereka singgah di sebuah rumah. Mereka mendapatkan di sana biji-biji kurama yang mereka jadikan bekal perjalanan dari Madinah. Para prajurit berkata, “Ini adalah kurman Madinah.” Pasukan mengikuti jejak mereka sampai dapat menyusul mereka. Ketika Ashim dan teman-temannya tiba di sana , mereka naik ke atas tempat yagn tinggi dan mereka mengepung Ashim dan kawan-kawannya, lalu berkata, “Umtuk kalian perjanjian dan kepercayaan jika kalian turun ke kami, kami tidak akan membunuh siapa pun dari kalian.” Ashim berkata, “Aku tidak akan pernah turun untuk mendapatkan jaminan dari seorang kafir. Wahai Allah, beri tahu Nabimu tentang kami.” Mereka bertempur dan mereka membunuh Ashim bersama tujuh temannya dengan panah. Tinggalah Khubaib dan Zaid dan seorang pria lain. Mereka setuju dengan janji dan jaminan kepercayaan. Ketika orang-orang kafir memberi mereka perjanjian dan kepercayaannya, mereka turun. Ketika mereka menangkap orang-orang muslim itu, mereka membuka tali busur panah mereka dan mengikat mereka dengan tali tersebut.
Orang ketiga yang bersama Khubaib dan Zaid berkata, “Ini (maksudnya mengikat mereka dengan tali) adalah pelanggaran pertama dalam perjanjian.” Ia menolak untuk turun bersama mereka. Mereka menyeretnya dan mencoba untuk membuatnya berjalan bersama mereka, tetapi dia menolak,d an mereka membunuhnya. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan dengan membawa Khubaib dan Zaid, mereka menjual keduanya di Makkah.
Seseorang dari Bani al-Harits bin Amir bin Naufal membeli Khubaib. Pada saat Perang Badar, Khubaib-lah yang membunuh al-Harits. Khubaib tinggal bersama mereka untuk sementara waktu sebagai tawanan. Mereka memutuskan untuk membunuhnya. (Saat itu) Khubaib meminjam pisau cukur dari salah satu putri al-Harits untuk mencukur rambut kemaluannya. Dia memberikannya. Dia berkata di kemudian hari, “Aku lalai dari ketika mengasuh bayiku. Ia bergerak ke arah Khubaib, dan ketika mencapainya, dia meletakkan bayiku di pahanya. Ketika aku melihatnya aku takut karena dia membawa pisau cukur di tangannya. Dan dia melihat ketakutanku itu. Ia mengatakan, “Apakah kau takut, aku akan membunuhnya? Isnya Allah, saya tidak akan pernah melakukan hal itu.”
Kemudian perempuan itu berkata. Aku belum pernah melihat tawanan yang lebih baik dari Khubaib. Aku pernahd melihat dia makan anggur, padahal saat itu tidak ada buah-buahan yang tersedia di Makkah dan ia terbelenggu dengan rantai besi. Hal itu tak lain merupakan karunia Allah yang diberikan kepadanya.” Mereka membawanya keluar dari Haram (Makkah) untuk membunuhnya. Dia berkata, “Izinkan aku untuk menunaikan shalat dua rakaat.” Kemudian ia pergi kepada mereka dan berkata, “Jika saja kalian tidak berpikir bahwa aku takut mati, aku menambah (jumlah rakaat shalatku).” Khubaib yang pertama kali melakukan shalat dua rakaat sebelum dieksekusi. Dia kemudian berkata, “Ya Allah, hitung mereka satu persatu.” (HR Bukhari dan Ahmad). Kemudian ia berkata :
“Golongan-golongan di sekitarku bersepakat menyeru kabilah-kabilah mereka
Mereka berkumpul pada suatu perkumpulan
Mereka telah mengumpulkan anak mereka, kaum perempuan mereka
Dan aku didekatkan pada batang pohon yag panjang terikat
Kepada Allah aku mengadu keterasinganku dan kegundahanku
Tidaklah mereka mengumpulkan (masa itu) untuk melihatku
Pada peraduanku
Wahai pemilik ‘Arsy
Berilah aku kesabaran atas apa yang akan mereka perbuat kepadaku
Mereka telah memotong dagingku dan membunuh asaku
Mereka memberi pilihan padaku untuk kufur,
Padahal kematian mendekat
Mataku menangis tanpa air mata
Dan aku tidak peduli, ketika aku mati dalam keadaan Islam
Bagaimana pun sayatannya, kepada Allah peraduanku
Itu semua demi Dzat Ilahi, jika Dia menghendaki
Ia akan memberkahi pada sendi-sendi raga yang telah tercabik-cabik

Jagalah Allah, Allah Akan Menjagamu

Kita kembali lagi kepada Ashim bin Tsabit r.a. Ketika ia belum terbunuh, kita perlu mengingat nazar Sulafah yang menginginkannya. Sulafah ingin minum khamar dengan tempurung kepala Ashim jika ia telah dibunuh. Ashim bangkit dan menyimpan pedangnya, lalu berkata, “Duhai Allah, sungguhn aku menjaga agamamu, aku membelanya, jagalah daging dan tulangku, jangan biarkan seseorang dari musuh Allah mendapatkannya. Wahai Allah, sungguh aku menjaga agamamu di awal hari maka jagalah jasadku di akhir nanti.”
Ibnu Ishaq berkata, “Ketika Ashim terbunuh, Hudzail menginginkan kepalanya untuk mereka jual kepada Sulafah binti Sa’ad. Sekawanan lebah menghalangi mereka untuk melakukannya. Ketika mereka tak dapat juga mengambilnya karena sekawanan lebah itu, mereka berkata, “Biarkan dia (Jasad Ashim) hingga petang menjelang, lebah itu akan pergi, lalu kita ambil jasadnya.” Kemudian Allah mengutus lembah untuk mengubur Ashim, dan ia pun lenyap dari pandangan.”
Ashim telah berjanji bahwa ia tidak sudi disentuh seorang musyrik an ia juga tidak menyentuh musyrik selamanya, menghidnar dari najis. Ketika sampai kepada Umar bin Khaththab kabar bahwa lebah menghalangi mereka, Umar berkata, “Allah menjaga hamba yagn beriman. Ashim bernazar tidak sudi disentuh seorang musyrik dan ia juga tidak menyentuh orang musyrik selama hidupnya. Kemudian Allah menjaganya setelah ia wafat, sebagaimana ia menjaga-Nya selama hayatnya.”
Dan balasan di sisi Allah serupa dengan jenis amalannya. Ibnu Sayyid an-Nas, dalam al-Maqamat fi al-Karamat al-jaliyyah, berkata, “Ashim bersumpah kepada Allah untuk tidak menyentuh orang musyrik.”
Perlindungan Allah menjaga Ashim
Untuk tidak disentuh sesuka hati dan dengan jari
Lembah menguruknya setelah serbuan lebah untuk musuh-musuhnya
Pada pertempuran yang memuliakannya
Lembah membawanya jauh sekali ke tempat yang tak mereka ketahui
Allah menjaga kepala Ashim yang mulia untuk tidak dijadikan tempat minum khamar. Dia menjaga ajarannya sehingga jasadnya dijaga. Ia tidak menyentuh seorang musyrik sepanjang hidupnya, kaum musyrik pun tak dapat menyentuhnya setelah ia mati.
                                                                                                                       
Peristiwa Bi’r Ma’unah

Peristiwa ar-Raji’ memberi pelajaran bagi kaum muslimin agar lebih cepat sebelum mengirim utusan untuk menyebarkan Islam di antara kabilah-kabilah yagn jauh dan tempat-tempat yang tak diketahui atau diragukan. Namun, urgensi utusan dakwah – meskipun menimbulkan kerugian – membuat Nabi saw  melihat bahwa pengorbanan (dalam mengirim utusan dakwah) sebagai hal yang harus dilakukan.
Seperti halnya seorang pedagang yang membawa barang yang berat pada suatu masa. Mengundurkan diri dari pasar merupakan sesuatu yang harus ia jauhi. Oleh karena itu, ia tetap memanggulnya, hingga angin mengembuskan kelapangan yang menggantikan apa yagn hilang.
Itulah sebabnya Rasulullah saw merespons permintaan Abu Barra’ Amir bin Malik, yang digelari ‘Mula’ib al-Asinnah” (orang yang mempermainkan mata tombak). Ketika ia meminta Rasulullah untuk mengirim utusan dakwah, menyebarkan Islam di antara  kabilah-kabilah Najd.
Dari Anas bin Malik r.a. “Bahwa suku Ri’l, Dzakwan, Ushaiya, dan Bani Lihyan meminta Rasulullah saw untuk mengirimkan kepada mereka bala tentara melawan musuh mereka. Kemudian beliau mengirim untuk mereka tujuh puluh orang dari Anshar, yang kami biasa menyebutnya al-Qurra di zaman mereka. Mereka mengumpulkan kayu pada siang hari dan bermunajat di malam hari. Ketika mereka berada di Bi’r Ma’unah, orang-orang kafir membunuh mereka dengan menghianati mereka. Ketika berita ini sampai kepada Nabi saw, beliau membaca Qunut selama satu bulan pada saat shalat Subuh, mendoakan keburukan atas beberapa suku Arab, pada Ri’l, Dhakwan, Ushaiya, dan Bani Libya. Kami membaca ayat dari Al-Qur’an yang berbicara tentang mereka. Ayat itu kiemudian dihapus (naskh). “Sampaikan kepada kaum kami atas nama kami bahwa telah bertemu Tuhan kami dan Dia ridha, dengan kami dan telah membuat kami ridha.” (HR Bukhari dan Muslim).

Para Utusan Rasulullah Dibunuh Kaum Musyrikin

Dari Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik dan lainnya bahwa Amir bin Malik yang diberi gelar “Mula’ib al-Asinnah.” (orang yang mempermainkan mata tombak). Dia mempersembahkan hadiah untuk Rasulullah, sedangkan dia seorang musyrik. Rasulullah saw menawarkannya untuk masuk Islam dan beliau berkata, “Aku tidak menerima hadiah dari seorang musyrik.” Amir bin Malik berkata, “Wahai Rasulullah, kirimlah utusanmu siapa saja yang kau kehendaki, aku akan melindungi mereka.” Rasulullah saw mengirim beberapa orang utusan, di antaranya al-Mundzir bin Amru as-Sa’idy (dialah yang disebut sebagai seorang yang dimerdekakan untuk mati) sebagai mata-mata untuk penduduk Majd. Amir bin ath-Thufail mendengar tentang keberangkatan mereka. Kemudian ia mengumpulkan orang-orang dari Bani Sulaim dan berangkat bersama mereka. Mereka membunuh para utusan Rasulullah di Bi’r Ma’unah, kecuali Amru bin Umayyah adh-Dhimry. (HR Thabarani dan Ahmad).

Amir bin Fuhairah Diangkat ke Langit setelah Ia Terbunuh

Dalam sebuah riwayat yang shahih dari Ibnu Hisyam bin Urwah, “Ketika mereka (kaum muslimin) di bunuh di Bi’r Ma’nah dan Amru bin Umayyah adh-Dhimry di tawan, Amir bin  ath-Thufail berakta, “Siapa ini?” sambil menunjuk orang yang tewas. Amru bin Umayyah berkata kepadanya, “Dia adalah Amir bin Fuhairah.” Amir bin ath-Thufail berkata, “Aku melihat dia diangkat ke langit setelah ia dibunuh, sampai aku melihatnya di antara langit dan bumi, dan kemudian ditempatkan.” Kemudian berita tentang dibunuhnya kaum muslimin sampai kepada Nabi saw dan beliau mengumumkan berita kematian itu. Beliau bersabada, “Sahabat-sahabat kalian ( diBi’r Ma’unah)  telah tewas dan mereka telah meminta Tuhan mereka.” Mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, beritahu saudara-saudara kami tentang kami bahwa kami ridha kepada-Mu, dan Engkau ridha kepada kami.” Kemudian Allah memberi tahu mereka (yaitu Nabi saw. Dan apra sahabatnya) tetang mereka yang (yaitu Syuhada’ Bi’r Ma’unah). Di antara mreeka yang tewas adalah Urwah bin Asma’ bin ash-Shalt dan Mundzir bin Amru. Untuk mengenan g mereka, Urwah (bin az-Zubair) dinamai Urwah dan Mundzir (bin az-Zubair) dinamai Mundzir.” (HR Bukhari).
Dalam kisah ini tampak karamah pada diri Amir bin Fuhairah r.a. Mudah-mudahan pembaca masih mengingatnya. Dia adalah budak Abu Bakar as-Shiddiq r.a. yang menggembalakan kambing miliknya. Ia jgua membawakan susu untuk Nabi saw dan Abu Bakar, pada saat keduanya hijrah dari Makakh ke Madinah.
Inilah Amir, dibunuh, lalu diangkat ke langit. Balasan yang sesuai dengan amalannya. Sebab, ia membawsa makanan ke mulut Nabi saw maka ia pun dibawa ke langit.

Mereka Berkata, “Para Malaikat Menguburnya.”

Dalam hadits Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik dikatakan bahwa ketika ia diberi tahu tentang peristiwa Bi’r Ma’unah, dan terbunuhnya para sahabat Nabi saw, ia berkata, “Di antara para Syuhada’ ada Amir bin Fuhairah, Urwah – salah satu perawi – megnatakan bahwa ketika Amir tewas, jasadnya tidak ada ketika mereka hendak memakamkannya. Mereka berpendapat bahwa malaikat yang menguburkannya.”
Demikian juga, pahalanya sesuai dengan jenis amalannya, sebagaimana Amir mengubur rahasia Rasulullah saw dan menghapus jejaknya di kisah hijrah sehingga malaikatlah yagn turun menguburnya.

Aku Menang, demi Tuhan Ka’bah

Di antara mereka yang dibunuh (di Bi’r Ma’unah), ada Haram bin Malik r.a. Pada saat ia dibunuh, ia berkata, “Aku menang, demi Tuhan  Ka’bah.”
Dari Anas bin Malik berkata, “Beberapa orang datang kepada Rasulullah saw dan berkata kepadanya. “Utuslah bersama kami beberapa orang yang mengajarkan kitab A;-Qur’an dan Sunnah.” Beliau pun mengirim tujuh puluh orang Anshar, yang mereka sebut Qari’. Di antara mereka ada paman dari pihak ibu saya, Haram. Mereka terbiasa membaca Al-Qur’an. Mendiskusikannya, dan merenungkan maknanya di malam hari. Pada siang hari mereka membawa air dan menuangkannya di masjid, mengumpulkan kayu dan menjualnya. Hasil penjualannya dibelikan makanan untuk Ahl as-Suffah (sahabt Nabi yang tinggal Qari’ tersebut kepada orang-orang (yang datang kepada Rasulullah tersebut). mereka menghadang utusan Rasul dan membunuh mereka, sebelum mereka mencapai tujuan. Mereka berkata, “Wahai Allah, sampaikan berita tentang kami kepada Nbi kami bahwa kami telah ebrtemu dengan-Mu, kami ridha terhadap-Mu, dan Engkau pun ridha terhadap kami.”
Anas berkata, “Seorang pria menyerang haram (paman dari pihak ibu Anas) dari belakang dan menusuknya dengan tombak dan menghabisinya. (pada saat sekarat), Haram berkata, “Demi Tuhan Ka’bah, aku telah meenang.” Rasulullah saw berkata kepada para sahabatnya, “Saudara-saudara kalian telah dibunuh, dan mereka berkata, “Wahai Allah, sampaikan berita tentang kami kepada Nabi kami bahwa kami telah bertemud engan-Mu, kami ridha terhadap-Mu, Engkau pun ridha terhadap kami.” (HR Muslim dan Baihaqi).
Dari Anas bin Malik berkata, “Ketika Haram bin Milhan, pamannya ditikampada peristiwa Bi’r Ma’unah, ia memercikan darah ke wajahnya dan kepalanya dengan cara begini dan ia berkata, “Aku menang, demi Tuhan Ka’bah.” (HR Bukhari).

Apa yang Dilakukan Amru bin Umayyah pada Perjalanannya Kembali ke Madinah?

Amru bin Umayyah adh-Dhimry pulang menemui Nabi saw membawa berita bencana hebat itu. Pembunuhan 70 orang-orang yang terbaik dari kaum muslimin. Hal ini mengingatkan kepada mereka pada peristiwa Uhud. Hanya saja 70 orang yagn mati di Uhud, terbunuh dalam sebuah peperangan yagn jelas. Adapun mereka tewas karena penghianatannya yang buruk sekali.
Dalam perjalanannya di Qarqarah, pada hulu sebuah parit, Amru berteduh di bawah pohon. Lalu, datanglah dua orang dari Bani Kilab, mereka berteduh di sana bersamanya. Ketika mereka berdua tertidur, Amru memanfaatkan kesempatan, ia membunuh mereka. Di matanya, seakan ia membalaskan darah yang terkucur dari para sahabatnya. Ternyata dua orang laki-laki itu telah menyepakati sebuah perjanjian dengan Rasulullah. Dan ia tidak tahu.

Nabi Berdoa untuk Keburukan Para Pembunuh Qari’

Nabi sakit hati atas kejadian Bi’r Ma’unah dan perisitiwa ar-Raji’, yang terjadi dalam waktu yang berdekatan. Sakit hati ini melebihi kesedihan dan kekhawatirannya. Hingga beliau berdoa untuk keburukan kaum dan kabilah yang berkhianat dan membunuh para sahabatnya.
Dalam sebuah hadits shahih dari Anas berkata, “Nabi saw bedoa mengutuk orang-orang yang membunuh para sahabatnya di Bi’r Ma’unah di pagi hari selama tiga puluh hari. Dia mengutuk (sku) dari Ri’l, Dzakwan, Lihyan, dan Ushayyah, beliau berkata, “Ushayyah yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian Allah SWT menurunkan ayat (tentang mereka yang terbunuh di Bi’r Ma’unah), yang kami baca, hingga ayat itu dihapus (naskh). (Dan ayatnya seperti ini), “Sampaikan kepada kaum kami bahwa kami telah bertemu Tuhan kami dan Dia ridha dengan kami dan kami ridha denga-Nya.” lalu, Rasulullah saw meninggalkan kunutnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ghazwah Bani an_Nadhir

Rincian peperangan ini bahwa Nabi saw pergi ke rumah-rumah Bani an-Nadhir untuk meminta bantuan dari mereka, membayar diyat bagi keluarga dua orang yang dibunuh oleh Amru bin Umayyah ketika dia pulang dari Bi’r Ma’unah. Ketika Rasulullah saw melakukan negoisasi dengan mereka, mereka menampakkan kerelaan untuk membantu beliau.
Ibnu Ishaq berkata, “Rasulullah pergi menuju Bani an-Nadhir untuk meminta bantuan dari mereka dalam membayat diyat keluarga dua orang dari kabilah Bani Amir, yang dibunuh oleh Amru bin Umayyah adh-Dhimry, sebagai (tanggung jawab) atas perlindungan yang disepakati Rasulullah bagi keduanya. Sebelumnya telah terdapat akad perjanjian antara Bani an-Nadhir dan Bani Amir. Ketika Rasulullah saw mendatangi mereka dan meminta bantuan membayar diyat bagi keluarga dua orang yang terbunuh itu, mereka berkata, “Ya, wahai Abu al-Qasim, kami membantumu pada apa yagn kau kehendaki, dari sesuatu yang mana kau meminta bantuan kepada kami.” Kemudian mereka berkumpul dengan sesama mereka dan berkata, “Sungguh kaliant idak aakn menemukan laki-laki seperti dia – pada saat itu Rasulullah sedang duduk di samping dinding rumah mereka – siapa di antara kalian yang mau naik ke atap  rumah ini dan melemparkan batu karang ke atas kepalanya dan membuat kita tenang darinya?” Salah seorang dari mereka bernama Amru bin Jihasy bin Ka’ab berkata, “Aku akan melakukannya.” Dia naik ke atap rumah untuk melemparkan batu seperti yang ia katakan. Pada saat itu Rasulullah sedang bersama beberapa orang sahabatnya, di antaranya Abu Bakar, Umar, dan Ali r.a. Lalu, datanglah berita dari langit tentang apa yang hendak dilakukan oleh beberapa orang dari Bani an-Nadhir tersebut. beliau berdiri dan pulang ke Madinah. Rasulullah menunggu para sahabatnya, sementara mereka mencari laki-laki (yang hendak mencelakakan Nabi tersebut). para sahabat bertemu seseorang dari Madinah, mereka bertanya kepadanya tentang laki-laki itu. Dia berkata, “Aku melihatnya masuk ke Madinah.” Para sahabat Rasulullah saw pergi ke sana, hingga akhirnya mereka menemukannya dan membawanya kepada Rasulullah saw. Laki-laki itu pun memberi tahu penghianatan yagn diinginkan kaum Yahudi. Rasulullah segera memerintahakn untuk bersiap pergi dan memerangi mereka.”
Ibnu Hisyam berkata, “Ibnu Ummi Maktum ditunjuk sebagai pengganti Rasulullah saw di Madinah. Ibnu Ishaq berkata, “Kemudian beliau berangkat bersama para sahabatnya dan menuju tempat mereka.”
Ibnu Hisyam berkata, “Peristiwa itu terjadi pada bulan Rabi’ul Awal. Nabi saw mengepung mereka selama 6 hari dan pada saat itu turunlah ayat yang mengharamkan khamar.”
Menurut Ibnu Ishaq, “Mereka mempertahankan diri di balik benteng-benteng. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk memotong pohon-pohon kurma dan membakarnya di benteng mereka. Mereka berteriak menyeru, “Wahai Muhammad, engkau pernah melarang beruat kerusakan dan mencela siapa yang melakukannya. Mengapa sekarang kau potong pohon kurma dan membakarnya?”
Ibnu Ishaq juga berkata, “Sekelompok orang dari Bani Auf bin al-Khazraj, Suwaid dan Da’is, mereka diutus menemui Bani an-Nadzir, ‘Hendaklah kalian teguh (tidak menyerah kepada Nabi saw), kami tidak akan menyerahkan kalian jika kalian diperangi, kami bertempur bersama kalian. Jika kalian diusir, kami keluar bersama kalian.” Bani an-Nadzir menanti bantuan tersebut, tetapi ternyata mereka tidakd atang. Dan Allah pun melemparkan rasa takut di hati mereka. Lalu, mereka meminta Rasulullah saw untuk mengusir mereka saja, tanpa adanya pertumpahan darah. Namun mereka meminta untuk dibolehkan membawa unta yang mengangkut harta mereka, kecuali perisai, dan Rasulullah menyetujuinya. Mereka membawa segenap harta mereka, yang memberatkan unta mereka. Bahkan, ada seseorang dari mereka, yang menghancurkan rumahnya pada sisi pitnunya dan meletakkannya di atas untanya, lalu pergi. Mereka pergi ke Khaibar dan ada juga yang bertolak ke Syam.”
Dalam riwayat lain menyatakan bahwa Rasulullah memerangi mereka, hingga akhirnya mereka meminta untuk diusir. Dengan syarat mereka boleh membawa apa pun, kecuali senjata. Bani an-Nadzir bersiap. Mereka membawa harta benda mereka yang memenuhi unta mereka. Bahkan, mereka membawa pintu-pintu rumah kayunya. Mereka menghancurkan rumah mereka dan merobohkannya, lalu membawa apa pun yang dapat diangkut dari kayunya. Pengusiran mereka merupakan pengusiran pertama. Mereka menuju Syam.
Bani an-Nadzir adalah salah satu suku keturunan Bani Israil. Mereka tak pernah diusir sejak Allah menetapkan pengusiran kepada Bani Israil. Oleh karena itu, Rasulullah saw mengusir mereka. Jika saja Allah tidak menetapkan pengusiran, mereka akan disiksa didunia, sebgaimana Bani Quraizhah. Kemudian Allah menurunkan, “Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dia-lah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana. Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung halamannnya pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin, benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah, maka Allah mendatangkan (siksaan) kepada mereka,d ari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah menanamkan rasa takut ke dalam hati mereka, sehingga memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangannya sendiri dan tangan-tangan orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan! Dan sekiranya tidak karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, pasti Allah mengazab mereka di dunia. dan di akhirat mereka akan mendapat azab neraka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka menetang Allah dan Rasul-Nya. barang siapa menetang Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. apa yang kamu tebang di antara pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (itu terjadi) dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik. Dan harta rampasan fai’ dan mereka yang diberikan Allah keapda Rasul-Nya, kamu tidak memerlukan kuda atau unta untuk mendapatkannya, tetapi Allah memberikan kekuasaan kepada rasul-rasul-Nya terhadap siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu (QS al-Hasyr (59) : 1 – 6). Pohon kurma milik Bani an-Nadzir dikhususkan untuk Rasulullah saw. Allah menetapkannya untuk beliau. Allah ebrfirman dalam ayat ke-6 tersebut. yaitu, sebagai harta rampasan tanpa peperangan (Fai’). Menurut riwayat ini, Nabi saw memberikan sebgian besar kepada kaum Muhajirin dan membagikannya kepada mereka dan untuk dua orang Nashar yang membutuhkan. Beliau tidak membagikannya untuk kaum Anshar selain mereka berdua. Sisanya merupakan sedekah Rasulullah untuk Bani Fatimah. (HR Abdurrazaq, Abu Dawud, dan Hakim).

Surat al-Hasyr Turung tentang Bani an-Nadzir

Dari Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Sa’id bin Jubair berkata, “Aku bertanya kepada Ibnu Abbas tentang Surat at-Taubah dan dia berkata, “Surat at-Taubah ini adalah paparan (dari semua kejahatan orang-orang kafir dan munafik). Dan (ayat-ayat) surat inbi terus turun (satu demi satu) sampai mereka berpikir bahwa surat ini tidak menyisakan seorang pun, melainkan ia  disebut di sana.” Aku berkata, “Surat al-Anfal?” Dia menjawab, “Surat al-Anfal mengisahkan tentang Pearng Badar.” Aku berkata, “Surat al-hasyr?” Dia menjawab, “Surat itu turun tentang Bani an-nadhir.” (HR Bukhari dan Muslim).

Yahudi Tetaplah Yahudi

Penghianatan yang mengakar di jiwa-jiwa kaum Yahudi merupakan potret tetap. Kita mengetahui sebelumnya gambaran lain dari penghianatan mereka, yang dilakukan oleh Yahudi bani Qainuqa’. Fakta sejarah ini, dibenarkan oleh banyak peristiwa yang tak terhitung banyaknya. Itulah rahasia laknat Ilahi yang menimpa mereka. Keterangan Allah tentang itu tersurat dalam firman-Nya, “Orang-orang Yahudi dan bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (QS al-Maidah (5) : 78).
Pemotongan pohon kurma Bani an-Nadhir dan pembakaran memang terjadi dan disepakati oleh para ahli sejarah. Pohon yang dirusak oleh Rasulullah hanya sebagian dan beliau membiarkan sebagiannya. Al-Qur’an membenarkan apa yang dilakukan Nabi saw, memotong sebagian dan membiarkan sebagian. Hal itu dalam firman-Nya, “Apa yang kamu tebang di antara pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (itu terjadi) dengan izin Allah dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.” (QS al-hasyr (59) : 5).
Dalam hal ini umumnya para ulama beralasan bahwa hukum syar’i yang berhubungan dengan pohon milik musuh dan pengrusakannya bergantung pada keputusan pemimpin atau panglima dalam melihat maslahat pada pertempuran dengan musuh-musuh mereka. Apa yang kami paparkan tentang dibolehkannya memotong atau membakar pepohonan milik kaum kafir merupakan mazhab Nafi’ pelayan Ibnu Umar. Malik, as-Tsaury, Abu Hanifah, Syafi’i, Ahmad, Ishaq, dan Jamhur ahli fiqh).
Adapun yang diriwayatkan dari al-Laits bin Sa’ad Abu Tsaur, dan al-Awza’i, mereka tidak membolehkannya.
Para Imam bersepakat bahwa harta rampasan kaum muslimin yang diambil dari musuh-musuh mereka tanpa peperangan atau fai’, penangananya diserahkan pada keputusan pemimpin. Ia tidak harus membaginya kepada pasukannya, sebagaimana ghonimah (harta rampasan) yang diambil setelah peperangan. Dalil yang mereka kemukakan dalam hal ini adalah bagaimana Rasulullah mengatur pembagian fai’ dari Bani An-Nadhir. Beliau mengkhususkannya untuk dirinya dan kepada kaum muhajirin saja. Al-Qur’an sendiri turun membenarkan hal itu.

Perang Badar Kedua

Di bab yang terdahulu dijelaskan bahwa Abu Sufyan menjelang kepergiannya dari Uhud, berkata, “Kalian dan kami bertemu kembali tahun depan di Badar.”  Pada Bulan Sya’ban tahun berikutnya. Rasulullah yang menuju tempat yagn dijanjikan untuknya dengan 1.500 orang pasukan. Terdapat 10 orang berkuda. Ali bin Abi Thalib ditunjuk sebagai pemegang panji. Dan Abdullah bin Rawahah ditunjuk untuk menggantikan beliau di Madinah. Ketika tiba di Badar, beliau bermukim di sana selama 8 hari, menunggu kaum musyrikin.
Abu Sufyan sendiri pergi dengan kaum musyrikin dari Makkah dengan 2.000 orang pasukan dan 50 orang berkuda. Ketika mereka tiba di Marr azh-Zhahran – satud aerah sesudah Makkah – Abu Sufyan berkata kepada mereka, ‘Tahun ini musim kering, menurutku lebih baik kita pulang.” Mereka pun kembali dan melanggar janji sehingga peristiwa ini disebut Badr al-Maw’id (badar tempat yang dijanjikan) atau Badar kedua.

Perang Daumah al-Jandal

Rasulullah pergi menuju Daumah al-jandal pada bulan Rabi’ul Awal tahun 5 H. Hal itu dikarenakan kabar yang sampai kepada beliau bahwa di sana terdapat banyak orang yang mau mendekati madinah. Antara tempat inid an Madinah, jaraknya 15 malam perjalanan, sedangkan dari Damaskus sekitar 5 malam.
Rasulullah menunjuk Siba’ bin Urfathah al-Ghifary untuk memimpin Madinah. Beliau pergi bersama 1.000 orang pasukan muslim. Bersama beliau ada penunjuk jalan dari Bani Udzrah yang bernama Madzkur. Ketika pasukan muslimin mendekati mereka, mereka melarikan diri. Ternyata terdapat jejak-jejak binatang ternak mereka sehingga pasukan muslimin menangkapi hewan-hewan itu dan menggembalakannya. Ada yagn tertangkap dan ada yang melarikan diri. Kabar ini sampai ke penduduk Daumah al-jandal, kemudian mereka berpencar. Rasulullah singgah di tempat mereka dan tak mendapati seorang pun. Beliau bermukim di sana selama beberapa hari. Beliau mengirim pasukannya dan membuat mereka berpencar. Namun, mereka tidak menangkap siapa pun. Rasulullah pulang ke Madinah dan dalam  perang ini Uyainah bin Hishn meninggal dunia.


Sepanjang, 04 Desember 2018




Tidak ada komentar:

Posting Komentar