SIRAH RASULULLAH
Perjalanan Hidup Manusia Mulia
Syekh Mahmud Al-Mishri
Bab Pertama : PERANG BADAR KUBRA
Penerjemah : Kamaluddin Lc.,
Ahmad Suryana Lc., H. Imam Firdaus Lc., dan Nunuk Mas’ulah Lc.
Penerbit : Tiga Serangkai
Anggota IKAPI
Perpustakaan Nasional Katalog
Dalam Terbitan (KDT)
Al-Mishri, Syekh Mahmud
Sirah Rasulullah – Perjalanan
Hidup Manusia Mulia/Syekh Mahmud al-Mishri
Cetakan : I – Solo
Tinta Medina 2014
Ketika terjadi Perang Badar Kubra, telah kami bahas
sebelumnya dalam Ghazwah al-Asyirah bahwa rombongan Quraisy melarikan diri dari
kejaran Nabi saw ketika mereka hendak pergi dari Makkah ke Syam. Ketika masa
kepulangan mereka darik Syam telah dekat, Rasulullah saw mengutus Thalhah bin
Ubaidillah dan Said bin Zaid ke Utara agar mereka mencari tahu tentang hal itu.
Ketika mereka sampai di ar-Rauha’, mereka tinggal di sana. Sampai ketika Abu
Sufyan melewati mereka berdua dengan rombongan dagangnya. Mereka cepat-cepat
kembali ke Madinah dan memberi tahu Rasulullah saw tentang hal itu.
Kafilah itu terdiri atas harta kekayaan milik penduduk Makkah. Seribu
unta dengan muatan harta benda yang tak kurang dari 50.000 Dinar emas, yang
hanya dijaga oleh 40 orang laki-laki.
Kesempatan emas untuk pasukan Madinah, serangan
militer dan ekonomi yang tentunya telak buat kaum musyrikin jika mereka
kehilangan harta benda itu. Oleh karena itu, Rasulullah saw mengumumkannya
kepada kaum muslimin. Beliau berkata, “Ada kafilah Quraisy dengan nharta benda
mereka di sana, pergilah kalian ke sana, mudah-mudahan Allah mengaruniakannya
kepada kalian.”
Nabi Mengutus Mata-Mata untuk Mencari Tahu tentang Kafilah Itu
Dari Anas bin Malik berkata, “Rasulullah saw
mengirim Busaisah sebagai mata-mata untuk melihat apa yang dilakukan kafilah
Abu Sufyan, dia datang (kembali dan bertemu Nabi di rumahnya), di mana tak ada
seorang pun kecuali diriku sendiri dan Rasulullah (Perawi Muslim) berkata,
“Saya tidak ingat apakah Anas mengecualikan dari beberapa istri-istri
Rasulullah saw atau tidak). Lalu, mengatakan kepadanya berita tentang kafilah.
(Setelah mendengar berita) Rasulullah saw keluar (buru-buru) berbicara kepada orang-orang
dan berkata, “Kami membutuhkan bala tentara, siapapun yang memiliki hewan untuk
ditunggangi, dia harus pergi dengan kami.” Orang-orang mulai meminta izin untuk
mengambil tunggangan mereka yang sedang merumput di perbukitan dekat Madinah.
Dia berkata, “Tidak, (saya ingin) hanya mereka yang memiliki tunggangan yang
siap (dengan senjata juga).” (HR Muslim).
Hal-Hal yang Terjadi pada Perang Badar
Imam Ibnu Qayyim berkata, “Pada Ramadhan tahun itu
(tahun 2 H) Rasulullah mendengar kabar iring-iringan kafilah dadang milik
Quraisy yang datang dari Syam di bawah pimpinan Abu Sufyan. Kafilah ini
sebelumnya ingin mereka kejar ketika kafilah itu keluar dari Makkah, kefilah
itu terdiri atas 40 orang laki-laki dan membawa banyak harta milik Quraisy.
Kemudian Rasulullah saw menyerukan kaum muslimin untuk pergi ke sana agar
menghadangnya lagi. Beliau memerintahkan siapa saja yang siap kendaraannya
untuk turut. Rasulullah saw tidak menyiapkannya dengan baik karena beliau pergi
tergesa-gesa dengan 300 dan beberapa belas irang. Mereka hanya membawa dua ekor
kuda, milik az-Zubair bin al-Awwam dan Miqdad bil al-Kindy. Bersama mereka juga
ada 70 ekor unta, setiap dua orang laki-laki atau tiga menunggangi satu unta.
Rasulullah saw, Ali, dan Martsad bin Abi Martsad al-Ghanwy menunggangi satu
unta.
Ketika mencapai dekat Hijaz, Abu Sufyan mencari
tahu. Dia bertanya kepada setiap pengendara yang ia temui karena khawatir akans
esuatu menimpanya. Ketika itu ada pengendara yang memberitahunya bahwa Muhammad
telah pergi bersama para sahabatnya untuk menghadangnya dan kafilahnya agar
herus berhati-hati. Lalu Abu Sufyan menyewa Dhamdham bin Amru al-Ghifary dan
membawa ornag-orang untuk menyelamatkan harta mereka serta memberi tahu mereka
bahwa Muhammad telah siap untuk menghadang mereka bersama para sahabatnya.
Dhamdham bin Amru pun pergi melesat ke Makkah. (HR Ibnu Hisyam dari jalur Ibnu
Ishaq).
Nabi Bermusyawarah dengan Para Sahabatnya
Dari Anas bahwa ketika sampai berita Abu Sufyan
akan datang, Rasulullah saw mengumpulkan para sahabatnya untuk membciarakan hal
itu. Anas berkata, “Abu Bakar mengungkapkan pendapatnya, tetapi Rasulullah saw
menolaknya. Kemudian Umar mengemukakan pendapatnya, tetapi Nabi saw juga menolaknya. Kemudian Sa’ad bin
Ubadah berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, Anda ingin kami berbicara? Demi
Dzat yang kau berada di genggamannya, jika engkau memerintahkan kami untuk
menenggelamkan kafilah itu ke laut, kami akan melakukannya. Jika engkau
memerintahkan kami untuk memcuti kafilah Bark al-Ghimad, kami akan
melakukannya.” Kemudian Rasulullah saw menyeru kaum muslim. Lalu, mereka
berangkat dan berkemah di badar. Pembawa air Quraisy datang kepada mereka. Di
antara mereka ada seorang budak hitam milik Bani al-Hajjaj. Para sahabat
Rasulullah saw menangkapnya dan menginterogasinya tentang Abu Sufyan, dan
teman-temannya. Dia berkata, “Aku tak tahu apa-apa tentang Abu Sufyan, tetapi
Abu Jahal, Utbah, Syaibah, dan Umayyah bin Khalaf ada.” Ketika ia berkta
demikian, mereka memukulinya. Lalu, ia berkata, “baiklah, saya akan bercerita
tentang Abu Sufyan.” Mereka akan berhenti memukulinya dan kemudian memitna dia
berbicara lagi tentang Abu Sufyan. Dia mengatakan lagi, “Aku tidak tahu apa-apa
tentang Abu Sufyan, tetapi Abu Jahal, Utbah, Syaibah, dan Umayyah bin Khalaf
ada.” Ketika ia berkata demikian, mereka memukulinya juga. Rasulullah saw saat
itu sedang melakukan shalat. Ketika beliau selesai dan melihat itu, beliau
berkata, “Demi Allah yang menggenggam jiwaku, kalian memukulinya ketika dia
mengatakan yang sebenarnya dan membiarkan dia ketika ia berbohong. Ini adalah
tempat terbunuhnya Fulan.” Beliau menempatkan tangannya ke tanah (seraya
berkata) di sini dan di sini. Tidak seorang pun dari mereka yang meleset tempat
meninggalnya, dari tempat-tempat yang terlah ditunjuk oleh Rasulullah saw.” (HR
Muslim).
Kekuatan Pasukan dan Pembagian Kepemimpinan
Dari Ibnu Mas’ud r.a. berkata, “Pada peristiwa
Badar, setiap tiga orang mengendari satu unta. Abu Lubabah dan Ali bin Abi
Thalib menjadi teman satu kendaraan dengan Rasulullah saw. Mereka berdua di
belakang Rasulullah saw. Mereka berkata, “Kami berjalan saja. Lalu, Rasulullah
saw berkata, “kalian tidak lebih kuat dariku dan aku tidak lebih membutuhkan
pahala daripada kalian berdua.” (HR Ahmad).
Adapun jumlah kaum muslimin yang ikut dalam, Perang
Badar, dalam banyak hadits shahih disebutkan, di antaranya berikut ini :
1. Dai al-Bara’ r.a. berkata, “Kami para sahabat
Muhammad saw megnatakan bahwa jumlah para pejuang badar adalah sama dengan
jumlah sahabat Thalut yang menyeberangi sungai (Yordan) dengannya. Dan tidak
ada yang menyeberangi senguai dengannya, melainkan kaum mukmin yang berjulah
310 orang lebih sedikit.” (HR Bukhari dan Turmudzi).
2. Dari Abu Musa al-Asy’ary r.a. berkata, “Jumlah
pasukan Badar sebanyak sahabat-sahabat Thalut kerika memerangi Jalut, 317
orang.” (HR al-Bazzar).
3. Dari Abdullah bin Amru bin Ahs r.a. berkata,
“Rasulullah saw pergi bersama 315 orang dari para sahabatnya ....., lalu ia
menyebutkan hadits.” (HR Abu Dawud).
Riwayat ini tidak ebrtentangan dengan yang
sebelumnya karena bisa jadi dalam riwayat ini Nabi saw belum dimasukkan, begitu
juga seorang laki-laki yang menyusul mereka.
Nabi saw menitipkan Madinah kepada Ibnu Maktum
sekaligus untuk menggantikan beliau sebagai imam shalat.
Beliau memberikan panji utama yang bewarna putih
kepada Mus’ab bin Umair al-Qursyi al-Abday. Beliau membagi pasukannya menjadi
dua, yaitu pasukan Muhajirin, yang panjinya dibawa oleh Lai bin Abi Thalib dan
pasukan Anshar, yang panjinya dibawa oleh Sa’ad bin Mu’adz.
Kepemimpinan dari arah kanan di bawah komando
Zubair bin Awwam, sedangkan dari kiri oleh Miqdad bin Amru, hanya mereka berdua
yang menunggang kuda dalam pasukan ini. Adapun di bagian tengah dipimpin oleh
Qais bin Abi Sha’sha’ah. Adapun komando umum tetap di tangan Nabi saw sebagai
panglima tertinggi pasukan.
Nabi saw. Menolak Anak-Anak Kecil
Anak-anak kecil yang belum mencapai Balif, hati
mereka merindukan untuk berjihad di jalan Allah, kemenangan dengan mati syahid.
Namun, Nabi saw menolak siaoa pun yang belum balig.
Dari al-bara’ bin Azib r.a. berkata, “Aku dianggap
masih kecil pada Perang Badar, begitu juga Ibnu Umar. Jumlah kaum Muhajirin 60
orang lebih, sementara Anshar 249 orang lebih,” (HR Bukhari).
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash r.a. menyatakan bahwa
Nabi melihat Umair bin Abi Waqqash, tetapi beliau menganggapnya masih kecil
ketika akan pergi ke Badar, kemudian beliau memperbolehkannya. Sa’ad berkata,
“Dikatakan bahwa Umair kena pedangnya.” Menurut Abdullah bin Ja’far, Umair
terbunuh pada peristiwa Badar.” (HR al-Bazzar).
Pulanglah, Aku Tidak Akan Meminta Bantuan dari Seorang Musyrik
Dari Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah saw berangkat
ke Badar. Ketika sampai Harrat al-Wabrah, Rasulullah saw bertemu dengan
seseorang yang dikenal karena keberanian dan suka menolong. Para sahabat
Rasulullah saw senang melihatnya. Dia berkata, “Aku datang kepadamu karena aku
ingin menjadi bagian dari pasukanmu dan mendapatkan bagian dari harta
rampasan.” Rasulullah saw berkata keapdanya, “Apakah kamu beriman kepada Allah
dan rasul-Nya?” Dia mengatakan, “Tidak.” Rasulullah saw berkata, “Kembalilah,
aku tidak akan meminta bantuan dari seorang musyrik.” Dia melanjutkan
perjalanan sampai mencapai Syajarah, pria itu datang lagi. Dia mengatakan
seperti sebelumnya. Rasulullah juga mengatakan yang sama lagi kepada pria itu.
Beliau saw berkata, “Kembalilah, aku tidak akan meminta bantuan dari seorang
musyrik.” Pria itu kembali dan menyalip dia di Badia’? dia meminta hal yang
sama, seperti sebelumnya. Rasulullah bertanya lagi, “Apakah kamu beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya?” Orang itu berkata, “Ya.” Rasulullah saw berkata
keapdanya, “Pergilah bersama kami.” (HR Muslim).
Pasukan Islam Bergerak Menuju Badar
Rasulullah saw pergi dengan pasukan ini tanpa
persiapan. Beliau keluar dari wilayah Madinah dan melewati jalan utama ke
Makkah, hingga mencapai sumur ar-Raudha’. Ketika melanjutkan perjalanan, beliau
tidak belok ke kiri ke arah Makkah. Namun, ke kanan arah ke an-Naziyah (Badar).
Beliau berjalan melewatinya hingga tiba di sebuah lembah, yang dinamakan
Rahqan, antara an-Naziyah dan jalan semit ash-Shafra’. Beliau melewati jalan
sempit itu. Setelah itu beliau membangun kemahnya di sana dekat ash-Shafra’. Di
sanalah beliau mengutus Busais bin Umar al-Juhny dan Addy bin Aby az-Zaghba’
al-Juhny ke Badar untuk mencari tahu kabar kafilah itu.
Ketakutan Kaum Kafir untuk Pergi Berperang
Dari Abdullah bin Mas’ud, Sa’ad bin Mu’ad
menceritakan kepadanya bahwa Sa’ad bin Mu’adz adalah teman dekat Umayyah bin
Khalaf. Ketika Umayyah melewati Madinah, ia singgah di rumah Sa’ad. Setiap kali
Sa’ad pergi ke Makkah, ia singgah di rumah Umayyah. Ketika Rasulullah saw tiba
di Madinah, Sa’ad pergi untuk melakukan umrah dan tinggal di rumah Umayyah di
Makkah. Dia berkata kepada Umayyah, “Beri tahu aku waktu di mana Ka’bah lengang
sehingga aku dapat melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah.” Lalu, Sa’ad pergi
bersama Umayyah sekitar tengah hari. Abu Jahal bertemu mereka dan berkata,
“Wahau Abu Shafwan! Siapa orang yang bersamamu ini?” dia berkata, “Dia adalah
Sa’ad.” Abu Jahal berkata, “Aku melihatmu berjalan-jalan dengan aman di Makkah
meskipun kamu telah memberikan perlindungan bagi orang-orang yang telah
mengubah agama mereka (yaitu menjadi muslim) dan kalian telah menyatakan akan
membantu mereka dan mendukung mereka. Demi Allah, jika kamu tidak bersama Abu
Shafwan, kamu tidak akan pulang kepada keluargamu dengan selamat. “ Sa’ad
meninggikan suaranya dan berkata kepadanya, “Demi Allah, jika kamu akan
menghentikanku melakukan hal ini (thawaf), aku pasti mencegahmu dari sesuatu
yang lebih berharga bagimu, yaitu perjalanan kafilahmu melalui Madinah.” Umayyah
pun berkata kepada Sa’ad, “Wahai Sa’ad, jangan kamu tinggikan suaramu di depan
Abu al-hakam. Dia kepala penduduk lembah ini (Makkah).” Sa’ad berkata, “Wahai Umayyah,
hentikan itu. Demi Allah, aku telah mendengar Rasulullah saw mengatakan bahwa
kaum muslimin akan membunuhmu.” Umayyah bertanya, “di Makkah?” Sa’ad berkata,
“Aku tidak tahu.” Umayyah sangat takut dengan berita itu. Ketika Umayyah pulang
ke keluarganya, ia berkata kepada istrinya, “Wahai Ummu Shafwan, apakah kamu
tidak tahu apa yang dikatakan Sa’ad kepadaku?” Dia berkata, “Apa yang telah dia
katakan?” dia menjawab, “Dia mengatakan bahwa Muhammad telah memberi tahu
mereka (sahabat) bahwa mereka akan membunuhku. Aku bertanya kepadanya, “Di
Makkah?” dia menjawab, “Aku tidak tahu.” Lalu. Umayyah menambahkan, “Demi
Allah, aku tidak akan pernah eprgi ke luar dari Makkah.”
Ketika genderang Perang badar ditabuh, Abu Jahal
menyeru orang-orang untuk pergi berperang. Ia berkata, “Pergilah dan lindungi
kafilah kalian.” Namun Umayyah lebih suka untuk tidak pergi keluar (dari
Makkah). Abu Jahal datang kepadanya dan berkata, “Wahai Abu Shafwan, jika
penduduk Makkah meliahtmu tidak turut
serta, padahal engkau adalah kepala penduduk lembah ini, maka mereka tidak akan
ikut juga sepertimu.” Kau telah memaksaku untuk mengubah pikiranku. Demi Allah,
aku akan membeli unta terbaik di Makkah. Lalu, Umayyah berkata kepada istrinya,
“Wahai Ummu Shafwan, persiapkan apa yang kubutuhkan (untuk perjalanan).”
Istrinya berkata, “Wahai Abu Shafwan, apakah kau lupa apa yang dikatakan oleh
sahabatmu yang dari yatsrib itu (Sa’ad).” Dia berkata, “Tidak, tapi aku tidak
ingin pergi bersama mereka melainkan untuk jarak pendek saja.” Jadi, ketika
Umayyah pergi, ia tidak keluar dari kemahnya, kecuali untuk mengikat untanya.
Dan ia terus melakukan itu, sampai Allah membunuhnya pada Perang badar.” (HR
Bukhari dan Ahmad).
Penduduk Makkah Pergi Berperang
Penduduk Makkah berlomba keluar berperang dan
mereka berkata, “Apakah Muhammad dan para sahabatnya mengira bahwa mereka
seperti kafilah Ibnu al-hadhramy?” jawab yang lain, “Tentu saja tidak. Demi
Allah, Muhammad pasti tahu dia bukan sepertinya.” Mereka ada dua golongan, baik
itu yang turut dalam pasukan ini secara langsung maupun mengutus seseorang
untuk mewakilinya. Semua pembesar negeri itu pergi mengikuti peperangan ini,
kecuali Abu Lahab. Dia mengutus seseorang yang mempunyai utang kepadanya untuk
menggantikan dirinya. Mereka juga menyeru para kabilah sekitar Makkah. Hampir
seluruh Kabilah turut serta, kecuali Bani Addy, tak satu pun dari mereka yang
ikut dalam perang ini.
Kekuatan Pasukan Makkah
Kekuatan pasukan ini meliputi 1.300 tentara di
awali perjalanannya, 100 pasukan berkuda, 600 orang berbaju perang, dan unta
sangat banyak, yang jumlahnya tidak diketahui dengan betul. Komando umum di
bawah Abu Jahal bin Hisyam, dengan 9 orang pembesar Quraisy sebagai
pembantunya. Setiap hari mereka menyembelih 9 atau 10 unta.
Setan Memperdaya Kaum Quraisy
Ibnu Ishaq berkata, “Yazid bin Ruman bercerita
keapdaku dari Urwah bin az-Zubair, ia berkata, “Ketika Quraisy bersepakat untuk
berangkat perang, mereka teringat apa yang pernah terjadi antara mereka dan Bani
Bakar, yang hal itu membuat mereka ingin membalasnya. Kemudian Iblis datang
dalam bentuk Suraqah bin Malik bin Ja’syam al-Mudhijy, yang merupakan salah
satu dari pimpinan Bani Kinanah, ia berkata, “Aku melindungi kalian dari Bani
Kinanah yang akan datng dari belakang kalian dengan sesuatu yang kalian benci.”
Kemudian mereka berlomba pergi keluar.” (HR Baihaqi).
Kami Penuhi Perjanjian Kami dengan Mereka dan Kami Mohon Bantuan Allah
untuk Menghadapi Mereka
Dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a. berkata, “Tidak
ada yang mencegahku turut pada Perang Badar, kecuali kejadian ini. Aku keluar
dengan Abu Husail (untuk berpartisipasi dalam pertempuran), tetapi kami
tertangkap oleh orang-orang kafir Quraisy. Mereka berkata, “Kalian berniat
untuk pergi ke Muhammad?” Kami berkata, “Kami tidak berniat pergi ke dia, tapi
kami ingin pergi (kembali) ke Madinah.” Lalu, mereka mengambil dari kami
perjanjian atas nama Tuhan bahwa kami akan kembali ke Madinah dan tidak akan
bertempur di pihak Muhammad saw. Kemudian kami datang menemui Rasulullah saw
dan menceritakan kejadian tersebut kepadanya. Beliau berkata, “Pulanglah (ke
Madinah), kami (kaum) yang memenuhi perjanjian yang dibuat dengan mereka, dan
kami memohon pertolongan Allah untuk menghadapi mereka.” (HR Muslim dan Ahmad).
Duhai pelajaran yang agung, Nabi saw mengajar kita
untuk menepati janji, bahkan perjanjian yang dibuat dengan musuh.
Ini Tempat Matinya Fulan
Dari Anas bin Malik r.a. berkata, “Kami
bersama-sama Umar antara Makkah dan Madinah. Kami mencari hilal .... --- hingga
perkataannya ---- ia kemudian menceritakan pada kami tentang para syuhada’
Perang badar. Ujmar berkata, “Rasulullah saw menunjukkan kita satu hari sebelum
(pertempuran yang sebenarnya) tempat kematian dari orang-orang (berpartisipasi)
dalam Badar dan beliau bersabada, “Ini akan menjadi tempat kematian si Fulan
besok, insya Allah.” Umar berkata, Demi Allah yang mengutus dia dengan
kebenaran mereka tidak melewatkan tempat (kematian mereka) yang telah
Rasulullah saw tunjukkan.” (HR Muslim).
Sekiranya Kalian Mengadakan Persetujuuan, Pastilah Kalian Berbeda
Pendapat
Abu Sufwan telah mendengar bahwa Rasulullah saw
telah pergi keluar Madinah dan menginginkannya. Kemudian ia pun menyewa
Dhamdham bin Amru al-Ghifary ke Makkah untuk meminta Quraisy mengirim bala
bantuan melindungi kafilah dagang mereka dari Muhammad dan para sahabatnya.
Kabar itu pun telah sampai ke Penduduk Makkah. Mereka segera berangkat dan
menghimpun bala tentara untuk ke sana. Tak seorang pun dari pembesar Quraisy
yang absen. Kecuali Abu Lahab. Ia mengutus seseorang yang berutang kepadanya
untuk menggantikannya. Mereka juga menghimpun kabilah-kabilah Arab sekitar
mereka. Dan tak satu pun dari kabilah-kabilah itu yang tidak turut menjadi
pasukannya, kecuali Bani Addy. Dari kabilah ini tak satu pun yang turut.
Mereka semua keluar, sebagaimana yang Allah
firmankan, “ ..... Dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (ria) ...” (QS
al-Anfal (8) L 47). Mereka pun datang seperti yang Rasulullah saw sabdakan,
“Dengan ketajaman pedang mereka dan besi mereka, mereka menentang-Nya dan
menetang Rasul-Nya.” Mereka datang dengan tidak menghalang-halangi dan mereka
mampu, dalam kekuatan yang melindungi, dan amarah, murka kepada Rasulullah saw
dan para sahabatnya. Sebab, mereka menginginkan kafilah mereka dan membunuh
mereka yang ada di dalam kafilah itu. Hal itu telah menimpa Amru bin al-Hadramy
kemarin dan kafilah yang bersamanya. Kemudian Allah menghimpun mereka tidak
dengan perjanjian waktu. Sebagaimana firman Allah, “..... Sekiranya kamu berbeda
pendapat dalam menentukan (hari pertempuran itu), tetapi Allah berkehendak
melaksanakan suatu urusan yang harus dilaksanakan......” (QS al-Anfal (8) :
42).
Kemudian Rasulullah saw pergi menuju Badar dan Abu
Sufwan memilih jalur lain ke tepi dua lautan. Ketika ia tahu ia selamat, begitu
juga kafilahnya, ia menulis surat ke Quraisy, “Kembalilah kalian, jika kalian
keluar (Makkah) untuk melindungi kafilah dagang kalian.” Kabar ini sampai ke
Quraisy, pada saat mereka di al-Juhfah, mereka pun ingin kembali. Kemudian Abu
Jahal berkata, “Demi Allah, kami tidak akan kembali sebelum mencapai Badar dan
mendirikan kemah di sana, memberi makan bansga Arab yang ikut bersama kami.”
Dan mereka akan segan kepada kami.” Sementara itu,al-Akhnas bin Syuraiq
menganjurkan kepada mereka untuk kembali, tetapi mereka enggan.kemudian
al-Akhnas dan Bani Zuhra pulang dan mereka tidak menyaksikan peristiwa Badar.
Bani Zuhrah (nanti) gembira dengan keputusan al-Akhnas dan ia masih ditaati dan
dihormati
Posisi Sulit Pasukan Islam
Badan intelijen untuk pasukan Madinah telah memberi
tahu Rasulullah saw ketika beliau masih di perjalanan di Lembah Dzafran, kabar
kafilah itu dan bala tentara Makkah. Beliau juga sudah meyakini telah mencerna
kabar itu b ahwa tidak ada lagi cara untuk menghindari pertempuran berdarah
itu. Beliau harus melanjutkan sebuah upaya yang dibangun atas keberanian dan
heroisme. Tak diragukan lagi jika beliau membiarkan pasukan Makkah merajalela
di wilayahn itu. Hal itu akan makin menguatkan posisi militer Quraisy, mengukuhkan
peta politiknya, dan makin melemahkan posisi kaum musl,imin dan terhina.
Bahkan, bisa jadi pergerakan Islam setelah itu akan hanya berupa jasad tanpa
roh. Mereka yang berniat buruk, dengki, dan marah pada Islam di wilayah itu,
akan makin berani dan menjadi-jadi.
Setelah itu semua adakah seseorang yang bisa
menjamin pada kaum muslimin bahwa ia bisa melarang kaum Quraisy meneruskan
perjalanannya menuju Madinah agar peperangan dari dalam rumah mereka. Tak akan
ada, jika terjadi hal buruk pada pasukan Madinah, tentu saja akan berpengaruh
pada kewibawaan dan nama baik kaum muslimin.
Nyatakanlah Pendapat kalian, Wahai Manusia!
Allah SWT telah memuji Nabi saw
dan para sahabatnya, “.... sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah
antar mereka ....” (QS asy-Syura (42) : 38). Di sini kita melihat komitmen
mereka pada prinsip musyawarah dengan para sahabatnya. Jika kami paparkan lebih
lanjut kehidupan beliau saw, kita akan menemukan komitmen beliau pada prinsip
ini di setiap perkara yang tak tersurat dalam firman Allah SWT. Hal-hal yang
berhubungan dengan pengaturan dan politik legal. Oleh karena itu, kaum muslimin
berkonsensus bahwa syura (musyawarah) dalam hal yang tak disebutkan secara
eksplisit dalam Al-Qur’an dan Sunnah adalah azas dalam legalisasi hukum, kapan
pun itu tak boleh diabaikan. Adapun sesuatu yang telah ditetapkan oleh
Al-Qur’an dan Hadits dari Sunnah yang telah diterangkan secara jelas oleh
Rasulullah hukumnya, tak ada celah untuk musyawarah di sana dan tak boleh
diputuskan oleh kewenangan apa pun.
Melihat perkembangan yang genting dan mendadak,
Rasulullah saw memutuskan untuk menggelar majelis penasihat militer tingkat
tinggi. Di sana beliau menjelaskan perkembangan terkini, beliau bertukar
pendapat dengan pasukannya secara umum, dan para panglimanya. Ketika itu
bergetarlah hati sebagian dari mereka, takut terjadi pertumpahan darah. Mereka
itulah yang disebut dalam firman Allah SWT, “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu
pergi dari rumahmu dengan kebenaran meskipun sesungguhnya sebagian dari
orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya, mereka membantahmu (Muihammad)
tentang kebenaran setelah nyata (bahwa mereka pasti menang), seakan-akan mereka
dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab kematian itu).” (QS
al-Anfal (8) : 5 – 6).
Pada saat itu Nabi saw ingin mengetahui pendapat
para sahabat sebelum memasuki medan pertempuran yang krusial ini. Bahkan,
beliau --- secara khusus --- ingin mengetahui pendapat para panglima Anshar.
Sebab, merekalah yang merepresentasikan mayoritas pasukan dan beban berat
pertempuran akan berputar pada pundak mereka. Padahal, teks perjanjian Aqabah
tidak mewajibkan mereka untuk bertempur di luar wilayah mereka.
Ibnu Abbas r.a. berkata, “.... Kabar tentang
Quraisy dan bala tentaranya yang akan melindungi kafilah mereka telahs amapi
kepada Rasulullah saw. Kemudian beliau meminta pendapat dari pasukannya dan
memberi tahu kabar tentang Quraisy. Abu Bakar berdiri dan menyatakan sesuatu
dan pendapatnya bagus. Umar berdiri dan menyatakan pendapatnya. Ia juga bagus.
Kemudian al-Miqdadd bin Amru berdiri berkata, “Wahai Rasulullah, teruslah pada
apa yang diperintahkan Allah kepadamu, kami bersamamu. Demi Allah, kami tidak
akan mengatakan seperti Bani Israil berkata kepada Musa, “ ..... Pergilah
engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap
(menanti) di sini saja.” (QS al-Maidah (5) : 24). Namun (kami akan mengatakan)
pergilah engkau dan tuhamu, sungguh kami ebrperang bersama kalian. Demi Dzat
yang mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau ebrjalan bersama kami hingga bark
al-Ghimad, kami akan berjuang bersamamu ke tempat yang kaucapai selain itu.
Rasulullah berkata, “Baiklah.” Beliau mendoakannya.”
Kemudian beliau berkata, “Nyatakanlah pendapat
kalian kepadaku, wahai manusia.” Beliau menginginkan kaum Anshar karena mereka
mayoritas dan mereka berbaiat kepada beliau di Aqabah, mereka berkata, “Kami
tidak menanggungmu sampai engkau tiba di rumah-rumah kami. Jika engkau tiba,
engkau dalam jaminan kami, kami melindungimu sebgaimana kami melindungi
anak-anak dan istri-istri kami.” Rasulullah saw khawatir, kaum Anshar tidak
perlu menolongnya, kecuali jika ada musuhnya yang mengganggunya di Madinah.
Mereka tidak perlu berjalan bersama mereka menuju musuh yang berada di negeri
musuh.
Ketika Rasulullah saw megnatakan itu, Sa’ad bin
Mu’adz berkata, “Demi Allah, sepertinya engkau menginginkan kami, wahai
Rasulullah?” Beliau saw menjawab, “Ya.” Sa’ad berkata, “Kami telah beriman
kepadamu, percaya keapdamu, kami bersaksi bahwa yang ada kepadamu adalah kebenaran.
Oleh karena itu, kami berikan kepadamu janji kami untuk senantiasa mendengar
dan taat. Teruskanlah, wahai Rasulullah pada apa yang keukehendaki, kami
bersamamu. Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran jika engkau mencapai laut
saat ini bersama kami dan engkau mengarunginya, kami akan mengarunginya
bersmamu. Tidak ada satu pun dari kami yang tak turut. Kami juga tidak
mempermasalahkan jika besok kami bertemu dengan musuh. Kamia dalah orang-orang
yang tangguh dalam perang dan tulus pada saat bertemu. Semoga Allah
memperlihatkan kami kepadamu dalam bentuk yang menyejukkan matamu. Teruskanlah
berjalan bersama kami dengan berkah Allah.” Rasulullah saw gembira dengan
perkataan Sa’ad dan semangatnya itu. Lalu beliau bersabda, “Pergilah dan
bergembiralah karena sesungguhnya Allah SWT telah menjanjikan kepadaku salah
satu dari dua kelompok. Demi Allah seakan-akan aku merlihat bahwa mereka akan
kalah.” (HR Ibnu Hisyam, Ibnu Ishaq, dan Thabrani).
Dari Ibnu Mas’ud r.a. berkata, “Aku menyaksikan
al-Miqdad bin al-Aswad dalam sebuah adegan, menjadi pelaku adegan itu lebih aku
sukai dari apa yang telah ia lakukan. Al-Miqdad datang kepada Nabi saw ketika
Nabi saw mendesak umat Islam untuk menghadapi orang-orang musyrik. Al-Miqdad
berkata, “Kami tidak akan mengatakan seperti umat Musa berkata, “ ... Pergilah
engkau ebrsama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua....” (QS al-Maidah (5) :
24). Namun, kami akan berjuang di kanan, di sebelah kiri, di depan, dan di
belakangmu.” Aku melihat wajah Nabi saw cerah dan bahagia .... yakni dengan
perkataannya.” (HR Bukhari dan Ahmad).
Al-hafizh dalam Fath al-Bary berkata, “Dapat
dikatakan bahwa Nabi saw meminta pendapat para sahabatnya di Perang Badar dua
kali. Pertama, ketika beliau di
Madinah mendapat kabar kafilah yang bersama Abu Sufyan sampai kepada beliau.
Itu jelas dalam riwayat Imam Mujslim, dengan redaksi kata, “Sesungguhnya Nabi
saw meminta pendapat para sahabat ketika Abu Sufyan akan datang,” Kedua, ketika beliau telah keluar dari
Makkah.”
Nabi saw. Mengutus Mata-matanya Mencari Tahu Kabar Musuh
Sore itu beliau saw mengutus amta-matanya lagi
untuk mengorek keterangan tentang musuh. Operasi ini melibatkan tiga orang
panglima Muhajirin, yaitu Ali bin Abi Thalib, az-Zubair bin al-Awwam, dan Sa’ad
bin Abi Waqqash di antara para sahabatnya. Mereka pergi ke mata air Badar. Di
sana mereka mendapatkan dua orang budak yang ebrtugas memberi minum pasukan
Makkah. Mereka menangkap keduanya dan dan menghadapkannya kepada Rasulullah saw
ketika beliau sedang Shalat. Mereka mengorek keterangan dari kedua budak itu.
Kedua budak itu berkata, “Kami bertugas memberi minum Quraisy, mereka mengirim
kami untuk memberi mereka minum.”
Dari Ali bin Abi Thalib karamullahu wajhah berkata,
“Ketika kami datang ke Madinah, buah-buahan yang ada di sana sedang terserang
hama dan penyakit. Nabi saw sedang mencari tahu tentang kabar badar. Ketika
sampai berita bahwa kaum musyrikin telah berangkat menuju Badar, Rasulullah saw
pun menuju ke sana (Badar adalah sumur). Kami tiba di sana lebih dulu daripada
kaum musyrik. Di sana kami mendapati dua orang laki-laki, seseorang dari
Quraisy dan budak milik Uqbah bin Abu Mu’ith. Orang Quraisy itu melarikan diri,
sedangkan budak itu kami tangkap. Kami bertanya kepadanya, “Berapa jumlah
mereka.” Dia menjawab, “Demi Allah, mereka sangat banyak dan kekuatan mereka
besar.” Jika ia menjawab seperti itu, kaum muslimin memukulnya. Akhirnya,
mereka menyerahkannya kepada Rasulullah saw. Beliau bertanya, “Berapa jumlah
mereka?” Dia menjawab, “Demi Allah, mereka sangat banyak dan kekuatan mereka
besar.” Beliau saw berusaha untuk mengorek lebih dalam, tetapi ia enggan.
Kemudian Nabi saw bertanya kembali, “Berapa ekor unta yang mereka semeblih?” ia
berkata, “10 ekor setiap hari.” Lalu, Rasulullah saw berkata, “Mereka ada
1.000, setiap sembelihan untuk 100 orang lebih.” (HR Ahmad).
Perpecahan di Barisan Kaum Musyrikin
Dari Ali bin Abi Thalib berkata, “Ketika kaum
musyrikin mulai mendekati tempat kami dan kami berada sejajar dengan mereka,
tiba-tiba ada seseorang yang berada di atas unta merah berjalan di antara
mereka. Rasulullah saw berkata, “Wahai Ali, panggil Hamzah.” Saat itu Hamzah
merupakan orang yang posisinya dekat dengan kaum musyrik, dari penunggang unta
merah itu, dan apa yang diaktakannya kepada kaumnya. Rasulullah saw berkata,
“Jika ada seseorang yang menyeru pada kebaikan dari mereka, kemungkinan itu
adalah penunggang unta merah itu.” Hamzah berkatga, “Dia adalah Uthbah bin
Rabi’ah, dia melarang mereka untuk berperang. Uthbah berkata kepada mereka, “Wahai
kaumku, sungguh aku melihat mereka adalah kaum yang berani mati (muslim),
kalian tidak akan sanggup menghadapi mereka. Pada kalian ada kebaikan. Wahai
kaumku, ikatlah leherku, dan katakan Uthbah bin Rabi’ah pengecut,s edangkan
kalian tahu aku bukanlah orang pengecut di antara kalian.” Abu jahal mendengar
itu, ia berkata, “Engkau mengatakan itu, demi Allah, jika orang selainmu yang
mengatakan itu, aku akan potong kelaminnya. Rasa takut telah memenuhi
kerongkonganmu.” Lalu, Utbah berkata, “Maksudmu aku, wahai yang berwajah pucat,
hari ini aku akan tahu siapa di antara kita yang pengecut.”
Dalam hadits riwayat Ibnu Abbas, ia berkata,
“Ketika kaum muslimin telah berada di Badar dan kaum musyrikin datang,
Rasulullah saw melihat Utbah bin Rabi’ah yang sedang berada di atas unta merah. Lalu, belikau saw berkata, “Jika
ada seseorang yang membawa kebaikan kepada kaum itu, kebaikan itu ada pada
penunggang unta merah. Jika mereka menaatinya, mereka terbimbing.” Pada saat itu
Utbah berkata, “:Wahai kaumku, taatlah kepadaku dalam menghadapi mereka.
Sungguh, jika kalian masih tetap mau melakukannya, sedangkan dalam hati kalian
masih terdapat keraguan. Hendaknya setiap orang melihat pembunuh saudaranya dan
pembunuh bapaknya, aku yang akan membayar haknya (diyat), pulanglah kalian.”
Maka Abu Jahal berkata, “Dia masih terpengaruh dengan sihir Muhammad ketika ia
melihatnya dan para sahabatnya. Sebenarnya Muhammad dan para sahabatnya
hanyalah seperti daging sembelihan ketika kita bertemu mereka nanti.” Lalu,
Utbah berkata, “Engkau akan tahu siapa yang penegcut dan perusak kaumnya. Demi
Allah, sungguh aku melihat mereka akan memukul mundur kalian, tidakkah kalian
lihat kepala mereka bagaikan ular dan wajah mereka bagai pedang.” Lalu, Utbah
memanggil saudara dan anaknya. Ia keluar berjalan di antara keduanya dan
menantang untuk duel satu lawan satu.” (HR al-Bazzar dan Hakim).
Nabi saw. Shalat dan Berdoa hingga Pagi
Ali r.a. telah menceritakan dalam sebuah riwayat yang
shahih, bagaimana kaum muslimin bermalam di malam ke 17 dari Ramadhan di badar
dan di depan mereka perkemahan kaum musyrikin. Ali berkata, “Kami telah melihat
pada peristiwa Badar, kami semua yang tertidur, kecuali Rasulullah saw. Belkiau
Shalat di dekat sebuah pohon dan berdoa hingga pagi menjelang. Malam itu kami
kehujanan, kemudian kami pergi berlindung di bawah pohon dan terpal kulit dari
hujan. Rasulullah saw tetap berdoa pada malam itu. Ia berkata, “Wahai Allah,
jika Engkau binasakan kelompok ini (muslim) maka Engkau tidak akan disembah.”
Ketika fajar menyingsing, beliau menyeru, “Shalatlah, wahai hamba-hamba Allah.”
Orang-orang berdatangan di bawah pohon dan terpal dan kami shalat bersama
Rasulullah saw. Dan beliau membangkitkan semangat kami untuk berperang.” (HR
Ahmad).
Dari Ibnu Abbas r.a. “Nabi saw berdoa pada hari
Perang Badar, “Wahai Allah, Aku memohon kepada-Mu untuk memenuhi janji-Mu.
Wahai Allah, jika Engkau berkehendak (untuk memengkan orang kafir), Engkau
tidak akan disembah.” Lalu, Abu Bakar meemgang tangan beliau dan berkata, “Ini
sudah cukup bagimu.” Nabi keluar dan berkata, “Mereka akan dibinasakan dan
mereka akan lari terbirit-birit.” (HR Bukhari).
Urgensi Tunduk Kepada Allah dan Memohon Pertolongan-Nya
Kita sudah melihat bahwa Nabi saw menenangkan para
sahabatnya bahwa kemenangan akan jadi milik mereka. Sampai-sampai beliau
menunjukkan tempta-tempat yang berada di mana fulan akan mati. Dan demikianlah
apa yang terjadi, tak seorang pun dari kaum musyrikin yang meewati tempat
matinya, sebagaimana yang disampaikan Nabi saw dan hadits yang shahih.
Bersama dengan itu pula, kita melihat bahwa beliau
mendirikan shalat sepanjang malam Jum’at di tenda yang didirikan untuk beliau.
Dan beliau bersimpuh kepada Allah memohon dan tunduk, menengadahkan tangannya
ke langit, merayu Allah agar memberinya kemenangan yang dijanjikan-Nya, hingga
selendangnya jatuh. Abu Bakar iba dan mendekati beliau, seraya berkata, “Cukup
wahai Rasulullah, sungguh Allah akan menepati janji-Nya kepadamu.” Mengapa
beliau begitu larut dalam ketertundukannya, padahal beliau sudah dalam kondisi
yang sangat tenang, hingga beliau bersabda, “Seakan-akan aku melihat tempat
mati mereka.” Dan menentukan tempat-tempat itu di atas tanah.
Jawabnya
: ketenangan Nabi saw dan keimanannya akan kemenangan merupakan wujud
kepercayaannya dengan janji yang telah disampaikan Allah kepada rasul-Nya. tak
diragukan lagi bahwa sungguh Allah tidak akan mengingkari janji. Dan mungkin
saja Allah telah mewahyukan kepada beliau berita kemenangan pada peristiwa itu.
Adapun tenggelamnya beliau pada rasa tunduk dan doa
serta menengadahkan telapak tangan ke langit itu merupaka tugas penghambaan yang karena itulah mansuia
diciptakan. Hal itu adalah harga kemenangan pada kondisi apa pun. Tidaklah
sebuah kemenangan --- meskipun telah memenuhi segala aspek dan sarananya ---
melainkan hanya dari sisi Allah dan taufik-Nya. Allah SWT tidak menginginkan
dari kita, melainkan agar kita menjadi hamba bagi-Nya dalam kondisi suka maupun
terpaksa. Tidaklah seseorang yang mendekat kepada Allah lebih agung daripada
dengan sifat penghambaan itu.
Penghambaan ini yang menjadi pemandangan indah
dalam panjangnya doa Nabi saw, kuatnya ketertundukan beliau, dan pengharapannya
kepada Tuhannya agar memberikan kemenangan adalah harga yang dengannya ia
mendapat dukungan Ilahi yang Agung di peperangan tersebut. semua terdiam ketika
firman-Nya berkata, “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada
Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya begimu, “Sungguh, Aku akan mendatangkan bala
bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS
al-Anfal (8) : 9).
Keyakinannya akan penghambaan kepada Allah SWT ini,
membuatnya percaya dan tenang bahwa hasil akhir akan berpihak kepada kaum
mulsimin. Lalu, bandingkan antara penghambaan yang tampak apda sikap Rasulullah
saw dan hasinya dengan apa yang ditampakkan oleh para diktator tersebut. hal
itu terlihat pada sikap Abu Jahal ketika ia berkata, “Kita tidaka akn kembali
dari Badar sampai kita meyembelih hewan ternak kita, makan-makan, minum khamar,
dan memetik dawai. Agar bangsa Arab mendengar berita pasukan kita dan mereka
akan tetap segan kepada kita.” Camkan hal yang diakibatkan oleh kesombongan dan
keangkuhan ini.
Hasil dari penghambaan dan ketertundukan kepada
Allah SWT adalah kekuatn dan kemuliaan tinggi yang pada keduanya dunia dan
seisinya tunduk. Adapun akibat dari kesombongan dan keangkuhan adalah kuburan
kesia-siaan dan kehinaan telah disiapkan untuk tuhan-tuhan mereka. Sebab,
mereka saling memberi minum khamar dan berhura-hura. Itulah sunnatullah di alam
ini, setiap kali penghambaan kepada Allah bertemu dengan keangkuhan mereka yang
tertipu.urn
.
rasulullah saw dan para sahabat segera t
Allah Mengirim Hujan untuk Menyatukan Hati Mereka
Allah SWT berfirman, “(Ingatlah) ketika Allah
membuat kamu mengantuk untuk memberi ketentraman dari-Nya, dan Allah menurunkan
air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu dan
menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu dan untuk menguatkan hatimu
serta memperteguh telapak kakimu (teguh pendirian).” (QS. al-Anfal (8) : 11).
Menurut Imam Ibnu Qayyim, Allah menurunkan hujan
pada malam itu hanya sekali. Bagi kaum musyrikin, hujan itu membuat kesulitan
besar bagi mereka dan mereka tidak dapat maju. Bagi kaum muslimin, hujan ini
menyucikan mereka dan menghilangkan gangguan-gangguan setan. Rasulullah saw dan
para sahabat segera turun di tengah malam dan membuat kolam. Kemudian mereka
memperdalam selain itu. Lalu, mereka menuruni kolam itu dan membuat untuk
Rasulullah saw singgasana di bukit sehingga beliau bisa memimpin peperangan di
sana. Pada saat itulah beliau menunjukkan dengan tangannya, “Ini tempat mati
Fulan, ini tempat mati Fulan, ini tempat mati Fulan, Insya Allah. Tak seorang
pun dari mereka yang melewati tempat kematian yang ditunjukkan oleh Rasulullah
saw.”
Singgasana Komando Nabi pada Perang Badar
Nabi saw memiliki tenda khusus yang menyerupai
singgasana untuk beliau. Di tempat iru beliau mengatur peperangan di hari
peristiwa Badar. Beliau juga turut langsung dalam perang ini dan juga turun
langsung di medan peperangan.’
Dari Ibnu
Abbas r.a. bahwa Nabi saw megnatakan sesuatu ketika beliau di tempat tinggi
pada peristiwa Badar dan menyebutkan doa Nabi saw. (HR Bukhari).
Dari riwayat Ibnu Ishaq bahwa keteika Rasulullah
saw membangkitkan semangat para sahabatnya untuk berperang, melempari kaum
musyrikin dengan pasir, dan Allah membinasakan mereka, beliau naik ke kemahnya
dan bersama beliau Abu Bakar. Sa’ad bin Mu’adz berdiri di pintu kemah dengan
beberapa kaum Anshar karena khawatir kaum musyrikin menreng kembali Nabi saw.
Aku Ingin Akhir Hidupku Bersamamu
Dari Muhammad bin Ali bin al-Husain Abu Ja’far
al-Baqir bahwa Nabi saw berjalan menggunakan tongkat. Tongkat beliau mengenai
Sawad bin Ghaziyyah al-Anshari. Sawad berkata, “Wahai Rasulullah saw, tongkatmu
menyakitiku, sedangkan Allah mengutumu dengan kebenaran dan keadilan, maka
berilah hakku.” Lalu, Rasulullah saw membuka perutnya dan berkata,
“Lakukanlah.” Al-Husain berkata, “Lalu Sawad memeluk dan mencium perutnya.”
Lalu, beliau berkata, “Mengapa kau lakukan itu, wahai Sawad?” Ia berkata, “Saat
ini seperti Anda lihat, aku ini masa akhir hidupku kulitku bertemu dengan
kulitmu.” Lalu, Rasulullah mendoakan kebaikan untuknya. Sawad berkata, “Padanya
kebaikan.” (HR Thabrani).
Nabi Berdoa untuk Para Sahabatnya
Rasulullah saw melihat kegalauan yang melanda para
sahabatnya ketika mereka keluar menuju Badar. Kemudian beliau mengungkapkan
keadaan mereka dan merasa sedih dengan kondisi mereka, lalu ia memohon kepada
Allah untuk menyingkapkan kesedihan itu dari mereka.
Dari Abdullah bin Amru bin Ash r.a. berkata,
“Rasulullah saw pergi menuju Badar dan bersama beliau ada 315 orang dari para
sahabatnya. Ketika tiba di sana, beliau berdoa, “Wahai Allah, sesungguhnya
mereka lapar maka kenyangkan mereka. Sesungguhnya mereka tidak memiliki
apa-apa, bawakan sesuatu untuk mereka, mereka telanjang, beri mereka pakaian.”
Kemudian Allah membuka kemenangan untuknya pada Perang badar, keadaan mereka
berbalik. Tak seorang pun dari mereka, melainkan ia pulang dengan membawa satu
atau dua bawaan, berbaju, dan kenyang.” (HR Abu Dawud).
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Nabi saw berdoa pada
hari Perang Badar, “Duhai Allah, aku memohonmu untuk menepati janjimu. Wahai
Allah, jika Engkau menghendaki (kemenagan mereka), Engkau tidak akan disembah.”
Abu Bakar mengambil tangannya dan berkata, “Cukup, wahai Rasulullah.” Lalu,
beliau keluar seraya berkata, “Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka
akan mundur ke belakang.” (QS al-Qamar (54) : 45) (HR. Bukhari).
Allah Tidak Akan Mengazab Mereka
Dari Anas r.a. mengatakan bahwa Abu Jahal berkata,
“Wahai Allah, jika betul ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka
hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah keapda kami adzab
yang pedih.”, lalu, Allah menurunkan ayat-Nya, “Tetapi Allah tidak akan
menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan
tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon
ampunan.” (QS al-Anfal (8) : 33). (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Abdullah bin Tsa’labah bin Sha’ir berkata,
“Pada saat Perang Badar Abu jahal memohon pertolongan Allah, “Wahai Allah, dia
sudah memutuskan tali silaturahmi kami, datang dengan sesuatu yang tak dikenal
sebelumnya, maka b unuhlah dia esok.” Ketika itu pula, Allah menyemangati kaum
muslimin untuk menghadapi musuh mereka. Allah membuat musuh tampak sedikit di
mata mereka agar kaum muslimin bersemangat menyerang mereka. Rasulullah di
singgasananya tertidur sejenak dan berkata, “Wahai Abu Bakar, bergembiralah,
itu Jibril memakai sorban, mengambil tali kekang kudanya, menungganginya, dan
dipannya debu beterbangan telahd atang kepadamu kemenangan yang
dijanjikan-Nya.” (HR Ahmad dan hakim).
Korban Pertama Perang
Yang pertama kali menjadi korban dalam perang ini
adalah al-Aswad bin Abdul Asad al-makhzumy – dia adalah pria yang kasar dan
berperilaku buruk – ia keluar dan berkata, “Aku bersumpah keapda Allah, aku
akan minum dari kolam mereka, atau aku akan merusaknya, atau aku akan mati di
sana.” Ketika Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. datang menghadapinya, mereka
bertemu, dan Hamzah memukulnya. Ia menendang kakinya pada bagian tengah
betisnya sehingga membuatnya terjungkal dekat kolam. Lalu, ia memukul
punggungnya, dari kakinya darah berhamburan mengenai para sahabatnya. Lalu, ia
mendekati kolamm itu dan masuk ke sana. Ia ingin menepati sumpahnya. Namun,
Hamzah memukulnya lagi hingga ia terjungkal di dalam kolam.
Dua kelompok Berseteru karena Tuhan Mereka
Ibnu Ishaq berkata, “Ashim bin Umar bin Qatadah
bercerita keapdaku, “Kemudian Utbah bin Rabi’ah muncul di antara saudarnaya
Syaibah bin Rabi’ah dan anaknya, al-Walid bin Utbah. Ketika ia sudah terpisah
dari barisan pasukan mereka, ia menantang untuk berduel. Tiga pemuda Anshar
keluar menjawab tantangannya. Mereka ada Auf, Mu’awwadz – putra-putra al-Harits
dan ibu mereka adala Afra’ --- dan seorang laki-laki lain.” Dalam riwayat
dikatakan dia adalah Abdullah bin Rawahah. Utbah berktata, “Kami tidak
mempunyai urusan dengan kalian.” Kemudian ia memanggil, “Wahai Muhammad,
keluarkan seseorang yang sma seperti kami dan kaum kami.”
Kemudian Rasulullah saw berkata, “bangkitlah, wahai
Ubaidah bin al-Harits. Bangkitlah, wahai Hamzah dan juga kau, Ali.” Mereka
berdiri dan mendekat keapda mereka. Mereka berkata, “Siapa kalian?” Ubaidah
berkata, “Ubaidah.” Hamzah berkata, “Hamzah.” Ali berkata, “Ali.” Mereka
berkata, “Ya,” kalian orang-orang mulia yang sederajat dengan kami.”
Ubaidah – yang paling tia di arena duel itu ---
melawan Utbah bin Rabi’ah. Hamzah melawan Syaibah bin Rabi’ah,d an Ali melawan
al-Walid bin Utbah.
Hamzah tak menunggu lama mampu membunuh Syaibah,
sedangkan Ali juga dapat membunuh al-pWalid. Adapun Ubaidah dan Utbah masih
saling memukul. Dua-duanya sama-sama kuat. Hamzah dan Ali menghunuskan pedang
dan mengarahkannya kepada Utbah dan mereka pun membunuhnya. Mereka membawa
sahabat mereka (Ubaidah) dan menyerahkannya kepada sahabat-sahabatnya. (HR Ibnu
Hisyam dan Ahmad).
Dikisahkan Ali bin Abi Talib berkata, “(Pada Perang
Badar) Utbah bin Rabi’ah maju diikuti oleh anak dan saudaranya. Ia menantang
siapa yang ingin duel. Beberapa pemdua dari Anshar menanggapi tantangannya. Dia
bertanya, “Siapakah engkau?” Mereka memberitahu keapdanya. Dia ebrkata, “Kami
tidak menginginkan kalian, kami hanya menginginkan sepupu-sepupu kami.” Nabi
saw bersabda, “Majulah Hamzah, Majulah Ali, Majulah Ubaidah bin al-Harits.
Hamzah pergi ke depan untuk Utbah, aku pergi ke depan untuk Syaibah, dan
sementara itu Ubaidah dan al-Walid masih saling memukul, dan kedunya terluka
parah, jadi, kami berbalik melawan al-Walid dan membunuhnya dan kami membawa
Ubaidah pergi.” (HR Abu Dawud).
Riwayat Ali ini bahwa dia membunuh Syaibah, Hamzah
membunuh Utbah, kemudian mereka berdua menolong Ubaidah mengalahkan al-Walid,
sama dengan riwayat Thabrani dengan sanad Hasan dan Ali. Ali berkata, “Aku dan
hamzah membantu Ubaidah dan al-harits mengalahkan al-Walid bin Utbah. Nabi saw
tidak mencela atas apa yang kami lakukan.”
Menurut Ibnu hajar (setelah menyebtukan hadits Ali
yang diriwauatkan Abu Dawud), “Ini adalah riwayat yang paling shahih mengenai
hal ini. Namun, dalam buku-buku Sirah, Ali yang melawan al-Walid. Itulah yang
paling populer. Itu juga yangs esuai dengan kedudukannya. Sebab, Ubaidah dan
Syaibah sama-sama tua, seperti utbah dan hamzah. Sebaliknya, Ali dan al-Walid
adalah orang-orang muda.”
Alin bin Abi Thalib berkata, “Aku akan menjadi
orang pertama yang berlutut di hadapan Allah yang Maha Pemruah untuk menerima
penghukuman-Nya pada hari kiamat.”
Qais bin Utbah berkata, “Tentang mereka Allah
berfirman, “Inilah dua golongan (golongan mukmin dan kafir) yang bertengkar,
mereka bertengkar mengenai Tuhan mereka.....” (QS al-Hajj (24) : 19). Qais
mengatakan bahwa mereka melakukan duel pada peristiwa Badar yaitu hamzah, Ali,
Ubaidah atau Abu Ubaidah bin al-Harits. Syaibah bin Rabi’ah, Utbah, dan
al-Walid bin Utbah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Mematahkan Serangan Kaum Musyrikin dengan Panah
Kaum kafir tercambuk amarahnya dengan permulaan
buruk tersebut. kemudian mereka menghujani kaum muslimin dengan anak panah
mereka. Peperangan mulai memanas, pedang-pedang saling menebas, dan kaum
muslimin meneriakkan, “Ahad, Ahad (Esa, Esa).” Lalu, Rasulullah saw
memerintahkan mereka untuk mematahkan serangan kaum musyrikin. Pada saat yang
sama mereka saling berkaitan di posisi-p;osisi mereka.
Dikisahkan ole Usaid as-Sa’idy, “Pada Perang Badar
Rasulullah saw berkata kepada kami, “Ketika musuh datang mendekat, temnbak
mereka dengan panahmu,d an hendaklah engkau melakukannya terlebih dulu sebelum
musuh.” (HR Bukhari).
Dalam riwaat Abu Dawud terdapat tambahan, “Ketika
mereka datang mendekat, tombaklah mereka dengan panah, dan jangan kalian
tebaskan pedang kepada mereka sampai mereka mendekat.” (HR Abu Dawud).
Dalam peperangan ini Rasulullah terjun langsung di
dalamnya. Ali r.a. berkata, “Aku melihat kami berlindung di belakang Rasulullah
saw., beliau paling dekat dengan musuh dan beliau paling dahsyat serangannya.”
(HR Ahmad).
Tidaklah Kamu Melempar Ketika Kamu Melempar, tetapi Allah yang Melempar
Dari Ibnu Abbas berkata, “Rasululah saw berkata
kepada Ali, “Beri aku segenggam kerikil.” Ali pun memberinya,d an Rasulullah
saw melemparnya ke muka orang-orang kafir. Tak seorang pun dari mereka
melainkan matanya penuh dengan pasir, maka turunlah ayat, “.... Dan bukan
engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar ....”
(QS al-Anfal (8) 17).” *HR Thabrani, Baihaqi, dan Thabari).
Dari Hakim bin Hamzah r.a. berkata, “Ketika
peritiwa Badar, Rasulullah saw memerintahkan untuk mengambil kerikil, llau kami
menghadangnya (Hakim pada saat itu di pihak kaum Kafir) dan beliau
melemparkannya, dan berkata, “Wajah-wajah buruk” tetapi kami kalah. Kemudian
Allah menurunkan, “Dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melemaprtetapi
Allah yang melemar.” (HR Thbarani dan Thabari).
Nabi saw. Menerbangkan Roh Mereka ke Surga Allah
Ketika musuh mendekat dan kaum musyrikin menghadap
ke arah mereka, Rasulullah saw berdiri di tengah kaum muslimin. Ia menasihati
mereka, mengingatkan mereka dengan sabar, teguh pada kemenangan, keberuntungan
yang dekat, dan pahala Allah di masa nanti. Ia juga mengabarkan bahwa Allah
sudah mewajibkansurga bagi mereka yang syahid di jalan-Nya.
Allah Mengutkan Pasukan Islam dengan Malaikat
Perang makin memanas dan dahsyat, Rasulullah saw
berdoa, memohon kecelakaan musuh, dan mengharap keapda Allah SWT.
Dari Ibnu Umar r.a. berkata, “Ketika peristiwa
Badar berlangsung, Rasulullah saw meliaht ke arah kaum musyrikin. Mereka
berjumlah seribu, sedangkan sahabtnya hanya 319 orang. Lalu, Nabi Allah saw
menghadap kiblat, mengulurkan tangannya, dan berbisik kepada Tuhannya, “Duhai
Allah, wujudkan janji-Mu kepadaku. Wahai Allah, datangkan kepadaku apa yang
Engkau janjikan kepadaku. Wahai Allah, jika Engkau membinasakan golongan
muslim, Engkau tak akan disembah di bumi.” Beliau masih saja memanggil
Tuhannya, mengulurkan tangannya, menghadap kiblat, hingga jatuh selendangnya
dari pundaknya. Abu Bakar mendatanginya dan mengambil selendang itu, lalu
meletakkannya kembali di pundak beliau. Abu Bakar duduk di belakangnya dan
berkata, “Wahai Nabi Allah, cukup sudah kau mengharap keapda Tuhanmu, Dia akan
memberimu apa yang Dia janjikan kepadamu.” Kemudian Allah menurunkan
firman-Nya, “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu.
“Sungguh, Aku aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu
malaikat yang datang berturut-turut.” (QS al-Anfal (8) : 9). Allah memberinya
bala banuan yakni malaikat.
Abu Zumail berkata, “Ibnu Abbas telah mengabarkan
kepadaku bahwa Ia berkata, “Ketika pada hari itu seorang muslim mengejar
seorang kafir yang ada di depannya, ia mendengar di atasnya suara pukulan
dengan cmabuk dan suara pengendara kdua berkata, “Majulah haizoum (nama kuda)
yang ditunggangi seorang raja). Dia melirik musyrik yang ada di depannya, jatuh
telentang. Kedia dia melihatnya, ada bekas luka di hidung dan wajahnya robek
seolah-olah itu tlah dipukul dengan cambuk,d an telah berubah menjadi hijau
dengan racunnya. Seseorang dari kaum Anshar datang kepada Rasulullah saw dan
menceritakan kepada beliau tentang hal ini. Dia berkata, “Engkau benar. Ini
adalah bantuan dari Langit ketiga. Hari itu mereka menewaskan tujuh puluh orang
dan menangkap tujuhpuluh orang juga.” (HR Muslim).
Rasulullah saw tertidur sejenak, lalu mengangkat
kepalanya dan berkata, “:Wahai Abu Bakar, bergembiralah, pertolongan Allah
telah datang kepadamu, Ini Jibril mengambil tali kekang kudanya dan
menungganginya dan di depannya debut beterbangan.”
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Sesungguhnya Nabi
saw bersabda pada hari (perang) badar, “Ini Jibril memegang kepala kuda dan
dilengkapi dengan senjata untuk pertempuran.” (HR Bukhari).
Dari Ali bin Abi Thalib, karramullahu wajha,
berkata, “Seseorang dari Anshar bertubuh pendek datang dengan membawa Abbas bin
Abdul Muthalib sebagai tawanan. Abbas berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah,
bukan dia yang menawanku. Seorang laki-laki berambut menyamping, termasuk roang
yang tampan, menunggangi kdua berbintik. Aku tidak melihatnya di antara
pasukan.” Orang Anshar itu berkata, “Aku yang menawannya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah berkata, “Diamlah, engkau telah ditolong oleh malaikat yang mulia.” (HR Abu Dawud).,
Dari Abu Dawud al-Maziny, “Sungguh aku mengikuti
seseorang dari kaum musyrikin untuk kupukul, tetapi kepalanya telah jatuh
sebelum pedangku sampai ke kepalanya. Kemudian aku tahu dia dibunuh oleh
selainku.” (HR Ahmad, Baihaqi, dan Thbari).
Dari al-Barra’ berkata, “Seseorang dari Anshar
datang membawa Abbas, yang ia tawan. Abbas berkta, “Wahai Rasulullah, bukan
orang ini yang menangkapku. Laki-laki yang menangkapku, ciri-cirinya seperti
begini dan begini.” Kemudian Rasulullah saw berkata, “Engkau telah dibantu oleh
malaikat yang mulia.” (HR hmad).
Dari Ali bin Abi Thalib, karramallahu wajhah,
berkata, “Nabi saw berkata kepadaku dan Abu Bakar pada saat Perang Badar, “Ada
Jibril bersama salah satu dari kalian dan Mikail dengan yang lain, sedangkan
Malaikat Israfil yang agung menyaksikan pertempuran ini, atau berada di bawah
pasukan.” (HR Ahmad dan al-Bazzar).
Al-Hafidh dalam karyanya, Fath al-Bary, berkata,
“Syekh Taqiyuddin as-Sabaky berkata, “Aku ditanya tentang hikmah keikutsertaan
para malaikat berperang bersama Nabi saw, padahal Jibril mampu untuk melawan
kaum kafir hanya dengan satu bulu dari sayapnya.”
Kemudian kukatakan, “Hal itu terjadi untuk sebuah
kehendak agar perbuatan tersebut tampak berasal dari Nabi dan para sahabatnya.
Para malaikat menjadi bala bantuan untuk sesuatu yang biasa dilakukan dalam
membantu pasukan. Untuk menjaga bentuk sebab dan sunnah-sunnah-Nya yang
dijalankan oleh-Nya pada para hamba-Nya. Allah yang melakukan semua itu. Allah
telebih mengetahui.”
Pertolongan datang dan Allah menurunkan bala
tentara-Nya serta menguatkan Rasul-Nya dan kaum mukminin. Allah menganugerahi
mereka pudnak-pundak orang musyrik untuk dibunuh dan ditangkap. Kemudian mereka
dapat menewaskan 70 orang dan menangkap 70 orang juga.
Tak
ada yang Mengetahui (Jumlah) Tentara Tuhanmu, kecuali Dia
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “ Angin kencang
membinasakan mereka pada peristiwa Badar.” (HR al-Bazzar).
Bangkitlah Menuju Surga yang Seluas Langit dan Bumi
Dari Anas r.a. berkata, “Rasulullah saw dan para
sahabat mencapai Badar sebelum kaum musyrikin. Ketika mereka tiba, Rasulullah
saw bersabda, “Janganlaha da salah satu dari kalian maju ke mana pun sebelum
aku berada di dekatnya.” Ketika musyrikin mendekat, Rasulullah saw bersabda,
“Sekarang bangkitlah menuju surga yang selebar langit dan bumi.” Umair bin
al-Hamam bertanya, “Apakah surga selebar langit dan bumi?” Rasulullah saw
mengiyakan. Umair berkata, “”Bakh, bakh (kata yang diungkapkan untuk
mengagungkan sesuatu dalam kebaikan).” Rasulullah saw bertanya, “Apa yang telah
membuatmu berkata begitu?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah. Tapi aku
berharap bahwa aku mungkin menjadi salah satu penduduk surga.” Rasulullah saw
berkata, “Sungguh engkau akan menjadi penduduk surga.” Umair kemudian mengambil
beberapa butir kurma dari tabungannya dan mulai memakannya. Kemudian ia
berkata, “Jika aku bertahan sampai aku makan kurmaku, itu berati umur panjang.”
Dia membuang kurma yang ada padanya, kemudian bertarung dengan mush sampai ia
terbunuh.” (HR Muslim).
Apa yang Membuat Tuhan Tertawa karena Hamba-Nya?
Auf bin al-Harits --- putra Afra’ --- pernah
bertanya keapda Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, apa yang membuat Tuhan
tertawa karena hamba-Nya?” Rasulullah saw menjawab, “Ketika ia (si hamba)
menancapkan tangannya ke musuh tanpa perisai.” Ia pun menanggalkan perisainya
dan melemparkannya. Kemudian ia mengambil pedangnya dan bertempur sampai ia
tewas.” (HR Ibnu al-Atsir dan Ibnu Hisyam).
Renungkanlah bersamaku, wahai saudaraku yang
tercinta, bagaimana para sahabat berambisi pada segala sesuatu yang mendekatkan
mereka pada keridhaan Allah SWT dan surga-Nya.
Matinya Abu Jahal
Abu Jahal berusaha menghentikan kekalahan yang
menghantam kaumnya, kemudian ia berteriak kepada mereka. Kecongkakan dan
keangkuhan masih saja bergelayut di matanya, “Demi Latta dan Uzza, kita tidak
akan pulang sebelum kita mencerai-beraikan mereka di pegunungan..... hancurkan
mereka.”
Apa yang bisa dilakukan oleh sebuah teriakan di
tengah fakta yang menyesakkan itu? Namun, Abu Jahal --- seperti namanya, bodoh --- merupakan
patung pembangkangan hingga napas terakhirnya. Kesombongan yang terjalin di
matanya merupakan bagian dari entitasnya yang tak terpisahkan selamanya. Oleh
karena itu, ia maju berperang dalam amarah dan murka, seraya berkata,
“Perang yang dhsyat sekalipun
Tak kan bisa membalaskan dendamnya kepadaku
Aku memberikan masa mduaku untuk banyak orang
Untuk itulah aku dilahirkan ibuku.”
Meskipun demikian, tak lama kemudian realita
menampakkan arogansinya, senetar kemudian barisan pasukan kaum musyrikin beradu
di depan gelombang serangan kaum muslimin. Ya, di sekitarnya hanya ada
sekelompok orang musyrik, yang mengayunkan kelebatan-kelebtan pedang dan
menghujani kaum muslimin degan tombak. Namun, badai serangan kaum muslimin
menghancurkan pedang-pedang dan mencukur tombak-tombak itu. Pada saat itu para
penindas dilihat oleh kaum mujslimin berkeliling dengan kduanya. Kematian menunggu
untuk menghisap darahnya melalui tangan dua putra Anshar.
Dari Abdurrahman bin Auf berkata, “Ketika aku
berada di barisan pasukan pada Perang Badar, aku melihat ke kanan dan kiriku
ternyata tampak ada dua orang anak dari kaum Anshar yang masih sangat muda dan
aku berharap berada di antara tulang rusuk keduanya. Salah seorang darinya
mengerdipkan matanya kepadaku seraya berkata, “Wahai Paman, apakah Paman
mengenal Abu Jahal?” Aku jawab, “Ya, tetapi apa kepentinganmu dengannya, wahai
anak saudaraku?” Dia berkata, “Aku mendapat kabar bahwa dia menghina Rasulullah
saw. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya aku melihatnya
pasti tidak akan berpisah jasadku dengan jasadnya, sampai siapa di antara kami
yang menemui ajalnya lebih dahulu.” Aku menjadi kagum dengan keberaniannya.
Lalu, anak yang satunya lagi mengerdipkan matanya kepadaku, lalu berkata
kepadaku seperti yang dikatakan saudaranya tadi.
Tidak lama kemudain aku melihat Abu Jahal
bolak-balik di tengah-tengah pasukan, lalu kukatakan kepada kedua anak tadi,
“Itu dia orang yang tadi kalian tanyakan keapdaku.” Kemudian keduanya bersiap
menyerbu dengan menghunus pedang masing-masing. Lalu keduanya menebas Abu jahal
hingga tewas. Keduanya mendatangi Rasulullah saw dan mengabarkannya, kemudian belia
bertanya, “Siapa di antara kalian berdua yang membunuhnya?” Kemudian
masing-masing dari keduanya menjawab, “Akulah yang membunuhnya.” Beliau
bertanay lagi, “Apakah kalian sudah membersihkan pedang kalian?” keduanya
menjawab, “Belum.” Beliau pun melihat pedang keduanya, lalu berkata, “Kalau
begitu, kalian berdua yang telah membunuhnya dan salabnya (harta benda yang
melekat pada tubuh musuh saat dibunuh) untuk Mu’adz bin Amru bin al-Jamuh.”
Kedua anak itu namanya Mu’adz bin Amru bin al-Jamuh dan Mu’adz bin Afra. (HR
Bukhari dan Muslim).
Fir’aun Masa Kini
Dari Anas r.a. berkata, “Ketika Perang Badar, Nabi
saw bersabda, “Siapa yang akan pergi dan melihat apa yang terjadi pada Abu
Jahal?” Ibnu Mas’ud pergi dan menemukan bahwa kedua anak Afra telah memukulnya
hingga sekarat. Abdullah bin Mas’ud berhsil meraih janggutnya dan berkata,
“Apakah kau Abu Jahal?” Dia menajwab, “Adakah seorang laki-laki yang lebih
unggul, kaumnya sendiri membunuhnya (dalam riwayat lain, “kalian
membunuhnya”)?” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Ibnu Mas’ud r.a. berkata, “Aku melihat Abu
Jahal pada peristiwa Badar dalam keadaan mengenaskan, kemudian kukatakan kepadanya,
“Wahai musuh Allah, Allah telah menghinamu.”
Dia berkata, “Dengan apa ia menghinaku, seorang
laki-laki yang telah kalian bunuh.” Pedang masih ada di tanganku, lalu
kuarahkan pedang itu ke Abu Jahal, tetapi dia belum terjatuh. Di tangan Abu
Jahal ada pedang yang bagus, kemudian kutebaskan pedang ke tangannya. Pedangnya
jatuh dan aku mengambilnya. Lalu, kubuka pelindung kepalanya dan kutebaskan
pedang itu ke lehernya. Kemudian aku datang menemui Rasulullah saw dan aku
memberi tahu beliau. Beliau berkata, “Allah yang tiada Tuhan selain Dia.” Aku
berkata, “Allah yang tiada Tuhan selain Dia.”
Rasulullah saw berkata, “Pergilah dan lihatlah
kembali (untuk meyakinkan bahwa Abu Jahal telah mati). Lalu, aku pergi dan
mencari (jasadnya) seperti burung, lalu aku datang mencari dan mencari seperti
burung. Aku tertawa ketika mendapatkannya, lalu aku memberi tahu Rasulullah.
Kemudian Rasulullah saw berkata, “Pergilah.” Aku bersama beliau dan
kuperlihatkan jasad Abu Jahal. Ketika Rasulullah saw berdiri memandang jasad itu,
beliau berkata, “Ini adalah Fir’aun zaman ini.” (HR Thabrani).
Kematina Umayyah bin Khalaf
Dulu Umayyah bin Khalaf pernah menyiksa Bilal r.a.
di tengah panasnya sahara Makkah, dengan siksaan yang sangat pedih. Hari
berganti dan Allah SWT berkehendak. Bilal mendapat kesempatan untuk
mengeksekusi Umayyah bin Khalaf. Abdurrahman bin Auf r.a. seorang sahabat yang
mulia, menceritakan bagaimana Allah menghukum Umayyah bin Khalaf, melalui
tangan Bilal.
Dari Abdurrahman bin Auf r.a. berkata, “Aku menulis
pesan kepada Umayyah bin Khalaf agar ia menjaga keluarga dan hartaku di Makkah
serta aku mengajga keluarga dan hartanya di Madinah. Ketika aku sebut
“ar-Rahman” dia berkata, “Aku tidak tahu ar-Rahman, tulislah dengan namamu pada
saat jahiliah, kemudian kutulis (Abdu Amru).”
Pada saat perang Badar, aku keluar menuju gunung
untuk melindungi Umayyah ketika orang-orang sedang tidur. Namun, Bilal
melihatnya dan ia pun pergi keluar dan berhenti pada majelis orang-orang
Anshar. Bilal berkata, “Umayyah bin Khalaf, aku tidak akan selamat jika Umayyah
selamat.” Beberapa orang Anshar pergi bersama Bilal mengikuti jejak kami.
Ketika aku takut, mereka akan mendapati kami, aku tinggalkan untuk mereka anak
Umayyah agar mereka sibuk dengannya. Namun, akhirnya mereka dapat membunuhnya.
Mereka pun tak mau berhenti darus saja mengikuti jejak kami – umayyah adalah
laki-laki yang tambun – dan akhirnya mereka mendapati kami. Maka kukatakan
kepada Umayyah, “Merunduklah.” Ia pun merunduk dan aku menjadi tameng untuk
melindunginya. Namun, mereka dapat mencapai Umayyah dari bawah kakiku dan
mereka pun membunuhnya. Pedang salah satu dari mereka mengenai kakiku.
Abdurrahman memperlihatkan pada kami bekas luka di punggung kakinya itu.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain menyebutkan bahwa Abdurrahman
bin Auf dan Umayyah bin Khalaf adalah dua sahabat pada masa jahiliah di Makkah.
Pada saat Perang Badar berlangsung, Abdurrahman melihat Umayyah sedang berdiri
bersama anaknya, Ali bin Umayyah yang menggenggam tangannya. Di tangan Abdurrahman
terdapat baju besi dan harta rampasan yang ia ambil. Ketika Umayyah melihatnya,
“Apakah engkau mau menjaminku? Aku memiliki sesuatu yang lebih baik dari
baju-baju besi yang ada padamu itu. Aku tak pernah melewati hari seperti ini.
Apakah engkau membutuhkan susu (masudnya, siapa yang menawanku, aku akan
menggantinya dengan unta yang banyak susunya).” Maka Abdurrahman pun membuang
baju besi itu dan menawan mereka berdua. Abdurrahman berkata, “Umayyah berkata
keapdaku pada saat itu aku berada di antara dia dan anaknya, “Siapa laki-laki
yang didadanya terdapat tanda bulu berung unta?” Aku jawab, “Dia Hamzah bin
Abdul Muthalib.” Dialah yang membuat kami jadi seperti ini.” Kata Umayyah.
Abdurrahman berkata, “Ketika aku menggiring mereka berdua, demi Allah, Bilal
meliaht Umayyah bersamaku. Dan Umayyah-lah yang pernah menyiksa Bilal di
Makkah. Bilal berkata, “Pemimpin kaum kafir, Umayyah bin Khalaf, Aku tidak
selamat jika Umayyah selamat.” Aku berkata, “Wahai Bilal, ini tawananku.” Bilal
berkata, “Aku tidak selamat jika Umayyah selamat.” Aku berkata, “Apakah engkau
mendengar, wahai anak perempuan hitam.” B ilal berkata, “Aku tidak selamat jika
Umayyah selamat.” Lalu, ia berteriak kencang, “Wahai penolong-penolong Allah,
ini pemimpin kaum kafir, Umayyah bin Khalaf. Aku tidak selamat jika Umayyah
selamat.” Mereka pun mengelilingi kami, hingga mereka menjadikan kami seperti
cengkeraman. Aku keluar dari lingkaran itu. Abdurrahman berkata, “Seseorang
menghunuskan pedangnya, dia membunuh anak Umayyah dan dia pun tersungkur.
Umayyah berteriak, tak pernah kudengar ia berteriak seperti itu. Lalu,
kukatakan, “Selamatkanlah dirimu sendiri dan tak ada keselamatan untukmu. Demi
Allah, tidak ada sesuatu pun yang dapat menolongmu.” Abdurrahman berkata,
“Lalu, mereka menumpahkan darah Umayyah dengan pedang-pedang mereka hingga
mereka menyelesaikan tugas mereka (membunuhnya). Abdurrahman pernah berkata,
“Allah mengasihi Bilal, baju-baju besiku hilang dan ia membunuh tawananku.” (HR
Ibnu Hisyam dan Bukhari dalam shahihnya).
Kami Menjagamu dari Kejahatan Orang-Orang yang memperolok-olokmu
Allah SWT megnabulkan doa Nabi saw di peperangan
ini menghadapi kaum musyrikin Quraisy. Sebgaimana yang disebutkan dalam hadits
Ibnu Mas;ud ketika kaum musyrikin meletakkan bangkai binatang sembelihan di
punggung Nabi saw ketika beliau sedang shalat di Ka’bah. Nabi saw bersabda, “Ya
Allah, orang-orang Quraisy ini kupasrahkana kepada-Mu.” Beliau, mengulanginya
sebanyak tiga kali. Lalu, beliau menyebutkan nama-nama, “Wahai Allah,
kupasrahkan kepada-Mu Abu Jahal, Syaibah bin Rabi’ah, dan Uqbah bin Abu
Mu’ith.” (HR Bukhari dan Muslim).
Keenam orang itu terbunuh pada Perang Badar. Allah
membuat Nabi-Nya berseri-seri dengan kematian mereka. Terwujudlah apa yang
difirmankan oleh Allah SWT, “Sesungguhnya Kami memelihara engkau (Muhammad) dari (kejahatan) orang yang
memperolok-olokan (engkau).” (QS al-Hijr (15) : 95).
Abu Lahab yang sedang berada di Makkah dan tidak
turut dalam Perang Badar, ia terkejut dengan matinya para pemimpin kaum kafir.
Tak lama kemudian Allah SWT juga membinasakannya dan membuat pelajaran bagi
mereka yang mau mengambil ibrah.
Dari Abu Rafi’ pelayan Rasulullah saw berkata, “Aku
adalah budak di keluarga Abbas dan dia menyembunyikan keislamannya karena takut
kepada kaumnya. Abu Lahab yangs edang tidak mengikuti Perang Badar dan mengutus
al-Ash bin Hisyam untuk menggantikannya karena ia berutang kepadanya. Abu Lahab
berkata, “Gantikan aku di peperanga ini dan aku hapuskan utangmu.” Abu Lahab
pun berangkat, ketika kabar kekalahan mereka sampai kepadanya. Allah
mencelakakan Abu Lahab. Aku seorang laki-laki yang lemah, aku membawa
peralatanku ke kamar. Bersamaku ada Ummu al-Fadhl. Tiba-tiba ada Abu Lahab,
orang fasik itu datang menarik-narik kedua kakinya, aku melihatnya. Abu Rafi’
berkata, “Lalu, ia duduk di dekat tali kemah. Punggungnya dekat dengan
punggungku. Orang-orang berkata, “Itu Abu Sufyan bin al-Harits.” Lalu Abu
Sufyan berkata, “Wahai anak saudaraku, bagaimana kabar kaum kita?” Abu Lahab
berkata, “Tidak apa-apa. Demi Allah hanya saja ketika kita bertemu mereka, kita
berusaha menyerang mereka, mereka membunuh pasukan kita, sebagaimana mereka
mau, mereka menawan pasukan kita. Abu Sufyan berakta, “Mengapa?” Abu Lahab “Aku
melihat banyak laki-laki putih menunggang kdua bertotol, tidak demi Allah, tak
pernah ada yang seperti dia. Dan ia tidak melakukan apa-apa.” Lalu aku angkat
tali itu dan aku berkata, “Itu demi Allah, malaikat.” Abu Lahab mengangkat
tangannya dan menamparku. Aku berkelahi dengannya, tetapik ia mengalahkanku dan
memukulku hingga aku tersungkur. Ummu
al- Fadhl bangkit dan membuka tali kemah, mengambil tiang kemah itu, dan
memukulkannya keoada Abu Lahab, di kepalanya ada sesuatu yang menjijikan. Ummu
al-Fadhl berkata, “Wahai musuh Allah, kau memukulnya pada saat tuannya sedang
tidak ada.” Lalu, Abu Lahab bangkit lemah. Demi Allah, 7 malam kemudian Allah
membinasakannya dengan sebuah penyakit (adasah). Kedua anaknya membiarkannya
dua atau tiga hari, mereka tidak juga menguburkannya, hingga mayatnya melepuh.
Seseorang dari Qurasy berkata kepada dua anaknya.”Tidakkah kalian malu, ayah
kalian telah melepuh jasadnya di rumahnya.” Mereka berdua berkata, “Kami takut
(tertular) pada lukanya. Saat itu bagi Quraisy adasah seperti halnya tha’un
(kusta), mereka amenghindarinya. Maka laki-laki itu berkata, “Pergilah
(kuburkan ayah kalian), aku akan membantu kalian.” Abu Rafi’ berkata, Demi
Allah, mereka berdua tidak memandikannya, melainkan hanya memercikinya dengan
air dari kejauhan. Lalu, mereka membawanya dan melemparkannya dari perbukitan
Makkah ke sebuah jurang dan melemparinya dengan bebatuan.” (IHR Thabrani dan
al-Bazzar).
Dia Berada di Surga Firdaus
Kaum mujslimin membuka mata mereka pada kegembiraan
akan kemenangan untuk mereka, baik yang di bumi maupun di langit.
Keberuntungan yang luar biasa ini mengembalikan
mereka dari belenggu yang berat. “Dan sungguh Allah telah menolong kamu dalam
Perang badar, padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu bertakwalah kepada
Allah, agar kamu menyukuri-Nya.” (QS Ali “imran (3) : 123).
Ada 14 orang yang meninggal sebagai syahid. Rahmat
Allah menaungi mereka dan mereka berada di tempat yang tinggi. Dari Anas r.a.
mengabarkan bahwa harits bin Suraqah terbunuh pada eprang Badar. Dia ebrada di
bagian pengintai dan ia terkena anak panah yang melesat dan membunuhnya. Ummu
harits datang menemui Nabi saw dan berkata, “Wahai Rasulullah, engkau tahu
kedudukan Harits di lubuk hatiku. Kalaulah dia di surga, aku tidak akan
menangisinya, sebaliknya kalaulah tidak, menurut Anda, apa yang harus aku
lakukan?” Nabi bersabda, “Apakah engkau beranggapan bahwa surga hanyalah satu
tingkatan, sungguh dalam surga terdapat sekian banyak tingkatan, dan Harits
berada di surga Firdaus (surga yang paling tinggi).” (HR Bukhari).
Kematian Ubaid bin Sa’id bin al-Ash di Tangan az-Zubair
Dari az-Zubair berkata, “Aku bertemu Ubaid bin
Sa’id bin asl-Ash pada hari (Perang) Badar dan ia ditutupi dengan baju besi.
Sehingga hanya matanya yang terlihat. Dia dikenal dengan sebutan Abu Dzat
al-Karisy. Ia berkata, “Aku Abu Dzat al-karisy. Aku menyerangnya dengan tombak
dan menembus matanya dan ia mati. Hisyam berkata, “Diceritakan keapdaku bahwa
az-Zubair berkata, “Aku meletakkan kakiku di atas tubuhnya untuk menrik (tombak
itu), tetapi kemudian aku harus menggunakan kekuatan besar untuk mengangkatnya
keluar karena kedua ujungnya yang bengkok. Urwah berkata, “Kemudain Rasulullah
saw meminta tombak itu dari az-Zubair membawanya kembali. Kemudian Umar
memintanya dari az-Zubair dan dia memberikannya keapdanya. Ketika Umar
meninggal, az-Zubair membawanya kembali. Kemudian Utsman memintanya dar9
az-Zubair dan ia memberikannya kepadanya. Ketika Utsman terbunuh, tombak itu
berada di tangan keturunan Ali. Kemudian Abdullah bin az-Zubair mengambilnya
kembali, dan tombak itu tetap merada di tangannya hingga ia terbunuh.” (HR
Bukhari).
Dahsyatnya Serangan Ali bin Abi Thalib r.a. pada Perang Badar
Dari Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah, “Aku
berada di sumur. Ketika Perang badar, aku menarik ember untuk kujadikan tameng.
Lalu, berembus angin kencang, kemudian berembus lagi. Aku belum pernah melihat
angin sekencang itu kecuali sebelumnya. Kemudian berembus lagi. Ternyata
embusan pertama Mikail dengan seribu malaikat dari sebelah kanan Nabi saw.
Embusan kedua, israfil dengan seribu malaikat di samping kiri Nabi saw. Embusan
ketiga, Jibril dengan seribu malaikat bersamanya. Saat Abu Bakar berada di sebelah
kanannya dan aku sebelah kirinya. Ketika Allah menghajar kaum kafir, Rasulullah
membawaku di belakangnya. Aku berdoa kepada Allah untuk meneguhkan tempatku di
atas kuda itu dan begitulah keadaanku. Lalu, aku tembakkan tombakku, hingga
darah berhamburan sampai ke ketiakku.” (HR Abu Ya’la).
Sa’ad Berperang dengan berkuda dan Berjalan Kaki
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Sa’ad
berperang bersama Rasulullah pada peristiwa badar dengan berkuda dan berjalan.”
(HR al-Bazzar).
Demikianlah, jelas bagi kita bagaimana para sahabat
--- semoga Allah meridhai mereka --- berambisi untuk secepatnya menemui
kesyahidan di jalan Allah, surga-Nya, ridha=Nya, seindah-indahnya tempat untuk
tinggal, dan keabadian dalam kenikmatan surgawi.
Antara Loyalitas dan Pembangkangan
Pada peristiwa Badar banyak terdapat adegan yang
menakjubkan, yang memperlihatkan kekuatan akdiah dan kekiukuhan prinsip. Pada
perang ini, bapak melawan anak, saduara melawan saudara, yang berbda keyakinan.
Pedanglah yang memisahkan antara keduanya. Bertemulah dia yang pernah dipaksa
dengan pemaksanya, yang menyebuhkan amarah di hatinya.
Menurut penulis Fi Zhildi (Sayyid Quthb) --- semoga
Allah merahmatinya, “Hubungan darah dan
kekerabatan ini putus dengan batas keimanan. Sebenarnya hubungan ini bisa
dijaga jika tidak ada perseteruan dan permusuhan antara dua panji : Panji Allah
dan Panji setan. Memperlakukan kedua
orang tua yang musyrik diperintahkan oleh Allah ketika tidak ada peperangan
antara golongan Allah dan golongan setan. Namun, jika terdapat sengketa,
permusuhan, dan peperangan, putuslah ikatan-ikatan yang tidak dalam satu tali
tersebut. abu Ubaidah telah membunuh bapaknya pada Perang Badar. Abu Bakar
as-Shiddiq menginginkan untuk membunuh anaknya, Abdurrahman. Mush’ab bin Umari
membunuh saudaranya Ubaid bin Umair. Begitu juga, Umar, Hamzah, Ali, Ubaidah,
al-Harits membunuh para kerabat dan keluarganya. Mereka melepaskan
ikatan-ikatan darah dan kekerabatan, memakai ikatan agama dan akidah. Sikap ini
merupakan sikap termulia dari pemahaman tinggi akan sebuah ikatan dalam
timbangan Allah.
Sikap Mulia Mus’ab bin Umair dalam Loyalitas dan Pembangkangan
Ibnu Ishaq, “Nabih bin Wahb,,saudara Bani Abdudar,
megnabarkan kepadaku bahwa Rasulullah ketika datang para tawanan, Rasulullah
memisahkan antara mereka dan orang-orang yang menangkap mereka (para sahabat)
dan beliau berpesan, “Jagalah para tawanan dengan bik.”
Nabih bin Wahb berkata, “Pada saat itu Abu Aziz bin
Umair bin Hisyam, saudara Mush’ab se ayah dan se ibu, termasuk yang ditawan.
Nabih berkata, “Maka Abu Aziz berkata, “Mush’ab bin Umair lewat di depanku
bersama seseorang dari Anshar yang menawanku. Lalu, Mush’ab berkata, “Ikatkan
tanganmu dengannya (jaga dia baik-baik) karena ibunya punya banyak perhiasan.
Semoga dia membayar tebusannya.” Abu Aziz berkata, “Pada saat itu aku berada di
rumah seorang Anshar ketika mereka membawaku dari Badar. Ketika mereka
menghidangkan makan siang dan makan malam, mereka secara khusus memberiku roti,
dan mereka hanya makan kurma. Sebab, Rasulullah telah berpesan kepada untuk
menjaga kami, mereka sdikit pun tidak mengambil roti itu, semua diberikan
kepadaku. Abu Aziz berkata, “Aku malu dan aku berikan kepada salah seorang dari
mereka, tetapi ia mengembalikannya dan tidak menyentuhnya.”
Ibnu Hisyam berkata, “Abu Aziz pada saat Perang
Badar bertugas sebagai pembawa panji kaum musyrik, setelah an-Nadhr bin
al-Harits. Ketika saudaranya, yaitu Mush’ab bin Umair berkata apa yang ia
katakan kepada Abu al-Yusr, orang yang menangkap Abu Aziz, Abu Aziz berkata, “Wahai
saudaraku, beginilah caramu membicarakan tentangku?” Maka Mush’ab berkata
kepada Abu a;-Yusr, “Dia adalah saudaraku, selain engkau. Maka aku meminta dari
ibunya tebusan yang paling mahal daripada tebusan yang diberi oleh orang
Quraisy lainnya.” Dikatakan bahwa ia meminta 4.000 Dirham. Lalu, ibunya
mengirim sejumlah 4.000 Dirham untuk menebus anaknya.” (HR Ibnu Hisyam).
Abu Ubaidah r.a. Pelajaran tentang Loyalitas dan Pembangkangan
Ketika Perang Badar, Abu Ubaidah menyerang dengan
dahsyat, sampai-sampai kaum musyrikin menjauhi daerah tempat ia berada. Namun,
di sana ada seseorang menunggang kuda yang menghadangnya. Namun, Abu Ubaidah
menghidnar darinya. Akan tetapi, ketika laki-laki itu terus saja berusaha untuk
menyerang Abu Ubaidah, Abu Ubaidah akhirnya menyerangnya bagai singa kelaparan
dan ia pun membunuhnya dengan cara mengenaskan.
Apakah kalian tahu siapa yang dibunuhnya itu? Dia
adalah ayah Abu Ubaidah sendiri. Lalu, Allah menurunkan firman-Nya berkenaan
dengannya dan ayahnya, “Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum
yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya sekalipun orang-orang itu
bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang
dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Alalh telah menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang dari Dia. Lalu dimasukkan-Nya mereka ke dalam
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah
ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan
rahmat)-Nya. merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah
itulah yang beruntung.” (QS al-Mujadillah (58) : 22).
Sa’id Abdul Aziz dan lainnya megnatakan bahwa ayat
tersebut tentang Abu Ubaidah Amir bin Abdullah bin al-Jarrah ketika ia membunuh
ayahnya pada Perang Badar. Oleh karena itu, ketika Umat bin Khaththab r.a.
menginginkan enam sahabat untuk bermusyawarah tentang perkara penggantinya,
sepeninggalnya, ia berkata, “Jika Abu Ubaidah hidup, aku akan menjadikannya
penggantiku.”
Para Pemimpin Kaum Kafir Dilemparkan ke Sumur
Dari Anas bin Malik r.a., dari Abu Thalhah r.a.
bahwa pada saat Perang Badar, Nabi saw memerintahkan untuk mengurus mayat
duapuluh empat pemimpin Quraisy. Kemudian jasad mereka dibuang ke dalam salah
satu sumur kering kotor Badar. Setiap kali Nabi saw menaklukkan sebuah kaum,
beliau akan tinggal di medan tempur itu selama tiga malam. Pada hari ketiga
dari Perang Badar, beliau memerintahkan untuk mempersiapkan unta betinanya dan
mengikatkan barangnya di atas punggung untanya. Lalu, ia berjalan dan diikuti oleh
para sahabatnya. Mereka berkata, “Kami tidak melihatnya pergi, kecuali untuk
beberapa keperluan.” Beliau berhenti di tepi sumur, ia memanggil nama-nama
orang-orang Quraisy dengan nama mereka dan nama-nama ayah mereka. “Wahai Fulan
bin Fulan, wahai Fulan bin Fulan! Apakah sekarang kalian menikmati sesuatu
karena kalian telah menaati Allah dan Rasul-Nya?” kami telah menemukan benar
apa yang Tuhan janjikan kepada kami. Apakah kalian juga menemukan benar apa
yang Tuhan janjikan kepada kalian? Umar berkata, “Wahai Rasulullah, engkau
berbicara keapda badan-badan yang tidak memiliki jiwa.” Rasulullah saw berkata,
“Demi Dzat yang menggenggam jiwa Muhammad, tidaklah kalian lebih mendengar apa
yang aku katakan dariapda mereka.” Qatadah berkata, “Allah membawa mereka ke
kehidupan (lagi) untuk membiarkan mereka mendengarnya, selaan, heniaan,
teguran, penyesalan, dan penyesalan.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Anas bin Malik mengatakan
bahwa Rasulullah saw membiarkan mayat orang kafir yang bertempur di badar
terbaring selama tiga hari. Lalu, beliau datang ke mereka dan berdiri di depan
mereka, memanggil mereka dan berkata, “Wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai
Umayyah bin Khalaf, wahai Uthbah bin Rabi’ah, wahai Syaibah bin Rabi’ah,
bukankah kalian telah mendapatkan apa yang Tuhan kalian janjikan kepada kalian
benar-benar nyata? Seperti untuk saya telah mendapatkan janji-janji Tuhan saya
untuk menjadi benar adanya.” Umar mendengarkan kata-kata Rasulullah saw dan
berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana merek menengarkan dan menaggapi engkau?
Mereka mati dan tubuh mereka membusuk.” Kemudian Nabi barkata, “Demi Dzat yang
menggenggam jiwaku, tidaklah kalian lebih mendengarkan apa yang aku katakan
dariapda mereka, tetapi mereka tidak memiliki kekuatan untuk menjawabnya.” Lalu
beliau memerintahkan agar mereka dikubur di dalam sumur Badar. (HR Muslim).
Nabi saw. Mendoakan Abu Hudzaifah
Dari Aisyah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw
memerintahkan untuk menguburkan mayat-mayat kafir Quraisy dikuburkan di dalam
sumur. Lalu, mereka menguburkan mayat-mayat itu, wajah Abu Hudzaifah bin Uthbah
tampak cemberut, saat ayahnya dimasukkan ke sumur itu. Maka Rasulullah saw
berkata, “Wahai Abu Hudzaifah, tampaknya engkau tidak suka pada apa yang
terjadi pada ayahmu?” Abu Hudzaifah berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, aku
tidak meragukan Allah dan Rasul-Nya. hanya saja, ayahku adalah seorang yang
sabar, selalu tepat dalam berpendapat, aku selalu berharap agar ia tidak mati
hingga Allah memberinya petunjuk pada Islam. Namun, ketika aku melihat bahwa
masa sduah berlalu dan ia pun sudah terjerumus pada sesuatu yang membuat aku
sedih.” Rasulullah pun mendoakan kebaikan untuknya.”
Mereka Terpaksa Turut Berperang
Dari Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa Rasulullah
saw bersabda pada saat Perang Badar, “Jika memungkinkan, kalian tawan saja bani
Abdul Muthalib karena mereka pergi berperang dengan terpaksa.” (HR Abu Dawud).
Nabi saw. Bermukim di Badar Tiga Hari
Dari Anas bin Malik r.a. – hadits ini ada dalam
ash-shahih – mengatakan bahwa Nabi saw. Jika mengalahkan suatu kaum, beliau
bermukim di medan perang tiga malam.
Dari Abu Thalhah r.a. berkata, “Rasulullah jika
menang atas suatu kaum, beliau tinggal di tempat itu selama tiga malam.” (HR
Turmudzi).
Menurut sebagian ahli sejarah, “Sungguh Abbas r.a.
telah menyatakan keislamannya sebelum hijrah, tetapi ia menyembunyikannya. Di
riwayat lain dikatakan bahwa ia masuk Islam sebelum penaklukkan Makkah.
Orang-orang Quraisy sendiri menduga-duga akan keislamannya, tetapi mereka tidak
menemukan bukti yang menguatkan dugaan itu. Apalagi ia tampak seperti mereka.
Pada saat Perang Badar akan ebrlangsung, mereka ingin memecahkan keraguan itu,
yang akhirnya hal itu membuas Abbas pergi berperang bersama mereka. Hal inilah
yang menyebabkan Nabi saw melarang untuk membunuh Abbas r.a.
Menurut Ibnu Abbas, Nabi saw berkata kepada para
sahabatnya, “Sungguh aku sudah tahu bahwa beberapa orang dari bani hasyim dan
yang lainnya, mereka pergi terpaksa. Mereka tidak punya kepentingan untuk
membunuh kita. Maka barang siapa yang bertemu Abbas bin Abdul Muthalib,
hendaklah ia tidak membunuhnya. Karena ia terpaksa pergi.” Lalu, Hudzaifah bin
Utbah berkata, “Apakah kami akan membunuh bapak-bapak kami, anak-anak kami,
saudara-saudara kami, dan kerabat kami, tetapi kami membeiarkan Abbas? Demi
Allah, jika aku bertemu dengannya, aku akan menebasnya dengan pedangku.”
Pernyataan ini sampai kepada Rasulullah saw, lalu beliau berkata pada Umar bin
Khaththab, “Wahai Abu Hafsah, apakah wajah paman Rasulullah akan ditebas dengan
Pedang?!” Umar berkata, “Wahai Rasulullah, biarkan aku menebas lehernya dengan
pedang. Demi Allah, dia munafik.”
Abu Hudzaifah pernah berkata, “Aku tidak percaya
dengan apa yang kukatakan pada saat itu, sampai hari ini aku masih takut (akan
kesalahnku itu), kecuali jika mati syahid dapat menghapus kesalahnku.” Kemudian
ia pun terbunuh dan syahid pada
persitiwa Yamamah.”
Mereka yang Terbunuh dari Kaum Musyrik, Mereka yang Syahid dari Kaum
Muslimin
Dari Ibnu Mas;ud r.a. berkata, “Sungguh delapan
beals orang dari sahabat Rasulullah saw yang terbunuh pada Perang Badar, Allah
membuat arwah mereka di surga dalam burung hijau yang bebas di sungai. Ketika
mereka dalam keadaan seperti itu, ada sesuatu yang melihat mereka, dan berkata,
“Wahai hamba-hamba-Ku, apa yang kalian inginkan?” Mereka berkata, “Wahai Tuhan
kami, apakahada (kenikmatan lain) di atas ini?” Lalu, Dia bertanya lagi, “Wahai
hamba-hamba-Ku, apa yang kalian inginkan?” Dan mereka mengatakan pada keempat
kalinya, “(Kami ingin) kau mengembalikan roh kami pada jasad kami sehingga kami
terbunuh seperti sebelumnya.” (HR Thabrani).
Dari al- Barra’ bin Azib r.a. berkata, “Nabi
mengangkat Abdullah bin Jubair sebagai pemimpin pasukan pemanah pada peristiwa
Uhud dan 70 orang dari kami menjadi korban. Pada perang Badar, Nabi saw dan
para sahabat berhasil mengenai 40 orang dari kaum musyrikin. 70 orang tawanan
dan 70 orang yang tewas. Abu Sufyan berkata, “Satu hari (Uhud) sama dengan hari
Badar, perang adalah catatan.” (HR Bukhari).,
Terbunuhnya an-Nadhr bin al-Harits
Setelah ebrmukim di Badan tiga hari. Rasulullah saw
beserta pasukannya bergerak menuju Madinah. Bersama mereka ada para tawanan
dari kaum musyrikin dan harta rampasan yang mereka kumpulkan. Abdullah ditunjuk
untuk mengatur harta rampasan itu. Ketika beliau keluar dari jalan sempit
ash-shafra, beliau singgah di Katsb, antara Madinah dan Naziyah. Di sanalah
harta rampasan dibagi rata kepada kaum muslimin, setelah diambil seperlimanya.
Ketika sampai di ash-Shafra, Rasulullah saw
memerintahkan untuk membunuh an-Nadhr bin al-Harits. Ia adalah pemegang panji
kaum musyrikin pada perang Badar. Dan ia termasuk pembesar Quraisy yang kejam,
yang paling memusuhi Islam, dan menyakiti Rasulullah. Kemudian Ali bin Abi
Thalib pun menebas lehernya.
Terbunuhnya Uqbah bin Abi Mu’ith (Dalam Perjalanan Menuju Madinah)
Orang jahat inilah yang pernah menyakiti Rasulullah
saw. Ia melakukan sesuatu yang tak pernah dilakukan orang lain. Ia pernah
meletakkan kakinya kepada makhluk yang paling suci, yaitu Rasulullah saw.
Memotong lehernya adalah balasan yang setimpal.
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Rasulullah meminta
tebusan untuk para tawanan Badar. Dan tebusan untuk tiap orang adalah 4.000
(Dirham). Adapun Uqbah bin Abi Mu’ith, dia dibunuh sebelum ditebus. Ali bin Abi
Thalib-lah yang membunuhnya, setelah kesabaran sekian lama “Ali berkata, “Milik
siapa orang ini, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Neraka.” (HR Thabrani).
Dari Masruq bahwa ia kepada putra Abi Mu’ith,
Abdullah bin Mas’ud r.a. mengatakan kepada kami bahwa Rasulullah saw memerintahkan untuk membunuh bapakmu,
kemudian, diperintahkanlah dengannya. Kemudian ia berkata, “Bagaimana anak ini
setelah aku (membunuh bapaknya)?” Rasulullah bersabda, “9Untuk mereka neraka)
cukuplah bagimu ridha Allah dan Rasul-Nya.” (HR Abu Dawud).
Hamad bin salamah berkata, “Dari Atha’ bin
as-Sa’ib, dari asy-Sya’by berkata, “Ketika Rasulullah memerintahkan untuk
membunuh Uqbah, ia berkata, “Apakah engkau akan membunuhku di antara
orang-orang Quraisy ini, wahai Muhammad?” Nabi saw berkata, “Ya, apakah kalian
tahu apa yang dilakukan orang ini terhadapku?” Ia datang ketika aku tengah
bersujud di belakang Maqam Ibrahim, lalu ia meletakkan kakinya di atas leherku
dan menekannya. Ia tidak juga mengangkat kakinya, hingga aku merasa mataku akan
keluar. Di lain waktu, dia datng lagi dengan membawa semebelihan kambing, dan
meletakkannya di atas kepalaku. Fatimah datang membersihkannya dari kepalaku.”
Uqbah pun pergi di sampah sejarah, ia dibunuh sebagai balasan atas kekufuran,
pembangkangan, dan dengkinya terhadap Islam da Rasulullah saw.”
Kabar Kemenangan Sampai di Madinah al-Munawaroh
Ketika kemenangan telah berpihak kepada muslimin,
Rasulullah saw mengirim dua orang ke penduduk Madinah untuk memberi tahu kabar
gembira ini. Beliau mengirim Abdullah bin Rawahah ke penduduk yang di
perbukitan dan Zaid bin Haritsah ke penduduk bawah bukit.
Kaum yahudi dan munafik telah menyebarkan berita
bohong, sampai-sampai mereka menyebarkan isu bahwa Nabi saw, telah terbunuh.
Ketika salah satu dari golongan munafik melihat Zaid bin Haritsah menunggang
al-Qushwa’ ---- unta milik Rasulullah saw ----- ia berkata, “Muhammad telah
terbunuh, ini dia untanya kami mengenalnya. Zaid datang, tetapi ia tidak tahu
apa yang harus dikatakan, ia datang memberitakan kekalahan.”
Ketika dua utusan itu telah dikelilingi oleh kaum
muslimin, mereka mendengarkan kabar dari mereka berdua, hingga berita
kemenangan itu benar-benar sampai ke telinga mereka. Kegembiraan dan
kebahagiaan menyeruak, tahlil dan takbir
bergema di penjuru Madinah. Para tokoh Muslim --- yang sedang berada di
Madinah – pergi menyusul Rasulullah yang sedang dalam perjalanan pulang untuk
memberi selamat atas kemenangan nyata itu.
Utsman bin Zaid berkata, “Kabar itu datang ketika
kami meratakan tanah untuk Ruqayyah, putri Rasulullah, istri Utsman bin Affan.
Rasulullah saw menitipkannya kepadaku bersama Utsman (suami Ruqayyah).”
Dari Usamah bin Zaid r.a. berkata, “Sesungguhnya
Nabi saw menitipkan putrinya kepada Utsman dan Usamah bin Zaid. Ketika Zaid bin
Harits datang ke Madinah dengan unta Rasulullah dan berita gembira itu, demi
Allah aku tidak percaya dengan kabar itu, hingga aku melihat para tawanan.
Rasulullah saw memberikan bagian Utsman atas harta rampasa.” (HR Baihaqi dan
Hakim).
Dari Abdurrahman bin As’ad bin Zararah r.a.
berkata, “Beliau datang dengan para tawanan ketika tiba di Madinah. Dan Saudah
bin Zam’ah, istri Rasulullah saw sedang berada di rumah keluarga Afra’. Mereka
sedang berduka atas Auf dan Mu’awwadz bin Afra’. Dan hal itu sebelum hijab
diberlakukan.”
Saudah berkata, “Demi Allah, aku berada di rumah
mereka ketika datang seseorang dan berkata, “Para tawanan telah datang bersama
kaum muslimin.” Kemudian aku pulang ke rumahku dan Rasulullah berada di sana.
Aku melihat Abu Yazid Suhail bin Amru di sudut kamar, tangannya dikekang ke
lehernya dengan tali. Demi Allah, aku tidak dapat menguasai diriku ketika aku
melihat Abu Yazid dalam keadaan seperti itu. Aku katakan kepadanya, “Wahai Abu
Yazid, mengapa engkau tertawan, tidakkah engkau mati dalam keadaan terhormat?”
Aku tidak sadar, melainkan ketika Rasulullah saw
berkata di sudut lain dari rumah itu,
“Wahai Saudah ..... atas Alalh dan Rasul-Nya, kau katakan seperti itu?”
Kemudian aku katakan, “Wahai Rasulullah, demi Dzat yang mengutusmu dengan
kebenaran, aku tidak dapat menguasai diri ketika melihat Abu Yazid dikekang
tangannya ke lehernya dengan tali, engkau katakan apa yang kaukatakan.” (HR
Hakim).
Nabi saw masuk ke Madinah dengan banyak dukungan,
keberuntungan, dan kemenangan. Musuh-musuhnya di Madinah dan sekitarnya takut
kepadanya. Banyak penduduk Madinah yang memeluk Islam. Ketika itu Abdullah bin
Ubay yang munafik dan para sahabatnya memeluk Islam secara lahir.
Begitulah di Makkah hanya ada kufur atau iman,
sedangkan di Madinah --- apalagi setelah kemenangan Badar – kaum munafik mulai
memeluk agama ini untuk menjaga darah dan harta mereka.
Quraisy Mendengar Kabar Kekalahan
Ibnu Ishaq --- Allah merahmatinya --- berkata,
“Orang yang pertama datang ke Makkah dari golongan Quraisy yang menjadi korban
perang adalah al-jasiman bin Abdullah al-Khuza’i. Mereka berkata, “Apa yang
terjadi?”
Ia berkata, “Telah terbunuh ---- Utbah bin Rabi’ah,
Syaibah bin Rabi’ah, Abu al-Hakam bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf, Zam’ah bin
al-Aswad, Nabih dan Munabbih dua putra al-Hajjaj, Abu al-Buhtury bin Hisyam
....” Ketika ia menyebutkan nama-nama pemimpin Quraisy yang menjadi korban,
Shafwan bin Umayyah berkata, “Demi Allah, jika ia tertangkap, mintalah tebusannya
kepadaku.” Mereka berkata, “Apa yang dilakukan Shafwan bin Umayyah?”
Ia berkata, “Itu dia duduk di atas batu, demi
Allah, aku melihat bapak dan saudaranya ketika mereka berdua dibunuh.”
Pembagian Harta Rampasan
Dari Utbah bin ash-Shamit r.a berkata, “Kemi pergi
keluar bersama Nabi saw dan turut serta dalam Perang Badar. Dua kelompok
bertemu dan Allah menghancurkan musuh. Ada kelompok yang mencari jejak-jejak
musuh yang masih terisi, sekelompok pasukan yang menghimpun dan mengumpulkan
harta rampasan, dan kelompok yang menjaga Rasulullah saw agar tidak diserang
oleh musuh (yang masih berkeliaran). Hingga ketika malam tiba, orang-orang itu
kembali sebagian atas sebagian yang lain. Mereka yang mengumpulkan harta rampasan
berkata, “Kami yang menghimpun dan mengumpulkannya maka tak seorang pun yang
mendapat bagian dari harta itu.” Adapun mereka yang keluar mencari musuh
berkata, “Kalian tidak lebih berhak dari kami .....” Sementara mereka yang
menjaga Rasulullah saw berkata, “Kalian juga tidak lebih berhak dari kami, kami
menjaga Rasulullah saw, kami khawatir jika musuh menyerang beliau sehingga kami
sibuk dengan beliau.” Kemudian turunlah ayat, “Mereka menanyakan keapdamu
(Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, “Harta
rampasan perang itu milik Allah dan
Rasul (menurut ketentuan Allah dan Rasul-Nya), maka bertakwalah kepada Allah
dan perbaikilah hubungan di antara sessamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya
jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS al-Anfal (8) : 1). Kemudian Rasulullah
saw membagi harta rampasan itu atas kesepakatan antara kaummuslimin.” (HR
Ahmad).
Kalau Sekiranya Tidak Ada Ketetapan Terdahulu dari Allah
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, “Pada saat Perang
Badar, orang-orang tergesa-gesa untuk mengambil harta rampasan yang mereka
dapatkan. Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya harta rampasan tidak
halal bagi seorang manusia pun, selain kalian (sebelum zaman Rasulullah).” Dan
dulu jika nabi (sebelum Muhammad saw) dan para sahabatnya mendapatkan harta
rampasan, mereka mengumpulkannya, lalu api turun memakannya. Kemudian Allah
menurunkan ayat, “Sekiranya tidak ada ketetapan terdahulu dari Allah, niscaya
kamu ditimpa siksaan yang berat karena (tebusan) yang kamu ambil. Maka makanlah
dan sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh itu, sebagai makanan yang
halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun,
Maha Penyayang, Wahai Nabi (Muhammad)! Katakanlah kepada para tawanan perang
yang ada di tanganmu, “Jika Allah mengetahui ada kebaikan di dalam hatimu,
niscaya Dia akan memberikan yang lebih baik apa yang telah diambil darimu dan
Dia akan mengampuni Kamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS al-Nafal
(8) : 68 – 70). (HR Turmudzi, Abu Dawud, dan Baihaqi).
Dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash, dari
bapaknya, berkata, “Pada saat Perang Badar aku datang membawa pedang, lalu aku
berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah menyembuhkan sakit hatiku dan
apa yang dilakukan kaum musyrik, atau semacam itu, berikanlah kepadaku pedang
ini.” Kemudian Rasulullah saw menjawab, “Ini bukan milikku, bukan juga
milikmu.” Lalu, kukatakan, “Bisa saja Rasulullah memberikan pedang ini kepada
seseorang yang tidak merasakan apa yang menimpaku.” Lalu, Rasulullah saw datang
menemuiku dan berkata, “Sungguh engkau telah meminta pedang ini kepadaku,
sedangkan ini bukan milikku. Sekarang pedang ini sudah menjadi milikku, dan
kuberikan kepadamu.” Kemudian Sa’ad berkata, “Maka turunlah QS al-Anfal (8) :
68.” (HR Muslim).
Bertakwalah kepada Allah dan
Perbaikilah Hubungan di Antara Sesamamu
Dari Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw
berkata, “Barangsiapa yang mendatangi tempat begini dan begitu maka baginya ini
dan itu” atau “Barangsiapa yang melakukan begini dan begitu, maka baginya ini
dan itu.” Kemudian kaum muda berlomba dan tinggallah orang-orang tua di
panji-panji. Ketika Allah memberi kemenangan kepada mereka, orang-orang itu
datang kepada Nabi saw dan meminta sesuatu yang dijanjikan olehnya. Orang
tua-orang tua berkata kepada mereka, “Janganlah kalian pergi ke sana tanpa
kami.” Kemudian Allah menurunkan QS al-Anfal (8) : 1) (HR Abu Dawud dan hakim).
Tidak Patut bagi Seorang Nabi Mempunyai Tawanan sebelum Ia Dapat
Melumpuhkan Musuhnya di Muka Bumi
Dari Ibnu Umar r.a. berkata, “Rasulullah
berkonsultasi kepada Abu Bakar soal tawanan. Kemudian Abu Bakar berkata,
“Kaummu dan kerabatmu, bebaskan mereka.” Kemudian beliau meminta pendapat Umar,
Umar berkata, “ Bunuhlah mereka,” Ibnu Umar berkata, “Lalu Rasulullah saw
meminta tebusan atas para tawanan. Kemudian turunlah ayat, “Tidaklah pantas,
bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musunya di
muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki
(pahala) akhirat (untukmu). Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. Sekiranya tidak
ada ketetapan terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar
karena (tebusan) yang kamu ambil. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang
yang telah kamu peroleh itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan
bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS
al-Anfal (8) : 67). Ketika Nabi saw bertemu Umar, beliau ebrkata, “Hampir saja
kita mendapat bencana karena mengambil pendapat yang berbeda denganmu.” (HR
Hakim).
Dan Umar bin Khaththab r.a. ayng diriwayatkan oleh
Ibnu Abbas r.a. darinya. Ia berkata, “Kaum muslimin pada Perang Badar
menewaskan 70 orang dan menangkap 70 orang. Abu Zamil mengatakan bahwa Ibnu
Abbas berkata, “Ketika mereka menangkap para tawanan itu, Rasulullah saw
berkata, “Wahai Abu Bakar, Ali, dan Umar, apa pendapat kalian tentang para
tawanan ini?” Abu Bakar berkata, “Wahai Nabi Allah, mereka adalah anak-anak
paman dan kerabat. Menurutku, sebaiknya engkau mengambil tebusan dari mereka
sehingga tebusan itu akan menjadi sumber kekuatan untuk kita terhadap
orang-orang kafir. Dan mungkin saja Allah akan memberi mereka petunjuk untuk
memeluk Islam.” Kemudian Rasulullah saw bersaba, “Apa pendapatmu wahai Ibnu
Khaththab?” Dia berkata, “Tidak. Demi Allah, Wahai Rasulullah, Aku tidak
sependapat dengan Abu Bakar. Menurutku, sebaiknya engkau menyerahkan mereka
keapda kami, lalu kami tebas kepala mereka. Serahkan Aqil untuk Ali dan Ali
akan membunuhnya. Serahkan si Fulan keapdaku dan aku akan membunuhnya. Mereka
adalah para pemimpin dari orang-orang kafir dan pembesar-pembesar mereka.”
Rasulullah menyetuji pendapat Abu Bakar dan tidak
menyetujui apa yang aku katakan. Keesokan harinya ketika aku datang menemui
Rasulullah saw, aku menemukan bahwa dia dan Abu Bakar sedang duduk menangis.
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, katakan kepadaku apa yang membuatmu dan
sahabatmu ini menangis?” Jika aku mendapatkan apa yang akan engkau ceritakan
membuatku menangis, aku akan menangis. Jika tidak, setidaknya aku akan
berpura-pura menangis, pada apa yang ditawarkan oleh sahabt-sahabatmu agar aku
mengambil tebusan dari para tawanan. Dan aku diperlihatkan siksaan yang mereka
alami, lebih dekat dari pohon ini --- pohon yang terletak dekat Rasulullah
saw.” Kemudain Allah menurunkan QS al-Anfal (8)67-69. Kemudian Allah
menghalalkan harta rampasan bagi mereka.” (HR Muslim).
Tebusan Para Tawanan
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Rasulullah
menetapkan tebusan bagi para tawanan Perang Badar dan tebusan untuk setiap
orang 4.000 Dirham.” (HR Thabrani).
Dari Abdullah bin Zubair r.a. berkata, “Orang-orang
Quraisy menangisi mereka yang terbunuh, kemudain mereka menyesal dan berkata,
“Janganlah kalian ratapi mereka, jika kabar itu sampai kepada Muhammad dan para
sahabatnya, mereka akan mencela kalian.” Di antara para tawanan itu terdapat
Abu Wada’ah bin Shabrah as-Sahmy, lalu Rasulullah saw berkata, “Di Makkah dia
memiliki seorang anak, pedagang yang berhasil, kaya raya, sepertinya ia sudah datang pada kalian untuk
menebus bapaknya.” Ketika Qurasy membicarakan tentang tebusan, a;-Muthalib
berkata, “Kalian benar. Demi Allah, jika kalian benar maka ia akan meninggalkan
uang tebusan atas kalian.” Kemudian pergi pada malam hari, datang ke Madinah,
dan menebus bapaknya senilai 4.000 Dirham.” (HR Thabrani).
Sebagai Rahmat untuk Alam Semesta
Inilah surga rahmat dan mata air kasih sayang.
Muhammad bin Abdullah saw tahu bahwa beberapa orang dari kaum musyrikin tidak
memiliki harta untuk membayar tebusan. Rasulullah saw menetapkan bahwa mereka
harus mengajari anak-anak Anshar menulis, sebagai tebusan mereka, dan
mempermudah cara pembebasan mereka. Demikian juga, agar mereka tahu betapa
agungnya agama ini dan pimnpinan Rasulullah saw.
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Ada beberapa orang
dari tawanan Perang Badar yang tidak dapat membayar tebusan. Kemudian
Rasulullah saw menetapkan mereka harus mengajari anak-anak Anshar menulis.”
Ibnu Abbas berkata, “Suatu hari seorang anak datang menangis kepada bapaknya,
lalu bapaknya bertanya, “Ada apa denganmu?” Anak itu menjawab, “Guruku
memukulku.” Bapaknya berkata, “Orang jelek itu meminta untuk dibunuh di Badar,
jangan pernah engkau mendatanginya lagi.” (HR Ahmad).
Zainab, Putri Rasulullah saw., Mengirim Tebusan untuk Suaminya, Abu
al-Ash bin ar-Rabi’
Dari Aisyah r.a. “Ketika orang-orang Makkah
mengirimkan uang tebusan untuk tawanan mereka, Zainab mengirimkan beberapa
hartanya untuk menebus Abu al-Ash bin ar-Rabi’. Di antara harta yang ia kirim
adalah sebuah kalung miliknya, yang diberikan oleh Khadijah ketika ia menikah
dengan Abu al-Ash’. Aisyah berkata, “Ketika Rasulullah saw melihatnya, ia
merasa iba. Beliau saw berkata, “Jika menurut kalian dapar membebaskan suaminya
dan mengembalikan hartanya, lakukanlah (jika itu baik).” Mereka berkata, “Ya.”
Wahai Rasulullah.” Mereka pun membebaskannya dan mengembalikan hartanya.” (HR
Abu Dawud, Ahmad, dan Baihaqi).
Rasulullah pernah bersepakat dengan Abu al-Ash atau
Rasulullah pernah dijanjikan bahwa ia akan melepas Zainab. Dengan kata lain,
hal itu menjadi syarat pembebasannya. Namun, hal itu tidak dibicarakan lagi,
baik oleh Abu al-Ash maupun Rasulullah agar diketahui. Namun, ketika Abu al-Ash
dibebaskan dan hendak pulang ke Makkah, Rasulullah saw mengirim Zaid bin
Haritsah dan seorang pria dari Anshar sebagai wakil dari Rasulullah. Beliau
berkata, “Tunggu di lembah Ya’juj sampai Zainab melewati kalian. Kalian harus
menemaninya dan membawanya padaku.” Mereka ebrdua pergi. Hal itu terjadi
sebulan atau beberapa bulan setelah Badar. Ketika Abu al-Ash tiba di Makkah, ia
menyruh Zainab untuk menemui ayahnya. Zainab pun bergegas pergi.” (HR Abu Dawud
dan hakim).
Zainab tinggal bersama ayahnya. Setelah Perjanjian
Hudaibiyah, Abu al-Ash tertawan lagi. Ia melarikan diri ke Makkah dan meminta
jaminan perlindaungan dari istrinya, Zainab – yang sebenarnya Islam telah
memisahkan antara mereka berdua --- Zainab bersedia melindunginya. Kaum
muslimin pun setuju dengan hal itu. Abu al-Ash pulang ke Makkah dengan
hartanya, lalu dia menyampaikan amanah kepada para pemiliknya. Kemudian ia
kembali ke Madinah dan memeluk Islam. Rasulullah mengembalikannya ke pangkuan
Zainab, dengan akad dan mahar baru, berdasarkan riwayat yang shahih.
Kisah Tebusan Abbas (Paman Nabi saw.)
Abbas r.a. tidak berperang pada saat Perang Badar
berlangsung. Ia terpaksa pergi ke sana dan Nabi saw sendiri melarang kaum muslimin membunuhnya.
Lalu, Abbas tertangkap. Dari Abu al-Yusr berkata, “Aku melihat Abbas apda saat
Perang Badar. Ia hanya berdiri seperti patung dan kedua matanya sembab. Lalu,
kukatakan kepadanya, “Semoga Allah membalasmu dengan keburukan, wahai yang
punya tali rahim. Apakah engkau akan memerangi keponakanmu bersama
musuh-musuhnya?” Lalu, dia berkata, “Bagaimana dia? Apakah ia terbunuh?” Aku
berkata, “Allah yang akan memuliakannya dan memberinya kemenangan atas
musuhnya.” Lalu, dia berkata, “Lalu, apa yang engkau inginkan dariku?” Aku berkata,
“Aku mau menangkapmu karena Rasulullah melarang untuk membunuhmu.” Ia berkata,
“Ini bukan pertama kali ia menyambung (tali rahimnya). Aku pun menangkapnya,
lalu aku bawa dia kepada Rasulullah saw.” (HR Ibnu Sa’ad).
Dari al-Barra’ atau lainnya berkata, “Seseorang
dari Anshar datang membawa Abbas, ia telah menangkapnya. Lalu, Abbas berkata,
“Bukan dia yang menangkapku.” Lalu, Nabi saw bersabda, “Seorang malaikat mulia
telah membantumu (menangkapnya).” (HR Ibnu Sa’ad).
Dari Anas bin Malik r.a. berkata, "Beberapa
orang dari Anshar meminta izin kepada Rasulullah saw untuk melihat Abbas, mreka
berakta, “Izinkan kami, hendaknya kita tidak mengambil tebusan dari putra
saduari kami, Abbas, Nabi saw berkata, “Demi Allah, kalian tidak akan
meninggalkan satu dirham pun darinya.” (HR Bukhari).
Dari Ibnu Abbas r.a. megnatakan bahwa Abbas
berkata, “Tentang akulah sayat ini turun, “Tidaklah pantas, bagi seorang nabi
mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di bumi. Kamu
menghendaki hartabenda duniawi, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat
(untukmu). Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS al-Anfal (8) : 67). Lalu, aku
kabarkan kepada Nabi saw tentang keislamanku. Aku memintanya untuk mengambil 20
uqiyyah yang kubawa (sebagai tebusan). (Beberapa tahun kemudian) ia memberiku
(dengan 20 uqiyyah tadi) 20 budak, yang setiap orang telah berniaga dengan uang
di tangannya. Bersama itu aku mengharap ampunan dari Allah SWT.”
Jika Dia Hidup, Aku Akan Membebaskan Mereka karenanya
Dari Jubair bin Muth’im r.a. bahwa Nabi saw berkata
kepada para tahanan yang ditangkap di Badar, “Jika Muth’im bin Adi masih hidup,
lalu dia memintaku untuk melepaskan orang-orang kotor ini, aku akan melepaskan
mereka untuknya.” (HR Abu Dawud dan Bukhari).
Jumlah Orang yang Turut Serta dalam Perang Badar
Imam Ibnul Qayyim --- semoga Allah merahmatinya –
berkata, “Jumlah kaum muslimin yang turut dalam perang Badar ada 317; 86 orang
dari kaum Muhajirin, dan 61 orang dari kabilah al-Aus, dan 170 dari kabilah
al-Khazraj. Jumlah dari al-Aus lebih sedikit daripada al-Khazraj, merskipun
mereka telah pandai dalam berperang, lebih kuat, dan lebih pintar bertahan pada
saat perang. Hal itu dikarenakan rumah-rumah mereka berada di perbukitan
Madinah dan orang-orang al-Aus yang datang pada saat itu adalah yang siap pada
saat itu juga. Nabi saw bersabda, “Jangan mengikuti kami, kecuali mereka yang
memiliki kendaraan yang siap.” Beberapa orang yang tinggal di daerah bukit di
Madinah meminta agar beliau mau menunggu mereka mengambil tunggangan mereka.
Namun, beliau saw enggan.” (HR Muslim
dan Ahmad dari Anas bin Malik).
Dengan demikian, bukan karena mereka tidak mau
turut berperang, bukan karena tidak mau menyiapkan segala persiapan perang,
bukan juga karena mereka tidak mau menyiapkan harta benda. Akan tetapi,
Allah mempertemukan kaum muslimin dan
musuh-musuh mereka tanpa adanya kesepakatan waktu.
Keutamaan Mereka yang Syahid pada Perang Badar
Dari Mu’az bin Rifa’ah bin Rafi’ az-Zarqy dari
ayahnya --- yang merupakan pejuang badar – berkata, “Jibril datang kepada Nabi
saw dan berkata, “Bagaimana engkau memandang para pejuang Badar di antara
kalian?” Nabi saw bersabda, “Sebagai yang terbaik dari kaum muslimin’ atau
pernyataan serupa. Lalu, Jibril berkata, “Dan begitu juga para malaikat yang
berpartisipasi dalam Badar.” (HR Bukhari).
Pada kisah Hatib bin Abi balta’ah ketika Umar
berkata kepada Rasulullah saw, “Dia telah menghianati Allah dan kaum mukminin,
biarkan aku memotong lehernya.” Nabi saw bersabda, “Bukankah dia bukan salah
satu dari prajurit Badar?” Lalu, beliau bersabda, “Mudah-mudahan Allah melihat
mereka yang berjuang di badar dan berfirman, “Lakukan apa yang kalian suka
karena Aku telah mewajibkan surga atas kalian atau berkata, “Aku tidak mengampuni
kalian.” Air mata Umar pun berderai, dan dia berkata, “Allah dan Rasul-Nya
lebih tahu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah saw
bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT melihat mereka yang berjuang di Badar, lalu
berfirman, “lakukanlah apa yang kalian kehendaki. Aku telah mengampuni kalian.”
(HR Ahmad dan Abu Dawud).
Dari Jabir r.a. berkata, “Rasulullah saw bersabda,
Tidak akan masuk neraka laki-laki yang berjuang di Badar dan Hudaibiyyah.” (HR
Muslim dan Turmudzi).
Duhai, Hari Raya itu
Pada tahun kedua Hijriah diwajibkan puasa Ramadhan
dan zakat fitri serta dijelaskan nishab-nishab zakat yang lain. Perintah
wajibnya zakat fitri dan penjelasan nishab-nishab zakat lainnya untuk
meringankan beban hidup yang diderita kaum Muhajirin ayng sedang mengungsi dan
mereka yang fakir yang tak mampu mencari penghidupan di bumi.
Di antara
momen terindah dan kejutan terbaiknya bahwa hari raya pertama yang
dirayakan oleh kaum muslimin dalam hidup mereka adalah Idul Fitri yang jatuh
pada bulan Syawal tahun 2H, pasca kemenangan nyata yang mereka dapatkan di
Perang Badar. Alangkah indahnya hari raya yang bahagia itu, di mana Alalh
memberikannya kepada mereka setelah menghadiahi mereka mahkota kemenangan dan
kemuliaan. Betapa menakjubkannya shalat yang mereka dirikan itu, di mana mereka
keluar rumah, mengumandangkan takbir, tauhid, dan tahmid. Sementara hati-hati
mereka penuh harap kepada Allah, merindukan rahmat dan ridha-Nya, setelah
kenikmatan-kenikmatan ayng dianugerahkan-Nya, setelah kemenangan yang dikaruniakan-Nya.
Alalh mengingatkan mereka pada semua itu, dalam firman-Nya, “Dan ingatlah
ketika kamu (Para Muhajirin) masih (berjumlah) sedikit, lagi tertindas di bumi
(Makkah), dan kamu takut orang-orang (Makkah) akan menculik kamu, maka Dia
memberi kamu tempat menetap 9Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan
pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki yang baik agar kamu bersyukur.” (QS
al-Anfal (8) : 26).
S E T E L A H
- B A D A R
Bangsa Arab terperangah akan kemenangan telak yang diperoleh
kaum muslimin apda Perang Badar. Bahkan penduduk Makkah tidak mempercayainya
ketika kabar itu datang kepada mereka untuk pertama kalinya. Mereka mengira itu
hanya candaan orang gila. Namun, setelah jelas kebenaran berita itu, beberapa
orang dari mereka terperanjat dan mati. Sebagian terguncang ketakutan, tidak
tahu apa yang harus dilakukan. Sebagaimana penduduk Makkah yang ingin
menjauhkan diri dari kekalahan itu hingga mereka dihadapkan pada kenyataan hina
tersebut. kaum musyrikin di Madinah dan kaum yahudi juga demikian. Mereka ingin
menjauhkan telinga mereka dari kabar kemenangan itu. Bahkan, sebgaian dari
mereka menuduh kaum muslimin ingin menyebarkan kabar bohong kemenangan. Mereka
tetap menganggap itu angin lalu, hingga mereka melihat para tawanan meringkuk
dan jelas sudah.
Penduduk Makkah menghibur diri, mengobati luka,
serta berusaha mengembalikan kekuatan dan mengembalikan kejayaan mereka. Mereka
memproklamirkan bahwa hari untuk balas dendam kian dekat. Kekalahan itu rupanya
makin menambah kebencian mereka pada Islam, makin ingin menyakiti Muhammad dan
sahabatnya, bahkan makin menindas siapa saja yang masuk ke agama Muhammad.
Adapun di Madinah ketika kaum muslimin makin
banyak, kuat, dan unggul, beberapa musuh Islam mengambil cara untuk menginjak-injak,
munafik, dan menipu. Beberapa orang musyrik dan yahudi secara lahir menyatakan
keislamannya, sementara di hatinya kedengkian dan kekufuran bergolak. Pemimpin
mereka adalah Abdullah bin Ubay bin Salul.
Sementara kaum Badui yang berdiam di sekitar
Madinah dan hidup dengan berkafilah, mereka adalah kaum yang tak peduli.
Masalah kafir dan iman bukan fokus perhatian mereka. Mereka berkepentingan pada
perolehan logistik dari mana pun dan bagaimana pun caranya meskipun harus
menjarah.
Nabi saw. Membina Rumah Tangga dengan Aisyah setelah Perang Badar
Dari Aisyah r.a. berkata, “Nabi saw menikahiku saat
aku berusia enam tahun. Lalu, kami tiba di Madinah dan singgah di kampung Bani
al-Harits bin Khazraj. Kemudian aku menderita demam hingga rambutku menjadi
rontok. Setelah sembuh, rambutku tumbuh lebat sehingga melebihi bahu. Kemudian
ibuku, Ummu Ruman, datang menemuiku saat aku sedang berada dalam ayunan bersama
teman-temanku. Ibuku berteriak memanggilku, lalu aku datang, sementara aku
tidak mengerti apa yang diinginkannya. Ibuku menggandeng tanganku, lalu
membawaku hingga sampai di depan pintu rumah. Aku masih dalam keadaan
terengah-engah hingga aku menenangkan diri sendiri. Kemudian ibuku mengambil
air, lalu membasuhkannya ke muka dan kepalaku. Lalu, dia memasukkan aku ke
dalam rumah itu yang ternyata did alamnya ada para wanita Anshar. Mereka
berkata, “Mudah-mudahan memperoleh kebaikan dan keberkahan serta mudah-mudahan
mendapat nasib yang terbaik.” Lalu, ibuku menyerahkan aku kepada mereka. Mereka
merapikan penampilanku. Dan tidak ada yang membuatku terkejut, meleiankan
keceriaan Rasulullah saw. Akhirnya, mereka menyerahkan aku kepada beliau, saat
itu usiaku sembilan tahun.” (HR Bukhari dan Muslim).
Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah saw menikahiku pada
bulan Syawal dan membawaku ke rumahnya sebagai pengantin pada bulan Syawal. Dan
siapa di antara istri-istri Rasulullah saw paling ia dambakan daripada aku?”
(HR Muslim).
Nabi saw. Menikahi Hafshah, Putri Umar r.a.
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa ketika Hafshah menjanda,
setelah suaminya seorang sahabat Rasululah – Khunais bin Hudzafah as-Sahmy –
wafat di Madinah, Umar bin Khaththab berkata, “Aku mendatangi Utsman bin Affan
dan menawarkan Hafshah kepadanya, kemudian ia pun berkata, “Aku akan berpikir
terlebih dahulu.” Lalu, aku pun menunggu beberapa malam, kemudian ia menemuiku
dan berkata, “Aku telah mengambil keputusan bahwa aku tidak akan menikah untuk
hari-hari ini.” Lalu, aku pun menemui Abu Bakar as-Shiddiq dan berkata
kepadanya, “Jika kamu mau, aku akan menikahkanmu dengan Hafshah.” Namun, ia
tidak memberi jawaban apa pun kepadaku. Aku kecewa kepadanya lebih dari apa
yang aku dapatkan dari Utsman.
Aku menunggu selama beberapa malam, akhirnya ia pun
dikhitbah oleh Rasulullah saw, kemudian aku menikahkannya dengan beliau. Abu
Bakar menemuiku dan berkata, “Sepertinya kamu merasa kecewa saat menawarkan
Hafshah kepadaku.” Umar berkata, “Ya.” Abu Bakar berkata, “Sesungguhnya tidak
ada yang menghalangiku untuk menerima tawaranmu, kecuali bahwa aku tahu
Rasulullah saw telah mengatakan akan melamarnya. Dan aku tidak mau membuka
rahasia Rasulullah saw. Sekiranya Rasulullah saw meninggalkannya, niscaya aku
akan menerimanya.” (HR Bukhari dan Ahmad).
Ali Menikahi Fatimah r.a.
Setelah peristiwa Badar, Ali menikah dengan Fatimah
r.a. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku untuk
menikahkan Fatimah dengan Ali.” (HR Thabrani).
Inilah
Mahar untuk Fatimah r.a.
Dari Ali bin Abi Thalib – karramullahu wajhah –
berkata, “Aku menemui Rasulullah saw untuk mengkhitbah Fatimah. Pelayanku
mengatakan, “Apakah engkau tidak tahu bahwa telahd atang seseorang pada
Rasulullah untuk mengkhitbah Fatimah?” Aku berkata, “Aku tidak tahu” ia
berkata, “Dia telah dikhitbah, lalu apa yang menghalangimu untuk menemui
Rasulullah dan menikahkanmu dengannya.” Aku berkata, “Adakah sesuatu yang bisa
kubawa untuk menikhaninya>” Ia berkata, “Sungguh jika engkau menemui
Rasulullah, beliau akan menikahkanmu.” Ali berkata, “Demi Allah dia (pelayan)
terus mendorongku (agar aku menemui Rasulullah), hingga akhirnya aku datang
menemui beliau saw. Ketika aku duduk bersama beliau, aku tertegun, demi Allah,
aku tak dapat berbicara karena wibawa beliau yang agung.” Lalu, Rasulullah saw
berkata, “Apa yang membuatmu datang kemari?” apakah kau membutuhkan sesuatu?”
Aku diam. Lalu, berliau berkata, “Tampaknya engkau datang ingin melamar
Fatimah?” Lalu, kujawab, “Ya.” Lalu, beliau berkata, “Apakah engkau memiliki
sesuatu yang membuat ia halal bagimu (mahar)?” Lalu, kukatakan, “Tidak, demi
Allah, wahai Rasulullah.” Lalu. Beliau berkata, “Bagaimana dengan baju besi,
senjata yang aku berikan keapdamu? Demi jiwaku yang ada dalam genggaman-Nya,
baju besi itu harganya bukan empat dirham.” Aku berkata, “Ya, ada padaku.”
Beliau berkata, “Aku telah menikahkanmu dengannya, pergilah temui dia dnegan
membawa maharnya, engkau telah halal baginya.” Itulah mahar untuk Fatimah,
putri Rasulullah saw.” (HR Baihaqi).
Persiapan
Pernikahan Fatimah r.a. dan Ali r.a.
Dari Ali r.a. berkata, Rasulullah menyiapkan untuk
Fatimah sebuah selimut, kendi, dan bantal kulit yang diisi dengan iszkhar
(rerumputan yang harum baunya)” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Baihaqi).
Sungguh inilah Fatimah, putri Rasulullah ---
pemimpin semua manusia generasi pertama dan terakhir – mahar untuknya hanyalah
sebuah baju besi al-Hutamiyyah. Ketika Fatimah dinikahkan dengan Ali,
bersamanya ada selimut dan bantal dari kulit, di dalamnya diisi pelepah. Di
samping itu, ada juga tempat mengambil air dari sumur, pengayak tepung, tungku,
pemantik api, batu giling dan dua kendi. Ia menikah dengannya dan mereka tak
memiliki kasur, kecuali kulit kambing tempat tidur di malam hari dan menjadi
alas di atas unta untuk mengambila ri di siang hari. Fatimah tidak memiliki
pelayan.
Ibnu Jauzy berkata, “Demi Allah, itu semua tak
dikeluhkannya.”
Allah membersihkannya dan rumahnya dari segala yang
buruk dan menyucikannya. Nabi saw sangat mencintainya, memuliakannya, dan
gembira jika melihatnya. Puja-puji tentangnya sangat banyak. Ia seorang wanita
yang sabar, religius, selalu beruat baik, sangat menjaga dirinya, selalu
qana’ah, dan banyak bersyukur kepada Allah.
Mempererat Hubungan dengan Empat Rpia
Keputusan Rasulullah untuk berbesan dengan Umar,s
etelah berbesan dengan Abu Bakar, lalu beliau menikahkan Fatimah dengan Ali bin
Abi Thalib, juga menikahkan putrinya, Ummu Kultsum dengan Utsman – setelah
Ruqayyah wafat – menunjukkan bahwa Nabi saw ingin menguatkan hubungan beleiau dengan
keempat sahabat laki-laki tersebut. banyak diekthaui perjuangan dan pengorbanan
mereka untuk Islam, pada saat-saat kritis yang telah berlalu dan Allah
menghanedaki agar itu semua dilalui dengan damai.
Konspirasi untuk Membunuh Nabi saw.
Dari Urwah bin az-Zubair yang diriwayatkan secara
mursal berkata, “Umar bin Wahb al-Jumahy duduk besama Shafwan bin Umayyah di
sebuah ruangan, beberapa saat setelah persitiwa Badar. Umair bin Wahb adalah
satu di antara setan Quraisy, yang pernah menyakiti Rasulullah saw dan para
sahabatnya, dan membuat onar ketika mereka di Makkah. Anaknya, Wahab bin Umair,
ditangkap pada saat Perang Badar. Lalu, ia menyebutkan orang-orang yang menjadi
korban pada peperangan tersebut. shafwan berkata, “Demi Allah, setelah mereka
pergi, kehidupan (di Makkah) menjadi lebih baik.”
Umair berkata, “kau benar. Demi Alalh, kalau
saja ukan karena utang yang harus kubayar dan anak-anak
yang membutuhkan nafkah, aku akan pergi menuju Muhammad dan kubunuh dia karena
aku punya alasan untuk itu. Di tangan mereka anakku tewas.
Urwah berkata, “Shafwan bin Umayyah memanfaatkan
kesempatan ini, ia berkata, “Aku akan melunasi utangmu, keluargamu, dan
keluargaku. Aku yang akan menanggung, tak satu pun terlewat, tidak akan ada
sesuatu pun yang menghalangiku untuk melakukan itu. Umair berkata kepadanya,
“Rahasiakanlah hal ini, hanya antara kau dan aku.” Shafwan berkata, “Ya, akan
kulakukan.”
Urwah berkata, “Kemudian Umair meminta pedangnya,
ia mengasahnya, lalu dibubuhi racun. Lalu, ia pergi menuju Madinah. Pada saat
Umair bin Khaththab bercengkerama dengan kaum muslimin tentang peristiwa Badar,
mereka membicarakan bagaimana Allah memuliakan mereka, bagaimana Allah
memperlihatkan kuasa-Nya kepada musuh mereka. Umair melihat Umair bin Wahb
telah emngekang tunggangannya, sambil menetneng pedangnya. Umar berkata,
“Anjing ini musuh Allah, Umair bin Wahb. Tidaklah ia datang melainkan untuk
sebuah kejahatan, dialah yang telah beruat kasar kepada kami dan melawan kami
pada Perang Badar.”
Umar pun masuk menemui Rasulullah saw dan berkata,
“Wahai Nabi Allah, musuh Allah, Umair bin Wahb datang membawa pedangnya.”
Rasulullah berkata, “Bawa dia kepadaku.”
Urwah berkata, “Maka Umar pun mengambil pengikat
pedang di leher Umair dan mengikatnya dengan tali itu. Lalu, Umar berkata
kepada seseorang dari Anshar yang bersamanya, “Bawa dia kepada Rasulullah dan
dudukkan dia di depan beliau. Berhati-hatilah dari si buruk ini, dia tidak
aman,”
Lalu, ia membawanya kepada Rasulullah. Ketika
Rasulullah melihatnya dan melihat Umar mengikat lehernya, beliau berkata,
“Lepaskan dia wahai Umar dan mendekatlah wahai Umair.”
Umair mendekat dan mengucapkan salam jahiliah,
“In’amu’shabahan (selamat pagi).” Kemudian Rasulullah menjawab, “Allah telah
memuliakan kami dengan pernghormatan yang lebih baik dari caramu, wahai Umair,
dengn salam penghormatan untuk penduduk surga.”
Umair berkta, “Demi Allah, wahai Muhammad, jika aku
menggunakannya I(berarti) aku percaya dengan apa yang kau katakan.”
Rasulullah berkata, “Apa yang membuatmu datang ke
sini, wahai Umair?”
Umair menjawab, “Aku datang untuk anakku yang
tertangkap di tangan kalian, perlakukanlah dia dengan baik.”
Rasulullah berkata, “Lalu untuk apa pedang yang kau
bawa itu?”
Umair berkata, “Allah mencelakakan pedang-pedang
itu, apakah kita tidak membutuhkannya sama sekali?”
“Jujurlah padaku, ada apa engkau datang ke sini?”
tanya Rasulullah lagi.
“Hanya untuk itu aku datang.” Kata Umair.
“Bukankah engkau dan Shafwan dududk di sebuah
ruangan, lalu kalian bercerita tentang para korban Badar dan kaum Quraisy?
Kemudian engkau katakan, “Kalau saja bukan karena utang yang harus aku bayar
dan anak-anak yang membutuhkan nafkahku, aku akan pergi membunuh Muhammad.”
Lalu, Shawan bin Umayyah berjanji akan melunasi utangmu dan menaggung
anak-anakmu dengan syarat kau membunuhku, untuknya. Dan Allah-lah yang
menghalangi antara kau dan niatmu itu.”
Umair berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau utusan
Allah. Wahai Rasulullah, kami dulu mendustaimu dan apa yang kaubawa dan kabar
langit dan wahyu yang turun kepadamu. Perkara itu tidak ada yang mengetahuinya,
kecuali aku dan Shafwan. Demi Allah, sungguh aku tahu bahwa tidak ada yang
memberitahumu tentang hal itu, kecuali Allah. Segala puji bagi Allah yang telah
membimbingku pada Islam dan mengarahkanku padanya.”
Lalu Umair pun bersyahadat dengan syahadat
kebenaran.
Rasulullah pun bersabda, “Pahamkanlah saudara
kalian ini agamanya, ajari ia Al-Qur’an dan lepaskanlah anaknya yagn ditawan.”
Mereka pun melakukannya.
Kemudian Umair berkata, “Wahai Rasulullah, dulu aku
berjuang untuk memadamkan cahaya Allah, selalu menyakiti orang-orang yagn masuk
ke agama Allah ini. Aku suka jika engkau mengizinkanku untuk pulang ke Makkah
dan akan menyeru mereka kepada Allah, rasul-Nya,d an Islam. Mudah-mudahan Allah
memberi mereka petunjuk. Jika tidak, aku ingin menyakiti mereka dalam agama
mereka. Sebagaimana aku menyakiti sahabt-sahabatmu dalam agama mereka.” Urwah
berkata, “Rasulullah mengizinkannya dan ia pun kembali ke Makkah.”
Ketika Umair bin Wahab pergi ke Madinah, Shafwan
berkata, “Bergembiralah, akan ada sesuatu yang terjadi dalam beberapa hari
nanti, sesuatu yang dapat melupakan luka di Perang Badar.” Shafwan selalu
menyatakan kepada para musafir yang baru datang tentang Umair. Hingga suatu
ketika seorang penunggang datang dan memberi tahu Shafwan kabar tentang Umair
yang masuk Islam. Sejak itu ia bersumpah tidak akan pernah berbicara dengannya
dan tidak akan mau memberi manfaat baginya, selamanya.”
Perang Bani Sulaim di al-Kudr
Sekembalinya orang yang terkasih – Muhammad saw ---
dari Perang Badar dan pengusiran yahudi Bani Qainuqa’ karena mereka berkhianat,
sampai kabar kepada beliau bahwa Bani Sulaim telah bersepakat untuk memerangi
Rasulullah saw di sebuah mata air milik mereka, yang bernama al-Kudr. Kemudian
beliau saw pergi menuju tempat mereka, setelah beliau menitipkan Madinah kepada
Ibnu Ummi maktum r.a. Bendera Rasulullah saw dibawa oleh Ali bin Abi Thalib
r,a. Beliau meneruskan perjalanannya untuk bertemu dengan Bani Sulaim yang
bersepakat untuk memeranginya. Namun, ketika beliau justru menemukan binatang
ternak. Beliau pun kembali ke Madinah dengan membawa binatang-binatang ternak
itu. Jadi, di al-Kudr beliau tidak berperang. Segala puji bagi Allah.
Peperangan as-Suwaiq
Kaum Muslimin tidak begitu saja tertipu dengan kemenagan
yang mereka peroleh di Badar. Mereka juga tidak terpedaya dengan tidak
mengawasi musuh-musuh mereka dan bersiap untuk menghadapi mereka. Mereka sangat
mengetahui bahwa Makkah ingin balas dendam dan belum tenang dengan bencana yang
menimpa mereka.
Abu Sufyan melihat --- untuk menjaga nama baik
kaumnya dan untuk menampakkan kekuatan mereka --- untuk mempercepat sebuah
operasi yang membutuhkan sedikit dana, tetapi hasilmnya terlihat. Ia memutuskan
untuk memberi kejutan pada Madinah, dengan gerakan cepat, yang dapat
mengembalikan sedikit nama baik Quraisy dan kaum Muslimin mendapat kerugian.
Abu Sufyan bernazar bahwa dia tidak akan menyentuh
air setelah jinabah, hingga ia dapat menyerang Muhammad. Oleh karena itu, dia
harus menepati sumpah itu.
Ia pun pergi bersama 200 orang yang berkendara,
hingga mencapai perkampungan Bani an-nadhir yang terletak di pinggiran Madinah,
pada tengah malam. Mereka singgah di rumah Dalam bin Masykam, salah satu
pemimpin yahudi. Mereka mengetahui kabar tentang kaum Muslimin darinya. Mereka mempelajari cara terbaik untuk
mencelakakan mereka dan bagaimana melarikan diri setelah itu.
Abu Sufyan akhirnya mendapat ide, yagn dengannya ia
adapat menepati sumpahnya dan merealisasikan tujuannya. Bersama orang-orangnya,
ia menyerang sebuah tempat, yagn dinamakan al-Aridh. Mereka membakar
pohon-pohon kurma yang menjadi pasarnya. Di sana mereka juga menemukan seseorang dari Anshar dan
sekutunya, yang sedang berada di ladang mereka. Mereka pun membunuh keduanya.
Dan segera mereka melarikan diri, kembali ke Makkah.
Kaum Muslimin mengetahui apa yang terjadi. Mereka menyusul
di belakang Abu Sufyan dan orang-orangnya. Mereka ingin membalas kelakuan mereka,
berkelahi dengan mereka. Kaum musyrikin merasa bahwa mereka diikuti, kemudian
sekuat tenaga mereka lari. Kaum Muslimin mengarungi sahara di belakan kaum musyrikin.
Kaum Muslimin ingin menghadang mereka.
Abu Sufyan sadar akan bahaya yang mengintai, ia pun membuang bekal yang
diabwanya agar mereka dapat bergerak lebih cepat dan selamat. Kaum Muslimin menemukan bekal itu, yang sebagian besar
adalah tepung gandum terbaik (suwaiq). Mereka menamakan duel kecil ini, ghazwah
as-Suwaiq (Perang Tepung). (HR Thabari).
Perang Dzi Amar
Pada perang ini, Rasulullah memimpin sejumlah besar
pasukan, sebelum Perang Uhud. Hal itu terjadi pada bulan Muharram tahun 3 H.
Hal ini disebabkan intelijen Madinah menyampaikan
kaar kepada Rasulullah saw bahwa sejumlah besar orang dari Bani Tsa’labah dan
Muharib sepakat untuk menyerang pinggiran Kota Madinah. Rasulullah dan kaum Muslimin
menyiapkan untuk itu. Beliau pergi
bersama 450 pejuang, ada yang berkendara dan ada pula yang berjalan kaki.
Rasulullah saw menitipakan kepemimpinan Madinah kepada Utsman bin Afan.
Di tengah perjalanan, mereeka menangkap seseorang
yagn bernama Jabbar, dari Bani Tsa’labah. Ia di bawa ke hadapan Rasulullah saw.
Beliau mengajaknya untuk memeluk Islam dan ia pun memeluknya. Beliau
memasukkannya pada kelompok Bilal. Dan ia menjadi pemandu bagi pasukan kaum Muslimin
ke negeri musuh.
Musuh berlarian ke puncak-puncak gunung ketika
mereka mendengar kedatangan tentara madinah. Adapun Nabi saw dan pasukannya
sampai di tempat berkumpulnya para kabilah itu, yang bernama Dzi Amar. Beliau
bermukim di sana selama bulan Safar penuh, pada tahun 3 H, atau kira-kira
berdekatan dengan masa itu. Untuk membuat orang-orang tahu akan kekuatan kaum Muslimin
dan membuat mereka takut dan segan.
Setelah itu, mereka pun pulang ke Madinah.
Perang Buhran
Rasulullah saw bermukim di Madinah pada bulan
Rabi’ul Awal. Kemudian beliau pergi ingin menghadang Quraisy. Beliau kembali
menitipkan kepemimpinan Madinah kepada Ibnu Ummi maktum. Beliau sampai ke
Buhran, tempat pertambangan dekat Hijaz dari arah al-Fur’. Tidak terjadi
peperangan di sana. Beliau tinggal di sana pada bulan Rabi’ul Akhir dan Jumadil
Ula. Kemudian beliau pulang ke Madinah.
Sariyyah Zaid bin haritsah ke al-Qard
Ketika Quraisy
luluh lantak di Perang Badar, mereka tahu bahwa mereka tidak dapat
menjaga kafilah-kafilah dagang mereka melalui jalur lama, di mana kafilah
melewati tempat dekat Madinah ke Makkah. Mereka mengubah jalur pertama itu
untuk menuju Syam dan mereka melewati Irak.
Shafwan bin Umayyah berkata, “Sungguh Muhammad dan
sahabatnya menutup perdagangan kita. Kita tidak tahu apa yang harus kita
lakukan kepada sahabat-sahabatnya, sedangkan mereka tidak juga pergi dari
pantai itu? Sementara itu, penduduk pantai membiarkan mereka dan besar mereka
telah sepakat dengan Muhammad. Kita tidak tahu melalui jalur mana kita harus
lewat? Jika kita hanya tinggal di rumah, kita akan makan modal dagang kita dan
pasti akan habis. Kehidupan kita di Makkah bergantung pada perdagangan ke Syam
di musim panas dan ke Habasyah di musim dingin.” Aswad bin Abdul Muthalib
berkata kepadanya, “Kita tinggalkan jalur pantai dan kita ambil jalur melalui
Irak.” Lalu, dia mengenalkannya kepada Furat bin Hayyan bin Bakar bin Wa’il
untuk menjadi pemandu untuk perjalanan kali ini.
Kafilah Quraisy pergi, yagn dipimpin oleh Shafwan
bin Umayyah, mengambil jalur baru. Hanya saja Nu’aim bin Mas’ud datang ke
Madinah membawa berita kepergian kafilah ini, dan rencana perjalanannya. Ia
berkumpul di sebuah majelis minum --- sebelum khamar diharamkan --- di rumah
Sulaith bin an-Nu’man, dan Nu’aim pun mebeberkan rahasia kafilah Quraisy itu.
Sulaith pun cepat-cepat menemui Nabi saw dan menceritakan kabar yang
didapatnya. Saat itu juga, Nabi saw pun mengutus Zaid bin Haritsah, dengan 100
orang berkendaraan untuk menghadang kafilah itu. Zaid dapat mencapai mereka di
sebuah mata air bernama al-Qardah. Ia pun berhasil merampas kafilah itu, yang
membawa sejumlah besar perak. Kaum musyrikin lari tunggang langgang. Hanya
Furat bin Hayyan yang tertangkap. Ketika ia di bawa ke Madinah, ia pun memeluk
Islam. Oleh karena itu, Makakh sangat sedih dengan sesuatu yang baru menimpa
mereka itu. Mereka makin bertekad untuk memperoleh kehormatannya lagi. Mereka
bersiap untuk menghadapi kaum Muslimin dengan persiapan penuh. Itu semua menjadi
permulaan unjuk kekuatan sebelum Perang Uhud terjadi, pada tahun 3 H.
Mereka Adalah Orang-Orang yahudi
Kaum Muslimin belum pernah membicarakan pembatan perjanjian
dengan kaum Yahudi. Tidak juga pernah berpikir untuk mengusir mereka dari
jazirah itu. Namun, sebaliknya kaum Muslimin berharap agar kaun yahudi membantu mereka
memerangi paganisme, yagn penuh dengan ajaran-ajaran yang tak berdasar dan
untuk menegakkan akidah tauhid. Kaum Muslimin tentunya juga berharap kaum yahudi mau beriman
kepada Muhammad saw, menyucikan Allah dan mengagungkan-Nya. apalagi mereka
memiliki pengetahuan tenang kitab-kitab terdahulu dan kecintaan mereka pada
kabar-kabar para Rasul dapat menjadi sarana untuk membuat orang-orang Arab yang
buta huruf percaya dengan risalah langit yang benar bahwa beriman kepadanya
adalah wajib.
Keinginan-keinginan baik itu sejalan dengan
Al-Qur’an yagn sedang dalam proses diturunkan pada saat itu. Al-Qur’an
membangun dan menegaskannya.
Dan roang-orang kafir berkata, “Engkau (Muhammad)
bukanlah seorang Rasul.” Katakanlah, “Cukuplah Allah dan orang yang menguasai
ilmu al-Kitab .... (QS ar-Ra’d (13) : 43).
Dan roang yang telah kami berikan kitab kepada
mereka bergembira dengan apa (ktiab) ayng diturunkan kepadamu (Muhammad), dan
ada di antara golongan (yahudi dan Nasrani), yang mengingkari sebagiannya.
Katakanlah. “Aku hanyan diperintah untuk menyembah Allah dan tidak
menyekutukan-Nya. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku
kembali.” (QS ar-Ra’d (13) : 36).
Meskipun yahudi berada pada prasangka yang paling
buruk, interaksi mereka dengan kaum Muslimin baik-baik saja, sampai ketika mereka menyakiti
kaum Muslimin dan membantu kaum
musyrikin.
Pengusiran yahudi Bani Qainuqa’
Ketika kaum mulsimin sedang gembira dengan
kemenangan mereka di Badar, kaum yahudi tidak malu untuk mengatakan kepada
Rasul saw, “Jangan menipu diri (dengan kemenangan) kalian berhadapan dengan
kaum yang tak mengerti cara berperang, kalian mendapat kesempatan. Demi Allah,
jika kami memerangimu, kau akan tahu bahwa kamilah sebenar-benarnya manusia
(yang ahli perang).”
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Di antara cerita
mengenai Bani Qainuqa’ bahwa Rasulullah mengumpulkan mereka di pasar Bani
Qainuqa. Kemudian beliau saw bersabda, “Wahai kaum yahudi, berhati-hatilah kepada
Allah, bagaimana Dia menurunkan bencana pada kaum Quraisy, masuklah kalian pada
Islam. Sungguh kalian tahu bahwa aku adalah Nabi yang diutus. Kalian menemukan
kabar itu di kitab kalian dan janji Allah kepada kalian. Mereka berkata, “Wahai
Muhammad, kau tahu bahwa kami adalah kaummu. Jangan tertipu atas kemenanganmu
dari kaum yang tidak mengerti tentang perang sehingga engkau mendapat
kesempatan untuk menang. Demi Allah, sungguh jika kami memerangimu, kau akan
tahu kamilah sebnar-benarnya manusia (yang ahli berperang).”
Ibnu Abbas berkata, “Tentang merekalah ayat ini
turun, “katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang yang kafir. Kamu (pasti) akan
dikalahkan dan digiring ke dalam neraka jahanam. Dan itulah seburuk-buruk
tempat tinggal.” Sungguh, telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang
berhadsap-hadapan. Satu golongan berperang di jalan Allah dan yang lain
(golongan) kafir yang melihat dengan mata kepala, bahwa mereka (golongan Muslim)
dua kali lipat mereka. Allah menguatkan dengan pertolongan-Nya bagi siapa yang
Dia kehendaki. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang mempunyai penglihatan (mata hati).” (QS Ali ‘’Imarn 12-13).”
(HR Abu Dawud).
Sebab turunnya ayat tersebut, sebagaimana
diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam, “Bani Qainuqa’ membaut masalah. Seorang
perempuan Arab datang membawa jilbabnya dan menjualnya di pasar Bani Qainuqa.’
Perempuan itu duduk dekat seorang yahudi perngrajin perhiasan. Mereka
menggodanya dan berusaha untuk membuka wajahnya. Ia enggan, Pengrajin itu
sengaja mengikat ujung bajunya ke punggungnya. Ketika perempuan itu berdiri,
auratnya terlihat dan mereka tertawa. Seorang Muslimin datang menyerang si pengrajin dan membunuhnya.
Kaum yahudi berang, lalu membunuh orang Muslim itu. Keluarga Muslim itu meminta
bantuan kepada kaum Muslimin lainnya,atas apa yagn dilakukan kaum yahudi
itu. Kaum Muslim marah. Lalu, terjadilah perseteruan antara kaum Muslimin dan yahudi bani Qainuqa’.
Di Mana Para Lelaki?
Teriakan perempuan itu terdengar oleh telinga-telinga
dan jantung-jantung yang mengalirkan darah, bergelora dengan semangat dan
keberanian. Teriakan yang menggerakkan kaum laki-laki, bukan yang menyerupai
laki-laki.
Pertolongan terhadap harga diri terus-menerus
berada di jiwa-jiwa kaum Muslimin . Sejak saat itu, perempuan terjaga harga
dirinya. Teriakannya didengar jika ia miemeinta pertolongan jutaan kaum Muslimin
. Setiap Muslim merasa bahwa ssetiap perempuan Muslimah adalah harga dirinya
meskipun di antara mereka tidak ada hubungan apa-apa, kecuali ikatan akidah.
Sampai ketika al-Mu’tashim memegang tempuk kepemimpinan jika terdengar seorang
perempuan dianiaya dan direndahkan harga dirinya, ia akan berteriak, “Wahai
yang al-Mu’tashim tolong aku ......”
Hatinya bergetar dengan teriakn minta tolong itu,
darahnya mendidih. Ia akan menyiapkan segala sesuatu dan menyiapkan pasukan
untuk dikirim dari tempat kepemimpinannya ke sudut bumi dari maan teriakan
perempuan itu terdengar untuk memberi pelajaran kepada musuh serta
mengembalikan kehormatan dan kemuliaannya. Lalu, ia pulang dengan kemenangan
atas musuhnya, yang merendahkan harga diri kaum Muslimin .
Sementara hari ini, berapa banyak teriakan
menyeruak memekakkan dinding telinga mereka yang terdiam atas sistem yang
berlaku. Teriakan saudara-saudara kita di Palestina, yang setiap hari dianiaya
kaum yahudi. Teriakan kaum perempuan di barak-barak Lebanon yang ditindas oleh
pasukan aliran kebatilan. Teriakan mereka yang di Filipina dan di Bulgaria ---
teriakan demi teriakan di setiap tempat, tetapi tidak ada yagn merespons. Para
penggagas generasi pertama telah mati, generasi al-Mu’tashim telah wafat, tak
ada yang berpegang pada tali Allah. Jadilah teriakan para Muslimah, tak
menggema, dan tak menggelorakan semangat atau darah yang bergejolak.
Sikpa Pemimpin Kaum Munafik
Ibnu Ishaq berkata, Rasulullah saw mengepung mereka
hingga mereka menyepakati ketetapan beliau. Katika Allah memberi kesempatan
Abdullah bin Ubay bin Salut untuk menemui beliau saw, ia berkata, “Wahai
Muhammad, berbuat baiklah kepada teman-temanku (mereka dahulu adalah sekutu
Khazraj).” Ibnu Ishaq berkata, “Rasulullah enggan.” Lalu, Abdullah berkata,
“Wahai Muhammad, beruat baiklah (jangan mengepung) kepada teman-temanku.”
Rasulullah menolaknya. Kemudian Abdullah memasukkan tangannya ke saku perisai
Rasulullah saw.
Rasulullah saw berkata kepadanya, “Biarkan aku
(lepaskan tanganmu).” Rasulullah saw marah hingga tampak kerut di wajah beliau.
Kemudian beliau berkata, “Celaka engkau, lepaskan tanganmu.” Abdullah berkata,
“Tidak, demi Allah, aku tidak akan melepaskannya, hingga engkau beruat baik
kepada mereka : 400 orang tak berperisai dan 300 orang berperisai,d ari
golongan merah dan hitam, mereka melindungiku, engkau akan dapatkan mereka
dalam satu hari. Sungguh, demi Alalh, aku adalah orang yang takut dengan
pengepungan,.” Kemudian Rasulullah berkata,”Mereka milikmu.” (HR Thabari).
Ibnu Hisyam berkata, “Pada saat Rasulullah
mengepung mereka, beliau menitipkan Madinah kepada Bisyir bin Abdul Mundzir.
Dan pengepungan itu berlangsung selama 15 hari.”
Pembunuhna Ka’ab bin al-Asyraf
Sebab dibunuhnya Ka’ab bin al-Asyraf dijelaskan
dalam hadits riwayat Ka’ab bin Malik r.a. Ia berkata, “Ka’ab bin al-Asyraf
adalah orang yahudi, penyair yang kerap menghina Rasulullah saw. Orang-orang
kafir Quraisy memanas-manasinya untuk menghinanya dalam syair-syairnya. Ketika
Rasulullah saw datang ke Madinah, di sana ada beberapa kelompok. Kaum
Muslimin yang terhimpung dalam dakwah
Rasulullahs aw, kaum musyrikin yagn menyembah berhala, serta yahudi pemilik
benteng dan puri-puri. Mereka adalah sekutu bagi al-Aus dan al-Khazraj. Ketika
Rasulullah saw datang ke Madinah, ingin berhubungan baik dengan mereka semua.
Seorang Muslim dapat berayahkan musyrik. Dan seorang Muslim bisa jadi
saudaranya musyrik
Ketika Rasulullah saw datang, kaum musyrikin dan
yahudi dari penduduk Madinah kerap mengintimidasi beliau dan para sahabatnya.
Kemudian Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kaum Muslimin untuk bersabar atas
hal itu dan memaafkan mereka. Tentang hal itu, Allah menurunkan firman-Nya,
“.... dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati
dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang
musyrik......” (QS. Ali ‘Imran (3) : 186).
Begitu juga ayat Allah, “Banyak di antara ahli
Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu
beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dalam diri mereka,setelah
kebenaran jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berlapangdadalah, sampai Allah
memberikan perintah-Nya ....” (QS. al-Baqarah (2) : 186).
Namun Ka’ab bin al-Asyraf enggan untuk tidak
menghina Rasulullah saw dan kaum Muslimin. Kemudian Rasulullah saw
memerintahkan Sa’ad bin Mu’adz dan beberapa orang untuk membunuhnya. Sa’ad pun
melakukannya. (HR Abu Dawud dan Turmudzi).
Nabi saw. Melepas Kepergian Mereka dan Mendoakan Mereka
Dari Jabir bin Abdullah mengatakan bahwa Rasulullah
saw berkata, “Siapa yang bersedia membunuh Ka’ab bin al-Asyraf yang telah
menghina Allah dan rasul-Nya?” Kemudian Muhammad bin Maslamah berdiri dan
berkata, “Wahai Rasulullah, maukah kau jika aku membunuhnya?” Nabi saw
mengatakan, “Ya”. Muhammad bin Maslahamh berkata, “Izinkan aku untuk mengatakan
sesuatu (untuk menipu Ka’ab).” Nabi saw berkata, “Katakanlah.” Kemudian
Muhammad bin Maslamah menemui Ka’ab dan berkata, “Orang itu (yakni Muhammad
saw) menuntut sedekah (yaitu zakat) dari kami, dan dia telah menyulitkan kami,
dan aku datang untuk meminjam sesuatu darimu.”
Pada saat itu Ka’ab berkata, “Demi Allah, Anda akan
bosan dengannya.” Muhammad bin Maslamah berkata, “Sekarang karena kami sudah
mengikutinya, kami tidak mau meninggalkannya, sampai kami melihat bagaimana
perkaranya berlanjut. Sekarang kami ingin engkau meminjamkan satu atau dua
makanan unta.”
Ka’ab mengatakan, “Ya, (saya akan meminjamkan),
tetapi kau harus menggadaikan sesuatu kepada saya.”
Muhammad bin Maslamah dan temannya berkata, “Apa
yang kau inginkan.?”
Ka’ab berkata, “Gadaikan istrimu kepadaku.”
Mereka berkata, “Bagaimana kami dapat menggadaikan
istri kami kepadamu, sedangkan engkau yang paling tampan di antara orang-orang
Arab?”
Ka’ab, “Kalau begitu gadaikan anakmu kepada saya.”
Mereka berkata, “Bagaimana kami dapat menggadaikan
anak-anak kami kepadamu?” Salah seorang dari mereka akan menghina kami, lalu
dikatakan, “Ia telah digadaikan untuk makanan unta, itu akan membuat kami
sangat malu, tetapi kami mau menggadaikan senjata kepadamu.”
Muhammad bin Maslamah dan temannya menjajinkan
Ka’ab bahwa ia akan kembali kepadanya. Ia datang ke tempat Ka’ab di malam hari
bersama Abu Na’ilah --- saudara sesusuan Ka’ab. Ka’ab mengundang mereka untuk
datang ke beteng, lalu ia pergi menemui mereka. Istrinya bertanya, “Hendak ke
mana engkau pergi malam-malam begini?” Ka’ab menjawab, “Hanya mau ke tempat
Muhammad bin Maslamah dan saudaraku, Abu Na’ilah.
Dalam riwayat lain istrinya berkata, “Aku mendengar
suara, sepertinya ia berdarah.” Ka’ab berkata, “Mereka hanya saudaraku.
Muhammad bin Maslamah, dan saudara susuanku Abu Na’ilah. Seorang pria murah
hati harus menanggapi panggilan di malam hari, bahkan jika diundang untuk
melukai (seseorang).” Jabir berkata, “Muhammad
bin Maslamah masuk bersama deua orang. Lalu, dia berkata, “Jika Ka’ab datang,
aku akan menyentuh rambutnya dan menciumnya, dan ketika kau melihat aku telah
berhasil meraih kepadalnya pukullah dia
..... lalu aku akan mencium kalian.” Lalu, Ka’ab bin al-Ashraf datang
kepada mereka dengan pakaian yang menyebarkan bau harus. Muhammad bin Maslamah
berkata, “Aku belum pernah mencium aroma yang lebih baik dariapda ini!.”
Muhammad bin Maslamah berkata kepada Ka’ab, “Apakah kau mengizinkan aku untuk
mencium kepalamu?” Ka’ab berkata, “Ya.” Muhammad menciumnya dan membuat teman-temannya
mencium baunya juga. Kemudian dia meminta izin Ka’ab lagi, “Apakah kau
mengizinkanku lagi?” Ka’ab berkata, “Ya.” Ketika Muhammad dapat menguasai Ka’ab,
ia berkata kepada temann-temannya. “Pukul dia!” Lalu, mereka membunuhnya dan
setelah itu mereka pergi menghadap Nabi saw dan memberitahunya.” (HR Bukhari).”
Sungguh sebuah sikap yang menunjukkan loyalitas dan
pembangkangan yang jelas seperti matahari di siang hari. Ia membunuh kerabatnya
diakrenakan ia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya saw.
Al-Hafizh dalam al-Fath megnatakan bahwa ketika
Muhammad bin Maslamah berkata, “Izinkan
aku untuk berkata sesuatu, Rasulullah berkata, “Katakanlah, seakan-akan ia
meminta izin untjuk perbuat sesuatu, dengannya ia memperdaya Ka’ab.” Oleh sebab
itu, Bukhari membuat judul untuk bab di mana hadits ini berada, yaitu, “Berbohong
dalam Perang.”
Dalam riwayat Ibnu Sa’ad, dikisahkan bahwa mereka
minta izin untuk mengadukannya dan menjelk-jelekan pendapatnya. Redaksinya, “Muhammad
bin maslamah berkata kepada Ka’ab, “Kedatangan orang ini bencana bagi kami. Bangsa
Arab memerangi kami, mencelakakan kami.” Ibnu Ishaq memiliki sebuah riwayat,
yang sanadnya hasan. Dari Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw berjalan
bersama mereka ke Baqi’ al-Gharqad, kemudian mengarahkan mereka dan berkata, “Pergilah
kalian dengan asma Allah, tolonglah mereka.”
Anggapan Tak Berdasar dan
Bagaimana Meluruskannya
Sebagian pemuda yang tergesa-gesa memakai kekerasan
bersenjata, memakai dalil peristiwa di atas untuk membenarkan apa yang mereka
lakukan,d an mereka tak punya alasan dalam hal ini. Sebab, perisitwa di atas
terjadi di Madinah, di mana kaum Muslimin memiliki negara dan kekuatan. Sedangkan,
para pemuda itu tidak memiliki negara dan juga kekuatan. Peristiwa di atas
terjadi dalam rangka memuliakan agama, menakut-nakuti kaum kafir, yang semuanya
itu adalah maslahat, tidak ada mafsadah (upaya yang berakibat kerusakan). Adapun
tindakan kekerasan yang terjadi di masa yang rentan seperti ini, dampak yang
terjadi justru keburukan dan kekerasan,
juga menghalalkan darah kaum Muslimin, harga diri mereka, dan harta mereka. Seseorang
yang mampu melihat akan tahu bahwa upaya tersebut tanpa maslahat yang
sebenarnya diharapkan, hanya maslahat semu. Upaya-upaya seperti ini tidak
dihalalkan oleh syariat. Orang yang mempunyai kapasitas keilmuan dan pengalaman
dengan realitas dakwah, juga tak ada yang memfatwakannya.
Sepanjang, 25 Nopember 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar