Dan membangun manusia itu, seharusnya dilakukan sebelum membangun apa pun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Dan ada sebuah pendapat yang mengatakan, bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban suatu bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu:

Hancurkan tatanan keluarga.
Hancurkan pendidikan.
Hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat dan rohaniawan.

Kamis, 01 November 2018

Sirah Rasulullah Bab. Fase Dakwah Terang-Terangan

 SIRAH  RASULULLAH
Perjalanan Hidup Manusia Mulia
Syekh Mahmud Al-Mishri
Bab : FASE DAKWAH SECARA TERANG-TERANGAN
Penerjemah : Kamaluddin Lc., Ahmad Suryana Lc., H. Imam Firdaus Lc., dan Nunuk Mas’ulah Lc.
Penerbit : Tiga Serangkai
Anggota IKAPI
Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Al-Mishri, Syekh Mahmud
Sirah Rasulullah – Perjalanan Hidup Manusia Mulia/Syekh Mahmud al-Mishri
Cetakan : I – Solo
Tinta Medina 2014

Ibnu Hisyam berkata, “Kemudian orang-orang masuk Islam secara berbondong-bondong dari kalangan pria dan wanita sampai tersebar kabar tentang Islam di Kota Makkah. Allah pun memerintahkan utusan-Nya untuk menjelaskan risalah kebenaran yang dibawanya dan emnghadapi orang-orang secara tatap muka  dan mengajak mereka dengan dakwah. Jarak antara kegiatan secara sembunyi-sembunyi dengan dakwah dan rahasia hingga Alalh memerintahkan untuk menampakkan agama-Nya adalah tiga tahun dari masa awal kenabian beliau.

Wahyu Pertama akan Perintah Dakwah secara Terang-Terangan

Wahyu pertama yang turun dalam hal ini adalah kalan Allah yang berbunyi :
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat (QS. Asy-Syu’ara’ (26) : 214).
Awal surat ini menceritakan tentang kisah Nabi Musa a.s. sejak awal kenabiannya hingga hijrahnya bersana Bani Israil, keselamtan mereka dari Fir’aun dan pengikutnya, serta tenggelamnya para pengikut Fir’aun bersamanya. Kisah ini mengandung semua fase yang dijalani oleh Nabi Musa a.s. semasa dakwahnya terhadap Fir’aun dan para pengikutnya.
Penjelasan secara detail ini tidaklah diturunkan, kecuali ketika Rasulullah saw., diperintahkan untuk mengajak kaumnya ke jalan Allah. Hal ini menjadi contoh di hadapan beliau dan para sahabatnya atas peristiwa yang akan mereka alami, seperti pendustaan dan tekanan jika mereka dakwah secara terang-terangan dan juga supaya mereka benar-benar mengerti akan keadaan mereka sejak awal dakwah.
Dari sisi yang lain, ayat ini juga mengandung penyebutan nasib orang-orang yang mendustakan para rasul, mulai dari kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad, kaun Tsamud, kaum Nabi Ibrahim, kaum Nabi Luth, da Ashabul Aikah. Demikian juga, perihal Fir’aun dan para pengikutnya. Kisah ini dimaksudkan supaya orang-orang yang melakukan pendustaan mengetahui akhir dari perbuatan mereka, balasan Allah yang akan mereka dapatkan apabila mereka terus dalam pendustaan, dan supaya orang-orang yang beriman mengetahui bahwa akhir yang bagus (surga) adalah untuk mereka, bukan untuk orang-orang yang mendustakan.

Peringatkanlah Kerabat-Kerabat Dekatmu!

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ketika turun QS. Asy-Syu’ara’ (26) :214, Rasulullah saw, keluar hingga naik ke bukit Shafa, dan beliau berteriak “Ya Sahabat!” Maka orang-orang berkata, “Siapapah ini?” Mereka pun berkumpul kepadanya. Beliau bersabda, “Apa pendapat kalian seandainya aku beri tahu kepada kalian bahwa ada kelompok kuda sedang berjalan dari puncak gunung ini, apakah kalian mempercayaiku?” Mereka menjawab, “Kami tidak pernah mendapatimu berbohong sekalipun.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku adalah pembawa peringatan bagi kalian di hadapan azab yang pedih.” Abu Lahab berkata, “ Sialan kamu, kamu tidak mengumpulkan kami, kecuali hanya untuk ini!” Kemudian Abu Lahab berdiri, dan turunlah ayat, ‘Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia.” (QS. Al-Lahab (111) : 1).
Diriwayatkan dari Aisyah r.a. dia berkata, : Rasulullah saw, berdiri menghadap orang-orang ketika turun QS. Asy-Syu’ara’ (26) : 214 kepadanya, beliau berkata, “Wahai segenap orang-orang Quraisy, tebuslah diri kalian, aku tidak dapat menolong kalian dari murka Allah. Wahai segenap keturunan Abd Manaf, tebuslah diri kalian, aku tidak dapat menolong kalian dari murka Allah. Wahai Abbas bin Abdul Muthalib, aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari murka Allah. Wahai Safiyyah bibi Rasulullah, aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari murka Allah, wahai Fatimah binti Muhammad, mintalah dariku apa pun yang kamu mau, aku tidak dapat menolongmu sedikitpun dari murka Allah.”
Teriakan yang keras ini adalah puncak dari penyampaian dakwah. Rasulullah saw, telah menjelaskan kepada kaumnya atas dakwahnya. Beliau memberikan penerangan kepada orang-orang terdekatnya bahwa mempercayai risalah ini adalah bentuk ikatan persaudaraan antara beliau dan mereka. Begitu juga, fanatik kekeluargaan yang biasa dilakukan oleh bangsa Arab telah luluh di hadapan peringatan yang datang dari Allah ini.
Pada saat itu Nabi Muhammad saw., adalah seorang yang berkedudukan tinggi di negerinya, dipercaya dan dicintai oleh bangsanya. Namun, sekarang perlawanan orang-orang bodoh dan para pembesar kaumnya serta orang-orang pertama dari kaumnya yang akan kehilangan rasa cinta mereka, yaitu keluarga terdekatnya. Akan tetapi, rasa sakit ini menjadi tidak berarti di jalan kebenaran yang telah Alalh lapangkan dada beliau dengannya. Nabi saw., pun tidak memedulikan semua itu, setiap perlawanan, setiap pengingkaran, setiap perggolakan, dan setiap kekhawatiran mereka atas adat-istiadat mereka yang bertolak belakang dengan ajaran kenabian.

Setiap dari Kalian Adalah Pemimpin dan Semuanya Bertanggun Jawab atas Bawahannya

Ada dua hal penting yang perlu direnungkan.
Pertama, sebuah kemungkinan yang dapat terjadi adalah Allah tidak memerintahkan rasul-Nya untuk memperingatkan keluarga dan orang-orang terdekatnya secara khusus. Sebab, cukup dengan keumuman perintah-Nya yang lain, yaitu kalam-Nya :
“Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (keapdamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr (15) : 94).
Dalam ayat tersebut semua anggota keluarga dan kerabat dekatnya dalam keumuman orang-orang yang beliau berikan ajakan dan peringatan. Apakah hikmah dari keistimewaan perintah memperingatkan keluarganya?
Jawabannya adalah terdapat indikasi tingkatan tanggung jawab yang berkaitan dengan setiap muslim secara umum dan para da’i secara khusus.
1. Tingkatan paling rendah dalam tanggung jawab adalah tanggung jawab seseorang atas dirinya.
2. Tingkatan di tengah adalah tanggung jawab seorang muslim atas keluarga dan orang-orang yang berada dalam perlindungannya, yakni dari kerabat-kerabatnya.
Sebagai arahan untuk menjalankan kewajiban tanggung jawab ini, Allah mengkhususkan keluarga dan kerabat dekat dengan urgensi peringatan dan ajakan, setelah memerintahkan ajakan dakwah secara umum dan perintah berdakwah secara terang-terangan. Tingkatan tanggung jawab ini kuat serta di dalam menanggung bebannya semua muslim yang memiliki keluarga dan kerabat. Tidak ada perbedaan antara dakwah seorang rasul dalam kaumnya dan dakwah seorang muslim dalam lingkup keluarganya di antara kerabatnya. Hanya saja, Rasul adalah orang pertama yang mengajak pada ajaran baru yang diturunkan oleh Allah kepadanya. Sedangkan, seorang muslim mengajak dengan ajakan rasul yang diutusnya, dia menyampaikan dari rasul dan berbicara atas namanya.
Sebagaimana seorang nabi atau rasul tidak dibolehkan berdiam diri dari perintah untuk menyampaikan apa yang diwahyukan kepadanya. Begitu juga, seorang kepala keluarga tidak boleh berdiam diri mengajak keluarganya, bahkan wajib atasnya membawa keluarga untuk mengikuti ajaran tersebut dan memaksa mereka untuk itu.
3. Tingkatan tertinggi, yaitu tanggung jawab seorang alim di kampung atau kotanya dan tanggung jawab seorang pemimpin di negara atau keoompoknya.
Kedua, termasuk hal manusiawi bahwa Rasulullah saw., memulai dakwahnya secara terang-terangan dengan memperingatkan keluarga terdekat karena Makkah adalah sebuah kota yang telah mengakar di dalamnya rasa rasialis. Jadi, memulai dakwah kepada keluarga diharapkan dapat membantu atas kemenangan, dukungan, dan perlindungan. Sebagaimana melakukan dakwah di Kota Makkah harus mempunyai efek khusus karena kota ini merupakan sentral agama yang sangat penting.memasukkannya ke dalam lingkaran Islam harus memberikan dampak yang besar terhadap kabilah-kabilah alinnya. Perlu di catat, hal ini tidak berarti bahwa risalah agama Islam di fase-fase awal penyebarannya itu terbatas kepada seuku Quraisy karena agama Islam – sebagaimana tercermin dari Al-Qur’an – menjadikan dakwah di kalangan suku Quraisy sebagai langkah pertama untuk mewujudkan risalahnya secara universal. Realitasnya, banyak dari ayat-ayat Makkiyah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an itu, “Al-Qur’an itu tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam.” (QS. At-Takwir (81) : 27).

Dimensi Efek Dakwah terhadap Masyarakat Kota Makkah

Nabi Muhammad saw, datang dengan dakwah, memutarbalikan kehidupan manusia 180 derajat, dan ajakan tersebut tidak saja menyentuh ideologi mereka, tetapi meliputi kehidupan mereka di segala aspeknya, baik politik, sosial, keuangan, maupun rumah tangga. Bukanlah hal yang biasa mereka lakukan menyalahi warisan budaya nenek moyang dan negeri mereka. Itulah sebabnya mereka harus menetang ajakan Nabi saw, dan memerangi beliau. Maksudnya agar Nabi saw, kembali mengikuti ajaran nenek moyang yang mereka agungkan dan keluar dari ajaran yang beliau sebarkan.
Akhirnya, suku Quraisy memerangi dakwah yang melibatkan akidah mereka yang salah dan menyimpang. Rasulullah saw, mengajak pada pengesaan Tuhan dan memperingatkan hari kebangkitan. Namun, mereka tidak rela dengan tuhan selain tuhan-tuhan mereka dan mereka merasa tidak rasional dengan ajaran Nabi saw, dalam memahami hari kebangkitan dan hari pembalasan.
Seandainya Nabi Muhammad saw, hanya membatasi dakwahnya dalam hal pengesaan Tuhan dan pembodohan akal mereka, niscaya itu sudah cukup untuk menjadi sebuah pembangkangan. Namun, di samping ajaran semua itu. Nabi saw, mengajak untuk beriman pada hari kebangkitan. Mereka menganggapnya suatu hal aneh dan sangat tidak rasional. Mereka berkata, “Apabila kami telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah benar kami akan dibangkitkan (kembali)?” (QS. Ash-Shaffat (37) : 16).
Mereka mengejek pemikiran itu dan perkataan mereka itu, dijadikan sebuah argumen atas kebodohan akal pembawa dakwahnya.
Suatu hari Ubay bin Khalaf mendatangi Nabi saw, dengan membawa tulang belulang yang sudah rusak. Dia berkata, “Wahai Muhammad, kamu mengatakan bahwa Allah akan membangkitkan ini.” Kemudian Ubay bin Khalaf menghancurkan tulang-tulang tadi dengan tangannya dan meniupnya ke udara dai hadapan Rasulullah saw. Kemudian Al-Qur’an membantahnya dengan kalam-Nya, “Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?” Katakanlah (Muhammad), “Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (QS. Yasin (36) :78 – 79).
Nabi Muhammad saw., tidak berhenti dengan ajakan tauhid, hari kebangkitan, dan mengharaman hal-hal yang merupakan kebahagiaan bagi jiwa mereka. Beliau saw., juga mengajak pada persamaan hak, suatu hal yang sangat aneh di masa mereka dan suatu yang tidak biasa di kalangan mereka. Sebab, selama hidupnya mereka sudah emnghabiskan umurnya dengan membangggakan garis keturunan. Nabi Muhammad saw, pun keluar kepada mereka denga membawa persamaan antara tuan dan budak serta menjadikan manusia itu adalah sama seperti gigi-gigi siri, suatu dosa besar yang tidak dapat diterima oleh suku Quraisy menurut mereka.

Tampaknya Kebenaran dan Reaksi Orang-Orang Musyrik

Suara reaksi orang-orang musyrik atas dakwah Nabi saw., masih tetap bergema di penjuru Kota Makkah, hingga turun kalam-Nya yang ebrbunyi, “Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (keapdamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr (15) : 94).
Rasulullah saw, pun megnacaukan khurafat-khurafat kemusyrikan dan tahayul-tahayulnya, kemudian menyebutkan hakikat berhala-berhala dan nilainya yang sebenarnya. Beliau juga membuat perumpamaan-perumpamaan terhadap kelemahan berhala dan menjelaskan dengan argumen-argumen terhadap anggapan orang yang menyembahnya sebagai perantara antara dia dan Allah SWT. Itu adalah sebuah kesesatan yang nyata.
Makkah pun bergejolak dengan api kemarahan dan terus berlangsung selama sepupuh tahun. Mereka menganggap bahwa orang-orang muslim adalah pendurhaka dan pemberontak. Bumi bergoncang di bawah telapak kaki mereka. Kehormatan negeri yang aman bagai darah, harta, dan kehormatan mereka kotori, bahkan mereka menjadikan tempat tinggal orang-orang muslim penuh penderitaan dan penantian terhadap kebinasaan. Selain api yang berkobar ini, mereka menciptakan peperangan dengan penghinaan. Tujuannya untuk merendahkan orang-orang muslim dan menghancurkan kekuatan batin mereka.

Detasemen Khusus Quraisy kepada Abu Thalib

Orang-orang Quraisy melihat bahwa Rasulullah saw, tidak rela dengan mengingkari mereka. Mereka juga melihat bahwa paman beliau, Abu Thalib, menyayanginya dan memihak kepada beliau sehingga tidak mau menyerahkan Rasulullah saw. Kepada mereka. Akhirnya, para pemuka Quraisy mendatangi Abu Thalib seraya berakta, “Wahai Abu Thalib! Sesungguhnya putra saudaramu telah memaki tuhan-tuhan kita, menodai agama kita, memupuskan mimpi-mimpi kita, dan menganggap sesat nenek moyang kita. Oleh karena itu, cegahlah ia agar tidak beruat seperti itu. Atau, jika tidak, kamu jangan mencampuri urusan kami dengannya. Sebab, sesungguhnya engkau sendiri sama seperti kami dan berbeda dengannya. Jadi, kami cukupkan engkau untuk mencegahnya.
Ternyata Abu Thalib menolak tawaran mereka dengan lemah lembut. Mereka pun meninggalkannya. Di sisi lain, Rasulullah saw, terus menyampaikan agama Allah. Kemudian utusan Quraisy mendatangi Abu Thalib untuk yang kedua kalinya seraya berkata, “Wahai Abu Thalib! Engkau memiliki kedudukan dan kemuliaan di mata kami. Sesungguhnya kami telah memintamu untuk melarang putra saudaramu, tetapi engkau tidak melakukannya. Kesabaran kami telah habis dan tidak tahan lagi jika nenek moyang kita dihina, mimpi-mimpi kita dipupus, tuhan-tuhan kita dicaci, kecuali engkau mencegahnya atau kami memeranginya sampai salah satu dari kami terkalahkan tanpa campur tanganmu.” Mereka pun pergi.
Sementara itu, Abu Thalib merasa berat atas perpisahan dan permusuhan dengan kaumnya. Di sisi lain, jiwanya tak rela untuk menyerahkan Rasulullah saw ke tangan mereka, apalagi memusuhi keponakannya sendiri. Ia pun memanggil Rasulullah saw, dan berkata, “Wahai putra saudaraku! Sesungguhnya kaummu telah mendatangiku. Mereka mengatakan kepadaku begini dan begitu. Oleh karena itu, putuskan atas diriku dan dirimu, jangan engkau bebani dirku dengan hal yang aku tidak mampu.”
Rasulullah pun menjawab, “Wahai Paman! Seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku seupaya aku meninggalkan dakwah ini hingga Allah menegaskannya atau hingga aku meninggal, aku tidak akan meninggalkannya.”
Rasulullah menangis bercucuran air mata. Saat beliau mau keluar, paman beliau memanggil seraya berkata, “Wahai anak pamanku! Pergilah dan sampaikan apa yang engkau suka, demi Allah! Aku tidak akan menyerahkan dirimu kepada siapa pun selamanya.”
Aqil bin Abi Thalib meriwayatkan bahwa sanya kaum Quraisy mendatangi Abu Thalib seraya berkata, “Sesungguhnya putra saudaramu telah menyakiti kami di perkumpulan dan masjid kami, cegahlah ia dari berbuat seperti itu!” Abu Tahlib menjawab, “Wahai Aqil! Pergilah, bawa Muhammad mintalah ia keluar dari rumahnya!” Beliau saw., pun pergi bersama Aqil mendatangi pamannya waktu tengah hari saat cuaca sangat panas. Saat mendatangi mereka, Abu Thalib berkata kepada Rasulullah saw,  “Sesungguhnya kaum pamanmu menuduhmu telah menyakiti mereka di perkumpulan dan masjid mereka. Jadi, berhentilah dari perbuatanmu.” Rasulullah saw, pun mengarahkan pandangannya ke langit, sambil bersabda, “Apakah kalian matahri ini?” Mereka berkata, “Ya/” Beliau melanjutkan, “Aku tak kuasa meninggalkannya dari kalian meskipun kalian menyalakan api darinya.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Demi Allah, aku tak kuasa meninggalkan sesuatu yang telah diamanahkan kepadaku meskipun salah seorang menyalakan api dari matahari ini.
 Abu Thalib pun berkata, “Demi Allah! Putra saudaraku tidak pernah bohong, pulanglah kalian dengan penuh kesadaran.”

Sikap  Mulia  Abu  Thalib  dan Kaumnya

Ibnu Ishaq melanjutkan, “Saat Quraisy mengetahui bahwa Abu Thalib telah menolak untuk melawan Nabi saw, dan agama Islam serta kesepakatannya untuk memisahkan diri dengan mereka, kaum Quraisy pun mendatanginya bersama Umarah bin Walid bin Mugirah seraya berkata, “Wahau Abu Thalib, ini adalah Umarah bin Walid. Ia pemuda paling kuat dan paling tampan di kalangan Quraisy. Ambillah darinya, jadikan ia anakmu dengan syarat serahkan putra saudaramu yang telah menyalahi agamamu dan nenek moyangmu, yang telah memecah belah jamaah kaummu dan memupus mimpi mereka. Kami akan membunuhnya. Seorang laki-laki diganti seorang laki-laki.” Abu Thalib menjawab, “Sungguh nista apa yang kalian bebankan kepadaku, apakah kalian yang memberikan anak kalian supaya aku memberinya makan dan aku memberikan anakku untuk kalian bunuh? Ini tidak akan pernah terjadi.”
Al-Muth’im bin ‘Adi bin Naufal bin Abd Manaf bin Qushai berkata, “Dmi Allah, wahai Abu Thalib. Sungguh kaummu telah berlaku adil, berjuang keras menyelesaikan hal yang engkau benci. Namun, aku heran engkau menolak tawaran mereka.” Abu Thalib menjawab, “Demi Allah, mereka tidak beruat adil. Akan tetapi, engkau sepakat untuk mengasingkanku dan demonstrasi masyarakat atasku. Beruatlah semaumu.” Setelah itu, urusan bertambah semakin panjang, genderang perang dikobarkan, masyarakat melanggar janji, dan saling memusuhi.
Ibnu Ishaq melanjutkan, ‘Kaum Quraisy melakukan sikap atas orang yang masuk Islam dan menjadi pengikut Muhammad saw. Kemudian setiap suku memburu anggota mereka yang menjadi muslim, lalu menyiksanya dan memaksa mereka keluar Islam. Allah dan Rasul-Nya bersama Abu Thalib mencegah perbuatan mereka. Abu Thalib sendiri saat melihat kaum Quraisy melakukan perbuatan tersebut terhadap Bani hasyim dan Bani Muthalib, ia memanggil mereka agar menghalangi Rasulullah  dan melawannya. Mereka pun menerima ajakan Abu Thalib untuk bersatu dan berjuang bersamanya, kecuali Abu Lahab yang meruapkan musuh Allah yang terlaknat. Abu Thalib pun memuji mereka atas sikap mereka yang kooperatif.”
Abu Thjalib bersyair :
Demi Allah. Mereka semua tidak akan dapat menjamahmu
Hingga aku terkubur berbantalkan tanah
Berterang-teranglah dengan urusanmu, tiada cela bagimu
Bergembira dan bersukalah dengan hal itu

Pendapat Walid bin Mugirah tentang AL-Qur’an

Walid bin Mugirah adalah orang yang berpengaruh di masyarakat Quraisy, mereka berkumpul bersamanya saar hari raya tiba. Walid berkata kepada mereka, “Wahai kaum Quraisy! Hari raya telah tiba, para utusan Arab akan mendatangi kalian. Mereka juga telah mendengar tentang teman kalian ini. Maka dari itu, satukan pendapat jangan saling berselisih sehingga satu sama lain saling mendustakan.” Mereka menjawab, “Engkau, wahai Abu Abdi Syams! Katakanlah pendapat yang akan kami sepakati.!” Ia berkata, Kalian yang mengatakan, aku akan mendengar.” Mereka berkata, “Kita katakan ia seorang duku.” Ia berkata, “Demi Allah, ia bukan dukun, sungguh, kita telah melihat para dukun, sedangkan Muhammad tidak seperti dukun yang mengarang syair.” Mereka berkata, “Kita katakan ia orang gila.” Ia berkata, “ Ia bukan orang gila, kita mengerti penyakit gila dan Muhammad tidak tertimpa penyakit gila, ayan, dan kesurupan.” Mereka berkata, “Kita katakan ia seorang penyair.” Ia menjawab, “Dia bukan penyair, kita telah mengertisyair dan jenis-jenisnya, yang disampaikan Muhammad bukan syair.” Mereka berkata, “Kita katakan ia adalah pesihir.” Ia berkata, “Ia bukan pesihir. Kita telah mengetahui para pesihir dan bentuk sihir mereka. Yang disampaikan Muhammad bukan sihir.” Mereka bertanya, “Lalu, apa yang harus kita katakan, wahai Abu Abdi Syams?” Ia menjawab, “Demi Allah, sesungguhnya perkataannya manis, pusatnya semurni madu, cabangnya menawan. Jika kalian mengucapkan hal seperti ini, tentunya dianggap batil. Sungguh, istilah paling sesuai adalah kita katakan bahwa ia adalah pesihir yang datang membawa sihir, yang memisahkan seseorang dari bapaknya, suami dari istrinya, seseorang dari saudaranya dan keluarganya.” Mereka pun berpisah dengan bekal informasi yang mereka sepakati, lalu duduk di jalan orang-orang saat menyambut hari raya. Tak seorang pun melewati jalan tersebut, kecuali mereka peringatkan tentang Muhammad saw., Allah akhirnya menurunkan wahyu perihal Walid bin Mugirah.
“Biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang yang Aku sendiri telah menciptakannya, dan Aku beri kekayaan yang melimpah, dan anak-anak yang selalu bersamanya, dan Aku beri kelapangan (hidup) seluas-luasnya. Kemudian dia ingin sekali agar Aku menambahkannya. Tidak bisa! Sesungguhnya dia telah menentang ayat-ayat Kami (Al-Qur’an) (QS. Al-Muddatstsir (74) : 16).
Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya Walid bin Mugirah mendatangi Nabi saw, lalu beliau membacakan Al-Qur’an. Ia puns eolah-olah terpukau tunduk kepadanya. Hal ini sampai ke telinga Abu Jahal, lalu ia mendatanginya seraya berkata, “Wahai Paman! Sesungguhnya kaummu mengumpulkan harta  untukmu.” IA berkata, “Untuk apa?” Ia menjawab, “Untuk diberikan kepadamu. Sungguh engkau telah mendatangi Muhammad untuk menawarkannya sebelumnya.” IA berkata, “Quraisy telah mengetahui bahwa aku yang paling banyak hartanya.” IA berkata, “ Kalau begitu katakanlah sesuatu untuk disampaikan kaummu bahwa engkau mengingkarinya.” Ia bertanya, “Apa yang harus aku katakan?” Demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih  tahu tentang syair, jenis-jenisnya, dan qasidahnya selain diriku, begitu juga dengan syair-syair jin. Demi Allah, semua ini tidak mampu menyerupai apa yang disampaikan Muhammad. Demi Allah, perkataannya sungguh indah, sangat baik, penuh manmfaat, banyak keberkahan di dalamnya, tiada yang meandinginya, dan mengalahkan semua yang di bawanya.” Ia berkata, “Kaummu tidak akan relah terhadapmu jika engkau mengatakan hal itu.” Ia berkata, “Cuku! Biarkan aku berpikir.” Seteleh berpikir, ia berkata, “Sesungguhnya ini adalah sihir yang mampu mempengaruhi orang lain.” Lalu, Allah menurunkan QS. Al-Muddtstsir (74) : 11 – 13).

HAL-HAL ,MENCOLOK PADA PERIODE INI
Usaha untuk menghancurkan Dakwah Rasulullah saw, dengan Berbagai Cara

Sahfiyyurrahman al-Mubarakfuri megnatakan bahwa sanya ketika Quraisy melihat Nabi Muhammad sa, terus melanjutkan dakwahnya tanpa menghiraukan tawaran-tawaran mereka. Kaum Quraisy berpikir untuk yang kedua kalinya dan memilih untuk menghancurkan dakwah beliau dengan cara-cara berikut :
1. Penghinaan, pendustaan, dan penertawaan yang dimaksudkan untuk merendahkan kaum muslimin dan menghinakan kekuatan mental mereka. Mereka melemparkan tuduhan-tuduhan palsu kepada Nabi saw., serta cacian dan makian. Bahkan, memanggil beliau dengan sebutan orang gila. Allah berfirman, “Dan mereka berkata, ‘Wahai orang yang kepadanya diturunkan Al-Qur’an, sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar orang gila.” (QS. al-Hijr (15) : 6).
Mereka menyifati beliau dengan julukan pesihir dan pendusta. Allah berfirman, “Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka, dan orang-orang kafir berkata, ‘Orang ini adalah pesihir yang banyak berdusta.” (QS. Shad (38) : 4).
Mereka adalah golongan yang diceritakan Allah dalam firman-Nya. “Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulu menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka (orang-orang yang beriman) melintas di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya, dan apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira ria. Dan apabila mereka melihat  (orang-orang mukmin), mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang sesat.” Padahal (orang-orang yang berdosa itu), mereka tidak diutus sebagai penjaga (orang-orang mukmin).” (QS. al-Muthafifin (83) : 29 – 33).
Imam Bukhari meriwayatkan bahwasanya seorang wanita pernah berkata kepada Rasulullah, “Sesungguhnya aku berharap setanmu telah meninggalkanmu, soalnya aku tidak melihatnya di dekatmu dua atau tiga malam,”
Ucapan wanita tersebut dimaksudkan untuk menghina beliau sehingga Allah menurunkan ayat, “Demi waktu dhuha (ketika matahari naik sepenggalah) dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu.” (QS. adh-Dhuha (93) : 1 – 3).
Imam Bukhari juga meriwayatkan bahwasanya Abu Jahal berdoa dalam rangka mengejak Nabi saw., “Ya Allah. Jika hal ini merupakan kebenaran dari sisi-Mu, turunkanlah hujan batu dari langit atau datangkanlah siksa yang pedih kepada kami.” Oleh sebab itu, turunlah ayat, “Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Ya Allah, Jika (Al-Qur’an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” Tetapi Allah ttidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan. Dan mengapa Allah tidak menghukum mereka padahal mereka menghalang-halangi (orang) untuk (mendatangi) Masjidil Haram dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? Orang yang berhak menguasai (nya), hanyalah orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. al-Anfal (8) : 32 – 34).
Pada permulaan penghinaan, kaum musyrikin berkata kepada Nabi saw., “Kami tidak sudi duduk bersama mereka – yang dimaksud adalah Shuhaib, Bilal, dan Khabbab – maka usirlah mereka dari sisimu.” Lalu Nabi saw., menjadikan hal itu sebagai harapan untuk keislaman mereka dan kaumnya. Allah menurunkan ayat, “Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari, mereka mengharapkan keridhaan-Nya. engkau tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka tidak tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan engkau (berhak) mengusir mereka sehingga engkau termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. al-An’am (6) : 52).
2. Metode ajaran-ajaran beliau dan melontarkan tuduhan-tuduhan palsu tentang ajaran mulia ini dan seputar kepribadian beliau. Mereka terus memperbanyak hal tersebut hingga tidak ada seorang pun yang mau mengikuti dakwah beliau. Mereka berkata tentang Al-Qur’an, “.... (Al-Qur’an) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh dia (Muhammad), dibantu oleh orang-orang lain ....” (Itu hanya) dongeng-dongeng orang-orang terdahulu, yang diminta agar dituliskan, lalu dibacakan dongeng itu kepadnya setiap pagi dan petang.” (QS. al-Furqan (25) : 4 – 5) dan mereka berkata, “ .... Sesungguhnya Al-Qur’an itu hanya diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad) .... “ (QS. an-Nahl (16) : 103). Mereka juga berkata tentang Rasulullah saw., “ ..... Mengapa Rasul (Muhammad) ini memakan makanan dan berjalan-jalan di pasar ...?” (QS. al-Furqan (25) : 7).

Dalam Al-Qur’an banyak contoh untuk menggagalkan keinginan mereka setelah diwujudkan ataupun sebelum mereka wujudkan.
1. Menyelewengkan Al-Qur’an dengan menganggapnya cerita orang-orang terdahulu, lalu membuat masyarakat sibuk dengan hal itu daripada menyibukkan diri dengan Nabi saw. Mereka menyebutkan  bahwasanya an-Nadhar bin Harits pernah berkata kepada kaum Quraisy, “Wahai kaum Quraisy! Demi Allah, sungguh telah turun kepada kalian suatu perkara yang tidak ada lagi setelahnya. Sungguh, Muhammad adalah anak yang baru dilahirkan kemarin, yang paling kalian ridhai, paling jujur perkataan, paling dapat dipercaya, hingga saat kalian melihat uban di kepalanya dan datng membawa risalahnya, lalu kalian mengatakan bahwa ia adalah seorang penyihir! Tidak, demi Allah, ia bukanlah pesihir. Kita telah mengetahui para pesihir dan peralatannya. Lalu kalian mengatakan bahwa ia adalah seorang duku! Tidak, demi Allah, ia bukanlah seorang duku. Kita telah mengetahui para dukun dan ktia telah mendengar sajak mereka. Lalu, kalian mengatakan bahwa ia adalah seorang penyair! Tidak, demi Allah, ia bukanlah penyair. Kita telah mengetahui sifat gila sehingga ia tidak gila atau pun ayan. Wahai kaum Quraisy! Lihatlah diri kalian! Sesungguhnya demi Allah, telah datang kepada kalian suatu perkara yang agung.”
An-Nadhar pergi ke Hirah dan mempelajari perkara raja-raja Persia, perkataan Rustum, dan Asfandiar. An-Nadhar sendiri saat Rasulullah saw., selesai menyampaikan ceramah dalam majelis, mengingatkan kepada Allah, dan memperingatkan tentang kemurkaan-Nya, selalu menyampaikan hal dan berkata, “Demi Allah! Muhammad tidak lebih baik dariku dalam perkataan,.” Lalu, ia bercerita tentang raja-raja Persia, Rustum, dan Asfandiar dan mengakhiri ceritanya dengan mengatakan, “Apa yang membuat Muhammad lebih baik dariku dalam perkataan?”
2. Tawaran-tawaran yang dilakukan kaum Quraisy supaya Islam dan jahiliah dapat ditemukan pada satu titik. Yaitu, dengan cara Muhammad membiarkan kaum musyrikin beribadah menurut cara mereka. Begitu juga sebaliknya. Muhammad dibiarkan beribadah menurut caranya, sebagaimana firman Allah, “Mereka menginginkan agar engkau bersikap lunak maka mereka bersikap lunak (pula).” (QS. al-Qalam (68) : 9).
Ibnu Ishaq juga meriwayatkan bahwasanya Rasulullah dihalang-halangi dan dicela – beliau sedang thawaf (mengelilingi Ka’bah) – oleh al-Aswad bin Abdul Muthalib bin Asad bin Abdul Uzza, Walid bin Mugirah, Umayah bin Khalaf, dan al-‘Ashbinas – Sahmi (orang-orang berpengaruh di kaumnya). Mereka berkata, “Wahai Muhammad! Marilah kita menyembah apa yang engkau sembah dan engkau menyembah apa yang kami sembah, kita kerjasama dalam urusan kita. Jia sesembahanmu lebih baik dariapda sesembahan kami, kami telah mengambil bagian darinya. Begitu juga, jika sesembahan kami lebih baik dari sesembahanmu, engkau telah mengambil bagianmu darinya.” Lalu, Allah menurunkan ayat, “Katakanlah (Muhammad) “Wahai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak penah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. al-Kafirun (109). 1 – 6).
Dengan demikian, Allah telah memutus tukar-menukar mereka yang menggelikan dengan pemsiahan yang tegas.

Kaum Musyrikin Minta didatangkan Bukti dan Mukjizat

Sesungguhnya, orang-orang yang batil tidak menyerah begitu saja di depan orang-orang yang benar. Ketika sebuah cara menghancurkan dakwah Islam dikibarkan, mereka ciptakan cara-cara lain terus menerus hingga bisa mengalahkan hal yang haq sehingga kebatilan dapat berembus dengan mudah.
Kaum musyrikin mulai meminta Nabi saw., agar memperlihatkan bukti atau mukjizat, maksudnya untuk membuat kacau pikiran Rasulullah saw., dan menentang beliau. Sesungguhnya mereka tidak meminta hal itu berdasarkan kecintaan terhadap petunjuk dan tuntunan.
Allah berfirman dalam beberapa ayat Al-Qur’an berikut :
“Dan tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu, dan Dia-lah Yang Mahahalus, Mahateliti.” (QS. al-An’am (6) : 109).
“Dan sekalipun Kami benar-benar menurunkan malaikat kepada mereka,d an orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) di hadapan mereka segala sesuatu (yang mereka inginkan), mereka tidak juga akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki. Tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (arti kebenaran).” (QS. al-An’am (6) : 111).
“Dan tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasan Kami), meainkan karena (tanda-tanda) itu telah didustakan oleh orang terdahulu. Dan telah Kami berikan kepada kaum tsamud unta betina (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya (unta betina itu). Dan kami tidak mengirimkan tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti.” (QS. al-Isra’ (17) 59).
“Dan mereka berkata, “Kami tidak akan percaya kepadamu (Muhammad) sebelum engkau memancarkan mata air dari bumi untuk kami, atau engkau mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu engkau alirkan di celah-celahnya sungai yang deras alirannya, atau engkau jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana engkau katakan, atau (sebelum) engkau datangkan Allah dan para malaikat berhadapan muka dengan kami, atau engkau mempunyai sebuah rumah (terbuat) dari emas, atau engkau naik ke langit. Dan kami tidak akan mempercayai kenaikanmu itu sebelum engkau turunkan kepada kami sebuah kitab untuk kami baca,” Katakanlah (Muhammad), “Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?” (QS. al-Isra’ (17) 90 – 93).

Mukjizat Terbelahnya Rembulan

Diriwayatkan bahwasanya Anas bin Malik memberi tahu kaum musyrikin bahwa penduduk Makkah pernah bertanya kepada Rasulullah saw., agar beliau memperlihatkan bukti. Lalu, beliau memperlihatkan kepada mereka terbelahnya bulan. (HR. Bukhari dan Muslim).
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bulan telah terbelah di zaman Rasulullah menjadi dua bagian. Lalu, Nabi saw., bersabda, “Saksikanlah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Abbas mengatakan bahwa kaum Quraisy berkata kepada kaum Yahudi, “Berilah kami sesuatu yang akan kami tanyakan kepada seseorang.” Lalu, mereka menjawab, “Tanyakan ia tentang roh, lalu turunlah ayat, “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Ruh, Katakanlah, Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.” (QS. al-Isra’ (17) : 85).” Mereka berkata, “Kami tidak didberi pengetahuan kecuali sedikit, kami telah diberi Taurat yang di dalamnya terdapat hukum Allah, barangsiapa yang diberi Taurat, sungguh ia telah diberi kebaikan yang banyak, lalu turunlah ayat, “Katakanlah (Muhammad). Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS. al-Kahfi (18) : 109).” (HR. Ahmad dan Hakim).
Ibnu Abbas juga mengatakan bahwa kaum Quraisy berkata kepada Nabi saw., “Bedoalah kepada Tuhanmu agar Bukit Shafa dijadikan emas dan kami akan beriman kepadamu.” Beliau menjawab, “Apakah kalian akan melakukannya?” Mereka berkata, “Ya.” Lalu beliau berdoa. Datanglah Jibril seraya berkata, “Sesungguhnya Allah memberi salam kepadamu dan berfirman, “Jika engkau mau, Bukit Shafa akan berubah menjadi emas. Siapa saja yang kafir setelahnya akan aku siksa dengan siksaan tiada tandingannya di muka bumi dan jika engkau mau, Aku buka lebar-lebar pintu tobat dan kasih sayang.” Beliau bersabda, “Hamba memilih pintu tobat dan kasih sayang.” Lalu, Allah menurunkan ayat QS. al-Isra’ (17) 59.” (HR. Ahmad dan Hakim).

MAKIN GENCARNYA PENYIKSAAN TERHADAP NABI SAW. DAN PARA SAHABAT

Dalam periode ini, kaum muslinin menghadapai bermacam-macam siksaan berat dari kaum kafir Quraisy. Berikut ini merupakan sebagian contoh penyiksaan yang menimpa Nabi saw., dan para sahabat.

Siksaan Abu Jahal terhadap Nabi, saw.

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwasanya Abu Jahal berkata, “Sesungguhnya jika aku melihat Muhammad sedang shalat di sisi Ka’bah, pasti aku akan mendatanginya hingga aku injak lehernya.” Rasulullah saw., pun bersabda, “Andaikata ia melakukannya, malaikat akan mengambilnya tapa ia sadari. Andaikata kaum Yahudi menginginkan kematian, pasti mereka mati, dan melihat tempat mereka di neraka. Dan, andaikata orang-orang yang mengutuk Rasulullah saw., keluar, pasti mereka tidak akan menjumpai harta dan keluarga mereka.” (HR. Bukhari).
Abu Hurairah mengatakan bahwa Abu Jahal berkata, “Apakah Muhammad menyembunyikan wajahnya di belakang kalian?” Dikatakan bahwa mereka menjawab, “Ya”. Abu Jahal melanjutkan, “Demi Latta dan Uzza! Sungguh jika aku melihatnya melakukan hal tersebut, aku pasti akan injak lehernya, atau aku akan benamkan wajahnya ke tanah.” Lau, ia mendatangi Rasulullah saat beliau sedang shalat dan berniat menginjak leher beliau. Yang mengherankan kaum Quraisy adalah Abu Jahal kembali berjalan ke belakang dan menjauh dari hadapan Rasulullah. Abu Hurairah melanjutkan kisahnya, “Lalu dikatakan kepada Abu Jahal, “Apa yang terjadi kepadamu?” Ia pun menjawab, “Sesungguhnya antara aku dan dia terdapat parit dari api yang menakutkan dan menyala-nyala.” Lalu Rasuluuah saw, bersabda, “Andaikata ia mendekatiku, malaikat akan menyambarnya sedikit demi sedikit.” (HR. Muslim).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Suatu ketika, Nabi saw, mendirikan shalat, lalu datanglah Abu Jahal seraya berkata, “Bukankah aku melarangmu dari perbuatan ini? Bukankah aku melarangmu dari perbuatan ini?” Nabi pun pergi, lalu Abu Jahal membentak beliau seraya berkata, “Sesungguhnya engkau mengetahui bahwa aku yang paling banyak. Lalu, Allah menurunkan ayat, “Maka biarkanlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), Kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah (penyiksa orang-orang yang berdosa).” (QS. al-‘Alaq (96) 17-18). Kemudian Ibnu Abbas melanjutkan, “Seandainya ia memanggil penolongnya, malaikat Allah akan mengambilnya.”

Siksaan Abu Lahab terhadap Nabi saw.

Seorang pengikut jahiliah yang masuk Islam, yairu Eabi’ah bin ‘Ibad ad-Daili berkata, “Aku melihat Rasulullah memandang mataku di pasar Dzul Majaz seraya bersabda, “Wahai manusia! Ucapkanlah La ilaha illallah (tiada Tuhan yang berhak disembah dengan haq, kecuali Allah), pasti kalian beruntung. Lalu, ia masuk kerumunan orang-orang yang sedang mengelilingi beliau. Maka aku tidak pernah melihat seorang pun mengatakan sesuatu, sementara beliau terus bersabda, “Wahai manusia!! Ucapkanlah LA ilaha Illallah (Tiada Tuhan yang berhak disembah dengan haq, kecuali Allah), pasti kalian beruntung. Padahal, di belakang beliau ada seorang laki-laki yang berwajah tampan berkata, ‘Ia adalah sahbi’ (orang yang suka pindah agama) dan pendusta.’ Lalu, aku bertanya, “Siapakah orang ini?” Mereka menjawab, “Muhammad bin Abdullah yang menyebut dirinya nabi.” Aku bertanya lagi, “Lalu, siapakah orang yang mendustakannya itu?” Mereka menjawab, “Ia adalah pamannya, Abu Lahab.”
Dalam riwayat lain, ia berkata, “Saat usiaku masih muda, aku pergi bersama bapakku. Aku melihat Rasulullah saw., mengikuti orang-orang dari berbagai suku. Sementara itu seorang laki-laki yang berwajah tampan dengan rambut memanjang sampai bahu berada di belakang beliau. Rasulullah menghentikan orang-orang seraya berkata, “Wahai bani Fulan! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian, aku memerintahkan kalian untuk menyembah Allah tanpa mempersekutukan-Nya dan supaya kalian membenarkanku hingga aku menyampaikan semua risalah dari Allah.”
Saat Rasulullah selesai ceramah, seseorang dari belakangnya berkata, “Wahai Bani Fulan! Sesungguhnya orang ini ingin supaya kalian meninggalkan Latta, Uzza, dan pemimpin-pemimpin kalian dari jin Bani Malik bin Aqyasy menuju apa yang dibawanya berupa bid’ah dan kesesatan. Oleh karena itu, janganlah kalian mendengarkannya dan mengikutinya.” Lalu, aku bertanya kepada bapakku, “Siapakah orang ini?” Ia menjawab, “Pamannya, Abu Lahab.” (HR. Ahmad).
Abu Lahab sendiri telah menikahkan kedua putra, Utbah dan Utaibah dengan putri Rasulullah saw, yang bernama Ruqayah dan Ummu Kaltsum sebelum mengemban tugas kenabian. Setelah mengemban tugas kenabian keduanya diperintahkan untuk menceraikan putri beliau dengan kekerasan hingga benar-benar diceraikan.
Saat Abdullah (putra kedua Rasulullah saw.) meninggal, Abu Lahab lari kegirangan memberitahu teman-temannya bahwa Muhammad tidak memiliki keturunan lagi. Lalu, Allah menurunkan ayat, “Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (Dari rahmat Allah).” (QS. al-Kautsar (108) : 3).

Istri Abu Lahab Sang Pembawa Kayu Bakar

Istri Abu Lahab – Ummu Jamil – merupakan putri Harb bin Umayyah, saudari Abu Sufyan. Ia tak jauh berbeda dengan suaminya dalam memusuhi Nabi saw. Suatu malam ia membawa duri dan meletakkannya di jalan yang dilewati Nabi saw, dan di depan pintu beliau. Ia terkenal panjang lidah, suka mengada-ada, pandai tipu muslihat, menyalakan api fitnah, hingga mengobarkan perang terhadap Nabi saw. Oleh karena itu, Allah menyifatinya dalam Al-Qur’an sebagai pembawa kayu bakar. Saat ia mendengar wahyu tentang  dirinya dan suaminya turun, ia mendatangi Nabi saw. --- waktu itu beliau sedang duduk di sisi Ka’bah ditemani Abu Bakar – dengan membawa segenggam batu di tangannya. Ketika ia sampai di depan keduanya, Allah membuatnya buta, tidak bisa melihat Rasulullah saw. Ia pun hanya bisa melihat Abu Bakar. Ia pun berkata, “Wahai Abu Bakar! Di mana temanmu? Ia telah menghinaku. Demi Allah, jika aku menemukannya, pasti aku masukkan batu ini ke mulutnya. Demi Allah, aku adalah penyair?” Ia melantunkan syair :
Dengan maksud menghinakan, kami mendurhakainya
Perintahnya kami tentang
Agamanya kami benci
Ia pun pergi. Abu Bakar berkata kepada Rasulullah saw, dengan heran, “Wahai Rasulullah! Bukankah engkau melihat dirinya melihatmu?” Beliau menjawab, “Ia tidak melihatku, Allah telah membuatnya buta dariku.” (HR. Baihaqi dan Hakim).

Kuasa Allah terhadap Putra Abu Lahab

Ibnu Asakir meriwayatkan tentang biografi Utbah bin Abu Lahab dari Muhammad bin Ishaq dari Habbar bin Aswad. Ia berkata, “Abu Lahab dan putranya pernah bersiap-siap pergi ke Syam, aku pun bersiap-siap bersama mereka. Lalu, putranya berkata, “Demi Allah, aku akan pergi menemui Muhammad dan akan menghina Tuhannya.” Ia pun mendatangi beliau dang menghina Allah. Lalu, beliau berdoa, “Ya Allah, utuslah anjing dari anjing-anjingmu kepadanya.” Lalu, ia kembali kepada bapaknya dan ditanya, “Wahai anakku! Apa yang engkau katakan kepadanya?” Ia pun menceritakan semuanya. Abu Lahab bertanya lagi, “Apa yang ia katakan kepadamu?” Ia menjawab, “Ya Allah! Utuslah anjing dari anjing-anjingmu kepadanya.” Ia pun berkata, “Wahai anakku! Demi Allah, doanya pasti terkabul.”
Habbar melanjutkan, “Kami pun melakukan perjalanan hingga Syarah (derah di Syam yang tanahnya kehitam-hitaman). Di sana kami istirahat di pertapaan seorang rahib. Ia pun berkata, “Wahai orang Arab! Apa yang membuat kalian kemari, ini daerah yang banyak singa digembalakan, sebagaimana kambing di gembalakan.” Lalu, Abu Lahab berkata kepada kami, ‘Kalian telah mengetahui halku dan usiaku yang sudah lanjut, sesungguhnya Muhammad saw, telah mendoakan anakku dengan sebuah ancaman. Demi Allah! Doanya pasti terkabul. Oleh karena itu, kumpulkan barang-barang kalian di pertapaan ini dan buatlah perlindungan untuk anakku, berjagalah di sampingnya.” Kami pun melakukan hal itu. Lalu, datanglah singa yang mengendus wajah-wajah kami. Ketika singa itu tidak mendapatkan yang diinginkan, ia melompat dan duduk di atas barng-barang kami, mengendus wajah, menerkam, dan memecahkan kepala. Lalu, Abu Lahab berkata, “Aku tahu bahwasanya doa Muhammad tidak akan meleset.”
Perhatikanlah, wahai saudaraku! Saat seseorang meludahi wajah Rasulullah, seekor singa datang, menerkam wajahnya dan memecahkan kepalanya. Singa tersebut tidak memakan dari tangan atau kaki, tetapi dari wajah, sedikit demi sedikit.

Akhir Hayat Abu Lahab

Atas kehendak Allah, Abu Lahab meninggal setelah peristiwa tersebut dalam jangka waktu yang lama --- setelah Perang Badar --- perhatikanlah, bagaimana kematiannya yang penuh pelajaran bagi yang memilkii hati.
Abu Rafi’ --- hamba sahaya Rasulullah saw. ---- meriwayatkan bahwasanya Allah melemparnya dengan kacang, lalu ia meninggal. Kedua anaknya meninggalkannya setelah kematiannya. Jenazahnya tidak dimakamkan sampai membusuk dan kaum Quraisy takut dengan kacang tersebut, sebagaimana ketakutan mereka terhadap penyakit menular hingga seorang dari mereka berkata, “Celakalah kalian! Apakah kalian tidak malu, jasad bapak kalian telah membusuk di rumahnya dan kalian belum menguburnya?” Keduanya menjawab, “Kami takut luka yang bernanah ini.” Lalu, ia berkata, “Pergilah! Aku akan membantu kalian.” Demi Allah, mereka tidak memandikannya, kecuali hanya dengan percikan air dari jarak jauh. Mereka pun membawanya ke puncak Makkah dan menyandarkannya ke tembok lalu dilempari batu.

Akhir Hayat Istri Abu Lahab

Murrah al-Hamdani mengatakan bahwa kegiatan sehari-hari Ummu Jamil adalah mengambil batang-batang tumbuhan berduri dan melemparkarnya ke jalan yang dilewati kaum muslim. Sementara itu, ia membawa ikatan kayu bakar dan istirahat di atas sebuah batu. Datanglah malaikat untuk menariknya dari belakang sehingga ia meninggal. Allah mencekik Ummu Jamil dengan talinya.
Pendapat Ibnu Katsir tentang Ummu Jamil, ia selalu membantu suaminya dalam mengingkari Nabi saw., menentang, dan mendurhakai beliau. Oleh karena itu, kelak pada hari kiamat ia akan menjadi penolong suaminya dalam merasakan pedihnya siksa Allah di neraka jahanam. Inilah yang dimaksudkan firman Allah, “Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (peneybar fitnah).” (QS. Al-Lahab (111) : 4-5), artinya ia memikul kayu bakar, lalu menemui suaminya untuk memikulnya juga sehingga pikulalnya bertambah berat. Dan ia telah siap untuk itu semua.

Siksaan Uqbah bin Abi Mu’ith terhadap Nabi saw.

Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan, “Saat Rasulullah saw sedang Shalat di sisi Ka’bah, sementara itu Abu Jahal bersama teman-temannya sedang duduk-duduk. Sehari sebelumnya seekor unta telah disembelih. Lalu, Abu Jahal berkata, “Siapakah di antara kalian yang sudai mengambil kotoran unta Bani Fulan, lalu meletakkannya di kedua pundak Muhammad saat ia sujud?”
Kemudian diutuslah Uqbah bin Abi Mu’ith. Ia pun mengambil kotoran unta tersebut dan sewaktu Rasulullah saw sedang sujud, ia meletakkannya di antara kedua pudnak beliau. Mereka pun tertawa saling melihat satu sama lain, aku sendiri hanya mampu berdiri dan melihatnya. Andaikata aku memiliki sesuatu untuk mencegahnya dari punggung Rasulullah saw.
Saat itu Rasulullah saw, terus bersujud dan tidak mengangkat kepalanya sehingga seseorang pergi memberi tahu Fatimah, putri beliau. Setelah datang, Fatimah yang saat itu masih usia belia membuang kotoran tersebut dari punggung beliau, lalu menghina perbuatan mereka. Setelah Rasulullah selesai shalat, beliau mengeraskan suara alam ebrdoa.
Dalam berdoa beliau selalu mengulang tiga kali. Doanya, “Ya Allah, siksalah kaum kafir Quraisy.” Beliau mengulanginya tiga kali. Ketika mereka mendengar doa Rasulullah saw, mereka terdiam karena takut akan doa tersebut. lalu beliau berdoa, “Ya Allah, siksalah Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Walid bin Uthbah, Umayyah bin Khalaf, dan Uqbah bin Abi Mu’ith --- beliau menyebutkan yang ke tujuh, tetapi aku tidak menghafalnya.” Kemudian demi Dzat yang mengutus Muhammad dengan Haq! Sungguh, aku melihat orang-orang yang terkena penyakit ayan dalam Perang Badar, lalu diseret ke sumur Badar. Adapun nama orang yang ketujuh disebutkan dalam riwayat Imam Bukhari, yaitu Imarah bin Walid.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwasanya ketika Rasulullah mengangkat kepalanya, beliau memuji dan mengagungkan Allah, lalu beroda, “Ya Allah! Siksalah pemuka Quraisy.”

Apakah Kalian Membunuh Orang yang Mengatakan, “Allah Tuhanku?”

Asma’ binti Abu Bakar meriwayatkan bahwasanya mereka berkata, “Alangkah dahsyatnya sikap kaum musyrikin yang berlebih lebihan terhadap Rasulullah.” Lalu, Asma’ berkata, “Kaum musyrikin duduk di masjid membicarakan  Rasulullah saw, dan pendapat beliau tentang  sembahan mereka. Tak lama kemudian, datanglah beliau. Lalu, mereka berdiri mengerumuni beliau. Tiba-tiba seseorang datang minta pertolongan Abu Bakar. Mereka pun berkata, “Tolonglah temanmu.” Lalu, ia keluar dari majelis kami dan sesungguhnya ia memiliki empat kepang rambut. Ia berkata, “Calakalah kalian! Apakah kalian akan membunuh orang yang mengatakan Allah adalah Tuhannya, padahal telah datang keterangan kepada kalian? Pergilah dari Rasulullah, hadapi Abu Bakar.” Asma melanjutkan, “Abu Bakar pun pulang tanpa menyentuh kepangan rambutnya seraya mengucapkan, “Mahasuci Engkau wahai Dzat yang memiliki kemuliaan.” (HR. Abu Ya’la).
Abdullah bin Amr bin Ash berkata, “Aku mendatangi mereka yang waktu itu para pemukanya telah berkumpul di Hijr Ismail, sampai Ka’bah. Mereka membicarakan tentang Rasulullah seraya berkata, “Kita belum pernah melihat orang seperti laki-laki ini yang memiliki mipi-mimpi kita, menghina nenek moyang kita, mencaci agama kita, memecah belah kelompok kita, dan menghina sesembahan kita. Sungguh, cukup sudah kita bersabar atas perkara besar ini.”
Abdullah melanjutkan, “Sementara mereka melakukan hal tersebut, tiba-tiba muncul Rasulullah saw, berjalan mengusap pojok Ka’bah, lalu melewati mereka untuk melakukan thawaf. Mereka pun memandangi beliau dengan maksud mengejek tiap kali beliau melewati mereka.” Abdullah berkata, “ Saat itu aku mengetahuinya dari perubahan wajah beliau. Tiap kali beliau melewati mereka dalam berthawaf, mereka melakukan hal yang sama. Sampai putaran yang ketiga, mereka masih melakukan hal yang sama. Beliau pun bersabda, “Apakah kalian mendengar, wahai kaum Quriasy Demi Dzat yang jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya, sungguh aku datang kepada kalian untuk menghancurkan kalian.” Kaum Quraisy pun mengingat-ingat kata-kata tersebut hingga tak seorang pun meerasa tenang seolah kejatuhan burung di kepala mereka, lalu pimpinan mereka berusaha menenangkannya dengan mengatakan kata-kata yang menurutnya paling tepat, ia juga berkata kepada Rasulullah\, “Pergilah wahai Abdul Qasim! Demi Allah, aku bukanlah orang yang bodoh.”
Abdullah melanjutkan, “Rasulullah saw, pun pergi. Keesokan harinya aku bersama mereka berkumpul di Hijr Ismail, sebagian mengatakan kepada sebagian yang lain, “Kalian telah menyebutkan hal yang telah kalian ketahui hingga ketika kalian diserang dengan hal kalian benci, kalian meninggalkannya.” Sementara mereka saling berbicara, Rasulullah saw, tiba-tiba datang. Mereka pun duduk mengelilingi Rasulullah seraya berkata, “ Engkau yang mengatakan begini dan begini. Hal ini mereka ungkapkan setelah Rasulullah menyampaikan kekurangan Tuhan dan agama mereka. Rasulullah saw, bersabda, “Ya, aku yang mengatakan hal itu,’ Abdullah melanjutkan, “Sungguh aku melihat seorang laki-laki dari mereka memegang erat jubah beliau. Abu Bakar  pun berdiri sambil menangis dan berkata, “Apakah kalian akan emmbunuh seseorang yang mengatakan Allah adalah Tuhanku?” Akhirnya mereka pun pergi meninggalkan beliau. Sungguh, hal itu merupakan perkara yang paling sahsyat yang dilakukan Quraisy terhadap Nabi saw.” (HR. Ahmad).

Usaha Pembunuhan terhadap Nabi saw.

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa para pemuka Wuraisy berkumpul di Hijr Ismail dekat Ka’bah. Mereka membuat perjanjian atas nama Latta, Uzza, Manat, Nailah, dan Isaf. Mereka berkata, “Jika kita melihat Muhammad kita akan menghadapinya dengan jantan. Kita tidak meninggalkannya sebelum membunuhnya.” Fatimah pun menemui Nabi saw, dalam keadaan menangis, seraya berkata, “Para Pemuka Quraisy telah sepakat untuk membunuh engkau, tiap orang dari mereka telah mengetahui tugasnya.” Lalu Nabi saw., bersabda, “Wahai Putriku! Ambilkan air Wudhu.” Beliau pun berwudhu dan masuk masjid. Saat mereka melihat beliau, mereka berkata, “Ini dia.” Mereka menundukkan pandangan hingga dagu mereka menyentuh dada dan tercengang tanpa bisa bergerak sedikit pun. Akibatnya, tak seorang pun yang mampu mendekati beliau saw. Rasulullah pun mendekati mereka dengan membawa segenggam tanah seraya berkata, “Wahai wajah yang buruk.” Beliu pun melempari mereka dengan tanah yang digenggam. Maka tidak seorang yang terkena tanah tersebut, melainkan mati di perang Badar dalam keadaan kafir.” (HR. Ahmad).

Penyiksaan Kaum Musyrikin terhadap Para Sahabat Rasulullah saw.

Jika tindakan permusuhan ini ditujukan kepada Nabi saw, yang memiliki kemuliaan di mata masyarakat, bagaimana dengan para sahabat, terlebih mereka yang lemah. Berikut ini penjabaran kisah mereka sehingga dapat diajdikan pelajaran untuk berpegang teguh dalam jalan dakwah dan teladan yang baik.

Ujian yang Menimpa Abu Bakar

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa mereka memukul Rasulullah hingga pingsan. Abu Bakar pun berteriak, “Celakalah kalian! Apakah kalian akan membunuh seseorang yang mengatakan, “Allah adalah Tuhanku!” Mereka berkata, “Siapakah orang ini?” Orang-orang berkata, “Abu Bakar yang gila.”
Al-Bazzar menambahkan dalam riwayatnya, “Mereka pun meninggalkan Rasulullah dan mendatangi Abu Bakar.”
Abu Bakar mendapatkan penyiksaan hingga ia berpikir untuk hijrah ke Habasyah, meneylamatkan agamanya. Suatu hari Abu Baar  berdiri untuk menyampaikan ceramah di Masjidil Haram. Kaum musyrikin pun memukulnya dengan keras. Di antara orang yang memukulnya adalah Utbah bin Rabi’ah yang memukul dengan sandal yang ditambal tepat di wajah hingga wajah dan hidungnya tidak bisa dibedakan. Datanglah Bani Tamim dengan ebrlari untuk menahan perbuatan kaum musyrikin terhadap Abu Bakar. Mereka pun membawa Abu Bakar ke rumahnya. Mereka tidak rela jika Abu Bakar meninggal. Mereka pun bersumpah jika Abu Bakar benar-benar meninggal, Utbah bin Rabi’ah akan dibunuh.

Ujian yang Menimpa Mus’ab bin Umair

Saat Ummu Mus’ab bin Umair mengetahui keislaman putranya tersebut, ia tidak memberinya makan dan mengusirnya dari rumah. Padahal, Mus’ab terkenal seorang hartawan yang tidak pernah kekurangan. Akibat siksaan yang ia derita, kulitnya mengelupas bagaikan ular yang berganti kulit, hingga para sahabat membantunya karena perjuangannya yang berat.

 Ujian yang Menimpa Abu Dzar

Ketika Abu Dzar al-Ghifari mendengar tentang Nabi saw., ia pergi ke Makkah dan menanyakan keberadaan beliau. Penduduk Makkah pun memukulinya hingga pingsan hampir menemui ajalnya. Lalu, Abbas menolongnya.

Penyiksaan Para Budak

 Setelah kaum Quraisy mengerhkan kekuatan dan tipu daya mereka untuk memadamkan cahaya dkawah Nabi saw, dan kembali dengan kegagalan yang berulang-ulang, mereka mengubah cara dengan menindas kaum lemah dari orang-orang yang beriman. Misalnya Bilal bin Rabah, Ammar dan Ibu bapaknya. Shuhaib ar-Rumi, Khabbab bin Arut, Ibnu Fahairah, Abu Fakiyyah, Zinnirah, Nahdiyah, dan Ummu Ubais.
Abdullah bin Mas’ud berkata , “Tujuh orang yang menampakkan keislamannya adalah Rasulullah saw., Abu Bakar, Ammar bin Yasir, Sumayyah (Ummu Yasir), Shuhaib, Bilal, dan Miqdad. Rasulullah saw., dilindungi pamannya, Abu Bakar dilindungi sukunya. Sedangkan, yang lainnya dengan mduah diambil kaum musyrikin, dipakaikan baju besi, lalu disiksa di bawah terik amtahari sehingga mereka terpaksa mengikuti kemauan kaum musyrikin, kecuali Bilal. Sesungguhnya dirinya merasa kecil dan hina di jalan Allah. Di mata kaumnya, mereka memberinya dua anak danmembawanya berkeliling ke suku-suku di Makkah sambil berakta, “Ahad ...... Ahad (Allah Maha Esa .... Allah Maha Esa).”

Bilal Terus-menerus Mengulang Perkataan, “Ahad .... Ahad”.

Bilal merupakan budak milik Umayyah bin Khalaf. Ia ,meletakkan Bilal secara terlentang di atas kerikil-kerikil di Kota Makkah. Lalu, Umayyah meletakkan batu besar di dada Bilal seraya berkata, “Demi Allah, engkau akan seperti ini terus menerus hingga mati atau engkau mengingkari Muhammad dan menyembah Latta dan Uzza, “Bilal menjawab, “Ahad .... Ahad.”

Bersabarlah, Wahai Keluarga Yasir! Sesungguhnya Balasan Kalian Adalah Surga

Ammat dan kedua orang tuanya merupakan orang-orang yang diusir ke padang pasir. Saat terik matahari memanas, mereka disiksa. Nabi saw., merelwati mereka seraya bersabda, “Bersabarlah, wahai keluarga Yasir! Balasan kalian adalah surga.” Yasir pun meninggal di bawah siksaan. Sumayyah yang berteriak tidak rela kepada Abu Jahal ditusuk dengan belatinya tepat di jantungnya sehingga ia menjadi wanita pertama yang mati syahid dalam agama Islam.
Utsman bin Affan berkata, “Rasulullah saw., memegang tanganku untuk diajak jalan-jalan di padang pasir hingga bertemu keluarga Amamr bin Yasir. Abu Ammar berkata, “Wahai Rasulullah! Apakah selamanya kami disiksa seperti ini?” Beliau bersabda, “Bersabarlah,” Dan berdoa, “Ya Allah! Ampunilah Keluarga Yasir.” (HR. Ahmad).
Dalam riwayat lain diaktakan bahwasanya Utsman bin Affan mendengar Rasulullah saw, berkata kepada keluarga Yasir, “Bersabarlah, wahai keluarga Yasir! Sesungguhnya kalian telah dijanjikan surga.” (HR. Thabrani).
Jabir meriwayatkan bahwasanya Nabi saw, melewati Ammar bin Yasir dan keluarganya yang sedang disiksa di jalan Allah. Beliau saw., bersabda, “Berbahagialah, wahai keluarga Yasir! Kalian telah dijanjikan surga.” (HR. Hakim).
Ketika hanya Ammar yang tersisa – kedua orang tuanya telah meninggal – orang-orang kafir makin kejam dengan menimpakan bermacam-macam siksaan kepadanya.
Abu Ubaidah bin Muhammad bin Ammar bin Yasir berkata, “Kaum musyrikin mengambil Ammar dan terus menyiksanya hingga Rasulullah datang menolongnya dan ia menyebut tuhan-tuhan mereka. Saat Rasulullah datang, beliau bertanya, Apa yang telah terjadi padamu?” Ia menjawab, “Keburukan yang menimpaku, wahai Rasulullah. Demi Allah, mereka terus menyiksaku hingga engkau datang menolongku dan aku terpaksa mengakui tuhan-tuhan mereka.’ Beliau bertanya lagi, “Bagaimana dengan hatimu saat mengakui tuhan-tuhan mereka?” Ia menjawab, “Tenang dengan Iman.” Beliau bersabda, “Jika mereka telah pergi, kembalilah kepada Islam.” (HR. Hakim).
Qatadah mengatakan bahwasanya ayat Allah, “ ..... kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak ebrdosa).” (QS. an-Nahl (16) : 106) turun untuk menjelaskan Ammar.

Siksaan Berat yang dialami Khabbab

Sahabat Khabbab telah disiksa dengan siksaan yang sangat berat, tetapi kesabaran dan pengorbanannya untuk membela yang hak lebih besar dan lebih agung. Kaum musyrikin melawan keimanannya dengan siksaan. Seentara itu, ia melawan siksaan tersebut dengan kesabaran dan pengorbanan.
Khabbab merupakan budak Ummu Ammar binti Siba’ al-Khuza’iyah. Kaum musyrikin menyiksanya dengan berbagai macam siksaan. Mereka memegang rambut Khabbab dan menariknya sekuat-kuatnya. Kemudian melilitkan ke lehernya dengan keras serta membentangkan tubuhnya di atas arang yang menyala dan ditimpuki dengan batu-batu panas sehingga ia tak kuasa untuk berdiri.
Mereka mengubah tiap besi yang biasa dibuat pedang menjadi rantai yang dipanaskan di atas api hingga menyala-nyala dan memanas. Lalu, mengalungkannya di tubuh Khabbab serta kedua tangan dan kakinya. Hal ini membuat Khabbab dan para sahabat mengadu kepada Rasulullah yang waktu itu beliau sedang berada di naungan Ka’bah. Mereka berkata, “Apakah engkau tidak memintakan pertolongan untuk kami? Apakah engkau tidak mendoakan kami?” Beliau menjawab, “Sungguh di antara umat sebelum kalian ada seorang laki-laki yang dibenamkan di tanah, lalu digergaji dari ujung kepala hingga tubuhnya terbelah menjadi dua, dan kulitnya di kupas dengan pisau hingga terpisah dari tulangnya. Hal itu tidak membuatnya goyah dalam mempertahankan imannya. Demi Allah, sungguh Dia akan menyempurnakan agama ini hingga seorang penegndara berjalan dari Shan’a ke Hadramaut. Ia tidak takut kecuali kepada Allah, padahal serigala mengintainya. Namun, kalian tergesa-gesa,.” (HR. Bukhari).

Seperti Inilah Mereka Diazab

Amir bin Fuhairah telah masuk Islam sebelum Rasulullah masuk rumahnya al-Arqam. Amir termasuk golongan yang lemah, ia pun mendapatkan siksaan yang sangat pedih. Namun, hal itu tidak menggoyahkan imannya. Ia pernah menggembala kambing milik Abu Bakar. Ia juga yang mengunjungi Rasulullah dan Abu Bakar selama mereka berdua bersembunyi di Gua Tsur.
Adapun Abu Fakihah yang bernama asli Abu Yasar merupakan budak Shafwan bin Umayyah bin Khalaf al-Jumahi. Ia masuk Islam bersama Bilal. Umayyah bin Khalaf menyiksanya dengan cara kaki diikat, lalu ditarik dan dibuang ke padang pasir. Ketika ju’al (sejenis serangga) lewat, Umayyah berkata, “Bukankah ini Tuhanmu?” Ia menjawab, “Allah Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan serangga ini.” Umayyah pun mencekiknya dengan keras. Ubay bin Khalaf yang menemaninya berkata, “Tambah siksanya hingga Muhammad datang menyelamatkan dengan sihirnya.” Mereka terus menyiksanya hingga ia pingsan dan mereka mengira Abu Yasar telah meninggal. Abu Yasar sadar. Abu Bakar pun membelinya dan memerdekakannya.
Para wanita yang beriman, seperti Zannirah, Ummu Ubais, Labibah, dan Nahdiyah juga mengalami nasib yang sama. Mereka disiksa dengan siksaan yang pedih oleh majikan mereka, tetapi hal itu tidak memalingkan mereka dari agama Islam. Allah pun meridhai mereka.
Orang-orang kafir telah mengembuskan kedengkian mereka terhadap Islam dan para pemeluknya dari golonga lemah karena mereka tidak memiliki pelindung. Siksaan mereka pun lebih keras dan lebih mengerikan.
Allah telah mengampuni orang-orang yang disiksa dalam hal ucapan mereka. Said bin Jubair berkata kepada Ibnu Abbas, “Apakah kaum musyrikin berlebih-lebihan dalam menyiksa sahabat Rasulullah hingga mereka diperbolehkan meninggalkan agama mereka?” Ibnu Abbas menjawab, “Ya. Demi Allah, mereka memukulnya, tanpa diberi makan dan minum hingga tidak mampu duduk seperti biasa disebabkan kerasnya pukulan yang diterimanya, hingga menuruti kemauan mereka, hingga para penyiksa tersebut berkata, “Latta dan Uzza adalah Tuhan kalian selain Allah, benar kan?” Ia terpaksa menjawab, “Ya” Hal ini dilakukan sebagai tebusan atas siksaan yang mereka terima.”
Ibnu Katsir berkata, “Dalam kondisi seperti ini. Allah menurunkan ayat, “Barangsiapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapatkan kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang besar.” (QS. an-Nahl (16) : 106).
Abu Bakar sebagai seorang saudagar membeli para budak untuk dimerdekakan – dengan mencari ridha Allah – karena ia khawatir mereka akan disiksa majikannya.

Nabi saw. Mendidik Para Sahabat tentang Kesabaran

Muhammad saw., cepat atau lambat tidak mengumpulkan para sahabat atas rampasan perang. Sesungguhnya beliau menyingkap tabir yang menghalangi pandangan dari kebenaran yang tertutup selama ini, menghilangkan penyakit dari hati sehingga mengetahui keyakinan yang sesuai dengan fitrahnya serta mengetahui jahiliah yang diharamkan. Fitrah itu yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Beliau mengikat mereka dengan nasab yang bermartabat dan tali yang kuat. Padahal, mereka sebelumnya orang-orang yang terhinakan. Beliau menyeimbangkan antara keabadian dan kerusakan. Dengan didikan beliau, mereka sadar dan mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan yang tidak kekal. Beliau juga memilihkan mereka Tuhan Yang Mahaagung, daripada berhala yang hina sehingga mereka meninggalkan berhala-berhala tersebut dan menyambah Dzat yang menciptakan langit dan bumi.
Nabi Muhammad saw., yakin telah mencapai kebaikan yang sesungguhnya. Para sahabat juga yakin pertolongan pasti menyertai mereka. Ketika disakiti, mereka mengharapkan pahala. Ketika diperangi orang kafir, mereka berpegang teguh dalam keimanan yang mereka ketahui. Perang yang terjadi antara kekufuran dan keimanan akan terlihat jelas pada suatu saat nanti. Yaitu, saat tersingkapnya para mujahid dan orang yang merugi, saat tersingkapnya orang mukmin dan kaum musyrikin.
“Dan katakanlah (Muhammad) kepada orang yang tidak beriman, “Berbuatlah menurut kedudukanmu, kami pun benar-benar akan berbuat, dan tunggulah sesungguhnya kami pun termasuk yang menunggu.” Dan milik Allah meliputi rahasia langit dan bumi dan kepada-Nya segala urusan dikembalikan. Maka sembahlah Dia dan bertakwakallah kepada-Nya. dan Tuhanmu tidak akan lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Hud (11) : 121 – 123).
Oleh karena itu, Nabi saw., berkali-kali memberitahu sahabatnya tentang nikmat sabar menghadapi siksaan kaum musyrikin atas mereka. Nasihat beliau supaya mereka bersabar dan mengharap pahala dari Allah. Rasulullah bersabda, “Surga dinaung perkara yang dibenci dan neraka dinaungi perkara yang disukai.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Beliau saw., bersabda, “Manusia yang pedih ujiannya adalah para nabi, lalu yang semisal mereka dan yang semisal mereka. Seseorang itu diuji berdasarkan agamanya. Jika agamanya kuat, ujian pun berat. Sebaliknya, jika agamanya lemah, ia diuji berdasarkan agamanya. Ujian tidak akan berhenti menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di muka tanpa memiliki kesalahan.” (HR. Ahmad Turmudzi).
Rasulullah saw., juga bersabda, “Tidaklah menimpa seorang mukmin satu kelelahan, rasa sakit, gelisah, penyakit atau kesedihan, hingga duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus kesalahannya dengan hal itu semua.” (HR. Bukhari).
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang Allah menginginkan suatu kebaikan untuknya, pasti Dia akan mengujinya.” (HR. Bukhari).
Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian mengharapkan kematian karena tertimpa kesengsasraan. Kalaupun terpaksa ia mengharapkannya, hendaknya ia berdoa, ‘Ya Allah, berilah aku kehidupan apabila kehidupan tersebut memang lebih baik bagiku, dan matikanlah aku apabila kematian tersebut memang lebih baik untukku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Anas juga meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Saat Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, Dia akan menyegarakan hukuman-Nya di dunia. sebaliknya, saat Dia menghendaki keburukan kepada hamba-Nya, Dia menahan dosanya hingga ditebus kelak pada hari kiamat.” (HR. Turmudzi).
Nabi saw., bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala bergantung pada besarnya ujian. Ketika Allah mencintai suatu kaum, Dia pasti mengujinya. Barang siapa yang ridha, ia mendapatkan ridha-Nya. Barangsiapa yang murka, ia mendapatkan murka-Nya.” (HR. Turmudzi).
Beliau juga bersabda, “Ujian akan selalu menimpa orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan dalam diri anak, dan hartanya hingga menemui Allah tanpa membawa kesalahan.” (HR. Turmudzi).
Allah mengikat hati para sahabat Rasulullah saw, dengan kata-kata tersebut yang menjadikan mereka tahan siksaan dan ujian dalam rangka menggapai keberuntungan, ampunan, kasih sayang dan surga dari sisi Allah yang menguasai alam semesta.

Hikmah Yang Mulia

Hal yang terlintas dalam pikiran seseorang ketika mengamati ksiah yang menimpa Rasulullah dan para sahabat dari ebrbagai macam siksaan adalah eprtanyaan-pertanyaan, “Apakah alasan mereka disiksa, padahal mereka dalam posisi yang benar? Mengapa Allah tidak melindungi mereka, padahal mereka adalah pejuang-pejuang Allah dan Nabi saw., berada di tengah-tengah mereka selaku mengajak ke jalan Allah dan berjuang membela agamanya?”
Jawabannya adalah, sifat pertama yang dimiliki manusia di dunia dalah mukallaf (diminta untuk bertahan dalam setiap beban yang memberatkan). Sementara itu, ajakan apda Islam dan berjuang meninggikan kalimat Allah termasuk perkara penting yang berhubungan dengan taklif (pembebanan). Taklif sendiri merupakan hal yang mutlak dieprlukan dalam beribadah kepada Allah karena ibadah akan sia-sia jika tidak ada taklif. Ibadah manusia kepada Allah merupakan hal penting dari sifat uluhiyah Allah.
Iman tak bermakna tanpa disertai ibadah kepada-Nya. jadi, ibadah memerlukan taklif yang menunut seseorang untuk bertahan terhadap kesusahan dan perjuangan melawan hawa nafsu.
Kesimpulannya, ada dua hal yang harus diwujudkan hamba Allah di dunia ini dalam rangka ibadah kepada-Nya berikut ini”
Pertama, berpegang teguh pada agama Islam dan mendirikan masyarakat islam yang benar.
Kedua, meniti jalan ebrliku untuk mewujudkannya, melintasi marabahaya, serta mengerahkan harta dan jiwa untuk mewujudkan hal tersebut.
Jika Allah menghendaki, apsti Dia menjadikan jalan meunu penegakan masyarakat Islam setelah iman kepada-Nya secara mudah tanpa rintangan. Sebaliknya, jika nafsu duniawi dikedepankan, barangkali akan bertemu seorang mukmin dan munafik atau seorang yang jujur dan pendusta sehingga salah satu tidak menghilangkan yang lain.
Andaikata manusia dibiarkan mengikrarkan keislamannya dan kecintaannya kepada Allah secara lisan saja, tidak ada bedanya orang yang jujur dan pendusta. Namun, fitnah dan ujian merupakan timbangan yang membedakan pendusta dan orang yang jujur. Mahabenar Allah yang telah berfirman, “Alin Lam Mim. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan “Kami telah beriman.” Dan mereka tidak diuji?” Dan sungguh Kami tidak menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. al-‘Ankabut (29) : 1 – 3).
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal eblum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar. “ (QS. Ali ‘Imran (3) : 142).
Ketika hal ini menjadi sunnatullah untuk hambanya, engkau tidak akan menemukan penggantinya, walau pun bersama para Nabi dan sahabat. Oleh sebab itu, Rasulullah saw., disakiti, para nabi dan Rasul sebelumnya disakiti, para sahabat disakiti hingga sebagian mereka meninggal dalam proses penyiksaan. Orang-orang pun menjadi buta meskipun memiliki kedudukan agung di sisi Allah.
Imam Ibnul Qayyim berpendapat bahwasanya yang dimaksud di atas adalah Allah ingin menunjukkan kebijaksanaan-Nya sehingga tiap diri harus diuji. Dengan ujian tersebut, akan tampak kebaikannya, akan diketahui majikan yang beruat baik dan yang jahat terhadap budaknya, dan jiwa akan menjadi bersih. Hal ini bagaikan emas yang tidak murni dan bersih dari kotoran, kecuali dengan mengujinya. Pada asalnya, jiwa itu jahil dan zalim sehingga memerlukan pembersihan. Jika tidak mampu keluar dari lingkaran kezaliman dan kejahilan tersebut, ia akan ditempatkan di neraka jahanam. Sebaliknya, jika seorang hamba telah bersih, ia diizinkan masuk surga.

Di Rumah al-Arqam

Di antara hikmah yang terkandung dalam penyisaan ini adalah Rasulullah saw., mencegah kaum muslimin mengumumkan keislaman mereka --- baik secara ucapan maupun perbuatan dan saat mengadakan pertemuan --- tetapi dilakukan secara sembunyi. Sebab, ketika berkumpul secara terang-terangan, tidak diragukan lagi kaum musyrikin akan menghalangi keinginan Nabi saw., dalam usaha pembersihan jiwa kaum muslimin serta pengarahan tentang Al_Qur’an dan Sunnah. Hal ini dimungkinkan akan menimbulkan perseteruan kedua golongan, bahkan hal itu sungguh terjadi pada tahun keempat kenabian. Saat itu, para sahabat sedang berkumpul di bukit, mereka shalat secara sembunyi-sembunyi. Namun, segolongan kaum musyrikin melihat mereka, lalu menghina dan memerangi mereka. Lalu, Sa’ad bin Abi Qaqqash memukul seseorang hingga darahnya mengalir dan darah tersebut menjadi darah pertama yang ditumpahkan dalam Islam.
Hal yang dimaklumi bahwa jika perseteruan terus berulang dan memakan waktu lama, akan menimbulkan kehancuran dan musnahnya kaum muslimin. Jadi, persembunyian adalah termasuk hikmah juga. Para sahabat secara umum menyembunyikan keislaman, ibadah, dan dakwahnya. Sedangkan, Rasulullah saw., tidak menyembunyikan dakwah dan ibadahnya di belakang kaum musyrikin. Namun, beliau berkumpul secara sembunyi-sembunyi untuk kebaikan Islam dan para pemeluknya. Rumah Arqam bin Abil Arqam al-Makhzumi terletak di Vukit Shafa yang terpencil dari mata kaum musyrikin dan perkumpulan mereka. Rumah tersebut dijadikan pusat dakwah dan tempat berkumpul dari tahun ke lima kenabian.

SIKSAAN TERHADAP PARA SAHABAT KETIKA MASUK ISLAM

Begitu dahsyatnya siksaan kaum musyrikin terhadap para sahabat, tetapi Allah tetap membukakan hati mereka untuk masuk Islam dan menjadi tentara-Nya demi mninggikan kalimat, “La ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah).

Keislaman Hamzah

Sesungguhnya daerah yang diliputi banyak awan terkadang melahirkan kilat yang menjadi penerang. Hari-hari yang diliputi kekejaman telah dilalui kaum muslimin di Makkah. Hal tersebut menyebabkan mereka mengungsi untuk mempertahankan agama sehingga tersisihlah sebagian dari mereka. Orang-orang tersebut menderita kerusakan yang disebabkan tipu daya dan kekejaman kaum musyrikin. Di saat kondisi tersebut, unsur-unsur baru bergabung dalam panji agama Islam sehingga menjadikan kaum Quraisy berpikir ulang sebelum menzaliminya.
Hamzah bin Abdul Muthalib, pama sekaligus saudara sepersusuan Nabi saw., masuk Islam. Ia merupakan laki-laki kuat bagaikan singa . pada permulaannya keislamannya sangat susah, lalu Allah melapangkan dadanya dengan cahaya keyakinan sehingga ia ebrpegang teguh pada agama Allah dan  menjadi sebuah kebanggaan bagi kaum muslimin.
Perihal kisah keislamannya, Ibnul Ishaq meriwayatkan bahwa Abu Jahal pernah ebrjalan melewati Rasulullah di sisi Bukit Shafa. Lalu ia menyakiti dan menghina beliau serta menghina agama Islam dan melemahkan dakwahnya. Meskipun demikian, beliau hanya mendiamkannya. Sementara itu, budak perempuan Abdullah bin Jud’an mendengar hal itu dari dalam rumahnya. Lalu, ia pergi ke tempat perkumpulan kaum Quraisy di sisi Ka’bah dan duduk bersama mereka. Tak lama kemudian Hamzah bin Abdul Muthalib datang dari berburu dengan menyandang busur panah di tubuhnya – ia terkenal lihai dalam berburu --- kebiasaan Hamzah. Setelah berburu, ia tidak langsung pulang ke rumah, tetapi melakukan thawaf di Baitullah. Saat melewati perkumpulan kaum Quraisy, ia selalu menyapa dan berbicara dengan mereka. Ia terkenal sebagai pemuda yang paling pemberani bagaikan singa. Saat ia melewati budak perempuan dan saat itu Rasulullah sudah kembali ke rumah, ia ebrkata kepada Hamzah, “Wahai Abu Imarah! Andaikan engkau melihat apa yang dilakukan Abul Hakam bin Hisyam terhadap putra saudaramu. Ia mejumpainya duduk di sini, lalu menghina dan menzaliminya. Setelah itu, ia hanya terdiam dan pulang.”
Hamzah marah saat Allah menghendaki kemuliaan dirinya. Ia lalu berjalan tanpa henti, bersiap meenghadapi Abu Jahal. Ketika memasuki masjid, ia melihat Abu Jahal sedang duduk bersama kaumnya. Hamzah pun menuju ke arahnya hingga ketika tepat di hadapannya, ia mengangkat busur dan memukulkannya tepat di kepala Abu Jahal hingga terluka. Lalu, Hamzah berkata, “Apakah engkau menghinanya, apdahal aku termasuk yang memeluk agamanya? Jawablah jika engkau mampu!” Orang-orang dari Bani Mahzum berdiri untuk menolongnya. Abu Jahal pun berkata, “Biarkan Abu Imarah! Demi Allah, sesungguhnya aku telah emnghina putra saudaranya dengan hinaan yang keji.” Dan sempurnalah keislaman dan ajaran Rasulullah saw., yang diikuti Hamzah. Saat ia masuk Islam, kaum Quraisy mengetahui bahwa sanya Rasulullah saw, menjadi mulia dan terlindungi oleh Hamzah sehingga kaum musyrikin mengurangi kezaliman terhadap beliau.

Keislaman Amr bin Abasah

Abu Umamah meriwayatkan bahwasanya Amr bin Abasah berkata, “Saat jahiliah, aku mengira orang-orang dalam kesesatan sebab mereka menyembah berhala. Lalu, aku mendengar seorang laki-laki di Makkah memiliki banyak informasi. Aku bergegas menemuinya. Saat itu Rasulullah sedang bersembunyi karena kaumnya murka terhadapnya. Aku pun berlaku lemah lembut hingga bertemu beliau. Aku berkata kepada beliau, “Siapakah engkau?’ Beliau menjawab, “Aku adalah seorang nabi’. Ia bertanya lagi, “Apakah yang dimaksud nabi?’ Beliau menjawab, “Dia mengutusku untuk menyambung tali silaturahmi, menghancurkan berhala, dan mengesakan Allah.’ Aku berkata kepada beliau, “Siapakah yang bersamamu atas semua ini?’ Beliau menjawab, “Orang merdeka dan hamba sahaya.’ Saat itu beliau ditemani Abu Bakar dan Bilal – aku pun berkata, “Aku pengikutmu.’ Beliau bertanya, ‘Sesungguhnya engkau tidak akan mampu saat ini, apakah engkau tidak melihat keadaanku dan orang-orang? Kembalilah kepada keluargamu. Jikia engkau emndengar kabar bahwa aku telah memang, datanglah kembali.’ Amr pun kembali kepada keluarganya. Rasulullah tiba di Madinah dan saat itu Amr di rumahnya.’
Amr pun mencari kabar tentang beliau. Lalu ebrtanya keapda orang-orang saat beliau tiba di Madinah, ‘Apakah yang dilakukan laki-laki yang datang ke Madinah?” Mereka menjawab, “Orang-orang bergegas mengikuti ajarannya. Kaumnya sendiri malah ingin membunuhnya dan mereka tidak mampu melakukannya.” Aku pun pergi ke Madinah menemui beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah! Apakah engkau menegnalku?” Beliau menjawab, “Ya, Bukankah engkau yang emenmuiku di Makkah?” Aku menjawab, “Ya. Wahai Nabi Allah. Beritahulah aku yang diajarkan Allah kepadamu. Beritahulah aku tentang shalat.” Beliau menjawab, “Shalatlah shalat subuh, lalu berhentilah shalat hingga matahari terbit sejengkal. Sesungguhnya amtahari terbit di antara dua tanduk setan. Saat itu, orang-orang kafir sujud kepadanya. Lalu, shalatlah. Sesungguhnya shalat tersebut disaksikan dan dihadiri oleh ahli ibadah hingga matahari tepat di atas suatu benda. Pada waktu tersebut, janganlah engkau shalat karena neraka jahanam bar menyala-nyala. Ketika matahari melebihi benda, shalatlah, sesungguhnya shalat tersebut disaksikan dan dihadiri hingga engkau shalat Ashar, lalu berhentilah shalat hingga matahari terbenam karena ia terbenam di antara dua tanduk setan dan orang kafir bersujud padanya.” Aku bertanya lagi, “Wahai Nabi Allah! Bagaimana dengan wudhu?” Beliau menjawab, “Tidaklah salah satu kalian yang mendekati air wudhunya, lalu berkumur dan menyerap air ke hidung, lalu membuangnya kecuali kesalahan-kesahalahn di wajah, mulut dan hidungnya berjatuhan. Tidaklah ia membasuh wajahnya sebagaimana yang diperintahkan Allah, kecuali kesalahan-kesalahan di wajahnya akan berjatuhan dari sela-sela janggutnya bersama air. Tidaklah ia membasuh kedua tangannya sampai kedua siku, kecuali kesalahan-kesalahan tangannya berjatuhan dari ujung jari-jarnya bersama air. Tidaklah ia mengusap kepalanya, kecuali kesalahan-kesalahankepalanya berjatuhan dari ujung rambut bersama air. Dan tidaklah ia membasuh kedua kakinya sehingga kedua tumit, melainkan kesalahan-kesalahan kakinya berjatuhan dari ujung jari kakinya.

Keislaman Dhamad al-Azdi

Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya Dhamad tiba di Makkah. Ia berasal dari Azid dan terkenal sebagai ahli pengobatan orang yang kemasukan jin dan gila. Ia mendengar dari orang-orang yang kurang akal dari penduduk Makkah yang mengatakan bahwasanya Muhammad gila. Ia pun berkata, “Andaikan aku melihat laki-laki ini, aku berharap dengan izin Allah, ia sembuh dengan tanganku.’ Ia pun bertemu beliau seraya berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku mengobati orang gila dan Allah menyembuhkan melalui tanganku siapa yang dikehendaki, apakah engkau mau aku smebuhkan?” Beliau pun menjawab, “Sesungguhnya segala puji milik Allah, kita memuji-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya. barangsiapa yang mendapat petunjuk, tiada seorang pun yang menyesatkannya. Barangsiapa yang disesatkan, tiada seorang pun yang memberinya petunjuk. Aku bersaksi tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang tiada sekutu bagi-Nya dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.’ Ia berkata, ‘Ulangi kata-katamu! Beliau mengulanginya tiga kali dan ia ebrkata lagi, “Sungguh aku telah mendengar ucapan seorang dukun, pesihir, dan ahli syair. Aku tidak pernah mendengar seperti kata-katamu tadi. Sungguh kata-kata itu melebihi semuanya. Ia pun memegang tangan Rasulullah dan berbai’at atas Agama Islam. Rasulullah pun bersabda. “Dan atas kaummu.’ Ia pun menirukan, ‘Dan atas kaumku.’
Ibnu Abbas melanjutkan, “Lalu Rasulullah mengutus pasukan yang melewati kaumnya. Pemimpin pasukan pun berkata kepada tenteranya, “Apakah kalian menyerang mereka?” Seorang laki-laki dari kaumnya berkata, “Aku telah mengambil  bejana.’ Lalu ia berkata, “Kembalikan bejana itu, mereka adalah kaumnya Dhamad.” (HR. Muslim).

Keislaman Abu Dzar

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwasanya saat Abi Dzar mendapatkan kabar diutusnya Nabi saw., ia berkata kepada saudaranya, “Pergilah ke lembah itu, cari tahu entang laki-laki ini yang meyakini bahwa dirinya nabi yang mendapat wahyud ari langit, dengarkan ucapannya,  lalu kembalilah!” Saudaranya pun berangkat hingga mendatangi Rasulullah dan mendengarkan sabdanya. Lalu, kembali kepada Abu Dzar seraya berkata, “Aku melihatnya memerintahkan akhlak mulia dan sabdanya bukanlah syair.” Kemudian Abu Dzar berkata, Engkau belum membuatku puas dengan jawaban itu.”
Abu Dzar sendiri menyiapkan bekal dan tempat air hingga tiba di Makkah, lalu ia masuk masjid. Ia mencari Rasulullah saw., yang belum ia kenal, tetapi ia enggan bertanya hingga ia terbaring di masjid sampai pertengahan malam. Ali melihatnya dan mengetahui bahwa yang dilihatnya adalah orang asing. Saat melihatnya, ia pun mengikutinya tanpa saling berbicara satu sama lain hingga pagi. Setelah itu, ia pergi ke masjid untuk mengisi tempat air. Hari yang ia lalui tanpa berhasil menjumpai Nabi saw. Ia kembali ke tempatnya berbaring. Saat Ali lewat di depannya, ia berkata, “Apakah tiba saatnya seseorang mengetahui rumahnya?” Ia pun pergi bersamanya tanpa berbicara satu sama lain. Hal itu berlanjut sampai hari ketiga sehingga Ali bertanya, “Apakah engkau tidak memberitahuku apa yang dapat aku bantu?” Ia menjawab, “Jika engkau mau membuat perjanjian untuk menunjukkannya, aku akan melakukannya.” Kemudian Ali memberitahukannya seraya berkata, “Sesungguhnya ia ebnar, ia adalah Rasulullah. Besok, ikutlah denganku. Jika aku melihat hal yang membahayakan, aku akan bersikap seolah memberi minum.” Kemudian ia melakukan hal tersebut hingga bertemu Nabi saw. Ia pun mendengar sabda beliau dan masuk Islam.
Nabi saw., bersabda keapdanya, “Kembalilah kepada kaummu, kabarkan kepada mereka hingga perintahku datang kepadamu.” Ia pun menjawab, “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sungguh aku akan meneriakkannya di antara mereka.”
Abu Dzar keluar hingga tiba di masjid. Kemudian ia berteriak melafalkan dua kaliamt syahadat. Kaum Quraisy pun memukulinya hingga membuatnya kesakitan. Abbas datang menolongnya sambil berkata, “Celakalah kalian! Bukankah kalian mengetahui ia berasal dari Ghifar yang menjadi jalur perdagangan kalian ke Syam?” Ia menyelamatkannya dari mereka. Keesokan harinya Abu Dzar kembali melakukan hal yang sama sehingga kaum Quraisy memukulinya. Abbas pun datang menolongnya.

Nabi saw. Mendidik Para Sahabat Akidah yang Benar

Nabi saw., telah menuangkan tauhid yang bersih dalam hati para sahabat dari awal. Beliau memberi nutrisi roh mereka dengan kecintaan iman, menyucikan jiwa mereka dengan mengajarkan Al-Qur’an dan Sunnah, mendidik mereka dengan pendidikan mendalam, mendorong jiwa mreka hingga mencapai derajat roh tertinggi, hati dan akhlak yang bersih, terbebas dari kekuasaan materi, melawan syahwat, menuju penguasa langit dan bumi, serta mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Beliau juga mengajari sabar atas siksaan, mduah memaafkan dan mengendalikan nafsu sehingga mereka makin tercerap pada agama, menjauhkan diri dari godaan syahwat, berkoban di jalan yang diridhai Allah, merindukan surga, haus akan ilmu dan pemahaman agama, instropeksi diri dan berperasaan, menguasai nafsu amarah, serta terpatri dengan kesabaran, ketenangan dan kemuliaan.
Selama periode Makkah, Al-Qur’an hanya berbicara tentang akidah, baik secara ilmiah maupun amalah. Sesekali diambil dari kisah para nabi dan ajakan mereka terhadap kaumnya pada tauhid. Sesekali melalui perdebatan secara langsung dengan kaum musyrikin dan buruknya akidah mereka. Dis amping itu, Al-Qur’an juga menggunakan cara-cara lain yang berbeda.
Hal yang telah ditetapkan untuk para nabi adalah memulai bersama kaumnya tanpa cara yang memberatkan dan penuh kesukaran. Yang telah tampak jelas pada tahap permulaan adalah kemudahan. Contohnya, memulai dakwah dengan mengumpulkan masyarakat di atas tujuan kesukuan, sosial, atau akhlak. Ketika mereka bersatu di bawah panji ini, akidah disampaikan dan mereka diminta berpegang teguh dengannya serta menolak keyakinan lainnya. Sebuah pemikiran yang tidak cerdas.
Meskipun demikian, Allah Allah yang memiliki nama-nama yang indah dan sifat yang tinggi lebih mengetahui ciptaan-Nya dan hal yang lebih berguna untuk ciptaan-Nya. Dia juga Mahalembut lagi waspada tidak menghendaki cara seperti di atas meskipun sekilas terlihat lebih mudah pada permulaannya. Allah menghendaki untuk memulai mengajak manusia beribadah hanya kepada-Nya, mengesakan-Nya, dan melepaskan semua yang disembah selain Allah. Jadi, Ketika hati dipenuhi dengan ma’rifatullah (mengenal Allah), mengesakan-Nya, dan rasa takut kepada-Nya, datanglah perintah, larangan, dan hukuman-hukuman, diri telah siap menerimanya dan tunduk untuk melaksanakannya.
Aisyah meriwayatkan bahwa surat yang pertama diturunkan adalah yang membahas tentang surga dan neraka, yaitu Surat al-Muddatstsir.
Maka apabila sangkakala ditiup maka itulah hari yang serba sulit, bagi orang-orang kafir tidak mudah. (QS. al-Muddatstsir (74) 8-10).
Dan yang Kami jadikan penjaga neraka itu hanya dari malaikat; dan Kami menentukan bilangan mereka itu hanya sebagai cobaan bagi orang-orang kafir, agar orang-orang yang diberi kitab menjadi yakin, agar orang yang beriman bertambah imannya, agar orang-orang yang diberi kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan agar orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (berhala). “Apakah yang dikehendaki Alalh dengan (bilangan) ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang Dia kehendaki dan memberi petunuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri. Dan saqar itu tidak lain hanyalah peringatan bagi manusia. (QS. al-Muddatstsir (74) : 31).
Selanjutnya, setelah orang-orang masuk agama Islam, turunlah ayat tentang halal dan haram. Andaikata yang pertama turun adalah perintah untuk tidak berzina, pasti mereka akan berkata, “Kami tidak akan meninggalkan zina selamanya.” Andaikata yang pertama turun adalah larangan minum khamar, pasti mereka berkata, “Kami tidak akan meninggalkan larangan minum khamar selamanya.”
Saat kalimat tauhid bersemi di hati, Allah menciptakan segala sesuatu dan memberi pemeluknya hal yang tak pernah terpikirkan olehnya. Pemberian-Nya lebih besar daripada apa yang diimpikan oleh hatinya. Dengan nikmat tauhid, jiwa dan perilaku menjadi suci, hati dan roh menjadi bersih tanpa memerlukan perintah, bahkan hukuman-hukuman yang diysariatkan Allah, jarang sekali muncul. Hal ini disebabkan Muraqabah (merasa diawasi Allah) terpatri dalam perasaan danharapan untuk menggapai ridha Allah dan pahala-Nya serta rasa takut dari kemurkaan dan siksa-Nya. keduanya menempati kedudukan muraqabah (merasa diawasi Allah). Hanya di abwah naungan Islam, peradaban manusia, baik dalam hal aturan, perilaku, maupun berkehidupan akan tearngkat hingga puncak yang tiada tanding sebelumnya dan sesudahnya.
Uraian di atas mengandung bantahan terhadap orang-orang yang tergesa-gesa dalam mendirikan negeri Islam sebelum kukuhnya akidah dalam hati dan bersihnya dari lingkaran kesyirikan dengan segala jenisnya. Hal ini disebabkan tidak ada nilainya abgi aturan Islam yang berdiri, padahal manusia yang melaksanakannya belum siap setelah menerimanya dan belum besih dari endapan-endapan jahiliah. Akidah harus kukuh dalam hati para pendakwah terlebih dahulu, kemudian baru mengajak manusia padanya, baik secara ilmiah maupun amaliah, bukan sekadar akidah teoritis tanpa pengawasan di hati dan di alam nyata. Tidak diragukan lagi bahwa perkara ini memerlukan waktu lama, usaha tanpa henti, perlawanan terhadap kebatilan dan pemeluknya hingga diri siap menolong agama Allah pada waktu yang dipilihkan oleh Allah.
Keistimewaan akidah Islam adalah ia merupakan akidah yang subur dan positif. Saat ia tertancap kukuh di hati, berubah menjadi nyala api gerakan, jihad, dan perngorbanan. Inilah yang muncul bagi orang yang memperhatikan dakwah para nabi. Mereka mengajarkan akidah, tuntutan-tuntutannya, mengajak kepadanya, sabar di atas penderitaan dalam menempuhnya, serta berkorban dengan harta dan jiwa dalam rangka mewujudkannya.

OrangOrang Musyrik Menawarkan Harta, Wanita, dan Jabatan kepada Nabi saw. Tetapi Beliau Tidak Menerimanya

Kaum musyrikin berusaha menindas kaum muslimin dengan siksaan, hinaan dan celaan agar bisa mengembalikan mereka pada agama semula. Akan tetapai, kaum muslimin justru makin bertambah iman dan keyakinannya. Cara-cara tersebut ternyata tidak berahsil. Mereka pun berusaha memakai cara lain – dengan bahasa kontemporer cara yang lebih diplomatis --- yaitu mengiming-iming Rasulullah saw., dengan beberapa hal agar beliau tidak melanjutkan dakwahnya atau setidaknya beliau menarik kembali beberapa hal yang diserukan. Di antara beberapa tawaran itu adalah mereka mengirim Utbah bin Rabi’ah untuk mengiming-iming Rasulullah dengan sesuatu yang dianggapnya solusi atas masalah yang ada.
Dari Jabir bin Abdullah mengatakan bahwa kaum Quraisy berkumpul membicarakan Nabi saw. Mereka berkata, “Lihatlah, siapa di antara kalian yang paling mengetahui tentang sihir, perdukunan, dan syair. Kemudian hendaknya dia mendatangi laki-laki yang telah mencerai-beraikan kelompok kita, mencela urusan kita, menghina agama kita, lalu bericara kepadanya, dan melihat apa reaksinya.” Mereka berkata, “Setahu kami Utbah bin Rabi’ah, orang yang paling tepat untuk itu.” Mereka berkata, “Ya, wahai Abu Walid (Utbah).” Utbah pun mendatangi Rasulullah dan berkata, “Wahai Muhammad, apakah engkau lebih baik daripada Abdullah (Ayahnya)?” Nabi saw., diam. Utbah melanjutkan, “Jika engkau menganggap bahwa mereka lebih baik darimu, mereka menyembah tuhan-tuhan yang kau hina. Jika engkau menganggap dirimu lebih baik dariapda mereka, bicaralah kami akan mendengarkanmu. Demi Allah, tidaklah aku melihat seorang anak yang dicintai, tetapi tidak menghargai kaumnya, selain engkau. Engkau telah memecah-belah kelompok kami, kau hina urusan kami, kau cela agama kami, dan engkau membuat reputasi kami hancur di antara bangsa Arab. Hingga tersiar kabar kepada mereka bahwa di kabilah Quraisy ada seorang penyihir, di kabilah Quraisy ada seorang dukun. Apa yang dinanti saat ini hanyalah seperti teriakan wanita yang akan melahirkan, yaitu ketika sebagian dari kita menghunuskan pedangnya ke sebagian yang lain sampai kita semua binasa.”
Wahai Muhammad, jika engkau membutuhkan sesuatu, kami kumpulkan harta-harta kami untukmu, hingga engkau menjadi pria Quraisy yang terkaya. Jika engkau ingin menikah, pilihlah siapa pun dari perempuan-perempuan Quraisy, lalu kami nikahkan engkau dengan sepuluh perempuan sekaligus.”
Dalam riwayat lain, Utbah berkata kepada Nabi saw., “Jika dengan dakwah ini engkau menginginkan harta, kami kumpulkan segenap harta kami hingga engkau menjadi yang terkaya di antara kami. Jika engkau menginginkan kemuliaan, kami jadikan engkau pemimpin kami. Kami tidak akan memutuskan sesuatu, kecuali denganmu. Jika engkau menginginkan kekuasaan, kami jadikan engkau penguasa kami. Jika sesuatu yang datang padamu ini penyakit dan engkau tak kuasa menepisnya dari dirimu, kami carikan obatnya untukmu sampai engakau sembuh, sekalipun harta kami akan habis.”
Rasulullah saw, berkata, “Engkau sudah selesai?” Utbah berkata, “Ya.” Lalu, Rasulullah saw., membacakan, “Ha Mim (Al-Qur’an ini) diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Kitab yang ayat-ayatnya dijelaskan, bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya) serta tidak mendengarkan. Dan mereka berkata, “Hati kami sudah tertutup dari apa yang engkau seru kami kepadanya dan telinga kami sduah tersumbat, dan di antara kami dan engkau ada dinding, karena itu lakukanlah (sesuai kehendakmu), sesungguhnya kami akan melakukan (sesuatu kehendak kami).” Katakanlah (Muhammad), “Aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kami adalah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu tetaplah kamu (beribadah) kepada-Nya dan mohonlah ampunan kepada-Nya. dan celakalah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka ingkar terhadap kehidupan akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapatkan pahala yang tidak ada putus-putusnya.” Katakanlah, “Pantaskah kamu ingkar kepada Tuhan yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan pula sekutu-sekutu bagi-Nya? Itulah Tuhan seluruh alam.” Dan Dia ciptakan padanya gunung-gunung yang kukuh di atasnya. Dan kemudian Dia berkahi, dan Dia tentukan makanan-makanan (bagi penghuni)nya dalam empat masa, memadai untuk (memenuhi kebutuhan) mereka yang memerlukannya. Kemudian Dia menuju ke langit dan (langit) itu masih berupa asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada bumi. “Datanglah kamu ebrdua menurut perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa.” Keduanya menjawab, “Kami datang dengan patuh.” Lalu diciptakan-Nya tujuh langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia mewahyukan urusan masing-masing. Kemudian langit yang dekat (dengan bumi), Kami hias dengan bintang-bintang, dan (Kami ciptakan itu), untuk memelihara. Demikianlah ketentuan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling maka katakanlah, “Aku telah memperingatkan kamu akan (bencana) petir seperti petir yang menimpa kaum ‘Ad dan kaum Tsamud.” (QS. Fushshilat (41) : 1 – 3).
Utbah berkata, “Cukup, adakah selain itu>” Rasulullah menjawab, “Tidak.”
Utbah kembali kepada kaumnya dan disambut dengan pertanyaan, “Apa yang terjadi?”
Ia berkata, “Semua yang kalian bicarakan telah kubicarakan kepadanya, tidak ada yang tertinggal!”
Mereka bertanya, “Apakah ia membalasmu>”
“Ya.” Jawab Utbah.
“Demi Dia yang meneguhkan Ka’bah, aku tidak memahami apa pun selain perkataannya, “Aku telah memperingatkan kamu akan (bencana) petir seperti petir yang menimpa kaum “Ad dan kaum Tsamud.” Lanjut Utbah.
“Bagaimana bisa, ia berbicara kepada dengan bahasa Arab, tetapi engkau tidak mengerti perkataannya.” Sanggah kaumnya.
“Tidak, demi Allah, aku tidak memahami apa pun selain peringatan akan petir itu.” Jawab Utbah (HR Abu Ya’la dan Hakim).

Nabi saw. Memberi Sahabatnya Kabar Gembira akan Pertolongan Allah dan Peneguhan Agama-Nya

Nabi saw., berseri mengabarkan kepada para sahabatnya tentang pertolongan Allah ‘Azza wa Jalla, yang membangkitkan kepercayaan dan keyakinan di hati mereka. Kabarnya adalah alam seluruhnya akan tunduk pada agama Allah dan panji “La ilaha illallah” akan tegak setinggi-tingginya. Padaal, saat itu sahabtnya adalah orang-orang lemah yang disiksa di tengah teriknya sahara Makkah. Hingga ketika Khabbab datang kepada Rasulullah untuk mengadukan siksaan yang ia hadapi, Nabi saw., bersabda, “Demi Allah, akan menyempurnakan urusan (dakwah) ini hingga seorang musafir yang berkendara dari Shana’a ke Hadramaut tidak ada yang ia takuti, kecuali Allah dan (tidak pula takut akan ancaman) serigala atas dombanya. Akan tetapi, kalian adalah kaum yang tergesa-gesa (tidak sabar atas bencana yang menimpa).” Meskipun siksaan mendera, Nabi saw senantiasa meneguhkan hati para sahabatnya dengan berbagai kabar gembira yang agung itu. Al-Qur’an sendiri turun pada hari-hari sulit untuk mengabarkan berita gembira akan kemenangan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya Kami akan menolong rasul-rasul Kami danorang-orang yang beriman dalam kehidupan di dunia dan pada hari tampilnya para saksi (Hari Kiamat).” (QS. al-Mu’min (40) : 51).
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menginfakkan harta mereka untuk menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan (terus) menginfakkan harta itu, kemudian mereka akan menyesal sendiri, dan akhirnya mereka akan dikalahkan. Ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu akan dikumpulkan, agar Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu, sebagiannya di atas yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahanam. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. al-Anfal (8) “ 36 – 37).
 Allah SWT tidak akan menyerahkan para kekasih-Nya kepada musuh-musuhnya, jika musuh-musuhnya unggul dalam satu masa, itu semua atas kehendak Allah. Akan tetapi, kesudahan yang baik hanya bagi mereka yang teguh pada iman dan tauhid.
Allah SWT berfirman, “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik membencinya.” (QS. ash-Shaf (61) : 9).
Menurut Syekh al-Albani rahimahullah,”Ayat yang mulia ini mengabarkan bahwa masa depan itu milik Islam dengan dominasinya, keunggulannya, dan hukumnya atas semua agama. Sebagian orang menganggap bahwa saat itu telah terjadi pada masa Nabi saw, Khulafaul Rasyidin, dan penguasa-penguasa yang shahih. Pendapat ini tidak tepat sebab yang telah terealisasi pada masa lampau hanyalah bagian dari janji yang benar itu. Sebagaimana Rasulullah telah mengisyaratkan hal itu dalam sabdanya, “Malam dan siang tidak akan pergi hingga Latta dan Uzza disembah.’ Mendengar hal itu Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah mengira bahwa ketika Allah SWT menurunkan QS. ash-Shaf (61) : 9 maka (penyembahan terhadap Latta dan Uzza) itu berlalu.” Rasulullah saw, pun bersabda, “Hal itu akan terjadi dengan kehendak Allah.” (HR Muslim dan Hakim).
Ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang pencapaian kemenangan Islam dan sejauhmana peneybarannya – yang tidak diragukan validasinya – bahwa masa depan ada pada Islam, dengan izin Allah dan taufiq-Nya. semoga menjadi pemicu semangat bagi mereka yang bekerja untuk Islam dan sanggahan bagi mereka yang pesimis dan berputus asa.
Pertama, sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya Allah memperlihatkan kepadaku bumi, hingga aku dapat melihat sisi timur dan baratnya, dan sesungguhnya umatku akan menguasainya sebagaimana telah diperlihatkan kepadaku.” (HR Muslim, Turmudzi, dan Abu Dawud).
Kedua, sabda Nabi saw, “Sungguh seruan ini akan mencapai (kesempurnaannya) sebagaimana siang dan malam, Allah tidak akan meninggalkan satu rumah pun yang terbuat dari tanah liat ataupun bulu binatang, melainkan Dia telah memasukkan agama ini ke dalamnya, dengan kemuliaan seorang yang mulia, atau dengan kehinaan orang yang terhina, sebuah kemuliaan dengannya Allah, meninggikan Islam, dan kehinaan dengannya Allah mencampakkan kekufuran.” (HR Ahmad dan Hakim).
Ketiga, Dari Abu Qubail berkata, “Kamis edang berada di majelis Abdullah bin Amru bin Ash. Beliau ditanya di antara kedua kota yang akan ditaklukkan terlebih dahulu. Kostantinopel atau Rumiyah? Kemudian Abdullah meminta untuk diamilkan sebuah kotak yang bertali miliknya, lalu ia mengeluarkan sebuah kitab dan berkata, “Ketika kami mengelilingi Rasulullah saw, sambil menulis, Rasulullah ditanya tentang mana di antara Kostantinopel atau Rumiyah yang akan ditaklukkan terlebih dahulu?” Rasulullah bersabda, “Kota Heraklius akan ditaklukkan lebih dulu,’ yaitu Kostantinopel.” (HR. Ahmad, ad-Darimy, dan Hakim).
Menurut al-Albani, Rumiyah adalah Kota Roma sebagaimana yang tertera dalam Ensiklopedia Negara Dunia, yaitu Ibukota Italia saat ini. Telah diketahui bahwa penaklukkan Konstantinopel telah terjadi pada masa Muhammad Fatih al-Utsmany. Hal itu terjadi lebih dari 800 tahuns etelah sabda Nabi saw. Adapun penaklukkan kedua (Roma) akan terjadi dengan izi Allah dan pasti akan terwujud, pasti akan diketahui pada saatnya nanti. Tak diragukan pula bahwa realsiasi penaklukkan kedua mengharuskan kembalinya kepemimpinan yang diberi petunjuk (al-khilafah ar-rasyidah) pada umat Islam. Itulah yang dikabarkan oleh Rasulullah dalam haditsnya.
Keempat, “Periode kenabian ada atas kehendak Allah, kemudian Allah mengahpusnya pada saat Dia menghendakinya, kemudian kepemimpinan yang didasari manhaj kenabian datang atas kehendak Allah. Allah pun menghapusnya pada saat Allah menghendakinya. Kemudian penguasa zalim menggantikannya atas kehendak Allah pun menghapusnya pada saat Allah menghendakinya. Kemudian ada penguasa yang diktator atas kehendak Allah, Allah pun menghapusnya pada saat Dia menghendakinya. Kemudian kepemimpinan yang berdasarkan manhaj kenabian,” lalu beliau saw, terdiam. (HR Ahmad).
Meskipun keadaan gelap gulita yagn menaungi umat saat ini, demi Allah kami optimis dan yakin adanya pertolongan Allah yang merupakan janji-Nya dan janji Rasul-Nya bahwa kemenangan milik agama ini. Kita yang saat ini sedang berada di dalam kegelapan itu hanya waktu sesaat ketika Allah membedakan antara baik dan buruk, di zaman ketika fitnah berpencar, pastilah saat itu harus ada ujian dan cobaan.
Bergembiralah, wahai para pemuda! Bangkitlah dengan pertolongan Allah! Meskipun pertolongan datang jika Allah menghendaki, kita tetap haru menjadi hamba-hamba Allah yang berhak atas pertolongan-Nya.

Perubahan Harus Bermula dari Sebuah Kaidah

Jika ada yang mengira bahwa perubahan harus dimulai dari puncak piramida, itu salah. Perubahan justru harus bermula dari sebuah kaidah. Hal itu terjadi pada proses pendidikan generasi yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta dicintai Allah dan Rasul-Nya.
Kita harus tahu bahwa umat ini tidak mungkin menjadi kuat, kecuali dengan mengikutai agama dan mengagungkan perintah Allah. Lalu, bagaimana caranya? Dengan revolusi militer, operasi bom bunuh diri, dan berbagai kegaduhan lainnya, apakah Islam dan kaum muslimin dapat dikautkan posisinya? Mereka yagn mengkaji proses dakwah Nabi saw, dan para Nabi sebelumnya meyakini bahwa cara-cara tersebut bukan metode dakwah para nabi. Cara-cara tersebut juga bertentangan dengan hukum Islam dan alam.
Ada keharusan tersebarnya dakwah ini dan memperbaiki hati dan fisik manusia dengan tauhid dan ketaatan pada syariah. Rasulullah sendiri tetap teguh menetap di Makkah selama 13 tahun dengan menyeru pada tauhid dan mendidik para sahabatnya dengan menghidupkan malam dan berbagai ibadah lainnya. Bersama para sahabatnya Beliau saw, menanggung berbagai macam siksaan dan cercaan. Ketika kaum Anshar bersumpah setia pada Bao’at Aqabah kedua, mereka berkata, “Jika engkau menghendaki, kami datang penduduk lembah (Makkah) ini dan kami bunuh mereka sekaligus.” Rasuluuah saw, menjawab, “Aku belum diperintahkan untuk itu.” Kemudian turun ayat, “Tidakkah engaku memperhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, “Tahanlah tanganmu (dari berperang), laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat ....!” (QS. an-Nisa’ (4) : 77).
Apakah mereka yang memakai cara-cara tersebut lebih membuat perubahan agama daripada pemimpin orang-orang terdahulu dan terakhir?”
Bagaimana Nabi saw, ketika berdakwah secara terang-terangan? Lalu, bagaimana kondisi para sahabat yang mulia? Bagaimana Nabi mendidik para sahabatnya? Bagaimana Nabi menyiapkan asas-asas demi mendirikan negara yang ber-Islam di Madinah?
Semua itu perlu dipelajari oleh apra pemuda muslim yang tulus agar supaya mereka tidak sia-sia dan urusan mereka tidak lenyap begitu saja, tanpa adanya maslahah syar’iyyah (kebaikan yang didasari syariah).

Orang yang Pertama Melantunkan Al-Qur’an dengan Suara Keras

Dari Yahya bin Urwah bin az-Zubair dari ayahnya berkata, “Orang yang pertama-kali melantunkan Al-Qur’an dengan suara keras --- setelah Rasulullah saw. --- di Makkah adalah Abdullah bin Mas’ud r.a.”
Urwah berkata, “Suatu hari apra sahabat Rasulullah saw. Berkumpul. Mereka berkata, “Demi Allah, kaum Quraisy belum pernah mendengar Al-Qur’an dilantunkan dengan keras sebelumnya, siapa laki-laki ayng melakukannya?” Abdullah bin Mas’ud berkata, “Aku.’ Mereka melanjutkan, “Kami mengkhawatirkanmu, kami menginginkana da seorang kerabat yang melindungi dari kaum Quraisy ketika mereka ingin mencelakakannya. ‘Abdullah menajwab, “Biarkan aku (terus membaca Al-Qur’an dengan suara keras), Allah-lah yagn akan melindungiku.” Ibnu Mas’ud pun pergi, ketika ia sampai di maqam  (Ibrahim) pada waktu Dhuha, sedangkan kaum Quraisy sedang berada di perkumpulan mereka, ia berdiri di maqam dan membaca, “Dengan  Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. (Allah) Yang Maha Pengasih, Yang telah mengajarkan Al-Qur’an.” (QS. ar-Rahman (55) : 1 – 2 ).
Ibnu Mas’ud terus membacanya dan kaum Quraisy mendengar dengan saksama, lalu mereka berkata, “Apa yang diaktakan anak Ummu Abd (yakni Ibnu Mas’ud)?”
“Ia sedang membaca apa yagn dibawa oleh Muhammad.” Jawab seseorang dari mereka.
Mereka pun bangkit menghampiri Ibnu Mas’ud dan memukul wajahnya, tetapi Ibnu Mas’ud tetap melanjutkan bacaannya sampai pada apa yang dikehendaki Allah. Ia kembali kepada para sahabatnya dan mereka melihat bekas tamparan di eajahnya. Mereka berkata, “Ini yang kami khawatirkan terhadapmu.”
“bagiku berurusan dengan para musuh Allah tidak semudah saat ini. Kalau kalian menginginkan, aku akan melakukannya kembali esok/” Kata Ibnu Mas’ud.”
“Tidak, cukup sudah, engkau telah memperdengarkan kepada mereka apa yang mereka benci.” Kata para sahabatnya. )Sanadnya shahih dan berkesinambungan. Al-Qurtuby dalam tafsirnya mencantumkan hadits, dari Urwah bin Zubair (7/147) dan Thabrani meriwayatkannya di Tarikh-nya (2/334 – 335).

Perlakuan Nabi saw. Dan Para Sahabatnya terhadap Berhala-Berhala Kaum Musyrik

Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah berkata, “Aku sedang pergi bersama Usamah bin Zaid ke berhala-berhala Quraisy yang berada di sekeliling Ka’bah. Kami membawa kotoran dan mengambilnya dengan tangan kami, lalu kami membalurkannya pada berhala-berhala itu. Mereka berteriak, “Siapa yang melakukan ini pada tuhan-tuhan kami?” Kemudian mereka berdatangan ke sana dan membasuhnya dengan susu da air.”
Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah berkata, “Aku bersama Rasulullah saw, mendatangi Ka’bah. Rasulullah berkata kepadaku, “Duduklah, lalu beliau menaiki pundakku. Ketika aku ingin berdiri, beliau merasa aku tidak kuat mengangkatnya. Beliau pun turun dan duduk untukku, lalu berkata, “Naiklah ke atas pundakku.’ Beliau berdiri dan aku di atas pundaknya. Saat itu aku berkhayal jika aku mau, aku dapat mencapai ufuk langit. Akhirnya, aku menaiki Ka’bah dan di atasnya terdapat berhala kuning atau tembaga. Aku berusaha merengkuh sisi kanan dan kirinya, depan dan belakangnya, hingga aku dapat menguasainya. Rasulullah ebrkata keapdaku, ‘Lempar ....’ Aku pun meleparnya dan berhala itu pecah berkeping-keping seperti kaca. Aku turun. Bersama Rasulullah saw aku lari dan bersembunyi di balik rumah-rumah penduduk, khawatir ada seseorang yang melihat perbuatan kami.”
Dalam riwayat lain, “Dulu di atas Ka;bah ada berhala, aku menggendong Rasulullah, tetapi aku tidak kuat, lalu beliau menggendongku dan aku dapat memotong berhala itu. Jika aku mau, aku dapat meraih langit.”
Al-Bazzar menambahkan setelah kata, “Kami bersembunyi di antara rumah-rumah.” Sejak itu tidak pernah diletakkan berhala lagi di atas Ka’bah. (HR Ahmad, Abu Ya’la, a;-Bazzar, dan semua perawainya terpecaya (tsiqat).
Usamah bin Zaid r.a. berkata, “Aku masuk Ka’bah bersama Rasulullah saw. Beliau melihat ada gambar-gambar di sana. Lalu, beliau berkata kepadaku, “Carikan aku air.” Lalu, aku membawa seember air. Kemudian beliau membasahi baju dengannya dan memukul-mukulkannya ke gambar-gambar itu, seraya berkata, “Allah membinasakan kaum-kaum yang menggambar apa yang tak mereka ciptakan.”

Kota Sepanjang, 01 -  11-  2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar