Perjalanan Hidup Manusia Mulia
Syekh Mahmud Al-Mishri
Bab : FASE DAKWAH SECARA TERANG-TERANGAN
Penerjemah : Kamaluddin Lc.,
Ahmad Suryana Lc., H. Imam Firdaus Lc., dan Nunuk Mas’ulah Lc.
Penerbit : Tiga Serangkai
Anggota IKAPI
Perpustakaan Nasional Katalog
Dalam Terbitan (KDT)
Al-Mishri, Syekh Mahmud
Sirah Rasulullah – Perjalanan
Hidup Manusia Mulia/Syekh Mahmud al-Mishri
Cetakan : I – Solo
Tinta Medina 2014
Ibnu Hisyam
berkata, “Kemudian orang-orang masuk Islam secara berbondong-bondong dari
kalangan pria dan wanita sampai tersebar kabar tentang Islam di Kota Makkah.
Allah pun memerintahkan utusan-Nya untuk menjelaskan risalah kebenaran yang
dibawanya dan emnghadapi orang-orang secara tatap muka dan mengajak mereka dengan dakwah. Jarak
antara kegiatan secara sembunyi-sembunyi dengan dakwah dan rahasia hingga Alalh
memerintahkan untuk menampakkan agama-Nya adalah tiga tahun dari masa awal
kenabian beliau.
Wahyu Pertama akan Perintah Dakwah secara
Terang-Terangan
Wahyu pertama
yang turun dalam hal ini adalah kalan Allah yang berbunyi :
“Dan berilah
peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat (QS. Asy-Syu’ara’
(26) : 214).
Awal surat ini
menceritakan tentang kisah Nabi Musa a.s. sejak awal kenabiannya hingga
hijrahnya bersana Bani Israil, keselamtan mereka dari Fir’aun dan pengikutnya,
serta tenggelamnya para pengikut Fir’aun bersamanya. Kisah ini mengandung semua
fase yang dijalani oleh Nabi Musa a.s. semasa dakwahnya terhadap Fir’aun dan
para pengikutnya.
Penjelasan secara
detail ini tidaklah diturunkan, kecuali ketika Rasulullah saw., diperintahkan
untuk mengajak kaumnya ke jalan Allah. Hal ini menjadi contoh di hadapan beliau
dan para sahabatnya atas peristiwa yang akan mereka alami, seperti pendustaan
dan tekanan jika mereka dakwah secara terang-terangan dan juga supaya mereka
benar-benar mengerti akan keadaan mereka sejak awal dakwah.
Dari sisi yang lain, ayat ini juga mengandung
penyebutan nasib orang-orang yang mendustakan para rasul, mulai dari kaum Nabi
Nuh, kaum ‘Ad, kaun Tsamud, kaum Nabi Ibrahim, kaum Nabi Luth, da Ashabul
Aikah. Demikian juga, perihal Fir’aun dan para pengikutnya. Kisah ini
dimaksudkan supaya orang-orang yang melakukan pendustaan mengetahui akhir dari
perbuatan mereka, balasan Allah yang akan mereka dapatkan apabila mereka terus
dalam pendustaan, dan supaya orang-orang yang beriman mengetahui bahwa akhir
yang bagus (surga) adalah untuk mereka, bukan untuk orang-orang yang
mendustakan.
Peringatkanlah Kerabat-Kerabat Dekatmu!
Diriwayatkan dari
Ibnu Abbas r.a. bahwa ketika turun QS. Asy-Syu’ara’ (26) :214, Rasulullah saw,
keluar hingga naik ke bukit Shafa, dan beliau berteriak “Ya Sahabat!” Maka
orang-orang berkata, “Siapapah ini?” Mereka pun berkumpul kepadanya. Beliau
bersabda, “Apa pendapat kalian seandainya aku beri tahu kepada kalian bahwa ada
kelompok kuda sedang berjalan dari puncak gunung ini, apakah kalian
mempercayaiku?” Mereka menjawab, “Kami tidak pernah mendapatimu berbohong
sekalipun.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku adalah pembawa peringatan bagi
kalian di hadapan azab yang pedih.” Abu Lahab berkata, “ Sialan kamu, kamu
tidak mengumpulkan kami, kecuali hanya untuk ini!” Kemudian Abu Lahab berdiri,
dan turunlah ayat, ‘Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa
dia.” (QS. Al-Lahab (111) : 1).
Diriwayatkan dari
Aisyah r.a. dia berkata, : Rasulullah saw, berdiri menghadap orang-orang ketika
turun QS. Asy-Syu’ara’ (26) : 214 kepadanya, beliau berkata, “Wahai segenap
orang-orang Quraisy, tebuslah diri kalian, aku tidak dapat menolong kalian dari
murka Allah. Wahai segenap keturunan Abd Manaf, tebuslah diri kalian, aku tidak
dapat menolong kalian dari murka Allah. Wahai Abbas bin Abdul Muthalib, aku
tidak dapat menolongmu sedikit pun dari murka Allah. Wahai Safiyyah bibi
Rasulullah, aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari murka Allah, wahai
Fatimah binti Muhammad, mintalah dariku apa pun yang kamu mau, aku tidak dapat
menolongmu sedikitpun dari murka Allah.”
Teriakan yang
keras ini adalah puncak dari penyampaian dakwah. Rasulullah saw, telah
menjelaskan kepada kaumnya atas dakwahnya. Beliau memberikan penerangan kepada
orang-orang terdekatnya bahwa mempercayai risalah ini adalah bentuk ikatan
persaudaraan antara beliau dan mereka. Begitu juga, fanatik kekeluargaan yang
biasa dilakukan oleh bangsa Arab telah luluh di hadapan peringatan yang datang
dari Allah ini.
Pada saat itu
Nabi Muhammad saw., adalah seorang yang berkedudukan tinggi di negerinya,
dipercaya dan dicintai oleh bangsanya. Namun, sekarang perlawanan orang-orang
bodoh dan para pembesar kaumnya serta orang-orang pertama dari kaumnya yang
akan kehilangan rasa cinta mereka, yaitu keluarga terdekatnya. Akan tetapi,
rasa sakit ini menjadi tidak berarti di jalan kebenaran yang telah Alalh
lapangkan dada beliau dengannya. Nabi saw., pun tidak memedulikan semua itu,
setiap perlawanan, setiap pengingkaran, setiap perggolakan, dan setiap kekhawatiran
mereka atas adat-istiadat mereka yang bertolak belakang dengan ajaran kenabian.
Setiap dari Kalian Adalah Pemimpin dan
Semuanya Bertanggun Jawab atas Bawahannya
Ada dua hal
penting yang perlu direnungkan.
Pertama, sebuah kemungkinan yang dapat terjadi adalah Allah tidak
memerintahkan rasul-Nya untuk memperingatkan keluarga dan orang-orang
terdekatnya secara khusus. Sebab, cukup dengan keumuman perintah-Nya yang lain,
yaitu kalam-Nya :
“Maka
sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(keapdamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr (15) : 94).
Dalam ayat
tersebut semua anggota keluarga dan kerabat dekatnya dalam keumuman orang-orang
yang beliau berikan ajakan dan peringatan. Apakah hikmah dari keistimewaan
perintah memperingatkan keluarganya?
Jawabannya adalah
terdapat indikasi tingkatan tanggung jawab yang berkaitan dengan setiap muslim
secara umum dan para da’i secara khusus.
1. Tingkatan
paling rendah dalam tanggung jawab adalah tanggung jawab seseorang atas
dirinya.
2. Tingkatan di
tengah adalah tanggung jawab seorang muslim atas keluarga dan orang-orang yang
berada dalam perlindungannya, yakni dari kerabat-kerabatnya.
Sebagai arahan
untuk menjalankan kewajiban tanggung jawab ini, Allah mengkhususkan keluarga
dan kerabat dekat dengan urgensi peringatan dan ajakan, setelah memerintahkan
ajakan dakwah secara umum dan perintah berdakwah secara terang-terangan.
Tingkatan tanggung jawab ini kuat serta di dalam menanggung bebannya semua
muslim yang memiliki keluarga dan kerabat. Tidak ada perbedaan antara dakwah
seorang rasul dalam kaumnya dan dakwah seorang muslim dalam lingkup keluarganya
di antara kerabatnya. Hanya saja, Rasul adalah orang pertama yang mengajak pada
ajaran baru yang diturunkan oleh Allah kepadanya. Sedangkan, seorang muslim
mengajak dengan ajakan rasul yang diutusnya, dia menyampaikan dari rasul dan
berbicara atas namanya.
Sebagaimana
seorang nabi atau rasul tidak dibolehkan berdiam diri dari perintah untuk
menyampaikan apa yang diwahyukan kepadanya. Begitu juga, seorang kepala
keluarga tidak boleh berdiam diri mengajak keluarganya, bahkan wajib atasnya
membawa keluarga untuk mengikuti ajaran tersebut dan memaksa mereka untuk itu.
3. Tingkatan
tertinggi, yaitu tanggung jawab seorang alim di kampung atau kotanya dan
tanggung jawab seorang pemimpin di negara atau keoompoknya.
Kedua, termasuk hal
manusiawi bahwa Rasulullah saw., memulai dakwahnya secara terang-terangan
dengan memperingatkan keluarga terdekat karena Makkah adalah sebuah kota yang
telah mengakar di dalamnya rasa rasialis. Jadi, memulai dakwah kepada keluarga
diharapkan dapat membantu atas kemenangan, dukungan, dan perlindungan.
Sebagaimana melakukan dakwah di Kota Makkah harus mempunyai efek khusus karena
kota ini merupakan sentral agama yang sangat penting.memasukkannya ke dalam
lingkaran Islam harus memberikan dampak yang besar terhadap kabilah-kabilah
alinnya. Perlu di catat, hal ini tidak berarti bahwa risalah agama Islam di
fase-fase awal penyebarannya itu terbatas kepada seuku Quraisy karena agama
Islam – sebagaimana tercermin dari Al-Qur’an – menjadikan dakwah di kalangan
suku Quraisy sebagai langkah pertama untuk mewujudkan risalahnya secara
universal. Realitasnya, banyak dari ayat-ayat Makkiyah yang mengatakan bahwa
Al-Qur’an itu, “Al-Qur’an itu tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam.”
(QS. At-Takwir (81) : 27).
Dimensi Efek Dakwah terhadap Masyarakat Kota
Makkah
Nabi Muhammad
saw, datang dengan dakwah, memutarbalikan kehidupan manusia 180 derajat, dan
ajakan tersebut tidak saja menyentuh ideologi mereka, tetapi meliputi kehidupan
mereka di segala aspeknya, baik politik, sosial, keuangan, maupun rumah tangga.
Bukanlah hal yang biasa mereka lakukan menyalahi warisan budaya nenek moyang
dan negeri mereka. Itulah sebabnya mereka harus menetang ajakan Nabi saw, dan
memerangi beliau. Maksudnya agar Nabi saw, kembali mengikuti ajaran nenek
moyang yang mereka agungkan dan keluar dari ajaran yang beliau sebarkan.
Akhirnya, suku
Quraisy memerangi dakwah yang melibatkan akidah mereka yang salah dan
menyimpang. Rasulullah saw, mengajak pada pengesaan Tuhan dan memperingatkan
hari kebangkitan. Namun, mereka tidak rela dengan tuhan selain tuhan-tuhan
mereka dan mereka merasa tidak rasional dengan ajaran Nabi saw, dalam memahami
hari kebangkitan dan hari pembalasan.
Seandainya Nabi
Muhammad saw, hanya membatasi dakwahnya dalam hal pengesaan Tuhan dan
pembodohan akal mereka, niscaya itu sudah cukup untuk menjadi sebuah
pembangkangan. Namun, di samping ajaran semua itu. Nabi saw, mengajak untuk
beriman pada hari kebangkitan. Mereka menganggapnya suatu hal aneh dan sangat
tidak rasional. Mereka berkata, “Apabila kami telah mati dan telah menjadi
tanah dan tulang belulang, apakah benar kami akan dibangkitkan (kembali)?” (QS.
Ash-Shaffat (37) : 16).
Mereka mengejek
pemikiran itu dan perkataan mereka itu, dijadikan sebuah argumen atas kebodohan
akal pembawa dakwahnya.
Suatu hari Ubay
bin Khalaf mendatangi Nabi saw, dengan membawa tulang belulang yang sudah
rusak. Dia berkata, “Wahai Muhammad, kamu mengatakan bahwa Allah akan
membangkitkan ini.” Kemudian Ubay bin Khalaf menghancurkan tulang-tulang tadi
dengan tangannya dan meniupnya ke udara dai hadapan Rasulullah saw. Kemudian
Al-Qur’an membantahnya dengan kalam-Nya, “Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami
dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan
tulang-belulang, yang telah hancur luluh?” Katakanlah (Muhammad), “Yang akan
menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha
Mengetahui tentang segala makhluk.” (QS. Yasin (36) :78 – 79).
Nabi Muhammad
saw., tidak berhenti dengan ajakan tauhid, hari kebangkitan, dan mengharaman
hal-hal yang merupakan kebahagiaan bagi jiwa mereka. Beliau saw., juga mengajak
pada persamaan hak, suatu hal yang sangat aneh di masa mereka dan suatu yang
tidak biasa di kalangan mereka. Sebab, selama hidupnya mereka sudah
emnghabiskan umurnya dengan membangggakan garis keturunan. Nabi Muhammad saw,
pun keluar kepada mereka denga membawa persamaan antara tuan dan budak serta
menjadikan manusia itu adalah sama seperti gigi-gigi siri, suatu dosa besar
yang tidak dapat diterima oleh suku Quraisy menurut mereka.
Tampaknya Kebenaran dan Reaksi Orang-Orang
Musyrik
Suara reaksi
orang-orang musyrik atas dakwah Nabi saw., masih tetap bergema di penjuru Kota
Makkah, hingga turun kalam-Nya yang ebrbunyi, “Maka sampaikanlah (Muhammad)
secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (keapdamu) dan
berpalinglah dari orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr (15) : 94).
Rasulullah saw,
pun megnacaukan khurafat-khurafat kemusyrikan dan tahayul-tahayulnya, kemudian
menyebutkan hakikat berhala-berhala dan nilainya yang sebenarnya. Beliau juga
membuat perumpamaan-perumpamaan terhadap kelemahan berhala dan menjelaskan
dengan argumen-argumen terhadap anggapan orang yang menyembahnya sebagai
perantara antara dia dan Allah SWT. Itu adalah sebuah kesesatan yang nyata.
Makkah pun
bergejolak dengan api kemarahan dan terus berlangsung selama sepupuh tahun.
Mereka menganggap bahwa orang-orang muslim adalah pendurhaka dan pemberontak.
Bumi bergoncang di bawah telapak kaki mereka. Kehormatan negeri yang aman bagai
darah, harta, dan kehormatan mereka kotori, bahkan mereka menjadikan tempat
tinggal orang-orang muslim penuh penderitaan dan penantian terhadap kebinasaan.
Selain api yang berkobar ini, mereka menciptakan peperangan dengan penghinaan.
Tujuannya untuk merendahkan orang-orang muslim dan menghancurkan kekuatan batin
mereka.
Detasemen Khusus Quraisy kepada Abu Thalib
Orang-orang Quraisy
melihat bahwa Rasulullah saw, tidak rela dengan mengingkari mereka. Mereka juga
melihat bahwa paman beliau, Abu Thalib, menyayanginya dan memihak kepada beliau
sehingga tidak mau menyerahkan Rasulullah saw. Kepada mereka. Akhirnya, para
pemuka Quraisy mendatangi Abu Thalib seraya berakta, “Wahai Abu Thalib!
Sesungguhnya putra saudaramu telah memaki tuhan-tuhan kita, menodai agama kita,
memupuskan mimpi-mimpi kita, dan menganggap sesat nenek moyang kita. Oleh
karena itu, cegahlah ia agar tidak beruat seperti itu. Atau, jika tidak, kamu
jangan mencampuri urusan kami dengannya. Sebab, sesungguhnya engkau sendiri
sama seperti kami dan berbeda dengannya. Jadi, kami cukupkan engkau untuk
mencegahnya.
Ternyata Abu
Thalib menolak tawaran mereka dengan lemah lembut. Mereka pun meninggalkannya.
Di sisi lain, Rasulullah saw, terus menyampaikan agama Allah. Kemudian utusan
Quraisy mendatangi Abu Thalib untuk yang kedua kalinya seraya berkata, “Wahai
Abu Thalib! Engkau memiliki kedudukan dan kemuliaan di mata kami. Sesungguhnya
kami telah memintamu untuk melarang putra saudaramu, tetapi engkau tidak
melakukannya. Kesabaran kami telah habis dan tidak tahan lagi jika nenek moyang
kita dihina, mimpi-mimpi kita dipupus, tuhan-tuhan kita dicaci, kecuali engkau
mencegahnya atau kami memeranginya sampai salah satu dari kami terkalahkan
tanpa campur tanganmu.” Mereka pun pergi.
Sementara itu,
Abu Thalib merasa berat atas perpisahan dan permusuhan dengan kaumnya. Di sisi
lain, jiwanya tak rela untuk menyerahkan Rasulullah saw ke tangan mereka,
apalagi memusuhi keponakannya sendiri. Ia pun memanggil Rasulullah saw, dan
berkata, “Wahai putra saudaraku! Sesungguhnya kaummu telah mendatangiku. Mereka
mengatakan kepadaku begini dan begitu. Oleh karena itu, putuskan atas diriku dan
dirimu, jangan engkau bebani dirku dengan hal yang aku tidak mampu.”
Rasulullah pun
menjawab, “Wahai Paman! Seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku
dan rembulan di tangan kiriku seupaya aku meninggalkan dakwah ini hingga Allah
menegaskannya atau hingga aku meninggal, aku tidak akan meninggalkannya.”
Rasulullah
menangis bercucuran air mata. Saat beliau mau keluar, paman beliau memanggil
seraya berkata, “Wahai anak pamanku! Pergilah dan sampaikan apa yang engkau
suka, demi Allah! Aku tidak akan menyerahkan dirimu kepada siapa pun
selamanya.”
Aqil bin Abi
Thalib meriwayatkan bahwa sanya kaum Quraisy mendatangi Abu Thalib seraya
berkata, “Sesungguhnya putra saudaramu telah menyakiti kami di perkumpulan dan
masjid kami, cegahlah ia dari berbuat seperti itu!” Abu Tahlib menjawab, “Wahai
Aqil! Pergilah, bawa Muhammad mintalah ia keluar dari rumahnya!” Beliau saw.,
pun pergi bersama Aqil mendatangi pamannya waktu tengah hari saat cuaca sangat
panas. Saat mendatangi mereka, Abu Thalib berkata kepada Rasulullah saw, “Sesungguhnya kaum pamanmu menuduhmu telah
menyakiti mereka di perkumpulan dan masjid mereka. Jadi, berhentilah dari
perbuatanmu.” Rasulullah saw, pun mengarahkan pandangannya ke langit, sambil
bersabda, “Apakah kalian matahri ini?” Mereka berkata, “Ya/” Beliau
melanjutkan, “Aku tak kuasa meninggalkannya dari kalian meskipun kalian
menyalakan api darinya.”
Dalam riwayat
lain disebutkan, “Demi Allah, aku tak kuasa meninggalkan sesuatu yang telah
diamanahkan kepadaku meskipun salah seorang menyalakan api dari matahari ini.
Abu Thalib pun berkata, “Demi Allah! Putra saudaraku tidak pernah bohong, pulanglah kalian dengan penuh kesadaran.”
Abu Thalib pun berkata, “Demi Allah! Putra saudaraku tidak pernah bohong, pulanglah kalian dengan penuh kesadaran.”
Sikap
Mulia Abu Thalib
dan Kaumnya
Ibnu Ishaq
melanjutkan, “Saat Quraisy mengetahui bahwa Abu Thalib telah menolak untuk
melawan Nabi saw, dan agama Islam serta kesepakatannya untuk memisahkan diri
dengan mereka, kaum Quraisy pun mendatanginya bersama Umarah bin Walid bin
Mugirah seraya berkata, “Wahau Abu Thalib, ini adalah Umarah bin Walid. Ia
pemuda paling kuat dan paling tampan di kalangan Quraisy. Ambillah darinya,
jadikan ia anakmu dengan syarat serahkan putra saudaramu yang telah menyalahi
agamamu dan nenek moyangmu, yang telah memecah belah jamaah kaummu dan memupus
mimpi mereka. Kami akan membunuhnya. Seorang laki-laki diganti seorang
laki-laki.” Abu Thalib menjawab, “Sungguh nista apa yang kalian bebankan
kepadaku, apakah kalian yang memberikan anak kalian supaya aku memberinya makan
dan aku memberikan anakku untuk kalian bunuh? Ini tidak akan pernah terjadi.”
Al-Muth’im bin
‘Adi bin Naufal bin Abd Manaf bin Qushai berkata, “Dmi Allah, wahai Abu Thalib.
Sungguh kaummu telah berlaku adil, berjuang keras menyelesaikan hal yang engkau
benci. Namun, aku heran engkau menolak tawaran mereka.” Abu Thalib menjawab,
“Demi Allah, mereka tidak beruat adil. Akan tetapi, engkau sepakat untuk
mengasingkanku dan demonstrasi masyarakat atasku. Beruatlah semaumu.” Setelah
itu, urusan bertambah semakin panjang, genderang perang dikobarkan, masyarakat
melanggar janji, dan saling memusuhi.
Ibnu Ishaq
melanjutkan, ‘Kaum Quraisy melakukan sikap atas orang yang masuk Islam dan
menjadi pengikut Muhammad saw. Kemudian setiap suku memburu anggota mereka yang
menjadi muslim, lalu menyiksanya dan memaksa mereka keluar Islam. Allah dan
Rasul-Nya bersama Abu Thalib mencegah perbuatan mereka. Abu Thalib sendiri saat
melihat kaum Quraisy melakukan perbuatan tersebut terhadap Bani hasyim dan Bani
Muthalib, ia memanggil mereka agar menghalangi Rasulullah dan melawannya. Mereka pun menerima ajakan
Abu Thalib untuk bersatu dan berjuang bersamanya, kecuali Abu Lahab yang
meruapkan musuh Allah yang terlaknat. Abu Thalib pun memuji mereka atas sikap
mereka yang kooperatif.”
Abu Thjalib
bersyair :
Demi Allah. Mereka semua tidak akan
dapat menjamahmu
Hingga aku terkubur berbantalkan
tanah
Berterang-teranglah dengan urusanmu,
tiada cela bagimu
Bergembira dan bersukalah dengan hal
itu
Pendapat Walid bin Mugirah tentang
AL-Qur’an
Walid bin Mugirah
adalah orang yang berpengaruh di masyarakat Quraisy, mereka berkumpul
bersamanya saar hari raya tiba. Walid berkata kepada mereka, “Wahai kaum
Quraisy! Hari raya telah tiba, para utusan Arab akan mendatangi kalian. Mereka
juga telah mendengar tentang teman kalian ini. Maka dari itu, satukan pendapat
jangan saling berselisih sehingga satu sama lain saling mendustakan.” Mereka
menjawab, “Engkau, wahai Abu Abdi Syams! Katakanlah pendapat yang akan kami sepakati.!”
Ia berkata, Kalian yang mengatakan, aku akan mendengar.” Mereka berkata, “Kita
katakan ia seorang duku.” Ia berkata, “Demi Allah, ia bukan dukun, sungguh,
kita telah melihat para dukun, sedangkan Muhammad tidak seperti dukun yang
mengarang syair.” Mereka berkata, “Kita katakan ia orang gila.” Ia berkata, “
Ia bukan orang gila, kita mengerti penyakit gila dan Muhammad tidak tertimpa
penyakit gila, ayan, dan kesurupan.” Mereka berkata, “Kita katakan ia seorang
penyair.” Ia menjawab, “Dia bukan penyair, kita telah mengertisyair dan
jenis-jenisnya, yang disampaikan Muhammad bukan syair.” Mereka berkata, “Kita
katakan ia adalah pesihir.” Ia berkata, “Ia bukan pesihir. Kita telah
mengetahui para pesihir dan bentuk sihir mereka. Yang disampaikan Muhammad
bukan sihir.” Mereka bertanya, “Lalu, apa yang harus kita katakan, wahai Abu
Abdi Syams?” Ia menjawab, “Demi Allah, sesungguhnya perkataannya manis,
pusatnya semurni madu, cabangnya menawan. Jika kalian mengucapkan hal seperti
ini, tentunya dianggap batil. Sungguh, istilah paling sesuai adalah kita
katakan bahwa ia adalah pesihir yang datang membawa sihir, yang memisahkan
seseorang dari bapaknya, suami dari istrinya, seseorang dari saudaranya dan
keluarganya.” Mereka pun berpisah dengan bekal informasi yang mereka sepakati,
lalu duduk di jalan orang-orang saat menyambut hari raya. Tak seorang pun
melewati jalan tersebut, kecuali mereka peringatkan tentang Muhammad saw.,
Allah akhirnya menurunkan wahyu perihal Walid bin Mugirah.
“Biarkanlah Aku
(yang bertindak) terhadap orang yang Aku sendiri telah menciptakannya, dan Aku
beri kekayaan yang melimpah, dan anak-anak yang selalu bersamanya, dan Aku beri
kelapangan (hidup) seluas-luasnya. Kemudian dia ingin sekali agar Aku
menambahkannya. Tidak bisa! Sesungguhnya dia telah menentang ayat-ayat Kami
(Al-Qur’an) (QS. Al-Muddatstsir (74) : 16).
Ikrimah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya Walid bin Mugirah mendatangi Nabi saw,
lalu beliau membacakan Al-Qur’an. Ia puns eolah-olah terpukau tunduk kepadanya.
Hal ini sampai ke telinga Abu Jahal, lalu ia mendatanginya seraya berkata,
“Wahai Paman! Sesungguhnya kaummu mengumpulkan harta untukmu.” IA berkata, “Untuk apa?” Ia
menjawab, “Untuk diberikan kepadamu. Sungguh engkau telah mendatangi Muhammad
untuk menawarkannya sebelumnya.” IA berkata, “Quraisy telah mengetahui bahwa
aku yang paling banyak hartanya.” IA berkata, “ Kalau begitu katakanlah sesuatu
untuk disampaikan kaummu bahwa engkau mengingkarinya.” Ia bertanya, “Apa yang
harus aku katakan?” Demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih tahu tentang syair, jenis-jenisnya, dan qasidahnya
selain diriku, begitu juga dengan syair-syair jin. Demi Allah, semua ini tidak
mampu menyerupai apa yang disampaikan Muhammad. Demi Allah, perkataannya
sungguh indah, sangat baik, penuh manmfaat, banyak keberkahan di dalamnya,
tiada yang meandinginya, dan mengalahkan semua yang di bawanya.” Ia berkata,
“Kaummu tidak akan relah terhadapmu jika engkau mengatakan hal itu.” Ia
berkata, “Cuku! Biarkan aku berpikir.” Seteleh berpikir, ia berkata,
“Sesungguhnya ini adalah sihir yang mampu mempengaruhi orang lain.” Lalu, Allah
menurunkan QS. Al-Muddtstsir (74) : 11 – 13).
HAL-HAL ,MENCOLOK PADA PERIODE INI
Usaha untuk menghancurkan Dakwah Rasulullah
saw, dengan Berbagai Cara
Sahfiyyurrahman
al-Mubarakfuri megnatakan bahwa sanya ketika Quraisy melihat Nabi Muhammad sa,
terus melanjutkan dakwahnya tanpa menghiraukan tawaran-tawaran mereka. Kaum
Quraisy berpikir untuk yang kedua kalinya dan memilih untuk menghancurkan
dakwah beliau dengan cara-cara berikut :
1. Penghinaan, pendustaan, dan penertawaan yang dimaksudkan untuk merendahkan
kaum muslimin dan menghinakan kekuatan mental mereka. Mereka melemparkan
tuduhan-tuduhan palsu kepada Nabi saw., serta cacian dan makian. Bahkan,
memanggil beliau dengan sebutan orang gila. Allah berfirman, “Dan mereka
berkata, ‘Wahai orang yang kepadanya diturunkan Al-Qur’an, sesungguhnya engkau
(Muhammad) benar-benar orang gila.” (QS. al-Hijr (15) : 6).
Mereka menyifati
beliau dengan julukan pesihir dan pendusta. Allah berfirman, “Dan mereka heran
karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan
mereka, dan orang-orang kafir berkata, ‘Orang ini adalah pesihir yang banyak
berdusta.” (QS. Shad (38) : 4).
Mereka adalah golongan
yang diceritakan Allah dalam firman-Nya. “Sesungguhnya orang-orang yang berdosa
adalah mereka yang dahulu menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila
mereka (orang-orang yang beriman) melintas di hadapan mereka, mereka saling
mengedip-ngedipkan matanya, dan apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali
dengan gembira ria. Dan apabila mereka melihat
(orang-orang mukmin), mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya mereka
benar-benar orang-orang sesat.” Padahal (orang-orang yang berdosa itu), mereka
tidak diutus sebagai penjaga (orang-orang mukmin).” (QS. al-Muthafifin (83) :
29 – 33).
Imam Bukhari
meriwayatkan bahwasanya seorang wanita pernah berkata kepada Rasulullah, “Sesungguhnya
aku berharap setanmu telah meninggalkanmu, soalnya aku tidak melihatnya di
dekatmu dua atau tiga malam,”
Ucapan wanita tersebut
dimaksudkan untuk menghina beliau sehingga Allah menurunkan ayat, “Demi waktu
dhuha (ketika matahari naik sepenggalah) dan demi malam apabila telah sunyi.
Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu.” (QS.
adh-Dhuha (93) : 1 – 3).
Imam Bukhari juga
meriwayatkan bahwasanya Abu Jahal berdoa dalam rangka mengejak Nabi saw., “Ya
Allah. Jika hal ini merupakan kebenaran dari sisi-Mu, turunkanlah hujan batu
dari langit atau datangkanlah siksa yang pedih kepada kami.” Oleh sebab itu,
turunlah ayat, “Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata,
“Ya Allah, Jika (Al-Qur’an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami
dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” Tetapi
Allah ttidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara
mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih)
memohon ampunan. Dan mengapa Allah tidak menghukum mereka padahal mereka
menghalang-halangi (orang) untuk (mendatangi) Masjidil Haram dan mereka
bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? Orang yang berhak menguasai
(nya), hanyalah orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui.” (QS. al-Anfal (8) : 32 – 34).
Pada permulaan
penghinaan, kaum musyrikin berkata kepada Nabi saw., “Kami tidak sudi duduk
bersama mereka – yang dimaksud adalah Shuhaib, Bilal, dan Khabbab – maka
usirlah mereka dari sisimu.” Lalu Nabi saw., menjadikan hal itu sebagai harapan
untuk keislaman mereka dan kaumnya. Allah menurunkan ayat, “Janganlah engkau
mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari, mereka
mengharapkan keridhaan-Nya. engkau tidak memikul tanggung jawab sedikit pun
terhadap perbuatan mereka dan mereka tidak tidak memikul tanggung jawab sedikit
pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan engkau (berhak) mengusir mereka
sehingga engkau termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. al-An’am (6) : 52).
2. Metode
ajaran-ajaran beliau dan melontarkan tuduhan-tuduhan palsu tentang ajaran mulia
ini dan seputar kepribadian beliau. Mereka terus memperbanyak hal tersebut
hingga tidak ada seorang pun yang mau mengikuti dakwah beliau. Mereka berkata
tentang Al-Qur’an, “.... (Al-Qur’an) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang
diada-adakan oleh dia (Muhammad), dibantu oleh orang-orang lain ....” (Itu
hanya) dongeng-dongeng orang-orang terdahulu, yang diminta agar dituliskan,
lalu dibacakan dongeng itu kepadnya setiap pagi dan petang.” (QS. al-Furqan
(25) : 4 – 5) dan mereka berkata, “ .... Sesungguhnya Al-Qur’an itu hanya
diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad) .... “ (QS. an-Nahl (16) :
103). Mereka juga berkata tentang Rasulullah saw., “ ..... Mengapa Rasul
(Muhammad) ini memakan makanan dan berjalan-jalan di pasar ...?” (QS. al-Furqan
(25) : 7).
Dalam Al-Qur’an
banyak contoh untuk menggagalkan keinginan mereka setelah diwujudkan ataupun
sebelum mereka wujudkan.
1. Menyelewengkan
Al-Qur’an dengan menganggapnya cerita orang-orang terdahulu, lalu membuat masyarakat sibuk dengan hal itu daripada
menyibukkan diri dengan Nabi saw. Mereka menyebutkan bahwasanya an-Nadhar bin Harits pernah
berkata kepada kaum Quraisy, “Wahai kaum Quraisy! Demi Allah, sungguh telah
turun kepada kalian suatu perkara yang tidak ada lagi setelahnya. Sungguh,
Muhammad adalah anak yang baru dilahirkan kemarin, yang paling kalian ridhai,
paling jujur perkataan, paling dapat dipercaya, hingga saat kalian melihat uban
di kepalanya dan datng membawa risalahnya, lalu kalian mengatakan bahwa ia
adalah seorang penyihir! Tidak, demi Allah, ia bukanlah pesihir. Kita telah
mengetahui para pesihir dan peralatannya. Lalu kalian mengatakan bahwa ia
adalah seorang duku! Tidak, demi Allah, ia bukanlah seorang duku. Kita telah
mengetahui para dukun dan ktia telah mendengar sajak mereka. Lalu, kalian
mengatakan bahwa ia adalah seorang penyair! Tidak, demi Allah, ia bukanlah
penyair. Kita telah mengetahui sifat gila sehingga ia tidak gila atau pun ayan.
Wahai kaum Quraisy! Lihatlah diri kalian! Sesungguhnya demi Allah, telah datang
kepada kalian suatu perkara yang agung.”
An-Nadhar pergi
ke Hirah dan mempelajari perkara raja-raja Persia, perkataan Rustum, dan
Asfandiar. An-Nadhar sendiri saat Rasulullah saw., selesai menyampaikan ceramah
dalam majelis, mengingatkan kepada Allah, dan memperingatkan tentang
kemurkaan-Nya, selalu menyampaikan hal dan berkata, “Demi Allah! Muhammad tidak
lebih baik dariku dalam perkataan,.” Lalu, ia bercerita tentang raja-raja
Persia, Rustum, dan Asfandiar dan mengakhiri ceritanya dengan mengatakan, “Apa
yang membuat Muhammad lebih baik dariku dalam perkataan?”
2.
Tawaran-tawaran yang dilakukan kaum Quraisy supaya Islam dan jahiliah dapat
ditemukan pada satu titik. Yaitu, dengan cara Muhammad membiarkan kaum
musyrikin beribadah menurut cara mereka. Begitu juga sebaliknya. Muhammad
dibiarkan beribadah menurut caranya, sebagaimana firman Allah, “Mereka
menginginkan agar engkau bersikap lunak maka mereka bersikap lunak (pula).”
(QS. al-Qalam (68) : 9).
Ibnu Ishaq juga
meriwayatkan bahwasanya Rasulullah dihalang-halangi dan dicela – beliau sedang
thawaf (mengelilingi Ka’bah) – oleh al-Aswad bin Abdul Muthalib bin Asad bin
Abdul Uzza, Walid bin Mugirah, Umayah bin Khalaf, dan al-‘Ashbinas – Sahmi
(orang-orang berpengaruh di kaumnya). Mereka berkata, “Wahai Muhammad! Marilah
kita menyembah apa yang engkau sembah dan engkau menyembah apa yang kami sembah,
kita kerjasama dalam urusan kita. Jia sesembahanmu lebih baik dariapda
sesembahan kami, kami telah mengambil bagian darinya. Begitu juga, jika
sesembahan kami lebih baik dari sesembahanmu, engkau telah mengambil bagianmu
darinya.” Lalu, Allah menurunkan ayat, “Katakanlah (Muhammad) “Wahai
orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu
bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah, dan kamu tidak penah (pula) menjadi penyembah apa yang aku
sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. al-Kafirun (109). 1 – 6).
Dengan demikian,
Allah telah memutus tukar-menukar mereka yang menggelikan dengan pemsiahan yang
tegas.
Kaum Musyrikin Minta didatangkan Bukti dan
Mukjizat
Sesungguhnya,
orang-orang yang batil tidak menyerah begitu saja di depan orang-orang yang
benar. Ketika sebuah cara menghancurkan dakwah Islam dikibarkan, mereka
ciptakan cara-cara lain terus menerus hingga bisa mengalahkan hal yang haq
sehingga kebatilan dapat berembus dengan mudah.
Kaum musyrikin
mulai meminta Nabi saw., agar memperlihatkan bukti atau mukjizat, maksudnya
untuk membuat kacau pikiran Rasulullah saw., dan menentang beliau. Sesungguhnya
mereka tidak meminta hal itu berdasarkan kecintaan terhadap petunjuk dan
tuntunan.
Allah berfirman
dalam beberapa ayat Al-Qur’an berikut :
“Dan tidak dapat
dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu,
dan Dia-lah Yang Mahahalus, Mahateliti.” (QS. al-An’am (6) : 109).
“Dan sekalipun
Kami benar-benar menurunkan malaikat kepada mereka,d an orang yang telah mati
berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) di hadapan mereka segala
sesuatu (yang mereka inginkan), mereka tidak juga akan beriman, kecuali jika
Allah menghendaki. Tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (arti kebenaran).”
(QS. al-An’am (6) : 111).
“Dan tidak ada
yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasan Kami),
meainkan karena (tanda-tanda) itu telah didustakan oleh orang terdahulu. Dan
telah Kami berikan kepada kaum tsamud unta betina (sebagai mukjizat) yang dapat
dilihat, tetapi mereka menganiaya (unta betina itu). Dan kami tidak mengirimkan
tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti.” (QS. al-Isra’ (17) 59).
“Dan mereka
berkata, “Kami tidak akan percaya kepadamu (Muhammad) sebelum engkau
memancarkan mata air dari bumi untuk kami, atau engkau mempunyai sebuah kebun
kurma dan anggur, lalu engkau alirkan di celah-celahnya sungai yang deras
alirannya, atau engkau jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana
engkau katakan, atau (sebelum) engkau datangkan Allah dan para malaikat
berhadapan muka dengan kami, atau engkau mempunyai sebuah rumah (terbuat) dari
emas, atau engkau naik ke langit. Dan kami tidak akan mempercayai kenaikanmu itu
sebelum engkau turunkan kepada kami sebuah kitab untuk kami baca,” Katakanlah
(Muhammad), “Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang
menjadi rasul?” (QS. al-Isra’ (17) 90 – 93).
Mukjizat Terbelahnya Rembulan
Diriwayatkan
bahwasanya Anas bin Malik memberi tahu kaum musyrikin bahwa penduduk Makkah
pernah bertanya kepada Rasulullah saw., agar beliau memperlihatkan bukti. Lalu,
beliau memperlihatkan kepada mereka terbelahnya bulan. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Abdullah bin
Mas’ud berkata, “Bulan telah terbelah di zaman Rasulullah menjadi dua bagian.
Lalu, Nabi saw., bersabda, “Saksikanlah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Abbas
mengatakan bahwa kaum Quraisy berkata kepada kaum Yahudi, “Berilah kami sesuatu
yang akan kami tanyakan kepada seseorang.” Lalu, mereka menjawab, “Tanyakan ia
tentang roh, lalu turunlah ayat, “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang Ruh, Katakanlah, Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi
pengetahuan hanya sedikit.” (QS. al-Isra’ (17) : 85).” Mereka berkata, “Kami
tidak didberi pengetahuan kecuali sedikit, kami telah diberi Taurat yang di
dalamnya terdapat hukum Allah, barangsiapa yang diberi Taurat, sungguh ia telah
diberi kebaikan yang banyak, lalu turunlah ayat, “Katakanlah (Muhammad).
Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat Tuhanku, maka pasti
habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS. al-Kahfi (18) :
109).” (HR. Ahmad dan Hakim).
Ibnu Abbas juga
mengatakan bahwa kaum Quraisy berkata kepada Nabi saw., “Bedoalah kepada
Tuhanmu agar Bukit Shafa dijadikan emas dan kami akan beriman kepadamu.” Beliau
menjawab, “Apakah kalian akan melakukannya?” Mereka berkata, “Ya.” Lalu beliau
berdoa. Datanglah Jibril seraya berkata, “Sesungguhnya Allah memberi salam
kepadamu dan berfirman, “Jika engkau mau, Bukit Shafa akan berubah menjadi
emas. Siapa saja yang kafir setelahnya akan aku siksa dengan siksaan tiada
tandingannya di muka bumi dan jika engkau mau, Aku buka lebar-lebar pintu tobat
dan kasih sayang.” Beliau bersabda, “Hamba memilih pintu tobat dan kasih
sayang.” Lalu, Allah menurunkan ayat QS. al-Isra’ (17) 59.” (HR. Ahmad dan
Hakim).
MAKIN GENCARNYA PENYIKSAAN TERHADAP NABI SAW.
DAN PARA SAHABAT
Dalam periode
ini, kaum muslinin menghadapai bermacam-macam siksaan berat dari kaum kafir
Quraisy. Berikut ini merupakan sebagian contoh penyiksaan yang menimpa Nabi
saw., dan para sahabat.
Siksaan Abu Jahal terhadap Nabi, saw.
Ibnu Abbas
meriwayatkan bahwasanya Abu Jahal berkata, “Sesungguhnya jika aku melihat
Muhammad sedang shalat di sisi Ka’bah, pasti aku akan mendatanginya hingga aku
injak lehernya.” Rasulullah saw., pun bersabda, “Andaikata ia melakukannya,
malaikat akan mengambilnya tapa ia sadari. Andaikata kaum Yahudi menginginkan
kematian, pasti mereka mati, dan melihat tempat mereka di neraka. Dan,
andaikata orang-orang yang mengutuk Rasulullah saw., keluar, pasti mereka tidak
akan menjumpai harta dan keluarga mereka.” (HR. Bukhari).
Abu
Hurairah mengatakan bahwa Abu Jahal berkata, “Apakah Muhammad menyembunyikan
wajahnya di belakang kalian?” Dikatakan bahwa mereka menjawab, “Ya”. Abu Jahal
melanjutkan, “Demi Latta dan Uzza! Sungguh jika aku melihatnya melakukan hal
tersebut, aku pasti akan injak lehernya, atau aku akan benamkan wajahnya ke
tanah.” Lau, ia mendatangi Rasulullah saat beliau sedang shalat dan berniat
menginjak leher beliau. Yang mengherankan kaum Quraisy adalah Abu Jahal kembali
berjalan ke belakang dan menjauh dari hadapan Rasulullah. Abu Hurairah
melanjutkan kisahnya, “Lalu dikatakan kepada Abu Jahal, “Apa yang terjadi
kepadamu?” Ia pun menjawab, “Sesungguhnya antara aku dan dia terdapat parit
dari api yang menakutkan dan menyala-nyala.” Lalu Rasuluuah saw, bersabda,
“Andaikata ia mendekatiku, malaikat akan menyambarnya sedikit demi sedikit.”
(HR. Muslim).
Diriwayatkan dari
Ibnu Abbas, ia berkata, “Suatu ketika, Nabi saw, mendirikan shalat, lalu
datanglah Abu Jahal seraya berkata, “Bukankah aku melarangmu dari perbuatan
ini? Bukankah aku melarangmu dari perbuatan ini?” Nabi pun pergi, lalu Abu
Jahal membentak beliau seraya berkata, “Sesungguhnya engkau mengetahui bahwa
aku yang paling banyak. Lalu, Allah menurunkan ayat, “Maka biarkanlah dia
memanggil golongannya (untuk menolongnya), Kelak Kami akan memanggil Malaikat
Zabaniyah (penyiksa orang-orang yang berdosa).” (QS. al-‘Alaq (96) 17-18).
Kemudian Ibnu Abbas melanjutkan, “Seandainya ia memanggil penolongnya, malaikat
Allah akan mengambilnya.”
Siksaan Abu Lahab terhadap Nabi saw.
Seorang pengikut
jahiliah yang masuk Islam, yairu Eabi’ah bin ‘Ibad ad-Daili berkata, “Aku
melihat Rasulullah memandang mataku di pasar Dzul Majaz seraya bersabda, “Wahai
manusia! Ucapkanlah La ilaha illallah (tiada Tuhan yang berhak disembah dengan
haq, kecuali Allah), pasti kalian beruntung. Lalu, ia masuk kerumunan
orang-orang yang sedang mengelilingi beliau. Maka aku tidak pernah melihat
seorang pun mengatakan sesuatu, sementara beliau terus bersabda, “Wahai
manusia!! Ucapkanlah LA ilaha Illallah (Tiada Tuhan yang berhak disembah dengan
haq, kecuali Allah), pasti kalian beruntung. Padahal, di belakang beliau ada
seorang laki-laki yang berwajah tampan berkata, ‘Ia adalah sahbi’ (orang yang
suka pindah agama) dan pendusta.’ Lalu, aku bertanya, “Siapakah orang ini?”
Mereka menjawab, “Muhammad bin Abdullah yang menyebut dirinya nabi.” Aku
bertanya lagi, “Lalu, siapakah orang yang mendustakannya itu?” Mereka menjawab,
“Ia adalah pamannya, Abu Lahab.”
Dalam riwayat
lain, ia berkata, “Saat usiaku masih muda, aku pergi bersama bapakku. Aku
melihat Rasulullah saw., mengikuti orang-orang dari berbagai suku. Sementara
itu seorang laki-laki yang berwajah tampan dengan rambut memanjang sampai bahu
berada di belakang beliau. Rasulullah menghentikan orang-orang seraya berkata,
“Wahai bani Fulan! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian, aku
memerintahkan kalian untuk menyembah Allah tanpa mempersekutukan-Nya dan supaya
kalian membenarkanku hingga aku menyampaikan semua risalah dari Allah.”
Saat Rasulullah
selesai ceramah, seseorang dari belakangnya berkata, “Wahai Bani Fulan!
Sesungguhnya orang ini ingin supaya kalian meninggalkan Latta, Uzza, dan
pemimpin-pemimpin kalian dari jin Bani Malik bin Aqyasy menuju apa yang
dibawanya berupa bid’ah dan kesesatan. Oleh karena itu, janganlah kalian
mendengarkannya dan mengikutinya.” Lalu, aku bertanya kepada bapakku, “Siapakah
orang ini?” Ia menjawab, “Pamannya, Abu Lahab.” (HR. Ahmad).
Abu Lahab sendiri
telah menikahkan kedua putra, Utbah dan Utaibah dengan putri Rasulullah saw, yang
bernama Ruqayah dan Ummu Kaltsum sebelum mengemban tugas kenabian. Setelah
mengemban tugas kenabian keduanya diperintahkan untuk menceraikan putri beliau
dengan kekerasan hingga benar-benar diceraikan.
Saat Abdullah
(putra kedua Rasulullah saw.) meninggal, Abu Lahab lari kegirangan memberitahu
teman-temannya bahwa Muhammad tidak memiliki keturunan lagi. Lalu, Allah
menurunkan ayat, “Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus
(Dari rahmat Allah).” (QS. al-Kautsar (108) : 3).
Istri Abu Lahab Sang Pembawa Kayu Bakar
Istri Abu Lahab –
Ummu Jamil – merupakan putri Harb bin Umayyah, saudari Abu Sufyan. Ia tak jauh
berbeda dengan suaminya dalam memusuhi Nabi saw. Suatu malam ia membawa duri
dan meletakkannya di jalan yang dilewati Nabi saw, dan di depan pintu beliau.
Ia terkenal panjang lidah, suka mengada-ada, pandai tipu muslihat, menyalakan
api fitnah, hingga mengobarkan perang terhadap Nabi saw. Oleh karena itu, Allah
menyifatinya dalam Al-Qur’an sebagai pembawa kayu bakar. Saat ia mendengar
wahyu tentang dirinya dan suaminya
turun, ia mendatangi Nabi saw. --- waktu itu beliau sedang duduk di sisi Ka’bah
ditemani Abu Bakar – dengan membawa segenggam batu di tangannya. Ketika ia
sampai di depan keduanya, Allah membuatnya buta, tidak bisa melihat Rasulullah
saw. Ia pun hanya bisa melihat Abu Bakar. Ia pun berkata, “Wahai Abu Bakar! Di
mana temanmu? Ia telah menghinaku. Demi Allah, jika aku menemukannya, pasti aku
masukkan batu ini ke mulutnya. Demi Allah, aku adalah penyair?” Ia melantunkan
syair :
Dengan maksud menghinakan, kami
mendurhakainya
Perintahnya kami tentang
Agamanya kami benci
Ia pun pergi. Abu
Bakar berkata kepada Rasulullah saw, dengan heran, “Wahai Rasulullah! Bukankah
engkau melihat dirinya melihatmu?” Beliau menjawab, “Ia tidak melihatku, Allah
telah membuatnya buta dariku.” (HR. Baihaqi dan Hakim).
Kuasa Allah terhadap Putra Abu Lahab
Ibnu Asakir
meriwayatkan tentang biografi Utbah bin Abu Lahab dari Muhammad bin Ishaq dari
Habbar bin Aswad. Ia berkata, “Abu Lahab dan putranya pernah bersiap-siap pergi
ke Syam, aku pun bersiap-siap bersama mereka. Lalu, putranya berkata, “Demi
Allah, aku akan pergi menemui Muhammad dan akan menghina Tuhannya.” Ia pun
mendatangi beliau dang menghina Allah. Lalu, beliau berdoa, “Ya Allah, utuslah
anjing dari anjing-anjingmu kepadanya.” Lalu, ia kembali kepada bapaknya dan
ditanya, “Wahai anakku! Apa yang engkau katakan kepadanya?” Ia pun menceritakan
semuanya. Abu Lahab bertanya lagi, “Apa yang ia katakan kepadamu?” Ia menjawab,
“Ya Allah! Utuslah anjing dari anjing-anjingmu kepadanya.” Ia pun berkata,
“Wahai anakku! Demi Allah, doanya pasti terkabul.”
Habbar
melanjutkan, “Kami pun melakukan perjalanan hingga Syarah (derah di Syam yang
tanahnya kehitam-hitaman). Di sana kami istirahat di pertapaan seorang rahib.
Ia pun berkata, “Wahai orang Arab! Apa yang membuat kalian kemari, ini daerah
yang banyak singa digembalakan, sebagaimana kambing di gembalakan.” Lalu, Abu
Lahab berkata kepada kami, ‘Kalian telah mengetahui halku dan usiaku yang sudah
lanjut, sesungguhnya Muhammad saw, telah mendoakan anakku dengan sebuah
ancaman. Demi Allah! Doanya pasti terkabul. Oleh karena itu, kumpulkan
barang-barang kalian di pertapaan ini dan buatlah perlindungan untuk anakku,
berjagalah di sampingnya.” Kami pun melakukan hal itu. Lalu, datanglah singa
yang mengendus wajah-wajah kami. Ketika singa itu tidak mendapatkan yang
diinginkan, ia melompat dan duduk di atas barng-barang kami, mengendus wajah,
menerkam, dan memecahkan kepala. Lalu, Abu Lahab berkata, “Aku tahu bahwasanya
doa Muhammad tidak akan meleset.”
Perhatikanlah,
wahai saudaraku! Saat seseorang meludahi wajah Rasulullah, seekor singa datang,
menerkam wajahnya dan memecahkan kepalanya. Singa tersebut tidak memakan dari
tangan atau kaki, tetapi dari wajah, sedikit demi sedikit.
Akhir Hayat Abu Lahab
Atas kehendak
Allah, Abu Lahab meninggal setelah peristiwa tersebut dalam jangka waktu yang
lama --- setelah Perang Badar --- perhatikanlah, bagaimana kematiannya yang
penuh pelajaran bagi yang memilkii hati.
Abu Rafi’ ---
hamba sahaya Rasulullah saw. ---- meriwayatkan bahwasanya Allah melemparnya
dengan kacang, lalu ia meninggal. Kedua anaknya meninggalkannya setelah
kematiannya. Jenazahnya tidak dimakamkan sampai membusuk dan kaum Quraisy takut
dengan kacang tersebut, sebagaimana ketakutan mereka terhadap penyakit menular
hingga seorang dari mereka berkata, “Celakalah kalian! Apakah kalian tidak
malu, jasad bapak kalian telah membusuk di rumahnya dan kalian belum
menguburnya?” Keduanya menjawab, “Kami takut luka yang bernanah ini.” Lalu, ia
berkata, “Pergilah! Aku akan membantu kalian.” Demi Allah, mereka tidak
memandikannya, kecuali hanya dengan percikan air dari jarak jauh. Mereka pun
membawanya ke puncak Makkah dan menyandarkannya ke tembok lalu dilempari batu.
Akhir Hayat Istri Abu Lahab
Murrah al-Hamdani
mengatakan bahwa kegiatan sehari-hari Ummu Jamil adalah mengambil batang-batang
tumbuhan berduri dan melemparkarnya ke jalan yang dilewati kaum muslim.
Sementara itu, ia membawa ikatan kayu bakar dan istirahat di atas sebuah batu.
Datanglah malaikat untuk menariknya dari belakang sehingga ia meninggal. Allah
mencekik Ummu Jamil dengan talinya.
Pendapat Ibnu
Katsir tentang Ummu Jamil, ia selalu membantu suaminya dalam mengingkari Nabi
saw., menentang, dan mendurhakai beliau. Oleh karena itu, kelak pada hari
kiamat ia akan menjadi penolong suaminya dalam merasakan pedihnya siksa Allah
di neraka jahanam. Inilah yang dimaksudkan firman Allah, “Dan (begitu pula)
istrinya, pembawa kayu bakar (peneybar fitnah).” (QS. Al-Lahab (111) : 4-5),
artinya ia memikul kayu bakar, lalu menemui suaminya untuk memikulnya juga
sehingga pikulalnya bertambah berat. Dan ia telah siap untuk itu semua.
Siksaan Uqbah bin Abi Mu’ith terhadap Nabi
saw.
Abdullah bin
Mas’ud meriwayatkan, “Saat Rasulullah saw sedang Shalat di sisi Ka’bah,
sementara itu Abu Jahal bersama teman-temannya sedang duduk-duduk. Sehari
sebelumnya seekor unta telah disembelih. Lalu, Abu Jahal berkata, “Siapakah di
antara kalian yang sudai mengambil kotoran unta Bani Fulan, lalu meletakkannya
di kedua pundak Muhammad saat ia sujud?”
Kemudian
diutuslah Uqbah bin Abi Mu’ith. Ia pun mengambil kotoran unta tersebut dan
sewaktu Rasulullah saw sedang sujud, ia meletakkannya di antara kedua pudnak
beliau. Mereka pun tertawa saling melihat satu sama lain, aku sendiri hanya
mampu berdiri dan melihatnya. Andaikata aku memiliki sesuatu untuk mencegahnya
dari punggung Rasulullah saw.
Saat itu
Rasulullah saw, terus bersujud dan tidak mengangkat kepalanya sehingga
seseorang pergi memberi tahu Fatimah, putri beliau. Setelah datang, Fatimah
yang saat itu masih usia belia membuang kotoran tersebut dari punggung beliau,
lalu menghina perbuatan mereka. Setelah Rasulullah selesai shalat, beliau
mengeraskan suara alam ebrdoa.
Dalam berdoa
beliau selalu mengulang tiga kali. Doanya, “Ya Allah, siksalah kaum kafir
Quraisy.” Beliau mengulanginya tiga kali. Ketika mereka mendengar doa
Rasulullah saw, mereka terdiam karena takut akan doa tersebut. lalu beliau
berdoa, “Ya Allah, siksalah Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah
bin Rabi’ah, Walid bin Uthbah, Umayyah bin Khalaf, dan Uqbah bin Abi Mu’ith ---
beliau menyebutkan yang ke tujuh, tetapi aku tidak menghafalnya.” Kemudian demi
Dzat yang mengutus Muhammad dengan Haq! Sungguh, aku melihat orang-orang yang
terkena penyakit ayan dalam Perang Badar, lalu diseret ke sumur Badar. Adapun
nama orang yang ketujuh disebutkan dalam riwayat Imam Bukhari, yaitu Imarah bin
Walid.
Dalam riwayat
lain disebutkan bahwasanya ketika Rasulullah mengangkat kepalanya, beliau
memuji dan mengagungkan Allah, lalu beroda, “Ya Allah! Siksalah pemuka
Quraisy.”
Apakah Kalian Membunuh Orang yang Mengatakan,
“Allah Tuhanku?”
Asma’ binti Abu
Bakar meriwayatkan bahwasanya mereka berkata, “Alangkah dahsyatnya sikap kaum
musyrikin yang berlebih lebihan terhadap Rasulullah.” Lalu, Asma’ berkata,
“Kaum musyrikin duduk di masjid membicarakan
Rasulullah saw, dan pendapat beliau tentang sembahan mereka. Tak lama kemudian, datanglah
beliau. Lalu, mereka berdiri mengerumuni beliau. Tiba-tiba seseorang datang
minta pertolongan Abu Bakar. Mereka pun berkata, “Tolonglah temanmu.” Lalu, ia
keluar dari majelis kami dan sesungguhnya ia memiliki empat kepang rambut. Ia
berkata, “Calakalah kalian! Apakah kalian akan membunuh orang yang mengatakan
Allah adalah Tuhannya, padahal telah datang keterangan kepada kalian? Pergilah
dari Rasulullah, hadapi Abu Bakar.” Asma melanjutkan, “Abu Bakar pun pulang
tanpa menyentuh kepangan rambutnya seraya mengucapkan, “Mahasuci Engkau wahai
Dzat yang memiliki kemuliaan.” (HR. Abu Ya’la).
Abdullah bin Amr
bin Ash berkata, “Aku mendatangi mereka yang waktu itu para pemukanya telah
berkumpul di Hijr Ismail, sampai Ka’bah. Mereka membicarakan tentang Rasulullah
seraya berkata, “Kita belum pernah melihat orang seperti laki-laki ini yang
memiliki mipi-mimpi kita, menghina nenek moyang kita, mencaci agama kita,
memecah belah kelompok kita, dan menghina sesembahan kita. Sungguh, cukup sudah
kita bersabar atas perkara besar ini.”
Abdullah
melanjutkan, “Sementara mereka melakukan hal tersebut, tiba-tiba muncul
Rasulullah saw, berjalan mengusap pojok Ka’bah, lalu melewati mereka untuk
melakukan thawaf. Mereka pun memandangi beliau dengan maksud mengejek tiap kali
beliau melewati mereka.” Abdullah berkata, “ Saat itu aku mengetahuinya dari
perubahan wajah beliau. Tiap kali beliau melewati mereka dalam berthawaf,
mereka melakukan hal yang sama. Sampai putaran yang ketiga, mereka masih
melakukan hal yang sama. Beliau pun bersabda, “Apakah kalian mendengar, wahai kaum
Quriasy Demi Dzat yang jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya, sungguh aku datang
kepada kalian untuk menghancurkan kalian.” Kaum Quraisy pun mengingat-ingat
kata-kata tersebut hingga tak seorang pun meerasa tenang seolah kejatuhan
burung di kepala mereka, lalu pimpinan mereka berusaha menenangkannya dengan
mengatakan kata-kata yang menurutnya paling tepat, ia juga berkata kepada
Rasulullah\, “Pergilah wahai Abdul Qasim! Demi Allah, aku bukanlah orang yang
bodoh.”
Abdullah
melanjutkan, “Rasulullah saw, pun pergi. Keesokan harinya aku bersama mereka
berkumpul di Hijr Ismail, sebagian mengatakan kepada sebagian yang lain,
“Kalian telah menyebutkan hal yang telah kalian ketahui hingga ketika kalian
diserang dengan hal kalian benci, kalian meninggalkannya.” Sementara mereka
saling berbicara, Rasulullah saw, tiba-tiba datang. Mereka pun duduk
mengelilingi Rasulullah seraya berkata, “ Engkau yang mengatakan begini dan
begini. Hal ini mereka ungkapkan setelah Rasulullah menyampaikan kekurangan
Tuhan dan agama mereka. Rasulullah saw, bersabda, “Ya, aku yang mengatakan hal
itu,’ Abdullah melanjutkan, “Sungguh aku melihat seorang laki-laki dari mereka
memegang erat jubah beliau. Abu Bakar
pun berdiri sambil menangis dan berkata, “Apakah kalian akan emmbunuh
seseorang yang mengatakan Allah adalah Tuhanku?” Akhirnya mereka pun pergi
meninggalkan beliau. Sungguh, hal itu merupakan perkara yang paling sahsyat
yang dilakukan Quraisy terhadap Nabi saw.” (HR. Ahmad).
Usaha Pembunuhan terhadap Nabi saw.
Ibnu Abbas
meriwayatkan bahwa para pemuka Wuraisy berkumpul di Hijr Ismail dekat Ka’bah.
Mereka membuat perjanjian atas nama Latta, Uzza, Manat, Nailah, dan Isaf.
Mereka berkata, “Jika kita melihat Muhammad kita akan menghadapinya dengan
jantan. Kita tidak meninggalkannya sebelum membunuhnya.” Fatimah pun menemui
Nabi saw, dalam keadaan menangis, seraya berkata, “Para Pemuka Quraisy telah
sepakat untuk membunuh engkau, tiap orang dari mereka telah mengetahui
tugasnya.” Lalu Nabi saw., bersabda, “Wahai Putriku! Ambilkan air Wudhu.” Beliau
pun berwudhu dan masuk masjid. Saat mereka melihat beliau, mereka berkata, “Ini
dia.” Mereka menundukkan pandangan hingga dagu mereka menyentuh dada dan
tercengang tanpa bisa bergerak sedikit pun. Akibatnya, tak seorang pun yang
mampu mendekati beliau saw. Rasulullah pun mendekati mereka dengan membawa
segenggam tanah seraya berkata, “Wahai wajah yang buruk.” Beliu pun melempari
mereka dengan tanah yang digenggam. Maka tidak seorang yang terkena tanah
tersebut, melainkan mati di perang Badar dalam keadaan kafir.” (HR. Ahmad).
Penyiksaan Kaum Musyrikin terhadap
Para Sahabat Rasulullah saw.
Jika tindakan
permusuhan ini ditujukan kepada Nabi saw, yang memiliki kemuliaan di mata
masyarakat, bagaimana dengan para sahabat, terlebih mereka yang lemah. Berikut
ini penjabaran kisah mereka sehingga dapat diajdikan pelajaran untuk berpegang
teguh dalam jalan dakwah dan teladan yang baik.
Ujian yang Menimpa Abu Bakar
Anas bin Malik
meriwayatkan bahwa mereka memukul Rasulullah hingga pingsan. Abu Bakar pun berteriak,
“Celakalah kalian! Apakah kalian akan membunuh seseorang yang mengatakan,
“Allah adalah Tuhanku!” Mereka berkata, “Siapakah orang ini?” Orang-orang
berkata, “Abu Bakar yang gila.”
Al-Bazzar
menambahkan dalam riwayatnya, “Mereka pun meninggalkan Rasulullah dan
mendatangi Abu Bakar.”
Abu Bakar
mendapatkan penyiksaan hingga ia berpikir untuk hijrah ke Habasyah,
meneylamatkan agamanya. Suatu hari Abu Baar
berdiri untuk menyampaikan ceramah di Masjidil Haram. Kaum musyrikin pun
memukulnya dengan keras. Di antara orang yang memukulnya adalah Utbah bin
Rabi’ah yang memukul dengan sandal yang ditambal tepat di wajah hingga wajah
dan hidungnya tidak bisa dibedakan. Datanglah Bani Tamim dengan ebrlari untuk
menahan perbuatan kaum musyrikin terhadap Abu Bakar. Mereka pun membawa Abu
Bakar ke rumahnya. Mereka tidak rela jika Abu Bakar meninggal. Mereka pun
bersumpah jika Abu Bakar benar-benar meninggal, Utbah bin Rabi’ah akan dibunuh.
Ujian yang Menimpa Mus’ab bin Umair
Saat Ummu Mus’ab
bin Umair mengetahui keislaman putranya tersebut, ia tidak memberinya makan dan
mengusirnya dari rumah. Padahal, Mus’ab terkenal seorang hartawan yang tidak
pernah kekurangan. Akibat siksaan yang ia derita, kulitnya mengelupas bagaikan
ular yang berganti kulit, hingga para sahabat membantunya karena perjuangannya
yang berat.
Ujian
yang Menimpa Abu Dzar
Ketika Abu Dzar
al-Ghifari mendengar tentang Nabi saw., ia pergi ke Makkah dan menanyakan
keberadaan beliau. Penduduk Makkah pun memukulinya hingga pingsan hampir
menemui ajalnya. Lalu, Abbas menolongnya.
Penyiksaan Para Budak
Setelah kaum Quraisy mengerhkan kekuatan dan
tipu daya mereka untuk memadamkan cahaya dkawah Nabi saw, dan kembali dengan
kegagalan yang berulang-ulang, mereka mengubah cara dengan menindas kaum lemah
dari orang-orang yang beriman. Misalnya Bilal bin Rabah, Ammar dan Ibu
bapaknya. Shuhaib ar-Rumi, Khabbab bin Arut, Ibnu Fahairah, Abu Fakiyyah,
Zinnirah, Nahdiyah, dan Ummu Ubais.
Abdullah bin
Mas’ud berkata , “Tujuh orang yang menampakkan keislamannya adalah Rasulullah
saw., Abu Bakar, Ammar bin Yasir, Sumayyah (Ummu Yasir), Shuhaib, Bilal, dan
Miqdad. Rasulullah saw., dilindungi pamannya, Abu Bakar dilindungi sukunya.
Sedangkan, yang lainnya dengan mduah diambil kaum musyrikin, dipakaikan baju
besi, lalu disiksa di bawah terik amtahari sehingga mereka terpaksa mengikuti
kemauan kaum musyrikin, kecuali Bilal. Sesungguhnya dirinya merasa kecil dan
hina di jalan Allah. Di mata kaumnya, mereka memberinya dua anak danmembawanya
berkeliling ke suku-suku di Makkah sambil berakta, “Ahad ...... Ahad (Allah
Maha Esa .... Allah Maha Esa).”
Bilal Terus-menerus Mengulang Perkataan, “Ahad
.... Ahad”.
Bilal merupakan
budak milik Umayyah bin Khalaf. Ia ,meletakkan Bilal secara terlentang di atas
kerikil-kerikil di Kota Makkah. Lalu, Umayyah meletakkan batu besar di dada
Bilal seraya berkata, “Demi Allah, engkau akan seperti ini terus menerus hingga
mati atau engkau mengingkari Muhammad dan menyembah Latta dan Uzza, “Bilal
menjawab, “Ahad .... Ahad.”
Bersabarlah, Wahai Keluarga Yasir!
Sesungguhnya Balasan Kalian Adalah Surga
Ammat dan kedua
orang tuanya merupakan orang-orang yang diusir ke padang pasir. Saat terik
matahari memanas, mereka disiksa. Nabi saw., merelwati mereka seraya bersabda,
“Bersabarlah, wahai keluarga Yasir! Balasan kalian adalah surga.” Yasir pun
meninggal di bawah siksaan. Sumayyah yang berteriak tidak rela kepada Abu Jahal
ditusuk dengan belatinya tepat di jantungnya sehingga ia menjadi wanita pertama
yang mati syahid dalam agama Islam.
Utsman bin Affan
berkata, “Rasulullah saw., memegang tanganku untuk diajak jalan-jalan di padang
pasir hingga bertemu keluarga Amamr bin Yasir. Abu Ammar berkata, “Wahai
Rasulullah! Apakah selamanya kami disiksa seperti ini?” Beliau bersabda,
“Bersabarlah,” Dan berdoa, “Ya Allah! Ampunilah Keluarga Yasir.” (HR. Ahmad).
Dalam riwayat
lain diaktakan bahwasanya Utsman bin Affan mendengar Rasulullah saw, berkata
kepada keluarga Yasir, “Bersabarlah, wahai keluarga Yasir! Sesungguhnya kalian
telah dijanjikan surga.” (HR. Thabrani).
Jabir
meriwayatkan bahwasanya Nabi saw, melewati Ammar bin Yasir dan keluarganya yang
sedang disiksa di jalan Allah. Beliau saw., bersabda, “Berbahagialah, wahai
keluarga Yasir! Kalian telah dijanjikan surga.” (HR. Hakim).
Ketika hanya
Ammar yang tersisa – kedua orang tuanya telah meninggal – orang-orang kafir
makin kejam dengan menimpakan bermacam-macam siksaan kepadanya.
Abu Ubaidah bin
Muhammad bin Ammar bin Yasir berkata, “Kaum musyrikin mengambil Ammar dan terus
menyiksanya hingga Rasulullah datang menolongnya dan ia menyebut tuhan-tuhan
mereka. Saat Rasulullah datang, beliau bertanya, Apa yang telah terjadi
padamu?” Ia menjawab, “Keburukan yang menimpaku, wahai Rasulullah. Demi Allah,
mereka terus menyiksaku hingga engkau datang menolongku dan aku terpaksa
mengakui tuhan-tuhan mereka.’ Beliau bertanya lagi, “Bagaimana dengan hatimu
saat mengakui tuhan-tuhan mereka?” Ia menjawab, “Tenang dengan Iman.” Beliau
bersabda, “Jika mereka telah pergi, kembalilah kepada Islam.” (HR. Hakim).
Qatadah
mengatakan bahwasanya ayat Allah, “ ..... kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak ebrdosa).” (QS. an-Nahl
(16) : 106) turun untuk menjelaskan Ammar.
Siksaan Berat yang dialami Khabbab
Sahabat Khabbab
telah disiksa dengan siksaan yang sangat berat, tetapi kesabaran dan
pengorbanannya untuk membela yang hak lebih besar dan lebih agung. Kaum
musyrikin melawan keimanannya dengan siksaan. Seentara itu, ia melawan siksaan
tersebut dengan kesabaran dan pengorbanan.
Khabbab merupakan
budak Ummu Ammar binti Siba’ al-Khuza’iyah. Kaum musyrikin menyiksanya dengan
berbagai macam siksaan. Mereka memegang rambut Khabbab dan menariknya
sekuat-kuatnya. Kemudian melilitkan ke lehernya dengan keras serta
membentangkan tubuhnya di atas arang yang menyala dan ditimpuki dengan
batu-batu panas sehingga ia tak kuasa untuk berdiri.
Mereka mengubah
tiap besi yang biasa dibuat pedang menjadi rantai yang dipanaskan di atas api
hingga menyala-nyala dan memanas. Lalu, mengalungkannya di tubuh Khabbab serta
kedua tangan dan kakinya. Hal ini membuat Khabbab dan para sahabat mengadu
kepada Rasulullah yang waktu itu beliau sedang berada di naungan Ka’bah. Mereka
berkata, “Apakah engkau tidak memintakan pertolongan untuk kami? Apakah engkau
tidak mendoakan kami?” Beliau menjawab, “Sungguh di antara umat sebelum kalian
ada seorang laki-laki yang dibenamkan di tanah, lalu digergaji dari ujung
kepala hingga tubuhnya terbelah menjadi dua, dan kulitnya di kupas dengan pisau
hingga terpisah dari tulangnya. Hal itu tidak membuatnya goyah dalam
mempertahankan imannya. Demi Allah, sungguh Dia akan menyempurnakan agama ini
hingga seorang penegndara berjalan dari Shan’a ke Hadramaut. Ia tidak takut
kecuali kepada Allah, padahal serigala mengintainya. Namun, kalian tergesa-gesa,.”
(HR. Bukhari).
Seperti Inilah Mereka Diazab
Amir bin Fuhairah
telah masuk Islam sebelum Rasulullah masuk rumahnya al-Arqam. Amir termasuk
golongan yang lemah, ia pun mendapatkan siksaan yang sangat pedih. Namun, hal
itu tidak menggoyahkan imannya. Ia pernah menggembala kambing milik Abu Bakar.
Ia juga yang mengunjungi Rasulullah dan Abu Bakar selama mereka berdua
bersembunyi di Gua Tsur.
Adapun Abu
Fakihah yang bernama asli Abu Yasar merupakan budak Shafwan bin Umayyah bin
Khalaf al-Jumahi. Ia masuk Islam bersama Bilal. Umayyah bin Khalaf menyiksanya
dengan cara kaki diikat, lalu ditarik dan dibuang ke padang pasir. Ketika ju’al
(sejenis serangga) lewat, Umayyah berkata, “Bukankah ini Tuhanmu?” Ia menjawab,
“Allah Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan serangga ini.” Umayyah pun mencekiknya
dengan keras. Ubay bin Khalaf yang menemaninya berkata, “Tambah siksanya hingga
Muhammad datang menyelamatkan dengan sihirnya.” Mereka terus menyiksanya hingga
ia pingsan dan mereka mengira Abu Yasar telah meninggal. Abu Yasar sadar. Abu
Bakar pun membelinya dan memerdekakannya.
Para wanita yang
beriman, seperti Zannirah, Ummu Ubais, Labibah, dan Nahdiyah juga mengalami
nasib yang sama. Mereka disiksa dengan siksaan yang pedih oleh majikan mereka,
tetapi hal itu tidak memalingkan mereka dari agama Islam. Allah pun meridhai
mereka.
Orang-orang kafir
telah mengembuskan kedengkian mereka terhadap Islam dan para pemeluknya dari
golonga lemah karena mereka tidak memiliki pelindung. Siksaan mereka pun lebih
keras dan lebih mengerikan.
Allah telah
mengampuni orang-orang yang disiksa dalam hal ucapan mereka. Said bin Jubair
berkata kepada Ibnu Abbas, “Apakah kaum musyrikin berlebih-lebihan dalam
menyiksa sahabat Rasulullah hingga mereka diperbolehkan meninggalkan agama
mereka?” Ibnu Abbas menjawab, “Ya. Demi Allah, mereka memukulnya, tanpa diberi
makan dan minum hingga tidak mampu duduk seperti biasa disebabkan kerasnya
pukulan yang diterimanya, hingga menuruti kemauan mereka, hingga para penyiksa
tersebut berkata, “Latta dan Uzza adalah Tuhan kalian selain Allah, benar kan?”
Ia terpaksa menjawab, “Ya” Hal ini dilakukan sebagai tebusan atas siksaan yang
mereka terima.”
Ibnu Katsir
berkata, “Dalam kondisi seperti ini. Allah menurunkan ayat, “Barangsiapa kafir
kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapatkan kemurkaan Allah), kecuali
orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak
berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan
Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang besar.” (QS. an-Nahl (16) :
106).
Abu Bakar sebagai
seorang saudagar membeli para budak untuk dimerdekakan – dengan mencari ridha
Allah – karena ia khawatir mereka akan disiksa majikannya.
Nabi saw. Mendidik Para Sahabat tentang
Kesabaran
Muhammad saw.,
cepat atau lambat tidak mengumpulkan para sahabat atas rampasan perang.
Sesungguhnya beliau menyingkap tabir yang menghalangi pandangan dari kebenaran
yang tertutup selama ini, menghilangkan penyakit dari hati sehingga mengetahui
keyakinan yang sesuai dengan fitrahnya serta mengetahui jahiliah yang
diharamkan. Fitrah itu yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Beliau
mengikat mereka dengan nasab yang bermartabat dan tali yang kuat. Padahal,
mereka sebelumnya orang-orang yang terhinakan. Beliau menyeimbangkan antara
keabadian dan kerusakan. Dengan didikan beliau, mereka sadar dan mengutamakan
kehidupan akhirat daripada kehidupan yang tidak kekal. Beliau juga memilihkan
mereka Tuhan Yang Mahaagung, daripada berhala yang hina sehingga mereka meninggalkan
berhala-berhala tersebut dan menyambah Dzat yang menciptakan langit dan bumi.
Nabi Muhammad
saw., yakin telah mencapai kebaikan yang sesungguhnya. Para sahabat juga yakin
pertolongan pasti menyertai mereka. Ketika disakiti, mereka mengharapkan pahala.
Ketika diperangi orang kafir, mereka berpegang teguh dalam keimanan yang mereka
ketahui. Perang yang terjadi antara kekufuran dan keimanan akan terlihat jelas
pada suatu saat nanti. Yaitu, saat tersingkapnya para mujahid dan orang yang
merugi, saat tersingkapnya orang mukmin dan kaum musyrikin.
“Dan katakanlah
(Muhammad) kepada orang yang tidak beriman, “Berbuatlah menurut kedudukanmu, kami
pun benar-benar akan berbuat, dan tunggulah sesungguhnya kami pun termasuk yang
menunggu.” Dan milik Allah meliputi rahasia langit dan bumi dan kepada-Nya
segala urusan dikembalikan. Maka sembahlah Dia dan bertakwakallah kepada-Nya.
dan Tuhanmu tidak akan lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Hud (11) :
121 – 123).
Oleh karena itu,
Nabi saw., berkali-kali memberitahu sahabatnya tentang nikmat sabar menghadapi
siksaan kaum musyrikin atas mereka. Nasihat beliau supaya mereka bersabar dan
mengharap pahala dari Allah. Rasulullah
bersabda, “Surga dinaung perkara yang dibenci dan neraka dinaungi perkara yang
disukai.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Beliau
saw., bersabda, “Manusia yang pedih ujiannya adalah para nabi, lalu yang
semisal mereka dan yang semisal mereka. Seseorang itu diuji berdasarkan
agamanya. Jika agamanya kuat, ujian pun berat. Sebaliknya, jika agamanya lemah,
ia diuji berdasarkan agamanya. Ujian tidak akan berhenti menimpa seorang hamba
hingga ia berjalan di muka tanpa memiliki kesalahan.” (HR. Ahmad Turmudzi).
Rasulullah saw.,
juga bersabda, “Tidaklah menimpa seorang mukmin satu kelelahan, rasa sakit,
gelisah, penyakit atau kesedihan, hingga duri yang menusuknya, kecuali Allah
akan menghapus kesalahannya dengan hal itu semua.” (HR. Bukhari).
Dari Abu Hurairah
bahwasanya Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang Allah menginginkan suatu
kebaikan untuknya, pasti Dia akan mengujinya.” (HR. Bukhari).
Anas meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian
mengharapkan kematian karena tertimpa kesengsasraan. Kalaupun terpaksa ia
mengharapkannya, hendaknya ia berdoa, ‘Ya Allah, berilah aku kehidupan apabila
kehidupan tersebut memang lebih baik bagiku, dan matikanlah aku apabila
kematian tersebut memang lebih baik untukku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Anas juga
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Saat Allah menghendaki kebaikan
kepada hamba-Nya, Dia akan menyegarakan hukuman-Nya di dunia. sebaliknya, saat
Dia menghendaki keburukan kepada hamba-Nya, Dia menahan dosanya hingga ditebus
kelak pada hari kiamat.” (HR. Turmudzi).
Nabi saw.,
bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala bergantung pada besarnya ujian. Ketika
Allah mencintai suatu kaum, Dia pasti mengujinya. Barang siapa yang ridha, ia
mendapatkan ridha-Nya. Barangsiapa yang murka, ia mendapatkan murka-Nya.” (HR.
Turmudzi).
Beliau juga
bersabda, “Ujian akan selalu menimpa orang yang beriman, baik laki-laki maupun
perempuan dalam diri anak, dan hartanya hingga menemui Allah tanpa membawa
kesalahan.” (HR. Turmudzi).
Allah mengikat
hati para sahabat Rasulullah saw, dengan kata-kata tersebut yang menjadikan
mereka tahan siksaan dan ujian dalam rangka menggapai keberuntungan, ampunan,
kasih sayang dan surga dari sisi Allah yang menguasai alam semesta.
Hikmah Yang Mulia
Hal yang
terlintas dalam pikiran seseorang ketika mengamati ksiah yang menimpa
Rasulullah dan para sahabat dari ebrbagai macam siksaan adalah
eprtanyaan-pertanyaan, “Apakah alasan mereka disiksa, padahal mereka dalam
posisi yang benar? Mengapa Allah tidak melindungi mereka, padahal mereka adalah
pejuang-pejuang Allah dan Nabi saw., berada di tengah-tengah mereka selaku mengajak
ke jalan Allah dan berjuang membela agamanya?”
Jawabannya
adalah, sifat pertama yang dimiliki manusia di dunia dalah mukallaf (diminta
untuk bertahan dalam setiap beban yang memberatkan). Sementara itu, ajakan apda
Islam dan berjuang meninggikan kalimat Allah termasuk perkara penting yang
berhubungan dengan taklif (pembebanan). Taklif sendiri merupakan hal yang
mutlak dieprlukan dalam beribadah kepada Allah karena ibadah akan sia-sia jika
tidak ada taklif. Ibadah manusia kepada Allah merupakan hal penting dari sifat
uluhiyah Allah.
Iman tak bermakna
tanpa disertai ibadah kepada-Nya. jadi, ibadah memerlukan taklif yang menunut
seseorang untuk bertahan terhadap kesusahan dan perjuangan melawan hawa nafsu.
Kesimpulannya,
ada dua hal yang harus diwujudkan hamba Allah di dunia ini dalam rangka ibadah
kepada-Nya berikut ini”
Pertama,
berpegang teguh pada agama Islam dan mendirikan masyarakat islam yang benar.
Kedua, meniti
jalan ebrliku untuk mewujudkannya, melintasi marabahaya, serta mengerahkan
harta dan jiwa untuk mewujudkan hal tersebut.
Jika Allah
menghendaki, apsti Dia menjadikan jalan meunu penegakan masyarakat Islam
setelah iman kepada-Nya secara mudah tanpa rintangan. Sebaliknya, jika nafsu
duniawi dikedepankan, barangkali akan bertemu seorang mukmin dan munafik atau
seorang yang jujur dan pendusta sehingga salah satu tidak menghilangkan yang
lain.
Andaikata
manusia dibiarkan mengikrarkan keislamannya dan kecintaannya kepada Allah
secara lisan saja, tidak ada bedanya orang yang jujur dan pendusta. Namun,
fitnah dan ujian merupakan timbangan yang membedakan pendusta dan orang yang
jujur. Mahabenar Allah yang telah
berfirman, “Alin Lam Mim. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan
hanya dengan mengatakan “Kami telah beriman.” Dan mereka tidak diuji?” Dan
sungguh Kami tidak menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti
mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.”
(QS. al-‘Ankabut (29) : 1 – 3).
Apakah kamu
mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal eblum nyata bagi Allah orang-orang
yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar. “ (QS.
Ali ‘Imran (3) : 142).
Ketika
hal ini menjadi sunnatullah untuk hambanya, engkau tidak akan menemukan
penggantinya, walau pun bersama para Nabi dan sahabat. Oleh sebab itu,
Rasulullah saw., disakiti, para nabi dan Rasul sebelumnya disakiti, para
sahabat disakiti hingga sebagian mereka meninggal dalam proses penyiksaan.
Orang-orang pun menjadi buta meskipun memiliki kedudukan agung di sisi Allah.
Imam
Ibnul Qayyim berpendapat bahwasanya yang dimaksud di atas adalah Allah ingin
menunjukkan kebijaksanaan-Nya sehingga tiap diri harus diuji. Dengan ujian
tersebut, akan tampak kebaikannya, akan diketahui majikan yang beruat baik dan
yang jahat terhadap budaknya, dan jiwa akan menjadi bersih. Hal ini bagaikan
emas yang tidak murni dan bersih dari kotoran, kecuali dengan mengujinya. Pada
asalnya, jiwa itu jahil dan zalim sehingga memerlukan pembersihan. Jika tidak
mampu keluar dari lingkaran kezaliman dan kejahilan tersebut, ia akan
ditempatkan di neraka jahanam. Sebaliknya, jika seorang hamba telah bersih, ia
diizinkan masuk surga.
Di Rumah al-Arqam
Di antara hikmah yang
terkandung dalam penyisaan ini adalah Rasulullah saw., mencegah kaum muslimin
mengumumkan keislaman mereka --- baik secara ucapan maupun perbuatan dan saat
mengadakan pertemuan --- tetapi dilakukan secara sembunyi. Sebab, ketika
berkumpul secara terang-terangan, tidak diragukan lagi kaum musyrikin akan
menghalangi keinginan Nabi saw., dalam usaha
pembersihan jiwa kaum muslimin serta pengarahan tentang Al_Qur’an dan
Sunnah. Hal ini dimungkinkan akan menimbulkan perseteruan kedua golongan,
bahkan hal itu sungguh terjadi pada tahun keempat kenabian. Saat itu, para
sahabat sedang berkumpul di bukit, mereka shalat secara sembunyi-sembunyi.
Namun, segolongan kaum musyrikin melihat mereka, lalu menghina dan memerangi
mereka. Lalu, Sa’ad bin Abi Qaqqash memukul seseorang hingga darahnya mengalir
dan darah tersebut menjadi darah pertama yang ditumpahkan dalam Islam.
Hal yang
dimaklumi bahwa jika perseteruan terus berulang dan memakan waktu lama, akan
menimbulkan kehancuran dan musnahnya kaum muslimin. Jadi, persembunyian adalah
termasuk hikmah juga. Para sahabat secara umum menyembunyikan keislaman, ibadah,
dan dakwahnya. Sedangkan, Rasulullah saw., tidak menyembunyikan dakwah dan
ibadahnya di belakang kaum musyrikin. Namun, beliau berkumpul secara
sembunyi-sembunyi untuk kebaikan Islam dan para pemeluknya. Rumah Arqam bin
Abil Arqam al-Makhzumi terletak di Vukit Shafa yang terpencil dari mata kaum
musyrikin dan perkumpulan mereka. Rumah tersebut dijadikan pusat dakwah dan
tempat berkumpul dari tahun ke lima kenabian.
SIKSAAN TERHADAP PARA SAHABAT KETIKA
MASUK ISLAM
Begitu dahsyatnya
siksaan kaum musyrikin terhadap para sahabat, tetapi Allah tetap membukakan
hati mereka untuk masuk Islam dan menjadi tentara-Nya demi mninggikan kalimat,
“La ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah).
Keislaman Hamzah
Sesungguhnya
daerah yang diliputi banyak awan terkadang melahirkan kilat yang menjadi
penerang. Hari-hari yang diliputi kekejaman telah dilalui kaum muslimin di
Makkah. Hal tersebut menyebabkan mereka mengungsi untuk mempertahankan agama
sehingga tersisihlah sebagian dari mereka. Orang-orang tersebut menderita kerusakan
yang disebabkan tipu daya dan kekejaman kaum musyrikin. Di saat kondisi
tersebut, unsur-unsur baru bergabung dalam panji agama Islam sehingga
menjadikan kaum Quraisy berpikir ulang sebelum menzaliminya.
Hamzah bin Abdul
Muthalib, pama sekaligus saudara sepersusuan Nabi saw., masuk Islam. Ia
merupakan laki-laki kuat bagaikan singa . pada permulaannya keislamannya sangat
susah, lalu Allah melapangkan dadanya dengan cahaya keyakinan sehingga ia
ebrpegang teguh pada agama Allah dan
menjadi sebuah kebanggaan bagi kaum muslimin.
Perihal kisah
keislamannya, Ibnul Ishaq meriwayatkan bahwa Abu Jahal pernah ebrjalan melewati
Rasulullah di sisi Bukit Shafa. Lalu ia menyakiti dan menghina beliau serta
menghina agama Islam dan melemahkan dakwahnya. Meskipun demikian, beliau hanya
mendiamkannya. Sementara itu, budak perempuan Abdullah bin Jud’an mendengar hal
itu dari dalam rumahnya. Lalu, ia pergi ke tempat perkumpulan kaum Quraisy di
sisi Ka’bah dan duduk bersama mereka. Tak lama kemudian Hamzah bin Abdul Muthalib
datang dari berburu dengan menyandang busur panah di tubuhnya – ia terkenal
lihai dalam berburu --- kebiasaan Hamzah. Setelah berburu, ia tidak langsung
pulang ke rumah, tetapi melakukan thawaf di Baitullah. Saat melewati
perkumpulan kaum Quraisy, ia selalu menyapa dan berbicara dengan mereka. Ia
terkenal sebagai pemuda yang paling pemberani bagaikan singa. Saat ia melewati
budak perempuan dan saat itu Rasulullah sudah kembali ke rumah, ia ebrkata
kepada Hamzah, “Wahai Abu Imarah! Andaikan engkau melihat apa yang dilakukan
Abul Hakam bin Hisyam terhadap putra saudaramu. Ia mejumpainya duduk di sini,
lalu menghina dan menzaliminya. Setelah itu, ia hanya terdiam dan pulang.”
Hamzah marah saat
Allah menghendaki kemuliaan dirinya. Ia lalu berjalan tanpa henti, bersiap
meenghadapi Abu Jahal. Ketika memasuki masjid, ia melihat Abu Jahal sedang
duduk bersama kaumnya. Hamzah pun menuju ke arahnya hingga ketika tepat di
hadapannya, ia mengangkat busur dan memukulkannya tepat di kepala Abu Jahal
hingga terluka. Lalu, Hamzah berkata, “Apakah engkau menghinanya, apdahal aku
termasuk yang memeluk agamanya? Jawablah jika engkau mampu!” Orang-orang dari
Bani Mahzum berdiri untuk menolongnya. Abu Jahal pun berkata, “Biarkan Abu
Imarah! Demi Allah, sesungguhnya aku telah emnghina putra saudaranya dengan
hinaan yang keji.” Dan sempurnalah keislaman dan ajaran Rasulullah saw., yang
diikuti Hamzah. Saat ia masuk Islam, kaum Quraisy mengetahui bahwa sanya
Rasulullah saw, menjadi mulia dan terlindungi oleh Hamzah sehingga kaum musyrikin
mengurangi kezaliman terhadap beliau.
Keislaman Amr bin Abasah
Abu Umamah
meriwayatkan bahwasanya Amr bin Abasah berkata, “Saat jahiliah, aku mengira
orang-orang dalam kesesatan sebab mereka menyembah berhala. Lalu, aku mendengar
seorang laki-laki di Makkah memiliki banyak informasi. Aku bergegas menemuinya.
Saat itu Rasulullah sedang bersembunyi karena kaumnya murka terhadapnya. Aku
pun berlaku lemah lembut hingga bertemu beliau. Aku berkata kepada beliau,
“Siapakah engkau?’ Beliau menjawab, “Aku adalah seorang nabi’. Ia bertanya
lagi, “Apakah yang dimaksud nabi?’ Beliau menjawab, “Dia mengutusku untuk
menyambung tali silaturahmi, menghancurkan berhala, dan mengesakan Allah.’ Aku
berkata kepada beliau, “Siapakah yang bersamamu atas semua ini?’ Beliau
menjawab, “Orang merdeka dan hamba sahaya.’ Saat itu beliau ditemani Abu Bakar
dan Bilal – aku pun berkata, “Aku pengikutmu.’ Beliau bertanya, ‘Sesungguhnya
engkau tidak akan mampu saat ini, apakah engkau tidak melihat keadaanku dan
orang-orang? Kembalilah kepada keluargamu. Jikia engkau emndengar kabar bahwa
aku telah memang, datanglah kembali.’ Amr pun kembali kepada keluarganya.
Rasulullah tiba di Madinah dan saat itu Amr di rumahnya.’
Amr pun mencari
kabar tentang beliau. Lalu ebrtanya keapda orang-orang saat beliau tiba di
Madinah, ‘Apakah yang dilakukan laki-laki yang datang ke Madinah?” Mereka
menjawab, “Orang-orang bergegas mengikuti ajarannya. Kaumnya sendiri malah
ingin membunuhnya dan mereka tidak mampu melakukannya.” Aku pun pergi ke Madinah
menemui beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah! Apakah engkau menegnalku?”
Beliau menjawab, “Ya, Bukankah engkau yang emenmuiku di Makkah?” Aku menjawab,
“Ya. Wahai Nabi Allah. Beritahulah aku yang diajarkan Allah kepadamu.
Beritahulah aku tentang shalat.” Beliau menjawab, “Shalatlah shalat subuh, lalu
berhentilah shalat hingga matahari terbit sejengkal. Sesungguhnya amtahari
terbit di antara dua tanduk setan. Saat itu, orang-orang kafir sujud kepadanya.
Lalu, shalatlah. Sesungguhnya shalat tersebut disaksikan dan dihadiri oleh ahli
ibadah hingga matahari tepat di atas suatu benda. Pada waktu tersebut,
janganlah engkau shalat karena neraka jahanam bar menyala-nyala. Ketika
matahari melebihi benda, shalatlah, sesungguhnya shalat tersebut disaksikan dan
dihadiri hingga engkau shalat Ashar, lalu berhentilah shalat hingga matahari
terbenam karena ia terbenam di antara dua tanduk setan dan orang kafir bersujud
padanya.” Aku bertanya lagi, “Wahai Nabi Allah! Bagaimana dengan wudhu?” Beliau
menjawab, “Tidaklah salah satu kalian yang mendekati air wudhunya, lalu
berkumur dan menyerap air ke hidung, lalu membuangnya kecuali
kesalahan-kesahalahn di wajah, mulut dan hidungnya berjatuhan. Tidaklah ia
membasuh wajahnya sebagaimana yang diperintahkan Allah, kecuali kesalahan-kesalahan
di wajahnya akan berjatuhan dari sela-sela janggutnya bersama air. Tidaklah ia
membasuh kedua tangannya sampai kedua siku, kecuali kesalahan-kesalahan
tangannya berjatuhan dari ujung jari-jarnya bersama air. Tidaklah ia mengusap
kepalanya, kecuali kesalahan-kesalahankepalanya berjatuhan dari ujung rambut
bersama air. Dan tidaklah ia membasuh kedua kakinya sehingga kedua tumit,
melainkan kesalahan-kesalahan kakinya berjatuhan dari ujung jari kakinya.
Keislaman Dhamad al-Azdi
Ibnu Abbas berkata,
“Sesungguhnya Dhamad tiba di Makkah. Ia berasal dari Azid dan terkenal sebagai
ahli pengobatan orang yang kemasukan jin dan gila. Ia mendengar dari
orang-orang yang kurang akal dari penduduk Makkah yang mengatakan bahwasanya
Muhammad gila. Ia pun berkata, “Andaikan aku melihat laki-laki ini, aku
berharap dengan izin Allah, ia sembuh dengan tanganku.’ Ia pun bertemu beliau
seraya berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku mengobati orang gila dan
Allah menyembuhkan melalui tanganku siapa yang dikehendaki, apakah engkau mau
aku smebuhkan?” Beliau pun menjawab, “Sesungguhnya segala puji milik Allah,
kita memuji-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya. barangsiapa yang mendapat
petunjuk, tiada seorang pun yang menyesatkannya. Barangsiapa yang disesatkan,
tiada seorang pun yang memberinya petunjuk. Aku bersaksi tiada Tuhan yang
berhak disembah kecuali Allah yang tiada sekutu bagi-Nya dan sesungguhnya
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.’ Ia berkata, ‘Ulangi kata-katamu! Beliau
mengulanginya tiga kali dan ia ebrkata lagi, “Sungguh aku telah mendengar
ucapan seorang dukun, pesihir, dan ahli syair. Aku tidak pernah mendengar
seperti kata-katamu tadi. Sungguh kata-kata itu melebihi semuanya. Ia pun
memegang tangan Rasulullah dan berbai’at atas Agama Islam. Rasulullah pun
bersabda. “Dan atas kaummu.’ Ia pun menirukan, ‘Dan atas kaumku.’
Ibnu Abbas
melanjutkan, “Lalu Rasulullah mengutus pasukan yang melewati kaumnya. Pemimpin
pasukan pun berkata kepada tenteranya, “Apakah kalian menyerang mereka?”
Seorang laki-laki dari kaumnya berkata, “Aku telah mengambil bejana.’ Lalu ia berkata, “Kembalikan bejana
itu, mereka adalah kaumnya Dhamad.” (HR. Muslim).
Keislaman Abu Dzar
Ibnu Abbas
meriwayatkan bahwasanya saat Abi Dzar mendapatkan kabar diutusnya Nabi saw., ia
berkata kepada saudaranya, “Pergilah ke lembah itu, cari tahu entang laki-laki
ini yang meyakini bahwa dirinya nabi yang mendapat wahyud ari langit, dengarkan
ucapannya, lalu kembalilah!” Saudaranya
pun berangkat hingga mendatangi Rasulullah dan mendengarkan sabdanya. Lalu,
kembali kepada Abu Dzar seraya berkata, “Aku melihatnya memerintahkan akhlak
mulia dan sabdanya bukanlah syair.” Kemudian Abu Dzar berkata, Engkau belum
membuatku puas dengan jawaban itu.”
Abu Dzar sendiri
menyiapkan bekal dan tempat air hingga tiba di Makkah, lalu ia masuk masjid. Ia
mencari Rasulullah saw., yang belum ia kenal, tetapi ia enggan bertanya hingga
ia terbaring di masjid sampai pertengahan malam. Ali melihatnya dan mengetahui
bahwa yang dilihatnya adalah orang asing. Saat melihatnya, ia pun mengikutinya
tanpa saling berbicara satu sama lain hingga pagi. Setelah itu, ia pergi ke
masjid untuk mengisi tempat air. Hari yang ia lalui tanpa berhasil menjumpai
Nabi saw. Ia kembali ke tempatnya berbaring. Saat Ali lewat di depannya, ia berkata,
“Apakah tiba saatnya seseorang mengetahui rumahnya?” Ia pun pergi bersamanya
tanpa berbicara satu sama lain. Hal itu berlanjut sampai hari ketiga sehingga
Ali bertanya, “Apakah engkau tidak memberitahuku apa yang dapat aku bantu?” Ia
menjawab, “Jika engkau mau membuat perjanjian untuk menunjukkannya, aku akan
melakukannya.” Kemudian Ali memberitahukannya seraya berkata, “Sesungguhnya ia
ebnar, ia adalah Rasulullah. Besok, ikutlah denganku. Jika aku melihat hal yang
membahayakan, aku akan bersikap seolah memberi minum.” Kemudian ia melakukan
hal tersebut hingga bertemu Nabi saw. Ia pun mendengar sabda beliau dan masuk
Islam.
Nabi saw.,
bersabda keapdanya, “Kembalilah kepada kaummu, kabarkan kepada mereka hingga
perintahku datang kepadamu.” Ia pun menjawab, “Demi Dzat yang jiwaku berada
dalam genggaman-Nya, sungguh aku akan meneriakkannya di antara mereka.”
Abu Dzar keluar
hingga tiba di masjid. Kemudian ia berteriak melafalkan dua kaliamt syahadat.
Kaum Quraisy pun memukulinya hingga membuatnya kesakitan. Abbas datang
menolongnya sambil berkata, “Celakalah kalian! Bukankah kalian mengetahui ia
berasal dari Ghifar yang menjadi jalur perdagangan kalian ke Syam?” Ia
menyelamatkannya dari mereka. Keesokan harinya Abu Dzar kembali melakukan hal
yang sama sehingga kaum Quraisy memukulinya. Abbas pun datang menolongnya.
Nabi saw. Mendidik Para Sahabat Akidah yang
Benar
Nabi
saw., telah menuangkan tauhid yang bersih dalam hati para sahabat dari awal.
Beliau memberi nutrisi roh mereka dengan kecintaan iman, menyucikan jiwa mereka
dengan mengajarkan Al-Qur’an dan Sunnah, mendidik mereka dengan pendidikan
mendalam, mendorong jiwa mreka hingga mencapai derajat roh tertinggi, hati dan
akhlak yang bersih, terbebas dari kekuasaan materi, melawan syahwat, menuju
penguasa langit dan bumi, serta mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju
cahaya. Beliau juga mengajari sabar atas siksaan, mduah memaafkan dan
mengendalikan nafsu sehingga mereka makin tercerap pada agama, menjauhkan diri
dari godaan syahwat, berkoban di jalan yang diridhai Allah, merindukan surga,
haus akan ilmu dan pemahaman agama, instropeksi diri dan berperasaan, menguasai
nafsu amarah, serta terpatri dengan kesabaran, ketenangan dan kemuliaan.
Selama periode
Makkah, Al-Qur’an hanya berbicara tentang akidah, baik secara ilmiah maupun
amalah. Sesekali diambil dari kisah para nabi dan ajakan mereka terhadap
kaumnya pada tauhid. Sesekali melalui perdebatan secara langsung dengan kaum
musyrikin dan buruknya akidah mereka. Dis amping itu, Al-Qur’an juga menggunakan
cara-cara lain yang berbeda.
Hal yang telah
ditetapkan untuk para nabi adalah memulai bersama kaumnya tanpa cara yang
memberatkan dan penuh kesukaran. Yang telah tampak jelas pada tahap permulaan
adalah kemudahan. Contohnya, memulai dakwah dengan mengumpulkan masyarakat di
atas tujuan kesukuan, sosial, atau akhlak. Ketika mereka bersatu di bawah panji
ini, akidah disampaikan dan mereka diminta berpegang teguh dengannya serta
menolak keyakinan lainnya. Sebuah pemikiran yang tidak cerdas.
Meskipun
demikian, Allah Allah yang memiliki nama-nama yang indah dan sifat yang tinggi
lebih mengetahui ciptaan-Nya dan hal yang lebih berguna untuk ciptaan-Nya. Dia
juga Mahalembut lagi waspada tidak menghendaki cara seperti di atas meskipun
sekilas terlihat lebih mudah pada permulaannya. Allah menghendaki untuk memulai
mengajak manusia beribadah hanya kepada-Nya, mengesakan-Nya, dan melepaskan
semua yang disembah selain Allah. Jadi, Ketika hati dipenuhi dengan
ma’rifatullah (mengenal Allah), mengesakan-Nya, dan rasa takut kepada-Nya,
datanglah perintah, larangan, dan hukuman-hukuman, diri telah siap menerimanya
dan tunduk untuk melaksanakannya.
Aisyah
meriwayatkan bahwa surat yang pertama diturunkan adalah yang membahas tentang
surga dan neraka, yaitu Surat al-Muddatstsir.
Maka apabila sangkakala ditiup maka
itulah hari yang serba sulit, bagi orang-orang kafir tidak mudah. (QS.
al-Muddatstsir (74) 8-10).
Dan yang Kami jadikan penjaga neraka
itu hanya dari malaikat; dan Kami menentukan bilangan mereka itu hanya sebagai
cobaan bagi orang-orang kafir, agar orang-orang yang diberi kitab menjadi
yakin, agar orang yang beriman bertambah imannya, agar orang-orang yang diberi
kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan agar orang-orang yang di
dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (berhala). “Apakah yang
dikehendaki Alalh dengan (bilangan) ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah
Allah membiarkan sesat orang-orang yang Dia kehendaki dan memberi petunuk
kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Dan tidak ada yang mengetahui bala
tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri. Dan saqar itu tidak lain hanyalah
peringatan bagi manusia. (QS. al-Muddatstsir (74) : 31).
Selanjutnya,
setelah orang-orang masuk agama Islam, turunlah ayat tentang halal dan haram.
Andaikata yang pertama turun adalah perintah untuk tidak berzina, pasti mereka
akan berkata, “Kami tidak akan meninggalkan zina selamanya.” Andaikata yang
pertama turun adalah larangan minum khamar, pasti mereka berkata, “Kami tidak
akan meninggalkan larangan minum khamar selamanya.”
Saat
kalimat tauhid bersemi di hati, Allah menciptakan segala sesuatu dan memberi
pemeluknya hal yang tak pernah terpikirkan olehnya. Pemberian-Nya lebih besar
daripada apa yang diimpikan oleh hatinya. Dengan nikmat tauhid, jiwa dan
perilaku menjadi suci, hati dan roh menjadi bersih tanpa memerlukan perintah,
bahkan hukuman-hukuman yang diysariatkan Allah, jarang sekali muncul. Hal ini
disebabkan Muraqabah (merasa diawasi Allah) terpatri dalam perasaan danharapan
untuk menggapai ridha Allah dan pahala-Nya serta rasa takut dari kemurkaan dan
siksa-Nya. keduanya menempati kedudukan muraqabah (merasa diawasi Allah). Hanya
di abwah naungan Islam, peradaban manusia, baik dalam hal aturan, perilaku,
maupun berkehidupan akan tearngkat hingga puncak yang tiada tanding sebelumnya
dan sesudahnya.
Uraian di atas mengandung
bantahan terhadap orang-orang yang tergesa-gesa dalam mendirikan negeri Islam
sebelum kukuhnya akidah dalam hati dan bersihnya dari lingkaran kesyirikan
dengan segala jenisnya. Hal ini disebabkan tidak ada nilainya abgi aturan Islam
yang berdiri, padahal manusia yang melaksanakannya belum siap setelah
menerimanya dan belum besih dari endapan-endapan jahiliah. Akidah harus kukuh
dalam hati para pendakwah terlebih dahulu, kemudian baru mengajak manusia
padanya, baik secara ilmiah maupun amaliah, bukan sekadar akidah teoritis tanpa
pengawasan di hati dan di alam nyata. Tidak diragukan lagi bahwa perkara ini
memerlukan waktu lama, usaha tanpa henti, perlawanan terhadap kebatilan dan
pemeluknya hingga diri siap menolong agama Allah pada waktu yang dipilihkan
oleh Allah.
Keistimewaan
akidah Islam adalah ia merupakan akidah yang subur dan positif. Saat ia
tertancap kukuh di hati, berubah menjadi nyala api gerakan, jihad, dan
perngorbanan. Inilah yang muncul bagi orang yang memperhatikan dakwah para
nabi. Mereka mengajarkan akidah, tuntutan-tuntutannya, mengajak kepadanya,
sabar di atas penderitaan dalam menempuhnya, serta berkorban dengan harta dan
jiwa dalam rangka mewujudkannya.
OrangOrang Musyrik Menawarkan Harta, Wanita,
dan Jabatan kepada Nabi saw. Tetapi Beliau Tidak Menerimanya
Kaum musyrikin
berusaha menindas kaum muslimin dengan siksaan, hinaan dan celaan agar bisa
mengembalikan mereka pada agama semula. Akan tetapai, kaum muslimin justru
makin bertambah iman dan keyakinannya. Cara-cara tersebut ternyata tidak
berahsil. Mereka pun berusaha memakai cara lain – dengan bahasa kontemporer
cara yang lebih diplomatis --- yaitu mengiming-iming Rasulullah saw., dengan
beberapa hal agar beliau tidak melanjutkan dakwahnya atau setidaknya beliau
menarik kembali beberapa hal yang diserukan. Di antara beberapa tawaran itu
adalah mereka mengirim Utbah bin Rabi’ah untuk mengiming-iming Rasulullah
dengan sesuatu yang dianggapnya solusi atas masalah yang ada.
Dari Jabir bin
Abdullah mengatakan bahwa kaum Quraisy berkumpul membicarakan Nabi saw. Mereka
berkata, “Lihatlah, siapa di antara kalian yang paling mengetahui tentang
sihir, perdukunan, dan syair. Kemudian hendaknya dia mendatangi laki-laki yang
telah mencerai-beraikan kelompok kita, mencela urusan kita, menghina agama
kita, lalu bericara kepadanya, dan melihat apa reaksinya.” Mereka berkata,
“Setahu kami Utbah bin Rabi’ah, orang yang paling tepat untuk itu.” Mereka
berkata, “Ya, wahai Abu Walid (Utbah).” Utbah pun mendatangi Rasulullah dan
berkata, “Wahai Muhammad, apakah engkau lebih baik daripada Abdullah
(Ayahnya)?” Nabi saw., diam. Utbah melanjutkan, “Jika engkau menganggap bahwa
mereka lebih baik darimu, mereka menyembah tuhan-tuhan yang kau hina. Jika engkau
menganggap dirimu lebih baik dariapda mereka, bicaralah kami akan
mendengarkanmu. Demi Allah, tidaklah aku melihat seorang anak yang dicintai,
tetapi tidak menghargai kaumnya, selain engkau. Engkau telah memecah-belah
kelompok kami, kau hina urusan kami, kau cela agama kami, dan engkau membuat
reputasi kami hancur di antara bangsa Arab. Hingga tersiar kabar kepada mereka
bahwa di kabilah Quraisy ada seorang penyihir, di kabilah Quraisy ada seorang
dukun. Apa yang dinanti saat ini hanyalah seperti teriakan wanita yang akan
melahirkan, yaitu ketika sebagian dari kita menghunuskan pedangnya ke sebagian
yang lain sampai kita semua binasa.”
Wahai Muhammad,
jika engkau membutuhkan sesuatu, kami kumpulkan harta-harta kami untukmu,
hingga engkau menjadi pria Quraisy yang terkaya. Jika engkau ingin menikah,
pilihlah siapa pun dari perempuan-perempuan Quraisy, lalu kami nikahkan engkau
dengan sepuluh perempuan sekaligus.”
Dalam riwayat
lain, Utbah berkata kepada Nabi saw., “Jika dengan dakwah ini engkau
menginginkan harta, kami kumpulkan segenap harta kami hingga engkau menjadi
yang terkaya di antara kami. Jika engkau menginginkan kemuliaan, kami jadikan
engkau pemimpin kami. Kami tidak akan memutuskan sesuatu, kecuali denganmu.
Jika engkau menginginkan kekuasaan, kami jadikan engkau penguasa kami. Jika
sesuatu yang datang padamu ini penyakit dan engkau tak kuasa menepisnya dari
dirimu, kami carikan obatnya untukmu sampai engakau sembuh, sekalipun harta
kami akan habis.”
Rasulullah saw,
berkata, “Engkau sudah selesai?” Utbah berkata, “Ya.” Lalu, Rasulullah saw.,
membacakan, “Ha Mim (Al-Qur’an ini) diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pengasih,
Maha Penyayang. Kitab yang ayat-ayatnya dijelaskan, bacaan dalam bahasa Arab,
untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan peringatan, tetapi
kebanyakan mereka berpaling (darinya) serta tidak mendengarkan. Dan mereka
berkata, “Hati kami sudah tertutup dari apa yang engkau seru kami kepadanya dan
telinga kami sduah tersumbat, dan di antara kami dan engkau ada dinding, karena
itu lakukanlah (sesuai kehendakmu), sesungguhnya kami akan melakukan (sesuatu
kehendak kami).” Katakanlah (Muhammad), “Aku ini hanyalah seorang manusia
seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kami adalah Tuhan Yang Maha
Esa, karena itu tetaplah kamu (beribadah) kepada-Nya dan mohonlah ampunan
kepada-Nya. dan celakalah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu)
orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka ingkar terhadap kehidupan
akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan,
mereka mendapatkan pahala yang tidak ada putus-putusnya.” Katakanlah,
“Pantaskah kamu ingkar kepada Tuhan yang menciptakan bumi dalam dua masa dan
kamu adakan pula sekutu-sekutu bagi-Nya? Itulah Tuhan seluruh alam.” Dan Dia
ciptakan padanya gunung-gunung yang kukuh di atasnya. Dan kemudian Dia berkahi,
dan Dia tentukan makanan-makanan (bagi penghuni)nya dalam empat masa, memadai
untuk (memenuhi kebutuhan) mereka yang memerlukannya. Kemudian Dia menuju ke
langit dan (langit) itu masih berupa asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan
kepada bumi. “Datanglah kamu ebrdua menurut perintah-Ku dengan patuh atau
terpaksa.” Keduanya menjawab, “Kami datang dengan patuh.” Lalu diciptakan-Nya
tujuh langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia mewahyukan urusan
masing-masing. Kemudian langit yang dekat (dengan bumi), Kami hias dengan
bintang-bintang, dan (Kami ciptakan itu), untuk memelihara. Demikianlah
ketentuan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling maka
katakanlah, “Aku telah memperingatkan kamu akan (bencana) petir seperti petir
yang menimpa kaum ‘Ad dan kaum Tsamud.” (QS. Fushshilat (41) : 1 – 3).
Utbah berkata,
“Cukup, adakah selain itu>” Rasulullah menjawab, “Tidak.”
Utbah kembali
kepada kaumnya dan disambut dengan pertanyaan, “Apa yang terjadi?”
Ia berkata,
“Semua yang kalian bicarakan telah kubicarakan kepadanya, tidak ada yang
tertinggal!”
Mereka bertanya,
“Apakah ia membalasmu>”
“Ya.” Jawab
Utbah.
“Demi Dia yang
meneguhkan Ka’bah, aku tidak memahami apa pun selain perkataannya, “Aku telah
memperingatkan kamu akan (bencana) petir seperti petir yang menimpa kaum “Ad
dan kaum Tsamud.” Lanjut Utbah.
“Bagaimana bisa,
ia berbicara kepada dengan bahasa Arab, tetapi engkau tidak mengerti
perkataannya.” Sanggah kaumnya.
“Tidak, demi
Allah, aku tidak memahami apa pun selain peringatan akan petir itu.” Jawab
Utbah (HR Abu Ya’la dan Hakim).
Nabi saw. Memberi Sahabatnya Kabar Gembira
akan Pertolongan Allah dan Peneguhan Agama-Nya
Nabi saw.,
berseri mengabarkan kepada para sahabatnya tentang pertolongan Allah ‘Azza wa
Jalla, yang membangkitkan kepercayaan dan keyakinan di hati mereka. Kabarnya
adalah alam seluruhnya akan tunduk pada agama Allah dan panji “La ilaha
illallah” akan tegak setinggi-tingginya. Padaal, saat itu sahabtnya adalah
orang-orang lemah yang disiksa di tengah teriknya sahara Makkah. Hingga ketika
Khabbab datang kepada Rasulullah untuk mengadukan siksaan yang ia hadapi, Nabi
saw., bersabda, “Demi Allah, akan menyempurnakan urusan (dakwah) ini hingga
seorang musafir yang berkendara dari Shana’a ke Hadramaut tidak ada yang ia
takuti, kecuali Allah dan (tidak pula takut akan ancaman) serigala atas
dombanya. Akan tetapi, kalian adalah kaum yang tergesa-gesa (tidak sabar atas
bencana yang menimpa).” Meskipun siksaan mendera, Nabi saw senantiasa
meneguhkan hati para sahabatnya dengan berbagai kabar gembira yang agung itu.
Al-Qur’an sendiri turun pada hari-hari sulit untuk mengabarkan berita gembira
akan kemenangan dari Allah SWT.
Allah SWT
berfirman dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya Kami akan menolong rasul-rasul Kami
danorang-orang yang beriman dalam kehidupan di dunia dan pada hari tampilnya
para saksi (Hari Kiamat).” (QS. al-Mu’min (40) : 51).
Allah SWT
berfirman dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu,
menginfakkan harta mereka untuk menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah.
Mereka akan (terus) menginfakkan harta itu, kemudian mereka akan menyesal
sendiri, dan akhirnya mereka akan dikalahkan. Ke dalam neraka Jahanamlah
orang-orang kafir itu akan dikumpulkan, agar Allah memisahkan (golongan) yang
buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu, sebagiannya di
atas yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya dan dimasukkan-Nya ke dalam
neraka Jahanam. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. al-Anfal (8) “ 36 –
37).
Allah SWT
tidak akan menyerahkan para kekasih-Nya kepada musuh-musuhnya, jika
musuh-musuhnya unggul dalam satu masa, itu semua atas kehendak Allah. Akan tetapi,
kesudahan yang baik hanya bagi mereka yang teguh pada iman dan tauhid.
Allah SWT
berfirman, “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama
yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang
musyrik membencinya.” (QS. ash-Shaf (61) : 9).
Menurut Syekh
al-Albani rahimahullah,”Ayat yang mulia ini mengabarkan bahwa masa depan itu
milik Islam dengan dominasinya, keunggulannya, dan hukumnya atas semua agama. Sebagian
orang menganggap bahwa saat itu telah terjadi pada masa Nabi saw, Khulafaul
Rasyidin, dan penguasa-penguasa yang shahih. Pendapat ini tidak tepat sebab
yang telah terealisasi pada masa lampau hanyalah bagian dari janji yang benar
itu. Sebagaimana Rasulullah telah mengisyaratkan hal itu dalam sabdanya, “Malam
dan siang tidak akan pergi hingga Latta dan Uzza disembah.’ Mendengar hal itu
Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah mengira bahwa ketika Allah SWT
menurunkan QS. ash-Shaf (61) : 9 maka (penyembahan terhadap Latta dan Uzza) itu
berlalu.” Rasulullah saw, pun bersabda, “Hal itu akan terjadi dengan kehendak
Allah.” (HR Muslim dan Hakim).
Ada beberapa
hadits yang menjelaskan tentang pencapaian kemenangan Islam dan sejauhmana
peneybarannya – yang tidak diragukan validasinya – bahwa masa depan ada pada
Islam, dengan izin Allah dan taufiq-Nya. semoga menjadi pemicu semangat bagi
mereka yang bekerja untuk Islam dan sanggahan bagi mereka yang pesimis dan
berputus asa.
Pertama, sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya Allah memperlihatkan kepadaku
bumi, hingga aku dapat melihat sisi timur dan baratnya, dan sesungguhnya umatku
akan menguasainya sebagaimana telah diperlihatkan kepadaku.” (HR Muslim, Turmudzi,
dan Abu Dawud).
Kedua, sabda Nabi saw, “Sungguh seruan ini akan mencapai (kesempurnaannya)
sebagaimana siang dan malam, Allah tidak akan meninggalkan satu rumah pun yang
terbuat dari tanah liat ataupun bulu binatang, melainkan Dia telah memasukkan
agama ini ke dalamnya, dengan kemuliaan seorang yang mulia, atau dengan
kehinaan orang yang terhina, sebuah kemuliaan dengannya Allah, meninggikan
Islam, dan kehinaan dengannya Allah mencampakkan kekufuran.” (HR Ahmad dan
Hakim).
Ketiga, Dari Abu Qubail berkata, “Kamis edang berada di majelis Abdullah
bin Amru bin Ash. Beliau ditanya di antara kedua kota yang akan ditaklukkan
terlebih dahulu. Kostantinopel atau Rumiyah? Kemudian Abdullah meminta untuk
diamilkan sebuah kotak yang bertali miliknya, lalu ia mengeluarkan sebuah kitab
dan berkata, “Ketika kami mengelilingi Rasulullah saw, sambil menulis,
Rasulullah ditanya tentang mana di antara Kostantinopel atau Rumiyah yang akan
ditaklukkan terlebih dahulu?” Rasulullah bersabda, “Kota Heraklius akan
ditaklukkan lebih dulu,’ yaitu Kostantinopel.” (HR. Ahmad, ad-Darimy, dan
Hakim).
Menurut al-Albani,
Rumiyah adalah Kota Roma sebagaimana yang tertera dalam Ensiklopedia Negara
Dunia, yaitu Ibukota Italia saat ini. Telah diketahui bahwa penaklukkan
Konstantinopel telah terjadi pada masa Muhammad Fatih al-Utsmany. Hal itu
terjadi lebih dari 800 tahuns etelah sabda Nabi saw. Adapun penaklukkan kedua
(Roma) akan terjadi dengan izi Allah dan pasti akan terwujud, pasti akan
diketahui pada saatnya nanti. Tak diragukan pula bahwa realsiasi penaklukkan
kedua mengharuskan kembalinya kepemimpinan yang diberi petunjuk (al-khilafah
ar-rasyidah) pada umat Islam. Itulah yang dikabarkan oleh Rasulullah dalam
haditsnya.
Keempat, “Periode kenabian ada atas kehendak Allah,
kemudian Allah mengahpusnya pada saat Dia menghendakinya, kemudian kepemimpinan
yang didasari manhaj kenabian datang atas kehendak Allah. Allah pun
menghapusnya pada saat Allah menghendakinya. Kemudian penguasa zalim
menggantikannya atas kehendak Allah pun menghapusnya pada saat Allah
menghendakinya. Kemudian ada penguasa yang diktator atas kehendak Allah, Allah
pun menghapusnya pada saat Dia menghendakinya. Kemudian kepemimpinan yang
berdasarkan manhaj kenabian,” lalu beliau saw, terdiam. (HR Ahmad).
Meskipun keadaan
gelap gulita yagn menaungi umat saat ini, demi Allah kami optimis dan yakin
adanya pertolongan Allah yang merupakan janji-Nya dan janji Rasul-Nya bahwa
kemenangan milik agama ini. Kita yang saat ini
sedang berada di dalam kegelapan itu hanya waktu sesaat ketika Allah membedakan
antara baik dan buruk, di zaman ketika fitnah berpencar, pastilah saat itu harus
ada ujian dan cobaan.
Bergembiralah,
wahai para pemuda! Bangkitlah dengan pertolongan Allah! Meskipun pertolongan
datang jika Allah menghendaki, kita tetap haru menjadi hamba-hamba Allah yang
berhak atas pertolongan-Nya.
Perubahan Harus Bermula dari Sebuah Kaidah
Jika ada yang
mengira bahwa perubahan harus dimulai dari puncak piramida, itu salah. Perubahan
justru harus bermula dari sebuah kaidah. Hal itu terjadi pada proses pendidikan
generasi yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta dicintai Allah dan Rasul-Nya.
Kita harus tahu
bahwa umat ini tidak mungkin menjadi kuat, kecuali dengan mengikutai agama dan
mengagungkan perintah Allah. Lalu, bagaimana caranya? Dengan revolusi militer,
operasi bom bunuh diri, dan berbagai kegaduhan lainnya, apakah Islam dan kaum
muslimin dapat dikautkan posisinya? Mereka yagn mengkaji proses dakwah Nabi
saw, dan para Nabi sebelumnya meyakini bahwa cara-cara tersebut bukan metode
dakwah para nabi. Cara-cara tersebut juga bertentangan dengan hukum Islam dan
alam.
Ada keharusan
tersebarnya dakwah ini dan memperbaiki hati dan fisik manusia dengan tauhid dan
ketaatan pada syariah. Rasulullah sendiri tetap teguh menetap di Makkah selama
13 tahun dengan menyeru pada tauhid dan mendidik para sahabatnya dengan
menghidupkan malam dan berbagai ibadah lainnya. Bersama para sahabatnya Beliau
saw, menanggung berbagai macam siksaan dan cercaan. Ketika kaum Anshar
bersumpah setia pada Bao’at Aqabah kedua, mereka berkata, “Jika engkau
menghendaki, kami datang penduduk lembah (Makkah) ini dan kami bunuh mereka
sekaligus.” Rasuluuah saw, menjawab, “Aku belum diperintahkan untuk itu.”
Kemudian turun ayat, “Tidakkah engaku memperhatikan orang-orang yang dikatakan
kepada mereka, “Tahanlah tanganmu (dari berperang), laksanakanlah shalat dan
tunaikanlah zakat ....!” (QS. an-Nisa’ (4) : 77).
Apakah mereka
yang memakai cara-cara tersebut lebih membuat perubahan agama daripada pemimpin
orang-orang terdahulu dan terakhir?”
Bagaimana Nabi
saw, ketika berdakwah secara terang-terangan? Lalu, bagaimana kondisi para
sahabat yang mulia? Bagaimana Nabi mendidik para sahabatnya? Bagaimana Nabi
menyiapkan asas-asas demi mendirikan negara yang ber-Islam di Madinah?
Semua itu perlu
dipelajari oleh apra pemuda muslim yang tulus agar supaya mereka tidak sia-sia
dan urusan mereka tidak lenyap begitu saja, tanpa adanya maslahah syar’iyyah
(kebaikan yang didasari syariah).
Orang yang Pertama Melantunkan Al-Qur’an
dengan Suara Keras
Dari Yahya bin
Urwah bin az-Zubair dari ayahnya berkata, “Orang yang pertama-kali melantunkan
Al-Qur’an dengan suara keras --- setelah Rasulullah saw. --- di Makkah adalah
Abdullah bin Mas’ud r.a.”
Urwah berkata, “Suatu
hari apra sahabat Rasulullah saw. Berkumpul. Mereka berkata, “Demi Allah, kaum
Quraisy belum pernah mendengar Al-Qur’an dilantunkan dengan keras sebelumnya,
siapa laki-laki ayng melakukannya?” Abdullah bin Mas’ud berkata, “Aku.’ Mereka
melanjutkan, “Kami mengkhawatirkanmu, kami menginginkana da seorang kerabat
yang melindungi dari kaum Quraisy ketika mereka ingin mencelakakannya. ‘Abdullah
menajwab, “Biarkan aku (terus membaca Al-Qur’an dengan suara keras), Allah-lah
yagn akan melindungiku.” Ibnu Mas’ud pun pergi, ketika ia sampai di maqam (Ibrahim) pada waktu Dhuha, sedangkan kaum
Quraisy sedang berada di perkumpulan mereka, ia berdiri di maqam dan membaca, “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha
Penyayang. (Allah) Yang Maha Pengasih, Yang telah mengajarkan Al-Qur’an.” (QS.
ar-Rahman (55) : 1 – 2 ).
Ibnu Mas’ud terus
membacanya dan kaum Quraisy mendengar dengan saksama, lalu mereka berkata, “Apa
yang diaktakan anak Ummu Abd (yakni Ibnu Mas’ud)?”
“Ia sedang
membaca apa yagn dibawa oleh Muhammad.” Jawab seseorang dari mereka.
Mereka pun
bangkit menghampiri Ibnu Mas’ud dan memukul wajahnya, tetapi Ibnu Mas’ud tetap
melanjutkan bacaannya sampai pada apa yang dikehendaki Allah. Ia kembali kepada
para sahabatnya dan mereka melihat bekas tamparan di eajahnya. Mereka berkata, “Ini
yang kami khawatirkan terhadapmu.”
“bagiku berurusan
dengan para musuh Allah tidak semudah saat ini. Kalau kalian menginginkan, aku
akan melakukannya kembali esok/” Kata Ibnu Mas’ud.”
“Tidak, cukup
sudah, engkau telah memperdengarkan kepada mereka apa yang mereka benci.” Kata para
sahabatnya. )Sanadnya shahih dan berkesinambungan. Al-Qurtuby dalam tafsirnya
mencantumkan hadits, dari Urwah bin Zubair (7/147) dan Thabrani meriwayatkannya
di Tarikh-nya (2/334 – 335).
Perlakuan Nabi saw. Dan Para Sahabatnya
terhadap Berhala-Berhala Kaum Musyrik
Ali bin Abi
Thalib karramallahu wajhah berkata, “Aku sedang pergi bersama Usamah bin Zaid
ke berhala-berhala Quraisy yang berada di sekeliling Ka’bah. Kami membawa
kotoran dan mengambilnya dengan tangan kami, lalu kami membalurkannya pada
berhala-berhala itu. Mereka berteriak, “Siapa yang melakukan ini pada
tuhan-tuhan kami?” Kemudian mereka berdatangan ke sana dan membasuhnya dengan
susu da air.”
Ali bin Abi
Thalib karramallahu wajhah berkata, “Aku bersama Rasulullah saw, mendatangi Ka’bah.
Rasulullah berkata kepadaku, “Duduklah, lalu beliau menaiki pundakku. Ketika aku
ingin berdiri, beliau merasa aku tidak kuat mengangkatnya. Beliau pun turun dan
duduk untukku, lalu berkata, “Naiklah ke atas pundakku.’ Beliau berdiri dan aku
di atas pundaknya. Saat itu aku berkhayal jika aku mau, aku dapat mencapai ufuk
langit. Akhirnya, aku menaiki Ka’bah dan di atasnya terdapat berhala kuning
atau tembaga. Aku berusaha merengkuh sisi kanan dan kirinya, depan dan
belakangnya, hingga aku dapat menguasainya. Rasulullah ebrkata keapdaku, ‘Lempar
....’ Aku pun meleparnya dan berhala itu pecah berkeping-keping seperti kaca. Aku
turun. Bersama Rasulullah saw aku lari dan bersembunyi di balik rumah-rumah
penduduk, khawatir ada seseorang yang melihat perbuatan kami.”
Dalam riwayat
lain, “Dulu di atas Ka;bah ada berhala, aku menggendong Rasulullah, tetapi aku
tidak kuat, lalu beliau menggendongku dan aku dapat memotong berhala itu. Jika aku
mau, aku dapat meraih langit.”
Al-Bazzar
menambahkan setelah kata, “Kami bersembunyi di antara rumah-rumah.” Sejak itu
tidak pernah diletakkan berhala lagi di atas Ka’bah. (HR Ahmad, Abu Ya’la,
a;-Bazzar, dan semua perawainya terpecaya (tsiqat).
Usamah bin Zaid
r.a. berkata, “Aku masuk Ka’bah bersama Rasulullah saw. Beliau melihat ada
gambar-gambar di sana. Lalu, beliau berkata kepadaku, “Carikan aku air.” Lalu,
aku membawa seember air. Kemudian beliau membasahi baju dengannya dan
memukul-mukulkannya ke gambar-gambar itu, seraya berkata, “Allah membinasakan
kaum-kaum yang menggambar apa yang tak mereka ciptakan.”
Kota Sepanjang, 01 - 11- 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar